Ceritasilat Novel Online

Darah Monster Tiga 1

Goosebumps - Darah Monster 3 Bagian 1


R. L. Stine: Darah Monster III (Goosebumps # 29) Terjemah: Farid ZE Blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Ebook Inggris: Undead 1 "Darah Monster! Ini berkembang lagi!" Evan Ross menatap gumpalan hijau
bergetar di halaman rumahnya. Benda itu tampak seperti segumpal besar permen
karet lengket hijau, dan lebih besar dari bola pantai. Lebih besar dari dua bola
pantai! Gumpalan hijau itu bergetar dan berguncang seolah-olah kesulitan bernapas.
Benda itu membuat suara mengisap menjijikkan. Lalu mulai bergerak naik turun
dengan cepat. Evan melangkah mundur. Bagaimana benda pekat dan lengket itu keluar dari
kalengnya" ia bertanya-tanya. Siapa yang meninggalkannya di jalanan masuk"
Siapa yang membuka kaleng itu"
Evan tahu bahwa sekali Darah Monster mulai berkembang, benda itu tak dapat
dihentikan. Ini akan berkembang dan berkembang, dan menelan segala sesuatu di
jalannya. Evan tahu ini dari pengalaman yang menyakitkan.
Dia telah melihat gumpalan raksasa Darah Monster menelan seluruh anak-anak.
Dan ia telah melihat apa yang terjadi ketika anjingnya, Trigger, memakan Darah
Monster. Anjing cocker spaniel itu berkembang, berkembang dan berkembang sampai
dia cukup besar untuk mengangkat Evan dengan giginya dan menguburnya
di halaman belakang! Segumpal kecil dari Darah Monster telah merubah Cuddles, hamster kecil di kelas
Evan, jadi monster menggeram yang mengamuk. Hamster raksasa - lebih besar
dari gorila - meraung melalui sekolah, menghancurkan segala sesuatu di jalannya!
Sampah ini berbahaya, pikir Evan. Ini mungkin benda hijau berlendir yang paling
berbahaya di Bumi! Jadi bagaimana itu bisa sampai ke jalanan masuk (rumah) Evan"
Dan apa yang akan ia lakukan dengannya"
Darah Monster itu memantul dan cegukan. Benda itu membuat suara mengisap
yang lebih menjijikkan. Saat benda itu melambung, benda itu menyedot potongan ranting-ranting kecil dan
kerikil dari jalanan masuk. Benda-benda itu terjebak ke sisinya sejenak, sebelum
tersedot ke tengah bola basah raksasa itu.
Evan mundur selangkah lagi saat bola itu perlahan-lahan mulai bergulir.
"Oh, Tidaaak." Suatu erangan pelan keluar dari tenggorokannya. "Tolong.
Jangaaan." Darah Monster itu berguling di atas jalanan masuk ke arah Evan, menambah
kecepatan saat bergerak. Evan telah melemparkan salah satu sepatu rodanya di
samping rumah. Benda hijau pekat dan lengket itu menelan sepatu roda itu dengan
suara Sllruuuuup keras. Evan menelan ludah saat ia melihat sepatu roda itu menghilang ke dalam bola
memantul hijau itu. "Aku - aku yang berikutnya!" ia terbata-bata dengan suara keras.
Tak mungkin! katanya pada dirinya sendiri. Aku mau keluar dari sini.
Dia berbalik untuk lari - dan terjatuh menggeletak di atas sepatu roda lainnya.
"Aduh!" ia menjerit saat ia jatuh keras pada siku dan lututnya. Rasa nyeri
menimpa lengannya. Dia mendarat di kedua tulang lututnya.
Bergoyang-goyang untuk menghilangkan kesemutan, ia buru-buru berlutut. Dia
berbalik pada waktunya untuk melihat benda pekat dan lengket menggelegak itu
berguling di atasnya. Dia membuka mulutnya untuk menjerit. Tapi jeritan itu terperangkap di dalam
dirinya saat sampah hijau berat menghantam wajahnya.
Kedua tangannya meronta-ronta liar. Kakinya menendang-nendang.
Tapi benda pekat lengket itu meliputinya. Menariknya. Menariknya masuk
Aku - aku tak bisa bernapas! ia menyadari.
Dan, lalu, semuanya berubah jadi hijau.
2 "Evan - berhentilah melamun dan makan Jell-O-mu ," omel Nyonya Ross.
(Jell-O: kue/makanan pencuci mulut dari agar-agar buah, tepung beras dan pastei
susu, diperkenalkan oleh Kraft Food tahun 1845)
Evan menggelengkan kepalanya keras-keras. Lamunan itu terasa begitu nyata.
Suara ibunya terdengar masih jauh.
"Evan -Cepatlah. Makan Jell-O itu. Kau akan terlambat."
"Eh.. Ibu...." kata Evan pelan. "Bisakah Anda memberiku bantuan yang sangat
besar?" "Bantuan apa?" tanya ibunya dengan sabar, mendorong rambut lurus pirangnya ke
belakang jadi ekor kuda. "Bisakah kita tak usah membeli Jell-O hijau lagi" Bisakah Anda membeli warna
lain saja" Bukan yang hijau?"
Dia menatap gundukan Jell-O hijau berkilauan yang bergetar dalam mangkuk gelas
di depannya di meja dapur.
"Evan, kau aneh," jawab Mrs Ross, memutar matanya. "Cepatlah. Kermit mungkin
bertanya-tanya di mana kau berada."
"Kermit mungkin sibuk meledakkan rumahnya," jawab Evan murung. Dia menarik
sesendok Jell-O. Hal itu membuat suara mengisap kotor.
"Semua alasan bagimu untuk terburu-buru ada di sana," kata ibunya dengan tajam.
"Kau bertanggung jawab padanya, Evan. Kau bertanggung jawab atas sepupumu
sampai ibunya pulang dari kerja."
Evan mendorong hijau Jell-O menjauh.
"Aku tak bisa makan ini," gumamnya. "Itu membuatku berpikir akan Darah
Monster." Mrs Ross membuat wajah jijik. "Jangan sebut benda berlendir itu."
Evan turun dari bangku. Mrs Ross mendorongkan satu tangan dengan lembut ke
rambut keriting Evan yang berwarna wortel. "Ini bagus bagimu untuk keluar
membantu," katanya lembut. "Bibi Dee benar-benar tak bisa menyewa pengasuh
anak." "Kermit tak butuh pengasuh anak. Dia perlu penjaga!" gerutu Evan. "Atau
mungkin pelatih. Seorang pria dengan cambuk dan kursi. Seperti di sirkus."
"Kermit merasa kagum padamu," desak Mrs Ross.
"Hanya karena dia setinggi dua kaki!" seru Evan. "Aku tak percaya dia sepupuku.
Dia benar-benar kutu buku."
"Kermit bukan kutu buku. Kermit jenius!" kata Mrs Ross. "Dia baru delapan tahun,
dan dia sudah jadi seorang ilmuwan jenius."
"Agak jenius," gerutu Evan. "Bu, kemarin dia melelehkan sepatuku."
Mata biru pucat Mrs Ross melebar. "Dia apa?"
"Dia membuat salah satu ramuannya. Ramuan itu cairan kuning cerah. Dia
mengatakan akan menguatkan sepatu kets sehingga tak akan pernah aus."
"Dan kau biarkan dia menuangkan benda itu di sepatumu?" tuntut Ibu Evan.
"Aku tak punya pilihan," jawab Evan sedih. "Aku harus melakukan semua yang
Kermit inginkan. Jika aku tak mau, ia memberitahu Bibi Dee bahwa aku berlaku
kejam padanya." Mrs Ross menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku bertanya-tanya mengapa kau
pulang bertelanjang kaki kemarin."
"Sepatuku masih melekat di lantai ruang bawah tanah Kermit," kata Evan pada
ibunya. "Sepatu langsung meleleh dari kakiku."
"Yah, hati-hati di sana, oke?"
"Ya. Tentu," jawab Evan. Ia menarik topi Atlanta Braves-nya di atas kepalanya,
melambaikan tangan kepada ibunya, dan berjalan keluar dari pintu belakang.
Ini adalah hari musim semi yang hangat. Dua kupu-kupu Monarch hitam dan
kuning beterbangan ke taman bunga. Daun-daun baru yang cerah di pepohonan
berkilauan di bawah sinar matahari.
(Kupu-kupu Monarch: kupu-kupu berukuran besar, yang sayapnya berwarna dasar
oranye bergaris hitam, biasanya terdapat di Amerika Utara)
Evan berhenti di bagian bawah jalanan masuk dan menurunkan topi bisbol untuk
melindungi matanya dari sinar matahari. Ia memicingkan mata ke jalan, berharap
untuk melihat temannya Andy.
Tak ada tanda-tanda keberadaannya.
Kecewa, dia menendang batu kerikil besar di sepanjang trotoar dan mulai berjalan
menuju ke rumah Kermit. Bibi Dee, ibu Kermit itu, membayar Evan tiga dolar per
jam untuk mengawasi Kermit sepulang sekolah setiap sore. Tiga ratus dolar per
jam akan jauh lebih adil! pikirnya dengan marah.
Tapi Evan senang bisa dapat uang. Ia menabung untuk membeli Walkman baru.
Trigger salah mengira Walkman tuanya sebagai tulang anjing.
(Walkman: pemutar audio dan video portable, pertama kali dirilis pada tahun 1979
di Jepang oleh Sony) Tapi Evan telah mendapatkan gaji setiap sen. Kermit itu mustahil. Itulah
satusatunya kata untuknya. Mustahil.
Dia tak ingin bermain video game. Dia tak ingin menonton TV. Dia menolak untuk
pergi keluar dan bermain bola atau melempar Frisbee. Dia bahkan tak ingin
menyelinap ke toko kecil di pojokan dan mengisi batang-batang permen dan
keripik kentang. Yang dia ingin lakukan adalah tinggal di lantai bawah dalam laboratorium
gelapnya di ruang bawah tanah yang lembab dan mencampur gelas-gelas kimia
bersama-sama. "Percobaanku," dia menyebutnya. "Aku harus melakukan percobaanku."
Mungkin dia seorang jenius, pikir Evan pahit. Tapi itu tak membuatnya
menyenangkan. Dia benar-benar tak mungkin.
Evan pastinya tak menikmati pekerjaan pengawas anak sepulang sekolahnya duduk
mengawasi Kermit. Bahkan, dia beberapa kali membayangkan di mana Kermit
mencoba salah satu campuran itu sendiri dan meleleh ke lantai bawah tanah,
persis seperti sepatu Evan. Beberapa sore (yang lalu), Andy datang bersama, dan yang membuat pekerjaan itu
sedikit lebih ringan. Andy juga berpikir Kermit itu benar-benar aneh. Tapi
setidaknya saat ia berada di sana, Evan ada orang yang diajak bicara, seseorang
yang tak ingin bicara tentang mencampur aluminium pyrite dengan sodium
chlorobenzadrate. (pyrite: mineral (sufida besi) yang berwarna kuning pucat, sodium: natrium,
logam reaktif yang lunak, keperakan, seperti lilin, yang termasuk ke logam alkali yang
banyak terdapat dalam senyawa alam. chlorobenzadrate: pestisida untuk tengu
yang merupakan sisa dari tomat, biasanya berwarna kuning pucat dan kadang
coklat) Apa masalah Kermit itu, sih" Evan bertanya-tanya saat ia menyeberangi jalan dan
berjalan melewati halaman belakang menuju rumah Kermit. Mengapa ia pikir
mencampur itu sangat menyenangkan" Mengapa dia selalu mencampur ini dengan
itu dan itu dengan ini"
Aku bahkan tak bisa mencampur susu cokelat!
Rumah Kermit tampak dalam pandangan dua kaki ke bawah. Itu adalah rumah
putih berlantai dua dengan atap hitam miring.
Evan mempercepat langkahnya. Dia kira-kira terlambat lima belas menit. Dia
berharap Kermit tak berada dalam suatu masalah.
Dia baru saja mendorong jalannya melalui pagar rendah berduri yang memagari
halaman Kermit ketika suara serak yang dikenalinya membuatnya membeku.
"Evan - apa yang kau lihat di halamanku?"
"Hah?" Evan langsung mengenali suara itu. Itu tetangga sebelah rumah Kermit,
seorang anak dari sekolah Evan.
Namanya Conan Barber. Tapi anak-anak di sekolah semua memanggilnya Conan
the Barbarian. Itu karena ia telah menjadi anak terbesar paling keji di Atlanta.
Mungkin di alam semesta. Conan duduk di atas pagar putih tinggi yang memisahkan halaman. Mata biru
dinginnya memelototi Evan.
"Apa yang kau lihat di halamanku?" tuntut Conan.
"Tak mungkin!" Suara Evan keluar berdecit.
"Kau melihat di halamanku. Ini pelanggaran," tuduh Conan. Dia melompat turun
dari pagar tinggi itu. Dia besar dan sangat atletis. Hobinya melompati anak-anak
yang baru saja dia pukul di tanah.
Conan memakai kemeja abu-abu berotot dan longgar, celana jins pudar.
Ekspresinya juga sangat jahat.
"Wah. Tunggu sebentar, Conan!" protes Evan. "Aku melihat di halaman Kermit,
aku tak pernah melihat di halamanmu. Takkan pernah!"
Conan melangkah ke arah Evan. Dia mendorongkan dadanya dan menabrak Evan
dengan keras, begitu keras sehingga ia tersandung mundur.
Itu adalah hobi Conan lainnya. Menabrak anak-anak dengan dadanya. Dadanya tak
terasa seperti dada. Rasanya seperti truk.
"Mengapa kau tak melihat halamanku?" tuntut Conan. "Apa ada yang salah dengan
halamanku" Apa halamanku terlalu jelek" Apa itu sebabnya kau tak pernah
melihatnya?" Evan menelan ludah. Ini mulai jadi permulaan baginya bahwa mungkin Conan
sudah gatal untuk berkelahi.
Sebelum dia bisa menjawab Conan, ia mendengar suara parau menjawab baginya.
"Ini negara bebas, Conan!"
"Oh, Tidaaak," erang Evan, menutup matanya.
Sepupu Evan, Kermit, melangkah keluar dari belakang Evan. Dia kecil dan kurus.
Seorang anak yang sangat pucat dengan lapisan rambut pirang putih, dan mata
hitam bundar di belakang kacamata merah besar berbingkai plastik. Evan selalu
berpikir sepupunya tampak seperti tikus putih yang memakai kacamata.
Kermit memakai celana pendek merah besar yang turun hampir ke pergelangan
kakinya, dan kaos Braves merah-dan-hitam. Lengan-lengan pendek menjuntai
melewati siku lengannya yang kurus.
"Apa katamu?" tuntut Conan, melotot mengancam pada Kermit.
"Ini negara bebas!" ulang Kermit nyaring. "Evan bisa melihat setiap halaman yang
ia inginkan!" Conan mengeluarkan geraman marah. Saat ia berjalan terhuyung-huyung ke depan
untuk memukul wajah Evan jadi kentang tumbuk, Evan berpaling kepada Kermit.
"Terima kasih banyak," katanya kepada sepupunya. "Terima kasih untuk semua
bantuanmu." "Kau ingin hidungmu miring ke arah mana?" tanya Conan pada Evan. "Ke kanan
atau ke kiri?" 3 "Jangan lakukan itu!" jerit Kermit dengan suara parau tikusnya.
Conan mengangkat satu kepalan tinju yang besar. Dengan tangan yang lain, ia
meraih bagian depan kaos Evan. Dia memelototi Kermit.
"Mengapa tidak?" geramnya.
"Karena aku punya ini!" kata Kermit.
"Hah?" Conan melepaskan kemeja Evan. Dia menatap gelas kimia yang Kermit
angkat dengan kedua tangannya. Gelas itu setengah penuh dengan cairan biru
gelap. Conan mendesah dan menyapukan tangan gemuk kebelakang melalui rambutnya
pirang bergelombang. Mata birunya menyipit di Kermit. "Apa itu" Susu formula
bayimu?" "Ha-ha," jawab Kermit sinis.
Jika Kermit tak diam, kami berdua akan mendapatkan pukulan! Evan menyadari.
Apa yang makhluk kecil ini coba lakukan"
Evan menarik-narik lengan Kermit, mencoba menariknya menjauh dari Conan.
Tapi Kermit mengabaikannya. Dia mengangkat gelas itu dekat ke wajah Conan.
"Ini adalah Campuran Gaib," kata Kermit. "Jika aku menuangkan padamu, kau
akan menghilang." Kami berdua harus menghilang! Pikir Evan panik. Dia membiarkan matanya
bergerak cepat ke halaman belakang. Mungkin aku bisa berhasil melalui pagar itu
bahwa sebelum Conan menyambarku, pikirnya. Jika aku bisa berkeliling ke rumah
berikutnya dan turun ke jalan, aku bisa melarikan diri.
Tapi apa hal ini benar untuk meninggalkan Kermit kecil itu pada belas kasihan
Conan" Evan mendesah. Dia tak bisa meninggalkan sepupunya seperti itu. Meskipun
Kermit pasti meminta untuk itu.
"Kau akan membuatku lenyap dengan benda itu?"tanya Conan pada Kermit dengan
sinis. Kermit mengangguk. "Jika aku menuangkan beberapa tetes padamu, kau akan
menghilang. Sungguh. Aku mencampurnya sendiri. Ini bekerja. Ini campuran dari
Teflon dioxinate dan parasulfidine magnesium."
(teflon: senyawa polimer yang memiliki koefisien gesek terendah. Digunakan
sebagai pelapis

Goosebumps - Darah Monster 3 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anti lengket untuk panci dan peralatan masak
lainnya, Dioxtine; bahan pemutih dalam pembuatan kertas, popok, pembalut dan
yang lainnya. Parasulfidine: senyawa an orgarnik. Magnesium: logam yang ringan, putih
keperak-perakan dan cukup kuat)
"Ya. Tentu" Gumam Conan. Dia menatap cairan dalam gelas itu. "Apa yang
membuatnya biru?" "Pewarna makanan," jawab Kermit. Lalu ia menurunkan suara melengkingnya,
mencoba terdengar jantan. "Sebaiknya kau pulang sekarang, Conan. Aku tak mau
harus menggunakan barang ini."
Oh, wow! Pikir Evan, menarik topi Braves menuruni wajahnya. Aku tak tahan
untuk menonton ini. Ini menyedihkan. Benar-benar menyedihkan. Kermit benarbenar
brengsek. "Silakan. Coba saja," Evan mendengar Conan berkata.
Evan mengangkat topi sehingga ia bisa melihat. "Eh... Kermit... Mungkin kita
harus ke rumah sekarang," bisiknya.
"Silakan. Buatlah aku menghilang," tantang Conan.
"Kau benar-benar ingin aku melakukannya?" tuntut Kermit.
"Ya," jawab Conan. "Aku ingin tak terlihat. Silakan, Kermit. Tuangkan itu
padaku. Buatlah aku menghilang. Aku menantangmu."
Kermit mengangkat gelas di atas kemeja abu-abu yang menutupi otot dada yang
luas Conan. "Kermit - jangan!" Evan memohon. "Jangan! Tolong jangan!"
Dengan panik Evan meraih gelas kimia itu.
Terlambat. Kermit membalik gelas itu di atas dan membiarkan cairan biru tebal itu tertuang
ke bagian depan kaos Conan. 4 Dari sudut matanya, Evan melihat kupu-kupu Monarch berkibar di atas pagar
rendah itu. Aku harap aku ini kupu-kupu, pikirnya. Aku berharap bisa
mengepakkan sayap dan melayang menjauh.
Menjauh dari sini sebisaku!
Cairan biru mengalir ke bagian depan kaos berotot Conan. Ketiga anak laki-laki
menatapnya tak bersuara. "Yah, aku tak menghilang?" Gumam Conan, menyipitkan mata curiga pada
Kermit. Lalu kemejanya mulai menyusut.
"Hei -!" Conan berteriak marah. Dia berusaha melepas kaos menyusut itu. Kaos
itu mengecil dan mengecil.
"Kaos - kaos ini mencekikku!" jerit Conan.
"Wow!" Kermit melengking, matanya yang hitam bersinar penuh semangat di
balik kacamatanya. "Ini keren!"
Evan menatap dengan takjub saat kaos berotot itu menyusut jadi secarik kecil
kain. Dan kemudian lenyap sepenuhnya.
Sekarang Conan berdiri di depan mereka bertelanjang dada.
Kesunyian yang mencekam jatuh di halaman belakang. Mereka bertiga menatap
dada luas Conan yang telanjang untuk beberapa saat.
Conan memecahkan kesunyian.
"Itu kaos berotot terbaikku," katanya pada Evan dengan gigi terkatup.
"Uh-oh," kata Evan.
*** "Aku suka hidungmu seperti itu," kata Andy pada Evan. "Ini agak miring di kedua
arah sekaligus." "Kupikir akan kembali ke asalnya," jawab Evan, menepuk pelan hidungnya.
"Setidaknya rasa sakitnya berkurang banyak." Desahnya. "Semua luka dan memar
akan lenyap juga. Pada waktunya."
Itu adalah dua hari berikutnya. Evan duduk di seberang Andy di ruang makan di
sekolah. Dia menatap sedih pada sandwich ikan tuna yang ibunya kemas untuknya.
Ia tak menggigitnya. Mulutnya belum bekerja dengan benar. Terus bergerak
menyamping, bukan atas dan ke bawah.
Andy menyeka sepotong salad telur dari pipinya. Dia berambut cokelat pendek dan
mata cokelat besar yang menatap ke seberang meja pada Evan.
Andy tak berpakaian seperti kebanyakan anak lain di kelas enam kelas mereka. Dia
menyukai warna-warna cerah. Warna-warna yang benar-benar cerah.
Hari ini ia mengenakan rompi kuning di atas kaos magenta dan celan pendek DayGlo
oranye. Ketika Andy pindah ke Atlanta pada awal tahun sekolah, beberapa anak
mengolokolok pakaian warna-warninya. Tapi mereka tak lagi (mengolok-ngoloknya).
Sekarang semua orang setuju bahwa Andy punya gaya (sendiri). Dan beberapa
anak bahkan meniru tatapan matanya.
"Jadi apa yang terjadi setelah Conan the Barbarian memukuli tubuhmu jadi kubis?"
tanya Andy. Ia menarik segenggam keripik kentang dari kantongnya dan
mendorongnya satu per satu ke dalam mulutnya.
Evan mengggigit beberapa kali dari potongan sandwich tuna ikannya. Butuh waktu
lama baginya untuk menelan.
"Conan membuatku berjanji tak akan melihat halaman rumahnya lagi," katanya
kepada Andy. "Aku harus mengangkat tangan kananku dan bersumpah. Lalu ia
pulang ke rumah." Evan mendesah. Dia menyentuh lagi hidungnya yang sakit. "Setelah Conan pergi,
Kermit membantuku yang berjalan pincang ke rumahnya," lanjut Evan. "Beberapa
saat kemudian, Bibi Dee pulang."
"Lalu apa yang terjadi?" tanya Andy, mengerutkan kantong keripik kentang yang
kosong itu. "Dia melihatku kacau," jawab Evan. "Jadi dia bertanya apa yang terjadi."
Evan menggeleng dan merengut. "Dan sebelum aku bisa mengatakan apa-apa,
tikus kecil Kermit itu mengeluarkan jeritan melengking dan berkata, 'Evan
terlibat perkelahian dengan Conan." "
"Oh, wow," gumam Andy.
"Dan Bibi Dee berkata," Yah, Evan, jika kau cuma terlibat dalam perkelahian
bukannya mengurus Kermit, aku harus berbicara dengan ibumu tentang dirima.
Mungkin kau tidak cukup dewasa untuk pekerjaan ini."
"Oh, wow," ulang Andy.
"Dan semuanya kesalahan si Kermit itu!" teriak Evan, memukulkan tinjunya begitu
keras di atas meja hingga kotak susunya terbalik. Susu tumpah di atas meja, ke
bagian depan celana jinsnya.
Evan begitu marah, dia bahkan tak bergerak menjauh.
"Dan kau tahu hal terburuk?" tuntut Evan. "Hal terburuk?"
"Apa?" tanya Andy.
"Kermit melakukannya dengan sengaja. Dia tahu apa reaksi campuran biru itu. Dia
tahu cairan itu akan menyusutkan kaos Conan. Kermit ingin aku untuk dipukul
Conan. Dia melakukan semua hal untuk membuatku mendapat kesulitan dengan
Conan." "Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Andy.
"Senyum itu," kata Evan padanya.
"Hah" Senyum apa?"
"Senyum di wajah Kermit. Kau tahu senyum kecil bengkoknya di mana dua gigi
depannya menonjol" Itulah senyumnya ketika dia membantuku kembali ke
rumah." Andy berdesas-desus. Evan menyelesaikan potongan sandwich ikan tuna. "Cuma itu yang bisa kau
katakan?" bentaknya.
"Apa yang bisa kukatakan?" jawab Andy. "Sepupumu, Kermit, pesolek kecil yang
aneh. Kupikir kau harus memberinya pelajaran. Balas dia."
"Hah?" Evan melongo. "Bagaimana aku melakukannya?"
Andy mengangkat bahu. "Aku tak tahu Mungkin kau bisa.... Eh..."
Matanya yang gelap tiba-tiba berkedip gembira. "Aku tahu! Apa dia tak makan
makanan ringan sepulang sekolah setiap hari" Kau bisa menyelipkan beberapa
Darah Monster ke dalam makanannya."
Evan menelan ludah dan melompat berdiri. "Hei - Tak akan! Tak akan, Andy!"
teriaknya. Beberapa anak-anak berbalik untuk menatap Evan, terkejut oleh teriakannya yang
nyaring. "Jangan pernah pikirkan itu!" teriak Evan, mengabaikan tatapan-tatapan itu.
"Jangan Pernah Darah Monster!. Aku tak pernah ingin mendengar kata-kata itu
lagi!" "Oke, oke!" teriak Andy. Dia mengangkat kedua tangan, seolah-olah untuk
melindungi dirinya dari Evan.
"Omong-omong," kata Evan, sedikit lebih tenang, "Di mana Darah Monster itu"
Kau sembunyikan dimana" Kau tak mengambilnya kan?"
"Yah..." jawab Andy, menurunkan matanya. Seringai iblis menyebar di seluruh
wajahnya. "Aku menaruhnya sedikit dalam sandwich ikan tuna yang baru saja kau
makan." 5 Evan menjerit begitu keras, hal itu membuat dua anak jatuh dari kursi mereka.
Dua anak lainnya menjatuhkan nampan makan siang mereka.
Matanya melotot dan suaranya naik tinggi melebihi peluit guru olahraga itu.
"Kau - kau - kau -!" ia tergagap, menyambar tenggorokannya.
Andy tertawa. Dia menunjuk kursi Evan. "Evan, duduklah. Aku cuma bercanda."
"Hah?" "Kau dengar," kata Andy. "Itu lelucon. Darah Monster ada di rumah, aman dan
terkunci." Evan menghela napas panjang. Dia merosot kembali ke kursi. Dia tak peduli
bahwa ia sedang duduk dalam susu yang telah ditumpahkannya.
"Annndrea," katanya tak senang, memperpanjang kata. "Annnndrea, itu tak lucu."
"Tentu itu lucu," Andy bersikeras. "Dan jangan panggil aku Andrea. Kau tahu aku
benci nama itu." "Andrea. Andrea. Andrea," ulang Evan, membalas dendam untuk lelucon buruk
Andrea. Dia menyipitkan matanya keras padanya. "Kaleng baru Darah Monster
yang dikirim orang tuamu dari Eropa - itu benar-benar jauh tersembunyi?"
Andy mengangguk. "Di atas rak lemari di ruang bawah tanah. Di jalanan
belakang," katanya. "Kaleng itu tertutup rapat. Benda itu tak mungkin bisa
keluar." Evan menatap tajam ke arah Andy, mengamati wajahnya.
"Jangan menatapku seperti itu!" teriak Andy. Dia mengepalkan kertas timah
sandwich dan melemparkannya ke Evan. "Aku mengatakan yang sebenarnya.
Darah Monster itu benar-benar tersembunyi. Kau tak perlu khawatir tentang hal
itu." Evan (jadi) santai. Dia menarik Fruit Roll-Up dari kantong makan siangnya dan
mulai membukanya. "Kau berutang padaku sekarang," katanya pelan.
(Fruit Roll-up: makanan ringan rasa buah, bentuknya kotak persegi panjang tipis
yang bisa digulung.) "Maaf?" "Kau berutang padaku karena memainkan lelucon bodoh itu," kata Evan.
"Oh, ya" Apa yang harus kulakukan?" tuntut Andy.
"Pergilah denganku sepulang sekolah. Ke rumah Kermit," kata Evan.
Andy membuat wajah jijik.
"Tolonglah," tambah Evan.
"Oke," katanya. "Kermit tak terlalu buruk saat aku di sana."
Evan mengangkat Fruit Roll-Up lengket. "Mau ini" Aku memohon ibuku untuk
tak membeli yang berwarna hijau!"
*** Setelah sekolah, Evan dan Andy berjalan bersama ke rumah Kermit itu. Ini adalah
hari kelabu, terancam hujan. Udara terasa berat dan basah, selembab musim panas.
Evan memimpin jalan di seberang jalan. Dia mulai memotong (jalan) melalui
halaman belakang - tapi berhenti.
"Ayo kita pergi ke jalan depan," perintahnya. "Conan mungkin nongkrong di
belakang. Menunggu untuk kita."
"Jangan katakan kita" gumam Andy. Dia memindahkan ranselnya ke bahu yang
lain. Dia menggaruk lengannya. "Aduh. Lihat ini."
Evan menurunkan matanya ke benjolan merah besar di lengan kanan Andy. "Apa
itu" Gigitan nyamuk?"
Andy menggaruknya lagi. "Kurasa begitu. Ini gatalnya bukan main."
"Kau tak seharusnya menggaruknya," kata Evan padanya.
"Trim's, Dok," jawabnya sinis. Dia menggaruk bahkan lebih keras untuk
mengganggunya. Hujan gerimis turun saat mereka berjalan di jalan masuk rumah Kermit. Evan
membuka pintu depan dan melangkah ke ruang tamu.
"Kermit - kau di sini?"
Tak ada jawaban. Bau asam menyerang hidung Evan. Dia menekankan jari-jarinya di atas
hidungnya. "Iih. Apa kau mencium bau itu?"
Andy mengangguk, wajahnya berkerut jijik. "Kupikir itu berasal dari ruang bawah
tanah." "Pasti itu," gumam Evan. "Kermit pasti sudah di lab."
"Kermit " Hai - Kermit, apa yang kau lakukan di sana?" seru Evan.
Memegangi hidung mereka, mereka berjalan cepat menuruni tangga. Ruang bawah
tanah dibagi menjadi dua kamar. Yang kanan berdiri ruang cuci dan tungku
perapian, yang kiri ruang rekreasi dengan laboratorium Kermit yang didirikan di
sepanjang dinding belakang.
Evan bergegas melintasi lantai keramik ke laboratorium. Dia melihat Kermit
dibelakang meja lab, beberapa gelas kimia dengan cairan-cairan berwarna di
depannya. "Kermit - bau apa yang menjijikkan itu?" tuntutnya.
Saat Evan dan Andy berlari ke meja lab, Kermit menuangkan cairan kuning ke
cairan hijau. "Uh-oh!" teriaknya, menatap campuran yang menggelegak itu.
Dari balik kacamatanya, matanya terbelalak ngeri.
"Lari!" Kermit menjerit. "Cepat Keluar!! Ini akan MELEDAK!"
6 Cairan itu berputar-putar dan menggelegak.
Kermit merunduk di bawah meja laboratorium.
Dengan jeritan ngeri, Evan berbalik. Meraih tangan Andy. Mulai menariknya ke
tangga. Tapi dia cuma beberapa langkah ketika ia tersandung Dogface, anjing gembala
besar Kermit. "Ooh!" Evan merasakan angin menghantamnya saat dia jatuh dan mendarat di atas
anjing tertelungkup di lantai ubin. Dia terkesiap. Berusaha untuk menelan
semulut udara penuh. Ruangan itu miring dan bergoyang.
"Ini akan MELEDAK!" peringatan nyaring Kermit berdering di telinga Evan.
Dia akhirnya berhasil mengambil napas dalam-dalam. Bangkit dengan satu lutut.
Berputar kembali ke meja laboratorium.
Dan melihat Andy berdiri dengan tenang di tengah ruang rekreasi, tangannya di
pinggangnya. "Andy - itu akan MELEDAK!" Evan tercekat.
Dia memutar matanya. "Evan, benar-benar," gumamnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa
kau benar-benar tertipu?"
"Hah?" Evan menatap melalui Andy ke meja kaca panjang.
Kermit telah berdiri kembali. Dia bersandar dengan kedua siku di atas meja. Dan
wajahnya tersenyum. Senyum itu.
Senyuman terpelintir dengan dua gigi depan yang mencuat. Senyuman yang lebih
Evan benci dari senyuman lain di dunia.
"Ya, Evan," ulang Kermit, meniru Andy, "kau benar-benar tertipu akan itu?"
Dia meledak tertawa dalam (tawa) memekik-tingginya yang terdengar seperti babi
yang terjebak dalam pagar.
Evan berdiri, bergumam pelan. Dogface cegukan. Lidah anjing itu terjulur keluar,
dan ia mulai terengah-engah keras.
Evan berpaling kepada Andy.
"Aku tak benar-benar tertipu hal itu," tegasnya. "Aku tahu itu salah satu dari
lelucon bodoh Kermit, aku hanya memperlihatkan apakah kau percaya."
"Pastinya." Andy memutar matanya lagi. Dia melakukan banyak memutar mata
sore ini, Evan sadar. Evan dan Andy melangkah ke meja. Meja itu penuh dengan botol-botol, tabungtabung
kaca, gelas-gelas kimia dan toples-toples - semuanya penuh dengan cairan


Goosebumps - Darah Monster 3 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berwarna. Pada dinding di belakang meja berdiri rak buku yang tinggi. Rak-rak itu juga
penuh dengan botol dan toples dengan cairan dan bahan kimia. Campuran Kermit.
"Aku hanya terlambat beberapa menit sampai di sini," kata Evan pada Kermit.
"Mulai sekarang, jangan lakukan apa-apa. Tunggu saja aku." Dia mengendusendus
udara. "Bau apa ini benar-benar kotor?"
Kermit menyeringai ke arahnya. "Aku tak menyadarinya sampai kalian datang!"
candanya. Evan tak tertawa. "Yang benar saja," gumamnya.
Andy menggaruk gigitan nyamuknya. "Ya. Tak ada lelucon lagi hari ini, Kermit."
Anjing gembala besar itu cegukan lagi.
"Aku mencampur sesuatu untuk menyembuhkan cegukan Dogface itu," Kermit
mengumumkan. "Oh, tidak!" jawab Evan tajam. "Tak mungkin! Aku tak bisa membiarkanmu
memberikan anjingmu salah satu campuranmu untuk diminum!"
"Ini obat cegukan yang sangat sederhana," kata Kermit, menuangkan cairan biru ke
dalam cairan hijau. "Ini hanya maglesium harposyrate dan polythorbital
ribotussal Dengan sedikit gula agar terasa manis."
(maglesium harposyrate dan ribotussal polythorbital: substansi ilmiah fantastik
khayalan pengarang) "Tidak," desak Evan. "Kau tak akan memberikan apa pun pada Dogface untuk
minum kecuali air. Itu terlalu berbahaya."
Kermit tak mengacuhkannya dan terus mencampur bahan kimia dari satu gelas
kaca ke yang lain. Dia melirik Andy. "Apa yang salah dengan lenganmu?"
"Ini gigitan nyamuk yang benar-benar besar," kata Andy kepadanya. "Ini gatal
bukan main." "Coba kulihat," desak Kermit.
Andy menatapnya curiga. "Kenapa?"
Kermit meraih tangan Andy dan menariknya lebih dekat. "Coba kulihat," tegasnya.
"Ini cuma gigitan nyamuk," kata Andy.
"Aku punya sedikit sisa campuran biru menyusut," mengumumkan Kermit. "
Benda yang kugunakan untuk menyusutkan kemeja Conan."
"Jangan ingatkan aku," erang Evan.
"Itu akan mengecilkan gigitan nyamukmu," kata Kermit pada Andy. Dia
mengambil gelas kimia. "Kau akan menuangkan benda itu di lenganku?" teriak Andy. "Aku tak berpikir
begitu!" Dia mencoba untuk melangkah pergi.
Tapi Kermit menyambar lengan Andy. Dan menuangkannya.
Cairan biru itu menyebar di gigitan nyamuk.
"Tidak! Oh, tidak!" jerit Andy.
7 "Lenganku!" jerit Andy. "Apa yang kau lakukan padaku?"
Evan meluncur ke meja lab, hampir tersandung anjing itu lagi. Dia meraih lengan
Andy dan memeriksanya. "Itu - itu -" dia tergagap.
"Hilang!" teriak Andy. "Gigitan nyamuk itu - itu hilang!"
Evan menatap lengan Andy. Halus sempurna, kecuali beberapa tetesan cairan biru.
"Kermit - kau jenius!" teriak Andy. "Campuran menyusutmu itu menghilangkan
bekas gigitan nyamuk!"
"Sudah kubilang," jawab Kermit, tersenyum gembira.
"Kau bisa dapat keuntungan!" seru Andy. "Apa kau tak sadar apa yang telah kau
lakukan" Kau telah menemukan obat gigitan nyamuk terbaik yang pernah ada!"
Kermit mengangkat gelas kimia. Dia memiringkan ke satu arah, lalu ke arah lain.
"Tak banyak yang tersisa," katanya pelan.
"Tapi kau bisa mencampurnya lagi - bukan?" tuntut Andy.
Kermit mengerutkan kening.
"Aku tak yakin," katanya pelan. "Kurasa aku bisa mencampur formula baru. Tapi
aku tak yakin. Aku tak menulis apa yang kumasukkan di dalamnya."
Dia menggaruk rambut pirang putih dan menatap gelas kimia kosong itu,
hidungnya bergerak-gerak seperti tikus yang berpikir keras.
Dogface mengeluarkan cegukan keras lainnya. Cegukan itu diikuti lolongan. Evan
melihat bahwa anjing malang menjadi sangat tidak senang akan cegukan. Dogface
adalah seekor anjing besar - dan jadi ia punya cegukan besar yang
mengguncangkan tubuh anjing gembalanya seperti gempa bumi.
"Lebih baik aku bekerja untuk obat cegukan," Kermit mengumumkan. Dia menarik
beberapa toples bahan kimia dari rak dan mulai membukanya.
"Wah. Tunggu sebentar." Kata Evan padanya. "Sudah kubilang, Kermit - aku tak
bisa membiarkanmu memberi makan apa pun untuk anjing itu. Bibi Dee akan
membunuhku jika -." "Oh, biar dia coba!" sela Andy. Dia menggosok lengan halusnya. "Kermit itu orang
jenius, Evan. Kau harus biarkan orang jenius berkarya."
Evan memelototinya. "Kau dipihak siapa?" tuntutnya dengan berbisik keras.
Andy tak menjawab. Dia membuka ritsleting tas oranye dan birunya dan
mengeluarkan beberapa lembar kertas. "Kupikir aku akan mengerjakan PR
matematikaku sementara Kermit mencampur atas penyembuh cegukannya."
Mata Kermit berbinar-binar penuh semangat di balik kacamatanya. "Matematika"
Apa kau punya masalah matematika?"
Andy mengangguk. "Ini untuk dibawa pulang ujian persamaan. Sangat sulit."
Kermit meletakkan tabung-tabung tes dan gelas-gelas kimia. Ia bergegas keluar
dari balik meja laboratorium. "Bolehkah aku mengerjakan soal-soal itu untukmu,
Andy?" tanyanya penuh semangat. "Kau tahu aku suka mengerjakan soal
matematika." Andy berkedip pada Evan dengan kedipan cepat. Evan mengerutkan kening ke
arahnya. Dia menggelengkan kepalanya.
Jadi itulah sebabnya Andy begitu baik pada Kermit! Kata Evan pada dirinya
sendiri. Itu semua tipuan. Tipuan untuk membuat Kermit agar mengerjakan tes
matematika untuknya. Kermit tak pernah bisa menolak soal matematika. Orangtuanya harus membelikan
tumpukan dan tumpukan buku latihan matematika. Dia bisa menghabiskan seluruh
sore mengerjakan semua soal-soal dalam buku latihan itu - untuk bersenangsenang!
Dogface cegukan. Kermit meraih soal matematika dari tangan Andy. "Tolong biarkan aku
mengerjakan persamaan-persamaan itu," pintanya. "Tolong ya?"
"Yah... Baiklah," kata Andy. Dia berkedip pada Evan dengan kedipan lainnya.
Evan cemberut ke arahnya. Andy akan dapat kesulitan untuk ini, pikirnya. Andy
itu siswa matematika yang mengerikan. Ini mata pelajarannya yang terburuk. Mrs
McGrady akan jadi sangat curiga ketika Andy menjawab semua soal dengan benar.
Namun Evan tak berkata apa-apa. Apa gunanya"
Kermit sudah menulis jawaban-jawaban di halaman, memecahkan persamaanpersamaan
itu secepat dia membacanya. Matanya menari-nari liar. Dia terengahengah. Dan
wajahnya tersenyum bahagia.
"Semua selesai," katanya.
Wow, dia cepat! Pikir Evan. Dia menyelesaikan ujian matematika itu dalam waktu
aku akan menulis namaku di bagian atas halaman!
Kermit menyerahkan pensil dan halaman matematika kembali ke Andy. "Trim's,"
katanya. "Aku benar-benar butuh nilai matematika yang baik dalam masa ini."
"Penipu," bisik Evan di telinga Andy.
"Aku cuma melakukannya untuk Kermit," bisik Andy kembali. "Dia senang
mengerjakan soal matematika. Jadi mengapa aku tak memberinya kesempatan"."
"Penipu," ulang Evan.
Dogface cegukan. Lalu ia melolong sedih.
Kermit kembali ke meja lab. Dia menuangkan cairan kuning ke cairan merah.
Ramuan mulai berasap. Lalu berubah menjadi kuning cerah.
Andy menyelipkan ujian matematika itu ke dalam tasnya.
Kermit menuangkan cairan kuning itu ke gelas kimia besar. Dia mengambil sebuah
botol kecil, membalikkannya, dan mengosongkan kristal-kristal keperakan ke gelas
kimia itu. Evan melangkah ke samping Kermit. "Kau tak bisa memberi makan itu pada
Dogface," desak Evan. "Aku sungguh-sungguh. Aku tak akan membiarkanmu
memberikan campuran itu kepadanya."
Kermit mengabaikannya. Dia mengaduk campuran sampai memutih. Lalu dia
menambahkan lagi bubuk yang membuatnya berubah kuning lagi.
"Kau harus mendengarkanku, Kermit," kata Evan. "Aku yang bertanggung jawab,
kan?" Kermit terus mengabaikannya.
Dogface cegukan. Tubuh putih berbulu lembutnya bergetar dan gemetar.
"Biarkan Kermit bekerja," kata Andy pada Evan. "Dia jenius."
"Mungkin dia jenius," jawab Evan. "Tapi aku yang bertanggung jawab. Sampai ibu
Kermit pulang, akulah bosnya."
Kermit menuangkan campuran itu ke dalam piring anjing (berwarna) merah.
"Akulah bosnya," kata Evan. "Dan bos bilang tidak."
Kermit menurunkan piring anjing itu ke lantai.
"Bos bilang kau tak boleh memberi makan campuran itu pada Dogface," kata
Evan. "Ke sini, Nak! Ke sini, Nak!" panggil Kermit.
"Tak mungkin!" teriak Evan. "Tak mungkin anjing itu meminumnya!"
Evan membungkuk ke mangkuk. Ia berencana untuk mengambilnya.
Tapi dia menukik terlalu keras - dan jadi tergeluncur ke bawah meja
laboratorium. Dogface menurunkan kepalanya ke piring anjing dan mulai menjilat campuran
kuning itu. Evan berbalik dan buru-buru menatap pada anjing itu. Mereka bertiga semuanya
sedang menunggu. . . menunggu. . . menunggu untuk melihat apa yang akan
terjadi. 8 Dogface menjilat mangkuk itu hingga bersih. Lalu ia menatap Kermit, seolah-olah
mengatakan, "Terima kasih."
Kermit mengelus-elus kepala anjing besar itu. Dia merapikan bulu-bulu putih
keriting di depan mata Dogface. Bulu itu dengan cepat jatuh tepat kembali di
tempatnya. Dogface menjilat tangan Kermit.
"Lihat" Cegukannya hilang," kata Kermit kepada Evan.
Evan menatap anjing. Dia menunggu beberapa detik lagi. "Kau benar," akunya.
"cegukannya hilang."
"Ini adalah campuran yang sederhana," bual Kermit. "Hanya sedikit
tetrahydropodol dengan beberapa kristal hydradroxilate dan satu ons megahydracyl
oxyneuroat. Setiap anak kecil bisa melakukannya."
(tetrahydropodol, hydradroxilate dan megahydracyl oxyneuroat: substansi ilmiah
fantastik khayalan pengarang)
"Jenius sekali!" seru Andy.
Evan mulai mengatakan sesuatu. Tapi Dogface menyela dengan dengkingan keras.
Lalu, tanpa peringatan, anjing gembala yang besar itu melompat ke depan. Dengan
dengkingan melengking lainnya, Dogface mengangkat kaki depannya yang besar dan
melompat ke Kermit. Kermit menjerit kaget dan terhuyung-huyung ke dinding. Botol-botol dan
toplestoples di rak-rak di belakangnya terguncang.
Dogface mulai menggonggong liar, mengeluarkan dengkingan melengking yang
bersemangat. Anjing itu melompat lagi, seolah-olah berusaha melompat ke pelukan
Kermit. "Turun, nak! Turun!" jerit Kermit.
Anjing itu melompat lagi.
Rak-rak itu terguncang. Kermit merosot ke lantai.
"Turun, nak! Turun!" jerit Kermit, menutupi kepalanya dengan kedua tangan.
"Hentikan, Dogface! Berhenti melompat!"
Anjing yang gembira itu menggunakan kepalanya untuk mendorong lengan Kermit
menjauh. Lalu ia mulai menjilati wajah Kermit yang panik. Lalu ia mulai
menggigit kaosnya. "Berhenti! Ih! Berhenti!" Kermit berusaha menjauh. Tapi anjing besar itu telah
mengunci Kermit di lantai.
"Apa yang terjadi?" teriak Andy. "Apa yang terjadi pada anjing itu?"
"Campuran Kermit itu!" jawab Evan. Dia membungkuk pada si anjing, meraih
Dogface dengan kedua tangan, dan mencoba menariknya menjauhi Kermit.
Dogface berbalik. Dengan dengkingan lain bernada tinggi, ia meloncat pergi,
berlari dengan kecepatan penuh melintasi ruang bawah tanah.
"Hentikan dia!" teriak Kermit. "Dia di luar kendali. Dia akan memecahkan
sesuatu!" BRUUUKK PRAAANG. Sebuah rak stoples jatuh ke lantai.
Menggonggong keras, anjing itu meloncat menjauh dari rak dan mulai berlari
dalam lingkaran yang luas, cakar besarnya berjalan kikuk di lantai ubin.
Berputarputar, seolah-olah mengejar ekornya.
"Dogface - Wah!" panggil Evan, mengejar anjing gembala ini. Anjing itu berbalik
kembali ke Andy. "Bantu aku! Kita harus menghentikannya! Dia berbuat gila!"
Dogface menghilang ke ruang cuci.
"Dogface - kembali ke sini!" panggil Evan.
Dia menghambur ke ruang cuci tepat untuk melihat anjing itu menabrak ke papan
setrika. Papan itu terguling, bersama dengan setumpuk pakaian yang tergeletak di
atasnya. Setrika berdentang di atas lantai yang keras.
Dogface mendengking dan memanjat keluar dari bawah pakaian jatuh. Mengotori
Evan, ekor anjing yang gemuk itu mulai bergoyang-goyang - dan ia melompat ke
seberang ruangan. "Tidak!" pekik Evan saat anjing besar itu menjatuhkannya ke belakang ke tanah.
Dogface dengan panik menjilati wajah Evan.
Di belakangnya, Evan mendengar tawa Andy. "Terlalu banyak energi! Dia berbuat
seperti anak anjing gila!" katanya.
"Dia terlalu besar untuk berpikir bahwa dia anak anjing!" ratap Evan.
Dogface mengendus marah di bawah mesin cuci. Dia menerkam seekor semut
hitam besar. Lalu ia berbalik dan melompat-lompat ke Andy dan Evan.
"Awas!" teriak Evan.
Tapi anjing gembala yang besar terhuyung-huyung melewati mereka, kembali ke
ruang lain. Mereka membuntutinya, mengawasinya berguling beberapa kali,
menendang cakar besar berbulunya ke udara.
Lalu Dogface melompat berdiri - dan datang dengan cepat ke Kermit.
"Wah! Wah, Nak!" teriak Kermit. Dia berpaling kepada Andy. "Kau benar. Ini
benar-benar cara Dogface berbuat saat ia masih kecil. Campuran itu memberinya
terlalu banyak energi!"
Anjing gembala itu menabrak sebuah sofa tua dinding. Dia naik ke sofa,
mengendus bantal, menjelajahinya. Menggoyang-goyangkan ekor gemuknya
dengan marah. "Dogface, kau bukan anak anjing!" teriak Evan. "Tolong dengarkan aku! Kau
terlalu besar untuk jadi anak anjing! Dogface - ayolah!"
"Awas!" jerit Andy.
Anjing itu melompat dari sofa dan berlari dengan kecepatan penuh menuju Kermit.
"Tidak! Hentikan!" teriak Kermit. Dia membungkuk di belakang meja lab.
Anjing mencoba untuk mengurangi kecepatannya. Tapi kakinya yang besar
membawanya terlalu cepat.
Dogface menabrak meja lab. Botol-botol dan gelas-gelas terbang ke udara, lalu
jatuh ke lantai. Meja itu terguling di atas Kermit.
Rak-rak jatuh dari dinding, dan semua toples, tabung dan gelas kimia jatuh ke
lantai, pecah, bergemerincing, bahan kimia tumpah di atas lantai.
"Benar-benar kacau!" teriak Evan. "Kekacauan yang sangat mengerikan!"
Dia berbalik - dan terkesiap keras.
Bibi Dee berdiri di ambang pintu. Mulutnya melongo karena terkejut, dan matanya
hampir melotot keluar dari kepalanya.
"Apa-apan ini?" jeritnya.
"Eh... Yah..." Evan mulai.
Bagaimana ia bisa mulai menjelaskan" Dan jika ia tak menemukan cara untuk
menjelaskan, akankaj Bibi Dee percaya padanya"
Bibi Dee menekan kedua tangannya ke pinggang dan mengetuk satu kaki di lantai.
"Apa yang terjadi di sini?" tanyanya dengan marah.
"Eh... Baik..." Evan diulang.
Kermit berbicara terlebih dahulu. Dia menunjuk menuduh pada Evan. "Evan
menggoda anjing itu!" teriaknya.
9 Ibu Kermit melotot marah pada Evan. "Aku membayarmu untuk mengurus
Kermit," katanya tegas. "Bukan untuk memainkan lelucon konyol pada anjing dan
menghancurkan rumahku."
"Tapi - tapi - tapi -" Evan tergagap.
"Evan tak melakukannya!" protes Andy protes.
Tapi kata-katanya tenggelam oleh Kermit, yang mengeluarkan ratapan keras palsu


Goosebumps - Darah Monster 3 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

- dan mendadak menangis. "Aku coba menghentikan Evan!" Kermit terisak. "Aku tak ingin dia menggoda
Dogface. Tapi dia tak mau berhenti!"
Kermit bergegas ke pelukan ibunya.
"Tak apa-apa," kata Bibi Dee menenangkan. "Tidak apa-apa, Kermit. Aku akan
memastikan Evan tak akan pernah melakukannya lagi."
Dia menyipitkan mata dengan marah pada Evan saat Kermit terus menangis,
berpegangan pada ibunya seperti bayi.
Evan memutar matanya pada Andy. Andy menjawab dengan mengangkat bahu.
"Evan, kau dan Andy dapat mulai membersihkan kekacauan ini," perintah Mrs
Dee. "Kermit itu anak yang sangat sensitif. Saat kalian memainkan lelucon
seperti ini, ini sangat mengganggunya."
Kermit menangis bahkan lebih keras. Ibunya menepuk-nepuk lembut kepala. "Tak
apa-apa, Kermit. Tidak apa-apa. Evan tak akan pernah menggoda Dogface lagi,"
bisiknya. "Tapi - tapi -" Evan tergagap.
Bagaimana bisa Kermit berakting semacam itu"
Bagaimana dia bisa dengan sengaja memasukkan Evan ke dalam masalah"
Kekacauan ini bukan salah Evan. Itu salah Kermit!
"Aku benar-benar tak berpikir -" Andy mulai.
Tapi Bibi Dee mengangkat tangan menyuruhnya diam. "Cukup bersihkan
kekacauan ini - oke?"
Dia berbalik ke Evan. "Aku tak akan memberitahu ibumu tentang hal ini, Evan,"
katanya, menepuk-nepuk kepala masih Kermit.
"Terima kasih," gumam Evan.
"Aku akan memberimu satu kesempatan lagi," lanjutnya. "Kau sebenarnya tak
layak mendapatkannya. Jika kau bukan keponakanku, aku akan membuatmu
membayar untuk semua kerusakan. Dan aku akan mendapatkan orang lain untuk
mengurus Kermit." "Evan buruk," gumam Kermit, mencopot kacamatanya dan menyeka air mata
pipinya. "Evan benar-benar buruk."
Benar-benar tikus kecil! Pikir Evan. Tapi dia tetap diam, matanya diturunkan ke
lantai. "Kermit, ayo kita bersihkan dirimu," kata Bibi Dee, membawanya ke tangga.
"Kalau begitu kita harus memandikan anjing itu."
Dia berbalik kembali ke Evan dan menunjukkan jari padanya. "Satu kesempatan
lagi," ia memperingatkan. "Satu kesempatan lagi."
Di sudut, Dogface mengeluarkan cegukan keras.
"Lihat bagaimana kau telah membuat kesal anjing itu?" kata Ibu Kermit pada
Evan. "Kau telah membuat Dogface yang malang itu cegukan!"
"Tapi - tapi -" Evan tergagap lagi.
Saat Evan berusaha untuk menemukan kata-kata untuk membela diri, Kermit dan
ibunya menghilang menaiki tangga.
*** Dua jam kemudian, Andy dan Evan yang kelelahan (berjalan) menuju ke rumah.
"Benar-benar kacau," keluh Evan. "Lihat aku. Aku terselimuti bahan kimia."
"Dua jam," gumam Andy. "Dua jam untuk membersihkan ruang bawah tanah. Dan
Dogface berdiri di sana mengawasi kita, cegukan sepanjang waktu."
"Kermit benar-benar penjilat kecil," kata Evan, menendang batu di trotoar.
Andy menggeleng getir. "Apa kau punya sepupu lagi seperti dia?"
"Tidak," jawab Evan. "Kermit satu-satunya dari jenis itu."
"Dia benar-benar pembohong kecil," kata Andy.
"Hei - kau tertipu olehnya," tuduh Evan. "Kau bilang dia seorang jenius, ingat"
Kau sangat senang bahwa dia mengerjakan soal matematikamu, kau pikir dia itu
hebat." Andy memindahkan tasnya ke bahu yang lain. Senyuman melintas di wajahnya.
"Aku lupa semua tentang soal matematika itu," katanya. "Kermit mungkin penjilat
kecil - tetapi ia juga jenius. Aku akan mendapatkan nilai A dalam matematika!"
Dia bersorak bahagia. "Pemenang tak pernah menipu, dan penipu tak pernah menang," gumam Evan.
Andy mendorongnya main-main. "Apa kau yang menyusun (kata-kata itu)" Itu
sangat menarik." "Yang benar saja," geram Evan. Dia berbalik dan berjalan di jalanan
masuk(rumahnya) tanpa mengucapkan selamat tinggal.
*** Dua malam kemudian Andy menelponnya. "Sepupumu Kermit benar-benar
makhluk yang mengerikan!"
Dia berteriak begitu keras, Evan harus memegang telepon jauhdari telinganya.
"Apa kau tahu apa yang dia lakukan" Apa kau tahu apa yang dia lakukan?" jerit
Andy. "Tidak. Apa?" tanya Evan dengan pelan.
"Dia salah melakukan semua persamaan matematika," teriak Andy.
"Maaf?" Evan tak yakin ia mendengarnya dengan benar. "Jenius itu salah semua?"
"Maksudnya!" kata Andy. "Dia salah (mengerti) pada maksudnya. Ia menjawab
semuanya. Dia bahkan tak membaca soalnya. Ia cuma menulis jawaban bodoh itu."
"Tapi kenapa?" tuntut Evan.
"Kenapa" Kenapa" Karena dia itu Kermit!" jerit Andy.
Evan menelan ludah. Andy yang malang, pikirnya. Sekarang dia akan gagal dalam
matematika. "Buruk sekali, tipuan yang busuk!" teriak Andy di telepon. "Mrs McGrady
memanggilku ke mejanya dan memintaku untuk menjelaskan jawabanku. Dia
bertanya padaku bagaimana mungkin aku bisa begitu benar-benar keliru pada
setiap persamaan tunggal."
Andy mendesah pahit. "Tentu saja aku tak bisa menjawab. Aku hanya berdiri di
sana melongo. Kupikir aku meneteskan air liur di mejanya!"
"Setelah kita meninggalkan rumahnya, Kermit mungkin tertawa sampai kepalanya
copot," kata Evan. "Berandalan itu punya rasa humor yang memuakkan," keluh Andy. "Kita harus
balas dendam, Evan. Kita benar-benar harus balas dendam."
"Ya. Kita harus balas dendam." Evan setuju.
"Kita harus mengeluarkan Darah Monster," desak Andy. "Kita harus menggunakan
Darah Monster untuk balas dendam."
"Ya. Kita harus mengeluarkannya." Evan setuju.
10 Evan menelepon Andy kembali nanti malam itu.
"Aku berubah pikiran," katanya. "Aku tak ingin menggunakan Darah Monster."
"Apa masalahmu?" tuntut Andy. "Kermit layak untuk itu. Kau tahu itu."
"Darah Monster itu terlalu berbahaya," kata Evan padanya. "Darah itu merubah
Cuddles hamster itu jadi monster raksasa yang meraung. Aku tak ingin mengubah
Kermit menjadi monster raksasa yang meraung."
"Aku juga!" seru Andy. "Aku tak ingin memberi makan kepadanya, Evan. Aku
hanya ingin menyelipkan sedikit ke dalam salah satu campurannya. Dia pikir dia
begitu cerdas dan dapat melakukan apa saja. Aku ingin melihat wajah Kermit saat
campuran itu jadi mengamuk! "
Dia tertawa gembira. Tawa yang benar-benar jahat, pikir Evan.
"Ini akan menjadi luar biasa!" seru Andy.
"Lupakan tentang itu," desak Evan. "Aku mengalami mimpi buruk tentang Darah
Monster hampir setiap malam. Aku tak ingin melihat benda itu lagi, Andy. Aku
benar-benar tak ingin. Biarkan dia terkunci - Tolonglah!"
"Tapi kau bilang kita bisa melakukannya!" Andy memohon.
"Aku membuat kesalahan," kata Evan padanya. "Jangan membawanya keluar dari
lemari, Andy. Biarkan aman dan terkunci di kalengnya - Oke?"
Andy tak menjawab. "Oke?" Evan menuntut. "Oke?"
"Oke," Andy akhirnya setuju.
*** "Kita akan bermain di luar hari ini, Kermit," kata Evan tegas. "Ini hari yang
indah, dan kita akan pergi keluar dan tidak tinggal di ruangan bawah tanah bodoh itu.
Mengerti?" Itu adalah Kamis sore cerah yang hangat. Sinar matahari keemasan merembes
turun melalui jendela yang tertutup debu di ruang bawah tanah di dekat
langitlangit. Berdiri di belakang meja lab, mengatur tople-toples dan botol-botol bahan kimia,
Kermit menggumamkan sesuatu pada dirinya sendiri.
"Tak ada alasan," tambah Andy. "Kita akan keluar bahkan jika Evan dan aku harus
menyeretmu keluar." "Tapi aku punya campuran yang ingin kucoba," rengek Kermit.
"Kau perlu sinar matahari," kata Evan padanya. "Lihat betapa pucat dirimu. Kau
tampak seperti seekor tikus putih."
Kermit memakai kaos besar berwarna zaitun di atas celana pendek cokelat longgar.
Dengan rambut pirang putihnya, mata yang seperti manik-manik, dan gigi tonggos,
dia lebih mirip seekor tikus dalam pakaian manusia.
Dia merengut, sakit hati oleh gambaran Evan.
"Baiklah. Aku akan pergi keluar dengan kalian." Gumamnya sedih.
"Yaaa!" sorak Andy. Ini adalah pertama kalinya Kermit setuju untuk meninggalkan
laboratorium bawah tanahnya.
"Tapi pertama-tama aku harus minum," kata Kermit. Dia melangkah keluar dari
balik meja laboratorium dan berjalan menuju tangga ruang bawah tanah. "Kalian
ingin soda jeruk?" "Ya. Tentu," jawab Evan. Ia dan Andy mengikuti Kermit menaiki tangga ke dapur.
"Aku tak percaya dia setuju untuk pergi keluar dan bermain," bisik Andy. "Apa
kau pikir dia sakit atau apa?"
"Mungkin dia merasa buruk tentang tipuan jelek yang dilakukannya," bisik Evan.
Telepon dapur berdering. Evan menjawabnya. Salah sambung.
Dia menutup telepon. Ia dan Andy melangkah ke meja. Andy memakai celana jins
merah muda, kaos kuning tanpa lengan, dan sepatu bot berwarna oranye terang.
Kermit sudah menuangkan tiga gelas soda jeruk. Soda itu warnanya sama seperti
sepatu bot Andy, Evan memperhatikan. Mereka semua meminum soda dengan
cepat. "Aku benar-benar kehausan," kata Kermit. Evan tak memperhatikan apapun untuk
senyum aneh di wajah Kermit itu. Setelah semua, Kermit selalu punya senyum
yang aneh di wajahnya. "Soda jeruk ini sangat manis," komentar Andy. Dia nyengir. "Terlalu manis!
Membuat gigiku gatal!"
Kermit tertawa. "Kupikir itu bagus," katanya.
Mereka meletakkan gelas-gelas mereka ke wastafel dan melangkah keluar dari
pintu belakang. Evan menemukan sebuah Frisbee merah di beranda belakang. Dia
melemparkannya pada Andy.
Andy berlari melintasi halaman belakang dan melemparkan Frisbee itu kembali ke
Evan. "Ayo kita main terus menjauh dari Kermit!" teriaknya.
"Hei - tak mungkin!" protes Kermit. "Lemparkan padaku!"
Andy melemparkan Frisbee itu terbang di atas kepala Kermit ke Evan. Kermit
meraihnya dengan liar, tapi Frisbee itu melayang keluar dari jangkauannya.
Frisbee itu membentur tangan Evan, namun Evan menjatuhkannya.
Andy mulai tertawa. "Apa yang lucu?" tuntut Evan.
Andy mengangkat bahu. "Aku tak tahu."
Dia tertawa lagi. Evan melemparkan Frisbee itu ke Kermit. Benda itu memantul di dada Kermit itu.
Anak ini benar-benar tolol, pikir Evan. Ini karena dia tak pernah bermain
olahraga. Dia tak pernah keluar dari ruang bawah tanah itu.
Andy tertawa dengan nada tinggi.
Evan mulai tertawa juga. Kermit mengambil Frisbee. Dia mencoba untuk melemparkannya kepada Andy,
tapi Frisbee itu melayang jauh di atas kepalanya. Benda itu menghantam sisi
garasi dan memantul. Evan dan Andy tertawa lebih keras.
Evan berlari ke garasi. Dia melontarkan lemparan dengan lengan sejajar ke arah
Andy. Andy tak berhasil menangkapnya, dan Frisbee terbang ke pagar rendah di
sisi halaman. Andy tak mengejarnya. Dia tertawa terlalu keras.
Evan tertawa bahkan lebih keras. Air mata mengalir di pipinya.
Apa yang terjadi padaku" ia bertanya-tanya, tiba-tiba merasa takut.
Mengapa aku tak bisa berhenti tertawa" Apa yang terjadi"
Kermit tersenyum pada mereka berdua. Senyum itu!
Evan tertawa bahkan lebih keras. Begitu keras, perutnya sakit.
Ada sesuatu yang salah, Evan sadar. Sesuatu yang tak beres.
"K-Kermit - mengapa kami aku-tertawa?" ia tergagap.
Andy mengusap air matanya. Dia memegangi kedua pinggangnya dan tertawa lagi.
"Kenapa kami tertawa?" tuntut Evan.
"Aku memberi kalian campuran tertawaku," kata Kermit pada mereka. "Aku
meletakkannya di soda jeruk."
Evan menghentakkan kepalanya ke belakang dan tertawa. Andy tertawa begitu
keras, ia tersedak. Tapi ia terus tertawa.
Ini tak lucu. Ini menakutkan, pikir Evan. Tapi dia tertawa terkikik nyaring.
"Berapa - berapa lama kami akan tertawa seperti ini, Kermit?" Evan berhasil
bertanya. "Mungkin selamanya," jawab Kermit, sekilas (menunjukkan) senyum lebarnya
yang terkenal. 11 Evan menarik napas dalam-dalam dan mencoba menahannya. Tapi ledakan tawa
keluar dari dirinya begitu keras, dadanya terasa sakit.
Tawa itu memusingkan kepala, Andy mencoba menangkap Kermit.
Kermit merunduk dari jangkauan Andy dan pergi berlari menuju pagar di belakang
halaman. Evan menggelengkan kepalanya keras-keras, mencoba menghilangkan efek
ramuan tawa. Tapi itu tak membantu. Dia tertawa sampai air mata membasahi
wajahnya. Andy mengejar Kermit, tertawa nyaring.
Evan mengikuti, bernapas terengah-engah. Aku tak bisa bernapas, ia menyadari.
Aku tertawa begitu keras, aku tak bisa bernapas.
"K-Kermit -!" Evan tercekik. "Kau harus meng-menghentikannya!"
Suatu tawa yang tinggi meledak keluar dari tenggorokannya. "Kau ha-harus!"
"Aku tak tahu bagaimana," jawab Kermit dengan tenang.
Andy dan Evan tertawa menjawabnya.
"Ini mengagumkan - bukan!" kata Kermit gembira. "Campuran itu bekerja
sempurna!" Andy mencoba meraih tenggorokan Kermit.
Sekali lagi, Kermit merunduk menjauh.
Andy dan Evan tertawa agak lebih keras.
Andy mengambil Frisbee itu dan mencoba melemparkannya pada Kermit. Tapi dia
tertawa terlalu keras untuk (bisa) mengendalikannya. Frisbee itu terbang
melewati pagar. "Hei - ambil kembali. Itu punyaku!" tuntut Kermit.
Evan dan Andy tertawa. Suatu wajah yang akrab muncul di sisi lain pagar.
"Conan!" teriak Kermit.
Conan pertama-tama menatap Andy, lalu Evan.
"Ada apa kalian melihat-lihat halamanku?" tanyanya pada Evan.
Evan berusaha untuk menahan tawanya. Tapi ia mengeluarakan tawa tinggi
melengking. "Bukankah aku sudah memperingatkanmu minggu lalu tentang melihat-lihat di
halamanku?" tuntut Conan.
Evan tertawa. "Conan, kembalikan Frisbee-ku," rengek Kermit.
Conan melompati pagar itu. Evan melihatnya membawa Frisbee di tangan kirinya.
Conan dengan cepat menyembunyikan Frisbee itu di belakang punggungnya.
Andy dan Evan tertawa. Andy mengusap air matanya. Seluruh tubuhnya bergetar
kata tawa. "Kembalikan Frisbee-ku," desak Kermit.
Conan mengabaikannya. "Apanya yang lucu?" tanyanya pada Andy dan Evan. Dia
mengepalkan tangan kanannya.
Andy terkikik.

Goosebumps - Darah Monster 3 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jika kami terus tertawa, dia akan memukul kami! Evan menyadari. Tapi ia tak bisa
menahan diri. Dia tertawa keras terbahak-bahak.
"Hei - aku mau Frisbee-ku!" rengek Kermit.
"Aku tak punya Frisbee-mu," Conan berbohong, menahan tangan kirinya di
belakang punggungnya. Evan menghentakkan kepalanya ke belakang dan tertawa.
"Ya, kau punya itu. Di belakang punggungmu," kata Kermit. "Kembalikan,
Conan." "Siapa yang akan memaksaku?" tuntut Conan dengan suara pelan mengancam.
Evan tertawa terkikik tinggi. Andy juga tertawa.
"Mereka!" jawab Kermit pada Conan. "Mereka yang akan memaksamu!" Ia
berpaling ke Evan. "Paksa Conan mengembalikan Frisbee-ku."
Evan menjawabnya dengan tertawa.
"Apanya yang lucu?" tanya Conan lagi.
Andy menggelen-gelengkan kepalanya. "Tak ada. Tak ada yang lucu," katanya
tercekat. Lalu dia tertawa.
"Aku tak suka orang yang menertawakanku," kata Conan.
Ini mengerikan! Pikir Evan. Satu tawa lagi - dan Conan bisa meledak!
Evan tertawa panjang (seperti) heyna.
(heyna: hewan mirip anjing yang hidup di beberapa bagian Afrika dan Asia,
terkenal dengan jeritannya yang seperti suara orang tertawa. Suara tawa ini bisa
terdengar hingga jarak 5 km.)
"Aku benar-benar akan jadi roket saat orang-orang menertawakanku," Conan
memperingatkan. Evan dan Andy tertawa lagi.
"Aku harus menyakiti orang-orang yang menertawakanku," ancam Conan.
Evan dan Andy tertawa menjawabnya.
Conan berpaling ke Kermit. "Mengapa mereka tertawa seperti itu?"
Kermit mengangkat bahu. "Tebakanku. Mereka pikir kau lucu."
"Oh, benar?" teriak Conan marah, berbalik kembali kepada Evan dan Andy.
"Kalian berdua pikir aku lucu?"
Evan dan Andy memegang pinggang mereka dan tertawa.
"Kembalikan Frisbee-ku!" teriak Kermit.
"Oke. Kejar ini." Conan melemparkan Frisbee itu melewati pagar. Frisbee itu
melayang lebih dari dua meter dan menghilang dalam rumpun semak cemara.
Kermit lari mengejarnya. Conan memandang Evan dan Andy dengan marah. "Aku akan menghitung sampai
tiga," geramnya. "Dan jika kalian tak berhenti tertawa di hitungan ketiga, aku
akan membuat kalian berhenti!" Dia mengangkat kedua tinjunya untuk menunjukkan
kepada mereka bagaimana ia akan membuat mereka berhenti.
"Satu..." kata Conan.
Evan tertawa. Andy menekan tangannya ke mulut, tapi tak bisa menghentikan tawa
yang keluar. "Dua..." hitung Conan , wajahnya penuh dengan kemarahan.
Aku harus berhenti tertawa! Kata Evan pada dirinya sendiri. Aku dalam masalah
serius di sini. Serius. Dia membuka mulutnya, dan ledakan "Hahahahaha!" mendadak keluar.
Andy menekankan kedua tangannya ke mulut. Tapi itu tak menghentikan gelak
dan tawa yang keluar dari hidungnya.
Kermit berlari-lari kecil kembali ke halaman belakang. "Aku tak bisa menemukan
Frisbee," keluhnya. "Seseorang harus membantuku. Aku tak bisa menemukannya
di mana-mana." Conan berbalik ke arahnya. "Kau yakin kau tak tahu mengapa mereka tertawa
seperti itu?" tanyanya.
Kermit menggeleng. "Mereka memberitahuku bahwa mereka berpikir kau tampak
lucu," katanya pada Conan. "Kurasa itu sebabnya mereka tertawa."
Aku tak percaya ini! Pikir Evan, begitu marah sehingga dia ingin meledak.
Makhluk kecil itu! Bagaimana dia bisa melakukan hal ini kepada kami"
Conan berbalik kembali pada Andy dan Evan. "Kesempatan terakhir untuk
berhenti," katanya. Dia mengambil napas dalam-dalam, meregangkan dada
besarnya yang kuat. "Tiga!"
Andy tertawa. Evan tertawa bahkan lebih keras.
"Aku telah memperingatkan kalian," geram Conan.
12 Andy menelepon Evan malam itu untuk melihat bagaimana perasaannya. Evan
harus menjauhkan telepon dari telinganya. Kepalanya terlalu sakit untuk
menekankan telepon padanya.
"Kurasa aku akan bertahan," erang Evan. "Aku sudah terbiasa melihat ke dalam
cermin dan melihat tumpukan kubis dimana kepalaku harus digunakan."
Andy mendesah. "Sepupumu benar-benar mengerikan," katanya.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Evan. "Berapa lama waktu yang kau butuhkan
untuk turun dari pohon?"
"Tak sampai berjam-jam," jawab Andy pelan.
Conan telah mengatakan ia tak pernah memukul anak perempuan. Jadi ia
mengangkat Andy dan menjebaknya ke cabang pohon yang tinggi.
"Setidaknya Conan menghentikan kita dari tawa," kata Evan. "Perutku masih sakit
karena tertawa begitu keras."
"Perutku juga," kata Andy kepadanya. "Aku tak akan pernah tertawa lagi. Tak
akan. Jika seseorang menceritakan padaku lelucon paling lucu di dunia, aku hanya
akan tersenyum dan berkata, 'Sangat lucu.' "
"Aku tak percaya Kermit melakukan ini pada kita," keluh Evan.
"Aku percaya," jawab Andy datar. "Kermit akan melakukan apa saja untuk
membuat kita ke dalam masalah. Untuk itulah dia hidup - Membuat kita dalam
masalah besar." "Apa kau dengar tikus kecil itu tertawa sementara Conan memukulku ke tanah?"
tanya Evan. "Aku ada di atas pohon, ingat" Aku bisa melihatnya tertawa!" kata Andy.
Ada kesunyian yang lama di ujung lainnya. Lalu Andy berbicara dengan suara
pelan, persisnya di atas bisikan, "Evan - apa kau siap untuk menggunakan Darah
Monster pada Kermit?"
"Ya," jawab Evan tanpa berpikir panjang tentang hal itu sedetik pun. "Aku sudah
siap." 13 Sepulang sekolah sore berikutnya, Evan dan Andy menemukan Kermit di belakang
meja lab seperti biasa. "Hai, Kermit," panggil Evan, melemparkan tasnya ke bawah dan melangkah ke
meja. Kermit tak melirik. Dia sibuk mengaduk bahan-bahan dalam mangkuk besar,
memakai sendok kayu yang besar.
Evan mengintip ke dalam mangkuk itu. Itu tampak seperti adonan kue. Campuran
itu tebal, liat dan lengket, dan berwarna kekuningan.
Kermit bersenandung sendiri sambil mengaduk-aduk.
Andy memakai kaos merah muda panas tanpa lengan di atas celana pendek kuning
terang dan sepatu kuning yang cocok. Dia melangkah ke samping Evan dan
mengintip ke dalam mangkuk. "Membuat kue?" tanyanya.
Kermit mengabaikannya juga. Dia terus mengaduk dan bersenandung, mengaduk
dan bersenandung. Akhirnya ia berhenti dan melirik Evan. "Aku memberitahu ibuku, kau
menghilangkan Frisbee-ku," katanya, nyengir. "Dia bilang kau harus
membelikanku yang baru."
"Hah" Aku?" pekik Evan.
Andy berjalan ke samping Kermit dari meja. Dia menundukkan kepala ke
mangkuk. "Baunya lemon," katanya. "Apa itu, Kermit" Apa itu semacam
adonan?" "Itu salahmu Frisbee-ku hilang," kata Kermit pada Evan, mengabaikan pertanyaan
Andy. "Ibu bilang kau penjaga anak yang sangat buruk."
Evan berteriak marah. Ia mengepalkan tangannya. Dia berusaha untuk menahan
dirinya dari mencekik Kermit.
Ini benar-benar perjuangan.
"Ibu ingin tahu siapa yang meminum semua soda jeruk," lanjut Kermit. "Kubilang
padanya bahwa kau dan Andy yang meminumnya."
"Kermit!" Evan menjerit. "Kau memainkan tipuan yang mengerikan pada kami
kemarin! Kau meletakkan bahan kimia dalam soda jeruk kami! Kau membuat kami
tertawa dan tertawa dan tertawa - sampai terasa sakit. Lalu kau membuat kami
dalam masalah besar dengan Conan. Apa kau beritahu ibumu tentang itu" Apa kau
beritahu" Apa kau beritahu?"
Kermit menaruh tangannya di atas telinganya. "Jangan berteriak, Evan,"
rengeknya. "Kau tahu aku punya telinga yang sangat sensitif."
Geraman marah keluar dari tenggorokan Evan. Dia merasa akan meledak karena
marah. "Aku beritahu ibuku bahwa kau berteriak padaku sepanjang waktu," lanjut Kermit.
"Ibu bilang kau benar-benar masih hijau. Dia mengira kau sangat kekanakkanakan.
Dia hanya membiarkanmu tetap bersamaku karena kau sepupuku."
Kermit mengambil sendok kayu dan mulai mengaduk campuran adonan lagi.
Evan berbalik, mencoba mengendalikan amarahnya.
Aku senang Andy dan aku akan melakukan apa yang akan kami lakukan, pikirnya.
Aku senang kami akan memberi Kermit sedikit ketakutan. Dia yang memintanya.
Dia benar-benar telah memintanya. Dan sekarang dia akan mendapatkannya.
Evan berjalan ke tasnya. Dia membukanya dan mengeluarkan permen. "Mmmm.
Choc-O-Lik Bar," gumamnya. Dia melintasi kembali ke meja laboratorium,
membuka bungkusan permen saat dia berjalan.
Berdiri di depan Kermit, Evan menggigit batang coklat itu. Batang coklat itu
berderak keras saat gigi Evan tenggelam ke dalamnya. "Mmmmmm!" ia
menyatakan. "Choc-O-Lik Bar ini keren."
Batang permen itu bagian dari rencana.
Evan tahu bahwa Choc-O-Lik Bar itu favorit Kermit.
Batang permen itu seharusnya mengalihkan perhatian Kermit. Sementara Kermit
menatap permen dan memohon dengan Evan memberinya satu gigitan, Andy akan
menyelipkan segumpal kecil Darah Monster ke dalam campuran Kermit itu.
Evan membuat permen itu berderak keras, membuat bibir bersuara saat ia
mengunyah. Kermit mendongak. Dia berhenti mengaduk adonan kekuningan. "Apa itu benarbenar
Choc-O-Lik Bar?" tanyanya.
Evan mengangguk. "Ya. Benar."
"Favoritku," kata Kermit.
"Aku tahu," jawab Evan. Dia membuat gigitan berderak lagi .
Kermit menatap permen itu.
Andy berdiri di samping Kermit. Evan melihat wadah biru Darah Monster di
tangannya. Cuma melihat kaleng itu membuat Evan menggigil.
Begitu banyak kenangan buruk. Begitu banyak mimpi buruk.
Sampah hijau di dalam kaleng itu begitu berbahaya.
"Bisakah aku mendapat sepotong Choc-O-Lik Bar?" tanya Kermit pada Evan.
Andy mengangkat bagian atas wadah Darah Monster.
"Mungkin. Mungkin tidak," kata Evan pada Kermit.
Andy memasukkan dua jarinya ke dalam wadah itu. Dia menarik keluar segumpal
Darah Monster hijau yang liat dan lengket.
"Tolonglah" Tolonglah?" Kermit memohon pada Evan.
Andy menjatuhkan segumpal Darah Monster ke dalam mangkuk besar adonan
Kermit. Lalu dia diam-diam menyentakkan kembali tutupnya pada wadah dan
menyelipkannya kembali ke dalam tasnya.
Evan menggigit lagi batang permen itu.
"Kau tak seharusnya makan batang permen kecuali jika kau telah cukup berbagi
dengan setiap orang," omel Kermit.
"Kau sangat tak baik padaku," kata Evan padanya. "Jadi aku tak akan berbagi."
Kermit mulai mengaduk adonan lagi. Ia menatap marah pada Evan saat dia
mengaduk. Dia tak melihat Darah Monster hijau yang diaduk dalam adonan kuning
itu. Evan menggigit Bar-O-Lik Choc. Hanya tinggal beberapa gigitan.
"Aku akan memberitahu Ibu kalau kau (berbuat) buruk padaku," ancam Kermit.
"Aku akan mengatakan padanya kau tak mau berbagi."
Evan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lihat betapa buruknya aku" Kaulah
yang tak baik padaku, Kermit. Jika kau baik padaku, aku akan membagi semua
batang permenku denganmu."
Andy mengedipkan mata pada Evan. Lalu ia menatap ke dalam mangkuk.
Kermit mengaduk dan mengaduk.
Ekspresi Andy jadi tegang. Dia mencengkeram tepi meja dengan kedua tangan.
Evan melihatnya menggigit bibir bawahnya.
Melihat Kermit mengaduk Darah Monster, Evan tiba-tiba punya perasaan berat di
perutnya. Kami telah melakukan hal itu, pikirnya.
Kami telah membuka kaleng Darah Monster lagi.
Dia menatap adonan kuning dalam mangkuk itu. Adonan itu membuat suara
celepuk pelan saat Kermit mendorong sendok kayu melaluinya.
Sekarang apa" Evan bertanya-tanya.
Sekarang apa yang akan terjadi"
14 Kermit mengaduk adonan kuning itu. Sendok kayu besar itu menggesek mangkuk.
Campuran adonan itu bercelepuk pelan, berjungkir balik dan berputar-putar saat
Kermit bekerja. Andy terus menggigit bibir bawahnya, matanya terkunci pada mangkuk. Rambut
cokelatnya jatuh di wajahnya. Tapi dia tak bergerak untuk mendorong kembali.
Evan melihat dari sisi lain meja. Jantungnya mulai berdebar-debar di dadanya.
Dia menggigit batang cokelatnya lagi.
Dia mengunyah sepelan mungkin. Dia tak ingin mengganggu Kermit. Saat ia
mengunyah, ia menatap mangkuk itu.
Ia dan Andy sedang menunggu. Menunggu untuk melihat apa yang segumpal kecil
Darah Monster akan lakukan untuk campuran Kermit itu.
Menunggu untuk melihat tatapan ngeri di wajah Kermit.
Menunggu pembalasan karena jadi monster kecil yang buruk.
Kermit tampaknya tak memerhatikan bagaimana ruang bawah tanah itu jadi
tenang. Dogface masuk dengan lamban, terengah-engah keras, cakar berdebam di
lantai ubin. Tak ada yang berpaling untuk melihatnya.
Anjing itu cegukan, berbalik, dan melangkah keluar dari ruangan.
Evan menggigit potongan lain dari permen.
Kermit diaduk, bersenandung untuk dirinya sendiri. Sendok menggores sisi
mangkuk. Adonan itu menampar tepi mangkuk.
Dan tumpah. Kermit berhenti mengaduk. "Aneh," gumamnya.
Hati Evan berdebar-debar hingga ke tenggorokannya. "Apa yang aneh?" tanyanya.
"Ini berkembang," jawab Kermit, menggaruk rambut pirang putih pirangnya.
"Lihat." Kermit menunjuk ke adonan kuning dengan sendok kayu. Adonan itu bercelepuk
naik di atas mangkuk. "Ini - ini berkembang sangat cepat!" kata Kermit.
Evan melangkah lebih dekat. Andy membungkuk untuk melihat lebih baik.
Adonan itu bangkit, berkilauan dan bergetar.
"Wow!" teriak Kermit. "Ini tak seharusnya begini. Ini seharusnya berubah jadi
lengket dan hitam!" Andy mengedipkan mata pada Evan. Mata cokelatnya bersinar penuh semangat.
Senyuman tersungging di wajahnya.
Gumpalan kuning itu bergetar naik dari atas mangkuk, sebesar bola pantai.
Itu akan jadi seberapa besar"
"Oh, wow! Ini mengagumkan!" kata Kermit.
Adonan berpendar tinggi. Lebih lebar.
Adonan itu naik tinggi di atas mangkuk. Meluap ke sisi-sisinya.
Lebih besar. Lebih besar. Adonan itu mulai terlihat seperti sebuah balon udara
panas yang sangat besar. "Ini lebih tinggi dariku!" kata Kermit. Suaranya telah berubah. Dia tak
terdengar bersemangat sekarang. Dia mulai terdengar ketakutan.
"Kupikir sebaiknya kita menghentikannya," gumamnya.
"Bagaimana?" tanya Andy. Dia melangkah keluar dari balik meja laboratorium dan
bergabung Evan di sisi yang lain.
Andy tersenyum pada Evan. Dia menikmati ekspresi ketakutan di wajah Kermit.
Evan harus mengakui dia menikmatinya juga.
Bola adonan kuning itu berkilauan dan bergetar, tumbuh lebih besar setiap detik.


Goosebumps - Darah Monster 3 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menggelegak lebih cepat dan lebih cepat, menekan punggung Kermit ke dinding
ruang bawah tanah. "Hei - tolong!" ia tergagap.
Senyum Andy jadi lebih lebar. "Dia ketakutan sekarang," bisiknya ke Evan.
Evan mengangguk. Dia tahu dia seharusnya menikmati. Ini seharusnya balas
dendam yang manis. Tapi Evan juga takut. Seberapa besar gumpalan kuning besar itu tumbuh" Bisakah mereka
menghentikannya" Atau itu akan berkembang dan berkembang dan berkembang
sampai memenuhi seluruh ruang bawah tanah"
"Evan - tolong aku!" teriak Kermit. "Punggungku terjebak di sini!"
Pusaka Pedang Naga 2 Pendekar Gila 1 Seruling Naga Sakti Bara Naga 11

Cari Blog Ini