Ceritasilat Novel Online

Sicantik Gila Gunung Gede 1

Wiro Sableng 158 Si Cantik Gila Dari Gunung Gede Bagian 1


Episode Ke : 158
Ebook by : Dewi Tiraikasih
Scan Kitab by : Syaugy_ar
mailto:22111122@yahoo.com
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
1 Hak Cipta dan Copy Right
pada BASTIAN TITO dlbawah
Lindungan Undang-undang Wlro Sableng terdaftar pada
Dep Kehakiman RI Direktorat
Jenderal Hak Cipta. Paten
dan Merek dlbawah Nomor
004245 SI CANTIK GILA DARI
GUNUNG GEDE "Nyi Retno, kau tidak
boleh membunuh Patih
Wira Bumi!"
"Kau membelanya.
Apa dia sahabatmu"!"
"Tidak."
"Lalu mengapa aku tidak boleh membunuh manusia jahat itu"!"
"Karena dia adalah suamimu." Jawab Wiro. "Dia adalah ayah dari putrimu yang
bernama Ken Permata.
Yang saat ini sudah berusia satu tahun."
Nyi Retno hentikan lari.
"Aku tidak pernah punya suami yang namanya Wira Bumi. Aku tidak pemah punya anak
bernama Ken Permata! Wiro, kalau aku punya anak aku ingin ayahnya adalah kau!
Aku suka padamu! Kemuning suka padamu!"
Bastian Tito 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
2 DEBUR ombak laut selatan yang menghantam lamping batu di malam gelap tanpa
bintang tiada bulan terdengar menggidikkan.
Angin bertiup kencang, sesekali
menderu menimbulkan suara seperti
suling yang ditiup setan. Dalam
keadaan seperti itu, satu
pemandangan mencekam terlihat di
kejauhan. Di tengah laut dari arah
selatan tampak meluncur membelah
gulungan ombak besar sebuah
perahu kayu. Perahu meluncur pesat
tanpa didayung. Di atas perahu,
tegak berdiri agak membungkuk
sang penumpang yang ternyata
adalah seorang nenek berwajah keriput angker, berpakaian selempang kain merah.
Pakaian yang dikenakan begitu seronok hingga menyingkapkan bagian dada, perut
bahkan aurat terlarang di bawah pusar. Rambutnya yang Juga berwarna marah
melambai riap-riapan ditiup angin laut
Sepasang mata merah menatap tajam ke depan.
Mulut perot menyeringai memperlihatkan barisan gigi serta lidah yang Juga
berwarna marah. Sesekali dia keluarkan suara bersiul seolah menyenangi alunan
ombak yang menghantam, membuat perahu melesat ke udara sampai setinggi satu
tombak. "Hik ... hikt Tujuh bulan aku menunggu! Malam ini maksudku akan kesampaian! Dia
dapatkan ilmu. Aku dapatkan tubuhnya yang kekar hangatl Hlk... hik.. aku tahu.
Aku tahu. Itunya pasti... hik... hik! Ki Batang Kerso kau tidak ada apa-apanya
dibanding dengan orang itu! Hik... hik! Ah.... Aku akan mendapatkan sejuta
nikmat malam ini. Juga malam-malam lain setiap aku membutuhkan dia atau dia
menghendaki diriku!"
Dalam asyiknya bicara sendiri sambil sesekali bersiul si nenek seperti tidak
menyadari kalau perahu 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
3 di atas mana dia berada hanya tinggal satu tombak lagi dari lamping batu hitam
yang membentuk dinding batu setinggi belasan tombak. Si nenek masih saja
tertawa-tawa sambil membayangkan kenikmatan yang akan dirasakannya malam itu.
"Braaakkk!"
Perahu kayu menghantam dinding batu. Hancur berantakan. Sosok si nenek tidak
kelihatan. Tetapi astaga! Nenek berpakaian selempang kain merah itu sekejap
kemudian kelihatan melesat ke udara, lalu melayang laksana seekor burung besar
untuk kemudian menukik turun dan jejakkan kaki tepat di depan sebuah goa. Bau
kemenyan menghampar keluar dari dalam goa. Manusia biasa pasti akan bergidik
berada di tempat itu.
Orang yang memiliki kesaktian dan ilmu meringan-kan tubuh bagaimanapun tingginya
tidak akan mungkin melompati dinding batu setinggi belasan tombak. Namun si
nenek dengan mempergunakan kecerdikan berhasil membuat lompatan yang melesatkan
tubuhnya ke atas melewati dinding batu dengan cara meredam lalu mengandalkan
daya kekuatan benturan antara perahu dengan dinding batu sewaktu terjadi
tabrakan. Masuk ke dalam goa yang konon bernama Goa Giri jati, si nenek dapatkan seorang
lelaki bertubuh tegap hanya mengenakan sehelai celana pendek hitam, duduk
bersila di lantai goa. Rambut tebal hitam menjulai sebahu. Kumis dan janggut
panjang meranggas. Ketenangan tampak di wajahnya yang gagah dalam usia belum
mencapai setengah abad.
Dadanya yang bidang menonjolkan otot-otot yang masih kekar. Di sudut goa sebelah
kanan ada sebuah obor kecil. Sementara di sudut goa sebelah kiri ada pendupaan
menyala menebar harum bau kemenyan.
"Anak manusia bernama Wira Bumi, pejabat Tumenggung Kerajaan. Hentikan tapa
samadimu. Waktu perjanjian tujuh bulan sudah kau selesaikan.
Apa kau tidak mencium keharuman diriku berdiri di depanmu?"
Si nenek keluarkan ucapan. Lalu dua tangannya dikibaskan ke depan. Saat itu juga
bau harum aneh memenuhi seluruh goa bahkan menghampar keluar dan ditebar oleh
tiupan angin kemana-mana. Cuping hidung 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
4 lelaki yang duduk bersamadi kelihatan bergerak-gerak pertanda dia sudah mencium
bau harum yang ditebar si nenek. Perlahan-lahan dia turunkan dua tangan yang
sejak tadi didekapkan di dada lalu diletakkan di atas lutut kiri kanan.
Perlahan-lahan pula orang ini membuka sepasang matanya. Begitu pandangannya
membentur sosok si nenek seria merta sepasang mata itu membuka lebih besar dan
mulut berucap. "Nyai..."
"Nyai! Nyai siapa"! Ada ratusan Nyai di kawasan ini!"
Si nenek menyentak.
"Nyai Tumbal Jiwo!"
"Nah itu memang namaku! Hik... hik... hik."
"Nyai, kau datang....apakah..."
"Wira Bumi, hari ini tapa samadimu yang kau lakukan selama tujuh bulan telah
selesai. Sesuai permintaanmu, kau akan mendapatkan rejeki besar dalam hidupmu,
kau akan dianugerahi jabatan lebih tinggi dari yang kau miliki sekarang. Dan
yang paling penting kau sudah mendapatkan dan menguasai semua ilmu kesaktian
yang kau inginkan..."
"Nyai Tumbal Jiwo!" Lelaki bernama Wira Bumi yang menjabat sebagai Tumenggung
Kerajaan itu buru-buru jatuhkan diri. berlutut di hadapan si nenek sambil
berulang kali mengucapkan terima kasih.
"Dengar dulu, bicaraku belum selesai Wira Bumi!"
"Maafkan saya Nyai..."
"Kau mengakhiri tapa samadi dan mendapatkan apa yang kau minta dengan cara dan
jalan yang tidak mulus. Ingat peristiwa lahirnya seorang bayi perempuan dari
istri mudamu bernama Retno Mantili?"
"Saya Ingat Nyai. Saya mengaku lalai dan salah.
Saya sudah mohon pengampunan dan Nyai telah memberikan kebijaksanaan."
Si nenek berambut merah menyeringai. "Apa yang kau katakan betul. Namun aku
tidak bisa menguasai seluruh alam roh dan alam gaib. Aku sudah memberi jalan
yaitu kau harus membunuh bayi yang lahir itu.
Namun orang suruhanmu, pembantu bemama Djaka Tua justru melarikannya. Sampai
saat ini walau tidak tahu berada dimana tapi bayi itu masih hidup..."
"Kalau begitu saya akan turun tangan sendiri Nyai.
Saya akan cari bayi itu dan membunuhnya."
"Kau juga harus membunuh Nyi Retno Mantili."
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
5 "Perintah Nyai akan saya laksanakan," jawab Wira Bumi.
Sepasang mata merah Nyai Tumbal Jiwo berkilat-kilat memperhatikan sosok Wira
Bumi. Wira Bumi, setelah nanti kau kembali ke Kotaraja, kau harus melaksanakan satu
kaulan. Yaitu mengadakan pesta hiburan untuk rakyat banyak yang pasti juga akan
dihadiri oleh mahluk-mahluk dari alam roh secara tidak kelihatan. Kau harus
menyediakan satu meja khusus dilengkapi sesajen, dihias kembang tujuh rupa. Kau
juga harus menyalakan pendupaan ditaburi setanggi di empat sudut rumah
kediamanmu. Kau mendengar dan mengerti?"
"Jelas dan mengerti Nyai," jawab Tumenggung Wira Bumi pula.
"Bagus," si nenek tersenyum. Sepasang matanya kembali berkilat. "Ada satu hal
lagi. Sebelum kau meninggalkan Goa Girijati ini, ada satu hal yang harus kau
lakukan. Maksudku kita! Ini termasuk cara penangkal atas semua kelalaian yang
kau lakukan."
"Apa yang Nyai akan katakan akan saya lakukan."
Nyai Tumbal Jiwo angkat dua tangan ke atas merapikan rambut merah riap-riapan.
Sekali dia menggerakkan bahu dan pinggul maka selempang kain merah yang jadi
pakaiannya tanggal jatuh ke lantai goa.
"Nyai...."
Wira Bumi melihat sosok telanjang Nyai Tumbal Jiwo.
tubuh kurus dibalut kulit hitam keriput. Lelaki ini cepat tundukkan kepala tak
berani memperhatikan lebih lama.
'Tubuhku jelek, wajahku buruk. Apakah kau jijik melihat diriku?" Nyai Tumbal
Jiwo bertanya. "Tidak Nyai, saya tidak jijik...."
"Lalu mengapa kau tundukkan kepala tak berani memandang diriku."
"Maafkan Nyai. Saya menaruh hormat dan tidak mau berbuat kurang ajar," jawab
Tumenggung Wira Bumi.
Si nenek tertawa panjang.
"Angkat kepalamu! Lihat diriku!"
"Maaf Nyai, saya tidak berani..."
"Wira Bumi! Ini perintah. Kalau kau tidak melaksanakan maka semua ilmu kesaktian
yang kau miliki akan tidak ada gunanya."
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
6 Mau tak mau Wira Bumi angkat kepala, memandang ke arah sang guru. Sepasang mata
lelaki ini serta merta mendelik besar. Tak percaya akan apa yang dilihatnya. Di
hadapannya kini berdiri bukan lagi seorang nenek hitam keriput berwajah setan.
Melainkan seorang gadis. Wajah yang tadi buruk kini berubah wajah cantik jelita.
Kulit yang hitam keriput kini tampak kuning langsat dan mulus. Dada yang
sebelumnya rata ceper kini berubah padat besar membusung.
"Bagaimana, apakah kini kau suka melihat diriku seperti ini?" Bertanya si gadis
yang merupakan jejadlan Nyai Tumbal Jiwo.
"Nyai, saya..."
Gadis cantik jelita yang tidak terlindung auratnya oleh selembar benang itu
melangkah ke arah Wira Bumi.
"Wira Bumi, kau harus menghiburku. Puluhan tahun hidup di alam roh, terpendam
dalam tanah rasanya seperti di neraka..." Lalu si gadis cantik dudukkan diri di
pangkuan Wira Bumi. Rangkulkan dua tangan ke punggung lelaki itu dan mendekapnya
erat-erat. Tujuh bulan tak pernah menyentuh perempuan, membuat Wira Bumi laksana
terpanggang oleh nafsu.
Wajahnya dibenamkan ke dada putih padat sehingga si gadis menggeliat dan
mendesah panjang talu melumat leher lelaki itu dengan gigitan penuh gairah.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
7 DALAM episode berjudul "Lentera Iblis" diceritakan Pendekar 212 Wiro Sableng
pergi ke puncak Gunung Gede guna menemui Kiai Gede Tapa Pamungkas. Di sana telah
berada Nyi Retno Mantili. Wiro hampir pangling karena Nyi Retno kini berada
dalam keadaan bersih, mengenakan pakaian baru kembang-kembang biru dan kuning.
Selain itu dia juga
berdandan apik hingga untuk pertama kalinya Pendekar 212 menyadari betapa cantik
dan, anggunnya perempuan malang ini. Dia juga kaget ketika kemudian mengetahui
kalau Nyi Retno Mantili pernah tinggal di tempat itu bahkan sudah merupakan
murid sang Kiai karena kepadanya diajarkan beberapa ilmu kesaktian agar dapat
melindungi diri.
Dalam pertemuan dengan sang Kiai, demi untuk menjaga keselamatan Wiro, Kiat Gede
Tapa Pamungkas melenyapkan jarahan tiga angka 212 di dada sang pendekar. Lalu
Kapak Naga Geni 212 berikut batu sakti secara gaib dimasukkan ke dalam tubuh
Wiro. Sebelum meninggalkan telaga tiga warna tempat kediaman Kiai Gede Tapa Pamungkas,
orang tua itu berpesan agar Wiro menjaga baik-baik Nyi Retno Mantili. Dalam
perjalanan, sambil beristirahat dibawah sebatang pohon, Wiro berkata.
"Nyi Retno. ada satu hal yang hendak aku
sampaikan padamu".
"Ah, senangnya aku mendengar kata-katamu.
Katakanlah apa yang hendak kau ceritakan. Bicara yang keras agar Kemuning bisa
mendengar, kata Nyi Retno Mantili. Kemuning adalah boneka kayu yang selalu
dibawa kemana-mana oleh Nyi Retno dan dianggap sebagai anak oleh perempuan yang
berubah ingatan ini akibat lenyapnya bayi yang dilahirkannya.
"Nyi Retno, beberapa hari lalu, dan keterangan Djaka Tua aku berhasil mencari
tahu siapa adanya orang tua yang mengambil bayimu dari pembantu itu."
Kening Nyi Retno mengerenyit. Alis yang lengkung bagus naik ke atas.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
8 "Tunggu dulu, ceritamu tidak lucu Wiro. Hik... hik!
Bayiku ada di sini. Lihat Ini. Kemuning! Ini bayiku!
Ini anakku!" Nyi Retno angkat boneka kayu yang dipegangnya lalu didekatkan ke
wajah Wiro sambil tertawa panjang.
"Lucu atau tidak lucu seharusnya kau bertanya siapa adanya orang tua itu." Wiro
jadi mengkal. Habis tertawa Nyi Retno berkata, "Kau tahu Wiro, justru ada hal lain yang ingin
aku bicarakan. Tadi malam aku bermimpi. Mimpi buruk. Dalam mimpi aku melihat
Djaka Tua digantung kaki ke atas kepala ke bawah. Aku kawatir..."
"Tak ada yang perlu dikawatirkan Nyi Retno. Djaka Tua berada di kediaman Ki
Tambakpati yang baru.
Tidak ada orang yang tahu. Tempatnya aman.." Dalam hati Wiro mengomel. "Aku
bicara soal anaknya dia bicara soal mimpi! Geblek. Nggak nyambung!"
MIMPI Nyi Retno Mantili ternyata menjadi kenyataan. Ketika sampai di pondok
tempat kediaman Ki Tambakpati yang tersembunyi di satu hutan jati, bangunan itu
ditemukan dalam keadaan porak poranda, nyaris sama rata dengan tanah. Yang
paling mengejutkan Wiro dan Nyi Retno mendapatkan pembantu malang itu telah
menemui ajal secara mengenaskan. Djaka Tua digantung di dahan satu pohon besar,
kaki ke atas kepala kebawah. Keadaan mayat yang mulai membusuk pertanda pembantu
malang itu telah menemui ajal paling tidak sekitar dua hari lalu.
Nyi Retno Mantili menjerit keras. Seperti kemasukan setan dia hendak
menghancurkan pohon besar. Wiro cepat merangkul perempuan itu.
"Nyi Retno, tenang. Biarkan aku mengurus jenazah Djaka Tua dulu..."
"Aku akan mencari siapa pembunuhnya!" teriak Nyi Retno.
"Kita akan menemukan pembunuh terkutuk Itu.
Sekarang harap Nyi Retno menjauh dulu. Aku akan menurunkan mayat Djaka Tua lalu


Wiro Sableng 158 Si Cantik Gila Dari Gunung Gede di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat lobang untuk mengubur.'"
"Orang sebaik dia dibunuh! Sungguh keterlaluan!"
Nyi Retno menjerit lalu menangis keras sambil mendekap boneka kayu ke dadanya.
"Apa memang selalu seperti ini nasib seorang pembantu" Dihina, 158. Si Cantik
Dari Gunung Gede
9 dinista, diperlakukan semena-mena bahkan dibunuh!"
Di hadapan makam Djaka Tua Nyi Retno Mantili bersimpuh di tanah. Lalu dengan
suara masih terisak dia bertanya.
"Wiro, kau tahu, paling tidak bisa menduga. Siapa manusia terkutuk yang membunuh
pengasuh Kemuning itu?"
Wiro menggaruk kepala. "Aku menaruh curiga pada Cagak Lenting. Orang yang
mengaku dapat tugas dari Patih Kerajaan. Setelah bentrok dengan Nyi Retno dia
pasti melapor pada Patih di Kotaraja. Lalu Patih Kerajaan mengirim orang ke
sini. Mungkin Cagak Lenting atau bisa juga Patih Kerajaan turun tangan sendiri."
"Hanya untuk membunuh seorang pembantu Patih Kerajaan turun tangan sendiri"
Sulit dipercaya! Pasti ada sesuatu dibalik perbuatannya itu."
Wiro menatap wajah Nyi Retno cukup lama sambil berucap dalam hati. "Kata-kata
dan jalan pikirannya bukan seperti orang tidak waras..."
"Seharusnya kubunuh manusia satu itu tempo hari!
Aku akan menyelidik ke Kotaraja! Siapapun yang terlibat kematian pengasuh
Kemuning akan kubunuh habis!" Nyi Retno hendak memutar tubuh.
Wiro cepat pegang tangan perempuan ini.
"Nyi... Retno tunggu dulu. Jangan bertindak tergesa-gesa. Yang aku pikirkan saat
ini adalah Ki Tambakpati. Ini tempat kediamannya. Tapi dia tidak kelihatan. Aku
kawatir diapun sudah jadi korban keganasan..."
Belum selesai Wiro berucap tiba-tiba dari balik rerumpunan di arah kanan satu
pohon besar kelihatan seseorang berjalan mengendap-endap. Wiro siapkan pukulan
tangan kosong bertenaga dalam tinggi sementara Nyi Retno segera angkat boneka
kayu lalu diarahkan pada orang di kegelapan.
"Nyi Retno, tahan serangan. Aku seperti mengenali,"
ucap Wiro sambil pegang lengan kanan Nyi Retno.
"Siapa?" Wiro membentak.
"Aku! Ki Tambakpati! Wiro apa kau tidak mengenali diriku"!"
Wiro dan Nyi Retno melepas nafas lega. Wiro cepat mendatangi.
"Ki Tambak, apa yang terjadi. Pondokmu dihancurkan 158. Si Cantik Dari Gunung
Gede 10 orang!" Djaka Tua digantung di pohon sana. Kami baru saja menguburkan jenazahnya. Siapa
yang melakukan?"
"DjakaTua datang ke pondokku. Aku mengobati cidera di wajah dan sekujur
tubuhnya. Menjelang pagi tiba-tiba pintu pondok didobrak dari luar. Dua orang
menerobos masuk. Ternyata mereka adalah Cagak Lenting dan Patih Kerajaan Wira
Bumi! Aneh! Patih Kerajaan melaksanakan sendiri tugas yang bisa dilakukan oleh
seorang perajurit! Mereka menghancurkan pondokku. Djaka Tua diseret keluar.
Dihajar sampai babak belur. disiksa agar mau memberi tahu dimana beradanya Nyi
Retno Mantili dan bayinya..."
"Mengapa dua orang itu ingin tahu dimana aku dan Kemuning berada?" Nyi Retno
memotong dengan pertanyaan.
"Orang-orang itu hendak berbuat jahat padamu,"
yang menjawab Wiro. Lalu memberi isyarat pada Ki Tambakpati untuk meneruskan
keterangan. "Patih Kerajaan membujuk. DjakaTua akan diberi uang banyak kalau mau memberi
tahu dimana beradanya Nyi Retno dan bayinya.Tapi pembantu itu tetap tak mau
membuka rahasia. Patih Wira Bumi marah sekali dan habis sabar. Dia memerintahkan
Cagak Lenting menggantung Djaka Tua di cabang pohon. Cagak Lenting alias Si Mata
Elang benar-benar menggantung Djaka Tua. Secara luar biasa kejam.
Kaki ke atas kepala ke bawah hingga pembantu itu tidak segera menemui ajal tapi
tersiksa dulu selama satu hari lebih..."
Sampai di situ satu jeritan dahsyat menggelegar dari mulut Nyi Retno.
"Cagak Lenting! Tunggu pembalasanku! Aku akan gorok batang lehermu! Juga kau
Patih keparat bernama Wira Bumi! Akan kuhisap darah kalian!"
Selesai berteriak Nyi Retno segera berkelebat hendak tinggalkan tempat itu.
Wiro cepat mencegah.
"Nyi Retno. Kau mau kemana"!"
"Wiro! Sekali ini jangan berani menghalangi diriku!
Aku akan ke Kotaraja! Mencari Cagak Lenting dan Patih Wira Bumi! Aku tidak mainmain! Aku bersumpah akan menggorok putus batang leher mereka!"
"Nyi Retno, tenang. Jangan bertindak mengikuti 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
11 hati yang sedang panas. Jika Nyi Retno memang mau ke Kotaraja sebaiknya bersama
Wiro..." Berkata Ki Tambakpati.
"Wiro! Mlnggir!" teriak Nyi Retno.
Wiro masih berusaha membujuk.
Nyi Retno habis sabar. Berteriak marah. Tangan kanan bergerak.
"Bukk"
Wiro terjungkal jatuh duduk di tanah begitu jotosan tangan kanan Nyi Retno
Mantili mendarat di dadanya.
Mukanya tampak pucat dan dada berdenyut sakit.
Sesaat segala sesuatu di sekitarnya tampak kelam.
"Gila! Kalau saja dia memiliki tenaga dalam tinggi pasti sudah jebol dadaku!
Ilmu apa yang diberikan Kiai Gede Tapa Pamungkas pada ibu si Kemuning ini!"
Membatin Wiro. Melihat Wiro terjatuh, Nyi Retno terpekik! Kaget sendiri dan menyesal! Langsung
perempuan muda ini jatuhkan diri, memeluk sang pendekar dan menangis.
"Wiro, aku..." Suara Nyi Retno tenggelam dalam isakan tangis.
"Nyi Retno. kau memaksa pergi sendirian" Kau mau meninggalkan aku begitu saja?"
Mendengar kata-kata Wiro Nyi Retno langsung menggerung. Kepala digelengkan
berulang kali. "Wiro, kau ... kau tak apa-apa?" Nyi Retno usap-usap dada yang tadi dipukulnya.
Malah menciuminya berulang kali. "Aku menyesal sekali. Mengapa kau tidak
menangkis. Mengapa kau tidak mengelak! Kau sengaja membiarkan dirimu menerima
pukulanku! Wiro! Pukul aku! Pukul!"
"Nyi Retno, aku tahu perasaanmu. Sudahlah." Wiro peluk tubuh mungil perempuan
muda itu. Walau sikap dan kemarahan Nyi Retno Mantili agak mengendur namun niatnya untuk
pergi ke Kotaraja mencari Cagak Lenting dan Patih Kerajaan tidak dapat ditahan.
Malah kini dia yang membujuk Wiro agar meluluskan permintaannya itu.
"Kemuning akan marah dan benci padamu, jika kau tidak mau mendengar permintaan
ibunya..."
Wiro garuk kepala lalu tertawa.
"Baik. kita sama-sama ke Kotaraja. Tapi dengan satu syarat."
"Mengapa pakai syarat segala?" tanya Nyi Retno.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
12 "Syarat apa?"
Terus terang saja aku juga punya banyak tugas yang belum aku lakukan. Mencari
sebuah kitab pengobatan.
Mencari tusuk konde guruku yang dicuri orang..."
"Segala tusuk konde saja jadi masalah. Pergi saja ke pasar kau bisa beli. Berapa
banyak yang diperlukan gurumu"! Satu bakul atau satu karung"!"
Wiro tertawa dan tepuk-tepuk pipi Nyi Retno Mantili. "Tugasku paling penting
adalah mencari manusia terkutuk berjuluk Hantu Pemerkosa. Dia juga dikenal
dengan nama Pangeran Matahari. Manusia paling jahat dalam rimba persilatan..."
"Oooo begitu?" Nyi Retno runcingkan bibir."Wiro kalau kau memang punya banyak
tugas, sudah aku pergi sendiri saja! Aku tidak mau merepotkan orang!"
Habis berkata begitu Nyi Retno Mantili memutar tubuh lalu sekali melompat dia
sudah berada belasan langkah di depan sana.
"Nyi Retno!Tunggu !Teriak Wiro lalu mengejar.Tapi sampai beberapa lama berlari
dia tidak mampu mengejar perempuan muda itu.
Malah dari depan yang tidak disadari sang pendekar ada angin mengandung hawa
aneh yang membuat dia tidak bisa berlari lebih cepat. Ini adalah ilmu kesaktian
yang diberikan Kiai Gede Tapa Pamungkas pada Nyi Retno, bernama Menahan Kaki
Menolak Raga, Siapa saja orang yang melakukan pengejaran tak akan sanggup
menyusul sekalipun memiliki ilmu lari yang hebat karena dua kaki akan terasa
berat sementara dada seperti ditahan.
"Aneh, ilmu lari apa yang dimilikinya?" pikir Wiro.
Dia kembali berteriak tapi Nyi Retno lari terus. Wiro garuk kepala mencari akal.
"Nyi Retno, apa tidak kau dengar Kemuning menangis" Biar aku yang menggendong
nyai" Mendengar kata-kata Wiro itu kali ini Nyi Retno Mantili hentikan lari. Begitu
Wiro sampai di depannya Nyi Retno serahkan boneka kayu lalu kembali berlari.
Namun kali ini dia tidak menerapkan lagi ilmu Menahan Kaki Menolak Raga.
Sambil lari di samping perempuan itu Wiro berkata.
"Nyi Retno. aku akan mengantarkanmu ke Kotaraja Tapi ingat. Kita hanya mencari
Cagak Lenting..."
"Mencari dan membunuhnya!" Ucap Nyi Retno 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
13 sambil terus lari dan tanpa berpaling pada Wiro. "Aku juga akan mencari Patih
Kerajaan dan membunuhnya!"
"Kau tidak boleh melakukan yang satu itu!"
Nyi Retno tertawa panjang.
"Manusia satu itu sama jahatnya dengan Cagak Lenting. Malah lebih Jahat. Karena
dia biang racun yang memerintahkan Cagak Lenting untuk membunuh Djaka Tual"
"Nyi Retno, aku katakan padamu. Kau tidak boleh membunuh Patih Wira Bumi."
"Kau membelanya. Apa dia sahabatmu"!"
"Tidak."
"Lalu mengapa aku tidak boleh membunuh manusia jahat itu"!"
"Karena dia adalah suamimu," jawab Wiro. "Dia adalah ayah dari puterimu yang
bernama Ken Permata.
Yang saat ini sudah berusia satu tahun dan berada di satu tempat aman bersama
seorang guruku."
Nyi Retno hentikan lari.
"Aku tidak pemah punya suami yang namanya Wira Bumi. Aku tidak pernah punya anak
bernama Ken Permata!"
Wiro juga hentikan lari, menggaruk kepala." Kumat lagi... kumat lagi
penyakitnya."
"Wiro, kalau aku punya anak aku Ingin ayahnya adalah kau! Aku suka padamu.
Kemuning suka padamu."
Wiro tatap wajah Nyi Retno. Sepasang mata mereka saling beradu pandang. Wiro
melihat dan seolah baru menyadari betapa bening dan bagusnya dua mata perempuan
itu. Lalu wajah mungil yang begitu jelita. Ada perasaan kasihan dalam hati sang
pendekar. Tapi juga ada rasa sayang.
"Ah, hati dan perasaanku tidak boleh mempengaruhi jalan pikiran!" Ucap Wiro
dalam hati. Wiro lalu pura-pura menciumi boneka kayu.
"Wiro, aku sedih sekali...."
"Mengapa kau sedih Nyi Retno?"
"Kau mencium Kemuning.Tapi tidak menciumku."
Murid Sinto Gendeng tertawa bergelak. Dia bungkukkan kepala mencium kening Nyi
Retno. Perempuan itu berjingkat, menggayutkan kedua tangannya di leher Wiro lalu
membalas ciuman sang 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
14 pendekar dengan kecupan hangat di bibir.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
15 HASIL tapa samadi yang dilakukan Wira Bumi selama tujuh bulan memang luar biasa.
Tak lama setelah dia kembali ke Kotaraja, jabatannya naik dari Tumenggung
menjadi Bendahara Kerajaan. Bersamaan dengan kenaikan jabatan itu maka uang
serta hartanya jadi berlimpah. Sekali seminggu yaitu pada setiap malam Jumat Nyi
Tumbal Jiwo selalu mengunjunginya untuk minta dilayani. Terkadang Wira Bumi yang
sudah ikut kerasukan nafsu setan si nenek datang sendiri ke makam Nyai Tumbal
Jiwo di pekuburan Kebonagung. Padahal dia masih punya dua orang istri yang masih
muda-muda dan cantik yang sejak kembali dari Goa Girijati tak pernah
disentuhnya. Di pekuburan si nenek telah menunggu dengan ujud berupa gadis cantik. Di tempat
terbuka ini, disaksikan oleh makam-makam hitam membisu keduanya
bermesraan sampai sebelum fajar menyingsing.
Sebelumnya perbuatan semacam ini sering dilakukan Nyai Tumbal Jiwo dengan Ki
Batang Kerso, orang tua kuncen penjaga makamnya sekaligus menjadi tempat
pelampiasan nafsunya. Namun sejak kuncen itu dipecundangi oleh Wira Bumi dalam
satu pertarungan dan disuruh pergi maka kini Wira Bumilah yang jadi pengganti
pemuas nafsu badaniahnya.
Ternyata Nyai Tumbal Jiwo tidak hanya menginginkan dan menuntut kesenangan dari
Wira Bumi, nenek sakti dari alam roh ini juga selalu berusaha agar Wira Bumi
dapat mencapai tingkat jabatan yang lebih tinggi. Maka diam-diam dia menyusun
rencana keji. Patih Kerajaan Sawung Giring Brajanata dibunuhnya. Pembunuhan
diatur sedemikian rupa ketika seorang Kepala Pengawal bernama Danang Kaliwarda
datang menghadap sang Patih. Ditemukannya mayat kedua orang itu di pendopo
Kepatihan mendatangkan sangka dan duga bahwa mereka saling bunuh karena masalah
dendam kesumat dimasa lampau yaitu Danang Kaliwarda dituduh berselingkuh dengan
istri tua sang Patih. Tidak sampai tiga puluh hari setelah kematian Sawung 158.
Si Cantik Dari Gunung Gede
16 Giring Brajanata, Wira Bumi diangkat menjadi Patih Kerajaan yang baru.
SESUAI dengan perintah Nyai Tumbal Jiwo.
sekaligus sebagai syukuran atas pengangkatannya menjadi Patih Kerajaan, Raden
Mas Wira Bumi mengadakan pesta besar di alun-alun di depan Gedung Kepatihan.
Disamping itu dia mengharap pada pesta keramaian itu dia dapat menyirap kabar
dimana beradanya Nyi Retno Mantili dan bayi perempuannya.
Yang paling banyak datang selain penduduk Kotaraja adalah penduduk di desa-desa.
Para tamu disuguhi makanan serta minuman melimpah ruah, juga ada hiburan berupa
tari-tarian. ketoprak serta akrobat.
Setelah para tamu dikocok perutnya dengan lawakan ketoprak maka kini giliran
pertunjukan akrobat yang sudah ditunggu-tunggu orang banyak karena memang
jarang-jarang ada.
Acara pertama pertunjukan akrobat dilakukan oleh enam pemuda gagah berseragam
pakaian ringkas warna merah dan dua gadis cantik berseragam pakaian biru.
Didahului suara tiupan terompet seorang pemuda bertubuh paling besar dan kekar
naik dan berdiri kokoh di tengah panggung, memanggul sebuah balok melintang di
bahu kiri kanan. Gong berbunyi.
Dua gadis melompat ke atas panggung, menari memutari pemuda yang memanggul
balok.Tak berapa lama kemudian gong berbunyi lagi. Kali ini dua kali berturutturut. Maka dua pemuda dengan gagah dan gerakan ringan melompat ke atas potongan
balok. Satu di sebelah kiri, satu mengimbangi di sebelah kanan. Gerakan mereka
menjejakkan kaki di atas balok harus pada saat bersamaan. Kalau tidak maka balok
akan jomplang dan salah seorang dari dua pemuda akan tejerumus jatuh.
Kembali gong ditalu dua kali. Dua pemuda lagi melesat ke udara, jungkir balik
satu kali lalu melayang turun dan dalam saat bersamaan jatuhkan diri duduk di
atas bahu dua kawannya yang berdiri di atas balok.
Orang banyak bertepuk tangan, sorak riuh memenuhi seantero tempat. Ada pula yang
bersuit-suit tiada henti. Ketika gong kembali berbunyi. orang 158. Si Cantik
Dari Gunung Gede
17 banyak menahan nafas. Pemuda terakhir bertubuh tinggi lentur melompat ke sebuah
bantalan karet.
Tubuhnya dengan membal melesat ke udara
Sesaat kemudian pemuda ini telah berdiri dengan kaki kiri kanan menginjak bahu
dua pemuda yang duduk di atas bahu dua teman lainnya. Kembali tempat itu
dipenuhi tepuk tangan serta sorakan kagum.
Puncak pertunjukan akrobat yang menegangkan ini segera datang. Dua gadis yang
sejak tadi menari berputar-putar, sambil bergandengan tangan berlari ke arah
bantalan karet Di tangan masing-masing ada sebuah payung kertas warna kuning.
Gong berbunyi lagi. Kali ini disertai tabuhan tambur dan tiupan seruling.
Dua gadis berteriak nyaring lalu melompat ke atas bantalan karet. Saat itu juga
tubuh mereka yang masih saling berpegangan satu sama lain melesat ke udara.


Wiro Sableng 158 Si Cantik Gila Dari Gunung Gede di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitu mulai bergerak turun keduanya sama kembangkan payung kuning. Gerakan
mereka waktu melayang turun indah sekali. Perlahan-lahan dua gadis ini letakkan
salah satu kaki di bahu kiri kanan pemuda yang tegak berdiri di atas bahu dua
temannya. Suara gong dan tambur bertalu-talu. Tiupan seruling mencuat nyaring. Pemuda yang
berdiri diatas panggung yakni yang memanggul balok besar perlahan-lahan mulai
memutar tubuhnya. Balok diatas bahu ikut berputar. Selanjutnya para pemuda
berpakaian merah yang ada di atas turut pula berputar. Di tingkat paling atas
dua gadis berpakaian biru menari lemah gemulai sambil tersenyum-senyum. Sungguh
tontonan luar biasa! Semua orang menyaksikan dengan menahan nafas, mata tak
berkedip. Namun sesaat kemudian pekik sorak serta tepuk tangan dan suitan
kembali menggema di tempat itu.
Suara gong dan tambur terus bertalu-talu tiada henti.
Tiupan seruling melengking-lengking. Lalu terdengar suara tiupan terompet.
Itulah pertanda bahwa pertunjukan pertama dari rombongan akrobat ini berakhir
sudah. Dua gadis cantik berpakaian biru berseru nyaring. Tubuh mereka yang sejak
tadi berpegangan melesat berpisah. Satu ke kiri satu ke kanan. Dengan
mengandalkan daya tahan payung kuning yang terkembang keduanya melayang turun
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
18 sambil meliuk-liukkan tubuh. Pemuda paling atas menyusul melompat turun setelah
lebih dulu berjungkir balik di udara. Dua pemuda lainnya mengikuti melompat
turun, tak lupa berjungkir balik satu kali sebelum menjejakkan kaki di panggung.
Pada saat itulah satu sosok berpakaian hijau entah dari mana munculnya ikut
melesat jatuh ke bawah.
Semua orang jadi heran. Mengapa orang yang turun jadi tiga dan satu berpakaian
hijau. Geger besar melanda semua orang yang ada di tempat pertunjukan sesaat
kemudian. Kalau dua orang pemuda berpakaian merah jejakkan kaki di lantai
panggung dengan gerakan enteng hampir tanpa suara maka sebaliknya sosok ketiga
yang berpakaian hijau jatuh terbanting dengan suara keras.
"Braakkk!"
SEBELUM melanjutkan apa yang terjadi dalam pesta di Gedung Kepatihan kita ikuti
dulu perjalanan Pendekar 212 Wiro Sableng bersama Nyi Retno Mantili.
Keduanya sampai di Kotaraja pada malam yang sama di mana tengah berlangsung
pesta di tempat kediaman Patih Kerajaan. Dari tempat tersembunyi mereka
memperlihatkan gerak-gerik orang ini.
Cagak Lenting langsung mencari tempat duduk di antara para tamu terkemuka
melainkan berjalan memutari panggung lalu melangkah ke arah timur lapangan yang
dipenuhi banyak orang. Sekaligus menyirap kabar keberadaan orang-orang tertentu.
"Wiro!" Suara Nyi Retno Mantili bergetar. Dia menunjuk ke arah Cagak Lenting.
"Itu jahanamnya!"
Darah langsung naik ke ubun-ubun. sepasang mata berkilat penuh amarah."Aku akan
membunuhnya saat ini juga.
"Jangan lakukan di sini, Nyi Retno," Wiro cepat mencegah. "Kita harus
mengerjakannya di tempat sepi."
"Mana ada tempat sepi di sini. Lihat saja, orang begini banyak, berjubalan!"
Wiro menunjuk ke atap Gedung Kepatihan yang luas.
"Kau naik ke atas atap itu. Aku akan memancing cagak Lenting..."
Nyi Retno tampak seperti berpikir lalu tersenyum dan anggukan kepala. Dia.
meenyelinap di antara 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
19 orang banyak. Di ujung lapangan sebelah timur perempuan ini naik ke atas tembok
halaman belakang lalu melesat ke atas atap Gedung Kepatihan.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
20 NYl RETNO tidak menunggu lama. Dalam kegelapan malam dia melihat dua orang
melesat ke atas wuwungan. Di sebelah depan Wiro sedang di belakang menyusul
lelaki berpakaian hijau.
"Pendekar Dua Satu Dua! Kalau kau memang benar mau menunjukkan dimana beradanya
Nyi Retno, aku tidak akan mencari perkara denganmu. Setelah aku melihat
perempuan itu kau bebas pergi. Tapi ingat, jika kau memperdayai diriku di sini
ada lebih dari selusin tokoh silat Istana. Kau bisa mati konyol!"
"Jahanam pembunuh Djaka Tua! Kau yang akan mampus duluan! Aku Nyi Retno Mantili
yang kau cari ada di sini!"
Tiba-tiba dari atas atap Gedung Kepatihan terdengar bentakan perempuan.
Berpaling ke kiri Cagak Lenting melihat Nyi Retno Mantili berdiri di atas atap
sambil memegang boneka kayu.
Walau agak kaget namun Cagak Lenting umbar senyum dan berkata. "Nyi Retno. Aku
membekal pesan dari Patih Wira Bumi. Apapun kesalahanmu dia telah memaafkan.
Sekarang mari turun. Ikuti aku menemuinya."
Nyi Retno menatap mendelik lalu tertawa panjang.
Sementara di bagian atap yang lain Pendekar 212
berjaga-jaga kawatir Cagak Lenting akan mengirimkan serangan membokong. Baik Nyi
Retno maupun Wiro tidak percaya pada ucapan Si Mata Elang ini.
"Cagak Lenting, undangan Patihmu aku terima. Tapi apakah aku boleh membawa serta
anakku Kemuning?"
Nyi Retno bertanya.
"Tentu saja Nyi Retno.Tentu saja...." jawab Cagak Lenting.
"Nyi Retno, awas orang mau menipu!" bisik Wiro.
"Ssttt.'Nyi Retno letakkan telunjuk tangan kanan melintang di atas bibir. Mata
dikedipkan lalu berpaling pada Cagak Lenting. Sambil tersenyum dia berkata.
"Kalau begitu katamu jalanlah duluan! Maksudku 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
21 jalan duluan ke neraka! Hik...hik... hik!"
Nyi Retno tertawa melengking. Bersamaan dengan itu tangan kanannya yang memegang
boneka kayu bergerak meremas pinggang. Dua larik sinar putih melesat keluar dari
sepasang mata boneka, menyambar ke arah Cagak Lenting. Lelaki ini tidak sempat
keluarkan teriakan apalagi menyingkir selamatkan diri. Dua sinar putih mendarat
tepat membelah di pertengahan kepala. Tubuh roboh tergeletak di atas atap. Darah
bergelimang sampai ke dada. Seperti orang kemasukan setan Nyi Retno Mantili
angkat tubuh Cagak Lenting. Mulutnya siap hendak menggeragot leher dan menghisap
darah orang yang telah membunuh Djaka Tua Ini.
"Nyi Retno! Jangan!" teriak Wiro mencegah. Dia cepat tarik mayat Cagak Lenting
lalu dilempar ke bawah gedung. Tepat jatuh di atas panggung hiburan yang saat
itu ada pertunjukan akrobat.
"Braakk!"
Tubuh bagian pinggang ke bawah Cagak Lenting amblas masuk ke bawah panggung yang
jebol. Sementara bagian pinggang ke atas terhenyak di atas lantai. Darah mengucur dari
batok kepalanya yang rengkah. Orang banyak merasa aneh. Sewaktu jatuh kepala itu
tidak menabrak lantai panggung. Berarti kepala itu memang sudah belah dan
wajahnya sudah hancur sebelum orang ini menghantam panggung!
Darah mengucur menggidikkan. Orang banyak mulai ada yang berteriak-teriak.
Suasana serta merta jadi kacau balau!
Dua gadis pemain akrobat menjerit ketakutan setengah mati, lari ke bawah
panggung ditolong oleh beberapa temannya. Patih Wira Bumi, seorang Perwira
Tinggi Kerajaan dan dua orang tokoh silat Istana serta merta melompat ke atas
panggung. "Cagak Lenting!"
Beberapa orang termasuk Patih Wira Bumi sama-sama berseru kaget ketika mengenali
siapa adanya orang berpakaian hijau yang menemui ajal secara mengerikan di atas
panggung pertunjukan itu walau kepala dan wajahnya nyaris hancur. Perwira Tinggi
dan seorang tokoh silat segera menarik tubuh orang berpakaian hijau dari jepitan
papan tebal lalu dibaringkan di lantai panggung. Orang ini ternyata 158. Si
Cantik Dari Gunung Gede
22 memang Cagak Lenting yang dikenal dengan julukan Si Mata Elang.
"Kanjeng Patih, ada secarik kertas menempel di punggung mayat." Perwira Tinggi
Suko Daluh yang barusan menarik tubuh Cagak Lenting memberi tahu.
Dia mengambil kertas itu, tanpa membaca tulisan yang tertera, kertas langsung
diserahkan pada Patih Wira Bumi.
Ketika membaca tulisan di atas kertas, kaget sang Patih bukan alang kepalang.
Wajahnya berubah.
Karena ternyata tulisan itu ditujukan padanya.
Patih Kerajaan, siapapun namamu! Malam Ini aku telah menyelesaikan sebagian dari
hutang dendam di antara kita. Kau dan Cagak Lenting telah membunuh Djaka Tua
secara keji. Cagak Lenting telah menerima bagiannya. Giliranmu segera datang.
Bersiaplah menghadap setan neraka!
Tampang Wira Bumi berubah kelam membesi.
Rahang menggembung pelipis bergerak-gerak.
Sepasang mata seperti menyala. Kertas yang dipegang diremas hingga hancur jadi
bubuk! "Perwira..." ucap Patih Wira Bumi dengan suara bergetar. "Jika ada orang sanggup
membunuh Cagak Lenting lalu mampu melemparkan mayatnya tanpa satupun di antara
kita mengetahui, berarti si pembunuh memiliki tingkat kepandaian sangat luar
biasa. "Aku...."
Belum habis sang Patih berucap tiba-tiba seseorang berteriak.
"Ada orang di atas atap!"
Patih Wira Bumi mendongak ke atas atap Gedung Kepatlhan.
Dia tidak melihat apa-apa namun siap hendak melompat ke atas wuwungan gedung.
"Kanjeng Patih, biar kami yang mengurus penyusup kurang ajar itu!" Kata Perwira
Tinggi Suko Daluh. Lalu bersama tokoh silat Istana bernama Ki Wulur Jumena dan
Ki Genta Kemillng dia melesat ke atas atap Gedung Kepatihan. Saat itulah dari
atas atap gedung yang gelap berkiblat dua larik cahaya putih menyilaukan
disertai tawa cekfkikan. Dua jeritan merobek udara malam. Tubuh Perwira Tinggi
Suko Daluh dan tokoh silat Ki Wulur Jumena melayang jatuh ke bawah. Orang 158.
Si Cantik Dari Gunung Gede
23 banyak yang ada di sekitar panggung berteriak dan cepat menyingkir. Dua tubuh
malang itu tergelimpang di tanah. Kepala laksana dibelah. Wajah dan sekujur
tubuh bergelimang darah. Semua terjadi begitu cepat!
Patih Wira Bumi lari mendatangi. Dia bertanya pada tokoh silat Istana yang
selamat. "Ki Genta Kemiling" Apa yang terjadi?"
Dengan wajah pucat dan tengkuk masih dingin Ki Genta Kemiling menjawab.
"Saya melihat dua orang di atas atap. Ketika kami bertiga menyerbu, tiba-tiba
ada dua larikan cahaya putih. Satu menghantam Perwira Tinggi Suko Daluh, satunya
menghajar Ki Wulur Jumena. Saya masih sempat menyingkir. Suko Daluh dan Ki Wulur
menjerit lalu terpental jatuh ke tanah. Saya coba mengejar dua orang yang masih
ada di atas atap. Namun cepat sekail mereka berkelebat pergi dan lenyap di
kegelapan malam di arah timur."
"Apakah kau sempat melihat atau mengenali siapa mereka?"
"Saya hanya melihat sekilas.Tidak bisa mengenali.
Mereka satu perempuan satu telaki."
Tampang Patih Kerajaan jadi berkerut. Sulit dia menduga siapa adanya ke dua
orang itu. "Kalau memang Nyi Reno Mantili yang melakukan pembalasan, bagaimana dia mampu
berbuat. Dia tidak memiliki ilmu silat apalagi ilmu kesaktian. Tapi ada kabar
yang mengatakan bahwa dia pernah berada di tempat kediaman Kiai Gede Tapa
Pamungkas di puncak Gunung Gede. Jangan-jangan... Lalu siapa penyusup satunya"
Seorang lelaki...."
"Kanjeng Patih, apa yang akan kita lakukan. Suasana pesta sudah kacau balau..."
Bertanya Ki Genta Kemiling.
"Minta semua tamu meninggalkan tempat ini. Suruh mereka pulang. Aku..." Sang
patih tak dapat meneruskan kata-kata. Dia memutar tubuh dan bergegas masuk ke
dalam Gedung Kepatthan. Sampai di dalam gedung dia langsung masuk ke sebuah
kamar yang tidak seorang lainpun boleh berada di situ kecuali dirinya.
Sementara itu di atas Gedung Kepatihan Wiro pegang lengan Nyi Retno.
"Nyi Retno, lekas! Kita harus tinggalkan tempat ini!"
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
24 "Enak saja kau bicara! Aku masih mau membunuh bangsat bernama Wira Bumi Patih
Kerajaan. Aku sudah bisa menduga yang mana orangnya pasti orang berpakaian
mewah, bertubuh besar yang sedang bicara di sana itu!"
"Nanti saja Nyi Retno. Keadaan di bawah sana sangat kacau. Bisa berbahaya bagi
dirimu. Aku melihat banyak tokoh silat Istana berkeliaran. Selain itu Patih
Kerajaan tak tampak lagi di tempatnya." Tanpa menunggu lebih lama Wiro lalu
menarik lengan Nyi Retno. Namun perempuan ini cepat menghindar dan di lain kejap
sosoknya seolah lenyap ditelan kegelapan malam di atas wuwungan Gedung
Kepatihan. Wiro memandang berkeliling, menggaruk kepala.
"Dia menerapkan ilmu Di Dalam Kabut Mengunci Diri pemberian Kiai Gede Tapa
Pamungkas. Aku tak mungkin menemukannya...."
BEGITU berada dalam kamar,Wira Bumi nyalakan sebuah pelita kecil lalu tanggalkan
semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Dalam keadaan telanjang begitu rupa dia
naik ke atas tempat tidur, berbaring menelentang. Mata dipejamkan, mulut berucap
perlahan. "Nyai Tumbal Jiwo. Datanglah. Saya memerlukan dirimu."
Tiba-tiba ada desir sambaran angin. Satu bayangan merah menyusup masuk lewat
celah jendela lalu membentuk sosok seorang nenek. Sosok ini kemudian dengan
cepat berubah menjadi sosok seorang gadis cantik menebar bau harum. Dua kali
menggoyangkan tubuh pakaian yang melekat tanggal jatuh ke lantai.
Gadis ini naik ke atas ranjang.
"Wira Bumi. aku datang. Aku sudah berbaring di atas tubuhmu. Apakah kau
merindukan diriku atau ada sesuatu yang mengganjal hati dan pikiranmu"
Mari kita bercinta dulu. Semua kerinduan dan kesulitan akan sirna."
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
25 KAWASAN kaki selatan Gunung Lawu. Di satu pedataran tandus yang dikenal dengan
sebutan tanah Plaosan, tak jauh dari reruntuhan candi tua yang nyaris tidak
berbentuk lagi. Saat itu di ambang sore. Hawa panas yang sejak siang mendera
pedataran kini mulai berkurang. Tiupan angin dari timur perlahan-lahan merubah
udara menjadi sedikit sejuk. Dua orang tampak duduk bersila di depan sebuah
lobang yang baru saja mereka gali. Dari mulut mereka keluar suara meracau
berkepanjangan entah merapal apa.
Di tanah di depan kedua orang ini tergeletak gulungan daun lontar kering. Di
tepi lobang sebelah kanan terbujur satu sosok tubuh manusia yang sudah jadi
mayat, dibungkus dengan anyaman tikar daun pandan kering. Setiap angin bertiup
mayat itu menebar bau busuk bercampur wanginya daun pandan kering. Menimbulkan
perpaduan bau yang memuakkan dan bisa membuat orang muntah.
Namun ke dua orang tadi tampaknya tenang-tenang saja seolah tidak berhidung
tidak punya pen-ciuman.
Lalat mulai banyak beterbangan. Di langit serombongan burung gagak hitam pemakan
mayat terbang berputar-putar lalu hinggap di satu pohon yang hanya tinggal
batang, cabang dan ranting tak berdaun menatap mengintai mangsa yaitu mayat yang
dijaga dua orang di samping lobang.
Dua orang lelaki yang duduk di depan lobang sebentar-sebentar menatap ke langit,
memperhatikan sang surya yang warna putihnya penahan berubah kuning kemerahan.
Wajah mereka menunjukkan rasa kawatir. Orang di sebelah kanan bertubuh kurus
tinggi, berpakaian kembang-kembang warna warni. Memiliki rambut hitam lurus
berjingkrak ke atas seperti lidi.
Kulit wajah dicat warna merah bergaris-garis hitam.
Sepasang mata diberi sipat kelabu kehitaman. Dihias sepasang alis kereng
melengkung hitam serta bibir dilapisi gincu warna ungu. Sepuluh kuku jari 158.
Si Cantik Dari Gunung Gede
26 dipelihara panjang, dilapis cat berwarna ungu sama.
dengan wama gincu.
Teman di sebelah si muka merah Ini memiliki wajah yang dicat kuning diberi
garis-garis hijau, bertubuh katai, mengenakan pakaian kuning kegombrongan.
Seperti si muka merah lelaki satu ini juga memiliki rambut lurus hitam
menyerupai lidi.
Si muka merah bergaris hitam memandang lagi ke arah sang surya di langit,
sebelah barat. Mulutnya berucap. Suaranya halus seperti perempuan.
"Saudaraku Momok Pertama, Tukak Racun Kuning, tak lama lagi matahari akan segera
tenggelam. Saudara kita si Momok Ketiga Denok Tuba Biru belum juga datang. Kalau matahari
sampai tenggelam dan jenazah guru belum masuk ke dalam liang lahat, celaka kita
semua." "Saudaraku Momok Kedua Alis Bisa Merah, terus terang aku juga kawatir. Kita
berharap saja saudara kita si Denok Tuba Biru tidak melalaikan tugas, tidak


Wiro Sableng 158 Si Cantik Gila Dari Gunung Gede di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendapat halangan apapun. Dia pasti datang di saat yang tepat..."
Baru saja lelaki berwajah kuning selesai bicara, dari arah pedataran sebelah
barat tampak debu mengepul.
Sebuah gerobak ditarik seekor kuda coklat berlari kencang ke arah dua orang aneh
yang duduk di tepi lobang. Mendekati lobang dan kedua orang itu berada, kusir
gerobak berseru lantang lalu tarik kuat-kuat tali kekang. Kuda coklat meringkik
keras.Sesaat kemudian kuda dan gerobak berhenti tak jauh dari tepi lobang.
Kusir gerobak melompat turun. Ternyata dia adalah seorang perempuan berwajah
biru bergaris-garis kuning, bertubuh gembrot. Pakaiannya menyerupai baju ketat
tak berlengan dan celana monyet. Dari sela ketiaknya menyembul bulu-bulu hitam,
tebal dan panjang. Pada lengan kanan sebelah atas ada jarahan bergambar bunga
mawar berwarna biru. Sepasang anting besar bulat terbuat dan perak murni
menyantet di daun telinga. Pipi yang tembam, dada yang melar, perut gembrot dan
paha gempal berayun-ayun setiap dia membuat gerakan. Inilah Momok Ketiga si
Denok Tuba Biru.
"Kalian berdua cepat bantu aku menurunkan barang bawaan!
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
27 Lekas! Sebentar lagi sang surya akan tenggelam!"
Mendengar seruan itu Alis Bisa Merah dan Tukak Racun Kuning melompat bangkit
dari duduk masing-masing. Dari dalam gerobak mereka menggotong sebuah gentong
besar terbuat dari kayu besi. Dari dalam gentong yang tertutup bagian atasnya
ini membersit keluar harumnya bau tuak. Dengan hati-hati gentong itu diletakkan
di samping mayat yang terbungkus tikar daun pandan kering.
Di atas gerobak terdapat sebatang pohon pinang kuning dan satu karung besar yang
tampak selalu bergerak-gerak serta mengeluarkan suara mendesis tiada henti.
Karena tahu apa isi karung ini. Momok Kedua Alis Bisa Merah tak mau bantu
menggotong. Dia hanya menurunkan batang pinang dan menyeretnya ke tepi lobang lalu cepatcepat menjauh. Wajah menunjukkan perasaan takut. Sesekali tubuhnya menggigil dan tekapkan dua
tangan ke dada.
"Aku tidak mau bantu menurunkan karung itu."
kata Alis Bisa Merah. "Aku jijik, aku takut. Iihhhh!"
Perempuan gembrot berwajah biru tampak jengkel.
"Kalau kau tidak mau menurunkan ya sudah! Momok Kedua, kau lebih perempuan dari
perempuan! Dasar banci! Aku saja yang perempuan sungguhan tidak takut, tidak
jijik! Kau cuma manja dan cengeng!"
"Saudaraku Denok Tuba Biru, jangan bicara begitu padaku. Kau tidak tahu
bagaimana nikmatnya jadi lelaki sekaligus perempuan! Hik... hik!"
"Kalian berdua selalu saja bertengkar. Padahal saat ini kita tengah menghadapi
urusan besar! Apa kalian ingin membuat bangun mayat guru dan memarahi kita
semua"!"
Habis memarahi kedua saudaranya itu Tukak Racun Kuning lalu menurunkan sendiri
karung besar dan menyeretnya ke samping gentong kayu berisi tuak.
"Alis Bisa Merah, kalau kau takut menjauhlah. Aku dan Denok Tuba Biru mau
membuka karung dan menuangkan isinya ke dalam gentong!"
"lihhhh!" Dengan mimik ketakutan lelaki bernama Alis Bisa Merah yang memang
seorang banci cepat-cepat menjauh. Tukak Racun Kuning membuka penutup gentong
kayu. Lalu bersama Denok Tuba Biru dia mengangkat karung besar, meletakkan
karung di pinggiran gentong. Sementara DenokTuba Biru 158. Si Cantik Dari Gunung
Gede 28 memegangi karung Tukak Racun Kuning membuka tali pengikat bagian atas karung.
Setelah saling memberi isyarat Tukak Racun Kuning dan Denok Tuba Biru mengangkat
bagian bawah karung tinggi-tinggi. Dari dalam karung berhamburan jatuh ke dalam
gentong berisi tuak puluhan ekor ular berbisa, puluhan kala jengking, ratusan
lipan dan lusinan kodok hitam beracun!
Alis Bisa Merah terpekik ngeri, cepat-cepat membuang muka memandang ke jurusan
lain. "Aduh aku mau kencing!" teriak si banci bermuka merah ini sambil pegang bagian
bawah perutnya.
Ternyata dia memang benar-benar kebelet kencing.
Karena tidak sanggup menahan Alis Bisa Merah lari ke balik pohon kering, tarik
ke atas pakaiannya yang berbentuk jubah dalam lalu jongkok dan serrrr! Dia
kencing seperti perempuan!
"Dasar banci sialan!" maki Momok Ketiga Denok Tuba Biru. Lalu perempuan gembrot
ini cepat menutup gentong kayu. Di dalam gentong terdengar suara-suara aneh yang
dikeluarkan berbagai jenis puluhan binatang berbisa itu. Tak selang berapa lama
suara-suara itu lenyap dengan sendirinya.
"Saatnya kita memulai upacara," kata Tukak Racun Kuning. Lalu dia berteriak
memanggil Alis Bisa Merah.
Lelaki yang berdandan seperti perempuan ini datang terbirit-birit sambil rapikan
pakaian. "Najis tidak cebok. Joroki" Mengumpat Tukak Racun Kuning.
"Pantas kau bau!" menyambung DenokTuba Biru yang ikut kesal.
Alis Bisa Merah cuma cengengesan."Kalian mana tahu. Yang bau itu yang selalu
disukai laki-laki! Hik...
hik...hik!"
"Tutup mulutmu! jangan bicara yang tidak-tidak!"
Hardik Tukak Racun Kuning. "Kita akan segera memulai upacara pemakaman." Lalu
lelaki ini kembali duduk di depan lobang, diikuti DenokTuba Biru dan Alis Bisa
Merah yang masih cengar-cengir.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
29 SIAPAKAH tiga orang aneh yang berada di pedataran Plaosan itu" Mereka adalah
murid seorang tokoh silat golongan hitam yang dikenal sebagai nenek bisu jahat
berjuluk Si Bisu Racun Akhirat. Nenek ini dikenal sebagai orang nomor satu dalam
dunia hitam peracunan. Lebih tinggi dan lebih ganas tingkat kepandaiannya
dibanding Raja Racun Bumi
Langit ataupun Eyang Tuba Sejagat.
Murid pertama dan tertua bernama Tukak Racun Kuning, dipanggil dengan sebutan
Momok Pertama yaitu lelaki yang mukanya dicat kuning bergaris hijau.
Murid kedua si banci berpakaian kembang-kembang warna warni, berwajah merah
bergaris hitam.bernama Alis Bisa Merah, dikenal dengan panggilan Momok kedua.
Murid ketiga perempuan gembrot yang dikenal sebagai Momok ketiga bemama Denok
Tuba Biru. Muka biru bergaris kuning.
Di usia hampir sembilan puluh tahun, sewaktu sakarat, sebelum menghembuskan
nafas terakhir dua hari lalu si nenek memanggil ke tiga murid. Kepada muridmuridnya itu, diwakili Momok Pertama nenek gagu Si Bisu Racun Akhirat
menyerahkan sebuah piring perak serta satu gulungan tebal daun lontar.
Di atas piring perak tertera tulisan dalam bahasa Jawa Kuna berbunyi:
Muridku Momok Pertama. Momok Kedua dan Momok Ketiga.
Hidupku hanya tinggal dua hari. Jika ajalku sampai maka ingat baik-baik apa yang
harus kalian lakukan.
Pertama gali liang lahatku di tanah Plaosan.
di bagian selatan candi runtuh.
Kedua bungkus jenazahku dengan tikar terbuat dari daun pandan kering.
Ketiga, kuburkan diriku dengan satu upacara sakral. Yaitu kalian harus
menyiapkan satu 158. Si Cantik Dari Gunung Gede
30 gentong tuak wangi.
Kedalam gentong harus kalian masukkan binatang beracun hitam.
Masing-masing binatang tidak boleh kurang dari dua belas ekor. Makin banyak akan
lebih baik bagi perjalanan arwahku.
Cari pohon pinang berbuah kuning
Ratakan tanah kuburku
Tancapkan pohon pinang kuning sebagal pertanda
Petunjuk selanjutnya akan kalian dapat di dalam gulungan daun lontar. Yang hanya
boleh kalian buka sebelum jenazahku kalian masukkan ke dalam liang lahat.
Satu hal harus kalian Ingat baik-baikJenazahku sudah harus dikubur paling lambat
sebelum matahari tenggelam hari kedua sesudah kematianku
Kalian adalah murid-murid yang berbakti Mulai hari ini aku nobatkan kalian
bertiga dengan nama Serikat Momok Tiga Racun.
Setelah kalian membaca dan memahami apa yang tertulis di atas piring perak Ini
harap kalian segera memusnahkan piring perak dengan cara membakarnya.
Sampai berjumpa di akhirat.
Aku: Si Bisu Racun Akhirat
Seperti yang dipesankan sang guru, ketiga murid lalu membakar piring perak. Dua
hari kemudian si nenek Bisu Racun Akhirat benar-benar menemui kematian. Tiga
orang murid segera sibuk mempersiap-kan upacara pemakaman sesuai dengan pesan
sang guru yang ditulis di atas piring perak. Yaitu menggali liang lahat di
pedataran Plaosan, pengadaan satu gentong berisi tuak, mencari binatang berbisa
serta mendapatkan pohon pinang kuning.
SETELAH duduk di tepi lobang yang bakal menjadi liang lahat sang guru Momok
Pertama Tukak Racun Kuning mengambil gulungan daun lontar kering yang 158. Si
Cantik Dari Gunung Gede
31 sejak tadi tergeletak di tanah. Dia menyodorkan gulungan daun lontar itu pada
Alis Bisa Merah. Lelaki Momok Kedua ini gelengkan kepala.
"Kau saja yang membacanya," kata si banci.
Momok Pertama berpaling pada Momok Ketiga yaitu Denok Tuba Biru. Si gembrot ini
juga menggeleng sambil berkata.
"Kau tahu aku tidak bisa membaca. Mengapa menyuruhku?"
"Kalau begitu aku akan membuka gulungan daun lontar dan membaca pesan yang
dituliskan guru. Kalian berdua harap mendengar baik-baik dan
memperhatikan."
Tukak Racun Kuning perlahan-lahan membuka gulungan tebal daun lontar kering. Di
atas daun lontar sebanyak tiga gulungan itu tertera pesan Si Bisu Racun Akhirat
Momok Pertama, Momok Kedua dan Momok Ketiga.
Kalian telah membaca pesanku di dalam piring perak
Sekarang inilah petunjukku berikutnya Ilmu racun yang kalian kuasai yang sanggup
membuat orang menjadi cacat seumur hidup atau mati seketika
Akan lebih langgeng dan lebih bertambah hebat bilamana kalian mengikuti dan
harus melakukan apa yang aku tuliskan di bawah ini Pertama aku yakin saat ini
semua binatang berbisa yang ada di dalam gentong berisi tuak telah menemui ajal
Masing-masing kalian harus mengambil seekor dari tiap jenis binatang beracun itu
lalu memakannya
Mendengar bacaan sampai disitu Momok Kedua yaitu si banci Alis Bisa Merah
langsung menggigil tubuhnya.
"Ihhh.... aku...."
Momok Ketiga Denok Tuba Biru pelototkan mata seraya berbisik. "Sekali lagi kau
keluarkan suara mengganggu bacaan Tukak Racun Kuning akan kugebuk kepalamu."
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
32 Alis Bisa Merah hanya bisa manggut-manggut sambil tutup wajah dengan dua telapak
tangan. Momok Pertama lanjutkan bacaannya.
Jika sudah teguklah sebagai minuman tuak di dalam gentong
Kalian akan mendapat kesegaran dan kekuatan Kalian akan mendapat kesaktian
mandraguna Setelah itu baca amalan yang aku ajarkan sebanyak tiga kali
Masukkan jenazahku ke dalam liang lahat Tuangkan isi gentong yaitu tuak dan
semua binatang berbisa ke dalam kuburku
Tutup kuburku dengan tanah.
Ratakan tanah hingga tidak berbekas Tancapkan pohon pinang kuning sebagai
pertanda Bila upacara pemakamanku telah selesai berarti arwahku akan lebih tenang
dalam perjalanan menuju akhirat dimana aku menunggu kedatangan kalian
"Ihhh...." Sampai di situ lagi-lagi Momok Kedua Alis Bisa Merah yang tidak tahan
mendengar dan ketakutan kembali keluarkan suara."Aku belum mau mati. Aku belum
mau pergi ke akhirat. Di dunia ini lebih enak..." ucapnya dengan suara halus
gemetar. "Plaakk!"
Momok Ketiga Denok Tuba Biru keplak kepala Momok Kedua membuat lelaki banci ini
serta merta kancing mulut dan hanya berani menghela nafas berulang kali. Setelah
keadaan tenang kembali.
Momok Pertama Tukak Racun Kuning lanjutkan bacaannya.
Walau sekarang aku sudah berada di alam lain Aku selalu memikirkan agar kalian
bertiga menjadi raja diraja dalam dunia peracunan rimba persilatan tanah Jawa
Aku ingin agar Serikat Momok Tiga Racun akan menjadi-satu nama besar angker dan
ditakuti di delapan penjuru angin
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
33 Bahkan penguasa Istana sekalipun akan takut serta tunduk pada kalian
Pahami dan laksanakan perintah yang aku tulis dibawah ini
Kalian harus mencari, seorang perempuan berotak tidak waras alias sinting alias
gila. Makin muda usianya makin bagus
Gantung tubuhnya kaki ke atas kepala ke bawah di pohon yang memiliki cabang
berjumlah ganjil
Tunggu tiga hari sampai mayatnya busuk Setelah tiga hari kalian harus menjebol
tubuh mayat di sebelah depan Momok Pertama, kau harus mengambil dan memakan
jantungnya Momok Kedua kau harus mengambil dan
memakan hatinya
Momok ketiga kau. harus mengambil dan memakan ginjalnya
Setelah hal itu kalian lakukan bakar mayat berikut pohon Lalu pergi ke pantai
selatan. Berendam di laut dangkal selama tiga hari tiga malam
Kalian kelak akan menjadi raja diraja peracunan rimba persilatan tanah Jawa
Tidak ada orang yang mampu menandingi kalian
Dari alamku aku akan bahagia melihat Serikat Momok Tiga Racun berjaya di delapan
penjuru angin. Aku: Si Bisu Racun Akhirat
"Huokkk!"
Baru saja Momok Pertama Tukak Racun Kuning selesai membaca surat petunjuk sang
guru. Momok Kedua Alis Bisa Merah yang tidak bisa menahan rasa jijik dan mual
langsung semburkan muntah. Denok Tuba Biru menyumpah habis-habisan karena
pahanya yang gempal terkena cipratan muntah.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
34 SESAAT sebelum sang surya masuk ke ufuk
tenggelamnya dan siang berubah menjadi malam.
jenazah Si Bisu Racun Akhirat telah masuk ke liang lahat Tuak dalam gentong yang
dipenuhi ular, lipan, kalajengking dan kodok hitam, semuanya
merupakan binatang sangat berbisa dituang dimasukkan ke dalam kubur sang guru.
Lalu tanah galian diuruk kembali, di buat sama rata seperti semula. Setelah itu
pohon pinang kuning ditancapkan di tanah, di ujung lobang arah kepala jenazah.
Begitu kegelapan malam mulai menyungkup kawasan pedataran Plaosan, Tiga Momok
tinggalkan makam guru mereka tanpa satupun sadar kalau gulungan surat yang
terbuat dari daun lontar kering tertinggal. Begitu angin malam bertiup agak
kencang, gulungan daun lontar terbawa melayang ke arah timur.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
35 TELAH lebih dari satu minggu Serikat Momok Tiga Racun mencari perempuan gila
namun tidak berhasil menemukan.
"Kita makin jauh dari Kotaraja. Padahal aku kira semua orang gila lebih banyak
berada di Kotaraja dan pada tempat lain Bagaimana kalau kita kembali saja ke
Kotaraja." berkata Momok Ketiga Denok Tuba Biru ketika dia dan dua saudara
seperguruannya duduk melepaskan lelah di tepi sebuah telaga.
"Aku heran, mengapa guru menyuruh kita harus mencari perempuan gila. Bukan
lelaki gila Padahal di tengah jalan kita sudah menemukan beberapa orang lelaki
gila," berkata Momok Kedua yaitu Alis Bisa Merah. "Sudah, kita tukar saja dengan
orang gila laki-laki"
"Jangan berani berlaku lancang menyalahi aturan dan perintah guru!" kata Momok
Pertama Tukak Racun Kuning marah.
"Maumu memang selalu laki-laki. Dasar banci!"
mendamprat Denok Tuba Biru. "Kalau laki-laki kau mau mengambil dan memakan
apanya" Bijinya"
Burungnya"!"


Wiro Sableng 158 Si Cantik Gila Dari Gunung Gede di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Alis Bisa Merah tersenyum lalu tertawa cekikikan.
Tiba-tiba Momok Kedua Ini tekap mulut hentikan tawa Di kejauhan di salah satu
ujung pinggiran telaga yang cukup besar itu dia mendengar suara orang menyanyi.
Dua Momok lainnya juga sudah mendengar.
"Ada perempuan menyanyi. Arahnya dari sana..."
Alis Bisa Merah menunjuk ke arah timur telaga.
"Bagaimana kalau kita selidiki" mengusulkan DenokTuba Biru.
Ketiga orang itu sama-sama berdiri lalu sekali berkelebat meroka sudah melesat
ke arah timur telaga. Di arah ini suara perempuan yang menyanyi semakin keras
dan syair lagunya semakin jelas.Tiga Momok menyelinap ke balik semak belukar dan
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
36 mengintai. Di atas sebuah batu besar yang menjorok ke dalam telaga duduk seorang perempuan
sangat muda, bertubuh kecil, mengenakan pakaian biru, memiliki wajah anggun
rupawan. Di pangkuannya ada sebuah boneka kayu. Sambil menyanyi perempuan ini
mengusap pipi kening atau kepala boneka.
Anakku Kemuning sudah lama kau tidak
melihat ayahmu Entah dimana dia sekarang
Apakah kita yang akan mencari dia
Atau dia tengah mencari kita
Anakku Kemuning
Lekaslah besar Agar ibu tak selalu mendukungmu
Kita pergi ke tempat Jauh
Tempat yang indah-indah
Agar kita bisa bersuka cita
Melupakan segala duka
Perempuan yang menyanyi yang bukan lain adalah Nyi Retno Mantili rebahkan boneka
di atas dada. Sambil mengelus punggung boneka dia meneruskan nyanyiannya.
Anakku Kemuning
Apakah duka hati bisa dilupakan
Apakah luka hati bisa disembuhkan
Kalau bertemu ayahmu nanti
Tanyakan padanya rahasia hati
Saat itu sementara menyanyi sepasang mata bening Nyi Retno tampak berkaca-kaca.
Lalu perlahan-lahan air mata meluncur jatuh di pipinya yang kotor berdebu.
Di balik semak belukar MomokTiga Racun saling berbisik.
"Ini yang kita cari!" ucap Momok Pertarma. "Tepat seperti maunya guru."
"Akhirnya kita temui Juga," kata Momok Ketiga dengan wajah merah gembira.
"Perempuan gila.
Masih muua! Mengangap boneka sebagai anaknya!"
"Sayang bukan laki-laki gagah...." ujar Momok Kedua.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
37 Momok Pertama dan Momok Ketiga berpaling
sama-sama melototi Momok Kedua.
"Kau bicara seperti itu lagi!" bentak Momok Ketiga DenokTuba Biru. "Kalau kau
tidak senang, sebaiknya kau pergi saja dari sini. Cari lelaki yang kau sukai!
Kutuk guru akan jatuh atas dirimu! Kau tidak akan punya ilmu apa-apa!"
"Ssttt. jangan keras-keras nanti perempuan itu mendengar dan melarikan diri..."
Ucap Momok Kedua sambil tersenyum. "Sudah tak perlu marah. Sebaiknya kita segera
menangkap perempuan sinting itu. Kita pesiangi dengan cepat. Kailan makan
jantung dan ginjalnya. Aku melahap hatinyai Hik ...hik!"
Tanpa mengeluarkan suara ketiga Momok murid Si Bisu Racun Akhirat itu menyelinap
keluar dari balik semak belukar lalu berkelebat mengurung Nyi Retno Mantili yang
masih bernyanyi-nyanyi, tenggelam dalam perasaan. Namun begitu menyadari ada
tiga orang tidak dikenal mengelilinginya, Nyi Retno serta merta hentikan
nyanyiannya. Dia cepat memasukkan boneka ke dalam bedongan di dada namun
kemudian dikeluarkan lagi. Nalurinya mengatakan ada bahaya besar tengah
mengancam dirinya.
"Kemuning anakku, kita kedatangan tiga tamu tidak dikenal. Berwajah dan
berdandan aneh. Aku tidak mengenal satupun dari mereka. Apakah kau mengenal
salah seorang dari mereka?" Nyi Retno diam sebentar.
"Ah, rupanya kaupun tidak mengenal mereka. Anakku, jika mereka datang membawa
niat jahat bukankah lebih baik kita mengusirnya sekarang juga"!"
"Perempuan muda berbaju biru, beranak boneka kayu. Bernyanyi di tepi telaga
sunyi. Membuat kami bertiga kepingin tahu siapakah dirimu adanya" Momok Pertama
Tukak Racun Kuning bertanya.
Di sampingnya Momok Ketiga berbisik.
"Buat apa pakai bicara segala. Kita ringkus saja sekarang juga! Cari pohon
bercabang ganjil. Gantung dia di sana!"
Tukak Racun Kuning tidak perdulikan bisikan Momok Ketiga.
"Perempuan muda. apakah kau mau menjawab pertanyaanku?"
"Hik... hik! Anakku Kemuning, ada orang bertanya siapa diriku. Tapi dia tidak
bertanya siapa dirimu.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
38 Alangkah sombong dan tidak adilnya. Padahal aku ibumu dan kau anakku!"
Tukak Racun Kuning melirik pada ke dua saudara seperguruannya
"Perempuan muda, rupanya kau tidak senang kami ganggu. Kalau begitu kami akan
pergi saja.Teruskan nyanyianmu tadi."
Ketiga Momok itu membuat sikap dan gerakan seperti benar-benar hendak
meninggalkan tempat itu.
Namun seperti kilat mereka berbalik. Dari jarak dua langkah ke Tiga Momok
tusukkan dua Jari tangan kanan ke arah Nyi Retno. Melepas totokan Jarak jauh
bernama Menutup Jalan Darah Menyumbat Jalan Pernafasan.
158. Si Cantik Dari Gunung Gede
39 CAHAYA kuning melesat dari dua jari Momok Pertama. Dua jari Momok Kedua
memancarkan cahaya merah sedang dari dua jari Momok Ketiga menyambar sinar biru!
Totokan yang dilakukan ketiga orang itu adalah totokan jarak jauh yang sangat
ampuh dan ganas. Dengan satu totokan saja jangankan manusia sekecil Nyi Retno, gajah
besarpun akan amblas ditelan totokan. Apa lagi tiga totokan dilakukan
berbarengan oleh tiga orang berkepandaian tinggi.
Nyi Retno walaupun berotak tidak waras namun sejak tadi dia sudah punya firasat
kalau tiga orang tidak dikenal punya niat jahat terhadapnya Maka begitu Tiga
Momok menggerakkan tangan dia segera kerahkan Ilmu Cahaya Dewa Turun Ke Bumi
yang didapatnya dari Kiai Gede Tapa Pamungkas. Saat itu sekujur tubuh perempuan
Geger Dunia Persilatan 10 Pendekar Gila 17 Penghianatan Joko Galing Setan Harpa 12

Cari Blog Ini