Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat Bagian 3
Sesaat lagi leher Tua Gila akan putus akibat jiratan maut itu tiba-tiba satu
bayangan kuning berkelebat. Bersamaan dengan itu ada cahaya kuning laksana tebaskan
pedang menerpa dari atas ke bawah seperti hendak membelah Sabai Nan Rancak mulai dari
batok kepala sampai ke dada! Sabai Nan Rancak berteriak marah. Dari hawa dingin yang
Lembah Akhirat 41
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
menyertai sambaran cahaya kuning itu dia segera maklum kalau serangan yang
menerpanya tidak bisa dianggap sepele. Dia terpaksa lepaskan jiratan di leher
Tua Gila. Bersamaan dengan itu didahului bentakan keras Sabai Nan Rancak hantamkan tangan
kanannya. Selarik sinar merah melesat lurus lalu menebar membentuk kipas. Si
nenek tidak tanggung-tanggung. Bukan saja dia berusaha menyelamatkan diri tapi sekaligus
juga menyerang lawan dengan pukulan sakti bernama Kipas Neraka!
"Bummm!"
Satu ledakan keras menggelegar.
Sabai Nan Rancak terhuyung-huyung ke belakang sambil pegangi dadanya yang
berdenyut sakit. Dia coba bertahan agar tidak jatuh. Namun lutut kirinya goyah.
Nenek ini akhirnya terduduk setengah berlutut.
Waktu ledakan keras menggelegar tubuh Tua Gila yang kerempeng itu terguling
sampai dua tombak. Begitu dia mencoba bangkit mendadak ada sambaran angin. Tahutahu tubuhnya sudah digendong orang lalu orang ini melarikannya dengan cara yang
aneh. Tubuhnya seperti diajak melompat-lompat. Setiap lompatan membuat sosok orang
yang menggendongnya melayang di udara sejauh tiga tombak. Dalam beberapa kejapan mata
saja Tua Gila sudah dibawa lari jauh. Ketika Sabai Nan Rancak berhasil berdiri
kembali, Tua Gila
tak ada lagi di tempat itu.
"Ada seseorang menolongnya!" desis si nenek sambil usap-usap mukanya yang
keriputan. Hatinya seribu gemas seribu jengkel. "Gerakan si penolong begitu
cepat. Sambaran angin yang berasal dari tenaga dalamnya luar biasa. Aku teringat pada
peristiwa yang dialami muridku Puti Andini. Tidak heran kalau dulu dia gagal mendapatkan
Kitab Putih Wasiat Dewa, gagal membunuh Tua Gila. Tanah Jawa penuh para tokoh sakti.
Bagaimana aku harus menyelesaikan semua urusan ini" Tua Gila keparat! Urusan
dengan dirinya belum selesai, dia menggantung persoalan dengan membawa masalah baru.
Kalung Permata Kejora. Ah, di mana benda itu beradanya sekarang" Mungkin dia yang
menyembunyikan" Puluhan tahun lalu kalung itu kuberikan pada seseorang untuk
disampaikan pada anakku Andam Suri. Tapi orang itu tak pernah muncul lagi. Tak
dapat kupastikan apakah kalung tersebut sampai di tangan Andam Suri. Aku sendiri tidak
pernah melihat anakku sampai dikabarkan dia meninggal dunia...."
Sabai Nan Rancak merasa tubuhnya letih sekali. Dia mencari tempat yang baik
untuk duduk. Lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tak jelas apa yang
diperbuat nenek dari Singgalang ini. Entah tengah kesal karena tidak dapat membunuh Tua
Gila. Mungkin juga sedih merenungi nasib. Mungkin juga tengah menitikkan air mata.
* * * Tua Gila terbatuk-batuk lalu dia tertawa mengekeh begitu tubuhnya digulingkan di
tanah. Dia berusaha duduk di tanah dan memandang ke depan.
"Kau lagi!" katanya dengan mata membelalak lalu tertawa gelak-gelak.
"Orang tua. Jangan mencari bahaya baru. Orang yang menginginkanmu belum
berada jauh. Jika dia sempat mendengar tawamu pasti dia kembali membuatmu
celaka!" Tua Gila tekap mulutnya lalu tertawa cekikikan.
Lembah Akhirat 42
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Dua kali kau menyelamatkan jiwaku!"
"Siapa nenek berjubah hitam" Yang begitu ingin membunuhmu tanda ada dendam
terpendam"!"
Tua Gila geleng-gelengkan kepalanya. "Urusan lama. Kalau saja nenek tolol itu
mau berpikir sedikit tidak perlu semua ini terjadi...."
"Jalan pikiran manusia berbeda-beda. Di antara perbedaan itulah muncul
malapetaka! Semua orang menjadi gila! Semua orang jatuh dalam sengsara!"
Tua Gila menghela nafas dalam lalu berkata. "Aku tahu, kau tidak akan mau
menerima terima kasihku. Aku juga tahu kau tidak akan mau memberitahu namamu.
Kalau begitu biar aku meminta yang lain saja. Maukah kau menyingkapkan cadar kain
kuning yang menutupi mukamu agar aku bisa melihat wajahmu?"
"Hal itu tidak bisa aku lakukan. Hal ini bukan aku punya kemauan. Keadaanlah
yang memaksaku berbuat demikian," jawab si cadar kuning tetap dengan kata-kata
bernada pantun. "Baiklah, aku tidak memaksa. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Tua
Gila. "Seperti tadi kukatakan. Jangan bergerak sebelum matahari mencapai puncak
kepala. Jangan sampai hal itu terlupakan. Kecuali kau mau mencari celaka..."
"Nasihatmu akan kuperhatikan Dewi Penolong Bercadar Kuning," kata tua Gila
seraya kedap-kedipkan sepasang matanya yang lebar dan cekung.
* * * Lembah Akhirat 43
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEBELAS alam telah larut. Di kejauhan terdengar berbagai suara binatang malam. Suara
tetesan air di dalam gentong yang jatuh ke batu di atasnya makin lama terdengar
Mmakin perlahan dan dalam jarak yang lebih panjang.
Sepasang mata Klewing yang merah tapi redup kelihatan membesar ketika dia
melihat sepasang kaki yang sejak sekian lama diam tak bergerak, tiba-tiba
bergoyang. Tengkorak bayi yang diikatkan ke pergelangan kaki kiri kanan berputar aneh
mengeluarkan suara seperti puput padi.
Dua puluh hari lebih menunggu bukan waktu yang singkat. Keadaan Klewing sudah
tak karuan rupa. Kepalanya yang botak mulai bertumbuhan rambutnya. Kumis dan
cambang bawuknya meliar. Pipinya cekung. Jubah merahnya kotor dan bau.
Kedua mata Klewing semakin membesar ketika disaksikannya bagaimana tubuh di
dalam gentong secara aneh bergerak ke atas seolah melayang. Lalu tampaklah satu
sosok tubuh lelaki penuh bulu yang hanya mengenakan sehelai cawat. Rambutnya yang
basah hitam menyatu dan mengucurkan air. Di lehernya tergantung kalung terbuat dari
tulang jari-jari manusia!
Di malam buta itu mendadak terdengar suitan keras dari tiga jurusan. Lalu
terdengar suara genderang ditabuh. Bersamaan dengan itu dari tiga arah nampak sinar terang
puluhan obor. ''Air dalam gentong telah habis! Datuk Lembah Akhirat telah selesai menjalankan
samadi yang keseratus sembilan puluh tiga! Siapkan upacara penyambutan!"
Pedataran luas di pusat lembah di mana gentong kayu besar terletak kini
diramaikan oleh puluhan orang. Klewing sama sekali tidak memperhatikan orang-orang itu.
Perhatiannya tertuju pada sosok yang barusan keluar dari dalam gentong. Setelah
melayang di udara, perlahan-lahan sosok tubuh tinggi besar penuh bulu dan hanya
mengenakan cawat
itu melayang turun. Lalu tegak di ujung tangga batu di depan gentong.
Tokoh Kembar nomor 3 memandang tak berkesip. Orang yang basah kuyup itu
berdiri dengan mata terpejam.
"Tenaga dalamnya tinggi sekali" kata Klewing dalam hati antara kagum dan ngeri.
"Kalau tidak mana mungkin dia mampu keluar dari dalam gentong laksana melayang.
Apa lagi bobot tubuhnya demikian besar!"
Sesaat kemudian dua orang datang berlari-lari. Yang satu membawa kasut terbuat
dari kulit. Satunya lagi membawa seperangkat pakaian berbentuk jubah hitam,
lengkap dengan kain hitam pengikat kepala. Meskipun wajahnya yang garang tertutup kumis,
jenggot dan cambang bawuk liar namun Klewing dapat melihat bahwa orang yang
barusan keluar dari gentong itu memiliki muka tiga warna yaitu, hitam, hijau dan merah.
Inilah dia Datuk Lembah Akhirat. Penguasa kawasan lembah sebelah barat telaga Gajahmungkur
yang sejak beberapa ini lama menjulang namanya dalam dunia persilatan karena
diketahui memiliki kitab sakti bernama Kitab Wasiat Malaikat. Tersebar dalam rimba
persilatan bahwa
sang Datuk akan menyerahkan kitab itu pada siapa yang dianggapnya berjodoh
asalkan dari golongan putih.
Lembah Akhirat 44
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Suara genderang semakin keras ketika kasut disorongkan ke kaki orang dan jubah
hitam dikenakan ke tubuhnya yang tinggi besar. Bersamaan dengan itu seseorang
menyipratkan semacam wewangian ke tubuh dan pakaian orang itu.
Perlahan-lahan Datuk Lembah Akhirat buka sepasang mata di bawah dua alisnya
yang sangat tebal menjulai. Suara genderang ditabuh semakin riuh. Lalu seolah
ada yang memberi isyarat suara genderang itu menjadi perlahan hingga akhirnya sirap sama
sekali. Bersamaan dengan lenyapnya suara genderang maka enam orang pengawal Lembah
Akhirat muncul menggotong sebuah kursi, sebuah meja besar penuh dengan berbagai
minuman dan santapan besar.
Begitu duduk di atas kursi Datuk Lembah Akhirat menyambar sebuah guci tanah
berisi minuman keras lalu meneguknya sampai habis. Setelah itu dia mulai
menyantap hampir semua yang terhidang di atas meja tanpa mengacuhkan mereka yang ada di
sekitarnya. Selesai makan Datuk Lembah Akhirat lunjurkan sepasang kakinya. Tangan kanan
mengusap perut, tangan kiri menyeka mulut. Tiba-tiba Datuk ini bertepuk tiga
kali seraya berteriak. "Kalian berani menerima mati! Kalian berani menyuruh aku menunggu!" Meja di
hadapannya digedor dengan tangan kanan. Tak ampun lagi meja itu ambruk. Apa yang
ada di atasnya bermentalan berantakan.
Tiga wakil Datuk Lembah Akhirat yaitu Pengiring Mayat Muka Hitam, Hijau dan
Merah cepat datang ke hadapan sang Datuk lalu menjura. Si muka hitam cepat
berkata. "Ketiduran sudah disiapkan. Teman tidur sedang menuju ke sini. Datuk hanya
tinggal memilih!"
Datuk Lembah Akhirat kibaskan tangan kirinya. Tiga wakil segera undurkan diri.
Di saat itu enam orang pengawal muncul bersama tiga orang perempuan muda yang
kesemuanya bertubuh gemuk dan mengenakan jubah yang tak terikat atau tak
terkancing hingga sebagian auratnya sebelah depan terlihat jelas.
"Datuk, silahkan memilih di antara mereka bertiga!" Pengiring Mayat Muka Hitam
berkata dari samping meja yang ambruk.
Datuk Lembah Akhirat menyeringai. Bola matanya membeliak menatapi tiga gadis
bertubuh gemuk itu satu persatu. Gadis paling kanan berambut pendek sebahu.
Mukanya bulat dan dandanannya mencorong. Ketika tertawa kelihatan gigi-giginya dilapisi
perak. Bentuk tubuhnya membuntal gembrot mulai dari atas sampai ke bawah.
Sang Datuk alihkan pandangannya pada gadis gemuk di sebelah tengah. Gadis ini
memiliki rambut panjang dilepas riap-riapan. Di sebelah atas tubuhnya membusung
gembrot penuh lemak. Seolah tak memiliki pinggang, di sebelah bawah kembali
tubuhnya membengkak besar. Kulitnya hitam manis seolah berminyak. Dia berdiri sambil
lemparkan senyum genit. Datuk Lembah Akhirat basahi bibirnya dengan ujung lidah. Lalu
matanya dialihkan pada gadis ke tiga. Gadis satu ini walaupun gemuk luar biasa tapi
tubuhnya lebih tinggi dari dua gadis lain. Dada dan pinggulnya seperti menggembung. Caranya
berdiri membuat betis dan sebagian pahanya tersingkap. Perutnya yang juga tak dapat
disembunyikan kelihatan berlipat-lipat. Dibandingkan dengan dua gadis gemuk
lainnya yang satu ini memiliki wajah menarik walau jidatnya lebar.
"Hanya tiga orang ini"!" Datuk Lembah Akhirat bertanya pada Pengiring Mayat
Muka Hitam. Lembah Akhirat 45
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kami cuma mendapatkan tiga yang baru. Dua lagi masih dalam perjalanan. Hanya
Datuk keburu menyelesaikan samadi. Mohon maafmu Datuk...."
"Siapa kowe punya nama"!" Tiba-tiba Datuk Lembah Akhirat menuding tepat-tepat
pada gadis ketiga yang tinggi gemuk.
Saking terkejutnya yang ditanya sesaat tak bisa menjawab.
"Datuk menanyakan namamu. Lekas jawab! Jangan membuat Datuk kehilangan
kesabaran, menjadi marah dan kehilangan nafsu! Kau bias dijadikan umpan anjinganjing peliharaannya!" membentak Pengiring Mayat Muka Merah.
"Nama saya Yuyulentik, Datuk..." Perempuan gemuk yang ditanya akhirnya
menjawab. "Apamu yang lentik! Kulihat bulu matamu tidak lentik!" kata Datuk Lembah Akhirat
pula. Lalu tertawa gelak-gelak. Perlahan-lahan dia bangkit dari kursinya. "Bawa
Yuyulentik ke kamar ketiduranku!" kata sang Datuk pula. Lalu dengan langkah terhuyunghuyung dia
Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berjalan menuju ke sebuah bangunan di ujung pedataran.
Pengiring Mayat Muka Hijau segera mendekati gadis gemuk bernama Yuyulentik.
Sebelum menuntun gadis gemuk ini dia berbisik. "Kau terpilih melayani Datuk
selama satu musim sebelum dia kembali bersamadi. Nasibmu baik, rejekimu besar. Awas, jangan
lupa membagi-bagi apa yang kau dapat pada kami bertiga...!"
Yuyulentik anggukkan kepala. Lalu melangkah saja mengikuti ke mana si muka hijau
itu membawanya.
Ketika hampir sampai di hadapan bangunan yang dituju tiba-tiba satu sosok
berjubah merah datang menyongsong dan menjura di hadapan Datuk Lembah Akhirat. Dua wakil
Datuk yakni si muka hitam dan muka merah segera hendak mendamprat. Tapi Datuk
Lembah Akhirat memberi isyarat dengan tangan. Dua pembantu terpaksa hentikan
langkah tak berani membentak.
"Monyet bau berjubah merah berkepala kuning! Aku tak punya waktu lama. Siapa
namamu, apa keperluanmu!"
"Aku Klewing, orang ketiga dari Delapan Tokoh Kembar yang kini hanya tinggal
nama saja.,.." Lalu dengan cepat Klewing menceritakan riwayatnya. Tak lupa juga
menerangkan tujuannya datang ke situ.
Datuk Lembah Akhirat tertawa. "Soal Kitab Wasiat Malaikat yang kau inginkan itu,
jika memang berjodoh dengan dirimu pasti akan menjadi milikmu! Namun untuk
mendapatkan kitab sakti itu banyak persyaratannya! Apa kau mampu melakukan"!"
"Karena sudah punya tekad, apa pun yang Datuk perintahkan akan aku lakukan!"
jawab Klewing tanpa ragu.
Sang Datuk menyeringai. "Pertama kau harus membunuh seorang tokoh golongan
putih. Lalu menyebar kabar bahwa yang membunuh tokoh itu adalah seorang tokoh
golongan putih lainnya! Sanggup"!"
"Aku sanggup melakukan Datuk!"
"Bagus! Kau punya dendam pada beberapa tokoh golongan putih. Terutama yang
telah membunuh tujuh saudaramu. Aku akan memilihkan calon korban untukmu. Kau
sanggup membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng"!"
Klewing diam-diam agak terperangah karena tidak menduga dia akan disuruh
membunuh pendekar sakti itu. Tapi akhirnya dia mengangguk seraya berkata. "Akan
aku lakukan Datuk...."
Lembah Akhirat 46
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Lalu siapa tokoh yang akan kau fitnah sebagai pembunuh Pendekar 212"!" tanya
Datuk Lembah Akhirat pula.
"Dewa Tuak!" jawab Klewing.
"Hemmm... Kenapa Dewa Tuak?" bertanya Datuk Lembah Akhirat.
"Karena dari apa yang aku ketahui tokoh tua itu bermaksud menjodohkan muridnya
dengan Pendekar 212. Tapi sang pendekar menolak dengan cara yang memalukan
hingga Dewa Tuak menjadi marah!"
Datuk Lembah Akhirat tertawa gelak-gelak. Dia berpaling pada tiga orang
wakilnya. "Tuyul kepala kuning ini ternyata cerdik juga! Kita perlu orang-orang golongan
putih seperti dia!"
Tiga wakil sang Datuk hanya anggukkan kepala.
Sang Datuk berpaling pada Klewing. "Selesai tugasmu membunuh Pendekar 212, kau
langsung menyeberang ke pulau Andalas. Cari seorang tokoh silat yang disegani
dan bunuh. Lalu sebarkan kabar bohongi bahwa yang membunuh adalah seorang tokoh
silat golongan putih lainnya! Kau mengerti"!"
"Aku mengerti Datuk!" jawab Klewing.
"Sekarang ulurkan tangan kananmu! Buka telapak tanganmu lebar-lebar."
Klewing ulurkan tangan kanannya dan membuka telapaknya lebar-lebar sambil
dalam hati bertanya apa yang hendak dilakukan oleh sang Datuk.
"Aku memberimu tiga warna. Hitam, hijau dan merah. Warna mana yang paling kau
sukai"!"
"Merah!" jawab Klewing.
Tangan kanan Datuk Lembah Akhirat tiba-tiba melesat ke depan, mencengkeram
tangan Klewing demikian rupa hingga telapak tangannya menempel erat dengan
telapak tangan si botak kepala kuning itu. Satu cahaya merah membersit keluar dari
tangan sang Datuk. Klewing merasa tangannya seperti terseduh air mendidih. Ketika Datuk
Lembah Akhirat melepaskan pegangannya Klewing melihat bagaimana kini telapak tangannya
telah berubah seolah dicat dengan cat merah yang tak bisa dikelupas!
"Kau sudah menjadi orang kepercayaanku Klewing. Kau sudah menjadi anggota
kelompok Lembah Akhirat! Berarti kau harus menjalankan bulat-bulat segala apa
yang aku perintahkan tanpa berani melanggar!"
"Aku tak akan melanggar segala perintah Datuk. Aku siap berangkat sekarang juga
untuk melaksanakannya," kata Klewing pula.
"Bagus, tapi apa jaminanmu kau tidak bakal berkhianat"!"
"Aku berani bersumpah. Menyerahkan nyawa jika Datuk menghendaki!" jawab
Klewing pula penuh semangat.
Sang Datuk ganda tertawa dan berkata. "Banyak sumpah diucapkan. Banyak janji
dikumandangkan. Banyak nyawa dijadikan petaruh. Tapi seringkali semua itu hanya
isapan jempol belaka! Aku tidak mau berlaku tolol! Di Lembah Akhirat ada cara
tersendiri untuk
membuat seorang anggota setia pada kelompok dan aku selaku penguasa tunggal."
"Kalau begitu aturannya aku akan mengikuti," kata Klewing.
"Bagus!" ujar Datuk Lembah Akhirat seraya menyeringai. "Kau harus menyerahkan
barangmu padaku! Bila mana semua urusan selesai, kau bukan saja akan mendapatkan
beberapa inti ilmu kesaktian yang ada dalam Kitab Wasiat Malaikat, tetapi
barangmu juga Lembah Akhirat 47
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
akan dikembalikan. Kau kemudian akan kujadikan wakil penguasa tunggal Lembah
Akhirat di kawasan tertentu! Setuju"!"
"Setuju Datuk. Hanya aku tidak mengerti barang apa yang harus aku serahkan
padamu?" Tiga wakil Datuk Lembah Akhirat tertawa bergelak.
Datuk Lembah Akhirat maju mendekati. Tiba-tiba tangan kanannya melesat ke
bawah perut Klewing. Orang ketiga dari Delapan Tokoh Kembar ini tak merasa
sesuatu apa kecuali digerayangi hawa dingin yang aneh. Datuk Lembah Akhirat menarik tangan
kanannya kembali. Sesuatu kini tergenggam di dalam tangannya. Dia berpaling pada
Pengiring Mayat Muka Merah yang saat itu sudah siap dengan sebuah kantong kain
berwarna merah. Datuk Lembah Akhirat memasukkan benda yang dipegangnya ke dalam
kantong merah. Klewing tiba-tiba saja menjadi pucat wajahnya.
Hawa dingin menjalar ke sekujur tubuhnya. Tangan kirinya meraba ke bawah perut.
Dia terkejut besar. Tangan kanannya ikut meraba-raba. Pucat pasi muka si botak
kuning ini. Tak perduli banyak orang di tempat itu dia menyingkapkan jubah merahnya. Matanya
mendelik ketika melihat di bawah perutnya tak ada apa-apa lagi.
"Datuk...!" seru Klewing seperti hendak menggerung. "Apa yang kau lakukan
padaku!" "Kau dikebiri sementara Klewing. Kelak jika semua urusan sudah selesai dan kau
jalankan dengan baik, seperti kataku tadi milikmu yang paling penting itu akan
aku kembalikan. Kau boleh memintanya pada Pengiring Mayat Muka Merah. Tapi tidak ada
jaminan bahwa barangmu itu tidak akan tertukar dengan barang orang lain! Ha...
ha... ha...!"
Klewing merasa nyawanya seolah terbang. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Dengan
terhuyung-huyung dia tinggalkan tempat itu. Datuk Lembah Akhirat masih tertawa
bergelak. Tangan kanannya digelungkannya ke pinggang gembrot Yuyulentik. Sebelum
masuk ke dalam bangunan dia bertanya pada tiga wakilnya yang bermuka hijau,
hitam dan merah itu. "Selama aku bersamadi apakah Dewa Sedih telah melaksanakan tugasnya"!"
"Sudah Datuk," jawab Pengiring Mayat Muka Hitam. "Dia telah membunuh dua
tokoh silat golongan putih. Mayat kedua orang itu belum lama kami musnahkan
menjadi debu dan para pengawal telah membuangnya di dua tempat."
"Bagus. Kalian tahu di mana kakek sakti itu kini berada?"
"Sesuai petunjuk Datuk dia dipersiapkan untuk menyeberang ke Pulau Andalas
untuk membuat kekacauan di sana. Saat ini dia masih berada di tempat
peristirahatan di
selatan Lembah Akhirat."
Datuk Lembah Akhirat mengangguk-angguk. "Kalian boleh kembali ke tempat
masing-masing.... Kalau tiba saatnya aku akan menyuruh kalian memanggil Dewa
Sedih," kata Datuk Lembah Akhirat pula lalu membawa si gemuk Yuyulentik masuk ke dalam
bangunan. Lembah Akhirat 48
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DUA BELAS ari itu adalah hari ke-70 Pendekar 212 Wiro Sableng kehilangan kekuatan dan
kesaktiannya. Yaitu sebagai akibat menolong melepaskan Ratu Duyung dari
Hkutukan yang selama bertahun-tahun membuatnya menjadi makhluk setengah
manusia setengah ikan.
Di pagi hari yang cerah itu Wiro baru saja membasuh muka di sebuah mata air di
sebelah timur hutan Delanggu. Tubuhnya masih terasa sakit-sakit akibat bantingan
dan pitingan Si Raja Penidur kemarin.
Saat ini dia belum mengenakan baju putihnya tapi telah memakai jubab Kencono
Geni yang diberikan Raja Penidur. Kapak Naga Geni 212 dan batu hitam pasangannya
yang kini tak ada artinya lagi sejak dia kehilangan tenaga dalam, terselip di
pinggang celananya.
Wiro duduk di tepi mata air sambil merenung.
"Jubah ini pasti dicurinya dari keraton. Diberikan padaku agar kupakai untuk
melindungi diri dari siapa saja yang bermaksud jahat. Selama jubah ini ada
padaku aku tak akan mempan gebukan, pukulan sakti ataupun senjata tajam. Aku harus berterima
kasih pada kakek gendut itu. Namun yang aku tidak mengerti adalah ucapannya. Dia
berkata: Anak muda! Kau hanya bisa berteriak! Tidak berpikir apa arti semua ini!"
Murid Sinto Gendeng garuk-garuk rambutnya yang basah. "Aku tak bisa berpikir
memecahkan arti ucapannya itu. Satu keanehan lagi sejak dia memitingku rasa
kantukku selalu datang menyerang. Jangan-jangan aku sudah ketularan penyakit tidurnya!"
Wiro menguap lebar-lebar. Lalu seolah mengomel dia berkata. "Masih begini pagi
aku sudah ngantuk lagi! Padahal malam tadi tidurku cukup lelap dan lama.... Apa yang
terjadi dengan diriku" Apa sebenarnya yang dilakukan Si Raja Penidur itu?"
Wiro kenakan baju putihnya hingga jubah merah Kencono Geni kini terlindung di
balik pakaian itu. (Mengenai jubah Kencono Geni sakti ini harap baca serial Wiro
Sableng berjudul
"Bahala Jubah Kencono Geni")
"Perutku lapar. Tapi rasa mengantuk tidak tertahankan. Gila!" Wiro bangkit
berdiri dan tinggalkan mata air. Dia sengaja berjalan cepat agar kantuknya lenyap. Tapi
semakin cepat dia berjalan, semakin banyak keringat yang keluar semakin berat terasa
kepala dan matanya. Tubuhnya pun menjadi letih sekali. Karena tidak tahan akhirnya Wiro
mencari tempat yang baik untuk merebahkan diri. Dia mendapatkan satu tempat agak bersih
di bawah sebatang pohon waru berdaun rindang. Langsung saja murid Sinto Gendeng ini
rebahkan diri, berbaring setengah bersandar ke batang pohon. Tidak seperti
biasanya kali ini
begitu tertidur dia keluarkan suara mendengkur! Wiro agaknya benar-benar telah
ketularan penyakit tidur Si Raja Penidur. Namun anehnya walau matanya terpejam dan
dengkurnya menggembor keras, sayup-sayup dia masih mampu mendengar suara kicau burung di
kejauhan. Itulah sebabnya ketika satu bayangan merah berkelebat, meski matanya
terpejam, tubuhnya tak bergerak dan dengkurnya menjadi-jadi Pendekar 212 masih sanggup
mendengar suara angin kelebatan orang yang datang.
Di hadapan Wiro saat itu berdiri Klewing, satu-satunya Delapan Tokoh Kembar yang
masih hidup dan telah menjadi anak buah Datuk Lembah Akhirat. (Mengenai Delapan
Tokoh Kembar harap baca "Kiamat Di Pangandaran").
Lembah Akhirat 49
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Nasibku baik, rejekiku besar. Belum lama mencari aku berhasil menemukan
pendekar keparat ini. Kalau tidak karena ulahnya tujuh saudaraku tak bakal
menemui ajal!"
Rahang si botak kepala kuning menggembung. "Pendekar keparat! Rasakan
pembalasanku!"
Habis memaki begitu Klewing langsung lancarkan satu tendangan maut. Yang
diarahnya adalah bagian bawah dagu Pendekar 212.
Sekejapan lagi tendangan itu akan menghancurkan rahang serta mematahkan tulang
leher Pendekar 212 tiba-tiba murid Sinto Gendeng ini menguap lebar lalu seperti
tak acuh balikkan tubuhnya ke samping. Tendangan maut Klewing lewat. Kalau tidak lekas
dia merubah arah tendangannya kakinya akan menghantam batang pohon waru!
"Uaahhh...!" Wiro kembali menguap sementara matanya terus terpejam. Kaki
kanannya dilunjurkan ke depan. Walau gerakannya tidak cepat dan tidak keras
namun kaki itu sempat menyentuh kaki kanan Klewing yang berada dalam kuda-kuda mengimbangi
dirinya. Karena pusat bobot tubuhnya terpengaruh hampir saja Klewing terjajar.
Dengan geram dan sambil membentak dia melompat. Dari mulutnya terdengar teriakan
"Menjungkir Langit!" Tangan kanannya diletakkan di atas kepala. Tangan kiri
diluruskan ke depan dengan telapak terbuka. Lalu si botak ini meniup. Inilah
ilmu kesaktian yang sangat diandalkan oleh kelompok Delapan Tokoh Kembar. Satu gelombang angin
yang mengeluarkan suara deru sehebat air bah menyapu ke arah Pendekar 212!
"Uahhh!" Wiro Sableng lagi-lagi menguap. Tubuhnya miring dan berguling ke kiri.
Namun sekali ini gerakannya kurang cepat. Walau inti serangan lewat di atasnya
namun sebagian angin serangan Klewing masih sempat menyapu tubuhnya. Tak ampun lagi
Pendekar 212 mencelat mental sampai empat tombak.
Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Klewing cepat memburu ke tempat Wiro jatuh terkapar. Dia mengira sang pendekar
pasti sudah menemui ajalnya. Tapi alangkah kagetnya si botak ini ketika melihat
Pendekar 212 duduk menjelepok di tanah. Matanya masih terpejam. Dia menguap dua kali
berturut- turut sambil garuk-garuk kepala!
Apakah yang telah terjadi" Bagaimana Wiro bisa selamat dari tiupan angin sakti
Klewing yang sanggup menghancurkan batu besar itu"!
Ini semua berkat pertolongan Si Raja Penidur. Bantingan dan pitingan yang
dilakukannya tempo hari terhadap Wiro adalah untuk menyalurkan sebagian ilmunya
yang mampu membuat Wiro mengeluarkan gerakan-gerakan aneh ketika diserang walaupun
dia berada dalam keadaan setengah tidur. Ilmu ini sangat cocok dengan keadaan
Pendekar 212 yang saat itu tanpa kekuatan tanpa kesaktian. Lalu dengan menyerahkan jubah
sakti Kencono Geni yang kini dipakai Wiro, pukulan sakti atau senjata apa pun tidak
akan mampu menciderai dirinya!
Sesaat Klewing tertegun sambil membatin. "Ilmu apa yang kini dimiliki pendekar
keparat ini! Aku menyirap kabar dia telah kehilangan segala kesaktian! Mengapa
kini dia masih sanggup bertahan terhadap serangan mautku"!"
Selagi Wiro menguap dan garuk-garuk kepalanya kembali si jubah merah ini
lancarkan satu tendangan. Kali ini yang ditujunya adalah Pendekar 212.
Seperti tadi sesaat lagi tendangan itu akan menghancurkan kepala murid Sinto
Gendeng, mendadak tubuh sang pendekar terhuyung ke kiri lalu rebah ke tanah. Di
sini dia menguap satu kali lalu berguling ke kiri.
"Jahanam!" rutuk Klewing. Dia melompat. Dengan satu gerakan kilat kaki kanannya
dihunjamkan ke perut Wiro.
Lembah Akhirat 50
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Hekkk!"
Pendekar 212 keluarkan suara seperti orang muntah. Klewing terbelalak. Hunjaman
kakinya yang sanggup menjebol perut lawan ternyata tidak membuat sang pendekar
cidera. Malah Klewing merasakan ada satu kekuatan dahsyat menghantam keluar dari tubuh
Wiro, membuatnya terlempar ke udara sampai dua tombak. Penasaran dari atas si botak
ini kembali keluarkan ilmu kesaktiannya. Dia meniup dengan tenaga dalam penuh.
"Wuss!"
Satu gelombang angin menghantam. Tanah di bawah pohon terbongkar berubah
menjadi satu lobang besar. Pohon waru besar tumbang bergemuruh. Tapi Wiro
sendiri lenyap entah ke mana. Ketika Klewing memandang berkeliling dilihatnya pemuda itu
duduk tersandar sambil garuk-garuk kepala pada sebatang pohon pisang hutan.
Kedua matanya bergerak-gerak tapi masih tetap terpejam!
Merasa dipermainkan si botak nomor tiga dari Delapan Tokoh Kembar ini jadi
semakin ganas. Dia kembali menerjang. Dua tangan dihantamkan ke depan. Tapi
justru pada saat itu gerakannya tertahan oleh selarik sinar ungu yang berkiblat bukan
saja memapasi serangannya terhadap Wiro tapi sekaligus membuatnya terdorong sampai
tiga langkah. Memandang ke depan si botak berjubah merah ini menjadi terkejut. Dia dapatkan
seorang dara berpakaian ungu, berwajah cantik tegak di hadapannya sambil
bertolak pinggang. Sebuah pita besar berwarna ungu menghiasi kepalanya. Lalu di lehernya
melingkar sehelai selendang yang juga berwarna ungu.
Klewing tak pernah melihat atau mengenal gadis ini sebelumnya. Namun dari
gerakannya memapasi serangannya tadi dia maklum kalau si cantik ini memiliki
kepandaian tinggi. Lembah Akhirat 51
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TIGA BELAS adis liar! Siapa kau"! bentak Klewing dengan mata berkilat-kilat. Bukan saja
karena marah tetapi juga karena diam-diam bernafsu melihat gadis cantik ini. Dia lantas
Gterbayang pada peristiwa sewaktu dia bersama saudara-saudaranya hendak
memperkosa Puti Andini di Pangandaran dulu.
"Uahhh!" Di bawah pohon Wiro terdengar menguap lalu mendengkur. Klewing
memaki dalam hati. Si gadis hanya melirik sebentar lalu balas menghardik pada
Klewing. "Botak kepala tahi! Jaga mulutmu kalau tidak mau kurobek!"
Klewing tertawa lebar. "Apa urusanmu mencampuri persoalan orang!"
"Persoalanmu yang mana yang merasa aku campuri"!" tanya si gadis sambil kini
berkacak pinggang dengan dua tangan sekaligus.
"Liar tapi tolol! Atau berpura-pura tolol! Mengapa kau menolong pemuda yang
hendak aku bunuh itu!"
"Ohh... jadi kau hendak membunuh pemuda yang sedang tidur dan tak berdaya itu!"
"Siapa bilang dia tidur dan tak berdaya! Dia justru memiliki ilmu aneh! Ilmu
tidur!" Gadis berbaju ungu tertawa bergelak. "Baru sekali ini aku dengar ada ilmu tidur!
Kau yang tolol! Tidak tahu dipermainkan pemuda itu! Hik... hik... hik!"
Tampang si botak jadi merah padam.
"Aku memberi pengampunan padamu! Lekas tinggalkan tempat ini!"
"Hemm.... Kau mengancam! Kalau aku tidak meninggalkan tempat ini apa yang
hendak kau lakukan"!" Menantang gadis baju ungu lalu perlahan-lahan tangannya
bergerak menarik lepas selendang ungunya yang melingkar di leher. Pada saat itulah
Klewing melihat pada salah satu ujung selendang tergurat tiga buah angka. 212!
"Apa hubunganmu dengan Pendekar 212"!" Klewing ajukan pertanyaan.
"Botak tolol! Pertanyaanku tadi belum kau jawab. Malah mengajukan pertanyaan!
Ayo katakan apa yang hendak kau lakukan jika aku tidak pergi dari sini!"
"Nasibmu bakal sama dengan pemuda itu. Aku akan membunuhmu! Malah mungkin
lebih buruk dari kematian!"
"Maksudmu"!" sentak si gadis.
Klewing tertawa lebar. "Kau tahu apa maksudku! Kelak kau akan menyukai dan
minta ampun agar dirimu tidak dibunuh. Karena ingin bersenang-senang lebih
lama!" "Ooo begitu..." Otakmu tolol tapi hatimu keji! Aku menyirap kabar nyawa tujuh
saudaramu digusur para tokoh golongan putih karena kekejian yang sama. Apa kau
ingin cepat-cepat menyusul mereka"!"
"Gadis jahanam! Terima kematianmu!" teriak Klewing. Lalu dia meniup kuat-kuat ke
arah si gadis. Tapi sebelum angin sakti keluar dari mulutnya, gadis berpakaian
Ungu menyergap lebih dahulu seraya kebutkan selendang ungunya.
"Wuuut!"
Klewing kerahkan tenaga dalam dan coba bertahan. Namun sia-sia belaka. Ketika si
gadis kembali gerakkan tangannya, selendang ungu yang jadi senjatanya bukan saja
menghantamkan angin dahsyat tapi sekaligus laksana kepala seekor ular, mematuk
ke muka Klewing. Lembah Akhirat 52
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Mau tak mau si botak kepala kuning ini cepat selamatkan diri dengan melompat ke
samping. Begitu menginjakkan kaki di tanah dia balas menghantam. Tapi saat itu
kaki kiri Pendekar 212 yang tengah mengorok tiba-tiba menyapu ke depan. Tak ampun lagi si
jubah merah ini langsung terjungkal jatuh duduk. Pada saat itulah selendang ungu si
gadis datang menyambar. Leher Klewing masuk dalam jiratan yang membuatnya tak berkutik lagi.
Dia tak berani bergerak apalagi mencoba loloskan diri. Dia maklum sekali si gadis
sentakkan tangannya yang memegang selendang maka tanggallah lehernya!
Siapakah adanya gadis cantik berkepandaian tinggi dan memiliki gerakan serba
cepat ini" Dia bukan lain adalah Anggini, murid tunggal kesayangan Dewa Tuak tokoh
silat yang terkenal dengan kegemarannya menenggak tuak harum dan selalu membawa dua tabung
tuak kemanapun dia pergi.
Dari arah pohon terdengar suara orang menguap panjang disusul suara menggeliat.
Lalu ada suara bertanya. "Eh, enaknya tidurku barusan. Sampai tidak tahu apa
yang terjadi!" Sunyi sesaat, lalu. "Astaga! Anggini, betul engkau yang ada disana itu"!"
"Wiro! Bicara basa-basi kita lupakan dulu! Kau mau aku apakan si botak kepala
kuning ini"!"
Wiro usap-usap matanya lalu berdiri dan cepat melangkah ke samping Anggini.
Sesaat dia usap-usap kepala Klewing lalu menjitaknya dua kali hingga si botak
ini meringis kesakitan. "Wiro, kurasa orang ini membunuhmu bukan hanya karena dendam kesumat
kematian saudara-saudaranya. Tapi juga karena ada yang menyuruh...."
"Eh, bagaimana kau bisa tahu?" tanya Wiro seraya garuk-garuk kepalanya.
"Lihat telapak tangan kanannya!"
Wiro tarik tangan kanan Klewing lalu balikkan telapak tangan si botak itu.
Ternyata keseluruhan telapak tangannya berwarna merah.
"Botak, apa artinya tanda merah ini"!" tanya Pendekar 212.
Klewing berdiam diri, tak mau menjawab.
"Itu tanda bahwa dia adalah anggota komplotan Lembah Akhirat..." menerangkan
Anggini. "Apa kau tidak tahu" Tidak pernah mendengar apa yang tengah terjadi di
dunia persilatan akhir-akhir ini?"
Wiro gelengkan kepala. "Selama ini aku menyembunyikan diri...."
"Menyembunyikan diri" Memangnya kenapa?" tanya Anggini. Sejak tadi dia
sebenarnya sudah heran melihat tindak tanduk Pendekar 212.
"Nanti saja kita bicara," jawab Wiro. Lalu kembali dia mengusap-usap kepala
botak Klewing. Kepada si gadis dia berkata. "Anggini, pinjamkan aku senjata rahasiamu
yang berbentuk paku perak itu!"
"Ah, dia masih ingat senjata rahasiaku. Pertanda dia tidak pernah melupakan
diriku..." membatin si gadis. Dengan cepat Anggini mengeluarkan apa yang
diminta. Selain
selendang ungu maka sejumlah paku perak sepanjang setengah jengkal merupakan
senjata rahasia yang tidak bisa dibuat main dan telah membuat ciut nyali tokoh silat
golongan hitam. Sebatang paku diserahkannya pada Wiro.
Melihat Wiro mengacung-acungkan paku sambil memeriksa mukanya, si botak
kepala kuning jadi merinding juga. "Apa yang hendak kau lakukan"!" tanyanya
dengan suara bergetar.
Lembah Akhirat 53
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Hemm.... Menusuk matamu rasanya kurang sedap," kata Wiro lalu tertawa terbatukbatuk. "Menindis telingamu atau menambah satu lobang lagi di hidungmu rasanya
kurang bagus! Hemm.... Kalau kau anggota satu komplotan dan pimpinan komplotan itu yang
menyuruhmu membunuhku, aku akan melakukan sesuatu lain dari yang lain untuknya!"
Dengan gerakan cepat kemudian Wiro pergunakan paku perak itu untuk menggurat
angka 212 di kening Klewing. Dengan dalamnya dia menggurat hingga tulang kening
si botak ini kelihatan memutih sementara darah mengucur membasahi mukanya.
"Kau kembali pada pimpinanmu! Perlihatkan keningmu dan sampaikan salamku
padanya!" Wiro berpaling pada Anggini, memberi isyarat agar si gadis melepaskan
jiratan selendangnya. "Orang ini hendak membunuhmu, kau melepaskannya begitu saja?" ujar Anggini.
"Aku tidak bodoh! Jika dia gagal membunuhku tentu pimpinannya punya
perhitungan sendiri terhadapnya...."
Tanpa banyak bicara Anggini lepaskan jiratan selendang ungunya dari leher
Klewing. Wiro lantas tendang pant at si botak seraya berkata. "Botak! Lekas minggat dari
tempat ini!"
"Kalian akan menerima pembalasan dariku! Kalian akan menerima pembalasan dari
Datuk Lembah Akhirat!" kata Klewing seraya bangkit berdiri.
"Hemmm...! Itu rupanya gelar pimpinan komplotanmu!" ujar Wiro sambil
menyengir. "Katakan pada Datukmu itu! Akhirat itu tidak ada di lembah! Jika dia
kurang jelas aku nanti akan mendatanginya dan menunjukkan jalan ke Akhirat!"
Klewing mendengus lalu tanpa banyak bicara segera tinggalkan tempat itu.
Anggini berpaling pada Pendekar 212. Dua orang yang telah sangat lama tak pernah
bertemu ini sesaat saling pandang seolah melepas kerinduan. Ternyata itu belum
cukup. Keduanya saling mendekat lalu tenggelam dalam saling rangkul.
"Adikku Anggini, apakah selama ini kau baik-baik saja?" bisik Wiro sambil
membelai belakang kepala gadis murid tunggal Dewa Tuak itu.
"Aku baik-baik saja. Aku gembira bertemu denganmu Wiro." Sepasang mata gadis
ini berkaca-kaca.
"Aku juga..." jawab Wiro lalu ingat bagaimana guru mereka sangat ingin agar
mereka bersatu menjadi sepasang suami istri.
"Apa yang terjadi dengan dirimu Wiro" Ketika kau diserang habis-habisan oleh
orang itu tadi, caramu menghadapinya sungguh aneh...."
Wiro menguap lebar-lebar lalu lepaskan pelukannya.
"Sejak kapan kau mengidap penyakit suka menguap dan jadi pengantuk seperti
ini..." Lalu kau juga kulihat seperti punya ilmu kebal. Tak mempan gebukan. Apa kau
sudah berguru pada orang sakti baru selain Tua Gila dan Sinto Gendeng?"
Wiro tersenyum dan garuk-garuk kepalanya.
"Aku akan ceritakan. Ini semua pekerjaan Si Raja Penidur. Tapi maksudnya baik.
Dia ingin menolongku...."
Wiro lalu tuturkan riwayat dirinya sejak dia menolong Ratu Duyung di Puri
Pelebur Kutuk. "Pengalamanmu sekali ini sungguh luar biasa. Kau bermaksud menolong orang
Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tetapi kena musibah tidak terduga. Menurut perhitunganmu tinggal berapa hari
lagi kau baru bebas dari musibah ini, Wiro?"
Lembah Akhirat 54
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Wiro garuk-garuk kepala. "Kalau aku tidak salah hitung mungkin sekitar tiga
puluh hari. Tapi sekarang aku merasa lebih tenteram. Si Raja Penidur memberikan ilmu
silat orang tidur itu padaku. Juga ada Jubah Kencono Geni di bawah bajuku...."
Anggini tertawa. "Lain kali kalau hendak menolong aku harus lebih berhati-hati
Wiro...." "Ya, ya.... Memang seharusnya begitu!" ujar Pendekar 212. Dalam hati dia
membatin. "Lain sekali sikap Anggini dengan Bidadari Angin Timur atau Bunga. Dia bisa
menerima apa yang telah aku lakukan sebagai satu pertolongan murni, bukan mengandung
maksud apa-apa. Ah.... Kalau saja Bidadari Angin Timur bersifat seperti Anggini....
Saat ini aku melihatnya sikapnya juga lain. Jauh lebih dewasa. Seolah dia tidak ingin lagi
mengingat- ingat soal perjodohan itu...." (Mengenai asal usul pertemuan dan hubungan Wiro
dengan Anggini harap baca serial Wiro Sableng berjudul "Maut Bernyanyi Di Pajajaran"
dan "Keris
Tumbal Wilayuda").
"Anggini, apa yang membawa dirimu sampai tersesat ke tempat ini'?" Wiro ajukan
pertanyaan sambil memegang tangan Anggini dan mengajaknya duduk di tanah.
"Guruku, Dewa Tuak..." jawab Anggini.
Wiro melirik pada selendang ungu yang melingkar di leher si gadis. Pada salah
satu ujung selendang terdapat guratan angka 212. Sekian tahun berlalu ternyata
selendang itu masih ada dan dipeliharanya dengan baik.
"Ada apa dengan Dewa Tuak?" tanya Wiro.
Lama sekali dia tidak pernah kembali ke tempat kediamannya. Kabar pun tidak
pernah kudengar. Aku khawatir terjadi apa-apa dengan dirinya. Di usia setua dia
bisa saja dia jatuh sakit atau bagaimana...."
"Hemmm...." Wiro usap-usap dagunya dan unjukkan wajah sedih. "Kau benar,
terakhir kali aku bertemu dengan gurumu di Pangandaran beberapa waktu lalu. Dia
memang sedang sakit-sakitan...."
Berubahlah paras Anggini. "Apa yang terjadi dengan guruku Wiro" Kau tahu di
mana dia sekarang"!"
"Gurumu itu! Dewa Tuak.... Dia tidak tahu menjaga kesehatan. Akibatnya penyakit
lamanya kambuh kembali! Ah, kasihan dia...!"
"Wiro! Lekas katakan apa yang terjadi dengan Dewa Tuak!" kata Anggini setengah
berteriak. "Gurumu itu jatuh sakit, Anggini. Sakit lama. Sakit asmara...."
"Wiro! Jangan bergurau! Aku...."
"Tenang Anggini," ujar Wiro sambil senyum-senyum membuat si gadis jadi tambah
tak karuan rasa. "Aku bilang tadi gurumu itu kambuh penyakit lamanya. Mungkin
lebih parah dari yang dulu-dulu. Gurumu kambuh penyakit asmaranya. Penyakit jatuh
cinta seri yang ke sekian ratus!"
"Wiro!" Sepasang mata Anggini melotot besar. "Jangan kira aku tidak tega
memukulmu kalau masih terus bergurau!"
"Siapa bergurau! Gurumu Dewa Tuak itu memang sedang sakit jatuh cinta pada
seorang nenek yang pernah jadi kekasihnya di masa muda. Mereka bertemu di
Pangandaran. Sama-sama bertempur melawan para tokoh golongan hitam. Kau tahu
sendiri apa akibat pertemuan itu. Segala yang terjadi di masa muda seolah muncul dan
mereka Lembah Akhirat 55
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
rasakan kembali. Kakek dan nenek itu sama-sama jatuh sakit. Tapi sakit enak
bahagia! Sakit asmara alias sakit cinta! Ha... ha... ha!"
Wiro tertawa gelak-gelak. Anggini banting-bantingkan kaki dan menjotos dada
Pendekar 212 beberapa kali saking gemasnya. Untung saja saat itu Wiro terlindung
oleh jubah sakti Kencono Geni. Kalau tidak pukulan-pukulan yang cukup keras itu bisa
menciderainya. "Siapa nenek kekasih guruku itu?" tanya Anggini akhirnya.
"Seorang nenek cantik dikenal dengan julukan Iblis Muda Ratu Pesolek atau Iblis
Putih Ratu Pesolek..."
Anggini menarik nafas lega. "Aku pernah mendengar tentang perempuan itu.
Guruku sendiri yang menuturkan riwayat mereka. Kalau dia kini memang sedang
tergila- gila lagi dengan si nenek aku bisa merasa lega. Aku hanya khawatir terjadi apaapa dengan dirinya. Kau tahu rimba persilatan di tanah Jawa ini semakin macam-macam.
Berbagai kejadian aneh muncul dan semuanya berakhir dalam bayang-bayang maut. Kau pernah
mendengar tentang Kitab Wasiat Malaikat yang kini dicari oleh para tokoh?"
"Selama ini keadaanku membuat aku terpaksa seperti menyembunyikan diri. Aku
buta segala apa yang terjadi di luaran.... Apa yang kau ketahui tentang Kitab
Wasiat Malaikat itu?"
"Kabarnya kitab itu adalah raja diraja segala kitab sakti. Hanya para tokoh
silat golongan putih yang akan berjodoh. Konon kitab itu kini berada di tangan seorang
Datuk yang bermarkas di Lembah Akhirat. Sang Datuk akan menyerahkan kitab itu pada
seseorang tokoh golongan putih yang dianggapnya cocok untuk menerima. Namun apa
yang terjadi selama ini beberapa tokoh silat golongan putih lenyap secara aneh.
Kalau mati mayatnya tak pernah ditemui apalagi kuburnya.... Aku khawatir guruku Dewa Tuak
terpikat akan berita itu lalu berusaha mendapatkan Kitab Wasiat Malaikat."
"Kau sendiri apakah berniat ingin mendapatkannya?"
Anggini menggeleng. "Bagaimana dengan kau?" balik bertanya si gadis.
"Banyak masalah besar masih mengerubungi diriku. Bagaimana mungkin aku
memikirkan segala macam kitab..." Wiro hendak menceritakan tentang Kitab Putih
Wasiat Dewa yang saat itu disimpannya di balik bajunya. Tapi akhirnya dia memutuskan
lebih baik tidak mengatakan hal itu pada si gadis.
"Wiro, kita harus meninggalkan tempat ini," kata Anggini seraya berdiri.
"Ya, aku akan ikut ke mana kau pergi," jawab Wiro seraya ulurkan tangannya.
Anggini memegang tangan Wiro lalu membantu sang pendekar bangkit berdiri.
"Uaahhhh!" Wiro menguap.
"Hemm.... Penyakit tidurmu kambuh lagi! Kau mau tidur dulu atau mau pergi
bersamaku atau bagaimana..." Kalau mau tidur silahkan saja. Aku tak bakal
menungguimu!"
ujar Anggini menggoda.
Wiro cepat tutup mulutnya dengan tangan kanan. "Uahhh! Aku memilih ikut
bersamamu! Biar aku tidur sambil jalan saja!"
* * * Lembah Akhirat 56
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ EMPAT BELAS iga pasang mata memandang Klewing dengan membeliak pertanda membersitkan
kemarahan. Orang nomor tiga dari Delapan Tokoh Kembar itu merasa jantungnya
Tberdebar keras dan tengkuknya menjadi dingin. Berulangkali dia mengusap
kepalanya yang botak keringatan.
"Ikuti kami!" kata Pengiring Mayat Muka Hitam. Lalu dia memberi isyarat pada dua
temannya si muka merah dan muka hijau.
Klewing melangkah mengikuti ketiga orang itu. Dia sudah maklum mau dibawa ke
sana. Di hadapan sebuah bangunan batu Klewing disuruh menunggu dijaga oleh
Pengiring Mayat Muka Hijau dan Muka Merah.
Tak lama kemudian si muka hitam keluar kembali. Di belakangnya mengikuti Datuk
Lembah Akhirat yang hanya mengenakan sehelai celana kolor hitam gombrong. Di
belakang penguasa Lembah Akhirat ini kelihatan seorang perempuan muda bertubuh sangat
gemuk yang nyaris tidak mengenakan apa-apa. Klewing mengenali perempuan gemuk itu
bukanlah Yuyulentik yang dulu pernah dilihatnya. Datuk Lembah Akhirat membisikkan sesuatu
pada perempuan itu. Si gemuk ini kemudian masuk ke dalam.
Sepasang mata Datuk Lembah Akhirat pandangi tampang Klewing. Tampaknya dia
tenang-tenang saja, tak ada bayangan kemarahan. Malah menyeringai. Suaranya pun
menegur dengan halus.
"Jadi kau gagal membunuh Pendekar 212 Wiro Sableng..."!"
"Maafkan diriku Datuk..." jawab Klewing tak berani menatap tampang Datuk Lembah
Akhirat. "Kau malah diberinya hadiah tiga guratan angka di kening! Sungguh memalukan!
Tak pernah kejadian anggota komplotan Lembah Akhirat mengalami penghinaan
seperti ini!" "Aku motion maafmu Datuk. Aku sebenarnya hampir dapat membunuhnya. Namun
tiba-tiba muncul seorang perempuan muda berkepandaian tinggi menolong Pendekar
212!" Datuk Lembah Akhirat tertawa bergelak. "Kau tidak mampu membunuh Pendekar
212. Kau juga tidak sanggup mengalahkan lawan yang hanya seorang perempuan muda.
Kau tahu nasib apa yang bakal menimpamu Klewing"!"
"Aku mengerti telah berbuat kesalahan besar Datuk! Beri kesempatan padaku sekali
lagi...!" "Kesempatan hanya sekali seumur hidup. Tak mampu mempergunakan kesempatan
maka malapetaka besar akan menimpa dirimu!"
"Datuk.... Aku bersedia dihukum dan dibatalkan jadi anggota komplotan Lembah
Akhirat...."
"Hukumanmu tidak seringan itu, anjing kurap kepala kuning!" Kemarahan Datuk
Lembah Akhirat akhirnya meledak. Dia berpaling pada Pengiring Mayat Muka Hitam
lalu anggukkan kepala. Si muka hitam menoleh pada kawannya si muka merah.
"Lekas panggil Dewa Sedih, bawa ke sini! Dia harus menyaksikan pelaksanaan
hukuman agar tidak berbuat kesalahan yang sama!"
Pengiring Mayat Muka Merah segera tinggalkan tempat itu.
Lembah Akhirat 57
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Datuk, apa yang hendak kau lakukan"!" tanya Klewing dengan muka pucat dan
suara bergetar.
"Plaakkk!"
Satu tamparan melanda pipi kiri Klewing hingga kepalanya hampir melintir. Yang
menampar adalah Pengiring Mayat Muka Hijau.
"Sekali lagi kau berani membuka mulut tanpa ditanya kuhancurkan kepala botakmu!"
ancam si muka hijau.
Tak lama kemudian Pengiring Mayat Muka Merah muncul bersama seorang kakek
berkulit hitam, berpakaian selempang kain putih. Rambutnya yang putih digulung
di atas kepala. Alis matanya yang hitam menjulai ke bawah. Tampangnya menunjukkan
kesedihan mendalam. Dari hidung dan mulutnya keluar suara sesenggukan seperti hendak
menangis. "Dewa Sedih! Sebentar lagi kau akan melihat pelaksanaan hukuman! Ini agar kau
sadar bahwa kejadian serupa bisa terjadi pada dirimu jika kau berbuat kesalahan
atau tidak sanggup menjalankan perintah...."
Dewa Sedih langsung keluarkan suara menangis. Dia meratap. "Aku melihat langit,
aku melihat lembah. Aku melihat setumpuk debu berwarna merah. Malangnya nasib
manusia...."
Datuk Lembah Akhirat menyeringai. Dalam hati dia membatin. "Orang tua sakti ini
sudah mengetahui apa yang bakal terjadi...."
Klewing sendiri semakin pucat mukanya. Kalau tidak bersandar ke dinding batu
mungkin kedua lututnya sudah terkulai roboh!
"Pengiring Mayat Muka Merah!" tiba-tiba Datuk Lembah Akhirat berkata. "Manusia
ini berada di bawah pengawasanmu. Selesaikan dia!"
"Datuk!" jerit Klewing seraya hendak menjatuhkan diri minta ampun pada Datuk
Lembah Akhirat. Namun lehernya keburu dicekal oleh Pengiring Mayat Muka Merah.
Dalam takut yang amat sangat, Klewing menjadi nekad. Sebelum dijatuhi hukuman
yang pasti hukuman mati dia harus dapat membunuh salah seorang yang ada di
hadapannya. Dia memilih sang Datuk. Mulutnya terbuka. Dia lalu meniup ke arah
Datuk Lembah Akhirat. Satu gelombang angin menderu laksana air bah. Namun setengah
jalan se- rangan itu menjadi buyar. Dewa Sedih meraung keras. Tangan kanannya dipukulkan.
Gelombang angin serangan Klewing terdorong ke samping lalu buyar berantakan!
Datuk Lembah Akhirat tertawa gelak-gelak. Dia melangkah mendekati Dewa sedih
lalu menepuk bahu orang tua ini berulang-ulang seraya berkata. "Kau anak buahku
yang hebat! Terima kasih kau telah menolongku dari serangan si botak gila itu!"
Sebagai jawaban Dewa Sedih tutupi wajahnya dengan kedua tangan lalu menangis
keras. Telapak tangan kanannya tampak berwarna hitam. Pertanda bahwa dia berada
di bawah pengawasan Pengiring Mayat Muka Hitam.
"Pengiring Mayat Muka Merah, kau tunggu apa lagi" Selesaikan dia!" Yang bicara
adalah Pengiring Mayat Muka Hitam.
Mendengar ucapan itu si muka merah cekal leher Klewing kuat-kuat lalu
membantingkannya ke tanah. Klewing merasa sekujur tubuhnya hancur luluh.
Terhuyung- huyung dia bangkit berdiri. Namun dalam keadaan setengah tegak setengah duduk
Pengiring Mayat Muka Merah hantamkan tangan kanannya ke arah si botak.
Lembah Akhirat 58
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Selarik sinar merah bertabur. Jeritan Klewing terdengar mengenaskan. Tubuhnya
lenyap dalam buntalan api berwarna merah. Sesaat kemudian tubuh itu telah
berubah menjadi seonggok debu berwarna merah.
"Aku melihat langit! Aku melihat lembah! Aku melihat setumpuk debu berwarna
merah. Malangnya nasib manusia! Hik... hik... hik!" Ratap tangis Dewa Sedih si
kakek sakti aneh semakin menjadi-jadi.
Pengiring Mayat Muka Merah memanggil dua orang pengawal. Mereka
diperintahkan membersihkan debu merah dan membuangnya ke selatan lembah.
"Dewa Sedih, sobat besarku!" Datuk Lembah Akhirat berkata. "Aku sudah
memikirkan satu kedudukan tinggi bagimu. Namun sebelum hal itu aku berikan, kau
kini ketambahan satu tugas baru...."
"Hik... hik.... Aku melihat langit. Aku melihat lembah. Aku melihat darah...."
Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagus, kalau kau bisa melihat darah berarti kau akan sanggup menjalankan
tugas!" "Hik... hik.... Sebutkan tugas itu Datuk. Tanganku sudah gatal untuk
melakukannya..." kata Dewa Sedih pula sambil mengusut air matanya.
"Cari Pendekar 212 sampai dapat! Bunuh dan sebarkan berita bahwa yang
membunuhnya adalah Iblis Putih Ratu Pesolek karena pemuda itu tak mau melayani
dirinya!" Tangis Dewa Sedih terhenti sesaat. "Aku melihat langit. Aku melihat bumi. Aku
melihat manusia mati berkaparan. Hik... hik... hik...."
"Kalau tugasmu itu kau laksanakan dengan baik. Kau lekas kembali menemuiku. Satu
tugas lagi akan kuberikan padamu. Setelah itu kau akan kuberikan kedudukan
tinggi yang aku janjikan...."
"Hik... hik.... Aku melihat langit, aku melihat lembah. Aku melihat kitab.
Hik... hik... hik! Kitab Wasiat Malaikat! Datuk, apakah aku akan mendapatkan kitab sakti itu
sesuai janjimu?" Dewa Sedih bertanya sesenggukan.
Datuk Lembah Akhirat tersenyum. "Kalau kau memang berjodoh dengan Kitab
Wasiat Malaikat, kitab itu pasti akan menjadi milikmu!"
Sang Datuk lalu memberi isyarat pada Pengiring Mayat Muka Hitam. "Antarkan dia
ke tempatnya kembali. Berikan makan enak...."
"Datuk, apakah aku boleh minta sesuatu...?" tiba-tiba Dewa Sedih ajukan
pertanyaan. "Hem.... Katakan saja. Jika memang pantas pasti akan kuberikan..."
"Selama dua bulan di tempat ini aku tak pernah melihat perempuan. Aku melihat
langit, aku melihat lembah! Tapi tidak melihat perempuan! Hik... hik... hik.
Sebelum pergi aku ingin diri tua ini tidur dikeloni perempuan. Tak perlu gadis atau yang masih
muda. Hik... hik... hik! Nenek-nenek pun jadilah!"
Datuk Lembah Akhirat tertawa gelak-gelak. Tiga wakilnya ikut-ikutan tertawa.
"Dewa Sedih, sekalipun aku berikan perempuan kau mau berbuat apa"!" ujar sang
Datuk. "Apa kau lupa bahwa kau saat ini berada dalam keadaan dikebiri" Barangmu
telah kuambil dan kutitipkan pada wakilku Pengiring Mayat Muka Hitam!"
Dewa sedih unjukkan wajah bengong. Lalu tangannya meraba ke bawah perut. Dia
tidak merasakan apa-apa. Langsung saja si kakek menangis menggerung-gerung.
* * * Lembah Akhirat 59
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
TAMAT Episode berikutnya :
PEDANG NAGA SAKTI 212
Hak cipta dan copy right milik Alm. Bastian Tito
Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen Kehakiman Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek dibawah nomor 004245
"Mengenang Alm. Bastian Tito"
Pengarang Wiro Sableng
Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Komentar dan saran : samademail@gmail.com
IM : samchatacc@yahoo.com
atau Kaskus thread No. 414999
Lembah Akhirat 60
Kumbang Hitam Dari Neraka 2 Pedang Kayu Cendana Karya Gan K H Kesatria Baju Putih 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama