Ceritasilat Novel Online

Penyakit The Sickness 3

Animorphs - 29 Penyakit The Sickness Bagian 3


Kuharap aku bisa minta maaf padanya, tapi walaupun aku bisa mendengar
pikirannya, aku tidak tahu bagaimana cara mengirim pikiranku balik.
Aku melanjutkan mencari-cari seisi otaknya, mundur saat aku bertemu kepingan
memori. Tapi memori ada dimana-mana. Aku sedang menyerang rahasianya,
menghancurkan segala macam privasi.
Aku merasa malu. Aku mencoba menggerakkan tangan. Bergerak.
Aku mencoba bersuara. Lumayan gampang.
"Oke, kupikir aku sudah mengerti," gumamku dalam suara Mr. Tidwell.
Aku berjalan selangkah - dan menabrak meja.
kata Mr. Tidwell.
Aku menghargai usahanya untuk bercanda.
Aku melangkah sekali lagi. Tidak menabrak apa-apa.
Aku berjalan pelan-pelan ke pintu depan, tiap gerakan membuat kontrolku semakin
lancar. Aku menaiki mobil Mr. Tidwell. Aku tidak tahu caranya mengemudi, tapi
Mr. Tidwell tahu. Dan apa saja yang dia bisa kerjakan, sekarang bisa kukerjakan.
Aku mengambil kunci dari kantung Mr, Tidwell, menyalakan mesinnya, dan meluncur
ke jalanan. Keren juga mengendarai mobil sendiri. Aku jadi agak sedih saat kami memarkir
mobil kami di tempat parkir Mc Donald's. Sedih disebabkan berbagai alasan.
Biasanya sekarang aku akan mendengarkan instruksi-intruksi akhir dari Jake,
tertawa pada lelucon yang dilontarkan Marco tepat sebelum kami melakukan sesuatu
yang bahayanya gila-gilaan.
Tobias mungkin akan terbang di atas, memberikan laporan lalu lintas versinya
sendiri. Rachel akan langsung bersikap macho, keberaniannya menyokongku.
Aku jadi sadar lagi betapa sendiriannya aku sekarang. Aku merindukan mereka. Aku
amat sangat merindukan mereka.
Aku turun dari mobil dan masuk ke dalam McDonald's. Bebauan dan warna-warni yang
baru sangat menarik perhatian Yeerkku tetapi aku tidak membiarkan perhatianku
teralih. Aku mengantri di antrian yang paling dekat dengan kamar mandi. Saat gadis di
belakang meja kasir menanyakan pesananku, aku bliang bahwa aku mau satu set
Happy Meal dengan ekstra happy.
Gadis itu pura-pura tertawa, mengatakan bahwa dia sudah mendengar lelucon itu
milyaran kali. Tentu saja sudah. Memesan ekstra happy adalah kata sandi untuk masuk ke dalam
kolam Yeerk. Mungkin para Yeerk punya selera humor.
Mr. Tidwell sudah tahu harus pergi ke mana. Yang berarti aku juga. Aku berjalan
melewati kamar mandi dan membuka pintu selanjutnya, yang membawaku menuju dapur.
Aku masuk ke dalam ruang pendingin.
WHOOSH! Dinding belakang ruangan itu terbelah dan membuka.
Aku tahu Gleet Bio-Filter ada disana. Aku mengambil satu tatikan nafas yang
dalam dan melangkah maju.
BioFilter itu tidak berbunyi Brrr-EEET. Yang terdeteksi olehnya hanyalah manusia
dan Yeerk. Keduanya merupakan bentuk kehidupan yang diizinkan.
Benda itu tidak bisa mendeteksi seorang Animorph yang sedang memasuki kolam
Yeerk. Chapter 20 Aku menuruni anak tangga menuju kolam Yeerk. Udaranya terasa lembab di mukaku.
Hampir berminyak. Kacamata Mr. Tidwell berembun. Aku menariknya lepas dan segalanya langsung jadi
buram. Cepat-cepat aku mengelapnya dengan lengan bajuku dan memasangnya lagi. Aku tidak
bisa melihat tanpa benda ini.
Rasanya sangat aneh berada dalam tubuh manusai lain. Sangat berbeda. Bahkan
suara langkah kakinya terdengar aneh. Terlalu berat dan keras.
Aku menyusuri tangga. Aku langsung berharap langkah kakiku lebih berisik lagi. Aku mau menghalau
suara-suara yang datang dari bawah sana. Jeritan-jeritan amarah. Teriakanteriakan penderitaan. Dan, dibalik itu semua, isakan pelan keputusasaan.
Aku tahu sekali siapa yang sedang mengeluarkan suara-suara yang menyayat jiwa
itu. Induk semang bukan sukarela dikurung dalam kurungan-kurungan yang
mengelilingi tepian kolam Yeerk, manusia dan Hork-Bajir.
Mereka menjerit, mengancam, berteriak dan menangis karena mereka bisa
melakukannya. Untuk beberapa jam suara mereka adalah milik mereka sendiri saat Yeerk mereka
berenang di kolam, menyerap sinar Kandrona dan nutrisi lainnya. Menyerap
kehidupan. Aku memaksa kakiku tetap menuruni tangga. Dinding tanah di sekitarku berubah
menjadi batu. Dan sinar ungu dari dasar tangga jadi lebih terang.
Turun, turun, turun. Lengkingan para induk-semang jadi makin keras. Dan aku mulai mendengar suara
desiran dari cairan yang menghempas pesisir kolam.
Dinding batu itu melebar. Aku hampir sampai. Turun, turun, turun.
Aku menuruni anak tangga terakhir, dan melangkahkan kakiku ke dalam gua raksasa
itu. Hampir mirip kota kecil. Manusia, Taxxon, Hork-Bajir dimana-mana. Bangunan
serta gudang disusun melingkar di pinggiran. Pengeruk tanah Caterpillar berwarna
kuning cerah dan mesin berat lainnya menandakan bahwa mereka masih terus
mengembangkan daerah itu.
Pengembangan. Memikirkan hal itu membuat perutku mulas.
Mr. Tidwell menginstruksikan. di dermaga kedua itu untuk pengembalian Yeerk ke tubuh induk semang.> Saat aku
berjalan menuju dermaga yang paling dekat, aku mendengar sebuah suara yang
sangat mengerikan. Suara tawa. Aku memandang sekeliling, mencari-cari sumber
suara itu. Ternyata sekelompok manusia sedang menonton tayangan ulang Full House di dinding
belakang. Mereka induk semang sukarela. Orang-orang yang memilih untuk mengizinkan Yeerk
mengontrol tubuh mereka. Mereka hanya duduk-duduk sambil menonton TV sementara
Yeerk mereka berenang-renang di kolam. Entah bagaimana mereka berhasil untuk
mengacuhkan jeritan dan tangisan dari kurungan di sekeliling mereka.
Aku menoleh ke arah lain dan melanjutkan berjalan ke dermaga. Aku berdiri di
antrian. Ada tiga manusia dan satu Hork-Bajir didepanku.
Akan makan waktu berapa lama" Aku harus mengeluarkan Aftran dari sini sebelum
Visser Three kembali. Manusia yang paling depan, seorang anak laki-laki berumur sekitar lima tahun,
berjalan ke ujung dermaga. Dengan tenang dia berlutut dan dua Pengendali HorkBajir membantunya menurunkan kepala mendekati permukaan cairan kelabu-besi kolam
Yeerk. Aku tahu saat dimana Yeerk itu keluar dari telinganya. Kakinya mulai menendangnendang dermaga metal itu. Wham! Wham! Wham!
Kedua Pengendali Hork-Bajir menariknya berdiri.
Anak itu membuka mulutnya lebar-lebar. "Mammaaaa!" Teriaknya.
Panggilan bernada tinggi yang menyedihkan itu membuat bulu-bulu di leherku leher Mr.Tidwell berdiri. Bulu-bulu di tanganku , juga.
Dua Hork-Bajir lain mendatangi dermaga. Mereka mengambil anak kecil itu dari dua
Hork-Bajir yang pertama, dan mengantarnya kembali ke kurungan.
Saat mereka melewatiku, aku ingin mengulurkan tangan dan menarik anak itu dari
cengkraman mereka. Dia seharusnya sedang meluncur di perosotan. Dia seharusnya
sedang menghafal semua nama-nama krayon Crayola ukuran paling besar.
"Mammaaaa!" Dia memanggil lagi. "Mammaaaa!"
Aku sedang berjuang untuk mempertahankan ekspresi Mr. Tidwell agar terlihat
kosong saat aku mendengar bunyi pintu kurungan dibanting di belakangku, mengunci
anak itu didalamnya. Kalau ada sedikit saja simpati tercermin di mukaku, kami
beresiko tertangkap. Aku pun menyadari bahwa Illim harus mengalami hal seperti tiap kali. Dia harus
berakting agar terlihat seperti Yeerk biasa. Yang berarti berakting seakan-akan
perasaan induk semangnya tidak berarti baginya.
Manusia selanjutnya, wanita tinggi berbusana rapi , berlutut di ujung dermaga
dan menurunkan kepalanya. Dia mengedikkan kepalanya sedikit untuk memberi tanda
bahwa Yeerknya sudah keluar.
Lalu dia berdiri, tegak menjulang. Matanya terbakar kebencian saat para
Pengendali Hork-Bajir membawanya ke kurungan. Tapi dia sama sekali tidak
bersuara. Satu Hork-Bajir maju setelah wanita itu. Sementara aku memerhatikannya
menurunkan kepala ke kolam, aku tidak bisa berhenti berpikir tentang koloni
kecil Hork-Bajir merdeka yang tinggal di lembah rahasia mereka.
Hork Bajir itu melengking memilukan saat dia mengangkat kepalanya. Tinggal satu
orang lagi di depanku. Pria pendek berambut gelap. Dia berlutut. Mencelupkan
kepalanya. Lalu, seperti wanita tadi, dia berdiri tanpa tangisan atau pemberontakan. Kedua
Hork-Bajir penjaga memegangi lengannya. Pria itu berjalan dua langkah, lalu
tiba-tiba jatuh berlutut.
Dia pasti membuat kedua Hork-Bajir itu terkejut, karena dia berhasil membebaskan
diri dari mereka. Dia bangkit berdiri dan berlari melewatiku, menjauhi dermaga.
Ayo, ayo, ayo! Pikirku. Tapi aku berhati-hati agar dukunganku tidak keluar dari
mulutku. Salah satu Hork-Bajir menarik keluar senjata Dracon.
TSEEEWWWW! TSEEEWWWW! Dengan cepat aku menoleh ke belakang untuk melihat pria itu tersungkur di tanah,
bajunya yang terbakar berasap. Dia menggerung kesakitan, dan barulah aku
menyadari kulitnya juga terbakar.
Para Pengendali Hork-Bajir mengangkatnya dengan kasar dan membawanya ke
kurungan. "Kenapa kalian tidak membunuhku?" DIa berteriak. "Mengapa kalian tidak
membunuhku saja?" Aku tahu kenapa mereka tidak bisa membunuhnya. Mereka tidak mau menghancurkan
tubuh induk semang yang kondisinya baik.
Aku menyelipkan tangan ke dalam kantungku dan membuka Ziplocnya. Aku mendorong
Illim ke atas lengan jaketku. Aku akan memasukkan tanganku saat aku menurunkan
kepala nantinya. Dengan begitu dia bisa masuk ke kolam dan siap untuk memasuki
telinga Mr. Tidwell. Pengendali Hork-Bajir di ujung dermaga memberi tanda bagiku untuk maju.
Giliranku. Chapter 21 Aku bisa merasakan lututku gemetaran saat aku berlutut di sana. Aku mengambil
satu tarikan nafas yang dalam dan menurunkan posisi kepalaku ke atas permukaan
cairan. Hal pertama yang kulakukan adalah membebaskan Illim. Lalu aku bergerak menuju
liang telinga Mr. Tidwell, memutuskan hubungan dengan otaknya. Aku menyesuaikan
ukuran tubuhku saat aku menggeliat keluar dari terowongan sempit itu.
Lalu aku pun bebas. Di dalam kolam Yeerk.
Aku buta, hampir tuli, dan bisu. Tapi inilah bagian yang aneh, aku tidak peduli.
Aku sedang berada bersama saudara laki-laki dan saudara perempuanku, menyerap
sinar Kandrona yang sangat diidam-idamkan tubuhku. Kalau aku punya mulut, aku
pasti akan menyerukan 'aaaah'-nya tanda puas.
Aku berada di rumah. Aku berada di rumah! Aku menampar kedua pipiku dalam hati. Aku sudah membiarkan insting Yeerkku
mengambil alih selama beberapa saat. Tempat ini sama sekali bukan rumah.
Dan aku punya satu misi yang harus kuselesaikan. Aku harus menemukan Aftran.
Secepatnya. Aku menggunakan sonarku untuk memeriksa keadaan sekitar. Yeerk dimana-mana. Di
atasku. Di bawahku. Di keempat arah mata angin.
Aku mengingatkan diri sendiri bahwa aku juga merupakan salah satu Yeerk. Tidak
ada hal yang aneh pada diriku. Aku benar-benar aman.
Kepala seorang Hork-Bajir tercebur ke dalam air. Aku mengendarai gelombang yang
terjadi untuk bergerak lebih dalam. Sekali lagi aku menggunakan sonarku. Yeerk,
Yeerk, dan lebih banyak lagi Yeerk.
Sebuah riak menghempasku saat aku sedang setengah jalan ingin berbelok. Sonarku
mendeteksi dua dermaga besi. Dibawah dermaga yang paling jauh terdapat rantai
dengan kotak di ujungnya. Kotak itu ukurannya tepat sekali untuk seorang Yeerk.
Aftran. Dia berada di dalam kotak itu. Aku tahu.
Tapi bagaimana caranya agar aku bisa mencapainya" Aku tidak punya kaki untuk
mengayuh. Tidak punya tangan untuk berenang.
Aku menggeliat sekencang yang aku bisa dan berpindah sekitar seperempat inci.
Aftran berada sekitar enam kaki jauhnya, Tapi kalau begini terus aku bisa
menghabiskan satu malam hanya untuk mencapai tempatnya.
Gunakan Yeerk ini, kataku pada diri sendiri. Dia tahu caranya berenang. Aku
mengurangi kendali pada pikiranku.
Lipat-dorong. Lipat-dorong. Lipat-dorong.
Aku membuat tubuhku berkontraksi, lalu mengejangkannya. Aku berhasil berenang!
Yah, semacam berenang. Aku tidak akan mencalonkan diri dalam tim Olimpiade, tapi
aku berhasil bergerak lebih cepat dari sebelumnya.
Lipat-dorong. Lipat-dorong. Lipat-dorong.
Akhirnya aku mencapai kotak itu. Aku mempelajari bentuknya dengan sonarku.
Sebuah kotak, terbuat dari logam, tebakku, dengan lubang-lubang sangat kecil di
sekelilingnya. Lubang itu terlalu kecil bagi Yeerk untuk melewatinya.
Tapi kuncinya sepertinya cukup simpel. Tidak akan terlalu sulit untuk dibuka.
Seandainya aku punya tangan.
Aku bisa demorf ke tubuhku sendiri. Tapi aku berada tepat di bawah dermaga. Dua
Hork-bajir berdiri di ujungnya. Dan lebih banyak lagi berjalan hilir mudik,
mengantar para induk semang. Cukup besar kemungkinan mereka akan melihatku
berubah. PA-loosh! Kepala seorang induk semang diceburkan ke dalam air. Sonarku memantulkan
gerakan-gerakan liar yang dilakukan induk semang itu - seorang pria tua - saat
dia mencoba memutar kepalanya agar Yeerk tidak memasuki telinganya.
Tapi Yeerk itu mendorong tubuhnya masuk ke dalam induk semangnya dan beberapa
saat kemudia pria itu berhenti memberontak dan mengangkat kepalanya dengan
tenang. Pengembalian Yeerk ke dalam induk semang disini mengingkatkan kemungkinanku
tertangkap basah. Seorang induk semang yang dimasuki Yeerk bisa melihatku dalam
morf manusia, mengangkap kepalanya dan melaporkanku.
Aku tidak bisa mengambil resiko morf begitu dekat dengan dermaga. Aku harus
mencari cara lain untuk mengeluarkan Aftran dari sini
PA-loosh. Kepala induk semang lain didorong tenggelam ke dalam kolam. Seorang gadis.
Sonarku menangkap gambaran rambut panjangnya mengambang di air. Sulit untuk
memastikannya, tapi kupikir dia tidak jauh lebih tua daripada aku.

Suara itu. Suara iblis. Menghujamku, menyebarkan jarum-jarum rasa takut ke
seluruh tubuhku yang kecil dan lembek.
Visser Three! Dia sudah kembali!
Dan aku bahkan belum menemukan cara untuk membuka kurungan Aftran!
perintah Visser Three.
Kurungan Aftran bergerak dalam air. Seseorang sedang menarik rantainya. Menarik
Aftran menjauhiku. Dan aku tidak punya tangan untuk mencegah hal itu terjadi.
Tapi aku harus melakukan sesuatu. Sekarang!
kata Visser Three,
terdengar senang. pengkhianat!> Chapter 22 Tidak ada waktu untuk berencana. Tidak ada waktu untuk berbuat apapun selain
bergerak. Lipat-dorong. Lipat-dorong. Lipat-dorong.
Aku bergerak secepatnya menghampiri kepala gadis yang sedang tercelup ke dalam
air itu. Seorang Yeerk hampir memasuki telinganya. Aku mendorongnya minggir dan
menggantikan posisinya memasuki telinganya.
Aku mengekskresikan pembunuh rasa sakit dan menggeliat dalam liang telinganya.
Aku melebarkan tubuhku membungkus otak. Tembakan-tembakan listrik berukuran
microvolt menggelitik tubuhku. Dan aku pun terhubung dengannya.
Aku membuka memori gadis itu dengan panik. Dia anggota The Sharing. Gadis ini

Animorphs - 29 Penyakit The Sickness di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia adalah induk semang sukarela. Seorang kolaborator.
Aku tidak bisa membiarkan dirinya mendapat apapun dariku. Tidak pikiran. Tidak
emosi. Tidak secuil pun dari diri Cassie.
Aku merasakan tangan-tangan memegang bahuku, membantuku keluar dari air. Aku
berdiri dengan kikuk. Kapan saja gadis ini pasti tahu aku bukan Yeerknya yang biasa. Tapi dia tidak
akan bisa melakukan apapun untuk menghalangiku. Tidak sekarang. Aku mengontrol
tubunya. Tapi setelah aku meninggalkan tubuhnya, dia akan memberitahu Visser Three apa
saja yang dia ketahui selama aku menduduki otaknya.
Aku harus bertindak! Sekarang!
Sebelum aku tidak sengaja membocorkan bahwa 'Bandit-Bandit Andalite' buruan
Visser sebagian besar adalah manusia. Sebelum aku mengkhianati Illim dan
Tidwell. Atau para Chee. Aku berbalik dan mengunci pandanganku pada Visser Three. Dalam morf Andalitenya.
Dia berdiri setengah jalan menuju ujung dermaga, sedang memandang ke arah lain.
Sekumpulan manusia, dan Pengendali Hork-Bajir, dan Taxxon berkumpul di depannya,
tidak sabar menantikan adegan penyiksaan yang akan datang.
Sang Visser membuka kurungan Aftran. Menariknya keluar. Dia menggenggamnya dan
mengangkatnya ke atas, menancapkan jari-jarinya ke tubuhnya yang tidak
terlindungi apa-apa. Kata
Visser Three pada Aftran, bahasa-pikirannya cukup keras sehingga semua orang
bisa mendengar. kematian yang panjang, menyenangkan dan penuh penderitaan bagimu.>
Wham! Wham! Wham! Kakiku menghentak di dermaga besi itu saat aku menerjang ke arahnya. Satusatunya hal yang diterima pikiran induk semangku hanyalah perintah-perintah
seperti
Aku menubruk Visser Three sekeras yang kubisa.
Dia berbalik ke arahku, pisau ekornya terangkat. Tapi dia terlalu kaget dan
heran untuk bereaksi. Aku menangkap Aftran. Visser Three mengepalkan tangannya. Tapi tangan-tangan Andalite lemah.
Aku menggigit pergelangan tangannya.
Aftran terjatuh. Aku menangkapnya dari tengah-tengah udara dan berlari. Berlari
tanpa tujuan. Aku melakukan satu-satunya hal yang bisa kulakukan. Aku terjun ke dalam kolam
Yeerk. Visser Three
menggelegar.
PA-loosh. PA-loosh. Aku menoleh sekilas ke belakang bahuku. Taxxon. Dua orang. Kamu pasti tidak akan
mengira bahwa mahkluk yang terlihat seperti lipan dua belas kaki panjangnya dan
empat kaki lebarnya bisa berenang. Tapi mereka bisa.
Dan mereka mengejarku. Aftran menggelincir dari tanganku. Kuharap dia tahu dia harus tetap berada di
dekatku. TSEEEWWWW! TSEEEWWWW! TSEEEWWWW!
Panncaran-pancaran cahaya melintasi air. Hebat. Seseorang sedang menembakiku
dengan sinar Dracon dari dermaga.
Aku mendayung makin dalam. Tembakan itu masih bisa mengenaiku, tapi penembaknya
tidak akan bisa membidik.
TSEEEWWWW! Aku melihat selusin Yeerk mengkerut dan hangus.
Visser Three sedang menghabisi kaumnya sendiri hanya untuk menangkapku.
Aku merasakan sebuah capit mencapit kakiku. Taxxon, entah darimana! Dia
memegangku dengan salah satu tangan lobsternya.
Waktunya kabur. Aku menarik diriku dari otak gadis itu, menggeliat melewati liang telinganya,
dan masuk ke dalam air. Dengan sonarku aku melihat gadis itu dbawa ke permukaan. Tidak akan lama sebelum
mereka mengetahui bahwa Yeerk yang tadi mengontrolnya sudah tidak lagi berada
dalam tubuhnya. Aku tidak ragu Visser Three akan menemukan cara untuk memeriksa kolam agar bisa
menemukanku dan Aftran. Aku harus keluar dari sini. Sekarang. Sesuatu dengan sayap. Aku benar-benar amat
sangat menginginkan sayap.
Tapi sebelum aku bisa morf menjadi burung, aku harus demorf ke tubuh asliku.
Dalam kolam Yeerk. Aku menyelam dalam. Lebih dalam daripada Yeerk-Yeerk yang lain. Dan aku memulai
perubahanku menuju manusia.
Tubuh Yeerkku memipih. Melebar, melebar, melebar, Membentuk kepala. Lengan.
Kaki. Tapi semuanya masih datar. Aku seperti boneka kertas raksasa.
Aku merasakan tulang-tulangku tumbuh kembali, menekan bagian dalam tubuhku yang
datar. Membuatnya tiga dimensi lagi. Kulitku berganti tekstur, dan aku tidak lagi bisa
bernafas melaluinya. Mata, hidung, bibir menonjol keluar dari muka boneka-kertasku.
Dentuman terjadi di dadaku saat jantungku kembali terbentuk. Pembuluh arteri dan
venaku melebar, dan darah mulai mengalirinya. Isi perutku menggembung di dalam
tubuh. Paru-paruku tidak lagi datar. Dia mulai terbakar.
Aku butuh udara. Sangat. Aku berenang menuju permukaan. Aku menekuk kepalaku ke belakang dan hanya
membiarkan hidungku yang menyembul keluar air.
Aku menarik nafas demi nafas ke dalam paru-paruku yang sakit.
Lalu aku mendengar kata-kata yang membuat tubuhku serasa jadi batu.
kata Visser Three. sendiri. Setelah aku mencari tahu asal muasal alasan menyedihkan dari pkirannya
itu.> Chapter 23 Aku berenang. Aku berenang kuat-kuat. Lalu...
Teriaknya.
Dia tidak sedang berbicara denganku! Dia sedang berbicara kepada gadis yang
tubuhnya tadi kugunakan untuk menyerangnya.
Dia akan mengetahuinya kapan saja. Kapan saja...
Para Andalite! Mereka disini!>
Aku bernafas dalam-dalam sebelum mendorong diriku ke dalam kolam. Para Yeerk
menggesek lenganku, kakiku, mukaku. Bersentuhan dengan tubuh-tubuh mereka yang
lembek bagaikan ubur-ubur membuatku geli. Aku menyingkirkan mereka jauh-jauh.
Tapi saat aku melakukan itu, Yeerk yang lain akan menggantikan tempat mereka.
Acuhkan mereka, perintahku pada diri sendiri. Sekarang bukan waktunya
mengalihkan perhatian. Aku harus morf.
Morf di bawah air tanpa bernafas itu lebih dari beresiko tinggi. Itu bodoh. Tapi
aku harus keluar dari kolam dan aku tidak punya teman-teman lain yang bisa
mendukungku. Aku harus menggunakan kesempatan ini.
Seekor burung hantu. Dia akan cukup kuat untuk membawa Aftran. Dan matanya akan
memungkinkanku untuk bermanuver dalam gua yang redup.
Aku berkonsentrasi pada DNA burung hantu di dalam darahku. Aku merasakan bulubulu mulai terbentuk. Mereka menempel di tubuh manusiaku, basah dan berat. Aku
tidak akan bisa mengangkat diriku dengan bulu-bulu basah ini! Belum lagi
mengangkat Aftran. Paru-paruku terbakar. Tapi aku tidak bisa mengambil resiko menarik satupun
tarikan nafas. Aku memikirkan morf-morf lain yang mungkin bisa kulakukan. Binatang apa yang
bisa memberikanku kemungkinan terbaik untuk meloloskan diri" Pikir, pikir,
pikir! Hiu. Tidak. Lumba-lumba.
Tidak. Tupai. Mungkin. Tidak. Morf seranggaku sudah tidak mungkin juga.
Aku mulai pusing. Aku mulai kehabisan waktu
Tunggu. Tentu saja! Morf ospreyku! Osprey memburu ikan. Berarti mereka bisa kena
air tapi tetap bisa terbang!
Aku berkonsentrasi pada DNA ospreyku. Aku mengacuhkan tekanan yang mulai menekan
rongga dadaku. Kaki-kakiku menciut kurus. Sekurus mi. Kaki-kaki itu berayun di air sebelum
memendek. Aku merasakan bibir dan hidungku meleleh membentuk paruh. Aku tersedak saat
cairan kolam Yeerk mengalir masuk ke tenggoronkanku. Terasa pahit pada lidahku
yang sedang mengecil. Dimana sayap-sayapku" Aku butuh sayap!
Paru-paruku berdenyut sakit. Aku tidak bisa lagi menahan nafasku Sensasi seperti ditarik menjalari lenganku saat sayapku terentang. Yes!
Teriakku walaupun
aku tahu dia tidak akan bisa mendengar atau menjawab.
Aku merasakan tusukan-tusukan kecil di tubuhku saat bulu-bulu mulai bermunculan.
Aftran menyelip di antara cakarku.Aku memegangnya. Setidaknya aku berharap itu
dia. Kami akan keluar dari sini!
Bintik-bintik merah membanjiri penglihatanku saat aku berusaha mencapai
permukaan. Aku mendorong paruhku melewatinya dan menarik sebanyak mungkin udara
yang bisa ditampung paru-paruku.
kataku pada Aftran.
Aku mengepakkan sayapku di tengah cairan, mendorong tubuhku melayang dari kolam
Yeerk. Aku tahu mereka akan menungguku keluar. Aku tidak bisa mengendap-endap.
"Visser! Seekor burung!"

TSEEEWWW! Sinar Dracon ditembakkan ke arahku. Meleset.
Aku mengepak lagi kencang-kencang, menyusuri permukaan kolam, cakarku
menggantung. Hampir mengudara. Hampir!
Zap! Tentakel kuning panjang melecut keluar dari cairan dan mencambuk sayapku. Bagian
yang dicambuknya langsung jadi kaku. Kehilangan keseimbangan, aku berbelok.
Sploosh! Setengah tubuhku tercebur ke dalam kolam lagi.
Visser Three! Dia sudah morf menjadi... menjadi sesuatu yang bisa berenang.
Sesuatu yang kuat dan cepat.
Tanyanya.
Sekarang dia sedang berbicara denganku. Pastinya.
Dan aku sendirian. Aku tidak punya Marco, jake, Tobias, Rachel, atau Ax untuk
mengalihkan perhatian si Visser.
Morf barunya ini menakutkan. Terlihat seperti bola mata mengambang dengan
tentakal panjang, sangat panjang sebagai cambuk. Salah satu tentakel itu melecut
dan mencambuk sayapku lagi.
Kaku. Tentakel itu pasti ada racunnya. Kalau aku tercambuk lebih banyak lagi, aku
tidak akan bisa menggerakkan sayapku lagi. Aku akan tenggelam langsung ke dasar
dan Visser - Zap! Aku tercambuk lagi. Kali ini sayap yang lain.
Aku harus membawa diriku keluar dari air.
Aku menampar air dengan sayapku.
Zap! Sayapku yang pertama. Hampir sebagian kaku semua.
Pikirkan Ax. Pikirkan Jake. Aku mengepak lagi dan lagi.
Rachel. Tobias. Maco. Lebih banyak lagi titik-titik merah. Aku tidak bisa lagi menahan nafas. Aku
melesat keluar dari permukaan air.
Ibu. Ayah. Aku mengepak naik, naik, naik. Otot-ototku berteriak kesakitan.
Ya! Aku sudah berada diluar jangkauan tentakel-tentakel itu.
Para manusia dalam kurungan bersorak. Pengendali-manusia menyumpah dan menjerit
marah. Taxxon-Taxxon mendesis. Pengendali Hork-Bajir melengking.
Aku melihat Mr. Tidwell sekilas. Dia mengacungkan tinjunya di udara. Bagi yang
lainnya mungkin terlihat seperti gerakan untuk mengekspresikan kemarahan. Tapi
aku tahu dia merasa menang.
TSEEEWWW! TSEEEWWW! TSEEEWWW!
Aku berzigzag selincah yang bisa dilakukan sayap-sayapku yang terluka, Aftran
masih terkunci di dalam cakarku.
Pengendali Hork-Bajir menembakiku dari dermaga.
Aku
mendengar teriakan marah Viser Three.
Aku mencapai tangga. Naik, naik, naik, aku terbang. Menelan udara. Paru-paruku
terbakar. Dinding batu berganti menjadi dinding tanah. Sinar Dracon yang ditembakkan dari
dermaga tidak bisa mencapaiku disini.
Kataku. Aku mengepak lebih kuat. Tidak bisa melambat.
Tidak sekarang! TSEEEWWW! Bau yang menusuk seperti asam memenuhi hidungku. Bau bulu-buluku sendiri. Sinar
Dracon sudah mengenainya.
Aku berbelok tajam ke kiri. Sekarang aku bisa melihat sesuatu yang dari tadi
tidak kulihat karena kesibukanku.
Robot pemburu. Chapter 24 Aku tahu robot pemburu hanya punya satu titik kelemahan. Mata pembidiknya.
Aku mengepak keras, berusaha mendapat sedikit ketinggian. Aku melayang menuju
posisi di atas robot itu.
Aku hanya punya satu kesempatan. Aku menunggunya.
Bola metal besar itu berputar sampai lensa kameranya tertuju padaku. Dalam
sedetik dia akan menembak.
BLAT! Gumpalan abu-abu-putih jatuh.
Hidupku, hidup Aftran, hidup seluruh teman-temanku, masa depan umat manusia,
bergantung pada gumpalan itu.
Tepat mengenai lensanya. Robot itu berputar ke kanan. Lalu ke kiri. Lalu ke kanan lagi.
Tembakan jitu kotoran burung.
Aku mengepakkan sayapku ke pintu besi. Tidak ada pegangan pintu. Hanya besi yang
mulus dan mengilap. Aku memandangi dinding di sekeliling pintu. Pasti ada semacam mekanisme untuk
membuka pintunya, kan"
Mungkin ini hanya pintu masuk, pikirku. Mungkin seperti ruang ganti di the Gap.
Orang-orang masuk ke kolam Yeerk disana. Tapi mereka keluar dari bioskop.
Aku melayang mendekatinya.
Brrrr-EEEEET! Brrrr-EEEEET!
Oh, tidak! Gleet BioFilter.
Aku benar-benar melupakannya. Kenapa aku bisa begitu bodoh"
"Bentuk kehidupan tak diizinkan terdeteksi," sebuah suara mekanis mengumumkan.
Brrrr-EEEEET! Brrrr-EEEEET! "Bentuk kehidupan tak diizinkan terdeteksi."
Dalam beberapa detik aku akan hancur. BioFilter akan memusnahkan semua bentuk
kehidupan yang DNAnya belum dimasukkan ke dalam komputer. Osprey tentu saja
tidak masuk ke dalam daftar tamu Yeerk.
Bisakah aku morf menjadi Yeerk tepat waktu" Apa morf manusiaku akan lebih baik"
Aku mendengar suara hentakan kaki menaiki tangga menghampiriku. Kaki-kaki yang
sangat besar. Prajurit Hork-Bajir.
"Tutup mata Anda rapat-rapat untuk mencegah kerusakan retina yang diakibatkan
Gleet BioFilter," suara mekanis itu memberi petunjuk.
Aku akan tamat. Whoosh! Pintu metal itu terbelah menjadi dua. Seorang wanita berjalan masuk. Dia
melihatku. "Andalite!" Jeritnya. Dia mengayunkan tas tangannya. Aku mengepak ke atas keraskeras, mengacuhkan rasa sakit yang meremas sayapku yang terluka.
Tas tangan tidak cukup untuk menghentikanku. Hampir tidak cukup.
Aku terbang menuju udara dingin dalam ruangan kulkas. Pintu keluar sedang
tertutup. Bisakah aku keluar"


Animorphs - 29 Penyakit The Sickness di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ruangan meledak dalam warna putih terang.
Clang! Aku terpental ke salah satu lemari besi.
Crash! Sepertinya ada semacam benda kaca yang jatuh.
Aku tidak berhenti. Aku terbang lurus ke depan.
Berhasil! Thump! Pintu kulkas tertutup di belakangku.
"Dad, lihat, ada burung!" Aku mendengar seorang gadis kecil berteriak.
"Benda apa yang sedang dibawanya itu?" Satu orang bertanya-tanya.
Penglihatanku mulai pulih. Setidaknya cukup baik sehingga aku bisa mencapai
pintu depan. Tentu saja pintunya tertutup. Kau tidak tahu seberapa bergunanya tangan sampai
kamu tidak memilikinya lagi.
Tapi tahukah apa yang keren" Manusia. Sembilan dari sepuluh manusia sebenarnya
makhluk yang lumayan baik.
Salah satu manusia baik itu, bersimpati pada seekor burung yang panik karena
terperangkap, membuka pintunya.
Aku terbang keluar. Aku terbang, terbang, terbang ke langit yang bebas dan luas.
Jangan, jangan pernah lakukan itu lagi.>
Aku lega. Tapi aku tidak punya waktu untuk merayakannya. Aku harus kembali ke
rumah. Ax membutuhkanku. Aku terbang seperti burung gila ke rumah. Tubuhku gemetar karena kelelahan saat
aku akhirnya melewati kusen jendela ventilasi. Aku mendarat di setumpuk jerami
dan membebaskan Aftran. janjiku padanya.
Jantung burungku yang mungil berdetak gila-gilaan. Yang kuinginkan hanyalah
merapikan bulu-buluku dan menyembunyikan kepalaku di bawah sayap. Tapi, aku
malah berkonsentrasi pada DNA manusiaku.
Bulu-bulu yang menyelimuti tubuhku memipih sampai terlihat seperti tato dua
dimensi. Tulang-tulangku yang kosong tumbuh memanjang dan solid. Aku mendengar
bunyi 'slosh' saat organ-organ dalamku bergeser dan berubah.
Mata burungku membesar dan penglihatanku menjadi jelas lagi. Aku memerhatikan
beberapa perubahan terakhir. Lalu aku berdiri sambil menghela nafas. Aku membawa
Aftran dan pergi ke tempat Ax.
Aku tidak bisa tidak terkejut saat aku membuka pintu dan memasuki hologram. Ax
berbaring mendatar. Dia tidak pernah begitu. Dan aku bisa mendengar nafasnya
yang terputus-putus dan serak.
"Dia sudah mencapai masa kritis," kata Erek padaku.
Chapter 25 Aku berlutut di sebelah Ax. "Aku kembali," kataku. "Aku di sini bersamamu."
Dia tidak menjawab. "Dia tidak sadar," Erek menjelaskan. "Sudah begitu selama lebih dari setengah
jam." "Anak malang," aku mengelus tubuhnya yang dipenuhi bulu-bulu biru-dankecoklatan. Badannya bergerak kesusahan dalam setiap nafas yang diambilnya.
"Kupikir kamu tidak punya banyak waktu lagi," kata Erek lembut.
"Kamu benar." Aku berdiri dan mencelupkan Aftran ke dalam tempat minum.
"Kamu akan aman disini," kataku padanya. Aku tahu dia tidak bisa mengerti
perkataanku. Aku tahu dia pasti ketakutan. Tapi aku harus meninggalkannya.
Aku berbalik menghadapi Erek. "Aku khawatir kita akan menyakitinya kalau kita
memindahkan tubuhnya. Mungkin kita bisa - "
Erek membungkuk dan mengangkat Ax dengan tangannya. Aku tadi lupa betapa kuat
para Chee itu. Aku mengintip dari pintu kandang untuk memeriksa apakah gudang jerami masih
kosong. Lalu aku membuka pintunya dan menuntun Erek menuju ruang operasi. Aku
menunjuk ke meja besi dan Erek meletakkan Ax di atasnya.
"Bisa buat satu hologram lagi biar ruangan ini kelihatan kosong?" Pintaku. "Buat
jaga-jaga." "Tentu," jawabnya.
Aku tidak percaya aku benar-benar melakukan ini. Aku tidak percaya aku benarbenar akan melakukan bedah otak. Pada seorang alien.
Tiba-tiba aku dihantam keinginan kuat untuk pergi dari sini. Untuk pergi mencari
TV, duduk didepannya dengan seliter es krim Ben and Jerry's, memperbesar volume,
dan melupakan segalanya. "Mungkin nggak ada acara yang bagus, sih," gumamku.
"Apa?" "Nggak..." Satu langkah tiap satu waktu, aku menuntun diriku sendiri. Tapi apa langkah
pertamanya" Aku menutup mata dan mencoba membayangkan hal pertama yang dilakukan
ayahku sebelum dia memulai operasi dan apa yang pernah kulihat dari buku-buku
yang diberikan ibuku. Ya. Langkah pertama : bersihkan alat-alat. Tentu saja, ya
ampun. Hampir tidak bisa merasakan kakiku, aku bergerak ke wastafel dan mencuci
tanganku dengan sabun antibakteri. Aku mengeringkan tangan, lalu memasang
sepasang sarung tangan karet.
Aku mengambil sebotol alkohol dari rak dan setoples bola-bola kapas. Aku
membasahi satu kapas dengan alkohol.
"Rasanya akan agak dingin," kataku pada Ax sebelum aku mengusap kepalanya dengan
kapas itu. Aku tahu dia tidak bisa mendengarku. Tapi aku jadi merasa lebih baik
setelah berbicara padanya.
Setelah selesai, aku melemparkan kapas itu ke tong sampah dan dengan hati-hati
mengembalikan alkohol beserta sisa kapas yang lain ke tempat semula. Aku
gemetar. Bisa fatal akibatnya bagi Ax. Aku tidak tahu berapa waktu yang tersisa
untuknya. Aku menarik terbuka laci panjang yang terletak di salah satu lemari
ayahku dan mengambil sebuah pisau bedah. Aku membawanya pada Ax. Jantungku
berdentum begitu keras aku bisa merasakan getarannya di seluruh tubuhku. Di
telingaku. Bahkan di ujung-ujung jariku.
Aku membawa pisau bedah itu ke kepalanya. Lalu aku membeku. Bagaimna aku bisa
memotong sembarangan" Dimana kelenjar Tria itu"!
Mungkin aku bisa merasakannya lewat kulit kepala Ax. Mungkin akan ada
pembengkakan. Atau satu daerah yang terasa lebih panas atau lebih dingin dari
daerah sekitarnya. Aku menggunakan tanganku yang lain untuk memeriksa kepala Ax. Aku memulai dari
dahinya. Tidak ada apa-apa. Bergerak ke daerah diantara mata pengintainya. Tidak ada apaapa. Aku memeriksa daerah di sekeliling kedua telinganya. Tidak ada apa-apa. Aku
meraba setiap inci daerah belakang tengkoraknya, dua kali. Tidak ada apa-apa.
Tidak ada. "Ini tidak bisa! Mustahil!" Jeritku. "Dia akan mati, dan aku hanya bisa berdiri
di sampingnya!" "Kamu sudah melakukan satu hal yang mustahil malam ini," Erek mengingatkanku.
Menyelamatkan Aftran dari Visser Three sudah cukup mustahil. Sekarang setelah
Aftran selamat dan baik-baik saja Tunggu. Tunggu. Pikiranku sepertinya melambat dan jadi cepat dalam waktu bersamaan.
Aftran! "Sebentar aku balik," kataku pada Erek. Aku berlari keluar dari ruang operasi
dan menuju kandang Ax. Aku mengangkat Aftran dari tempat air minum dan berlari
kembali. Aku berhenti di tepi meja operasi. Aku membawa Aftran ke salah satu lubang
telinga Ax. Insting Yeerknya seharusnya membawanya ke dalam telinga.
Ya! Atran menggelincur turun dari telapak tanganku dan masuk ke dalam liang
telinga Ax. Aku memperhatikan tubuhnya yang keabu-abuan menghilang di dalam.
"Pintar sekali," kata Erek. "Kecuali..."
"Yeah. Ayo kita coba lihat dulu," jawabku.
Aku memandangi Ax. Menunggu.
Aftran pasti sudah mencapai otak Ax sekarang, pikirku. Waktu dia sudah mengambil
kontrol, dia pasti bisa bicara. Ya, kan"
Harus berhasil. Harus. Kalau tidak Jangan, aku memerintahkan pikiranku untuk berhenti. Aftran pasti bisa
mengatasinya. Tapi kenapa dia tidak bilang apa-apa" Kenapa lama sekali" Apa dia mengalami
masalah dengan otak Andalite" Apa penyakit Ax membuatnya sulit terkoneksi"
Kata Aftran dalam bahasa-pikiran Andalite.
"Aku disini. Kita berhasil lolos dari Visser Three. Kamu berada dalam temanku,
Ax," jelasku, berbicara secepat mungkin. "Ada kelenjar di kepalanya yang bisa
meledak kapan saja. Kalau meledak, dia mati. Bisa kamu beritahu aku dimana aku
harus memotong?" jawabnya. biasa melakukan ini. Aku punya beberapa ujung syaraf yang... tidak bisa merasakan
apa yang... tunggu!> "Apa?" Tanya Erek tegang."Tunggu apa?"

Aku mengambil pisau bedahku dengan tangan yang gemetaran. "Beritahu saja dimana
aku harus memotong."
Chapter 25 Aftran menerangkan. dengan bagian bawah telinga. Tepat di tengah.>
Aku memutar kepala Ax agar jadi lebih mudah. "Oke, aku akan memulai sayatan
pertama," kataku padanya. "Hati-hati di dalam sana."

"Thanks." Aku mengangkat pisaunya dan membawanya ke salah satu sisi daerah yang
dideskripsikan Aftran. Lalu aku memotong lurus sepanjang sekitar empat inci. Aku
bisa merasakan mata pisaunya bersentuhan dengan tulang tengkorak Ax.
Tapi itu artinya bagus. Aku memang harus memotong sedalam itu. Aku harus
menyingkirkan selapis kulit agar aku bisa bekerja pada tulangnya.
Segaris darah biru-kehitaman muncul. Perutku langsung jungkir balik. Aku menelan
ludah dan membuat satu potongan lagi yang tegak lurus dengan potongan pertama,
sekitar empat inci. "Hemostat!" Teriakku.
Benda itu berada di tanganku setangah detik kemudian.
"Yang lain. Oke. Retraktor. Bukan, bukan itu!"
Aku melipat kulit yang sudah terbuka itu ke atas.
"Selotip," kataku.
"Berapa panjang?" Tanya Erek.
"Tiga inci." Dia memberikan potongan selotip kain itu padaku. Aku menggunakannya untuk
menempel lipatan kulit tadi agar tidak mengganggu tulang.
bengkak, juga,> Aftran mengumumkan.
"Kamu bisa kontrol detak jantungnya?" Tanyaku. "Coba dipelankan?"
katanya.
"Kain kassa, Erek." Aku membuka tangan dan Erek meletakkannya disana. Aku
mengelap darah yang keluar dengan alat itu.
"Sekarang gergaji lubangnya. Ada di sterilizer."
"Ini." kata Aftran.
Afran terdengar gugup. Apa yang akan terjadi padanya kalau kelenjar Tria Ax pecah saat dia masih berada
dalam kepalanya" "Oke, tolong lap darah yang keluar sementara aku bekerja," kataku pada Erek.
"Tentu." Erek memberikan gergaji lubang itu padaku. Aku memosisikan gigi-gigi gergaji itu
di sekeliling tempat yang kuharap merupakan letak kelenjar Tria. Aku menyalakan
gergajinya beberapa kali.
Aku menariknya mundur, dan tulang berbentuk bulat ikut terbawa. Sekarang aku
melihat otak Ax secara langsung.
Keringat membanjiri dahiku dan mulai turun mengalir di pipi dan hidungku. Erek
mengelapnya sebelum keringat itu menetes ke otak Ax.
Aku tidak harus minta tolong pada Aftran lagi untuk bisa menemukan kelenjar itu.
Gampang dideteksi. Ungu gelap. Menonjol.
"Retraktor," kataku pada Erek. "Pisau bedah."
Jariku bergetar saat dia meletakkan kedua alat itu di tanganku. Kelenjar itu
terlihat siap pecah. Aku khawatir jika aku menyentuhnya, dia akan bocor.
"Pegang ini. Mata kiriku! Keringat!"
Erek menghapusnya dengan gumpalan kapas.
"Oke. Ayo lakukan," aku berbisik.
Aku menyelipkan pisau bedah ke bawah kelenjar itu dengan kehati-hatian yang
membuat tanganku gemetar.
Aku memotong. Kelenjar itu lepas. Aku melemparnya ke wadah besi.
"Oke." Aku memeluk tubuhku sendiri. Seluruh tubuhku gemetaran.
Jangan hilang kendali sekarang, pikirku.
Secepat yang kubisa, aku mengembalikan lingkaran tulang tadi ke tempat asalnya.
Akan menyatu kembali sendirinya. Aku melepas selotip yang menempel di kulit
kepalanya dan meratakannya kembali.
"Sekarang kita menjahit."
lapor Aftran.
"Salah satu hal terkeren yang pernah kulihat," kata Erek tertawa. "Padahal aku
sudah melihat banyak hal."
kata Aftran.
Chapter 26 "Apa yang salah?" Tanyaku. "Apa ada yang sakit?"
kata Aftran, suaranya tiba-tiba datar. dalam kepalanya.> "Ax, dengarkan aku. Yeerk ini Aftran. Dia menolongku menyelamatkan nyawamu,"
teriakku. Aftran memberitahuku. membiarkannya mati. Dia akan bunuh diri dengan pisaunya sebelum dia membiarkan
seorang Yeerk menghinggapinya.>
"Dia nggak ngerti," jawabku.
kata Aftran memaksa.
Sesaat kemudian, Aftran menggeliat keluar dari telinga Ax.
Ax langsung melompat berdiri dengan keempat kakinya di atas meja. Mata
pengintanya bergerak kesana kemari.
Teriaknya.
Aku memegangi kepalanya dengan kedua tanganku. "Stop!" Perintahku marah. "Kamu
harus diam sampai aku selesai menjahit kepalamu!"
Ax berbaring kembali dengan patuh. Tapi aku bisa melihat getaran-getaran kecil
menjalari tubuhnya. Kemarahanku menguap. Ax tadi benar-benar sakit. Lalu dia
sadar dan menemukan seorang Yeerk di kepalanya. Monster yang sudah membunuh
kakaknya. Tidak heran dia jadi panik. Dia mungkin mengira dia sudah ditangkap dan
dijadikan induk semang. "Kamu baik-baik saja," kataku menenangkannya. "Kamu berada di ruang operasi
ayahku. Aku menaruh Aftran di kepalamu. Dia yang mencari letak kelenjar Tria
itu. Dia menolongku melakukan operasi. Aku mengeluarkan kelenjarnya. Kamu sudah
melewati masa kritis."
Aku mengangkat Aftran, mengisi wastafel dengan air, dan memasukkannya ke dalam.
"Aku akan kembali dalam beberapa saat," janjiku. Walaupun dia sudah tuli lagi.
Buta, bisu. Tidak berdaya.
Aku berbalik pada Ax. Dia terus mengusap-usap telinganya. Aku tahu dia merasa
tidak dihargai. Jijik akan apa yang sudah kulakukan terhadapnya.
"Visser Three berencana menginterogasi Aftran malam ini," kataku lembut saat aku
kembai untuk menjahit sayatan di kepala Ax. "Dia tahu Aftran anggota gerakan
damai." katanya keras.
Aku melakukan jahitan terakhir. "Yeerk kotor itu menolongku menyelamatkan
nyawamu. Dan dia hampir memberikan nyawanya untuk kedamaian antara manusia dan
Yeerk. Dan sekarang, kecuali aku bisa memikirkan satu cara untuk
menyelamatkannya, dia akan mati kelaparan karena kekurangan sinar Kandrona."
Ax tidak merespons. Mungkin setelah dia istirahat sejenak, dia akan
memikirkannya. "Erek, bisa tolong bawa Ax kembali ke kandang kuda?" Tanyaku. "Dia akan butuh
sekitar beberapa hari untuk sembuh. Apa tidak terlalu lama untuk mempertahankan


Animorphs - 29 Penyakit The Sickness di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hologramnya?" Pelan-pelan Erek mengangkat Ax dari meja. "Kamu sedang bicara pada
orang yang membantu membangun piramid. Beberapa hari itu bukan apa-apa."
Aku tersenyum padanya. "Thanks. Aku nggak akan bisa melakukan semua ini tanpa
kamu." "Oh, kamu bisa. Tapi, sama-sama," jawabnya saat dia membawa Ax melewati pintu.
Aku duduk di kursi kecil tanpa lengan yang diletakkan ayahku di dekat meja. Aku
membawa tanganku memeluk lutut. Seluruh rasa takut yang dari tadi kutekan tibatiba menghantamku. Aku merasa tubuhku seakan mengempis.
Hanya reaksi yang tertunda, kataku pada diri sendiri. Kamu aman. Ax aman. Aftran
aman. Tidak benar-benar aman, sih. Yeah, aku membebaskan Aftran dari Visser Three.
Tapi dia akan mati dalam tiga hari.
Aku mendorong tubuhku berdiri dan bersandar di wastafel, memerhatikan Aftran.
Dia sudah melakukan hal yang tidak banyak orang bisa melakukannya. Dia sudah
mempertanyakan keyakinan yang dia bawa sejak dia lahir. Dan puncaknya, dia sudah
memilih untuk berbalik pada kaumnya sendiri.
Berbalik pada segala hal yang dulu dia percayai, untuk menjadi musuh dari orangorang terdekat baginya. Aftran sudah berkorban begitu banyak. Dia sudah pernah merasakan segala kekayaan
dunia kita yang berkilauan. Tapi saat dia yakin dia tidak punya hak untuk
mengontrol makhluk lain, dia cukup kuat untuk meninggalkan semua itu agar bisa
menyelamatkan nyawa seorang gadis kecil.
Dia kembali ke kolam Yeerk. Pasti rasanya seperti penjara terburuk sedunia
setelah apa yang dia alami dalam tubuh Karen. Tapi dia tidak membiarkan dirinya
tenggelam dalam kesedihan. Dia memilih untuk bertarung. Dia bertarung untuk
membebaskan kami semua. Aku mencelupkan tanganku ke dalam air dan menyelipkan Aftran dalam tanganku. Aku
meletakkannya di telingaku. Hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa bicara
padanya, dan aku harus berterimakasih atas segala yang telah dia lakukan.
Sesaat kemudian aku merasakan tubuhnya yang dingin dan licin menyentuh kulitku.
Telingaku geli saat dia memasukinya.
katanya langsung setelah
dia berhubungan dengan otakku.
Banyak sekali yang ingin kukatakan padanya, aku sampai tidak tahu harus mulai
dari mana. jawabku.
Dia tertawa. untuk menolong seorang Andalite...>
tambahku.
katanya menyetujui. Tapi lalu nada suaranya menggelap. sesuatu yang harus kamu lakukan untukku.>
ujarku spontan.
katanya simpel.
Jeritku.
lakukan. Kamu sudah melihat nasib mereka yang kekurangan sinar Kandrona. Aku
memintamu untuk tidak membiarkanku mengalami hal yang sama,> jawab Aftran.

Aku merasakan kerongkonganku tersumbat oleh isakan yang tidak keluar. Isakanku"
Atau Aftran" Mungkin isakan kami berdua.
Kami berdua. Aku jadi mendapat ide.
Kataku.
entah bagaimana kamu ketahuan, Visser Three akan tahu segalanya tentang temantemanmu dan gerakan damai kami. Kita semua akan hancur,> balasnya.
Dia pasti merasakan gelombang kesedihan dan kemuraman menjalari tubuhku.
kematian yang lebih buruk,> katanya lembut.
Chapter 27 "Ibuku sama sekali nggak memperbolehkan aku makan makanan padat sampai hari
ini," Rachel memprotes. "Padahal sudah empat hari aku sembuh."
Dalam perjalanan ke pantai, Jake, Rachel, Marco, Tobias, dan Ax sedang mencoba
membandingkan siapa yang mendapatkan pengalaman terburuk saat mereka semua jatuh
sakit. Tanya Tobias sambil
melayang di atas kepala kami. hewan betulan apa bukan. Dia mencoba mendorong satu pil masuk ke ->
"Yeah, well, ayahku membelikan aspirin bayi dari apotik. Aspirin bayi!" Kata
Marco jijik. "Kayak, yang buat bayi itu."
"Ada Yeerk dalam kepalaku," kata Ax, masih tercengang. Tentu saja dia berada
dalam morf manusianya. "Di kepalaku. Ke-pala."
Aku tidak terlalu mengacuhkan kontes protes teman-temanku. Aku sedang menikmati
pasir yang hangat di sela-sela jari kakiku. Dan bau garam dan suara lembut
lautan. Tidak ada pengalaman selain masuk ke kolam Yeerk yang bisa membuatmu bergitu
menghargai kehidupan dan kebebasan.
"Disini tempat kita ketemu Aftran?" Tanya Jake.
"Uh-huh. Saat aku morf jadi lumba-lumba dan mengunjunginya tadi pagi, dia bilang
sudah waktunya dia jalan terus. Tapi dia ingin mengucapkan selamat tinggal,"
jawabku. "Lihat saja disana." Aku menunjuk pada air yang berwarna birukehijauan. "Aku nggak lihat apa-apa," ujar Marco.
Tobias menimpali.
Kami berputar. Aku memandangi laut dan menemukan satu daerah penuh busa. Lalu
air memuncah dan muncullah satu sirip raksasa.
Seekor paus bungkuk pun melompat. Sepenuhnya keluar dari air. Tetesan-tetesan
air bercipratan di sekelilingnya seperti komet yang bercahaya.
Seharusnya gambaran itu masuk ke dalam kamus, dengan pokok bahasan keindahan.
Dan kebahagiaan. "Kita membuat keputusan yang benar," kata Jake. "Lebih baik daripada terakhir
kali kita menggunakan kubus biru itu."
"Sulit juga sih untuk melakukan kesalahan yang lebih buruk," kata Marco. "Yang
penting. Visser Three nggak akan bisa menemukan Aftran sekarang."
Pada hari kedua Aftran keluar dari kolam Yeerk, semua anggota kami cukup kuat
untuk menghadiri satu rapat pendek. Kami semua setuju bahwa kami tidak bisa
membiarkan Aftran mati. Jakelah yang menemukan cara untuk menyelamatkannya.
Dia mengusulkan untuk memberinya kemampuan morf, dengan syarat dia memilih satu
morf dan tinggal dalam tubuh itu selama-lamanya. Lebih aman kalau begitu. Lebih
aman bagi semuanya. Seperti yang kukatakan, keputusan itu disetujui oleh semuanya.
Aftran melompat sekali lagi dalam siraman cahaya. Aku merasa seakan hatiku juga
ikut melompat bersamanya.
"Whoa! Lompatan bagus!" Kata Marco sepenuh hati.
Rasanya menyenangkan. Kami semua bersama-sama lagi. Hidup. Baik-baik saja. Dan
Aftran bebas. Betapa ajaibnya itu semua"
lapor Tobias.
"Dia pasti merasa seperti di surga," kataku. "Bisa bayangkan tinggal di laut
setelah tinggal di kolam Yeerk" Dan dalam tubuh itu - cepat, kuat, bisa melihat,
mendengar, merasa dan berkomunikasi."
"Aku yakin dia akan rindu pertempuran," tambah Rachel.
"Dia sudah melaksanakan tugasnya," ujar Jake.
Pikiranku kembali pada saat aku menizinkan Aftran untuk memasuki kepalaku. Satu
keputusan, begitu banyak akibat.
Aku menangkap basah Jake memerhatikanku.
"Apa?" Tanyaku.
Dia mengangkat bahu. "Bertanya-tanya apa yang lagi kamu pikirkan."
"Nggak dalam-dalam amat," kataku. "Cuma..."
"Cuma apa?" "Cuma, setelah bertarung sekian kali, kita benar-benar memenangkan yang satu
ini." Dia mengangguk. "Kadang kita memang menang," dia menyetujui. "Kali ini"
Kali ini, Cassie, kamu yang menang."
END Translated by Nat. 2009 ginger_shive@yahoo.com Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Pedang Angin Berbisik 12 Suro Bodong 01 Pedang Jitu Sakti Si Pemanah Gadis 10

Cari Blog Ini