Jurus Tanpa Bentuk 9
Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira Bagian 9 pendekar. Bertarung dari tempat yang satu ke tempat yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lain, dari lawan satu ke lawan yang lain, sampai takbisa kuhitung lagi berapa banyak pendekar lawanku tersempurnakan hidupnya melalui diriku. Sepintas lalu aku tampak mengembara ke sana dan kemari tanpa tujuan kecuali mencari dan melayani tantangan, tetapi langkahku mengarah ke satu arah yang jelas, yakni ke utara, dengan dua tujuan: pertama, mengacak-acak wilayah dan memancing Naga Hitam keluar mencariku; kedua, aku ingin melihat laut dan menyeberanginya menuju negeri-negeri yang jauh. Telah kudengar tentang kapal-kapal asing yang mendarat di berbagai pelabuhan di pantai utara Yawabumi dan telah kusaksikan orang-orang asing segala rupa dari berbagai penjuru menyusuri sungai-sungai ke pedalaman. Jika mereka semua dapat merantau sampai kemari, mengapa aku takdapat mengembara ke negeri mereka" Tentu saja aku masih penasaran, siapakah kiranya yang mengetahui diriku menewaskan Pendekar Tangan Pedang, dan bagaimanakah caranya berita itu tersebar" Memang benar aku telah membayar seorang petani untuk membakar jenazahnya di atas pancaka, meski aku taktahu apakah Pendekar Tangan Pedang itu memeluk Siwa, Mahayana, atau penyembah nenekmoyang di kuburan-kuburan batu, tetapi aku tak yakin petani itu mengerti siapa lelaki bertangan buntung yang kedua lengannya diganti pedang tersebut. Orang-orang awam taktahu menahu dunia persilatan, mereka hanya mendengar sedikit-sedikit tentang dunia persilatan dari orang-orang menyoren pedang yang bahkan tidak memiliki tenaga dalam. Dari orang-orang seperti ini, dunia persilatan hadir sebagai dongeng. TAK tahulah aku berapa lama waktu sudah berjalan dan berapa orang sudah tewas di tanganku dalam pertarungan antarpendekar di dunia persilatan. Setidaknya setiap putaran hari pasar takkurang dari dua atau tiga orang menantangku TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bertarung dan selalu kulayani sampai mereka menemukan kematian yang telah mereka ketahui akan menimpa. Dalam setiap pertemuan selalu terjadi percakapan seperti berikut. "Benarkah dikau yang bergelar Pendekar Tanpa Nama?" "Aku tidak pernah menyatakan suatu gelar tetapi aku memang tidak mempunyai nama." "Itulah nama dikau sekarang, dan nama itu sudah terdengar di mana-mana sebagai pendekar tanpa tanding, berilah aku kesempatan mengenal ilmu dikau yang tinggi." "Ilmu silatku tidaklah tinggi dan aku masih juga ingin belajar dari dikau, wahai pendekar yang gagah berani." Setelah itu biasanya kami bertarung sampai salah satu dari kami mati, meski dalam hal diriku maka lawanku itulah yang akan mati. Tidak semuanya mati dengan gagah berani, ada juga yang melarikan diri dan selalu kubiarkan saja meskipun aku mampu mengejar dan tetap membunuhnya. Mereka yang melarikan diri ini memang tidak dapat disebut pendekar karena ilmu silat bagi mereka hanyalah alat untuk mencapai kekuasaan dalam kemenangan dan bukan jalan menuju kesempurnaan. Mereka biasanya berasal dari golongan hitam, atau juga golongan merdeka tetapi yang begitu mementingkan dirinya sendiri sehingga tidak pernah siap untuk menerima kekalahan. Seperti perjumpaanku dengan Pendekar Tangan Pedang, maka perjumpaan dengan para pendekar ini selalu merupakan pengalaman tersendiri. Ada yang berkelebat dari balik kelam tiba-tiba di tengah jalan dan langsung melibatkan aku dalam pertarungan; ada yang menggebrak mendadak di dalam kedai ketika aku sedang enak-enak makan; ada yang menyerang diam-diam dari jarak jauh ketika aku sedang tidur-tiduran di pasar desa yang sepi; ada yang mengirimkan bisikan lewat angin ketika aku beristirahat dan mengasingkan diri di sebuah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ candi yang sudah rubuh dan ditinggalkan; ada juga yang mengirimkan surat resmi, tertulis dengan huruf indah di atas lempengan logam; dan pernah pula ada yang menyebarkan pemberitaan lisan maupun tertulis bahwa dirinya menantangku bertarung pada saat tertentu, memang karena tidak dapat mencari untuk menemuiku. Sebegitu jauh, perjumpaanku dengan Pendekar Tangan Pedang itulah yang lebih sering kudengar kembali, seperti terjadi ketika aku masuk dan makan di sebuah kedai. "Pertarungan antara Pendekar Tangan Pedang dan Pendekar Tanpa Nama itu berlangsung pada malam yang gelap gulita saat bulan ditelan Batara Kala tetapi sawah di penuhi berlaksa kunang-kunang. Saat itu Pendekar Tangan Pedang sedang bersamadhi di tepi sungai ketika dilihatnya sesosok bayangan berkelebat cepat, nyaris takbisa diikuti oleh matanya, melenting di atas sungai dan lenyap di balik gerumbul pepohonan bambu. Kelebatnya yang sangat cepat dan keringanan tubuhnya menunjukkan betapa tinggi ilmu silat yang dikuasainya, dan karena Pendekar Tangan Pedang merasa belum pernah menjumpai seseorang dengan ilmu setinggi itu maka dia pun mengejarnya." Benarkah begitu kejadiannya" Aku heran, bagaimanakah cara pencerita tersebut, atau siapa pun yang ia dengar ceritanya, telah melihatnya" Aku memang berkelebat cepat saat itu dengan perasaan rawan dan galau, dan barangkali karena itu aku sejenak lengah dan hilang kewaspadaan. Benarkah Pendekar Tangan Pedang sedang bersamadhi di tepi sungai pada malam gelap gulita, ketika aku berkelebat keluar dari kedai dan melenting di atas permukaan sungai" Pertanyaanku, bagaimanakah caranya seseorang dapat mengetahuinya tanpa kami ketahui kehadirannya sama sekali" Cerita ini tidak terlalu seperti dongeng, itulah sebabnya mengherankan sekali bahwa seseorang telah dapat mengetahuinya, meski tentu saja TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ orang-orang awam di dalam kedai tersebut kurang memiliki kesadaran untuk mempertanyakannya. Mungkinkah mereka tidak mempertanyakan apapun karena memang menerima dan menikmatimya sebagai dongeng sahaja" Betapa tidak akan menganggapnya dongeng jika dunia persilatan memang penuh dengan kejadian luar biasa yang sulit dipercaya" "Pendekar Tangan Pedang berkelebat, tetapi Pendekar Tanpa Nama mengetahuinya, dan akhirnya menunggu di tengah jalan desa di antara sawah-sawah. Pertarungan mereka tidak bisa diikuti oleh mata." AKU tidak ingin mengulang cerita ini, ia memang bercerita tepat seperti kejadiannya, yang membuat aku terheran-heran karena bagaikan terdapat saksi mata atas seluruh peristiwa itu. Bukankah ia sudah menyebut diriku sebagai Pendekar Tanpa Nama" Artinya orang pertama yang menyebarkan cerita ini mendengar percakapanku dengan Pendekar Tangan Pedang pada malam buta itu. Aneh sekali! Tidak sembarang orang dapat menjadi saksi mata tanpa kami ketahui keberadaannya, jika ilmunya tidak sangat tinggi. Jika memang ada seseorang yang telah menyaksikan selengkapnya, semenjak aku berkelebat keluar dari kedai, dibuntuti Pendekar Tangan Pedang, dan menewaskannya dengan pukulan Telapak Darah, pastilah kepandaiannya tidak rendah dan aku harus mengetahui siapa orangnya. Perasaan diawasi bukanlah perasaan yang nyaman. Ini berarti aku harus mencari dan menemukan orangnya, lantas menantangnya bertarung sampai salah seorang di antara kami perlaya! Namun pikiran ini mengejutkan diriku sendiri. Bukankah selama ini aku juga diawasi dalam pengertian yang agak mirip dengan dilindungi" Aku belum melupakan betapa di Desa Balinawan aku telah didorong jatuh melayang dari puncak tebing yang curam, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ hanya untuk disambut kembali sebelum menyentuh tanah, dan dipaksa untuk menguasai jurus-jurus tertentu melalui serangan-serangan tajam yang mengarahkan; aku juga tentu masih sangat teringat betapa seseorang telah menolongku ketika pingsan karena racun Kera Gila, mengarahkan aku kepada pendalaman ilmu silat berdasarkan penemuanku sendiri, bahkan jelas menuliskan pesan tertulis di atas batu besar di bawah permukaan sungai yang jernih, bahwa aku perlu waktu sepuluh tahun untuk mampu mengalahkan Naga Hitam. Apakah mereka orang yang sama, yakni pendeta dari biara terpencil di atas tebing itu" Siapakah dia sebenarnya" Masih hidupkah dia sekarang, dan terutama apa maunya" Jika aku pernah merasa seseorang mungkin menolongku diam-diam dalam berbagai peristiwa sepuluh tahun yang lalu, masihkah seseorang yang sama itu mengikuti seluruh tindakanku" Bagaimanakah kiranya jika seseorang itu ternyata adalah juga seseorang yang kuduga mengawasiku" Jika tidak, mungkinkah sebenarnya aku sekarang ini diawasi oleh dua orang" Apakah mereka saling mengenal ataukah saling berseteru" Perasaan betapa diriku mungkin diawasi oleh dua orang tanpa kuketahui membuat aku marah kepada diriku sendiri. Bagaimana mungkin setelah meningkatkan ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang sampai berpuluh kali lipat aku masih dapat diawasi tanpa mengetahui keberadaan mereka" Aku merasa masih harus meningkatkan tenaga dalam dan kecepatan bergerakku, agar mampu mengejar dan menangkap siapapun yang berhasil kupergoki sedang mengawasi diriku! (Oo-dwkz-oO) AKU keluar dari kedai. Di luar, seseorang ternyata telah menantiku. Ia bercaping begitu lebar, sehingga bayangannya menutupi seluruh wajah dan tak bisa kulihat. Kain yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ melapisi caping dari daun pandan itu sudah compang-camping dan warnanya tak jelas lagi, begitu pula busananya yang sudah tak berbentuk sama sekali, hanya seperti kain tak berwarna yang menutup tubuh. Kain itu lebar seperti jubah, tetapi berlengan begitu lebar sehingga pergerakannya tetap bebas, menutupi pula sebagian pahanya, diikat dengan kulit ular pada pinggangnya. Takpernah kulihat orang berbusana seperti itu di Yawabumi. Aku menghentikan langkah sekitar duapuluh langkah di hadapannya. Jelas ia menghendaki pertarungan denganku. Di balik punggungnya tampak menonjol gagang sebuah senjata yang belum kutahu apa. Ia tampak tegap dan tinggi. Dari balik caping rambut panjangnya yang merah dan gimbal tampak lengket satu sama lain. Angin yang bertiup melambailambaikan rambutnya itu, tetapi ketika aku berhenti melangkah, ia mengangkat tangan kanan, dan angin ternyata berhenti bertiup. Siang mendadak panas sekali. Aku diam dan menunggu. Ketika ia menurunkan tangannya itu, angin bertiup kembali seolah diperintahkannya. Lantas seluruh, sekali lagi seluruh, dedaunan di sekeliling kedai itu berguguran, bertumpuk rapi di atas bumi seperti sengaja dipertunjukkan untukku. Kulihat sekeliling. Pepohonan hanya tersisa rantingrantingnya yang meranggas. Bumi bagaikan baru saja terbakar. INI sebuah siang yang panas. Saat yang sangat tidak enak untuk bertarung. Namun kita tidak selalu bisa memilih waktu pertarungan, seperti tidak dapat menentukan waktu kematian. Seorang pendekar melayani tantangan setiap saat, kapan pun datangnya, di mana pun tempatnya, siapa pun orangnya, demi kehormatan sebuah pertarungan dalam pencarian kesempurnaan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Namun aku tidak peduli kepada semua keajaiban itu. Hanya memperhatikan baik-baik seluruh gerakan tubuhnya dengan cermat. Ia mengibaskan tangan kirinya. Kurasakan gelombang udara yang dahsyat mengempas dan siap menggulung ke arahku. Kugeser tubuhku ke samping. Maka kedai di belakangku mendadak pecah berhamburan ke segala arah tanpa ujud lagi. Tiada lagi kedai itu. Orang-orang yang berada di dalamnya ketika aku keluar tadi tampaknya juga berhamburan tanpa bentuk lagi. Kulihat selintas, darah dan daging terciprat dan menempel di batang-batang pohon. Orang ini pasti kejam sekali. Ia tertawa terbahak-bahak. ''Huahahahahahaha! Iblis Pemakan Daging mengirimkan salam Naga Hitam padamu!'' Ah! Naga Hitam! Kemarahanku kepada diriku sendiri karena takmampu mengungkap siapa yang barangkali telah selalu mengawasiku mendadak saja seperti tertumpah kepada orang ini. Namun ia telah melemparkan capingnya yang berputar seperti senjata cakra ke arahku. Lantas ia sendiri berkelebat ke arahku sembari mencabut senjata di punggungnya. Ini serangan yang sulit. Menangkis serangan caping berarti pertahanan terbuka terhadap serangan Iblis Pemakan Daging, sedangkan menghindarinya juga tetap disambut serangan yang sama tanpa kesiapan menghadapinya. Serangan ini Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo hanya dapat dihindari dengan masuk ke dalam bumi, tetapi aku belum pernah me lakukannya. Berbeda dari masuk dan bertarung di dalam air. Padahal serangan ini berlangsung lebih cepat dari pikiran! Kujejak bumi di bawahku sehingga lebur jadi debu yang lebih lembut dari abu, membentuk lubang besar seketika, merekah dan dengan sendirinya menelan tubuhku. Caping itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ melesat di atas kepalaku, begitu juga senjata yang disabetkan Iblis Pemakan Daging, yang ternyata merupakan sebilah ruyung. Dengan ruyung yang bergerigi tajam itu dia menggebuk, yang dengan tenaga dalam sematang itu akan membuat tubuh yang digebuknya langsung menjadi daging cacah. Namun kenapakah ia disebut Iblis Pemakan Daging" Nanti baru akan kuketahui bahwa Iblis Pemakan Daging selain mengandalkan ilmu memainkan ruyung, ternyata juga memainkan ilmu sihir, yang antara lain menuntut agar ia memakan daging manusia sebagai syarat penguasaan ilmunya! Sudah kukatakan tadi ia seorang yang kejam, baginya nyawa manusia tak ada harganya, kecuali sebagai kebutuhan memenuhi santapannya! Saat itu aku memang belum mengenal kecenderungannya tersebut, tetapi apa yang dilakukannya terhadap kedai dan orang-orang yang masih berada di dalamnya itu telah membuatku merasa wajib menamatkan riwayat hidupnya. Ini bukan pertarungan antara pendekar demi kesempurnaan ilmu silat dan kesempurnaan hidupnya, melainkan antara penjahat berjiwa iblis dan seseorang yang sedang begitu muak dengan keberadaan kejahatan itu sendiri. Ini bukan pertarungan untuk merayakan kehidupan pendekar, dengan saling mengantarkan lawan menuju kesempurnaan, melainkan pertarungan wajib seorang pendekar untuk membasmi kejahatan. Dari dalam lubang, di antara kepulan debu selembut abu, aku melesat sangat amat tinggi ke atas, dan melihat kedudukan Iblis Pemakan Daging yang berbalik siap menyerang kembali ke dalam lubang. Aku me luncur turun dengan kepala di bawah lebih cepat dari naiknya. Kupanggil dia. ''Pemakan Daging!'' Ia menolah ke atas, tapi saat itu secepat kilat begitu mendarat aku telah mengirimkan totokan dengan dua jari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang membutakan kedua matanya. Ia sabetkan ruyungnya ke kiri ke kanan tanpa jurus lagi. Aku melompat jungkir balik sembari menendang punggungnya tanpa tenaga dalam sama sekali. Lebih dari cukup untuk menjerumuskannya masuk ke dalam lubang. Ia jatuh terjerembab. Lubang itu cukup dalam untuk membuatnya takbisa naik lagi. Kurasa keadaannya sekarang sangat mengenaskan, kebalikan dari sikapnya semula yang anggun dan begitu yakin akan kemenangan. Namun mengingat kekejamannya yang pasti telah berlangsung lama sebagai anak buah Naga Hitam, aku merasa tidak perlu berbelas kasihan kepadanya sama sekali. "Pendekar Tanpa Nama!" Kini ia berteriak ketakutan. "Bunuhlah aku! Sempurnakanlah aku! Sebelum penduduk desa merajamku!" Aku baru sadar betapa orang-orang sudah berkerumun di sekitar lubang besar hasil jejakanku. Orang-orang desa membawa golok, arit, kapak, tombak, atau sekadar batang kayu bakar. Mereka mendekat dengan wajah kuyu, sembari satu persatu menggumam perlahan. "Iblis itu sudah tidak berdaya sekarang, lebih baik kita membantainya sekarang, agar dia merasakan hukuman." "Hukuman apa yang pantas bagi iblis pemakan manusia ini?" "Pemakan saudara-saudara kita, pemakan anak-anak kita..." Rupanya ia telah merajalela di daerah tak bertuan yang sedang kulewati ini. Namun ia terlalu sakti untuk ditundukkan, lagipula ia bersekutu dengan Naga Hitam. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku melangkah pergi, menyerahkan nasib iblis tersebut kepada mereka yang selama ini telah ditindasnya. (Oo-dwkz-oO) Episode 50: [Daerah Tak Bertuan] DI daerah tak bertuan, kejahatan merajalela tanpa hambatan. Ini sering terjadi pada tahun-tahun pertama pergantian kekuasaan. Penguasa lama, betapapun berkuasa dan berwibawanya dia, akan selalu menghadapi sejumlah penguasa daerah terpencil yang tidak terlalu mudah dikuasai, bukan saja karena jarak yang jauh dan sulit, melainkan juga karena jarak yang jauh membuat lingkaran wibawa seorang penguasa tidak terlalu berdenyar. Daerah terpencil harus dikuasai dengan penempatan para pejabat dari pusat pemerintahan. Namun kebijakan semacam ini bukan tanpa akibat. Di satu pihak mengukuhkan kekuasaan pusat pemerintahan, di lain pihak bercokolnya orang asing sebagai penguasa daerah mengundang semangat perlawanan. Pada saat pergantian kekuasaan, para pewaris kekuasaan di daerah terpencil yang sudah lama merasa tertindas di bawah kekuasaan Rakai Panamkaran, memanfaatkan peluang untuk merebut kekuasaan di daerah tersebut ketika kedudukan Rakai Panunggalan yang kini menjadi penguasa Mataram belum terlalu kokoh. Namun di daerah tak bertuan, terlalu banyak orang merasa layak berkuasa dengan berbagai alasan yang berbeda-beda. Ada golongan yang merasa berhak sebagai keturunan penguasa lama yang ditundukkan, jika tidak dibantai habis seluruh keluarganya, semasa pemerintahan Rakai Panamkaran; ada golongan yang merasa berhak karena memang telah menghimpun kekuatan dan merasa mampu merebut kekuasaan dengan dukungan banyak orang; ada TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ golongan yang sebetulnya mewakili pemerintahan pusat semasa kekuasaan Rakai Panamkaran, dan kini berpikir untuk melepaskan diri dari kekuasaan Rakai Panunggalan yang baru saja naik tahta dan dianggapnya belum mendapat terlalu banyak dukungan dari para penguasa daerah yang lain. Di antara berbagai golongan yang berebut kekuasaan di daerah terpencil itu, pada awal goyahnya kekuasaan pusat tidak akan ada yang terlalu berkuasa; kedudukan yang satu dirongrong kedudukan yang lain, dan karena tidak satu golongan pun mempunyai pasukan yang cukup kuat untuk mengukuhkan kekuasaan, mereka saling mengirim pembunuh bayaran, para tikshna, yang akan membunuh siapa pun secara diam-diam tanpa meninggalkan jejak, atas pesanan siapapun yang membayarnya. Keadaan ini akan berhenti ketika pusat pemerintahan mengirimkan pasukan yang kuat, membantai, menindas, dan menghukum siapapun yang tidak mengakui kekuasaan dari pusat, lantas bercokol di sana dengan perwakilan yang akan selalu waspada terhadap setiap gejala perlawanan dan pemberontakan. Namun orang-orang daerah terpencil ini agaknya tidak pernah belajar, dan memelihara minat untuk juga berkuasa di daerah itu setiap kali kesempatan terbuka. Itulah sebabnya daerah tak bertuan tak hanya menunjuk kekosongan kekuasaan, melainkan juga kekacauan akibat pertikaian berbagai golongan yang dapat membingungkan, apalagi bagi orang asing yang hanya kebetulan me lewati daerah tak bertuan tersebut seperti diriku. Keadaan semacam itu bukan tidak merasuk ke dunia persilatan. Para pendekar dengan kemampuan bersilat yang tinggi sehingga bisa membantai satu pasukan seperti membalik tangan, sering tergoda dan memang digoda untuk mendukung salah satu golongan. Bila harta benda dunia tak cukup menggoda, kepada mereka ditawarkan sebagian dari kekuasaan, tanpa pernah mengetahui betapa setelah kekuasaan didapatkan mereka akan dianggap duri dalam daging yang harus TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dilenyapkan. Pada tahap inilah para ahli racun akan mendapatkan pekerjaan! KECENDERUNGAN semacam ini, jika kita banyak membaca, sebenarnyalah merupakan cerita yang selalu berulang. Namun di Yawabumi tahun 786, berapa banyakkah manusia membaca, dan apa pula yang mau dibaca" Kitab-kitab disalin dan disebarkan dengan amat sangat terbatas, selain hanya dibaca dan dimiliki kasta tertentu. Sebaliknya, cerita lisan beredar begitu rupa dengan keragaman dan pengembangan berganda yang tak mungkin dilacak lagi sumbernya. Menambah kebingungan siapa pun bagi mereka yang ingin mencari apapun yang dapat dipercaya sebagai kebenaran. Sesuatu yang sudah telanjur mustahil! Daerah tak bertuan adalah ladang yang subur bagi golongan hitam, karena daerah tak bertuan juga berarti daerah tanpa hukum, dan di daerah tanpa hukum berlakulah hukum rimba, yakni betapa siapa pun yang paling mampu memaksakan kekuasaannya, maka dialah yang akan berkuasa. Dalam ketidakpastian perlindungan di bumi, apakah yang dapat dilakukan rakyat jelata" Mereka mengharapkan perlindungan para penguasa langit! Demikianlah, maka pada suatu malam bulan Asvina saat rembulan terang di daerah takbertuan itu kusaksikan suatu upacara keagamaan yang khusyuk. Kulihat penduduk sebuah desa berkumpul di depan patung Durga Mahisasuramardini. Kuperhatikan patung itu, memperlihatkan Durga bertangan delapan yang berdiri dengan sikap tenang, kedua kakinya berada di atas punggung kerbau dalam sikap abhangga, yakni berdiri tegak, kepala dan tubuh terletak pada satu garis yang disebut madhyasutra , kaki kanan sedikit bengkok karena dilipat. Wajah Durga tampak cantik tapi bertaring. Kudengar kata-kata pemuka desa yang memimpin upacara ini. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ saya mencari Dewi Durga sebagai pelindungku yang warnanya seperti api yang membakar dengan panasnya yang dahsyat dialah puteri matahari yang dipuja agar memberi hasil pada setiap upacara korban hormat kepada kekuatanmu o dewi yang hebat Puja pembuka itu kemudian diteruskan dengan cara pemujaan Durga seperti pernah kubaca dari Mahabharata, yakni parva keempat Bhisma-parva, yang diucapkan oleh Arjuna, dan parva keenam Virata-parva, yang diucapkan oleh Yudhistira. saya menghormat tuan, kepala para yogin tuan adalah sama dengan Brahman tinggal di hutan Mandara Kumari, Kali, isteri Kapala atawa Siva hitam warnanya hormat kepadamu o Mahakali Candi, Canda hormat kepadamu Tarini yang dilengkapi keberuntungan yang berasal dari suku Kata atawa Katyayani sangatlah dihormati menakutkan Karali sang pemberi kemenangan dan tuan adalah kemenangan itu sendiri tuan yang memiliki bendera bulu merak dihiasi segala jenis permata memiliki tombak yang hebat pedang dan perisau kulit adik wanita Kresna ketua gembala lembu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Jyestha yang lahir dalam keluarga gembala Nanda gemar akan darah Mahisa Kausiki yang berbusana kuning dengan senyum menawan mulutnya menelan segenap asura hormat kepadamu yang bahagia di medan perang Uma pemberi Shaka tuan berwarna putih dan hitam penghancur asura Kaithaba bermata keemasan bermata setengah terbuka berwarna mata abu-abu tuan adalah Veda dan sruti yang sangat suci tuan sangat berguna bagi brahmana yang melakukan upacara korban tuan adalah Jataveda dan tuan selalu hadir di kuil-kuil yang suci di kota-kota penting Jambhudvipa di antara ilmu pengetahuan tuan adalah pengetahuan bagi Brahman tuan adalah kelepasan dari makhluk yang bertubuh o Ibu Skanda o Bhagavati Durga! tuan berada dalam darah yang sulit dicapai Svaha, Svadha, Kalaa, Kastha Sarasvati, Savitri ibu dari Veda dan tuan disebut Vedanta saya menghormati tuan dengan sepenuh hati dengan kehendakmu berilah kemenangan perang kepada kami tuan yang tinggal di tempat terpencil yang menakutkan dan sukar dicapai di dalam rumah para pemujamu di Patala TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dalam perang tuan menaklukkan Danava Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tuan adalah kantuk Mohini dan tidur Nidra DALAM pertarungan yang berlangsung sangat cepat, kami bertukar pukulan beberapa kali, tetapi semua pukulannya tertahan oleh telapak tanganku sedangkan seluruh pukulan Telapak Darah masuk dengan telak. Ia terjengkang dengan mulut memuntahkan darah tetapi sempat melemparkan sesuatu ke arahku, yang segera kutangkis karena tak sempat kuhindari. Akibatnya sama sekali tak terduga, benda itu me ledak tanpa suara dan dengan cahaya sangat terang mengagetkan serta mengeluarkan asap, sedangkan baunya terasa aneh dan memabukkan. Kutatap sepintas apa yang terjadi dengan orang-orang di depan arca, untuk sejenak mereka bagaikan orang yang tersihir, tetapi lantas bergelimpangan. Aku pun hampir mengalami nasib yang sama jika tidak segera menahan napas. Bau yang aneh itu membuat orang-orang menjadi lemas tanpa daya, dan dalam keadaan seperti itu ledakan cahaya tersebut membuat segala benda tak bergerak terlihat bergerak. Terutama arca Durga bertangan delapan tersebut! Apa yang menjadi firasatku terbukti. Penduduk desa yang memuja Durga itu dalam kesadaran terbius akan mengira sesembahan mereka itu telah melemparkan bola-bola berasap tersebut, dan bukan seseorang yang tidak pernah mereka ketahui bersembunyi di belakangnya. Kudorong kedua tangan agar angin pukulan mengembuskan asap yang membius itu, tetapi pengaruhnya telanjur berakibat ke dalam urat syaraf di dalam otak mereka. "Durga! Durga! Kami selalu memuja dirimu dan memberi persembahan korban, apa salah kami!" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Aku mendekati pelempar bola asap bercahaya itu. Ia mengenakan busana serba hitam agar tak mudah dipergoki dalam penyusupan malam. Di dadanya banyak jejak Telapak Darah yang membuat kematiannya terpastikan. Siapakah dia" Ia mengenakan kain ikat kepala yang juga hitam. Segera kusingkap pula kain hitam yang melingkari bagian atas tubuhnya, dan terlihat rajah cakra di dada kanannya. "Cakrawarti, O" desisku. Entah rencana besar apa yang sedang berlangsung di Yawabumi, tetapi ada sejumlah persoalan yang kurasa berhubungan, yang telah membuat aku sempat mengira betapa upacara memuja Durga itu memang telah berakhir dengan kekacauan. Kubongkar kain yang melingkari pinggangnya, selain terdapat banyak bungkusan racun dan senjata rahasia, seperti paku, lempengan logam berbentuk bintang dan cakra, jarumjarum beracun, ternyata terdapat pula sebuah surat. Tertulis di atas lontar kalimat seperti berikut: Cakrawarti kini bekerja untuk Naga Hitam Tugas pertama menghancurkan kepercayaan Lenyapkan segera setelah dibaca Agaknya ini sejenis surat edaran, bersifat rahasia, dan anggota Cakrawarti yang satu ini telah melakukan keteledoran. Seharusnya surat ini tak ada lagi pada dirinya karena telah dimusnahkan. Kuambil surat itu dan segera menolong orang-orang yang terkapar bergelimpangan dengan impian buruk dalam kepalanya yang berada di luar kesadaran. Dengan penyaluran tenaga dalamku mereka dapat disadarkan, tetapi kenangan atas peristiwa yang baru saja terjadi tidak bisa dihapus lagi. Bagi mereka, Durga yang mereka puja telah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menyakiti pengabdian dan kepercayaan. Luka di badan mudah disembuhkan, luka dalam hati tak jelas obatnya. Dengan surat dan mayat anggota Cakrawarti itu, aku ingin meyakinkan mereka, bahwa bukan arca Durga Mahisasuramardini yang berdiri di atas kerbau itu yang telah membuat mereka terkapar tanpa kesadaran. Namun kulihat mereka sudah tidak peduli kepada arca itu lagi. Mereka saling menolong setelah bangkit, lantas melangkah terseok-seok kembali ke desa, tanpa sekalipun menoleh kepada arca itu lagi. Juga tidak peduli kepadaku sama sekali. Malam masih kelam. Hanya tersisa lampu minyak kelapa di antara sesaji di bawah arca. Angin menggoyangkan api, membuat delapan tangan Durga bagaikan bergerak-gerak, dan kepalanya menggeleng-geleng takbisa mengerti. ku menghela napas, segalanya mungkin terjadi di daerah tak bertuan. (Oo-dwkz-oO) Episode 51: [Hutan Mayat] SUATU ketika dalam perjalananku tibalah aku di Hutan Mayat. Barangkali aku tersesat, tetapi barangkali juga aku sedang tidak peduli berjalan ke mana selama itu menjauhi jalanan umum, karena di tempat seperti itu akan selalu terdapat seseorang yang mencegat dan melibatkan aku ke dalam pertarungan. Padahal, bagi seseorang yang hidup dalam dunia persilatan, setiap tantangan harus dilayani, karena diandaikan sebagai jalan menuju kesempurnaan. Maka kuhindari jalanan, kuhindari keramaian, kuhindari keadaan apa pun yang sekiranya akan melibatkan aku ke dalam pertarungan. Bukan karena aku takut dikalahkan, sebaliknya karena aku terlalu yakin akan mendapatkan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kemenangan, yang juga berarti lawanku akan kutewaskan. Tentu aku sangat menghormati keberanian lawan-lawanku dan melayaninya dengan sebuah pertarungan adalah cara terbaik untuk menunjukkan penghormatan tersebut, tetapi jika lawan yang kuhadapi tidak seimbang, dalam arti jauh berada di bawah kemampuan, kuanggap pertarungan adalah kesiasiaan, karena kematian sudah dipastikan. Pertarungan yang terbaik bagiku adalah pertarungan dengan lawan yang begitu tinggi ilmu silatnya, sehingga kita tidak dapat menduga kemampuannya begitu saja kecuali mengujinya dalam suatu pertarungan. Namun meski kesempurnaan ilmu silat hanya dapat diuji dalam pertarungan, adalah suatu kesia-siaan jika suatu pertarungan yang tidak seimbang dipaksakan, dan tetap dilakukan juga ketika siapa yang tewas sudah dapat dipastikan. Makna ujian atas kesempurnaan dalam ilmu persilatan adalah terdapatnya penemuan tak terduga dalam pertarungan. Dari pertarungan satu ke pertarungan lain dengan kematian sebagai kemungkinan, para pendekar terus menerus menyempurnakan diri dengan berbagai penemuan dari setiap pertarungan. Dari penemuan demi penemuan itu seorang pendekar mendalami dan mengembangkan ilmu silatnya untuk mencapai kesempurnaan. Dalam pertarungan setiap pendekar mengerahkan segenap kemampuannya, dalam arti mengerahkan ilmu silatnya dalam pencapaian yang paling sempurna, sehingga jika ia tertewaskan maka ia akan tewas dalam pencapaian kesempurnaan; sedangkan yang mengalahkannya masih harus mempelajari penemuan dalam pertarungan itu untuk menuju kesempurnaan. Suatu penemuan hanya akan terdapat dalam pertarungan yang penuh dengan ketakterdugaan; itulah sebabnya dalam pertarungan yang tak seimbang tidak akan terdapat suatu penemuan, karena dalam pertarungan yang tidak seimbang segalanya sudah terpastikan, dan pertarungan menjadi suatu kesia-siaan, karena tidak menyumbangkan apa TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pun dalam pencapaian kesempurnaan. Ini berarti pertarungan yang tidak seimbang harus dihindarkan. Maka bukan hanya jalan yang dilalui banyak orang yang kuhindari, dalam kenyataannya aku bahkan menghindari jalanan itu sendiri. Berkelebat secepat kilat dari tempat ke tempat tanpa harus terlihat telah menjadi cara hidup seorang pendekar dari saat ke saat. Dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit aku melangkah ringan ketika berlari dengan kecepatan yang tidak bisa diikuti mata di atas pucuk-pucuk padi. Anakanak yang menjaga padi menguning dari serangan burungburung pipit dengan menggerakkan tali hantu sawah, hanya akan merasakan adanya bayangan berkelebat tanpa menyadari bahwa seseorang telah berlari di atas pucuk-pucuk padi. Dengan cara melakukan perjalanan seperti itu, memang hanya para pendekar dengan tingkat ilmu s ilat yang tinggi bisa melihatnya dan ada kalanya mereka memutuskan untuk segera menyerang saat itu juga. Demikianlah suatu ketika saat sedang berlari di atas pucuk-pucuk padi seperti itu, karena menjelang musim panen pedesaaan Yawabumi adalah bentangan padi menguning yang bagaikan tanpa tepi, di sampingku tiba-tiba terdapat seseorang yang berlari dengan kecepatan sama tinggi dan langsung menyerangku. Aku tidak memperlambat lariku, bahkan mempercepatnya, dan karena itu ia menyerangku terus sembari tetap samasama berlari. Tidak mudah untuk menyerang dan bertarung dalam keadaan lari berdampingan dengan kecepatan tinggi seperti itu, tetapi bagi para pendekar yang sudah sangat tinggi ilmunya, segala keadaan harus bisa diatasi. Pendekar ini sangat gagah dan busananya sangat mewah, bahkan ia mengenakan alas kaki yang disebut sepatu. Ia mengenakan wdihan ganjar patra sisi atau kain bergambar sulur-suluran di bagian tepinya dari pinggang ke bawah, dari pinggang ke atas ia tak berbaju, tetapi kedua lengannya yang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kekar bergelang tembaga. Rambutnya yang hitam berkilat digulung ketat sehingga tampak kalung kulitnya yang berkantung jimat. Ia tampak sangat tampan dengan kumis tipis me lintang. Sembari berlari kencang mendampingiku, ia memutar pedang yang tajam di kedua sisinya itu seperti baling-ba-ling. Dari pergeseran pedang dengan udara, aku segera tahu ketajaman pedang itu memang luar biasa. Inilah jenis pedang yang dapat membelah ketebalan benang (ingat, ketebalannya, dan bukan panjangnya) menjadi dua. Diputar seperti baling-baling di sampingku tanpa menoleh sambil berlari dengan kecepatan tinggi seperti itu, aku bisa mendadak kehilangan lengan. Aku menggeser lariku ke kanan menjauhinya, tetapi ia terus memburuku tanpa memberi kesempatan sama sekali. Serangan tanpa tantangan adalah suatu hal yang belakangan lebih sering kualami, yang kuperkirakan berasa l dari dua hal: pertama, barangkali basa-basi memang dianggap tak perlu lagi dalam pertarungan menuju kematian; kedua, kenyataan bahwa aku belum pernah terkalahkan betapapun membuat penantangku waswas dan ingin mendapat peluang untuk menang dengan serangan mengejutkan. Karena aku terus bergeser ke kanan dan ia terus memburuku, maka kami terus berputar-putar dalam suatu lingkaran besar. Dari pucuk padi aku mengendap ke bawah sehingga pada sawah tersebut terbentuk lingkaran dari pucukpucuk padi yang terpotong berputar seperti baling-baling itu. Aku memang tidak membawa senjata, tidak pernah lagi membawa senjata, karena bahkan ketika belajar Ilmu Pedang Naga Kembar pun kedua pendekar yang mengasuhku berkata bahwa kesempurnaan ilmu silat tidak boleh tergantung kepada senjata. Kesempurnaan ilmu s ilat tidak tergantung kepada ada atau tidak adanya senjata, dan tentu juga sangat tidak tergantung kepada senjata macam apa yang dipakainya, karena diandaikan seorang pendekar dengan tingkat ilmu sempurna harus mampu menggunakan apa pun yang mungkin TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ diraihnya sebagai senjata, di samping tentu harus tetap mampu bertarung tanpa senjata. Kuingat kata-kata pasangan pendekar yang telah menyelamatkan aku dari nasib tak jelas itu, betapa senjata pusaka dan senjata mustika macam apa pun tidak menjadi penentu kesempurnaan ilmu dalam dunia persilatan. Masalahnya dengan pertarungan ini, di tengah lingkaran yang terbentuk oleh pengejaran diriku oleh pendekar bersepatu dan berbusana mewah itu terdapatlah seorang anak yang sedang menarik-narik tali untuk menggerak-gerakkan hantu sawah. Burung-burung pipit, yang tentu lebih peka daripada manusia telah beterbangan pergi. Anak berumur sepuluh tahun yang hanya berkancut ini berdendang sendiri sembari menggerak-gerakkan tali, tidak menyadari dirinya berada di tengah suatu pertarungan antara hidup dan mati. Padahal aku tidak ingin anak ini melihat mayat dengan kepala terpenggal dalam usia terlalu dini. Maka kuberikan tambahan tenaga dalam kepada Jurus Naga Berlari di Atas Langit dan meninggalkan pendekar itu dengan kecepatan yang melebihi kilat. Pendekar yang hanya mampu bergerak secepat kilat itu menjadi tertinggal, tetapi dengan penasaran tetap memburuku yang sengaja menantikannya di tepi hutan yang sunyi. Saat kulihat pendekar itu mendatang dengan kecepatan tinggi, aku menyambut kedatangannya masih dengan kecepatan melebihi kilat, sehingga bagiku ia tampak bergerak amat lamban. Dengan sangat mudah aku kemudian mengambil pedang yang kutahu ketajamannya luar biasa itu dari tangannya, nyaris tanpa sempat disadarinya, lantas kubabatkan pedang itu ke tengkuknya. Untuk sesaat tubuhnya yang sudah tanpa kepala itu masih seperti berlari, sebelum akhirnya meluncur jatuh menyelusup ke balik semak-semak. Kuperhatikan dua sisi mata pedang itu, tiada bercak darah sama sekali. Setidaknya pendekar itu harus TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bersyukur memiliki pedang seperti ini, yang telah membuat Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kematiannya dia alami tanpa penderitaan sama sekali. MEMANDANG pedang yang ternyata pada kedua sisinya berukir itu, ukiran bergambar kilat menyambar, aku teringat sebuah nama yang terhubungkan dengan ukiran tersebut, yakni Pendekar Pedang Kilat. Dari cerita yang pada sebuah kedai, kudengar kemampuan pedang itu untuk membelah ketebalan sebuah benang menjadi dua, bukan membelah kepanjangannya, pertanda ketajaman yang sungguh luar biasa. Sayang sekali, kemampuan bergerak secepat kilat jauh dari cukup untuk mengimbangi kecepatan bergerak melebihi kilat seperti yang telah kuperagakan tadi. Namun ia boleh lega atas pertarungan yang dilakukannya, karena menemui ajal dalam pencapaian tertinggi ilmu silatnya, sehingga kematiannya menjadi titik kesempurnaan hidupnya. (Oo-dwkz-oO) KUTANCAPKAN pedang itu ke tanah, karena aku tidak tertarik menggunakannya, lantas melihat ke sekeliling hutan. Barulah kusadari sekarang, ternyata aku berada di Hutan Mayat. Ini sebuah hutan yang tidak terlalu lebat, tetapi nyaris pada setiap pohon, di antara cabang dan ranting-rantingnya tergeletaklah sesosok mayat! Ada mayat yang masih baru, ada mayat yang sudah tak berbentuk, dan ada pula yang sudah tinggal kerangka. Tak terhitung mayat-mayat itu, bagaikan terdapat pada setiap cabang dan rantingO Aku sudah lama mendengar tentang Hutan Mayat. Ini bukan sebuah nama, melainkan suatu istilah, bagi masyarakat yang tidak menganut jalan Mahayana maupun memuja Siwa, karena sebelum agama-agama itu datang bersama kapal-kapal dagang di pantai utara, mereka adalah pemuja arwah para leluhur, bahkan sejak masa yang jauh lebih silam juga memuja pohon besar, batu besar, sungai besar, halilintar, rembulan dan matahari, dan apapun yang mereka andaikan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sebagai sesuatu yang dahsyat, yang tidak pernah cukup mereka percaya hanya sebagai gejala-gejala alam. Adapun bagi mereka ini, apabila ada orang mati, mereka percaya nyawanya masih berada di tubuhnya, dan hanya akan melayang secara sempurna ke sebuah dunia secara utuh setelah menjadi kerangka. Mereka letakkan mayat-mayat ini di atas pohon, agar membusuk dan mencair dengan sendirinya, atau agar dimakan binatangO Hari masih siang, tapi hutan ini terasa lembab dan kelam. Rupa-rupanya pertarungan sambil berlari dengan kecepatan sangat tinggi itu telah membawa kami ke tempat terpencil yang jauh sekali. Aku pernah mendengar cerita tentang peradaban nenekmoyang sebelum dewa-dewa Hindu dikenal di Yawabumi, dan cara memperlakukan orang mati seperti ini jauh lebih tua jika dibandingkan dengan cara-cara masyarakat penyembah leluhur lain yang juga pernah kudengar di Yawabumi. Bahkan cara-cara meletakkan mayat di atas pohon itu belum pernah kudengar terdapat di Yawabumi. Sebegitu jauh kudengar memang berlangsung pada masa sebelum dewa-dewa turun ke bumi, tetapi bukan di Yawabumi, melainkan di Jambhudwipa. Namun kini aku berada di Hutan Mayat, dan sudah jelas kini aku berada di Yawabumi. Berarti masih banyak hal yang belum kuketahui dengan pasti perihal masa lalu Yawabumi, dan untuk mengetahui seluk beluk nenek moyang pemuja leluhur ini tentu lebih sulit lagi, karena para nenekmoyang tidak mengenal dan dengan sendirinya tidak meninggalkan tulisan apa punO Namun itu tidak berarti mereka tidak meninggalkan apa pun. Sebaliknya, dari perjalanan yang kulakukan bersama ayah ibuku pada masa lalu ketika aku masih kecil, samarsamar kuingat kami menemukan tempat masyarakat purba melaksanakan upacara keagamaannya. Seperti kubur batu besar yang panjang, dengan gambar-gambar purba pada dinding dalamnya, seperti garis-garis lurus dan lengkung, maupun gambar-gambar sederhana tetapi indah tentang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lingkungan hidup mereka, seperti gambar manusia dan binatang. Pernah juga kami memasuki gua yang dindingnya terpoles dan tampak terbentuk oleh sentuhan tangan manusia. Kadang kami temukan batu-batu besar yang tampak seperti kotak persegi panjang, dalam keadaan berdiri, ditidurkan, atau saling bertumpu. Semua itu sebetulnya dapat dibaca sebagai bahasa yang ingin disampaikan kepada setiap orang. Nenek moyang orang-orang Yawabumi barangkali tidak punya aksara, tetapi mereka memang berbahasa dan menulis dengan cara berbeda. DARI keadaan semacam itu ayah dan ibuku menimba gagasan bagi penyempurnaan ilmu bagi dunia persilatan, tetapi apa yang kutemukan di Hutan Mayat sekarang ini membuat aku berpikir tentang suatu keadaan sebelum Hindu dan Buddha tiba di Y awabumi dari Jambhudwipa. Aku belum sempat mengolah gagasan apa pun, ketika sesosok bayangan berkelebat cepat, kali ini melebihi kilat, sehingga aku harus mengerahkan segenap tenaga dalamku untuk menambah kecepatan kepada ilmu meringankan tubuhku, agar terhindar dari jurus-jurus serangannya yang membingungkan. Namun setiap kali aku bergerak lebih cepat, dengan mudahnya ia juga menambah kecepatan, sehingga di dalam hutan itu hanya angin dari gerakan kami berkesiur dahsyat menerbangkan daun-daun dan menggoyangkan pepohonan. Gerakannya aneh sekali, tetapi jelas sangat mampu mengimbangiku. Sangat berbahaya, karena aku tak dapat menegaskan sosoknya! Berarti ia memang memiliki tenaga dalam dan daya kecepatan yang tinggi sekali! Sebegitu jauh aku memang dapat mengimbanginya, tetapi untuk pertama kalinya aku tidak merasa terlalu pasti, apakah akan bisa mengalahkannya, terutama karena gerakannya yang aneh, tetapi juga lugas dan tanpa pernik kerincian gerak yang sering diperagakan dalam ilmu silat. Pernah kuceritakan tentang TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ berbagai aliran ilmu silat yang menimba gagasan dari gerakgerik binatang dalam pertarungan. Sosok yang menerjangku kali ini tampak jelas memanfaatkan berbagai gerakan binatang, tetapi gerakannya sama sekali berbeda dari berbagai aliran dalam ilmu silat yang meniru gerak binatang. Bahkan aku berani mengatakan sebetulnya boleh dikatakan bukan ilmu s ilat sama sekali. Ia menanduk seperti banteng, memagut seperti ular, mencakar seperti macan, mematil seperti lele, melayang seperti kupu-kupu, menyeruduk seperti badak, menggasak seperti gajah, menyengat seperti lebah, menyambar seperti elang, bertahan seperti kura-kura, menjepit seperti kalajengking, mengganggu seperti nyamuk, mengelak seperti cicak, menjerat seperti laba-laba, menerkam seperti kucing, memperdaya seperti bunglon, dan bahkan menggigit seperti buaya! Semua itu dilakukannya dengan tenaga dalam dan kecepatan sangat tinggi, seperti yang sudah kukatakan tadi, kecepatan yang bahkan melebihi kilat. Jika setidaknya aku takmampu bergerak dengan sama cepatnya, mungkin sudah sejak tadi nyawaku melayang dengan tubuh hancur lebur. Bayangan yang bergerak sangat cepat ini sulit ditundukkan justru karena tampaknya ia tidak mengenal jurus-jurus silat sama sekali. Sebaliknya, sedikit demi sedikit ia bahkan telah mengulang kembali jurus-jurus yang sempat kukeluarkan untuk menyerangku! Aku bagaikan berhadapan dengan seseorang yang menggunakan Jurus Bayangan Cermin! Bedanya, ia tidak menggunakan Jurus Bayangan Cermin yang memang merupakan jurus untuk menyerap dan mengembalikan jurus-jurus, melainkan betul-betul seperti sedang mempelajari sesuatu untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya. Begitulah dalam kecepatan yang sangat tinggi jurusjurus yang kukeluarkan berbalik kembali menyerang diriku. Memang mudah menghindarinya, tetapi keadaan ini sangat memusingkan, apalagi ketika ia segera mahir TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menggunakannya berselang-seling dengan gerak-gerik binatang yang tidak seperti jurus-jurus silat itu. DALAM pertarungan dengan kecepatan melebihi kilat ini, setelah pukulan-pukulan Telapak Darah selalu berhasil dihindarkannya, aku memaksa diriku berpikir keras. Bayangan yang bergerak begitu cepat sehingga tak juga dapat kutegaskan sosoknya ini tidak mungkin disiasati dengan suatu jurus dari ilmu silat, karena ia ternyata tidak mengenal ilmu silat apa pun. Ia telah menyerangku dengan suatu ilmu pertarungan, katakanlah begitu, yang tidak ada hubungannya dengan ilmu silat sama sekali. Maka jika aku pun tak akan dapat menerapkan jurus semacam Jurus Penjerat Naga kepada lawan seperti ini, tepatnya jurus apa pun selama itu masih merupakan jurus ilmu silat, memang kiranya jurus apa pun takkan mempan menundukkannya. Dalam keadaan seperti ini lawan harus ditundukkan tanpa ilmu silat. Adapun untuk menundukkan siapa pun tanpa ilmu silat, artinya harus digunakan suatu akal, dan akal apa pun yang akan digunakan haruslah berdasarkan pengenalan atas orangnya. Masalahnya, jangankan mengenal orangnya, sedangkan untuk menegaskan sosoknya saja tidak kunjung bisa kulakukan! Kecepatan kami bertarung melebihi kecepatan kilat. Sebetulnya tidak ada waktu untuk berpikir lagi. Namun dalam sepuluh tahun ini aku telah belajar membuka ruang seluas-luasnya dalam celah waktu sesempit apa pun. Adapun ketika ruang telah menjadi begitu luas, sebegitu leluasa pula waktu dapat memenuhi ruangnya. Satu hal penting telah kupikirkan dalam keluasan ruang yang kudapatkan di antara celah waktu. Jika ia tidak mengenal satu pun jurus ilmu silat, maka pastilah ia bukan seorang pendekar, dan jika ia bukan seorang pendekar maka tentunya ia menyerang bukan karena sedang menguji kemampuan untuk menuju kesempurnaan. Karena itu, meskipun tingkat pertarungan ini sangat tinggi nilainya, tidak harus menjadi TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ pertarungan antara hidup dan mati. Aku tidak harus membunuhnya dan dia tidak harus membunuhku. Menjelang senja tiba, di Hutan Mayat itu, kami masih terus bertarung. (Oo-dwkz-oO) Episode 52: [Penjaga Peradaban] Kulirik di antara celah kerimbunan hutan, langit telah menjadi merah. Jika gelap telah menjadi lengkap, kurasa aku akan menemui kesulitan besar menghadapi lawan yang bukan hanya belum terlihat sosoknya, dengan kecepatannya yang melebihi kilat itu, melainkan karena tentunya ia sangat mengenal hutan ini. Meski dengan ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang aku dapat mengetahui kedudukan setiap batang pohon, tetapi dalam kecepatan melebihi kilat, dengan lawan yang sangat mengenal lingkungan ini, aku merasa lebih baik bertarung di luar hutan. Maka sembari bertarung aku pun menggeser terus kedudukanku, mungkin tanpa disadarinya, sampai keluar dari Hutan Mayat itu. Namun begitu aku berada di luar batas terakhir pohonpohon besar, ia tidak mengejarku. Bahkan ia tiba-tiba menghilang. Ia ternyata hanya menjaga Hutan Mayat itu, atau lebih tepat mayat-mayat yang sebelum berubah menjadi kerangka diandaikan masih menyimpan suatu jiwa. Mayat itu boleh membusuk dan mencair, bahkan boleh disantap binatang hutan, selama tidak merusak keutuhan kerangkanya, karena jika terjadi jiwa yang masih tersimpan itu tidak dapat lahir kembali di alam abadi dalam wujud yang sama. Pertarungan berhenti, tetapi aku tahu penjaga Hutan Mayat itu masih di sana. Mengawasi diriku di balik keremangan. Jika TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ aku masuk lagi meski hanya selangkah, kukira aku mendapat serangan dahsyat lagi, yang belum tentu lebih ringan dari sebelumnya, apakah itu dari orang yang sama, ataukah dari orang lain lagi. Hutan Mayat ini adalah suatu tempat keramat, dan itu berarti bahwa tempat ini dijaga. Telah berkembang cerita bahwa Hutan Mayat adalah tempat yang sangat angker, bahwa para pencari kayu atau pemburu hilang, tidak jarang pula kembali dari hutan itu dengan pikiran yang sudah terganggu. Sebagai akibatnya, baru kuperhatikan kemudian, ternyata memang terdapat berbagai macam sesajen, mulai dari buah-buah sampai kepala kerbau, yang tampak berderet di luar hutan, mulai dari yang sudah membusuk tak tersentuh, sampai yang seperti baru diletakkan tadi pagi. Kupertajam lagi Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, dan aku terkesiap; di balik kekelaman itu tidak hanya satu, tetapi berpuluh-puluh sosok tampaknya berdiri mengawasiku, karena memang dapat kudengar dengus nafasnya! Datang dari manakah mereka" Apakah jauh di dalam Hutan Mayat ini terdapat pemukiman" Ini tentu suatu pemukiman yang dijaga dengan segala cara, agar tidak sesuatu pun yang asing dan tak dikenal menerobos masuk dan mengguncangkan kehidupan mereka. Sebegitu jauh, memang tiada seorang pun pernah masuk terlalu jauh ke dalam Hutan Mayat itu tanpa menjadi gila atau tak kembali sama sekali. SEMULA aku merasa penasaran, Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tetapi kemudian kuputuskan untuk tidak mengganggu mereka. Ketika para penyembah Siwa menyebar kepercayaan mereka dengan segala daya pikat dalam seni kata-kata maupun berbagai bentuk kesenian dalam hubungannya dengan upacara agama, tidaklah semua orang di Y awabumi menerimanya; bahkan bagi mereka yang tampak seperti menerima dan mengakui keberadaan dewa-dewa, seperti hanya memanfaatkan kebudayaan yang datang dari Jambhudwipa itu bagi kepentingan pemujaan mereka sendiri sahaja. Sebagian orang menerima dan memanfaatkan kebudayaan baru tersebut, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ apakah itu kebudayaan yang membawa serta Siwa, maupun kemudian Mahayana; tetapi sebagian yang lain menolaknya sama sekali, dan mengasingkan diri ke tempat-tempat terpencil, apakah itu ke puncak gunung, ke gua-gua di tempat yang sulit dicapai, ke pulau-pulau lain di seberang Yawabumi, ataupun masuk jauh ke dalam hutan seperti ini. Ini semua kudengar dahulu kala dalam perbincangan ayah dan ibuku, ketika kami menemukan tempat-tempat penduduk asli Yawabumi, keturunan langsung para penghuni gua tersebut. Mereka membuat patung-patung yang nanti akan mereka beri nama dan puja sendiri, dengan bahasa yang kami sama sekali tidak mengerti. Kadang-kadang bahkan kurasakan bahasa mereka hanya terdengar seperti burung berkicau atau kera mencerecek. Namun kedua orangtuaku mengingatkan aku untuk tidak memandang mereka sebelah mata, karena mereka adalah orang-orang pemberani, yang telah menyeberangi lautan lepas dengan keahlian berlayar yang tinggi, yang tentu saja tak mungkin berlangsung tanpa ilmu perbintangan memadai. ''Mereka memiliki peradaban,'' kata ibuku. ''Peradaban macam apa Ibu"'' kataku waktu itu, yang masih mengira membaca dan menulis sebagai ukuran tinggi dan rendah peradaban. ''Apakah bukan peradaban namanya jika mereka menanam pisang, tebu, ketimun, dan juga memanfaatkan pohon kelapa serta pohon bambu" Mereka memasak kepiting, udang, dan penyu, yang dicari di laut, selain dengan sengaja memelihara kerbau dan babi, kemungkinan besar juga sapi, yang memberi mereka daging dan susu; bukankah itu peradaban juga, anakku" Berburu dan mencari ikan sangat mereka sukai, dan mereka melengkapi diri mereka dengan senjata-senjata besi. Pakaian mereka terbuat dari kulit kayu dan mengerti seni menganyam; mereka membuat rumah-rumah dari bambu, kayu, dan rotan; bagaimanakah dikau takkan mengatakannya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sebagai peradaban, anakku" Di Jambhudvipa sebelum Siwa, Wisnu, dan Brahma dikenal, mereka letakkan mayat di pohon; di Yawabumi, jauh sebelum orang-orang Jambhudwipa penyembah Siwa tiba, mereka telah memotong batu-batu besar menjadi kotak empat persegi panjang dengan sangat halus dan rapi. Bayangkanlah, anakku, memotong batu sebesar itu, dengan peralatan yang tentu jauh lebih sederhana dari sekarang ini, dan menjadikannya sebagai kuburan. Bagaimana caranya mengangkat dan meletakkan batu sebesar itu untuk menutupi kotak yang juga terbuat dari batu" Perhatikanlah bahwa mereka menggunakan akal, wahai, anakku sayang....'' ''Kenapa orang-orang Jambhudvipa datang sampai kemari Ibu, dan apa yang mereka lakukan di sini"'' ''Anakku, anakku, pertanyaanmu banyak sekali, tetapi baiklah kujawab seperti yang kuketahui: Tanah Yawabumi sangatlah subur bagi padi, kemungkinan besar para pedagang Hindu itu tiba di sini dengan kapal-kapalnya karena alasan tersebut, untuk menambah perbekalan makanan, dalam perjalanan ke Negeri Atap Langit. Adalah mereka yang menyebut pulau kita ini Y avadvipa, anakku, atawa Tanah Padi. Dari sanalah lambat laun penduduk Yawabumi mengenal peradaban yang dibawa orang Jambhudvipa, sehingga bukan hanya lantas dapat kita temukan dari masa lalu barang-barang hiasan dari gading, kulit kura-kura, dan emas, sebagai pertukaran dagang,2) tetapi juga agama mereka yang penuh berisi dewa-dewa itu.'' "JADI, Siwa datang dari negeri lain Ibu" Dan juga Mahayana?" "Begitulah, anakku, tetapi penduduk Yawabumi menghayati Siwa dan Mahayana menurut kebutuhan mereka sendiri..." Aku tertegun mengingat percakapanku dengan ibuku itu, di tengah gua dengan dinding luas bergambar telapak tangan yang merah, serta orang-orang memburu makhluk bertanduk TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang tentunya banteng atau kerbau liar. Di gua itu pula kami menemukan dan mempelajari senjata-senjata mereka seperti batu-batu pipih yang dapat mengiris, memotong, dan juga membunuh... Dari gambar telapak tangan yang sangat banyak itulah Sepasang Naga dari Celah Kledung tersebut mengembangkan ilmu pukulan Telapak Darah, yang akan mereka gunakan manakala bertarung tanpa senjata. Tidak aneh bagiku sekarang jika penjaga Hutan Mayat yang sakti itu selalu bisa menghindarinya dengan mudah, bahkan meniru dan menggunakannya untuk menyerangku juga dengan sangat mudah. Sekarang mereka semua ada di sana, di depanku dengan napas yang jelas tertangkap telingaku, tanpa bisa kulihat. (Oo-dwkz-oO) SEMENJAK itu aku masih sering mendengar dengus dan helaan napas mereka, seperti berada di dekat-dekat telingaku, meskipun diriku sedang berada entah di mana. Tidak pernah bisa kuduga seperti apa sosok mereka, tetapi sejauh kuingat dari pemukiman yang pernah kami singgahi, memang terdapat bentuk tubuh, wajah, dan warna kulit yang tidak terlalu sama. Mereka itukah penduduk asli Yawabumi, ataukah berabadabad sebelumnya juga datang entah darimana dan ada lagi jenis penduduk asli lain yang sebelumnya sudah bermukim pula, semua itu menjadi kemungkinan untuk menduga-duga. Mengingat cara melakukan perjalanan adalah berjalan kaki, adalah wajar untuk menduga betapa mereka baru tiba di Yawabumi setelah berabad-abad lamanya pula. Dengan begitu, siapakah kami" Keturunan pendatang ataukah campuran pendatang dengan penduduk asli yang sudah bermukim di Yawabumi sejak keberadaannya pertama kali di bumi" Mungkinkah terdapat berbagai gelombang kedatangan dalam jarak ribuan tahun ini, dan mungkinkah juga masih TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terdapat suatu gelombang perpindahan sebelum orang-orang Jambhudvipa membawa Siwa dan Mahayana ke Yawabumi" MUNGKINKAH kami keturunan orang-orang yang terakhir ini" Aku melangkah pergi dengan suatu keharuan mengingat usaha manusia untuk mempertahankan keberadaan jiwa mereka, yang lebih tenang bersama pemujaan leluhur mereka itu, tetapi mempunyai akibat yang jelas kepada keberadaan tubuh mereka, yakni hidup terasing, jauh dari pergaulan dengan manusia lainnya. Masih terhirup olehku bau asap kemenyan, ketika aku pergi dengan kepala penuh tanda tanya: Sampai kapan mereka akan bertahan" Masih kukagumi kedahsyatan gerak dan tenaga dalam penjaga peradaban yang tidak kelihatan itu; jika semua orang yang kudengar helaan napasnya memiliki ilmu setinggi itu, barangkali ketika aku memasuki batas hutan itu lagi akan langsung mati. Sungguh di setiap pojok hutan yang gelap, bagaikan terdapat seorang pendekar yang mahasakti. Dengan kenyataan semacam itu, kadang aku takmengerti, kenapa diriku belum juga terkalahkan dan mati. Begitulah aku masih melakukan perjalanan di daerah tak bertuan. Aku masih mengarah ke utara dengan harapan mencapai pantai, sembari berpikir juga tentang Naga Hitam. Kapankah terakhir kali aku mendengar namanya" Kukira ketika Iblis Pemakan Daging mengaku dirinya membawa salam Naga Hitam. Hmm. Dulu aku ingin segera menempurnya dan sekarang pun masih juga, tetapi dahulu aku berpikir seperti itu barangkali untuk mengatasi ketakutanku, karena pembayangan diriku atas Naga Hitam sebagai tokoh besar persilatan. Para naga memang selalu terbayangkan sebagai tokoh besar dengan segenap dongeng yang melingkupi dirinya, tetapi di antara mereka hanya Naga Hitam yang semakin lama semakin ditakuti sebagai tokoh penyebar kejahatan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Dahulu aku ingin segera berhadapan dengannya, mungkin karena tidak ingin merasakan ketakutan lebih lama; tetapi sekarang ketakutan itu hilang sama sekali. Mungkin karena sekarang aku jauh lebih percaya diri atas ilmu silat yang kukuasai. Apalagi setiap kali menghadapi lawan dengan Jurus Bayangan Cermin, dengan semakin sempurnanya jurus ini, maka bukan hanya aku mampu mengembalikan serangan lawan dengan jurus yang sama meski serba kebalikannya, melainkan semakin berarti menyerapnya pula. Meski sekarang aku cenderung lebih suka menghindari lawan, karena kemenangan yang terlalu mudah dipastikan telah membuat aku bosan, sebelumnya aku begitu bersemangat untuk menghadapi setiap tantangan, karena dengan menyerap ilmu lawan aku mendapat banyak keuntungan. Bukan sekadar menambah jumlah ilmu atau jurus tertentu dalam ilmu persilatan, melainkan karena kemungkinan untuk mengolahnya sebagai pembelajaran dan penggubahan ilmu baru dalam dunia persilatan itu. Maka kepada lawan yang ilmu silatnya menarik, sering kulayani dalam pertarungan yang berlama-lama, karena semakin lama kami bertarung semakin keluar semua jurusnya, dan semakin terserap segalanya ke dalam perbendaharaan jurus-jurusku. Bukanlah mengulangnya kembali secara persis dan terbalik itu yang menarik bagiku, melainkan kemungkinan penggabungan berbagai jurus tersebut yang kemudian melebur menjadi sesuatu yang baru sehingga bisa kumainkan jurus tombak untuk ilmu pedang, jurus cambuk berduri untuk ilmu tangan kosong, dan jurus pisau terbang untuk ilmu toya dan ilmu kipas yang dimainkan berselang-seling atau dijadikan satu. Jurus trisula bisa kumainkan dengan dua golok, jurusjurus senjata rantai untuk ilmu jala. DENGAN membiarkan lawan mengeluarkan semua ilmunya juga akan membuatnya mati lebih puas ketika kukalahkan, karena terbunuh sebelum sempat mengeluarkan ilmu apa pun ibarat kata bisa membuat arwahnya penasaran. Namun TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ terhadap lawan dengan tingkat ilmu yang sangat tinggi, sikap semacam itu tidak dapat dilakukan, karena sikap terbaik adalah membunuh lawan pada kesempatan pertama ketika itu bisa dilakukan. Meski tentu saja Jurus Bayangan Cermin akan tetap menyerap jurus-jurus lawan tanpa bisa ditahan. Hanya setelah terlalu banyak lawan yang menyerang tanpa perkiraan atas kemampuan maka pertarungan menjadi tidak lagi terlalu menantang. Itulah yang membuat hatiku kini terbelah, apakah aku melayani dan memburu Naga Hitam, ataukah menuruti naluri pengembaraan, yang sementara ini memanggilmanggilku menuju lautan. Aku kini berada dalam sebuah pedati yang ditarik sapi, yang mengangkut batu-batu untuk pembangunan candi. "Enam tahun lalu...," kata pengemudi pedati itu tiba-tiba di tengah malam buta, seperti tahu aku taktidur dan hanya melamun saja, "sejak enam tahun lalu, seluruh rancang bangun candi-candi ini diubah, membuat pekerjaanku tidak kunjung selesa i sampai hari ini." Enam tahun lalu. Itu artinya tahun 790. "Apa yang terjadi Bapak?" "Candi-candi yang ketika dibangun maksudnya untuk Siwa, sekarang diubah untuk Mahayana," katanya. Kudengar memang pengaruh Mahayana yang mendesak di bagian selatan, daerah yang sudah penuh dengan candi-candi Siwa, ketika Mahayana makin kuat pengaruhnya, yang berarti penguasanya berganti agama, dan kemudian juga pengikut dan sebagian besar rakyatnya. "Coba pikir, berapa tahun candi itu sudah dibangun" Dirancang tata letaknya limabelas tahun lalu, sudah dibangun limas berundak seperti biasanya candi Siwa, eh sekarang diteruskan dengan cara Mahayana. Pembangunan semua candi yang belum selesai tiba-tiba berhenti, dan waktu berlanjut rancangannya berubah...." TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sementara pedati berjalan ia terus berkeluh kesah bahwa pembangunan candi-candi itu telah membuat ia harus meninggalkan keluarga dan sawah ladangnya, dan itu berarti mengacaukan hidupnya. "Sahaya tidak mengerti kenapa agama man apun harus membuat rakyat susah. Apakah Sang Buddha sendiri minta dibuatkan stupa pemujaan untuknya" Apakah dewa-dewa memang benar meminta candi pemujaan yang mengorbankan begitu banyak manusia demi dirinya, dan bukan raja-raja sahaja yang membangun segala kemegahan ini untuk menunjukkan betapa dirinya sangat berkuasa?" Itu juga pertanyaanku sejak lama. Agama-agama besar telah menggerakkan Yawabumi, tetapi bukan karena kehendak dewa-dewa di atas langit, melainkan dorongan manusia untuk menunjukkan kekuasaannya. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Jadi, mau dibawa ke manakah batu-batu ini Bapak?" "Masih jauh ke sebelah timur, Anak, sudah sebelas tahun ini batu-batu pilihan diangkut dari berbagai penjuru ke sebuah bukit di antara dua sungai. Lima tahun pertama, hanya batubatu yang dikumpulkan dari dua sungai itu, dan karena masih kurang, maka harus didatangkan pula batu dari tempattempat lain. K ini batu-batu itu mulai diratakan pada empat sisi dengan ukuran-ukuran tertentu, banyak sekali jumlahnya, tentu untuk mendirikan suatu bangunan yang besar sekali...." Pedati merayap menembus malam sementara pikiranku mengembara. Suatu peristiwa besar sedang berlangsung di Yawabumi, dan betapa diriku tidak mengikuti perkembangan sama sekali! (Oo-dwkz-oO) Episode 53: [Benih Aksara dan Piring Matahari] TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ SETELAH sepuluh tahun menghilang karena mendalami ilmu silat, aku baru menyadari betapa waktu yang semula terasa pendek bagiku, bisa berarti sangat banyak bagi orangorang awam, yang bahkan tidak pernah menyadari betapa dunia persilatan itu ada. Selama lima tahun beribu-ribu orang dikerahkan mengangkut batu-batu besar dari berbagai penjuru dan pada tahun-tahun berikutnya batu-batu itu diratakan pada empat sisinya dalam berbagai ukuran, lantas setelah itu disusun seperti teras mengitari sebuah bukit dengan bentuk empat persegi. Dari sini memang terbayang, bahwa jika batu-batu empat persegi itu disusun terus ke atas, maka bukit itu akan tertutup sama sekali dan terbentuklah suatu bangunan batu raksasa. Namun pada tahun 796, belum ada yang dapat dibayangkan dari sana, kecuali bahwa letaknya yang terdapat di antara empat gunung, dan mata rantai perbukitan menunjukkan betapa keberadaannya di tempat tersebut sangatlah diperhitungkan. Berdiri di puncak bukit yang belum tertutup batu, bukit-bukit itu tampak seperti manusia merebahkan diri di punggung bukit. Hidung, bibir, dan dahinya terbentuk dengan jelas, yang kurasa tak mungkin tiada terlihat oleh para perancang bangunan batu besar ini. "Perancang bangunan itu bernama Gunadharma, tetapi sahaya belum pernah melihatnya, karena jika ia datang melakukan pengawasan, kepala kami harus tunduk dan tetap bekerja," ujar tukang pedati itu semalam. Ketika tiba di sana, memang begitu banyak terlihat batubatu besar yang sudah terbelah, tentu untuk mempermudah pengangkutannya, yang jika diambil dari kedua sungai di sekitar bukit tersebut, tidaklah memanfaatkan pedati melainkan beribu-ribu manusia yang mengungkit batu-batu besar itu dengan batang-batang kayu, setapak demi setapak, sampai tiba di sekeliling bukit tersebut. Batu-batu yang lebih kecil, baik pecahan batu besar maupun memang ukurannya TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ kecil, tetapi masih berat juga, diangkut dengan pikulan. Satu batu dipikul oleh dua orang. Artinya seribu batu memerlukan dua ribu pemikul, sedangkan di sekitar bukit itu setidaknya lima ribu orang dikerahkan untuk mengangkut batu kali berkali-kali setiap hari. Ketika batu-batu di tepi kedua sungai itu masih tidak mencukupi, batu-batu tetap didatangkan dari tempat yang lebih jauh. Seluruh pekerjaan ini memengaruhi kehidupan sehari-hari di Yawabumi; membahagiakan mereka yang menyerahkan hidup dan matinya untuk agama; tetapi mengacaukan kehidupan mereka yang menolak meski wajib menyerahkan jiwa dan raganya. Ketika Rakai Panamkaran yang naik tahta tahun 746 memberikan tanah di Kalasan untuk sebuah candi Buddha, pengaruh Siwa sebetulnya masih sangat kuat. Kini limapuluh tahun sudah berlalu, candi-candi Siwa yang masih setengah jalan terhenti pembangunannya, dan hanya berlanjut dengan pengalihan sebagai candi Buddha. Meski hampir setiap prasasti menunjukkan kebijakan agar kedua agama dapat hidup bersama, di bawah permukaan berlangsung perseteruan diam-diam maupun terus terang. Hampir pasti, meski atas nama agama, bukanlah demi kepentingan agama itu sendiri. Perseteruan antarmanusia hampir selalu merupakan perseteruan kepentingan kekuasaan. Tak harus kekuasaan atas wilayah, tetapi juga dan terutama kekuasaan atas makna kebenaran. PADAHAL setiap orang selalu memberi makna kebenaran sesuai dengan kepentingannya sendiri. Dalam kemelut berbagai kepentingan inilah kehidupan telah tergerakkan. Di sini, di puncak bukit yang kelak akan menjadi puncak candi terbesar ini, kulihat punggung-punggung tembaga yang berkilat dalam cahaya matahari. Di puncak bukit aku berpikir, jika agama apa pun membebaskan jiwa manusia, seberapa besar manusia-manusia yang mengangkut batu-batu itu, dan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ setengah mati meratakannya sampai dianggap sempurna, memiliki kemerdekaannya sendiri" Para pembangun kuil raksasa, seberapa jauh mereka pelajari agama" Kutatap langit di atasku. Cahaya putih berkilauan menggulung diriku. dalam jantungnya sendiri orang harus membayangkan matahari dalam bentuk piring di atasnya tempatkan benih dalam bentuk aksara orang harus memusatkan perhatian kepada pikirannya sendiri yang telah disempurnakan hakekatnya dilambangkan sebagai dewa pelindungnya ista devata yang muncul dari benih-aksara yang terletak di atas piring-matahari di dalam jantungnya Di sekitar bukit terdengar gemerisik daun-daun kelapa tertiup angin, kulihat tupai me lompat dari daun ke daun. Di bawah pohon-pohon kelapa itu terlihat atap-atap gubuk sementara yang dibangun oleh para pekerja dan di antara gubuk-gubuk kadang terlihat para bhiksu dengan kepala tanpa rambut dan berjubah kuning, berjalan membawa tongkat dan batok kelapa. Pada sebagian besar gubuk yang tanpa dinding itu bergelimpangan para pekerja yang sakit, sementara di luar gubuk, terik matahari menyapu punggung-punggung dengan keringat berkilat memantul bagaikan lesatan cahaya. Kadangkadang di antara mereka yang sakit melemparkan sisa nasi, tetapi seperti dengan sengaja supaya tidak masuk ke mangkuk melainkan ke arah badan, bahkan kepala para bhiksu. Namun TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ para bhiksu itu tampaknya memang memiliki kesabaran luar biasa. Terdapat celah suatu lembah di antara perbukitan dan di sanalah terlihat anak sungai yang suara gemericiknya bergema dibawa angin sampai kemari. Angin itulah yang membawa suara berdentang-dentang seperti logam menyentuh batu. Aku mengamati lagi, tidak semua mengangkut batu, melainkan sebagian sudah mulai menatah pada dinding teras paling bawah. Sekitar 160 orang menatah di hadapan batu-batu yang sudah halus di hadapan mereka. Aku melesat ke bawah, dan bergerak sangat cepat tanpa mereka ketahui betapa aku berada di sekitar mereka. Kulihat petunjuk tentang apa yang harus digambarkan pada dinding teras tersebut. Sebagian gambar memang belum terpahat dengan baik, tetapi bisa kuikuti sedikit gerak-gerak gambar-gambar tersebut. Misalnya terlihat orang-orang sibuk bergunjing, seperti dalam kehidupan sehari-hari. . Orangorang menari, seperti tarian orang-orang Jambhudvipa yang pernah kulihat suatu kali. Orang-orang yang menikmati kehidupan dengan bercakap-cakap sembari makan dan minum. Seseorang yang memainkan seruling, dan seorang lelaki berkumis yang sedang memeluk pinggang seorang perempuan, dan perempuan itu seperti bergerak-gerak antara menolak dan pura-pura menolak. Di belakang perempuan itu, seorang pelayan dengan telinga berlubang besar tampak menawarkan kendi arak dan dua orang di belakangnya lagi memperhatikan, seperti ikut menikmati bagaimana lelaki berkumis tersebut bermain-main dengan perempuan itu. 'BUKANKAH semuanya sudah diperhitungkan dengan matang, sematang-matangnya"'' ''Tentu mereka menggunakan Kitab Manasara-Silpasastra dan Silpaprakasa, tetapi kita juga tahu para pembangun stupa dan kuil-kuil tidak selalu setia dan sering menyimpang dari TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ketentuannya. Masalahnya, belum pernah ada bangunan sebesar ini sebelumnya.'' ''Aku tidak mengerti satu hal, bagaimana rancang bangun suatu bentuk harus diikatkan dengan igama tertentu. Tahu kan isi prasasti di selatan itu"'' ''Yah, itu sangat menyusahkan, untung kita tidak harus membongkar dasar yang sudah dibangun.'' Mereka berbincang di tengah suara pemahatan yang berdentang-dentang. Pecahan batu bertebaran di bawah dan debunya membuat kulit mereka bagaikan dilumuri serbuk. Berbagai gambaran terbentuk menjadi nyata, selain ketiga penari dan pemain seruling tadi, terlihat pula seseorang memukul tetabuhan, seperti kendang, sembari menandaknandak. Cerita gambar ini belum selesai, bagaimana jadinya nanti jika gambar-gambar sudah selesai dan melingkari seluruh bukit ini" Tentang Maha Karmawibhangga, belum pernah kubaca kitabnya, tetapi pernah kudengar tentang isinya sebagai ajaran Mahayana tentang alur atau gelombang kehidupan manusia, bahwa baik buruknya nasib ditentukan oleh perbuatan atau karma. Karena wibhangga berarti gelombang, dan hukum karma berarti hukum sebab akibat, maka ditunjukkan betapa gelombang kehidupan manusia sebagai gelombang sebab dan akibat perbuatan manusia sendiri. Jika candi ini telah berdiri nanti, maka seluruh cerita bergambar ini tidak akan berkesinambungan, melainkan terputus-putus di sekeliling candi, dan hanya bisa diurutkan melalui pradaksina, pemutaran ke kanan, yang berawal dari sudut tenggara, berputar ke sudut barat daya, barat laut, dan berakhir ke timur laut dan sisi timur. Tiada terbayangkan olehku akan seberapa besarnya bangunan ini nanti! Cerita gambar adalah kehidupan sehari-hari manusia. Dari lima bingkai yang sedang dikerjakan di sudut tenggara itu telah kutafsirkan sesuatu, tetapi dari susunan keseluruhan 160 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bingkainya nanti harus diperhatikan bahwa dalam menggambarkan hukum karma, bagian kanan bingkai merupakan sebab, dan bagian kiri adalah akibatnya. Maka bingkai pertama sampai ke 117 nanti menggambarkan satu macam perbuatan dengan akibatnya; lantas bingkai ke 118 sampai ke 160 nanti bercerita tentang berbagai akibat yang timbul karena satu macam perbuatan. Kukira dalam penggambaran kehidupan sehari-hari inilah, para pemahat Yawabumi akan mendapat peluang untuk menawarkan tafsiran mereka sendiri terhadap segala cerita yang datang dari Jambhudvipa, karena kehidupan sehari-hari yang mereka kenal tentu adalah kehidupan sehari-hari di Y awabumi. Maka telah kudengar para pemahat ini berbincang tentang gambar petak sawah padi, ladang yang harus jelas terlihat ditanami padi gaga, dan betapa tikus adalah musuh para petani. Begitu pula gambar mata pencarian penduduk Yawabumi yang lain, seperti menangkap ikan, berburu, beternak, berjualan buah, yang akan diwujudkan me lalui penggambaran orang menjala, menggotong ikan tambra, pemburu mengikat dan membunuh babi hutan, orang memelihara ayam dan babi, maupun beternak ikan di kolam. Dalam kehidupan sehari-hari itu tentu tidak ketinggalan adanya para penari, dari istana maupun jalanan dengan para pengiringnya, pengemis, dukun beranak, dan perampok. Mereka berbicara betapa harus tergambarkan kehidupan Yawabumi sampai kepada orang menyalakan tungku, memasak di kuali, merawat orang sakit, cara mengurus jenazah, bahkan juga cara duduk yang tidak resmi dengan kedua kaki di atas tempat duduk. Begitu pula busana tokoh maupun orang-orang biasa. Mulai dari busana lengkap dengan perhiasannya, seperti perempuan berdada terbuka yang mengenakan kain panjang sebatas mata kaki, ikat pinggang susun dan ikat pinggul berhias permata yang tentu harus tampak serasi dengan uncal. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ BEGITU juga dengan gelang kaki dan tangan, kelat bahu polos atau berhias, tali penanda kasta yang disebut upawita, selendang, subang dan berbagai perhiasan yang melengkapi busananya. Rambut tentu harus diperlihatkan yang dihiasi jamang dan mahkota, yakni jata-makuta atawa rambut yang dipintal bersusun ke atas, atau mahkota berbentuk bakul yang disebut karanda-makuta, yang selama ini menandai golongan raja, bangsawan, dan orang-orang kaya. Aku mengikuti terus perbincangan mereka, karena memang sangat menarik. Mereka perbincangkan bahwa betapapun sulit tugas mereka sebagai pemahat yang tidak dibayar, tetap harus terlihat bagaimana lelaki Yawabumi selain mengenakan ikat dada, memakai busana yang sama dengan perempuan, hanya kainnya kadang sebatas lutut, dan perhiasan rambutnya Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo tidak jauh berbeda. Adapun rambutnya dapat berhiaskan kirita-makuta, yakni mahkota tinggi seperti kerucut dipenggal. Para bangsawan menurut mereka nanti akan tampak duduk ditempat yang ditinggikan, tentu saja dalam bangunan yang tampak megah, tampak dihormati mereka yang lebih rendah kedudukannya, seperti dayang-dayang yang menyembah. Begitu rinci pembicaraannya, sampai kepada bagaimana membedakan orang kaya, bangsawan, dan raja, yang busananya sama saja, melalui sikap ketika orang kaya tersebut menghadap raja. Perbedaan tingkat berbagai golongan masyarakat, lelaki maupun perempuan, menurut mereka juga harus diperlihatkan dengan jelas. Perempuan dari kalangan jelata akan digambarkan berbusana kain sebatas lutut dibelit di pinggang, lelakinya mengenakan kain pendek yang dilipat, dipahatkan ketika sedang masak, mengobati orang sakit, berjualan, atau duduk. Busana pendeta tentunya jubah panjang, dengan membiarkan pundak kanan terbuka. Berkepala gundul, berambut pendek, dan tanpa jenggot, jika dimaksudkan sebagai bhiksu; dan tentu bersanggul dan berjenggot jika maksudnya adalah pertapa yang disebut sramana. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Bagaimana dengan peristiwa keagamaan"'' Terdengar salah seorang bertanya, dan dijawab dengan sebuah rancangan seperti berikut. ''Kita akan menggambarkan adegan berguru dan adegan bertukar pikiran, baik dengan bhiksu maupun sramana, misalnya gambaran seorang pendeta memberi wejangan tentang isi pustaka.'' ''Bagaimana dengan caitya"'' ''Tentu itu juga!'' Caitya adalah upacara pemujaan di muka candi. Pemahat yang ditanya tadi menyambung. ''Kita akan menggambarkan orang memuja arca di suatu bangunan suci, adegan orang mempersembahkan benda persajian, orang duduk bersila dengan tangan memuja...'' ''Dan itu disambung ke sini kukira.'' Kulihat ia hampir selesai memahat adegan empat orang membawa panji-panji, dengan perintah tertulis pataka di atasnya. Dalam Maha Karmavibhangga memang disebutkan, seperti yang pernah kudengar, jika seseorang mempersembahkan pataka, maka ia akan mencapai parinirwana. Aku tercenung mendengar perbincangan dan semangat orang-orang yang bagi dunia persilatan hanya orang-orang awam. Aku merasa sangat miskin dan ketinggalan. Aku memang masih muda, baru berumur 25, tetapi mendadak saja telah membuang waktu begitu banyak. Sepuluh tahun aku tenggelam menekuni ilmu persilatan yang tak pernah kurasakan sebagai lama, dalam kenyataannya kini aku merasa terasing dari dunia. ''He, siapa kamu!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Seorang pengawas tiba-tiba menegurku. Ia bertelanjang dada dan hanya mengenakan kain putih melibat pinggangnya. ''Berdiri melamun tidak bekerja! Kamu orang mana"'' (Oo-dwkz-oO) Episode 54: [S-a-s-t-i...] DENGAN ilmu meringankan tubuh yang mendekati sempurna, aku memang dapat bergerak melebihi kilat, dan dengan cara seperti itu maka gerakanku tidak dapat diikuti mata orang awam. Dengan begitu, selama aku bergerak dengan ilmu meringankan tubuh, tidak satu makhluk pun akan mampu melihat pergerakanku, kecuali jika ilmu meringankan tubuhnya pun mendekati sempurna. Namun jika aku tidak bergerak sama sekali, tentu saja siapa pun akan dapat melihat diriku. Apalagi ketika perhatianku terserap oleh gambaran kehidupan sehari-hari yang sedang dipahatkan pada dinding itu. Pengawas tersebut tidak menunggu jawabanku dan langsung menyerang dengan sebuah pukulan tenaga kasar, tetapi bahkan jika ia menggunakan tenaga dalam, tentu saja terlalu mudah bagiku untuk menghindarinya. Aku berkelebat melesat ke atas dan menghilang, meskipun masih berada di sana juga. Aku berkeliling sebentar dengan kecepatan kilat menengok setiap sudut yang sedang dikerjakan itu. Mereka bekerja serempak di tenggara, barat daya, barat laut, timur laut, maupun sisi timur tempat awal dan akhir penggambaran Karmawibhangga atau gelombang sebab akibat dari baik dan buruknya kehidupan manusia itu. Aku terkesan dengan kepekaan para pemahat itu terhadap berbagai macam hal, makhluk hidup maupun benda mati, benda alam maupun karya manusia, yang berada di sekitarnya. Penggambaran itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ membuat yang tergambar maupun yang digambarkannya penuh dengan makna. Jika segala penggambaran yang terpahat pada batu-batu keras ini tak lekang dimakan zaman, betapa luar biasa sumbangan para pemahat, para perancang bangunan, rajaraja, maupun rakyat yang telah memberikan kehidupannya untuk mendirikan stupa prasada ini,1) bagi kehidupan dunia pada masa yang akan datang. Kekagumanku terhadap rencana besar itu membuat aku nyaris melupakan penderitaan yang kuduga telah diakibatkannya. "Dia di sana! Kejar! Kejar! Kejar!" Kini para pengawal yang memiliki ilmu berusaha mengejarku. Betapapun pembangunan candi sebesar ini tidak luput dari beban pertentangan kepentingan. Kehadiran diriku yang tak dikenal tampaknya telah mengakibatkan bermacammacam penafsiran yang satu sama lain tidak kuketahui hubungannya. Dari delapan penjuru angin, sekitar dua puluh pengawas pekerjaan yang sebetulnya merupakan pengawal rahasia istana, melesat secepat kilat. Aku tidak melihat mereka tadi, apakah itu berarti mereka berada di antara para pekerja, menyamar sebagai pemahat atau tukang batu" Itulah yang membuat aku bertanya-tanya sekarang: Mengapa hal itu harus dilakukan" Aku berada di puncak bukit, merasakan angin sejuk bertiup dari arah gunung, tetapi matahari tetap saja berkilau menyilaukan. Para pengawal rahasia istana dengan pedang mereka yang berwarna perak, tampak sangat bernafsu untuk segera menangkap diriku. Mereka berkelebat di antara cahaya, pedang keperakan mereka memantulkan cahaya, dan mereka pun bergerak secepat cahaya, patutlah dikatakan mereka memang bergerak secepat kilat. Namun bagi siapa pun yang mampu bergerak melebihi kilat, kecepatan duapuluh pengawal TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ rahasia istana itu bagaikan suatu gerak yang amat lamban, selamban-lambannya lamban, sehingga aku setiap kali dapat menjepit pedang mereka dengan dua jari saja, menjepit dan membuangnya, atau kadang-kadang memakainya untuk meladeni mereka sampai pedang-pedang mereka itu terpental. Ketika tiada lagi seorang pun di antara mereka yang memegang pedang, aku masih memegang dua pedang di tangan kiri dan kanan, dan mendadak saja aku dirasuki kerinduan memainkan pedang. Kutancapkan kedua pedangku di tanah. ''Kubiarkan kalian hidup jika sudi menjawab semua pertanyaanku.'' Kulihat wajah-wajah mereka seperti berharap-harap cemas. Sadarkah mereka betapa nyawa mereka ibarat telur di ujung tanduk" Mereka yang tidak mendalami dunia persilatan sangat sering kurang mengerti ukuran tinggi rendahnya ilmu. Para pengawal rahasia istana seharusnya terdiri dari orang-orang berilmu tinggi, tetapi aku kini me lihat mereka sebagai orangorang yang tidak berpengalaman. Kalaupun di antara mereka ada yang berilmu tinggi, terdapat kemungkinan mereka tidak mengenal dunia persilatan sama sekali. Namun kini mereka mengenalku. Aku tidak merasa terlalu berminat mencabut nyawa hari ini. Jadi kuberi mereka kesempatan mempertahankan hidupnya tanpa melalui pertarungan. ''Apakah kiranya yang ingin ditanyakan oleh Tuan Pendekar"'' Aku masih terdiam. Mungkin dalam dunia persilatan aku memang telah mengalahkan para pendekar ternama yang tinggi ilmu silatnya, tetapi pengetahuanku tentang kehidupan sehari-hari, karena dibesarkan dalam keterasingan bersama Sepasang Naga dari Celah Kledung, kusadari tidak seimbang dengan ilmu silatku. Padahal aku menginginkan pengetahuan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ yang memadai untuk mempertimbangkan segenap keputusanku. Jika seorang pendekar harus membasmi kejahatan, maka aku merasa harus yakin bahwa para tokoh golongan hitam yang kubunuh memang adalah orang-orang jahat, dan bukan sekadar diresmikan sebagai jahat oleh orang banyak maupun kerajaan. Pertarungan kepentingan dalam dunia kekuasaan, begitulah pemikiranku, sangat mungkin melahirkan fitnah, yang dalam kurun waktu tertentu akan diterima sebagai kebenaran. Aku ingat kata-kata ibuku. ''Jika dikau mengembara sebagai pendekar di dunia persilatan, anakku, dikau akan terpaksa juga menjelajahi berbagai wilayah yang dihuni banyak orang. Itulah yang disebut masyarakat, tempat berbagai kepentingan ibarat roh yang mencari tubuhnya. Jangan sampai dikau dapat dimanfaatkan oleh mereka Anakku, mereka tidak memang tidak memiliki ilmu silat, tetapi lembing kata-katanya sangat berbahaya dan mempengaruhi orang banyak. Hati-hatilah Anakku. Hanya dengan pengetahuan yang cukup atas kehidupan di sekitarmu, dikau akan dapat membuat keputusan yang tidak akan terlalu mengecewakan dirimu sendiri.'' Apakah yang ingin kuketahui" Aku tidak boleh malu mengajukan pertanyaan-pertanyaan bodoh. ''Orang-orang yang bekerja ini, dari mana datangnya mereka"'' Mereka saling berpandangan. ''Orang-orang ini abdi Yang Mulia Samarattungga, penguasa kami dari Wangsa Sailendra, wahai Tuan Pendekar, mereka penduduk di sekitar bukit ini.'' ''Apakah mereka pemeluk Mahayana"'' ''Sebagian saja Tuan, sebagian lagi pemeluk Siwa.'' Aku kurang mengerti, barangkali mereka melihatku mengernyitkan dahi. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Bahkan tanah ini disumbangkan oleh Wangsa Sanjaya, Tuan.'' ''Disumbangkan"'' Nada suaraku jelas meragukannya. Namun mereka terus berbicara. ''Sebagai abdi kerajaan Mataram, para penduduk wajib bekerja untuk negara dalam jumlah hari tertentu dalam setahun,4) Tuan, dan kini mereka dimanfaatkan untuk membangun candi ini.'' Aku teringat persawahan yang kulewati. Mula-mula tanahnya dibajak, lantas ditanami, baru kemudian dialirkan air melalui saluran-saluran yang dibangun untuk itu, lantas tinggal menunggu panen. Bahkan semenjak penanaman, banyak tugas sudah diambil alih kaum perempuan, sampai kepada pengusiran burung dan belalang, yang juga melibatkan anakanak kecil. Maka di wilayah yang penduduknya bersawah, dalam waktu tertentu yang cukup panjang, tersedialah sejumlah besar tenaga manusia yang dapat disalurkan kepada berbagai kerja pengabdian khalayak, termasuk mendirikan bangunan-bangunan keagamaan. Barangkali justru tersedianya jumlah tenaga manusia yang besar itu menjadi penyebab lahirnya gagasan dalam kepala raja-raja untuk membangun candi-candi besar. Terbetik sesuatu dalam kepalaku. ''Katakan dengan jujur kepadaku, apa sebenarnya tugas kalian di sini"'' Mereka lagi-lagi saling berpandangan. ''Mencegah para pekerja melarikan diri, Tuan.'' Apakah ini artinya" Betapapun raja bukanlah penguasa tunggal suatu wilayah. Meskipun wilayahnya tidak dibatasi oleh suatu kesepakatan, tetap saja terbatasi oleh Dharma, hukum semesta seperti yang ditafsirkan oleh para pendeta TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ dan rahib Buddhis, yang merupakan penjaga kepentingan khalayak. Dharma menentukan sejumlah peraturan bagi khalayak, suatu ketentuan atas kesamaan hak dan kewajiban antara raja dan bawahannya, terutama pendeta dan rahib, tetapi juga seluruh penduduk. Atas haknya memungut pajak dan menerima pelayanan, raja diharapkan mampu mengatasi musuh dari luar dan dari dalam, mengatasi kekacauan dan bencana alam, seperti banjir, kekeringan, wabah penyakit, dan gunung meletus. Adalah menjadi kepentingan raja, bahwa bagiannya tetap selalu terpertahankan dalam kesepakatan bersama ini. Maka raja harus menjaga agar tanah yang telah ditanami tetap terjaga kesuburannya, supaya tidak usah melakukan banyak hal lain lagi agar rakyatnya tidak melakukan perpindahan besar-besaran ke wilayah di luar kekuasaannya. Jika ternyata diperlukan pengawal rahasia istana untuk menjaga agar mereka yang bekerja tidak melarikan diri, bukankah itu berarti ada yang tidak berjalan dalam kesepakatan bersama ini" ''Banyakkah mereka yang lari"'' Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mereka masih saling berpandangan. Aku harus pandaipandai memberi makna di balik segala gerak-gerik semacam itu. ''Setelah kami mulai berjaga tidak lagi Tuan Pendekar, bahkan sebaliknya kami melindungi mereka dari gangguan para penjahat.'' Mereka mengalihkan persoalan. Tentu banyak yang lari. Bahkan aku sering berjumpa dengan rombongan orang-orang tanpa kejelasan, yakni mereka yang pergi meninggalkan tanahnya dan mencari tanah-tanah baru di bawah perlindungan raja lain di selatan. Tidak sedikit di antara mereka yang mencoba peruntungan nasibnya di daerah takbertuan. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Gangguan para penjahat" Apa yang dicari penjahat di tempat seperti ini" Tiada harta untuk dirampok, tiada pusaka untuk dicuri, dan tiada perempuan untuk diperkosa. ''Para penjahat itu,'' kata mereka seperti menjelaskan, ''mereka datang hanya untuk membunuh....'' ''Hanya untuk membunuh tanpa dasar" Membunuh demi pembunuhan itu sendiri"'' ''Ya, Tuan Pendekar, sebelum kami datang, para pekerja yang lari sering dikembalikan lagi dalam keadaan sudah terpotong-potong.'' ''Pekerja yang tidak lari" Apakah juga dipotong-potong"'' ''Ada juga Tuan, diculik lantas dipotong-potong.'' ''Siapa mereka" Apakah kalian pernah menangkap atau bentrok dengan mereka"'' ''Semenjak kami datang, mereka tidak pernah mengganggu lagi Tuan, makanya seseorang yang tidak dapat dikenali seperti Tuan telah mengundang kecurigaan. Maafkan kepicikan kami Tuan. Belum ada seorang pun di antara kami yang pernah berjumpa dengan seorang pendekar dari dunia persilatan.'' Kutemukan lagi sasti. Namun ini bukan sasti yang memang berarti membunuh sebagai bagian dari bhavana yang terdiri atas empat desa. bagian yang harus diciptakan dalam pikiran sama dengan jumlah yaitu empat sasti-bhavana, usmi-bhavana, wrddha-bhavana, agra-bhavana TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Sasti yang kukembangkan dalam Jurus Dua Pedang Menulis Kematian adalah bagian dari keterbandingan bhavana dengan empat nirvedha-bhagiya atau keadaan yang mendukung pencapaian pengertian secara mendalam. Empat keadaan itu adalah panas (usma-gata), puncak (murdha-gata), keteguhan (ksanti), dan yang terbaik dalam dunia (laukikagra-dharma). Itulah yang kukembangkan dengan Dua Pedang: seperti kembar, tetapi dengan perbedaan yang menonjol antara sasti yang artinya membunuh dan ksanti yang artinya keteguhanJurus Dua Pedang Menulis Kematian sebetulnya telah menjadi jurus ilmu silat yang mengantarkan seseorang kepada keheningan, jadi membunuh dari kata sasti dalam jurus itu mengantarkan seseorang kepada kemungkinan untuk menjadi sempurna. Ini tidak sama dengan pembunuhan yang dilakukan dengan curang hanya untuk memotong-mo-tongnya agar menimbulkan ketakutan dan kengerian. ''Apa yang terjadi dengan para pekerja setelah kalian datang"'' ''Mereka merasa lebih tenang, Tuan, bahkan takut kembali pulang.'' Aku berpikir sejenak, lantas kukatakan kepada mereka. ''Kalian boleh memilih, apakah bertarung melawan aku sampai mati, atau pergi dari s ini selama tiga hari.'' Mereka kembali saling memandang. Sudah jelas mereka tidak mungkin selamat jika melawanku. ''Kenapa kami harus pergi selama tiga hari T uan"'' ''Karena akulah yang akan berjaga untuk kalian, tetapi jangan katakan ada seseorang yang menjaga tempat ini setelah kalian pergi.'' Mereka saling memandang lagi. ''Tapi ke mana kami harus pergi Tuan" Jika kami kembali ke istana, kami akan dihukum mati!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Itu bukan urusanku! Kalian harus bertarung me lawanku sampai mati kalau masih tetap tinggal di s ini.'' Kuambil kembali kedua pedang yang tertancap di tanah itu, seolah siap menggunakannya untuk menghadapi mereka. Mata mereka terbeliak. Tanpa menunggu terlalu lama mereka segera berkelebat menghilang. Tinggal aku sendiri dalam terik matahari di puncak bukit itu. Angin bertiup sangat kencang, membawa bunyi ratusan pahat menempa batu. (Oo-dwkz-oO) Episode 55: [Pembantaian Malam] PADA malam pertama setelah para pengawal rahasia istana itu pergi, belum terdapat kejadian yang berarti. Namun ketika semua pemahat dan tukang batu masih terlelap di bawah gubuk-gubuk di kaki bukit, aku memergoki sesosok bayangan yang berkelebat dari sudut ke sudut, seperti melakukan pengawasan. Sambil tetap tergolek di antara para pekerja, aku juga mengawasinya dengan kewaspadaan tinggi. Siapa tahu ia tidak sekadar mengawasi, melainkan langsung menculik, membunuh, dan barangkali langsung memotong-motongnya. Apakah sebenarnya yang diawasi oleh sesosok bayangan yang berkelebat dari balik pohon yang satu ke balik pohon yang lain ini" Dengan satu dan lain cara ia telah mengetahui bahwa para pengawal rahasia istana sudah tidak berjaga lagi; memang itulah tujuanku mengusir mereka pergi, yakni memancing para pembunuh gelap itu agar datang lagi. Dari percakapan dengan para pengawal rahasia istana, aku telah menduga sesuatu, yang kini ingin kubuktikan, dan tiada jalan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ lain kecuali menghadapi para pembunuh ini sendiri, dengan cara memancingnya kemari. Kubiarkan ia mengendap-endap dan berkelebat, sampai ia menjauh dan mengundurkan diri. Namun begitu ia menghilang, aku berkelebat membuntuti tanpa diketahuinya. Mula-mula ia melenting dari pohon ke pohon, melesat di sela cabang, lantas terbang ke pucuknya. Dari pucuk ke pucuk ia melenting di bawah cahaya rembulan. Keluar dari hutan, ia melayang turun dan hinggap dengan ringan di atas punggung seekor kuda yang sedang makan rumput. Seperti mengerti kuda itu langsung berlari tanpa diperintah lagi. Sesosok bayangan di atas punggung seekor kuda menderap dan melaju di bawah cahaya rembulan. Aku mengikutinya dari kejauhan, berlari di atas pucuk-pucuk rerumputan. Begitu ringan tubuhku dan begitu sebentar kakiku berada di pucuk-pucuk itu, sampai tiada sebutir embun pun terjatuh karena sentuhan kakiku. Kuda itu menderap sepanjang jalan desa yang membelah persawahan. Seandainya aku takharus mengejarnya, tentu aku bisa menikmati pemandangan sawah yang telah menjadi permadani dengan sepuhan perak nan lembut, tempat orangorangan seolah menjadi hidup, menjadi seseorang yang menikmati malam bermandi tebaran cahaya. Kuda itu melaju cepat sekali karena penunggangnya terus menerus melecutnya, tetapi bagiku sungguh terlalu lambat, sehingga barangkali aku telah berlari terlalu dekat di belakang kuda itu, yang kemudian memang menjadi gelisah. Setiap kali kuda itu mendengus, penunggangnya menengok ke belakang, tetapi saat itu aku sudah melompat setinggi pohon. Ketika kepalanya kembali melihat ke depan, aku sudah turun lagi tanpa suara dan terus berlari di belakangnya. Begitulah seterusnya, apabila dia menengok, aku selalu sudah takterlihat. Aku tidak dapat membayangkan jika ternyata ada yang menyaksikan kejadian ini. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ Kemudian, ketika dari jauh terlihat api unggun di depan sebuah pondok dan jelas kuda ini menuju ke sana, aku memperlambat lariku, mengambil jarak, lantas berkelebat menghilang. Lelaki itu juga berhenti sejenak, turun dari kudanya, dan berjalan kaki sambil menuntun kuda tersebut ke arah api unggun. Di dekat api, ia berhenti dan mengucapkan sesuatu yang kudengar seperti suatu bahasa sandi. Ini berarti mereka tidak saling mengenal. ''Suralaya.'' ''Suralayapada.'' ''Suralayasabha.'' ''Suraloka.'' Sepintas lalu ini seperti kata sandi yang mudah, karena semuanya berarti sorga,1) tetapi siapa yang akan tahu urutannya" Karena bagi setiap kata yang diucapkan, urutannya tidaklah sama, sehingga bagi yang menyusup tanpa pengetahuan atas setiap padanan, tentu akan gagal menjawab uji sandi tersebut. Setelah penunggang kuda itu duduk, barulah ia berkatakata. Kuperhatikan, meskipun busana mereka semua seperti orang awam dalam kehidupan sehari-hari, gerak-gerik mereka menunjukkan pemahaman atas dunia persilatan. Setiap orang membawa pisau belati panjang berkilat yang semuanya melekat di tubuh mereka. ''Memang tidak ada lagi pengawal rahasia istana di tempat itu. Jadi betul keterangan yang kita dapat, bahwa para pengawal yang ditugaskan menjaga sejak siang tadi makan dan minum di sebuah kedai, sebagian bahkan menginap di rumah pelacuran takjauh dari s ini.'' 'Kenapa mereka tiba-tiba pergi" Itu yang penting bagi kami.'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ ''Orang-orang kita di kedai dan rumah pelacuran itu berkata, mereka boleh libur karena keadaan sudah aman. Makanya tak seorang pun menjaga tempat itu.'' ''Apakah itu tidak aneh" Setidaknya mereka bisa libur bergantian. Apakah kamu yakin ini bukan jebakan"'' ''Aku mengawasi sejak sore, memang tidak seorang pun dari duapuluh pengawal rahasia istana ada di sana.'' ''Apakah mereka tidak menyamar dan menghindari pengawasan"'' ''Kita sudah mendapat daftar yang bertugas di s ini maupun di istana, kalau salah seorang di antara mereka berjaga sekarang, kita pasti mengetahuinya.'' ''Hmm. Keadaan ini sangat baik untuk kita, tapi kita lanjutkan pekerjaan kita besok malam saja.'' Aku bersembunyi di balik gundukan batu kali yang besar, dan memang ada sungai kecil di sana, tempat kuda mereka bisa minum. Perbincangan mereka dapat kudengar dengan jelas. ''Apakah kita akan memotong-motongnya lagi"'' ''Tidak, kita akan menggantungnya di pohon-pohon, atau pada tiang yang akan kita pasang di depan gubuk-gubuk itu.'' ''Bagaimana kalau para pengawal itu sudah kembali besok" Mengapa tidak kita lakukan saja malam ini" Untuk apa menunggu lama-lama"'' ''Kita harus hati-hati, ini baru malam pertama. Kalau mereka sudah kembali besok, berarti tugas kita pun sudah mencapai maksudnya.'' Orang-orang di sekitarnya mengangguk-angguk tanda setuju. Mereka terus bercakap, tetapi sudah tidak terlalu penting lagi bagiku. Di sekitar api unggun, mereka tampak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ menyantap daging bakar yang disiram arak. Kukira mereka tidak akan menyerang malam ini. Kuingat apa yang kudengar tadi, mereka tidak akan memotong-motong korban pembantaian mereka itu, melainkan akan menggantungnya. Seperti bermaksud menyebarkan ketakutan. Mengapa di dunia ini ada orang-orang yang seperti bermaksud menyebarkan ketakutan" Tiba kembali di rumah-rumah gubuk di kaki bukit, kuperhatikan orang-orang yang lelap tertidur. T idak semuanya tidur. Beberapa terbangun dan mengunyah sirih sembari memandang rembulan. ''Mengapa tidak tidur, Bapak" Bukankah besok masih ada pekerjaan berat menanti"'' ''Susah tidur, Anak, teringat keluarga di tempat asal...'' Aku menghela napas. Orang-orang desa jarang berpisah dari keluarganya. Mereka pergi ke sawah atau berburu di hutan, tetapi tidak akan lebih jauh dari itu. Mungkin saja berhari-hari pergi bertapa di gua-gua, tetapi jangkauan wilayah dan lama kepergiannya jelas. Satu atau dua orang memang pergi mengembara, dan satu atau dua orang mungkin mengembara dalam dunia persilatan, tetapi mereka ini adalah orang-orang yang sudah tidak diharapkan kembali. Kurebahkan diriku pada balai-balai bambu di antara para pekerja yang tidur mendengkur. Dari tempatku menggeletak terlihat garis tepi sebagian dinding bangunan paling dasar itu menjadi garis putih karena cahaya bulan. Kubayangkan berapa lama akan mencapai kelengkapannya sampai ke puncak. Jurus Tanpa Bentuk Naga Bumi I Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Katanya pada setiap tingkat akan terdapat lorong-lorong berdinding luar dan juga berpintu, lengkap dengan stupa menjulang, arca-arca Buddha, dan segala cerita sepanjang dinding yang bukan sekadar berasal dari kehidupan sehari-hari seperti Karmawibhangga, melainkan juga sebagian riwayat TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ hidup Sang Buddha dalam Lalitav istara, kisah-kisah Jatakamala dan Avadana, serta akhirnya kisah Gandavyuha. Aku teringat seorang pengawas bangunan yang mewakili pejabat agama di istana, yang kuingat karena tampak begitu tua dan renta, berkata, ''Bangunan suci ini akan mengikuti petunjuk Sang Buddha sendiri, ketika ia menentukan bentuk dan tatanan stupa, dengan cara melipat jubahnya, lalu meletakkan pinggan yang biasa dipakainya mengemis, kemudian di atasnya ia lengkapi dengan tongkatnya sebagai mahkota,'' ujarnya di antara pemahatan Karmawibhangga di dinding tenggara kemarin. Disebutnya, dengan penjelasan itu telah tertunjukkan ketiga ciri utama stupa, yakni sebuah dasar persegi, tutup setengah bundar, dan puncak berbentuk bulan panjang. Ketiganya mewujudkan perlambangan alam semesta yang dibagi menjadi tiga unsur, yakni Kamadhatu atau unsur Nafsu, Rupadhatu atau unsur Wujud, dan Arupadhatu atau unsur Takberwujud. Ketiganya lebur dalam suatu bangunan yang akan menjadi indah dan megah. 'Sebagai persembahan bangsa kita kepada dunia,'' katanya. Dari balai-balai ini aku memandang bukit yang disiram cahaya bulan tersebut. Belum dapat kubayangkan bagaimana candi setinggi bukit itu akan berwujud. (Oo-dwkz-oO) MALAM kedua setelah para pengawal rahasia istana tidak lagi berjaga, aku meronda di luar lingkungan gubuk-gubuk tempat para pekerja tidur, sementara para pekerja itu, ratusan pemahat dan ribuan tukang batu, telah kuminta untuk waspada. Barangkali mereka tidak percaya kepadaku, dan memang mereka tidak punya alasan untuk percaya, karena bukankah pertarunganku dengan duapuluh pengawal rahasia istana saat itu tidak terlihat oleh mata orang awam" Demikian juga percakapanku dengan para pengawal di atas puncak TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ bukit, bahwa mereka harus pergi selama tiga hari, hanyalah didengar angin yang berlalu. Lagipula aku hanyalah seseorang yang tidak dikenal dan tiba-tiba saja telah berada di antara mereka. Namun, meski mereka tidak percaya, aku berusaha mempengaruhi mereka. ''Para pengawal sedang pergi dari tempat ini. Kudengar mereka berpesta pora dan mabuk-mabukan di rumah pelacuran. Mengapa kalian begitu yakin pembunuh yang telah memotong-motong tubuh saudara-saudara kita tidak akan datang lagi ke mari" Kalian boleh tidak percaya kepadaku, tetapi semestinyalah kalian waspada malam ini. Bertanyalah kalian kepada diri kalian sendiri, jika gerombolan pembunuh itu datang lagi kemari, mampukah kalian membela diri"i Maka ternyata ada juga yang tidak bisa tidur meski kelelahan memaksanya merebahkan diri. Cahaya rembulan dengan segera menyiram permukaan bumi. Kupandang sekilas ribuan tubuh yang bergeletakan, dengan latar belakang tumpukan batu-batu, yang sudah berbentuk empat persegi panjang maupun yang belum disentuh sama sekali. Memang perlu pengabdian luar biasa dari orang banyak untuk membangun sebuah candi raksasa, tetapi jika pun pengabdian takbisa terlalu luar biasa, suatu cara untuk membuat orang dengan suka atau taksuka terpaksa mengabdi, kiranya telah dilakukan pula. Itulah yang sedang kucari jawabannya malam ini. Kemudian, siraman cahaya keperakan rembulan yang lembut itu bagaikan tersibak-sibak oleh sejumlah bayangan yang berkelebat. Disusul oleh sejumlah bayangan lain dan sejumlah bayangan lain lagi. Mereka bergerak menyebar dengan cepat. Betapa lincah mereka bergerak di balik bayangbayang kehitaman, mereka tampak terlatih dalam penyusupan malam. Mereka hanya berkancut dan berikat kepala, tetapi wajah mereka tertutup kain yang melibat kepala mereka, TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/ sehingga hanya kelihatan matanya. Itulah mata harimau kumbang di tengah malam yang menembus kegelapan, siap menerkam mangsanya dalam sekejap tanpa peringatan. Mereka mengendap-endap dengan pisau di tangan. Apakah mereka masih hanya berminat menggantung para korban seperti kudengar kemarin malam, ataukah tetap melakukan pemotongan" Mereka semua sudah memegang pisau di tangannya dan tidak terlihat membawa senjata yang lain. Semua ini sudah direncanakan! Maka harus bertindak, sebelum terjebak dalam perangkap, yang sama sekali belum dapat ditebak! Seseorang telah berhenti di depan salah satu pekerja yang tertidur nyenyak, dan mengangkat pisau panjangnya yang berkilat, untuk segera menikam! Aku segera berteriak dengan tenaga dalam, terdengar keras untuk membangunkan setiap orang. ''Awas! Pembunuhan! Banguuuun! Banguuuuun! Pembunuhan!'' Sekitar lima ribu orang tergeletak di sana, masih ditambah hampir seribu pemahat, dan ratusan penyelenggara segala keperluan, mulai dari makanan, obat-obatan, dan banyak hal Menumpas Gerombolan Lalawa Hideung 1 Wiro Sableng 001 Empat Berewok Dari Goa Sanggreng Pukulan Si Kuda Binal 2