Buron Karya Anjung Paput Bagian 2
"Apa aja yang udah kamu liat di mataku?" tanya Kimly.
Terdengar bunyi "duk" pelan di belakang kepala Kimly. Mungkin Radit mengentakkan
kepalanya ke pintu dan bersandar di sana. Walaupun tidak melihat, Kimly dapat
membayangkan tatapan Radit yang sedang menerawang ke atas, berusaha mencari jawaban.
Jantungnya berdebar semakin keras menunggu jawaban.
"Aku lihat", sorot matamu penuh kesedihan dan raut wajahmu menunjukkan kamu sedang
berusaha menyembunyikan rasa sakit. Dan surat-surat itu?"
"Ng-nggak ada surat! Surat apa" Itu cuma candaan temen-temenku, nggak serius!" sela Kimly
segera. Suaranya bergetar. Kimly menyadari kesalahannya dan merasa kesal pada dirinya sendiri
karena sudah begitu bodoh terhanyut dalam kata-kata Radit. Seharusnya Kimly tidak
membicarakan hal ini terlalu jauh.
Seandainya saat itu Icy melihat Radit di balik punggungnya. Raut cowok itu mengeras. Radit
mengembuskan napas pelan. "Candaan" Candaan apa" Kok kamu nggak ketawa?""
" A n j u n g p a p u t ** LIMA Love is when I am angry with him
And forgive him in the same time
*** JAKARTA"Kamis, 8 September
KIMLY berjalan di sebuah mall. Lenggang. Begitu sepi. Tidak ada orang di sekitarnya. Tidak
ada suara yang terdengar. Tidak ada tanda-tanda kehidupan sejauh mata memandang.
"Halo"," Kimly bergumam pelan, berharap ada seseorang yang akan menyahut, menandakan
ia tidak sendirian di sana.
Namun cuma kesunyian yang menjawab panggilannya. Kimly merasa takut. Jantungnya
berdebar keras sekali, serasa berdentum-dentum di sekeklilingnya, membuat dinding mall seolaholah bergetar. Kimly menoleh ke kanan-kiri, celingukan. Kimly melihat banyak kertas ditempel di dindingdinding, pintu-pintu kaca, pilar-pilar, dan rak-rak. Semuanya bernada sama, dengan huruf-huruf
yang diambil dari Koran atau majalah dan memiliki ukuran yang berbeda-beda.
TinggAlin nino! pErgi lO cEwEk jelek! lO gAk lAyAk buAT sEmuA cOwOk! kE lAuT AjA!
Kata-kata dalam surat itu serasa bergema dalam kepalanya. Serasa ada ratusan orang yang
berbicara, menghujatnya, mengiris hatinya dengan pisau steik. Kimly menutup telinga erat-erat.
Sekelebat dilihatnya sosok pria dibalik pilar. Mata Kimly membelalak. Kimly tersenyum.
Hendak dipanggilnya orang itu. Namun sesosok lain muncul di sebelah pria itu. Wanita. Mereka
tampak begitu mesra. Menjijikan.
" A n j u n g p a p u t Di kejauhan Nino melintas dengan muka belepotan kecap manis. Suara tawa mengiringi cowok
itu. Berisik! Berisik! Berisiiiiik!
Kimly menggeleng-gelengkan kepala dengan keras. Ia berteriak-teriak. Namun suara bising itu
tidak tidak juga hilang. Dilihatnya Raditya di sudut pintu. Menatap ke arahnya. Berjongkok
sambil makan pisang. Pandangannya kosong.
Tak ada air mata yang mengalir di pipi Kimly. Sebagai gantinya, pori-pori tubuhnya
mengeluarkan air mata yang begitu deras. Seolah ada sesuatu yang mendorong dari dalam
tubuhnya untuk keluar. Perut Kimly bergejolak. Matanya liar memandangi tubuhnya yang
seperti plastik bocor dipuluhan tempat.
Segera saja mall dipenuhi air. Semata kaki. Selutut. Sepaha. Seperut. Sebahu. Air mulai
membasahi dagunya, kemudian mulut. Kimly berjinjit, namun air terus naik, naik, naik.
Napasnya tertahan. Kimly tenggelam. Air itu asin. Matanya pedih. Dadanya mulai perih. Sesak.
Kimly perlu udara. Kimly akan mati. Tidak! Tidak mau! "TIDAAAAAK!" Kimly membuka mata. Ia terengah-engah. Dadanya sesak karena ternyata ia
menahan napas sedari tadi. Jantungnya berdebar keras. Keringat mengucur di sekujur tubuhnya.
Kimly mengelap dahinya dengan punggung tangannya.
Mimpi. Itu Cuma mimpi. Cuma mimpi. M-I-M-P-I.
" A n j u n g p a p u t "Non! Non nggak apa-apa?" sebuah suara menyentaknya.
Kimly menoleh. Matanya menyipit. Gorden jendela di atas kepala ranjangnya sudah dibuka.
Sinar matahari mendesak masuk. Sesaat sinar itu terhalang tubuh besar Bi Ima.
"Bi"," bisik Kimly linglung.
Bi Ima mengguncang-guncang tubuhnya.
"Non! Non nggak apa-apa?" tanya Bi Ima lagi, kawatir.
Kimly mengerjap-ngerjapkan mata. Jantungnya mulai berdetak normal lagi. Ia menelan ludah
dan meminum air putih pemberian Bi Ima. Bi Ima mengelap keringat di wajah Kimly dengan
handuk kecil. "Nggak pa-pa, Bi. Cuma mimpi, mimpi buruk," gumam Kimly.
Matanya terpaku pada pintu kamar mandi yang tertutup ia terenyak.
"Bi, Bibi kok bisa masuk ke sini" Tumben"," kata Kimly, takut Bi Ima menemukan Raditya.
Sepertinya semalam Kimly lupa mengunci pintu pengap sehingga Bi Ima bisa masuk.
Kerutan di wajah Bi Ima mengendur begitu tahu Kimly baik-baik saja.
"Sekarang sudah jam tujuh, Non. Non telat bangun. Bibi jadi khawatir," jawab Bi Ima. Kimly
melihat jam dinding. Benar yang dikatakan Bi Ima.
"Aku nggak usah masuk aja kali ya, Bi. Nggak enak badan," pinta Kimly pelan.
" A n j u n g p a p u t Biasanya Bi Ima langsung memprotes panjang-lebar jika Kimly mengatakan hal semacam itu.
Namun kali ini ia hanya tersenyum kecil memaklumi. Matanya terlihat sedih. Kimly bertanyatanya dalam hati, apakah pandangan mata seperti itu yang dilihat Raditya dalam sorot matanya"
"Ya sudah. Tapi Non harus sarapan. Bibi bawain ke kamar ya!" Bi Ima telah siap pergi ketika
Kimly menarik tangannya. "Nggak usah deh, Bi, Kimly makan di meja aja. Mama mana?"
"Ada di kamar, lagi siap-siap, kalo tuan katanya ada dinas, jadi nggak pulang dari kemarin,"
jawab Bi Ima, kemudian keluar kamar.
Bayangan ayahnya yang bermesraan dengan wanita lain berkelebat di pikiran Kimly. Kimly
merasa mual. Kimly segera turun dari ranjang dan membuka pintu kamar mandi. Kimly
menarik Radit keluar. Dinyalakannya keran air.
Kimly memandang bayangan dirinya di kaca. Bawah matanya cekung dan kehitaman.
Rambutnya berantakan, basah, dan lembab. Kulit dan bibirnya pucat.
Siapa cewek ini" *** Kimly berpapasan dengan mamanya di meja makan. Wanita itu sedang menikmati kopinya
sambil membaca koran. Selintas pikiran iseng menyelinap di kepala Kimly, apa mamanya ngefans juga sama Radit, ya"
Mama menoleh melihat Kimly muncul.
"Bolos?" tanya mama sambil lalu, kemudian kembali menekuni korannya. Pertanyaan yang
terdengar tidak meminta jawaban. Dada Kimly kembali berdenyut sakit.
" A n j u n g p a p u t "Sakit, Ma, mama nggak liat mukaku pucat gini?" balas Kimly pelan. Ia membuat segelas susu
untuk mengganjal perutnya yang lapar.
"Oh, maaf. Nggak sadar," sahut mama.
Kimly mengadu gigi bawah dan gigi atasnya sampai terasa sakit.
Bagaimana bisa seorang ibu tidak menyadari anaknya sedang sakit"
"Mama udah mau pergi?" tanya Kimly masih berusaha melanjutkan komunikasi yang terasa
tidak menyenangkan itu. Biar bagaimana pun Kimly kan jarang bertemu mamanya. Kimly
kangen dengan suara wanita itu.
Kimly memerhatikan raut muka wanita di depannya. Untuk pertama kalinya, Kimly menyadari
mamanya terlihat jauh lebih tua daripada saat terakhir kali mereka bertemu. Dan jauh lebih
kurus. Tidak ada lagi senyuman yang selalu dilihatnya saat Kimly masih kecil.
"Iyalah, kalo nggak buat apa mama pake baju kayak gini?" jawab mama ketus.
Kimly merasa tertampar. Kimly merasa dimusuhi mamanya. Apakah pernah sekali saja wanita
itu menganggap Kimly anaknya"
Dada Kimly terasa sesak. Kimly tidak tahan. Kimly segera beranjak dari kursi, menyenggol gelas
susunya hingga tumpah, kemudian berlari pergi dari ruang makan.
*** "DOORRRRR!!!" " A n j u n g p a p u t Pintu pengap tiba-tiba terbuka, membuat Kimly menoleh kaget setengah mati seperti habis
melihat hantu. Jantungnya serasa berhenti berdetak dan ia menahan napas sampai wajahnya
memerah. Kedua sahabatnya tertawa geli melihat ekspresi Kimly, kemudian bergaya-gaya centil
di depan pintu. "Hai haaai!!!" seru mereka ribut.
"Lylla, Ardel!" jerit Kimly kaget. Untung saja saat itu Kimly berada di luar kamarnya, sedang
mengambil air putih di dapur. Sahabatnya berhamburan ke pelukan cewek itu sambil menjeritjerit senang, seakan-akan mereka sudah tidak bertemu selama berpuluh-puluh tahun. Kimly
melirik panik ke arah kamarnya yang tertutup.
"Aduuuuh", Nooon", sudah lama ya nggak ketemu"!" Bi Ima tiba-tiba keluar dari dapur
dengan wajah senang. Lylla dan Ardel menoleh tidak kalah senangnya dan langsung memeluk
Bi Ima sambil menjerit-jerit.
Kimly meringis, kemudian segera masuk ke kamar dengan panik. Dilihatnya Radit sedang
duduk di tempat favoritnya sambil menikmati pisangnya yang kesepuluh (untunglah, bukannya
bingung semua pisangnya habis, Bi Ima malah memuji Kimly karena cewek itu tidak lagi
memilih-milih makanan). Walaupun tadi meninggalkan cowok itu sendirian, Kimly tidak takut ketahuan karena Bi Ima
tidak pernah masuk ke kamarnya tanpa sepengetahuannya. Tapi sekarang masalahnya berbeda.
Setiap detik Lylla dan Ardel bisa saja tiba-tiba membuka pintu dan masuk.
Kimly segera menarik tangan Radit hingga cowok itu berdiri. Kimly mondar-mandir panik,
mencari-cari tempat persembunyian. Nggak mungkin, ngumpet di kamar mandi! Kalau Lylla
atau Ardel mau pipis gimana"
Lemari! Lylla dan Ardel tidak akan punya alasan untuk membuka lemari Kimly.
" A n j u n g p a p u t Kimly segera membuka lemari pakaiannya yang luas dan mendorong Radit masuk ke sudut
yang pas-pasan sekali dengan tubuh cowok itu. Radit hanya bisa pasrah dengan wajah luar biasa
bingung. "Diem di situ. Jangan bikin suara," perintah Kimly, kemudian menutup pintu dan
menguncinya. Kimly bersandar di pintu lemari, menenangkan debar jantungnya yang tidak
beraturan. Tiba-tiba pintu pengap terbuka dan (benar saja) teman-teman Kimly berhamburan masuk
dengan berisik. Ardel menjatuhkan diri ke ranjang dan Lylla menyalakan TV.
"Kalian nggak sekolah?" tanya Kimly bingung sekaligus senang karena sahabatnya datang.
"Udah pulang," jawab Lylla dan Ardel kompak.
Kimly melirik jam dan tersadar. Jam 14.00.
BREK! GUBRAK! BRUUUK!!! Tiba-tiba terdengar suara benda jatuh di dalam lemari pakaian Kimly. Keringat dingin mengalir
di keningnya. Matanya terbelalak menanti suara mengaduh Radit, namun untunglah cowok itu
penurut, Radit tetap diam. Justru Kimly yang tidak bisa menahan senyum saat membayangkan
raut bingung Radit yang kejatuhan barang.
"Apaan sih, Kim" Kok senyum-senyum sendiri" Udah gila lo?" Ardel meneliti raut wajah
Kimly. Kimly segera menurunkan ujung bibirnya dengan panik. "Eh, ng-nggak kok! Siapa yang
senyum-senyum sendiri?" jawabnya tergagap.
Gawaaat! " A n j u n g p
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
a p u t "Gue liat kok tadi!" balas Ardel. "Cepetan bilang! Ada apa sih?"
Ardel menyerang Kimly dengan jurus kelitikkannya, membuat Kimly tertawa-tawa geli dan
terjatuh ke ranjang. BRAK!! Suara barang jatuh kembali terdengar, kali ini disertai suara orang tercekat. Ardel berhenti
memukuli Kimly dengan bantal. Ia menoleh bingung.
"Suara apaan tuh?" tanyanya sambil melongo ke arah Kimly.
Lylla yang sedang duduk di kursi sambil nonton TV (sudah pasti berita kriminal yang akhir-akhir
ini masih menjadi favoritnya) ikut-ikutan menoleh. Kimly berhenti tertawa dan tertegun.
Oh-oh" Raditya! "Oh" mmm" ada barang gue yang jatuh di lemari," jawab Kimly, berusaha menampilkan
wajah selugu mungkin. "Bukan yang itu! Ada suara lain!" balas Ardel.
"Ngg" ngg" suara apaan sih?" tanya Kimly gugup. "Perasaan lo aja, kali?"
"Gue juga denger kok, ," Lylla ikut-ikutan. "Mungkin penunggu kamar lo marah karena kita
ribut," kata Lylla lagi dengan suara rendah.
"Ap-apaan sih" I-itu tadi suara gue. Iya, suara gue"," balas Kimly.
" A n j u n g p a p u t "Masa sih?" tanya Ardel tidak percaya. "Tapi tadi suaranya lebih berat. Kayak suara cowok!"
Ardel meloncat turun dari ranjang, bergaya ala detektif dan memeriksa setiap sudut kamar.
Kimly berusaha tenang sambil mencengkram kunci lemari di saku celana pendeknya.
Lylla sudah kembali menekuni berita TV. Ia melambai-lambaikan tangan tanpa menoleh. "Eh,
eh! Ada berita tentang my raditya, nih!" serunya antusias.
Kimly membayangkan reaksi Radit jika ia mendengar nama panggilan yang diberikan Lylla
untuknya. Mungkin cowok itu bakal melahap sebuah pisang sekaligus saking nervous-nya,
mengurung diri di kamar mandi saking malunya, atau mungkin saja malah bersikap sok cool
padahal hatinya nyaris meledak karena ge-er.
Kimly senyum-senyum sendiri membayangkannya.
Lalu seperti bisa membayangkan senyuman Kimly, Radit berdeham sangat pelan.
"Ekhmm?" Mata Kimly terbelalak. Ardel menoleh cepat. Kimly terjatuh ke atas ranjang saking kagetnya,
langsung menirukan suara yang dibuat Radit.
"Ehemmm" eheemmmm" aduuhh" serak nih suara gue!" kata Kimly beralasan.
"Sudah gue duga!" seru Ardel tiba-tiba sambil meloncat ke dekat Kimly.
Jatung Kimly serasa mau copot mendengarnya. "A-apa?" tanyanya gugup.
" A n j u n g p a p u t Suara TV masih bergaung di dekat mereka, ?"sudah empat hari buronan berusia tujuh belas
tahun itu melarikan diri dan belum ada seorang pun melihatnya?"
Ardel mengguncang-guncang bahu Kimly sambil membelalakkan mata. "kim ,, kim " elo"
elo"." "Apaaa?" tanya Kimly tidak sabar dengan jantung berdebar-debar sambil ikut-ikutan
membelalakan mata. Jangan-jangan" ketahuan"
Ardel mengecilkan suaranya, ?"diincer ninja!"
Seketika itu tawa Kimly meledak. "Apaan sih lo, ?"
"Yeee" jangan ketawa lo! Buktinya aja ada kulit pisang di tempat sampah lo! Elo kan nggak
suka pisang, kim ! Siapa lagi coba yang makan?" ujar Ardel beranalisis sambil berjalan mondarmandir. Kimly terpesona karena Ardel menyadari kulit pisang di tempat sampahnya itu, namun teori
tentang ninja benar-benar menggelikan.
"Kemarin Bi Ima main ke kamar, trus boleh dooong gue nawarin pisang di kulkas gue!" ujar
Kimly beralasan. "Lagian" emang ninja doyan pisang?"
Ardel terlihat kecewa karena teorinya bisa disangkal dengan begitu mulus.
"Lagian ada ninja juga nggak masalah lah! Asal ninjanya nggak iseng aja. Kalo nggak, gue
nggak bakal ngizinin dia makan pisang lagi!" seru Kimly keras dengan senyum tersembunyi.
" A n j u n g p a p u t Ardel memerhatikan dirinya.
"Lo kayak ngomong sama orang lain aja deh, kim ! Jangan-jangan elo emang pelihara ninja ya?"
tuntut Ardel. Sebelum sempat mencegah, Ardel mengangkat seprai yang menutupi kolong ranjang dan
mengintip di dalamnya. Lagi-lagi dia terlihat kecewa. Diamatinya langit-langit kamar tempat
para ninja biasanya bertengger, tapi tentu saja Ardel tidak menemukan apa-apa di sana. Cewek
itu kemudian menoleh ke arah Kimly. Begitu melihat pose temannya, sekarang alisnya bertaut.
"Ngapain sih, lo?" tanya Ardel.
Kimly sedang berusaha melindungi lemarinya dengan tangan terentang sambil nyengir lebar.
"Gue pikir lo mau buka lemari gue. lo denger sendiri kan, barang gue jatuh semua. Kalo dibuka
pasti berantakan!" sahut Kimly.
ardel mendesah sambil menjatuhkan diri ke tempat tidur. Tampangnya udah capek berlagak jadi
detektif. "Iya, iya. Gue juga ogah lo suruh bantu beresin lemari."
Kimly menghembuskan napas lega sambil mengutuki Raditya yang sudah membuatnya panik
setengah mati. Lylla kembali melambai-lambaikan tangan tanpa menoleh. "Beritanya abis. Bosen nih, pergi
yuk!" ajaknya. Ardel tiba-tiba teringat sesuatu. Ia menepuk dahi. "Oh ya ampun! Iya ya! Kita kan kesini mo
nyulik elo, kim ! Ayo!" dia meloncat dari ranjang lalu mengamit tangan Kimly kasar.
"Yeee" bahasa lo bikin gue merinding!" desis Kimly mengernyit.
" A n j u n g p a p u t Ardel ngakak. "Makan! Jalan-jalan! Ngeceng! Ngapain kek, terserah elo. Pokoknya yang asyik! Ayo, kim,"
jawab Lylla yang juga beranjak berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah pintu.
Ardel menarik paksa tangan Kimly dan mengikuti Lylla.
"Gue belom ganti baju!" seru Kimly.
"Ya udah, cepetan! Satu setengah detik!" balas Ardel. ?"dimulai dari", SEKARANG!"
"Yeee" emangnya The Flash!"
"Kita tunggu di mobil ya, kim !" kata Lylla.
Kimly mengangguk, kemudian pintu ditutup.
Akhirnya" Sebenarnya Kimly merasa bersalah karena telah membohongi teman-temannya. Namun saat ini
cuma itu yang bisa Kimly lakukan. Entah gimana reaksi teman-temannya kalau mereka melihat
Radit yang sekarang terkurung di lemari bajunya. Rahasia adalah rahasia. Itulah prinsip Kimly.
Makanya Kimly menganggap diam adalah pilihan terbaik.
Kimly segera membuka pintu lemari. Matanya terbelalak, wajahnya memerah begitu melihat
keadaan Radit. Barang-barang yang jatuh berserakan di lantai bukan apa-apa dibandingkan
pemandangan memalukan yang dilihatnya ini.
Radit dengan wajah bengong, berdiri diam di atas lemari. Di kepala dan bahunya sudah
bersarang beberapa bra dan celana dalam Kimly yang jatuh dari rak. Cowok itu sekarang tampak
" A n j u n g p a p u t seperti pencuri pakaian dalam. Muka Kimly serasa terbakar. Kimly segera menarik benda-benda
itu dari tubuh Radit. Namun salah satu tali bra nyangkut di kepala Radit dan mencekik cowok
itu. OH-MY-GOD. *** ENAM Love is when I am angry with him
And forgive him in the same time
*** JAKARTA"Masih Kamis, 8 September
KIMLY puas luar biasa. Puas. Puas. Puas.
Ia menghabiskan bakso kuahnya, bakmi pangsitnya, segelas es teh manis, dan segunung es
campur berwarna pink yang amat lezat. Kedua temannya kontan memelototi Kimly dengan
heran. "Laper, kim ?" tanya Ardel heran.
"He-eh!" jawab Kimly sambil menikmati esnya.
"Nggak makan berapa abad, Kim?" sambung Lylla lebay.
" A n j u n g p a p u t "Mmmmm" tadi pagi nggak sarapan," balas Kimly sambil tetap menunduk tidak tergiur
candaan Lylla. Ia teringat percakapan singkat dengan ibunya yang kacau dan sesaat esnya terasa
pahit. "Susu?" tanya Lylla lagi. Teman-temannya sudah tahu Kimly tidak bisa kalu tidak minum susu
setiap pagi. Kimly menggeleng sebagai jawaban. Kedua temannya bertatapan. Kimly menghabiskan suapan
terakhir esnya yang sudah mencair, kemudian bersandar pada kursi sambil bernapas lega sambil
mengelus-elus perutnya. "Huuuaaaahhh" kenyaaaaaang"," desah Kimly lepas dengan nada puas.
"Kim, lo ada masalah?" tanya Ardel tiba-tiba berubah serius. Ia menurunkan tangan yang tadi
mengganjal dagunya dan menatap Kimly dalam-dalam.
Kimly tertegun. Masalah" Di kepalanya berkelebat bayangan Nino, surat kaleng di lacinya, ayahnya", ibunya", lalu cowok
buronan itu", kemudian ia teringat lagu yang dinyanyikan Radit.
I know you need a friend Someone you can talk to Kimly mendongak, menatap kedua temannya, kemudian menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Nggak kok! Kalian bingung kenapa gue nggak masuk sekolah" Jadi gini ceritanya, kemarin tuh
gue masuk angin gara-gara telat makan. Jadi hari ini gue nggak enak badan. Tapi sekarang udah
sembuh kok!" kata Kimly menjelaskan.
" A n j u n g p a p u t Alasan itu setengah benar, walau sebenarnya bukan karena telat makan, melainkan tidak makan.
Namun tentu saja Kimly tidak akan bilang begitu pada teman-temannya.
Ardel dan Lylla tanpak kecewa dengan penjelasan itu, namun mau tidak mau mereka harus
percaya karena Kimly tidak berkata apa-apa lagi. Kimly bukan cewek yang bisa dipaksa jika
sudah memutuskan tidak akan menceritakan masalahnya pada siapa pun. Walau begitu, baik
Lylla mau pun Ardel tahu Kimly sedang punya masalah yang lebih besar daripada sekadar telat
makan. Siapa pun bisa melihat perubahan pada wajah Kimly beberapa hari belakangan ini. tidak,
sebenarnya bukan baru-baru ini mereka menyadarinya. Tak lama sejak Kimly jadian dengan
Nino, kadang-kadang cewek itu tanpak melamun sendiri dengan wajah sedih. Kimly pasti
sedang menghadapi masalah dengan penggemar Nino yang agresif.
Keduanya juga curiga kali ini bukan itu saja yang sedang menghantui pikiran Kimly. Ia tanpak
semakin kurus dan kehilangan senyum lepas yang biasanya selalu terlihat di wajahnya. Sinar
matanya yang indah sekarang meredup dan samar-samar tanpak sedih. Mungkin ada masalah
lain yang lebih berat dari sekadar diganggu penggemar Nino. Lylla dan Ardel penasaran, tapi
mereka ingin Kimly sendiri yang menceritakannya. Lagi pula sorot mata Kimly menunjukkan ia
belum siap bercerita. Mungkin suatu saat nanti, Kimly bisa membukakan hatinya pada mereka.
Kimly merasa tidak enak karena kebisuan yang muncul di antara mereka. Ia melonjak berdiri.
"Pesen makanan buat dibawa pulang ah!" serunya, kemudian menghampiri bapak pemilik
warung. "Pak, pesen bakmi ayam dua, nggak pake kuah," ujar Kimly, kemudian berjalan menuju tukang
gorengan di dekat mereka. "Pak, pisang goreng sepuluh ya!"
Lylla dan Ardel melongo memerhatikan Kimly.
"Buat siapa, Kim?" tanya mereka serempak.
Kimly menoleh dan mengerling. "Oom ninja di rumah gue!" candanya gak penting.
" A n j u n g
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
p a p u t Lylla dan Ardel tertawa kecil, walau sebenarnya penasaran.
"Serius ah!" seru Ardel.
Kimly tertawa garing. "Buat orang rumah!"
*** Setelah makan, mereka jalan-jalan di took kaset. TV di dalam toko tampak sedang memutar
video clip. Ketika menunggu kedua temannya (Lylla sedang mencari kaset baru Josh Groban dan
Ardel sedang mendengarkan CD Hoobastank di pojok ruangan), Kimly iseng menonton video
clip itu. Ia menatap pria di layar TV dan merasa pria itu mirip seseorang, namun tidak tahu
siapa. Kimly memanggil-manggil Lylla untuk mendekat.
"Shill, perhatiin vokalis Goo Goo Dolls deh! Mirip seseorang, nggak?" Lylla memerhatikan TV
dengan seksama, kemudian menggeleng.
"Enggak ah! emangnya mirip siapa?" Lylla balik bertanya.
Kimly mengedikkan bahu. "Nggak tau, makanya gue nanya elo. Tapi gue ngerasa dia mirip
seseorang. Siapa ya?" Kimly bertanya-tanya sendiri pada dirinya, namun bermenit-menit berlalu
tanpa dia menemukan jawaban.
Seorang pelayan"yang sedari tadi tanpak memerhatikan Kimly"menghampiri cewek itu dan
menawarkan poster Goo Goo Dolls. Kimly tersenyum lebar dan segera membelinya di kasir.
*** Kimly turun dari mobil Lylla sambil membawa bungkusan makanan untuk Radit. Ia berpapasan
dengan ayahnya di depan pintu rumah. Ini kali pertama Kimly bertemu ayahnya setelah
kejadian motel yang menjijikkan itu.
" A n j u n g p a p u t "Baru pulang?" tanya ayah sambil tersenyum.
Bahkan sekarang Kimly tidak berani lagi menatap wajah ayahnya. Berhadap-hadapan seperti ini
pun rasanya sangat enggan. Kimly ingin ayah segera pergi saja. Kimly jijik dengan ayahnya.
Kimly berusaha tidak memuntahkan makanannya setiap kali teringat pada wanita penyihir itu.
Hatinya kembali terasa sakit.
"Abis makan bareng temen-tem?"
"Oh!" Ayah menepuk kepala Kimly. "Ya sudah, Ayah kerja dulu ya! Hari ini lembur."
Ayah mengecup pipi Kimly, kemudian berlalu.
Bahkan kata-katanya tidak didengarkan sampai selesai.
Apa aku tidak dicintai lagi"
Apa memang tidak ada yang mencintaiku"
*** Saat itu sudah pukul enam, jadi langit pun sudah gelap. Ketika memasuki kamar, Kimly
terlonjak begitu menyalakan lampu kamar dan menemukan Radit sedang duduk di tempatnya
yang biasa. Menatapnya. "Kamu ngapain di sana?" seru Kimly kaget.
" A n j u n g p a p u t Radit nyengir, memperlihatkan tiga pasang gurat itu lagi di pipinya. Entah mengapa senyum itu
terlihat lucu dan membuat jantung Kimly berdebar-debar. Tapi mungkin debaran itu disebabkan
karena kekagetannya barusan, bukan karena perasaan lain.
"Nungguin kamu," balas Radit.
Kimly melengkungkan bibir. "Dasar! Bikin kaget aja! Nih ambil!"
Diberikannya bungkusan makanan itu pada Radit. Cowok itu segera mengambilnya dengan
pandangan senang, membukannya, dan melahap bakmi ayam itu.
Kimly meletakkan dompetnya di meja dan menemukan sepucuk surat yang masih tertutup rapat.
Ia kaget dan langsung merenggut surat itu. Dipandanginya Radit dengan tatapan curiga. Cowok
itu menoleh dan memerhatikan Kimly dengan ekspresi polos sambil mengunyah bakminya.
"Apa?" tanya cowok itu.
"Kamu lihat?" Kimly balas bertanya sambil menyembunyikan surat itu di belakang tubuhnya.
"Lihat apa?" Radit melongo, namun Kimly tidak memperlihatkan surat itu padanya. "Surat?"
"Iya. Kamu lihat?" ulang Kimly tidak sabar.
Raditya menggeleng. Kimly menghela napas lega. Dibawanya surat itu ke ranjang, kemudian ia memerhatikan
amplop tanpa nama pengirim itu. Kimly meraih handphone-nya. Akhir-akhir ini tidak ada SMS
dari Nino. Bukan karena cowok itu lupa, tapi karena Kimly memang tidak mengiriminya SMS.
Nino memang tidak pernah berinisiatif mengirimi Kimly SMS kalau Kimly tidak mengiriminya
duluan. " A n j u n g p a p u t "Kenapa nggak dibuang aja sih?" tanya Radit pelan. Ia meremas bungkus bakmi ayamnya yang
pertama dan membuka bukusan yang kedua.
Kimly menoleh. Tertegun. "Dibuang?" tanyanya.
"Iya. Isi suratnya nggak asyik, kan?" Raditmemandang mata Kimly.
Kimly membuang muka. Oke. Cowok itu sudah tahu.
Dan Radit akan menjadi satu-satunya orang yang tahu soal ini. kimly tidak perlu bertanya dari
mana Radit tahu. Kimly teringat kejadian ketika isi lacinya tumpah ruah dan Radit
membantunya memasukkan kembali semua surat kaleng (yang sudah diterima Kimly sejak ia
pacaran dengan Nino) ke laci.
Mungkin Kimly memang membutuhkan teman untuk bicara, karena toh Radit sudah
mengetahui garis besar masalahnya. Apalagi Radit orang asing yang hanya menumpang
tempatnya sebentar. Mereka tidak saling mengenal dengan dekat dan Radit pasti akan langsung
melupakan cerita Kimly yang tidak penting baginya ini.
Kimly duduk memeluk kaki di ranjang sambil memandangi surat di depannya itu.
"Aku" aku merasa hubunganku sama Nino serasa bagaikan mimpi. Pacaran sama cowok
populer di sekolah" siapa sih yang nggak mau" Rasanya seperti berada di atas awan kalau
melihat senyumnya, apalagi waktu Nino manggil namaku dari jauh. Kadang-kadang aku malah
masih nggak percaya Nino itu pacarku."
Kimly menelan ludah. Ia melirik ke arah Radit untuk melihat wajah bosan cowok itu, namun
Radit tanpak memerhatikan Kimly dengan semangat, mendengar kata per kata. Kimly merasa
" A n j u n g p a p u t senang, karena kalaupun Radit tidak tertarik, setidaknya cowok itu tidak menunjukkan secara
terang-terangan. "Surat kaleng itu yang ngejatuhin aku balik ke tanah. Nyadarin aku kalo mimpi indah nggak
akan selamanya bertahan. Jadi, kapan pun aku harus siap kehilangan Nino. Karena mungkin
suatu saat nanti Nino juga akan pergi, dan mimpi itu cuma akan jadi mimpi."
Kimly terdiam. Raditya memandanginya. "Cinta itu membahagiakan, bukan malah menyakiti. Kalau seperti ini, sama aja kamu nyakitin
diri sendiri," kata Radit pelan.
Kimly mendongak dan memandangi Radit . Ia menemukan sinar teduh dalam mata cowok itu.
Sama sekali tidak tampak ejekan di dalamnya. Kimly menjadi agak tenang.
"Kalau kamu menyayangi seseorang, kamu nggak harus bersama dia untuk menjadi bahagia.
Walaupun kalian berpisah, kamu pasti akan bahagia kalau melihatnya bahagia. Aku rasa
caramu menjadi bahagia salah, karena yang aku lihat, kamu nambahin luka bukan malah
mengurangi luka," kata Radit lagi.
Kimly tertegun mendengar kata-kata Radit. Kata-kata itu bukan hanya masuk akal, tapi juga
menyadarkan dirinya. Tapi Kimly belum mau kehilangan Nino. Jadi apa yang harus
dilakukannya" Oke, Nino memang kadang-kadang tidak punya perasaan. Tapi biar bagaimana
pun Kimly sangat menyukainya.
Keheningan di antara mereka membuat Kimly gugup. Untung Radit segera menyadari ini dan
langsung berkutat kembali dengan bungkus makanan.
"Pisang goreng!" serunya girang seperti anak kecil. Ia segera melahap pisang itu dengan wajah
bahagia. " A n j u n g p a p u t Kimly tersenyum melihat ulah konyol cowok buronan itu.
"Suka banget, sih?" kata Kimly heran.
Radit mendongak sambil tersenyum kecil.
"Di rumahku ada pohon pisang gede yang buahnya banyaaaak banget. Dulu waktu kami
sekeluarga kelaperan karena nggak punya uang, pisang-pisang dari pohon itu yang mengganjal
perut kami. Rasanya manis. Enak banget. Setelah makan, semua pasti tersenyum bahagia, walau
pun kami tetep harus hemat-hemat makannya. Sejak itu aku nganggep pisang sebagai buah
kebahagiaan. The end!"
Kimly terdiam. Ia tidak bisa percaya begitu saja kata-kata Radit tentang pisang sebagai buah
kebahagiaan. Kesusahan hidup tidak semudah itu bisa diselesaikan oleh sesisir atau dua sisir
pisang. Tapi seandainya pisang bisa membuat keluarganya tersenyum bahagia seperti enam
tahun yang lalu, Kimly bersumpah akan membeli semua pisang di dunia.
Kimly tiba-tiba teringat pada poster yang tadi dibelinya. Diambilnya poster itu, kemudian
membuka gulungannya. Kimly memandangi pria di poster itu lagi. Padahal dulu Kimly tidak
benar-benar mengagumi wajah vokalis Goo Goo Dolls itu. Namun entah mengapa sekarang
minatnya tergugah dan Kimly menyukai garis-garis tegas wajah John Rzeznik.
Kimly berusaha mengingat-ingat lagi, tapi tidak menemukan seraut wajah pun yang menyerupai
John Rzeznik. Lalu mengapa sampai sekarang ia masih merasa pria itu mirip seseorang ya"
Kimly membawa poster itu ke tembok, kemudian menempelkannya dengan selotip. Setelah itu
ia mengagumi hasil tempelannya. Satu-satunya poster sekaligus hiasan di dinding kamarnya.
Radit mendongak. Ikutan memerhatikan poster itu.
"Kamu juga suka, Kim?"
" A n j u n g p a p u t Kimly tertegun dan menoleh. "Apa?" tanyanya.
Radit berdiri. Tubuhnya menjulang di sebelah Kimly. Kimly baru menyadari dirinya hanya
setinggi bibir Radit. Cowok itu lebih tinggi dari Nino".
Radit memegangi dagu dengan ekspresi berpikir sambil menatap poster itu.
"Banyak orang yang nge-fans sama mereka," kata Radit.
Kimly menoleh ke arah Radit. Jantungnya seolah melompat. Kimly menoleh ke arah John
Rzeznik, kemudian ke arah Radit, ke arah John lagi perlahan, kemudian ia menyadari sesuatu.
Ternyata mirip Radit! Sebenarnya sih" tidak terlalu mirip juga.
Wajah John dan Radit berbeda. Tapi entah mengapa waktu tadi Kimly melihat John Rzeznik di
video clip Iris, ada sesuatu dari diri penyanyi itu yang mengingatkan Kimly pada Radit. Mungkin
di sana John terlihat seperti cowok yang tahu segalanya namun memilih diam, persis seperti
Radit. Radit menoleh ke arah Kimly dan bergaya persis seperti John Rzeznik di poster. Cowok itu
nyengir lebar, lagi-lagi mengguratkan tiga pasang garis wajah di masing-masing pipinya.
"Gimana?" tanya Radit.
"Apa?" Kimly balik bertanya.
" A n j u n g p a p u t "Aku mirip si John?" ulang Radit.
Kimly salah tingkah. "Ng-nggak kok! Mirip dari mananya" Dasar ge-er!" canda Kimly gugup.
Mirip, dit . Mirip bangetttt".
Radit memandangi Kimly, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Oh. Nggak mirip,
ya?" gumamnya lagi. Radit kemudian mengedikkan bahu, duduk dengan cuek, dan menyantap pisang goreng lagi.
Semua orang akan berpikir kemiripannya dengan John Rzeznik bukanlah sesuatu yang lebih
penting daripada memakan pisang goreng.
*** Kimly mengutak-atik angka di buku catatannya dan bertambah bingung. Sekarang kepalanya
benar-benar pusing. Padahal sudah pukul sebelas malam, tapi PR-nya belum selesai dikerjakan.
Radit sedang menonton TV dan duduk di tempat biasa. Di depan TV. Cowok itu tertawa-tawa.
"Huuuhhh" Radit nggak punya perasaan!" gerutu Kimly.
Radit menoleh dan nyengir, memperlihatkan tiga pasang garis wajah yang lucu itu.
"Nggak mau nonton" Lucu, lho!" tawar Radit.
" A n
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
j u n g p a p u t Kimly memandanginya dengan jengkel, kemudian kembali menekuni PR matematika-nya di
meja belajar. "Orang lagi pusing malah diajak nonton TV!" Kimly menggores-gores kertas coretannya dengan
malas. Kemudian bayangan gelap menutupinya. Angka-angka yang sebelumnya terlihat menjadi
gelap dan tidak terbaca. Kimly mendongak. Jantungnya mendadak berdebar cepat. Wajah Radit ada tepat di atasnya,
cowok itu kini memandangi soal di meja Kimly dengan wajah serius.
"Ooohhh" soal ini" begini?"
Radit mengambil pensil di tangan Kimly dan segera mencoret-coret kertas kosong dengan
rumus-rumus dan jawaban. Tangannya bergerak cepat, seperti sudah amat mahir menjawab soal
rumit semacam itu. Namun bukan itu yang membuat Kimly salah tingkah setengah mati. Tubuh
Radit sekarang serasa menyelimuti dirinya dari belakang. Walaupun Radit menjaga jarak, suara
napas cowok itu tetap jelas di telinga Kimly.
Kimly mengerjap-ngerjapkan mata. Ia menahan napas. Keringat dingin mulai mengucur deras di
keningnya. Napasnya tersendat. Jantungnya berdebar cepat sekali.
"Selesai!" seru Radit akhirnya. Ia menjauh dari Kimly, membuat cewek itu menarik napas lega.
Debaran jantungnya mulai bisa teratasi sekarang.
"Kamu kenapa, Kim" Kok mukamu merah semua?" tanya Radit heran.
"Nggak pa-pa, kok. Makasih ya!" Kimly mengelak. Tidak mungkin ia mengaku tanpa sadar
sudah setengah mati menahan napas saking gugupnya.
Radit tersenyum. Lagi-lagi guratan itu terlihat. Cowok itu mematikan TV dan berjalan ke kamar
mandi. " A n j u n g p a p u t "Udah malem. Waktunya tidur," ujarnya.
Betapa kagetnya Kimly ketika dilihatnya Radit tengah berdiri di kamar mandi, menanti pintu
dikunci dari luar. Padahal kemarin cowok itu masih memberontak setengah mati karena harus
tidur di dalam sana. Kimly menutup pintu kamar mandi dan menguncinya. Terdengar siulan Radit dari dalam kamar
mandi. Suara air mengucur.
Kimly mengambil surat kaleng hari ini yang belum dibukanya. Ia segera membaca surat kaleng
itu. nggAk tAu mAlU! kElAmAAn mImpI lO yE!
Terdengar ketukan dari dalam kamar mandi pelan.
"Apa?" Kimly mengalihkan perhatian dari surat kaleng di tangannya.
"Makasih ya," kata Radit dengan suara bergema.
"Buat apa?" tanya Kimly heran.
"Semuanya. Terutama pisang gorengnya," cowok itu terdiam, ?"dan ceritamu?"
Kata-kata terakhir cowok itu terdengar menggantung, seakan ada kata-kata yang diucapkan di
dalam hati. Mungkin Radit merasa berterima kasih karena Kimly sudah menceritakan
perasaannya, ini kan berarti Kimly sudah percaya padanya.
Kimly tersenyum. Wajahnya memerah lagi. Kali ini bukan karena menahan napas. Matanya
terpaku pada poster berisi tiga personel band yang tadi dibelinya.
" A n j u n g p a p u t "Dasar John Rzeznik gadungan?"
*** TUJUH Love is when bananas taste great
After he said so *** KIMLY celingak-celinguk di antara kepala-kepala di depannya. Ia tersenyum sumringah begitu
dilihatnya Ardel dan Lylla duduk di pojok taman. Cewek itu segera menghampiri kedua
sobatnya. Ardel tanpak membelakangi dirinya, sedangkan Lylla asyik berkutat dengan bacaan di
pangkuannya. Kimly menebak-nebak, mungkin itu koran terbaru yang lagi mengumbar cerita
tentang cowok buronan pecinta pisang itu.
"Haaaiii!!!" seru Kimly sambil menepuk bahu Ardel.
Kedua temannya menoleh. Ardel tersenyum, sedangkan Lylla kembali membaca walau sebelah
tangannya menepuk-nepuk lantai kosong di sebelahnya, menyuruh Kimly duduk di sana. Kimly
menurut. "Hepi banget lo, Kim"!" ujar Ardel sambil meneliti wajah Kimly.
Wajah Kimly memerah. Ia berusaha menyembunyikan senyumnya. "Biasa aja kok!" balasnya
sambil menggeleng-geleng kepala.
"Apanya yang biasa aja" Biasanya kan lo murung terus!" cecar Ardel sambil mencubit pelan
tangan Kimly. " A n j u n g p a p u t Kimly mengelak dan tertawa. "Lagi seneng aja!" ujarnya.
Entah mengapa ia memang sedang ingin tertawa hari ini. Apalagi setiap teringat cerita Radit
tentang pisang sebagai buah kebahagiaan. Tanpaknya cerita itu begitu terngiang-ngiang di
kepalanya. Kimly mulai membayangkan apa yang sedang Radit lakukan sekarang, setelah
dibebaskan dari kurungannya. Biasanya ketika Kimly pergi sekolah, Raditya selalu mendekam di
kamar mandi. Namun cewek itu merasa Radit tidak akan membuat masalah jika dibiarkan
berkutat di dalam kamarnya yang terkunci.
Lagipula siapa sih yang betah mendekam di kamar mandi 18 jam sehari" Kimly tidak mau
dirinya diberi penghargaan karena membuat seorang buronan menjadi gila karena disekap terus
di kamar mandi. Dia lagi ngapain yaaa?"
Mungkin sekarang cowok itu sedang berkeliaran di kamar Kimly (Kimly sudah mengunci semua
laci dan lemari), membaca-baca majalah yang terletak di sudut lemari, atau menonton TV
dengan volume kecil. Yang pasti dalam khayalan Kimly selalu ada pisang di tangan Radit.
Membayangkan hal itu Kimly cekikikan sendiri, membuat alis Ardel naik sebelah. Kimly segera
mengalihkan perhatian ke Lylla. Ternyata yang sedang dibaca cewek itu bukan koran,
melainkan majalah gosip yang akhir-akhir ini ditinggalkannya karena ia sibuk membaca koran.
Ternyata Lylla sudah kembali ke habitatnya yang dulu.
"Nggak baca koran lagi, lyll?" tanya Kimly menyembunyikan senyum.
"Hm," balas Lylla tidak mengalihkan pandangan dari majalah.
"Yeee nih anak, bukannya ngejawab!" gerutu Kimly manyun. Ia mulai melancarkan jurusnya,
"Lylla, La, La, La, La, La, La, La, La?"
Kontan Lylla merasa terganggu dan mendongak jengkel.
" A n j u n g p a p u t "Hah" Apaan sih" Suara lo aneh, tau nggak! Jangan ganggu dulu dong, Kim, lagi seru nih!"
omel Lylla. "Berita tentang apa sih" Cowok buronan lagi?" tanya Kimly ingin tahu. Ia melongo
memerhatikan majalah yang terbalik.
Ada foto besar cowok yang memakai kemeja tidak dikancing. Senyumnya sok manis dan
gayanya sok keren. Tangan cowok itu memeluk tubuhnya sendiri dan raut wajahnya tampak
berusaha menggoda siapa pun yang melihatnya.
Kimly mengernyit geli. Apa Radit pernah foto kayak gitu"
Kalau benar itu Radit, Kimly sudah memutuskan untuk memanggil polisi begitu ia pulang.
Kimly tidak mau tinggal dengan cowok bergaya jijay seperti itu.
"Basi lo, Kim!" Ardel menepuk tangan Kimly.
Kimly melongo. Tampaknya ia sudah ketinggalan berita lagi. Lylla menatapnya dengan ekspresi
prihatin. "Raditya tuh berita lama! Berita barunya" Cakka! Cakep, khaaaaannn?"" seru Lylla genit.
Membalik dan menghadapkan majalahnya ke Kimly.
"Bangeeett!!!" balas Ardel tidak kalah centilnya.
Kimly tertegun. Di hadapannya ada foto cowok dalam negeri berwajah manis. Ternyata
melihatnya terbalik jauh lebih keren. Tawa Kimly meledak.
" A n j u n g p a p u t "Siapa lagi tuh?" tanyanya.
"Ya ampun, Kim" dia tuh model yang lagi naik daun sekarang!" seru Ardel, merasa
tersinggung karena pujaannya tidak menarik minat Kimly sama sekali, bahkan malah
ditertawakan. "Namanya siapa" Cakka" Kenapa nggak CaKatrol aja sekalian" Huahahahahahaha"," tawa
Kimly membuncah. Mau tidak mau kedua temannya tertawa juga mendengar candaan Kimly.
"Jayus lo!" balas Lylla. "Cakep-cakep gini disamain sama katrol!"
"Menurut gue sih, masih mendingan de buron, kali! Masih kecowok-cowokan, mirip John
Rzeznik walaupun suka makan pis?" Kimly segera tersadar dan mendekap mulutnya. "Ups!"
Gawat! Salah bicara lagi! Teman-temannya langsung bertatapan sambil tersenyum nakal.
"Naaah ya, Kimly" mulai bikin cerita khayalan lagi tentang Raditya gue, ya" mirip John
Rzeznik" Dia itu vokalis Goo Goo Dolls, kan" Wah! Wah! Wah! Pantesan kemarin lo beli
posternya Goo Goo Dolls"," goda Lylla.
"Mirip dari mananya sih, Kim" Nggak ada mirip-mirip ah! elo ngarang cerita lagi, ya" secret
admirer-nya Raditya nih, ceritanya?" goda Ardel sambil cengengesan dengan muka minta
ditampol. Wajah Kimly sudah seperti hangus terbakar.
" A n j u n g p a p u t "Ng-nggak! Gue nggak nge-fans sama Radit!" sanggah Kimly keras.
"CIEEEE" RADIT, LHO!" seru kedua temannya kompak.
Kimly menutup mukanya dengan tangan. Lagi-lagi ia salah bicara.
"Ehem" ehem?"
"Suit suit?" "Cintaku bersemi di hati ini" aku hanyalah gadis biasa, dan ups" DIA BURONAN!
Ooohhh" buronanku" dag-dig-dug bunyinya. Kau menggasak hatiku"," Lylla membuat puisi
spontan yang sangat norak sambil bergaya dramatis yang kelihatan sekali dibuat-buat.
Ardel terkikik geli. Kimly menunduk. Kepalanya semakin terbenam di antara kakinya. "Udah ah! apa-apaan sih"!"
jeritnya dengan suara bergetar karena malu.
Lylla dan Ardel terdiam sebentar, kemudian semakin keras tertawa. Dalam hati mereka senang.
Kimly sudah terlihat ceria lagi.
*** Dari kejauhan seorang cowok berlari menghampiri Kimly dana meneriakkan namanya. Kimly
menoleh. Ia mengira Kimly akan tersenyum manis begitu melihat cowok itu, namun ternyata ia
merasa biasa-biasa saja. " A n j u n g p a p u t "Hai," sapa Nino sambil tersenyum manis.
Kimly baru menyadari satu hal pada diri Nino, ternyata senyum cowok itu tidak berbeda jauh
dengan senyum si Cakka. Walaupun Kimly menyangkal keras-keras, hatinya tetap saja berkata
ia jauuuuuh lebih menyukai cengiran Radit. Senyuman Nino terasa seperti senyuman palsu yang
diberikan Cakka demi profesinya.
Kimly merasa telah mengkhianati Nino. Kimly memikirkan cowok lain bahkan saat Nino
sedang berada di dekatnya seperti itu. Namun bayangan Radit tak kunjung hilang.
"Hai!" balas Kimly juga tersenyum manis.
Aneh" ke mana bunga-bunga di hatinya yang dulu bermekarang setiap kali ia berhadapan
dengan Nino" "Hari Sabtu kamu datang, kan?" tembak Nino langsung.
Betapa dinginnya cowok ini. sudah sejak hari Rabu mereka tidak bertemu, tapi dia bahkan tidak
menanyakan kabar Kimly. Nino memang selalu begitu. Dulu Kimly terlalu sibuk terpesona pada
Nino, tapi sekarang sikap dingin Nino terlihat amat jelas di matanya sehingga tak mungkin
Kimly tidak melihatnya. Kimly mengerjapkan mata, bingung. "Sori. Kamu ngomongin apa sih?"
Nino memperlihatkan ekprsi tidak percaya dengan wajah mengejek. "Hari Sabtu, Kim! Hari
Sabtu! Besok!" ujarnya dengan suara meninggi.
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku nggak ngerti. Emangnya hari Sabtu ada apa?" tanya Kimly lagi, semakin merasa seperti
orang bodoh. Nino terlihat tidak sabar.
" A n j u n g p a p u t "Kamu nggak tau" Nggak tau" Tolong dong, Kimly! Kamu satu-satunya orang yang nggak tau
apa yang bakal terjadi hari Sabtu, selain si Dongki!" ledak Nino. Ia terlihat sangat tersinggung
dan menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkin kamu lebih pantes pacaran sama Dongki!"
katanya pelan, kemudian berbalik dan pergi.
"Nino!" panggil Kimly, namun cowok itu hanya melambaikan tangan yang menandakan ia
sudah malas berbicara dengan Kimly.
Kimly memerhatikan punggung Nino yang menjauh. Ia terluka.
Dongki (yang diplesetin dari dongkey) adalah nama julukan untuk cowok nerd supernerd yang
kerjaannya mendekam di perpustakaan terus. Terang saja cowok semacam itu tidak akan tahu
apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi di dunia nyata. Tapi Kimly, ia kan tinggal di sekeliling
masyarakat modern. Sungguh memalukan memang, jika disamakan dengan Dongki mengenai
pengetahuan tentang imformasi terbaru.
Wajah Kimly seketika itu terlihat sangat sedih. Bertambah lagi alasan mengapa ia harus putus
dari Nino. Kimly membayangkan sosok cewek pengirim surat kaleng itu. Cewek itu pasti sudah
tahu apa yang akan terjadi, apalagi kalau menyangkut Nino. Kimly merasa amat kecil. Kimly
memang tidak pernah pantas berpacaran dengan Nino.
*** Keceriaan tadi pagi yang dibawa Kimly ke sekolah raib begitu saja. Radit memerhatikan
wajahnya lekat-lekat ketika Kimly masuk ke kamarnya"yang tetap bersih dan rapi seperti pagi
tadi ketika ia pergi. "Kenapa?" tanya cowok itu.
Kimly meletakkan tasnya di meja dan duduk di pinggir ranjang. Ia menggeleng.
Radit beranjak berdiri dari tempatnya yang biasa. Kemudian duduk di lantai di depan Kimly.
" A n j u n g p a p u t "Nino?" tebaknya.
Kimly menoleh. Pertanyaan "Dari mana cowok itu tahu?" mengganjal di lidahnya. Kimly
sedang malas berbicara. Ia merasa sebal pada dirinya sendiri.
Kenapa sih akhir-akhir ini ia jadi melankolis banget" Padahal dulu ia paling jago
menyembunyikan perasaannya dari siapa pun. Sekarang Kimly merasa begitu lemah dan tak
berdaya, apalagi jika ditatap mata milik cowok buronan yang tak ada hubungan dengannya.
"Salah paham?" Kenapa sih cowok itu selalu selalu selalu serba tahu"
Kimly mengelak. Ia menarik ujung bibirnya dan tersenyum lebar ke arah Radit.
Disembunyikannya kesedihan rapat-rapat dalam hati, seperti biasa.
"Nggak ada apa-apa kok! Cuma sedih tadi nggak bisa ngerjain ulangan," jawabnya.
Radit mengangkat sebelah alis.
Pasti tidak percaya! "Ulangan apa?" tanya cowok itu.
Kimly merasa Raditya sedang mengetes dirinya.
" A n j u n g p a p u t "Mat," jawab Kimly pendek. Sebenarnya tadi di sekolah ia memang ulangan matematika dan
tidak bisa mengerjakannya. Jadi ia tidak berbohong. Tapi tentu saja kesedihannya bukan karena
itu. Radit berdiri dari lantai, kemudian segera berjalan menuju meja belajar Kimly. Wajahnya
terlihat khawatir. "Yang mana yang nggak bisa" Mau diajarin" Semalem masih belum ngerti, ya?" tanyanya
khawatir. Hah"! Radit percaya!
Hati Kimly mendadak hangat mendengar kata-kata cowok itu. Kimly tertegun. Bagaimana bisa
cowok sepolos dan sebaik ini dituduh pembunuh sadis yang mencabut nyawa orang dengan
bruntal" Senang karena perhatian Radit sekaligus rahasia hatinya tidak jadi ketahuan, Kimly mengambil
buku matematika-nya. Ia membentangkan buku di meja dan duduk di kursi kosong di sebelah
Radit. Seperti semalam, cowok itu terasa begitu dekat dengannya dan lagi-lagi membuat jantung
Kimly berdebar keras. Di tengah-tengah pelajaran, Radit tiba-tiba terdiam dan memandangi
Kimly. "Kamu alergi sama Mat, ya" Semalem muka kamu juga merah pas ngerjain PR!" ujar Raditya
khawatir. Kimly terkesiap. Lagi-lagi ia menahan napas tanpa sadar. Gara-gara kamu, tau!
"Enggak kok! Cuma kepanasan"," jawab Kimly sambil berpura-pura mengipas-ngipas dengan
buku tipis. Padahal tangannya sudah dingin saking gugupnya.
Kenapa sih suara Radit terdengar keren di telinga Kimly" Begitu mendebarkan seperti suara
penyiar Prambors malam favorit Kimly. Jangan-jangan sepenarnya Radit si penyiar"! Apalagi
cowok itu tahu banyak tentang lagu-lagu. Setiap hari ada saja yang ia nyanyikan, bahkan ada
pula lagu yang tidak dikenal Kimly.
" A n j u n g p a p u t "Kamu bukan penyiar radio, kan?" tebak Kimly waswas. Ia mundur dan menoleh kearah Radit
dengan dahi berkerut penasaran.
Raditya tertawa renyah. Tawa yang mirip penyiar itu. Di pipinya kembali muncul tiga pasang
guratan lucunya, membuat Kimly bertanya-tanya apakah penyiar radio itu juga memiliki
guratan lucu seperti kumis kucing jika tertawa.
"Bukan! Bukan!" balasnya.
Namun bagi Kimly kata-katanya lebih terdengar seperti elakan.
"Bohong!" "Bener! Aku kan nggak pernah bohong!"
Radit mengacungkan dua jarinya ke udara sambil menampilkan ekspresi sungguh-sungguh.
Kimly melemparkan bantal ke wajahnya, kemudian tawa cewek itu berderai-derai.
Padahal Kimly tidak pernah tertawa selepas ini jika bersama Nino".
*** Kimly memandangi handphone-nya dengan sedih. Sudah berkali-kali ia mengirimi Nino SMS
untuk minta maaf, tetapi cowok itu tidak juga membalas. Ketika ditelepon, tidak ada yang
mengangkat. Nino pasti sudah benar-benar marah padanya. Kimly amat merasa bersalah. Ia sangat berharap
handphone-nya berbunyi lalu mendengar suara ceria cowoknya yang mengatakan kesalahannya
sudah dimaafkan, kemudian akan didengarnya penjelasan tentang rencana hari Sabtu besok.
Mungkin di antara percakapan mereka, Nino akan menyelipkan kata-kata sayang.
" A n j u n g p a p u t Namun tampaknya itu semua mustahil. Nino kan cowok yang gengsinya supergede, apalagi
cowok itu tipe orang yang sangat menjaga harga diri. Mana mau ia menelepon Kimly duluan
padahal ia tidak merasa bersalah sama sekali. Bahkan kalaupun ia merasa bersalah, Kimly ragu
cowok itu akan meneleponnya.
Sayup-sayup terdengar suara lagu dari radio yang dinyalakan Kimly.
Dan karena sesuatu Dan itu pun salahku Tak dapat kauterima Kau pun berlalu (Lagu Sendu, Audy) Untung saat itu Raditya sedang mandi (kali ini yang terdengar adalah siulan lagu soundtrack
Doraemon di sela-sela suara pancuran air), jadi cowok itu tidak bisa melihat raut sedih di wajah
Kimly. Tidak lama kemudian, suara pancuran air berhenti. Kimly mengambil pir dari dalam kulkas dan
memotongnya, kemudian ia kembali duduk di ranjang dan berpura-pura membaca majalah.
Namun handphone-nya tetap tergeletak di sebelahnya, jadi kalau ada SMS masuk"
PIP PIIP PIIIP". Pintu kamar mandi terbuka. Radit keluar dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah
Kimly yang terduduk waspada sambil memelototi handphone di tangan. Wajahnya terlihat
bersemangat. Segera dibacanya SMS yang masuk.
Kimyy! Gw beli majalah baru! Edisi khusus CAKKA bo!
Asyik! Asyik! Asyik! Ganteng banget! Top abis!
" A n j u n g p a p u t Hehe. Cuma mo kasi tw itu sih. Abis bingung mw bagi senengnya k siapa=D
Sender: Lylla Sent: 20:34:37, 09/12 Bahu Kimly menurun kecewa. Ternyata Lylla. Bukan Nino, orang yang sedang diharapkannya
saat ini. kimly melemparkan handphone-nya begitu saja ke bantal. Ia kembali mengambil buah
kesayangannya dan memakannya, bersikap seolah-olah tidak terjadi apa pun.
Raditya mengangkat kedua alisnya. Memerhatikan Kimly lekat-lekat.
Kimly tahu cowok itu pasti menyadari sesuatu. Namun Kimly tidak mau memperlihatkan
seolah-olah ia tahu Radit tahu.
"Tau nggak apa gunanya surprise," tanya Radit sambil lalu.
Kimly mendongak. Radit sudah duduk lagi ditempatnya biasa sambil membaca majalah.
"Apa?" Kimly balas bertanya.
"Buat bikin kejutan." Radit mendongak dan nyengir. Lagi-lagi guratan itu.
Kimly mengira-ngira apakah John Rzeznik punya guratan lucu semacam itu.
Kimly melempat sebuah pisang kearah Radit. Pisang itu mengenai dahi cowok itu dan jatuh ke
pangkuannya. Bukannya marah, Radit malah terlihat gembira.
" A n j u n g p a p u t "Asyik! Makasih!" Radit segera mengupas kulit pisang dan melahapnya. Setelah mendramatisir
keadaan dengan memberikan jeda singkat, Radit akhirnya melanjutkan kata-katanya,
"Sebenernya bukan itu aja fungsi surprise."
"Terus" Buat bikin kita sakit jantung?" canda Kimly.
"Ada lagi yang lain."
"Apa" Mm" buat bikin suasana jadi romantis?"
Radit tersenyum. Pisangnya sudah habis. Ia beranjak berdiri dan membuang kulit pisang ke
tempat sampah di sudut ruangan. Kemudian cowok itu menghampiri Kimly dan duduk di kursi.
ia tersenyum misterius. "Ada lagi. Buat minta maaf."
Kimly tertegun. Meminta maaf" Tiba-tiba saja sebuah ide muncul di kepalanya. Kimly terlonjak senang. Wajahnya sumringah.
Jantungnya mendadak berdebar-debar saking bersemangatnya.
Kimly akan mencari tahu tentang acara besok! Kemudian ia akan datang mengejutkan Nino!
Kimly segera mengirim SMS untuk Lylla.
Skalian beli yg edisi KATROL gk" =P
Btw sabtu ada apa sih" Jelasin donk.
" A n j u n g p a p u t Ktnggln info lg neh! Recipient: Lylla Sent 21:43:25, 09/12 Begitu di handphone-nya muncul tanda send, Kimly merasa amat puas. Ia menikmati buah
kesayangannya lagi dengan lebih bersemangat. Sekarang pirnya terasa lebih manis.
Kimly memandangi cowok yang sedang menunduk sambil membaca majalah itu. Pandangan
Raditya tampak kosong dan sedih. Ah, tapi mungkin hanya perasaan Kimly saja.
Kimly tidak habis piker apa jadinya dia jika tidak ada Raditya. Cowok itu memang benar-benar
penolong. "Dit?" Radit menoleh. "Mau?"
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kimly menyodorkan piring berisi buah pirnya, buah yang selama ini tidak pernah mau
dibaginya dengan siapa pun, apa pun yang terjadi.
Radit terlihat kaget. "Boleh?"
Kimly mengangguk, membuat Radit tersenyum dan mengambil sepotong. Dipandanginya pir
itu, seakan-akan ia sedang memegang sesuatu yang sama berharganya dengan emas.
"Dimakan dong!" ujar Kimly heran.
" A n j u n g p a p u t "Nggak apa-apa?" tanya Radit masih sangsi.
Kimly mengangguk lagi. "Iya. Makanya di makan dong! mungkin kamu orang pertama dan terakhir yang aku kasih pir
lho!" Balasan dari Lylla datang sesudah itu. Kimly segera membukanya dengan tidak sabar.
IFKIMYYYY!!! Awas lo besok di sekolah! >_
Anyway, sabtu ada lomba band. Masa lo gk tau" Cowok lo kan ikut!
Sender: Lylla Sent: 21:51:10, 09/12 Kimly tertegun. Oh, lomba band yang itu!ternyata Kimly tidak ketinggalan berita banget, sebenarnya Kimly
sudah pernah mendengar tentang lomba band yang akan diikuti sekolahnya. Namun ia tidak
menyangka acara itu akan diadakan hari Sabtu ini.
Kimly teringat percakapan Nino dengan teman bandnya pada hari insiden pizza-dan-kecapmanis itu terjadi. Kimly baru sadar sekarang, ternyata waktu itu mereka sedang membicarakan
acara ini. dan sesuai saran teman Nino, cowok itu bermaksud mengajak Kimly menonton
mereka bermain. Pantas saja Nino marah. Kalau pacar yang baik, pasti akan tahu jadwal-jadwal manggung
cowoknya. Apalagi kalu cowoknya ini akan tampil di perlombaan sekolah.
" A n j u n g p a p u t "Kim"," terdengar namanya dipanggil. Kimly menoleh.
Dilihatnya Radit sudah berada di dalam kamar mandi, menanti dikurung. Sebenarnya berat hati
Kimly untuk melakukannya. Ia sudah sangat percaya pada buronan itu. Namun suara hatinya
menyuruh Kimly berjaga-jaga biar bagaimanapun juga. Alhasil, Kimly mengunci pintu kamar
mandinya. Kimly menjatuhkan tubuh hingga telentang di tempat tidur dan memandangi langit-langit
kamar, menyusun rencana kejutan untuk Nino. Tanpa sepengetahuan cowoknya itu, ia akan
datang. Nino pasti akan terkejut dan senang dengan kedatangannya, memaafkan Kimly, dan
mengenalkan Kimly pada semua temannya.
Kimly mematikan radio, siap-siap tidur. Terdengar sayup-sayup suara nyanyian dari dalam
kamar mandi. I"m in the mood for love
Simply because you"re near me
Funny but when you"re near me
I"m in mood for love
(I"m in The Mood for Love, The Chimes)
Kimly cekikikan sendiri. Ia mengenali lagu yang dinyanyikan Radit. Kimly sering mendengar
oomnya menyetel lagu itu kalau Kimly berkunjung ke rumahnya. Benar-benar lagu jadul.
Ternyata selera Radit dalam musik memang unik banget.
Lagu itu sebenarnya ceria, namun entah mengapa Radit menyanyikannya dengan sedih. Apakah
cowok itu teringat pada pacar yang ditinggalkannya" Memikirkan Radit punya pacar, entah
mengapa Kimly merasa aneh. Hatinya berdesir ngeri. Ia segera mengalihkan pikirannya.
Besok. Ya, besok Kimly akan memberi kejutan untuk Nino. Kimly akan membuat semua orang
menyadari ia sebenarnya pantas menjadi pacar cowok popular anggota band sekolahnya itu.
" A n j u n g p a p u t *** DELAPAN Love is when I don"t want to lock the door
As I believe in him with all my heart
*** JAKARTA"Sabtu, 10 September
KIMLY memandangi dirinya di kaca kamar mandi. Untunglah semalam tidurnya nyenyak,
sehingga wajahnya terlihat lebih segar. Ia memberi make-up tipis pada wajahnya dengan sangat
hati-hati, agar penampilannya hari itu sempurna.
Setelah selesai make-up, dengan riang Kimly membuka pintu kamar mandi dan keluar. Radit
yang sedang menyapu lantai (ia bosan menonton TV dan membaca majalah, jadi cowok itu
mencari kegiatan lain) menoleh dan membeliak. Ia segera membuang muka dengan wajah
memerah. "Apa-apaan sih kamu"!" tandasnya.
Kimly tertegun. "Kenapa" Make-up-ku ketebelan, ya?" tanyanya heran. Kimly merasa wajahnya tidak terlalu
berlebihan. Tapi kenapa reaksi Radit seperti itu"
Radit tidak menjawab. Tanpa menoleh, ia menunjuk kearah Kimly. Kimly menunduk,
memerhatikan dirinya. Beberapa saat ia terdiam.
" A n j u n g p a p u t "AAAAAAA"!!!"
Kimly menjerit, kemudian masuk lagi ke kamar mandi dan mengempaskan pintunya. Wajahnya
memanas seperti roti panggang dan jantungnya serasa mau copot dari rongganya.
Kimly hanya memakai handuk!!!
Bagaimana Kimly bisa lupa memakai baju dan seenaknya keluar hanya dengan sehelai handuk"
Kimly tidak bisa membayangkan jika ikatan handuknya tidak kuat dan malah melorot dengan
mulus di depan mata Radit.
Kimly segera memakai bajunya yang tertinggal di gantungan. Semua ini gara-gara kebiasaannya
keluar kamar mandi hanya dengan handuk, bahkan pernah tidak berpakaian sama sekali karena
handuknya baru dicuci dan ia lupa mengambil yang baru di lemari. Tapi itu kan waktu Kimly
sedang sendirian! Sekarang Kimly malah melakukannya di depan orang lain. Lebih parahnya lagi, orang itu Radit.
Padahal Kimly ingin Radit menjadi orang terakhir yang melihatnya hanya berselimutkan sehelai
handuk. Kimly tetap mendekam di kamar mandi walaupun ia sudah berpakaian lengkap. Ia tidak tahu
apa tanggapan Radit terhadap dirinya. Mungkin cowok itu akan menertawakannya atau apa lah.
Yang jelas, Kimly merasa luar biasa malu.
Tapi tidak mungkin dong, Kimly mengurung diri di kamar mandi terus. Apalagi sebentar lagi
Kimly akan pergi untuk menonton Nino sekaligus memberikan kejutan padanya.
Kimly menarik napas dalam-dalam, kemudian membuka pintu perlahan-lahan. Dilihatnya Radit
tengah berdiri di tempat tadi, namun tanpa sapu di tangan. Cowok itu sedang memandang ke
luar jendela sambil bernyanyi pelan. Suaranya sih tidak seindah John Rzeznik, si penyuara asli
lagu itu, tapi kalau mengutip istilah juri-juri kontes nyanyi di TV, feel-nya dapat.
And I don"t want to go home right now
And all I can taste is this moment
" A n j u n g p a p u t And all I can breathe is your life
"Cause sooner on later it"s over
" Radit terdiam. Menoleh kearah Kimly sekilas. Lalu kembali memandang langit.
"Mendung"," gumamnya, seolah-olah yang baru saja terjadi tadi hal yang biasa.
Kimly tertegun. Lagi-lagi Radit mengejutkannya. Cowok itu memang lain daripada yang lain.
Raditya menoleh, teringat cerita Kimly semalam tentang lomba band yang akan diikuti Nino.
"Lomba band-nya di mana?"
"Di sekolah," jawab Kimly. "Tau sekolahku, kan?"
Radit mengangguk. "Kok kamu nggak sekolah?"
"Hari Sabtu libur."
"Ooohh"." Radit terdiam sebentar. "Jangan lupa bawa payung ya! Kayaknya mau hujan!"
Kimly ikut-ikutan melongo memandang jendela. Langit di sela-sela pepohonan dan tembok
tinggi tampak cerah. Hanya ada beberapa gumpal awan kelabu.
"Ah, kayaknya nggak hujan deh! Cerah gitu! Males ah bawa payung. Berat," tolak Kimly.
" A n j u n g p a p u t "Tapi nanti kalo hujan gimana pulangnya?"
"Kalo hujan, kamu anterin payung aja, ya"!" canda Kimly sambil meringis.
Radit membulatkan matanya. Ia tampak menganggap serius gurauan Kimly. "Bener boleh?"
tanyanya antusias. Ia terlihat mengibakan sekali, begitu mendambakan alam terbuka yang sudah
seminggu ini tidak dirasakannya.
"Tapi sayangnya cuma bercanda. Kamu nggak boleh keluar! Nanti kalo ada yang ngenalin
gimana" Bisa-bisa aku ikut dipenjara gara-gara nyembunyiin buronan!" ujar Kimly tegas.
Radit bersandar pada dinding dan merosot duduk. Wajahnya tertekuk. Raditya terlihat seperti
anak kecil yang sedang ngambek. Kimly tersenyum dan memberikan sesisir pisang dari dalam
lemari es. Namun itu juga tidak membuat Radit senang. Kimly menghela napas.
Abis, mau gimana lagi"
*** Kimly sampai di sekolah jam sepuluh. Lapangan yang terlihat kosong itu sekarang sudah disulap
menjadi sangat meriah. Di kiri-kanan jalan masuk sudah berdiri stan-stan kecil yang berwarnawarni dan ditempeli berbagai macam iklan"permen, minuman, snack. Di tengah lapangan
dibangun panggung megah. Hati Kimly melonjak begitu melihat panggung itu. Tidak dapat
dipercaya Nino, pacarnya, akan pentas di panggung sekeren dan sebesar itu! Padahal 24 jam
yang lalu Kimly masih belum tahu apa yang akan cowok itu lakukan hari ini.
Pengunjung sudah banyak berdatangan. Kimly mengenali beberapa wajah yang sering dilihatnya
di sekolah, namun sebagian besar adalah anak-anak sekolah lain yang datang untuk melihat
wakil sekolah mereka bernyanyi.
" A n j u n g p a p u t Kebanyakan pengunjung datang berombongan, sehingga Kimly merasa sangat risi sendirian di
sana. Cewek itu mencari-cari teman-temannya yang tidak terlihat sama sekali di antara keriuhan
pengunjung. Acara sudah dimulai, namun Kimly belum juga menemukan teman-temannya. Kimly sudah
berjalan mondar-mandir di antara stan-stan, tapi tetap saja Lylla dan Ardel tidak kelihatan
batang hidungnya. Apa mereka tidak datang, ya"
Band-band dari sekolah lain sudah mulai bermain, menyanyikan lagu-lagu yang berdentumdentum dan kadang-kadang memekakkan telinga.
"Naaaaahhh" gimana bandnya" Keren, kan?" suara MC berkumandang melepas penampilan
sebuah band. "Weis" tunggu-tunggu!! Abis ini nggak kalah keren! Cewek-ceweeeeek?"
Para makhluk yang merasa dirinya cewek jejeritan tiada ampun"kecuali Kimly tentu saja.
Norak! "Wooow!!! Semangat sekaleee"," tanggap si MC berpakaian nyentrik itu"sarung tangan jala
berwarna oranye, rambut jabrik bersepuh ungu, baju full colour, dan sepatu bot perak yang dililit
rantai. Sambil mengernyit Kimly sampai tidak habis pikir di meja MC itu bisa mendapatkan
sepatu bot norak seperti itu.
Cewek-cewek menjerit lagi. Kimly menutup telinganya dengan kesal.
Biasa aja dong! Tapi apa daya" Siapa juga yang bisa mendengar suara hati Kimly" Kalaupun mereka tahu Kimly
kesal, mana mereka peduli sih"
" A n j u n g p a p u t Si MC jejingkrakan di panggung. Kimly setengah berharap panggung itu akan jebol sehingga
makhluk norak itu akan kejeblos. Tapi panitia acara pasti sangat tidak ingin hal itu terjadi
sehingga mereka mempersiapkan panggung dengan sangat kokoh dan baik adanya. Bahkan
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika kaki si MC menghantam panggung, lantai kayunya berderak pun tidak!
"Naah" band yang satu ini juga bakal bikin kalian jejeritan, sekaligus buat cuci mata bagi para
jomblooo!!!" lolongnya di mike, yang segera disambut cewek-cewek yang histeris.
MC norak itu bertambah semangat dan mondar-mandir di panggung sambil melambailambaikan tangannya yang dihiasi gelang karet berwarna-warni. Penampilannya yang nyentrik
itu membuat acara ini malah terlihat seperti pesta Halloween.
"Wooohooo" semangat sekaleeee"," komentarnya, membuat teriakan semakin keras
membahana ke segala pelosok lapangan.
Penonton"terutama para cewek"meneriakkan yel-yel yang berbeda sehingga suasana benarbenar memekakkan telinga. Bahkan orang-orang yang berada di stan-stan pun berbondongbondong mendekati panggung dengan wajah heran.
MC norak itu tertawa garing. "GFC mana suaranyaaaaa?"?"
Ia mendorong mike-nya, membuat Kimly kaget karena ternyata para cewek masih bisa memekik
lebih keras lagi. Si MC nyengir, kemudian berputar ala ballerina dan keluar panggung,
digantikan band Nino yang masuk dari segala penjuru panggung dengan dramatis, membuat
nyaris semua tangan melambai-lambai bersemangat ke udara. Musik segera terdengar, tidak
kalah keras dengan jeritan penonton.
Jantung Kimly berdebar keras. Napasnya tertahan. Ia membuka mata lebar-lebar, sama sekali
tidak ingin melewatkan gerak-gerik Nino. Kimly tahu benar, Nino yang dilihatnya setiap hari
memang selalu cakep. Tapi Nino yang sekarang berdiri di panggung, memainkan gitar listriknya
dengan lihai, dan bernyanyi itu benar-benar sanggup menyihir setiap cewek yang datang ke
tempat ini. " A n j u n g p a p u t Kimly terpaku melihatnya. Apa jadinya kalau sampai sekarang ia masih mendekam di kamar,
tidak tahu apa yang terjadi hari ini" untunglah ada Raditya yang memberikan pencerahan di saat
yang tepat. Nino melompat-lompat di panggung, menepukkan tangan di atas kepala, dan mengajak
penonton ikut bernyanyi bersama vokalis band mereka yang baru: cewek pengirim surat kaleng
itu. Gaya mereka persis seperti pemain band professional.
Kimly mengerjapkan mata. Ia terbelalak. Wajah Nino berubah menjadi wajah Radit. Radit
sedang melompat-lompat di panggung, diiringi suara penonton yang bersorak-sorai. Cowok itu
memakai jas panjang dan celana kulit hitam. Keren banget! Persis John Rzeznik! Jantung Kimly
sampai berdebar tidak karuan, napasnya sesak.
Tapi kenapa Radit ada di situ"
Kimly mengerjap-ngerjapkan mata tidak percaya. Raditya menghilang. Yang ada hanyalah Nino
yang masih bermain gitar sambil bernyanyi penuh semangat.
Bagaimana bisa Kimly memikirkan Radit di saat seperti ini"
Bagaimana bisa Kimly mengira Nino itu Radit "
Bagaimana bisa Radit lebih mendebarkan hati daripada Nino"
*** GLUDUK GLUDUK". Kimly menengadah dan tersentak. Awan kelabu menyelimuti tempat itu. Benar kata Radit,
sepertinya hujan akan turun. Kimly menyesal kenapa tadi ia tidak menuruti saran Radit. Apa
sekarang cowok itu akan datang mengantarkan payung untunknya" Tapi Radit pasti tidak akan
sebodoh itu, menampakkan dirinya di depan ratusan pengunjung demi payung (apalagi itu
" A n j u n g p a p u t perbuatan yang sebenarnya sia-sia karena kini setitik air sudah jatuh ke hidung Kimly,
menandakan bahwa sebelum Radit datang, kemungkinan besar Kimly sudah basah kuyup).
Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Kimly dari belakang. Kimly menoleh dengan antusias. Nino.
Namun ternyata bukan. Ternyata yang menegurnya teman Nino yang dulu pernah Kimly temui
di kantin. "Surat buat lo," katanya singkat, kemudian pergi sebelum Kimly sempat berterima kasih.
Kimly segera membuka secarik kertas kecil terlipat itu.
Sekarang, di taman belakang.
Kimly mengenali tulisan itu. Ternyata Nino tidak melupakannya. Nino memanggilnya!
Kimly segera berjalan dengan bersemangat ke taman belakang. Ia berusaha menyeruak di antara
pengunjung. Hujan turun rintik-rintik sekarang, membuat semua orang mulai panik dan sibuk
mencari tempat berlindung. Stan-stan yang tadi di bawah tenda mulai ramai dan sesak oleh
manusia yang berlagak melihat-lihat padahal sedang berniat berteduh. Semakin menuju taman
belakang, pengunjung semakin sedikit.
Tiba-tiba Kimly melihat sosok Nino di antara pepohonan. Cowok itu tampak sedang tertawatawa. Entah siapa yang berada di sebelahnya, wajah orang itu terhalang pohon.
Kimly semakin mendekati mereka. Napasnya tertahan. Sekarang Kimly dapat melihatnya.
Orang di sebelah Nino itu cewek pengirim surat kaleng.
Ah, mereka kan sama-sama anak band! Pasti mereka hanya berteman akrab!
Kimly berusaha meyakinkan diri. Tapi mereka terlihat amat mesra. Nino membelai lembut
rambut cewek itu dan yang dibelai tampak sangat senang. Nino merapatkan kepalanya ke cewek
pengirim surat kaleng itu. Bibir mereka bersentuhan.
" A n j u n g p a p u t Kimly membeku. Hatinya kembali terluka. Kimly jijik melihatnya. Ia mual. Ingin sekali ia
mengeluarkan isi perutnya, sekaligus hatinya yang terasa sakit luar biasa.
Kimly dikhianati lagi! Dulu papanya, sekarang Nino".
Jadi karena inikah Nino memanggilnya"
Jahat banget. Ternyata Nino masih belum bisa memaafkannya dan sekarang membalas dendam.
Kepala Kimly mendadak pening. Matanya mengabur. Mungkin juga karena derasnya hujan
yang sekarang sudah membasahi pakaiannya.
Kimly berbalik untuk pergi. Kalau Nino bermaksud membuatnya menangis dan menyembahnyembah untuk mendapatkan cintanya lagi, Nino salah besar. Kimly tidak akan pernah
menangis. Tidak ada yang bisa membuatnya menangis, sekalipun Nino.
Tiba-tiba seseorang menghalangi jalannya. Kimly mendongak. Matanya terbelalak.
"Radit!" Bisa-bisanya ia berhalusinasi!
Namun bayangan Radit yang memegang payung tampak begitu nyata. Ternyata dia memang
berada di hadapan Kimly sekarang. cowok itu memakai topi Kimly yang menutupi sebagian
wajahnya. Bajunya basah kuyup. Tapi cowok itu tampak tidak peduli. Ia memandangi Kimly
dengan ekpresi sulit terbaca. Prihatin, sedih, sakit hati" entahlah.
" A n j u n g p a p u t Begitu Kimly memandang wajah Radit, rasa sakit kembali menyerangnya sampai-sampai cewek
itu tidak bisa menerka-nerka apakah hatinya masih bisa mengalami rasa yang lebih sakit lagi
daripada ini. "Gimana?"" bisiknya.
"Pintu nggak dikunci. Aku menyelinap keluar. Satpam nggak masuk hari ini. aku kelilingkeliling mencari kamu"," jawab Radit pelan dengan suara berat.
Kimly berlari melewati Radit. Ia ingin hilang dari tempat itu. Ia ingin pergi ke dunia tak
berpenghuni, yang tidak akan membuatnya mengalami pengkhianatan lagi.
Sayup-sayup masih terdengar dengungan lagu What Makes A Man-nya Westlife dari loudspeaker
yang bekumandang di sela-sela suara hujan".
Event as tears fill my eyes
I swear I wont"t cry
Ya, aku tidak akan menangis! Tidak akan pernah".
Kimly berlari keluar dari sekolahnya. Napasnya memburu. Ia sulit menghirup udara di tengah
derasnya hujan. Dadanya sakit. Namun Kimly tetap berlari sekuat tenaga, sampai akhirnya
kakinya terasa kaku, seaka-akan Kimly tidak akan bisa berlari lagi seumur hidup.
Kimly berdiam di pinggir jalan yang sepi, lama sekali. Pikirannya kosong. Ia sendiri tidak tahu
apa masih bisa berpikir dengan jernih atau tidak. Sudah terlalu banyak yang menyerangnya,
menusuk dari belakang. Kimly tidak tahu apakah darah hasil tusukan itu masih tersisa untuk
aliran kehidupan dalam dirinya atau tidak.
Seseorang tiba-tiba meletakkan kedua tangannya di bahu Kimly dari belakang. Kimly merasakan
gesekan rambut yang basah di antara tengkuk dan punggungnya. Kimly menggigit bibir
bawahnya keras-keras, sampai mati rasa. Ia berusaha mengabaikan hatinya yang terus merontaronta. " A n j u n g p a p u t Kimly tidak lemah, Kimly masih akan bertahan kalau hanya karena ini".
"Kamu ini kenapa, sih" Sok tegar, sok cuek, sok kuat" padahal aku tahu, hatimu rapuh. Mau
sampai kapan kamu pasang topeng itu"!" desak Radit. Suaranya bergumam lirih di telinga
Kimly. Kimly benci Raditya. Kenapa cowok ini selalu selalu selalu selalu selalu tahu apa yang dirasakan Kimly"
Kenapa" Tapi Kimly sudah lupa menangis. Lupa caranya menangis. Sejak hubungan orangtuanya
mendingin. Sejak mereka tak lagi menyayangi Kimly seperti sebelumnya. Sejak mereka hidup
untuk pekerjaan. Sejak Kimly belajar untuk berpura-pura tegar seperti sekarang. Sudah lama
sekali Kimly lupa bagaimana rasanya menitikkan air mata. Sudah enam tahun.
Kimly tersenyum. Tepatnya, memaksakan diri untuk tersenyum.
"Lucu ya, dulu waktu aku liat papa di motel, hujan juga turun, kayak hari ini. seakan-akan
langit menangis buat aku setiap kali aku dikhianati"," kata Kimly dengan suara ceria yang
dipaksakan. Radit membisu. Kimly jadi merasa cowok itu memberinya waktu untuk bicara.
"Aku udah berusaha jadi orang yang pantas. Tapi apa boleh buat kalo orang lain nggak bisa
menerimanya. Mereka selalu ingin lebih dan lebih. Aku udah berjalan cepat, tapi mereka pikir
itu belum cukup. Aku berlari, tapi mereka bilang lariku lambat. Mereka nggak peduli meski aku
udah terseok-seok dan jatuh berkali-kali. Mereka nggak pernah mau peduli"." Kimly
mengedikkan bahu. Merasa lemah, namun tak mampu melakukan apa-apa.
"Kalo kamu mau bantu, coba sekarang jawab. Apa salahku" Apa yang udah aku lakuin sampai
semua membenciku" Apa salahku sampai ayah pun nggak menginginkanku lagi?""
" A n j u n g p a p u t "Kata orang, menjadi diri sendiri adalah hal yang terbaik. Aku menjadi diriku sendiri. Tapi Nino
nggak suka. Aku juga selalu menjadi diriku sendiri di depan ayah. Tapi ayah juga nggak suka.
Mama juga nggak suka. Nggak ada yang suka padaku yang apa adanya. Jadi apa lagi yang harus
aku lakuin?" Emosi dalam diri Kimly meluap-luap. Hatinya sesak. Ia kesal. Ia marah pada semua orang.
Kenapa tidak ada yang memahami dirinya" Kenapa pula Radit harus berada di sini,
membuatnya merasakan keinginan untuk dicintai yang begitu besar"
Radit tidak berkata apa-apa. Dia membenamkan tubuh Kimly dalam dekapannya. Semakin
lama semakin erat. Hangat, walaupun hujan air dingin itu semakin deras.
Aneh" rasanya beban berat di hati Kimly menjadi lebih ringan. Hatinya menghangat. Ia merasa
dilindungi, tidak pernah ditinggalkan".
Sudah berapa lama ya, Kimly tidak pernah mengalami perasaan seperti ini" Rasanya sudah lama
sekali, bertahun-tahun". Bahkan Kimly sudah lupa kapan terakhir kali ada orang yang
memeluknya dan mengatakan sayang .
Perlahan-lahan mata Kimly terpejam.
Capek". Kimly ingin tidur tenang" kalau bisa, tidak pernah bangun lagi.
*** Kimly terusik. Ia membuka matanya yang sembap pelan-pelan. Kepalanya masih sakit dan
berdenyut-denyut. Pandangannya kabur. Tubuhnya pegal sekali, seperti habis berlari ratusan
meter. Ia merasa lelah dan" lembap. Kimly tersadar seketika.
" A n j u n g p a p u t Ternyata ia sudah berada di atas ranjangnya yang basah karena rembesan air dari bajunya.
Kimly menoleh. Ia melihat Raditya di pinggir ranjang. Wajahnya tampak aneh di kegelapan.
"A-a-aku"," Radit tergagap, tampak gugup.
Di tengah kepeningan Kimly yang amat sangat, cewek itu melihat benda yang dipegang Radit.
Pakaiannya. Kontan, Kimly meraba tubuhnya, kemudian bernapas lega. Cowok itu ternyata tidak melucuti
pakaiannya. Berarti yang dipegang Radit baju bersih. Pasti cowok itu berniat mengganti baju
Kimly. Kimly merebut baju bersih di tangan Radit yang segera berdiri, ia terhuyung-huyung berjalan ke
kamar mandi. Cewek itu membuka semua pakaiannya, kemudian memakai baju kering.
Kimly duduk di tutup kloset. Perasaannya aneh sekali.
Kenapa di sini panas banget sih"
Siapa yang matiin AC"
Kepalanya sakit sekali. Saking sakitnya sampai terasa begitu ringan.
Kimly memejamkan mata dan terhuyung jatuh menabrak bak.
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
*** Kimly mengigau dalam tidurnya. Ia melihat bibir Nino begitu besar seperti bibir gempal wanita
penyihir itu. Wajah Nino mendekat. Bibirnya monyong. Matanya liar.
" A n j u n g p a p u t "Tidaak" tidaaak"," bisik Kimly, berusaha mundur. Namun ia tersudut ke tembok.
Nino semakin mendekat" mendekat".
Air liurnya membasahi lantai".
Menjijikkan! "Pergi! Pergiiiii!!!" rintih Kimly lemah. Tidak bisa berteriak.
Namun bibir itu semakin maju... Maju".
"AAAAAA!" Sebuah tangan menangkap tangannya. Menggenggan erat. Bayang-bayang Nino retak, pecah,
dan jatuh berkeping-keping ke lantai. Keresahan Kimly menghilang seketika, seperti sihir.
Kehangatan menjalar ke tubuh Kimly, seakan-akan tangan besar itu mampu memeluk tubuh
Kimly. Kimly merasa aman. Andai selamanya Kimly dapat seperti ini"
SEMBILAN Love is when I love him Even if never never realizes it
" A n j u n g p a p u t *** SUARA-SUARA gaduh membangunkan Kimly. Kepalanya terasa penuh dan berat. Matanya
sulit dibuka, bengkak, dan terasa lengket. Dahinya berdenyut-denyut sakit sekali. Kimly
mengusap mata dengan sebelah tangannya, kemudian membukanya pelan-pelan. Sinar matahari
membutakannya, membuat cewek itu mengerjap-ngerjapkan mata.
Ada seseorang di sisi ranjang. Sedang menatap dirinya. Namun Kimly tidak bisa melihat
wajahnya, karena orang itu membelakangi sinar matahari. Silau sekali.
Radit?" Orang itu menjatuhkan kepala di sisi tubuh Kimly yang masih terbaring. Tangannya yang
gemetaran merangkul pinggang Kimly.
"Oooohhh", Nooon, Non sudah sadar" Tenang ya, Non" tenang saja" nggak ada lagi yang
bisa mencelakai Non Kimly"," isak orang itu.
Bukan Radit. "Bi" Im"ma?"" bisik Kimly serak. Dia bangkit dan duduk di tepi ranjang dengan bingung.
Kimly menoleh ke arah pintu adem yang terbuka lebar. Masih setengah sadar, Kimly melihat
banyak orang di halaman rumahnya. Semua berpakaian cokelat. Di antara mereka hanya satu
orang yang berpakaian biru gelap, sewarna kaus Radit sewaktu mereka pertama kali bertemu.
Kimly masih tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Ia terlihat linglung. Kepalanya yang terus
berdenyut membuatnya sulit berpikir.
"A-apa?"" " A n j u n g p a p u t "Tenang, Non" pembunuh itu sudah ditangkap" dia tidak sempat apa-apain Non Kimly","
ujar Bi Ima sambil mengelus rambut Kimly. Wajahnya tampak khawatir.
Butuh waktu tiga detik bagi Kimly untuk mencerna kata-kata Bi Ima.
Pembunuh" Ditangkap" Kimly membelalakkan mata. Ia memperjelas pandangannya ke luar kamar.
Polisi! Dan" "RADIT!!!" Jantung Kimly berdebar kencang. Ia berusaha turun dari ranjang dan berlari ke pintu. Namun
tangan Bi Ima lebih dulu menahannya.
"Non Kimly" tenang, Non! Non lagi sakit" tubuh Non panas"," tahan Bi ima.
Dia nggak bersalah! Radit nggak bersalah!!!
Kimly memberontak di pelukan Bi Ima. Tangannya menggapai-gapai kosong ke depan. Kimly
panik luar biasa. Seandainya saja tubuhnya tidak selemah ini, ia pasti akan lolos dari Bi Ima
dengan mudah. "Ja-jangan! Radit bukan pembunuh! Bukaann! Jangan ditangkap!" jerit Kimly histeris.
" A n j u n g p a p u t Sosok polisi-polisi itu nyaris menghilang dari taman. Radit menoleh. Wajahnya kaget melihat
Kimly. Radit terlihat begitu sedih, namun tiga guratan itu muncul. Radit tersenyum dan
menggeleng pelan. Memohon agar Kimly jangan mengejarnya.
Kemudian ia meghilang. "RADITTTTT"!!!!!!!!"
Kenapa cowok itu masih bisa tersenyum"
Kenapa senyumnya begitu menyayat hati"
Kenapa dia harus pergi"
Kimly menyerah di pelukan Bi Ima. Ia diliputi kesedihan luar biasa. Ingin rasanya ia berteriak
sekeras mungkin, menjeritkan Radit bukan pembunuh sampai suaranya habis. Tidak mungkin
seorang Radit membunuh! Radit orang paling paling paling baik yang pernah Kimly temui.
Kalau cowok itu memang jahat, dia bisa menyerang Kimly kapan saja dia mau, dia pasti sudah
menyandera Kimly dan memberontak karena makanan yang diberikan Kimly hanyalah pisang,
pisang, dan pisang. Cowok itu punya kesempatan seminggu ini untuk menjahatinya.
Kalau cowok itu jahat, dia tidak mungkin mau menyapu lantai dan membersihkan kamar
mandi, tidak mungkin juga menawarkan diri untuk dikurung di dalam kamar mandi.
Membawakan Kimly payung ke tempat penuh orang dan membuat dirinya dikenali".
Kalau cowok itu jahat, tidak mungkin pelukannya terasa begitu hangat, tidak mungkin ia mau
bersedih untuk Kimly. Tidak mungkin Kimly membutuhkannya saat ini".
" A n j u n g p a p u t *** Kimly terbangun lagi beberapa jam kemudian. Kamarnya terasa sangat sepi. Gordennya ditutup
sehingga suasana kamarnya menjadi remang-remang dan sejuk. Kimly melihat jam beker di
meja sebelah ranjangnya. Jam 12.00. pantas saja perutnya keroncongan.
Kimly menoleh ke kamar mandi yang tertutup. Radit pasti kelaparan juga. Untung cowok itu
tidak menggedor-gedor pintu minta makan. Kimly tersenyum, kemudian bangun dari tempat
tidur dan berjalan untuk membuka pintu kamar mandi.
Tidak digembok". Kamar mandi kosong. Kimly tertegun.
Seketika ia tersadar. Radit sudah ditangkap polisi.
Kimly duduk di kaki ranjang, menatap wajah John Rzeznik yang sedang tersenyum
menatapnya. Pandangannya menerawang.
Kemudian pintu kamar terbuka tanpa diketuk. Kimly menoleh dan mendapati kedua temannya
berdiri dengan wajah khawatir. Lylla menghambur memeluk Kimly.
"Kim", lo nggak apa-apa, kan?" suara Lylla gemetar.
Kimly membalas pelukan Lylla. Kimly berusaha bersikap ceria. "Hai! Hai! Kangen ya sama
gue" gue nggak pa-pa kok! Beneran deh!"
" A n j u n g p a p u t Ardel menutup pintu. Wajahnya terlihat tegang. Ardel berjalan ke hadapan Kimly dan
mengulurkan nampan makanan yang dibawanya.
"Kim, kita tuh temen bukan, sih?" tanyanya datar, suaranya terdengar menuntut. Kimly
terenyak. "Of course! Kita kan best friend!" jawab Kimly kaget.
Lylla sudah melepas pelukan Kimly dan duduk di sebelah cewek itu. Ardel terlihat gusar.
"Tapi menurut gue, lo nggak nganggep kita sebagai teman selamanya! Kenapa sih, Kim,
semuanya harus disembunyiin" Kenapa lo nggak cerita" Kita khawatir sama lo. Kita tau lo
sedang ada masalah. Dan gue yakin sekarang lo nggak baik-baik aja!" kata Ardel keras. "Cerita
dong, Kim. Jangan disimpen sendiri. We"re here for you?"
Kimly tertunduk. Perasaan bersalah menyergapnya. Kimly melihat ke mana saja kecuali ke mata
kedua teman baiknya. Matanya terhenti ke poster di dinding. Tadi Kimly tidak memerhatikan poster itu dengan jelas,
namun sekarang Kimly menemukan tulisan di poster itu. Tampaknya tulisan itu ditulis dengan
spidol permanen oleh Radit. (Siapa lagi")
There are times when a women has to say what"s on her mind
Event though she know how much it"s gonna hurt
(Torn Between Two Lovers, Mary McGregor)
" A n j u n g p a p u t Kimly menghela napas dan memandang teman-temannya. Sepertinya memang sudah terlanjur
banyak yang Kimly sembunyikan dari semua orang.
"Ceritanya panjang banget"," katanya sambil tersenyum.
Ardel dan Lylla terlonjak senang. Ardel segera duduk di sisi Kimly yang lain, siap
mendengarkan. "Hari ini waktu kita cuma buat lo, Kim! Begadang pun nggak masalah!" ujar Lylla bersemangat.
Kimly semakin mengembangkan senyumnya.
Kimly memang benar-benar bodoh. Bisa-bisanya Kimly menyembunyikan semuanya dari Lylla
dan Ardel. Bisa-bisanya waktu itu ia kecewa karena mendapat SMS dari Lylla, bukannya Nino.
Bisa-bisanya ia menyalahkan semua orang. Padahal di sini ada orang-orang yang selalu
menyayanginya. Bi Ima, Lylla, Ardel"
Kenapa Kimly harus berjuang sendiri"
"Oke! Jadi?" "Eits, tunggu dulu!" tahan Lylla.
Kimly mematung. Mulutnya terbuka siap bercerita.
"Apa lagi, Lyll?" tanya Ardel tidak sabar sambil tertawa geli melihat Kimly yang tidak bergerak.
Perut Kimly mendadak berbunyi.
"Nah! Itu dia!" seru Lylla. "Ceritanya sambil makan ya, Kim!"
" A n j u n g p a p u t Kimly tertawa dan mulai melahap makanannya.
*** Ardel mendadak berdiri sambil mengepalkan tinjunya. Surat-surat kaleng yang ditumpahkan
Kimly ke ranjang berserakan.
"Nino brengsek banget, Kim! Waktu itu gue sama Lylla baru keluar dari toilet, tiba-tiba ngeliat
ada cowok celingak-celinguk kayak anak nyasar. Dia ganteng bangettt jadi gue seret Lylla buat
ngikutin dia, siapa tau bisa kenalan. Ajaibnya, kita sampai di taman belakang dan ngeliat elo. Di
sana juga ada Nino yang berdiri agak jauh," kata Ardel menggebu-gebu.
Tentu saja Kimly tidak melihat kedua temannya, saat itu kan Kimly sedang sibuk dengan patah
hatinya. "Tapi sampai sekarang gue masih nggak percaya Raditya itu ternyata sembunyi di sini, Kim! Ya
ampuuun" jadi oom ninja itu?"" Lylla melongo, membuat Kimly tertawa geli. Kimly
mengangguk-angguk menjawab pertanyaan Lylla.
"Tapi tuh cowok emang beneran keren deh, Kim"! Tau nggak, abis lo lari, cowok ganteng yang
ternyata de buron lo itu, ngedatengin Nino!" cerita Ardel bersemangat. Ia sudah berdiri di
samping ranjang. Kimly mendongak kaget. "Ngedatengin Nino?"
"Iya! Waktu lo pergi, orang-orang mulai sadar kalo ada masalah. Mereka ngerumunin Nino dan
Radit, tapi kelihatannya Radit sama sekali nggak peduli sama semua orang. Dengan keras, dia
ngomong gini"," Ardel berdeham, kemudian memasang wajah serius, "Selama ini Kimly selalu
ngerasa nggak pantes buat kamu! Kamu udah nyakitin hati cewek yang paling istimewa dan kamu bakal
menyesal seumur hidup."
" A n
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
j u n g p a p u t Lylla menjerit sambil menutup mukanya dengan bantal. "Ya ampuuun, Kim", tuh cowok
keren bangeeet" lebih keren dari Cakka!!! My Radit!!! Ooooom ninjaaa?"
Jantung Kimly berdebar-debar. Wajahnya memerah. Ia menahan senyum dan semakin
merindukan Radit. Lylla dan Ardel berhambur memeluknya hingga mereka terjengkang ke
ranjang. Kemudian tertawa.
"Radit bener-bener keajaiban ya, Kim?"
Kimly memandangi poster yang sudah dicoreti tulisan buronan keren itu. Ia meraih surat kaleng
terdekat, kemudian membukanya.
lO nggAk pAnTEs bUAT nino!
Kimly merobek surat itu, juga foto Nino di mejanya.
"Iya, emang?" *** Kimly menyalakan TV, mencari-cari siaran berita sore. Wanita penyihir itu sedang
menayangkan kasus pencurian di sebuah bank, kemudian berita beralih pada kasus
pembunuhan. Kimly membulatkan matanya, mengeraskan volume TV, dan beranjak mendekat.
"Dini hari tadi, pelaku kasus pembunuhan yang sedang dicari polisi akhirnya tertangkap.
Tersangka disergap petugas ketika berkeliaran di jalanan sebuah perumahan elite di
Jakarta?""layar TV berganti menjadi gambar Raditya yang sedang dibawa ke tahanan"
?"pelakunya terlibat dalam kasus pembunuhan seorang direktur perusahaan?"
Kimly tidak lagi mendengar suara formal wanita itu. Ia memandangi Radit di layar TV. Bahkan
hanya dalam balutan seragam penjara pun cowok itu masih terlihat sangat keren. Pantas saja
ada cewek yang sampai hobi menonton berita hanya untuk memandangi wajah Radit.
" A n j u n g p a p u t Contohnya saja Lylla dan Ardel, yang tadi sudah bertekad mengidolakan Radit lagi. Entah apa
komentar Raditya jika mendengar hal ini.
Kimly, Maaf ya, aku pergi tanpa pamit. Bahkan aku belum sempat bilang terima kasih buat
semuanya, juga minta maaf karena udah ngerepotin kamu"
Oh ya, gimana keadaanmu"
Waktu aku pergi, badanmu panas. Kemarin kamu pingsan abis hujan-hujanan, terus
kepalamu kena bak waktu kamu lagi ganti baju"
Maafin aku karena udah ngelanggar perintahmu. Malem itu aku nggak tidur di kamar
mandi, soalnya tidurmu nggak tenang. Aku bingung mau ngapain, jadi yang bisa aku lakuin
cuma ngegenggam tanganmu, sampai kamu tenang"
*** SEPULUH *** BI IMA mengoceh panjang-lebar sampai telinga Kimly terasa sakit mendengarnya.
?"masukin cowok ke kamar! Ya ampun, Noon! Buronan pula" ya ampun! Ya ampun! Ya
ampuuuun! Bibi tahu dia ganteng, keren, tapi Non jangan sampai lupa harga diri dong!"
"Dia tidur di kamar mandi kok, Bi!" sela Kimly membela diri.
"Itu juga nggak boleh! Masa" ganteng-ganteng suruh tidur di kamar mandi"!"
Kimly menyela, "Emang apa hubungannya, Bi?"
" A n j u n g p a p u t Bi Ima tidak menjawab dan malah terus mengoceh dengan wajah bersemu merah. "Lagian siapa
bilang dia tidur di kamar mandi"! Waktu itu Bibi mikir, kok tumben jam Sembilan Non belum
bangun. Wah, jangan-jangan sakit nih. Terus Bibi datengin kamar Non! Pintu pengap dikunci,
Bibi puter haluan ke taman. Maksudnya sih pengen ngintip. Ternyata pintu adem nggak dikunci.
Eehhh" untung jantung Bibi nggak copot pas buka kamar Non!"
Bi Ima menghilang ke dapur untuk mengangkut piring-piring kotor bekas makanan, kemudian
muncul lagi beberapa saat kemudian. Masih dengan wajah marah yang malah terlihat amat lucu.
Tapi Kimly cukup berakal sehat untuk tidak tertawa geli untuk melihatnya. Ia memilih
menunduk, menghabiskan roti selainya.
"Ada cowok duduk di lantai! Eh enggak, bukan duduk tapi tidur. Kepalanya tergeletak di
pinggir ranjang. Bibi sampe pegel kalo ngebayanginnya. Kok bisa sih orang tidur sambil duduk
gitu" Kan sakit! Untuk dia nggak salah urat!"
Bi Ima mengisi air di gelas Kimly yang kosong.
"Bibi kaget, tuh orang kok megangin tangan Non" Bibi menjerit. Cowok itu bangun. Kaget
banget deh mukanya. Kebetulan di daerah kita lagi ada pemeriksaan karena kabarnya ada yang
ngenalin buronan itu Sabtu kemarin. Bibi langsung manggil polisi, trus pas balik, Bibi lihat
cowok itu masih tenang-tenang aja di kamar, lagi berlutut mandangin Non.
"Untung Bibi sudah mohon sama polisi supaya ngerahasiain rumah ini dari wartawan. Makanya
di TV Raditya ditangkap di jalanan, bukan di kamar Non. Non Kimly nggak mau jadi terkenal
mendadak, kan?" Bi Ima terdiam sebentar sebelum memulai lagi pidatonya, "Untung juga Bibi setia banget nonton
berita kriminal tiap siang, makanya Bibi tahu harus bertindak gimana. Sebenarnya sih Bibi
pengen bisa muncul di berita, tetapi demi kebaikan Non Kimly, Bibi menolak dan minta
identitas kita dirahasiain aja."
Bi Ima berhenti bergerak ke sana kemari. Kimly mendongak. Wanita tua itu memandanginya
dengan sorot mata lembut. Senyumnya tampak misterius, membuat Kimly merasa Bi Ima
mengetahui perasaannya. " A n j u n g p a p u t "Tapi kalo dia emang benar, pasti selamat, Non" Non cukup percaya aja sama dia"," kata Bi
Ima pelan. Kimly tertunduk malu. Kenapa sih sekarang perasaannya mudah sekali diketahui orang"
Melihat Kimly tersipu dengan wajah nyaris memerah, Bi Ima tertawa geli.
"Non Kimly udah gede ya!"
*** Kimly sedang duduk di ruang tamu rumahnya ketika ayahnya pulang. Pria itu terlihat kaget.
Tidak biasanya Kimly duduk-duduk di sana.
"Lho, Sayang" Lagi ngapain?" Ayah mengelus rambut Kimly.
Kimly memandangi wajah ayah. Ada bekas lipstick di sudut bibir pria itu. Lagi-lagi hatinya
terasa sakit seperti diiris tipis-tipis. Ingin rasanya ia menepis tangan ayah kuat-kuat, namun
Kimly tak melakukannya. Ia masih berusaha menghormati ayahnya.
"Nunggu ayah," kata Kimly dingin.
Ayah tersenyum kemudian berjalan dengan lelah.
"Yah," panggilnya. Ayah berbalik menatap Kimly.
" A n j u n g p a p u t "Apa, Sayang" Kamu perlu uang" Berapa" Sini Ayah kasih. Apa sih yang kamu mau Ayah
nggak kasih?" nada suara ayah terdengar sangat manis.
"Ada bekas lipstik tuh di bibir Ayah," ujar Kimly sambil menatap ayahnya.
Pria itu terkejut. Ia mengusap bibirnya dengan tangan, kemudian memandang jarinya. Ayah
berjalan menjauh, berusaha menghindar.
"Ayah mandi dulu ya!" katanya. Terdengar sekali berniat melarikan diri. Kimly masih
memandangi Ayahnya. "Kimly tahu kok, Yah!" tukasnya sambil meloncat berdiri.
Ayah menoleh. Wajahnya seperti topeng, tanpa ekspresi.
"Tahu apa?" suara dingin. Entah pergi ke mana suara manis tadi.
"Minggu lalu Kimly ngeliat Ayah sama penyihir itu ke motel garasi," bisik Kimly dingin dengan
segala emosi yang tersisa.
Betapa sulitnya mengucapkan kalimat itu. Kimly menelan ludah kuat-kuat sambil mengepalkan
tangan. Betapa sulitnya menahan kesedihan yang sudah mulai merayap naik ke tenggorokannya.
Ingin sekali Kimly menjerit keras-keras, melepaskan beban berat di hatinya.
Ayah kelihatan sangat panik.
"Aa?" " A n j u n g p a p u t "Tolong Ayah jangan ngebohongin Kimly lagi. Dikhianati sudah cukup menyakitkan"," bisik
Kimly pahit. Kimly teringat kalimat yang ditulis Raditya di posternya. Cewek itu berusaha
menguatkan diri. Ia menarik napas kuat sambil gemetar menahan emosi.
Ayah hanya bisa menunduk dalam-dalam.
"Maaf" Ayah khilaf"."
Jika Kimly tahu ternyata berbicara jujur akan sesakit ini, ia pasti tidak akan mau bicara seperti
ini. "Ayah khilaf"," ulang Kimly getir, "tapi mau sampai kapan Ayah khilaf" Hari ini" besok"
Bulan depan" Tahun depan" Sebegitu bencinya Ayah pada Mama dan aku?"
Wajah ayah tampak memelas, sampai-sampai Kimly berubah iba padanya. Namun ia pun
teringat, dirinya juga terluka.
"Tidak, Kimly! Ayah sayang Mama dan kamu! Ayah tidak tahu gimana jadinya Ayah kalau
kalian pergi!" "Ayah egois! Ayah seenaknya aja mempermainkan perasaan Mama! Apa itu yang disebut
sayang" Ayah jarang pulang. Sekalinya di rumah, ayah cuma mendekam di kamar, cuma tidur.
Ayah sama sekali nggak peduli gimana kabar kami. Apa itu yang disebut sayang?" suara Kimly
bergetar, antara marah dan sedih. Sakit tak terhingga.
Kimly berlari melewati ayahnya. Kimly menyentak tangan pria itu yang berusaha menggapai
bahunya. Di ruang depan Kimly berpapasan dengan Mama. Wanita itu menangis dan
memandangi Kimly dengan tatapan terluka. Kimly melewatinya dan berlari keluar menuju
kamarnya. Kimly menjerit sekuat-kuatnya di sana.
" A n j u n g p a p u t Kimly, Orangtuaku datang. Aku kangen mereka. Ibuku menangis, tapi ayahku cuma
tersenyum sedih. Mereka cuma menyuruhku banyak berdoa. Tapi hatiku jadi tenang.
Sidang pertama dimulai besok. Hari ini aku ketemu pengacara yang ditunjuk buat
membelaku. Nggak terkenal. Gayanya aja nggak meyakinkan (bayangin, waktu kita bicara,
dia berkali-kali menguap lebar dan minta maaf karena semalam kurang tidur gara-gara
nonton bola!) Tapi begitu aku cerita tentang kisahku (seperti yang sudah pernah kuceritain ke
kamu), matanya langsung berubah. Waktu itu aku langsung ngerasa dia orang yang bakal
ngebebasin aku. Tapi belum apa-apa, dia nguap lagi dengan suara aneh. Pasrah deh"
Gimana kepalamu" Masih sakit"
Nggak ganggu tidurmu, kan"
*** Kesokkan harinya. Kimly memandangi dirinya di cermin. Ia mengusap dahinya pelan.
Perbannya sudah dibuka, namun masih terlihat benjolan berwarna kebiruan yang saking
sakitnya sampai berdenyut-denyut seperti jantung tambahan jika dipegang.
Kemudian pandangan mata Kimly bergeser.
Cewek berpipi cekung itu"
Waktu itu Kimly masih mempertanyakan siapa dia. Namun kini Kimly sudah yakin, itulah
dirinya. Yah, sejelek-jeleknya Kimly, bukan berarti siapa pun bolej melukainya, kan" Nino pun tidak
berhak melukai hatinya. Kalau mau diibaratkan, Nino hanya secuil ikan teri di sebelah sirip ikan hiu. Tentu saja yang
terakhir disebut itu melambangkan Radit. Siapa lagi"
" A n j u n g p a p u t Kimly sampai tidak habis pikir, mengapa dulu ia bisa-bisa tergila-gila pada Nino. Kimly
mengelu-elukan cowok itu dan memandangnya sebagai makhluk langkah dengan segala pesona,
mengacuhkan saran teman-temannya untuk putus walaupun Nino sudah melukai hati Kimly
berkali-kali. Hmm" oke, Nino memang cakep. Tapi dia sama sekali nggak keren.
Radit jauuuuuuuh" lebih keren daripada Nino.
Kimly mengaku kalah pada tingginya selera Lylla dan Ardel tentang cowok"setidaknya mereka
lebih memilih Radit daripada Nino. Tidak seperti Kimly yang selama ini dibutakan oleh cinta
sepihak.
Buron Karya Anjung Paput di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tetapi sekarang Kimly sudah tidak bisa dibodohi lagi oleh cowok manapun. Sudah nggak
zaman cewek dibodohi cowok.
"Nino?" Kimly mencibir pada dirinya sendiri di cermin. "Siapa tuh?"
*** Cowok itu sama sekali tidak tampak bersalah. Buktinya saja, Kimly menemukan dia duduk di
meja sambil mendengarkan musik lewat loudspeaker handphone-nya. Teman-teman bandnya
(kecuali cewek lipgloss) berkeliling di sekitar Nino, tertawa-tawa.
Lembah Nirmala 18 Sherlock Holmes - Petualangan Rumah Kosong Anak Berandalan 9
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama