14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja Bagian 4
"Jika Ki Swandaru pulang, maka aku harap Sangkal Putung menunggu."
" Sampai kapan?"
" Aku belum tahu."
Jantung Swandaru berdentang semakin keras. Ia merasa tidak mendapat perhatian wajar di Mataram. Karena itu, maka iapun kemudian berkata - Baiklah, aku pulang ke Sangkal Putung, Ki Tumenggung. Aku akan menunggu dalam sepekan ini."
" Silahkan, ki Swandaru. Tetapi aku tidak berjanji bahwa dalam sepekan permohonanmu itu sempat dibicarakan. Tetapi aku akan berusaha Ki Patih mempunyai kebijaksanaan khusus tentang permohonan rakyat kademangan Sangkal Putung. Namun aku harap Ki Swandaru menyadari, bahwa banyak persoalan yang penting dan bahkan gawat melampaui pentingnya permohonan Ki Swandaru."
" Aku minta diri, Ki Tumenggung."
Ki Tumenggung sama sekali tidak berusaha untuk menahannya. Katanya - Silahkan ki Swandaru."
" Dalam waktu dekat aku akan menghubungi Ki Tumenggung lagi."
"Silahkan. Pintu rumahku selalu terbuka. Tetapi aku tidak berjanji, bahwa dalam waktu dekat persoalan Ki Swandaru sudah sempat dibicarakan.
Swandaru tidak menyahut. Baginya lebih baik segera meninggalkan Ki Tumenggung daripada mendengarkan kata-katanya lebih panjang lagi. Swandaru sendiri tidak yakin, apakah ia mampu menahan dirinya sehingga darahnya tidak mendidih.
Bersama kedua orang bebahu dari Sangkal Putung, Swandaru memacu kudanya kembali pulang. Demikian mereka melarikan kuda mereka, Swandaru itupun mulai menceritakan sikap yang nampaknya kurang mendukung dari Ki Tumenggung Wirayuda.
Seorang diantara kedua orang bebahu itu berkuda disamping Swandaru. Kuda merekapun berlari tidak terlalu cepat
"Jadi kita hanya dapat menunggu, Ki Swandaru?"
" Ya. Itu yang dikatakan oleh Ki Tumenggung Wirayuda.
Bebahu yang berkuda bersama Swandaru itu mengangguk-angguk. Namun iapun kemudian bertanya - Jadi segala pembicaraan menunggu sampai Kangjeng Panembahan Senapati sembuh?"
"Entahlah. Aku tidak tahu cara para pejabat di Istana Mataram itu bekerja. Mereka menangani persoalan-persoalan yang mereka sukai lebih dahulu. Mereka mengesampingkan persoalan-persoalan yang tidak langsung memberikan keuntungan kepada para pejabat itu sendiri. Karena itu, mungkin kita harus menunggu untuk waktu yang cukup lama Bebahu itu mengangguk-angguk. Katanya - Apaboleh buat." Swandaru berpaling kepadanya. Dengan nada tinggi iapun bertanya - Apa maksudmu"
Bebahu itu mengerutkan dahinya. Kemudian iapun menjawab -Bukankah kita tidak dapat berbuat apa-apa
Swandaru memandang bebahu itu dengan tajamnya. Namun kemudian iapun berkata - Apakah menurut pendapatmu, kita hanya dapat menunggu sampai kapanpun"
"Jadi apa yang dapat kita lakukan?"
Swandaru terdiam. Namun iapun kemudian mengangguk sambil berdesis - Ya. Kita memang hanya dapat menunggu."
Namun tiba-tiba bebahu itu berkata - Apakah tidak sebaiknya kita pergi ke Tanah Perdikan untuk menjemput Nyi Pandan Wangi."
" Tidak - jawab Swandaru - ia memerlukan waktu untuk meyakinkan Ki Gede Menoreh dan kakang Agung Sedayu.
Bebahu itu mengangguk-angguk pula Tetapi ia tidak bertanya apa-apa lagi.
Demikianlah, maka ketiga orang itupun telah melarikan kuda mereka kembali ke Sangkal Putung Swandaru tidak dapat berbuat lebih dari yang dilakukannya
Dalam pada itu, ketika matahari menjadi semakin rendah, ketika Swandaru dengan jantung yang terasa bagaikan terpanggang diatas api sampai di Sangkal Putung, iapun tidak menunggu sampai hari berikutnya Malam itu juga ia sudah berada di rumah Ki Ambara di Kajoran
--Orang-orang Mataram adalah orang-orang yang tidak tahu diri berkata Swandaru sambil menghentakkan tangannya .
Sambil memijit bahu Swandaru, Wiyatipun berkata-jangan cepat patah, kakang. Perjalanan kakang belurn berarti gagal. Kakang memang sepantasnya menunggu, meskipun menunggu itu tentu ada batasnya
" Wirayuda tidak memberi kesempatan sama sekali - geram Swandaru - sikapnya jauh berbeda dengan sikapnya pada saat-saat ia memerlukan bantuan para pengawal kademangan Sangkal Putung. ia tidak ramah sebagaimana sikapnya pada saat Mataram siap menghalau pasukan Pati atau bahkan saat Mataram menyusul pergi ke Pati."
" Bukankah itu sikap yang wajar, kakang. Seseorang akan bersikap baik jika ia membutuhkan kita Tetapi mereka akan berpaling jika kita yang membutuhkan mereka.
"Bukankah itu tidak adil?"
" Ya. Itu tidak adil - jawab Wiyati. Namun kemudian iapun berkata - Tetapi bukankah kakang Swandaru masih harus menunggu keterangan terakhir dari Ki Tumenggung, meskipun seperti yang aku katakan, menunggupun tentu ada batasnya
Swandaru tidak menjawab. Tetapi iapun segera terbuai dalam kehangatan sikap Wiyati.
Malam itu, Swandaru berada di Kajoran sampai lewat tengah malam. Baru didini hari ia memacu kudanya kembali ke Sangkal Putung.
Namun ketika matahari naik menjelang puncaknya, Swandaru telah berada di Kajoran lagi sampai menjelang sore hari.
Dalam pada itu, ketika bayangan senja telah turun, di Tanah Perdikan Menoreh, Agung Sedayu dan Sekar Mirah telah bersiap-siap untuk mengantar Pandan Wangi pulang ke rumah Ki Gede.
" Jangan merepotkan - berkata Pandan Wangi - Aku tadi juga sendiri kemari."
Tetapi Agung Sedayupun tersenyum sambil menjawab - Kami akan menghadap Ki Gede . Bukankah lebih baik kita berjalan bersama"
Pandan wangi tertawa. Katanya " Ya. Sebaiknya kita berjalan bersama "
Dengan demikian, maka bertiga mereka kemudian meninggalkan rumah Agung Sedayu menuju ke rumah Ki Gede Menoreh.
Ketika mereka kemudian duduk di pringgitan rumah Ki Gede, maka lampupun telah dinyalakan. Ki Gede menemui Agung Sedayu dan Sekar Mirah hanya bersama Pandan Wangi. Meskipun Prastawa ada dirumah itu pula, tetapi Ki Gede tidak memanggilnya untuk duduk bersama mereka.
Prastawapun mengerti, bahwa yang dibicarakan oleh Ki Gede dengan tamu-tamunya tentu persoalan yang tidak semua orang boleh mendengarnya Karena itu, maka Prastawapun justru telah pergi ke gardu.
Beberapa saat kemudian, maka pembantu Ki Gedepun telah menghidangkan minuman dan makanan.
" Silahkan Ki Lurah, Nyi Lurah. " "Terima kasih Ki Gede."
"Minum sajalah dahulu. Baru kemudian kita akan berbicara. "
Agung Sedayu dan Sekar Mirah pun kemudian telah menghirup minuman hangat dan makan sepotong makanan.
Baru kemudian, Ki Gede pun memasuki pembicaraan tentang maksud kedatangan Ki Lurah Agung Sedayu dan isterinya.
"Apakah Pandan Wangi sudah menyampaikannya kepada Ki Lurah dan Nyi Lurah?"bertanya Ki Gede.
" Ya. Ki Gede. Pandan Wangi sudah mengatakan persoalan yang menyangkut suaminya, yang kemarin telah pergi ke Mataram untuk menyampaikan permohonan agar Sangkal Putung ditetapkan menjadi sebuah Tanah Perdikan. "
Ki Gede menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada dalam Ki Gede pun bertanya"Jadi, bagaimana menurut pertimbangan Ki Lurah berdua
" " Sejak semula kami telah menyatakan, bahwa kami tidak sependapat, Ki Gede. Sekar Mirah, adik kandung Swandaru, juga tidak sependapat bahwa Sangkal Putung mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Tanah Perdikan. "
Ki Gede mengangguk-angguk. Sementara Sekar Mirah pun menyambung " Bukannya aku tidak setuju seandainya Sangkal Putung menjadi Tanah Perdikan, aku salah seorang anak Demang Sangkal Putung, meskipun aku dilahirkan sebagai perempuan akan ikut berbangga dan berterima kasih. Tetapi tidak dengan cara yang ditempuh oleh kakang Swandaru. "
"Aku mengerti, Nyi Lurah. Akupun sependapat dengan Ki Lurah dan Nyi Lurah. Tetapi Swandaru tidak pernah mengatakannya kepadaku sebelumnya. "
"Ketika Adi Swandaru dan Pandan Wangi datang beberapa waktu yang lalu, Adi Swandaru memang sudah menyinggung keinginannya untuk mengajukan permononan itu ke Mataram. Tetapi ketika Sekar Mirah dan aku sendiri menyatakan sikap serta memberikan beberapa pertimbangan, maka Adi Swandaru pun menyatakan, bahwa ia akan mengurungkan niatnya itu. Itulah agaknya sebabnya, kenapa Adi Swandaru tidak membicarakannya dengan Ki Gede. Namun setelah ia kembali ke Sangkal Putung, maka ia mulai dicengkam lagi oleh pengaruh yang sangat kuat, sehingga Adi Swandaru akhirnya pergi juga ke Mataram. "
" Ya. Permohonan itu tentu sudah disampaikan kepada para pemimpin di Mataram. "
" Aku besok akan pergi Ke Mataram, Ki Gede. Aku ingin melacak surat Adi Swandaru. Sokurlah jika Adi Swandaru masih berada di Mataram."
Ki Gede mengangguk-angguk. Kalanya " Mudah-mudahan perjalanan Ki Lurah ke Mataram itu ada gunanya. "
" Aku akan berusaha untuk menemui beberapa pihak dan menemukan dimana surat permohonan itu tersangkut. Aku akan membicarakannya lebih jauh tentang surat itu. Sokurlah jika para pejabat di Mataram diluar dugaan kita disini, menyatakan persetujuannya dan benar-benar menetapkan Sangkal Putung menjadi sebuah Tanah Perdikan.
" Mudah-mudahan, Ki Lurah. Meskipun kemungkinan itu berbanding satu dengan seribu dengan kemungkinan penolakannya. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam.
" Tetapi biarlah kami menunggu " berkata Ki Gede selanjutnya " kadang-kadang memang terjadi sesuatu yang sulit kita percaya sebelumnya, bahwa hal itu akan terjadi. "
" Demikian aku mendapat keterangan, aku akan segera memberikan laporan kepada Ki Gede. "
"Terima kasih, Ki Lurah. "
" Selanjutnya, aku minta Pandan Wangi tidak terlalu terpengaruh oleh peristiwa ini " berkata Sekar Mirah kemudian " biarlah malam nanti kau tidur nyenyak. Segala sesuatunya akan dapat dibicarakan dan dicari penyelesaiannya dengan baik. "
Pandan Wangi mengangguk kecil sambil berdesis " Ya. Sekar Mirah."
" Atau kau ingin tidur dirumahku, agar ada kawan berbincang "
Pandan Wangi termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berdesis"Jika ayah mengijinkan " "
Ki Gede yang bijaksana itu mengangguk sambil tersenyum " Baiklah. Mungkin akan lebih baik bagimu untuk tidur di rumah Ki Lurah daripada tidur di rumah ini. "
Sebenarnyalah malam itu, Pandan Wangi ikut lagi pergi ke rumah Agung Sedayu. Ia merasa lebih tenang tidur di rumah Agung Sedayu karena ia tidak sendiri. Menjelang tidur, ia tidak merenungi keadaannya sendiri. Tetapi di rumah Agung Sedayu ia akan dapat berbincang dengan Sekar Mirah, dengan Rara Wulan dan bahkan dengan Agung sedayu, Ki Jayaraga dan Glagah Putih.
Sementara itu, Pandan Wangi minta kedua orang pengawal kademangan Sangkal Putung untuk tetap berada di rumah Ki Gede saja
Keduanya hanya dapat mengiakannya, meskipun sebenarnya keduanya justru merasa gelisah karena mereka harus duduk-duduk saja sepanjang hari. Pada saatnya makan, mereka dipersilahkan pergi ke serambi samping. Kemudian kembali lagi ke gandok.
Namun ketika malam turun, Prastawa menemui mereka sambil mengajak mereka untuk melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan itu esok pagi.
" Terima kasih atas kesempatan ini " jawab salah seorang dari kedua orang pengawal itu"kami justru menjadi lelah duduk saja tanpa berbuat sesuatu. "
Prastawa tertawa Katanya " Aku mengerti, kau tentu merasa jemu menunggu tanpa berbuat apa-apa. Karena itu, biarlah besok kalian pergi bersama aku melihat-lihat keadaan Tanah Perdikan Menoreh. "
"Terima kasih"kedua pengawal itu mengangguk-angguk.
Dalam pada itu, Pandan Wangi memang merasa lebih baik berada di rumah Agung Sedayu daripada di rumah ayahnya. Sampai larut malam mereka masih saja berbincang tentang sikap Swandaru. Namun Agung Sedayu dan Sekar Mirah setiap kali berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.
"Jangan terlalu kau pikirkan kakang Swandaru " berkata Sekar Mirah setiap kali.
Pandan Wangi mengangguk-angguk. Namun setiap kali ia masih saja berbicara tentang Swandaru. Pandan Wangi juga berceritera bahwa Swandaru sangat gemar akan kuda yang baik. Beberapa kali ia menukarkan kudanya
Ia bersahabat dengan seorang pedagang kuda Itulah agaknya yang menyebabkan kakang Swandaru selalu menukarkan kudanya dengan kuda yang lebih baik meskipun setiap kali harus mengeluarkan uang. "
" Kegemaran Swandaru terhadap kuda agaknya telah dimanfaatkan oleh sahabatnya itu"berkata Agung Sedayu.
Pandan Wangi mengerutkan dahinya Ia tidak pernah berpikir bahwa seakan-akan telah terjadi semacam pemerasan dengan cara yang lembut terhadap Swandaru.
" Ya " Pandan Wangi mengangguk-angguk " jika kakang Swandaru tidak pergi ke rumahnya beberapa hari, maka orang itulah yang mencari kakang Swandaru. "
" Dengan membawa seekor kuda yang dikatakan lebih baik dari kudanya yang terdahulu. "
" Ya. Selebihnya kakang Swandaru akan segera pergi ke orang itu."
"Kau tahu dimana rumah orang itu " "
" Ya. Aku tahu. Aku beberapa kali juga pernah ikut kakang Swandaru pergi ke rumah orang itu. "
" Yang pernah kau katakan itu. " "
" Ya namanya Ki Ambara. Bukankah aku pernah menyebutnya. Sekar Mirah mengangguk-angguk.
Ki Jayaraga, Glagah Putih dan Rara Wulan yang ikut duduk diruang dalam, tidak banyak ikut berbicara. Mereka lebih banyak mendengarkan saja. Hanya sekali-sekali mereka bertanya tentang keadaan di Sangkal Putung.
Ketika malam menjadi semakin larut, maka Agung Sedayupun berkata " Pandan Wangi, silahkan beristirahat. Agaknya kau merasa letih. "
" Aku tidak berbuat apa-apa sehari ini kakang. Tetapi sebaiknya kakang Agung Sedayu sajalah memang pergi tidur. Bukankah besok kakang Agung Sedayu akan pergi ke Mataram " "
" Aku sudah terbiasa tidak terlalu banyak tidur, Pandan Wangi.
" Seperti kakang Swandaru. Setiap malam kakang Swandaru tidur hanya beberapa saat saja. "
" Apa yang dilakukannya " "
" Tidak tahu. Kakang Swandaru terlalu sering pergi sampai jauh malam. Bahkan kadang-kadang kakang Swandaru baru pulang didini hari."
" Apa katanya " "
" Di saat-saat terakhir kakang Swandaru terlalu banyak mem
perbincangkan tentang keinginan rakyat Sangkal Putung untuk dapat meningkatkan kedudukan kademangannya menjadi Tanah Perdikan. " "Jadi adi Swandaru sering pergi sampai jauh malam. " "
" Hampir setiap hari. Kakang Swandaru jarang sekali berada di rumah."
"Juga pergi ke pedagang kuda itu " "
" Ya Jika ada kuda yang baik, ia tentu pergi untuk melihat kuda yang dianggapnya baik itu. "
" Disela-sela kesibukannnya " "
" Untuk melihat seekor kuda yang baik, kakang Swandaru selalu mempunyai waktu. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Namun kemudian iapun berkata"Marilah, sebaiknya kita beristirahat, "
Ketika Agung Sedayu bangkit maka Sekar Mirahpun berkata " Tidurlah Pandan Wangi. Malam telah larut."
Pandan Wangipun mengangguk sambil menjawab " Baiklah, Sekar Mirah. Mudah-mudahan aku segera dapat tidur."
Rara Wulanpun pergi ke biliknya pula Sementara itu Ki Jayaraga dan Glagah Putih justru telah keluar dan pergi ke serambi gandok.
" Sikap kakang Swandaru nampaknya sangat menarik, Ki Jayaraga" desis Glagah Putih.
" Ya Memang sangat menarik. Agaknya, memang bukan gagasannya sendiri."
" Ki Demang Sangkal Putung atau mbokayu Pandan Wangi memang harus mencari jalan untuk mengetahui, siapakah yang telah mendorong Swandaru sampai sedemikian jauhnya Jika benar itu dilakukan oleh para bebahu, tentu agak lebih mudah dicari. Hanya bebahu yang mempunyai nafsu kekuasaan yang besar sajalah yang mempunyai gagasan yang aneh seperti itu."
" Besok aku akan mengatakannya kepada mbokayu Pandan Wangi. Tetapi pantaskah jika aku menyampaikan hal itu kepadanya ?"
" Kenapa tidak " Semua orang juga akan berkata seperti yang akan kau katakan itu."
"Jadi orang lain juga berpendapat demikian ?"
" Ya. Ki Lurah, Nyi Lurah dan tentu juga Ki Gede dan Ki Demang Sangkal Putung."
" Jika begilu kau tidak perlu mengatakannya. Bukan gagasan yang baik, yang akan dinilai sebagai gagasan yang murni."
Ki Jayaraga tersenyum. Katanya " Jika kau akan mengatakan, katakanlah. Tentu akan memperkokoh niat Pandan Wangi untuk mengetahuinya.Bahkan kau dapat mengatakan, mendukung gagasan Ki Lurah dan orang-orang yang sudah mengatakannya lebih dahulu."
" Ya. Ki Jayaraga. Aku akan mengaitkannya."
" Jangan ragu-ragu. Pandan Wangi membutuhkan penompang untuk berbuat sesuatu terhadap suaminya."
" Ya. Ki Jayaraga."
" Sudahlah. Sekarang aku juga akan tidur"berkata Ki Jayaraga kemudian.
Kciika kemudian Ki Jayaraga masuk ke dalam biliknya, Glagah Putih justru pergi ke sanggar. Ternyata Sukra masih berada di dalam sanggar untuk berlatih seorang diri.
Demikian Glagah Putih masuk ke dalam Sanggar, maka Sukra itupun berdesis"Apa yang harus aku lakukan kemudian ?"
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Meskipun sebenarnya ia merasa letih, namun ia tidak sampai hati untuk membiarkan Sukra berharap.
Karena itu, maka Glagah Putihpun. segera turun ke tengah-tengah arena unluk memberikan bimbingan kepada Sukra.
Dikeesokan harinya, seperti yang dikatakan, Agung Sedayu berangkat lebih pagi dari kebiasaannya Ia tidak saja akan pergi ke barak. Tetapi Agung Sedayu itu akan pergi ke Mataram seperti yang dijanjikan kepada Pandan Wangi.
" Aku akan singgah di barak. Aku harus memberitahukan kepada para prajurit di barak itu, bahwa aku hari ini pergi ke Mataram. Aku juga akan mengajak satu dua orang untuk kawan berbincang disepanjang jalan.
" Hati-hati di jalan kakang"pesan Sekar Mirah.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Aku akan selalu berhati-hati, Mirah."
" Aku menunggu di sini kakang Agung Sedayu " berkata Pandan Wangi.
" Demikian aku dapat melacak jejak permohonan Swandaru itu serta mendapat keterangan dari Ki Tumenggung Wirayuda, aku akan segera kembali."
" Jika kakang harus menghadap Ki Patih Mandaraka ?" bertanya Sekar Mirah.
" Jika persoalannya sudah sejauh itu, mungkin aku memerlukan waktu yang lebih panjang."
Sekar Mirah mengangguk-angguk. Namun ia tidak berpesan apa-apa lagi.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, Agung Sedayu itupun telah meninggalkan rumahnya menuju ke barak pasukan Khusus Mataram yang ada di Tanah Perdikan Menoreh.
Para prajurit di barak memang agak terkejut melihat Ki Lurah Agung Sedayu datang lebih pagi dari biasanya. Namun merekapun segera mengetahui, bahwa Ki Lurah Agung Sedayu akan langsung pergi ke Mataram.
Dari barak pasukan khusus Agung Sedayu mengajak dua orang prajurit untuk menemaninya pergi ke Mataram agar diperjalanan ia mempunyai kawan untuk berbincang.
Ketika matahari memanjat naik, maka Agung Sedayu dan dua orang prajuritnya telah berangkat meninggalkan baraknya menuju ke Mataram. Kepada orang yang diserahi untuk bertanggung jawab selama ia pergi, Agung Sedayu mengatakan bahwa ia akan berusaha agar dapat pulang. Tetapi jika persoalannya berkembang, mungkin Agung Sedayu itu akan menginap.
" Baik, Ki Lurah."
" Berhati-hati tinggal di barak."
" Mudah-mudahan Ki Lurah juga tidak menemui hambatan." Kuda Agung Sedayu dan kedua orang prajuritnya tidak berlari terlalu kencang. Apalagi di jalan yang terhitung ramai. Ketika mereka melintasi jalan di depan pasar, maka kuda-kuda itu berlari tidak lebih cepat dari seseorang yang berlari-lari kecil.
Namun ketika mereka sampai di bulak-bulak panjang yang sepi, maka kuda-kuda itu berlari lebih cepat lagi.
Ketika matahari sepenggalah, maka mereka bertiga telah berada di tepian. Karena jalur penyeberangan pada saat-saat seperti itu terhitung ramai, maka ketiganya harus menunggu beberapa saat lagi.
Ketika mereka sudah berada di diseberang Timur Kali Praga, maka merekapun melanjutkan perjalanan mereka. Kuda-kuda itupun berlari lebih cepat Apalagi ketika mereka berada di jalur jalan yang sepi. Kuda-kuda itu berlari semakin cepat lagi.
" Kita akan langsung menemui Ki Tumenggung Wirayuda " berkata Agung Sedayu.
" Mudah-mudahan Ki Tumenggung sudah berada di rumahnya " berkata salah seorang pengawalnya.
"Jika Ki Tumenggung belum pulang, kita akan menunggu." Sebenarnyalah ketika mereka memasuki regol halaman rumah Ki Tumenggung, mereka sudah menduga, bahwa Ki Tumenggung tentu belum pulang.
Seorang pembantu di rumah Ki Tumenggung itu segera menyongsong mereka dan bertanya"Ki Sanak akan bertemu dengan siapa ?"
" Kami akan menghadap Ki Tumenggung Wirayuda." "Ki Tumenggung belum pulang"jawab orang itu.
" Kami akan menunggu, Ki Sanak " berkata Agung Sedayu kemudian.
Orang itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian katanya " Jika Ki Sanak akan menunggu, silahkan duduk diserambi gandok."
Agung Sedayu dan kedua orang prajuritnya itu mengikat kuda-kuda mereka dipatok-patok yang sudah tersedia di sebelah pendapa. Kemudian seperti yang dikatakan oleh pembantu di rumah Ki Tumenggung itu, merekapun kemudian duduk di serambi gandok, disebuah amben bambu yang panjang.
Beberapa saat mereka menunggu. Semengatnya matahari sudah melampaui puncaknya dan mulai turun disisi sebelah Barat langit
Seorang pembantu perempuan kemudian menghidangkan minuman hangat beberapa potong makanan.
" Silahkan, Ki Sanak " pembantu perempuan itu mempersilahkan.
"Terima kasih " Agung Sedayupun mengangguk hormat.
Ketika pembantu perempuan itu kemudian masuk lewat pintu seketeng, maka kedua orang prajurit yang mengawal Agung Sedayu itu saling berpandangan sejenjak. Seorang diantara mereka berdesis " Aku haus, Ki Lurah."
Agung Sedayu tersenyum. Katanya"Aku juga haus. Marilah kita minum. Bukankah sudah dipersilahkan ?"
Kedua prajuritnya tidak menunggu lagi. Merekapun segera menghirup minuman mereka sampai hampir habis.
" Nah, apakah kalian akan makan makanan itu ?" bertanya Agung Sedayu.
" Yang aku tidak tahan adalah hausnya, Ki Lurah. Tetapi aku tidak mudah lapar."
Agung Sedayu tersenyum. Katanya"Aku juga tidak lapar. Tetapi nampaknya jenang nangka ini enak sekali."
Ketika Agung Sedayu mengambil sepotong, maka seorang prajuritnya berkata"Lapar atau tidak, bukankah kita tidak menolak rejeki."
Kawannya tertawa. Keduanyapun kemudian telah mengambil makanan itu sepotong-sepotong.
Beberapa saat mereka harus menunggu. Baru setelah minuman mereka tidak lagi tersisa setetespun, Ki Tumenggung Wirayuda baru kembali dari istana"
Demikian ia memasuki regol halaman, pembantunyapun berlari-lari menyongsongnya untuk menerima kudanya. Namun pembantu itupun kemudian berkata " Ada tamu Ki Tumenggung ?"
"Siapa?" "Mereka berada di serambi gandok itu, Ki Tumenggung." Ki Tumenggung mengerutkan keningnya Katanya"Persilahkan mereka menunggu di pringgitan."
Ki Tumenggung itupun kemudian langsung masuk keruang dalam.
Pembantunyalah yang kemudian menemui Agung Sedayu sambil berkata"Ki Sanak dipersilahkan menunggu di pringgitan."
" Terima kasih"sahut Agung Sedayu.
Tetapi yang pergi dan kemudian duduk di pringgitan adalah Ki Lurah Agung Sedayu sendiri.
Beberapa lama Agung Sedayu menunggu. Ki Tumenggung yang baru pulang itu agaknya duduk diruang dalam untuk minum lebih dahulu. Mungkin pergi kepakiwan atau keperluan-keperluan yang lain.
Baru beberapa saat kemudian, Ki Tumenggung itu keluar lagi.
Tetapi Ki Tumenggung itu terkejut. Ternyata yang menunggunya adalah Ki Lurah Agung Sedayu. Meskipun pangkatnya berada beberapa tataran dibawahnya, tetapi Agung Sedayu adalah seorang Senapati prajurit Mataram dari Pasukan Khusus yang ada di Tanah Perdikan Menoreh. Selain itu, Ki Lurah Agung Sedayu adalah seorang yang dekat dengan Ki Patih Mandaraka dan bahkan dengan Panembahan Senapati sendiri."
Ki Tumenggungpun kemudian segera duduk menemuinya. Dengan nada tinggi iapun berkata"Maaf Ki Lurah. Aku tidak tahu, bahwa yang menungguku adalah Ki Agung Sedayu. "
"O, tidak apa-apa Ki Tumenggung. Ki Tumenggung baru saja pulang. Mungkin ada yang harus Ki Tumenggung lakukan. "
"Jika aku tahu bahwa yang menunggu adalah Ki Lurah Agung Sedayu.
" Tidak apa-apa, Ki Tumenggung. Sungguh, tidak apa-apa. "
" Sudah lama Ki Lurah menunggu. "
"Kami baru saja datang. Aku dan dua orang prajuritku. " "Dimana mereka sekarang" "
" Di serambi gandok. Kami menunggu Ki Tumenggung di serambi gandok."
" Sebenarnya aku sudah mengira, bahwa Ki Lurah akan datang kemari. Mungkin kakak ipar Ki Lurah sudah menceritakan tentang kedatangannya kemari. "
" Adi Swandaru, maksud Ki Tumenggung" "
" Bukankah Ki Swandaru itu kakak ipar Ki Lurah" "
" Tetapi, tetapi ia memanggilku kakang, karena ia adalah adik seperguruanku."
" O. Jadi semacam pusaran yang tidak berujung. Lalu bagaimana anak Ki Swandaru itu memanggil Ki Lurah" "
Agung Sedayu tertawa " Ki Lurah. Aku sudah mengira bahwa Ki Swandaru akan menceritakan kunjungannya kemari kepada Ki Lurah. "
"Belum, Ki Tumenggung. Aku belum bertemu dengan adi Swandaru sejak ia menghadap Ki Tumenggung. "
"Jadi" Apakah Ki Lurah mempunyai keperluan lain?"
" Tidak. Aku memang sedang melacak kedatangan adi Swandaru ke Mataram ini."
"O" " Aku mendengar bahwa adi Swandaru menghadap Ki Tumenggung dari isterinya. Isteri adi Swandaru yang sekarang berada di Tanah Perdikan Menoreh. "
" Bukankah isteri Ki Swandaru itu anak Ki Gede Menoreh" "
" Ya Pandan Wangi itulah yang memberitahukan kepadaku, bahwa kemarin lusa adi Swandaru menghadap Ki Tumenggung. "
" Ya " " Apakah adi Swandaru sudah kembali ke Sangkal Putung?"
" Sudah Ki Lurah. Pada hari ia datang itu Ki Swandaru langsung pulang ke Sangkal Putung. Agaknya Ki Swandaru kecewa terhadap sikapku atau keteranganku atau kemungkinan-kemungkinan yang aku katakan kepadanya. Karena itu, aku mengira bahwa kedatangan Ki Lurah itu ada hubungannya dengan laporan Ki Swandaru kepada Ki Lurah. "
" Ki Tumenggung " berkata Agung Sedayu kemudian " yang aku ketahui dari Pandan Wangi adalah, bahwa adi Swandaru telah pergi ke Mataram untuk menemui Ki Tumenggung Wirayuda Karena itu, aku datang untuk melacaknya. Karena menurut Pandan Wangi, adi Swandaru telah mengajukan surat permohonan untuk menetapkan Sangkal Putung menjadi Tanah Perdikan. "
Ki Tumenggung tersenyum. Katanya"Aku minta maaf Ki Lurah. Kedatangan Ki Swandaru itu mengejutkan aku. Apalagi ketika Ki Swandaru mengatakan, bahwa atas nama rakyat Sangkal Putung, Ki Swandaru mengajukan surat permohonan agar Sangkal Putting ditetapkan menjadi Tanah Perdikan. Agaknya aku kurang mampu menguasai perasaanku waktu itu, sehingga mungkin sikapku, jawaban-jawabanku dan keterangan-keteranganku kurang berkenan di hati Ki Swandaru. Karena itu, maka iapun dengan segera minta diri kembali ke Sangkal Putting. "
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada berat Agung Sedayupun bertanya " Bagaimana menurut pendapat Ki Tumenggung?"
" Aku hanya merasa aneh, Ki Lurah. Barangkali aku baru pertama kali menemui masalah seperti ini. Entah orang lain. Mungkin para pejabat yang lebih tua dari aku, pernah pula mengalaminya. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk kecil. Katanya"Ya. Agaknya memang sesuatu yang tidak terlalu sering terjadi. "
" Justru karena itu, maka aku agak kurang dapat menguasai perasaanku."
" Setelah mengendap satu dua hari, bagaimana pendapat Ki Tumenggung" Apakah Ki Tumenggung sudah menyampaikan surat kepada orang lain. Maksudku pejabat yang lain" "
" Ki Lurah. Terus-terang saja, aku sulit untuk dapat mengerti permohonan itu. Meskipun demikian, aku telah menghadap Ki Patih Mandaraka untuk menyampaikan surat itu. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Dengan ragu-ragu Agung Sedayu itupun bertanya " Apakah Ki Patih sudah memberikan tanggapan terhadap surat permohonan itu" "
Ki Tumenggunglah yang kemudian ragu-ragu. Namun kemudian iapun berkata " Ki Patih tidak langsung memberikan pendapatnya atas surat itu. Tetapi Ki Patih itu justru mengeluh " Aku prihatin sekali dengan sikap Swandaru. "
Agung Sedayu mengangguk-angguk kecil. Meskipun tidak langsung, tetapi ki Patih sudah memberikan tanggapannya.
Sementara itu, Ki Tumenggungpun berkata"Bukankah Kangjeng Panembahan Senapati sakitnya menjadi semakin parah" Ki Patih tidak mengerti, bagaimana dalam keadaan seperti sekarang, Ki Swandaru mengajukan surat permohonan untuk menetapkan Sangkal Putung menjadi Tanah Perdikan. "
Terasa getar jantung Agung Sedayu menjadi semakin cepat Dengan nada rendah iapun berkata " Rasa-rasanya memang tidak masuk akal."
" Maaf, Ki Lurah. Jika aku dapat berterus-terang, seandainya Ki Swandaru itu tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Ki Lurah Agung Sedayu serta Ki Gede Menoreh, Swandaru itu mempertanggungjawabkan langkahnya yang tidak dapat dimengerti itu. Tetapi Ki Patih Mandaraka masih menyebut nama Ki Lurah dan Ki Gede Menoreh. "
" Aku nanti akan menghadap Ki Patih untuk mohon maaf."
" Ki Lurah"bertanya Ki Tumenggung itu kemudian"apakah sebelumnya Ki Swandaru tidak pernah membicarakan hal yang sangat penting dan mendasar ini dengan Ki Lurah?"
" Pernah, Ki Temanggung."
"Pernah" Apa kata Ki Lurah waktu itu" "
" Aku dan isteriku, yang juga anak Demang Sangkal Putung, telah mencoba mencegahnya Waktu itu, kami telah memberikan beberapa macam pertimbangan, sehingga adi Swandaru itu mengurungkan niatnya"
" Tetapi nyatanya Ki Swandaru tidak mengurungkan niatnya itu. Bahkan telah menyampaikan kepadaku untuk diteruskan kepada Kangjeng Panembahan Senapati, meskipun Ki Swandaru itu tahu, bahwa Kangjeng Panembahan Senapati sedang sakit keras. "
" Aku tidak tahu, perkembangan apa lagi yang terjadi di Sangkal Putung setelah adi Swandaru pulang dari Tanah Perdikan Menoreh. "
Ki Tumenggung memandang Agung Sedayu dengan dahi berkerut Dengan nada tinggi iapun berkata " Ki Lurah. Justru aku minta pertimbanganmu. Apa yang harus kami lakukan menanggapi permohonan Ki Swandaru."
" Segala sesuatunya terserah kepada Ki Patih Mandaraka."
Ki Tumenggung menarik nafas dalam-dalam. Katanya"Baiklah. Jika Ki Lurah tidak berkeberatan, kita akan menghadap Ki Patih Mandaraka"
" Tentu aku tidak berkeberatan, Ki Tumenggung. "
" Tetapi Ki Lurah sebaiknya makan dahulu. Bahkan tentu sudah terlambat untuk makan siang."
" Terima kasih, Ki Tumenggung. Bukankah sebaiknya kita menghadap Ki Patih lebih dahulu" "
"Hanya sebentar. Terus-terang, aku juga belum makan siang. " Sejenak kemudian, sebelum mereka menghadap Ki Patih Mandaraka, maka Ki Lurah Agung Sedayu dan kedua orang pengawalnya telah dipersilahkan makan bersama Ki Tumenggung sendiri.
Setelah makan, maka kedua orang pengawal itu dipersilahkan duduk kembali di serambi gandok, sementara Ki Lurah dan Ki Tumenggung duduk di pringgitan.
Tetapi beberapa saat kemudian, Ki Lurah dan Ki Tumenggung itupun telah memberitahukan kepada kedua prajurit yang menyertai Ki Lurah Agung Sedayu, bahwa Ki Lurah dan Ki Tumenggung itu akan pergi menghadap Ki Patih Mandaraka.
Ketika keduanya sampai di kepatihan, maka oleh para prajurit yang bertugas, mereka dipersilahkan menunggu di serambi kanan di sebelah pringgitan.
Baru sejenak kemudian, Ki Patih Mandaraka itu keluar dari ruang dalam untuk menemui mereka.
Demikian ia melihat Agung Sedayu, maka Ki Patih itu tersenyum. Sambil duduk Ki Patih itupun bertanya " Kau datang memenuhi permintaan Swandaru" "
" Ya, Ki Patih. Lewat isterinya, Pandan Wangi. Karena aku sendiri belum bertemu dengan adi Swandaru."
"O. Isterinya datang kepadamu dan minta agar kau datang menemui aku untuk membicarakan surat yang diserahkannya lewat Ki Tumenggung Wirayuda. "
" Aku mohon maaf Ki Patih. Yang dilakukan itu di luar pengetahuanku. "
" Apakah Swandaru tidak pernah berbicara kepadamu tentang gagasannya yang aneh itu?"
Agung Sedayupun kemudian telah menceritakan pula apa yang parnah dikatakan Swandaru kepadanya serta pengertian Swandaru sehingga menarik gagasannya yang tidak masuk akal itu.
" Tetapi nyatanya surat itu sampai kepadaku lewat Ki Tumenggung Wirayuda. "
"Aku datang untuk mohon maaf. "
Ki Patih tertawa Katanya"Kau memang dapat minta maaf karena langkah yang diambil Swandaru itu tidak wajar, apalagi pada saat Panembahan Senapati sedang sakit Tetapi bagaimana dengan Swandaru sendiri" "
" Aku akan menemuinya dan berbicara dengan adi Swandaru. Aku akan minta Swandaru mengurungkan niatnya serta menarik surat permohonannya "
Ki Patih Mandaraka menarik nafas dalam-dalam. Katanya"Aku sudah mengatakan kepada Ki Tumenggung Wirayuda, bahwa aku menjadi sangat prihatin atas gagasan Swandaru itu. Tentu saja aku tidak akan berani mengajukan surat itu kepada Kangjeng Panembahan Senapati yang sedang sakit. Sedangkan tidak ada orang lain sekarang yang berwenang untuk menentukan, daerah yang manakah yang pantas ditetapkan menjadi sebuah Tanah Perdikan."
"Aku mengerti, Ki Patih. "
Ki Patih termangu-mangu sejenak. Kemudian iapun berkata -" Nah, apakah kau bersedia membantu kami ?"
"Tentu Ki Patih. Apa yang harus aku lakukan ?"
" Bertemu dan berbicara dengan Swandaru, agar menarik kembali surat permohonannya. Kesannya akan berbeda dengan apabila permohonannya ditolak. Meskipun mungkin penolakan itu dapat dibuat sangat lembut. Misalnya, karena Kangjeng Panembahan Senapati sedang sakit, maka dalam waktu dekat, permohonan itu masih belum dapat dibicarakan. Atau kalimat-kalimat lain seperti itu."
" Baik, Ki Patih. Aku akan bertemu dan berbicara dengan Swandaru."
" Terima kasih. Mudah-mudahan kau berhasil serta tidak timbul salah paham diantara kalian."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Dengan nada rendah iapun berkata " Ki Patih, sebenarnyalah lewat isterinya, Swandaru berharap agar aku mendukungnya. Mohon kepada Ki Patih, agar permohonannya dikabulkan."
14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Jadi kau ragu-ragu Ki Lurah ?"
" Tidak, Ki Patih. Bukankah sudah aku katakan, bahwa aku pernah memberikan pertimbangan kepada Swandaru sehingga Swandaru sanggup mengurungkan niatnya. Jika kemudian ternyata surat permohonannya sampai juga kepada Ki Patih lewat Ki Tumenggung, benar-benar diluar pengetahuanku. Jika kemudian aku benar-benar menghadap Ki Patih, sudah tentu bukan dalam rangka mendukung cara yang ditempuh oleh Swandaru."
Ki Patih memandang Agung Sedayu dengan tajamnya Seakan-akan ingin melihat tembus langsung kepusat jantungnya Dengan ragu-ragu Ki Patihpun bertanya"Jadi?"
"Aku sudah berketetapan hati, seperti yang sudah aku katakan, aku akan menemuinya dan minta kepadanya agar menarik kembali surat permohonannya itu."
" Terima kasih, Agung Sedayu. Dengan demikian maka kau sudah mengurangi beban yang harus aku pikul. Menarik suratnya adalah jalan yang terbaik yang dapat ditempuh oleh Swandaru "
" Ya Ki Patih."
"Jika Swandaru tidak menarik suratnya ia akan menjadi lebih kecewa lagi-"
" Aku mengerti, Ki Patih. Seperti yang sudah aaku katakan, aku minta maaf atas sikap adik seperguruanku."
"Selanjutnya, yang penting adalah sikap Swandaru sendiri. "Ya Ki Patih. Dari Mataram aku akan langsung pergi ke Sangkal Putung meskipun isteri Swandaru ada di Tanah Perdikan Menoreh.
" Semakin cepat memang semakin baik bagiku, Agung Sedayu. Tetapi tentu saja tidak harus hari ini atau besok pagi. Jika kau akan kembali lebih dahulu ke Tanah Perdikan, tentu masih ada waktu. Jika aku katakan semakin cepat semakin baik bagiku, belum tentu yang terbaik bagi Ki Lurah Agung Sedayu. Karena itu, yang terbaik bagiku, tetapi juga yang terbaik bagi Ki Lurah."
Agung Sedayu mengangguk hormat Katanya"Aku mengerti Ki Patih. Tetapi agaknya bagikupun akan lebih baik jika aku langsung menemuinya"
Ki Patih memang menyerahkan kepada Agung Sedayu, kapan ia akan pergi ke Sangkal Putung. Namun Ki Patih masih memberikan beberapa pesan kepada Agung Sedayu agar tidak terjadi salah paham di-antara kedua orang saudara seperguruan itu.
Beberapa saat kemudian, Ki Lurahpun telah minta diri. Demikian pula Ki Tumenggung Wirayuda. Agung Sedayu masih haarus singgah di rumah Ki Tumenggung Wirayuda. Agung Sedayu masih harus singgah dirumah Ki Tumenggung karena kedua orang prajurit yang menyertai perjalanan Ki Lurah masih berada di rumah Ki Tumenggung Wirayuda.
" Ki Lurah benar-benar akan langsung pergi ke Sangkal Putung hari ini" " bertanya Ki Tumenggung.
" Ya, Ki Tumenggung. Mudah-mudahan adi Swandaru masih mau mendengarkan kata-kataku."
Ki Tumenggung mengangguk-angguk. Katanya " Seperti Ki Patih, aku berharap mudah-mudahan tidak terjadi salah paham diantara kalian."
" Bukankah aku hanya memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada adi Swandaru " Tidak akan ada salah paham. Jika adi Swandaru tidak mau mendengarkan pendapatku, itu terserah kepada adi Swandaru. Akibatnya akan dipikul oleh adi Swandaru sendiri."
" Ya Tanggung jawabnya memang ada di pundak Ki Swandaru sendiri. Tetapi bukankah Ki Swandaru minta agar Ki Lurah mendukungnya " Jika yang dilakukan oleh Ki Lurah justru sebaliknya itulah yang akan dapat menimbulkan salah paham."
"Aku tidak akan memaksakan pendapatku, Ki Tumenggung. Jika ia menolak pendapatku, itu terserah kepadanya."
Ki Tumenggung memang tidak mencegahnya Iapun yakin, bahwa Ki Lurah Agung Sedayu cukup bijaksana menghadapi adik seperguruannya itu, sehingga tidak akan timbul persoalan diantara mereka
Beberapa saat kemudian keduanya telah berada di rumah Ki Tumenggung. Tetapi Agung Sedayu tidak terlalu lama berada dirumah Ki Tumenggung itu sementara matahari sudah menjadi semakin condong ke Barat
" Kau akan kemalaman dijalan Ki Lurah " berkata Ki Tumenggung.
"Tidak apa-apa Ki Tumenggung."
Setelah minum minuman hangat maka Agung Sedayu dan kedua orang prajuritnya, minta diri untuk langsung pergi ke Sangkal Putung.
Perjalanan ke Sangkal Putung memang cukup panjang. Seperti kata Ki Tumenggung, mereka memang kemalaman di jalan. Tetapi mereka sudah memperhitungkannya, sehingga gelap malam tidak menghalangi perjalanan mereka.
Menjelang wayah sepi bocah, mereka bertiga memasuki padukuhan induk kademangan Sangkal Putung.
Kedatangan Agung Sedayu memang mengejutkan Ki Demang. Apalagi di malam hari.
Dengan tergopoh-gopoh Ki Demang menyongsong menantunya yang datang bersama dengan dua orang prajuritnya.
" Marilah Ki Lurah " Ki Demang mempersilahkan.
" Biarlah kedua orang kawanku itu duduk digandok, ayah."
" Kenapa?" Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Ada sedikit persoalan yang akan kita bicarakan."
" O " Ki Demang mengangguk-angguk " baiklah. Biarlah keduanya duduk di gandok."
Ki Demangpun kemudian mempersilakan kedua orang prajurit itu duduk di serambi gandok sebelah kanan.
Ki Demangpun kemudian menerima Agung Sedayu di pringgitan. Sementara itu, pembantunya yang sudah masuk kedalam biliknya telah dibangunkannya untuk merebus air dan menyiapkan makan malam.
" Kedatanganmu mengejutkan Ki Lurah " berkata Ki Demang sesaat kemudian.
"Aku sudah menduga, ayah "jawab Agung Sedayu. "Bukankah Pandan Wangi ada di Tanah Perdikan?" "Ya, ayah. Pandan Wangi tidak apa-apa." "Bukankah Pandan Wangi tidak apa-apa."
"Ya, ayah. Pandan Wangi baik-baik saja"
"Bagaimana dengan Sekar Mirah dan yang lain ?"
" Semuanya baik-baik saja ayah. Bagaimana dengan keluarga di sini?"
"Semuanya baik Ki Lurah."
Adi Swandaru ?" " Baik-baik saja Ki Lurah. Tetapi sekarang Swandaru sedang pergi."
"Kemana?" Ki lurah menarik nafas dalam-dalam. Sambil menggelengkan kepalanya Ki Demang itupun berkata " Aku semakin sulit memahami tingkah laku Swandaru, Ki Lurah. Ia jarang berada di rumah. Tadi siang ia kembali sebentar. Setelah mandi, Swandaru telah pergi lagi. Aku tidak tahu, kemana saja ia pergi."
Agung Sedayu mengangguk-angguk kecil.
" Dengan siapa saja adi Swandaru berhubungan akhir-akhir ini, ayah ?"bertanya Agung Sedayu.
"Tidak jelas lagi bagiku, Ki Lurah."
"Pandan Wangi datang ke Tanah Perdikan dengan membawa pesan adi Swandaru. Menurut Pandan Wangi, adi Swandaru telah mengajukan surat permohonan kepada penguasa di Mataram, agar kademangan ini ditetapkan menjadi Tanah Perdikan. Ketika aku kemudian menghadap Ki Patih Mandaraka, ternyata pesan itu benar. Adi Swandaru benar-benar telah mengajukan surat permohonan itu."
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Aku tidak berhasil mencegahnya Pendapat Pandan Wangi juga tidak didengarnya. Ia hanya mau mendengarkan suara hatinya sendiri."
Suara hatinya atau suara hati seseorang yang berhasil mempengaruhinya ?"
Ki Demang termangui-mangu sejenak. Dengan nada dalam iapun menyahut " Jadi kau juga menduga bahwa ada orang yang mempengaruhinya ?"
" Ya, ayah." " Bagaimana dengan Sekar Mirah ?"
" Iapun berpendapat demikian. Bukankah Pandan Wangi juga menduga bahwa tentu ada pengaruh yang sangat kuat yang telah menggerakkan Swandaru untuk melakukan satu tindakan yang tidak masuk akal itu."
" Ya Dan aku sudah berusaha menghubungi beberapa orang bebahu. Tetapi tidak seorangpun yang dapat aku duga mempunyai pengaruh yang demikian besarnya terhadap Swandaru. Justru mereka semuanya berada di bawah pengaruh Swandaru."
" Siapakah yang sering berhubungan dengan adi Swandaru, ayah?"
"Aku tidak tahu pasti Ki Lurah."
" Jangan terpancang oleh lingkungan kademangan Sangkal Putung. Mungkin orang diluar kademangan ini dengan maksud tertentu. Bahkan mungkin sengaja menjerumuskan adi Swandaru."
Ki Demang menggelengkan kepalanya Katanya " Swandaru adalah anak yang keras hati. Sedikit sombong dan terlalu yakin akan kemampuan diri. Tetapi ia bukan anak yang dungu, yang mudah dijerumuskan kedalam satu undakan yang tidak wajar seperu ini."
"Tentu ada sesuatu yang telah terjadi."
" Ya Tetapi siapa orang yang telah mempengaruhinya itu.
" Apakah Swandaru sering berhubungan dengan orang lain apapun keperluannya " Bagaimana dengan pedagang kuda itu ".
" Swandaru memang sering berhubungan dengan pedagang kuda itu. Tetapi sekarang orang itu jarang sekali datang kemari."
Agung Sedayu mengerutkan dahinya Hampir di luar sadarnya iapun berdesis " Orang itu sekarang sudah jarang sekali datang kemari. Tetapi adi Swandarulah yang pergi ke rumahnya"
Ki Demang mengangkat wajahnya Bahkan kemudian iapun berdesis " Mungkin, Ki Lurah. Mungkin sekali. Aku memang sudah menanyakan kepada para bebahu, kemana saja Swandaru pergi. Tetapi tidak seorangpun yang mengetahuinya"
Keterangan Ki Demang itu sangat menarik perhatiannya Dengan nada dalam iapun berdesis " Aku ingin tahu, dimana rumah pedagang kuda itu."
"Rumahnya di Kajoran, Ki Lurah. Pandan Wangi justru sudah mengetahui rumah pedagang kuda itu."
" Baiklah, besok aku akan bertanya kepada Pandan Wangi, di-mana rumah pedagang kuda itu."
"Kau dapat bertanya langsung kepada Swandaru.
" Tidak, ayah. Jika demikian, Swandaru akan tahu, bahwa aku menaruh perhatian kepada pedagang kuda itu."
Ki Demang mengangguk-angguk.
" Jika nanti atau esok pagi aku berbicara dengan adi Swandaru, aku tidak akan menyinggung sama sekali tentang pedagang kuda itu."
" Baiklah " Ki Demang mengangguk-angguk " terserah kepada Ki Lurah. Apa yang baik dilakukan bagi Swandaru."
Ternyata Swandaru tidak juga segera pulang. Agung Sedayu masih berbincang beberapa lama dengan Ki Demang. Bahkan kemudian Agung Sedayu dan kedua orang prajuritnya itu sempat dipersilahkan makan.
Lewat tengah malam, Swandaru masih juga belum pulang. Sehingga Ki Demangpun kemudian mempersilahkan Agung Sedayu dan kedua orang prajuritnya untuk beristirahat.
Di dalam biliknya Agung Sedayu tidak segera dapat tidur. Bahkan ia masih saja duduk di bibir pembaringannya. Sementara itu kedua orang prajuritnya di ruang sebelah sudah tidak terdengar suaranya.
Ternyata tidak mudah bagi Agung Sedayu untuk menyingkirkan persoalan Swandaru itu dari angan-angannya Ia mulai mempertimbangkan pengaruh buruk dari pedagang kuda itu atas Swandaru.
Disini hari. Agung Sedayu yang belum tidur mendengar derap kaki kuda memasuki halaman kademangan. Agung Sedayu yakin, bahwa yang datang itu Swandaru.
Tetapi Agung Sedayu tidak juga keluar dari biliknya Bahkan Agung Sedayu itupun telah membaringkan tubuhnya di pembaringannya dan memejamkan matanya. Beberapa saat kemudian Agung Sedayu itupun tertidur.
Pagi-pagi sebelum matahari terbit, Agung Sedayu sudah berada disumur untuk mengisi jambangan. Namun agaknya Swandaru masih belum bangun.
Bahkan sampai matahari terbit Swandaru itupun masih belum bangun.
Di pringgitan Agung Sedayu duduk bersama Ki Demang, sementara kedua orang prajuritnya duduk-duduk diserambi gandok sambil menghirup minuman hangat
Keduanya menyadari, bahwa mereka tidak sepatutnya terlibat dalam persoalan yang tengah ditelusuri oleh Ki Lurah Agung Sedayu.
" Hampir setiap hari Swandaru bangun setelah matahari naik " berkata Ki Demang.
" Bukankah dahulu Swandaru termasuk seorang yang rajin ?" bertanya Agung Sedayu.
" Ya. Tetapi pada akhir-akhir ini segalanya telah berubah. Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam.
"Aku akan membangunkannya"desis Ki Demang. "Biar saja Ki Demang. Aku akan menunggu."
" Apakah kau akan bermalam lagi ?"
"Tidak, ayah. Aku hari ini harus pulang." "Jika demikian, biar saja aku membangunkannya." Ki Demang itupun segera bangkit dan langsung masuk ke ruang dalam.
Swandaru terkejut karena pintu biliknya diketuk oleh Ki Demang, meskipun perlahan-lahan.
" Siapa?" "Aku. Bangunlah Swandaru."
" Ada apa, ayah. Aku masih mengantuk. Semalam aku hampir tidak tidur sama sekali."
Tetapi Ki Demang itu menjawab lantang"Itu salahmu sendiri." Swandaru sempat heran mendengar jawab ayahnya. Biasanya ayahnya membiarkannya ia tidur sampai tengah hari sekalipun.
Meskipun agak terpaksa, Swandaru itupun bangkit dan melangkah
dengan malas ke pintu. Ketika pintu terbuka, maka Swandaru itu melihat ayahnya berdiri di depan pintu dengan dahi yang berkerut.
"Ada apa ayah?" bertanya Swandaru.
" Ki Lurah ada disini." "Ki Lurah siapa ?"
" Agung Sedayu."
"Kakang Agung Sedayu " Pagi-pagi begini sudah ada disini ?" "Ini sudah tidak pagi lagi, Swandaru. Sedangkan Ki Lurah itu ada disini sejak kemarin sore."
Swandaru terkejut. Dengan dahi yang berkerut, Swandaru, itupun bertanya " Sejak kemarin sore " Kenapa ayah tidak memberitahukan kepadaku ?"
" Bagaimana aku memberitahukan kepadamu " Kau ada dimana?"
" Dada Swandaru berdesir. Ia pergi sejak sore hari sampai dini hari.
" Dimana kakang Agung Sedayu itu sekarang, ayah ?"
" Di Pringgitan."
" O " Swandaru itupun mengangguk-angguk. Katanya kemudian " Baiklah aku mandi dahulu ayah. Nanti aku segera pergi ke Pringgitan."
Ketika Ki Demang kembali ke Pringgitan, Swandarupun segera pergi ke pakiwan.
Beberapa saat kemudian, Swandaru yang telah selesai membenahi pakaiannya, telah berada di Pringgitan.
" Selamat datang di Sangkal Putung, kakang " berkata Swandaru dengan nada rendah.
Agung Sedayu tersenyum. Katanya " Terima kasih, adi Swandaru. Bagaimana keadaanmu ?"
" Baik-baik saja kakang."
" Aku datang kemarin malam."
Swandaru mengerutkan dahinya. Dengan ragu-ragu iapun bertanya " Sore atau malam ?"
Yang menjawab Ki Demang " Ki Lurah datang hampir senja."
Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Namun kemudian iapun mengangguk sambil menjawab " Ya, begitulah."
" Apakah kakang Agung Sedayu langsung datang dari Tanah Perdikan Menoreh atau sudah singgah di Mataram?"
" Swandaru " potong Ki Demang " kenapa kau tidak bertanya tentang isterimu yang ada di Tanah Perdikan Menoreh atau adikmu atau keluarga lain di Tanah perdikan itu."
Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian"Aku terpancang kepada persoalan-persoalan yang jauh lebih penting dari keluargaku sendiri, ayah."
" Surat permohonanmu itu ?"
"Ya, ayah. Itu menyangkut seluruh kademangan dan bahkan peninggalan yang membanggakan bagi anak cucu kita."
" Adi Swandaru"berkata Agung Sedayu"aku memang sudah singgah di Mataram."
"O, bagaimana tanggapan para pemimpin di Mataram ?" "Tanggapannya wajar sekali, Adi Swandaru." Swandaru mengerutkan dahinya. Dengan nada tinggi iapun bertanya"Apakah yang kau maksud wajar itu ?"
" Artinya, para pemimpin di Mataram memperhatikan surat permohonanmu."
" Mereka menyetujuinya ?"
-" Mereka belum sempat membicarakannya. Adi Swandaru."
" Kenapa belum ?"
" Kau harus tahu, bahwa Panembahan Senapati sedang sakit. Semua perhatian dicurahkan kepada usaha pelayanan, perawatan dan kesembuhan Panembahan Senapati."
" Semua orang " Tentu ada diantara mereka yang diserahi untuk mengendalikan pemerintahan."
"Tentu ada Tetapi mereka bukan orang yang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan."
" Itulah yang aneh, kakang. Mataram, sebuah negara yang besar, yang wilayahnya meliputi daerah yang luas, menjadi lumpuh karena pen-guasanya sedang sakit"
" Kenapa aneh ?" bertanya Agung Sedayu " bukankah itu wajar sekali ?"
"Tidak Tidak seharusnya seperti itu."
" Adi Swandaru " berkata Agung Sedayu kemudian " surat permohonanmu kau berikan pada saat yang kurang tepat"
" Karena Panembahan Senapati itu sedang sakit ?"
" Ya. Aku sudah bertemu dengan Ki Tumenggung Wirayuda. Aku juga sudah menghadap Ki Patih Mandaraka. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa dengan suratmu itu pada saat seperti ini."
" Bohong " jawab Swandaru " mereka sudah berbohong kakang. Bukankah Ki Patih Mandaraka dapat menyisihkan waktunya sedikit untuk memerintahkan seseorang menulis Surat Kekancingan kemudian menanda-langaninya, bahkan Sangkal Putung ditetapkan menjadi sebuah Tanah Perdikan."
" Begitu sederhananya ?"
" Apa yang sulit ?"
" Untuk menetapkan satu daerah menjadi Tanah Perdikan diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Persyaratan itu harus dipelajarinya lebih dahulu. Bahkan kemudian seandainya persyaratan itu dipenuhi, maka Surat Kekancingan itu harus ditandatangani oleh penguasa tertinggi. Jika Surat Kekancingan itu ditanda-tangani oleh seseorang yang bukan penguasa tertinggi, maka Surat Kekancingan itu tidak akan banyak artinya. Jika penguasa tertinggi itu berpendirian lain, maka dengan mudah ia dapat mengambil keputusan lain yang isinya bertentangan dengan Surat Kekancingan itu. Sedangkan tanda tangannya mempunyai nilai yang lebih tinggi, sehingga Surat Kekancingan yang terdahulu itu tidak akan berlaku."
" Kenapa harus berbelit-belit seperti itu " " bertanya Swandaru. Agung Sedayu mengerutkan dahinya. Namun suaranya masih tetap terkendali. Katanya " Tentu, adi Swandaru. Jangankan dalam tata pemerintahan Mataram. Sedang di Sangkal Putungpun masih tetap ada unda-usuk kepemimpinan. Jika Ki Demang berhalangan, maka para bebahu tidak akan dapat mengambil keputusan-keputusan yang mendasar."
Wajah Swandaru berkerut. Dengan nada tinggi iapun berkata " Jadi pada dasarnya permohonanku itu ditolak ?"
" Aku tidak berkata seperti itu. Aku hanya mengatakan bahwa Mataram belum sempat membicarakan surat permohonanmu."
" Kakang Agung Sedayu dan Ki Gede di Tanah Perdikan tidak mendesaknya agar para pemimpin di Mataram mengambil langkah-langkah khusus untuk membicarakan dan menyetujui permohonanku.
" Bagaimana mungkin aku dapat mendesak para pemimpin Mataram yang perhatiannya sedang terpusat kepada Panembahan Senapati yang sedang sakit itu ?"
" Apakah mereka sama sekali tidak dapat berpaling barang sesaat " Omong kosong dengan keterikatan mereka itu. Mereka tentu dapat menyisihkan waktu barang sedikit jika mereka mau."
" Akulah yang tidak sampai hati untuk menyampaikan kepada mereka "jawab Agung Sedayu.
" Kakang memang cengeng. Sejak dahulu kakang tidak pernah dapat berbuat sesuatu berdasarkan atas perhitungan nalar. Kakang tergantung sekali kepada perasaan kakang. Sebagai seorang prajurit, apalagi prajurit dari Pasukan Khusus, kakang harus berubah. Kakang harus dapat mengambil keputusan berdasarkan atas pertimbangan nalar.
" Swandaru " potong ayahnya " kau sadari apa yang kau katakan " Kau berbicara tentang apa dan kepada siapa ?"
" Kakang Agung Sedayu seharusnya bersikap lain, seharusnya kakang menekan para pemimpin Mataram, agar mereka menyediakan waktu sedikit untuk membicarakan surat permohonanku.-"
" Siapa yang kau minta menekan para pemimpin Mataram " Siapa, he " Seorang Maharaja yang mempunyai kuasa melampaui kekuasaan. Panembahan Senapati di Mataram ?"
" Siapapun orangnya, jika ia sempat bertemu dengan Ki Patih Mandaraka, akan dapat melakukannya."
" Mungkin, adi Swandaru. Tetapi aku tidak. Bagaimanapun juga aku memaksa diriku sendiri, tetapi aku tidak dapat melakukannya Ada dua alasan kenapa aku tidak dapat minta kepada Ki Patih agar suratmu dibicarakan."
" Apa " -" bertanya Swandaru.
" Pertama, aku tidak sampai hati mendesak Ki Patih Mandaraka yang seluruh perhatiannya sedang tertuju kepada Panembahan Senapati yang sedang sakit. Sedangkan alasanku yang kedua aku tidak sependapat dengan suratmu itu, Adi Swandaru."
"Kakang tidak sependapat " " wajah Swandaru menjadi merah.
"Pendapatku masih tetap seperti yang pernah aku katakan. Seperti juga pendapat Sekar Mirah, bahwa sebaiknya adi Swandaru mengurungkan niatmu untuk mengajukan surat permohonan itu. Jika sekarang surat itu sudah terlanjur sampai di tangan Ki Patih Mandaraka aku minta adi Swandaru menarik kembali surat permohonan itu."
Jantung Swandaru terasa berdenyut semakin keras. Dengan nada geram Swandaru itupun bertanya " Apakah kakang Agung Sedayu juga mengatakan kepada Ki Patih Mandaraka bahwa kakang tidak setuju dengan surat permohonan rakyat Sangkal Putung itu ?"
" Ya "jawab Agung Sedayu"aku mengatakan bahwa waktunya tidak tepat. Itu adalah pernyataan terbaik yang dapat dikatakan. Karena itu, aku minta kau cabut suratmu itu."
" Kakang. Ternyata persaudaraan kita hanya sebatas permukaan. Dalam keadaan yang sangat penting dan mendasar, kau ingkari persaudaraan kita. Kau tidak mendukung permohonanku agar kademangan Sangkal Putung dapat ditetapkan menjadi Tanah Perdikan, tetapi kau justru berpendapat sebaliknya."
" Adi Swandaru "jawab Agung Sedayu " menarik kembali surat permohonanmu itu adalah sikap terbaik yang dapat kau lakukan. Yang sudah membaca suratmu itu baru Ki Patih Mandaraka dan Ki Tumenggung Wirayuda. Semakin banyak pemimpin Mataram yang sempat membaca suratmu, maka nama Sangkal Putung akan justru menjadi semakin suram dimata Mataram."
" Kenapa?" " Permohonanmu itu tidak wajar. Bahkan tidak masuk akal. Apalagi pada saat seperti sekarang ini.Isi dada Swandaru bagaikan terbakar. Namun sebelum ia menjawab, ia mendengar Ki Demang berkata " Aku sependapat dengan Ki Lurah Agung Sedayu. Sebaiknya kau tarik saja surat permohonanmu itu."
" Ayah. Apa yang aku lakukan ini semata-mata bagi kebesaran Sangkal Putung. Ayah adalah Demang Sangkal Putung. Seharusnya ayah mendukung usaha ini sepenuhnya, bahkan berterima-kasih atas usaha yang dilandasi oleh kesungguhan dan tanpa pamrih ini kecuali pamrih bagi kebesaran Sangkal Putung."
" Setiap orang Sangkal Putung akan bermimpi melihat Sangkal Putung menjadi besar. Tetapi kita tidak dapat menempuh jalan seenak kita sendiri.
Wajah Swandaru menjadi semakin tegang. Dengan nada tinggi iapun berkata"Ayah, gegayuhan itu harus diperjuangkan. Kita tidak dapat menunggu keberhasilan yang akan jatuh dengan sendirinya Mataram tidak akan pernah sempat memikirkan perkembangan lingkungan-lingkungan kecil di wilayahnya jika lingkungan-lingkungan kecil itu sendiri tidak memperjuangkan dirinya sendiri."
" Perjuangan untuk mencapai sesuatu bukan berarti dapat menempuh segala cara Kita juga harus menghormati keadaan dan bahkan kepentingan orang lain. Kita tidak dapat memaksa Mataram agar melayani kebutuhan kita sesuai dengan kemauan kita Kau kira tidak ada kerja lain kecuali membicarakan surat permohonan" Kau kira diseluruh Mataram ini tidak ada masalah kecuali permohonan Sangkal Putung untuk menjadi Tanah Perdikan, sehingga kau dapat berkata bahwa para pemimpin Mataram itu hanya harus berpaling sekejap dari perhatian mereka terhadap Panembahan Senapati."
" Ayah " berkata Swandaru " ayah sudah terlalu tua untuk berbicara tentang perjuangan. Barangkali penalaran ayah sudah tidak lagi mampu menggapai keinginan kami yang akan mewarisi kademangan ini."
" Tidak. Bukan hanya aku yang barangkali memang sudah hampir pikun. Tetapi adikmu Sekar Mirah, isterimu, kakangmu Ki Lurah Agung Sedayu dan orang-orang Mataram yang telah membaca surat itu, tidak dapat mengerti jalan pikiranmu."
" Mereka adalah orang-orang yang malas, iri hati atau bahkan dengki melihat Sangkal Putung menjadi Tanah Perdikan."
" Kau berprasangka buruk, adi Swandaru " berkata Agung Sedayu " aku minta kau merenungkannya lagi dengan hati yang tenang. Kau singkirkan segala macam angan-angan kosongmu tentang Tanah Perdikan itu."
Jantung Swandaru serasa tertusuk duri. Agung Sedayu tidak pernah berkata setajam itu. Apalagi ketika Swandaru itu sempat memandang wajah Agung Sedayu yang nampak berbeda dari biasanya
Sejenak Swandaru terdiam. Kesungguhan Agung Sedayu serta peringatan ayahnya yang keras itu ternyata telah menyentuh hatinya.
"Adi Swandaru"berkata Agung Sedayu"sebenarnyalah bahwa aku tidak mempunyai kepentingan langsung dengan Sangkal Putung. Tetapi adik seperguruanku adalah anak Demang Sangkal Putung yang pada saatnya akan mewarisi kedudukannya. Sementara itu isteriku adalah anak Demang Sangkal Putung pula Karena itu, mau tidak mau aku juga bersangkut paut dengan kademangan ini. Karena itu, maka apa yang aku lakukan bagi kademangan ini, tentulah yang terbaik menurut perhitunganku, meskipun aku sadar, bahwa perhitunganku itu dapat saja salah."
Swandaru tidak segera menjawab. Tetapi agaknya ia mencoba mencerna kata-kata Agung Sedayu itu.
"Dengarkan kata-kata kakakmu itu " berkata Ki Demang.
" Adi Swandaru " berkata Agung Sedayu selanjutnya " aku akan berterus-terang. Ki Patih Mandaraka merasa sangat prihatin atas surat permohonanmu itu. Ki Tumenggung Wirayuda bahkan menjadi bingung dan tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Nah, kau yang mempunyai nalar yang tajam. Kau dapat menilai, apa yang sebenarnya terjadi di Mataram dengan suratmu itu. Jika kau tidak menarik kembali surat permohonanmu itu, kaupun dapat menduga jawaban yang akan kau terima Karena itu, sebelum terlalu banyak orang yang tahu dan yang memberi tanggapan bermacam-macam terhadap Kademangan Sangkal Putung, maka pergilah ke Mataram. Temuilah Ki Tumenggung Wirayuda untuk mohon kembali surat permohonanmu itu. Kau tentu akan diantar menghadap Ki Patih yang akan dengan senang hati mengembalikan surat permohonanmu itu."
Swandaru menjadi termangu-mangu. Kebimbangan yang sangat telah bergejolak di dalam dadanya
Dengan nada yang merendah Agung Sedayu itupun kemudian berkata"Jika kau tidak berkeberatan, adi Swandaru. Aku bersedia mengantarmu menghadap Ki Tumenggung Wirayuda."
" Kau dengar itu Swandaru. Pergilah bersama Ki Lurah. Mudah-mudahan segala sesuatunya dapat segera diselesaikan dengan baik."
Swandaru tidak segera menjawab. Hampir saja ia menyatakan kesediaannya untuk pergi ke Mataram bersama Agung Sedayu. Tetapi tiba-tiba saja terbayang wajah Wiyati.
Rasa-rasanya wajah itu telah menikam jantungnya Perempuan itu akan mentertawakamrya jika ia bersedia menarik surat permohonannya Bahkan kakeknya, Ki Ambara, menyatakan pula bahwa surat permohonan itu sangat membantu mempercepat lahirnya surat Kekancingan yang menetapkan Sangkal Putung menjadi Tanah Perdikan.
Terngiang kata-kata Ki Ambara"Jika tidak sekarang, kapan lagi, ngger. Pada saat angger Swandaru kelak mewarisi kedudukan Ki Demang, maka angger Swandaru tidak lagi ditetapkan menjadi seorang Demang. Tetapi menjadi seorang Kepala Tanah Perdikan Sangkal Putung.
Namun yang terdengar adalah suara Agung Sedayu - Adi Swandaru. Kau harus berpikir dengan hati yang bening. Kau gelar dan kau gulung, dasar pikiranmu serta gagasanmu unbk mengajukan permohonan itu. Kau pertimbangkan tanggapan dua orang pemimpin di Mataram atas suratmu itu, serta pertimbangan-pertimbangan ayah sebagai Demang Sangkal Putung. Pertimbangan adikmu Sekar Mirah dan isterimu Pandan Wangi.
Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Sentuhan-sentuhan yang tajam telah membuatnya menjadi bimbang. Apalagi ketika Agung Sedayu berkata selanjutnya " Tanggapan kedua orang pemimpin di Mataram itu sudah dapat menjadi ukuran pendapat para pemimpin lainnya. Apalagi Pangeran Adipati Anom yang siang dan malam menunggui ayahandanya yang sedang sakit itu. Ia adalah orang kedua setelah Panembahan Senapati. Pada saat Panembahan Senapati sedang sakit, maka wewenangnya menjadi lebih besar dari Ki Patih Mandaraka."
Swandaru termangu-mangu sejenak. Namun kemudian dengan nada rendah iapun berkata"Aku akan memikirkannya, kakang."
" Bagus " desis Ki Demang Sangkal Putung " akhirnya penalaran yang dewasalah yang akan menentukan sikapmu, Swandaru. Kau memang tidak mempunyai pilihan lain. Pergilah bersama kakangmu Agung Sedayu, mumpung kakangmu ada di sini dan hari ini akan kembali ke Tanah Perdikan. Ia dapat mengajakmu singgah di Mataram sejenak Setelah persoalanmu selesai, Ki Lurah akan melanjutkan perjalanannya ke Tanah Perdikan. Sebaiknya kau juga ikut bersamanya menjemput isterimu."
Swandaru nampak ragu-ragu. Hampir saja ia mengiakan. Tetapi sesuatu telah mencegahnya. Ia merasa berkewajiban untuk membicarakannya dengan Wiyati yang selama ini mendorongnya untuk berusaha mendapatkan tingkat kedudukan yang lebih tinggi bagi kademangan Sangkal Putung.
" Apalagi yang kau pikirkan " " bertanya Ki Demang. Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Biarlah aku memikirkannya semalam ini, ayah. Besok aku akan pergi ke Mataram."
" Kenapa menunggu sampai besok " Ki Lurah akan kembali hari ini."
" Biarlah kakang Agung Sedayu kembali hari ini. Besok aku dapat menghadap sendiri Ki Tumenggung Wirayuda. Aku dapat minta maaf kepadannya dan kepada Ki Patih Mandaraka jika Ki Tumenggung bersedia membawa aku menghadap."
"Jika kau pergi sekarang, kau tentu akan mendapat kesempatan untuk menghadap Ki Patih Mandaraka bersama Ki Lurah."
Swandaru mengerutkan dahinya. Rasa-rasanya langkahnya belum sah jika belum diketahui oleh Wiyati. Selain itu, maka Swandaru memang tidak ingin berada di bawah bayang-bayang Agung Sedayu. Meskipun ia dapat mengerti keterangannya, tetapi ia ingin dapat menyelesaikan persoalannya itu tanpa memanfaatkan nama Agung Sedayu. Apalagi hampir di dalam segala hal, Swandaru merasa lebih baik dari saudara seperguruannya itu.
Karena itu, maka Swandaru itupun berkata " Biarlah aku besok saja pergi ke Mataram ayah. Aku masih harus berbicara dengan beberapa orang bebahu untuk meyakinkan sikapku. Jika mereka tidak berkeberatan untuk melepaskan keinginan ini setidak-tidaknya untuk sementara, maka aku akan dengan ringan pergi ke Mataram. Tetapi sebelum aku berbicara dengan mereka, maka kepergianku ke Mataram apalagi untuk menarik kembali permohonan itu akan dapat dianggap menyalahi kesepakatan."
" Siapakah bebahu yang kau maksud " Biarlah aku yang menyelesaikan dengan mereka. Aku akan mengatakan kepada mereka, bahwa kepergianmu ke Mataram dan penarikan surat permohonan itu adalah tanggung-jawabku. Jika mereka menganggap melanggar kesepakatan biarlah aku yang melanggarnya. Aku mengenal semua bebahu dengan baik. Tentu tidak ada diantara mereka yang akan mencela sikapmu itu."
Wajah Swandaru menjadi tegang. Dengan nada tinggi iapun berkata " Ayah tidak usah berhubungan dengan para bebahu. Biarlah aku sendiri yang menyelesaikannya dengan mereka. Tentu tidak akan ada yang akan berani mencegahnya. Tetapi aku hanya ingin berbicara lebih dahulu dengan mereka. Itu saja."
Agung Sedayulah yang kemudian berkata " Biarlah ayah. Jika Swandaru ingin pergi besok, biarlah ia pergi besok. Adi Swandaru memang tidak perlu pergi bersama aku."
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Baiklah. Pergilah besok pagi."
Agung Sedayulah yang kemudian minta diri. Ia harus kembali pada hari itu juga, agar tidak membuat para prajuritnya dan keluarganya menjadi gelisah.
"Hati-hatilah di jalan, Ki Lurah"pesan Ki Demang.
" Baik ayah. Aku akan berhati-hati"lalu katanya kepada Swandaru "Apakah besok dari Mataram kau akan langsung menjemput isterimu ke Tanah Perdikan Menoreh ?"
" Mungkin sekali kakang. Tetapi mungkin pula ada sesuatu yang lebih penting daripada menjemput seorang isteri."
Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Sementara itu Swandarupun berkata selanjurnya " Salamku kepada saudara-saudaraku di Tanah Perdikan Menoreh. Tolong katakan kepada Pandan Wangi, bahwa ia tidak perlu gelisah. Segala sesuatunya akan berjalan dengan baik."
" Baiklah"Agung Sedayu mengangguk.
Demikianlah, maka sejenak kemudian, Agung Sedayu dan kedua orang prajuritnya telah melarikan kuda mereka meninggalkan Sangkal Putung. Semula mereka tidak berpacu terlalu cepat. Tetapi ketika mereka Sudah berada di bulak-bulak yang terhitung sepi, maka kudanyapun berlari semakin kencang.
Disepanjang jalan Agung Sedayu tidak terlalu banyak berbicara dengan kedua orang prajuritnya Agung Sedayu lebih banyak merenungi tingkah laku Swandaru. Para bebahu yang justru lebih banyak terpengaruh oleh Swandaru, bukan mempengaruhinya dan pedagang kuda yang tidak terlalu sering lagi datang mengunjungi Swandaru. Serta Swandaru yang jarang-jarang berada di rumahnya.
"Ada sesuatu yang tidak beres pada adi Swandaru " berkata Agung Sedayu didalam hatinya.
Perjalanan Agung Sedayu memang perjalanan panjang. Bersama prajuritnya Agung Sedayu harus berhenti untuk beristirahat. Agung Sedayu harus memberi kesempatan kepada kudanya untuk minum dan makan. Namun Agung Sedayu sendiri bersama kedua orang prajuritnya juga menjadi haus di perjalanan.
Namun Agung Sedayu sudah menjadi sedikit tenang, bahwa Swandaru mau mendengarkan pendapatnya dan pendapat ayahnya Ki Demang Sangkal Putung. Besok Swandaru akan pergi ke Mataram untuk mencabut surat permohonannya agar Sangkal Putung ditetapkan menjadi sebuah Tanah Perdikan.
Dalam pada itu, sepeninggal Agung Sedayu, maka Swandarupun segera berkemas pula. Ketika Ki Demang bertanya kepadanya, maka Swandaru itupun berkata " Aku akan berbicara dengan para bebahu. Mungkin mereka mempunyai pendapat yang berarti yang dapat aku jadikan bekal kepergianku ke Mataram besok."
" Swandaru"berkata Ki Demang"kaulah yang menentukan. Bukan mereka. Sebenarnya kau tidak perlu menemui mereka dan membicarakan keputusanmu untuk pergi ke Mataram besok. Orang-orang yang pendek penalarannya tentu menganggap bahwa Sangkal Putung akan dapat berubah dengan serta-merta. Mereka menganggap bahwa menjadi sebuah Tanah Perdikan itu akan dapat dengan serta-merta merubah keadaan dan kehidupan rakyat Sangkal Putung. Kesejahteraan rakyatnya akan segera meningkat dan segala sesuatunya akan dapat cepat berubah. Katakan kepada mereka bahwa itu hanya mimpi. Kesejahteraan kehidupan rakyat hanya akan dapat berubah jika kita+ekerja keras. Apakah kedudukan Sangkal Putung masih menjadi kademangan atau Tanah Perdikan.
Swandaru mengangguk-angguk. Katanya " Baik ayah. Akulah yang akan menentukan segala-galanya. Bukan mereka, meskipun aku merasa perlu berbicara dengan mereka."
" Siapakah bebahu yang kau anggap paling banyak memberikan masukan kepadamu ?"
Swandaru termangu-mangu sejenak Agaknya ayahnya tidak lagi akan tinggal diam. Karena itu, maka iapun menjawab"Semuanya ayah. Tetapi itu tidak penting. Yang penting, biarlah mereka mendengar keputusanku, bahwa besok aku akan pergi ke Mataram untuk minta kembali surat permohonanku itu."
Ki Demang mengangguk-angguk kecil. Ia tidak mencegah Swandaru itu pergi.
" Kau pergi kepada para bebahu itu berkuda ?"bertanya Ki Demang ketika ia melihat Swandaru menuntun kudanya.
"Bukankah perjalananku lebih cepat jika aku naik kuda, ayah."
" Perjalanan kemana " ke Banjar yang hanya selangkah itu " Kerumah Ki Jagabaya di dekat pintu gerbang " Atau kemana ?"
"Aku akan menemui para Bekel di padukuhan-padukuhan selain bebahu kademangan."
Ki Demang hanya menarik nafas panjang.
" Swandarupun segera meninggalkan halaman rumahnya. Ia tidak ingin ayahnya bertanya lebih banyak lagi tentang kepergiannya itu, karena sebenarnyalah bahwa Swandaru telah memacu kudanya pergi ke Kajoran.
Seperti biasanya, Swandaru diterima dengan kehangatan senyum , Wiyati. Dipersilahkannya Swandaru duduk diruang dalam.
Ki Ambara yang melihat kedatangan Swandaru hanya menemui sebentar saat Wiyati membuat minuman. Namun ketika Wiyati kemudian datang dengan membawa minuman hangat, maka Ki Ambara itupun segera meninggalkannya
" Besok aku akan pergi ke Mataram"desis Swandaru.
" Kakang akan menanyakan hasil pembicaraan para pemimpin Mataram."
Swandaru menggelengkan kepalanya sambil berkata"Tidak." "Jadi, untuk apa ?"
" Aku akan mencabut surat permohonanku yang telah aku serahkan kepada Ki Tumenggung Wirayuda."
Wiyati terkejut. Dengan dahi yang berkerut iapun bertanya"Kau bergurau kakang ?"
" Tidak Wiyati. Aku tidak bergurau. Aku bersungguh-sungguh."
" Kenapa kakang tiba-tiba berniat untuk menarik kembali surat . permohonan itu ?"
"Aku mendapat beberapa keterangan yang tidak menguntungkan justru pada saat Panembahan Senapati sedang sakit. Perhatian orang-orang Mataram, terutama para pejabat seluruhnya ditumpahkan kepada Panembahan Senapati."
Wiyati tersenyum. Katanya"Kakang percaya ?"
" Aku percaya" " Siapakah yang memberikan keterangan itu ?"
" Kakang Agung Sedayu."
" Agung Sedayu dari Tanah Perdikan Menoreh ?" Swandaru mengerutkan dahinya. Sambil mengangguk iapun menjawab " Ya. Kakang Agung Sedayu dari Tanah Perdikan Menoreh."
Wiyati tertawa berkepanjangan, sehingga Swandaru menghentikannya "Wiyati, apa yang kau tertawakan ?"
" Agung Sedayu itu."
" Kenapa dengan kakang Agung Sedayu ?"
" Kenapa kakang Swandaru percaya kepadanya " Seharusnya kakang Swandaru dapat melihat latar belakang kehidupan Agung Sedayu itu sehingga ia berusaha untuk menggagalkan usaha kakang untuk menjadikan Sangkal Putung sebuah Tanah Perdikan "jawab Wiyati. Lalu katanya pula"Kakang, sebenarnya Agung Sedayu itu dapat diharapkan membantu kakang, memberikan tekanan kepada para pejabat di Mataram agar permohonan kakang dikabulkan. Tetapi agaknya Agung Sedayu bersikap lain."
" Apa yang kau maksud ?"
" Dengar kakang Swandaru. Agung Sedayu adalah isteri adik kakang Swandaru, mbokayu Sekar Mirah. Agung Sedayu sama sekali tidak dapat berharap untuk mewarisi Sangkal Putung. Sementara itu kakang Swandaru akan berkesempatan untuk mewarisi Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh sekaligus, karena mbokayu Pandan Wangi adalah anak satu-satunya Ki Gede Menoreh."
"Lalu?" "Agung Sedayu itu menjadi iri hati. Ia tidak akan punya apa-apa, sementara kakang Swandaru akan mempunyai dua wilayah Tanah Perdikan yang luas dan kuat. Karena itu, ia berusaha untuk menggagalkan usaha kakang Swandaru agar Sangkal Putung tidak akan dapat menjadi Tanah Perdikan."
Wajah Swandaru menjadi tegang. Dengan nada tinggi iapun berkata " Kau salah, Wiyati. Kakang Agung Sedayu adalah seorang yang baik. Ia tidak mempunyai pamrih keduniawiaan yang berlebihan. Wajar-wajar saja seperti orang lain. Karena itu, aku tidak percaya bahwa Agung Sedayu ingin membatalkan usahaku karena iri hati. Aku mengenal kakang Agung Sedayu sejak awal kami berguru. Ia jujur meskipun segala sesuatunya agak lamban dan selalu dibayangi keraguan."
" Kakang Swandaru yakin bahwa Agung Sedayu itu berlaku jujur terhadap Sangkal Putung ?"
" Ya Aku yakin. Kakang Agung Sedayu tidak akan menjadi iri hati."
Tetapi Wiyati masih saja tersenyum. Katanya " Jika benar kata
14 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kakang Swandaru, maka-Agung Sedayu tentu akan bersedia menanggung beban tanggung jawab atas kegagalan kakang. Aku tidak mengerti "
" Kakang Swandaru tidak usah mencabut surat permohonan itu. Sebaiknya kakang Swandaru menunggu saja, apapun jawaban Mataram.
Jika Mataram menolak, maka sudah waktunya bagi kakang Swandaru untuk menguji kesetiaan mbokayu Pandan Wangi serta kesediaan keluarganya ikut memikul beban kakang Swandaru. Demikian pula kesetiaan Agung Sedayu sebagai saudara seperguruan serta kesetiaan mbokayu Sekar Mirah, adik kakang Swandaru itu."
" Maksudmu?" " Selagi Panembahan Senapati sakit Selagi perhatian seluruh Mataram tertuju kepada sakitnya Panembahan Senapati."
" Kenapa ?" " Mataram tidak akan sempat memperhatikan Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh mempersiapkan diri. Kakang Swandaru dan Agung Sedayu akan dapat menghimpit Mataram dari dua arah. Jika kakang Swandaru berhasil memecahkan pintu gerbang Kotaraja, maka Mataram akan lumpuh. Kadipaten-kadipaten di pesisir Utara dan di belahan Timur negeri ini tidak akan membantu. Mereka akan mempergunakan kesempatan ini untuk membebaskan diri dari kuasa Mataram. Kakang Swandaru tidak usah menghiraukan mereka. Nanti, pada kesempatan yang lain, mereka baru kakang bicarakan."
*** JILID 329 " JADI maksudmu aku harus memberontak kepada Mataram ?"
" Apaboleh buat."
" Seberapa kekuatan Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh seandainya Ki Gede dan kakang Agung Sedayu bersedia" Namun aku tidak akan pernah dapat membayangkan bahwa aku harus melawan Mataram. Apalagi kakang Agung Sedayu."
" Kakang Swandaru dapat memanfaatkan adik perempuan kakang itu. Sekar Mirah harus dapat mempengaruhi suaminya. Sementara itu, kakang dapat berhubungan dengan orang-orang yang memang sedang kecewa terhadap Mataram. Mereka dapat kakang manfaatkan. Selanjutnya mereka akan dapat digulung dan dihancurkan dikemudian hari."
"Wiyati, dari manakah kau mendapat gagasan itu ?"
Wiyati tertawa. Katanya " Kakang tidak usah memikirkan dari-mana datangnya gagasan itu."
" Ki Ambara?" Wiyati tersenyum. Katanya " Kakek Ambara adalah salah seorang sahabat Ki Gede Pemanahan dan Ki Panjawi yang tersia-sia. Ki Juru Martanilah yang telah mengkhianatinya. Kakek mempunyai hubungan dengan orang-orang yang kecewa itu, meskipun sebenarnya sikap dan pendirian kakek berbeda dengan mereka. Tetapi seperti yang aku katakan, mereka dapat diperalat dan dimanfaatkan untuk kepentingan kakang."
" Seberapa banyak orang yang kecewa itu " Sementara yang akan dihadapi adalah Mataram."
" Mataram yang sedang terluka parah."
Swandaru " termangu-mangu sejenak. Sedangkan Wiyati itupun berkata selanjutnya " Kakang. Sebenarnya Mataram bukan merupakan kekuatan yang tidak terlawan tanpa kekuatan pendukung dari kadipaten-kadipaten yang takluk kepada Panembahan Senapati. Jika dengan tiba-tiba saja Mataram menghadapi kekuatan yang cukup besar, maka Mataram tidak akan banyak memberikan perlawanan. Sementara itu, jika Mataram sudah terlanjur kehilangan kesempatan, maka kadipaten-kadipaten itu akan segera mengingkari kuasanya."
" Ternyata banyak juga yang kau ketahui Wiyati."
" Kakang " berkata Wiyati " karena itu aku mohon kakang jangan terlalu percaya kepada Ki Lurah Agung Sedayu. Mungkin Ki Lurah memang tidak mempunyai pamrih. Tidak pula iri hati. Tetapi ia terlalu menjilat para pemimpin Mataram. Karena itu, Ki Lurah harus pandai mengemudikan Sekar Mirah dan Pandan Wangi, agar Tanah Perdikan Menoreh, jika diperlukan akan dapat membantu kakang Swandaru. Bukan malah sebaliknya."
Swandaru menarik nafas dalam-dalam. Ia benar-benar merasa terombang-ambing oleh sikap yang berlawanan.
Swandaru itupun kemudian duduk merenungi dirinya sendiri. Ia merasa dirinya menjadi orang yang paling bodoh di dunia Ia tidak tahu apa yang seharusnya dilakukannya.
" Sudahlah, kakang. Jangan kau pikirkan. Biarlah surat permohonan itu tetap berada di Mataram. Dalam beberapa hari lagi, kau akan dapat pergi menemui Ki Tumenggung Wirayuda untuk menanyakannya. Berdasarkan jawabannya itulah nanti kakang mengambil sikap."
Swandaru tidak sempat menjawab. Wiyatipun telah menyeretnya masuk ke ruang dalam. Katanya"Kakang tentu belum makan."
Dalam pada itu, di Tanah Perdikan Menoreh, Ki Jayaraga yang berada di sawah, duduk digubug kecil bersama Empu Wisanata yang juga sedang beristirahat. Keduanya telah membuka bajunya yang basah oleh keringat
" Apakah Nyi Pandan Wangi masih di sini ?" bertanya Ki Wisanata.
" Ya. Nampaknya memang ada sesuatu yang tidak sewajarnya terjadi pada suaminya. Aku tidak pernah ikut dalam pembicaraan. Tetapi kadang-kadang Ki Lurah mengajak aku berbicara."
" Apakah Ki Lurah belum pulang ?"
" Seharusnya Ki Lurah tidak bermalam. Tetapi ternyata sampai pagi tadi, Ki Lurah masih belum pulang. Agaknya ia terpaksa bermalam karena pembicaraannya menjadi berbelit-belit"
" Nampaknya Ki Swandaru memang seorang yang mempunyai cita-cita yang tinggi."
"Sangat tinggi."
" Ya. Bahkan kadang-kadang kurang terkendali."
Ki Wisanata mengangguk-angguk. Dengan nada berat iapun berdesis"Aku pernah mendengar sepintas bahwa Ki Swandaru itu pernah menyebut nama Ki Ambara. Aku tidak ingat lagi, apakah nama itu disebut oleh Ki Swandaru sendiri atau oleh Ki Lurah Agung Sedayu atau oleh Ki Jayaraga"
" Ya. Ki Swandaru memang pernah menyebut nama seorang pedagang kuda. Ki Ambara."
Empu Wisanata mengerutkan dahinya. Seolah-olah kepada diri sendiri iapun berkata"Aku pernah mendengar nama itu. Ki Ambara." "Dimana?"
" Aku tidak pasti. Tetapi di lingkungan keluarga Ki Sabalintang. Salah seorang yang berilmu tinggi. Ia tentu mempunyai pengaruh yang sangat besar pada Ki Saba Lintang."
" Jadi ia termasuk salah seorang dari lingkungan orang-orang yang mengaku akan membangun kembali perguruan Kedung Jati ?"
" Aku kurang pasti, Ki Jayaraga. Tetapi satu kemungkinan." "Jika demikian, teka-teki itu akan terjawab."
" Teka-teki yang mana ?"
Kami menduga bahwa seseorang telah menanamkan pengaruhnya pada Ki Swandaru untuk tujuan tertentu. Termasuk usaha Ki Swandaru mengusulkan kepada Mataram, agar Sangkal Putung ditetapkan menjadi sebuah Tanah Perdikan."
" Tetapi jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan Ki Jayaraga" Tentu tidak. Aku tentu menunggu Ki Lurah dan berbicara dengan sangat berhati-hati."
Namun keterangan Empu Wisanata itu sangat berarti bagi Ki Jayaraga. Meskipun ia belum pasti, apakah keterangan itu akan dapat memecahkan persoalan yang dihadapi oleh Sangkal Putung.
Dalam pada itu, Agung Sedayu dengan dua orang prajuritnya berpacu semakin cepat. Keduanyapun telah menyeberangi Kali Praga. Namun bertiga mereka langsung pergi ke barak. Baru kemudian Agung Sedayu pulang ke rumahnya
Sebenarnyalah bahwa Sekar Mirah dan Pandan Wangi merasa cemas, bahwa Agung Sedayu tidak pulang di hari sebelumnya. Karena itu, maka demikian Agung Sedayu pulang, maka Sekar Mirahpun dengan serta-merta menyongsongnya.
" Kau baik-baik saja kakang ?"
" Ya Sekar Mirah. Tidak ada hambatan apapun diperjalanan. Bukankah tidak ada persoalan di rumah ?"
" Tidak, kakang. Semuanya baik-baik saja."
Pandan Wangi yang juga menyongsongnya berdesis " Kami merasa cemas, bahwa kemarin kakang Agung Sedayu tidak pulang.
Sekar Mirahpun kemudian mempersilahkan Agung Sedayu itu langsung masuk ke ruang dalam.
Rara Wulanpun kemudian telah menghidangkan minuman hangat. Nampaknya Agung Sedayu memang kehausan.
"Kakang jadi pergi bersama beberapa orang prajurit ?"
"Ya. Aku pergi ke Mataram bersama dua orang prajurit"jawab Agung Sedayu.
" Agaknya kakang terpaksa bermalam di Mataram."
" Aku tidak bermalam di Mataram."
" Dimana ?" " Di Sangkal Putung."
" Jadi kakang langsung pergi ke Sangkal Putung ?"
" Ya. Aku bersama kedua orang prajurit itu langsung pergi ke Sangkal Putung. Nanti setelah aku mandi, aku akan bercerita tentang perjalananku ke Mataram dan Sangkal Putung.
Sekar Mirah dan Pandan Wangi yang ingin segera mengetahui hasil perjalanan Agung Sedayu tidak memaksanya untuk berceritera. Tetapi dibiarkannya Agung Sedayu menikmati minuman yang hangat serta beberapa potong makanan.
Setelah keringat Agung Sedayu agak kering, maka iapun berkata " Aku akan pergi ke pakiwan dahulu."
Sekar Mirah mengikut suaminya sampai ke pintu dapur. Sementara itu Agung Sedayu berdesis " Sejak kemarin Pandan Wangi tidak pulang ke rumah Ki Gede ?"
Sekar Mirah mengangguk. Katanya " Ia lebih senang di sini sambil menunggu kakang pulang."
Agung Sedayu tidak bertanya lagi. Iapun segera pergi ke Pakiwan, sementara Rara Wulan mempersiapkan makan bagi Agung Sedayu itu.
Di dekat kandang, Glagah Putih menunggui Sukra memandikan kuda yang baru saja dipakai oleh Agung Sedayu. Sambil menyirami tubuh kuda itu Sukrapun berdesis " Alangkah segarnya. Kau tentu letih. Ki Lurah tentu memaksamu berlari kencang. Bahkan mungkin tanpa beristirahat di jalan."
Kuda yang diusap kepalanya itu seakan-akan mengerti kata-kata Sukra. Dikibas-kibaskannya ekornya. Namun yang menjawab adalah Glagah Putih " Kakang tentu memperhitungkan ketahanan tubuh kudanya. Jika kau yang harus mendukung kakang berlari dari Sangkal Putung, mungkin kau tidak akan diberi kesempatan beristirahat di jalan."
Sukra justru bersungut-sungut. Katanya " Memangnya aku kuda beban."
" Bukan begitu. Aku ingin mengatakan bahwa kau mempunyai daya tahan melampaui seekor kuda."
Sukra begitu. Aku ingin mengatakan bahwa kau mempunyai daya tahan melampaui seekor kuda."
Sukra berpaling. Dipandanginya Glagah Putih dengan tajamnya. Namun ia tidak berkata apa-apa
Glagah Putih tertawa Katanya"Jangan marah. Kau akan cepat menjadi tua jika kau terlalu sering marah."
Sukra masih tetap diam saja. Namun ketika Glagah Putih melangkah meninggalkannya, maka Sukra itupun telah memercikkan air ke pakaian Glagah Putih.
Glagah Putih dengan serta-merta berhenti dan berbalik. Namun Sukra itupun berkata"Jangan marah. Kau akan cepat menjadi tua jika kau terlalu sering marah."
Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun kembali berbalik dan meninggalkan Sukra sambil berkata " Awas kau Sukra. Aku putar telingamu nanti. ?"Tunggu saja"
Sukra tertawa Katanya " Bukannya aku yang marah. Tetapi kau."
Glagah Putih tidak menghiraukannya lagi. Iapun melangkah semakin jauh.
Setelah mandi, Agung Sedayu duduk di ruang dalam. Sekar Mirah dan Pandan Wangi duduk pula bersamanya, sementara Rara Wulan telah selesai menyediakan makan bagi Agung Sedayu yang baru pulang dari perjalanan.
" Makanlah kakang " Sekar Mirah mempersialahkan " mungkin kakang sempat berhenti di kedai. Tetapi kakang tentu sudah menjadi lapar lagi."
" Agaknya aku terlalu banyak minum. Rasa-rasanya perutku masih saja kenyang."
" Tetapi sebaiknya kakang makan."
Agung Sedayupun kemudian menyenduk nasi, sayur dan lauk-pauknya. Sambil menyuapi mulutnya, Agung Sedayu mulai berceritera tentang perjalanannya
Namun baru setelah ia selesai makan, maka iapun mulai berceritera tentang pertemuannya dengan Ki Tumenggung Wirayuda dan Ki Patih Mandaraka. Juga tentang perjalanannya ke Sangkal Putung untuk menemui dan berbicara dengan Swandaru.
" Jadi besok kakang Swandaru akan pergi ke Mataram, menghadap Ki Patih untuk menarik kembali surat permohonannya itu ?"
" Ya. Nampaknya Swandaru telah diombang-ambingkan oleh ketidak-tetapan sikapnya."
Pandan Wangi menarik nafas dalam-dalam. Katanya " Sebenarnya itu bukan sifat dan watak kakang Swandaru. Biasanya ia mempunyai pendirian yang teguh. Keputusannya sulit untuk berubah, jika keputusan itu diambilnya atas satu keyakinan."
" Aku setuju, Pandan Wangi. Gagasan untuk mengajukan permohonan agar Sangkal Putung dapat ditetapkan menjadi sebuah Tanah Perdikan, tentu bukan gagasan yang diyakininya.
Dengan demikian, maka dugaan bahwa Swandaru telah terpengaruh oleh gagasan seseorang menjadi semakin kuat. Bahkan Agung Sedayu hampir memastikan, bahwa ada seseorang yang masih harus dicari dibelakang Swandaru. Orang itu tentu mempunyai pamrih. Pamrih itulah yang harus dipelajari dengan sungguh-sungguh.
" Baiklah" berkata Agung Sedayu kemudian " kita akan mencari bersama-sama dengan cara yang mungkin berbeda. Ki Demang Sangkal Putung juga masih terus berupaya. Tetapi jika adi Swandaru besok mencabut surat permohonannya untuk menetapkan Sangkal Putung menjadi sebuah Tanah Perdikan, maka persoalannya tidak lagi sangat mendesak, meskipun usaha itu masih harus tetap dilakukan, agar pengaruh itu tidak menusuk lagi ke jantung adi Swandaru."
Sekar Mirah dan Pandan Wangipun mengangguk-angguk. Namun kesediaan Swandaru untuk pergi ke Mataram dan mencabut surat permohonannya itu telah membuat Agung Sedayu, Sekar Mirah dan Pandan Wangi menjadi sedikit tenang.
Namun pada saat yang bersamaan, di Kajoran, Swandaru ternyata sudah mengambil sikap yang lain. Swandaru telah memutuskan bukan membatalkan permohonannya, tetapi justru membatalkan kepergiannya ke Mataram.
Ki Ambara sendiri agaknya telah ikut memberikan pertimbangan-pertimbangan yang ikut menentukan sikap Swandaru itu. "Besok aku tidak akan pergi " berkata Swandaru.
" Permohonan angger Swandaru akan menjadi ujian bagi orang-orang Mataram, apakah mereka dapat menghargai orang lain atau mereka hanya dapat mengagumi diri mereka sendiri. Jika Mataram memang tidak dapat menghargai orang lain, buat apa kita tetap berkeblat ke Mataram" Angger Swandaru, mungkin lewat angger Sekar Mirah, akan dapat meyakinkan angger Agung Sedayu, bahkan tidak ada gunanya untuk tetap setia kepada Mataram. Jika Ki Lurah itu menyadari akan dirinya, maka ia tentu akan sependapat dengan Ki Swandaru. Bukankah kemampuan baik dalam ilmu kanuragan maupun olah Kaji wan, Ki Lurah itu melampaui kemampuan seorang Tumenggung. Coba, tunjuk, Tumenggung siapakah yang dapat melampaui kemampuan ilmu kanuragan angger Agung Sedayu."
" Mungkin, Ki Ambara Meskipun sebenarnya aku masih sangat menyayangkan kakang Agung Sedayu yang malas. Anggapan semacam itulah yang telah menyesatkan sikapnya. Ia merasa benar-benar telah mumpuni."
"Apakah ia tidak benar-benar mempunyai kelebihan yang pantas untuk mendapat penghargaan tertinggi di Mataram."
" Kesetiaan kakang Agung Sedayu dan pengabdiannya memang dapat dibanggakan. Tetapi aku meragukan kemampuannya. Ia adalah seorang yang mudah menjadi puas, ragu-ragu, malas dan kadang-kadang acuh tak acuh terhadap ilmunya."
Ki Ambara mengerutkan dahinya Sementara Swandarupun berkata" Kakang Agung Sedayu adalah saudara tua seperguruanku. Ia mempunyai kesempatan jauh lebih baik dari kesempatan yang diberikan guru kepadaku. Pada mulanya akan sangat mengagumi kakang Agung Sedayu itu. Tetapi pada tataran tertentu, kakang Agung Sedayu itu berhenti. Aku mengira bahwa kakang Agung Sedayu sedang mempersiapkan diri untuk melangkah lebih lanjut. Mungkin ia merasa terlalu letih, sehingga perlu beristirahat. Mungkin tugas-tugasnya tidak memberikan waktu kepadanya. Tetapi ternyata tidak. Kakang Agung Sedayu benar-benar telah berhenti sampai disitu."
Ki Ambara mengangguk-angguk. Namun kemudian iapun berkata " Mungkin ilmunya tidak setinggi ilmu angger Swandaru. Tetapi ia mempunyai pasukan. Jika Agung Sedayu berhasil mempengaruhi prajurit-prajuritnya, maka ia merupakan kekuatan yang akan ikut menentukan keberhasilan angger Swandaru. Jika Mataram menolak permohonan angger Swandaru, maka angger Swandaru tidak hanya akan memaksa menetapkan Sangkal Putung menjadi Tanah Perdikan, tetapi angger Swandaru dan angger Pandan Wangi dengan bantuan Agung Sedayu dan angger Sekar Mirah, akan mengambil Mataram itu sendiri. Sementara itu, para pendukung tentu akan mengalir dengan sendirinya, karena kesetiaan kebanyakan orang-orang yang agak jauh dari Kota Raja, adalah kesetiaan yang lamis. Jika mereka melihat sosok yang lebih baik, maka mereka akan berpaling. Sedangkan tentang darah keturunan. Panembahan Senapati juga dilahirkan dari darah keturunan pidak pedarakan.
Swandaru termangu-mangu sejenak. Sementara itu Wiyati menghidangkan minuman hangat dan beberapa potong makanan. Demikian ia meletakkan mangkuk-mangkuk minuman dan makan, iapun langsung duduk sambil menyandarkan tubuhnya pada Swandaru sambil berkata " Alangkah bahagianya pada sualu saat aku sempat melihat kakang Swandaru menjadi seorang Kepala Tanah Perdikan."
Sebelum Swandaru menjawab, Ki Ambarapun bangkit berdiri sambil berkata"Maaf, ngger. Aku akan pergi ke kandang."
"Pembicaraan kita belum selesai, Ki Ambara."
" Wiyati akan menemani angger Swandaru berbicara tentang Mataram yang menjadi semakin suram. Sepeninggal Panembahan Senapati, Mataram sudah bukan apa-apa lagi. Segalanya akan tergantung sekali kepada Ki Patih Mandaraka yang sudah mulai pikun, karena umurnya memang sudah terlalu banyak. Dahulu, dengan otaknya cerah tetapi lebih condong licik, ia mampu mengendalikan Ki Gede Pemanahan dan Ki Panjawi. Selanjutnya Panembahan Senapati itupun berada dibawah pengaruhnya. Tetapi sekarang Ki Patih itu sudah semakin tua dan tidak berdaya.
Ki Ambara tidak menunggu lagi. Sambil tersenyum Ki Ambarapun telah meninggalkan Swandaru duduk bersama Wiyati, sementara Wiyati masih saja menyadarkan tubuhnya.
" Minumlah kakang " desah Wiyati.
" Bagaimana aku dapat minum"sahut Swandaru.
Wiyati tertawa manja sekali. Tetapi ia justru bangkit dan menarik tangan Swandaru masuk keruang dalam.
" Wiyati Aku belum jadi minum."
Wiyati tidak menghiraukannya, la masih saja menarik tangan Swandaru.
Hari itu Swandaru telah mendapat satu kepastian baru. Ia tidak akan pergi ke Mataram. Ia tidak akan mencabut surat permohonannya.
Hari itu Swandaru pulang sampai larut malam. Ki Demang memang menunggunya. Namun akhirnya Ki Demang itupun tertidur pula
Pagi-pagi sekali Ki Demang sudah bangun. Ketika ia menyentuh pintu bilik Swandaru, pintu itu disclarak dari dalam, sehingga Ki Demangpun tahu, bahwa Swandaru ada di dalam bilik itu.
" Kapan ia pulang"desis K i Demang.
Namun Ki Demang itupun segera mengetuk pintu bilik Swandaru itu.
" Swadaru, bangun. Langit sudah menjadi terang." Tidak terdengar jawaban.
Ki Demang itupun mengulanginya lagi " Swandaru. Swandaru."
Akhirnya Swandaru itu terbangun juga. Bahkan ia merasa sangat terganggu.
" Bangun " berkata Ki Demang kemudian.
" Aku baru saja dapat tidur, ayah " sahut Swandaru dari dalam biliknya."
" Langit sudah menjadi terang. Bukankah kau akan pergi ke Mataram."
Tetapi jawab Swandaru sangat mengejutkan ayahnya " Tidak. Aku tidak jadi pergi, ayah."
" Kenapa " " bertanya Ki Demang dengan serta-merta.
" Tidak apa-apa Aku memang tidak ingin pergi ke Mataram."
" Tetapi kau kemarin mengatakan bahwa hari ini kau akan pergi ke Mataram."
"Tidak, ayah. Sudahlah. Aku akan tidur." "Kenapa kau tidak jadi pergi ?"
"Aku memang tidak ingin pergi. Sudahlah. Aku akan tidur." Tetapi Swandarulah yang terkejut. Tiba-tiba saja Ki Demang itu memukul pintu bilik Swandaru beberapa kali sambil membentak " Swandaru. Bangun. Pergi atau tidak pergi, bangun. Aku akan berbicara sekarang."
Swandaru bangkit dari pembaringannya. Sementara itu Ki Demang masih memukul pintu Swandaru " Buka pintunya. Aku akan berbicara."
Swandaru menjadi berdebar-debar. Iapun kemudian melangkah membuka pintu biliknya.
"Swandaru"geram ayahnya"bukankah kemarin kau berjanji akan pergi ke Mataram untuk menarik surat permohonanmu ?"
"Kemarin memang begitu, ayah." "Kenapa kau tidak pergi sekarang ?" "Aku berubah pendirian, ayah. Aku tidak akan pergi ke Mataram untuk menarik surat permohonan itu."
" Siapa yang telah mempengaruhimu ?" "Tidak ada ayah."
"Siapa?" "Tidak ada."
" Kau sekarang selalu berbohong kepadaku. Berbohong kepada isterimu dan berbohong kepada rakyat Sangkal Putung."
"Tidak, ayah, aku tidak berbohong."Jika tidak, kenapa kau tidak pergi ke Mataram. Jika kau ingin berkata jujur, kenapa kau tidak mengaku, siapakah yang telah mempengaruhimu. Aku yakin, bahwa bukan kau sendiri yang berniat untuk mengajukan permohonan agar Sangkal Putung menjadi sebuah Tanah Perdikan."
"Kenapa bukan aku ayah ?"
"Sikapmu tidak pasti. Hari ini dan kemarin sikapmu sudah berbeda. Itu bukan kebiasaanmu. Aku tahu bahwa kau adalah seorang yang teguh pada satu keyakinan. Tetapi tentang Tanah Perdikan itu sikapmu seperti batang ilalang. Setiap ada angin yang berubah arah, maka arah merunduk batang ilalangpun berubah pula. Karena itu, katakan, siapa yang telah mempengaruhimu."
"Tidak ada ayah, sungguh tidak ada."
" Kau dapat menipuku. Tetapi tidak untuk selama-lamanya." "Aku tidak menipu ayah."
" Kau menipu aku."
" Ayah. Kenapa ayah sekarang tidak lagi percaya kepadaku ?"
" Jika kau tidak berubah, aku akan selalu percaya kepadamu. Tetapi kau sudah berubah Swandaru."
" Menurut ayah, apa yang berubah ?"
" Keyakinanmu atas dirimu sendiri."
Wajah Swandaru menjadi merah. Namun ia masih juga berkata " Ayah. Yakinlah. Bahwa kita akan berhasil. Karena itu, aku tidak akan pergi ke Mataram."
" Kau harus pergi ke Mataram. Kau harus mencabut kembali suratmu itu."
Swandaru termangu-mangu sejenak. Nampaknya ayahnya tidak lagi mau mendengarkan alasan-alasannya. Apapun yang dikatakannya tidak lagi didengarnya.
Namun tiba-tiba saja Ki Demang itu menjadi terengah-engah. Sambil menekan dadanya ia berdesis " Dadaku sakit. Sakit sekali."
"Ayah"Swandarupun kemudian telah memapah ayahnya pergi ke biliknya dan dibaringkannya.
" Kenapa ayah ?"
" Swandaru " berkata ayahnya " dadaku sakit. Aku merasa dadaku terhimpit oleh sikapmu itu."
" Ayah." "Pergilah ke Mataram. Aku akan sembuh."
Swandaru termangu-mangu sejenak. Ternyata ayahnya yang menahan gejolak perasaannya itu, telah sampai kepuncak kesabarannya.
Karena itu, Swandaru tidak dapat berbuat lain. Ia harus pergi ke Mataram atau dada ayahnya akan meledak oleh kemarahan yang tidak tertahankan."
"Baiklah"berkata Swandaru"aku akan pergi ke Mataram." Sejenak kemudian, maka Swandarupun segera pergi ke pakiwan untuk mandi dan berkemas. Ketika Swandaru sudah siap, maka Ki Demang duduk di pringgitan sambil menghirup minuman hangat. Namun wajah Ki Demang itu masih sangat pucat.
" Bukan dibuat-buat " berkata Swandaru di dalam hatinya. Apalagi ketika ia menyentuh tubuh ayahnya yang gemetar.
" Kau harus langsung pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. Bawa isterimu dan Sekar Mirah serta Ki Lurah Agung Sedayu pulang."
"Tetapi ayah tidak apa-apa" " bertanya Swandaru.
" Tidak. Aku tidak apa-apa Jika kau bersedia berangkat, maka sakit didadaku akan hilang."
" Baiklah, ayah. Aku akan pergi."
Setelah menyerahkan ayahnya untuk mendapat perawatan, maka Swandarupun segera melarikan kudanya.
Tetapi Swandaru tidak langsung pergi ke Mataram. Swandaru telah singgah lebih dahulu di Kajoran.
Wiyati tertawa mendengar ceritera Swandaru. Kalanya " Ki Demang ternyata pandai juga berpura-pura"
" Ayah tidak berpura-pura. Aku dapat mengenalinya dan aku mempercayainya bahwa ayah bersungguh-sungguh."
" Baiklah. Seandainya Ki Demang bersungguh-sungguh, bukankah kakang Swandaru juga sudah benar-benar berangkat."
" Ya. Aku benar-benar berangkat ke Mataram."
" Apakah Ki Demang dapat mengetahui, seandainya kakang Swandaru tidak pergi ke Mataram ?"
" Tentu. Ayah tentu akan menanyakan, surat yang aku tarik dari Mataram itu. Selain itu, aku harus pergi ke Tanah Perdikan Menoreh untuk memanggil Pandan Wangi. Jika mungkin Sekar Mirah dan kakang Agung Sedayu."
Wiyati mengangguk-angguk. Katanya"Segala-galanya memang harus segera pasti Kakang tidak perlu mengulur-ulur waktu terlalu lama lagi. Sebaiknya kakang pergi ke Tanah Perdikan Menoreh. Kemudian ajak mereka ke Mataram untuk mendapat kepastian. Apakah Mataram bersedia menetapkan Sangkal Putung untuk menjadi Tanah Perdikan atau tidak. Jika tidak, maka sudah waktunya Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh menunjukkan diri sebagai satu landasan kekuatan yang tidak dapat direndahkan oleh Mataram. Sangkal Putung dan Tanah Perdikan Menoreh harus dengan cepat menghimpun kekuatan. Menjepit Mataram dari dua arah."
Swandaru termangu-mangu. Sementara Wiyati berkata selanjutnya " Kakang. Kakek tidak hanya sekedar mampu berbicara tentang menjepit Mataram dari dua arah. Tetapi jika kakang Swandaru memerlukan, kakek tentu akan dapat membantu. Ada beberapa perguruan yang pemimpinnya dikenal baik oleh kakek. Ada beberapa kelompok orang yang tidak dapat menerima kebijaksanaan Mataram yang sekarang, yang selama ini terpendam. Jika yang terpendam itu sempat disulut, maka nyalanya tentu akan sampai menyentuh bibir awan di langit.
Wajah Swandaru menjadi tegang. Tiba-tiba saja ia berdesis"Aku akan berbicara dengan Ki Ambara."
" Wiyatipun kemudian telah menemui Ki Ambara. Dengan senyum yang tersungging dibibirnya, Wiyati itupun berkata " Kakek. Tinggal selangkah lagi. Kakang Swandaru sudah mulai terbakar.
"Tetapi sayang sekali, bahwa Tanah Perdikan Menoreh masih belum jelas."
" Kakang Swandaru harus menekan Pandan Wangi. Katakan kepadanya Jika Pandan Wangi berkeberatan, maka ia bukan seorang isteri yang setia kepada suaminya."
" Tetapi bagaimana dengan Sekar Mirah dan Agung Sedayu ?" bertanya Ki Ambara.
"Jika perlu Agung Sedayu harus dipaksa."
" Dipaksa " Maksudmu ?"
" Kakang Swandaru harus berani bertaruh. Jika Agung Sedayu menang, kakang Swandaru akan tunduk kepadanya. Tetapi jika Agung Sedayu kalah, maka Agung Sedayu harus tunduk kepada kakang Swandaru."
"Ki Ambara mengangguk-angguk, sementara Wiyati berkata selanjutnya "Bukankah menurut kakang Swandaru, meskipun Agung Sedayu itu saudara tua seperguruannya, tempi ilmunya tidak dapat menyamai ilmu kakang Swandaru.
Ki Ambara menarik nafas dalam-dalam. Namun dengan ragu iapun berkata - Wiyati. Selama ini aku mendengar ceritera tentang Agung Sedayu yang memiliki ilmu yang sangat tinggi. Orang-orang Ki Saba Lintang meyakini itu."
" Tetapi mereka belum mengetahui seberapa tinggi ilmu kakang Swandaru. Menurut kakang Swandaru, Agung Sedayu yang malas itu telah terhenti pada satu tataran sebelum tataran tertinggi sebagaimana telah dicapai oleh kakang Swandaru. Mereka bergantian memegang kitab yang memuat ilmu dari perguruan orang bercambuk itu. Namun pada saat terakhir, ketika kakang Swandaru telah mencapai puncak, kitab itu telah direlakan untuk disimpan oleh Agung Sedayu. Namun ternyata ilmu Agung Sedayu juga tidak meningkat pula. Beberapa kali kakang Swandaru memberinya petunjuk dan nasehat-nasehat. Namun Agung Sedayu masih saja tetap pada tatarannya."
"Kau yakin akan hal itu ?"
"Aku yakin, kek."
" Baiklah. Jika demikian, biarlah aku berbicara dengan Swandaru."
Sejenak kemudian, maka Ki Ambarapun telah menemui Swandaru di pringitan. Sambil tersenyum seperti biasanya, Ki Ambarapun bertanya "Ada apa ngger."
" Aku mengalami kesulitan, Ki Ambara. Ayah memaksa aku untuk pergi ke Mataram. Jika aku tidak pergi, dada ayahku akan dapat pecah karenanya. Ia telah menahan kemarahan yang bergejolak didalam dadanya."
Ki Ambara mengangguk-angguk. Katanya " Pergilah ngger. Tetapi tidak ke Mataram. Pergilah ke Tanah Perdikan. Ajak orang-orang Tanah Perdikan, termasuk Ki Gede dan Agung Sedayu ke Mataram. Kalian memang harus menekan Ki Patih Mandaraka untuk menetapkan Sangkal Putung menjadi Tanah Perdikan. Justru sekarang adalah waktunya yang tepat Pada saat Panembahan Senapati yang serakah itu sakit keras. Jika Mataram menolak, maka kalian memang tidak mempunyai pilihan lain. Meskipun aku tidak lebih dari seorang pedagang kuda, namun aku mempunyai banyak kawan. Antara lain yang telah disakiti hatinya oleh Ki Patih Mandaraka sehingga mereka tentu akan bersedia membantu, menghancurkan Mataram yang sedang kebingungan sekarang ini"
"Apakah kakang Agung Sedayu akan begitu mudahnya bersedia membantuku " Ia adalah seorang yang setia kepada Panembahan Senapati."
"Kau harus menggelitik harga dirinya Kau tantang ia berkelahi. Meskipun Agung Sedayu harus mengakui kelebihanmu, tetapi sebagai laki-laki ia akan sulit menolak. Taruhannya adalah apabila kau kalah, kau akan menarik permohonanmu itu. Tetapi jika kau menang, maka Agung Sedayu harus tunduk kepada perintahmu meskipun ia saudara tuamu."
Wajah Swandaru menjadi tegang. Terasa darah di dalam tubuhnya bagaikan mendidih. Dengan nada tinggi iapun berkata " Baik, Ki Ambara. Aku akan menantang Agung Sedayu untuk berperang tanding. Ia memang harus dipaksa. Aku memang tidak mempunyai pilihan lain."
" Nah, jangan hiraukan ayahmu. Jika kau pulang sambil membawa hasil persetujuan Mataram untuk menetapkan Sangkal Putung menjadi sebuah Tanah Perdikan, maka Ki Demang akan menganggapmu sebagai pahlawan. Ia tidak akan merasa sakit lagi dadanya."
"Jika kami tidak berhasil menekan Mataram?"
" Kau dapat mengatakan apa saja kepada ayahmu. Katakan bahwa pada saat kau akan menarik surat permohonanmu, orang-orang Mataram berusaha menangkapmu atau apapun yang dapat membenarkan sikapmu untuk menyusun kekuatan di Sangkal Putung, sementara kau perintahkan Agung Sedayu yang sudah kau kalahkan dalam taruhan itu harus mempersiapkan Tanah Perdikan Menoreh. Pada saat yang sama aku akan mempersiapkan orang-orangku untuk membantu kalian menghancurkan Mataram. Kau akan dapat merebut kekuasaan Mataram dari tangan Sutawijaya, anak Panembahan, gembala kerbau itu."
Darah Swandaru serasa menjadi semakin menggelegak. Karena itu, maka katanya " Baiklah Ki Ambara. Sekarang aku akan pergi ke Tanah Perdikan.
Swandarupun kemudian telah minta diri pula kepada Wiyati yang dengan nada berat berkata " Hati-hatilah kakang. Kau sudah sampai ke puncak perjuanganmu. Jangan pernah mundur lagi meskipun hanya setapak."
" Aku akan merebut Mataram, Wiyati " geram Swandaru.
" Kakang akan menghancurkan lebih dahulu, kekuatan Untara di Jati Anom. Tidak terlalu sulit. Kekuatan Pengawal Sangkal Putung akan dibantu oleh beberapa perguruan yang dikenal baik oleh kakek akan dapat melumatkan kekuatan Untara dalam satu atau dua hari saja. Setelah itu, maka kekuatan itu akan mengalir ke Barat, menyeberang Kali Opak. Kali Opak adalah salah satu garis pertahanan Mataram disisi Timur. Jika kakang berhasil menyeberang Kali Opak, maka Mataram akan kehilangan benteng terdepannya. Kakang akan segera menyeberangi Kali Kuning, melintasi hutan Tambak Baya dan memasuki Mataram dari arah Timur bersama-sama dengan kekuatan yang akan dihimpun oleh kakek."
Swandaru menggeretakkan giginya. Kalanya"Akan datang saatnya aku menggenggam Mataram."
Demikianlah, maka Swandarupun segera meninggalkan Kajoran menuju ke Tanah Perdikan Menoreh.
Sepeninggal Swandaru, maka Ki Ambarapun telah menghubungi Ki Saba Lintang. Sambil tersenyum Ki Ambara berkata " Nampaknya
kesabaran kita akan berhasil."
"Apa yang sudah dilakukan oleh Swandaru sekarang ?"
Ki Ambarapun kemudian menceriterakan, bahwa Wiyati telah berhasil membakar jantung Swandaru, sehingga Swandaru telah pergi ke Tanah Perdikan Menoreh.
" Dalam waktu dekat, Swandaru akan mengangkat senjata. Permohonannya untuk menetapkan Sangkal Putung menjadi sebuah Tanah Perdikan tentu akan ditolak oleh Mataram. Sementara itu Swandaru sudah bertekad untuk memaksa Mataram menetapkan Sangkal Putung menjadi sebuah Tanah Perdikan, atau justru membelah Mataram sama sekali dan kemudian menguasainya."
Ki Saba Lintang tertawa berkepanjangan. Katanya " Anak Sangkal Putung itu bermimpi untuk menguasai Mataram dan menggantikan Panembahan Senapati memerintah tanah ini ?"
" Wiyati mengatakan kepadanya, bahwa Panembahan Senapati adalah anak Pemanahan. Seorang penggembala kerbau."
" Beritahukan pula kepadanya, bahwa Pajang pernah diperintah oleh seorang gembala dari Tingkir yang bernama Karebet. Bedanya, Karebet adalah menantu Sultan Demak sedangkan Sutawijaya pernah diangkat menjadi anak Sultan Pajang itu. Sedangkan Swandaru sampai hari tuanya tetap saja anak Demang Sangkal Putung."
Ki Ambarapun tertawa pula. Katanya " Bersiaplah Ki Saba Lintang. Mungkin dalam waktu dekat, kita harus membantu Swandaru menghancurkan pasukan Untara sebelum merayap ke Barat"
"Bagaimana dengan Tanah Perdikan Menoreh ?"
"Swandaru akan memaksanya."
"Bagaimana ia dapat memaksa Agung Sedayu ?"
" Agung Sedayu akan ditantangnya berperang tanding. Jika Swandaru kalah, ia akan menarik permohonannya untuk menjadikan kademangan Sangkal Putung sebuah Tanah Perdikan. Tapi jika Agung Sedayu kalah, maka ia harus tunduk kepada semua perintah Swandaru." Ki Saba Lintang terkejut. Katanya " Apakah Ki Ambara tidak pernah mendengar bahwa Agung Sedayu mempunyai ilmu yang sangat tinggi?"
" Aku pernah mendengarnya. Tetapi dari Swandaru sendiri aku mendengar, bahwa tataran kemampuan Agung Sedayu masih berada dibawah tataran kemampuan Swandaru, tetapi pada tataran tertentu sebelum sampai ke puncak. Agung Sedayu sudah berhenti. Pujian dan anggapan bahwa Agung Sedayu berilmu sangat tinggi, membuatnya menjadi sombong dan malas untuk menyempurnakan ilmunya. Beberapa kali Swandaru memperingatkannya Bahkan ketika Swandaru sudah berada di puncak, kitab yang harus mereka miliki bersama telah diserahkannya kepada Agung Sedayu untuk mendorong agar Agung Sedayu mau menyempurnakan ilmunya Tetapi ternyata kemajuan yang dicapai oleh Agung Sedayu itu lambat sekali."
Melacak Pesawat Misterius 3 Elang Pemburu Karya Gu Long Legenda Kematian 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama