Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen Bagian 3
Siauw-tee sekali ini, meski apapun yang akan terjadi,
Siauw-tee harap Lie Heng jangan kuatir, hanya Lie Heng
disini supaya berlaku tenang-tenang saja."
Kemudian Lie Siauw Hiong berkata dalam hatinya :
"Orang ini ternyata simpatik juga tampaknya, dia mengira
aku kuatir akan sesuatu."
Begitu pikiran ini terlintas dikepalanya, dibelakang hari
Ie It Hui memperoleh tidak sedikit faedah dari
perbuatannya ini. Hal ini sedikitpun tidak pernah disangkasangka oleh Ie It Hui sendiri.
Dengan tertawa Lie Siauw Hiong berkata : "Apakah Ie
Heng tidak mengetahui bahwa Siauw-tee sangat gemar
akan ilmu silat. Dimana saja ada keramaian tentang
persilatan, Siauw-tee tidak akan melewatkan kesempatan
untuk melihatnya." Sambil menggoyang-goyangkan tangannya Ie It Hui lalu
berkata : "Lie Heng sekali-kali tidak boleh turut pergi, kau
harus menginsyafi sendiri, tenaga untuk mengikat ayampun
tidak Lie Heng milik. Kuharap Lie Heng jangan pergi
menyaksikan keramaian tersebut, karena Siauw-tee kuatir
sekali yang Siauw-tee tidak dapat menjaga keselamatan diri
Lie Heng. Siauw-tee kuatir, lawan-lawan Siauw-tee akan
melukai diri Lie Heng. Niat Lie Heng ini, tidak Siauw-tee
benarkan." Lie Siauw Hiong lalu berkata pula : "Sekalipun Ie Heng
tidak mau mengajak Siauw-tee pergi, namun Siauw-tee
tetap pergi. Siauw-tee percaya bahwa lawan-lawan Ie Heng
tak akan mengganggu Siauw-tee, karena Siauw-tee tak
pernah bermusuhan dengan mereka."
Dengan menarik napas Ie It Hui lalu berkata lagi :
"Karena Lie Heng mempunyai pendirian yang demikian
teguhnya untuk menyaksikan keramaian persilatan tersebut,
Siauw-tee pun tidak dapat menolaknya, hanya Siauw-tee
beritahukan pada Lie Heng, pada waktu Siauw-tee sedang
bertempur nanti dengan musuh, Siauw-tee minta dengan
sangat agar Lie Heng jangan sekali-kali campur tangan. Jadi
Lie Heng hanya saya izinkan menyaksikannya saja."
"Hal ini sudah tentu akan Siauw-tee perhatikan," jawab
Lie Siauw Hiong. Sesudah itu Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui lalu naik
kereta, mereka menuju kepantai dengan amat tergesa-gesa.
Sebelumnya Lie Siauw Hiong sudah menyediakan kapal
untuk dipakai menyeberang. Dari pantai sampai keseberang
sana memakan tempo satu jam.
Oey-ho-lauw letaknya persis disamping perhentian
pantai, ditanah lapang dibawah loteng itu, pada siang hari
banyak sekali kaum pedagang berkumpul disitu memperjual
belikan barang dagangannya, tapi pada saat tengah malam
tempat itu tampak kosong melompong, tak kelihatan
bayangan seorang manusiapun, maka dengan perasaan
yang penuh keheran-heranan Ie It Hui berkata : "Mengapa
murid-murid partai Bu-tong belum juga seorangpun jua
yang datang, rupanya mereka yang bersifat sombong ini,
bila ditantang tidak kelihatan batang hidungnya seorangpun. Hal ini sangat memalukan kalangan Kang-ouw
benar." "Bu-tong-pay sudah lama terkenal kedudukannya sebagai
pemimpin dari partai-partai lainnya di Tiong-goan, sudah
tentu mempunyai ciri-ciri yang luar biasa," jawab Lie Siauw
Hiong sambil tersenyum sinis.
Mendengar jawaban kawannya ini, Ie It Hui hanya dapat
mengeluarkan suara 'hmmm' saja, sedang didalam hatinya
rasa bencinya terhadap partai Bu-tong bertambah dalam
saja. Kedua orang ini merasa tidak sabaran menantikan
kedatangan lawannya. Tiba-tiba pada saat itu sekonyongkonyong Lie Siauw Hiong, dari jarak yang begitu jauh
melihat bayangan tiga orang yang tengah berlari-lari kearah
mereka, hingga dengan tak disengaja dia, berkata sambil
menunjuk kearah bayangan orang itu :
"Sudah datang, itu dia sudah datang !"
Mendengar perkataan kawannya ini, segera Ie It Hui
memandang kearah yang dikatakan kawannya ini. Didalam
hati ia berpikir, mengapa dia sendiri sedikitpun belum
melihat kedatangan lawannya, sedangkan kawannya sudah
mengetahuinya" Dia merasa amat kagum akan ketajaman
mata Lie Siauw Hiong, karena ternyata lebih tajam
daripada matanya sendiri.
Sebaliknya ketiga lawan mereka juga telah melihat
kedatangannya. Dari kejauhan tampak tubuh mereka
datang berkelebat dengan pesatnya.
Sekalipun jarak antara mereka tidak terlampau jauh,
dalam waktu sekilas saja lawan mereka sudah tiba dekat
mereka. Ie It Hui melihat bahwa yang maju paling depan
adalah orang yang paling terkemuka sekali dari angkatan
muda partai Bu-tong, yaitu Sin-ho Ciam Peng dan orang
yang kedua adalah murid pertama dari partai Bu-tong, yaitu
Leng-hong-kiam-khek. Orang yang paling akhir ini adalah orang yang
menertibkan gara-gara atas perselisihan mereka itu, yaitu
Kin-biauw-kiu-kong-kiam Thio Tie Hoa.
Dalam hatinya Ie It Hui berpikir : "Tak disangka hari ini
Ciam Peng dan Leng-hong-kiam-khek datang berbareng.
Menurut pendengarannya, kedua orang ini adalah muridmurid terpandai dari partai Bu-tong, bila sampai kejadian
dia bertempur dengan mereka satu lawan satu, mungkin dia
masih dapat menandinginya, tapi bila mereka berdua maju
secara berbareng, maka kesudahannya sukar dapat
diramalkan." Ie It Hui tak menduga kedatangan Leng-hong-kiam-khek
dan Sin-ho Ciam Peng sekali ini. Sebelum berangkat,
mereka sudah mengambil keputusan yang pasti sekali,
apapun akibatnya, mereka akan berdaya upaya melabrak Ie
It Hui habis-habisan. Pada beberapa tahun belakangan ini, sekalipun partai
Bu-tong masih tetap sebagai partai pemimpin dalam dunia
Kang-ouw, tapi menurut kenyataannya, setelah Li Gok
sebagai pemimpin dan ahli waris dari partai Kong-tong
dapat beruntun-runtun mengalahkan
lawan-lawannya dalam pertempuran dipuncak gunung Thay-san yang
semuanya terhitung ahli lwee-kang (ahli tenaga dalam) dan
merebut gelar 'Ahli pedang nomor satu sejagat', pengaruh
maupun kedudukannya dibeberapa tempat malah jauh
melampaui ketenaran dari partai Bu-tong tersebut.
Memang perhubungan antara partai Bu-tong dan
Kongtong secara tidak disengaja telah terbit perselisihan
yang mendalam satu sama lain. Partai Kong-tong tidak
puas terhadap partai lawannya Bu-tong yang masih tetap
disebut-sebut sebagai pemimpin partai-partai dan dikalangan dunia rimba hijau sebagai pemimpin umum,
begitu pula sebaliknya, partai Bu-tong tidak senang
pengaruh dan kedudukan partai Kong-tong, kian hari kian
meluas dan kedudukannya bertambah kuat, itulah sebabnya
antara kedua partai telah terbit perselisihan
dan permusuhan yang tambah hari tambah menghebat.
Sebenarnya perhubungan antara kedua partai tersebut
sudah lama sekali berjalan baik, tapi pada akhir-akhir ini
telah timbul persengketaan yang berlarut-larut, disamping
itu perhubungan merekapun kini sudah amat retak sekali,
tapi belum terputus sama sekali.
Didalam partai Bu-tong yang paling terkemuka adalah
Ciam Peng. Karena dia merasa dirinya sendiri yang paling
pandai, maka tabiatnyapun agak sombong, harus diakui
yang dia memang mempunyai bakat yang luar biasa sekali,
ditambah lagi dia sangat rajin belajar, sekalipun umurnya
belum lanjut benar, dia sudah mewarisi seluruh pelajaran
asli dari partai Bu-tong. Setiap saat dia berangan-angan
untuk membuat satu hal yang mengejutkan dunia Kangouw. Dia ingin melakukan tindakan ini pertama disebabkan
: dia ingin mengangkat namanya sendiri agar menjadi
terkenal dikalangan rimba hijau; kedua : untuk membuat
nama partainya menjadi harum kembali dan diakui kembali
sebagai pemimpin diantara partai-partai.
Disamping itu partai-partai seperti Tiam-cong, Go-bie,
Kun-lun juga mempunyai keahlian-keahlian tersendiri,
mereka inipun sedang berusaha pula untuk menjagoi
dikalangan rimba hijau untuk menjadi pemimpin umum,
mereka ini setiap saat bersiap-siap untuk menantikan
kesempatan baik, tapi sebegitu jauh kesempatan itu belum
juga kunjung datang. Bwee San Bin pada sepuluh tahun
belakangan ini namanya tidak pernah disinggung-singgung,
kedudukan yang sangat menguntungkan ini dikalangan
Kang-ouw, mana dapat membohonginya.
Terhadap kelima pemimpin partai tersebut, San Bin
sangat benci sekali. Belakangan setelah ia berhasil mendidik
Lie Siauw Hiong sehingga menjagoi didunia Kang-ouw,
tentu saja dia sudah merencanakan untuk menebus kembali
sakit hati terhadap lawannya yang dilakukannya dipuncak
gunung Ngo-hoa-san, tapi dia sendiri menginsyafi, bila
hanya mengandalkan tenaga Lie Siauw Hiong seorang
untuk menghadapi kelima ahli waris dari dunia Kang-ouw,
tentu saja tidak mungkin, maka Bwee San Bin sudah
mengajarkan pada Lie Siauw Hiong bagaimana ia harus
menjalankan rencananya, yaitu membiarkan diantara
kelima ahli waris partai saling bunuh, kemudian barulah
merobohkan mereka satu persatu.
Memang tabiat Bwee San Bin sangat aneh sekali, lebihlebih setelah tenaga dalamnya menjadi punah sama sekali,
barulah dia merencanakan tipu macam demikian. Sekiranya
dia tidak berbuat demikian, gelombang yang hebat pasti
akan terbit dalam kalangan Kang-ouw dan sudah tentu
banyak sekali yang akan menjadi korban, apa lagi Lie
Siauw Siong masih hijau sekali dalam pengalaman dan
ditambah lagi dia hanya seorang diri saja, juga
pandangannya tentu saja masih belum begitu luas.
(Oo=dwkz=oO) Ie It Hui yang menampak kedatangan Leng-hong-kiamkhek, Ciam Peng dan Thio Tie Hoa, hanya tertawa dingin
dan lalu berkata : "Aiya, tidak disangka, tidak diduga,
Siauw-tee yang dalam kalangan Kang ouw hanya seorang
yang biasa saja, telah menyebabkan serta menyibukkan
Leng-hang-kiam-khek dan Ciam Peng kedua pendekar besar
sampai membuang tempo kalian yang berharga untuk
menjumpai aku." Ciam Peng tidak menunggu lagi Su-heng (kakak
seperguruannya) berkata, sebaliknya ia sudah mendahului
membuka mulut : "Nama Kong-tong Sam-coat-kiam telah
menggetarkan dunia persilatan, oleh karena itu, mana
mungkin kau mau memandang pada partai kami Bu-tong "
Aku datang kemari setelah mendengar penuturan Su-teeku
(adik seperguruan), sekalipun kami mengetahui bahwa
kepandaian ilmu pedang kami sangat kacau balau dan tidak
berguna. Dari itu, sudah barang tentu bukan menjadi
tandingan dari ahli pedang partai Kong-tong. Hanya aku
orang she Ciam tanpa mengukur kekuatan dan kepandaianku, aku bersedia untuk menerima pengajaranmu." Ie It Hui lalu memandang pada Thio Tie Hoa yang
berdiri disamping sambil tertawa dingin karena ia yakin
tentu dialah yang membusukkannya. Sifatnya sangat
angkuh, memang dia ingin sekali untuk menempur muridmurid partai Bu-tong. Oleh karena itu, hal ini sungguh
kebetulan sekali baginya, lalu sambil tertawa dingin pula
iapun berkata : "Ciam Tay-hiap sungguh berlaku sangat
sungkan sekali. Aku yang tak pandai bercakap-cakap,
sungguh merasa sulit sekali, kata-kata apa yang sebaiknya
kuucapkan, maka dari itu, dengan sangat terpaksa aku
berbalik meminta pengajaranmu saja."
Hal itu berarti walaupun aku tidak dapat bercakap
sepandaimu, tapi kepandaianku belum tentu berada
disebelah bawah kemampuanmu. Leng-hong-kiam-khek
dan Sin-ho Ciam Peng yang sudah lama juga bergelandangan dikalangan Kang-ouw, segera paham apa
maksud perkataan lawannya itu.
Dengan tertawa dingin Leng-hong-kiam-khek lalu
berkata : "Ie Tay-hiap sungguh seorang yang arif bijaksana,
hingga segala perkataanmu cocok sekali dengan watakmu,
oleh karena itu, yang lebih baik dari ini aku kira tidak ada
lagi." Sambil berkata begitu, matanya dilirikkannya kearah
Lie Siauw Hiong, dan setelah berdiam diri sejurus lamanya,
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
barulah dia berkata : "Tuan ini ......"
Ie It Hui segera berkata : "Tuan ini adalah seorang
kawanku yang bernama Lie Siauw Hiong, karena dia sudah
lama mengagumi nama baik dari partai Bu-tong,
teristimewa dalam ilmu pedangnya, maka dengan khusus
dia datang untuk menyaksikannya."
Thio Tie Hoa pun segera memotong perkataannya :
"Orang ini adalah yang tempo hari pernah ku-singgung
pada Su-heng yaitu Lie Heng."
Leng-hong-kiam-khek hanya mengeluarkan perkataan
'oh' saja, lalu dia memandang lagi pada Lie Siauw Hiong
sejenak, dan dengan tersenyum-senyum lalu dia merangkapkan sepasang kepalannya memberi hormat pada
Lie Siauw Hiong. Lie Siauw Hiong pun dengan tertawa
sopan membalas hormatnya.
Ciam Peng segera maju kemuka sambil berkata :
"Marilah aku minta pengajaran Ie Tay-hiap barang
beberapa jurus." Kedua orang ini walaupun pada akhirnya tampaknya
sangat hormat menghormati, tapi pada batinnya masingmasing mengandung perasaan kebencian yang memuncak,
maka dikalbu masing-masing pihak terselip pula perasaan
membunuh lawannya jika ada kesempatan terluang. Dalam
pada itu mereka sedang sama-sama berpikir bagaimana cara
yang hendak dipakainya untuk menjatuhkan lawannya
masing-masing. Kedua orang ini tidak berkata-kata lagi, mereka sedang
memusatkan semangat mereka pada satu tujuan, meneliti
pihak lawannya dengan penuh kewaspadaan, agar supaya
pihak lawannya tidak sampai menyerobotnya terlebih
dahulu. Pada saat itu Lie Siauw Hiong sudah berdiri jauh-jauh
dari situ, seakan-akan dia takut akan sinar pedang mereka
yang sedang bertempur itu nanti jatuh keatas kepalanya.
Dalam saat mereka sedang menantikan lawannya
bergerak, tiba-tiba dari pinggir pantai tampak beberapa
orang yang sedang berlari-lari, menuju ketempat dimana
orang akan mengadu kepandaian. Dari cara lari mereka
segera dapat diketahui, bahwa kepandaian merekapun tidak
rendah. Muka Ciam Peng segera berubah dan lalu bertanya : "Ie
Tay-hiap ternyata tidak sedikit mengundang kawan-kawan,
ya ?" Ia berkata demikian sambil tertawa dingin.
Ie It Hui sendiripun merasa heran sekali atas kedatangan
orang-orang itu. Beberapa orang ini setelah datang ditempat mengadu
kepandaian silat itu, lalu mereka berhenti berlari. Mereka
berdiri disamping. Ie It Hui yang melihat kedatangan
mereka itu, segera dia kenali bahwa mereka itulah Hwan
Tie Seng, Beng Pek Kie dan beberapa orang dari kota Bu
Han yang mempunyai nama terkenal juga dikalangan
Kang-ouw. Beberapa orang ini memang kenal dengannya.
Ie It Hui lalu merangkapkan kedua tangannya memberi
hormat. Kedatangan mereka ini semata-mata untuk
menyaksikan keramaian saja.
Ie It Hui yang mendapat kesempatan baik ini, tidak ingin
dia melepaskan begitu saja, sambil tertawa dingin dia lalu
berkata : "Aku orang she Ie sekalipun kepandaianku tidak
cukup sempurna, tapi sekali-kali tidak akan mendatangkan
bala bantuan untuk membantuku dalam pertempuran ini."
Adapun maksud dari perkataan yang sebenarnya ialah ia
seakan-akan berkata : "Aku orang she Ie hanya datang
seorang diri saja, tetapi kamu datang tidak terbatas hanya
seorang saja." Sambil tertawa dingin muka Ciam Peng kelihatan
menjadi biru, kakinya segera ditarik dan tangannya
memegang pedangnya erat-erat, kemudian menyabutnya
keluar dari sarung pedangnya sambil berseru : "Awas
serangan," kemudian pedang itu segera mengikuti gerak
badannya maju kemuka. Gerakannya ini sangat ringan dan
hebat sekali, dengan hanya mengeluarkan sinar kebirubiruan, pedang itu meluncur kejurusan pundak lawannya.
Partai Bu-tong memang terkenal sebagai golongan lweekee dalam ilmu pedang, tentu saja kepandaian pedangnya
ini sangat luar biasa pula, tapi serangan Ciam Peng sekali
ini dilakukan dengan gerak pura-pura saja. Dia belum lagi
mengeluarkan jurus-jurus istimewa dari ilmu pedangnya itu.
Ie It Hui memperhatikan sampainya ujung pedang itu,
ditunggunya sampai pedang itu telah tiba dekat betul
kepadanya, barulah dia segera menarik mundur kakinya .
satu langkah, kakinya itu lalu digerakkannya separuh
berputar, ketika sinar pedang itu lewat dari pinggir
badannya, kemudian satu sinar berkelebat, entah dari mana
dia telah menggenggam sebatang pedang panjang ditangannya. Dengan sekali bergerak saja dia telah mempertunjukkan
jurus 'Huy-liong-cee-hian (naga terbang mengunjukkan diri)
dari ilmu pedang 'Siauw-yang-kiu-it-sek' dari partai Kongtong. Dan dengan pergerakannya itu dia telah memperlihatkan pada orang banyak yang dia sudah
mencapai tingkat yang sempurna dalam ilmu pedangnya
itu. Tipu 'Siauw-yang-kiu-it-sek' ini adalah yang tempo hari
dipergunakan oleh Li Gok, dia dengan menuruti ilmu
pedang asli dari partai Kong-tong itu, lalu kemudian dia
ubah menjadi lehih sulit dan rumit, dengan tipunya ini Li
Gok pada sepuluh tahun yang lalu telah berhasil
mendapatkan gelar sebagai 'ahli pedang nomor satu sejagat',
dengan melihat caranya ini teranglah bahwa ilmu tersebut
bukanlah ilmu sembarangan.
Sekali orang mengadu kepandaian diantara jago-jago itu,
begitu turun tangan saja, sudah dapat diketahui apakah
lawannya itu sesungguhnya mempunyai kepandaian tinggi
atau tidak. Demikian pula halnya Ie It Hui, sekali ia
mengeluarkan jurusnya tersebut, Ciam Peng sudah
mengetahui yang pada hari itu dia sesungguhnya tengah
berhadapan dengan seorang lawan yang pandai dan berat.
Maka dengan memiringkan badannya dia lalu membabat
pergelangan tangan lawannya dari sebelah bawah keatas.
Jurusnya ini dilakukan beruntun-runtun, namun demikian sekalipun dia menyerang berturut-turut, serangannya ini tidak kelihatan kegugupannya, hal itu
sungguh cara yang paling sempurna yang dapat dipakai
oleh orang-orang atau murid-murid dari partai Bu-tong.
Dengan sportif lalu Ie It Hui berkata : "Ilmu pedang yang
bagus," lantas dia balas menyerang lawannya dengan
ganas, disamping itu dia tidak lupa menjaga dirinya rapatrapat dengan pedangnya sehingga membentuk satu
lingkaran disekeliling badannya untuk menjaga serangan
lawannya. Sinar pedangnya yang kelihatan berkelebat-kelebat itu,
kemudian tampak sebentar keatas sebentar kebawah,
menyerang kearah lawannya, yang sesungguhnya merupakan salah satu jurus 'Sin-liong-hian-bwee' (naga sakti
memperlihatkan ekornya) dari tipu 'Siauw-yang-kiu-it-sek'.
Ciam Peng mengeluarkan suara siulannya, Leng-hongkiam-khek yang berdiri disampingnya, mengetahui yang Suteenya ini sudah mulai naik darah, itulah sebabnya
mengapa Ciam Peng memperoleh gelaran 'Sin-ho', sebab
sudah menjadi kebiasaannya, sebelum dia membunuh
orang, terlebih dahulu dia mengeluarkan suara siulannya
ini, benar saja sesudah bersiul itu tampak pedangnya
diputar-putar bagaikan bianglala saja mengurung lawannya.
Setiap serangan yang dilancarkannya selalu diarahkannya ketempat-tempat yang berbahaya dari badan
lawannya. Menyaksikan pertempuran macam ini, sungguh cocok
sekali dengan keinginannya sendiri, karena dia mengetahui,
sekali salah satu orang menderita luka-luka, maka jalan
damai tak mungkin dapat dipergunakan lagi.
Ilmu pedang kedua orang ini masing-masing mempunyai
keistimewaan sendiri-sendiri, seperti tipu 'Siauw-yang-kiu-itsek' yang dipakai oleh Ie It Hui, sungguh-sungguh
mengejutkan orang sebab setiap serangannya selalu disertai
angin yang bersuitan kerasnya.
Tapi partai Bu-tong dengan menggunakan 'Kiu-kionglian-hwan-kiam' (ilmu pedang berantai) yang beberapa
puluh tahun lawannya disebut-sebut sebagai leluhurnya
ilmu pedang dikalangan Kang-ouw pun tidak lemah, sebab
setiap jurus dilakukan dengan amat mantap serta dilakukan
secara berantai, seperti juga air sungai Tiang-kang yang
tidak putus-putusnya mengalir. Sekali kedua orang ini turun
tangan, sebentar saja sudah sepuluh jurus lebih dilewatkan,
orang banyak yang menyaksikan hal itu hanya melihat sinar
pedang berkelebat kian kemari tak putus-putusnya,
sedangkan sinar pedang memenuhi angkasa.
Hanya Lie Siauw Hiong seorang saja yang menyaksikan
ilmu pedang tersebut merasa bahwa partai Kong-tong dan
Bu-tong memperoleh nama yang tersohor dikalangan Kangouw bukanlah didapatkan dengan secara kebetulan saja.
Diam-diam dia memperhatikan setiap serangan yang
dilancarkan oleh kedua orang ini, dia merasa sekalipun
ilmu pedang kedua orang itu tampaknya sangat rapat, tapi
masih terdapat lowongan yang terbuka. Dalam hal ini bila
bukan seorang yang ahli dalam ilmu pedang, lowongan itu
tak mungkin dapat terlihat begitu saja.
Diam-diam dia tersenyum seorang diri, lantas dia
mengerti yang ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam-hoat' sekalipun
tampaknya tidak berguna, tapi khusus untuk dipergunakan
melawan ilmu pedang tersebut.
Sewaktu Bwee San Bin menciptakan ilmu tersebut, dia
setelah bersusah payah berapa tahun lamanya, barulah
terbentuk ilmu tersebut. Waktu dia pertama kali berhasil
membentuk ilmu tersebut, sebelumnya dia sudah memahami titik kelemahan ilmu pedang dari tiap-tiap
partai. Sepuluh jurus telah berlalu pula, sedangkan kedua orang
ini masih belum ketahuan yang mana yang akan menang
dan yang mana pula yang akan kalah. Selagi mereka
bertanding satu sama lain, tiba-tiba sebagian besar awan
gelap gulita, sedangkan sinar pedang masing-masing
bertambah menyeramkan saja tampaknya.
Sesaat kemudian dengan secara mendadak hujan besar
turun dengan derasnya bagaikan ditumpahkan dari langit.
Orange yang sedang menyaksikan pertempuran itu segera
berlari-lari kebawah loteng Oey-ho-lauw untuk menghindarkan diri mereka dari serangan hujan besar itu,
tapi kedua orang yang sedang melangsungkan pertempuran
tersebut, tetap saja bertarung mati-matian dibawah hujan
deras itu. Kedua orang ini boleh dikatakan telah menunjukkan
kepandaian yang lihay sekali dari keturunan kedua masingmasing partai mereka, yaitu Bu-tong dan Kong-tong,
sekalipun mereka ini bukan ahli waris dari masing-masing
partai mereka, tetap mereka memandang sangat penting
pertempuran sekali ini, sedikitpun tidak mereka acuhkan
hujan yang turun sangat lebatnya itu.
Serta merta diantara suara hujan itu terdengar suara
orang menyanyi : "Dahulu ada seorang bernama Kiang
Thay Kong, sampai umur tujuh puluh masih tidak berguna,
sambil memikul terigu dia berjualan dijalan-jalan, tiba-tiba
terbit hujan dan angin ......"
Para penonton pertempuran itu merasa sangat takjub,
karena mengapa dibawah hujan lebat begini dan malam
yang demikian larutnya dan gelap gulita masih ada orang
yang bernyanyi. Suara nyanyian itu makin lama makin dekat, lalu
diantara hujan itu tampak mendatang seorang yang jalan
dengan sempoyongan, sambil menyanyi orang itu
memukulkan kayu yang berbentuk panjang seperti gendang.
Melihat ini orang banyak bertambah heran dan tercengang.
Orang itu ketika melihat ada orang yang bertempur
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan menggunakan pedang, lalu tertawa besar, kemudian
berjalan sambil bernyanyi lagi : "Ha, ha, sungguh ramai
sekali, hure, kedua orang bertempur seru dan ramai, hure,
hure, dikota Yang-ciu ada kuil Swat-lie-bio, sedangkan
dikota Tien-kang terdapat Lian-hwan-to ......" Sambil
menyanyi, ia berjalan terus, dan sewaktu dia berjalan
sampai dibawah loteng, lalu dia menjatuhkan dirinya duduk
didekat Lie Slauw Hiong, lalu dia bernyanyi lagi : "Dahulu
ada satu tempat yang sangat bagus, tempat itu bila tak salah
bernama Hong-yang, dikota Hong-yang itu lalu muncul Cu
Hong Bu, dalam sepuluh tahun ada sembilan tahun
menderita musim kemarau. Tung tung ciang, tung tung
ciang." Sambil menyanyi dia memukul gendangnya, ramainya
bukan buatan. Dia berbuat demikian seakan-akan disampingnya tidak ada orang lain lagi. Hwan Tie Seng
yang melihat dandanannya seperti juga seorang pengemis,
muka dan kepalanya sangat bersih sekali, sepasang matanya
putih bagaikan batu giok, dan kukunya panjang-panjang.
Tiba-tiba dia teringat akan seseorang, maka dengan suara
yang perlahan dia lalu membisik dikuping Beng Pek Kie,
bisikan mana telah menyebabkan muka Beng Pek Kie
berubah, siapa dengan muka yang heran sekali dia
memandang pada orang itu.
Lie Siauw Hiong yang melihat gerak-gerik kedua orang
ini, hatinya tertarik, tapi dengan tenang sekali dia tetap
duduk disitu. Sewaktu orang itu memutar kepalanya, dia
lihat bahwa Lie Siauw Hiong duduk disampingnya,
mukanya berubah, lalu dia memperhatikan Lie Siauw
Hiong ini, kemudian dia tertawa pada Lie Siauw Hiong.
Lie Siauw Hiong pun lalu tertawa pula pada orang itu,
Hwan Tie Seng dan Beng Pek Kie yang melihatnya pun
merasa keheran-heranan. Pada saat itu pula Ie It Hui dan Ciam Peng yang sedang
bertempur seru itu, tiba-tiba mendengar suara nyanyian itu,
sangat mengganggu konsentrasi pikiran mereka. Pada
umumnya bila dua orang yang mempunyai kepandaian
yang sempurna sedang berkelahi, perhatian mereka
sedikitpun tidak boleh terganggu. Hujan masih turun
dengan derasnya, lalu ditambah lagi dengan nyanyian dan
gendang, sehingga kedua orang itu tidak dapat bertempur
sebaik semula, karena hati mereka sudah mulai kacau
rasanya. Kedua orang itu merasakan semangat mereka tidak
sebaik tadi, sedangkan permainan pedang merekapun tidak
setangkas semula, tapi kedua orang ini insyaf bahwa pada
saat ini adalah saat-saat yang menentukan. Leng-hongkiam-khek paling merasa kuatir sekali, pada waktu itu
setindak demi setindak dia berjalan mendekati, tidak terasa
lagi dia sudah berada dibawah hujan.
Pada saat itu setelah mengeliatkan serangan pedang
lawannya, Ciam Peng dengan memiringkan tubuhnya maju
merangsak lawannya, tangan kirinya dipakai menotok
pergelangan tangan Ie It Hui yang memegang pedang,
sedangkan dengan tangan kanannya dia menotok jalan
darah 'Liok-yang' pada tubuh lawannya.
Serangan ini sebenarnya sangat berbahaya sekali, mereka
yang sedang bertempur dengan serunya ini sungguhsungguh hebat sekali, seharusnya Ciam Peng tidak boleh
melakukan penyerangan macam begitu, sebab dengan
menyerang demikian ini, badannya tidak cukup terjaga,
sebab kedua-dua tangannya sudah digunakan untuk
menyerang lawannya, maka Leng-hong-kiam-khek yang
melihat dari samping tidak terasa lagi berseru kaget, karena
dia tahu yang saudara seperguruannya ini pasti akan
menemui bahaya, buru-buru kakinya ditotolkan untuk
berlompat maju, tapi dia sudah terlambat satu langkah.
Ie It Hui dengan teguhnya memasang kuda-kudanya
ditanah, badannya dengan sekonyong-konyong ditarik
mundur, tangan kanannya dikendorkan, sehingga pedangnya pun menjadi agak kendor. Sewaktu pedangnya
itu hendak turun kembali, .tiba-tiba dibalikkannya
pedangnya itu dari arah luar lantas dengan cepat menjurus
menotok jalan darah 'Ciang-tay' ditubuh Ciam Peng.
Caranya dia melakukan serangannya ini, sungguh tepat
sekali, pedang yang berada ditangannya secara kendor
sekali sudah berhasil mengelitkan totokan Ciam Peng,
sedangkan dengan penyerangan pedangnya ini, dia
menotok jalan darah Ciam Peng, tipu macam demikian,
tidak terdapat pada golongan partai manapun, kecuali
partainya sendiri, hanya dengan perubahan yang sekonyong-konyong dari Ie It Hui, sungguh-sungguh berada
diluar dugaannya lawan sama sekali. Ciam Peng ingin
berkelit sudah tidak sempat lagi, tanpa dinyana tubuhnya
lalu jatuh kebumi. Pergerakan Leng-hong-kiam-khek seperti angin, tapi
sekali ini waktu dia memburu maju, ternyata tubuh Ciam
Peng sudah terlebih dahulu jatuh kemuka bumi, sedangkan
tangannya masih tetap memegang pedangnya, tapi
mukanya pucat kuning, sedangkan kedua matanya telah
terpejam. Dalam kekagetannya ini, Leng-hong-kiam-khek tanpa
memperdulikan segala sesuatunya lagi lalu membungkukkan badannya memeluk tubuh Ciam Peng,
lalu dia periksa luka adik seperguruannya ini. Para
penontonpun pada berteriak pula menyaksikan kejadian itu,
tanpa memperdulikan hujan lagi lalu mereka berlari-lari
kemuka kedua orang itu. Lie Siauw Hiong yang melihat
orang aneh itu, tidak ingin memperdulikan keadaan
mereka, tampak dia terus saja bernyanyi-nyanyi, oleh
karena itu, diapun duduk tidak ingin meninggalkan tempat
itu. Leng-hong-kiam-khek yang melihat Ciam Peng kena
ditotok jalan darah Ciang-tay-nya, dia merasa gugup dan
marah, lalu dia berkata : "Bagus, bagus, ilmu pedang Kongtong benar-benar sangat lihay sekali, sekarang ternyata
partai Bu-tong boleh dikatakan sudah kalah olehmu."
Pada saat itu seluruh pakaian Ie It Hui basah kuyup,
sedangkan badannyapun terasa sangat capai sekali. Bila
sampai Leng-hong-kiam-khek turun tangan terhadapnya,
dia tahu yang dia tidak mungkin dapat melayaninya lagi,
buru-buru dia berkata : "Apakah tuan ingin mencoba pula
?" Dengan perasaan marah yang memuncak Leng-hongkiam-hek berkata : "Aku pasti tidak akan menarik
keuntungan dari keadaanmu itu, kepandaian orang she Ie
itu, walau bagaimanapun akhirnya aku ingin coba
merasainya." Didepan para pendekar, dari kota Bu-han ini dia telah
mengeluarkan perkataan yang pantas sekali, tapi hal itu
bukan terbit dari hatinya yang jujur, adalah karena setelah
dia melihat keadaan Ciam Peng cukup membahayakan,
oleh karena itu, dia harus pergi cepat-cepat untuk
mengobatinya. Sambil mendukung tubuh Ciam Peng dia lalu
membentak Thio Tie Hoa yang berdiri disampingnya :
"Masih belum mau jalan !"
It It Hui berkata pula : "Harap kau beritahukan kapada
gurumu, kasih tahu padanya bahwa kawan lamanya dari
gunung Kong-tong sebelah barat, pada sepuluh tahun yang
lalu mungkin ketinggalan sesuatu ditempat, bila memang
barang tersebut masih ada disana, tolonglah dikembalikan
saja pada pemiliknya yang sah."
Dengan marah Leng-hong-kiam-khek menjawab :
"Dalam batas waktu satu bulan lamanya, guruku pasti akan
mengunjungi gunung Kong-tong, harap kau sambut
kedatangannya nanti."
Sambil menengadahkan kepalanya Ie It Hui tertawa lalu
berkata : "Baik, baik, pertemuan dipuncak gunung Thay-san
pada musim rontok ini, aku masih mengharapkan kaupun
dapat datang juga, untuk memberi pelajaran terhadapku."
Dengan masih tetap marah Leng-hong-kiam-khek
menjawab : "Sudah tentu."
Badannya segera berkelebat, sambil mendukung tubuh
Ciam Peng dia lari pesat sekali seperti terbang saja
cepatnya. Lie Siauw Hiong yang mendengar percakapan kedua
orang itu, dia sudah tahu perhubungan antara partai Butong dan Kong-tong tidak dapat didamaikan lagi. Kini
perhubungan mereka ini bagaikan air dengan api saja yang
tidak dapat bercampur baur pula, lalu dia menolehkan
kepalanya memandang pada orang aneh itu, dia lihat orang
itu tambah lama suara nyanyiannya bertambah kecil dan
perlahan, seakan-akan pada saat itu dia sudah jatuh tertidur.
Lie Siauw Hiong lalu tersenyum, kemudian dia bangun
berdiri berjalan kearah Ie It Hui sambil berkata :
"Kepandaian ilmu pedang Ie Heng sungguh-sungguh luar
biasa sekali, hari ini mata Siauw-tee benar-benar sudah
terbuka." Lalu diapun berkata pula terhadap Hwan Tie Seng dan
kawan-kawannya : "Hari ini aku menjadi tuan rumah,
untuk pergi ke Hong-lim-pan untuk minum sampai puas
guna memberi selamat pada Ie Heng, apakah kalian setuju
?" Dengan segera Ie It Hui berkata : "Atas kebaikan Lie
Heng ini, Siauw-tee merasa berterima kasih sekali, hanya
Siauw-tee harus segera kembali ke Kong-tong untuk
memberitahukan urusan ini kepada guruku." Setelah
berdiam sejurus lalu dia melanjutkan perkataannya : "Masih
ada Chit-biauw-sin-kun yang muncul kembali didunia
rimba persilatan Siauw-teepun harus segera memberitahukan pula kepada guruku supaya dia bisa
bersiap-siap." Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Karena Ie Heng
mempunyai pekerjaan penting tersebut, Siauw-teepun tidak
dapat memaksa menahanmu, hanya perpisahan hari ini,
bila dikemudian hari kita tidak dapat saling bertemu
kembali, Siauw-tee sungguh merasa kecewa dan bersedih
hati sekali." Dengan tertawa lalu Ie It Hui berkata : "Kepergian
Siauw-tee sekali ini, justeru ingin menyelesaikan suatu
pekerjaan, bila pekerjaan ini telah dapat aku selesaikan,
Siauw-tee pasti akan datang kemari lagi, Lie Heng boleh
berpesta pora dengan kawan-kawan selama sepuluh hari.
Dan kita berpisah dahulu untuk sementara waktu."
Sehabis berkata begitu, lalu dia memberi hormat
kemudian dia berangkat pergi secepat terbang, hingga
dalam waktu sekejap mata saja bayangannya telah lenyap
ditelan gelap pekat dalam hujan rintik-rintik itu.
Sesudah itu mendadak sontak Hwan Tie Seng datang
menghampiri sambil berkata dengan suara yang perlahan :
"Lie Heng apakah kenal dengan orang itu "," sambil
menundingkan jarinya menunjuk kearah orang aneh yang
masih duduk diemper rumah makan tersebut.
Lie Siauw Hiong sambil menggelengkan kepalanya
menjawab : "Tidak kenal."
Baru saja Hwan Tie Seng ingin membuka mulutnya
untuk bicara lagi, tiba-tiba dia menguap, maka perkataan
yang hendak diucapkannya itu segera ditelan kembali.
Beng Pek Kiepun segera datang menghampiri sambil
berkata : "Dibawah hujan bukankah tempat yang layak
untuk bercakap-cakap, Lie Heng lebih baik turut kami
sekalian untuk naik kekapal kembali."
Sambil tertawa Lie Siauw Hiong lalu berkata : "Siauwtee masih merasa aneh sekali, Siauw-tee masih ingin
berdiam disini untuk beberapa waktu, Hwan Heng dan
Beng Heng silahkan saja pulang dahulu."
Hwan Tie Seng terpekur sebentar lalu berkata :
"Begitupun baik, tapi siapa tahu Lie Heng akan
menjumpai hal-hal yang aneh, hanya kami sekalian ingin
berjalan terlebih dahulu."
Begitupun Beng Pek Kie tampaknya tidak suka berdiam
lebih lama lagi disitu, sambil memberi hormat lalu dia
menarik tangan Hwan Tie Seng dan kawan-kawannya lain
untuk meninggalkan tempat itu.
Lie Siauw Hiong lalu menggunakan tangannya menyeka
air hujan yang melekat dimukanya, kemudian dia balik
keemper rumah makan tersebut. Disana dia melihat orang
aneh itu seperti sedang tidur dengan nyenyaknya. Maka
setelah berdiri sesaat lamanya, lalu diapun duduk dipinggir
orang aneh itu. Setelah duduk sejurus lamanya, hujan makin kecil
turunnya, diufuk Timur kelihatan fajar hampir menyingsing, sedangkan orang aneh itu masih tetap tidak
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergerak dari tempatnya. Lie Siauw Hiong lama-lama
menjadi tidak sabar, lalu berkata pada dirinya sendiri :
"Bila sampai kejadian saat ini ada orang yang jalan
mendatanginya, bukankah akan menerbitkan buah tertawan
saja ?" Tak lama antaranya fajar mulai menyingsing.
Dugaan Lie Siauw Hiong ini tepat benar. Dari arah pantai
Lie Siauw Hiong melihat orang datang, malah yang datang
itu tidak terbatas satu orang saja.
Pandangan matanya sangat awas sekali, dari jauh dia
melihat yang datang itu semuanya adalah wanita, diantara
keempat wanita itu masing-masing memegang sesuatu
barang, sedangkan seorang wanita yang berjalan dimuka
adalah bertangan hampa. Lie Siauw Hiong diam-dian mengeluh pada dirinya
sendiri, dia berpikir wanita itu pakaiannya mewah-mewah,
sedangkan dia sendiri kini sedang duduk berdampingan
dengan seorang pengemis, hal itu bukankah suatu hal yang
memalukan sekali " Dalam hatinya dia rasakan berdebar-debar ketika dia
melihat seorang wanita yang berjalan dimuka menunjuk
kearah tempat duduknya sambil menunjukkan muka yang
berseri-seri terhadapnya.
Dia semakin merasa heran, dan dia tidak pernah
berkenalan dengan wanita muda itu, sebaliknya mengapa
wanita itu menunjuk kearahnya, mungkinkah dia tengah
menertawakan aku, tapi agaknya wanita itu tidak mungkin
melakukan hal yang demikian.
Wanita muda itu memakai baju yang berwarna hijau,
rambutnya lebat sekali, sedangkan alisnya indah bagaikan
dilukis. Dipagi hari begini seakan-akan dia melihat gadis dalam
sebuah lukisan saja. Lie Siauw Hiong tidak terasa lagi dia
telah melirik kearah wanita itu.
Wanita muda itu semakin lama semakin dekat saja,
malahan dia berjalan kearah tempat duduk Lie Siauw
Hiong sendiri, dibelakangnya keempat wanita itu agaknya
adalah budak-budaknya, mereka masing-masing memegang
sebuah sudut dari tapang yang lemas.
Lie Siauw Hiong rasakan seakan-akan dia tengah
bermimpi saja, semakin melihat keadaan tersebut dia
merasa semakin aneh saja, tapi satu hal yang paling aneh
ialah justeru wanita muda itu ketika berjalan sampai
dimukanya lalu dia melemparkan sebuah senyuman yang
manis sekali. Lie Siauw Hiong yang memperoleh sebuah senyuman
ini, merasa bahagia sekali, sehingga membuat dia tidak tahu
harus berbuat apa, akhirnya dengan perasaan yang bingung
dia berdiri terpaku disitu.
Keempat budak yang berjalan dibelakangnya itu sewaktu
sampai dimuka pengemis itu, lalu mereka angkat tubuh
pengemis itu kemudian dibaringkan pada sebuah tapang
yang mereka bawa, ketika itu pengemis itu membuka
matanya, setelah memandang keempat penjuru, lalu dia
tidur kembali, melihat kejadian tersebut, sungguh-sungguh
membuat Lie Siauw Hiong menjadi heran sekali, dengan
terpesona dia tetap memandang pada wanita muda itu,
sedangkan wanita itu kembali memberikan sebuah
senyuman lagi kepadanya. Maka dengan tersipu-sipu Lie
Siauw Hiong segera memberi hormat pada wanita itu
sambil berkata : "Kho-nio ......"
Dia hanya dapat mengeluarkan dua patah kata saja, lalu
diapun tidak dapat mengucapkan perkataan selanjutnya.
Oleh karena itu, diapun tidak mengetahui siapakah
gerangan wanita itu, juga dia tidak mengetahui antara
wanita muda itu dengan pengemis tersebut mempunyai
hubungan apakah, mengapa pula keempat budak itu
membawa pergi pengemis tersebut, lagi pula apa maksud
wanita muda itu memberi senyuman kepadanya.
Wanita muda tersebut ketika melihat Lie Siauw Hiong
berbuat demikian, untuk ketiga kalinya dia memberi sebuah
senyuman lagi. Saat itu sudah menjelang pagi, matahari
sudah mulai memancarkan sinarnya.
Keempat budak itu setelah meletakkan badan pengemis
itu diatas tapang, lalu masing-masing memegang setiap
sudutnya kemudian mereka berjalan pergi darimana mereka
datang tadi. Wanita muda itu tampak memainkan sudut matanya
seketika, tiba-tiba lalu dia berkata dengan suaranya yang
amat merdu sekali : "Ayahku telah menerima layananmu
yang sempurna, aku amat merasa bersyukur dan berterima
kasih sekali pada tuan. Malam ini aku akan menyediakan
arak untuk menjamu tuan. Sudi apakah kiranya tuan
mampir keperahu kami, untuk saling mempererat persahabatan kita ?" Sehabis berkata begitu, sekali lagi dia
memberi hormat dengan takzimnya, lalu dia memutar
badannya untuk berjalan pergi.
Sejurus lamanya Lie Siauw Hiong terpesona, hingga dia
lupa akan segala kejadian-kejadian yang baru saja berlalu.
Wanita muda yang demikian cantiknya ini, adalah anak
dari pengemis tersebut. Sekian pula lamanya ia terheranheran dengan takjubnya, memikirkan akan adanya hal yang
seaneh itu, tapi mengapa pula wanita muda itu
mengundangnya datang keperahunya untuk minumminum, setelah dia mengatakan bahwa Lie Siauw Hiong
telah melayani ayahnya dengan telaten. Betulkah pengemis
ini ayahnya yang sebenarnya." Tapi walaupun benar
pengemis itu adalah ayahnya, Lie Siauw Hiong tidak
pernah merasa melayani ayahnya dengan teliti.
Dan pula yang mana kapalnya yang dikatakannya
perahu itu, akupun tidak mengetahui, sebab disungai itu
banyak sekali kapal-kapal yang berlabuh, lagi pula
bagaimana bentuk kapalnya itu. Sekalipun dia sendiri
sangat ingin bertandang kekapal wanita itu, tapi ia tidak
bisa mencari yang mana kapal mereka itu.
Aneka ragam pertanyaan yang tak putus-putusnya
membuat otaknya bekerja keras.
"Kejadian yang aneh, kejadian yang aneh, sungguhsungguh satu kejadian yang langka, tapi waktu berpisah
wanita muda itu rasanya sangat berat sekali, hal itu
sungguh-sungguh mengherankan sekali, hingga tepat seperti
apa yang dikatakan oleh Hwan Tie Seng."
Berkata sampai disini lalu tiba-tiba ditepuknya dahinya
dan dia berkata : "Aku sungguh bodoh. Hwan Tie Seng
tampaknya mengetahui benar latar belakang dari pengemis
itu. Aku akan pulang menanyakan hal ini kepadanya, tanpa
mengatakan sesuatu padaku, tentu dia sudah mengetahui
persoalannya." Oleh karena itu, soal ini lalu dikesampingkannya saja
untuk sementara waktu, sambil membersihkan bajunya, lain
dia berjalan kearah pantai untuk menantikan datangnya
tukang perahu yang dapat membawa dia menyeberangi
sungai itu. Tapi waktu perahu itu tepat berada ditengah-tengah
sungai, dia melihat air sungai berombak-ombak, hatinyapun
terasa kacau seperti air sungai itu pula.
Dalam waktu sepuluh tahun sewaktu dia berada dikamar
batu untuk mempelajari ilmu kepandaiannya itu, dia sudah
menjadi biasa hidup seorang diri dengan cara yang
sederhana sekali, kecuali dia sudah sangat biasa dalam
melatih diri, diluar itu tidak
ada sesuatu yang dipikirkannya, tapi pada saat itu dia baru saja empat atau
lima hari menerjunkan dirinya dalam kalangan Kang-ouw.
Kini banyak sekali pekerjaan yang harus dipikirkannya,
yang meminta penyelesaiannya. Ternyata tugas yang
diberikan oleh Bwee San Bin adalah begitu sulit dan berat.
Ingatannya pada kejadian sepuluh tahun yang silam,
kejadian yang amat menyedihkan, telah menimpa dirinya
kembali mendadak sontak terlintas diotaknya. Walaupun
peristiwa itu ia sudah mulai agak lupa karena lamanya
massa berlalu, tapi saat itu tiba-tiba segar kembali dalam
ingatannya. Ditambah lagi dengan pengalamannya yang 'sangat
manis' pada beberapa hari yang lain, dengan memeras
tenaga, dia telah berhasil menolong wanita muda she Phui
yang mempunyai mata yang sangat indah itu. Tampaknya
ia seakan-akan minta belas kasihan dan wanita yang berbaju
hijau itu yang mempunyai gaya tertawa yang manis sekali
yang dia temui dibawah loteng rumah makan Oey-ho-lauw,
kesemuanya itu membuat dia merasa bingung sekali.
Wanita-wanita itu adalah wanita pelacur dari Hong-limpan. Sekalipun Lie Siauw Hiong sangat benci atas pekerjaan
wanita-wanita tersebut, namun perasaannya merasa amat
tertusuk membuat ia menjadi sangat terharu akan hal itu.
Belum pernah seumur hidupnya ia mengalami hal
demikian. Tanpa disadarinya, batin Lie Siauw Hiong telah
terpengaruh pula oleh kecantikan wanita muda itu.
Dalam berpikir demikian tekunnya ini, tidak terasa lagi
perahunya sudah mendekati pantai. Dipantai kusirnya
sedang menantikan kedatangannya. Kusirnya itu duduk
termangu-mangu diatas keretanya. Ia merasa sangat lelah
dan terkantuk selama menantikan majikannya itu. Ia sangat
sayang dan hormat sekali pada majikannya itu, karena ia
tahu bahwa majikannya itu adalah seorang manusia yang
ramah dan baik hati dan lagi mempunyai simpati besar
pada orang lemah, melarat dan juga pada orang yang hidup
tertekan seperti para pelacur itu.
Ketika kusirnya melihatnya sudah datang, dengan girang
sekali dia segera melompat dari keretanya, lalu membukakan pintu kereta dan dengan hormat sekali dia
bertanya : "Sudah ingin pulangkah Loo-ya (majikan) ?"
Lie Siauw Hiong hanya menggut saja, dalam hatinya ia
berpikir : "Rupanya tiap-tiap orang mempunyai keingininnya
sendiri-sendiri. Bila dibandingkan dengan orang lain, tentu
bedanya akan sangat jauh pula, umpamanya saja kusirku
ini, ketika melihat kedatanganku, dia kelihatannya begitu
girang dan puas sekali. Sesudah sampai dirumah, kusirku
yang kelihatannya penat itu baru dapat tidur dengan
nyenyaknya, karena dia tidak lagi harus menantikan
majikannya sampai pagi. Untuk dan sampai hari ini, aku
masih belum mengetahui apa harapanku, aku hanya tahu
yang aku mempunyai satu keinginan yang kuat sekali dan
aku mengharapkan yang keinginanku itu akan tercapai. Bila
demikian halnya; barulah terhitting yang cita-citaku akan
terpuaskan." Lalu dia menghampiri kereta tersebut dan kemudian,
naik kereta. Sambil menarik napas panjang, dia berkata: "Hanya
mungkinkah angan-anganku itu akan tercapai ?"
Dalam ruangan keretanya yang sangat sempit dan kecil
itu, dia memandang kepojok keretanya itu. Pada saat itu dia
sangat mengharapkan sekali wanita yang tempo hari
menyembunyikan dirinya disitu, agar dapat kembali duduk
disampingnya. Kemudian Lie Siauw Hiong memerintahkan saisnya
untuk mempercepat jalan keretanya. Karena jarak dari
pantai kerumahnya sangat dekat, maka dalam tempo
beberapa menit mereka sudah sampai.
San Bwee Cu Poo Hoo baru saja menutup pintu tokonya,
sedangkan pelayan-pelayan sedang mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Mereka tampak sangat mengantuk sekali. Lie Siauw Hiong hanya manggutkan
kepalanya saja atas sambutan pelayannya itu, yang
tampaknya begitu rajin-rajin, kemudian dia langsung masuk
kekamar wanita muda itu. Tanpa mengetuk pintunya lagi, dia sudah memasuki
kamar wanita muda itu, karena dia sudah kebiasaan selama
bertahun-tahun hidup dikamar batunya, terhadap segala
adat istiadat khalayak ramai dia kurang mengetahui jelas,
itulah sebabnya mengapa peraturan antara laki-laki dan
wanita, dia tidak tahu jelas, maka terjadilah tindakannya
yang semberono itu memasuki kamar orang, sekalipun dia
banyak sudah membaca buku-buku, tapi setiap dia
mengerjakan sesuatu selamanya dia sering lupa, karena dia
sudah kebiasaan apa yang dikerjakan tanpa dipikir baik
buruknya terus saja dia lakukan menurut suara hatinya.
Wanita muda itu didapatinya sedang duduk termenung
diatas ranjang, ketika melihat Lie Siauw Hiong masuk, ia
tampak amat girang lalu memanggil Lie Siauw Hiong.
Sebaliknya Lie Siauw Hiong sendiri merasa gembira
pula, dengan tersenyum-senyum dan dengan suara yang
lembut dia berkata : "Kho-nio (nona) pasti dapat beristirahat
dengan tenang sekali, bukan ?"
Lalu tampak alisnya terangkat naik, sinar matanya yang
cemerlang memancar dari mukanya yang sedari tadi
kelihatan bersedih hati. Kini romannya yang sedih itu
sudah berubah menjadi lebih bercahaya. Dengan perasaan
malu-malu dia berkata : "Aku she Phui ......"
"Phui Kho-nio," kata Lie Siauw Hiong selanjutnya.
Dengan sekonyong-konyong saja dalam hatinya timbul
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perasaan yang tenteram dan damai. Diwajah wanita muda
itu terbayang seakan dia merasakan bahwa dia telah
mempunyai tulang punggung yang kuat sekali, karenanya
dia tidak usah banyak memikirkan soal dirinya lagi yang
hidup sebatang kara itu. Wanita muda itu karena amat malunya, dia menundukkan kepalanya, karena ia maklum bahwa seorang
wanita yang belum berumah tangga dan berani memberitahukan namanya dihadapan pemuda asing adalah
terlarang pada saat itu. Hal itu telah dilakukannya, karena
dia sangat tertarik serta mmepunyai kesan yang baik sekali
atas diri pemuda itu, karena Lie Siauw Hiong adalah
seorang pemuda yang tampan serta masih muda belia,
sangat sopan santun, welas asih dan periang, sehingga hal
itu semuanya telah berhasil membuka pintu hatinya.
Sebaliknya pemuda Kim Ie, mempunyai suara yang sangat
jelek dan berwajah sangat dingin. Sejak kecil pemudapemuda yang pernah dijumpainya, kalau bukan petani
pastilah ia pencuri atau perampok. Walaupun dia tidak
mengerti akan tindak-tanduk Lie Siauw Hiong ini, bahkan
diapun sama sekali tidak saling mengenal, tapi perasaan
aneh telah merasuk dikalbu masing-masing. Perasaan ganjil
ini semakin bersemi dengan segarnya dihati kedua mudamudi yang belum begitu saling mengenal. Sewaktu-waktu
bila keduanya bertemu, acapkali membuat muka mereka
kemerah-merahan, itulah yang disebut cinta pertama yang
membuat seseorang itu melamun, berkhayal kesoal yang
muluk-muluk dan indah-indah saja. Perasaan tersebut lebihlebih menonjol pada pemuda dan pemudi yang masih
bujangan. (Oo-dwkz-oO) Jilid 06 Lie Siauw Hiong tentu saja tidak mengetahui sejelasjelasnya apa yang sedang dipikirkan oleh wanita itu. Kedua
muda-mudi yang berada didalam kamar pada saat itu, tidak
bercakap-cakap lagi. Suasananya penuh mengandung
kemesraan yang meresap sekali.
Kemudian Lie Siauw Hiong mencari akal memecah
kesunyian dan lalu bertanya : "Apakah disini Kho-nio dapat
berdiam dengan tenang ?"
Wanita muda itu tampak menggelengkan kepalanya, ia
menunjukkan muka yang berseri-seri dan lalu berkata
dengan suara perlahan, "Aku sangat kesepian sekali, aku
tidak mempunyai pekerjaan perintang waktu dan mau
keluarpun tidak berani."
Perhubungannya dengan Lie Siauw Hiong pada saat ini,
seakan-akan sudah sangat mendalam sekali dan saling
mengerti pada satu sama lain, oleh karena itu, dia tidak lagi
menyembunyikan perasaan hatinya pada Lie Siauw Hiong.
Lie Siauw Hiong manggut-manggutkan kepalanya,
tampaknya dia belum lagi menyadari makna perkataan
wanita muda itu, yang sudah sering berkata secara terus
terang. Setelah dia berpikir sejurus, dengan sungguhsungguh dia berkata : "Kho-nio pasti mempunyai amat
banyak urusan, aku tidak tahu apakah sekiranya Kho-nio
tidak berkeberatan untuk memberitahukan hal itu kepadaku
?" Berkata sampai disitu, tampak suaranya agak bergetar,
kemudian dengan perasaan sangat simpati ia melanjutkan :
"Malahan apa yang telah kuketahui tentang diri nona,
kebanyakan adalah hal-hal yang sangat menyedihkan
sekali. Dalam hal ini sebenarnya akupun sependeritaan
dengan nona. Bila kuingat kejadian yang lampau aku
merasa sangat risau sekali."
Wanita muda itu kemudian tampak menangis, karena
dia sedang mengingat-ingat segala penghinaan yang
diterimanya beberapa hari yang lalu, malah hal itu tidak
boleh diberitahukan kepada siapapun jua, tapi sekarang dia
rasakan yang lawan bicaranya ini sudah sepantasnya untuk
diberitahukan secara terus terang tentang hal apa yang
terjadi atas dirinya. Maka dengan suara yang terputus-putus
ditenggorokan dia mulai menuturkan segala peristiwa yang
dialaminya. Sewaktu dia mengisahkan tentang 'ayahnya'
Phui Loo Bu-su dan membicarakan 'Ie Ko-nya', dia sangat
mendongkol sekali, lalu dia menceritakan tentang segala
kesengsaraannya yang hidup sebatang kara, kesepiannya,
dan segala penghinaan yang telah dialaminya.
Kesemuanya itu sungguh membuat hati Lie Siauw Hiong
sangat terharu, yang mana dengan cermat dia mendengarkan kisah wanita muda itu dengan asyiknya.
Sewaktu dia dengar tentang 'Kim Ie', hatinya menjadi
geram sekali, perasaannya seakan-akan dia tidak dapat
hidup sama-sama dengan orang tersebut diatas muka bumi
ini. Dengan lemah-lembut Lie Siauw Hiong menghiburi,
sambil memegang tangannya dengan perasaan kasih sayang
dan wanita muda inipun tidak berusaha untuk menolak
pegangan pemuda ini, masing-masing hati mereka sudah
sama tahu saja. Mereka menganggap kejadian itu adalah
satu kejadian yang lumrah saja, sedikitpun tidak dilakukan
dengan paksaan, juga tidak merasa canggung.
Kemudian sesudah selesai pembicaraan mereka, Lie
Siauw Hiong meninggalkan tempat itu. Hatinya yang terasa
kosong selama ini, kini serta merta telah terisi oleh cinta
murni yang telah diberikan oleh seorang wanita muda.
Kedua muda-mudi ini yang tadinya hidupnya penuh
kesepian dan kekosongan, ditambah dengan berbagai soal
yang telah dialaminya, kini hidup riang gembira dengan
penuh kemesraan. "Phui Siauw Kun, Phui Siauw Kun," lalu dia tertawa
pada dirinya sendiri, ketika mengingat tiga huruf nama
tersebut, karena untuk dia ketiga nama itu tidak hanya
terbatas tiga huruf begitu saja, malahan arti yang
terkandung dari tiga huruf nama tersebut baginya sukar
dilukiskan. Perasaannya yang bimbang ini terus saja berkelana
dikepalanya dan dengan adanya hal tersebut, perkara
lainnya muncul kembali. Karena banyak sekali perkara
yang harus minta penyelesaiannya, satu hal yang harus
segera dilaksanakan adalah janji yang dia telah sanggupi
dengan wanita berbaju hijau anak dari pengemis aneh yang
dijumpainya dibawah loteng rumah makan Oey-ho-lauw
itu. Sesungguhnya dia tertarik jua akan perkara ini dan yang
paling aneh baginya ialah, bahwa dia masih dapat
memikirkan keinginannya, dan dia pasti akan memenuhi
janji yang telah disanggupinya, pikir Lie Siauw Hong.
Dalam pada itu sejenak lamanya pikirannya melayang pada
Phui Siauw Kun, sambil tersenyum berguman ia berpikir :
"Sebabnya aku pergi untuk memenuhi janjiku padanya,
tidak lain karena kebetulan saja, paras dan tertawa yang
manis dari pemudi itu bagiku sudah tidak menjadi satu soal
yang menarik, karena perasaan hatiku sebelumnya sudah
terisi oleh lain orang."
Perasaan ini adalah lumrah saja bagi siapapun yang baru
untuk pertama kalinya jatuh cinta alias mabuk asmara.
Yang jadi pertanyaan selanjutnya ialah apakah perasaan
tersebut dapat dipertahankan untuk selama-lamanya.
Kembali Lie Siauw Hiong ingin mengunjungi Hwan Tie
Seng dulu, untuk menanyakan asal-usul dari pengemis dan
anak daranya itu, sudah tentu yang paling penting yang
akan ditanyakannya ialah tentang perahunya, apakah
perahunya itu mempunyai ciri-ciri yang khas, maka ia
memerintahkan pada kusirnya untuk menyediakan kereta.
Baru saja Lie Siauw Hiong melangkah keluar dari pintu
rumah besarnya, sekonyong-konyong dia melihat seorang
berkuda yang tampaknya segar bugar berhenti didepan
pintunya, kemudian turun dari punggung kudanya. Orang
itu adalah orang yang hendak dicarinya itu, untuk minta
penjelasannya, yaitu Hwan Tie Seng.
Hwan Tie Seng yang melihat Lie Siauw Hiong
tampaknya wajar sekali seperti juga tidak ada kejadian apaapa, dengan girang lalu berkata :
"Lie Heng sudah kembali " Hal itu sungguh baik benar."
Lie Siauw Hiong merasa sedikit heran dan lalu bertanya :
"Tentu saja aku sudah kembali, perkataanmu ini
bukankah sangat aneh sekali ?"
Hwan Tie Seng lalu menarik tangan Lie Siauw Hiong
sambil berjalan masuk. Sambil jalan dia bertanya :
"Kim It Peng pernah membicarakan hal apakah dengan
Lie Heng ?" Sekali lagi Lie Siauw Hiong merasa tercengang, lalu
berkata : "Kim It Peng itu siapa ?" Kemudian ia melanjutkan
perkataannya : "Aku kira yang kau maksudkan Kim It Peng
itu, tentunya si pengemis itu, bukan ?" lalu dia menjawab :
"Tidak apa-apa, hanya ......"
Sampai pada orang yang Lie Siauw Hiong tidak ketahui
jelas asal-usulnya itu, yaitu Hauw Jie, pada saat itu sedang
duduk dimeja kasir ketika mendengar Hwan Tie Seng
menyebut Kim It Peng tiga huruf, mukanya lantas saja
berubah, seakan-akan Kim It Peng tiga huruf ini
menyebabkan dia merasa telah melakukan sesuatu
kesalahan yang maha besar, bahkan tampaknya dia begitu
takut sekali. Dia bangun berdiri hendak meninggalkan meja
kasirnya itu, kemudian sesudah berpikir dan melihat Hwan
Tie Seng sebentar, lalu dia duduk kembali pada tempatnya
semula. Hwan Tie Seng sudah tidak memperhatikan hal ini,
sewaktu dia mendengar Lie Siauw Hiong berkata : "Tidak
apa-apa." Mukanya tampak lega dan merasa girang bukan
main. "Hanya .........." ulas Lie Siauw Hiong terputus. Dia
lantas memotong perkataannya sambil bertanya : "Hanya
kenapa ?" Lie Siauw Hiong hanya tertawa saja, dia melanjutkan
perkataannya : "Hanya dia mempunyai seorang anak dara,
yang justeru pada malam ini telah mengundang aku untuk
mengunjungi kapalnya sebentar."
Mendengar hal itu, muka Hwan Tie Seng kelihatan amat
heran sekali, lalu bertanya : "Benarkah ?"
Dengan sungguh-sungguh Lie Siauw Hiong menjawab :
"Siauw-tee mana berani membohongi Heng-tay (sebutan
kehormatan yang kurang lebih sama dengan 'saudara' atau
'anda')." Hwan Tie Seng buru-buru berkata : "Siauw-tee tidak
maksudkan demikian, hanya kejadian ini sangat aneh
sekali, Lie Heng tidak tahu asal-usul orang tersebut, tentu
saja hatimu tidak merasa kuatir apa-apa, tapi Siauw-tee
justeru sangat menguatirkan sekali akan diri Lie Heng ?"
Kedua orang ini berjalan sambil berbicara menuju
kepekarangan belakang. Hwan Tie Seng tidak menunggu
sampai Lie Siauw Hiong membuka mulut, tiba-tiba ia
melanjutkan perkataannya : "Tiga hari belakangan ini,
segala perkara yang aneh-aneh saling susul-menyusul
muncul ditiga kota Bu-han disini. Hal itu semuanya
sungguh membuat Siauw-tee merasa bingung sekali."
Dari pembicaraannya, Lie Siauw Hiong dapat menarik
kesimpulan, yang pengemis aneh itu pasti mempunyai
riwayat yang luar biasa sekali, maksudnya untuk mencari
Hwan Tie Seng adalah untuk menanyakan hal kedua orang
tersebut, pada saat ini ketika Hwan Tie Seng mengatakan
begitu, dia memusatkan seluruh perhatiannya untuk
mendengarkan omongan kawannya ini.
Sekalipun dia belum banyak mempunyai pengalaman
dalam kalangan Kang-ouw, tapi kecerdasannya sangat
menonjol sekali, melihat rupa Hwan Tie Seng, dia sudah
tahu tanpa banyak bertanyapun pasti dia akan menceritakan
perihal pengemis itu padanya, oleh karena itu, lalu dia
berpura-pura tenang-tenang saja.
Benar saja, begitu mereka sudah masuk kebelakang
pekarangan, dengan tidak sabaran sekali Hwan Tie Seng
lalu berkata : "Lie Heng, tahukah Lie Heng bahwa orang
yang kau jumpai itu, tokoh apakah dia dikalangan dunia
persilatan ?" Lie Siauw Hiong sambil tertawa lalu menggelenggelengkan kepalanya, kemudian barulah dia berkata:
"Siauw-tee tidak mengetahui jelas."
Sambil menarik napas tampak Hwan Tie Seng berkata :
"Bila Lie Heng mengetahuinya, aku kira Lie Heng pasti
tidak akan berlaku demikian tenangnya."
Ketika sampai diruangan depan, kembali dia lalu
menjatuhkan dirinya diatas sebuah kursi dan duduk disitu
sambil berkata : "Mula-mula sekali aku tidak percaya, bahwa dialah Kim
It Pang, tapi setelah aku berpikir-pikir, kecuali dia seorang,
masih ada siapa lagi, untung Lie Heng bukan orang dari
kalangan Kang-ouw, lagi pula umurmu masih demikian
mudanya, sudah sewajarnya saja bila kejadian Lie Heng
tidak mengenal orang itu, tapi Siauw-tee yang sudah
bergelandangan dikalangan persilatan kurang lebih dua
sampai tiga puluh tahun lamanya, mendengar pembicaraan
orang tentang orang itu entah beberapa puluh kali, maka
dari itu, begitu Siauw-tee melihat orang itu, lantas Siauwtee dapat mengetahui sejelas-jelasnya tentang rwiayat
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hidupnya orang itu."
Lie Sivaw Hiong hanya manggut saja, dalam hatinya ia
berpokok acara yang. utama, dia hanya mengatakan yang
remeh saja, dengan tidak sabar sekali dia lalu bertanya :
"Orang ini sebenarnya siapa gerangan ?"
Hwan Tie Seng kembali menarik napas sebelum dia
menjawab pertanyaan Lie Siauw Hiong, setelah itu barulah
dia berkata : "Dua puluh tahun yang lalu, dikalangan Kangouw terdapat sebuah semboyan : 'Menampak kedua Kun,
ayam dan anjing menjadi tidak aman'. Ayam dan anjing
saja sudah tidak aman, apa lagi terhadap manusia, didunia
persilatan sungguh terdapat hal demikian, siapapun tidak
sudi berjumpa dengan 'kedua Kun' ini, karena kedua orang
yang dimaksudkan itu ialah : yang satu Chit-biauw-sin-kun.
Bwee San Bin, sedangkan yang satunya lagi yaitu Tok-kun
Kim It Peng, mereka ini yang satu terkenal dengan
kepandaiannya 'Yang tujuh', sedangkan yang satunya lagi
terkenal dengan 'bisa'nya yang luar biasa sekali. Seluruh
badan Kim It Peng ini tidak ada satu bagianpun yang tidak
mengandung racun, bila sampai badanmu kena tergesek
sedikit saja dengan badannya, pasti jiwamu dalam waktu
dua belas jam lamanya akan menghadap Giam-loo-ong
alias raja akhirat, kerena sekali kau kena racunnya, maka
dunia ini tidak ada obat untuk menyembuhkannya.
Dikalangan Kang-ouw bila orang membicarakan raja racun
ini, maka tidak ada seorangpun yang tidak terkejut,"
Lie Siauw Hiong hanya dapat mengeluarkan suara 'Oh'
saja, ketika mendengar penuturan kawannya itu, lalu dia
mulai mencoba mengingat-ingat, tapi gurunya Bwee San
Bin tidak pernah menyinggung-nyinggung nama orang
tersebut, maka tidak terasa lagi dia telah menunjukkan
muka yang keheran-heranan sekali.
Hwan Tie Seng lalu memandang kepadanya, kemudian
ia berkata pula : "Orang ini bersama Chit-biauw-sin-kun, yang satu
berkuasa diselatan sedangkan yang lainnya berpengaruh
diutara, sebenarnya masing-masing tidak pernah saling
mengganggu satu sama lain, tapi entah bagaimana
kejadiannya, pada suatu hari Chit-biauw-sin-kun memasuki
daerah utara untuk mencari orang tersebut, untuk
menentukan siapa yang lebih unggul, tapi hal yang jelas
mengenai pertempuran mereka ini tidak seorangpun yang
mengetahuinya, hanya dikalangan Kang-ouw tersiar berita
yang simpang-siur tak berketentuan, sejak waktu itu, raja
racun itu lenyap dari kalangan Kang-ouw, bayangannyapun
tidak tampak lagi. Sebenarnya Chit-biauw-sin-kun dikalangan Kang-ouwpun orang-orang pada takut padanya,
tapi siapapun setuju bila dia dapat melenyapkan raja racun
tersebut, maka dari sini Lie Heng bisa meraba-raba sampai
dimana 'beracunnya' raja racun ini."
Mendengar kisah itu, Lie Siauw Hiong merasa sangat
tertarik sekali, maka dia lalu bertanya :
"Belakangan bagaimana Chit-biauw-sin-kun pada pertempuran dipuncak gunung Ngo-hoa-san, kabarnya
sudah mati, belakangan sembilan jago dari Kwan Tiongpun
mulai sirap, dikalangan Kang-ouw hanya ketinggalan
sebutan mereka saja. Hal mana sungguh membuat dunia
Kang-ouw menjadi 'aman', karena sesungguhnyalah, bahwa
dalam kalangan rimba persilatan dapat juga aman beberapa
tahun lamanya, sekarang orang yang sudah sekian lamanya
lenyap dari dunia Kang-ouw itu, kabarnya dengan secara
sekonyong-konyong muncul kembali dikota Bu-han."
Berkata sampai disitu, sepasang alisnya tampak
dikerutkan, lalu dia berkata pula : "Yang Siauw-tee paling
merasa heran, ialah mengapa kepala setan ini terhadap Lie
Heng tampaknya begitu baik sekali, bahkan belum pernah
ia menyamar sebagai pengemis dimuka orang banyak. Bila
aku tidak melihat sepasang tangannya, dan melihat pula
kulitnya yang beda sekali dengan orang kebanyakan,
akupun pasti tidak akan menyangka dia adanya. Malam ini
Lie Heng ingin menemuinya, nasihatku sebelum rencana
tersebut dilaksanakan, lebih baik Lie Heng sudi sekali lagi
mempertimbangkan soal tersebut masak-masak, supaya
jangan menjadi sesalan dikemudian hari."
Lie Siauw Hiong berdiam diri sejurus lamanya. tiba-tiba
dia bertanya : "Anak dara dari raja racun itu, kelihatannya
masih sangat muda sekali, tidak tahu apakah dia itu anak
kandungnya atau bukan ?"
Hwan Tie Seng ketika mendengar pertanyaan kawannya
ini perihal anak dara si raja racun itu, diam-diam dia
berkata pada dirinya sendiri : "Hai, orang ini sungguhsungguh tidak mengetahui betapa tingginya langit dan
betapa tebalnya bumi, begitu dia menjumpai anak dara
orang, lantas saja dia menanyakannya, bukankah hal itu
akan membawa dirinya celaka saja akibatnya ?" Sedangkan
didalam hatinya ia berpikir : "Dahulu aku belum pernah
mendengar bahwa raja racun itu mempunyai anak dara, ai
...... oh, umur dari anak gadis itu masih demikian
mudanya, maka dikalangan Kang-ouw sudah barang tentu
tidak seorangpun yang akan mengetahui, apakah anak dara
itu anak kandungnya atau bukan !"
Waktu dia menengadahkan kepalanya melihat Lie Siauw
Hiong, ternyata pemuda itu tengah menantikan jawabannya
agaknya, maka berkatalah dia : "Hal ini Siauw-tee kurang
jelas." Kemudian dengan perasaan sungguh-sungguh Tie Seng
memberi nasihat lagi kepadanya : "Hanya, menurut
pendapat Siauw-tee, Lie Heng lebih baik malam ini jangan
pergi untuk memenuhi janjimu itu."
Lie Siauw Hiong hanya tertawa saja, lalu berkata :
"Sekalipun raja racun itu adalah manusia yang demikian
derajatnya, perahu yang dipakai olehnya tentunya
mempunyai ciri-ciri yang istimewa pula, apakah hal ini
Hwan Heng mengetahuinya ?"
Hwan Tie Seng sudah tentu saja mengetahui pertanyaannya ini, karena dilihatnya kawannya ini sudah
bertekad untuk pergi juga, diam-diam dia berkata pada
dirinya sendiri : "Dengan orang ini aku tidak mempunyai
perhubungan yang rapat sekali, karena dia ingin pergi
mencari penyakit sendiri, tentu aku tak dapat melarangnya.
Orang ini betul-betul mencari penyakit, siapapun pasti tidak
dapat menasehatinya."
Sekalipun pengalaman Hwan Tie Seng sudah banyak
sekali, walaupun bermimpi dia tidak pernah berpikir, bahwa
pemuda yang tampaknya begitu lemah-lembut ini, ternyata
dibalik semua tingkah-lakunya itu tersembunyi kepandaian
silat yang sangat mengejutkan orang.
"Diperahunya itu mempunyai ciri-ciri istimewa apakah,
aku sendiripun kurang jelas, hanya menurut kata orangorang dikalangan Kang-ouw, tempat tinggal maupun segala
perabot yang dipergunakan oleh raja racun ini, semuanya
berwarna hijau, maka aku pikir perahu yang digunakannya
juga pasti berwarna hijau pula, Lie Heng pasti tidak
terlampau sulit untuk mencarinya," jawab Hwan Tie Seng
setelah bertubi-tubi didesak oleh sipemuda.
Lie Siauw Hiong yang mendengar pertanyaannya sudah
dijawab sedemikian jelasnya, lalu diapun tidak membicarakan lagi soal-soal mengenai raja racun itu.
Setelah Lie Siauw Hiong tak mempan dinasihatinya,
maka Hwan Tie Seng pun tidak melanjutkan lagi katakatanya, kemudian ia minta diri dan masing-masing lalu
berpisahan. Lie Siauw Hiong demi memikirkan nasibnya dimasa
depan, diapun tetap menampakkan keramah-tamahannya
pada Hwan Tie Sang, maka setelah pamit untuk berpisah,
lalu dia mengantarkan tamunya ini kepintu pekarangan
rumahnya. Hauw Jie yang sedang duduk dimeja kasir, lalu
menyambut kedatangan Siauw Hiong yang habis mengantar tamunya dengan separuh membungkukkan
badannya dan berkata : "Siauw-ya, aku hendak bercakapcakap beberapa patah kata dengan dikau."
Lie Siauw Hiong lalu memandang dirinya sambil berkata
: "Bila ada yang hendak dikatakan, silahkan masuk saja
untuk membicarakannya."
Hauw Jie segera berkata : "Baiklah," lalu dia mengikuti
Lie Siauw Hiong masuk kedalam, kemudian setelah dia
masuk kekamar, lalu kamar itu dia kunci kembali,
sedangkan mukanya tegang sekali kelihatannya.
Lie Siauw Hiong tahu yang Hauw Jie ini juga pasti
bukan orang sembarangan, biasanya karena pengalamannya
sudah banyak, segala perkara besar maupun kecil bila sudah
dihadapkannya, pasti dia dapat selesaikan dengan rapinya
dan tenang sekali, tapi pada saat ini pasti ada sesuatu yang
tak diinginkannya telah terjadi, maka diapun lalu balik
bertanya kepadanya : "Hauw Jie Siok tampaknya
mempunyai urusan yang sangat penting sekali, yang hendak
dibicarakan dengan Siauw-tit."
Sepasang mata Hauw Jie dibukanya lebar-lebar, dengan
tajam sekali dia memandang diri Lie Siauw Hiong
kemudian barulah dia berkata : "Apakah kau sudah
berjumpa dengan Kim It Peng ?"
Lie Siauw Hiong menganggukkan kepalanya. Hauw Jie
Siok kemudian bertanya pula : "Apakah dengan anak dara
Kim It Peng pun kau telah berjumpa juga ?"
Lie Siauw Hiong merasa sangat heran juga, mengapa
Hauw Jie Siok yang belum pernah keluar pintu itu
mengetahui kejadian ini sedemikian jelasnya, sedangkan
Hwan Tie Seng yang sepanjang hari berkeliaran dikalangan
Kang-ouw, tidak mengetahui bahwa Kim It Peng ini
mempunyai anak dara, tapi mengapakah hanya dia saja
yang tahu tentang raja racun dan anak daranya itu "
Lie Siauw Hiong melihat Hauw Jie Siok tampak
demikian dingin. Pada air mukanya tampak sekali
perubahannya. Melihat ini Lie Siauw Hiong amat heran,
karena dia yang selama ini mengikuti Hauw Jie Siok, belum
pernah melihatnya dia berlaku seperti disaat itu.
Dia mulai merasa yang segala gerak-gerik dari Hauw Jie
Siok ini sudah merupakan satu teka-teki yang besar baginya,
dia memang tahu yang Hauw Jie Siok ini pasti mempunyai
asal-usul yang luar biasa sekali, pada saat itu perasaannya
itu menjadi suatu kenyataan, dia merasa pasti yang dia
tengah menyembunyikan sesuatu yang berhubungan
dengan dirinya sendiri. Perasaan yang menjadi teka-teki
begini, membuat ia kelihatan terharu sekali, sehingga
setelah hal ini menjadi pertanyaan besar dihatinya, maka
sampai pada namanya sendiri, dia tidak ingin orang lain
mengetahuinya. 'Hauw Jie' dua huruf ini hanyalah nama palsu sematamata, tapi siapa dia ini sebenarnya " Malahan melihat
romannya pada saat itu, bukankah antara dia dengan Kim
It Peng mempunyai sangkut-paut juga "
Kesemuanya ini sungguh sangat membingungkan Lie
Siauw Hiong, sehingga dia sampai lupa menjawab
pertanyaan Hauw Jie Sioknya ini. Pandangan mata Hauw
Jie berubah kembali, lalu dia bertanya pula :
"Apakah kau pernah menjumpai anak daranya ?"
Lie Siauw Hiong terkejut sekali mendengar pertanyaan
ini, maka dia menjawab : "Siauw-tit pernah melihatnya,
malah anak daranya itu malam ini mengundang Siauw-tit
untuk mengunjungi kapalnya dan bercakap-cakap sebentar,
tapi setelah Siauw-tit berpikir lebih jauh, Siauw-tit tetap
tidak mengetahui, apa sebabnya maupun alasannya ia
mengundang Siauw-tit."
Kulit muka Hauw Jie tampak dikerutkan, tidak diketahui
apakah dia itu merasa senang atau benci. Sedangkan
sepasang tinjunya dikepalkan erat-erat, kemudian dengan
sikap yang aneh dia berkata : "Tuhan ternyata masih
mengasihaniku, akhirnya aku masih diberi kesempatan
untuk mengetahui kediaman mereka disini."
Lie Siauw Hiong yang melihat tingkah laku Hauw Due
maupun mendengar perkataannya, dia makin tidak
mengerti. Dengan perasaan yang tak dapat ditahannya lagi
dia bertanya : "Hauw Jie Siok ......"
Baru saja perkataan Lie Siauw Hiong sampai pada
namanya saja, Hauw Jie tampak menarik napas panjang
dan menggoyang-goyangkan tangannya sambil berkata :
"Kau jangan bertanya lebih dahulu kepadaku, silahkanlah kau duduk, aku akan mengisahkan sebuah
cerita yang menarik."
Lie Siauw Hiong berpendapat, bahwa cerita ini pasti
bagus sekali. Hauw Jie lalu duduk disebuah kursi dekat
jendela.
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sejurus pandangan mata Hauw Jie ditujukan keawan
putih yang tampak melayang-layang diluar jendela,
kemudian mulai menceritakan penuturannya yang sangat
menarik itu. Beginilah kisahnya itu "Pada beberapa puluh
tahun yang lalu, di Hoo-pak terdapat seorang yang sangat
mewah sekali hidupnya, sejak dia dilahirkan kedunia, ia
hidup ditengah-tengah kekayaan yang berlimpah-limpah.
Dia itu sangat gemar sekali bergaul dengan siapa saja.
Sedari muda dia sudah gemar sekali dengan kepandaian
silat, pergaulannya itu begitu luas dan tak pilih bulu,
sehingga tidak perduli, apakah orang yang dipergaulinya itu
dari golongan hitam (penjahat) maupun dari golongan putih
(ksatria-ksatria sejati), hampir semuanya mengenalnya.
Kedua golongan orang-orang kalangan Kang-ouw bila
mendengar namanya disebut, tidak seorangpun yang tidak
mengacungkan ibu jari sambil memujinya, tambahan pula
dia ini mempunyai seorang isteri yang tak ada taranya
cantiknya. Kecantikan isterinya itu laksana sekuntum bunga
yang sedang mekar, disamping usianya yang juga masih
muda pula," Sarnpai disitu ceritanya dia melirik kemuka Lie Siauw
Hong, kemudian baru dia melanjutkan ceritanya kembali :
"Orang yang seperti dia, bukankah sudah boleh dikatakan
amat mewah sekali " Dari perkawinannya dengan isterinya
yang sangat cantik itu, ia memperoleh seorang anak
perempuan yang menambah kegembiraannya bertambah
besar pula. Orang ini sudah lama sekali tinggal di Hoo-pak.
Seumurnya belum pernah dia keluar dari kampung
halamannya untuk pergi merantau. Ketika dia mengingat
pepatah yang mengatakan : 'Berjalan laksaan lie, membaca
laksaan buku', oleh karena mendengar orang mengatakan,
bahwa didalam negerinya terdapat gunung dan sungaisungai yang sangat ternama sekali, akhirnya dia menjadi
sangat tertarik sekali dengan cerita orang itu."
Perkataan yang dikeluarkannya diwaktu bercerita. begitu
lambat dan nyata. Kisahnya ini seakan-akan entah sudah
beberapa ribu kali diulanginya.
Kemudian ia melanjutkannya : "Akhirnya segala sesuatu
dikesampingkannya sama sekali, lalu dia pergi mengembara
dan pengembaraannya itu memakan waktu satu tahun
lebih. Selama itu pengalamannya telah bertambah tidak
sedikit, pemandangannya sudah mulai terbuka pula.
Dirasakannya hidupnya sangat berkesan dan berarti.
Sewaktu dia kembali kekampung halamannya, keadaan
dirumah tangganya telah mengalami perubahan yang
sangat besar sekali."
Kemudian kelihatan pandangan mata Hauw Jie menjadi
sangat sayu. Pandangannya ini penuh mengandung
kebencian yang berapi-api. Menyaksikan itu, tidak terasa
lagi Lie Siauw Hiong menjadi gemetaran.
Lalu dia melanjutkan lagi ceritanya yang belum habis itu
: "Begitu dia tiba kembali dirumahnya dan melihat segala
sesuatu yang terdapat didalam rumahnya, semuanya telah
berubah menjadi berwarna hijau, sampai pada isteri dan
anaknya yang baru berusia beberapa tahun mengenakan
pakaian berwarna hijau pula, sedang orang-orang bawahannya maupun bujang-bujangnya pun, semuanya
asing sekali baginya. Mereka ini semuanya memandang
kepadanya dengan perasaan yang sangat takjub. Menyaksikan semuanya ini, tidak terasa lagi dia menjadi
sangat heran, lalu dia bertanya pada isterinya. Mendengar
pertanyaan ini, isterinyapun bersikap sangat dingin sekali
terhadapnya, seakan-akan isterinya inipun asing baginya.
Melihat segala perubahan ini, dia jadi bertambah kaget,
heran. dan marah. Dia tidak tahu apakah sebenarnya yang
telah terjadi sepeninggalnya."
Sampai disini dia hentikan dahulu ceritanya, sedangkan
pandangan matanya bertambah berapi-api tampaknya, lalu
dia berkata pula : "Ketika ia melihat munculnya seorang
dari dalam rumahnya yang seluruhnya memakai pakaian
yang serba merah seperti api, barulah dia tahu akan segala
persoalannya. Rupanya setelah dia meninggalkan rumahnya satu tahun, rumah berikut isterinya telah
dirampas oleh seseorang. Orang yang merampas rumah dan
isterinya ini justeru adalah orang yang paling berbisa sekali
dikalangan Kang-ouw pada saat itu, yaitu Tok-kun Kim It
Peng." Mendengar cerita selanjutnya, Lie Siauw Hiong sudah
mulai dapat meraba-raba bahwa orang yang memegang
peranan yang penting dalam cerita itu adalah 'Hauw Jie'
sendiri. Dan diapun sudah mulai mengerti pula latar
belakang dari cerita itu, begitulah ketika dia menyebutkan
nama 'Kim It Peng', sinar matanya menjadi tajam dan
berapi-api. Lie Siauw Hiong merasakan kesemuanya ini sungguhsungguh luar biasa dan tidak mudah dapat diterka oleh
orang lain. Tanpa disadarinya, diapun mulai mengerti dan
bersimpati pada 'Hauw Jie' selalu memandanginya. Lie
Siauw Hiong coba membayangkan, bila peristiwa tersebut
menimpa dirinya sendiri, entah apa pula yang akan terjadi
selanjutnya. Hauw Jie tertawa getir dan lalu melanjutkan ceritanya :
"Sekalipun diketahuinya nama ahli racun itu, tapi dirinya
sendiripun mempunyai kepandaian pula, maka dalam
kegeramannya itu, dia sudah ingin mengadu jiwa saja
dengan Kim It Peng, tapi Kim It Peng yang melihatnya,
hanya mengganda tertawa sambil berkata : "Kau tidak perlu
mengadu jiwa secara mati-matian denganku, karena
isterimu sendirilah yang menyukai aku, yang menghendaki
aku tinggal disini, karena kau sendiri tidak bisa mengurus
isterimu sendiri. Oleh karena itu, lantas kau ingin mengadu
jiwa denganku, untuk maksud apakah kau lakukan tindakan
itu ?" Mendengar Kim It Peng berkata begitu, seketika dia
merasa dirinya seolah-olah sedang berada ditengah-tengah
sungai yang sangat dalam, tiba-tiba dirinya terjatuh
kedalam sungai tersebut. Hatinya menjadi hambar sekali,
seakan seluruh tenaganya mendadak lumpuh. Tak pernah
tergubris dihatinya, bahwa isterinya dapat memperlakukannya sedemikian rupa.
Kemudian dipandangnya isterinya dengan pandangan
berarti, tapi sebaliknya isterinya hanya memandangnya
dengan dingin saja sambil tertawa mengejek. Dia boleh
dikatakan seorang laki-laki sejati. Baru sekali ini dia
menghadapi persoalan semacam ini, sehingga semangatnya
yang bernyala-nyala tadi kini padam sama sekali bagaikan
dian ditiup angin tofan. Setelah mengetahui keadaan
isterinya yang sebenarnya, dia tidak mempunyai niat lagi
untuk mengadu jiwa dengan Kim It Peng.
Hauw Jie lalu meneruskan ceritanya : "Setelah dia
melihat perkembangan peristiwa itu dengan mata kepalanya
sendiri, kemudian ia mengalihkan pandangannya pada
anaknya yang sedang tertawa padanya, hatinya tiba-tiba
menjadi pedih. Sambil menahan perasaan hatinya yang
seperti diiris-iris itu, ia lalu mengulurkan tangannya
menyentuh pakaian anak perempuannya itu, seluruh
badannya merasa seakan-akan terkena stroom listrik,
sedang kedua tangannya terasa seperti digigit oleh jutaan
semut. Tak lama antaranya perasaan berubah menjadi amat
sakit dan gatal, ternyata dia telah terkena racun dari raja
racun tersebut. Ia sedikitpun tidak mengira, bahwa waktu
itu pakaian anaknya sendiri sudah dipolesi racun yang
sangat berbisa ! Ia insyaf bahwa ia terkena racun yang dia
sendiri tidak mungkin mendapatkan obat untuk menyembuhkannya." Lie Siauw Hiong hanya merasakan badannya sedikit
bergidik, sedangkan bulu tengkuknya pada berdiri karena
seramnya dengan kisah Hauw Jie yang didengarnya itu.
Hauw Jie melanjutkan ceritanya pula : "Pada saat itu
saking menderitanya, dia hanya dapat duduk disebuah kursi
saja, sedangkan raja racun tersebut sambil tertawa berseriseri dihadapannya terus saja menciumi mulut isterinya.
Menyaksikan hal tersebut, dia menjadi sangat geram sekali,
tapi kaki dan tangannya sudah tidak bertenaga dan tidak
berdaya lagi karena racun itu telah meresap kedalam
tubuhnya." Kemudian terdengar gigi Hauw Jie menggemeretuk
menahan geramnya, seakan-akan pada saat itu sekaligus
terbayang diotaknya peristiwa yang sedang diceritakannya
pada Lie Siauw Hiong itu. Akibat pengaruh dari cerita ini,
mendadak sontak Lie Siauw Hiong teringat pula akan
peristiwa yang telah dialaminya sendiri, yaitu pada saat
ibunya sedang diniaya oleh Hay-thian-siang-sat, saat mana
ayahnya berdiri saja disampingnya. Demi keselamatan
jiwanya, ayahnya dengan sabar menerima segala macam
penghinaan yang ditimpahkan Hay-thian-siang-sat atas
dirinya. Lie Siauw Hiong yang menyaksikan sendiri
peristiwa kedua orang tuanya pada saat itu, tidak terasa lagi
matanyapun menjadi basah.
"Selagi dia tak mendapat jalan untuk melampiaskan
amarahnya," Hauw Jie melanjutkan, "tiba-tiba diantara
mereka berdua bertambah satu orang lagi. Orang yang baru
datang ini memakai pakaian seperti seorang anak sekolah.
Orang itu sambil memaki menunjuk kearah muka Kim It
Peng : "Kau binatang berbisa, sungguh amat keterlaluan !
Setelah isteri orang kau rampas, kau bermaksud pula untuk
membunuh orang, aku Bwee San Bin tidak dapat
memandang peristiwa itu begitu saja !" Begitu dia
mendengar yang anak sekolah itu adalah Chit-biauw-sinkun Bwee San Bin, lalu dia membuka matanya lebar-lebar
memandang pada orang tersebut sambil menantikan
perkembangan peristiwa selanjutnya."
Lie Siauw Hiong sekarang baru sadar sebabnya Bwee
San Bin ingin melenyapkan diri Kim It Peng ini, tanpa
terasa dia semakin kagum pada 'Bwee Siok-siok'-nya, dan
berbareng dengan itu, terhadap pekerjaan yang diperintahkan Bwee Siok-siok-nyapun dia semakin merasa
mempunyai pegangan yang sangat kuat sekali.
Hauw Jie lalu melanjutkan ceritanya : "Benar saja Bwee
San Bin dan It Peng telah jadi bertempur, dan begitu dia
lihat kedua orang itu turun tangan, barulah dia tahu, bahwa
kepandaiannya sendiri tertinggal jauh sekali. Kepandaian
raja racun itu luar biasa sekali, tapi kepandaian Chit-biauwsin-kun jauh lebih luar biasa lihaynya, dia hanya merasakan
diseluruh ruangan rumahnya dipenuhi dengan dua
bayangan pukulan dari kedua orang ini, sedangkan angin
yang keluar dari pukulan mereka menderu-deru bagaikan
angin topan, sehingga semua meja, kursi dan barang
lainnya beterbangan kian- kemari menjadi hancur
berantakan, sedangkan anak perempuannya, saking takutnya, lalu menangis keras sekali, sedang dirinya sendiri
yang terkena angin pukulan mereka, lalu terjatuh kelantai,
tapi dia terus menyaksikan pertempuran kedua orang ini."
"Tidak lama kemudian, kelihatan pergerakan tangan
Kim It Peng mulai kendor, sedangkan bagian pundak
lawannya dengan sengaja diberi tempat yang lowong untuk
diserang lawannya. Benar saja Bwee San Bin tampak
hendak memukulkan telapak tangannya kepundak lawannya, tapi sekonyong-konyong dia teringat akan racun
yang dipoles pada pakaian anak perempuan itu. Oleh
karena itu, sudah barang tentu lawannya itupun memakai
juga racun. Pukulan tangan Bwee San Bin yang cepat
laksana angin, dalam waktu yang sangat keritis itu
mengeluarkan sisa tenaganya dan lantas menjadi perlahan
setelah dia berseru : "Ada racun !" Pukulan Bwee San Bin
diperlambat jalannya, tapi tiba-tiba dia mengubah
pukulannya dengan jeriji yang lantas ditotokkannya kearah
jalan darah lawannya itu. Ternyata kepandaian Bwee San
Bin dalam hal tenaga dalam sudah mencapai pada puncak
yang tertinggi. Dia lihat Kim It Peng yang terkena totokan
tersebut, lantas jatuh terjungkel kelantai. Kemudian Bwee
San Bin lalu berbalik memandang kepadanya sambil
tertawa dengan perasaan yang terharu sekali, setelah itu, dia
memanggutkan kepalanya sambil berkata : "Kau jangan
bergerak, aku akan mewakilkan kau untuk memunahkan
racun tersebut !" Sambil berkata begitu Bwee San Bin lalu
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlari-lari kebelakang, hingga hati orang itu menjadi lega
dan memandang pada Kim It Peng sambil diam-diam
berkata pada dirinya sendiri : "Asalkan racun dibadanku
sudah lenyap, aku akan turun tangan sendiri untuk
membunuhmu." Hauw Jie lalu berkata pula : "Siapa tahu ilmu tenaga
dalam Kim It Peng sungguh luar biasa sekali, sekalipun dia
sudah kena ditotok jalan darahnya, tapi dia bisa membuka
sendiri jaian darah yang kena tertotok itu. Begitu dia
melihat Bwee San Bin lari masuk kebelakang, dengan
gerakan yang cepat sekali dia melompat bangun, sebelah
tangannya ia mengempit isterinya, sedangkan dengan
tangan kanannya ia memondong anak perempuannya. Kim
It Peng melompat keluar dari jendela, hingga dia hanya
dapat membuka matanya lebar-lebar menyaksikan peristiwa
tersebut, sedikitpun dia tidak berdaya untuk menghalanghalanginya. Kemudian setelah Bwee San Bin berhasil
menemukan obat pemunah racun tersebut dan balik
kembali keruangan tersebut. Kim It Peng sudah lari jauh
sekali, hingga terpaksa Bwee San Bin hanya dapat
memunahkan racun ditangan orang itu. Tapi karena kedua
tangannya itu sudah lama juga terkena racun, lagi pula
Bwee San Bin tidak mengetahui sifat-sifat daripada racun
tersebut, sekalipun jiwa orang itu tidak menjadi halangan
apa-apa, tapi kedua tangannya itu hingga sekarang tidak
dapat dipakai untuk berbuat apapun jua, karena itu sudah
tidak berguna lagi dan pula tidak bertenaga sama sekali."
Sambil berkata begitu, Hauw Jie lalu memandang pada
kedua tangannya sendiri. Pada saat itu Lie Siauw Hiong
sudah mengerti jelas segala-galanya tentang Hauw Jie
Sioknya ini, dan terhadap Kim It Peng dan wanita yang
tidak tahu malu itu, dia sendiripun menjadi sangat benci
sekali, hingga berbareng dengan itu, diapun memahami apa
yang disebut anak perempuan dari Kim It Peng itu, tidak
lain daripada anak Hauw Jie sendiri.
Tidak mengherankan agaknya, ketika tadi waktu
disinggung-singgungnya anak perempuan Kim It Peng itu,
Hauw Jie begitu heran tampaknya.
Dengan wajar sekali Hauw Jie lalu berkata : "Sejak
waktu itu, aku pun tidak ingin menyebutkan namaku
sendiri, sedangkan raja racun Kim It Peng tersebut, sejak
waktu itu ibarat batu jatuh kelubuk, hingga sedikitpun tidak
ada kabar beritanya pula. Begitulah dengan cepatnya masa
dua puluh tahun itu berlalu dengan tidak terasa pula.
"Seumur hidupku, aku tak dapat melupakan dendam
kesumat itu, juga aku tidak dapat melupakan anak
perempuanku," sambung Hauw Jie lagi. Perkataannya
penuh mengandung perasaan sedih dan benci.
Mendengar hal itu, Lie Siauw Hiong jadi sangat terharu
sekali, hingga untuk sesaat dia tidak dapat mengucapkan
sepatah katapun. Kemudian Hauw Jie lalu menghapus air matanya yang
sudah berlinang dikelopak matanya, sambil menguatkan
hatinya dia berkata : "Cerita tersebut kini sudah sampai
diakhirnya." Sinar matahari sudah tenggelam disebelah barat,
sedangkan sinarnya yang masih ketinggalan diluar jendela
tampak sudah mulai suram. Lie Siauw Hiong lalu
memandang pada kerutan didahi Hauw Jie, perasaan
hatinya sangat bersimpati terhadap Hauw Jie, hal itu
membuat kedua orang yang masing-masing mempunyai
kepandaian silat yang tinggi itu, pada berdiam diri saja,
tidak seorangpun yang mau memecahkan suasana yang
hening ini. Malam sudah menjelang tiba, dan jalan-jalan dikota
Han-kouw seperti biasanya sangat ramai sekali dengan
pedagang-pedagangnya yang menjual barang dagangannya,
sedangkan dalam toko San Bwee Cu Poo Hoo sendiri,
terdapat beberapa orang hartawan laki-laki dan perempuan
yang sedang menawar barang-barang permata yang
berharga. Dari dalam dengan tergesa-gesa
tampak keluar seseorang, ialah Lie Siauw Hiong sendiri, dengan kening
yang dikerutkan, mukanya tampak bersungguh-sungguh,
matanya sedikitpun tidak memperhatikan orang-orang yang
sedang menawar barang-barang ditokonya itu.
Sejurus kemudian terdengar suara pecut memecah
angkasa, tiba-tiba dijalan kota Han-kouw tampak muncul
sebuah kereta berlari dengan cepatnya menyusur pantai.
Kusirnya hari itu melihat majikannya agak aneh sikapnya
bila dibandingkan dengan hari-hari yang sudah-sudah,
semangatnya tampak luar biasa gelisahnya, tidak seperti
sifatnya yang asli, yang biasanya sangat tenang sekali.
Orang yang duduk dalam kereta itu tak lain daripada Lie
Siauw Hiong adanya. Pada saat itu, dia coba memikirkan dengan seksama,
daya apa yang harus dilaksanakannya nanti, bila sesuatu
telah terjadi atas dirinya.
Hal itu membuat dia banyak berpikir saja, apa lagi jika
teringat akan cerita yang dia dapat dengar dari Hwan Tie
Seng dan Hauw Jie Siok berdua, raja racun itu sebenarnya
boleh digolongkan pada golongan orang jahat, tapi
anehnya, mengapa dia dapat berlaku kegila-gilaan malammalam berkeliaran dibawah loteng rumah makan Oey-holauw, tampaknya dia ini tak berbeda dengan seorang gila
sungguhan. "Mungkinkah orang itu bukan Kim It Peng " Tampaknya
dia ini bukan seperti raja racun yang demikian telengas dan
tidak berprikemanusiaan," pikirnya.
Pada saat itu kereta yang dinaiki Lie Siauw Hiong sudah
hampir sampai dipantai yang ditujunya, lalu dia
memerintahkan kusirnya memperlambat jalan kereta itu.
Dari dalam jendela kereta itu dia melongok keluar, tampak
disungai banyak sekali perahu maupun kapal yang berlabuh
disitu. Melihat hal itu, dia menjadi sedikit bingung, sebab
bagaimana dia dapat membedakannya, yang mana satu
kapal Kim It Peng " Sudah pastikah kapal itu berwarna
hijau seluruhnya " Tapi dia meragukan, apakah dugaannya
itu tepat dengan pendapatnya sendiri.
Sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong teringat akan
wanita muda anak raja racun itu, yang memakai pakaian
yang berwarna hijau, maka dia lalu menarik kesimpulan
dan diam-diam berpikir didalam hatinya : "Apakah
sekarang pakaian yang dikenakannya masih mengandung
racun juga ?" Dengan keretanya Lie Siauw Hiong sudah dua kali
mondar-mandir dipantai tersebut, tiba-tiba dari tengahtengah sungai Lie Siauw Hiong melihat sebuah kapal besar
datang menuju pantai. Ketika kapal itu sudah merapat kepantai, segera terlihat
tangga diturunkan untuk orang-orang turun kedarat.
Tidak lama kemudian, tampak turun empat orang budak
wanita yang ditangannya masing-masing memegang sebuah
tengloleng yang dibuat daripada sutera hijau.
Dia lihat keempat budak perempuan itu semuanya
mengenakan pakaian yang berwarna hijau tengah turun
kedarat. Keempat budak itu kalau bukan budaknya Kim It
Peng yang tempo hari bertemu dengannya dibawah loteng
Oey ho-louw, siapakah lagi "
Ia menyuruh kusirnya menghentikan keretanya dan
dengan tenang Lie Siauw Hiong turun dari kereta dan lalu
berjalan menuju kearah mereka.
Keempat wanita itu waktu melyhatnya, masih mengenalinya. Terbukti saat keempat wanita itu memandanginya, mereka pada tertawa-tawa, kemudian
berkata : "Majikanku serta Siocia (nona), pada saat ini
sedang menantikan kedatangan tuan, kami persilahkan tuan
segera menuju kapal kami."
Kedatangan Lie Siauw Hiong sekali ini sebenarnya ingin
menyelidiki keadaan mereka. Kemudian ia berkata pula :
"Kalau demikian halnya, silahkan kalian berjalan dimuka
sebagai petunjuk jalan."
Wanita-wanita tersebut sambil menutupi mulut mereka,
tertawa cekikikan, lalu berjalan dimuka. Lie Siauw Hiong
memegang lampu masing-masing menuju keatas kapal.
Ketika Lie Siauw Hiong mengangkat kepalanya memandang, benar saja kapal itu berwarna hijau,
sedangkan lampu yang berada dalam kapal itupun berwarna
hijau pula. Jika kapal tersebut diwaktu larut malam berada ditengahtengah sungai, tampaknya merupakan suatu pemandangan
yang indah dan berbeda dengan kapal-kapal lainnya yang
sama-sama berlabuh disitu.
Tapi tak seorangpun mengetahui, bahwa didalam kapal
yang sangat indah dipandang mata ini, ditinggali oleh
kepala setan yang sangat ditakuti sekali dikalangan dunia
persilatan. Baru saja Lie Siauw Hiong naik keatas kapal itu, wanita
muda yang memakai baju hijau sudah menyambut
kedatangannya, warna bajunya dibawah sinar lampu
kelihatan sangat mentereng, hingga dalam keadaan
demikian kecantikannyapun tambah berlipat ganda. Ia
tampak bagaikan seorang dewi saja.
Wanita muda itu sambil tertawa menggiurkan menyambut kedatangan Lie Siauw Hiong dan lalu berkata :
"Lie Siang-kong (tuan Lie) sungguh seorang yang dapat
memegang janji, aku malah berkeyakinan bahwa Siangkong pasti tidak akan datang kemari."
Mendengar perkataannya ini, tidak terasa lagi Lie Siauw
Hiong menjadi terkejut sekali, maka diam-diam dia berkata
pada diri sendiri : "Ai, ternyata dia sudah mengetahui
sheku, mungkinkah karena diapun lebih dahulu sudah
mengetahui dengan jelas tentang riwayat hidupku, maka dia
mengundang aku datang kemari. Bila benar demikian, aku
harus berlaku luar biasa hati-hati sekali."
Sekalipun hatinya berkata begitu, tapi pada romannya
tidak berubah, ia menunjukkan laku yang sangat tenang
sekali. Disinilah letak perbedaan Lie Siauw Hiong dengan
orang biasa. Walaupun dalam keadaan yang bagaimanapun keritisnya, dia masih dapat berlaku tenang.
Dengan tertawa gembira dia lalu berkata : "Setelah
menerima undangan nona yang sangat berharga, apa
alasanku untuk tidak datang " Sebaliknya, kedatanganku ini
malah akan merepotkan nona saja."
Wanita muda itu sambil menutupi mulutnya dia tampak
tertawa. Lie Siauw Hiong hanya dapat merasakan yang
tertawaan wanita muda itu mengandung makna yang dalam
sekali. Dia tidak mengetahui hal itu sesungguhnya apa
artinya, hatinya dirasakan agak berdebaran.
Setelah mendengar cerita Hwan Tie Seng dan 'Hauw Jie'
berdua, Lie Siauw Hiong sudah berlaku sangat hati-hati
sekali, karena dia telah mengetahui bahwa raja racun itu
sangat berbahaya sekali, sehingga ini menimbulkan
perasaan takut didalam hatinya. Dia sangat kuatir kalau
raja racun ini mungkin telah mengetahui dengan jelas
tentang keadaan dan asal-usul dirinya.
Sekonyong-konyong dari bagian belakang kapal muncul
seseorang yang gerakan badannya begitu cepat laksana
gerakan seekor naga. Melihat kejadian itu, menjadi semakin kacau balau
dugaannya daripada semula. Lie Siauw Hiaong lalu melirik
dengan sudut matanya, dia hanya lihat bahwa tubuh orang
tersebut dalam waktu sekejap mata saja sudah berkelebat
melewati badannya. Tidak terasa lagi dia kembali merasa terkejut, hingga
dalam hatinya dia berkata : "Dalam waktu sekejap mata
saja, orang itu telah bergerak sedemikian cepatnya melewati
badanku. Siapakah gerangan dia itu ?"
Wanita muda itu melihat Lie Siauw Hiong masih belum
juga menjawab pertanyaannya, lalu tersenyum lagi dan
kemudian berkata pula : "Siang-kong masih tidak segera
masuk kedalam kapal untuk duduk, ayahku dengan senang
hati sedang menantikan kedatanganmu."
Lie Siauw Hiong merasakan wanita muda itu bila
tertawa tak ubahnya seperti bunga yang sedang mekar,
wajahnya yang ayu itu tampak amat indah, hingga ini
membuat ia tak dapat mengendalikan pikirannya.
Wanita muda tersebut ketika melihat dirinya tengah
diawasi Lie Siauw Hiong, kecantikannya semakin
mempersona. Kemudian ia membalikkan badannya dan
lalu berjalan pergi. Muka Lie Siauw Hiong terasa sedikit panas, kemudian
sudut matanya mengikutinya jalan wanita itu yang masuk
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedalam kapal. Nona itu terus saja masuk kedalam kapal tanpa
menghiraukan pula orang lain yang berada dikiri-kanannya.
Keadaan didalam kapal itu sekalipun tidak terlampau
besar, tapi disekelilingnya terdapat beberapa puluh batu
giok yang berwarna hijau, hingga warna tersebut sangat
menyolok mata dan membuat kamar yang sedemikian
kecilnya ini seakan-akan menjadi beberapa ratus kamar
banyaknya. Didalam kamar kapal itu tidak tampak barang
seorangpun, karena wanita muda tadi sudah masuk kembali
keruangan sebelah dalam dari kapal tersebut. Lie Siauw
Hiong melihat segala perkakas dalam kapal itu seluruhnya
dibuat daripada batu giok hijau. Semua ini merupakan
barang-barang yang amat mahal sekali harganya, karena
segala perabotan yang tampak disitu, seperti : meja, kursi,
bangku, dan lain-lain, semuanya terbuat daripada batu giok
hijau, hingga Lie Siauw Hiong sendiri pada saat itu
merasakan dirinya seolah-olah berubah menjadi hijau pula
warnanya. Dia lalu sekehendak hatinya saja duduk diatas sebuah
kursi, yang ketika itu dirasakannya pantatnya merasa sangat
dingin dan hawa yang luar biasa dinginnya itu telah
merembes masuk kedalam dagingnya.
Bila dibandingkan dengan waktu dia selama sepuluh
tahun berdiam dikamar batunya, diam-diam dia berkata
pada dirinya sendiri : "Tampaknya Kim It Peng ini
sesungguhnya seorang yang luar biasa sekali. Ambil saja
umpamanya tentang ruangan kapalnya ini, entah cara
bagaimana ia telah membuatnya kamar diatas kapalnya
ini?" Sekonyong-konyong dari dalam kamar kapal itu
terdengar suara tertawa seseorang yang kemudian disusul
dengan suara seorang wanita muda yang berkata : "Hmm,
aku tidak mau datang."
Tidak antara lama, dengan diantar suara tertawa
mengakak, seorang laki-laki yang memakai pakaian
seluruhnya berwarna merah telah berjalan keluar.
Kedatangannya ini, seolah-olah dari sebuah hutan
terpantul satu sinar merah api yang datang secara luar
biasa, sehingga diruangan kapal itu diatas batu-batu giok
hijau disitu terpancar sebuah sinar merah yang indah sekali
dari bayangan orang itu, hingga pemandangan tersebut
sangat luar biasa bagi pandangan mata.
Orang yang baru datang ini, bukan lain daripada salah
seorang yang sangat mengejutkan sekali dunia Kang-ouw.
Mengalami peristiwa ini, Lie Siauw Hiong pun tidak bisa
tidak harus berlaku sangat hati-hati sekali.
Lalu dia memandang pada orang tua itu, yang kulit
mukanya berwarna hijau pula seperti batu giok itu juga,
sedangkan pada sinar matanya terpancar sinar yang tajam
sekali, mulutnya seperti orang yang hendak bersenyum saja,
tapi pakaian dan tingkah lakunya tidak seperti biasanya.
Siapakah gerangan orang tua itu " Dia bukan lain daripada
pengemis itu yang pernah dijumpainya dibawah loteng
Oey-ho-lauw itu, pengemis luar biasa yang ternyata bukan
lain daripada "Raja Racun" yang namanya mengetarkan
kalangan Kang-ouw itu. "Tapi mengapa segala tingkah laku Kim It Peng ini
dalam waktu satu hari saja sudah berubah sama sekali ?"
Lie Siauw Hiong berpikir didalam hatinya. Lekas-lekas dia
bangun dari tempat duduknya dan membungkukkan diri
memberi hormat pada orang tua itu sambil berkata :
"Siauw-tee sudah lama mendengar dan mengagumi nama
Loo-tiang yang sangat terkenal, tapi baru kali ini Siauw-tee
mendapat kesempatan untuk saling berkenalan, buat mana
Siauw-tee merasa sangat beruntung sekali."
Sinar mata Kim It Peng yang sangat tajam bagaikan
mata elang itu, memandang Lie Siauw Hiong dari atas
sampai kebawah, kemudian dia balikkan tubuhnya
memandang pada wanita muda berbaju hijau yang tengah
berdiri didepan pintu sambil tertawa dan berkata : "Tidak
disangka yang matamu sangat hebat sekali, Kong-cu
(sebutan untuk pemuda) ini bukan saja sangat pandai dan
sopan, malahan diapun ahli lwee-kang yang jempolan
pula." Mendengar perkataan orang tua ini, bukan main
kagetnya Lie Siauw Hiong. Dia merasa bahwa ia telah
menyamar begitu sempurna, tapi dengan tidak disangkasangka, sekali lihat saja si 'Raja Racun' sudah mengetahui
keadaannya yang sebenarnya, tapi yang lebih mengherankan lagi ialah tampaknya dia tidak mengandung
maksud-maksud jahat. Sekalipun dia sendiri tidak dapat meneropong diri Raja
Racun yang namanya menggetarkan sungai dan telaga ini,
tapi dia- pun sukar menduga, pihak Raja Racun itu
mempunyai maksud apa terhadap dirinya, hingga diapun
bertambah samar untuk dapat menduga tingkah laku dan
perubahan daripada sikap si Raja Racun ini.
Tapi dengan sikapnya yang sangat wajar dan tanpa
menunjukkan perasaan takut maupun curiga, ia hadapi
dengan sikap yang biasa saja siorang tua yang sangat luar
biasa dan aneh ini. Diapun segera berpura-pura tidak mengerti dan dengan
perasaan heran dia berkata : "Siauw-cu (merendahkan diri
sendiri kurang lebih sama dengan hamba) merasa heran
sekali, bila memang Loo-tiang maksudkan seperti apa yang
telah kau katakan itu, Siauw-cu sungguh merasa sangat
malu sekali." Mata Kim It Peng tampak berputar, lalu dia tertawa
besar dan berkata : "Inilah yang disebut orang yang pandai
tidak meninggalkan bekas, sedangkan orang yang belum
mempunyai kepandaian seberapa, malah selalu ingin
menonjolkan kepandaiannya yang cetek itu. Penyamaran
Kong-cu ini sungguh sempurna sekali, sesungguhnya, bila
orang biasa, pasti tidak akan dapat memecahkan
penyamaranmu ini." Begitu suara tertawanya berhenti, dimukanya tampak
perasaan yang sangat dingin dan lalu disusul dengan katakata : "Sesungguhnya, Kong-cu seorang yang luar biasa
sekali. Matamu sangat tajam dan cemerlang, sedangkan
semangatmu sangat mantap pula. Kita tak perlu
membicarakan hal yang panjang-panjang, ambil saja
misalnya terhadap kursi giok ini. Kursi ini tidak
sembarangan orang dapat mendudukinya. Bila kau tidak
mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, dalam sekejap
kaupun pasti akan mati kedinginan."
Lie Siauw Hiong mengetahui, sekalipun dia ingin
berpura-pura sekarang ternyata sudah tidak mempan lagi,
kemudian dia berkata : "Loo-tiang sungguh seorang yang
luar biasa sekali. Siauw-cu hanya sejak kecil gemar akan
sedikit kepandaian silat, tapi bila dikatakan yang Siauw-cu
adalah seorang ahli lwee-kang, hal itu sekalipun mimpi
Siauw-cu tak mungkin dapat melakukannya."
Mendengar perkataan pemuda ini, dengan muka yang
berseri-seri Kim It Peng berkata lagi : "Dari hal
penyamaranmu ini, bukanlah mataku sendiri yang dapat
mengetahuinya, malah Bwee Leng anak perempuanku
inipun dengan sekali lihat saja dia sudah dapat memastikan,
bahwa kau adalah seorang yang luar biasa. Oleh karenanya,
kaupun tak usah lagi menyembunyikan rahasiamu itu."
Lie Siauw Hiong lalu mengangkat kepalanya memandang pada wanita muda berbaju hijau itu, dan pada
saat yang bersamaan, si nonapun sedang memandang pula
kearah Lie Siauw Hiong, hingga keempat mata mereka
saling beradu dan menerbitkan pandangan yang penuh arti.
Tiba-tiba Lie Siauw Hiong mengalihkan pandangannya dan
dengan diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri : "Raja
Racun ini pasti tidak mengandung maksud jahat
terhadapku, malahan diapun sangat baik sekali terhadapku,
tapi dia tentunya tidak pernah menyangka, bahwa aku
malahan ingin mengambil jiwanya."
Kemudian dia lirikkan pula matanya pada wanita muda
berbaju hijau itu, sambil berkata didalam hatinya : "Wanita
muda ini tentunya bernama Bwee Leng, kalau benar, dia
tidak pantas dipanggil 'Kim Bwee Leng', tapi seharusnya
dipanggil 'Hauw Bwee Leng'. Kelak setelah aku
membalaskan sakit hati ayahnya, barulah aku jelaskan
duduk persoalan yang sebenarnya, dari awal sampai akhir,
dan betapa pula rupanya nanti dia berterima kasih
terhadapku." Berpikir demikian, muka Lie Siauw Hiong tampak
berseri-seri, sekalipun dia ketahui dengan jelas yang Raja
Racun itu bukanlah lawan yang dapat dijatuhkan dengan
mudah, tapi dia sudah mempunyai keyakinan yang pasti,
bahwa dia pasti akan berhasil dalam usahanya ini, karena
segala sesuatunya sudah dia atur seberes-beresnya, tinggal
lagi pelaksanaan maksudnya ini.
Memang dia sangat cerdik dan pintar sekali, pada saat
itu dia sudah ketahui, bahwa Kim Bwee Leng hanya tahu
yang dia bernama Lie Siauw Hiong, yang mempunyai
kepandaian silat yang cukup tinggi dari anak seorang
hartawan. Karena dia yang sudah tinggal beberapa hari dikota Buhan Sam-tien, Kim It Peng sudah tentu dapat menyelidikinya, maka dengan tertawa dingin dia berkata
dengan diam-diam pada dirinya sendiri : "Tapi apakah kau
ketahui, bahwa aku ini adalah lawan beratmu 'Chit-biauwsin-kun' dalam samaran, yang memang dikehendaki Bwee
San Bin Siok-siok untuk berbuat begini dan mewakilkannya
untuk melakukan pekerjaan ini ?"
Apa yang sedang dipikirkan oleh Lie Siau Hiong, Kim It
Peng mana mengetahuinya " Pada saat itu ketika dia
melihat bayangan tubuh Lie Siauw Hiong terpancarkan
diempat penjuru ruangan kamar kapalnya, menambah lebih
indah bagaikan sebatang pohon dari batu giok, hingga
tampak benar keluar biasaan dari pemuda ini, yang mana
telah membuat dia diam-diam berkata pada dirinya sendiri :
"Pandangan mata Bwee Jie sungguh tidak meleset umurnya
kini sudah lanjut juga, maka sudah seharusnya mempunyai
rumah tangga. Orang she Lie ini sekalipun dia mempunyai
kepandaian yang tinggi, tapi dia bukan termasuk orang dari
golongan rimba persilatan, sungguh cocok sekali sebagai
pasangannya." Sedang Kim It Peng menoleh kepada Kim Bwee Leng, si
nonapun justeru sedang memandang pemuda itu dengan
gairahnya, hingga orang tua itu tertawa mengakak dan
berkata : "Sekalipun aku tua bangka dan aku mempunyai
tabiat yang aneh, aku justeru paling senang pada pemuda
yang mempunyai masa depan yang gilang-gemilang dan
mempunyai cita-cita yang luhur. Lie Loo-tee (saudara Lie),
bukannya aku situa bangka omong besar, benar aku jauh
lebih tua beberapa puluh tahun daripadamu, tapi begitu aku
melihat kau, aku merasa yang kita memang berjodoh satu
sama lain, maka aku harap agar dikemudian hari
perhubungan kita ini dapat terjalin jauh lebih erat lagi."
Sesudah Kim It Peng bertepuk tangan dengan perlahan
dan, berkata : "Lekaslah sajikan arak dan hidangan
kemari." (Oo-dwkz-oO) Jilid 07 Dalam hatinya Lie Siauw Hiong semakin heran, hingga
diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri : "Kim It Peng
dikalangan Kang-ouw terkenal sebagai 'Raja Racun', hari
ini begitu aku bertemu dengannya, mengapa dia
memperlakukan aku demikian baiknya, hal ini tentulah ada
sebabnya." Si pemuda belum insaf, bahwa pada saat itu Kim It Peng
sudah menganggap dirinya seperti menantunya saja. Ia
memperlakukan Lie Siauw Hiong sangat baik dan
ramahnya. Pada saat itu ketiga orang yang sedang berada dalam
ruangan kapal tersebut, sedang dibawa arus pikirannya
masing-masing, malahan diantara ketiga orang tersebut,
berpikiran sangat kacau sekali, sukar dilukiskan dengan
kata-kata jua. Apa lagi Lie Siauw Hiong, pada saat itu dia menjadi
sangat curiga sekali, sekalipun dia termasuk seorang yang
biasanya sangat cerdas dan hati-hati, tapi pada saat ini dia
tidak berdaya sama-sekali untuk memecahkan teka-teki ini.
Arak dan hidangan segera disajikan, sedangkan cangkir
dan piringnya semuanya terbuat dari batu giok yang
berwarna hijau pula. Kim It Peng duduk sebagai tuan
rumah dikursinya, Kim Bwee Leng duduk dikepala meja
menemaninya. Kim It Peng mengangkat cangkir araknya
sambil tertawa dan berkata : "Silahkan tuan minum, dan
mari kita habiskan seorang secawan arak untuk menghilangkan perasaan kesal. Mari, mari, mari, kan-pai
(minum kering)." Sekali teguk saja arak masing-masing sudah habis
Pendekar Pedang Sakti Munculnya Seorang Pendekar Bwee Hoa Kiam Hiap Karya Liong Pei Yen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diminum, lalu sambil tertawa Kim It Peng berkata : "Lie
Loo-tee, kau adalah anak seorang hartawan besar, coba kau
lihat cangkir arakku ini, apakah menurut pandanganmu
masih mempunyai harga yang layak ?"
Dalam hatinya diam-diam Lie Siauw Hiong tertawa,
karena Kim It Peng telah menganggap dia anak seorang
hartawan, tapi kenyataannya terhadap permata-permata
maupun barang-barang yang sangat berharga sedikitpun dia
tidak tahu, seperti halnya anak hartawan lainnya, tapi untuk
tidak mengecewakan orang lain, Lie Siauw Hiong terpaksa
hanya memuji-muji setinggi-tingginya.
Dalam pada itu untuk kesekian kalinya Kim It Peng
tertawa besar, dengan perasaan yang sangat bangga sekali
dia berkata : "Bukannya aku situa bangka cakap sombong,
cangkirku ini, sekalipun dalam istana raja barangkali tidak
ada persediaannya." Mendengar perkataan itu, Lie Siauw Hiong hanya
menjawab semaunya saja, Kim It Peng merasa gembira
sekali, sambil menarik tangan pemuda itu lalu diajaknya
mengobrol kebarat ketimur, membicarakan sesuatu dengan
sangat asyiknya. Lie Siauw Hiong mendengarkan cerita dan
pembicaraan Kim It Peng ini dengan cermat. Setelah
mendengar pembicaraan Raja Racun ini, dia merasa yang
pengetahuan dan pengalaman 'Raja Racun' ini tidaklah
berada dibawah dari Bwee Siok-sioknya.
Kim Bwee Lengpun yang mendengar percakapan itu,
iapun sering memperlihatkan senyumnya yang manis. Bila
dibandingkan kecantikan Kim Bwee Leng dengan
kecantikan Phui Siauw Kun, masing-masing sama
mempunyai keistimewaannya sendiri-sendiri pula.
Sekalipun dimuka Lie Siauw Hiong kelihatan wajah
yang berseri-seri tanda bersuka cita, tapi didalam hatinya
dia sedang menantikan suatu kesempatan baik untuk turun
tangan, melakukan pembunuhan terhadap diri Kim It Peng,
kemudian barulah dia ceritakan pada Kim Bwee Leng
segala sesuatu yang telah terjadi selama sepuluh tahun yang
lalu itu kepadanya. Pandangan mata Kim It Peng sangat tajam sekali,
membuat Lie Siauw Hiong tidak berani bertindak
sembarangan. Sekalipun umurnya masih muda, tapi bila dia
mengerjakan sesuatu selalu dilakukannya dengan cermat,
rapi dan berpikir matang-matang lebih dahulu, karena dia
kuatir bila sekali pukul tidak berhasil, dia takut urusan yang
sangat besar itu menjadi gagal, oleh karena itu, sampai
begitu jauh dia masih belum bertindak juga.
Pada saat itu Kim It Peng sudah agak mabuk karena
terlampau banyak minum susu macan, sekonyong-konyong
dia menepuk meja, sedang sepasang matanya dengan tajam
sekali ditatapkan pada diri Lie Siauw Hiong.
Si pemuda yang menyaksikan hal itu menjadi sangat
terkejut. Tiba-tiba Kim It Peng menarik napas panjang,
pandangan matanya ditujukannya keatas meja, ia berkata :
"Aku mempunyai sahabat banyak sekali dalam dunia ini,
hanya yang mengetahui perasaan hatiku hanya ada
beberapa orang saja, aku Kim It Peng yang mempunyai
Kemelut Kerajaan Mancu 2 Pendekar Hina Kelana 10 Neraka Gunung Dieng Pendekar Terkutuk Pemetik 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama