semacam perintah konkrit.
Visser One baru saja menyentuh rahasia terbesar kami.
Dia tahu. Hanya ada satu alasan mengapa sekelompok petarung Andalite bawah tanah mau
membiarkan lebih banyak korban Hork-Bajir yang berjatuhan daripada manusia :
Pasukan Andalite itu bukan Andalite.
Seorang manusia akan mengasihani nyawa manusia lainnya.
tentang garis lurus dari A ke B.
Sekarang tentang bertahan hidup. Tak ada yang boleh tahu kebenaran sesungguhnya
tentang kami. Hal itu akan memusnahkan kami.
Tidak ada yang boleh tahu apa kami ini, dan tetap bertahan hidup.
Chapter 20 Visser One mengemudi seperti wanita gila. Audinya menembus medan tikungan bagian
luar gunung dengan kecepatan yang bisa dibilang tinggi pada jalan tol.
Gulungan Lifesavers peppermint itu sekarang menjadi masalah besar. Dengan setiap
belokan tajan atau rem mendadak benda itu akan berputar tiba-tiba, bagaikan
batang redwood yang longsor pada kami.
memang pengemudi yang liar. Ayahku selalu jadi kacau karenanya. Yang ini adalah
si Yeerk mengendalikan otak induk semangnya.
Rachel.
mencoba berbaik hati. Aku tertawa sendiri. Ketika Rachel mulai mencoba berbaik hati, keadaan
sebenarnya sedang sangat buruk.
Visser One berbelok keras ke kanan dan mobil mulai bergoncang-goncang.
Lebih daripada itu. Karpetnya melonjak di belakang kami. Kami menggunakan kaki kecoa kami sebagai
penyerap goncangan, tapi ada terlalu banyak goncangan untuk diserap. Getarangetaran ganas yang diterjemahkan oleh otak kecoa sebagai bahaya.
Tiba-tiba, dengan baik hati, mobilnya berhenti.
"Aku telah mengikuti semua petunjukmu, Andalite," katanya.
Kata terakhir dikatakan sambil setengah tertawa.
"Beritahu itu pada orang bodoh di mall tadi!"
Visser One keluar dari mobil dan membanting pintunya. Kami menunggu sampai sang
Visser selesai mengeluarkan barang-barangnya dari truk, memakai boots hikingnya,
syal, sarung tangan dan mulai menyusuri jalan setapak.
merayap keluar dari bagian bawah jok ke karpet belakang mobil. Dia langsung
memulai proses demorfing, bertumbuh, tergelincir, bergeser untuk mempertahankan
bagian tubuhnya yang bermutasi itu dari resiko terjepit di tempat sempit
tersebut. Bagian tubuh paling besar yang bisa kulihat darinya itu kakinya. Penglihatanku
penuh olehnya. Telanjang, tentu saja. Kami tidak pernah bisa mempelajari cara
mengikutkan sepatu dalam proses morf.
Lalu kepalanya mencuat dari bangku belakang. "Oke," ucapnya. "Kita aman. Untuk
sekarang."
Rachel mencoba menurunkan kaca jendelanya. Tapi tentu saja mobilnya sedang mati,
dan Visser One sudah mengambil kuncinya. Jadi dia memecahkan kaca jendela
penumpang. Dia morf menjadi elang kepala botak dan melayang pergi, berlomba ke
posisinya yang seharusnya.
Kalau Tobias tidak berhasil sampai ke sana, Rachellah yang akan. Kalau mereka
berdua sampai ke sana, jauh lebih bagus.
Cassie, Jake dan aku menyebar di dalam mobil dan mulai demorf. Kalau kami semua
tinggal dalam satu tempat dan demorf kami akan berakhir sebagai ikan sarden.
Aku demorf di kursi penumpang. Kepalaku muncul dari gumpalan mengerikan
exoskeleton serangga. Aku bisa melihat lewat kaca pengemudi. Benar-benar
melihat. Seperti manusia.
Visser One suda memilih tempat parkir yang agak jauh dari tempat parkir mobilmobil lainnya. Berita bagus dan buruk bagi kami. Tidak ada yang akan
memerhatikan kami kalau mereka sedang berjalan menuju mobil mereka. Tapi kami
akan harus berjalan jauh dan panjang menuju awal jalan setapak.
Aku melihat sekeliling. Rachel baru saja terbang melewati pepohonan terdekat.
Aku melihat Visser One berjalan cepat menuju jalan setapak. Ibuku itu selalu
menjaga kesehatannya. Walaupun dia lebih suka mendayung, bukan hiking.
Jake berada di kursi pengemudi. "Oke. Ayo langsung morf burung. Orang-orang
jahatnya nggak akan berada jauh di belakang kita."
"Atau jauh di depan kita juga," kataku, mengangguk ke arah sosok Visser One yang
mulai menghilang. "Satu per satu kalau nggak kita akan kelihatan habis pulang dari rapat burung
pemangsa," kata Cassie.
Aku mulai morf jadi osprey. Akulah yang berada paling dekat ke pintu. Beberapa
menit kemudian aku sudah diselimuti oleh bulu dan cakar. Aku mengepak melewati
pintu, mendarat di aspal, dan langsung merentangkan sayapku ke udara.
Aku belum sampai sepuluh kaki di udara sebelum aku melihatnya : limusin hitam
dan panjang. Limusin itu sedang memasuki lapangan parkir.
Tidak ada orang yang pergi kemping atau hiking menggunakan limo.
mengepak, mengepak, mengepak di udara mati, merasa sangat menyolok.
Bukannya sama sekali tidak ada burung pemangsa di hutan. Tapi sekarang Visser
Three sudah tahu bahwa dia harus berhati-hati pada elang dan rajawali.
Ban limusin itu berdecit ketika dia berhenti, menyemburkan debu aspal kemanamana. Di belakangnya, berderet tiga SUV besar.
Jendela limo itu diturunkan. Aku berada sekitar tiga puluh kaki, empat puluh
kaki di atas Audi. Sebuah tangan menjulur keluar dari jendela limo. Mata osprey bisa melihatnya
dengan jelas. Melihat dengan jelas tangan itu sedang memegang benda apa.
TSEEEEW! Sinar Dracon ditembakkan. Bagian depan Audi itu berdesis, terbakar, dan terurai.
TSEEEEW! Ka-BOOM! Bola api meledak dari tangki bensin Audi. Seisi mobil, setidaknya apa yang
tersisa dari mobil itu, terlontar ke atas, berputar setengah lingkaran di
tempat, dan mendarat di aspal.
Cangkang itu terbakar hangus bahkan sebelum menyentuh tanah.
Chapter 21
Tapi Rachel sudah berada jauh dari jangkauan bahasa-pikiran.
Slam! Slam! Slam! Pintu-pintu terbuka dan tertutup dan para Pengendali-manusia berkumpul di
sekitar SUV. Sepatu-sepatu boots menghantam aspal.
Chapman memanjat keluar dari limo dan bergabung dengan orang-orang di sekitar
SUV. Dan akhirnya, keluarlah seorang manusia yang sebenarnya bukan manusia.
Visser Three dalam morf manusianya.
Dia melihat sekeliling, hampir tidak melirik onggokan berantakan mobil itu.
Seorang penjaga tempat parkir berlari keluar dari Visitors' Center.
Sang Visser menelengkan kepalanya.
TSEEEEW! Si penjaga berdesis dan menghilang.
Lalu, aku merasakan pandangan dingin itu mengarah padaku. Dengan jarakku
sekarang suaranya terdengar sayup-sayup. Kalau aku masih jadi manusia aku takkan
pernah bisa mendengar vonis kematianku.
"Burung itu," ujarnya. "Bunuh burung itu."
TSEEEEW! TSEEEEW! Di sebelah kiriku! Di sebelah kananku!
Sinar Dracon membakar udara lewat kedua sisi tubuhku.
Dua detik baginya untuk kembali membidik. Satu, seribu... Dua, dua ribu...
Aku bertolak ke kiri. TSEEEEW! TSEEEEW! Tembakan meleset, jauh ke salah satu sisi. Dan sekarang aku sudah berada lebih
jauh dari sana. Pohon terdekat hanya lima belas kaki jauhnya.
TSEEEEW! TSEEEEW! Tepat di depan mukaku ranting-ranting membara dalam api.
Aku dibutakan oleh cahaya, kehilangan kecepatan dan jatuh. Aku menggunakan
momentum kejatuhanku untuk melenting keras mengelilingi batang pohon dan
meluncur liar, hanya beberapa inci dari jarum-jarum pinus.
Yeerk-Yeerk itu tidak akan lagi bisa menembakku. Tidak sekarang.
Ya, Tuhan. Jake! Cassie! Mobil yang terbakar itu membara dalam otakku. Kulit aluminiumnya sudah menguap,
tak meninggalkan apapun kecuali kerangka mobilnya. Mantan aluminium dan api.
Dan, walau aku belum melihat mereka kecuali dalam imajinasiku, ada tulangbelulang teman-temanku yang berdesis dan berkeretakan.
Sekarang apa" Aku bertanya pada diri sendiri. Apa sekarang"
Rencananya. Apa masih ada rencana"
Aku mencoba berpikir. Tapi aku tidak lagi bisa melihat garis yang lurus dan
terang itu. Api memenuhi pandanganku.
Visser Three. Aku sudah begitu sibuk mengkhawatirkan Visser One sampai aku lupa
dialah musuh utama kami. Aku sudah berkeinginan mengerjai dan mengusili dan
mengalihkan perhatian Visser One menuju kecerobohan. Tapi aku sudah mengerjai
diriku sendiri. Visser Three akan menang. Dia akan membunuh ibuku. Tapi dia sendiri tidak akan
mati. Dia akan membunuh ibuku, dan dia sendiri tidak akan mati. Aku telah merencanakan
pembunuhan ibuku sendiri oleh musuh terbesarku.
Jangan. Jangan. Jangan sampai terjadi. Aku harus berpikir. Harus berpikir.
Tobias, mungkin. Rachel, mungkin. Merekalah langkah selajutnya.
Ax. Dimana Ax" Membersihkan tempat para pekemah" Mengawasi lokasi sekitar"
Di mana" Apa yang sedang mereka lakukan" Bagaimana...
Tunjukkan padaku garisnya, pintaku. Tunjukkan padaku jalan dari A ke B.
Teman-temanku. Ibuku... Semuanya salahku. Dan sekarang aku tersesat. Tak ada lagi yang bisa dilaukukan
kecuali berdiri dan menonton drama mengerikan itu mengalir.
Tidak. Tidak, kata suara buruk dari dalam kepalaku. Garisnya masih terang dan
jelas. Rencananya masih bekerja. Jika Ax dan Erek sudah melakukan tugas mereka
rencananya masih dapat bekerja.
Hanya satu hal yang harus diubah. Aku harus menggantikan peran Jake.
Chapter 22 Aku terbang menuju tempat kami seharusnya berkumpul. Aku melewati Visser One di
tengah jalan. Dia masih bergerak cepat menuju bukit. Sudahkah dia mendengar
ledakannya" Apa dia merasakan ketakutan mengikis dirinya, ketakutan bahwa
kematian sedang merayap di belakangnya"
Atau apa dia sedang dipenuhi gairah" Apa dia menjadi senang dan bersemangat
karena pikiran bahwa dia akan membunuh musuhnya, akan menghapus eksistensi para
Hork-Bajir merdeka, akan bertahan hidup dan menari di atas makam Visser Three"
Aku memacu diriku jauh ke depan. Aku pergi ke lahan terbuka setengah jalan
menuju gunung. Ada sekumpulan tenda kecil bagi para pekemah di bagian tepi lahan
tersebut. Ax, menggunakan kemampuan morfnya, seharusnya sudah menakut-nakuti
mereka keluar dari daerah ini.
Kami tidak mau orang tak berdosa terperangkap dalam pertarungan. Tidak mau para
penonton terluka. Itulah rencana kami.
yang telah kau perbuat bersama garis terang dan jelasmu itu.>
Api unggun meliuk-liuk di bawah. Dalam satu tenda dua kantong tidur disebar di
atas tempat tidur bertingkat. Dua tas punggung disandarkan ke dinding. Para
pecinta alam ini sudah pergi dengan terburu-buru.
Ax sedang bertugas. Mungkin. Atau mungkin pasukan Visser Three sudah datang
duluan dari arah sini. Lebih banyak lagi orang tak berdosa. Mati, atau hanya
ketakutan" Kami telah memilih Wilswood Trail karena tempat itu tidak populer.
Pemandangannya tidak terlalu bagus. Tidak akan menjadi tempat para tukang pamer
memajang barang-barang Timberland mereka.
Dan juga, sekitar satu mil di atas, kami bisa memotong jalan setapak dan pergi
menyeberangi medan yang bisa mengurangi jumlah para pengejar.
Aku melihat Visser One berusaha menaiki lereng, berkutat dengan gravitasi yang
dapat dengan mudah kutolak. Wajah cantiknya dipenuhi tetesan keringat. Paruparunya tersengal-sengal.
Itu juga merupakan rencana. Terlalu diburu waktu, terlalu ketakutan, terlalu
lelah untuk berpikir. Tapi dia sudah tahu terlalu banyak. Dia sudah menebak
sesuatu yang tidak dapat ditebak Visser Three.
Aneh, sesat, mungkin. Tapi aku bangga padanya. Seakan-akan ibukulah, bukan si
Yeerk di kepalanya, yang telah menembus rahasia terdalam kami.
Aku mendapat angin ke atas dan melayang tinggi di udara. Naik ke udara yang
bersih, begitu bersih. Aku ingin tetap terbang. Ingin sekedar mendapatkan embusan dan melayang pergi
dan meninggalkan semuanya di belakang. Tapi bagaimana aku bisa" Bagaimana aku
bisa, sementara mungkin Jake dan Cassie sudah tiada.
arti.> Aku naik tinggi dan mencoba mencari jalan setapak. Tapi bahkan mata
osprey tidak bisa menembus rimbunnya lebat hutan. Aku tidak bisa melihat Ax atau
Tobias atau Rachel. Jauh, jauh di bawah di bagian awal jalan setapak, Visser Three masih berada
dalam morf manusianya. Dia bergerak lancar menaikinya. Selusin pasukan
bersenjata di depannya, selusin pasukan bersenjata di belakangnya.
Tapi satu orang berada paling depan, seorang diri, berjalan amat cepat. Dia
memakai jaket kamuflase dan jeans biru. Topi kamuflasenya ditarik turun,
menutupi sebagian besar rambut merahnya.
Dari caranya berjalan dia adalah seorang atlit atau penjelajah yang sangat
berpengalaman. Dia meninggalkan jalan setapak dan masuk ke medan alam.
Antara jalan lebih awal untuk menembak kepala Visser Three. Atau jalan lebih
awal untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Aku harus waspada pada si Rambut-merah. Dia membuatku gugup.
Aku tahu apa yang kulihat bahkan belum sampai sebagian kecil dari keseluruhan
pasukan Visser Three. Aku tahu langit di atasku dipenuhi oleh pesawat Bug
Fighter tak kasatmata. Dan mungkin pesawat Blade juga. Belum lagi pasukanpasukan setia Visser One.
Pembantaian ini belumlah berhenti. Akan mulai lagi saat Visser Three sudah yakin
Animorphs - 30 Reuni The Reunion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang tujuan utama Visser One. Saat semua pasukannya sudah tak terselubung
lagi. Saat dia sudah yakin akan kemenangannya.
Aku memutar balik ke arah tempat kemping. Visser One sudah diperintahkan untuk
menunggu disana. Aku melayang turun, meluncur tersembunyi, tersembunyi dari
pandangan sang Visser. Aku mendarat di cabang-cabang tengah pohon pinus yang
tinggi. Barulah aku melihat sosok seram Hork-Bajir, berdiri tegap dan kaku. Begitu kaku
sampai bisa dikira sebuah patung.
Aku menolehkan kepalaku ke atas. Sosok setinggi tujuh kaki, dengan pisau-pisau
menempel di tubuhnya itu duduk nyaman dua puluh kaki di bagian atas batang
pohon.
Aku tidak menjawab. Tidak bisa.
Aku tidak bisa. Tidak bisa mengatakannya.
Chapter 23 Kami menunggu. Sunyi. Berbahaya.
Aku kenal Rachel. Aku tahu dia maunya bertindak, bukan bersandiwara. Aku tahu
dia akan meledak dengan provokasi sekecil apapun.
Aku kenal Tobias. Aku tahu saat dihadapkan dengan begitu banyak kesedihan dia
akan berlari pergi dari sisi kemanusiaannya. Aku tahu dia sekarang berlaku
paling seperti elang daripada sebelumnya, walau tubuhnya tubuh Hork-Bajir.
Dan memangnya apa yang bisa kukatakan pada mereka" Apa yang bisa kukatakan untuk
memimpin mereka" Atau mengontrol mereka"
Tak ada. Karena aku mengenal diriku sendiri juga. Aku tahu aku begitu ketakutan
dan frustasi dan isi hatiku serasa digerogoti habis-habisan. Aku tahu aku sedang
mencoba memfokuskan segala konsentrasiku, segala pikiranku pada rencananya,
rencananya, rencananya, menutup segala pikiran yang lain.
Aku tak punya apapun untuk dikatakan pada Rachel atau Tobias. Mereka boleh
melakukan, atau tidak melakukan , apapun yang mereka mau.
Visser One berjalan mondar-mandir gelisah di tempat kemping yang tak berpenghuni
itu. Aku memandangnya seperti Rachel memandangnya : musuh. Salah satu Yeerk
pengganggu yang sudah berhutang nyawa sepupu dan teman terbaiknya.
Dia berada selusin kaki jauhnya, dua langkah panjang jauhnya, dari pisau-pisau
Hork-Bajir Rachel. Rachel berjalan ke lahan terbuka.
Tobias menjatuhkan diri dengan mudah dan mendarat dengan kaki T-Rexnya.
Ibuku... Visser One... mengayunkan tasnya ke depan dan memasukkan tangannya ke
dalam. Senjata Dracon sudah berada di tangannya dalam sekejap.
Aku bernafas kembali. Rachel membiarkannya hidup. Untuk sekarang. Walau Visser One sudah bergerak
secepat dia bisa, tangannya takkan pernah bisa mencapai tasnya kalau Rachel
tidak ingin dia berbuat bergitu.
"Kau..." kata Rachel, berjalan ke depan dan berbicara menggunakan suara HorkBajir. "Dimana teman Andalite?"
"Teman-temanmu baik-baik saja, Maska Fettan," jawab sang Visser.
"Namaku. Kamu tahu aku," kata Rachel, terdengar lega. Lalu, dia mengerinyit
pelan-pelan. "Teman Andalite bilang sandi. Semua harus ucapkan sandi." Penglihatanku
menangkap sebuah gerakan yang begitu kecil, hanya elang yang dapat melihatnya.
Si Rambut-merah. Hanya rambut merahnya yang tertutup sekarang oleh masker ski
kamuflase yang dia tarik menutupi wajahnya.
Dia berada di antara semak-semak. Cukup dekat untuk dilihat. Tidak cukup dekat
untuk didengar. Satu senjata Dracon di tangannya. Tapi dari caranya memegangnya,
benda itu untuk perlindungan diri, bukan untuk menyerang.
"Kebebasan sekarang, kebebasan selamanya," ujar Visser One dengan cengiran geli.
"Ya," Rachel tersenyum dengan ekspresi yang bisa kau sebut senyum bahagia HorkBajir. "Kamu teman."
"Ya. Aku adalah teman semua Hork-Bajir merdeka," sang Visser sudah tak bisa lagi
menahan diri membentuk muka ibuku menjadi senyuman girang. "Bagaimana keadaan
kolonimu, Maska Fettan?"
"Baik, baik! Semua bebas sekarang. Semua senang. Banyak kulit pohon buat
dimakan," jawab Rachel.
"Bagus sekali. Aku senang mendengar kulit pohonnya enak," kata Visser One,
mencibir menghina. "Sekarang, bawa aku ke kolonimu, seperti yang sudah
diberitahukan." "Kamu jadi burung. Terbang. Manusia jalan lambat."
"Sayangnya, aku sedang sakit," kata Visser One. Dia terbatuk kecil. "Aku sedang
tidak bisa morf sekarang. Aku harus berjalan sebagai manusia."
"Manusia lambat," Tobias mempertegas dengan kesan redup Hork-Bajir yang amat
nyata. "Ya, ya, memang repot sekali," Visser One hati-hati menyetujui. "Aku harap aku
bisa jadi burung dan terbang, tapi karena hal itu tidak mungkin, mungkin kalian
berdua para jenius, bisa menuruti perintah yang sudah diberikan pada kalian."
"Teman Andalite bilang, bawa dia ke koloni," kata Tobias.
"Ya," Rachel menyetujui.
"Di atas sana," Tobias menunjuk ke arah berlawanan dengan jalan setapak. Dia
menujuk ke atas puncak gunung batu yang tinggi dan tandus. "Di atas sana ada. Di
atas sana teman Andalite sembunyikan koloni."
Puncak gunung batu yang gundul. Tempat sempurna sebagai panggung dari
pertarungan yang harus melibatkan kekuatan darat dan udara. Tempat sempurna bagi
para Animoprh. "Di atas sana?" Visser One berkata perlahan. Matanya menyipit. "Hologram.
Perisai pelindung" Ya, tentu saja. Beberapa interloper manusia, dan kamuflase
dan medan gaya akan mengehentikan mereka. Pasti akan bekerja. Jurang yang dalam
dan sempit, hampir pasti. Tak terlihat dari bawah karena terlalu tinggi. Mudah
disamarkan dari udara atau ruang angkasa dengan penghitung-ukuran Andalite.
Energi yang terpakai pasti akan sangat banyak, tapi bukannya tidak bisa
dikontrol..." Kalau bisa aku akan tersenyum. Ya, Visser One, persis seperti apa yang
kuharapkan harus kaupikirkan.
Selamat datang di OK Corral, Visser One.
Chapter 24 Aku sudah melihat cukup banyak. Visser One sudah terperangkap. Sejauh ini.
Rachel dan Tobias akan menangani sisa pendakiannya. Kemungkinan besar Visser One
tidak akan mencoba melukai kedua Hork-Bajir sebelum mereka menunjukkan jalan
menuju koloni. Kemungkinan besar, tapi bukannya mustahil. Dia bersenjata. Dan aku tahu seperti
apa sifat Visser One. Dingin. Kejam. Memakai wajah ibuku - wanita yang sudah
mengajarkanku soal tawa - benar-benar ironi yang menjijikkan.
(Marco merujuk ke lagu yang dinyanyikan Alanis Morisette : Ironic (1995). )
Pendakian ini akan memakan waktu berjam-jam. Tobias dan Rachel akan harus bisa
menyelinap pergi kapanpun mereka butuh demorf dan remorf. Jika Ax berada di
dekat mereka, pada posisinya, pasti bisa berjalan lancar. Dia akan jadi
cadangan. Seorang Hork-Bajir terlihat mirip dengan yang lain, tapi pergantian
tempat ini lebih sempurna daripada itu. Beberapa minggu yang lalu, dalam sebuah
kunjungan ke koloni Hork-Bajir merdeka, Ax telah mendapatkan DNA Hork-Bajir yang
sama dengan yang didapatkan Rachel. Bahkan tak akan ada Hork-Bajir yang dapat
melihat perbedaannya. Aku melayang kembali ke perbukitan. Kembali pada Visser Three dan Pengendalipengendalinya. Pasukannya makin bertambah. Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa sampai ke sana,
tapi sepasukan Hork-Bajir sedang bergerak menaiki bukit dari sisi kanannya,
berayun menerobos pepohonan dan berbaris di jalan lapang. Aku menghitung ada
tiga puluh sebelum aku capek menghitung.
Hal ini akan membuat semuanya makin merepotkan. Aku sudah berharap untuk
mengisolasi kedua Visser. Visser One, siap dengan tali dan pitonnya, akan bisa
memanjat ke atas. Begitu juga dengan Visser Three yang dengan gampang morf menjadi makhluk
tertentu. Batu yang bergerigi dan telanjang itu akan menahan para Pengendalimanusia. Tapi Hork-Bajir kuat. Dan, berdasarkan penuturan seorang Hork-Bajir
yang kami ketahui, mereka datang dari planet di mana kehidupan eksis sepenuhnya
di antara jurang-jurang dahsyat yang curam.
Para Pengendali Hork-Bajir akan dapat menyusul Rachel dan Tobias. Hanya beberapa
Bug Fighters bisa muat dalam tempat yang sempit seperti itu, jadi keseimbangan
kekuatan di tanah penting.
Terlalu banyak kekuatan pada pihak Visser Three dan dia akan menang tanpa harus
menderita. Dan sekarang kartu As, yaitu kami, para Animorphs, sudah berkurang.
Tiga puluh Hork-Bajir dan selusin Pengendali-manusia, ditambah Visser Three.
Lebih daripada yang dapat kami tangani.
Jauh di bawah jalan setapak, Rambut-merah bergabung dengan Visser Three. Jadi
sekarang Visser Three tahu bahwa Visser One sudah berkomunikas dengan kedua
Hork-Bajir. Apa dia akan bisa menyusun semua kepingan ini" Apa Visser Three bisa menyadari
bahwa kedua Hork-Bajir itu merdeka" Bahwa Visser One sedang menuju ke koloni
mereka" Waktunya hampir tiba untuk merubah morf. Udaranya tipis, tak ada termal di
ketinggian seperti ini. Terbang merupakan kerja keras. Dan sebentar lagi aku
akan menarik perhatian terlalu banyak.
arah yang benar.>
untuk menjebak ibunya sendiri!" Kita ini buang-buang waktu, Marco, terbang saja
ke suatu tempat. Pergi dari area ini jadi kamu nggak harus lihat apa yang aku
mau->
Aku tidak percaya apa yang baru saja 'kudengar'. Tobias tidak pernah berselisih
dengan Rachel. Sepertinya Rachel juga terkejut.
Sementara itu aku bisa melihat Visser One merangkak di bebatuan, memanjat,
berayun pada akar-akaran dan cabang-cabang rendah. Dan Tobias serta Rachel
berada bersamanya, satu di depan, satu dibelakang.
berdiam diri setelah itu.
Aku menyingkirkannya dari pikiranku. Lagipula dia benar. Rencana ini mulai
hancur berantakan. Aku butuh bantuan.
Dimana Ax" Dimana Andalite itu"
Chapter 25 Aku sudah morf lama sekali. Aku akan mengecek Visser Three sebentar, lalu
meninggalkan wujud osprey ini.
Visser Three sendiri masih berada dalam kelompok Pengendali-manusianya. Mereka
makin melambat, kelelahan berjalan dengan sepatu santai mereka.
Tapi sang Visser tak peduli lagi soal sepatu. Wujudnya sudah kembali berubah
menjadi induk semang Andalitenya. Sekarang dia adalah rusa yang gesit dan
berbahaya. Tak ada yang berkeringat lebih banyak daripada Chapman. Aku hampir saja merasa
kasihan padanya. Tapi tidak terlalu kasihan. Kalau segalanya berjalan lancar,
sekolahku akan butuh wakil kepala sekolah baru minggu depan.
Aku berputar-putar di belakang mereka, menghindari perhatian sebaik yang kubisa.
Aku mengudara cukup dekat untuk mendengar beberapa potongan percakapan.
Beberapa sangat menarik. "Bunuh saja Visser One sekarang," dorong Chapman, menarik nafas seperti ikan
keluar dari air. "Sebelum mereka meloloskan diri."
bergabung dengan mereka, dia pasti mau membuktikan eksistensi mereka pada Dewan
Tiga Belas dan menjatuhkan reputasiku. Aku akan menangkapnya dan para kriminal
Hork-Bajir itu!> "Tapi, Visser, dengan tubuh manusia ini, tanpa perlengkapan, kami mungkin tak
akan bisa mengikuti Anda," kata Chapman penuh hormat.
tertahan menuju kemenanganku!>
Seakan terdorong oleh mood toleran Visser Three, seorang Pengendali-manusia
membuat kesalahan menyatakan sebuah opini.
"Sulit untuk percaya bahwa para induk-semang Hork-Bajir ini membuat sebuah
koloni tepat di bawah batang hidung kita. Bagaimana bisa -"
Pisau ekor Andalite melecut dan berhenti, bergetar, menekan kaki kanan orang
itu. "Tidak, saya - " pria itu memelas. "Saya tidak bermaksud mengkritik! Tidak!"
"Visser, kita membutuhkan semua orang yang dapat menembakkan senjata," Chapman
menyela.
Orang itu hampir punya waktu untuk menghela nafas lega. Lalu Visser Three
melecutkan ekornya lagi. Lengan kanan pria itu jatuh ke tanah.
dengan kita sebentar lagi. Dan armada sudah siap. Kalian menyusul setelah tubuh
lemah kalian itu bisa melakukannya. Aku memiliki morf yang sangat cocok untuk
tantangan ini.> Sementara bawahannya menonton, Visser Three mulai morf.
Squeeeesh! Kepala Andalitenya memipih menjadi piring terbang seperti di B-movie.
(B-movie = Film layar lebar berdana rendah. )
Mata utamanya tertutup dan tersegel. Mata pengintainya bertahan tapi menjadi
bertambah tebal. Bola matanya menonjol dan memerah. Kaki-kaki berengsel banyak
bermunculan dari sisi tubuhnya. Satu, dua, tiga - enam, totalnya, menggantikan
kaki dan kuku Andalitenya yang menghilang.
Bulu biru-kecoklatan Andalitenya seakan terserap ke dalam dirinya, seperti
terhisap ke dalam. Yang tersisa hanyalah kulit atau cangkang transparan tanpa warna yang spesifik.
Kaki-kaki itu memanjang, menjadi tinggi dan ramping, hampir seperti laba-laba.
Dua kaki depan berakhir menjadi cakar. Empat kaki belakang berakhir menjadi
tiang tajam dan berduri. Lalu, di depan mataku yang terkejut, cangkang itu mulai berubah. Dari warna
transparan yang memerlihatkan bayangan samar-samar biru, merah, dan oranye organ
dalamnya, menjadi hijau dan coklat.
Menjadi warna hijau persis seperti pepohonan di sana. Coklat seperti jalan
setapaknya.
Kepiting darat sang Visser yang mengerikan hampir tak terlihat, bahkan untuk
ukuran mataku. Warna dan pola cangkangnya berubah secepat dia berjalan.
Oke, Marco, kamu tahu dia akan morf jadi sesuatu yang berbahaya. Rencananya
masih cocok. Tentu saja aku tidak tahu dia akan jadi hampir mustahil untuk terlihat.
Animorphs - 30 Reuni The Reunion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Chapter 26 Aku mendarat dan demorf jauh dari jalan setapak.
Rasanya aneh untuk berada di sini, begitu tinggi. Suasananya begitu tenang.
Beberapa burung bernyanyi. Hembusan angin membuat rerumputan tinggi bergesek.
Pohon-pohon mendesah. "Aku tinggal piknik saja disini," kataku, berbicara hanya karena ingin mendengar
suaraku sendiri. "Beberapa kerpik kentang. Sandwich ham."
Jake dan Cassie, terbakar di SUV Visser One.
Ax menghilang. Ibuku... Aku bisa saja berlari pergi. Meninggalkan kota. Tak pernah kembali. Aku memiliki
kekuatan. Aku bisa meloloskan diri. Aku bisa pergi ke Hollywood. Atau Perancis. Suatu
tempat. Marco Perancis. Aku suka itu. Apa ada Yeerk di Perancis" Aku tak peduli. Aku tak
akan ambil pusing soal mereka lagi.
"Ya, Tuhan," aku mengerang. Aku menutup mukaku dengan kedua tanganku.
Kepalaku terlonjak ke atas. Aku memandang sekeliling, kebingungan, sampai aku
melihat seekor northern harrier melayang di angin lembut.
"Ax?" Aku berkata, walau dia tidak bisa mendengarku.
"Mereka bukan menitku, dasar alien bodoh, itu menit setiap orang!"
Tapi aku sedang sibuk berubah. Bukan menjadi osprey. Kegunaan sayap sudah
berkurang sekarang. Hanya saja aku masih harus bisa menghindar dari para
manusia, Hork-Bajir, dan makhluk aneh apapun itu yang sekarang sudah menjadi
wujud Visser Three. Waktunya menjadi kambing.
Ax meluncur turun. Dia masih mengudara, tapi sudah bisa mendengarku sekarang.
negatif,> kata Ax. "Gee, begitukah"!" Teriakku.
"Kalau kamu kenal satu pasukan spesial, panggil saja mereka, soalnya kalau iya,
inilah waktunya!" Teriakku.
Kalimat itu sarkastis. Aku tidak mengira dia akan menanggapinya dengan serius.
Tapi sebelum aku bisa mengoreksinya, Ax menangkap tiupan angin dan terbang
menuruni bukit, membiarkan gravitasi menambah kecepatannya.
"Apa yang... Kamu mau ngapain?" Jeritku
Gila! Aku menemukan Ax dan kehilangan dia lagi dalam semenit!
"Oke, oke, tenangkan diri," aku memberitahu diri sendiri sambil gemetaran.
"Tenangkan diri. Oke. Pikirkan baik-baik. Kembali ke Rachel dan Tobias dan
Visser One. Satu-satunya hal yang bsia dilakukan. Morf. Ayo, Marco, focus!"
Aku berkonsentrasi pada ingatanku tentang kambing gunung yang besar, tertidur di
habitat kebun binatangnya yang kecil dan aman.
Bodoh memang, tapi aku merasa agak geregetan pada kambing itu.
Metamorfosis itu tidak pernah logis, tak pernah rapi dan bersih dan teratur.
Perubahannya tidak terjadi pada kepala lalu bergerak ke kaki, walaupun bisa. Dan
kali ini, begitulah keadaannya.
Sprooot! Dua tanduk tajam seperti pisau tumbuh dari bagian atas kepalaku.
Aku merasakan rasa gatal di mukaku. Aku mengangkat tanganku dan dan merasakan
jenggot putih panjang, agak lembut di bawah daguku.
Kelima jari kaki di setiap kakiku melebur menjadi satu untuk membentuk dua kaki
bertelapak besar, telapak yang dapat melebar untuk membantu kambing gunung itu
mempertahankan keseimbangannya pada lereng bersalju dan berbatu-batu.
Bulu putih mulai menumbuhi kakiku, yang makin menjadi kaki belakang kambing yang
berisi dan kokoh. Di bawah bulu yang lembut dan empuk itu tumbuh bulu yang lebih
kasar, perlindungan terhadap angin dan hujan.
Tiba-tiba, aku terbawa miring ke depan. Aku terjatuh pada kedua tanganku, yang
sekarang merupakan kuku terbelah dua dengan telapak kasar di bawahnya.
Screeeesh! Bahu manusiaku yang kecil naik ke atas menjadi bahu kambing gunung jantan
seberat tiga ratus pound yang berbulu lebat.
Aku merasakan pikiran kambing gunung itu menyatu dengan pikiranku. Tapi aku
tidak tertarik untuk melawannya. Si kambing ingin memanjat, aku juga.
Aku melompat melewati tanah yang berbatu dan jarang-jarang. Naik, naik, lurus ke
atas. Kekuatan pada kedua kakiku luar biasa! Aku tidak memanjat berlawanan dengan
tarikan gravitasi. Gravitasi itu tidak ada hubungannya! Gravitasi tidak eksis!
Naik melewati pepohonan. Melompat dengan mudahnya, setengah bermain mengatasi
batu besar yang akan membuat manusia harus memanjatnya hati-hati selama lima
menit. Kaki-kakiku adalah mesin peletak fondasi. Aku berada di atas stik pogo, hanya
memantul, melompat, melontar, pokoknya terbang.
Aku merasakan kehadiran para Hork-Bajir dan mencium bau mereka sementara mereka
berusaha mencapai puncak, tapi siapa yang peduli" Mereka tidak akan pernah
menangkapku. Gunung ini adalah milikku. Bebatuan ini adalah milikku!
Naik dan naik ke atas, menjauh dari para Hork-Bajir tanpa perjuangan, aku berada
sejalan dengan Visser One dan kedua temanku. Mereka sudah mulai menggunakan tali
dan pitonnya sekarang. Visser One sedang didorong dan diangkat bagaikan sekarung kentang.
Mereka memanjat jalur yang mudah. Aku mengambil yang lebih sulit. Alur tanpa
jalan setapak, dengan pepohonan miniatur kecil memblokir jalan, tanpa pijakan
yang kentara, bersama kerikil yang berjatuhan dan batu-batu yang bergetar.
Aku melewati alur dimana tidak ada manusia, tidak ada pemanjat batu paling ahli
dilengkapi dengan segala perlengkapan yang ada, dapat memanjatnya di bawah
setengah hari. Rasanya seperti eskalator untukku.
Mataku bisa melihat setiap celah paling kecil. Kuku-kukuku mendapatkan setiap
retakan. Aku membawa beban tiga ratus pound sang kambing gunung melewati tembok tinggi
begitu mudahnya aku bisa dikira Tinkerbell yang melayang naik dengan debu
sihirnya. Aku melewati Visser One. Rachel melihatku.
< No problem-o, Xena,> jawabku.
Chapter 27 Aku menunggu di puncak gunung sendirian. Raja dunia.
Dari puncak, bagian belakang gunung luas dan hampir datar ke arah barat. Yang
kulihat hanyalah sebuah lereng panjang yang jauhnya sekitar seperempat mil
sebelum sepertinya terpecah oleh tulang punggung gunung.
Kami naik dari sisi timur. Jurang yang hampir sembilan puluh derajat. Bagian
tenggara dan timur laut juga tak ada bedanya - jurang curam.
Tiga kejatuhan fatal di tiga arah.
Kejatuhan fatal bagi manusia. Atau Pengendali-manusia.
Tak ada yang terlihat seperti lembah kecil tersembunyi. Tak ada yang terlihat
seperti koloni Hork-Bajir rahasia.
Tapi, memang beginilah seharusnya.
Wajah ibuku muncul tiba-tiba di atas bebatuan di timur. Dia sedang didorong dari
bawah. Dia merangkak naik, terlihat jelas kelelahan.
Untuk beberapa saat dia hanya berbaring telentang di punggungnya, menarik nafas
dan terbatuk-batuk. Rachel dan Tobias naik ke puncak setelah dia.
Lalu dia berputar dan dengan tekad baja membuat tubuhnya berdiri tegak.
Sekali lagi aku merasakan kebanggaan yang aneh. Bahkan dengan ditolong Rahchel
dan Tobias pun, memanjat gunung ini merupakan pencapaian yang luar biasa.
Akhir yang cocok. Perasan keringat terakhir, usaha terakhir.
Mudah sekali bagiku sekarang. Aku bisa melemparkan tubuh tiga ratus poundku ke
depan, menundukkan kepalaku, menabraknya, melemparnya, tangan berputar-putar
tanpa pertolongan sementara dia jatuh dan jatuh dan jatuh...
Sang Visser akan mati. Induk semangnya yang tidak berdaya, ibuku, juga...
"Andalite?" Dia terengah-engah.
sendiri. Ini seharusnya peran Jake. Dia yang seharusnya berbicara padanya. Dia tidak bisa
tahu siapa kamu sebenarnya.
Tapi apakah hal itu penting" Sudah selesai. Akan berakhir disini.
Hal itu penting karena jika dia tahu kami sudah menipunya, dia mungkin akan
memanggil namaku. Dia mungkin akan mengatakan "Marco."
"Marco! Jangan biarkan mereka membunuhku, Marco!"
Aku gemetaran. Aku sudah kalah. Hidupnya akan berakhir di sini. Bersama hidupku juga, sekarang
aku tahu. Bagaimana aku bisa hidup" Bagaimana aku bisa hidup, bersama kenyataan itu"
"Well, Andalite atau manusia, apapun kau dibalik morf itu, sebaiknya kau tahu
satu hal : Pasukan setiaku memenuhi angkasa! Khianati aku dan kau akan
dihancurkan!"
"Koloni Hork-Bajir. Aku tidak melihat ada koloni apapun!"
orang,
Tanah di lereng barat bergoyang-goyang. Lalu menghilang. Visser One benar-benar
terlonjak ke belakang. Jurang itu muncul tepat di bawah kakinya.
"Rumah Hork-Bajir," kata Rachel, masih memainkan perannya.
Di bawah kami, di antara dinding-dinding terjal jurang yang mustahil, sebuah
lembah subur dipenuhi Hork-Bajir merdeka.
Aku melihat senyum senang memuakkan melebar di wajah ibuku yang cantik sementara
Visser One perlahan memerhatikan lembah di bawahnya.
Beberapa Hork-Bajir muda mengayun melewati pepohonan, bermain kejar-kejaran.
Hork-Bajir dewasa mengerat kulit pohon dari batangnya atau cemara tinggi. Aku
menghitung setidaknya ada empat puluh atau lima puluh Hork-Bajir yang sedang
melakukan rutinitas harian mereka.
"Tidak. Andalite tidak bercanda. Apalagi merujuk pada budaya populer manusia.
Tidak, kau ini manusia. Dan..." Dia menelusuri memorinya, memutar matanya ke atas.
"Seseorang yang aku tahu, dulu. Sudah lama sekali, mungkin. Tapi seseorang yang
kuketahui." Chapter 28 Aku membeku. Kaku. Diam. Aku ingin dia mengatakan namaku.
Aku sudah membuka penyamaranku. Dengan sengaja. Aku ingin dia mengatakan namaku.
Aku ingin dia memanggilku, mengatakan, "Marco, aku menyayangimu, aku
merindukanmu, aku masih ib-"
Ya Tuhan, aku sudah mengacaukannya. Rencana itu, aku sudah mengacaukannya, hanya
untuk mendengar ibuku memanggil namaku. Aku sudah membodohi diri sendiri. Aku
tidak bisa melakukannya.
Rachel.
Lalu, segalanya terjadi secara serempak.
Di atas bibir puncak gunung dia muncul, menjijikkan, setengah biru-langit,
setengah warna bebatuan polos.
Visser Three memanjat naik.
< Well, well, well,> katanya.
kalau aku tidak salah, seorang Andalite">
Visser One memutar wajahnya kepadanya. Tak ada rasa takut. "Semuanya sudah
selesai, dasar penipu tak berguna! Pesawat-pesawat setiaku berada di atas kita."
"Benar-benar sifatmu. Kau hanya berpikir soal kekerasan semata. Bodoh. Pesawatku
sudah membuat rekaman sensor. Mereka sudah merekam lembah ini, koloni Hork-Bajir
merdeka! Menurutmu apa yang akan dikatakan Dewan Tiga Belas saat mereka
melihatnya?" Visser Three tak memperlihatkan emosi apapun. Kemungkinan besar
memang tidak bisa. Visser One merogoh ranselnya. Tidak mengambil senjata tetapi sesuatu yang
terlihat sedikit seperti telepon selular.
"Ini Visser One," katanya. "Serang!"
menembaki para Yeerk loyal!>
Tiba-tiba langit di atas seakan terbelah, seperti kain yang dirobek pada
jahitannya, dan disana muncullah sebuah pesawat yang tidak pernah kulihat
sebelumnya. Besar! Lebih besar daripada pesawat Blade Visser Three.
Ada delapan bola disusun mengelilingi inti silinder di tengah. Empat mesin
raksasa berpusat di bagian belakang, mengeluarkan api biru.
Pada saat yang sama, memuncah dari barat, sekumpulah pesawat yang lebih kecil,
Bug Fighter Visser Three. Visser One berputar untuk menonton mereka, satu
kawanan yang bergerak cepat melintasi bagian belakang daerah pegunungan. Di
antara mereka, sebuah kapak-perang besar : pesawat Blade Visser Three.
Skuadron itu terbang rendah di atas koloni.
"Visser Three!" Ibuku berteriak. "Kau dtahan untuk ketidakcakapan kriminal!"
Dia menyerang, capit depannya membuka-tutup.
Visser One mengambil sinar Draconnya.
Bug Fighter Visser Three berakselerasi menuju armada Visser One yang mulai
turun. Pertempuran meledak. Langit dikoyak oleh meriam Dracon raksasa yang saling
menembak, sementara beberapa Bug Fighter dan pesawat Blade berputar mengelilingi
pesawat Empire Visser One.
Visser One menembak. Visser Three menyayat.
Ibuku menjerit. Dia terhuyung dan jatuh. Pakaiannya ternoda merah.
menunduk, tanduk siap.
Three terhuyung. Tiga kaki hancur.
Visser One menembak. Tembakannya meleset dari Visser Thee. Mengenaiku.
Rasa sakit menyebar. Ada bentuk setengah lingkaran rapi yang hilang dari
pinggangku. Aku oleng, buta dan tak tentu arah karena sakitnya.
"Hancurkan koloni itu! Koloninya!" Ibuku menjerit pada alat komunikasinya.
"Jangan menembaki pesawat Visser Three! Koloninya! Bunuh mereka semua! Bunuh
mereka semua!"
Visser Three. TSEEEEEEW! TSEEEEEEW! Meriam Dracon ditembakkan dari langit di atas. Pesawat Empire sedang meledakkan
tanah. Menembaki sesuatu yang mereka pikir adalah koloni Hork-Bajir merdeka.
Sebuah hologram. Erek si Cheelah yang menciptakan ilusi tersebut. Dan sekarang, sementara para
Animorphs - 30 Reuni The Reunion di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yeerk menembak, dia menciptakan ilusi bahwa para Hork-Bajir terbakar, rubuh,
sekarat. Tapi hukum fisika tidak bisa ditolak.
Energi meriam Dracon raksasa itu tidak turun ke dalam lembah. Mereka menghantam
puncak gunung, hanya seratus kaki jauhnya dari kami.
CRRRRRRR-AACK! Tanah bergetar. Dan tiba-tiba, pijakan kami mulai berhamburan jatuh. Retakan di batunya sendiri.
Sebuah celah besar membuka.
Aku terhuyung berdiri, pusing karena rasa sakit dari lukaku.
Celah itu telah memisahkan kami. Visser Three, dan sekarang sepasukan Pengendali
Hork-Bajir yang terburu-buru dan bersemangat di satu sisi. Rachel dan Tobias
terperangkap di sana bersama mereka.
Aku berada di sisi lain celah itu. Begitu pula Visser One. Ibuku. Kami
sendirian. Dia berdiri dengan punggungnya menghadap jurang, murka.
"Sudah terlambat, Visser Three! Sudah terlambat untuk menghentikanku!" Lalu,
berbicara dengan alat komunikasinya, "Perintahkan satu fighter untuk
mengeluarkanku dari sini!"
Rachel dan Tobias membelakangi jurang yang akan membunuh mereka kalau mereka
jatuh. Hork-Bajir mengepung mereka, menyerang tanpa kenal ampun.
Dalam beberapa detk, segalanya akan selesai.
Semuanya selesai. Rencanaku. Terselesaikan. Gagal. Rachel dan Tobias akan mati.
Visser Three akan hidup. Dan Visser One"
Dari ujung mataku aku melihat sebuah Bug Fighter menderu di udara, meroket
menuju kami. Dia menatapku. Dia bergerak dan mengarahkan senjatanya kepadaku.
Aku menundukkan kepalaku dan merasakan kekuatan di keempat kakiku.
Ketinggian jatuh seratus kaki.
"Anak itu!" Dia berbisik, tercengang. "Dia anak itu!"
Chapter 29 Aku menerjang. Sinar Dracon bergerak. Jarinya menegang.
Terlalu lambat. Dia terlalu lambat. Aku akan sudah menghantamnya sesaat sebelum
dia sempat menembak. Aku akan menghantamnya dengan segala kekuatan yang kumiliki
dan dia akan terbang jauh kepada kekosongan dan RRRRROOOOOAAAARRR! Kelebatan oranye dan hitam. Muncul dari pinggir jurang.
Cepat sekali! Harimau itu menabrakku. Cakarnya dikeluarkan, dia menabrakku di satu sisi dan
melemparku dari pijakan. Berputar-putar, aku melihat senjata Dracon diarahkan kepadaku, mengikuti
pergerakanku, siap menembak.
Lalu, dari langit seekor burung meluncur, sayap terlipat, cakar terjulur. Dia
mencakar wajah Visser One.
"Aaaarrggh!" Dia menjerit.
Dia mencengkram sayatan berdarah di pipinya.
gravitasi. Aku melompat, berlari untuk menangkapnya, menariknya kembali, entah bagaimana,
menyelamatkannya. Tapi sang harimau melingkarkan tangannya di sekelilingku dengan kekuatan luar
biasa dan menahanku. Dia terjatuh. Menghilang dari pandangan.
Dia memegangiku seperti itu, tertindih di tanah. Kekuatan morf harimaunya
membuat kekuatanku sendiri tidak ada artinya.
menonton kejadian itu dari TV yang tidak terfokus, aku menyadari bahwa
pertempuran sedang terjadi di sisi lain puncak.
Aku tahu bahwa sudah ada lebih banyak Hork-Bajir yang bergabung dengan
pertarungan. Aku tahu seorang Andalite sedang memimpin mereka. Mereka mencoba mendorong arus
pasukan sang Visser. Para Hork-Bajir merdeka. Ax sudah membawa mereka dari koloni yang asli, bermilmil jauhnya. Di langit satu pertarungan membara antara pesawat Empire dan pesawat Blade
bersama fighter-fighternya. Bukan masalahku lagi..
Tak ada lagi yang menjadi masalahku. Apa yang harus kudengar hanyalah suara di
kepalaku mengatakan,
Chapter 30 Aku tinggal di tempat tidur hampir sepanjang minggu. Sakit. Setidaknya itulah
yang kukatakan kepada ayahku.
Aku berbaring memandangi opera sabun dan Jerry Springer dan film-film tua.
Aku tidak tahu bagaimana aku turun dari gunung itu atau bagaimana aku pulang ke
rumah. Aku sudah pergi saat semua hal itu terjadi. Pergi ke dalam kepalaku.
Jake datang dan menjengukku. Dia memberitahuku bagaimana Cassie telah melihat
limo Visser Three datang ke sana. Mereka menyadari mereka sudah terperangkap.
Mereka langsung morf dengan kecepatan darurat kembali menjadi kecoa.
Mereka tahu tak ada yang dapat membunuh seekor kecoa.
Cassie sudah hampir selesai morf ketika Visser Three memanggang mobil itu. Jake
baru setengah jalan. Dia terluka, terbakar, tidak sadarkan diri.
Cassie tinggal di sana untuk merawatnya, membawa kesadarannya kembali tepat di
menit-menit terakhir. Tepat waktu untuk demorf.
Jake tinggal beberapa detik lagi sebelum terperangkap menjadi makhluk setengah
kecoa, setengah manusia. Aku mendengarkan segala yang harus dia katakan. Mendengarkan bagaimana Visser
Three meloloskan diri. Bagaimana para Hork-Bajir merdeka kehilangan lima orang
mereka dalam pertarungan.
Aku tidak peduli. Dia pergi dan aku menukar-nukar saluran menggunakan remoteku.
Dua hari lagi berlalu dan Rachel datang menjengukku. Dia duduk di kursiku dan
menaruh kakinya di mejaku.
"Tak ada tubuh," dia mengumumkan.
"Apa?" Tanyaku, perhatian teralih. Aku menukar selusin saluran lagi.
"Visser One. Ibumu. Aku mencari. Dalam morf elang. Nggak ada tubuh." Aku
merasakan isi tubuhku menegang.
"Para Yeerk membersihkan tempat itu. Menghancurkan segala barang bukti."
Dia menggelengkan kepalanya. "Bukan. Mereka men-Dracon semua mayat. Banyak bekas
bakaran di bukit. Tapi nggak ada apa-apa di tempat ibumu jatuh."
Kejadian itu berkelebatan kembali, satu saluran tambahan di TV : acara "ibuku
jatuh menyongsong kematiannya". Aku melihatnya jatuh, slow-motion.
Aku melihat satu Bug Fighter menderu pergi.
Apa pesawat itu berhasil mencapainya"
Tidak. Mustahil. "Usaha bagus, Rachel," ujarku.
Dia mengangkat bahu. "Aku hanya memberitahu apa yang kulihat. Aku nggak akan
bohong." "Bisa saja," kataku. "Kasihan. Amal. Buat Marco merasa lebih baik."
"Nggak. Karena kamu nggak akan merasa lebih baik. Bukan karena kasihan atau
amal. Aku nggak akan membantumu. Kamu sudah menangis dan menjerit-jerit dan
benci diri sendiri. Buruk memang, tapi kalau dia mati seenggaknya semuanya
selesai. Kalau dia masih hidup..."
Aku tidak mengatakan apapun. Dia menghela nafas dan bangkit untuk pergi. Dia
menyentuh gagang pintu lalu aku berkata, "Rachel" Tadinya aku mau melakukannya.
Lalu nggak kulakukan. Aku mencoba membunuhnya. Lalu menyelamatkannya. Apa yang
kamu lakukan?" "Kulakukan?" "Apa yang kamu lakukan kalau kamu harus membuat suatu keputusan dan semua
pilihannya mengerikan" Apa yang akan kamu lakukan, Rachel" Kalau itu ibumu atau
ayahmu atau adik-adikmu. Apa yang akan kamu lakukan, Xena?"
"Aku?" Dia menghela nafas. "Kukira aku akan berharap seseorang datang dan
mengambil tanggung jawab itu daripadaku."
"Seperti yang Jake lakukan buatku."
"Yeah." "Bagaimana kalau dia nggak mati" Bagaimana kalau dia benar-benar selamat" Ya
Tuhan, bagaimana kalau hal ini terjadi lagi?"
Rachel kembali dan duduk di sisi tempat tidurku. Dia tidak memelukku. Rachel
bukan tipe pemeluk. Tapi dia duduk di sana bersamaku.
"Satu pertarungan satu waktu, Marco. Satu pertarungan satu waktu." Bukan jawaban
yang terlalu bagus. Tapi satu-satunya jawaban yang kupunya.
"Coba saluran movie," kata Rachel.
Aku mengarahkan remoteku.
END Translated by Nat. 2009 ginger_shive@yahoo.com Re edited by: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Lembah Tiga Malaikat 10 Pendekar Mata Keranjang 24 Bukit Siluman Mentari Senja 9