Religi Fiesta 2009 Karya Ndok Asin Bagian 2
tugas untuk menyusun presentasi bahasa inggris dan
makalah uji coba Biologi.
Pelan-pelan ia beranjak dari kasurnya. Dan berusaha
mengembalikan lagi kesadarannya, ia membuka pintu
kamarnya yang mengeluarkan suara berdecit, maklum ,
belum pernah diganti selama kurang lebih lima tahun, ia
biasanya memberi oli sebulan sekali, tapi akhir-akhir ini ia
lupa memberikannya. Ia berjalan agak cepat menuju kamar adiknya, dia mengetuk
pintu , membukanya dan menarik adiknya Indra dari tempat
tidurnya. "Bangun Dra!! Bangun!! Ayo!! Ini hari pertama puasa Dra!!"
"Ya,ya udah nih aku bangun"
Mereka menuju ruang makan untuk makan sahur, Ibu
mereka menyediakan oseng-oseng kangkung dengan ikan
kembung goreng. Mereka makan sahur dengan lahap,
sesekali mereka mendengarkan suara pawai para anak-anak
untuk membangunkan mereka yang masih tertidur lelap.
Andreas mendengarkannya dengan penuh hikmat dalam pikir
dan hatinya. Kudengar Bunyi gendang dan kerincing bersatu padu, dengan
teriakan-teriakan menggema , memecah keheningan malam.
Untuk mengingatkan anak cucu Adam, akan kewajiban
mereka berpuasa. "Sahur" Sahur!!!"
Teriakan mereka menggema disetiap sudut lingkungan
perumahan, suara mereka yang nyaring dan sesekali ter tawa
penuh canda.Seakan-akan mereka tak memiliki beban
pikiran sama sekali. Mereka melakukannya dengan sukarela,
tak pernah meminta imbalan pada kami, tak pernah mereka
pinta suatu apapun, bahkan walau hanya sekedar teh hangat
sebagai minuman ketika sahur, hal ini sedikit berbeda dengan
apa yang dilakukan para anggota siskamling kami, mereka
selalu meminta uang kopi dan uang rokok.
Padahal tujuannya adalah menjaga keamanan keluarga dan
harta bersama, termasuk milik mereka . Untuk kopi tak
terlalu bermasalah , kami menghargai karena hal itu
merupakan suatu cara agar mereka tidak terlalu lama tidur
sehingga dapat menjaga kami.
Tapi untuk masalah rokok, janganlah ditanya hal ini sangatlah
mengganggu, padahal mereka tahu bahwa merokok itu
buruk untuk kesehatan mereka,lebih-lebih kesehatan kami
yang kadang lewat di depan mereka. Aku heran kepada
ustadz di kampung kami, dalam ceramahnya ia selalu
mengutuk atau bahasa halusnya mengingatkan masyarakat
dalam setiap ceramahnya tentang masalah bunuh diri.
Ia mengatakan bahwa hal itu haram dan dilaknat oleh Allah
swt, Ia juga mengatakan bahwa barang siapa yang bunuh diri,
jiwanya tak akan diterima oleh langit maupun bumi, dan
pada hari kiamat nanti, orang yang melakukannya akan
masuk neraka jahanam. Pernah suatu kali ia sedang mengingatkan hal itu -lagi- .
Kejadiannya belum lama setelah adanya Bom di Kuningan di
Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton di Jakarta, ia mengutuk
bunuh diri itu, dan kembali mengingatkan kami.
Karena iseng aku menyeletuk padanya.
"Pak ustadz, yang namanya menyiksa diri sendiri, dan orang
lain yang menyebabkan suatu penyakit dan berujung pada
kematian atau langsung membunuh dosa ya pak?"" Tanyaku
pada waktu itu "Betul sekali, barangsiapa yang melakukan hal itu diancam
dengan Neraka Jahannam oleh Allah Swt. Contohnya ya Bom
di Ibukota tadi, mereka sangat tidak bertanggung jawab!!"
Jawab Ustadz Seperti kebiasaan para bapak-bapak di kampung kami , kalau
sedang kesal atau sehabis makan , ia pasti akan merokok.
Diambilnya rokok kreteknya itu , dibakarnya dengan
menggunakan lighter miliknya.
Ia menghisap rokok itu dalam-dalam dan
menghembuskannya, ia tampak menikmatinya. Ditambah
dengan secangkir kopi pekat dan sepiring pisang goreng yang
dihidangkan untuknya sebagai jamuan ketika ia berceramah.
Karena kesal dan tak tahan aku pun kembali berceletuk
"Pak ustadz, saya punya contoh lainnya!!" Kataku perlahan
tapi pasti "Wah bagus itu!! In berarti kamu sudah dapat mengamalkan
agama dengan baik!! Coba kasih tahu bapak!!" Kata Pak
ustadz "Merokok, atau lebih tepatnya Perokok" Jawabku kalem
Pak ustadz sedikit tersentak, ia tak menangka aku salah satu
murid didiknya di pengajian Al-Falah berani mengomentari
hal yang ia lakukan. "Begini lho pak Ustadz, para perokok itu adalah para manusia
yang egois, mereka menyebabkan diri mereka tersiksa, paruparu mereka menjadi rusak karenanya, aliran darah menjadi
kotor, dan jantung menjadi kepayahan".
" Mereka tak mensyukuri nikmat yang diberikan Allah swt ,
kepada kita, mereka adalah para munafik yang berlindung di
balik Fatwa tak bertanggung jawab para ulama kita , yang
hanya mengharamkan rokok pada sebagian kalangan, yaitu
ibu hamil dan anak-anak."
"Mereka mengatai para yahudi adalah munafik, padahal
mereka adalah orang yang memunafikkan mereka atas
dampak kesehatan yang diketahuinya"
" Mereka mengecam para pengguna narkoba yang merusak
keluarganya, mereka merutuki pengguna jalan dan
kendaraan umum yang berasap hitam karena tak mau
melakukan uji emisi"
"Tapi mereka sendiri meracuni keluarga sendiri dari pagi buta
hingga maghrib, menjadi sampah atas masyarakat,
membebani keluarga dengan biaya rokok yang tidak murah,
mereka menyebabkan sakit pernafasan pada masyarakat
disekitarnya, mereka merampas hak gizi anak-anak mereka
dikarenakan uang yang seharusnya dapat digunakan untuk
membeli lauk-pauk yang bergizi, digunakan untuk rokok yang
malah menghabiskan uang mereka!!"
Akhirnya diantara mereka ada yang meninggal, karena sakit
akan rokoknya. Dan akhirnya pak Ustadz , seperti yang pak
ustadz katakan mereka akan ditempatkan di neraka
jahannam, seperti pak ustadz!!" kataku berapi-api
---------------------------------------------------Aku ingat setelah kuucapkan itu, tubuhnya bergetar hebat, ia
langsung mematikan rokoknya dan mengucapkan maaf pada
para jamaah semua dan meminta mereka pulang ke rumah
masing-masing. Kulihat ia mengambil air wudhu dan
melakukan sholat. Karena masih penasaran dan tak enak
hati, aku terus mengintipnya, kulihat sekarang ia sedang
berdzikir sambil menangis , sendu aku melihatnya.
Ia menyudahi dzikirnya, sekarang ia bersujud , kulihat
sujudnya sangat lama. Sekitar 30 menit , Aku menjadi
teringat akan sujudnya Nabi Adam a.s. selama 300 tahun
karena memakan buah khuldi.
Dzuhur berganti Ashar, kulihat ia belum bangun dari sujud
tiga jamnya. Karena khawatir kudekati dia, dan kuperhatikan
. Kupegang lehernya dengan dua jari tangan kananku , tak
kurasakan lagi nadi berdenyut ditubuhnya.
"Innalillahi wainna ilaihi Ra"jiuun"
Aku tertegun, tak kusangka ia meninggal sebegitu cepatnya,
karena takut atas dosa yang ia perbuat. Aku mendoakan nya,
agar ia termasuk para khusnul khatimah.
Bendera kuning yang berkibar jelas di kampungku,
menandakan sebuah acara pemakaman diadakan. Selama
pemakaman, telah beredar berita, bahwa ia meninggal
karena ucapanku. Anehnya mereka tak memarahiku,
mungkin sudah sadar rupanya, sejak saat itu tak pernah
kulihat lagi ada yang merokok di daerah perumahanku.
Begitu juga bapak-bapak anggota siskamling.
---------------------------------------------------Aku tersadar dari lamunku, segera kuambil air wudhu dan
pergi sholat subuh, menunaikan seperlima dari kewajiban
harianku. Setelah itu kuberanjak mandi, dan kuambil tas ku.
Berjalan keluar , sendirian menuju sekolahku.
Jarak dari rumah ke sekolah tidak begitu jauh, hanya sekitar
800 meter saja. Karena itu kuoutuskan untuk berjalan,
lumayan untuk berolahraga pagi dan menambah jatah jajan
dari ongkos, tapi berhubung in bulan puasa, aku memilih
untuk menabungnya, lumayan buat nambah-nambah THR
pas lebaran. Sekolah dimulai dengan membaca Al-Quran di kelas masingmasing. Kami melantunkannya dengan sepenuh hati, Sang
Guru. Pak Diantoro memimpin bacaan para murid, dan kami
harus mengikutinya. Beliau sangat fasih melantunkan ayatayat suci Al-Quran, suaranya juga merdu , agak bertolak
belakang dengan suaranya yang sangat cempreng jika
mengajar. Pelajaran pertama dimulai, Agama Islam. Aku mengantuk di
kelas, karena Pak Guru menyampaikan hal yang 99% bahkan
100% sudah kuketahui, seperti kalau bulan puasa itu harus
berpuasa sampai bedug maghrib, makan sahur sebelum
imsak, berbuka dengan kurma, dll .dsb. dst
Selanjutnya aku dicekoki dengan dua kilogram matematika,
setengah kiloliter kimia, dan duabelas pon biologi seharian
itu. Akibatnya, aku pulang dengan gontai , merasa iklan
sangobion diputar di depan mataku, aku terkena 5 L , lemah,
lelah, letih, lesu, serta lunglai. Tapi dalam kasusku ada sedikit
tambahan yaitu lapar. Baru Pukul 13:42 artinya Bedug Maghrib masih lama, aku
sedikit menyesal menolak ajakan Arif untuk ngabuburit
bersama mereka di Paris van Java , sebuah Mall di Kota
Bandung ini. Untuk menghilangkan dahaga dan lapar, setelah menaruh tas
dan mandi di rumah, aku pergi jalan-jalan, muter-muter
sambil jalan kaki, cuci mata lah.
Pas jalan-jalan, aku melihat sebuah truk berisi pemuda
berumur sekitar 18 tahun berjumlah belasan orang, mereka
berjanggut, memakai peci dan berbaju koko, mereka
meneriakan Allahuakbar (Allah Maha Besar) dalam
perjalanan. Sebagai orang yang berpuasa aku mencoba menghilangkan
suu"zon (prasangka buruk) , seperti mereka adalah anggota
gembong teroris Noordin M Top, soalnya menurut berita
yang kubaca di media, polisi mengatakan jika ada orang
bersorban, bercadar, berjanggut, dsb laporkan saja.
Tapi, setelah dipikir-pikir, berhubung ini Bulan Ramadhan,
orang-orang seperti mereka banyak. Jadi tidak ada gunanya
berburuk sangka. Tapi, perasaanku mulai tak enak, ketika
melihat mereka turun disebuah warung makan Padang, RM
Selero Bundo. Firasatku terbukti, mereka turun dari truk bak terbuka itu
dan mulai menendangi meja dan kursi , yang ada dan
memerintahkan pengunjung untuk segera pulang. Serta
mereka memaksa pemilik untuk menutup tokonya.
Karena didorong rasa ingin tahu, aku pun mendekati mereka
dan mencoba mencuri dengar
"Woiii!!! Tau gak sih Pak"! Ni Bulan Puasa!!" Bentak salah
satu orang tadi. "iyyaa, ttau mmass?" Jawab sang pemilik ketakutan
"Kalo tau, mikir dong!! Harusnya hormatin orang puasa!!
Jangan buka warung jam segini!!"
"Tapi kalau saya gak buka warung, saya gak bakal punya uang
mas, buat mudik lebaran?"
"Cuih!! Mudik doang yang dipikirin!! Liat dong orang lain
yang puasa!! Bisa batal gara-gara situ buka warung!!! Enakenak minum ama makan lagi!!"
Karena takut , sang pemilik hanya bisa diam pasrah, meratapi
kursi, meja dan perabotnya yang berantakan akibat aksi
orang-orang itu. Karena tak tahan dan merasa amat sangat
muak, aku mendatangi orang-orang itu.
"Mas! Mas!" Kataku memanggil pemuda yang memarahi si
pemilik tadi. "Kenapa sih tadi mas?"!!" Tanyaku pura-pura nggak tahu.
"Itu loh dek, ada orang buka warung makan pas bulan puasa"
Kata orang itu. "Kenapa emangnya?" Tanyaku lagi.
"Ya kite gak terima dong, dek!! Masa orang lain lagi puasa,
haus-laper, mereka enak-enakan makan di dalem, kan itu
namanya gak menghormati orang berpuasa!!" Jawabnya
berapi-api. "Lagian kata pak Ustadz dek, yang namanya orang berpuasa
itu harus dihormati, jangan ngeganggu mereka yang
berpuasa, dosa namanya!! "Ngebuka warung kan ganggu banget, iya kan dek" Kita
puasa , siang bolong panas-panas, mereka enak-enak minum
es kelapa, atau es buah yang diiingiiin. Terus ada es krimnya,
makanannya enak pake rendang, airnya segaaar, mantep
deh" Tambahnya "Kalau kita jadi kepingin kan bahaya, bisa batal deh puasa!!"
"Tapi mas, bukannya selain menahan lapar dan haus, puasa
juga menahan hawa nafsu kan?" Tanyaku
"Ia dek, bahkan Nabi kita , Nabi Muhammad saw. Bersabda,
bukan orang yang kuat yang memenangkan peperangan, tapi
orang yang kuat adalah orang yang menang atas hawa
nafsunya sendiri." Jawab orang itu
"Nah, kalau gitu kenapa tadi Mas pake ngadain acara
tendang meja, tendang kursi, ama ngebentak yang punya
warung" Mas harusnya tau kalau hal itu salah!!"
"Inget mas, puasa itu gak cuma nahan perut, tapi juga nahan
tingkah laku! Kita harus berbuat yang baik-baik!! Kalau cuma
nahan lapar dan haus aja, itu puasa anak TK atau SD, yang
belom ngerti apa-apa!! Mas tau, kalau orang yang kuat
adalah orang yang menang atas hawa nafsunya, mas tau
kalau itu Nabi yang bilang!! Mas tau, tapi mas ga
mempraktekannya , mas Cuma bisa bilang itu
"Kata pak Ustadz" atau "Kata Nabi Muhammad saw" , tapi itu
Cuma dilidah, ga dipraktekkan!!"
"Liat dong mas!! Orang tadi itu namanya juga kerja!! Saya
tanya itu Halal atau Haram" Halal kan" Dia nyediain makanan
buat orang yang memang sedang tidak berpuasa, seperti
yang non-muslim, ibu-ibu hamil atau menyusui, orang tua
dan lain-lain" "Inget!! Dia cari rezeki, cari makan buat keluarganya, buat
pulang kampung mau ketemu keluarga, dia cari dengan cara
halal!! Dan mas, ngerusak perabotannya, mas pelanggannya
kabur, ga bayar lagi, mas bisa tanggung jawab" Saya rasa
Religi Fiesta 2009 Karya Ndok Asin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nggak mas!! " Orang itu hanya diam menunduk bersalah, begitu juga
teman-temannya. Beberapa saat kemudian datanglah
seorang tua, dari pakaiannya bisa ditebak dia adalah seorang
Ustadz. Dia memperkenalkan diri sebagai Ustadz dari sebuah
pengajian. Dia menanyakan apa yang terjadi, dan
kuberitahukan padanya sejelas mungkin. Dapat kulihat
mukanya merah padam mendengar penjelasan dariku, ia
segera minta maaf dan mendatangi pemilik Rumah Makan,
kulihat ia memerintahkan orang-orang tadi untuk
membereskan meja dan kursi.
Ia meminta maaf kepada pemilik toko, dan kulihat dia
mengeluarkan beberapa lembar 20 ribuan, dan
menyerahkannya sebagai ganti rugi.
Mereka pamit, dan meminta maaf kepada kami sekali lagi.
Dan dalam perjalanan kulihat ia tampak memarahi para
pemuda tadi. Karena lelah dan malas jika menjumpai hal seperti tadi lagi,
aku memutuskan pulang ke rumah.
Sampai di rumah, ternyata baru Pukul 04:18. Akupun
memutuskan untuk mengambil air wudhu, dan
melaksanakan Shalat Ashar. Setelah itu akupun pergi tidur,
menunggu maghrib ------------------"Allahuakbar!!! Allahuakbar!!!"
"Allahuakbar!! Allahuakbar!!!"
Aku terbangun dari tidurku, ternyata sudah adzan maghrib,
wah berarti ini sudah saatnya berbuka puasa pikirku. Aku
segera keluar dari kamarku, dan mengambil segelas teh
hangat yang ada di meja makan.
Setelah berdoa dan membatalkan puasa, aku pun pergi
shalat ke masjid yang ada di dekat rumahku.
Setelah shalat maghrib, aku memutuskan untuk menunggu
shalat isya di sana, karena menurutku sekalian saja dengan
shalat Tarawih dan witir.
Selesai itu semua , aku pulang ke rumah. Selesai juga hari
puasa pertama pikirku. ---------------------Seminggu kemudian di sekolah ku, hari sedang panaspanasnya. Kalau jamku tidak salah, Sekarang waktu
menunjukkan Pukul 11:45 . Ditambah lagi sekarang ada
pelajaran Matematika. Bisa dibayangkan suasananya bukan"
Tiba-tiba, entah karena kesialan atau karena kurang
perawatan , AC satu-satunya dikelas kami mati. Ketua kelas
sudah mencoba menyalakannya berkali-kali tapi AC tidak
mau menyala. Beberapa siswa yang ada di kelasku kelihatan tidak kuat
berpuasa. Mereka sepertinya menyerah pada hawa panas
yang ada di kelas, walau pintu dan jendela sudah dibuka
lebar-lebar, hal itu tidak mengurangi panas sama sekali.
Untungnya guru kami Pak Sugeng , juga sedikit malas. Ia
mengambil langkah preventif untuk mencegah anak-anak
membatalkan puasanya. "Kalau tidak kuat, kalian tidur saja sampai pelajaran bapak
selesai" Ucap Pak Sugeng
"Ya Pak!!" Jawab para siswa
Kuedarkan pandanganku kesekeliling, hmmm". Hanya dua
tiga siswa yang belum tidur, bahkan Pak Sugeng pun sudah
tertidur lelap. Ketika mau tidur tiba-tiba aku mendengar suara pintu dibuka.
Samar-samar dengan mata setengah terpejam, aku melihat
sosok kepala sekolah. Sontak aku langsung bangun dan purapura belajar.
Aku sedikit takut atas nasib Pak Sugeng, biasanya kalau ada
hal seperti ini, guru tersebut akan mendapatkan diskon gaji
atau semacam surat peringatan.
Tiba-tiba Pak Kepala Sekolah menegurku, kebetulan posisi
dudukku berada di pojok kanan depan di dekat pintu ruangan
kelas. "Acara tidur siang ini dari kapan?" Tanya Pak Kepala Sekolah
"Barusan, pak" Jawabku takut-takut
"Kenapa begini?"Tanyanya lagi
"AC mati dan yang lain kepanasan, takut puasa batal Pak
Sugeng bilang tidur aja." Kataku
"Ya, sudahlah , toh bapak juga mau tidur, ngantuk nih,
lanjutin deh tidurnya" Jawab Kepala Sekolah sambil berjalan
keluar dari kelas Wah, kalau siang-siang panas, semua orang bakal sama aja.
Ah Indonesia pikirku. Dan akupun terlelap kembali, dalam
buaian mimpi. ---------------Hari-hari tidur di kelas rutin berlanjut walau selang-seling, tak
terasa bulan puasa sudah sampai ke 10 hari terakhir.
Menurut kepercayaan, pada 10 malam-malam ganjil terakhir
bulan puasa, ada malam yang dinamakan malam Lailatul
Qadar, yaitu malam 1000 bulan. Katanya barangsiapa yang
beribadah malam itu, ibadahnya akan lebih baik daripada
beribadah selama 1000 bulan.
Berhubung sekolah sudah libur, aku dan beberapa teman
sekolahku, memutuskan untuk menginap di masjid
menunggu datangnya malam Lailatul Qadar . Alasan masingmasing dari kami beragam, misalnya aku melakukan ini ,
karena ingin menambah pahala sebanyak-banyaknya untuk
mengimbangi dosaku yang lumayan banyak.
Lain lagi dengan temanku Doni, katanya sih biar dia dapet
makanan gratis pas buka puasa yang disediakan oleh masjid.
Kalau si Anto katanya supaya citra anak bandel nya hilang.
Tapi yang paling aneh menurutku adalah si Deni, katanya
supaya tak usah shalat/puasa lagi selama 83 tahun, kan sama
saja dengan beribadah di malam Lailatul Qadar.
Yah, apapun alasannya, kami tetap menjalankan hal itu
dengan sepenuh hati, biasanya diantara dua waktu shalat,
kami mengaji atau melakukan pembahasan atas hadits-hadits
Nabi Muhammad Saw. Bahkan kami juga kadang-kadang berdiskusi tentang topiktopik keagaamaan yang menarik. Misalnya pengeboman di
Ritz Carlton dan JW Marriot. Tentang pengeboman kami
tidak memiliki silang pendapat, semua menyetujui kalau hal
itu merupakan suatu bentuk egoisme, dan tafsir seenaknya
atas ayat-ayat suci Al-Quran.
Dalam ayat-ayat suci Al-Quran memang ada perintah untuk
membunuh orang kafir, tapi dengan catatan mereka yang
memerangi kamu. Berarti hal itu dilakukan dengan alasan
pembelaan diri, bukan dengan cara-cara terorisme.
Kalau mau ditilik lebih lanjut, justru terorisme itu malah akan
berdampak buruk terhadap citra umat muslim, dan kalau
berdampak pada citra, tentu berdampak pula pada
kepercayaan masyarakat. Jika kepercayaan masyarakat
turun, tentu saja isi kantong akan menjadi turun.
Nah kami mengalami silang pendapat pada masalah
Ahmadiyah, Deni misalnya menganggap Ahmadiyah itu
merusak citra Islam dan lebih baik dimusnahkan saja. Tapi ,
Doni menganggap bahwa hal itu tidaklah diperlukan, mereka
lebih baik dibina dan diluruskan, kalau tidak mempan ya
diterima saja, alasannya bukankah negara kita dengan UUD
Pasal 27 ayat 2 nya menjamin sebuah kebebasan beragama"
dan bukankah kita sudah seharusnya saling bertoleransi
dalam keagamaan" Seperti adanya Syi"ah daripada Sunni ,
yang sudah diterima di berbagai negara"
Akhirnya kami memutuskan untuk dikembalikan ke masingmasing, apakah mereka selain dapat menjalankan ajaran
Islam juga dapat menjalankan ajaran Bhinneka Tunggal Ika
yang dianut Indonesia"
-------------Lapangan Masjid An-Nur
Aku, teman-temanku dan keluargaku menjalankan Shalat
Sunah Ied di lapangan Masjid. Hari ini adalah hari idul fitri
yang dimana aku dan teman-temanku menjalankannya
dengan gembira, karena mendapatkan banyak THR.
Sepulang dari Masjid, aku melewati sebuah jalan raya.
Karena melihat kiri dan kanan tak ada mobil ataupun apa ,
aku pun menyebrangi jalan.
Tiba-tiba sebuah truk pick-up datang dengan kecepatan tinggi
dari sebuah tikungan, dan kurasakan tubuhku melayang , tak
sakit sedikitpun lagi. Aku melihat seorang malaikat tersenyum membawa ruh-ku
dan kerumunan orang mengelilingi tubuhku yang hancur
terlindas. Teringatku akan sebuah pesan
"Jalanilah Ramadhan ini dengan baik, karena mungkin ini lah
Ramadhan terakhirmu"
Aku sudah siap dengan amalku, dan aku sudah siap akan
kehidupan setelah matiku. Ruh-ku menunggu di dalam kubur,
ketika dua orang malaikat bertanya kepadaku
"Man Rabbuka (Siapa tuhanmu)?" Tanya mereka
"Allah SWT" jawabku
Mereka tersenyum, puas dengan jawabanku, kulihat salah
satu dari mereka mengadahkan tangan seperti orang berdoa.
Tiba-tiba kulihat sekerjap cahaya sangat terang, saking
terangnya aku tak dapat melihat.
-------------"Kak!! Kak!! Dimakan dong makannanya, baru sahur pertama
aja udah ketiduran di meja makan!!" Omel adikku
Oh, ternyata tadi mimpi pikirku, aku sedikit sedih, karena
berarti harus puasa sebulan lagi".
Jangan Menangis, Khanza (By: Kavellania) url cerita : http://www.kemudian.com/node/236005
Lagi-lagi mata kuliah hari ini kosong semua, beberapa
dosen memiliki urusan masing-masing. Entah sedang
mengadakan seminar, mengerjakan proyeknya, atau
menyelesaikan S3 di luar negeri. Sia-sia aku ke kampus tadi
pagi, tahu gitu mending aku di rumah saja. Mengurus
pertenakan kelinci bapak. Selesai sholat zuhur di mesjid
kampus, aku memutuskan untuk menghabiskan waktu di
perpustakaan. Cuaca panas hari ini membuatku malas untuk
segera pulang ke rumah. Buku Ekonomi Internasional kupilih sebagai
penghabis waktuku sampai ashar tiba. Aku duduk di bangku
ketiga dari pojok perpustakaan, dekat jendela supaya cahaya
matahari mendukung peneranganku untuk membaca.
Baru saja aku akan membuka buku, namun tanpa
sengaja pandanganku malah tertuju pada gadis berjilbab
yang duduk paling pojok. Gadis itu seperti sedang membaca
buku, tapi ketika aku perhatikan lebih cermat, pandangan
matanya tidak fokus dengan buku itu. Tatapannya hampa,
seperti sedang memikirkan sesuatu. Pasti masalah itu lagi.
Kasihan sekali, ternyata gadis itu masih terluka. Aku
mendesah napas pelan. Dalam hati aku berharap semoga
Allah menguatkan hatinya untuk selalu ada dalam ketegaran.
Aku tahu, tak mudah untuk menerima kenyataan jika
seseorang yang kita cintai menjalin hubungan dengan
sahabat sendiri. Beberapa hari yang lalu gadis itu tiba-tiba
ada di depan rumahku dengan wajah sendu. Dia menangis
menceritakan kabar itu. Seandainya orang yang dia cintai itu tidak pernah
menyatakan perasaan yang sama padanya dan tidak
berkeinginan untuk menjalin hubungan dengan alasan bahwa
dalam Islam tidak ada istilah pacaran, mungkin dia tidak akan
merasa terluka sedalam ini. Sejauh ini aku mengikuti aturan
Islam yang mengharamkan pacaran, supaya tidak menambah
dosa dan aku termasuk orang yang berusaha menjalani Islam
secara kaffah. Bahkan aku menjadi geram, kalau memang tidak
pernah mencintai gadis itu, kenapa tidak bilang dari awal,
malah berkedok dengan alasan atas nama agama. Munafik.
Aturan agama dipermainkan. Aku benci cowok seperti itu.
Ingin rasanya aku memberikan beberapa pukulan untuk
orang yang dicintai gadis itu dan menampar sahabatnya yang
tidak tahu diri. Tak punya rasa toleransi sama sekali. Entah
terbuat dari apa hati sahabatnya itu, mungkin dari lumpur
kali. Lumpur yang siap melumerkan apa saja, tak peduli baik
atau buruk. Aku tidak rela, gadis sebaik dia terluka seperti ini.
Aku membatalkan niatku untuk membaca buku dan
menghampiri gadis itu. Aku tidak ingin dia dalam kesendirian
seperti itu. Khanza namanya. Dia adalah seniorku dari jurusan
lain. Meskipun aku lebih muda darinya tiga tahun, tapi aku
cukup dekat dengannya. Kami sesama aktifis remaja mesjid
di kampus. Aku sudah menganggapnya seperti kakak sendiri.
"Baca buku apa?" Tanyaku mulai basa-basi.
Kulihat dia sedikit terkejut menyadari keberadaanku.
Dari balik jilbabnya, dia menunjukan lengkungan manis di
bibirnya. Semakin cantik saja, walau wajahnya masih terlihat
sendu. "Baca apa, ya?" Dia terlihat sedikit panik melirik
cover buku itu. Jelas sekali dia tadi tidak membaca buku itu.
Hanya melamun. Aku menatapnya kasihan. Kulirik judul buku
itu, La Tahzan For Love. Bagus, walau kutahu dia hanya
memegang bukunya, setidaknya dia tahu buku apa yang
cocok untuk masalahnya sekarang.
"Buku itu cocok kok untuk kamu baca. Kenapa gak
dibawa pulang aja." Saranku, aku mengambil kursi dan duduk
berhadapan dengannya. Aku sudah melupakan niatku untuk
membaca buku yang kupinjam tadi.
"Pengennya sih tapi id card-ku ketinggalan di
rumah." Jawabnya sambil meletakan buku itu di atas meja.
"Pinjem punyaku aja." Tawarku. Dia harus membaca
buku itu dalam waktu dekat untuk pemulihan lukanya.
"Bener nih boleh" Nggak ngerepotin?"
"Sama sekali nggak tapi kamu temenin aku minum,
ya, di kafe sana. Aku traktir deh." Kurasa mengajaknya ke
kafe seberang kampus akan lebih baik. Aku tidak ingin dia
terus menyendiri dalam kesedihan.
Aku merindukan seulas senyum kebahagiaan darinya.
Senyum yang dulu terpancar setahun yang lalu, ketika dia
datang padaku dan bercerita bahwa dia sedang jatuh cinta.
Awalnya aku cemas bahwa suatu saat kebahagiaannya jatuh
cinta akan menjadi petaka baginya tapi sejak itu dia terlihat
lebih semangat menjalani hari-harinya. Tak perlu
kucemaskan ternyata, apalagi orang yang dicintainya kurasa
bisa mempengaruhinya untuk tetap teguh berada di jalan
Allah. Benar saja, kuperhatikan sejak saat itu dia lebih
meningkatkan kualitas ibadahnya. Dia sendiri suka
mengajakku diskusi tentang agama, mengajakku untuk
segera ke mushola kampus jika suara adzan mulai
berkumandang. Tak kusangka dugaan awalku benar. Kebahagiaannya
akibat jatuh cinta kini berubah jadi petaka. Kurasa tak ada
Religi Fiesta 2009 Karya Ndok Asin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang patut disalahkan (tentu saja selain sahabatnya) dalam
hal ini. Dia hanya kurang mencintai Allah yang selalu ada
untuknya, Allah yang tidak pernah tidur, dan dia kurang
memaknai bahwa manusia bukanlah segalanya tempat
harapan tapi hanya Allah tempat sebaik-baiknya berharap
dan hanya Allah segalanya bagi kita.
Dia mengangguk setuju. Kami berdua langsung beranjak ke bagian resepsionis
perpustakaan untuk mengurus peminjaman buku lalu pergi
ke kafe. "Mana materinya?" Tanyaku ketika pelayan pergi
setelah menyuguhkan minuman yang kami pesan. Kali ini aku
tidak ingin membahas apapun tentang lukanya, aku tidak
ingin dia tambah tersayat dan menemukan wajah sendu dari
balik jilbabnya. Aku akan merasa gagal membuat dia
tersenyum, jika itu terjadi.
"Heh" Materi apaan?" Dia tidak mengerti apa yang
kumaksud, mungkin luka itu terlalu berat membebani
pikirannya. Cinta, satu kata yang membingungkan menurutku.
Kadang membuat kita bahagia bagai melayang ke langit ke
tujuh, tapi ketika kita terjatuh, sakitnya melebihi sakit
tertimpa tangga mungkin dan butuh waktu cukup lama untuk
membalut luka itu hingga sembuh. Untung saja aku tidak
pernah mencintai seorang gadis, cukup memiliki rasa sayang
dengan kadar sedang. Bagiku cinta hanya kepada Allah.
"Materi menulis yang oke. Kamu kan, kemarin janji
sama aku, mau ajarin aku nulis." Jawabku lalu menyeruput
ice blended chocho perlahan. Minuman favoritku di kafe ini.
Aku tahu Khanza adalah penulis yang sekarang
merangkap sebagai editor lepas di salah satu redaksi majalah
remaja. Bahkan di kampus, dia menjabat sebagai ketua
majalah buletin kampus yang tebit sebulan sekali.
Kemampuannya menulis sudah tidak diragukan lagi, sayang
sekali novel yang akan diterbitkan belum rampung. Kalau
sudah terbit, mungkin aku akan jadi pembeli pertama atas
bukunya itu. "Lagi badmood ah! Nggak mau bahas apa-apa.
Males!" Tolaknya. Sementara kuperhatikan orange squash
pesanannya, belum tersentuh sama sekali. Padahal itu
minuman favoritnya. Dia telah memberikan orang squash di
posisi nomor satu setelah air putih, kecuali jika maag-nya
sudah akut. "Janji adalah mengingatkannya. hutang!" Tegasku, pura-pura "Aku nggak bisa sekarang."
"Harus!" Paksaku.
Sebenarnya tidak masalah kalau Khanza tidak bisa
memberikan materi tentang penulisan sekarang. Aku
memahami kondisinya. Entahlah, mungkin niatku untuk jahil
padanya sedang kumat. Kali ini aku sudah bisa memastikan
dia akan buang muka. Lucu sekali reaksinya tapi wajah sendu
itu semakin pias. Kalau saja aku bisa mengubah kepiasan itu
menjadi senyuman, mungkin saja bisa tapi bukan senyuman
kebahagiaan yang terpancar di wajahnya saat ini.
Ada jeda sebentar lalu dia mulai bersuara pelan.
"Tolong jangan bikin aku buang emosi aku sama kamu." Dia
menatapku tajam tapi aku masih membaca binar kesedihan
di bola matanya. Sungguh aku sangat tidak suka binar itu.
"Kalo gitu silahkan dibuang." Tantangku.
"Dibuang ke kamu?" Dia menatapku tak yakin.
Aku mengangguk yakin. "Ogah." Katanya.
"Kamu kan sering banget marahin aku kalo
curhat soal cinta. BT tauk!" Cerocos Khanza lalu
menyeruput orange squash-nya. Aku tersenyum
diminum juga akhirnya. Setidaknya minuman itu
membuat dirinya segar dalam kesedihan walau sedikit.
aku dia geli, bisa "Itu karena aku nggak mau kamu terluka. Cinta itu
ya..cuma sama Allah. Nggak ada tuh jaminannya cinta sama
manusia." Untuk kesekian kali aku mengingatkannya. Aku
sendiri masih merasa kalau rasa cintaku kepada Allah juga
masih kurang. "Tuh kan kamu ceramah lagi!" Keluhnya sambil
menunduk dan cemberut. Aku tersenyum. "Buang aja. Aku siap jadi tampungan
tempat sampah emosi kamu itu," aku mendekatkan diri ke
wajahnya, "dan aku nggak akan ceramah lagi." Bisikku
disambut tawa renyah Khanza.
Dia tersenyum mendengar bisikanku itu. "Aku nggak
nyangka aja, ada orang yang tega ambil apa yang selama ini
jadi impianku, mimpiku".."
"Kamu lebay!" Potongku jahil.
Dia menatapku sebentar dengan tatapan keki lalu
meneruskan lagi. "Dan yang ngambil adalah sahabatku
sendiri. Orang yang selama ini aku lindungi agar nggak
tersakiti hatinya." "Kayak pemain sinetron."
menanggapinya dengan nada becanda.
Aku masih saja "Kamu tahu kan, aku mengenal dia sebelum
mengenal sahabatku itu. Huff betapa jahatnya mereka,
Sya?" Dia terdengar terbata-bata sambil memegang
keningnya. "Suka nonton sinetron, ya?" Kali ini aku bertanya
dengan tersenyum jahil. "Kamu ini?"?"!!!" Dia meninggikan nada suaranya
dengan penuh kekesalan. Aku berhasil membuatnya kesal
dan dia semakin cantik, "aku nggak jadi buang emosi ke
kamu. TITIK!" Seperti biasa dia mulai marah atas kejahilanku.
"Iya, nggak jadi buang emosi tapi ngambek."
Ledekku. Khanza tertunduk, tak lama kudengar suara pelan
bernada isak tangis. Dia menangis" Sungguh aku tidak
bermaksud membuat dia menangis, aku cuma berharap dia
tertawa mendengar semua kejahilanku tadi,. Aku panik,
kemudian aku menghampirinya dan jongkok di dekatnya, aku
ingin memeluknya, tapi itu tidak mungkin. Tidak pantas
kurasa. Dia bukan muhrimku. Jangankan memeluk,
menyentuh kulitnya saja adalah haram bagiku.
"Maafin aku" jangan menangis lagi. Maaf?" Pintaku
memelas. Aku benar-benar merasa bersalah. Posisiku kini
lebih rendah darinya. "Kamu jahat. Kamu nggak pernah ngerti kalo aku lagi
sakit dan hancur." Lirihnya dalam tangis. Kulihat air matanya
terus keluar. "Aku tahu, Za. Aku paham, paham banget malah.
Tapi kalo kamu terus memikirkannya, kamu akan semakin
hancur, Za! Aku nggak mau kamu seperti itu, aku nggak mau
kamu down seperti ini. Masih ada aku, Za karena"karena"
aku sayang sama kamu"sayang banget!"
Dia langsung mengusap air matanya hingga kering
dan menatapku tajam lalu tersenyum geli. Aku menatapnya
heran, baru kali ini aku melihat orang tersenyum setelah
menangis dalam waktu sepersekian detik. Tak apalah,
setidaknya dia kini tersenyum walau senyumannya itu
membuatku sebal. "Amsya jelek! Aku nggak suka sama cowok brondong
kayak kamu." Heh" Sial, dia membalasku. Langsung aku berdiri.
"Siapa juga yang nembak kamu."
"Lah tadi, sih?" Ledeknya. Rupanya dia mengingat
perkataan terakhirku tadi.
Aku tertawa menyadari ungkapan sayangku ke
Khanza. Heran, baru kali ini aku berani bilang sayang dengan
makhluk yang bernama perempuan selain ibuku dan adik
perempuanku. Kudengar dia ikut tertawa lepas. Meski
dongkol setengah mati, tak apalah asal dia tidak menangis
lagi. Harapku. *** Gadis itu membiarkan jilbab dan bajunya kotor. Dia
terlihat menikmati kebersamaannya dengan kelinci-kelinci di
pertenakan bapak. Entah itu memberi kelinci seikat kangkung
atau wortel, mengajak para kelinci itu berbicara. Aku heran
dan tersenyum geli, baru kali ini ada orang yang berbicara
dengan kelinci. Apakah kelinci-kelinci itu mengerti
perkataannya. Entahlah. Terkadang kulihat dia menggendong salah satu
kelinci untuk ditaruh ke dalam kandang supaya dia tidak
repot-repot lagi mengejarnya.
Aku tersenyum memperhatikan gadis itu dari
kejauhan. Tepatnya, dari teras rumahku Mungkin lebih baik
kasih sayangnya itu diberikan kepada kelinci-kelinci itu. Tak
lama dia menghampiriku yang sedang duduk di perkarangan
rumah sambil membaca buku Dasyatnya Ayat Kursi. Dia
menggendong seekor kelinci.
"Aku minta satu ya, kelincinya. Yang ini. Boleh ya ya
ya?"?"" Pinta Khanza sambil menunjukan kelinci itu. Kelinci
yang dia tunjukan baru berusia sebulan, masih bayi.
"Nggak ah, ntar dia mati perlahan lagi sama kamu."
Aku ingat dulu dia pernah punya kelinci tapi setelah
kawin kelinci itu mati. Ketika kutanyakan dikasih makan apa
saja kelinci yang mati itu. Dia dengan tanpa dosa menjawab
bahwa kelincinya dikasih makan chiki, dikasih susu, dikasih
kue, malah pernah dikasih minum soft drink. Ternyata dia
memperlakukan kelinci layaknya manusia. Dasar! Oleh
karena itu aku maklum kalau kelinci itu mati seketika setelah
kawin. "Makanya kamu ajarin aku ngurus kelinci, biar nggak
mati lagi." "Nggak mau. Minta ajarin aja sono sama Bapak."
"Ih pelliiiiitttt!!!!" Teriaknya sambil berlalu
meninggalkanku dan kembali bermain bersama kelinci itu.
Buku tadi kuletakkan di meja lalu aku perhatikan
Khanza sedang bermain besama kelinci-kelinci itu lagi. Aku
menghampirinya dan ikut jongkok di sebelahnya. Aku
mengambil salah satu kelinci berwarna putih lalu
mengelusnya. "Emang kalo kelinci itu buat kamu, mau kamu
namain siapa?" Tanyaku.
Dia menoleh dan berpikir sebentar.
"Ehmmm" Alay." Jawabnya singkat lalu dia tertawa
renyah, aku ikut tersenyum mendengarnya.
Dia akan memberi nama kelinci itu dengan nama
Alay, nama seorang cowok yang dicintainya. Kalau gitu
kenapa tidak sekalian saja memakai nama sahabatnya. Tapi
sesaat aku teringat sesuatu.
"Husss" jangan ah," protesku, "walaupun sekarang
kamu benci sama dia tapi dia juga manusia loh. Jadi jangan
disamakan dengan nama binatang. Kasian tauk! Lagian kalo
kamu kasih nama Alay, gimana kamu bisa lupain dia,
hayooo?" Aku mengingatkannya.
Aku hanya berpikir, bukankah sebenci-bencinya kita
kepada seseorang, kita tetap harus menghargai orang itu
sebagai ciptaanNya. "Ehmm" bener juga sih, Sya. Abisnya aku kesel sih
dia"." "Sssstttt"." aku langsung memotongnya, kali ini aku
tidak akan membiarkannya untuk mengingat apa yang
membuat hatinya sakit. Aku tidak ingin dia menangis lagi,
"nggak baik ngomongin kejelekan orang!"
"Siapa juga yang jelek-jelekin orang, aku cuma
curhat. Susah juga sih, kalo curhat sama orang yang nggak
pernah jatuh cinta." Sindirnya.
Aku tersentak mendengar sindirannya tadi. Dasar
cewek. Pekikku dalam hati. Benarkah aku tidak pernah jatuh
cinta. Kayaknya sindiran tadi adalah kesalahan besar.
"Aku jatuh cinta sama Allah dan Ibuku." Tegasku.
"Kalo sama cewek selain Ibumu siapa?"
"Yah"ade-adeku donk."
"Diluar keluarga, Amsya!"
Sepertinya dia mulai sebal dengan jawabanku. Bukan
aku tak mengerti maksud dari "jatuh cinta" yang dia tanyakan
kepadaku. Tapi aku merasa belum waktunya aku untuk jujur.
Bohong jika aku tidak pernah tertarik dengan makhluk yang
bernama perempuan. Kurasa saat ini bukan waktunya untuk
memperdalam ketertarikanku terhadap perempuan.
"Ohh itu" siapa ya, Za?" Aku menggaruk-garukan
kepala yang tidak terasa gatal sama sekali.
Khanza mengangkat kedua bahunya. "Yeee". Nggak
tahu yaa" Kan yang ngerasain kamu."
Aku terdiam sesaat, hanya menatap kelinci-kelinci
yang berlarian dengan tatapan hampa. Entah apa yang ada
dipikiranku tentang cinta untuk menjawab pertanyaan
Khanza. Mungkin aku masih terlalu takut untuk mencintai
manusia, takut tersakiti karena janji manusia tidak memiliki
kepastian sama sekali. "Aku ingin mencintai Allah melebihi diriku sendiri,
Za," ucapku lirih, "aku nggak ingin menuruti hawa nafsu
untuk jatuh cinta kepada makhlukNya, bisa-bisa aku malah
berbuat dosa lagi karena mencintai manusia."
"Ehmm" aku jadi berpikir, apa kejadian aku sama
Alay termasuk teguran dari Allah supaya aku lebih dekat lagi
sama Dia." "Bisa jadi, setahuku Allah itu pencemburu, loh.
Makanya Allah bakalan murka banget kalo ada orang yang
menyekutukanNya." Dia manggut-manggut, menyimak. Biasanya kalau
aku sudah mulai membicarakan soal agama, dia pasti protes
dan langsung mengatakan bahwa aku ini tukang ceramah
yang tidak jelas kemana arah pembicaraannya. Kalau sudah
Religi Fiesta 2009 Karya Ndok Asin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begitu, bukannya berhenti berbicara, aku malah semakin
semangat membicarakanya dan bisa dipastikan dia ngambek
lalu pergi meninggalkanku dengan muka cemberut.
Aku ingat beberapa waktu lalu kami berdebat
tentang ta"aruf. Waktu itu dia berkata padaku bahwa yang
ada dalam kamus Alay adalah ta"aruf, bukan pacaran. Aku
hanya tersenyum mendengarnya, menyepelekan konsep
ta"aruf Alay yang sangat simpel dan instan menrutku.
Padahal terjadinya ta"aruf pun butuh proses panjang, bukan
sesingkat di film Ayat-ayat Cinta.
Makanya aku langsung memberitahu proses-proses
ta"aruf yang sebenarnya. Bahwasannya ta"aruf bukan
sekedar perkenalan biasa namun benar-benar dilaksanakan
untuk saling mengenal, mencari informasi akhlak, kondisi
keluarga, saling menimbang, dan sebagainya. Namun Khanza
yang waktu itu kalah berdebat denganku langsung ngambek
dan mendiamkan aku selama beberapa hari. Akhirnya aku
mengalah dan minta maaf padanya. Aku akui aku juga jahil
padanya selama perdebatan berlangsung.
"Kalo gitu"bimbing aku untuk selalu ada di
dekatNya, ya. Biar aku bisa mencintai Allah." Katanya tibatiba.
"Serius nih?" Tanyaku kurang yakin.
Selama ini sebagai sesama aktifis rohis, kurasa
pengetahuan Khanza sudah cukup untuk mengenal Allah agar
bisa mencintaiNya dengan sepenuh hati. Bukankah semua itu
harus datang dari hati kita tanpa ada pengaruh apapun dari
orang lain. Kalau gitu, sama saja kita tidak ikhlas
mencintaiNya Dia mengangguk, meyakinkanku. "Hidayah memang
datangnya dari Allah tapi hidayah juga butuh dicari, loh." Dia
mengedipkan matanya. Lucu.
"Tumben nyadar." Sindirku.
Dia cuma tersenyum menanggapi sindiranku. Kali ini
aku akui, ada semacam perubahan dari Khanza. Setidaknya
dia lebih dewasa dan sudah mulai terbuka mendengar
nasehatku. "Bagaimana dengan Alay" Bukannya kamu pernah
bilang dia adalah segalanya, heh." Aku kembali mengingatkan
perkataannya di awal dia jatuh cinta pada Alay.
"Nah mungkin itu kesalahan aku dan aku akan
memperbaikinya. Belum terlambat, kan?"
"Nggak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu
yang sempat tertunda."
Dia tersenyum. Aku tersenyum dan berdiri untuk
memasukan kelinci-kelinci itu ke kandang. Hari sudah
semakin senja, saatnya aku harus mengantar Khanza pulang
ke rumahnya. "Kelinci ini buat kamu, tapi jangan dinamain Alay,
ya." Aku menyerahkan salah satu kelinci yang masih berumur
satu bulan. Dia mengambil kelinci itu dan tersenyum senang.
"Iya, nggak dinamain Alay kok tapi Amsya ha ha ha?" Dia
tertawa, sementara aku cemberut.
"Terserah deh. Aku antar kamu pulang, ya. Sebentar
lagi mau maghrib, nih." Kataku mengingatkannya.
"Ayuk. Terima kasih atas kelincinya, ya. Namanya
Luki kok." Bisiknya.
Aku tersenyum. Dalam hati aku berharap semoga setelah ini dia tidak
pernah terluka lagi karena cintanya kepada manusia, tapi dia
patut menangis jika dia sudah benar-benar mencintai Allah.
Dan diam-diam aku berdoa semoga gadis itu adalah jodohku
kelak. Nanti jika sudah tiba waktunya, aku pasti akan
melamarnya. Saat ini cukup bersahabat, tak perlu istilah
pacaran. Jakarta, 10 Agustus 2009 AKU SEBUT INI HIKMAH Oleh: zachira url cerita : http://www.kemudian.com/node/236053
"Puasa pertama kenapa panasnya kayak neraka lagi
kebocoran gini ya?" "Itu warung di pojokan kenapa puasa-puasa gini tetep
buka aja seh?" "Anjirrr,..si Ening, puasa-puasa gini nekat pake tanktop
sama celana ketat, kalo puasa gua batal, nuntut ke siapa
dong?" Aku tak mengindahkan segala komentar ngenes
mereka. Langkahku masih tegap, wajahku masih segar mesti
matahari dengan ganas menyengat tepat di atas kepala.
Kulewati gerombolan mahasiswa-mahasiswa semester lima
yang tidak henti-hentinya mengeluh tentang puasa.
Norak, wagu, lucu, saking lucunya aku bisa saja
meludah disitu. Mereka ngakunya puasa tapi mata dan mulut
mereka masih rajin berlomba-lomba bikin dosa. Ga ada yang
lebih buruk dari orang-orang munafik ini. Ah lupakan saja
mereka. Dua mata kuliah semuanya sudah selesai hari ini,
dan lagi-lagi dengan mengkambinghitamkan puasa, sang
dosen nekat menyingkat materi kuliah dan hanya memberi
alasan tenggorokan beliau sudah cukup kering tanpa harus
bicara banyak. Jadi ingin tertawa.
Aku sampai di sebuah bangunan menyerupai rumah
adat minang. Suasana yang sedikit sepi tidak menyurutkan
keinginanku untuk masuk. Tulisan raksasa di samping pintu
masuk "Selamat Menjalankan Ibadah Puasa " RM. Padang
Embun Pagi" menyambut langkah kakiku. Tanpa banyak
berpikir. aku meletakkan tas ranselku di kursi paling pojok
lalu menghampiri deretan menu yang terlihat dari luar.
"Mbak, tolong gulai ikan kakap sama rendangnya ya.
Minumnya teh manis."
Tatapan mata heran meluncur dari seorang perempuan
belia pelayan rumah makan ini. Cukup risih hingga
membuatku balas melotot padanya. Tanpa aku bertanya aku
jelas tahu apa yang ada di pikirannya. Seorang laki-laki sehat,
cukup umur seperti aku sedang tidak berpuasa, kalau bukan
non muslim aku pasti disangka gila.
"Eh,..iya mas. Ditunggu ya."
Aku kembali ke meja yang di pojokan tadi. Dalam hati
aku sedikit terganggu dengan tatapan menghakimi oleh
pelayan itu. Kalau mereka terganggu dengan orang-orang
yang tidak berpuasa, kenapa memaksakan untuk tetap buka"
Ah sudahlah, bukankah sudah dari awal aku tekankan"
Puasa adalah suatu kekonyolan, terus meributkan tentang
pentingnya dan hukum puasa. Tapi di sisi lain manusia selalu
gemar melakukan hal yang bertentangan dengan sunnah
puasa. Lucu. Diharamkan makan dan minum saat siang, tapi
mereka sendiri ternyata mencuri-curi setitik air pada saat
wudhlu atau sikat gigi. Sekalipun ditanya mereka toh tetap
saja berdalih tidak sengaja. Sekali memang tidak apa-apa,
tapi jika setiap panas terik menyerang mereka lalu menyerbu
keran air, memangnya yang begitu apa namanya"
Yang lebih menyedihkan dari itu juga ada. Meskipun
sudah jelas di kepala mereka, puasa itu menahan hawa nafsu
tapi entah kenapa setiap menjelang buka mereka ramairamai keluar rumah yang mereka sebut dengan "ngabuburit".
Masih untung kalau ngabuburit hanya duduk-duduk di
kampus atau nongkrong di perpus tak akan bermasalah
dengan nafsu mereka. Tapi mereka lebih memilih jalan di
mall, memelototi wanita bercelana hipster maupun berbaju
transparan, menggoda para abege tanggung dan mengajak
kenalan. Ironis kan" Berpantang dengan hawa nafsu tapi
mereka bermain-main api dengan syahwat. Sungguh hebat.
Menu yang kupesan sudah datang. Singkirkan perasaan
tidak nyaman dan mulai saja menyantap makanan. Makan
sendiri memang kurang nikmat, tapi kapan lagi aku bisa
menikmati waktu yang begitu longgar begini di luar jadwal
kuliah yang ketat dan teman-teman kos yang pintar cari
alasan untuk selalu mengajakku pergi. Aku keluarkan
sebatang Marlboro merah beberapa saat setelah hidangan
semua ludes dan menyisakan setengah gelas teh manis.
Kuhisap perlahan sampai habis beberapa batang.
Aku baru saja membereskan tasku dan bersiap
membayar bon makanan, tapi aku terganggu dengan suara
seseorang yang buru-buru menghambur masuk rumah
makan. "Mbak, permisi ya,..saya boleh masuk numpang pakai
toilet kan" Kepepet banget."
Seorang wanita, memakai jilbab dan (sepertinya)
sedang hamil tampak tergesa-gesa. Aku tidak terlalu
mempedulikannya. Wanita itu bergegas masuk ke toilet
setelah pelayan menunjukkan sinyal mereka tidak keberatan
kedatangan pelanggan yang hanya numpang pakai toilet
ketimbang pesan makanan. Aku mengeluarkan beberapa
lembar uang sepuluh ribuan, kusodorkan uang itu lengkap
dengan senyum sok ramah-ku. Kembalian sudah di tangan.
Sekarang apa lagi" Hanya tiduran di kos sudah terlalu sering kujalani.
Karena aku tahu tidur itu jatah normalnya hanya setengah
jam, selanjutnya pasti diganti dengan acara iseng-iseng main
gitar ditambah bumbu obrolan mesum bareng anak kos yang
lain. Itu masih masuk kategori mendingan, ada yang lebih gila
lagi dengan menyabotase kamar kosku dan mereka jadikan
ajang games offline dengan memanfaatkan switch hub yang
aku miliki. Dan Jreeeeng. Jadilah kamarku arena turnamen
lengkap dengan PC anak-anak sekos yang kompak mereka
pindahkan ke kamarku. Membayangkannya jadi malas.
Kuputuskan untuk pergi ke suatu tempat. Kemana saja
pokoknya kecuali di kos. Halte, perpus, atau warnet" Aku menimbang-nimbang
dari ketiga tempat itu mana yang lebih menarik untuk
didatangi. Sebelum aku memutuskan dengan serius entah
kenapa kakiku sudah menapak ke halte tepat di seberang.
Tak ada gunanya memilah-milah, aku bukannya sedang
kurang kerjaan tapi hanya terkena penyakit bosan. Maka
kusingkirkan opsi yang malah memperparah kebosananku.
Dengan sabar kutunggu bus kota sambil memainkan games di
ponselku. Ah, wanita hamil tadi juga rupanya sedang menunggu
bus pula. Berlawanan dengan sikapnya yang beberapa menit
yang lalu tergesa-gesa, saat ini ia berjalan sedikit santai.
Menghampiri halte dan duduk sedikit berjauhan dari kursiku.
Sekilas aku merasa ia sedang melirikku, kuperhatikan lagi dan
aku lihat ia sedang tersenyum ke arahku. Rupanya
mengenaliku juga yang sama-sama berangkat dari tempat
yang sama : Rumah Makan Padang.
Bus jurusan alun-alun kota sudah berhenti tepat di
depanku. Suasana dalam bus yang sepi membuat kenek
turun. Sudah bisa dipastikan ia dan beserta bus dan sopirnya
akan ngetem lebih lama dari yang seharusnya.
Ah tapi sepertinya dugaanku salah. Hanya selang dua
menit aku naik, supir mulai menarik kenop dan menjalankan
mesinnya. "Tunggu, pak" saya mau naik!"
Aku mendengar seruan seseorang dari luar. Pak supir
buru-buru menghentikan laju bus. Dari arah pintu wajah
wanita tadi muncul dengan tergesa-gesa. Heran juga, kenapa
ia nyaris ketinggalan kalau ternyata ia juga bermaksud naik
bus yang sama denganku"
Bersamaan dengan masuknya wanita itu, ikut masuk
pula penjual minuman kaleng dan air mineral dingin.
"Fiuuuh"hari ini benar-benar panas banget. Benarbenar godaan puasa nih kalo ada tukang jual minuman
disini." Gumamnya. Tidak jelas apakah ia sedang mengeluh
atau hanya sekedar becanda. Mungkin "godaan" itu termasuk
melihatku makan di rumah makan tadi. Aku hanya bisa
tersenyum tipis. Tapi tunggu dulu,"
"Puasa, mbak?" Wanita mengangguk. itu melihatku sebelum akhirnya "Hamil berapa bulan?"
"Jalan sembilan bulan. Kata bu bidan sih mungkin lahir
minggu-minggu ini." Jawabnya ringan.
Gila. Keningku mengernyit. Mataku mengedip dengan
cepat. Tak masuk akal menurutku. Wanita hamil dengan
perut sebesar ini sudah bukan waktunya memikirkan apakah
ia kuat tahan godaan puasa atau tidak, tapi lebih penting lagi
ia harus memikirkan keselamatan janinnya. Puasa
kedengarannya seperti ide yang buruk.
"Nggak takut kenapa-kenapa tuh sama bayinya?"
"Alhamdulilah nggak ada masalah. Selama niat ibadah
diluruskan, apapun nggak akan pernah jadi penghalang."
Wah, percaya diri sekali.
"Kenapa maksain diri sih mbak" Setahu saya, wanita
hamil tidak diwajibkan untuk puasa?"
100 "Tidak diwajibkan bukan berarti tidak boleh puasa kan"
Saya nggak pernah maksain diri. Lagipula hamil sembilan
bulan udah bukan masa kehamilan yang beresiko tinggi lho."
"Bagaimana bisa?"
"Emang begitu kaliii"kenapa kamu khawatir ya" Takut
kalo saya tiba-tiba melahirkan disini trus kamu yang repot
gitu ya. Astaghfirullah, perut saya"se"sepertinya"ke"ketubannya pe?"
Keringatku mendadak terasa dingin. Reflek aku
memegang bahu wanita itu.
"Mbak,"mbak nggak papa kan?"
"Bayi"bayi saya"sepertinya"." Ucapnya terbata-bata.
Wajahnya terlihat panik. Efeknya malah membuat jantungku
berdetak lebih gila. Aku menelan ludah.
"Bayi saya"sepertinya mau"mau lebih lama di dalam
perut saya. Hahahahaha?"
101 Skak mat. Gondok sekali rasanya dan sama sekali tidak lucu aku
dikerjai orang yang baru kukenal, perempuan hamil pula.
Religi Fiesta 2009 Karya Ndok Asin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Padahal sampai sekarang kagetnya masih terasa dan entah
kenapa keringat dinginku tidak berhenti keluar.
Bagaimanapun, bercandanya sungguh keterlaluan.
"Eh, kamu marah ya" Saya bener-bener nggak punya
maksud buruk kok"saya ngerti kalau orang lain kadang
khawatir. Tenang saja, suami saya juga kadang khawatir."
"Terus, kenapa suami mbak malah membiarkan mbak
puasa yang jelas-jelas bisa mengganggu kesehatan mbak?"
Wanita itu terdiam lagi. Mungkin keheranan kenapa
aku bisa terlalu ngotot mempertahankan pendapatku. Tapi
yang dilakukan wanita itu hanya tersenyum.
"Nggak ada suami yang melarang istri untuk beribadah,
terlebih kalau itu adalah kewajiban umat."
"Tapi"." 102 "Tapi memang agama kan memberikan kemudahan
buat umat yang berhalangan untuk melaksanakan kewajiban.
Kalau kasus saya ya kehamilan saya ini."
Aku bingung antara ingin mendengarkan atau menyela.
Tapi cara bicara wanita ini sama sekali tidak ada tendensi
untuk menggurui. "Saya sih bukannya sok kuat. Saya bersikukuh tetap
puasa bukan tanpa sebab. Suami juga tahu hal ini. Hmmm
bagaimana ya menjelaskannya, buat saya Ramadhan itu
bulan yang saya nanti-nanti"Eh saya sudah bilang kan kalo
anak saya mau lahir kira-kira minggu-minggu ini?" Dalam
waktu singkat nada suaranya yang dewasa berubah menjadi
ceria dan kekanak-kanakan.
Aku tersenyum singkat. Aku senang mendengar ada
kabar gembira dari orang lain tapi tetap saja aku belum puas
dengan jawabannya. "Beberapa wanita hamil mungkin ada juga yang
mengkhawatirkan keadaan janinnya, jadi terpaksa ia tidak
berpuasa dan itu sudah jelas diijinkan asalkan setelah itu ia
103 tetap harus melunasi puasa dan bayar fidyah. Tapi kamu
salah besar lho selalu mengira wanita hamil itu lemah."
Aku memperhatikan lagi sosok wanita itu. Sama sekali
tidak terlihat letih saat ia membicarakan kehamilannya.
"Jadi mbak mau bilang, kondisi psikis calon ibu juga
mempengaruhi kesehatan?"
"Lha itu"tepat begitu. Kamu tahu nggak hormon ibu
hamil sembilan bulan tuh cenderung bagus?"
Aku menggeleng. "Kata bidan sih dibandingin hamil tujuh bulan ke
bawah, hamil delapan atau sembilan bulan sih lebih "aman".
Hohoho jadi kuliah soal kehamilan ni. Kalau kondisi fisik
bagus, puasa juga bukan halangan. "
Skak mat (lagi). Ucapannya sama saja menyindirku yang "kedapatan"
tidak puasa meskipun dalam kondisi fisik yang segar bugar.
104 "Tapi tetap saja buat sebagian orang puasa bisa jadi
merupakan halangan. Tiga puluh hari penuh menahan lapar,
haus dan menahan hawa nafsu itu bukan hal yang mudah.
Tidak usahlah ditunjuk, hasilnya banyak yang melakukan
dengan terpaksa dan mereka puasa seperti main-main saja."
Sejenak aku merasakan wanita itu memandangiku.
"Kamu"non muslim?"
Aku menggeleng. "Kalau begitu islam liberal mungkin?"
Aku tersenyum singkat. Lalu menggeleng lagi. "Saya
malah nggak ngerti apa itu islam liberal."
Wanita itu mengangguk-angguk lagi.
"Pasti kamu kuli bangunan ya"."
105 Wanita ini".. "Cuma bercanda"jadi singkatnya kamu ini juga muslim
kan" Apapun urusan iman itu sudah tanggung jawab masingmasing individu, saya ga mau ah nilai kamu cuma dari
laporan pandangan mata kalau hari ini kamu nggak puasa
dan saya temui sedang makan di rumah makan Padang."
Yah, akhirnya kesebut juga"
"Tapi kamu terlalu naif mengatakan ibadah menjadi
penghalang. Karena dari awal hal yang menentukan nilai
ibadah itu sendiri adalah niatnya. Mungkin kamu capek
denger ini dari pengajian-pengajian dan kuliah agama, tapi
mau sampe kapan juga kalo niatnya ga bener ya hasilnya juga
ga akan maksimal." "Sama aja kayak kamu capek-capek kuliah, bayar
mahal-mahal ternyata yang kamu cari di universitas itu cuma
tempat nongkrong sama cari perempuan." Lanjutnya lagi.
Arah pembicaraan ini aku sudah menebaknya.
106 "Ini juga berlaku buat televisi kita yang latah saat
Ramadhan." "Maksud mbak?" "Ya seperti yang saya sebut tadi, balik ke niat. Kayak
yang kamu lihat di TV waktu Ramadhan. Demi rating, uang
dan popularitas mereka ramai bikin acara Ramadhan,
sinetron seratus episode, nyiptain musik berbau religi, masa
bodo mau mereka punya bekgron santri apa nggak, apa
penyanyinya bisa ngaji apa nggak. Yang penting uang ngalir
lancar di kantong." Mau tidak mau aku tertawa mendengar kesinisannya.
Keadaan berbalik. Harusnya aku yang bilang begitu.
"Nggak heran, dari budaya yang seperti itu, orangorang seperti kamu bermunculan. Skeptis terhadap agama.
Itu sama saja dapat wejangan soal iman dan akidah dari
orang yang justru banyak berlaku maksiat, jelas dong yang
keluar dari mulut kita bukan ucapan tobat malah cibiran."
Aku mengangguk-angguk. Hal seperti itu pernah juga
terpikir olehku. Tapi buatku itu bukan hal yang harus dilawan.
107 Itu cuma efek dari membaurnya budaya liberal dengan lokal.
Agama dan modernitas. Beberapa hal aku pikir mungkin
berguna tapi yang lainnya bisa jadi sia-sia.
"Apakah memang itu yang buat kamu sinis dengan
Ramadhan?" Aku menghela napas. Bertanya pada diri sendiri" Apa
memang benar seperti itu"
Dan sejak kapan kami sudah bicara akrab begini" Mau
tidak mau aku tertawa dalam hati.
"Sebenarnya saya?"
DUKK! Ukh, pak sopir sialan. Menikung tiba-tiba dan membuat
kepalaku sedikit terantuk pinggiran jendela.
"AWASSS, PAK!" 108 Entah sejak kapan wanita di sebelahku ini sudah
berteriak. Sebelum aku menyadari apa artinya, rasa pening
kembali menimpa kepalaku. Dan suara teriakan dari
segelintir penumpang makin membuat dadaku tercekat. Aku
melihat semesta sedang berputar. Lalu suara benda logam
bertumbukan. Keras. Sangat keras.
Suara teriakan berganti dengan rintihan. Aku mulai
membuka mata. Tidak percaya.
Hanya dalam sekejap mata, bus sudah menghantam
bahu jalan. Masih tidak percaya, aku lemparkan pandangan
ke sekeliling. Ribut suara gumaman orang mulai susul "
menyusul. Mendadak aku merasakan kami menjadi
tontonan. Ingin menangis karena keadaan yang kulihat di
sekitar bukan hal yang layak ditonton. Itu yang aku pikirkan
saat melihat sosok sopir yang sudah terkulai dengan darah
membanjiri kepalanya. "Dik,"bayi saya"."
Aku merasakan lenganku sakit karena cengkeraman
seseorang. Ya Tuhan, aku lupa siapa yang sedang kesakitan di
sebelahku. Meskipun aku tidak melihat raut kepanikan dari
wajahnya, tapi aku yakin tidak ada kepura - puraan dalam
109 suaranya seperti yang ia tontonkan padaku beberapa menit
yang lalu. ***** "Masih belum pulang?" Aku mendongak menatap
sosok pria santun yang menyodorkan air mineral.
"Ini sudah waktu berbuka. Maaf kalo cuma air
mineral." "Saya tidak sedang puasa."
Pria itu mengangguk-angguk. Hening lagi. Aku juga
mengerti tak ada hal yang membuat kami harus melanjutkan
mengobrol jika orang yang paling penting baginya sedang
bertarung dengan maut dibalik pintu yang ada di hadapan
kami. Aku memandang kembali sosok suami dari wanita yang
beberapa jam lalu mengobrol denganku. Ia tidak serta merta
menunjukkan kekhawatiran berlebihan tapi dari sorot
matanya, ia tetap suami yang berharap istri dan calon
anaknya selamat. 110 Aku mencoba membuka percakapan.
"Saya sungguh tidak menyangka akan ada kejadian
seperti ini. Bus yang terperosok, tubuh sopir yang sudah tidak
bernyawa dan istri anda yang"."
"Allah berkehendak jika itu memang yang dikehendakiNya. Termasuk istri saya."
Aku mengangguk. "Ia istri yang baik. Sangat percaya diri akan kesehatan
dirinya padahal sedang puasa."
Reflek aku menggelengkan kepala mengingat sosok
wanita yang sebelumnya aku anggap keras kepala.
"Tak ada yang sia-sia jika itu sudah mendapat ridho
Allah. Berkat puasa operasi cesar bisa segera dilaksanakan,
tidak perlu menunda lebih lama. Hanya saja mungkin butuh
waktu lebih lama untuk pulih karena luka-luka yang dialami.
Doakan saja supaya istri dan calon anak saya selamat."
111 "Sungguh begitu?"
Pria itu mengangguk lagi. Ada ketenangan di balik
wajahnya yang terlihat lelah. Samar-samar aku mendengar
tangisan bayi. Sesaat perhatian kami teralihkan oleh suara
tangisan. Ketenangan yang coba ditunjukkan pria itu
perlahan-lahan pecah. Bahunya mulai terguncang karena
menahan tangis. Ah sialnya, mataku juga mulai ikut berair.
"Pulanglah, dik"saya berterima kasih atas bantuan
kamu, tapi biarlah selanjutnya saya sebagai suami yang
mengurus semuanya. Kami sudah berhutang banyak karena
kejadian ini." Ujarnya sambil menepuk bahuku.
Aku mengangguk setuju. Sejauh ini aku ikut bersyukur
anak wanita itu terlahir selamat. Tidak adil rasanya kalau
kehadiranku hanya menuntaskan rasa penasaran dan
khawatirku tanpa memperhatikan kebahagiaan mereka.
Aku berjalan melalui pintu keluar rumah sakit. Sedikit
terusik dengan suara isak tangis di lobi rumah sakit. Aku
mengenali sosok laki-laki yang sedang menghibur dua
perempuan yang menangis. Laki-laki itu adalah kenek bus
tadi. Dan pastinya dua orang perempuan itulah kerabat sopir
bus yang meninggal. 112 Pahit. Kucoba memaksakan diri untuk menelan
pahitnya ludah sendiri. Beberapa saat, memar di kepalaku
serasa tidak ada artinya dibandingkan sakitnya orang yang
saat ini ditinggal pergi dan sakitnya seorang wanita saat
harus meregang nyawa melahirkan satu kehidupan baru di
dunia. Satu hari, satu peristiwa semuanya sama-sama
membuatku menyadari satu hal. Kekosongan. Itulah aku.
****** "Cong,"lu mau sahur pake ikan bakar apa mie instant
bikinan Udin?" Seruan salah satu teman kosku mulai menggelitik
gendang telinga. Menegakkan tubuh yang masih terkulai
karena kantuk. Butuh waktu lama ternyata untuk melebarkan
kelopak mataku yang aslinya sama sekali tidak lebar (baca :
sipit). "A-cong, cina monyong"telat lima menit lu cuma
dapet mie instant sisa semalam nih."
113 Mulut lebar temanku itu sepertinya harus disumpal
dengan ulekan sambel. Tapi biarlah, aku baru sadar mulutnya
yang nyaring ternyata lebih ampuh membangunkan daripada
alarm ponselku. Ah iya mana ponselku"
Ada sinar berkedip yang berasal dari balik bantal. Ah itu
dia. Sinar itu rupanya pemberitahuan ada sms yang masuk.
Kutekan salah satu tombolnya dan sungguh terkejut ada
empat pesan masuk sekaligus.
Kak Steve, maaf ya sms Stella bikin kakak
susah"maafkan adikmu kak, sudah setahun Stella rindu
kakak, hanya karena Kakak sudah meninggalkan keyakinan
kita, Stella berpikir kakak meninggalkan keluarga. Stella
sudah tidak marah, kalau libur lebaran Stella ingin kakak
pulang. Bisa ya. "Adikmu, Stella"
Assalamualaikum. Mas Steve baik" Insya Allah besok
teman-teman satu angkatan mau buka bersama sekalian
reuni. Kita juga mau sekalian sowan ke rumah orang tua Arif
sekalipun tidak bisa ziarah langsung ke makamnya. Oh ya
mas, orang tua Arif juga ngadain syukuran kecil-kecilan buat
Nisa yang udah diterima PTN. Kalau bisa mas Steve ikut ya. --Rani--114 Kedua sms itu aku tidak bisa berhenti membacanya.
Keduanya mengingatkan akan sesuatu yang entah sudah
lama hilang sejak setahun yang lalu. Kerinduanku akan
keluarga dan sahabat. Kembali disegarkan lagi lewat sms
barusan. Sahabat baikku Arif. Sahabat masa kecil dan remaja.
Sosok hangat tempat berbagi ilmu, kenakalan dan diskusi.
Teman yang telah membawaku mengenal Islam. Dan
membuatku memeluk agama yang tidak pernah aku sangka
membuatku dijauhi keluarga bahkan adikku tercinta.
Kematiannya setahun yang lalu membuat hidupku
nyaris abu-abu. Kelam tapi tidak hitam, bersih tapi tidak
putih. Entah Tuhan berencana apa sehingga hari ini aku
merasa aku tidak benar-benar ditinggalkan.
Aku selalu merasa keyakinan ini aku anut setengahsetengah. Menguap bersamaan dengan meninggalnya Arif
Religi Fiesta 2009 Karya Ndok Asin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena sakit demam berdarah. Tapi aku juga terlalu pengecut
kembali ke kenyamanan semula. Aku tidak sanggup
mengkhianati Arif. 115 Tapi bukan Arif yang harus takut kukhianati. Dan bukan
keluarga yang sakit hati karena kutinggalkan. Melainkan"
"Coooong,?" Ah. Baiklah. Satu panggilan lagi, temanku itu masih
bernyanyi. Kali ini aku tersenyum. Rabb, Bolehkah ini kusebut
sebagai Hikmah dari-Mu"
116 Religi Fiesta 2009 disponsori oleh:
www.kemudian.com dan www.kners.com
http://reinvandiritto.blogspot.com
www.ndokasin.co.cc 117 http://bambydanceritanya.blogspot.com/
http://dusunkata.blogspot.com
http://buayadayat.blogdetik.com
118 dan mendukung proyek: iRBI = Indeks Rima Bahasa Indonesia
iRBI adalah daftar kata bahasa Indonesia yang disusun
berdasar abjad belakang kata-kata tersebut. Dengan kata lain,
iRBI adalah daftar kata yang disusun berdasarkan rima.
Kunjungi www.irbi.web.id untuk informasi lebih lengkap
119 Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 12 From The Darkest Side Karya Santhy Agatha Jurus Tanpa Bentuk 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama