Ceritasilat Novel Online

Sang Godfather 6

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo Bagian 6


menyewakan apartemen itu pada keluarga lain dengan sewa yang lebih tinggi,"
katanya. "Aku tidak bisa mengecewakan mereka demi temanmu."
Vito Corleone mengangguk tanda mengerti. "Seberapa lebih tinggi sewanya
sebulan?" tanyanya. "Lima dolar," kata Roberto. Ia berbohong. Apartemen di kompleks kereta api,
empat kamar yang gelap, disewakan hanya dua belas dolar sebulan pada si janda dan Roberto tidak
bisa mendapatkan uang sewa yang lebih banyak dari penyewa baru.
Vito Corleone mengeluarkan uang dari saku dan mengambil tiga lembar sepuluh
dolar. "Ini untuk kenaikan sewa selama enam bulan, dibayar di depan. Kau tidak perlu berbicara
dengan janda itu mengenai hal ini, ia wanita yang penuh martabat. Temui aku lagi enam bulan
mendatang. Tapi tentu saja kau harus membiarkan anjingnya tetap tinggal di sana."
"Persetan," kata Signor Roberto. "Kau ini siapa, berani memerintah diriku" Jaga
kesopananmu atau pantat Sisilia-mu akan mencium jalanan di sini." Vito Corleone mengangkat tangan
dengan heran. "Aku meminta bantuanmu, hanya itu. Orang tidak pernah tahu kapan ia membutuhkan
teman, bukan" Ini, terimalah uang ini sebagai tanda niat baikku dan ambillah keputusan. Aku tidak
berani mencampuri pengambilan keputusanmu." Ia menjejalkan uang itu ke tangan Roberto. "Tolonglah,
ambillah uang ini dan pikirkan kembali masalahnya. Besok pagi kalau kau ingin mengembalikan
uangnya, jangan ragu-ragu melakukannya. Kalau kau ingin mengusir wanita itu dari rumahmu, mana
aku bisa mencegahnya" Bagaimanapun juga, itu rumahmu. Kalau kau tidak menginginkan adanya
anjing di sana, aku mengerti. Aku sendiri tidak menyukai hewan." Ia menepuk-nepuk bahu
Signor Roberto. "Tapi tolonglah aku kali ini, eh" Aku tidak akan melupakannya. Tanyakan pada
teman-temanmu di lingkungan sini mengenai diriku, dan mereka akan memberitahumu bahwa aku orang
yang senang menunjukkan rasa terima kasih."
Tapi tentu saja Roberto sudah paham. Sore itu ia mulai menyelidiki Vito
Corleone. Ia tidak menunggu
hingga esok harinya. Ia mengetuk pintu rumah Corleone malam itu juga, meminta
maaf karena datang selarut itu, dan menerima segelas anggur dari Signora Corleone. Ia meyakinkan
Vito Corleone bahwa semua ini hanya kesalahpahaman besar, bahwa tentu saja Signora Colombo akan
tetap tinggal di apartemennya, tentu saja ia boleh tetap memelihara anjingnya. Memangnya siapa
penyewa brengsek yang berani mengeluhkan bunyi hewan malang itu, mereka kan membayar sewa begitu
rendah" Akhirnya ia meletakkan uang tiga puluh dolar yang diterimanya dari Vito di meja
dan mengatakan dengan nada yang sangat tulus, "Kebaikan hatimu dalam menolong janda yang malang
ini membuatku malu dan aku ingin memperlihatkan bahwa aku juga memiliki kemurahan hati
Kristiani. Sewanya akan tetap sama seperti sebelumnya."
Semua pihak memainkan komedi ini dengan baik. Vito menuangkan anggur, meminta
kue dihidangkan, menjabat tangan Signor Roberto, dan memujinya kebaikan hatinya.
Roberto menghela napas dan berkata bahwa berkenalan dengan orang seperTI Vito Corleone memulihkan
kepercayaannya pada kebaikan sifat manusia. Akhirnya mereka berpisah. Roberto,
dengan badan lemas seakan kehilangan semua tulang karena ketakutan memikirkan dirinya yang
nyaris celaka, naik trem pulang ke rumahnya di Bronx dan langsung tidur. Ia tidak datang ke
apartemennya hingga tiga hari kemudian. Vito Corleone sekarang menjadi "orang terhormat" di lingkungan itu. Ia dikenal
sebagai anggota Mafia Sisilia. Pada suatu hari seorang pria yang menyelenggarakan permainan
kartu di kamar rumahnya menemuinya dan dengan suka rela membayar dua puluh dolar setiap minggu
sebagai tanda "persahabatan" di antara mereka. Ia hanya perlu mengunjungi perjudian itu satu
atau dua kali seminggu untuk meyakinkan para pemain bahwa mereka ada di bawah perlindungannya.
Para pemilik toko yang menghadapi masalah dengan bajingan-bajingan muda meminta
bantuannya sebagai penengah. Ia melakukannya dan mendapat imbalan yang pantas. Dalam waktu
singkat ia memiliki pendapatan yang sangat besar untuk masa dan tempat itu, seratus dolar
seminggu. Karena Clemenza dan Tessio sahabatnya, sekutunya, ia memberi mereka bagian, tapi ia
melakukannya tanpa diminta. Akhirnya ia memutuskan terjun ke bisnis impor minyak zaitun dengan
sahabat masa kanakkanaknya, Genco Abbandando. Genco akan menangani bisnis itu,
mengimpor minyak dari Italia,
membeli dengan harga yang layak, dan menyimpannya di gudang ayahnya. Genco
memiliki pengalaman menangani bagian bisnis tersebut. Clemenza dan Tessio dijadikan
wiraniaga. Mereka mengunjungi setiap toko bahan pangan Italia di Manhattan, lalu di Brooklyn,
selanjurnya Bronx, untuk membujuk para pemilik toko agar mau menjual minyak zaitun Genco Pura. (Dengan
kerendahan hatinya yang khas, Vito Corleone tidak mau menggunakan namanya sendiri sebagai
merek dagang.) Tentu saja Vito menjadi pemimpin perusahaan karena ia yang menyediakan sebagian
besar modal. Ia juga selalu dipanggil dalam beberapa masalah tertentu, sewaktu pemilik toko
tidak mau menerima tawaran Clemenza dan Tessio. Lalu Vito Corleone akan menggunakan kemampuan
membujuknya yang luar biasa. Selama beberapa tahun berikutnya, Vito Corleone menikmati hidup yang sangat memuaskan sebagai
pengusaha muda yang memusatkan seluruh perhatiannya untuk membangun usaha dalam
perekonomian yang dinamis dan makin berkembang. Ia ayah dan suami yang berbakti
pada keluarga, tapi hanya memiliki sedikit waktu untuk mereka. Sementara minyak zaitun Genco
Pura berkembang menjadi minyak impor dari Italia yang paling laris di Amerika, organisasinya pun
berkembang pesat. Seperti wiraniaga yang baik, ia pun memahami keuntungan menurunkan harga
dibandingkan para saingan, menghalangi jalur distribusi mereka dengan membujuk pemilik toko untuk
mengurangi simpanan merek lain. Seperti wiraniaga yang baik lainnya, ia ingin melakukan
monopoli dengan memaksa para pesaingnya meninggalkan arena atau bergabung dengan perusahaannya
sendiri. Namun, karena ia memulai dengan keadaan tidak berdaya secara ekonomi, karena ia tidak
menyukai iklan, hanya mengandalkan berita dari mulut ke mulut, dan karena kalau mau jujur
sebenarnya minyak zaitunnya tidak lebih baik daripada milik pesaingnya, ia tidak bisa menggunakan
taktik bersaing yang umumnya digunakan para pengusaha. Ia harus mengandalkan kekuatan kepribadiannya dan reputasinya
sebagai "orang terhormat". Bahkan sebagai pemuda, Vito Corleone telah dikenal sebagai "orang yang senang
berbicara baikbaik". Ia tidak pernah mengancam. Ia selalu menggunakan logika
yang terbukti tidak bisa ditolak. Ia
selalu memastikan orang lain mendapat bagian dari keuntungan. Tidak ada seorang
pun yang rugi. Tentu saja ia melakukan semua ini dengan tujuan yang jelas. Seperti banyak
pengusaha jenius lain, ia
mengetahui persaingan bebas merupakan penyia-nyiaan, sementara monopoli efisien.
Jadi ia pun berusaha meraih monopoli yang efisien. Ada beberapa pedagang grosir minyak di
Brooklyn, orangorang yang pemarah, keras kepala, tidak mau diajak bicara baikbaik, tidak mau melihat dan mengakui
visi Vito Corleone walau ia sudah menjelaskan pada mereka segalanya dengan rinci
dan penuh kesabaran. Menghadapi orang-orang seperti ini, Vito Corleone mengangkat tangan
dan mengirim Tessio ke Brooklyn untuk mendirikan markas dan memecahkan masalah. Gudang-gudang
dibakar, bertruk-truk minyak zaitun ditumpahkan hingga membentuk genangan di jalan-jalan
pelabuhan. Seseorang yang bodoh, seseorang dari Milan yang sombong dan lebih percaya pada
polisi daripada kepercayaan orang kudus kepada Kristus, benar-benar menemui pihak berwajib
dengan keluhan terhadap sesamanya orang Italia, melanggar hukum omerta yang sudah berusia
sepuluh seabad. Tapi sebelum persoalan berkembang lebih lanjut, pedagang grosir itu menghilang, tidak
ada yang pernah melihatnya lagi. Ia meninggalkan istri dan tiga anaknya yang, untungnya, berkat
karunia Tuhan, cukup dewasa untuk mengambil alih bisnis ayahnya dan berdamai dengan Perusahaan Minyak
Genco Pura. Tapi orang-orang besar tidak dilahirkan begitu, mereka
tumbuh jadi besar, begitu pula Vito Corleone. Sewaktu larangan minuman keras
diberlakukan dan penjualan alkohol dilarang, Vito Corleone mengambil langkah terakhir dari
pengusaha biasa yang cukup keras menjadi don besar di dunia kejahatan. Hal itu tidak terjadi dalam
waktu sehari. Tapi pada akhir masa larangan minuman keras dan awal Depresi Besar, Vito Corleone sudah
menjadi Godfather, menjadi don, Don Corleone.
Hal ini dimulai nyaris secara kebetulan. Pada waktu itu Perusahaan Minyak Genco
Pura telah memiliki enam truk pengiriman. Melalui Clemenza, Vito Corleone didekati
sekelompok pembuat minuman keras ilegal yang menyelundupkan alkohol dan wiski dari Kanada ke
Amerika Serikat. Mereka membutuhkan truk dan tenaga pengantar untuk mendistribusikan hasil
produksi mereka ke seluruh New York City. Mereka membutuhkan tenaga pengantar yang bisa diandalkan,
bijaksana, memiliki tekad dan semangat yang besar. Mereka bersedia membayar Vito Corleone
untuk truk dan anak buahnya. Upahnya begitu besar hingga Vito Corleone mengurangi secara
drastis bisnis minyaknya agar truk-truknya bisa digunakan hampir eksklusif untuk melayani
penyelundup dan pembuat minuman keras ilegal. Ia melakukannya biarpun ada ancaman samar yang
menyertai tawaran orang-orang itu. Tapi bahkan pada waktu itu Vito Corleone telah cukup matang
sehingga tidak merasa tersinggung atau marah karena ancaman itu sampai menolak tawaran yang
menguntungkan. Ia menilai
ancaman tersebut, dan menyadari ancaman itu dilontarkan karena kurangnya
keyakinan; akibatnya ia menurunkan penilaiannya terhadap mitra dagang barunya karena mereka begitu tolol
dan menggunakan ancaman yang tidak perlu. Ini informasi yang berguna untuk
dipertimbangkan pada waktunya nanti. Sekali lagi ia makmur. Tapi, yang lebih penting lagi, ia memperoleh pengetahuan
dan kontak serta pengalaman. Dan ia menyimpan perbuatan baik seperti bankir menimbun sekuritas.
Sebab selama tahun-tahun berikutnya jelas bahwa Vito Corleone bukan hanya orang yang
berbakat, tapi juga jenius
dengan caranya sendiri. Ia menjadikan dirinya pelindung keluarga-keluarga Italia yang mengelola usaha
kecil-kecilan di rumah, menjual wiski dengan harga lima belas sen segelas kepada para pekerja
bujangan. Ia menjadi bapak pelindung bagi putra Mrs. Colombo yang bungsu pada krisma anak itu dan
Vito menghadiahinya sekeping uang emas dua puluh dolar. Sementara itu, karena
beberapa truknya tidak terelakkan dihentikan polisi, Genco Abbandando menyewa pengacara yang baik
dengan banyak kontak di Departemen Kepolisian dan Kejaksaan. Sistem pembayaran dibentuk dan segera
organisasi Corleone mempunyai "neraca" yang cukup besar, daftar para pejabat yang berhak
mendapat pembayaran bulanan. Ketika si pengacara berusaha membatasi daftar ini, minta
maaf karena besarnya pengeluaran, Vito Corleone menenangkannya. "Tidak, tidak," katanya. "Masukkan
mereka semua ke daftar walaupun mereka tidak bisa menolong kita sekarang ini. Aku percaya pada
persahabatan dan aku bersedia memperlihatkan persahabatanku lebih dulu."
Seiring berlalunya waktu, kerajaan Corleone menjadi semakin besar, lebih banyak
truk ditambahkan, dan "daftar" pun semakin panjang. Orang-orang yang bekerja langsung di bawah
Tessio dan Clemenza juga meningkat jumlahnya. Semua menjadi repot ditangani. Akhirnya Vito Corleone
merencanakan suatu sistem organisasi. Ia memberi Clemenza dan Tessio jabatan sebagai
caporegime, atau kapten, dan orang-orang yang bekerja di bawah perintah mereka mendapat pangkat prajurit.
Ia menunjuk Genco Abbandando sebagai penasihatnya, atau consigliori. Ia meletakkan lapisanlapisan penghalang di antara dirinya dan tindakan operasional apa pun. Kalau ia memberi perintah,
perintah itu diberikannya pada Genco atau salah seorang caporegime saja. Jarang ia punya


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saksi untuk perintah yang diberikan pada salah satu seorang dari mereka. Kemudian ia memecah kelompok
Tessio dan membuat kelompok itu bertanggung jawab atas daerah Brooklyn. Ia juga memisahkan
Tessio dari Clemenza serta selama bertahun-tahun menegaskan bahwa ia tidak ingin kedua orang
itu berhubungan, walaupun hanya berbasa-basi, kecuali kalau sangat diperlukan. Ia menjelaskan ini
kepada Tessio yang lebih cerdas, yang seketika menangkap maksudnya, walaupun Vito menerangkannya
sebagai tindakan pengamanan menghadapi hukum. Tessio mengerti Vito tidak ingin kedua caporegime
punya kesempatan bersekongkol melawannya dan ia juga paham di sini tidak ada maksud
buruk apa pun, hanya tindakan berjaga-jaga yang taktis. Sebagai gantinya Vito memberi Tessio
kebebasan beroperasi di Brooklyn sementara ia tetap mengawasi dengan ketat wilayah Bronx yang
merupakan tanggung jawab Clemenza. Clemenza lebih berani, lebih sembrono, dan lebih kejam walaupun
penampilan luarnya periang, dan memerlukan kendali yang lebih ketat.
Depresi Besar meningkatkan kekuasaan Vito Corleone. Dan memang sudah tiba
saatnya ia disebut Don Corleone. Di mana-mana di kota, orang-orang jujur dengan sia-sia mencari
pekerjaan yang halal. Orang-orang yang tinggi hati merendahkan diri dan keluarga mereka untuk menerima
bantuan resmi dari pejabat pemerintah yang sombong. Tapi anak buah Don Corleone berjalan di
depan umum dengan kepala terangkat tinggi, saku mereka penuh uang logam dan
kertas. Tanpa rasa takut kehilangan pekerjaan. Bahkan Don Corleone, orang yang
paling rendah hati, mau tidak mau juga merasa bangga. Ia mengurus dunianya, anak buahnya. Ia tidak
mengecewakan mereka yang bergantung padanya dan memeras keringat baginya, mempertaruhkan
kemerdekaan hidup mereka untuk melayani dirinya. Dan kalau salah seorang anak buahnya
ditangkap dan dipenjara karena nasib sial, keluarga orang yang sial itu mendapat tunjangan hidup. Dan
bukan dalam jumlah kecil yang menyakitkan hati, tapi sama besarnya dengan yang diperoleh sewaktu si
anak buah masih bebas. Tindakan ini tentu saja bukan kedermawanan Kristiani semata. Teman-teman
terbaiknya tidak bisa menyebut Don Corleone santo dari surga. Ada kepentingan pribadi dalam
kedermawanannya. Karyawan yang dipenjara tahu ia hanya perlu menutup mulut agar istri dan anakanaknya tetap terjamin hidupnya. Ia mengetahui kalau ia tidak memberi informasi kepada polisi,
ia akan mendapat sambutan hangat begitu bebas dari penjara. Pesta akan diselenggarakan di
rumahnya, dengan hidangan
paling mewah, ravioli, anggur, kue-kue buatan sendiri, dan semua teman bersama
keluarga masingmasing berkumpul untuk merayakan kebebasannya. Dan terkadang di
malam hari, Consigliori, Genco
Abbandando, atau mungkin bahkan Don sendiri, akan mampir untuk menyampaikan
penghargaan atas keteguhan hatinya, minum segelas anggur untuk menghormatinya, dan memberi hadiah
uang agar ia bisa bersantai menikmati hidup selama satu atau dua minggu bersama keluarganya
sebelum kembali membanting tulang dalam pekerjaan sehari-hari. Hingga sear itulah simpati dan
pengertian Don Corleone. Pada waktu itulah Don terpikir bahwa ia mengurus nianya jauh lebih
baik daripada musuhmusuhnya mengurus dunia mereka yang lebih besar dan selalu
menghambat jalannya. Dan perasaan
ini diperkuat orang-orang miskin di lingkungannya yang terus mendatanginya untuk
minta bantuan. Untuk mendapat bantuan bagi keluarga, mendapat pekerjaan, atau membebaskan putra
mereka dari penjara, meminjam sedikit uang yang sangat dibutuhkan, turun tangan dalam
perselisihan dengan pemilik rumah yang tetap menuntut pembayaran sewa dari penghuni yang kehilangan
pekerjaan. Don Vito Corleone membantu mereka semua. Bukan hanya itu, ia membantu mereka
dengan niat baik, dengan kata-kata yang membesarkan hati untuk membuang perasaan kurang enak dari
amal yang diberikannya. Jadi wajar saja kalau saat orang-orang Italia ini kebingungan
mengenai siapa yang harus
mereka pilih untuk mewakili mereka di badan legislatif negara bagian, di balai
kota, dalam Kongres, mereka meminta nasihat kepada sahabat mereka Don Corleone, Godfather mereka. Dan
begitulah cara Don Corleone menjadi kekuatan politik yang diajak bicara oleh para ketua partai
yang berpikiran praktis. Ia mengonsolidasi kekuatan ini dengan kecerdikan negarawan yang
berwawasan luas; dengan membantu anak-anak yang cemerlang dari keluarga Italia miskin untuk menuntut
ilmu di perguruan tinggi, anak-anak yang kemudian menjadi ahli hukum, pengacara, asisten jaksa
wilayah, bahkan hakim. Ia merencanakan masa depan kerajaannya dengan wawasan pemimpin nasional
hebat. Pencabutan larangan minuman keras memberikan pukulan yang melumpuhkan pada
kerajaan ini, tapi sekali lagi ia sudah mengambil beberapa langkah untuk berjaga-jaga. Pada tahun
1933, ia mengirim utusan kepada orang yang mengendalikan semua kegiatan perjudian di Manhattan,
permainan judi di pelabuhan, usaha lintah darat yang menyertainya seperti penjualan hot dog
mendampingi pertandingan bisbol, penjualan kupon taruhan dalam olahraga dan pacuan kuda, rumah judi gelap yang
menyelenggarakan permainan poker, penjualan nomor lotre di Harlem. Pria itu bernama Salvatore
Maranzano dan ia salah seorang yang diakui sebagai pezzonovante, kaliber .90, atau orang besar di
dunia bawah tanah New York. Utusan Corleone menawarkan kepada Maranzano usaha patungan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Vito Corleone dengan organisasinya, kontak polisi dan
politiknya, bisa memberikan payung yang kuat dan kekuatan baru bagi operasi Maranzano untuk
diperluas hingga Bronx dan Brooklyn. Tapi Maranzano orang yang picik dan menolak mentah-mentah
tawaran Corleone. Al Capone yang hebat bersahabat dengan Maranzano dan ia memiliki
organisasi sendiri, anak buah sendiri, ditambah harta rampasan perang yang banyak. Ia tidak mau
menerima pemula yang bereputasi lebih sebagai tukang debat dalam parlemen daripada Mafioso sejati.
Penolakan Maranzano mengobarkan perang besar di tahun 1933 yang mengubah seluruh struktur dunia
bawah tanah New York City. Pada kesan pertama pertarungan itu seperti tidak seimbang. Salvatore Maranzano
memiliki organisasi yang kuat dengan jumlah prajurit yang jauh lebih banyak. Persahabatannya dengan
Al Capone di Chicago sangat erat dan ia bisa meminta bantuan di kawasan itu. Ia juga
berhubungan baik dengan Keluarga Tattaglia, yang mengendalikan pelacuran dan peredaran obat bius, yang
masih kecil-kecilan pada masa itu, di New York. Ia juga memiliki kontak politik dengan pemimpin
bisnis yang berkuasa, yang menggunakan prajuritnya untuk meneror aktivis serikat buruh Yahudi di pusat
produksi pakaian jadi dan sindikat anarkis Italia dalam perdagangan gedung-gedung. Untuk melawan
ini, Don Corleone bisa mengerahkan dua regime kecil tapi terorganisir baik yang dipimpin Clemenza dan Tessio.
Kontak politik dan polisi
yang dimilikinya dihalangi pemimpin bisnis yang mendukung Maranzano. Tapi ia
memiliki kelebihan, yaitu musuh tidak memiliki data intelijen mengenai organisasinya.
Dunia bawah tanah tidak mengetahui kekuatan sebenarnya para prajuritnya, bahkan tertipu menganggap
Tessio di Brooklyn merupakan organisasi yang mandiri dan terpisah.
Sekalipun begitu, pertempuran ini tetap tidak seimbang hingga Vito Corleone
menyamakan kekuatan dengan satu pukulan telak.
Maranzano mengirim pesan kepada Capone, meminta dua jago tembak terbaiknya
datang ke New York untuk menyingkirkan si pemula Keluarga Corleone memiliki teman-teman dan
intelijen di Chicago yang menyampaikan berita bahwa kedua jago tembak itu akan datang dengan
kereta api. Vito Corleone menugaskan Luca Brasi membereskan mereka dengan perintah yang
membebaskan naluri paling biadab pria aneh tersebut.
Luca Brasi dan anak buahnya, semuanya empat orang, menjemput kedua jago tembak
Chicago itu di stasiun kereta api. Salah seorang anak buah Brasi menyediakan dan mengemudikan
taksi, dan kuli stasiun yang mengangkat koper mengantar jago tembak Capone ke taksi ini. Sesudah
mereka masuk, Brasi dan anak buahnya yang lain mengepung mereka, dengan pistol siap
ditembakkan, dan memaksa kedua orang Chicago tersebut berbaring di lantai mobil. Taksi dibawa ke gudang
dekat pelabuhan yang sudah disiapkan Brasi. Tangan dan kaki kedua jago tembak Capone diikat dan mulut mereka disumpal handuk
kecil agar mereka tidak berteriak. 390 Lalu Brasi mengambil kapak dari tempatnya di dinding dan mulai mencincang salah
satu anak buah Capone. Ia memenggal kakinya, lalu membabat lututnya, dan sesudah itu persendian
paha yang menghubungkan paha dan tubuhnya. Brasi pria yang sangat kuat, tapi ia
membutuhkan beberapa ayunan kapak untuk melaksanakan niatnya. Pada waktu itu tentu saja korbannya
sudah tidak berdaya dan lantai gudang berubah licin karena darah dan potongan daging yang terancang.
Sewaktu Brasi mengalihkan perhatian pada korban kedua, ia mendapati ia tidak perlu bersusah
payah lagi. Jago tembak Capone yang kedua, karena sangat ketakutan, telah menelan handuk kecil
yang menyumbat mulurnya dan mati karena tidak bisa bernapas. Handuk kecil itu ditemukan dalam
perutnya sewaktu polisi meng-autopsi mayatnya untuk menentukan penyebab kematian.
Beberapa hari kemudian di Chicago, Keluarga Capone menerima berita dari Vito
Corleone, Pesan yang disampaikannya berbunyi, "Kau tahu bagaimana caraku menangani musuhmusuhku. Kenapa orang Napoli harus mencampuri perselisihan antara dua orang Sisilia" Kalau kau
ingin aku menganggap dirimu sebagai sahabat, aku berutang budi yang akan kubayar kalau
kauminta. Orang seperti kau pasti mengetahui sebesar apa keuntungan yang bisa diraih dengan
memiliki sahabat yang bukannya meminta bantuan darimu tapi membereskan masalahnya sendui dan selalu
siap menolongmu kalau suatu hari nanti kau menghadapi kesulitan. Tapi harus kukatakan
padamu bahwa iklim di kota ini lembap, tidak sehat bagi orang Napoli, dan kusarankan
sebaiknya kau tidak berkunjung kemari." Nada sombong dalam surat itu dibuat penuh perhitungan. Don menganggap Capone
orang tolol, hanya tukang pukul biasa. Intelijennya menginformasikan Al Capone merusak
330 pengaruh politiknya sendiri karena keangkuhannya di depan umum dan karena ia
senang memamerkan kekayaannya sebagai penjahat. Don mengetahui, bahkan yakin, bahwa tanpa pengaruh
politik, tanpa kamuflase masyarakat, dunia Capone, dan orang-orang seperti dirinya, bisa
dihancurkan dengan mudah. Ia juga mengetahui pengaruh Al Capone tidak melewati perbatasan Chicago,
biarpun pengaruhnya mengerikan dan mencakup banyak hal.
Taktiknya berhasil. Bukan karena kekejamannya tapi karena kegesitan dan
kecepatan reaksi Don Corleone yang mendirikan bulu roma. Jika intelijennya begitu bagus, tindakan
lebih lanjut apa pun akan berbahaya. Lebih baik, jauh lebih bijaksana, untuk menerima persahabatan
yang menjanjikan imbalan. Keluarga Capone balas mengirim pesan yang mengatakan mereka tidak akan
ikut campur lagi. Sekarang posisi mereka seimbang. Dan Vito Corleone menerima banyak sekali
"penghormatan" dari
seluruh dunia bawah tanah Amerika Serikat karena telah mempermalukan Al Capone.
Dalam waktu enam bulan ia menghajar Maranzano habis-habisan. Ia menyerang permainan judi
yang berada di bawah perlindungan Maranzano, menemukan usaha lintah darat terbesarnya di
Harlem, dan menghancurkan permainannya bukan saja dalam segi keuangan, tapi juga riwayatnya.
Ia menghadapi musuhnya di semua bidang. Bahkan di pusat produksi pakaian jadi ia mengirim
Clemenza dan anak buahnya untuk bertempur di pihak serikat buruh melawan penegak hukum yang berada
dalam daftar

The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suap Maranzano dan pemilik perusahaan pakaian. Dan di semua medan, keunggulan
intelijen dan organisasinya menjadikan dirinya pemenang. Kekejaman Clemenza yang periang, yang
dimanfaatkan Corleone sebaik-baiknya, juga turut berperan dalam membalik situasi pertarungan.
Lalu Don Corleone mengerahkan cadangan yang selama ini di-simpannya, yaitu regime Tessio, untuk
memburu Maranzano sendiri. Pada waktu itu Maranzano sudah mengirim utusan-utusan untuk minta perdamaian.
Vito Corleone tidak bersedia menemui mereka, menolak mereka dengan berbagai alasan. Para
prajurit Maranzano lalu meninggalkan pemimpin mereka, karena tidak ingin mau dalam pertempuran yang
tak mungkin mereka menangkan. Para penjual kupon taruhan dan lintah darat membayar uang
perlindungannya pada organisasi Corleone. Perang nyaris berakhir.
Kemudian akhirnya pada Malam Tahun Baru 1933, Tessio berhasil menembus
pertahanan Maranzano sendiri. Para letnan Maranzano ingin sekali melakukan transaksi dan setuju
menggiring pemimpin mereka ke pembantaian. Mereka memberitahunya bahwa pertemuan dengan Corleone
telah diatur di sebuah rumah makan di Brooklyn, dan mereka mendampingi Maranzano sebagai
pengawal pribadi. Mereka meninggalkannya duduk menghadapi meja bertaplak kotak-kotak, dengan muram
mengunyah roti, dan lari dari restoran sewaktu Tessio dan empat anak buahnya masuk.
Eksekusi dilakukan dengan
cepat dan pasd. Maranzano, dengan mulut penuh rod yang baru setengah dikunyah,
dihujani peluru. Sekarang perang benar-benar berakhir.
Kerajaan Maranzano digabung dengan operasi Corleone. Don Corleone menetapkan
sistem upeti, memberikan peluang kepada semua orang yang berkuasa untuk tetap memegang posisi
mereka sebagai penjual kupon taruhan dan lintah darat. Sebagai bonus ia mendapat cengkeraman
dalam serikat buruh pusat industri pakaian jadi yang pada tahun-tahun mendatang terbukti sangat
penting. Dan sekarang sesudah menyelesaikan urusan bisnisnya, Don menghadapi masalah di rumah.
Santino Corleone, Sonny, yang berusia enam belas tahun dan tumbuh menjadi pemuda
jangkung menakjubkan setinggi 180 sentimeter berbahu lebar, dengan wajah bulat yang
sensual tapi sama sekali tidak feminin. Tapi kalau Fredo anak yang pendiam, dan Michael tentu saja masih
kanak-kanak, Santino selalu terlibat masalah. Ia senang berkelahi, prestasinya di sekolah
payah, dan akhirnya Clemenza, ayah baptis anak itu dan berkewajiban bicara dengannya, menemui Don
Corleone pada suatu sore. Ia memberitahu Don bahwa putranya terlibat perampokan bersenjata,
perbuatan tolol yang bisa berakibat buruk. Sonny jelas jadi kepala kelompok dan kedua pemuda lain
dalam perampokan adalah pengikutnya. Itulah salah satu dari sedikit kesempatan ketika Vito Corleone kehilangan
kesabaran. Tom Hagen telah
tinggal di rumahnya selama tiga tahun dan Don bertanya pada Clemenza apakah anak
yatim-piatu itu terlibat. Clemenza menggeleng. Don Corleone mengirim mobil untuk mengantar
Santino ke kantornya di Perusahaan Minyak Genco Pura.
Untuk pertama kalinya, Don Corleone menghadapi kekalahan. Hanya berdua dengan
anaknya, ia mengeluarkan semua kemarahannya habis-habisan, mengutuk Sonny yang tinggi besar
dalam dialek Sisilia, bahasa yang jauh lebih memuaskan untuk melampiaskan kemarahan
dibandingkan bahasa lain mana pun. Ia mengakhirinya dengan satu pertanyaan. "Siapa yang memberimu hak
melakukan perbuatan seperu itu" Apa yang membuatmu ingin melakukan perbuatan tersebut?"
Sonny berdiri saja, marah, tidak mau menjawab. Don berkata kesal, "Dan begitu
tolol. Apa yang kauperoleh untuk pekerjaan di malam hari itu" Masing-masing lima puluh dolar"
Dua puluh dolar" Kau mempertaruhkan jiwamu untuk dua puluh dolar, eh?"
333 Seakan tidak mendengar kata-kata terakhir ayahnya, Sonny menjawab dengan nada
menantang, "Aku melihat kau membunuh Fanucci."
Don berkata, "Ahhh," dan menyandar ke kursinya. Ia menunggu.
Sonny berkata, "Ketika Fanucci meninggalkan apartemen, Mama berkata aku boleh
naik ke rumah. Aku melihat kau naik ke atap dan aku mengikutimu. Kulihat semua yang kaulakukan.
Aku tetap berada di atap dan melihat kau melemparkan dompet dan pistol."
Don menghela napas. "Baiklah, kalau begitu aku tidak bisa bicara padamu tentang
perilaku yang benar. Apakah kau tidak ingin menyelesaikan sekolah, apakah kau tidak ingin
menjadi ahli hukum" Ahli hukum bisa mencuri uang lebih banyak dengan tasnya daripada seribu orang
dengan pistol dan topeng." Sonny tersenyum padanya dan berkata licik, "Aku ingin masuk bisnis keluarga."
Ketika ia melihat wajah Don tetap pasif, tidak tertawa mendengar leluconnya, ia menambahkan dengan
tergesa-gesa, "Aku bisa belajar cara menjual minyak zaitun."
Don masih tidak menjawab. Akhirnya ia mengangkat bahu. "Setiap orang punya satu
takdir," katanya. Ia tidak menambahkan bahwa dengan menyaksikan pembunuhan Fanucci, Sonny telah
menetapkan takdirnya sendiri. Ia hanya membuang muka dan menambahkan perlahan, "Datanglah
besok pagi jam sembilan. Genco akan menunjukkan kepadamu apa yang harus dilakukan."
Tapi Genco Abbandando, dengan wawasan cerdik sebagaimana yang harus dimiliki
consigliori, menyadari keinginan Don yang sesungguhnya dan menggunakan Sonny terutama sebagai
pengawal pribadi ayahnya, kedudukan yang memungkinkannya
334 bisa mempelajari keahlian sebagai don. Dan hal ito membangkitkan insting
profesor dalam diri Don sendiri, yang sering mengajarkan cara meraih sukses pada anak laki-lakinya yang
tertua. Di samping teori yang sering dikatakannya bahwa setiap orang hanya punya satu
takdir, Don terus menegur Sonny karena sifatnya yang mudah marah. Don menganggap penggunaan
ancaman sebagai jenis pemaparan yang paling bodoh; melampiaskan kemarahan tanpa berpikir adalah
perbuatan paling berbahaya. Tak ada yang pernah mendengar Don mengutarakan ancaman terangterangan, tidak seorang pun pernah melihatnya marah tak terkendali. Tak mungkin terjadi. Jadi ia
berusaha mengajari Sonny nilai-nilainya sendiri. Ia menyatakan tak ada hal alamiah yang lebih
menguntungkan dalam hidup daripada musuhmu yang melebihkan kelemahanmu, selain teman yang menganggap
rendah kebaikanmu. Sang caporegime, Clemenza, menuntun Sonny dan mengajarinya cara menembak dan
menggunakan tali pencekik. Tapi Sonny tidak suka tali pembunuh Italia, ia sudah terlalu
Amerika. Ia lebih memilih
pistol Anglo-Saxon yang sederhana, langsung dan tidak pribadi, yang membuat
Clemenza sedih. Tapi Sonny sekarang menjadi pendamping ayahnya yang disukai, menyetir mobilnya,
membantunya mengurus detail-detail kecil. Selama dua tahun berikutnya ia seperti anak lakilaki yang memang sudah sewajarnya memasuki bisnis ayahnya, tidak terlalu cedas, tidak terlalu
bersemangat, puas mendapat pekerjaan yang mudah.
Sementara itu sahabat masa kanak-kanak dan saudara angkatnya, Tom Hagen, kuliah
di perguruan tinggi. Fredo masih di sekolah menengah atas, Michael, saudara laki-laki yang
paling kecil, duduk di bangku sekolah dasar, dan
Connie, adik perempuan ciliknya, berumur empat tahun. Keluarga mereka sudah lama
pindah ke apartemen di Bronx. Don Corleone mempertimbangkan membeli rumah di Long Island,
tapi ia ingin hal itu sesuai dengan rencana lain yang sedang disusunnya.
Vito Corleone orang yang punya wawasan. Semua kota besar di Amerika dirobek
permusuhan dunia bawah tanah. Puluhan perang gerilya berkobar, setiap penjahat yang ambisius
berusaha mendirikan kerajaan sendiri; orang-orang seperti Corleone sendiri berusaha mempertahankan
wilayah dan usahanya. Don Corleone melihat surat kabar dan instansi pemerintah memanfaatkan
semua pembunuhan ini untuk melahirkan peraturan yang makin keras, untuk menggunakan
metode polisi yang lebih kejam. Ia meramalkan kemarahan publik mungkin bahkan bisa berujung
pada pembatalan prosedur-prosedur demokratis yang akan berakibat fatal bagi dirinya dan anak
buahnya. Kerajaannya sendiri, secara intern, aman. Ia memutuskan mendatangkan perdamaian bagi semua
golongan yang berperang di New York City, kemudian seluruh negara.
Ia tahu betapa berbahaya misinya. Ia menggunakan tahun pertama untuk menemui
berbagai kepala geng di New York, menyusun landasan kerja, mendengarkan pendapat mereka,
mengusulkan lingkaran pengaruh yang akan dihormati dewan konfederasi yang tidak terlalu mengikat. Tapi
terlalu banyak faksi, terlalu banyak kepentingan khusus yang bertentangan. Persetujuan tidak
mungkin tercapai. Seperti penguasa dan pembuat hukum besar lain dalam sejarah, Don Corleone
menarik kesimpulan bahwa ketertiban dan perdamaian tidak mungkin dicapai sebelum jumlah negara yang
memerintah dikurangi sampai bisa ditangani. Ada lima atau enam "Keluarga" yang begitu kuat
sehingga 336 tidak bisa dikurangi. Tapi yang lain, teroris Tangan Hitam di lingkungan itu,
rentenir mandiri, penjual
kupon taruhan yang beroperasi tanpa membayar uang perlindungan kepada pihak
berwajib resmi, semua harus dibasmi. Dan demikianlah ia memulai sesuatu yang serupa perang
kolonial terhadap orang-orang ini dan mengerahkan semua sumber daya organisasi Corleone untuk
melawan mereka. Perdamaian kawasan New York makan waktu tiga tahun dan menghasilkan beberapa
imbalan yang tidak terduga. Mula-mula bentuknya kemalangan. Sekelompok penodong Irlandia yang
seperti anjing gila dan sudah diincar Don untuk dibinasakan nyaris mencelakainya dengan
kenekatan semata-mata. Secara kebetulan, dengan keberanian nekat, salah seorang penodong Irlandia ini
berhasil menembus pagar betis yang melindungi Don dan menyarangkan sebutir peluru di dadanya. Si
pembunuh segera diberondong dengan peluru, tapi ia sudah menimbulkan kerusakan.
Tapi ini memberikan kesempatan kepada Santino Corleone. Karena ayahnya tidak
bisa memimpin kegiatan keluarga, Sonny mengambil alih komando pasukan, regime-nya. sendiri,
de-ngan pangkat caporegimedan seperti Napoleon muda yang belum dielu-elukan, ia memperlihatkan
kecakapannya dalam peperangan kota. Ia juga menunjukkan kekejaman tanpa belas kasihan, satusatunya hal yang tak dimiliki Don Corleone sebagai penakluk.
Dari tahun 1935 sampai 1937, Sonny Corleone memiliki reputasi sebagai algojo
paling licik dan kejam yang pernah dikenal dunia bawah tanah. Walaupun demikian, dalam hal
kengerian yang ditimbulkannya, ia masih kalah dibandingkan orang menakutkan bernama Luca Brasi.
Luca Brasi juga yang memburu penjahat Irlandia lainnya dan seorang diri menyapu
bersih mereka semua. Brasi ber- 337 operasi sendirian ketika enam keluarga yang kuat berusaha ikut campur untuk
melindungi penjahatpenjahat independen, dan ia membunuh seorang kepala keluarga
sebagai peringatan. Tidak lama
kemudian, Don sembuh dan membuat perdamaian dengan keluarga tersebut.
Tahun 1937, perdamaian dan harmoni meliputi New York City, hanya ada beberapa
insiden kecil, kesalahpahaman sepele, yang tentu saja kadang-kadang berakibat fatal.
Sebagaimana penguasa kota kuno selalu mengawasi suku-suku biadab yang berkelana
di sekeliling pagar temboknya, Don Corleone dengan waspada mengawasi perkembangan dunia di
luar dunianya. Ia memerhatikan munculnya Hider, jatuhnya Spanyol, tindakan Jerman menggertak
Inggris di Munich, Dengan selalu mengawasi dunia luar, ia melihat dengan jelas kedatangan perang
global dan mengerti apa akibatnya. Bukan hanya itu, ia tahu bahwa orang bisa menumpuk harta pada
masa perang dengan bekerja sama dengan orang-orang yang waspada dan punya pandangan jauh. Tapi
untuk bisa melakukan itu, lingkungannya harus tetap damai sementara perang merajalela di
dunia luar. Don Corleone membawa pesannya ke seluruh Amerika Serikat, Ia berunding dengan
teman-temannya di Dos Angeles, San Francisco, Cleveland, Chicago, Philadelphia, Miami, dan
Boston. Ia menjadi rasul perdamaian dunia bawah tanah. Tahun 1939, lebih berhasil daripada Paus, ia


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencapai kesepakatan kerja di antara organisasi-organisasi dunia bawah tanah yang paling
kuat di seluruh penjuru negari. Seperti Konstitusi Amerika Serikat, kesepakatan ini menghormati
sepenuhnya wewenang intern setiap anggota di dalam negara bagian atau kotanya. Kesepakatan
hanya mencakup lingkungan pengaruh tertentu dan merupakan persetujuan untuk menjaga perdamaian di dunia
bawah tanah. Jadi ketika Perang Dunia II meletus pada tahun 1939, ketika Amerika Serikat ikut
dalam konflik pada tahun 1941, dunia Don Vito Corleone damai, tertib, siap sepenuhnya menunai panen
emas dengan pembagian yang sama dengan industri-industri lain yang meledak di Amerika.
Keluarga Corleone ambil bagian memasok pasar gelap dengan kupon makanan OPA, kupon bensin, bahkan
prioritas untuk bepergian. Juga tidak ada ruginya mendapat kontrak perang, lalu memperoleh
bahan-bahan dari pasar gelap untuk industri pakaian jadi yang tidak diberi cukup bahan mentah
karena tidak memiliki kontrak pemerintah. Ia bahkan bisa mengusahakan agar semua pemuda dalam
organisasinya, yang memenuhi syarat untuk kena wajib militer, dibebaskan dari tugas berperang di
negara asing. Ia melakukan ini dengan bantuan dokter-dokter yang menyarankan obat apa yang harus
diminum sebelum pemeriksaan kesehatan, atau dengan menempatkan pemuda-pemuda itu di pospos yang dibebaskan dari kewajiban wamil dalam industri perang.
Dan Don pun bisa membanggakan pemerintahannya. Dunianya aman bagi mereka yang
bersumpah setia padanya; orang-orang lain yang lebih memilih hukum dan ketertiban, mati
dalam jumlah jutaan. Satu-satunya yang menyimpang dalam keluarganya adalah anak laki-lakinya sendiri,
Michael Corleone, yang tidak mau ditolong, dan berkeras menawarkan diri mengabdi pada
negaranya. Dan, Don terheran-heran melihatnya, begitu pula beberapa pemuda dalam organisasinya.
Salah satu dari pemuda-pemuda itu berusaha menjelaskannya pada caporegime-nyz, ia berkata,
"Negara;ini baik padaku." Ketika cerita itu diteruskan kepada Don, ia berkata marah pada si
caporegime, "Aku juga
selama ini baik padanya."
339 Mereka sebetulnya bisa mengalami hal-hal buruk, tapi karena Don memaklumi
anaknya Michael, ia juga harus memaklumi para pemuda yang begitu salah memahami tugas mereka pada
Don dan pada diri mereka sendiri. Pada akhir Perang Dunia II, Don Corleone menyadari bahwa sekali lagi dunianya
harus mengubah kebiasaan, harus menyesuaikan diri dengan keadaan dunia, dunia yang lebih besar.
Ia yakin bisa melakukan itu tanpa kehilangan keuntungan.
Ada alasan untuk keyakinan ini berdasarkan pengalamannya sendiri. Dua peristiwa
pribadi membuat dirinya berada pada jalur yang benar. Pada awal kariernya, Nazorine, yang ketika
itu masih muda, hanya pembantu tukang roti yang ingin menikah, datang padanya untuk minta
tolong. Ia dan calon istrinya, gadis Italia yang baik, telah menabung tiga ratus ribu dan
membayarkannya kepada pedagang
grosir perabotan yang direkomendasikan kepada mereka. Pedagang itu membiarkannya
memilih sendiri semua yang diperlukannya untuk mengisi apartemennya. Tempat tidur kokoh
dengan dua meja dan lampu. Ruang duduknya diisi sofa dan kursi empuk, semuanya dilapis kain
berhias benang emas yang mewah. Nazorine dan tunangannya bahagia sepanjang hari itu, memilih apa
yang mereka inginkan dari gudang yang penuh segala macam perabotan. Si pedagang mengambil
uang mereka, tiga ratus dolar hasil keringat mereka, mengantonginya dan berjanji akan mengirimkan
perabotannya seminggu kemudian ke apartemen yang mereka sewa.
Tapi pada minggu berikutnya perusahaan itu bangkrut. Gudang yang penuh perabotan
disegel dan akan disita kreditor. Si pedagang menghilang untuk memberikan kesempatan pada para
kreditor lain melampiaskan amarah pada angin. Nazorine, salah seorang kreditor, menemui
pengacara, yang memberitahunya tidak ada yang bisa dilakukannya hingga persoalan ini
diselesaikan pengadilan dan
semua kreditor puas. Ini bisa memakan waktu hingga tiga tahun dan Nazorine
beruntung kalau bisa mendapat tiga sen dari setiap dolarnya.
Vito Corleone mendengarkan kisah ini dengan rasa tidak percaya bercampur geli.
Seharusnya tidak mungkin hukum memberikan kesempatan pada pencurian seperti itu. Si pedagang
memiliki rumah seperti istana, tanah di Dang Island, mobil mewah, dan menyekolahkan anakanaknya di perguruan tinggi. Bagaimana ia bisa merampas uang tiga ratus dolar dari Nazorine si tukang
roti miskin dan tidak memberinya perabotan yang telah dibayarnya" Tapi, untuk memastikan, Vito
Corleone memerintahkan Genco Abbandando mengecek sendiri, menggunakan pengacara yang
mewakili perusahaan Genco Pura. Mereka menegaskan kebenaran cerita Nazorine. Si pedagang perabotan menggunakan
nama istrinya untuk kepemilikan harta pribadinya. Perusahaan perabotannya merupakan perusahaan
patungan dan bukan ia sendiri yang bertanggung jawab. Memang ia menunjukkan niat buruk
sewaktu mengambil uang Nazorine padahal mengetahui dirinya akan bangkrut. Tapi praktik seperti itu
sudah biasa dilakukannya. Berdasarkan hukum, tidak ada tindakan apa pun yang bisa diambil.
Tentu saja masalah ini bisa diselesaikan dengan mudah. Don Corleone mengirim
Consigliori, Genco Abbandando, untuk berbicara dengan si pedagang. Dan, sebagaimana yang bisa
ditebak, pengusaha yang waras itu langsung memahami keadaan dan mengatur agar Nazorine mendapatkan
perabotannya. Tapi kejadian itu menjadi pelajaran yang menarik bagi Vito Corleone muda.
ga or I 341 Insiden yang kedua jauh lebih berpengaruh. Pada tahun 1939, Don Corleone
memutuskan memindahkan keluarganya ke luar kota. Seperti orangtua lain, ia pun ingin anakanaknya bersekolah di sekolah yang lebih baik dan bergaul dengan teman-teman yang lebih baik juga.
Untuk alasan pribadi, ia sendiri menginginkan kehidupan anonim daerah pinggiran di mana
reputasinya tidak diketahui orang. Ia membeli kompleks kecil di Long Beach, yang waktu itu hanya
terdiri atas empat rumah yang baru dibangun, tapi tanahnya cukup luas untuk beberapa rumah lagi.
Sonny sudah resmi bertunangan dengan Sandra dan akan segera menikah, salah satu rumah akan
diberikan kepadanya. Sebuah rumah untuk Don sendiri. Yang lain untuk Genco Abbandando dan
keluarganya. Sisanya dibiarkan kosong walau itu.
Seminggu setelah mereka menghuni kompleks itu, kelompok yang terdiri atas tiga
pekerja datang seenaknya naik truk. Mereka mengaku sebagai pemeriksa pemanas untuk wilayah Dong
Beach. Salah seorang pengawal pribadi Don yang masih muda mempersilakan orang-orang itu masuk
dan mengantar mereka ke tungku di ruang bawah tanah. Don, istrinya, dan Sonny berada
di taman, bersantai menikmati angin laut,
Don jengkel sewaktu dipanggil pegawainya ke rumah. Ketiga pekerja itu, semuanya
tinggi besar, berkelompok mengerumuni tungku pemanas. Mereka membongkarnya, bagian-bagiannya
berserakan di lantai semen ruang bawah tanah. Pemimpinnya, seseorang yang tampak berwibawa,
berkata pada Don dengan suara kasar. "Tungkumu tidak baik. Kalau kau ingin kami memperbaiki
dan "memasangnya lagi, biayanya seratus lima puluh dolar untuk upah kerja dan suku
cadang, lalu akan kami nyatakan tungku ini lulus pemeriksaan petugas daerah." Ia mengeluarkan
label berwarna 342 merah. "Kami akan menempelkan segel ini, dan tidak satu pun orang pemerintah
daerah yang akan mengganggumu lagi." Don geli. Minggu ini membosankan dan membuat Don terpaksa meninggalkan bisnis
demi mengurus detail-detail kepindahan keluarganya ke rumah baru. Dengan bahasa Inggris yang
lebih terpatah-patah daripada biasanya yang sedikit beraksen Italia, ia bertanya, "Kalau aku tidak
membayarmu, apa yang akan terjadi pada tungku ini?"
Pemimpin ketiga orang itu mengangkat bahu. "Akan kami biarkan tungku ini dalam
keadaan seperti ini." Ia menunjuk bagian-bagian tungku yang berserakan di lantai.
Don berkata takut-takut, "Tunggu, akan kuambilkan uangmu." Lalu ia pergi ke
taman dan berkata pada Sonny, "Dengar, ada beberapa orang yang membongkar - tungku, aku tidak
mengetahui apa yang mereka inginkan. Masuklah dan bereskan masalah ini." Omongannya ini bukan
semata-mata lelucon; ia tengah mempertimbangkan putranya menjadi bos kecil. Ini merupakan salah satu
ujian yang harus dijalani eksekutif bisnis.
Cara Sonny mengatasi masalah tidak terlalu menyenangkan ayahnya. Caranya terlalu
langsung, sangat kurang mengandung kehalusan Sisilia, Ia menggunakan Pentungan, bukan Pedang.
Sebab begitu mendengar tuntutan si pemimpin, Sonny langsung menodong ketiganya dengan pistol
dan memerintahkan anak buahnya mengepung mereka. Lalu ia memerintahkan mereka
memasang kembali tungkunya dan merapikan ruang bawah tanah. Sonny juga menggeledah mereka dan
mendapati mereka benar-benar karyawan perusahaan perbaikan rumah yang berkantor pusat di Suffolk
County. Ia mengetahui nama pemilik perusahaannya. Lalu ia mengusir mereka, "Jangan pernah
aku bertemu lagi de-343 ngan kalian di Long Beach," katanya pada mereka. "Akan kuhajar kalian."
Itu ciri khas Santino muda, sebelum ia bertambah tua dan menjadi lebih kejam. Ia
memperluas perlindungannya ke lingkungan tempat tinggalnya. Sonny sendiri yang menelepon
perusahaan perbaikan rumah itu dan meminta pemiliknya tidak mengirimkan anak buahnya yang
mana pun ke kawasan Long Beach. Begitu Keluarga Corleone menjalin hubungan bisnis seperti
biasa dengan kepolisian setempat, mereka diberitahu tentang keluhan yang sama dan kejahatan
yang dilakukan para penjahat profesional. Dalam waktu kurang dari setengah tahun, Long Beach menjadi
kota yang paling bebas kejahatan di seluruh Amerika Serikat untuk ukuran kawasan seluas tempat
itu. Para seniman penodongan profesional dan tukang pukul menerima peringatan agar tidak lagi
melakukan kegiatan di kota itu. Mereka hanya diberi satu kali kesempatan untuk melakukannya. Kalau
mengulangi pelanggarannya, mereka akan menghilang begitu saja. Para penipu dari perusahaan
perbaikan rumah, penjahat yang beroperasi dari rumah ke rumah, diperingatkan dengan sopan bahwa
mereka tidak disukai di Long Beach. Penjahat paling tangguh yang tidak memedulikan peringatan
dipukuli hingga nyaris tewas. Para berandalan muda yang tidak menghormati hukum dan wewenang
yang semestinya dinasihati secara kebapakan agar melarikan diri dari rumah sejauh mungkin. Long
Beach menjadi kota teladan. Yang mengesankan Don adalah keabsahan hukum para penipu yang berkedok sebagai
penjual itu. Jelas sekali ada tempat bagi orang yang berbakat seperti itu di dunia lain yang
tertutup baginya sebagai orang yang masih muda dan jujur. Ia mengambil langkah yang semestinya
untuk memasuki dunia itu. Dan begitulah, ia hidup bahagia di kompleks Long Beach, mengkonsolidasi dan
memperluas kerajaannya, hingga perang berakhir dan Sollozzo si Turki merusak perdamaian dan
menjerumuskan kerajaan Don ke medan pertempuran, membuatnya tergeletak di ranjang rumah sakit.
Buku Empat Bab 15 Di New Hampshire, setiap fenomena asing selalu diperhatikan dengan cermat oleh
para ibu rumah tangga yang mengintip dari balik jendela, para pemilik toko yang bersantai di
balik pintu. Jadi sewaktu sebuah mobil hitam dengan pelat New York berhenti di depan rumah
keluarga Adams, setiap warga di sana mengetahuinya hanya dalam waktu beberapa menit.
Kay Adams, tetap gadis kota kecil sekalipun berpendidikan perguruan tinggi, juga


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengintip dari balik jendela kamar tidurnya. Ia tengah belajar untuk menghadapi ujian dan
bersiap-siap turun makan siang sewaktu melihat kedatangan mobil itu dari ujung jalan, dan entah mengapa
tidak heran melihat mobil itu berhenti di depan rumahnya. Dua pria turun, pria-pria tinggi besar
yang menurutnya bertampang seperti gangster dalam film, dan ia berlari menuruni tangga agar bisa
mencapai pintu terlebih dulu. Ia yakin mereka datang mewakili Michael atau keluarganya, dan ia
tidak ingin mereka berbicara dengan ayah atau ibunya tanpa diperkenalkan sebelumnya. Bukan karena
ia malu pada salah satu teman Mike, pikirnya. Ini hanya karena ayah dan ibunya orang New England
yang kuno. Mereka orang Yankee yang tidak akan
mengerti kenapa dirinya bisa kenal dengan orang-orang seperti itu.
Kay dalam perjalanan ke pintu sewaktu bel berdering. Ia berseru kepada ibunya,
"Akan kubukakan!"
Ia membuka pintu dan melihat dua pria tinggi besar berdiri di hadapannya. Salah
seorang di antara mereka memasukkan tangan ke balik jas seperti gangster dalam film yang akan
mengambil pistol. Gerakan itu begitu mengejutkan Kay sehingga ia terkesiap, tapi pria itu
mengeluarkan dompet kulit
kecil yang dibukanya untuk menunjukkan tanda pengenal. "Saya Detektif John
Phillips dari Dinas Kepolisian New York," katanya. Ia menunjuk pria yang satu lagi, pria yang
kulitnya gelap dengan alis
mata hitam yang sangat lebat. "Dan ini partner saya, Detektif Siriani. Anda Miss
Kay Adams?" Kay mengangguk. Phillips berkata, "Bisa kami masuk dan berbicara dengan Anda
beberapa menit". Ini mengenai Michael Corleone."
Kay melangkah ke samping agar mereka bisa masuk. Pada saat itu ayahnya muncul di
lorong kecil yang menuju ruang kerjanya. "Kay, ada apa?"
Ayahnya tampak berwibawa, ramping, dengan rambut ubanan, yang bukan hanya pastor
gereja Baptis di kota itu tapi juga memiliki reputasi di kalangan keagamaan sebagai
cendekiawan. Kay sebenarnya
tidak terlalu mengenal ayahnya. Ayahnya membuatnya bingung, tapi ia mengetahui
ayahnya menyayanginya sekalipun ada kesan ia tidak menarik bagi ayahnya sebagai pribadi.
Walau hubungan mereka tidak pernah dekat, ia memercayai ayahnya. Jadi ia hanya berkata, "Mereka
detektif dari New York. Mereka ingin bertanya mengenai pemuda kenalanku."
Mr. Adams tidak tampak terkejut. "Bagaimana kalau kita ke ruang kerja saya?" ia
mengusulkan. Detektif Phillips berkata lembut, "Lebih baik kami berbicara hanya dengan putri
Anda, Mr. Adams." Mr. Adams berkata sopan, "Saya rasa itu tergantung pada Kay. Sayang, apa kau
lebih suka berbicara dengan mereka sendiri saja atau ingin kutemani" Atau mungkin ibumu?"
Kay menggeleng. "Aku akan berbicara dengan mereka sendirian saja."
Mr. Adams berkata pada Phillips, "Kalian boleh menggunakan ruang kerja saya.
Anda mau makan siang bersama kami?" Kedua detektif itu menggeleng. Kay mengajak mereka ke ruang
kerja. Mereka duduk gelisah di tepi sofa sementara Kay duduk di kursi besar berlapis
kulit milik ayahnya. Detektif Phillips membuka pembicaraan dengan bertanya, "Miss Adams, apakah Anda
bertemu atau mendengar kabar dari Michael Corleone selama tiga minggu terakhir ini?" Satu
pertanyaan itu sudah cukup sebagai peringatan bagi Kay. Tiga minggu yang lalu ia membaca berita utama
di koran Boston mengenai pembunuhan kapten polisi New York dan penyelundup narkotika bernama
Virgil Sollozzo. Koran menyatakan pembunuhan itu merupakan bagian perang antargeng yang
melibatkan Keluarga Corleone. Kay menggeleng. "Tidak. Terakhir kali saya bertemu dengannya sewaktu ia pergi
menjenguk ayahnya di rumah sakit. Kira-kira sebulan yang lalu."
Detektif yang satu lagi berbicara dengan suara serak, "Kami mengetahui segala
hal tentang pertemuan itu. Anda pernah bertemu atau mendengar kabar darinya sejak itu?"
"Tidak," jawab Kay.
Detektif Phillips berkata sopan, "Kalau ia menghubungi Anda lagi, kami ingin
Anda memberitahu kami. Kami harus berbicara dengan Michael Corleone. Saya harus memperingatkan
Anda bahwa kalau ia menghubungi Anda lagi, mungkin Anda akan terlibat dalam keadaan yang sangat
berbahaya. Kalau Anda menolongnya entah dengan cara bagaimana, Anda akan terjerumus ke dalam
masalah yang sangat serius." Kay duduk sangat tegak di kursi. "Kenapa saya tidak boleh menolongnya?"
tanyanya. "Kami akan
menikah, dan orang yang akan menikah kan saling menolong."
Sekarang Detektif Siriani yang menjawab pertanyaannya. "Kalau Anda menolongnya,
Anda bisa menjadi kaki-tangan dalam pembunuhan. Kami mencari kekasih Anda karena ia
membunuh kapten polisi di New York dan informan yang sedang dihubungi petugas kepolisian itu.
Kami tahu Michael Corleone-lah yang melakukan penembakan tersebut."
Kay tertawa. Suara tawanya begitu tidak terpengaruh, begitu takjub, sehingga
kedua polisi itu terkesan. "Mike tidak akan berbuat begitu," katanya. "Ia tidak pernah berurusan
dengan keluarganya. Sewaktu kami menghadiri pesta pernikahan adiknya, jelas sekali bahwa ia
diperlakukan seperti orang
asing, nyaris seperti perlakuan mereka pada saya. Kalau ia bersembunyi sekarang,
itu karena ia tidak ingin mendapat publikasi buruk, agar namanya tidak terseret dalam semua masalah
ini. Mike bukan gangster. Saya lebih mengenalnya daripada Anda atau siapa pun yang mengenalnya.
Ia orang yang begitu baik hingga tidak mungkin melakukan tindakan tercela seperti pembunuhan.
Ia orang yang paling mematuhi hukum yang pernah saya kenal, dan saya sangat tahu ia tidak
pernah berbohong." Detektif Phillips bertanya lembut, "Sudah berapa lama Anda mengenalnya?"
"Lebih dari setahun," jawab Kay, dan heran sewaktu kedua polisi itu tersenyum.
352 "Saya rasa ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui," kata Detektif Phillips.
"Pada malam ia meninggalkan Anda, ia pergi ke rumah sakit. Sewaktu keluar ia bertengkar dengan
kapten polisi yang datang ke rumah sakit untuk urusan resmi. Ia menyerang kapten polisi itu tapi
lalu dihajar. Rahangnya patah dan beberapa giginya copot. Teman-temannya membawanya ke rumah Keluarga
Corleone di Long Beach. Keesokan malamnya kapten polisi yang bertengkar dengannya ditembak
mati dan Michael Corleone menghilang. Lenyap. Kami memiliki kontak, informan. Mereka
semua menunjuk Michael Corleone, tapi kami tidak memiliki bukti yang cukup untuk menyeretnya ke
pengadilan. Pelayan yang menyaksikan penembakan tidak mengenali foto Mike, tapi mungkin
mereka akan mengenali orangnya langsung. Dan kami sudah menahan sopir Sollozzo, yang tidak
mau bicara, tapi mungkin kami bisa membuatnya bicara kalau kami sudah menangkap Michael Corleone.
Jadi kami mencarinya, FBI mencarinya, semua orang mencarinya. Sejauh ini belum berhasil,
jadi kami pikir Anda bisa memberi kami petunjuk."
Kay berkata dingin. "Aku tidak percaya sedikit pun." Tapi ia agak mual karena
tahu cerita tentang patahnya rahang Mike pasti benar. Tapi itu tidak akan menyebabkan Mike membunuh.
"Maukah Anda memberitahu kami kalau Mike menghubungi Anda?" tanya Phillips.
Kay menggeleng. Detektif yang satu lagi, Siriani, berkata kasar, "Kami
mengetahui kalian sudah tidur
bersama. Kami memiliki catatan dan saksi di hotel. Kalau kami teruskan informasi
ini ke koran, ayah dan ibu Anda akan sangat tidak senang. Orang terhormat seperti mereka pasti akan
tidak senang kalau mengetahui anaknya tidur dengan gangster. Kalau Anda tidak mau berterus terang,
saya akan memanggil ayah Anda kemari dan langsung mengungkapkan semuanya."
Kay memandangnya takjub. Lalu ia-berdiri dan melangkah ke pintu ruang kerja,
membukanya. Ia bisa melihat ayahnya berdiri di depan jendela ruang duduk sambil mengisap pipa. Ia
berseru, "Dad, bisa kemari sebentar?" Ayahnya berpaling, tersenyum padanya, dan masuk ke ruang
kerja. Sewaktu melewati pintu ia memeluk pinggang anaknya, menghadapi kedua detektif itu, dan
berkata, "Ya, Tuantuan?"
Sewaktu mereka tidak menjawab, Kay berkata dingin pada Detektif Siriani,
"Katakan langsung padanya, officer." Wajah Siriani memerah. "Mr. Adams, saya mengatakan ini pada Anda demi kebaikan
putri Anda sendiri. Ia bergaul dengan penjahat yang kami yakini telah membunuh seorang
kapten polisi. Saya hanya mengatakan padanya ia bisa menghadapi masalah serius kalau tidak mau
bekerja sama dengan kami. Tapi tampaknya putri Anda tidak menyadari betapa seriusnya persoalan ini.
Mungkin Anda bisa berbicara padanya." "Luar biasa," kata Mr. Adams sopan.
Siriani mengenakkan gigi. "Putri Anda dan Michael Corleone berhubungan selama
lebih dari setahun. Mereka bermalam di hotel dengan mendaftarkan diri sebagai suami-istri. Michael
Corleone dicari polisi untuk ditanyai soal pembunuhan polisi. Putri Anda tidak mau memberi
informasi yang dapat membantu kami. Itu fakta-faktanya. Anda boleh bilang itu luar biasa, rapi saya
bisa membuktikan setiap faktanya." "Saya tidak meragukan kata-kata Anda, Suit" kata Mt Adams lembut. "Yang menurut
saya luar biasa adalah bahwa anak saya bisa terlibat masalah serius. Kecuali kalau
Anda menyatakan ia"di sini wajahnya memancarkan keraguan cendekiawan"cewek
gangster, saya rasa begitulah istilahnya." Kay memandang ayahnya dengan keheranan. Ia mengetahui ayahnya bermain-main dan
takjub ayahnya bisa begitu ringan menerima seluruh masalah ini.
Mr. Adams berkata tegas, "Namun, percayalah, kalau anak muda itu memperlihatkan
wajahnya di sini, saya akan langsung melaporkan kehadirannya pada pihak berwajib. Anak saya juga
akan berbuat begitu. Nah, sekarang permisi, makan siang kami mulai dingin."
Ia mengantar kedua detektif itu keluar rumah dengan penuh kesopanan dan menutup
pintu di belakang mereka dengan lembut tapi tegas. Ia meraih lengan Kay dan membimbingnya ke
dapur, jauh di bagian belakang rumah. "Ayo, Sayang, ibumu sudah menunggu kita makan siang."
Saat mereka tiba di dapur, Kay menangis tanpa suara karena lega setelah lepas
dari ketegangan, karena merasakan kasih sayang ayahnya yang tidak perlu diragukan lagi. Di dapur ibunya
tidak mengomentari tangisannya, dan Kay menyadari ayahnya pasti memberitahu ibunya
mengenai kedua detektif tadi. Ia duduk di tempatnya dan ibunya melayaninya sambil berdiam diri.
Sesudah ketiganya duduk menghadapi meja makan, ayahnya menunduk dan berdoa.
Mrs. Adams wanita pendek tegap yang pakaiannya selalu rapi, rambut selalu
ditata. Kay tak pernah melihat ibunya dalam keadaan kusut. Ibunya juga agak kurang tertarik padanya,
selalu menjaga jarak. Dan ia berbuat begitu sekarang. "Kay, hentikan sikap dramatismu. Aku yakin semua
tadi cuma keributan tak perlu tentang hal-hal yang sama sekali tidak penting.
Bagaimanapun, pemuda itu mahasiswa Dartmouth, tidak mungkin terlibat kejadian seburuk itu.%!
Kay menengadah dan memandang ibunya dengan kaget. "Bagaimana Ibu bisa mengetahui
Mike mahasiswa Dartmouth?"
Ibunya berkata puas, "Kalian anak muda selalu berahasia, mengira kalian begitu
pandai. Selama ini kami tahu tentang dirinya, tapi tentu saja kami tidak bisa mengungkit-ungkimya
sampai kau sendiri membicarakannya." "Tapi bagaimana kalian bisa mengetahuinya?" tanya Kay. Ia masih belum berani
memandang wajah ayahnya setelah ayahnya mengetahui ia dan Mike tidur bersama. Jadi ia tidak
melihat senyum di wajah ayahnya waktu pria itu berkata, "Kami membuka surat-suratmu, tentu saja."
Kay ngeri dan marah. Sekarang ia bisa memandang ayahnya. Yang dilakukan ayahnya
lebih memalukan daripada dosanya sendiri. Ia tidak bisa percaya ayahnya berbuat
begitu. "Ayah, kau tidak
boleh berbuat begitu, tidak mungkin."
Mr. Adams tersenyum padanya. "Aku berdebat sendiri dosa mana yang lebih besar,
membuka surat- suratmu atau tidak menyadari bahaya besar yang mungkin mengancam satu-satunya
anakku. Pilihannya sederhana sekali, dan mengandung kebajikan."
Mrs. Adams berbicara sambil mengunyah ayam rebus, "Bagaimanapun, Sayang, kau
sangat polos untuk usiamu. Kami harus berhati-hati. Dan kau tidak pernah membicarakan
dirinya." Untuk pertama kalinya Kay bersyukur Michael tidak pernah menyatakan kasih sayang


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam suratsuratnya. Ia bersyukur orangtuanya tidak pernah membaca suratsuratnya sendiri. "Aku tidak pernah
bercerita mengenai dirinya karena kalian mungkin akan ngeri kalau mengetahui
siapa keluarganya." "Memang," kata Mr. Adams riang. "O ya, apakah Michael
menghubungimu?" Kay menggeleng. "Aku tidak percaya ia bersalah."
Ia melihat kedua orangtuanya berpandangan di meja. Lalu Mr. Adams berkata
lembut, "Kalau ia tidak
bersalah dan menghilang, mungkin ada kejadian lain yang menimpa dirinya."
Mula-mula Kay tidak paham. Lalu ia bangkit dari kursinya
dan lari ke kamar. Tiga hari kemudian Kay turun dari taksi di depan kompleks rumah Keluarga
Corleone di Long Beach. Ia menelepon dulu, jadi kedatangannya sudah ditunggu. Tom Hagen menyambutnya di
pintu dan Kay kecewa karena Tom yang menyambutnya. Ia mengetahui Tom tidak akan mengatakan apa
pun padanya. Di ruang duduk Tom memberinya segelas minuman. Kay melihat dua pria lain
berkeliaran di rumah, tapi ia tidak melihat Sonny. Ia bertanya kepada Tom, "Kau tahu di mana Mike" Kau
tahu di mana aku bisa menghubungi dirinya?"
Hagen menjawab tenang, "Kami mengetahui ia baik-baik saja, tapi tidak tahu di
mana ia sekarang. Sewaktu kami mendengar kapten polisi itu ditembak, ia takut mereka akan menuduh
dirinya. Jadi ia memutuskan menghilang. Ia mengatakan padaku, ia akan memberi kami kabar beberapa
bulan lagi." Cerita itu bukan hanya palsu tapi juga dibuat agar kebohongannya terlihat jelas,
hanya itulah yang bisa dilakukan Tom untuk menolong Kay. "Benarkah kapten polisi itu mematahkan
rahangnya?" tanya Kay. "Aku khawatir benar," jawab Tom. "Tapi Mike bukan
pendendam. Aku yakin masalah itu tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi."
Kay membuka tas dan mengeluarkan sepucuk surat. "Kau mau memberikan surat ini
padanya kalau ia menghubungimu nanti?"
Hagen menggeleng. "Kalau kuterima surat itu dan kau mengatakan di pengadilan
bahwa aku menerimanya, mungkin itu akan ditafsirkan bahwa aku mengetahui di mana Mike
berada. Bagaimana kalau kau menunggu saja sebentar" Aku yakin Mike akan menghubungi kami."
Kay menghabiskan minuman dan berdiri untuk pergi. Hagen mengantarnya ke serambi,
tapi sewaktu ia membuka pintu, seorang wanita datang dari luar. Wanita pendek gemuk,
mengenakan gaun hitam. Kay mengenalinya sebagai ibu Michael. Ia mengulurkan tangan dan berkata, "Apa
kabar, Mrs. Corleone?" Mata wanita itu, hitam dan kecil, sejenak menatapnya, lalu di wajahnya yang
keriput dan berwarna zaitun merekah senyuman sebagai sambutan ramah pada Kay. "Ah, kau gadis kecil
Mikey," kata Mrs. Corleone. Ia memiliki aksen Italia yang kental dan Kay nyaris tidak memahami
kata-katanya. "Kau mau makan?" Kay mengatakan tidak, maksudnya ia tidak ingin makan apa pun, tapi
Mrs. Corleone berpaling marah pada Tom Hagen dan menegurnya dalam bahasa Italia, diakhiri
dengan, "Kau bahkan tidak menghidangkan kopi pada gadis ini, disgrazia" Mrs. Corleone memegang
tangan Kay, tangan wanita itu terasa hangat dan hidup, lalu mengajaknya ke dapur. "Ayo minum kopi
dan makanlah dulu, lalu akan ada yang mengantarmu pulang dengan mobil. Gadis manis seperti kau, aku
tidak ingin kau naik kereta api." Ia menyuruh Kay duduk lalu menyibukkan diri di dapur,
menanggalkan mantel dan topi serta meletakkannya di kursi. Beberapa detik kemudian roti dengan keju dan salami terhidang di meja
sementara kopi mendidih di kompor. Kay berkata malu-malu, "Saya datang untuk menanyakan Mike, sudah lama saya tidak
mendengar kabar darinya. Kata Mr. Hagen, tidak ada yang mengetahui di mana Mike berada,
tapi ia akan muncul tidak lama lagi." Hagen berkata tergesa-gesa, "Hanya itu yang bisa kita katakan padanya sekarang,
Ma." Mrs. Corleone menatapnya dengan ekspresi jengkel. "Sekarang kau akan mendiktekan
apa yang harus kulakukan" Suamiku sendiri tidak pernah mendikteku, semoga Tuhan
mengasihaninya." Ia membuat
tanda salib. "Apakah Mr. Corleone baik-baik saja?" tanya Kay.
"Baik," jawab Mrs. Corleone. "Baik. Ia semakin tua, menjadi bodoh karena
membiarkan hal seperti itu
terjadi." Ia mengetuk-ngetuk kepalanya tanpa rasa hormat. Lalu menuangkan kopi
dan memaksa Kay makan roti dan keju. Sesudah mereka minum kopi, Mrs. Corleone memegang tangan Kay dengan kedua
tangannya yang kecokelatan. Ia berkata dengan suara pelan, "Mikey tidak akan menulis surat
padamu, kau tidak akan mendengar kabar dari Mikey. Ia bersembunyi dua-tiga tahun. Mungkin lebih,
mungkin jauh lebih lama lagi. Pulanglah ke keluargamu dan cari pemuda yang baik, menikahlah dengannya."
Kay mengeluarkan surat dari tas. "Anda mau mengirimkan ini padanya?"
Wanita tua itu mengambil suratnya dan menepuk-nepuk pipi Kay. "Baik, baik,"
katanya. Hagen hendak memprotes tapi Mrs. Corleone berteriak padanya dalam bahasa Italia. Lalu
ia membimbing Kay ke pintu. Di sana ia mencium pipi Kay sekilas dan berkata, "Lupakan saja
Mikey, ia bukan lagi pria untukmu." Ada mobil yang menunggu dirinya, dengan dua pria di kursi depan. Mereka
mengantarnya ke hotelnya di New York dan sepanjang perjalanan tidak pernah mengatakan apa-apa. Begitu
pula Kay. Ia berusaha membiasakan diri dengan kenyataan bahwa pemuda yang dicintainya adalah pembunuh
berdarah dingin. Dan itulah yang dikatakan sumber yang paling bisa dipercayanya: ibu
Michael sendiri. Bab 16 Carlo Rizzi sangat jengkel kepada seluruh dunia. Be gitu menikah dengan putri
Keluarga Corleone, ia disingkirkan dengan diberi bisnis kecil penjualan kupon taruhan di Upper East
Side, Manhattan. Tadinya ia mengira akan menempati salah satu rumah dalam kompleks, ia tahu Don
bisa memerintahkan keluarga yang menempati rumah itu untuk pindah kapan saja ia
menginginkannya. Carlo yakin itulah yang akan terjadi dan ia akan berada di tengah segalanya.
Tapi Don tidak memperlakukan dirinya dengan selayaknya. "Don yang Agung," pikirnya kesal. Orang
tua yang disergap di jalan oleh sekelompok penembak seperti penjahat kelas teri tua yang
tolol. Ia berharap keparat tua itu tewas. Sonny dulu sahabatnya dan kalau Sonny menjadi kepala
keluarga, ia mungkin akan mendapat peluang masuk.
Ia mengawasi istrinya menuangkan kopi. Ya Tuhan, istrinya sekarang benar-benar
berantakan. Baru menikah lima bulan dan istrinya telah membesar, membengkak. Semua perempuan
Italia di Pantai Timur benar-benar sundal.
Ia mengulurkan tangan dan mengelus pantat Conny yang melebar dan lunak. Connie
tersenyum padanya. Carlo berkata jengkel, "Kau lebih berdaging daripada babi." Ia puas melihat ekspresi sakit
hari di wajah istrinya, melihat air matanya berlinang. Connie memang putri Don yang agung, tapi ia
istrinya, sekarang Connie miliknya dan ia bisa memperlakukan Connie sesuka hari. Ia merasa dirinya
berkuasa dengan menjadikan salah satu anggota keluarga Corleone sebagai alas kakinya.
Ia memperlakukan istrinya dengan sewenang-wenang sejak awal. Connie berusaha
mempertahankan tas penuh uang hadiah pernikahan untuk dirinya sendiri tapi Carlo membuat
matanya bengkak dan merampas uangnya. Ia juga tidak pernah mengatakan untuk apa uang itu. Mungkin
tindakan tersebut bisa menimbulkan masalah. Tapi sekarang pun ia hanya merasakan sedikit
penyesalan. Ya Tuhan, ia menghabiskan hampir lima belas ribu dolar di lintasan pacuan kuda dan membayar
sundal-sundal gadis panggung. Ia bisa merasakan Connie mengawasinya dari belakang, jadi ia menggerakkan ototototnya sewaktu mengambil piring roti manis di ujung meja. Ia sudah melahap ham dan telur, tapi
ia pria bertubuh besar yang membutuhkan sarapan banyak. Ia puas dengan gambaran yang
ditampilkannya pada istrinya. Bukan suami berkulit hitam dan berambut berminyak seperti yang biasa,
tapi pria berambut pirang pendek, dengan lengan berotot besar yang berbulu keemasan, serta bahu
yang bidang dan pinggang yang ramping. Dan ia tahu secara fisik ia lebih kuat daripada pria-pria
yang katanya tangguh yang bekerja untuk Keluarga. Pria seperti Clemenza, Tessio, Rocco Lampone, dan
Paulie, yang sudah dihabisi entah oleh siapa. Ia bertanya-tanya dalam hati bagaimana ceritanya.
Lalu entah kenapa ia memikirkan Sonny. Kalau satu lawan satu ia bisa mengalahkan Sonny, pikirnya,
sekalipun Sonny sedikit lebih besar dan lebih berat. Tapi yang
membuatnya takut adalah kemarahan Sonny, walau ia sendiri biasa melihat Sonny
berbaik hati dan bergurau. Yeah, Sonny memang sahabatnya. Mungkin sesudah Don tua mati, segalanya
akan terbuka. Ia minum kopi sambil merenung-renung. Ia membenci apartemen yang dihuninya. Ia
terbiasa dengan tempat tinggal yang lebih besar di Pantai Barat dan tidak lama lagi akan
melintasi kota ke bisnis penjualan kuponnya untuk pacuan tengah hari. Hari ini Minggu, pertandingan yang
paling ramai selama seminggu. Pertandingan bisbol berakhir dan pertandingan basket malam hari
dimulai. Perlahan-lahan ia menyadari Connie sibuk di belakangnya dan ia berpaling untuk
melihatnya. Connie berdandan dengan gaya New York City yang dibencinya. Gaun sutra bermotif
bunga dengan sabuk, gelang dan anting-anting yang mencolok, serta lengan yang menggembung. Ia
tampak dua puluh tahun lebih tua. "Mau ke mana kau?" tanyanya.
Connie menjawab dingin, "Menjenguk ayahku di Long Beach. Ia belum bisa turun
dari ranjang dan perlu ditemani." Carlo tertarik. "Sonny masih memimpin pertunjukan?"
Connie menatapnya dengan pandangan kosong. "Pertunjukan apa?"
Carlo marah. "Dasar sundal tolol, jangan berbicara seperti itu padaku kalau
tidak ingin kuhajar hingga
anak di perutmu keluar." Connie tampak ketakutan dan ini menyebabkan kemarahan
Carlo meningkat. Ia melompat dari kursi dan menampar wajah Connie, meninggalkan bekas merah.
Dengan ketepatan yang cepat ia menampar istrinya tiga kali lagi. Ia melihat bibir, istrinya
pecah, berdarah dan bengkak.
Ini menghentikannya. Ia tidak ingin meninggalkan bekas. Connie lari ke kamar
tidur dan membanting pintu. Carlo mendengar 363 suara anak kunci diputar. Ia tertawa dan kembali menikmati kopi.
Carlo mengisap rokok hingga tiba waktu berganti pakaian. Ia mengetuk pintu dan
berkata, "Buka sebelum kutendang pintu ini hingga rusak." Tidak ada jawaban. "Ayo, aku harus
ganti pakaian," kata
Carlo dengan suara keras. Ia bisa mendengar suara istrinya bangkit dari ranjang
dan berjalan ke pintu, lalu suara anak kunci diputar. Sewaktu ia masuk, Connie memunggunginya, berjalan
ke ranjang, dan berbaring dengan wajah menghadap ke dinding.
Ia berpakaian dengan cepat, kemudian melihat istrinya hanya memakai pakaian
dalam. Ia ingin istrinya menjenguk ayahnya, ia berharap istrinya kembali dengan membawa
informasi. "Ada apa,
beberapa tamparan membuatmu kehilangan semua tenaga?" Perempuan itu memang
malas. "Aku tidak mau pergi." Suaranya diiringi air mata, kata-katanya tidak jelas.
Carlo mengulurkan tangan dengan tidak sabar dan menarik istrinya sampai menghadapnya. Lalu ia
melihat mengapa istrinya tidak mau pergi dan berpikir mungkin sebaiknya begitu.
Ia pasti menampar istrinya lebih keras daripada yang dimaksudkannya. Pipi Connie
bengkak, bibir atasnya yang pecah membengkak besar dan putih di bawah hidungnya. "Oke,"
katanya, "tapi aku baru
pulang setelah larut malam. Hari Minggu hari yang sangat sibuk."
Carlo meninggalkan apartemen dan mendapati ada surat tilang di mobilnya, surat
berwarna hijau yang berarti denda lima belas dolar. Ia memasukkannya ke laci mobil bersama tumpukan
surat lain. Ia sedang senang. Menampar sundal yang manja itu selalu membuatnya senang. Itu
menghilangkan sebagian frustrasi yang dirasakannya karena mendapat perlakuan buruk dari
Keluarga Corleone. 364 Pertama kali ia memukul istrinya sampai membekas, ia agak khawatir. Connie


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langsung pergi ke Long Beach untuk mengadu pada ayah dan ibunya serta memperlihatkan matanya yang
lebam. Carlo benarbenar berkeringat dingin. Tapi ketika Connie kembali ke rumah,
ia berubah jadi begitu penurut sampai
mengherankan dirinya, jadi istri Italia yang berbakti. Carlo sengaja menjadi
suami yang sempurna selama dua minggu berikutnya, memperlakukan istrinya dengan baik dalam segala
hal, bersikap manis dan menyenangkan padanya, mengajaknya bercinta setiap hari, pagi dan malam.
Akhirnya Connie menceritakan apa yang terjadi, karena mengira suaminya tidak akan bersikap kasar
lagi pada dirinya. Connie mendapati kedua orangtuanya bersikap dingin dan tidak simpatik, serta
geli. Ibunya agak kasihan padanya dan meminta ayahnya berbicara pada Carlo Rizzi. Ayahnya menolak.
"Ia anakku," katanya, "tapi sekarang menjadi milik suaminya. Suaminya tahu tugas-tugasnya.
Bahkan Raja Italia tidak berani ikut campur dalam urusan antara suami-istri. Pulanglah dan
belajarlah berperilaku sebagai istri yang baik sehingga suamimu tidak memukulmu lagi."
Connie berkata marah pada ayahnya, "Kau pernah memukul istrimu?" Ia anak
kesayangan dan berani bicara begitu lancang pada ayahnya. Ayahnya menjawab, "Ibumu tidak pernah
memberiku alasan untuk memukulnya." Dan ibunya mengganguk sambil tersenyum.
Ia bercerita bagaimana suaminya mengambil uang hadiah perkawinan dan tidak
pernah mengatakan padanya uang itu diapakan. Ayahnya mengangkat bahu dan berkata, "Aku akan
melakukan hal yang sama seandainya istriku curiga seperti kau."
Maka Connie pulang ke rumah, agak kesal, sedikit takut.
Selama ini ia kesayangan ayahnya dan sekarang ia tidak bisa memahami sikap
dinginnya. Tapi Don tidaklah tanpa simpati seperti yang pura-pura dilakukannya. Ia
melakukan penyelidikan dan
mengetahui apa yang dilakukan Carlo Rizzi dengan uang hadiah perkawinan. Ia
menempatkan orangorang dalam operasi kupon taruhan Carlo Rizzi yang melaporkan
pada Tom Hagen semua yang
dilakukan Carlo Rizzi dalam tugasnya. Tapi Don tidak bisa campur tangan.
Bagaimana ia bisa mengharapkan laki-laki meninggalkan tugasnya sebagai suami terhadap istrinya
yang keluarganya ditakutinya" Itu situasi yang sulit dan ia tidak berani ikut campur. Lalu ketika
Connie hamil, ia yakin keputusannya bijaksana dan merasa tidak bisa ikut campur walaupun Connie mengadu
pada ibunya tentang beberapa pemukulan lagi dan akhirnya ibunya cukup prihatin sehingga
menyampaikannya pada Don. Connie bahkan bilang ia mungkin akan minta cerai. Untuk pertama
kalinya dalam hidup Connie, ayahnya sangat marah padanya. "Ia ayah anakmu. Bagaimana anak bisa lahir
ke dunia kalau ia tidak punya ayah?" katanya pada Connie.
Setelah mengetahui semua ini, Carlo Rizzi semakin yakin. Ia benar-benar aman.
Bahkan ia bercerita pada kedua "penulis" kupon, Sally Rags dan Coach, bahwa ia menampari istrinya
kalau sedang kesal, dan melihat ekspresi hormat mereka karena ia berani menganiaya putri Don
Corleone yang agung. Tapi Rizzi tidak akan merasa begitu aman seandainya tahu bahwa ketika Sonny
Corleone mengetahui tentang pemukulan yang dilakukannya, pria itu marah bukan kepalang dan hanya
bisa ditahan larangan paling tegas dan paling keras dari Don sendiri, larangan yang tidak berani
dilanggar Sonny sekalipun.
Itulah sebabnya Sonny selalu menghindari Rizzi, takut ia tidak bisa menahan
kemarahan. Jadi, karena merasa sangat aman, pada Minggu pagi yang indah itu Carlo Rizzi
ngebut melintasi kota dari 96th Street ke East Side. Ia tidak melihat mobil Sonny datang dari arah
yang berlawanan menuju rumahnya. Sonny Corloene meninggalkan perlindungan kompleks dan menginap di tempat Lucy
Mancini di kota. Kini dalam perjalanan pulang, ia ditemani empat pengawal pribadi, dua di depan
dan dua di belakang. Ia tidak memerlukan pengawal di sisinya, ia masih sanggup mengatasi serangan
langsung. Para pengawal lain menggunakan mobil mereka sendiri dan menempati apartemen di kiri
dan kanan apartemen Lucy. Cukup aman mengunjungi Lucy asal ia tidak terlalu sering
melakukannya. Mumpung berada di kota, ia mempertimbangkan menjemput adiknya Connie dan mengajaknya ke
Long Beach. Ia tahu Carlo pasti sudah bekerja di tempat penjualan kupon dan bangsat kikir itu
tidak akan membiarkan istrinya memakai mobil. Maka ia akan mengajak adiknya menumpang.
Ia menunggu sampai dua laki-laki yang di depan masuk ke apartemen, baru kemudian
ia menyusul. Ia melihat dua orang yang di belakang berhenti di belakang mobilnya dan keluar
untuk mengawasi jalan. Ia tetap membuka mata. Kemungkinan musuh tahu ia ada di kota sejuta banding
satu, tapi ia selalu berhati-hati. Ia belajar dari perang tahun 1930-an.
Sonny tidak pernah menggunakan lift. Lift bagai perangkap maut. Ia naik tangga
delapan tingkat ke apartemen Connie dengan cepat. Diketuknya pintu. Ia tadi melihat mobil Carlo
lewat dan adiknya pasti sendirian. Tidak ada jawaban. Ia mengetuk pintu sekali lagi, kemudian
mendengar adiknya, ketakutan, lemah, bertanya, "Siapa itu?"
367 Ketakutan dalam suara Connie membuatnya tertegun. Adiknya selalu segar dan
bersemangat, tangguh seperti para anggota Keluarga lainnya. Sialan, apa yang terjadi pada dirinya" Ia
berkata, "Ini aku, Sonny." Gerendel di dalam ditarik dan pintu terbuka, dan Connie langsung lari ke
dalam pelukan Sonny serta menangis tersedu-sedu. Sonny begitu terkejut sehingga hanya berdiri
dan kebingungan. Ia mendorong adiknya menjauhinya dan melihat wajahnya yang bengkak, lalu mengerti
apa yang terjadi. Sonny melepaskan diri dari pelukan adiknya dan akan lari menuruni tangga untuk
mengejar suami adiknya. Kemarahannya berkobar-kobar, membuat wajahnya berkerut. Connie melihat
kemarahan kakaknya dan memeganginya erat-erat, tidak mau melepaskannya, memaksanya masuk
ke apartemen. Connie menangis karena takut. Ia tahu perangai kakaknya dan ngeri karenanya. Ia
tidak pernah mengadu pada kakaknya tentang Carlo karena alasan itu. Sekarang ia memaksa
kakaknya masuk ke apartemennya. "Ini kesalahanku," kata Connie. "Aku yang memulai pertengkaran dengannya dan aku
mencoba memukulnya hingga ia memukulku. Sebenarnya ia tidak bermaksud memukulku sekeras
itu. Aku yang bikin gara-gara." Wajah Sonny yang berisi seperti wajah Cupido sekarang tampak tenang. "Kau akan
menjenguk Ayah hari ini?" Connie tidak menjawab, jadi ia melanjutkan, "Kupikir kau akan ke sana, jadi aku
mampir untuk memberimu tumpangan. Lagi pula aku kebetulan ada di kota."
Connie menggeleng. "Aku tidak ingin mereka melihatku dalam keadaan seperti ini.
Aku akan datang minggu depan." "Oke," kata Sonny. Ia mengangkat telepon di dapur dan memutar nomornya. "Akan
kupanggilkan dokter untuk me- 368 rawatmu. Dalam keadaan seperti ini kau harus berhati-hati. Berapa bulan lagi
anakmu lahir?" "Dua bulan," jawab Connie. "Sonny, tolong jangan melakukan apa pun. Kumohon,
jangan." Sonny tertawa. Wajahnya tampak keras dan kejam sewaktu ia berkata, "Jangan
khawatir. Aku tidak ingin membuat anakmu yatim sebelum dilahirkan." Ia meninggalkan apartemen sesudah mencium
pipi adiknya yang tidak luka.
Di East 112th Street, deretan panjang mobil diparkir berjajar dua-dua di depan
toko permen yang menjadi kantor penjualan kupon taruhan Carlo Rizzi. Di trotoar depan toko, para
ayah bermain tangkap bola dengan anak-anak kecil yang mereka ajak berjalan-jalan di hari
Minggu pagi dan menemani mereka memasang taruhan. Sewaktu melihat Carlo Rizzi datang, mereka
berhenti bermain bola dan membelikan anak-anak es krim agar mereka diam. Lalu mereka mulai
memeriksa koran yang memuat berita tentang pelempar bola terbaik, berusaha menentukan regu bisbol
yang diperkirakan akan menang hari itu. Carlo pergi ke ruangan besar di belakang toko. Kedua "penulisnya", pria kurus
bernama Sally Rags dan pria bertubuh besar bernama Coach, sudah menunggunya untuk memulai kegiatan.
Buku taruhan besar sudah disiapkan di hadapan mereka untuk ditulisi. Di kuda-kuda kayu
terdapat papan tulis berisi
nama enam belas regu bisbol liga utama yang ditulis dengan kapur, disusun
berpasangan untuk menunjukkan siapa yang bertanding melawan siapa. Di sebelah setiap pasangan ada
kotak untuk menuliskan taruhan. Carlo bertanya pada Coach, "Apa telepon toko disadap hari ini?"
Coach menggeleng. "Sadapan masih dilepas."
360 Carlo melangkah ke telepon dinding dan memutar nomornya. Sally Rags dan Coach
mengawasinya dengan pasif sementara ia mencatat "line", taruhan untuk seluruh pertandingan
bisbol hari itu. Mereka mengawasinya sewaktu ia berjalan ke papan tulis dan mengisikan sedap taruhan.
Walau Carlo tidak mengetahuinya, mereka sudah mendapatkan line itu dan memeriksa pekerjaannya.
Pada minggu pertama bekerja, Carlo melakukan kesalahan dengan memindahkan taruhan ke papan
tulis dan menciptakan impian semua penjudi, membuat "middle". Yaitu, memasang taruhan
padanya kemudian bertaruh melawan tim yang sama pada penjual kupon lain dengan taruhan yang
benar, dan penjudi itu tidak akan pernah kalah. Satu-satunya yang bisa kalah hanyalah penjualan Carlo.
Kesalahan itu menyebabkan kerugian enam ribu dolar seminggu dan mengukuhkan penilaian Don
tentang menantunya tersebut. Ia memerintahkan semua pekerjaan Carlo harus diperiksa.
Biasanya para anggota Keluarga Corleone yang berkedudukan tinggi tidak pernah
memedulikan rincian operasional seperti itu. Sedikitnya ada lima lapis penyekat untuk
mencapai tingkat mereka. Tapi karena penjualan kupon itu digunakan sebagai ujian bagi menantunya,
kegiatan tersebut langsung
berada di bawah pengawasan Tom Hagen, dan kepadanyalah laporan dikirim setiap
hari. Sekarang sesudah line dipasang, para penjudi menyerbu masuk ke ruangan di
belakang toko permen untuk memasang taruhan. Beberapa di antara mereka menggandeng tangan anak-anak
yang masih kecil sambil memandang ke papan tulis. Seorang pria yang memasang taruhan besar
menunduk memandang gadis kecil yang digandengnya, dan bertanya sekadar bergurau, "Mana
yang kaupilih hari ini, Sayang, Giants atau Pirates?" Si gadis kecil, terpesona pada
nama-nama bagus itu, balas bertanya, "Apa Raksasa lebih kuat dari Bajak Laut?"
Ayahnya tertawa. Antrean mulai terbentuk di depan kedua penulis. Sesudah penulis mengisi
formulir, ia merobeknya, membungkus uang yang diterimanya dengan lembaran itu, dan memberikannya kepada
Carlo. Carlo pergi ke pintu belakang ruangan dan naik tangga ke apartemen yang dihuni
keluarga pemilik toko permen. Ia menelepon untuk menyampaikan taruhan ke pusat dan menyimpan uangnya
dalam lemari besi kecil di dinding yang tersembunyi di balik tirai jendela. Lalu ia turun
kembali ke toko permen sesudah membakar lembar taruhan dan membuang abunya di toilet.
Pertandingan hari Minggu baru dimulai pukul 14.00, sesuai peraturan yang
berlaku. Jadi sesudah kelompok penjudi pertama, para kepala keluarga yang setelah memasang taruhan
bergegas pulang untuk mengajak keluarganya ke pantai, datanglah para penjudi bujangan atau
kepala keluarga kejam yang membiarkan keluarganya terpanggang dalam apartemen kota yang panas di hari
Minggu. Petaruh bujangan itu semuanya penjudi kelas berat, mereka bertaruh lebih banyak dan
kembali lagi sekitar pukul 16.00 untuk bertaruh pada pertandingan kedua. Merekalah yang menyebabkan
kegiatan Carlo di hari Minggu begitu padat hingga harus lembur, ditambah orang-orang yang
menelepon dari pantai untuk berusaha membatalkan kekalahan mereka.
Pada pukul 13.30 kedatangan para penjudi mulai berkurang, sehingga Carlo dan
Sally Rags bisa duduk-duduk di luar toko permen dan menghirup udara segar. Mereka menonton
permainan stickball yang dilakukan anak-anak. Mobil polisi melintas. Mereka mengabaikannya.
Penjualan kupon ini mendapat perlindungan besar di daerah ini dan tidak bisa diganggu polisi tingkat
lokal. Penggerebekan hanya bisa diperintahkan dari puncak, dan peringatannya bisa disampaikan cukup


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lama sebelumnya. Coach keluar dan duduk di samping mereka. Mereka mengobrol tentang bisbol dan
perempuan. Carlo berkata sambil tertawa, "Aku terpaksa menggampar istriku lagi hari ini,
memberinya pelajaran tentang siapa yang menjadi bos."
Coach berkata sambil lalu, "Ia besar sekali sekarang, kan?"
"Ahh, aku hanya menampar mukanya beberapa kali," kata Carlo. "Aku tidak sampai
menyakitinya." Ia murung sebentar. "Ia mengira bisa memerintahku, aku tidak tahan itu."
Masih ada beberapa petaruh di sekitar situ, mencari angin, mengobrol tentang
bisbol, dan beberapa di antara mereka duduk-duduk di tangga di atas kedua penulis dan Carlo. Mendadak
anak-anak yang bermain stickball di jalan bubar. Mobil datang dan berdecit berhenti di depan
toko permen. Mobil itu mengerem begitu tiba-tiba sehingga bannya menjerit dan sebelum mobil itu
berhenti, ada laki-laki menghambur ke luar dari tempat pengemudi, bergerak begitu cepat sehingga setiap
orang terpaku di tempat. Laki-laki itu Sonny Corleone.
Mukanya yang bulat seperti muka Cupido, dengan bibir tebal melengkung, bagai
topeng kemarahan yang buruk. Dalam waktu sedetik ia sampai di tangga dan mencengkeram leher Carlo
Rizzi. Ia menyeret Carlo dari teman-temannya, berusaha menyeretnya terus ke jalan, tapi
Carlo mengaitkan lengannya yang besar berotot ke pagar besi dan bertahan. Ia merunduk, berusaha
menyembunyikan kepala dan mukanya ke dalam lekukan bahu. Kemejanya robek di tangan Sonny.
Yang menyusul kemudian sangat mengerikan. Sonny mulai
372 memukuli Carlo yang menunduk takut dengan tinjunya, mengutuknya dengan suara
yang tercekik amarah. Carlo, walaupun badannya besar, tidak memberikan perlawanan, tidak
menjerit minta ampun atau protes. Coach dan Sally Rags tidak berani menengahi. Mereka mengira Sonny
bermaksud membunuh adik iparnya dan tidak ingin mengalami nasib yang sama. Anak-anak yang
tadinya main stickball berkerumun untuk memaki pengemudi yang membuat mereka bubar, tapi
sekarang mereka melihat kejadian itu dengan penuh perhatian dan ngeri. Mereka anak-anak yang
tangguh, tapi melihat kemarahan Sonny seperti itu, mereka terdiam. Sementara itu mobil lain berhenti
di belakang mobil Sonny dan dua pengawal pribadinya melompat turun. Setelah melihat apa yang
terjadi, mereka pun tidak berani ikut campur. Mereka hanya berdiri waspada, siap melindungi
majikannya kalau-kalau ada
penonton yang cukup tolol untuk mencoba menolong Carlo.
Yang membuat pemandangan itu sangat mengerikan adalah Carlo yang menyerah
sepenuhnya, tapi mungkin itulah yang menyelamatkan jiwanya. Ia terus berpegangan pada pagar besi
dengan lengannya sehingga Sonny tidak bisa menyeretnya ke jalan. Dan walaupun jelas sekali bahwa
kekuatan mereka seimbang, Carlo tetap tidak mau melawan. Ia membiarkan hujan tinju mengenai
kepala dan lehernya yang tidak terlindung sampai kemarahan Sonny mereda. Akhirnya, dengan suara
tersengal-sengal, Sonny menunduk memandang Carlo dan berkata, "Dasar bangsat busuk, sekali lagi
kau memukul adikku, kubunuh kau."
Kata-kata itu meredakan ketegangan. Sebab tentu saja kalau Sonny bermaksud
membunuh Carlo, ia tidak akan mengucapkan ancaman itu. Ia mengatakannya karena frustrasi sebab ia
tidak bisa melakukannya. Carlo tidak mau melihat
Sonny. Ia tetap menunduk dan lengannya masih dikaitkan pada pagar besi. Ia terus
dalam keadaan demikian sampai mobil menderu pergi dan mendengar Coach berkata dengan suara
kebapakan, "Oke, Carlo, ayo ke dalam. Ayo kita tinggalkan orang banyak yang menonton ini.'
Baru setelah itulah Carlo berani meninggalkan tempatnya di tangga batu dan
melepaskan pegangan dari pagar besi. Ketika berdiri, ia melihat anak-anak menatap dirinya dengan
pucat pasi, ekspresi orang yang menyaksikan kebiadaban sesama manusia. Ia agak pusing tapi itu lebih
karena guncangan jiwa, rasa takut yang menguasai dirinya. Ia tidak mengalami luka parah walaupun
dihujani pukulan sangat gencar tadi. Carlo membiarkan dirinya dituntun Coach menuju ruang
belakang toko permen dan mengompres mukanya dengan es, yang meskipun tidak luka atau berdarah tapi
penuh memar yang bengkak. Kini rasa takutnya sudah reda dan perasaan terhina yang dirasakannya
membuat perutnya mual sehingga ia ingin muntah. Coach memegangi kepalanya di atas wastafel,
menahan tubuhnya seakan-akan ia mabuk. Lalu ia membantu Carlo menaiki tangga apartemen dan
membaringkannya di salah satu kamar tidur. Carlo tidak pernah menyadari Sally Rags telah
menghilang. Sally Rags berjalan ke Third Avenue dan menelepon Rocco Lampone, melaporkan apa
yang terjadi. Rocco menerima berita itu dengan tenang lalu menghubungi caporegime, Pete
Clemenza. Clemenza menggeram dan berkata, "Ya Tuhan, terkutuklah si Sonny dengan sifat pemarahnya,"
tapi jarinya sudah menekan tuas telepon hingga Rocco tidak mendengar komentarnya.
Clemenza menelepon rumah di Long Beach dan diterima Tom Hagen. Hagen terdiam
sejenak dan berkata, "Kirimkan beberapa anak buahmu dan mobil ke jalan menuju Long
374 Beach secepat mungkin, kalau-kalau Sonny tertahan kemacetan lalu lintas atau
mengalami kecelakaan. Kalau sedang marah seperti itu, ia tidak berpikir jernih. Mungkin
beberapa lawan kita akan mendengar ia ada di kota. Kita tidak tahu apa saja yang bisa terjadi."
Clemenza berkata ragu, "Waktu aku akhirnya bisa mengirim anak buahku ke jalan,
Sonny pasti sudah tiba di rumah. Itu juga berlaku bagi Tattaglia."
"Aku tahu," kata Hagen sabar. "Tapi kalau ada kejadian yang tidak wajar, Sonny
bisa tertahan. Usahakan sebisamu, Pete."
Dengan jengkel Clemenza menghubungi Rocco Lampone dan memerintahkan ia menyebar
beberapa orang dan mobil di jalan menuju Long Beach. Ia sendiri keluar menuju Cadillac
yang sangat disayanginya, dan bersama tiga pengawal yang sekarang bermarkas di rumahnya, ia
meluncur ke Jembatan Atlantic Beach, terus ke arah New York City.
Salah seorang yang berada di sekitar toko permen, penjudi kecil yang dibayar
Keluarga Tattaglia sebagai informan, menelepon kontaknya. Tapi Keluarga Tattaglia tidak siap
menghadapi perang, kontak itu harus melalui jalan yang panjang untuk menembus banyak lapisan
penyekat sebelum akhirnya bisa menghubungi caporegime yang akan menyampaikan berita itu kepada
kepala Keluarga Tattaglia. Pada saat itu Sonny Corleone sudah tiba dengan selamat di kompleks,
di rumah ayahnya di Long Beach, dan akan menghadapi kemurkaan ayahnya.
375 Bab 17 Perang tahun 1947 antara Keluarga Corleone dan Lima Keluarga yang bergabung
melawan mereka terbukti harus dibayar mahal oleh kedua belah pihak. Perang menjadi semakin
rumit akibat tekanan polisi pada setiap orang untuk mengungkap pembunuhan Kapten McCluskey. Para
pejabat operasional Departemen Kepolisian sangat jarang mengabaikan kekuasaan politik yang
melindungi operasi perjudian dan obat bius, tapi dalam persoalan ini para politisi sama tidak
berdayanya dengan pemimpin pasukan yang mengamuk dan menjarah, yang para perwira lapangannya tidak
mau mengikuti perintah. Kurangnya perlindungan ini tidak merugikan Keluarga Corleone
separah musuhmusuhnya. Pendapatan Keluarga Corleone sebagian besar bergantung
pada perjudian, dan mereka
mendapat pukulan keras pada cabang operasi "nomor" atau penjualan kupon taruhan.
Para kurir yang mengambil uang hasil operasi disapu bersih polisi dan biasanya disuruh membayar
denda dulu sebelum dimasukkan ke penjara. Bahkan beberapa "bank" didatangi dan digerebek
sehingga mengalami kerugian finansial yang sangat besar. Para "bankir", kaliber kakap,
mengeluh kepada caporegime, yang meneruskan
keluhan mereka kepada dewan Keluarga. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Para
bankir disuruh menghentikan bisnis. Orang-orang Negro pekerja lepas setempat diperbolehkan
mengambil alih operasi di Harlem, wilayah yang paling makmur. Mereka beroperasi begitu tersebar
sehingga polisi sulit menemukan mereka. Setelah kematian Kapten McCluskey, beberapa surat kabar memuat cerita yang
melibatkannya dengan Sollozzo. Surat-surat kabar itu memuat berbagai berita bahwa McCluskey menerima
sejumlah besar uang tunai tidak lama sebelum kematiannya. Berita-berita itu dipasok Tom Hagen,
ia yang memberikan informasinya. Departemen Kepolisian tidak mau mengonfirmasi atau
membantah beritaberita tersebut, tapi semua berita itu ada pengaruhnya. Dinas
kepolisian menerima kabar melalui
informan, melalui polisi yang disuap Keluarga, bahwa McCluskey penjahat. Bukan
karena ia menerima uang atau upeti yang bersih, itu sama sekali tidak disalahkan. Tapi
karena ia menerima uang kotor yang paling kotoryaitu uang dari pembunuhan dan obat bius. Dan
menurut moralitas kepolisian, itu tidak dapat dimaafkan.
Hagen mengerti bahwa polisi percaya pada hukum dan ketertiban dengan cara yang
sangat polos. Polisi lebih memercayai hukum dan ketertiban daripada publik yang menerima
pengabdiannya. Hukum dan ketertiban, bagaimanapun, merupakan keajaiban yang memberinya
kekuatan, ke-kuataan individu yang disukainya sebagaimana hampir setiap orang menyukai kekuatan
individu. Sekalipun begitu, selalu ada kebencian berkobar-kobar terhadap publik yang diabdi-nya.
Mereka dilindunginya tapi sekaligus juga merupakan mangsanya. Sebagai pihak yang dilindunginya,
mereka tidak tahu berterima kasih, merusak, dan banyak tuntutan. Sedangkan sebagai mangsa, mereka
licin dan berbahaya, penuh tipu muslihat. Begitu seseorang berada dalam cengkeraman polisi, mekanisme
masyarakat yang dibela polisi mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya untuk merampas hadiahnya.
Politisi ikut campur. Hakim menjatuhkan hukuman ringan yang ditangguhkan pelaksanaannya kepada
para bajingan yang paling buruk. Gubernur Negara Bagian dan Presiden Amerika Serikat
sendiri memberikan pengampunan penuh, itu pun kalau para ahli hukum yang terhormat belum
memenangkan pembebasan baginya. Sesudah beberapa waktu polisi pun belajar. Kenapa ia tidak
menerima saja upah yang dibayarkan penjahat" Ia lebih membutuhkannya. Anak-anaknya, kenapa mereka
tidak boleh masuk perguruan tinggi" Kenapa istrinya tidak bisa berbelanja di tempat-tempat
yang lebih mahal" Kenapa ia sendiri tidak boleh berjemur di Florida selama liburan musim dingin"
Bagaimana pun, ia yang mempertaruhkan nyawa dan itu bukanlah lelucon.
Tapi biasanya polisi punya batas terhadap penerimaan uang kotor. Ia mau menerima
uang untuk membiarkan penjual kupon taruhan menjalankan operasi. Ia mau menerima uang dari
orang yang tidak ingin ditilang karena salah parkir atau ngebut. Ia akan mengizinkan gadis
panggilan dan pelacur bekerjadengan syarat. Semua itu kelemahan wajar orang. Tapi biasanya ia tidak
mau menerima uang suap untuk narkotika, perampokan bersenjata, perkosaan, pembunuhan, dan berbagai
kekejaman lain. Menurutnya, semua itu menyerang inti otoritas pribadinya dan tidak bisa
ditolerir. Pembunuhan kapten polisi bisa disamakan dengan pembunuhan raja. Tapi sesudah
ketahuan bahwa McCluskey terbunuh sewaktu bersama pengedar narkotika yang terkenal busuk,
sesudah ia dicurigai berkomplot untuk melakukan
378 pembunuhan, keinginan polisi untuk membalas dendam mulai pudar. Bagaimanapun,
masih ada angsuran rumah yang harus dibayar, mobil yang harus dilunasi, anak-anak yang
harus dilepas ke dunia. Tanpa upeti, polisi harus jungkir balik untuk bisa memenuhi semua
kebutuhan hidup. Penjual tanpa izin bisa memberinya uang makan siang. Denda damai karena salah parkir
digunakan untuk membeli barang-barang kecil. Beberapa polisi yang lebih membutuhkan uang bahkan
memeras para tersangka (kaum homoseks, penyerang, dan penodong) di ruang periksa kantor
polisi. Akhirnya para perwira pun mengendurkan peraturan. Mereka menaikkan harga dan membiarkan
Keluarga-Keluarga beroperasi kembali. Sekali lagi daftar pembayaran diketik agen penghubung di


The God Father Sang Godfather Karya Mario Puzo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kantor polisi, mencatat setiap orang yang bertugas dan berapa bagiannya setiap bulan. Sesuatu yang mirip
ketertiban sosial telah dipulihkan. Hagen-lah yang mengusulkan penggunaan detektif swasta untuk menjaga kamar rumah
sakit Don Corleone. Tentu saja mereka dibantu prajurit-prajurit regime Tessio yang jauh
lebih andal. Tapi Sonny belum puas bahkan dengan semua ini. Pada pertengahan bulan Februari, sesudah Don
bisa dipindahkan tanpa bahaya apa pun, ia diantar ambulans pulang ke rumahnya di kompleks milik
keluarga. Rumahnya direnovasi sehingga kamar tidurnya sekarang lebih mirip kamar rumah
sakit dengan semua peralatan yang dibutuhkan untuk menghadapi keadaan darurat. Perawat direkrut
khusus dan diperiksa lebih dulu, baru setelah itu dipekerjakan dua puluh empat jam sehari. Dan Dokter
Kennedy, dengan dibayar sangat mahal, bersedia dibujuk untuk menjadi dokter di rumah sakit
pribadi ini. Paling tidak
hingga Don bisa ditangani perawat saja.
Kompleks itu sendiri sudah diperkuat sehingga sulit ditembus. Para prajurit
ditempatkan di rumahrumah lain, penyewanya disuruh berlibur panjang ke kampung
halaman di Italia, semua biaya
ditanggung. Freddie Corleone dikirim ke Las Vegas untuk memulihkan kesehatannya sekaligus
menjajaki lahan operasi Keluarga di kompleks hotel-kasino mewah yang bermunculan. Las Vegas
bagian dari kerajaan Pantai Barat yang masih netral dan Don yang menguasai kerajaan itu menjamin
keselamatan Freddie di sana. Lima Keluarga New York tidak berniat menambah musuh dengan pergi ke Las
Vegas untuk memburu Freddie Corleone. Mereka sudah menghadapi cukup banyak kesulitan di New
York. Dr. Kennedy melarang pembicaraan bisnis apa pun di hadapan Don. Tapi larangan
ini sama sekali tidak dipatuhi. Don berkeras rapat dewan perang diselenggarakan di kamarnya.
Sonny, Tom Hagen, Pete Clemen2a, dan Tessio berkumpul di sana tepat pada malam pertama kepulangan
Don. Don Corleone masih terlalu lemah untuk bicara banyak, tapi ia ingin mendengarkan
dan menggunakan hak vetonya. Setelah dijelaskan bahwa Freddie dikirim ke Las Vegas untuk
mempelajari bisnis judi kasino, ia mengangguk setuju. Lalu ia mengetahui Bruno Tattaglia dibunuh orang
kunci keluarga Corleone, dan ia pun menggeleng sambil menghela napas. Tapi yang paling
membuatnya tertekan adalah mengetahui Michael membunuh Sollozzo dan Kapten McCluskey, lalu terpaksa
dilarikan ke Sisilia. Begitu mendengarnya, ia memberi isyarat agar mereka keluar dan
melanjutkan konferensi di
ruang sudut yang dijadikan perpustakaan hukum.
Sonny Corleone duduk santai di kursi besar berlengan di
belakang meja tulis. "Kurasa sebaiknya kita biarkan ayahku tenang dulu selama
dua minggu, sampai dokter mengatakan ia boleh menjalankan bisnis." Ia terdiam sejenak. "Aku ingin
semua lancar lagi sebelum kondisinya membaik. Kita sudah mendapat lampu hijau dari polisi untuk
beroperasi. Yang pertama harus kita jalankan adalah bank-bank di Harlem. Bocah-bocah kulit hitam
di sana sudah berpesta pora, sekarang kita harus mengambil alih kembali. Mereka mengacaukan
pekerjaan tapi tidak apa, mereka biasa begitu kalau melakukan apa saja. Banyak agen mereka yang tidak
mau membayar pemenang. Mereka mengendarai Cadillac dan mengatakan pada para pemain bahwa
mereka harus menunggu uang mereka atau mungkin hanya membayar separo kemenangan mereka.
Kuminta tidak ada agen yang tampak kaya di mata para pemain. Aku tidak ingin mereka berpakaian
terlalu mewah. Aku tidak ingin mereka naik mobil baru. Aku tidak ingin mereka ingkar membayar
pemenang. Dan aku tidak ingin para tenaga lepas terus menangani bisnis ini, mereka membuat
nama kita buruk. Tom, segera lakukan proyek itu. Segala yang lainnya akan mengikuti begitu kau
mengirim berita bahwa sudah tidak ada lagi rintangan."
Hagen berkata, "Ada beberapa bocah yang sangat tangguh di Harlem. Mereka sudah
mencicipi rasa uang banyak. Mereka tidak mau kembali menjadi pesuruh atau pembantu bankir
lagi." Sonny mengangkat bahu. "Serahkan saja mereka pada Clemenza. Itu tugasnya,
membereskan mereka."
Clemenza berkata pada Hagen, "Tidak masalah."
Tessio-lah yang mengemukakan masalah paling penting. Begitu kita mulai
beroperasi, kelima Keluarga akan mulai menyerbu. Mereka akan menyerang bankir kita di Harlem
dan penjual kupon kita di East Side. Mereka mungkin bahkan akan berusaha
menimbulkan kesulitan di pusat industri pakaian jadi yang kita dukung. Perang ini akan memakan biaya
sangat banyak." "Mereka mungkin tidak akan berbuat begitu," Sonny menukas. "Mereka tahu kita
akan langsung balas menyerang. Aku sudah mengirim orang untuk menjajaki kemungkinan perdamaian dan
mungkin kita bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan membayar ganti rugi atas putra
Tattaglia." Hagen berkata, "Kau tidak akan dipedulikan dalam perundingan itu. Mereka
kehilangan banyak uang selama beberapa bulan terakhir dan mereka menimpakan kesalahan pada kita. Dan
itu memang sudah selayaknya. Kurasa yang mereka inginkan sekarang hanyalah agar kita menyetujui
ikut dalam perdagangan narkotika, menggunakan pengaruh keluarga kita di bidang politik.
Dengan kata lain, transaksi Sollozzo tanpa Sollozzo. Tapi mereka tidak akan menyinggung masalah
itu sebelum menyakiti kita dengan pertempuran. Lalu sesudah kita melunak, mereka pasti
menganggap kita akan mau mendengarkan usul mereka mengenai narkotika."
Sonny berkata ketus, "Tidak ada pembahasan soal narkotika. Don mengatakan tidak
dan akan tetap tidak sampai ia sendiri mengubahnya."
Hagen menimpali dengan cepat, "Kalau begitu kita menghadapi masalah taktis. Uang
Darah Dan Cinta Di Kota Medang 10 Pendekar Naga Putih 60 Goa Larangan Simbol Yang Hilang 9

Cari Blog Ini