Sapta Siaga 15 Menerima Tanda Jasa Bagian 1
SAPTA SIAGA - MENERIMA TANDA JASA
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
1 LIBURAN "Hore! Liburan!" seru Peter dengan gembira. Ia berlari masuk ke dapur, lewat pintu belakang Tas sekolahnya dilemparkan begitu saja, mengenai sebuah kursi. Kebetulan kucing dapur sedang tidur di situ. Kucing itu mengeong ketakutan, lalu lari pontang-panting ke luar lewat jendela terbuka.
"Kenapa Pus Kautakut-takuti"" tukas juru masak. Ia sedang sibuk menggiling adonan untuk membikin perkedel. "Kasihan, ia tadi sedang enak-enak tidur. Rupanya capek, karena semalaman rajin menangkap tikus dalam lumbung!"
"Aku tidak tahu ia ada di situ," kata Peter. "Sungguh, aku tidak tahu. Aku boleh minta selai sedikit, Cookie""
"Tidak boleh," tukas juru masak. Nama panggilannya Cookie. "Mana adikmu" Aduh.. aduh, sudah liburan lagi sekarang! Kalian berdua pasti akan tidak berhenti-henti keluar-masuk dapur. Wah, payah!"
"Jangan begitu dong, Cookie manis. Kan akan ada dua anak yang bisa disuruh-suruh, yang rajin membersihkan sisa makanan dalam panci dan tidak bosan mengatakan kue apel Anda yang paling enak di dunia, kata Peter membujuk. "Belum lagi...."
""Ya- belum lagi yang suka mengambil kue dari dalam kaleng, terus-menerus minta kismis, minta limun, minta...."
Saat itu Janet, adik Peter, masuk bergegas-gegas. Ia merangkul Cookie dan mengecupnya.
"Makan apa kita nanti"" tanyanya sekaligus. "Kalian ini, ingatannya cuma makan terus," kata Cookie menggerutu, sementara tangannya sibuk mengaduk adonan. "Lebih baik masuk dulu. Ibu ada di kamar duduk, bersama Bibi Lou yang baru saja datang. Aku tahu, bagaimana Bibi - pasti membawa oleh-oleh untuk kalian!"
Peter dan Janet bergegas masuk ke kamar duduk. Mereka sangat sayang pada Bibi Lou. Peter dan Janet merangkul dan mengecupnya, lalu bercerita bahwa liburan sekolah sudah dimulai.
"Jadi kapan-kapan kami akan bisa datang ke tempat Bibi," kata Peter.
"Kau ini bagaimana, Peter!" tukas Ibu. "Masa mengundang diri sendiri" Dan kenapa lututmu itu" Bukan main kotornya! Orang yang melihat pasti menyangka dalam perjalanan pulang dari sekolah tadi kau sengaja merangkak di lumpur."
"Baiklah, akan kucuci dengan segera," kata Peter. Ia sendiri kaget melihat lututnya begitu kotor. "Sungguh, Bu - aku juga tidak tahu apa sebabnya ...."
"Sini, sekarang saja kuberikan hadiah liburan untuk kalian," kata Bibi Lou. "Aku tak bisa menunggu sampai lututmu sudah dicuci bersih, karena nanti bis sudah berangkat. Kalian tentunya masih suka coklat, ya""
Sambil berkata begitu, Bibi Lou menyodorkan sebuah kaleng yang besar sekali. Mata Peter dan Janet sampai terbelalak melihatnya. Bayangkan, coklat sebanyak itu - untuk mereka sendiri!
"Aku tahu, kalian kan punya perkumpulan," kata Bibi lagi. "Kalau tidak salah, anggotanya tujuh atau delapan anak, kan" Nah, coklat sekaleng ini sumbanganku, untuk dimakan dalam rapat yang berikut."
Peter membuka tutup kaleng. Matanya semakin membesar, keasyikan.
"Lihatlah, Janet - bermacam-macam jenis biskuit coklat ada di sini! Wah, Bi - aku akan segera mengundang teman-teman berapat. Terima kasih, Bi - Anda benar-benar baik hati. Semuanya ini, benar-benar untuk kami""
Untuk kalian serta teman-teman kalian," kata Bibi Lou sambil bangkit. "Nah, sekarang aku harus
bergegas - supaya tidak ketinggalan bis. Yuk, antarkan aku ke halte."
Peter dan Janet ikut mengantarkan. sampai Bibi Lou sudah naik ke atas bis. Kemudian keduanya bergegas kembali ke kamar duduk, mendatangi biskuit coklat sekaleng penuh.
"Kita memakannya nanti saja, dalam rapat Sapta Siaga, kata Peter. "Sekarang kita tawarkan pada Ibu dan Cookie. Tapi kita sendiri jangan mengambil." Sudah lama sekali kita tidak mengadakan rapat. Dan dengan hidangan biskuit coklat, rapat pasti akan lancar jalannya."
"Besok saja kita mengadakan rapat," kata Janet dengan gembira. "Aduh, senangnya! Sekarang sudah liburan lagi - kita bisa berapat kembali dalam gudang, dengan lencana dan kata semboyan, lalu...."
"Aduh, kata semboyan!" kata Peter kaget. "Apa ya, kata semboyan kita yang sekarang"
" ' "Masa kau lupa, padahal begitu gampang diingat," jawab Janet. "Waktu itu kita memilih 'Liburan', karena rapat berikut pasti akan dilangsungkan dalam waktu libur. Kurasa teman-teman pasti masih ingat semuanya. Yuk, kita datangi mereka malam ini! Atau bisa juga dengan jalan menelepon, untuk memberi tahu bahwa besok kita rapat - katakanlah, pukul lima!"
"Pukul lima" Itu kan saat minum teh," kata Peter heran.
"Ya, tentu saja - pada saat itu kan cocok, jika kita menghidangkan biskuit ini, kata Janet.
"Ya, betul juga," kata Peter. "Bagaimana jika kau menulis surat untuk memberi tahu kawan-kawan bahwa besok ada rapat, Janet" Dengan surat, rasanya lebih resmi."
"Kalau begitu kau saja yang menulisnya, karena kau kan ketua perkumpulan kita," kata Janet. "Jadi semakin resmi lagi."
"Ah - kurasa lebih cepat kalau ditelepon saja," kata Peter. "Wah - pasti asyik, apabila Sapta Siaga siap beraksi kembali. Mudah-mudahan saja ada kejadian yang menarik."
"Biasanya kan begitu," kata Janet. "Apalagi jika ada Susi yang jahil itu."
"Kata Jack, adiknya itu semakin menjadi-jadi saja bandelnya akhir-akhir ini," kata Peter. "Kalau aku punya adik kayak Susi, ia akan kududuki terus, supaya...."
"Dudukmu pasti takkan bisa tenang!" kata Janet. "Sampai sekarang belum ada yang bisa mengalahkan Susi. Pasti ia akan berusaha datang ke rapat kita besok!"
"Kalau ia benar-benar datang, toh tak mungkin bisa masuk," kata Peter. "Ah - itu Skippy! Halo, Skip! Kenapa kau tidak menyambut kami tadi ketika kami pulang""
Skippy itu anjing spanil mereka. Bulunya indah, berwarna kuning keemasan. Tadi anjing itu pergi ke bukit, bermain-main dengan anjing gembala kepunyaan Matt. Matt itu gembala yang bekerja pada ayah Peter dan Janet. Ketika Skippy sedang asyik bermain-main dengan anjing gembala itu yang bernama Shadow, tiba-tiba ia teringat bahwa Peter mengatakan hari itu liburan sekolah dimulai.
Liburan! Skippy mengenal kata itu. Artinya ia akan bisa bermain-main terus dengan Peter dan Janet! Skippy menggonggong untuk minta diri pada Shadow. Anjing gembala itu hanya bisa melongo saja, melihat teman bermainnya lari bergegas-gegas menuruni bukit.
LIBURAN! 2 SAPTA SIAGA KAGET "Malam itu juga Peter dan Janet menelepon para anggota Sapta Siaga. Mereka memberi tahu tentang rapat yang akan diadakan keesokan sore, dan juga tentang biskuit coklat sekaleng besar yang akan dijadikan hidangan.
"Kalian membawa minuman, ya! Boleh limun, atau seterup. Nanti kami yang menyediakan cangkir," kata Peter.
Akhirnya Peter selesai menelepon.
"Huh ....:... aku paling tidak senang menelepon," kata Peter. "Habis, semuanya selalu mengobrol berlama-lama!"
"Ala - kau sendiri tadi juga mengoceh terus, ketika bicara dengan George dan Colin," kata Janet. "Cuma sayangnya kenapa Susi tadi yang menyambut, ketika kau ingin bicara dengan Jack. Kini anak itu tahu, kita akan mengadakan rapat. Pasti ia akan iseng lagi sekarang - dan pesanmu tadi tentu tak disampaikannya pada Jack."
"Kata Susi tadi, besok ia akan ke pesta karnaYal," kata Peter. "Jadi sekali ini kita akan bebas dari gangguannya."
"0 ya - betul juga! Aku ingat lagi sekarang," kata Janet. "Saudara sepupunya akan mengadakan semacam pesta karnaYal, besok sore. Aku ingin tahu, Susi nanti berdandan jadi apa. Binki, temannya yang konyol itu juga diundang."
"Kata Susi, mereka berdua akan berdandan sebagai anak kembar, Jack dan Jill;" kata Peter. "Tapi kurasa mereka takkan membawa air seember, kayak kedua anak kembar dalam cerita itu. Aku rasanya kepingin menyiramkan air dingin seember ke kepala Susi."
"Tak mungkin kau bisa melakukannya," kata Janet. Ia terkikik, membayangkan Susi diguyur air dingin oleh Peter. "Kurasa malahan dia yang akan lebih dulu mengguyurmu."
"Mana mungkin," kata Peter. "Takkan kubiarkan ada anak perempuan berbuat begitu terhadapku. Tapi sekarang soal rapat besok. Jika kita akan rapat besok, pasti sebelumnya banyak yang masih harus kita kerjakan. Coba carikan huruf-huruf SS kita yang hijau itu. Janet, lalu pasangkan kembali ke daun pintu gudang. Kau ingat kan, waktu itu kita copot karena basah kena h
ujan. Dan juga cari lencana kita!"
"Jangan khawatir, selama ini kusimpan dalam kotak perhiasanku," kata Janet.
"Mudah-mudahan saja masih ada di situ," kata Peter. "Terakhir kalinya aku melihat kotak itu. isinya permen, gelang karet. sedikit lak, bros yang sudah rusak, lalu...."
"Kau tidak boleh lancang membuka-buka kotakku," kata Janet, "nanti akan ku...."
"Ya deh, ya deh," kata Peter cepat-cepat. "Kita jangan bertengkar, karena masih banyak yang harus dilakukan. Mudah-mudahan tukang kebun tidak mengambil kotak-kotak tempat duduk kita dalam gudang. Dan kau, Skippy mudah-mudahan selama ini kau rajin mengusir tikus yang ada di situ. Tidak enak rasanya jika kita rapat besok sore, dan tahu-tahu ada beberapa ekor tikus menggabungkan diri!" .
"Hii - jijik!" kata Janet, membayangkan kemungkinan itu. Skippy menggonggong, seolah-olah mengatakan soal tikus sudah beres. Tapi ia bermaksud akan ke gudang sebentar besok pagi, untuk meyakinkan di sana benar-benar tidak ada tikus lagi.
Keesokan harinya Janet dan Peter sibuk bekerja. Mereka membersihkan gudang tua tempat mereka biasa mengadakan rapat. Saat itu tukang kebun menjenguk sebentar. Ia mendengus sambil menganggukkan kepala, tanda bahwa ia senang melihat anak-anak begitu rajin. Lalu ia pergi lagi.
"Memang sudah perlu sekali," katanya menggumam, sambil kembali ke kebun. Kedua anak itu mendengarnya. Janet memandang berkeliling. Ia puas melihat gudang sudah bersih dan rapi kembali Semua sudah diatur. Kotak-kotak tempat duduk, mangkok-mangkok untuk minum sudah dijejerkan di atas rak, lalu tujuh piring plastik untuk tempat kue-kue nanti. Dan kaleng besar berisi biskuit coklat. Sedang di lantai terhampar permadani yang sudah tua.
"Bagus!" kata Janet. "Gudang ini agak berbau buah apel, ya! Maklumlah, musim dingin yang lalu tempat ini dipakai untuk menyimpan apel. Tulisan SS sudah kupasang kembali di pintu. Sayang jendela di sini kecil sekali. Jadi di dalam gelap. Tapi belum perlu dipasang lilin kan, Peter""
""Tidak' perlu," kata Peter. "Lagipula jika kita menyalakan lilin di sini, nanti Ibu pasti ngeri - takut kalau tersenggol oleh Skippy, lalu gudang terbakar, lalu...."
"Lalu datang mobil pemadam kebakaran dan kita akan mengalami rapat paling asyik!" kata Janet.
Rapat dimulai pukul lima. Lima menit sebelumnya Peter, Janet dan Skippy sudah ada di gudang. Mereka menunggu kedatangan teman-teman. Skippy melirik terus ke arah kaleng biskuit, sambil mendengking pelan. Rupanya hendak mengatakan perutnya sudah lapar sekali. Ia tidak bisa menunggu lama lagi.
Tiba-tiba bunyi dengkingannya berubah. Anjing itu mendengar langkah orang datang di luar!
"Teman-teman datang," kata Peter senang. "Tepat sekali pada waktunya!"
Duk-duk-duk. Pintu diketuk keras-keras dari luar.
"Kata semboyan!" seru Peter. Dengan segera terdengar suara Pam dan Barbara menjawab.
"Liburan!" Peter membukakan pintu sambil nyengir.
"Betul," katanya. "Masuk! Nah - ada lagi yang datang. Semboyan kita""
"Liburan!" kata anak yang datang. Ternyata Colin. Baru saja ia masuk, terdengar lagi pintu diketuk dari luar.
"Semboyan kita"" seru Peter dari dalam gudang.
"Kan 'Liburan', Peter"" tanya George - karena yang datang itu dia. "Wah - untung saja betul!
"Wah, asyik ya - Sapta Siaga berkumpul lagi. Semua sudah hadir" Agak gelap di sini."
"Tinggal Jack yang belum muncul," kata Peter.
"Tapi kurasa itu dia datang. Ya. betul. Semboyan kita, Jack""
"Liburan!" Setelah itu pintu gudang dikunci dari dalam.
Rapat akan dimulai. Tapi tiba-tiba Skippy menggeram. Anjing itu duduk di pojok yang gelap. Ia tidak henti-hentinya menggeram. Anak-anak memandangnya dengan heran.
"Ada apa, Skip" tanya Peter. Tapi Skippy malahan menggeram lagi. Bertambah galak kedengarannya. Aneh!
"Eh - Skippy kelihatannya menggeram ke arah Jack!" kata Pam. "Lihatlah, sekarang ia bahkan memperlihatkan taringnya!"
"Selama ini belum pernah ia begitu terhadap salah seorang dari kita," kata Janet. "Sudahlah, Skippy - jangan menggeram-geram terus. Coba buka topimu, Jack. Mungkin itu yang menyebabkan Skippy menggeram. Kau, lupa membukanya tadi, sewak
tu masuk." "Ah, biar kupakai terus," kata Jack. "Kepalaku agak kedinginan."
Tiba-tiba George menyambar topi itu dari kepala Jack. Saat itu juga anak-anak melongo. Mereka heran, tapi sekaligus juga marah. Ternyata di bawah topi tersembunyi rambut panjang. Sedang Jack berambut pendek!
"Ini kan Susi! Susi - dan bukan Jack! Kau keterlaluan, Susi - datang menghadiri rapat kami dengan menyamar sebagai Jack!" seru Peter marah.
"Yah - aku dan Binki kebetulan lewat di sini dari pesta karnaYal. lalu aku ingin menjenguk rapat kalian sebentar," kata Susi sambil nyengir. "Tadi kami berdandan menjadi Jack dan Jill. Aku yang menjadi Jack, sedang Binki menjadi Jill. Ia bersembunyi di luar sekarang. Jack meminjamkan pakaiannya, supaya aku bisa datang sebagai anak laki-laki ke pesta. Sedang suara kami mirip sekali. Jadi gampang sekali bagiku menyelundup untuk menghadiri rapat kalian." Susi tertawa puas. "Lalu tadi kudengar kalian yang datang menyebutkan kata semboyan! Kalian memang anak-anak konyol - dan sekarang aku ada di sini."
"Dan cuma Skippy yang mengenalimu," keluh George. "Ia tahu, kau bukan Jack. Sekarang keluar, Susi! Keluar, kataku!"
"Ya deh," kata Susi berdiri, masih tetap nyengir puas. "Sebentar lagi Jack akan datang. Kukatakan padanya, rapat akan dimulai setengah enam sore, dan bukan pukul lima. Jadi bukan salahnya ia datang terlambat. Nah, bagaimana - apakah aku cukup cerdik, sehingga bisa diterima menjadi anggota Sapta Siaga""
Peter merasa, sekarang Susi sudah keterlaluan. Didorongnya anak itu ke pintu. Tapi Susi tidak mau pergi. Ia malahan berteriak-teriak.
"Binki! Tolong, Binki!"
Setelah itu barulah ia lari, ke luar, dikejar anak-anak dengan marah. Tapi tahu-tahu mereka diguyur air dingin!
"Wah - hebat!" kata Susi, sambil tertawa terpingkal-pingkal. "Bidikanmu hebat, Binki! Nah, selamat berapat!"
Setelah itu ia pergi bersama Binh Kedua anak bandel itu merasa puas, karena berhasil memperdayai Sapta Siaga. Teman-teman mereka pasti geli kalau mendengar cerita itu.
" 3 KEPUTUSAN RAPAT Para anggota Sapta Siaga marah sekali. Peter mengacungkan kepalan tinjunya ke arah kedua anak perempuan yang lari sambil tertawa-tawa itu.
"Nekat benar kalian! Kami basah kuyup," teriaknya. "Awas, kalau ketemu lagi!"
Tapi Susi dan Binki tidak menjawab. Keduanya terus lari, sambil tertawa-tawa. Susi memang sangat bandel. Kasihan Jack, punya adik seperti dia!
"Bayangkan. dia meminjam pakaian Jack," keluh Peter, "serta membawa ember berisi air, supaya persis Jack yang dalam dongeng anak-anak itu! Sekarang aku basah kuyup!"
'''Dan pada Jack dikatakannya, rapat dimulai pukul setengah enam!" sambung Janet. "Pantas dia terlambat datang sekarang! Tunggu, Peter- akan kuambilkan handuk sebentar. Kau yang paling basah, karena tadi yang paling dekat pada mereka."
"Jangan! Nanti Ibu malah bertanya, apa yang terjadi di sini. Susi itu memang luar biasa nakalnya. Nanti akan kukatakan pada Jack!"
Tapi Jack tidak muncul-muncul. Kasihan anak itu! Ia baru saja hendak berangkat, ketika Susi dan Binki datang. Keduanya berjalan sambil tertawa-tawa. Ember yang kosong dibawa pulang berkelontangan bunyinya, Susi dan Binki menceritakan apa yang baru saja terjadi. Jack terhenyak duduk di tangga. Ia mengeluh.
"Aduh, Susi! Kau ini memang nekat - pura-pura jadi aku dan datang ke rapat Sapta Siaga! Sekarang aku tak berani datang ke sana, Sebaiknya aku menelepon saja. untuk minta maaf atas tingkah lakumu tadi. Mungkin sekarang aku akan dikeluarkan dari Serikat Sapta Siaga!"
"Aku tidak berkeberatan jika harus menulis surat untuk minta maaf." kata Susi. "Aku bahkan mau disuruh menulis selusin surat permintaan maaf! Pokoknya aku puas, karena berhasil menerobos ke dalam rapat itu ,serta menipu anak-anak di situ. Dan Binki tadi hebat, tepat sekali bidikannya sewaktu menyiramkan air dari ember!"
"Teman-teman tadi tidak ada yang menyadari bahwa yang datang itu bukan aku"" tanya Jack heran.
"Yang tahu cuma Skippy saja. Ia langsung menggeram-geram," kata Susi. "Aduh, tak bisa kutahan tertawa, apabila mengingat kejadian tadi. Binki, apakah sudah kausangka air s
eember yang kau bawa tadi begitu besar gunanya""
Jack tidak tahan lagi mendengarnya, lalu pergi. Ia jengkel, tapi juga kecewa. Soalnya, ia kepingin sekali menghadiri rapat. Tapi sekarang mustahil masih bisa datang. Ia masuk ke dalam rumah. Maksudnya hendak menelepon, minta maaf atas perbuatan adiknya. Tapi pesawat telepon sudah berdering lebih dulu, sebelum ia sempat mengangkatnya. Ternyata Janet yang hendak berbicara.
""Jack" Ini benar-benar kau Jack - dan bukan Susi lagi"" kata Janet dengan waswas. "Aku cuma hendak mengabarkan bahwa rapat dibatalkan, karena kami semua basah kuyup! Kurasa Susi pasti sudah berbicara apa yang terjadi tadi di sini. Ah, kau tidak perlu minta maaf, Jack - karena memang bukan kau yang salah. Tapi Peter berpesan, rapat kita diundurkan sampai besok. Kau bisa datang""
"Ya, ya - tentu saja bisa," kata Jack. Ia merasa lega. "Terima kasih. Untung kau menelepon, karena tadi aku sudah hendak ke sana. Ya -tentu saja takkan kukatakan kapan rapat kita yang berikut. Tapi - kenapa tidak diteruskan sekarang saja "'"
"Saat ini kami basah kuyup," kata Janet. "Dan terlalu jengkel! Jadi sampai besok!"
Keesokan sorenya Sapta Siaga berkumpul lagi. Kali itu tidak terdengar lagi geraman Skippy, karena ,yang datang benar-benar Jack - dan bukan Susi lagi. Jack merasa malu dan kecewa, karena adiknya itu mengacaukan rapat. Teman-temannya berusaha membujuknya.
"Sudahlah, Jack - kau tidak perlu sedih. Kalau dipikir-pikir, kejadian kemarin sore itu ada lucunya juga," kata Pam.
"0 ya" Aku sama sekali tidak merasa begitu," tukas Peter. "Tapi sudahlah - kita lanjutkan saja rapat ini. Skippy! Pasang telinga baik-baik, kalau ada bunyi mencurigakan di luar!"
Skippy pergi ke pintu, lalu duduk di situ sambil memiringkan kepala. Kini pasti takkan ada yang bisa mendekat tanpa ketahuan. Biar sambil merayap pun, pasti akan terdengar oleh Skippy.
Rapat berjalan lancar - apalagi dibantu hidangan biskuit coklat sekaleng besar. Tiap anak mendapat paling sedikit enam buah - termasuk Skippy! Anjing itu memakan bagiannya sambil menjaga di pintu. Ia sangat waspada. Ketika anak-anak sudah kenyang makan dan minum, rapat dilanjutkan.
"Kita harus menentukan apa yang akan kita lakukan bersama-sama, apabila ingin perkumpulan kita ini bisa terus hidup," kata Peter.
"Bagaimana jika kita menolong orang"" tanya Pam. "Menurut Ibu, jika kita tidak tahu apa yang harus dikerjakan, kita harus membantu usaha sosial. Katanya, perkumpulan yang kerjanya cuma rapat sambit makan-makan terus, tidak ada gunanya."
"Eh, mana bisa! Sapta Siaga kan sudah banyak jasanya!" tukas Janet tersinggung. "Menolong orang, menyelidiki kejadian misterius, membongkar rahasia pencurian anjing..."
"Ya deh - aku kan juga tahu," kata Pam. "Yang kukatakan tadi itu kan pendapat ibuku."
"Tapi memang, lebih enak rasanya jika kita mempunyai tujuan tertentu," kata Barbara. "Maksudku, sesuatu yang perlu dipikirkan. Begitu banyak kejadian yang sudah kita alami, tapi sekarang kita cuma duduk-duduk saja di sini - persis seperti dalam rapat sebelumnya. Seakan-akan kita semua tidak punya otak!"
Peter mendengarkan dengan kening berkerut.
"Kurasa Barbara benar," katanya kemudian. "Kita perlu memikirkan, apa yang bisa kita lakukan. Kita tahu, kita ini tidak bodoh! Nah - siapa punya gagasan""
Anak-anak membisu selama beberapa saat. Semua berpikir.
"Aduh, aku tidak mampu menemukan gagasan baik, apabila disuruh," keluh Janet kemudian. "Kalau aku mendapat gagasan yang bagus, datangnya selalu secara tiba-tiba!"
"Apakah tidak ada kejadian aneh yang bisa kita selidiki"" tanya George. "Atau seseorang yang mungkin bisa kita bantu""
"Yah - ada satu kejadian aneh! Kita bisa saja menyelidiki siapa yang mengikatkan kursi direktur sekolah kita ke atas tiang bendera di halaman sekolah," kata Colin sambil tertawa geli. "Benar-benar edan - ketika kami datang ke sekolah hari Rabu yang lalu, tahu-tahu kursi itu sudah tergantung-gantung di situ!"
"Kita cuma akan membuang-buang waktu saja, apabila menyelidiki kejadian konyol itu, kata Pam. "Aku takkan heran, apabila kemudian ternyata si Susi bande
l itu yang melakukannya - dengan bantuan Binki tentunya!"
Anak-anak tertawa semua, termasuk Jack. Setelah beberapa saat diam lagi, kemudian Colin berbicara.
"Aku punya ide - tapi kurasa tidak begitu hebat, katanya. "Bagaimana jika kita berusaha menemukan kembali medali-medali Jenderal Branksome yang hilang dicuri orang beberapa waktu yang lalu""
Teman-temannya memandangnya dengan kaget.
""Tapi bagaimana caranya"" tanya George. "Bahkan polisi saja tidak tahu siapa yang mencuri!"
"Jenderal itu tinggalnya di sebelah rumah kami," kata Colin. "Ia sudah tua sekali, dan medali-medali itu besar sekali artinya bagi dia. Lalu - kemarin aku melihat dia bercerita pada seseorang di kebunnya, yang bersebelahan dengan kebun kami. Ia bercerita tentang medali-medalinya yang hilang itu. Kasihan, kulihat air matanya bercucuran. "
Anak-anak kaget mendengarnya. Menurut perasaan mereka, orang dewasa jarang menangis. Apalagi seorang tentara. Tentara, tidak pernah menangis! Tapi sekarang Colin mengatakan, air mata Jenderal pensiunan itu bercucuran. Pasti ia sedih sekali!
Anak-anak membisu, karena tidak tahu apa yang harus dikatakan setelah mendengar berita yang mengejutkan itu. Skippy bingung, apa sebabnya anak-anak tidak ada yang berbicara. Ia mendengking dengan sedih.
"Diam sajalah, Skippy - kami tidak apa-apa, cuma sedang memikirkan urusan penting, kata Janet, sambil mengelus-elus kepala Skippy. "Kami tadi bicara tentang menangis. Kau tentu saja tidak mengerti, karena binatang tidak bisa menangis."
Skippy mendengking lagi. Seolah-olah hendak menunjukkan bahwa binatang juga bisa menangis.
"Tidak bisakah pemerintah mengganti medali-medali yang hilang itu"" tanya George setelah beberapa saat berpikir.
""Tentu saja tidak," kata Colin. "Lagipula beberapa di antaranya merupakan tanda penghargaan yang diberikan negara-negara asing padanya. Jenderal Branksome sewaktu masih aktif kan terkenal sangat berani dan tabah. Aku sampai tidak tahan melihat ia menangis begitu. Kurasa dengan pencurian itu, yang lenyap bukan cuma medali-medali saja, tapi juga kenangan lama. Kalian tahu kan, maksudku" Pokoknya, begitulah kata ayahku! Ayah juga punya beberapa medali tanda jasa - jadi mestinya ia bisa membayangkan perasaan Jenderal. Ayahku dalam perang yang lalu juga berani. Ah, ingin rasanya bisa menemukan medali-medali yang hilang itu!"
Pam serta anak perempuan yang dua lagi ikut sedih mendengar cerita Colin. Mereka kasihan membayangkan laki-laki tua yang sangat tabah itu menangisi medali-medalinya yang lenyap dicuri orang.
"Kita coba saja menemukan medali-medali itu," usul Pam. "Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi tidak ada salahnya jika kita mencoba."
"Kurasa tugas itu akan berat sekali bagi kita," kata Peter. "Sungguh! Jadi sebaiknya di samping itu kita juga melakukan tugas lain. Sapta Siaga pasti mampu melakukan dua tugas sekaligus!"
"Lalu apa tugas yang satu lagi"" tanya Jack. "Aku mengusulkan, kita mengawasi sarang burung di Hutan Bramley," kata Peter. "Rupa-rupanya akhir-akhir ini ada gerombolan anak-anak jahat yang suka datang ke sana, merusak sarang-sarang burung, membunuhi anak-anak burung yang baru ditetaskan, serta mengambil telur yang ada di situ. Kita kan bertujuh! "Bagaimana jika kita bertindak, memberantas perbuatan jahat itu" Skippy juga bisa membantu kita! "
Skippy menggonggong sekuat tenaga. Jadi soal itu beres. Kini Sapta Siaga menghadapi dua tugas sekaligus. Mencari medali-medali yang hilang, serta mengintai gerombolan perusak sarang burung di Hutan Bramley.
"Sebetulnya kedua tugas itu sama sekali tidak saling berhubungan," kata George agak sangsi,
"Memang," jawab Janet. "Tapi siapa tahu, George! "
" IV COLIN BERAKSI "Setelah itu tidak ada waktu lagi untuk menyusun rencana selanjutnya, karena tiba-tiba terdengar bunyi lonceng dari arah rumah Peter dan Janet.
"Astaga! Ibu memanggil kita," kata Peter. Ia memandang arlojinya. "Kita harus masuk ke rumah, Janet. Sama sekali tak kusangka, hari sudah malam. Itulah yang paling tidak enak kalau kita mengadakan rapat. Waktu rasanya cepat sekali berlalu!"
"Memang! Tapi tung gu dulu, Peter," kata George. "Jadi apa tepatnya yang akan kita lakukan setelah ini" Apakah tidak sebaiknya seorang di antara kita mendatangi Jenderal, untuk bertanya-tanya sedikit tentang soal medali-medali itu. Maksudku, kapan dicuri, bagaimana pencurian terjadi dan seterusnya""
"Ya, ya - tentu saja," kata Peter. "Yah, kurasa sebaiknya Colin yang melakukannya, karena ia tinggal bersebelahan dengan Jenderal. Dan ia juga kenal padanya. Bagaimana, Colin""
"Eh - ya, baiklah! Kurasa sebaiknya memang aku," kata Colin agak ragu. "Mudah-mudahan saja ia tidak marah, jika aku bertanya-tanya. Mungkin saja ia beranggapan aku terlalu ingin tahu."
""Tapi ia kan kenal padamu," kata Pam. "Kau kan pintar mengambil hati! Kecuali itu, kau memang benar-benar merasa kasihan padanya. Mungkin ia tidak senang, kalau ada orang tak dikenal yang bertanya-tanya tentang hilangnya medali-medali yang disayanginya itu. Tapi mustahil ia marah, jika kau yang menunjukkan minat,"
"Sedang mengenai tugas yang satu lagi, sebaiknya kita beramai-ramai berkeliaran dalam hutan itu, sambil berjaga-jaga kalau ada yang mengganggu atau merusak sarang burung.." kata Peter, "Kuusulkan kita memakai lencana Sapta Siaga - supaya bisa mengatakan kita mendapat tugas dari perkumpulan kita, untuk melindungi kelestarian sarang burung di situ."
"Apakah kita nanti perlu mencatat nama mereka"" tanya Barbara agak takut-takut.
"Yah - tidak ada salahnya kita menanyakan nama dan alamat," kata Peter. "Kemungkinan besar yang bersalah takkan mau menyebutkan. Tapi anak-anak iseng itu pasti kaget, jika merasa ada yang menjaga kelestarian sarang burung di hutan. Persoalan ini kan sudah sering diberitakan dalam surat kabar. Dan anak-anak memang diminta bantuan agar ikut mencegah terjadinya perbuatan kejam itu."
"Kita patroli berpasangan dua atau tiga orang," kata Jack, "supaya lebih berani!"
"Betul," kata Peter. "Nah, atur sendiri rencana selanjutnya, dan lakukan tugas sebaik-baiknya. Empat hari lagi laporan harus masuk! Apabila sebelum itu ada di antara kalian yang ingin agar diadakan rapat, harap meninggalkan surat pemberitahuan di sini. Aku atau Janet pasti akan tahu karena kami setiap hari kemari "
"Jadi soal itu beres." kata Jack. "Wah -lonceng sudah berbunyi lagi, Peter! Cepatlah pulang - nanti kalian kena marah ..
Anak-anak berpisah, Pintu gudang ditutup dan setelah itu Peter dan Janet bergegas lari ke rumah, diikuti oleh Skippy,
"Nah - akhirnya muncul juga kalian!" kata Cookie Ia berdiri di ambang pintu dapur, sambil memegang lonceng. "Makanan sudah kubawa ke dalam. Tapi ayah kalian masih di kamar mandi. Cepatlah. kalau tidak ingin kena marah!"
Anak-anak yang lain juga bergegas pulang ke rumah masing-masing.
Colin berjalan sambil berpikir-pikir. Ia agak ngeri, membayangkan tugas harus menanyai Jenderal Branksome. Bagaimana jika Jenderal itu menganggap dirinya terlalu mau tahu atau kurang ajar, lalu berteriak-teriak membentak dirinya" Colin pernah mendengar laki-laki tua itu marah-marah terhadap penjual yang nekat menawarkan jualannya pada Jenderal Branksome, Lalu bagaimana jika ia kemudian mengadukan dirinya pada orang tuanya"
"Ah - pokoknya Sapta Siaga memberikan tugas ini padaku," pikir Colin. "Lagipula, ide ini datangnya kan dari aku juga. Cuma bagaimana caraku memulai pemeriksaan itu nanti""
Malam itu Colin sibuk terus memikirkannya. Akhirnya ia memutuskan untuk melemparkan bolanya ke pekarangan Jenderal Branksome besok, apabila laki-laki tua itu sedang jalan-jalan di situ.
""Lalu aku akan memanjat tembok dan minta maaf padanya," pikir Colin selanjutnya. "Setelah itu aku masuk ke situ dan mencari bolaku. Siapa tahu, mungkin setelah itu ia mengajakku mengobrol sebentar. Saat itu akan kuajukan beberapa pertanyaan padanya. Ya, itulah yang sebaiknya kulakukan!"
Keesokan pagi Colin berdiri di depan jendela kamarnya, sambil memegang bola yang akan dilemparkan ke sebelah rumah. Ia menunggu kedatangan Jenderal Branksome, yang biasa setiap pagi berjalan-jalan dalam kebun. Nah - itu dia datang!
Colin bergegas lari ke kebun. Sesampai di situ ia membidik dengan hati-ha
ti, lalu melemparkan bolanya ke seberang tembok. Lemparannya diarahkan ke semak-semak yang letaknya agak jauh dari Jenderal. Setelah itu Colin memanjat tembok pagar.
"Selamat pagi, Pak," kata Colin menyapa Jenderal Branksome.
"Ah - selamat pagi, Colin," balas Jenderal. Ia mengejap-ngejapkan mata, memandang ke arah anak itu. "Tidak sekolah""
"Tidak, Pak. Kami sudah libur sekarang," jawab Colin. "Maaf, Pak, tadi saya secara tidak sengaja melempar bola ke kebun Anda. Bolehkah saya mengambilnya" Saya akan hati-hati sekali, jangan sampai ada tanaman terinjak."
"Ya, ya, tentu saja boleh," kata Jenderal Branksome, sambil bertelekan pada tongkatnya. "Aku tidak keberatan, jika ada anak yang tahu sopan santun masuk ke kebunku. Datanglah kemari! Dan kau mau minum limun bersamaku""
"Colin senang sekali mendengar ajakan itu. Dengan begitu ada kesempatan untuk bicara dengan laki-laki tua itu. Ia meloncat ke sebelah, lalu buru-buru mengambil bola dari dalam semak. Setelah itu disusulnya Jenderal, yang sudah berjalan kembali ke arah rumah.
"Emma! Emma!" seru Jenderal memanggil juru masaknya. "Aku ada tamu! Tolong hidangkan limun dua gelas, serta biskuit. Emma!"
Tak lama kemudian Emma muncul. Ia tersenyum ketika melihat Colin. Dan tidak lama kemudian Colin sudah duduk bersama Jenderal Branksome dalam kamar duduknya yang sempit. Di dinding banyak terpasang toto Jenderal bersama rekan-rekannya dari masa ketentaraannya dulu. Di situ juga nampak sejumlah gambar peperangan seru dari jaman dulu. Tapi tempat di atas pediangan kosong! Colin tahu sebabnya. Di situlah medali-medali Jenderal terpajang, sebelum hilang dicuri orang.
Jenderal Branksome melihat Colin menatap ke arah tempat yang kosong itu. Jenderal itu menarik napas panjang, lalu berbicara dengan gayanya yang lambat.
"Kurasa kau tentu juga mendengar kabar bahwa medali-medaliku hilang dicuri orang," katanya. "Sakit hatiku membayangkan bahwa medali-medali itu kini berada di tangan pencuri pengecut. Padahal aku memperolehnya dulu karena ketabahan dan keberanianku - sebagai tanda penghargaan atas luka-luka serta kesengsaraan yang kuderita. Tinggal itu saja yang masih menunjukkan bahwa aku dulu tentara yang baik. "Aku sekarang sudah tua, dan tak ada yang masih mau memperhatikan diriku. Tapi setiap orang yang melihat medali-medaliku itu, pasti langsung berubah pikirannya terhadap diriku. Mereka tidak lagi melihat seorang laki-laki yang tua bangka - tapi terbayang di mata mereka seorang prajurit, yang telah demikian besar jasanya! Tapi sekarang medali-medaliku itu hilang - dan karenanya aku merasa sudah tua sekali! Padahal aku merasa muda kembali, setiap kali menatap medali-medali ku..."
Colin kaget dan terharu, ketika tahu-tahu Jenderal Branksome menangis. Colin menyesal, kenapa ia tadi melemparkan bola ke kebun sebelah. Ia merasa bersalah, sehingga kesedihan laki-laki tua itu timbul kembali.
"Saya akan mencarinya sampai dapat, Pak" katanya, sambil menyentuh lengan jas Jenderal. "Saya berjanji, pasti akan berhasil menemukannya kembali. Anda tidak perlu sedih terus, karena saya pasti akan berhasil. Sungguh, Pak - pasti berhasil!"
Colin sendiri kaget, karena kata-katanya itu diucapkannya tanpa berpikir lagi. Ternyata Jenderal Branksome juga ikut kaget. Dipegangnya bahu Colin, lalu digoncang-goncangnya.
"Aku percaya, Nak! Aku percaya, kau pasti berhasil menemukan kembali medali-medaliku. Anak seperti kau inilah yang paling kusukai! Ah- Emma datang lagi! Ada apa" Kau kan tahu, aku sedang ada tamu""
"Betul, Pak. Tapi saya juga melihat, Anda sudah mulai sedih lagi memikirkan medali-medali yang hilang itu," kata Emma, sambil menepuk-nepuk punggung Jenderal. "Sekarang anak ini biar pulang saja dulu, sedang Anda tidur sebentar, Jenderal! Tadi malam Anda tidak tidur nyenyak, karena terlalu banyak pikiran. Jadi lebih baik istirahat saja sebentar sekarang."
Colin merasa dirinya mengganggu, lalu menyelinap masuk ke dapur. Di situ ia menunggu Emma datang kembali. Tak lama kemudian juru masak itu masuk, sambil menggeleng-geleng.
"Sekarang ia sudah berbaring. Ia perlu banyak beristirahat. Ka
u tadi sebetulnya tidak boleh bicara tentang medali-medali itu! Siang malam, pikirannya selalu tentang itu saja."
"Polisi sudah tahu, siapa pencurinya"" tanya Colin.
"Belum! Yang baru diketahui sampai sekarang, barang-barang itu dicuri malam-malam. Pencurinya sama sekali tidak meninggalkan jejak. Tapi polisi tahu, orang itu tangannya kecil sekali. Soalnya, ia harus memasukkan tangan ke dalam lewat kaca jendela yang dipecahkan itu - itu dia, di sebelah situ - dan dengan begitu membuka gerendel jendela dari dalam. Kau saja, belum tentu bisa memasukkan tanganmu lewat lubang itu."
Kucoba saja sebentar," kata Colin. Tapi ternyata tidak bisa, tanpa terluka kena pecahan kaca.
"Kurasa cuma anak perempuan saja yang bisa memasukkan tangan lewat lubang ini, lalu menarik gerendel," katanya. Ia agak bingung. "Tapi anak perempuan, untuk apa mencuri medali""
""Memang, kejadian ini aneh," kata Emma. "Kasihan majikanku, ia kaget sekali ketika mengetahui bahwa tanda-tanda jasa yang sangat disayanginya itu hilang. Ia berjanji akan memberi hadiah pada Siapa saja yang bisa mengembalikan medali-medali itu padanya. Hadiahnya cukup besar - lima puluh pound!"
"Lima puluh pound!" kata Colin tercengang. "Bukan main - banyak sekali! Wah, mudah-mudahan aku yang berhasil menemukannya. Tapi aku takkan minta hadiah dari Jenderal Branksome."
"Kau anak baik," kata Emma senang. "Kau mau makan" Ambil saja sendiri di tempat penyimpanan makanan!"
"Wah, tak usah - terima kasih banyak," kata Colin. Tapi juru masak yang baik hati itu memaksa, memberinya kue busa dua potong.
Sekarang ada yang bisa dilaporkan oleh Colin dalam rapat berikutnya. Walau yang pasti belum ada, tapi kelihatannya jendela yang dimasuki pencuri, dibuka dari luar oleh seseorang yang tangannya kecil sekali. Colin merasa pasti, nanti setiap orang yang tersangka akan ternyata besar sekali tangannya! Memang begitulah biasanya. Segala-galanya seperti tidak cocok, apabila sedang dilakukan pengusutan suatu peristiwa yang misterius. Colin merasa tidak enak, ketika teringat bahwa ia berjanji pada Jenderal untuk menemukan kembali medali-medalinya. Ia sendiri heran, kenapa ia tadi begitu berani berjanji! Para anggota Sapta Siaga pasti tidak setuju dengan ucapan yang tanpa pertimbangan itu. Dan memang sudah sepantasnya, apabila mereka marah.
""Pukul berapa sekarang"" kata Colin dalam hati, lalu memandang arlojinya. "Ah, masih pagi. Aku buru-buru saja ke Hutan Bramley, untuk menggabungkan diri dengan teman-teman - itu jika aku bisa menemukan mereka di sana. Aku harus segera menceritakan kejadian tadi pada mereka. Kita harus berusaha keras, agar medali-medali itu berhasil ditemukan kembali!"
Colin bergegas pulang, langsung masuk ke dapur. Ibunya sedang sibuk sekali di situ.
"Bu" Bolehkah aku minta roti sandwich beberapa potong" Untuk bekal nanti. karena aku ingin menyusul teman-teman ke Hutan Bramley," katanya.
"Itu ada beberapa potong roti, sisa sarapan tadi. Olesi saja dengan mentega - dan pasta udang, kalau kau mau," jawab ibunya. "Bawa juga tomat beberapa buah! Dalam kaleng masih ada kue. Kau juga bisa berbekal biskuit, serta...."
"Aduh, terima kasih, Bu," kata Colin senang.
Lima menit kemudian ia sudah berangkat. Bekal makanan ditaruhnya dalam kantong plastik. Sekarang tinggal mencari teman-teman!
"V "MENYELAMATKAN SARANG BURUNG
"Sementara itu tiga anggota Sapta Siaga sedang dalam perjalanan ke Hutan Bramley. Jack, Barbara dan George hendak piknik ke situ, sambil mengamat-amati orang yang mungkin hendak mengambil telor burung.
"Jadi kita bisa melakukan tugas, sambil bersenang-senang," kata Jack.
"Mudah-mudahan saja nanti tidak ada orang datang mencari sarang burung," kata Barbara. "Terus terang saja, aku takut harus berurusan dengan mereka."
"Biar kami yang laki-laki saja melakukan tugas itu," kata George. "Kau cukup menyatakan setuju dengan kata-kata kami. He - itu kan burung kukuk!"
"Kurasa kita perlu memarahi dia juga," kata Barbara.
"Kenapa harus dimarahi"" tanya Jack heran.
"Masa kau tidak tahu"! Burung kukuk kan suka mendatangi sarang burung lain, lalu melemparkan te
lor yang ada di situ ke luar," kata Barbara menjelaskan. "Setelah itu kukuk yang betina bertelor di situ. Telornya kemudian ditetaskan induk burung yang memiliki sarang itu, tanpa menyadari bahwa yang dierami bukan telornya sendiri."
"Wah - baru sekarang aku mendengarnya," - kata Jack. "Dari mana burung kukuk itu mendapat akal begitu, supaya tidak perlu repot-repot mengerami""
"Kukuk! Kukuk!" Terdengar suara burung itu di kejauhan. "Kukuk!"
"Kau sendiri yang kukuk!" teriak Jack. "Awas - kalau kutemukan telormu dalam sarang burung lain, pasti kuambil nanti!"
"Kukuk!" seru burung itu lagi. seakan-akan mengata-ngatai Jack. "Kukuk!"
Kelihatannya cuma mereka sendiri saja yang ada di hutan pagi itu. Barbara agak lega. Ia tidak kepingin bertengkar dengan siapa pun juga tentang sarang burung pada pagi seindah itu.
Bertiga mereka berkeliaran di antara pepohonan. Barbara memetik mawar hutan seberkas besar.
"Biarpun kita tidak berbuat apa-apa untuk Sapta Siaga, pokoknya bisa bersenang-senang," katanya. "Yuk, kita duduk sebentar - dan makan apel masing-masing satu. Senang rasanya mendengarkan kicauan burung di sini."
Mereka duduk di tanah. Tidak lama kemudian terdengar suara ramai bercakap-cakap di kejauhan, makin lama semakin mendekat. Ternyata yang datang tiga anak laki-laki. Semua sebaya dengan Jack. Ketiganya berjalan seperti tanpa tujuan. Kemudian seorang di antaranya menuding ke atas, ke arah sebuah pohon.
"Sialan - mungkin ia melihat sarang burung di situ," kata George. Ternyata benar! Anak yang menuding itu dengan segera memanjat pohon yang ditunjuknya. Sesaat kemudian terdengar suaranya berteriak dari atas.
"Sarang jalak! Ada empat butir telor di dalamnya! Bagaimana - kuambil saja semuanya""
"Cukup tiga, masing-masing satu untuk kita," balas salah seorang temannya yang menunggu di bawah.
"Nah! Sekarang giliran kita bertindak," kata Jack. Ia berdiri. "Yuk, kita ke sana."
Mereka pergi ke pohon itu. Jack menyapa anak-anak yang ada di situ dengan sopan, tapi tegas.
"Kalian tentunya juga tahu, kita semua diminta agar jangan mengambil telor burung dari sarangnya pada musim semi ini," katanya. "Tahun lalu begitu banyak sarang yang dirampok, sehingga burung-burung pergi dari daerah ini, dan....."
"Wahl Wah! Dia berkhotbah," kata salah seorang anak itu sambil tertawa mengakak. "Beri dia telor sebutir, Larry!"
Anak laki-laki yang ada di atas pohon mengambil sebutir telor dari sarang, lalu melemparkannya ke arah Jack. Telor itu pecah, mengotori mukanya.
"Awas! Kutarik kau ke bawah!" teriak Jack dengan marah. Dibersihkannya isi telor yang melumuri muka, sementara tangannya menggapai-gapai hendak menangkap anak itu. Tapi satu dari kedua anak yang ada di bawah menubruknya dengan sengaja. Mereka berdua jatuh terguling ke tengah semak. Seekor burung terbang menggelepar ketakutan.
""Nah - rupanya di situ juga ada sarang," kata anak laki-laki yang ketiga. "Kuperiksa sebentar!"
Barbara bingung. Ia tidak bisa diam saja, melihat ada sarang dirampok isinya dan kemudian dirusak. Ia berseru dengan suara gemetar.
"Kami anggota perkumpulan yang diberi tugas mencegah kejadian seperti ini. Nanti kalian kulaporkan! Lihatlah - kami memakai lencana perkumpulan kami. Ayo, cepat pergi dari sini!"
Anak yang masih di atas pohon serta kedua kawannya memandang Barbara dengan heran. Kemudian mereka tertawa mengejek.
"lihat - lencana konyolnya itu," kata seorang dari'mereka. "Ada tulisannya - S S. Kurasa itu singkatan Selalu Sial! Ya-cocok, kalian memang selalu sial! Kemarikan lencanamu itu. Kutaruh dalam sarang - lalu kita lihat jadi apa nanti kalau sudah ditetaskan!"
Tangannya hendak menyambar lencana yang dipakai Barbara. Tapi dengan ,cepat Jack memotong. Ia berdiri di depan Barbara. Lawannya mendorong - dan tahu-tahu Jack sudah terjengkang di tanah. Barbara menjerit. Anak yang tadi ada di atas pohon, meloncat sambil menyambar George. Dan George ikut terbanting ke tanah.
"Lari, Barbara!" seru Jack, karena ia menyangka pasti setelah itu Barbara yang akan diserang.
Barbara lari ketakutan sambil berteriak-teriak minta tolong. Ia merasa l
ega, ketika melihat ada seorang laki-laki sedang berbaring sambil membaca di bawah sebatang pohon. Laki-laki itu kaget lalu bangun, ketika melihat ada anak perempuan berlari-lari,
""Ada apa"" seru laki-laki itu. Barbara berhenti berlari.
"Aduh, tolong kami," katanya cemas. "Kami tadi hendak mencegah beberapa anak laki-laki yang sedang mengambil telor dari sarang burung. Tapi kini kedua temanku diserang, dan...."
"Baiklah," kata laki-laki itu, lalu lari ke arah suara teriakan Jack dan George. Keduanya lega, melihat ada seorang dewasa datang. Laki-laki itu membentak kedua anak yang menduduki Jack dan George.
"Ayo berdiri!" serunya. "Kalian kan tahu, dalam hutan ini dilarang keras mengambil telor dari sarang burung. Kucatat nama kalian sekarang! Katakan - siapa namamu"
Disentakkannya anak laki-laki yang menduduki Jack. Ia dan kedua kawannya ketakutan, lalu lari pontang-panting. Jack dan George bangkit, sambil membersihkan pakaian mereka yang kotor kena tanah.
"Wah - terima kasih," kata George. "Kami tadi bermaksud mencegah anak-anak jail itu merampok sarang burung."
Sapta Siaga 15 Menerima Tanda Jasa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalian anggota perkumpulan pencinta alam"" tanya laki-laki yang menolong mereka. Ia melihat lencana S S yang tersemat di baju anak-anak.
"Yah - kami memang pencinta alam. Tapi lencana ini berarti kami anggota Sapta Siaga," kata George menjelaskan. "Dan salah satu tugas kami, mencegah perampokan sarang burung."
"Itu perbuatan baik," kata laki-laki itu. "Aku juga seperti kalian. Aku senang burung serta sarang mereka. Wah, banyak sekali sarang dalam hutan ini. Sudah empat puluh yang kutemukan."
""Tapi Anda kan tidak mengambil telornya"" tanya Barbara.
"Astaga! Tentu saja tidak," jawab laki-laki itu. "Aku sebenarnya berniat hendak menulis buku tentang sarang burung yang pernah kutemukan selama beberapa tahun belakangan ini."
"Eh - maukah Anda berpiknik dengan kami"" tanya Jack. Menurut perasaannya, kawan baru mereka itu menarik. "Bekal makanan dan minuman yang kami bawa banyak sekali."
"Terima kasih banyak," kata orang itu. Ia merogoh kantong, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan besar. "Aku juga membawa bekal roti tadi. Kita saling tukar-menukar bekal nanti. Enaknya kita duduk di sana saja - di tempat yang berlumut itu. Lalu kalian bercerita tentang perkumpulan kalian itu!"
"Mereka lantas duduk di atas lumut yang empuk, lalu membuka bekal masing-masing. Saat itu belum waktunya makan. Tapi entah kenapa - perut mereka lapar sekali rasanya!
"Asyik!" kata Barbara. George, Jack dan laki-laki teman baru mereka mengangguk tanpa mengatakan apa-apa, karena mulut mereka penuh dengan roti.
"Untung Anda tadi ada di dekat sini," kata George pada laki-laki yang menolong mereka. "Benar-benar untung! Sebab ada kemungkinan ketiga berandal tadi merampas lencana kami. Anda ingin tahu tentang perkumpulan kami""
George bercerita tentang Sapta Siaga dengan perasaan bangga. Dan laki-laki itu mendengarkan dengan penuh minat.
"VI TOM SMITH ""Mendengar ceritamu, aku lantas merasa senang pada perkumpulan kalian," kata laki-laki itu, setelah George selesai bercerita. "Dan lencana kalian juga bagus! Kalian sendiri yang membuat""
"Para anggota yang perempuan," jawab George. "Kami mengadakan rapat dalam sebuah gudang. Di pintunya terpasang huruf S S. Kami bersenang-senang di situ."
"Dan kadang-kadang kami menolong orang yang sedang mengalami kesulitan," kata Barbara. "Kadang-kadang menyelidiki kejadian yang misterius, lalu...."
"Bukan main lalu, misteri apa yang sedang kalian selidiki saat ini"" tanya laki-laki itu. "0 ya, namaku Smith - Tom Smith. Tapi sebut saja Tom - kalau kalian mau."
"Tom saja, ya - kalau Anda betul-betul tidak keberatan," kata Jack.
"Boleh saja," kata Tom Smith. "Nah - apa yang sedang dilakukan perkumpulan kalian sekarang, di samping mencegah perampokan sarang burung" Ada misteri besar yang perlu diusut, atau..."
"Salah seorang anggota Sapta Siaga, Colin, saat ini sedang mengusut pencurian yang misterius," kata Jack dengan serius. "Tugas itu kami serahkan padanya, karena ia kebetulan tinggal bersebelahan rumah dengan orang yang kecurian."
"Wah ! Ini sangat menarik," kata Tom Smith, sambil menjangkau roti kismis. "Siapakah orang yang kecurian itu" Dan tahukah dia bahwa kalian menolongnya ""
"Yah - mungkin sekarang ia sudah tahu" jawab Jack. "Colin bertugas memulai penyelidikan itu, sementara kami kemari untuk mencegah pengambilan telor dari sarangnya. Anda pernah mendengar nama Jenderal Branksome - serta tentang medali-medalinya""
Tom Smith kelihatannya kaget sekali.
"Maksudmu, yang medali-medalinya dicuri orang itu"" katanya. "Jadi kalian sekarang berusaha mencari medali-medali itu""
"Yah - itu tugas Colin," kata George. "Tentu saja kami nanti akan membantu, apabila sudah ada petunjuk yang lebih jelas."
"Kalian ini benar-benar luar biasa," kata Tom Smith lagi. "Lalu - kalian benar-benar merasa akan bisa berhasil""
"Yah - pokoknya begitulah harapan kami," kata George. "Apalagi, kabarnya bagi yang menemukan, disediakan hadiah lima puluh pound! Kami mendengarnya tadi pagi dari tukang pos, ketika kami dalam perjalanan kemari."
"Ada hadiah sebanyak itu"" kata Tom. Ia kelihatan semakin heran. "Lalu jika kalian berhasil menemukan medali yang hilang itu, hendak kalian apakan uang hadiah yang begitu banyak""
"Kami kembalikan pada Jenderal," kata Barbara dengan segera. "Ia kan tidak kaya. Dan ia sedih sekali, karena kehilangan medali-medali yang sangat disayanginya itu."
Saat itu terdengar teriakan seseorang memanggil-manggil.
"JACK! GEORGE! HEEEE!"
"Wa - rasanya suara Colin!" kata George. Ia heran. "Rupanya ia sudah mendatangi Jenderal, dan kemudian bergegas kemari untuk menggabungkan diri dengan kita. Sayang makanan tinggal $edikit. He, Colin! HEEE! KAMI ADA DI SINI!"
Tak lama kemudian Colin sudah muncul di depan mereka. Mukanya merah, karena habis berlari. Ia memegang kantong berisi bekal makanan. Ia nyengir, karena gembira berhasil menemukan ketiga temannya itu. Tapi ia juga heran, karena ternyata bersama mereka ada seorang laki-laki yang tak dikenal.
"Halo!" sapa Colin dengan gembira. "Kalian belum selesai makan rupanya! Aku membawa bekal makanan. Tapi lupa membawa minuman."
"Limun kami masih banyak," kata George, sambil menyodorkan sebotol limun pada Colin. "Tak kusangka kau akan ke sini, Colin. Bagaimana tugas Sapta Siaga sudah kaulakukan""
"Sudah," kata Colin. Ia melirik Tom Smith, lalu bertanya pada George, "Siapa temanmu ini""
"Namanya Tom Smith," jawab George. "Ia tadi menolong kami, ketika kami diserang beberapa anak nakal yang hendak merampok sarang burung. Setelah itu kami memutuskan, untuk piknik bersama-sama. Jadi kau sudah mendatangi Jenderal Branksome""
Colin agak ragu kelihatannya. Sekali lagi ia memandang Tom Smith.
"Kau tidak perlu ragu," kata George. "Kami baru saja bercerita padanya, tentang kegiatan Sapta Siaga - serta bahwa sekarang kita berharap akan bisa menolong Jenderal yang tua itu."
Colin membuka kantong plastiknya, lalu mengeluarkan sepotong roti serta sebuah tomat. Sambil makan, ia bercerita.
"Ya, aku sudah pergi ke tempat Jenderal Branksome," katanya. "Wah - benar-benar tidak enak perasaanku tadi. Soalnya, ia sangat gelisah dan sedih. Lalu aku mengatakan sesuatu yang konyol padanya. Aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku tadi mengatakannya."
"Apa yang kaukatakan"" tanya Jack ingin tahu.
"Yah - aku, sangat kasihan padanya. Lalu tahu-tahu aku sudah mengatakan, aku akan mencari medali-medali itu sampai dapat. lalu akan kukembalikan padanya," kata Colin. "Maksudku, aku tadi berjanji padanya! Aku heran, kenapa berbuat begitu."
"Kau benar-benar goblok tadi!" kata Barbara kaget. "Bayangkan, menjanjikan sesuatu yang mustahil bisa kautepati! Tapi tentunya Jenderal itu tidak percaya."
"Justru itulah yang gawat - ia percaya padaku," kata Colin. "Aku disalaminya, sambil berkata, "Aku percaya padamu." Aduh - tak enak perasaanku mengingatnya, sehingga rasa laparku lenyap."
"Jangan konyol," kata Jack.
"Medali-medali itu ditaruh dalam kotak yang panjang, ukurannya kira-kira sebegini " kata Colin, sambil membentangkan tangannya sedikit. "Itu kuketahui, karena kulihat tempat yang kosong di dinding. Tapi tentang pencurinya sama s
ekali tidak diketahui apa-apa - kecuali bahwa orang itu rupanya kecil sekali tangannya. Sebab ia harus merogoh lewat lubang kecil pada kaca jendela yang dipecahkan, supaya bisa menarik gerendel yang ada di bagian dalam jendela itu."
"Dan cuma itu saja yang diketahui"" tanya Tom Smith dengan tiba-tiba.
"Ya-cuma itu saja," kata Colin. Ia mulai makan lagi. "Aku belum pernah merasa begitu sedih seperti tadi ketika Jenderal bercerita betapa sayang dia pada medali-medalinya. Mungkin kalian juga tahu, ia menawarkan hadiah lima puluh pound bagi orang yang berhasil mengembalikan tanda jasa itu padanya. Kasihan - padahal ia sendiri bisa dibilang tidak punya uang."
"Aku kepingin sekali tahu di mana medali-medali itu," kata Barbara. "Di mana ya, disembunyikan" Dan siapa pencurinya" Coba kalau kita tahu!"
Tiba-tiba Tom Smith membuka mulut.
"Mungkin aku punya petunjuk, di mana barang itu mungkin berada saat ini! Aku tidak yakin -tapi mungkin!"
Anak-anak memandangnya dengan heran. Kemudian Colin menarik lengan jas Tom Smith.
"Kalau begitu, katakanlah pada kami," kata Colin. "Atau katakan pada polisi. Ini penting sekali artinya!"
"Mungkin ceritaku ini tak ada artinya sama sekali," kata Tom Smith sambil mengusap-usap dagu. Keningnya berkerut. "Tapi walau begitu, akan kuceritakan juga pada kalian."
"Ya, ceritakan saja," kata Colin tidak sabaran.
"Seperti sudah kukatakan pada teman-temanmu tadi, aku ini penyayang burung. Aku bermaksud menulis buku tentang kehidupan burung," kata Tom Smith. "Burung hantu merupakan salah satu jenis burung yang paling kusenangi. Dan dalam Hutan Bramley ini banyak terdapat burung hantu. Mereka bersarang di atas pohon-pohon tua di sini. Beberapa waktu yang lalu aku datang kemari malam-malam. Ketika aku sedang berbaring di bawah sebatang pohon, mendengarkan suara burung hantu bersahut-sahutan sambil melihat bintang-bintang kemerlip di sela dedaunan, tiba-tiba..."
"Tiba-tiba apa"" tanya Colin lagi. "Jangan berhenti-berhenti dong, kalau bercerita!"
"Tiba-tiba kulihat seorang laki-laki lewat sambil menyelinap, mendatangi sebatang pohon," kata Tom. "Orang itu membawa sesuatu. Ia tidak melihat aku. Tapi aku melihat dia, karena ia memegang senter."
"Lalu apa yang dikerjakannya"" kata George dengan napas tertahan karena asyiknya.
"Ia kemudian mengangkat sebuah kotak yang panjang tapi tipis. Kelihatannya kayak terbuat dari kulit. Aku melihatnya disinari cahaya senter. Kotak itu dimasukkannya ke dalam sebuah lubang yang terdapat pada batang pohon itu. Mungkin lubang burung pelatuk. Lalu, setelah itu ia pergi lagi!"
"Apa yang Anda lakukan setelah itu" Anda tidak memanggilnya kembali" Kayak apa tampangnya" "Masa Anda sama sekali tidak berbuat apa-apa"!" kata Colin.
"Apakah itu kotak yang berisi medali-medali"" tanya Barbara. ,
"Entah - aku tidak tahu! Pokoknya kelihatan terbuat dari kulit, dan ukurannya sebesar kotak yang biasa dipakai untuk menyimpan medali-medali," kata Tom.
"Lalu ketika orang itu sudah pergi, tentunya Anda melihat ke dalam lubang di pohon itu," kata George. "Apa yang Anda temukan di situ""
"Kudatangi pohon itu, dan aku berhasil menemukan lubang itu," kata Tom Smith. "Ya, aku berhasil menemukannya. Tapi tanganku ternyata terlalu besar. Tidak bisa kumasukkan ke dalam lubang itu. Jadi sampai sekarang aku belum tahu, apa sebetulnya yang dimasukkan laki-laki itu ke situ. Mungkin saja medali-medali yang dicuri tapi mungkin juga barang lain."
"Tapi jika ternyata memang medali-medali itu, kita bisa segera mengembalikannya pada Jenderal Branksome!" seru Colin bersemangat. "Tunjukkan pada kami tempat pohon itu. Barbara ini tangannya kecil - dia pasti bisa merogoh ke dalam lubang dan melihat apa yang ada di situ. Kita tahu, pencuri medali-medali itu tangannya langsing. Pintar sekali dia - menyembunyikan barang curiannya ke dalam lubang yang tak mungkin bisa dirogoh orang lain. Di manakah letak pohon itu""
"Kenapa aku harus menunjukkannya pada kalian"" tanya Tom Smith. Tahu-tahu suaranya berubah. Kasar kedengarannya. "Bagaimana dengan hadiah yang kalian katakan tadi""
"Hadiah lima puluh poun
d! Tapi - tapi Anda kan tidak bermaksud hendak menuntutnya"!" kata Barbara kaget. "Anda kan tahu, Jenderal Branksome itu tidak kaya."
"Nanti kubagi hadiah itu dengan kalian," kata Tom. "Empat puluh pound untukku-dan sepuluh pound untuk kalian! Nah, bagaimana" Cepatlah - pencuri itu bisa kembali setiap saat untuk mengambil medali-medali yang disembunyikannya itu - lalu dijualnya, atau dilebur untuk mengambil emasnya. Kalau itu sampai terjadi, medali-medali Jenderal akan lenyap untuk selama-lamanya!"
"Anda harus menunjukkan letak pohon itu, supaya kami bisa menyelamatkan medali-medali," kata Colin marah. "Di mana tempatnya"" "Ah - tidak jauh dari sini," kata Tom Smith sambil nyengir. "Tapi cuma itu saja yang kukatakan sekarang! Nah - setuju atau tidak kalau hadiah itu kita bagi""
"Tidak, kami tidak mau!" kata Colin, yang saat itu mengambil alih pimpinan di antara teman-temannya. "Tidak bisa! Siapa tahu, mungkin Anda ini bersekongkol dengan pencuri itu, yang tangannya kecil. Tapi kami tidak mau bersekongkol dengan Anda. Kami tidak bermaksud hendak menuntut hadiah. Medali-medali itu akan kami ambil sendiri., Tapi Anda tidak bisa, karena tangan Anda terlalu besar! Mungkin karena itu pula pencuri itu memilih lubang kecil pada batang pohon untuk tempat penyembunyian barang curiannya - supaya Anda tidak bisa mencurinya kemudian. Kalian berdua memang hebat - dua pencuri yang saling menipu!"
"Jangan seenaknya ngomong, ya!" bentak Tom Smith. Ia bergegas bangkit. Tampangnya sudah berubah. Keramahan yang tadi ternyata cuma berpura-pura saja, sudah menjelma menjadi sinar mata penjahat. Tangannya menyambar lengan Colin. Anak itu ditariknya dengan kasar. Tapi Colin berhasil membebaskan diri. Ia lari, sambil berteriak pada teman-temannya,
"Cepat lari! Dia berbahaya! lari!"
VII MENGATUR RENCANA "Barbara sangat ketakutan saat itu. Tapi ketiga temannya lebih merasa marah daripada takut. Kesemuanya lari terus sambil menyusup-nyusup di sela pepohonan. Mereka baru berhenti ketika sampai di tepi hutan.
Mereka menjatuhkan diri ke rumput yang tumbuh di situ. Napas mereka tersengal-sengal.
"Orang itu - kan tidak - mengejar kita ke sini"" kata Barbara dengan suara terputus-putus.
"Tidak, di sini terlalu banyak orang lewat," balas Jack. "Wah - sama sekali tak kusangka orang seramah itu, tahu-tahu ternyata jahat!"
"Menurut pendapatmu, betulkah ia tahu di mana medali-medali itu sekarang"" tanya George.
"Ya - kurasa ia betul-betul tahu," jawab Jack. "Dan kurasa ia memang tidak bisa mengambil kotak kulit itu, seperti dikatakannya tadi. Sebab tangannya memang luar biasa besarnya! Takkan bisa merogoh ke dalam lubang yang kecil."
"Aku yakin, dia bersekongkol dengan pencuri medali," kata Colin. "Tom Smith - kalau itu memang namanya yang asli - mungkin menjadi otak yang merencanakan pencurian dan pembongkaran, sedang temannya yang bertangan langsing melakukan pencurian! Tapi kemudian barang curian itu disembunyikannya di suatu tempat yang tidak mungkin bisa dicapai oleh Tom Smith. Pencuri itu tidak percaya padanya!"
"Lalu bagaimana dengan kita sekarang"" kata Barbara. "Tubuhku masih terasa lemas karena takut dan kaget tadi. Aku ingin pulang!"
"Yang jelas, kita harus mengadakan rapat Sapta Siaga dengan segera," kata George. "Teman-teman perlu diberi tahu, lalu kita semua harus mengambil keputusan mengenai tindakan selanjutnya. Yuk, kita ke rumah Peter dan Janet."
Keempat anak itu kembali ke desa, langsung menuju ke rumah Peter. Mereka bergegas-gegas lari ke gudang tempat pertemuan. Untung bagi mereka, saat itu Janet sedang ada di sana. Ia sibuk membersihkan tempat itu.
"Janet! Ada kabar baru! Kabar penting, seru Colin. "Kita harus segera mengadakan rapat. Mana Peter""
"Aduh, ia sedang pergi dengan Ayah," jawab Janet. "Pulangnya baru pukul tiga nanti. Betul-betul pentingkah kabar itu" Jika memang begitu, nanti begitu Peter pulang akan segera kukatakan padanya. Lalu ia akan menelepon kalian."
"Jangan - bilang saja padanya, nanti tak lama sesudah pukul tiga kami akan datang lagi, kecuali jika ada kabar dari kalian yang mengatakan bahwa itu
tidak mungkin," kata Colin. "Dengan begitu tidak perlu repot-repot menelepon. Janet, -kami mendapat keterangan, di mana medali-medali Jenderal Branksome saat ini berada!"
Mata Janet terbelalak karena kaget.
""Di mana"" tanyanya berbisik. Tapi tepat pada saat itu ibunya datang. Anak-anak tidak melanjutkan pembicaraan lagi.
"Kalau begitu sampai nanti, pukul tiga!" kata anak-anak, lalu pergi lagi.
"Moga-moga saja Peter sudah ada lagi pukul tiga nanti," kata Colin. "Perlu sekali kita mengadakan rapat sekali ini. Nah, sampai nanti! Mudah-mudahan rapat jadi dilangsungkan. Huh, capek sekali rasanya badanku sekarang!"
"Aku akan mampir sebentar di rumah Pam," kata Barbara. "Ia pasti akan bersemangat, apabila mendengar bahwa akan diadakan rapat penting!"
Siangnya Peter tidak menelepon. Jadi teman-teman semua tahu, mereka bisa datang pukul tiga.
Ketika mereka muncul, kedatangan mereka disambut Skippy. Anjing itu juga senang sekali apabila ada rapat!
"Halo!" sapa Peter menyambut para anggota. "Aku kepingin sekali mendengar kabar baru kalian. Tentunya sangat penting!"
0 ya," kata Colin. "Bahkan lebih penting dari yang mungkin kaukira." Ia kaget, lalu meraba kerahnya. "Astaga - aku lupa memakai lencana!"
"Biar sajalah - karena ini kan rapat penting," kata, Peter. Untung teman-teman tidak ada yang melupakan kata semboyan Sapta Siaga, jadi urusan itu tidak merepotkan. Setelah semuanya duduk dalam gudang, Peter membuka rapat.
"Nah - apa yang kaualami tadi pagi bersama Barbara, Jack dan Colin"" tanyanya pada George. "Kalian kelihatannya begitu gelisah dan bersemangat. Tadi Janet mengatakan, kalian sudah tahu di mana medali-medali itu berada. Betulkah itu""
"Ya, betul! Itu jika orang yang kami jumpai tadi pagi dalam hutan tidak bohong. Dan kurasa ia tidak bohong," kata George. "Orang itu mengatakan, ia tahu bahwa yang mencuri medali-medali itu seorang laki-laki. Katanya, ia melihat orang itu lewat sambil membawa kotak panjang dan langsing, lalu menyembunyikan kotak itu ke dalam lubang sarang burung pada sebatang pohon. Lubang itu sempit sekali, sehingga orang yang bercerita pada kami itu tidak bisa merogohkan tangannya ke dalam."
"Jadi yang bisa cuma laki-laki itu, yang tentunya bertangan langsing," kata Peter. "Ini memang kabar penting. Lalu, apakah ia menunjukkan pohon itu pada kalian""
"Tidak - ia tidak mau," jawab Colin. "Satu-satunya keterangan yang diberikan olehnya adalah bahwa pohon itu letaknya tidak begitu jauh dari tempat kami piknik tadi."
"Tapi di sekitar situ banyak sekali pohon, jadi keterangan itu tidak banyak gunanya," kata Barbara. "Satu hal yang kita ketahui dengan pasti, pada batang salah satu pohon itu ada lubang yang dibuat burung - atau dijadikan sarang! Dan di lubang itulah kotak medali disembunyikan oleh pencurinya. Mungkin saja letaknya dalam sekali!"
"Jadi mencarinya pasti sangat sulit," kata Colin dengan sedih. "Kita takkan berhasil menemukan lubang itu."
Anak-anak terdiam. Mereka saling berpandangan,
" "Yah -" kata Peter kemudian, "ada yang punya gagasan" Masa Sapta Siaga tidak bisa menemukan akal untuk memecahkan persoalan ini""
Bentrok Para Pendekar 8 Pendekar Gila 15 Durjana Berparas Dewa Pendekar Gila 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama