Vampire Academy Karya Richelle Mead Bagian 2
Budaya kejam itu akhirnya membuat Lissa muak. Gadis itu memiliki sifat terbuka dan baik hati sifat yang kusukai dan aku benci melihatnya kesal serta tertekan akibat segala macam permainan bangsawan tersebut. Sejak kecelakaan itu, Lissa semakin rapuh; dan lebih baik tidak pergi ke pesta-pesta daripada melihatnya terluka.
Baiklah kalau begitu, akhirnya aku berkata. Kita lihat saja nanti. Kalau ada sesuatu yang salah apa pun itu kita langsung pergi. Tanpa bantahan apa pun.
Lissa mengangguk. Rose" Kami berdua langsung mendongak ketika melihat sosok Dimitri yang menjulang. Kuharap dia tidak mendengar obrolan kami tadi.
Kau terlambat untuk latihan, kata Dimitri tanpa ekspresi. Saat melihat Lissa, dia mengangguk dengan sopan. Putri.
Saat berjalan pergi bersama Dimitri, aku mengkhawatirkan Lissa dan bertanya-tanya apakah tetap tinggal di sini merupakan keputusan yang benar. Aku t
idak merasakan sesuatu yang mencurigakan melalui ikatan batin kami, tapi emosi Lissa mencuat ke mana-mana. Kebingungan. Nostalgia. Ketakutan. Pengharapan. Perasaan-perasaan itu membanjiriku dengan deras.
Aku merasakan tarikannya tepat sebelum hal itu terjadi. Rasanya persis dengan saat di pesawat: emosi Lissa semakin kuat hingga akhirnya menyedotku ke dalam kepalanya sebelum aku bisa mencegahnya. Sekarang aku bisa melihat dan merasakan apa yang sedang dilakukan gadis itu.
Lissa sedang berjalan perlahan mengitari aula bersama, menuju kapel Ortodoks Rusia kecil yang melayani sebagian besar kebutuhan religius sekolah ini. Lissa selalu menghadiri misa secara teratur. Sedangkan aku tidak.
Aku sudah punya kesepakatan dengan Tuhan. Aku setuju untuk menyakini-Nya hampir selama Dia membiarkan aku tidur terus selama hari Minggu. Namun, saat Lissa masuk ke dalam, aku bisa merasakan bahwa dia bukan ke sana untuk berdoa. Ada tujuan lain yang tidak kuketahui. Lissa melirik ke sekeliling, memastikan di dekatnya tidak ada pendeta maupun orang lain yang sedang berdoa. Tempat itu kosong.
Lissa menyelinap melalui pintu yang ada di bagian belakang kapel, dan menaiki tangga sempit yang sudah reyot menuju loteng. Lotengnya gelap dan berdebu. Satu-satunya cahaya di ruangan itu berasal dari jendela kaca patri besar yang mengubah cahaya pucat matahari terbit hingga terlihat bagaikan batu permata mungil aneka warna yang berserakan di lantai.
Hingga saat itu aku tidak tahu bahwa ruangan tersebut merupakan tempat pelarian Lissa. Namun, aku bisa merasakannya sekarang, merasakan kenangan Lissa mengenai kebiasaannya melarikan diri ke tempat ini untuk menyendiri dan berpikir. Kecemasan Lissa sedikit demi sedikit berkurang saat berada di dalam ruangan yang terasa akrab untuknya. Lissa duduk di ambang jendela dan menyandarkan kepala pada salah satu sisinya. Selama beberapa saat dia terbuai oleh keheningan dan cahaya di sana.
Kaum Moroi sanggup menghadapi sedikit cahaya matahari, tidak seperti Strigoi, tapi mereka harus membatasi jumlah paparan cahaya tersebut. Dengan duduk di tempat ini, Lissa nyaris bisa berpura-pura dirinya sedang berada di bawah terpaan sinar matahari, terlindung oleh kaca yang memudarkan cahaya tersebut.
Bernapas, bernapas saja dengan tenang, Lissa memerintah dirinya sendiri. Semuanya akan baik-baik saja. Rose akan mengatasi semuanya.
Lissa memercayaiku sepenuh hati seperti biasanya dan merasa lebih tenang.
Kemudian, ada suatu suara rendah yang terdengar dari dalam kegelapan.
Kau boleh memiliki Akademi ini, tapi kau tak bisa memiliki tempat duduk di jendela.
Lissa langsung melompat berdiri, jantungnya berdebar-debar. Aku merasakan kecemasannya, dan detak jantungku sendiri pun ikut bertambah cepat. Siapa itu"
Sesaat kemudian, sebuah sosok muncul dari belakang tumpukan peti kayu, yang memang berada di luar jarak pandang Lissa. Sosok itu melangkah maju, dan di bawah cahaya yang suram, dia terlihat familier. Rambut hitam acak-acakan. Mata biru pucat. Seringai sinis yang terus-menerus menghiasi wajahnya. Christian Ozera.
Jangan takut, kata Christian. Aku takkan menggigit. Well, setidaknya tidak seperti yang kautakutkan. Christian tergelak oleh leluconnya sendiri.
Lissa tidak menganggapnya lucu. Dia sudah melupakan Christian sepenuhnya. Begitu pula denganku.
Tidak peduli apa yang terjadi di dalam dunia kami, beberapa kebenaran mendasar mengenai vampir tetaplah sama. Moroi itu hidup; Strigoi itu mayat hidup. Moroi adalah makhluk fana; Strigoi adalah makhluk abadi. Moroi dilahirkan; Strigoi dibuat.
Dan ada dua macam cara untuk membuat seseorang menjadi Strigoi. Strigoi bisa mengubah manusia, dhampir, atau Moroi hanya dengan sebuah gigitan. Kaum Moroi yang tergoda oleh janji keabadian bisa menjadi Strigoi atas pilihannya sendiri jika mereka dengan sengaja membunuh orang lain di saat makan. Melakukan hal tersebut dianggap sebagai kejahatan dan merupakan bagian dari kegelapan, dosa terbesar tidak hanya menentang gaya hidup kaum Moroi, tapi juga menentang hukum alam. Moroi yang memilih jalan gelap ini akan kehilangan kemampuan mereka m
enggunakan sihir elemental serta kekuatan lain atas dunia. Karena itulah mereka tidak bisa terkena sinar matahari lagi. Inilah yang terjadi pada orangtua Christian. Orangtuanya adalah Strigoi.
BAB LIMA ATAU LEBIH TEPATNYA, DULU ORANGTUANYA ADALAH Strigoi. Satu pasukan pengawal memburu dan membunuh mereka. Jika kabar burung yang beredar memang benar, Christian yang saat itu masih kecil, menyaksikan semuanya. Dan meskipun cowok itu bukan Strigoi, orang-orang beranggapan dia memiliki kecenderungan ke arah sana, terutama jika melihat pakaiannya yang selalu berwarna hitam dan kebiasaannya menyendiri.
Strigoi atau bukan, aku tidak memercayai cowok itu. Dia brengsek. Diam-diam aku berteriak pada Lissa agar cepat-cepat pergi dari sana (bukan berarti teriakanku ini ada gunanya). Ikatan batin satu-arah sialan.
Apa yang kaulakukan di sini" tanya Lissa.
Tentu saja aku sedang melihat-lihat pemandangan yang ada di dalam sini. Kursi yang ditutupi kain terpal itu terlihat sangat cantik pada saat-saat seperti sekarang. Di sebelah sana, kita memiliki kardus tua yang dipenuhi karya tulis St. Vladimir yang diberkahi dan juga sinting. Dan jangan lupakan meja tak berkaki yang indah di pojok sana.
Terserah. Lissa memutar bola mata dan beranjak menuju pintu keluar, tapi Christian menghalangi jalannya.
Well, bagaimana dengan-mu" tantang Christian. Kenapa kau ada di atas sini" Apa tak ada pesta yang harus kaudatangi, atau kehidupan yang harus kauhancurkan"
Percikan gairah Lissa yang dulu mulai kembali. Wow, lucu sekali. Apa sekarang aku dianggap sebagai alat pembuktian diri" Mencari tahu apakah kau bisa membuat Lissa marah untuk membuktikan betapa kerennya dirimu" Tadi ada seorang cewek yang bahkan tidak kukenal berteriak padaku, dan sekarang aku harus menghadapimu juga" Apa yang harus kulakukan supaya bisa sendirian tanpa diganggu"
Oh. Jadi kau ke sini untuk alasan itu. Untuk melakukan pesta mengasihani diri sendiri.
Ini bukan lelucon. Aku serius. Aku tahu kalau Lissa mulai marah, dan amarahnya itu mengalahkan rasa tertekannya.
Christian mengedikkan bahu lalu bersandar dengan santai pada dinding yang miring. Aku juga serius. Aku suka pesta mengasihani diri. Kuharap tadi aku membawa topi pesta. Kau ingin bersedih mengenai apa" Bagaimana membuat dirimu populer dan dicintai lagi hanya dalam satu hari" Bagaimana kau terpaksa menunggu beberapa minggu sampai Hollister bisa mengirimkan beberapa potong baju baru" Kalau kau membayar biaya pengiriman kilat, mungkin tidak terlalu lama.
Biarkan aku pergi dari sini, kata Lissa marah, kali ini sambil mendorong Christian ke samping.
Tunggu, kata cowok itu saat Lissa tiba di depan pintu. Nada sarkasme sudah tidak terdengar dalam suaranya lagi. Apa & em, seperti apa rasanya"
Apa yang rasanya seperti apa" bentak Lissa.
Berada di luar sana. Jauh dari Akademi.
Lissa ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, terbujuk oleh usaha Christian yang terkesan tulus dalam memulai obrolan.
Sangat menyenangkan. Tidak ada yang mengenaliku. Aku hanyalah wajah tak dikenal. Bukan Moroi. Bukan bangsawan. Bukan siapa-siapa. Lissa menunduk menatap lantai. Di sini semua orang merasa mengenal siapa diriku yang sesungguhnya.
Yeah. Memang agak sulit untuk melupakan masa lalumu, kata Christian pahit.
Saat itu terpikir oleh Lissa dan otomatis olehku juga betapa sulitnya menjadi Christian. Orang-orang sering memperlakukan cowok itu seakan-akan dia tidak ada di sana. Seakan-akan dia hantu. Mereka tidak pernah bicara padanya ataupun membicarakannya. Mereka tidak menyadari keberadaannya. Aib mengenai kejahatan orangtua Christian terlalu kuat, sehingga menyapukan bayangan gelap terhadap seluruh anggota keluarga Ozera.
Meskipun begitu, cowok itu sudah membuat Lissa kesal, dan Lissa tidak berniat mengasihaninya.
Tunggu sekarang pesta ini sudah berganti menjadi pesta mengasihani dirimu"
Christian tertawa, nyaris menyetujui ucapan Lissa. Ruangan ini sudah menjadi tempat pesta mengasihani diriku selama satu tahun.
Maaf, kata Lissa ketus. Aku sudah biasa kemari sebelum pergi meninggalkan sekolah ini. Aku punya
hak yang lebih lama di tempat ini.
Hak penghuni liar. Lagi pula, aku harus berada di dekat kapel sesering mungkin supaya orang-orang tahu aku tidak berubah menjadi Strigoi & setidaknya belum. Lagi-lagi, nada pahit terdengar dari suara Christian.
Aku selalu melihatmu saat misa. Apa itu satu-satunya alasan kau menghadirinya" Agar terlihat baik" Strigoi tidak bisa memasuki daerah suci. Bisa dikatakan sebagai hal yang termasuk dalam pendosa-melawan-dunia.
Tentu saja, kata Christian. Untuk apa lagi aku ikut misa" Demi kebaikan jiwa"
Terserah katamu, kata Lissa, dia jelas-jelas memiliki opini tersendiri. Kalau begitu aku takkan mengganggumu.
Tunggu, kata Christian. Sepertinya dia tidak ingin Lissa pergi.
Aku akan membuat kesepakatan denganmu. Kau bisa tetap memakai tempat ini jika memberitahuku satu hal.
Apa" Lissa melirik cowok itu.
Christian mencondongkan tubuh. Dari semua kabar burung yang kudengar mengenai dirimu hari ini dan percayalah, aku mendengar banyak sekali kabar burung, meskipun tak seorang pun mengatakannya padaku secara langsung ada satu kabar yang tidak banyak disebut-sebut. Mereka membahas semua masalah lain: mengapa kau meninggalkan tempat ini, mengapa kau kembali, masalah spesialisasi, apa yang dikatakan Rose pada Mia, bla, bla, bla. Dan di antara semua berita itu, tak ada seorang pun, tak seorang pun mempertanyakan soal kisah bodoh yang diceritakan oleh Rose mengenai manusia rendahan yang membiarkanmu meminum darah mereka.
Lissa memalingkan wajah, dan aku bisa merasakan pipinya mulai membara. Itu tidak bodoh. Dan itu bukan sebuah kisah.
Christian tertawa pelan. Aku pernah tinggal bersama manusia. Aku dan bibiku pergi jauh setelah orangtuaku & meninggal. Mendapatkan darah tidak semudah itu. Saat Lissa tidak menjawabnya, Christian tertawa lagi. Orang itu adalah Rose, ya kan" Dia yang menyediakan darah untukmu.
Ketakutan baru terpancar dari diri Lissa, juga dari diriku. Tak seorang pun di sekolah yang boleh mengetahui hal itu. Kirova dan para pengawal yang memergoki kami mengetahuinya, tapi mereka merahasiakannya.
Well. Kalau itu bukan sebuah persahabatan, maka aku tak tahu lagi apa namanya, kata Christian.
Kau tak boleh bilang pada siapa pun, kata Lissa spontan.
Tepat seperti yang kami butuhkan. Mengingatkanku bahwa para donor merupakan pecandu gigitan vampir. Kami menerima hal itu sebagai bagian dari hidup, tapi masih memandangnya dengan remeh. Untuk orang lain terutama seorang dhampir membiarkan seorang Moroi meminum darahmu termasuk, well, hina. Bahkan, salah satu hal paling cabul, atau bisa dibilang hal porno yang sanggup dilakukan seorang dhampir adalah dengan membiarkan seorang Moroi meminum darahnya saat mereka sedang bercinta.
Tentu saja aku dan Lissa tidak bercinta, tapi kami berdua sama-sama tahu apa yang akan dipikirkan orang lain jika mereka tahu aku memberikan darah untuknya.
Jangan bilang siapa-siapa, ulang Lissa.
Christian memasukkan tangan ke saku mantel dan duduk di salah satu peti kayu. Memangnya aku mau bilang pada siapa" Dengar, duduklah di ambang jendela. Kau bisa duduk di sana hari ini dan berada di sini sebentar. Kalau kau sudah tidak takut padaku lagi.
Lissa ragu-ragu, mempertimbangkannya. Christian terlihat kelam dan masam, bibirnya tertekuk membentuk seringai yang seolah menyatakan dirinya adalah pemberontak. Namun dia tidak terlihat terlalu berbahaya. Cowok itu tidak terlihat seperti Strigoi. Dengan waspada, Lissa duduk lagi di ambang jendela, tanpa sadar menggosok-gosok lengan untuk mengusir rasa dingin.
Christian mengamatinya, dan sesaat kemudian, udaranya langsung menghangat.
Lissa menatap mata cowok itu lalu tersenyum, terkejut karena baru menyadari betapa biru matanya. Kau mengambil spesialisasi api"
Christian mengangguk dan menarik sebuah kursi reyot. Sekarang kita mendapatkan akomodasi yang mewah.
Aku tersentak dari gambaran tersebut.
Rose" Rose" Aku mengedipkan mata, dan memusatkan pandangan pada wajah Dimitri. Dia sedang membungkuk ke arahku, kedua tangannya menggenggam pundakku. Aku sudah berhenti berjalan, kami berdiri di tengah a
lun-alun yang memisahkan bangunan sekolah atas.
Apa kau baik-baik saja"
Aku & yeah, aku tadi sedang & aku tadi sedang bersama Lissa & Aku menyentuh kening. Baru kali ini aku merasakannya selama dan sejelas itu. Aku tadi ada di dalam kepala Lissa.
Di dalam & kepalanya"
Yeah. Ini termasuk bagian dari ikatan batin kami. Aku tidak ingin menjelaskannya lebih lanjut.
Apa dia baik-baik saja"
Yeah, dia & Aku ragu-ragu. Apakah Lissa baik-baik saja" Christian Ozera baru saja mengundang Lissa untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak bagus. Ada perbedaan antara berbaur tanpa menarik perhatian dengan berpaling pada kegelapan . Namun perasaan yang berdengung melalui ikatan di antara kami tidak lagi memancarkan rasa takut atau marah. Lissa merasa nyaman, meskipun masih agak gugup. Lissa tidak dalam bahaya, akhirnya aku berkata. Kuharap.
Apa kau bisa melanjutkan jalan lagi"
Petarung tegas dan tangguh yang tadi kutemui menghilang hanya sesaat dan Dimitri benar-benar terlihat peduli. Sungguh-sungguh peduli. Tatapannya membuat sesuatu di dalam tubuhku bergetar tentu saja itu konyol. Aku tak punya alasan untuk merasa konyol, hanya karena laki-laki itu terlalu tampan demi keuntungannya sendiri. Lagi pula, Dimitri adalah seorang dewa yang antisosial begitulah menurut cerita Mason. Seseorang yang sepantasnya akan meninggalkan aku dalam semua jenis rasa sakit.
Yeah. Aku baik-baik saja.
Aku masuk ke ruang ganti gedung olahraga, dan berganti pakaian. Mengenakan baju olahraga yang diberikan oleh seseorang yang akhirnya teringat untuk menyerahkannya padaku setelah seharian berlatih dengan mengenakan celana jins dan kaus. Menjijikkan. Aku resah saat mengingat Lissa sedang menghabiskan waktu bersama Christian. Namun aku menyingkirkan pikiran itu jauh-jauh, ketika otot-ototku mengeluh, tidak ingin menjalani latihan lagi untuk hari ini.
Jadi, aku menyarankan Dimitri agar dia membiarkan aku libur latihan kali ini.
Dimitri tertawa, dan aku cukup yakin bahwa dia menertawakan aku, bukan tertawa bersamaku.
Apanya yang lucu" Oh, kata Dimitri, senyumnya menghilang. Kau serius.
Tentu saja aku serius! Dengar, secara teknis aku sudah terjaga selama dua hari. Kenapa kita harus memulai latihan ini sekarang" Biarkan aku tidur, rengekku. Satu jam saja.
Dimitri melipat tangan di depan dada dan menunduk menatapku. Kepedulian yang tadi ditunjukkannya menghilang. Sekarang dia sangat serius, memperlihatkan kasih sayang yang tegas. Apa yang kaurasakan sekarang" Setelah latihan yang kaulakukan sejauh ini"
Tubuhku sakit sekali. Besok kau akan merasa lebih buruk.
Jadi" Jadi, lebih baik terus berlatih selama kau masih merasa & tidak terlalu parah.
Logika macam apa itu" tuntutku.
Namun aku tidak memprotes saat Dimitri mengajakku ke ruang angkat beban.
Setelah menunjukkan alat dan gerakan yang harus kulakukan, dia duduk berselonjor di sudut sambil membaca novel Western yang sudah kumal. Dewa yang hebat.
Saat aku selesai, Dimitri berdiri di sampingku dan menunjukkan beberapa gerakan peregangan untuk mendinginkan suhu tubuh.
Bagaimana kau bisa menjadi pengawal Lissa" tanyaku. Beberapa tahun lalu kau tidak ada di sini. Apa kau pernah belajar di sekolah ini"
Dimitri tidak langsung menjawab. Aku punya firasat kalau dia jarang membicarakan dirinya sendiri. Tidak. Aku belajar di sekolah yang ada di Siberia.
Whoa. Itu pasti satu-satunya tempat yang lebih buruk daripada Montana.
Ada sebuah kilatan mungkin dia merasa terhibur yang terpancar pada kedua mata Dimitri, tapi dia tidak menanggapi lelucon itu. Setelah lulus, aku menjadi pengawal untuk seorang bangsawan Zeklos. Dia terbunuh baru-baru ini. Senyum Dimitri menghilang, wajahnya terlihat semakin kelam. Mereka mengirimku ke sini karena butuh tambahan orang. Saat sang putri muncul, mereka menugaskan aku untuk menjaganya karena aku memang sudah ada di sini. Namun, bukan berarti hal itu ada pengaruhnya sampai dia meninggalkan kampus.
Aku memikirkan apa yang dikatakan Dimitri barusan. Ada Strigoi yang membunuh laki-laki yang seharusnya dijaganya" Apakah bangsawan itu meninggal saat ka
u mengawalnya" Tidak, dia bersama pengawal lain. Aku sedang cuti.
Dimitri langsung terdiam, tampak jelas kalau pikirannya ada di tempat lain. Kaum Moroi mengharapkan banyak hal dari kami, tapi mereka juga menyadari kalau para pengawal kurang lebih hanyalah manusia biasa. Jadi, para pengawal mendapat bayaran dan waktu libur seperti yang didapatkan dalam pekerjaan lain. Beberapa pengawal yang sangat berdedikasi seperti ibuku menolak hak berlibur, dan bersumpah tidak akan pernah meninggalkan Moroi yang menjadi tanggung jawabnya. Jika melihat Dimitri sekarang, aku punya firasat kalau dia akan berubah menjadi pengawal seperti itu. Seharusnya Dimitri tidak menyalahkan diri sendiri atas kematian laki-laki itu, karena dia sedang menjalani cuti resmi. Meskipun begitu, mungkin saja dia tetap menyalahkan diri. Aku juga akan menyalahkan diriku sendiri jika sesuatu terjadi pada Lissa.
Hei, aku berkata, tiba-tiba merasa ingin menghiburnya, apa kau ikut membantu dalam rencana pemulangan kami" Karena rencananya cukup hebat. Dengan kekuatan fisik dan semua yang kalian lakukan itu.
Dimitri mengangkat sebelah alisnya. Keren. Aku selalu berharap diriku bisa melakukannya. Apa kau memujiku"
Well, itu jauh lebih baik daripada usaha mereka yang terakhir.
Yang terakhir" Yeah. Di Chicago. Dengan sekumpulan psi-hound.
Ini pertama kalinya kami menemukanmu. Di Portland.
Aku berhenti melakukan peregangan, lalu duduk dan menyilangkan kaki. Em, kurasa aku tidak mengkhayalkan bertemu psi-hound. Memangnya siapa lagi yang mengirimkan binatang-binatang itu" Mereka hanya patuh pada Moroi, kau tahu. Mungkin tak ada yang memberitahumu soal itu.
Mungkin, kata Dimitri sambil lalu. Bisa kulihat kalau dia tidak memercayai ucapanku.
Setelah latihan berakhir aku kembali ke asrama novis. Para Moroi tinggal di sisi lain alun-alun, lebih dekat ke aula bersama. Pengaturan tempat tinggal ini sebagian dilakukan berdasarkan kenyamanan. Dengan ditempatkan di sini, para novis menjadi lebih dekat dengan ruang olahraga dan halaman latihan. Namun, kami juga tinggal di tempat yang terpisah untuk menyesuaikan perbedaan gaya hidup antara Moroi dan dhampir. Asrama mereka nyaris tidak memiliki jendela, selain jendela yang dicat sehingga memudarkan cahaya matahari. Mereka juga memiliki bagian khusus tempat para donor selalu siap siaga. Sementara itu asrama para novis dibangun dengan gaya yang lebih terbuka, sehingga memungkinkan lebih banyak cahaya masuk.
Aku punya kamar sendiri karena novis jumlahnya sedikit, terutama yang perempuan. Kamar yang mereka berikan padaku kecil dan kosong, dengan sebuah ranjang ukuran twin dan sebuah meja yang dilengkapi komputer. Barang-barangku sudah dikirim dari Portland dan sekarang tersimpan di dalam kardus. Aku mengobrak-abrik isinya, mencari kaus untuk dipakai tidur. Saat melakukannya, aku menemukan dua buah foto, salah satunya adalah fotoku dan Lissa di sebuah pertandingan football di Portland, sedangkan yang satunya adalah foto yang diambil saat aku berlibur bersama keluarganya satu tahun sebelum kecelakaan itu terjadi.
Aku meletakkan kedua foto tadi di atas meja dan menyalakan komputer. Seseorang dari bagian teknologi sudah sangat membantu dengan memberikan selembar instruksi mengenai cara untuk memperbarui alamat e-mail dan membuat password. Aku melakukan keduanya, dan merasa bahagia karena tidak ada yang menyadari bahwa hal ini akan memberiku jalan untuk bisa berkomunikasi dengan Lissa. Aku merasa terlalu lelah untuk menulis pesan padanya, dan baru saja hendak mematikan komputer saat menyadari ada sebuah e-mail yang masuk. Dari Janine Hathaway. Pesannya singkat:
Aku senang kau sudah kembali. Apa yang kaulakukan itu tidak bisa dimaafkan.
Aku juga mencintaimu, Mom, gumamku seraya mematikan komputer.
Kemudian aku beranjak ke tempat tidur, dan sudah terlelap bahkan sebelum kepalaku menyentuh bantal. Tepat seperti dugaan Dimitri, aku merasa sepuluh kali lipat lebih buruk saat terbangun keesokan paginya. Masih berbaring di ranjang, aku mempertimbangkan untung ruginya melarikan diri. Lalu aku teringat pada tubuhku yang pegal,
dan menyadari bahwa satu-satunya cara untuk mencegahnya terjadi adalah dengan melakukan latihan lagi pagi ini.
Tubuhku yang ngilu membuat latihannya terasa lebih buruk, tapi aku berhasil melakukan latihan sebelum dan setelah pelajaran sekolah bersama Dimitri tanpa kehilangan kesadaran ataupun pingsan.
Saat istirahat, aku mengajak Lissa pergi dari meja Natalie lebih awal dan memberinya ceramah ala Kirova mengenai Christian memarahinya karena membiarkan lelaki itu tahu soal rahasia darah di antara kami. Jika hal itu tersebar, kehidupan sosial kami akan berakhir, dan aku tidak percaya Christian akan tetap merahasiakannya.
Lissa memiliki kecemasan lain.
Kau ada di dalam kepalaku lagi" serunya. Selama itu"
Aku kan tidak sengaja, aku menyanggahnya. Semuanya terjadi begitu saja. Dan inti permasalahannya bukan itu. Berapa lama kau menghabiskan waktu dengan Christian setelahnya"
Tidak terlalu lama. Dan malahan bisa dibilang & menyenangkan.
Well, kau tak boleh melakukannya lagi. Kalau orang-orang tahu kau bergaul dengannya, mereka akan menyalibmu. Aku menatap Lissa dengan cemas. Kau tidak, katakan saja, suka padanya, kan"
Lissa mendengus. Tidak. Tentu saja tidak.
Bagus. Karena kalau kau memang ingin mengejar cinta seorang laki-laki, rebut kembali Aaron. Dia memang membosankan, tapi aman. Sama seperti Natalie. Kenapa ya semua orang yang tidak berbahaya itu payah" Mungkin payah memang definisi dari aman.
Lissa tertawa. Mia akan mencongkel mataku.
Kita bisa mengatasi gadis itu. Lagi pula, Aaron butuh seseorang yang tidak berbelanja di Gap Kids.
Rose, berhentilah mengatakan hal-hal seperti itu.
Aku hanya mengatakan apa yang tidak akan kaukatakan.
Mia hanya setahun lebih muda, kata Lissa sambil tertawa. Aku tak percaya kau berpikir bahwa akulah orang yang akan menyeret kita berdua dalam masalah.
Kami tersenyum sambil berjalan menuju kelas, dan aku menatapnya dari atas ke bawah. Tapi Aaron memang kelihatan cukup hebat, ya kan"
Lissa balas tersenyum dan menghindari tatapanku. Yeah. Cukup hebat.
Ooh. Benar kan" Kau harus merebutnya kembali.
Terserah apa katamu. Aku cukup puas dengan menjadi temannya sekarang.
Teman yang terbiasa memasukkan lidah ke dalam tenggorokan masing-masing.
Lissa memutar bola mata. Baiklah. Aku berhenti menggodanya. Biarkan Aaron tetap tinggal di sekolah anak-anak. Asal kau bisa menghindari Christian. Dia berbahaya.
Kau berlebihan. Dia tidak akan berubah menjadi Strigoi.
Dia pengaruh yang buruk. Lissa tertawa. Menurutmu aku terancam menjadi Strigoi"
Lissa tidak menunggu jawabanku, malahan terus berjalan dan membuka pintu kelas sains kami. Aku berdiri di sana dan mencerna ucapan Lissa dengan gelisah, lalu mengikutinya beberapa saat kemudian. Saat itu, aku melihat aksi kekuasaan bangsawan. Beberapa cowok dengan beberapa cewek yang menonton sambil cekikikan sedang mengolok-olok seorang Moroi culun. Aku tidak terlalu mengenalnya, tapi aku tahu kalau dia miskin dan sudah pasti bukan bangsawan. Beberapa penyiksanya adalah pengguna sihir udara, dan mereka meniup kertas-kertas yang ada di atas meja si culun, sementara dia berusaha untuk menangkapnya.
Insting mendesakku agar melakukan sesuatu mungkin memukuli salah satu pengguna sihir udara itu. Tapi aku tak bisa menantang semua orang yang membuatku kesal untuk berkelahi, dan sudah pasti tidak dengan sekelompok bangsawan terutama saat Lissa tidak boleh menarik perhatian mereka. Jadi, aku hanya menatap dengan jijik saat berjalan menuju mejaku. Lalu ada sebuah tangan yang meraih lenganku. Jesse.
Hei, kataku sambil bercanda. Untungnya Jesse tidak terlibat dalam sesi penyiksaan itu. Singkirkan tanganmu dari tubuhku.
Jesse tersenyum tapi tetap memegang lenganku. Rose, ceritakan pada Paul mengenai perkelahian yang kaumulai saat di kelas Ms. Karp.
Aku memiringkan kepala ke arah Jesse, dan tersenyum penuh canda padanya. Aku memulai banyak perkelahian di kelas Ms. Karp.
Yang melibatkan kepiting hermit. Dan seekor tikus gerbil.
Aku tertawa saat mengingatnya. Oh yeah. Kupikir itu marmut. Aku menjatuhkannya ke dalam tangk
i si kepiting, dan karena keduanya sudah sering berlatih, mereka pun mulai berkelahi.
Paul, cowok yang duduk di dekat kami dan tidak kukenal, ikut tergelak. Ternyata dia baru pindah tahun lalu, dan belum pernah mendengar cerita ini. Siapa yang menang"
Aku menatap Jesse dengan pandangan bertanya. Aku tak ingat. Apa kau ingat"
Tidak. Aku hanya ingat Karp panik. Jesse berpaling pada Paul. Bung, harusnya kau lihat guru sinting itu. Dia selalu berpikir kalau orang-orang mengincarnya dan sering mengoceh soal hal-hal yang tidak masuk akal. Perempuan itu gila. Dia suka berkeliaran di dalam kampus saat orang lain tidur.
Aku tersenyum tipis, seakan-akan menganggapnya sebagi sesuatu yang lucu. Namun, aku malah memikirkan Ms. Karp lagi untuk kedua kalinya dalam dua hari belakangan. Jesse benar Ms. Karp memang sering berjalan-jalan di sekitar kampus saat masih bekerja di sini. Memang agak menyeramkan. Aku pernah bertemu dengannya satu kali tanpa terduga.
Pada waktu di mana seharusnya kami tertidur pulas di kamar masing-masing, aku memanjat keluar melalui jendela asrama untuk menemui beberapa orang. Taktik melarikan diri seperti itu sudah menjadi latihan teratur untukku. Aku sangat hebat dalam melakukannya.
Namun, kali itu aku terjatuh. Kamarku di lantai dua, dan aku kehilangan pegangan saat berada setengah jalan. Dengan putus asa aku menggapai-gapai sesuatu agar bisa menghambat kejatuhanku. Bebatuan bangunan yang kasar menyobek kulitku, menyebabkan sayatan yang tidak kurasakan sakitnya karena terlalu bingung. Aku menghantam tanah berumput, dengan punggung telentang langsung merasa sesak napas.
Buruk sekali, Rosemarie. Seharusnya kau lebih berhati-hati. Para instrukturmu akan sangat kecewa.
Dari balik rambut yang terurai kusut, aku melihat Ms. Karp yang sedang menunduk menatapku, wajahnya tampak geli. Sementara itu, rasa sakit mulai menyerang seluruh tubuhku.
Aku mengabaikannya sebaik mungkin dan berdiri. Berada di kelas bersama Karp Sinting saat dikelilingi murid lain merupakan suatu masalah tersendiri. Namun, berdiri berdua dengannya di luar ruangan merupakan masalah yang sama sekali berbeda. Mata perempuan itu selalu berkilat-kilat mengerikan dan tampak tidak fokus, dan hal itu membuatku merinding.
Selain itu, kemungkinan besar dia akan menyeretku ke hadapan Kirova untuk menjalani detensi. Tetap sangat menakutkan.
Namun, perempuan itu malah tersenyum dan meraih tanganku. Aku tersentak kaget, tapi membiarkannya. Ms. Karp berdecak ketika melihat luka gores pada lenganku. Perempuan itu mempererat genggamannya, dan agak mengernyitkan dahi. Kulitku terasa tergelitik, seakan-akan dilapisi oleh getaran nyaman, dan lukanya pun menutup. Aku merasa pusing selama sesaat. Suhu tubuhku meningkat tajam. Darahnya menghilang, begitu pula dengan rasa sakit yang semula kurasakan pada pinggul dan kakiku.
Aku terkesiap, dan menarik tanganku dari genggamannya. Aku sudah sering melihat sihir Moroi, tapi belum pernah yang seperti ini.
Apa & apa yang kaulakukan"
Ms. Karp tersenyum aneh lagi. Kembalilah ke asramamu, Rose. Di luar sana banyak hal buruk. Kau tak pernah tahu apa yang mengikuti di belakangmu.
Aku masih menatap kedua tanganku. Tapi &.
Aku mendongak menatapnya lagi, dan untuk pertama kalinya aku menyadari bekas luka yang ada di pelipis perempuan itu. Seperti bekas cakaran kuku. Ms. Karp mengerjap. Aku takkan mengadukanmu kalau kau tak mengadukan aku.
Aku kembali ke masa sekarang lagi, merasa gelisah akibat kenangan akan malam yang janggal tersebut. Sementara itu, Jesse sedang memberitahuku mengenai sebuah pesta.
Kau harus menyelinap kabur dari tali kekangmu malam ini. Kami akan pergi ke tempat yang ada di dalam hutan sekitar jam setengah sembilan. Mark punya sedikit ganja.
Aku menghela napas dengan penuh penyesalan. Rasa sesal itu langsung menggantikan kengerian yang kurasakan akibat kenangan akan Ms. Karp. Aku tak bisa kabur dari tali kekang ini. Aku terjebak bersama sipir penjara dari Rusia itu.
Jesse melepas lenganku, terlihat kecewa, lalu menyapukan tangan pada rambutnya yang berwarna perunggu. Yeah. Tidak bisa menghabi
skan waktu bersama Jesse benar-benar sesuatu yang sangat disayangkan. Aku harus menebusnya suatu hari nanti. Apa kau tak bisa pergi melakukan kebaikan" canda Jesse.
Seraya beranjak menuju tempat duduk, aku memberinya senyuman yang kuharap terlihat menggoda. Tentu saja bisa, kataku. Kalau aku benar-benar anak yang baik.
BAB ENAM MESKIPUN MEMBUATKU RESAH, pertemuan Lissa dan Christian justru memberiku suatu gagasan keesokan harinya.
Hei, Kirova mmm, Ms. Kirova. Aku berdiri di depan pintu kantornya, tanpa membuat janji terlebih dahulu. Kirova mendongak dari kertas kerjanya, jelas-jelas terlihat kesal saat melihatku.
Ya, Miss Hathaway" Apa status tahanan rumah membuatku tak bisa pergi ke gereja"
Apa kaubilang" Waktu itu kau bilang kapan pun aku tidak ada kelas atau latihan, aku harus tetap tinggal di asrama. Tapi bagaimana dengan pergi ke gereja pada hari Minggu" Kurasa tidak adil jika kau menghalangiku dari & em, kebutuhan religius. Atau mengurangi kesempatanku tak peduli betapa singkat dan membosankan untuk menghabiskan waktu bersama Lissa.
Kirova mendorong kacamatanya ke pangkal hidung. Aku tidak tahu kalau kau punya kebutuhan religius.
Aku menemukan Tuhan selama aku pergi dari tempat ini.
Bukankah ibumu ateis" tanya Kirova dengan skeptis.
Dan ayahku kemungkinan seorang Muslim. Tapi aku sudah memilih jalan hidupku sendiri. Kau seharusnya tidak menghalangiku.
Kirova membuat suara yang terdengar seperti dengusan. Tidak, Ms. Hathaway, aku tidak boleh menghalangimu. Baiklah. Kau boleh menghadiri misa pada hari Minggu.
Namun, kemenangan itu hanya bertahan sebentar, karena saat kudatangi beberapa hari kemudian, gereja masih sepayah yang kuingat dulu. Meskipun begitu, aku memang duduk di samping Lissa, yang membuatku merasa berhasil melakukan sesuatu. Sebenarnya aku menghabiskan sebagian besar waktu dengan memperhatikan orang-orang. Gereja tidak diwajibkan bagi para murid, tapi dengan banyaknya keluarga yang berasal dari Eropa Timur, maka banyak murid yang beragama Kristen Ortodoks Timur. Dan mereka menghadiri misa entah karena memang meyakininya atau karena dipaksa orangtua mereka.
Christian duduk di lorong seberang, berpura-pura suci seperti yang dikatakannya. Meskipun aku tidak menyukai cowok itu, keyakinan palsunya tetap membuatku tersenyum. Dimitri duduk di belakang, wajahnya terlihat muram, dan sama sepertiku, dia juga tidak mengambil komuni. Meskipun wajahnya terlihat sangat serius, aku penasaran apa dia bahkan mendengarkan kebaktiannya. Aku sendiri kadang mendengarkan, kadang tidak.
Mengikuti jalan Tuhan tidak pernah mudah, pendetanya berkata. Bahkan St. Vladimir, santo pelindung sekolah ini, pernah mengalami kesulitan. St. Vladimir memiliki roh yang kaya hingga orang-orang berkerumun di dekatnya, bahagia hanya karena mendengarkan ucapannya dan berada di dekatnya. Saking hebatnya sampai-sampai menurut buku-buku kuno, dia bisa menyembuhkan orang sakit. Namun, terlepas dari bakat yang dimilikinya ini, banyak pula yang tidak menghormatinya. Mereka mengejeknya, menuduh bahwa St. Vladimir adalah orang sesat dan kebingungan.
Yang merupakan cara halus untuk mengatakan bahwa Vladimir sudah tidak waras. Semua orang mengetahuinya. Vladimir adalah santo yang cukup banyak berulah, sehingga para pendeta senang sekali membicarakannya. Aku sudah mendengar semua kisahnya, berulang kali, sebelum kami meninggalkan tempat ini. Bagus sekali. Sepertinya aku akan menghabiskan banyak hari Minggu dengan mendengarkan kisah Vladimir lagi dan lagi.
& dan begitulah kisah shadow-kissed Anna gadis yang dicium bayangan.
Aku langsung mendongak. Aku tidak tahu apa yang sedang dikhotbahkan sang pendeta. Namun kata-kata itu serasa menyengatku. Shadow-kissed. Sudah cukup lama sejak kali terakhir aku mendengar kata-kata itu, dan aku tidak pernah melupakannya. Aku menunggu, berharap sang pendeta akan melanjutkan ceritanya, namun dia sudah pindah ke bagian kebaktian selanjutnya. Misanya pun usai.
Pengunjung gereja akhirnya bubar, dan saat tiba giliran Lissa untuk pergi, aku menggelengkan kepala ke arah gadis itu. Tunggu aku.
Aku akan segera menyusul.
Aku menerobos kerumunan, terus maju ke arah sang pendeta yang sedang mengobrol bersama beberapa orang. Aku menunggu dengan sabar hingga dia selesai. Natalie ada di sana, dia sedang bertanya mengenai proyek sukarelawan yang bisa diikutinya. Ugh. Setelah selesai, Natalie pun pergi dan menyapa saat lewat di hadapanku.
Sang pendeta mengangkat alis ketika melihatku. Halo, Rose. Senang sekali bisa bertemu denganmu lagi.
Yeah & senang bertemu denganmu juga, aku berkata. Aku mendengar Anda bicara mengenai Anna. Mengenai bagaimana dia dicium bayangan . Apa sebenarnya maksudnya"
Laki-laki itu mengernyitkan kening. Aku tidak benar-benar yakin. Dia hidup di masa lalu. Pada masa itu seseorang lazim dipanggil dengan julukan yang menggambarkan keahliannya sendiri. Mungkin julukan shadow-kissed itu diberikan untuk membuatnya terdengar lebih tangguh.
Aku berusaha menyembunyikan kekecewaanku. Oh. Jadi, siapa dia sebenarnya"
Kali ini kerutan pada kening sang pendeta lebih menunjukkan kekesalan, bukan karena sedang berpikir.
Aku sudah menyebutkannya beberapa kali.
Oh. Aku pasti, eh, melewatkannya.
Kekesalannya semakin kentara, dan dia berbalik pergi. Tunggu di sini sebentar.
Sang pendeta menghilang melalui pintu yang berada di dekat altar, pintu yang dimasuki Lissa saat pergi ke loteng. Aku sedang berpikir untuk pergi dari sana, tapi kupikir Tuhan akan langsung menghukumku jika aku melakukannya. Kurang dari satu menit kemudian, sang pendeta kembali dengan membawa sebuah buku. Dia menyerahkannya padaku. Para Santo Moroi.
Kau bisa mempelajari soal Anna di dalam buku ini. Lain kali aku bertemu denganmu, aku ingin mendengar apa saja yang sudah kaupelajari.
Aku merengut seraya berjalan pergi. Hebat. Pekerjaan rumah dari sang pendeta.
Di pintu masuk kapel, aku mendapati Lissa sedang mengobrol bersama Aaron. Gadis itu tersenyum, dan perasaan bahagia terpancar darinya, meskipun jelas-jelas bukan mabuk kepayang.
Kau bercanda, seru Lissa.
Aaron menggeleng. Tidak.
Saat melihatku menghampiri, Lissa berpaling padaku. Rose, kau takkan memercayai ini. Apa kau kenal Abby Badica" Dan Xander" Pengawal mereka akan mengundurkan diri. Dan menikahi sesama pengawal.
Nah, ini baru sebuah gosip yang menarik. Sejujurnya, sebuah skandal. Apa kau serius" Apa mereka akan kabur bersama-sama"
Lissa mengangguk. Mereka akan membeli sebuah rumah. Kurasa mereka berniat untuk mencari pekerjaan manusia.
Aku melirik Aaron yang tiba-tiba kelihatan malu dengan kehadiranku. Bagaimana Abby dan Xander menghadapi masalah ini"
Baik-baik saja. Malu. Mereka pikir itu hal yang bodoh. Kemudian Aaron teringat dia sedang bicara dengan siapa. Oh. Aku tidak bermaksud
Terserah. Aku tersenyum tipis padanya. Itu memang bodoh.
Wow. Aku terpana. Bagian diriku yang pemberontak menyukai cerita apa pun yang melibatkan orang-orang yang melawan sistem. Hanya saja, dalam kasus ini, mereka melawan sistem-ku, sistem yang sudah diajarkan untuk kupercaya seumur hidupku.
Dhampir dan Moroi memiliki kesepakatan yang aneh. Dhampir awalnya dilahirkan dari perpaduan antara Moroi dan manusia. Sayangnya, dhampir tak bisa menghasilkan keturunan dengan sesama dhampir tau dengan manusia. Ini merupakan kelainan genetis. Keledai juga sama, ada yang pernah memberitahuku, meskipun aku tak suka membandingkannya dengan binatang itu. Dhampir dan Moroi tulen bisa memiliki anak bersama-sama, dan akibat kelainan genetis lain, anak mereka akan menjadi dhampir biasa, dengan setengah gen manusia dan setengah gen vampir.
Karena Moroi merupakan satu-satunya pihak yang memungkinkan dhampir untuk bereproduksi, maka kami harus berada dekat dan berbaur dengan mereka. Karena itulah, sangat penting bagi kami untuk memastikan agar kaum Moroi selamat. Tanpa kehadiran mereka, nasib kami sudah tamat. Dan mengingat bagaimana Strigoi sangat suka membunuh Moroi, maka keselamatan mereka menjadi sebuah kekhawatiran yang tulus bagi kami.
Atas dasar itulah sistem pengawal dikembangkan. Dhampir tidak memiliki kekuatan sihir, tapi kami bisa menjadi petarung yang tangguh. Kami mewar
isi indra dan gerak refleks yang lebih tajam dari gen vampir, serta mendapatkan kekuatan dan daya tahan tubuh yang lebih baik dari gen manusia. Kami juga tidak dibatasi oleh kebutuhan mengonsumsi darah, maupun bermasalah dengan cahaya matahari. Memang, kami tidak sekuat Strigoi, tapi kami berlatih dengan keras, dan para pengawal sangat hebat dalam menjaga keselamatan kaum Moroi. Sebagian besar dhampir merasa sepadan mengorbankan nyawa demi memastikan kaum kami tetap bisa memiliki keturunan.
Karena Moroi biasanya ingin memiliki dan membesarkan anak-anak Moroi, kau tidak akan menemukan hubungan percintaan Moroi-dhampir jangka panjang. Terlebih lagi kau takkan menemukan banyak perempuan Moroi yang berhubungan dengan laki-laki dhampir. Namun, banyak laki-laki Moroi muda yang senang bermain api dengan perempuan dhampir, meskipun pada akhirnya para lelaki itu akan menikahi perempuan Moroi. Hal itu mengakibatkan banyaknya perempuan dhampir yang menjadi ibu tunggal, tapi kami orang yang tangguh dan sanggup menghadapinya.
Namun, banyak ibu-ibu dhampir yang memilih untuk tidak menjadi pengawal demi membesarkan anak-anak mereka. Perempuan-perempuan tersebut terkadang memilih pekerjaan biasa bersama Moroi atau manusia, beberapa di antaranya bahkan hidup bersama dalam sebuah komunitas. Komunitas seperti ini memiliki reputasi buruk. Aku tidak tahu sejauh mana kebenarannya, tapi menurut kabar burung, para laki-laki Moroi mendatangi mereka setiap saat untuk seks. Ada juga yang mengatakan bahwa beberapa perempuan dhampir membiarkan para laki-laki itu untuk meminum darah mereka selama bersetubuh. Pelacur darah.
Meskipun begitu, hampir semua pengawal adalah laki-laki, hal ini berarti lebih banyak Moroi daripada pengawal. Sebagian besar lelaki dhampir menerima kenyataan bahwa mereka tidak bisa memiliki anak. Mereka sadar bahwa tugas merekalah untuk melindungi kaum Moroi, sementara saudara perempuan dan sepupu mereka memiliki anak.
Beberapa perempuan dhampir, seperti ibuku, masih merasa memiliki tanggung jawab untuk menjadi seorang pengawal meskipun hal tersebut membuat mereka tak bisa mengurus anaknya sendiri. Setelah aku dilahirkan, ibuku menyerahkan aku untuk dibesarkan oleh Moroi. Moroi dan dhampir mulai masuk sekolah pada usia yang cukup muda, dan Akademi bisa dibilang mengambil alih posisi orangtuaku sejak aku berumur empat tahun.
Meneladani ibuku, dan melihat kehidupan yang kujalani di Akademi, aku percaya dengan sepenuh hati bahwa tugas seorang dhampir memang untuk melindungi Moroi. Itu merupakan tradisi kami, dan itu satu-satunya cara agar kami bisa tetap bertahan. Sesederhana itu.
Semua alasan itulah yang membuat tindakan pengawal Badica menjadi sangat mengejutkan. Laki-laki itu meninggalkan Moroi yang menjadi tanggung jawabnya dan melarikan diri bersama pengawal lain itu artinya si perempuan juga sudah menelantarkan Moroi yang menjadi tanggung jawab-nya. Mereka berdua takkan bisa memiliki anak, dan sekarang ada dua keluarga yang tidak terlindungi. Untuk apa mereka melakukannya" Takkan ada yang peduli jika seorang dhampir remaja berkencan, atau seorang dhampir dewasa menjalin hubungan. Tapi sebuah hubungan jangka panjang" Benar-benar suatu kesia-siaan. Suatu aib.
Setelah membicarakan beberapa spekulasi tambahan mengenai keluarga Badica, aku dan Lissa meninggalkan Aaron. Saat kami melangkah keluar, aku mendengar ada sesuatu yang bergeser, dan diikuti oleh suara meluncur. Terlambat, aku menyadari apa yang sedang terjadi, tepat pada saat setumpuk es cair meluncur turun dari atap kapel dan mengenai kami. Saat itu awal bulan Oktober, tadi malam salju turun lebih awal, dan langsung mencair hampir saat itu juga. Akibatnya, salju yang meluncur dan mengenai tubuh kami sangat basah dan sangat dingin.
Lissa yang paling parah, tapi aku juga menjerit saat air dingin itu mendarat di atas rambut dan leherku. Beberapa orang lain di dekat kami ikut menjerit karena terkena sedikit imbas dari longsoran salju kecil tadi.
Apa kau baik-baik saja" tanyaku pada Lissa. Mantelnya basah kuyup, dan rambutnya yang berwarna platina menempel pada sisi wajahn
ya. Y-yeah, jawab Lissa dengan gigi bergemeletuk.
Aku membuka mantel dan menyerahkannya pada Lissa. Permukaan mantel itu terbuat dari bahan yang licin dan sebagian besar airnya sudah menghilang. Buka mantelmu.
Tapi kau akan Ambil saja. Setelah Lissa mengambil mantel itu, dan akhirnya aku mendengar suara tawa yang selalu menyusul kejadian seperti ini. Aku menghindari semua tatapan mata itu, dan memilih diam sambil memegangi jaket Lissa selama dia menggantinya.
Kuharap tadi kau sedang tidak memakai mantel, Rose, kata Ralf Sarcozy, seorang Moroi yang bertubuh gemuk dan gempal, tidak seperti umumnya Moroi. Aku membencinya.
Kaus itu akan kelihatan bagus jika basah.
Kaus itu sangat jelek hingga sebaiknya dibakar saja. Apa kau mendapatkannya dari seorang gelandangan"
Aku mendongak saat Mia lewat di hadapan kami dan mengaitkan lengan pada lengan Aaron. Rambut ikalnya yang berwarna pirang diatur dengan sempurna, dan dia memakai sepasang sepatu hak tinggi berwarna hitam yang sangat keren, dan akan terlihat jauh lebih hebat jika dipakai olehku. Setidaknya sepatu itu membuatnya terlihat lebih tinggi, aku mengakuinya. Aaron berada beberapa langkah di belakang kami, tapi ajaibnya dia berhasil menghindari serangan es cair itu. Saat melihat betapa congkaknya gadis itu, aku yakin tidak ada keajaiban yang terlibat di sini.
Kurasa kau berniat menawarkan jasa untuk membakarnya, ya kan" tanyaku, aku tak mau dia tahu betapa kesalnya aku dengan hinaan itu. Aku tahu pasti bahwa selera berbusanaku selama dua tahun terakhir ini sudah sangat menurun. Oh, tunggu dulu api bukan elemen yang kaukuasai, ya kan" Kau mempelajari air. Kebetulan sekali barusan ada segumpal es cair yang menimpa kami.
Mia terlihat agak terhina, tapi kilatan pada kedua matanya menunjukkan bahwa dia terlalu menikmati semua ini jika dia memang hanya seorang saksi yang kebetulan ada di sana. Apa maksud ucapanmu itu"
Untukku tak ada artinya. Tapi mungkin Kirova akan mengatakan sesuatu padamu jika dia tahu kau menggunakan sihir pada murid lain.
Itu tadi bukan serangan, dengus Mia. Dan itu bukan perbuatanku. Itu kehendak Tuhan.
Beberapa murid lain tertawa, membuat Mia lebih senang lagi. Dalam khayalanku, aku membalas ucapan Mia dengan berkata, Begitu juga dengan ini, dan menghantamkan gadis itu ke salah satu dinding gereja. Dalam kehidupan nyata, Lissa hanya menyikutku lalu berkata, Ayo kita pergi.
Aku dan Lissa berjalan menuju asrama masing-masing, meninggalkan semua tawa dan lelucon mengenai tubuh basah kami, dan mengenai Lissa yang tidak tahu apa-apa mengenai spesialisasi. Dalam hati, amarahku menggelegak. Aku tahu bahwa aku harus melakukan sesuatu terhadap cewek itu. Selain karena kekesalanku akibat sikap Mia yang menyebalkan, aku juga tidak mau Lissa semakin tertekan melebihi keadaan yang memang harus dihadapinya sekarang. Selama minggu pertama kami baik-baik saja, dan aku ingin mempertahankannya agar tetap seperti itu.
Kau tahu, kataku, aku semakin berpikir bahwa keputusan untuk merebut Aaron kembali adalah hal yang sangat baik. Itu akan memberi si Boneka Jalang pelajaran. Aku juga berani bertaruh kau bisa merebut Aaron dengan mudah. Dia masih tergila-gila padamu.
Aku tidak mau memberi pelajaran pada siapa pun, kata Lissa. Dan aku tidak tergila-gila pada Aaron.
Ayolah, dia yang memulai semuanya dan membicarakan kita diam-diam. Kemudian dia menuduhku mendapatkan celana jins dari Salvation Army. Salvation Army adalah sebuah badan sosial internasional.
Vampire Academy Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Celana jinsmu kan memang dari Salvation Army.
Well, memang, aku mendengus, tapi dia tak punya hak untuk mengolok-olok celanaku jika dia sendiri memakai baju yang dibeli di Target.
Hei, tak ada yang salah dengan Target. Aku suka Target.
Aku juga. Tapi bukan itu maksudnya. Dia bersikap seakan-akan pakaiannya adalah rancangan Stella McCartney.
Apa itu termasuk kejahatan"
Aku memasang tampang serius. Tentu saja. Untuk itu kau harus membalas dendam.
Sudah kubilang, aku tidak tertarik untuk balas dendam. Lissa menatapku dari atas ke bawah. Dan kau pun tidak usah balas dendam.
Aku berusaha memberikan senyuman tak berdosa, dan saat kami berpisah jalan, lagi-lagi aku merasa lega karena Lissa tidak bisa membaca pikiranku.
Jadi, kapan perkelahian besarnya akan dilangsungkan"
Mason sedang menungguku di depan gedung asrama setelah aku berpisah jalan dengan Lissa. Mason terlihat malas-malasan dan imut, dia sedang bersandar pada dinding dengan tangan terlipat di dada sambil memperhatikan aku.
Aku sangat yakin kalau aku tidak mengerti apa yang kaumaksud.
Mason membuka lipatan tangannya dan berjalan bersamaku menuju asrama. Dia menyerahkan mantelnya, karena mantelku sudah kuberikan pada Lissa. Aku melihat kalian bertengkar di depan kapel. Apa kalian tak punya rasa hormat di hadapan rumah Tuhan"
Aku mendengus. Rasa hormatmu untuk tempat itu sama banyaknya dengan rasa hormatku, dasar sesat. Kau bahkan tidak pergi ke sana. Lagi pula, seperti yang kaubilang, kami tadi di luar.
Dan kau masih tetap tidak menjawab pertanyaannya.
Aku hanya nyengir dan memakai mantelnya.
Kami berdiri di ruang bersama yang ada di asrama: sebuah tempat berkumpul dan belajar yang diawasi dengan baik, di mana murid laki-laki dan perempuan bisa berbaur, berikut tamu-tamu Moroi mereka. Karena saat ini hari Minggu, ruangan itu dipadati murid-murid yang sedang mengerjakan tugas di saat-saat terakhir karena harus dikumpulkan besok. Saat melihat sebuah meja kecil yang kosong, aku merenggut lengan Mason dan menariknya ke sana.
Bukankah kau seharusnya langsung pergi ke kamar"
Aku merunduk di atas tempat duduk sambil melirik ke sekeliling dengan khawatir.
Hari ini banyak sekali orang di sini, jadi mereka takkan langsung menyadari keberadaanku. Ya Tuhan, aku muak dikurung terus. Dan ini baru satu minggu.
Aku juga muak. Kami merindukanmu semalam. Kami main biliar di ruang rekreasi. Eddie hebat sekali.
Aku mengerang. Jangan ceritakan itu. Aku tak mau mendengar soal kehidupan sosialmu yang glamor.
Baiklah. Mason menaruh sikunya di atas meja dan menopang dagunya. Kalau begitu ceritakan tentang Mia padaku. Kau pasti berniat untuk menghajarnya suatu hari nanti, ya kan" Kurasa aku ingat kau melakukan hal seperti itu setidaknya sepuluh kali pada orang-orang yang membuatmu marah.
Aku adalah Rose yang baru dan sudah berubah, aku berkata sambil meniru sikap seorang yang kalem. Yang ternyata kurang meyakinkan. Mason tertawa hingga tersedak. Lagi pula, jika aku melakukannya, aku melanggar perjanjianku dengan Kirova. Aku harus mengambil jalan yang lurus.
Dengan kata lain, kau harus menemukan sebuah jalan untuk membalas Mia tanpa melibatkan dirimu dalam masalah.
Aku merasakan sebuah tarikan senyum pada ujung bibirku. Kau tahu apa yang kusukai dari dirimu, Mason" Cara berpikirmu sama denganku.
Konsep yang mengerikan, jawab Mason datar. Kalau begitu, katakan apa pendapatmu mengenai ini; aku mungkin tahu sesuatu mengenai gadis itu, tapi mungkin sebaiknya aku tak mengatakannya padamu &
Aku mencondongkan tubuh ke arahnya. Oh, kau sudah membocorkannya padaku. Jadi, kau harus memberitahuku sekarang juga.
Ini kesalahan, godanya. Bagaimana aku bisa tahu kau akan menggunakan informasi ini demi kebaikan, bukan kejahatan"
Aku mengerjapkan bulu mata. Apa kau bisa menolak wajah ini"
Mason memperhatikan aku selama sesaat. Tidak. Sejujurnya, aku tak bisa. Oke, ini dia rahasianya: Mia bukan bangsawan.
Aku bersandar di kursi lagi. Memang. Aku sudah tahu itu. Aku sudah tahu siapa yang bangsawan sejak berumur dua tahun.
Yeah, tapi bukan hanya itu. Orangtuanya bekerja untuk salah satu bangsawan Drozdov. Aku mengayunkan tangan dengan tidak sabar. Banyak Moroi yang bekerja di dunia manusia, tapi masyarakat Moroi memiliki banyak pekerjaan untuk kaumnya sendiri. Harus ada seseorang yang mengisi posisi tersebut. Urusan bersih-bersih. Bisa dibilang pelayan. Ayahnya bertugas memotong rumput, dan ibunya seorang pelayan.
Sebenarnya aku sangat menghormati siapa pun yang memiliki pekerjaan tetap, tak peduli apa pun pekerjaannya. Orang-orang di mana pun harus melakukan pekerjaan remeh demi menghidupi keluarga. Namun, sama seperti Target, semu
a itu menjadi sebuah masalah jika seseorang berusaha menampilkan dirinya sebagai orang lain. Dan selama satu minggu aku ada di sini, aku bisa melihat betapa inginnya Mia diterima di kalangan elit sekolah ini.
Tidak ada yang tahu, aku berkata sambil termenung.
Dan dia tidak mau seorang pun mengetahuinya. Kau tahu bagaimana sikap para bangsawan itu. Mason berhenti sejenak. Well, kecuali Lissa tentunya. Mereka akan mengolok Mia habis-habisan.
Bagaimana kau bisa tahu semua ini"
Pamanku adalah pengawal keluarga Drozdov.
Dan kau sudah menyimpan rahasia ini sejak dulu, eh"
Sampai kau memaksaku mengatakannya. Jadi, jalan mana yang akan kauambil: baik atau jahat"
Kurasa aku akan memberinya sebuah
Miss Hathaway, kau tahu kan kalau seharusnya kau tak ada di sini.
Salah satu ibu asrama berdiri di atas kami; dia tampak keberatan melihat kelakuanku.
Aku sama sekali tidak bercanda saat mengatakan cara berpikir Mason sama denganku. Dia bisa berbohong sebaik aku. Kami harus menyelesaikan proyek kelompok untuk kelas kemanusiaan. Bagaimana mungkin kami bisa menyelesaikannya jika Rose berada dalam isolasi"
Sang ibu asrama menyipitkan mata. Kalian tidak kelihatan seperti sedang mengerjakan proyek apa pun.
Aku menggeser buku yang diberikan pendeta dan membukanya secara acak. Aku meletakkannya di atas meja seraya duduk. Kami sedang, eh, mengerjakan ini.
Perempuan itu masih terlihat curiga. Satu jam. Aku akan memberi waktu satu jam di sini, dan sebaiknya aku memang melihatmu sedang mengerjakannya.
Baik, Ma am, Mason berkata dengan wajah polos. Tentu saja.
Sang ibu asrama berjalan pergi, namun masih mengawasi kami. Pahlawanku, aku berujar.
Mason menunjuk bukunya. Apa ini"
Sesuatu yang diberikan pendeta. Aku menanyakan sesuatu saat kebaktian tadi.
Mason menatapku dengan terpana.
Oh, hentikan dan pura-puralah terlihat tertarik. Aku menelusuri bagian indeksnya. Aku berusaha mencari tahu soal seorang perempuan bernama Anna.
Mason menggeser kursinya hingga duduk tepat di sampingku. Baiklah. Ayo kita belajar.
Aku menemukan nomor sebuah halaman yang mengarahkanku pada bagian St. Vladimir, tidak mengejutkan. Kami membaca bab tersebut, mencari-cari nama Anna. Saat kami menemukannya, ternyata tidak banyak tulisan mengenai perempuan itu. Namun, dia menyertakan cuplikan tulisan oleh seseorang yang sepertinya hidup di zaman yang sama dengan St. Vladimir.
Dan yang selalu bersama Vladimir adalah Anna, putri dari Fyodor. Cinta mereka sesuci dan semurni cinta saudara kandung, dan sudah berulang kali Anna membelanya dari Strigoi yang berusaha menghancurkan Vladimir dan kesuciannya. Sama halnya, Anna pula yang menenangkan Vladimir saat rohnya terasa terlalu berat untuk ditanggung, juga saat kegelapan Setan berusaha untuk menghancurkan Vladimir dan melemahkan tubuh serta kesehatannya sendiri. Semua itu dilawan oleh Anna, karena mereka berdua terikat selamanya sejak Vladimir menyelamatkan Anna saat masih kecil. Ini merupakan sebuah tanda cinta Tuhan yang menunjukkan bahwa Dia sudah mengirimkan seorang pengawal seperti Anna untuk Vladimir yang diberkahi, seorang pengawal yang sudah dicium bayangan dan selalu mengetahui apa yang ada di dalam hati dan pikiran Vladimir.
Terjawab sudah, kata Mason. Anna adalah pengawalnya.
Di sini tidak dijelaskan apa arti dicium bayangan.
Mungkin tak ada artinya. Ada sesuatu di dalam diriku yang tidak bisa memercayai hal tersebut. Aku membacanya lagi, berusaha untuk memahami bahasa bergaya kuno dalam buku tersebut. Mason menatapku penasaran, kelihatannya dia sangat ingin membantu.
Mungkin mereka memang memiliki hubungan asmara, seru Mason.
Aku tertawa. Vladimir adalah santo.
Memangnya kenapa" Bisa saja para santo menyukai seks. Sebutan saudara kandung itu mungkin cuma samaran. Mason menunjuk salah satu baris. Lihat" Mereka terikat bersama. Mason mengedipkan sebelah matanya. Itu sebuah kode.
Terikat. Memang pilihan kata yang aneh, tapi bukan berarti Anna dan Vladimir saling melucuti pakaian masing-masing.
Kurasa tidak. Mereka hanya memiliki hubungan dekat. Perempuan dan le
laki bisa menjadi teman. Aku berkata terang-terangan, dan Mason menatapku dengan ekspresi datar.
Yeah" Kita berteman, dan aku tak tahu apa yang ada di dalam hati dan pikiranmu . Mason memasang wajah seorang filsuf gadungan. Tentu saja, ada beberapa orang yang akan menyanggah bahwa seseorang tak mungkin mengetahui apa yang ada di dalam hati seorang perempuan
Oh, tutup mulutmu, erangku seraya meninju lengannya.
Karena perempuan adalah makhluk yang aneh dan misterius, lanjut Mason dengan suara sok terpelajar, dan seorang laki-laki harus menjadi pembaca pikiran jika ingin membuat perempuan bahagia.
Aku tak bisa mengendalikan cekikikanku, aku sadar kalau aku mungkin akan mendapat masalah lagi karena hal ini. Well, coba baca pikiranku dan berhentilah menjadi seorang
Aku berhenti tertawa dan menunduk menatap buku. Aku mendapat gagasan.
Terikat bersama dan selalu mengetahui apa yang ada di dalam hati dan pikiran Vladimir.
Mereka berdua memiliki ikatan batin, aku tersadar. Aku rela mempertaruhkan semua yang kumiliki yang memang tidak banyak atas dugaanku itu. Penemuan ini benar-benar mengagumkan. Ada banyak kisah samar dan mitos mengenai pengawal dan Moroi yang dulu memiliki ikatan batin. Tapi ini adalah kali pertama aku mendengar kisah tersebut terjadi pada seseorang yang spesifik.
Mason menyadari reaksiku. Kau baik-baik saja" Kau kelihatan agak aneh.
Aku berusaha menepisnya. Yeah. Aku tak apa-apa.
BAB TUJUH DUA MINGGU BERLALU SEJAK saat itu, dan aku pun segera melupakan masalah Anna saat kehidupan Akademi mulai melilitku. Keterkejutan yang ditimbulkan oleh kepulangan kami mulai sedikit berkurang, dan kami mulai terbiasa dengan rutinitas yang hampir bisa dikatakan nyaman. Hari-hariku berkisar pada gereja, makan bersama Lissa, dan kegiatan sosial apa pun yang bisa kulakukan di luar semua kegiatanku. Karena tidak diizinkan memiliki waktu senggang yang sesungguhnya, mudah bagiku untuk menghindari sorotan publik. Meskipun begitu, aku tetap berhasil mencuri sedikit perhatian di sana-sini, terlepas dari ceramah muliaku mengenai berbaur tanpa menarik perhatian. Aku tak bisa menahan diri. Aku senang main mata, aku suka berkumpul, dan aku senang mengucapkan komentar sok tahu saat berada di dalam kelas.
Perilaku Lissa yang baru dan tertutup justru menarik perhatian, karena sikapnya sekarang sangat berbeda dengan sikapnya dulu sebelum kami pergi, saat Lissa masih aktif bergaul dengan para bangsawan. Sebagian besar orang menerima kenyataan ini begitu saja, menerima kenyataan bahwa sinyal sosial sang putri Dragomir mulai meredup, dan dia sudah merasa puas bersama Natalie serta kelompoknya. Kadang-kadang ocehan Natalie masih membuatku ingin menghantamkan kepala pada dinding, tapi gadis itu memang baik jauh lebih baik daripada kebanyakan bangsawan lain dan aku menikmati sebagian besar waktuku saat bersamanya.
Dan, persis seperti yang sudah diperingatkan Kirova, aku memang berlatih dan bekerja keras sepanjang waktu. Namun, saat waktu terus berlalu, tubuhku mulai berhenti membenciku. Otot-ototku tumbuh lebih kuat, dan staminaku terus meningkat. Aku masih sering dikalahkan saat latihan, tapi tidak seburuk biasanya, dan ini pantas dibanggakan. Sekarang yang paling menderita adalah kulitku. Sering kali berada di luar ruangan dalam cuaca dingin membuat kulit wajahku mengelupas, dan hanya asupan rutin lotion perawatan kulit dari Lissalah yang mencegah kulitku menua sebelum waktunya. Lissa tidak bisa berbuat banyak untuk lecet di tangan serta kakiku.
Rutinitas juga terbentuk di antara aku dan Dimitri. Mason memang benar saat mengatakan Dimitri adalah seorang yang antisosial. Dimitri tidak menghabiskan banyak waktu bersama pengawal lain, meskipun jelas terlihat bahwa mereka semua menghormatinya. Dan semakin sering aku bekerja sama dengannya, aku juga semakin menghormatinya, meskipun tidak bisa benar-benar memahami metode pelatihannya. Metode pelatihan Dimitri sepertinya tidak terlalu mengerikan. Kami selalu mulai dengan peregangan tubuh yang dilakukan di dalam gedung olahraga, dan akhir-akhir ini dia sering menyuruhku berlari
di luar ruangan, menantang cuaca dingin musim gugur Montana.
Suatu hari setelah tiga minggu kepulanganku ke Akademi, aku masuk ke gedung olahraga sebelum ke kelas dan menemukan Dimitri sedang duduk berselonjor di atas matras sambil membaca buku L Amour. Ada seseorang yang membawa alat pemutar CD ke gedung olahraga, dan meskipun awalnya hal itu membuatku terhibur, lagu yang sedang diputar sama sekali tidak menghiburku: When Doves Cry -nya Prince. Memang sangat memalukan mengingat aku bahkan mengetahui judul lagu tersebut, tapi salah seorang teman serumah kami dulu terobsesi dengan era delapan puluhan.
Whoa, Dimitri, aku berkata sambil melempar tas ke lantai. Aku tahu kalau lagi ini sedang hit di Eropa Timur, tapi apakah kita bisa mendengarkan sesuatu yang tidak direkam sebelum aku lahir"
Hanya mata Dimitri yang bergerak ke arahku; sementara keseluruhan tubuhnya tetap berada pada posisi yang sama. Apa pengaruhnya untukmu" Akulah yang akan mendengarkannya. Kau akan berlari di luar.
Aku mencibir saat meletakkan kaki di atas salah satu palang dan mulai melakukan peregangan otot hamstring. Jika dilihat dari semua sudut pandang, Dimitri memiliki sifat toleransi yang tinggi akan kesinisanku. Selama aku tidak kedodoran dalam berlatih, dia tidak keberatan dengan semua komentar tiada henti dariku.
Hei, tanyaku, seraya beralih pada rangkaian peregangan lainnya, mengapa kau terus menyuruhku lari" Maksudku, aku sadar akan pentingnya stamina dan semacamnya, tapi bukankah seharusnya aku sudah melanjutkan latihan dengan sesuatu yang melibatkan sedikit pukulan" Mereka masih menyiksaku saat latihan kelompok.
Mungkin kau harus memukul dengan lebih keras, jawab Dimitri datar.
Aku serius. Sulit melihat perbedaannya. Dimitri meletakkan buku, tapi tidak bergerak dari posisi duduknya yang berselonjor. Tugasku adalah untuk mempersiapkanmu agar bisa membela sang putri dan melawan makhluk kegelapan, betul kan"
Yup. Kalau begitu beritahu aku: seandainya kau sanggup untuk menculik Lissa lagi dan membawanya ke sebuah mall. Selama kalian ada di sana, ada seorang Strigoi yang menghampiri. Apa yang akan kaulakukan"
Tergantung kami sedang berada di dalam toko apa.
Dimitri menatapku. Baiklah. Aku akan menusuk Strigoi itu dengan sebuah pasak perak.
Sekarang Dimitri duduk tegak, dan menyilangkan kaki dalam sebuah gerakan mulus. Aku masih tidak mengerti bagaimana orang setinggi itu bisa bergerak dengan anggun. Oh" Dimitri mengangkat alis gelapnya. Apa kau punya pasak perak" Apa kau bahkan tahu bagaimana cara memakainya"
Aku mengalihkan kedua mataku dari tubuh Dimitri lalu cemberut. Karena terbuat dari sihir elemental, pasak perak merupakan senjata pengawal yang paling mematikan. Menikam seorang Strigoi dengan pasak perak akan langsung berakibat kematian. Belati tersebut juga mematikan bagi Moroi, sehingga mereka pun tidak sembarangan memberikan senjata tersebut kepada novis. Teman-teman sekelasku baru saja mempelajari cara menggunakannya. Aku pernah berlatih menggunakan senjata, tapi bukan pasak perak. Untungnya, ada dua cara lain untuk membunuh Strigoi.
Oke. Aku akan memotong kepalanya.
Dengan mengabaikan kenyataan bahwa kau tidak punya senjata untuk melakukannya, bagaimana caranya kau bisa mengatasi kenyataan bahwa dia mungkin satu meter lebih tinggi darimu"
Aku menegakkan tubuh setelah menyentuh jari kaki, dan merasa kesal. Baiklah, kalau begitu aku akan membakarnya.
Lagi-lagi, dengan apa"
Baiklah, aku menyerah. Kau sudah mendapatkan jawabannya. Kau hanya ingin membuatku kesal. Aku sedang berada di sebuah mall dan melihat seorang Strigoi. Apa yang akan kulakukan"
Dimitri menatapku tanpa berkedip. Kau akan lari.
Aku menahan dorongan untuk melemparinya dengan sesuatu. Saat aku selesai melakukan peregangan, Dimitri bilang dia akan lari bersamaku. Itu pertama kalinya. Mungkin berlari akan memberiku sedikit pandangan mengenai reputasinya yang mematikan.
Kami beranjak menuju malam bulan Oktober yang dingin. Kembali ke jadwal para vampir masih terasa aneh bagiku. Dengan jadwal untuk masuk kelas yang akan dimulai dalam s
atu jam, aku berharap matahari akan segera terbit, bukan terbenam. Namun, mataharinya sedang terbenam di cakrawala barat, menerangi pegunungan berselimut salju dengan kilau oranye. Cahayanya tidak menghangatkan apa pun, dan aku segera merasakan tikaman tajam pada paru-paru saat kebutuhan oksigen mulai meningkat. Kami tidak bicara. Dimitri memperlambat langkah untuk menyamai langkahku, sehingga kami tetap berlari bersama-sama.
Ada sesuatu mengenai hal itu yang terasa mengganggu; tiba-tiba saja aku merasa sangat menginginkan pengakuan Dimitri. Jadi, aku mempercepat langkah, memaksa paru-paru dan ototku agar bekerja lebih keras lagi. Dua belas putaran berlari mengelilingi trek sama jaraknya dengan lima kilometer; dan kami harus menyelesaikan sembilan putaran lagi.
Saat sedang menyelesaikan tiga putaran terakhir, beberapa orang novis lain lewat di hadapan kami, mereka sedang bersiap-siap untuk pergi ke latihan kelompok yang akan segera kudatangi juga. Saat melihatku, Mason berteriak. Hebat sekali, Rose!
Aku tersenyum dan balas melambai.
Kau melambat, bentak Dimitri, mengalihkan perhatianku dari cowok-cowok itu. Nada kasar yang terdengar dalam suaranya membuatku tersentak. Apa inikah alasan catatan waktumu tidak bertambah cepat" Perhatianmu mudah teralihkan"
Aku, yang merasa malu, menambah kecepatan, mengabaikan kenyataan bahwa tubuhku mulai berteriak-teriak. Kami menyelesaikan lari dua belas putaran, dan saat Dimitri memeriksa waktunya, dia mendapati bahwa kami lebih cepat dua menit daripada catatan waktuku yang terbaik.
Lumayan, kan" aku berteriak saat kami kembali ke dalam untuk melakukan pendinginan. Sepertinya aku bisa berlari sampai ke Limited sebelum ada Strigoi yang bisa mengejarku di mall. Aku tak yakin bagaimana kemampuan Lissa.
Kalau Lissa bersamamu, dia akan baik-baik saja.
Aku mendongak kaget. Itu adalah pujian pertama yang diberikan Dimitri sejak aku mulai berlatih bersamanya. Kedua mata cokelatnya menatapku, terlihat membenarkan ucapannya sekaligus merasa geli.
Dan saat itulah semuanya terjadi.
Aku merasa seperti ada seseorang yang menembakku. Tajam dan menusuk, kengerian meledak di dalam tubuh dan kepalaku. Kepingan silet yang terbuat dari rasa sakit. Penglihatanku memburam, dan selama sesaat, aku tidak ada di tempatku berdiri. Aku sedang berlari menuruni tangga, ketakutan dan putus asa, merasa harus keluar dari tempat itu, merasa harus menemukan & aku.
Penglihatanku menjadi jelas lagi, membawaku kembali ke trek lari dan keluar dari kepala Lissa. Tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Dimitri, aku melesat pergi, berlari secepat mungkin menuju asrama Moroi. Tak peduli aku baru saja memakai kakiku untuk melewati sebuah maraton mini. Kedua kakiku berlari dengan keras dan kencang, seakan-akan aku baru saja mendapatkan kaki baru yang masih mengilap. Di kejauhan, aku sadar Dimitri berusaha mengejarku, seraya bertanya ada masalah apa. Tapi aku tak bisa menjawabnya. Aku punya sebuah tugas dan hanya satu: pergi ke asrama.
Asrama Moroi terlihat menjulang, sebuah bangunan yang terselubung tanaman rambat. Kami baru sampai saat Lissa datang menghampiri, wajahnya dibanjiri air mata. Aku langsung berhenti, paru-paruku terasa siap meledak.
Ada apa" Apa yang terjadi" tuntutku, mencengkeram lengan Lissa, memaksanya untuk menatap mataku.
Namun, Lissa tak sanggup menjawab. Dia hanya memeluk tubuhku, terisak-isak di dadaku. Aku merangkulnya, mengusap-usap rambut lurusnya yang halus seraya menghiburnya bahwa semuanya akan baik-baik saja apa pun semuanya itu. Dan sejujurnya, saat itu aku tidak peduli. Lissa ada di sana dan dia baik-baik saja, yang merupakan hal yang paling penting. Dimitri menjulang di atas kami, waspada dan siap menghadapi segala macam ancaman, tubuhnya merunduk siap untuk menyerang. Aku merasa aman berada di samping lelaki itu.
Setengah jam kemudian, kami berdesak-desakan di kamar Lissa bersama tiga orang pengawal lainnya, Ms. Kirova, serta seorang ibu asrama. Inilah kali pertama aku melihat kamar sahabatku. Natalie benar-benar mengusahakan agar mereka sekamar, dan kedua sisi ruangan tersebut sang
at bertolak belakang. Sisi Natalie kelihatan ditinggali oleh seseorang, dengan berbagai foto di dinding dan sebuah selimut berumbai yang bukan keluaran asrama. Jumlah barang milik Lissa sama sedikitnya dengan milikku, menyebabkan sisi ruangannya terlihat sangat polos. Lissa hanya memiliki sebuah foto yang ditempel di dinding, foto yang diambil saat Halloween kemarin. Saat itu kami berdandan sebagai peri, lengkap dengan sayap dan riasan ber-glitter. Melihat foto tersebut dan mengingat bagaimana keadaan kami dulu, mengirimkan segumpal rasa sakit di dalam dadaku.
Dengan semua kehebohan itu, sepertinya tak seorang pun ingat bahwa aku seharusnya tak boleh ada di sana. Di lorong, gadis-gadis Moroi lainnya berkerumun bersama, berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Natalie menerobos di antara mereka, penasaran dengan kerusuhan yang ada di dalam kamarnya. Saat melihat apa yang terjadi, dia langsung berhenti.
Rasa terkejut dan jijik terpancar pada wajah semua orang saat mereka melihat tempat tidur Lissa. Di atas bantal ada seekor rubah. Bulunya berwarna oranye kemerahan, dengan sedikit semburat putih. Binatang itu terlihat sangat lembut dan enak dipeluk hingga bisa dianggap sebagai peliharaan seperti seekor kucing, sesuatu yang akan kaupeluk dan bisa diajak meringkuk bersama.
Selain kenyataan bahwa tenggorokannya sudah digorok.
Bagian dalam tenggorokan binatang itu terlihat berwarna merah muda dan seperti jeli. Darah menodai bulu lembutnya, menetes hingga ke atas selimut berwarna kuning, membentuk kolam gelap yang menyebar di atas kain tersebut. Mata si rubah menatap ke atas, terlihat berkaca-kaca, dan dilingkupi oleh sesuatu yang terlihat seperti rasa terkejut karena tidak bisa memercayai semua ini benar-benar terjadi.
Rasa mual menyerang perutku, tapi aku memaksakan diri untuk terus melihatnya. Aku tak boleh merasa cepat mual. Suatu hari nanti aku harus membunuh Strigoi. Kalau aku tak sanggup menghadapi seekor rubah mati, aku takkan sanggup menghadapi pembunuhan besar.
Kejadian yang menimpa rubah itu memang gila dan kejam, jelas-jelas dilakukan oleh seseorang yang terlalu sinting untuk menggunakan kata-kata. Lissa menatap binatang tersebut, wajahnya sepucat mayat, lalu melangkah menghampirinya. Tangan gadis itu terulur tanpa sadar. Aku tahu tindakan menjijikkan ini menampar Lissa dengan keras, melukai cintanya terhadap binatang. Lissa menyayangi binatang, binatang-binatang juga menyayanginya. Selama kami melarikan diri, Lissa sering memohon padaku agar diizinkan memiliki binatang peliharaan. Tapi aku selalu menolak permintaan tersebut dan mengingatkannya bahwa kami tak bisa mengurus seekor binatang peliharaan mengingat kami bisa saja terpaksa kabur secara mendadak. Selain itu, binatang-binatang membenciku. Jadi, Lissa memusatkan diri dengan membantu dan mengobati binatang terlantar yang ditemukannya di jalan, dan berteman dengan binatang peliharaan orang lain, seperti Oscar si kucing.
Namun, Lissa tidak bisa mengobati rubah ini. Tidak ada jalan keluar untuk binatang ini. Dari wajahnya aku melihat keinginan Lissa untuk menolong si rubah, seperti yang dilakukannya pada semua hal. Aku meraih tangan sahabatku dan menjauhkannya dari binatang itu. Tiba-tiba aku teringat pada pembicaraan kami dua tahun yang lalu.
Apa itu" Apa itu burung gagak"
Terlalu besar. Itu raven burung gagak besar.
Apa burung itu mati"
Yeah. Jelas-jelas mati. Jangan menyentuhnya.
Saat itu Lissa tidak mendengarkan ucapanku. Kuharap sekarang dia mau mendengarnya.
Binatang itu masih hidup waktu aku kembali, Lissa berbisik seraya menggenggam lenganku. Nyaris. Oh Tuhan, tubuhnya berkedut. Binatang itu pasti sangat menderita.
Aku merasa cairan empeduku naik ke kerongkongan. Aku bisa muntah kapan saja. Apa kau "
Tidak. Aku ingin & aku mulai &
Kalau begitu, lupakan saja, sahutku tajam. Itu tindakan bodoh. Lelucon bodoh seseorang. Mereka akan membersihkannya. Mereka bahkan akan memberikan kamar baru kalau kau mau.
Lissa berbalik ke arahku, kedua matanya nyaris terlihat liar. Rose & apa kau ingat & kejadian waktu itu &
Hentikan, aku berkata. Lupakan
hal itu. Ini tidak sama. Bagaimana kalau ada seseorang yang melihatnya" Bagaimana kalau ada seseorang yang mengetahuinya &"
Aku mempererat genggamanku pada lengan Lissa, menghunjamkan kukuku agar mendapat perhatiannya. Lissa tersentak. Tidak. Memang tidak sama. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan itu. Apa kau mengerti" Aku bisa merasakan tatapan Natalie dan Dimitri yang sedang mengawasi kami. Semuanya akan baik-baik saja. Semuanya akan baik-baik saja.
Tanpa terlihat memercayaiku sama sekali, Lissa mengangguk.
Bersihkan ruangan ini, bentak Kirova pada ibu asrama. Dan cari tahu apakah ada yang melihat sesuatu.
Akhirnya ada seseorang yang menyadari keberadaanku di sana dan memerintahkan Dimitri untuk membawaku pergi, tak peduli betapa kerasnya aku memohon agar dia membiarkanku tetap tinggal bersama Lissa. Dimitri mengantarku kembali ke asrama novis. Dia tidak bicara padaku sampai kami hampir tiba di asrama. Kau mengetahui sesuatu. Sesuatu mengenai kejadian ini. Apa ini yang kaumaksud saat memberitahu Kirova bahwa Lissa berada dalam bahaya"
Aku tak tahu apa-apa. Itu tadi cuma lelucon sinting.
Apa kau punya dugaan siapa yang melakukannya" Atau alasannya"
Aku mempertimbangkan pertanyaan ini. Sebelum kami pergi, ini bisa dilakukan oleh siapa pun. Begitulah keadaannya jika kau termasuk orang yang populer. Orang-orang mencintaimu, orang-orang membencimu. Tapi sekarang" Kepopuleran Lissa sudah memudar hingga batas tertentu. Satu-satunya orang yang sungguh-sungguh membenci Lissa adalah Mia, tapi sepertinya Mia hanya mengajak perang dengan kata-kata, bukan tindakan. Dan meskipun Mia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang lebih agresif, kenapa dia melakukan semua ini" Kelihatannya Mia bukan tipe seperti itu. Ada jutaan cara lain untuk membalas dendam pada seseorang.
Tidak, aku memberitahu Dimitri. Aku tak tahu.
Rose, kalau kau mengetahui sesuatu, beritahu aku. Kita ada di pihak yang sama. Kita berdua sama-sama ingin melindungi Lissa. Ini masalah serius.
Aku berbalik, melampiaskan amarah yang kurasakan akibat kejadian rubah tadi pada Dimitri.
Yeah, ini memang serius. Semua ini memang serius. Dan kau malah menyuruhku lari beberapa putaran setiap pagi, padahal seharusnya aku belajar cara bertarung dan melindungi Lissa! Kalau kau ingin membantunya, maka ajari aku sesuatu! Ajari aku bertarung. Aku sudah tahu bagaimana cara melarikan diri.
Hingga saat itu aku tidak menyadari betapa inginnya aku belajar, betapa aku ingin membuktikan diri pada Dimitri, pada Lissa, dan pada semua orang. Kejadian rubah tadi sudah membuatku merasa tak berdaya, dan aku tidak menyukainya. Aku ingin melakukan sesuatu, apa pun.
Dimitri memperhatikan ledakan amarahku dengan tenang, tanpa perubahan ekspresi. Saat aku sudah selesai, dia hanya memanggilku seakan-akan aku tidak mengatakan apa pun. Ayolah. Kau terlambat untuk latihan.
BAB DELAPAN KARENA TERBAKAR AMARAH, AKU MELAWAN dengan lebih keras dan lebih baik daripada yang pernah kulakukan sebelumnya di dalam kelas bersama teman-teman novis. Aku melakukannya sebaik mungkin hingga akhirnya memenangkan pertarungan satu lawan satu untuk pertama kalinya, mengalahkan Shane Reyes. Selama ini kami selalu akur, dan Shane menerima kekalahannya dengan jantan, bertepuk tangan atas penampilanku, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang lainnya.
Pembalasan dendam sudah dimulai, Mason berpendapat setelah kelas bubar.
Sepertinya begitu. Mason menyentuh lenganku dengan lembut. Bagaimana keadaan Lissa"
Aku tidak terkejut Mason mengetahuinya. Kadang-kadang gosip beredar dengan sangat cepat di sini, sehingga rasanya semua orang memiliki ikatan batin.
Baik-baik saja. Dia berusaha untuk menghadapinya. Aku tidak menjelaskan bagaimana aku bisa mengetahui semua itu. Ikatan batin di antara kami merupakan rahasia bagi para murid. Mase, kau mengaku tahu banyak mengenai Mia. Apa menurutmu ada kemungkinan dia yang melakukannya"
Whoa, hei, aku bukan ahli mengenai gadis itu atau semacamnya. Tapi sejujurnya" Tidak. Mia bahkan tidak mau melakukan pembedahan di kelas Biologi. Aku bahkan tak bisa m
embayangkan dia menangkap seekor rubah, apalagi & em, membunuhnya.
Apa ada temannya yang mungkin mau melakukan itu untuknya"
Mason menggeleng. Tidak juga. Teman-temannya juga bukan tipe yang bersedia mengotori tangan mereka. Tapi siapa yang tahu"
Lissa masih terguncang saat aku menemuinya pada waktu istirahat. Suasana hatinya semakin buruk saat Natalie dan teman-temannya tidak bisa berhenti membicarakan soal rubah. Sepertinya Natalie sudah cukup berhasil mengatasi rasa jijiknya untuk bisa menikmati perhatian orang-orang dengan adanya kejadian ini. Mungkin dugaanku selama ini salah, ternyata Natalie tidak terlalu puas dengan status terpinggirkan yang disandangnya selama ini.
Dan binatang itu hanya tergeletak di sana, Natalie menjelaskan, mengayunkan tangan untuk mempertegas maksudnya. Tepat di tengah-tengah tempat tidur. Ada darah di mana-mana.
Wajah Lissa terlihat nyaris sehijau sweter yang dipakainya, dan aku langsung menariknya pergi dari sana bahkan sebelum aku menghabiskan makanan, dan langsung mengeluarkan sederetan kata-kata makian mengenai kemampuan bersosialisasi Natalie.
Dia gadis yang manis, Lissa langsung berkata. Baru kemarin kau bilang padaku betapa kau menyukainya.
Aku memang menyukainya, tapi dia benar-benar payah dalam beberapa hal.
Kami berdiri di luar kelas Perilaku Binatang, dan aku menyadari bahwa orang-orang memandang dengan penasaran dan berbisik-bisik saat lewat di hadapan kami. Aku menghela napas.
Bagaimana keadaanmu"
Senyuman setengah hati terlintas pada wajah Lissa. Bukankah kau sudah bisa merasakannya"
Yeah, tapi aku ingin mendengarnya langsung darimu.
Entahlah. Aku akan baik-baik saja. Kuharap semua orang bisa berhenti memandangiku seakan-akan aku ini orang aneh.
Amarahku meledak lagi. Kejadian rubah itu sudah cukup buruk. Orang-orang yang membuat Lissa kesal membuat keadaan semakin buruk, tapi setidaknya aku bisa melakukan sesuatu mengenai hal itu. Siapa yang mengganggumu"
Rose, kau tak bisa memukuli semua orang yang bermasalah dengan kita.
Mia" tebakku. Dan yang lain, Lissa berkilah. Dengar, itu tidak penting. Yang ingin kuketahui adalah bagaimana semua ini bisa terjadi & selain itu, aku tak bisa berhenti memikirkan kejadian waktu
Jangan, aku memperingatkannya.
Kenapa kau terus berpura-pura kalau hal itu tidak pernah terjadi" Terlebih lagi dirimu. Kau mengolok-olok Natalie karena terus-terusan mengoceh, tapi kau sendiri juga bukan orang yang pintar mengontrol emosi. Biasanya kau akan bicara mengenai segala macam hal.
Tapi bukan membicarakan itu. Kita harus melupakannya. Kejadiannya sudah lama berlalu. Kita bahkan tidak tahu apa yang terjadi.
Kedua mata besar Lissa yang hijau menatapku, ketika dia mempertimbangkan argumen selanjutnya.
Hei, Rose. Pembicaraan kami langsung terhenti saat Jesse menghampiri. Aku memasang senyum terbaikku.
Hei. Jesse mengangguk sopan pada Lissa. Dengar, nanti malam aku akan berada di asramamu untuk belajar kelompok. Apa menurutmu & mungkin &.
Untuk sementara aku melupakan Lissa, dan memusatkan seluruh perhatian pada Jesse. Tiba-tiba saja aku merasakan kebutuhan yang sangat besar untuk melakukan sesuatu yang liar dan nakal. Terlalu banyak masalah yang sudah terjadi hari ini. Tentu.
Jesse memberitahu kapan dia akan datang, dan aku bilang akan menemuinya di salah satu aula bersama dengan instruksi selanjutnya yang menyusul kemudian.
Lissa menatapku saat Jesse pergi. Kau sedang menjadi tahanan asrama. Mereka takkan membiarkanmu berkeliaran dan bicara dengannya.
Aku tidak benar-benar ingin bicara dengan Jesse. Kami akan menyelinap pergi.
Lissa mengerang. Kadang-kadang aku tidak memahami dirimu sama sekali.
Itu karena kau adalah orang yang selalu berhati-hati, sedangkan aku adalah orang yang gegabah.
Saat pelajaran Perilaku Binatang dimulai, aku mulai memikirkan kemungkinan akan keterlibatan Mia dalam masalah ini. Mulai dari tatapan sombong pada wajah malaikat sintingnya. Sepertinya Mia sangat menikmati sensasi yang dihasilkan oleh si rubah berdarah. Tapi itu bukan berarti Mialah yang bertanggung jawab, dan set
elah aku mengawasinya selama beberapa minggu terakhir, aku tahu dia pasti menikmati apa pun yang bisa membuat aku dan Lissa kesal. Walau belum tentu juga dia yang melakukannya.
Serigala, sama seperti spesies lainnya, membagi kelompok mereka menjadi pejantan alfa dan betina alfa yang dipatuhi oleh serigala lain. Para alfa hampir bisa dipastikan yang terkuat secara fisik, meskipun sering kali konfrontasi yang terjadi lebih disebabkan oleh kehendak dan kepribadian. Saat seekor alfa ditantang dan digantikan, serigala tersebut mungkin akan diusir dari kelompoknya, atau bahkan diserang.
Aku mendongak dari khayalanku dan memusatkan pikiran pada Ms. Meissner.
Sebagian besar tantangan lebih sering terjadi selama musim kawin, lanjut Ms. Meissner. Hal ini otomatis langsung menyebabkan seisi kelas gempar. Pada sebagian besar kawanan serigala, pasangan alfa merupakan satu-satunya yang kawin. Jika si pejantan alfa adalah seekor serigala yang lebih tua dan berpengalaman, maka serigala saingan yang lebih muda akan berpikir dirinya memiliki kesempatan. Kebenaran mengenai hal tersebut tergantung pada setiap kasus yang terjadi. Serigala muda sering kali tidak menyadari betapa tidak sebandingnya mereka dengan serigala yang lebih berpengalaman.
Terlepas dari masalah serigala tua dan muda, kupikir yang lainnya cukup relevan. Aku memutuskan dengan enggan bahwa di dalam struktur sosial Akademi jelas-jelas ada banyak alfa dan tantangan.
Mia mengangkat tangan. Bagaimana dengan rubah" Apa mereka memilik alfa juga"
Terdengar helaan napas serentak dari seisi kelas, disusul oleh beberapa kikikan gugup. Tidak seorang pun menyangka Mia bisa sejauh itu.
Wajah Ms. Meissner terlihat memerah, yang menurut dugannku diakibatkan oleh amarah. Hari ini kita sedang membahas serigala, Miss Rinaldi.
Mia sepertinya tidak keberatan dengan teguran halus tersebut, dan saat kelas dibagi menjadi pasangan-pasangan untuk mengerjakan sebuah tugas, cewek itu menghabiskan lebih banyak waktu untuk menatap ke arah kami sambil terkikik. Melalui ikatan batin, aku bisa merasakan Lissa semakin kesal saat kilasan gambar si rubah terus-menerus terbayang olehnya.
Jangan khawatir, kataku. Aku punya cara
Hei, Lissa, sela seseorang.
Kami berdua mendongak saat Ralf Sarcozy menghampiri meja kami.
Ralf memasang cengiran bodoh yang menjadi ciri khasnya, dan aku punya firasat dia menghampiri kami karena tantangan bodoh dari teman-temannya.
Jadi, akui saja, kata Ralf. Kau membunuh rubahnya. Kau berusaha meyakinkan Kirova kalau kau memang gila, supaya kau bisa keluar dari tempat ini lagi.
Apa kau puas" kataku pada Ralf dengan suara pelan.
Apa kau menawarkan diri untuk memuaskan aku"
Dari yang kudengar, tidak ada banyak yang bisa dinikmati darimu, aku menyerangnya balik.
Wow, Ralf berkata dengan nada mengejek. Kau sudah banyak berubah. Terakhir kali kuingat, kau tidak terlalu pemilih mengenai orang yang kauajak telanjang.
Dan terakhir kali kuingat, satu-satunya orang yang kaulihat telanjang adanya di Internet.
Ralf memiringkan kepala dengan gaya dramatis. Hei, aku baru ingat: itu dirimu, ya kan" Ralf menatap Lissa, dan memunggungiku. Dia menyuruhmu untuk membunuh rubahnya, ya kan" Semacam perilaku aneh para lesbian aaahh!
Tubuh Ralf tiba-tiba saja terbakar.
Aku melompat dan mendorong Lissa menjauh darinya tidak mudah untuk melakukannya, karena kami sedang duduk di depan meja kami. Kami berdua tersungkur di lantai saat suara jeritan yang paling keras berasal dari Ralf memenuhi ruangan kelas dan Ms. Meissner berlari mengambil alat pemadam api.
Kemudian, apinya menghilang begitu saja. Ralf masih menjerit-jerit dan menepuk-nepuk tubuhnya sebagai upaya memadamkan api, tapi tidak ada satu pun bekas luka pada tubuhnya. Satu-satunya tanda yang menunjukkan adanya kejadian tadi hanyalah bau asap yang masih menggantung di udara.
Selama beberapa detik, seisi kelas seakan-akan membeku. Kemudian, perlahan-lahan semua orang mulai memahami apa yang terjadi. Spesialisasi sihir Moroi diketahui secara terbuka, dan setelah memperhatikan seisi kelas, aku menyimpulkan ada tiga or
ang pengguna sihir api: Ralf, temannya yang bernama Jacob, dan Christian Ozera.
Mengingat Jacob, apalagi Ralf tak mungkin membakar tubuhnya sendiri, sang pembuat ulah jadi terlihat cukup jelas. Kenyataan bahwa Christian tertawa terbahak-bahak juga sedikit banyak membocorkan kebenarannya.
Wajah Ms. Meissner berubah dari merah menjadi ungu tua. Mr. Ozera! Ms. Meissner berteriak. Berani-beraninya kau apa kau sadar pergi ke kantor Kirova sekarang juga!
Christian sama sekali tidak terlihat gentar. Dia berdiri dan menyandang ransel pada salah satu pundaknya. Cengiran itu masih terlihat pada wajahnya.
Baiklah, Ms. Meissner. Christian keluar melewati Ralf yang cepat-cepat mundur. Seisi kelas memandanginya dengan mulut ternganga.
Setelah itu, Ms. Meissner berusaha untuk mengembalikan kelas dalam keadaan normal lagi, tapi usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa berhenti membicarakan apa yang baru saja terjadi. Kejadian tadi sangat mengagetkan bahkan jika dilihat dari berbagai sudut pandang. Pertama, tidak seorang pun pernah melihat mantra semacam itu sebelumnya: sebuah api besar yang tidak sungguh-sungguh membakar sesuatu. Kedua, Christian menggunakan sihir tersebut secara ofensif. Dia menyerang orang lain. Moroi tidak pernah melakukan hal semacam itu. Mereka percaya bahwa sihir ada untuk merawat bumi, untuk membantu manusia mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sihir tidak pernah digunakan sebagai senjata. Para instruktur sihir tidak pernah mengajarkan mantra-mantra semacam itu; bahkan menurutku mereka tidak mengetahui satu pun mantra-mantra seperti itu. Akhirnya, yang paling gila dari semua ini, Christian yang melakukannya. Christian yang tidak pernah diperhatikan maupun dipedulikan oleh siapa pun. Well, sekarang mereka semua menyadari keberadaannya.
Sepertinya memang masih ada orang yang menguasai sihir ofensif, dan meskipun aku sangat menikmati ekspresi ngeri pada wajah Ralf, tiba-tiba saja terpikir olehku bahwa Christian mungkin memang benar-benar psikopat sejati.
Liss, aku berkata saat kami keluar kelas, kumohon katakan kau tidak pernah menghabiskan waktu bersama Christian lagi.
Perasaan bersalah yang tepercik melalui ikatan batin kami menjelaskan segalanya melebihi apa pun.
Liss! Aku meraih lengannya.
Tidak sesering itu, Lissa berkata dengan gelisah. Christian benar-benar baik
Baik" Baik" Orang-orang yang ada di dalam lorong memandangi kami. Aku sadar bahwa aku nyaris berteriak. Dia sudah tidak waras. Dia membakar tubuh Ralf. Kupikir kita sudah memutuskan bahwa kau tidak akan menemuinya lagi.
Kau yang memutuskan, Rose. Bukan aku. Ada nada kesal yang sudah lama tidak kudengar pada suara Lissa.
Apa yang terjadi di sini" Apa kalian & kau tahu kan maksudku &"
Tidak! tegas Lissa. Aku sudah memberitahumu soal itu. Ya Tuhan. Lissa menatapku dengan jijik. Tidak semua orang berpikir dan bertindak seperti dirimu.
Aku tersentak mendengar ucapan Lissa barusan. Kemudian, kami sadar bahwa Mia sedang lewat di hadapan kami. Mia tidak mendengar pembicaraan tadi, tapi dia menangkap nada suara kami. Senyum mencibir tersungging pada wajahnya. Sedang ada masalah di surga"
Sana cari dotmu dan tutup mulut, kataku, dan tidak menunggu balasan darinya. Mulut Mia ternganga, lalu cemberut.
Aku dan Lissa berjalan dalam diam, lalu tiba-tiba saja Lissa tertawa terbahak-bahak. Dan hanya dengan begitu, pertengkaran kami pun terselesaikan.
Rose &. Nada suara Lissa lebih lembut sekarang.
Lissa, Christian itu berbahaya. Aku tidak menyukainya. Kumohon berhati-hatilah.
Lissa menyentuh lenganku. Aku memang berhati-hati. Aku adalah orang yang waspada, ingat" Kaulah yang ceroboh.
Kuharap kenyataannya masih seperti itu.
Namun kemudian, sepulang sekolah, aku dilanda keraguan. Aku sedang mengerjakan pekerjaan rumah di dalam kamar saat merasakan sesuatu yang hanya mungkin berasal dari Lissa yang sedang mengendap-endap. Aku kehilangan konsentrasi pada pekerjaanku, dan hanya menatap kosong, berusaha untuk lebih memahami apa yang sedang terjadi pada gadis itu. Seandainya saja aku punya kemampuan untuk masuk ke dalam pikiran Lissa, m
aka sekarang adalah waktu yang tepat, tapi aku tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya.
Aku mengernyit, berusaha untuk memikirkan apa yang biasanya menjadi penyebab terjadinya hubungan tersebut. Biasanya, Lissa sedang merasakan sebuah emosi yang kuat, sebuah emosi yang sangat kuat hingga hal tersebut berusaha masuk ke dalam benakku. Aku harus berusaha keras untuk melawan dorongan itu; bisa dikatakan aku selalu membangun sebuah dinding pikiran.
Sekarang aku memusatkan pikiran pada Lissa, dan berusaha menyingkirkan dindingnya. Aku mengatur napas lalu mengosongkan pikiran. Pikiranku tidak penting, hanya pikiran Lissa yang penting. Aku harus membuka diri padanya dan membiarkan kami terhubung.
Aku tidak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, aku tidak memiliki kesabaran untuk bermeditasi. Namun, keinginanku sangat kuat hingga aku memaksakan diri untuk melakukan relaksasi yang sungguh-sungguh dan terpusat. Aku harus tahu apa yang sedang terjadi padanya, dan setelah beberapa saat, usahaku membuahkan hasil.
Aku masuk ke dalam pikiran Lissa.
BAB SEMBILAN AKU TERSENTAK MASUK KE DALAM PIKIRAN LISSA, sekali lagi bisa melihat dan merasakan langsung apa yang terjadi di sekelilingnya.
Vampire Academy Karya Richelle Mead di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lissa sedang mengendap-endap menuju loteng kapel lagi, yang langsung membuktikan ketakutan terbesarku. Seperti kali terakhir Lissa ke sini, dan tidak mendapat hambatan apa pun. Ya Tuhan, batinku, apakah pendeta itu tak bisa lebih ceroboh lagi dalam menjaga keamanan kapelnya sendiri"
Matahari terbit menyinari jendela kaca patri, dan siluet Christian berbayang di atasnya; cowok itu sedang duduk di ambang jendela.
Kau terlambat, kata Christian pada Lissa. Aku sudah menunggu cukup lama.
Lissa menarik sebuah kursi reyot, menyapukan debu dari atasnya. Kupikir kau masih terjebak bersama Kepala Sekolah Kirova.
Christian menggeleng. Tidak ada yang istimewa. Mereka menghukumku selama satu minggu, hanya itu. Tidak sulit untuk menyelinap keluar. Christian mengayunkan tangan ke sekeliling tubuh. Seperti yang bisa kaulihat.
Aku heran kau tidak mendapat hukuman yang lebih lama.
Seberkas cahaya matahari menyinari kedua mata Christian yang berwarna biru jernih. Apa kau kecewa"
Lissa terlihat kaget. Kau membakar tubuh seseorang!
Tidak, aku tidak membakarnya. Apa kau melihat luka bakar pada tubuhnya"
Tubuhnya dipenuhi api. Aku mengendalikan apinya dengan baik. Aku menjauhkan apinya dari tubuh anak itu.
Lissa menghela napas. Seharusnya kau tidak melakukannya.
Christian menegakkan tubuh dari posisi bersandarnya, duduk tegak, lalu mencondongkan tubuh ke arah Lissa. Aku melakukannya untukmu.
Kau menyerang seseorang demi aku"
Tentu. Dia membuatmu dan Rose kesal. Kurasa Rose cukup hebat melawannya, tapi kurasa dia butuh sedikit bantuan untuk menghadapinya. Lagi pula, hal ini juga akan membuat semua orang berhenti membicarakan rubah itu.
Seharusnya kau tidak melakukannya, ulang Lissa sambil berpaling. Lissa tidak tahu bagaimana cara menanggapi kemurahan hati seperti ini. Dan jangan bertingkah seakan-akan kau melakukannya hanya untukku. Kau menyukai perbuatanmu ini. Sebagian dirimu melakukannya hanya karena ingin melakukannya.
Ekspresi sombong pada wajah Christian menghilang, digantikan oleh rasa terkejut yang tak diduganya sama sekali. Lissa memang bukan seorang cenayang, tapi dia punya kemampuan yang mengagumkan dalam membaca kepribadian orang lain.
Saat melihat Christian lengah, Lissa melanjutkan. Menyerang orang lain dengan menggunakan sihir adalah perbuatan terlarang dan karena alasan itulah kau ingin melakukannya. Kau mendapatkan kesenangan dari hal tersebut.
Semua peraturan itu bodoh. Kalau kita menggunakan sihir sebagai senjata, alih-alih hanya menggunakannya untuk hal-hal bodoh, maka Strigoi takkan terus-terusan membunuh kaum kita.
Itu perbuatan salah, Lissa berkata tegas. Sihir adalah anugerah. Sihir itu damai.
Hanya karena mereka bilang begitu. Kau hanya mengulangi ucapan yang mereka suapkan pada kita seumur hidup. Christian berdiri dan berjalan mondar-mandir di loteng yang sempit itu. Keadaannya tidak selalu sepe
rti itu, tahu" Dulu kita bertempur, bersama para pengawal berabad-abad yang lalu. Kemudian, orang-orang mulai ketakutan, dan berhenti melakukannya. Mereka pikir lebih aman jika mereka bersembunyi. Mereka melupakan mantra untuk menyerang.
Kalau begitu, bagaimana kau bisa tahu mantra yang tadi"
Christian tersenyum pada Lissa. Tidak semua orang melupakannya.
Contohnya keluargamu" Orangtuamu"
Senyuman Christian menghilang. Kau tidak tahu apa-apa soal orangtuaku.
Wajah Christian terlihat gelap, kedua matanya menajam. Bagi sebagian besar orang, cowok itu mungkin akan terlihat menakutkan dan mengintimidasi, tapi saat Lissa mengamati dan mengagumi sosoknya, tiba-tiba saja dia terlihat sangat, sangat rapuh.
Kau benar, Lissa mengakui dengan lembut setelah beberapa saat. Aku memang tidak mengenal mereka. Maafkan aku.
Untuk kedua kalinya dalam pertemuan kali ini, Christian terlihat terpana. Mungkin jarang ada orang yang meminta maaf padanya. Sudah pasti tidak seorang pun mendengarkannya. Seperti biasanya, Christian langsung berubah menjadi dirinya yang angkuh lagi.
Lupakan saja. Tiba-tiba saja cowok itu berhenti mondar-mandir dan berlutut di depan Lissa, sehingga mereka bisa saling bertatap mata. Merasakan kehadiran Christian begitu dekat dengannya, Lissa menahan napas. Sebuah senyum mematikan terbentuk pada bibir Christian. Dan sungguh, aku tidak mengerti mengapa, terutama kau, bersikap semarah itu karena aku menggunakan sihir terlarang.
Monte Cristo 8 Pedang Tanduk Naga Karya S D Liong Pulau Rahasia 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama