Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 16
seperguruannya. Kwang Tan sendiri semula bertempur dengan hati ragu2, dia masih selalu berseru.
"Suheng, engkau terlalu memaksa diriku, aku telah mengajak engkau untuk kembali
kejalan yang lurus, ternyata memang engkau lebih ingin memilih jalan yang sesat,
memaksa aku harus melaksanakan
perintah Suhu, apakah engkau
benar2 sudah tidak bisa merobah keputusanmu itu" Atau memang hatimu sudah keras
membatu "!" Tetapi seruan dari Kwang Tan tidak ditanggapi oleh Ban Tok Kui.
Selalu saja, jika Kwang Tan tengah ber seru2 seperti itu tampak Ban Tok Kui
malah menyerangnya semakin hebat.
Dengan demikian membuat Ban
mendesak sementara pada lawannya.
Tok Kui dapat Akhirnya setelah
memperoleh kenyataan Ban Tok Kui tidak bisa dibujuknya, tampak Kwang Tan telah
mengerahkan tenaga sinkangnya,
dia telah mengeluarkan jurus2 terhebat dari pukulan Gunturnya, sehingga dari
kedua tangan Kwang Tan telah mengalir kekuatan tenaga dalam yang luar biasa
hebatnya, juga sangat panas sekali.
Begitu Kwang Tan mempergunakan jurus2 pukulan Gunturnya yang terhebat, maka Ban
Tok Kui jadi tambah terdesak, dia seperti sudah tidak berdaya untuk balas
menyerang karena dia selain hanya berkelit kesana-kemari, dan dia juga tidak
bisa maju terlalu dekat pada Kwang Tan, disebabkan hawa panas yang luar biasa
selalu meluncur keluar dari telapak tangan Kwang Tan.
Ho Tiat melihat keadaan gurunya seperti itu, jadi tambah kuatir Akhirnya dia
telah berseru : "Suhu, menyingkir saja!" Tetapi teriakan Ho Tiat mana bisa
didengar lagi oleh Ban Tok Kui yang tengah sibuk untuk melayani serangan2 yang
dilakukan Kwang Tan. Dia tampak mulai gugup, karena terdesak semakin hebat, Diwaktu itu juga tampak
jelas sekali, bahwa napas Ban Tok Kui memburu keras, disekujur tubuhnya mengalir
keringat yang membasahi bajunya. Dia juga tidak selincah tadi lagi.
Kwang Tan sendiri, semakin lama bertempur semakin bersemangat. Memang dia kalah
pengalaman dibandingkan dengan suhengnya itu, namun tokh dia memiliki ilmu silat
yang sengaja diciptakan oleh guru mereka, buat menindih ilmu silat yang dimiliki
Ban Tok Kui. Hal itu disebabkan guru Kwang Tan yakin suatu saat justeru Kwang Tan akan
bertempur hebat sekali dengan Ban Tok Kui. Maka guru mereka telah mempelajari
seluruh ilmu yang pernah diwariskan kepada Ban Tok Kui.
Dia telah menciptakan ilmu silat baru, buat menindih seluruh kelemahan dari ilmu
silat yang pernah diwariskannya kepada Ban Tok Kui.
Ban Tok Kui sendiri yang semakin lama semakin terdesak sehingga boleh dibilang
dia sulit sekali bernapas, jadi kalap. Namun dalam kekalapannya itu, dia tidak
berdaya buat balas menyerang sedangkan untuk berkelit
atau mengelak dari setiap serangan yang dilakukan Kwang Tan saja, dia sudah
sibuk bukan main. Dengan demikian membuat Ban Tok Kui berulang kali mengeluarkan seruan tertahan,
karena beberapa kali dia hampir terhantam telak oleh Pukulan Guntur Kwang Tan.
Waktu pertempuran itu tengah berlangsung terus selama beberapa puluh jurus lagi,
terlihat Kwang Tan masih merasa belas kasihan kepada suhengnya, tegurnya sambil
menghantam dengan tangan kanannya: "Apakah engkau tetap tidak mau mematuhi
perintah terakhir dari suhu"!" tanyanya.
Ban Tok Kui tidak menyahuti. Dalam kalapnya, dia telah menyalurkan seluruh
tenaga dalam dan racun yang terhebatnya pada kedua telapak tangannya.
Serangan yang kali ini dilakukan oleh Ban Tok Kui memang luar biasa. Angin
terangan itu menyiarkan bau
amis yang bukan main, Kwang Tan tidak mau mengadu kekerasan dengan lawannya,
karena dia menyadari telapak tangan suhengnya ini memang beracun.
Jika sampai telapak tangan mereka saling sentuh, sedangkan diwaktu itu suhengnya
tengah mengerahkan seluruh racun ditelapak tangannya, tentu saja membuat dia yang akan menderita
kerugian, itulah sebabnya Kwang Tan telah mengelak kanannya telah Menghanguskan
sambil membarengi dengan tangan menghantam dengan jurus "Guntur
Bumi" maka sepasang tangannya telak sekali telah menghantam punggung Ban Tok
kui. "Bukkk....!" kuat sekali punggung Ban-Tok Kui kena dihantamnya, dan
hantaman itu telah membuat Ban Tok Kui terhuyung beberapa langkah kedepan, dia
juga telah mengeluarkan seruan kesakitan.
Tampak dia berusaha mengempos semangatnya untuk membendung hawa panas pada
punggung yang telah hangus itu, namun dia tidak berhasil karena dia terguling
juga. Menyaksikan keadaan mengeluarkan seruan dan gurunya seperti itu Ho Tiat
menangis, dia memburu dan memeluk tubuh gurunya, sambil sesambatan. Kwang Tan
berdiri ditempatnya dengan sikap menyesal, karena dia telah menurunkan tangan
begitu keras kepada suhengnya. Dia benar-benar terpaksa sekali.
Ho Tiat setelah menangis sekian lama, akhirnya telah mengangkat kepalanya, dia
memandang kepada Kwang Tan dengan sepasang mata digenangi air mata, mengandung
kebencian yang sangat. "Manusia keji.... terhadap suhengmu sendiri engkau telah menurunkan tangan
demikian telengas, manusia tidak tahu malu!" memaki Ho Tiat diantara isak
tangisnya. Ban Tok Kui mengerang menahan sakit, dia memejamkan matanya, berulang kali dia
masih berusaha menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya, namun dia gagal, tetap
saja, jantungnya telah ikut hangus sebagian akibat dari gempuran yang dilakukan
Kwang Tan tadi, sehingga keadaan Ban Tok Kui waktu itu sangat parah sekali, karena dia telah terluka
didalam yang tidak ringan.
"Suhu !" memanggil HoTiat berulang kali diantara isak tangisnya.
Ban Tok Kui hanya mengerang saja. Dikala itu terlihat Ho Tiat telah
menggoyang2kan tubuh gurunya, dia melihat sepasang mata gurunya dipejamkan dan
dari mulutnya terdengar suara rintihan yang perlahan.
"Suhu... apakah lukamu sangat berat sekali ?" tanya Ho Tiat pula. Ban Tok Kui
tidak menyahuti dan hanya mengerang saja, Diwaktu itulah terlihat Ho Tiat jadi
kalap, Setelah tidak memperoleh jawaban dari gurunya, dia tahu2 telah berdiri,
kemudian menghampiri Kwang Tan, dengan
sepasang mata digenangi air mata, dia telah berkata dengan suara berang
mengandung kemarahan yang sangat: "Engkau manusia keji, manusia yang tidak
memiliki perikemanusian...terhadap suhengmu sendiri, engkau telah menurunkan
mengatakan tangan demikian keji, engkau selalu
bahwa suhengmu bertangan telengas, tetapi sekarang engkau sendiri, memiliki
tangan yang jauh lebih telengas lagi..!"
Kwang Tan berdiam diri saja, dia tidak melayani cacian sigadis kecil itu.
Sedangkan Ho Tiat telah menghampiri Kwang Tan, kemudian dengan mempergunakan
kedua kepalan tangannya buat memukuli dada Kwang Tan, dengan sekuat tenaganya.
Kwang Tan tetap tidak berkelit, dia tidak menghindar dari pukulan kedua kepalan
tangan Ho Tiat, Dia membiarkan kepalan tangan gadis itu memukuli dadanya,
sehingga terdengar suara yang nyaring: "Buk...buk...buk...." berulang kali, dan
dia tetap saja berdiam diri, seperti tidak merasa sakit pada dadanya.
Justeru sebaliknya, Ho Tiat yang setelah memukuli sekian lama, akhirnya
menjerit-jerit kesakitan, karena kedua kepalan tangannya telah membengkak merah
dan mendatangkan rasa sakit yang bukan main hebatnya .. rupanya waktu Ho Tiat
memukuli dadanya, dan Kwang Tan hanya mengerahkan tenaga dalamnya melindungi
dadanya, dan tenaga dalamnya itu telah membuat pukulan
dari kedua kepalan tangan Ho Tiat selalu mental balik. Karena Ho Tiat telah
memukul dengan sekuat tenaganya, maka hebat juga mentalnya tenaga berbalik itu.
Perlu diketahui, dengan cara melindungi dadanya melapisi dengan tenaga
dalamnya, jika seorang lawan menyerang Kwang Tan semakin kuat tenaga pukulannya,
maka tenaga membaliknya akan sama kuatnya, jika dipukul perlahan, tenaga
membalik itupun akan perlahan pula, itulah sebabnya, mengapa Ho Tiat jadi
bengkak kedua kepalan tangannya.
Dia dalam kalapnya memukuli Kwang Tan dengan kedua kepalan tangannya sekuat
tenaga, dia juga tengah kalap, sehingga dia tidak merasa sakit pada pukulan2
pertama. Tetapi setelah menghantam sekian lama, disaat dia menyudahi pukulannya itu,
justeru dia merasakan kepalan tangannya itu sakit bukan main, karena membengkak
merah dan besar, Dan gadis itu menangis kesakitan.
Kwang Tan menghela napas.
"Jika kau mau meminta dengan hormat kepadaku obat untuk melenyapkan rasa sakit
itu, aku akan memberikannya !" kata Kwang Tan kemudian.
Tetapi Ho Tiat benar2 sangat keras hati, biarpun dia merasakan kedua kepalan
tangannya itu sakit bukan main, tokh dia tidak mau memohon untuk diberikan obat
dari Kwang Tan Dia hanya merintih dan menangis kesakitan.
Diwaktu itu Kwang Tan telah menghampiri dan berkata lagi dengan suara yang
sabar: "Apakah engkau tetap tidak mau meminta obat penyembuh kepalan tanganmu
itu agar tidak mendatangkan rasa sakit seperti itu"!"
Ho Tiat tetap tidak menyahut, dia hanya menangis menahan sakit. Sesungguhnya,
keadaan kedua kepalan tangan Ho Tiat dapat disembuhkan dengan segera oleh Kwang
Tan. Jika memang Kwang Tan memberikan obat kepada sigadis, maka rasa sakit itu
akan lenyap. Dan bengkak kedua kepalan tangan itu akan lenyap jika saja Kwang Tan mengurutnya
pada jalan-jalan darah tertentu dikepalan tangan itu.
Namun justeru Ho Tiat benar2 keras hati, biarpun dia merasakan kesakitan yang
sangat, tetap saja dia tidak mau memohon untuk diberikan obat pelenyap sakit
dari Kwang Tan. Dengan demikian, sengaja juga Kwang Tan tidak mau dulu memberikan obat pelenyap
sakit itu, Kwang Tan telah menghampiri suhengnya yang masih rebah ditanah dalam keadaan
setengah pingsan, dimana ia berada dalam keadaan sadar dan tidak.
Setelah mengawasi sekian lama, Kwang Tan berjongkok disampingnya.
"Suheng....!" panggilnya perlahan.
Ban Tok Kui membuka matanya, dia melihat bahwa disampingnya berjongkok Kwang
Tan. Dia mengerang perlahan dan memejamkan matanya pula.
"Sungguh menyesal sekali aku harus menurunkan tangan demikian merobah keras
kepada suheng, apakah suheng telah keputusanmu dan akan mematuhi perintah
terakhir Insu "!" tanya Kwang Tan lagi.
Ban Tok Kui tetap memejamkan matanya, dia tidak menyahut, hanya mengerang saja.
Sampai akhirnya dia telah membuka pula matanya, dia memandangi Kwang Tan
beberapa saat dengan muka meringis.
Walaupun bagaimana hati Kwang Tan tidak tega melihat keadaan suhengnya seperti
itu, dia telah berkata dengan hati yang terharu: "Apakah suheng benar2 tidak
bisa mematuhi perintah terakhir Insu !"
"Aku.... aku...." berkata sampai disitu, Ban Tok Kui tidak bisa meneruskan
perkataannya, karena dia mengerang lagi perlahan mukanya meringis menahan sakit
yang tidak terkira, Ban Tok Kui pun menyadarinya, bahwa ia telah terluka didalam
yang cukup berat, karena dari itu, dia yakin Jika tidak memperoleh obat dari
Kwang Tan, tentu akhirnya pasti membuat dia menemui ajalnya.
Maka dia telah berkata dengan suara perlahan lagi "Aku... aku hanya menitipkan
muridku itu." "Tetapi suheng, jika memang engkau bermaksud untuk mematuhi perintah terakhir
Insu, aku akan memberikan obat yang dapat menyembuhkan lukamu itu." kata Kwang
Tan. Diapun telah merogoh sakunya, mengeluarkan obatnya. Tetapi Ban Tok Kui
menggeleng perlahan mukanya masih tetap meringis.
"Tidak... tidak mungkin. Aku telah berusaha untuk mematuhi perintah terakhir
Insu, akan tetapi kenyataannya tetap saja aku akhirnya terdesak buat melakukan
hal-hal yang sesungguhnya sudah tidak ingin kulakukan seperti yang terjadi pada ketujuh
orang Bengkauw itu, aku dari jauh ketika melihat mereka, aku telah mengajak
Tiat-jie buat menyingkir agar tidak bertemu dengan mereka, tetapi mereka tetap
mengejar dan menghadang kami, sampai akhirnya aku turun tangan dan berakhir
justeru mereka telah kuhajar..!" Mendengar perkataan Ban Tok Kui seperti itu, Kwang Tan mengerutkan alisnya, dia
bilang: "Pesan terakhir Insu bukan hendak mengekang dirimu, bukan berarti engkau
tidak boleh mempergunakan kepandaianmu itu, tapi justeru engkau dapat menghajar
ketujuh orang Bengkauw itu jika
memang mereka bersalah, tetapi tentu saja tidak dengan hajaran yang bisa
mengancam jiwa mereka. Dan juga tidak penting sekali tanganmu selalu
mempergunakan racun seperti itu..."
"Aku... aku memang telah melatih dan merendam tanganku dengan berbagai racun.
Dan juga karena itu tentu saja racun itu sudah tidak dapat dilenyapkan Selain
jika tanganku menghela menahan sakit.
Kwang Tan menghela napas dalam2.
"Suheng tentu akan berhasil kembali ke jalan yang benar, jika memang suheng
bertekad dengan hati sepenuhnya..." katanya, "Baiklah, kali ini biarlah aku
memberikan obat pemunah racun, agar tanganmu itu dapat dipunahkan dari pengaruh
racun, dan juga luka pada punggungmu akan sembuh, Tetapi bersediakah jika racun
di telapak tangan suheng di lenyapkan?"
ini dikutungkan!" sahut Ban Tok Kui sambil
napas dalam2, dia kemudian meringis lagi, Mendengar pertanyaan Kwang Tan itu,
Ban Tok Kui berdiam diri beberapa saat lamanya, dia telah memejamkan matanya.
Mukanya tetap meringis. Keadaan disekitar tempat itu hening sekali, tetapi tibatiba terdengar suara
berkeresek yang cukup ramai, disertai seruan beberapa orang:
"Itu dia... cepat....!" Dan beberapa sosok tubuh tampak berlari memasuki hutan
tersebut. Ho Tiat yang tengah kesakitan menahan perasaan sakit pada kedua kepalan
tangannya yang membengkak telah menoleh dengan muka meringis dan air mata
bercucuran kepada orang2 yang baru datang tersebut.
Dia jadi berseru kaget yang tengah mendatangi setelah mengenali orang-orang itu, Mereka adalah pendeta pendeta berkepala
gundul, wajah mereka memperlihatkan kemarahan yang bukan main. Tidak lain,
pendeta yang berlari didepan adalah Un Lim Hweshio diiringi oleh murid-muridnya.
Diam-diam Ho Tiat mengeluh, karena biar bagaimana memang tampaknya sulit sekali
gurunya terlolos dari kematian.
Dalam keadaan terluka parah seperti itu tentu tidak banyak yang bisa dilakukan
gurunya. Un Lim Hweshio cepat sekali telah tiba didekat Kwang Tan, demikian juga
muridnya Kwang Tan sendiri telah
memperhatikan pendeta tersebut, sampai kemudian dia bertanya: "siapakah Taysu ?"
Dia bertanya dengan sabar dan merangkapkan kedua "tangan" nya, memberi hormat
kepada Un Lim Hweshio. Sipendeta tidak segera menyahuti, dia memperhatikan Ban
Tok Kui yang menggeletak di tanah, sepasang alis sipendeta telah mengkerut
dalam-dalam. "Siapa yang melukai dia ?" tanya sipendeta kemudian dengan suara yang tawar.
Tetapi pada paras mukanya terlihat sinar kegembiraan dan rasa puas.
Memang Un Lim Hweshio dengan mengajak murid2 nya, tengah mencari jejak Ban Tok
Kui. Dulu dia telah dilukai Ban Tok Kui, setelah bersemedhi tujuh hari dan
memakan berbagai macam obat, akhirnya dia bisa menyembuhkan dirinya.
Kebetulan sekali, telah datang berkunjung sutenya, Kang Eng Hweshio, ia
menceritakan padanya apa yang telah dialaminya. Kang Eng Hweshio mengajaknya
agar mereka mencari Bau Tok Kui.
Ternyata mereka berhasil menemui jejak Ban Tok Kui, namun justeru Ban Tok Kui
dalam keadaan rebah terluka parah seperti itu.
Kang Eng Hweshio memang berdiri dibelakang Un Lim Hweshio dengan muka yang
dingin, tidak memancarkan perasaan apapun juga. Biarpun dia sute Un Lim Hweshio,
namun kepandaiannya lebih tinggi setingkat dibandingkan Un Lim Hweshio, karena
ia memiliki kelebihan dari suhengnya, dimana dia memiliki kecerdasan yang
melebihi suhengnya. Karena dari itu, setiap jurus yang diterima dari gurunya dulu, dapat dicernakan
dengan mudah dan cepat. itu pula sebabnya mengapa ia bisa memiliki kepandaian
yang lebih tinggi dari Un Lim Hweshio.
Sedangkan Kwang Tan yang tidak memperoleh jawaban dari Un Lim Hweshio, malah
telah ditanya seperti itu, segera menyahuti dengan suara yang tetap tawar.
"Siauwte yang telah melukainya !"
Bola mata Un Lim Hweshio mencilak memain. Tampaknya dia terheran2 dan juga tak
mempercayai, karena dia mengetahui benar betapa tinggi kepandaian Ban Tok Kui.
Dia sendiri tidak berdaya banyak menghadapi Ban Tok Kui, tetapi sekarang seorang
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak berusia paling tidak tujuh atau delapan belas tahun telah mengakui dia yang
merubuhkan dan melukai Ban Tok Kui, tentu saja
merupakan sesuatu yang sangat menakjubkan sekali.
"Kau yang melukainya?" tanya Un Lim Hweshio kemudian setelah berkurang
takjubnya. Kwang Tan mengangguk.
"Benar, Maafkan Taysu, siapakah sebenarnya Taysu dan urusan apakah antara Taysu
dengan Ban Tok Kui?" tanya Kwang Tan kemudian.
Un Lim Hweshio tertawa dingin.
"Kami memang sengaja membunuhnya! Dia telah melukai yang lalu, dan kini kami
hendak menuntut balas. Lolap adalah Un Lim Hweshio dan ini adalah suteku, Kang
Eng Hweshio, ini murid2 Lolap !" menjelaskan Un Lim Hweshio.
Setelah berkata begitu, dengan langkah lebar, Un Lim Hweshio tanpa memperdulikan
Kwang Tan lagi, telah menghampiri kepada Ban Tok Kui yang masih tetap rebah
ditanah. Dia telah memandang mengejek, kemudian katanya: "Hemmm, sekarang rupanya telah
tiba saat kematianmu, syukur kedatangan kami sebelum engkau mati! Dengan
demikian tentu kami bisa membalas sakit hati kami!"
mencarinya, untuk aku beberapa waktu Setelah kanannya, berkata begitu, dia karena dia bermaksud kepala Ban
hantamannya melukainya. mengangkat tangan hendak menghantam
Tok Kui, dia menghendaki agar sekali dapat membunuh orang yang pernah Ho Tiat
waktu itu sesungguhnya tengah kesakitan pada
kedua kepalan tangannya. Namun melihat terancamnya jiwa gurunya, dalam keadaan
tidak berdaya seperti hendak dibunuh oleh Un Lim Hweshio, segera juga dengan
melupakan rasa sakitnya, dia telah menerjang maju sambil berseru nyaring:
"jangan mengganggu guruku! jangan menganiaya guruku."
Un Lim Hweshio telah menahan gerakan tangannya dia berkata dengan tawar, "Hemmm,
jangan membunuh gurumu" Apakah engkau lupa, engkau sendiri telah menyaksikan
betapa beracun dan kejinya tangan iblis ini! Dia telah membunuh suhengku,
kemudian juga melukai aku, maka sekarang adalah kesempatan baik sekali bagiku
untuk membunuhnya." Dan setelah berkata begitu, dia mengangkat tangannya pula, tanpa memperdulikan
Ho Tiat yang menubruk dan merangkuli gurunya.
Kwang Tan kagum juga melihat ketabahan dan kesetian Ho Tiat pada gurunya, disaat
kedua kepalan tangannya tengah menderita sakit yang hebat karena membengkak
besar, di mana juga gurunya dalam keadaan tidak berdaya, Ho Tiat masih tetap
bersikeras untuk melindungi gurunya tanpa memperdulikan keselamatan dirinya.
"Jika kau hendak membunuh guruku, bunuhlah aku dulu !" teriak Ho Tiat dengan
suara yang nyaring dalam keputus asaannya.
"Apa" Kau hendak ikut mampus juga" Bagus! Bagus! Lolap tentu tidak akan
mengecewakan harapanmu....!" Dan memang Un Lim Hweshio sudah tidak memperdulikan
bahwa Ho Tiat seorang gadis kecil belaka, yang dalam keadaan tidak berdaya, dia
memang bermaksud hendak membunuhnya.
Tangan kanannya telah meluncur bergerak terus, dia hendak menghantam buat
membikin Ho Tiat terpental. Tetapi waktu itu Ho Tiat yang dalam keputus asaannya
menyaksikan bahwa pendeta itu memang benar2 hendak membunuh dirinya dan juga
gurunya, akhirnya nekad. Ia berdiri dan membusungkan dadanya.
Dengan muka yang mengandung marah dia bilang: "Ayo, bunuhlah. Aku ingin melihat,
apakah engkau berani membunuhku, membunuh puteri Kaisar !"
Un Lim Hweshio jadi merandek, dia heran, "Apa kau bilang "!" tanyanya dengan ma
ta terpentang lebar2 "Hemmmm, jika memang engkau berani, ayo bunuhlah kami. Aku adalah Cu Ho Tiat
putri Kaisar, dan tentu ayahku tidak akan tinggal diam." jawab Ho Tiat.
Keruan saja Un Lim Hweshio dan yang lainnya terkejut. Tidak terkecuali Kwang
Tan. "Kau... kau puteri Kaisar Cu Goan ciang "!" tanya Un Lim Hweshio. "Ya!"
mengangguk Ho Tiat berani sekali, lenyap rasa takutnya, bunuhlah! melihat,
apakah kalian berani membunuh puteri dari raja kalian....!"
Sambil menantang seperti itu, Ho Tiat membusungkan dadanya.
Un Lim Hweshio tiba2 tertawa tergelak2 kemudian katanya. "Bagus! Bagus! Siapa
sangka ada seorang gadis sinting yang mengakui sebagai puteri Kaisar Cu Goan
Ciang! Hahaha aku tidak bisa kau perdayakan, budak cilik! Tidak mungkin puteri Hongsiang akan berkeliaran seperti engkau..." Dan dia telah mengangkat tangan
kanannya untuk menghantam Ho Tiat.
Diam2 Ho Tiat mengeluh, dia tercekat melihat pendeta itu tidak gentar walaupun
dia telah memberitahukan bahwa dirinya puteri Kaisar Cu Goan Ciang yang berkuasa
penuh di seluruh daratan Tionggoan.
"Jika memang engkau hendak membunuhi Aku tidak akan gentar. Hemmm, aku ingin
Tadi dia sengaja memberanikan diri, menekan rasa takutnya, tetapi setelah
melihat pendeta itu tidak mempercayai keterangannya dan ingin
juga kepadanya hatinya jadi ciut.
sama sekali menyerang Waktu itu Ban Tok Kui yang dalam keadaan menahan sakit, melihat bahwa
jiwa Ho Tiat terancam, dia telah
berkata dengan memaksakan diri menahan sakit: "jangan... jangan ganggu muridku,
kau boleh membunuhku dia....dia memang puteri Cu Goan Ciang!"
Mendengar perkataan Ban Tok Kui itu benar-benar Un Lim Hweshio dan yang lainnya
kaget, sekali ini ke-ragu2an mereka jadi berkurang, karena mereka yakin Ban Tok
Kui tentu tidak berdusta, dia meminta agar dirinya yang dibunuh untuk
menyelamatkan jiwa gadis cilik itu.
Terlebih lagi Ban Tok Kui setelah menahan rasa sakitnya, dia meneruskan katanya.
"Jika... jika aku telah kau bunuh, aku mohon... aku mohon agar kau mengantarkan
muridku itu pulang keIstana untuk mengembalikan kepada Kaisar Cu Goan Ciang,
karena memang aku membawanya keluar istana tanpa setahu Kaisar, tentu kalian
akan menerima hadiah yang sangat besar dan banyak dari Kaisar."
Kwang Tan jadi memandang tajam sekali kepada Ho Tiat, dia benar2 tidak
mempercayai bahwa gadis kecil yang cantik manis disamping itu seorang gadis yang
lincah sekali ternyata merupakan puteri Kaisar yang tengah Bengkauw......dengan
tidak hentinya mengawasi Ho Tiat.
Diwaktu itu Ho Tiat telah berkata: "Kalian ampuni jiwa guruku, jika kelak kami
telah pulang keistana, maka akan dan juga memiliki suara yang renyah itu, juga
memang terlihatnya dia merupakan berkuasa sekarang ini, musuh besar demikian, membuat
Kwang Tan kuberitahukan kepada ayahandaku, bahwa kalian telah berlaku murah hati
kepada kami, tentu kalian akan diberi hadiah yang banyak sekali !"
Un Lim Hweshio tiba2 telah tertawa bergelak2, dia menoleh kepada Kang Eng
Hweshio, sutenya, katanya: "Sute, inilah benar2 rejeki yang sangat besar! Kita
bawa bocah ini keistana menyerahkannya kepada Kaisar. jika apa yang dikatakannya
itu tidak merupakan karangan kosong belaka, tentu kita akan dapat meminta harta
dan pangkat pada Hongsiang !"
Kang Eng Hweshio mengerutkan sepasang alisnya, dia tidak segera menyahuti,
sampai akhirnya dia bilang: "Aku tidak begitu yakin bahwa dia puteri
Hongsiang !" "Kita dapat menyelidikinya nanti !" kata Un Lim Hweshio, "Yang terpenting
sekarang ini, kita membinasakan dulu Ban Tok Kui, dan kemudian membawa bocah cilik itu ke-istana !"
Dan setelah berkata begitu, Un Lim Hweshio telah mengangkat tangannya buat
menghantam Ban tok Kui. "Tahan... mengapa kau masih hendak membunuh guruku! jika
memang engkau hendak membunuh guruku, kelak jika memang kalian membawaku
keistana, jangan harap engkau dapat menerima hadiah dari ayahku, akan
kuberitahukan juga kepada ayah, bahwa kalian yang justeru telah menculik dan
membunuh guruku, lalu menyiksa
diriku dan membawaku keistana buat memeras Hongsiang! Hemmm aku mau lihat, jika
telah terjadi seperti itu, apakah kalian tidak akan ditangkap dan dihukum oleh
ayahku"!" Itulah ancaman yang sangat mengejutkan Un Lim. Tetapi justeru Kang Eng Hweshio
dengan suara tawar berkata: "Kita tetap membunuh Ban Tok Kui! jika kelak bocah cilik itu kita bawa
keistana, biar dia mengadu apa saja pada ayahnya, tentu Kaisar tidak
mempercayainya. Kita bisa saja mengatakan, bahwa dia telah diculik oleh Ban Tok
Kui, kita melihat dia tengah diganggu oleh serombongan orang2 Bengkauw, dan kita
telah menolonginya. Dengan bisa bertemu puterinya, ini memang benar-benar dia puteri Kaisar, tentu
Hongsiang berterima kasih kepada kita dan memenuhi permintaan kita, akan
dianugrahi pangkat dan kedudukan, karenanya kita tidak perlu takut dengan
ancaman itu!" Un Lim Hweshio merasa apa yang dikatakan sutenya itu benar. Dia melangkah lebih
dekat pada Ban Tok Kui, dihatinya telah terdapat tekad bulat, bahwa ia harus
membunuh Ban Tok Kui, Dia telah mengangkat tangannya, menghantam kearah batok
kepala Ban Tok Kui. Waktu itu Ban Tok Kui dalam keadaan terluka, dengan demikian tentu saja dia
tidak bisa bergerak sedikitpun juga, dimana dia rebah lemah ditanah, dengan
sepasang mata terpejamkan buat menerima kematian.
Ho Tiat menyaksikan apa yang dilakukan Un Lim Hweshio, jadi menjerit keras dan
nyaring sekali sambil menutupi mukanya, dia menjerit akan menubruk Un Lim Hweshio.
Akan tetapi telapak tangan Un Lim Hwe shio meluncur cepat, karena hanya terpisah
beberapa dim saja dari kepala Ban Tok Kui, sedangkan tubuh Ho Tiat tidak bisa
bergerak lebih jauh, dimana dengan gerakan yang cepat sekali, Kang Eng Hweshio telah
mengulurkan tangan kanannya, mencengkeram baju dipundak gadis kecil tersebut,
sehingga Ho Tiat tidak berdaya untuk meronta dari cekalan nya itu.
Kwang Tan sejak tadi sudah merasa tidak senang pada pendeta-pendeta ini. Karena
dilihatnya bahwa mereka tentunya bukan pendeta baik2.
Juga dia melihatnya betapa Un Lim Hwe shio dan Kang Eng Hweshio bermaksud
menyerahkan Ho Tiat kepada Kaisar untuk memperoleh hadiah, juga akan meminta
pangkat. Diapun telah menyaksikan, bahwa pendeta-pendeta itu hendak memfitnah Bengkauw,
dia jadi tidak menyukai para pendeta tersebut.
Sekarang melihat Un Lim Hweshio tengah mengayunkan tangannya, buat menghantam
batok kepala Ban Tok Kui, Dengan sendirinya, dia jadi mendongkol sekali.
Begitu dia mengibaskan tangannya, seketika pergelangan tangan Un Lim Hweshio
seperti disampok oleh suatu kekuatan yang tidak tampak, dan tangan Un Lim
Hweshio terpental kearah lain, tidak berhasil menghantam batok kepala Ban Tok
Kui. Un Lim Hweshio telah memandang Kwang Tan, dia berseru bengis: "Engkau ingin
mencampuri urusan kami" Apakah engkau tidak takut mampus"!"
Kwang Tan tersenyum sabar.
"Hmmm, kalian justeru yang telah mencampuri urusanku ! Aku tengah ada urusan
dengan Ban Tok Kui, dan sekarang kalian justeru hendak mencampuri urusanku,
Dengan demikian, apakah kalian bisa dibiarkan begitu saja "."
Sambil berkata begitu, Kwang Tan berdiri tegak dengan sikap yang angker. Kang
Eng Hweshio ikut bicara dengan sikapnya yang dingin sekali: "Hei pemuda kurang
ajar, lebih baik cepat2 kau angkat kaki sebelum kami melemparkan engkau atau mem
bunuhmu." Kwang Tan tertawa. "Kukira tidak semudah membunuh lalat untuk membunuhku !" kata Kwang Tan.
"Ohhh, benar2 engkau hendak mencari urusan dengan kami "!" bentak Kang Eng
Hweshio yang meluap darahnya. Dengan tenang Kwang Tan menyahuti: "Ya, justeru
aku jadi tertarik sekali buat melihat sampai berapa tinggi kepandaian kalian dan
sekarang lepaskanlah nona itu, janganlah kalian mengganggu nona kecil yang tidak
berdaya itu." Bukan main mendongkolnya Kang Eng Hweshio. Benarbenar dia melepaskan cekalan
tangannya pada baju dipundak Ho Tiat, Kwang Tan telah melemparkan bungkusan
obatnya kepada gadis itu.
"Nona, kau makanlah obat itu, rasa sakit kedua kepalan tanganmu akan lenyap...!"
dia memberitahukan. Ho Tiat sesungguhnya merasa benci kepada Kwang Tan, namun
keadaan sudah berlangsung demikian, walaupun hati kecilnya tidak bersedia
menerima pertolongan Kwang Tan, justeru dia sangat menguatirkan sekali
keselamatan gurunya. Maka diapun telah menyambut bungkusan obat itu. Dia pikir, sekarang biarlah dia
memakan obat itu menerima pertolongan Kwang Tan, jika rasa sakit pada kedua
kepalan tangannya telah lenyap, bukankah dia bisa mempergunakan kedua tangannya
itu lebih leluasa" Karenanya, segera juga
dia menelan obat tersebut, sedangkan urusan dengan Kwang Tan dapat diurusnya
nanti. Diwaktu itu Kwang Tan telah tertawa kepada Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio,
dia bilang: "Sekarang kau katakanlah apakah kalian akan maju berbareng atau
memang satu-satu "!"
Kang Eng Hweshio telah tertawa dingin.
"Hemmm," dia mendengus murka, "Kau memandang terlalu rendah pada kami!
Tetapi biarlah, aku akan memperlihatkan kepadamu, bahwa kami bukan sebangsa
pengecut, kau boleh menghadapi aku dulu....!" Setelah berkata begitu, dia
mengibaskan tangan kanannya, memberi isyarat agar kawan2nya, termasuk Un Lim
Hweshio agar mengundurkan diri, membuka gelanggang pertempuran buat dia dengan
Kwang Tan bertanding. Kwang Tan tertawa. "Bagus! Ternyata dugaanku keliru, bahwa kalian hanya pendeta-pendeta bedodoran."
katanya. Kemurkaan Kang Eng Hweshio semakin meluap, dengan disertai bentakan nyaring,
tubuhnya telah melesat maju dan menghantam kepada Kwang Tan.
Dia memang memiliki ilmu silat dan sin kang yang lebih kuat dibandingkan dengan
Un Lim Hweshio. Maka dari itu,
begitu dia menyerang, maka
serangan itu merupakan pukulan yang dahsyat.
Kwang Tan tidak berkelit dari hantaman pendeta itu, dia tetap berdiri tegak di
tempatnya. Waktu tangan pendeta tersebut menyambar hampir tiba pada dadanya, cepat sekali
ia telah mengulur tangan, mencekal pergelangan tangan sipendeta, sehingga tangan
Kang Eng Hweshio tidak bisa menerobos maju lebih jauh.
Yang membuat Kang Eng terkejut bukan kuatnya cekalan tangan Kwang Tan sehingga
tangannya itu tidak meluncur maju terus. Tetapi justeru cekalan tangan Kwang Tan
begitu panas, jari2 tangannya seperti juga jepit besi
yang telah dibakar dalam kobaran api, panas bukan main. Kang Eng Hweshio sampai
melompat sambil berseru kaget.
Diwaktu itu tampak Kang Eng Hweshio telah meronta dengan mengerahkan tenaga
lwekangnya. -ooo0dw0ooo Jilid 26 KWANG TAN melepaskan cekalannya mendadak sekali, tangan Kang Eng Hweshio
tertarik, dan kulit pergelangan tangannya telah pecah terluka, akibat panasnya
hawa jari jari tangan Kwang Tan, pergelangan tangan Kang Eng Hweshio seperti
juga kena dijepit oleh jepitan besi yang telah dibakar dalam kobaran api,
seperti juga terluka terbakar.
Un Lim Hweshio yang menyaksikan keadaan sutenya seperti itu, diam-diam tercekat
hatinya, Dia juga berpikir: "Apakah bocah ini mempergunakan ilmu siluman"!"
Sambil berpikir, dia juga telah bergerak buat menghantam punggung Kwang Tan. Dia
memang berada dibelakang pemuda tersebut, maka untuk mencegah Kwang Tan
meneruskan serangannya mendesak sutenya, Un Lim Hweshio telah menghantam dengan
hebat. Memang kepandaian Un Lim Hweshio berada disebelah bawah kepandaian Kang Eng
Hweshio, Tetapi jika sampai serangan itu mengenai sasarannya, tentu Kwang Tan
akan terluka tidak ringan.
Namun Kwang Tan memiliki pendengaran yang tajam. Terlebih lagi memang lawannya
menyerang dengan kekuatan tenaga dalam yang begitu hebat.
Dengan demikian dia merasakan menyambarnya angin serangan tersebut. Belum lagi
kepalan tangan Un Lim Hweshio mengenai sasarannya, justeru tubuh Kwang Tan telah
mencelat dan berkelit dengan gesit sekali, lenyap dari hadapan Un Lim Hwe shio.
Kwang Tan juga tidak berkelit saja. dia membalas menyerang, Dia memang telah
berkelit kesamping, dan juga dia telah melompat dengan tangan kanan dibarengi
untuk menghantam. Dengan demikian dia hendak merubuhkan Un Lim Hweshio dalam waktu yang singkat
sekali. Tetapi Un Lim Hweshio biarpun tidak selihay sutenya, yaitu Kang Eng
Hweshio, namun kepandaiannya pun tidak lemah. Dia merasakan menyambarnya
serangan lawan setelah pukulannya tidak mengenai pada sasarannya.
Cepat-cepat dia mengempos semangatnya tanpa menoleh lagi, dia telah menghantam
kebelakang. "Bukk!" beradulah dua kekuatan yang dahsyat sekali, karena memang Un
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lim Hweshio telah menangkis dengan delapan bagian tenaga lwekangnya, Namun dia
jadi kaget sendirinya. Bukan saja ia merasakan tenaga lawan begitu kuat menghantam dirinya, juga yang
paling mengejutkannya, justeru panasnya hawa yang menyambar seperti api.
Hal ini membuat Un Lim Hweshio sampai menjerit kaget, berusaha melompat menjauhi
diri. Beruntung dia telah cepat2 menarik pulang tenaganya dan menjauhi diri.
Jika tidak tentu akan membuat tubuhnya akan menjadi hangus.
Dengan demikian, Un Lim Hweshio masih beruntung tidak menjadi korban dari hawa
panas pukulan guntur yang dilakukan Kwang Tan.
Setelah berdiri tegak ditempatnya Kwang Tan tidak mengejarnya, dan dia melihat
si pendeta telah memandang dengan sepasang mata terbuka lebar2.
Dia telah memandang takjub mengandung perasaan heran bukan main, bercampur
dengan perasaan marah. "Kau... mempergunakan ilmu siluman apa"!" tegurnya dengan
sengit mengandung kemarahan.
Kwang Tan tersenyum. "Mengapa harus mempergunakan ilmu siluman" Umpama kata aku
mempergunakan ilmu siluman, apakah
sebagai seorang pendeta engkau tidak dapat menangkap siluman" Ayo, majulah !
jika memang engkau tetap ingin mencelakai Ban Tok Kui, maka berarti engkau harus
melangkahi dulu mayatku....!"
"Hemm, engkau sendiri yang mengatakan bahwa engkau telah melukai Ban Tok Kui dan
engkau tentunya memiliki sakit hati dengannya. Lalu mengapa harus mati-matian engkau membelanya"!" tanya
Un Lim Hweshio. Kwang Tan tertawa tawar. "Tentu saja aku membelanya dari maksud jahat orang2 yang hendak mencelakainya,
karena dia adalah suhengku!" menyahuti Kwang Tan.
"Suhengmu"!" tanya Un mementang lebar sepasang Lim Hweshio sambil matanya, Kwang
Tan mengangguk "Benar Ban Tok Kui adalah suhengku! Maka dari itu, jika memang
engkau hendak mencelakainya, berarti kalian harus berurusan dulu denganku."
Sambil berkata begitu, Kwang Tan berdiri tegak sambil membuka matanya lebarlebar, dia telah bersiap2 hendak menerima serangan dari Un Lim Hweshio, diapun
telah berkata, "Nah, sekarang, kalian majulah jika memang masih penasaran!"
Un Lim Hweshio berdiri ragu-ragu. Yang membuat dia tidak mengerti justeru tenaga
serangan dari Kwang Tan memiliki hawa yang begitu panas, membuat dia gentar dan
juga heran. Disaat itulah, Kang Eng Hweshio yang telah hilang rasa sakitnya, telah melompat
maju, diapun telah membentak bengis, sambil katanya:
"Hajarlah orang itu, mari kita maju bersama!" teriaknya itu disusul dengan
tubuhnya yang telah melambung tinggi sekali, dia juga menghantam Kwang Tan.
Namun kali ini dia berlaku sangat hati2 sekali, semuanya diperhitungkan benar.
Un Lim Hweshio melihat sutenya telah mulai menyerang Kwang Tan, semangatnya juga
terbangun. Segera dia melompat maju untuk menerjang pada Kwang
Tan. Malah dia telah lainnya, yang menjadi Kwang Tan.
perintahkan muridnya, tujuh orang pendeta agar ikut menyerang
Serentak ketujuh orang pendeta itu menyerbu Kwang Tan, memang mereka memiliki
kepandaian dibawah Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio, namun mereka berjumlah
cukup banyak, mereka juga menyerang dengan serentak, dengan demikian mereka
merupakan bantuan yang tidak kecil buat Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio.
Kwang Tan tidak gentar dikepung seperti itu, segalanya telah diperhitungkan,
Melihat lawannya maju dengan serentak, sementara waktu tubuh Kwang Tan telah
berkelebat kesana-kemari dengan lincah, dia mengelakkan diri dengan gesit
sekali, dan belum membalas menyerang.
Setelah menyaksikan Un Lim Hweshio gagal lima kali menyerangnya, diwaktu itulah
dia membarengi dengan menghantam mempergunakan tangan kirinya, hawa yang sangat
panas telah menyambar. Tangan kanannya dipergunakan buat menangkis serangan dari
Kang Eng Hweshio. Un Lim Hweshio merasakan sambaran hawa panas pada angin serangan Kwang Tan.
Segera dia berkelit menyingkirkan diri dari serangan tersebut.
Namun seketika semangatnya jadi terbang meninggalkan raganya karena terlalu
terkejut, waktu itu terdengar suara "Derr!" yang memekakkan telinganya.
Tanah tempat dimana tadi dia berdiri yang semula dipenuhi oleh rumput-rumput
yang menghijau telah menjadi hangus. Dia jadi menggigil ngeri, dia tidak
menyangka bahwa pukulan yang dilakukan Kwang Tan demikian hebat.
Dikala itu Kang Eng Hweshio yang melihat lawannya menangkis dengan tangan
kanannya, dia beranggapan tentu lawannya akan dapat digempurnya, karena tangan
kiri Kwang Tan waktu itu tengah dipergunakan menyerang Un Lim Hweshio.
Dia girang, dan membentak nyaring, dimana dia telah menghantam lagi dengan
tenaga sepenuhnya, angin serangannya men deru2 bagaikan datangnya gelombang yang
sangat besar. Kwang Tan tidak gentar. Dia memang mengetahui betapa kuatnya tenaga serangan
Kang Eng Hweshio kali ini, Mungkin pendeta itu telah mempergunakan sebagian
terbesar dari tenaga Iwekangnya, cepat sekali dia telah mengelak kemudian dia
menghantam dengan tangan kirinya dan didorongnya kearah dada lawannya.
Kang Eng Hweshio waktu itu tengah yakin bahwa dia akan berhasil dengan
serangannya, dan dia tengah gembira, waktu dia melihat Kwang Tan menarik pulang
tangannya, kemudian diputar dan dipakai mendorongnya, dia tidak
memperdulikannya. Dia menduga tentunya tenaga dorongan Kwang Tan yang dilakukannya dengan begitu
mendadak dan tiba2 sekali, tidak memiliki arti apa2.
Namun setelah dia merasakan menyambarnya angin serangan Kwang Tan yang
berkesiuran sangat panas sekali, barulah hatinya tercekat, Hawa angin telapak
tangan kiri Kwang Tan seperti juga mengandung api yang memanggangnya.
Dia kaget, semangatnya seperti terbang meninggalkan raganya, Dia juga
mengetahui dan merasakan tenaga dorongan itu sangat kuat sekali, sehingga boleh
dibilang tenaga serangan dari tangannya sendiri seperti sudah tidak bisa
menerjang maju terus. Dalam beberapa detik itu, jiwanya memang terancam selalu. Dia seorang yang
sangat cerdik, dan memang lebih liehay dari Un Lim Hweshio suhengnya.
Dia bisa mengambil keputusan yang sangat cepat sekali. Begitu merasa bahwa
tenaga serangannya tidak memberikan hasil dan jiwanya sendiri terancam maut,
secepat kilat dia melompat kebelakang.
Untuk kagetnya, tenaga serangan Kwang Tan yang begitu panas tetap saja seperti
mengikutinya, terus juga menerjang kepada dirinya.
Saking kagetnya, Kang Eng Hweshio sudah tidak bisa berpikir lebih lama lagi, dia
tidak berpikir panjang telah membuang dirinya bergulingan ditanah.
"Derrrr..." terdengar suara menggelegar disamping kepalanya, hanya terpisah
tidak jauh dari telinganya, sehingga dia merasakan telinganya seperti juga
menjadi tuli mendengung dan ia semangatnya seperti
dimana dia melihat jadi lebih kaget lagi, sampai
terbang meninggalkan raganya, tanah disampingnya, menghitam karena hangus !
Itulah keadaan yang benar2 sangat mengejutkannya, karena tanah itu memang
terkena angin hantaman telapak tangan Kwang Tan.
Dan dia bisa mengambil kesimpulan, tentunya tenaga serangan Kwang Tan sangat
panas seperti juga menyambarnya api, sehingga bisa menghanguskan seperti itu,
dia menggidik sendirinya, namun dia juga tidak berani berayal.
Karena dengan segera dia segera melompat bangun dan telah berdiri, sambil
dibarengi dengan melompat kebelakang lagi, dimana dia telah menjauhi diri dari
Kwang Tan, karena dia kuatir kalau2 Kwan Tan nanti menyusuli dengan serangan
berikutnya. Dalam keadaan seperti itu Kwang Tan tidak meneruskan serangannya, dia tidak
mendesak lawannya terus, dia hanya berdiri tegak mengawasi lawan-lawannya itu
dengan sikap mengejek. Ketujuh pendeta yang menjadi murid Un Lim Hweshio juga tidak berani menerjang
maju, karena mereka telah menyaksikan betapa liehay tenaga pukulan Kwang Tan,
mereka kuatir jika tubuh mereka yang terkena pukulan Kwang Tan, niscaya akan
menjadi hangus seperti arang.
"Ayo majulah lagi !" kata Kwang Tan kemudian dengan suara yang mengejek,
"Mengapa harus bengong seperti itu "!"
Muka Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio jadi memerah, Mereka malu dan marah di
ejek seperti itu. Namun mereka juga gentar setelah mengetahui betapa tenaga
pukulan dari Kwang Tan sangat hebat luar biasa,
aneh, juga bisa menghanguskan sasaran yang diserangnya.
"Jika memang kalian takut, maka segeralah menggelinding dari tempat ini, aku
tidak akan mengganggu kalian! Diwaktu selanjutnya kalian baik2 saja membaca
kitab suci dan liamkeng !"
Un Lim Hweshio sudah tidak bisa menahan perasaan marahnya. Dia memang gentar,
tetapi dia menjadi nekad. "Sute, mari kita hajar pemuda kurang ajar itu, aku
tidak percaya dia bisa menghadapi kita...!" Sambil berkata begitu
dia telah melompat dan menghantam lagi, Hantaman itu juga disertai dengan
kekuatan tenaga dalam sepenuhnya.
Kang Eng Hweshio, biarpun memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari Un Lim
Hweshio, namun hatinya lebih kecil dari Un Lim Hweshio, nyalinya waktu itu
tengah rontok, di mana dia gentar buat berurusan dengan Kwang Tan.
Akan tetapi ketika melihat Un Lim Hweshio telah menerjang dan menghantam lagi
kepada Kwang Tan, dia tidak berani berayal, dia telah menyerang juga dengan
beberapa kali hantaman. Ketujuh pendeta yang menjadi murid Un Lim Hweshio dengan membesarkan nyali
mereka, telah ikut maju untuk membantu guru dan paman guru mereka.
Kwang Tan seperti tadi, selalu mengelak dan berkelit kesana kemari, gerakan yang
dilakukannya begitu lincah. Dan Kwang Tan tidak segera mempergunakan tenaga
pukulan Gunturnya, dia tengah memperhatikannya, sampai berapa jauh kepandaian
dan ilmu silat yang dimiliki Un Lim Hweshio dan Kang Eng Hweshio.
Dikala itu, Kang Eng Hweshio melihat Kwang Tan selalu mengelak kesana kemari dan
tidak membalas menyerang, hati kecilnya jadi berpikir: "Apakah tadi dia bisa
menyerang dengan tenaga seperti petir yang bisa menghanguskan, hal itu terjadi
hanya kebetulan saja "!"
Sambil berpikir begitu, semangatnya terbangun, dia lelah menyerang semakin
gencar dan hebat untuk mendesak Kwang Tan.
Kwang Tan telah memperoleh kenyataan bahwa kepandaian Kang Eng Hweshio berada
diatas kepandaian Un Lim Hweshio, dengan demikian, kunci buat merubuhkan dan
menggentarkan nyali dari semua pendeta itu adalah merubuhkan Kang Eng Hweshio.
Hal ini disebabkan memang Kwang Tan tidak mau mempergunakan sembarangan Pukulan
Gunturnya, untuk meminta korban, jika dapat dia masih ingin berusaha mencegah
jatuhnya korban. Setelah memperoleh kenyataan seperti itu, Kwang Tan lebih banyak menaruh
perhatian kepada Kang Eng Hweshio. Dia kemudian juga menantikan disaat Kang Eng
Hweshio tengah menyerangnya dengan sepasang tangannya
beruntun menyambarnya kesana kemari.
Diwaktu itulah dengan cepat sekali dia telah membarengi menangkis, disusul
kemudian dengan hantamannya juga. Hantaman kali ini dilakukan Kwang Tan dengan
mempergunakan ilmu pukulan Gunturnya yang bernama "Guntur Menghanguskan Bumi."
Benar hebat luar biasa cara menyerang Kwang Tan, karena begitu dia menghantam,
seketika tubuh Kang Eng Hweshio terpental tanpa dia bisa bertahan atau berkelit
dari tenaga angin serangan Kwang Tan.
Ternyata tadi ketika Kang Eng Hweshio menyerang, dia merasakan tenaga
serangannya itu seperti dihadang oleh sesuatu kekuatan yang dahsyat.
Kwang Tan telah menangisnya dan belum lagi dia berpikir buat menarik pulang
tenaganya buat menyerang dengan hantaman berikutnya, justeru Kwang Tan telah
menyerang dengan ilmu pukulan Gunturnya.
Dengan demikian membuat Kang Eng Hweshio tahutahu merasakan dadanya sakit,
tubuhnya terhuyung karena tenaganya buat
kakinya, dia telah dia tidak bisa mengerahkan mempertahankan kuda-kuda ke dua
terjengkang rubuh dengan dada dirasakan sakit bukan main. Un Lim Hweshio dan
pendeta lainnya terkejut melihat keadaan Kang Eng Hweshio. Mereka merandek
dengan hati terkesiap buat sementara mereka tidak menyerang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu mereka tersadar, segera mereka meluruk buat menyerang Kwang Tan. Namun
Kwang Tan telah menyingkir menjauhi diri.
"Jika memang kalian masih hendak mendesakku dan tidak mau angkat kaki, kalian
akan mengalami hal yang sama seperti dia."
Un Lim Hweshio dan pendeta2 lainnya jadi bimbang, karena mereka telah
melihatnya. Kang Eng Hweshio waktu itu telah rebah terjengkang ditanah tanpa
bergerak, hanya merintih tidak hentinya, rupanya Kang Eng Hweshio terluka cukup
parah. Seperti diketahui Kang Eng Hweshio memiliki kepandaian yang melebihi tingginya
kepandaian Un Lim Hweshio, dengan dapat dirubuhkannya Kang Eng Hweshio oleh
Kwang Tan, sudah merupakan hal yang dianggap luar biasa oleh Un Lim Hweshio dan
pendeta2 lainnya. Terlebih lagi sekarang ini Kang Eng Hweshio, yang semula mereka ketahui
merupakan pendeta yang keras hati, pada wajahnya tidak pernah apapun juga, dan
selalu pula memancarkan perasaan
bertindak dengan bengis, sekali ini bisa merintih seperti itu, tentunya Kang Eng Hweshio tengah menderita
kesakitan yang sangat. Diwaktu itu, tampak Kang Eng Hweshio masih merintih, rupanya memang dia
merasakan sakit yang luar biasa pada dadanya yang telah hangus.
Dia memejamkan memenuhi sekujur mata, mukanya meringis, keringat tubuhnya, keadaannya benar-benar mengenaskan.
Tidak ada darah yang terpencar atau mengalir keluar, diapun tidak memuntahkan
darah segar, seperti orang2 yang terluka parah dan terluka didalam.
Hanya saja, justeru dadanya itu telah hangus. Dan hangusnya dadanya, membuat
jantung didalam dadanya, paru2nya dan isi dada hangus juga.
Rupanya rasa sakit lainnya terancam kemungkinan yang diderita oleh Kang Eng
Hweshio disebabkan jantungnya yang hangus dan sebagian isi dari dadanya yang
lainnya terasa seperti terbakar.
Dan jelas, bahwa rasa sakit seperti itu jauh lebih hebat dibandingkan dengan
luka diluar atau luka dianggota tubuh lainnya, Rasa sakit itu telah menusuk
sampai keotaknya, sakit bukan buatan dan juga telah membuat Kang Eng
Hweshio yang memang berhati baja dan juga keras, ternyata telah merintih tidak
hentinya. Un Lim Hweshio menghela napas, Dia tidak melompat menerjang kepada Kwang Tan
lagi, dia telah menghampiri sutenya dan berjongkok disamping Kang Eng Hweshio,
dia memeriksa keadaan sutenya.
Waktu melihat dada sutenya itu hangus, dia jadi menggidik dan hatinya ikut
nyeri, Dia bisa membayangkan tentu rasa sakit yang diderita oleh Kang Eng
Hweshio merupakan penderitaan rasa
sakit yang bukan main hebatnya. Dalam keadaan seperti itulah terlihat Un Lim
Hweshio berusaha untuk mengurut bagian dada dari sutenya, dia ingin memegang
dada dari Kang Eng Hweshio.
Namun begitu tangan Un Lim Hweshio mengenai dada Kang Eng Hweshio, disaat itulah
Kang Eng Hweshio menjerit kesakitan.
Karena begitu jari tangan Un Lim Hweshio mengenai bagian dadanya yang memang
telah hangus menghitam itu, dia merasakan seperti juga disayat-sayat.
Karena itu pula telah membuat Kang Eng Hweshio jadi menjerit dengan keras
sekali, ketika Un Lim Hweshio telah memegang dadanya.
Un Lin Hweshio sendiri jadi kaget tidak terkira, dia telah bertanya: "Bagaimana
keadaanmu itu, sute "!"
Kang Eng Hwes,hio tidak bisa menjawabnya, dia telah bilang dengan suara yang
terputus-putus: "Untuk ini... untuk ini... engkau harus membalaskan...
membalaskan sakit hatiku... rasanya aku sudah tidak mungkin hidup... lebih lama
lagi." Setelah berkata begitu, napasnya memburu keras sekali, keringat telah membanjiri
sekujur tubuhnya, akibat dia berkata2 seperti
bergerak2, napas itu telah membuat bagian nya yang memburu juga dadanya membuat dadanya itu bergerak dengan cepat dan keras, membuat
luka didadanya itu mendatangkan rasa sakit yang luar biasa.
Un Lim Hweshio telah mengangguk, katanya: "Ya sute, biar bagaimana sakit hatimu
akan kami balaskan!"
Setelah itu, dengan hati penuh diliputi hawa amarah, tampak Un Lim Hweshio telah
melompat menghampiri Kwang Tan, dia juga telah mengibaskan tangannya memberi
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
isyarat kepada murid2nya agar menerjang maju untuk menyerang Kwang Tan.
"Kami akan mengadu jiwa dengan kau." kata Un Lim Hweshio kemudian suara
mengandung keberangan, "Kami akan membalas sakit hati suteku itu !" Dan Un Lim
Hweshio bukan hanya berkata begitu, tubuhnya dengan gesit telah menerjang kepada
Kwang Tan, dimana dia telah menyerang dengan dahsyat.
Angin pukulannya berkesiuran menyambar dengan hebatnya karena dia telah
mempergunakan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.
Kekuatan lwekang yang dimiliki Un Lim Hweshio memang masih berada disebelah
bawah lwekang Kang Eng Hweshio, Namun sekarang dia dalam keadaan berduka dan
marah, dia telah menyerang dengan sepenuh tenaganya seperti juga dia hendak
mengadu jiwa untuk mati bersama dengan Kwang Tan. maka Kwang Tan tidak
menyambuti serangan itu. Dia telah menghindar, Gerakan yang dilakukannya memang luar biasa cepatnya. Dia
juga malah telah menyambar salah seorang murid dari Un Lim Hweshio dan kemudian
melemparkannya, sehingga murid dari Un Lim Hweshio yang seorang itu telah
terlempar menyambar kepada murid sipendeta yang lainnya, mereka telah jatuh
terguling2 ditanah. Membarengi dengan itu tampak Kwang Tan telah menepuk pundak kedua pendeta
tersebut. "Bukkk, Bukkk!" dua orang murid dari Un Lim Hweshio itu rubuh dengan pundak yang
hangus! Mereka menjerit2 kesakitan dan pedih, mereka juga berusaha untuk
merangkak bangun, namun perasaan sakit pada pundak mereka membuat mereka tidak
bisa bangun dengan segera.
Un Lim Hweshio yang melihat cara Kwang Tan menyerang seperti itu, cepat sekali
telah melompat maju untuk menyerang kepada Kwang Tan, karena dia kuatir kalau2
Kwang Tan akan menyerang lagi kepada muridnya yang lain.
Namun usaha Un Lim Hweshio tidak memberikan hasil sama sekali, karena begitu
Kwang Tan membentak, sambil mengayunkan kedua tangannya, maka dua orang murid Un
Lim Hweshio telah kena dibuat jungkir balik lagi terpelanting ditanah.
Sisanya yang tiga orang tidak berani maju malah terlihat mereka ber siap2 hendak
memutar tubuh buat melarikan diri, jika diwaktu itu mereka belum juga melarikan
diri, hanya saja mereka jeri kepada guru mereka dan mereka
tidak berani disaat pengecutnya.
Un Lim Hweshio itu juga memperlihatkan sikap sendiri waktu itu telah menyadari
bahwa ia bersama sisa beberapa orang muridnya tidak mungkin dapat menghadapi dan
melawan Kwang Tan. Dia tidak menyerang lebih jauh, hanya memandang dengan tatapan mata mengandung
kebencian, bilangnya. "Hemmm, sekarang memang engkau memperoleh kemenangan,
tetapi urusan ini tidak akan kami lupakan, jika ada kesempatan tentu kami akan
mencarimu lagi !" Sambil berkata begitu, dia telah mengibaskan tangannya, dia perintahkan
murid2nya yang tersisa tiga orang itu buat mengangkat saudara sedangkan Un Lim
sutenya, Kang Eng Hweshio, Mereka telah meninggalkan tempat tersebut.
seperguruan mereka yang terluka,
Hweshio sendiri telah mengangkat Kwang Tan berdiri ditempatnya tanpa bergerak
sedikitpun juga, dia membiarkan mereka berlalu, setelah para pendeta itu pergi,
Kwang Tan menoleh kepada Ho Tiat.
Dilihatnya gadis kecil yang manis itu, tengah berjongkok disamping Ban Tok Kui
dan waktu itu tengah menangis. Kwang Tan menghampirinya, katanya. "Apakah
keadaan gurumu lebih baik ?"
Ho Tiat menggeleng perlahan. Sesungguhnya, dia sangat benci kepada Kwang Tan,
karena dia telah menyaksikan sendiri bahwa gurunya justeru telah dilukai begitu
hebat oleh Kwang Tan. Namun sekarang, dalam keadaan bingung dan juga kuatir melihat keadaan gurunya
seperti itu, Ho Tiat sendiri tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Memang obat yang diberikan Kwang Tan kepadanya tadi, telah cukup baik buat
menyembuhkan bengkak ditangannya, sehingga gadis yang cantik manis itu tidak
merasa sakit lagi pada kedua kepalan tangannya.
Kwang Tan menghampiri dan berjongkok disamping Ban Tok Kui, dia memeriksa
keadaan suhengnya, sampai akhirnya dia menghela napas, dilihatnya sepasang mata
Ban Tok Kui terpejamkan rapat2, dan juga mukanya telah pucat pias, napasnya tersengal2. Keadaannya parah sekali, dan mungkin tidak lama lagi dia akan putus napas, kalau
saja tidak memperoleh pengobatan yang tepat.
"Jika gurumu tidak memperoleh pengobatan dengan segera, jiwanya bisa melayang."
kata Kwang Tan kemudian dengan suara yang perlahan.
"Dan juga tampaknya gurumu tidak bisa mengharapkan pertolonganku, karena dia
tidak bersedia berjanji untuk kembali kejalan yang lurus dan bersih, yang
diharapkan oleh mendiang guru kami dan juga, memang tampaknya sulit buat gurumu itu kembali
ke jalan yang benar."
Mendengar perkataan Kwang Tan seperti itu, Ho Tiat berpaling memandang kepada
gurunya, kemudian menangis terisak sambil katanya: "Suhu...berjanjilah suhu...
Suhu Bukankah itu merupakan suatu anjuran yang baik buat Suhu juga."
Ban Tok Kui waktu itu sudah dalam keadaan setengah pingsan, dengan sulit ia
berkata. "Aku... aku tidak mungkin hidup lebih lama lagi, Maka biarlah aku pergi dengan
semua dosaku untuk menemui Insu (guru berbudi)!" Lemah dan perlahan sekali
suaranya itu, ia berkata dengan suara tergetar.
Diwaktu itu Kwang Tan cuma memandang saja, dan melihatnya betapapun juga
suhengnya ini rupanya memang
bersedia berjanji untuk kembali kejalan yang benar meninggalkan jalan yang sesat yang selama ini
ditempuhnya, tapi harga diri juga yang membuat suhengnya tidak mau memberikan
janjinya, mungkin ia tidak mau sampai merendah kepada sutenya cuma buat
memperoleh pengampunan. "Bagaimana suheng, apakah kau bersedia untuk kembali kejalan yang lurus seperti
perintah suhu" Jika memang engkau mau berjanji untuk kelak benar-benar kembali
kejalan yang lurus, maka sute akan segera mengobati lukamu itu, pasti engkau
akan sembuh seperti sediakala!" tanya Kwang Tan.
Ho Tiat menangis terisak, dan ia memaksa gurunya agar mau berjanji kembali
kejalan yang lurus, akhirnya, dengan suara perlahan,tampak Ban Tok Kui berkata:
"Baiklah... aku... aku berjanji..."
Kwang Tan tersenyum, dilihatnya suhengnya setelah Napasnya memburu, berkata
memejamkan matanya. Kwang Tan bilang:
"Baiklah suheng, syukur kau perintah suhu! Dan sute akan segera akan
menyembuhkan masih mau mentaati kau !" Setelah berkata begitu, Kwang Tan bekerja
cepat, ia menotok beberapa jalan darah ditubuh Ban Tok Kui. Dan kemudian
mengeluarkan beberapa pil obat, yang berwarna hijau merah, diberikan kepada
suhengnya. Dalam waktu sebentar saja, Ban Tok Kui bisa bernapas jauh lebih
lapang, juga ia merasakan sakitnya berkurang banyak.
Setelah diurut beberapa saat lagi, memang Ban Tok Kui jauh lebih sehat, ia tidak
meringis menahan sakit lagi. Disamping itu napasnya berjalan lancar.
Kwang Tan berdiri, dia berpaling pada Ho Tiat, katanya, "Setiap hari gurumu
harus memakan dua butir pil ini. Semua ada empat belas butir, berarti harus
habis dimakan dalam tujuh jari, lukanya akan sembuh keseluruhannya."
Ho Tiat walaupun membenci Kwang Tan, namun memperoleh kenyataan gurunya telah
ditolong Kwang Tan, ia waktu menyambuti obat itu mengucapkan terima kasih. Cuma
saja dihatinya tetap ia tidak menyukai Kwang Tan yang dianggapnya telah
mencelakai gurunya. Kwang Tan merangkapkan tangannya memberi hormat kepada suhengnya, katanya,
"Suheng, sute tidak bisa berlama2 disini, dan juga suheng tentunya ingin
beristirahat maka maafkan, sute ingin meminta diri." Setelah berkata begitu, ia
menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat dengan cepat sekali, Ho Tiat pada waktu
menyaksikan hal yang tersebut jadi kagum sekali, karena
paman gurunya memiliki ginkang yang benar2 luar biasa, Dalam waktu sekejap mata
saja, Kwang Tan telah lenyap dari penglihatannya.
Ban Tok Kui hanya menggumam perlahan dengan suara yang tidak jelas, dan telah
memejamkan matanya rapat rapat. Sedangkan Ho Tiat mendampinginya. Setelah lewat sekian jam Ban Tok Kui
duduk, sakitnya telah lenyap dan juga ia sudah bisa duduk tegak,
Hanya saja hawa murni didirinya belum lagi kumpul. Dan ia memerlukan waktu untuk
membuat hawa murninya dan sinkangnya dipulihkan kembali.
Dengan dipayang oleh Ho Tiat, akhirnya Ban Tok Kui berdua muridnya meninggalkan
tempat tersebut. ooooo)d-0-w(ooooo KWANG TAN kembali ke tengah2 kawannya, dan memang ia berjuang
dengan bersemangat pada hari2 berikutnya. Ada yang menggembirakan hati Kwang
Tan, justeru ia telah berhasil memaksa kakak seperguruannya berjanji tidak akan
kembali kejalan sesat. Dan rupa nya pelajaran pahit seperti itu, akan membuat Ban Tok Kui tersadar akan
kesesatannya dan juga akan mentaati perintah dari guru mereka.
Karena gembira, Kwang Tan sekarang bisa mencurahkan seluruh perhatiannya buat
berjuang bersama dengan para pendekar gagah pencinta negeri, membantu Bengkauw.
Dan ia telah berhasil untuk membantu Bengkauw mengembangkan kekuasaan, karena
diwaktu itu telah banyak kota2 yang direbutnya.
Tapi pada suatu pagi, datang seorang utusan Thio Bu Kie, yang perintahkan
padanya untuk pergi ke kota raja,
melakukan penyelidikan. Surat Thio Bu Kie lebih jauh menceritakan bahwa kalau
pasukan Bengkauw memperoleh kemenangan merebut beberapa kota lagi, dan setelah
menghimpun kekuatan yang benar-benar kuat, maka akan menyerang keibu kota.
Itulah sebabnya, mengapa Thio Bu Kie telah memberikan tugas kepada Kwang Tan
buat pergi kekota raja untuk melakukan penyelidikan, sebab menurut hemat Thio Bu
Kie, hanya Kwang Tan yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas berat
tersebut, sebab kepandaian pemuda itu telah tinggi sekali.
Di-samping mengerti ilmu pengobatan jelas Bu Kie tidak perlu kuatir lagi Kwang
Tan akan dirubuhkan oleh orang2nya Kaisar, yang umumnya, selain memiliki
kepandaian tinggi, sangat licik, dan sebagian dari mereka pandai mempergunakan
racun. Dengan senang hati Kwang Tan menerima tugas tersebut, walaupun ia resmi sebagai
Tabib Bengkauw, dan akan meninggalkan tugasnya sementara waktu, Kwang Tan telah
meninggalkan resep2 tertentu kepada orang2 Beng kauw itu, untuk luka2 tertentu
yang sangat umum. Dengan demikian, Kwang Tan bisa meninggalkan mereka dengan hati yang tenang.
Juga, memang menjadi tujuan Bu Kie jika Kwang Tan penyelidikan buat Bengkauw,
juga pergi ke kota raja, sambil melakukan keperluan dan
berhubungan dengan sepanjang perjalanan Kwang Tan niscaya bisa turun tangan
membantu orang2 Bengkauw yang terluka, yang mungkin saja ada seorang dua orang
anggota Bengkauw yang tengah melakukan tugas2 tertentu di berbagai kota yang
masih dikuasai oleh tentara Cu Goan Ciang.
Kwang Tan segera mempersiapkan segala nya untuk keberangkatannya itu. Untuk
mencapai kota raja mungkin ia memerlukan waktu dua bulan perjalanan.
Selama dua bulan Beng kauw tentu sudah semakin banyak merebut kota-kota yang
mereka serang dari tangan tentara Cu Goan Ciang.
Kepada utusan Thio Bu Kie, Kwang Tan menanyakan kesehatan dari semua tokoh-tokoh
Bengkauw, semalaman suntuk mereka bercakap-cakap.
Dan besok paginya, Kwang Tan pun meninggalkan kota tersebut, untuk menuju kekota
raja, Keadaan waktu itu agak tenang, karena pasukan tentara musuh tidak berani
meremehkan lagi kekuatan yang dimiliki pasukan Beng kauw, karenanya Kwang Tan
tidak perlu kuatir bahwa mengalami kekalahan oleh tentara Cu Bengkauw akan Goan Ciang. Terlebih lagi,
melewati kota2 sehingga ia bisa sekalian menyelidikinya.
Keesokan paginya dengan seorang diri Kwang Tan melakukan perjalanan, selama ada
kesempatan tentu ia akan menyerap2i tentang kekuatan tentara musuh, Akhirnya ia
tiba di Hang-ciu, yang sangat terkenal itu sebagai tempat yang sangat padat
penduduknya. Kwang Tan singgah untuk pesiar sambil menyerapi tentang kekuatan tentara Cu Goan
Ciang yang ditempatkan ditempat tersebut, Dan setelah melintasi propinsi Ciatkang, ia masuk ke propinsi Kangsouw atau Yangciu.
Juga kota ini terkenal sangat ramai sebab penduduknya yang padat, ia tiba dikala
hari menjelang magrib, segera ia melihat ramainya kota dan mendengar suara musik
dan nyanyian disana-sini, seperti juga penduduk kota ini sama
sekali tidak merasakan suasana peperangan yang tengah terjadi antara Cu Goan
Ciang dengan pasukan Bengkauw, yang tidak lama lagi tentu akan merembet ke kota
ini. Penduduk yang ada dikota ini seperti terbuai oleh segala kegembiraan dan
pelesiran yang menyenangkan hati, setelah menitipkan kudanya dirumah penginapan,
Kwang keberangkatannya yang belum jatuh kekota raja akan ketangan Bengkauw Tan jalan2 mengelilingi kota
tersebut, ia menyaksikan jika ada uang tidak usah orang kuatir akan kekurangan
kesenangan. Tepatlah kata-kata yang berucap: "Dengan uang sepuluh laksa renceng melibat
pinggang menunggang burung jenjang pergi ke Yangciu."
Selama dalam perjalanan Kwang Tan selalu bersikap hati-hati dan waspada sekali,
iapun melakukan perjalanan seorang diri, juga dirumah penginapan ia memakai nama
samaran. Demikian juga kali ini, ia hanya seorang diri mengelilingi kota tersebut.
Setelah puas jalan-jalan sambil menyerapi keadaan dikota tersebut, ia kembali
kerumah penginapan buat bersantap.
Selesai bersantap Kwang Tan kembali kekamarnya
untuk rebah2an, kedua matanya di pejamkan, ia segera memikirkan tentang
perjalanannya yang dilakukan seorang diri, ia juga teringat kepada perjuangan
Bengkauw, yang ingin sekali menegakkan keadilan dalam negeri dari kerajaan ini,
Kaisar Cu Goan Ciang yang selalu bertindak dengan tangan besi itu dapat
dirubuhkan. Kwang Tan sempat menyaksikan dibeberapa kota, dengan penduduknya yang hidup
dalam kemiskinan dan kemelaratan akibat korban peperangan.
Ia juga teringat kepada Ban Tok Kui, betapapun juga suhengnya itu masih saudara
seperguruannya, yang harus dihormatinya sebagai kakak seperguruannya. Dan memang
menggembirakan Ban Tok Kui telah berjanji akan kembali kejalan yang benar.
Sekian lama Kwang Tan rebah dipembaringannya tanpa dapat tidur walaupun ia telah
memejamkan matanya rapat2, sampai akhirnya ia bangun dan duduk, dan bersemedhi
untuk melatih jalan pernapasannya.
Tidak lama setelah bersemedhi, barulah ia bermaksud tidur, dan membuka pakaian
luarnya. Tapi tiba2 sekali telinganya yang tajam mendengar suara rintihan
perlahan, serta isak tangis seorang anak kecil, segera ia membuka
pintu dan pergi kekamar di depannya, dari mana suara isak tangis dan rintihan
itu didengarnya. Ia mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu kamar, namun segera juga Kwang Tan
membatalkannya dan urung untuk mengetuk pintu kamar tersebut, karena dianggapnya
perbuatannya itu tentu kurang baik.
Maka ia segera menghampiri pelayan, yang tengah duduk menyender dipintu depan
dengan matanya yang meram-melek.
Memang sudah menjadi kebiasaan dirumah penginapan ini, untuk selalu menugaskan
seorang pelayan penjaga pintu, guna menyambut atau mengantar tamu yang datang
atau ada keperluan pergi diwaktu malam.
Demikian juga halnya dengan pelayan tadi, ia segera bangkit dan berdiri tegak
dengan hormat ketika melihat tamunya menghampiri kearahnya, Bahkan ia segera
bertanya: "Apakah tuan hendak berangkat diwaktu malam selarut ini !"
Kwang Tan menggoyangkan tangannya perlahan, ia tidak menjawab, hanya saja segera
ia menanyakan siapakah penghuni didepan kamarnya itu, dari mana terdengar suara
rintihan perlahan dan isak tangis seorang anak kecil.
"Ohhhh itu," kata pelayan itu, agaknya dia heran dan terkejut "Sepuluh hari yang
lalu mereka datang kerumah
penginapan ini. Yang satu seorang tua dengan pakaian seperti pengemis mesum,
serta bersamanya seorang anak lelaki kecil.
Pengemis itu dalam keadaan terluka disekujur tubuhnya, begitu masuk ke-dalam
kamar ia segera merebahkan diri, terus ia terserang demam panas dingin, ia
memiliki sebungkus obat bubuk, dia telan obat itu.
Ternyata obat tersebut tidak banyak menolong, bahkan ia jadi lebih parah dengan
luka-lukanya itu, keadaannya payah sekali, sehingga pernah juga ia pingsan tidak
ingat diri. Bocah itu lari keluar sambil menangis, ia mencari seseorang yang
telah datang kerumah penginapan ini dialah seorang yang mukanya kuning.
Ketika dia melihat seorang tua itu, ia berduka bukan main dan segera dia pergi
mencari tabib, ialah Kam Hong Tie, alias It Sian (Dewa Tunggal), tabib ini
memang merupakan tabib yang luar biasa, tabib setengah dewa, yang
memiliki ilmu pengobatan benar-benar sangat menakjubkan sekali dan belum pernah
orang yang ditolongnya tidak sembuh dari sakitnya, telah banyak orang yang
ditolongnya. Tapi setelah memeriksa keadaan sipengemis itu dengan memegang nadinya tabib itu
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segera memperlihatkan wajah
yang muram, ia menggelengkan kepalanya sambil menghela napas perlahan,
dikatakannya pengemis tersebut sulit sekali buat ditolong dan tidak perlu diberi
obat. Karena jika diberi obat paling lama juga ia hanya akan hidup lebih sepuluh hari,
atau selambat2nya setengah bulan akan putus napas, Terus It Sian pergi tanpa
memberikan obat atau resep obatnya. Bahkan iapun tidak mau menerima uang hadiah
sebagai pembayaran uang pengobatan.
Bercerita sampai disitu, pelayan ini menghela napas, memperhatikan
mendengarkan Kwang Tan yang waktu itu tengah cerita pelayan dengan tertarik pelayan tersebut segera
meneruskan perkataannya lagi untuk melanjutkan ceritanya tentang si pengemis
terluka itu. "Majikanku kuatir si pengemis mati dihotel kami ini, ia mohon agar orang bermuka
kuning itu mengajak sipengemis, kawannya itu, keluar dari rumah penginapan ini.
Tapi orang bermuka kuning itu malah meminta kebijaksanaan.
"Kebajikanku untuk membiarkan si sakit menginap saja dulu beberapa saat disini,
katanya ia hendak pergi mencari obat. ia pun pergi dengan meninggalkan uang lima
puluh tail perak, ia berpesan wanti-wanti agar sisakit dilayani dengan sebaik-baiknya,
ia segera meninggalkan si pengemis dan si bocah.
Namun telah lima hari ia pergi, tidak juga terlihat ia kembali, ini adalah hari
keenam sejak kepergiannya,
sedangkan sipengemis semakin
parah juga keadaannya, payah benar penyakit yang dideritanya, luka2 ditubuhnya
tampaknya memang semakin berat, itu pula sebabnya mengapa bocah yang
mendampinginya selalu menangis.
Aku kuatir justeru sipengemis sulit diselamatkan jiwa tuanya itu...!"
Kwang Tan mengerutkan alisnya, tanyanya kemudian: "Apakah engkau dapat
mengantarkan aku kepada pengemis itu "!"
Pelayan itu menentang matanya lebar2 tampaknya ia heran, namun akhirnya ia
tertawa. "Apakah tuan mengerti ilmu pengobatan?" tanyanya, ragu2 dan seperti meremehkan.
Segera ia mengutarakan Kwang Tan kekamar pengemis itu, tapi ia masih terus
mengoceh hampir tidak kedengaran karena sangat perlahan. "Tuan mungkin kurang
sehat syarafnya, walaupun ia mengerti ilmu pengobatan mana dapat ia menandingi
kepandaian It Sian "!"
Segera juga mereka tiba didepan kamar, pelayan itu mengetuk perlahan pintu kamar
tersebut sambil berkata: "Engko kecil, buka pintu, ada yang ingin menolong
pamanmu itu, katanya dapat mengobati penyakit luka paman-mu."
Daun pintu terbuka, segera tampak seorang bocah yang wajahnya muram sekali,
matanya merah. Bengkak karena terlalu banyak menangis. Namun ia tampan, walaupun
masih berusia kecil, setelah menatap sejenak kepada Kwang
Tan, dia berkata dengan hormat: "Apakah paman mengerti ilmu pengobatan" cuma
kami jadi membuat repot paman, silahkan masuk !"
Kwang Tan kagum. Bocah ini sopan dan juga sangat hormat, pandai bicara, ia
melangkah masuk. Segera dilihatnya orang tua yang tengah rebah dipembaringan
napasnya satu 2 dan sulit sekali, tidak lancar, penerangan didalam kamar
tersebut hanya lilin yang tinggal separuh, apinya, guram, sampai kamar itu
dengan sendirinya menimbulkan kesan agak menyeramkan.
Orang tua itu mengerang lemah, matanya guram tidak bersinar seperti umumnya
orang sehat, memang kesehatannya sangat terganggu sekali.
"Pemuda, terima kasih..." katanya kemudian dengan suara yang lemah waktu
Kwang Tan sampai dipinggir pembaringannya, "hanya saja, penyakitku ini tidak
mudah diohati, sulit sekali memperoleh obat yang tepat, kalau obat yang biasa
tidak akan dapat menyembuhkan sakitku ini, aku kuatir, akan membuat engkau
pusing dan lelah percuma saja, karena tetap saja penyakitku ini tidak dapat
disembuhkan....!" tangan kanannya, diteruskan pada tangan kiri, akhirnya ia berdiri dan berkata
sambil tertawa: "Walaupun penyakit yang mengendap pada memang berat, masih ada harapan untuk
disembuhkan penyakit ini disebabkan angin jahat, lojinke, kau tentu telah
melakukan pertempuran yang melelahkan, kau lalu mempergunakan tenaga yang melebihi takaran, dan juga
Lalu samar2 tampak jelas ia berusaha mengendalikan perasaan hatinya, ialah rasa
agung dan harga dirinya. Kwang Tan menghampiri untuk duduk disisi orang tua itu,
dia memperhatikan dengan cermat.
"Lojinke, jangan kuatir seperti itu," katanya dengan suara yang halus, "Setiap
perantau sulit lolos dari gangguan penyakit" maka dari itu, mari lojinke,
kesempatan untuk melihat penyakitmu, sanggup mengobatinya."
"Benarkah?" bocah itu bertanya mendadak, dengan wajah yang sejenak berobah
menjadi cerah. "Jika benar, paman, aku si In An akan memberi hormat lebih dulu
kepada kau guna menyatakan terima kasihku!"
Benar2 anak tersebut hendak berlutut dihadapan Kwang Tan guna memberi
hormat untuk membuktikan akan pernyataannya tadi yang ingin menyatakan terima
kasihnya karena pemuda ini dapat mengobati pamannya, sebab Kwang Tan mengatakan
masih sanggup mengobati luka2 sipengemis tua itu.
Kwang Tan cepat mencegah sambil tersenyum ramah sekali, "Jangan dulu, saudara
kecil. jangan! Kau sabar, jangan tergesa-2 seperti itu"
Lalu dengan sebelah tangan memegangi dan, ia memeriksa lidah orang tua itu dan
memegang juga nadi Sampai
lojinke berilah aku rasanya aku telah melakukan perjalanan cepat sampai tidak sempat
lagi kau beristirahat, sehingga gangguan angin jahat masuk kedalam tubuh,
setelah begitu kau terserang hawa dingin
sehingga panas dan dingin mengaduk menjadi satu.
Bersamaan dengan itu, lojinke juga salah makan obat, Syukurlah, jika terlambat
lagi beberapa hari, obat dewa sekalipun sulit untuk dapat menolong."
Wajah orang tua itu berobah, ia juga memperlihatkan perasaan heran yang membuat
ia mementang matanya lebar2, ia pun telah berkata: "Wahai pemuda yang pandai,
hasil pemeriksaanmu sangat tepat." dan ia menghela napas
dalam2, wajahnya jadi guram lagi waktu ia berkata lagi: "Lalu sekarang,
bagaimana?" Kwang Tan mengawasi kagum pada orang tua ini. Walaupun penyakitnya berat, orang
tua itu tetap besar hati, ia menjawab: "Jika memang lojinke bersedia menahan
sakit, aku akan menyembuhkan dengan segera !"
Orang tua itu tertawa, tapi suara tertawanya serak, suara yang keluar dari
tenggorokannya pun kering sekali.
"Pemuda yang pandai, kau turun tanganlah !" katanya, "Aku si tua yang memang
belum mau mampus ini rasanya masih dapat menahan penderitaan terlebih jauh !"
Kwang Tan tertawa, tanpa berkata lagi, ia mengeluarkan kotak kuning kecil dari
sakunya dan mana ia mengambil sembilan batang jarum emas yang kecil sekali,
panjangnya hampir empat dim.
Setelah ia meminta orang tua itu rebah tengkurap, cepat ia menusuk sembilan kali
banyaknya, disembilan tempat, ia menusuk dengan cepat dan cekatan, juga setiap
tusukannya tepat sekali. tidak pernah meleset dan tidak pernah diulang.
Jika tabib lainnya, tentu akan berlaku hati2 waktu hendak menusukkan setiap
batang jarumnya. Orang tua itu merintih karena menahan sakit. katanya: "Kongcu,
aku... aku merasakan tubuhku kaku dan ngilu, inilah hebat... penderitaan yang
terlalu hebat..!" "Lawan Lojinke, perasaan sakit itu harus dilawan!" Kwang Tan memberikan semangat
"Tidak tahan penderitaan berarti penyakit tidak dapat disembuhkan. Tahan
sedikit, Jika memang nanti sebentar lagi aku mencabut jarum ku, kau pun harus
menahan napas, kalau napasmu buyar, akan berabe dan berbahaya sekali !"
"Aku mengerti, Kongcu, dimana kau mempelajari ilmu ketabibanmu ini" Tabib atau
akhli silat yang pandai mempergunakan jarum, yang selama ini telah kukenal,
hanya ada beberapa orang diantaranya dan itupun belum pernah aku menemukan tabib
atau juga orang yang pandai
mempergunakan tusuk jarum semahir kau! Laote, ilmu silatmupun mungkin mahir
sekali, bukankah begitu "!"
Kwang Tan tertawa mendengar ia sebentar dipanggil Kongcu, sekarang dipanggil
"Loote" yang berarti adik.
"Bicara tentang ilmu silat, aku mengerti sedikit sekali," katanya setelah
tertawa, "Kalau nanti lojinke sudah sembuh, aku ingin sekali menerima petunjuk
dari kau!" "Hemm," orang tua itu berseru. "Kau minta petunjukku, Laote, itulah dapat! Aku
situa tidak sembarangan menerima
budi orang maka itu setelah kau mengobati aku, untuk kau pasti akan ada
kebaikannya." Mendengar perkataan orang tua tersebut, Kwang Tan berhenti tertawa, kemudian
dengan sikap yang bersungguh2, ia berkata: "Lojinke, dalam hal mengobati
aku memiliki tiga pantangan! Tahukah lojinke akan hal ketiga pantanganku itu?"
Orang tua itu merebahkan kepalanya tapi suara sipemuda membuatnya jadi
mengangkat kepalanya sambil mengerling buat melirik ke muka Kwang Tan.
"Laote, aneh sekali kata2mu itu." katanya kemudian, "Mana bisa aku mengetahuinya
akan ketiga pantanganmu itu" Nah coba kau beritahukan, apakah ketiga pantangan
tersebut?" Kwang Tan tertawa. ia sengaja mendustai orang tua itu, untuk menipunya dan
mengalihkan perhatian orang tua tersebut, agar ia dapat melawan rasa nyeri
tusukan jarum. Tanpa diajak bicara, orang tua itu pasti menderita hebat sekali, Dengan banyak
bicara tanpa merasa, berkuranglah penderitaannya itu, tidak usah dia sampai
pingsan. Memang Kwang Tao cerdas sampaipun Thio Bu Kie selalu memujinya. Kali inipun ia
memperoleh akal untuk mengalihkan perhatian sisakit, ia segera menjawab, katanya
dengan sikap bersungguh2.
"Pantanganku yang pertama itu adalah hal yang biasa yaitu tidak mengobati
manusia jahat." "Ohhh begitu?" kata orang tua tersebut "Itulah memang pantas,
Cuma saja, seorang tabib tidak dapat menolongi jiwa dari orang yang tengah
menghadiri kematian !"
"Aku yang rendah bukannya tabib, aku tidak masuk hitungan itu?" menyahuti Kwang
Tan. "Jawaban yang bagus! Yang kedua?"
"Pantanganku yang kedua," menjawab Kwang Tan girang. ia memperoleh kenyataan
orang tua itu sudah dapat bicara lebih keras, "ialah orang diluar kelihatan
baik, sebenarnya hatinya berbahaya dan licik!"
"Ya, itupun memang pantas pula!"
"Pantanganku yang ketiga," kata Kwang Tan setelah tertawa lebar, "Aku tidak
mengobati siapa ada kebaikan atau faedahnya."
Orang tua itu tertawa, segera juga ia berkata nyaring: "Bagus, bocah! Kau
mengobati aku karena mengharapkan kebaikan! Baiklah, lain kali aku si orang tua
akan belajar cerdik!"
Sibocah yang bernama In An, yang semula terus menerus berduka, pun ikut tertawa,
inilah untuk pertama kali semenjak gurunya, ialah siorang tua itu, menderita
sakit yang parah tersebut.
Kwang Tan tertawa. ia telah melihat waktunya sampai, maka ia bilang: "Lojinke,
apakah kau sekarang merasa dapat memainkan jalan pernapasanmu "!"
Orang tua itu dapat tertawa dan berkata nyaring tanpa merasa, sekarang
pernapasannya berjalan lurus, cuma
tinggal sedikit sesaknya, tapi ia girang bukan main, katanya.
"Laote, kau benar2 sangat liehay nya," kembali ia tertawa lebar. Kwang Tan
segera bicara sungguh2. "Lo jinke, awas! Aku hendak mencabut jarumku! Nah,
siaplah untuk menahan napas."
Benar2 si pemuda mulai bekerja sebatang demi sebatang ke sembilan jarum itu
dicabuti. tersebut memperdengarkan suara
Selama itu orang tua rintihan perlahan, ia merasakan seluruh tubuhnya menjadi
kaku. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia telah ditotok tiga kali, didengarnya suara Kwang-Tan: "sekarang jangan
menahan napas lebih jauh!" Sambil berkata Kwang Tan mengeluarkan sebutir pil
Tiang Lun Tan yang dibarengi perkataannya: "Lojinke, telanlah ini ! Obat itu
berwarna merah dan sangat harum sekali."
Orang tua itu segera merasakan tubuhnya ringan dan napasnya lancar sekali.
Kwang Tan masih bekerja lebih jauh, ia minta orang tua itu membuka bajunya,
untuk menguruti seluruh tubuh orang tua tersebut dengan jari2 tangan yang bergerak
cepat dan lincah pada setiap jalan darah penting ditubuh orang tua itu.
Pengurutan tersebut mendatangkan hawa hangat, yang membikin darah ditubuh orang
tua itu mengalir dengan teratur, sehingga mukanya bersemu dadu cerah. kurang
sepajangan hio, barulah Kwang Tan berhenti menguruti.
Orang tua itu memakai lagi bajunya, kedua matanya dibuka lebar2, mulutnya
dipentang untuk berkata dengan suara yang sangat keras "Bagus benar, bocah! Cara
kau mengurut ini telah membuat aku perlu belajar pula delapan atau sepuluh tahun
barulah bisa memperoleh keakhlian seperti itu! Ohhh, Lao-te, kau bukannya tengah
menghina aku dengan mengatakan bahwa engkau meminta petunjukku .Sungguh engkau
membuat aku jadi malu sekali."
Kwang Tan tersenyum, lucu mendengar sebentar ia dipanggil si bocah, kongcu, juga
siadik, yaitu laote. Sama sekali Kwang Tan tidak merasa kurang puas, karena ia
bisa memakluminya, itulah karena kegembiraan yang meluap2 dari orang tua
tersebut bercampur perasaan terharu dan kagum.
"Lojinke, sekarang kau telah sembuh seluruhnya, penyakit dalam itu telah dapat
diobati!" kata Kwang Tan kemudian "Tinggal angin jahat yang belum tersapu semua.
Nanti aku membuatkan kau resep obat, segera aku minta pelayan pergi membelinya,
iapun minta In An pergi kedepan untuk meminjam alat tulis."
Bocah itu pergi sambil berlari cepat2 dan lekas sekali ia kembali, Kwang Tan
segera menulis resepnya itu. Orang tua tersebut menyaksikan bagaimana surat obat
itu cepat ditulis oleh Kwang Tan, hurufnya pun sangat bagus dan indah sekali.
"Laote, indah sekali tulisanmu." memuji orang tua itu tanpa disadarinya. Kwang
Tan tertawa, ia menyerahkan surat obat pada In An dan In An segera kembali lari
keluar untuk meminta kepada pelayan membelikan obat tersebut.
Waktu itu fajar sudah tiba. Di rumah penginapan tersebut suasana jadi berisik
sekali dan tamu2 telah berkemas atau berangkat pergi sehingga pelayan semuanya
jadi sibuk sekali, tidak terkecuali pelayan yang tadi melayani mereka, ia sudah
mandi keringat. "Eh, engko kecil, apakah kau tidak lihat aku sedang sibuk seperti ini?" kata
pelayan itu waktu In An minta pertolongannya, ia baru berkata begitu, mendadak
ia mengangkat kepalannya mengawasi In An, katanya dengan
mata terbuka tebar, tampaknya dia sangat heran sekali, katanya. "Bagaimana" tuan
muda itu berhasil menolongi orang tua itu "!"
In An tidak sempat menyahuti, ia hanya mengangguk sambil ingin menyerahkan surat
resep obat itu . Tapi pelayan tersebut melihat ia mengangguk dengan wajah yang cerah, tidak muram
seperti waktu sebelumnya, segera juga ia menyambar resep obat, itu terus dibawa
lari ia tidak memperdulikan tamu lainnya yang memangginya, ia lari kedalam
kamar. Untuk herannya dan takjubnya, ia melihat orang tua itu tengah duduk sambil
bercakap2 dengan si pemuda diiringi suara tertawanya yang nyaring, ia berdiri
mendelong, mematung didepan pintu hampir tidak bisa mempercayai apa yang
disaksikannya itu. "Aku siorang tua tokh tidak jadi mati, bukan "!" kata orang tua itu waktu
melihat sikap si pelayan, "Bukankan kau merasa aneh melihat kenyataan ini "!"
"Akh, kau hanya guyon, tuan,.,.!" kata pelayan itu tersadar dari bengongnya dan
jadi malu. Kwang Tan berkasihan melihat sipelayan itu, ia mengeluarkan uang sepuluh tail,
diserahkan kepada pelayan itu, sambil mintanya agar pelayan itu cepat2 pergi
membeli obat. "Uang kelebihannya untukmu !" katanya. "Terima kasih, tuan, terima kasih!" kata
pelayan itu berulang kali dan sangat bersyukur. "Ohh, kau benarkah dewa!
Dikolong langit ini ada orang yang lebih pandai dari It Sian, benar2 sangat aneh
sekali, benar2 aneh, benar2 aneh, aneh sekali !" Sambil mengoceh seperti itu,
sipelayan cepat keluar dari kamar.
Kwang Tan membiarkan pelayan itu pergi, ia kemudian menoleh kepada orang tua
itu, katanya sambil tertawa: "Lojinke, jika kau bukan orang aneh Rimba
Persilatan, kau tentunya seorang Kangouw yang luar biasa !"
"Sebutan orang aneh Rimba persilatan tidak sanggup kuterima tapi jika sebutan
orang Kangouw luar biasa, mungkin tepat!" sahut orang tua tersebut sambil
tersenyum. "Aku si tua she Bun dan bernama Sie. Didalam rimba persilatan
gelaranku yang kecil ialah Pat Cie Tiat Liong, Laote, pernahkah kau mendengarnya
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?" Kwang Tan terkejut, sampai tanpa merasa ia berseru, "Ohh kiranya Locianpwe Pat
Cie Locianpwe yang menjadi salah seorang Kaypang Sam Lo !"
Ia terus menatap tangan orang tua itu, karena tadi ia mendapatkan jari2 tangan
orang itu lengkap sepuluh, tapi
mengapa disebut Pat Cie Tiat Liong (Naga Besi Delapan Jari). Ia juga tidak
sangka orang tua itu seorang diantara Kaypang Sam Lo yaitu tiga tertua Kaypang
atau partai pengemis. Melihat sikap sipemuda, orang tua itu dapat menerka isi hati Kwang Tan, Katanya
kemudian sambil tertawakan mengangkat kedua tangannya, untuk diperlihatkan
kepada Kwang Tan, jari-jari tangannya dipentang, ia menambahkan: "Nah Laote, kau
telah melihat jelas atau belum?"
Kwang Tan mengawasi Pada tangan kiri ia melihat jari kelingkingnya terbuat dari
tembaga yang warnanya mirip dengan warna kulit tangan, sehingga menjadi samar,
sedangkan pembuatannya bagus sekali.
Demikian juga jari kelingking tangannya yang kanan. Segera juga Kwang Tak
mengerti dan mengangguk. "Sebenarnya locianpwe, apakah yang telah terjadi
terhadapmu?" tanya Kwang Tan kemudian, "Maukah locianpwe menceritakannya
kepadaku?" Bun Sie menunjuk pada In An, sibocah, kemudian ia memberikan keterangannya: "In
An adalah anaknya Kang Ouw Sin- Houw (Harimau Sakti dari sungai Telaga) In Yang
Li, jago dari Yan-In. Setelah memperoleh nama besar, In Yang Li hidup
menyendiri ditepi telaga Tong Peng Ouw dikecamatan Tong Ii peng, Shoa-tang, ia
hendak menikmati hidup aman dan tenteram damai, Selama merantau ia bentrok
dengan Kang Lam Sie Liong (Empat Naga dari Kang Lam), empat jago dari Pouwshie,
Hopak, yaitu empat orang bersaudara Kwa, yang masing bernama Kwa Lung yang
tertua, Kwa Cin, Kwa Min dan Kwa Lo.
Mereka berempat memang pernah dirubuhkan In Yang Li. Bahkan Kwa Cin kena dibabat
kutung lima jari tangan kanannya oleh In Yang Li.
Segera juga keempat jago Hopak itu menghilang. Tidak tahunya mereka berguru pada
seorang berilmu digunung Tiang Pek San. Setelah turun gunung mereka mencampurkan
diri dalam rombongan Ceng Kie Pay, partai Bendera Hijau, ditiga propinsi
Kangsouw, Anhui dan Ouwpak.
Mereka bermaksud menuntut balas. Niat itu didengar Boo Sie yang waktu itu berada
dikota Langsun dalam perjalanan menuju kelo-im untuk menggabungkan diri dengan
pengemis lainnya, karena didengarnya Bengkauw mulai bergerak lagi dan
menggabungkan diri dengan untuk membantu Bengkauw. ia bermaksud hendak
para saudara separtainya Mendengar bahwa In Yang Li terancam jiwanya, ia jadi
menunda perjalanannya, bahkan ia telah mutar haluan, pergi memberikan kisikan
kepada In Yang Li, karena In Yang Li memang sahabat baik Bun Sie.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Bun Sie tiba di Tongpeng, ia terlambat In Yang Li telah dikeroyok. Waktu
menolongi, Bun Sie dikepung tujuh belas jago Ceng Kie Pay. ia berhasil
membinasakan lima musuh dan menolongi In An, untuk dibawa menyingkir ia dikejar.
Syukur ditengah jalan dapat juga ia meloloskan diri, Tiga hari tiga malam ia
melarikan diri tanpa minum dan makan, tubuhnya pun terluka, disepanjang jalan ia
terkena angin, maka setibanya di Kang-touw, ia rubuh.
Disini ia menyembunyikan diri, maka perintahkan In An pergi mencari pemimpin
pengemis di Yangciu yang bernama Kie Shang dan perintahkan kawannya itu pergi ke
Ouwpak, untuk minta obat dari tabib partai pengemis, ia sendiri menguatkan diri
dan hati untuk menantikan pertolongan itu.
Maka syukur ia bertemu Kwang Tan, jika tidak pasti ia mati terlantar dirumah
penginapan tersebut. Mendengar cerita itu, Kwang Tan berkasihan terhadap In An.
ia menggenggam kedua tangan anak itu, yang nasibnya sangat malang sekali.
"Bagus locianpwe, kau telah memperoleh murid sangat berbakat ini, kelak setelah
dewasa tentu akan dapat menuntut balas." berkata Kwang Tan sambil mengangguk
ramah pada In An yang menunduk dengan kepala berduka.
"Hai, kembali kau memanggilku dengan sebutan locianpwe." tegur Bun Sie, matanya
dibuka lebar2. "Jika kau menghargai aku panggillah aku dengan sebutan laoko
(kakak), Tentang silat kau tentu saja berbeda dariku laote. Oya, aku sampai lupa
menanyakan sesungguhnya kau murid siapa?"
Kwang Tan segera menceritakan asal usul nya. Segera juga sipengemis tua jadi
girang bukan main, mukanya berseri-seri.
"Sungguh ini adalah peruntunganku si-tua yang sudah mau mampus benar2 sangat
baik! Telah lama memang aku kagum sekali mendengar sepak terjang gurumu, dan
juga aku waktu sekarang ini, jika saja tidak menghadapi urusan sahabatku itu, tentu
aku telah menggabungkan diri dengan Bengkauw... untuk ikut berjuang !"
Kwang Tan menceritakan juga, betapa pasukan Bengkauw telah berhasil memperoleh
kemenangan gemilang dan berhasil menguasai beberapa kota.
Bun Sie mendengarkan dengan penuh perhatian dan girang sekali, Sampai akhirnya
ia berkata, "Kau benar2 seorang pemuda yang hebat sekali, laote !"
"Bagaimana keadaan pernapasanmu lao-ko ?"" tanya Kwang Tan kemudian. Tapi
sipengemis tua telah mengulapkan tangannya, Bun Sie pun segera berkata: "Itu
urusan kedua, sekarang aku ingin menyatakan sesuatu padamu, laote, bagaimana
jika aku si tua tidak mau mampus terhitung sebagai saudaramu...!"
"Mana aku berani, laoko !" kata Kwang Tan menampik dengan ramah.
"Akh, jangan bertingkah seperti kakek2!" kata Bun Sie. Mendadak sikapnya jadi
bersungguh2 "Begini saja, aku jadi Toako, karena akulah situa dan kau menjadi
Jite (adik ke dua)! Nah Jite, bagaimana pandanganmu terhadap In An" Apakah dia
ada harapan maju "!"
Kwang Tan tidak dapat tidak menerimanya keinginan sipengemis tua ini, tapi iapun
tidak menjadi kurang senang oleh sikap si pengemis tua yang mengangkat dirinya
menjadi kakak angkatnya yang tertua tanpa meminta persetujuannya, ia bahkan
senang untuk keperluannya itu. Iapun merasakan, betapa sangat baiknya jika ia
mengangkat saudara dengan tokoh pengemis ini.
"Pandangan toako pasti tidak salah." jawabnya kemudian tertawa, ia menggaruk2
kepala, katanya: "Kita menjadi saudara angkat, lalu bagaimana orang2mu memanggil
aku, bila mereka bertemu denganku."
In An sendiri segera juga berlutut memberi hormat sambil memanggil: "Ji-susiok!"
Panggilan itu berarti paman yang kedua, Malah ia telah mengangguk2an kepalanya.
Kwang Tan segera memimpin bangun, katanya tertawa. "Gurumu tidak senang banyak
peraturan, mengapa kau mengangguk2 kepada ku seperti itu?"
"Sudahlah?" kata Bun Se tertawa, "Kau masih muda sekali, sekarang kau menjadi
orang tertua partai kami, itulah hal yang orang lain, walaupun dia minta, dia
tidak akan memperolehnya! Maka mengapa engkau bertingkah. Sekarang begini saja,
Kau mau pergi ke kota raja" Aku
sendiri akan pergi menggabungkan diri dengan pasukan Bengkauw!"
Setelah berkata begitu, ia merogoh keluar sebuah Tongpay warna hitam dimana ada
ukirannya yang indah merupakan tiga ekor binatang yaitu, naga-singa dan harimau, rupanya seperti
barang kuno. Terus juga ia serahkan barang itu ditangan Kwang Tan sambil katanya. "Ini adalah
Koan Wie Lenghu dari Kaypang. Benda ini walaupun ketua yang sekarang, akan
menghormatinya. Kau bawa ini kekota raja, dimana jika kau memerlukan kau bisa
tunjukan kepada setiap anggota,
kau memesan kata2, maka jika nanti aku bisa menyusul kesana setelah
menggabungkan diri dengan Bengkauw, aku mengetahui berada dimana kau pada saat
itu! Kalau perlu, kaupun boleh minta bantuan atau bekerja sama dengan cabang
partai setiap tempat."
Kwang Tan menerima pemberian itu dan menyimpan tanda kepartaian tersebut, ia
bilang: "Toako, terima kasih atas kepercayaanmu ini!"
Waktu itu pelayan muncul dengan obat yang sudah matang segera Bun Sie meneguk
habis obat tersebut. "Kau masak pula!" Kwang Tan perintahkan pelayan itu. "Baik, tuan !" jawab
sipelayan, yang terus mengundurkan diri meninggalkan kamar itu. Kwang Tan
mengajak saudara angkatnya itu dan muridnya pergi keruang bawah, ruang makan,
untuk bersantap. selama tiga hari mereka berkumpul dan kesehatan Bun Sie sudah pulih
keseluruhannya, ia telah sehat lagi.
Merekapun berpisah, Kwang Tan meneruskan perjalanannya menuju kekota raja,
Sampai akhir nya ia tiba di Khoya, tempat yang cukup indah, terpisah dari
Kangtouw tidak lebih dari seratus lie.
Waktu ia tiba disitu hari menjelang magrib, Kwang Tan terus mengambil kamar
disebuah rumah penginapan yang "menyolok mata", sebab yang tinggal disitu
umumnya orang2 Rimba Persilatan, seperti yang tampak semua tamu
membekal berbagai macam senjata tajam. Maka pemuda ini, yang berpakaian mirip
seorang pelajar, diawasi dengan pandangan mata ringan dan meremehkan.
"Tuan ada mengantarkan menyediakan perlu apa "!" tanya pelayan yang
tamunya tersebut kekamar dan terus teh, ia berdiri dengan hormat, kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya diturunkan, dia berdiri dengan tubuh agak dibungkukkan. "Mengapa
disini banyak berkumpul orang Kangouw?" tanya Kwang Tan. "Apakah memang ini
selalu biasanya setiap harinya?"
"Tuan seorang siucai dan mungkin jarang bepergian," sahut pelayan itu, "Jadi
tuan tidak mengetahui hal ikhwal kaum Kangouw, Jika tuan ingin mengetahui,
baiklah, aku akan menjelaskannya!"
Pelayan itu terus juga bersikap hormat, "Empat puluh lie
dari kota ini terdapat sebuah desa bernama Bin-ke-cung dengan cungcu (kepala
kampung) adalah Ho Lam Taihiap she Bin bernama Tian Ong! Katanya ia sangat
gagah. Kali ini ia merayakan ulang tahunnya yang keenam puluh, hari pesta jatuh
tiga hari lagi. Pesta itu dibikin bersamaan dengan dia mengumumkan hendak mengundurkan diri
sebagai orang Kangouw. Untuk pestanya, ia telah mengundang banyak sekali tamu,
disamping itu ada lagi sesuatu yang menarik perhatian.
Bin Cungcu memiliki puteri bernama Giok Cu. orangnya sangat cantik sekali, ilmu
silatnya tinggi, bahkan katanya melebihi kelihayan ayahnya. Gadis itu memiliki
sepasang pedang mustika, namanya Kim Kiam dan Gin Kiam (pedang Emas dan pedang
Perak) Karena nona Bin masih bebas merdeka.
Dihari pesta akan diadakan pibu tayhwe yaitu pertemuan persilatan, siapa yang
dapat mengalahkan puteri Bin Cungcu, orang itu selain akan dapat hadiah pedang
Kim Kiam, ia pun akan memiliki sigadis yang cantik sebagai isterinya. Hal itu
menggemparkan maka juga rumah penginapan kami ini sekarang jadi ramai sekali !"
Setelah bercerita agaknya ia senang kepada tamunya itu ! begitu, pelayan
tersebut tertawa, telah dapat memberikan penjelasan
Kwang Tan pun tertawa, katanya: "Terima kasih atas keteranganmu !"
Pelayan itu tidak berdiam lebih lama lagi, sebab kebetulan ada yang memangginya.
Setelah beristirahat, Kwang Tan keluar untuk jalan2. Ia melihat, dibandingkan
dengan Kangtouw, Khoyu sepi sekali, Cuma dijalan sebelah utara yang agak ramai.
Disitu ia bersantap disebuah rumah makan, terus pulang, maksudnya untuk tidur
siang2. Ditengah jalan ia melihat seorang pengemis berdiri ditepi jalan, tengah
meminta amal, Tiba2 ia teringat sesuatu apa, segera ia menghampiri pengemis itu,
sambil ia meletakkan uang ditangan pengemis tersebut.
"Lojinke, aku ingin bicara dengan ketua-mu, dimana adanya dia sekarang "!" kata
Kwang Tan dengan suara setengah berbisik dan suaranya dalam.
Pengemis itu baru saja hendak menghaturkan terima
kasihnya, justeru ia mendengar bisikan si pemuda membuat ia terperanjat dan
mengangkat kepalanya mengawasi Kwang Tan tajam sekali, sampai untuk sekian lama
ia berdiam saja tidak memberikan jawaban yang dikehendaki Kwang Tan.
Kwang Tan juga mengawasinya, ia dapat mengerti kebimbangan pengemis tersebut,
Maka tanpa ayal ia memperlihatkan longpay dari Pat Cie Tiat Liong.
Melihat tanda kepartaiannya itu, sipengemis terkejut, tapi sekarang cepat sekali
sikapnya berobah, ia segera menyahuti dengan sikap dan suara yang hormat:
"Disini banyak orang, harap siangkong mau ikut dengan aku yang rendah!" Lalu ia
berjalan ke sebuah gang sempit yang gelap.
Kwang Tan mengikuti Gang gelap sekali sampai sulit untuk melihat jari2 tangan
sendiri itu tidak mempersulit Kwang Tan, ia dapat jalan terus walaupun pengemis
itu sudah melewati beberapa gang kecil lainnya.
Didepan sebuah kuil yang bernama Sam Koan Bio, ia diminta oleh pengemis itu
sedangkan pengemis tersebut untuk menanti sebentar,
segera langsung masuk kedalam kuil.
Kuil itu tidak memiliki api penerangan, maka itu didalamnya pun gelap. Dari
cahaya2 bintang2 dilangit, terlihat bagian luar kuil sudah rusak. Ini justeru
tempat yang sangat bagus buat anggota Kaypang, yaitu partai pengemis, yang
mereka jadi kan sebagai markas mereka.
Tidak lama kemudian muncullah dua orang pengemis, yang jalan di depan ialah pengemis yang tadi. Yang seorang lainnya berusia lebih
kurang lima puluh tahun, Tubuh-nya jangkung dan kurus, ia memberi hormat kepada
Kwang Tan sambil bertanya:
"Siangkong membawa Tong-pay Liong Say Houw partai kami, apakah Siangkong hendak
memerintahkan sesuatu." Kwang Tan tersenyum, ia tidak segera menjawab, hanya
bertanya: "Apakah Locianpwee ketua Kaypang disini" Aku numpang tanya nama
Locianpwee "! "
"Aku yang rendah Chiang Un." menjelaskan pengemis itu. "Tidak leluasa kita
bicara disini, Silahkan masuk kedalam." Dan ia mengundang tamu ini buat masuk
kedalam kuil. Didalam mereka memasuki pintu samping dari pendopo kuil, untuk duduk di kamar
sebelah kanan terdapat sebuah pembaringan, sebuah meja dengan empat buah kursi,
Dapurnya pendek, segala apa yang ada dikamar tersebut bersih.
"Siapakah she dan nama siangkong?" pengemis itu telah bertanya. "Apakah
siangkong sudi memperlihatkan kepadaku tongpay partai kami itu?"
Sekarang ditempat terang, Kwang Tan dapat melihat jelas pengemis itu, yang
mukanya kuning dan berewokan serta berjenggot, sepasang matanya tajam.
"Aku Kwang Tan," ia menyahuti sambil terus memperlihatkan tongpaynya.
Mendengar nama sipemuda, tampaknya pengemis ini heran, karena ia belum pernah
mendengar nama itu, juga usia tamu ini sangat muda sekali.
Walaupun demikian, cepat sekali dengan hormat ia menyambut tongpay, atau lebih
benar "Sin Liong Say Houw Leng" untuk diletakkan diatas meja, Bersama pengemis
yang disebelahnya ia berlutut, untuk memberi hormat dengan mengangguk tiga kali.
Setelah mana baru mengangkatnya kembali buat dikembalikan kepada Kwang Tan.
Setelah itu ia berkata menjelaskan: "Sin Liong Say Houw Leng semuanya berjumlah
tujuh buah, jika bukan ada urusan besar dan sangat penting, tidak pernah
dikeluarkan. Di pusat besar kami disimpan tiga buah dan empat yang lain oleh
para tianglo besar. Pula Sin Liong Say Houw Leng ini terdiri dari dua macam. Yang dipusat terbuat
dari kuningan, Sedang yang dimiliki para Tianglo terbuat dari perunggu, dan yang
Siauwhiap miliki ini ialah satu diantaranya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diperlihatkannya Sin Liong Say Houw Leng menyatakan perwakilan Tianglo, tanda
dari perintah yang harus dihormati, maka dari itu, semua perintah harus di
turuti oleh semua anggota. Pula ini dapat dipergunakan untuk menghukum siapa
saja yang melakukan pelanggaran.
Siauwhiap, aku mohon tanya, apakah siauwhiap memiliki ini karena hadiah dari
seorang tianglo" pertanyaan ini tidak seharusnya diajukan olehku, dari itu
terserah kepada siauwhiap sudi menjawabnya atau tidak ?"
-ooo0dw0ooo Jilid 27 KWANG TAN tidak keberatan untuk menjelaskannya, maka ia segera
menceritakan bagaimana telah berkenalan dengan Pat Cie Tiat Liong, sehingga
untuk membalas budi, ia dihadiahkan tongpay tersebut.
Mendengar cerita sipemuda. tampak Chiang Li segera menekuk lututnya, untuk
memberi hormat. "Siauwhiap mengangkat saudara dengan Pat Cie Tianglo, dengan demikian siauwhiap
adalah orang tertua dari Kaypang kami!" ka tanya kemudian "Sekarang mohon
bertanya, siauwhiap hendak memerintahkan apa pada kami, walaupun harus menyerbu
lautan api, tidak nanti aku menolak!"
Kwang Tan memimpin bangun pengemis tersebut, "Bangunlah "Marilah kita mengetahui
walaupun bagaimana aku bukanlah anggota langsung dari partaimu. Dengan sikapmu
seperti ini, kau membuat aku sulit bicara!"
Chiang Pang tauw!" katanya sungguh2. membataskan hubungan kita, Kau harus
Chiang Un berdiri dengan kedua tangan diturunkan, tanda menghormat. "Jika
Siauwhiap mau mengalah, baiklah, Chiang Un bersedia untuk menurut," katanya
tetap menghormat. "sekarang ini Ceng Kie Pay menjadi terlalu bertingkah, karena
ia telah bentrok dengan Pat Cie Tianglo kami tidak
dapat berdiam saja! Baiklah, Chiang Un nanti mengumpulkan saudara2 diwilayah
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kangsouw Utara untuk menghadapi Kang Lam Sie Liong."
Kwang Tan mengangguk. "Kabarnya Ceng Kie Pay baru bangun selama empat atau lima tahun ini." katanya:
"Tapi mereka telah dapat mementangkan pengaruhnya di tiga propinsi Kangsouw,
Anhui dan Ouwpak. Maka dari itu, dapat diduga bahwa didalamnya terdapat orang2
yang pandai. Karena ini, aku minta pangtau jangan bertindak sembarangan.
Aku sendiri ialah orang baru dalam dunia Kangouw, pengetahuanku belum banyak,
jadi tentang partai itu. aku belum mengetahui jelas. Mengenai ini tentunya Pat
Cie Tianglo telah mengaturnya baik2, sekarang aku memohon
keterangan perihalnya Bin Tian Ong, dapatkah pangtau menjelaskan sesuatu"!"
"Bin Tian Ong dari Thay-kek-pay," Chiang Un menjelaskan. "Setelah masuk usia
pertengahan, ia tinggal dikampung halamannya untuk hidup tenang tenteram
sebagai guru silat. Akan tetapi ketika ia turun tangan diKangsouw Utara, ia memperoleh julukannya Ho
Lam Tayhiap, Alasan mengapa sekarang ia mengundurkan diri ada sebab2nya yang
memaksa. Kurang lebih tiga tahun yang lalu Ceng Kie Pay telah mengundang Bin Tian Ong
masuk dalam partai tersebut, tapi ia menolak. Karena itu hubungan mereka jadi
buruk, sering Ceng Kie Pay datang mengacau, setiap kali mereka selalu dapat
dipukul mundur. Walaupun terdapat hubungan yang buruk seperti itu, pada permulaan tahun ini Ceng
Kie Pay kembali mengirim utusannya, kali ini untuk melamar puterinya Tian Ong,
buat Kang Sun Beng, yang berkedudukan sebagai ketua Gwa Sam Tong dari Ceng Kie
Pay. Dialah murid Khong Tong Pay. Dia belum pernah menikah dan dia dipuji tampan
serta gagah. Bin Tian Ong benci Ceng Kie Pay, lamaran itu ditolak. Masih partai
itu penasaran, dua kali beruntun mengajukan pula lamaran
mereka. Kembali semuanya itu ditolak dengan halus.
Akhirnya Ceng Kie Pay menjadi murka dan sesumbar jika si nona Bin tidak
dinikahkan dengan Kang Sun Beng, Bin Ke Cung hendak dibikin rata dengan bumi.
Untuk itu mereka segera memasang mata-mata disekitar Bin Kie Ceng, Akhirnya Bin
Tian Ong jadi kewalahan, maka ia lantas menyebar surat undangan untuk kaum rimba
persilatan menghadiri pesta ulang tahunnya ke 60, diwaktu mana ia hendak
menyimpan pedang untuk mengundurkan diri sekalian mengadakan pertandingan silat
persahabatan guna memilih menantu, yang nanti dinikahkannya dengan puterinya.
Acara pertandingan ialah kemenangan sepuluh kali dan yang menang itu, asal dia
belum menikah, ia akan dinikahkan dengan nona Bin, andaikata pihak Ceng Kie
Pay yang menang, sigadis akan dipasangkan dengan Kang Sun Beng.
Pihak Ceng Kie Pay mengetahui baik maksud Bin Tian Ong yang mengandalkan
keadilan Rimba Persilatan, tapi mereka tidak takut. Mereka percaya partainya
memiliki banyak orang lihay mereka sekalian ingin menjagoi diwilayah sini.
Begitulah pihak persetujuannya dan Ceng Kie Pay itu menyatakan sekarang ini sudah siap sedia,
dari Ouwpak dan Anhui sudah datang jago-jagonya. Cuma saja
mereka itu belum mau turun tangan sebelum tiba sang waktu.
Mendengar keterangan itu Kwang Tan segera mengambil keputusan untuk membatu
secara diam2 pada Bin Tian Ong, agar setelah berhasil ia dapat segera
mengundurkan diri. "Jika demikian, keterlaluan sekali Ceng Kie Pay itu!" katanya kemudian "Aku
berpikir untuk membantu Bin Tian Ong, Apakah Chiang Pangtauw dapat membantuku"
Disini, ada berapakah saudara yang ilmu silatnya dapat diandalkan?"
"Tentu, siauwhiap!" sahut Chiang Un. "Orang kita disini yang mengerti silat cuma
dua puluh orang lebih, akan tetapi kita dapat meminta bantuan dari cabang
kaypang yang berdekatan. Dalam satu hari mereka sudah bisa sampai disini."
Kwang Tan sudah mengeluarkan Tongpay-nya, tapi Chiang Un menggoyangkan tangan.
"Tidak usah siauwhiap menyerahkan Sin Liong Leng," katanya kemudian "Cukup asal
Siauwhiap mengucapkan sepatah kata."
Kwang Tan jadi heran dan kagum, Tidak disangkanya demikian besar pengaruhnya Sin
Liong Leng tersebut. Dari sini terbukti bagaimana sungguh-sungguh Pat Cie Tiat
liong membalas budi sehingga tongpay itu diserahkan padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah!" katanya kemudian, "Aku memberikan perintahku !"
Chiang Un segera memerintahkan pengemis yang tua itu, yang terus mengundurkan
diri. Kwang Tan kemudian memesan jika Pat Cie Tiat Liong datang, agar memberitahukan
apa yang telah dikerjakannya, Karena Pat Cie Tiat Liong berjanji, jika ia telah
menggabungkan diri dengan Bengkauw, maka ia akan menyusul adiknya yang kedua
ini. Kemudian Kwang Tan penginapannya, Oleh Chiang Un ia diantar sampai dijalan
besar. Waktu itu sudah mendekati jam tiga. Dikala Kwang Tan melangkah memasuki
pekarangan rumah penginapan, dari dalam jurusan pintu berbentuk model rembulan,
keluar tiga orang yang jalannya cepat,
tampaknya mereka sudah sinting. Tanpa dapat dicegah mereka bertubrukan Orang
yang didepan itu memandang,
jubah kepelajarannya yang kembali kerumah
menjerit melihat kesakitan, Waktu itu ia telah seorang pelajar muda berpakaian
bernama putih tengah mengawasinya sambil tersenyum, membuat ia jadi gusar dan
darahnya meluap. "Anak celaka!" ia
berteriak murka, "Kau telah membentur dada Pan Toaya, sehingga Pan Toaya merasa
sakit, Mengapa engkau tidak cepat-cepat mengaturkan maaf?"
"Kau aneh sekali, tuan?" berkata Kwang Tan, tetap tertawa tawar, "Justeru kaulah
yang tidak memiliki mata, jika aku tidak keburu berkelit, mungkin terjadi
perkara jiwa! Sudah, kau sinting, kau masih kelayapan tidak keruan! Baiklah lebih baik kau
pulang dan rebahkan diri dipembaringanmu sebagai mayat?"
"Setan cilik kurang ajar!" berteriak orang she Pan tersebut, yang menyebut
dirinya sebagai "tuan "besar" atau toaya. "Kau berani mengajari aku" Anak
celaka, kau rebahlah."
Kata2 orang she Pan itu dibarengi dengan tinjunya yang besar melayang dengan
keras. Bagaikan kilat cepatnya, tangan Kwang Tan menyambar memapaki lalu tiga
jari tangannya memegang nadi orang itu, yang terus dilempar, sehingga seketika
itu juga tuan besar she Pan tersebut
terpelanting rubuh delapan tindak.
Tanpa menghiraukan orang mati atau terluka, Kwang Tan terus melangkah bertindak
masuk ke dalam rumah penginapan.
Kedua kawannya orang she Pan itu kaget, peristiwa itu berlangsung cepat sekali.
Waktu mereka menghampiri kawan mereka, untuk bantu membangunkannya, mereka jadi
lebih kaget. Lengan kanan kawan mereka tersebut bengkak besar sekali. Tidak ayal lagi mereka
memayang kawan mereka untuk cepat2 diajak menyingkir.
Ketiga orang ini buaya darat semuanya, mereka tahu bahwa kali ini mereka bertemu
orang liehay, takutnya bukan main, maka itu mereka segera angkat kaki.
Sejumlah tamu muncul karena ribut2, waktu mereka menyaksikan peristiwa tersebut,
mereka tertawa Tapi diantaranya ada juga yang memperhatikan Kwang Tan.
Besok paginya, dikala Kwang Tan keluar dari kamarnya untuk membuang air, di
depan kamarnya, pada kamar nomor tiga, ada dua orang tengah bercakap2. Ketika
mereka melihat Kwang Tan, segera juga kedua orang itu mengangguk sambil
tersenyum. Kwang Tan membalas mengangguk dan tersenyum juga, walaupun ia tidak kenal mereka
itu. ia mengambil sikap demikian sebagaimana layaknya saja, Ketika ia memutar
tubuh kembali ke kamarnya, ia melihat kedua orang itu
melangkah menghampirinya, Tanpa merasa Kwang Tan menunda tindakan kakinya.
Dari dua orang itu, yang seorang berusia lebih kurang
empat puluh tahun, mukanya bersemu merah sepasang matanya memiliki sinar yang
tajam, bajunya warna biru, dipunggung nya ada golok Gan Leng Kiu Sit To.
Yang lainnya berusia kurang lebih lima puluh tahun, kumisnya sudah putih semua,
tubuhnya sedang matanyapun tajam. Bajunya abu2, panjang sampai
didengkul, Celananya sepan, tongkat Hud Ciu Koay ditangannya tampak tercekal
seenaknya. Dia memiliki muka ke-merah2an.
"Tuan, hebat sekali ilmu silat Kim Na Ciu yang kau pergunakan !" kata dia sambil
tertawa. "Aku benar2 sangat kagum sekali!"
"Itulah tidak berarti," Kwang Tan bilang merendah. "silahkan masuk!"
Kedua orang itu tidak menolak, maka di lain saat, mereka bertiga sudah berada
didalam kamar. Situa tidak berlaku sungkan lagi, iapun telah bilang: "Aku situa bernama Siang
Bu," dia memperkenalan diri. "Dan ini saudara Tan Go Sun. Tuan, kau she apa?"
"Terima kasih!" sahut Kwang Tan hormat, "Aku yang rendah she Ouw bernama Tan."
Pemuda ini beranggapan perlu ia merobah she dan nama setelah melihat kedua orang
yang tidak dikenalnya ini, yang hendak menjalin persahabatan dengannya, belum
lagi diketahui asal usulnya.
Maka dari itu, ia telah mengganti namanya. Juga ia bermaksud menolongi Bin Tian
Pertapa Cemara Tunggal 1 Pendekar Gila 37 Petaka Seorang Pendekar Kitab Pusaka 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama