Ceritasilat Novel Online

Cula Naga Pendekar Sakti 3

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe Bagian 3


mempergunakan racunnya. Bu In merasakan pundaknya semakin lama
semakin gatal dan lenyap rasa. Dia tambah kuatir,
Walaupun si iblis tidak bisa berhasil merubuhkannya
dalam waktu singkat, tokh racun yang sudah
mengendap di dalam tubuhnya akan bekerja
semakin ganas. Jika rasa gatal dan ba'al itu sudah
sampai kedada celakalah Bu In. Karena itu, matimatian
Bu In mengeluarkan jurus-jurus
simpanannya menyerang dahsyat kepada Bwee Sim
Mo Lie. Waktu pertempuran tengah berlangsung, di ruang
belakang para pelayan sedang ketakutan. Ada
diantara mereka yang menangis karena kematian
Tang Kui, yang mayatnya masih menggeletak di
ruang thia, tidak bisa mereka bawa. Tadi Thiam Lu
sudah berpesan, agar tidak seorangpun yang
menyentuh mayat Tang Kui, yang mati keracunan,
176 yang bisa mencelakai orang lain yang menyentuh
mayat beracun tersebut. Lam Sie memeluki Giok Han, takutnya bukan
main. Dia kuatir wanita iblis yang memang
diketahuinya sangat kejam itu, tidak bisa dihadapi
oleh Bu In bertiga, lalu membinasakan mereka
semua. Dia pernah menyaksikannya betapa Thiam
Lu sangat mudah di-rubuhkan oleh Bwee Sim Mo Lie
dan tertolong disebabkan kenekatan Giok Han pada
beberapa hari yang lalu. Giok Han juga tampak gelisah. Suatu saat, ia
meronta melepaskan diri dari pelukan Lam Sie.
"Paman Lam, mengapa Ciecie itu masih saja jahat
dan kejam"!", tanya si bocah tidak mengerti.
"Bukankah dia bilang tidak akan melakukan
kejahatan lagi dan juga sudah pergi tidak mengikuti
kita. Namun sekarang mengapa ia datang kemari
lagi?" Lam Sie menekan rasa kuatir dan takutnya,
menghela napas dalam-dalam guna melapangkan
dadanya, Barulah kemudian menjawab pertanyaan
majikan kecilnya; "Wanita itu seorang penjahat yang
sangat kejam, ia senang membunuh tanpa mengenal
kasihan! Mudah-mudahan saja Yang Toaya dan
Khang Lopehmu bisa menghadapinya."
177 "Kalau memang dia sangat jahat, biarlah aku
pergi menemuinya dan memakinya!" Kata Giok Han
bersemangat. "Apa ?" Tubuh Lam Sie menggigil. "Oooh,
Siauwya, jangan bergurau! wanita itu sejahat iblis
dan jangan main-main dengannya. Lebih baik kita
diam di sini saja, biar paman Khang dan Yang Toaya
yang membereskannya."
"Aku tidak takut, paman Lam, Bukankah dulupun
dia tidak marah kepadaku, waktu kumaki-maki "
Mungkin dia mau pergi kalau kutemui dan meminta
kepadanya agar tidak menggangu kita dan keluarga
Yang Kongkong (kakek Yang) !"
Lam Sie menggelengkan kepalanya berulang kali
dengan gugup, dia memeluki lagi majikan kecilnya.
"Jangan Siauwya, dengarlah kata-kata paman
janganlah membantah ! Demi keselamatan
Siauwya." Mendadak Giok Han mendorong dada Lam Sie,
dengan sepasang alis yang bentuknya sangat bagus
itu mengerut dalam-dalam, dan sikap yang gagah
serta dada membusung, bocah itu bilang: "Paman
Lam, sekali lagi kudengar paman lam terlalu
mementingkan diri sendiri seperti itu, aku tidak mau
dekat-dekat dengan kau lagi ! Lihatlah, Yang
Kongkong, Yang Ciecie dan paman Khang sedang
menghadapi bahaya, mereka mempertaruhkan jiwa
178 dengan gagah berani. Semua itu dilakukan mereka
demi siapa " Untuk kita ! Sekarang mengapa di saat
mereka terancam bahaya kita malah bersembunyi
dan berpeluk tangan saja " Bukankah sikap seperti
itu merupakan sikap pengecut yang tidak tahu malu
?" Lam Sie jadi bingung, sampai dia mau menangis
tidak bisa mau tertawa pun tidak bisa. Sulit buat dia
menjelaskan kepada Giok Han, bahwa bahaya yang
tengah berada di-depan mata adalah bahaya yang
sangat mengerikan dan merupakan ancaman maut
yang menakutkan. Dia coba memegang tangan Giok Han, tapi Giok
Han menepis tangan Lam Sie, dengan gagah si
bocah bilang: "Aku akan pergi menemui wanita jahat
itu, paman Lam jangan coba-coba menahanku !",
kata Giok Han dengan suara yang nyaring.
Pelayan-pelayan lain jadi kebingungan juga dan
coba membujuknya. Lam Sie bingung luar biasa,
sampai dia tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di
depan Giok Han, manggut-manggntkan kepalanya
menangis keras. "Siauwya, oooo, Siauwya, biarlah aku si tua Lam
Sie yang mati ditangan iblis itu. Biarpun harus mati
seratus kali, aku masih rela. Tetapi, aku mohon agar
Siauwya tidak keluar untuk menempuh bahaya...!"
serak suara Lam Sie di antara isak tangisnya.
179 Giok Han tertegun, tapi cepat dia bilang: "Dengan
sikap seperti sekarang ini paman Lam, bukankah
sama saja kita terlalu mementingkan diri sendiri "
Untuk apa kita hidup terus, kalau besok-besok kita
harus menerima ejekan sebagai manusia tidak
berbudi yang tidak tahu berterima kasih, terlalu
mementingkan diri sendiri Sampai menyaksikan
penolong yang pernah menyelamatkan jiwa kita
tengah terancam bahaya tetap saja kita berpeluk
tangan !" Waktu berkata begitu, nyaring suara Giok
Han. Masih kecil bocah itu, tapi sikapnya gagah luar
biasa. Dan Lam Sie dengan air mata bercucuran
membasahi pipinya tertegun mengawasi bingung
pada bocah tersebut. Di dalam hati ia berpikir betapa sama sifat dan
tabiat Giok Han dengan ayahnya, Jenderal Giok Hu.
yang memiliki adat serta sikap keras menghadapi
kecurangan maupun perbuatan tercela. Tampaknya
Giok Han walaupun masih kecil, memang memiliki
warisan sifat dan adat ayahnya. Berani dan keras
kepala untuk membela kebenaran. Teiapi, tahukah
Giok Han betapa seluruh jiwa didalam rumah
keluarga Yang sebetulnya tengah terancam,
kematian di tangan Bwee Sim Mo Lie "
Tahukah Giok Han betapa berbahayanya Bwee
Sim Mo Lie " Dan apa yang bisa dilakukan Giok Han,
untuk menghadapi wanita iblis yang kejam dan
telengas itu, walaupun memang ia memiliki jiwa
yang luhur dan mulia ingin membela Khang Thiam
Lu bertiga Yang Bu In dan Yang Lan" Bukankah
180 sekali saja Bwee Sim Mo Lie mengayunkan
tangannya. Giok Han akan terbinasa "
Karena bingung dan panik, akhirnya Lam Sie
cuma bisa menangis sesenggukan sambil memeluki
kaki Giok Han. Yang Hujin isteri Yang Bu In, juga
membujuk agar Giok Han tidak keluar, karena
sangat berbahaya. Giok Han menghela napas. Dia memegang
pundak Lan Sie, pengasuh setia itu. "Paman Lam,"
katanya, "maafkan Hanjie karena sudah melontarkan
kata-kata yang mungkin menyinggung atau melukai
hati paman Lam." Mendengar perkataan Giok Han, bukannya
berhenti dari tangisnya, malah Lam Sie semakin
keras dalam isak tangisnya. Memeluk majikan
kecilnya itu. "Tidak Siauwya tidak ada kata-kata
Siauwya yang membuat paman kecewa. Paman
cuma teringat kepada Goanswee...."
Mendengar disebut tentang ayahnya, Giok Han
juga jadi mengucurkan air matanya menangis. Tapi
cuma sebentar, karena dia seperti kaget teringat
sesuatu dan menyusut air matanya. Dengan muka
masih basah oleh air mata sibocah bilang: "Tidak !
Kita tidak boleh menangis seperti anak kecil !"
Semua orang yang berada di ruang itu, termasuk
Yang Hujin, jadi merasa lucu melihat lagak dan
mendengar kata-kata Giok Han. Dia bilang tidak
181 boleh menangis seperti anak kecil, padahal Giok Han
sendiri adalah seorang bocah! Dan itu adalah didikan
dari ayahnya, Jenderal Giok Hu, yang selalu
memberitahukan Giok Han, bahwa seorang Kuncu
(manusia sejati dan mulia) tidak boleh menangis.
Hal itu selalu diungkapkan jika Giok Han dulu-dulu
menangis disebabkan oleh sesuatu, atau
menginginkan sesuatu yang tidak diperolehnya,
ataupun terjatuh. Dan kata-kata itu demikian meresapnya ke dalam
hatinya, sehingga tadi tanpa disadarinya iapun
bilang seperti itu, padahal dia sendiri memang masih
seorang bocah ! Tetapi walaupun sikap Giok Han
lucu, tidak seorang pun bisa tertawa, mereka tetap
dicekam ketegangan Giok Han pun sudah bilang lagi
. "Paman Lam, ijinkanlah Hanjie keluar. Sebentar
saja Percayalah. Hanjie tidak akan mengalami apaapa,
Hanjie cuma ingin berusaha menolong paman
Khang, Yang Kong-kong dan Yang Ciecie ! Kalau
memang sekarang Hanjie tidak keluar untuk
membantui mereka dan mereka mengalami bahaya
ditangan wanita itu, sampai kapanpun juga Han jie
pasti menyesal terus menerus tanpa ada gunanya !"
Lam Sie yang sangat kebingungan tidak bisa
menjawab, hanya mengawasi Yang Hujin dan yang
lainnya seakan minta bantuan mereka untuk
membujuk Giok Han, Air mata mengucur terus dan
membasahi pipi orang tua itu.
182 Yang lainnya membujuk Giok Han agar mau
menuruti permintaan Lam Sie, agar tidak keluar.
Namun Giok Han menggeleng tetap ingin keluar,
walaupun Yang Hujin telah membujuknya.
"Walaupun bagaimana Hanjie harus membantui
mereka !" Sebetulnya para pelayan keluarga Yang itu ada
yang ingin bertanya kepada Giok Han, saking
kewalahannya melihat sikap si bocah, kalau Giok
Han keluar, apa yang bisa dilakukannya dengan usia
masih kecil dan tidak memiliki kepandaian apa-apa "
Bukankah itu hanya mencari mati saja" Tapi mereka
tidak berani berkata seperti itu, kuatir sibocah jadi
ngambek. Akhirnya Lam Sie kewalahan dan tidak memiliki
jalan lain untuk membujuk Giok Han. Dia
menghapus air matanya. "Baiklah," katanya,
"marilah kita berdua keluar untuk menemui wanita
jahat itu, Siauwya!"
Alis Giok Han mengkerut. "Paman Lam tidak usah ikut, kalau memang
wanita jahat itu ingin turunkan tangan jahat, biarlah
aku saja. Paman Lam jangan sampai ikut terseret
menjadi susah. Paman Lam diam saja di sini ?" kata
si bocah. Lam Sie menggeleng, menghapus lagi air mata
yang masih mengucur. 183 "Siauwya, jika memang ada yang harus mati,
biarlah paman Lam yang mati," kata pengasuh yang
setia itu. "Walaupun harus menerima kematian
ratusan kali, paman rela asal Kongcu bisa terlindung
selamat, Peng-an bahagia nantinya. Paman hanya
inginkan Siauwya selalu sehat dan bahagia, itu pun
sudah membuat paman akan bahagia. Mari, Siauwya
keluar bersama paman."
Terharu hati si bocah melihat kesetiaan pengasuh
tua ini. Dia memeluk paman Lam nya dan menangis
terisak-isak. "Paman, entah berapa banyak penderitaan yang
paman Lam karena membela dan menyelamatkan
Hanjie." kata Giok Han terisak dengan tangisnya.
"Entah bagaimana Hanjie harus membalas budi
kebaikan paman ?" Yang lainnya juga terharu melihat peristiwa
tersebut, di mana Lam Sie sambil merangkul
majikan kecilnya juga menangis terisak-isak, mereka
jadi ikut menitikkan air mata. Yang Hujin ikut
terharu. la melihat, betapa mulia dan luhurnya jiwa
dan hati Giok Han, yang tetap memaksa ingin keluar
untuk membantui Yang Bu In, Yang Lan dan Khang
Thiam Lu, walaupun bocah itu masih terlalu kecil dan
tidak bisa apa-apa. Tidak percuma tampaknya Giok
Han sebagai putera Jenderal besar Giok Hu !
184 Mendadak Giok Han berseru: "Oooh, Hanjie lupa
lagi. Kita mana boleh menangis seperti ini, seperti
anak kecil saja !". Dia menyusut air matanya.
"Justeru kita harus cepat-cepat keluar untuk
membantui Yang Kongkong bertiga !"


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Giok Han keluar didampingi Lam Sie. Mereka
melihat Yang Bu In bertiga tengah kewalahan
menghadapi Bwee Sim Mo Lie yang sambil
berkelebat kesana kemari menghadapi setiap
desakan ketiga orang lawannya, sepasang
tangannya bergerak tidak hentinya seperti orang
sedang menabur sesuatu. Ratusan batang jarum
beracunnya menyambar kesana kemari membuat
ketiga orang lawannya kewalahan.
Memang kalau bicara soal kepandaian ilmu silat,
Yang Bu In tidak gentar menghadapi Bwee Sim Mo
Lie, namun, sekarang ia menghadapi wanita iblis
yang pandai sekali mempergunakan racun. Apalagi
dia tadi sudah terkena cengkreman kuku-kuku jari
tangan Bwee Sim Mo Lie yang beracun, dimana
pundaknya dirasakan semakin lama semakin ba al,
mengurangi leluasa bergeraknya. Setiap
serangannya jadi agak lambat, tidak selincah
sebelumnya. Khang Thiam Lu dan Yang Lan melihat keadaan
orang tua itu, semakin kuatir. Bahkan saat itu
karena nekad, Thiam Lu tahu-tahu menubruk Bwee
Sim Mo Lie dengan pedangnya, la ingin melindungi
185 gurunya yang tengah kewalahan menghalau hujan
jarum-jarum beracun. Tetapi tidak disangka-sangka
lengan baju wanita iblis itu mengibas ke-arah muka
Thiam Lu, tersebar bubuk putih sangat halus, dan
Thiam Lu mencium harum semerbak yang dalam
sekejap mata membuat pandangan matanya
berkunang-kunang, tubuhnya lemas, tenaganya
lenyap, lututnya lunglai seakan tidak memiliki
tenaga lagi. rubuh ambruk di tanah !
Yang Lan menjerit kaget dan cepat-cepat
menerjang dengan beberapakali tikaman pedangnya
kepada Bwee Sim Mo Lie, begitu juga Yang Bu In
yang kaget tidak terkira waktu melihat keadaan
muridnya, ia sebetulnya sedang sibuk menghalau
hujan jarum-jarum beracun dengan putaran
pedangnya, karena kaget maka gerakannya tertunda
jadi perlahan selama satu detik, tetapi itu
menyebabkan dia menerima bahaya ! Dua batang
jarum menerobos masuk dan menancap di lengan
kiri serta dada kiri. Tubuh Yang Bu In terhuyung mundur, mukanya
pucat. Mati-matian jago tua itu mengempos
lwekangnya, dengan tenaga dalamnya berusaha
untuk mendorong dan mencegah racun bekerja di
tubuhnya. Dia berhasil, racun tidak menjalar luas
dari lukanya, tetapi ganasnya racun itu membuat
tenaga Yang Bu In berkurang banyak, belum lagi
untuk mengerahkan tenaga dalamnya.
186 Bwee Sim Mo Lie tanpa memperlihatkan perasaan
apapun di wajahnya, menjepit pedang Yang Lan, dia
coba merampasnya. Tapi Yang Lan yang nekad tidak
perdulikan bahaya, dia meneruskan tikamannya.
Dan Bwee Sim Mo Lie terkesiap waktu mata pedang
tetap meluncur akan menikam dadanya. "Ihhh," dia
berseru dan batal menjepit pedang si gadis,
melompat ke samping buat menghindarkan diri.
Yang Lan yang sudah nekad hendak menyerang
lagi, tapi waktu itu terdengar suara teriakan:
"Perempuan busuk, berhenti!" Di susul oleh Giok
Han yang menghampiri ke dekat Bwee Sim Mo Lie
dan nekad sekali bocah itu memeluk tubuhnya. Lam
Sie kaget tidak terkira, dia ingin mencegah, tapi
tidak keburu. Dan semangat pengasuh setia itu serasa terbang
meninggalkan raganya melihat majikan kecilnya
begitu nekad telah memeluk Bwee Sim Mo Lie.
Bwee Sim Mo Lie waktu menyingkir dari tikaman
pedang Yang Lan, sebetulnya sudah mempersiapkan
jarum-jarum beracunnya hendak balas menyerang
kepada Yang Lan. Tetapi dia jadi kaget tidak terkira
tubuhnya tahu-tahu dipeluk oleh Giok Han.
Dan, untuk beberapa detik dia seperti linglung
hilang ingatan, pikirannya jadi melayang-layang.
Namun akhirnya Bwee Sim Mo Lie bisa menguasai
diri, bentaknya : "Kau lagi bocah ! Ayo lepaskan !"
187 Jilid ke 5 Tetapi Giok Han menggeleng, bocah itu
menjawab: "Tidak. Kau perempuan busuk ! Kemarin
dulu kau berjanji tidak akan menganiaya paman
Khang, tetapi sekarang kau mencelakainya !"
Berkata sampai disitu Giok Han tidak bisa menahan
isak tangisinya, karena dia sangat kuatirkan
keselamatan Khang Thiam Lu, Tahu-tahu dia
menggigit pinggang Bwee Sim Mo Lie.
Kaget wanita iblis itu merasah pinggangnya sakit,
mukanya merah padam karena murka. Tahu-tahu
tangan kanannya diulurkan, menjambak punggung
Giok Han, ia ingin melemparkan tubuh sibocah.
Tapi Giok Han menggigit keras sekali, tangannya
tetap memeluk kuat-kuat. Nekad sekali bccah ini.
Dia merasakan punggungnya sakit sekali dijambak
Bwee Sim Mo Lie, membuat dia menggigit semakin
keras. Kaget Bwee Sim Mo Lie, mukanya merah padam.
Dia membentak lagi : "Lepaskan gigitanmu !"
Giok Han tidak mau melepaskan gigitannya. Bwee
Sim Mo Lie menarik lagi untuk melepaskan tubuh
sibocah, tapi dia merasakan setiap kali menarik
tubuh sibocah, gigitan itu membuat pinggangnya
tambah sakit, membuatnya mengendorkan lagi
tarikannya. 188 "Baiklah!", mendengus Bwee Sim Mo Lie. "Kau
mau mampus rupanya !"
Tangan kanannya ingin menghajar batok kepala
Giok Han, tapi waktu itulah dia menunduk dan
melihat wajah sibocah, mata Giok Han tengah
menatap kepadanya. Bagus sekali mata itu, dan saat
itu sepasang mata yang indah itu memancarkan
sinar kemarahan dan benci, tidak terpancar
sedikitpun perasaan takut pada mata bocah
tersebut. Mulut sibocahpun masih tetap menggigit
kuat-kuat pada pinggang Bwee Sim Mo Lie.
Tubuh Bwee Sim Mo Lie menggigil sedikit, hatinya
tergetar. Tangannya yang sudah terangkat jadi
lemas tidak bertenaga dan turun terjuntai.
Dia jadi ingat sepasang mata yang sama seperti
itu, yang memandang benci dan penuh kemarahan
padanya. tanpa terdapat sinar ketakutan. Mata yang
mengingatkan padanya peristiwa-peristiwa masa
lalunya yang menyedihkan.
Bwee Sim Mo Lie menggigit bibirnya, kemudian
dia berhasil menguasai dirinya. "Bocah yang baik,
lepaskanlah gigitanmu !" Cie-cie tidak akan
mengganggu kau." Tapi Giok Han tetap menggigit dan menggelenggelengkan
kepalanya. Karuan saja Bwee Sim Mo Lie
yang harus meringis menahan sakit, waktu kepala
Giok Han menggeleng ke kiri kanan, gigitan pada
189 pinggang wanita iblis ilu bergerak-gerak menambah
rasa sakit sampai keulu hati, pinggangnya seperti
kejang oleh gigitan Giok Han.
"Apa yang kau inginkan sebenarnya, bocah ?",
tanya Bwee Sim Mo Lie lagi.
"Mata Giok Han melirik kepada Khang Thiam Lu
yang menggeletak ditanah.
"Ooooh, kau ingin minta aku membebaskan orang
itu dari kematian"!" tanya Bwee Sim Mo Lie lagi.
Giok Han mengangguk-angguk beberapa kali.
Bwee Sim Mo Lie terjengki menahan sakit.
Gigitan Giok Han semakin sakit saja akibat dia
mengangguk. "Baik, baik, memang sudah kujanjikan padamu,
dia kubebaskan dari kematian, tapi dia manusia
tidak mengenal selatan, kebaikan yang kuberikan
malah disalah artikan, dia duga aku tidak berani
membunuhnya, dia ingin membantu keluarga Yang!
Tapi, biarlah sekali ini jiwanya kuampuni!"
Giok Han melepaskan tangan kanannya yang tadi
meranakul tubuh Bwee Sim Mo Lie dan menunjuk
kepada Yang Bu In dan Yang Lan.
"Mereka juga harus diampuni "!" tanya Bwee Sim
Mo Lie. 190 Giok Han mengangguk. "Baik, baik," si wanita iblis menghela napas, "Aku
memenuhi permintaanmu! Sekarang lepaskanlah
gigitanmu !" Giok Han melepaskan gigitannya. Tapi sedang si
bocah kegirangan, belum lagi bicara apa-apa, tahutahu
tubuhnya dirasakan melayang diudara dan
matanya berkunang-kunang, seperti ada ribuan
binatang yang memain di matanya itu.
Rupanya waktu Giok Han melepaskan gigitannya,
kesempatan itu dipergunakan Bwee Sim Mo Lie
mendorong tubuh si bocah membuat Giok Han
terpental cukup keras dan terbanting di tanah.
Perlahan-lahan Giok Han coba bangun berdiri dia
memaki kalang kabut: "Perempuan hina yang tidak
tahu malu ! Kau selalu berdusta... mulutmu tidak
bisa dipercaya, sama seperti anjing...!"
Waktu itu Bwee Sim Mo Lie tengah mengusapusap
pinggangnya yang tadi digigit Giok Han
rupanya ia masih kesakitan. Begitu kuatnya gigitan
Giok Han tadi seperti juga kulit pinggang wanita iblis
itu akan terkelupas. Meninggalkan tanda gigi-gigi si
bocah pada pinggangnya yang cukup dalam.
"Bocah setan, kau mencari mampus!" Teriak
Bwee Sim Mo Lie yang meledak murkanya. Tadi dia
sengaja menahan diri, karena dia tengah kesakitan
191 oleh gigitan Giok Han. Sekarang justeru dia telah
terbebas dari gigitan itu, sehingga kembali meledak
murkanya, apa lagi sempat dia melihat kulit di
pinggangnya yang tergigit oleh Giok Han
menimbulkan tanda yang jelek.
Pinggangnya yang bagus mulus jadi memiliki
tanda, yang mungkin tidak akan lenyap sampai
kapanpun juga, sebab luka gigitan itupun
mengeluarkan darah, bajunya yang putih di bagian
pinggang sampai merah oleh darah.
Tubuhnya ringan sekali melompat ke dekat Giok
Han, dia mendengus bengis: "Kau juga harus
mampus, bocah setan !" Tangan kanannya diangkat
untuk menghantam kepala Giok Han
Lam Sie menjerit kaget, berlari hendak
menghampiri majikan kecilnya yang terancam
bahaya. Yang Lan tidak tinggal diam, dia melompat
menikam punggung wanita iblis itu. Tapi wanita iblis
itu tidak membatalkan pukulan pada batuk kepala
Giok Han, hanya tangan kirinya dipergunakan buat
melibat pedang Yang Lan. Gok Han tidak tahu bahwa jiwanya tengah
terancam bahaya maut, dia masih memaki:
"Perempuan tidak tahu malu, aku akan adu jiwa
kalau kau masih menganiaya Khang Lopeh dan yang
lainnya...!" 192 Telapak tangan Bwee Sim Mo Lie hanya terpisah
beberapa dim lagi dari batok kepala Giok Han, sekali
saja telapak tangan itu me ngenai batok kepala si
bocah, niscaya kepala Giok Han akan pecah hancur
berantakan dan menemui kematian.
Di waktu itulah hati Bwee Sim Mo Lie tergetar
lagi. Mata itu. Ya, sepasang mata Giok Han yang
tengah menatap berani sekali kepadanya,
memancarkan sinar kemarahan tanpa rasa takut,
menyebabkan Bwee San Mo Lie teringat kepada
sepasang mata bekas kekasihnya, yang sama seperti
mata Giok Han. Tangan yang hampir mengenai kepala si bocah
tidak bisa ditarik. Dia hanya bisa mengurangi tenaga
pukulan tersebut dan dimiringkan, sehingga bukan
kepala si bocah yang dihantam, melainkan
pundaknya. Tubuh Giok Han terbanting keras
ditanah, tanpa bergerak, pingsan!
Itupun masih untung buat Giok Han. karena
dalam beberapa detik itu Bwee Sim Mo Lie masih
terpengaruh oleh sorot matanya yang tajam dan
indah itu, yang mengingatkan st wanita iblis kepada
bekas kekasihnya sehingga dia tidak jadi memukul
kepala Giok Han. Dalam beberapa detik itu jiwa Giok Han seperti
lolos dari lobang jarum. Benar dia terpukul hebat
pada pundaknya, yang membuat bocah itu terpental
193 dan terbanting keras, lalu pingsan, tapi itu tidak
sampai membahayakan jiwanya.
Lam Sie merasakan semangatnya seperti
meninggalkan raganya, kagetnya tidak terkira. Dia
menjerit: "Oooh, kau telah membunuh Siauwyaku.
iblis laknat !" Dia berlari menubruk tubuh Giok Han,
menangis sedih sekali.

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siauwya, ooo, Siauwya... meneapa nasib
keluarga Giok demikian buruk" Tentu Goanswe di
akherat pun tidak meram.. Ooh, Siauwya . . . jelek
benar nasibmu!" Dan setelah sesambatan seperti itu
Lam Sie pun rubuh ringsan tidak sadarkan diri
dengan muka basah oleh air mata. Dia terlalu
berduka, sehingga dia tidak bisa menguasai diri lagi,
membuatnya pingsan tidak sadarkan diri.
Pedang Yang Lan yang terlibat oleh ujung lengan
kiri si wanita iblis, tidak bisa ditarik pulang.
Walaupun Yang Lan berusaha menarik pedangnya,
namun gagal. Hati si gadis jadi berdebar, tapi
teringat ancaman bahaya maut pada ayahnya dan
Thiam Lu, ia berteriak nekad dan melompat sambil
menghantam dengan telapak, tangan kiri Sambil
mengerahkan seluruh tenaganya.
Bwee Sim Mo Lie memutar sedikit tubuhnya
untuk menghadapi Yang Lan, karena tadi dia
memang membelakangi Yang Lan. Tangan kanannya
diayunkan, belasan batang jarum menyambar dada
Yang Lan. 194 Terkesiap Yang Lan melihat jarum beracun dalam
jumlah banyak menyambar dari jarak begitu dekat,
dan dia jadi putus asa. "Thia, sayang puterimu tidak
bisa membantu mu !" Mengeluh si gadis putus asa
dan memejamkan matanya. Walaupun usaha
apapun yang akan dipergunakan si gadis, tidak
mungkin dia bisa menghindar dari belasan batang
jarum beracun si iblis, karena jarak mereka terpisah
sangat dekat benar. Yang Lan cuma bisa menunggu
maut tiba. Tetapi tiba-tiba Yang Lan mendengar seruan
Bwee Sim Mo Lie: "Ihh !" sehingga si gadis
membuka matanya, saat itu tubuhnya tengah
meluncur turun dan kakinya bisa menginjak tanah.
Tidak sebatang jarumpun yang menancap di
dadanya. Dia segera mengawasi kepada Bwee Sim
Mo Lie. Waktu itu Bwee Sim Mo Lie sudah terpisah
kurang lebih empat tombak, di depan si iblis berdiri
seorang lelaki tua dan wanita tua, dengan pakaian
lusuh. Segera Yang Lan tersadar, pasti kedua orang itu
yang telah menyelamatkannya. Mereka yang telah
menghalau jarum-jarum beracun si iblis. Dan
memang kedua orang itulah yang tadi waktu Yang
Lan dalam detik-detik kematian, telah menolongnya,
dengan mempergunakan topi tikar dan jarum-jarum
itu menancap di topi tikar butut itu membuat si
gadis terhindar. 195 Orang tua yang berpakaian lusu itu tengah
menghampiri topi tikarnya yang menggeletak
ditanah. dia kemudian berdiri dan mengawasi
belasan jarum yang menancap di situ.
"Hmm, sungguh berbahaya! Sungguh berbahaya!
Menggumam lelaki tua itu dengan suara yang
mengejek. "Tidak kusangka Thio Eng Goat masih
terus mengolah racunnya dan coba merajai Kangouw
dengan keganasannya ! Sungguh sayang! Sungguh
sayang, muridnya tidak kalah ganasnya dari wanita
iblis Thio Eng Goat..."
Sikap Bwee Sim Mo Lie tidak tenang. Biasanya
pada muka si iblis tidak terlihat perasaan apapun,
sangat dingin. Namun sekarang mukanya sebentar
merah, sebentar pucat. "Sepasang Tabib Hutan" kata Bwee Sim Mo Lie
akhirnya dengan suara yang dingin. "Ada pesan dari
guruku yang mulia untuk kalian! Di bulan duabelas
pada tanggal lima belas, kalian datanglah di lembah
Kui-hun (Arwah Setan), guruku yang mulia
menunggu kau di sana!" Kemudian tanpa menanti
jawaban Sepasang Tabib Hutan, Bwee Sim Mo Lie
berkelebat menenteng Khimnya meninggalkan
tempat itu. Lelaki dan wanita berpakaian seperti pengemis
itu, yang memang tidak lain dari Sapasang Tabib
Hutan, tertawa. 196 "Aneh, inilah undangan luar biasa. Mengundang
tanpa kartu dan juga mengundang untuk datang
kelembah Arwah Setan ! Hu, aku takut untuk datang
kesana, nanti bisa kesurupan !" Melucu lelaki itu itu.
Yang wanita pun tertawa. "Tua bangka, lebih baik kau tolong dulu mereka
yang sedang kesurupan itu!" Kata yang wanita.
Orang tua yang berpakaian mesum dan seperti
pengemis itu menepuk kepalanya beberapa kali
sambil tertawa. "Ya, ya, memang semakin tua aku
semakin pikun saja! Mengapa aku tidak mengobati
mereka yang sedang kesurupan itu "!"
Setelah berkata begitu, lelaki tua yang
berpakaian mesum tersebut menghampiri Khang
Thiam Lu, memeriksa keadaannya, kemudian
mengangguk-angguk: "Dia sedang tidur nyenyak
dan ber mimpi, jiwanya tidak akan dibawa oleh
setan penasaran !" Lalu dia memeriksa keadaan Yang Bu In. Keadaan
Yang Bu In sudah payah benar, karena saat itu
tenaga pertahanannya sudah mulai habis. Walaupun
tadi dia sudah mengerahkan lwekangnya untuk
membendung menjalarnya racun, namun semakin
lama semakin lemah pertahanannya, ia sudah
menggeletak lemas, tubuhnya ba'al hampir sekujur
tubuhnya menguap panas dan merah. Racun mulai
menerobos dari pertahanan Yang Bu In, mulai
menjalar. 197 Setelah memeriksa beberapa saat, lelaki tua
berpakaian mesum seperti pengemis tertawa. Ooo,
ini kesurupan yang cukup berat. Ayo setan laknat,
keluarlah meninggalkan korbanmu...!"
Sambil berkata begitu, tangan kanan lelaki tua
tersebut menghantami dada Yang Bu In beberapa
kali. Yang Bu In kaget tidak terkira, hatinya tercekat
kaget, tapi seketika dia merasakan dari telapak
tangan lelaki tua mengeluarkan hawa hangat,
semakin lama semakin hangat, satiap kali lelaki tua
itu memukul dadanya, hawa hangat itu seperti
menerobos masuk. Belum lagi Yang Bu In mengetahui apa yang
tengah dilakukan lelaki tua tersebut, mulutnya telah
dijejali oleh sepotong dendeng. "Kunyah !" Perintah
orang tua itu. Dan dia menurut saja perintah orang
tua itu, mengunyah Harum dan menyegarkan.
Lelaki tua itu sudah menghampiri wanita tua yang
tadi datang bersamanya. "Kie-moay mereka sudah
tidak kesurupan lagi. Ayo kita pergi!!"
"Pergi " Ooo, tua bangka ! Benar-benar pikun
kau! Bukankah kau bilang ingin membawa anak
itu"!" Sambil berkata begitu, wanita tua tersebut
menunjuk kepada Giok Han dan Lam Sie yang masih
pingsan. 198 Kembali lelaki tua itu memukul-mukul kepalanya.
"Benar-benar aku sudah pikun, semakin pikun !
Sampai aku lupa apa maksud yang sebenarnya
kedatanganku kemari!"
Ringan sekali tubuhnya melompat ke dekat Giok
Han dan Lam Sie. la memeriksa keadaan kedua
orang itu. Waktu memeriksa keadaan Giok Han,
sepasang alis orang tua itu mengkerut.
"Kie-moay, kemari kau ! Celaka ! Benar-benar
celaka !" Berseru lelaki tua itu.
Muka wanita tua itu jadi berobah.
"Apanya yang celaka ?"
Murid si iblis sudah turunkan tangan jahat
padanya !" "Ooo, apakah dia bisa disembuhkan ?"
"Tentu... tetapi memakan waktu yang cukup
lama! Tulang selangkanya dihantam melesak patah
dan yang parah justeru hawa kotor beracun telah
meresap masuk ke dalam tulangnya! Pukulan yang
ganas dan kejam sekali terhadap bocah seumur ini!"
Wanita tua itu tampak jadi bingung. Dia
memeriksa keadaan Giok Han. Lalu menoleh kepada
Yang Lan: "Nona yang baik, bisa kami pinjam kamar
untuk mengobati anak ini ?"
199 Yang Lan tengah mengawasi bingung kelakuan
kedua orang itu, yang telah menolonginya dan juga
menyelamatkan keluarganya dari wanita iblis Bwee
Sim Mo Lie. Mendengar pertanyaan wanita tua itu,
cepat-cepat Yang Lan mengangguk, katanya:
"Tentu... tentu Locianpwe..."
Tanpa banyak bicara lagi wanita tua itu
menggendong Giok Han, Sedangkan Lam Sie ditotok
oleh lelaki tua itu, segera sadar.
Yang Lan juga sudah meminta kepada para
pelayan untuk membantu Yang Bu In dan Khang
Thiam Lu dibawa ke dalam.
Begitu tersadar dari pingsannya. Lam Sie
menangis terisak-isak sedih sekali, mengikuti wanita
tua yang membawa Giok Han.
"Hu, hu aku paling sebal mendengar orang
menangis!" Mengerutu lelali tua itu, membuat Lam
Sie berusaha menahan isak tangisnya, hanya air
mata yang masih mengucur terus dengan deras.
Menangis tanpa bersuara. Setelah meletakkan Giok Han di pembaringan,
wanita dan lelaki tua itu melakukan pemeriksaan
padanya. Malah lelaki tua itu segera menguruti
beberapa bagian anggota tubuh Giok Han.
200 Sam jam lebih lelaki dan wanita tua itu
mengobati Giok Han dengan sikap serius. Lenyap
sikap ugal-ugalan mereka.
Siapakah mereka " Ternyata yang lelaki tua tidak
lain dari Tung Yang, dan wanita tua itu adalah
isterinya, Tung Im. Nama sebenarnya ialah Tung
Siang Bun dan isterinya Lauw Kie Ing.
Karena si suami biasa dipanggil dengan sebutan
Tung Yang, si isteri juga selalu dipanggil dengan
sebutan Tung Im. Tung Yang biasa memanggil
isterinya dengan sebutan Kie-moay, sedangkan
isterinya memanggil Tung Yang dengan sebutan tua
bangka. Di dalam kalangan Kangouw mereka terkenal
sekali sebagai sepasang pendekar aneh yang sangat
pandai ilmu pengobatannya, itulah sebabnya mereka
diberi gelaran Sepasang Tabib Hutan, akibat dari
sikap dan tingkah laku mereka yang ugal-ugalan,
seperti orang hutan yang tidak kenal aturan.
Sepak terjang sepasang suami isteri ini memang
sangat aneh, ugal-ugalan dan tidak mematuhi
peraturan. Apa yang mereka senang lakukan tentu
akan dilakukan oleh mereka.
Kesehatan Yang Bu In sudah mulai membaik.
Berkat pukulan-pukulan pengiriman hawa murni dari
Tung Yang pada dadanya lewat sentuhan kulit tubuh
dengan kulit telapak tangan, juga dibantu oleh obat
201 penawar racun yang ada pada dendeng yang
diberikan padanya, sekarang sudah bisa berdiri.
Hanya mukanya yang masih agak pucat. Bersama
puterinya Yang Lan, Yang Bu In datang kekamar di
mana Giok Han tengah dirawat oleh Sepasang Tabib
Hutan itu. Waktu itu Sepasang Tabib Hutan baru selesai
memberikan pertolongan kepada Giok Han, merekasedang duduk bengong. Melihat Yang Bu In dan
puterinya, keduanya tetap bengong mengawasi Giok
Han, tanpa perduli pada ayah dan anak itu.
Lam Sie duduk dilantai menangis tanpa bersuara,
cuma air matanya yang mengucur Dia tidak berani
ber suara, karena tadi Tung Yang bilang ia paling
sebal mendengar orang menangis.
Yang Bu In menghampiri kedua Tabib Hutan yang
berperangai aneh itu, merangkapkan kedua
tangannya, memberi hormat. "Terima kasih atas
pertolongan jiewie," katanya "Lohu Yang Bu In
sekeluarga telah diselamatkan oleh jiewie !"
Tung Yang melirik, katanya dingin: "Jangan
berterima kasih kepada kami" dia menunjuk Giok
Han yang masih belum sadarkan diri. "Berterima
kasihlah kepada anak ini. Karena dia, kami mau
turun tangan menolongi kalian! Kami menginginkan
anak ini ! " 202 Yang Bu In mengangguk tanpa berani banyak
berkata lagi, kuatir mengganggu kedua Tabib Hutan
yang sedang mengobati Giok Han. Di tariknya
tangan Yang Lan, untuk berdiri di pinggir.
Waktu itu Giok Han merintih perlahan, tapi belum
sadar. Tung Yang mendadak lompat berjingkrak
sambil menepuk tangannya beberapa kali,
mengejutkan semua orang yang ada disitu.
"Selamat! Selamat!" Bersera Tung Yang girang. "
Bisa diselamatkan ! Selamat! Dia tidak akan


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesurupan lebih lama lagi !" *
Tung Im mengangguk dengan muka yang berseri.
"Ya, selamat!" katanya. "Bocah ini bisa kita
selamatkan !" "Hmm, tentu saja pasti bisa diselamatkan oleh
kita! Apa yang bisa dilakukan oleh Thio Eng Goat jika
berhadapan dengan kita " Kita pasti akan sanggup
menyembuhkan bocah itu!"
"Tua bangka, jangan ribut-ribut, lihat... bocah ini
masih perlu dirawat dengan cara Tiam-hoat
(totokan) !" "Ya ! Ya!" Dan Tung Yang berdua isterinya, Tung
Im, sibuk menotoki sekujur tubuh Giok Han. Kagum
Yang Bu In melihat kemahiran ilmu totokan
Sepasang Tabib Hutan, karena jari tangan mereka
selalu menotok dengan tepat, dengan tenaga yang
203 seimbang. Benar-benar tidak kecewa Tabib Hutan
begitu terkenal. Keringat telah membanjir keluar dari sekujur
tubuh Tung Yang dan Tung Im. "Panas! Panas sekali
! Hu, kamar ini seperti neraka saja !"
Kemudian Tung Yang menoleh kepada orangorang
yang ada di situ, katanya: "Ayo kalian keluar!
Keluar ! Hanya membikin panas kamar ini ! "
Yang Bu In dan yang lainnya mengetahui bahwa
kedua tabib ini mungkin juga ingin melakukan suatu
pengobatan rahasia terhadap Giok Han, cepat-cepat
mengiyakan dan keluar tanpa tersinggung. Tetapi
Lam Sie merasa berat harus meninggalkan majikan
kecilnya, namun dideliki oleh Tung Yang, terpaksa
keluar meninggalkan kamar.
Ketika berada di luar kamar, cepat-cepat Lam Sie
menghampiri Yang Bu In. Dengan muka berkuatir
dia bertanya : "Loya, bagaimana keadaan
Siauwyaku." Yang Bu In menghela napas.
"Tenanglah saudara Lam, Giok Han pasti bisa
disembuhkan," hiburnya. "Kedua, orang itu
Scpasang Tabib Hutan yang terkenal sangat pandai
untuk ilmu pengobatan, tadi mereka sudah
mengatakan Giok Han berhasil mereka selamatkan,
Tenang-tenang sajalah, kita percayakan saja
204 keselamatan Giok Han ditangan mereka. Berdo'alah
kepada Thian!" Lam Sie menyusut airmatanya, menangis terisakisak.
Dia merasakan betapa buruknya nasib Giok
Han. Ayah bocah itu dan keluarganya sudah
mengalami bencana oleh Kaisar dan sekarang
keadaan Giok Han pun demikian buruk, dalam
keadaan luka parah seperti itu.
Lama juga pintu kamar tertutup, sampai akhirnya
Tung Yang keluar. "Arak ! Mana arak"!" Berseru tabib yang aneh
perangainya itu. "Haus! Oooo. tuan rumah yang
buruk, mana arak untuk tamu " Apakah tamu akan
dibiarkan haus seperti aku ini " Benar-benar tuan
rumah yang kikir !" Yang Bu In tersenyum, dia tidak tersinggung atau
kurang senang oleh sikap Tung Yang. Yang Lan
sudah berlari pergi mengambilkan arak. .Ketika
menerima poci arak. Tung Yang segera meneguk
isinya. "Arak yang harum! Arak yang harum!" Dia
menyusut bibirnya. "Eh nona yang manis, apakah
kau sudah menikah?" Pipi Yang Lan jadi berobah merah dan
menggeleng malu-malu. 205 "Sayang! Sayang !" Mengeluh Tung Yang
kemudian. Yang Lan jadi ingin tahu. "Mengapa harus
disayangkan. Locianpwe ?" Tanyanya.
Tung Yang tidak segera menjawab dia meneguk
arak dipoci, kemudian barulah dia menyahuti: "Aku
merasa sayang bahwa kau nona cantik bertemu
dengan aku, situa bangka yang tidak punya anak
Kalau aku punya anak lelaki, tentu akan kuanjurkan
agar anakku itu mengambil kau menjadi isterinya !"
Pipi Yang Lan berobah memerah, dia malu bukan
main digoda seperti itu. "Locianpwe jangan
menggodaku..." Katanya perlahan suaranya.
"Eh, aku bukan sedang menggodamu ! Aku bicara
sungguh-sungguh! Siapa yang mengodamu" Justeru
melihat kau, aku jadi menyesal bukan main,
mengapa dari dulu-dulu aku tidak bikin anak lelaki?"
Pipi Yang Lan semakin berobah merah. Kasar
memang perkataan Tung Yang, tetapi dialah
penolong keluarganya, karenanya sigadis tidak
marah. Dia cuma merasa malu.
Tung Yang membawa poci arak itu kedalam
kamar. Pintu kamar ditutupnya lagi.
Semua orang menunggu sesaat lamanya dengan
perasaan gelisah dan kuatir. Khang Thiam Lu yang
206 sudah sadar dan datang ke situ, mendengar cerita
Yang Lan dan apa yang telah terjadi selama dia
pingsan dan tak sadarkan diri.
Oooo, jadi sepasang Locianpwe itu yang sudah
menyelamatkan kita" Dulu aku pernah bertemu
dengannya dan dia menolongi jiwaku!" Kata Thiam
Lu girang. Dua jam lebih sudah lewat, tetapi pintu kamar
tidak juga dibuka dari dalam. Fajar sudah
menyingsing, matahari sudah memancarkan
siramya. Semua orang semakin gelisah, karena
sudah selama itu pintu kamar tetap tidak terbuka.
Setelah hari mendekati siang, Lam Sie tidak bisa
menahan kegelisahannya. Dia mengetuk pintu kamar. Walaupun Thiam Lu
dan yang lainnya melarang, tetapi Lam Sie tidak bisa
dicegah. Dia mengetak daun pintu berkali-kali. Tidak
terdengar jawaban. Dia memdorong pintu itu,
ternyata tidak dikunci, sehingga daun pintu terbuka
lebar. Tetapi didalam kamar tidak terlihat seorang
manusiapun juga hanya daun jendela yang kelihatan
terbuka lebar ! Lam Sie menjerit kaget, yang lainnya segera ikut
masuk kedalam kamar. Mereka jadi bingung. Tetapi
Thiam Lu segera melihat di tembok ada guratanguratan
dalam bentuk huruf, ternyata itulah tulisan
yang dilakukan oleh mata pedang, yang diguratkan
pada tembok, bunyinya: "Anak ini berjodoh dengan
207 kami, karenanya kalian tidak usah berkuatir
tentangnya, kami akan merawatnya baik-baik. Dari
Tung Yang dan Tung Im. Lemas tubuh Lam Sie, yang lainnyapun
tercengang setelah membaca surat itu. Namun
akhirnya Thiam Lu menghibur Lam Sie.
"Kau seharusnya gembira Lopeh, karena ditangan
mereka Siauwya kita terjamin keselamatannya.
Mereka sepasang suami isteri yang memiliki ilmu
sangat tinggi. Memang adat mereka aneh, tetapi
mereka bukanlah penjahat2. Karena itu biarlah
Siauwya dirawat mereka."
Lam Sie cuma menangis sambil menganggukangguk
saja. Yang Bu In sendiri menyesal atas kepergian
sepasang Tabib Hutan secara begitu, Dia belum lagi
bisa bercakap-cakap dan menjamu Sepasang Tabib
Hutan itu, sedangkan mereka sudah menyelamatkan
diri dan keluarganya. Lam Sie selanjutnya tinggal dirumah keluarga
Yang. Karena tidak tahu harus pergi kemana. Dia
hanya berharap suatu saat kelak bisa bertemu lagi
dengan Siauwyanya. Khang Thiam Lu tinggal selama setengah tahun
dirumah gurunya, untuk berjaga-jaga, kalau saja
suatu saat Bwee Sim Mo Lie muncul menyatroni
208 keluarga Yang. Tetapi selama itu tidak terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan, Bwee Sim Mo Lie pun
sudah tidak muncul lagi. Kematian Cie Sun Hoat sudah diatasi, karena
pada hari itu Thiam Lu sudah membuang mayat
pemuda itu ketempat pelesiran, dibelakang gedung
berkumpulnya bunga raya (pelacur). Tempat
pelesiran itu jadi heboh dan keesokan harinya
ditutup. Entah berapa banyak orang yang ditangkaptangkapi
oleh ayah Cie Sun Hoat, namun keluarga
Yang terhindar dari bentrokan dengan ayah Cie Sun
Hoat. Selama tinggal dirumah keluarga Yang, hubungan
Khang Thiam Lu dengan Yang Lan semakin akrab,
setahun kemudian merekapun meresmikan
perkawinan, terangkap menjadi sepasang suami
isteri. Pesta perkawinan itu diselenggarakan secara
meriah oleh keluarga Yang, selama sebulan penuh.
Sebagai mantu keluarga Yang, sebetulnya Khang
Thiam Lu sering juga menyesali mengapa dirinya
harus terikat oleh perkawinan" Bukankah
seharusnya dia pergi berjuang untuk membantu
para pendekar pencinta negeri bersama-sama
menentang Kaisar lalim "
209 Bukankah seharusnya ia pergi membalas sakit
hati Giok-Goanswee, yang sekeluarga telah ditimpa
malapetaka begitu hebat" Sampai akhirnya Khang
Thiam Lu tidak bisa menahan perasaannya lagi, ia
menceritakan segalanya kepada isteri disuatu
malam. Akhirnya sepasang suami isterinya itu
memutuskan untuk merantau, guna melaksanakan
cita cita Khang Thiam Lu, yaitu membantu para
pecinta negeri untuk menentang Kaisar lalim.
Yang Bu In dan isterinya tidak bisa menahan
keinginan anak dan mantu mereka, dengan perasan
berat mereka mengijinkan. Lam Sie mengantarkan
kepergian sepasang suami isteri muda itu dengan
linangan air mata. "Kalau Tayjin bertemu dengan
Siauya, tolong beri kabar kepadaku," minta Lam Sie
waktu mereka ingin berpisahan.
Khang Thiam Lu mengiyakan dan berjanji akan
menyelidiki bagaimana keadaan Giok Han dan
Sepasang Tabib Hutan itu.
Kemana perginya Giok Han dan Sepasang Tabib
Hutan" Ternyata Sepasang Tabib Hutan sudah
memutuskan bahwa Giok Han akan mereka bawa
serta, jika diberitahukan kepada Yang Bu In atau
Thiam Lu, mereka kuatir timbul kerewelan.
Karena itu, Tung Yang memutuskan membawa
Giok Han secara diam-diam. Tung Im menyetujui.
Mereka melalui jendela kamar itu meninggalkan
210 keluarga Yang. Tung Yang yang menggendong Giok
Han yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri
Dengan mengandalkan Ginkang (ilmu
meringankan) tubuh mereka yang tinggi, Sepasang
Tabib Hutan itu tidak mengalami kesulitan buat
meninggalkan rumah keluarga Yang. Mereka bahkan
meninggalkan kota tersebut.
Setelah berada diluar kota Siauw An, mereka
baru beristihat, Giok Han diletakkan dibawah
sebatang pohon, matahari fajar segera menyingsing.
"Anak ini memerlukan pengobatan yang disertai
penyaluran tenaga lwekang, jika tidak tulang
pundaknya itu bisa membuatnya tidak bisa
mengerahkan seluruh tenaganya kalau bocah ini
sudah besar," kata Tung Yang sambil duduk
disamping Giok Han. "Kiemoay, kita harus mencari tempat yang tepat
untuk pengobatan ini."
Tung Im mengangguk "Ya, memang benar,"
katanya. "Tetapi kalau kita harus membawanya
pulang, berarti urusan kita bisa berantakan. Kita
turun gurung, lagi karena untuk menyelesaikan
persoalan besar itu. Jika memang disebabkan bocah
ini kita harus gagal melaksanakan urusan besar itu,
apakah kau situa bangka tidak akan menyesal
nantinya?" 211 Tung Yang duduk termenung. Dia menggigit-gigit
bibirnya. Sikapnya tidak ugal-ugalan seperti
sebelumnya, kini tampak ia tengah berpikir sungguh,
Sampai akhirnya dia bilang: "Begini saja, kita tak
usah membawa pulang bocah ini, cukup mencari
tempat yang sepi untuk mengobatinya. Atau kalau
perlu kita menumpang dirumah penduduk, Kita obati
dia, setelah itu kita ajak dia bersama kita, sambil
membereskan urusan yang sangat penting itu."
"Baiklah," kata Tung Im. "Aku hanya menurut
saja apa yang kau putuskan, tua bangka !"
"Lebih baik kita mencari rumah penduduk yang
bisa kita tumpangi, kukira dalam tiga atau empat
hari bocah ini sudah bisa kita sembuhkan. Kita tidak
boleh menunda-nunda pengobatan untuk bocah ini,
sebab jika terlambat dan tulang Pie-peenya tidak


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bisa dikembalikan seperti semula, kelak biar dia
berhasil mempelajari ilmu yang paling tinggi
sekalipun, akan percuma saja, la tidak bisa
mempergunakan ilmunya dengan sebaik-baiknya."
"Apakah ada rumah penduduk yang bisa kita
tumpangi " Keadaan kita seperti pengemis. Apakah
ada penduduk yang mau membiarkan kita
menumpang dirumah mereka ?" Tanya Tung Im
ragu-ragu. "Yang terpenting uang. Kita berikan uang,
mereka akan tutup mata terhadap cara berpakaian
kita!" Menyahuti Tung Yang.
212 Sambil berkata begitu Tung Yang menggendong
Giok Han, Tung Im mengikuti suaminya mencari
rumah penduduk disekitar tempat itu yang sekiranya
cocok untuk mereka tumpangi, guna mengobati Giok
Han. Setelah melakukan perjalanan cukup jauh sampai
matahari fajar sudah menyingsing, mereka melihat
sebuah rumah penduduk yang letaknya terpencil,
sekelilingnya hanya hutan dan pohon-pohon liar
yang lebat. Segera Tung Yang memutuskan rumah itu cocok
untuk tempat mereka menumpang sementara.
Segera mereka menghampiri rumah itu.
Rumah penduduk yang terpencil ini tidak begitu
besar, letaknya terpencil dari rumah penduduk
lainnya. Keadaan disitu sunyi sekali, tidak terlihat
seorang manusiapun juga. Pintu rumah juga tertutup
rapat-rapat Tung Yang mengetuk pintu rumah itu,
tidak lama kemudian seorang Hwesio berusia tiga
puluh tahun membukakan pintu.
Tung Yang berdua Tung Im jadi tercengang,
karena mereka tidak menyangka bahwa penghuni
rumah tersebut seorang hwesio, pendeta dengan
kepala yang botak licin. Si Hwesio mengawasi Tung Yang dait Tung Im,
kemudian tersenyum. 213 "Omitohud," katanya sambil merangkapkan
kedua tangannya. "Ada keperluan apakah jiewie
datang kemari ?" Tung Yang merasa sudah terlanjur datang
dirumah ini, segera memberitahukan bahwa dia
bermaksud untuk menumpang beberapa hari
dirumah tersebut. "Kalau memang Taysu tidak
keberatan kami ingin menumpang beberapa hari
disini. Anak kami ini sedang sakit demam,
karenanya kami ingin ia beristirahat dulu dengan
baik, Kalau demamnya sudah berkurang barulah
kami melanjutkan perjalanan."
Mata si pendeta bersinar sejenak mengawasi Giok
Han, kemudian mengangguk. "Sian-cai, siancai,
silahkan masuk. Tentu saja Pin-ceng tidak bisa
menolak kunjungan kalian." Dan Hwesio itu
membuka daun pintu lebih lebar.
Tung Yang berdua Tung Im sebetulnya curiga
dirumah tersebut bisa terdapat pendeta tersebut.
Tetapi mereka mengucapkan terima kasib dan
masuk. Mereka tidak gentar kalau memang
sipendeta penjahat tentu mereka bisa sekalian
menghajarnya. Mereka tidak kuatir sedikitpun juga,
sebab yakin si pendeta tidak mungkin bisa main gila
terhadapnya. Tetapi waktu memasuki rumah itu, kembali
mereka tercengang. Didalam ruang itu terdapat tiga
orang Hwesio lainnya, yang sebaya dengan Hwesio
214 yang tadi membukakan pintu. Kecurigaan Tung Yang
dan Tung Im semakin besar.
Apa yang sedang dilakukan keempat orang
Hwesiio tersebut dirumah ini" Tung Yang dan Tung
Im berani memastikan bahwa keempat orang
Hweshio itu bukanlah pemilik rumah ini.
Ketiga orang Hweshio diruang dalam melirik
kepada Tung Yang dan Tung Im, tanpa seorangpun
berdiri atau melontarkan sepatah kata. Mereka
berdiam diri saja. Hweshio yang yang tadi
membukakan pintu, sudah mengantarkan Tung Yang
Tung Im kesebuah kamar-Giok Han diletakkan diatas
pembaringan. Si Hweshio menutup daun pintu, sebelum
merapatkan daun pintu dia masih bilang: "Kalian
boleh tinggal disini selama kalian masih memerlukan
tempat peristirahatan, tetapi jiwie tidak boleh
mencampuri urusan apapun yang terjadi didalam
rumah ini ! Pinceng harap, kalianpun tidak usah
keluar-keluar dari kamar itu... demi kebaikan kalian
juga." Tung Yang sebetulnya ingin bertanya pada si
Hweshio, tetapi Tung Im sudah menarik lengan
bajunya, dan Tung Im yang menyahuti: "Terima
kasih Taysu. Kami akan memperhatikan katakatamu."
215 Daun pintu sudah ditutup. Tung Yang tidak bisa
menahan perasaan ingin tahunya, dia segera
memutar tubuhnya mendekati pintu tapi lengannya
sudah ditarik oleh isterinya "Tua bangka, jangan
usil! Tidak usah kita campuri urusan mereka,
mengapa kau harus harus ngintip ngintip?"
Muka Tung Yang berobah merah, dia nyengir.
"Bukan ngintip perawan, aku hanya ingin
mengetahui apa yang mereka lakukan ditempat ini?"
"Biarkan saja apa yang ingin mereka lakukan!
Kita tidak usah mencampuri. Bocah ini sedang
memerlukan perhatian kita, untuk menyembuhkan
lukanya. Menurutku, keempat pendeta itu bukan dari
jalan hitam, mereka bukan pendeta jahat!"
"Bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?" Tanya
Tung Yang yang tidak senang, "hati manusia siapa
yang bisa baca. Diluar kelihatan baik, tidak tahunya
hati dan perasaannya sama jahatnya seperti iblis !"
Tung Im tertawa tawar. "Kalau mereka pendetapendeta
jahat, apa yang mereka bisa lakukan
terhadap kita" Biarkan saja, jika memang mereka
mencari mampus berarti mereka membentur kita !
Tetapi menurutku, mereka bukanlah pendetapendeta
jahat!" Tung Yang tidak memaksa untuk mengintip
kedekat pintu, dia kembali duduk di tepi
pembaringan. Memperhatikan wajah Giok Han.
216 "Kita mulai sekarang saja," kata Tung Im.
Tung Yang mengiyakan. Segera sepasang suami isteri itu mulai menguruti
sekujur tubuh Giok Han, terutama sekali dibagian
dekat pundak si bocah, yang telah terpukul hebat
oleh Bwee Sim Mo Lie. Memang benar Bwee Sim Mo Lie dalam beberapa
detik sebelum menghantam Giok Han, sudah
berusaha menarik pulang tenaganya dan menggeser
tangannya tidak sampai memukul kepala Giok Han,
akan tetapi tenaga pukulannya tetap merupakan
pukulan yang sangat kuat dan beracun.
Biarpun Giok Han terhindar dari kematian, namun
dia sudah terluka hebat! Terlebih pula memang Giok
Han tidak memiliki ilmu silat sedikitpun, sehingga
luka yang dideritanya itu bertambah parah saja,
menyebabkan bocah itu menahan rasa sakit yang
luar biasa sampai pingsan tidak sadarkan diri.
Sibuk sekali tampaknya Tung Yang berdua Tung
Im berusaha untuk mengurut dan menyalurkan
tenapa dalam mereka lewat telapak tangan masingmasing,
untuk disalurkan ketubuh Giok Han.
Di luar kamar, pendeta yang tadi mengantarkan
Tung Yang dan Tung Im sudah kembali kepada
ketiga orang pendeta lainnya. Salah seorang
pendeta yang duduk di sebelah kanan, menegur
217 dengan suara perlahan: "Sam-te, mengapa kau
mengijinkan orang-orang itu menumpang di sini "
Bagaimana kalau mereka mengganggu pekerjaan
kita ?" Pendeta yang dipanggil Sam-te menggeleng:
"Mereka orang-orang tua dan seorang anak kecil,
apa yang bisa mereka lakukan" kita tidak perlu
kuatir dan terlalu memperhatikan mereka. Anak
mereka sedang sakit demam yang keras dan kulihat
anak itu dalam keadaan pingsan. Mana pantas aku
menolak permintaan mereka buat menumpang agar
anak mereka yang sakit itu bisa beristirahat dengan
baik ?" "Tetapi Sam-te, kau terlalu ceroboh sekali, kalau
sampai urusan ini terganggu dan rencana kita gagal,
tentu Suhu akan menegur dan menyesali kita," kata
pendeta yang seorangnya lagi.
"Jie-suheng tidak perlu kuatir. Aku jamin kedua
orang tua itu bukan orang-orang yang pantas kita
perhatikan. Biarkan saja mereka beristirahat dan
kita kita mengurus pekerjaan kita."
Pendeta yang dipanggil sebagai Jie-suheng
(kakak seperguruan nomor dua) cuma menghela
napas saja. Si pendeta yang jadi Sam-te (adik
seperguruan ketiga) sudah duduk di samping Jiesuhengnya,
katanya "Apa kah pagi ini kita mulai
mengurus pekerjaan itu ?"
218 "Ya rasanya memang kita harus mulai
melaksanakan rencana kita pagi ini. Semalaman
suntuk kita menanti di sini, tapi yang kita tunggutunggu
tidak juga datang," menyahuti Jie-suheng.
"Suhu sudah berpesan agar kita bekerja serapi
mungkin, jangan sampai menimbulkan bentrokan
yang lebih luas," kata Samte, "karenanya, kalau
memang masih bisa ditempuh dengan jalan damai,
kita harus melakukannya dengan cara yang lebih
sabar dan agak mengalah."
Pendeta yang seorangnya menggeleng.
"Aku tidak setuju," katanya. "Kalau kita
mengalah, niscaya persoalan itu tidrik bisa
diselesaikan. Malah akan menyebabkan mereka
besar kepala dan bertambah sombong."
"Apakah Toa-suheng (kakak seperguruan nomor
satu atau yang tertua) mempunyai jalan lain ?"
Tanya si Sam-te. "Kita harus menghadapinya dengan kekerasan,
memaksa agar mereka mau menyerahkan kembali
barang-barang kita ! Jangan mereka menyangka
murid-murid Siaw Lim Sie mudah dihina. Kita harus
menjaga muka terang pintu perguruan, walaupun
harus mati kita harus tetap bersikap gagah!
Mengapa kita harus mengalah pada mereka ?"
Waktu berkata begitu, Toa-suheng ini rupanya sulit
219 menahan diri, suaranya keras sekali karena diliputi
amarah. Hwesio yang tiga lainnya berdiam diri. Akhirnya
yang seorang yang sejak tadi berdiam diri saja, ikut
bicara : "Apa yang Toa-suheng bilang memang ada
benarnya. Kita harus memperlihatkan bahwa muridmurid
Siau Lin Sie bukanlah sebangsa manusia yang
mudah dihina sekehendak hati oleh siapa saja! Kita
harus memberikan pelajaran yang keras kepada
mereka !" "Sie-te (adik seperguruan keempat) apakah kau
pun punya usuI?" tanya Jie-suheng.
"Aku setuju dengan Toa-suheng," menyahuti Siete
tegas. "Kita harus memberikan ganjaran yang
tepat dengan perbuatan mereka, yang sudah
meremehkan kita." "Baiklah, kalau begitu terserah Toa-Suheng saja,
apa yang harus kita lakukan !" kata Sam te dengan
suara perlahan. "Pagi ini juga kita harus pergi menyatroni
mereka, jika memang mereka tetap tidak mampu
memberi muka terang kepada kita buat apa kita
sungkan lagi pada mereka" Kita hadapi mereka
dengan kekerasan !" kata To-suheng.
Begitulah, Toa-suheng ini kemudian berbisik-bisik
dengan ketiga orang adik seperguruannya untuk
220 mengatur rencana mereka, Tidak lama kemudian
keempat pendeta itupun sudah meninggalkan rumah
tersebut. Waktu itu matahari pagi tengah
memancarkan sinarnya yang hangat.
Walaupun tengah sibuk mengobati luka Giok Han,
tapi Tung Yang dan Tung Im mendengar sebagian
dari pembicaraan keempat orang pendeta tadi.
Setelah diluar kamar sepi tidak terdengar suara
orang, perasaan ingin tahu Tung Yang semakin
besar. Setelah selesai menguruti sekujur tubuh Giok
Han dan memberikan semacam Yo-wan (obat
pulung) kepadanya, yang dimasukan dengan cara
memijat dagu dekat rahang si bocah, sebab Giok
Han sedang pingsan, Tung Yang keluar dari kamar.
Dia tidak melihat seorang pendetapun di ruang
tengah rumah itu. Dia memperoleh kenyataan
keempat pendeta itu sudah pergi. Tung Yang
kembali kedalam kamar.

Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aneh, entah apa yang ingin mereka lakukan "
Dan siapa yang ingin mereka satroni untuk memberi
ganjaran seperti yang mereka katakan tadi "!"
Menggumam Tung Yang dengan suara perlahan.
Tung Im tertawa. "Tua bangka mengapa kau
semakin tua jadi semakin usil terhadap urusan orang
lain" Biarkan saja mereka mengurus urusannya, kita
mengurus bocah ini!"
221 "Aku bukan usil ingin mencampuri urusan
mereka, cuma aku heran keempat pendeta itu entah
bentrok dengan pihak mana!"
"Kalau kau sudah tahu, apa yang ingin kau
lakukan ?" "Tidak melakukan apa-apa."
"Hmm, kau berdusta, tua bangka! Kau tentu ingin
membantui mereka, bukan ?"
Tung Yang nyengir sambil garuk-garuk kepalanya
yang sudah penuh oleh uban, sehingga rambutnya
berwarna kelabu. "Susah dibilang," katanya
menggumam. "Seperti tujuan kita yang pertama
turun gunung ialah untuk mengurus persoalan kita.
Tapi akhirnya kita terlibat urusan bocah ini... bukan
kah ini diluar dugaan !"
"Tentang bocah ini lain persoalannya," kata Tung
Im. "Seperti telah kita ketahui, bocah ini adalah
putera bungsu Giok Goan-swee, yang lolos dari
kematian di tangan orang-orangnya Kaisar lalim.
Kita terlambat tiba di sana untuk menolong Jenderal
yang setia itu. Karenanya, setelah ada darah daging Jenderal itu
yang sempat lolos apakah kita tidak mau turun
tangan untuk menyelamatkan keturunan Giok
Goanswee satu-satunya " Sayangnya kau selalu
bertindak terlambat. Kita datang ke tempat Jenderal
222 Giok Hu di saat seluruh keluarga Jenderal setia itu
sudah dianiaya oleh orang-orang Kaisar lalim itu.
Kemudian kitapun terlambat mengetahui bahwa
bocah ini adalah satu-satunya keturunan Jenderal
setia itu, kita baru mengetahui waktu orang she
Khang menceritakan seluruh riwayat anak ini kepada
Yang Bu In. Barulah kita turun tangan menghalau
Bwee Sim Mo Lie ! Dulu, di tengah perjalanan kita masih belum
mengetahui bocah ini adalah keturunan satu-satunya
Jenderal Giok Hu yang masih hidup, sehingga kita
cuma menolong orang she Khang itu dan kemudian
menghindar dari Bwee Sim Mo Lie ! Sungguh kau tua
bangka yang selalu bekerja lambat !"
"Kie-moay, kau tidak bisa mempersalahkan aku,"
kata Tung Yang, "kau juga bersalah !"
"Aku bersalah "! Tung Im berdiri dengan bertolak
pinggang. "Oooh, tua-bangka! Kau pandai sekali
bersilat lidah! Mengapa kau begitu hina tidak berani
mengakui kesalahanmu?"
"Aku bukan membantah bahwa aku ini tidak
bersalah" menyahuti Tung Yang sambil gasuk-garuk
kepala. "Waktu itu kau cemburu, kalau kita bertemu
dengan Bwee Sim Mo Lie mungkin aku akan teringat
pada Thio Eng Goat, iblis yang cantik jelita itu.."
223 "Hu, memang kau seorang tua bangka yang
ceriwis, maka mana bisa aku percaya penuh padamu
" Selalu kau sulit menahan diri kalau melihat wanita
cantik. Murid si iblis Thio juga sangat cantik, kalau
kubiarkan kau bertemu dengannya berarti kau akan
mengalami sulit tidur selama sepuluh hari. Tidak
enak makan dan selalu bengong memikirkan murid
si iblis Thio itu !"
"Tetapi akhirnya kita berdua keluar
memperlihatkan diri dan bertemu dengan murid si
iblis Thio itu, bukan ?"
"Ya, demi menyelamatkan jiwa bocah ini !"
"Nah, Kie-moay, kau lihatlah! Apakah setelah
bertemu dengan murid si iblis she Thio itu aku sulit
tidur dan tidak enak makan" Tokh tidak ?"
"Hmmmm !" Mendengus Tung Im sambil duduk
kembali ditepi pembaringan.
"Dengarlah Kie-moay, walaupun bagaimana
dimataku tidak ada wanita cantik lainnya didunia ini
selain kau! Kau merupakan isteriku yang cantik,
yang baik hati dan sangat kucintai !"
Merah pipi Tung Im. Walaupun sudah sama-sama
tua, tapi mendengar pujian seperti itu, berkembang
girang hati Tung im. Dia girang bercampur malu.
224 "Hu, rayuan gombal yang tidak ada harganya !
Kita sudah sama-sama tua dan sebentar lagi akan
masuk liang kubur. Jangan coba-coba merayuku
dengan rayuan murah seperti itu !"
Tung Yang tersenyum. Dia menghampiri
isterinya. "Oooo, isteriku yang cantik, ternyata kau masih
saja memiliki rasa cemburu yang besar dan
berlebihan" Sampai mati, aku akan tetap mencintai
kau. Percayalan, aku tidak mungkin bisa hidup
didunia ini tanpa kau ! Aku boleh kehilangan seluruh
ilmu silatku, kehilangan jiwaku, tetapi janganlah
kehilangan kau!" Sambil berkata begitu, disertai
tertawa, Tung Yang merangkul istrinya.
Tung Im meronta sambil memukuli dada Tung
Yang. "Cisss, tua bangka tidak tahu malu" Makinya,
tapi hatinya senang bukan kepalang. Malah,
akhirnya dia tidak memukuli dada Tung Yang dan
merebahkan kepalanya didada Tung Yang. Memang,
walaupun mereka sudah sama-sama tua, tapi selalu
mesra. Sikap mereka terbuka dan sering bergurau.
Tung Im dan Tung Yang sebetulnya sejak sepuluh
tahun yang lalu sudah tidak pernah turun gunung.
Mereka hidup mengasingkan diri tidak pernah mau
tahu tentang peristiwa dalam kalangan Kangouw.
Memilih hidup tenang tanteram ditempat
pengasingan mereka, yaitu dipuncak gunung Bie
San. 225 Walaupun sebelumnya mereka merupakan
sepasang pendekar aneh yang berkepandaian sangat
tinggi dan jarang menemui tandingan tapi mereka
tidak pernah berpikir lagi untuk melibatkan diri
dalam berbagai urusan Kangouw.
Bahkan Tung Yang sudah bersumpah bahwa ia
akan melewati hari-hari tuanya bersama isterinya
tanpa mempergunakan pedang maupun ilmu
silatnya. Seperti juga jago tua ini sudah menyimpan
pedang dan ingin melewati usia tuanya dengan
tenang sebagai manusia biasa.
Sengaja mereka memilih tempat yang sepi dan
tersembunyi di puncak Bie San, karena kuatir
ketenangan mereka diganggu oleh kedatangan
teman atau pun lawan. Maka sejak Tung Yang
berdua Tung Im mengasingkan diri, tidak ada
seorangpun, baik lawan maupun kawan, yang
mengetahui dimana tempat pengasingan mereka.
Bahkan, tidak ada seorangpun yang mengetahui
apakah Tung Yarg dan Tung Im masih hidup.
Tetapi, tampaknya memang Tung Yang dan Tung
Im sulit untuk hidup tenang tenteram dan tidak
melibatkan diri dalam urusan Kangouw, sebab
disuatu sore disaat Tung Yang turun gunung, untuk
membeli beberapa kebutuhan mereka dikampung
yang ada dikaki gunung Bie San sebelah Barat,
justeru Tung Yang bertemu dengan beberapa puluh
orang Kangouw yang berkumpul di kampung itu.
226 Tentu saja Tung Yang heran menyaksikan
munculnya demikian banyak orang Kangouw
dikampung jang biasanya sangat sepi. Dia segera
mengikuti gerak-gsrik puluhan orang Kangouw itu,
memasang telinga mendengarkan percakapan
mereka. Ternyata puluhan orang Kangouw itu adalah
para pendekar yang setia pada negeri dan mereka
tengah melakukan perjalanan kedaerah sebelah
timur dari propinsi Ciatkang, untuk menolongi
Jenderat Giok Hu. Berita tentang akan dihukumnya Jenderal Giok
Hu sekeluarga oleh Kaisar Yong Ceng sudah tersiar
dikalangan pendekar gagah pecinta negeri. Karena
Kaisar Yong Ceng menduga Jenderal Giok Hu
mempunyai hubungan baik dengan pujangga Giam
Cu serta ingin bekerja sama dengan pujangga
ternama, yang tengah giat menghimpun para
pendekar untuk coba membangun negeri dan
meruntuhkan Yong Ceng. Kaget bukan main Tung Yang mendengar semua
itu. la tidak menyangka bahwa Jenderal Giok Hu
yang sangat terkenal setia itu tengah terancam
bahaya maut. Segera ia kembali kepuncak Bie San
dan menceritakan kepada isterinya, mengajak untuk
turun gunung, guna membantu dan melindungi
Jenderal Giok Hu. Tung Im tidak bisa menolak keinginan suaminya,
begitulah mereka turun gunung, untuk pergi
membantui Jenderal Giok Hu. menyelamatkan
227 Jenderal itu bersama keluarganya. Tetapi
kedatangan mereka terlambat. Dua hari setelah
terjadi pembantaian di rumah keluarga Jenderal Giok
Hu. Mereka hanya menyaksikan para pendekar yang
datang terlambat juga ketempat itu, menangisi
mayat-mayat malang melintang digedung istana
Jenderal Giok Hu. Beberapa orang pendekar gagah membawa
mayat Jenderal Giok Hu, untuk mempersatukan
kembali kepala dengan tubuh dan kemudian dikubur
disuatu tempat yang dirahasiakan.
Kedatangan para pendekar gagah dan Sepasang
Tabib Hutan terlambat, karena orang orang Kaisar
Yong Ceng pun sudah mendengar tentang
bergeraknya banyak para pendekar gagah yang
ingin membantui Jenderal Giok Hu.
Kalau Hal itu terjadi, tentu orang-orang Kaisar
menghadapi kesulitan tidak kecil. Mereka
mempecepat perjalanan dan empat hari lebih cepat
mendahului dari rencana sebelumnya. Karenanya
waktu itu keluarga Jenderal Giok Hu dibantai tanpa
kesulitan apa-apa. Disamping Jenderal Giok Hu
tinggal di Istananya tanpa memiliki banyak pengawal
Sebab seluruh pasukan ditempatkan di Markas Besar
dan diperbatasan. Hukuman yang dijatuhi Kaisar
Yong Ceng pun sangat cepat pelaksanaannya,
sehingga orang yang setia kepada Jenderal Giok Hi
belum lagi sempat datang untuk menyelamatkan
Jenderal yang setia tersebut.
228 Celakanya, Jenderal Giok Hu pun tidak
bermaksud untuk mengadakan perlawanan, ia tidak
mau disebut sebagai Jenderal pemberontak, la
menerima hukuman yang dijatuh Kaisar Yong Ceng
dengan cara bunuh diri memotong lehernya sendiri
sampai putus. Kematian yang sangat mengenaskan.
Bukan main kecewanya Sepasang Tabib Hutan
atas keterlambatan mereka tiba di Istana Jendral
Giok Hu. Mereka yakin, jika waktu itu mereka berada
digedung Jenderal Giok Hu, niscaya bisa
menyelamatkan Jenderal setia itu maupun
keluarganya. Dalam keadaaan bersedih dan uring-uringan
seperti itu, justeru Sepasang Tabib Hutan bertemu
dengan Khang Thiam Lu yang dalam keadaan terluka
di dalam yang parah. Tung Yang menolong Thiam Lu
dengan memberikan obat serta menghantam
punggungnya, guna membuka beberapa jalan darah
di tubuhnya tidak berbahaya lagi. Mereka kemudian
pergi. Sedikitpun mereka tidak menyangka bahwa
bocah yang bersama Thiam Lu adalah keturunan
satu-satunva Jenderal Giok Hu yang masih hidup.
Kalau mereka mengetahui tentu disaat itu juga
mereka rawat. Sampai akhirnya mereka mendengar
tentang sepak terjang Bwee Sim Mo Lie, tetap tidak
memperlihatkan diri pada iblis ganas itu. Hanya
mengikuti rombongan Thiam Lu secara diam-diam
dan memberikan perlindungan.
229 Sebetulnya. sudah beberapa kali Bwee Sim Mo Lie
ingin mencelakai Khang Thiam Lu bertiga Lam Sie
dan Giok Han. sebab selama belum membunuh
ketiga orang itu, seialu juga Bwee Sim Mo Lie masih
penasaran. Dia ingin membunuh secara diam-diam,
untuk membuktikan walaupun bagaimana dia
merupakan pembunuh nomor satu di dunia.
Biarpun di mulut sudah berjanji pada Giok Han,
untuk melepaskan ketiga orang itu dari kematian,
tapi hatinya tetap tidak puas. Dia berusaha untuk
membunuh Thiam Lu bertiga secara diam-diam
dengan jarum beracunnya. Cuma saja. Sepasang Tabib Hutan selalu bisa
menggagalkan usaha Bwee Sim Mo Lie, dengan cara
memberikan pertolongan secara diam-diam.
Akhirnya sampailah Thiam Lu bertiga di rumah


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluarga Yang, barulah Sepasang Tabib Hutan
mengetahui bahwa bocah yang bersama Thiam Lu
adalah Giok Han. Waktu itu mereka sebetulnya ingin segera
memperlihatkan diri, tapi akhirnya menunda
keinginan tersebut, sebab mereka mengetahui Bwee
Sim Mo Lie tengah berkeliaran di sekitar rumah
keluarga Yang, ingin menceIakai keluarga Yang, juga
Thiam Lu Lam Sie dan Giok Han.
Sebab itulah Sepasang Tabib Hutan itu tetap
tidak memperlihatkan diri. Sampai akhirnya di saat
Yang Lan mengalami ancaman bahaya, mereka
230 muncul memperlihatkan diri. Tidak ada jalan lain,
karena mereka melihat Giok Han pun sudah terluka
oleh tangan ganas Bwee Sim Mo Lie.
Maunya Tung Im. jika tidak perlu mereka tidak
usah memperlihatkan diri. Mereka boleh
memberikan perto'ongan secara diam-diam: Siapa
tahu, Giok Han pun dicelakai oleh Bwee Sim Mo Lie
dan mereka tidak ke buru untuk muncul
menolonginya, sebab bersembunyi agak jauh. Dan
itulah sebabnya sepasang suami isteri ini akhirnya
harus memperlihatkan diri juga.
Sekarang justeru mereka memperoleh kenyataan
Giok Han terluka cukup parah, jika tidak
memperoleh pengobatan yang tepat niscaya bisa
merugikan masa depan Giok Han. Sebagai Sepasang
Tabib yang sangat liehay dalam ilmu
pengobatannya, tentu saja Sepasang Tabib Hutan
tersebut mengetahui benar, bahwa luka Giok Han
bisa saja disembuhkan dalam waktu singkat, hanya
di bagian luar belaka. Sedangkan bagian dalamnya rusak. Dan kelak
jika sudah dewasa tentu bocah itu akan mengalami
kesulitan untuk mempergunakan Lwekangnya.
Karena Tung Yang maupun Tung Im mengetahui
Giok Han harus disembuhkan dalam arti yang
sebenar-benarnya sembuh, agar tidak menimbulkan
kesulitan lagi buat anak itu kalau sudah dewasa.
231 Penyembuhan yang utama adalah melenyapkan
hawa beracun yang sudah meresap ke dalam tulang
pundak Giok Han yang patah. Kalau hanya untuk
sekedar menyambung tulang pundak si bocah, itu
bukan pekerjaan yang sulit. Sekarang justeru yang
sulit, harus memulihkan kembali seluruh urat dan
otot di pundak itu, agar tidak ada sedikitpun sisa
hawa racun tangan maut Bwee Sim Mo Lie.
Hari itu di rumah tempat mereka menumpang
sangat sepi, tidak terlihat seorang manusiapun juga.
Keempat orang pendeta itupun tidak terlihat mata
hidungnya. Beberapa kali Tung Yang keluar dari
kamar, tetap saja ia belum melihat keempat pendeta
itu kembali. Mendekati sore, Tung Yang dan Tung lm yang
tengah menguruti lagi sekujur tubuh Giok Han, agar
hawa racun di tubuh bocah itu keluar semuanya,
mendengar suara ribut-ribut di luar kamar.
Kemudian sunyi lagi. Selesai melakukan pengurutan,
Tung Yang keluar. Dilihatnya keempat orang pendeta itu sudah
kembali, tapi keadaan mereka sangat luar biasa,
keempat orang Hwesio itu semuanya menderita
luka-luka disekujur tubuh, keadaannya sangat
mengenaskan sekali, jubah kependetaan merekapun
koyak-koyak. Darah yang menodai pakaian tampak
dipunggung, lengan, muka dan bagian tubuh
232 lainnya, keadaan keempat Hwesio itu sangat
menyedihkan. Tung Yang melihat keadaan keempat orang
Hwesio itu, jadi berdiri tertegun sejenak, kemudian
kembali ke dalam kamar. Sedangkan keempat
pendeta itu hanya melirik sekilas pada Tung Yang
dan mereka berdiam diri. Muka mereka murung.
Rupanya mereka sudah dirubuhkan oleh lawan
dengan cara menyedihkan sekali. Tidak ada seorang
pun di antara keempat pendeta itu yang bersuara.
Semuanya bungkam. Tung Im kaget waktu diberitahukan Tung Yang
tentang keadaan keempat orang Hwesio itu.
"Apa yang sudah terjadi pada mereka?"
Menggumam Tung Im. Tung Yang nyengir. "Sudah jelas mereka kena dirubuhkan oleh lawan
dengan menyedihkan." kata Tung Yang. "Entah siapa
lawannya, tampaknya ilmu pedangrya tak boleh
dipandang remeh Walaupun keempat orang Hwesio
itu merupakan pendeta-pendeta yang belum tinggi
Lwekangnya, dan hanya terbawa oleh emosi
disebabkan usia muda, tapi mereka adalah muridmurid
Siauw Lim Sie yang tidak boleh terlalu
diremehkan ilmunya. Kalau memang mereka tidak
ketemu lawan yang benar-benar liehay, tentu
berempat keadaan mereka tidak rusak seperti itu."
233 Tung Im mengangguk. "Ya, seharusnya mereka
sedikitnya masih bisa mempertahankan diri. Ilmu
silat pedang Siauw Lim Sie memiliki pertahanan
yang kuat dan ketat, tidak mungkin sembarangan
orang bisa merubuhkan mereka berempat dengan
keadaan menyedihkan seperti itu."
Waktu Tung Yang mau berkata-kata lagi tiba-tiba
terdengar salah seorang dari keempat pendeta itu
berkata: "Benar-benar memalukan hari ini kita
dirubuhkan dengan cara yang menyedihkan seperti
ini ! Entah apa kata suhu jika kita laporkan semua
ini!" "Sudahlah Toa-suheng, walaupun bagaimana kita
harus melaporkan kepada Suhu. Tidak mungkin kita
menghadapi mereka, kepandiannya memang jauh
diatas kita. Bukankah merekapun mengatakan, jika
tidak memandang kita dari tingkatan muda, mereka
akan membinasakan kita" Kalau melihat ilmu
pedang mereka, memang ancaman mereka bukan
main-main dan bisa saja mereka membuktikan
untuk membinasakan kita. Buktinya, setiap disebut
bagian mana anggota tubuh kita akan dilukainya,
meka bagian tersebutlah yang terluka, walaupun kita
sudah berjaga-jaga dengan rapat."
"Tetapi bagaimana dengan barang kita?" tanya
pendeta lainnya. "Kita serahkan saja pada Suhu untuk meminta
dari mereka !" 234 "Tetapi pamor kita sudah runtuh ditangan
mereka, dua orang manusia aneh itu!"
Jilid ke 6 "Ya, kita tidak perlu mati, Toa-suheng. Memang
manusia aneh itu memiliki kepandaian yang sangat
tinggi, yang mungkin setingkat dengan guru kita.
Kalau kita rubuh di tangan mereka, kita tidak perlu
menyesal." "Bagaimana kalau mereka menghilang tanpa
meninggalkan jejak di saat kita pergi memberikan
laporan pada suhu ?"
"Kita atur begini saja, dua dari kita pergi melapor
pada Suhu, dua lainnya tetap mengawasi mereka."
"Hai, hai," terdengar Toa-suheng menghela napas
dalam-dalam. "Siapa sangka urusan ini meluas
semakin ruwet, kalau Suhu yang menemui mereka
dan sampai Suhu rubuh di tangan mereka, bukankah
pamor Siauw Lim Sie runtuh di tangan kita?"
"Mana mungkin Suhu rubuh di tangan mereka"
Bukankah Suhu sangat liehay dan jangankan
mereka, sedangkan kalau sekarang berkumpul
beberapa orang aneh lainnya yang membantu
mereka, Suhu mungkin masih bisa menghadapi
dengan baik." 235 "Sam-te, urusan ini sebetulnya urusan kecil, di
mana Suhu pernah bilang, jika kita bisa meminta
secara baik-baik, memang ada baiknya kita tidak
perlu mempergunakan kekerasan, Suhu bilang,
dengan memandang Siauw Lim Si., mungkin mereka
mau mengembalikan barang-barang kita. Tetapi
kenyataannya, kita tidak memberi muka terang,
mereka malah mengejek, di katakannya Siauw Lim
Sie pintu perguruan apa dan apa harganya disebutsebut
di depan mereka " Diwaktu itu aku tidak bisa
menahan diri dan mulai membuka serangan,
karenanya Kita akhirnya mengalami kejadian
menyedihkan dan memalukan ini, di mana kita
dirubuhkan dengan mudah oleh mereka.
Jika hal itu diketahui oleh Suhu, apakah Suhu
bisa menahan diri untuk bicara baik-baik dengan
mereka" Jika sampai terjadi pertempuran dan suhu
dirubuhkan mereka, inilah repot. Berarti urusan akan
meluas. Kalau tetua-tetua kita harus turun gunung
mengurus persoalan mi, bukankah Siau Lim Sie akan
kehilangan muka "!"
Sejenak keadaan jadi hening, tidak terdengar
suara ke empat orang pendeta itu. Tampaknya
mereka sedang bingung. Tung Yang berdua Tung Im pun merasa heran.
Entah urusan apakah yang tengah di-hadapi
keempat orang pendeta Siauw Lim Sie itu " Barang
apakah yang ingin mereka minta" Siapakan MEREKA
yang dimaksudkan oleh keempat orang pendeta
236 Siauw Lim Sie itu. yang tampaknya memiliki
kepandaian sangat tinggi dan ilmu pedang yang
tidak bisa diremehkan" Lalu siapa guru keempat
murid Siauw Lim Sie itu "
Karena semua pertanyaan itu tidak bisa terjawab,
dasar memang Tung Yang memiliki tabiat selalu
ingin tahu urusan orang lain, jadi merasakan hatinya
gatal. Semakin lama hatinya semakin terkitik oleh
keinginan buat mengetahui persoalan yang
sebenarnya. Dia nyengir kepada isterinya,
bilangnya: "Aku akan keluar buat menanyai umsan
apakah yang sedang mereka hadapi. Mereka muridmurid
Siauw Lim Sie, tampaknya urusan mereka
adalah urusan yang benar, Tidak ada salahnya kalau
kita membantu mereka, jika memang diperlukan."
"Hai, hai," menghela napas Tung Im. "Kembali
kumat sifat usilmu !"
Tetapi Tung Yang cuma nyengir dan isterinya
tidak menahannya waktu dia keluar dari kamar.
Keempat pendeta itu berpaling mengawasi Tung
Yang, tidak ada yang menyapanya, Tung Yang
menghampirinya sambil tertawa. "Aduh, aduh,
mengapa keadaan Siewie Taysu seperti itu ?", tanya
Tung Yang "Kebetulan aku memiliki obat luka, kalau
kalian tidak keberatan menerimanya, mau aku
berikan buat kalian !"
237 Sambil berkata begitu Tung Yang mengeluarkan
empat butir Yo wan berwarna coklat tua dan
menyerahkan kepada keempat pendeta itu. Keempat
pendeta tersebut ragu-ragu menerima Yo-wan itu,
mengawasinya sejenak, kemudian si Hwe-shio yang
jadi Toa-suheng bertanya pada Tung Yang :
"Lojinke, siapakah Lojinke sebenarnya ?"
"Aku si orang tua perantauan yang tidak punya
tempat tetap," menjawab Tung Yang "Silahkan
Siewie Taysu makan obatku, jangan kuatir, obat itu
bukan racun, pasti bisa menyembuhkan luka-luka
Taysu sekalian, kebetulan memang aku si tua
mengerti sedikit-sedikit ilmu pengobatan."
Keempat orang pendeta itu berdiam bimbang,
sampai si Toa-suheng memecahkan pembungkus Yowan
dan menciumnya. Dia merasakan harum
semerbak dari Yo-wan tersebut, menunjukkan
bahwa itulah obat yang sangat baik sekali, karena
memancarkan harumnya Cengsom dan kolesom.
Juga ia mencium beberapa bau obat-obat lainnya
yang diramu dalam Yo-wan tersebut.
Akhirnya ia menelan Yo-wan tersebut, ketiga
orang hweshio lainnya mengikuti perbuatan Toasuheng
nya. Mereka pun menelan Yo-wan di tangan
masing-masing. Segera mereka merasakan
semangat mereka pulih, jauh lebih segar dan
sebelumnya. 238 Si Toa-suheng merangkapkan kedua tangannya,
katanya: "Pin-ceng Kam Siang Cie mengucapkan
syukur dan terima kasin pada Lojinke. Tampaknya
Lojinke sedang menghadapi kesulitan dengan anak
Lojinke yang kabarnya menderita demam. Apakah
sekarang anak Lojinke sudah sembuh ?"
Tung Yang nyengir. "Sudah, sudah sembuh,"
katanya. "Sekarang keadaannya jauh lebih baik.
Tetapi justeru aku si tua jadi heran melihat Taysu
berempat mengalami keadaan seperti itu. Siapakah
penjahat yang telah menganiaya kalian berempat?"
Kam Siang Cie menghela napas dengan wajah
murung, katanya kemudian: "sebetulnya sungguh


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memalukan sekali. Kami kebetulan bertemu dengan
lawan yang sangat tangguh, kami berempat rubuh
ditangan mereka. Walaupun Pinceng bersama tiga
Sute Pinccng berusaha mengadakan perlawanan,
tetap saja nihil. Kedua ojang musuh kami itu benarbenar
tangguh. Mereka. bernama Thian Tee Jie Kui
(Dua Iblis Bumi Langit)"
Muka Tung Yang berobah, dia berseru kaget.
"Apa ?", tanyanya. "Thian Tee Jie Kui berada disini ?"
Melihat sikap Tung Yang, keempat pendeta itu
memandang heran dan bercuriga. Memang Kam
Siang Cie sejak pertama kali melihat Tung Yang dan
Tung Im, ia sudah bercuriga bahwa kedua orang tua
itu bukanlah orang biasa. Sekarang mendengar
tentang Thian Tee Jie Kui muka Tung Yang berobah,
239 walaupun sejenak saja, itu sudah cukup menambah
kecurigaan Kam Siang Cie dan ketiga orang adik
seperguruannya. Mereka jadi semakin berwaspada.
"Benar," menyahuti Kam Siang Cie. "Thian Tee Jie
Kui yang telah "melukai kami, Apakah Lojinke kenal
dengan mereka?" "Tung Yang sudah bersikap biasa, dia nyengir
sambil garuk-garuk kepalanya.
"Tidak. tidak hanya sering dengar tentang
mereka," katanya. "Kabarnya Thian Tee Jie Kui
sangat hebat ilmunya, jarang yang bisa menandingi
mereka." Dimulut dia berkata begitu, dihatinya Tung Yang
justeru berpikir! "Aneh, keempat keledai gundul ini
tidak tahu selatan, mereka berani bermusuhan
dengan Thian Tee Jie Kui" Mana mereka bisa layani
kedua iblis Bumi Langit itu " Seratus pendeta seperti
mereka sekalipun tidak mungkin bisa melayani Thian
Tee Jie Kui " "KaIau begitu Lojinke banyak mendengar tentang
kalangan Kangouw dan tentunya Lojinke sendiripun
orang Kangouw," kata Kam Siang Cie.
Tung Yang nyengir lagi. "Ya, ada beberapa orang Kangou-w yang jadi
sahabatku, dari merekalah aku mendengar kisahKANG
ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
240 kisah tentang Kangouw," menyahuti Tung Yang.
"Oya, barang apa yang sebetulnya Taysu berempat
ingin ambil dari Thian Tee Jie Kui?"
Kam Siang Cie bersama tiga orang saudara
seperguruannya bimbang, mereka saling
mengawasi. Tetapi akhirnya Kam Siang Cie
memutuskan untuk menceritakan apa yang tengah
mereka lakukan dan telah dialami oleh mereka,
karena mengingat budi kebaikan Tung Yang yang
sudah memberikan obat luka kepada mereka.
Tampaknya Tung Yang pun bukan sebangsa manusia
tidak baik. "Sebetulnya kami malu buat menceritakannya,"
bercerita Kam Siang Cie akhirnya. "Sebulan yang
lalu dua orang Sute Pinceng melakukan perjalanan
turun gunung untuk mengawal barang yang akan
dikirim ke Bu Tong Pay..."
"Aneh !" Mcmotong Tung Yang tiba-tiba.
"Bukankah selama ini Siauw Lim Sie memiliki
peraturan yang keras, bahwa murid-muridnya
dilarang untuk jadi piauwsu (pengawal barang
kiriman) maupun membantu pekerjaan Piauw-kiok"
Apa yang didengar olehku situa, jika ada murid
Siauw Lim Si yang melanggar larangan tersebut
akan menerima hukuman sangat berat dari pintu
perguruan " Juga yang aneh, justeru seperti Tay-su.
tidak memakai gelaran seperti pendeta-pendeta
Siauw Lim Sie lainnya, Taysu hanya memakai tiga
huruf nama, yaitu Kam Siang Cie...!"
241 Kam Siang Cie menghela napas, lesu sekali
sikapnya. "Tentang gelaran memang kami belum
berhak memakainya, karena kami adalah murid
Siauw Lim Sie tingkat kesembilan. Murid-murid
Siauw Lim Sie yang sudah mencapai tingkat empat,
barulah mempergunakan gelaran dengan resmi."
"Jadi pendeta-pendeta Siauw Lim Sie dari tingkat
kelima kebawah belum boleh memakai gelaran?"
Tanya Tung Yang tambah heran.
"Ya. memang peraturannya begitu. Tetapi
biaranya murid-murid dari piniu perguruan kami
sudah mempersiapkan gelaran untuk dirinya, yang
dipergunakannya jika turun gunung. Ialu bagi muridmurid
yang tidak mematuhi peraturan pintu
perguruan. Kami kira melanggar peraturan seperti
itu tidak baik buat kami, mengapa kami harus
memaksakan diri memakai gelaran kependetaan,
sedangkan kedudukan kami memang belum sampai
pada tingkat yang telah ditetapkan" semua
peraturan tersebut untuk mencegah murid-murid
yang belum mencapai tingkat empat melarikan diri
turun gunung, karena merasa kepandaiannya sudah
cukup. Biasanya murid dari pintu perguruan kami
yang sudah mencapai tingkat keempat, barulah
menyadari, betapapun juga mereka harus lebih
menyempurnakan kepandaiannya. Kesadaran
mereka Iebih penuh dan baik dari murid-murid
tingkat lima, keenam atau ketujuh dan seterusnya.
Banyak orang yang sengaja datang ke Siauw Lim Sie
kami untuk mempelajari ilmu silat kami, hanya
242 untuk memiliki ilmu silat dan setelah merasa cukup
dengan ilmu siiat yang mereka peroleh, akan turun
gunung dengan cara melarikan diri. Mereka tidak
mau menjadi pendeta seumur hidupnya.
Sebab itu, buat apa mereka mempergunakan
gelaran dulu, jika pada akhirnya tokh mereka
melarikan diri " Bukankah jika terjadi persoalan
seperti itu, murid yang melarikan diri itu sudah bisa
mempergunakan namanya terus dan tidak usah jadi
pendeta, juga tidak mempersulit pintu perguruan
kami" Tung Yang mengangguk-angguk baru mengerti.
"Ooo, kiranya begitu..." katanya.
"Tentang peraturan yang menyatakan murid
Siauw Lim Sie dilarang ikut mencampuri urusan
piauwkiok, memang Lojinke tidak salah. Ada
peraturan seperti itu, jika ada murid Siauw Lim Sie
dari tingkat keberapa saja, yang diketahui jelas
membantu kegiatan Piauwkiok, maka akan dijatuhi
hukuman yang berat. Selama sepuluh tahun harus
duduk bersemedhi menghadapi tembok, untuk
menebus dosa mereka. Tetapi kedua Sute Pinceng yang turun guaung
justeru tidak ada urusan dengan pihak Piauwkiok.
Mereka malah menerima tugas dari guru kami untuk
membawa sesuatu barang, yang akan diberikan
kepada pihak Bu Tong Pay, kepada Ciangbunjin
243 pintu perguruan tersebut, karena barang itu sangat
penting sekali dimana mencegah timbulnya salah
paham diantara Siauw Lim Pay dan Bu Tong Pay.
Barang itu bisa membuktikan bahwa pihak Siauw
Lim Sie tidak bersalah terhadap pembunuhan masal
belasan orang murid Bu Tong Pay dikota Bian Sang.
Tetapi sayang, justeru dalam perjalanan kedua Sute
Pinceng telah di lukai oleh Thian Tee Jie Kui, tetapi
kami gagal untuk merampas kembali barang itu dari
tangan Thian Tee Jie Kui, dia benar-benar manusiamanusia
aneh berkepandaian sangat lihay." Setelah
berkata begitu, Kam Siang Cie menghela napas
dalam-dalam, mukanya murung.
"Barang apa yang Taysu maksudkan sebagai
barang bukti itu ?", tanya Tung Yang semakin
ketarik. "Bolehkah aku situa mengetahuinya ?"
Sepasang alis Kam Siang Cie mengkerut,
menunjukkan keraguan. Kemudian baru dia
memberitahukan. "Dua pucuk surat, didalam surat
itu dijelaskan siapa pembunuh belasan murid Bu
Tong Pay ! Kalau surat itu tidak sampai ketangan
ciangbunjin Bu Tong Pay, niscaya akan menimbulkan
salah paham besar, akhirnya melahirkan bentrokan
keras antara Siauw Lim Sie dengan Bu Tong Pay,
sebab baru-baru ini justeru banyak orang-orang
Kangouw menuduh pelaku pembunuhan masal
terhadap murid-murid Bu Tong Pay adalah pihak
Siauw Lim Pay! 244 Celakanya lagi, justeru pada setiap korban
terdapat tanda lima jari tangan, yang ada didada
masing-masing, tanda bekas pukulan Sin Wan Kun
Hoat, salah satu ilmu pukulan Siauw Lim kami, ltulah
sebabnya banyak yang menduga bahwa pembunuh
murid-murid Bu Tong Pay dilakukan oleh orang
Siauw Lim. Kami selama sebulan lebih melakukan
penyelidikan dan berhasil menemukan dua pucuk
surat sebagai tanda bukti bahwa pelakunya bukan
orang Siauw Lim, kami ingin mencuci bersih nama
baik pintu perguruan kami, karenanya guru kami
perintahkan dua orang Sute Pinceng, yaitu Liok Sute
dan Ngo Sute untuk mengantarkan barang bukti itu
kepada Ciangbunjin Bu Tong Pay, agar selanjutnya
kami dua pintu perguruan bisa bersama-sama
melakukan penyelidikan siapakah pembunuh kejam
yang sebenarnya. Namun, siapa sangka muncul Thian Tee Jie Kie,
yang merampas barang bukti itu. Kedua adik
seperguruan Pinceng pulang dalam keadaan luka
parah, sebetulnya Suhu sudah tak sabar lagi dan
ingin menemui Thian Tee Jie Kui, hanya saja setelah
dipertimbangkan Suhu perintahkan kami berempat
untuk meminta pulang barang bukti itu, sebab kalau
Suhu yang menemui Thian Tee Jie Kui sulit
menghindarkan pertempuran lagi. Rupanya memang
Thian Tee Jie Kui mencari-cari urusan dengan pihak
kami, ia malah menghina dan melukai kami."
245 Tung Yang mengangguk, ia mulai mengerti duduk
persoalannya. Di dalam hatinya Tung Yang berpikir:
"Ya, memang tampaknya Thian Tee Jie Kui mencaricari
urusan dengan pihak Siauw Lim. la sengaja
melukai dua adik seperguruan pendeta ini, tidak
dibunuhnya. Padahal jika Thian Tee Jie Kui mau, dia
bisa melakukannya dengan mudah. Demikian juga
terhadap keempat pendeta ini.
Tampaknya persoalan bukan urusan enteng, di
balik semua ini pasti tersembunyi urusan yang cukup
ruwet. Kalau sampai Siauw Lim dengan Bu Tong
bentrok, inilah hebat."
Kam Siang Cie menghela napas, katanya lagi
dengan lesu: "Kami telah dirubuhkan, pamor kami
sudah runtuh, kami bermaksud pulang, terima kasih
atas hadiah obat Lojinke."
"Tunggu dulu," kata Tung Yang. "Sekarang Thian
Tee Jie Kui berada di mana ?"
Kam Siang Cie tidak segera menyahuti, ia
mengawasi, Tung Yang sejenak, baru kemudian
katanya : "Mereka berdiam di lamping bukit Kiesung,
tidak terlalu jauh dari sini !"
"Mari kita pergi menemui mereka !" ujar Tung
Yang sambil berdiri. Kam Siang Cie berjingkrak karena kaget demikian
juga tiga orang aiik seperguruannya.
246 "Lojinke...?" Suara Kam Siang Cie tidak lancar.
Tung Yang nyengir. "jangan kuatir, kalian tidak
akan celaka di tangan mereka. Aku punya cara
untuk meminta surat-surat penting kalian dari
tangan mereka." Sekarang Kam Siang Cie berempat semakin yakin
bahwa orang tua di depan mereka ini bukanlah
orang sembarangan. Tapi mereka bimbang, apakah
orang tua ini bisa menghadapi Thian Tee Jie Kui "
Apa yang bisa dilakukan Tung Yang" Cara apa yang
katanya bisa dipergunakan untuk meminta suratsurat
penting dari kedua iblis itu "
Melihat Kam Siang Cie berempat mengawasi
ragu-ragu padanya, Tung Yang nyengir lagi,
katanya: "Jangan kuatir, kujamin tidak akan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan pada kalian.
Tunggu, aku ingin beritahu kan dulu pada isteriku..."
"Locianpwe," tiba-tiba Kam Siang Cie
merangkapkan kedua tangannya, "Bolehkah kami
mengetahui siapa Locianpwee sesungguhnya ?"
"Nanti juga kalian mengetahui," menyahuti Tung
Yang, kemudian kembali ke dalam kamar.
"Nah, kumat lagi kebiasaan burukmu, selalu usil
mencampuri urusan orang lain !" Belum lagi Tung
Yang sempat memberitahukan pada Tung Im,
isterinya sudah menyambutnya dengan kata-kata
247 seperti itu, sebab Tung Im mendengar semua
percakapan Tung Yang dengan keempat pendeta
Siauw Lim. "Terpaksa, kebetulan Thian Tee Jie Kui berada di
sini, siapa tahu urusanku yang dulu belum


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diselesaikan dengan mereka bisa diselesaikan
sekarang " Kau jaga Giok Han, aku akan menemani
keempat pendeta itu!"
Tung Im tertawa. "Baiklah, percuma saja aku
menahan-nahan kau tua bangka, kau manusia yang
tidak bisa dicegah, selalu maunya sendiri. Pergilah,
tapi jangan lama-lama jika Hanjie sudah sadar,
tentu membutuhkan pengobatan yang lebih cermat
lagi" Tung Yang keluar menghampiri keempat pendeta.
la bilang: "Nanti Siewie Taysu yang menghadapi pule
sepasang iblis itu. jangan takut, aku nanti
memberikan cara yang terbaik untuk menghadapi
mereka, inilah jurus-juius yang perlu kalian
pergunakan, niscaya Thian Tee Jie Kui tidak bisa
mencelakai kalian !"
Sambil berkata begitu, Tung Yang
memperlihatkan gerakan-gerakan yang terdiri dari
beberapa jurus. Sederhana dan mudah untuk
ditangkap dan dipahami oleh keempat pendeta
tersebut. Menyaksikan jurus-jurus yang
diberitahukan oleh Tung Yang, keempat pendeta itu
jadi kaget dan kagum. 248 Mereka baru menyadari bahwa Tung Yang
memang benar-benar seorang jago tua yang
memiliki kepandaian tinggi. Jurus-jurus yang
diajarkan oleh Tung Yang memang cara yang paling
baik untuk menghadapi serangan yang
bagaimanapun dari lawan. Sederhana sekali jurus itu, cuma terdiri dari
empat gerakan, akan tetapi dengan empat gerakan
yang diulang-ulang terus, musuh yang bagaimana
tangguhpun tidak bisa menerobos pembelaan diri
tersebut. Tung Yang menyuruh keempat pendeta itu
mempraktekkannya, dan memberitahukan
kekeliruan-kekeliruan yang mereka lakukan. Jurus
yang diajarkan Tung Yang sebetulnya mirip dengan
jurus "Sie Kuan Cap Peh Lo Han", hanya saja
terdapat perbedaan sedikit pada bagian pembukaan
serta penutupnya. Jauh lebih ketat. Kam Siang Cie
berempat jadi kagum bukan main, kini mereka
menghormati benar orang tua itu.
"Mari kita berangkat," ajak Tung Yang setelah
melihat keempat pendeta tersebut berhasil
menguasai gerakan dari jurus yang diajarkannya.
Walaupun ragu-ragu, keempat pendeta itu
mengangguk. Diam-diam mereka girang, karena
mereka percaya orang tua ini yang tampaknya
sangat liehay, bisa jadi tuan penolong. Mereka telah
runtuh di tangan Thian Tee Jie Kui, kalau sekarang
bisa merebut dua pucuk surat penting dari tangan si
249 iblis atas pertolongan orang tua ini, bukankah
mereka tidak perlu terlalu kecewa " Yang membuat
mereka ragu-ragu ialah, kalau orang tua ini rubuh di
tangan Thian Tee Jie Kui. bukankah mereka
berempatpun akan dianiaya oleh kedua iblis itu "
Sebab sebelum melepaskan keempat pendeta
yang sudah dilukai itu, Thian Tee Jie Kui sempat
biiang: "Jika, kalian berempat kembali kemari,
waktu itu kami tidak akan bermurah hati seperti
sekarang, jantung kalian satu persatu akan kami
keluarkan untuk dipanggang... Tapi keempat
pendeta itu nekad. Dengan berlari-lari mereka pergi ke lamping bukit
Kie-sung, tidak terlalu jauh, sebab mereka cepat
sudah tiba di sana, keadaan di sekitar tempat itu
sepi, tidak terlihat seorang manusiapun juga.
Lamping bukit tersebut berada di lembah Sui-kok,
pohon-pohon tumbuh liar. Kam Siang Cie menunjuk pada lamping bukit di
sebelah kanan. "Mereka berdiam di goa yang
terdapat di bukit itu!"
", katanya. "Ayo kalian berempat menyerbu lagi, nanti kalau
Taysu berempat gagal menghadapi mereka, barulah
aku turun tangan!" 250 Kam Siang Cie menarik napas dalam-dalam,
untuk menindih keraguan. la menoleh kepada ketiga
orang adik seperguruannya, mengangguk memberi
isyarat. Dengan ringan mereka melompati
sebungkah batu besar, melompati lagi beberapa
potong batu tibalah mereka di depan goa, di tempat
mana menurut Kam Siang Cie berdiam Thian Tee Jie
Kui. Baru saja Kam Siang Cie berempat menancapkan
kaki di tanah depan goa yang gelap sudah terdengar
suara yang mengaung bengis : "Kalian benar-benar
mau mampus, kerbau-kerbau dungu ! Bukannya
pulang ke kandangmu di Siauw Lim, malah masih
berkeliaran di sini ! Siapa yang kalian bawa-bawa
kemari ?" Kaget juga Tung Yang, benar-benar hebat
pendengaran Thian Tee Jie Kui. Dengan hanya
mendengar saja, dari jarak yang cukup jauh seperti
itu, ia sudah mengetahui Kam Siang Cie bukan
datang berempat saja. Segera Tung Yang tertawa
terbahak-bahak. "Aku Tung Yang yang ingin menyelesaikan
persoalan kita, Thian Tee Jie Kui ! kebetulan tadi aku
bertemu dengan keempat Taysu itu, kusuruh mereka
mengantarkan aku kemari." Suara Tung Yang pun
mengaung karena ia tidak mau kalah, menggunakan
Lwekangnya waktu berkata-kata, seperti juga suara
Tung Yang menggetarkan bukit tersebut dan
sekitarnya. 251 Ooh, oooh. kiranya si tabib siluman yang datang
!" Terdengar suara mengejek dari dalam goa, suara
wanita. "Mana gundikmu. tabib siluman ?"
"Hehehe. gundikku sedang kelelahan, ia minta
aku sendiri yang menyelesaikan persoalan kita yang
sudah tertunda puluhan tahun !"
"Hu ! Hu ! Sialan ! Kau datang sendiri, berarti aku
hilang kegembiraan. Paling tidak hanya suamiku
yang melayani kau!" " "Kalian maju bersama juga aku tidak ke beratan,
kita akan main-main dengan gembira !" Manyahuti
Tung Yang, sambil melesat mendekati goa itu.
"Hei kerbau-kerbau Siauw Lim," terdengar suara
mengaung tadi, suara laki-laki, disusul dari dalam
goa muncul sesosok tubuh, seorang tua yang
berjenggot panjang dan mengenakan jubah hijau.
Orang itu benar-benar kate tingginya belum cukup
tiga kaki dan mukanya luar biasa pula.
Tapi, yang paling yang paling luar biasa adalah
jenggotnya yang berukuran lebih panjang dari pada
badannya, sehingga terseret-seret di tanah. Bagian
pinggang dari jubahnya yang berwarna hijau tua,
diikat dengan tali rumput yang juga berwarna hijau.
Matanya mendelik menyapu pada Kam Siang Cie
berempat: "Apakah kalian minta mampus baru
252 senang" Mengapa tidak cepat-cepat menggelinding
pergi ?" Kam Siang Cie tidak buang waktu lagi, segera
menubruk dengan pedang ditangan, menikam pada
si Jenggot ini. Tiga orang adik seperguruannya juga
membarengi dengan tikaman mereka.
Si Jenggot salah seorang dari Thian Tee Jie Kui,
berlaku bengis satu kali ia sudah didesak, ia tidak
mau membiarkan. Dengan beruntun ia
mempergunakan "Pek Khong Ciang" atau "Pukulan
udara kesong?" untuk menghajar keempat pendeta
Siiuw Lim Sie. Akan tetapi hatinya tercekat, sebab
tahu-tahu cara menyerang keempat pendeta
tersebut berobah. Ini tidak pernah disangka-sangka, sebab belum
lama yang lalu masih mudah untuk merubuhkan
keempat pendeta itu. Tapi seketika si Jenggot
tersadar. "Hat. ini tentu kau tabib siluman yang
main gila!" Segera tangannya meraba pinggangnya,
berkelebat sinar menyilaukan, di tangan si Jenggot
sudah tercekal pedang, yang waktu digerakkan
mengeluarknn suara mengaung. "Sekarang aku
tidak akan memberi ampun lagi pada kalian,
walaupun kalian menangis dan terkencing-kencing
mohon pengampunan!" 253 Membarengi kata-katanya. pedangnya
berkelebat. Terdengar suara benturan antara benda
logam yang terjadi beruntun, yang luar biasa empat
batang pedang Kam Siang Cie berempat jadi
buntung ! Tung Yang mengawasi dengan hati menyesal. Dia
mengajari Kam Siang Cie berempat jurus yang bisa
dipergunakan membela diri dengan rapat. Tapi
tampaknya Kam Siang Cie gagal untuk
memanfaatkan jurus yang diajarkannya itu. Di
samping Lwekangnya yang masih kalah jauh dengan
si Jenggot, keempat pendeta itupun main buka
serangan, itulah kesalahan terbesar, kalau saja Kam
Siang Cie berempat mau hanya bela diri belum tentu
mereka dapat dirubuhkan begitu cepat.
Namun Tung Yang tidak bisa berdiam diri terlalu
lama, keempat pendeta Siauw Lim Sie itu terancam
keselamatannya. la segera melompat kedepan.
Waktu itu pedang si Jenggot mengaung berkelebatan
menikam Kam Siang Cie. dikibas oleh ujung lengan
baju Tung Yang, sehingga pedang saling bentur
dengan ujung lengan baju Tung Yang.
Pedang terhentak, kesempatan itu dipergunakan
oleh Kam Siang Cie melompat mundur, mukanya
pucat pias, karena ia baru saja lolos dari kematian.
Tiga orang adik seperguruannya pun melompat
mundur. 254 Si Jenggot menarik pulang pedangnya, tertawa
dengan muka bengis. "Aku tidak menyangka bahwa kau si tabib
siluman mau bekerja untuk Siauw Lim Sie, sungguh
bermimpipun tidak pernah kusangka." mengejek si
Jenggot. "Dengar dulu," kata Tung Yang. "Urusan kita
tertunda dan belum terselesaikan. Sekarang kita
bisa bertemu, tentu saja aku jadi tidak sabar.
Persoalan kau dengan pendeta-pendeta Siauw Lim
Sie boleh kalian urus nanti !"
Muka si Jenggot dalam keadaan biasa sudah
menakutkan, karena seperti muka mayat. Tapi
sekarang mukanya jauh lebih menakutkan. "Aku
tidak nyana Sioe Bok Tiang Seng Kang begitu
liehay," kata si Jenggot mengejek. "Tampaknya
setelah berpisah belasan tahun, kau memperoleh
kemajuan yang lumayan !"
"Eh, Jenggot!" kata Tung Yang nyengir "Sekarang
kita tidak usah terlalu banyak basa-basi. Aku ingin
sekali melihat berapa banyak kemajuan yang selama
ini kau peroleh." "Baiklah, mari kita mulai!", kata si jenggot.
"Hanya sayang gundikmu tidak di ajak serta,
sehingga isteriku harus kesepian berdiam saja di
dalam goa." 255 "Senjata apa yang akan kau gunakan?" Tanya
Tung Yang. "Coba aku lihat dulu !"
"Kau anggap pedangku ini tidak pantas
dipergunakan melayanimu?" si Jenggot menegasi.
"Boleh ! Lihatlah !" la berjingkrak, tahu-tahu
pedangnya sudah menyambar menimbulkan suara
mengaung, kearah leher Tung Yang.
Tung Yang tertawa terkekeh-kekeh, melompat
mundur. Dengan sikap mengejek dia bilang:
"Aduhhhh, hampir saja leherku putus !" Tangannya
merogo kantong bajunya mengeluarkan sebuah
gunting kecil, yang di angkat tinggi-tinggi. "Kau tahu
kegunaan gunting ini?", tanyanya.
Muka si jenggot semakin menakutkan, ia rupanya
meluap kemarahannya oleh ejekan Tung Yang.
Gunting kecil di tangan Tung Yang adalah gunting
untuk meracik daun obat-obatan, sekarang ingin
dipergunakan untuk melayaninya.
Bukankah itu sama saja dengan ejekan yang tak
terkira bagi si jenggot " Dia segera mengibaskan
pedangnya, Bersiap-siap untuk melompat
menerjang. "Eh, Jenggot !", kata Tung Yang, tetap mengejek.
"Apakah kau tahu nama gunting mustikaku ini ?"
256 "Segala senjata bangsa siluman mana bisa
mempunyai nama yang mulia "!", menyahuti si
Jenggot murka. Tung Yang tertawa terbahak-bahak. "Benar kau,"
katanya. "Namanya memang kurang mulia. Gunting
ini dinamakan Kauw Mo Cian (Gunting Bulu Anjing),
karena mengetahui bahwa di tempat ini terdapat


Cula Naga Pendekar Sakti Liong Kak Sin Hiap Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang manusia jadi-jadian yang berjenggot
panjang, aku sudah sengaja membawa Kauw Mo
Cian untuk menggunting jenggotnya!"
Kam Siang Cie bersama seorang adik
seperguruannya, si Sie-te lantas saja tertawa besar
karena tidak bisa menahan perasaan lucu atas
ucapan dan lagak Tung Yang. Mereka seperti
melupakan suasana tegang yang tadi mereka
hadapi, dimana hampir saja mereka celaka di ujung
pedang si Jenggot. Sedangkan Jie Suheng dan Samte
pun turut merasakan geli di dalam hati.
Thian Tee Jie Kui mengibaskan pedangnya seraya
berkata: "Memang jenggotku agak terlalu panjang.
Aku akan merasa berterima kasih jika kau suka
tolong mengguntingkannya. Marilah !"
Selagi sang lawan berkata-kata, Tung Yang
mengawasi dinding bukit dengan mata mendelong,
seperti juga ia tak mendengar perkataan orang. Tapi
mendadak cepat bagaikan kilat, gunting itu
menyambar jenggot Thian Tee Jiu Kui. Serangan
tiba-tiba itu sama sekali tak diduga si Jenggot.
257 Untuk berkelit sudah tak mungkin lagi, tapi sebagai
ahli silat kelas satu, dalam keadaan berbahaya,
secara otomatis kedua kakinya menjejak bumi dan
kedua tangannya memegang gagang pedang, di
mana ujung pedang menekan bumi, sehingga pada
saat itu juga badannya yang kate mencelat ke atas,
setombak lebih tingginya.
Tung Yang cepat, tapi Thian Tee Jee Kui yang
laki2 ini lebih cepat lagi. Demikianlah, dalam
segebrakan itu meraka sudah mempertunjukkan
kepandaian yang mengejutkan orang.
Akan tetapi, walaupun Thian Tee Jie Kui laki-laki
ini berhasil menyelamatkan diri, ia tidak berhasil
seluruhnya, karena tiga lembar jenggotnya sudah
kena digunting putus. Tung Yang kelihatan gembira sekali. Sembari
mengangkat tiga lembar jenggot itu dengan tangan
kirinya, ia meniup keras-keras. Tiga lembar jenggot
itu menyambar kearah ranting pohon yang tidak
terpisah jauh darinya. Dengan mengeluarkan suara
nyaring ranting pohon itu patah dan jatuh ke tanah.
Kam Siang Cie berempat kagum dan kaget
melihat ilmu yang luar biasa dari orang tuayang
sebelumnya tidak mereka pandang sebelah mata.
Tetapi Thian Tee Jie Kui yang laki-laki ini mengetahui
bahwa yang barusan mematahkan ranting bukannya
tiga lembar jenggot itu, tapi tiupan itu yang disertai
dengan tenaga dalam. 258 Karena terlalu kagum menyaksikan peristiwa itu,
adik seperguruan Kam Siang Ce yang ketiga. Samce
menganggap bahwa ranting itu dijatuhkan
dengan tenaga jenggot. "Locianpwe !" ia berteriak.
"Jenggotmu benar-benar lihay ! Omi to-hud !"
Tung Yang tertawa terbahak-bahak. "Eh, Jenggot
! Mari kau !" ia menggapai. Semakin lama
kegembiraan Tung Yang terbangun.
Sesudah dipermainkan beberapa kali, si Jenggot
jadi mata gelap. la menyambar Tung Yang dengan
pedangnya, walaupun bertubuh kate, si Jenggot
ternyata mempunyai tenaga yang luar biasa. Dengan
menerbitkan kesiuran angin dahsyat, pedang yang
berkilauan itu, menyambar-nyambar, jika kena,
sudah pasti Tung Yang akan mengalami ancaman
tidak enteng. Pada saat pedang itu tinggal terpisah setengah
kaki dari dirinya, tangan kiri Tung Yang sekonyongkonyong
menyambar ke bawah coba menerkam
gagang pedang, sedangkan gunting ditangan
kanannya lagi-lagi menyambar jenggot Thian Tee Jie
Kui. Bukan main gusarnya si Jenggot. Dengan sekaii
mringkan kepala, jenggotnya terlolos dari guntingan,
sedang pedangnya terus disabetkan kebawah,
ketangan Tung Yang. 259 "Ah !" Kam Siang Cie mengeluarkan seruan
tertahan dan ketiga orang adik seperguruannya pun
berseru kaget. Mereka membuka mata lebar-Iebar
untuk dapat melihat lebih terang, apa yang akan
terjadi." Begitu pedang menabas tangan musuh, Thian Tee
Jie Kui merasakan bahwa ia seolah-olah memukul
kapas. la mengenal bahaya, buru-buru ia menarik
pulang senjatanya. Tapi sudah kasep ! Dengan sekali
membalikkan tangan, Tung Yang sudah
mencengkeram ujung pedang itu !"
Thian Tee Jie Kui kaget dan gusar. Sam-bil
mengerahkan tenaga dalamnya, ia menyodokkan
pedangnya. Sodokan itu hebat luar biasa dan
menurut pantas Tung Yang akan tertikam atau
sedikitnya terdorong oleh ujung pedang.
Tapi diluar dugaan, dengan mengerahkan sedikit
tenaga, tahu- tahu tubuh Tung Yang melompat
kesamping. sehingga Thian Tee Jie Kui menyodok
tempat kosong. Berbareng dengan melompatnya
Tung Yang, iapun terpaksa melepaskan cekalannya
pada ujung pedang. Dengan geregetan Thian Tee Jie Kui membuat
sebuah lingkaran dengan pedangnya yang lalu
ditikamkan ke kepaIa musuh. Kali ini Tung Yang
agaknya sengaja ingin mempertontonkan ilmunya.
Dia mengerahkan tenaga, tubuhnya "terbang"
setombak lebih, melewati pedang yang menyambar
260 itu. Melihat kepandaian yang begitu luar biasa, tanpa
merasa Kam Siang Cie berempat bersorak sorak.
Menghadapi lawan yang begitu berat, Thian Tee
Jie Kui segera mengempos semangatnya dan
mengirimkan tikaman-tikaman dahsyat. la
mengetahui bahwa tak gampang-gampnng bisa
melukakan musuh, akan tetapi jika ia bisa mendesak
musuh, ia sudah boleh dikatakan memperoleh
kemenangan. Tak dinyana, ilmu Tung Yang sungguh luar biasa.
Belasan tahun mereka berpisah, ternyata
kepandaian Tung Yang memperoleh kemajuan yang
pesat sekali. Tangan kanannya yang mencekal
gunting tak hentinya menyambar jenggot Thian Tee
Jie Kui, sedang tangan kirinya selalu menggunakan
setiap kesempatan untuk merebut pedang musuh,
dengan ilmu Kin Na Ciu Hoat.
Dalam sekejap, mereka sudah bertempur puluhan
jurus, tanpa ada yang keteter. Tapi tak usah
dikatakan lagi, bahwa dalam pertandingan itu. si
Jenggot tidak dipandang sebelah mata oleh Tung
Yang, yang tetap hanya menggunakan gunting kecil
peracik daun-daun obat sebagai senjatanya !
Sesudah lewat beberapa jurus lagi. Thian Tee Jie
Kui merubah cara berkelahinya. la memutar
senjatanya bagaikan titiran, sehingga tubuhnya yang
kate seolah-olah dikurung dengan sinar putih. Dilain
pihak, Tung Yang melompat-lompat tak hentinya,
261 sehingga di tempat itu terdapat suatu pemandangan
yang betul-betul luar biasa.
Kam Siang Cie berempat mengenal rupa-rupa
ilmu silat dari berbagai partai dan cabang persilatan.
Akan tetapi, sesudah beberapa lama memperhatikan
ilmu pedang si Jenggot dan ilmu silat Tung Yang,
belum juga mereka bisa meraba ilmu apa yang
digunakan sikate. Si Jenggot tahu bahwa Tung Yang sengaja
mempermainkannya dan jika pertandingan
dilangsungkan terus, ia tentu akan mendapat malu
didepan mata empat orang murid Siauw Lim Sie.
Maka lantas saja dia berseru: "Tabib siluman, aku
ingin bicara, hentikan dulu permainan kita. Setelah
bicara, nanti kita bisa main-main seribu jurus lagi!"
iapun bermaksud melompat keluar dari gelanggang.
Tung Yang sudah berteriak : "Tak bisa! Tak bisa!"
Berbareng dengan perkataannya, badannya melesat
dari tempatnya menubruk pedang si Jenggot.
Hampir pada detik itu juga, dengan berbunyi:
"Tring," pedang si Jenggot sudah tersentil dan
terpegang oleh tangan kiri Tung Yang yang lalu
menggerakkan tangan kanannya untuk menggunting
Hantu Selaksa Angin 2 Dewa Arak 54 Kabut Di Bukit Gondang Telapak Setan 1

Cari Blog Ini