Ceritasilat Novel Online

Dibalik Keheningan Salju 9

Di Balik Keheningan Salju Snow Karya Orhan Pamuk Bagian 9


yang saya yakini menyebabkan saya tidak bisa menetap lebih dari dua minggu di
kota mana pun, akhirnya saya dan istri kedua saya pun berpisah. Setelah
memutuskan hubungan dengan kelompok-kelompok Islamis yang mengirim saya ke
Chechnya dan Bosnia, saya mulai menjelajahi keempat
penjuru Turki. Meskipun dalam kenyataannya saya meyakini bahwa kadangkadang kita
memang perlu membasmi musuh-musuh Islam, saya tidak pernah membunuh sekali pun;
saya juga tidak pernah memerintahkan pembunuhan terhadap siapa pun. Pria yang
membunuh mantan wali kota Kars adalah seorang sopir Kurdi gila yang marah karena
korban mengancam untuk menarik semua kereta kuda dari jalanan. Saya datang ke
Kars untuk para gadis pelaku bunuh diri. Bunuh diri adalah dosa terbesar yang
mungkin dilakukan manusia. Saya meninggalkan puisipuisi saya sebagai pernyataan,
dan saya ingin semuanya dapat dipublikasikan. Merzuka memegang semua puisi itu.
Hanya inilah yang ingin saya sampaikan.111 Keheningan menyusul.
"Anda tidak harus mati," akhirnya Ka berkata. "Karena itulah saya ada di sini."
"Kalau begitu, saya akan mengatakan hal lain kepada Anda," kata Lazuardi.
Setelah merasa yakin Ka memberinya perhatian penuh, Lazuardi menyalakan sebatang
rokok lagi. Apakah dia mengetahui tentang alat perekam yang menempel di dada Ka,
yang bekerja dalam keheningan seperti seorang ibu rumah tangga berbakti"
"Saat saya tinggal di Munich, ada sebuah gedung bioskop yang sering saya
kunjungi. Mereka memberikan diskon untuk pemutaran-ganda selepas tengah malam,"
kata Lazuardi. "Dan, Anda tahu orang Italia yang membuat film The Battle of
Algiers, tentang penjajahan Prancis terhadap Aljazair pada suatu hari, mereka
memutar film terbarunya, yang berjudul Queimada! Film itu berseting di sebuah
pulau penghasil tebu di Samudera Atlantik, dan bercerita tentang tipuan-tipuan
para kolonialis dan revolusi yang mereka rencanakan. Pertama-tama, mereka mencari seorang pemimpin
berkulit hitam dan memengaruhinya supaya menentang Prancis, dan mereka akan
masuk untuk merebut kekuasaan. Setelah upaya pertama gagal, orang-orang berkulit
hitam kembali memberontak, kali ini melawan Inggris, namun pasukan Inggris
mengalahkan mereka dengan membumihanguskan seluruh pulau. Pemimpin dari kedua
pemberontakan itu ditangkap, dan tibalah pagi hari saat dia akan menjalani
hukuman mati. Kemudian, siapa lagi yang akan muncul kalau bukan orang yang
pertama kali menemukan dia, orang yang memengaruhinya untuk melakukan
pemberontakan pertama dan menghasutnya untuk melakukan pemberontakan kedua
melawan Inggris. Sebelum para penonton sadar, Marlon Brando telah memasuki tenda
yang dipakai untuk menahan sang pemimpin kulit hitam. Dia memotong tali
pengikatnya dan membebaskannya."
"Mengapa begitu?" Lazuardi tampak heran mendengar pertanyaan itu. "Memangnya apa
menurut Anda" Supaya pria itu tidak digantung, tentu saja! Marlon tahu betul
bahwa jika pria ini digantung, dia akan menjadi legenda, dan para penduduk
setempat akan menjadikan namanya sebagai yelyel pertempuran hingga bertahuntahun
kemudian. Tapi, si pemimpin kulit hitam itu, yang mengetahui alasan sesungguhnya
Marlon memotong tali pengikatnya, menepis kesempatannya untuk merdeka dan
menolak untuk melarikan diri."
"Apakah mereka menggantungnya?" tanya Ka.
"Ya, tapi adegan penggantungan itu tidak ditunjukkan di film," kata Lazuardi.
"Alih-alih, mereka menunjukkan apa yang terjadi pada Marlon Brando, agen yang,
seperti Anda, berusaha menggoda seorang pria malang dengan
kemerdekaan. Tepat ketika dia hendak pergi dari pulau itu, salah seorang
penduduk setempat menikamnya hingga tewas."
"Saya bukan agen!" seru Ka, tak mampu menyembunyikan kejengkelannya.
"Jangan terlalu sensitif pada kata 'agen1. Saya sendiri menganggap diri saya
sebagai agen Islam."
"Saya bukan agen siapa-siapa," Ka bersikeras, masih merasa jengkel.
"Apakah Anda bermaksud mengatakan kepada saya bahwa tidak seorang pun berusaha
memasukkan obat ke dalam rokok ini yang akan membuat saya pusing dan kehilangan
akal sehat" Ah, hal terbaik yang diberikan oleh Amerika kepada dunia adalah
Marlboro merah. Saya bisa mengisap Marlboro seperti ini seumur hidup saya."
"Jika Anda menggunakan akal sehat, Anda dapat mengisap Marlboro Anda hingga
empat puluh tahun lagi."
"Inilah yang saya maksud dengan kata 'agen'," ujar Lazuardi. "Tugas utama
seorang agen adalah membujuk orang lain untuk mengubah pikiran mereka."
"Tujuan utama saya hanyalah menyadarkan Anda bahwa membiarkan para fasis gila
dan haus darah ini membunuh Anda adalah sebuah kebodohan. Jangan berharap untuk
menjadi sebuah ikon revolusioner juga ini tidak akan terjadi. Para domba lembek
ini mereka mungkin saja punya keyakinan agama yang kuat, tapi pada akhirnya,
mereka akan mematuhi perintah negara. Dan semua syekh pemberontak itu, semua
yang bangkit karena takut manusia akan melupakan agama, semua militan yang
dilatih di Iran, bahkan orang-orang seperti Said Nursi yang menikmati
kemasyhuran abadi mereka tidak bisa berharap akan mendapatkan kuburan yang
layak, apalagi beristirahat dengan tenang di dalamnya. Sedangkan semua pemimpin
agama di negara ini, yang memimpikan pada suatu hari nanti nama mereka akan
menjadi simbol keimanan para prajurit akan menjejalkan mereka ke pesawat-pesawat
militer dan membuang mereka ke laut. Tapi, Anda tentu sudah tahu tentang semua
ini. Lahan pemakaman Hizbullah di Batman yang didatangi begitu banyak peziarah
hanya butuh waktu semalam untuk menghancurkannya. Di manakah tempat itu
sekarang, kuburan itu?" "Di dalam hati kita."
"Itu omong kosong belaka. Hanya ada dua puluh persen penduduk Turki yang
memberikan suara kepada Islamis. Dan mereka memilih partai yang moderat."
"Jika mereka memilih partai yang moderat, mengapa mereka panik dan membiarkan
militer turun tangan" Jelaskanlah tentang hal itu! Buktikanlah bahwa Anda memang
mediator yang netral."
"Saya memang mediator yang netral," tegas Ka, menaikkan nada suaranya.
"Tidak, Anda tidak netral. Anda adalah seorang agen Barat. Anda adalah budak
orang-orang Eropa yang semena-mena dan, seperti semua budak sejati, Anda bahkan
tidak menyadari bahwa Anda adalah seorang budak. Anda sungguh tipikal orang
Eropa palsu dari Ni?anta?: Anda tidak hanya dibesarkan untuk memandang rendah
tradisi Anda sendiri, tetapi Anda juga menganggap diri Anda jauh lebih baik
daripada orang-orang kebanyakan. Menurut kaum Anda, jalan kehidupan yang baik
dan bermoral bukanlah melalui Tuhan ataupun agama, atau melalui peranan dalam
kehidupan bersama rakyat jelata. Bukan, yang terpenting bagi kalian hanyalah
meniru Barat. Mungkin, dari waktu ke waktu, kalian akan mengucapkan
satu atau dua kata untuk mengkritik tirani yang menindas Islamis dan suku Kurdi,
namun di lubuk hati kalian yang terdalam, kalian sama sekali tidak keberatan
saat militer turun tangan."
"Bagaimana jika saya melakukan hal ini untuk Anda: Kadife dapat memakai wig di
bawah jilbabnya. Jadi, saat dia mencopot jilbab, tidak seorang pun akan melihat
rambut aslinya." "Anda tidak akan bisa menyuruh saya minum anggur!" tukas Lazuardi. Dia juga
menaikkan nada suaranya. "Saya menolak menjadi orang Eropa, dan saya tidak akan
meniru cara hidup mereka. Saya akan menjalani sejarah saya sendiri dan menjadi
diri saya sendiri. Saya, misalnya, meyakini bahwa saya bisa saja bahagia tanpa
harus menjadi seorang Eropa palsu, tanpa menjadi budak mereka. Ada satu kata
yang sangat umum digunakan oleh para pecinta Eropa saat merendahkan kaum kami:
untuk menjadi seorang Barat sejati, yang pertama kali harus dilakukan seseorang
adalah menjadi individu, dan mereka akan mengatakan bahwa di Turki, tidak ada
yang namanya individu! Nah, begitulah saya memandang hukuman mati saya. Saya
berdiri di hadapan orang-orang Barat sebagai seorang individu. Karena saya
adalah seorang individu, maka saya menolak untuk meniru mereka."
"Karena Sunay sangat yakin dengan drama ini, saya akan memberikan satu lagi
penawaran kepada Anda. Teater Nasional akan kosong. Kamera TV akan menunjukkan
Kadife yang sedang membuka jilbabnya. Setelah itu, akan dilakukan sebuah
tindakan penyuntingan, dan rambut yang diperlihatkan adalah milik orang lain."
"Saya merasa curiga karena Anda siap melakukan kerepotan semacam itu hanya untuk
menyelamatkan saya." "Saya sedang sangat bahagia sekarang ini," ujar Ka, dan hanya dengan mengatakan
kalimat ini, dia merasa bersalah, seolaholah dirinya telah berbohong. "Saya
belum pernah sebahagia ini sepanjang hidup saya. Saya ingin melestarikan
kebahagiaan ini." "Apakah yang membuat Anda sangat bahagia?" Ka tidak menjawab pertanyaan Lazuardi
dengan jawaban yang nantinya dia anggap bijaksana, seperti: "Karena saya bisa
menulis puisi." Atau "Karena saya meyakini Tuhan." Alih-alih, dia berseru,
"Karena saya sedang jatuh cinta!" Dia menambahkan, "Saya akan membawa cinta saya
kembali ke Frankfurt bersama saya." Sejenak, dia merasa senang karena dapat
berbicara secara terbuka tentang cintanya dengan seorang asing.
"Dan, siapakah wanita yang Anda cintai ini?"
"Kakak Kadife, Ypek." Ka dapat melihat ekspresi kebingungan di wajah Lazuardi,
dan dia langsung menyesali sikapnya yang meledak-ledak.
Lazuardi menyalakan sebatang Marlboro lagi, dan setelah terdiam lama, dia
mengatakan, "Jika seorang pria begitu bahagia sampai-sampai mau membagi
kebahagiaannya dengan seseorang yang akan dihukum mati, berarti Tuhan sedang
memberinya karunia. Mari kita membayangkan saya menyetujui usulan Anda dan
bersedia kabur dari kota ini untuk menyelamatkan kebahagiaan Anda, dan jika
Kadife mendapatkan cara untuk mengambil bagian dalam drama itu menggunakan triktrik untuk menyelamatkan kehormatannya dan juga untuk menyelamatkan harapan
kakaknya akan kebahagiaan, apakah yang bisa saya dapatkan untuk menjamin bahwa
orang-orang itu akan memegang janji mereka dan melepaskan saya?"
"Saya tahu Anda akan menanyakan hal itu!" seru Ka. Dia terdiam sejenak,
menempelkan jari telunjuknya ke bibir dan mengisyaratkan kepada Lazuardi untuk
tenang dan bersabar sejenak. Ka membuka kancing jasnya, dan bertingkah
berlebihan saat mematikan alat perekam yang menempel di dadanya. "Sayalah yang
akan menjadi penjamin Anda, dan mereka dapat melepaskan Anda terlebih dahulu,"
katanya. "Kadife akan naik ke atas panggung setelah dia mendengar bahwa Anda
telah dibebaskan dan kembali ke tempat persembunyian Anda. Tapi, untuk
mendapatkan persetujuan Kadife, Anda harus menulis surat kepadanya untuk
mengatakan bahwa Anda menyetujui rencana ini. Saya sendirilah yang akan
menyerahkan surat itu kepadanya." Ka menciptakan kebohongan sambil terus
berbicara. "Dan, jika Anda mau mengatakan kepada saya bagaimana Anda
menginginkan pembebasan ini dilakukan dan di mana mereka sebaiknya melepaskan
Anda," bisiknya, "saya akan memastikan supaya mereka melakukan apa pun yang Anda
minta. Kemudian, Anda akan dapat bersembunyi hingga jalanan dibuka kembali. Anda
dapat memercayai saya. Anda mendapatkan jaminan dari saya."
Lazuardi menyerahkan sehelai kertas kepada Ka. "Tulislah di situ: dalam rangka
memastikan persetujuan saya bahwa Kadife akan naik ke atas panggung dan mencopot
jilbabnya tanpa harus menodai kehormatannya, dan untuk menjamin saya dapat
meninggalkan Kars dalam keadaan utuh, Anda, Ka, telah bertindak sebagai mediator
dan penjamin. Jika Anda mengingkari perkataan Anda sendiri, jika hal ini
ternyata perangkap, hukuman macam apakah yang layak dikenakan bagi seorang
penjamin?" "Apa pun yang mereka lakukan kepada Anda, mereka juga harus melakukannya kepada
saya," jawab Ka. "Oke, tulis itu."
Sekarang, Ka menyerahkan sehelai kertas kepada Lazuardi. "Saya ingin Anda
menulis bahwa Anda menyetujui rencana saya, dan bahwa saya mendapatkan izin Anda
untuk menjelaskan rencana itu kepada Kadife, dan bahwa keputusan akhirnya berada
di tangannya. Jika Kadife setuju, dia harus membuat pernyataan tertulis dan
menandatanganinya dengan pemahaman bahwa dia tidak akan mencopot jilbabnya
sebelum mendengar bahwa Anda telah dibebaskan dengan cara yang semestinya.
Tulislah semua itu. Tapi, mengenai waktu dan tempat pembebasan Anda, saya lebih
memilih untuk tidak terlibat akan lebih baik jika Anda memilih seseorang yang
Anda percayai. Saya merekomendasikan Fazyl saudara sedarah pemuda yang telah
meninggal itu, Necip."
"Diakah pemuda yang mengirimkan surat cinta untuk Kadife?"
"Itu Necip, yang sudah meninggal. Dia orang yang sangat istimewa, sebuah karunia
dari Tuhan," ujar Ka. "Tapi Fazyl juga berhati mulia, sama seperti dia."
"Jika begitu kata Anda, saya memercayai Anda," kata Lazuardi, dan, meletakkan
kertas yang diserahkan oleh Ka, dia mulai menulis. Lazuardi selesai terlebih
dahulu. Saat Ka menyelesaikan surat jaminannya, dia melihat seulas senyum
meremehkan di wajah Lazuardi namun dia tidak merisaukannya. Dia telah mulai
menjalankan rencananya, dia telah menyingkirkan semua penghalang, sehingga
sekarang dirinya dan Ypek bebas meninggalkan kota ini. Dia nyaris tidak mampu
menyembunyikan kegembiraannya. Mereka saling bertukar surat jaminan dalam
keheningan. Melihat Lazuardi melipat surat pernyataan Ka dan menyimpannya di
dalam saku tanpa membacanya, Ka
melakukan hal yang sama. Kemudian, memastikan Lazuardi melihatnya, Ka menyalakan
kembali alat perekamnya. Setelah keheningan sesaat, Ka meneruskan kembali kalimat terakhir yang
dikatakannya sebelum mematikan alat perekam. "Tapi, kecuali dua belah pihak
dapat saling memercayai, tidak akan ada persetujuan yang mungkin dicapai. Yang
perlu Anda lakukan hanyalah percaya bahwa negara akan memegang kata-katanya."
Mereka saling bertatapan dan melempar senyuman. Ka akan berkali-kali mengingat
momen ini selama bertahuntahun kemudian, dan setiap kali hal itu terjadi, dia
akan merasakan penyesalan yang sangat mendalam.
Kebahagiaan membutakannya dari kilatan marah di mata Lazuardi. Nantinya, dia
sering berpikir bahwa seandainya dia merasakan kemarahan ini, dia tak akan
pernah melontarkan pertanyaan berikut:
"Akankah Kadife menyetujui rencana ini?"
"Dia akan menyetujuinya," bisik Lazuardi, masih dengan kemarahan yang terpancar
di matanya, sebelum terdiam sejenak. "Melihat bahwa tujuan Anda adalah membuat
kontrak dengan saya yang mengikatkan saya pada kehidupan, sebaiknya Anda
menceritakan lebih banyak kepada saya tentang kebahagiaan besar yang sedang Anda
rasakan." "Saya belum pernah mencintai seseorang sedalam ini sepanjang hidup saya," ujar
Ka. Dia tahu bahwa kata katanya terdengar konyol dan tolol, namun dia
melanjutkan omongannya. "Bagi saya, hanya ada satu kesempatan untuk mendapatkan
kebahagiaan, dan itu adalah Ypek."
"Dan, bagaimanakah Anda mendefinisikan kebahagiaan?"
"Kebahagiaan adalah menemukan sebuah dunia lain
untuk ditinggali, sebuah dunia tempat kita bisa melupakan kemiskinan dan tirani.
Kebahagiaan adalah memeluk kita peluk" Ka hendak melanjutkan perkataannya, namun
Lazuardi telah berdiri. Pada saat itulah puisi yang nantinya dijuduli "Catur" begitu saja memasuki
kepala Ka. Dia memandang sekilas ke arah Lazuardi, lalu mengeluarkan buku
catatan dari sakunya dan mulai menulis. Saat Ka menorehkan baris-baris puisinya
yang mengungkapkan tentang kebahagiaan dan kekuasaan, kebijaksanaan dan
keserakahan Lazuardi mengintip dari balik bahunya, penasaran ingin mengetahui
apa yang sedang terjadi. Ka dapat merasakan Lazuardi mengamatinya, dan bayangan
itu pun memasuki puisinya. Dia merasa seolaholah tangan yang menulis puisi itu
adalah milik orang lain. Ka tahu bahwa Lazuardi tidak akan bisa melihatnya, tapi
mau tidak mau dia berharap Lazuardi mengetahui bahwa tangannya dikendalikan oleh
kekuatan yang lebih tinggi. Tetapi, bukan begitulah kenyataannya: Lazuardi duduk
di tepi ranjang, merokok dengan gusar, bersikap seperti seorang pria malang yang
telah dilupakan oleh dunia.
Akibat dorongan sesaat, yang kemudian akan membuatnya menghabiskan begitu banyak
waktu untuk memahaminya (dan gagal), Ka mendapati dirinya sekali lagi
mencurahkan isi hatinya kepada Lazuardi. "Sebelum tiba di sini, sudah
bertahuntahun saya tidak menulis satu puisi pun," katanya. "Tapi, sejak
kedatangan saya di Kars, seluruh jalan yang telah dilewati puisi terbuka
kembali. Saya yakin, kasih sayang Tuhan yang saya rasakan di sinilah
penyebabnya." "Saya tidak ingin merusak ilusi Anda, tapi cinta Anda kepada Tuhan muncul dari
novel-novel romantis Barat,"
tukas Lazuardi. "Di tempat seperti ini, jika Anda memuja Tuhan sebagai orang
Eropa, Anda dapat dipastikan hanya akan menjadi bahan tertawaan. Lalu, Anda
tidak akan bisa percaya bahwa Anda telah memercayai Tuhan. Anda tidak layak
berada di negara ini; Anda bahkan bukan lagi orang Turki. Pertama-tama, cobalah
untuk menjadi seperti semua orang lain, setelah itu cobalah untuk memercayai
keberadaan Tuhan." Ka dapat merasakan kebencian Lazuardi. Dia mengumpulkan beberapa lembar kertas
di meja, mengatakan bahwa dia akan menemui Sunay dan Kadife tanpa menunda-nunda
lagi, dan menggedor-gedor pintu sel. Ketika pintu terbuka, dia berpaling ke arah
Lazuardi dan menanyakan apakah dia memiliki pesan khusus yang ingin
disampaikannya kepada Kadife.
Lazuardi tersenyum. "Berhati-hatilah," katanya. "Jangan biarkan seorang pun
membunuhmu."[] Tv 'hTV* Anda Tidak Akan Benar-Benar Sekarat, Bukan"


Di Balik Keheningan Salju Snow Karya Orhan Pamuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beberapa Sesi Tawar-Menawaryang Menunjukkan Bahwa Kehidupan Terkait dengan
Teater, dan Kesenian Terkait dengan
Politik SEMENTARA PARA agen MYT di atas melepas alat perekam dan perlahan-lahan membuka
plester yang merekatkan perangkat tersebut ke dadanya, Ka berusaha menenangkan
diri dengan mengamati sikap tegas mereka dan menertawakan Lazuardi dalam hati.
Ini mungkin menjelaskan mengapa Ka tidak risau memikirkan sikap kasar Lazuardi
kepadanya. Dia menyuruh sopir truk tentara kembali ke hotel dan menunggu. Kemudian, dengan
pengawalan militer, dia berjalan dari ujung ke ujung pangkalan. Markas para
perwira berhadapan dengan sebuah halaman luas yang berselimut salju, tempat
sejumlah bocah saling melemparkan bola-bola salju di antara pohon-pohon poplar.
Seorang gadis kecil berdiri di sana, mengenakan mantel wol merah dan putih yang
mengingatkan Ka pada mantelnya sendiri, yang dikenakannya saat dia duduk di
kelas tiga sekolah dasar, dan, sedikit lebih jauh lagi, dua orang teman gadis
kecil itu sedang membuat sebuah boneka salju. Udara terasa segar, badai yang
dahsyat telah berakhir, dan cuaca mulai terasa menghangat.
Ka berjalan ke hotel, dan setibanya di sana, dia langsung mencari Ypek. Ypek ada
di dapur, mengenakan atasan longgar, seperti yang biasa dikenakan gadis-gadis
SMA di Turki, dan sebuah celemek di atasnya. Ka memandang Ypek dengan gembira,
ingin memeluknya erat-erat, namun karena ada orang lain di ruangan itu, dia
menahan diri dan menceritakan perkembangan terbaru pagi itu: semuanya berjalan
dengan baik, katanya, bagi mereka berdua dan bagi Kadife. Dia mengatakan bahwa
meskipun surat kabar tetap beredar tanpa adanya ralat, dia tidak lagi
mengkhawatirkan dirinya akan ditembak. Ada lebih banyak lagi yang ingin
dikatakannya, namun ketika itu Zahide memasuki dapur dan menyampaikan permohonan
atas nama dua orang prajurit yang menunggu di pintu. Dia meminta Ypek untuk
mengundang mereka masuk dan menghidangkan teh kepada mereka. Sebelum suasana
semakin ramai, Ypek cepat-cepat mengatakan kepada Ka bahwa mereka sebaiknya
melanjutkan percakapan mereka di kamar Ka.
Setibanya di atas, Ka menggantungkan mantelnya dan memandangi langit-langit
sembari menunggu Ypek. Dengan begitu banyaknya bahan pembicaraan yang mereka
miliki, Ka tahu bahwa Ypek akan segera datang, namun tetap saja, tak lama
kemudian pesimisme muram telah mulai menyergapnya. Pertama-tama, Ka membayangkan
Ypek terlambat karena dia berbicara terlebih dahulu dengan ayahnya, lalu Ka
mulai mengkhawatirkan kemungkinan Ypek tidak mau hidup bersamanya. Kepedihan
yang pernah dirasakannya kembali melanda, menyebar dari perutnya bagaikan racun.
Jika memang hal inilah yang disebut sebagai mabuk cinta, Ka tidak dapat
menemukan sedikit pun harapan akan kebahagiaan di sana. Sementara
cintanya kepada Ypek semakin mendalam, kepanikan suram ini seakan-akan semakin
cepat menggulungnya. Ka menyadari hal ini sepenuhnya, namun benarkah sikapnya
yang mengasumsikan bahwa serangan ini, fantasi-fantasi menakutkan tentang
penolakan dan patah hati ini, berhubungan dengan sesuatu yang disebut 'cinta1"
Sepertinya hanya dia seoranglah yang mampu menggambarkan pengalaman ini
menggunakan katakata penderitaan dan kekalahan. Karena tak mampu bahkan hanya
untuk membayangkan dirinya menggembar gemborkan tentang hal ini, seperti
layaknya semua orang lain menggembar-gemborkan cinta, Ka hanya dapat menganggap
bahwa perasaannya ada di luar kewajaran, dan ini mengganggunya lebih daripada
semua hal lainnya. Bahkan di tengah-tengah siksaan teori paranoia ini (Ypek tidak akan muncul, Ypek
sebenarnya tidak ingin pergi bersamanya, semua orang Kadife, Turgut Bey, dan
Ypek mengadakan pertemuan rahasia, menganggap Ka sebagai musuh dari luar dan
bersekongkol untuk menyingkirkannya), sebagian dari diri Ka mengetahui bahwa
khayalan-khayalan ini muncul dengan sendirinya. Maka, sebagai contoh, sementara
perutnya terasa melilit akibat munculnya bayangan buruk di depan matanya tentang
Ypek yang menjadi kekasih pria lain, bagian lain otaknya berulang kali
meyakinkannya bahwa ini hanyalah gejala-gejala dari penyakitnya. Kadangkadang,
untuk meredakan rasa sakitnya, untuk menghapus adegan-adegan muram yang
berlangsung di dalam pikirannya (dalam salah satu adegan, Ypek bahkan tidak mau
lagi menemui Ka, apalagi ikut ke Frankfurt bersamanya), Ka akan mengerahkan
segenap dayanya untuk berpegang pada logika, satu-satunya bagian dalam otaknya
yang belum kehilangan keseimbangan lantaran cinta. Tentu saja dia mencintaiku,
Ka akan mengatakan kepada dirinya sendiri jika dia tidak mencintaiku, bagaimana
mungkin dia tampak begitu senang" Dengan konsentrasi tinggi, kegelisahannya yang
membabi buta akan menguap, namun tak lama kemudian, kekhawatiran baru akan
muncul dan mengobrak-abrik kedamaian jiwanya yang telah berada di ujung tanduk.
Ka mendengar langkah kaki di koridor. Itu tidak mungkin Ypek; dia meyakinkan
dirinya bahwa seseorang sedang menemuinya untuk memberi tahu bahwa Ypek tidak
akan datang. Dan, saat Ka membuka pintu dan melihat Ypek di sana, wajahnya
memancarkan kemarahan sekaligus kegembiraan. Dia telah menunggu selama tepat dua
belas menit dan menjadi muak karenanya. Dia merasa terhibur karena Ypek akhirnya
menemuinya dengan lipstik terulas di bibir.
"Aku sudah berbicara dengan ayahku, dan aku mengatakan kepadanya bahwa aku akan
pergi ke Jerman," kata Ypek.
Ka masih sangat terpengaruh oleh bayangan-bayangan gelap di kepalanya, sehingga
tanggapan pertamanya atas kabar yang dibawa Ypek adalah kekecewaan. Dia tidak
dapat memberikan perhatian penuh kepada Ypek, dan kegagalannya untuk menunjukkan
kegembiraan atas kabar itu menanamkan keraguan di benak Ypek atau, lebih
tepatnya, kekecewaan. Tetapi, Ypek mengetahui bahwa Ka masih tergilagila
kepadanya dan telah begitu terikat dengannya bagaikan seorang bocah manja
berumur lima tahun yang tidak bisa terpisah lama dari ibunya. Ypek juga
mengetahui bahwa alasan utama Ka ingin memboyongnya ke Jerman bukan sekadar
supaya mereka dapat membina rumah tangga bahagia di Frankfurt. Harapan terbesar
Ka adalah, saat mereka berada jauh dari semua orang yang mengenal mereka di kota
ini, Ka akan merasa yakin dirinya telah sepenuhnya menguasai Ypek.
"Sayang, adakah yang mengganggu pikiranmu?"
Pada tahuntahun berikutnya, saat dirinya merana akibat siksaan cinta, Ka akan
beribu-ribu kali mengingat betapa Ypek melontarkan pertanyaan ini dengan nada
lembut dan membuai. Ketika itu, Ka menjawabnya dengan menceritakan pikiranpikiran buruk yang lalu-lalang dalam benaknya. Satu per satu, dia
menceritakannya kepada Ypek perasaan terabaikan yang ditakutinya, juga adeganadegan paling mengerikan yang berlangsung di depan matanya.
"Jika mabuk cinta membuat dirimu merana seperti ini, mau tidak mau aku berpikir
ada wanita lain yang dahulu pernah teramat sangat menyakitimu."
"Aku pernah merasakan penderitaan dalam kehidupanku tapi sekarang pun aku sudah
ketakutan memikirkan betapa dalam kau mungkin akan menyakitiku."
"Aku tidak akan menyakitimu sama sekali," kata Ypek. "Aku mencintaimu, aku akan
ikut ke Jerman bersamamu, dan semuanya akan baik-baik saja."
Ypek mengalungkan lengannya ke tubuh Ka, memeluk Ka sekuat tenaga, dan mereka
bercinta dengan sangat lembut sehingga Ka nyaris tidak bisa memercayainya.
Sekarang, Ka tidak merasakan dorongan untuk bersikap kasar kepada Ypek; alihalih, Ka merasa bersyukur karena dapat memeluk Ypek dengan kuat namun lembut dan
mengagumi kecemerlangan kulit mulusnya. Tetapi, mereka berdua menyadari bahwa
persetubuhan mereka kali ini tidak sedalam maupun sekuat pada malam sebelumnya.
Pikiran Ka terpusat pada rencana mediasinya. Ka yakin bahwa jika, sekali saja
dalam kehidupannya, dia bisa merasakan kebahagiaan, dan jika, dengan menggunakan
kepalanya, dia dapat keluar dari Kars tidak sekadar dengan utuh tetapi juga
dengan memboyong kekasihnya, kebahagiaannya akan bertahan hingga selamanya. Dia
telah cukup lama memikirkan hal ini sambil tersenyum dan memandang ke luar
jendela, ketika dia tersentak kaget saat menyadari bahwa sebuah puisi baru
sedang menerpanya. Dia menulisnya dengan sangat cepat, begitu puisi itu datang,
sementara Ypek memandangnya dengan kekaguman penuh cinta. Ka akan membacakan
puisi ini, yang berjudul 'Cinta1, dalam enam kali acara pembacaan puisi di
Jerman. Semua orang yang pernah mendengarnya mengatakan kepadaku bahwa, meskipun
sangat terasa kentalnya nuansa ketegangan yang familier antara kedamaian dan
kesendirian, atau keamanan dan ketakutan, dan hubungan khusus dengan wanita
(meskipun hanya ada seorang pendengar yang terpikir untuk menanyakan kepada Ka
tentang siapa perempuan itu), puisi itu dalam kenyataannya muncul dari bagian
diri Ka yang paling gelap dan mustahil dipahami. Dalam catatan yangkemudian
dibuat Ka, puisi ini kebanyakan memaparkan secara eksplisit apa yang diingatnya
dari Ypek, bagaimana dia merindukan Ypek, dan juga komentar-komentarnya mengenai
cara Ypek berpakaian dan bergerak. Mungkin karena aku terlalu sering membaca
catatan itulah maka Ypek meninggalkan kesan yang begitu kuat bagiku dalam
pertemuan pertama kami. Ypek cepat-cepat berpakaian dan meninggalkan Ka dia harus mengucapkan selamat
jalan kepada adiknya. Tetapi, sesaat kemudian, Kadife berdiri di depan pintu kamar Ka. Melihat mata
gadis itu membelalak lebih besar daripada biasanya, dan melihat kecemasannya
yang begitu nyata, Ka meyakinkannya bahwa tidak ada yang perlu ditakutinya, dan
yang terutama, tidak seorang pun telah menyentuh Lazuardi. Ka mengatakan kepada
Kadife bahwa sekarang dirinya mengetahui betapa Lazuardi adalah seorang pria
yang sangat pemberani karena dia sangat sulit dibujuk untuk menyetujui rencana
yang telah mereka bicarakan. Kemudian, tiba-tiba, sebuah kebohongan, yang selama
ini telah disusun Ka untuk berjagajaga jika sesuatu yang tidak terduga terjadi,
menguasai benaknya dalam detail-detail yang mencengangkan. Dia mulai
menceritakan kepada Kadife bahwa bagian yang terberat adalah meyakinkan Lazuardi
bahwa Kadife akan menyetujui rencana ini. Ka mengatakan bahwa Lazuardi khawatir
rencana ini akan membuat Kadife tersinggung, sehingga dia bersikeras untuk
berbicara terlebih dahulu kepada Kadife sebelum dapat menyetujuinya. Ketika
mendengar tentang hal ini, Kadife mengangkat alisnya, sehingga Ka sedikit
menahan diri, memberikan warna yang lebih masuk akal dalam kebohongannya dengan
mengekspresikan keraguan bahwa Lazuardi telah berbicara dengan tulus. Kemudian,
bukan semata-mata untuk melindungi kebohongannya, melainkan juga untuk membantu
menyelamatkan muka Kadife, Ka menambahkan bahwa keengganan Lazuardi (dengan kata
lain, kehormatan pada perasaan wanita yang ditunjukkannya) adalah sebuah hal
positif. Ka merasa senang karena dapat merajut kebohongan untuk orang orang
malang yang telah membiarkan diri mereka hanyut dalam pertikaian politik tolol
di kota bebal ini, kota yang telah mengajarkannya di usia selanjut ini
bahwa hal terpenting dalam kehidupan adalah kebahagiaan. Tetapi, sebagian dari
dirinya mengetahui bahwa dia harus merajut kebohongan itu karena Kadife jauh
lebih berani, jauh lebih siap untuk berkorban, daripada dirinya sendiri, dan,
saat dia merasakan betapa besarnya ketidakbahagiaan yang terbentang di
hadapannya, perasaannya menjadi suram. Karena itulah, sebelum mengakhiri
ceritanya, Ka mengatakan satu lagi kebohongan putih: tepat sebelum dirinya
pergi, Lazuardi berbisik dan menitipkan salam mesra untuk Kadife, katanya.
Setelah itu, Ka membeberkan rencananya kepada Kadife. Setelah selesai
menjelaskan, dia menanyakan pendapat Kadife.
"Aku akan mencopot jilbabku, dan aku sendirilah yang akan memutuskan cara untuk
melakukannya," ujar Kadife.
Ka berusaha meyakinkannya bahwa Lazuardi tidak keberatan jika Kadife memakai wig
atau yang semacamnya, namun dia langsung terdiam saat melihat Kadife
memandangnya dengan marah.
Sekarang, rencana Ka berjalan sebagai berikut: pertama-tama, mereka akan
membebaskan Lazuardi, kemudian Lazuardi akan bersembunyi, di suatu tempat yang
dirasanya aman, dan baru ketika itulah Kadife akan mencopot jilbabnya (dengan
cara yang dipilihnya sendiri). Dapatkah Kadife menuliskan rencana itu sesuai
pemahamannya di atas selembar kertas dan menandatanganinya pada saat itu juga"
Ka menyerahkan pernyataan yang telah diberikan Lazuardi kepada Kadife, berharap
gadis itu akan menirunya. Tetapi, melihat emosi di wajah Kadife saat dia melihat
tulisan tangan Lazuardi, mau tidak mau Ka merasa iba. Sambil membaca, Kadife
sebisa mungkin menjauhkan diri dari pandangan Ka, dan pada suatu ketika dia
bahkan mencium kertas itu. Kemudian, merasakan keraguan Kadife, Ka mengatakan
bahwa dia akan menggunakan pernyataan itu untuk membujuk Sunay dan rekanrekannya supaya mereka mau membebaskan Lazuardi. Militer mungkin marah kepada
Kadife, dan tentu saja adegan jilbab itu tidak akan membuat teman-teman Kadife
senang, tapi semua orang di Kars akan menghormati keberanian dan kejujurannya.
Ka menyerahkan selembar kertas kosong kepada Kadife dan menyaksikan gadis itu
menulis surat pernyataan. Ka memikirkan tentang Kadife yang ditemuinya pertama
kali beberapa hari sebelumnya, wanita yang mendiskusikan astrologi dengannya
saat mereka menyusuri Jalan Jagal. Kadife yang duduk di hadapannya sekarang
tampak jauh lebih tua. Saat menyimpan surat pernyataan Kadife di saku, Ka mengatakan bahwa,
mengasumsikan Sunay dapat dibujuk untuk menyetujui rencana ini, langkah mereka
selanjutnya adalah menemukan tempat persembunyian bagi Lazuardi setelah dia
dibebaskan. Maukah Kadife menolongnya mengurus hal ini"
Kadife memberikan persetujuan dengan mengangguk lemah.
"Jangan khawatir," ujar Ka. "Setelah ini berakhir, kita semua akan bahagia."
"Melakukan hal yang benar tidak selalu berakhir dalam kebahagiaan," jawab
Kadife. "Hal yang benar membuat kita bahagia," ujar Ka. Dia membayangkan masa depan yang
akan segera datang, pada hari ketika Kadife berkunjung ke Frankfurt dan melihat
kehidupan bahagia yang dijalani oleh kakaknya dan Ka. Ypek akan mengajak Kadife
ke Kaufhof dan membelikan sebuah jas hujan baru yang trendi untuknya; mereka
bertiga akan pergi menonton film bersama-sama; sesudahnya, mereka akan mampir ke
salah satu restoran di Kaiserstrasse untuk menikmati bir dan sosis.
Mereka mengenakan mantel mereka, dan Kadife mengikuti Ka turun menuju truk
tentara yang menunggu di halaman. Dua orang pengawal duduk di bangku belakang.
Ka memikirkan apakah dia layak khawatir akan diserang saat berjalan sendirian.
Dari bangku depan sebuah truk tentara, jalanan Kars sama sekali tidak terlihat
menakutkan. Ka menyaksikan para wanita yang baru pulang dari pasar menenteng tas
plastik, anak-anak kecil saling melempar bola salju, dan para lansia berjalan
bergandengan karena takut terpeleset di trotoar yang berlapis es, lalu dia
membayangkan dirinya dan Ypek di sebuah gedung bioskop di Frankfurt,
bergandengan tangan. Sunay sedang bersama Kolonel Osman Nuh Colak, dalang lain kudeta militer.
Perkataan Ka kepada mereka diwarnai optimisme yang dipicu oleh lamunan
bahagianya.Dia mengatakan bahwa semuanya telah diatur: Kadife akan mengambil
bagian dalam drama dan mencopot jilbabnya pada saat yang tepat, dan Lazuardi
bersedia menerima syarat pembebasannya ini. Ka dapat merasakan pertukaran
pendapat tanpa suara di antara kedua pria itu pemahaman yang hanya dapat terjadi
di antara dua orang yang menghabiskan masa muda mereka dengan membaca buku yang
sama. Dengan nada berhati-hati namun penuh keyakinan, Ka menjelaskan betapa
rumit mediasi yang dilakukannya. "Pertama-tama, saya harus menyenangkan hati
Kadife, kemudian saya harus menyenangkan hati Lazuardi," katanya, menyerahkan
surat pernyataan dari keduanya kepada Sunay. Ketika Sunay membaca kedua surat
itu, Ka berprasangka bahwa sang aktor sedang mabuk, meskipun matahari belum
tinggi. Saat mencium bau napas Sunay sesaat kemudian, Ka meyakini prasangkanya.
"Orang ini menginginkan kita melepaskannya sebelum Kadife naik ke atas panggung
dan mencopot jilbabnya," kata Sunay. "Dia sudah waspada, rupanya. Dia bukan
orang bodoh." "Dan Kadife menginginkan hal yang sama," ujar Ka. "Saya sudah berusaha dengan
sangat keras, namun inilah kesepakatan terbaik yang bisa saya buat."
"Tapi, kami mewakili negara. Untuk apa kami memercayai mereka?" tanya Kolonel
Osman Nuh Colak. "Mereka tidak lagi memercayai negara, sama saja seperti Anda berdua," ujar Ka.
"Jika kita tidak mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan, kita tidak
akan tiba di mana-mana."
"Dia bisa digantung sebagai peringatan untuk yang lain, kemudian, setelah pihak
yang berwenang mendengar apa yang telah dilakukan oleh seorang aktor pemabuk dan
seorang kolonel putus asa atas nama kudeta militer, mereka dapat memanfaatkannya
untuk menyerang kami. Apakah ini terpikir oleh Lazuardi?" tanya sang kolonel.
"Dia dengan sangat bagus menunjukkan sikap tidak peduli pada kematiannya
sendiri. Saya tidak bisa mengatakan kepada kalian tentang apa yang sesungguhnya
ada dalam pikirannya. Tapi, dia menegaskan bahwa menggantung dirinya hanya akan
membuatnya dikenal sebagai orang suci, sebagai sebuah ikon."
"Oke, misalkan saja kita membebaskan Lazuardi terlebih dahulu," kata Sunay.
"Bagaimana kita bisa yakin bahwa Kadife menepati janjinya untuk tampil di
panggung?" "Jika Anda ingat bahwa Turgut Bey pernah menjalani
pengadilan yang berat dan penderitaan panjang untuk membela kehormatan dirinya,
dan bahwa Kadife adalah putri dari pria ini, maka sudah jelas bahwa, setidak
tidaknya, kita bisa memercayai Kadife akan memegang kata-katanya jauh daripada
kita dapat memercayai Lazuardi. Tetap saja, jika Anda mengatakan kepadanya
sekarang bahwa Lazuardi pasti akan dibebaskan, mungkin saja dia tidak akan mau
tampil di atas panggung malam ini. Dia memang keras kepala, dan dia punya
kecenderungan untuk sering berubah pikiran." "Jadi, apakah saran Anda?"
"Saya tahu bahwa Anda berdua merancang kudeta ini bukan hanya dengan
mengatasnamakan politik melainkan juga sebagai sesuatu yang indah dan mengatas
namakan kesenian," ujar Ka. "Hanya dengan melihat jalan kariernya, semua orang
tahu bahwa setiap tindakan politik Sunay Bey selalu dilakukan atas nama


Di Balik Keheningan Salju Snow Karya Orhan Pamuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesenian. Jika sekarang Anda berdua ingin melihat situasi ini sebagai masalah
politik biasa, maka Lazuardi tidak perlu dibebaskan, dan Anda berdua pun tidak
akan terancam bahaya. Tetapi, pada saat yang sama, Anda berdua tentunya sadar
betul bahwa sebuah drama yang melibatkan adegan Kadife mencopot jilbabnya di
depan seluruh penduduk Kars merupakan sebuah kejayaan artistik; hal ini juga
akan menimbulkan konsekuensi politik yang sangat besar."
"Jika dia benar-benar mau mencopot jilbabnya, maka kita harus membebaskan
Lazuardi," kata Osman Nuh Golak. "Tapi, kita harus memastikan semua orang di
kota ini akan menonton drama itu."
Sunay memeluk dan mencium sahabat militernya. Ketika sang kolonel meninggalkan
ruangan, aktor itu menjabat tangan Ka dan membawanya memasuki rumah sembari
mengatakan, "Dan sekarang aku akan mengabarkan semua ini kepada istriku!" Mereka
menghampiri sebuah ruangan tanpa perabot, yang masih terasa dingin meskipun
sebuah pemanas listrik menyala di sudutnya, tempat Funda Eser sedang berpose
dramatis sambil membaca lembaran-lembaran skenario. Wanita itu melihat Sunay dan
Ka memandangnya melalui pintu yang terbuka, namun dia tetap membaca dengan penuh
gaya. Terkesima memandang lingkaran celak hitam di sekeliling mata Funda Eser,
bibirnya yang tebal dan merah, sepasang payudara besarnya yang tampak menyembul
di balik gaun berbela-han dada rendah, dan bahasa tubuhnya yang berlebihan, Ka
merasa kesulitan untuk berkonsentrasi mendengar perkataan wanita itu.
"The Spanish Tragedy karya Thomas Kyd monolog tragis si korban pemerkosaan yang
berdarah pemberontak!" seru Sunay dengan bangga. "Dengan beberapa perubahan yang
terinspirasi dari The Good Woman of Sze-chuan karya Brecht, meskipun sebagian
besar perubahan itu adalah buah dari imajinasiku sendiri. Saat Funda membaca
monolog ini nanti malam, Kadife belum akan mendapatkan keberanian untuk mencopot
jilbabnya, namun dia akan menggunakan ujung kerudungnya untuk mengusap air
matanya yang mengalir."
"Jika Kadife Hanym sudah siap, sebaiknya kita segera melakukan geladi bersih."
Gejolak hasrat dalam suara Funda bukan hanya menjelaskan kepada Ka mengenai
kecintaan besar wanita itu terhadap dunia teater melainkan juga mengingatkannya
tentang klaim siapa pun yang menentang Sunay memerankan Atatiirk karena istrinya
adalah seorang lesbian. Tampak lebih menyerupai seorang prajurit revolusi
daripada seorang produser teater yang angkuh, Sunay sedang menjelaskan kepada
Funda bahwa Kadife belum menjawab semua pertanyaan menyangkut keputusannya untuk
"menerima peran", saat seorang kurir muncul dan melaporkan bahwa Serdar Bey,
pemilik Border City Gazette, telah datang.
Saat berdiri berhadapan muka dengan Serdar Bey, Ka merasakan dirinya nyaris
gagal menahan dorongan yang terasa asing baginya bahkan sejak dirinya masih
tinggal di Turki. Sejenak, dia tergoda untuk menonjok muka Serdar Bey. Tetapi
sekarang, saat mereka menyambut pria ini dan mengajaknya menikmati hidangan yang
telah tersedia, lengkap dengan keju putih, dan tentu saja dengan raki, Ka merasa
yakin bahwa dorongan seperti itu tidak layak ditunjukkan di meja para pemimpin
revolusi. Mereka duduk dengan keluwesan yang hanya dimiliki orang yang terbiasa
memutuskan nasib orang lain; dan, sembari makan dan minum, mereka mendiskusikan
urusan-urusan dunia dengan lagak tanpa ampun.
Berdasarkan permintaan Sunay, Ka mengatakan kepada Funda Eser tentang pendapat
yang baru saja diungkapkannya mengenai kesenian dan politik. Saat melihat betapa
katakata Ka membuat Funda Eser senang, Serdar Boy mengatakan bahwa dia ingin
memuatnya dalam artikelnya selanjutnya, namun Sunay dengan kasar menukasnya.
Pertama-tama, kata Sunay, Serdar Bey harus meralat kebohongan yang dimuatnya
tentang Ka di surat kabar edisi hari itu. Maka, sesaat kemudian, Serdar Bey
berjanji akan mencetak sebuah artikel halaman pertama baru yang bersifat sangat
positif, dan dia berharap para pembacanya yang mudah bingung akan melupakan
pikiran buruk mereka mengenai Ka.
"Tapi, tajuk utama koranmu harus menyebutkan tentang drama yang akan kami
pentaskan malam ini," kata Funda Eser.
Serdar Bey berusaha meyakinkan mereka akan mendapatkan artikel yang mereka
inginkan: mereka boleh mendiktekan kepadanya setiap detail yang mereka ingin
cantumkan, bahkan hingga judul artikel itu. Tetapi, karena dirinya tidak
memiliki banyak pengetahuan tentang teater klasik maupun modern, akan lebih
baik, kata Serdar Bey, jika Sunay dapat mendeskripsikan pementasan malam itu
dengan kata-katanya sendiri, hanya untuk memastikan supaya artikel halaman depan
edisi esok hari seratus persen akurat. Serdar Bey mengingatkan semua orang bahwa
hampir sepanjang kariernya, dia telah menulis tentang berbagai macam peristiwa
sebelum semuanya terjadi: ini, menurutnya, bisa dikatakan sebagai keahliannya.
Tetapi, mereka masih memiliki waktu empat jam untuk bekerja: mereka beroperasi
berdasarkan jadwal khusus yang ditetapkan pihak militer, sehingga edisi ini baru
akan dicetak pada pukul empat sore.
"Aku tidak akan butuh waktu lama untuk menceritakan pementasan itu kepadamu,"
kata Sunay. Mereka belum lama duduk di meja bersama-sama, namun Ka telah menghabiskan
segelas raki. Saat Sunay menenggak minumannya, Ka dapat melihat kepedihan dan
hasrat berkilauan di matanya.
"Tulis ini, Tuan Jurnalis!" seru Sunay, memelototi Serdar Bey, seolaholah sedang
mengancam pria itu. "Judul artikel ini adalah: 'Kematian di Atas Panggung'." Dia
terdiam sejenak untuk berpikir. "Lalu, ada subjudul di bawahnya, dengan huruf
yang lebih kecil: 'Aktor Termasyhur Sunay Zaim Tewas Tertembak dalam Pementasan
Kemarin'." Sunay berbicara dengan penekanan yang membuat Ka mau tidak mau mengaguminya. Ka
mendengarkan, dengan takzim dan terpesona, sementara Sunay berbicara. Dia hanya
sesekali menyela jika Serdar Bey kesulitan mencerna perkataan sang aktor. Dari
waktu ke waktu, Sunay terdiam untuk menimbang-nimbang apa yang telah
dikatakannya dan menjernihkan pikirannya dengan raki, sehingga butuh waktu
sekitar satu jam untuk menyelesaikan artikelnya.
Aku berkesempatan membaca versi terakhir artikel SerdarBey tersebut dalam
kunjunganku ke Kars bertahuntahun kemudian:
KEMATIAN DI ATAS PANGGUNG
AKTOR TERMASYHUR SUNAY ZAIM TEWAS TERTEMBAK DALAM PEMENTASAN KEMARIN
Kemarin, saat tampil dalam sebuah drama bersejarah di Teater Nasional, Kadife
sang gadis berjilbab mengagetkan para penonton, pertama-tama dengan mencopot
jilbabnya dengan penuh emosi, kemudian dengan menodongkan senjata kepada Sunay
Zaim, aktor yang berperan sebagai penjahat, dan menembaknya. Penampilan Kadife,
yang disiarkan secara langsung, membuat para penduduk Kars gemetar ketakutan.
Tiga hari yang lalu, Kelompok Teater Sunay Zaim membuat penduduk Kars terpukau
dengan menampilkan sebuah drama revolusi yang disusul oleh sebuah revolusi nyata
di depan mata mereka, dan semalam, dalam pementasan keduanya, para Pemain Sunay
Zaim kembali mengejutkan kita. Pertunjukan kali ini menampilkan sebuah adaptasi dari drama
karya Thomas Kyd, seorang penulis drama Inggris yang telah lama terabaikan, yang
ternyata memiliki pengaruh besar terhadap karya-karya Shakespeare. Sunay Zaim,
yang selama dua puluh tahun terakhir berkeliling ke kota-kota terpencil di
seluruh Anatolia, berderap ke atas panggung-panggung yang kosong dan
memperkenalkan kebudayaan di kedaikedai teh kota-kota itu, mengusung
kecintaannya akan teater ke sebuah titik klimaks dalam adegan penutup dramanya.
Dalam kemeriahan yang ditimbulkan oleh drama modern yang penuh keberanian ini,
yang memberikan kehormatan bagi aliran drama Jacobin dari Prancis sekaligus
Jacobean dari Inggris, Kadife, sang pemimpin para gadis berjilbab yang keras
kepala, dengan berani mencopot jilbabnya di depan mata semua orang, dan
sementara seluruh Kars menonton dengan tercengang, wanita itu mengeluarkan
sebuah pistol, setelah sebelumnya dia meyakinkan Sunay Zaim sang aktor
termasyhur yang berperan sebagai penjahat dan yang namanya, seperti Kyd, telah
lama tenggelam dalam bayangan bahwa senjata itu tidak berisi peluru.
Drama yang nyata ini mengingatkan penduduk Kars pada pementasan dua malam
sebelumnya, saat butiran-butiran peluru yang berde-singan melintasi panggung
ternyata asli, sehingga para penonton langsung ketakutan saat melihat Sunay
roboh di atas panggung. Maka, di mata para penonton, kematian Sunay Zaim, seorang aktor besar Turki,
tampak lebih mengagetkan daripada kehidupan itu sendiri. Meskipun para penonton
di Kars tahu betul bahwa drama yang sedang mereka tonton menceritakan tentang
seseorang yang sedang memerdekakan diri dari jeratan tradisi dan agama, mereka
masih tidak dapat menerima bahwa Sunay Zaim betul-betul sekarat, bahkan saat
peluru menembus tubuhnya dan darah mengalir keluar dari lukanya. Tetapi, mereka
tidak kesulitan memahami katakata terakhir sang aktor, dan mereka tidak akan
pernah melupakan bahwa pria itu telah mengorbankan kehidupannya demi dunia seni.
Setelah Sunay melakukan koreksi terakhir, Serdar membaca rancangan final
artikelnya di depan semua orang. "Jika Anda semua menyetujuinya, saya akan
langsung mencetaknya dalam edisi besok," katanya. "Tapi, selama bertahuntahun
saya menulis berita sebelum peristiwa yang sesungguhnya terjadi, inilah pertama
kalinya saya berdoa supaya apa yang dikatakan artikel saya tidak akan terwujud.
Anda tidak akan benar-benar sekarat, bukan?"
"Yang sedang kuusahakan adalah mendorong kebenaran karya seni hingga tiba di
batas terluarnya, untuk menyatukannya dengan mitos," kata Sunay. "Omong-omong,
saat salju mencair besok dan jalan-jalan dibuka kembali, kematianku tidak akan
penting lagi bagi penduduk Kars."
Sejenak, Sunay bertukar pandangan dengan Funda. Melihat betapa mereka berdua
saling memahami, Ka merasakan sengatan kecemburuan. Akankah dirinya dan Ypek
belajar untuk saling berbagi jiwa seperti ini, atau menikmati kebahagiaan
mendalam seperti ini"
"Tuan Pemilik Surat Kabar, sudah tiba waktunya bagi Anda untuk pergi. Pekerjaan
kita sudah selesai, jadi silakan bersiap-siap untuk mencetak koran Anda," kata
Sunay. "Mengingat betapa pentingnya edisi ini bagi sejarah, saya harus
memastikan bahwa asisten saja tidak lupa memberikan negatif foto saya kepada
Anda." Segera setelah Serdar Bey pergi, Sunay berbicara dengan nada mengejek
yang menurut Ka dipicu oleh terlalu banyak raki. "Aku menerima persyaratan
Lazuardi dan Kadife," katanya. Kemudian, dia berpaling kepada Funda Eser, yang
menaikkan alis saat mendengar suaminya menceritakan bahwa Kadife bersedia
mencopot jilbabnya di atas panggung hanya jika mereka terlebih dahulu
membebaskan Lazuardi. "Kadife Hanym adalah wanita yang sangat pemberani. Aku yakin kita akan saling
mendapatkan pemahaman saat geladi bersih dilakukan," kata Funda.
"Kalian boleh menemui dia bersama-sama," kata Sunay. "Tapi, pertama-tama, Kadife
harus diyakinkan bahwa Lazuardi telah dibebaskan, dan bahwa tidak seorang pun
mengikutinya ke tempat persembunyian. Ini akan makan waktu lama."
Memperlihatkan bahwa dia akan mengabaikan keinginan Funda Eser untuk segera
melakukan geladi bersih, Sunay berpaling kepada Ka untuk mendiskusikan tentang
cara terbaik mengatur pembebasan Lazuardi.
Aku menyimpulkan dari catatan yang dibuat Ka mengenai pertemuan ini bahwa
dirinya masih memercayai sepenuhnya janji Sunay. Dengan kata lain, tidak
terpikir oleh Ka bahwa Sunay akan menyuruh orang lain mengikuti Lazuardi ke
tempat persembunyiannya setelah dia dibebaskan dan menangkap kembali pria itu
setelah Kadife mencopot jilbabnya. Mungkin saja rencana yang ditutup-tutupi ini
berkembang perlahan-lahan dan didalangi oleh MYT, yang masih memasang mikrofon
di mana-mana dan berjuang memecahkan kode-kode yang diberikan para agen ganda mereka dengan
harapan dapat selangkah lebih maju daripada semua orang, mungkin bahkan
memanipulasi Kolonel Osman Nuh Colak untuk kepentingan mereka sendiri. Badan
polisi rahasia mengetahui bahwa jumlah mereka tidaklah seberapa selama Sunay dan
sang kolonel yang penuh kekecewaan beserta komplotan kecilnya yang terdiri dari
perwira berpikiran serupa masih berada di bawah kendali militer, tidak ada
kesempatan bagi MYT untuk mengambil bagian dalam revolusi tetapi, meskipun
begitu, mereka menempatkan personel di mana-mana dan melakukan apa pun sebisa
mereka untuk memantau kegilaan "artistik" Sunay. Sebelum artikel yang ditulisnya
di atas meja raki naik cetak, Serdar Bey menggunakan waikie-taikie miliknya
untuk membacakan isinya kepada teman-temannya di MYT cabang Kars, menimbulkan
kehebohan besar, dan tidak sedikit yang mengkhawatirkan kesehatan dan stabilitas
mental Sunay. Mengenai rencana Sunay untuk membebaskan Lazuardi, hingga detikdetik terakhir, tidak ada yang mengetahui seberapa banyak informasi yang telah
didapatkan oleh MYT. Tetapi, sekarang ini, aku dapat mengatakan bahwa detaildetail ini hanya memiliki keterkaitan kecil dengan akhir dari kisah kita,
sehingga lebih baik aku tidak perlu berlama-lama membahas tentang rencana
pembebasan Lazuardi. Singkatnya, Sunay dan Ka memutuskan untuk menyerahkan
pekerjaan ini kepada Fazyl dan anak buah Sunay.
Sunay mengirimkan sebuah truk tentara setelah mendapatkan alamat Fazyl dari MYT.
Sepuluh menit kemudian, Fazyl telah dibawa ke hadapannya. Kali ini, ketakutan
terpancar di wajahnya, dan dia tidak lagi mengingatkan Ka kepada Necip. Dengan
cepat diputuskan bahwa Fazyl dan si anak buah harus segera menuju pangkalan
militer di tengah kota. Mereka segera meninggalkan toko tukang jahit melalui
pintu belakang dan meloloskan diri dari detektif yang membuntuti mereka.
Masalahnya, meskipun sekarang MYT meragukan Sunay dan siap mencegahnya melakukan
kejahatan, mereka kelabakan mengikuti kecepatan rangkaian peristiwa yang
terjadi, sehingga mereka tidak sempat menempatkanpetugas di setiap pintu keluar.
Maka, rencana pun terus berjalan, dan Sunay tetap memegang janjinya bahwa tidak
akan ada kecurangan. Lazuardi dikeluarkan dari selnya dan dimasukkan ke dalam
sebuah truk tentara, yang langsung dikemudikan oleh anak buah Sunay ke jembatan
besi yang melintasi Sungai Kars. Setelah truk tersebut diparkir dengan rapi di
pinggir sungai, Lazuardi dengan patuh mengikuti instruksi: dia langsung menuju
toko bahan pangan yang jendela-jendelanya tertutup oleh poster-poster iklan
sosis dan penawaran khusus, juga oleh bola-bola plastik dan berkardus-kardus
sabun cuci yang tertumpuk hingga tinggi. Setelah itu, Lazuardi menyelinap ke
belakang, tempat sebuah kereta kuda menantinya. Berlindung di bawah lapisan
terpal dan bersembunyi di antara tabung-tabung gas, Lazuardi dilarikan ke sebuah
tempat persembunyian. Ka akan mendengar hal ini setelah semuanya terjadi. Ketika
peristiwa ini berlangsung, hanya Fazyl seoranglah yang mengetahui ke mana kereta
kuda itu membawa Lazuardi. Masih ada satu setengah jam lagi sebelum peristiwa
itu berlangsung. Pada pukul setengah empat sore, saat pohon-pohon oleander dan
chestnut mulai kehilangan bayangan, raib bagaikan hantu, digantikan oleh
kegelapan yang mulai menyelimuti jalanan sunyi di Kars, Fazyl
mendatangi Kadife dan memberitahunya bahwa Lazuardi telah tiba di tempat
persembunyian. Dari pintu yang menghubungkan dapur dengan halaman belakang
hotel, Fazyl menatap Kadife seolaholah dirinya baru saja mendarat dari luar
angkasa, namun Kadife seperti halnya kepada Necip sama sekali tidak memerhatikan
Fazyl. Alih-alih, dengan senang hati, dia menghambur ke kamarnya.
Ypek baru saja keluar dari kamar Ka, tempatnya berada selama lebih dari satu
jam. Satu jam yang baru saja berlalu tersebut adalah momen kebahagiaan murni,
dan sahabat dekatku Ka melambung ke awang-awang saat menyadari prospek
kebahagiaan masa depannya, seperti yang akan kujelaskan dalam halaman-halaman
pembukaan bab berikut ini.[j
Satu-Satunya Skenario yang Kita Miliki Malam Ini adalah Rambut Kadife
Persiapan untuk Drama yang akan Mengakhiri Semua Drama
SEPERTI YANG sudah kusebutkan, Ka adalah jenis orang yang menghindari
kebahagiaan karena takut akan kepedihan yang mungkin mengikutinya. Jadi, kita
sudah mengetahui bahwa emosinya yang terkuat datang bukan ketika dia sedang
bahagia melainkan ketika dia merisaukan kepastian bahwa kebahagiaan ini akan
segera meninggalkannya. Saat dia berdiri dari meja raki Sunay dan kembali ke
Hotel Istana Salju bersama dua orang pengawalnya, Ka masih meyakini bahwa
segalanya akan berjalan sesuai rencana, dan prospek akan bertemu dengan Ypek
lagi membuat hatinya ceria, bahkan meskipun rasa takut akan kehilangan dengan
cepat menerpanya. Ketika nantinya temanku itu menyebutkan puisi yang ditulisnya
pada Kamis sore sekitar pukul tiga, dia menjelaskan bahwa jiwanya terombangambing di antara dua kutub ini, sehingga sekarang aku merasa berkewajiban
menyampaikan apa yang dikatakannya kepada para pembacaku. Puisi itu, yang oleh
Ka dijuduli "Anjing", sepertinya terinspirasi dari pertemuannya kembali dengan
anjing stasiun berbulu kelabu tua, kali ini dalam perjalanan pulangnya menuju
hotel dari toko penjahit. Empat menit kemudian, dia berada kembali di dalam
kamarnya, menulis puisi ini, dan meskipun harapannya akan kebahagiaan sedang
membubung tinggi ketika itu, rasa takut akan kehilangan juga mulai menyebar ke
seluruh tubuhnya bagaikan racun: cinta sama dengan kepedihan. Puisi itu
menceritakan ketakutan besarnya terhadap anjing saat dia masih kanakkanak, pada
anjing liar yang menyalipnya di Taman Magka saat dia berumur enam tahun, dan
pada anjing galak milik tetangganya yang selalu mengejar-ngejar setiap pejalan
kaki yang melewatinya. Seiring waktu, Ka melihat ketakutannya pada anjing
sebagai hukuman untuk kehidupan bahagia yang dirasakannya semasa kanakkanak.
Tetapi, di balik semua ini, dia merasakan sebuah paradoks: Surga dan Neraka
berada di tempat yang sama. Karena di jalan-jalan yang sama pulalah dia bermain
sepak bola, mengumpulkan buah murbei, melengkapi koleksi kartu pemain sepak bola
yang tersembunyi di dalam bungkus permen karet, dan karena anjing-anjing itu
mengubah adegan-adegan indah dalam masa kanakkanaknya ini menjadi sebuah neraka
nyata, maka kesan kegembiraan ini menempel begitu kuat bagi Ka.
Tujuh atau delapan menit setelah mendengar bahwa Ka sudah kembali ke hotel, Ypek
menyusulnya ke kamar. Mengingat Ypek tidak yakin apakah Ka memang sudah pulang,


Di Balik Keheningan Salju Snow Karya Orhan Pamuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan Ka juga tidak meninggalkan pesan untuknya, maka dia tidak bisa dikatakan
terlambat. Untuk pertama kalinya, mereka dapat bertemu tanpa Ka sempat merekareka motif gelap keterlambatan Ypek, terlebih-lebih lagi untuk menyimpulkan
bahwa Ypek telah mengabaikannya. Hal ini membuat Ka lebih bahagia. Terlebih
lagi, wajah Ypek juga memancarkan kebahagiaan, dan ada sesuatu
dalam ekspresi wajahnya yang mencerminkan keteguhan hatinya. Ka menceritakan
bahwa segalanya berjalan sesuai dengan rencana, dan Ypek bersyukur karenanya.
Ypek menanyakan tentang Lazuardi, dan Ka mengatakan kepadanya bahwa pembebasan
Lazuardi sudah dipastikan. Wajah Ypek tampak berseri-seri saat dia mendengar
kabar ini, begitu pula saat Ka menceritakan segala hal lain kepadanya. Mereka
tidak cukup yakin bahwa mereka dapat seberuntung ini; mereka harus meyakini
bahwa semua ketidakbahagiaan di sekeliling mereka telah sirna sehingga tidak
akan ada bayangan yang menutupi kegembiraan mereka. Meskipun senantiasa
berpelukan dan berbagi ciuman penuh gairah, mereka tidak menjatuhkan diri ke
ranjang dan bercinta. Ka mengatakan kepada Ypek bahwa sesampainya mereka di
Istanbul, dia akan mengusahakan supaya visa Ypek untuk pergi ke Jerman selesai
dalam waktu sehari: dia punya seorang teman yang bekerja di konsulat. Mereka
harus segera menikah untuk memenuhi persyaratan, namun upacara dan perayaan yang
layak akan bisa mereka selenggarakan sesudahnya. Mereka membicarakan kemungkinan
Turgut Bey dan Kadife menyusul mereka ke Frankfurt setelah semua urusan mereka
selesai; Ka bahkan menyebutkan nama beberapa hotel yang dapat mereka tinggali.
Kepala mereka terasa pusing akibat impian-impian liar itu, sehingga mereka tidak
lagi merasa malu. Ypek mengubah nada bicaranya saat menceritakan kepada Ka
tentang kegelisahan ayahnya, terutama tentang ketakutannya kepada pelaku bom
bunuh diri, dan dia memperingatkan Ka bahwa ayahnya tidak akan mungkin mau turun
ke jalan lagi. Kemudian, saling berikrar bahwa mereka akan meninggalkan kota ini
dengan bus pertama yang ada, mereka berdiri lama di dekat jendela, saling
berpegangan tangan, memandang jalan di gunung yang berselimut salju.
Ypek mengatakan bahwa dia telah mulai berkemas-kemas. Ka mengatakan kepadanya
untuk tidak usah membawa apa-apa, namun Ypek memiliki sejumlah benda yang selalu
ada bersamanya sejak masa kanakkanaknya,yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa benda-benda itu. Masih di depan
jendela, mereka melihat anjing yang menjadi inspirasi puisi Ka melintas di
jalan, dan Ka mendengar tentang berbagai macam benda yang tidak bisa
ditinggalkan Ypek: sebuah jam tangan pemberian ibunya saat dia masih kanakkanak
di Istanbul, yang sekarang jauh lebih berharga karena Kadife telah menghilangkan
jam tangannya yang diberikan pada hari yang sama; sebuah sweter angora biru muda
yang diberikan oleh seorang almarhum pamannya sebagai oleh-oleh dari Jerman,
yang terbuat dari bahan berkualitas tinggi namun sangat ketat sehingga tak bisa
dikenakannya di Kars; sehelai taplak meja yang menjadi bekal pernikahannya, yang
dibordir ibunya dengan benang perak, yang kemudian dinodai dengan selai jeruk
oleh Muhtar pada penggunaan pertamanya yang menjelaskan mengapa tidak ada
penggunaan kedua dari taplak itu; delapan belas botol parfum mungil dan botolbotol alkohol yang mulai dikumpulkannya tanpa alasan khusus sejak bertahuntahun
sebelumnya, yang sekarang digunakannya untuk menyimpan berbagai macam azimat
pembawa nasib baik; foto-foto dirinya di pangkuan orangtuanya saat masih bocah
(Ka langsung ingin melihat foto-foto ini begitu Ypek menyebutkannya); gaun malam
indah dari beledu hitam yang dibelikan oleh Muhtar di Istanbul, yang potongan
punggungnya begitu rendah sehingga Muhtar hanya memperbolehkannya mengenakan gaun itu di rumah;
syal satin berbordir yang dibelinya untuk menutupi bagian depan gaun beledu
hitam itu, yang juga berpotongan rendah, dengan harapan Muhtar akan berubah
pikiran; sepasang sepatu suede yang tidak pernah dipakainya di Kars karena
khawatir akan rusak oleh noda lumpur; seuntai kalung giok yang langsung
ditunjukkannya kepada Ka karena kebetulan dia sedang memakainya.
Jika sekarang aku mengatakan bahwa aku melihat liontin giok indah itu
menggantung pada seuntai tali sutra hitam di leher Ypek tempat empat tahun
kemudian, saat dia duduk di hadapanku dalam acara makan malam yang
diselenggarakan oleh wali kota Kars, kuharap para pembacaku tidak menganggapku
melenceng terlalu jauh dari topik pembicaraan. Sebaliknya, kita sekarang
mendekati inti permasalahan ini. Karena, hingga saat itu tiba, bisa kukatakan
bahwa aku tidak pernah melihat sesuatu dengan kesiapan sebegitu rupa, dan karena
itulah bagi semua pembaca yang mengikuti kisah yang kuungkapkan dalam buku ini:
Ypek jauh lebih cantik daripada yang ada dalam bayangan siapa pun. Dalam acara
makan malam ini, saat aku pertama kali melihatnya, aku harus mengakui bahwa
diriku terpana, terpesona, dan teramat sangat cemburu. Dan, ketika gairah itu
melandaku, kumpulan puisi sahabatku yang hilang, yang misterinya sedang kupecahkan, berubah menjadi sebuah cerita dengan arah yang sangat berbeda. Pada saat
itulah tentunya aku memutuskan untuk menulis buku yang sekarang ada di tanganmu.
Tetapi, ketika itu jiwaku sama sekali tidak mengetahui keputusan ini. Aku sedang
dilanda berbagai macam perasaan yang mungkin ditimbulkan oleh wanita yang
memiliki kecantikan luar biasa: saat memandang kesempurnaan di hadapanku itu, aku
merasakan diriku hancur berkeping-keping; aku merasa tertawan. Ketika sekarang
aku mengingat kembali kegamblangan sikap para penduduk Kars lain yang duduk
semeja dengan kami tindakan-tindakan yang dengan bodohnya kuanggap sebagai upaya
mereka untuk berbasa-basi dengan seorang penulis novel yang sedang berkunjung ke
kota mereka, atau untuk mengorek detail-detail kecil yang dapat digunakan
sebagai bahan gosip esok hari jelas bahwa semua tindakan itu hanya memiliki satu
tujuan: untuk menabiri kecantikan Ypek, menutupinya bukan hanya dariku melainkan
juga dari mereka sendiri. Kecemburuan hebat menggerogotiku, dan aku takut rasa
itu akan berubah menjadi cinta: sejenak, sama seperti sahabatku Ka, aku juga
memimpikan tentang betapa nikmatnya dicintai seorang wanita secantik ini. Selama
sesaat, aku membiarkan diriku melupakan kesedihanku saat mengingat kehidupan Ka
yang berakhir sia-sia, dan aku mendapati diriku berpikir dengan penuh kekaguman:
Hanya seorang pria dengan jiwa sedalam jiwa Ka akan mampu mencuri hati wanita
seperti ini! Apakah aku sendiri memiliki sekelumit saja kesempatan untuk memikat
Ypek dan membujuknya untuk pergi ke Istanbul bersamaku" Aku akan melamarnya pada
saat itu juga, jika dia mau, menjadikannya istri simpananku hingga kelak
semuanya terbongkar, tapi entah dengan jalan apa, aku ingin memilikinya. Dia
memiliki kening lebar yang mulus, mata yang tampak basah, bibir elegan yang
begitu mirip dengan bibir Melinda si bintang film, hingga aku tidak percaya
dapat melihatnya sendiri .... Apakah, pikirku, yang dipikirkannya tentang diriku"
Apakah namaku pernah disebut-sebut dalam percakapannya bersama Ka" Bahkan tanpa
raki, kepalaku berputar, jantungku berdebardebar. Kemudian, aku melihat Kadife, duduk
tidak jauh dari kami, memandangku dengan tatapan mengiris. Aku harus kembali ke
ceritaku .... Saat mereka berdiri di dekat jendela, Ka mengambil kalung giok dan memasangnya
di leher Ypek, kemudian, memberikan ciuman lembut kepada Ypek, Kamengucapkan
katakata yang dengan cepat berubah menyerupai mantra: mereka akan hidup bahagia
di Jerman. Tepatketika itulah Ypek melihat Fazyl berlari memasuki halaman; Ypek
menunggu beberapa saat sebelum turun dan melihat Kadife berdiri di ambang pintu
dapur. Di situlah tentunya Kadife mendengar kabar gembira tentang pembebasan
Lazuardi. Kedua wanita itu berbarengan memasuki kamar Kadife. Ka tetap tinggal
di kamarnya sendiri. Hatinya terasa sesak oleh puisipuisi barunya dan keyakinan
barunya akan cinta sehingga, untuk pertama kalinya, bagian dari pikirannya yang
mencatat kadangkadang penuh detail, kadangkadang diwarnai khayalan setiap
gerakan mereka di Hotel Istana Salju sekarang beristirahat, dan dia
membiarkannya begitu saja.
Kira-kira pada waktu yang sama, badan pemantau cuaca mengumumkan tanda-tanda
pertama pencairan salju. Matahari telah bersinar sepanjang hari, dan es yang
menggantung di pepohonan dan pinggiran atap mulai menetes ke tanah, dan desasdesus mulai beredar ke seluruh kota: jalan-jalan sudah pasti akan dibuka malam
nanti dan kudeta teater ini akan berakhir. Orang-orang yang masih mengingat
detail-detail peristiwa malam itu memberitahuku bahwa Kars Border Television
menayangkan iklan pertama tentang drama baru yang akan dipentaskan oleh Kelompok
Teater Sunay Zaim malam itu di Teater
Nasional tepat setelah tayangan laporan cuaca. Hakan Ozge, penyiar muda
kesayangan seluruh kotalah yang menasihati penduduk Kars bahwa peristiwa
berdarah dua hari sebelumnya tidak perlu dirisaukan lagi, dan dengan kata lain,
tidak ada alasan bagi para penduduk Kars untuk melewatkan pertunjukan ini.
Sepasukan petugas keamanan akan memagari panggung, dan karena acara itu terbuka
untuk umum, penduduk Kars bebas untuk membawa seluruh keluarga mereka. Dampak
dari pengumuman ini adalah menyebarnya ketakutan dan kosongnya jalanan yang
terjadi lebih cepat daripada biasanya. Semua orang merasa yakin bahwa malam
kekerasan dan kekacauan akan terjadi lagi di Teater Nasional. Maka, kecuali
orang-orang bosan yang siap menghadiri acara apa pun yang disodorkan kepada
mereka (kelompok ini mencakup para pemuda pengangguran yang tidak punya tujuan
hidup, para aktivis sayap kiri yang memang mengharapkan terjadinya kekerasan,
para lansia bergigi palsu yang begitu merindukan hiburan sehingga tidak masalah
bagi mereka jika ada orang yang terbunuh karenanya, serta pendukung setia Kemal
yang pernah melihat Sunay di TV dan mengagumi pandangan republikennya), sebagian
besar penduduk Kars memutuskan untuk tinggal di rumah dan menonton siaran
langsung di televisi. Sementara itu, Sunay dan Kolonel Osman Nuh Qolak bertemu kembali. Cemas akan
kemungkinan tidak ada penonton di Teater Nasional, mereka mengirim truktruk
tentara untuk mengangkut semua siswa madrasah aliah, dan menugaskan semua murid
sekolah menengah, semua guru, dan semua pegawai pemerintahan di kota itu untuk
menonton pertunjukan dengan mengenakan jas dan dasi.
Setelah pertemuan itu berakhir, sejumlah orang melihat Sunay terkapar di bagian
belakang toko penjahit, di atas sehelai tikar kecil berdebu, dikelilingi kainkain perca, kertas-kertas pembungkus, dan kardus-kardus kosong. Sunay tidak
sedang mabuk. Selama bertahuntahun, Sunay yakin bahwa kasur yang empuk akan
melemahkan tubuhnya, sehingga dia memiliki kebiasaan tidur siang di atas kasur
yang keras dan tipis sebelum tampil dalam pementasan besar yang memiliki makna
mendalam baginya. Sebelum dia berbaring, bagaimanapun, dia sempat bersilat lidah
tentang skenarionya dengan istrinya. Karena skenario itu harus segera
ditamatkan, Sunay menyuruh Funda Eser masuk ke truk tentara dan mengirimnya
untuk menemui Kadife di Hotel Istana Salju dan memulai geladi bersih.
Funda Eser melangkah anggun memasuki hotel layaknya seorang wanita yang diterima
dengan tangan terbuka di semua tempat. Dia langsung menuju kamar Kadife. Nada
bicara ceria yang dengan mudah diperdengarkannya untuk menciptakan atmosfer
keakraban feminindi luar panggung menjadi bukti yang lebih tepat untuk
menggambarkan kehebatannya daripada penampilannya dalam pertunjukan malam itu.
Tentu saja, matanya menangkap kecantikan Ypek yang sebening kristal, namun
pikirannya sedang terpaku pada peran yang harus dimainkan oleh Kadife malam itu.
Pandangannya akan peran ini tentunya didasarkan pada besarnya perhatian yang
diberikan oleh suaminya. Selama bertahuntahun Funda Eser turut berkeliling
Anatolia untuk memerankan wanita korban pelecehan dan pemerkosaan, satu-satunya
tujuan yang hendak dicapainya dengan perannya adalah merangsang gairah para pria
yang menjadi penontonnya. Pernikahan, perceraian, pemakaian jilbab ataupun
pencopotan jilbab semuanya memiliki tujuan yang sama: melemparkan si tokoh
wanita ke dalam keadaan tidak berdaya sehingga tidak seorang pria pun dapat
menolaknya. Bagaimanapun, meskipun mustahil untuk mengatakan apakah dia
sepenuhnya memahami perannya dalam drama-drama untuk memperingati pencerahan
republiken, patut diingat bahwa para pria penulis skenario yang menciptakan
stereotip semacam ini tidak dapat melihat seorang tokoh wanita mengekspresikan
sebuah pernyataan yang lebih dalam ataupun lebih murni daripada sekadar
erotisisme ataupun kewajiban sosial. Funda Eser memanfaatkan peran-peran seperti
itu untuk mendapatkan kegemilangan dalam kehidupannya di luar panggung
sandiwara, dan hingga derajat tertentu yang tidak diperkirakan oleh penulis
drama pria mana pun. Tidak lama setelah memasuki kamar Kadife, dia menyarankan supaya mereka melatih
adegan di mana Kadife harus mencopot jilbab dan memamerkan rambut indahnya.
Kadife berpura-pura enggan, namun tidak terlalu lama, dan ketika dia menguraikan
rambutnya, Funda memekik, memuji betapa sehat dan kemilau rambutnya,
menjadikannya tidak mampu mengalihkan pandangan. Funda menyuruh Kadife duduk di
depan cermin dan mengambil sebuah sisir bergagang gading imitasi dan, sambil
menyisirkannya dengan lembut ke rambut Kadife, menjelaskan bahwa esensi teater
tidak akan ditemukan dalam katakata melainkan dalam penampilan. "Biarkanlah
rambutmu berbicara, dan biarkan saja para pria tergilagila padamu!" ujarnya.
Ketika itu, Kadife merasa sangat bimbang, dan Funda mencium rambut gadis itu
untuk menenangkannya. Funda cukup pintar untuk melihat bahwa ciuman ini mampu
membangkitkan iblis yang bersembunyi dalam diri Kadife, dan dia juga cukup
berpengalaman untuk menyeret Kadife ke dalam permainannya. Funda mengeluarkan
sebotol konyak dari dalam tasnya dan menuangkan minuman itu ke dalam cangkir teh
yang disiapkan Kadife untuk mereka. Saat Kadife menolak, Funda mengolok-oloknya
dengan mengatakan, "Bukankah malam ini kau mau mencopot jilbabmu!"
Air mata Kadife mengalir, dan Funda menciumi pipi, leher, dan kedua tangannya.
Kemudian, untuk menyenangkan hati Kadife dan Ypek, dia membacakan "karya besar
Sunay yang tidak pernah dipublikasikan", yang berjudul "Protes Pramugari Lugu".
Tetapi, bukannya mengalihkan perhatian Ypek dan Kadife, ini justru membuat
mereka semakin panik. Saat Kadife mengatakan, "Aku ingin membaca skenarionya," Funda mengatakan bahwa
satu-satunya skenario yang akan mereka andalkan malam itu adalah momen ketika
semua pria di Kars memandang, terpana, pada rambut Kadife yang indah, panjang
dan berkilauan. Para wanita akan tersentuh oleh cinta dan kecemburuan sehingga
mereka akan tergerak untuk mengulurkan tangan dan menyentuh rambutnya. Sambil mengatakan semua ini,
Funda berkali-kali memenuhi gelas mereka dengan konyak. Dia mengatakan bahwa
saat dirinya memandang wajah Ypek, dia melihat kebahagiaan; dan saat memandang
wajah Kadife, dia melihat keberanian dan kemarahan. Funda Eser terus memuji-muji
mereka hingga Turgut Bey menghambur ke dalam kamar itu dengan wajah merah padam.
"Di televisi baru saja diumumkan bahwa Kadife, pemimpin para gadis berjilbab,
akan mencopot jilbabnya dalam pementasan drama malam ini," katanya. "Katakan
padaku apa ini benar?"
"Kita akan melihatnya di TV!" seru Ypek.
"Izinkanlah saya memperkenalkan diri, Pak," sapa Funda Eser. "Saya adalah teman
hidup dari aktor ternama dan pemimpin yang baru saja terpilih, Sunay Zaim. Nama
saya Funda Eser. Saya ingin memberikan selamat kepada Bapak karena telah
membesarkan dua orang putri yang sangat cantik dan menawan. Berkat keputusan
heroik Kadife, saya bisa meyakinkan Bapak untuk tidak mencemaskan apa pun."
"Jika putri saya melakukan hal ini, para fanatik agama di kota ini tidak akan
pernah memaafkannya," kata Turgut Bey.
Mereka pindah ke ruang makan supaya dapat menonton televisi. Funda Eser
menggenggam tangan Turgut Bey dan mengatakan bahwa dia dapat menjanjikan, atas
nama suaminya, sang pemimpin utama kota itu, semuanya akan berjalan sesuai
rencana. Kemudian, mendengar suara di ruang makan, Ka datang dan bergabung
dengan mereka, dan Kadife dengan ceria memberitahukan kepadanya bahwa Lazuardi
telah dibebaskan. Tanpa menanti Ka bertanya, Kadife menyatakan bahwa dia
berencana akan terus memegang janji yang diucapkannya kepada Ka pagi itu dan
bahwa dia bersama Funda Hanym sedang berlatih untuk pertunjukan drama malam
nanti. Saat semua orang menonton televisi, berbicara bersahut-sahutan, Funda Eser
membujuk Turgut Bey supaya pria itu merestui keputusan yang diambil oleh
putrinya. Sering kali, Ka mengingat kembali momen sepanjang sepuluh menit ini
sebagai salah satu saat paling bahagia dalam kehidupannya. Ketika itu dia begitu
bebas dari keraguan tentang nasib kebahagiaan jangka panjangnya dan dapat
memimpikan kehidupannya sebagai bagian dari
keluarga bahagia ini. Waktu belum menunjukkan pukul empat sore, namun bagi Ka,
kertas pelapis dinding tua dan suram di ruang makan berlangit-langit tinggi itu
memberikan kenyamanan yang sama dengan sebuah kenangan dari masa kanakkanak.
Saat memandang wajah Ypek, Ka tak mampu menahan senyuman.
Melihat Fazyl berdiri di pintu dapur, Ka cepat-cepat menyuruh pemuda itu masuk,
dan, sebelum Fazyl dapat menolak, dia mengorek informasi darinya. Tetapi, Fazyl
bungkam: dia berdiri diam di ambang pintu, berpura-pura memandang layar TV,
namun sesungguhnya, tatapan marahnya tertuju pada orang-orang ceria yang
berkumpul di sekeliling benda itu. Melihat Ka berusaha menggiring pemuda itu ke
dapur, Ypek berjalan menghampiri mereka.
"Lazuardi ingin berbicara sekali lagi dengan Bapak," kata Fazyl, dan jelas
terdengar dari nada bicaranya bahwa dia senang karena dapat mengganggu
kesenangan mereka. "Beliau berubah pikiran tentang sesuatu." "Tentang apa?"
"Beliau akan mengatakannya sendiri kepada Bapak. Saya akan menunggu Bapak di
halaman sepuluh menit lagi," katanya, cepat-cepat keluar dari dapur menuju
halaman. Jantung Ka mulai berdebardebar: dia tidak hanya enggan melangkahkan kaki keluar
dari hotel lagi hari ini; dia juga takut kepengecutannya akan mengkhianatinya.
"Kumohon, apa pun itu, jangan pergi!" seru Ypek, menyuarakan kerisauan Ka
sendiri. "Lagi pula, semua orang sudah tahu tentang kereta itu saat ini. Ini


Di Balik Keheningan Salju Snow Karya Orhan Pamuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak akan ada manfaatnya."
"Tidak. Aku akan pergi," ujar Ka.
Mengapakah, meskipun ragu-ragu, Ka memutuskan untuk pergi" Ini kebiasaan lama.
Di sekolah, kapan pun seorang guru mengajukan pertanyaan, Ka selalu mengacungkan
tangan meskipun dia tidak mengetahui jawabannya. Ka adalah jenis orang yang
pergi berbelanja dan, saat menemukan sebuah sweter yang sempurna baginya, dia
justru akan membeli benda lain yang kurang sesuai untuknya dengan harga yang
sama, meskipun dia tahu bahwa tindakannya tersebut tidak masuk akal. Hal ini
bisa jadi dipicu oleh kegelisahan atau mungkin juga ketakutannya akan
kebahagiaan. Mereka naik ke kamar Ka, berhati-hati supaya Kadife tidak melihat. Betapa Ka
berharap Ypek mendapatkan sedikit kemampuan berkhayal, kemampuan membayangkan
sesuatu yang indah supaya dia dapat tinggal diam dengan pikiran yang damai,
namun saat mereka berduaberdiri dan memandang ke luar jendela, Ypek hanya bisa
mengulang-ulang katakata hampa yang sama, menambahkan: "Jangan pergi, Sayang,
jangan tinggalkan hotel lagi hari ini. Jangan pertaruhkan kebahagiaan kita," dan
semacamnya. Ka mendengarkan Ypek dengan pikiran melayang, seperti seekor domba
kurban. Tak lama kemudian, kereta kuda yang ditunggunya memasuki halaman: Ka
merasa syok saat menyadari betapa nasibnya telah berubah, dan hatinya hancur
karenanya. Tanpa memberikan ciuman kepada Ypek, meskipun sempat memberikan
pelukan dan mengucapkan selamat tinggal, Ka menuruni tangga. Ka berhasil
menghindari dua orang pengawalnya, yang sedang duduk membaca surat kabar di
lobi, dan memasuki dapur sebelum keluar dari pintu belakang dan menghampiri
kereta kuda yang dibencinya untuk sekali lagi berbaring di bawah lapisan terpal.
Sungguh menggoda untuk terus membaca pada saat ini. Lagi pula, kita semua akan
dengan cepat mencapai titik tempat Ka tak bisa kembali lagi, dan misi yang
sedang dijalani Ka ketika itu akan mengubah kehidupannya untuk selamanya. Maka,
aku merasa berkewajiban untuk memperingatkan para pembacaku supaya tidak
memandang keputusan Ka untuk menerima undangan Lazuardi sebagai momen penting
dalam kisah ini. Tentu saja, aku sendiri tidak berpandangan begitu: Ka belum
kehabisan kesempatan. Dia masih memiliki waktu untuk meretas kesuksesan dari
kunjungannya ke Kars, dan dia akan memiliki kesempatan lain untuk mendapatkan
keberuntungan dan menemukan "kebahagiaan" apa pun yang dimaksudnya dengan kata
itu. Tetapi, saat semua jembatannya telah terbakar habis, ketika berbagai
peristiwa dalam kisah ini telah mendekati titik akhir, Ka baru melihat ke
belakang dengan penyesalan yang menyiksa dan rasa penasaran yang tak akan pernah
terjawab mengenai apa yang akan terjadi seandainya Ypek berhasil membujuknya
untuk tetap tinggal di kamarnya. Seharusnya Ypek mengatakan sesuatu untuk
mencegahnya pergi menemui Lazuardi, tetapi, bahkan setelah Ka mengobrak-abrik
otaknya sendiri selama bertahuntahun berikutnya, dia masih tidak menemukan
katakata apa yang akan mampu menahannya ketika itu.
Saat membayangkan Ka bersembunyi di bawah terpal, kita dapat melihatnya sebagai
seorang pria yang menyerah terhadap nasibnya. Dia menyesal karena berada di
sana; dia marah terhadap dirinya sendiri dan dunia. Dia kedinginan; dia cemas
akan jatuh sakit; dan dia tahu bahwa pertemuannya dengan Lazuardi tidak akan
mendatangkan suatu manfaat pun. Dia sebisa mungkin memasang telinga untuk
mendengarkan keramaian jalanan dan perkataan orang-orang yang dilewati oleh
kereta, sama seperti ketika dia melakukan perjalanan pertama dengan kereta ini,
namun kali ini dia tidak tertarik untuk mengetahui ke mana dirinya akan dibawa.
Ketika kereta berhenti, si kusir mencoleknya, dan Ka pun muncul dari balik
terpal. Sebelum dapat menyadari di mana dirinya berada, dia melihat sebuah
bangunan bobrok di depannya yang, seperti begitu banyak bangunan lain di Kars,
condong ke satu bagian dan setengah tertutup oleh cat yang telah mengelupas. Di
dalam bangunan itu, dia menaiki seruas anak tangga sempit hingga tiba di lantai
kedua. (Jika keadaan hatinya sedang senang, Ka akan mengingat telah melihat
sebuah pintu dengan sepasang sepatu di depannya dan seorang bocah yang
memandangnya dengan mata berbinar-binar melalui celah di pintu.) Pintu itu
terbuka, dan Ka mendapati dirinya berhadapan dengan Hande.
"Saya sudah memutuskan," ujar Hande sambil menyunggingkan senyuman. "Saya tidak
bersedia menjauh dari diri saya yang sesungguhnya."
"Penting bagimu untuk bisa hidup bahagia."
"Yang membuat saya bahagia adalah berada di sini dan melakukan apa yang saya
inginkan," kata Hande.
"Saya tidak takut lagi untuk menjadi orang lain dalam mimpi-mimpi saya."
"Tidakkah sedikit berbahaya bagimu untuk berada di
sini?" "Ya, tapi hanya dalam keadaan berbahaya seperti inilah seseorang bisa betulbetul berkonsentrasi pada kehidupan," katanya. "Yang sudah saya pahami sekarang
adalah saya tidak akan bisa berkonsentrasi pada hal-hal
yang tidak saya percayai, hal-hal seperti mencopot jilbab saya. Sekarang, saya
bahagia karena dapat berbagi rasa dengan Lazuardi. Bisakah Bapak menulis puisi
di sini?" Meskipun baru dua hari berlalu sejak pertemuan pertama mereka, ingatan Ka akan
percakapan saat makan malam itu telah begitu jauh, sehingga sejenak dia berdiri
dengan mulut ternganga bagaikan penderita amnesia. Seberapa banyakkah Hande
ingin Ka mengetahui tentang keintimannya dengan Lazuardi" Gadis itu membuka
pintu menuju ruangan lain, dan Ka mendapati Lazuardi sedang menonton televisi
hitam-putih. "Saya tahu bahwa Anda akan datang," kata Lazuardi. Dia tampak puas.
"Saya tidak tahu mengapa saya ada di sini," ujar Ka.
"Anda ada di sini karena pikiran Anda kacau," kata Lazuardi. Sekarang, dia
tampak sangat bijaksana. Mereka saling memandang dengan penuh kebencian. Masing-masing menyadari bahwa
Lazuardi sangat puas, dan bahwa Ka sangat sedih. Hande keluar dari ruangan itu
dan menutup pintu. "Saya ingin Anda mengatakan kepada Kadife untuk tidak turut campur dalam bencana
yang telah mereka rencanakan untuk dipertontonkan malam ini," kata Lazuardi.
"Tidak bisakah Anda mengirim kabar ini melalui Fazyl?" tanya Ka. Dia dapat
melihat dari ekspresi wajah Lazuardi bahwa pria itu tidak mengetahui siapa
Fazyl, sehingga dia menambahkan, "Dia murid madrasah aliah yang Anda kirim untuk
menjemput saya." "Ha!" seru Lazuardi. "Kadife tidak akan menganggapnya serius. Hanya Andalah yang
akan dianggap serius olehnya. Dan, dia akan memahami betapa serius keputusan
saya ini hanya jika dia mendengarnya dari Anda. Dan, dia baru akan memahaminya
setelah menyaksikan betapa hinanya mereka mempromosikan tentang hal ini di
televisi." "Saat saya meninggalkan hotel, Kadife sudah mulai berlatih," ujar Ka dengan nada
puas. "Kalau begitu, Anda bisa mengatakan kepadanya bahwa saya sangat menentang
pertunjukan ini. Kadife tidak memutuskan dengan kehendaknya sendiri untuk
mencopot jilbabnya dia melakukannya untuk membebaskan saya. Dia melakukan
negosiasi dengan negara yang menyandera para tahanan politik, sehingga dia tidak
berkewajiban memegang janjinya."
"Saya bisa mengatakan semua itu kepadanya," ujar Ka. "Tapi, saya bisa
memprediksi apa yang akan dilakukannya."
"Dengan kata lain, jika Kadife memutuskan untuk berperan dalam drama ini dengan
caranya sendiri, Anda tidak bertanggung jawab itulah yang sedang Anda katakan
kepada saya, bukan?"
Ka tidak menjawab. "Kalau begitu, biarkan saya menjelaskannya. Jika Kadife naik ke panggung malam
ini dan mencopot jilbabnya, Anda juga akan disalahkan. Anda sudah terlibat dalam
kesepakatan ini sejak awal."
Untuk pertama kalinya sejak kedatangannya di Kars, Ka merasakan sesuatu berjalan
sesuai aturan: akhirnya, si penjahat berbicara seperti seorang penjahat dan
mengatakan berbagai macam hal jahat yang semestinya diucapkan oleh setiap
penjahat. Kepalanya terasa jernih dengan kesadaran ini. "Anda benar karena telah
menganggap diri Anda sebagai seorang sandera," katanya dengan harapan dapat
menenangkan Lazuardi, sambil menimbang-nimbang
cara untuk keluar dari tempat itu tanpa lebih memancing kemarahan Lazuardi.
"Berikanlah surat ini kepadanya," kata Lazuardi. Dia mengulurkan sepucuk amplop
kepada Ka. "Kadife mungkin tidak akan memercayai pesan lisan saya." Ka menerima
amplop itu. "Dan, suatu hari nanti, jika Anda menemukan cara untuk kembali ke
Frankfurt, saya percaya Anda juga akan mendapatkan cara untuk membujuk Hans
Hansen supaya mau mencetak pernyataan yang telah ditandatangani oleh begitu
banyak orang meskipun mereka menyadari risikonya."
"Tentu saja." Ada sesuatu di wajah Lazuardi yang menyiratkan rasa frustrasi. Dia tampak lebih
santai pagi itu, saat dia duduk menantikan hukuman mati di selnya. Sekarang dia
berhasil menyelamatkan diri, namun dia telah dikuasai oleh amarah, berang karena
mengetahui bahwa dia tidak akan berhasil melakukan apa pun dalam kehidupannya
tanpa menimbulkan kemarahan yang lebih besar lagi. Perlahan-lahan, Ka menyadari
bahwa Lazuardi juga melihat apa yang dilihat olehnya.
"Tidak peduli di mana pun Anda tinggal di sini, atau di Eropa Anda tercinta Anda
akan selalu meniru mereka; Anda akan selalu menghinakan diri."
"Saya tidak peduli asalkan saya bahagia."
"Anda boleh pergi sekarang," seru Lazuardi. "Dan, ingatlah ini: mereka yang
mencari kebahagiaan justru tidak akan pernah menemukannya."[]
Saya Tidak Membawa Anda Kemari untuk Membuat Anda Marah
Sebuah Kunjungan Paksa KA MERASA lega karena dapat meninggalkan Lazuardi, namun pada saat yang sama,
timbullah sebuah ikatan, betapapun menyesakkannya, di antara mereka. Ikatan itu
tidak sederhana ada lebih dari sekadar ketakutan dan kebencian yang tercurah di
sana sehingga ketika Ka menutup pintu di belakangnya, dia menyadari dengan
sedikit penyesalan bahwa dia akan merindukan pria ini.
Hande muncul, dengan niat baik dan pikiran mendalam, dan, meskipun berusaha
menganggapnya sebagai gadis yang jujur dan bahkan agak bodoh, Ka segera
mendapati dirinya lebih menghargai Hande. Dengan mata terbuka lebar, Hande
meminta Ka menyampaikan salam untuk Kadife dan mengatakan bahwa dia tidak peduli
meskipun Kadife memutuskan untuk membuka jilbabnya di televisi (tidak, dia tidak
mengatakan di atas panggung; dia mengatakan televisi) hati Hande akan selalu
bersamanya, tidak peduli apa pun yang dilakukannya. Kemudian, dia memberi tahu
Ka cara yang harus dilakukannya untuk meninggalkan bangunan itu tanpa menarik
perhatian para polisi yang menyamar.
Ka bergegas meninggalkan apartemen itu dengan panik, namun setibanya di lantai
pertama, dia merasakan sebuah puisi mendatanginya, sehingga dia duduk di depan
deretan sepatu di dekat pintu, mengeluarkan buku catatannya, dan mulai menulis.
Ini adalah puisi kedelapan belas yang ditulis Ka sejak kedatangannya di Kars.
Temanya ihwal hubungan antara perasaan cinta dan benci, namun jika dia tidak
menjelaskan makna tersembunyi dari puisi ini dalam catatan yang ditulisnya
kemudian, tidak seorang pun akan bisa menduganya. Ketika dia belajar di 5MA
ai?li, terdapat seorang siswa laki-laki yang berasal dari sebuah keluarga kaya
yang memiliki perusahaan konstruksi. Meskipun anak ini, yang pernah memenangi
kejuaraan berkuda di Balkan, sangat manja, Ka terkesan pada aura kebebasan yang
dimilikinya. Kemudian, ada seorang siswa lain, yang ibunya, seorang Rusia
berkulit putih, pernah menjadi teman sekelas ibu Ka di lyasee. Anak itu tumbuh
tanpa ayah, tanpa saudara, dan meskipun masih bersekolah, dia telah mulai
mengonsumsi obat-obatan. Meskipun remaja pucat penuh misteri ini sepertinya
tidak pernah memerhatikan urusan orang lain, ternyata dia selalu mengetahui apa
yang terjadi pada orang-orang di sekelilingnya. Akhirnya, selama Ka menjalani
masa latihan militer di Tuzla, terdapat seorang pria bijaksana yang tampan,
pendiam, dan agak penggusar di resimen tetangganya, yang tidak bosan-bosannya
mengganggu Ka dengan tindakan-tindakan kecil, misalnya menyembunyikan topinya.
Ka merasa terikat dengan teman-temannya ini melalui kebencian yang membara dan
kekaguman rahasia. Judul puisi itu, "Cemburu", mengacu pada perasaan yang selain
mengikat dua macam emosi yang bertentangan ini, dan juga mengikatkan Ka
pada tugas mendamaikan kontradiksi di dalam pikirannya. Tetapi, puisi itu
sendiri mengungkapkan masalah yang jauh lebih mendalam: setelah sekian lama
berlalu, jiwa dan suara para pemuda itu telah menetap di dalam tubuh Ka.
Saat meninggalkan bangunan apartemen, Ka masih tidak tahu di mana dirinya
berada. Namun, setelah menyusuri seruas jalan sempit, dia menyadari bahwa
dirinya telah tiba di Jalan Halitpa?a, dan sesuatu di dalam dirinya menyuruhnya
berpaling dan melayangkan pandangan terakhir ke tempat persembunyian Lazuardi.
Dalam perjalanan pulang ke hotel, Ka merindukan para pengawalnya; dia merasa
tidak aman tanpa mereka. Berjalan melewati balai kota, Ka melihat sebuah mobil
polisi tanpa tanda berjalan perlahan mendampinginya. Saat melihat bahwa pintu
belakang mobil itu sedikit terbuka, Ka berhenti.
"Ka Bey, tolong jangan takut, kami dari kantor polisi. Bagaimana kalau Anda
masuk" Kami akan mengantar Anda ke hotel."
Ketika Ka sedang berusaha memikirkan pilihan mana yang lebih berbahaya kembali
ke hotel tanpa pengawalan polisi atau terlihat memasuki sebuah mobil polisi di
tengah kota pintu belakang mobil itu terbuka lebar. Tiba-tiba, sesosok pria
kekar berpenampilan brutal berdiri di depannya. (Sosok itu tampak familier.
Mirip siapakah dia" Seperti seseorang di Istanbul ... seorang paman jauh ... Paman
Mahmut!) Melupakan nada sopan yang semula digunakannya, raksasa itu mendorong Ka
dengan kasar ke dalam mobil. Saat mobil mulai berjalan, dia melayangkan dua kali
pukulan ke kepala Ka. (Atau, apakah pria itu memukulnya sambil mendorongnya ke
dalam mobil") Ka sangat ketakutan, dan keadaan di dalam mobil itu begitu gelap.
Salah seorang pria yang duduk di depan bukan Paman Mahmut melainkan sopir mobil
itu menggumamkan umpatan-umpatan kotor. Ketika Ka masih kanakkanak, ada seorang
pria di Jalan Nigar sang Penyair Wanita yang gemar mengumpat-umpat seperti itu
setiap kali sebuah bola masuk ke kebunnya.
Sekarang, Ka berusaha tetap tenang dengan terus menerus mengatakan kepada
dirinya sendiri bahwa dia masih bocah. Mobil itu sendiri membantu Ka dalam hal
ini (mobil polisi tanpa tanda yang biasanya digunakan di Kars adalah Renault
berukuran kecil, alih-alih Chevrolet besar dan mentereng seperti yang ini).
Mereka membawa Ka menyusuri jalanan kasar yang gelap dan berliku di Kars,
seakan-akan dia adalah seorang anak nakal yang sedang mereka takut-takuti;
sepertinya waktu telah berjalan sangat lama sebelum mobil itu akhirnya berhenti
di halaman sebuah bangunan.
"Lihat ke depan," kata si sopir setelah mereka menarik Ka keluar dari mobil.
Mereka menarik lengan Ka dan mendorongnya menaiki dua anak tangga. Ka merasa
yakin bahwa pria-pria ini ada tiga orang bukan Islamis (dari mana Islamis bisa
mendapatkan mobil sebagus itu"). Dan mereka juga tidak mungkin MYT, karena salah
seorang pria itu bersekongkol dengan Sunay. Sebuah pintu terbuka, sebuah pintu
lain tertutup, dan Ka mendapati dirinya berada di dalam sebuah rumah Armenia tua
berlangit-langit sangat tinggi; jendela di sampingnya memperlihatkan pemandangan
Jalan Atatiirk. Saat mengamati isi ruangan itu, Ka melihat sebuah pesawat
televisi di sudut dan sebuah meja yang dipenuhi piring kotor, kulit jeruk, dan
surat kabar. Dia juga melihat sebuah kumparan magnet, dan baru beberapa waktu kemudian dia menyadari
bahwa alat itu tentunya digunakan sebagai alat penyiksaan kejut listrik.
Akhirnya, Ka juga melihat beberapa buah walkie-talkie, beberapa pistol, sebuah
vas bunga, dan sebuah cermin tempatnya melihat dirinya sendiri terbingkai ....
Saat menyadari bahwa dia telah jatuh ke tangan sebuah tim operasi khusus, Ka
mengira bahwa dirinya telah tamat. Tetapi, saat berhadapan langsung dengan Z
Demirkol, Kamerasa lega. Pria itu adalah seorang pembunuh, tentu saja, namun
setidaknya wajahnya familier bagi Ka.
Z Demirkol bersikap seperti polisi baik. Dia mengatakan kepada Ka bahwa dirinya
menyesal karena mereka harus menyeretnya sebegitu rupa. Ka menduga si Paman
Mahmut berperan sebagai polisi jahat, sehingga dia memutuskan untuk memberikan
perhatian penuh kepada Z Demirkol dan pertanyaan-pertanyaannya.
"Apa yang sedang direncanakan oleh Sunay?"
Tanpa melakukan perlawanan, Ka mengungkapkan semua informasi yang diketahuinya,
termasuk drama The Spanish Tragedy karya Kyd.
"Mengapa mereka melepaskan si sinting Lazuardi?"
Ka menjelaskan bahwa mereka melepaskan Lazuardi karena Kadife berjanji akan
mencopot jilbabnya dalam siaran langsung televisi. Berkat inspirasi yang datang
tiba-tiba, Ka menggunakan istilah catur yang berlebihan: mungkin ini adalah
sebuah "pengorbanan" terlalu ambisius yang layak mendapatkan perhatian. Tapi,
faktanya, para Islamis politis akan memandang hal ini sebagai "gerakan" yang
melecehkan moral. "Berapa besar kemungkinan gadis itu akan memegang janjinya?"
Ka mengatakan bahwa Kadife telah setuju untuk tampil di panggung, namun tidak
seorang pun yakin apakah dia akan benar-benar mencopot jilbabnya.
"Di manakah tempat persembunyian baru Lazuardi?" tanya Z Demirkol.
Ka mengatakan bahwa dia tidak tahu.
Mereka kemudian bertanya mengapa Ka tidak bersama pengawalnya saat mereka
mengangkutnya, dan di manakah mereka"
"Saya sedang berjalan-jalan menikmati udara sore," kata Ka.
Saat Ka bersikeras mempertahankan jawabannya, Z Demirkol melakukan apa yang


Di Balik Keheningan Salju Snow Karya Orhan Pamuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah diperkirakan olehnya: dia keluar dari ruangan itu dengan tenang,
meninggalkan Paman Mahmut, yang duduk diam dan memandangnya dengan tatapan
sinis. Seperti si sopir, pria ini selalu menyisipkan umpatan-umpatan kotor dalam
setiap pernyataan dan pertanyaan yang diucapkannya. Tidak peduli apa pun yang
dikatakannya: dia bisa saja sedang mengancam, berbicara panjang lebar tentang
kepentingan nasional, atau menjelaskan pandangan politiknya yang sama sekali
tidak wajar. Dia mirip seorang bocah yang hanya mau menyantap makanan yang
bersimbah saus. "Menurut Anda, apakah yang akan Anda dapatkan dengan menutupnutupi keberadaan
seorang teroris Islamis yang tangannya bernoda darah dan menjadi buronan Iran?"
tanya Paman Mahmut. "Anda tahu apa yang akan dilakukan orang-orang ini jika
mereka berkuasa, bukan" Memangnya apa yang mereka rencanakan untuk liberal
pecinta Eropa berhati bubur seperti Anda?"
Ka cepat-cepat menegaskan bahwa dia tahu, tapi itu tidak menghentikan Paman
Mahmut untuk mencerama - hinya secara panjang lebar dan penuh semangat tentang apa yang telah dilakukan
oleh para mullah Iran kepada mantan sekutu demokrat dan komunis mereka: para
mullah itu menancapkan dinamit ke bokong mereka dan meledakkan mereka di langit,
membariskan mereka bersama semua pelacur dan homoseksual dan menembak mati
mereka, mencekal buku-buku non-agama, dan tidak akan segan-segan mencukur rambut
orang-orang sok intelektual seperti Ka, dan untuk buku-buku puisi konyol mereka
Setelah melontarkan serentetan anekdot mesum yang sudah dihafalnya, dan sekarang
tampak sangat bosan, Paman Mahmut terdiam sejenak sebelum menanyakan kembali di
mana Lazuardi bersembunyi, dan di mana Ka berada sore itu, sebelum dia bertemu
dengan mereka. Saat Ka memberikan jawaban yang sama, Paman Mahmut, masih
terlihat sangat bosan, memasang borgol ke tangan Ka. "Lihat apa yang kulakukan
padamu sekarang," katanya sebelum melayangkan pukulan ringan: beberapa tamparan
asal-asalan di sekitar kepala, dan beberapa pukulan setengah hati.
Melihat catatan yang ditulis Ka setelah kejadian itu, aku dapat menyebutkan lima
alasan mengapa Ka tidak keberatan dengan pemukulan ini. Aku berharap para
pembacaku tidak menganggapku terlalu kasar karena menyebutkan alasanalasan ini
secara terang-terangan: 1. Ka meyakini bahwa kebahagiaan terdiri atas kebaikan dan keburukan dalam
jumlah yang seimbang, sehingga dia siap memandang pemukulan itu sebagai
penderitaan yang harus dijalaninya supaya dirinya layak memboyong Ypek ke
Frankfurt. 2. Ka berasal dari golongan masyarakat elite, dan ini, menurut dugaanku,
menjadikan dirinya berhak mendapatkan perlindungan dalam derajat tertentu. Tim
operasi khusus ini tentunya memiliki standar untuk menghadapi orang-orang
semacam Ka, yang cukup berbeda dengan standar bagi para penduduk Kars yang
merana dan penuh kesalahan. Maka, karena tidak berharap akan meninggalkan
terlalu banyak jejak kefrustrasian mereka di diri Ka, mereka hanya memukulinya
secara asal-asalan, dan tentunya tidak dengan niat sungguh-sungguh melakukan
penyiksaan. 3. Ka berpikir, dan dia benar, bahwa pemukulan ini akan meningkatkan rasa cinta
Ypek kepadanya. 4. Selama kunjungan ke kantor polisi selama dua hari sebelumnya, Ka melihat
bahwa wajah Muhtar yang bersimbah darah mencerminkan keadaan pria yang merasa
sangat bersalah akibat kebobrokan negerinya, sehingga Ka menyadari bahwa dirinya
pun layak mendapatkan pemukulan. Terpengaruh oleh sikap ini, Ka dengan bodoh
berharap sesi penyiksaan juga akan menghapus rasa bersalahnya.
5. Betapa pun tidak enaknya menjalani pemukulan, entah bagaimana, keadaan ini
dapat menyamai rasa bangganya karena menjadi seorang tahanan politik yang
sesungguhnya, yang menghadapi penyiksanya dengan gagah berani, menolak untuk
mengatakan keberadaan seorang buronan.
Kenikmatan terakhir ini akan berarti jauh lebih banyak bagi Ka jika terjadi dua
puluh tahun sebelumnya, namun karena sekarang sepertinya telah terlambat, Ka mau
tidak mau merasa malu. Rasa asin darah yang mengalir dari
hidungnya membawa ingatannya kembali ke masa kecilnya. Kapankah terakhir kalinya
hidungnya berdarah" Saat Paman Mahmut dan yang lainnya mengalihkan perhatian ke
pesawat televisi, meninggalkannya merana di sudut ruangan yang berpenerangan
remang-remang, Ka termangu memikirkan kembali tentang daun-daun jendela yang
terbanting di depan mukanya, dan semua bola sepak yang menghantam hidungnya, dan
dia teringat pada pukulan di hidungnya dalam sebuah perkelahian kecil saat dia
menjalani tugas militer. Sementara Z Demirkol dan teman-temannya memusatkan
perhatian pada episode Marianna malam itu, Ka, mengayun-ayunkan kepalanya yang
bengkak dan hidungnya yang berdarah, merasa sangat puas karena dapat duduk di
pojok ruangan seperti seorang bocah nakal. Terpikir oleh Ka bahwa mereka mungkin
akan menggeledahnya dan menemukan pesan dari Lazuardi. Ketakutan melanda Ka saat
dia secaradiam-diam menonton Marianna bersama para penahannya dan menghibur diri
dengan memikirkan bahwa Turgut Bey bersama kedua putrinya sedang menyaksikan
acara yang sama di hotel.
Selama jeda iklan, Z Demirkol berdiri, menunjuk kumparan magnet di meja, dan
menanyakan kepada Ka apakah dia mengetahui kegunaan alat itu. Karena Ka tidak
menjawab, Z Demirkol menjawab sendiri pertanyaannya, kemudian, seperti seorang
ayah yang mengancam anaknya dengan sabuk, dia menunggu dalam keheningan.
"Apakah Anda mau saya mengatakan alasan saya menyukai Marianna?" tanyanya saat
opera sabun itu kembali ditayangkan. "Karena dia tahu apa yang dia inginkan.
Tapi, orang pintar seperti Anda, kalian justru selalu ragu-ragu, dan itu membuat
saya muak. Anda mengatakan bahwa Anda menginginkan demokrasi, lalu Anda malah
berteman dengan para fundamentalis Islam. Anda mengatakan bahwa Anda
menginginkan hak asasi manusia, lalu Anda malah membuat kesepakatan dengan
teroris pembunuh .... Anda mengatakan bahwa Eropa adalah jawabannya, tapi Anda
berkeliaran mendukung pendapat golongan Islamis yang membenci apa pun tentang
Eropa .... Anda mendukung feminisme, lalu Anda malah menolong para pria itu
membungkus kepala wanita mereka dengan jilbab. Anda tidak mengikuti perkataan
hati kecil Anda sendiri; Anda hanya menerka-nerka apa yang akan dilakukan oleh
seorang Eropa dalam situasi yang sama, lalu Anda bertindak seperti itu juga.
Tapi, Anda sendiri tidak bisa menjadi seorang Eropa yang baik. Tahukah Anda apa
yang akan dilakukan orang Eropa di sini" Mari kita membayangkan Hansen yang Anda
bangga banggakan itu memuat pernyataan idiot Anda, dan katakan saja orang-orang
Eropa menganggapnya serius dan mengirim sebuah delegasi ke Kars. Hal pertama
yang akan dilakukan delegasi itu adalah memberikan ucapan selamat kepada militer
karena menolak untuk menyerahkan negara ini kepada Islamis politis. Tapi, tentu
saja, saat para banci itu kembali ke Eropa, mereka akan mulai mengeluh tentang
betapa demokrasi tidak ditegakkan di Kars. Sedangkan bagi orang seperti Anda,
kalian gemar sekali menjelek-jelekkan tentara meskipun kalian bergantung pada
militer untuk mencegah para Islamis mencacah-cacah kalian. Tapi, Anda sudah tahu
tentang hal ini, dan karena itulah saya tidak akan menyiksa Anda."
Ka menganggap hal ini sebagai pertanda bahwa si polisi baik kembali memegang
kendali; dia berharap bahwa dia akan segera dibebaskan dan dapat menonton bagian
akhir Marianna bersama Turgut Bey dan kedua putrinya.
"Sebelum kami membiarkan Anda kembali kepada kekasih Anda di hotel, kami ingin
merusak beberapa ilusi Anda. Kami ingin Anda mengetahui satu atau dua hal
tentang teroris yang Anda ajak membuat kesepakatan, pembunuh yang nyawanya baru
saja Anda selamatkan," kata Z Demirkol. "Tapi, pertama-tama, ingat selalu hal
ini: Anda tidak pernah berada di kantor ini. Kami akan keluar dari sini dalam
waktu satu jam. Pusat operasi kami yang baru berada di lantai atas madrasah
aliah. Kami akan menunggu Anda di sana. Saya mengatakan hal ini kepada Anda
karena, seandainya Anda tiba-tiba mengingat di mana Lazuardi bersembunyi atau ke
mana Anda pergi saat 'berjalan-jalan sore1, Anda mungkin ingin tahu di mana kami
berada. Anda sudah tahu bahwa pahlawan tampan bermata biru tajam ini menjadi
buronan akibat kasus pembunuhan barbar terhadap seorang penyiar televisi berotak
udang yang menjulurkan lidah kepada Nabi Muhammad, dan bahwa dia juga menjadi
dalang pembunuhan direktur Institut Pendidikan. Seperti kita semua ketahui, Anda
mendapatkan kehormatan untuk menyaksikan sendiri pembunuhan brutal ini, dan Anda
juga mengetahui kelanjutan ceritanya Anda mendengar semuanya dari Sunay saat dia
masih waras. Tapi, ada hal lain yang berhasil didokumentasikan secara mendetail
oleh para agen MYT yang rajin, dan mungkin tidak seorang pun ingin menghancurkan
hati Anda dengan menyebutkannya. Tapi, kami pikir akan lebih baik jika Anda
tahu." Sekarang, kita telah tiba pada suatu titik yang akan berulang-ulang diingat oleh
Ka selama empat tahun berikutnya dalam kehidupannya, bagaikan sebuah adegan
sentimental dalam sebuah film sedih yang diharapkannya akan memiliki akhir
berbeda setiap kali dia menontonnya.
"Ypek Hanym yang Anda harap akan ikut ke Frankfurt dan hidup bahagia selamalamanya bersama Anda ini dia pernah menjadi, pada suatu ketika, simpanan
Lazuardi," kata Z Demirkol dengan lembut. "Menurut berkas yang ada di depan saya
ini, hubungan mereka terjadi empat tahun lalu. Ketika itu, Ypek masih menjadi
istri Muhtar Bey, yang, seperti yang Anda ketahui, tidak lagi menjadi calon wali
kota karena kemarin telah membatalkan pencalonannya atas kemauan sendiri. Dan,
sepertinya, penyair tua mantan aktivis sayap kiri tanggung ini maafkan bahasa
yang saya gunakan menyambut Lazuardi di rumahnya sebagai seorang tamu terhormat.
Tentu saja, dia berharap Lazuardi akan membantunya mengorganisasi pemuda Islamis
di kota ini, tapi tidakkah Anda menyayangkan mengapa tidak seorang pun pernah
memberi tahu Muhtar Bey tentang hubungan penuh gairah berapi-api yang dinikmati
istrinya bersama Lazuardi sementara dia duduk di gudangnya, berusaha menjual
penanak nasi listrik?"
Ini adalah omongan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dia berbohong, pikir Ka.
"Orang pertama yang mengetahui perselingkuhan kotor ini selain para staf
penyadapan, tentu saja adalah Kadife Hanym. Ketika itu, pernikahan Ypek Hanym
telah bermasalah, sehingga saat adiknya pulang untuk kuliah, Ypek menggunakannya
sebagai alasan untuk pindah bersama adiknya ke sebuah rumah lain. Lazuardi masih
mengunjungi Kars dalam setiap kesempatan untuk 'mengorganisasi para pemuda
Islamis', dan tentu saja, dia selalu tinggal bersama pengagum setianya, Muhtar.
Maka, setiap kali Kadife pergi kuliah, sepasang kekasih bermata gelap itu
bertemu di rumah baru Ypek. Hal ini berlanjut hingga
Turgut Bey kembali ke Kars dan mengajak kedua putrinya tinggal di Hotel Istana
Salju. Ketika itulah Kadife, sang pemimpin para gadis berjilbab, memulai
hubungannya dengan Lazuardi. Casanova muda kita ini berhasil menggilir kedua
wanita itu selama beberapa waktu. Kami punya buktinya."
Ka memaksakan diri untuk menghindari pandangan Z Demirkol, mengalihkan tatapan
matanya yang sekarang berkaca-kaca ke lampu-lampu jalanan berselimut salju yang
berpendar di Jalan Atatiirk.
"Saya menceritakan hal ini kepada Anda karena saya ingin Anda melihat bahwa
kelembutan hati tidak akan membawa Anda ke mana-mana, dan Anda tidak memiliki
alasan untuk menutupnutupi keberadaan monster pembunuh ini," kata Z Demirkol,
yang, seperti semua agen operasi khusus, semakin lama berbicara dengan nada
semakin kasar. "Saya tidak membawa Anda kemari untuk membuat Anda marah.
Terpikir oleh saya bahwa Anda mungkin akan mempertanyakan apakah yang saya
ceritakan tadi sungguh-sungguh didokumentasikan oleh tim penyadap yang telah
dengan penuh keahlian memata-matai seisi kota ini selama empat puluh tahun
terakhir. Mungkin Anda menganggap saya hanya mengarang semua itu. Mungkin Ypek
Hanym, yang bertekad akan menjaga supaya impian kebahagiaan Frankfurt Anda tetap
hidup, akan berhasil meyakinkan Anda bahwa semua itu bohong. Hati Anda begitu
rapuh dan mungkin tidak akan cukup kuat untuk menerima apa yang akan saya
ceritakan, tapi izinkanlah saya menyingkirkan semua keraguan yang mungkin Anda
miliki. Saya akan, dengan izin Anda, membacakan beberapa potongan dari
percakapan telepon antara Ypek Hanym dan Lazuardi. Saat mendengarkan
cerita saya, saya meminta Anda untuk selalu mengingat betapa besarnya tenaga
yang telah dikerahkan dalam operasi penyadapan yang panjang ini, juga waktu yang
telah dihabiskan oleh para sekretaris malang untuk mengetik percakapan ini."
"'Sayangku, Kekasihku, aku tidak sanggup hidup tan-pamu menemani hari-hariku!'
Itu, sebagai contoh, adalah perkataan Ypek Hanym pada suatu hari yang terik pada
musim panas empat tahun yang lalu 16 Agustus, tepatnya dan ini mungkin mengacu
pada salah satu dari perpisahan pertama mereka. Dua bulan kemudian, saat datang
ke kota ini untuk memberikan ceramah dalam sebuah konferensi tentang 'Islam dan
Dunia Pribadi Wanita', Lazuardi menelepon Ypek Hanym dari berbagai toko dan
kedai teh yang tersebar di seluruh kota totalnya delapan kali dan mereka hanya
membicarakan tentang betapa mereka saling mencintai. Dua bulan sesudahnya, saat
Ypek masih menimbang-nimbang gagasan untuk kawin lari bersama Lazuardi, dia
mengatakan, dan saya akan mengutipnya, 'Setiap orang hanya memiliki satu cinta
sejati dalam kehidupannya, dan kau adalah cinta sejatiku.' Pada waktu yang lain,
terbakar oleh api cemburu kepada Merzuka, istri simpanan Lazuardi di Istanbul,
Ypek menegaskan kepada Lazuardi bahwa dia tidak akan bercinta dengan pria itu
selama ayahnya berada seatap dengannya. Tapi, ini yang menggelikan: selama dua
hari mereka berpisah, Ypek Hanym menelepon Lazuardi tiga kali. Dia mungkin
menelepon lebih dari sekali dalam sehari. Kami belum memiliki transkrip dari
percakapan-percakapan terakhir ini, tapi itu tidak masalah. Saat Anda berjumpa
dengan Ypek Hanym, Anda dapat menanyakannya sendiri."
"Saya minta maaf jika telah membuat Anda marah.
Saya bisa melihat bahwa penjelasan saya sudah cukup. Saya akan meminta teman
saya membuka borgol itu supaya Anda bisa mencuci muka. Setelah itu, jika Andamau, anak buah saya akan mengantarkan Anda kembali ke hotel."[]
Nikmatnya Menangis Bersama
&a dan Ypek Bertemu di Hotel
KA MENOLAK pengawalan. Setelah membasuh darah dari hidung dan mulutnya, dia
memercikkan air ke wajahnya dan, menoleh ke arah para penjahat garang yang telah
menahannya, dia mengucapkan selamat malam, dengan malu-malu, bagaikan seorang
tamu tak diundang yang terpaksa tinggal untuk makan malam. Seperti seorang
pemabuk, dia berjalan terhuyung-huyung menyusuri Jalan Atatiirk yang
berpenerangan remang-remang,berbelok tanpa tujuan khusus ke Jalan Halitpa?a.
Baru ketika melewati toko kecil tempatnya mendengar Peppino di Capri menyanyikan
'Roberta1, Ka mulai terisakisak lagi. Di tempat itu pula Ka berpapasan dengan
seorang penduduk desa yang ramping dan tampan, teman seperjalanannya di bus dari
Erzurum menuju Kars, yang telah dengan baik hati dan tanpa berkeluh kesah
membiarkan Ka tertidur dan meletakkan kepala di pangkuannya. Sepertinya hampir
semua orang di Kars sedang berada di dalam rumah untuk menonton Marianna,
tetapi, saat Ka terus berjalan di sepanjang Halitpa?a, dia juga berpapasan
dengan Muzaffer Bey si pengacara; dan kemudian, saat berbelok
menuju Jalan Kazim Karabekir, dia bertemu dengan manajer perusahaan bus bersama
teman uzurnya, yang pernah dijumpainya di pondok Yang Mulia Syekh Saadettin. Ka
dapat menduga dari tatapan yang diberikan oleh semua pria itu kepadanya bahwa
air mata masih mengalir di pipinya. Sepanjang waktu itu, Ka berkeliaran di
jalanan ini, melewati jendelajendela toko yang berlapis es, kedaikedai teh yang
penuh sesak, studio-studio foto yang memamerkan potret-potret Kars pada masa
kejayaannya, lampu-lampu jalanan yang memendarkan cahaya pucat, bongkahanbongkahan keju besar di etalase-etalase toko bahan pangan, dan dia tahu meskipun
dia tidak melihat mereka di persimpangan antara jalan Kazim Karabekir dan
Karadad bahwa penguntitnya ada di sana.
Sebelum memasuki hotel, Ka berhenti sejenak untuk memastikan para pengawalnya di
pintu bahwa semuanya baik-baik saja. Dia berusaha sebisa mungkin menyelinap ke
dalam kamarnya tanpa terlihat, menjatuhkan diri ke ranjang, dan tangisnya pun
langsung pecah. Sesudah berhasil menenangkan diri, Ka diam sejenak dan menunggu;
dan, meskipun hanya beberapa menit, dia merasa waktu berjalan lebih lama
Walet Emas Perak 3 Putri Bong Mini 06 Rahasia Pengkhianatan Baladewa Persekutuan Pedang Sakti 5

Cari Blog Ini