Ceritasilat Novel Online

Ada Seseorang Di Kepalaku 1

Ada Seseorang Di Kepalaku Yang Bukan Aku Karya Akmal Nasery Basral Bagian 1


Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
http://cerita-silat.mywapblog.com ( Saiful Bahri - Seletreng - Situbondo )
otoy ebook colection al Nasery Basra Penulis IMPERIA "... Akmal rvIstH memilih putusan bijak, yaitu mcnyvimbangkan tuntunan isi dan bentuk."
BUKU-BUKU AKMAL ISJASERV BASRAL NOM-FIKSI
Sekitar Pembaruan Pemikiran Isiam (penyunting) Andai Ia Tahu: Kupas Tuntas Proses Pembuatan
Film (penyunting bersama Ekky Imanjaya) FIKSI
Kisah-kasih dari Negeri Pengantin (antologi, salah seorang penulis) Imperia (novel) Selasar
Kenangan (supervisi editor) Million Dollar Baby, FX Toole (penyunting edisi Indonesia bersama Yusi
Pareanom) The Sea, John Banville (penyunting edisi Indonesia, dalam pengerjaan)
Jakarta 2006 "Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat dalam kehidupan." Q.S. 84 : 19
mengenang sepenuh cinta hidup dua manusia
Asmaniar binti Barakan Sutan Rajo Ameh (1941-2004)
Basral Sutan Ma'ruf bin Umar Sutan Datuk Batungkek (1941-2005)
Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku
karya Akmal Nasery Basral Copyright " 2006, Akmal Nasery Basral
Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved
Fotografi: Sampul depan (Patung Ibu & Anak) dan Foto "Camar" (hal. 84-85) di cerpen Legenda Bandar
Angin: Akmal Nasery Basral
Sampul belakang dalam (foto diri) Dokumentasi Pribadi/Fotografer: Ravi Bharwani
Pewajah Sampul: Expertoha Studio Ilustrator: Prasaji Pewajah Isi: Ahmad Bisri Cetakan I:
Desember 2006 Cetakan II: Februari 2007 ISBN: 979123819
UFUK PRESS PT. Cahaya Insan Suci Jl. Warga 23A, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
12510, Indonesia Phone: 62-21-7976537, 79192866 Homepage: www.ufukpress.com Blog :
http://ufukpress.blogspot.com Email : info@ufukpress.com
1 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
DAFTAR ISI Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku 13 Tewasnya Pengarang Tersantun di Dunia 27
Dilarang Bercanda dengan Kenangan 41 Legenda Bandar Angin 61 Lebaran Penghabisan 73
Kelambu 85 Prolog Kematian 95 Boyon 109
Lelaki yang Berumah di Tepi Pantai ~ 117
Perkabungan Hujan ~ 129 Lelaki Gagah ~ 141 Seekor Hiu di Cangkir Kopi ~ 153
Fiona Benci dengan Paul Anka ~ 171
Ada Wartawan di Kepala Sastrawan :
Catatan Prof. Dr. Budi Darma ~ 183
Memoria ~ 193 Galeri Publikasi ~ 201 Galeri Inspirasi ~ 203 Galeri Apresiasi ~ 205 ADA SESEORANG DI KEPALAKU YANG BUKAN AKU
"NAK Nila" Ada apa denganmu, Nak?"
Ibu Surti memeluk tubuhku dengan cemas, Tubuhnya terlalu besar untuk sel sempit ini. Keringatnya
sangit seperti berkilo-kilo ikan busuk teronggok di los pasar. Aku pusing menghirup bau ini. Tapi aku
lebih tak mampu lagi menahan sakit di kepala seperti dirajam puluhan jarum. Selama 15-20 menit
yang menggila aku bertarung untuk tidak menyerah. Badanku bergetar hebat seperti tebing siap
longsor. 2 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Nak Nila, ibu panggilkan penjaga ya" Kamu membuat ibu ngeri."
Aku menggelengkan kepala dan bangkit dari kasur. Aku remas kepala semakin kuat. Deraan ini
tidak akan lama, meski setelah semuanya berakhir kedua tanganku pasti dipenuhi gumpalan rambut
rontok. Aku benturkan kepala ke tembok untuk meredakan rasa sakit. Mula-mula hanya ayunan
lembut: Lalu seperti pendulum yang
mendapat gaya lenting semakin besar, ayunan kepalaku juga semakin bertenaga. Betapa nikmat. Ibu Surti mencoba menghalangi dengan tangan gempalnya seperti lemur sapi tergantung di rumah
jagal. Aku ingin menyuruhnya menjauh, namun sulit sekali membuka mulut. Aku hantamkan
kepalaku ke tubuhnya. Ia melolong kesakitan, dan spontan menarik tubuhnya menjauhiku. Ini kali
ketiga Ibu Surti menyaksikanku menduelkan kepala dengan dingin tembok semudah perempuan
lain merebahkan kepala mereka di dada kekasih.
Tetapi perempuan gemuk di depanku ini bukan orang yang cepat belajar. Ia abai melihat pola yang
terjadi berulang kali di depan mata. Tak heran jika ia dilancungi suami dan adik perempuannya
sendiri yang bertukar nafsu sepanas magma Merapi. Baru pada perselingkuhan mereka yang
kedelapan Bu Surti menyaksikan keduanya bergelut di ranjang, di kamarnya sendiri. Mereka
tersenyum ke arahnya begitu mengetahui Bu Surti memergoki laku cabul itu. Tapi ia tak
menghardik, apalagi menangis. Ia hanya
keluar kamar. Beberapa menit kemudian tetangga mendengar lengking kematian. Mereka menghambur ke rumah
Bu Surti, dan ternganga melihat di dada suaminya tertancap sebuah obeng. Lelaki itu mati dengan
mata melotot. Di sampingnya terbujur mayat perempuan muda yang dikenali sebagai Mayang, adik
bungsu Bu Surti. Lambungnya robek. Kemaluannya sobek, tertikam ulekan gado-gado yang
3 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dibiarkan tergolek. Kini giliran tetangga yang paling berani pun menjerit panjang.
Mereka sudah lama tahu laku jalang yang dilakoni suami Bu Surti dan Mayang. Tapi tak seorang
pun memberi tahu. Bukan karena mereka tak menyayangi Bu Surti, melainkan karena ingin
menyaksikan sebuah drama, sebuah tontonan yang lebih nyata dibandingkan sinetron televisi.
Mereka bayangkan akan pecah perang mulut antara Bu Surti dan suaminya yang jauh lebih dahsyat
dibandingkan bentrok dua kelompok preman kampung. Mereka nantikan saat-saat pengusiran yang
bakal dialami Mayang setelah Bu Surti merajamnya dengan berton-ton kata.
Pendeknya, mereka ingin menyaksikan sedikit "hiburan" sebelum benar-benar membantu Bu Surti
nanti. Ya, nanti. Mereka butuh sebuah tontonan gratis yang bisa dilakukan tanpa perlu keluar
rumah. Cukup dengan menempelkan kuping ke bilik bambu, atau pura-pura sibuk di depan pintu.
Mereka hanya tak mengira semuanya berakhir begitu cepat. Tak ada perang mulut, atau pengusiran
yang menggelegar. Di mata mereka kini hanya terlihat sebuah obeng, sebilah pisau, dan ulekan
gado-gado. Ketiganya mengantarkan Ibu Surti menjadi penghuni seumur hidup penjara wanita. Ia
lolos dari hukuman mati karena
media massa bertubi-tubi mewartakan kisah sedihnya yang membuat pembaca bersimpati. Mungkin
juga bagi jaksa dan majelis hakim.
ITU kisah yang kudengar dari mulut Bu Surti ketika aku baru masuk sel busuk ini dua pekan lalu.
Saat itu aku heran bagaimana mungkin perempuan dengan wajah se-pasrah Bu Surti bisa
menghilangkan dua nyawa sekaligus. Maka dari mulutku meluncur sederet tanya yang tak dapat
kucegah. "Pisau dan obeng itu...?" Suaraku tersangkut di teng-gorokan.
"Pisau, obeng, dan ulekan itu," Bu Surti meralat ucapanku. "Tiba-tiba saja muncul di kepala seperti
ada yang membisiki."
"Membisiki. Siapa yang membisiki?"
"Ndak tahu. Suara itu bilang mereka harus mati."
"Jadi karena itu ibu mempersiapkan peralatan?"
"Saya ndak mempersiapkan apa-apa. Suara itu yang menggerakkan tangan saya mengambil pisau
dan lain-lain." "Apa katanya?" "Surti, kau mesti jaga harga dirimu sebagai perempuan."
"Ibu yakin mendengar suara itu?"
"Begitulah yang saya dengar." Wajahnya mengeras.
"Saya ndak salah. Gusti Allah mengerti yang saya lakukan."
"Ya Bu," Aku tak tahu harus berkata apa lagi. "Hanya Gusti Allah yang bisa mengerti apa yang ibu
4 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
dan saya lakukan." "Memangnya apa yang Nak Nila lakukan?" "Panjang ceritanya, Bu."
"Kasihan sekali kamu semuda ini sudah hidup di penjara. Wajahmu cantik, badanmu bagus. Pasti
banyak lelaki yang ingin jadi suamimu."
Aku seperti mendapatkan ibu baru, sehingga aku merebahkan diri di badannya yang sangat lebar.
Pada saat yang sama aku baru sadari bau tubuhnya yang bacin. Rasa mual langsung
menggelegak. Aku muntah di hari pertamaku di sel. Bu Surti kembali mengelus rambutku dengan
ramah. "Memang begitu kalau pertama kali di penjara. Tubuh nak Nila masih kaget."
Aku membisu. Kulihat ratusan jarum mulai terarah pada kepalaku. Membuatku kelojotan, membuat
Bu Surti ketakutan. "Astaghfirulfah, nyebut Nak. Nyebut, Kamu kemasukan." Kudengar suara Bu Surti yang panik, tapi
tak bisa kujawab. Seorang sipir melongok dari balik terali lalu membuka pintu sel. Ia mengunci
badanku sembari tangannya berusaha meremas dadaku. Kurang ajar!
Aku mencoba meloloskan diri dari cengkeramannya, dan berlari ke sudut dinding, menjadikan
kepalaku sebagai pendulum. Kalau sudah begini, tidak lama lagi aku akan melihat seorang gadis
cantik atau perjaka tampan. Persis seperti diriku, hanya lebih cantik, atau lebih tampan. Aku tak
tahu. Kulitnya putih bercahaya, giginya sebersih mutiara, dan kata-katanya sesegar embun
pertama, "Lepaskan kesedihanmu. Kau manusia biasa, Nila, di mana tangis sama terhormatnya
dengan tawa. Di mana cemas sama berharganya dengan bahagia. Hanya jiwa-jiwa rapuh yang
membiarkan tangis dan cemas tersembunyi di balik wajah bahagia. Lepaskan semua bebanmu."
Lalu tangannya yang lampai menjulur ke arahku. Tangan itu kusambut sepenuh rindu, kuciumi.
Setengah jam kemudian aku dapati diriku terkulai di atas kasur. Lelah, terkuras. Dan sisa pening yang
tersangkut seperti bonggol pohon di bendungan air.
"Tidur saja Nak Nila. Tadi kamu menjedotkan kepala berkali-kali."
Suara Ibu Surti lagi! Mengapa aku harus berbagi sel dengan makhluk tambun yang cerewet ini"
Bedebah! Aku merasa semuanya gelap.
KINI gadis cantik, atau lelaki tampan, dengan kulit seputih cahaya itu datang lagi menjulurkan
tangannya kepadaku. "Apa kabarmu hari ini, Nila?"
"Buruk, aku merasa sedih dan bodoh."
"Mengapa" Dulu kau mahasiswi terpintar di kampus, bukan?"
"Ya." "Lalu?" "Lalu aku terpikat omongan lelaki."
5 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Bukankah wanita selalu terpikat bual lelaki, Nila?"
"Omongan lelaki ini lebih membuai dari semua lelaki yang kukenal. Aku sama sekali tak berkutik bila
harus bertukar jawab dengannya."
"Berdiskusi maksudmu?"
"Kami tak pernah diskusi. Dia yang membuat ke-putusan, aku yang menjalani. Selalu begitu."
"Bukankah dari kecil nilai-nilai seperti itu yang kau pelajari?"
"Ya, tapi aku tak menyangka bahwa dia berubah menjadi kemutlakan itu sendiri. Dia menjadikanku
seonggok daging tak bernyawa."
"Mengapa kau berpikir seperti itu, Nila?"
"Aku selesaikan kuliah dalam 7 semester, mendapatkan beasiswa ke luar negeri, tapi tak pernah
berangkat karena telanjur dijadikan sapi perah di rumah. Aku seharusnya bahagia, dengan suami
dan anak yang lucu. Tapi ternyata tidak."
"Kamu sih masih percaya bahwa tugas perempuan cuma di rumah?"
"Aku tidak keberatan. Ibuku dulu juga di rumah, tapi beliau punya kehidupan meski pendidikannya
tidak setinggiku." "Apa maksudmu?"
"Aku hidup tapi tidak punya kehidupan. Hidup macam apa ketika orang yang menjalaninya tak bisa
memilih corak yang diinginkan?"
"Kalau begitu kamu tunjukkan bahwa kamu bukan perempuan lemah."
"Alasanku selalu bisa dilumpuhkannya."
"Aku tak bilang harus kau lakukan dengan katakata."
"Maksudmu?" "Katakata hanya bagi orang yang mengerti, Nila." "Aku tidak mengerti."
"Kamu mengerti, Nila. Kamu biarkan belenggu penindasan menggari pikiranmu, semangatmu.
Kamu sendiri yang memilih untuk bekerja sama dengan kelicikan suamimu, menjadikan dirimu
sebagai hamba, sementara dia paduka raja."
"Kakiku terhambat."
"Begitu juga kaki anakmu kelak."
"Aku ingin kehidupan anakku jauh lebih baik dariku."
6 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Jangan bermimpi, Nila! Lihat apa yang diberikan suamimu sekarang. Ia hanya nienafkahimu
dengan katakata. Masa depanmu suram. Masa depan anakmu" Nol besar!"
"Jangan membuatku tambah sedih."
"Aku hanya ingin kamu melihat kenyataan." "Kenyataan ini terlalu pahit."
"Akan begini terus jika kamu tidak mengubahnya. Anggaplah kamu kuat mengalami semua derita
hidup. Tapi anakmu" Dia tak pantas menderita karena kesombongan ayahnya dan kepasrahan tolol
ibunya." "Aku tidak tolol!"
"Karena itu anakmu harus dibebaskan dari penderitaan."
"Caranya?" "Kamu bukan orang bodoh, Nila. Kamu tahu bagaimana caranya membuat anakmu mengecap
kebahagiaan sejati selamanya."
"Tidak mungkin. Aku tak bisa berpisah dari anakku."
"Dungu! Kau rela membiarkan anakmu terus menderita dengan cara hidup ayahnya yang selalu
mengekang di semua hal?"
"Bagaimana aku bisa menghadapi suamiku nanti?" "Bebaskan juga suamimu dari belenggu
kesombongannya." "Cintaku melebihi segala kesombongannya." "Bodoh kau!"
"Aku tahu, kadang-kadang kelakuannya sudah tak bisa ditoleransi." "Bodoh kau!"
"Aku mengerti. Sekarang saatnya bersikap lebih tegas."
"Bodoh kau!" "Akan kulawan kata-katanya." "Bodoh kau!"
"Aku tidak akan taat lagi pada kata-katanya." "Bodoh kau!"
"Keparat! Mengapa kau terus menerus membodoh-bodohiku. Aku tidak bodoh, aku tidak takut. Aku
akan melenyapkannya dan menentukan jalan hidupku sendiri selamanya."
"PINTAR KAU!" DUA orang penjaga kembali masuk sel. Mereka mendorong tubuhku ke dinding. Aku lihat Bu Surti
terengah-engah. Ia mengelus lehernya yang mulai dihiasi titik-titik darah. Ujung kuku tanganku
ngilu. Seorang penjaga bertubuh tonjang dengan cepat menelikung tanganku dan memborgolnya.
7 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Mereka memutar tubuhku, dan mendorongku berjalan keluar sel. Penjaga dengan tubuh tinggi
besar itu menjambak rambutku sehingga kepalaku terdongak. Aku melewati sel-sel lain yang riuh.
Ada yang melemparkan sisa permen karet, ada yang meludahiku. Seorang perempuan gendut
lainnya yang kutahu salah seorang sahabat Bu Surti memakiku dengan suara paraunya yang lebih
buruk dari piring kaleng.
"Dasar sundel! Kalau mau bunuh suami, bunuh aja suami lu. Jangan anak lu ikut-ikutan dijagai! Ibu
model apa lu! Katanya dulu mahasiswi teladan. Makan tuh sekolahan. Gembel aja nggak ada yang
tega kayak lu!" Suaranya disambut celetukan penghuni sel lain, bertalu-talu.
"Mati! Mati! Mati! Hukum mati aje pak sipir!" "Ibu terkutuk!"
"Dedemit dia kali, bukan orang!"
Tiba-tiba ratusan jarum yang biasa menghujani kepalaku datang lagi. Kali ini bersama gadis cantik
dengan kulit seputih cahaya yang tersenyum di ujung lorong, melambai-lambaikan tangannya.
"Anakmu sudah terbebas dari penderitaan dunia. Suamimu sudah menemui hukuman yang pantas
atas kesombongannya. Kamu perempuan hebat, Nila. Kamu bisa menentukan jalan hidupmu
sendiri." Badanku kembali gemetar, berayun entah ke mana. Aku tak bisa menghentikannya. Kepalaku
kembali menjadi pendulum. Sipir itu menjerit. Seseorang sudah jelas berkuasa atas kepalaku sejak lama. Hanya aku
tak tahu siapa. Jakarta, 21 Juni 2006 TEWASNYA PENGARANG TERSANTUN DI DUNIA
MUSIK Buddha Bar terus melayang mengiringi matangnya malam. Aku menyesap beberapa teguk
margarita yang masih penuh. Nikmat sekali. Serbuk garam yang melekat di tubir gelas


Ada Seseorang Di Kepalaku Yang Bukan Aku Karya Akmal Nasery Basral di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghasilkan sensasi rasa yang sukar diungkapkan dengan katakata. Cafe ini juga luar biasa.
Semakin tua gulita, semakin ramai jiwa yang mampir untuk membuang jentaka.
Aku melihat ke arah pintu. Ah, gadis yang kutunggu akhirnya datang juga. Tangannya melambai,
hatiku berderai. Kakinya bergerak seringan langkah Zhang Ziyi di Memoirs of A Geisha.
"Selamat malam Midun. Maaf aku terlambat."
"Sudah kubilang jangan memanggilku dengan nama itu, Halimah."
"Tapi itulah nama yang diberikan Sutan Sampono Kayo kepada kita."
8 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalau kau tak keberatan dengan nama Halimah, silakan saja. Tapi jangan kau Memidun-midunkan
aku di tempat umum seperti ini. Panggil aku Mid saja."
"Oke. Tapi ada hal penting apa sehingga aku harus menemuimu di sini?" Halimah mengelilingkan
pandangannya ke sekeliling cafe. Aku memanggil seorang pelayan, dan memesan satu margarita
lagi bagi Halimah. "Aku mau pembicaraan kita ini tak diketahui Sutan
Gilo Budayo itu, my love."
"Astaga! Mana mungkin beliau mengetahui percakapan kita, Mid" Kita ini cuma tokoh-tokoh dalam
roman yang sedang digarapnya. Semua percakapan yang meluncur dari mulut kita adalah apa yang
ia pikirkan. Yang kedua, beliau orang jalil, berakhlak luhur, berlaku mulia. Tidak pantas kamu
meledeknya gilo budayo."
"Ah, kalau tidak gilo budayo, mengapa kita tidak tahu nama aslinya" Mengapa ia selalu menulis
dengan nama Sutan Sampono Kayo" Itu pasti bukan nama aslinya."
"Mungkin karena dia orang Minang. Setahuku bagi mereka berlaku ungkapan ketek banamo,
gadang bagala." "Maksudnya?" "Sewaktu kecil menggunakan nama lahir, setelah dewasa dan menikah memakai
gelar yang diberikan."
"Itulah yang kusebut gilo budayo. Sekarang ini abad keberapa, Imah" Dunia yang selama ini
diyakini bulat, kini sudah dilihat sebagai datar lagi berkat revolusi teknologi informasi. The world is
flat, kata Thomas Friedman. Ah, mana tahu pengarangmu yang membeku abadi dalam dunia
imajinasinya sendiri. Dan mengapa dia harus menamai kita dengan Midun dan Halimah" Mengapa
bukan Mike dan Helly?"
"Beliau penyuka Sengsara Membawa Nikmat, Mid."
"Ah, lagu dangdut itu" Seharusnya sudah kuduga." Pelayan kembali datang membawakan
pesanan. Halimah membasahi bibirnya yang sintal sehingga garam di bibir gelas terlihat kontras
dengan gincu merah marun yang memoles daging empuk itu. Kristal yang berbahagia! Sampai
sekarang aku masih belum bisa menyentuh bibir Halimah karena Sutan Sialan Nan Tidak Kayo
Rayo itu belum juga tergerak tangannya untuk mengetikkan adegan
romantis bagi kami berdua. Brengsek! Pengarang macam apa yang tidak berani menuliskan
ekspresi cinta yang membakar tokoh-tokohnya"
Suara lembut Halimah melunakkan kejengkelanku. "Bukan lagu dangdut. Itu judul novel lama, Mid.
Kalau tidak salah ditulis akhir tahun 1920-an oleh pengarang Minang juga. Aku tidak tahu nama
persisnya." "Buset! Mana aku tahu pengarang jaman dulu" Apalagi saat negeri ini belum merdeka pula."
"Sudahlah jangan bertele-tele. Katakan saja maksudmu mengundangku ke sini."
9 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku ingin membunuh Sutan! Kau mau membantuku?"
Percikan margarita menyembur dari mulut indah Halimah. Ah, seandainya aku bisa menikmati
manisnya bibir itu sekarang! Sekarang dan di sini. Tapi justru kecaman setajam lembing yang
terlontar menusuk telingaku. "Gila! Kamu mabuk Mid?"
"Aku serius. Mana mungkin aku mabuk hanya karena minum margarita?"
"Alasannya" Sebutkan satu saja."
"Aku mencintaimu, Imah. Tapi Sutan Gilo itu malah berencana membuat ending yang tragis untuk
percintaan kita." "Aku juga ... " Halimah menghentikan kata-katanya sejenak. Lalu matanya menunduk menyapu
meja. "... mencintaimu Mid."
"Nah! Jadi tunggu apa lagi?"
"Tapi bahkan cerita tentang kita pun belum selesai separuhnya beliau tulis. Dan lagi, kisah Midun
dan Halimah di Sengsara Membawa Nikmat berakhir bahagia kok, Mid."
"Kamu naif sekali rupanya. Dengar, kita tidak mungkin akan bersatu di akhir cerita, percayalah."
"Mengapa?" "Sutanmu itu mungkin pengarang kolot, tapi dia bukan tipe penyalin kisah penulis lain. Lelaki gaek
itu tak akan berani mengambil nama tokoh sekaligus ending yang sama. Dia tak akan mengubur
karier kepengarangannya dengan melakukan kekonyolan seperti itu."
"Masuk akal juga alasanmu, Mid. Apalagi beliau pernah memenangi penghargaan dunia perbukuan
di tahun 70-an." "Itulah. Hadiah itu membawanya ke jalur yang salah, karena kemudian dia terbebani untuk selalu
melahirkan masterpiece terus menerus. Dengan mengulang formula yang sama dari novel ke novel
kalau perlu. Taik kucing!" "Mungkin beliau hanya ingin terus menulis Mid. Menyapa pembacanya."
"Ernest Hemingway bunuh diri, Yukio Mishima melakukan harakiri. Menulis adalah pilihan, Imah.
Bukan kewajiban. Kalau sudah tak mampu, tak perlu dipaksakan. Jangan membuat tokoh-tokoh
kisah menderita seperti kita sekarang."
"Sutan Sampono Kayo tak mungkin berpikir sedetik pun untuk bunuh diri."
"Tentu saja. Ia tak setenar Hemingway atau Mishima. Kalau popularitasnya setara, barangkali sejak
bertahun-tahun lalu ia mengambil cara yang sama."
"Aku masih belum bisa memahami alasanmu, Mid."
"Aku tersiksa sekali Imah. Aku seharusnya hidup di zaman sekarang, menikmati kemesraan
denganmu. Tapi Sutan Sinting itu membelenggu karakterku dengan norma-norma apak yang
10 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
membuatku muak. Bayangkan, hanya untuk menyentuh lembut tanganmu saja aku tak bisa. Untuk
menghirup wangi rambutmu saja, aku harus menunggu
angin mengantarkannya ke rumahku, entah di mana pun kamu berada saat itu. Sutan Setan! Apa
dikiranya kita tinggal di pinggir laut di mana angin selalu bertiup?"
"Beliau tak ingin melanggar norma yang diperjuangkannya sejak dulu, Mid. Dan itu berlaku universal
baginya." "Bu/i shit\ Semua ini cuma onggokan tahi kerbau, Imah. Pantangan yang berlaku universal itu cuma
satu: jangan mencuri. Itu dosa utama. Kejahatan lainnya hanyalah dosa-dosa derivatif."
"Dosa derivatif?"
"Ya. Selain mencuri semua hanya anakanak dosa. Pokok nista dari segala cabang dosa adalah
mencuri." "Pembunuhan" Apakah itu soal kecil, Mid?"
"Pembunuhan adalah mencuri hak hidup orang lain, sayangku."
"Pemerkosaan" Bukankah itu durjana luar biasa yang menghancurkan masa depan korban?"
"Perkosaan itu pencurian kenikmatan yang seharusnya dialami berdua, menjadi hanya kesenangan
sepihak." "Kalau korupsi" Nepotisme" Apa tidak membuat rakyat sengsara?"
"Tentu saja, dan pelaku korupsi dan nepotisme seharusnya ditembak mati di alun-alun kota."
"Nah, berarti bukan sekadar cabang dosa kalau menurutmu harus dihukum mati."
"Imah, tidakkah kau sadari bahwa korupsi adalah mencuri hak orang lain demi kepuasan diri sendiri
dan keluarga?" "Aku tidak mengerti jalan berpikirmu, Mid."
"Kalau saja setiap orang di muka bumi berpikir untuk tidak mencuri, jumlah kejahatan akan
berkurang secara drastis. Hampir nol."
"Tapi sekarang kamu ingin membunuh Sutan. Itu mencuri hak hidupnya, bukan?"
"Karena ia lebih dulu mencuri hak hidupku untuk bebas mencintai siapa pun yang kusuka. Ia sudah
memperkenalkan aku denganmu, namun ia tak mengizinkan aku mencintaimu."
"Kau ingin menuntut balas" Memberontak terhadap keinginannya?"
"Tidak. Aku ingin membunuhnya, supaya setelah ini dia tidak lagi berlaku sewenang-wenang. Cukup
kita korban terakhirnya."
11 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Halimah menarik nafas panjang, seperti ingin menggenapkan persediaan oksigen di paru-parunya.
Ia kembali mengambil minuman di depannya. Tapi kali ini tak diteguk sedikit pun, selain
digoyanggoyangkan perlahan.
"Begini Mid, anggaplah... umm, ini untuk memudahkan pemahamanku saja, anggaplah aku setuju.
Apa yang akan kamu lakukan untuk...umm, membunuh, aduh, mengerikan sekali sih istilahmu,
Mid?" "Itu yang akan aku diskusikan denganmu." "Diskusikan" Aku memberimu saran untuk
membunuh" Gila!" "Bukankah kau mencintaiku, Imah?" "Ya, tapi ... eh?"
"Kamu ingin kisah kita berakhir tragis" Atau kau memang ingin dinikahkan dengan seorang datuk
tua kikir dan menghabiskan seluruh sisa hidupmu merawat tulang belulang uzur yang tak bisa
memuaskan gelegak hasrat ragawimu?"
"Itu Siti Nurbaya, Mid. Kisah lain."
"Jangan dipahami fetterlijk, Imah. Intinya, apakah kau siap berpisah denganku?" "Tergantung Sutan
Sampano Kayo." "Memangnya dia siapa" Tuhan yang bisa mengatur nasib orang lain?"
"Sudahlah, katakan saja idemu."
Aku melihat arloji. "Sebentar lagi tengah malam. Biasanya Sutan Gilo Budayo itu akan bangun dari
tidur ayamnya sekarang, dan melanjutkan menulis sampai menjelang Subuh, bukan?" Halimah
mengangguk. Lehernya jenjang sekali. Ah, dasar Sutan sialan! Aku hanya bisa menikmati otototot
lunak yang bersih dan pastilah seharum kesturi itu hanya dari kejauhan. Motivasiku untuk
membunuh pengarang uzur itu semakin bulat.
"Kalau begitu, apakah kau setuju Imah kalau kopinya malam ini kutabuh racun?"
"Seperti yang dialami seorang pejuang HAM kita di atas pesawat di negeri orang?"
"Ya." "Terdengarnya terlalu mengerikan, Mid." "Betul juga. Dan aku tidak tahu di mana harus mencari
racun itu menjelang tengah malam seperti ini." "Lalu?"
"Hmm, bagaimana kalau aku sewa seseorang yang punya senjata api" Orang ini cukup berpapasan
sekali saja dengan Sutan, dan bang! bang! bang!"
"Kamu ingin menjadi Quentin Tarantino" Ayolah yang lebih kreatif sedikit. Kalau tidak lebih baik aku
pulang." "Sebentar, mengapa tidak mungkin?"
"Darimana kamu bisa membayar pembunuh bayaran
itu?" "Aku mengerti maksudmu. Oke, kalau begitu harus dicari cara yang lebih murah." "Misalnya?"
12 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dukun, paranormal, psychic."
"Kenapa begitu?"
"Yang kudengar, seorang jaksa paling disiplin pun bisa dibunuh semudah ini." Aku mengangkat
telapak tanganku ke arah Halimah, lalu meniupnya dengan keras. "Fiuh!"
" I "Maksudmu?" "Sutan Sampono itu pengarang yang santun, Mid. Mungkin tersantun di seluruh dunia. Beberapa
tahun ini setelah tubuh rentanya didera beragam komplikasi, para redaktur budaya di seluruh media
cetak yang hormat dan takzim dengan reputasinya yang tanpa cacat, mencoba menolong
sedemikian halus sehingga Sutan tak merasakan itu sebagai sebuah bantuan."
"Bagaimana caranya?"
"Mereka menggandakan honor tulisannya dua kali lipat dibandingkan honor yang berlaku di
masing-masing media. Para redaktur itu tahu bahwa Sutan Sampono tak akan suka dibantu dalam
bentuk apapun. Baginya menulis adalah panggilan hidup, bukan lagi pilihan. Karena itu ia akan
menerima seluruh konsekuensi secara tawakal."
"Jadi ia tak tahu kalau selama ini honornya dilipat gandakan?"
"Justru sebaliknya. Entah bagaimana ia selalu tahu, dan ia selalu mengembalikan apa yang bukan
haknya. Ia hanya mau dibayar berdasarkan standar yang berlaku di masing-masing media. Ia tak mau orang
membayar lebih hanya karena rasa kasihan terhadapnya, bukan karena terpuaskan oleh kualitas
karya-karyanya." "Boleh jadi Sutanmu itu memang bukan jenis pengarang mata duitan. Tapi hal seperti itu tidak bisa
serta merta membuatnya menjadi pengarang tersantun di dunia seperti kamu bilang. Kamu tahu
betul Ima bahwa pengarang itu punya banyak pacar. Tak terkecuali lelaki gaek ini, aku yakin.
Mereka berganti pasangan semudah berganti pakaian."
"Selalu ada perkecualian di setiap bidang, Mid. Dan Sutan Sampono Kayo adalah perkecualian dari
keyakinan promiskuitasmu itu."
"Jadi ia sama sekali tak tergoda perempuan lain?"
"Setahuku tidak. Makanya aku sebut dia pengarang yang santun?"
"Bagaimana terhadap aprosidiak" metamphetamine" mescaline?"
"Tak pernah terdengar soal itu."
"Tak pernah terdengar bukan berarti tak ada, Ima."
13 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Tentu saja, tapi ini sudah hal lain. Yang jelas tak seorang pun koleganya atau penerbit yang tak
pernah memuji bagaimana santunnya perilaku beliau."
Halimah melihat arlojinya. Bibirnya bergerenyit seperti sedang memikirkan sesuatu. Hoi Sutan
Sampono, izinkan aku mengembara pada seketul daging elok itu untuk beberapa menit saja.
Halimah mengangkat wajah, dan menatap persis di legam mataku. "Maafkan aku, Mid. Aku harus
pulang sekarang." "Kuantar ya" Sudah malam. Bahaya bagi perempuan secantik kamu pulang selarut ini sendirian?"
"Thanks, aku bawa mobil. Jangan lupa kita tak hidup di zaman Siti Nurbaya, Mid. Di mobilku ada
pistol darurat yang bisa kugunakan kalau keadaan memaksa. Tolong doakan agar aku tak perlu
menggunakannya malam ini."
"Okelah kalau begitu. Hatihati dijalan."
"Samasama. Kamu juga sebaiknya setelah ini pulang. Jangan jadikan perutmu gudang alkohol."
"Cium aku, Imah."
"Tidak. Selamat malam, Mid. Ciaol"
"Kapan kita bertemu lagi?"
Halimah mengedikkan bahunya. "Belum tahu. Sutan Sampono sedang mengalami writer's block
belakangan ini." Lalu sepasang kaki Zhang Ziyi itu membawa tubuhnya yang permai keluar dari
cafe. Buddha Bar masih bersi-pongang. Aku terduduk sendiri, terhenyak. Kalau Halimah saja
menolak ideku, siapa yang bisa membantu" Maka aku habiskan sisa malam dengan mengalirkan
Bloody Mary, tequila, dan sebotol penuh Jack Daniel ke dalam lambungku. Sebelum kesadaranku
sepenuhnya hilang, aku memanggil seorang pelayan. Maksudku agar ia memanggilkan taksi. Tapi
yang kulakukan justru mengeluarkan muntah persis di wajahnya. Aku menggelepar, lalu semuanya
pekat. Gulita sempurna. HARI belum sepenuhnya terang tanah ketika dari sebuah rumah kecil di pinggiran kota terdengar
lolongan suara perempuan tua. Para tetangga yang baru menunaikan shalat Subuh segera
berdatangan ke rumah itu. Mereka melihat Sutan Sampono Kayo, sang pemilik rumah, tergeletak di
lantai. Kursinya terbalik tak jauh dari tubuhnya yang kaku. Komputernya masih menyala. Istrinya
menciumi wajah sang suami yang beku. Dokter yang datang kemudian memastikan lelaki tua itu
mengalami stroke yang membuat batang otaknya pecah. Setelah menjalani serangkaian
pemeriksaan, sang dokter berkata kepada kerumunan tetangga yang menunggu dengan rasa
penasaran terhadap kematian mendadak lelaki yang paling mereka hormati di lingkungan itu.
"Anggaplah saya salah jika harus mengumumkan ini, karena bagaimanapun seharusnya dilakukan
otopsi menyeluruh terhadap jenazah almarhum sebelum penyebab pasti bisa diungkapkan." Dokter
itu berkata terbata-bata. Ia bisa melihat bagaimana cinta berbalur kecemasan memancar dari mata
para tetangga. "Katakan saja Dok. Kami belum bisa lega jika belum mengetahui penyebab kematian Pak Sutan?"
Seorang lelaki dengan tubuh sekokoh karang menjawab. Dokter itu berdehem.
14 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Dari tanda-tanda fisiknya sekarang, tampaknya penyebab stroke ini hanya satu: Bapak ini
mengalami semacam overdosis, atau meminum alkohol di luar batas normal untuk orang
seumurnya." Para tetangga saling menatap satu sama lain dengan heran. Itu salah satu informasi teraneh yang
pernah mereka dengar tentang Pak Sutan. Istri almarhum yang juga sudah renta berteriak lantang.
"Tidak mungkin. Sepanjang hidupnya ia tak pernah minum. Sepanjang hidupnya ia tak makan
obat-obat terlarang. Hidupnya sebersih kafan yang segera membungkusnya. Katakan dokter, apa
penyebab kematian suamiku yang sebenarnya" Katakan, Dok?"
Dan tangis perempuan itu memenuhi angkasa ketika hari belum lagi terang tanah. Melolong.
Mendedah hening. Perempuan itu tahu mati adalah sebuah misteri, namun ia tak bisa menerima jika suaminya
meninggal dalam keadaan seperti itu.
Jakarta, 25 Juni 2006 DILARANG BERCANDA DENGAN KENANGAN
Neuheun, Aceh, 2006 SEPULUH barak pengungsi itu berdiri kokoh menantang terik mentari, setangguh Cut Nyak
melawan pasukan kapee Belanda seabad silam. Angin luka, meski tak sebenar binasa. Masih juga
tercium aroma asin di udara yang terbawa dari Calang. Menggarami berbulanbulan derita yang tak
kepalang. Suara mobil terdengar dari kejauhan, melindas jalan batu membentuk awan debu. Derum mereka
terdengar semakin keras. Dari sebuah belokan yang tersembunyi di balik sebuah warung
sederhana, empat mobil Panther dan Kijang mengurangi kecepatan, dan berhenti persis di sebuah
tanah lapang yang difungsikan sebagai tempat parkir sementara.
Seorang wanita muda berambut cokelat turun dari Kijang dan menghambur ke Panther Grand
Touring yang berada di depan. Ia membukakan pintu bagi seorang wanita lain yang terlihat jauh
lebih tua. Kaca mata hitam ala Liz Taylor bertengger di wajah wanita tua itu. Rambut pirangnya
menyelinap keluar dari scarf yang difungsikan sebagai kerudung. Tapi jangan terkecoh dengan
wajahnya yang sudah berumur di atas 60 tahun. Gerakannya masih begitu lincah, sangat cekatan.
"Di sini tempatnya?" Perempuan tua itu bertanya kepada si cantik yang membukakan pintu. Aku
terpana melihat keduanya. Kemolekan si muda, kegesitan si tua, berpadu mengobarkan nyala yang


Ada Seseorang Di Kepalaku Yang Bukan Aku Karya Akmal Nasery Basral di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih membutakan dari kilau mentari. Tapi waktu yang membeku selama beberapa detik itu segera
pecah akibat luapan antusiasme rombongan wartawan yang bergerak maju, bergulung-gulung
menuju perempuan tua itu. Aku ikut melangkah ke depan, dan kembali sadar akan tugasku sebagai
karyawan sebuah perusahaan kehumasan. Aku membelah kerumunan wartawan sampai
berhadapan dengan nenek gesit itu.
15 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Lewat jalan ini, Madame," Aku memberi isyarat kepada para wartawan seperti mengayun tongkat
Musa untuk membelah lautan. Para kuli tinta itu mengerti. Mereka memecah menjadi dua bagian,
menyisakan jalan untuk dilalui rombongan yang baru tiba. Kami berjalan menuju sebuah ruang
serba guna yang berada di tengah-tengah formasi sepuluh barak itu.
Perempuan tua gesit itu adalah Anselma de Luca, pendiri perusahaan kosmetik Inner Beauty, yang
juga aktivis lingkungan. Anselma melakukan revolusi dalam industri kosmetika dengan tidak
menggunakan seekor pun hewan untuk diuji di laboratoriumnya. Ia juga tak ragu untuk mengecam
perusahaan-perusahaan minyak multinasional yang disebutnya sebagai "penjahat utama
pemanasan global". Hari ini Anselma akan meresmikan sebuah pusat kegiatan masyarakat yang dibangun di desa
Neuheun, Aceh Besar. Lewat sebuah yayasan yang dipimpinnya, Anselma mengucurkan Rp. 1,5
miliar. Anselma datang pagi ini dari Singapura ke Jakarta sebelum mendarat di Banda Aceh. Aku
sendiri sudah di sini sejak sehari sebelumnya, karena perusahaan tempatku bekerja menjadi humas
bagi perusahaan Anselma di Indonesia. Aku harus memastikan bahwa semua kegiatan nenek
lincah ini berjalan sesuai jadwal, karena ia akan langsung kembali petang ini ke Jakarta.
Anselma dengan ramah menyalami wartawan dan aktivis lembaga swadaya masyarakat satu
persatu. Aku mulai memandu jumpa pers yang dijadwalkan tak lebih dari 15 menit itu. Semua
berjalan lancar. Acara berganti, Anselma akan mengunjungi barak pengungsi dengan melihat
kehidupan sebuah keluarga muda yang selamat dari tsunami.
Satu barak terdiri dari 10 kamar berdinding papan dengan seng yang mengatapi kesepuluh kamar
menjadi satu. Barak itu dibuat dalam bentuk rumah panggung yang menyisakan ruang hampir satu
meter di atas permukaan tanah. Berdasarkan rencana yang disusun dari Jakarta, Anselma akan
masuk ke kamar no 9 barak I yang dihuni oleh pasangan muda Mahmud dan Zuraida. Ia akan
berbincang-bincang sebentar dengan mereka lewat bantuan seorang penerjemah yang juga kawan
sekantorku, Cecilia. Jadi ketika rombongan Anselma yang diikuti wartawan mulai menapaki tangga menuju rumah
panggung, aku tak perlu tergesa-gesa ikut naik karena Cecil sudah menunggu di depan pintu kamar
Mahmud-Zuraida. Dan aku semakin takjub melihat bagaimana cekatannya kaki Anselma bergerak
di tengah udara yang semakin panas.
"Kamu tidak ikut naik?" Sepotong suara lembut menyapaku. Aku menolehkan wajah. Ia
menyorongkan tangan. "Coleen"
Si cantik yang membukakan pintu mobil Anselma
tadi. "Johan, "Aku menyambut uluran tangannya. "Di atas sudah ada temanku yang bertugas sebagai
penerjemah." "O begitu, baiklah aku naik dulu. Senang berkenalan denganmu Johan."
"Samasama Coleen." Aku membingkai senyum. Kalau saja aku bertemu Coleen tidak dalam
kesempatan ini, mungkin aku akan mencoba bercakap-cakap lebih lama dengannya.
16 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Suasana di depan kamar Mahmud terlihat begitu sesak dari tempatku berdiri. Sejumlah wartawan
televisi dengan kamera terarah pada Anselma, dan para wartawan cetak dengan alat perekam
teracung ke udara, berebut mencari tempat terbaik untuk mendapatkan potongan dialog dari salah
seorang milyuner dunia dengan para korban tsunami.
"Halo, apa kabar?" Kembali seuntai suara lembut mengalungi telingaku. Aku menolehkan wajah ke
arah sumber suara. Seorang perempuan berkulit cokelat dengan jilbab hitam. Matanya terlihat
ramah. "Kabar baik." Aku mencoba mengais arsip ingatan. Siapakah perempuan ini" "Maaf, apakah kita
sudah pernah bertemu sebelumnya?"
"Kamu Johan, bukan?" Senyumnya tetap terpasang
rapi. "Betul." "Kamu betul-betul lupa dengan saya, Johan?" Sinar matanya meredup sekilas. Astaga, aku paling
tak suka saat-saat seperti ini. Detik-detik ketika aku bertemu seseorang yang tahu namaku, tapi aku
gagal mengidentifikasi lawan bicara. Aku menggigit bibir berusaha keras mengingat identitas
makhluk indah di depanku ini.
"Tak apa Johan. Itu sudah lama berlalu. Tapi mungkin kamu masih ingat Kensington House ..." Tak
mungkin! "... atau Brookwood Cemetery" Althorp?" Matanya menyisakan harap.
"Astaga, Aida" Khaleeda?"
Sinar matanya kini kembali terang benderang, mengalahkan terik yang memanggang Neuheun.
"Sejak kapan kamu ada di Indonesia?" Aku memutar tubuhku agar benar-benar menghadapnya.
Dalam sepersejuta detik yang sulit dikontrol, aku sudah mencium pipinya seperti saat perpisahan
kami dulu. "Sstt... tidak boleh di sini," Ia merenggangkan wajah, dan melihat ke sekeliling. Untunglah tak ada
yang memperhatikan kami, karena semua perhatian sedang tercurah kepada Anselma.
"Bahasa Indonesiamu bagus sekali, Aida?"
"Tentu saja, aku sudah 15 bulan di sini..."
"Setahun lebih" Dan aku tak tahu sama sekali?" "Aku termasuk gelombang ketiga sukarelawan
yang terjun di Aceh."
"Hatimu mulia sekali."
"Tidak Johan. Awalnya aku datang ke sini dengan pikiran, barangkali saja aku bisa berjumpa lagi
17 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
denganmu, walau pun aku tahu pasti lebih sulit mencarimu dibandingkan mencari jarum di
tumpukan jerami." Khaleeda datang ke Indonesia hanya untuk mencariku" Di dadaku tiba-tiba tercipta sebuah firdaus
dengan berbagai bunga yang mekar mewangi memabukkan.
Kensington, London, 1997 AKU terpaku di depan Kensington House, kediaman resmi Lady Diana Spencer. Bukan bentuk
bangunan itu yang membuatku terkesan, tetapi karena samudera bunga yang terhampar menguarkan berbagai
aroma yang menjadi penyebabnya. Di tengah-tengah lautan bunga itu bertaburan cuplikan puisi,
foto-foto, kliping koran, boneka-boneka lucu, memento, dan lilin-lilin yang menyala. Besok adalah
hari penguburan Diana yang meninggal secara tragis akibat kecelakaan lalu lintas di terowongan
Place de l'Alma, Paris, sepekan sebelumnya.
Aku melihat ke sekeliling. Ribuan orang menyemut dalam diam. Ada yang terisak lirih, ada yang
bermenung. Malam semakin matang di cakrawala Britania, tapi kerumunan bukannya menyurut
malah terus berdatangan seperti gelombang pasang. Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku.
"Maafkan saya ..."
Aku menolehkan wajah. Seorang perempuan dengan rambut pendek warna tembaga
menganggukkan kepalanya ke arahku. "Apakah aku mengganggumu?"
"Oh tidak. Aku sama saja dengan peziarah lain."
"Khaleeda." Ia menyorongkan tangan.
"Johan." Aku menyambutnya.
"Malaysia?" Matanya mencari tahu.
"Bukan, Indonesia."
"Ah, Bali." "Begitulah kira-kira." Aku sudah terlalu malas menjelaskan kepada setiap orang bahwa Bali yang
berada di Indonesia, bukan sebaliknya. Tapi aku tak mau memulai perdebatan dengan gadis
semanis ini. Wajahnya sangat eksotis. Ada garis Arab, Persia, atau Eropa Timur yang mencuat
samar. "Khaleeda dari mana?" Aku gagal menahan keingintahuan.
"Coba tebak?" "Turki?"
Dia menggeleng ramah. "Irak. Aku wartawati."
"Irak" Bukankah hanya ada satu koran yang diizinkan Saddam Hussein?"
18 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Saat ini aku bekerja untuk sebuah koran Yordania. Lagi pula aku dari Kurdi, bukan pecinta
Saddam. " Ia menyorongkan sehelai kartu nama.
THE JORDAN TIMES Klnlmla 0 |f|prom
2 "Namamu unik." "Ayahku Rumania. Tapi aku merasa seperti orang
Irak." "Oh begitu. Kamu sedang mempersiapkan tulisan untuk pemakaman besok?"
"Benar. Aku sedang mencari nara sumber untuk artikel ini. Menurutku kamu bisa menjadi sumber
yang kubutuhkan. Bersedia kuwawancarai?"
"Aku" Mengapa mesti aku jika ada ribuan orang di sini?"
"Kamu berbeda. Maaf bukan maksudku membedakan secara rasial. Tapi lihatlah di sekeliling kita
sekarang. Kalau bukan warga Inggris atau Barat, yang paling banyak orang India. Kamu lain."
"Hmm..." "Hmm itu artinya kau bersedia diwawancara?"
Aku mencoba membaca bahasa tubuhnya. Khaleeda seorang perempuan yang menarik, pintar, dan
punya kepercayaan diri yang tinggi. Ini kombinasi yang selalu membuatku celaka. Jika ketiga faktor
itu bersekutu pada seorang perempuan, maka aku merasa dewi cinta kembali mengepakkan
sayapnya di dalam dadaku. Dan itulah yang terjadi ketika aku menganggukkan kepala terhadap
tawaran Khaleeda. Aku mulai bercerita bahwa sebetulnya tak begitu tertarik dengan kematian mendadak Diana
Spencer yang begitu mengguncangkan dunia. Lagi pula aku tinggal di Leeds, tiga jam perjalanan
kereta api dari London. Aku mendapat beasiswa untuk kursus singkat kehumasan dari sebuah
college berkat bantuan pamanku, seorang diplomat di KBRI London. Tapi setelah melihat tayangan
televisi tentang respon jutaan manusia di seluruh dunia yang seperti tersihir dalam duka massal,
aku berpikir harus merasakan sendiri bagaimana aura kesedihan itu membungkus London. Maka
dengan keyakinan bahwa pamanku pasti sedang dalam keadaan bertugas, tadi pagi aku langsung
berangkat dari Leeds. Rupanya aku salah perhitungan. Pamanku justru sedang di Jakarta. Kesialanku semakin bertambah
karena aku tak punya teman di London yang bisa kuinapi dengan gratis. Aku baru tiga pekan di
Leeds, dari rencana belajar empat bulan kursus singkat itu. Dan yang semakin parah, uang di
dompetku tak cukup untuk menginap di sebuah hotel, yang termurah sekalipun. Aku begitu yakin
bisa menginap di rumah paman.
Khaleeda mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar kisahku. "Lantas, bagaimana menurutmu
sendiri tentang kisah cinta Diana-Dodi?"
19 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Salah satu drama kehidupan paling tragis yang dialami manusia." "Terangkan."
"Ada lagikah yang lebih pahit dari ketenteraman cinta yang sepatutnya dirayakan berdua, tapi justru
menjadi belenggu bagi kebahagiaan mereka" Diana Dodi tak lagi punya wilayah privasi, bahkan
hanya untuk sekadar merasakan getar-getar cinta yang begitu ditunggu kedatangannya oleh setiap
manusia." "Menarik sekali Johan. Dan bagaimanakah pendapatmu tentang cinta?"
Aku memutuskan sudah saatnya lebih agresif. Rumus untuk itu hanya satu: menjawab
pertanyaannya dengan pertanyaan baru. Maka yang keluar dari mulutku adalah, "Bagaimana
pendapatmu sendiri Aida" Uhm, bolehkan aku memanggilmu Aida?"
Ia tersenyum. Langit yang kelam seakan terbelah memancarkan cahaya berkat senyum Aida.
Malam itu kami bertukar pendapat tentang cinta, dan berbagai cerita. Perbincangan dilanjutkan di
sebuah pub terdekat, sampai malam mencapai puncaknya. Sampai Aida melihat arlojinya. "Terima
kasih Johan, kau sudah memberikan kisah yang banyak sekali bagi tulisanku."
"Aku yang berterima kasih karena kamu sudah menjamuku."
"Tidak masalah. Sayang aku harus balik dulu ke hotel, istirahat. Besok pasti akan menjadi hari yang
melelahkan dengan semua liputan pemakaman ini." Aida memakai kembali jaketnya, dan berdiri
dari kursinya. Aku berdiri dari kursiku. Kami berjalan keluar dari
pub. Di depan pintu, Aida seperti teringat sesuatu.
"Eh, maaf, bukankah tadi kau bilang pamanmu sedang tidak ada di London?"
"Betul." "Dan kau tak punya teman serta uang yang cukup untuk bermalam di hotel."
"Itulah kenyataannya."
"Lantas di mana kau akan tidur malam ini?"
"Aku tidak tahu. Mungkin menunggu pagi saja di Kensington." Aida terdiam. "Aku pikir itu bukan cara
yang tepat." "Aku tak melihat ada pilihan lain. Bahkan sebenarnya, tak ada pilihan sama sekali, Aida."
"Aku harap kau tidak keliru menilaiku jika aku menawarkan agar kau bermalam di kamarku. Paling
tidak kau bisa istirahat beberapa jam sebelum pagi datang."
"Terima kasih Aida, tapi aku tak bisa menerima kebaikanmu lagi."
"Bagaimana kalau kita habiskan malam dengan melanjutkan pembicaraan di kamarku?" Jelas sekali
20 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Aida bukan jenis perempuan yang pantang menyerah.
Dengan suasana jalan yang begitu disesaki manusia, tidak ada lagi taksi yang beroperasi. Kami
akhirnya berjalan kaki sekitar 30 menit sebelum sampai di depan toko serba ada Harrods, yang
dimiliki Mohamad Al-Fayed, ayah Dodi.
"Hotelku di belakang sana, sedikit lagi," Aida menunjuk sebuah bangunan.
Akhirnya kami sampai di sebuah hotel mungil. Aida mengambil kamar single bed. Ia mulai menguap
saat meletakkan ransel dan kameranya di samping tempat tidur. "Ayo, kita lanjutkan obrolan sampai
pagi," katanya dilanjutkan dengan menguap yang lebih panjang dibandingkan yang pertama. Matanya memerah.
Aida membuka jaketnya. "Jo, kamu tidak keberatan aku berbaring sebentar, kan?"
"Tidak apa-apa."
Lalu hening sejenak. Perutku terasa melilit, panggilan alam. Aku masuk ke dalam toilet. Keluar dari
kamar kecil, aku lihat Aida sudah tertidur pulas, Wajahnya seperti dipahat oleh pematung
berpengalaman. Alis matanya tebal seperti rombongan semut sedang berparade. Hidungnya
melengkung sebagus elang gurun, bibirnya merah padat. Ia tidur seperti bayi tanpa dosa.
Pandangan mataku turun ke lehernya yang jenjang, lalu pada dadanya yang naik turun seperti
berdendang. T-Shirt tipis yang ia kenakan membuat kedua bukit kewanitaannya mencuat seperti
gunung kembar Sundoro-Sumbing di desa kelahiranku, Temanggung, Jawa Tengah.
Darahku berdesir keras. Aku mengalihkan pandangan, dan berjalan menuju satu-satunya sofa di
kamar itu. Aku putar sofa itu menghadap jendela, membelakangi Aida. Aku tak boleh lagi
melihatnya sampai dia terjaga. Aku harus bisa membuang bayangan lekuk tubuhnya dari otakku.
Astaga! Cobaan macam apa lagi yang datang padaku pada dini hari seperti ini" Mungkinkah aku
mengenyahkan sebuah imajinasi yang melonjak-lonjak di kepala sementara sang pemilik tubuh
persis berada di belakangku dan tertidur pulas" Aku pejamkan mata, mencoba melalui beberapa
jam tersulit dalam hidupku sebagai lelaki.
Ya Tuhan, bagaimanakah caranya Yusuf ketika berpaling dari godaan Zulaikha" Bantu aku!
Tiba-tiba tercium aroma kopi yang keras. Aku terbangun seketika. Aida sudah rapi dengan baju dan
celana jeans yang berbeda dari semalam. "Tidurmu pulas sekali, sehingga aku tidak tega membangunkan,"
katanya lembut. "Mau kopi?"
Aku mengangguk, dan bangkit dari sofa untuk meregangkan tubuhku sejenak. "Jam berapa ini?"
Aku sibak gorden melihat ke luar jendela yang masih gelap.
"Hampir setengah lima," Aida melihat arlojinya.
"Maafkan aku Johan, tapi aku harus pergi ke Hyde Park untuk mencari tempat paling strategis buat
liputan nanti." "Tidak apa-apa. Aku temani. Kapan lagi aku bisa melihat prosesi pemakaman seperti ini?" jawabku.
21 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Ketika sampai di depan taman besar itu, pemandangan yang kusaksikan sungguh di luar dugaan.
Meski hari belum terang tanah, namun trotoar sudah dipenuhi dengan kantong tidur hampir di
semua bagian. Rupanya tak ada seorang pun yang ingin kehilangan momen saat peti mati Lady Di
melintas di depan jalan ini menuju Westmin-ter Abbey.
"Astaga! Aku tak mengira mereka akan tidur di sini," Aida menggeleng-gelengkan kepala sebelum
mengambil beberapa potret mereka.
Ketika akhirnya rombongan kereta jenazah lewat di depan kami dengan gerak lambat empat jam
kemudian, Aida berbisik kepadaku. "Aku tak bisa lamalama di sini. Aku harus segera berangkat ke
Althorp, kediaman keluarga Spencer sebelum jenazah sampai di sana."
"Aku ingin sekali menemanimu Aida, tapi ..."
"Kamu serius mau ikut?"
"Ya dan tidak."
"Mengapa?" "Ya, karena ini peristiwa yang langka. Tidak, jika kau
ingin menawarkan bantuan lagi kepadaku. Tidak, aku tidak bisa menerimanya lagi. Ayo kita ke
stasiun sekarang. Kamu berangkat ke Althorp, aku balik ke Leeds."
"Kamu... kamu tega meninggalkanku bekerja sendirian di Althorp?"
Ya Tuhan, mengapa tiba-tiba matanya berubah menjadi anak kucing yang manja. Akhirnya siang itu
aku mendapati diriku di sisi Aida, dalam perjalanan menuju Althorp. Menjelang senja, kami sudah
bergerak ke daerah Surrey menuju pemakaman Brookwood tempat Dodi Al-Fayed dimakamkan
sementara. Kereta memasuki stasiun Brookwood persis ketika gelap mulai rata di cakrawala.
Stasiun kecil ini ternyata berada di lingkungan makam yang begitu luas. Tak ada orang yang kami
temui di tengah rimbunnya pepohonan. Aku dan Aida hanya berjalan berdasarkan intuisi. Tiba-tiba
di sebuah wilayah makam, aku membaca papan nisan yang menjelaskan penghuninya adalah
seorang muslim Ismailiyah. Lalu nama lain yang juga berciri Ismailiyah.
"Kita pasti sudah dekat," Aku mencoba membesarkan harapan Aida yang terlihat lelah.
"Mudah-mudahan. Terus terang aku tak nyaman berada di tempat ini. Aku takut," bisiknya lirih.


Ada Seseorang Di Kepalaku Yang Bukan Aku Karya Akmal Nasery Basral di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa sadar ia merapatkan tubuhnya yang gemetar kepadaku, sehingga darahku kembali berdesir.
Kali ini aku tak membelakanginya. Aku peluk bahunya. "Kamu keberatan?"
Aida menggeleng. Ia bahkan semakin merapatkan tubuhnya kepadaku. Akhirnya bisa kami temukan
juga makam Dodi berkat payung hijau dengan logo Harrods yang legendaris terpancang di sisinya.
Ada beberapa orang lelaki tegap dengan wajah Timur Tengah, yang pastilah bukan petugas
makam. Aku mengucapkan salam, dan menjelaskan sekilas maksud kami. Seorang dari mereka
hanya berkata pendek, "Lima menit."
Makam Dodi ditutupi oleh bilah-bilah papan setinggi lebih dari 1,5 meter. Aku mengambil potret
22 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
makam itu dengan menjulurkan tangan dan memotret berdasarkan perkiraan saja. Setelah
detik-detik yang berlari cepat, seseorang dari lelaki tegap itu menganggukkan wajah ke arah kami.
Aku mengucapkan terima kasih, dan kembali merangkul Aida menjauhi tempat ini.
Kali ini suasana perjalanan menuju stasiun semakin gelap, kecuali beberapa titik lampu di kompleks
pemakaman yang berpijar lembut seperti laron-laron. Aida tak bisa menyembunyikan rasa takutnya
berada di lingkungan seperti ini. Dan aku harus berjuang luar biasa keras untuk mengalahkan desir
darahku akibat sebagian tubuh Aida yang melekat erat dengan tubuhku.
Di stasiun Brookwood hanya kami berdua yang menanti kereta. Suasana canggung tiba-tiba muncul
di antara kami. Begitu juga dalam perjalanan pulang menuju London. Malam itu kami lelah luar
biasa setelah menjelajahi berkilometer secuil dataran Inggris. Aida menawarkan agar kami berbagi
tempat tidur dengan posisi saling ber-punggungan. Tapi aku tak yakin apakah itu jalan keluar yang
tepat, sehingga kembali memilih untuk tidur dalam posisi duduk di sofa.
Keesokan paginya Aida mengajakku agar menemaninya berkunjung ke museum Madame Tussaud
dan Istana Buckingham. Minggu yang cerah. Aku sudah tidak lagi keberatan jika Aida yang
menanggung semua biaya, meski sebenarnya hanya bercakap-cakap di kamar pun sudah cukup.
Yang penting Aida di sisiku. Rupanya relaksasi menikmati patung-patung lilin orang ternama di
Madame Tussaud dan suasana romantis di depan Istana Buckingham, juga berdampak pada
keakraban kami. Malam itu menjelang tidur, kami takluk pada desir darah yang rupanya juga dirasakan Aida. Kami
berciuman untuk beberapa detik yang memabukkan, sebelum tiba-tiba Aida menarik tubuhnya.
"Maaf Johan, aku tidak bisa melanjutkan ini. Agama kita melarang."
"Baik Aida. Aku juga minta maaf."
Malam itu aku kembali tidur di sofa.
Senin pagi tak kulihat lagi Aida yang pernah kukenal dalam dua hari terakhir. Wajahnya seperti
orang asing yang bisa kita temukan di mana saja. Katakatanya pun berubah formal. "Johan, aku
pikir lebih cepat kita berpisah akan lebih baik."
"Kenapa Aida?" "Aku lebih tua darimu. Kamu ingat waktu aku mewa-wancaraimu" Kamu bilang umurmu 24 tahun.
Aku sudah 29, Johan."
Aku tahu bukan itu yang ingin dikatakannya. Tapi aku tahu ia pun tak punya cara lain untuk
mengatakannya. Aku sendiri tak tahu harus mengatakan apa. Haruskah kami melanjutkan
keakraban yang aneh dan tak berpola ini" Setelah minum secangkir kopi yang diseduhnya dengan
enak, aku mencium pipinya dengan cepat. Ia tak menghindar, tetapi juga tak membalas. Mataku
menyelam ke dalam matanya, dan melihat berbutir-butir air yang siap tertumpah, tapi dilawannya
dengan segenap tenaga. Hatiku sendiri patah. Di kereta api menuju Leeds, aku menangis untuk seorang perempuan yang
begitu saja bersemayam di dalam hatiku.
Neuheun, Aceh, 2006 23 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
TAPI kini melihat lagi Khaleeda, Aida-/cu, berdiri tepat di depanku membuat seluruh kenangan
bergegas kembali seperti saat jantung kami berdentang menyusuri Brookwood Cemetery.
"Johan," Suara Aida menyadarkanku. "Di kegelapan Brookwood itu, aku merasakan ketenangan
dalam pelukanmu. Aku tahu aku akan segera jatuh cinta kepadamu. Tapi aku tak sanggup
membayangkan bagaimana jika aku harus kembali ke Yordania selesai liputan, dan kau selesai
dengan kursus singkatmu di Leeds. Tak ada satu pun yang kuketahui tentang Indonesia. Padahal
saat itu, aku yakin benih cinta mulai membesar di hatiku. Tapi aku memilih tidak mengakui. Aku
memilih menampiknya Johan."
"Mengapa sekarang kau berjilbab, Aida?"
"Tidak bisa dijelaskan dengan mudah, Jo. Setelah bulanbulan pertama kita berpisah, setiap hari aku
rasakan cintaku kepadamu justru membesar, menjajah setiap sudut pikiranku. Lalu terjadilah
tsunami yang melanda negerimu. Dan aku berpikir, mungkin ini jalan yang diberikan Allah untuk
menemuimu. Mungkin lewat peristiwa inilah aku akan bertemu dengan jodohku."
"Dan kamu memutuskan menjadi relawan?"
"Ya, awalnya 1DD persen atas dasar kemanusiaan. Aku berjudi dengan kemungkinan. Barangkali
saja karena satu dan lain hal, kamu juga akan menjadi relawan di sini."
"Lalu?" "Bulanbulan pertama aku mencoba beradaptasi dengan budaya di sini, termasuk keharusan
berbusana sesuai dengan syariat, meskipun di Kurdi dan di Yordan sendiri aku praktis tak pernah
memakai hijab. Aku mencoba mencari tahu tentang keberadaanmu melalui wartawan lokal yang
semakin lama semakin banyak kukenal. Aku
mencoba mencari tahu tentangmu lewat internet. Semua gagal."
"Tapi sekarang aku di depanmu Aida." Suaraku terdengar agak berlebihan dalam semangat.
"Barangkali kamu benar, Allah punya caranya sendiri untuk mempertemukan kita kembali. Ini luar
biasa Aida. Kau tahu, sejak di Brookwood itu, di stasiun yang sepi itu, aku pun merasa sudah
seharusnya lebih jelas menyatakan cintaku padamu. Tapi aku juga tak yakin, apakah yang kita
rasakan hanyalah kedekatan sesaat atau sebuah cinta yang akan abadi selamanya. Tapi sekarang
melihatmu lagi, aku tahu bahwa... bahwa barangkali kita memang ditakdirkan untuk bersatu."
Wajah Aida tiba-tiba berubah, seperti awan gelap menggayut di sudut matanya. Aku mencoba
menghiburnya. "Hei, tidakkah kau ingin kita bersatu dalam sebuah, well, tali pernikahan Aida" Aku
tak keberatan kau lebih tua S tahun dariku. Bagaimana menurutmu" Sekarang kau sudah tahu
Indonesia. Kau sudah bisa berbahasa Indonesia. Kita bisa tinggal di Jakarta, atau di sini kalau kamu
mau..." "Ya, itulah rahasia takdir yang tak kita mengerti." "Kalau begitu kita akan sering bertemu lagi sejak
sekarang." Aku merendahkan suara, mencoba memikat perhatian Aida seperti 9 tahun lalu. Aku
masih bisa mencium wangi rambutnya ketika kami berjalan berpelukan di Pemakaman Brookwood.
Aku masih bisa merasakan keter-panaanku ketika melihatnya di depan Istana Kensington. Bahkan
kini aku merasakan lagi sebersit desir kelelakian yang persis sama saat kulihat Aida terlelap untuk
24 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
pertama kalinya di sebuah hotel kecil di Knightsbridge. Aku mengguyurnya lagi dengan lelucon.
"Kamu ingin kita punya berapa anak, Aida?"
"Kalau saja kita bisa bercanda dengan kenangan, Johan." Setitik air mata bergulir dengan cepat dari
sudut matanya. "Setelah berbulanbulan aku tak melihat jejakmu di sini, aku semakin dekat dengan
seorang aktivis LSM juga yang membantu para korban tsunami di Meulaboh. Bulan lalu kami ..."
Aida melihat ke arahku, dan menggigit bibirnya menguatkan hati.
"Bulan lalu kami bertunangan, Johan. Ternyata jodohku memang di Indonesia, dengan orang
Indonesia, namun datang melalui cara yang sama sekali tak ku mengerti. Jika tak ada aral, dua
bulan lagi kami menikah."
Aku mematung. Kali ini luka yang telah mengering di hatiku hampir satu dekade itu kembali
terkoyak. Sungguh lebih sakit dibandingkan saat aku menangis di kereta api dalam perjalanan
menuju Leeds. Jakarta, 24 Juni 2006 LEGENDA BANDAR ANGIN PEREMPUAN itu selalu memandang laut ketika senja sibuk memahat siluet di saga cakrawala.
Matanya terpejam, cuping hidungnya tertarik ke atas seakanakan ia bersiap menghirup seisi
samudera melalui bibir kecilnya yang rekah. Ia mampu berjam-jam melakukannya, sampai angin
senja mengibarkan pakaiannya laksana panji-panji perang di Kurusetra. Orang-orang yang melintas
di depan bukit sudah terbiasa melihat pemandangan itu: seorang perempuan di awal 30-an tahun
yang cemas menunggu jawab.
Lalu malam yang masih mentah melayang lembut dari langit lumuri tubuhnya, membuat wajahnya
sulit dikenali dari kejauhan. Ia terus memandang kuala, menafsir cuaca. Saat gelap turun sempurna
dan laut sehitam jelaga, ia masih menunggu beberapa jenak, membiarkan sepoi membisikkan kabar
yang menyelinap dari laut bebas. Hidungnya rindukan bau lelaki, keringat seorang ayah yang akan
mencium keningnya lagi. Seperti dulu, malam demi malam demi malam demi malam.
Setiap kali ada sampan yang memasuki pelukan teluk, angin segera mengirimkan kristal keringat
para lelaki yang menjejakkan kaki di pantai. Tapi tak satu pun serupa dengan aroma tubuh ayahnya
lelaki yang wajahnya terus menjauh dari lorong ingatan. Baru setelah kakinya gontai dihantam lapar dan putus harap,
perempuan itu menuruni bukit sembari tangannya menyambar daun-daun kayu putih yang
mengelilinginya serapat benteng.
Lalu diremasnya dedaunan itu sampai aroma wangi pedas menguar, menyerbu lubang hidungnya.
Aroma yang memberi kehangatan. Perempuan dengan bibir rekah itu berlari-lari kecil kembali ke
rumahnya, menemui ibunya yang buta dan menceritakan bagaimana samudera masih belum juga
meneruskan kabar yang ingin mereka dengar. Sang ibu seperti biasa akan mengelus rambut
25 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
anaknya yang merebahkan diri di pangkuan. "Saat itu akan segera tiba Nak, ketika angin
membuatmu menari gembira."
"Ceritakan padaku tentang ayah, Bu?"
Lalu ibunya akan bercerita, mengulang cerita, yang sudah didengarnya sejak kecil, sejak ia bisa
bertanya, "Di mana ayahku sekarang, bu?"
"Pulang." "Pulang ke mana?"
"Ibu tidak tahu. Ia datang dari seberang samudera dan pulang menuju arah yang sama."
"Masih hidupkah ayah?"
"Perasaanku mengatakan masih."
"Mengapa ia tak pernah berkirim kabar, bu?"
"Satu saat cintanya pasti kembali menemuimu di sini, nak. Menemui kita."
Lalu setelah itu ia akan segera terlelap di pangkuan ibunya yang buta, Perempuan berbibir rekah itu
tertatih memasuki dunia mimpi yang terus menggempurnya sejak kecil. Sejak ia tak pernah melihat
ayahnya lagi. MIMPI-mimpi itu selalu membuatnya bergidik. Laki-laki. Banyak sekali laki-laki turun dari sebuah
kapal yang berlabuh di teluk. Keringat mereka bertumpahan mengairi laut. Mereka berjalan
mendekatinya, semua tanpa kepala. Hanya tubuh-tubuh ringkih dengan satu tas jinjing di tangan
masing-masing. Mereka bicara dalam bahasa yang tak ia mengerti. Ia ingin sekali mengetahui
siapakah para lelaki itu. Adakah ayahnya salah seorang dari mereka" Tapi ia tak bisa bertanya.
Mulutnya tersumbat. Rombongan itu berlalu menjauhinya, memasuki lebat rimba.
Lalu nyanyian ombak kembali mengalun dari bibir kuala. Sebuah kapal kembali masuk dan
melempar sauh. Laki-laki. Banyak sekali lelaki yang turun dari lambung kapal itu seperti tak
habis-habisnya. Keringat mereka menguap, berbaur dengan udara panas tempat tinggalnya,
sebuah pulau kecil yang dipagari laut dalam di semua sisi. Rombongan ini kembali mendekatinya.
Dan kembali ia tercekat karena tak satu pun dari mereka yang memiliki kepala. Tunggu, seorang
lelaki menyempal dari kerumunan, dan berjalan mendekatinya. Lehernya memancarkan darah yang
meleleh seperti lilin beku. Kedua tangan lelaki itu terkembang mencoba memeluknya.
"Ibu!" Perempuan dengan bibir rekah itu terbangun. Wajahnya pucat bersimbah peluh.
"Siapakah lelaki yang mendekatiku?" Sang ibu yang terus terjaga sepanjang malam kembali
mengelus rambutnya. "Mungkin ayahmu. Seperti apa bentuknya?"
"Dia tanpa kepala, bu. Seperti apa ayahku?" "Dia lelaki sejati. Itu sebabnya sejak ayahmu kembali
menuju samudera, aku butakan mataku."
26 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Aku tak bisa tidur lagi, bu."
"Kau tak harus tidur jika otakmu tak memerintahkan
matamu terpejam. Berilah penghargaan untuk otakmu seperti kau menghargai matamu."
Perempuan berbibir rekah itu kini duduk dan menciumi rambut ibunya yang panjang melewati paha.
"Besok pagi aku potong rambut ibu, supaya ibu tidak kesulitan dalam rneng-urul."
Ibunya menggeleng. "Nanti ayahmu sendiri yang akan memotongnya. Aku tak pernah
memotongnya sejak kami berpisah."
"Ceritakan bagaimana ibu bertemu ayah?"
"Aku sudah ceritakan kisah itu ribuan kali."
"Ceritakan sekali lagi agar aku semakin merasa dekat dengannya."
"Ayahmu seorang pendatang, seperti yang kau lihat dalam mimpi-mimpimu. Ia dan
kawan-kawannya hidup terpisah dari kami. Mereka merubuhkan hutan, meratakan tanah, dan
menanam berbagai macam tumbuhan yang tak pernah aku lihat sebelumnya." "Lalu?"
"Lalu pada suatu malam ketika aku sedang melintasi bagian lain hutan yang masih tegak, aku
berpapasan dengan ular sebesar paha. Aku pikir sudah pasti itulah akhir hidupku. Tapi Tuhan
punya rencana lain. Ia kirimkan seorang lelaki yang sigap menerabas semak begitu aku menjerit
sekuat tenaga." "Ayahku orang hebat ya, bu?"
"Tak diragukan lagi. Ia pertaruhkan nyawa untuk menolongku. Padahal aku orang asing baginya.
Ayahmu bisa saja terus berjalan ke tempat di mana ia dan teman-temannya bermukim." "Lalu?"
"Ayahmu berkelahi dengan ular itu. Perkelahian yang
tak seimbang. Untunglah teriakanku yang kencang rupanya terdengar juga oleh penduduk
kampung. Mereka berdatangan membawa parang dan membantu ayahmu. Kalau tidak bisa saja
ayahmu yang mati lebih dulu." "Kemudian?"
"Penduduk kampung meminta ayahmu ikut ke kampung kami. Ia disambut bagai pahlawan. Para
tetua adat kami senang karena ternyata sikap ayahmu sebagai pendatang tidak seperti yang
mereka bayangkan sebelumnya."
"Sikap apa bu?"
"Bahwa mereka hanya mau berkelompok dan bergaul dengan sesama pendatang. Padahal mereka
hidup di tanah kami, makan dari apa yang ditumbuhkan tanah ini, dan minum dari air yang mengalir
di pulau ini." "Apa sebenarnya pekerjaan ayah di sini, bu?"
27 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Ibu tidak tahu nak. Kami tak pernah bertemu jika siang hari. Ayahmu hanya datang mengunjungi
ibu setiap malam setelah perkelahian dengan ular di hutan itu. Begitu juga setelah akhirnya kami
menikah. Ia hanya mengunjungiku untuk satu-dua jam sebelum kembali hilang ditelan gelap rimba."
"Apa saja yang terjadi ketika ibu bertemu ayah selama dua jam itu?"
"Ia bercerita banyak hal yang tidak ibu mengerti. Tentang hidup di seberang samudera, tentang
dunia. Ia memberitahu ibu banyak pengetahuan, sampai akhirnya kamu lahir dan ayahmu mulai
jarang datang." "Mengapa bu" Apakah ia melupakan ibu?"
"Tidak nak. Setelah sekitar sebulan ia tak pernah muncul, tiba-tiba ia datang pada satu malam
dengan setandan pisang. "Untuk bayiku, untuk permata hatiku," katanya sembari menciumimu tak
putus-putus. Tentu saja saat itu kamu masih lekat pada susuku dan sama sekali tak bisa mengunyah pisang yang sudah
dilembutkan oleh ayahmu dengan gusinya. Dengan hatihati, ia tempelkan pisang itu pada bibirmu.
Lalu ia cium bibirmu agar pisang itu bisa kau telan."
"Bisakah aku menelannya saat itu, bu?"
"Tentu saja pisang itu kau muntahkan. Tapi bukan itu yang terpenting. Kerinduan ayahmu yang
menggelegak untuk menciumimu membuatnya tak sengaja menggigit bibirmu terlalu keras.
Darahmu membasahi susuku. Ayahmu kaget luar biasa. Itulah yang membuat bibirmu rekah seperti
sekarang." "Ayah tentu merasa menyesal sekali saat itu ya, bu."
"Untuk pertama kalinya aku melihat ayahmu menangis membabi-buta. Ia takut sekali kau mati
malam itu." "Tapi mengapa ia tidak mengunjungi ibu selama sebulan kalau ia betul-betul mencintai kita?"
"Tempat tinggal ayahmu dipindahkan Nak. Jauh sekali sampai ke ujung seberang sungai besar
yang membelah pulau ini."
"Siapa yang memindahkan?"
"Ayahmu tak pernah bilang. Ia hanya katakan hidupnya berjalan atas perintah demi perintah.
Namun sejak malam saat bibirmu cabik itu, ayahmu terus mengunjungi kita meskipun tempat
tinggalnya sudah lebih jauh. Ia seperti tak pernah puas-puasnya menciumi keningmu. Ia tak pernah
mau lagi mencium bibirmu. Katanya supaya tak mengulangi lagi keteledorannya."
"Ia datang setiap malam mengunjungi kita, bu?"
"Setiap malam. Hujan atau panas. Hanya karena tempat tinggalnya lebih jauh, maka ia tak lagi
selama dulu di antara kita. Tapi buatku hal itu cukuplah."
28 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Mengapa ibu dan ayah tak hidup seperti keluarga biasa?"
"Saat itu tak mungkin nak, meski kakekmu sudah bisa menerima segala perbedaan ayahmu
dibandingkan para lelaki lain dari suku kita."
"Kakek luar biasa ya, bu?"
"Ya. Kakek dan ayahmu adalah lelaki-lelaki yang luar biasa."
"Tapi mengapa ia akhirnya pulang lagi menuju samudera, bu?"
"Seminggu sebelum kepulangannya ia datang mengunjungi kita dengan wajah bingung. Ia terlihat
seperti orang lain."
"Maksud ibu?" "Linglung. Banyak sekali yang ingin dikatakannya. Ia menangis cukup lama sebelum bilang bahwa
ia harus kembali ke tempat dari mana ia datang. Ia berkali-kali minta maaf."
"Tentu itu hal yang sulit bagi ibu."
"Sulit sekali. Ibu tanyakan mengapa pulang jika ia punya keluarga di sini" Lama sekali ayahmu tak
menjawab sampai akhirnya menjelaskan bahwa ia meninggalkan anak seumurmu di seberang
samudera ketika baru datang di pulau ini. Ia merasa wajib untuk menengok anaknya itu karena tak
ingin membedabedakan cinta. "
"Jadi aku punya saudara?" Perempuan buta itu mengangguk lemah.
"Ibu marah kepada ayah?"


Ada Seseorang Di Kepalaku Yang Bukan Aku Karya Akmal Nasery Basral di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Awalnya ya. Mengapa ia tidak mengatakan hal itu sebelum kami menikah. Tapi kemudian ibu
sadari, bukan hal yang mudah juga baginya untuk menjalani kehidupannya saat itu."
"Tapi mengapa ibu membutakan mata?"
"Agar kutahu sulitnya hidup dalam dunia yang sangat terbatas seperti yang dialami ayahmu, Nak. Ia
bisa melihat tapi tak punya banyak pilihan. Aku buta namun memiliki banyak pilihan."
"Kesetiaan ibu luar biasa," Perempuan dengan bibir rekah itu akhirnya menguap.
"Tidurlah nak. Tak ada yang lebih setia dibandingkan kantuk yang selalu menemani mata. Kamu
harus segera istirahat, sayang."
"PAK, silakan diminum kopinya." Suara seorang lelaki membuyarkan lamunanku. Aku mengalihkan
pandang dari laut pada segelas kopi yang terhidang.
"Terima kasih." Aku melihat ke sekeliling rumah kopi ini yang terasa berbeda dengan
gedung-gedung hangus di sekitarnya. Kota ini baru saja dibakar dendam kesumat antar warga
beberapa tahun silam. Mataku kembali melahap laut lepas yang dalam beberapa jam ke depan
akan aku arungi. 29 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
Suara lelaki penghidang kopi itu kembali mengoyak kesunyian. "Maafkan pertanyaan saya jika
terdengar kurang sopan, bapak ingin ke pulau Bandar Angin?" "Bagaimana Anda tahu?"
"Setiap orang yang mampir di kota ini biasanya ingin ke Bandar Angin." "Begitukah?"
"Ada yang ingin mengais kembali sekeping kenangan, ada yang ingin membuktikan kebenaran
sebuah legenda." "Legenda" Legenda apa?"
"Astaga! Jadi bapak belum pernah mendengar tentang Legenda Bandar Angin?"
Aku menggeleng. Lelaki itu tampak tak percaya.
"Tentang seorang perempuan yang berdiri di atas bukit setiap senja dengan baju berkibar dan tak
putus-putusnya menatap laut. Bapak betul-betul belum pernah dengar?"
"Tidak, tidak pernah."
"Setiap warga Bandar Angin yang saya kenal bilang perempuan itu memang pernah hidup. Tapi
konflik antarwarga yang bermula dari sini, memercik pula ke Bandar Angin. Konon, perempuan itu
termasuk salah seorang korban tak berdosa."
"Dia mati maksud Anda?"
"Begitulah yang saya dengar. Tapi meski sudah beberapa tahun berlalu, setiap senja selalu saja
orang masih bisa melihat gadis itu seperti berdiri menatap bandar, dengan bajunya yang
berkibar-kibar." "Kalau begitu ceritakan kisah lengkapnya. Saya masih punya beberapa jam sebelum pergi ke sana."
Maka lelaki di rumah kopi itu pun memulai ceritanya, seakanakan ia sendiri yang mengalami seluruh
peristiwa di Bandar Angin.
Pulau Buru, Agustus 2DD5 Jakarta, September 2DD6
1 Uru = memetik daun kayu putih
LEBARAN PENGHABISAN INI tahun ketiga istriku mengulangi permintaannya.
"Kapan kita pulang kampung, mas?"
"Tahun depan." Aku tak mengalihkan tatapan dari koran yang sedang kubaca.
30 Georgette Heyer - Si Kembar Jatuh Cinta m.pdf - Bidadari Pendekar Naga Sakti
"Kalau begitu izinkan saya mudik sendiri tahun ini."
Ucapan pendeknya berhasil membuatku mengenyam-pingkan koran. Mataku membelai belahan
jiwa yang kunikahi lima tahun lalu. "Maryati?"
"Saya harus pulang, mas. Bapak sudah berkali mengirimkan surat menanyakan kapan kita akan
menengok beliau, dan ..."
"Dan apa?" "Dan saya ingin berziarah ke makam ibu." Badannya bergetar mencoba menahan tangis. Aku peluk
tubuhnya. "Aku juga ingin, Mar. Tapi itu butuh biaya yang tidak sedikit. Harga tiket, barang-barang yang kita
akan bawa buat keluarga di kampung. Kita tidak bisa datang dengan tangan kosong, Mar.
Pendapatanku sekarang belum memungkinkan."
"Pokoknya saya mau pulang," Maryati tak lagi menatap wajahku. Kalau sudah punya keinginan, ia
bisa setegar karang. Aku menghela nafas. "Kalau begitu, besok kutanyakan pada pengurus
koperasi karyawan di kantor, apakah bisa dapat pinjaman lagi karena pinjaman terakhir
masih belum lunas." Mata Maryati sontak berbinar-binar. Ia bangkit dan mengecupku. "Terima kasih, mas." Ia berlari ke
dalam kamar, dan keluar dengan membawa sepotong kain yang segera dihamparkannya di
depanku. "Biar sedikit, selama ini aku menabung kalau-kalau ada keperluan mendadak."
Dadaku sesak melihat kecermatannya mengatur sisa gajiku yang tak seberapa. Tabungan Maryati
cukup untuk sekadar biaya perjalanan kami berdua pulang-pergi.
MALAM harinya aku sulit tidur. Bukan karena sibuk memikirkan alasan apa lagi yang akan aku
sampaikan untuk peminjaman kali ini. Yang lebih memusingkanku adalah soal lebaran itu sendiri.
Sewaktu kecil aku gembira luar biasa menghadapi akhir puasa. Lebaran berarti sarung baru, kopiah
baru, baju baru, sepatu baru. Tapi setelah dewasa, aku melihat lebaran sebagai satu-satunya saat
di mana harga meroket lebih cepat dibandingkan roket buatan Pindad, Bandung. Mulai dari urusan
dapur, sandang, sampai transportasi yang mendapat tamu kehormatan: tuslah.
Atas nama tuslah, harga karcis melesat lebih cepat dibandingkan bus-bus yang berjalan merambat
akibat kemacetan kronis di sepanjang Pantura. Omong-kosong dengan peraturan pemerintah yang
menetapkan angka tertinggi kenaikan hanya sekian persen. Siapa pun yang membuat kebijakan itu
pasti tak pernah melihat bagaimana lintah-lintah bertubuh manusia mengisap uang penumpang
tanpa belas kasihan. Lebaran saat ini berubah menjadi sarana eksploitasi paling mengerikan
setelah era kuli kontrak.
The First Fall 2 Pendekar Rajawali Sakti 78 Perawan Dalam Pasungan Harta Karun Kerajaan Sung 6

Cari Blog Ini