Wiro Sableng 137 Aksara Batu Bernyawa Bagian 2
bukanlah pengemis tua renta biasa. Tapi seorang berkepandaian tinggi. Karena
tiga teman mereka yang barusan tewas rata-rata memiliki kepandaian cukup tinggi.
Dan si orang tua hanya butuhkan satu jurus saja untuk merobohkan mereka.
Kalian berdua! Tunggu apa! Lekas bunuh
pengemis jahanam itu!" Penunggang kuda berpakaian bagus berteriak marah. Tidak
menunggu lebih lama dua penunggang kuda segera
melayang turun dari kuda masing-masing dan menyerbu Bayusongko dengan hanya
mengandalkan tangan kosong.
Walau tidak bersenjata apa-apa tapi ilmu silat dua perwira yang bercadar itu
ternyata sangat tinggi. Dalam beberapa gebrakan saja Bayusongko segera terdesak.
Perwira Tinggi pertama
menggempur kakek itu dari segala jurusan
sementara kawannya lebih memusatkan pada
upaya untuk merampas peti.
Kakek pengemis muka celemongan dari
Madura menggeram dalam hati. Kalau terus seperti itu, satu kali hantaman tangan
dua lawan pasti akan sempat menghajarnya atau peti kayu hitam akan kena dirampas
orang. Dia putar clurit emas di tangan kanan dengan sebat. Bukan saja senjata
itu lenyap berubah jadi cahaya kuning.
Tapi cahaya kuning itu juga membuat tubuhnya lenyap seolah terbungkus. Dua
Perwira Tinggi Kerajaan untuk beberapa ketika jadi bingung.
Melihat hal ini, orang berpakaian bagus yang 137-AKSARA BATU BERNYAWA
33 masih duduk di atas pelana kuda berteriak.
"Serang dengan jurus Barat Timur - Utara Selatan Membongkar Nyawal"
Begitu mendengar teriakan, dua Perwira Tinggi yang mengeroyok si kakek pengemis
sama-sama keluarkan seruan keras. Lalu tubuh mereka seperti lenyap. Si kakek
hanya melihat bayang-bayang berputar cepat disusul dengan datangnya
hantaman bertubi-tubi dari depan, belakang, samping kiri dan samping kanan.
Badai serangan itu mendera terus sampai tiga jurus dimuka. Jurus berikutnya satu
jotosan keras mendarat di dada kiri si kakek. Membuat orang tua ini melintir.
Sakit yang dideritanya bukan alang kepalang.
Separuh tubuhnya sebelah atas laksana hancur.
Namun dia masih bisa mempertahankan peti kayu hitam di kepitan tangan kiri.
Dalam keadaan terpuntir seperti itu Perwira Tinggi yang ada di sebelah kiri
sempat pula melancarkan serangan yang menghantam perut Bayusongko, tepat di
bagian mana sebelumnya kena disodok tongkat destar Wayan Japa. Luka dalam yang
masih terkuak membuat darah kembali menyembur dari mulut si kakek.
"Kalau tidak segera kubunuh, aku bisa celaka!" Si kakek maklum keadaannya mulai
gawat. Didahului teriakan keras membahana Bayusongko melesat ke udara. Dua lawan
cepat mengikuti gerakannya. Namun inilah kesalahan besar yang harus dibayar
mahal. Ketika dua Perwira Tinggi terpancing ikut melesat ke udara, si kakek
tidak sia-siakan peluang. Peti kayu dipindah, dijepit di antara kedua paha. Lalu
dua tangan diusapkan satu sama lain. Sepasang clurit hantu serta merta berada
dalam genggamannya.
"Clurit hantu! Awas!" Salah seorang Perwira Tinggi yang kebetulan melihat dua
senjata aneh yang ada di tangan lawan kiri kanan segera berteriak memberi ingat.
Dia kini sudah bisa menerka siapa adanya lawan tua muka
celemongan itu. Namun teriak peringatan itu terlambat, Clurit hantu pertama
berkelebat. Menancap di pipi kiri Perwira Tinggi sahabatnya.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
34 Dia sendiri masih bisa berusaha melancarkan satu pukulan tangan kosong
mengandung tenaga dalam tinggi. Namun clurit hantu kedua tetap saja berhasil
menembus. Padahal seandainya dua
buah batang kelapa dihantamkan dan ditangkis dengan pukulan tangan kosong itu
niscaya dua batang kelapa terpental hancur! Clurit hantu menancap tepat
dipertengahan kening. Sepasang mata Perwira Tinggi ini langsung terbeliak. Tubuh
rubuh ke tanah, menindih sosok Perwira Tinggi kawannya yang telah lebih dulu
menemui ajal. Sekujur kulit tubuh mereka kelihatan membiru.
Sesaat setelah kakek pengemis melemparkan
dua clurit hantu yang membunuh dua orang
berpakaian Perwira Tingi Kerajaan, sosok orang berpakaian paling bagus di atas
kuda mendadak lenyap dalam satu gerakan luar biasa cepatnya.
Kakek pengemis yang belum sempat
memperhatikan musuh terakhirnya itu tiba-tiba terpental laksana dihantam
dahsyatnya angin topan. Pahanya yang menjepit peti kayu hitam terkembang.
Penunggang kuda ke enam telah menghantam si kakek dengan satu tendangan luar
biasa cepat dan keras. Sebelum kakek pengemis terkapar di tanah, peti kayu yang
melayang jatuh telah berpindah ke tangan orang bercadar berpakaian bagus.
Bayusongko megap-megap sulit bernafas. Dia
tak mampu menggerakkan tubuh. Hanya sepasang matanya saja memandang penuh dendam
dan kebencian ke arah orang bercadar hitam yang kini menguasai peti kayu.
"Jurus tendangan Memendam Bumi Menjarah Nyawa...." Ucap kakek pengemis yang
mengenali jurus tendangan maut yang barusan dilancarkan musuh bercadar. Sudak
sejak lama dia mengetahui bahwa jurus Memendam Bumi Menjarah Nyawa itu adalah
jurus ilmu silat yang hanya dimiliki oleh sekelompok tokoh silat Kerajaan.
"Kalian memang orang-orang Kerajaan. Tapi mengapa berlaku pengecut! Beraninya
main keroyok! Kau akan menerima laknat benda yang ada dalam peti itu!"
137-AKSARA BATU BERNYAWA
35 Orang berpakaian bagus tertawa dibalik cadar.
"Kau minta mati! Apa salahnya kami
memberikan"!" ucap orang ini.
Pengemis tua Bayusongko berusaha menyatukan dua tangan untuk diusapkan satu sama
lain. Ingin sekali dia menghajar manusia satu itu dengan clurit hantu. Namun
nyawanya keburu lepas. Setelah muntahkan darah segar kakek ini akhirnya
tergeletak tak berkutik lagi.
Orang bercadar dan berpakaian bagus
memandang berkeliling. Datang berenam kini hanya tinggal dia sendirian. Dua
Perwira Tinggi menemui ajal. Begitu juga dua pengawal.
Pengawal ke tiga, dalam keadaan buntung lengan kanan telah menghambur lari entah
kemana sejak tadi-tadi. Sambil menimang-nimang peti kayu dia melangkah ke arah
kuda tunggangannya. "Aku harus segera tinggalkan tempat ini. Agar sebelum fajar
menyingsing sudah berada di Kotaraja."
Peti kayu di masukkan ke dalam kantong perbekalan yaiu,gantung di leher kuda.
Orang bercadar ini baru saja mengangkat kaki untuk menjejak besi di sisi kiri
kuda ketika tiba-tiba satu suara suitan menggelegar dalam kegelapan.
Di lain saat kuda yang hendak dinaiki meringkik keras. Dua kaki depan diangkat
ke atas lalu binatang ini tergelimpang di tanah. Di mulutnya ludah putih
membusah. Mata mendelik pertanda nyawanya sudah lepas. Orang bercadar meneliti.
Kuda tunggangannya menemui ajal dengan
sebuah anak panah hitam menancap tepat pada urat besar jalan darah di leher
kanan, tembus ke leher kiri!"
"Jahanam! Siapa yang punya perbuatan!"
Rutuk orang bercadar. Dia mencium adanya kesulitan, bahkan bahaya besar. Cepat
dia membungkuk mengambil peti kayu di kantong
perbekalan. Namun belum sempat dia
mengeluarkan peti itu tiba-tiba ada suara menegur.
"Pangeran Haryo, setelah mendapat rejeki besar tidak salah kalau kau buru-buru
ingin kembali ke Kotaraja. Tapi karena aku ada di sini, mengapa kita tidak
berbagi sedekah"!"
Kejut orang berpakaian bagus bukan alang
137-AKSARA BATU BERNYAWA
36 kepalang. Dia bagai mendengar suara setan.
Bagaimana dia tidak bisa mengetahui kalau di tempat itu ada orang lain" Kecuali
orang yang barusan menegur itu memiliki ilmu kesaktian luar biasa tinggi hingga
kehadirannya seperti bertiupnya angin malam.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
37 5 WIRO SABLENG AKSARA BATU BERNYAWA
ORANG bercadar cepat berbalik memutar tubuh.
Pandangannya langsung membentur sosok seorang kakek berkepala gundul, duduk
mencakung di tanah. Di paha kiri melintang sebuah gendewa atau busur, di tangan
kanan dia memegang sebilah anak panah berwarna hitam. Di punggung ada satu
kantong dipenuhi dua lusin anak panah berwarna hitam. Kakek berwajah bulat ini
tiada henti tersenyum seolah ada hal lucu yang
menggembirakan hatinya. Pakaiannya berupa
sehelai jubah hijau panjang menjela tanah. Mata menatap tak berkedip ke arah
lelaki bercadar hitam dan sesekali melirik ke arah kantong perbekalan di leher
kuda yang sudah jadi bangkai.
Orang bercadar yang disapa dengan nama
pangeran Haryo kalau tadi terkejut dengan
teguran serta kehadiran orang lain yang tidak terduga di tempat ini, kini malah
tambah-tambah kagetnya ketika melihat siapa yang duduk
berjongkok delapan langkah di depan sana.
"Dia selalu muncul berdua bersama gendaknya.
Sembunyi dimana perempuan mesum itu?"
Baru saja dia membatin, tiba-tiba dari samping kiri terdengar suara perempuan
tertawa cekikikan!
Lelaki bercadar hitam berpaling ke arah
datangnya suara tertawa. Orang yang barusan dipertanyakannya dalam hati ternyata
terlihat enak-enakan duduk di atas rumpunan semak belukar tanpa semak belukar
itu merunduk meliuk apalagi roboh.'
Orang yang duduk di atas rumpunan semak
belukar seperti si kakek kepalanya juga botak dan sama mengenakan jubah hijau
panjang. Di punggungnya ada sekantong anak panah
137-AKSARA BATU BERNYAWA
38 berwarna putih. Tangan kiri dimelintangkan di dada, memegang sebuah busur
sementara tangan knnan memutar-mutar sebuah anak panah
berwarna putih. Seperti si kakek botak dia juga senyum-senyum tiada henti. Kalau
saja orang ini tidak mengenakan anting besar pada kedua
telinganya, sulit diduga mana yang perempuan dan mana yang lelaki diantara
mereka berdua. "Pangeran Haryo, kau mendadak jadi bisu atau tuli atau bagaimana" Mungkin
terkejut karena kehadiran kami yang tidak terduga di tempat ini"
Atau karena sudah lama tidak berjumpa membuat kau jadi pangling terhadap kami
berdua." Orang bercadar melengak. Lalu membentak.
"Monyet tua botak buruk rupa! Siapa bilang Pangeran Haryo!"
Si kakek senyum-senyum terus. "Kau boleh sembunyikan wajah. Tapi raut sosok
tubuhmu, pakaian dan blangkon yang kau kenakan. Lalu barusan suaramu, bukankah
semua memberi petunjuk bahwa kau adalah Pangeran Haryo dari Kotaraja! Aku mengenalmu bertahuntahun. Aku tidak akan bisa ditipu walau kau menutupi wajah dengan cadar hitam!"
"Setan alas! Kau dan gendakmu tidak disukai di Keraton. Itu sebabnya kau
tersingkir sebagai tokoh silat Istana! Di tempat inipun tidak ada yang suka
padamu!" "Ah, mulutmu usil amat." Jawab kakek botak sambil bolang balingkan panah hitam
di tangan kanan. "Lihat nenek cantik di atas semak sana"
Dia kekasihku! Dia sangat menyukai diriku!
Jangan kau mengada-ada tidak ada orang yang menyukai diriku! Ha...ha...ha...ha!"
"Kau benar sekali kekasihku! Benar sekali!'
menyahuti nenek botak yang duduk enak-enakan di atas semak belukar. "Aku
menyukaimu. Dari dulu sampai sekarang. Sampai nanti!
Hik...hik...hik! Kau pandai bercinta denganku.
Membuat aku selalu tergila-gila mabuk kepayang!"
"Dasar perempuan lacur! Bicara kotor seenaknya saja!" rutuk orang bercadar.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
39 "Nah-nah kau dengar sendiri!" kata kakek botak. "Sekarang kalau aku boleh
bertanya apa ada orang yang menyukai dirimu di tempat ini"
Aku pasti tidak!"
"Aku juga tidak!" jawab si nenek di atas semak belukar lalu tertawa cekikikan.
"Tak ada manfaatnya bicara dengan orangorang sinting sepertimu! Aku bukan
Pangeran Haryo! Dengar itu baik-baik!"
"Kalau begitu harap singkirkan cadar hitam penutup wajahmu!" tantang kakek botak
pula. "Orang sinting sepertimu mana layak memerintah diriku!"
"Amboi!" seru si nenek botak.
Orang bercadar mengambil peti hitam di dalam kantong perbekalan. Lalu dia
melompat ke arah kuda milik salah seorang perwira yang tewas.
Kakek botak lirikkan mata ke arah nenek botak di atas semak belukar. Perempuan
tua ini senyum-senyum. Anak panah diselipkan di tali busur.
Lalu panah putih direntang. Semua itu dilakukan dalam gerakan sangat cepat. Anak
panah putih kemudian melesat membelah kegelapan udara malam. Lalu di depan sana
kuda yang hendak dipakai sebagai tunggangan meringkik keras.
Huyung sesaat lalu roboh ke tanah. Sebuah anak panah berwarna putih menancap di
kening, tepat di antara dua mata terus menembus ke otak!
"Sepasang Setan Tersenyuml" orang bercadar membentak. "Apa mau kalian
sebenarnya"
Kakek botak dan nenek botak saling pandang
lalu sama-sama tertawa.
"Akhirnya kau sebut juga nama julukan kami!
Pertanda kau tidak pernah lupa siapa kami berdua Ha...ha...ha! Seperti kataku
tadi aku ingin kita berbagi sedekah!"
"Berbagi sedekah" Sedekah apa"!" Bentak orang bercadar walau dalam hati dia
sudah bisa menduga kemana melencengnya tujuan ucapan
kekek botak yang juga dikenal dengan julukan Raja Setan Tersenyum sementara
kekasihnya dikenal dongan panggilan Ratu Setan Tersenyum.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
40 Dengan anak panah hitam di tangan kanan
Raja Selan Tersenyum menunjuk ke arah peti yang dipegang orang bercadar hitam di
tangan kiri. "Kami ingin kau membagi peti itu."
"Maksudmu?" tukas orang bercadar.
"Kau boleh ambil petinya. Isi serahkan pada kami berdua!"
Habis berkata begitu si kakek botak tertawa gelak-gelak. Si nenek tertawa
cekikikan. "Enak saja mulutmu bicara!" hardik orang bercadar. "Tiga puluh enam rembulan aku
menunggu kesempatan, mencari benda di dalam peti ini. Korbankan tenaga, uang,
waktu bahkan darah dan nyawa orang-orangku! Sesudah dapat alangkah enaknya kau
meminta! Persetan dengan kalian!"
Orang bercadar langsung melompat ke atas
kuda perwira kedua. Namun belum sempat
menggebrak binatang itu lari, sebuah panah hitam melesat dalam kegelapan malam
dan menancap tepat di kaki kiri depan kuda. Binatang ini tersungkur lalu
menghambur lari. Meninggalkan orang bercadar jatuh tergelimpang di tanah!
Raja dan Ratu Setan Tersenyum tertawa gelak-gelak.
"Kuda mana lagi yang akan kau pilih untuk kabur?" bertanya si nenek. Lalu dia
membuat gerakan cepat tiga kali berturut-turut. Tiga ekor kuda yang ada di
tempat itu langsung meringkik roboh.
"Ha...ha...ha!" tawa kakek botak. "Kekasihku membuat kau tidak punya seekor
kudapun lagi untuk dipakai kabur!"
"Jahanam keparat!" rutuk orang bercadar. Dia cepat berdiri.
Si nenek membuka mulut. "Pangeran Haryo..."
Nenek setan! Aku bukan Pangeran Haryo!
Apn kau tuli"!"
"Terserah siapa kau adanya." Sahut Ratu Betan Tersenyum. "Aku hanya ingin
membantu agar kau bisa pulang ke Kotaraja tidak kurang suatu apa.
Dengar, jika kau serahkan peti itu pada kekasihku, 137-AKSARA BATU BERNYAWA
Wiro Sableng 137 Aksara Batu Bernyawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
41 segala dosamu di masa lalu tidak akan kami ungkit-ungkit!"
"Keparat rendah! Apa dosaku terhadap kalian!" hardik orang bercadar.
Kakek nenek botak saling melirik lalu tertawa gelak-gelak. Lalu si kakek
berkata. "Sudah lama kau diketahui sebagai pangeran temahak, rakus dan pandai
memfitnah orang-orang yang tidak Behaluan denganmu. Ketika kau dan konco-koncomu
menyusun rencana untuk menggulingkan tahta Sri Baginda dan kami menolak ikut,
kau dan teman-teman menjatuhkan fitnah bahwa kami berdualah yang jadi dedengkot
biang kejahatan Itu. Kami berdua siap digantung. Untung masih ada teman-teman
yang menolong hingga bisa kabur selamatkan diri..."
"Kalian mengakui kalau kalian berdua sebenarnya adalah manusia-manusia buronan!
Kalian berdua harus ditangkap! Menyerahlah!"
"Hik...hiik...hik!" Si nenek tertawa cekikikan.
"Kami dalang kesini bukan bicara soal tangkap menangkap. Tapi minta agar kau
menyerahkan bulat-bulat peti itu kepada kami! Mengerti"
Dengar" Atau kupingmu torek"!"
'Tidak ada jalan lain. Pemberontak-pemberontak busuk macam kalian berdua memang
harus disingkirkan!"
Habis berkata begitu orang bercadar
lemparkan peti kayu ke atas pohon di dekatnya.
Peti melesat di udara dan jatuh tepat dilekuk cabang pohon besar. Maksudnya
berbuat begitu adalah agar dia lebih leluasa menghadapi dua lawan berat si nenek
dan kakek kepala botak.
Namun dia tidak sadar kalau di tempat itu telah muncul orang lain. Hanya sesaat
setelah peti bertengger di cabang pohon tiba-tiba satu bayangan putih melesat
dari tempat gelap.
Berkelebat ke arah peti di atas pohon.
"Jahanam! Ada pengacau baru!" Maki orang bercadar. Dia segera hendak lepaskan
satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga sakti ke arah orang yang bermaksud
mengambil peti"
137-AKSARA BATU BERNYAWA
42 itu namun tiba-tiba dari jurusan lain berkiblat tiga cahaya terang.
"Wuss!"
Orang berpakaian putih yang tengah melesat
untuk mengambil peti kayu di cabang pohon menjerit keras. Tubuhnya berubah
menjadi kobaran api. Ketika tubuh itu tercampak jatuh ke tanah keadaannya
mengerikan sekali. Sekujur badan mulai dari kepala sampai kaki hanya tinggal
tulang-belulang gosong menghitam! Tak mungkin untuk mengenali siapa adanya
manusia malang satu ini!
SEWAKTU orang tinggi besar yang mendekam
di balik semak belukar pertama kali sampai di tempat itu sebenarnya sudah ada
orang lain berpakaian serba putih sembunyi di satu tempat.
Orang ini rupanya datang untuk tujuan yang sama yaitu mendapatkan peti kayu
hitam. Melihat kenyataan bahwa orang bercadar mungkin benar Pangeran Haryo
adanya, orang yang mendekam
di balik semak-semak tidak mau bertindak
gegabah. Nama Pangeran Haryo cukup dikenal di kalangan Keraton di Kotaraja.
Seorang lelaki berusia setengah abad memiliki ilmu silat dan kesaktian tinggi.
Selain itu di tempat tersebut dia Juga melihat Sepasang Setan Tersenyum yang
merupakan tokoh-tokoh silat yang tak bisa
dipandang enteng. Mereka memang sangat
cekatan dalam memainkan panah. Tapi panah dan busur itu juga bisa berubah
menjadi pedang, golok, pentungan atau tombak.
Begitu orang bercadar hitam lemparkan peti
kayu ke cabang pohon dan siap menghadapi
Sepasang Setan Tersenyum, orang berpakaian putih melihat kesempatan baik.
Secepat kilat dia melesat ke cabang pohon. Namun sebelum
berhasil menyentuh peti kayu hitam tiba-tiba or ang tinggi besar yang mendekam
di belakang semak belukar hantamkan tangan kanannya. Sinar terang berkiblat. Tak
ampun lagi orang berpakaian 137-AKSARA BATU BERNYAWA
43 serba putih menemui ajal dengan tubuh terbakar gosong.
*** ORANG yang diduga sebagai Pangeran Haryo
sesaat terdiam. Matanya cepat mengawasi
keadaan. Kalau ada orang lain yang barusan membunuh orang berpakaian serba putih
itu, apakah orang ini bertindak sebagai teman atau bagaimana. Dia melirik ke
atas cabang pohon.
Peti kayu hitam masih ada di situ. Dia perhatikan Sepasang Setan Tersenyum. Dia
tahu kakek nenek ini tidak bermaksud untuk segera mengambil peti karena terlalu
besar bahayanya. Untuk sementara peti kayu aman di atas cabang pohon.
Orang bercadar hitam manfaatkan situasi yang mencekam. Dia menyeringai, menatap
ke arah Sepasang Setan Tersenyum.
"Kalian saksikan sendiri! Siapa saja yang inginkan peti kayu hitam itu, pasti akan tewas di tangan anak buahku!"
Ratu Setan Tersenyum hampir termakan
ucapan orang. Tapi si kakek kekasihnya cepat mendekati dan berisik.
"Dia mau menipu kita. Yang membunuh orang berpakaian serba putih tadi bukan anak
buah atau temannya. Dengar...aku akan melompat mengambil peti di atas pohon..."
"Kau gila!" sahut Ratu Setan Tersenyum.
"Selagi kau melayang ke atas dirimu tidak terlindung. Nasibmu bisa sama dengan
bangkai gosong itu!"
"Kekasihku," ujar Raja Setan. "Percuma kau ada di sini kalau tidak bisa
membantu. Dengar, waktu aku melesat ke udara berondong dengan panah orang yang
mendekam di balik semak
belukar. Aku akan menghujani Pangeran Haryo dengan panah. Aku tidak akan
mempergunakan gendewa. Tapi lebih dulu akan pergunakan Asap 137-AKSARA BATU
BERNYAWA 44 Setan untuk mengecoh Pangeran itu."
"Terserah jika itu maumu."
"Kau siap Ratuku?"
"Tentu saja!" jawab Ratu Setan Tersenyum.
Lalu tangan kanannya berkelebat ke punggung mengambil setengah lusin anak panah
sekaligus. Cepat sekali dia merentang gendewa dan
menghantam orang yang bersembunyi dibalik semak belukar dengan enam anak panah,
lalu menyusul enam anak panah lagi. Orang di balik semak belukar memaki habishabisan namun dengan gerakan cepat luar biasa dia mampu lolos dari serangan dua belas anak
panah. Begitu kekasihnya mulai menghujani orang
yang sembunyi dibalik semak-semak dengan serangan panah, dari dalam kantong
jubah Raja Setan Tersenyum keluarkan sebuah benda bulat berwarna hijau. Ketika
dilempar ke udara benda bulat itu meletus pecah dan menghamburkan asap tebal
berwarna hijau, menutupi seantero tempat terutama sekitar pohon besar dimana
beradanya, peti kayu hitam.
Dalam pandangan mata yang terhalang orang
bercadar hitam hantamkan tangan kiri ke udara untuk menangkis serangan anak
panah. Sementara tangan kanan mengeluarkan
sehelai tambang hitam yang ujungnya ada besi berkait. Peti kayu hitam serta
merta terikat oleh tambang yang ada pengaitnya itu. Sekali tarik, sambil
melayang ke jurusan yang tidak terduga, lelaki bercadar berhasil mendapatkan
peti kayu. Lalu dia meniup ke depan. Asap hijau secara aneh membuntal lebih lebar, menutupi
pandangan mata lebih luas. Raja Setan Tersenyum terkurung oleh asap buatannya
sendiri. Bersamaan dengan meniup orang bercadar jatuhkan diri lalu
gelindingkan diri di tanah, ke balik deretan semak belukar gelap.
"Kurang ajar! Bangsat itu menipu kita!" teriak Ratu Setan Tersenyum yang
terbungkus dalam kepekatan asap hijau. Justru inilah kesalahan besar yang harus
dibayar mahal. Dari suara 137-AKSARA BATU BERNYAWA
45 ucapannya orang tinggi besar yang mendekam dalam gelap segera mengetahui dimana
beradanya si nenek. Sekali tangannya menghantam,
satu gelombang angin laksana sebuah batu raksasa menderu. Ratu Setan Tersenyum
sempat mendengar deru dahsyat tapi tidak bisa
selamatkan diri. Di dalam buntalan asap terdengar jeritnya setinggi langit.
Tubuhnya terpental, jatuh di atas pasir pantai dalam keadaan hancur memar mulai
dari kepala sampai ke kaki.
Raja Setan Tersenyum berteriak keras. Dia sambitkan delapan anak panah ke arah
orang bercadar hitam. Tapi orang ini telah lebih dulu Jatuhkan diri ke tanah.
"Ratu! Kekasihku!" teriak Raja Setan Tersenyum kalang kabut. Seperti gila dia
menghantam kian kemari. Dua pohon besar tumbang dihantam
gendewa. Tiga semak belukar lebat berserabutan ke udara. Dia baru berhenti
ketika ingat akan sosok kekasihnya si nenek botak menggeletak di tanah.
"Hancur..." ucap Raja Setan Tersenyum dengan suara bergetar dada membara.
"Pangeran Haryo tidak punya ilmu pukulan yang bisa membunuh seperti ini. Jahanam
mana yang punya pekerjaan?"
Raja Setan Tersenyum pandangi monyet
kekasihnya dengan mata melotot. Lalu seperti orang kemasukan setan, kepalanya
dibentur-benturkan ke tanah.
"Kekasihku....kekasihku..." kata si kakek berulang kali sambil memeluk tubuh
hancur Ratu Setan Tersenyum. Tiba-tiba dia angkat kepala.
Tampangnya angker luar biasa seperti setan sungguhan.
"Pangeran keparat! Kau mau kabur kemana!"
teriak Raja Setan Tersenyum. Lalu secepat kilat kakek botak ini berkelebat ke
jurusan dimana tadi dia sempat melihat bayangan orang bercadar melesat kabur.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
46 WIRO SABLENG AKSARA BATU BERNYAWA
6 ORANG bercadar hitam memang
memiliki ilmu silat dan kesaktian tinggi. Namun dalam ilmu lari kemampuannya
masih satu tingkat dibawah orang yang mengejar yaitu kakek botak berjuluk Raja
Setan Tersenyum. Saat demi saat jarak mereka semakin terpaut dekat. Sementara
itu Raja Setan Tersenyum yang melakukan pengejaran mendadak dibayangi rasa waswas karena menyadari kalau di sebelah belakang ada orang lain menguntit mengejarnya.
"Jahanam! Dia pasti pembunuh orang
berpakaian putih. Pasti dia juga yang membunuh kekasihku!"
Raja Setan Tersenyum kertakkan rahang. Di
depan sana sosok lelaki bercadar tiba-tiba lenyap.
Kakek botak hentikan lari. Mata mengawasi ke arah kegelapan di sebelah depan.
Pada saat itulah dari balik sebatang pohon besar sekonyong-konyong menderu
selarik angin luar biasa dingin memancarkan sinar biru. Raja Setan Tersenyum
cepat melompat ke kiri selamatkan diri. Walau tidak sempat dihantam serangan
namun dia merasakan sekujur tubuh seperti beku. Cepat dia kerahkan hawa sakti ke
pembuluh darah.
"Pukulan Kutub Es!" SI kakek kenali pukulan Itu. "Hanya beberapa orang saja yang
memiliki Ilmu kesaktian itu! Satu diantaranya Pangeran Haryo! Tidak salah lagi,
bangsat itu memang Pangeran Haryo adanya!"
Begitu Raja Setan Tersenyum berhasil memusnahkan hawa dingin yang membuat tubuhnya
kaku, kakek ini kembali melakukan pengejaran.
Di depan sana orang bercadar merutuk habis-habisan karena tidak mampu loloskan
diri. Saat demi saat jarak keduanya semakin dekat. Di satu tempat sambil terus
memburu, Raja Setan
Tersenyum mulai lemparkan panah hitam,
137-AKSARA BATU BERNYAWA
47 membuat orang bercadar jadi tak karuan larinya karena berulang kali harus
melompat kian kemari selamatkan diri dari hantaman panah yang datang dari
belakang. Sesekali orang bercadar pukulkan tangan kanan ke belakang. Beberapa
anak panah yang dilemparkan Raja Setan Tersenyum mencelat mental dan hancur.
Beberapa lainnya malah terpental berbalik menyerang si kakek, membuat orang tua
ini ganti kalang kabut selamatkan diri.
"Manusia-manusia tolol! Aku bosan mengikuti permainan kalian!"
Mendadak ada suara orang berteriak di
belakang sana. Belum lenyap gema teriakan itu menyusul berkiblatnya cahaya
terang. Raja Setan Tersenyum menoleh lalu berseru keras. Dia kenali cahaya itu.
Secepat kilat si kakek jatuhkan diri sama rata dengan tanah. Tubuhnya laksana
terpanggang ketika cahaya terang menggebu melewati punggung. Lalu dia mendengar
suara jeritan di depan sana.
Sosok orang bercadar kelihatan mencelat ke
udara. Sisi kanan tubuhnya dikobari api. Raja Setan Tersenyum berusaha bangkit
untuk melihat lebih jelas apa yang telah terjadi. Namun tubuhnya jatuh
terbanting menelungkup di tanah ketika satu kaki dengan kekuatan puluhan kati
menindih punggungnya.
Raja Setan Tersenyum hantamkan gendewa di
tangan kiri untuk memukul orang yang
menginjaknya. "Kraaakkk!"
Gendewa patah dua, terlepas mental dari tangan si kakek. Si kakek sendiri
mengeluh kesakitan karena tangan kirinya serasa tanggal.
"Raja Setan, cukup sampai disini kau ikut bermain. Benda sakti mandraguna yang
kau kejar-kejar itu tidak berjodoh dengan dirimu!"
Orang yang menginjak punggung si kakek
keluarkan ucapan.
"Jahanam! Kau pasti orang yang membunuh kekasihku! Siapa kau!"
Kaki yang menginjak bergerak. Dengan kaki 137-AKSARA BATU BERNYAWA
48 yang sama tubuh Raja Setan Tersenyum
dibalikkan hingga tertelentang. Kini ganti bagian dada yang dipijak.
Orang tinggi besar yang menginjak dada Raja Setan menyeringai.
"Apakah kau mengenali diriku?"
Sepasang mata Raja Setan Tersenyum
mendelik. Bukan saja untuk melihat lekat-lekat wajah orang yang menginjaknya
tapi juga karena kesakitan akibat injakan. Si kakek melihat satu wajah buruk.
"Kau...." Raja Setan Tersenyum tidak dapat memastikan apakah dia mengenali orang
itu. Namun rasa-rasanya memang dia pernah melihat wajah itu. Tapi sekarang mengapa
berubah bentuk begini rupa"
"Kau tidak mengenali diriku?" si tinggi besar menyeringai.
"Setan keparat! Aku tidak perduli siapa kau adanya! Yang jelas kau adalah
pembunuh kekasihku! Kau harus mampus di tanganku!"
Bentak si kakek lalu dua panah hitam yang ada di tangan kanannya dilemparkan ke
arah si tinggi besar. Hanya dengan menggerakkan tangan kiri sedikit, si tinggi
besar berhasil memukul mental dua anak panah.
"Kakek botak, seharusnya aku juga sudah membunuhmu saat ini. Namun mengingat kau
banyak berlaku baik di masa kanak-kanakku, aku mengampuni selembar nyawamu.
Cukup adil bukan?" "Apa katamu...?" Dua mata Raja Setan Tersenyum tambah membeliak. Otaknya bekerja
koras mengingat-ingat. Matanya menatap tajam ke wajah orang tinggi besar.
"Kalau...kalau begitu kau adalah putera....Kau adalah...."
Belum sempat menyebut nama satu totokan
mendarat di leher si kakek. Saat itu juga sekujur tubuhnya menjadi kaku. tak
bisa bergerak tak mampu bersuara.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
49 *** SOSOK tua kurus kering itu terbaring hampir sama rata dengan balai-balai kayu.
Mata terpejam, tak ada gerakan pada perut ataupun dada seolah keadaannya sudah
tidak bernafas lagi. Di dalam kamar yang diterangi lampu templok, seorang anak
lelaki seusia dua belas tahun duduk di samping tempat tidur. Anak ini duduk
dengan menahan kantuk yang amat sangat. Sesekali bila kepalanya terdohok kemuka,
Wiro Sableng 137 Aksara Batu Bernyawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cepat-cepat dia mengusap muka, menarik nafas panjang dan
duduk diam pandangi sosok kakeknya yang
terbaring sakit di atas balai-balai kayu. Namun segera saja kepalanya kembali
tertunduk diserang kantuk.
"Jantra cucuku....'
Anak lelaki yang duduk di samping tempat
tidur angkat kepala, buka mata. Serasa tidak percaya dia mendengar orang tua itu
bicara memanggil namanya.
"Kek...."
'Kau tidak tidur?"
"Belum Kek. Saya menjaga Kakek."
"Tidurlah. Sudah larut malam. Mungkin menjelang pagi. Nanti kau sakit....
"Saya belum mengantuk Kek,'' jawab si anak,
"Kakek mau minum?" Lalu anak ini ambil kendi tanah berisi air putih sejuk di
kaki tempat tidur. Sedikit demi sedikit air putih itu di-tuangkannya di atas
bibir si kakek. Dia baru berhenti ketika orang tua itu tersedak dan batuk-batuk.
"Kek, besok pagi saya akan ke hutan mencari daun obat. Kalau minum obat Kakek
pasti cepat sembuh..."
'Kau cucu baik. Sekarang turuti kataku.
Tidurlah..."
"Baik Kek," si bocah akhirnya mengalah. Dia mengambil sehelai tikar yang
tergulung di sudut pondok kajang itu. Baru setengah tikar sempat digelar di
lantai tanah, tiba-tiba braaakk!
137-AKSARA BATU BERNYAWA
50 Pintu pondok jebol. Jantra menjerit kaget. Si kakek di atas balai-balai buka
sepasang mata. Seorang yang mukanya ditutupi kain hitam terkapar di lantai pondok. Tubuh
sebelah kanan hancur hangus mengerikan. Di tangan kiri dia mengepit sebuah peti
kayu berwarna hitam.
Mengira yang muncul adalah setan atau hantu, mungkin juga orang jahat Jantra
ketakutan setengah mati. Dia sampai melompat naik ke atas balai-balai.
"Bocah, jangan takut," orang bercadar berkata.
Nafasnya megap-megap. Aku Pangeran Haryo
dari Kotaraja. Aku butuh pertolonganmu. Ambil peti ini. Tinggalkan pondok. Lari
sejauh bisa kau lakukan. Sembunyikan peti di satu tempat. Jangan kembali ke
pondok. Tunggu sampai dua hari.
Kalau keadaan sudah aman pergi ke Kotaraja.
Temui seorang bernama Abdi Tunggul di Keraton.
Serahkan peti ini padanya.'
Si bocah hanya melongo lalu geleng-gelengkan kepala berulang kali.
"Ambil cepat! Pergilah. Hidupku tak lama lagi."
Kakek di atas balai-balai angkat kepalanya sedikit, menatap pada orang bercadar
lalu berkata. "Cucuku, jika memang Pangeran Haryo dari Kotaraja yang minta tolong lekas
lakukan apa yang dikatakannya."
"Tapi Kek..."
"Bocah, lekas! Kita tak punya waktu banyak!
Sebentar lagi akan ada orang jahat datang ke sini untuk merampas peti itu! Ayo
ambil cepat!"
Jantra memandang pada kakeknya. Orang tua
ini gerakkan kepala sedikit lalu berkata. "Ambil peti itu. Pergilah..."
"Tapi kau sakit Kek, aku harus menjagamu..."
"Aku akan segera sembuh."
Meski agak ragu Jantra akhirnya, mengambil
peti lalu melompat ke pintu.
"Jangan lewat situ!" orang bercadar memberitahu. Dengan tangan kiri dijebolnya
dinding pondok sebelah belakang. "Lewat sini!" Jantra 137-AKSARA BATU BERNYAWA
51 loloskan diri lewat lobang di dinding. Di luar pondok bocah ini lari tanpa arah,
sekencang yang bisa dilakukannya. Sesekali dia berhenti dan berpaling ke
belakang, ke arah pondok.
Begitu Jantra keluar dari dalam pondok, orang bercadar mendekati si kakek yang
terbaring di atas balai-balai.
"Orang tua, aku terpaksa melakukan ini! Satu-satunya jalan untuk menjaga
kerahasiaan benda mustika itu."
Si kakek melihat orang ulurkan tangan kiri.
Matanya mendelik.
"A...aku dan cucuku telah menolongmu. Mengapa kau masih berhati jahat mau
membunuhku...?"
"Kreeek!"
Ucapan si kakek terputus. Tulang leher remuk.
Nyawanya lepas saat itu juga. Sehabis membunuh si kakek, orang bercadar kepalkan
tinju kiri lalu hantam kepalanya sendiri.
"Praaaak!"
ORANG bertubuh tinggi besar sesaat tegak
tak bergerak di depan pintu pondok. Rahangnya menggembung. Pelipis bergerakgerak. Mata memandang dingin pada mayat kakek dan orang bercadar. Kemudian dia
memperhatikan ber-keliling.
Mencari-cari. Kurang puas dia menggeledah
mengobrak-abrik isi pondok. Benda yang dicari tidak ditemukan. Lalu dia
perhatikan dinding pondok yang jebol.
"Kurang ajar! Pasti ada orang ke tiga sebelumnya di tempat ini!" Orang ini
menggeram. Otaknya bekerja. "Kakek ini pasti dihabisi bangsat bercadar. Lalu dia bunuh
diri. Lalu orang ke tiga yang sangat pasti melarikan peti, siapa dia...?"
Sambil kembali meneliti seisi pondok karena masih berharap peti kayu hitam ada
di tempat itu, si tinggi besar melangkah mendekati sosok orang bercadar yang
tergelimpang di lantai. Dengan tangan kirinya dia tarik cadar hitam yang 137AKSARA BATU BERNYAWA
52 menutupi wajah orang.
Hemmm....Pangeran Haryo. Jadi memang kau
rupanya." Orang tinggi besar merenung sesaat.
"Mungkin pondok ini merupakan tempat pertemuan rahasia antara Pangeran Haryo
dengan orang ke tiga. Untuk mengetahui siapa adanya orang ke tiga, aku harus
mencari tahu dulu siapa adanya kakek yang mati dicekik ini."
Orang tinggi besar tinggalkan pondok. Malam itu juga dia berusaha mencari
keterangan dari penduduk sekitar situ. Tidak mudah untuk
mendapatkan keterangan. Selain rumah penduduk berada jauh, juga tak ada orang
yang mau membuka pintu di malam buta untuk tamu yang tidak dikenal. Tidak putus
asa, menjelang fajar akhirnya orang itu berhasil mendapat keterangan dari
penduduk yang tinggal di kaki bukit. Kakek yang tewas dibunuh diketahui bernama
Ma-ngunsuarso. Dia tinggal di pondok hanya berdua dengan cucunya, seorang anak
lelaki berusia dua belas tahun bernama Jantra. Si tinggi besar tidak pernah
menduga kalau orang ketiga yang tengah dilacaknya adalah seorang bocah.
"Kalau anak-anak, pasti dia belum lari terlalu jauh. Aku pasti menemukannya."
Kata si tinggi besar dalam hati.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
53 7 WIRO SABLENG AKSARA BATU BERNYAW A
KELETIHAN karena berlari hampir sepertiga malam membuat Jantra tidur cukup
nyenyak walau beratap langit, berkasur tanah dan berselimut embun. Ketika sapuan
mentari pagi membangunkannya, yang pertama sekali dilihatnya adalah langit luas kebiruan.
Lalu dia ingat kakeknya. Anak ini bangkit dari tidurnya, duduk, menggosok mata
dan memandang berkeliling.
Dia menduga-duga kira-kira sejauh mana dia dari pondok saat itu. Kemudian
pandangannya ditujukan pada peti kayu yang terletak di tanah di ujung kakinya.
'Orang bercadar mengaku Pangeran Haryo
itu....' Jantra ingat peristiwa malam tadi.
"Mengapa dia menyuruh aku melarikan peti sejauh mungkin. Menyembunyikan di satu
tempat. Harus menunggu sampai dua hari. Lalu pergi ke Kotaraja. Menyerahkan peti pada
seorang bernama Abdi Tunggul di Keraton. Apa yang ada dalam peti ini" Emas" Harta karun"
Barang pusaka" Kalau memang emas atau harta karun perlu apa aku susah-susah
mengantar ke Kotaraja. Ambil saja, serahkan pada kakek. Kami akan jadi kaya raya." Jantra
permainkan peti kayu dengan ujung kaki. Dia berada dalam
kebimbangan. Melaksanakan pesan orang bercadar atau mengikuti suara hatinya.
Jantra memandang berkeliling. Tak jauh dari tempatnya duduk ada satu lobang
besar bekas bongkaran akar pohon kelapa yang telah
tumbang. Sesuai pesan Pangeran Haryo, peti itu bisa dikubur disembunyikannya di
lobang itu. 137-AKSARA BATU BERNYAWA
54 Namun suara hati dan rasa ingin tahu si bocah ternyata lebih keras. Jantra
beringsut. Peti kayu hitam diperhatikan dengan seksama. Penutup peti hanya
dikunci dengan sebuah pasak kayu. Berarti tidak susah membuka peti. Maka bocah
itu ulurkan tangan menarik pasak. Ternyata tidak semudah yang diduga Pasak itu
sangat kuat. Jantra harus mengetuk bagian bawah pasak dengan sebuah batu berulang kali, baru
pasak bergerak ke atas. Sekali tarik pasak kayupun akhirnya lepas.
"Kek, kita akan jadi orang kaya," kata bocah usia dua belas tahun itu karena
yakin peti kayu berisi emas atau barang berharga. Penutup peti diangkat. Begitu
penutup peti terbuka bau busuk membersit keluar. Jantra seperti mau muntah.
Walau tak tahan oleh bau busuk itu, Jantra masih berusaha memperhatikan,
memandang ke dalam
peti. Saat itu juga si bocah keluarkan jeritan keras. Muka pucat ketakutan.
Seperti disengat kalajengking anak ini melompat lalu lari tunggang langgang
tinggalkan tempat itu sambil terus menjerit.
Di dalam peti yang diharapkan berisi emas
atau harta karun itu ternyata ada satu kutungan kepala manusia. Kutungan kepala
ini memiliki rambut putih yang berubah kaku merah oleh darah yang telah
mengering. Dua mata mencelet
menggidikkan. Darah kering menutupi hampir keseluruhan wajah. Pada pertengahan
kening yang terbelah, menancap satu benda hitam. Benda ini adalah sebuah batu
tipis berukuran satu jengkal persegi.
Jantra tidak perduli kemana arah larinya. Yang penting menjauhkan diri dari peti
mengerikan itu.
Selagi dia lari sambil menjerit begitu rupa tiba-tiba satu tangan kukuh memagut
pinggang si bocah.
"Tidak! Jangan! Lepaskan!" teriak Jantra sambil memukuli dada orang yang
memegangnya. "Bocah, tak usah takut! Aku akan melindungimu.
Apapun bahaya yang mengancam." Jantra
137-AKSARA BATU BERNYAWA
55 mendengar suara, merasakan punggungnya
dielus-elus. Jantra menarik nafas panjang lalu menangis. Orang tinggi besar
usap-usap kepala Jantra, menunggu sampai anak itu tenang dan berhenti menangis.
"Sahabatku kecil, aku tahu namamu Jantra.
Benar?" Anak ini anggukkan kepala walau merasa
heran bagaimana orang tahu namanya. Untuk
pertama kali dia angkat kepala guna melihat wajah orang. Si bocah langsung
mengkeret ketakutan.
Dia melihat satu wajah dengan beberapa cacat menyeramkan! Cepat-cepat Jantra
tundukkan kepala. "Tampangku memang angker. Tapi terhadapmu hatiku baik." Berkata orang tinggi
besar. "Sekarang katakan. Apa yang terjadi. Apa yang membuatmu lari dan menjerit."
Jantra tak bisa segera menjawab.
Sesenggukan masih memenuhi mulut dan
tenggorokannya. Selain itu rasa takut terhadap orang tak dikenalnya ini masih
belum lenyap. Orang tinggi besar kembali mengusap kepala anak itu. Berucap dengan suara lembut
membujuk. "Ceritakan apa yang terjadi. Apa yang membuatmu ketakutan..."
"Di... didalam peti..." Jantra coba menerangkan.
Tapi masih tersendat.
"Di dalam peti. Peti apa" Dimana?"
"Ada...ada potongan kepala manusia di dalam peti. Kening terbelah. Ditancapi
batu...." Wajah si tinggi besar berubah. Rahang
mengembung, sepasang alis berjingkrak. "Peti itu, dimana?" Tunjukkan padaku."
Jantra menunjuk ke arah kejauhan. Lalu
berkata. "Aku tidak mau kesana. Aku takut..."
"Kita sama-sama kesana. Biar kudukung agar cepat."
Jantra didudukkan di bahu kiri lalu orang tinggi besar membawa anak ini lari ke
arah dari mana tadi Jantra datang.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
56 "Disana, dekat lobang besar. Itu petinya..."
ucap Jantra sambil menunjuk.
Si tinggi besar telah melihat peti kayu hitam itu. Tergeletak di tanah dalam
keadaan terbuka.
Jantra cepat diturunkan ke tanah. Anak ini tak berani memandang ke arah peti. Si
tinggi besar membungkuk, memperhatikan isi peti. Mula-mula kening mengerenyit,
lalu mata terbelalak. Dada berdebar panas.
"Bocah! Kau bilang ada batu menancap di kening orang. Mana"!" Si tinggi besar
tarik tubuh Jantra lalu diputar ke arah peti. Jantra yang ketakutan, pejamkan
mata tak berani melihat.
"Bocah setan! Kau menipuku!" Si tinggi besar jambak rambut Jantra.
"Di kening itu. Ada batu....Hitam..."
"Buka matamu! Libat sendiri!" bentak si tinggi besar.
Jantra menggeleng. Tak berani buka mata.
"Kalau kau tidak mau buka mata, biar kukorek!"
Ketakutan setengah mati matanya mau dikorek, Jantra akhirnya buka kedua mata. Di
kening kutungan kepala di daiam peti ternyata memang tidak ada lagi batu hitam itu.
"Tadi batu itu ada di situ. Menancap di kening." Ucap Jantra.
"Kau yakin?"
Jantra mengangguk.
"Kau tidak mendustai diriku atau salah lihat?"
Si bocah menggeleng.
Si tinggi besar seperti kehilangan tenaga. Dia dudukkan diri menjelepok di
tanah. Dalam hati mengeluh geram. "Puluhan minggu bekerja keras.
Peti kayu berhasil ditemukan. Tapi Batu Bernyawa yang ada di dalamnya lenyap
dijarah orang! Kurang ajar!" Saking geramnya si tinggi besar tendang peti kayu hitam hingga
peti dan isinya mencelat mental ke udara sampai setinggi lima tombak.
Setelah amarahnya agak mengendur si tinggi
137-AKSARA BATU BERNYAWA
57 besar menatap Jantra dan berkata dalam hati.
"Anak ini memang tidak berdusta. Tapi bagaimana batu bisa lenyap dalam waktu
begitu singkat" Ada seseorang muncul di tempat ini"
Siapa" Orang yang tidak tahu menahu perihal batu mustika itu pasti akan pergi
begitu saja. Atau mungkin salah seorang kepercayaan
penguasa pantai selatan muncul menyelamatkan batu mustika itu setelah kena
dirampas dari tangan nenek ular?"
"Jantra," kata si tinggi besar. "Kau menemukan peti di tempat ini. Bagaimana
Wiro Sableng 137 Aksara Batu Bernyawa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ceritanya?"
"Bukan, bukan menemukan. Aku yang
membawa peti itu kesini..." menjelaskan si bocah.
"Hemmm....Ka!au begitu bagaimana
kejadiannya" Sehabis kau menjelaskan, aku akan beri hadiah dan antar kau ke
pondok kakekmu."
Jantra lalu menuturkan apayang terjadi malam tadi sampai saat dia lari melalui
dinding kajang yang dijebol, anak ini tidak tahu peristiwa selanjutnya yaitu
kematian kakeknya serta bunuh dirinya orang bercadar. Setelah mendengar cerita
si bocah orang tinggi besar memutar otak, berpikir-pikir.
"Jantra, kau tunggu di sini. Kalau aku tidak menemuimu sampai tengah hari,
tinggalkan tempat ini. Jangan kembali ke pondok." Dari dalam saku pakaiannya orang tinggi
besar keluarkan kepingan emas. Logam sangat berharga ini digenggamkannya ke
tangan kanan si bocah seraya berkata. "Ingat, kau tak usah kembali ke rumah
kakekmu. Kalau kakekmu punya saudara temui dia. Tinggal bersamanya. Emas itu
cukup untuk bekal masa depanmu."
Habis berkata begitu orang tinggi besar usap kepala si bocah lalu berkelebat
pergi. Berada sendirian Jantra merasa heran. Dia pandangi potongan emas di
telapak tangan kanan.
"Mukanya seram. Anehnya hatinya baik. Aku diberi emas. Tapi tidak boleh kembali
ke rumah. Mungkin dia tidak tahu kalau kakekku sedang sakit."
137-AKSARA BATU BERNYAWA
58 Laksana kilat orang tinggi besar lari ke tempat dimana malam tadi dia
meninggalkan Raja Setan Tersenyum dalam keadaan tertotok. Ternyata kakek kepala
botak itu tak ada lagi di situ.
"Secepat itukah dia mampu memusnahkan totokanku" Kurang ajar! Seharusnya kubunuh
saja dia malam tadi!" Si tinggi besar melangkah bulak balik dengan tangan
terkepal. "Jantra menyebut nama Abdi Tunggul. Aku pernah mendengar nama orang itu. Kalau
tidak salah dia adalah seorang Tumenggung. Kalau Pangeran Haryo menyuruh Jantra
menyerahkan Batu Bernyawa pada Abdi Tunggul, berarti Tumenggung itu tahu seluk beluk batu
sakti. Berarti Raja Setan Tersenyum akan menemuinya.
Atau mungkin, jangan-jangan rahasia besar itu sudah bocor" Apa yang harus aku
lakukan" Mengejar Raja Setan Tersenyum" Dia pasti dalam perjalanan ke Kotaraja. Atau aku
harus mengamankan Dewa Sedih lebih dulu?" Cukup lama orang ini berpikir.
Akhirnya dia keluarkan secarik robekan kertas yang sudah sangat lusuh.
Disitu tertera tulisan yang tinggal samar-samar.
Pada saat seseorang berhasil mengetahui keberadaan Batu Bernyawa, sebelum batu
sakti berubah menjadi Aksara Batu Bernyawa, orang itu berpantang membunuh, satu
nyawa sebelumnya dan satu nyawa sesudahnya.
"Walau dia telah melihat wajahku, berarti aku tidak boleh membunuh bocah itu.
Juga tidak boleh membunuh Abdi Tunggul atau Raja Setan Tersenyum. Lalu setelah
dapatkan batu, aku tidak boleh membunuh kakek berjuluk Dewa Sedih..."
Setelah berpikir dan menimbang-nimbang cukup lama orang tinggi besar itu
akhirnya memutuskan untuk segera ke Kotaraja. Sambil berlari dia mengusap muka
berulang kali. Lalu dari balik pakaian dia keluarkan sebuah topeng karet tipis
dan segera dilekatkan ke wajahnya.
137-AKSARA BATU BERNYAWA
59 RAJA Setan Tersenyum menunggu cukup
lama sebelum Tumenggung Abdi Tunggul datang menemuinya di salah satu ruang sunyi
di bagian belakang Keraton. Walau hatinya agak kesal namun wajahnya tetap saja
senyum-senyum. Tak lama kemudian tirai tebal tersibak. Seorang kakek berambut,
berjanggut dan berkumis putih keluar.
Sesaat Raja Setan pandangi orang yang tegak di depannya.
"Ada keanehan pada tua bangka satu ini. Usia lanjut tapi tubuh kekar tegap."
kata raja Setan dalam hati. Dia coba perhatikan tangan dan kaki orang. Namun tak
berhasil karena orang itu mengenakan jubah gombrong menutupi kedua
tangan serta kaki. "Sudah tahunan aku tidak datang ke sini, agaknya banyak tokoh
baru yang aku tidak kenal. Terhadap yang satu ini aku harus berlaku waspada."
Setelah sunggingkan senyum, kakek kepala botak ini berkata.
"Sayang sahabat lama Keraton. Saya ingin menemui Tumenggung Abdi Tunggul...."
"Aha, siapa yang tidak kenal Raja Setan Tersenyum. Aku mewakili Tumenggung,
memberi tahu bahwa beliau masih tidur. Pagi ini Tumenggung agak kurang
sehat....' "Dia tahu siapa diriku. Aku tidak kenal dia.
Semakin aneh!" Membatin Raja Setan.
"Saya sudah meminta seorang pengawal untuk memberi tahu."
"Pengawal sudah menjalankan tugas. Aku mewakili Tumenggung menerima kehadiranmu.
Jika ada urusan harap diberitahu padaku."
"Ada urusan penting. Sangat penting. Aku hanya akan bicara pada Tumenggung."
Jawab Raja Setan sambil tersenyum.
"Kalau begitu silakan menunggu. Tapi kurasa kau akan membuang wantu sia-sia.
Kalau Tumenggung bangun lalu menolak bertemu
denganmu..."
"Jika beliau tahu siapa yang datang.
Tumenggung tidak akan menolak." Jawab Raja 137-AKSARA BATU BERNYAWA
60 Setan Tersenyum.
Kakek rambut putih angguk-anggukkan kepala.
"Aku ada keperluan lain. Tak bisa menemanimu.
Pengawal nanti akan memberitahu kalau
Tumenggung siap menemuimu."
"Kalau boleh bertanya, saya berhadapan dengan siapa?" tanya Raja Setan
Tersenyum. "Aku hanya tua renta pembantu Keraton.
Namaku tak enak didengar. Lagi pula tak akan ada arti apa-apa bagimu..."
Lalu kakek rambut putih itu acuh saja
melangkah melewati kursi yang diduduki Raja Setan, berjalan menuju pintu. Raja
Setan memperhatikan. Ketika melangkah kaki orang itu tidak mengeluarkan suara.
Demikian juga ujung pakaian gombrong yang dikenakan, padahal jelas pakaian itu
menjela dan bergeser dengan lantai.
Raja Setan semakin berlaku waspada.
Kecurigaannya ternyata betul.
Begitu satu langkah berada di belakang Raja Setan Tersenyum tiba-tiba kakek
rambut putih berbalik. Dua jari tangan kiri laksana kilat menusuk ke arah leher
Raja Setan Tersenyum.
Raja Setan Tersenyum yang memang sudah
curiga dan berjaga-jaga melompat dari kursi.
Tusukan yang berupa totokan dahsyat melesat mengenai sandaran kursi hingga
sandaran kursi itu hancur berantakan. Raja Setan membentak marah, cepat berbalik
dan hantamkan satu tendangan. Serangan kaki diikuti dengan
lemparan sebatang panah hitam mengarah ke
tenggorokan. Dengan melompat ke belakang
kakek rambut putih berhasil hindari tendangan lawan. Sementara dengan
mengibaskan tangan kirinya, anak panah yang menderu ke arah dada dibuat
terpental. Perkelahian hebat segera berlangsung. Tapi cuma tiga jurus. Yang
dihadapi Raja Setan Tersenyum bukan lawan sembarangan karena gerakan, daya
hantam dan kepandaian
silatnya tinggi sekali. Selain itu Raja Setan mulai menyadari bahwa lawannya
sebenarnya bukanlah seorang kakek seusianya. Si rambut putih 137-AKSARA BATU
BERNYAWA 61 berpakaian gombrong itu mungkin puluhan tahun jauh dibawah umurnya. Semua
penampilannya jelas-jelas hanya merupakan satu penyamaran!
Memasuki jurus keempat dengan mainkan
jurus Tangan Setan Menyusup Langit Raja Setan Tersenyum berhasil menggebuk dada
lawan. Kakek rambut putih hanya bergoncang sedikit, wajahnya sama sekali tidak
menunjukkan rasa sakit. Padahal orang lain yang kena hantaman itu paling tidak
akan terpental dan cidera berat! Malah dalam jurus ke empat inilah Raja Setan
mengalami nasib sial. Selagi dia setengah bengong melihat pukulannya tidak
menimbulkan akibat apa-apa pada diri lawan tahu-tahu kakek rambut putih kirimkan
satu jotosan yang menjelang akan sampai ke sasaran berubah menjadi satu sodokan
siku. Serangan ini mendarat di pinggang Raja Setan, membuat si kakek melintir.
Belum sempat mengimbangi diri, satu totokan melanda pangkal lehernya.
"Jahanam! Siapa kau sebenarnya!" hardik Raja Setan.
Orang yang dihardik ambil sebuah patung
kecil terbuat dari kayu yang terletak di atas meja lalu disumpalkan ke dalam
mulut Raja Setan hingga kakek botak ini kini hanya bisa keluarkan suara ha-hahu-hu. Dengan cepat kakek rambut putih geledah
pakaian Raja Setan. Benda yang dicarinya sebuah batu hitam tipis empat persegi
ditemukan di dalam sebuah kantong di balik jubah hijau Raja Setan.
"Batu Bernyawa."
Suara kakek rambut putih bergetar ketika menyebut nama batu itu. Takut tertipu
kakek rambut putih teliti batu dengan seksama. Dadanya berdebar, sesaat nafasnya
tertahan ketika melihat bagaimana batu itu mengeluarkan gerakan-gerakan halus
dan jari-jari tangannya merasakan ada denyutan aneh seolah batu itu makhluk
bernyawa, bukan benda mati. Batu dimasukkan ke balik pakaian gombrong. Lalu
sekali bergerak tubuhnya melesat ke atas dan lenyap dari
137-AKSARA BATU BERNYAWA
62 pemandangan. Melihat gerak dan cara orang melenyapkan diri Raja Setan jadi terkesima. Dia
melirik ke atas.
Astaga! Baru saat itu dia melihat Ternyata ada satu lobang besar di langitlangit ruangan. Raja Setan kerahkan tenaga dalam lalu meniup keras-keras.
Beberapa kali dicoba baru patung kayu yang menyumpal mulutnya melesat mental.
"Jahanam!" Maki raja Setan. "Bangsat itu!
Aku kini ingat. Aku rasa-rasa pernah mendengar suaranya sebelumnya! Kurang ajar!
Dia adalah orang yang menotokku malam tadi! Dia juga yang telah membunuh
kekasihku Ratu Setan!" Untuk beberapa lamanya sekujur tubuh Raja Setan bergetar
hebat dan keluarkan lelehan keringat.
"Batu sakti itu. Tobat! Agaknya memang bukan milikku! Bukan jodohku!" Raja Setan
kerahkan tenaga dalam untuk lepaskan totokan. Tapi tak berhasil. Akhirnya dia
berteriak memanggil pengawal.
Ketika pengawal datang disusul kemudian
dengan kemunculan Tumenggung Abdi Tunggul, kakek rambut putih berjubah gombrong
telah melompat melewati tembok Keraton sebelah timur. Dengan cepat dia melesat
memasuki satu hutan kecil. Di dalam hutan dia tanggalkan pakaian gombrangnya,
copot rambut, kumis, dan janggut putih. Dugaan Raja Setan Tersenyum tidak
meleset. Orang ini ternyata telah melakukan penyamaran. Kini kelihatan wajahnya
yang asli serta sosoknya yang tinggi besar. Sambil tertawa gelak-gelak dia
pegang Batu Bernyawa di tangan kiri dan percepat larinya.
"Raja Setan. Kau boleh merasa sebagai tokoh silat berkepandaian tinggi! Tapi kau
tidak pernah menyadari kau adalah tokoh silat paling tolol di dunia ini!
Ha...ha...ha!"
Dua ratus tombak memasuki hutan kecil, orang itu membelok ke utara.
"Aku harus cepat. Sebelum mentari tenggelam sudah tiba di tempat perjanjian.
Kalau kakek itu 137-AKSARA BATU BERNYAWA
63 nekad sampai bunuh diri, sia-sialah semua rencana."
137-AKSARA BATU BERNYAWA
64 WIRO SABLENG AKSARA BATU BERNYAWA
8 DI SATU tikungan berbentuk
hampir menyerupai tapal kuda, sungai berair bening itu bertemu dengan aliran
sungai lain yang
bersumber dari sebuah gunung didaerah utara.
Kawasan ini penuh dengan batu-batu besar berbentuk aneh betebaran dimana-mana.
Ada yang bulat besar seperti bola raksasa. Ada tegak lurus menyerupai tiang setinggi
dada manusia. Banyak pula menyerupai bukit-bukit kecil. Lalu ada beberapa berbentuk rata
seperti ranjang tidur atau meja besar.
Sejak alam diciptakan, kawasan berhawa sejuk itu boleh dikatakan selalu
diselimuti kesunyian abadi. Bahkan kicau burung atau deru aliran suara air
sungai tidak terdengar. Suara desau angin tak pernah mampir ke telinga siapa
saja yang berada di tempat itu. Tapi saat itu, entah sejak kapan kejadiannya ada
satu suara aneh. Suara aneh yang terdengar di tempat itu, tatkala sang surya
akan segera tenggelam beberapa saat lagi adalah suara isak tangis. Siapa pula
makhluk yang susah-susah datang ke tempat terpencil itu hanya untuk menangis"
Benar manusiakah atau hantu yang
tersesat ketika gentayangan, tak mampu mencari jalan pulang sebelum malam
datang" Di atas sebuah batu besar berbentuk panjang rata, menggeletak satu sosok tua
renta berkulit hitam berpakaian selempang kain putih. Rambut yang semula di
gelung di atas kepala kini menjulai lepas di atas batu. Kalau rambutnya putih
hampir seperti kapas, sepasang alisnya masih hitam, tebal menjulai. Orang tua
ini terbujur diatas batu rata demikian rupa sementara dua kaki terjulur kebawah,
masuk kedalam air sungai sebatas betis.
Dua kaki itu tak bisa diam. Sebentar dikuakkan lebar-lebar hingga membersitkan
deru angin luar 137-AKSARA BATU BERNYAWA
65 biasa deras. Sesekali ditendangkan ke udara hingga ranting-ranting dan daun
pepohonan di sekitar tempat itu luruh berguguran. Sering pula dua kaki itu yaitu
ketika rasa sakit tidak tertahankan dihunjamkan ke dalam air membuat air sungai
muncrat setinggi beberapa tombak, jatuh ke bawah mengguyur kuyup sosok si kakek.
Kalau sudah begitu si kakek aneh semakin keras tangisnya, semakin menyayat hati
suara ratapannya.
Dalam keadaan terlentang dan menangis kakek berkulit hitam pergunakan tangan
kiri untuk mengangkat tinggi-tinggi bagian bawah kain putih sementara tangan
kanan yang memegang
setangkai daun keladi hutan besar tiada hentinya mengipas-ngipas bagian bawah
Pedang 3 Dimensi 1 Sumpah Palapa Karya S D Djatilaksana Pendekar Setia 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama