Wiro Sableng 079 Ninja Merah Bagian 2
ketika melihat bagaimana murid-murid Perguruan Emerarudo bertahan mati-matian
terhadap serangan yang dilancarkan oleh tujuh orang ninja.
Seorang ninja berhasil dibunuh, satunya lagi tergeletak antara sadar dan
pingsan. Namun seluruh rombongan orang-orang Perguruan Emerarudo sudah
bergeletakan jadi mayat, kecuali Wakil Ketua Hisao Matsunaga.Orang ini
tersungkur di tepi jalan, berusaha merangkak mencapai tandu.
Akira memutar kepalanya ke arah tandu dimana Keno berada. Sepasang mata anak ini
terbeliak besar.
Pintu tandu berada dalam keadaan terbuka lebar. Dari tempat gelap dia berdiri
anak ini dapat melihat sosok tubuh Keno. Matanya membeliak dan jantungnya
seperti hendak copot ketika melihat bagaimana tubuh Keno tersandar di tempat
duduk tandu. Sebilah katana menancap di dadanya!
Kalau tak cepat dia menutup mulutnya sendiri mungkin anak ini sudah berteriak
karena ngeri. 59 "Keno... Mimpimu ...Ternyata kau yang mendapat celaka. Seharusnya ....
seharusnya aku yang menemui ajal. Keno sahabatku ... Kini aku mengerti. Kau
sengaja menyuruhku pergi. Kau memilih tetap berada dalam tandu. untuk menipu
ninja-ninja jahat itu. Keno ...." Akira Kasai tak kuasa membendung air matanya.
Di sebelah sana dilihatnya Wakil Ketua Perguruan Emerarudo merangkak di tanah
terbatuk-batuk dan pegangi dada kirinya. Tiba-tiba empat orang ninja melompat
mengurungnya. Masing-masing memegang ninjato berlumuran darah!
"Ninja-ninja itu ... Mereka pasti membunuh Paman Hisao. Apa yang harus
kulakukan" Bagaimana aku menolongnya. Paman ..."
Tiba-tiba terngiang di telinga Akira ucapan Keno.
Mimpiku jadi kenyataan. Ninja-ninja hitam itu pasti mengincar dirimu...Aku
merasa dirimu dalam bahaya Akira. Lekas menyelinap keluar. Begitu sampai di luar
cepat lari ke Puri Sanzen..
"Ninja-ninja itu...apa mereka benar hendak membunuhku" Mengapa"!" Akira
memperhatikan seorang ninja lagi berkelebat mengurung Hisao Matsunaga.
"Aku merasa diriku seperti seorang pengecut! Aku ingin menolongmu Paman Hisao.
Tapi apa dayaku.
Maafkan aku Paman ...." Anak itu putar tubuhnya.
Kraaakkk! Tak sengaja kaki kiri Akira menginjak sebatang kayu agak kering hingga
mengeluarkan suara. Lima 60
ninja berpaling ke arah kegelapan. Juga Paman Hisao Matsunaga.
Secepat kilat Akira melompat ke balik sebuah pohon besar lalu menghilang. Lima
ninja berkelebat ke arah tandu lalu ke jurusan dimana tadi mereka mendengar
suara berderak disertai berkelebatnya satu bayangan. Kesempatan ini dipergunakan
oleh Hisao Matsunaga untuk bangkit dan naik ke punggung seekor kuda lalu
menggebrak binatang ini meninggalkan tempat itu. Lima ninja saling pandang.
Sesaat kemudian ke limanya serentak berkelebat ke arah lenyapnya Akira. HlSAO
Matsunaga belum lama memacu kudanya ketika tiba-tiba dalam kegelapan malam dua
penunggang kuda datang dari jurusan berlawanan. Karena jalan sempit dan Hisao
Matsunaga agaknya tidak mau menghindar atau menepi maka dua penunggang kuda yang
datang dari arah depan terpaksa bersibak dan menepi.
"Orang itu menunggang kuda seperti dikejar setan!" ujar penunggang kuda di kiri
jalan. Dia berpakai an dan berikat kepala putih serla berambut gondrong.
Melirik ke kanan dia melihat sebuah jurang batu dalam kegelapan.
"Gila, sempat kaki kudaku terperosok, amblas diriku ke dalam jurang itu!"
"Wiro ..."
"Ada apa Akiko" Kau kelihatannya seperti kaget."
61 "Penunggang kuda yang barusan lewat. Walau gelap tapi aku masih sempat melihat
wajahnya. Dia Hisao Matsunaga ..."
"Siapa manusia bernama naga itu"' tanya Wiro acuh saja.
"Salah satu dari dua Wakil mendiang Noboru Kasai, Ketua Perguruan Emerarudo yang
hendak kita layati ..."
"Eh, kalau benar berarti ada urusan penting membuat dia meninggalkan
perguruan ..."
"Atau tengah dikejar sesuatu ..." kata Akiko pula.
"Aku .... Harap kau tunggu disini. Aku coba mengejarnya untuk mencari tahu apa
yang terjadi."
"Terserah padamu. Tapi kau harus tahu menunggu di tempat seperti ini tidak sama
sedapnya dengan menunggu di rumah teh, ditemani oleh geisha ..."
"Aku tak bakal lama!" jawab Akiko lalu cepat memutar kudanya. Baru saja gadis
itu lenyap Wiro mendadak mendengar suara orang berlari. Dia berpaling ke kiri.
Tampak satu sosok kecil dalam kegelapan.
Sosok ini menyibak serumpunan semak belukar di kiri jalan lalu lenyap dalam
celah di antara dua buah batu besar. Pendekar 212 sesaat jadi tercengang.
"Anak kecil dalam rimba belantara malam-malam begini. Eh, apa ada tuyul di
Jepang ini ... " Tapi kulihat kepalanya tidak botak. Atau mungkin tuyul Jepang
memang pakai rambut tidak botak seperti di Jawa ..."
Memikir sampai di situ Wiro turun dari kudanya dan 62
melangkah ke arah semak belukar di mana si anak tadi dilihatnya lenyap.
Baru saja dia sampai di depan semak belukar tiba-tiba lima sosok hitam
berkelebat. Dua tegak mendekam di depannya di atas batu besar di kiri kanan
semak-semak tiga lainnya langsung mengurung di samping dan belakang.
"Ninja!"
Wiro angkat tangan kanannya sambil tertawa lebar untuk menunjukkan sikap
bersahabat. Tapi lima ninja pentang sikap garang. Di samping itu mereka merasa
heran tidak mengira akan menemukan seorang pemuda asing di tempat itu. Mereka
bicara cepat satu sama lain. Lalu yang berada di atas batu sebelah kanan
membentak. "Pemuda asing, dimana kau sembunyikan anak itu"!"
"Anak, anak apa"balik bertanya Pendekar 212.
"Anak lelaki pakai kimono merah!" kata ninja di samping kanan.
"Maksudmu tuyul gondrong itu ... " Lima ninja saling berpandangan.
"Tuyul! Apa itu tuyul"!" Salah seorang dari mereka bertanya.
"Ah, bagaimana ya aku menerangkannya," ujar Wiro pula sambil garuk-garuk kepala
membuat lima ninja jadi tidak sabaran. Salah seorang dari mereka berbisik pada teman
disebelahnya. Yang satu ini menyampaikan pada temannya yang lain.
63 "Pemuda asing ini mencurigakan. Dari pada jadi urusan di kemudian hari lebih
baik dibereskan saja ..."
"Setuju ...!" Lima ninja membuat gerakan menyerang. Tubuh mereka merunduk.
Pedang ditukikkan ke bawah. Yang di atas batu melayang turun.
"Eh, apa-apaan inil"!" Tadi bertanya sekarang malah menyerang!" seru Wiro. Lima
katana mencuat ke udara. Murid Sinto gendeng berteriak keras dan cepat
berkelebat hindarkan serangan. Tapi dua senjata lawan masih sempat menggurat
punggung dan perutnya.
Brettt! Breettt! Pakaian Pendekar 212 robek besar di dua tempat.
Dia jadi keluarkan keringat dingin. Lima ninja putar senjata masing-masing dari
bawah ke arah pinggang.
Lalu untuk kedua kalinya mereka menyerang secara serentak.
Traaangggg! Cahaya terang disertai suara menggaung merobek Kegelapan malam, dibarangi oleh
lima kali suara beradunya senjata dan percikan bunga api. Lima ninja keluarkan
suara kaget dan mundur. Sepasang mata mereka memandang tak berkesip pada kapak
bermata dua yang memancarkan sinar angker di tangan Wiro.
Biasanya jika lebih dari tiga orang ninja menghantam satu serangan mereka tak
akan pernah luput. Tapi jika kali ini berlima mereka tidak bisa membunuh lawan
dalam satu kejapan mata saja maka ini adalah hal yang sangat luar biasa. Mereka
saling melempar isyarat lalu 64
mulai bergerak memutari Pendekar 212. Tiba-tiba tanpa bentakan ataupun aba-aba
ke limanya menyerbu.
Lima katana berkiblat ke arah murid Sinto
Gendeng. Wiro salurkan tenaga dalamnya ke tangan kanan. Hawa sakti ini terus
mengalir ke senjata yang dipegangnya. Dua mata kapak memancar sinar lebih
terang. Ketika senjata itu diputarnya untuk menangkis lima serangan maut pedang
ninja sinar panas menghampar. Suara yang keluar dari senjata mustika itu laksana
gaungan ratusan tawon. Lima ninja berteriak keras saling memberi semangat.
Tranggg! Trangggl
Dua katana mental ke udara. Dua ninja terjengkang ke tanah sambil pegangi
tangannya yang terasa seperti memegang benda panas. Ninja ke tiga di samping
kiri seperti kerbau melenguh sewaktu kaki kiri Wiro menghantam perutnya. Namun
gerakan murid Sinto Gendeng hanya sampai di situ. Dari samping kiri ninja ke
empat berhasil menyusupkan pedangnya ke arah pinggang. Wiro sempat melihat
serangan yang bisa merobek perutnya ini. Cepat dia lepaskan satu pukulan tangan
kosong. Ninja di samping kiri menjerit keras.
Tubuhnya mencelat mental dan terbanting di tanah mati, muntah darah. Namun
sebelumnya katananya masih sempat menggores paha Wiro hingga koyak dan darah
mengucur deras.
Selagi Wiro terhuyung-huyung menahan sakit.
Dari samping kanan dan sebelah belakang dua ninja lagi datang menyerbu. Sambil
jatuhkan diri Pendekar 212
65 putar Kapak Maut Naga Geni 212 untuk lindungi diri.
Ternyata dua ninja lainnya yang tadi dihantam Wiro hingga pedang masing-masing
mental saat itu telah bangkit berdiri dan ikut menyerbu. Keduanya bukan
mempergunakan pedang tetapi menyerang dengan lemparan shuriken yaitu senjata
rahasia berbentuk bintang terbuat dari besi!
Putaran kapak sakti dalam jurus "dibalik gunung memukul halilintar' yang
dilancarkan Wiro memang berhasil membabat putus tangan ninja di sebelah kanan
namun dirinya sendiri untuk kedua kalinya terkena serangan lawan. Salah satu
dari dua shuriken menancap tepat di lengan kanannya demikian kerasnya hingga
Kapak Maut Naga Geni 212 terlepas dari genggaman nya. Senjata ini jatuh di tanah
berbatu-batu dengan suara berkerontangan. Di saat itu pula serangan baru datang
dari kiri yaitu tusukan sebilah katana.
Wiro yang terbaring di tanah cepat gulingkan diri.
Karena tanah sekitar situ banyak batu-batunya maka gerakannya berguling tidak
bisa cepat. Malah tanpa disadari dia berguling ke arah ninja yang tangannya
dibikin buntung dan berleriak kesakitan kalang kabut.
Penuh dendam dan amarah ninja ini tendangkan kaki kanannya ke dada Wiro.
Dukkkkl Ujung runcing sebilah katana yang seharusnya menancap di perut Wiro mengantam
batu. Tendangan ninja buntung tadi menyelamatkan nyawanya dari tusukan pedang
itu. Namun ini bukan berarti dia benar 66
benar selamat karena tendangan ninja itu membuat tubuhnya mencelat ke arah
jurang batu dan tak ampun lagi melayang jatuh ke dasar jurang dalam kegelapan
malam Wiro berusaha berjungkir balik dan mencari pegangan dalam gelapnya malam.
Tapi keadaan kaki dan tangannya yang terluka membuat dia tidak mampu mencari
plan untuk selamat. Malah tubuhnya semakin deras jatuh ke dasar jurang. Siap
disambut oleh batu batu keras yang berusia ratusan tahun.
* * * 67 TUJUH KETlKA Akira sampai di Puri Sanzen rupanya sesuatu yang menggemparkan telah
terjadi di tempat itu.
Di sebuah ruangan pendeta Komo terbujur di atas sebuah pembaringan dikelilingi
oleh belasan pendeta agama Zen. Begitu Akira masuk diantar oleh seorang pendeta
muda semua yang ada di situ berpaling padanya. Serta merta semua mereka
tunjukkan wajah kaget bahkan ada yang sampai keluarkan seruan tertahan. Seorang
pendeta lanjut usia, diikuti oleh yang lain-lainnya cepat mendatangi.
"Anak, aku mungkin saja lupa. Tapi bukankah kau yang bernama Akira, putera
Noboru Kasai yang dikabarkan telah meninggal dunia itu...!'
"Pendeta, kau benar. Saya memang Akira ..."
jawab si anak lalu membungkuk memberi penghormatan pada pendeta yang menyapanya
dan juga pada pendeta lain yang ada di ruangan itu.
"Jadi ternyata kau masih hidupl" ujar seorang pendeta sambil mengusap rambut
Akira. "Seseorang memberi tahu bahwa kau ikut jadi korban keganasan ninja."
68 "Satu melapetaka besar menimpa rombongan kami. Hanya atas kekuasaan dan
perlindungan Dewa saya bisa selamat ..."
"Akira, aku Pendeta Kamashaki. Menjelang dinihari tadi tiga orang ninja menyusup
ke tempat ini dan membunuh Pendeta Komo ..." Kagetnya Akira bukan kepalang. Dia
berpaling ke arah pembaringan ditengah ruangan dan langsung saja lari. Dari
noda-noda darah yang masih melekat di wajah dan leher pendeta ini Akira segera
maklum bahwa sang pendeta menemui ajal memang karena dibunuh. Disamping jenazah
pendeta Komo lama Akira menundukkan kepala dan berdoa untuk arwahnya.
"Pendeta Kamashaki, siapa orangnya yang mengatakan bahwa saya telah jadi korban
pembunuhan oleh ninja"' bertanya Akira Kasai sambil berpaling pada pendeta
Kamashaki. "Hisao Matsunaga, Wakil Ketua Perguruan Emerarudo.."
"Dewa Maha besar.." kata si anak pula.
"Saya malah mengira dirinya juga telah dibunuh ninja. Rupanya beliau sempat
melarikan diri dan datang ke sini lebih dulu dari saya. Dia tentu mengira saya
telah jadi korban. Kami datang ke sini untuk mengambil surat penting yang dulu
pernah saya titipkan pada pendeta Komo ..."
"Surat itu telah kami serahkan pada Hisao Matsunaga. Setelah dia memberi tahu
kau tewas di tangan ninja, kami merasa memang haknya untuk me-69
ngambil surat itu. Apakah kami telah melakukan kesalahan ..." tanya pendeta
Kamashaki pula.
"Sebetulnya surat itu hanya saya yang boleh mengambilnya. Tapi pendeta sama
sekali tidak berbuat kekeliruan. Paman Hisao berhak mengambil surat itu karena
tidak tahu kalau saya masih hidup. Kalau begitu saya minta diri, mohon kembali
ke perguruan sekarang juga..."
"Anak, kau tentu sangat capai. Di samping itu apa yang terjadi tentu telah
membuat jiwamu tergoncang.
Kau perlu istirahat dulu di sini beberapa waktu lamanya."
"Terima kasih pendeta. Tapi jika kau tidak keberatan saya memilih cepat-cepat
kembali ..."
"Kalau kami boleh bertanya," ujar seorang pendeta pula.
"Apa isi surat penting dalam amplop kuning itu?"
"Surat pernyataan siapa yang akan menjadi pewaris jika Ayahanda berhalangan
melanjutkan jabatan sebagai Ketua Perguruan ..." Pendeta Kamashaki memegang bahu
Akira. "Anak," katanya.
"Jika kau memang memilih pulang sekarang juga, kami tidak bisa menahan. Hanya
sebelum pergi coba kau ceritakan apa yang telah terjadi di Perguruan
"Malam kemarin perguruan kami diserbu ninja Ayah dibunuh..!" Akira lalu
menceritakan apa yang terjadi di Perguruan Emerarudo.
"Besok jenazah Ayahanda akan diperabukan.
Saya juga sedih sekali melihat bahwa pendeta Komo ikut 70
tewas di tangan ninja. Saya menduga keras ini ada sangkut pautnya dengan surat
pewarisan itu. Dan saya merasa bersyukur paman Hisao telah mendapatkannya
Mengenai sahabat saya Keno, karena puri Sanzen lebih dekat dari perguruan,
apakah saya boleh minta tolong agar jenazah sahabat saya itu diurus ...?"
"Kau tak usah kawatir. Kami akan mengurusnya dan menyerahkan sebagian abunya
padamu ..." kata seorang pendeta muda.
"Saya sangat berterima kasih," kata Akira lalu membungkuk dalam-dalam. Pendeta
Kamashaki kemudian berkata.
"Hanya beberapa saat setelah Wakil Ketua Hisao Matsunaga menerima surat itu, di
puri datang seorang gadis bernama Akiko Bessho. Kau kenal padanya" "
"Saya berusia sepuluh tahun ketika Ayah mem perkenalkannya pada saya. Kalau
tidak salah dia adalah anak murid seorang pandai yang diam di Gunung Fuji .. "
"Gadis itu melihat Wakil Ketua Perguruan di per jalanan lalu mengikuti sampai ke
puri. Karena dia memang dalam perjalanan menuju Perguruan untuk melayat maka
Akiko Bessho meninggalkan tempat ini bersama-sama wakil Ketua Perguruan ..."
"Pendeta Kamashaki, saya berterima kasih kau dan para pendeta di sini telah
banyak membantu. Saya minta diri sekarang ..."
71 "Dua orang pendeta akan mengantarkanmu.
Sekaligus sebagai wakil kami untuk melayat dan menghadiri upacara perabuan..."
Akira Kasai membungkuk lalu dia memegang
Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangan pendeta Komo yang telah dingin itu. Setelah membungkuk sekali lagi,
diantar oleh dua orang pendeta anak ini keluar dari ruangan itu.
* * * MUNCULNYA Akira Kasai malam itu diantar oleh dua pendeta Zen dari puri Sanzen
membuat geger tapi juga. menggembirakan semua orang yang ada di Perguruan
Emerarudo. Betapakan tidak. Semula, sesuai keterangan Wakil Ketua Hisao
Matsunaga anak itu ikut jadi korban penyerangan ninja. Satu rombongan khusus
telah pula dikirim untuk mengambil jenazahnya. Ternyata dia masih hidup.
Hisao Matsunaga sampai berkaca-kaca kedua
matanya dan memeluk erat-erat Akira Kasai.
"Dewa Maha Besar. Kami semua mengira kau sudah tewas Akira. Aku sendiri sempat
melihat mayatmu di dalam tandu walau cuma dari kejauhan. Lalu aku cepat-cepat
menuju Puri Sanzen, kawatir kalau- kalau ninja menyerbu pula ke sana. Ternyata
memang betul. Untung saja mereka tidak mendapatkan amplop kuning berisi surat warisan itu.
Tetapi untuk itu pendeta Komo terpaksa mengorbankan nyawanya ..."
72 "Jadi benar rupanya mereka menginginkan surat warisan itu. Tapi untuk apa ...?"
tanya Akira dengan suara perlahan.
"Sekarang tak usah kawatir lagi. Surat itu sudah ada di tanganku. Sebentar lagi
isinya akan dibacakan di depan semua pengurus dan anggota perguruan serta para
tamu yang datang melayat. Sekarang kau perlu membersihkan diri dan istirahat
sebentar. Masuklah ke kamarmu ..."
Ketika Akira hendak menuju kamarnya, dua
pendeta Zen segera mengikuti. Tapi ditegur oleh Shigero Momochi dengan nada
kasar. Salah seorang pendeta membungkuk lalu menjawab.
"Saya ditugasi oleh pendeta Kamashaki untuk menjaga dan mengawal anak itu ..."
Marahlah Shigero Momochi mendengar kata-kata sang pendeta. Dengan suara lantang
dia berkata. "Pendeta, kau dengar baik-baik ya! Anak itu berada di perguruan kami, di rumah
sendiril Perlu apa dikawal dan dijaga" Ini tempat aman! Jangan memandang rendah
kami orang-orang Emerarudo. Tempat ini bukan Puri Sanzen dimana kalian bisa
berlaku se-maunya ..!'
Paras dua pendeta Zen itu tampak menjadi
merah. Yang satu menjawab. "Kami hanya menjalankan perintah pimpinan ..!'
"Kalau menjalankan perintah pimpinan kalian cukup di puri kalian saja, bukan di
sini! Kalian tidak punya hak dan kekuasaan apa-apa di tempat in?"
73 "Jika begitu harap maafkan kami ..." Hisao Matsunaga datang menghampiri. Sambil
batuk-batuk dan mengusap dadanya dia berkata.
"Dua sahabat dari Puri Sanzen dan Wakil Ketua Shigero Momochi, kita semua ini
hanya keliru prasangka belaka. Setelah apa yang terjadi dengan rombongan kita di
tengah perjalanan menuju Puri Sanzen, lalu ditambah dengan apa pula yang terjadi
di puri sana, para sahabat pendeta Zen rupanya ingin ikut membantu menjaga
keselamatan kita semua. Aku mewakili perguruan mengucapkan terima kasih. Namun
dengan segala kerendahan hati kami meminta agar para pendeta yang adalah tamutamu kami terhormat, tidak perlu mencapai kan diri ikut berjaga-jaga."
Dua pende!a Zen anggukkan kepala lalu membungkuk dan kembali ke tempat duduk yang disediakan.
Hisao Matsunaga berpaling pada Akira dan memberi tanda agar anak itu melanjutkan
langkah menuju kamarnya. Kemudian sambil memegang bahu Shigero Momochi dia
berkata. "Dua pendeta itu memang berlaku bodoh. Tapi kita jangan ikut-ikutan bodoh. Semua
persoalan bisa diselesaikan lebih baik kalau ditangani dengan sabar dan sikap
sopan ..."
"Aku orang pemabokan jadi mana bisa sabar dan sopanl" sahut Shigero Momochi
seraya melangkah pergi.
Hisao Matsunaga hanya bisa tersenyum lalu menghela nafas dalam sambil usap-usap
dadanya. Menjelang tengah malam di hadapan para pengurus dan anggota 74
perguruan Emerarudo serta semua tamu yang hadir, seorang sesepuh perguruan
membacakan isi surat warisan yang diterima Hisao Matsunaga dari pendeta
Kamashaki di Puri Sanzen. Sesuai apa yang terlulis di surat pewarisan yang
ditetapkan oleh almarhum Noboru Kasai sebagai Ketua pewaris adalah Hisao
Matsunaga. Pengumuman ini diterima semua orang dengan perasaan lega dan gembira. Berarti
besok upacara perabuan jenazah Noboru Kasai dapat dilaksanakan tanpa suatu
halangan. Ketika pengurus tua perguruan hendak memasuk kan surat warisan itu ke dalam
amplop kuning kembali Akira Kasai membuat gerakan seperli hendak berdiri dari
tempat duduknya dan melangkah ke mimbar. Hisao Matsunaga yang duduk di
sebelahnya cepat mendam-pingi.
"Akira-san, apakah ada sesuatu yang hendak kau sampaikan ... "
"Paman Hisao ada sesuatu yang tidak benar ..."
"Ah, hal apakah yang tidak benar itu Akira?"
"Saya tidak dapat memastikan sebelum melihat sendiri surat warisan yang barusan
dibacakan itu ..."
"Tentu saja kau boleh melihatnya. Aku akan meminta surat itu dari pengurus yang
barusan membacanya. Begitu maumu ... ?"
"Kalau Paman Hisao tidak keberatan ..."
"Tentu saja aku tidali keberatan ..." jawab Hisao Matsunaga lalu menghampiri
orang tua yang membaca kan surat warisan itu dan mengambil suratnya. Hisao 75
kembali pada Akira. Surat dalam amplop dikeluarkannya terus diserahkan pada
Akira. "Silahkan dibaca sendiri Akira. Lalu tunjukkan padaku dimana kesalahannya ..."
Akira Kasai membaca surat itu sampai dua kali dan menelitinya depan belakang.
Dalam hati anak ini berkata. "Aku ingat betul. Waktu ayah memasukkan surat ini
ke dalam amplop kuning, setetes dawat tertumpah di sudut kiri surat. Tapi di
surat ini sama sekali tidak ada noda dawat itu..!' (dawat = tinta)
"Akira-san, kau sudah membaca Surat itu ...?"
"Sudah Paman Hisao ..."
"Kau menemukan sesuatu ..."
"Maafkan saya. Saya mungkin keliru. Mungkin bukan surat ini yang saya
maksudkan ..."
Hisao Matsunaga tersenyum. "Akira-san, kau mungkin masih terlalu capai. Besok
akan ada upacara perabuan yang panjang. Sebaiknya kau masuk ke kamar tidur dan
beristirahat."
"Saya rasa memang begitu..!' kata Akira pula.
Lalu cepat-cepat anak ini meninggalkan tempat itu, menuju ke kamarnya.
Di dekat sebuah jambangan besar Akira Kasai hentikan langkahnya. Di situ
dilihatnya tegak seorang gadis berpakaian serba biru berwajah cantik. Agaknya
gadis ini berdiri di situ sengaja menunggu Akira.
"Maafkan saya, bukankah saya berhadapan dengan nona Akiko Bessho" berucap Akira
begitu sampai 76
di hadapan si gadis. Lalu dia membungkuk memberi hormat.
"Adik Akira, kau rupanya masih ingat diriku. Aku turut berduka atas meninggalnya
Ayahmu ..." Akiko Bessho lalu membungkuk.
"Terima kasih..: jawab Akira. Lalu dia terdiam.
"Kau sepertl tengah memikirkan sesuatu atau ingin mengatakan sesuatu..?"
Dalam hati Akira membatin. "Aku tidak tahu banyak tentang gadis ini. Tapi
mungkinkah dia bisa dipercaya?" "Adik Akira,.kalau tak ada yang hendak kau
katakan aku akan kembali ke tempat upacara ..."
"Sebetulnya memang ada. Tapi di sini saya rasa tidak aman ... Temui saya setelah
pembacaan doa kesembilan di samping gudang sebelah timur ..."
"Saya akan menemuimu..!' Baru saja Akiko hendak melangkah tiba-tiba dari empat
penjuru kawasan perguruan terdengar dentangan lonceng.
"ltu lonceng tanda bahaya!" kata Akira. Anak ini serta merta lari ke tempat.
upacara sembahyang. Akiko Bessho mengikuti. Di pelataran besar di depan meja
sembahyang mereka melihat empat orang ninja tegak dengan kaki terkembang.
Masing-masing mencekal katana. Dua orang diantara mereka memanggul sesosok tubuh
yang agaknya sudah lama kaku alias sudah jadi mayat!
* * * 77 DELAPAN PENDEKAR 212 Wiro Sableng seolah merasa sudah putus nyawanya padahal saat itu
tubuhnya masih melayang di udara dan yang pasti sesaat lagi baru akan menghantam
dasar batu jurang sedalam hampir seratus kaki itu. Dalam kegelapan malam tibatiba entah dari mana datangnya puluhan benda berbentuk segitiga terbuat dari
kain melesat ke arah Wiro. Kain segitiga ini tak bakal mampu melesat demikian
derasnya kalau tidak dicanteli setangkai besi lancip. Sang pendekar tidak tahu
apa yang terjadi atas dirinya. Dia hanya mendengar suara sett... settt banyak
sekali. Lalu dalam gelapnya malam samar-samar dia melihat ada benda aneh
berkelebat ke arah dirinya dan tahu-tahu sekujur pakaiannya sudah disisipi
puluhan kain segitiga.
Puluhan kain-kain yang menempel dipakaiannya itu membentang dan berkibar deras.
Bersamaan dengan itu Wiro merasakan kecepatan jatuhnya berkurang Tubuhnya
seperti melayang! Puluhan kain segitiga yang berkibar kencang seolah melawan
arus menahan jatuh dirinya. Ketika dia akhirnya mencapai dasar jurang, tubuhnya
memang masih terbanting sakit namun tak ada tulangnya yang patah, dan tak ada
luka-luka dideritanya.
78 Sesaat Wiro seolah tak percaya. kalau dia masih hidup.
Perlahan-lahan dia mencoba duduk. Dua buah benda runcing menyengat pantatnya
hingga pemuda ini tersentak kesakitan. Dirabahnya bagian belakang tubuhnya, lalu
dada dan perut. pakaiannya. Dua buah benda yang menempel di . pakaiannya
dicabutnya. Dabm gelapnya dasar lubang perlahan-lahan matanya mulai mampu
melihat dua benda yang barusan dicabutnya.
"Bendera Darah!" seru Pendekar 212 hampir ter cekat. Dia memandang berkeliling.
Dinding dan dasar jurang batu kelihatan menghitam.
"Tak ada gerakan, tak ada suara. Apa benar-benar tak ada manusia di sini?" Wiro
menggosok kedua matanya, memandang berkeliling sekali lagi.
"Dimana mahluk itu bersembunyi" Beberapa hari lalu dia inginkan jiwaku, sekarang
mengapa dia menyelamatkan diriku" Aku harus keluar dari jurang celaka ini! Tapi
agaknya harus menunggu sampai pagi.
Sampai terang..!"
Satu persatu Wiro cabut bendera segi tiga yang menyusup di sekujur pakaiannya
sambil menghitung.
"Enam puluh sembilan bendera! Gila! Bagaimana mahluk itu bisa melemparkan
sebanyak itu dalam waktu begitu singkat"! Luar biasa! Kalau tadi dia ingin
membunuhku pasti mudah saja baginya." Wiro garuk-garuk kepalanya.
"Walau sebelumnya dia ingin membunuhku tapi saat ini aku harus berterima kasih
padanya!" Wiro lalu melompat ke atas sebuah batu besar. Dari tempat 79
ketinggian ini dia berputar, memandang kesetiap sudut jurang. Tetap saja dia
tidak melihat apa-apa kecuali batu-batu menghitam.
"Manusia bendera, jika kau tidak mau muncul tak jadi apa! Aku benar-benar
berterima kasih atas pertolonganmu!" Wiro berseru. Dia jadi merinding ketika
suara teriakannya itu menggema di dinding dan jurang batu lalu bergaung
berulang-ulang.
"Cukup sekali saja aku berteriak. Tak mau menjawab ya sudah. Terpaksa aku
menunggu sampai pagi. Kalau tak ada jalan keluar dari dasar jurang berarti aku
akan mati perlahan-lahan di tempat ini. Eh, jangan-jangan manusia bendera itu
sengaja hendak membunuhku dengan cara begini!" Wiro garuk-garuk kepala lagi lalu
duduk di batu. Sesaat dia memperhatikan puluhan Bendera
Darah yang bertebaran di depannya. Tiba-tiba dia merasa ada hembusan angin halus
disampingnya. Dia berpaling. Tak ada apa-apa. Lalu ada bau harum masok ke
penciumannya. Wiro ingat bau itu.
"Pasti dia!" katanya dalam hati. Dia berpaling ke kiri, ke kanan. Lalu
diputarnya tubuhnya ke belakang!
Murid Shinto Gendeng ini hampir berseru kaget - ketika di hadapannya kini dalam
kegelapan malam tegak mahluk itu. Dia melompat bangkit dengan cepat.
Si manusia bendera! Seperti keadaannya yang dilihat Wiro tempo hari, mahluk ini
sekujur tubuh mulai dari kaki sampai kepala tertutup ratusan bendera merah
berbentuk segi tiga. Hanya sepasang matanya saja yang 80
tersembul. Berhadapan begitu dekat di atas batu Wiro melihat sepasang mata
bening memandang sedingin salju tepat-tepat ke arahnya.
Tanpa berani berlaku lengah Wiro tundukkan kepala dan berkata. "Tuan penolong,
aku berterima kasih kau telah menyelamatkan jiwaku, kalau tidak mati konyol
jatuh kedasar jurang batu ini!"
Orang yang diajak bicara tidak menjawab.
Wiro membungkuk. Puluhan bendera yang bertebaran di batu diambilnya lalu diserahkannya pada mahluk di hadapannya.
"Benderamu, ambillah. Sayang kalau dibuang begitu saja..!"
Manusia bendera keluarkan tawa mengekeh. Dua tangannya bergerak mengambil enam
puluh sembilan buah bendera. Dengan kecepatan luar biasa, entah bagaimana
caranya semua bendera itu disisipkannya ke pakaiannya. Diam diam otak murid
Sinto Gendeng bekerja.
"Jika mahluk ini berada di dasar jurang berarti ada jalan keluar masuk tempat
ini," pikirnya. Di hadapannya mahluk bendera masih tertawa. Dengan perasaan
heran dan tidak enak Wiro bertanya.
"Kau masih tertawa terus. Ada apakah...?"
"Kau mengira aku telah menyelamatkan nyawa-mu..." mahluk itu bertanya.
"Dia masih saja mempergunakan suara dari perut.
Sengaja menyembunyikan suaranya yang asli," membatin Wiro. Lalu dia berkata.
81 "Kenyataannya memang begitu. Dengan bendera-benderamu kau membuat aku tidak
amblas jatuh ke dasar jurang inil"
"Orang asing, aku sama sekali tidak menyelamatkan nyawamu. Aku hanya mengulur
saat kematianmu!"
Wiro melengak kaget mendengar kata-kata itu.
"Apa maksudmu manusia bendera?"
"Aku tidak ingin kau mati jatuh ke dalam jurang.
Aku ingin membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri!
Kau dengar"!"
"Aku dengar, Kalau begitu mengapa tidak kau bunuh saja aku saat ini"!" tanya
Wiro "Aku masih memandang seseorang ..." jawab manusia bendera sambil memandang ke
jurusan lain. "Nona Akiko Bessho?" tanya Wiro pula.
"Kau sudah tahu. Mengapa bertanya"
"Punya hutang budi apa kau dengan gadis itu hingga tidak segera membunuhku hanya
karena memandang dirinya?"
"Urusanku dengan orang lain apa perdulimu?"
jawab manusia bendera.
"Pada pertemuan pertama kau bilang membunuhku karena aku membunuh nenek Arashi.
Perempuan sakti itu memang nenekmu sungguhan?"
"Aku datang kemari bukan untuk ngobrol denganmu. Tapi ada satu hal yang akan
kukatakan. Kau telah membunuh seorang ninja dan membuat buntung tangan ninja
lainnya. Berarti kau tak bisa lari dari kematian.
82 Ninja akan mengejarmu sampai akhirnya mereka berhasil membunuhmul"
"Kalau begitu lebih enak mati di tangan ninja dari pada di tanganmu!"
Manusia bendera melengak dan menatap tajam pada Wiro. Lalu kembali dia tertawa
mengekeh. Sambil mendongak manusia bendera berkata. "Jangan harap kau bisa mati
enak di tangan ninja. Mereka akan membunuhmu secara perlahan-lahan, sedikit demi
sedikit..."
Manusia bendera tertawa panjang. Begitu hentikan tawa-nya dia berkata.
"Aku akan meninggalkan tempat ini. Kau mau mengikutiku ...?"
"Jika kau tidak menjebak dan benar-benar ingin aku keluar dari sini tentu saja
aku ikut. Tapi kenapa kau menawarkan jasa baik lni ...?"
"Bukankah kau lebih suka dan memilih mati di tangan ninja dari pada di tanganku
Hik ... hik ... hik ..."
Manusia bendera tertawa lagi lalu seperti tidak acuh dia melangkah tinggalkan
tempat itu. Wio gelengkan kepala, akhirnya melangkah mengikuti. Tapi dari
mulutnya keluar rintihan kesakitan. Dia haru sadar kalau paha kirinya luka besar
dan di lengan kanan masih menancap senjata rahasia ninja berbentuk bintang.
Manusia bendera berpaling. "Kau terluka?"
Wiro kertakkan rahang. Dia menotok urat besar di lengan kanannya sebelum
mencabut shuriken yang menancap di situ. Ketika senjata rahasia itu dicabut dia
memang merasa sakit yang bukan kepalang. Tetapi tak 83
ada darah yang memancur. Dalam gelap Wiro tak dapat melihat keadaan lengannya
Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hingga dia tak mengetahui apakah senjata rahasia itu beracun atau tidak.
Manusia bendera memperhatikan luka di paha kiri Wiro. Lalu berkata. "Aku ada
obat untuk mempertautkan daging yang koyak itu. Kau mau ..."
"Kau mahluk aneh. Sebentar bicara acuh dan kejam. Sekarang malah berbaik hati
mau mengobati diriku. Kalau kau memang rela masakan aku mau menolak. ..."
Manusia bendera cabut sebuah bendera yang
tersisip di bahu kanannya. Lalu dia membungkuk dan dekatkan ujung lancip bendera
ke luka di paha kiri.
"Astaga! Kau hendak menusuk lukaku!" seru Wiro sambil cepat mundur.
"Orang asing, kau terlalu curiga ..."
"Siapa yang tidak curiga pada orang yang hendak membunuhkul" jawab Wiro.
"Di dalam besi runcing ini ada rongga berisi obat.
Ujung lancip besi ada lobangnya. Jika kutiup pangkal besi bendera, obat akan
keluar ..."
"Kalau begitu lakukanlah. Tapi awas kalau kau menipuku!" kata Wiro.
Ketika manusia bendera itu membungkuk dan
meniupkan obat dalam besi bendera, Wiro dapat mencium bau bagian kepala orang
ini yang sangat harum.
84 Sementara itu obat yang keluar dari besi bendera terasa sangat sejuk di pahanya
yang luka hingga rasa sakit serta merta hilang.
"Terima kasih. Kau menolongku untuk kesekian kalinya. Hidup ini sungguh aneh.
Dibalik kebaikan ada hawa kematian. Di balik kematian ada kebaikan ..."
Manusia bendera tak mau bicara lagi. Dia membalikkan badan dan siap melangkah.
"Astagal" tiba-tiba Wiro berseru kaget. Dirabanya bagian tubuh sekitar pinggang.
Apa yang dicarinya tidak ditemukan. Wajahnya menjadi sangat pucat. Manusia
bendera tertawa.
"Kau mencari senjata mustika kapak bermata dua itu... Ninja telah merampasnya
sebelum kau jatuh terjungkal ke dalam jurang ini ..."
"Aku ingat. Kau betul! Tapi bagaimana kau bisa tahu" Yang ditanya tak menyahut
melainkan melanjutkan langkahnya yang barusan terhenti. Berjalan kira-kira dua ratus kaki
ke timur kelihatan sebuah terowongan gelap. Manusia bendera masuk ke dalam
terowongan batu ini. Tak lama kemudian sekeluarnya dari terowongan pendek itu
Wiro dapatkan dirinya berada dalam rimba belantara.
"Dari sini kau bisa cari jalan sendiri ..." Manusia bendera berkata lalu siap
berkelebat pergi.
"Tunggu dulu ... !" panggil Wiro.
"Ada apa"!"
"Nona Akiko Bessho memanggilmu dengan nama Yori. Apa betul itu namamu?"
85 "Kau bisa tanyakan sendiri padanya kalau bertemu nanti."
"Aku mencium bau wewangian di tubuhmu. Hanya orang perempuan yang pakai minyak
wangi. Apakah kau....."
Manusia bendera tertawa panjang. "Jaman sekarang kaum lelaki juga banyak yang
suka bersolek dan pakai segala macam wewangian ...!" Habis berkata begitu dia gerakkan kedua kakinya. Sesaat kemudian mahluk aneh itu lenyap dari
hadapan Pendekar 212 Wiro Sableng.
* * * 86 SEMBILAN KITA kembali ke ruang besar Perguruan Emerarudo, tempat pembicaraan doa
pengantar jenazah menjelang diperabukan. Suara lonceng yang bertalu-talu membuat
sirap suara mereka yang berdoa. Ketegangan berat menggantung di udara. Di depan
meja sembahyang besar dua orang ninja yang memanggul dua sosok jenazah tiba-tiba
melemparkan jenazah-jenazah itu ke atas lantai hingga mengeluarkan suara
bergedebukan yang membuat orang - banyak jadi merinding.
Para pengurus dan semua anggota perguruan
yang ada di tempat itu sama keluarkan seruan keras ketika mereka mengenali bahwa
jenazah yang dibawa dan dilemparkan ninja ke lantai ternyata adalah mayat dua
orang murid perguruan tingkat atas. Selain bekas-bekas luka bacokan, pada kening
kedua orang ini menancap sebuah shuriken. Warna biru yang
menggembung pada daging dan kulit kening menanda-kan bahwa senjata rahasia itu
mengandung racun mematikan.
Enam orang pengurus perguruan secara serentak melompat dari atas tatami yang
mereka duduki. Yang 87
paling beringas adalah Wakil Ketua Shigero Momochi.
Dua orang anak murid perguruan itu ada!ah yang disuruhnya untuk menemui pimpinan
para ninja guna mencari keterangan siapa yang telah membunuh Ketua Noboru Kasai
serta mengobrak-abrik ruangan rahasia.
Sekarang mereka di bawa kembali dalam
keadaan seperti itu oleh empat orang ninja. Apa yang telah terjadi"
"Datang membawa mayat, melemparkan di depan perjamuan sembahyang ketika orang
sedang berkabung!
Sungguh satu perbuatan kurang ajar dan tidak beradab!
Apalagi kalau kalian yang telah membunuh mereka!"
Suara Shigero Momochi terdengar keras dan lantang.
Dia bicara sambil tangan kanannya memegang hulu katana yang tergantung di
pinggang. Salah seorang dari empat ninja maju satu langkah.
"Kami para ninja memang tidak mengenal sopan santun dan peradaban. Tua-tua
perguruan mengirimkan orang untuk menyelidik. Hal itu sama saja dengan
mencurigai dan menuduh bahwa kami terlibat dalam pembunuhan Ketua kalian! Apakah
itu satu tindakan sopan"!"
Shigero Momochi mendengus. "Kau tahu apa tentang kematian Ketua kami"
Serombongan ninja menyerbu kemari! Membunuh Ketua kami dan berusaha mencuri
sebuah surat penting! Apa kami hanya berdiam diri"!"
"Shigero Momochi! Siapa yang tidak kenal denganmu" Pengurus Perguruan Emerarudo
yang suka 88 menenggak minuman keras. Pantat botol! Aku tahu kaulah yang memberi perintah
pada ke dua orang itu untuk menyelidik! Kekurang ajaranmu tidak bisa dimaaf-kan
hanya dengan kematian dua anak buahmu itu!"
"Ninja jahanam! Katakan apa maumu"!" Sang ninja ganti mendengus. "Kami datang
untuk meminta enam kepala anggota perguruan. Itu sebagai penutup malu. Terserah
apakah kalian akan melakukan harakiri sendiri atau kami terpaksa turun tangan
mengambil enam kepala itu!"
"Kau boleh punya nyali selangit! Kau tidak sadar sudah masuk ke sarang macan!
Sekalipun Dewa menolong kau dan tiga kawanmu tak bakal bisa keluar hidup-hidup
dari tempat ini!" Habis berkata begitu sret! Shigero Momochi cabut pedangnya.
Bersamaan dengan itu sepuluh orang anak buah perguruan melompat pula dengan
katana terhunus.
"Tahan!" tiba-tibe terdengar satu seruan. Satu bayangan berkelebat. Empat orang
ninja di depan meja sembahyang merasakan sambaran angin keras hingga mereka
cepat mundur. Yang tegak di tengah ruangan ternyata adalah Hisao Matsunaga,
Ketua baru Perguruan Emerarudo.
"Semua harap menahan diri. Saat ini adalah saat duka berkabung bagi kami orangorang perguruan.
Bahkan doa pengantar jenazah ke perabuan masih belum selesai dipanjatkan. Apakah
diantara kita tidak mungkin berbesar jiwa untuk tidak berbuat onar" Para 89
ninja, kami merasa kalian berempat cukup berbaik hati untuk mau mengantar
jenazah murid-murid perguruan.
Aku tidak berusaha mencari tahu siapa pembunuh mereka. Aku tidak akan menuduh
kalian sebagai pelaku.
Aku akan melupakan segala sesuatu yang bersilang diantara kita asalkan kalian
berempat sudi meninggalkan tempat ini. Aku Ketua Perguruan Emerarudo memohon
dengan hormat ........"
"Mana bisa seperti itu aturannya. Enak betul!"
Yang berkata keras itu adalah Shigero Momochi. "Ketua, jangan merendahkan
derajat kita dengan alasan kita sedang berduka! Komplotan manusia-manusia hitam
durjana ini seharusnya sudah sejak lama dibasmi!"
"Shigero Momochi, ucapanmu selain menghina juga terlalu takaburl Aku harap kau
mau berlutut dan minta maaf!" kata ninja yang sejak tadi bertindak sebagai juru
bicara. "Keparat kurang ajar! Kalau tidak kubuat meng-gelinding kepalamu rasanya tidak
berguna hidup ini!"
Dari dalam saku kimononya Shigero Momochi keluarkan sebotol minuman keras.
Minuman ini ditenggaknya sampai habis. Botol kaleng yang kosong kemudian
dibantingkannya ke lantai ruangan. Tampangnya kini kelihatan menjadi merah
beringas. Bahunya naik ke atas. Dua tangannya menggenggam katana. Sepuluh orang
murid perguruan bergerak maju selangkah demi selangkah. Empat ninja tak tinggal
diam. Empat bilah pedang mereka berkilauan dibawah sorotan lampu minyak.
90 Di saat yang sangat menegangkan itu tiba-tiba dua orang pendeta Zen berdiri dan
melangkah cepat ke depan meja sembahyang.
"Kami dua orang tamu yang tak ingin melihat tuan rumah dalam saat berkabung
harus turun tangan pula untuk menyelesaikan kericuhan. lzinkan kami mewakili
tuan rumah ...." Pendeta Zen yang bicara berpaling pada Hisao Matsunaga lalu
membungkuk. Dua pendeta ini adalah yang mengantarkan Akira kembali malam tadi ke
perguruan. "Pendeta tidak tahu diri! Pekerjaan kalian hanya menyangkut urusan keagamaan!
Mengapa sekarang berlagak sepelti dua jago silat"! Kau dan kawanmu bertindak
lancang! Tapi tidak apa! Kami sudah lama memperhatikan tindak tanduk para orang
suci agama Zen yang sering mencampuri urusan dan kepentingan kami. Malam ini
kalian rupanya mau menjadi tumbal pendahuluan mewakili kawan- kawan kalian!"
bentak ninja hitam.
"Dua pendetal" seru Hisao Matsunaga dengan cepat.
"Terima kasih atas perhatian kalian. Tapi semua ini adalah urusan perguruan.
Biar kami yang menyelesaikan secara baik-baik." Mendengar ucapan Ketua pergunran
itu, dua pendeta Zen segera menjura, menghaturkan permintaan maat lalu cepat
kembali ke tempat duduk masing-masing.
Ninja di sebelah depan menyeringai di balik kain hitam penutup wajahnya. "Dua
pendeta Zen. Kalian 91
berhutang nyawa pada Ketua Perguruan! Kalau tidak dia yang menolak, niscaya
kalian berdua sudah terkapar jadi bangkai tak berguna!"
Dua pendeta Zen kelihatan merah wajah masing masing. Tapi ke duanya tak berkata
apa-apa dan mengambil sikap menundukkan kepala.
"Mungkin ada lagi yang berbaik hati hendak mewakili tuan rumah"!" berseru ninja
paling depan. Tiba tiba terdengar suitan keras disertai berkelebatnya satu
bayangan. Di lain kejap satu sosok terbungkus pakaian serba merah mulai dari
kaki sampai ke kepala tegak di tengah ruangan, menghadap ke arah empat orang
ninja. Dari wajahnya hanya sepasang matanya yang kelihatan, memandang tak berkesip.
Sebilah katana menyembul dari balik punggungnya.
"Ninja Merahl" seruan itu keluar dari hampir semua mulut.
"Selama dunia terkembang baru sekali lni aku melihat ada ninja merah!" kata
seseorang dengan mata terbelalak. Shigero Momochi yang hendak meradang karma
merasa didahului orang juga ikut terkesima. Dia berpaling pada Hisao Matsunaga.
Ketua baru Perguruan Emerarudo ini sendiri tampak tegak tertegun.
"Siapa kau"l" bentak ninja hitam sementara tiga kawannya tegak dengan sikap
waspada penuh. "Tadi kau bertanya siapa lagi wakil tuan rumah.
Nah aku adalah wakil yang kau tanyakan itu! Aku sengaja capai-capai datang ke
sini, jadi jangan kecewakan dirikul"
92 "lni tidak masuk akal! Tak pernah ada ninja merah! Buka penutup kepalamul Aku
mau lihat tampangmu!" Ninja merah tertawa pendek.
"Apakah kau mau membuka penutup kepalamu lebih dulul"
"Kurang ajar! Bersiaplah untuk matil" bentak ninja hitam lalu dia melompat ke
arah ninja merah sambil hantamkan ninjatonya. Tangan ninja merah bergerak ke
punggung. Sebilah pedang berkiblat di udara, menangkis dengan keras pedang di
tangan ninja hitam.
Kalau tidak merasa malu disentak lawan dalam satu kali gebrakan ninja hitam
hampir mengeluarkan seruan tertahan. Bentrokan senjata dengan ninja merah bukan
saja membuat tangannya terasa pedas dan pedangnya hampir terlepas, tetapi juga
menyebabkan kedua lututnya tertekuk. Dia merasa seolah ada kekuatan besar
menekan tubuhnya dari atas. Kalau tidak cepat dia melompat mundur sambil
memasang kuda-kuda baru, pasti dirinya jatuh terhenyak di depan meja sembahyang.
"Mahluk merah ini memiliki tenaga luar biasa.
Jurus ilmu pedangnya aneh....." Ninja ini seperti terpang-gang ketika di
depannya ninja merah tertawa mengekeh dan mengejek.
"Ninja jelek, masih mau terus atau berlutut saja minta ampunl"
"Mahluk takabur! Sekalipun kau punya tujuh kepala selusin tangan ninja tak
pernah tunduk dan takut!" Pedang di tangan ninja hitam melesat ke udara, 93
membeset ke dada, menusuk ke perut dan merobek lagi ke dada.
Serangan ninja sulit dikelit, hampir tak pernah gagal. Ninja merah berseru
keras. Tubuhnya melesat ke atas, jungkir balik dan hantamkan kaki kanan ke arah
kepala ninja hitam waktu melayang turun.
Meleset. Malah pedang ninja hitam membeset ke arah dada membuat ninja merah
berseru kaget lalu cepat membuang diri ke samping. Begitu kakinya menginjak
lantai Satu tusukan menyambar dengan ganas.
"Hah!" Hebat sekali. Ninja merah masih mampu berkelit. Tapi ketika ujung pedang
mencuat dan membalik ke arah dadanya, ninja merah terlambat mengelak. Ujung
pedang menyambar robek dada pakaiannya. Masih untung kulit atau daging dadanya
tidak ikut tersambar.
Dengan nafas agak mengengah ninja merah
tegak sambil letakkan tangan kiri di pinggang. Kedua kakinya terkembang.
"Aneh ...." kata Hisao Matsunaga dalam hati.
"Kuda-kudanya aneh. Dia memegang katana hanya dengan sebelah tangan. Siapa ninja
tunggal ini sebenarnya." Keanehan yang dilihat oleh Hisao itu juga diketahui
oleh semua orang yang ada di situ. Mereka sama bertanya-tanya dalam hati siapa
adanya ninja merah ini.
"Ninja jelek, kau merasa sudah cukup atau masih mau terus?" Pertanyaan ninja
merah benar-benar sangat 94
merendahkan ninja hitam. Di dahului suara menggembor ninja hitam menyergap
dengan serangan berantai.
Katana dalam genggamannya seolah lenyap. Berubah menjadi sinar keputihan yang
mencuat ke berbagai bagian tubuh ninja merah. Setelah menghindar dengan sebat,
ninja merah keluarkan suara suitan keras. Lalu tubuhnya berkelebat menyongoong
serangan lawan.
Trang .... trang .... trang!
Tiga kali dua katana bentrokan di udara. Ninja hitam berseru kaget. Pedangnya
lepas dari tangan. Dia cepat jatuhkan diri. Ketika bangkit sebuah kusarigama
tahu-tahu sudah tergenggam di tangannya. Rantai yang ujungnya dicanteli senjata
berbentuk ganco ini diputar dua kali di atas kepala lalu dengan kecepatan kilat
membeset ke bawah.
"Jebol perutmu Brojol ususmul" teriak ninja hitam.
"Perut bapakmu!" Usus Ibumu!" balas berteriak ninja merah. Pedang di tangan
kanannya meluncur ke depan. Sengaja disusupkan masuk ke dalam gelungan
kusarigama. "Ha ... ha .... Kau menjebak diri sendiril" teriak ninja hitam. Lalu dengan
sekuat tenaga dia tarik kusarigama-nya. Maksudnya hendak membetot lepas pedang
di tangan lawan. Tapi alangkah terkejutnya ketika cepat sekali pedang ninja
merah justru melesat terus dan tahu-tahu ujung katana itu sudah menempel di
tenggorokan-nya, membuatnya melangkah mundur.
Wajahnya yang tersembunyi di balik kain hitam pucat pasi. Jantungnya seperti mau
tanggal. Langkah mundur-95
nya tertahan ketika pinggangnya membentur meja sembahyang.
"Dasar ninja kurang ajar! Kalau mau sembahyang jangan memantati meja! Putar
tubuhmu!" bentak ninja merah. Pedangnya digerakkan secara aneh, mambuat tubuh
ninja hitam jadi terputar.
Dalam suasana lain mungkin semua orang akan tertawa membahak melihat kejadian
yang lucu itu. Namun saat itu semua dihimpit oleh rasa tegang hingga tak ada yang bersuara
ataupun bergerak Ninja merah dekatkan kepalanya ke wajah ninja hitam. Tanpa
didengar oleh orang-orang yang ada di situ, dengan suara perlahan dia berkata.
"Seorang teman kehilangan senjata berbentuk kapak bermata dua. Ada bukti senjata
itu berada di tangan komplotanmu, Lekas jawab atau kugorok lehermu saat ini
jugal" "Ninja tidak takut mati! Kau boleh gorok leherkul"
menyahuti ninja hitam.
"Kurang ajar! Nyalimu boleh juga! Aku urung menggorok lehermu! Kau akan
Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kubiarkan hidup. Tapi kedua matamu kubuat buta lebih dulu!" Tangan ninja merah
yang memegang pedang bergerak ke atas. Ninja hitam yang masih memegang ujung
rantai besi coba bertahan. Dia mengerahkan seluruh tenaganya sampai tubuhnya
keringatan. Ternyata dia tak mampu melawan tenaga lawan.
"Mata kananmu lebih dulul" kata ninja merah.
Ujung pedang bergerak ke arah mata kanan ninja merah Tiba-tiba tangan kiri ninja
hitam menyelinap ke sisi.
96 Sesaat kemudian sebuah belati kecil yang tergenggam di tangan kiri itu
menghunjam deras ke perut ninja merah.
"Belati beracunl" teriak beberapa orang.
Ninja merah tampk tenang. Dia bukannya tidak tahu apa yang dilakukan lawan.
Begitu ujung belati hampir menyentuh pakaian merahnya dan siap menjebol
perutnya, tangan kiri ninja merah berkelebat. Ninja hitam berteriak kesakitan
ketika lengannya yang memegang pisau dicekal lawan. Dia merasa seperti dijepit
dengan jepitan besi. Ketika dia coba berontak terasa ada tekanan aneh pada urat
besar di pergelangan tangan Lalu mendadak sontak sekujur tangan kirinya menjadi
kaku! Sementara itu ujung katana di tangan ninja merah sudah rampal di depan
mata kanannya. "Bagaimana, kau mau memberi keterangan atau tidak"l" kertak ninja merah. Nyali
ninja hitam jadi leleh.
"Aku tidak tahu menahu soal senjata yang kau tanyakan itu. Ada tiga komplotan
besar ninja di daerah ini ...."
"Sebutkanl"
"Ninja Nara, Ninja Iga dan Ninja Okazaki...."
"Kau dari ninja mana"l"
"Nara ....:"
Ninja merah tertawa perlahan. "Manusia kentut busuk! Kau kira aku bisa kau
akali! Setahuku ninja Nara tidak pernah memiliki shuriken beracun seperti yang
kalian pergunakan untuk membunuh dua murid 97
perguruan itu!" Pedang di tangan ninja merah bergerak ke atas.
Craasss! Ninja hitam meraung keras. Mata kirinya pecah.
Darah muncrat. "Kau masih punya kesempatan kurang dari se-kejapan mata! Katakan kau gembong
ninja dari mana!"
"I ..... Iga..." jawab ninja hitam.
"Dasar ninja tolol kalau tadi-tadi kau beri tahu mata kananmu tak akan buta!"
Tiba-tiba tiga buah senjata rahasia berbentuk bintang melesat ke arah ninja
merah. Dari samping berkelebat satu bayangan. Lalu tring ... tring .... !
Dua buah shuriken mental ke udara dan
menancap di loteng ruangan. Shuriken ke tiga ternyata melesat sangat sebat dan
siap menembus dada ninja merah. Orang banyak menahan nafas. Wajah ninja merah
dibalik penutup kepala menyeringai. Tangan kirinya mencengkram bahu ninja hitam.
Tangan kanan yang masih memegang pedang dan tergelung dalam rantai besi ditarik
kesamping. Tubuh ninja hitam bergeser keras ke kanan. Lalu terdengar jeritnya
ketika shuriken beracun menancap amblas di punggungnya, terus menembus paru-paru
sebelah kiri Ninja ini langsung mati berdiri!
Ninja merah memandang pada Shigero Momochi yang berdiri di tengah ruangan
sembahyang. Dialah tadi yang telah melompat dan menangkis dua buah senjata
rahasia yang dilemparkan oleh kawan ninja dari lga itu.
98 "Terima kasih .... Aku tidak melupakan bantuanmu tadi!" kata ninja merah pada
Shigero Momochi. Tiga ninja hitam yang ada di tempat itu menjadi marah dan nekad
melihat kawan mereka menemui ajal mengenas kan begitu rupa. Ketiganya melompat
dan langsung menyergap ninja merah dengan serangan ganas. Tiga bilah katana
berkiblat di udara mengeluarkan suara berdesing mengerikan.
"Aha, selain kurang ajar kalian juga ternyata curangl" teriak ninja merah.
Sretttl Dia cabut pedangnya dari gelungan rantai besi berkepala ganco. Tiga
ninja yang menyerbu mengira lawan mereka akan pergunakan senjatanya untuk
menangkis. Cepat-cepat mereka putar arah pedang. Tiga katana itu kini menderu ke
arah tubuh sebelah bawah lawan. Tapi mereka kecele.
Ninja merah ternyata tidak pergunakan katananya untuk menangkis. Tapi tiba-tiba
mengangkat tubuh ninja yang sudah mati dan memutarnya seperti titiran lalu
dilempar ke arah tiga ninja yang menyerangnya.
Craasss! Craasss! Craasss!
Tiga pedang menghantam tubuh mayat di tiga tempat. Lantai ruangan sembahyang
lagi-lagi dikotori dengan darah! Tiga ninja hitam terkesiap kaget tidak mengira
kalau pedang mereka akan menghantam tubuh kawan sendiri walaupun sudah jadi
mayat. Hisao Matsunaga usap mukanya berulang kali sementara yang lainnya
tertegun menyaksikan apa yang terjadi.
Tiga ninja hitam jadi tambah beringas. Mereka berteriak dahsyat lalu kembali
menyerbu ninja merah.
99 Yang diserang siap menunggu dengan pedang melin-tang di depan dada. Dan lagilagi dia memegang pedang dengan satu tangan yaitu tangan kanan tidak lazimnya
cara ninja memegang senjata, Saat itu Shigero Mamochi tidak mau tinggal diam.
Begitu tiga ninja hendak mengeroyok lagi dia berkelebat masuk ke dalam kalangan
pertempuran. Tapi dia jadi melongo ketika mendapatkan hanya satu lawan yang
tersisa. Dua ninja lainnya telah lebih dulu menggeletak di tanah dengan perut dan dada
robek. Keduanya melejang-lejang beberapa kali lalu diam tak berkutik lagi.
"Maafkan aku hanya meninggalkan satu korban untukmul" kata ninja merah pula pada
Shigero Momochi.
Lalu dia keluarkan suitan keras. Di lain kejap semua orang hanya sempat melihat
orang itu berkelebat satu kali lalu lenyap di ujung ruangan sembahyang.
Shiaero Momochl memandang mendelik pada
satu-satunya ninja yang masih hidup. Ninja satu ini sebenarnya sudah hampir
putus nyalinya. Namun dia sadar tak mungkin lolos hidup hidup dari tempat itu.
Belasan anak murid perguruan dilihatnya telah mengurung tempat itu. Dengan nekad
dia lalu menyerbu ke arah Shigero. Wakil ketua perguruan yang suka mabok ini
memang memiliki ilmu pedang tinggi. Namun satu lawan satu menghadapi ninja hitam
itu dia sempat dibuat repot bahkan robek lengan kimononya sebelum akhirnya dia
berhasil membacok pangkal leher lawan sampai tewas.
100 AKIRA Kasai menghela natas lega. Tapi wajahnya masih gelisah. Dia berpaling pda
Akiko Bessho yang tegak di sebelahnya.
"Ada empat ninja terbunuh di perguruan. Keadaan semakin rumit...!" kata anak itu
dengan suara perlahan.
"Aku tahu.,." jawab Akiko.
"Kawan-kawan mereka bahkan mungkin semua komplotan ninja dl negeri ini akan
menyerbu. Menuntut balas! Aku sahabatmu, aku tidak akan membiarkan kalian
diperlakukan semena-mena. Aku akan melakukan apa saja yang bisa membantu .....
Cuma saat ini aku juga punya kesulitan ...... ."
"Kesulitan apa?" tanya Akira Kasai.
"Dalam perjalanan ke sini sebenarnya aku bersama seorang kawan. Seorang pemuda
asing bernama W iro. Begitu melihat Ketua Hisao Matsunaga memacu kuda di malam
buta, aku mengambil keputusan untuk mengikutinya. Pemuda asing itu aku suruh
tunggu di satu tempat. Ketika aku kembalil dari puri bersama Ketua Hisao
Matsunaga kawanku tak ada lagi di tempat penantian. Aku bersama Ketua menyelidik
tapi tak bisa lama karena dia harus cepat-cepat kembali ke sini.
Sebelum pergi aku menemukan sebuah shuriken menancap di batu. Ninja .... Janganjangan kawanku ltu... .". telah dibunuh atau diculik oleh ninja ...."
"Kau salah nona Akiko. Aku ada di sini. ..." satu suara terdengar. Seorang
pemuda berpakaian dekil dan robek serta berambut gondrong muncul dari balik
sebuah tiang bangunan. Akiko Bessho berpaling dan 101
hampir berteriak ketika melihat Pendekar 212 Wiro Sableng tegak di depannya.
"Wiro! Kukira kau...."
* * * 102 SEPULUH Murid Sinto Gendeng tersenyum. Tapi tiba-tiba wajahnya kelihatan mengernyit.
"Eh, kau seperti kesakitan...." kata Akiko.
"Saya lihat ada luka di paha dan lengannya," kata Akira pula.
"Aku diserang lima orang ninja. Satu berhasil kubunuh. Satunya lagi kubabat
buntung tangan kanannya. Yang tiga berhasil membuatku babak belur lalu
menendangku sampai jatuh ke dalam jurang batu ...."
"Jatuh ke dalam jurang batu"! Saya tidak percaya!
Bagaimana mungkin sekarang kau masih hidup"l" kata Akira Kasa! pula.
"Wiro, ini Akira Kasai, putera mendiang Ketua Noboru KasaI...." Akiko
memperkenalkan.
Wiro mengangguk lalu membungkuk. Akira Kasai balas menjura lalu menutup mulutnya
menahan tawa. "Sobat kecil, mengapa kau tertawa ?" tanya Wiro.
"Caramu membungkuk seperti orang menahan buang air besarl" jawab Akira pula yang
membuat Wiro tertawa lebar dan garuk-garuk kepala.
103 "Wiro, apa yang dikatakan Akira benar. Jika kau jatuh ke dalam jurang batu
bagaimana kau bisa hidup dan bisa datang ke sini walau dalam keadaan masih
terluka?" "Kau mungkin tak percaya. Kawanmu bernama Yori itu yang menolongku."
"yori ...."'
"Manusia bendera ...."
"Hah! Yori si Bendera Darah! Bukankah dia sebelumnya bermaksud hendak
membunuhmu!"'
"Betul. Tapi agaknya dia begitu takut padamu hingga menangguhkan kematianku."
"Tak bisa kupercaya."
"Dia juga yang mengobatiku dan berkata bahwa setelah aku membunuh dan melukai
seorang ninja, nvawaku akan terancam kemanapun aku pergi. Melihat apa yang
terjadi di tempat ini aku merasa beruntung.
Kalau saja aku datang lebih cepat pasti aku yang jadi sasaran balas dendam
ninja-ninja itu. Walau aku lolos dari lobang jarum kematian namun nasibku jelek
Kapak Maut Naga Geni 212 milikku dirampas kawannya ninja!"
"Ah, senjata itu bagimu sama saja dengan nyawamu," kata Akiko.
"Nona Akiko, jangan lupakan diriku. Bukan kalian saja yang punya kesulitan. Saya
juga..."' "Adik Akira maatkan aku ...."
"Apakah kita bisa bicara di tempat lain sekarang?"
"Baik, kita bicara di tempat aman. Kawanku ini akanikut menemani ..."
104 "Tunggu dulu. Saya tidak kenal pemuda asing ini sebelumnya. Apa dia bisa
dipercaya?" tanya Akira Kasai.
"Kau bisa mempercayai dirinya seperti kau mempercayai diriku ...."
"Terus terang saya tidak bisa mengatakan apakah saya mempercayaimu dan juga
orang ini. Tapi saya tidak punya orang lain yang bisa diajak bicara...." Lalu
Akira Kasai memutar tubuhnya. Dia berjalan di depan sekali menuju ke arah timur
kawasan perguruan yang luas. Di belakang sebuah bangunan yang dijadikan gudang
dimana keadaan sepi dan agak gelap anak ini berhenti.
"Di sini aman. Kita bicara di sini saja ...." kata Akira. Dia melirik pada Wiro
sebentar seolah masih meragu. Pendekar 212 garuk-garuk kepalanya.
"Bocah ... :'
"Bocah .... Apa itu?" tanya Akira.
"Di negeriku bocah artinya anak kecil ..."
"Oh ..."
"Kalau kau kurang percaya padaku, biar aku pergi saja. Nanti aku kembali lagi,"
kata Wiro pula. Lalu dia memutar tubuh hendak meiangkah pergi.
"Tunggu, saya kira saya bisa percaya padamu seperti saya percaya pada nona
Akiko." "Bagus, sekarang katakan apa yang hendak kau sampaikan padaku .... ."
"Ini menyangkut surat warisan pengesahan Ketua yang tadi dibaca oleh salah
seseorang sesepuh perguruan..."
105 "Ada apa dengan surat itu"' tanya Akiko. Anak usia 14 tahun itu memandang dulu
ke kiri dan ke kanan seolah takut ada orang laln mendengar pembicaraan.
Lalu dengan suara perlahan dia berkata.
"Saya yakin surat yang dibacakan itu adalah surat palsu."
"Tapi saya melihat sendiri pendeta Kamashaki menyerahkannya dalam amplop kuning
tertutup pada Hisao Matsunaga di Puri Sanzen ...."
"ltu yang mengherankan," sahut Akira Kasai.
"Lalu apakah kau punya alasan atau bukti mengatakan surat itu palsu?" bertanya
pendekar 212. Akira Kasai mengangguk. "Saya melihat Ayah membubuhkan tanda tangan dan cap
perguruan pada surat pengangkatan pewaris Ketua itu. Waktu itu setetes tinta
jatuh menodai sudut kiri bawah surat. Ayah memaki dirinya sendiri karena
ketotolannya itu. Namun saya lihat Ayah terus saja memasukkan surat itu ke dalam
amplop kuning. Mengikatnya dengan benang, diberi lem dan diberi lak besar. Surat
itu diserahkan pada saya dengan pesan agar saya bersama beberapa pembantunya
menyerahkan surat itu pada pendeta Komo di Puri Sanzen ...."
"Kapan hal itu tejadi?" tanya Akiko.
"Sekitar satu bulan lalu."
"Akira-san, kau banyak mengetahui kejadian pada malam waktu Ayahmu dibunuh"'
bertanya Wiro. Ketika anak itu mengangguk Wiro dan Akiko minta agar dia 106
menceritakan. Sesaat setelah mendengar cerita Akira, Wiro lantas berkata.
"Ada kemungkinan Ayahmu karena kurang senang dengan noda tinta di surat warisan,
lalu membuat surat baru mengganti surat yang kau terima?"
"Saya tidak yakin. Karena surat yang bernoda tinta itu hanya saya simpan satu
malam. Besoknya langsung dikirimkan pada pendeta Komo."
"Melihat gelagat, Ayahmu seperti tidak mempercayai keamanan di perguruan ..."
kata Wiro. "Saya tidak mengerti dan saya tidak tahu mengapa Ayah berbuat begitu."
"Sekarang sudah ada Ketua perguruan yang baru.
Apa yang masih kau risaukan?" tanya Akiko Bessho.
"Siapa saja yang jadi Ketua saya tidak perduli.
Tapi saya mengira telah terjadi kecurangan. Pemalsuan surat warisan Ketua."
"Selain Hisao Matsunaga, siapa lagi pengurus di perguruan yang berhak untuk
jabatan itu?" tanya Wiro.
"Paman Shigero Momochi. Tapi syukur Ayah tidak mewariskan jabatan Ketua
padanya ...."
"Memangnya kenapa"' tanya Wiro lagi.
"Sifatnya kasar. Pemabok. Walau hatinya baik, mana mungkin orang seperti dia
bisa diangkat jadi Ketua. Saya kira memang tepat kalau Ayah mewariskan jabatan
Ketua pada paman Hisao Matsunaga. Hanya saja saya masih merasakan ada sesuatu
yang tidak beres ..."
107 "Akira-san sudahlah. Hal itu tak perlu kau pikirkan berpanjang-panjang.
Perguruan sudah punya Ketua baru. Besok jenazah Ayahmu akan diperabukan ...."
Akira terdiam. Baik Akiko maupun Wiro sama maklum kalau si anak masih belum
puas. Agaknya belum seluruh unek-uneknya dikeluarkan.
"Adik Akira, mungkin masih ada yang hendak kau katakan?"Tanya Akiko.
Wiro menguap lebar-lebar. Selain letih luka di kaki dan di lengannya terasa
berdenyut sakit. Dia lalu pergi duduk di sebuah bangku kayu dekat dinding
gudang. "Memang ada. Mungkin ini bisa dijadikan petunjuk siapa yang membunuh Ayah ...."
"Kita semua tahu Ayahmu dibunuh oleh ninja. Ada tiga kelompok besar ninja di
negeri ini. Tidak mudah untuk menyelidiki. Buktinya kau saksikan sendiri
bagaimana mereka berani mendatangi tempat ini hanya karena tersinggung ...."
Si anak tidak perdulikan ucapan gadis itu. Dia memotong. 'Waktu saya melihat
jenazah Ayah pertama kali, saya melihat ada kelainan pada lima jari tangan kanan
beliu ..."
"Kelainan bagaimana?"
"Lima jarinya berada dalam keadaan seperti habis mencengkeram. Setahu saya Ayah
memang mempunyai ilmu pukulan disebut Lima Jari Dewa. Untuk mendapatkan ilmu itu
Ayah harus melakukan perjalanan selama tujuh bulan ke sebuah pegunungan di
Tibet. ltupun belum sempurna betul. Menurut Ayah dia harus kembali 108
lagi ke sana. Siapa saja yang terkena pukulan Lima Jari Dewa pasti menemui ajal
atau cacat bertanda seumur hidup tubuhnya, tak bisa dihilangkan. Saya yakin
sebelum terbunuh Ayah sempat melepaskan pukulan itu ke tubuh ninja. Kalau tidak
mengapa jari-jari tangannya berada dalam keadaan mencengkeram. Saya mengerti
tidak mudah mencari tahu siapa ninja yang terkena pukulan itu. Namun paling
tidak kita sudah punya petunjuk ..."
Wiro Sableng 079 Ninja Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Selain Ayahmu, apa ada pengurus perguruan lainnya memiliki ilmu Lima Jari Dewa
itu?" bertanya Akiko. Akira Kasai menggeleng.
"'Cuma Ayah satu-satunya yang menguasai ilmu itu!" Akiko memandang pada Wiro.
"Apa yang bisa kita lakukan?"
"Semua yang diceritakan anak ini dan semua yang terjadi adalah urusan dalam
perguruan. Kita tak bisa mencampuri dan melibatkan diri. Aku sendiri sedang
bingung karena menderita luka dan kehilangan kapak mustika. Namun mungkin semua
yang terjadi di sini merupakan satu jalan bagiku untuk menyelidik ninja mana
yang mencuri senjataku itu...!'" Wiro memandang pada Akira lalu berkata.
"Sobatku kecil, aku akan melakukan apa saja untuk membantu menyingkap siapa
pembunuh Ayahmu....."
Akira Kasai membungkuk. "Terima kasih gaijin ..."
katanya perlahan lalu dia berpaling pada Akiko.
109 "Ada satu hal yang tidak saya mengerti dan ingin saya bicarakan denganmu!'
"Katakan saja ..."
"lni menyangkut kejadian sewaktu rombongan kami dicegat ninja dalam perjalanan
ke Puri Sanzen ... ."
"Apa yang tidak kau mengerti Akira!"
"Ninja berlaku ganas. Mereka menumpas hampir semua anggota rombongan. Termasuk
sahabat saya Keno. Yang selamat hanya saya dan Paman Hisao.
Namun waktu itu saya ... !" Akira Kasai tidak meneruskan kata-katanya. Dari
balik bangunan gudang terdengar suara orang batuk. Sesaat kemudian Hisao
Matsunaga yang sekarang menjadi Ketua Perguruan Emerarudo muncul di tempat itu.
"Maafkan kalau kedatanganku menggangu pembi caraan kalian. Jika memang ada
urusan penting yang perlu dibicarakan, dalam bangunan besar ada beberapa ruangan
bisa dipergunakan ...."
"Kami kebetulan bertemu dan tidak bicara hal-hal penting," kata Akiko pula
sambil tersenyum lalu membungkuk.
Begitu juga Akira dan Wiro.
"Akira-san," Hisao menegur,
"Kau butuh istirahat lngat besok akan ada upacara panjang sebelum Ayahmu
diperabukan. Mengapa tidak segera saja masuk kamar dan istirahat?"
"Maafkan saya paman Hisao. Selamat malam untuk kalian semua," jawab Akira.
Sekali lagi anak ini 110
membungkuk lalu cepat-cepat ditinggalkannya tempat itu.
Hisao Mastunaga perpaling pada Akiko. "Nona Akiko, bagimu telah kusediakan
sebuah kamar untuk istirahat. Jika kau suka akan kuantar kesana sekarang
juga ...."
"Terima kasih. Ketua terlalu memperhatikan saya"
Hisao Matsunaga kini memandang pada Wiro. Rambut gondrong, kening diikat kain
putih, pakaian robek serta luka di paha dan lengan.
"Nona Akiko siapa pengemis asing ini?" Mulut Pendekar 212 sampai bergerak
pencong mendengar orang menyebutnya sebagai pengemis. Dalam hati dia memaki
panjang pendek.
"Dia sahabat saya. Maafkan kalau keadaannya morat marit. Dia barusan dirampok
orang di tengah jalan..!" dusta Akiko.
"Hemmm .... Banyak uang atau hartamu yang dirampas?" tanya Hisao Matsunaga pada
Wiro dengan senyum menunjukkan ketidak percayaan.
"Sedikit. Cuma lima tail emas dan lima tail perak,"
jawab Wiro terpaksa berdusta agar karangan Akiko cocok dengan ucapannya.
"Ck .... ck .... ck ..." Hisao Matsunaga berdecak.
"ltu bukan sedikit" katanya lagi-lagi dengan tersenyum tanda dia tidak percaya
ucapan si gondrong tadi.
"Nona Akiko, saya siap mengantarkanmu....."
111 "Terima kasih Ketua. Saya tak mau merepotkan orang. Biar saya bergabung dengan
para tamu lainnya di ruang besar upacara sembahyang ...."
"Kalau begitu kemauan Nona saya tidak bisa memaksa," kata Hisao Matsunaga pula.
Lalu dia melangkah. Namun berhenti di hadapan Wiro dan berkata.
"Saya menghargai kehadiranmu untuk melayat.
Tapi sesuai aturan, kau hanya diperkenankan duduk di barisan paling belakang
tempat upacara ...." Wiro tersenyum.
"Saya sudah tahu. Tempat pengemis seperti saya memang di situ .... Lagi pula
saya kawatir duduk ramai-ramai di depan ....."
"Apa yang kau kawatirkan?" tanya Hisao Matsunaga heran.
"Saya kawatir beberapa tail emas yang masih ada dalam kantong pakaianku disambar
orang ..." jawab Wiro.
"Selamat malam ketua," katanya kemudian Sambil membungkuk. Tanpa berkata apa-apa
lagi Hisao Matsunaga tinggalkan tempat itu dengan cepat. Begitu orang pergi Wiro
berpaling pada Akiko yang memandang padanya sambil tertawa geli.
"Nasibku buruk amat. Disangka pengemis oleh Ketua Perguruan...!'
"Sudahlan. Dia cuma salah menduga dan menilai orang," menyahuti Akiko Bessho.
112 "Bagaimana pendapatmu mengenai Akira
Kasai..." "Dia anak baik. Tapi aku punya firasat keselamat-annya terancam." Jawab Wiro
polos. "Kalau begitu aku akan mengawasi dirinya secara diam-diam."
"Malam ini biar aku saja yang berjaga-jaga. Apa lagi tak ada gunanya aku berada
di ruangan pembacaan doa. Aku mana pandai berdoa cara kalian ..." Habis berkata
begitu Pendekar 212 Wiro Sableng melangkah ke arah bangunan di mana tadi
dilihatnya Akira masuk.
Dia melambaikan tangan pada Akiko Bessho lalu berkelebat naik ke atas atap
bangunan lain di seberang-nya.
* * * 113 SEBELAS LAPAT-lapat dari ruang besar tempat upacara doa dilangsungkan terdengar suara
orang membaca doa tak berkeputusan. Tanpa diketahui oleh orang-orang perguruan
Emerarudo, dua sosok hitam berkelebat cepat di kegelapan malam. Seperti cecak
keduanya merayap cepat menaiki tembok tinggi.
Ketika dua sosok hitam itu menyelinap naik ke atas atap kamar tempat tidur Akira
Kasai, di suatu bukit kecil di dalam sebuah bangunan berbentuk kuil seseorang
menyalakan lilin di atas sebuah meja batu berlumut. Di atas meja terdapat aebuah
Delapan Kitab Pusaka Iblis 1 Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Suramnya Bayang Bayang 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama