Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Bagian 15
puterinya. Dia juga telah perintahkan, jika memang guru puterinya itu ditemukan ia harus
dihukum mati. Juga telah dikirim
pemberitahuan merupakan pengumuman dari Kaisar kepada para pejabat diberbagai
kota, untuk mengawasi kalau-kalau puteri Kaisar lewat dikota mereka.
Terlebih waktu itu keadaan sangat kacau sekali, rakyat banyak yang tengah
mengungsi. Dan anehnya rakyat
mengungsi bukannya meninggalkan tempat-tempat yang dikuasai oleh pasukan Bengkauw, malah mereka telah berlomba untuk mendatangi tempat-tempat yang dikuasai
oleh pasukan Bengkauw, karena mereka merasa lebih aman berada bersama-sama
dengan pasukan Bengkauw dibandingkan berada dengan para tentara kerajaan, yang
pada saat itu lebih banyak mempergunakan kesempatan
buat merampas harta benda mereka, bertindak sewenangwenang dengan memperkosa dan
membunuh tanpa mengenal perikemanusian!
Dengan beruntun rakyat telah meninggalkan tempat mereka, maka boleh dibilang,
dimana kerajaan tengah bertahan, maka disitu
pasukan tentara sudah tidak ada rakyat, karena rakyat yang mengungsi itu telah mendukung dan
ikut berjuang, masuk menjadi anggota Beng kauw.
Keruan saja, banyak pasukan tentara kerajaan yang telah gugur dan rusak, karena
mereka selalu terdesak dan tergempur, kota demi kota telah terjatuh kedalam
tangan pasukan Bengkauw. Kemenangan demi kemenangan Bengkauw membuat pasukan
bersemangat. Bu Kie sendiri yakin melihat Bengkauw, berarti mereka berjuang bukan sendiri dan
tentu semakin lama akan bertambah kuat.
Dengan demikian tentu saja akan membuat pasukan Bengkauw itu bertambah hebat
juga, dimana selalu dapat tumbuh berlipat ganda jumlahnya lebih besar, menerjang
kepada kota2 yang dipertahankan oleh pasukan kerajaan !"
-ooo0dw0ooo yang telah Bengkauw diperoleh
semakin rakyat mendukung PADA sore itu tampak Ban Tok Kui dengan menuntun tangan Ho Tiat
tengah berjalan dijalan raya di kota Yangchin, dan tengah memandang
sekelilingnya yang sepi. Dia hanya melihat pasukan tentara kerajaan yang hilir mudik, sama sekali tidak
terlihat penduduk atau rakyat biasa. Juga para tentara kerajaan yang berpapasan
dengannya, telah memandang dengan sorot mata mengandung curiga.
Akan tetapi Ban Tok Kui tidak memperdulikan dia melangkah terus per-lahan2
dengan menuntun tangan Ho Tiat.
Sedangkan Ho Tiat telah berulang kali mengeluh, bahwa dia letih sekali, karena
telah seharian mereka tidak menemukan warung arak, Banyak warung arak yang
mereka jumpai akan tetapi semuanya kosong.
Dengan demikian membuat mereka tidak bisa beristirahat dan juga tidak dapat
untuk melenyapkan dahaganya Dikala itu tampak Ban Tok Kui telah meng hampiri
sebuah warung arak, untuk melihat keadaan didalam warung arak itu, karena dia
percaya, tentunya salah satu warung arak yang ada dikota ini ada yang masih
menjual arak, atau jika mungkin, diapun ingin sekali mengisi perut.
Ho Tiat telah merengek, dia menyatakan sangat lapar dan haus sekali.
"Jika memang rumah makan itu tidak menjual minuman, dan tidak ada pelayannya,
tidak ada makanan yang bisa dimakan, kita akan mati kelaparan....!"
Ban Tok Kui tersenyum. "Jangan kuatir, jika memang terpaksa nanti kita rampas saja dari para tentara
kerajaan?" kata Ban Tok Kui. Ho Tiat menghela napas dalam-dalam, sebelumnya dia
telah sering mengemukakan kepada Ban Tok Kui, agar dia memperkenalkan saja
kepada tentara kerajaan yang mereka jumpai, bahwa dia adalah puteri Kaisar.
Tentu tentara kerajaan itu akan membagikan mereka makanan dan air yang mereka
butuhkan. Namun Ban Tok Kui malah telah memarahinya dan melarangnya. Dengan
demikian membuat Ho Tiat tidak berani membantah perintah gurunya agar jangan
sekali2 memperkenalkan diri sebagai puteri Kaisar.
"Sekali saja engkau memperkenalkan diri bukannya mereka menolong, mereka malah
akan mencurigai kita dan menangkap kita, bukankah para tentara kerajaan itu
tidak pernah bertemu dengan kau, dan biarpun engkau mengaku sebagai puteri
Kaisar, mereka mana percaya" Malah mereka akan mencurigakan kita telah menjual
nama baik puteri Kaisar, di mana kita akan ditangkap dan disiksa! jika hal ini terjadi, maka kita
akan menerima perlakuan yang tidak baik !"
mengiakan dan tidak memperkenalkan keadaan kerajaan itu.
Biarpun tidak mengerti keseluruhannya, Ho Tiat memaksa gurunya buat dirinya
kepada para tentara Diwaktu itu tampak Ho Tiat benar2 telah haus sekali, ketika melihat ada sebatang
pohon dipinggir jalan, dia sudah tidak tahan dan letih sekali, dia menghampiri
pohon itu. duduk disitu untuk mengasoh.
Sedangkan Ban Tok Kui hanya menyeka keringat sambil tetap berdiri, ia memandang
keadaan disepanjang jalan itu. Rumah-rumah yang telah kosong. Memang dia baru
saja memasuki salah satu rumah itu, Didalam rumah itu pasti
masih terdapat sedikit air minum atau makanan dari pemiliknya yang telah
mengungsi Akan tetapi, begitu Ban Tok Kui dan Ho Tiat memasuki rumah tersebut,
niscaya para tentara kerajaan akan mencurigai mereka.
Disaat itu, tampak Ho Tiat mengeluh panjang pendek tidak hentinya.
Tiba-tiba ada dua orang tentara kerajaan, yang masing2 berusia diantara tiga
puluh tahun lebih, sambil cengar cengir telah bisik-bisik, dan mereka telah
menghampiri dengan sikap yang kurang ajar. Mata mereka begitu jalang memandang
kepada Ho Tiat. "Nona yang sangat manis sekali! Aku tidak menyangka Toako, dalam keadaan perang
seperti ini, kita masih bisa bertemu dengan seorang gadis dusun yang demikian
cantik..!" kata yang seorang dengan suara dan sikap yang kurang ajar sekali.
Tentara yang seorangnya itu, yang dipanggil dengan sebutan Toako, telah cengar
cengir juga, dia telah bilang: "Benar. inilah aneh sekali.... Tetapi rupanya
memang ini merupakan peruntungan kita yang sangat bagus, sehingga kita bisa
dianugerahi oleh Thian seorang gadis secantik itu, lalu bagaimana dengan tua
bangka itu ?" Sambil berkata begitu, dia telah melirik dengan sudut matanya kepada Ban Tok Kui
dan tersenyum sinis. Kawannya telah tertawa bergelak2.
"Mengapa kita harus pusing2. jika kita meminta anaknya secara baik2, tentu tua
bangka itu akan mempersulit kita. Lebih baik kita mampusi saja.... baru kita
berurusan dengan nona cantik itu !"
"Akur !" kata kawannya.
-ooo0dw0ooo Jilid 24 TAMPAK tentara yang dipanggil Toako itu telah menghampiri Ban Tok Kui,
diapun telah bilang: "Tampaknya kalian berdua, yang tentunya ayah dan anak,
sangat lelah sekali. Aku berbaik hati hendak menolong kalian....!"
Setelah berkata menyambar gagang begitu, tangannya cepat sekali goloknya, dia telah mengeluarkan goloknya itu
yang segera digerakan, langsung ditabaskan
kepada Ban Tok Kui, karena memang dia bermaksud hendak membunuhnya.
Akan tetapi Ban Tok Kui mana memandang sebelah mata kepada kedua tentara itu.
Waktu melihat golok yang menyambar kearah tenggorokannya, Ban Tok Kui
mengeluarkan mengulurkan suara desis perlahan, kemudian tangan kanannya, Begitu cepat dia telah
gerakan tangannya, tahu-tahu dia telah menjepit golok tentara itu, dia
mengerahkan sedikit tenaga dalamnya, seketika golok itu menjadi patah.
Dan bukan itu saja, Karena dengan sigap sekali tangan Ban Tok Kui, masih tetap
tangan kanan itu, meluncur turun, maka menghantam telak sekali dada tentara itu.
"Bukkk!" kuat sekali dada tentara itu kena dihantamnya, seketika tentara itu
terguling dan telah rubuh tidak bergerak lagi menggeletak diatas tanah, putus
napas. Tentara yang seorangnya jadi kaget tidak terkira, namun dia juga murka, Dia
mencabut goloknya, dan menerjang, Dan nasibnya sama seperti apa yang dialami
oleh tentara yang seorangnya itu, seketika rubuh terbinasa!
Dalam keadaan seperti itu, ditempat tersebut memang ada beberapa orang tentara
kerajaan lainnya yang tengah hilir mudik, Mereka melihat dua orang rekan mereka
terbunuh seperti itu, segera juga mereka dengan bengis telah menghampiri Ban Tok
Kui lantas mengepungnya. "Pembunuh jahanam, tentunya engkau orang Bengkauw?" berseru mereka hampir
berbareng, dan juga mereka serentak telah mencabut senjata masing2 yang
dipergunakan buat menyerang, Hebat kesudahannya.
Senjata dari para tentara kerajaan itu menyambar kepada Ban Tok Kui. Beruntun
terdengar suara jerit kematian, Bukan Ban Tok Kui yang terluka, justeru belasan
tentara kerajaan itu yang telah terpental dan kemudian ambruk ditanah tanpa
bernyawa lagi! Sedangkan Ho Tiat telah bangun dari duduknya, dia mementang sepasang matanya
lebar-lebar, katanya dengan terheran-heran: "Suhu.... mengapa engkau membunuh
mereka" Bukankah mereka
kerajaan"!" Dia bertanya
pasukan ayahku, pasukan begitu dengan parasnya
memperlihatkan bahwa dia sangat ngeri sekali menyaksikan mayat-mayat malang
melintang seperti itu. Ban Tok Kui menghampiri Ho Tiat, menuntun tangannya.
"Mereka manusia-manusia tidak tahu diri... mereka hendak membunuhku,
maka lebih baik aku yang membunuhnya!" kata Ban Tok Kui kemudian. Ho Tiat hendak
menanyakan sesuatu lagi tetapi Ban Tok Kui telah menuntunnya buat pergi
meninggalkan tempat itu dengan mempergunakan ginkangnya, walaupun ginkang
Ha Tiat belum terlalu tinggi, tetapi dengan tangan kanannya dicekal oleh Ban Tok Kui, sehingga membuat
dia bisa berlari dengan cepat. tubuhnya seperti terseret dan dia hanya
mengimbangi tubuhnya belaka, Sedangkan waktu itu para tentara kerajaan yang
lainnya, yang melihat kawan2 mereka telah menggeletak tidak bernyawa dan orang
yang telah membunuh kawan-kawan
mereka hendak pergi, segera juga mengejarnya.
Namun para tentara kerajaan itu mana bisa mengejarnya, karena dalam waktu yang
singkat sekali mereka telah tertinggal jauh sekali.
Setelah berlari sekian lama, waktu tiba dihadapan sebuah kuil, tampak Ban Tok
Kui dan Ho Tiat berhenti berlari. Ban Tok Kui juga berkata: "Kita singgah dikuil
itu, tentu para pendeta kuil tersebut tidak ikut mengungsi."
Pintu kuil tertutup rapat dan diatas lang kan terdapat ukiran tiga huruf yang
megah, berbunyi Pek Liong Sie dan juga warna dari bangunan kuil tersebut sangat
mewah dan bersih sekali. Segera Ban Tok Kui mengetuk pintu kuil, tidak lama
kemudian pintu kuil telah dibuka, dan tampak seorang totong yang membuka pintu
kuil sedikit. Ketika melihat Ban Tok Kui dan Ho Tiat, dia memperlihatkan sikap
berkuatir sekali, katanya: "Cepat kalian berlalu, jika memang kalian ditemui
oleh para tentara kerajaan, tentu kalian bisa celaka...!"
Ban Tok Kui tersenyum, katanya: "Kami ingin menumpang sehari saja.... harap
Siauw-suhu mengijinkan kami berlindung didalam kuil kalian !" Setelah berkata
begitu, Ban Tok Kui merangkapkan sepasang tangannya, dia memberi hormat kepada
pendeta kecil itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sipendeta telah memandang sekelilingnya, dia melihat keadaan ditempat itu sepi
dan tidak terlihat seorang tentara kerajaanpun juga.
Maka akhirnya setelah ragu2 sejenak, dia mengangguk. "Baiklah.... ayo cepat
masuki Ayo cepat!" katanya sambil membuka pintu kuil itu lebih lebar.
Ban Tok Kui mengucapkan terima kasih dan mengajak Ho Tiat masuk kedalam kuil
tersebut, sedangkan pendeta kecil itu telah menutup pula pintu kuil.
"Mengapa kalian belum meninggalkan kota "!" tanya
totong itu waktu memimpin mereka masuk keruang tengah kuil tersebut.
"Kami dalam perjalanan dan singgah di kota ini, siapa tahu kami hendak diganggu
oleh para tentara kerajaan, sehingga kami berkelahi dan kini kami dikejar
mereka...!" Totong itu telah menghela napas dalam-dalam merangkapkan kedua tangannya memuji
akan kebesaran Sang Buddha, dia telah mengatakan kemudian "Memang pasukan
tentara kerajaan bukannya membela rakyat justeru hanya membawa kerusuhan
belaka..." Dan waktu itu mereka telah tiba diruangan dalam kuil itu, dan Ban Tok Kui serta
Ho Tiat telah dipersilahkan duduk ditikar yang terdapat di situ.
Totong itu meninggalkan mereka kedalam buat melaporkan tamunya yang telah
singgah dikuil ini kepada Pemimpin kuil tersebut. seorang totong lainnya telah
membawakan minuman buat mereka, dan beberapa macam makanan kering.
Tanpa sungkan2 lagi, Ho Tiat segera meneguk air yang disuguhkan, malah minta
tambah lagi kepada Totong yang melayani mereka juga melahap makanan kering itu.
Ban Tok Kui tidak mencegah perbuatan muridnya itu, karena memang dia mengetahui
bahwa muridnya itu sangat haus sekali! Dia sendiri telah meminum air minumannya
dengan perlahan-lahan. Sedangkan Totong yang melayani mereka pun tidak merasa heran. Dia maklum.
Justeru dia menduga bahwa Ho Tiat berdua dengan Ban Tok Kui adalah ayah dan anak
yang tengah mengungsi dan kini kehabisan bekal, telah
kelaparan dan kehausan. Totong itu melayani dengan baik sekali.
Setelah minum air minumannya, Ban Tok Kui bertanya kepada Totong itu. "Siauw
Suhu, apakah para tentara kerajaan itu tidak mengganggu kalian disini" Kalian
tidak meninggalkan kota ini "!"
Totong itu tersenyum. "Jika mereka mengganggu kami. tentu kami tidak akan tinggal berdiam diri !"
menyahut Totong itu, "Karena kami akan berdiam diri saja, dan juga tetap
menjalankan ibadah setiap hari, tanpa memperdulikan apa yang mereka lakukan,
asal diluar kuil ini! selama mereka tidak mengganggu kuil kami, maka kami tidak
akan mencampuri urusan mereka! Tetapi jika memang mereka mengganggu
kuil kami dan juga mungkin kami tidak sanggup menghadapi mereka, mengingat
jumlah mereka yang sangat banyak, namun hukum Thian tidak mungkin mereka
elakkan, Jika sampai kuil mereka ganggu juga dan pendeta mereka celakai, tentu
mereka tidak akan dapat selamat dalam peperangan, dan mereka akan hancur!
Kenyataan yang ada memang memperlihatkan orang2 Bengkauw telah berhasil merebut kota demi
kota dari tangan mereka, karena semua ini disebabkan mereka bukan berjuang
dengan ber sungguh2, mereka Bengkauw, malah merampas harta memperkosa, dan
bukannya benar2 menghadapi orang
mempergunakan kesempatan ini buat rakyat dan juga buat merampok, melakukan
perbuatan jahat lainnya, dengan demikian mereka dikutuk Thian dan mereka bercelaka..." Mendengar
perkataan totong itu yang panjang lebar, Ban Tok Kui jadi berdiam diri saja
dengan kepala agak tertunduk, Diam2 dia jadi malu sendirinya.
Diakuinya, didalam hatinya, bahwa selamanya dia tidak pernah melakukan pekerjaan
yang baik, dia selalu mencelakai orang dan juga sampai terhadap gurunya boleh
dibilang dia mendurhakainya.
Karena dari itu, selama hidupnya, dia tidak pernah
merasa senang. Dan sekarang berada didalam kuil ini, mendengar kata2 Totong itu,
hatinya tenang bukan main. Dan juga dia teringat kepada sutenya.
Sutenya itu memiliki kepandaian yang liehay sekali dan mungkin menang satu
tingkat dari kepandaiannya. Memang bicara soal pengalaman sutenya itu tidak bisa
menandinginya namun ilmu silat dari sutenya itu merupakan ilmu khusus yang sulit
sekali dihadapinya. Maka jika memang sutenya itu bermaksud hendak mencelakainya, tentu sutenya itu,
Kwang Tan, akan dapat melukainya dan juga membunuhnya, untuk melenyapkan bibit
penyakit didalam rimba persilatan.
Kenyataan yang ada justeru memang sutenya itu tidak membunuhnya, malah telah
menasehatinya dan mengajaknya buat kembali ke jalan yang lurus dan bersih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malah sutenya itu telah menjanjikan buat memberikan kouwhoat dari ilmu gurunya
yang belum lagi diwarisinya. Teringat akan semua itu Ban Tok Kui menghela napas
dalam-dalam, Dia telah termenung beberapa saat dengan hati yang bimbang sekali.
sedangkan totong itu yang melihat sikap Ban Tok Kui menduga bahwa lelaki
setengah baya ini mungkin tengah berduka memikirkan rumahnya yang tentu telah hancur dan
hartanya telah dirampas oleh tentara kerajaan. Dia telah pamitan untuk
meninggalkan tamu ini kebelakang.
Ban Tok Kui telah menghela napas dalam-dalam, lama dia termenung begitu. Ho Tiat
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hanya berdiam diri saja menyaksikan sikap dari gurunya.
Di waktu itulah dihati Ban Tok Kui timbul perasaan jelus, karena dia segera
teringat betapapun juga, memang gurunya telah memilih kasih dan juga telah
membeda2kan dalam memberikan dan mewarisi ilmunya sehingga sutenya itu telah menerima ilmu
yang jauh lebih hebat dari dia sendiri.
Dan rasa jelasnya itu telah menindih perasaan malu dan juga perasaan
menyesalnya. Sedangkan Ho Tiat terus juga memakan barang makanan kering yang
disajikan totong itu, sampai akhirnya dia merasa kenyang.
Dari ruangan dalam tampak keluar seorang pendeta tua dengan kumis dan jenggot
yang telah memutih. sikapnya sabar sekali.
Begitu melihat kedua tamunya, dia telah merangkapkan kedua tangannya memberi
hormat dan mengeluarkan kata 2 menghormat dan sabar menyambut kedua tamu ini.
Ban Tok Kui dan Ho Tiat telah melompat berdiri, juga membalas hormat dari
pendeta tua itu. "Maafkan Lolap tidak menyambut diluar tadi !" kata pendeta tua
itu, "Dan silahkan Siecu berdua dengan nona ini beristirahat...!"
Tetapi berkata sampai disitu, tiba2 muka pendeta itu berobah hebat, dia membuka
matanya lebar2, sikapnya yang tadi lembut, mendadak berobah menjadi berang,
matanya yang redup juga telah berobah menjadi bersinar memandang tajam sekali
kepada Ban Tok Kui, malah dia telah berseru, "Kau...!"
Mendengar seruan sipendeta, Ban Tok Kui dengan heran mengangkat kepalanya, dia
melihat sikap pendeta tua itu dengan sendirinya, dia tambah heran juga.
"Ada apa Taysu "!" tanya Ban Tok Kui malah tidak mengerti. "Hemmm, omitohud!
Omitohud! Rupanya Thian memang maha pengasih! Bukankah Siecu adalah Ban Tok
Kui..?" tanya pendeta itu kemudian dengan suara yang keras, tidak terlihat lagi
sikap lemah lembut tadi yang terpancar dari dirinya.
Ban Tok Kui telah memandang pendeta itu dengan sikap berwaspada, karena melihat
sikap si pendeta seperti itu, dia segera menyadari pasti ada sesuatu yang tidak
beres, apa lagi memang pendeta tersebut mengetahui siapa adanya
dirinya, menyebut nama nya.
"Benar....?" mengangguk Ban Tok Kui. "Memang benar apa yang ditanyakan Taysu,
bahwa aku memang Ban Tok Kui !"
Muka pendeta itu merah padam, dia telah mendengus, kemudian katanya: "Bagus!
Hari ini rupanya memang merupakan hari yang sangat baik sekali, dimana Lolap
akan dapat membalas sakit suhengku.... yang telah terbunuh dengan keji
ditanganmu, dengan mempergunakan racun !"
Sambil berkata begitu pendeta tua tersebut telah mengibaskan tangannya.
Sesungguhnya Ban Tok Kui tidak memandang sebelah mata pada pendeta itu, dia
menduga kibasan tangan pendeta itu tentu dapat diterimanya dengan mudah.
Tetapi ketika angin kibasan tangan itu menerjang dirinya, dia kaget juga, karena
tenaga dorongan itu kuat sekali, hampir saja membuat dia terjungkel disebabkan
kuda2 kedua kakinya hampir tergempur.
Beruntung memang sinkang yang tinggi memang Ban Tok Kui memiliki sehingga cepat
sekali dia bisa mengerahkan tenaga dalamnya buat memperkuat kuda2 kedua kakinya.
Dengan demikian dia tidak sampai terhuyung mundur atau rubuh oleh kibasan tangan
pendeta itu. "Mari kita mulai.... Lolap akan melihat berapa tinggi kepandaianmu!" kata
pendeta itu yang bersiap-siap hendak menyerang.
Sedangkan totong yang tadi mengantarkan pendeta ini, segera memutar tubuhnya.
Dia melihat, bahwa keributan tidak bisa dihindarkan. Dan tidak lama kemudian dia
telah kembali bersama belasan pendeta lainnya.
Ban Tok Kui telah memandang dingin kepada pendeta itu, katanya tawar: "siapakah
suhengmu yang kau katakan telah terbunuh di tanganku, Taysu?"
"Suhengku itu bergelar Bin Lap Hweshio dan engkau sekarang telah ingat, bukan?"
kata pendeta itu dengan suara berang mengandung kemarahan, sedangkan Lolap
sendiri Un Lim Hweshio. Nah, sekarang tentunya engkau telah mengetahui apa
persoalannya, mari! Mari! Lolap ingin sekali melihat berapa tinggi
kepandaianmu." Sambil berkata begitu, sipendeta membawa sikap bersiap sedia, karena dia memang
bermaksud untuk memulai pertempuran.
Namun Ban Tok Kui acuh tak acuh, dia menoleh kepada Ho Tiat katanya: "Tiat-jie,
mundur kau kesamping... biar aku menghajar pendeta kurang ajar ini..."
"Tetapi suhu .!" kata Ho Tiat bimbang. Baru saja gadis kecil itu, puteri Kaisar
Cu Goan-Ciang, berkata begitu justeru disaat itu diluar kuil terdengar suara
ramai2. Rupa nya pasukan tentara kerajaan yang mengejar Ban Tok Kui lewat
didepan kuil. "Tentu dia bersembunyi didalam kuil itu" terdengar diantara pasukan antara
kerajaan itu berseru nyaring. "Tidak mungkin! Tentu pendeta didalam kuil itu
tidak berani memberi pintu kepada mereka" kata tentara yang
lainnya. Terdengar ribut2 diluar kuil semakin menjauh, menunjukkan bahwa para
tentara kerajaan itu tentu nya telah pergi melakukan pengejarannya dan pencarian
jejak dari Ban Tok Kui ketempat lain.
Un Lim Hweshio telah tertawa dingin, katanya: "Sesungguhnya, engkau telah
meminta kami melindungi dari pengejaran para tentara kerajaan, dan kami memang
memberikan perlindungan, Tetapi siapa tahu, kau seorang pembunuh keji yang telah
membinasakan suhengku tanpa kenal malu! Maka dari itu, sekarang engkau harus
mempertanggung jawabkan perbuatanmu itu."
Setelah berkata begitu, Un Lim Hweshio yang sudah tidak bisa mempertahankan diri
segera menerjang maju. Dia mempergunakan ujung lengan jubahnya buat mengibas.
Tenaga kibasan lengan jubahnya menyambar dahsyat sekali kepada Ban Tok Kui,
Namun Ban Tok Kui tetap berdiri ditempatnya tanpa bergerak, Waktu angin kibasan
itu hampir tiba, barulah dia balas mengibas.
Dia bermaksud akan menghadapi serangan pendeta itu dengan keras dilawan keras.
Namun dia kecele, karena tahu2 angin serangan pendeta itu seperti lenyap,
mendadak sekalian Lim Hwe shio mempergunakan tenaga bersifat
lunak, dan hanya tangan kanannya yang meluncur terus.
Jari-jari tangannya, yang tampak bulat-bulat montok itu telah terlatih baik
sekali, tengah diulurkan buat mencengkeram.
Ban Tok Kui mengeluarkan suara dengusan dia telah berkata mengejek: "Hemmm,
ternyata engkau memiliki sedikit kepandaian juga!"
Sambil berkata begitu, cepat bukan main dia juga menarik pulang tenaga
tangkisannya dia berkelit hebat
sekali, tubuhnya seperti seekor ular yang berkelebat kesamping sipendeta, kemudian jari
telunjuknya terulurkan ke tenggorokan pendeta itu.
Un Lim Hweshio sendiri menyadari bahwa cara menyerang dari Ban Tok Kui tidak
bisa diremehkan. karena jika sampai tenggorokan nya kena ditotok oleh jari
telunjuk Ban Tok Kui, dia akan terbinasa.
Karena dari itu, dia pun telah berkelit, namun dihatinya dia memuji dan kagum
atas keliehayan Ban Tok Kui.
Sedangkan Ban Tok Kui tidak hanya sampai disitu saja, mengetahui totokannya
gagal dan melihat si pendeta dapat mengelak dengan baik, tahu2 dia bergerak
dengan tubuh meliuk aneh, dia menghantam dengan mempergunakan kedua tangannya
yang sekaligus dipakai mendorong. "Bukkkk!" terdengar suara benturan yang sangat kuat sekali, karena diwaktu itu
terlihat Un Lim Hweshio tidak keburu berkelit, karena dari itu dia telah
menangkis. Tangkisan tersebut yang disertai oleh kekuatan tenaga sinkang, membuat dua
kekuatan saling bentur, mereka saling berhadapan berdiri tegak, dan mengempos
sinkang mereka. Lwekang dari Un Lim Hweshio tidak lemah, dia telah mengerahkan dan berusaha
menindih tenaga dalam dari Ban Tok Kui.
Begitu kekuatan juga Ban Tok Kui, mana mudah di tindih sinkangnya, dia malah telah mengeluarkan
kepandaiannya yang sangat diandalkannya, yaitu pada telapak tangannya itu
terdapat racun yang hebat sekali, dia bermaksud akan menyalurkan racun pada
telapak tangannya untuk merubuhkan sipendeta.
Un Lim Hweshio mengeluarkan seruan tertahan, karena tiba2 sekali dia mencium bau
amis, karena itu dia segera dapat menduga bahwa lawannya tengah mempergunakan
racun yang memiliki daya kerjanya hebat sekali.
Dia tidak berayal lagi melompat mundur, menjauhi diri dari Ban Tok Kui dengan
begitu, mengadu kekuatan tenaga dalam selesai sampai di situ.
Ban Tok Kui tertawa bergelak2.
"Mengapa harus bersikap pengecut seperti itu" Bukankah engkau hendak membalas
sakit hati suhengmu, mari, mari majulah, mari kita main2 lagi !"
Un Lim Hweshio mengeluarkan suara erangan diejek seperti itu, dengan geram dia
telah menerjang maju, menghantam dengan kedua tangannya, yang berkesiuran kesana
kemari dengan berbagai jurus yang liehay sekali.
Mereka berdua jadi bertempur dengan seru, terlibat dalam mengadu ginkang dan
kekuatan sinkang mereka. Ban Tok Kui sendiri diam2 berpikir didalam hatinya:
"Hemm, pendeta ini memiliki kepandaian yang lumayan! Dan suhengnya, jika
dibandingkan dengan dia, masih berada dibawah tingkat kepandaiannya! Aku harus
dapat menghadapinya lebih bersungguh2, karena sekali saja aku
lengah, tentu dia dapat mencelakai aku !"
Disebabkan berpikir begitu, Ban Tok Kui mengerahkan kekuatan tenaga sinkangnya,
dia perlawanan yang lebih gigih lagi, telah memberikan
dia telah melakukan serangan balasan yang ber-tubi2, sedangkan diwaktu itu angin yang berkesiuran
hebat didalam ruangan itu membuat para pendeta lainnya tidak bisa berada
didekatnya. Un Lim Hweshio semakin lama jadi semakin penasaran, terutama sekali telah lewat
puluhan jurus dia masih belum bisa mendesak lawannya. Karena dengan segera dia
mengempos semangatnya dan menyerang semakin hebat.
Ban Tok Kui sengaja berulang memancing kemarahan sipendeta, membuat pendeta itu
agak kalap. Dan ketika melihat serangan semakin hebat, tapi penjagaan kali mengejek buat Dia
telah berhasil dari Un Lim Hweshio dirinya sudah semakin mengendor, diam-diam Ban Tok Kui
menjadi girang. Perlu diketahui untuk seseorang yang paling penting sekali dalam
pertempuran adalah ketenangan. Sekali saja
seorang lawan gugup atau kalap dan penjagaan dirinya jadi lemah, tentu dengan
mudah dirinya dapat dirubuhkan.
Karena dari itu, setelah melihat bahwa Un Lim Hweshio dapat dipancing
kemarahannya, Ban Tok Kui semakin girang, Sejauh itu dia hanya berkelit kesana
kemari, dimana dia telah berusaha untuk menyingkirkan diri dari serangan
sipendeta sambil sekalian mempelajari ilmu silat sipendeta.
Dan akhirnya dia berhasil menemukan kelemahan Un Lim Hweshio, karena diwaktu itu
bahwa Un Lim Hweshio sering segera juga terlihat,
lupa mengadakan penjagaan pada dadanya, yang menjadi lowong jika dia
tengah menyerang dengan mempergunakan sekaligus kedua tangannya.
Ban Tok Kui telah melihat kesempatan itu ada lagi, dimana Un Lim Hweshio tengah
menyerang pula dengan kedua tangannya, Tangan kanan sipendeta menyambar kearah
ubun-ubun Ban Tok Kui, tangan yang satunya menyambar kearah tenggorokan Ban Tok
Kui. Rupanya pendeta itu hendak mempergunakan ilmu silat harimau. yang terkenal cukup
ganas itu. Ban Tok Kui tidak berusaha mengelakkan lagi, malah dia berdiri tegak dan
memperdengarkan suara tertawa bergelak2, sebelum kedua tangan Un Lim Hweshio
tiba pada sasarannya, tahu2 dia telah mempergunakan kedua tangannya mendorong.
Dia telah mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, buat menyalurkan racun pada
telapak tangannya berkumpul di permukaan kulit. Maka begitu dia mendorong kedada Un Lim Hweshio, yang merupakan lowongan yang terbuka lebar itu, hawa amis
telak tercium oleh Un Lim Hweshio.
Pendeta itu telah mengetahui bahwa suhengnya terbunuh dengan racun, maka dia
berhati-hati sekali terhadap Ban Tok Kui, karena dia tidak mau menjadi korban
racun dari lawannya tersebut.
Namun siapa sangka, dalam kalapnya tadi sementara waktu dia seperti melupakan
ancaman racun lawannya, Dia telah menyerang seperti juga melupakan penjagaan
dirinya. Sekarang setelah mencium bau amis itu, barulah dia tersadar, Yang membuatnya
terkejut, justeru diwaktu itu kedua telapak tangan Ban Tok Kui yang tampak
kehijau2an, tengah meluncur dekat sekali dengan dadanya.
Untuk menangkis tentu tidak mungkin, karena jika dia menangkis dan tangan mereka
saling bersentuhan, tentu yang menderita kerugian adalah Un Lim Hweshio sendiri.
Namun buat mengelakkan diri dari serangan kedua telapak tangan Ban Tok Kui juga
tidak mungkin, karena jika dia mengelak tentu akan membuat dia terserang juga,
kekiri atau kekanan sama saja, waktunya sudah tidak mengijinkan.
Maka satu2nya jalan, dia hanya menjengkangkan dirinya menjeblak kebelakang
seperti juga tubuhnya itu rubuh jatuh kebelakang, dia mempergunakan Selaksa
Kati, dimana sepasang jurus dari Jembatan
kakinya tetap berdiri ditempatnya.
Dengan tubuh yang tahu2 menjeblak ke-belakang itu, maka terjangan kedua telapak
tangan dari Ban Tok Kui telah menghantam tempat kosong. Dan hantaman itu malah
telah menyebabkan tubuh Ban Tok Kui terhuyung ke depan dua langkah, karena dia
jadi kehilangan keseimbangan tubuhnya, sebab tadi dia begitu yakin, sekali
dilihatnya terjangan kedua tangannya tidak mungkin dapat
dielakkan lawannya dan juga dia tahu Un Lim Hweshio tidak dapat mengelak lagi
dari hantamannya. Dia telah menambahkan tenaga dalamnya, dan justeru dia menghantam tempat kosong,
sehingga kuda-kuda kedua kakinya tergempur, dengan demikian, dia terhuyung maju
dua langkah. Kesempatan ini justeru telah dipergunakan oleh Un Lim Hweshio menghantam
selangkangan Ban Tok Kui. "Bukkkk !" Ban Tok Kui yang berusaha berkelit, namun
tetap saja tidak keburu, maka pinggangnya kena dihajar.
Tapi Ban Tok Kui juga tidak berdiam diri saja, begitu melihat serangannya gagal,
waktu tubuhnya terhuyung maju, cepat sekali dia menggunakan kaki kanannya
menendang kepada perut lawannya yang hendak dijejaknya.
Dan karena Un Lim Hweshio menghantam keselangkangan Ban Tok Kui sambil berkelit
juga hendak bergulingan, yang kena ditendang Ban Tok Kui adalah kempolan
sipendeta, sampai tubuh sipendeta jatuh terguling dilantai.
Mereka berdua terhenti dari pertempuran tersebut, karena Un Lim Hweshio biarpun
telah meletik berdiri lagi dengan gesit, tokh dia merasakan kempolannya sakit
bukan main, sehingga buat sementara dia mempergunakan tenaga dalamnya untuk
melindungi kempolannya mengurangi rasa sakit itu.
Ban Tok Kui yang terkena dihantam pinggangnya menderita lebih berat.
Dia merasakan pinggangnya tadi seperti dihantam laksaan kati, dan dia merasakan
pinggangnya seperti juga akan patah. Dalam keadaan menderita kesakitan seperti
itu. Ban Tok Kui tidak mau memperlihatkan kelemahannya, Dia tidak meringis dan
juga tidak mengeluh, malah dia telah berkata dengan sikap mengejek: "Mengapa
engkau tidak maju lagi " Bukankah engkau hendak membalas sakit hati suhengmu "
Majulah ! Majulah !"
Dan diiringi dengan kata-katanya itu, secara diam-diam dia menyalurkan tenaga
dalamnya, berusaha melenyapkan rasa sakit pada pinggangnya.
Dia memang berhasil, begitu dia menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya, maka rasa
sakit pada pinggangnya telah lenyap.
Sedangkan Un Lim Hweshio yang waktu itu tengah mengempos semangatnya buat
dan mengurangi rasa sakitnya,
melindungi kempolannya juga tengah memeriksa keadaan tenaga dalam maupun pernapasannya, karena dia
kuatir kalau-kalau tadi tendangan Ban Tok Kui membuat
dia terluka didalam, telah memandang kepada Ban Tok Kui dengan sorot mata yang
merah padam berang bukan main.
Dia mengibaskan tangan kanannya, katanya: "Tangkap pembunuh keji itu !"
perintahnya itu ditujukan kepada belasan orang pendeta yang berdiri disamping.
Belasan pendeta itu segera serentak melompat mengepung Ban Tok Kui.
Menyaksikan itu, Ban Tok Kui tertawa dingin
"Manusia pengecut yang tidak punya guna !" ejeknya, dan dengan ringan sekali dia
telah bergerak kesana kemari berkelit dari serangan yang dilakukan belasan
pendeta tersebut. Setiap gerakan yang dilakukannya memang lincah sekali, sehingga tidak satupun
serangan dari belasan pendeta itu yang mengenai dirinya. Belasan pendeta itu
juga telah mencabut senjata mereka masing-masing, sinar pedang berkelebat
kesana-kemari dengan lincah dan sebat sekali, mengancam berbagai bagian yang
mematikan ditubuh Ban Tok Kui.
Hanya saja Ban Tok Kui benar2 sangat liehay, dia dapat menghadapi seranganserangan itu dengan sebaik-baiknya. Diantara berkesiuran sinar pedang tersebut,
terlihat betapa tubuh Ban Tok Kui segesit dan selicin belut telah mencelat
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesana-kemari, bahkan tidak jarang telapak tangannya berhasil menghantam salah
seorang lawannya, membuat tubuh lawannya terpental dan kemudian bergulingan.
Biarpun pukulan itu tidak sampai membinasakan tokh telah membuat lawan yang
terpukul itu terluka didalam. Namun belasan pendeta itu benar2 tabah, mereka
telah menyerang terus, biarpun sebagian dari mereka telah
terluka, dalam keadaan terluka tetap maju merangsek menyerang dengan pedang
mereka! Belasan pendeta itu adalah murid2 Un Lim Hweshio, dengan sendirinya ilmu silat
mereka tidak sehebat Un Lim Hweshio.
Sedangkan Un Lim Hweshio sendiri berimbang kepandaiannya dengan Ban Tok Kui,
maka bisa dibayangkan, tentu saja tidak banyak yang bisa dilakukan pendetapendeta itu. Cuma saja disebabkan jumlah mereka yang banyak dan juga mereka maju serentak
dengan cara mengeroyok karenanya telah membuat Ban Tok Kui pun tidak bisa cepat2
merubuhkan mereka semuanya.
Juga para pendeta itu mempergunakan pedang sebagai senjata mereka, karenanya
tidak leluasa Ban Tok Kui ingin menghantam mereka dengan mempergunakan telapak
tangan beracunnya. Beruntun dari jurus-ke jurus telah lewat, tanpa terasa telah puluhan jurus Ban
Tok Kui menghadapi puluhan pendeta itu.
Sedangkan Ho Tiat yang menyaksikan di pinggiran betapa gurunya dikeroyok oleh
belasan pendeta, malah para pendeta itu mencekal pedang, tetapi gurunya sama
sekali bertangan kosong, dia jadi tidak puas.
Segera juga bibir nya yang kecil mungil telah terbuka berseru nyaring: "Kalian
manusia2 tidak tahu malu! Kalian mengandalkan jumlah banyak buat menghina
guruku!" Teriaknya itu diucapkannya berulang kali. Malah jika saja Ban Tok Kui tidak
berseru mencegah Ho Tiat maju, tentu dara manis ini akan menyerbu buat membantui
gurunya. Ban Tok Kui terus juga mengerahkan tenaga dalamnya, semakin lama diri kedua
telapak tangannya hawa amis semakin santer tercium disekitar gelanggang
pertempuran itu. Dan juga Ban Tok Kui telah berhasil merubuhkan beberapa orang lawannya, Dan
karena telapak tangan dari Ban Tok Kui memang semakin lama semakin hebat dan
telah diliputi oleh delapan bagian tenaga dalamnya, membuat lawannya yang kali
ini dirubuhkannya menggeletak tidak bisa bergerak lagi.
Setelah lewat beberapa saat lagi, maka tampak jumlah pendeta2 yang mengurung Ban
Tok Kui bersisa enam orang saja, sedangkan yang lainnya telah menggeletak tidak
bergerak, mereka terluka didalam dan pingsan.
Ban Tok Kui sengaja berulang kali memperdengarkan suara tertawa bergelak, dia
yakin didalam waktu yang singkat dia akan dapat merubuhkan sisa keenam orang
lawannya. Dia sendiri sesungguhnya tidak terhindar dari luka, dimana pundak kanannya kena
tertikam dua kali, juga lengannya tergores mata pedang salah seorang lawannya.
Diwaktu itu, Ho Tiat sendiri telah memandang dengan kuatir bukan main, karena
dia melihat pundak gurunya dan lengannya juga berlumuran darah merah.
Sedangkan Ban Tok Kui telah berseru nyaring: "Un Lim Hweshio, engkau keledai
gundul pengecut, ternyata engkau hendak mengorbankan murid-murid ini, sedangkan
engkau sendiri tidak berani maju ! Ayo, mari kita mengadu kekuatan ! Mari,
mengapa engkau bengong saja menyimpan ekor disitu ?"
Memang Un Lim Hweshio tengah berdiri termenung dengan mata terpentang lebarlebar menyaksikan muridmuridnya seorang demi seorang telah dapat dirubuhkan oleh
Ban Tok Kui. Waktu dia ditegur dan diejek seperti itu oleh Ban Tok Kui, dia jadi tersadar.
Segera juga, dengan mengeluarkan erangan, dia melompat ketengah gelanggang,
kemudian diapun berteriak: "Kalian semua mundur !"
Tubuh Un Lim Hweshio meluncur gesit sekali kearah Ban Tok Kui diiringi kedua
tangannya yang telah menghantam kearah batok kepala Ban Tok Kui.
Tetapi Ban Tok Kui menangkis dengan ke dua telapak tangannya, memang Ban Tok Kui
telah mempersiapkan, dimana dia telah mengerahkan tenaga dalamnya,
menyalurkan racun pada telapak tangannya dan menangkisnya, maka telapak tangan mereka masing2 telah
saling bentur. Suara benturan itu sangat hebat, Tubuh Ban Tok Kui terpental dan
bergulingan dilantai, namun cepat sekali dia bisa bangun berdiri, sedangkan Un
Lim Hweshio pun tersentuh.
Hanya saja keadaannya lebih parah di bandingkan Ban Tok Kui, karena dia telah
terpelanting dengan tubuh yang kemudian menggeletak dilantai tanpa bisa
bergerak, malah telah memuntahkan darah segar beruntun beberapa kali, mukanya
pucat pias, dia telah terluka didalam yang parah
sekali, membuat dia tidak bisa bangun dengan segera.
Ban Tok Kui melihat keadaan sipendeta telah melangkah maju. Dia bermaksud
menggerakkan tangannya membunuh Un Lim Hweshio, Namun diwaktu itulah didepan
matanya berkelebat bayangan Kwang Tan, dimana dia teringat
kepada adik seperguruannya itu, kepada janjinya sendiri.
Karena dari itu, dia telah batal buat menghantam binasa lawannya ini, dia telah
memutar tubuhnya, menghampiri Ho-Tiat, menuntun tangannya, dan mengajak muridnya
itu buat meninggalkan kuil tersebut.
Sedangkan enam orang pendeta yang masih belum dirubuhkan Ban Tok Kui dan
beberapa orang totong, segera juga menghampiri Un keadaan guru mereka.
menghalangi kepergian Ban Tok Kui.
Ban Tok Kui berdua dengan Ho Tiat meninggalkan kuil itu cukup jauh, tidak ada
yang mengejar. Dan waktu itulah Ban Tok Kui telah berkata: "Jika memang aku
tidak teringat kepada pesan adik seperguruanku, hemm, hem keledai
gundul tua bangka yang tidak tahu diri itu akan kuhantam mampus.... sayang aku
telah bersumpah pada adik Lim Hweshio, untuk memeriksa
Mereka semuanya tidak berani seperguruanku, bahwa aku tidak akan sembarangan
membunuh. Tetapi beracunku, jiwanya dia telah terkena telapak tangan juga tidak mungkin bisa bertahan
lama.... akhirnya keledai gundul itu akan mampus juga!" Dan setelah berkata
dengan suara menggumam seperti itu, dia telah mendengus berulang kali. Ho Tiat
memandang kepada gurunya, katanya: "Suhu, mengapa mereka begitu tidak tahu malu
mengeroyokmu ! Bila pendeta tua itu memiliki sakit hati dan dendam, karena
katanya suhengnya telah kau binasakan, seharusnya dia
sendiri yang berusaha bertempur sebaik mungkin untuk merubuhkan dirimu, tidak
seharusnya mengorbankan murid-muridnya itu."
Ban Tok Kui tersenyum, dia hanya geleng2 kepala sambil mendengus berulangkali.
Diwaktu itu, mereka melihat dikejauhan tampak mendatangi rombongan tentara
kerajaan. Cepat-cepat Ban Tok Kui menyeret Ho Tiat untuk menyingkir para tentara
kerajaan itu yang telah melihat Ban Tok Kui dan sigadis, segera memburunya,
suara mereka ribut sekali.
Namun betapapun juga Ban Tok Kui dan Ho Tiat tidak bisa mereka kejar, karena Ban
Tok Kui serta muridnya telah mempergunakan ginkang mereka, sehingga para tentara
kerajaan itu dalam waktu yang singkat lelah dapat ditinggalkan jauh sekali.
Ban Tok Kui telah berusaha untuk meninggalkan tempat itu dengan cepat, hanya
saja Ho Tiat menahannya, gadis kecil itu masih letih sekali dan selalu merengek
minta beristirahat dulu. Ketika mereka telah meninggalkan kota tersebut beberapa lie, mulai jarang
terlihat para tentara kerajaan. Dan juga diwaktu itu memang tampak nyata sekali,
pengaruh Beng kauw sangat besar, karena tidak ada tentara kerajaan yang berani
berada diluar kota, mereka kuatir kalau-kalau pasukan tentara Beng-kauw
sembarang waktu akan menyerang. Karena dari itu, mereka selalu mengadakan
persiapan didalam kota saja.
Sepanjang perjalanan diluar kota memang Ban Tok Kui berdua muridnya tidak
bertemu dengan siapapun juga, Sampai akhirnya ketika mereka tiba dipermukaan
hutan, dan mereka bermaksud untuk beristirahat Ban Tok Kui melihat ada beberapa
orang yang telah terlebih dulu tengah duduk beristirahat didepan permukaan hutan
itu. Ban Tok Kui memperhatikan keadaan mereka yang ternyata beberapa orang berpakaian
singsat, dengan sikap yang gagah, Mereka semuanya mencekal senjata tajam, dan
melihat cara berpakaian mereka memang memperlihatkan mereka itu tentunya orangorang rimba persilatan. Ban Tok Kui telah menarik tangan Ho Tiat untuk berlalu, menyingkir dari orangorang itu. Apa lacur, justeru orang-orang yang tengah beristirahat dibawah batang pohon
dimuka hutan itu, telah melihat mereka. Malah waktu melihat Ban Tok Kui telah
memutar tubuh dan mengajak sigadis buat meninggalkan tempat itu, batal
menghampiri kearah mereka, salah seorang diantara mereka telah berseru nyaring:
"Berhenti!" Dan menyusul dengan seruannya itu, tubuhnya dengan gesit sekali mencelat dan
telah memburu kepada Ban Tok Kui.
Demikian juga beberapa orang kawannya telah menyusul juga, Ban Tok Kui sendiri
yang mendengar orang itu berseru: "Berhenti!" dia tidak berlari terus, dia
berhenti dan memutar tubuhnya, menantikan kedatangan orang orang itu dengan sorot mata yang
sangat tajam sekali. Dia berkata dengan suara berbisik kepada Ho Tiat: "Jika mereka hendak mengganggu
kita, sehingga terjadi pertempuran engkau harus menjauhi diri menantikan aku
dipermukaan hutan itu, aku akan membereskan mereka....!"
Ho Tiat mengiyakan, dan diwaktu itu orang-orang yang memburu mereka telah tiba.
Mereka berjumlah tujuh orang, semuanya memiliki potongan tubuh yang tinggi tegap
dan gagah sekali. Mereka juga memiliki sinar mata yang tajam sekali, dengan
senjata tersoren dipinggang dan dipunggung masing-masing.
"Hemm, apakah engkau orang Bengkauw?" tanya salah seorang diantara mereka.
Ban Tok Kui menggeleng. "Apakah kau gagu"!" tanya orang itu lagi yang usianya empat puluh tahun, dengan
suara mendongkol karena melihat Ban Tok Kui hanya menggeleng belaka tanpa
menyahuti. Ban Tok Kui kembali menggeleng. "Jika memang tidak gagu, apakah engkau tidak
bisa menjawab pertanyaanku"!" tanya orang itu lagi, semakin mendongkol.
Kembali Ban Tok Kui menggeleng.
"Hemm.. engkau hendak mempermainkan kami rupanya!" kata orang itu. "Bukan
mempermainkan diri kalian!" kata Ban Tok Kui akhirnya, "Kita tidak saling kenal
satu dengan yang lainnya,
tetapi kalian demikian usil, telah berusaha menahanku, padahal aku sendiri tidak
mau mencampuri urusan kalian, aku sengaja memutar jalan, untuk berlalu dari
tempat ini. Tetapi justeru kalian yang telah memburu!" Waktu berkata begitu,
sikap Ban Tok Kui tawar sekali.
Orang itu mengawasi Ban Tok Kui dari kepala sampai keujung kakinya, tiba-tiba
dia tertawa bergelak gelak nyaring sekali, suara tertawanya itu bergema sampai
jauh. Beberapa orang kawannya telah nyetetuk. "Hajar saja! Kita harus menghajarnya
biar dia tahu rasa dan tidak bersikap bodoh seperti itu! Atau kemungkinan besar
dia adalah mata-mata dari Cu Goan Ciang!"
"Benar! Mungkin juga dia mata" dari Cu Goan Ciang." kata seorang lainnya. Tetapi
orang yang berusia empat puluh tahun yang tadi pertama-tama menegur menyerang,
dia hanya Ban Tok Kui, tidak segera berhenti tertawa dan kemudian
katanya: "Siapa engkau sebenarnya" Apakah engkau orang Bengkauw atau memang
seperti yang diduga oleh kawankawanku itu, bahwa engkau adalah mata-mata Cu Goan
Ciang" Dan juga gadis kecil itu.... hemm, dia berusia masih muda sekali, cantik
lagi, diajak berkelana dalam keadaan negeri tengah kacau seperti ini, apakah
engkau tidak merasa kuatir jika nona kecil itu nanti mengalami sesuatu yang tidak diinginkan "!"
Ban Tok Kui mencilak matanya: "jika memang kalian orang-orang Bengkauw, berarti
kita orang sendiri."
"Hemmm, kalian juga orang Bengkauw "!" tanya orang berusia empat puluhan tahun
itu, sambil mengawasi Ban Tok Kui dan kemudian Ho Tiat dengan sinar mata
menyelidik. Ban Tok Kui tertawa dingin.
"Jika memang orang Bengkauw kenapa dan jika memang bukan orang Bengkauw juga
kenapa." tanyanya tawar. "Jika memang benar-benar dan terbukti engkau orang
Bengkauw, kalian berdoa boleh melanjutkan perjalanan kalian, tetapi jika memang
kalian bukan orang Bengkauw, silahkan kalian kembali saja ketempat asal kalian !
Dan terlebih lagi jika memang kalian ini orang yang sengaja diutus oleh Cu Goan
Ciang, untuk menjadi mata-mata menyelusup kedalam Bengkauw, maka kami akan
membuktikannya nanti, dengan memeriksa kalian berdua !"
Ketujuh orang ini sesungguhnya memang merupakan orang-orang Bengkauw, Mereka
memang menerima tugas dan tengah melaksanakan tugas tersebut, buat menyelidiki
tempat2 dari kota yang akan mereka serbu dimana jika mereka telah kembali dengan
membawa laporan yang pasti mengenai kekuatan lawan, tentu pasukan Bengkauw akan
menyerbunya. Sekarang, mereka bertujuh telah melihat Ban Tok Kui dan Ho Tiat, Yang menjadi
alasan mereka mempersulit Ban Tok Kui bukan karena memang mereka bersungguh2
mencurigai Ban Tok Kui sebagai mata2 dari Cu Goan
Ciang, tetapi justeru mereka melihat Ho Tiat, gadis kecil yang sangat cantik
itu. Dengan demikian timbul rasa iseng mereka, dan telah sengaja mempersulit Ban
Tok Kui. Sebetulnya, memang cukup banyak rakyat yang mengungsi dan telah pergi kekotakota yang telah dikuasai oleh Bengkauw, Dan mereka tidak memperoleh kesulitan apapun juga setelah
diperiksa secukupnya, mereka diterima, bahkan rakyat yang bergabung dengan
Bengkauw mendukung dan bantu berjuang, dengan begitu kekuatan Bengkauw menjadi
tambah kuat juga, Hanya terdapat sifatnya, saja, diantara anggota Bengkauw itu justeru
berbagai macam manusia dengan adat dan dan jaga diantara mereka ada yang
bertabiat buruk, dan senang juga dengan paras cantik.
Termasuk ketujuh orang ini, yang begitu melihat Ho Tiat, segera timbul sifat
iseng mereka, sesungguhnya ada dua atau tiga orang diantara mereka yang tidak
begitu tergiur oleh paras cantik. namun karena mereka tengah melaksanakan tugas
bersama, sebagai kawan seperjuangan, dengan sendirinya mereka juga
memperlihatkan sikap setia kawan. Mereka mendukung akan perbuatan kawan2 mereka
tersebut. Sikap dari orang berusia empat puluhan tahun itu justeru telah membuat Ban Tok
Kui tersinggung. Ban Tok Kui seorang tokoh dari kalangan sesat, namanya mengetarkan rimba
persilatan. Tidak perduli dari kalangan sesat atau hitam demikian juga golongan
putih, banyak yang menaruh rasa segan dan jeri padanya.
Tetapi sekarang justeru ketujuh orang ini membawa sikap seperti juga tidak
memberi muka padanya, karenanya telah membuat dia jadi mendongkol dan naik
darah. Dia telah beberapa kali memperlihatkan sikap seperti acuh tak acuh, dan dia juga
telah memperlihatkan sikap seperti tidak melayani mereka, Namun memang orang2
itu seperti juga hendak kenyataannya mendesaknya.
Maka akhirnya dia memperlihatkan sikap menantang.
Ban Tok Kui setelah mendengar jawaban dari orang berusia empat puluh tahun lebih
itu, tertawa tergelak2 kemudian dia berkata dengan sikap yang congkak:
"Hemmm, manusia-manusia seperti kalian hendak memeriksa diriku" Bagus! Bagus!
Rupanya kalian memang belum mengetahui siapa adanya aku ini heh !"
Orang berusia empat puluh tahun dan ke enam orang kawannya telah memandang Ban
Tok Kui dengan bola mata mencilak, mereka memandang rendah pada Ban Tok
Kui, yang paling diduga tidak hanya mengerti ilmu silat bagian kulitnya saja.
Orang yang berusia empat puluh tahun lebih itu, telah berkata dengan sikap yang
dingin: "Hemmmm, jika memang begitu, rupanya engkau juga ingin minta dihajar
dulu, baru engkau akan menjawab dengan benar" Sekarang engkau katakan siapa
dirimu" Memang kami belum lagi mengetahui siapa adanya engkau" Atau memang
engkau seorang Jenderal besar dari kerajaan Cu Goan Ciang?"
Itulah ejekan yang dirasakan oleh Ban Tok Kui menusuk hatinya dan dia gusar
sekali. Maka dia mendengus dan katanya: "Jika memang nanti setelah kalian
mengetahui siapa diriku dan kalian memohon ampun, waktu itu sudah terlambat Aku
adalah Ban Tok Kui! Kalian telah mendengarnya baik2" Aku adalah Ban Tok Kui!"
Muka ketujuh orang itu berobah. Mereka sebelum memasuki Bengkauw memang telah
sering mendengar nama Ban Tok Kui, karena mereka adalah orang2 rimba persilatan.
Karena dari itu, mereka segera terkesiap hatinya, kaget tidak terkira, bahwa
dihadapan mereka tidak lain dari tokoh iblis yang tangannya sangat telengas dan
beracun sekali, sehingga tanpa disadari mereka telah mundur dua langkah atau
tiga langkah, muka mereka juga berobah pucat.
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka jadi salah tingkah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ban Tok Kui telah tertawa tawar.
"Sekarang jika memang kalian menyesal, itupun sudah kasip dan terlambat?"
katanya dengan suara yang tawar, "Nah, kalian bersiap-siaplah untuk menerima
hajaranku, sebagai imbalan dari kata2 kalian yang tadi bermaksud hendak
menghajar diriku." Setelah berkata begitu Ban Tok Kui bersiap2 hendak menyerang. Tetapi salah
seorang diantara ketujuh orang itu telah berkata gugup: "Tunggu dulu Locianpwe,
maafkan sikap kami tadi!" kata orang itu dengan ketakutan sekali, karena dia mengetahui Ban
Tok Kui merupakan iblis yang tangannya beracun, jika sampai dia telah
mempergunakan tangannya dan melukai mereka, tentu kemungkinan dapat hidup terus
itulah sulit. Sedangkan Ban Tok Kui tertawa dingin. "Biarpun kalian tidak memperlihatkan sikap
untuk melawan diriku, dan tidak bersedia untuk menerima seranganku, tetap saja
aku akan menghajar kalian!" kata Ban Tok Kui dengan suara yang tawar: "Lebih
baik kalian cabut senjata kalian untuk menerima seranganku, agar tidak mampus konyol!"
Dan setelah berkata begitu Ban Tok Kui memperlihatkan sikap yang sangat angker
sekali, diapun telah berkata begitu dengan suara yang bengis: "Cabut senjata
kalian !" Muka ketujuh orang itu jadi berobah semakin pucat, mereka jadi serba salah,
kepandaian biasa-biasa saja,
Mereka hanya memiliki sekarang mereka bertemu
dengan tokoh dari kalangan sesat yang tangannya sangat beracun dan justeru
mereka juga tadi yang telah mencari urusan dengannya.
Maka akhirnya, dengan tangan agak tergetar karena takut dan terpaksa, mereka
telah mencabut senjata masing2, kemudian bersiap2 hendak menerima serangan dari
Ban Tok Kui. Ban Tok Kui tidak segera menyerang, dia melirik kepada muridnya, katanya: "Tiat
jie, minggir kau, aku hendak menghajar mereka."
Ho Tiat mengiakan, Selama ikut gurunya berkelana didalam rimba persilatan, gadis
kecil ini, puteri Kaisar yang merupakan gadis yang memiliki kedudukan sangat
mulia, telah memperoleh pengalaman yang cukup banyak.
Dan juga dengan menyaksikan beberapa kali gurunya bertempur dengan orang2 yang
memiliki kepandaian tinggi, maka gadis itu telah memperoleh pengalaman yang
sangat berarti. Dengan menyaksikan pertempuran itu, dia telah bisa melihat betapa liehaynya
gurunya. Dan dia juga telah dapat memperbandingkan ilmu silat yang telah
dipelajari taktik dan cara ilmu silat yang dipergunakan lawan gurunya,
Dimana dia juga membayangkan dirinya yang tengah menghadapi walaupun Ho Tiat
tidak pernah bertempur dengan siapapun juga, tokh dengan menyaksikan begitu, dia telah memperoleh
kemajuan yang pesat. Terlebih lagi jika memang memiliki waktu dan kesempatan luang dia telah melatih
diri dengan giat sekali, dan memperoleh petunjuk lebih jauh dari gurunya,
sekarang menyaksikan gurunya akan bertempur lagi menghajar ketujuh orang itu,
diam2 hati Ho Tiat agak girang.
Karena dia akan dapat menyaksikan pula pertempuran yang seru. Dan pertempuran
seperti itu memang telah membawa manfaat yang tidak sedikit buat gadis kecil itu.
Setelah Ho Tiat menyingkir cukup jauh dipinggir tepian muka hutan itu, tampak
Ban Tok Kui menoleh kepada ketujuh orang Beng kauw itu, katanya: "Kalian tadi
bersikap kurang ajar dan sangat lancang kepadaku, maka sekarang aku akan
menghadiahkan kepada kalian seorangnya tiga kali tamparan! Kalian boleh
mengelak, berkelit atau balas menyerang kepadaku!"
Sedangkan orang yang berusia empat puluh tahun lebih, rupanya telah dapat
menguasai goncangan hatinya, dia berpikir selihaynya kepandaian Ban Tok Kui,
tetapi jika memang mereka mengeroyoknya, tentu Ban Tok Kui tidak bisa berbuat
banyak. Terlebih lagi Ban Tok Kui mengatakan bahwa mereka hanya akan ditempiling
sebanyak tiga kali seorangnya, maka hati mereka agak tenang. Dan orang berusia
empat puluh tahun itu telah merangkapkan tangannya dengan pedangnya menghadap
kebawah: "Kami memohon pengajaran dari Locianpwe!" kata2nya itu disusul dengan sikap dan
gerak tubuhnya dalam keadaan bersiap siaga.
Ban Tok Kui tertawa dingin, dilihatnya keenam orang kawan dari orang berusia
empat puluh tahun itu telah berpencar mengepung dirinya.
"Apakah kalian sudah ber siap2 untuk menerima hajaranku, sebagai pelajaran atas
kelancangan dan kekurang ajaran kalian?" tanyanya dengan tawar.
"Kami siap untuk menerima petunjuk Lo-cianpwe!" kata orang berusia empat puluh tahun ini. Ban Tok Kui tidak
banyak bicara lagi, segera juga tubuhnya telah melesat kedepan, Per tama2 dia
menghantam kemuka orang yang berusia empat puluh tahun lebih itu. Hantamannya
tampaknya perlahan sekali, tetapi kesudahannya benar2 luar biasa.
Orang berusia empat puluh tahun itu, yang melihat mukanya yang diincar Ban Tok
Kui segera berkelit. Cuma saja gerakan tubuhnya kalah cepat dibandingkan dengan
kesebatan tangan Ban Tok Kui.
Begitu dia berkelit, justeru punggungnya yang telah kena dihantam, kemudian
pundaknya. Beruntun dua kali, sampai memperdengarkan suara. "Bukkkk, bukkkk,
bukkk !" dan tubuh orang itu segera terpental bergulingan di tanah dengan
mengeluarkan jerit kesakitan.
Keenam orang kawannya kaget, tetapi mereka tidak berani berayal, serentak mereka
telah menerjang. Enam batang senjata tajam, tiga batang pedang, dua golok dan
sebatang Poan koanpit telah menyambar kepada Ban Tok Kui.
Sedangkan Ban Tok Kui seperti tidak mengacuhkan serangan keenam orang tersebut,
dengan sebat tubuhnya telah melompat kedepan orang berusia empat puluh tahun
itu, yang tengah merangkak bangun.
Tangan kanannya dengan cepat dan kuat telah bergerak, maka terdengar suara
"plakkkk plakk, plaaakkkk!" karena muka orang itu beruntun tiga kali telah
ditempilingnya. Tempilingan tangan Ban Tok Kui tentu saja berbeda dengan tempilingan biasa,
dimana begitu muka orang berusia empat puluh tahun kena ditempiling, seketika mukanya bengkak dan dua
giginya telah rontok. Diwaktu itu, tampak senjata keenam orang lawan Ban
Tok Kui telah menyambar dekat sekali, hanya terpisah beberapa dim saja, namun
secepat kilat tubuh Ban Tok Kui telah berputar.
Gerakan tubuhnya begitu gesit dan lincah sekali, dia tahu2 seperti telah lenyap
dari hadapan keenam orang lawannya, dan juga begitu tubuhnya berkelebat sepasang
tangannya telah bergerak, terdengar suara "trang... tranggg... trangggg..."
beruntun beberapa kali, kemudian terlihat senjata dari keenam orang itu telah
terlepas dari tangan mereka masing2. menggeletak diatas tanah.
Ketika keenam orang itu bengong karena takjub dan kaget, justeru Ban Tok Kui
telah bergerak gesit sekali, dia telah menampar dengan tangannya, tubuhnya
berkelebat kesana kemari, maka ramai sekali dengan suara "Plakkkk,
plokkkk, plakkkk !" yang beruntun, di mana masing-masing dari keenam orang itu
telah ditempilingnya. Satu orangnya dihadiahkan tiga kali tempilingan membuat tubuh mereka terjungkel
dan juga gigi mereka pada rontok.
Suara jerit kesakitan merekapun ramai sekali, karena mereka kaget dan kesakitan,
sampai mereka tidak berani merangkak bangun mereka berenam telah berlutut sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya mereka, seperti juga mereka hendak memohon
pengampunan dari Ban Tok Kui.
Karena mereka kuatir kalau2 Ban Tok Kui nanti akan menyerang lagi, dan juga
diwaktu itulah terlihat mereka mendekam diam seperti juga menantikan hukuman
dari hakim. Hanya orang yang bertubuh tinggi besar berusia empat puluh tahun itu, setelah
rasa kagetnya lenyap, dia segera melompat dengan penuh kemarahan dan kalap.
Dia juga telah mengambil pedangnya yang tadi terlempar ditanah, Mencekalnya
kuat2, kemudian dia menikam kepada Ban Tok Kui dengan seluruh tenaganya.
Hanya saja Ban Tok Kui mana memandang sebelah mata terhadap orang itu.
Karenanya, dia telah berdiam diri saja ditempatnya tanpa bergerak dan tanpa
berusaha berkelit dari tikaman itu.
Malah waktu mata pedang itu hampir mengenai dadanya, segera dia mengelak dengan
tubuh yang melejit kesamping kanan, lalu dia telah menghantam dengan kepalan
tangannya yang mengenai tepat sekali dada orang berusia empat puluhan tahun itu.
Tubuhnya mental jauh sekali, diiringi oleh suara jerit kesakitan Dia menggeletak
di tanah dengan dada melesak, tetapi dia tidak mati, hanya pingsan saja
disebabkan lukanya yang begitu parah.
Di waktu itu tampak Ban Tok Kui telah puas karena telah berhasil mengajar orang
tersebut. Tanpa memperdulikan mereka Ban Tok Kui menghampiri Ho
Tiat, dia mengajak gadis kecil itu buat berlalu meninggalkan tempat itu dan juga
ketujuh orang yang telah dihajarnya
Hanya saja, setelah meninggalkan tempat itu cukup jauh, justeru dia baru
teringat sesuatu, Dia teringat kepada Kwang Tan, adik seperguruannya karena dia
teringat betapa pada sutenya itu dia memang telah bersumpah tidak akan melakukan hal-hal
yang tidak baik, dan tidak akan menjatuhkan tangan telengas ataupun juga
beracun. Tetapi sekarang, justeru dia telah menghajar orang2
Bengkauw itu dengar Kwan dengan keras, jika urusan ini sampai di Tan, bukankah akan mempersulit dirinya
sendiri, dimana tentu sutenya itu batal memberikan kepadanya kauwhoat dari ilmu
silat yang belum diterima dan belum diwarisi gurunya.
Karena dari itu, sedikitnya timbul perasaan menyesal dihati Ban Tok Kui. Ho Tiat
yang berjalan disamping gurunya memperhatikan sikap gurunya, Dia melihat muka
gurunya begitu murung, dan tampaknya bergelisah, mukanya memancarkan kekecewaan
dan juga penyesalan. "Kenapa Suhu "!" tanya Ho Tiat yang tidak bisa menahan perasaan ingin tahunya.
Ban Tok Kui hanya menggeleng2kan kepalanya saja tanpa mengatakan sesuatu,
kemudian tidak lama dia menggumam dengan
terdengar jelas. Dia suara yang perlahan sekali, tidak
mengajak muridnya meneruskan perjalanan mereka.
-OOodwoOO KWANG TAN tengah mengobati tujuh girang Bengkauw yang terluka pada mukanya,
Salah seorang diantara mereka yang berusia empat puluh tahun lebih, yang lukanya
paling berat dan parah, karena tulang dadanya retak hampir patah melesak.
Dia juga terluka didalam, Keenam orang Bengkauw lainnya telah dapat sembuh
dengan segera, mereka hanya copot gigi belaka dengan muka yang membengkak karena
terkena tempilingan dari tangan beracun, sehingga pipi mereka membengkak hebat.
Setelah diberi obat oleh Kwang Tan, maka bengkak itu mengempis dan sembuh.
Hanya saja orang yang berusia empat puluh tahun itu yang perlu di rawat lebih
teliti oleh Kwan Tan, lukanya begitu parah sambil menguruti jalan darah orang
berusia empat puluh tahun lebih itu. wajah Kwang Tan murung sekali.
Dia telah mendengar cerita dari orang2 itu, bahwa mereka dilukai oleh Ban Tok
Kui maka dia jadi murung Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ sekali, karena dia menduga bahwa
suhengnya bagaimana tampaknya memang sudah tidak bisa ditarik ke jalan yang
lurus dan benar, karena dia masih mengumbar ketelengasan tangannya dan selalu
sembarangan melukai lawannya begitu parah.
Dilihatnya, suhengnya juga masih racun pada tangannya, Ketujuh orang itu biar
mempergunakan Bengkauw yang terluka itu justeru terkena racun yang tetap hebat daya kerjanya.
Dengan demikian, Kwang Tan harus berpikir dua kali, jika memang harus memberikan
kouwhoat dari ilmu silat dari warisan gurunya kepada suhengnya.
Maka dia juga jadi murung, karena usahanya buat menarik suhengnya kembali
kejalan yang benar rupanya akan menemui kesulitan yang tidak kecil.
Diwaktu itu, dia terus juga menguruti orang yang berusia empat puluhan tahun
itu, yang telah tersiar dari pingsannya dan juga telah merintih tidak hentinya.
"Kalian sesungguhnya bentrok dengan Ban Tok Kui apakah disebabkan sesuatu urusan
yang ada hubungannya dengan orang-orang kerajaan" Atau memang Ban Tok Kui
membantui pihak kerajaan?" tanya Kwang Tan setelah rintihan orang itu berkurang.
Orang itu menggeleng perlahan.
"Bukan... bukan !" kata orang tersebut. Terhadap Kwang Tan dia tidak berani
berdusta, dia telah mengakuinya terus terang, Cuma saja dia tidak menyebutkan
bahwa mereka sesungguhnya tengah iseng dan melihat Ho Tiat yang cantik jelita,
gadis kecil yang manis itu dan mereka bermaksud untuk menggodanya.
Dia hanya menceritakan bahwa dia mencurigai Ban Tok Kui dan mereka menegur buat
memeriksanya. Akan tetapi Ban Tok Kui justeru telah menghajar mereka.
Dalam keadaan terluka seperti itu, orang tersebut menceritakannya dengan
suara yang tergagap dan juga suaranya tidak lancar, dimana dia juga menahan rasa
sakit yang bukan main. Beruntung Kwang Tau merupakan Tabib Dewa yang memiliki
obat mujarab sekali, karenanya, biarpun lukanya itu tidak segera sembuh, dan
rasa sakit itu masih hebat dideritanya, tokh orang ini tidak akan mati dan tidak
terlalu membahayakan jiwanya lagi.
Jika telah lewat beberapa hari kesehatannya tentu akan pulih sebagaimana biasa.
Kwang Tan telah menghela napas beberapa kali, kemudian dia duduk termenung.
Siorang berusia empat puluh tahun itu dengan ragu-ragu dan sambil menahan rasa
sakitnya telah bertanya: "Apakah... apakah Sinshe kenal dengannya"!"
Kwang Tan mengangguk perlahan.
"Ya!!" sahutnya dengan suara yang samar, antara terdengar dan tidak, "Dia
suhengku!" "Suheng Sinshe?" tanya orang berusia empat puluh tahun itu seperti
juga kaget dan lupa pada rasa sakit yang dideritanya, sehingga ia hampir saja
melompat bangun Dan gerakan tubuhnya itu membuat dia menjerit kesakitan.
Kwang Tan menepuk perlahan pundaknya katanya. "Kau beristirahatlah... jangan
terlalu banyak bergerak dulu." Setelah ketaman itu Kwang Tan keluar dan kamar
dia pergi belakang gedung
itu. Dia telah melangkah perlahan-lahan dengan kepala tertunduk, pikirannya
bekerja terus. Dia telah melihatnya, bahwa suhengnya memang sulit sekali untuk ditarik kembali
ke jalan benar. Suhu mereka telah meninggalkan pesan terakhir. Juga menugaskan Kwang Tan agar
dia menasehati dan membawa suhengnya kembali ke jalan yang benar. Dalam pesan
terakhir suhunya itu justeru ditegaskan, jika memang suhengnya itu tidak dapat
ditarik dan dibawa kembali kejalan yang benar dan tetap saja menempuh jalan yang
sesat, malah Kwang Tan, boleh membunuhnya. Hal ini untuk mencegah jangan sampai
bertambah korban yang timbul oleh tangan beracun suhengnya itu.
Dan inilah yang membuat Kwang Tan jadi bimbang, Dia memang menghendaki agar
dapat mengajak suhengnya kembali kejalan yang benar.
Menurut Kwang Tan, sekarang negeri tengah kalut, Bengkauw mengadakan perlawanan
pada Cu Goan Ciang, yang dirasakan terlalu menindas.
Karena dari itu, rakyat tengah bergerak juga. Jika suhengnya mau kembali
ke jalan yang benar, dan bergabung serta membantu Bengkauw, itulah yang sangat
menggembirakan sekali, karena kepandaian suhengnya tidak rendah. Orang seperti
Ban Tok Kui tentu akan membawa manfaat yang tidak sedikit buat Bengkauw.
Namun apa yang dilihatnya belakangan ini justeru memperlihatkan bahwa suhengnya
itu memang sulit diajak untuk kembali ke jalan yang benar, sulit buat
dinasehatinya. Maka dari itu, tinggal satu pilihan bagi Kwang Tan, jika memang suhengnya itu
tetap menempuh jalan sesat, berarti dia harus membunuhnya!
Kwang Tan menghela napas berulang kali. Dari dalam berlari seorang anggota
Bengkauw, yang melaporkan bahwa telah datang Thio Kauwcu bersama rombongannya.
Kwang Tan terkejut bercampur girang, segera dia memburu keluar buat menyambut.
Benar saja Bu Kie bersama dengan Hoan Yauw, Jie Lian Cu, Song Wan Kiauw, In Lie
Heng, Tio Beng dan yang lainnya telah datang.
Kedatangan mereka untuk menyaksikan sendiri dari dekat garis depan perbatasan
antara kota-kota yang telah direbut oleh Bengkauw dari tangan orang-orangnya Cu
Goan Ciang. Bu Kie telah menanyakan banyak mengenai perkembangan terakhir dari keadaan
digaris depan itu, Dia memperoleh laporan dari Tang Liu Ing, seorang perwira
muda yang cakap dan cekatan dalam mengatur pasukan Bengkauw dalam merebut kota
demi kota diri tangan pasukan tentara kerajaan.
Bu Kie juga memuji akan cara kerja Kwang Tan yang begitu cekatan.
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan demikian, Bu Kie telah mengungkapkan juga, tentu banyak korban berjatuhan
tidak tertolong lagi, jika saja tidak ada Tabib Dewa seperti Kwang Tan.
Dengan adanya Kwang Tan sebagai tabib Bengkauw yang resmi dan dia telah turun
tangan dengan cekatan mengobati anggota2 Bengkauw yang terluka, dengan sendirinya korban2 bisa dicegah. Kwang Tan
berulang kali mengeluarkan kata-kata merendah dan juga dia telah mengungkapkan
maksudnya hendak mencari Ban Tok Kui, dia menceritakan bahwa
suhengnya itu tampaknya memang sulit sekali buat di nasehat karena tampaknya
memang suhengnya itu lebih senang tetap menempuh jalan sesat dengan tangannya
yang beracun. Bu Kie menghela napas mendengar keinginan Kwang Tan seperti itu, dengan wajah
murung katanya: "Apakah jika dia tetap bersikeras tidak mau meninggalkan
dunianya yang tersesat didalam golongan Hekto, kau akan mematuhi pesan terakhir guru
kalian, membunuhnya."
Kwang Tan mengangkat pundaknya, dia napas dalam-dalam.
"Perintah Suhu tidak boleh dilalaikan.... bagaimana harus dipatuhi!" jawabnya.
"Dan siauwte telah berusaha untuk mengajaknya kembali kejalan yang benar, agar
dia tersadar dari kekeliruannya, insyaf namun tampaknya memang dia sulit sekali
untuk diajak kembali kejalan yang bersih dan juga dia masih tetap telengas dengan tangannya yang
beracun. jika nanti telah bertemu dengannya, dia tetap dengan pendiriannya, maka
pesan suhu harus siauwte laksanakan...!"
Bu Kie menepuk-nepuk pundak Kwang Tan, begitu juga Song Wan Kiauw telah berpesan
kepada Kwang Tan, agar ia berlaku hati hati jika berhadapan dan berurusan dengan Ban Tok Kui.
"Orang seperti dia selalu hatinya kejam dan tangannya telengas, juga sangat
licik sekali. Dia tidak segan-segan akan
mempergunakan akal licik yang rendah untuk membunuhmu.... karena dari itu
hiante, tidak dapat engkau terlalu mempercayainya!"
Kwang Tan mengiyakan dan mengucapkan terima kasih atas nasehat Song Wan Kiauw
itu. menghela walaupun In Lie Heng dan yang lainnya juga menghibur Kwang Tan Mereka
menyatakan orang seperti Ban Tok Kui memang sulit buat diajak kembali kejalan
yang lurus, karena sejak semula dia telah berada dalam golongan Hekto yang
selalu diliputi kelicikan, kekejaman dan sifat maupun tabiat yang rendah.
Maka mereka telah berpesan kepada Kwang Tan biarpun Ban Tok Kui nanti berjanji
untuk kembali kejalan Pekto, tetapi Kwang Tan tidak bisa memberikan kauwhoat
dari ilmu silat yang dikehendakinya.
"Sikap berhati-hati dan cermat lebih berharga dari sikap apapun juga, karena dia
bisa saja berpura-pura menuruti akan nasehatmu, hiante, tetapi kemudian setelah
menerima kauwhoat yang dikehendakinya, dia akan kembali pada asalnya !" kata In
Lie Heng sambil menghela napas dalamdalam.
Kwang Tan memberikan janjinya bahwa dia akan berlaku dan bertindak hati-hati,
juga dia memang telah memikirkan bahwa sementara ini, biarpun Ban Tok Kui
memperlihatkan kelakuan baik, dia tidak nantinya memberikan kauwhoat yang
dikehendakinya itu. "Jika nanti setelah lima tahun atau sepuluh tahun, selama itu benar2 terbukti
telah melakukan tindakan yang jujur dan membela disaat seperti inilah keadilan,
menjauhi dari kesesatan, merupakan saat yang tepat aku memberikan kauwhoat yang dikehendakinya."
Begitulah pada saat itu Kwang Tan pamitan kepada Bu Kie dan yang lainnya.
Justeru disaat Bu Kie dengan rombongan nya berada disitu, maka Kwang Tan bisa
memiliki waktu untuk mencari jejak suhengnya itu. Dan dia berjanji tidak akan
lama pergi mencari jejak suhengnya, karena dia hanya dua atau tiga hari saja
pergi mencari jejak kakak seperguruannya itu.
Dia berpatokan seperti itu, karena tujuh anggota Bengkauw telah di lukai oleh
Ban Tok Kui ditempat yang tidak jauh dari situ, dengan demikian tentu Ban Tok
Kui belum lagi pergi jauh.
Sedangkan Bu Kie telah menyarankan agar Kwang Tan lebih baik mengajak beberapa
orang Bengkauw mendampinginya, karena Bu Kie kuatir kalau2 Ban Tok Kui yang
beracun itu melakukan tindakan yang sangat licik memperdayakan sutenya ini.
Tetapi usul dan anjuran Bu Kie telah ditolak oleh Kwang Tan, ia menyatakan
dengan pergi seorang diri ia lebih leluasa menghadapi suhengnya itu. Dan Bu Kie
tidak mendesak lebih jauh, karena dia beranggapan itu adalah urusan dalam dari
pintu perguruan Kwang Tan.
Waktu sore itu Kwang Tan meninggalkan kota tersebut, dilihatnya pasukan Bengkauw
tengah berlatih dengan tekun dan giat. Hatinya terhibur juga. ia memang telah
menyaksikan betapa bersemangat nya anggota Bengkauw dalam menghadapi perjuangan
ini. Memang korban yang jatuh dipihak Beng-kauw tidak sedikit, tokh semua itu tidak
menurunkan semangat berjuang dari orang-orang Bengkauw.
Bahkan mereka bertambah semangat dengan bertambah banyaknya rakyat telah
berduyun2 masuk menjadi anggota Bengkauw dan mendukung perjuangan Bengkauw,
mereka ikut angkat senjata berjuang.
Setelah meninggalkan kota itu belasan lie, Kwang Tan tiba dimuka hutan, tempat
dimana Ban Tok Kui melukai ketujuh orang Bengkauw itu.
"Tentu dia mengambil kearah selatan. Tidak mungkin dia masuk kota, karena tentu
dia tidak ingin denganku!" pikir Kwang Tan.
Dan Kwang Tan terus juga menyusuri jalan hutan itu, sampai akhirnya didengarnya
didalam hutan tertawa renyah seorang wanita, suara seorang gadis yang nyaring
merdu sekali. bertemu didepan Kwang Tan mencari2 asal dari suara tersebut, ternyata didalam hutan
seorang gadis kecil tengah berlari2 mengejar seekor kupu2. Setelah melihat
jelas, Kwang Tan jadi terkejut dan takjub bercampur girang, itulah Ho Tiat murid
suhengnya! Betapa manisnya gadis yang baru berusia lima belas tahun itu, Parasnya yang
sangat cantik, senyumnya yang begitu manis dan juga dengan suaranya yang merdu
renyah. -ooo0dw0ooo Jilid 25 TUBUH Ho tiat tampak ringan sekali, melompat kesana kemari, Akan tetapi kupu2
yang dikejarnya juga sangat gesit, tampaknya memang kupu2 itu tengah
mempermainkan gadis cilik tersebut. Setiap kali Ho Tiat mengulurkan tangannya
ingin menangkap, maka diwaktu itulah kupu2 itu berkelit dan terbang lebih jauh.
Ho Tiat semakin lama semakin gembira dan penasaran. Sekali-sekali diselingi
suara tertawa renyah. Walaupun dia selalu gagal menangkap kupu-kupu itu, tokh
dia tidak berputus asa. Dia telah mencobanya terus.
Kwang Tan menyaksikan sigadis masih juga belum berhasil menangkap kupu2 itu,
segera menjejakkan kakinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak sekali tubuhnya melesat Begitu Kwang Tan mengibaskan tangannya,
seketika kupu-kupu itu telah dapat ditangkapnya.
Ho Tiat memandang terheran-heran dan kaget kepada Kwang Tan. Pertama-tama dia
menyaksikan kegesitan pemuda itu, yang bergerak begitu lincah, kemudian dia pun
mengenalinya bahwa pemuda tersebut tidak lain dari Kwang Tan, pemuda yang
menjadi sute dari suhunya.
"Kau..." katanya sambil memandang terus kepada Kwang Tan, disaat Kwang Tan
mengulurkan tangannya mengangsurkan kupu2 itu kepadanya, sambil tersenyum lebar.
KWANG TAN mengangguk "Ya.,., nona tampaknya cukup letih buat menangkap kupu2
nakal ini, aku telah menolongi menangkapnya dan kau boleh mengambil kupukupu ini
!" Sambil berkata begitu,
Kwang Tan telah memberikan kupu-kupu itu kepada sigadis, sedangkan Ho Tiat tidak
segera menyambuti kupu2 itu, dia telah memandangi Kwang Tan beberapa saat dan
kemudian menggeleng. "Tidak! Engkau yang telah menangkapnya, maka kupukupu itu menjadi hak dan
milikmu, aku tidak mau mengambilnya!" kata Ho Tiat kemudian.
Kwang Tan tersenyum lebar melihat sikap gadis kecil ini, dia telah bilang:
"Akh.... nona jangan berkata begitu, aku
hanya sekedar menolongimu buat menangkap kupu-kupu ini.... ambillah!" kata Kwang
Tan kemudian. Namun Ho Tiat tetap saja menggeleng dan tidak mau menerima kupu2 itu.
"Tidak, aku tidak mau ditolong oleh siapapun juga, akupun memang tidak
membutuhkan pertolonganmu! Engkau yang menangkap kupu kupu itu, maka telah
menjadi milikmu, engkau ambillah buatmu sendiri, Aku bisa menangkap kupu-kupu
lainnya!" Sambil berkata begitu, Ho Tiat memutar tubuhnya, dia bermaksud kembali
kedalam hutan untuk menemui gurunya.
Kwan Tang heran dan mendongkol juga melihat lagak gadis ini, dia tersinggung
karena maksud baiknya telah ditolak sedemikian rupa oleh gadis cilik itu, Namun
pemuda ini masih tertawa lebar dan katanya: "Baiklah, jika memang engkau tidak
bersedia kutolong, aku pun tidak akan membantumu menangkap kupu-kupu ini, engkau
boleh menangkapnya sendiri! Nah, pergilah kau tangkap lagi!"
Setelah berkata begitu, Kwang Tan melepaskan kupu2 yang berada ditangannya,
kupu2nya terbang kembali dengan lincah, kesana-kemari.
Ho Tiat menahan langkah kakinya, dia memandang kepada pemuda itu, kemudian dia
menggeleng. "Aku sudah tidak menginginkan kupu2 itu !" katanya tawar.
"Ihh, mengapa begitu"!" tanya Kwang Tan semakin tidak mengerti akan adat gadis
kecil ini. "Engkau telah mengganggu ! Hemm, apakah engkau memandang begitu
rendah kepadaku, engkau beranggapan aku sebagai gadis yang tidak punya guna
tidak bisa menangkap kupu-kupu itu, sehingga perlu engkau yang menolongi aku menangkap
kupu-kupu itu" Sekarang, kau lihatlah. jika memang aku ingin menangkap kupu-kupu
itu, dapat kulakukan dengan mudah ! Tadi memang sengaja aku tidak mau menangkap
binatang itu, karena memang kami tengah bermain-main, dan juga memang kupu-kupu
itu tidak ingin kupersakiti ! Kau lihatlah !"
Setelah berkata begitu, tampak sigadis dengan lincah telah melesat. Tubuhnya
melompat ketengah udara ringan sekali, waktu mana kupu-kupu itu sesungguhnya
telah pergi cukup jauh. Namun dengan gerakan yang sangat gesit sekali, dia
berhasil menangkap kupu-kupu itu.
Namun segera dia melepaskannya lagi, dan tubuhnya telah hinggap diatas tanah
pula. "Nah, kau lihatlah !" kata Ho Tiat kemudian. "Bukankah jika memang aku
menginginkan kupu-kupu itu, aku dapat menangkapnya dengan mudah" Hemm, hemm,
justeru memang aku tidak ingin mempersakiti kupu-kupu itu..!"
Dan sambil berkata begitu, sigadis cemberut sehingga dimata Kwang Tan sigadis
bertambah cantik saja, manis menawan, dan walaupun dia tengah marah, nada
suaranya tetap merdu didengarnya.
"Jangan marah, nona !" kata Kwang Tan kemudian
"Aku tidak marah !" kata Ho Tiat dengan muka tetap cemberut "Mengapa aku harus
marah "!" Kwang Tan ditanggapi seperti itu, jadi tergagap juga. jelas memang dia
tidak bisa mengatakan gadis itu tengah
marah, Dan juga tampaknya gadis ini yang memiliki perangai aneh, pandai sekali berbicara.
Ho Tiat melihat Kwang Tan berdiam diri saja, dia memutar tubuhnya lagi hendak
berlalu. Kwang Tan kaget melihat gadis itu ingin pergi, cepat2 dia mencegahnya: "Tunggu
dulu nona... tunggu dulu !" Ho Tiat menahan langkah kakinya pula dia menoleh
kepada Kwang Tan, lalu tanyanya: "Apa yang hendak kau katakan lagi" !"
"Aku... aku...!" Kwang Tan jadi gugup, karena dia tidak mengetahui apa yang
harus dikatakannya. Sedangkan Ho Tiat telah berkata dengan suara yang tawar:
"Hemm, apakah engkau ingin kuhormati, ingin kupanggil sebagai susiok, karena
engkau adalah adik seperguruan dari guruku" Hemm, apakah memang begitu?"
Muka Kwang Tan berobah merah, Memang seharusnya, dalam peraturan pintu perguruan
manapun juga, seorang keponakan murid harus bersikap menghormat kepada paman
gurunya. Sikap menghormat itu sudah menjadi kewajiban dan tidak ada tawar menawar, Sikap
yang kurang ajar malah akan membuat sang susiok dapat saja menghukumnya menurut
peraturan pintu perguruannya.
Tetapi Kwang Tan mana mau dihormati oleh gadis itu berlebihan Malah dia sendiri
sesungguhnya tengah mengemban tugas dari gurunya, dimana jika tidak berhasil
membuat Ban Tok Kui sadar dan insyaf akan perbuatan salahnya, kembali kejalan
yang benar, maka dia harus turun tangan membunuhnya.
Karena dari itu, bagaimana mungkin dia bisa meminta murid dari suhengnya itu
untuk melakukan penghormatan kepadanya "
Ho Tiat telah berkata lebih jauh lagi: "Aku tidak bisa lama-lama ditempat ini,
aku harus pergi, jika memang engkau tidak ada kata2 yang hendak kau katakan, aku
ingin pergi!" Tampaknya Ho Tiat tidak sabar sekali.
Kwang Tan jadi gelagapan. Yang terpenting baginya adalah dapat bercakap-cakap
dengan gadis itu. "Tunggu dulu, memang ada yang ingin kukatakan kepadamu!" tata Kwang Tan pada
akhirnya. "Ya, katakanlah cemberut.
"Di manakah !" kata Ho Tiat dengan muka yang
Ban Suheng?" tanya Kwang Tan kemudian. "Guruku"!"
"Ya!" mengangguk Kwang Tan.
"Ada apa engkau menanyakan guruku"!" balik tanya Ho Tiat dengan bola matanya
yang begitu jeli memandang kepada Kwang Tan, tampaknya dia bercuriga.
"Ada yang hendak kusampaikan padanya..." kata Kwang Tan kemudian. "Hemmmm,
apakah engkau memang hendak mengancamnya seperti dulu itu?" tanya Ho Tiat dengan
suara yang sinis sekali. "Bukan... ada yang hendak kukatakan kepadanya!" kata Kwang Tan pula. "Hemm,
guruku tidak mau bertemu dengan kau! Kata guruku, kau seorang yang licik dimana
engkau telah memperoleh kasih sayang yang berlebihan dari gurumu, sehingga engkau manja dan
memperoleh warisan ilmu yang lebih banyak dari guruku! Tetapi engkau jangan
harap dengan memiliki ilmu yang lebih tinggi dari guruku, akan dapat menguasai
guruku itu." Mendengar perkataan Ho Tiat seperti itu, Kwang Tan tertawa, "Bukan itu
maksudku !" katanya, "Tetapi yang sesungguhnya aku hendak membicarakan sesuatu
yang sangat penting sekali, dimana kami hendak merundingkan sesuatu mengenai
pintu perguruan kita."
Ho Tiat memandang ragu, sebagaimana diketahui, Ban Tok Kui bimbang untuk
mematuhi janjinya, guna kembali kejalan yang benar dan insap, disamping itu juga
memang dia merasa iri dan dengki kepada adik seperguruannya, dia memiliki hati
yang jelus, karena adik seperguruannya itu telah menerima kepandaian dan ilmu
yang jauh lebih banyak dari guru mereka, sehingga Ban Tok Kui merasakan gurunya itu memilih
kasih dalam mendidik muridnya.
Dengan begitu hal tersebut, mengenai perasaan tidak puasnya terhadap sutenya
itu, seringkali diutarakannya kepada muridnya, yaitu Ho Tiat, dan Ho Tiat jadi
memiliki perasaan tidak menyukai kepada Kwang Tan.
Apa lagi memang dia pernah menyaksikan betapa Kwang Tan dengan menggunakan
kekerasan telah menekan gurunya, memaksa gurunya buat bersumpah. Dengan
demikian, menimbulkan sikap antipati yang sangat
mendalam dihati gadis itu.
Kwang Tan sendiripun telah menduganya, bahwa suhengnya itu tentu akan berusaha
memojokkannya dimata muridnya. Dengan melihat sikap dari Ho Tiat saja, dia telah
mengetahui bahwa Ho Tiat memiliki perasaan tidak senang kepadanya.
Karena dari itu, dia telah berusaha untuk memberikan pengertian kepada keponakan
muridnya itu, memang sebenarnya dia bermaksud hendak bertemu dengan suhengnya
dan juga dia bermaksud untuk sekali lagi
menasehati suhengnya itu. jika memang suheng nya bersikeras maka diwaktu itu dia
akan turun tangan keras buat menghajarnya.
Dan jika memang suhengnya itu tidak mau juga insyaf,
maka dia akan membunuhnya. itu adalah perintah dari guru mereka, Dan inilah
pesan terakhir dari guru mereka, Dengan demikian membuat dia harus
melaksanakannya. Namun kenyataan yang ada memperlihatkan, tampaknya sulit sekali
buat Kwang Tan dapat membujuk suhengnya itu, dengan cara yang baik.
Dimana dia bisa menarik suhengnya yang terlanjur telah menjadi seorang tokoh
iblis yang berasal dari golongan hitam itu, karena dari itu, hatinya jadi
bimbang sekali waktu melihat sikap yang diperlihatkan Ho Tiat.
Dia juga memikirkan, tentunya Ho Tiat memerlukan sekali bimbingan gurunya
itu. Dan juga, jika sampai suhengnya itu dibunuh, maka berarti akan membuat
gadis itu selanjutnya tidak memperoleh petunjuk dari gurunya itu lagi, dan ini
berarti akan sangat merugikan gadis kecil itu.
Tetapi, tentu saja pesan terakhir dari gurunya merupakan perintah yang tidak
dapat diabaikan dan juga tidak bisa dilalaikan, jika saja memang Ban Tok Kui
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak mau tersadar dari kekeliruannya, dia harus dibinasakannya. Dan memang Kwang Tan
akhirnya mengambil keputusan yang tetap.
Disaat itu terlihat Ho Tiat juga sangat kuatir sekali. Sikap marah dengan muka
cemberut seperti itu, hanya untuk melampiaskan perasaan tidak senangnya.
Akan tetapi dihati kecilnya, dia keselamatan gurunya, karena dia Kwang Tan,
paman gurunya ini, memang memiliki kepandaian yang berada diatas tingkat
kepandaian gurunya. menguatirkan sekali mengetahui bahwa sute dari suhunya, Jika saja Kwang Tan bermaksud hendak
membinasakan gurunya, Ban Tok Kui akan memperoleh banyak kesulitan, memang buat
membunuh Ban Tok Kui tidak akan mudah dilakukan Kwang Tan tetapi jika mereka
bertempur, tentu akan membuat gurunya itu pasti terluka lagi seperti dulu. Kalau hal itu terjadi,
tentu dia akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil.
Kwang Tan waktu itu telah berkata dengan sabar: "Nona, sesungguhnya aku
bermaksud baik pada gurumu! Percayalah, aku sama sekali bukan bermaksud buruk
kepada gurumu sekarang kau beritahukanlah kepada
gurumu, bahwa aku ingin bertemu dengannya !"
"Guruku tidak mau bertemu dengan kau lagi !" kata Ho Tiat tambah cemberut: "Jika
ada kata2 yang ingin kau katakan, cukup kau beritahukan kepadaku !"
"Tetapi ini adalah urusan pintu perguruan kami, dengan demikian, mana mungkin
aku memberitahukan kepadamu?" kata Kwang Tan tetap sabar.
"Aku adalah muridnya, jadi masih terhitung sebagai orang pintu perguruan
kita.... maka jika engkau
memberitahukan kepadaku, dan nanti aku yang akan menyampaikannya, kukira itu tidak menyalahi
peraturan pintu perguruan kita!"
"Nona...!" benar2 Kwang Tan jadi kikuk dan mendongkol. Karena biar bagaimana dia
merasa sigadis ini keterlaluan. Sudah jelas dia adalah susioknya, sudah tidak
memperlihatkan sikap menghormat kepada orang yang lebih tinggi tingkat
kedudukannya, malah gadis ini telah bersikap seenaknya sendiri.
Mana mungkin dia bisa mengatakannya kepada gadis itu, karena gadis tersebut
terhitung merupakan tingkat kedua dari dirinya, dan ini adalah urusan langsung
dengan suhengnya urusan yang menyangkut dengan pesan terakhir dari guru mereka.
Dengan sendirinya, Kwang Tan telah mendongkol juga, dia bilang lagi: "Jika
memang nona keberatan buat memberitahukan pada gurumu, biarlah aku sendiri yang
akan pergi menemuinya...!" setelah berkata begitu. Kwang Tan memperlihatkan
sikap seperti juga hendak pergi memasuki hutan itu, untuk mencari sendiri Ban
Tok Kui. Ho Tiat terkejut tiba2 dia melompat dan menghadang didepan Kwang Tan.
"Kau tidak boleh masuk!" katanya, "Kau tidak boleh memasuki hutan itu."
"Kenapa?" tanya Kwang Tan sambil mengawasi gadis itu dengan tersenyum sabar.
"Mengapa aku tidak boleh memasuki hutan itu?"
"Hemmm, jika memang engkau memasuki hutan itu, aku akan menyerangmu." kata Ho
Tiat. Kwang Tan berpikir, bahwa sikap gadis ini benar2 sangat aneh sekali, kukoay dan
juga agak kurang ajar. Tetapi dia masih menahan diri dan telah memandang dengan
tetap tersenyum, malah dia telah bilang:
"Jika memang nona mengambil sikap seperti ini, maafkanlah, untuk selanjutnya,
akupun tidak bisa menghormatimu.....!"
Muka Ho Tiat memerah, dia mendongkol dan tambah kuatir, Yang membuat dia
mendongkol, karena Kwang Tan hendak memasuki hutan itu dan ingin mencari
gurunya, walaupun dia telah mencegahnya, tampaknya Kwang Tan sulit dicegah dan
mungkin dia akan memaksa masuk kedalam hutan tersebut.
Juga dia berkuatir karena jika untuk masuk kedalam memang Kwang Tan hutan, pasti
dia tidak memaksa berdaya buat menahannya biarpun dia mengeluarkan seluruh ilmu
silat yang dimilikinya, tidak nanti dia bisa menghadapi dan menandingi
kepandaian susioknya itu. Karena dari itu, dia telah memandang dengan sorot mata
yang tajam ragu2, namun tekadnya telah bulat, walaupun bagaimana, dia harus
menahan Kwang Tan agar sang susiok ini tidak memasuki hutan itu buat mencari Ban
Tok Kui, gurunya. "Jika memang engkau tetap tidak mau pergi dari tempat ini, aku akan menyerang
mu, biarlah aku akan mengadu jiwa denganmu!" seru Ho Tiat pada akhirnya dengan
nekad. "Hhhmmmm, jika begitu, berarti engkau sudah tidak mematuhi dan mentaati akan
peraturan didalam pintu perguruan kita." kata Kwang Tan pada akhirnya sambil
memperlihatkan sikap bersungguh2. "Dan engkau, sebagai keponakan murid, berani
bersikap seperti ini dihadapan susiokmu !"
"Tetapi engkau sendiri yang memaksa aku bertindak seperti ini. Aku sudah
mengatakan bahwa guruku tidak bersedia bertemu denganmu akan tetapi engkau tetap
memaksa. Dengan demikian, jelas engkau memang hendak mencari gara2 dengan
guruku, dan engkau sendiri yang
akan bertindak se-wenang2, karena engkau mengetahui bahwa guruku itu tidak bisa menandingimu,
dan engkau hendak memaksanya terus agar dia menuruti akan perintah dan
kehendakmu." Kwang Tan tersenyum, "Semua ini bukan atas kehendakku, tapi adalah pesan dari sucouw (kakek guru)mu,
guru kami yang telah meninggalkan pesan dan perintah ini, dengan demikian, aku
harus melaksanakan perintah suhuku sebaik2nya. Nah, nona manis, jika memang
engkau tidak mau juga menyingkir biarlah aku akan memaksa untuk masuk
kedalam hutan itu, jika memang engkau tetap tidak memperbolehkan aku untuk bertemu dengan gurumu,
maka biarlah aku akan memaksa dengan kekerasan." Muka gadis itu berobah memerah,
dia berkata: "Engkau tidak tahu malu! Sudah kukatakan berulang kali bahwa guruku
tidak mau bertemu dengan engkau, tetapi kenyataan engkau tetap memaksa. sungguh
tidak tahu malu ! Hemmm, sungguh tidak tahu malu ! Aku benci padamu !" teriak sigadis kemudian
dengan suara yang berang.
Kwang Tan tersenyum melihat lagak gadis itu, dia telah bilang: "Biarlah nona
membenciku karena aku walau bagaimana harus melaksanakan perintah guruku ! Nah,
aku mohon dengan hormat, agar nona menyingkir karena jika masih tidak mau menyingkir
membuka jalan buatku, aku akan memaksa untuk masuk kedalam hutan itu !" Sambil
berkata begitu, tampak Kwang Tan bersiap-siap akan menerobos.
Tetapi Ho Tiat yang jadi keselamatan gurunya, karena semakin berkuatir untuk dia
berpikir jika sampai Kwang Tan telah sempat memasuki hutan itu dan bertemu dengan gurunya, tentu
mereka akan bertempur. Dan Ho Tiat kuatir kalau-kalau gurunya nanti terluka atau terbinasa ditangan
Kwang Tan, Dengan disertai suara erangan marah, dimana dia telah membentak
nyaring sekali, dan muka merah padam karena marah, tampak Ho Tiat telah
menerjang kepada Kwang Tan, dia menghantam dengan tangan kanannya, sehingga
kepalan tangannya yang kecil mulus itu meluncur kearah muka Kwang Tan.
Sedangkan Kwang Tan tersenyum mengawasi datangnya serangan dari sigadis, dia
telah memiringkan kepalanya, maka dia berhasil berkelit dari pukulan tangan Ho
Tiat. Malah, berbareng tubuhnya tahu2 telah melesat disamping
tubuh sigadis, dia telah melewati gadis tersebut gesit sekali dia telah
meninggalkan sigadis. Ho Tiat kaget tidak terkira waktu memperoleh kenyataan Kwang Tan telah menerobos
penjagaannya, dimana tampak Kwang Tan telah berkelebat melewati sisi samping
dirinya, Baru saja dia hendak memutar tubuhnya untuk menyerang lagi, diwaktu itu
tampak Kwang Tan telah tertawa dan berkata: "Selamat tinggal nona manis sampai
bertemu lagi!" Ho Tiat melihat tubuh Kwang Tan berkelebat dengan cepat sekali memasuki hutan
itu. Dia jadi tambah kuatir dan nekad, dia berteriak "Aku benci! Aku benci
kepadamu... akan kubunuh kau!" Dan gadis itu telah mengejarnya.
Tetapi Kwang Tan bergerak cepat sekali, dalam waktu yang singkat Kwang Tan telah
meninggalkan gadis itu cukup jauh. Ho Tiat mengejar dengan sekuat tenaga, tetapi tidak berhasil, sebab waktu itu
tubuh Kwang Tan berkelebat sangat lincah, sehingga dia telah meninggalkan gadis
itu jauh sekali. Dalam keadaan seperti itu terlihat betapapun juga Kwang Tan memang
berusaha tidak mau melayani gadis kecil itu.
Sedangkan Kwang Tan sendiri setelah berlari menerobos masuk kedalam hutan,
akhirnya melihat seseorang yang
tengah duduk menyender dibawah sebatang pohon, dengan sepasang mata terpejamkan.
Dia juga mengenali bahwa orang itu tidak lain dari Ban Tok Kui.
Ban Tok Kui waktu itu tengah memejamkan matanya, dia memang tengah beristirahat
Dan membiarkan muridnya pergi main-main untuk menangkap kupu-kupu. Diwaktu itulah Kwang Tan telah
memangginya. "Ban Suheng.."
Panggilan Kwang Tan itu membuat Ban Tok Kui menoleh sambil membuka matanya, dia
terkejut melihat diri Kwang Tan tahu-tahu telah berada disisinya.
Dan dia memandang sekelilingnya, dia tidak melihat muridnya, entah Ho Tiat
berada dimana, Gesit sekali Ban Tok Kui melompat berdiri.
"Hemm, engkau Sute"!" katanya kemudian dengan suara yang tawar.
"Ya....!" menyahuti Kwang Tan. Dan dia telah merangkapkan kedua tangannya,
memberi hormat kepada suhengnya itu. "Apakah selama ini suheng baik-baik saja,
bukan"!" Waktu itu terlihat Ban To Kui telah memiliki perasaan tidak enak, karena dia
menyadari, tentunya sutenya ini datang buat mendesaknya2 lagi. Dia telah
memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Baik! Dan, apa yang hendak kau sampaikan kepadaku dengan kedatanganmu yang
demikian tiba-tiba" Tentunya engkau memiliki urusan, sehingga engkau
mencariku"!" Kwang Tan mengangguk "Ya... memang ada sesuatu yang hendak sute tanyakan
kepadamu, suheng...!" jawab Kwang Tan.
"Apa itu"!" tanya Ban Tok Kui sambil mengawasi Kwang Tan dengan tajam, dan juga
dalam keadaan bersiap siaga, untuk sewaktu-waktu menerima sutenya ini.
"Katakanlah...! Apa yang hendak kepadaku"!"
serangan dari kau tanyakan Kwang Tan tidak segera menyahuti, dia mengawasi
suhengnya itu. Dia memperoleh kenyataan bahwa suhengnya dingin tidak
memperlihatkan perasaan apapun juga, tawar sekali, malah dilihat dari sikapnya
itu, tampaknya dia memang tengah berwaspada untuk bertempur,
Karenanya telah membuat Kwang Tan juga bersiap-siap, suhengnya ini memiliki
tangan yang sangat beracun sekali, juga memang ilmu silatnya liehay, Dia
akhirnya menyahuti: "Yang hendak sute tanyakan adalah mengenai tujuh orangorang
Bengkauw, yang konon menurut cerita mereka, yang
melukai mereka tidak lain dari suheng, apakah yang mereka ceritakan itu benar
adanya"!" Ban Tok Kui mengangguk segera, dia tidak tampak ragu, karena memang dia telah
menduga sebelumnya, bahwa yang akan ditanyakan oleh Kwang Tan tentu ketujuh
orang Bengkauw yang telah dilukainya itu.
"Sedikitpun memang tidak salah! Benar, aku yang telah melukainya.... dan
sekarang, apa yang kau kehendaki" Aku memang yang telah melukainya...!"
Kwang Tan tetap memperlihatkan sikap sabar, dia bilang: "Dan seperti yang telah
suheng janjikan, justeru suheng tidak akan sembarangan melukai orang, Namun
kenyataannya yang ada justeru lain, dimana suheng telah melukai ketujuh orang
Bengkauw. Tahukah suheng, bahwa Bengkauw tengah berjuang dengan gigih buat
menghadapi pasukan tentara kerajaan, guna membela rakyat yang tertindas! Hemm, dengan
dilukainya ketujuh orang Bengkauw itu, berarti Bengkauw telah kekurangan tujuh
tenaga yang mungkin bisa membuat Bengkauw lebih kuat.,.,!"
"Tetapi mereka itu orang2 kurang ajar!" kata Ban Tok Kui dengan suara yang
tawar. "Orang-orang kurang ajar" Apa maksud suheng!?" tanya Kwang Tan kemudian.
"Mereka berusaha menggangguku! Sesungguhnya, ketika bertemu dengan hendak
berlalu berpapasan muka dengan mereka. mereka, aku telah
mengajak Tiat-jie, memutar tubuh dan muridku, agar tidak Namun justeru mereka
itu yang telah mengejarku, dan juga telah mengatakan beberapa patah perkataan
yang sangat kurang ajar sekali, dimana mereka juga bersikap terlalu menghina diriku,
Apakah dengan begitu, aku tidak pantas jika menghajar mereka, agar dilain waktu
mereka tidak berlaku kurang ajar pula" Dan engkau tidak boleh selalu memberatkan
diriku saja. Ingat, aku adalah suhengmu ! Dan tentu saja, apa yang telah kujanjikan, akan
kulakukan dengan sebaik-baiknya tetapi, jika memang engkau terlalu mendesak,
hemm, hemm, tentu saja aku tidak bersedia melaksanakannya, karena aku tidak mau
dikendalikan oleh kau! Dan juga, jika memang engkau belum mengetahui aku akan memberitahukannya, bahwa
tidak semua orang Bengkauw itu terhormat dan lebih baik dari diriku, karena
diantara mereka justeru terdapat banyak sekali yang memiliki jiwa yang kotor dan
rendah ! Tahukah engkau, apa maksud ketujuh orang Bengkauw itu berusaha menahan diriku,
dengan alasan mereka sebagai orang Bengkauw, maka mereka hendak memeriksa diriku
dan muridku "Mereka tergiur melihat muridku maka mereka mencari-cari alasan
belaka !" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu berkata seperti itu, tampak Ban Tok Kui tengah diliputi penasaran dan
murka. Kwang Tan tersenyum. "Tetapi, jika memang mulut ketujuh orang Bengkauw itu
kurang ajar dan bersikap tidak baik pada suheng, tidak semestinya pula mereka
itu dilukai dengan mempergunakan
racun yang bekerja hebat... bukankah cukup jika memang suheng mengajar adat pada
mereka secukupnya saja, tanpa perlu mempergunakan racun !"
Mendengar Kwang Tan membela ke tujuh orang Bengkauw yang telah dilukainya, hati
Ban Tok Kui semakin tidak enak, dia telah bilang: "Memang biar bagaimana
diantara kita berdua tidak mungkin terdapat kecocokan, engkau tentunya akan
tetap mengotot dan bersikeras buat membela orang-orang Bengkauw.
Karena, apa yang kudengar selama ini, justeru engkau telah diangkat dan menjadi
Tabib resmi di Bengkauw ! Tetapi semua peristiwa yang terjadi pada orang-orang
Bengkauw itu, tidak bisa engkau campur baurkan dengan urusan kita !
Kita memang memiliki urusan, tetapi urusan itu adalah urusan didalam pintu
perguruan kita ! jika memang engkau menghendaki agar aku kembali kejalan yang
baik, tentunya engkaupun harus memperhatikan sikap dan sepak terjangku dari
segala sudut, jangan begitu aku melukai seseorang, segera engkau menuduh aku
yang selalu mencari gara2 pada mereka !
Hemm, didalam hal ini jelas bahwa engkau selalu berat sebelah dan sengaja ingin
menekanku! Terus terang saja, jika memang engkau pun keberatan buat memberikan
kauwhoatmu kepadaku itupun tidak menjadi persoalan. aku tidak akan memaksanya.
Dan juga, jika engkau tidak bersedia untuk membiarkan aku hidup terus, baiklah!
Aku akan mempergunakan seluruh kemampuanku mari kita mengadu ilmu dan kekuatan,
aku ingin melihat sampai berapa jauh kepandaian yang kau miliki...!"
Setelah berkata begitu, tampak Ban Tok Kui bersiap-siap, dia menantang dengan
muka yang merah padam. Kwang Tan menggelengkan kepalanya, dia bilang: "Suheng
jangan salah paham, walaupun bagaimana sute bermaksud baik, karena sute
menghendaki agar suheng kembali kejalan yang benar, meninggalkan lembaran hitammu, jika memang suheng masih bersikeras
dan juga dengan sikap suheng yang bengis dan tangan suheng yang beracun, maka
terpaksa sute harus mematuhi dan melaksanakan perintah suhu karena biar
bagaimana, keselamatan umum yang dipentingkan."
Dan sambil berkata begitu, Kwang Tan memandang tajam sekali kepada suhengnya.
Sebelum Ban Tok Kui sempat menyahuti diwaktu itu tampak Ho Tiat tengah berlari2
menghampiri kepada mereka, Malah dari jauh Ho Tiat telah berseru: "Suhu, biarlah aku yang menghajar
dia." Dan begitu tiba didekat gurunya, memang benar2 Ho Tiat telah menjejakkan
kedua kakinya, tubuhnya dengan ringan sekali mencelat ketengah udara, dimana
sepasang tangannya telah digerakkan, dia telah menghantam kuat sekali kepada
Kwang Tan dengan mempergunakan seluruh kekuatan yang ada padanya.
Namun Kwang Tan mana memandang sebelah mata pada serangan gadis cilik itu.
Karena kepandaian Ho Tiat memang belum seberapa, dan juga tenaga dalamnya juga
belum terlatih mahir. Maka Kwang Tan telah berdiam diri
saja, dia tidak berusaha berkelit, dia membiarkan dadanya dihantam oleh kepalan
tangan Ho Tiat yang putih mulus dan berukuran kecil.
Diwaktu itu Ban Tok Kui hendak menahan keinginan muridnya menyerang Kwang Tan.
Namun terlambat.
Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kepalan tangan Ho Tiat telah menghantam kuat dada Kwang Tan. sedangkan Kwang Tan
sama sekali tidak berusaha menghindar dan mengelak. Diwaktu itulah terdengar
suara, "Bukkkk!!" dan tampak gadis kecil itu menarik kaget tangannya, dia
menjerit: "Aduhhhh!" kesakitan, karena kepalan tangannya telah menghantam dada Kwang Tan
yang dirasakannya sangat kuat dan keras melebihi baja, sehingga tenaga
pukulannya itu seperti juga mental kembali kepadanya, membuat dia kesakitan
bukan main. Dalam keadaan seperti itu, Kwang Tan rupanya telah
mengerahkan tenaga dalamnya, menyalurkan sinkangnya melindungi dadanya dan dia
telah membuat dadanya itu jadi terlindung dari hantaman kepalan tangan sigadis
kecil tersebut, dimana dia membiarkan sigadis kecil itu menghantam dadanya.
Dengan demikian telah membuat kepalan tangan dari Ho Tiat yang mengenai dadanya
jadi sakit luar biasa. Ternyata kepalan bengkak. Dan Ban melompat kedekat
muridnya untuk memeriksa kepalan
tangan muridnya yang memerah bengkak itu.
"Hem, engkau sendiri terhadap seorang gadis kecil yang tidak berdaya, telah
melayani dengan kejam seperti ini!" mendesis Ban Tok Kui dengan suara mengandung
kegusaran. tangan Ho Tiat telah memerah
Tok Kui tidak tinggal diam, dia Memang Ban Tok Kui sangat memanjakan sekali
muridnya, dia sangat sangat sayang pada Ho Tiat, Dengan demikian, hatinya sakit
sekali melihat tangan Ho Tiat membengkak seperti itu.
Karenanya, diapun telah bertekad, jika memang keadaan memaksa, dia akan mengadu
jiwa dengan sutenya, yang usianya masih begitu muda.
Dan yakin, biarpun kepandaian Kwang Tan lebih tinggi dari kepandaiannya, akan
tetapi pengalaman bagi sutenya masih lebih sedikit, dan dia menang pengalaman,
maka dia yakin, jika saja dia mempergunakan seluruh kepandaiannya
buat mengadu jiwa, tentu dia akan dapat menghadapi sutenya itu.
Dan jika memang dia terluka, tentu sutenya itu sedikitnya akan terluka juga,
Karena dari itu Ban Tok Kui telah bersiap2 buat menyerang.
Kwang Tan telah berkata dengan sikap menyesali "Maafkanlah suheng, aku tidak
menyangka akan berakibat begitu hebat.."
Sambil berkata begitu, tampak Kwang Tan telah mengeluarkan
semacam obat bungkusan obatnya, dia mengambil
yang diangsurkan kepada suhengnya, katanya lagi: "Borehkan obat ini kepada
kepalan tangannya, tentu akan hilang rasa sakitnya !"
Ban Tok Kui dengan muka merah padam tidak mau menyambuti obat itu, dia hanya
menguruti per-lahan2 jalan darah dikepalan tangan Ho Tiat, kemudian tanyanya:
"Apakah rasa sakit telah berkurang "!"
Ho Tiat meringis saja dan mengangguk perlahan, juga air matanya sudah tidak bisa
dibendungnya. Diwaktu itulah
dia telah berkata dengan suara yang mengandung kekuatiran buat gurunya,
"Suhu harus hati2 menghadapi dia." Ban Tok Kui mengangguk, dan dia berhenti
menguruti kepalan tangan muridnya, tahu2, dalam keadaan masih berjongkok
tubuhnya melesat sangat cepat kearah Kwang
Tan, dan dia telah menghantam dengan tangan kanannya.
Apa yang dilakukannya itu memang sangat cepat luar biasa dan juga jarak mereka
dekat sekali. Kwang Tan merasakan sambaran angin serangan yang dahsyat dari kepalan tangan
suhengnya, dia telah berseru nyaring, kemudian mengelak dengan segera. Gerakan
tubuhnya begitu cepat sekali, dia memang berhasil mengelakkan serangan dari
suhengnya, namun dia tidak membalas menyerang.
Sedangkan Ban Tok Kui yang gagal dengan terjangannya, tahu2 telah memutar
tubuhnya, dimana dia lelah menyerang lagi lebih dahsyat, sekarang dia dalam
keadaan berdiri tegak, serangan yang dilakukannya memang sangat luar biasa
sekali. "Bukkk!" dia telah menghantam lengan Kwang Tan. Memang diwaktu itu, karena
cepatnya datang serangan Ban Tok Kui, dan juga Kwang Tan tengah menguatirkan
kepalan tangan Ho Tiat, dimana dia masih mencekal obat yang hendak diberikannya
kepada gadis itu, membuat
gerakannya berayal dan dia tidak bisa menghindarkan serangan tangan Ban Tok Kui lengan nya telah
terhajar, menimbulkan rasa sakit yang bukan main, kulit tangannya itu juga telah
membengkak, karena terkena racun.
Tetapi Kwang Tan tidak rubuh, dia hanya memutar tubuhnya menyingkir kesamping,
mencegah jangan sampai Ban Tok Kui mempergunakan kesempatan tersebut membarengi
dengan serangan susulannya.
Sedangkan Ban Tok Kui yang melihat serangannya itu berhasil, cepat sekali
menyusuli dengan hantaman berikutnya. Dia telah menyerang dengan kuat sekali.
Dalam keadaan seperti itu, dia semakin bersemangat, dan juga setiap serangannya
itu disertai dengan lwekang yang dahsyat, sehingga pada kulit telapak tangannya
itu tampak memerah mengandung racun, dan sinar hijau menunjukkan bahwa racun
yang mengendap pada telapak tangannya itu merupakan racun yang sangat dahsyat.
Beruntun Kwang Tan berkelit dari serangan suhengnya, sejauh itu Kwang Tan tidak
membalas menyerang, dia hanya berseru berulang kali, teriaknya:
"Suheng, hentikanlah, jangan memaksa aku turun tangan."
Namun Ban Tok Kui tidak mengacuhkan
Kwang Tan, malah dia telah menyerang terus
teriakan semakin dahsyat, akhirnya, waktu Kwang Tan merasakan napasnya itu sesak dan hawa racun
yang amis semakin menguasai
pernapasannya Kwang Tan tak bisa berdiam diri terus hanya berkelit dan mengelak
belaka. Maka setelah lewat beberapa jurus lagi, Kwang Tan merobah cara
bersilatnya, dimana dia beberapa kali balas menyerang.
Serangan balasan yang dilakukan oleh Kwang Tan bukan serangan sembarangan,
karena dia lelah menyerang dengan jurus jurus ilmu pukulan Guntur.
Kwang Tan telah memperoleh petunjuk langsung dari Thio Sam Hong, dan juga
petunjuk dari Thio Bu Kie, dengan demikian membuat dia memperoleh kemajuan yang
pesat sekali. Sekarang dia menyerang dengan bersungguh-sungguh, sehingga membuat dia dapat
mendesak Ban Tok Kui setelah lewat beberapa jurus kemudian.
Namun Ban Tok Kui juga berlaku nekad, dia berulang kali telah menyerang dengan
hebat, seperti sudah tidak memikirkan keselamatan dirinya, karena memang
tampaknya dia hendak terluka bersama dengan lawannya.
Karena dari itu, setiap kali dia berkelit atau mengelak dari serangan Kwang Tan,
dia selalu membalas menyerang lagi dengan dahsyat.
Dengan demikian, kedua kakak adik seperguruan itu telah bertempur dengan hebat
sekali. Dan juga tampaknya mereka benar2 memiliki kepandaian yang sama tinggi.
Jika saja Kwang Tan memiliki kepandaian yang lebih banyak dibandingkan dengan
Ban Tok Kui tetapi bicara soal pengalaman justeru Kwang Tan masih berada dibawah
kakak seperguruannya itu, membuat mereka jadi memiliki kelemahan dan kelebihan
masing-masing. Diwaktu hu Kwang Tan juga melihat kenekatan dan kakak seperguruannya itu, dia
mengempos semangatnya. Sedapat mungkin sesungguhnya dia tidak mau melukai
kakak seperguruannya, akan tetapi justeru setiap serangan yang dilakukan oleh
Ban Tok Kui memaksa dia harus mempergunakan ilmu andalannya.
Dengan demikian Kwang Tan pada saat itu telah mempergunakan seluruh sinkang yang
dimilikinya dia telah membuat beberapa tempat yang terkena serangannya menjadi
hangus juga, telah dua batang pohon yang terkena hantaman Kwang Tan yang menjadi
hangus serta tumbang. Ho Tiat menyaksikan dari pinggir jalan pertempuran itu, dia seperti juga telah
melupakan rasa sakit pada pergelangan tangan dan kepalan tangannya. Dia
memandang dengan penuh kekuatiran karena dia kuatir sekali akan keselamatan
gurunya. Untuk membantui, tentu saja kemampuan, karena memang dia dia tidak memiliki
memiliki kepandaian yang tidak seberapa, maka dia hanya menyaksikan saja
jalannya pertempuran tersebut, dimana dia bertekad
didalam hatinya, jika gurunya terluka dan dirubuhkan oleh Kwang Tan, maka gadis
kecil inipun akan mengadu jiwa dengan Kwan Tan.
Sesungguhnya, di dasar hati sigadis telah terdapat perasaan kagum pada Kwang
Tan. Dia melihat usia Kwang Tan yang begitu muda, namun memiliki kepandaian yang
sangat tinggi. Juga Kwang Tan merupakan seorang pemuda yang tampan gagah, dengan
demikian, dia merasa kagum pada susioknya.
Akan tetapi justeru karena gurunya selalu didesak oleh Kwang Tan, telah timbul
juga rasa bencinya. Dan rasa benci itu meluap sedemikian rupa, karena memang dia
tidak berdaya buat menolongi gurunya.
Sedangkan waktu itu Ban Tok Kui merasakan napasnya memburu keras sekali, dia
telah berusaha untuk menyalurkan tenaga dalam buat mengatur jalan pernapasannya,
Akan tetap saja tidak berhasil, karena dia terus juga terdesak dengan hebat.
Malah diwaktu itu juga terlihat nyata sekali, bahwa tidak lama lagi, jika
keadaan seperti itu berlangsung terus, tentu dia akan kena dirubuhkan menyadari
dirinya terancam dengan segera dia mengerahkan dan mengempos seluruh tenaga
lwekang nya dan diapun mengeluarkan jurus2 ilmu simpanannya.
oleh Kwang Tan. Karena kena dirubuhkan sutenya, Memang diwaktu itu Ban Tok Kui telah melancarkan
serangan2 yang mengajak adu jiwa pada lawannya. Dia akan merasa puas, biarpun
dia dilukai oleh adik seperguruannya itu, asal dia dapat membunuh adik
Duri Bunga Ju 9 Dewa Arak 03 Cinta Sang Pendekar Bentrok Rimba Persilatan 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama