Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib Bagian 2
"Dengan hati-hati sekali Philip menggulingkan tubuhnya ke tepi kasur.
Disibakkannya kelambu yang menyelubungi. Philip duduk di dek, sambil
mendengarkan lagi. Ya tidak mungkin keliru lagi, memang ada orang merangkak di
"atas dek. Dan orang itu tidak memakai alas kaki. Tidak mungkin itu Tala. Memang
ia juga tidak memakai alas kaki. Tapi dengkurannya terdengar jelas di buritan
perahu. Siapakah itu" Jangan-jangan orang yang tadi siang bertanya-tanya tentang
Bill! Atau barangkali pawang ular, yang datang untuk membalas dendam. Ah, tidak,
"itu tidak mungkin! Philip memasang telinga lagi. ia kembali mendengar bunyi yang pelan sekali.
Datangnya dari arah kabin. Philip menyelinap di dek, yang hanya diterangi sinar
bintang-bintang di langit. Ia sampai di tepi lubang tangga yang menuju ke kabin,
ia mendengarkan lagi di situ. Ya memang ada orang di bawah. Dan kedengarannya
"orang itu makan! Dan minum! Philip mendengar bunyi terteguk-teguk, seperti ada
"yang minum di bawah.
Jangan-jangan itu salah seorang penduduk, penghuni rumah-rumah yang terdapat di
balik pepohonan! Philip bimbang. Bagaimana sekarang" Apakah sebaiknya Tala
dibangunkan saja" Rasanya itu bukan pekerjaan gampang, karena orang itu tidur
nyenyak. Dan bisa pula Tala kaget, lalu menjerit. Kalau itu terjadi, orang yang
masuk dengan diam-diam itu pasti akan sempat melarikan diri!
Kemudian Philip merasa mendapat akal bagus. Ya sebaiknya ditutupnya saja lubang
"tangga itu, sehingga orang tak dikenal itu terperangkap di dalam kabin! Philip
berusaha menarik tutup tingkap. Tapi tidak bisa, karena dikunci.
Akhirnya Philip memutuskan untuk kembali ke tempat pembaringannya, lalu
membangunkan Jack. Kalau mereka berdua, pasti akan mampu meringkus orang tak
dikenal yang menyusup masuk itu!
Philip kembali dengan langkah menyelinap. Sebentar-sebentar ia berhenti, untuk
mendengarkan. Sekali ia merasa seperti mendengar ada orang di belakangnya. Tapi
ternyata ia salah dengar. Philip muncul dari balik bayangan kabin. Maksudnya
hendak menuju ke tempatnya berbaring bersama Jack.
Tahu-tahu ada sesosok tubuh gelap, berdiri di depannya. Orang itu kelihatannya
memandang ke arahnya, dan mengenali dirinya karena tahu-tahu Philip dirangkul
"erat-erat. Philip berusaha membebaskan diri.
"Tuan!" kata sosok gelap itu. "Tuan. Oola menyusulmu. Ini Oola, Tuan! Oola!"
Semua yang berada di perahu terbangun mendengar suara anak itu kecuali Tala,
"yang mendengkur terus di buritan. Bu Cunningham menegakkan tubuh. Sedang Jack
langsung meloncat. Maksudnya hendak ke luar dengan cepat. Tapi malah tersangkut
kelambu. Dinah dan Lucy-Ann duduk dengan cemas. Siapakah yang ribut-ribut itu"
Jack menyalakan senter, sementara Dinah masih mencari-cari. Bu Cunningham
menyibakkan kelambu yang menyelubungi pembaringannya, lalu menyorotkan senternya
ke arah suara ribut-ribut itu. Cahayanya menerangi adegan yang luar biasa.
Philip nampak berdiri di atas dek, sementara kakinya dirangkul oleh seorang anak
kecil berkulit sawo matang
"Lepaskan!" kata Philip. "Semuanya terbangun karena suaramu! Mau apa kau
kemari?" "Oola ingin ikut denganmu, Tuan," kata anak kecil yang merangkul kakinya.
"Jangan usir Oola, Tuan!"
"Ada apa, Philip?" seru Bu Cunningham dari pembaringannya. "Mana Bill" ia belum
kembali?" "Belum, Bu!" kata Philip. "Inilah anak yang kami ceritakan tadi yang kami "selamatkan dari pawang ular yang memukulinya. Rupanya ia membuntuti kita terus,
sampai kemari!" "Oola mengikuti perahu! Terus! Oola lari terus," kata anak kecil itu.
"Astaga! ia lari terus sejak tadi, menyusur sungai!" kata Jack. "Anak malang!
Rupanya ia benar-benar ingin ikut denganmu, Philip! Kau lapar, Oola?"
"Oola sudah makan di situ," kata anak laki-laki itu sambil menunjuk ke arah
"lubang tangga. "Oola tidak makan dua, tiga hari."
"Bu Cunningham mengamat-amati anak itu, dengan diterangi sinar senter yang
dipegangnya, ia terkejut melihat tubuh anak itu penuh dengan bekas-bekas
pukulan. "Kasihan dan lihatlah, badannya kurus sekali! Betulkah ia lari terus mengikuti
"perahu kita, Philip?"
"Kelihatannya begitu," kata Philip. Rasa belas kasihannya timbul terhadap anak
kecil yang aneh itu membayangkan betapa ia tadi lari tersaruk-saruk menyusur
"tepi sungai, merintis semak dan belukar dengan perut kosong, kehausan, capek,
"dan sekujur tubuh terasa nyeri. Dan anak itu melakukannya, karena Philip
sebelumnya telah menyelamatkan dirinya dari siksaan pamannya yang jahat! Mungkin
belum pernah ada yang berbaik hati padanya selama ini.
Tiba-tiba terdengar suara orang berseru-seru dari tepi sungai.
"Halo! Kalian semua masih bangun" Tapi bukan karena menunggu aku pulang, kan?"
Orang yang datang itu Bill. ia melompat ke perahu, ia tertegun, ketika melihat
Oola yang masih berlutut di atas dek.
"Apa ini" Apa yang tadi terjadi di sini?" tanya Bill. "Siapa anak ini" Kenapa
malam-malam begini ada di sini?"
Bab 11, OOLA DAN HADIAHNYA
"Mendengar suara Bill yang lantang, Oola meringkuk ketakutan. Philip menariknya,
menyuruh anak itu berdiri.
"Kau tidak perlu takut," katanya. "Bill ini dia anak yang tadi pagi kami
"selamatkan, ketika ia sedang dipukuli oleh pawang ular itu. Ternyata ia kemudian
mengikuti kita. ia lari terus sejak dari Kota Film, menyusur tepi sungai."
Bill tercengang mendengarnya.
"Tapi ia kan tidak bisa berbuat begini," katanya. "Seenaknya saja naik ke perahu
orang apalagi saat tengah malam begini! Ada barang yang hilang" Anak-anak
"sekecil ini, kadang-kadang ada yang sengaja dilatih untuk mencuri!"
"ia tadi mengambil makanan dari kabin. Katanya, sudah beberapa hari ia tidak
makan," kata Lucy-Ann. "ia kelihatannya ingin sekali ikut dengan Philip, Bill.
Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"ia harus pergi," kata Bill. "Ini pasti siasat belaka, supaya kita tidak curiga.
Pasti pamannya yang pawang ular itu yang menyuruhnya melakukan hal ini dan ia di"darat, menunggu anak ini kembali dengan barang-barang yang berhasil dicuri di
sini!" Bill membentak anak kecil itu. "Ayo pergi! Cepat!"
Oola sangat ketakutan mendengar bentakan itu. Lututnya gemetar ketika berjalan
ke pinggir perahu, menuju ke pangkalan. Ketika ia lewat di dekat Bu Cunningham,
tiba-tiba ia dipegang. Bu Cunningham memutar tubuh anak itu dengan pelan,
sehingga berdiri menghadapnya, dan membelakangi Bill.
"Bill! Coba kaulihat ini," kata Bu Cunningham sambil menerangi punggung anak itu
dengan sinar senternya. Bill kaget, ketika melihat punggung itu penuh dengan
bekas pukulan. "Astaga! Itu perbuatan siapa" Anak malang ia kelihatannya kelaparan. Coba kemari
"sebentar, Oola!"
Oola datang mendekat Takutnya berkurang, karena Bill menyapanya dengan nada
lebih ramah. Bill menyorotkan senternya untuk menerangi tubuh anak itu. Oola
terkejap-kejap, karena silau.
"Kenapa kau kemari, Oola?" tanya Bill masih dengan nada galak. Tapi tidak lagi
membentak. "Katakan yang sebenarnya. Kau tidak perlu takut!"
"Aku kemari karena mencari dia," kata Oola sambil menunjuk Philip. "Aku ingin
ikut dengan dia. Oola ingin memberi hadiah padanya."
Bill mencari-cari. Anak itu hanya memakai cawat yang melilit di pinggangnya.
Kecuali itu, ia tidak membawa apa-apa.
"Kau tidak membawa apa-apa, Oola," kata Bill. "Kenapa kau berbohong?"
"Oola tidak bohong!" kata anak kecil itu. "Tuan itu bilang, ia suka ular. Sangat
suka. Jadi Oola membawakan ular. Ular bargua!"
Sementara Bill dan yang lain-lainnya memandang dengan ngeri, Oola merogoh ke
dalam cawatnya, ia mengeluarkan seekor ular hijau berbadan langsing, dengan
bintik-bintik merah dan kuning!
"Mulutnya tidak dijahit!" seru Jack. "Awas! Awas, Oola! Ular itu berbisa. Jika
kau dipatuk, bisa mati!"
Dinah lari ke tangga, bergegas turun ke kabin, lalu masuk ke dalam sebuah lemari
yang ada di situ. ia gemetar. Ih, ular bargua! Ular yang termasuk paling
berbisa! Berani-beraninya Oola membawanya di dalam cawat! Dinah merasa mual.
Sementara itu ular tadi masih terus dipegang oleh Oola. Ular itu menggeliatgeliat. Lidahnya yang bercabang bergerak-gerak, terjulur ke luar dari mulutnya.
"Buang ular itu, Oola!" seru Bill. "Cepat, lemparkan jauh-jauh! Kau sudah gila
ya"!" "Ini hadiah untuk Tuan," kata Oola berkeras. Diacungkannya ular itu pada Philip,
yang cepat-cepat mundur. Philip suka pada ular. ia tidak takut pada binatang
melata itu. Tapi itu tidak berarti ia mau memegang ular berbisa yang sedang
ketakutan! "Lemparkan ke air!" teriak Bill. Ia takut sekali, jangan-jangan nanti ada yang
kena patuk. "Anak gila!"
"Ular tidak menggigit," kata Oola. "Racunnya sudah tidak ada. Ini lihat!" "Semua semakin ngeri, ketika anak itu memegang mulut ular, lalu membukanya.
Philip mendekatkan kepalanya, untuk melihat. Entah kenapa, tahu-tahu ia mendapat
perasaan bahwa ular itu tidak mungkin masih berbahaya, ia mencari-cari kelenjar
tempat bisa, yang terdapat di bagian bawah taring yang berlubang ujungnya. Ia
menegakkan tubuhnya kembali, sementara yang lain-lain menunggu dengan tegang.
"Ular ini tidak ada bisanya lagi," katanya. Dengan tenang diambilnya ular itu
dari tangan Oola. "Kelenjar bisanya sudah dibuang. Itu sebenarnya perbuatan
jahat, karena biasanya itu berarti bahwa ular ini beberapa minggu lagi pasti
akan mati. Siapa yang membuangnya, Oola?"
"Perempuan tua," jawab Oola. "Oola bilang padanya, tuan saya ingin punya ular.
bargua. Lalu diberinya ular itu padaku. Ular itu aman, Tuan tapi tidak seperti
"ular-ular yang mulutnya dijahit. Tuan suka yang ini?"
"Kasihan," kata Philip. "Hanya karena aku, kau harus menderita, Ular! Kau kini
tidak punya racun lagi, dan karenanya kau akan mati. Selama ini kau akan
kupelihara, sehingga bisa hidup dengan senang. Oola jangan kaulakukan lagi hal"hal seperti ini! Ini perbuatan kejam!"
"Baik, Tuan," kata Oola dengan patuh, ia memandang Bill dengan sikap takuttakut. "Oola boleh tinggal?" tanyanya. "Oola ikut tuan ini," katanya sambil menuding
Philip. "Baiklah untuk malam ini kau boleh tinggal," kata Bill. Ia sudah mulai bosan.
?"Sekarang ikut aku! Kau tidur dengan Tala!"
"Pergilah, Oola," kata Philip, karena anak kecil itu kelihatannya ragu-ragu.
Oola mengikuti Bill. "Aku ingin mengobati punggungnya dulu," kata Bu Cunningham. "Anak kecil yang
malang! Philip, haruskah ular itu kaupelihara?"
?"Ia akan kutaruh dalam kantungku terus," kata Philip. "Takkan kuperbolehkan ke
luar kecuali jika aku sedang sendiri, atau hanya ada Jack. Ular ini kan tidak
"berbahaya lagi, Bu! O ya, Bu, bolehkah Oola ikut dengan kita" Nanti ia bisa
"membantu-bantu Tala. Akan kujaga agar ia jangan sampai merepotkan kita. Aku
heran, kenapa ia begitu memaksa ingin ikut aku."
"Kan kau yang menyelamatkannya dari pamannya yang jahat itu!" kata Lucy-Ann.
"Kita serahkan saja keputusan tentang itu pada Bill," kata Bu Cunningham. "ia
pasti bisa menemukan kemungkinan yang paling baik. He, mana Dinah?"
"Dinah masih mendekam dalam lemari, di dalam kabin. Sementara itu ia merasa agak
malu terhadap sikapnya. Tapi ia tidak berani ke luar. Ditunggunya sampai ada
yang datang menjemput. Alangkah lega hatinya, ketika yang datang ternyata Jack.
Jack merasa lebih baik jangan dikatakan dulu pada Dinah, tentang ular yang
sekarang ada di dalam kantung Philip. Karena jika Dinah sampai tahu, ia pasti
akan marah-marah, lalu melabrak Philip. Lebih baik keesokan paginya saja ia
diberi tahu. Jangan saat itu, karena semua sudah capek sekali.
"Keluarlah, Di," kata Jack, sambil membuka pintu lemari. "Kau ini benar-benar
konyol! Ular itu sama sekali tidak berbisa lagi! Kelenjarnya sudah dipotong,
jadi racunnya tidak bisa lagi mengalir ke taringnya. Kita tadi ketakutan tanpa
alasan!" "Aku tidak percaya," kata Dinah. "ia pasti masih berbisa. Cuma kau saja yang
mengatakan tidak, supaya aku mau keluar!"
"Sungguh, Di aku tidak bohong," kata Jack. "Ayo, keluarlah! Semua sudah mau "tidur lagi sekarang. Oola sudah pergi tidur di tempat Tala. Anak itu berkeras
ingin ikut dengan Philip. Kasihan, anak itu!"
Dinah menyangka ular itu pasti dibawa oleh Oola. Karenanya ia mau naik lagi ke
dek. Tidak lama kemudian semua sudah berbaring lagi di bawah kelambu masingmasing, lalu tidur. Setengah jam kemudian, sesosok tubuh kecil merayap di atas
dek, menghampiri tempat Jack dan Philip tidur. Itu Oola, yang datang karena
ingin dekat dengan "tuannya"! ia meringkuk tanpa alas di dek, di dekat kaki
Philip, lalu memejamkan mata. Kini ia sudah puas, karena sudah berada di dekat
"tuannya", ia hendak menjaga, jangan sampai ada yang mendekati Philip tanpa
diketahui olehnya. Paginya Tala yang paling dulu bangun, seperti biasanya, ia langsung mencari-cari
Oola, karena teringat pada kejadian malam sebelumnya. Tapi anak itu tidak ada
lagi di tempatnya. Tala mengangguk, ia merasa puas. Soalnya, ketika ia malammalam dibangunkan oleh Bill, ia sudah mengatakan bahwa anak seperti Oola itu
brengsek. Tapi tuan berkepala botak itu malah mengatakan, "ia tidur bersamamu!
ia tetap tinggal di sini." Tapi sekarang anak itu ternyata tidak ada lagi. Jadi
Tala ternyata benar! Sambil menyiapkan hidangan untuk sarapan, ia sibuk merencanakan apa yang nanti
akan dikatakan pada Bill. "Tala ternyata benar, Tuan," begitulah akan
dikatakannya pada Bill. "Anak itu sudah pergi."
Karenanya Tala kaget sekali dan juga kecewa ketika melihat Oola meringkuk di
" "dekat kaki Philip. Didorongnya anak itu dengan kakinya. Oola langsung bangun,
siap untuk membela Philip.
"Ayo kembali ke sana," kata Tala dengan sengit dalam bahasa setempat, ia
berbicara dengan suara pelan, agar tidak membangunkan yang lain-lain. Sambil
berbicara, ia menunjuk ke arah buritan dengan anggukan kepala. Tapi Oola
menggeleng, ia duduk lagi, dekat kaki Philip. Tala mengangkat tangannya, seolaholah hendak memukul Oola.
Anak itu mengelak dengan cepat, lalu lari menyembunyikan diri. Tala langsung
mengejar. Tapi Oola malah kembali ke tempat Philip. Ular bargua yang
diberikannya malam sebelumnya, ada di dalam keranjang kecil yang terletak di
sisi "tuannya". Oola menggaruk-garuk sisi keranjang itu, sambil bersiul lirih.
Ular yang ada di dalam mendesis, lalu berusaha ke luar.
"Kau ular tuanku," kata Oola pada ular itu dalam bahasa setempat. "Kita samasama menjaga tuan kita!"
Ketika sedang sarapan, tahu-tahu Dinah terpekik, ia melihat kepala ular bargua
itu tersembul dari kantung abangnya.
"Philip! Aku tidak mau, kau memelihara ular itu. Kau kan tahu, aku paling benci
pada ular. Bill, jangan kauperbolehkan Philip menyimpan ular itu. Aku takut pada
ular, Bill! Jika kau mengizinkannya, aku tidak mau lagi tinggal di perahu ini.
Aku pulang ke hotel!"
"Tenang sajalah, Di," kata Bill dengan sabar. "Jangan marah-marah. Aku takkan
menahanmu, jika kau benar-benar ingin kembali ke hotel. Akan kusuruh Tala
mengantarmu, dengan membawa surat untuk manajer. Kau pasti senang di
sana apalagi menurut manajer itu akan datang dua wanita tua berbangsa Inggris.
"Mereka hendak menginap selama minggu ini di sana, untuk melukis. Mereka pasti
mau menemani." Dinah kaget. Apa" Bill sungguh-sungguh akan membiarkan ia kembali ke
hotel kembali seorang diri dan bukan melarang Philip memelihara ular itu"
" ?"Bagaimana kupanggilkan Tala sekarang?" kata Bill lagi.
" Wajah Dinah menjadi merah. Dipandangnya Bill dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan tidak usah," katanya. "Aku lebih baik kuterima saja Philip memelihara " "ular itu, daripada harus berpisah dari kalian."
"Nah begitu dong, Di," kata Bill, lalu tersenyum. "Sekarang apa rencana kita
" "untuk hari ini" Dan apa yang akan kita lakukan dengan Oola?"
Bab 12, KABAR MENYENANGKAN UNTUK OOLA
Oola disuruh ikut sarapan dengan Tala. Tala bersikap ketus sekali terhadap anak
itu. ia sebenarnya menyukai anak-anak. Tapi anak yang satu ini tidak ada
urusannya di situ, di perahunya! Begitulah pikiran Tala. Oola berusaha sebaikbaiknya untuk menyenangkan hati Tala. ia mendengarkan dengan tekun, hanya
berbicara jika ditanya. Segala perintah Tala dipatuhinya. Disuruh ke sana,
menurut Kemari, oke saja!
Tapi kemudian, ketika Tala sedang sibuk mengutik-utik mesin perahu, dengan diamdiam Oola pergi mencari Philip, ia kini merasa tenteram, karena ada orang yang
kelihatannya sayang padanya. Oola sudah tidak punya ayah maupun ibu lagi. Ibunya
meninggal dunia ketika ia dilahirkan. Sedang ayahnya jahat. Ialah yang
menyerahkan Oola pada Bula, pamannya untuk dijadikan pembantu dalam pertunjukan
"ularnya. Jadi bagi Oola, ayahnya dianggap sudah tidak ada lagi. Tapi kini kini
"ada Philip, "tuannya"! Oola menepuk perutnya dengan puas. ia sudah kenyang, ia
teringat pada hadiah yang diberikannya pada Philip. Ular itu kini ada di kantung
"tuannya". Oola melihat tangan anak itu beberapa kali dimasukkan ke dalam
kantung. Kelihatannya seperti mengelus-elus sesuatu yang ada di situ, sambil
mendengar Bill berbicara. Oola mendengar namanya disebut oleh Bill, yang saat
itu mengatakan, "Dan apa yang akan kita lakukan dengan Oola?"
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam hati Oola terkejut ia hendak diapakan" Apa maksud tuan botak bertubuh
besar itu" Apakah ia akan dilemparkan ke air atau diserahkan pada polisi" Oola
"berusaha menangkap percakapan itu. Tapi tahu-tahu tengkuknya dicengkeram, lalu
diangkat ke atas dengan kasar. Oola tidak tahu, bahwa Tala menghampirinya dengan
diam-diam. "Apa yang kaulakukan di sini?" sergah orang itu dalam bahasa mereka. "Duduk
mengantuk di sini! Sekarang kan masih pagi! Ayo bantu aku bekerja, Anak pemalas!
Kau ini keturunan kura-kura rupanya, ya!"
Oola menatapnya dengan marah. Tapi ia tidak berani membantah. Kata-kata Bill
masih terngiang di telinganya. "Kita apakan Oola?"
Sementara itu Bill masih terus berunding dengan istrinya dan anak-anak. ia
sendiri menghendaki anak itu lebih baik disuruh pergi dengan dibekali uang
sedikit biar ia mencari sanak keluarganya. Anak seperti dia diajak cuma akan
"merepotkan saja. Tapi Bu Cunningham, lain pendapatnya.
"Kita ajak dia, setidak-tidaknya sampai ia tidak begitu kurus lagi," katanya.
"Aku kasihan melihatnya! Apalagi kalau melihat caranya memandang takut-takut
"seolah-olah kita akan memukulnya. Sungguh, tak sampai hatiku membiarkan dia
seperti itu." "Tapi nanti ia merepotkan Philip," kata Bill lagi.
"Ah bagiku, itu tidak apa," kata Philip dengan tenang.
?"Bagaimana pendapat kalian?" tanya Bu Cunningham, sambil memandang ketiga anak
yang lain. "Kami senang padanya," kata Lucy-Ann. Anak-anak yang lain mengangguk. "Kami bisa
mengaturnya agar ia jangan merepotkan. Kecuali itu, kan ada Tala! Jika Tala
sudah agak terbiasa, ia pasti akan senang pada Oola. Tentang itu, aku yakin.
Jangan kausuruh dia pergi, Bill."
Dinah duduk sejauh mungkin dari Philip. Dipaksanya dirinya agar jangan terus
mengingat-ingat ular yang entah ditaruh di mana oleh abangnya itu. Dinah masih
tidak enak perasaannya. Tapi ia berusaha keras untuk mengendalikan diri. Bill
senang melihat sikapnya yang begitu, ia menyapa anak itu.
"Kau juga setuju, Di?"
"Ya," kata Dinah sambil mengangguk. "Aku senang pada anak itu meski aku lebih "senang jika tubuhnya agak bersih, dan tidak bau."
"Ah itu urusan gampang," kata Bill. "Baiklah! Akan kuberi kesempatan padanya.
"Akan kuminta pada Tala untuk mengawasi agar ia mau mandi, dan mengganti cawatnya
dengan sarung yang bersih. Kupanggil saja dia sekarang. Oola! OOLA!"
"Saat itu Oola sedang membantu Tala yang sibuk mengutik-utik mesin perahu.
Mendengar namanya dipanggil, dengan segera dilepaskannya kawat yang sedang
dipegang. Oola lari ke haluan, dengan hati berdebar-debar. Apakah ia akan
diusir" Ia berdiri di depan Bill, tanpa berani memandang tuan berkepala botak
itu. "Oola," kata Bill, "kau akan kami beri kesempatan. Kau boleh ikut dengan kami,
untuk sementara waktu. Tapi kau harus mematuhi segala perintah Tala. Aku ini
Tuan Besar, dan Tala Tuan Kecil. Mengerti?"
"Tuan Besar baik hati, Tuan Besar bagus!" kata Oola. Matanya bersinar-sinar.
"Oola senang. Oola akan kerja rajin!" Kemudian ia memandang Philip, sambil
tersenyum lebar. "Aku akan ikut Tuan!" katanya lagi. "Oola bekerja untuk Tuan!"
Bill memanggil Tala. "Tala! Coba kemari sebentar!" Tala cepat sekali datang. Rupanya ia selama itu
ikut mendengarkan. Sesampai di depan Bill ia mengambil sikap menunggu, tapi
dengan tampang masam. "Tala Oola ini akan ikut dengan kita, selama kita berlayar. Tolong urus, agar
"badannya menjadi bersih. Beri dia pekerjaan. Kauawasi dia, dan laporkan padaku
apakah pekerjaannya baik atau tidak."
Tala mengangguk. Tapi ia tidak mengatakan apa-apa. ia melirik Oola sebentar,
yang sementara itu berdiri merapat pada Philip. Oola ikut mendengarkan, dengan
kepala tertunduk. "Cuma itu saja, Tala," kata Bill. "Hari ini kita meneruskan perjalanan. Nanti
kukatakan, di mana kita singgah lagi."
"Baik, Tuan," kata Tala. ia pergi dengan tampang masih tetap geram. Tahu-tahu
ada yang memanggil-manggil namanya lagi.
"Tala! Tala! Tala!"
Tala bergegas kembali. Tapi ternyata yang memanggil itu Kiki. Burung iseng itu
sudah bosan, membungkam terus sejak pagi.
"Tala! Bersihkan kakimu! Satu, dua, empat, tujuh, tiga maju JALAN! Fiiieeettt!"
"Tiruan bunyi peluit polisi itu mengejutkan semua yang ada di perahu. Apalagi
Oola! ia nyaris saja terjun ke air, karena ketakutan. Tala langsung melupakan
kejengkelannya, ia tertawa keras sampai terhuyung-huyung di dek, karena geli
mendengar ocehan Kiki. "Hentikan suitan itu, Kiki!" kata Bu Cunningham dengan tegas. "Sakit kepalaku
mendengarnya. Berisik!"
"Brisik-sik-sik!" oceh Kiki bernyanyi-nyanyi, ia senang melihat dirinya
diperhatikan. "Sik-sik-sik...."
Ia baru terbungkam ketika paruhnya diketuk Jack. Kiki langsung terbang ke sudut
perahu, mengumpat-umpat dengan suara pelan.
"Ajak Oola ke belakang, Tala dan urus dia," kata Bill. "Pertama-tama, ia harus "mandi. Badannya bau."
Tala langsung mengendus-endus ke arah Oola. ia pura-pura mencium bau yang sangat
busuk, lalu mengernyitkan hidung dengan sikap muak.
"Busuk!" katanya mencibir. "Bau busuk. Bwahhh!"
"Bwahh!" Kiki langsung menirukannya, lalu berjalan tergeol-geol ke luar dari
sudut perahu. Bwahh! Buuhh! Bau busuk buhhh!"
" "Tala terbahak! Disambarnya lengan Oola, lalu ditariknya pergi dari situ.
Ketika mereka sudah agak jauh, Jack bertanya pada Bill, "Ada pengalamanmu yang
menarik tadi malam" Maksudku di Alaouiya! Lama sekali kau baru kembali."
"Memang! Aku tidak tahu, apakah yang kudengar di sana banyak artinya atau
tidak," kata Bill. "Orang yang harus kuhubungi sesudah larut malam baru pulang.
Jadi aku terpaksa menunggu. Ternyata ia memang mengenal Raja Uma. Menurut
dugaannya, orang itu hendak melakukan sesuatu, karena sebentar-sebentar pergi.
Tidak pernah ada yang tahu ke mana ia pergi."
"Apa sebenarnya yang dilakukan olehnya, jika tidak sedang pergi?" tanya Bu
Cunningham. "ia nampaknya menaruh minat pada Kota Film," kata Bill. "ia sering ke sana, dan
menyewa kamar di hotel besar yang ada di situ. ia mengaku pernah menjadi aktor,
dan sangat tertarik pada pembuatan film. Tapi itu bisa saja cuma kedok belaka,
untuk menutupi kegiatan yang sebenarnya."
"Aku percaya jika ia mengatakan bahwa ia pernah menjadi aktor," kata Bu
"Cunningham. "Foto-foto yang kauperlihatkan waktu itu, Bill kalau tidak
"kaukatakan bahwa itu semuanya Raja Uma, pasti akan dikira orang yang berlainlainan! Kurasa ia pasti juga mampu berbicara dengan suara yang diubah-ubah,
sesuai dengan samaran yang sedang dipakai!"
"Memang," kata Bill. "Nah katakanlah ia dulu memang aktor, dan ia juga benar"benar tertarik pada film, lalu ke manakah ia pergi, kalau setiap kali menghilang
selama seminggu sampai sepuluh hari" Aku yakin, orang itu pasti hendak melakukan
sesuatu yang melanggar hukum!"
"Apa maksudmu, Bill?" tanya Jack, setelah semua terdiam sesaat.
"Ini daftar beberapa kegiatannya selama ini," kata Bill sambil mengeluarkan
"sebuah buku catatan dari kantungnya. "Penyelundupan senjata, menjadi matamata ia benar-benar hebat di bidang itu, tapi sekarang tidak ada lagi negara
"yang mau memakainya, karena ia tidak bisa dipercaya. Kalau ditawari uang sedikit
lebih banyak lagi, tanpa segan ia langsung beralih pihak!"
"Bagus sekali wataknya!" kata Jack, sambil mengelus-elus Kiki yang sementara itu
sudah bertengger di lututnya.
"Lalu ada lagi kegiatan yang paling dikuasainya," kata Bill. "Perdagangan gelap!
ia melakukannya secara besar-besaran, sampai pernah ia hampir menjadi milyuner
karenanya. Tapi kemudian ada komplotannya yang membocorkan rahasia. Walau ia
berusaha menyuap ke kanan dan ke kiri agar ada yang mau memikul tanggung jawab,
tapi akhirnya ia dijatuhi hukuman penjara juga. Nah, itulah beberapa di antara
"sekian banyak kegiatannya. Kabarnya ia sekarang sedang kekurangan uang. Temannya
juga tinggal sedikit. Tapi ia bertekad, ingin melancarkan sesuatu secara besarbesaran." "Dan menurut dugaanmu, itu mungkin akan dilakukannya di sini?" tanya Philip.
"Lalu dengan cara bagaimana kau bisa menggagalkannya?"
"Itu bukan tugasku! Aku cukup menyampaikan laporan mengenai kegiatannya, ke
kantor pusat Polisi Internasional," kata Bill.
"Tapi tadi malam, tidak banyak informasi yang kauperoleh?" kata Bu Cunningham.
"Yah mungkin di tempat berikut kau akan lebih berhasil. Apa nama persinggahan "kita setelah ini?"
"Ullabaid," kata Bill. "Orang yang kujumpai tadi malam mengatakan, Uma memiliki
sebuah perahu motor kecil, yang sering dipakainya untuk mondar-mandir di sungai
ini. Jadi kurasa jelas, tempat-tempat yang didatangi selama ia pergi, mestinya
terletak di tepi sungai ini atau tidak jauh ke darat. Nah, kita berangkat saja
" "sekarang. Coba kaulihat sebentar, Jack, apakah Tala sudah siap. Katakan padanya
agar jangan buru-buru. Tenang-tenang sajalah, karena cuaca sedang indah sekali!"
Jack bergegas ke buritan.
"Kita sudah bisa berangkat sekarang, Tala?" serunya. "Sudah! Bagus. Kalau
begitu, kita berangkat!"
Bab 13, SETELAH MAKAN SORE
Perjalanan hari itu sangat menyenangkan. Seperti sediakala, matahari bersinar
sepanjang hari. Tala mengemudikan perahu dekat tepi sebelah kiri di mana tumbuh
pepohonan yang tinggi-tinggi. Dengan begitu mereka bisa menikmati keteduhannya.
Banyak desa yang dilewati sepanjang pelayaran. Penduduk desa yang melihat perahu
motor itu lewat, bergegas menuju tepi sungai untuk menyerukan salam sambil
melambai-lambai. Oola disuruh-suruh terus oleh Tala. Philip jarang melihat anak
itu, sampai saat istirahat siang.
Waktu itu sinar matahari sangat terik, sehingga Bill memutuskan untuk
beristirahat dulu. Perahu diarahkan ke bawah bayangan pepohonan, lalu berlabuh
di situ. Semua mendesah-desah kepanasan.
Saat itulah Oola datang dengan diam-diam, menghampiri Philip dan Jack yang
sedang berbaring-baring di tempat yang teduh. Anak kecil itu kemudian berbaring
di dekat Philip. Philip nyengir, ketika melihat anak itu. Oola langsung merasa
senang. "Tuan tidur dengan tenang," bisik anak itu. "Oola di sini untuk menjaga."
Dan anak itu ternyata memang tetap bangun, walau semua yang ada di perahu tidur
melepaskan lelah, termasuk Tala. Matanya langsung berkeliaran ke segala arah,
setiap kali ada sesuatu yang berbunyi. Sekali dilihatnya kepala ular bargua yang
kelihatannya galak tersembul sebentar dari dalam kemeja Philip. Oola tersenyum
bangga. Ah tuannya menyimpan hadiahnya dengan aman. Bahkan dekat dengan
"hatinya. Saat minum teh sore itu berlangsung dengan menyenangkan. Semua merasa segar
kembali setelah tidur siang. Selera mereka timbul, menghadapi roti dan minuman.
Hanya Bu Cunningham saja yang ingin minum teh, lainnya minta air jeruk.
Oola langsung pergi, begitu mendengar suara Tala berdesis-desis memanggilnya.
Tala sebenarnya senang sekali melihat anak itu rajin. Tapi ia merasa cemburu,
karena Oola selalu ingin duduk dekat anak-anak, begitu mendapat kesempatan.
Sedang Tala sendiri tidak berani berbuat begitu. Sementara itu Oola sudah
tertarik untuk mengamati mesin perahu motor itu. Tala sampai heran, melihat anak
itu begitu lekas mengerti jika diterangkan mengenai hal itu.
"Oola mengemudikan perahu!" kata anak itu sehabis makan sore. "Oola tahu
caranya!" "Tidak boleh," potong Tala cepat. "Jangan coba-coba berbuat iseng, Oola nanti "kuadukan pada Tuan Besar, dan kukatakan, 'Lemparkan saja anak ini ke air, Tuan,
ia brengsek!' Kaudengar itu, Oola?"
"Ya, aku dengar, Tuan Kecil," kata Oola dengan cepat, ia ngeri, jangan-jangan
Tala nanti sungguh-sungguh mengadu. "Oola membersihkan minyak, ya" Oola
mengelap?" Ya kalau itu, tentu saja boleh! Oola boleh saja melakukan pekerjaan yang kotor"kotor. Tapi ada satu hal mengenai anak itu yang disesali Tala. Setelah melakukan
tugas-tugas seperti itu, Oola menjadi dekil lagi badannya! Padahal Tala sudah
begitu bangga, karena paginya sudah memandikan anak itu sampai bersih sekali, ia
menggosok tubuh Oola keras-keras. Oola menjerit-jerit ketika bengkak-bengkak
bekas pukulan di tubuhnya digosok terlalu keras.
"Nah sekarang sudah tidak bau lagi, sudah tidak buhh!" kata Tala, ketika
"selesai. "Sebelumnya kau terlalu bwahhh, Oola busuk sekali!"
"Oola memang sudah jauh lebih bersih kelihatannya sekarang. Bersih, dengan rambut
hitamnya yang gondrong dilicinkan ke belakang, serta kain sarung baru berwarna
biru terang melilit pinggang. Oola sangat membanggakan sarung barunya itu.
Rombongan pesiar itu sampai di Ullabaid, sebuah desa apik yang letaknya agak
jauh dari tepi sungai. Pada dermaga yang agak besar bersandar sejumlah perahu
kecil yang lumayan banyaknya.
"Aku akan turun ke darat," kata Bill. "Ada yang ingin ikut" Kita beri kesempatan
pada Ibu untuk beristirahat sendiri di perahu. Kita ini memang berisik!"
Anak-anak berlompatan dari perahu ke dermaga mengikuti Bill, lalu berlari-lari
ke darat. Tala, Oola, dan Bu Cunningham ditinggal di perahu. Tala merasa kesal,
karena ia sendiri sebenarnya juga ingin turun ke darat. Tapi karena ia tidak
boleh, Oola lantas tidak diizinkannya pula turun.
Anak itu disuruhnya melakukan sesuatu yang akan memakan waktu lama. Oola
merengut, ia bertekad akan menyelinap pergi begitu Tala tidak memperhatikan
dirinya atau yang juga sangat mungkin, begitu Tala tertidur.
"Desa Ullabaid lumayan juga besarnya. Rumah-rumah penduduk seperti yang biasa di
daerah itu. Rendah, beratap datar, dan dikapur putih. Tempat memasak terdapat di
luar rumah. Anak-anak banyak berkeliaran, berkulit sawo matang, dan berpakaian
apa adanya. Mereka mulanya masih malu dan takut-takut, tapi kemudian mulai
berani dan ingin tahu. Bill mendatangi bangunan yang paling besar di desa itu, yang ternyata gedung
sekolah. Guru di situ penduduk setempat, ia berwajah ramah, dan berpenampilan
cerdas, ia kelihatannya heran melihat Bill datang. Tapi begitu Bill menyodorkan
selembar kartu padanya sambil mengatakan sesuatu dengan suara pelan, dengan
segera ia diajak masuk. Anak-anak ditinggal di luar. Entah kenapa, sekali itu Kiki lebih banyak diam. ia
memandang berkeliling, melihat anak-anak desa yang menonton dengan mata
membundar. Seorang anak laki-laki yang umurnya sekitar dua belas tahun datang
menghampiri mereka, ia membawa setumpuk kartu pos bergambar. Satu di antaranya
ditunjukkan pada Jack, lalu anak itu menuding ke arah yang jauh sementara
kepalanya terangguk-angguk, ia mengatakan sesuatu, berulang kali.
Jack serta ketiga anak lainnya berkerumun, untuk melihat kartu pos bergambar
yang ditunjukkan. Ternyata gambarnya menunjukkan bekas bangunan kuno. Sebuah
kuil kuno yang rupanya ditemukan dan kemudian digali beberapa tahun sebelumnya
oleh seorang sarjana ilmu purbakala yang terkenal.
"Kuil Dewi Hannar." Philip membaca tulisan yang tertera pada kartu pos itu.
"Menarik juga kelihatannya! Bagaimana jika kita melihat-lihat sebentar ke sana,
sementara Bill masih sibuk dengan urusannya" He berapa jauhnya tempat itu dari "sini" Jauh berapa?"
"Anak laki-laki yang ditanya tidak bisa berbahasa Inggris. Tapi rupanya ia bisa
menebak maksud Philip, karena ia memberi isyarat agar mereka ikut dengan dia.
Keempat anak itu mengikutinya, berjalan di antara pohon-pohon, lalu melintasi
tanah yang dijadikan kebun. Mereka dibuntuti segerombolan anak yang ribut.
Ada seorang anak kecil yang berjalan dengan sembunyi-sembunyi di belakang
gerombolan itu. Anak itu Oola! ia tadi menunggu sampai Tala tertidur, lalu
"cepat-cepat turun dari perahu. Di desa ia bertanya-tanya ke mana teman-temannya
orang Inggris pergi. Dan kini ia membuntuti mereka, tapi sambil menjaga jangan
sampai kelihatan, ia tidak berani menggabungkan diri. Gerombolan anak-anak yang
mengikuti mulai mendesak-desak keempat anak itu. Jack menoleh dengan kesal.
"Mundur!" katanya. "Jangan mendesak-desak! Dengar tidak kataku" Mundur!"
"Gerombolan yang mengikuti mundur sedikit Tapi hanya sebentar saja. Saat
berikutnya mereka sudah mulai mendesak-desak lagi. Kini Kiki campur tangan. Atau
campur kaki" Entahlah yang penting, tiba-tiba burung iseng itu berteriak.
?"Mundur!" serunya. "Mundur, mundur, undur-undur, mundur!" Setelah itu ia
menirukan bunyi pesawat terbang yang mengalami kerusakan mesin dan hampir jatuh.
Gerombolan anak-anak setempat kaget sekali mendengar bunyi itu, lalu cepat-cepat
menjauh. Dan mereka tetap menjaga jarak itu.
Philip tertawa. "Hebat, Kiki!" katanya. "Aku tidak tahu bagaimana kita, jika kau tidak ada!"
Akhirnya mereka sampai di kuil yang dituju. Anak-anak agak kecewa ketika
melihatnya karena ternyata lebih rusak daripada yang nampak dalam kartu pos
"bergambar. "Seperti bangunan-bangunan yang di Kota Film," kata Lucy-Ann. "Cuma bagian
depannya saja yang ada belakangnya kosong!"
?"He," kata Philip tiba-tiba, "lihatlah serangga kecil-kecil yang sedang berjemur
itu kurasa ularku pasti mau kalau diberi makan itu. ia tentunya sudah lapar
"sekarang." Dinah kaget setengah mati ketika Philip mengeluarkan ular bargua dari balik
kemejanya. Ular itu dilepaskannya ke tanah, tidak jauh dari kumpulan serangga
yang dilihatnya itu. Dinah tentu saja menjerit, lalu cepat-cepat lari. Jeritannya mengejutkan anak
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
anak penduduk setempat yang menonton. Begitu mereka melihat ular itu, yang
mereka tahu sangat berbisa, mereka pun ikut menjerit ketakutan, lalu cepat-cepat
lari. "Bargua!" teriak anak-anak itu. "Bargua!" Anak-anak yang lebih besar menyeret
adik-adik mereka, dan bahkan anak laki-laki yang menjadi pemandu juga ikut lari,
setelah sepintas melihat ular yang sedang menggeleser itu.
"Astaga!" kata Philip, ia juga ikut kaget. "Semuanya lari hanya karena aku
"mengeluarkan ularku agar ia bisa makan. Macam-macam saja!"
"Itu tidak aneh," tukas Dinah dari jauh. "Kita tahu ular itu aman tapi mereka
"tidak! Kau aneh-aneh saja, Philip. Tapi syukurlah, ular itu sekarang pasti lari!
Takkan mau kembali lagi, setelah kaulepaskan!"
"Kalau tidak mau, ya sudah," kata Philip. "Tapi aku yakin, ia pasti kembali!"
Ular itu mematuk serangga-serangga, yang kelihatannya merupakan makanan lezat
baginya. Setelah itu ia menyusup ke bawah semak, lalu menangkap seekor katak
kecil di situ. Katak itu langsung ditelan. Tapi kemudian ia kembali lagi kepada
Philip! Ketiga anak yang lain memandang sambil melongo, sementara binatang
melata itu merayap ke arah Philip, lalu tanpa kelihatan sangsi sedikit pun
langsung melilit naik ke kaki anak itu terus merayap ke atas, dan menghilang di "balik kemejanya.
"Ih jijik aku melihatnya," kata Dinah. Meski ngeri, mau tidak mau ia ikut juga
"memperhatikan. "Kalau jijik, jangan melihat, Goblok!" kata Philip, ia melihat ke sekelilingnya,
dan tiba-tiba ia kaget. "Wah kelihatannya sebentar lagi sudah akan gelap pukul berapa sekarang" Kita
" "tidak sadar bahwa hari semakin sore. Kita harus lekas-lekas kembali ke perahu.
Yuk!" Mereka lantas bergegas-gegas. Tapi sekitar sepuluh menit kemudian mereka
menyadari bahwa mereka salah jalan. Mereka berhenti, lalu memandang berkeliling.
"Waktu datang tadi kita tidak melewati pohon yang disambar petir itu, kan?" kata
Jack dengan sangsi. "Ada yang ingat atau tidak?"
Ternyata tidak ada yang ingat.
"Kita kembali saja sedikit," kata Philip, ia merasa agak cemas. "Ayo
cepat sebentar lagi sudah gelap, padahal tidak seorang pun dari kita membawa
"senter." Keempat anak itu kembali sejauh kira-kira seratus meter, lalu mengambil jalan
lain. Tapi itu malah menuju ke sebuah hutan. Dan itu sudah pasti bukan arah yang
benar! Mereka kembali lagi mengambil jalan semula. Semua sudah bertambah cemas
sekarang. "Coba kupanggil anak-anak yang tadi berkerumun mungkin ada yang mau kembali,"
"kata Jack. ia berseru-seru dengan lantang, "He, Anak-anak! Kembali! Kemarilah
sebentar!" "Kembali, kembali!" seru Kiki menirukan, lalu menjerit. Suaranya melengking.
Dari jarak satu kilometer pun rasanya masih bisa didengar.
Tapi anak-anak yang tadi, seorang pun tidak ada yang datang kembali. Tempat itu
sunyi. Hanya kicauan seekor burung saja yang terdengar, menyanyi tidak hentihentinya. "Bagaimana sekarang?" kata Jack dengan gugup. "Tidak ada siapa-siapa di sini!
Satu rumah pun tidak ada. Gawat ini, Philip!"
"Yang kukhawatirkan ialah tahu-tahu hari sudah malam seperti biasanya di daerah
"sini," kata Philip.
Dan tepat saat itu hari menjadi gelap. Gelap gulita! Kini mereka benar-benar
tersesat. Lucy-Ann cepat-cepat memegang tangan Jack. ia ketakutan.
"Bagaimana sekarang?" tanya gadis cilik itu
Gudang Download Ebook: www.zheraf.net
http://zheraf.wapamp.com Bab 14, KEMBALI KE PERAHU
Keempat anak itu berdiri dalam gelap. Mereka mengharapkan kemunculan bintangbintang di langit. Kalau sudah, mereka akan bisa melihat walau hanya samar-"samar saja. Tapi sialnya, malam itu langit berawan. Jika lapisan awan agak
jarang sebentar, barulah nampak satu dua bintang berkelip redup.
Setelah beberapa waktu, anak-anak mulai biasa memandang dalam gelap. Mereka
memberanikan diri berjalan beberapa langkah. Tiba-tiba Jack merasa seperti
melihat sesuatu yang bergerak dengan hati-hati, agak jauh dari tempat mereka
berada. "Siapa di situ?" serunya dengan segera. "Jangan mendekat. Siapa itu?"
Bayangan yang dilihatnya itu maju dengan cepat menghampiri. Ternyata yang datang
itu Oola! "Ini Oola, Tuan," kata anak itu sambil menghampiri Philip. "Oola tadi ikut
terus. Tala bilang jangan, tidak boleh tapi Oola ikut. Oola menjagamu, Tuan!"
?"Oola!" seru Philip, ia kaget, tapi juga merasa lega. "Astaga sama sekali tak
"kusangka akan menjumpaimu di sini! Untung kau muncul sekarang. Kami tersesat.
Tahukah kau jalan kembali ke perahu?"
"Ya, Oola tahu," kata anak itu. "Oola akan mengantar pulang sekarang. Ikuti
Oola!" "Kau selama ini membuntuti kami terus, Oola?" tanya Lucy-Ann dengan heran.
"Ya sedari tadi Oola ikut terus, ikut, ikut terus," kata Oola sambil berjalan di
"depan. "Oola menjaga tuannya."
Penglihatan Oola dalam gelap ternyata tajam. Setajam mata kucing! ia berjalan
tanpa sedikit pun merasa ragu. Lewat jalan yang ini, lalu yang itu dan akhirnya
"mereka sampai lagi di desa. Tempat itu kelihatan misterius sekarang, karena
diterangi nyala api di tempat-tempat masak. Anak-anak di situ datang berlarilari ketika melihat rombongan orang asing datang. Tapi begitu mereka tahu bahwa
yang datang ternyata anak-anak tadi, yang membawa ular bargua yang berbahaya,
mereka langsung berpencaran karena takut, sambil terpekik jerit, "Bargua,
bargua!" Philip berhenti berjalan, ia melihat anak laki-laki yang tadi mengantar mereka
ke kuil. Anak itu berdiri di tempat yang agak jauh. ia memandang ke arah mereka
dengan mata terpicing, diterangi sinar api.
"Oola kaulihat anak yang di sana itu?" kata Philip sambil menuding. "Tolong
"berikan uang ini padanya."
"Jangan!" kata Oola memprotes. "Anak itu tidak baik."
"Lakukan apa yang kusuruh, Oola," kata Philip dengan nada memerintah. Oola
menerima uang yang disodorkan, lalu bergegas membawanya ke tempat anak itu. ia
mendamprat anak itu. Itu ketahuan dari caranya berbicara. Tapi uang yang
diberikan Philip diserahkannya juga. Anak yang diberi nampak senang sekali, ia
langsung masuk ke rumahnya, sambil berseru-seru penuh semangat.
"Bagaimanapun, ia tadi kan mengantar kita ke kuil kuno itu," kata Philip. Anakanak yang lain sependapat. Philip menyambung, "Wah bukan main keributan yang
"ditimbulkan oleh ular ini! Tak kusangka mereka akan begitu ketakutan."
"Pasti kita akan dimarahi habis-habisan oleh Bill, jika sudah sampai di perahu
nanti," kata Jack dengan lesu. "ia tidak senang, kita keluyuran dalam gelap
seperti sekarang ini."
"Mudah-mudahan saja ia belum kembali," kata Dinah, yang tidak ingin melihat Bill
jengkel lagi. Mereka cepat-cepat menuju ke tepi sungai, lalu naik ke perahu. Bu Cunningham
sedang duduk sambil membaca di dalam kabin, karena malam itu ternyata dingin, ia
merasa lega ketika anak-anak muncul.
"Ah Oola ada bersama kalian! Syukurlah, kalau begitu," katanya, ketika melihat "wajah anak itu tersembul bersama yang lain-lainnya di lubang tangga. "Bill belum
kembali. Kalian sudah lapar" Kalau sudah, bilang saja pada Tala. Kita akan makan
malam sekarang." "Kami selalu lapar," kata Jack. "Itu tidak perlu ditanyakan lagi, Bibi Allie!
Tapi lebih baik kita tunggu saja sampai Bill sudah kembali."
Bill muncul sepuluh menit kemudian.
"Kalian belum makan?" tanyanya. "Kalau begitu bilang saja pada Tala, kita makan
sekarang. Aku sudah lapar sekali. Nah, kalian berempat, apa saja yang kalian
lakukan tadi siang?"
"Tidak banyak! Cuma pergi melihat sebuah kuil kuno. Tapi sesampai di sana, ternyata tidak banyak yang bisa kami lihat," kata Jack.
"Beberapa tahun yang lalu, di daerah sini banyak dilakukan penggalian oleh
rombongan ahli purbakala," kata Bill. "Aku mendengarnya dari guru yang kalian
lihat tadi. Orang itu sangat baik, lagi pula cerdas. Aku sampai merasa ingin
ikut melakukan penggalian karena mendengar ceritanya!"
"Kau mendengar sesuatu tentang Raja Uma?" tanya Jack. Diam-diam ia merasa lega,
karena Bill ternyata tidak begitu banyak bertanya-tanya tentang kesibukan mereka
sore itu. Dan ia harus berusaha agar keadaannya tetap begitu.
"Ya," jawab Bill. "Guru tadi kenalan baiknya, dan ia suka padanya. Katanya, Uma
itu sangat menarik orangnya, dan bisa diajak mengobrol tentang apa saja!
Termasuk arkeologi, yang merupakan pokok percakapan yang tidak enteng! Begitu
pula ilmu penelitian bangunan kuno, serta peninggalan-peninggalan lainnya. Guru
itu kelihatannya mengira Uma ada di sini untuk mengadakan penelitian tentang
kuil-kuil kuno serta lain-lainnya yang sudah digali. Tapi sangkaan itu tentu
saja tidak benar. Itu cuma kedok belaka, untuk menutupi kegiatan yang
sebenarnya!" Tiba-tiba Jack mengendus-endus, ia mencium bau enak. Datangnya dari buritan,
tempat Tala. Bau ikan goreng!
"Ya," kata Bu Cunningham sambil tertawa. "Tala tadi memancing ikan dan sekarang "kita akan memakan hasilnya. Enak ya, baunya!"
"Hmm ya," kata Philip. "Selama ini kita begitu sering mendapat hidangan makanan
"dingin, sampai tak kusangka Tala bisa memasak. Kurasa Oola pasti senang,
mendapat makanan seperti itu."
"Karena kau menyebut nama Oola, aku lantas teringat Tala tadi marah sekali,
"karena Oola tahu-tahu menghilang setelah kalian pergi," kata ibunya. "Aku
didatanginya, sambil marah-marah. Tapi Oola rupanya sudah menyelesaikan semua
tugas yang diberikan Tala padanya. Jadi aku tidak begitu menanggapi. Kurasa Oola
tadi menyusul kalian, ya?"
"Memang," kata Jack. "ia menyusul kami, karena katanya hendak menjaga tuannya!
Anak itu senang sekali pada Philip. Aku jadi heran," sambungnya, lalu memandang
Philip sambil nyengir. "Aku juga tidak mengerti," sambut Dinah dengan segera. "Maksudku, kalau ia
mengagumi Jack, itu bisa kumengerti, yaitu karena Kiki. Tapi kenapa Philip?"
Pembicaraan itu terputus, karena Oola dan Tala datang membawa baki-baki berisi
makanan. Hidangan ikan goreng dengan sayuran segar serta dihiasi dedaunan tak
dikenal yang tumbuh di daerah itu, disambut dengan sangat gembira. Tala nyengir
senang, ketika melihat wajah-wajah para pelancong yang dilayaninya semua
tersenyum cerah. Oola agak diam. ia habis diomeli Tala, yang mengancam akan
mengadukan dirinya pada Bill, karena meninggalkan pekerjaan dengan diam-diam.
Tapi ketika Oola kemudian bercerita bahwa anak-anak tadi tersesat dalam gelap,
lalu ia menyelamatkan mereka dan membawa mereka kembali ke perahu dalam keadaan
selamat, Tala tidak mengatakan apa-apa lagi. ia tidak memuji anak itu. Dalam
hati ia merasa iri, mengapa bukan dia yang menyelamatkan anak-anak. Namun Oola
juga tidak dimarahi lagi.
Oola sebenarnya mengharapkan Tala akan mengizinkannya menikmati hidangan yang
baunya sedap itu. Karenanya ia patuh sekali. Sedang Tala, kalau marah juga tidak
bisa lama. Dalam hati ia sudah memutuskan, Oola nanti juga akan diberinya makan
yang banyak. Semua menikmati hidangan itu dengan lahap, termasuk Bu Cunningham. Padahal
biasanya ia hanya makan sedikit.
"Tala bisa kaya, kalau menjadi tukang masak di restoran," kata Bu Cunningham
sambil makan. "Saus apa ini" Belum pernah kurasakan saus seenak ini!"
"Lebih baik jangan kautanyakan," kata Bill menggoda. "Siapa tahu, mungkin dibuat
dari berbagai serangga aneh yang dilumatkan atau..." "Dinah terpekik. Saus yang ada di mulutnya langsung diludahkan.
"Ih, Dinah!" tukas Bu Cunningham. "Tahu aturan sedikit, ya! Bill jangan suka
"berbicara begitu saat sedang makan. Seleraku makan saus ini juga terganggu
karenanya." "Maaf," kata Bill menyesal. "Aku tadi cuma main-main saja. Tapi memang, saus ini
enak sekali. Nah, itu Tala! Tala, sausmu ini enak rasanya. Kaubuat dari bahan
"apa saja?" Dinah cepat-cepat menutupi telinganya, karena yakin saus itu pasti dibuat dari
serangga yang dilumatkan seperti dikatakan oleh Bill. Atau mungkin dari siput
"air, atau makhluk-makhluk menjijikkan lainnya.
"Dari susu dan bawang, Tuan, ditambah kulit pohon yang di sini disebut mollia,"
kata Tala. Wajahnya berseri-seri. "Dan juga lumatan anu apa namanya" Eh,
" " "itu..."
"Serangga," kata Jack dengan cepat.
Tala kelihatan tersinggung.
"Tala tidak memakai serangga," katanya. "Tala memakai ah, itu kentangl Ya,
" "kentang yang dilumat halus. Tapi sedikit saja!"
Semua tertawa geli. Adonan itu kedengarannya biasa-biasa saja, jika dibandingkan
dengan dugaan iseng Bill tadi. Tala tersenyum, ia senang jika bisa membuat tamutamunya tertawa meski saat itu ia tidak tahu, apa sebenarnya yang lucu.
?"Kau tidak perlu menutupi kupingmu lagi, Di," kata Jack. "Yang dipakainya memang
sesuatu yang dilumatkan. Tapi itu kentang. Dan cuma sedikiiit saja!"
Dinah merasa lega, setelah mengetahui bahwa adonan saus itu ternyata biasa-biasa
saja. Tidak lama kemudian seluruh hidangan sudah licin tandas dimakan.
Kemudian Oola disuruh menghidangkan buah-buahan segar yang dibeli oleh Tala hari
itu di desa. Bill, Bu Cunningham, dan anak-anak hanya bisa makan sedikit saja,
karena sudah kenyang sehabis menikmati hidangan ikan goreng.
Setelah itu barulah Tala dan Oola makan. Oola merasa sangat berbahagia. Kecuali
menghadapi hidangan yang sangat enak, ada pula pengalaman petang itu yang bisa
dibanggakan olehnya. Diceritakannya pengalaman itu sekali lagi pada Tala. Tapi
Tala tidak kepingin mendengarnya untuk yang kedua kali. Disuruhnya Oola
membersihkan sisa-sisa makanan yang masih tertinggal di piring.
"Lemparkan saja ke air," kata Tala. "Ikan memakan sisa-sisa itu, menjadi gemuk,
lalu Tala menangkap ikan-ikan itu, dan kita makan enak lagi," katanya
menjelaskan. Oola langsung mengerti.
Saat ia sedang membersihkan sisa-sisa makanan, tiba-tiba dilihatnya sebuah
perahu meluncur dalam gelap. Sebuah lentera terpasang di haluannya. Oola menatap
perahu itu. Apakah hanya akan lewat saja, tanpa menyapa"
Perahu itu ternyata dipinggirkan, lalu berhenti di pangkalan. Bill memandang ke
arahnya, karena ia juga mendengar bunyi mesinnya. Seorang laki-laki meloncat
turun dari perahu motor yang baru datang itu, lalu menghampiri perahu mereka, ia
menyapa dengan suara lantang.
"Ada orang di situ?"
'Ada," balas Bill dengan berseru pula. "Siapa itu?"
"Tamu!" balas orang yang datang. "Bolehkah saya naik?"
"Nama Anda siapa?" tanya Bill.
"Raja Uma!" Seisi perahu kaget. Astaga! Orang yang datang itu Raja Uma!"Bab 15, RAJA UMA
Bill juga kaget sekali, sampai tidak bisa mengatakan apa-apa.
"He saya boleh naik, atau tidak?" seru orang itu lagi. Kedengarannya ia tidak
"sabar. "Saya mendengar bahwa ada suatu keluarga Inggris sedang pesiar di sungai.
Saya datang ini karena ingin mengobrol."
Sementara itu Bill sudah pulih dari kekagetannya.
"Ya, naiklah!" serunya menjawab. "Saya tadi diam saja, karena Anda begitu tibatiba muncul-Saya tidak menyangka akan berjumpa dengan orang Inggris di sini!"
"Apakah lebih baik jika kami pergi saja, Bill?" tanya Jack dengan lirih. Bill
menggeleng. "Tidak. Lebih baik kalian menemani aku. Aku tidak tahu, apakah ia tahu siapa aku
ini sebenarnya. Pokoknya, lebih baik jika ia melihat kita sekeluarga ada di
sini. Nah, itu dia datang!"
Tala menyongsong membawa lampu, untuk menerangi orang yang datang itu naik ke
perahu. Kini diantarnya orang itu ke tenda, tempat Bill serta yang lain-lainnya
duduk di dalam kelambu, diterangi lentera yang besar. Mereka memandang orang
yang datang itu dengan penuh minat. Orang itu bertubuh sedang, dengan pakaian
musim panas yang biasa. Celana panjang dari kain flanel, kemeja, serta pullouer
tipis, ia memakai topi linen berwarna putih. Janggut dan kumis tipis menghias
wajahnya, ia memakai kaca mata gelap, seperti yang dipakai Bill.
Ketika orang itu tersenyum, anak-anak melihat bahwa giginya putih sekali, ia
membungkuk untuk memberi hormat pada Bu Cunningham dengan tangan terulur untuk
menyalami, sementara Tala menyibakkan kelambu untuknya. Bu Cunningham menyambut
uluran tangan itu. Kemudian Raja Uma bersalaman dengan Bill. Sedang pada anakanak, ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Ah keluarga Anda ikut rupanya!"
?"Ya anak-anak ini baru saja sembuh dari sakit flu yang berat! Kata dokter yang
"merawat, mereka perlu beristirahat di daerah berhawa panas kalau bisa, di luar
"negeri. Karenanya kami memutuskan untuk melancong kemari," kata Bu Cunningham.
"Dan ternyata memang besar sekali manfaatnya bagi mereka."
"Begitu ya! Siapa nama-nama mereka?" tanya Pak Uma. ia tersenyum lagi,
menampakkan deretan gigi yang putih bersih.
Pertanyaannya itu ditanggapi oleh Philip.
"Saya Philip dan mereka ini Jack Lucy-Ann dan Dinah."
" " ?"Dan burung kakaktua itu" Siapa namanya" Binatang yang menarik," kata Pak Uma.
"Namanya Kiki," kata Jack. "Kiki ini Pak Uma."
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" "Bersihkan kakimu, buang ingusmu, panggil dokter," kata Kiki dengan sopan. Tapi
setelah itu ia menjerit sekeras-kerasnya.
"Jangan berteriak, Kiki," kata Bu Cunningham. "Kan sedang ada tamu!"
"Anda mendengar dari siapa tentang kami?" tanya Bill, sambil menawarkan rokok
pada Pak Uma. "Ah kabar tentang soal-soal begini cepat tersiar," kata Pak Uma. Ditatapnya Bill"lurus-lurus.
"Saya yakin, Anda pasti sudah mendengar tentang saya."
"Eh ya, memang," kata Bill. ia mengerutkan kening, seolah-olah berusaha
"mengingat di mana ia mendengar nama orang itu disebutkan. "Ada yang pernah
bercerita tentang Pak Uma, yang tertarik pada pembuatan film di Kota Film."
"Ah, itu cuma sambilan saja," kata Pak Uma sambil mengepulkan asap rokoknya.
"Kegemaran saya yang sebenarnya, ilmu purbakala."
Dengan cara tidak menyolok, Lucy-Ann berusaha melihat apakah pada lengan Pak Uma
ada bekas luka berbentuk seperti ular. Tapi kalau ada, itu tidak kelihatan,
karena orang itu memakai kemeja berlengan panjang.
"Tadi sore kami pergi melihat-lihat sebuah kuil kuno, di luar desa Gllabaid,"
kata Jack. "Mengecewakan sekali! Yang ada cuma bagian depannya saja. Di
belakangnya tidak ada apa-apa seperti bangunan kuil tiruan, yang di Kota Film."
"Pak Uma menanggapi ucapan itu sebagai lelucon, ia terpingkal-pingkal agak
"berlebih-lebihan. "Ya, memang," katanya kemudian. "Yah ilmu purbakala memang sering mengecewakan.
"Begitulah, seperti kisah Bung Kelinci! 'Menggali, menggali, dan menggali
terus tapi tidak menemukan daging'."
?"Mestinya pekerjaan menggali untuk mencari kota-kota kuno seperti itu mahal
sekali biayanya, ya?" tanya Bu Cunningham. ia melihat bahwa anak-anak tidak
begitu suka pada Pak Uma.
"Ya, memang! Untuk itu bisa keluar biaya sampai ribuan pound!" kata Pak Uma.
"Saya sekarang sudah tidak aktif lagi, karena tidak kuat memikul biaya yang
begitu tinggi. Apalagi pekerjaan itu tidak menghasilkan uang. Yang kita peroleh
cuma keasyikan saja, menemukan eh, menemukan peradaban zaman purba. Tapi sebagai
" "kegemaran, mengasyikkan sekali! Saya sekarang menggabungkan minat saya terhadap
film dengan kegemaran itu. Uang yang saya peroleh dari film, saya pakai untuk
berkeliaran di wilayah yang sudah sangat tua ini membuat peta dan denah tentang
"penggalian-penggalian terbaru. Pokoknya hal-hal seperti itulah! Kalau Anda
bagaimana. Pak Anda juga tertarik pada hal-hal seperti itu?"
?"Seperti orang-orang lain yang tergolong awam," kata Bill. ia langsung bersikap
waspada, karena tahu bahwa kini ia diteliti tentang pekerjaannya yang
dirahasiakannya. "Tapi saya selalu tertarik pada pengalaman-pengalaman baru.
Saya suka menulis artikel-artikel dan saya berniat kapan-kapan akan menulis
"buku. Banyak hal-hal menarik yang bisa dituangkan ke dalamnya!"
Anak-anak tersenyum dalam hati. Bill memang biasa menulis artikel. Itu memang
benar! Tapi baru saat itu mereka mendengar tentang menulis buku. Bill pasti bisa
menulis buku yang mengasyikkan jika itu diizinkan! Hal-hal yang pernah dialami
"olehnya benar-benar luar biasa!
"Ah jadi Anda ini penulis" Enak hidup Anda kalau begitu," kata Pak Uma. "Hanya
"penulis dan pelukis saja yang tidak perlu duduk di kantor. Bisa mengembara ke
mana-mana, mencari bahan untuk ditulis, atau dilukis."
Anak-anak mulai bosan mengikuti percakapan itu. Kini sudah jelas bahwa Pak Uma
tidak tahu pasti siapa Bill sebenarnya. Begitu pula apakah Bill datang ke situ
untuk berlibur, atau ada tugas tertentu. Selama percakapan berlangsung, ia dan
Bill bisa dibilang "bersilat lidah", saling menyelidik. Menurut perasaan anakanak. Bill ada di atas angin, karena kelihatannya berhasil membuat Pak Uma
percaya bahwa ia penulis.
"Akan ke mana lagi kalian dari sini?" tanya Pak Uma lagi. "Kalau saya boleh
menawarkan diri saya mempunyai pondok kecil, letaknya di tepi sungai ini juga. "Saat ini saya sedang dalam perjalanan ke sana. Kalau Anda sudi mampir di pondok
saya itu, kita bisa makan-makan bersama."
Bill menimbang-nimbang undangan itu. Bagaimana enaknya, diterima atau tidak"
Kalau ditolak, malah bisa menimbulkan kecurigaan. Yah siapa tahu, mungkin di
"tempat tinggal Pak Uma ia akan bisa mengorek keterangan lebih banyak tentang
orang itu. Akhirnya Bill mengangguk.
"Terima kasih," katanya. "Dengan senang hati kami akan mampir ke sana. Kapan ya,
enaknya" Bagaimana kalau besok?"
"Ya, tentu saja bisa," kata Pak Uma, lalu berdiri. Rupanya ia hendak pamitan.
"Kita tetapkan saja besok malam pukul tujuh. Setuju" Orang Anda pasti mengenal
pangkalan perahu di Chaldo. Saya akan menunggu Anda di sana, lalu kita bersamasama ke rumah saya."
"Kita minum dulu, ya," kata Bill menawarkan. "Saya panggilkan Tala."
Tapi Pak Uma menolak, ia pamitan dengan sopan sekali, lalu mengangkat kelambu
untuk melangkah ke luar. Nyaris saja ia terjerembab, karena tersandung tubuh
seseorang yang mendekam di balik kelambu. Terdengar suara menjerit, karena Pak
Uma menendang. "Eh siapa ini" Minggir! Nyaris saja aku tersungkur karena kau!" bentak Pak Uma,
"yang tahu-tahu sangat marah, ia menendang sekali lagi.
Philip bergegas bangun, karena menduga bahwa yang ada di luar itu Oola.
"Pak Uma itu cuma seorang anak kecil penduduk sini, yang membantu-bantu pemandu
"kami," katanya dengan marah. Bill cepat-cepat memegang bahunya, memberi isyarat
agar berhati-hati. "Maaf, Pak Uma," kata Bill. "Mudah-mudahan kaki Anda tidak sakit setelah
menendang tadi." Pak Uma tidak tahu, apa sebenarnya makna yang ada di balik ucapan Bill. ia
cepat-cepat menenangkan diri, mengucapkan selamat malam dengan ramah, lalu turun
ke pangkalan diantarkan Tala yang membawa lentera.
"Makanya, Oola jangan suka duduk di sembarang tempat yang gelap," kecam Bill.
?"Orang kan bisa tersandung karena kau!"
"Orang itu jahat," kata Oola. "Jahat, jahat sekali! Oola tadi hendak menjaga
Tuan." "Jangan asal ngomong saja, Oola," kata Bill. "Kau kan tidak tahu apa-apa tentang
dia. Atau tahu?" Oola menggeleng. "Oola tahu, dia orang tidak baik. Itu Oola tahu! Oola belum pernah melihat orang
jahat itu." "Sana pergi ke belakang, ke tempat Tala," kata Bill. "Dan jangan datang lagi,
" kalau kami tidak memanggil. Mengerti?"
Oola pergi. Bill masuk lagi ke bawah kelambu. Sementara itu terdengar bunyi
mesin perahu Pak Uma dihidupkan. Gerak perahu itu saat meninggalkan pangkalan,
menyebabkan bayangan bintang-bintang di air bergerak-gerak memecah.
"Nah?" kata Bill kemudian pada istrinya. Bagaimana pendapatmu tentang kawan baru
kita tadi?" "Aku tidak mempercayainya," kata Bu Cunningham. "Orangnya yah, bagaimana ya " " ?"Licin," kata Dinah membantu. Semua mengangguk. Itu memang kata yang tepat!
"Apakah yang direncanakannya sekarang ini, menurut perasaanmu?" tanya Bill lagi.
"Atau mungkin ia tidak punya niat apa-apa?"
Bu Cunningham menimbang-nimbang sebentar.
"Kurasa ia sadar bahwa namanya tidak bersih," katanya kemudian. "Karenanya ia
merasa gelisah, jangan-jangan ada yang curiga bahwa ia sedang merencanakan sesuatu,
lalu datang untuk mengamat-amati. Kurasa saat ini ia sedang dalam keadaan
terdesak, dan karena itu mencari uang seadanya dengan melakukan salah satu
pekerjaan di Kota Film. Caranya mengutarakan minatnya pada bangunan-bangunan
kuno sangat menyolok, sehingga aku merasa bahwa minatnya yang sesungguhnya
terletak pada bidang lain."
"Maksudmu, ada kemungkinan kegemarannya pada ilmu purbakala itu dipakainya
sebagai kedok, untuk menutupi kegiatannya yang sebenarnya di Kota Film?" tanya
Bill. "Ya, begitulah menurut perasaanku," kata Bu Cunningham.
"Kurasa kegiatannya di Kota Film itu sesuatu yang tidak beres," kata Jack.
"Mungkin sebagai pemodal atraksi tipuan atau sejumlah toko kecil yang menjual
"barang-barang palsu di samping menanam modal dalam film. Pokoknya, di berbagai
"bidang!" "Kalau benar itu yang dikerjakannya, itu tidak apa-apa kalau dilihat dari sudut
"pandanganku," kata Bill. "Aku bertugas menyelidiki kalau-kalau ia terlibat dalam
urusan yang lebih besar! Hal-hal seperti yang pernah kuceritakan pada kalian.
Kalau cuma seperti dugaan kalian saja, pihak atasan tidak mau ambil pusing!"
"Syukurlah, jika benar begitu," kata Bu Cunningham dengan lega. "Aku tidak ingin
kau terlibat dalam urusan yang berbahaya. Bill dan menurut firasatku, Raja Uma
"itu bisa sangat berbahaya, dan tidak segan-segan berbuat apa saja!"
"Memang," kata Bill membenarkan. "Nah bagaimana kalau kita tidur saja sekarang"
"Aku masih ingin merokok dulu yang terakhir untuk hari ini. Bintang-bintang
"kelihatan indah sekali sekarang. Aku ingin menikmati ketenangan, duduk-duduk
sambil memandang sungai, selama sepuluh menit."
Setelah mengucapkan selamat tidur, semua kecuali Bill langsung menuju ke
" "pembaringan masing-masing. Semua sudah capek sekali. Mereka langsung terlelap,
begitu meletakkan kepala di atas bantal.
Sambil merokok, Bill berpikir-pikir tentang Pak Uma yang aneh itu. Tiba-tiba
dilihatnya sesosok tubuh kecil menyelinap di atas dek, kemudian merebahkan diri
di dekat pembaringan Philip. Oola datang, untuk menjaga tuannya!
Anak kecil itu kaget melihat Bill berjalan ke arahnya, sewaktu menuju ke
pembaringannya. Oola cepat-cepat duduk.
"Baring sajalah lagi, Oola," kata Bill dengan suara pelan. Oola merebahkan diri
lagi. Tuannya sudah tidur dan ia, Oola, akan menjaga keselamatannya!"Bab 16, KEESOKAN HARINYA
Keesokan harinya mereka meneruskan perjalanan. Tala mengemudikan perahu dengan
lambat sekali, karena Chaldo bisa dicapai dalam waktu setengah hari saja. Sedang
Bill tidak mau terlalu cepat sampai di sana. Daerah yang dilewati sangat
gersang, mirip gurun pasir.
"Rupanya di daerah ini pernah dilakukan kegiatan penggalian yang begitu disukai
oleh Pak Uma," kata Jack. "Mestinya banyak sekali biaya yang diperlukan untuk
melakukan penggalian di daerah seluas ini, ya Bill! Lihatlah!"
"Memang," kata Bill. "Tapi imbalannya juga ada. Bukan cuma puing-puing kota kuno
saja yang ditemukan di bawah lapisan tanah dan debu yang menimbuninya selama
ribuan tahun, tapi juga harta!"
"Harta?" kata Philip. Hal itu sama sekali di luar dugaannya. "Harta apa?"
"Yah di daerah sini banyak bangunan-bangunan kuno, yang merupakan makam raja"raja yang kaya raya," kata Bill. "Tapi jangan kalian tanyakan nama-nama mereka,
sebab aku sudah lupa."
"Nebukadnezar?" kata Lucy-Ann menebak.
Bill tertawa. "Kau hafal sekali cerita-cerita Perjanjian Lama, Lucy-Ann," katanya. "Ya bahkan
"kaisar itu pun mungkin pernah memiliki istana tidak jauh dari sini. Atau Raja
Saigon. Entahlah pokoknya ketika raja-raja itu meninggal dunia, jenazah mereka
"disemayamkan di dalam makam yang besar-besar, dikelilingi segala perhiasan
kerajaan serta harta lainnya, seperti tameng bertatahkan permata, pedang yang
indah-indah pokoknya macam-macamlah!"
?"Astaga!" kata Jack. ia sangat tertarik. "Dan maksudmu segala harta seperti itu
pernah ditemukan dalam penggalian di daerah sini di antara benda-benda lain yang
"sudah ribuan tahun umurnya?"
"O ya," kata Bill. "Benda-benda semacam itu kini dipamerkan di museum, di
seluruh dunia yang dengan senang hati membeli, mengingat nilai sejarahnya.
"Tentu saja nilainya sendiri sebagai benda juga tinggi. Aku pernah melihat cawan
emas berukir yang indah sekali, bergambar sapi-sapi jantan di sekelilingnya.
Nilainya pasti ribuan pound! Cawan itu bertatahkan batu-batu mulia yang serba
indah." "Wah," kata Jack, "kalau begitu aku tidak yakin apakah kegemaran Pak Uma itu
tidak menguntungkan baginya. Memungut harta yang tak ternilai harganya, dengan
begitu saja." "Kau keliru, Jack," kata Bill. "Harta itu tidak bisa dipungut begitu saja, tanpa
mengeluarkan biaya! Seperti sudah kukatakan, rombongan penggali yang katakanlah
terdiri dari sekitar lima puluh pekerja setempat, ditambah sejumlah tenaga ahli,
memerlukan biaya ribuan pound. Dan jika itu yang dilakukan oleh Pak
Uma maksudku, jika saat ini ia sedang mengadakan penggalian, kita pasti
"mendengar berita tentang hal itu!"
"Ya, benar juga," kata Jack. "Maksudku, penggalian secara besar-besaran, takkan
mungkin tidak diketahui orang lain. Ya, kan" Pasti ada berita mengenai hal itu
dalam surat kabar." "Eh, lihatlah di sebelah sana ada puing-puing reruntuhan!" seru Lucy-Ann. ia
"menuding ke seberang sungai. "Nampaknya masih baru. Mungkinkah Tala tahu tentang
puing-puing itu?" "Tanyakan saja sendiri padanya," kata Bill. "Tapi kurasa tidak banyak yang bisa
diceritakan olehnya."
Anak-anak mendatangi Tala, untuk menanyakan. Orang itu mengangguk.
"Tala tahu. Ayah Tala ikut menggali di sana. Menggali harta. Harta yang banyak
sekali. Tapi tidak ada lagi. Sudah habis!"
Kelihatannya hanya itu saja yang diketahui oleh Tala. Anak-anak kembali lagi ke
tempat Bill, lalu menceritakan apa yang dikatakan oleh Tala. Bill mengangguk.
"Ya maksudnya tenaga ahli yang memimpin penggalian di sana rupanya memiliki peta"yang menunjukkan tempat makam raja-raja, sekian meter di bawah tanah. Dan
menurut peta itu, makam-makam itu mungkin dinyatakan banyak berisi harta. Tapi
ketika penggalian sudah sampai di tempat itu, baru ketahuan bahwa makam-makam
itu sudah pernah dibongkar dan dirampok isinya."
"Lalu siapa yang melakukannya?" tanya Lucy-Ann.
"Mungkin perampok, tiga atau empat ribu tahun yang lalu," kata Bill. ia
tersenyum, memandang Lucy-Ann yang kelihatannya heran. "Kan sudah kukatakan,
umur peradaban di daerah ini sudah ribuan tahun. Di bawah timbunan pasir di
sini, para ahli purbakala bisa menemukan puing-puing reruntuhan kota-kota purba,
yang dulu dibangun satu di atas yang lainnya. Tumpuk-menumpuk!"
Lucy-Ann bingung mendengar penjelasan itu. Kota di atas kota" Dicobanya
membayangkan masa-masa yang sudah lama silam di daerah yang nampak di depan
mata. Kota dibangun, kemudian runtuh menjadi puing-puing, lalu ada kota baru
dibangun di atas reruntuhan kota lama. Lalu kota baru itu runtuh pula menjadi
debu, dan dijadikan landasan pembangunan sebuah kota baru.
Lucy-Ann bergidik. "Tidak enak rasanya membayangkan hal itu," katanya. "Kita bicara tentang soal
lain saja, Bill." Bill mengerti. Dirangkulnya anak itu.
"Baiklah! Bagaimana dengan air jeruk?" katanya. "Kita bicara tentang itu saja,
ya" Rasanya itu pokok pembicaraan yang paling cocok dalam hawa sepanas sekarang
ini, Lucy-Ann." "Ah, Bill! Maksudmu kan, kau menyuruhku membuatkan, ya?" kata Lucy-Ann, yang
sementara itu sudah hafal kebiasaan Bill. "Jack! Philip! Kalian juga mau air
jeruk" Mau?" "Mau!" teriak Kiki. "Mau, Lucy! Lucy-mau! Mau-mau! Panggil mau! Buang mau!"
Saat itu Philip sedang memberi kesempatan pada ular barguanya untuk jalan-jalan
sebentar di luar. Ular itu menggeleser-geleser di dekat kakinya. Bagi Lucy-Ann
itu tidak apa-apa. Tapi Dinah pasti langsung marah. Karenanya Philip selalu
menunggu sampai Dinah tidak ada. Misalnya saja jika ia sedang sibuk di bawah, di
dalam kabin. "Bagus ya, binatang ini?" kata Philip, sambil mengagumi kulit ular yang hijau
berbintik-bintik merah dan kuning. "Sayang saluran racunnya sudah dipotong, ya
Jack?" "Kalau bagiku pribadi, aku senang karena takkan mungkin keracunan jika dipatuk
"olehnya," kata Jack.
Oola datang dengan minuman air jeruk yang dibawa di atas baki. ia senang ketika
melihat ular pemberiannya menggeleser di lantai. Tapi ketika Dinah muncul dari
bawah, ia langsung berhenti sewaktu melihat ular itu. Philip cepat-cepat
menyimpannya lagi di balik kemeja.
Perjalanan hari itu cukup menyenangkan. Apalagi karena untuk pertama kali mereka
menemukan teluk kecil yang airnya cukup jernih untuk dijadikan tempat berenangrenang. "Kau juga berenang, Oola," kata Jack. "Itu baik bagimu!"
Tapi anak itu tidak mau, walau didesak-desak, ia memasukkan ujung jari kakinya
sebentar ke dalam air lalu menjerit, seakan-akan digigit sesuatu, ia hanya "melihat saja dengan heran dan kagum, sementara anak-anak berenang-renang dengan
asyik dalam air di teluk kecil itu. ia dititipi ular bargua sementara Philip
mandi. Oola mengalungkannya dengan bangga, melilit lehernya.
Kiki agak jengkel, karena ditinggal anak-anak yang sedang asyik bermain-main di
air. ia terbang ke sebuah dahan yang menjulur di atas air, lalu berteriak-teriak
pada mereka. "Jangan berteriak-teriak, Kiki!" kata Philip sambil memercikkan air ke atas.
"Tingkahmu seperti ada yang mau membunuh saja!"
Kiki terbang membubung, ia marah, karena disiram dengan air. ia hinggap di dek
perahu, lalu berjalan menghampiri Oola. Rupanya ia ingin dibujuk anak itu. Tapi
begitu melihat ular yang melilit di leher Oola, Kiki cepat-cepat mundur, ia
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendesis-desis. Bunyinya persis desisan ular. Bu Cunningham tersenyum melihat
tingkah Kiki. Burung itu dipanggilnya, lalu disuruh bertengger di bahunya.
"Kasihan Polly," kata Kiki dekat telinga Bu Cunningham. "Kasihan, Polly kasihan!
Polly senang, kasihan Polly malang.'
"Yang mana yang benar malang atau senang?" kata Bu Cunningham sambil tertawa.
?"Sudahlah, jangan merajuk terus. Sebentar lagi mereka sudah akan keluar lagi
dari dalam air." "Aku sebenarnya segan pergi untuk memenuhi undangan makan malam ini, Allie,"
kata Bill beberapa saat kemudian. "Merepotkan saja! Aku menyesal, kenapa
kukatakan mau. Aku lebih senang menikmati ketenangan malam di atas perahu ini."
"Aku juga," kata istrinya. "Tapi sudahlah kita kan tidak perlu terlalu lama di
"sana! Lagi pula, mungkin kita nanti akan bisa mendapat informasi baru. Siapa
tahu, kan?" Sekitar pukul setengah tujuh malam, mereka tiba di Chaldo. Bill dan istrinya
berdandan, lalu menunggu Pak Uma datang menjemput mereka.
"Kalian makan saja sendiri," kata Bu Cunningham pada anak-anak. "Setelah itu
membaca-baca, dan masuk ke tempat tidur seperti biasanya. Kami takkan terlalu
lama pergi. Kalian akan dijaga oleh Tala."
"Itu Pak Uma datang," kata Jack. ia melihat seseorang datang dalam gelap,
membawa lentera "Hati-hati di sana Pak Uma itu mungkin lebih berbahaya dari apa
"yang diperlihatkannya pada kita."
Pak Uma berseru dari pangkalan.
"Selamat malam! Jika Anda berdua sudah siap, kita ke rumah saya saja sekarang.
Letaknya tidak begitu jauh dari sini. Anak-anak mungkin ingin menonton
pertunjukan tari yang malam ini diadakan di desa kecil sebelah sana. Di tempat
itu sedang dilangsungkan pesta pernikahan. Tarian-tarian penduduk sini menarik
untuk ditonton. Bawahan saya bisa mengantar mereka ke sana."
"Ya, ya kita nonton, yuk!" seru Lucy-Ann. Anak-anak yang lain juga mau. Tapi
"Bill melarang. "Jangan!" katanya dengan tegas. "Aku ingin kalian tetap ada di perahu."
"Ih," kata Jack dengan kesal. "Ayolah, Bill! Kami takkan apa-apa. Kami berjanji
takkan berbuat yang tidak-tidak. Boleh ya, Bill?"
"Tidak, kataku," jawab Bill. "Orang asing tidak selalu disukai kehadirannya pada
pesta-pesta seperti itu."
Apa boleh buat! Keempat anak itu sangat kecewa. Mereka mengucapkan salam dengan
lesu, lalu memperhatikan sinar lentera yang terangguk-angguk dalam gelap, dibawa
oleh pelayan Pak Uma. Cahayanya makin lama makin jauh.
"Aku ingin bisa pergi," kata Dinah. "Apa sih, yang bisa terjadi dengan kita" Kan
kita ditemani pelayan Pak Uma! Sialan!"
"Sudahlah itu jangan kita pikirkan terus," kata Jack. "Makan apa kita malam ini,"ya?"
Tala menghidangkan makanan yang enak. Ketika sedang makan, anak-anak
mendengarnya bercakap-cakap dengan seseorang yang rupanya baru saja datang.
"Siapa itu, Tala?" tanya Philip dengan segera.
"Jallie, pelayan Tuan Uma," kata Tala. "Katanya, Tuan. menyuruhnya memberi tahu
bahwa kalian boleh menonton pertunjukan tari. Katanya Tuan mengubah
keputusannya. Kalian boleh pergi."
"Asyik, asyik, asyik!" seru Dinah dengan gembira, diikuti ketiga anak lainnya.
Mereka bergegas menyelesaikan makannya, lalu memanggil Tala.
"Bilang pada orang itu, kami sudah siap. Kami hanya akan mengambil jaket saja
sebentar. Hawa agak dingin malam ini."
Oola boleh ikut?" tanya anak kecil itu pelan. Tapi Tala masih bisa
"mendengarnya, lalu menyela dengan kasar.
"Tidak! Kau masih ada kerja di sini. Tuan mengirim pesan, kau tidak boleh ikut.
Kau harus tinggal, dengan Tala."
Oola sangat kecewa. Dalam hati ia bertekad hendak cepat-cepat menyelesaikan
tugasnya, lalu setelah itu menyusul anak-anak.
"Selamat tinggal, Oola!" seru Lucy-Ann pada anak kecil yang sedang kecewa itu.
"Kami takkan lama pergi. Jaga perahu baik-baik, Oola."
Oola memandang keempat anak itu. Mereka menghilang ke dalam kegelapan. Tiba-tiba
ia mendapat firasat yang tidak enak. ia merasa bahwa akan terjadi
sesuatu sesuatu yang tidak enak. Oola merasakannya dalam hati.
"Bab 17, KEJADIAN YANG TAK TERSANGKA-SANGKA
Perjalanan ke desa yang dituju, rasanya lama sekali. Anak-anak berjalan dengan
langkah tersaruk-saruk. Tiba-tiba, entah kenapa, Jack merasa tidak enak.
"Masih jauh"'' tanyanya pada Jallie, orang yang membawa lentera.
"Sudah dekat," jawab orang itu dengan nada masam.
Tapi sepuluh menit kemudian, desa itu masih juga belum nampak. Jack berbisikbisik pada Philip. "Perasaanku tidak enak, Philip. Coba kautanya-kan lagi
padanya, tentang desa itu."
"Mana desa itu?" tanya Philip sambil menepuk lengan Jallie.
"Sudah dekat," jawab Jallie.
Philip berhenti. Kini ia pun merasa tidak enak. ia mulai curiga jangan-jangan "pesan dari Bill tadi, yang mengizinkan mereka pergi menonton pertunjukan tari di
desa itu palsu. Jangan-jangan itu hanya untuk memancing agar mereka meninggalkan
perahu supaya kemudian Uma bisa mengirim orang untuk melakukan penggeledahan!
"Kalau dipikir-pikir, bukan kebiasaan Bill mengubah keputusan mengenai sesuatu.
Apalagi setelah ia sebelumnya begitu tegas mengatakan bahwa mereka tidak boleh
pergi. "Ayo!" kata orang yang mengantar. Diangkatnya lentera tinggi-tinggi, untuk
melihat apa sebabnya anak-anak berhenti.
"Ssst, Lucy-Ann," desis Jack. "Cepat pura-pura sakit! Menangislah, sambil minta
"pulang." Lucy-Ann langsung menurut, tanpa bertanya-tanya lagi.
"Jack," katanya sambil pura-pura menangis. "Aku merasa tidak enak badan.
Antarkan aku pulang. Aduuuh!"
"Aduuuh," oceh Kiki menirukan.
"Ah kasihan," kata anak-anak yang lain sambil menepuk-nepuk punggungnya.
"Punggung Lucy-Ann, bukan Kiki! "Baiklah, Lucy-Ann, kita pulang sekarang."
Jack menghampiri Jallie. "Adikku harus kembali ke perahu," katanya. "Kaulihat sendiri, ia tidak enak
badan. Kami harus segera kembali."
"Tidak bisa," kata Jallie. "Ayo ikut!"
"Jangan macam-macam, ya!" tukas Jack dengan marah. "Kaudengar kataku. Antarkan
kami pulang." "Tidak," kata orang itu berkeras. "Aku telah mendapat perintah. Ayo!"
"He, he ada apa ini?" kata Philip mencampuri, Ada sesuatu yang tidak beres di
" "sini. Kurasa kau bukan hendak membawa kami menonton tari-tarian di pesta
pernikahan! Pokoknya, aku perintahkan kita pulang sekarang juga. Mengerti!?"
Jallie memandang mereka dengan mata melotot. Nampak jelas bahwa ia sedang
bimbang, Ia takkan mampu memaksa keempat anak itu mengikutinya. Tapi di lain
pihak, sudah jelas ia tidak mau mengantar mereka pulang ke perahu. Jack, Philip,
dan juga Dinah membalas tatapan mata orang itu. Isak tangis Lucy-Ann kini sudah
bukan pura-pura lagi. ia benar-benar takut.
"Kau harus mengantar kami pulang," kata Philip lambat-lambat. "Lihatlah aku
"membawa sesuatu, yang akan memaksamu melakukan apa yang kukehendaki!"
Dengan hati-hati diambilnya ular yang tidur melingkar di balik kemejanya.
Sentuhan tangannya membangunkan binatang itu.
Philip mengeluarkan ular bargua itu. Tiba-tiba Jallie melihatnya, diterangi
sinar lentera, ia terpana, seakan-akan tidak mempercayai penglihatannya sendiri.
"Bargua," desahnya sambil cepat-cepat mundur. "Bargua!"
"Ya, bargua! Barguaku! Apa pun yang kusuruh, ia pasti menurut," kata Philip.
"Bagaimana kau ingin aku menyuruhnya mematukmu?"
"Jallie jatuh berlutut. Sekujur tubuhnya gemetar, sementara Philip mengacungkan
ular yang menggeliat-geliat itu ke arahnya.
"Ampun, ampun! Kuantar kalian pulang," kata Jallie dengan suara menggigil. "Tapi
jauhkan ular itu!' 'Tidak!" kata Philip, "ia akan terus kudekatkan padamu. Lihatlah begini!" "Disodorkannya ular yang dipegangnya lebih dekat lagi ke Jallie. Orang itu jatuh
terjengkang ketakutan. "Awas, kalau kau berani minggat! Akan kusuruh ularku mengejarmu," kata Philip
mengancam, ia sengaja menggertak, karena tidak ingin mereka ditinggal dalam
gelap, apalagi di tempat yang tidak jelas di mana letaknya.
"Akan kuantar kalian pulang," kata orang itu merintih-rintih.
"Kalau begitu cepat berdiri," kata Philip sambil menimang ularnya. Binatang itu
menjilati pergelangannya dengan lidah yang bercabang dua Jallie bergidik
melihatnya. Untuk kesekian kalinya Lucy-Ann menatap Philip dengan kagum. Bisabisanya Philip menjinakkan segala macam binatang, serta membuat binatangbinatang itu sayang padanya!
Jallie mengambil lentera, lalu mulai berjalan dengan lutut gemetar. Pikirannya
selalu kembali pada ular berbisa yang ada di dekat punggungnya. Anak macam apa
dia, yang berani menyimpan ular berbisa di balik baju"
Jallie mengambil jalan yang tadi dilewati. Setidak-tidaknya itu perasaan anakanak. Mudah-mudahan saja perasaan itu benar, kata mereka dalam hati. Jack dan
Philip sangat gelisah. "Jika orang ini disuruh Uma membawa kita entah ke mana, dengan perintah supaya
kita kemudian ditinggal sendiri di sana lalu apakah yang dilakukan olehnya
"dengan Bill serta Ibu?" pikir Philip dengan cemas.
Mereka terus berjalan. Akhirnya, di sela-sela pepohonan nampak pemandangan yang
melegakan. Sungai sudah ada di depan mereka! Jallie menuding ke arah situ dengan
tangan yang gemetar. "Kalian sudah kuantar pulang," katanya. "Sekarang aku boleh pergi, ya?"
"Ya! Sana, pergilah," kata Philip, ia merasa lega, melihat orang itu bergegas
pergi dengan lenteranya. Jallie begitu terburu-buru, sampai jalannya tersandungsandung. Tahu-tahu ada yang muncul dari balik pepohonan. Ternyata itu Oola!
"Orang-orang jahat tadi datang," katanya berkeluh-kesah pada Philip. "Orangorang jahat Bagaimana aku" Apa yang harus kulakukan?"
Philip menarik bahu anak itu.
"Oola! Cepat katakan apa yang terjadi?"
"Oola mengajak mereka bergegas di bawah pepohonan, menuju ke pangkalan, ia
menuding, sementara anak-anak yang lain memandang dengan heran bercampur ngeri.
Perahu motor mereka sudah tidak ada lagi di sana!
"Apakah yang terjadi, Oola?" tanya Philip. Diguncang-guncangnya bahu anak itu.
"Tadi ada orang-orang jahat datang. Mereka menggiring Tuan Besar dan Nyonya,
lalu disuruh naik ke perahu. Orang-orang jahat mengikat Tala, lalu
melemparkannya ke darat. Lalu orang-orang jahat membawa lari perahu!" kata Oola,
dengan suara seperti hampir menangis.
"Aduh!" kata Jack, lalu menjatuhkan diri ke tanah, ia benar-benar kaget
mendengar berita itu. Anak-anak yang lain ikut duduk.
"Dari mana kau mengetahui semua ini, Oola?" tanya Jack kemudian. "Apa sebabnya
kau tidak ikut diikat?"
"Oola tadi sudah hendak menyusul Tuan," kata Oola. "Oola meninggalkan perahu
dengan diam-diam lalu kemudian melihat orang-orang jahat itu. Mereka tidak "melihat Oola. Oola bersembunyi."
"Sekarang kita sudah mendapat gambaran yang cukup jelas tentang apa yang terjadi
tadi," kata Philip dengan geram. "Uma rupanya merasa curiga, bahwa Bill terlalu
banyak tahu tentang dirinya dan karena itu kemudian menyekapnya. Sayang Ibu ikut
"tersekap pula! Kita sebenarnya juga hendak disingkirkan. Untung Oola tidak apa"apa!" "Dan Tala juga," kata Jack. "ia mestinya ada di sekitar sini dalam keadaan
"terikat. Kami harus menemukannya. Apa yang bisa kita lakukan sekarang?"
Anak-anak berdiri lagi, lalu menuju ke tepi air. Oola menuding ke arah bayangan
gelap di dekat situ, agak jauh dari pangkalan.
"Itu perahu orang jahat," katanya. "Kenapa itu tidak dibawa?"
"Kurasa karena ia ingin melenyapkan seluruh jejak kita," kata Jack. "Coba ia
pergi dengan perahu motornya sendiri. He, itu kedengarannya seperti suara Tala."
"Anak-anak mendengar suara orang mengerang, tidak jauh dari tempat mereka. Oola
menghilang ke tempat gelap. Tidak lama kemudian terdengar suaranya memanggilmanggil. "Tala ada di sini!"
Anak-anak yang lain bergegas mendatangi. Ternyata Tala memang ada di situ, dalam
keadaan terikat erat, sehingga sangat sulit membebaskannya. Pikiran orang itu
campur-aduk. ia merasa kasihan pada dirinya sendiri, tapi juga sangat marah, ia
menggeliat-geliat, tidak sabar menunggu sampai anak-anak berhasil membebaskannya
dari ikatan. Akhirnya mereka terpaksa memotong tali yang mengikat dengan pisau.
Setelah terlepas. Tala menceritakan pengalamannya, ia berbicara secara tergesagesa. ia memukul-mukul dadanya sendiri dengan penuh penyesalan ketika
menceritakan betapa ia melihat Tuan Besar dan Nyonya diseret pergi, ia berteriak
dengan marah, ketika mengingat kembali betapa ia diikat, lalu dicampakkan dengan
begitu saja ke darat seakan-akan ia seonggok sampah.
?"Coba dengar sebentar, Tala," kata Philip menyela. "Uma-kah yang datang tadi?"
"Bukan bukan dia, tapi beberapa orang lain," kata Tala. "Orang-orangnya. Mereka
"jahat. Tala meludahi mereka!"
"Ke manakah Tuan Besar dan Nyonya dibawa oleh mereka?" tanya Jack.
"Ke arah hilir," jawab Tala sambil menuding. "Aku mendengar mereka menyebutnyebut Wooti. Tala tidak tahu. di mana tempat itu. Tala marah sekali!"
"Bagaimana sekarang?" kata Dinah. "Kita tidak bisa terus saja di sini sepanjang
malam. Tapi ke mana kita bisa pergi" Kita tidak tahu jalan untuk bisa pergi dari
sini." "Oola tahu," kata Oola dengan bersemangat. "Oola akan menunjukkan pada Tuan." ia
menarik-narik lengan kemeja Philip, ia mengajak pergi dari pangkalan, menuju
tempat perahu motor Raja Uma ditambatkan. "Itu perahu orang jahat. Kita ambil,
"ya?" "Wah, Oola! Idemu hebat!" kata Philip. "Ya, tentu saja. Itu pembalasan yang
setimpal. Kita pergi dengan perahu itu, sekarang ini juga ke hulu!"
" "Jangan! Lebih baik ke Wooti," kata Jack. "Mungkin letaknya sama dekatnya
seperti desa terakhir yang kita singgahi. Mudah-mudahan saja itu desa besar,
sehingga ada pihak berwenang yang bisa kita hubungi untuk urusan ini. Di sana
nanti kita mungkin juga bisa mendengar kabar tentang perahu motor kita."
"Ya kurasa itu memang gagasan yang paling baik," kata Philip. "Tala bisakah kau " "mengemudikan perahu motor ini?"
"Ya, ya, Tala tahu!" kata Tala bersemangat. "Kita mengejar orang-orang jahat
itu, ya?" "Aku belum tahu, apa yang akan terjadi nanti!" kata Jack. "Tapi yang jelas, kita
tidak akan tetap di sini terus, sehingga Uma besok pagi bisa menangkap kita!
Yuk semuanya naik!" " Anak-anak naik satu per satu ke perahu itu, sementara Tala menyibukkan diri
dengan mesinnya. Ke manakah mereka sekarang" Ke Wooti" Dan apakah yang akan
terjadi di sana" Bab 18, BERANGKAT MALAM-MALAM
Dengan segera semua sudah naik ke perahu, sebenarnya sedikit banyak karena takut
kalau-kalau ada yang tiba-tiba muncul dari tempat gelap, lalu menyergap mereka.
Mungkin saja Jallie memberi tahu kawan-kawannya bahwa ia terpaksa mengantarkan
anak-anak kembali ke tepi sungai, dan bukan meninggalkan mereka dalam gelap di
salah satu tempat yang jauh. Dan jika itu terjadi, bisa saja beberapa anak buah
Uma kemudian pergi mencari untuk menawan mereka. Tapi tidak ada yang muncul.
Hanya bunyi air di sungai saja yang terdengar, diselingi kesibukan Tala yang
berusaha menghidupkan mesin. Oola memegang lentera di sebelahnya, untuk
menerangi. Mesin perahu mulai menyala. Nah, sekarang sudah hidup! Syukurlah!
?"Cepatlah sedikit, Tala!" desis Philip mendesak, karena bunyi mesin yang
dihidupkan itu rasanya nyaring sekali di tengah kesunyian malam. "Kalau kita
tidak buru-buru, nanti ada yang datang. Tamu-tamu yang tidak diundang!"
Teriring bunyi deru yang terdengar, dengan tiba-tiba perahu motor itu melesat ke
tengah sungai. Anak-anak mengembuskan napas lega. Gerak perahu kemudian menjadi
tenang. Tala mengarahkan haluannya ke hilir, menyusur tengah-tengah sungai.
Tidak terdengar suara teriakan marah dari tepi sungai yang ditinggalkan. Rupanya
tidak ada yang tahu bahwa mereka pergi dengan perahu motor milik Raja Uma. Jack
menyapa Tala. "Katamu, kau tidak mengenal tempat yang namanya Wooti itu. Kau tahu. berapa
jauhnya dari sini?" "Ya Tala pernah mendengar tentang Wooti," jawab Tala. "Tempatnya jauh, di hilir
"sungai. Oola pernah ke Wooti?"
Ternyata tidak. Tapi Oola ingat, di dekat Wooti ada desa lain.
"Nama desa itu Hoa," katanya. "Kalau kita sudah sampai di Hoa, Oola akan ke
sana, lalu bertanya tentang Wooti, ya?"
"Baik," kata Jack. "Jangan sampai kita tiba di Wooti, hanya untuk kemudian
ditawan pula! Kita harus menambatkan perahu agak jauh dari situ, lalu ke sana
dengan hati-hati. Kita lihat, apa yang akan kita ketahui di tempat itu."
"Tala kita berlayar dulu selama katakanlah satu jam. Lalu perahu kita tambatkan
"di salah satu tempat, dan kita tidur," kata Philip. "Jika berlayar terus
sepanjang malam, jangan-jangan nanti Wooti terlewat! Jadi mendingan kita
berlabuh dulu selama beberapa jam, begitu rasanya sudah cukup aman, dan tidak
bisa lagi disusul oleh anak buah Uma."
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sepanjang pengetahuanku di tempat Uma tadi tidak ada perahu lain, jadi tidak
mungkin ada yang mengejar," kata Jack. "Tapi walau begitu, lebih baik kita
jangan mengambil risiko. Ya, kita berlayar dulu selama sejam, Tala lalu setelah "itu. perahu kita tambatkan."
Tala mengemudikan perahu menyusur malam yang diterangi bintang-bintang di
langit. Anak-anak bercakap-cakap dengan suara pelan. Oola merasa senang dan
puas, karena bisa duduk dekat Philip. Untuk apa ia merasa gelisah" Bukankah
anak-anak ini cukup cerdik, sehingga bahkan orang jahat seperti Uma pun mungkin
saja dikalahkan oleh mereka" Oola sekarang bisa selalu berdekatan dengan Philip,
karena perahu motor itu jauh lebih kecil dari yang dibawa lari orang-orang
jahat. Sekitar satu jam kemudian Jack menyapa Tala.
"Tala! Di sini saja kita berlabuh. Carilah tempat bertambat yang baik. Selama
ini rasanya tidak ada desa yang kita lewati. Rupanya ruas sungai ini tidak ada
penghuninya." Mata Tala yang sudah terlatih menemukan sebatang pohon yang lurus di tepi air
sebelah kiri. ia mengemudikan perahu lurus ke tempat itu. Perahu menyentuh tepi
dengan benturan pelan. Mesin dimatikan, dan kesunyian malam saat itu langsung
menyelubungi. "Kubantu kau menambatkan perahu, Tala," kata Jack. "Setelah itu kita semua
tidur." Lima menit kemudian semua sudah tidur nyenyak. Dinah dan Lucy-Ann berbaring
saling merapatkan diri, sementara Jack dan Philip tidur di samping mereka. Oola
tidur di dekat kaki Philip. Tapi anak itu tetap waspada. Ia langsung terbangun,
begitu ada bunyi sedikit saja. Tala merebahkan diri di dekat kemudi. Sikapnya
tidur tidak bisa dibilang nyaman. Sekali-sekali terdengar bunyi dengkurnya yang
keras. Kiki tidur sambil bertengger di kaki Jack. Kepalanya disusupkan ke bawah
sayap. Mereka tidur terus, sampai pagi tiba. Cahaya fajar menyebabkan air sungai nampak
keperak-perakan. Kemudian matahari terbit. Sinarnya yang hangat menerangi tubuh
keenam orang yang masih terus tidur. Ular bargua yang melingkar di balik kemeja
Philip merasakan kehangatannya, lalu merayap ke luar. ia melingkar lagi di bahu
tuannya, menikmati sinar matahari.
Dinah bangun paling dulu. Semula ia heran, apa sebabnya ia merasa pegal-pegal,
ia berbaring diam-diam, sambil mengingat-ingat kejadian malam sebelumnya.
Setelah itu ia memutar tubuh sedikit, untuk melihat anak-anak yang lain. Saat
itu dilihatnya ular yang melingkar di atas bahu Philip yang berbaring di
sebelahnya. Dinah menjerit, karena kaget. Semua langsung terbangun. Tala menyambar pisau
yang ditaruh di dekatnya. Oola meloncat bangun, lalu mengambil sikap melindungi
di depan Philip. "Siapa yang berteriak?" tanya Jack. "Ada apa?"
"Aku yang berteriak." kata Dinah malu-malu. "Maaf tapi begitu aku bangun,
"kulihat ular peliharaan Philip menatap ke arahku. Aku kaget sekali karenanya.
Maaf deh!" "Maaf deh, maaf!" oceh Kiki menyanyikan kata-kata itu, lalu berteriak menirukan
Dinah. "Jangan kaubiasakan berteriak seperti itu!" kata Lucy-Ann. Sementara itu ular
tadi sudah menyusup kembali ke balik kemeja Philip. Hal itu menyebabkan Dinah
menjadi tenang kembali. Sambil mengusap-usap mata, anak-anak memandang berkeliling. Di sungai tidak
nampak sesuatu yang menarik perhatian. Airnya masih tetap mengalir dengan
tenang, sementara di tepi kiri dan kanan nampak pepohonan yang tumbuh sampai ke
tepi air. Anak-anak lebih tertarik pada perahu motor yang mereka tumpangi. Adakah makanan
dan minuman di situ" Atau mungkinkah Raja Uma hanya memakainya untuk pergi ke
tempat-tempat yang dekat, sementara perjalanan jauh dilakukan dengan naik mobil"
"Yuk kita periksa kalau-kalau ada bekal makanan di sini," kata Philip. Mereka "langsung mencari.
"Coba lihat ini!" kata Jack sambil membuka pintu sebuah lemari kecil yang
terdapat di bawah tempat duduk di haluan.
Semua memandang ke dalam lemari itu. Ternyata penuh berisi kaleng-kaleng
makanan. Isinya ada daging asap, daging asin, sardin, dan aneka jenis buahbuahan. Bahkan ada pula beberapa kaleng yang berisi sup.
"Aneh!" kata Philip. "Untuk apa Uma membekali perahu motor sekecil ini dengan
makanan yang begitu banyak" Rupanya kadang-kadang ia pergi cukup lama juga
sehingga memerlukan bekal. Itu berarti ia tidak mendatangi tempat yang
berdekatan dengan desa karena makanan kan bisa dibeli di desa-desa."
?"Aku tidak peduli kenapa ia membawa bekal," kata Dinah. "Yang penting, di sini
masih banyak yang tersisa untuk kita! Minuman juga ada ini, lihatlah! Sari
"limau, dan ini ada sari jeruk. Kurasa kita perlu mengencerkannya sedikit, dengan
air biasa." Tala menunjuk sebuah bejana kecil dengan anggukan kepalanya.
"Di situ ada air," katanya.
Tapi Tala salah sangka, karena ketika diperiksa bejana itu ternyata kosong. Jadi
jika anak-anak ingin minum, mereka terpaksa mengambil sari limau atau sari jeruk
yang kental. Di sebuah lemari kecil lainnya terdapat beberapa utas tali, begitu pula sentersenter yang terang sekali sinarnya, serta kait yang besar-besar dan kelihatannya
kuat. "Untuk apa kait-kait ini?" kata Lucy-Ann mengomentari dengan heran.
"Itu biasa dipakai untuk pendakian," kata Jack. "Tapi untuk apa Uma membawa-bawa
barang seperti itu?"
"Aku tahu! Untuk melakukan kegemarannya ilmu purbakala," kata Dinah. "Kalian
"masih ingat, kan" Jika ia hendak menjelajahi tempat-tempat kuno dan tersembunyi
di sekitar sini, kurasa ia memerlukan peralatan seperti ini. Ada lagi barang
lainnya yang menarik?"
"Beberapa buah sekop," kata Jack, "dan sebuah linggis kecil. Yah, jika Uma
memakai kegemarannya menyelidiki bangunan-bangunan kuno untuk menutupi kegiatan
sebenarnya yang melanggar hukum, harus kukatakan bahwa penyamaran itu
dilakukannya dengan serius sekali. Lihatlah di sini juga ada buku-buku tentang
"ilmu purbakala."
Dikeluarkannya buku-buku itu. Di antaranya ada yang baru, tapi ada juga yang
sudah tua. Semua menampakkan tanda-tanda sering dibaca, karena pada halamanhalaman tertentu ada catatan pinggir yang ditulis dengan huruf kecil-kecil.
"Nanti kalau sudah makan, akan kuteliti isi buku-buku ini!" kata Jack. "Saat ini
aku lebih mementingkan mengisi perut dulu. Aku sudah lapar!"
Begitu pula halnya dengan yang lain-lain. Mereka menemukan dua buah alat pembuka
kaleng, tergantung pada paku yang tertancap pada sisi dalam lemari. Jack
langsung mengantungi satu di antaranya, untuk mengamankan. Kemudian mereka
membuka sebuah kaleng daging asap serta dua kaleng nenas. Menurut mereka, kedua
makanan itu cocok jika dimakan bersama-sama. Setelah makan mereka meneguk air
nenas. Tapi mereka masih saja merasa haus.
"Kita isi saja bejana air ini," kata Philip sambil memandang ke dalamnya.
"Kelihatannya bersih."
"Tala dan Oola mengambil air ke desa terdekat," kata Tala mengusulkan. "Dan juga
roti." "Setuju. Tapi kita perlu memastikan dulu bahwa desa itu bukan Wooti, sebelum
kita datang ke sana," kata Jack. "Aduh coba lihat Kiki! Itu potongan nenas "kelima yang dimakannya. Enak, Kiki?"
Kiki menelan potongan itu, lalu terbang menghampiri kaleng. Tapi isinya sudah
tidak ada lagi, sudah habis dimakan. Kiki meneriakkan kekecewaannya.
"Kosong melompong!" ocehnya menyanyi-nyanyi. "Kosong melompong. Panggil dokter!"
"Burung konyol," kata Jack. "Nah, bagaimana, Tala" Sudah siap untuk berangkat"
Nanti berhentilah di desa yang kelihatannya aman."
Tala melepaskan tali penambat perahu, lalu menghidupkan mesin. Mereka berangkat.
Haluan diarahkan ke tengah sungai. Sementara itu sinar matahari sudah
menghangatkan lingkungan. Semua merasa riang walau masih juga dihantui
"kecemasan, memikirkan nasib Bill dan istrinya.
Kemudian mereka menghampiri sebuah desa, yang pondok-pondoknya dibangun sampai
ke tepi air. Anak-anak di situ langsung datang berlari-lari, untuk melihat
perahu yang datang. Tala mengarahkan haluan ke tepi, di mana terdapat pangkalan
yang kecil untuk tempat sandar perahu. ia berbicara sebentar dengan seorang anak
laki-laki di situ. Suaranya cepat sekali. Kemudian ia menoleh ke arah anak-anak
yang ada di dalam perahu.
"Katanya, ini desa Hoa. Wooti masih jauh lagi, ke hilir. Dua sampai tiga jam
lagi. Katanya, ia akan mengambilkan air dalam kantung, serta roti. Ya?"
"Baik!" kata Jack. "Sementara itu kami akan turun ke darat, untuk melemaskan
kaki. Kau dan Oola memeriksa keadaan air itu. Harus diambil langsung dari sumur.
Kau sendiri yang mengambilnya, Tala. Yuk, kita jalan-jalan sebentar. Tempat ini
kelihatannya aman. Tapi walau begitu, kita jangan terlalu jauh dari perahu!"
Bab 19, SUNGAI YANG ANEH Enak rasanya bisa berjalan-jalan sebentar, melemaskan otot-otot kaki. Seperti
biasa Kiki bertengger di bahu Jack. Anak-anak desa sangat tertarik melihatnya.
Mereka mengerumuni dengan suara ribut, sambil menunjuk-nunjuk. Philip menjaga
jangan sampai ular barguanya ke luar. ia tahu, begitu ular itu menyembulkan
kepala dari balik kemeja, anak-anak itu pasti akan langsung pontang-panting,
lari ketakutan! Untungnya, Tala dan Oola menemukan dua ember besar dalam perahu. Ember-ember itu
kemudian dipakai untuk mengambil air. Itu melegakan perasaan anak-anak, karena
mereka tidak suka minum air yang disimpan di dalam kantung-kantung yang terbuat
dari kulit binatang, seperti yang biasa nampak dibawa penduduk setempat.
Lama juga Tala dan Oola pergi mengambil air. Anak-anak mulai gelisah.
"Kenapa mereka belum datang-datang juga, ya?" kata Jack. "Mudah-mudahan saja
tidak terjadi apa-apa dengan mereka. Kalau Tala tidak ada, kita bisa repot."
Tapi akhirnya mereka kembali juga, masing-masing menjinjing ember berat yang
penuh berisi air. Sedang roti yang dibungkus mereka panggul di bahu.
'Lama sekali kau pergi, Tala," kata Jack dengan nada mengomeli.
"ia mengobrol terus," kata Oola. "Oola ingin cepat-cepat kembali, tapi Tala
bicara terus." Tala menatap anak itu dengan mata dipelotot-kan. Setelah itu ia meluruskan
tegaknya. "Ya, Tala tadi bicara tapi bukan mengobrol! Banyak yang berhasil diketahui Tala."Semua orang kenal Uma. ia menggali. Banyak sekali menggali. Kata orang-orang
tadi, Uma tahu tempat harta yang banyak. Banyak sekali emas!"
Jack tertawa. "Kau tadi mengobrol, Tala," katanya. "Uma memang sengaja membuat orang mengira
bahwa ia sibuk menggali benda-benda kuno yang sudah lama lenyap. Tapi bukan itu
kegiatannya yang sebenarnya. Ada sesuatu yang disembunyikannya dan aku ingin
"tahu, apa itu!"
"Uma menyembunyikan sesuatu?" kata Tala. ia tidak memahami maksud Jack. "Apa
itu" Senjata, ya?"
"Ah, sudahlah!" tukas Philip tidak sabar. "Kita tuangkan air dulu, ke dalam
bejana. Aku sudah kepingin minum air jeruk, karena sudah haus sekali."
Semua juga merasa haus. Ketika air dari kedua ember dituangkan ke dalam bejana,
Jack melakukan penaksiran. Kelihatannya tidak banyak, jika untuk mereka berenam!
"Yuk, kita terus," katanya pada Tala. "Dua jam lagi kita sudah boleh berjagajaga jika Wooti letaknya benar dua sampai tiga jam dari sini."
"Tala menghidupkan mesin, lalu mereka melanjutkan perjalanan. Setelah melewati
beberapa desa kecil, kemudian mereka menghampiri desa lain, yang nampaknya agak
besar. Itukah Wooti" Jack memandang jam tangannya. Tidak mungkin karena
"perjalanan mereka baru satu setengah jam. Sedang Tala tadi mendapat keterangan
bahwa Wooti letaknya dua sampai tiga jam ke hilir.
"Kita singgah?" tanya Tala. "Tala menanyakan nama desa itu?"
"Tidak usah, karena tidak mungkin itu sudah Wooti," kata Jack. Perjalanan
diteruskan. Tahu-tahu sungai menjadi sangat lebar! Anak-anak tercengang, melihat
kedua tepinya semakin menjauh. Sungai itu seakan-akan menjelma menjadi danau!
"Astaga! Jika masih tambah melebar, nanti kedua tepinya tidak kelihatan lagi!"
kata Dinah. Lucy-Ann memandang dengan mulut ternganga.
"Jack," katanya dengan cemas, "kita kita kan belum sampai di laut, ya?"
"Semua tertawa mendengar pertanyaan itu. Bahkan Tala pun ikut tersenyum. Wajah
Lucy-Ann menjadi merah, karena malu. Jack menepuk bahu adiknya.
"Ya kelihatannya memang begitu, seakan-akan kita sekarang ada di tengah laut!
"Tapi kurasa nanti sungai akan menyempit kembali. Mungkin dasar di sini sangat
dangkal, sehingga aliran sungai melebar."
Philip memanggil Tala. "Lebih baik kita menyusuri salah satu tepinya, Tala! Kalau tidak, nanti kita
kehilangan arah. Tepi sebelah kanan sudah nyaris tidak kelihatan lagi sekarang!"
Tala mengarahkan haluan perahu ke tepi sebelah kiri. yang juga sudah lumayan
jauhnya. "Coba kita punya peta sungai daerah ini," kata Jack. "Itu, seperti yang dimiliki
Bill. Ingat tidak" Pada peta itu tertera semua desa. Jadi pasti tertera pula
desa Wooti di situ, serta apa yang terjadi dengan sungai di tempat ini.
Maksudku, kenapa tahu-tahu menjadi begini lebar, dan di mana akan menyempit
kembali." Sementara itu perahu sudah menelusuri tepi sebelah kiri, dan tidak lagi berlayar
di tengah-tengah. Tepi seberang tidak kelihatan. Air membentang luas sekali ke
sebelah kanan. Anak-anak mendapat kesan seolah-olah mereka ada di pinggir laut,
dan berlayar menyusur pantai. Persis seperti dikatakan Lucy-Ann tadi.
Tala merasa heran, dan juga agak takut.
"Sungai sangat lebar di sini," katanya dalam bahasa setempat pada Oola. "Kita
takkan bisa melihat Wooti, jika letaknya di seberang sana."
Kemungkinan itu juga melintas pikiran Philip. Ditariknya lengan Jack.
"He, Jack! Bagaimana jika Wooti terletak di seberang sana" Kita bisa melewatinya
begitu saja, tanpa menyadarinya!"
"Wah, betul juga katamu," kata Jack. "Tepinya saja tidak kelihatan, apalagi
desa-desa yang ada di sana! Yah begini sajalah nanti kita mampir sebentar di " "desa berikut. Lalu kita suruh Tala bertanya di situ, tentang Wooti. Kalau
ternyata memang di tepi sebelah sana, kita akan menyeberang dan mencarinya!
Mudah-mudahan saja selama ini belum kita lewati."
Seisi perahu mengamat-amati tepi sungai, mencari desa yang berikut. Tapi semak
belukar tumbuh dengan rapat sampai ke tepi air, sehingga kalaupun ada desa di
belakangnya, mereka takkan mungkin bisa melihatnya. Ketika satu jam sudah
berlalu tanpa melihat desa, anak-anak mulai gelisah.
"Coba kita membawa peta," keluh Jack. "Uma sialan kenapa perahu ini tidak
"dilengkapi dengan peta! Coba ada, kan bisa lebih enak bagi kita. Eh, aku
"melihat sesuatu di sebelah kanan ya, itu tepi kanan, sudah mulai kelihatan
"lagi!" Di seberang kanan memang mulai nampak garis berwarna kecoklatan. Garis itu
dengan cepat bertambah besar kelihatannya. Itu tentu saja berarti bahwa alur
sungai kembali menyempit. Bahkan begitu menyempit, sehingga tepi kiri dan kanan
menjadi sangat berdekatan. Jauh lebih dekat daripada yang pernah dilewati
sebelumnya. "Ini aneh!" kata Philip dengan tiba-tiba. "Kita kan berlayar menghilir.
Nah sungai biasanya kan kalau tidak selalu sama lebarnya dalam perjalanan menuju
"laut, mestinya menjadi semakin lebar. Dan tempat yang paling lebar, umumnya
tempat sungai itu bermuara di laut."
Jack menatapnya sesaat. "Ya, memang," katanya kemudian. "Kalau begitu kenapa sungai ini dengan tiba-tiba
"saja menjadi begini sempit" Padahal sebelumnya begitu lebar! Aku tahu pasti,
kita saat ini masih jauh dari laut. Jadi kenapa tadi begitu melebar dan sekarang
"tahu-tahu menyempit kembali?"
"Mungkin tadi bercabang-cabang, menjadi dua aliran atau bahkan lebih!" kata
"Philip. "Dan kita sekarang memasuki cabang yang sangat sempit. Cuma itu saja
penjelasan yang bisa kubayangkan."
"Tala! Coba hentikan perahu sebentar," kata Jack. "Kita perlu berembuk dulu."
Tala menghentikan perahu dengan lega. ia sementara itu sudah sangat gelisah.
Apakah yang terjadi dengan sungai itu" Mana desa yang bernama Wooti" Apakah yang
sebaiknya mereka lakukan sekarang"
Mereka berembuk di tengah-tengah perahu. Percakapan mereka sangat serius,
sehingga Kiki tidak berani mengganggu.
"Menurutmu, apakah yang sebenarnya terjadi, Tala" Apa sebabnya sungai tahu-tahu
menyempit" Mungkinkah karena di belakang sana bercabang-cabang, menjadi dua atau
tiga sungai yang lebih kecil?" tanya Jack.
"Tala tidak tahu. Tala takut," kata yang ditanya. "Tala bilang, kita kembali
saja. Sungai ini sekarang tidak baik."
"Kata-katamu itu tidak banyak gunanya bagi kita, Tala," kata Philip. "Kita
rupanya tanpa sadari sudah melewati Wooti. Kurasa letaknya pasti di tepi sebelah
kanan dan kita tidak bisa melihatnya, karena terlalu jauh. Sialan! Gawat juga "keadaan ini."
"Kita terus saja," kata Dinah mengusulkan. "Nanti kan pasti akan sampai di salah
satu tempat. Harus begitu!"
Jack memandang ke tepi kiri, lalu pindah ke tepi kanan.
"Kelihatannya serba sunyi," katanya. "Cuma beberapa batang pohon serta semak
"belukar yang bulukan dan selebihnya hanya bukit-bukit pasir melulu! Yah kita
Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
" "teruskan saja perjalanan selama setengah jam lagi. Jika sampai saat itu kita
tidak menjumpai apa-apa desa, atau tempat apa saja di mana kita bisa mampir
"untuk bertanya, lebih baik kita kembali dengan menelusuri tepi sebelah kanan.
"Mungkin dengan begitu kita akan bisa menjumpai Wooti."
"Tala bilang, kita kembali sekarang," kata Tala berkeras. Sungai ini sekarang
"jahat. Airnya dalam sekali. Lihatlah!" Tala berdiri, lalu menunjuk ke air di
tepi perahu. "Dalamnya tidak bisa kautaksir dengan melihat saja," kata Jack. Diperhatikannya
air sungai yang tidak lagi jernih, melainkan berlumpur.
'Tala tahu. Perahu lewat di air dalam, bunyinya lain," kata Tala sambil
cemberut. "Sungai sekarang jahat."
"Begini sajalah. Kita terus berlayar di sungai jahat, selama setengah jam lagi,"
kata Philip dengan tegas. "Kalau selama itu kita belum juga menjumpai desa, kita
akan kembali. Hidupkan mesin, Tala!"
Tapi Tala tidak mau. ia tetap berdiri, dengan sikap membangkang. Perasaan Jack
dan Philip langsung menjadi kecut. Bagaimana kalau Tala tetap berkeras pada saat
sepenting itu" Mereka harus tetap berkeras! Sebab kalau mengalah, jangan-jangan
keputusan lain-lain yang selanjutnya akan tidak dipedulikan pula oleh orang itu.
"Ini perintah, Tala! Kau harus menurut," kata Philip dengan galak, menirukan
gaya Bill berbicara. Tapi Tala tetap diam, dengan sikap membangkang.
Tahu-tahu terdengar bunyi mesin perahu dihidupkan. Semua tercengang, lalu
menoleh ke arah situ, sementara tubuh perahu bergetar keras, lalu melesat maju.
Para penumpang berjatuhan karena gerakan yang tiba-tiba itu.
Dari arah buritan terdengar suara Oola. "Oola patuh pada Tuan! Oola yang
menjalankan perahu!"
Tala berdiri dengan cepat, sambil berteriak marah. Diserbunya Oola, lalu
dihujaninya dengan pukulan. Roda kemudi direbutnya. Tala meneriakkan serentetan
kata yang tidak jelas pada Oola yang nyengir. Lalu, sementara air mukanya masih
nampak marah, Tala mengemudikan perahu, menghiliri sungai.
Oola cepat-cepat berdiri lagi. ia seakan-akan tidak merasakan hujan pukulan Tala
tadi. ia tersenyum lebar.
"Oola membuat Tala menurut kata Tuan!" katanya, ia senang sekali, melihat anakanak memandangnya sambil nyengir.
"Hebat, Oola," kata Philip. "Tapi jangan sering-sering kaulakukan. Kami tadi
kaget setengah mati!"
Bab 20, APAKAH YANG TERJADI SEKARANG"
Tala menjalankan perahu dengan laju, untuk menunjukkan bahwa ia masih marah.
Philip memanggilnya. "Jangan terlalu cepat, Tala!"
Tala memperlambat perahu, rupanya karena khawatir kalau Oola nanti datang untuk
menunjukkan cara menjalankan perahu dengan lambat. Perahu meluncur terus di
antara kedua tepi sungai, yang kelihatannya masih terus menyempit. Kemudian
kedua tepi itu juga semakin tinggi!
"Wah kita sekarang seakan-akan berlayar di antara dua tebing," kata Jack dengan "heran. "Jangan terlalu cepat, Tala!"
"Tala tidak cepat!" seru orang itu. ia kelihatannya bingung. "Sungai yang cepat!
Cepat sekali! Perahu diseret arus. Tala matikan mesin nanti lihat sendiri!"
Mesin perahu dimatikan olehnya. Ternyata benar katanya tadi! Arus sungai deras
sekali, menyeret perahu ke hilir!
Anak-anak mulai takut, melihat tebing di kiri-kanan semakin menjulang ke atas.
"Kita berada dalam semacam ngarai," kata Philip. "Ngarai yang menurun dasarnya,
sehingga air mengalir dengan deras. Hentikan perahu, Tala! Keadaan kita
berbahaya sekarang!"
"Tala tidak bisa!" balas orang itu dengan segera. "Perahu meluncur terus, dibawa
arus!" "Aduh, benar!" kata Jack. "Bagaimana caranya agar kita bisa berhenti" Dan kalau
mau berhenti, di mana" Hanya tebing tinggi saja yang ada di kiri-kanan. Tidak
ada tempat untuk berhenti! Perahu bisa pecah membentur tebing, jika haluannya
tidak dijaga tetap lurus mengikuti arus."
Dinah dan Lucy-Ann sudah pucat. Kiki ketakutan, lalu menyembunyikan kepala di
bawah sayap. Jack dan Philip mendongak, memandang tepi atas tebing di kedua
sisi. Ya tebing-tebing sudah sangat tinggi, sehingga langit hanya nampak berupa
"sejalur saja, jauh di atas kepala. Pantas kini gelap di perahu.
Air sungai sudah tidak licin lagi permukaannya, tapi bergolak dan berbuih-buih.
"Karena mengalir lewat aluran batu yang menurun arahnya," kata Jack
mengomentari, ia terpaksa berbicara dengan suara dinyaringkan, agar tidak
dikalahkan oleh deru air yang mengalir.
"Rupanya kita menuju ke dalam bumi," kata Philip sambil menatap ke arah depan.
Tiba-tiba ia terkejut. "Jack coba dengar! Bunyi apa itu?"
"Semua yang di perahu memasang telinga, wajah Tala berubah, nampak memucat.
"Air jatuh, air jatuh ke bawah!" teriaknya mengalahkan deru sungai. Jack
ketakutan. Dipegangnya Philip erat-erat.
"Katanya benar kita menuju ke suatu air terjun! Air terjun yang besar di bawah "tanah! Kita pasti sudah jauh masuk ke dalam tanah, kalau melihat betapa gelapnya
di sini. Aduh, bagaimana jika perahu terjungkir ke dasar air terjun itu nanti"
Pasti akan pecah berantakan. Mendengar bunyinya, air terjun itu besar sekali!"
Bunyi menderu semakin membahana, dan akhirnya seakan memenuhi ngarai batu itu.
Dinah dan Lucy-Ann menutupi telinga dengan tangan yang ditekankan rapat-rapat.
Belum pernah rasanya mereka mendengar bunyi sedahsyat itu!
Tala juga ketakutan. Tapi kemudi perahu tetap dipegangnya, untuk menjaga agar
jangan sampai terbentur ke batu yang ada di kanan-kiri. Tiba-tiba ia menjerit.
"Kita sampai di air menerjun!"
Anak-anak tidak bisa mendengar apa-apa lagi sekarang, kecuali deru air terjun
yang ada di depan mereka. Mereka juga tidak bisa melihat apa-apa agi, karena
tebing pada kedua sisi sangat tinggi. Mereka hanya bisa saling berpegangan, atau
mencengkeram tempat duduk.
Tiba-tiba perahu terdorong dengan keras ke kiri, nyaris terbalik, terombangambing sebentar, ia lu kandas dengan tiba-tiba! Bunyi air terjun masih terus
menyelubungi. Tapi kedengarannya tidak lagi senyaring tadi. Apakah yang telah
terjadi" Dengan tampang lesi karena ngeri, anak-anak memandang berkeliling.
Mereka tidak bisa melihat apa-apa, karena tempat itu gelap gulita. Philip merasa
ada sepasang tangan memegang kedua lututnya. Pasti itu Oola, yang duduk di dekat
kakinya. "Tuan tidak apa-apa?" tanya anak kecil itu dengan suara mengalahkan deru air.
"Ya, Oola," kata Philip. Didengarnya bahwa suaranya gemetar. "Kalian tidak apaapa, Dinah dan Lucy-Ann?"
"Ya," jawab kedua anak perempuan itu. Tapi hanya itu saja yang bisa mereka
katakan. Keduanya masih saling berpelukan.
"Aku juga selamat," kata Jack. Suaranya terdengar riang. "He, Tala! Kau
bagaimana?" Anak-anak mendengar suara orang mengerang. Erangan sedih. Jack beringsut-ingsut
sambil meraba-raba, menuju ke tempat Tala.
"Kau cedera?" tanyanya sambil meraba-raba tubuh orang itu. ia mengambil senter
yang ada di dalam kantungnya, lalu menyalakannya. Tala masih ada di belakang
kemudi, ia tertunduk, dengan kepala ditutupi dengan kedua belah tangan, ia
rupanya yang mengerang-erang. Jack melihat bahwa orang itu tidak luka.
Diguncang-guncangnya Tala. Akhirnya orang itu mendongak. Rupanya ia menangis.
"Kau cedera!" teriak Jack. Dikiranya Tala dengan tiba-tiba menjadi tuli.
Tala nampak seolah-olah baru saat itu sadar, ia terkejap-kejap menatap senter,
lalu menghapus air matanya, ia meraba-raba tubuhnya sendiri, dengan hati-hati
sekali. "Tala tidak luka," katanya kemudian. "Tala tidak apa-apa."
Jack menyorotkan senternya berkeliling, untuk melihat di mana mereka terdampar.
Ternyata di semacam telaga kecil yang tenang, dikelilingi dinding batu. Aneh!
Bagaimana mereka sampai bisa tahu-tahu ada di situ padahal tadi kan sedang
"terseret arus deras, menuju air terjun" ia kembali ke tempat anak-anak, yang
sementara itu sudah pulih dari kekagetan mereka.
"Untuk sementara kita nampaknya selamat," kata Jack dengan suara masih tetap
riang. "Kurasa sebaiknya kita makan saja dulu. Kalau perut sudah terisi,
perasaan kita juga akan lebih enak. Mana Kiki?" ?"Dalam lemari itu," kata Dinah. "Baru saja kudengar dia berteriak dengan suara
pelan. Kedengarannya sedih."
Jack mengarahkan sorotan senternya ke lemari itu. Pintunya agak terbuka sedikit,
karena terdorong kaleng-kaleng yang rupanya tadi berjatuhan. Kiki mengamankan
diri ke situ, menjauhi bunyi deru air.
"Kiki! Kau sudah bisa ke luar sekarang," seru Jack memanggil. Burung kakaktua
itu berjalan melenggang-lenggok ke luar. Jambulnya terkulai, ia kelihatan sangat
tua saat itu, berjalan terbungkuk-bungkuk, dan nampaknya sedih sekali. Tubuh
Jack dipanjatnya, seolah-olah tidak bisa terbang lagi. Akhirnya ia sampai di
bahu tuannya, lalu bertengger di situ sambil mengomel-ngomel. Kiki marah, karena
merasa terganggu. "Keluarkan beberapa kaleng makanan, Di karena kau yang paling dekat ke lemari,"
"kata Jack. "Sudah, kau tidak perlu takut lagi, Lucy-Ann. Philip, coba kaunyalakan lentera
itu, ya! Itu biasanya dipasang di haluan, jadi mestinya terang sinarnya.
Cepatlah sedikit!" Untung Jack dengan segera mengambil pimpinan. Sikapnya yang riang menyebabkan
yang lain-lain dengan segera berbesar hati lagi termasuk Tala, yang selama
"beberapa waktu sebelumnya masih terdengar berkeluh-kesah. Beberapa saat kemudian
semua sudah duduk sambil makan roti bersama-sama.
"Asyik, ya?" kata Jack sambil memandang semua yang sedang makan dan minum,
diterangi cahaya lentera.
Lucy-Ann memaksa diri tersenyum, walau saat itu ia sama sekali tidak merasa ada
yang asyik. "Jangan konyol!" tukas Philip. "Kita nikmati saja kesengsaraan kita. sebelum itu
kita katakan asyik! Wah aku rasanya seperti sedang bermimpi buruk. Ada yang
"tahu, apa sebetulnya yang telah terjadi?"
Tidak ada yang tahu. Kejadian itu rasanya benar-benar merupakan misteri. Tadi
mereka masih diseret arus deras menuju air terjun yang kedengarannya sangat
besar tapi tahu-tahu perahu melesat ke kiri ke tempat yang aman.
" ?"Ada apa, Tala?" tanya Jack dengan geli. "Kau kelihatannya seperti orang yang
kehilangan uang tembaga, tapi kemudian menemukan uang emas!"
Tala bingung mendengar kiasan itu.
"Tala tidak kehilangan uang," katanya.
"Ya, ya sudahlah!" kata Jack. "Kenapa kau nampaknya begitu senang?"
?"Tala orang berani. Tala menyelamatkan kita semua," kata Tala dengan wajah
berseri-seri. Anak-anak hanya bisa melongo mendengar kata-katanya itu. Apa
maksud Tala" Kedengarannya seolah-olah ia sudah agak sinting. Dan ia kelihatan
memang aneh saat itu, duduk diterangi cahaya lentera, dengan kepala teranggukangguk. "Aku tidak mengerti," kata Jack. "Kenapa kaukatakan, kau menyelamatkan kita
semua?" "Tala baru saja ingat lagi," kata Tala dengan wajah tetap berseri-seri. "Perahu
jalan cepat, cepat sekali bunyi ribut ada di depan air jatuh sudah dekat sekali!" "Tiba-tiba Tala melihat ada celah di dinding Tala membelokkan perahu " ia
" "menirukan bunyi benda besar terbentur-bentur, "perahu hampir terbalik. Sekarang
kita ada di sini!" "Tapi itu kan tidak mungkin, Tala! Mana mungkin kau melihat ada celah di dinding
tebing!" kata Jack kemudian, setelah selama beberapa saat menatap wajah Tala
sambil melongo, seperti yang dilakukan anak-anak yang lain.
"Ya, ya, betul," kata Oola yang duduk di dekat Philip. "Oola juga melihat lubang
besar! Lubang besar di dinding batu. Mata Oola bisa melihat dalam gelap. Tala
juga!" "Wah bukan main!" kata Philip. "Sedang aku tadi sama sekali tidak bisa melihat
"apa-apa. Tapi kurasa Tala memang mencari-cari celah di dinding tebing, dan pada
saat yang tepat, ia berhasil menemukannya. Matanya tajam sekali rupanya, seperti
mata kucing!" "Mata Tala bagus. Bagus sekali," kata Tala. ia merasa senang, karena perhatian
anak-anak terarah padanya. "Tala bisa melihat banyak sekali. Tala menyelamatkan
semua. Tala orang baik."
Suling Emas Dan Naga Siluman 16 Dewa Arak 19 Perjalanan Menantang Maut Istana Yang Suram 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama