Darah Pendekar 20
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 20 lain lagi, yang megah dan jelas memperlihatkan keper-kasaan alam. Akan tetapi, perhatian A - hai terta-rik oleh tiga buah perahu yang berlabuh di sebuah lekukan bukit atau tebing karang. A - hai merasa tertarik sekali, apa lagi ketika dia mendengar ge-muruh suara air memantul di- antara tebing - tebing terjal itu, membuat dia teringat akan gemuruhnya air terjun dalam lamunannya. Diapun segera mengarahkan perahunya ke pinggir mendekati ti-ga buah perahu yang disangkanya tentu perahu-perahu para nelayan. Akan tetapi, begitu perahunya tiba di tepi dan berada di antara tiga buah perahu itu, tiba - tiba muncul belasan orang dari dalam perahu - perahu itu dan perahu - perahu mereka bergerak menge-pung perahu A - hai. Sebatang tombak panjang yang dipegang oleh seorang di antara mereka yang berdiri di kepala perahu, meluncur ke arah dada A - hai yang masih duduk dengan kaget. Melihat ini, secara otomatis, di luar kesadarannya, tangan A - hai bergerak cepat meraih ke depan. Gerakan-nya persis seperti ketika dia menangkap burung kecil yang sedang meluncur terbang di depannya tempo hari, di depan rumah tua mendiang Gu-lojin. Dengan amat tepatnya, tombak itu tertangkap ujungnya oleh tangan A - hai. Pemilik tombak ter-kejut dan tentu saja menahan tombaknya, lalu ber-usaha membetotnya kembali. A - hai juga otoma-tis berusaha merampas tombak yang dapat berba-haya bagi dirinya itu. Dia mengerahkan tenaga dan menggerakkannya melanjutkan gerakan me-nangkap tadi. Tanpa KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ disadarinya, tenaga sinkang mengalir dari pusarnya, otot lengannya menggem-bung dan ketika tangannya menyentak, terdengar-lah jeritan ketakutan ! Tubuh pemilik tombak itu terpental dan terlempar tinggi ke udara, seperti dilempar oleh tangan raksasa yang amat kuat saja. Belasan orang yang berada di atas tiga perahu yang mengepung itu terbelalak kaget dan ngeri melihat betapa tubuh teman mereka itu terlempar begitu tingginya, kemudian terbanting jatuh ke atas batu - batu tebing, mengeluarkan bunyi mengeri-kan karena tulang - tulang pecah dan patah. Orang itu tak dapat bergerak lagi. A - hai sendiri menjadi terkejut dan ngeri. Dia memandangi tangannya seperti orang tidak per-caya. Memang terjadi keanehan pada dirinya. Tanpa disadarinya sendiri, pengobatan yang dila-kukan oleh Seng Kun dan Bwee Hong telah memperlihatkan hasilnya. Sedikit demi sedikit A - hai mulai dapat mengingat masa lalunya, juga ilmu yang pernah dipelajarinya. Memang baru sedikit sekali yang diingatnya itu karena otaknyapun baru saja kealiran darah kembali, itupun belum lancar. Kebetulan sekali yang mula - mula dirangsang dan dihidupkan kembali sehingga dapat bekerja, ada-lah otak di bagian dia menyimpan kenangan ketika berada di rumah indah di tepi sungai bersama se-orang anak perempuan bernama Lian Cu. Dia mengajarkan ilmu silat kepada bocah itu sambil menangkap kupu - kupu dan burung - burung." Bagian inilah yang teringat sehingga bagian ini pula dari ilmu silat yang dapat diingatnya. Kini muncullah dua orang dari dalam bilik perahu lawan. Perahu A - hai kini sudah menempel dengan perahu lawan, bahkan sudah dikait sehing-ga tidak dapat melepaskan diri lagi. Melihat mun-culnya dua orang itu, A - hai mengerutkan alisnya, tahu bahwa dia berada dalam bahaya. Dua orang itu bukan lain adalah Pek - pi Siauw - kwi, Si Ma-ling Cantik berusia tigapuluhan yang selain can-tik juga cabul dan sesat itu. Sedangkan orang ke dua adalah Jai - hwa Toat - beng - kwi, si penjahat cabul tukang pemerkosa yang amat keji. A - hai kini mulai sadar bahwa seperti pernah didengarnya dari orang - orang lain, dia sebetulnya mempunyai ilmu kepandaian silat. Maka diapun mulai memeras otaknya untuk mengingat - ingat. Dan mulailah dia melihat bayangan - bayangan ingatan dalam otaknya, dan dia mengerahkan tena-ga otaknya sekuatnya dan sedapatnya. Ya, dia tahu bagaimana harus melayani pengeroyokan. Hemm, dia harus bersikap begini. Menurutkan jalan pikir-annya, A hai lalu bangkit berdiri. Tubuhnya yang tegap jangkung itu kelihatan gagah sekali ketika dia berdiri tegak dengan kedua kaki dipentang le-bar, lutut agak ditekuk, tubuh tidak bergoyang dan kedua lengan ditekuk pula, yang kiri menyilang di depan dada dan yang kanan dengan jari terbuka menyentuh ujung hidung sendiri, matanya menger-ling dari bawah ke arah lawan ! Biarpun Pek - pi Siauw - kwi dan Jai - hwa Toat - beng - kwi merupakan dua orang tokoh se- sat yang amat lihai, namun mereka kini meman-dang kepada pemuda itu dengan sikap ragu - ragu dan agak gentar. Mereka tadi telah melihat sen-diri betapa hanya dengan satu sentakan saia, seorang anak buah yang sebetulnya bukan orang le-mah sampai terpental tinggi sekali dan terbanting tewas. Maka kini mereka berdiri di kepala perahu mereka dengan sikap hati - hati. (Bersambung jilid ke XXVI.) DARAH PENDEKAR Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo Jilid XXVI * * * EMPAT orang yang berada di perahu sebe-lah kiri, kini serentak meloncat dan menye-rang dengan tombaknya ke arah A - hai. A - hai membuat gerakan otomatis dengan tubuhnya dan ketika tangannya bergerak ke kiri, ada hawa atau angin pukulan yang dahsyat menyambar keluar. "Wuuuttt prakkkk !!" Empat batang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ tombak itu patah - patah dan empat orang peme-gangnya terjengkang kembali ke dalam perahu mereka ! Si Penjahat Cabul dan Si Maling Cantik saling pandang dengan mata terbelalak. Mereka tidak ta-hu siapa pemuda ini yang tak dapat mereka lihat jelas mukanya karena bulan tertutup awan. Akan tetapi harus mereka akui bahwa pemuda ini memi-liki ilmu yang amat dahsyat. Angin pukulan ketika pemuda itu menangkis tadi, sampai terasa oleh mereka berdua, membuat mereka berdua bergidik ngeri. Akan tetapi kini mereka melihat hal yang aneh. Tadi, gerakan tangan pemuda itu selain dahsyat, juga gerakannya indah dan gagah. Akan tetapi, begitu menangkis, pemuda itu agaknya menjadi bi-ngung, menggerakkan tangan ke kanan, agaknya untuk menghantam ke arah perahu di kanan. "Wutt!" Tidak ada apa - apanya dalam pukul-an ini dan si pemuda sendiri agaknya menjadi bi-ngung dan kaget, bahkan lalu terpelanting jatuh ke dalam perahunya sendiri! Memang A - hai me-rasa bingung bukan main. Tadi, secara otomatis tangannya bergerak menyambut empat batang tombak dan dia ingat benar akan gerakan ini dan merasakan betapa tangannya yang menangkis di-penuhi tenaga yang amat kuat dan hangat. Akan tetapi setelah tangkisannya berhasil membuat o-rang - orang yang menyerangnya terjengkang dan tombak tombak mereka patah - patah, dia menjadi bingung, tidak tahu harus melanjutkan bagaimana. Dia tidak ingat lagi, maka diapun membuat gerak-an ngawur saja dengan menghantamkan tangan-nya ke arah perahu ke dua di sebelah kanan. Akan tetapi dia semakin bingung karena kini tangannya itu kosong melompong tidak ada hawa saktinya, dan pukulannya ini bahkan membuat tubuhnya terpelanting ke dalam perahunya sendiri. Cepat dia merangkak bangun. Tepat pada waktunya karena pada saat dia terpelanting tadi, Si Maling Cantik dan Si Penjahat Cabul sudah melayang ke atas perahunya dan menyerangnya. Kini, dalam keadaan terjepit, kembali A - hai ingat akan gerakannya. "Plak ! Plak !" Dua orang lawannya berteriak kaget dan meloncat mundur karena tangkisan A - hai itu membuat mereka me-rasa betapa kedua lengan mereka tergetar hebat dan nyeri. A - hai membalas dengan serangannya. Dua orang lawan yang lihai itu tidak berani me-nyambut dan melangkah mundur, sedangkan dua orang anak buahnya yang lancang menyambut de-ngan golok, berteriak kaget dan terlempar ke da-lam air karena dorongan tenaga dahsyat yang ke-luar dari tangan A - hai. Kini A-hai dikeroyok dan terjadilah perkelahi-an yang seru, lucu dan aneh. Kadang - kadang gerakan A - hai demikian indah dan dahsyat sehingga dua orang lihai macam Si Penjahat Cabul dan Si Maling Cantik sekalipun tidak kuat menahan. A-kan tetapi, kadang - kadang gerakan A - hai demi-kian kacaunya dan dari kedua tangannya sama sekali tidak keluar tenaga sakti sehingga bukan ha-nya lawan yang menjadi bingung, bahkan A - hai sendiripun bingung. Kini tiga perahu itu sudah menempel semua dan perahu A - hai dikurung. Para pengeroyok kini tinggal tigabelas orang, akan tetapi yang be-rani menyerang dekat hanyalah dua orang tokoh sesat itu sedangkan anak buah mereka hanya me-nyerang dari jauh dengan tombak panjang. Memang hebat sekali kalau pemuda itu sedang "ingat" akan ilmunya. Bukan hanya gerakannya yang hebat dan tenaganya yang dahsyat, bahkan tubuhnya juga dialiri tenaga sinkang amat kuat yang membuat tubuhnya kebal dan mata - mata tombak yang berhasil menusuknya, membalik, bahkan ada pula yang patah ! Kini Jai - hwa Toat - beng - kwi yang mulai me-ngerti bahwa pemuda yang lihai itu ternyata ma-sih "mentah" ilmunya, mendesak maju. Mula-mula dia melakukan tendangan kilat, dibarengi oleh hantaman tangan Pek - pi Siauw - kwi dari samping, ke arah tengkuk A - hai. A - hai bergerak otomatis, merendahkan tubuhnya dan membiarkan pukulan dan tendangan lewat, lalu tangannya me-nyambar dan dia berhasil menangkap pergelangan kaki Jai - hwa Toat - beng - kwi yang menendang tadi. Tentu saja penjahat cabul itu terkejut dan ketakutan. Tubuhnya sudah diangkat, akan tetapi, tiba - tiba saja A - hai kehilangan ingatannya lagi, menjadi bingung harus bergerak bagaimana dan otomatis tenaga saktinya lenyap, seperti sebuah ba-lon yang tadinya ditiup mengembung, mendadak menjadi gembos kehilangan anginnya. Dan sekali menggerakkan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ kaki yang ke dua, menendang ke arah dada A-hai, jai-hwa-cat itu berhasil melepaskan kakinya dari cengkeraman. Beberapa kali A - hai berhasil mendesak lawan, akan tetapi karena tidak ingat lagi akan kelanjutan gerakan silatnya, dan tidak dapat menahan tenaga saktinya agar tetap di dalam kedua lengannya, semua gerakannya mandeg di tengah jalan dan dari keadaan mendesak, berbalik dia malah menerima beberapa kali hantaman, tendangan dan gebukan yang membuatnya jatuh bangun di perahunya. Biarpun tubuhnya secara otomatis dilindungi sin-kang yang kuat sehingga tidak terluka, akan tetapi hantaman bertubi - tubi itu membuatnya babak bundas dan benjut - benjut juga ! Masih untung baginya bahwa yang menghajarnya hanyalah dua orang itu, kalau saja yang muncul orang-orang macam San - hek - houw atau Si Buaya Sakti, tentu dia akan celaka, tewas atau setidaknya terluka parah. Karena kini mengetahui rahasia A - hai, kedua orang sesat itu bersikap cerdik. Mereka tidak ter-lalu mendesak dan kalau melihat pemuda itu ber-gerak hebat, mereka malah menjauh dan mundur. Akan tetapi begitu melihat gerakan pemuda itu terhenti tiba - tiba dan pemuda itu nampak bi-ngung, mereka menyerbu dan menghajarnya. A-khirnya, A - hai tidak dapat tahan juga dan sebuah tendangan membuatnya terjungkal keluar dari pe-rahunya. "Byurrr !" A-hai yang merasakan seluruh tubuhnya me-mar dan perih - perih, membiarkan dirinya hanyut terbawa arus air. Untung bahwa permukaan air itu cukup gelap, tidak memungkinkan Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo musuh-mu-suhnya untuk menemukannya dan sebentar saja A - hai sudah hanyut jauh. Sial baginya, air sema-kin dalam dan semakin kuat arusnya sehingga ke-tika dia berusaha berenang ke tepinya, dia terse-ret terus semakin jauh dan kadang - kadang tubuh-nya dihantamkan pada batu-batu besar. Tadi dia dihajar oleh pukulan-pukulan dan tendangan-ten-dangan, kini dihajar oleh batu-batu yang meng-hadang, sungguh sial dan dia merasa tubuhnya se-makin lemas, bahkan beberapa kali dia terpaksa menenggak air! Tiba - tiba A - hai yang sudah merasa betapa tubuhnya lemas itu, terkejut dan girang. Tadinya dia mengira bahwa yang menyambar dan meng-angkat tubuhnya ke atas perahu itu musuh dan dia sudah siap untuk melawan lagi mati - matian. A-kan tetapi ketika dia melihat bahwa yang berada di perahu itu adalah Bwee Hong dan seorang gadis lain, dia merasa gembira bukan main sehingga ingin rasanya dia bersorak dan menari - nari! "Ha - ha - ha, sungguh beruntung aku !" A - hai bangkit duduk dan tersenyum lebar, wajahnya yang basah kuyup itu berseri - seri. Melihat kegi-rangan meluap - luap pada diri pemuda itu, Bwee Hong dan Kwa Siok Eng, gadis yang menemani Bwee Hong di perahu itu, memandang dengan alis berkerut. Terutama sekali Bwee Hong. Jangan-ja-ngan pengobatan yang diberikan kakaknya dan ia sendiri kepada A-hai mendatangkan akibat sam-pingan dan membuat pemuda ini benar-benar menjadi miring otaknya, pikirnya dengan gelisah. Pemuda ini baru saja terbebas dari maut, tubuh-nya memar-memar dan babak bundas, hampir saja tenggelam dan kelihatan begitu kehabisan te-naga, akan tetapi dapat tertawa - tawa gembira seperti itu. "A - hai, apa saja yang kaulakukan di sini " Ba-gaimana engkau tahu - tahu hanyut di sungai ini ?" Bwee Hong bertanya. Akan tetapi pada saat itu A - hai memandang kepada Siok Eng dan hidung-nya kembang kempis. "Aih, nona yang berbau dupa harum! Kita berjumpa lagi di sini, sungguh senang hatiku. Bukankah nona bernama eh, nona Kwa Siok Eng ?" "Benar sekali. Aih, ingatanmu sudah mulai baik, A - hai," kata Bwee Hong girang karena ter- nyata kini A - hai memperlihatkan kekuatan ingat-annya, tanda bahwa pengobatan itu memperlihat-kan hasilnya. Juga Kwa Siok Eng yang sudah banyak tahu tentang keadaan A - hai yang aneh itu, tersenyum mengangguk. "Saudara A-hai, bagaimana engkau dapat berada dalam keadaan seperti ini ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ A - hai lalu bercerita sambil memeras ujung ba-ju dan celananya, juga rambutnya yang basah ku-yup. "Ketika engkau hilang dan kemudian kakak-mu juga pergi, agaknya mencarimu, aku bingung sekali, nona Hong. Aku tidak tahu harus mencari atau mengejar ke mana. Maka aku lalu mengumpulkan ingatanku tentang boneka itu. Dan aku mulai dapat membayangkan adanya sebuah rumah indah di tepi sungai, dekat air terjun. Di tempat itu aku pernah bermain-main dengan seorang anak perempuan bernama Lian Cu "Ah, nama yang terukir pada boneka itu ." kata Bwee Hong. "Benar. Aku belum ingat betul apa hubunganku dengan Lian Cu, akan tetapi aku ingat bermain - main dengannya. Lalu aku mengambil keputusan untuk mencari tempat itu, mencari rumah indah mungil dekat air terjun di tepi sungai. Aku hendak menyusuri seluruh sungai sampai dapat kutemukan tempat itu. Dan aku dihadang orangorang jahat aku dikeroyok, untung aku masih teringat akan beberapa jurus ilmu silat, sayang hanya sepotong - sepotong; dan akhirnya aku ter-lempar keluar perahu dan hanyut sampai ke sini." "Aih, untung kami menemukanmu," kata Bwee Hong menarik napas panjang, merasa kagum dan heran akan keadaan dan nasib pemuda itu yang aneh. "Dan engkau sendiri, kenapa pergi meninggal-kan aku setengah jalan dalam pengobatan itu, no-na ?" A-hai bertanya, alisnya berkerut sedikit tanda bahwa kenyataan itu tidak menyenangkan hatinya. "Aku diculik orang, A-hai." Tiba-tiba A - hai meloncat berdiri, lupa bahwa dia berada di perahu sehingga perahu itu menjadi miring dan Siok Eng berteriak mengingatkan. "Heiii, hati-hati ...... kita bisa terguling dan engkau hanyut lagi!" "Wah, maaf " A -hai duduk kembali dan memandang Bwee Hong. "Siapa yang berani men-culikmu, nona Hong?" "Tenanglah." Bwee Hong tersenyum dan pipi-nya berobah merah. Pemuda ini begitu marah mendengar ia diculik orang dan sikap ini membuat jantungnya berdebar karena pemuda aneh ini memperlihatkan saja perasaan hatinya yang demi-kian jelas menaruh perhatian besar terhadap diri-nya. "Baik kuceritakan saja apa yang telah kua-lami sejak kita terpaksa saling berpisah dari dalam pondok mendiang Gu - lojin itu." Bwee Hong lalu bercerita, didengarkan oleh A-hai penuh perhatian. Juga Siok Eng mendengarkan sambil mendayung perahunya dengan hati - hati agar jangan sampai menabrak batu - batu yang menonjok di sungai itu. Mari kita ikuti pengalaman Bwee Hong sebelum ia lenyap dari rumah mendiang Gu lojin. Seperti kita ketahui, setelah melakukan pengobatan atas diri A-hai yang kemudian tidur nyenyak, Seng Kun keluar dari dalam rumah, meninggalkan Bwee Hong yang masih berjaga - jaga di dalam membe-nahi perabot - perabot pengobatan. Tiba-tiba nampak bayangan orang berkelebat memasuki ruangan itu. Bwee Hong oepat melon-cat dan membalikkan tubuhnya. Wajahnya ber-ubah pucat ketika dia melihat seorang kakek ber-tubuh tinggi besar dan sikapnya kasar dan kokoh kuat, mengenakan jubah kulit harimau dan pada pinggangnya nampak sehelai rantai baja yang ujungnya dipasangi tombak jangkar. Kakek itu bukan lain adalah San - hek - houw, Si Harimau Gunung! Bwee Hong maklum bahwa dia berha- dapan dengan datuk sesat yang kejam, maka tanpa banyak cakap lagi iapun menyerang dengan tangan kosong. Pedangnya tidak ada pada tubuhnya, maka ia tidak sempat mengambil pedang yang disimpan di sudut ruangan. Karena maklum bah-wa lawannya ini tangguh, Bwee Hong mengerah-kan tenaga sinkang ketika melakukan pukulan ke arah leher lawan. Akan tetapi, kakek KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ tinggi besar itu tertawa dan sama sekali tidak mengelak, me-lainkan menggerakkan tangan menyambar ke de-pan untuk menangkap pergelangan tangan gadis itu. Bwee Hong terkejut, menarik kembali tangan-nya dan menyusulkan tendangan kilat dari samping mengarah lambung. "Bukkk ! !" Tendangan itu tepat mengenai lam-bung, akan tetapi Bwee Hong menjerit karena tahu - tahu pundaknya sudah dirangkul dan di lain saat ia sudah dipondong dan ditekan pundaknya sehingga tidak mampu bergerak lagi. Kiranya, ia tadi gugup sehingga tergesa - gesa. Kegugupan-nya dimanfaatkan lawan yang lebih tangguh itu. Tendangannya diterima begitu saja sambil melin-dungi tubuh dengan pengerahan sinkang dan se-baliknya, sambil menerima tendangan, Si Harimau Gunung sudah menangkap dan mencengkeram pundak Bwee Hong seperti seekor harimau men-cengkeram anak domba saja. Sebetulnya, biarpun ia kalah lihai, akan tetapi kalau Bwee Hong tidak gugup atau terlalu bernapsu menyerang, melain-kan lebih mencurahkan kepandaian untuk berjaga diri, mengandalkan ginkangnya yang membuat tu-buhnya jauh lebih cepat dan ringan dari pada la-wan, belum tentu Si Harimau Gunung akan mam-pu menangkapnya dengan cepat. "Ha-ha-ha-ha !" Harimau Gunung tertawa bergelak dengan girang sekali. Dia sudah meno- tok jalan darah di tubuh Bwee Hong, membuat gadis itu tidak mampu melawan lagi, dan sambil tertawa - tawa dia lalu melucuti pakaian Bwee Hong, dengan gerakan kasar sekali! Bwee Hong hendak melawan, hendak meronta, namun ia tidak mampu membebaskan diri dari totokan dan meli-hat betapa dirinya terancam malapetaka, agaknya akan diperkosa oleh iblis itu di depan A - hai yang masih tidur atau pingsan itu, ia mengeluarkan keluhan dari rongga dadanya kemudian lemas terku-lai dan jatuh pingsan ! Melihat gadis itu terkulai lemas dan pingsan, San - hek - houw mendengus tak senang. Watak manusia ini memang sudah mendekati harimau, mendekati binatang buas. Seperti juga harimau yang menerkam domba, dia tidak akan merasa pu-as kalau tidak melihat korbannya menggelepar-gelepar di dalam gigitannya. Dia ingin korbannya meronta melawan, ingin melihat darah segar yang panas. Maka begitu gadis itu terkulai pingsan, dia lalu menggeram, dan tubuh Bwee Hong lalu di-panggulnya dan sekali meloncat dia sudah keluar dari dalam rumah dan membawa lari gadis itu de-ngan maksud akan diperkosa kalau gadis itu sudah siuman dari pingsannya, di tempat lain. Akan tetapi, tiba - tiba Bwee Hong menjerit. Si Harimau Gunung terkejut. Tak disangkanya gadis itu akan siuman sedemikian cepatnya. Dia lalu menekan leher Bwee Hong untuk membuat gadis itu tidak mampu berteriak lagi, dan melem-parkan gadis itu ke atas rumput. Dia sudah lari agak jauh dari rumah dan kini melihat Bwee Hong sudah siuman, hatinya girang dan diapun hendak memperkosa gadis itu di tepi jalan, di lereng gu-nung itu! Jeritan melengking yang hanya satu kali keluar dari mulut Bwee Hong itu telah didengar oleh Seng Kun, akan tetapi karena pada saat itu Seng Kun sendiri sedang berkelahi melawan Sin - go Mo Kai Ci Si Buaya Sakti, maka kakak ini tidak dapat menolong adiknya. Akan tetapi, bukan hanya Seng Kun yang mendengarnya. Seorang gadis lain juga mendengar jeritan ini dan cepat gadis itu berlari mendekat. Gadis itu adalah Kwa Siok Eng! Dapat dibayangkan betapa kaget hati gadis ini ketika melihat Bwee Hong yang sudah tidak mengenakan pakaian luar itu rebah terlentang pingsan di atas rumput dan kakek raksasa Harimau Gunung agak-nya sedang bermaksud untuk memperkosanya. Kwa Siok Eng, gadis itu, maklum akan kelihaian Harimau Gunung dan mungkin saja datuk sesat itu masih mempunyai kawan - kawan lain seperti biasanya. Untuk melawbn kakek itu ia tidak takut, akan tetapi bagaimana mungkin melawan kakek yang amat tangguh berbareng harus menyelamat-kan Bwee Hong " Ia lalu mempergunakan akal. Siok Eng bersembunyi di tempat gelap, kemu-dian mengerahkan tenaga sakti Asap Hio sehingga terciumlah bau dupa harum yang amat menyolok keluar dari tubuhnya, lalu ia menirukan suara ayahnya menggumam, "Hemrn, siapa berani meng-hina orang Tai - bong - pai dengan melakukan ke-cabulan di depan mataku ?" Ketika hidungnya mencium bau dupa harum yang menyengat hidung itu, dan mendengar suara ini, terkejutlah Si Harimau Gunung. Dia sendiri belum pernah bertemu dengan Kwa Eng Ki, ketua Tai - bong - pai akan tetapi dia sudah banyak mendengar tentang tokoh aneh itu. Tai-bong-pai adalah perkumpulan aneh, tidak con-dong kepada para pendekar akan tetapi juga KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ tidak pernah mau merendahkan diri memasuki golongan kaum. penjahat. Dan kabarnya Tai - bong - pai memiliki kekejaman yang tiada taranya di sam-ping kelihaiannya yang mengerikan. Tak disang-kanya bahwa di tempat ini dia akan bertemu de-ngan ketua Tai - bong pai, dan dia mengerti bah-wa perbuatannya hendak memperkosa gadis can-tik itu tentu dianggap penghinaan karena tanpa disengajanya hal itu hendak dilakukan di depan si ketua Tai - bong - pai yang dia tidak tahu entah berada di mana. Lebih baik mencari rekannya, Si Buaya Sakti, baru dia akan menghadapi orang Tai.-bong-pai itu dan melanjutkan pemuasan nafsunya terhadap si gadis cantik, pikirnya. Maka tanpa banyak ca- kap Harimau Gunung membatalkan maksudnya dan meninggalkan Bwee Hong, pergi dari Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo situ un- tuk mencari Buaya Sakti yang dia yakin tidak ber-ada jauh dari tempat itu. Tak lama kemudian ter- dengarlah aumannya memanggil rekannya. Begitu melihat kakek raksasa itu pergi, Siok Eng cepat meloncat keluar dan memondong Bwee Hong, dibawa lari ke belakang semak - semak. Di sini ia membebaskan totokannya. Bwee Hong sadar dan terkejut, juga girang melihat Siok Eng. Akan tetapi, gadis Tai-bong-pai ini menutupi mulutnya, berbisik. "Enci Hong, lekas kaupakai pakaianku ini, dan kita harus cepat pergi dari sini," katanya. Bwee Hong yang melihat bahwa tubuhnya hampir telanjang bulat, menjadi merah mukanya dan iapun cepat mengenakan pakaian cadangan dari Siok Eng yang diberikan kepadanya. Ia bersyukur sekali bahwa dirinya belum ternoda oleh Si Harimau Gunung dan kalau membayangkan apa yang akan terjadi andaikata tidak muncul Siok Eng yang menyelamatkannya, ia bergidik ngeri. "Mari kita pergi " "Akan tetapi, A - hai dan kakakku mereka di rumah mendiang Gu - lojin " '"Kita pergi dulu, baru nanti mencari jalan " kata Siok Eng yang sudah menarik tangannya dia-jak lari. Pada saat itu terdengar bentakan keras dari Harimau Gunung yang agaknya kembali ke tempat tadi dan tidak lagi menemukan tubuh ga-dis yang hendak diperkosanya. 17 "Ketua dari Tai - bong - pai, harap keluar untuk bicara!" terdengar bentakan suara Harimau Gu-nung. Mendengar ini, Siok Eng lalu menarik ta-ngan Bwee Hong dan merekapun melarikan diri. Agaknya berkelebatnya bayangan mereka nampak oleh San - hek - houw yang cepat melakukan pe-ngejaran sambil berteriak - teriak. Dua orang gaDarah 26 dis itu bergegas lari menyusup - nyusup di antara pohon - pohon dan semak semak sehingga sukar-lah bagi San - hek - houw untuk dapat mencari mereka. Raksasa ini marah sekali. Dia tahu bahwa dia tadi telah dipermainkan orang. Tidak mungkin ketua Tai - bong - pai lari terbirit - birit seperti itu. Tadi, ketika dia meninggalkan korbannya, dia merasa menyesal dan sambil menanti datangnya re-kannya yang sudah dipanggilnya melalui auman-nya, dia hendak menemui dulu ketua Tai - bong-pai untuk diajak berdamai. Akan tetapi, ternyata gadis itu telah lenyap dan dia melihat berkelebat-nya dua bayangan gadis yang bertubuh ramping maka segera dikejarnya. Dengan hati mengkal San - hek - houw berpu-tar - putar di dalam hutan itu, mencari - cari kor-bannya. Akhirnya, dengan kesal dia lalu mening-galkan hutan, hendak kembali ke dusun mencari Buaya Sakti yang belum juga datang membantu-nya. Ketika dia berlari sampai di luar dusun, tiba-tiba dia melihat bayangan dua orang dari jauh. Timbul lagi harapannya, dan dia mempercepat larinya mengejar. Akan tetapi setelah dekat, hati-nya menjadi semakin kesal karena dua orang itu bukanlah dua orang gadis yang tadi dikejarnya, melainkan seorang laki - laki dan seorang perempu-an setengah tua, keduanya mengenakan pakaian putih sederhana. "Heh, petani - petani busuk !" bentaknya de18 KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ ngan sikap kasar sekali. "Hayo katakan apakah kalian melihat dua orang gadis cantik lewat di sini. Kalau tidak bicara dengan baik kalian akan kuha-jar dan kupatah patahkan tulang punggungmu!" Memang sengaja Harimau Gunung yang sudah marah ini mencari gara gara agar ada tempat untuk melampiaskan kemarahannya. Dia mengha-rapkan dua orang itu marah - marah agar dia dapat membunuh mereka seperti ancamannya tadi! Siapapun orangnya tentu akan marah kalau men-dengar ucapan seperti itu. Dan dua orang setengah tua itupun marah, walaupun kakek pakaian putih itu tidak berkata apa - apa. Si neneklah yang ma-rah dan melangkah maju. "Harimau iblis, agaknya engkau sudah ingin disembahyangi!" katanya dan tiba tiba saja ne- nek itu menerjang ke depan dan mendorongkan telapak tangannya ke arah Si Harimau Gunung. Hawa pukulan yang kuat menyambar dan tercium bau dupa harum yang amat keras. San - hek - houw terkejut dan cepat dia menangkis. "Desss !" Dia terhuyung ke dekat kakek itu dan tubuhnya terasa panas seperti dibakar. "Huhh !" Kakek itupun mendengus dan tangan-nya menampar. Tercium bau hio yang lebih keras lagi. Melihat tangan yang menyambar ke arah ke-palanya, Si Harimau Gunung cepat menangkis sambil mengerahkan tenaganya walaupun kepala-nya masih pening dan tubuhnya terasa panas. "Blarrrr !" Harimau Gunung mengeluh dan tubuhnya terpelanting. Seluruh tubuhnya kini terasa dingin sekali. Dia bergidik dan cepat meng-gulingkan tubuhnya, meloncat bangun dengan mata terbelalak memandang kepada kakek dan nenek itu. "Kiranya kau kau " dan diapun meloncat ke belakang sambil bergidik, me-nyusut sedikit darah dari ujung mulutnya dan lari secepatnya. Sialan, pikirnya, kiranya dia benar-be-nar bertemu dengan ketua Tai - bong - pai! Siapa lagi kalau bukan ketua Tai - bong - pai, mungkin dengan isterinya, yang memiliki kepandaian sehe-bat itu " Kembali dia bergidik. Masih untung bahwa mereka tidak berniat membunuhnya! Kini dia maklum bahwa biar dibantu Si Buaya Sakti sekalipun, dia tidak akan kuat menandingi kakek dan nenek pakaian putih itu. Kecuali kalau Raja Kelelawar sendiri yang datang membantunya. Kakek dan nenek berpakaian putih itu memang suami isteri Kwa Eng Ki, ketua Taibong-pai. Mereka berdua sedang mencari puteri dan putera mereka. Hati mereka kesal, maka mereka meng- hajar Si Harimau Gunung, walaupun mereka tidak bermaksud bermusuh dengan kaum sesat. Oleh karena itulah mereka tidak mengejar datuk itu dan melanjutkan perjalanan mereka menyelidiki dan mencari anak-anak mereka. Sementara itu, Siok Eng dan Bwee Hong sudah keluar pula dari dalam hutan. Dari jauh saja, Siok Eng telah dapat mencium bau hio keras itu ketika suami isteri Kwa Eng Ki menghajar Si Harimau Gunung. Gadis ini nampak terkejut dan cepat ia menarik tangan Bwee Hong, diajaknya gadis itu masuk ke dalam hutan. "Wah, enci Hong, itu ayah dan ibu telah datang pula ke sini! Aku pergi dari rumah tanpa perse-tujuan mereka dan sudah beberapa bulan aku ti-dak pulang. Mereka tentu sedang mencariku dan aku belum mau pulang sekarang. Kita bersembunyi dulu di sini sampai mereka pergi."Bwee Hong mengangguk. Ia dapat mengerti keadaan Siok Eng. Sahabatnya ini adalah puteri dari ketua Tai - bong - pai dan iapun mendengar bahwa keluarga Tai - bong - pai adalah orang- orang yang dianggap iblis oleh dunia kang - ouw. Tidak heran kalau cara hidup merekapun aneh sekali sehingga seorang anak perempuan pergi tanpa pamit dan takut ditemukan ayah bundanya, takut dipaksa dan diajak pulang. Sungguh aneh ! Akan tetapi ia tidak mau menyinggung hati sahabatnya dengan menyatakan keheranannya, dan iapun ikut bersembunyi. Pengalamannya ketika terculik oleh Harimau Gunung tadi saja sudah amat mengerikan, dan ia takut kalau - kalau bertemu lagi dengan iblis itu. Tentang keadaan A - hai, ia tidak khawatir karena bukankah di sana terdapat kakaknya " Ma-lam itu mereka berdua bersembunyi di dalam hu-tan, tidak berani banyak bersuara, bahkan tidak KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ berani membuat api unggun. Mereka hanya meng-andalkan tenaga sinkang untuk melawan dinginnya sang malam. Pada keesokan harinya, barulah kedua orang gadis itu berani keluar dari dalam hutan. Dengan hati - hati mereka menuju ke rumah mendiang Gu-lojin. Akan tetapi, ternyata rumah itu kosong. A-hai maupun Seng Kun tidak nampak berada di da-lam rumah. Bwee Hong lalu mengajak Siok Eng pergi ke dusun nelayan untuk mencari mereka. Namun di dusun ini juga mereka tidak menemukan dua orang pemuda itu. Dan dari para nelayan ini-lah mereka mendengar akan apa yang terjadi ma-lam tadi. Mereka mendengar akan munculnya dua orang kakek iblis yang mereka dapat menduganya tentulah Si Harimau Gunung dan Si Buaya Sakti. Kemudian datangnya seorang kakek dan seorang pemuda bersama Seng Kun yang mencari dua orang kakek iblis itu, kemudian betapa tiga orang ini melakukan pengejaran menggunakan perahu ketika mendengar betapa dua orang kakek iblis itu merampas perahu seorang nelayan. Kemudian mereka mendengar akan munculnya A - hai yang juga membeli sebuah perahu dan mendayung pe-rahu itu seorang diri. "Demikianlah, kami berdua lalu menggunakan perahu melakukan pengejaran karena menurut para penghuni dusun, engkau pergi belum lama," kata Bwee Hong menutup ceritanya kepada A - hai. ?"Dan akhirnya kami dapat menemukanmu dalam keadaan hanyut dan hampir tenggelam." "Wah, wah, engkau selalu menjadi bintang pe-nolongku, nona Hong." A - hai berkata dengan ter-haru. Dia teringat betapa baiknya gadis ini dan kakaknya, yang bahkan berjasa pula dalam mengo-bati dirinya dan berusaha memulihkan ingatannya. "Aih, jangan berkata demikian, A-hai. Bukan-kah engkau sebaliknya yang sudah berkali - kali menyelamatkan diriku dari bencana ?" Melihat betapa dua orang ini saling merendah dan saling memuji, Siok Eng terbatuk - batuk. Ka-rena batuknya ini batuk buatan, Bwee Hong me-noleh dan menegur dengan pipi merah, "Ih, apa artinya engkau batuk - batuk itu, adik Eng ?" Siok Eng menutupi mulut dan tersenyum. "Kalian saling berebutan merendahkan diri dan saling memuji. Sudahlah, anggap saja kalian saling hutang budi dan saling berkewajiban untuk membalas budi hi - hik " Bwee Hong mengerutkan alisnya. "Maksudmu ?" "Maksudku adalah seperti yang kaumaksudkan di dalam lubuk hatimu, enci " Kedua pipi itu menjadi semakin merah. "Adik Eng, jangan main-main kau. Dan jangan bicara seperti main teka - teki. Apa yang kaumaksudkan?" Siok Eng hanya tertawa dan sikap inilah yang membuat Bwee Hong tiba - tiba mengerti apa yang dimaksudkan sahabatnya itu, maka di dalam, gelap ia mencubit lengan Siok Eng dengan keras, akan tetapi tidak berkata apa - apa karena takut kalau A-hai akan tahu apa yang dimaksudkan oleh Siok Eng dengan godaannya itu. Siok Eng telah me-nyindir dan menggoda mereka, menjodohkan mereka ! Memang sesungguhnya A - hai tidak mengerti akan kelakar dua orang gadis itu dan diapun ber-tanya, "Kita ke mana sekarang?" Pertanyaannya diajukan kepada Siok Eng yang mengemudikan perahu. "Sebaiknya kita pergi ke tempat A - hai dikero-yok orang. Tentu ada sesuatu di tempat itu dan siapa tahu kalau - kalau kakakku juga berada di sana." "Baik, kita ke sana sekarang juga!" Tiba - tiba Siok Eng berkata dengan tegas sambil mendayung perahunya. Melihat ini, Bwee Hong tersenyum dan mendekati Siok Eng, berkata lirih di dekat te-linga gadis itu. "Engkau tentu sudah ingin sekali segera ber-jumpa dengan kakakku, bukan ?" KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Akan tetapi, sejak kecil Siok Eng mempunyai lingkungan hidup yang berbeda dengan Bwee Hong. Sebagai puteri ketua Tai - bong - pai, ia su-dah biasa bergaul dengan orang - orang aneh Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang hidupnya tidak begitu terbelenggu oleh segala macam sopan santun dan kepura - puraan yang mu-nafik. Apa yang berada dalam hatinya tidak ditutup - tutupinya dengan malu - malu lagi, maka iapun mengangguk dan menjawab dengan suara serius, "Benar, enci Hong. Aku harus cepat bertemu dengan dia dan melihat dia dalam keadaan selamat, barulah hatiku akan merasa tenteram." Jawaban ini sudah jelas sekali bagi Bwee Hong, akan tetapi A - hai hanya termangu - mangu di ujung perahu, masih berusaha mengeringkan baju-nya yang basah. Dia mendengar ucapan itu da-lam arti kata - kata biasa saja, sama sekali tidak me-lihat bahwa ucapan itu mengandung perasaan hati gadis Tai - bong - pai itu terhadap Seng Kun. Perahu didayung oleh A - hai menurut petunjuk Siok Eng dan menjelang sore hari tibalah mereka di tempat pengeroyokan itu. Akan tetapi tempat itu sunyi saja dan nampak perahu A - hai di tepi sungai. "Itu perahuku !" kata A - hai yang mendayung ke pinggir. Dengan girang dia mengambil buntal-an pakaiannya. "Aku mau berganti pakaian ke-ring !'* katanya sambil lari ke belakang semak-se mak. Tak lama kemudian diapun keluar dan su-dah memakai pakaian kering dan sikapnya gembira sekali. Memang hatinya gembira setelah dia dapat berkumpul kembali dengan Bwee Hong. "Di sini sunyi tidak ada seorangpun manusia," kata Siok Eng. Darah 26 "Tapi ini banyak bekas kaki orang," kata Bwee Hong. Mereka lalu melalui jalan setapak, mengikuti jejak kaki banyak orang yang menuju ke bukit- bukit di depan. Ketika melihat sebuah pondok bambu yang kosong, mereka masuk. Banyak ter- dapat bekas kaki di situ, juga di atas meja kasar terlihat corat - coret gambar semacam peta dan ada tulisan Pesanggrahan Hutan Cemara. "Wah, aku mengenal tempat itu !" Tiba - tiba A - hai berkata. "Telah beberapa kali aku ke sana mengantarkan arak!" Hari telah malam, akan tetapi karena menge-nal jalan, A - hai dapat membawa kedua orang te-mannya menuju ke pesanggrahan yang dimaksud-kan itu. Mereka melewati kedai arak yang pernah menjadi langganan A-hai. Kedai itu tertutup ra-pat, dan nampak bekas keributan dan perkelahian yang membuat beberapa bagian dari kedai itu je-bol dan rusak. Agaknya keributan besar terjadi di situ. Sama sekali tidak mereka ketahui betapa di dalam kedai itu telah terjadi keributan dan perke-lahian antara rombongan para penjahat melawan para anggauta Liong - i - pang dan di kedai itupun hadir pula Liu Pang dan Ho Pek Lian seperti yang telah diceritakan di bagian depan. Tiga orang itu melanjutkan perjalanan, dengan A-hai sebagai penunjuk jalan, menuju ke Pesanggrahan Hutan Cemara, yaitu pesanggrahan, kaisar yang hanya diper-gunakan di waktu kaisar mengadakan perburuan. Malam sudah larut,- sudah lewat tengah malam ketika mereka bertiga tiba di pesanggrahan itu. Dan di sinipun mereka melihat bekas - bekas per-tempuran hebat yang membuat bangunan pesang-grahan yang mungil itu porak - poranda. Melihat akibat yang demikian parah, dapat diduga bahwa pertempuran yang terjadi di tempat itu amatlah hebatnya. Sebagian bangunan nampak bekas ter-bakar dan darah masih nampak berceceran di sa-na - sini, berwarna kehitaman dan sudah menge-ring. "Ssttt , ada orang !" kata Siok Eng berbisik dan mereka bertiga lalu menyelinap ke belakang semak - semak. Muncullah seorang laki-laki bertubuh pendek dari dalam bangunan yang bekas terbakar dan sinar bulan membuat wajah laki - laki pendek itu nampak pucat sekali. Meli-hat wajah itu, Bwee Hong segera mengenalnya. Orang itu bukan lain adalah Pek - lui - kong Tong Ciak, jagoan istana yang setia itu. Tentu orang itu tahu akan semua hal yang terjadi, mungkin tahu pula di mana adanya kakaknya. Maka Bwee Hong lalu keluar dari tempat sembunyinya, diikuti oleh Siok Eng dan A - hai. Dua KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ orang inipun telah mengenal muka cebol yang lihai itu dan mereka merasa agak khawatir. Tadinya Tong Ciak nampak terkejut, akan tetapi ketika dia mengenal Bwee Hong, diapun merasa lega dan menghampiri mereka. "Ah, kiranya nona Chu yang datang," katanya. "Tong - ciangkun, kenapa ciangkun berada di sini dan apakah yang telah terjadi di tempat ini " Kulihat ada bekas - bekas pertempuran." Si pendek itu menarik napas panjang dan nam-pak berduka. Dia mengepal tinju yang diamang-kan ke arah bulan, menahan diri yang agaknya ingin menyumpah - nyumpah, lalu berkata, "Su-dahlah, apa artinya dipertahankan lagi " Nona Chu, kalau nona bertemu dengan ayahmu, tolong sam-paikan bahwa aku Tong Ciak mengirim hormat dari jauh dan bahwa aku tidak akan kembali lagi ke istana." Bwee Hong mengerutkan alisnya. Ia tahu bah-wa panglima ini menghormati ayahnya, yaitu Bu Hong Tojin dan ia tidak perduli apa yang akan dikerjakan oleh orang ini. Akan tetapi ia ingin ta- hu apa yang sebenarnya telah terjadi maka pangli-ma cebol yang lihai ini kelihatan murung, berduka dan putus harapan, maka iapun menjawab, "Baik, ciangkun, akan kusampaikan. Akan tetapi apakah yang terjadi dan ciangkun hendak pergi ke mana-kah ?" "Aku akan kembali ke Bawa Pasir. Tidak ada gunanya lagi mengabdi di istana setelah kaisar ter-bunuh. Yang berada di istana sekarang adalah kaum pencoleng dan penjahat, begundal - begundal Perdana Menteri Li Su yang lalim dan Chao thai-kam yang korup." Si cebol menarik napas pan-jang. "Mereka, dipimpin oleh Raja Kelelawar, telah berhasil merampas jenazah sri baginda. Kakakmu dibantu oleh dua orang temannya melakukan pe-ngejaran karena mereka mengira bahwa para pen-jahat itu membawamu, nona. Akan tetapi sungguh perbuatan mereka itu amat berbahaya. Raja Kele-lawar sungguh amat lihai sekali dan dia masih di-bantu oleh pentolan - pentolan kaum sesat yang berilmu tinggi." "Kalau begitu, aku harus menyusul Kun - koko," kata Bwee Hong. "Akupun akan pergi sekarang juga, harap eng-kau suka berhati - hati, nona. Kaum sesat itu se-lain kejam dan jahat, juga amat lihai. Aku sendiri sudah terluka, dan perlu beristirahat untuk memu-lihkan tenaga dan kesehatan." Mereka lalu berpisah dan Bwee Hong, Siok Eng dan A - hai malam itu juga meninggalkan tempat itu. Mereka lebih suka melewatkan malam di tem-pat lain dari pada di bekas pesanggrahan yang ter-bakar itu. Mereka bermalam di tepi hutan dan pada keesokan harinya barulah mereka melanjut-kan perjalanan ke kota raja, untuk menyusul Seng Kun. Tiga orang itu melakukan perjalanan cepat, akan tetapi kadang-kadang mereka terpaksa me-ngurangi kecepatan karena kalau dua orang gadis itu mengerahkan ilmu lari cepat mereka, tentu A-hai akan tertinggal. Selain itu, juga sering kali secara tiba - tiba A hai berhenti dan termenung, memeras otaknya untuk mengingat - ingat ilmu si-lat yang pernah dipelajarinya. "Perlu apa melelahkan pikiran dengan mengi-ngat - ingat ilmu silat yang pernah kaupelajari dalam keadaan seperti sekarang ini, A - hai ?" Pertanyaan Bwee Hong ini dimaksudkan bahwa mereka bertiga sedang tergesa - gesa mencari dan me-ngejar Seng Kun, maka bukanlah waktunya yang tepat untuk sering kali berhenti dan mengingat-ingat ilmu silat. Akari tetapi A - hai salah mengerti dan menja-wab dengan sungguh - sungguh, "Justeru dalam keadaan seperti sekarang ini maka perlu aku meng-ingat semua ilmu yang pernah kupelajari, nona Hong. Di mana - mana terjadi kekalutan dan aku melihat betapa ilmu silat amat diperlukan pada waktu sekarang ini. Orang - orang jahat berkeliar-an, kalau tidak memiliki kepandaian silat, tentu ce-laka karena tidak mampu melindungi diri sendiri. Maka perlu sekali aku mengingat - ingatnya, dan agaknya samar-samar aku mulai teringat akan gerakan ilmu silat yang pernah kupelajari." Sambil berkata demikian, kaki tangannya bergerak - gerak secara aneh dan mulutnya bicara kepada diri sendiri, " setelah kaki digeser ke kiri, tangan harus mencengkeram ke arah ubun-ubun lawan. Begini! Ah, benar " Dia melakukan gerakan kaki menggeser ke kiri itu dan tagannya mencuat dengan cengkeraman aneh ke atas. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Sebagai ahli - ahli silat kelas tinggi Bwee Hong dan Siok Eng dapat mengenal ilmu silat yang amat aneh dan hebat. Sayang hanya sepotong - sepotong, akan tetapi gerakan yang kelihatan sederhana itu memiliki dasar kecepatan yang mengerikan, bahkan setiap kali tangan digerakkan, terdengar suara me-ngaung atau berdesing seperti sebatang pedang yang baik disentil atau diayunkan. Tenaga sinkang yang hebat tersembunyi di dalam gerakan itu tan-pa disadari oleh A - hai sendiri! Siok Eng yang bahkan memiliki tingkat kepan-daian lebih tinggi dari Bwee Hong, juga meman-dang kagum lalu mengajukan usulnya, "Alangkah baiknya kalau engkau merangkai gerakan - gerakan itu, dari awal mula. Tentu saja yang engkau ingat, saudara A hai. Tanpa dirangkai, gerakan - gerak-an itu menjadi kacau tidak karuan ujung pangkal-nya." A-hai yang mendengar usul ini termenung, mengangguk - angguk, lalu kedua alisnya yang te-bal itu berkerut, tanda bahwa dia mulai mengerahkan ingatannya. "Baiklah, akan kucoba. Akan tetapi harap nona berdua tidak mentertawakan." Siok Eng dan Bwee Hong lalu duduk di bawah pohon dengan hati gembira. Mereka ingin sekali melihat A - hai, dalam keadaan sadar, dapat meng-ingat dan menguasai ilmu - ilmunya yang mujijat. Setelah memandang kepada dua orang gadis itu dengan malu - malu, A hai lalu agak menjauh dan mulailah dia memasang kuda-kuda. Mula - mula A - hai berdiri tegak, menghadap ke arah dua orang nona yang menjadi penonton itu, lalu mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai tanda penghormatan. Kemudian dia me-nurunkan kedua tangannya, terus kedua lengan di-buka dan dipentang ke kanan kiri dengan jari - jari terbuka membuat gerakan seperti burung terbang dan kedua lengan itu seperti menjadi sepasang sa-yapnya, perlahan - lahan kaki kanan diangkat dan diturunkan lagi ke depan dalam keadaan berjung-kit. Tiba - tiba saja terdengar suara berkerotokan dari tulang - tulang di tubuh pemuda itu dan sepa-sang matanya mencorong menakutkan, sedangkan dari ubun - ubun kepalanya nampak uap tipis me-ngepul. Bwee Hong terbelalak dan tak terasa lagi ia memegang lengan kawannya erat - erat saking tegang hatinya dan khawatir kalau kalau A - hai kumat lagi! Tenaga dahsyat yang seolah - olah bangkit dalam diri A-hai itu, makin lama nampak semakin hebat sehingga mempengaruhi keadaan sekeliling. Bahkan dua orang nona itu merasakan getaran yang aneh walaupun A - hai belum menggerakkan kaki tangannya dan baru mulai dengan pemasangan kuda - kuda saja. Sepasang mata yang sudah mencorong hebat itu kini perlahan - lahan menjadi redup kembali, uap di atas kepalanyapun lenyap dan sikap A - hai nampak kebingungan dan ketolol - tololan lagi. Diapun menurunkan kedua tangannya dan nampak lesu. "Wah, sudahlah, aku lupa lagi bagaimana un-tuk melanjutkan !" katanya dengan nada suara ke-sal.Tentu saja Siok Eng dan Bwee Hong yang tadi-nya sudah merasa tegang sekali dan juga gembira, menjadi kecewa dan ikut lemas seperti balon kem-bung kini dikempiskan. "A-hai, jangan putus harapan. Cobalah lagi. Engkau sudah hampir berhasil tadi!" Bwee Hong membujuk. "Benar, saudara A - hai, engkau sudah berhasil dengan pasangan kuda - kuda itu," Siok Eng juga memuji. "Cobalah lagi, A - hai dan karena kuda - kuda-mu sudah benar, jangan terlalu kerahkan pikiran mu untuk itu, melainkan untuk mengingat gerak lanjutannya," sambung Bwee Hong. Didorong semangat oleh dua orang gadis itu, akhirnya A - hai meniadi gembira juga dan Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo dico-banya lagi berkali - kali, kalau lupa dia mulai lagi dari permulaan. Akhirnya berhasil juga! Ketika dia melakukan gerakan pertama mema-sang kuda - kuda, agaknya kini gerakannya itu benar - benar sempurna. Uap yang mengepul di atas kepalanya semakin tebal dan tiba - tiba ter-jadilah keanehan yang membuat kedua orang dara itu terbelalak dan wajah mereka berobah. Mata mereka memandang kepada A-hai seperti orang yang tidak percaya akan apa yang mereka saksikan. Uap yang mengepul di atas kepala A - hai itu kini terbagi menjadi dua warna. Yang sebelah kiri ber-warna putih seperti uap tebal biasa, akan tetapi yang sebelah kanan berwarna kemerahan! Uap itu mengepul ke atas setinggi satu meter. Tentu saja dua orang dara yang selama hidupnya belum pernah melihat hal seperti itu, bahkan mendengar pun belum, menjadi melongo dan dapat menduga bahwa tenaga sinkang yang dimiliki oleh A - hai sungguh luar biasa KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ anehnya dan amat hebat. Akan tetapi, mereka sengaja menahan mulut dan tidak mengeluarkan kata - kata agar A - hai tidak men-jadi bingung atau kikuk. Mereka diam saja dan memperhatikan dengan kedua mata terbelalak, mengikuti setiap gerakan kaki dan tangan A - hai. Kini gerakan A - hai mulai lancar, walaupun masih dilakukan dengan perlahan dan lambat. Bi-arpun begitu, dua orang dara itu memandang de-ngan melongo dan semakin takjub melihat keadaan yang benar - benar amat luar biasa dari pemuda itu. Kini perlahan lahan anggauta tubuh A-hal juga mengalami perobahan warna. Agaknya warna pada uap yang mengepul di atas kepala pemuda itu kini mempengaruhi tubuhnya sehingga separuh tubuhnya yang sebelah kiri menjadi keputih - pu-tihan, sedangkan separuh tubuh sebelah kanan menjadi kemerah - merahan. Tentu saja wajah yang tampan itu nampak aneh dan mengerikan ka-rena menjadi dua warna, merah dan putih seperti dicat saja dengan warna muda. Dari perasaan takjub dan kagum, kini dua orang dara itu merasa khawatir juga. Bahkan Bwee Hong menjadi gelisah karena biarpun ia mengikuti ka-kaknya mengusahakan pengobatan terhadap A-hai, namun ia sama sekali tidak dapat mengetahui de-ngan pasti, apa yang sedang terjadi dan berobah di dalam tubuh pemuda itu dan iapun merasa ti-dak berdaya untuk menghentikannya. Kalau saja di situ terdapat kakaknya. Kakaknya adalah seorang ahli pengobatan yang sudah mewarisi kepan-daian mendiang kakek mereka, sedangkan ia sen-diri hanya mengetahui cara pengobatan umum sa-ja, tidak terlalu mendalam seperti kakaknya. Kalau kakaknya berada di sini dan menyaksikan keadaan A - hai, tentu akan tertarik sekali dan mungkin dapat menerangkannya. Kini A-hai mengeluarkan suara mendengus beberapa kali dan gerakan tubuhnya sangat aneh. Dia hanya menggerakkan kaki dan tangan kirinya saja, bahkan yang bergerak hanya tubuh bagian kiri. Mata kirinya melirik-lirik akan tetapi mata kanannya bengong dan diam saja! Bagian tubuh kiri yang putih itulah yang bergerak, sedangkan bagian tubuh kanan yang merah hanya terseret, tidak ikut-ikut bergerak. Tentu saja dua orang dara itu terbelalak dan bulu tengkuk mereka me-remang menyaksikan keanehan yang menggiriskan dan menakutkan ini. Bwee Hong makin gelisah. Gerakan itu kini terasa mendatangkan hawa dingin yang luar biasa sekali, yang seperti terasa menyu-sup tulang oleh dua orang dara. Uap berwarna putih di atas kepala A - hai itupim menghilang, tinggal yang berwarna merah saja yang mengepul. Akan tetapi, biarpun yang bergerak itu hanya ang-gauta tubuh kiri, hebatnya bukan kepalang. Seti-ap jari tangan kiri yang bergerak melakukan totok-an - totokan dan mengeluarkan bunyi mendesis-desis seperti bara api tersiram air hujan. Agaknya, kelancaran gerakannya membual A-hai menjadi semakin bersemangat. Kadang - ka-dang pemuda itu menghentikan gerakannya, meng-ingat - ingat sebentar lalu melanjutkan lagi. Akan tetapi, pada suatu gerakan yang nampak aneh dan indah, ketika dia menggeser kakinya ke kiri, dia termangu - mangu dan tidak mampu melanjutkan lagi, tubuhnya masih condong ke depan dan karena dia mengingat-ingat dan menghentikan gerakan nya, dia menjadi seperti patung yang lucu. Akhirnya dia menyerah karena tidak mampu mengingat kelanjutan gerakan ini. "Wah, sudahlah cuma sampai di sini saja ingatanku." Dan diapun menghentikan permainan silatnya dan duduk di atas rumput dengan hati ke-sal. Pagi telah menjelang. Kabut pagi yang dingin membuat dua orang dara yang seperti baru sadar dari mimpi itu kedinginan. Mereka menarik napas panjang, seperti baru kembali dari alam khayal yang mentakjubkan. Mereka disuguhi tontonan il-mu silat yang langka dan yang hebat luar biasa. "Ehh " Putih - putih di rambutmu itu apakah hujan salju ?" tiba - tiba Siok Eng menun-juk ke arah rambut Bwee Hong. Dara ini meng-angkat muka memandang dan iapun melihat beta-pa di rambut Siok Eng terdapat benda - benda pu-tih seperti kapas, bahkan di puncak - puncak daun dan rumput di sekitar mereka terdapat salju. "A - hai, apakah hujan salju " Pantas begini di-ngin !" kata Bwee Hong sambil menoleh kepada A-hai. "Hujan salju " Entahlah, aku tidak tahu, nona," kata A - hai yang masih tenggelam ke dalam la-munan, mengingat-ingat ilmu silatnya. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Hei, kenapa tidak ada salju di rambut A-hai?" Bwee Hong berseru sambil bangkit dan mendekati pemuda itu. Siok Eng juga memeriksa sekitar situ, yang kini tidak begitu gelap lagi karena fajar mu-lai menyingsing. "Eh, di sinipun tidak ada salju, yang ada hanya kabut dan embun di puncak puncak daun." Siok Eng juga berseru. Mereka memeriksa keadaan yang aneh itu dan akhirnya mereka sadar dengan penuh takjub bahwa salju itu tercipta sebagai aki-bat dari pada pengaruh ilmu silat aneh dari A-hai! Kiranya, pukulan - pukulan yang dilakukan A-hai mengandung tenaga sinkang mujijat yang dingin, yang agaknya dapat membuat embun - embun tipis di sekitar tempat itu berobah menjadi salju. Luar biasa sekali! Sambil menanti datangnya pagi, mereka duduk dan dua orang gadis itu memuji muji ilmu silat yang baru saja diperlihatkan oleh A-hai. Akan tetapi A-hai menggeleng kepalanya. "Masih kacau balau, belum tersusun baik," katanya, bukan untuk merendah melainkan karena dia memang belum merasa puas dan tahu bahwa ilmu yang diingatnya itu tidak lengkap. "Sungguh mati, selama hidupku belum pernah aku mendengar, apa lagi melihat, ilmu silat seperti yang kaumainkan tadi, saudara A - hai. Hanya sa-yang sekali, mengapa engkau bersilat hanya dengan sebelah kaki dan sebelah tangan " Kalau saja eng-kau menggunakan semua kaki tanganmu, tentu il-mu itu akan menjadi semakin hebat dan ampuh." A-hai menunduk dari mukanya berobah me-rah, lalu dia mengangkat mukanya lagi, meman- dang kepada Siok Eng sambil tersenyum sedih. "Akan tetapi yang kuingat memang hanya digerak- kan oleh satu tangan saja." "A - hai, tadi engkau mengatakan sebelum eng-kau mulai bersilat, bahwa ketika kakimu bergeser ke kiri, seharusnya engkau mencengkeram ke arah ubun - ubun lawan. Apa yang kaumaksudkan de-ngan itu ?" Bwee Hong mengingatkan. A-hai meloncat bangun, menepuk kepalanya. "Aih, benar! Seharusnya jurus terakhir tadi dilan-jutkan, ketika kaki bergeser ke kiri, tangan kanan-ku harus mencengkeram ke arah ubun - ubun la-wan dengan jurus Pai - in - jut - sui (Mendorong Awan Keluar Puncak). Ya, begitulah!" katanya dengan girang seperti seorang anak kecil yang me-nemukan kembali mainannya yang hilang.Dengan semangat baru yang meluap - luap A-hai kembali memainkan ilmu silatnya, melanjutkan dengan gerakan yang terlupa tadi setelah keadaan-nya kembali seperti tadi, yaitu tubuhnya berobah menjadi dua warna. Dengan suara menggeram dahsyat, ketika kakinya bergeser ke kiri, tiba - tiba tangannya mencuat ke depan dan mencengkeram ke atas. Terdengar suara mendesis dan pohon di depan A-hai tergetar keras, air embun yang tadi-nya menempel di ujung daun - daun berhamburan ke bawah dalam keadaan berobah menjadi salju yang melayang turun seperti kapas. Sampai di sini, A-hai berhenti dan mengerutkan alisnya, mengingat-ingat. Tiba-tiba, kaki kanannya yang sejak tadi seperti mati atau hanya mengikuti gerakan kaki kiri dalam keadaan terseret, kini dite-kuk dan melangkah ke depan. Tangan kanannya dengan terbuka kini mencengkeram ke depan. "Wuuuuttt !" Hawa panas menyambar keluar dari telapak tangan itu dan uap merah yang mengepul di atas kepalanya lenyap. Cengkeraman tangan kanan itu menyambar ke atas dan butiran-butiran saliu yang teriadi oleh tenaga pu-kulan tangan kirinya tadi kini lenyap dan menguap menjadi seperti kabut. Lebih hebat lagi, daun-daun yang tergantung paling rendah di pohon itu menjadi layu seperti terlanda hawa panas yang hebat. "Bukan main !" Siok Eng berbisik kagum. Ia adalah puteri ketua Tai - bong - pai dan sudah banyak melihat ilmu - ilmu aneh dan hebat dari orang - orang pandai. Akan tetapi apa yang disak-sikannya ini sungguh membuat ia takjub. Bagai-mana seorang bisa bersilat seperti itu " Kedua ka-ki dan kedua tangan itu membuat gerakan sendiri - sendiri, seperti dikemudikan oleh dua otak. Bahkan kedua mata pemuda itupun bekerja sendiri - sendiri, melirak - lirik mengikuti gerakan bagi-an masing-masing. "Hebat sekali permainanmu, A - hai !" Bwee Hong juga memuji. Pujian ini membuat ingatan A - hai menjadi buntu lagi dan betapapun dia mengingat - ingat, tetap saja dia tidak mampu me- KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ lanjutkan. Akan tetapi dia tidak kecewa lagi kare-na hasil ingatannya sekali ini sudah baik sekali. Mereka lalu beristirahat sambil makan pagi yang dike-luarkan oleh Siok Eng dan A-hai, yaitu roti kering dan dendeng asin. A-hai masih mempunyai arak untuk menghangatkan perut melawan hawa dingin. Setelah makan pagi, mereka bertiga melanjut-kan perjalanan. Kini pandangan Siok Eng terha-dap A-hai lain. Ia bersikap hormat dan di dalam hatinya ia memandang pemuda itu sebagai seorang yang lebih pandai dari padanya, sama sekali tidak memandang rendah sebagai seorang pemuda yang kehilangan ingatannya. Ketika mereka tiba di dataran rendah, dari jauh nampak iring-iringan tandu dikawal oleh belasan orang perajurit yang gagah perkasa. Mereka cepat menyelinap bersembunyi dan memperhatikan ke-tika iring-iringan itu lewat di depan tempat per-sembunyian mereka. Diam - diam Bwee Hong ter-kejut. Tidak salah lagi. Tandu-tandu yang terisi wanitawanita tua muda dan anak-anak itu tentu datang dari kota raia, agaknya meranakan keluarga bangsawan. Timbul pertanyaan di hatinya. Meng-apa mereka meninggalkan kota raja dan siapakah 10 Darah 26 41 mereka " Akan tetapi ia tidak mau mencari perkara dengan banyak bertanya, khawatir kalau - kalau dicurigai dan malah bentrok dengan para penga-wal itu. Mereka sedang meninggalkan kota raja dan nampak tergesa - gesa, tentu banyak kecuriga-an mereka kalau ada orang bertanya - tanya di jalan. Mereka bertiga melanjutkan perjalanan dan di sepanjang perjalanan Bwee Hong selalu mencari keterangan tentang Raja Kelelawar yang membawa jenazah, juga tentang kakaknya yang ditemani dua orang yang belum diketahuinya siapa. Menurut keterangan yang Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo diperolehnya dari penghuni du-sun nelayan, yang menemani kakaknya adalah se-orang pemuda tampan dan seorang kakek tua me-megang tongkat. Biarpun Bwjee Hong selalu berta-nya kepada orang - orang di dalam perjalanan ten-tang mereka itu, tidak ada seorangpun yang dapat memberi keterangan, tidak ada yang melihat orang-orang yang ditanyakannya itu. Pada suatu pagi perjalanan mereka terhalang oleh sebuah sungai. Mereka berhenti di dusun penyeberangan. Untuk menyeberang, orang harus naik perahu penyeberangan yang disediakan di dusun itu. Akan tetapi pada saat itu, tidak terdapat perahu di tepi sini karena semua perahu dike- rahkan untuk menjemput orang - orang yang ber-jubel di seberang sana dan hendak menyeberang ke sini. Melihat keadaan ini, A - hai mendekati se-orang anak lakilaki belasan tahun yang berada di situ. Anak inipun membantu para tukang pe-rahu dan nampaknya cerdik. "Adik kecil, kenapa banyak sekali orang - orang menyeberang dari sana, sedangkan aku tidak me-lihat seorangpun yang hendak menyeberang dari sini ke sana ?" "Mereka adalah para pengungsi," jawab anak itu. "Pengungsi dari mana dan kenapa mengungsi ?" tanya pula A-hai. Anak itu memandang wajah A-hai seperti merasa heran mengapa ada orang yang tidak tahu akan keadaan geger pada waktu itu. "Kabarnya pasukan pemerintah telah mundur, dan pasukan pemberontak sudah mendekati kota raja. Pasukan yang mundur sudah sampai di sebe-rang sana. Para pengungsi itu datang dari utara hendak ke selatan." Mendengar jawaban ini, Bwee Hong dan Siok Eng saling pandang dengan A - hai. Kalau begitu, iring - iringan tandu yang mereka jumpai itu tentu-lah para pengungsi dari bangsawan atau pejabat kota raja yang hendak menyelamatkan diri karena kota raja sudah terancam oleh para pemberontak. Sebuah perahu dari seberang yang padat peng-ungsi tiba di tepi. Rombongan ini tentu keluar-ga hartawan, pikir Bwee Hong dan du KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ ***[All2Txt: Unregistered Filter ONLY Convert Part Of File! Read Help To Know How To Register.]*** a muda ini malah hendak menuju ke sana " Ketika perahu menye-berangi sungai yang lebar itu, A-hai sempat meng-ajak tukang perahu bercakap - cakap. "Kami sudah lama meninggalkan utara dan ki-ni hendak pulang ke keluarga kami," demikian A-hai bicara dan Bwee Hong melihat kenyataan bahwa setelah ingatannya agak dapat bekerja kem-bali, sikap A-hai sungguh amat berbeda dan kini nampaklah bahwa dia adalah seorang pemuda cer-dik, sama sekali tidak tolol. "Kami sama sekali ti-dak tahu bagaimanakah keadaan di sana. Apakah yang telah terjadi, lopek ?" Tukang perahu menarik napas panjang. "Mem-banjirnya para pengungsi sungguh membikin pa-nik. Kalau kami tidak ingat akan tugas, juga kare-na kami orang-orang miskin yang tidak mungkin pergi membawa bekal, tentu kamipun akan ikut-ikut lari. Kabarnya pasukan pemerintah yang di-pimpin oleh Jenderal Beng Tian telah dipukul mun-dur oleh pemberontak. Dan kini setelah kaisar le-nyap dan kabarnya ditemukan tapi sudah tidak ada, juga kabarnya kaisar baru diangkat, keadaan di kota raja menjadi kalut. Kabarnya kaum pen-jahat merajalela di kota raja, para petugas keaman-an tidak berdaya, rakyat tidak terlindung sama sekali dan peraturan-peraturan dilanggar secara berani. Kabarnya kini para pejabat malah bertin-dak sewenangwenang dan bersekongkol dengan para penjahat, bahkan banyak keluarga istana dan pejabat dihukum gantung dan dibunuh. Aku ha-nya mengumpulkan percakapan para pengungsi, aku sendiri tidak tahu apa - apa." Tukang perahu menutup ceritanya dan mengelak dari pertang-gungan jawab. "Lopek, aku mencari tiga orang. Yang seorang adalah pemuda yang usianya duapuluh tahun lebih, bertubuh jangkung, wajahnya tampan dan gagah " "Di dagunya sebelah kanan ada tahi lalatnya " Siok Eng menyambung, kemudian mukanya menjadi agak merah ketika Bwee Hong menoleh kepadanya sambil tersenyum. "Ya, dan orangnya pendiam. Dia ditemani oleh seorang kakek yang bertongkat, juga seorang pemuda yang usianya agak lebih tua dari pada pemuda pertama, tubuhnya tegap sedang dan mukanya agak kemerahan " "Ah, jangan - jangan mereka yang nona mak-sudkan !" Tukang perahu berseru kaget. "Baru ke-marin ada tiga orang seperti yang nona gambarkan tadi. Akan tetapi mereka itu menjadi tawanan. Tangan mereka dibelenggu kuat-kuat dan dijaga oleh beberapa orang yang bertampang bengis dan menakutkan, seperti tampang penjahat. Orangorang bengis ini dipimpin oleh seorang kakek yang tinggi kurus dan pakaiannya serba hitam, juga mantelnya hitam dan mukanya hihhh, menye- ramkan sekali, seperti topeng mayat. Mereka menumpang perahu ini dan aku tidak berani berkutik atau bicara sedikitpun, bahkan memandangpun tidak berani " Tukang perahu itu tidak tahu betapa berita yang diceritakannya ini membuat tiga orang pe- numpangnya terkejut setengah mati. Mereka tahu bahwa orang yang dicari - cari itu ternyata telah terjatuh ke tangan Si Raja Kelelawar dan anak bu-ahnya. Mereka itu tidak dibunuh, melainkan dita-wan dan diajak menyeberang, maka mudahlah di-duga bahwa Seng Kun dan dua orang kawannya itu tentu dibawa ke kota raja. Bwee Hong sudah mengambil keputusan untuk melanjutkan perjalan-an ke kota raja, dan ia harus dapat menolong kakak-nya. Keputusan hati ini terjadi juga di dalam ba-tin Siok Eng. Gadis puteri Tai - bong - pai ini telah jatuh cinta kepada Seng Kun, pemuda yang pernah menyelamatkan nyawanya. Kini, mendengar bah-wa pemuda yang dicintanya itu terjatuh ke tangan Raja Kelelawar dan dibawa ke kota raja, iapun mengambil KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ keputusan untuk mencari sampai ke kota raja dan berusaha menolongnya. Hanya Ahai yang tidak berpikir apa - apa. Dia akan pergi ke mana saja Bwee Hong mengajaknya. Dia mera-sa seolah-olah dia menjadi bagian tak terpisahkan dari gadis itu, atau gadis itu merupakan bagian tak terpisahkan darinya. Kini perahu mereka sudah tiba di tengah - te-ngah sungai dan dari depan nampak beberapa bu-ah perahu yang penuh dengan para pengungsi dari seberang. Tiba-tiba A-hai menunjuk ke arah hi-lir sungai. "Lihat, di sana ada beberapa buah perahu besar juga sedang menyeberang!" Dua orang gadis itu memandang dan benar sa-ja, di sana nampak beberapa buah perahu besar sedang menyeberang. "Lopek, apakah di sana ter-dapat tempat penyeberangan lain ?" tanya Bwee Hong. "Tidak ada. Di bagian sana kedua tepinya ha-nya hutan belukar, tidak ada perkampungan. En-tah perahu siapa itu," jawab si tukang perahu. "Lopek, seberangkan kita di bagian sana juga." Tiba - tiba Siok Eng berkata. Tukang perahu kelihatan tidak setuju. "Akan tetapi aku harus sampai ke seberang sana untuk mengangkuti orang - orang yang masih berjubel " "Nih sebagai pengganti kerugianmu," kata pu-la Siok Eng sambil mengeluarkan beberapa keping uang perak. Melihat ini, si tukang perahu tidak banyak cakap lagi dan mengerahkan perahunya ke hilir. Biarpun dia mengangkuti para penumpang hilir - mudik seharian, dia tidak akan bisa memper-oleh hasil sebesar seperti yang diberikan nona ini kepadanya. Maka dia lalu menerima uang perak itu dan perahunya meluncur cepat. Bagaimanapun juga, tidak lebih cepat dari pada perahu - perahu besar yang sudah lebih dulu mendarat di seberang sana. Ketika melihat bahwa para penumpang perahu besar itu berpakaian seragam, Bwee Hong berbisik kepada Siok Eng, "Adik Eng, mau apa kita ke sana ?" "Mereka mencurigakah, sebaiknya kita selidiki." "Kalau begitu, kita menyeberang agak jauh dari perahu - perahu itu," kata Bwee Hong dan Siok Eng setuju. Perahu itu lalu mereka suruh daratkan di seberang yang agak jauh. Mereka berloncatan ke darat yang ternyata merupakan bagian hulan belukar. Setelah mendaratkan tiga orang itu, si tukang perahu menggerakkan perahunya kembali dan dia hanya menggeleng kepala keheranan melihat kela-kuan tiga orang muda itu yang memilih pendarat-an di tengah hutan ! Akan tetapi hal itu bukan urusannya dan yang terpenting dia sudah meneri-ma upah yang besar. Tiga orang muda itu menyusup - nyusup di an-tara pohon-pohon menuju ke tempat di mana pe-rahu - perahu 'besar itu mendarat. Akhirnya mere-ka melihat banyak orang di sebuah lapangan ter-buka di tengah hutan. Mereka itu berpakaian se-ragam perajurit dan bersenjata lengkap. Jumlah mereka tidak kurang dari limapuluh orang dan yang membuat tiga orang muda itu terkejut sekali adalah ketika mereka mengenal seorang kakek ting-gi besar yang memakai pakaian perwira dan agak-nya menjadi pemimpin pasukan itu karena perwira ini bukan lain adalah San - hek - houw Si Harimau Gunung ! Tentu saja tiga orang muda itu terkejut bercampur heran. Mereka tahu bahwa San - hek-houw adalah seorang datuk sesat, seorang di antara Sam - ok. Bagaimana kini tiba-tiba saja berpa-kaian perwira dan memimpin pasukan pemerintah" "Kalau dia berada di sini, besar kemungkinan kakakku juga ditahan di tempat ini," bisik Bwee Hong kepada dua orang temannya. Akan tetapi karena mereka maklum akan kelihaian San - hek- houw yang ditemani anak buah puluhan orang ba-nyaknya, apa lagi kalau diingat kemungkinan ada-nya pula Si Raja Kelelawar di hutan itu, tiga orang muda itupun tidak berani terlalu mendekat. "Mari kita mencoba untuk mencari sendiri di mana adanya sarang mereka di hutan ini dan me-nyelidiki kalau-kalau kakakku berada di hutan ini pula." Darah 26 Dua orang kawannya mengangguk dan mereka lalu menyusup - nyusup ke dalam hutan, di antara pohon - pohon dan semak - semak. Mereka naik turun bukit kecil dan tiba di daerah yang KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ banyak rawanya. Ketika mereka berdiri di puncak bukit kecil sambil meneliti ke sekitar tempat itu, mereka melihat seorang gadis kecil asyik menjala ikan di rawa yang tidak begitu dalam itu. Menimbulkan perasaan aneh dan curiga melihat seorang gadis kecil menjala ikan seorang diri saja di tempat yang sunyi seperti itu. Gadis itu masih kecil, paling banyak duabelas tahun usianya. Wa-jahnya cantik manis dan rambutnya dikepang dua, di pinggangnya tergantung kempis yang terisi ikan-ikan yang didapatkannya dalam menjala. Dengan heran dan menduga - duga, mereka bertiga lalu menghampiri tepi rawa. Pada saat itu, mereka me-lihat seekor ular yang meluncur di atas air rawa itu menghampiri dan menyerang gadis nelayan tadi yang berdiri di dalam air setinggi pinggang! Ten-tu saja tiga orang itu terkejut sekali. Untuk meno-long agak sukar karena jarak antara mereka dan gadis cilik yang berada di dalam air itu cukup jauh. Akan tetapi, ternyata gadis itupun sudah tahu akan bahaya yang mengancam dirinya. Ular itu menyerang dari kanan dan dengan sigapnya, gadis itu memutar tubuhnya dan tangan kanannya yang membawa jala itu bergerak menyabet ke arah ular. "Plakkk!" Ular itu terpukul keras, terlempar jauh dan jatuh ke air, mengambang dan tidak ber-gerak lagi karena mati. Jatuhnya ular itu agak di tepi rawa, tidak jauh dari kaki A hai. Pemuda ini segera menghampiri, membungkuk dan ketika me-nyentuh bangkai ular, dia mendapat kenyataan bahwa ular itu mati dengan tulang - tulang remuk ! Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Wah, adik kecil, engkau sungguh hebat! Bo-lehkah kami berkenalan denganmu " Namaku A-hai. Siapakah engkau, adik kecil ?" Gadis cilik itu menoleh dan memandang kepa-da mereka bertiga dengan alis berkerut tanda cu-riga. Ia tidak menjawab pertanyaan A - hai, akan tetapi ia menyudahi pekerjaannya menjala ikan dan berjalan menuju ke tepi. Celananya basah ku-yup dan tentu saja paha dan kakinya nampak membayang ketat di balik celana yang basah. A-kan tetapi gadis cilik itu bersikap biasa saja, tidak kikuk. Bwee Hong maklum bahwa gadis itu belum percaya kepada mereka dan merasa curiga, maka iapun melangkah maju menghampiri dan merang-kul anak perempuan itu. "Siauw - moi, jangan cu-riga dan khawatir. Kami bertiga bukanlah orang-orang jahat dan kami hanya kebetulan saja lewat di sini dan melihatmu tadi. Kalau engkau tidak suka berkenalan dengan kami, kamipun tidak akan memaksa." 51 Agaknya wajah cantik dan sikap halus dari Bwee Hong menimbulkan kepercayaan pada anak perempuan itu. "Namaku Cui Hiang, tinggal ber-sama ayah ibuku dan adikku yang masih kecil. Kami hidup terpencil dan setiap hari mencari ikan di rawa. Kami hidup dengan tenteram. Akan teta-pi beberapa hari ini kami didatangi orang - orang yang sikapnya kasar dan jahat. Mereka agaknya mencari seseorang yang mereka kira bersembunyi di daerah ini. Bahkan mereka mengira ayah me-nyembunyikan orang itu dan menanyai ayah. A-yahku melawan, akan tetapi para penjahat itu ber-kepandaian tinggi. Ayah dihajar babak belur dan menderita luka parah. Ibuku yang menolong ayah juga dihajar dan terluka parah. Ayah dan ibu ham-pir dibunuh, akan tetapi baiknya muncul seorang kakek berjubah hitam yang sakti dan menghajar semua penjahat itu. Kakek itu mengatakan bahwa orang yang dicari - cari berada dalam lindungannya dan dia malah menantang agar mereka menyu-ruh pemimpin mereka sendiri datang menghadapinya. Para penjahat itu lalu pergi membawa teman-teman mereka yang terluka." Anak itu melanjutkan ceritanya. Setelah para penjahat pergi membawa teman teman yang ter-luka, kakek itu lalu mengobati ayah ibunya. Dan karena ayah ibunya terluka parah, sedang diobati dan perlu beristirahat, maka mereka tidak dapat mencari ikan seperti biasa. "Akulah yang menggantikan mereka mencari ikan." Ia menutup ceritanya. Bwee Hong, Siok Eng dan A-hai merasa ter-haru dan kasihan sekali kepada gadis cilik ini. Bwee Hong berpikir keras dan menduga - duga. Siapakah orangnya yang dicari cari oleh para pen-jahat itu" Siapa pula kakek jubah hitam yang li-hai itu, yang selain mampu memukul mundur pa-ra penjahat, juga berani sekali menantang pemim-pin kaum sesat " KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ A - hai lalu bertanya, "Adik kecil, apakah eng-kau melihat rombongan pasukan belum lama ini ?" Yang ditanya menggeleng dan kelihatan kha-watir sekali, "jangan-jangan ada lagi orang jahat yang mengganggu ayah dan ibu yang belum sem-buh," katanya dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu menggerakkan kedua kakinya yang kecil untuk berlari pulang. Bwee Hong, Siok Eng dan A - hai mengikuti dari belakang. Ternyata bahwa larinya gadis cilik secara tiba-tiba untuk pulang itu digerakkan oleh suatu pera-saan yang tidak enak. Ketika ia tiba di rumahnya, ternyata rumah itu telah menjadi abu ! Masih ada arang - arang membara mengepulkan asap. Se-dangkan ayahnya, ibunya dan adiknya yang masih kecil tidak nampak. Tentu saja Cui Hiang mena-ngis tersedu - sedu dan memanggil - manggil ayah bundanya, dengan bingung lari ke kanan kiri se-perti seekor anak ayam mencari-cari induknya sambil berkotek - kotek. Melihat ini, tak terasa lagi kedua mata A-hai menjadi basah dan diapun menghampiri anak perempuan itu, lalu berlutut dan dirangkulnya anak itu. "Diamlah, nak, tenanglah besarkan hatimu. Karena tidak nampak jenazah mereka, maka aku yakin ayah ibumu dan adikmu masih hidup. Sudahlah, jangan terlalu berduka " Anak perempuan itu merangkul A - hai dan menangis terisak - isak di dada pemuda itu yang juga merangkul dan mengusap rambutnya. "Mari kita ikuti jejak iblis - iblis itu," kata Siok Eng melihat jejak banyak kaki orang yang masih baru. Tentu ini jejak kaki para penjahat yang membakar rumah keluarga itu. A-hai menggan deng tangan Cui Hiang dan mereka berempat, di-pimpin oleh Siok Eng, lalu mengikuti jejak para penjahat. Jejak itu nampak jelas dan mudah dii-kuti. Dari jauh sudah dapat mereka dengar suara pertempuran itu. Siok Eng mempercepat langkah-nya sehingga Bwee Hong juga berlari. A - hai me-mondong tubuh Cui Hiang dan dibawanya lari pula mengikuti. Mereka tiba di daerah yang la-pang di mana terdapat batu - batu besar berserak-an. Dan di atas batu - batu itu, sambil berloncatan, duabelas orang sedang dikeroyok oleh puluhan orang yang dipimpin oleh San-hek - houw. Pasukan seragam itu mengeroyok sambil berteriak-teriak dan pertempuran itu sungguh tidak seim-bang sama sekali. Apa lagi karena di antara dua-belas orang itu, hanya dua orang saja yang lihai ilmu silatnya sedangkan yang sepuluh orang me-miliki ilmu kepandaian yang biasa saja. Maka seorang demi seorang, sepuluh orang itu pun roboh dan tewas. Kini tinggal dua orang itu saja, seorang pemuda gagah dan seorang kakek berjubah hitam, yang masih bertahan dan mengamuk. Tiba - tiba Cui Hiang melepaskan diri dari gan-dengan A - hai dan berlari menghampiri ke arah mayat - mayat yang bergelimpangan itu, kemudian ia menjatuhkan diri, menjerit dari satu ke lain ma-yat karena ia mengenal mayat keluarganya! Seje-nak ia menangis mengguguk, kemudian matanya menjadi beringas ketika ia bangkit berdiri dan me-mandang ke arah pertempuran, di mana dua orang itu masih dikeroyok oleh Harimau Gunung dan anak buahnya. "Mereka membunuh keluargaku!" teriaknya dan tiba - tiba anak perempuan itu dengan wajah beringas lari ke medan perkelahian. Pada saat itu, San - hek - houw terhuyung mundur oleh desakan kakek berjubah hitam yang lihai. Anak perempuan itu sudah mengenal San hek - houw sebagai pe-mimpin gerombolan penjahat yang pernah melukai ayah bundanya dan mengenal pula kakek jubah hitam yang pernah menolong orang tuanya, maka dengan kemarahan meluap karena kedukaan gadis cilik itu menyerang San-hek-houw dengan pu-kulannya. Melihat ini, Bwee Hong, Siok Eng dan A-hai terkejut, akan tetapi untuk mencegahnya sudah tidak keburu lagi. Apa artinya serangan seorang gadis cilik seper-ti Cui Hiang " Tanpa menoleh ke belakang dia su-dah tahu akan datangnya serangan lemah itu. Ti-ba-tiba rantai baja di tangannya berkelebat ke belakang dan tombak jangkar di ujung rantai itu membabat ke arah lengan Cui Hiang yang menye-rangnya. Cui Hiang hendak mengelak dengan mi-ringkan tubuhnya, akan tetapi tentu saja gerakan-nya kalah cepat. KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ "Crakkkk ! Aduuuhhhh !" Tombak jangkar itu membabat lengan kiri Cui Hiang seba-tas pundaknya dan lengan itu putus seketika! Tu-buh Cui Hiang terguling pingsan. Potongan lengan kecil itu terlempar dan melayang, tepat mengenai muka A - hai ! Darah berceceran mengenai sebagian pakaian, leher dan dagunya. "Uhh uhhh !" A - hai terbelalak dan tiba-tiba dia merasa betapa darahnya bergo-lak. Matanya terbelalak memandang ke arah Cui Hiang yang menggeletak pingsan dan darah me-nyembur - nyembur dari luka menganga di pundak-nya. Rasa haru, kasihan dan kemarahan membuat darah di tubuhnya mendidih, makin lama makin hebat sehingga dia merasa matanya menjadi kabur, kepalanya berdenyut - denyut dan pening, akan tetapi dia tetap menyadari dirinya. Tubuhnya menggigil menahan aliran darahnya yang seperti membanjir, seperti air bah melanda turun karena bendungannya jebol. A - hai masih tetap sadar, bahkan kini dia sadar bahwfei dia akan kumat seperti yang sering diceritakan oleh kawan - kawannya kepadanya. Teringat akan ini, yaitu bahwa dia akan kumat, dia merasa ngeri dan bingung juga, maka dia menoleh kepada Bwee Hong sambil berkata, "Nona Hong ahhh aku badan- ku ini seperti akan terbang melayang rasanya " Sejak tadi Bwee Hong memang telah mengeta-hui akan keadaan A - hai. Dilihatnya tubuh pemuda itu menggetar hebat dan sepasang matanya mencorong seperti mata naga. Bwee Hong maklum bahwa A-hai mengalami guncangan hebat yang membuat saluran darahnya membobolkan semua perintang, yang akan membuatnya kumat. Akan tetapi berkat pertolongan Seng Kun, pemuda itu akan tetap sadar walaupun dalam keadaan kumat. Dan dara inipun ingat akan penjelasan kakaknya bahwa pada saat kumat seperti itulah terbuka ke-sempatan untuk menggali dan mengorek masa lalu A-hai, karena saat itu A-hai seperti berpijak kembali kepada alam aselinya. Dan biasanya, wak-tu dalam keadaan seperti itu tidaklah lama. Apa bila gejolak darahnya sudah normal kembali, dia 56 Darah 26 57 akan kembali dalam keadaan semula, yaitu sebagi-an besar masa lalunya terlupa sama sekali. Kesem-patan yang baik sekali. Akan tetapi, gadis cilik itupun harus ditolong sekarang juga. Inilah yang paling perlu, dan juga pihak musuh harus dibasmi lebih dulu. "A-hai, cepat bereskan pasukan jahat itu!" te-riaknya dan iapun cepat meloncat ke depan, me-nyambar tubuh Cui Hiang yang pingsan dan mem-bawanya ke tempat aman, lalu tanpa memperduli-kan apa-apa lagi, dijaga oleh Siok Eng, Bwee Hong mulai mengobati Cui Hiang, menghentikan darah yang keluar lalu membubuh obat pencegah rasa nyeri dan membalut luka itu dengan kain ber-sih yang dirobeknya dari bajunya sendiri. Sejenak A - hai ternanar dan membiarkan ke-palanya yang pening itu menjadi ringan, barulah dia meloncat ke depan dan menghadapi San-hek-houw yang sudah berkelahi lagi melawan kakek jubah hitam. "Iblis keji!" dia memaki dengan su-ara menggeledek, "Siuuuuttt !" Tangannya bergerak menampar ke arah San - hek - houw yang sudah kewalahan menghadapi kakek jubah hitam, walaupun KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ dia dibantu oleh para pembantunya yang juga lihai dan yang jumlah semua anak buahnya lebih dari limapuluh orang itu. Melihat serangan ini, San-hek-houw cepat menangkis dengan rantai bajanya yang menyambar ganas ke arah lengan Ahai. Akan tetapi, A - hai tidak perduli, agaknya yakin akan kekuatan tangannya sendiri. "Plakk !" Tangan A-hai bertemu dengan tom-bak jangkar di ujung rantai baja dan akibatnya, rantai itu terpental dan tombak jangkar hampir menghantam kepala pemiliknya ! "Uhh !" San - hek - houw berseru kaget dan meloncat mundur. Lima orang temannya me-nubruk ke depan untuk menolong pemimpin mereka ketika melihat A-hai hendak menyerang lagi. Mereka menggunakan tombak panjang menyerang A - hai sedangkan San - hek - houw memperbaiki posisinya yang tadi terhuyung karena terkejut. Terdengar suara lantang ketika A - hai menyambut pengeroyokan. Tombak dan pedang beterbangan dan dua orang pengeroyok kena ditangkapnya, la-lu dibanting sehingga tewas seketika. Sementara itu, Siok Eng juga sudah meloncat ke dalam ge-langgang perkelahian dan sepak - terjangnya sung-guh menggiriskan. Gadis ini berkelebatan, kedua tangannya menyebar maut dengan gerakan aneh dan juga luar biasa ganasnya. Dari tubuhnya ke- Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo luar bau dupa harum yang menyeramkan. Menjatuhkan kakek jubah hitam yang amat li-hai dan yang memiliki tingkat kepandaian lebih tinggi darinya itu saja sudah sukar sekali, kini mun-cul orang - orang muda yang lihai. Tentu saja San-hek - houw menjadi gentar. Apa lagi melihat beta-pa di antara limapuluh orang lebih anak buahnya, kini tinggal setengahnya lagi, dari mereka inipun sudah kelihatan gentar dan semangat mereka me-nurun. Kalau dilanjutkan semua anak buahnya akan terbasmi dan dia sendiripuri tidak mungkin dapat meloloskan diri dari tangan orang - orang lihai ini. Maka, seperti biasa menjadi watak orang-orang yang licik, kejam dan pengecut, San - hek-houw lalu meloncat dan melarikan diri. Setelah dia memberi perintah agar anak buahnya mundur. Pa-sukan yang sudah kocar - kacir itu kini melarikan diri dengan kacau - balau. Kakek berjubah hitam itu tidak mengejar. Dan pemuda yang tadi bertempur di sampingnya, yang sebenarnya tidak begitu tinggi kepandaiannya dan selalu dilindungi oleh kakek jubah hitam, kini juga berdiri mengamati tiga orang yang baru muncul. A - hai makin lama semakin lemas, kehilangan te-naga karena dia kembali ke dalam keadaan semula sebelum kumat. Mukanya yang tadinya merah se-kali itu perlahan - lahan menjadi pucat, peluhnya berleleran di lehernya. Setelah darah di tubuhnya berjalan normal, ingatannyapun kembali seperti semula dan dia berdiri agak termangu - mangu, me-rasa seperti orang baru sadar dari mimpi akan te-tapi lupa lagi apa yang diimpikan itu. Kakek jubah hitam itu mengamati mereka de-ngan sinar mata penuh takjub. Sungguh tak di- sangkanya dia bertemu dengan tiga orang muda yang begini aneh dan hebat. Gadis baju putih yang mukanya pucat itu tadi menyerang para pengero-yok dengan jurus pukulan ampuh dari Tai - bong-pai. Dia mengenal pukulan itu, dan mengenai pula bau dupa harum yang keluar dari tubuh Siok Eng. jelaslah bahwa dara yang masih muda ini telah menguasai ilmu dari Tai - bong - pai dengan amat baiknya. Dan gadis ke dua yang cantik jelita itupun dapat melakukan perawatan dan pengobat-au yang amat baik terhadap anak perempuan yang buntung lengannya. Caranya menghentikan darah, caranya menotok, mengobati dan membalut, semua membuktikan bahwa gadis ini adalah seorang ahli ilmu pengobatan yang mengagumkan. Kemudian pemuda tinggi tegap ini! Bukan main ! Dia sen-diri adalah seorang "golongan atas" akan tetapi harus diakui bahwa dia sama sekali tidak mengenal ilmu pukulan yang diperlihatkan oleh pemuda itu ketika mengamuk tadi. Akan tetapi, kakek berjubah hitam ini menjadi semakin heran dan terkejut ketika dia melihat gadis cantik jelita yang menyelesaikan pengobatannya terhadap anak perempuan itu kini bangkit berdiri, dan ketika memandang kepadanya, gadis itu terbelalak dan pandang matanya terhadap dirinya penuh kemarahan dan kebencian ! Apa lagi ketika KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ Bwee Hong melangkah maju dan menudingkan telunjuknya kepadanya sambil berkata marah, "Kau kau pembunuh keluarga kakekku !" "Eh eh nanti dulu !" Kakek berjubah hitam itu berseru kaget ketika tiba-tiba Bwee Hong menyerangnya kalang kabut. Bwee Hong tidak perduli dan terus menyerang, meng-gunakan jurus - jurus simpanan dan setiap pukulan tangannya merupakan pukulan maut. Dan si kakek jubah hitam semakin tercengang mengenal jurus-jurus pukulan ini sebagai jurus - jurus pukulan per-guruannya sendiri! "Tahan ! Tahan!" teriaknya sambil mengelak ke sana - sini. Bwee Hong yang hatinya dipenuhi dendam dan kebencian itu, tentu saja tidak mau berhenti dan terus menyerang kakek berjubah hi-tam yang diketahuinya tentu seorang tokoh besar Liong - i - pang itu, melihat dari gambar naga yang samar-samar nampak di jubah hitamnya. Karena Bwee Hong mendesak terus, kakek itu yang ter-nyata adalah Ouwyang Kwan Ek ketua Liong - i-pang, terpaksa turun tangan, membalas serangan gadis yang masih terhitung cucu murid keponakan itu. Menghadapi serangan susiok - couwnya, tentu saja Bwee Hong tidak dapat bertahan dan ia segera terkena totokan dan terkulai lemas di atas tanah. Tiba - tiba terdengar suara menggeram dahsyat. A - hai yang tadinya sudah "loyo" itu setelah me-lihat Bwee Hong dirobohkan orang, secara men-dadak menjadi kumat kembali! Badannya tergetar hebat dan matanya mencorong mengawasi dara yang disayangi dan dihormati, yang kini terkulai lemas ke atas tanah dalam keadaan tertotok. Ke-mudian dia berteriak dengan lengking nyaring dan diapun menerjang kakek itu dengan pukulan dah-syat. Siok Eng juga menerjang maju, menyerang kakek jubah hitam. "Eh , nanti dulu !" Kakek jubah hitam yang sudah mengenal kehebatan dua orang muda ini, cepat meloncat ke belakang dan menghindar-kan serangan mereka yang amat berbahaya. Tu-buhnya berkelebatan cepat bagaikan terbang dan Siok Eng sampai menjadi bingung karena tubuh kakek yang diserangnya itu tiba-tiba saja meng-hilang, tahu - tahu muncul di belakang dan setiap kali diserang dapat menghilang saking cepatnya kakek itu bergerak dan mengelak. Akan tetapi, kakek jubah hitam yang seperti para ahli silat lain kalau sudah menghadapi pertandingan lalu kumat keinginan tahunya untuk mengukur dan menguji kepandaian lawan, menjadi terkejut. Dua orang lawannya itu, biarpun masih muda, ternyata memang telah memiliki kepandai-an yang tinggi dan aneh. Dia bergembira memperoleh kesempatan menguji ilmu dari Tai - bong-pai dan berkesempatan pula untuk menyelidiki dan mengenal ilmu aneh dari pemuda itu. "Hyeeeehhhh !" Suara yang dikeluarkan oleh A-hai itu demikian hebat getarannya sehing-ga mengguncangkan perasaan kakek Ouwyang Kwan Ek, dan gerakan pemuda itu membuat dia lebih kaget lagi. Dia menggunakah Pek - in Gin-kang atau Ginkang Awan. Putih yang membuat tu-buhnya ringan dan dapat bergerak cepat, dan de-ngan langkah ajaib Ilmu Silat Kim - hong - kun dari perguruan Tabib Sakti, dia menghindarkan diri dari pukulan pukulan kedua orang muda itu. Akan tetapi, sambil berteriak tadi, tahu - tahu tu-buh A - hai melengkung dan dengan gerakan aneh sekali, tubuhnya sudah melingkar ke samping dan meluncur cepat memotong jalan ! Seolah - olah de-ngan gerakan ini A - hai telah tahu ke mana arah dari langkah ajaibnya sehingga memotong jalan kakek itu sehingga tubuh mereka kini saling berten-tangan dan hampir bertubrukan. Kakek itu terke-jut sekali, apa lagi ketika melihat betapa pemuda itu mendorongkan kedua telapak tangannya dengan hantaman dahsyat. (Bersambung jilid ke XXVII.) KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ xx - * DARAH PENDEKAR * - xx Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo Jilid XXVII TIDAK ada jalan lagi untuk menghindarkan tabrakan atau benturan itu dan satu satu-nya jalan hanya menyambut hantaman pemuda itu karena kalau dia melempar tubuh ke samping, dia akan terancam oleh gadis Tai - bong - pai itu dan hal ini akan lebih berbahaya lagi. Terpaksa dia lalu mengerahkan tenaga sakti Pai - hud - ciang (Tangan Menyembah Buddha) dan kedua tangan- nya didorongkan ke depan dengan gerakan seperti menyembah, menyambut dua telapak tangan A-hai. Akan tetapi, kembali kakek itu terkejut ketika da-lam sekejap mata melihat dua warna kabut merah dan putih membungkus badan pemuda itu, yang kanan merah dan yang kiri putih. Benturan dua pasang tangan itu tak terelakkan lagi. "Blarrrrr ! !" Ouwyang Kwan Ek, kakek tua renta berusia tujuhpuluh tahun itu adalah murid ke dua dari da-tuk sakti Bu-eng Sin - yok - ong (Raja Tabib Sakti Tanpa Bayangan), dan dia adalah ketua dari Liong-i-pang yang terkenal. Akan tetapi, pertemuan tenaga melalui telapak tangan melawan pemuda itu mebuat dia terhuyung ke samping sampai be-berapa langkah dan apa bila tangannya tidak ce-pat memegang ujung sebuah batu besar yang ber-diri di situ, agaknya dia tentu akan terjatuh! Se-baliknya, tubuh pemuda itu terpental ke atas, akan tetapi tubuh itu dapat berpoksai (bersalto) sampai tiga kali dengan indahnya di udara, kemudian tu-buh itu meluncur ke bawah, hinggap di atas sebuah batu dengan ringannya. Kabut yang menye-limuti tubuhnya tidak nampak lagi, matanya mencorong dan tidak ada tanda - tanda bahwa dia terguncang oleh pertemuan tenaga tadi. Tentu saja hal ini membuat Ouwyang Kwan Ek terkejut setengah mati. Dia tadi sudah amat khawatir akan akibat pertemuan tenaga itu. Dia sendiri merasakan akibatnya, membuat dia hampir terbanting jatuh dan dia khawatir kalau - kalau pemuda itu tidak akan mampu bertahan dan akan tewas atau setidaknya menderita luka dalam yang parah. Akan tetapi ternyata pemuda itu sama sekali tidak terpengaruh. "Gila " pikirnya penuh takjub. "Anak ini benar - benar mempunyai keku-atan seperti iblis. Siapakah orang ini dan dari per-guruan mana ?" A-hai sudah siap untuk mengadu kekuatan me-lawan kakek jubah hitam, sedangkan Siok Eng yang menyaksikan adu tenaga yang amat hebat tadipun berdiri termangu mangu, semakin takjub melihat keadaan A - hai. Dara ini maklum bahwa kakek jubah hitam itu lihai bukan maui, jauh lebih ting-gi ilmu kepandaiannya dibandingkan dengan ia sendiri. Akan tetapi, bentrokan tenaga sinkang an-tara kakek itu dan A - hai nampaknya membukti-kan bahwa pemuda aneh itu ternyata lebih unggul! Pada saat suasana sudah menegangkan karena semua menduga bahwa tentu akan terjadi perkela-hian yang lebih hebat lagi antara kakek berjubah hitam itu dengan A hai, tiba - tiba laki - laki muda yang menjadi teman kakek jubah hitam yang tadi selalu dilindunginya, kini melangkah maju dan berseru nyaring, "Tahan ! Siapakah kalian " Kena pa setelah tadi menolong kami, sekarang berbalik kalian menyerang kami " Apakah maksud kalian " Inilah aku, putera mahkota ! Apa bila kalian men-cari putera mahkota, inilah aku. Apakah kalian orang - orang yang ingin mencari hadiah bagi ke-palaku ?" Semua orang terdiam dan terkejut. Kakek jubah hitam cepat memperingatkan, "Pangeran, harap paduka berhati-hati !" Dianggapnya pangeran yang membuka rahasianya itu amat sembrono karena pihak istana sudah menyebar orang - orangKANG ZUSI website http://kangzusi.com/ nya untuk mencarinya, tentu bukan dengan maksud baik karena pangeran mahkota ini tentu saja akan menjadi penghalang bagi mereka yang sudah mengangkat kaisar baru setelah mereka berusaha menyingkirkan pangeran mahkota ini ke garis de-pan. Bwee Hong yang masih rebah dalam keadaan tertotok, tak mampu bergerak atau bicara, hanya memandang dengan hati tegang dan cemas, me-mandang ke arah A - hai yang ia tahu berada da-lam keadaan kumat kembali. Kini A - hai yang biarpun dalam keadaan kumat itu masih sadar, ketika mendengar bahwa dia berhadapan dengan pangeran mahkota, agaknya mampu bersikap wa-ras dan tidak menuruti dorongan ilmu yang seperti akan membuatnya meledak - ledak itu. Dengan sikap tenang dan penuh wibawa, A-hai melangkah maju menghadapi kakek jubah hitam yang kini sudah berdiri berdampingan dengan sang pangeran mahkota. Sikapnya hormat dan lemah lembut, suaranya dalam dan serius, sungguh ber-beda dengan sikap dan suaranya Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo yang biasa setiap hari. "Kami adalah perantau - perantau yang kesa-sar sampai di tempat ini. Namaku adalah Thian Hai. Dua orang nona ini adalah sahabat-sahabat baikku. Kenapa locianpwe menyerang dan menja- tuhkan sahabatku itu ?" Ouwyang Kwan Ek adalah seorang datuk besar, ketua Liong- i - pang pula. Tentu saja diapun ber-sikap agak tinggi, tidak mau mengaku salah, apa lagi karena dia memang tidak merasa bersalah. "Hemm, orang muda yang lihai. Nona itulah yang menyerangku, dan aku hanya mempertahankan diri saja." A - hai mengerutkan alisnya, agaknya tidak pu-as dengan jawaban itu. Akan tetapi sang pangeran yang melihat betapa suasana dapat menjadi gawat lagi, lalu melerai. "Sudahlah, tidak perlu diribut-kan siapa yang bersalah dalam hal ini. Agaknya telah terjadi kesalahfahaman di antara kita. Lo-cianpwe, harap suka membebaskan nona itu lebih dulu." Ouwyang Kwan Ek menghampiri Bwee Hong dan sekali menotok ke arah pundak nona itu, Bwee Hong sudah pulih kembali. Siok Eng memandang kagum. Tadi ia sudah berusaha membebaskan to-tokan itu, akan tetapi tanpa hasil. Tahulah ia bah-wa totokan kakek itu merupakan ilmu istimewa yang hanya dimiliki oleh perguruan kakek itu, de-mikian pula cara membebaskannya. Setelah membebaskan totokannya, Ouwyang Kwan Ek lalu memandang kepada Bwee Hong dan berkata, "Jadi engkaukah seorang di antara dua anak angkat, juga murid mendiang Bu Kek Siang " Ketahuilah bahwa mendiang Bu Kek Siang adalah murid keponakanku sendiri. Dia murid suheng ku " "Aku sudah tahu !" jawab Bwee Hong dengan suara keras dan sedikitpun ia tidak menaruh hor-mat walaupun ia tahu bahwa ia berhadapan de-ngan susiok - couwnya. Kakek di depannya ini ada lah adik seperguruan dari kakek gurunya ! "Dan aku tahu pula bahwa kakekku, juga guruku atau ayah angkatku, tewas di tangan murid - muridmu, tewas bersama isterinya. Padahal dia adalah mu-rid keponakanmu sendiri !" "Dan ketika itu aku sedang diobati oleh keluar-ga Bu, dan aku menjadi saksinya bahwa kedua locianpwe yang menjadi penolongku itu tewas oleh tangan - tangan jahat orang - orang Liong-i-pang!" kata Siok Eng. Ouwyang Kwan Ek menarik napas panjang. "Aaah, dunia menjadi kacau - balau, kesemuanya oleh ulah manusia yang didorong oleh keserakahan, oleh keinginan untuk senang sendiri yang menim-bulkan permusuhan, dendam - mendendam, balas-membalas, bunuh - membunuh ! Ahhh, anak yang baik, agaknya engkau hanya tahu ujungnya akan tetapi tidak tahu pangkalnya. Tahu akibatnya ti-dak tahu sebab - sebabnya. Pertikaian di antara sesama perguruan KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ kita agaknya sudah demikian berlarut - larut dan sudah terjadi sejak lama sekali sebelum kau lahir. Engkau begitu membenci aku dan murid - muridku, karena engkau belum menge-tahui persoalan yang sebenarnya. Aku juga merasa heran mengapa kakekmu yang juga menjadi ayah angkat dan gurumu itu tidak menjelaskan persoal-an yang sebenarnya kepadamu dan kepada kakak-mu. Kalau tidak salah, engkau berdua dengan seorang kakakmu, bukan ?" Bwee Hong diam saja, tidak menjawab, hanya mendengarkan sambil menatap wajah kakek jubah hitam itu dengan sinar mata tajam penuh selidik, seolah-olah hendak meneliti kebenaran omongan kakek itu. Iapun tadi sudah melirik ke arah A-hai dan melihat betapa pemuda yang bernama Thian Hai ini sekarang telah kembali ke dunia keduanya, membuat dia agak ketololan dan pemuda itupun ikut mendengarkan. Demikian pula Siok Eng yang maklum bahwa urusan ini adalah urusan antara keluarga seperguruan, tidak berani banyak men-campuri dan hanya mendengarkan. Juga sang pa-ngeran yang menghendaki agar mereka itu tidak lagi saling serang, ikut pula mendengarkan. Dengan sabar Ouwyang Kwan Ek lalu berceri-ta, suaranya tegas dan disingkat, terbuka dan je-las. Bwee Hong diam mendengarkan, akan tetapi hatinya masih panas oleh dendam. "Dahulu, limapuluh tahun lebih yang lalu, mendiang suhu Bu - eng Sin - yok - ong memberi pelajaran kepada kami bertiga sebagai murid - muridnya. Suhu memberikan ilmu - ilmunya kepada kami, sesuai dengan bakat kami yang berbeda - beda pula. Mendiang suhengku siika bertapa dan mengasingkan diri, dan sesuai dengan bakatnya, suheng menerima pelajaran khusus tentang lweekang yang kemudian diturunkan kepada puteranya, yaitu Bu Kek Siang. Sayang suheng Bu Cian telah meninggal " Sejenak kakek itu terhenti dan nampak berduka sekali. Akan tetapi dia mengheia napas panjang menenteramkan batinya lalu melanjutkan, "Aku sebagai murid ke dua suka belajar ilmu silat, maka akupun diberi pelajaran khusus dalam ilmu silat. Sedangkan suteku yang bernama Kam Song Ki yang bertubuh kecil dan gesit menerima waris-an ilmu ginkang yang khas. Dengan demikian, kami bertiga menerima ilmu- ilmu keistimewaan masing-masing, suheng mahir dalam sinkang, aku sendiri mahir dalam ilmu silat, dan sute mahir da-lam ginkang," "Akupun sudah mendengar akan hal itu," kata Bwee Hong penasaran. "Akan tetapi kenapa eng-kau masih juga tidak mau menerima dengan hati rela " Mendiang sucouw sudah membagi - bagi semua ilmunya dengan adil, akan tetapi kenapa engkau masih hendak merebut hak orang lain ?"Kakek itu mengangguk-angguk. "Aku menger-ti mengapa engkau penasaran. Dan itulah yang membuat aku terheran - heran. Kenapa kakekmu, Bu Kek Siang itu, tidak mau menceritakan hal yang sebenarnya sehingga terjadi kesalahfahaman ini " Apakah dia ingin agar kita saling bermusuhan dan berbunuh - bunuhan terus ?" "Berbunuh-bunuhan " Apa maksudmu?" Bwee Hong bertanya sambil mengerutkan alisnya dan memandang tajam. "Apakah kakekmu atau ayah angkatmu itu ti10 dak pernah bercerita bagaimana dia memperoleh kitab wasiat ilmu pengobatan itu ?" "Tentu saja kitab itu diwarisinya dari sucouw !" jawab Bwee Hong cepat karena ia tak mungkin dapat berpikir lain. "Memang, akan tetapi kitab itu bukan hanya diwariskan kepada seorang murid saja ! Mendiang suhu dahulu merupakan datuk nomor satu di du-nia. Keahliannya dalam ilmu sinkang telah diwa-riskan kepada suheng, keahliannya dalam ilmu silat diwariskan kepadaku dan keahliannya dalam gin-kang kepada sute. Di samping semua ilmu itu, su-hu yang berjuluk Tabib Sakti Tanpa Bayangan itu juga memiliki keahlian dalam ilmu pengobatan. Suhu adalah seorang yang bijaksana dan adil. Ma-ka kelebihan satu ilmu ini, yang dianggap amat berguna bagi semua muridnya, akan diberikan ke-pada tiga muridnya. Semua muridnya diberi kesempatan untuk KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ belajar. Sebelum meninggal dunia, suhu meninggalkan sebuah kitab ilmu pengobatan dan beliau memesan agar semua muridnya mem-pelajari kitab itu secara bergilir. Dengan keras be-liau melarang murid yang hendak mempertahankan ilmu itu untuk diri sendiri. Maka, kitab itu dise- rahkan kepada suheng dengan pesan sesudah se-puluh tahun dipelajari, harus diserahkan kepadaku untuk kupelajari selama sepuluh tahun, baru kemu-dian kuserahkan kepada sute. Akan tetapi ternyata suheng yang pendiam itu menjadi serakah ! Sete11 lah sepuluh tahun, buku itu tidak diserahkan kepadaku. Aku memperingatkannya dan mencelanya, namun dia tetap tidak mau memberikan. Kami bercekcok dan akhirnya berkelahi. Akan tetapi aku tidak mampu menandingi tenaga saktinya yang hebat itu. Demikianlah, aku selalu belajar dengan tekun dan sekali - kali aku datang untuk minta kitab itu yang berakhir dengan perkelahian dan aku selalu berada di pihak yang kalah. Melihat kami berdua selalu cekcok dan berkelahi, sute menjadi tidak senang dan diapun pergi menjauhkan diri sampai sekarang tidak pernah kembali. Sudah empatpuluh tahun dia pergi " Kerut di antara alis Bwee Hong makin menda-lam. Benarkah cerita kakek ini " Benarkah kakek gurunya yang bernama Bu Cian, ayah Bu Kek Siang, demikian serakah " Akan tetapi ia tidak menyela lagi, melainkan memandang kakek itu dan sinar matanya menuntut dilanjutkannya cerita itu. "Karena bertahun - tahun usahaku minta kitab itu gagal dan aku selalu dikalahkan oleh suheng, aku patah semangat, mengasingkan diri dan memperdalam ilmu silat, juga menerima murid - murid dan mendidik putera tunggalku, mendirikan per-kumpulan Liong - i pang dan tidak mau lagi mengganggu suheng dengan urusan kitab itu. Akan tetapi setelah puteraku dewasa, pada suatu hari dia pergi tanpa pamit. Agaknya dia yang tahu akan peristiwa kekeluargaan perguruan itu telah pergi seorang diri mendatangi suheng dan mohon keadilan, meminta kitab itu. Agaknya, menghadapi keponakannya, suheng yang biasanya keras hati itu menjadi lunak, hatinya terharu dan kitab ilmu pengobatan itu diserahkan oleh suheng kepada pu-teraku. Puteraku girang bukan main dan pergi membawa kitab itu. Akan tetapi " Kakek itu berhenti lagi dan kini wajahnya diliputi kedukaan hebat, mukanya diangkat menengadah memandang langit dan matanya menjadi basah! Tentu saja Bwee Hong terkejut sekali melihat ini dan iapun mulai percaya akan cerita kakek yang sebenarnya masih susiok - couwnya sendiri ini. "Lalu lalu bagaimana ?" tanyanya, suaranya juga lunak. "Suheng juga mempunyai putera, yaitu Bu Kek Siang. Di waktu mudanya, Bu Kek Siang berwatak keras berangasan. Agaknya dia tidak rela bahwa kitab pusaka ilmu pengobatan itu, yang sudah puluhan tahun dianggap sebagai pusaka perguruan ayahnya, jatuh ke tangan orang lain. Dia menghadang perjalanan anakku, dan kitab itu dimintanya. Tentu saja puteraku tidak mau memberikannya dan terjadilah perebutan dan perkelahian. Keduanya terluka, akan tetapi karena Bu Kek Siang mewarisi ilmu sinkang, tenaga dalamnya lebih kuat dan luka dalam yang diderita anakku amat parah. Ketika bertemu denganku, keadaannya tak KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ tertolong lagi " 12 13 Bwee Hong menahan napas. Tak pernah di-sangkanya bahwa riwayat perguruannya demikian hebat, terdapat perebutan dan permusuhan yang memalukan di antara saudara - saudara seperguru an sendiri. "Dia dia mati ?" tanyanya, suaranya berbisik Kakek itu memandang kepadanya, tersenyum pahit dan mengangguk. "Dia mati dan tentu saja aku marah sekali. Urusan kitab, sudah kupendam dan aku tidak berniat merampasnya dari tangan su-heng lagi. Akan tetapi sekali ini adalah urusan matinya putera tunggalku ! Aku datang kepadanya dan minta pertanggungan jawabnya atas perbuatan puteranya, yaitu Bu Kek Siang. Suheng amat se-dih. Dia merasa menyesal sekali dengan terjadinya peristiwa itu dan sadar bahwa semua itu timbul ka-rena keserakahannya sendiri. Akan tetapi dia amat menyayangi putera tunggalnya itu dan tidak tega untuk menghukumnya. Kemudian, melihat putera-ku yang sudah hampir mati itu kubawa di depannya dan kini puteraku menghembuskan napas terakhir di depan hidungnya, suheng lalu membunuh diri untuk menebus kesalahan puteranya ! Dan dia Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo ber-pesan sebelum menghembuskan napas terakhir, minta kepadaku agar permusuhan dan dendammendendam itu dihabiskan sampai di situ saja. Pa-da saat itu aku amat berduka atas kematian pute-raku, juga tersentuh oleh pengorbanan suhengku, maka akupun mengangguk dan menuruti pesan-nya. Aku tidak memperdulikan lagi urusan kitab, dan membawa pergi jenazah puteraku." Bwee Hong merasa betapa bulu tengkuknya meremang mendengar cerita ini. Kalau saja kakak-nya ikut mendengarkan! Pandangannya terhadap kakek jubah hitam yang sudah banyak menderita tekanan batin itu kini berobah. Ia percaya akan kebenaran cerita ini, karena apa perlunya kakek ini membohong dan bercerita begitu panjang lebar kepadanya " Kakek itu menarik napas panjang. "Sayang sungguh sayang agaknya Thian tidak menghendaki urusan itu berhenti sampai di situ saja ....! Kalau aku sudah dapat menerima keadaan, tidak demikian dengan murid - muridku. Mereka itu mendendam atas kematian suheng mereka dan diam-diam mereka berusaha menuntut balas, atau setidaknya berusaha untuk merampas kitab ilmu pengobatan itu. Beberapa kali usaha mereka gagal dan aku memberi hukuman kepada mereka. Akan tetapi mereka itu nekat terus sampai akhirnya Bu Kek Siang menjauhi pembalasan mereka dan menyembunyikan diri. Hingga belasan tahun kemudian murid - muridku itu menemukan tempat persembunyiannya dan terjadilah peristiwa yang kaualami itu." Kakek itu menghentikan ceri-tanya dan memandang kepada Bwee Hong dengan mata sedih sekali. "Demikianlah ceritaku selengkapnya, nona. Dendam dendam balas - membalas! Apakah sekarang engkau dan kakakmu hendak melanjut-kan lingkaran dendam itu " Engkau dan kakakmu membunuh aku atau muridku, kemudian kelak anak mereka akan mencarimu untuk KANG ZUSI website http://kangzusi.com/ membalas dendam lagi, disambung oleh keturunanmu yang kembali membalas dendam kepada keturunan mereka. Begitukah yang kaukehendaki " Ah, betapa menyedihkan !*! Kakek itu menundukkan mukanya. Bwee Hong tak dapat bicara. Hatinya tersen-tuh. Tak mungkin dunia ini terdapat kedamaian dan ketenteraman selama hati selalu diracuni den-dam dan kebencian. Mula - mula sekali kakek guru Bu Cian yang memulainya, dengan keserakah-annya tidak mau membagi - bagi ilmu pengobatan seperti pesan mendiang Bu - eng Sin - yok - ong. Kemudian, ayah Suling Emas 17 Pendekar Rajawali Sakti 212 Setan Alam Kubur Pendekar Aneh Naga Langit 1