Ceritasilat Novel Online

Lembah Akhirat 2

Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat Bagian 2


itu Puti Andini jatuh pingsan. Sika Sure Jelantik kemudian meneruskan perjalanan
dengan agak menyesal karena dia tidak sempat mengetahui siapa nama gadis itu.
Malam berlalu merayap. Menjelang pagi sekelompok babi hutan muncul di tempat
Puti Andini tergeletak. Selagi binatang-binatang ini mengendus-endus tubuh si
gadis tiba- tiba muncul tiga ekor anjing hutan, rata-rata bertubuh besar dan sedang
kelaparan. Semula
mereka hendak memangsa kawanan babi hutan tadi. Namun karena babi-babi itu
melarikan diri maka kini sosok Puti Andini yang jadi sasaran.
Tiga anjing hutan melolong panjang dapatkan mangsa segar itu. Mata mereka
berkilat merah, lidah terjulur dan gigi-gigi besar runcing mencuat di mulut yang terbuka.
Salah seekor dari mereka yaitu anjing hutan betina yang paling besar dan sedang
hamil serta paling lapar langsung melompati tubuh Puti Andini. Moncongnya
menyambar ke arah pergelangan kaki gadis ini. Siap untuk ditarik dan digeragot putus!
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar derap kaki kuda mendatangi. Lalu "Crasss!"
Leher anjing hutan betina yang hendak memangsa kaki Puti Andini putus. Kepalanya
menggelinding. Darah muncrat dan tubuhnya terbanting roboh melejang-lejang.
Dua anjing lainnya menyalak keras. Lalu mengejar kuda dan penunggangnya yang
barusan menebas batang leher teman mereka. Sadar kalau dua anjing besar itu bisa
mencelakai kudanya maka si penunggang ketika melewati sebatang pohon melompat ke
atas. Sesaat dia bergelantungan berputar-putar pada cabang pohon itu. Ketika dua
ekor anjing mendatangi dia cepat melayang turun dan hunus pedangnya yang masih basah
oleh darah. Orang ini ternyata adalah seorang pemuda bertampang keren berkulit sawo
matang, mengenakan pakaian hijau terbuat dari beludru bagus sekali. Potongan tubuhnya
yang kekar menambah kejantanannya. Di telinga kanannya mencantel sebuah anting-anting
kecil terbuat dari emas.
Anjing di sebelah kanan menyerang lebih dahulu. Dia menunggu sampai binatang itu
sampai dekat sekali di depannya baru dia menggerakkan tangan yang memegang
pedang. "Craaasss!"
Anjing besar melolong panjang menggidikkan. Isi perutnya berbusaian dari luka
besar yang merobek tubuhnya sebelah bawah.
Anjing ketiga seperti kesetanan menggembor keras lalu melompati pemuda
beranting-anting emas itu. Yang satu ini ternyata memiliki gerakan cepat luar
biasa. Sekali melompat dua kaki depannya telah berada di depan dada si pemuda, siap untuk
merobek. Tidak sempat mempergunakan pedangnya karena jarak terlalu pendek, pemuda itu
cepat melompat ke samping. Dari samping baru dia tebaskan pedangnya.
"Crasss... crasss!"
Dua kaki depan anjing besar tertebas putus. Binatang ini roboh ke tanah.
Berguling- guling dan terkaing-kaing lalu tersaruk-saruk dengan dua kaki depan buntung dia
melarikan diri dalam kegelapan malam menjelang pagi.
Lembah Akhirat 21
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Setelah membersihkan pedangnya yang berlumuran darah lalu memasukkannya ke
dalam sarung pemuda ini cepat melangkah menghampiri sosok Puti Andini yang masih
terbujur di tanah.
* * * Ketika dia siuman, Puti Andini dapatkan dirinya terbaring di atas sebuah jaring
yang terbuat dari akar-akar panjang pepohonan hutan. Memandang berkeliling ternyata
dia berada di antara dua cabang pohon tinggi. Gadis ini merasa gamang ketika dia
melihat ke bawah."Bagaimana aku tahu-tahu berada di sini...?" pikir Puti Andini. "Apa ada
hantu hutan membawaku ke sini" Bagaimana caranya aku turun ke bawah.... Ah, sungguh aneh!
Seingatku si nenek berkuku panjang itu katanya hendak memberikan satu ilmu
padaku. Dia menyuruh aku memejamkan mata. Lalu ada rasa sakit luar biasa. Setelah itu aku
tidak tahu apa-apa lagi. Dan sekarang aku berada di sini! Apa dia yang melakukan" Gila!
Mengapa susah-susah sampai meletakkan aku di atas pohon seperti ini"!" Puti Andini
memeriksa keadaan dirinya. Pakaian merahnya kotor tapi tubuhnya tak kurang suatu apa.
Memandang berkeliling dia dapatkan saat itu hari masih sangat pagi. Di sekelilingnya
terdengar suara
kicauan burung. Gadis ini menarik nafas dalam dan tubuhnya terasa segar. Namun
sesaat kemudian kembali dia merasa gelisah. Dia mulai berpikir bagaimana caranya agar
bisa turun dari pohon yang tinggi itu.
Dalam keadaan seperti itu tiba-tiba di antara kelebatan semak belukar di
bawahnya dia melihat ada seorang berpakaian hijau bergerak cepat. Dalam waktu singkat dia
sudah berada di bawah pohon di mana Puti Andini berada. Belum sempat si gadis
memperkirakan siapa adanya orang itu tiba-tiba si baju hijau ini dengan kecekatan luar biasa
memanjat pohon tinggi itu. Di lain saat tahu-tahu dia sudah berada di atas pohon di dekat
jaring di mana Puti Andini berada. Di tangan kanannya ada sesuatu dibungkus dengan daun
pisang. Di pinggangnya tergantung sebilah pedang.
Si pemuda tidak menyangka kalau gadis di atas pohon itu sudah bangun dan
sadarkan diri. Sesaat sepasang matanya yang hitam menatap. Dua pasang mata mudamudi ini saling bertemu pandang. Dua hati saling bergetar.
Melihat yang muncul di hadapannya adalah seorang pemuda gagah berpakaian
bagus kejut dan rasa khawatir Puti Andini menjadi hilang. Ingin sekali dia
mengetahui siapa
adanya pemuda yang sangat pandai memanjat pohon ini. Namun dia memilih bersikap
menunggu. "Aku gembira melihat kau sudah bangun..." si pemuda membuka pembicaraan.
"Bangun" Apakah sebelumnya aku ini tidur atau pingsan?" bertanya Puti Andini.
"Terserah kau mau menyebutkan apa. Pingsan boleh tidur juga boleh. Tapi tidurmu
lama sekali. Aku menemuimu pagi buta hari kemarin. Kau baru terbangun pagi ini.
Tentu tidurmu lelap dan enak sekali. Apakah dihiasi dengan mimpi-mimpi indah?"
Ucapan si pemuda membuat Puti Andini tertawa lebar, rasa senangnya terhadap
pemuda ini segera timbul. "Aku ingat betul. Waktu aku pingsan aku pasti
tergeletak di tanah di satu tempat. Bagaimana tahu-tahu berada di sini" Apa kau yang membawa
aku ke Lembah Akhirat 22
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
atas sini" Kalau benar perlu apa susah-susah melakukannya" Sampai membuat jaring
ketiduran dari akar pohon segala?"
"Wah pertanyaanmu cukup panjang. Aku akan jawab satu persatu. Biar aku bercerita
sedikit..." jawab si pemuda pula. "Aku menemuimu tergeletak di tengah jalan tak
jauh dari hutan ketika sekelompok anjing hutan, siap memangsamu...."
"Apa"!" Dua mata Puti Andini terbelalak. Tengkuknya terasa dingin.
Si pemuda melanjutkan. "Saat aku memeriksa dirimu aku agak sulit menduga apa
yang menyebabkan dirimu pingsan dan berada di tempat itu. Lalu tubuhmu kunaikkan
ke atas pohon...."
"Eh, bagaimana caranya?" tanya Puti Andini heran.
"Tentu saja kupanggul di bahu. Apa kau kira kubembeng rambutmu yang bagus
itu?" Puti Andini tertawa. "Aku melihat kau tadi cekatan sekali naik memanjat
pohon. Dari mana kau belajar?"
"Kami orang-orang pulau rata-rata memiliki kepandaian memanjat pohon sejak
kecil," jawab si pemuda.
"Kau orang pulau" Sekitar sini tak ada pulau..."
"Ah, maksudku.... Aku memang bukan orang sini. Aku.... Ah, tentang asal usulku
sudahlah. Tak perlu dibicarakan."
"Namaku Puti Andini. Siapa namamu?"
"Hemmm.... Aku...." Pemuda itu hendak menjawab memberitahu siapa dirinya
sebenarnya tapi cepat membatalkan. Setelah berpikir sejenak dia berkata.
"Panggil saja aku
Panji...."
"Namamu cuma satu kata" Pendek amat!" kata Puti Andini pula. Si pemuda cuma
tertawa mendengar kata-kata itu.
"Sekarang apakah kau tidak akan menurunkan aku dari atas pohon ini?" bertanya si
gadis. "Tentu saja. Tapi aku tahu kau lapar. Aku membawa sesuatu untukmu sekedar
pengisi perut. Makanlah." Pemuda yang mengaku bernama Panji itu menyerahkan
bungkusan daun pisang pada Puti Andini. Ketika dibuka isinya ternyata dua potong
besar singkong rebus.
"Kau curi dari mana singkong ini?" tanya Puti Andini.
"Aku tidak mencurinya. Aku minta pada seorang penduduk desa pagi buta tadi.
Desanya cukup jauh dari sini."
"Terima kasih. Aku memang sangat lapar. Kau mau sepotong?"
"Tadi ada tiga potong. Aku sudah makan satu potong," jawab Panji.
Sambil makan Puti Andini terus mengajak pemuda itu bicara. "Aku lihat kau
mengenakan pakaian sangat bagus. Kalau kau bukannya anak orang kaya atau turunan
bangsawan, pasti kau..."
"Aku seorang pemuda biasa saja..." memotong Panji.
"Aku tidak percaya! Aku lihat kau juga mengenakan anting emas di telinga
kananmu" Bagiku terasa aneh kalau laki-laki pakai anting segala. Apa kau banci"
Hik... hik... hik!" "Banci" Apa artinya itu?" tanya Panji.
Lembah Akhirat 23
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Makin keras tawa Puti Andini. "Banci artinya lelaki yang bersifat seperti
perempuan. Bicara seperti perempuan, berdandan seperti perempuan...."
"Apa aku bicara seperti perempuan?"
"Tidak, tapi kau berdandan seperti perempuan!" jawab Puti Andini lalu tertawa
lagi. "Kalau kuberikan anting emas ini padamu apa kau mau memakainya?" tanya Panji.
"Buat apa" Kalau kupakai bisa lebih gawat lagi?"
"Gawat" Kenapa gawat?"
"Mana ada perempuan pakai anting cuma se-belah!" Gelak Puti Andini semakin
keras. Panji akhirnya ikut-ikutan tertawa.
"Aku sudah menghabiskan dua potong singkong rebus yang kau berikan. Terima
kasih. Sekarang saatnya kau menurunkan aku dari atas pohon ini."
"Bersabarlah barang sebentar. Aku ingin tahu ceritanya mengapa kau sampai
kutemukan menggeletak di tengah jalan. Apa yang terjadi dengan dirimu dan apa
yang kau lakukan di tempat itu?"
"Aku kesasar lalu...."
"Aku tahu kau berdusta. Tapi teruskan bicaramu," kata Panji pula.
Puti Andini tercekat lalu tersenyum. "Baik, akan kuceritakan yang sebenarnya."
Lalu gadis ini memberi tahu ihwal sampai dia berada di tempat Panji menemukan dan
menolongnya. Dia tidak menuturkan seperti apa yang dikatakan pada Sika Sure
Jelantik. Tidak ada cerita tentang ibunya yang sakit. Pada Panji dikatakannya bahwa dia
tengah mencari sebuah batu hitam yang berada di dasar Telaga Gajahmungkur."
"Untuk apa gunanya batu itu bagimu?" tanya Panji agak heran.
"Aku tak bisa mengatakannya. Tapi batu itu sangat berarti bagiku. Bagaimanapun
aku harus mendapatkannya...."
"Selama tinggal di pulau, sejak kecil aku sering menyelam sampai ke dasar laut
sekitar pulau. Kalau kau suka aku bersedia membantumu mencari batu itu....".
"Terima kasih, aku harus mendapatkannya sendiri tanpa bantuan siapa-siapa,"
jawab murid Sabai Nan Rancak itu. Lalu dia bertanya. "Sekarang kurasa sudah saatnya
kau menurunkan aku dari atas pohon ini."
"Kalau itu pintamu, aku tidak akan menolak," jawab Panji. "naiklah ke
punggungku, lingkarkan kedua tanganmu di leherku."
"Hemmmm...." Si gadis bergumam. "Apa tak ada cara lain untuk turun dari sini?"
tanyanya dengan wajah sedikit kemerahan.
"Ada satu cara lain. Malah lebih cepat!"
"Katakan padaku!"
"Langsung terjun melompat ke bawah sana!" jawab Panji.
Puti Andini menggigit bibirnya. Dia memandang ke bawah. Saat itu dia berada di
ketinggian hampir tujuh tombak. Sulit baginya untuk melihat bagian tanah yang
datar karena tertutup semak belukar lebat. Selain itu tak ada bagian yang lowong untuk
dijadikan arah lompatan. "Apa boleh buat. Aku terpaksa mengikuti caramu!" kata si gadis akhirnya.
Panji tertawa lebar. Dia menginjakkan kakinya di atas jaring lalu tegak
membelakangi Puti Andini. Kembali kebimbangan mempengaruhi gadis ini. Namun akhirnya dia
Lembah Akhirat 24
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
lingkarkan juga kedua tangannya di leher Panji. Tubuhnya dirapatkan ke punggung
si pemuda. "Lingkarkan kedua kakimu ke depan perutku," kata Panji.
"Tadi tidak ada kau sebutkan begitu!" tukas si gadis yang jadi jengah.
"Terserah! Aku cuma khawatir peganganmu di leherku mengendur karena gamang."
Mau tak mau Puti Andini lakukan juga apa yang dikatakan pemuda itu. Kedua
kakinya digelungkan ke tubuh Panji hingga kini badannya menempel erat di badan
si pemuda. Panji membuat gerakan mengayun di atas jaring akar pohon. Pada ayunan yang ke
lima tubuhnya melesat tinggi ke udara.
"Hai! Aku minta diturunkan bukan dibawa ke atas!" teriak Puti Andini.


Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lihat saja! Aku tidak punya kemampuan terbang ke udara!" jawab Panji lalu
tertawa bergelak. Sesaat kemudian ketika tubuhnya turun dia menyambar batang pohon
terdekat. Pada cabang pohon ini dia membuat satu kali putaran memaksa Puti Andini pejamkan
mata karena gamang. Dari cabang ini Panji lalu melayang turun lagi ke bawah. Di satu
tempat dia kembali berpegangan ke cabang pohon. Berputar satu kali dan melesat ke bawah.
Hal ini dilakukannya sampai beberapa kali hingga akhirnya dia menjejakkan kakinya di
tanah. Menyangka saat itu dirinya masih diajak melayang di udara Puti Andini masih saja
terus merangkul leher Panji dan menggelungkan kakinya di pinggang si pemuda.
"Puti Andini, kita sudah turun di tanah. Mengapa kau masih merangkuli tubuhku?"
Terkejut bukan main si gadis mendengar kata-kata itu. Dengan muka merah dia
lepaskan rangkulannya dan melompat turun! Panji membalik dan tertawa polos,
membuat Puti Andini semakin jengah. Buru-buru gadis ini berkata. "Terima kasih atas
semua pertolonganmu. Aku berharap satu ketika bisa membalas semua budi baikmu. Aku harus
pergi sekarang...."
"Kau, apakah aku tidak boleh mengantarkanmu ke telaga tempat kau mencari batu
hitam itu?"
"Terima kasih. Aku bisa pergi sendiri. Hemmm.... Kalau aku boleh tahu kau
sendiri akan menuju ke mana?"
"Aku akan mencari seorang sahabat. Seorang kakek bermuka cekung bernama Wiro
Sableng...."
Terkejutlah Puti Andini mendengar ucapan pemuda itu "Seorang kakek bermuka
cekung bernama Wiro Sableng"!"
"Benar. Kau kenal padanya?"
Puti Andini tertawa gelak-gelak.
"Eh, kenapa kau tertawa. Apa yang lucu?" tanya Panji keheranan.
"Manusia bernama Wiro Sableng itu bukan seorang tua bangka bermuka cekung.
Tapi seorang pemuda yang usianya kurasa sedikit lebih tua darimu!"
"Aneh, dia sendiri yang menyebutkan namanya begitu sewaktu dulu meninggalkan
pulau tempat kediamanku," kata Panji pula. (Seperti dituturkan dalam Episode I
berjudul Tua Gila Dari Andalas, sewaktu hendak meninggalkan pulau Kerajaan Sipatoka,
ketika ditanya namanya Tua Gila enak saja mengatakan namanya Wiro Sableng).
Dari balik baju beludru hijaunya Panji mengeluarkan dua buah benda. Yang pertama
sehelai sapu tangan besar berwarna merah. Yang lain adalah sehelai kumis palsu.
"Aku menemukan dua benda ini dekat tubuhmu tergolek. Mungkin milikmu?"
Lembah Akhirat 25
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Puti Andini segera mengenali kain penutup kepala merah dan kumis palsunya itu.
Cepat kedua benda itu diambilnya.
"Aku pergi sekarang!" kata Puti Andini sambil terus tertawa cekikikan.
"Hail Tunggu dulu! Ada yang hendak aku tanyakan!" seru Panji. Namun saat itu
Puti Andini telah lenyap di balik kerapatan semak belukar.
* * * Lembah Akhirat 26
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ TUJUH elaki separuh baya berjubah merah itu hentikan larinya di tepi lembah. Memandang
ke bawah dia hanya melihat kerimbunan pepohonan, mendengar suara kicau burung.
LDia mengusap kepalanya yang botak beberapa kali. Kepala itu keringatan, dicat
kuning dan ada tulisan angka 3 berwarna hitam.
"Apa betul ini yang dinamakan Lembah Akhirat" Subur, sunyi sama sekali tidak
membayangkan keangkeran...." Si botak membatin. Dia memandang berkeliling.
Menarik nafas dalam. "Di mana aku harus mencari sang datuk penguasa lembah yang begini
luas.... Kalau aku bergerak terus menuju ke utara, pasti akan mencapai pusat lembah.
Mungkin di sana letak markas Datuk Lembah Akhirat...." Setelah diam beberapa lama akhirnya
orang ini melangkahkan kaki. Namun baru berjalan tiga langkah tiba-tiba terdengar suara
suitan keras di sebelah timur. Suitan ini mendapat sambutan dari arah barat. Suitan ketiga
datang dan sebelah utara. Pada saat itulah melesat tiga benda bulat mengeluarkan suara
mengaung. Masing-masing benda ditancapi sebentuk tongkat terbuat dari bambu. Benda-benda
aneh ini melesat dari tiga jurusan yaitu samping kiri kanan dan dari sebelah depan!
Begitu tiga benda menancap di tanah tersurutlah lelaki berkepala botak.
Tampangnya menjadi pucat. Tiga benda di atas tongkat bambu dan menancap di tanah itu
ternyata adalah
tiga buah tengkorak manusia. Masing-masing berwarna hitam, merah dan hijau!
Untuk sesaat lamanya si botak berjubah merah hanya tegak laksana patung, tak berani
bergerak. Hanya sepasang matanya memandang melotot melirik ke kiri dan ke kanan. Kepalanya
yang botak kuning terasa dingin keringatan.
Orang ini tidak menunggu lama. Mendadak ada tiga bayangan berkelebat dan tahutahu tiga sosok aneh sudah mengurungnya. Di hadapannya kini ada tiga orang
lelaki berwajah hitam, merah dan hijau. Rambut mereka juga sama dengan warna muka
mereka. Selain itu ketiganya mengenakan pakaian berbentuk jubah dengan warna sama
seperti warna wajah masing-masing. Tiga orang ini membawa tombak yang pada bagian
tengahnya ditancapi sebuah tengkorak manusia berwarna hijau, hitam dan merah.
"Sebutkan nama dan gelar!" Orang berwajah merah membentak.
"Katakan keperluan!" Si muka hitam menghardik.
"Beritahu datang membawa apa!" Yang muka hijau menimpali.
Si botak kepala kuning jadi tergagau kecut. Mukanya sepucat kain kafan ketika
tiga ujung tombak yang jelas mengandung racun disorongkan dekat sekali ke lehernya.
"Namaku Klewing. Aku tidak bergelar tapi dikenal sebagai orang nomor tiga dari
Delapan Tokoh Kembar. Keperluanku kemari untuk menghadap Datuk Lembah Akhirat.
Aku datang membawa satu keping emas."
"Perlihatkan emas itu!" perintah si muka hijau.
Si botak mengeruk saku jubah merahnya. Ketika tangannya dikeluarkan dia telah
menggenggam satu kepingan emas sebesar ujung jari kelingking. Emas ini
dipegangnya erat-erat, takut diambil tiga orang di hadapannya.
Tiga orang yang mukanya berwarna saling pandang melempar isyarat.
"Ikuti kami!" kata yang bermuka merah.
Lembah Akhirat 27
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Tokoh Kembar nomor 3 masukkan kepingan emas ke dalam saku jubahnya kembali
lalu melangkah mengikuti tiga orang yang sudah dapat dipastikannya sebagai para
pengawal atau penjaga kawasan Lembah Akhirat.
Si jubah merah ini dibawa menuju pusat lembah. Sepanjang jalan dia menyaksikan
pemandangan yang aneh. Di mana-mana dia melihat tebaran debu tebal berwarna
hitam, merah atau hitam di tanah, Klewing tak dapat menduga debu apa adanya itu. Makin
jauh ke pusat lembah semakin banyak tumpukan pasir berwarna itu ditemuinya. Walau dia
ingin sekali mengetahui namun Klewing tak berani ajukan pertanyaan pada tiga orang
yang berada di dekatnya.
"Aneh, semula aku menduga Lembah Akhirat adalah lembah maha menyeramkan.
Tapi ternyata keadaannya biasa-biasa saja. Atau mungkin dibalik semua keanehan
ini ada sesuatu yang mengerikan...?" Klewing terus berjalan mengikuti tiga orang itu.
Di samping sebuah pohon besar yang dilingkari semak belukar sangat lebat tiga
pengawal Lembah Akhirat berhenti. Salah seorang dari mereka menyelinap ke balik
pohon. Tak lama kemudian semak belukar di sebelah kanan bergerak dan menguak aneh. Lalu
tampak sebuah mulut goa. Si muka hitam masuk ke dalam goa. Si muka merah memberi
isyarat pada Klewing agar mengikuti. Lalu di sebelah belakang pengawal bermuka
hijau menyusul dengan tombak terhunus.
Bagian dalam goa merupakan satu tangga batu menurun. Begitu mereka masuk
semak belukar yang tadi menguak tertutup dengan sendirinya. Klewing merasakan
hawa dingin menggidikkan sepanjang perjalanan menyusuri goa yang ternyata cukup
panjang itu. Tak lama kemudian Klewing melihat ada cahaya terang di sebelah depan pertanda
dia akan segera sampai di ujung goa. Memang benar. Begitu sampai di ujung goa
Tokoh Kembar nomor 3 ini melihat satu pedataran terbentang di hadapannya. Puluhan
orang bermuka hijau, merah atau hitam berdiri seputar pedataran lengkap dengan tombak
yang ditancapi tengkorak di tangan masing-masing.
"Heran, aku tidak melihat satu orang perempuan pun..." membatin Klewing.
Di tengah pedataran ada satu batu besar setinggi setengah tombak. Salah satu
sisi batu berbentuk tangga. Sekeliling batu ada kobaran api setinggi tiga jengkal.
Lalu di atas batu besar itu tampak satu gentong kayu besar. Gentong ini berisi air yang
mengeluarkan suara riak seolah mendidih. Asap tipis yang menebar bau aneh mengepul keluar
dari gen- tong. Klewing tercekat ketika melihat dari dalam gentong muncul sepasang kaki
besar berotot penuh bulu, lurus tak bergerak. Pada kedua pergelangan kakinya terikat
satu tengkorak kecil.
"Ada orang merendam dirinya di dalam gentong secara aneh..." kata Klewing dalam
hati. "Sulit kuduga apa yang dilakukannya. Tapi jika dia tidak memiliki
kepandaian luar
biasa tidak mungkin dia melakukan hal itu.... Tengkorak kecil di kedua kakinya
itu pasti tengkorak anak-anak, mungkin bayi...." Tengkuk satu-satunya orang yang masih
hidup dari Delapan Tokoh Kembar ini menjadi dingin.
Si botak Klewing kemudian dibawa ke sebuah bangunan terbuat dari batu yang tidak
bedanya sebuah goa besar. Di dalam bangunan tampak duduk tiga orang bertampang
aneh angker. Yang di sebelah kanan memiliki muka berwarna merah, di tengah hitam dan di ujung
kiri hijau. Tiga orang ini memiliki rambut keriting kecil, sangat rapat dan
keras. Rambut mereka berwarna sesuai warna wajah. Si hitam memiliki rambut tinggi runcing ke
atas Lembah Akhirat 28
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
seperti kerucut. Si merah rambutnya berbentuk bulat tinggi seperti tempurung
besar sedang si hijau berambut menyerupai sarang tawon, panjang ke atas. Ketiga orang ini
mengenakan jubah berlengan gombrong yang warnanya sesuai dengan warna wajah masing-masing.
Si hitam memiliki wajah lebar, dihias alis, kumis dan janggut tebal berwarna
hitam. Sepasang telinganya ditusuk dengan sepotong tulang manusia. Dia seolah tidak
memiliki hidung. Bagian yang seharusnya ada hidung hanya ada dua buah lubang hingga
hidungnya seolah gerumpung. Orang ini adalah Pengiring Mayat Muka Hitam, salah satu dari
tiga pembantu utama Datuk Lembah Akhirat.
Lelaki bermuka merah tidak punya alis. Tidak memelihara janggut ataupun kumis.
Cuping hidung sebelah kiri ditancapi potongan tulang manusia. Dia ini dikenal
dengan panggilan Si Pengiring Mayat Muka Merah. Juga merupakan salah satu pembantu
utama Datuk Lembah Akhirat.
Orang ketiga yang mukanya berwarna hijau memiliki kepala panjang peang.
Mukanya yang hijau tampak berbenjol-benjol seolah diserang penyakit bisul.
Sepotong tulang manusia menancap di bibir-nya sebelah bawah. Orang yang terakhir ini merupakan pembantu ke tiga Datuk Lembah Akhirat dan dijulliki Si Pengiring Mayat Muka
Hijau. Dari ke tiga manusia seram itu Si Pengiring Mayat Muka Hitam bertindak sebagai
pimpinan mereka.
"Manusia atau setankah yang ada di hadapanku ini" Seumur hidup aku tidak pernah
melihat makhluk sedahsyat ini.... Yang mana di antara mereka Datuk Lembah
Akhirat?" begitu Klewing alias Tokoh Kembar nomor 3 membatin dalam hati.
"Menjura pada Tiga Pengiring Mayat!"
Klewing tergagau oleh bentakan pengawal bermuka hitam yang ada di sampingnya.
Cepat-cepat dia membungkuk memberi penghormatan pada ketiga orang yang duduk di
dalam bangunan batu itu.
"Tiga Pengawal Lembah Akhirat! Apa perlunya tuyul kuning berjubah merah ini
kalian bawa ke hadapan kami"! Apa kalian sengaja mencari mati mengganggu
ketentraman tiga wakil tertinggi Datuk Lembah Akhirat"!"
Mendengar bentakan Si Pengiring Mayat Muka Hitam yang merupakan orang
tertinggi di antara tiga pembantu Datuk Lembah Akhirat, tiga pengawal bersurut
mundur dan cepat menjura. Yang di tengah segera berkata.
"Maafkan kami, kami tidak bermaksud mengganggu ketentraman Wakil Datuk
Lembah Akhirat bertiga. Tamu ini datang untuk menghadap Datuk Lembah Akhirat.
Dia membawa secuil emas sebagai bekal...."
"Hemmm...." Si Pengiring Mayat Muka Hitam rangkapkan dua lengan di depan
dada. Mulutnya menyunggingkan seringai dan dia saling pandang dengan dua
temannya. "Kalau begitu kalian bertiga lekas angkat kaki dari hadapan kami!"
"Maafkan kami para Wakil Datuk Lembah Akhirat..." kata tiga pengawal bersamaan.
Setelah menjura dalam-dalam ketiganya lalu cepat-cepat tinggalkan tempat itu.


Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sampai di luar bangunan batu mereka merasa lega. Yang satu berbisik pada
temannya. "Untung Si Pengiring Mayat Muka Hitam tidak sewot benar. Ingat, dua
hari lalu dia membunuh dua teman kita hanya gara-gara secara tak sengaja mereka melihat Si
Pengiring Mayat Muka Hitam sedang kencing di bawah pohon.... Gila! Kalau saja
aku bisa kabur dari tempat ini sudah lama aku minggat...."
Lembah Akhirat 29
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Ssst..., Jalan pikiranmu sama dengan kami berdua," jawab teman pengawal yang
barusan bicara. "Tapi hati-hati kalau bicara. Pohon, batu dan tanah bisa jadi
mata-mata di tempat ini. Belum lagi teman-teman bangsa penjilat!"
"Sebenarnya dua teman kita yang-malang itu bukan dibunuh karena tidak sengaja
melihat Si Pengiring Mayat Muka Hitam kencing di bawah pohon," kata pengawal
bermuka hijau. "Tapi dekat pohon itu ada seekor babi perempuan gemuk. Si Pengiring Mayat
Muka Hitam merasa seperti di-pergoki. Hik... hik... hik! Dasar manusia edan!".
"Bangsat satu itu
memang aneh! Perempuan banyak di tempat penyekapan. Mengapa doyannya hik...
hik... hik...!" Tiga pengawal Lembah Akhirat cepat menyelinap di balik bebatuan dan semak
belukar, Kembali ke tempat pengawalan masing-masing sambil terus tertawa
cekikikan. * * * Lembah Akhirat 30
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ DELAPAN egitu tiga pengawal berlalu Pengiring Mayat Muka Hitam berpaling pada si botak
berjubah merah. "Botak kepala kuning! Pengawal mengatakan kau membawa secuil
Bemas. Perlihatkanpadaku!"
Mendengar ucapan Pengiring Mayat Muka Hitam, Klewing cepat keluarkan kepingan
emas dari saku jubah merahnya lalu diperlihatkan pada wakil Datuk Lembah Akhirat
itu. Sekali tangannya bergerak maka kepingan emas sudah berada dalam genggaman
Pengiring Mayat Muka Hitam. Emas ini diperhatikan lalu ditimang-timangnya beberapa kali.
"Kawan-kawan, emas yang dibawanya memang murni. Tapi besarnya tidak lebih
besar dari bijinya. Ha... ha... ha! Apa pantas urusan ini kita teruskan?"
"Kita tanya saja dulu. Kalau dia memang tidak pantas berada di sini, kita akan
usir! Tapi salah satu matanya harus ditinggalkan!"
Kalau saja Klewing bukan seorang tokoh silat berpengalaman, mendengar ucapan
Pengiring Mayat Muka Merah itu tentu saja akan membuat ciut nyalinya. Satusatunya orang yang masih hidup dari Delapan Tokoh Kembar ini tetap berlaku tenang dan
diam. "Botak kepala kuning. Ceritakan siapa dirimu!" kata Pengiring Mayat Muka Hitam.
"Aku Klewing. Aku datang dari selatan. Bermaksud menghadap Datuk Lembah
Akhirat...."
"Tunggu!" memotong Pengiring Mayat Muka Hijau. "Kami belum menanyakan
maksud kedatanganmu ke sini. Kawanku minta agar kau menerangkan siapa
dirimu...."
"Aku tidak mengerti. Aku sudah katakan namaku...."
"Botak kepala tahi tolol!" hardik Pengiring Mayat Muka Merah. "Nama jelek itu
tak usah diulang-ulang. Yang kami ingin tahu apa gelarmu! Kau dari golongan hitam
atau golongan putih!"
Sampai di sini Pengiring Mayat Muka Hijau ikut berkata. "Kau harus tahu, hanya
orang-orang persilatan golongan putih yang diperbolehkan datang ke tempat ini!
Kau dari pihak mana botak"!"
"Aku.... Aku memang dari golongan putih walau dulu sering terlibat urusan tidak
benar...."
"Hemmm...." Pengiring Mayat Muka Merah berpaling pada si muka hitam. Sambil
usap-usap hidungnya yang ditancapi tulang dia berkata. "Bagaimana pendapatmu?"
Pengiring Mayat Muka Hitam lantas ajukan pertanyaan pada Klewing. "Mengapa
kepalamu botak dan apa artinya angka tiga di kepalamu itu"!"
"Aku adalah orang ke tiga Delapan Tokoh Kembar..." menerangkan Klewing.
Mata ketiga pembantu utama Datuk Lembah Akhirat membesar. Ketiganya lalu
tertawa terbahak-bahak. "Kami memang pernah dengar nama kelompokmu! Jadi kau
salah satu dari kembar delapan" Luar biasa! Apa saja yang dikerjakan ibumu hingga dia
bisa beranak sekali delapan! Ha... ha... ha!" Pengiring Mayat Muka Hitam permainkan
jari telunjuk tangan kanannya di permukaan lobang hidungnya yang sama rata dengan
pipi. "Kalau kau kembar delapan, mana saudaramu yang tujuh lagi"!"
"Mereka sudah mati semua...."
"Hah! Tujuh saudaramu mati semua"! Malang benar Ha... ha... ha!" ujar Pengiring
Mayat Muka Hitam lalu tertawa gelak-gelak. Dua kawannya ikut-ikutan tertawa.
Lembah Akhirat 31
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Apa tujuh saudaramu itu mati kecebur sumur atau disambar geledek atau diserang
penyakit sampar"!" tanya Pengiring Mayat Muka Hijau sambil senyum-senyum seolah
mengejek. Walau hatinya panas mendengar ucapan orang tapi Tokoh Kembar nomor 3 ini
berusaha tenang dan menjawab perlahan. "Mereka menemui ajal di Pangandaran.
Dibunuh oleh beberapa orang tokoh silat. Antara lain Iblis Pemabuk, Ratu Duyung, Tua
Gila serta Pendekar 212 Wiro Sableng...."
"Hemmm.... Jadi mereka terlibat urusan besar di Pangandaran yang menggegerkan
itu. Kabarnya Pangeran Matahari juga menemui ajalnya di tempat itu! Kau sendiri
bagaimana bisa lolos...?"
"Waktu itu aku cepat membaca situasi. Daripada mati konyol aku cepat-cepat
melarikan diri."
"Sungguh pengecut!" kata Pengiring Mayat Muka Hijau. "Kau lari selamatkan diri
sementara tujuh saudaramu mampus meregang nyawa!"
"Aku bukan pengecut! Keadaan tidak memungkinkan untuk menghadapi pihak
musuh. Lagipula kalau aku menemui ajal, siapa yang bakal menuntut balas kematian
tujuh saudaraku"!" Klewing membantah dengan suara keras.
Tiga wakil Datuk Lembah Akhirat tertawa mengekeh.
"Hemm.... Otakmu agak cerdik juga rupanya.
Jadi kau datang ke sini dengan satu maksud. Untuk membalaskan sakit hati
kematian saudara-saudaramu!"
"Itu hal yang pertama. Hal kedua aku ingin mengetahui seluk beluk Kitab Wasiat
Malaikat yang kini ramai dihebohkan di rimba persilatan. Siapa tahu aku berjodoh
mendapatkannya. Paling tidak mempelajari sebagian isinya yang kabarnya
mengandung ilmu kesaktian luar biasa. Selain itu aku juga ingin bergabung dengan orangorang Lembah Akhirat ini."
"Lelewing...."
"Namaku Klewing!" kata si botak kepala kuning itu ketika Pengiring Mayat Muka
Hitam salah menyebutkan namanya.
Tiga wakil Datuk Lembah Akhirat tertawa gelak-gelak.
"Aku sengaja salah menyebut namamu. Soalnya tampangmu memang mirip-mirip
binatang bernama lelewing itu! Ha... ha... ha!"
"Jahanam!" rutuk Klewing tapi hanya dalam hati ketika mendengar ucapan Pengiring
Mayat Muka Merah tadi.
"Teman-teman..." kata Pengiring Mayat Muka Hijau. "Aku melihat ada hal yang
tidak beres dalam keterangan manusia botak kepala kuning ini. Dia bilang dari
golongan putih. Tapi mengapa saudara-saudaranya justru dibunuh oleh para tokoh golongan
putih!" "Hemmm...." Pengiring Mayat Muka Hitam menyeringai lalu membentak. "Apa
jawabmu"!"
"Saat itu kami tertipu. Dipikat oleh seorang gadis cantik yang ternyata adalah
kaki tangan Pangeran Matahari. Hingga kami memilih pihak yang keliru!" Menerangkan
Klewing alias Tokoh Kembar Nomor 3.
"Kawan-kawan, menurutmu apakah jawaban cecunguk ini bisa diterima?" tanya
Pengiring Mayat Muka Hijau pada si muka merah dan hitam.
Lembah Akhirat 32
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Mauku dia kita lempar saja ke luar sana. Tak ada gunanya mengurusi manusia
macam begini!" berucap Pengiring Mayat Muka Merah.
"Atau aku robah saja tubuhnya jadi debu hijau saat ini juga!" kata Pengiring
Mayat Muka Hijau. Klewing yang mulai merasa khawatir cepat berkata. "Aku mohon kalian mau
membantu mempertemukan diriku dengan Datuk Lembah Akhirat. Aku ingin bersahabat
dengan kalian. Di kemudian hari jika aku punya rejeki aku tidak akan melupakan
kalian...."
Pengiring Mayat Muka Hijau tertawa mengekeh. "Manusia jelek sepertimu jauh
rejeki! Kalau hidupmu kelak sengsara apa yang hendak kau bagi pada kami"!"
Pengiring Mayat Muka Hitam angkat tangannya lalu berkata. "Aku mau memberi
kesempatan padanya. Jika dia tidak cerita tentang emas yang dibawanya pada Datuk
Lembah Akhirat mungkin dia masih ada harganya untuk dibawa menghadap penguasa
tertinggi Lembah Akhirat itu. Bagaimana menurut kalian...."
Pengiring Mayat Muka Merah dan Pengiring Mayat Muka Hijau tampak seperti
berpikir-pikir. Padahal semua ini adalah sandiwara yang mereka atur semua.
Sebelumnya setiap orang yang hendak menemui Datuk Lembah Akhirat memang selalu mereka peras
begitu rupa. Tiba-tiba terdengar suara suitan keras di luar bangunan batu tiga kali berturutturut. Para wakil Datuk Lembah Akhirat dengan cepat melangkah keluar. Mau tak mau
karena ingin tahu Klewing juga mengikuti keluar.
Di depan mereka saat itu delapan orang pengawal Lembah Akhirat nampak
mengusung dua buah tandu. Di atas ke dua tandu itu menggeletak sesosok tubuh
seorang kakek berjanggut berkumis dan berambut biru serta seorang lelaki separuh baya.
Keduanya telah jadi mayat dan menebar bau busuk. Si kakek tampak hancur sebagian wajahnya
sedang mayat satunya kelihatan hampir putus batang lehernya seolah ditabas golok
atau pedang yang sangat tajam!
Klewing tidak mengenal siapa adanya mayat lelaki separuh baya itu. Tapi dia
kenal betul mayat satunya. Si kakek diketahuinya adalah salah seorang tokoh silat
golongan putih dari kawasan timur yang dikenal dengan julukan Janggut Biru Berhati Emas.
"Penyebab kematian kedua orang ini pasti tewas dibunuh. Siapa yang membunuh"
Mengapa mereka berada di tempat ini?" Berbagai pertanyaan yang tak bisa dijawab
muncul dalam benak Klewing.
Dua usungan mayat diturunkan ke tanah. Delapan pengawal Lembah Akhirat
menjura. Salah seorang dari mereka berucap dengan suara lantang.
"Dua mayat siap dibuang di dalam kawasan Lembah Akhirat. Apakah para wakil
Datuk Lembah Akhirat berkenan memberi izin"!"
"Katakan dulu siapa yang telah menghabisi kedua orang ini"!" tanya Pengiring
Mayat Muka Hitam. "Seorang tokoh silat golongan putih dikenal dengan julukan Dewa Sedih!" jawab
Pengawal Lembah Akhirat yang mukanya berwarna hijau.
Tokoh Kembar Nomor 3 terkejut sekali mendengar keterangan si pengawal.
Sementara tiga wakil Datuk Lembah Akhirat tampak menyeringai sambil manggutmanggut. "Kami ingin segera membuang mayat. Harap petunjuk dari para wakil yang
terhormat." Berkata pengusung mayat muka hijau.
Lembah Akhirat 33
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Pengiring Mayat Muka Merah angkat tangan kanannya dan berkata. "Aku Pengiring
Mayat Muka Merah menyetujui agar dua mayat itu segera dibuang!"
Si muka hijau melakukan hal yang sama. Dia mengangkat tangan kanannya seraya
berkata. "Aku Pengiring Mayat Muka Hijau memperbolehkan kalian membuang dua
mayat itu!" Orang ke tiga menyusul. Sambil mengangkat tangannya dia berucap. "Aku Pengiring
Mayat Muka Hitam, pembantu utama Datuk Lembah Akhirat, aku mewakili Datuk Lembah
Akhirat, aku menyetujui dan memerintahkan kalian untuk segera membuang dua mayat
itu dalam bentuk sesuai aturan Datuk Lembah Akhirat!" Si muka hitam memberi isyarat
pada dua temannya. Pengiring Mayat Muka Hijau dan Muka Merah menyeringai lalu sama-sama
anggukkan kepala. Tiba-tiba kedua orang ini membalik dan hantamkan tangan mereka
ke arah mayat yang tergeletak di atas usungan. Terjadilah hal yang luar biasa dan
sangat menggidikkan Klewing.
Dua larik sinar merah dan hijau menebar lalu menghantam dua sosok mayat di atas
usungan. Mayat kakek berjanggut biru tampak laksana dikobari api berwarna merah.
Ketika sinar merah lenyap tubuhnya hanya tinggal bubuk berwarna merah sementara usungan
di atas mana mayatnya sebelumnya berada tidak rusak sedikit pun!
Seperti kakek berjanggut biru tubuh mayat lelaki separuh baya mula-mula dihantam
dan dibungkus sinar hijau. Lalu "wuss!" Seolah ada api berwarna hijau melumat
tubuhnya. Sesaat kemudian api hijau lenyap dan kini tinggallah onggokan debu tebal
berwarna hijau di
atas usungan! Pengiring Mayat Muka Hitam melirik pada Klewing. "Botak kepala kuning, nasibmu
bisa seperti itu kalau ada tingkah perbuatanmu yang tidak menyenangi kami! Ingat
itu baik- baik!" Tokoh Kembar Nomor 3 itu diam saja.
"Angkat dua usungan. Lekas pergi dari sini!" perintah Pengiring Mayat Muka
Hijau. "Yang merah dibuang di sebelah timur. Yang hijau buang di sebelah barat!" kata
Pengiring Mayat Muka Hitam.
"Perintah kami jalankan!" kata pengawal Lembah Akhirat. Setelah menjura lebih


Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dulu lalu delapan orang pengawal kembali mengusung dua mayat di atas tandu yang kini
telah berubah jadi debu lalu tinggalkan tempat itu menuju lembah sebelah timur dan
barat. "Bagaimana dengan si botak ini" Apa pantas kita beri kesempatan untuk menemui
Datuk Lembah Akhirat?" membuka suara Pengiring Mayat Muka Merah.
Tak ada salahnya mencoba. Kalau kemudian hari janjinya untuk berbagi rejeki
dengan kita tidak ditepati, dia akan menerima siksa neraka sebelum kita merubah
mayatnya menjadi debu!"
Pengiring Mayat Muka Hijau mengangguk. Si muka merah hanya menyeringai.
"Klewing! Kau kami beri kesempatan untuk menemui Datuk Lembah Akhirat. Tapi
kau harus menunggu sampai penguasa tertinggi di lembah ini selesai bersamadi!"
kata Pengiring Mayat Muka Hitam.
"Aku tidak mengerti..." kata Klewing alias Tokoh Kembar nomor 3.
Si muka hitam memberi isyarat lalu bersama dua temannya melangkah tinggalkan
tempat itu. Si botak kepala kuning mengikuti. Mereka kembali ke tempat di mana
tadi Klewing melihat sebuah gentong besar berisi air seolah mendidih disertai kepulan
asap. Di Lembah Akhirat 34
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
dalam gentong yang terletak di atas batu besar itu tampak sepasang kaki manusia,
berbulu dan di-gelantungi tengkorak kecil. Bagian tubuh dari pertengahan paha ke atas
tidak kelihatan karena berada dalam gentong kayu. Sejak tadi Klewing tak habis pikir
apa yang dilakukan orang itu di dalam gentong" Mandi atau hendak bunuh diri atau apa"
"Siapa orang di dalam gentong?" Klewing beranikan diri bertanya.
"Orang di dalam gentong adalah pimpinan kami. Penguasa tunggal di kawasan ini.
Datuk Lembah Akhirat. Dia sedang melakukan samadi di dalam gentong berisi air.
Dia baru berhenti bersamadi kalau air beriak dalam gentong habis. Air dalam gentong akan
habis karena penguapan dan juga tetes demi tetes yang keluar dari sebuah lobang kecil
di bagian bawah. Kapan habisnya air itu boleh kau tanyakan pada setan!"
Klewing menatap tampang Pengiring Mayat Muka Hitam sesaat lalu pandangi
gentong berisi sosok manusia yang hanya kakinya saja yang kelihatan. Dalam hati
orang ini berkata. "Jadi itu Datuk Lembah Akhirat. Aneh sekali caranya bersamadi. Melihat
kecilnya tetesan air dan udara sekitar sini sejuk, air dalam gentong baru akan habis
setelah berminggu-minggu.... Jangan-jangan aku telah salah memilih datang ke tempat
celaka ini!"
* * * Lembah Akhirat 35
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEMBILAN ak lama lagi matahari akan segera terbit menerangi jagat. Tua Gila yang tengah
berlari cepat tiba-tiba merasakan dadanya sakit, kepalanya berat dan pemandangannya
Tberkunang. Tubuhnya terasa panas seolah dipanggang. Di bawah sebatang pohon
orang tua ini hentikan larinya, duduk menjelepok di tanah bersandar ke pohon.
Tua Gila gerakan tangan kanannya ke dada. Dia berusaha mengerahkan tenaga dalam
untuk melenyapkan rasa sakit di bagian itu. Kemudian perlahan-lahan tangannya
bergerak ke bahu kiri. Dia menyentuh sesuatu. Terkejutlah si kakek. Ternyata keris merah
api Datuk Angek Garang masih menancap di situ.
"Senjata jahanam.... Pasti mengandung racun jahat! Kalau aku tidak segera
mendapatkan obat penolak racun tamatlah riwayatku! Setan betul! Begitu banyak
urusan yang harus kuhadapi, mengapa aku mesti mampus lebih cepat...!" Tua Gila
menyeringai. Dengan tangan kanannya dia berusaha mencabut keris kecil yang menancap di bahu
kirinya itu. Namun sebelum dia mampu melakukan tiba-tiba tubuhnya terjungkal dan tak
ampun lagi tokoh silat ini terkapar melingkar di tanah. Pingsan siap menuju sekarat!
Ketika matahari bergerak naik dan di arah timur serombongan burung terbang
menembus awan kelabu seorang pejalan kaki nampak keluar dari kerapatan
pepohonan. Ada beberapa keanehan pada diri orang ini. Pertama dia mengenakan pakaian
ringkas warna kuning atas bawah. Rambutnya hitam berkilat disanggul ke belakang. Dari
keseluruhan wajahnya hanya sepasang mata dan sebagian keningnya saja yang
kelihatan karena wajah itu sengaja dilindungi dengan sehelai kain cadar berwarna kuning!
Keanehan kedua sambil berjalan orang ini melantunkan suara nyanyian tanpa syair.
Dari mulutnya terus menerus terdengar suara seperti gema saluang (sejenis
seruling yang umum terdapat di tanah Minang). Lagu yang dibawakannya meski sulit diduga lagu
apa tapi jelas menyatakan perasaan sedih berhiba-hiba. Dan dari suara nyanyian itu
jelas diketahui bahwa orang bercadar kuning ini adalah seorang perempuan. Dari
rambutnya yang masih hitam agaknya dia belum terlalu berumur. Walau hal itu tidak dapat
dipastikan karena wajahnya yang terlindung.
Mendadak suara nyanyian perempuan itu lenyap, berganti dengan satu keluhan
pendek disertai tarikan nafas. Langkahnya terhenti begitu melihat sosok Tua Gila
tergelimpang di bawah pohon.
"Tanah Jawa.... tanah Jawa.... Semakin jauh aku berjalan semakin banyak kutemui
keganjilan. Hari ini aku melihat seorang tua terbujur sengsara di tengah jalan.
Siapa gerangan orang tua ini...?"
Perempuan berpakaian serba kuning berjongkok di samping tubuh Tua Gila.
"Wajahnya tak kukenal. Sekujur kulitnya merah laksana dipanggang!" Lalu orang
ini melihat keris merah kecil yang menancap di bahu kiri si kakek. "Hemmm.... Kalau
senjata ini aku kenali betul. Ini adalah keris merah api milik Datuk Angek Garang dari
Andalas! Pasti sebelumnya telah terjadi perkelahian antara orang tua ini dengan si
Datuk...."
Perempuan bercadar kuning berpikir sejenak. Dalam hati dia berkata lagi.
"Menolong sesama kerabat walau tidak saling mengenal adalah aturan dan peradatan rimba
persilatan. Orang tua ini tengah sekarat. Kalau tidak kutolong pasti dia akan menemui ajal.
Paling lama umurnya hanya sampai matahari terbenam nanti."
Lembah Akhirat 36
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Berpikir begitu perempuan bercadar kuning mengeluarkan satu kantong kain dari
balik pakaiannya. Dari dalam kantong ini diambilnya dua jenis obat. Obat pertama
berwarna kuning berbentuk butiran sebesar ujung kelingking. Obat kedua berupa bubuk juga
berwarna kuning.
Memasukkan obat ke dalam mulut orang yang pingsan agar dia bisa menelannya
bukan pekerjaan mudah. Perempuan bercadar menekan pipi Tua Gila yang cekung.
Begitu mulutnya terbuka, butiran obat kuning dimasukkannya ke dalam mulut. Lalu dengan
tangannya yang lain dia menotok tenggorokan Tua Gila. Dari mulut si kakek
terdengar suara seperti dia bertahak. Obat kuning tertelan lewat tenggorokan, masuk ke
dalam perutnya. Orang bercadar merasa agak lega sedikit. Obat berupa bubuk kuning
ditebarkannya di bahu Tua Gila yang masih ditancapi keris merah api. Daging di
sekitar tancapan keris yang tadinya berwarna merah dan bengkak perlahan-lahan berubah
menjadi biru. Ketika warna biru berubah menjadi hitam pada saat itulah orang bercadar
mencabut keris yang menancap dari bahu Tua Gila.
Darah hitam dan bau amis mengucur dari luka bekas tusukan keris. Perempuan
bercadar duduk bersila di tanah. Sepasang matanya terus memperhatikan darah
hitam yang mengucur. Sambil memperhatikan dari mulutnya kembali keluar suara nyanyian tanpa
syair. Darah hitam yang mengucur perlahan-lahan berubah menjadi kemerahan. Suara
nyanyian perempuan itu semakin keras tanda hatinya lega. Munculnya darah segar
menggantikan darah hitam berarti dalam tubuh si kakek kini tak ada lagi racun
yang mengendap. Setelah menunggu beberapa lama lagi perempuan bercadar lalu menotok
pundak kiri Tua Gila. Darah segar langsung berhenti keluar dari luka.
"Tugas menolong telah selesai. Aku harus meninggalkan tempat ini. Harus
meninggalkan orang tua ini...."
Perlahan-lahan si cadar kuning berdiri. Dia menatap sekali lagi pada tubuh dan
wajah Tua Gila lalu memutar diri dan tinggalkan tempat itu. Dari mulutnya kembali
keluar suara nyanyian berhiba-hiba.
"Tunggu!"
Tiba-tiba satu seruan terdengar di belakangnya.
Perempuan bercadar kuning berpaling. Orang tua yang barusan ditolongnya
dilihatnya telah duduk melunjur dan bersandar ke batang pohon di belakangnya.
Kedua mata orang ini terpejam tapi tangan kanannya dilambaikan seolah memanggil.
"Ada apa orang tua...?" tanya perempuan bercadar.
"Kau tuan penolongku! Mengapa pergi begitu saja setelah menolong?"
"Hemm.... Apa maunya orang tua ini?" pikir si baju kuning. "Waktu kutolong jelas
dia pingsan berat. Waktu aku tinggalkan dia masih belum siuman. Bagaimana dia
tahu aku yang menolongnya"!"
"Hai! Tuan penolongku! Kemari dulu!"
"Orang tua, kau berucap berbudi-budi. Aku yang awam jadi tidak mengerti. Aku
bukan tuan penolong seperti yang kau ucapkan. Aku hanya kebetulan lewat dalam
perjalanan."
Tua Gila menyeringai lalu tertawa.
"Orang tua aneh. Dalam keadaan begitu rupa masih bisa tertawa..." membatin si
cadar kuning, Lembah Akhirat 37
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
"Kau tak mengaku telah menolongku! Itu tandanya kau berbudi luhur tidak punya
pamrih. Aku suka hai itu. Satu lagi yang aku suka darimu yaitu gaya bahasamu.
Kau bicara dengan kata-kata seolah-olah bait-bait pantun."
"Orang tua kau bersalah sangka. Tak ada pertolongan tak ada apa. Kalau kau mau
memuji itu pertanda kau baik di mulut dan baik di hati."
Tua Gila tertawa mengekeh. Saat itu kedua matanya masih terpejam. "Tuan
penolongku, kau boleh menampik dibilang telah menolong. Tapi coba kau perhatikan
tanganmu. Ada sedikit noda darah di sela jarimu. Pada salah satu bagian
pakaianmu juga ada noda darahku. Kalau kau tidak menolong bagaimana tangan dan pakaianmu kotor
begitu rupa..." Hik... hik...hik!"
Wajah di balik cadar kuning jadi berubah kaget. Orang ini perhatikan kedua
tangannya. Memang di situ ada noda darah. Lalu ketika ditelitinya pakaiannya,
pada pinggiran baju sebelah kiri juga ada noda darah. "Aneh, kedua matanya masih
terpejam, bagaimana dia bisa tahu ada noda di tangan dan bajuku?"
"Orang tua, pekertimu yang baik aku rasakan dari ucapan serta tawamu. Hanya
sayang aku tak bisa memenuhi permintaanmu. Perjalananku masih panjang. Berbagai
urusan masih menghadang...."
"Perempuan pandai berpantun. Jika kau tak mau berlama-lama di tem pat ini aku
benar-benar merasa sedih. Tapi aku mesti bilang apa. Sebelum pergi maukah kau
memberi tahu siapa nama atau gelarmu?" Sambil bertanya begitu perlahan-lahan Tua Gila
buka sepasang matanya.
"Ketika lahir konon orang tuaku tak memberi nama. Setelah besar rimba persilatan
tidak memberi gelar apa-apa. Aku hanyalah aku. Dalam diriku yang ada hanyalah
aku...." "Kalau kau segan memberi nama tak jadi apa. Biarlah kau kukenang dengan nama
Dewi Penolong Bercadar Kuning..."
Mendengar ucapan Tua Gila perempuan bercadar tertawa lalu berkata. "Hari ini kau
menganggap aku penolongmu. Di lain saat mungkin kita menjadi seteru. Kau tak
tahu siapa diriku. Aku tak tahu siapa dirimu."
"Eh, mengapa kau berkata begitu?" tanya Tua Gila.
"Rimba persilatan dunia penuh petaka. Hari ini berbuat baik, besok bisa berbuat
dosa. Hari ini menjadi kawan, besok menjadi lawan. Hari ini se-seorang bisa
tertawa dalam bahagia, lusa mungkin menangis dalam sengsara...."
Mau tak mau Tua Gila jadi tercekat mendengar ucapan tuan penolongnya itu. Dia
menggaruk kepalanya yang ditumbuhi rambut putih tipis lalu menghela nafas
panjang. "Duka sengsara, senang bahagia. Itu menjadi bagian setiap manusia yang hidup di
dunia. Hari ini aku berbahagia karena ada seorang berbudi luhur menyelamatkan
jiwaku. Tapi sekaligus aku merasa sedih karena tidak tahu siapa dia adanya. Juga lebih
sedih lagi karena tidak tahu bagaimana tua bangka ini harus membalas budi...."
"Orang tua, lupakan segala balas budi. Semua perbuatan menjadi catatan Tuhan
Yang Maha Tinggi. Sebagai manusia biasa jangan berharap budi dibalas budi. Dasar
kehidupan manusia justru adalah berbalas kasih...."
"Ah, semakin tidak tahu aku mengartikan ucapan perempuan yang serba berpantun
ini!" kata Tua Gila dalam hati.
"Orang tua, aku gembira melihat kau sembuh. Kalau langit masih biru, selama
ombak masih memecah pantai kita pasti bertemu...."
Lembah Akhirat 38
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito


Wiro Sableng 093 Lembah Akhirat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pantun lagi! Pantun lagi!" ujar Tua Gila dalam hati. Lalu dia berkata. "Tuan
penolong yang aku panggil dengan sebutan Dewi Penolong Bercadar Kuning. Tadi kau
bilang berbagai urusan masih menghadang. Jika kau mau memberi tahu mungkin aku
bisa menolong."
"Terima kasih atas budi baikmu. Tapi aku adalah aku. Aku hanyalah aku. Urusanku
adalah urusanku. Paling pantang bagiku membuat orang lain jadi terganggu...."
"Aku hanya khawatir.... Rimba persilatan penuh dengan berbagai muslihat dan
kekejaman. Jika kau sampai celaka.... Tapi sudahlah. Orang berkepandaian tinggi
sepertimu tentu mampu menghadapi segala marabahaya...."
"Tak ada yang lebih tinggi daripada Tuhan Yang Kuasa. Tak ada yang lebih mampu
daripada Tuhan Yang Esa. Manusia hanya meminta perlindungan padaNya. Bahagia
sengsara datang silih berganti. Tinggal manusia yang akan memilih."
Tua Gila angguk-anggukkan kepala. "Dewi Penolong Bercadar Kuning. Aku ucapkan
selamat jalan padamu. Aku berdoa untuk keselamatanmu!"
"Terima kasih orang tua. Sebelum pergi satu hal perlu kau ketahui. Jangan
berdiri sebelum matahari mencapai titik tertinggi. Tubuhmu masih lemah. Tunggu sampai
kekuatanmu bertambah. Selamat tinggal....!"
Tua Gila mengangguk lagi dan lambaikan tangannya.
Hanya sesaat saja perempuan bercadar kuning itu berlalu tiba-tiba semak belukar
di balik pohon besar terkuak. Lalu sekali meloncat saja di hadapan Tua Gila
tegaklah sesosok
tubuh berjubah hitam rambut putih riap-riapan di bawah topi berkeluk berwarna
merah dihias benang merah.
Sepasang mata Tua Gila yang cekung lebar laksana melesak ke dalam dan tambah
besar ketika mengenali siapa adanya orang itu.
"Sabai..." desis Tua Gila.
Tengkuknya langsung dingin. Dia coba berdiri. Tapi seperti yang dikatakan
perempuan bercadar kuning tadi, ternyata saat itu tubuhnya memang sangat lemah
akibat racun keris merah api Datuk Angek Garang yang sempat menancap di bahu kirinya.
Ketika dia mencoba berdiri tubuhnya serta merta jatuh terduduk kembali!
Tua Gila cepat meraba pinggangnya di mana tersimpan senjata yang paling
diandalkannya yaitu benang sakti Benang Kayangan.
Orang di hadapan Tua Gila menyeringai.
"Apa kau kira kali ini kau bisa lolos dari kematian Sukat Tandika"!"
"Kau bisa membunuhku! Tapi aku memilih kita mati bersama! Ha... ha... ha!"
* * * Lembah Akhirat 39
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
________________________________________________________________________________
__ SEPULUH abai Nan Rancak tertawa mengekeh. "Siapa sudi jalan ke neraka bersama tua bangka
bejat sepertimu!" katanya lalu meludah ke tanah.
STua Gila balas dengan tawa bergelak.
"Hukuman memang layak kau jatuhkan atas diriku. Tapi setelah aku mati apa kau
akan mendapatkan kepuasan dalam hidupmu" Kau sendiri sudah bau tanah Sabai!
Mengapa berperilaku seperti anak-anak tapi mengumbar racun dendam kesumat tanpa
perhitungan!"
"Aneh, dulu kau menyatakan pasrah menghadapi kematian! Hari ini sepertinya kau
ingin hidup seribu tahun lagi! Agaknya ada perempuan baru yang akan kau jadikan
korban kebusukan cinta bejatmu"!"
"Kau mau membunuhku silahkan. Lebih cepat lebih baik! Tapi ada satu hal yang
perlu aku beritahu padamu...."
"Setan! Rahasia apa yang kau ketahui mengenai diriku! Aku tak punya rahasia apaapa. Kecuali ingin membunuhmu sejak puluhan tahun lalu!"
"Aku tahu kau sebenarnya tidak sejahat dan sebuas ini Sabai. Ada seseorang
mengendalikan dirimu. Sadar atau tidak sadar kau telah dipergunakan orang...."
"Tua bangka bermulut busuk!" teriak Sabai Nan Rancak. "Kau mencari dalih untuk
menutupi kebejatanmu di masa muda!"
"Tenang Sabai. Aku akan segera mati di tanganmu, itu sudah jelas. Tapi apa kau
sadar bahwa segala perbuatanmu yang dikendalikan orang lain akan mengacaukan
rimba persilatan di pulau Andalas dan tanah Jawa" Kau tengah diperalat seseorang
Sabai...."
"Jahanam! Katakan siapa orangnya!"
"Aku tidak tahu, tapi aku merasakan. Kau yang lebih tahu!' jawab Tua Gila.
"Kalau begitu lebih baik kau mampus saja saat ini! Tapi sebelum kau kukirim ke
neraka, ada satu hal ingin kutanyakan. Bagaimana kau bisa bebas dan melarikan
diri waktu di Andalas tempo hari" Siapa yang menolongmu"!"
Tua Gila menyeringai lalu kakek ini luruskan jari telunjuk tangan kanannya dan
menunjuk ke langit.
"Dia Yang Maha Kuasa yang menolongku!" kata Tua Gila. Seperti diketahui yang
menolong Tua Gila saat itu adalah Puti Andini, murid dan cucu Sabai Nan Rancak
yang merupakan juga cucu Tua Gila sendiri.
Mulut Sabai Nan Rancak berkomat-kamit. Dia maju satu langkah seraya berkata.
"Saatmu sudah tiba Sukat!"
"Silahkan! Sudah kukatakan lebih cepat aku kau bunuh lebih baik jadinya!
Tapi.... Ada satu hal lagi. Dalam hidupmu selain ingin membunuhku, apakah kau pernah
menginginkan sesuatu menjadi milikmu" Sebuah benda sakti mandraguna?"
Muka keriput Sabai Nan Rancak tampak tambah berkeriput karena mengernyit.
"Apa maksudmu"! Apa kau kira bisa memperpanjang umurmu dengan bicara segala
macam hal ngawur"!"
"Kalung Permata Kejora, Sabai. Kau ingat kalung sakti itu" Kalung berantai perak
bermata hijau"!"
Lembah Akhirat 40
Wiro Sableng - Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Karya Bastian Tito
Sabai Nan Rancak tak sadar tersurut satu langkah saking kagetnya mendengar
ucapan Tua Gila.
Sebaliknya si kakek tertawa gelak-gelak.
"Menurut riwayat kau tidak bisa membunuhku kalau tidak memakai kalung sakti itu.
Apakah kau sudah memiliki benda itu sekarang Sabai...?"
"Soal kematianmu bukan ditentukan oleh segala macam kalung! Tapi aku yang
menentukan!" bentak Sabai Nan Rancak. Lalu dia bergumam. "Hemmm.... Di mana kau
sembunyikan kalung itu Sukat" Kalau kau tidak memberitahu kucabut lidahmu
sebelum kau kubuat mampus!"
"Aku tidak akan memberitahu walau kau mencabut segala bagian tubuhku! Ha...
ha... ha!" Seperti diketahui Kalung Permata Kejora berada di tangan Ratu Duyung. Sang Ratu
menemukan benda itu di laut sewaktu menolong Tua Gila dari serangan Sika Sure
Jelantik. "Kau beritahu atau tidak bagiku sama saja!" kata Sabai Nan Rancak walau kini
hatinya bercabang dua. Yaitu apakah dia memang harus segera membunuh Tua Gila
atau menyiksa bekas kekasihnya itu hingga dia mengaku di mana beradanya Kalung
Permata Kejora. "Nasibmu buruk Sukat! Kau harus mampus saat ini juga! Aku akan buktikan bahwa
tanpa kalung itu aku akan sanggup membunuhmu!"
Habis berkata beg itu Sabai Nan Rancak keluarkan bentakan lalu tubuhnya
berkelebat, melayang setinggi pinggang. Kaki kanannya menderu ke arah kepala Tua
Gila. Walau keadaannya sangat lemah saat itu namun Tua Gila masih sanggup luncurkan
tubuhnya ke bawah sambil miringkan kepala ke kiri. Tendangan Sabai Nan Rancak
menderu seujung jari di samping telinga kirinya.
"Braakk!"
Terdengar suara patahnya pohon besar yang tadi jadi sandaran Tua Gila. Pohon
yang patah itu lalu tumbang dengan suara bergemuruh.
Tua Gila gulingkan tubuhnya di tanah. Bersamaan dengan itu tangan kanannya yang
telah memegang Benang Kayangan bergerak. "Seettt.... settt!" Benang sakti yang
kehebatannya telah menggegerkan dunia persilatan itu menderu melibat tubuh Sabai
Nan Rancak. Namun gerakan Tua Gila sangat lambat akibat kehilangan daya kekuatan.
Dengan mudah lawan menangkap benang sakti itu. Lalu dengan satu gerakan kilat Sabai Nan
Rancak me-lompat ke arah Tua Gila. Benang yang berhasil dipegangnya digelungkan
ke dada terus ke leher si kakek. Tua Gila berusaha lepaskan diri tapi tidak mampu.
Jiratan benang sakti miliknya sendiri laksana sayatan pisau, mulai melukai kulit
lehernya. "Percaya ucapanku Sukat! Bukan hanya Kalung Permata Kejora yang sanggup
menghabisimu! Benang sakti milikmu sendiri ternyata yang akan membunuhmu! Hi...
hik... hik!" Sabai Nan Rancak putar dua tangannya. Dua kaki Tua Gila melejang ke atas akibat
jiratan mematikan itu. Dua matanya yang cekung seperti hendak melompat keluar.
Lidahnya terjulur mengerikan. Dari lehernya keluar suara seperti ayam dipotong.
Mawar Maut Perawan Tua 1 Elang Terbang Di Dataran Luas Karya Tjan Id Dewi Penyebar Maut 3

Cari Blog Ini