Ceritasilat Novel Online

Orang Orang Sisilia 6

Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo Bagian 6


besok pagi. Mengenai Guiliano, kalau kau tidak bisa mengusahakan pengampunan
baginya sesudah dia melakukan tugasnya, akan kuatur agar dia menghilang. Ke
Amerika, mungkin, atau ke tempat lain di mana dia tidak bisa menyulitkan dirimu
lebih jauh." Jadi keduanya pun berpisah. Trezza si orang Sisilia, yang memilih mendukung
masyarakat, dan Don Croce, yang menganggap struktur dan hukum di Roma sebagai
iblis yang diturunkan ke dunia untuk memperbudak dirinya. Karena Don Croce
percaya pada kebebasan, kebebasan miliknya sendiri, yang tidak berutang apa pun
pada kekuatan mana pun, yang dimenangkan hanya melalui penghormatan yang
diperolehnya dari sesama orang Sisilia. Sial sekali, pikir Don Croce, nasib
mempertentangkan dirinya dengan Turi Guiliano, orang yang sangat sesuai dengan
keinginannya, dan bukan dengan menteri keparat ini.
Begitu tiba di Palermo, Don Croce memanggil Hector Adonis. Ia menceritakan
pertemuannya dengan Trezza dan persetujuan yang mereka capai. Lalu ia
menunjukkan duplikat rencana yang disusun pemerintah untuk perang menghadapi
Guiliano. Pria kecil itu tampak tertekan, dan memang ini yang diharapkan Don.
"Menteri berjanji padaku bahwa rencana-rencana ini
357 akan ditolaknya dan tidak akan pernah dilaksanakan," kata Don Croce. "Tapi putra
baptismu harus menggunakan semua kekuatannya untuk mempengaruhi pemilihan
mendatang. Dia harus tegas dan kuat dan tidak begitu mencemaskan orang miskin.
Dia harus memikirkan dirinya sendiri. Dia harus mengerti bahwa persekutuan
dengan Roma dan Menteri Kehakiman merupakan peluang. Trezza mengepalai seluruh
carabinieri, semua polisi, semua hakim. Mungkin suatu hari kelak dia menjadi
Perdana Menteri Italia. Kalau itu terjadi, Turi Guiliano bisa kembali ke tengah
keluarganya dan mungkin membangun karier politiknya sendiri. Orang-orang Sisilia
mencintainya. Tapi untuk saat ini dia harus memaafkan dan melupakan. Kuandalkan
dirimu untuk mempengaruhinya."
Hector Adonis berkata, "Tapi bagaimana dia bisa memercayai janji Roma" Turi
selalu berjuang demi kaum miskin. Dia tidak akan melakukan apa pun yang
bertentangan dengan kepentingan mereka."
Don Croce berkata tajam, "Jelas dia bukan Komunis. Atur pertemuan antara diriku
dan Guiliano. Akan kuyakinkan dirinya. Kami dua orang paling berkuasa di Sisilia
Kenapa kami tidak bisa bekerja sama" Dia pernah menolak, tapi waktu sudah
berubah. Sekarang ini akan menyelamatkan dirinya sekaligus kami. Komunis akan
menghancurkan kami berdua dengan kesenangan yang sama. Negara komunis tidak bisa
menerima pahlawan seperti Guiliano atau penjahat seperti diriku. Aku akan datang
menemuinya kapan pun dia mau. Dan beritahu dia, aku menjamin janji-janji Roma.
Kalau Demokrat Kristen memenangkan pemilihan yang akan datang, aku bertanggung
jawab atas pengampunannya. Kupertaruhkan nyawaku dan kehormat-anku."
Hector Adonis mengerti. Bahwa Don Croce bersedia menghadapi kemurkaan Guiliano
kalau janji-janji Menteri Trezza dilanggar.
"Boleh kubawa rencana-rencana ini untuk kutunjukkan pada Guiliano?" tanyanya.
Don Croce mempertimbangkannya sejenak. Ia tahu dirinya tidak akan pernah melihat
rencana-rencana itu lagi dan dengan menyerahkannya kepada Guiliano, berarti ia
memberi Guiliano senjata ampuh untuk masa depannya. Ia tersenyum kepada Hector
Adonis. "Profesor yang baik," katanya, "tentu saja kau boleh membawanya."
Saat menunggu kedatangan Hector Adonis, Turi Guiliano mempertimbangkan
tindakannya selanjurnya. Ia mengerti pemilihan dan kemenangan partai-partai
sayap kiri akan memaksa Don Croce meminta bantuannya.
Selama hampir empat tahun, Guiliano membagikan ratusan juta lira dan makanan
kepada orang miskin di Sisilia yang menjadi wilayahnya, tapi ia baru bisa
membantu mereka dengan meraih semacam kekuasaan.
Buku-buku ekonomi dan politik yang diberikan Adonis kepadanya untuk dibaca telah
membuatnya terganggu. Arah sejarah menunjukkan partai-partai sayap kiri
merupakan satu-satunya harapan bagi orang miskin di negara mana pun kecuali
Amerika. Kendati begitu, ia tidak bisa berpihak pada mereka. Ia membenci khotbah
mereka yang menentang Gereja dan penghinaan mereka terhadap ikatan kekeluargaan
yang telah menjadi ciri khas orang Sisilia sejak abad pertengahan. Dan ia tahu
pemerintahan Sosialis akan berusaha keras menyingkirkan dirinya dari
pegunungannya lebih daripada usaha Demokrat Kristen.
Saat itu sudah malam, dan Guiliano mengawasi api-api unggun anak buahnya
menyebar hingga ke bawah pegunungan. Dari tebing memandang ke Montelepre di
bawahnya, ia sesekali mendengar potongan-potongan musik yang melantun dari
pengeras suara di alun-alun desa, musik dari Palermo. Ia bisa melihat kota
sebagai pola geometris cahaya yang membentuk lingkaran yang hampir sempurna.
Sesaat ia berpikir, sesudah Adonis datang dan menyelesaikan urusan mereka, ia
akan menemani bapak baptisnya menuruni pegunungan dan mengunjungi orangtuanya
dan La Venera. Ia tidak takut melakukannya. Setelah tiga tahun, ia mengendalikan
sepenuhnya pergerakan di provinsi. Detasemen carabinieri di kota diawasi ketat,
lagi pula ia akan membawa cukup banyak anggota kelompoknya untuk membantai
mereka kalau mereka berani mendekati rumah ibunya. Ia sekarang memiliki
pendukung bersenjata yang tinggal di Via Belia.
Ketika Adonis tiba, Turi Guiliano mengajaknya ke gua besar tempat meja dan
kursi-kursi, dan diterangi lampu-lampu baterai Angkatan Darat Amerika. Hector
Adonis memeluknya dan memberikan kantong kecil berisi buku-buku yang diterima
Turi penuh terima kasih. Adonis juga memberinya tas atase berisi kertas-kertas.
"Menurutku kau akan menganggap kertas-kertas ini menarik. Kau harus segera
membacanya." Guiliano membentangkan kertas-kertas itu di meja kayu. Isinya perintah yang
ditandatangani Menteri Trezza, mengesahkan pengiriman seribu carabinieri lagi dari daratan induk ke
Sisilia, untuk menghadapi bandit-bandit Guiliano. Juga ada rencana yang disusun
Kepala Staf angkatan bersenjata. Guiliano mempelajarinya penuh minat. Ia tidak
takut; ia hanya perlu pindah lebih jauh ke dalam pegunungan, tapi peringatan
dini ini tiba tepat pada waktunya.
i "Siapa yang memberikan ini padamu?" tanyanya kepada Adonis.
"Don Croce," sahut Adonis. "Dia mendapatkannya dari Menteri Trezza sendiri."
Turi tampak tidak terkejut sebagaimana seharusnya begitu mendengar berita itu.
Malahan, ia tersenyum tipis.
"Apa ini seharusnya membuatku takut?" tanya Guiliano. "Pegunungan sangat luas.
Semua orang yang mereka kirim bisa ditelan dan aku akan bersiul-siul sendiri
hingga terlelap di bawah pohon."
"Don Croce ingin bertemu denganmu. Dia akan datang ke tempat mana pun yang
kauinginkan," jelas Adonis. "Rencana-rencana ini merupakan simbol niat baiknya.
Ada penawaran yang ingin diajukannya"
Turi berkata, "Dan kau, bapak baptisku, apa kau menyarankan aku menemui Don
Croce?" Ia mengawasi Hector tajam.
"Ya," jawab Adonis.
Turi Guiliano mengangguk. "Kalau begitu kami akan bertemu di rumahmu, di
Montelepre'. Apa kau yakin Don Croce akan mengambil risiko itu?"
Adonis berkata serius, "Kenapa tidak" Aku berjanji dia akan baik-baik saja. Dan
aku mendapat janjimu yang lebih kupercayai daripada apa pun di dunia ini."
Guiliano meraih tangan Hector Adonis. "Sebagaimana aku memercayai janjimu,"
katanya. "Terima kasih untuk rencana-rencana ini dan terima kasih untuk bukubuku yang kaubawakan. Kau mau membantuku dengan salah satunya malam ini sebelum
kau pergi?" "Tentu saja," kata Hector Adonis. Dan sepanjang sisa malam, dengan suara
profesionalnya yang memesona, ia menjelaskan paragraf-paragraf sulit dalam bukubuku yang dibawanya. Guiliano mendengarkan dengan penuh perhatian dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan. Seakan keduanya kepala sekolah dan murid, seperti mereka
dulu bertahun-tahun'lalu.
Pada malam itulah Adonis menyarankan Guiliano menulis Wasiat. Dokumen yang akan
mencatat segala sesuatu yang menimpa kelompoknya, yang akan memerinci perjanjian
rahasia apa pun yang dibuat Guiliano dengan Don Croce dan Menteri Trezza.
Dokumen itu bisa menjadi perlindungan yang hebat.
Guiliano seketika bersemangat. Bahkan kalau dokumen itu tidak memiliki kekuatan,
bahkan kalau dokumen itu hilang, ia bermimpi mungkin seratus tahun lagi ada
pemberontak yang menemukannya. Sebagaimana ia dan Pisciotta menemukan tulangbelulang gajah HannibaL Bab 19 PERTEMUAN bersejarah itu berlangsung dua hari kemudian. Dan dalam waktu
sesingkat itu Montelepre bagai meledak oleh isu Don Croce Malo yang agung akan
datang, dengan hormat, untuk menemui pahlawan besar mereka, Turi Guiliano.
Bagaimana rahasia ini tersebar, tidak diketahui. Mungkin karena Guiliano
melakukan penjagaan luar biasa untuk pertemuan terseGut. Pasukan patrolinya
menempati posisi untuk menutup jalan ke Palermo, dan hampir lima puluh anak
buahnya yang berhubungan darah dengan penduduk di Montelepre mengunjungi kerabat
mereka dan menginap di sana.
Passatempo dikirim bersama anak-buahnya untuk memblokir Barak Bellampo dan
melumpuhkan carabinieri kalau mereka berkeliaran berpatroli. Anak buah Terranova
mengendalikan jalan dari Castellammare dan Trapani. Kopral Canio Silvestro
bertengger di atap bersama lima penembak terbaiknya dan sepuguk senapan mesin
besar disamarkan di balik bingkai bambu pengering tomat sebelum dijadikan pasta,
yang banyak digunakan keluarga-keluarga di Montelepre.
Don Croce tiba senja hari mengendarai Alfa Romeo besar yang diparkir di depan
rumah Hector Adonis. Ia datang bersama adiknya, Pater Benjamino, dan dua pengawal bersenjata yang
tetap berada di mobil bersama sopir. Hector Adonis menunggu mereka di pinta,
pakaiannya bahkan lebih anggun daripada biasanya dalam setelan kelabu buatan
London dan dasi merah bergaris-garis hitam pada kemeja putihnya yang mengilap.
Ia tampak sangat kontras dibandingkan Don, yang tampil lebih serampangan
daripada biasanya, sosok besarnya terbungkus celana panjang yang menyebabkannya
tampak seperti bebek raksasa berjalan, kemejanya, tanpa kerah dan tidak
terkancing pada bagian leher, dan jaket hitam tebal yang bahkan tidak bisa
menutup di bagian depan, jadi kau bisa melihat suspender putihnya yang
sederhana, satu inci lebarnya, menahan celana panjangnya. Sepatunya lebih tepat
disebut sandal tipis. Pater Benjamino mengenakan pakaian keagamaannya dan topi hitam berdebunya yang
biasa, yang berhentak mirip panci bulat Ia memberkati rumah itu sebelum
memasukinya, membuat tanda salib dan menggumamkan berkat
Hector Adonis memiliki rumah terbaik di Montelepre dan merasa bangga karenanya.
Perabotannya dari Prancis dan lukisan-lukisannya dibeli hati-hati dari para
seniman Italia yang hidup pas-pasan. Piring makannya dari Jerman dan pelayan
rumahnya wanita Italia paro baya yang dilatih di Inggris sebelum perang. Si
pelayan menyajikan kopi untuk mereka sementara ketiga pria itu duduk di ruang
tamu menanti kedatangan Guiliano.
Don Croce merasa aman sepenuhnya. Ia tahu Guiliano tidak akan mempermalukan
bapak baptisnya dengan mengingkari janjinya sendiri. Don merasa sangat bersemangat. Kini ia akan
bertemu dan menilai sendiri kebesaran sejati sang bintang yang tengah menanjak
ini. Meski begitu ia agak terkejut menyadari Guiliano menyelinap ke dalam rumah
tanpa suara. Tidak terdengar suara apa pun di jalan yang terbuat dari batu-batu
bulat. tidak terdengar suara pintu dibuka atau ditutup. Mendadak Guiliano telah
berdiri di koridor yang menuju ruang makan. Don Croce tersentak melihat
ketampanannya. Kehidupan di pegunungan telah memperlebar dadanya dan merampingkan wajahnya.
Bentuk wajahnya masih oval tapi pipi-pipinya lebih kurus, dagunya lebih runcing.
Matanya bagai mata patung, cokelat keemasan dengan lingkaran keperakan yang
aneh, yang seolah menempelkan bola mata Guiliano ke lubangnya. Pakaiannya pun
mempertegas ketampanannya celana panjang katun tebal, kemeja putih yang baru ?dicuci dan disetrika. Ia mengenakan jaket berburu longgar dari beludru
kemerahan, di baliknya terdapat pistol otomatis yang selalu dibawanya. Di atas
semua itu ia tampak begitu belia, tidak lebih dari remaja, walaupun berusia 24
tahun. Bisakah bocah seperti ini menentang Roma, mengalahkan Friends of the Friends,
memicu pengabdian dalam diri Andolini yang penuh nafsu membunuh, mengendalikan
kebrutalan Passatempo, menaklukkan seperempat Sisilia dan cinta penduduk seluruh
pulau ini" Don Croce tahu Guiliano luar biasa berani, tapi Sisilia dipenuhi
manusia pemberani yang mati muda, korban pengkhianatan.
Dan bahkan sementara Don Croce masih meragukan
dirinya, Turi Guiliano mengambil tindakan yang menyenangkan hati Don dan kembali
meyakinkannya bahwa keputusannya menjadikan bocah ini sekutunya merupakan
keputusan yang benar. Ia masuk ke dalam ruangan dan langsung mendekati Don Croce
seraya berkata, "Bacio tua mano"
Itu sapaan tradisional petani Sisilia terhadap orang yang jabatannya lebih
tinggi, seperti pendeta, man tanah, atau bangsawan. Artinya "Kucium tanganmu."
Dan senyum riang merekah di wajah Guiliano. Tapi Don Croce tahu pasti kenapa
Guiliano mengatakannya. Sapaan itu bukan untuk menunjukkan kepatuhannya kepada
Don atau bahkan penghormatan terhadap usianya. Guiliano mengatakannya karena Don
telah menyerahkan dirinya ke dalam kekuasaan Guiliano dan Guiliano menunjukkan
penghormatan terhadap kepercayaan itu. Don Croce bangkit perlahan-lahan, pipi-"
pipinya yang tembam menjadi semakin gelap karena upayanya. Ia memeluk Guiliano.
Pemuda ini mulia dan ia ingin menunjukkan perasaan sayangnya. Saat melakukannya
ia bisa melihat wajah Hector Adonis yang tersenyum bangga putra baptisnya ?menunjukkan dirinya sebagai kesatria' sejati.
Pisciotta muncul di lorong dan mengawasi adegan tersebut diiringi senyum kecil
merekah di wajah seriusnya. Ketampanannya juga luar biasa tapi sangat kontras
dengan Guiliano. Penyakit paru-parunya menguruskan tubuh dan wajahnya. Tulangtulang wajahnya bagai hendak mencuat keluar dari balik kulit zaitunnya.
Rambutnya disisir hati-hati dan hitam mengilap sementara rambut Guiliano yang
cokelat dipotong sangat pendek
Sedangkan Turi Guiliano, ia semula menduga akan mengejutkan Don dengan sapaannya
dan justru terkejut oleh pemahaman Don dan penerimaannya yang hangat. Ia
mempelajari sosok Don Croce yang tinggi besar dan menjadi lebih waspada. Orang
ini berbahaya. Bukan hanya berdasarkan reputasinya tapi karena aura kekuasaan
yang mengelilinginya. Sosoknya yang besar, yang seharusnya mengerikan, seakanakan memancarkan energi; energi itu memenuhi ruangan. Dan sewaktu Don berbicara,
suara yang berasal dari kepalanya yang besar memancarkan keajaiban hampir-hampir
seperti musik paduan suara. Don Croce membangkitkan pesona luar biasa sewaktu ia
bertekad untuk memberikan pengaruh, pesona yang timbul dari kombinasi ketulusan,
ketegasan, dan keramahan yang aneh pada diri seseorang yang tampaknya begitu
kasar dalam semua tindakannya yang lain.
"Sudah bertahun-tahun aku mengawasimu dan menanti hari ini. Sekarang setelah
hari ini tiba, kau ternyata memenuhi setiap harapan."
Guiliano berkata, "Aku tersanjung." Ia mengatur kata-kata selanjurnya,
mengetahui apa yang diharapkan darinya. "Aku selalu berharap kita bisa
berteman." Don Croce mengangguk dan menjelaskan kesepakatannya dengan Menteri Trezza. Bahwa
kalau Guiliano membantu "mendidik" orang-orang Sisilia memilih dengan benar
dalam pemilihan mendatang, akan dicarikan jalan agar ia mendapat pengampunan.
Guiliano bisa kembali ke keluarganya sebagai warga negara biasa dan tidak lagi
menjadi bandit. Sebagai bukti akan kebenaran kesepakatan ini, Menteri Trezza
menyerahkan berbagai rencana memerangi Guiliano kepada Don.
Don mengacungkan tangan ke udara untuk menekankan kata-kata selanjutnya. "Kalau
kau setuju, rencana-rencana ini akan diveto Menteri. Tidak akan ada pengiriman
tentara atau seribu carabinieri tambahan ke Sisilia."
Don Croce melihat Guiliano mendengarkan penuh perhatian tapi tidak tampak
terkejut dengan semua ini. Ia melanjutkan. "Setiap orang di Sisilia mengetahui
keprihatinanmu terhadap orang miskin. Orang bisa menganggap dirimu mendukung
partai-partai sayap kiri. Tapi aku mengetahui kepercayaanmu kepada Tuhan,
bagaimanapun kau orang Sisilia. Dan siapa yang tidak mengetahui pengabdianmu
kepada ibumu" Apa kau benar-benar ingin kaum Komunis memimpin Italia" Apa yang
akan terjadi pada gereja" Apa yang akan terjadi pada keluarga" Para pemuda
Italia dan Sisilia. yang bertempur dalam perang terinfeksi kepercayaankepercayaan asing, doktrin-doktrin politik yang tidak memiliki tempat di
Sisilia. Orang-orang Sisilia bisa menemukan jalannya sendiri untuk mendapatkan
nasib yang lebih baik. Dan apa kau benar-benar menginginkan negara yang berkuasa
di segala bidang sehingga tidak memberikan kesempatan bagi warganya untuk
memberontak" Pemerintah sayap kiri jelas akan menyelenggarakan kampanye besarbesaran melawan kita berdua, karena bukankah kita pemimpin Sisilia yang
sebenarnya" Kalau partai-partai sayap kiri memenangkan pemilihan mendatang,
suatu hari akan ada orang-orang Rusia di desa-desa Sisilia yang mengambil
keputusan siapa yang boleh pergi ke gereja Anak-anak kita akan dipaksa pergi ke
sekolah yang mengajarkan bahwa negara lebih penting daripada ibu dan
ayah. Apa gunanya itu" Tidak ada. Sekarang waktunya bagi setiap orang Sisilia
sejati untuk membela keluarganya dan kehormatannya melawan negara."
Ada yang menyela tanpa terduga. Pisciotta masih bersandar ke dinding lorong. Ia
berkata sinis, "Mungkin orang Rusia akan mengampuni kita."
Angin dingin mengembus benak Don. Tapi tidak mungkin ia menunjukkan kemarahan


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dirasakannya terhadap pesolek kecil berkumis yang kurang ajar ini. Ia
mengamatinya dengan saksama. Kenapa ia menarik perhatian pada dirinya saat ini"
Kenapa ia ingin Don menyadari keberadaannya" Don Croce bertanya-tanya apakah
bisa memanfaatkannya. Dengan nalurinya yang luar biasa ia mencium kebusukan
dalam diri letnan yang paling dipercayai Guiliano ini. Mungkin penyakit paruparunya, mungkin kesinisan pemikirannya. Pisciotta orang yang tak pernah bisa
memercayai siapa pun sepenuhnya dan karena itu tidak bisa dipercayai sepenuhnya
oleh siapa pun. Don Croce memikirkan semua ini sebelum menjawab.
"Kapan ada negara asing yang membantu Sisilia?" tanyanya. "Kapan ada orang asing
yang pernah memberikan keadilan kepada orang Sisilia" Pemuda-pemuda seperti
dirimu katanya langsung kepada Pisciotta, "satu-satunya harapan kami. Cerdik dan
berani dan membanggakan kehormatan. Selama seribu tahun orang-orang seperti itu
bergabung dengan Friends of the Friends untuk melawan para penjajah, untuk
mendapatkan keadilan yang sekarang diperjuangkan Turi Guiliano. Ini saatnya bagi
kita untuk bersatu dan mempertahankan Sisilia."
Guiliano tampak tak terpengaruh kekuatan suara
Don. Ia berkata dengan kekasaran yang disengaja, "Tapi kami selalu menentang
Roma dan orang-orang yang dikirim untuk mengatur kami. Sejak dulu mereka musuh
kami. Dan sekarang kau meminta kami membantu mereka, memercayai mereka?"
Don Croce berkata serius, "Ada saatnya kita perlu mencapai tujuan yang sama
bersama musuh. Partai Demokrat Kristen musuh paling tidak berbahaya bagi kita
kalau mereka memenangkan Italia. Oleh karena itu penting bagi kita agar mereka
tetap berkuasa. Apa yang bisa lebih sederhana lagi?" Ia diam sejenak. "Orangorang sayap kiri tidak akan pernah mengampuni dirimu. Yakinlah. Mereka terlalu
munafik, sama sekali bukan pemaaf, mereka tidak memahami karakter orang Sisilia.
Jelas kaum miskin akan memperoleh tanah, tapi bisakah mereka menyimpan apa yang
mereka tanam" Bisakah kau membayangkan orang-orang kita bekerja dalam sistem
kooperatif" Demi Tuhan, sekarang saja mereka saling bunuh hanya karena masalah
apakah Bunda Maria akan mengenakan jubah putih atau merah dalam prosesi religius
kita." Semuanya ini disampaikan dengan keironisan seseorang yang ingin para
pendengarnya tahu ia membesar-besarkan namun paham sikap itu sebagian besar
benar adanya. Guiliano mendengarkan sambil tersenyum tipis. Ia tahu suatu hari mungkin ia
perlu membunuh orang ini dan hanya perasaan, hormat yang dibangkitkan Don Croce
melalui sosok dan kekuatan kepribadiannya-lah yang menyebabkan Guiliano
mengesampingkan pemikiran itu. Seolah hanya memikirkan kemungkinan itu ia sudah
menentang ayahnya sendiri, perasaan
mendalam akan kekeluargaan. Ia harus mengambil keputusan dan itu merupakan
keputusan paling penting sejak ia menjadi pelanggar hukum.
Guiliano berkata lembut, "Aku setuju dengan pendapatmu mengenai kaum Komunis.
Mereka tidak cocok bagi orang Sisilia." Guiliano.diam sejenak. Ia merasa
sekaranglah saatnya memaksa Don Croce mengikuti kemauannya. "Tapi kalau aku
melakukan pekerjaan kotor untuk Roma, aku harus menjanjikan hadiah kepada anak
buahku. Apa yang bisa dilakukan Roma bagi kami?"
Don Croce telah menghabiskan kopinya. Hector Adonis melesat bangkit untuk
mengisinya kembali, tapi Don Croce melambai mengusirnya. Lalu ia berkata kepada
Guiliano, "Sejauh ini tindakan-tindakan kami tidak terlalu buruk bagimu.
Andolini-memberimu informasi mengenai pergerakan carabinieri sehingga kau bisa
selalu mengawasi mereka. Mereka tidak mengambil langkah-langkah drastis untuk
mengusirmu dari pegununganmu. Tapi aku tahu itu belum mencukupi. Izinkan aku
mengambil tindakan menguntungkan dirimu yang akan menggembirakan hatiku dan
membuat ibu dan ayahmu bersukacita. Di hadapan bapak baptismu di sini, di depan
teman sejatimu, Aspanu Pisciotta, kuberitahu kau: Aku akan menggerakkan langit
dan bumi untuk memastikan pengampunan dirimu dan tentu saja anak buahmu."
Guiliano telah memutuskan, tapi ia ingin memastikan jaminan itu sebisa mungkin.
Ia berkata, "Aku setuju dengan hampir semua yang kaukatakan. Aku mencintai
Sisilia dan orang-orangnya, dan walaupun hidup sebagai bandit, aku percaya akan.
keadilan. Aku bersedia melakukan hampir segalanya "untuk bisa kembali ke rumah
dan orangtuaku. Tapi bagaimana caramu memastikan Roma menepati janjinya
kepadaku" Itu kuncinya. Layanan yang kauminta berbahaya. Aku harus mendapatkan
upahku." Don mempertimbangkannya. Lalu ia berkata lambat dan hati-hati, "Kau benar
bersikap waspada. Tapi kau sudah mendapatkan rencana-rencana yang ditunjukkan
Hector Adonis kepadamu sesuai permintaanku. Simpan rencana-rencana itu sebagai
bukti hubunganmu dengan Menteri Trezza. Aku akan berusaha mengamankan dokumendokumen lain yang mungkin bisa kaugunakan dan yang ditakuti Roma akan
kaupublikasikan melalui korespondensi persmu yang terkenal itu. Lalu akhirnya
aku menjamin pengampunan itu secara pribadi kalau kau menyelesaikan tugasmu dan
partai Demokrat Kristen memenangkan pemilihan. Menteri Trezza sangat menghormati
diriku dan tidak akan pernah melanggar janjinya."
Hector Adonis tampak sangat bersemangat dan puas. Ia membayangkan kebahagiaan
Maria Lombardo saat putranya pulang dan tidak lagi menjadi buronan. Ia tahu
tindakan Guiliano memang diperlukan, tapi ia merasa persekutuan antara Guiliano
dan Don Croce melawan Komunis ini mungkin merupakan kaitan pertama yang bisa
mengikat keduanya dalam persahabatan sejati.
Kenyataan bahwa Don Croce yang agung menjamin pengampunan pemerintah bahkan
membuat Pisciotta terkesan. Tapi Guiliano melihat kelemahan penting dalam
penjelasan Don. Bagaimana ia bisa yakin bahwa semua ini bukan sekadar karangan
Don" Bahwa rencana-rencana itu tidak dicuri" Bahwa rencana-rencana itu belum
diveto Menteri" Ia perlu bertemu langsung dengan Trezza.
"Itu meyakinkan diriku," tegas Guiliano. "Jaminan pribadimu menunjukkan kebaikan
hatimu dan kenapa orang-orang di Sisilia menjulukimu 'Jiwa yang Baik'. Tapi
pengkhianatan Roma sangat terkenal, dan para politisi kita tahu orang macam apa?mereka itu. Aku ingin ada orang yang kupercayai mendengar janji Trezza dari
mulurnya sendiri dan dokumen darinya yang memberi jaminan."
Don tertegun. Sepanjang percakapan ia merasa sayang terhadap Turi Guiliano. Ia
memikirkan betapa hebatnya seandainya pemuda ini putranya. Oh, mereka bisa
memimpin Sisilia bersama-sama. Dan dengan anggun ia tadi berkata, "Kucium
tanganmu." Don terpesona, sesuatu yang jarang terjadi. Tapi sekarang ia
menyadari Guiliano tidak memercayai jaminannya, dan perasaan sayangnya memudar.
Ia menyadari mata pemuda im yang seolah mengantuk, yang menatapnya dengan
pandangan aneh, menanti bukti lebih jauh, jaminan lebih jauh. Jaminan Don Croce
Malo tidak mencukupi. Kesunyian timbul cukup lama, Don mempertimbangkan apa yang harus dikatakannya,
yang lain menunggu. Hector Adonis berusaha menutupi kekecewaannya terhadap
"kekerasan" Guiliano dan ketakutannya akan reaksi Don. Wajah tembam Pater
Benjamino yang pucat tampak seperti buldog yang terhina. Tapi akhirnya Don
berbicara dan meyakinkan mereka semua. Ia telah mempertimbangkan apa yang ada
dalam benak Guiliano dan apa yang dibutuhkannya.
"Penting bagiku kau setuju," katanya kepada Guiliano, "dan mungkin aku hanyut
dalam argumentasiku sendiri. Tapi izinkan aku membantumu dalam hal ini. Pertamatama, izinkan aku mengatakan Menteri Trezza tidak akan memberimu dokumen apa
pun itu terlalu berbahaya. Tapi dia akan berbicara denganmu dan menyampaikan ?janji yang diucapkannya padaku. Aku bisa menjamin surat-surat dari Pangeran
Ollorto dan kaum bangsawan berkuasa lainnya, yang memiliki tujuan sama dengan
kita. Mungkin lebih baik dari itu, aku punya teman yang bisa lebih meyakinkan
dirimu Gereja Katolik akan mendukung pengampunanmu. Aku sudah mendapat janji
?Kardinal Palermo. Sesudah kau berbicara dengan Menteri Trezza, aku akan mengatur
pertemuan dengan Kardinal. Dia juga akan memberikan janji secara langsung
kepadamu. Dan kau mendapatkan keinginanmu, janji Menteri Kehakiman seluruh
Italia, janji Kardinal Gereja Katolik Suci yang suatu hari kelak mungkin menjadi
Paus kita, dan janjiku."
Mustahil menjelaskan sikap Don saat mengucapkan kedua kata terakhir. Suara
tenornya merosot merendah seakan ia tidak berani memasukkan namanya bersama yang
lain, dan ada tambahan energi dalam kata-kata "dan janjiku" yang tidak
menyisakan keraguan akan pentingnya janji darinya.
Guiliano tertawa. "Aku tidak bisa pergi ke Roma." Don Croce berkata, "Kalau
begitu kirim orang yang kaupercayai sepenuhnya. Aku sendiri yang akan
mengantarnya menemui Menteri Trezza. Lalu aku akan mengantarnya menemui
Kardinal. Tentu kau bisa memercayai kata-kata pangeran Gereja Suci?"
Guiliano mengawasi Don Croce tajam. Sinyal-sinyal
peringatan memancar dalam benaknya. Kenapa Don begitu ingin membantunya" Jelas
ia tahu dirinya, Guiliano, tidak bisa pergi ke Roma, ia tidak akan pernah
mengambil risiko itu, bahkan seandainya ada seribu kardinal dan menteri yang
berjanji. Jadi siapa yang diharapkan Don akan dipilihnya sebagai wakil"
"Tidak ada"orang yang lebih kupercayai selain tangan kananku," kata Guiliano
kepada Don. "Ajak Aspanu Pisciotta bersamamu ke Roma, dan ke Palermo. Dia
menyukai kota-kota besar, dan mungkin kalau Kardinal mendengar pengakuan
dosanya, bahkan dosa-dosanya akan. diampuni."
Don Croce menyandar ke belakang dan memberikan isyarat kepada Hector Adonis
untuk mengisi cangkir kopinya. Itu tipuan lamanya, untuk menutupi kepuasan dan
kemenangannya. Seolah masalah yang tengah dihadapinya begitu tidak menarik sehingga keinginan eksternal bisa menggantikannya.
Tapi Guiliano, yang telah membuktikan diri sebagai pejuang gerilya cemerlang
begitu ia menjadi bandit, memiliki intuisi yang mampu membaca isyarat dan pola
berpikir seseorang. Ia seketika merasakan kepuasan im. Don Croce telah
memenangkan tujuan yang sangat penting. Ia tidak menduga Don Croce sangat ingin
bisa berdua saja bersama Aspanu Pisciotta.
Dua" hari kemudian Pisciotta menemani Don-Groce ke Palermo dan Roma. Don Croce
memperlakukan dirinya seakan ia keluarga kerajaan. Dan Pisciotta memang memiliki
wajah bagai jenderal Borgia, Cesare. Garis wajahnya yang tajam, kumis tipisnya
kulitnya yang gelap khas Asia, pandangannya yang kejam dan kurang
ajar, begitu hidup dengan pesona dan kecurigaan terhadap segala sesuatu di
dunia. Di Palermo mereka menginap di Hotel Umberto, yang dimiliki Don Croce, dan
Pisciotta mendapat layanan sangat ramah. Ia diajak membeli pakaian baru untuk
pertemuannya dengan Menteri Kehakiman di Roma. Ia bersantap dengan Don Croce di
restoran-restoran terbaik. Lalu Pisciotta dan Don Croce diterima Kardinal
Palermo. Luar biasa bahwa Pisciotta, pemuda dari kota kecil di Sisilia, dibesarkan dalam
iman Katolik, tidak terpesona oleh pertemuan ini, oleh aula-aula agung istana
Kardinal, penghormatan terhadap kekuasaan suci yang ditunjukkan semua orang.
Sewaktu Don Croce mencium cincin Kardinal, Pisciotta memandang Kardinal dengan
tatapan angkuh. Kardinal pria yang jangkung. Ia mengenakan baret merah dan mantel bersabuk lebar
merah tua. Garis wajahnya kasar dan berbekas cacar air. Ia bukan orang yang akan
terpihh menjadi Paus, tidak peduli celoteh Don Croce. Tapi ia pintar menarik
perhatian, ia orang Sisilia.
Berlangsung basa-hasi yang biasa. Kardinal dengan serius menanyakan kesehatan
spiritual Pisciotta. Ia mengingatkan bahwa dosa apa pun yang dilakukan di bumi
ini, orang tidak boleh lupa bahwa pengampunan abadi menantinya kalau ia orang
Kristen yang taat. Sesudah meyakinkan Pisciotta akan amnesti spiritualnya, Kardinal langsung
membahas inti persoalan. Ia memberitahu Pisciotta bahwa Gereja Suci berada dalam
bahaya maut di Sisilia. Kalau Komunis memenangkan pemilihan nasional, siapa yang
tahu apa yang akan terjadi" Katedral-katedral akan dibakar dan dihancurkan dan diubah menjadi
pabrik-pabrik. Patung-patung
Bunda Maria, salib Yesus, patung-patung semua orang suci akan dilemparkan ke
Mediterania. Para pendeta akan dibunuh, biarawati diperkosa.
Mendengar yang terakhir, Pisciotta tersenyum. Orang Sisilia mana, tidak peduli
seberapa fanatiknya sebagai pengikut Komunis, yang pernah bermimpi memerkosa
biarawati" Kardinal melihat senyumnya. Kalau Guiliano membantu menekan
propaganda Komunis sebelum pemilihan berikutnya, ia, Kardinal sendiri, akan
berkhotbah pada hari Minggu Paskah tentang kebaikan Guiliano dan memintakan
pengampunan dari pemerintah di Roma. Dan Don Croce bisa mengatakan hal yang sama
kepada Menteri sewaktu mereka bertemu di Roma.
Seiring ucapan itu Kardinal menghadiri pertemuan dan memberkati Aspanu
Pisciotta. Sebelum pergi, Aspanu Pisciotta meminta surat dari Kardinal yang bisa
diberikan kepada Guiliano sebagai bukti pertemuan ini memang terjadi. Kardinal
memenuhinya. Don tertegun oleh kebodohan Pangeran Gereja Suci tapi tidak
mengatakan apa-apa. Pertemuan di Roma lebih sesuai dengan gaya Pisciotta. Menteri Trezza tidak
berpura-pura sesaleh Kardinal. Bagaimanapun ia Menteri Kehakiman dan Pisciotta
hanyalah kurir bandit. Ia menjelaskan kepada Pisciotta kalau partai Demokrat
Kristen kalah dalam pemilihan, Komunis akan berusaha sangat keras menyapu habis
bandit-bandit yang tersisa di Sisilia. Memang benar carabinieri masih mengadakan
ekspedisi menentang Guiliano, tapi itu tidak bisa dihindari. Penampilan harus dipertahankan atau
koran-koran radikal akan memprotes setinggi langit.
Pisciotta menyelanya. "Apakah maksud Yang Mulia partaimu tidak bisa memberikan
pengampunan pada Guiliano?"
"Sulit," jawab Menteri Trezza, "tapi bukan mustahil. Kalau Guiliano membantu
kami memenangkan pemilihan. Kalau selanjutnya dia menahan diri tidak melakukan
penculikan atau perampokan selama beberapa waktu. Kalau dia membiarkan namanya
tidak seburuk itu. Mungkin dia bahkan bisa beremigrasi ke Amerika untuk
sementara dan kembali setelah semua orang memaafkannya. Tapi satu hal bisa
kujamin, kalau kami memenangkan pemilihan. Kami tidak akan berusaha keras
menangkapnya. Dan kalau dia ingin pindah ke Amerika kami tidak akan
menghalanginya atau membujuk pihak berwenang Amerika mendeportasinya." Ia diam
sejenak "Secara pribadi aku akan berusaha sekuat tenaga membujuk Presiden Italia
agar mengampuninya."
Pisciotta kembali berbicara sambil tersenyum tipis, "Tapi kalau kami menjadi
warga negara teladan, bagaimana kami bisa makan, Guiliano dan anak buahnya serta
keluarga mereka" Mungkinkah ada cara bagi pemerintah untuk membayar kami"
Bagaimanapun, kami yang melakukan pekerjaan kotor mereka."
Don Croce yang sejak tadi mendengarkan percakapan ini dengan mata terpejam,
bagai reptil yang tengah tidur, dengan cepat berbicara untuk menghentikan
jawaban marah Menteri Kehakiman yang murka karena bandit ini berani meminta uang
kepada pemerintah. "Cuma lelucon, Yang Mulia," sela Don Croce. "Dia
pemuda yang baru pertama kali meninggalkan Sisilia. Dia tidak memahami moralitas
ketat dunia luar. Pertanyaan mengenai dukungan sama sekali tidak ada sangkutpautnya dengan dirimu. Akan kuatur hal itu dengan Guiliano sendiri." Ia
melontarkan lirikan peringatan kepada Pisciotta agar tidak membuka mulut.
Tapi Menteri tiba-tiba tersenyum dan berkata kepada Pisciotta, "Well, aku senang
melihat pemuda Sisilia belum berubah. Aku dulu juga seperti itu. Kita tidak
takut menanyakan hak kita. Mungkin kau ingin sesuatu yang lebih konkret daripada
janji." Ia menjulurkan tangan ke balik mejanya dan mengeluarkan kartu bertepi
merah yang dilaminasi. Sambil melemparkan kartu kepada Pisciotta ia berkata,
"Ini kartu khusus yang kutandatangani sendiri. Kau bisa bepergian ke mana pun di
Italia atau Sisilia tanpa diganggu polisi. Nilainya sebesar emas dengan berat
yang sama." Pisciotta membungkuk sebagai ucapan terima kasih* dan menyimpan kartu itu di
saku-dalam jasnya, di dekat dadanya. Dalam perjalanan mereka ke Roma ia melihat
Don Croce menggunakan kartu seperti itu; ia tahu dirinya menerima sesuatu yang
berharga. Tapi lalu pemikiran itu melintas dalam benaknya: Bagaimana kalau ia
tertangkap membawa kartu tersebut" Akan ada skandal yang mengguncang seluruh
negeri. Orang kedua dalam kelompok Guiliano membawa kartu izin keamanan yang
diterbitkan Menteri Kehakiman" Bagaimana mungkin" Benaknya berputar cepat
berusaha memecahkan masalah itu, tapi ia tidak bisa menemukan jawaban.
Hadiah berupa dokumen sepenting itu menunjukkan niat baik dan kepercayaan
Menteri. Keramahan Don Croce yang mengagumkan selama perjalanan memang
memuaskan. Namun semua itu tidak bisa meyakinkan Pisciotta. Sebelum pulang ia
meminta Trezza menulis surat kepada Guiliano yang mengkonfirmasi adanya
pertemuan ini Trezza menolak.
Sewaktu Pisciotta kembali ke pegunungan Guiliano menanyainya dengan saksama,
memaksanya mengulangi setiap kata yang bisa diingatnya. Sewaktu Pisciotta
menunjukkan kartu izin bertepi merah dan menyatakan kebingungannya akan alasan
pemberian kartu itu serta risiko yang dihadapi Menteri dengan menandatanganinya,
Guiliano menepuk bahunya. "Kau saudara sejati," katanya "Kau jauh lebih curiga
daripada diriku, namun kesetiaanmu padaku membutakan matamu dari hal-hal yang
sudah jelas. Don Croce pasti telah meminta Menteri memberimu kartu izin im.
Mereka berharap kau mengadakan perjalanan khusus ke Roma dan menjadi mata-mata
mereka." "Licik sekali," seru Pisciotta berang. "Akan kugunakan kartu ini untuk kembali
dan menggorok lehernya."
"Tidak," bantah Guiliano. "Simpan saja kartu itu. Akan ada gunanya bagi kita.
Dan satu hal lagi. Tanda tangan di kartu itu mungkin seperti tanda tangan
Trezza, tapi bukan. Tanda tangan itu palsu. Kalau sesuai tujuan mereka, mereka
bisa menganggap kartu ku tidak sah. Atau kalau sesuai tujuan mereka, mereka bisa
mengatakan kartu itu sah dan mengeluarkan catatan yang menunjukkan kartu itu
disahkan oleh Trezza. Kalau mereka mengatakan kartu itu palsu, mereka hanya


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perlu menghancurkan catatannya."
Pisciotta menyadari kebenarannya. Hari demi hari ia semakin terpesona bahwa
Guiliano yang perasaannya
begitu terbuka dan jujur bisa memperkirakan rencana rumit musuh-musuhnya. Ia
menyadari pada dasarnya keromantisan Guiliano adalah paranoia yang merasuk
begitu kuat. "Kalau begitu bagaimana kita bisa percaya mereka akan menepati janjinya kepada
kita?" tanya Pisciotta. "Kenapa kita harus membantu mereka" Bisnis kita bukan
politik." Guiliano mempertimbangkannya. Aspanu sejak dulu selalu sinis, dan agak serakah.
Beberapa kali mereka bertengkar mengenai pembagian hasil sejumlah perampokan,
Pisciotta mendesak agar anggota kelompok mendapat bagian lebih besar.
"Kita tidak punya pilihan," ujar Guiliano. "Komunis tidak akan pernah memberiku
pengampunan kalau mereka memenangkan kendali pemerintahan. Sekarang ini Demokrat
Kristen dan Menteri Trezza dan Kardinal Palermo serta tentu saja Don Croce harus
menjadi sekum dan rekan seperjuangan kita. Kita harus me-netralisir kaum
Komunis, itu yang paling penting. Kita akan menemui Don Croce dan membereskan
masalahnya." Ia diam sejenak dan menepuk bahu Pisciotta. "Kerjamu bagus dengan
mendapatkan surat Kardinal itu. Dan kartu izinnya pasti akan berguna."
Tapi Pisciotta tidak yakin. "Kita akan melakukan pekerjaan kotor mereka,"
katanya. "Lalu kita akan berkeliaran seperti pengemis menanti pengampunan
mereka. Aku tidak memercayai satu pun dari mereka mereka berbicara kepada kita ?seakan kita ini gadis-gadis tolol, menjanjikan dunia kepada kita kalau kita mau
tidur dengan mereka. Menurutku kita berjuang demi diri sendiri, kita simpan uang
hasil kerja kita bukannya membagi-bagikannya kepada kaum miskin. Kita bisa menjadi kaya dan hidup
seperti raja-raja di Amerika atau Brasilia. Itu solusi kita dan lalu kita tidak
perlu mengandalkan para pesgpnovanti itu."
Guiliano memutuskan untuk menjelaskan perasaannya. "Aspanu," katanya, "kita
harus berjudi dengan Demokrat Kristen dan Don Croce. Kalau kita menang dan
mendapatkan pengampunan, rakyat Sisilia akan memilih kita menjadi pemimpin
mereka. Kita akan memenangkan segalanya." Guiliano diam sejenak dan tersenyum
kepada Pisciotta. "Kalau mereka menipu kita, baik kau dan aku tidak akan pingsan
karena terkejut. Tapi seberapa banyak kerugian kita" Kita tetap saja harus
melawan Komunis; mereka musuh yang lebih besar daripada kaum Fasis. Jadi mereka
harus dihancurkan. Sekarang, dengarkan baik-baik. Kau dan aku berpikiran sama.
Pertempuran terakhir akan berlangsung sesudah kita mengalahkan Komunis dan harus
berjuang menghadapi Friends of the Friends dan Don Croce."
Pisciotta mengangkat bahu. "Kita melakukan kesalahan," ujarnya
Guiliano, meskipun tersenyum, berpikir serius. Ia tahu Pisciotta menyukai
kehidupan sebagai pelanggar hukum Kehidupan itu sesuai karakternya, dan walaupun
berani serta cerdik, Pisciotta tidak punya imajinasi.
*Pezzonovanti (Jamak) atau pevgpnovante (tunggal) berarti senjata, namun dalam
konteks ini bermakna orang penting atau berkuasa.
Ia tidak mampu berpikir jauh ke depan dan melihat nasib tidak terelakkan yang
menanti mereka sebagai pelanggar hukum.
Malam im juga, Aspanu Pisciotta duduk di tepi tebing dan mencoba merokok. Tapi
sakit yang hebat di dadanya menyebabkan ia mematikannya dan mengantongi
puntungnya. Ia tahu tuberkulosisnya semakin buruk, tapi ia juga tahu kalau ia
beristirahat di pegunungan selama beberapa minggu, ia akan merasa lebih baik.
Yang mengkhawatirkannya adalah sesuatu yang tidak diceritakannya kepada
Guiliano. Sepanjang perjalanan untuk menemui Menteri Trezza dan Kardinal, Don Croce selalu
menemaninya. Mereka makan bersama setiap malam, dan Don menjelaskan tentang masa
depan Sisilia, masa-masa sulit yang akan datang. Perlu beberapa lama bagi
Pisciotta untuk menyadari Don tengah membujuk dirinya, mencoba membuatnya
bersimpati kepada Friends of the Friends, dan dengan halus berusaha meyakinkan
Pisciotta bahwa, seperti Sisilia, masa depannya sendiri mungkin lebih baik
bersama Don daripada bersama Guiliano. Pisciotta tidak menunjukkan tanda-tanda
dirinya memahami pesan Don. Tapi itu menyebabkan ia semakin meragukan niat baik
Don. Ia belum pernah takut terhadap siapa pun, kecuali mungkin Turi Guiliano,
Tapi Don Croce, yang menghabiskan seumur hidup mendapatkan "penghormatan" berupa
lencana pemimpin besar Mafia, membangkitkan ketakutan dalam dirinya. Yang
disadarinya sekarang adalah ia takut Don akan mengalahkan dan mengkhianati
mereka dan suatu hari kelak mereka akan tewas.
Bab 20 PEMILIHAN umum bulan April tahun 1948 untuk memilih anggota legislatif Sisilia
merupakan bencana bagi partai Demokrat Kristen di Roma. "Blok Rakyat", kombinasi
partai-partai sayap kiri Komunis Sosialis, mengumpulkan 600.000 suara, sementara
Demokrat Kristen hanya 330.000. Sisanya sebanyak 500.000 suara terbagi antara
Monarki dan dua partai pecahan lainnya Panik mencekam Roma. Harus diambil
tindakan drastis sebelum pemilihan nasional, atau Sisilia, kawasan paling
terbelakang di negara itu, akan menjadi penentu yang mengubah seluruh Italia
menjadi negara Sosialis. Berbulan-bulan sebelumnya Guiliano memenuhi janjinya pada Roma. Ia merobek
poster-poster partai-partai oposisi, menyerbu markas-markas besar kelompok sayap
kiri dan membubarkan pertemuan mereka di Corleone, Montelepre, Castellammare,
Partinico, Piani dei Greci, San Giuseppe Jato, dan kota besar Monreale. Banditbanditnya memasang poster di seluruh kota-kota ini yang menyatakan dalam hurufhuruf hitam besar, MATI BAGI KAUM KOMUNIS, dan ia membakar beberapa rumah
pertemuan yang didirikan kelompok-kelompok Pekerja Sosialis. Tapi kampanyenya
terlambat dimulai untuk memengaruhi pemilihan regional, dan ia enggan menggunakan pembunuhan yang
merupakan teror paling keji. Pesan-pesan berlalu-lalang antara Don Croce,
Menteri Trezza, Kardinal Palermo dan Turi Guiliano. Berbagai teguran
dilontarkan. Guiliano didesak meningkatkan kampanyenya agar situasi bisa
dipertahankan untuk pemilihan nasional. Guiliano menyimpan semua surat tersebut
dalam Wasiatnya. Perlu ada pukulan hebat, dan otak Don Croce yang cerdaslah yang menemukannya. Ia
mengirim pesan kepada Guiliano melalui Stefan Andolini.
Dua kota yang paling banyak memiliki pengikut sayap kiri dan paling keras
memberontak di Sisilia adalah Piani dei Greci dan San Giuseppe Jato. Selama
bertahun-tahun, bahkan di bawah kepemimpinan Mussolini, mereka merayakan tanggal
1 Mei sebagai hari revolusi. Karena tanggal itu juga merupakan hari Santa
Rosalie, perayaan mereka disamarkan sebagai festival keagamaan yang tidak
dilarang oleh pihak berwenang Fasis. Tapi sekarang parade May Day mereka
dipenuhi bendera merah dan ceramah yang menghasut. Parade May Day berikutnya
yang akan dilaksanakan seminggu lagi direncanakan sebagai parade terbesar
sepanjang sejarah. Sebagaimana biasa, kedua kota akan bergabung untuk
merayakannya dan perwakilan dari seluruh Sisilia akan membawa keluarga mereka
untuk bersukaria atas kemenangan mereka baru-baru ini. Senator Komunis, Lo
Causi, orator yang terkenal berapirapi, akan menyampaikan pidato utama. Parade
itu akan menjadi perayaan resmi kelompok Kiri atas kemenangan mereka dalam
pemilihan yang baru berlangsung.
Rencana Don Croce adalah perayaan ini diserang dan dibubarkan oleh kelompok
Guiliano. Mereka akan memasang senapan mesin dan menembak ke atas kepala orangorang untuk membubarkan mereka. Tindakan itu merupakan langkah pertama dalam
kampanye intimidasi, semacam peringatan atau teguran halus. Dengan cara ini
Senator Komunis, Lo Causi, akan sadar bahwa terpilihnya dirinya sebagai anggota
Parlemen tidak memberinya izin di Sisilia atau menjadikannya orang suci.
Guiliano menyetujui rencana ini dan memerintahkan para tangan kanannya,
Pisciotta, Terranova, Passatempo, Silvestro, dan Stefan Andolini agar bersiapsiap melaksanakannya. Selama tiga tahun terakhir perayaan itu selalu diselenggarakan di dataran
pegunungan antara Piani dei Greci dan San Giuseppe Jato, dilindungi oleh puncak
kembar Monte Pizzuta dan Monte Cumeta. Penduduk kedua kota akan mendaki ke
dataran itu melalui jalan-jalan berliku yang menyatu di dekat puncak, dengan
begitu populasi kedua kota akan bertemu dan membentuk prosesi Mereka akan
memasuki dataran tinggi melalui celah sempit, lalu menyebar untuk merayakan hari
libur mereka. Celah ini disebut Portella della Ginestra.
Desa-desa Piani dei Greci dan San Giuseppe Jato merupakan desa miskin, rumahrumahnya tua, teknik pertanian mereka kuno. Mereka percaya akan aturan
kehormatan kuno; para wanita yang duduk di luar rumah harus duduk diam untuk
menjaga reputasi mereka. Tapi kedua desa itu merupakan rumah bagi para
pemberontak paling keras di pulau Sisilia.
Desa-desa di sana begitu kuno sehingga sebagian besar rumahnya dibangun dari
batu, dan beberapa tidak memiliki jendela kecuali lubang-lubang kecil yang
ditutup piringan besi. Banyak keluarga memelihara hewan di ruangan-ruangan
tempat mereka tinggal. Tukang roti memelihara kambing dan domba-domba kecil di
samping oven-oven mereka, dan kalau sebongkah roti yang baru dipanggang jatuh ke
lantai, roti im biasanya menimpa kotoran hewan.
Para pria penduduk desa-desa itu menyewakan tenaga sebagai buruh pada tuan tanah
kaya dengan bayaran satu dolar sehari dan terkadang bahkan kurang, tidak cukup
untuk memberi makan keluarga mereka. Jadi sewaktu para biarawati dan pastor,
yang dijuluki para "Gagak Hitam", datang membawa paket-paket makaroni dan
pakaian sumbangan, penduduk memberikan sumpah yang diperlukan: suara bagi partai
Demokrat Kristen. Tapi dalam pemilihan regional di bulan April 1948 mereka justru memberikan suara
dalam jumlah mengejutkan kepada partai Komunis atau Sosialis. Ini memicu
kemarahan Don Croce yang mengira kepala Mafia setempat mengendalikan kawasan
itu. Tapi Don menyatakan kekurangajaran terhadap Gereja Katoliklah yang
menyebabkan ia merasa sedih. Bagaimana mungkin orang-orang Sisilia yang saleh
begitu tega menipu biarawati-biarawati suci yang dengan kedermawanan Kristen
memberikan roti untuk anak-anak mereka"
Kardinal Palermo juga jengkel. Ia telah mengadakan perjalanan khusus ke kedua
desa untuk menyelenggarakan Misa dan memperingatkan mereka agar tidak memilih
Komunis. Ia memberkati anak-anak mereka dan bahkan membaptis mereka, dan mereka
masih tetap berpaling dari Gereja. Ia memanggil para pastor desa ke Palermo dan
memperingatkan agar mereka meningkatkan upaya memenangkan pemilihan nasional.
Ini bukan saja demi kepentingan politik Gereja tapi juga untuk menyelamatkan
jiwa-jiwa yang bodoh dari api neraka.
Menteri Trezza. tidak terkejut. Ia orang Sisilia dan memahami sejarah pulau itu.
Penduduk kedua desa sejak dulu merupakan pejuang yang bangga dan kejam dalam
menentang kaum kaya Sisilia dan tirani Roma. Mereka yang pertama-tama bergabung
dengan Garibaldi, dan sebelumnya mereka menentang para penguasa Prancis dan Moor
yang menguasai pulau itu. Penduduk Piani dei Greci merupakan keturunan orang
Yunani yang melarikan diri ke Sisilia, menghindari para penyerbu Turki. Mereka
masih mempertahankan kebudayaan Yunani, berbicara dalam bahasa Yunani dan
mempertahankan hari-hari libur Yunani dengan mengenakan kostum kuno. Tapi tempat
itu merupakan benteng Mafia yang selalu menimbulkan pemberontakan. Jadi Menteri
Trezza kecewa pada prestasi Don Croce, pada ketidakmampuannya mendidik mereka.
Tapi ia juga tahu bahwa para pemilih di desa-desa dan kawasan pedalaman
sekitarnya telah dihasut oleh satu orang, organisator partai Sosialis bernama
Silvio Ferra. Silvio Ferra prajurit Angkatan Darat Italia dalam Perang Dunia II yang banyak
menyandang bintang jasa. Ia memperoleh medali-medalinya dalam kampanye Afrika
lalu ditangkap oleh Angkatan Darat Amerika.
Ia menjadi tawanan perang di Amerika Serikat, di sana ia menghadiri berbagai
kursus yang dirancang untuk membuat para tahanan memahami proses demokrasi. Ia
tidak begitu memercayainya sampai ia mendapat izin bekerja di luar kamp, pada
tukang roti di kota setempat. Ia terpesona melihat kebebasan dalam kehidupan
orang Amerika, kemudahan di mana kerja keras bisa diubah menjadi kesejahteraan
abadi, kemampuan orang-orang kelas bawah untuk meningkatkan diri. Di Sisilia
petani yang bekerja paling keras hanya bisa berharap menyediakan makanan dan
perlindungan bagi anak-anaknya; tidak mungkin ada simpanan untuk masa depan.
Sewaktu kembali ke tanah kelahirannya di Sisilia, Silvio Ferra menjadi pendukung
Amerika yang gigih. Tapi tidak lama kemudian ia melihat partai Demokrat Kristen
hanyalah alat orang kaya dan ia bergabung dengan kelompok Pekerja Sosialis di
Palermo. Ia haus pendidikan dan sangat senang membaca buku. Tak lama kemudian ia
sudah melahap seluruh teori Marx dan Engels, dan bergabung dengan partai
Sosialis. Ia mendapat tugas mengorganisir klub partai di San Giuseppe Jato.
Dalam empat tahun ia berhasil melakukan apa yang tidak bisa dilakukan para
aktivis dari Italia utara. Ia menerjemahkan doktrin Revolusi Merah dan Sosialis
ke dalam istilah Sisilia. Ia meyakinkan mereka bahwa memilih Partai Sosialis
berarti mendapatkan sepetak lahan. Ia berkhotbah bahwa lahan lahan luas milik
kaum bangsawan seharusnya dibagi-bagikan karena para bangsawan membiarkan lahan
tersebut tidak terurus, Tanah yang bisa menumbuhkan gandum bagi anak
anak mereka. Ia meyakinkan mereka bahwa di bawah pemerintahan Sosialis, korupsi
bisa disapu habis. Tidak akan ada penyuapan terhadap pejabat, tidak seorang pun
pedu memberi pastor dua butir telur untuk membacakan surat dari Amerika, petugas
pos desa tidak perlu diberi satu lira untuk memastikan pengiriman surat, priapria tidak perlu melelang tenaganya untuk bekerja di ladang-ladang para
bangsawan. Tidak ada lagi upah yang minim, dan para pejabat pemerintah akan
menjadi pelayan rakyat, sebagaimana di Amerika. Silvio Ferra mengutip pasal dan
ayat untuk menunjukkan para pejabat Gereja Katolik mendukung sistem kapitalis
yang tidak terhormat ini, namun ia tidak pernah menyerang Bunda Maria, orangorang suci yang berguna, atau kepercayaan pada Yesus. Di pagi hari Paskah ia
menyapa para tetangganya dengan sapaan tradisional, "Kristus sudah bangkit". Di
hari Minggu ia menghadiri Misa. Istri dan anak-anaknya diawasi dengan gaya
Sisilia yang ketat karena ia percaya pada semua nilai tradisional, pengabdian
mutlak putra kepada ibunya, penghormatan kepada ayahnya, tanggung jawab bagi
sepupunya yang paling jauh.
Sewaktu cosce Mafia di San Giuseppe Jato memperingatkan bahwa dirinya sudah
keterlaluan, ia tersenyum dan dengan rendah hati mengungkapkan di masa depan ia
bersedia menerima persahabatan mereka, meskipun dalam hati ia tahu pertempuran
terakhir dan terbesar adalah menghadapi Mafia. Sewaktu Don Croce mengirim kurirkurir khusus untuk mengadakan perjanjian, ia menolak mereka. Seperti itulah
reputasi keberaniannya dalam perang, penghormatan yang diberikan penduduk desa
serta indikasi ia akan bersikap
logis terhadap Friends of the Friends membuat Don Croce memutuskan bersikap
sabar, terutama karena ia merasa yakin pemilihan akan dimenangkan.
Tapi yang paling utama adalah Silvio Ferra bersimpati terhadap sesama manusia,
kualitas yang jarang ada di kalangan petani Sisilia. Kalau ada tetangga yang
jatuh sakit ia membawakan makanan untuk keluarganya, ia melakukan tugas-tugas
rumah tangga bagi janda-janda tua sakit yang tinggal seorang diri, ia menghibur
mereka yang bersusah payah menjalani kehidupan dan takut akan masa depan mereka.
Ia memproklamirkan harapan baru di bawah partai Sosialis. Sewaktu menyampaikan
pidato-pidato politik ia menggunakan retorika selatan yang begitu disukai orangorang Sisilia. Ia tidak menjelaskan teori-teori ekonomi Marx tapi berbicara
penuh semangat tentang balas dendam yang dirindukan para petani yang tertekan
selama berabad-abad. "Sebagaimana roti manis bagi kita," katanya, "begitu pula
darah orang miskin bagi orang kaya yang menenggaknya."
Silvio Ferra yang mengorganisir kerja sama para buruh tani yang-menolak
mengikuti lelang tenaga kerja di mana mereka yang bersedia dibayar paling rendah
yang mendapatkan pekerjaan. Ia menetapkan bayaran per hari, dan kaum bangsawan
terpaksa memenuhinya pada musim menuai, karena kalau tidak zaitun, anggur, dan
biji-bijian mereka membusuk. Dan Silvio Ferra pun terancam bahaya.
Yang menyelamatkan dirinya adalah kenyataan ia berada dalam perlindungan Turi
Guiliano. Ini salah satu pertimbangan yang menyebabkan Don Croce menahan diri.
Silvio Ferra dilahirkan di Montelepre.
390 Bahkan sewaktu muda kualitas dirinya sudah terlihat jelas. Turi Guiliano sangat
mengaguminya, walaupun mereka tidak bersahabat dekat karena perbedaan usia ?Guiliano empat tahun lebih muda dan karena Silvio pergi berperang. Silvio
?kembali sebagai pahlawan dengan banyak bintang jasa. Ia bertemu gadis dari San
Giuseppe Jato dan pindah ke sana untuk menikahinya. Dan seiring tumbuhnya
ketenaran politik Ferra, Guiliano membiarkan orang-orang mengetahui pria ini
temannya meskipun pandangan politik mereka berbeda. Oleh karena im saat Guiliano
memulai program "mendidik" para pemilih di Sisilia, ia memberi perintah agar
tidak ada yang mengambil tindakan terhadap desa San Giuseppe Jato atatf terhadap
Silvio Ferra. Ferra mendengar kabar ini dan cukup cerdas untuk mengirim pe^an kepada Guiliano,
mengucapkan terima kasih dan mengatakan ia bersedia melayani di bawah
kepemimpinan Guiliano. Pesan im dikirim melalui orangtua Ferra yang masih
tinggal di Montelepre bersama anak-anak mereka yang lain. Salah satunya gadis
muda bernama Justina, baru berusia lima belas tahun, yang membawa surat im ke
rumah Guiliano untuk diberikan kepada ibunya. Kebetulan saat itu Guiliano tengah
berkunjung, sehingga bisa langsung menerima pesannya. Di usia lima belas
sebagian besar gadis Sisilia telah dewasa, dan ia jatuh cinta kepada Turi
Guiliano. Bagaimana tidak" Kekuatan fisik Guiliano, keanggunannya yang sigap
begitu memesona Justina sehingga gadis itu menatap Guiliano hampir-hampir
vulgar.

Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Turi Guiliano dan orangtuanya serta La Venera tengah minum kopi dan menawari
gadis itu. Justina menolak. Hanya La Venera yang menyadari betapa cantiknya gadis itu serta betapa
ia terpesona kepada Guiliano. Guiliano tidak mengenalinya sebagai gadis kecil
yang dulu ditemuinya menangis di jalan dan diberinya uang. Guiliano berkata
kepadanya, "Sampaikan terima kasihku kepada kakakmu atas tawarannya dan katakan
padanya untuk tidak mengkhawatirkan ibu dan ayahnya; mereka akan selalu berada
dalam perundunganku." Justina bergegas meninggalkan rumah dan melesat kembali ke
rumah orangtuanya. Sejak saat itu ia memimpikan Turi Guiliano sebagai
kekasihnya. Dan ia merasa bangga akan perasaan sayang Guiliano kepada kakaknya.
Maka sewaktu Guiliano setuju menyerang festival di Portella della Ginestra, ia
mengirim peringatan bersahabat kepada Silvio Ferra agar ia tidak terlibat dalam
pertemuan May Day itu. Ia menjamin Silvio tak satu pun penduduk San Giuseppe
Jato akan terbaka tapi ada kemungkinan ia tidak bisa melindungi Silvio kalau
berkeras melanjutkan kegiatan partai Sosialisnya. Bukan berarti Guiliano akan
menyakitinya, tapi Friends of the Friends telah membulatkan tekad untuk
menghancurkan partai Sosialis di Sisilia dan Ferra jelas menjadi salah satu
sasaran mereka. Sewaktu Silvio Ferra menerima pesan tersebut ia menganggapnya sebagai satu lagi
upaya menakut-nakuti dirinya, yang dipimpin oleh Don Croce. Itu bukan masalah.
Partai Sosialis tengah menuju kemenangan, dan ia tidak akan melewatkan salah
satu perayaan terbesar atas kemenangan yang mereka peroleh.
Pada May Day tahun 1948 itu penduduk Piani dei
Greci dan San Giuseppe Jato bangun lebih awal untuk memulai perjalanan panjang
menyusuri jalan setapak pegunungan ke dataran tinggi di balik Portella della
Ginestra. Mereka dipimpin sekelompok musisi dari Palermo yang disewa khusus
untuk acara itu. Silvio Ferra, diapit istri dan kedua anaknya, berada di jajaran
depan prosesi San Giuseppe Jato, dengan bangga membawa salah satu bendera merah
besar. Kereta-kereta yang dicat memesona, dilengkapi kuda-kuda yang diselimuti
kain merah khusus dan warna-warna meriah, dimuati panci-panci masak, kotak-kotak
kayu besar berisi spaghetti, mangkuk-mangkuk kayu raksasa untuk salad. Ada
kereta yang khusus mengangkut berguci-guci anggur. Kereta lain yang dilengkapi
balok-balok es digunakan untuk mengangkut keju-keju bulat, sosis-sosis besar,
dan adonan serta oven untuk memanggang roti.
Anak-anak menari-nari dan menendang-nendang bola di sepanjang barisan. Para pria
yang menunggang kuda menguji tunggangan mereka untuk lomba yang merupakan acara
utama pertandingan sore harinya.
Saat Silvio Ferra memimpin warga kotanya menuju celah pegunungan sempit yang
bernama Portella della Ginestra, para penduduk Piani dei Greci bergabung dari
jalan lain, membawa bendera merah dan panji-panji partai Sosialis mereka tinggitinggi. Kedua rombongan menyatu, saling menyapa riang sementara berjalan,
bergosip tentang skandal-skandal terakhir di desa masing-masing, dan
berspekulasi tentang hasil kemenangan dalam pemilihan, bahaya apa yang akan
menghadang walaupun terdengar kabar tentang kemungkinan bahaya dalam perayaan
May Day ini, me-394 reka sama sekali tidak takut. Mereka membenci Roma, takut kepada Mafia, tapi
tidak pasrah. Bagaimanapun mereka mengalahkan keduanya dalam pemilihan terakhir
dan tidak terjadi apa-apa.
Pada tengah hari lebih dari tiga ribu orang menyebar di dataran tinggi itu. Para
wanita mulai menggunakan oven jinjing untuk merebus air dan memasak pasta, anakanak menerbangkan layang-layang yang menari-nari bersama sejumlah elang merah
Sisilia. Senator Komunis, Lo Causi, mempelajari catatan untuk pidato yang akan
disampaikannya; sekelompok pria dipimpin Silvio Ferra mendirikan panggung kayu
yang akan menjadi tempat bagi dirinya dan sejumlah warga terkemuka kedua kota.
Para pria yang membantunya juga menyarankan agar tidak berlama-lama dalam
memperkenalkan Senator anak-anak mulai lapar.?
Pada saat itu terdengar letupan-letupan pelan di pegunungan. Beberapa anak pasti
membawa petasan, pikir Silvio Ferra. Ia berpaling untuk melihatnya.
Pada pagi yang sama tapi jauh lebih awal, bahkan sebelum matahari Sisilia
terbit, dua pasukan yang masing-masing terdiri atas dua belas orang berjalan
dari markas besar Guiliano di pegunungan di atas Montelepre, ke pegunungan
tempat Portella della Ginestra berada. Satu pasukan dipimpin Passatempo dan yang
lain dipimpin Terranova. Masing-masing pasukan membawa sepucuk senapan mesin
berat. Passatempo memimpin anak buahnya jauh ke atas lereng Monte Cumeta dan
hati-hati mengawasi peletakan senapan mesin. Empat orang ditugaskan merawat dan
menembakkannya. Anak buahnya yang
395 tersisa menyebar di lerang dengan senapan dan lupara untuk melindungi keempat
orang itu dari serangan apa pun.
Terranova dan anak buahnya menempati lereng Monte Pizzuta di sisi lain Portella
della Ginestra. Dari tempat ini, dataran tinggi yang gersang dan desa-desa di
bawahnya berada dalam jangkauan laras-laras senapan mesin dan senapan-senapan
anak buahnya. Strategi ini untuk mencegah kejutan dari carabinieri seandainya
mereka berkeliaran keluar barak.
Dari kedua lereng pegunungan anak buah Guiliano mengawasi para penduduk kota
Piani dei Greci dan San Giuseppe Jato berjalan ke puncak yang sedatar meja.
Beberapa anak buah Guiliano memiliki kerabat di prosesi itu, tapi mereka tidak
gelisah. Karena perintah Guiliano sangat jelas. Senapan mesin hanya ditembakkan
ke atas kepala orang-orang sampai mereka membubarkan diri dan kembali ke desa
masing-masing. Tidak boleh ada yang dilukai.
Guiliano semula merencanakan mengikuti ekspedisi ini dan memimpinnya langsung,
tapi tujuh hari sebelum May Day, dada Aspanu Pisciotta yang lemah akhirnya
mengalami perdarahan. Ia tengah berlari mendaki lereng pegunungan menuju markas
besar kelompok sewaktu darah menyembur dari mulurnya dan ia jatuh ke tanah.
Tubuhnya bergulmg-guling turun. Guiliano, mendaki di belakangnya, mengira
kejadian itu hanya salah satu lelucon sepupunya. Ia menghentikan tubuh Pisciotta
dengan kakinya dan lalu melihat bagian depan kemejanya berlumuran darah. Mulamula ia mengira Aspanu terkena tembakan penembak jitu dan ia luput
mendengar bunyi tembakannya. Ia memanggul Pisciotta dan membawanya mendaki
bukit. Pisciotta masih sadar dan terus bergumam, "Turunkan aku, turunkan aku."
Dan Guiliano mengerti tidak mungkin Pisciotta tertembak. Suaranya menunjukkan
kerusakan dalam, bukan luka hebat akibat terkena peluru.
Pisciotta ditempatkan di tandu dan Guiliano memimpin sepuluh anak buahnya
menemui dokter di Monreale. Dokter itu sering dimanfaatkan kelompoknya untuk
merawat luka tembakan dan bisa diandalkan dalam menyimpan rahasia. Tapi sang
dokter melaporkan penyakit Pisciotta kepada Don Croce seperti halnya transaksitransaksi lainnya dengan Guiliano. Karena ia berharap ditunjuk sebagai kepala
rumah sakit Palermo dan ia tahu itu mustahil terwujud tanpa persetujuan Don
Croce. Sang dokter membawa Pisciotta' ke rumah sakit Monreale untuk pemeriksaan lebih
jauh dan meminta Guiliano tetap tinggal dan menunggu hasilnya.
"Aku akan kembali besok pagi/' kata Guiliano kepada dokter itu. Ia menugaskan
empat anak buahnya menjaga Pisciotta di rumah sakit dan bersama, anak buah
lainnya kembali ke rumah salah satu anggota kelompoknya untuk bersembunyi.
Keesokan harinya dokter memberitahunya bahwa Pisciotta membutuhkan obat
streptomycin yang hanya bisa diperoleh di Amerika Serikat. Guiliano
memikirkannya. Ia akan meminta ayahnya dan Stefan Andolini menulis surat kepada
Don Corleone di Amerika dan meminta obat itu dikirimkan. Ia menyatakan
rencananya kepada dokter itu dan menanyakan apakah Pisciotta bisa meninggalkan
rumah sakit. Sang dokter mengiya-kan, tapi dengan syarat Pisciotta beristirahat
di ranjang selama beberapa minggu.
Jadi begitulah, Guiliano tengah berada di Monreale mengurus Pisciotta, mengatur
rumah baginya untuk menyembuhkan diri, sewaktu serangan di Portella della
Ginestra berlangsung.Ketika Silvio Ferra berpaling ke asal suara petasan, tiga
hal-berturut-turut tercatat di otaknya. Pertama adalah pemandangan bocah kecil
tertegun seraya mengacungkan lengannya. Di ujung lengannya, bukannya tangan yang
memegang layang-layang, melainkan tunggul berlumuran darah yang menakutkan,
layang-f layangnya melayang ke angkasa di atas lereng-lereng Monte Cumeta. Kedua
adalah shock begitu menyadari petasan-petasan itu ternyata suara tembakan
senapan mesin. Ketiga adalah kuda hitam menerjang liar menerobos kerumunan,
tanpa penunggang, panggulnya menyemburkan darah. Lalu Silvio Ferra berlari
menerobos kerumunan, mencari-cari istri dan anak-anaknya.
Di lereng Monte Pizzuta, Terranova mengamati kejadian itu dari balik
teropongnya. Mula-mula ia mengira orang-orang berjatuhan ke tanah karena
ketakutan, kemudian ia melihat tubuh-tubuh tidak bergerak, terkapar dalam posisi
aneh dan ia memukul penembak senapan mesinnya agar menjauhi senjatanya. Tapi
begitu senapan mesin membisu, ia masih bisa mendengar rentetan tembakan dari
Monte Cumeta. Terranova mengira Passatempo belum menyadari bahwa tembakan
diarahkan terlalu rendah dan orang-orang terluka. Be-398
berapa menit kemudian senapan lain juga berhenti dan kesunyian mengerikan
mengisi Portella della Ginestra. Lalu lolongan mereka yang masih hidup
mengambang ke puncak-puncak kembar pegunungan, jeritan-jeritan mereka yang
terluka dan sekarat. Terranova memberikan isyarat kepada anak .buahnya agar
berkumpul, memerintahkan mereka membongkar senapan mesinnya, lalu memimpin
mereka lari ke seberang pegunungan. Sambil melarikan diri ia berpikir apakah
sebaiknya ia kembali ke Guiliano untuk melaporkan tragedi ini. Ia takut Guiliano
mengeksekusi dirinya dan anak buahnya seketika. Tapi ia juga yakin Guiliano akan
memberinya kesempatan menyampaikan pembelaan, dan ia dan anak buahnya bisa
bersumpah bahwa mereka telah menaikkan arah tembakan. Ia akan kembali ke markas
besar dan melapor. Ia penasaran apakah Passatempo juga berbuat begitu.
Pada saat Silvio Ferra menemukan istri dan anaknya, tembakan senapan mesin telah
berhenti. Keluarganya tidak terluka dan hendak bangkit dari tanah. Ia memaksa
mereka kembali berbaring dan,tidak bergerak selama lima belas menit lagi. Ia
melihat pria berkuda melesat ke arah Piani dei Greci untuk meminta bantuan dari
barak carabinieri dan ketika pria itu tidak ditembak jatuh dari kudanya, Silvio
tahu serangan telah berakhir. Ia beranjak bangkit.
Dari dataran yang menjadi puncak Portella della Ginestra, ribuan orang turun
kembali ke desa-desa mereka di kaki pegunungan. Dan mereka yang tewas atau
sekarat terkapar di tanah, keluarga mereka ber-" jongkok di sekitar mereka
sambil menangis. Bendera meriah yang tadi pagi mereka kibarkan sekarang
tergeletak dalam debu, kecemerlangan warna emas gelap, hijau mencolok, dan
merahnya tampak mengejutkan tertimpa matahari tengah hari. Silvio Ferra
meninggalkan keluarganya untuk membantu mereka yang terluka. Ia menghentikan
beberapa pria yang lari dan memaksa mereka menjadi pembawa tandu. Dengan ngeri
ia melihat beberapa di antara korban adalah anak-anak dan wanita. Ia merasakan
air mata merebak di matanya. Semua gurunya keliru, mereka yang percaya akan
tindakan politik. Para pemilih tidak akan pernah mengubah Sisilia. Semuanya
hanyalah kebodohan. Mereka harus membunuh untuk mendapatkan haknya.
Hector Adonis yang menyampaikan kabar itu kepada Guiliano di samping ranjang
Pisciotta. Guiliano seketika menuju markas besarnya di pegunungan, meninggalkan
Pisciotta memulihkan diri tanpa perlindungan pribadinya.
Di tebing-tebing di atas Montelepre, ia memanggil Passatempo dan Terranova.
Kuperingatkan kalian sebelum kalian berbicara," tukas Guiliano. "Siapa pun yang
bertanggung jawab akan ditemukan tidak peduli berapa lama waktu yang diperlukan.
Dan semakin lama waktunya, semakin berat hukumannya. Kalau kejadian ini
kesalahan tidak disengaja, akuilah sekarang dan aku berjanji kalian tidak akan
menderita dalam kematian."
Passatempo dan Terranova tidak pernah melihat kemurkaan sehebat itu pada
Guiliano; Mereka berdiri kaku, tidak berani bergerak sementara Guiliano
menginterogasi. Mereka bersumpah senjata-senjata dinaikkan
untuk menembak di atas kepala orang-orang, dan sewaktu mereka menyadari orangorang tertembak, mereka menghentikan tembakan.
Guiliano kemudian menanyai anggota pasukan dan orang-orang yang menangani
senapan mesin. Ia membayangkan apa yang terjadi. Senapan mesin Terranova
menembak selama sekitar lima menit sebelum dihentikan. Senapan Passatempo
sekitar sepuluh menit. Para penembak bersumpah mereka menembak di atas kepak
orang-orang. Tidak satu pun dari mereka mengakui mungkin melakukan kesalahan
atau mengubah arah senapan.
Sesudah membubarkan mereka, Guiliano duduk seorang diri. Untuk pertama kalinya
sejak menjadi bandit, ia merasakan malu yang tidak tertahankan. Selama lebih
dari empat tahun sebagai pelanggar hukum ia bisa menyombongkan diri tidak pernah
menyakiti orang miskin. Sekarang hal itu tidak benar. Ia telah membantai mereka.
Jauh di lubuk hatinya ia tidak lagi bisa menganggap dirinya pahlawan. Lalu ia
mempertimbangkan berbagai kemungkinan. Kejadian itu mungkin kesalahan: Anak
buahnya pandai menggunakan lupara tapi senapan mesin berat itu terlalu asing
bagi mereka. Menembak ke bawah, ada kemungkinan mereka keliru memperhitungkan
sudutnya. Ia tidak percaya Terranova atau Passatempo membohonginya, tapi selalu
ada kemungkinan salah satu atau keduanya telah - disuap untuk melakukan
pembantaian tersebut. Selain itu, terlintas dalam benaknya begitu mendengar
kejadian itu, mungkin ada kelompok penyergap ketiga.
Tapi jelas, kalau kejadian itu disengaja, lebih banyak lagi yang tertembak.
Tentu pembantaiannya akan jauh lebih mengerikan. Kecuali, pikir Guiliano, tujuan
pembantaian itu untuk mencoreng nama Guiliano. Dan gagasan siapakah penyerangan
di Portella della Ginestra itu" Unsur kebetulannya terlalu berlebihan untuk bisa
diterima. Kebenaran yang tidak terelakkan dan memalukan adalah dirinya dikalahkan oleh Don
Croce. PEMBANTAIAN di Portella della Ginestra mengejutkan seluruh Italia. Koran-koran
menjeritkan judul-judul mencolok mengenai pembantaian pria, wanita, dan anakanak yang tidak bersalah. Lima belas orang tewas dan lebih dari lima puluh
terluka. Mula-mula muncul spekulasi Mafia yang melakukannya, dan Silvio Ferra
menyampaikan pidato yang membebankan tanggung jawab kejadian itu ke atas bahu
Don Croce. Tapi Don telah siap menghadapi hal ini. Para anggota rahasia Friends
of the Friends bersumpah di hadapan para hakim bahwa mereka melihat Passatempo
dan Terranova menyiapkan penyerangan. Orang-orang Sisilia penasaran kenapa
Guiliano tidak mengingkari tuduhan itu melalui salah satu suratnya yang terkenal
ke surat-surat kabar. Ia membisu di luar kebiasaan.
Dua minggu sebelum pemilihan nasional, Silvio Ferra mengendarai sepedanya dari
San Giuseppe Jato menuju kota Piani dei Greci. Ia mengayuh sepedanya di
sepanjang tepi sungai Jato dan menyusuri kaki pegunungan. S jalan ia berpapasan
dengan dua pria yang berteriak menyuruhnya berhenti, tapi ia terus mengayuh
cepat. B berpaling ia melihat kedua orang itu mengikutinya dengan sabar tapi tak
lama kemudian ia telah jauh meninggalkan mereka. Saat ia tiba di desa Piani dei
Greci, mereka tidak lagi tampak.
Ferra menghabiskan waktu tiga jam di gedung pertemuan Sosialis bersama para
pemimpin partai dari kawasan di sekitarnya. Sewaktu pertemuan usai senja telah
turun, dan ia sangat ingin tiba di rumah sebelum gelap. Ia menuntun sepedanya
melewati alun-alun, menyapa riang beberapa penduduk desa yang dikenalnya. Tibatiba empat orang mengepungnya. Silvio Ferra mengenali salah satu di antaranya
sebagai kepala Mafia Montelepre, dan ia merasa lega. Ia mengenal Quintana sejak
kecil, dan Ferra juga tahu Mafia sangat berhati-hati di kawasan ini, agar tidak
menjengkelkan Guiliano atau melanggar peraturannya mengenai "menghina orang
miskin". Maka ia menyapa Quintana sambil tersenyum dan berkata, "Kau jauh dari
rumah." Quintana berkata, "Halo, sobat. Kami akan menemanimu sebentar. Jangan ribut dan
kau tidak akan terluka. Kami hanya ingin berbicara denganmu."
"Berbicaralah denganku di sini," kata Silvio Ferra. Ia merasakan getar ketakutan
yang pertama, ketakutan yang sama seperti yang dirasakannya di medan perang,
ketakutan yang ia tahu bisa-dikuasainya. Jadi sekarang ia menahan diri tidak
bertindak bodoh. Dua di antara mereka menempatkan diri di sampingnya dan
mencengkeram lengannya. Mereka mendorongnya pelan menyeberangi alun-alun.
Sepedanya bergulir bebas, lalu jatuh.
Ferra melihat para penduduk desa yang duduk di luar rumah mulai menyadari apa
yang terjadi. Jelas mereka akan membantunya. Tapi pembantaian di Portella della
Ginestra, kengerian yang mencekam
semua orang, telah mematahkan semangat mereka. Tidak satu pun memprotes. Silvio
Ferra menjejakkan tumitnya ke tanah dan mencoba berbalik ke gedung pertemuan.
Bahkan dari jarak sejauh ini ia bisa melihat beberapa rekan kerjanya di ambang
pintu. Tidakkah mereka melihat dirinya menghadapi masalah" Tapi tak seorang pun
beranjak dari tempatnya. Ia berteriak, "Tolong." Tak ada yang bergerak dan
Silvio Ferra merasa malu luar biasa atas sikap mereka.
Quintana mendorongnya kasar. "Jangan bodoh," tegasnya. "Kami hanya ingin bicara.
Sekarang ikut kami tanpa memicu keributan. Jangan sampai teman-temanmu terluka."
Saat itu hampir gelap, bulan telah terbit. Ia merasakan sepucuk senapan
disodokkan ke punggungnya dan tahu mereka akan membunuhnya di alun-alun kalau
mereka berniat melakukannya. Lalu mereka akan membunuh siapa pun yang berniat
membantu. Ia berjalan bersama Quintana ke ujung desa. Ada kemungkinan mereka
tidak berniat membunuhnya; ada terlalu banyak saksi dan beberapa di antaranya
jelas mengenali Quintana. Kalau ia melawan sekarang mereka mungkin panik dan
menembakkan senapan. Lebih baik menunggu dan mendengarkan.


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Quintana berbicara datar kepadanya. "Kami ingin membujukmu agar menghentikan
semua kebodohan Komunis-mu. Kami sudah memaafkan seranganmu terhadap Friends of
the Friends sewaktu kau menuduh mereka mendalangi penyerangan Ginestra. Tapi
kesabaran kami tidak terbalas dan mulai menipis. Menurutmu itu bijaksana" Kalau
kauteruskan, kau memaksa kami membuat anak-anakmu tidak memiliki ayah." Pada
saat itu mereka telah meninggalkan desa dan mulai mendaki jalan setapak berbatubatu yang akhirnya menuju Monte Cumeta. Silvio Ferra berpaling putus asa tapi
tidak melihat seorang pun mengikuti. Ia berkata kepada Quintana, "Kau mau
membunuh kepala keluarga demi masalah sepele seperti politik?"
Quintana tertawa kasar, "Aku pernah membunuh orang hanya karena meludahi
sepatuku, ejeknya. Orang-orang yang memegang lengan Silvio Ferra menjauhkan diri dan saat itu
Silvio Ferra menyadari nasibnya. Ia berpaling dan berlari menuruni jalan setapak
yang diterangi cahaya bulan.
Penduduk desa mendengar suara tembakan dan salah seorang pemimpin partai
Sosialis menghubungi carabinieri. Keesokan paginya mayat Silvio Ferra ditemukan
dibuang di salah satu jurang di pegunungan. Sewaktu polisi menanyai penduduk
desa, tak seorang pun mengaku menyaksikan apa yang terjadi. Tak seorang pun
menyinggung tentang keempat pria itu, tak seorang pun mengaku mengenali Guido
Quintana. Meskipun mereka pemberontak, mereka orang Sisilia dan tidak akan
melanggar hukum omerta. Tapi beberapa orang menceritakan apa yang mereka
saksikan kepada kelompok Guiliano.
Gabungan banyak hal menyebabkan Demokrat Kristen memenangkan pemilihan. Don
Croce dan Friends of the Friends melaksanakan tugas dengan baik. Pembantaian di
Portella della Ginestra mengejutkan seluruh Italia, tapi kejadian itu lebih dari
mengejutkan bagi orang Sisilia peristiwa itu menyebabkan mereka?trauma. Gereja Katolik, penyelenggara pemilihan di bawah nama Kristus, bersikap
lebih hati-hati dalam memberikan sumbangan. Pembunuhan terhadap Silvio Ferra
merupakan pukulan terakhir. Partai Demokrat Kristen meraih kemenangan luar biasa
di Sisilia pada tahun 1948, dan itu membantu kemenangan di seluruh Italia. Jelas
mereka akan memimpin dalam waktu lama. Don Croce penguasa Sisilia, Gereja
Katolik akan menjadi agama nasional, dan kemungkinan besar Menteri Trezza, tidak
dalam waktu dekat tapi juga tidak terlalu lama, akan menjadi Perdana Menteri
Italia. Pada akhirnya Pisciotta terbukti benar. Don Croce mengirim kabar melalui Hector
Adonis bahwa partai Demokrat Kristen tidak bisa memberikan pengampunan kepada
Guiliano dan anak buahnya karena pembantaian di Portella della Ginestra.
Pengampunan akan menimbulkan skandal luar biasa; tuduhan bahwa pengampunan itu
dipicu kepentingan politik akan kembali mencuat ke permukaan. Pers akan heboh
dan akan terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh Italia. Don Croce
mengatakan bahwa sudah sewajarnya tangan Menteri Trezza terikat, bahwa Kardinal
Palermo tidak lagi bisa membantu orang yang dianggap telah membantai wanita dan
anak-anak tidak bersalah; tapi dirinya, Don Croce, akan terus berupaya
mendapatkan pengampunan itu. Namun ia menyarankan lebih baik Guiliano pindah ke
Brasilia atau Amerika Serikat, dan dalam hal itu dirinya, Don Croce, akan
membantu dengan segala cara.
Anak buah Guiliano tertegun melihat Guiliano tidak menunjukkan emosi apa pun
terhadap pengkhianatan itu, ia seolah menerimanya sebagai kewajaran. Ia mengajak
anak buahnya semakin jauh ke pegunungan dan memberitahu para pemimpinnya agar
mendirikan perkemahan di dekat kemahnya sendiri supaya ia bisa mengumpulkan
mereka dalam waktu singkat. Seiring berlalunya hari, ia tampak semakin tenggelam
dalam dunianya. Berminggu-minggu berlalu sementara para pemimpin kelompoknya
menunggu perintahnya dengan tidak sabar.
Suatu pagi ia berkeliaran jauh ke dalam pegunungan seorang diri. tanpa
pengawalan. Ia kembali dalam kegelapan dan berdiri di dekat api unggun.
"Aspanu," katanya, "panggil semua pemimpin."
Pangeran Ollorto memiliki lahan seluas ratusan ribu hektar, tempat ia
menumbuhkan segala sesuatu yang menjadikan Sisilia kantong makanan Italia selama
seribu tahun jeruk dan lemon, biji-bijian, bambu, pohon zaitun yang menyediakan
?minyak, anggur untuk minuman, lautan tomat, paprika hijau, terong yang paling
ungu dan sebesar kepala bagal. Sebagian lahan ini disewakan kepada para petani
dengan sistem bagi hasil sama rata. Tapi Pangeran Ollorto, seperti semua tuan
tanah, meraih keuntungan terlebih dulu mesin yang digunakan, bibit dan
?transportasi, semua disewakan dengan bunga. Para petani cukup beruntung kalau
bisa menyimpan 25 persen dari apa yang telah susah payah mereka tanam. Kendati
demikian nasib mereka masih jauh lebih baik daripada orang-orang yang menyewakan
tenaganya dengan sistem harian dari menyewakan
Tanah di Sisilia subur, tapi sayangnya para bangsawan membiarkan sebagian besar
lahannya tidak terurus dan tersia-sia. Pada tahun 1860 Garibaldi yang agung
berjanji para petani akan merniliki lahannya sendiri. Namun sekarang pun
Pangeran Ollorto masih memiliki seratus ribu hektar lahan yang tidak terurus.
Begitu pula para bangsawan lainnya yang memanfaatkan lahan mereka sebagai
cadangan uang tunai, menjual sepetak demi sepetak demi kesenangan.
Dalam pemilihan yang terakhir semua partai, termasuk partai Demokrat Kristen,
berjanji memperkuat dan menegakkan hukum pembagian tanah. Hukum ini menyatakan
tanah yang tidak terurus dari lahan-lahan besar bisa diklaim para petani dengan
pembayaran minimal. Tapi hukum ini sejak dulu dipatahkan oleh para bangsawan yang menyewa para
pemimpin Mafia untuk mengmtimidasi orang-orang yang berniat mengklaim lahannya.
Pada hari ketika petani bisa mengklaim lahan, pemimpin Mafia hanya perlu
menunggang kudanya menyusuri batas lahan dan tak satu petani pun berani
mengajukan klaim. Beberapa orang yang memutuskan meneruskan niatnya akan
dibunuh, begitu pula para pria anggota keluarganya. Tindakan ini berlangsung
selama seabad, dan setiap orang Sisilia memahami peraturan itu. Kalau ada lahan
yang dilindungi pemimpin Mafia, tidak ada tanah yang bisa diklaim dari sana.
Roma bisa menerbitkan ratusan undang-undang, semua itu tidak berarti sama
sekali. Sebagaimana pernah dikatakan Don Croce kepada Menteri Trezza pada saat,
senggang, "Apa hubungan undang-undangmu dengan kami?" Tidak, lama seusai
pemilihan, tiba harinya lahan Pangeran Ollorto yang tidak terurus bisa diklaim
para petani. Seluruh lahan seluas seratus ribu hektar itu telah dipatok oleh
pemerintah. Para pemimpin partai sayap kiri mendesak orang-orang mengajukan
klaim. Saat harinya tiba hampir lima ribu petani berkumpul di luar gerbang
istana Pangeran Ollorto. Para pejabat pemerintah menunggu dalam tenda besar di
lahan itu, yang dilengkapi meja-meja dan kursi-kursi, serta para pegawai negeri
mencatat secara resmi setiap klaim. Beberapa petani berasal dari kota
Montelepre. Pangeran Ollorto, mengikuti saran Don Croce, menyewa enam pemimpin Mafia sebagai
gabelloti. Maka pada pagi yang cerah itu, matahari Sisilia memanggang mereka
hingga berkeringat, keenam pemimpin Mafia itu menunggang kuda mereka mondarmandir menyusuri dinding yang mengelilingi lahan Pangeran Ollorto. Para petani
yang berkumpul, di bawah pepohonan zaitun yang lebih tua daripada Kristus,
mengawasi keenam orang itu, yang terkenal kebuasannya di seluruh Sisilia. Mereka
menunggu seakan-akan berharap ada keajaiban, terlalu takut bergerak maju.
Tapi keajaiban itu bukan dalam bentuk kekuatan hukum. Menteri Trezza telah
mengirim perintah langsung kepada Maresciallo yang mengomandani mereka agar
tidak mengeluarkan carabinieri dari baraknya. Pada hari itu, tak satu pun
anggota Kepolisian Nasional berseragam terlihat di seluruh provinsi Palermo.
Kerumunan di luar dinding lahan Pangeran Ollorto menunggu. Keenam pemimpin Mafia
terus menunggangi kuda sekonsisten metronom, wajah mereka datar,
senapan mereka tersarung di pelana, lupare tersandang di bahu, pistol dijejalkan
di sabuk di balik jaket. Mereka tidak menunjukkan sikap mengancam ke arah
kerumunan malah mereka tak mengacuhkan para petani; mereka hanya menunggang ?kuda dalam kebisuan. Para petani, seakan berharap kuda-kuda itu kelelahan atau
membawa para naga-penjaga ini pergi, membuka kantong-kantong makanan dan botolbotol anggur mereka. Sebagian besar di antara mereka pria, hanya beberapa
wanita. Dan di antara para wanita ini terdapat Justina bersama ibu dan ayahnya.
Mereka datang untuk menunjukkan kemarahan atas pembunuhan terhadap Silvio Ferra.
Namun tak satu pun dari mereka berani melintasi barisan kuda yang melangkah
pelan itu, tidak ada yang berani mengklaim tanah yang merupakan milik mereka
berdasarkan undang-undang.
Bukan hanya rasa takut yang menahan mereka; para penunggang kuda ini adalah
"orang-orang terhormat" pembuat undang-undang yang sebenarnya di kota tempat
tinggal mereka. Friends of the Friends mendirikan pemerintah bayangan yang
berfungsi lebih efektif daripada pemerintah di Roma. Adakah pencuri atau
perampok yang mencuri ternak dan domba petani" Kalau korban melaporkan kejahatan
itu kepada carabinieri, ia tidak akan pernah mendapatkan miliknya kembali. Tapi
kalau ia menemui para pemimpin Mafia ini dan membayar komisi dua puluh persen,
fernak yang hilang akan ditemukan dan ia mendapat jaminan kejadian itu tidak
akan terulang. Kalau berandalan pemarah membunuh pekerja yang tidak - bersalah
karena segelas anggur, pemerintah jarang bisa memvonis pelaku karena kesaksian
yang tidak jelas dan hukum omerta. Tapi kalau keluarga korban menemui salah satu
dari keenam pria terhormat ini, pembalasan dan keadilan bisa diperoleh.
Pencuri-pencuri kelas teri di lingkungan miskin akan dieksekusi, perseteruan
diselesaikan secara terhormat, pertengkaran atas batas lahan diselesaikan tanpa
biaya pengacara. Keenam orang ini merupakan hakim yang pendapatnya tidak bisa
ditentang atau diabaikan, hukuman bagi mereka yang menentang sangat berat dan
tidak bisa dihindari kecuali dengan emigrasi. Keenam orang ini memiliki
kekuasaan di Sisilia yang tidak bisa diterapkan bahkan, oleh Perdana Menteri
Italia. Jadi orang-orang tetap menunggu di luar dinding-dinding lahan Pangeran
Ollorto. Keenam pemimpin Mafia tidak berkuda dalam jarak dekat, itu akan dianggap tanda
kelemahan. Mereka terpisah, seperti raja-raja yang independen, masing-masing
membawa kengerian tersendiri. Yang paling ditakuti, menunggang kuda kelabu
berbintik-bintik, adalah Don Siano dari kota Bisacquino. Ia berusia lebih dari
enam puluh tahun dan wajahnya sama pucat dan berbintik-bintik seperti pantat
kudanya. Ia telah menjadi legenda di usia 26 tahun sewaktu membunuh pemimpin
Mafia pendahulunya. Pria itu membunuh ayah Don Siano sewaktu Don sendiri masih
berusia dua belas tahun dan Siano harus menunggu empat belas tahun untuk bisa
membalas dendam. Lalu suatu hari ia melompat dari pohon menerkam korban yang
tengah menunggang kuda dan, sambil mencengkeram pria itu dari belakang,
memaksanya berkuda melewati jalan utama di kota. Sementara mereka berkuda di
depan orang-orang,.Siano mencincang korbannya, memotong
hidungnya, bibirnya, telinganya, dan kemaluannya. Lalu, sambil memeluk mayat
yang berlumuran darah, Siano mengarahkan kudanya melewati rumah korbannya.
Setelah itu ia memimpin provinsinya dengan tangan besi berlumuran darah.
Pemimpin Mafia kedua, mengendarai kuda hitam bebercak merah di atas telinganya,
adalah Don Arzana dari kota Piani dei Greci. Ia pria yang tenang, hari-hari,
yang percaya selalu ada dua pihak dalam perselisihan dan menolak membunuh Silvio
Ferra demi tujuan politik. Ia bahkan berhasil mempertahankan keselamatan Silvio
selama bertahun-tahun. Ia tertekan oleh pembunuhan itu tapi tidak berdaya
mencampurinya, karena Don Croce dan para pemimpin Mafia lainnya berkeras telah
tiba waktunya memberi pelajaran bagi kawasan tersebut. Kepemimpinannya diwarnai
pengampunan dan kebajikan, dan ia yang paling dicintai dari keenam tiran itu.
Tapi sekarang sementara ia menunggang kudanya di depan kerumunan, wajahnya
tegas, seluruh keraguan dalam dirinya terhapus.
Pria ketiga adalah Don Piddu dari Caltanissetta dan pelananya dipenuhi bunga. Ia
terkenal sangat suka pujian dan penuh perhatian terhadap penampilannya, iri
terhadap kekuasaan dan senang menghancurkan aspirasi pemuda. Di festival desa,
seorang petani muda menyebabkan para wanita setempat terpesona karena mengenakan
genta pada tumitnya sewaktu menari, memakai kemeja dan celana panjang sutra
hijau yang dijahit di Palermo, dan menyanyi sambil memainkan gitar yang dibuat
di Madrid. Don Piddu merasa kesal pada kekaguman yang diperoleh si petani muda,
murka karena para wanita mengagumi pemuda banci dan bukan pria sejati seperti
dirinya. Pemuda itu tak bisa menari lagi keesokan harinya, ia ditemukan di jalan
menuju tanah pertaniannya, tubuhnya tercincang peluru.
Pemimpin Mafia keempat adalah Don Marcuzzi dari kota Villamura, yang dikenal
bersahaja dan memiliki kapel sendiri di rumah sebagaimana para bangsawan kuno.
Don Marcuzzi, terlepas dari pemilikan kapel itu, hidup sangat sederhana, dan
secara pribadi miskin karena menolak mendapat keuntungan dari kekuasaannya. Tapi
ia sangat menikmati kekuasaan itu; ia tidak kenal lelah dalam usahanya membantu
sesama orang Sisilia tapi juga penganut sejati cara-cara lama Friends of the
Friends. Ia menjadi legenda sewaktu mengeksekusi keponakan kesayangannya karena
melakukan infamita, dengan memberikan informasi kepada polisi yang merugikan
pesaing dari fraksi Mafia lain.
Orang kelima yang menunggang kuda adalah Don Buccilla dari Partinico, yang
datang menemui Hector Adonis atas nama keponakannya bertahun-tahun lalu, pada
hari menentukan ketika Turi Guiliano menjadi pelanggar hukum. Sekarang, lima
tahun kemudian, beratnya bertambah dua puluh kilo. Ia masih mengenakan pakaian
petani gaya operanya walaupun ia menjadi sangat kaya selama lima tahun itu.
Kebuasannya tidak berlebihan, tapi ia tidak bisa mengesampingkan ketidakjujuran
dan mengeksekusi pencuri dengan keadilan yang sama seperti Hakim Agung Inggris
abad kedelapan belas menyatakan hukuman mati atas para pencopet cilik.
Orang keenam adalah Guido Quintana, yang, meskipun berasal dari Montelepre,
meraih reputasi dengan mengambil alih kawasan maut di kota Corleone. Ia terpaksa melakukannya karena
Montelepre berada di bawah perlindungan langsung Guiliano. Tapi di Corleone,
Guido Quintana mendapatkan pelampiasan nafsu membunuhnya. Ia menyelesaikan empat
perselisihan keluarga dengan menyingkirkan para penentang keputusannya. Ia
membunuh Silvio Ferra dan para penggerak organisasi lainnya. Ia mungkin satusatunya pemimpin Mafia yang lebih dibenci daripada dihormati.
Keenam orang inilah yang, melalui reputasi dan penghormatan serta sejumlah besar
ketakutan yang bisa mereka bangkitkan, menghalangi lahan Pangeran Ollorto dari
tangan para petani miskin Sisilia.
Dua jip penuh orang bersenjata melesat menyusuri jalan Montelepre-Palermo dan
berbelok ke jalan setapak yang menuju dinding lahan. Hanya dua di antaranya yang
tidak mengenakan topeng wol yang hanya menyisakan celah untuk mata. Kedua orang
yang tidak bertopeng itu adalah Turi Guiliano dan Aspanu Pisciotta. Mereka yang
mengenakan topeng termasuk Kopral Canio Silvestro, Passatempo, dan Terranova.
Andolini, juga bertopeng, menghalangi jalan dari Palermo. Saat jip-jip itu
berhenti sekitar, lima belas meter dari para pemimpin-Mafia berkuda, orang-orang
lain bermunculan menerobos kerumunan petani. Mereka juga bertopeng. Mereka
semula berpiknik di bawah pepohonan zaitun. Sewaktu kedua jip muncul mereka
membuka keranjang makanan dan mengambil senjata serta topeng mereka. Mereka
menyebar membentuk setengah lingkaran panjang dan mengepung para penunggang kuda
dengan senjata mereka. Seluruhnya ada lima puluh orang. Turi Guiliano melompat
turun dari jip dan memeriksa apakah semua orang telah menempati posisi masingmasing. Ia mengawasi keenam penunggang kuda yang mondar-mandir itu. Ia tahu
mereka telah melihatnya, begitu pula kerumunan petani. Matahari Sisilia yang
panas bagai memerahkan pemandangan alam yang hijau. Guiliano bertanya-tanya
bagaimana ribuan petani tangguh ini bisa dintimidasi sehingga membiarkan enam
orang menghalangi roti dari mulut anak-anak mereka.
Aspanu Pisciotta menunggu bagai ular yang tidak sabar di samping Guiliano. Hanya
Aspanu yang menolak mengenakan topeng; semua orang lainnya takut akan pembalasan
dendam keluarga keenam pemimpin Mafia dan Friends of the Friends. Sekarang
Guiliano dan Pisciotta yang akan menanggung risiko vendetta.
Mereka berdua mengenakan gesper emas berukir singa dan elang. Guiliano hanya
menyandang sepucuk pistol besar di sarung yang menjuntai dari sabuknya. Ia juga
mengenakan cincin zamrud yang dirampasnya dari Duchess bertahun-tahun lalu.
Pisciotta menyandang senapan mesin. Wajahnya pucat akibat penyakit paru-paru dan
semangatnya; ia merasa tidak sabar karena Guiliano berlambat-lambat. Tapi
Guiliano hati-hati mengawasi sekitarnya untuk memastikan perintahnya telah
dilaksanakan. Anak buahnya membentuk setengah lingkaran sehingga menyisakan
jalan melarikan diri bagi para pemimpin Mafia itu seandainya mereka memutuskan
lari. Kalau mereka lari, mereka akan kehilangan "kehormatan" dan sebagian besar
pengaruh mereka; , para petani tidak lagi takut terhadap mereka. Tapi
Guiliano melihat Don Siano membelokkan kuda kelabu berbintik-bintiknya dan yang
lain mengikuti untuk berparade sekali lagi di depan dinding. Mereka tidak akan
lari. Dari salah satu menara istana tuanya, Pangeran Ollorto menyaksikan pemandangan
itu melalui teleskop yang digunakannya untuk memetakan bintang. Ia bisa melihat
wajah Turi Guiliano dengan jelas dan mendetail matanya yang oval, wajahnya ?yang bersih, mulut lebarnya yang sekarang terkatup rapat; dan ia tahu kekuatan
yang terpancar di wajah pemuda itu adalah kekuatan kebaikan, namun sayangnya
kebaikan bukanlah aset yang bagus. Karena kebaikan semata sangat menakutkan, dan
Pangeran tahu kebaikan semacam itulah yang disaksikannya sekarang. Perannya ini
membuatnya malu. Ia mengenal baik sesama orang Sisilia ini, dan sekarang ia
bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi Keenam manusia hebat yang diikatnya
dengan uang itu akan bertempur demi dirinya, mereka tidak akan lari. Mereka
mengintimidasi kerumunan yang berdiri di depan dinding "kerajaannya". Tapi
sekarang Guiliano berdiri di hadapan mereka bagai malaikat pembalas. Bagi
Pangeran, matahari telah memudar.
Guiliano menghampiri lintasan yang dilalui keenam penunggang kuda. Mereka orangorang bertubuh besar dan mereka mempertahankan tunggangannya agar melangkah


Orang Orang Sisilia The Sicilian Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pelan-pelan. Sesekali mereka memberi makan kuda-kuda dengan gandum yang menumpuk
di dinding batu putih bergerigi. Dengan begitu kuda-kuda akan terus membuang
kotoran dan meninggalkan jejak rabuk yang menghina; lalu mereka akan kembali
berjalan pelan-pelan. Turi Guiliano menempatkan diri sangat dekat dengan lintasan, Pisciotta selangkah
di belakangnya. Keenam penunggang kuda tidak berhenti atau memandang ke arahnya.
Wajah-wajah mereka sulit ditebak., Meski mereka semua menyandang lupara di bahu,
mereka tidak mencoba meraihnya. Guiliano menunggu. Mereka berenam melewatinya
tiga kali lagi. Guiliano mundur selangkah. Ia berkata pelan kepada Pisciotta,
"Turunkan mereka dari kuda dan bawa mereka ke hadapanku." Lalu ia menyeberangi
lintasan dan menyandar ke dinding batu putih.
Sambil bersandar ke dinding ia tahu curinya telah melewati garis yang penting,
apa yang dilakukannya hari ini akan menentukan nasibnya. Tapi ia tidak ragu,
tidak gelisah, hanya merasakan kemarahan dingin terhadap dunia. Ia tahu di
belakang keenam orang ini berdiri sosok raksasa Don Croce, dan Don Croce-lah
musuh terakhirnya. Dan ia merasa marah terhadap kumpulan orang yang dibantunya
ini. Kenapa mereka begitu patuh, begitu penakut" Kalau saja ia bisa
mempersenjatai dan memimpin mereka, ia bisa menciptakan Sisilia baru. Tapi lalu
ia merasakan gelombang iba terhadap orang-orang miskin ini, para petani yang
hampir kelaparan, dan ia mengangkat tangan 'memberi hormat untuk mendorong
semangat mereka. Kerumunan orang itu tetap membisu. Sejenak ia teringat akan
Silvio Ferra, yang mungkin bisa membangkitkan semangat mereka.
Sekarang Pisciotta menguasai panggung Ia mengenakan sweter wol berwarna krem
berhias tenunan naga - naga berwarna gelap merajalela. Kepalanya yang ramping hitam, sesempit mata
pisau, dikelilingi cahaya merah-darah matahari Sisilia. Ia memalingkan kepala
yang bagai bilah pisau itu ke arah enam tugu penunggang kuda dan mengawasi
mereka cukup lama dengan tatapan ular berbisa. Kuda Don Siano membuang kotoran
di depan kakinya saat keenam orang itu lewat.
Pisciotta mundur selangkah. Ia mengangguk ke arah Terranova, Passatempo, dan
Silvestro, yang berlari menuju lima puluh orang bertopeng yang membentuk
lingkaran pengepung. Orang-orang bertopeng menyebar lebih jauh untuk menutup
jalan melarikan diri yang tadi dibiarkan terbuka. Para pemimpin Mafia terus
berkuda dengan angkuh seakan tidak terjadi apa-apa, meski tentu saja mereka
mengamati dan memahami segalanya. Tapi mereka telah memenangkan ronde pertama
pertempuran. Sekarang keputusan berada di tangan Guiliano, apakah ia hendak
mengambil langkah terakhir yang paling berbahaya atau tidak.
Pisciotta melangkah ke lintasan kuda Don Siano dan mengangkat tangannya ke wajah
kelabu yang ketakutan itu. Tapi Don Siano tidak berhenti. Sewaktu kudanya
berusaha berbelok penunggangnya menarik tali kekangnya erat-erat, dan mereka
pasti akan menginjak-injak Pisciotta kalau pemuda itu tidak menyingkir dan,
sambil menyeringai buas, membungkuk kepada Don Siano yang melewatinya. Lalu
Pisciotta melangkah tepat ke belakang kuda dan penunggangnya, membidikkan
senapan mesinnya ke pantat kelabu kuda dan menarik picunya.
Udara yang semerbak wangi bunga dipenuhi bau isi perut, semburan deras darah dan
ribuan serpih kotoran. Hujan peluru menyapu kaki-kaki kuda dan hewan itu pun
jatuh terempas, Don Siano terperangkap tubuh yang jatuh itu sebelum empat anak
buah Guiliano menariknya dan mengikat lengannya ke belakang. Kudanya masih hidup
dan Pisciotta melangkah maju dan menyemburkan peluru ke kepala hewan itu.
Erang ngeri dan sorak gembira meluap dari kerumunan. Guiliano tetap bersandar ke
dinding, pistolnya yang berat masih di sarungnya. Ia berdiri dengan lengan
terlipat seolah ia juga mengira-ngira apa yang akan dilakukan Aspanu
selanjurnya. Kelima pemimpin Mafia yang tersisa meneruskan parade. Tunggangan mereka melonjak
saat mendengar suara tembakan, tapi para penunggang cepat mengendalikan mereka.
Mereka berkuda lambat-lambat seperti sebelumnya. Sekali lagi Pisciotta melangkah
ke tengah lintasan. Sekali lagi ia mengangkat tangan. Penunggang terdepan, Don
Buccilla, berhenti. Rekan-rekannya menahan kuda masing-masing di belakangnya.
Pisciotta berseru kepada mereka, "Keluarga kalian akan membutuhkan kuda-kuda ini
di masa datang. Aku berjanji akan mengirim mereka. Sekarang turunlah dan
sampaikan penghormatan kepada Guiliano." Suaranya menggaung keras dan jelas ke
telinga orang-orang yang berkerumun.
Kesunyian timbul cukup lama dan kelima orang itu turun dari kuda. Mereka berdiri
angkuh menatap kerumunan, pandangan mereka buas.dan marah. Lingkaran besar anak
buah Guiliano terpecah sewaktu dua puluh orang di antaranya mendekat, senjata
siap ditembakkan. Dengan hati-hati dan lembut mereka mengikat
tangan kelima orang itu di belakang punggung masing-masing Lalu mereka
menggiring kelima pemimpin ku ke hadapan Guiliano.
Guiliano memandang keenam orang itu tanpa ekspresi Quintana pernah menghinanya
sekali, bahkan pernah berusaha membunuhnya, tapi sekarang situasinya terbalik.
Wajah Quintana tidak berubah selama lima tahun ini tampang serigalanya masih ?ada tapi saat ini matanya kosong dan liar di balik topeng ketakacuhan Mafia.
?Don Siano menatap hina Guiliano. Buccilla tampak agak tertegun, seakan terkejut
oleh besarnya kebencian dalam masalah yang tidak benar-benar melibatkan dirinya.
Para Don yang lain memandang Guiliano lurus dan dingin sebagaimana harus
dilakukan orang-orang terhormat. Guiliano mengenal reputasi mereka semua;
sewaktu kecil ia takut terhadap beberapa di antaranya, terutama Don Siano.
Sekarang ia menghina mereka di hadapan seluruh Sisilia dan mereka tidak akan
pernah memaafkan dirinya. Mereka akan menjadi musuh mematikan selamanya. Ia tahu
apa yang harus dilakukannya, tapi ia juga tahu mereka suami dan ayah tercinta,
anak-anak mereka akan menangisi mereka. Mereka menatap angkuh melewati bahunya,
tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Pesan mereka jelas. Biarkan Guiliano
melakukan apa yang harus dilakukannya, kalau it memiliki keberanian untuk itu.
Don Siano meludah ke kaki Guiliano.
Guiliano memandang lurus ke wajah mereka, satu demi satu. "Berlutut dan
berdamailah dengan Tuhan,'" katanya. Tak satu pun dari mereka bergerak.
Guiliano berpaling dan berjalan menjauhi mereka. Keenam pemimpin Mafia itu
berdiri berjajar di depan dinding batu putih. Guiliano tiba di jajaran anak
buahnya, lalu berbalik. Ia berkata dengan suara keras dan jelas sehingga bisa
didengar oleh kerumunan orang, "Kueksekusi kalian atas nama Tuhan dan Sisilia,"
lalu menyentuh bahu Pisciotta.
Pada saat itu Don Marcuzzi hendak berlutut tapi Pisciotta telah menembak.
Passatempo dan Terranova dan KopraL tetap bertopeng, juga menembak. Keenam orang
yang terikat itu terempas ke dinding akibat badai peluru senapan mesin. Batu
putih bergerigi diciprati semburan darah merah keunguan dan serpihan daging yang
terlontar dari tubuh yang tercabik-cabik. Mereka seakan tengah menari-nari
selagi mereka terempas ke belakang berulang-ulang oleh hujan peluru yang terus
mendera. Jauh di menara istananya, Pangeran Ollorto berpaling dari teleskopnya. Jadi ia
tidak melihat apa yang terjadi selanjutnya.
Guiliano melangkah maju mendekati dinding. Ia mencabut pistol yang berat dari
sabuknya dan dengan lambat bagai tengah melakukan upacara ia menembak kepala
setiap pemimpin Mafia. Terdengar raungan menggemuruh dari kerumunan yang menonton dan, dalam waktu
beberapa detik, ribuan orang menghambur melewati gerbang lahan Pangeran Ollorto.
Guiliano mengawasi mereka. Ia menyadari tak satu pun dari mereka mendekati
dirinya. Bab 22 PAGI hari Paskah tahun 1949 itu benar-benar meriah. Seluruh pulau bagai
diselimuti karpet bunga, dan balkon-balkon di Palermo dihiasi tabung-tabung
besar berwarna-warni; retakan-retakan di trotoar menumbuhkan bunga liar merah
dan biru dan putih, demikian pula dinding-dinding samping gereja-gereja tua.
Jalan-jalan Palermo dipenuhi orang yang hendak menghadiri Misa Kudus pukul
sembilan di katedral utama Palermo tempat Kardinal akan memberi Komuni. Penduduk
dari desa-desa di sekitar Palermo datang untuk mengikuti Misa, dan dalam pakaian
hitam berkabung, bersama istri dan anak-anak mereka, mereka menyapa setiap orang
yang mereka temui dengan sapaan tradisional pagi hari Paskah para petani,
"Kristus sudah bangkit." Turi Guiliano menjawab dengan jawaban yang sama
tradisionalnya, "Diberkatilah NamaNya."
Guiliano dan anak buahnya telah menyusup ke Palermo semalam. Mereka mengenakan
pakaian hitam petani pedalaman, tapi jas setelan mereka longgar dan menggembung,
karena di baliknya mereka menyembunyikan pistol otomatis. Guiliano mengenal
jalan-jalan Palermo dengan baik; selama enam tahun kariernya sebagai bandit ia
sering menyelinap masuk ke kota untuk memimpin penculikan bangsawan kaya atau
bersantap di restoran terkenal dan meninggalkan surat tantangannya di bawah
piring. Guiliano tidak pernah terancam bahaya selama kunjungan-kunjungan itu. Ia selalu
berada di jalan didampingi Kopral Ganio Silvestro. Dua orang lainnya berjalan
dua puluh langkah di depannya, empat lainnya berjalan di kedua sisi jalan, dua
lagi berjalan dua puluh langkah di belakang. Dan dua orang lagi agak jauh di
belakang. Kalau Guiliano dihentikan carabinieri dan dimintai kartu identitas,
mereka merupakan sasaran empuk bagi orang-orang yang telah siap menembak tanpa
ampun ini. Sewaktu ia memasuki restoran, ruang makannya akan dipenuhi para
pengawalnya yang duduk di-meja-meja lain.
Pagi ku, Guiliano mengajak lima puluh anak buahnya memasuki kota. Mereka
termasuk Aspanu Pisciotta, Kopral, dan Terranova; Passatempo dan Andolini
ditinggalkan. Ketika Guiliano dan Pisciotta masuk ke dalam katedral, empat
puluh' anak buahnya masuk bersamanya; sepuluh orang lainnya bersama Kopral dan
Terranova menjaga kendaraan untuk melarikan diri di belakang katedral.
Kardinal tengah menyelenggarakan Misa, dan dalam jubah putih dan emasnya, salib
besar menjuntai dari lehernya, dan dengan suaranya yang mengalun, ia menciptakan
aura kesucian yang tidak bisa dilanggar. Katedral dipenuhi patung besar Kristus
dan Bunda Maria. Guiliano mencelupkan jemarinya ke baskom air suci yang
didekorasi ukir-ukiran Kisah Sengsara Kristus. Sewaktu berlutut ia melihat
langit-langit berbentuk kubah yang luas, dan di sepanjang dinding berbaris lilin merah yang berfungsi
sebagai pengingat nazar kepada patung-patung orang suci.
Anak buah Guiliano menyebar di sepanjang dinding di dekat altar. Kursi-kursi
diisi jemaat yang melimpah, para penduduk desa berpakaian hitam, penduduk kota
dalam busana Paskah yang meriah. Guiliano berdiri di dekat patung Bunda Maria
dan Dua Belas Murid yang terkenal, dan sejenak ia terpukau oleh keindahannya.
Lantunan para pastor dan putra altar, gumam jawaban para jemaat, keharuman
bunga-bunga eksotis subtropis di altar, kesalehan para pengikut ini memengaruhi
Guiliano. Terakhir kali ia menghadiri Misa adalah pagi Paskah lima tahun lalu
sewaktu Frisella, si tukang cukur, mengkhianatinya. Di pagi hari Paskah ini ia
merasa tersesat dan ketakutan. Berapa kali ia berkata kepada para musuhnya yang
dikalahkan, "Kueksekusi kau atas nama Tuhan dan Sisilia," dan menunggu mereka
menggumamkan doa yang sekarang didengarnya. Sejenak ia berharap bisa
membangkitkan mereka semua, seperti Kristus telah bangkit, mengangkat mereka
dari kegelapan abadi tempat ia melontarkan mereka. Dan kini di pagi Paskah ini
ia mungkin harus mengirim Kardinal Gereja bergabung bersama mereka. Kardinal ini
Kelana Buana 29 Pendekar Hina Kelana 19 Sepasang Walet Merah Penghianat Budiman 1

Cari Blog Ini