The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune Bagian 1
The Heroes of Olympus 2: The Son of Neptune
-Rick Riordan BAB SATU PERCY PARA WANITA BERAMBUT ULAR MULAI membuat Percy sebal. Mereka semestinya sudah mati tiga hari lalu, waktu Percy menjatuhi mereka peti berisi bola boling di Supermarket Supermurah Napa. Mereka semestinya sudah mati dua hari lalu, waktu dia menggilas mereka dengan mobil polisi di Martinez. Mereka seharusnya sudah mati pagi ini, waktu dia memenggal kepala mereka di Tilden Park.
Namun, meski Percy sudah berkali-kali membunuh mereka dan menyaksikan mereka remuk menjadi debu, mereka lagi-lagi mewujud kembali, seperti gumpalan debu jahat. Bahkan, Percy sepertinya kalah cepat dengan mereka.
Percy sampai di puncak bukit sambil tersengal-sengal, lalu berusaha memulihkan laju pernapasannya seperti semula. Kapan dia terakhir kali membunuh mereka" Mungkin dua jam lalu. Mereka tampaknya tidak pernah mati lebih lama dari dua jam.
Beberapa hari terakhir ini, Percy nyaris tidak tidur. Dimakannya apa pun yang bisa dia kais-kais permen kenyal dari mesin penjual otomatis, wafel basi, bahkan sisa-sisa burrito dari restoran cepat saji. Tak pernah Percy terpuruk serendah itu sebelumnya. Pakaiannya robek-robek, terbakar, dan kecipratan lendir monster.
Dia masih bertahan hidup selama ini karena kedua wanita berambut ular Gorgon, begitulah keduanya menyebut diri mereka sepertinya juga tidak bisa membunuh Percy. Cakar mereka tidak menyayat kulitnya. Gigi mereka patah kapan pun mereka berusaha menggigitnya. Namun, Percy tidak sanggup kabur lebih lama lagi. Dalam waktu dekat, dia pasti bakal ambruk kelelahan. Kalau sudah begitu meski dia susah dibunuh kedua Gorgon itu pasti bisa menemukan cara, Percy yakin.
Harus lari ke mana dia" Percy menelaah daerah sekelilingnya. Kalau kondisinya lain, dia mungkin saja bakal menikmati pemandangan tersebut. Di kiri, terbentang perbukitan keemasan yang dihiasi oleh danau, hutan, dan sejumlah kawanan sapi. Di kanan, dataran Berkeley dan Oakland terhampar luas ke barat menampakkan blok-blok perumahan mirip papan catur, dihuni beberapa juta orang yang barangkali tidak ingin pagi mereka terusik gara-gara dua monster dan seorang blasteran lusuh.
Lebih jauh ke barat, Teluk San Francisco berkilau keperakan di bawah terpaan sinar matahari. Di belakangnya, sebagian besar San Francisco hilang ditelan dinding kabut, hanya menyisakan puncak gedung pencakar langit dan menara di Jembatan Golden Gate.
Kesedihan samar-samar membebani dada Percy. Firasatnya mengatakan bahwa dia dulu pernah ke San Francisco. Kota itu ada hubungannya dengan Annabeth satu-satunya orang yang bisa dia ingat dari masa lalunya. Memorinya akan Annabeth amatlah kabur, alhasil membuatnya frustrasi. Sang serigala berjanji kepada Percy bahwa dia akan bertemu Annabeth lagi dan memperoleh ingatannya kembali kalau dia berhasil menempuh perjalanannya.
Haruskah dia mencoba menyeberangi teluk" Rasanya sungguh menggoda. Percy bisa merasakan kekuatan samudra, tepat di balik cakrawala. Air selalu membuatnya bugar kembali. Terutama air asin. Percy menemukan fakta ini dua hari lalu, ketika dia mencekik seekor monster laut di Terusan Carquinez. Jika Percy sanggup mencapai teluk, dia mungkin bisa ambil ancang-ancang untuk bertahan. Mungkin bahkan menenggelamkan kedua Gorgon. Namun, pesisir tersebut berjarak setidaknya tiga kilometer. Dia harus menyeberangi satu kota terlebih dahulu.
Percy ragu-ragu karena alasan lain juga. Lupa sang serigala betina telah mengajarinya mempertajam indra memercayai insting yang telah memandunya ke selatan. Radar internalnya kini serasa tergelitik gila-gilaan. Akhir perjalanan sudah dekat hampir tepat di bawah kakinya. Namun, mana mungkin" Tidak ada apaapa di puncak bukit.
Angin berubah arah. Percy menangkap bau kecut reptil. Sembilan puluh meter di bawah tanjakan, sesuatu berdesir di hutan terdengar bunyi ranting patah, daun berkerumuk, desisan.
Gorgon. Untuk kesejuta kalinya, Percy berharap kalau saja penciuman mereka tidak bagus. Para Gorgon bilang mereka bisa membaui Percy karena dia seorang blasteran putra blasteran Dewa Romawi kuno. Percy sudah
mencoba berguling-guling di lumpur, menceburkan diri ke kali, bahkan menyimpan stik penyegar udara di saku supaya dia wangi seperti mobil baru; tapi rupanya bau anak blasteran sulit untuk disamarkan.
Percy bergegas ke sebelah barat puncak tersebut. Turunannya terlalu curam sehingga tidak bisa disusuri. Lima belas meter di bawah sana, jalan tol menyembul keluar dari dasar bukit dan mengular ke arah Berkeley.
Hebat. Tidak ada jalan untuk menuruni bukit. Percy telah menyudutkan dirinya sendiri.
Dia menatap aliran mobil yang menuju barat, ke San Francisco. Coba kalau dia menumpang salah satu mobil tersebut. Sekonyong-konyong, Percy menyadari bahwa jalan tol tersebut pastilah menembus bukit. Pasti ada terowongan tepat di bawah kakinya.
Radar internalnya kontan menggila. Percy memang berada di tempat yang tepat, hanya saja terlalu tinggi. Dia harus mengecek terowongan itu. Dia harus turun ke jalan tol secepatnya.
Percy melepas tas punggungnya. Dia sudah mengumpulkan banyak perbekalan di Supermarket Supermurah Napa: GPS portabel, selotip, pemantik api, lem super, air botolan, matras gulung, Bantal Panda Empuk (seperti yang diiklankan di TV), dan pisau lipat Swiss kurang-lebih semua perlengkapan yang dibutuhkan demigod modern. Namun, dia tidak memiliki barang yang bisa difungsikan sebagai parasut atau papan luncur.
Artinya, Percy hanya punya dua pilihan: melompat setinggi dua puluh lima meter untuk menyongsong ajal, atau pasang kudakuda dan melawan. Dua pilihan yang sama tidak enaknya.
Percy menyumpah dan mengeluarkan pulpen dari sakunya. Pulpen itu kelihatan biasa-biasa saja, cuma pulpen murahan yang biasa, tapi ketika Percy membuka tutupnya, pulpen tersebut membesar menjadi pedang perunggu cemerlang. Bilahnya seimbang. Gagang pedang yang terbuat dari kulit pas sekali di tangan Percy, seolah dirancang khusus untuknya. Pada penahannya, terukir sebuah kata dalam bahasa Yunani Kuno yang entah bagaimana Percy pahami: Anaklusmos Riptide atau Air Surut.
Percy terbangun dengan pedangnya pada malam pertama di Rumah Serigala dua bulan lalu" Lebih" Dia lupa menghitung.
Percy mendapati dirinya di pekarangan sebuah griya hangus di tengah hutan, mengenakan celana pendek, kaus jingga, dan kalung kulit yang diganduli manik-manik aneh dari tanah liat. Riptide ada di tangannya, tapi Percy sama sekali tak tahu bagaimana ceritanya sampai dia berada di sana, dan hanya memiliki gambaran samar-samar mengenai identitasnya. Dia bertelanjang kaki, menggigil kedinginan, dan kebingungan. Kemudian datanglah para serigala
Tepat di sebelahnya, sebuah suara yang tidak acing lagi menyentakkannya ke masa kini: "Rupanya kau di situ!"
Percy buru-buru menjauhi si Gorgon, hampir saja terjatuh dari tepi bukit.
Yang datang adalah si Gorgon tukang nyengir Beano. Oke, namanya sebenarnya bukan Beano. Namun, begitulah yang dilihat Percy, karena dia disleksia, sehingga huruf-huruf menjadi kacau balau ketika dia mencoba membaca. Kali pertama dia melihat si Gorgon, menyaru sebagai penyambut tamu di Supermarket Supermurah sambil menyandang pin hijau besar bertuliskan: Selamat datang! Namaku STHENO, Percy kira namanya BEANO.
Si Gorgon masih mengenakan rompi pegawai Supermarket Supermurah warna hijau di atas rok terusan bermotifbunga-bunga. Kalau kita melihat badannya saja, kita bisa saja mengira bahwa dia cuma nenek-nenek gemuk pendek sampai kita menengok ke bawah dan menyadari bahwa kakinya seperti ayam jago. Atau menengok ke atas dan melihat taring babi hutan berwarna perunggu yang mencuat keluar dari sudut mulutnya. Matanya menyala-nyala merah, sedangkan rambutnya berupa sekumpulan ular hijau cerah yang menggeliat-geliut.
Yang paling seram" Dia masih memegang nampan perak besar berisi sampel gratis: Sosis Keju Renyah. Nampannya sudah penyok-penyok berkat pertarungan sebelumnya ketika Percy membunuhnya berkali-kali, tapi sampel-sampel mungil itu kelihatannya baik-baik saja. Stheno terus saja menenteng-nenteng sampel tersebut sambil menyeberangi California supaya dia bisa menawari Percy kudapan sebelum membunuhnya. Percy tidak tahu apa sebabnya si
Gorgon terus melakukan itu, tapi kalau kapan-kapan dia butuh baju tempur, Percy bakal membuatnya dari Sosis Keju Renyah. Makanan itu benar-benar tidak dapat dihancurkan.
"Mau coba"" Stheno menawarkan.
Percy menghalau si Gorgon dengan pedangnya. "Saudarimu mana""
"Aduh, singkirkan pedang itu," tegur Stheno, "sekarang kau pasti sudah tahu bahwa perunggu langit sekalipun tak bisa membunuh kami lama-lama. Cicipilah Sosis Keju ini! Mumpung minggu ini sedang obral. Lagi pula, aku benci harus membunuhmu saat perutmu sedang kosong.
"Stheno!" Gorgon -kedua muncul di sebelah kanan Percy cepat sekali, sampai-sampai dia tak sempat bereaksi. Untungnya, si Gorgon kelewat sibuk memelototi saudarinya sehingga tidak memperhatikan Percy. "Aku menyuruhmu mengendap-endap dan membunuh dia"
Senyum Stheno memudar. "Tapi Euryale ...." Dia mengucapkan nama itu dan membuatnya terdengar berima dengan Muriel. "Apa aku tidak boleh memberinya sampel terlebih dahulu""
"Tidak, Dungu!" Euryale menoleh ke arah Percy dan memamerkan taring-taringnya.
Selain rambutnya, yang berupa ular belang alih-alih ular hijau, dia persis sekali seperti saudarinya. Dia juga memakai rompi Supermarket Supermurah, rok terusan bunga-bunga, bahkan taringnya juga dihiasi stiker diskon 50%. Pin namanya bertuliskan: Halo! Namaku MATI KAU, DEMIGOD BUSUK!
"Kau membuat kami lari-lari ke sana-sini, Percy Jackson," kata Euryale, "tapi sekarang kau terjebak. Akhirnya kami bisa membalaskan dendam!"
"Sosis Keju cuma seharga $2.99 saja." Imbuh Stheno ramah. "Bagian makanan, lorong tiga." Euryale menggeram. "Stheno, Supermarket Supermurah cuma samaran! Kau terlalu menghayati peranmu! Letakkan baki konyol itu sekarang juga dan bantu aku membunuh demigod ini. Atau sudah lupakah kau bahwa dialah yang memusnahkan Medusa""
Percy melangkah mundur. Lima belas sentimeter lagi, dan dia bakal terjungkal ke udara bebas. "Dengar, Nona-Nona, kita kan sudah membahas ini. Aku bahkan tidak ingat pernah membunuh Medusa. Aku tidak ingat apa-apa! Tidak bisakah kita adakan gencatan senjata saja dan bicarakan diskon spesial mingguan di toko kalian""
Stheno melemparkan ekspresi merajuk dengan mulut cemberut kepada saudarinya, yang sebenarnya susah dilakukan garagara taring raksasanya. "Boleh ya""
"Tidak!" Mata merah Euryale menusuk Percy. "Aku tidak peduli apa yang kau ingat, Putra Dewa Laut. Aku bisa membaui darah Medusa pada dirimu. Memang baunya samar-samar, sudah beberapa tahun lamanya, tapi kaulah yang terakhir mengalahkan Medusa. Dia masih belum kembali dari Tartarus. Itu salahmu!"
Percy sebetulnya tidak mengerti. Konsep "mati kemudian kembali dari Tartarus" membuatnya pusing tujuh keliling. Begitu juga pulpen yang bisa berubah menjadi pedang, atau monster yang bisa menyamarkan diri berkat sesuatu yang disebut Kabut, atau identitas Percy sebagai putra Dewa bangkotan dari masa lima ribu tahun lalu. Namun, dia meyakini semua itu. Meskipun memorinya terhapus, Percy tahu dia adalah seorang demigod, sama seperti dia tahu bahwa namanya Percy Jackson. sejak percakapan pertamanya dengan Lupa, sang Serigala, Percy menerima dunia sinting yang dihuni dewa-dewi dan mo ster sebagai realita. Realita yang sangat payah.
"Bagaimana .. kalau kita nyatakan seri saja"" ujar Percy, "aku tidak bisa s mb unuh kalian. Kalian tidak bisa membunuhku. Kalau kalian saudari Medusa Medusa yang itu, yang mengubah orang menjadi batu bukankah seharusnya sekarang aku sudah membatu""
"Pahlawan!" kata Euryale jijik, "mereka selalu mengungkitungkit itu, persis seperti ibu kita! `Kenapa kalian tidak bisa mengubah orang menjadi batu" Saudari kalian bisa mengubah orang menjadi batu.' Ya, sayang aku harus mengecewakanmu, Bocah! Cuma Medusa yang mendapat kutukan itu. Dia yang paling jelek dalam keluarga kami. Dia yang nasibnya paling mujur!"
Stheno tampak terluka. "Kata Ibu, aku yang paling jelek." "Diam!" bentak Euryale. "Sedangkan kau, Percy Jackson, memang benar kau menyandang tanda Achilles. Karena itu, membunuhmu menjadi agak sulit. Tapi jangan khawatir. Akan kami temukan caranya."
"Tanda apa"" "Achilles,"
kata Stheno riang, "ya ampun, dia tampan sekali! Dicelupkan ke Sungai Styx saat kanak-kanak, kau tahu, sehingga dia menjadi kebal, kecuali di satu titik kecil di pergelangan kakinya. Itulah yang terjadi padamu, Sayang. Kau pasti pernah diceburkan ke Sungai Styx. Alhasil, kulitmu menjadi sekuat besi, tapi jangan khawatir. Pahlawan sepertimu selalu punya titik lemah. Kami hanya perlu menemukan titik lemah tersebut, dan setelah itu kami bisa membunuhhmu. Menyenangkan sekali, bukan" Cicipilah Sosis Keju ini!"
Percy memutar otak. Dia tidak ingat pernah mandi di Sungai Styx. Namun, tentu saja, dia nyaris tidak ingat apa-apa. Kulitnya tidak terasa seperti besi, tapi kalau benar dia pernah diceburkan ke sungai tersebut, pantas saja dia mampu bertahan hidup selama ini, walaupun dikenai serangan Gorgon yang bertubi-tubi.
Andaikan dia menjatuhkan diri saja dari gunung akankah dia selamat" Dia tidak mau mengambil risiko tidak tanpa sesuatu yang dapat memperlambat kejatuhan, atau papan luncur, atau
Percy memandang nampan perak besar berisi sampel gratis yang dipegang Stheno.
Hmm "Sedang menimbang-nimbang"" tanpa Stheno. "Arif sekali, Sayang. Aku menambahkan darah Gorgon ke sini. Jadi, kematianmu bakal cepat dan tak menyakitkan."
Tenggorokan Percy tercekat. "Kau menambahkan darahmu ke dalam Sosis Keju""
"Cuma sedikit." Stheno tersenyum. "Satu tusukan kecil di lenganku, tapi kau manis sekali, mencemaskanku. Darah dari sisi kanan tubuh kami bisa menyembuhkan apa saja, tapi darah dari sisi kiri kami mematikan "
"Dasar tolol!" jerit Euryale. "Kau tidak boleh memberitahukan itu padanya! Dia takkan mau makan sosis kalau kau memberitahunya bahwa sosis itu diracun!"
Stheno tampak tercengang. "Masa" Tapi kubilang kematiannya bakal cepat dan tak menyakitkan."
"Sudahlah!" Kuku Euryale berubah menjadi cakar. 'Akan kita bunuh dia dengan siksaan sabet saja terus sampai kita menemukan titik lemahnya. Sesudah kita mengalahkan Percy Jackson, kita akan lebih terkenal daripada Medusa! Penyokong kita pasti menganugerahkan imbalan besar!"
Percy mencengkeram pedangnya erat-erat. Dia harus mengatur penempatan waktunya sesempurna mungkin kericuhan beberapa detik, sambar nampan itu dengan tangan kiri....
"Sebelum kalian menebasku habis-habisan," kata Percy, "siapa penyokong yang kalian bicarakan""
Euryale menyeringai. "Dewi Gaea, tentu saja! Dewi yang membangkitkan kami dari kehampaan! Hidupmu takkan lama lagi. Jadi, kau takkan sempat bertemu dengannya, tapi teman-temanmu di bawah sana akan segera berhadapan dengan murkanya. Malahan, sekarang pasukan Sang Dewi tengah bergerak ke selatan. Pada Festival Fortuna, dia akan terbangun, dan Para demigod dipotong-potong bagaikan bagaikan "
"Bagaikan harga murah yang kami tawarkan di Supermarket Supermurah!" usul Stheno.
"Argh!" Euryale menerjang saudarinya. Percy mengambil kesempatan itu. Dia menyambar nampan Stheno, menyenggol Sosis Keju beracun hingga jatuh berserakan, dan menyabetkan Riptide ke pinggang Euryale, memotongnya menjadi dua.
Percy mengangkat nampan tersebut, dan Stheno pun berhadap-hadapan dengan bayangannya sendiri yang berminyak.
"Medusa!" jerit Stheno.
Saudarinya Euryale telah terbuyarkan menjadi debu, tapi dia sudah mulai mewujud seperti sediakala, seperti manusia salju leleh yang memadat kembali. "Bodoh kau, Stheno!" ujar Euryale berbusa-busa saat wajahnya yang baru separuh terbentuk mencuat dari gundukan debu. "Itu cuma bayanganmu sendiri! Tangkap dia"
Percy menghantamkan baki logam ke ubun-ubun Stheno. Si Gorgon langsung pingsan.
Percy menempelkan nampan ke belakang pantatnya, berdoa dalam hati kepada entah Dewa Romawi mana yang berperan selaku pelindung trik luncur tolol, dan melompat ke tepi bukit.[]
BAB DUA PERCY KALAU KEBETULAN KITA COBA-COBA MELUNCUR ke bawah .... bukit dengan kecepatan delapan puluh kilometer per jam dan naik nampan kudapan, pada saat kita menyadari di ten perjalanan bahwa itu adalah ide jelek, sudah terlambat untuk berubah pikiran.
Percy hampir menyerempet sebatang pohon, terpental dari sebuah batu besar, dan berpuntir 360" ke arah
jalan tol. Nampan kudapan bodoh itu tidak punya setir. Percy mendengar Gorgon bersaudari menjerit-jerit dan sekilas melihat rambut ular belang Euryale di puncak bukit, tapi dia tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan itu. Atap gedung apartemen menjulang di bawahnya bagaikan haluan kapal perang. Tabrakan dalam waktu sepuluh, sembilan, delapan ....
Dia berhasil menikung ke samping sehingga kakinya tidak patah gara-gara tumbukan. Nampan kudapan menggelincir di atap dan melayang ke udara. Nampan terbang ke satu arah, sedangkan Percy ke arah lain.
Sementara Percy jatuh menuju jalan tol, sebuah skenario mengerikan terbetik di benaknya: tubuhnya menghantam kaca depan SUV, seorang komuter yang jengkel berusaha mengenyahkannya dengan wiper. Anak enam belas tahun yang bodoh jatuh dari langit! Aku sudah telat!
Ajaibnya, embusan angin meniup Percy ke samping sudah cukup untuk menjauhi jalan tol sehingga menabrak semak-semak. Pendaratan tersebut tidaklah mulus, tapi lebih baik dibanding mendarat di aspal.
Percy mengerang. Dia ingin berbaring saja di sana dan pingsan, tapi dia harus terus bergerak.
Percy bangun dengan susah payah. Tangannya lecet-lecet, tapi sepertinya tak ada tulang yang patah. Dia masih menyandang tas punggungnya. Dia kehilangan pedang dalam perjalanan meluncur, tapi Percy tahu benda itu pada akhirnya akan muncul kembali di sakunya dalam wujud pulpen. Itulah bagian dari keajaiban pedang tersebut.
Percy melirik ke atas bukit. Kedua Gorgon itu benar-benar mencolok, berkat rambut ular warna-warni dan rompi Supermarket Supermurah hijau cerah. Mereka sedang menuruni bukit, lebih lamban daripada Percy, tapi lebih terkendali. Kaki ayam itu pasti cocok buat memanjat. Percy memperkirakan dirinya punya waktu sekitar lima menit sebelum mereka mencapainya.
Di sebelah Percy, pagar kawat tinggi memisahkan jalan tol dengan kawasan pemukiman yang terdiri dari jalanan berkelokkelok, rumah-rumah nyaman, dan pohon eukaliptus tinggi. Pagar itu barangkali dipasang di sana untuk mencegah orang masuk ke jalan tol dan bertindak bodoh seperti meluncur di jalur cepat sambil naik nampan kudapan tapi jejaring kawatnya berlubanglubang besar. Percy bisa dengan mudah menyelinap masuk ke kawasan tersebut. Mungkin dia bisa menemukan mobil dan berkendara ke laut di barat. Dia tidak suka mencuri mobil, tapi selama beberapa minggu terakhir ini, dalam situasi hidup-mati,
Percy terpaksa "meminjam" kendaraan beberapa kali, termasuk mobil polisi. Dia bermaksud mengembalikan mobil-mobil itu, tapi tak satu pun berumur panjang.
Percy melirik ke kiri. Sesuai dugaannya, sembilan puluh meter di atas, jalan tol menembus kaki tebing. Dua pintu terowongan, masing-masing dilewati kendaraan yang lalu-lalang berlawanan arah, memelototinya seperti rongga mata tengkorak raksasa. Di tengah-tengah, seperti hidung, terdapat dinding semen yang menyembul dari sisi bukit, dilengkapi pintu logam yang menyerupai jalan masuk bungker.
Mungkin itu terowongan pemeliharaan. Sepertinya begitulah yang dikira manusia fana, kalau mereka menyadari keberadaan pintu tersebut. Namun, mereka tidak bisa melihat menembus Kabut. Percy tahu pintu itu bukan sekadar jalan masuk biasa.
Dua anak berbaju tempur mengapit jalan masuk. Mereka mengenakan perpaduan pakaian yang aneh: helm Romawi berjambul, tameng dada, sarung pedang, celana jin, kaus ungu, dan sepatu olahraga putih. Penjaga di kanan sepertinya perempuan, meskipun susah memastikannya karena baju tempurnya yang tebal. Penjaga di kiri adalah seorang pemuda gempal yang menyandang busur serta sarung berisi anak panah di punggungnya. Kedua anak memegangi tongkat kayu panjang bermata belati besi, seperti seruit zaman dulu.
Radar internal Percy meraung gila-gilaan. Setelah melalui harihari mengerikan, akhirnya dia tiba di tujuannya. Insting Percy memberitahunya jika dia bisa memasuki pintu itu, dia mungkin saja bakal menemukan tempat aman untuk pertama kalinya sejak para serigala mengirimnya ke selatan.
Jadi, kenapa dia justru merasa ngeri"
Jauh di atas bukit, kedua Gorgon berjuang memanjat atap kompleks apartemen. Jarak mereka sek
itar tiga menit dari Percy mungkin lebih.
Sebagian dari dirinya ingin lari ke pintu di bukit. Dia harus menyeberangi jalan tol, tapi itu gampang dia hanya perlu berlari cepat sebentar saja. Dia pasti bisa sampai ke sana sebelum para Gorgon mencapainya. Sebagian dari dirinya ingin menuju samudra di barat. Itulah tempat teraman baginya. Di sanalah kekuatannya paling besar. Para penjaga Romawi di pintu itu membuat perasaannya tidak enak. Firasatnya mengatakan: Ini bukan wilayahku. Ini berbahaya.
"Kau benar, tentu saja," kata sebuah suara di sampingnya. Percy terlompat. Awalnya dia kira Beano berhasil mengendapendap hingga tepat di belakangnya, tapi wanita tua yang duduk di semak-semak malah lebih menjijikkan daripada Gorgon. Penampilannya seperti hippie yang barangkali sudah terdampar di jalanan sejak empat puluh tahun lalu, tempatnya memulung sampah dan baju compang-camping semenjak saat itu. Rambut gimbalnya yang mirip kain pel berwarna cokelat beruban, seperti busa root beer, dan diikat ke belakang menggunakan bandana bergambar simbol damai. Wajahnya dipenuhi kutil dan tahi lalat. Ketika dia tersenyum, tampaklah tiga buah gigi saja.
"Itu bukan terowongan pemeliharaan," kata wanita itu, seolah sedang berbagi rahasia, "itu jalan masuk ke perkemahan."
Listrik seakan menjalari tulang belakang Percy. Perkemahan. Ya, dari sanalah dia berasal. Sebuah perkemahan. Mungkin inilah rumahnya. Mungkin Annabeth sudah dekat.
Namun, rasanya ada yang tidak beres. Kedua Gorgon masih berada di atap gedung apartemen. Kemudian Stheno memekik kegirangan dan menunjuk ke arah Percy.
Si wanita hippie tua mengangkat alis. "Waktunya tidak banyak, Nak. Kau harus membuat
"Siapa Anda"" tanya Percy, meski tidak yakin dia ingin tahu.
Hal terakhir yang Percy butuhkan adalah manusia fana tak berdaya yang ternyata adalah monster.
"Oh, kau boleh memanggilku June." Mata wanita tua itu berbinar-binar, seakan dia baru saja melontarkan lelucon hebat. "Sekarang Juni, kan" Bulan yang dinamai dari namaku!"
"Baiklah Dengar, saya harus pergi. Dua Gorgon sedang ke sini. Saya tidak ingin mereka melukai Anda."
June menangkupkan tangan ke atas jantungnya. "Manis sekali! Tapi itu adalah bagian dari pilihanmu!"
"Pilihan saya ...." Percy melirik bukit dengan gugup. Kedua Gorgon telah melepas rompi hijau mereka. Sayap terkembang dari punggung mereka sayap kelelawar berukuran kecil yang berkilauan laksana kuningan.
Sejak kapan mereka punya sayap" Mungkin itu cuma hiasan. Mungkin sayap itu terlalu kecil untuk menerbangkan Gorgon ke udara. Lalu, dua bersaudari tersebut melompat dari gedung apartemen dan membubung ke arah Percy.
Hebat. Hebat sekali. "Ya, sebuah pilihan," kata June santai, seakan dirinya tidak sedang buru-buru, "kau boleh meninggalkanku di sini, di bawah belas kasihan Gorgon, dan pergi ke laut. Kau pasti sampai di sana dengan selamat, aku jamin. Para Gorgon akan menyerangku dengan senang hati dan membiarkanmu pergi. Di laut, takkan ada monster yang mengganggumu. Kau bisa memulai kehidupan baru, hidup sampai tua, dan tidak perlu menjalani banyak kepedihan serta penderitaan yang terbentang di masa depanmu."
Percy yakin dia tak bakal menyukai opsi kedua. "Atau""
"Atau kau bisa berbuat baik terhadap seorang wanita tua," kata June, "gendong aku ke perkemahan.
"Menggendong Anda"" Percy berharap wanita itu bercanda. Kemudian June menyingsingkan rok dan menampakkan kaki bengkak keunguan.
"Aku tak bisa ke sana sendiri," kata June, "gendong aku ke perkemahan menyeberangi jalan tol, melewati terowongan, menyeberangi sungai."
Percy tidak tahu sungai apa yang dia maksud, tapi kedengarannya tidak gampang. June kelihatannya lumayan berat.
Kedua Gorgon kini hanya berjarak lima puluh meter meluncur santai ke arah Percy seolah tahu perburuan mereka sudah hampir berakhir.
Percy memandang si wanita tua. "Dan saya mau menggendong Anda ke perkemahan tersebut karena ""
"Karena itu namanya perbuatan baik!" kata June, "dan kalau tidak, dewa-dewi akan mati, sedangkan semua orang dari kehidupan lamamu akan dibinasakan. Tentu saja, kau takkan ingat mereka. Jadi, ku
rasa itu tak menjadi soal. Kau akan aman di dasar laut ...."
Percy menelan ludah. Para Gorgon melayang semakin dekat sambil tertawa terkekeh-kekeh, siap membunuh.
"Kalau saya pergi ke perkemahan itu," kata Percy, "akankah ingatan saya kembali""
"Pada akhirnya," ujar June, "tapi camkan ini baik-baik: kau akan mengorbankan banyak hal! Kau akan kehilangan tanda Achilles. Kau akan merasakan kepedihan, penderitaan, dan kehilangan yang lebih menyakitkan daripada yang pernah kau alami. Tapi kau mungkin saja akan memperoleh peluang untuk menyelamatkan teman lama dan keluargamu, untuk mendapatkan kembali kehidupanmu yang dulu."
Kedua Gorgon berputar-putar tepat di atas. Mereka barangkali sedang mengamati si wanita tua, tengah menebak-nebak siapakah pemain baru tersebut sebelum mereka menyerang.
"Bagaimana dengan kedua penjaga di pintu itu"" Tanya Percy. June tersenyum. "Oh, mereka pasti mengizinkanmu masuk. Kau bisa memercayai dua anak itu. Jadi, apa keputusanmu" Akankah kau menolong seorang wanita tua tak berdaya""
Percy ragu June tidak berdaya. Kemungkinan terburuk, ini adalah jebakan. Kemungkinan terbaik, semacam ujian.
Percy benci ujian. Sejak kehilangan ingatan, seluruh hidup Percy bagaikan lembar jawaban yang bolong-bolong. Dia adalah seorang, dari
Dia merasa , dan andaikan monster menangkapnya, dia pasti.
Kemudian Percy teringat Annabeth, satu-satunya bagian dari kehidupan lamanya yang dia ketahui keberadaannya dengan pasti. Dia harus menemukan Annabeth.
"Saya mau menggendong Anda." Dibopongnya wanita tua itu.
Wanita itu ternyata lebih ringan daripada yang Percy perkirakan. Percy berusaha mengabaikan napas masam wanita itu dan tangan kapalan yang memegangi lehernya kuat-kuat. Percy pun menyeberangi lajur jalan yang pertama. Seorang pengemudi membunyikan klakson. Seorang lagi meneriakkan sesuatu yang hilang ditelan angin. Kebanyakan semata-mata banting setir dan kelihatan kesal, seolah-olah di Berkeley sini mereka sudah sering menghadapi remaja kumal yang menyeberangi jalan tol sambil menggendong wanita hippie.
Sebuah bayangan menimpa Percy. Stheno berseru ke bawah dengan girang, "Bocah pintar! Kau menemukan Dewi untuk digendong, ya"" "Dewi""
June terkekeh-kekeh kesenangan sambil bergumam, "Ups!" Saat sebuah mobil hampir saja menewaskan mereka.
Di suatu tempat di sebelah kiri Percy, Euryale berteriak, aTangkap mereka! Dua hadiah lebih baik daripada satu!"
Percy melintasi jalur-jalur yang tersisa secepat kilat. Entah bagaimana, dia berhasil tiba di tengah dengan selamat. Dia melihat kedua Gorgon menukik ke bawah, mobil-mobil banting setir saat monster tersebut melintas di atas. Dia bertanya-tanya apa yang dilihat manusia fana di balik Kabut pelikan raksasa" Pesawat layang gantung yang hilang kendali" Lupa sang Serigala memberi tahu Percy bahwa pikiran manusia fana mampu memercayai apa saja kecuali yang sebenarnya.
Percy lari ke pintu di sisi bukit. Semakin dia melangkah, semakin beratlah June. Jantung Percy berdebar-debar kencang. Iganya ngilu.
Salah seorang penjaga berteriak. Pemuda yang membawa busur memasang anak panah. Percy memekik, "Tunggu!"
Namun, anak laki-laki itu tidak sedang membidik Percy. Panah mendesing ke atas kepala Percy. Seekor Gorgon meraung-raung kesakitan. Penjaga kedua menyiagakan tombaknya, melambai gilagilaan supaya Percy bergegas.
Lima belas meter dari pintu. Sembilan meter. "Kena kau!" pekik Euryale. Percy menoleh saat anak panah mengenai dahi si Gorgon. Euryale terjungkal ke jalur cepat. Sebuah truk menabraknya dan menyeretnya sampai sembilan puluh meter, tapi si Gorgon dengan entengnya memanjat ke bak truk, mencopot panah dari kepalanya, dan kembali meluncurkan diri ke udara.
Percy akhirnya tiba di pintu. "Terima kasih," katanya kepada kedua penjaga, "tembakan bagus."
"Panahku seharusnya membunuh makhluk itu!" Si pemanah memprotes.
"Selamat datang di duniaku.
"Frank," kata si anak perempuan, cepat! Dua makhluk tadi itu Gorgon."
"Gorgon"" Suara si pemanah melengking. Susah melihat wajahnya dengan jelas di balik helm, tapi tampangnya seperti pegulat gempal, barangkali empat be
las atau lima belas tahun. "Akankah pintu ini menahan mereka""
Dalam gendongan Percy, June menguak. "Tidak, tidak akan. Maju terus, Percy Jackson! Lewati terowongan, seberangi sungai!"
"Percy Jackson"" Si penjaga perempuan berkulit lebih gelap daripada si pemuda, dengan rambut keriting yang menyembul dari samping helmnya. Anak perempuan itu kelihatannya lebih muda daripada Frank mungkin baru tiga belas tahun. Sarung pedangnya menjuntai hampir ke pergelangan kakinya. Namun, kelihatannya justru si anak perempuanlah yang pegang kendali. "Oke, kau jelas seorang demigod. Tapi siapa "" Dia melirik June. "Sudahlah. Masuk saja. Akan kutahan mereka."
"Hazel," kata si anak laki-laki "jangan sinting." "Pergi sana!" desak anak perempuan itu. Frank mengumpat dalam bahasa asing bahasa Latinkah" dan membukakan pintu. "Ayo!"
Percy mengikuti, tertatih-tatih di bawah bobot sang wanita tua, yang sudahpasti bertambah berat. Percy tidak tahu bagaimana si Hazel itu bakal menahan kedua Gorgon seorang diri, tapi dia terlalu lelah sehingga tak sanggup berdebat.
Terowongan tersebut menembus batu padat, lebar, dan tingginya kira-kira sama dengan koridor sekolah. Mula-mula, tampilannya mirip seperti terowongan pemeliharaan yang biasa, dilengkapi kabel listrik, papan peringatan, dan kotak sakelar di dinding, serta kurungan kawat berisi bohlam di langit-langit. Semakin dalam mereka menembus bukit, lantai semen pun berubah menjadi ubin mozaik. Beberapa meter di depan, Percy melihat sepetak cahaya matahari.
Si wanita tua kini lebih berat daripada sekarung pasir. Lengan Percy gemetar karena keberatan. June menyenandungkan sebuah lagu dalam bahasa Latin, seperti ninabobo, yang sama sekali tidak membantu Percy berkonsentrasi.
Di belakang mereka, suara Gorgon bergema di terowongan. Hazel berteriak. Percy tergoda untuk menjatuhkan June dan lari ke belakang untuk membantu, tapi kemudian seisi terowongan berguncang. Terdengar suara memekik, persis seperti yang dikeluarkan kedua Gorgon ketika Percy menjatuhi mereka peti berisi bola boling di Napa. Percy menengok ke belakang. Ujung barat terowongan kini dipenuhi debu.
"Tidakkah sebaiknya kita mengecek Hazel"" tanya Percy. "Dia pasti baik-baik saja kuharap," kata Frank, "dia jago bertarung di bawah tanah. Terus bergerak saja! Kita hampir sampai."
"Sampai di mana"" June terkekeh-kekeh. "Semua jalan bermuara ke sana, Nak. Kau semestinya tahu itu."
"Detensi"" tanya Percy. "Roma, Nak," kata wanita tua itu, "Roma." Percy tak yakin dengan apa yang dia dengar. Memang benar, ingatannya kosong melompong. Otaknya sudah terasa tidak beres sejak dia terbangun di Rumah Serigala. Namun, Percy lumayan vakin bahwa Roma tidak terletak di California.
Mereka terus berlari. Pendar cahaya di ujung terowongan semakin terang, dan akhirnya mereka pun keluar ke tengah-tengah terpaan sinar mentari.
Percy mematung. Di kakinya, terhampar lembah berbentuk mangkuk yang lebarnya beberapa kilometer. Dasar cekungan tidak rata: ada beberapa bukit berukuran lebih kecil, padang keemasan, dan hutan. Sebuah sungai kecil jernih herliku liku mulai dari danau di tengah-tengah dan terus ke sekeliling perimeter, seperti G besar.
Geografisnya sama seperti daerah mana saja di California utara pohon ek dan eukaliptus hidup, perbukitan keemasan dan langit biru. Gunung besar di sana itu apa namanya, Gunung Diablo" menjulang di kejauhan, tepat di tempat seharusnya.
Namun, Percy merasa dirinya telah menapakkan kaki ke dunia rahasia. Di tengah-tengah lembah, dikungkung oleh danau, terdapat sebuah kota kecil yang terdiri dari bangunan marmer putih bergenting merah. Sebagian berkubah dan disangga pilar-pilar, seperti monumen nasional. Yang lain mirip istana, berpintu keemasan dan bertaman besar Percy bisa melihat alun-alun terbuka yang dilengkapi tiang-tiang, air mancur, dan patung-patung.
Koloseum Romawi setinggi bangunan lima lantai berkilat diterpa sinar matahari, di sebelah sebuah arena lonjong mirip balap.
Di selatan, di seberang danau, terdapat sebuah bukit lagi. Bukit yang saat ini dipenuhi bangunan yang lebih mengesankan kuil,
menurut tebakan Percy. Sejumlah jembatan batu melintang sungai yang mengular di lembah, sedangkan di utara, sebaris panjang pelengkung bata terbentang dari perbukitan hingga ke kota.
Percy merasa bentuknya seperti lintasan kereta yang ditinggikan.
Kemudian disadarinya bahwa itu pasti Akuaduk.
Bagian teraneh lembah ini berada tepat di bawah Percy: Kira-kira seratus delapan puluh meter dari tempatnya berdiri, tepat di seberang sungai, terdapat sebuah perkemahaan miliren Luasnya sekitar setengah kilometer persegi, sedangkan keerrIpar sisinya dikepung oleh tembok ranch yang puncaknya ditanami pasak-pasak lancip. Di luar tembok ada parit kering, juga ditanami pasak.
Menara pengawas dari kayu menjulang di setiap penjuru, dijaga oleh pengawas yang membawa busur silang kebesaran. Panji-panji ungu digantung di menara. Gerbang lebar terbuka di sisi jauh perkemahan tersebut, mengarah ke dalam kota. Di tepi sungai terdapat gerbang yang lebih kecil, dalam keadaan tertutup. Di dalam, benteng tersebut diramaikan berbagai aktivitas: lusinan anak yang keluar-masuk barak, membawa-bawa senjata, memoles baju tempur. Percy mendengar denting palu di penempaan dan mencium bau daging yang dimasak di atas api.
Suasana tempat ini serasa tidak asing, tapi ada yang tidak beres.
"Perkemahan Jupiter," kata Frank, "kita akan aman begitu " Langkah kaki menggema dalam terowongan di belakang mereka. Hazel menerjang masuk ke tengah cahaya. Dia diselimuti debu batu dan bernapas tersengal-sengal. Dia telah kehilangan helm. Jadi, rambut cokelatnya yang keriting terurai ke bahu. Di depan baju tempurnya ada bekas sayatan panjang cakar Gorgon. Salah satu monster telah melabelinya dengan stiker diskon 50%.
"Aku sudah memperlambat mereka," kata Hazel, "tapi mereka bakal tiba di sini sebentar lagi."
Frank mengumpat. "Kita harus menyeberangi sungai." June meremas leher Percy semakin erat. "Silakan. Tapi jangan sampai rokku basah."
Percy menggigit lidahnya. Kalau wanita ini memang Dewi, dia pasti Dewi Hippie bau yang tak berguna. Namun, Percy sudah sampai sejauh ini. Dia sebaiknya melanjutkan menggendong wanita itu.
Karena itu namanya perbuatan baik, kata wanita itu tadi. Dan kalau tidak, dewa-dewi akan mati, sedangkan semua orang dari kehidupan lamamu akan dibinasakan.
Kalau ini adalah ujian, Percy harus lulus.
Percy tersandung beberapa kali saat mereka lari ke sungai. Frank dan Hazel terus-menerus membantunya berdiri.
Mereka tiba di tepi sungai. Percy berhenti untuk mengatur napasnya. Meski arusnya kencang, sungai itu kelihatannya tidak dalam. Selemparan batu dari sana, berdirilah gerbang benteng.
"Sana, Hazel." Frank memasang dua anak panah lagi. "Temani Percy supaya para pengawas tidak menembaknya. Sekarang giliranku menghalau penjahat."
Hazel mengangguk dan mulai mengarungi aliran sungai. Percy hendak mengikuti, tapi sesuatu membuatnya bimbang. Biasanya dia sangat menyukai air, tapi sungai ini sepertinya perkasa, dan belum tentu bersahabat.
"Tiberis Kecil," kata June bersimpati, "ia dialiri kekuatan
Tiberis yang asli, sungai kekaisaran. Inilah kesempatan terakhirmu untuk mundur, Nak. Tanda Achilles adalah berkah Yunani. Kau tidak bisa mempertahankannya jika kau menyeberang ke wilayah Romawi. Sungai Tiberis akan menyapu bersih tanda itu."
Percy terlalu capek sehingga tidak bisa memahami semua itu, tapi dia mengerti intinya. "Kalau saya menyeberang, kulit saya takkan sekuat besi lagi""
June tersenyum. "Jadi, bagaimana" Keselamatan, atau masa depan penuh kepedihan serta kemungkinan""
Di belakang Percy, kedua Gorgon terbang dari terowongan sambil memekik. Frank melepaskan anak panah.
Dari tengah-tengah sungai, Hazel berteriak, "Percy, ayo!"
Dari menara pengawas di atas, terdengar tiupan trompet. Para pengawas berteriak dan mengarahkan busur silang mereka kepada kedua Gorgon.
Annabeth, pikir Percy. Diberanikannya diri untuk mengarungi sungai tersebut. Airnya sedingin es, sedangkan arusnya lebih deras daripada yang Percy bayangkan, tapi hal itu tidak mengusiknya.
Kekuatan baru mengaliri lengan dan tungkainya. Indranya :
ergelitik, seolah-olah baru saja disuntik kafein. Percy sampai di seberang dan menurunkan sang wanita tua berbarengan dengan terbukanya gerbang perkemahan. Lusinan anak berbaju tempur mmpah ruah ke luar.
Hazel menoleh sambil menyunggingkan senyum lega. Kemudian dia menengok ke balik pundak Percy, dan ekspresinya berubah menjadi ngeri. "Frank!"
Frank sudah berada di pertengahan sungai ketika kedua Gorgon menyusulnya. Mereka menukik dari langit dan mencengkeram lengannya, masing-masing satu. Frank menjerit kesakitan saat cakar mereka mengiris kulitnya.
Para pengawas berteriak, tapi Percy tahu mereka tidak bisa membidik tanpa ambil risiko melukai Frank. Bisa-bisa malah Frank yang tewas. Anak-anak lain menghunus pedang dan bersiap menerjang ke dalam air, tapi mereka sudah terlambat.
Hanya ada satu cara. Percy mengulurkan tangan. Perutnya serasa ditarik-tarik, dan Sungai Tiberis pun menuruti kehendaknya. Sungai meluap. Pusaran air terbentuk di kiri-kanan Frank. Tangan raksasa dari air menyambar kedua Gorgon, yang kontan menjatuhkan Frank karena kaget. Lalu tangan tersebut mengangkat kedua monster yang memekik-mekik dalam cengkeraman cair seerat tang.
Percy mendengar anak-anak lain menjerit dan mundur, tapi dia terus memusatkan perhatian pada tugasnya. Percy membuat gerakan menggebrak dengan kepalannya, dan tangan raksasa pun menceburkan kedua Gorgon ke dalam Sungai Tiberis. Para monster menghantam dasar sungai dan hancur menjadi debu. Kepulan intisari Gorgon yang berkilauan berjuang untuk mewujud kembali, tapi sungai memorak-porandakannya seperti blender. Tidal( lama kemudian, sisa-sisa Gorgon sudah tersapu ke hilir sungai. Pusaran air menghilang, sedangkan arus sungai kembali normal.
Percy berdiri di tepi sungai. Pakaian dan kulitnya berua seakan-akan dia baru saja mandi asam dengan air Tiberis. merasa terekspos, telanjang ... rapuh.
Di tengah-tengah Sungai Tiberis, Frank terhuyung-huyung, kelihatan linglung, tapi baik-baik saja. Hazel mengarungi sungai dan membantunya menepi. Baru saat itulah Percy menyadari betapa anak-anak lain telah membisu.
Semua orang menatapnya. Hanya June sang wanita tuala yang kelihatan cuek.
"Nah, perjalanan barusan menyenangkan sekali," kata wanita itu, "terima kasih, Percy Jackson, karena sudah mengantarku ke Perkemahan Jupiter."
Salah seorang perempuan mengeluarkan suara tercekik. "Percy ... Jackson""
Kedengarannya dia mengenali nama Percy. Percy memfokuskan perhatian padanya, berharap dapat melihat wajah yang tak asing lagi.
Anak perempuan itu kentara sekali merupakan seorang pemimpin. Dia mengenakan jubah ungu anggun di atas baju tempurnya. Dadanya dihiasi banyak medali, sedangkan matanya berwarna gelap menusuk dan rambutnya hitam. Dia pasti seusia dengan Percy. Percy tidak mengenalinya, tapi dia menatapnya seolah-olah pernah melihat Percy dalam mimpi buruk.
June tertawa kegirangan. "Betul. Kalian pasti akan bersenangsenang bersama-sama!"
Kemudian, seolah hari itu sepertinya belum cukup aneh, si wanita tua mulai berpendar dan berubah wujud. Dia membesar hingga menjadi Dewi berkilauan setinggi dua meter yang bergaun biru, sementara di pundaknya tersampir selempang yang mirip kulit kambing. Wajahnya tegas dan berwibawa. Di tangannya ada tongkat yang dipuncaki kembang lotus.
Sebelumnya, para pekemah sudah tercengang. Namun, sekarang, mereka makin tercengang lagi. Perempuan berjubah ungu berlatut. Yang lain mengikuti teladannya. Seorang anak berlutut terburu sekali sampai-sampai dia hampir tersula oleh pedangnya
Hazel-lah yang pertama buka suara. "Juno." Dia dan Frank juga jatuh berlutut, alhasil tinggal Percy seorang yang masih berdiri. Percy tahu dia semestinya berlutut juga, tapi seulah menggendong wanita tua itu sejauh ini, dia tidak terlalu ingin menunjukkan rasa hormat kepada wanita tersebut. "Juno, ya"" kata Percy, "kalau saya lulus ujian Anda, bolehkah minta ingatan saya yang hilang dan kehidupan saya yang lama" Sang Dewi tersenyum. "Pada waktunya kelak, Percy Jackson, jika kau berhasil di sini, di perkemahan. Kerjamu bagus hari ini. Sungguh suatu awal yang
baik. Barangkali masih ada harapan bagimu.
Juno berbalik untuk menghadap anak-anak lain. "Bangsa Romawi, kuhaturkan putra Neptunus kepada kalian. Dia telah terlelap selama berbulan-bulan, tapi sekarang, dia sudah terjaga. Nasibnya ada di tangan kalian. Festival Fortuna akan segera tiba, dan Maut harus dibebaskan jika kalian masih ingin menang dalam pertempuran. Jangan kecewakan aku!"
Juno berdenyar dan menghilang. Percy memandang Hazel dan Frank untuk minta penjelasan, tapi mereka sepertinya sama bingungnya seperti Percy. Frank memegangi sesuatu yang tidak diperhatikan Percy sebelumnya dua botol tanah liat kecil bersumbat gabus, seperti botol ramuan, satu di masing-masing tangan. Percy tidak tahu dari mana botol itu berasal, tapi dia melihat Frank menyelipkannya ke dalam saku. Kepada Percy, Frank melemparkan ekspresi: Nanti kita bicarakan.
Perempuan berjubah ungu melangkah maju. Dia mengamati Percy dengan waswas, dan Percy tidak bisa mengenyahkan perasaan bahwa perempuan itu ingin menikamnya dengan belati.
"Jadi," katanya dingin, "putra Neptunus, yang datang kepada kami disertai restu Juno."
"Dengar," kata Percy, "ingatanku agak kabur. Hmm, ingatanku hilang, sebenarnya. Apa aku mengenalmu""
Perempuan itu ragu-ragu. "Aku Reyna, Praetor Legiun XII. Dan ... tidak, aku tidak mengenalmu."
Yang terakhir itu bohong. Percy bisa tahu dari matanya. Namun, Percy juga paham jika dia berdebat dengan Reyna mengenai perkara itu di sini, di depan prajurit-prajuritnya, Reyna takkan senang.
"Hazel," kata Reyna, "bawa dia ke dalam. Aku ingin menanyainya di principia. Kemudian akan kita kirim dia ke Octavian. Kita harus mengecek tengara' sebelum memutuskan dia hendak kita apakan."
"Apa maksudmu," Percy bertanya, "`memutuskan dia hendak kita apakan'""
Tangan Reyna mencengkeram belatinya makin erat. Kentara sekali bahwa dia tidak terbiasa dipertanyakan. "Sebelum kami menerima siapa pun ke dalam perkemahan, kami harus menginterogasi mereka dan membaca tengara. Juno bilang nasibmu ada di tangan kami. Kami harus tahu apakah sang Dewi membawamu ke hadapan kami sebagai rekrut baru ...."
'Pertanda atau wangsit. Reyna mengamat-amati Percy, seakan meragukan pernyataan barusan.
"Atau," katanya dengan nada cenderung penuh harap, "apakah dia membawakan kami seorang musuh untuk dibunuh."[]
BAB TIGA PERCY UNTUNGNYA, PERCY TIDAK TAKUT HANTU. Karena, setengah penghuni perkemahan itu sudah mati.
Pendekar ungu berdenyar berdiri di luar gudang senjata, sedang memoles pedang gaib. Yang lain berkumpul di depan barak. Seorang bocah hantu mengejar seekor anjing hantu di jalan. Di istal, seorang anak lelaki besar yang berpendar merah dan berkepala serigala sedang menjaga sekawanan apa itu unicorn"
Para pekemah sama sekali tak menghiraukan hantu-hantu itu, tapi saat rombongan Percy melintas, dipimpin Reyna dan diapit oleh Frank serta Hazel, semua roh menghentikan pekerjaan mereka dan menonton Percy. Segelintir tampak marah. Si bocah hantu memekikkan sesuatu yang bunyinya seperti "Greggus!" dan berubah menjadi tak kasatmata.
Percy berharap dia bisa menjadi tak kasatmata juga. Setelah berminggu-minggu sendirian, perhatian seperti ini membuatnya tidak nyaman. Percy mempertahankan posisinya di antara Hazel dan Frank sambil berusaha tak tampak mencolok.
"Apa aku berhalusinasi"" tanyanya. "Ataukah itu memang "
"Hantu"" Hazel menoleh. Matanya sungguh cemerlang, eperti emas empat belas karat. "Mereka itu Lar. Dewa Rumah."
"Dewa Rumah," ujar Percy, "maksudnya lebih kecil daripada Dewa betulan, tapi lebih besar daripada Dewa Apartemen""
"Mereka itu roh nenek moyang." Frank menjelaskan. Dia telah melepas helm, menampakkan wajah imut yang tidak cocok dengan potongan rambut gaya militer atau badannya yang besar serta gempal. Dia kelihatan seperti balita yang mengonsumsi steroid dan masuk Marinir.
"Lar itu semacam maskot," lanjut Frank, "biasanya sih mereka tidak berbahaya, tapi aku tak pernah melihat mereka segelisah ini."
"Mereka memandangiku," kata Percy, "si bocah hantu menyebutku Greggus. Namaku bukan Greg."
"Graecus," kata
Hazel, "begitu kau sudah lebih lama di sini, kau bakal mulai memahami bahasa Latin. Demigod punya bakat alami untuk menguasai bahasa tersebut. Graecus artinya orang Yunani."
"Apa itu jelek"" tanya Percy. Frank berdeham. "Mungkin tidak. Warna kulitmu setipe dengan orang Yunani, lengkap dengan rambut berwarna gelap dan sebagainya. Mungkin mereka kira kau orang Yunani sungguhan. Apa keluargamu dari sana""
"Entah. Seperti yang kubilang, ingatanku hilang." "Atau mungkin ...." Frank ragu-ragu. "Apa"" tanya Percy. "Barangkali bukan apa-apa," kata Frank, "Bangsa Romawi dan Yunani memendam perselisihan lama. Kadang-kadang bangsa Romawi menggunakan graecus sebagai penghinaan untuk orang luar orang yang dianggap musuh. Tidak usah khawatir."
Dia terdengar lumayan khawatir.
Mereka berhenti di pusat perkemahan, tepatnya di persimpangan dua jalan lebar berubin batu yang membentuk T.
Jalan menuju gerbang utama dipasangi plang bertuliskan VIA PRAETORIA. Jalan satunya, yang memotong perkemahan di tengah-tengah, berlabel VIA PRINCIPALIS. Di bawah marka tersebut, ada plang-plang yang berbunyi BERKELEY 8 KILOMETER; ROMA BARU 1,5 KILOMETER; ROMA LAMA 11.716 KILOMETER; HADES 3.717 KILOMETER (menunjuk tepat ke bawah); RENO 335 KILOMETER, dan MAUT YANG MENANTI: DI SINI!
Untuk ukuran tempat menanti maut, lokasi tersebut kelihatan cukup bersih dan teratur. Bangunannya baru saja dilabur, tertata lurus seperti kolom-kolom milimeter blok, seolah-olah perkemahan itu didesain oleh guru matematika rewel. Barak-baraknya memiliki beranda beratap, tempat para pekemah berleha-leha di ranjang gantung atau main kartu dan minum soda. Di depan tiap asrama terpasang aneka ragam panji-panji yang memajang angka Romawi dan berbagai binatang elang, beruang, serigala, kuda, dan makhluk mirip hamster.
Di sepanjang Via Praetoria, deretan toko mengiklankan makanan, baju tempur, senjata, kopi, perlengkapan gladiator, dan penyewaan toga. Dealer kereta kuda memajang iklan besar di depan: CAESAR XLS DGN REM ANTI-TERKUNCI, IRIT DENARIUS!
Di salah satu penjuru persimpangan berdirilah bangunan yang teramat mengesankan gedung marmer putih dua lantai yang atapnya disangga oleh pilar-pilar, seperti bank gaya lama. Penjaga Romawi berdiri di depan. Di atas ambang pintu, digantung panjipanji ungu besar yang memuat bordir huruf-huruf SPQR emas dalam kungkungan mahkota daun dafnah.
"Markas besar kalian"" tanya Percy.
Reyna menghadap Percy, matanya masih dingin dan tidak bersahabat. "Namanyaprincipia."
Reyna menelaah gerombolan pekemah penasaran yang telah membuntuti mereka dari sungai. "Semuanya kembali ke tugas masing-masing. Akan kuberi kalian kabar terbaru saat majelis malam. Ingat, ada Simulasi Perang sesudah makan malam."
Memikirkan makan malam, perut Percy jadi keroncongan. Aroma daging panggang dari ruang makan membuat mulutnya berair. Toko roti di jalan juga menguarkan wangi enak, tapi Percy ragu Reyna bakal mengizinkannya memesan makanan untuk dibawa pulang.
Kerumunan pekemah membubarkan diri dengan enggan. Sebagian menggumamkan komentar tentang nasib Percy.
"Tamat riwayatnya," kata salah seorang. "Apalagi yang menemukannya dua orang itu," kata yang lain. "Iya," gumam yang lain, "masukkan saja dia ke Kohort V. Sarangnya orang Yunani dan anak-anak culun."
Beberapa anak tertawa mendengarnya, tapi Reyna memberengut kepada mereka, dan mereka pun menyingkir.
"Hazel," kata Reyna, "ikut kami. Aku menginginkan laporanmu tentang kejadian di gerbang."
"Aku juga"" tanya Frank. "Percy menyelamatkan nyawaku. Kita harus izinkan dia "
Reyna melemparkan tatapan yang sangat galak kepada Frank sampai-sampai dia melangkah mundur.
"Kuingatkan kau, Frank Zhang," kata Reyna, "kau sendiri sedang dalam probatio. Kau sudah menyebabkan cukup banyak masalah minggu ini."
Kuping Frank menjadi merah. Dia memain-mainkan keping kecil yang terpasang pada kalung di lehernya. Percy mulanya tidak memperhatikan, tapi keping itu sepertinya merupakan label nama yang terbuat dari timah.
"Pergilah ke gudang senjata!" perintah Reyna kepadanya. "Cek inventaris kita. Akan kupan
ggil kau kalau aku membutuhkanmu."
"Tapi " Frank menahan diri. "Ya, Reyna." Frank buru-buru pergi. Reyna melambai kepada Hazel dan Percy agar terus ke Markas Besar. "Nah, Percy Jackson, mari kita lihat apakah ingatanmu bisa disegarkan."
Principia ternyata lebih mengesankan di bagian dalam. Di langitlangit terdapat mozaik cemerlang bergambar Romulus dan Remus di bawah asuhan ibu angkat serigala (Lupa sudah menceritakan kisah itu kepada Percy jutaan kali). Lantainya terbuat dari marmer mulus mengilap. Dindingnya ditutupi beledu, alhasil Percy merasa seperti berada di dalam tenda kemah paling mahal sedunia. Di sepanjang dinding sebelah belakang terdapat pajangan berupa panji-panji dan tongkat-tongkat kayu yang dipasangi medali perunggu simbol militer, menurut tebakan Percy. Di tengahtengah ada patok kosong, seolah-olah panji-panji utamanya telah dicopot untuk dibersihkan atau semacamnya.
Di pojok belakang, sebuah tangga mengular ke bawah. Tangga tersebut diblokade oleh jeruji besi mirip pintu penjara. Percy bertanya-tanya apa kiranya yang ada di bawah sana monster" Harta karun" Demigod amnesia yang membuat Reyna jengkel"
The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di tengah-tengah ruangan, terdapat meja kayu panjang berantakan yang menampung gulungan perkamen, notebook, tablet PC, belati, dan mangkuk besar berisi permen jeli, yang sepertinya agak salah tempat. Dua patung anjing Greyhound seukuran aslinya yang satu perak, satunya lagi emas mengapit meja. Reyna berjalan ke balik meja dan menduduki salah satu kursi bersandaran tinggi. Percy berharap dia bisa duduk di kursi sa-unya lagi, tapi Hazel tetap berdiri. Percy punya firasat bahwa dia juga harus berdiri.
"Jadi Percy mulai berkata. Patung anjing memamerkan gigi mereka dan menggeram. Percy terpaku. Biasanya dia suka anjing, tapi kedua anjing ini memelototinya dengan mata merah ruby. Gigi mereka kelihatannya setajam silet.
"Tenang, Nak," perintah Reyna kepada kedua Greyhound. Mereka berhenti menggeram, tapi terus memperhatikan Percy seakan-akan sedang membayangkannya sebagai mainan anjing.
"Mereka takkan menyerang," kata Reyna, "kecuali kau berusaha mencuri sesuatu, atau kecuali aku menyuruh mereka. Nama mereka Argentum dan Aurum."
"Perak dan Emas," kata Percy. Makna kata-kata Latin tersebut muncul begitu saja dalam kepalanya seperti kata Hazel. Dia hampir saja menanyakan anjing mana yang bernama Argentum dan mana yang Aurum. Lalu dia menyadari pertanyaan itu bodoh.
Reyna meletakkan belatinya di meja. Percy mendapat firasat samar-samar bahwa dia pernah bertemu Reyna sebelumnya. Rambutnya hitam mengilap seperti batu vulkanik, dikepang satu ke belakang punggungnya. Dia memiliki postur petarung pedang rileks, tapi waspada, seolah-olah siap beraksi kapan saja. Garis-garis halus di seputar matanya membuatnya kelihatan lebih tua daripada usia sesungguhnya.
"Kita pernah bertemu." Percy memutuskan. "Aku tidak ingat kapan. Tolong, kalau kau bisa memberitahuku "
"Pertama-tama," kata Reyna, "aku ingin mendengar ceritamu. Apa yang masih kau ingat" Bagaimana ceritanya sampai kau tiba di sini" Jangan bohong. Anjingku tidak suka pembohong."
Argentum dan Aurum menggeram untuk menegaskan maksudnya. Percy menceritakan kisahnya bagaimana dia terbangun di reruntuhan griya di hutan Sonoma. Dia memaparkan waktu yang dihabiskannya bersama Lupa dan kawanannya, mempelajari bahasa gestur dan ekspresi yang mereka pakai, belajar bertahan hidup dan bertarung.
Lupa mengajarinya tentang Demigod, monster, dan dewadewi. Sang serigala betina menjelaskan bahwa dirinya adalah salah satu roh pelindung Romawi Kuno. Demigod seperti Percy masih bertanggung jawab melestarikan tradisi Romawi di zaman modern bertarung melawan monster, mengabdi kepada dewadewi, melindungi manusia biasa, dan menjunjung tinggi reputasi kekaisaran. Lupa menghabiskan berminggu-minggu untuk melatih Percy, sampai dia menjadi sekuat, setangguh, serta seganas serigala. Ketika Lupa sudah puas dengan keterampilan Percy, dikirimnya Percy ke selatan, mengatakan jika Percy menempuh perjalanan dengan selamat, dia mungkin akan menemukan rumah baru dan memperoleh ing
atannya kembali. Cerita Percy sama sekali tidak mengejutkan Reyna. Malahan, dia sepertinya menganggap paparan Percy biasa-biasa saja kecuali satu hal.
"Tidak ada memori sama sekali"" tanya Reyna. "Kau masih tidak ingat apa-apa""
"Cuma sedikit. Itu pun samar-samar." Percy melirik kedua greyhound. Dia tidak mau menyebut-nyebut Annabeth. Rasanya terlalu pribadi. Lagi pula, Percy juga masih bingung, tidak tahu di mana dia bisa menemukan Annabeth. Dia yakin mereka bertemu di perkemahan tapi rasanya perkemahan yang satu ini bukanlah tempat yang tepat.
Selain itu, Percy enggan membagi satu-satunya memorinya yang jernih: wajah Annabeth, rambutnya yang pirang dan matanya yang kelabu, tawanya, lengannya yang memeluk Percy, dan kecupannya kapan pun Percy bertindak bodoh.
Dia pasti sering menciumku, pikir Percy. Percy takut kalau dia membicarakan memori itu dengan siapa pun, kenangan tersebut akan menguap bagaikan mimpi. Dia tidak boleh mengambil risiko itu.
Reyna memutar-mutar belatinya. "Sebagian besar yang kau jabarkan memang lumrah bagi Demigod. Pada usia tertentu, dengan satu atau lain cara, tibalah kita di Rumah Serigala. Kita diuji dan dilatih. Kalau Lupa berpendapat bahwa kita layak, dia mengirim kita ke selatan untuk bergabung ke legiun. Tapi aku tak pernah dengar tentang orang yang kehilangan ingatan. Bagaimana sampai kau menemukan Perkemahan Jupiter""
Percy memberi tahu Reyna tentang pengalamannya selama tiga hari terakhir Gorgon yang tidak mati-mati, wanita tua yang ternyata adalah Dewi, dan akhirnya pertemuan dengan Hazel dan Frank di terowongan di kaki bukit.
Hazel melanjutkan cerita tersebut dari sana. Dia mendeskripsikan betapa berani dan heroiknya Percy, sampai-sampai Percy jadi tak nyaman dibuatnya. Yang dia lakukan cuma menggendong nenek-nenek hippie.
Reyna mengamat-amati Percy. "Umurmu terlalu tua untuk ukuran rekrut baru. Umurmu berapa, enam belas""
"Kurasa begitu," ujar Percy. "Kalau kau melewatkan bertahun-tahun sendirian, tanpa latihan ataupun bantuan, kau seharusnya sudah mati. Putra Neptunus" Kau pasti merniliki aura kuat yang bakal menarik perhatian segala jenis monster."
"Iya," kata Percy, "katanya sih aku memang bau."
Reyna hampir saja tersenyum, yang membuat Percy menjadi optimis. Mungkin Reyna memang manusia.
"Kau pasti ada di suatu tempat sebelum ke Rumah Serigala," ujar Reyna.
Percy mengangkat bahu. Juno mengatakan bahwa dia sebelumnya terlelap, dan Percy memang samar-samar mendapat firasat bahwa dia memang tertidur mungkin dalam waktu lama. Namun, itu tidak masuk akal.
Reyna mendesah. "Ya, anjing-anjing ini belum memakanmu. Jadi, kurasa kau memang mengatakan yang sebenarnya."
"Baguslah," kata Percy, "lain kali, boleh aku minta tes pendeteksi kebohongan saja""
Reyna berdiri. Dia mondar-mandir di depan panji-panji. Anjing logamnya memperhatikannya berjalan bolak-balik.
"Sekalipun aku menerima bahwa kau bukan musuh," kata Reyna, "kau bukanlah rekrut biasa. Ratu Olympus tidak pernah muncul begitu saja di perkemahan, mengumumkan kedatangan demigod baru. Kali terakhir dewa utama mengunjungi kami secara langsung seperti tadi ...." Reyna menggeleng-gelengkan kepala. "Aku hanya pernah mendengar legendanya. Dan putra Neptunus itu bukan pertanda baik. Terutama sekarang." "Memangnya Neptunus kenapa"" tanya Percy. "Dan apa maksudmu, `terutama sekarang'""
Hazel melemparkan ekspresi memperingatkan kepada Percy. Reyna terus mondar-mandir. "Kau bertarung melawan saudari-saudari Medusa, yang sudah beribu-ribu tahun tak terlihat. Kau membuat para Lar resah. Selain itu, mereka memanggilmu graecus. Dan kau juga memakai simbol-simbol aneh baju itu, manik-manik di kalungmu. Apa artinya itu""
Percy menunduk untuk melihat kaus jingganya yang robekrobek. Kaus mulanya mungkin memuat kata-kata tertentu, tapi sekarang sudah terlalu pudar sehingga tidak bisa dibaca. Dia seharusnya membuang baju tersebut berminggu-minggu lalu. Kaus itu sudah dipakai hingga compang-camping, tapi Percy tak sanggup menyingkirkannya. Dia semata-mata mencuci baju itu berulangWang di kali dan air mancur sebisanya,
lalu mengenakannya lagi. Terkait kalung, keempat manik-manik tanah liat dihiasi simbol yang berlainan. Yang satu bergambar trisula. Yang lain menggambarkan Bulu Domba Emas mini. Yang ketiga berukirkan motif labirin, sedangkan yang terakhir memuat gambar sebuah bangunan mungkin Empire State Building" disertai torehan nama-nama yang tidak Percy kenali. Rasanya manik-manik itu penting, seperti foto dari album keluarga, tapi Percy tidak ingat apa maksudnya.
"Aku tidak tahu," kata Percy. "Lalu pedangmu"" tanya Reyna. Percy mengecek sakunya. Pulpen sudah muncul kembali seperti biasa. Dia mengeluarkan pulpen itu, tapi kemudian menyadari bahwa dia belum pernah menunjukkan pedang kepada Reyna. Hazel dan Frank belum pernah melihatnya juga. Bagaimana bisa Reyna tahu tentang pedang Percy"
Sudah terlambat untuk berpura-pura bahwa pedang itu tidak ada ... Percy membuka tutup pulpen. Riptide membesar ke ukuran aslinya. Hazel terkesiap. Kedua greyhound menggonggong waswas.
"Apa itu"" tanya Hazel. "Aku tak pernah melihat pedang seperti itu."
"Aku pernah," kata Reyna muram, "pedang itu sudah sangat kuno desain Yunani. Kita dulu menyimpan beberapa bilah seperti itu di gudang senjata, sebelum ...." Reyna menghentikan ucapannya. "Logamnya disebut perunggu langit. Bahan tersebut mematikan bagi monster, seperti emas imperial, tapi lebih langka."
"Emas imperial"" tanya Percy.
Reyna mengeluarkan belati dari sarungnya. Bisa dipastikan, bilah belati itu terbuat dari emas. "Logam yang disucikan pada zaman dahulu kala, di Pantheon di Roma. Keberadaannya dirahasiakan baik-baik oleh para kaisar sarana bagi jagoan mereka untuk membasmi monster-monster yang mengancam kekaisaran. Kami dulu punya lebih banyak senjata yang seperti ini, tapi sekarang ya, kami cukup-cukupkan. Aku menggunakan belati ini. Hazel punya spatha, pedang kavaleri. Kebanyakan legiunari memakai pedang pendek yang disebut gladius. Tapi pedangmu itu sama sekali bukan senjata Romawi. Itu lagi-lagi merupakan satu pertanda bahwa kau bukanlah Demigod biasa. Dan lenganmu ...."
"Lenganku kenapa"" tanya Percy. Reyna mengulurkan lengan bawahnya. Percy tidak memperhatikan sebelumnya, tapi ada tato di lengan sebelah dalam: huruf-huruf SPQR, pedang dan obor yang saling silang, dan di bawah itu, empat garis paralel seperti barcode.
Percy melirik Hazel. "Kami semua bertato." Dia mengonfirmasi sambil mengulurkan lengannya. "Semua anggota penuh legiun punya tato."
Tato Hazel juga bergambarkan huruf-huruf SPQR, tapi garisnya hanya ada satu, sedangkan emblemnya lain: emblem hitam mirip salib yang berlengan lengkung dan berkepala:
Percy melihat lengannya sendiri. Bekas lecet, noda lumpur, dan senoktah Sosis Keju, tapi tidak ada tato.
kau tidak pernah menjadi anggota legiun," kata Reyna, "rajah ini tidak bisa dihapus. Kukira mungkin ...." Dia menggelengkan kepala, seolah tengah mengenyahkan sebuah pemikiran.
Hazel mencondongkan badan ke depan. "Andaikan dia bertahan hidup seorang diri selama ini, mungkin dia bertemu Jason." Dia menoleh kepada Percy. "Pernahkah berjumpa demigod seperti kami" Pemuda berkaus ungu, yang lengannya dirajah "
Hazel Suara Reyna menjadi kaku. "Sudah cukup banyak yang perlu dipikirkan Percy."
Percy menyentuh ujung pedangnya, dan Riptide pun kembali menciut menjadi pulpen. "Aku tidak pernah ketemu orang seperti..
Siapa Jason"" Reyna melemparkan ekspresi kesal kepada Hazel. "Dia ... dia AJ.unya rekanku." Reyna melambaikan tangan ke kursi kedua yang kosong. "Legiun biasanya dipimpin oleh dua Praetor pilihan. Jason Grace, putra Jupiter, adalah Praetor kami yang satu lagi sampai 13. menghilang Oktober lalu."
Percy mencoba menghitung. Dia tidal( memperhatikan kalender sepanjang berada di alam liar, tapi Juno menyinggung bahwa sekarang sudah bulan Juni. "Maksudmu dia sudah menghilang selama delapan bulan, dan kalian belum menggantinya""
"Dia mungkin belum mati," kata Hazel, "kami belum nyerah." Reyna mengernyitkan dahi. Percy punya firasat bahwa bagi Reyna, si Jason itu mungkin lebih dari sekadar rekan.
"Hanya ada dua cara untuk mengajukan calon Praeto
r," kata Reyna, "satu, saat legiun menaikkan seseorang di atas tameng sesudah sukses besar di medan tempur dan sudah lama kami tidal( terlibat pertempuran besar. Kedua, lewat pemungutan suara pada malam 24 Juni, saat Festival Fortuna. Waktunya lima hari lagi."
Percy mengerutkan kening. "Kalian mengadakan festival untuk tuna""
"Fortuna." Hazel mengoreksi. "Fortuna adalah Dewi Keberuntungan. Apa pun yang terjadi pada hari festivalnya dapat memengaruhi jalannya peristiwa sepanjang tahun. Dia bisa menganugerahkan nasib mujur kepada perkemahan atau nasib amat sial.
Reyna dan Hazel sama-sama melirik patok yang kosong, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang hilang.
Percy jadi merinding. "Festival Fortuna .... Kedua Gorgon menyebut-nyebut itu. Begitu juga Juno. Mereka bilang perkemahan bakal diserang pada hari itu. Ada hubungannya dengan Dewi jahat bernama Gaea dan pasukannya, serta Maut yang harus dibebaskan. Maksudmu hari itu jatuh minggu ini""
Jemari Reyna makin kencang memegangi gagang belatinya.
Kau tidak boleh mengatakan apa-apa soal itu di luar ruangan perintah Reyna, "aku tidak mau kau semakin menebar kepanikan di perkemahan ini.
"Jadi, itu benar," kata Percy, "tahukah kau apa yang akan terjadi" Bisakah kita menghentikannya""
Percy baru saja bertemu orang-orang ini. Dia bahkan tak yakin apakah dia menyukai Reyna. Namun, dia ingin membantu. Mereka Demigod, sama seperti dirinya. Mereka memiliki musuh bersama. Lagi pula, Percy ingat yang dikatakan Juno padanya: bukan hanya perkemahan ini yang dirundung bahaya. Kehidupannya yang lama, dewa-dewi, dan seluruh dunia bisa saja binasa. Apa pun yang bakal terjadi, itu pasti bencana besar.
"Untuk saat ini, sudah cukup kita berbincang," kata Reyna, "Hazel, bawa dia ke Bukit Kuil. Cari Octavian. Dalam perjalanan ke sana, kau boleh menjawab pertanyaan Percy. Beri tahu dia tentang legiun."
"Ya, Reyna." Percy masih punya banyak sekali pertanyaan, sampai-sampainya serasa mau meleleh. Namun, Reyna sudah menegaskan jelas bahwa audiensi tersebut telah usai. Dia menyarungkan belatinya. Kedua anjing logam berdiri dan menggeram, beringsut mendekati Percy.
"Semoga tengaramu bagus, Percy Jackson," kata Reyna, "kalau Octavian membolehkanmu hidup, barangkali kita bisa membahas masa lalumu."[]
BAB EMPAT PERCY DALAM PERJALANAN KELUAR DARI PERKEMAHAN, Hazel membelikan Percy minuman espresso dan muffin ceri dari Bombilo si penjual kopi berkepala dua.
Percy menghirup aroma muffin tersebut. Kopinya sedap sekali. Nah, pikir Percy, kalau saja sekarang dia bisa mandi, ganti baju, dan tidur sebentar, dia pasti bakal berkilau. Mungkin akan sekemilau emas imperial.
Percy memperhatikan sekelompok anak yang memakai baju renang dan handuk tengah menuju bangunan bercerobong asap yang mengeluarkan uap. Suara tawa dan percikan air bergema dari dalam, seperti di kolam renang dalam ruangan tempat kesukaan Percy.
"Rumah Mandi," kata Hazel, "kalau sempat, akan kuantar kau ke sana sebelum makan malam. Hidupmu belum sempurna kalau belum pernah mandi ala Romawi."
Percy mendesah penuh harap.
Semakin mereka mendekati gerbang depan, barak menjadi semakin besar dan semakin bagus. Bahkan hantu-hantunya lebih enak dipandang dilengkapi baju tempur yang lebih serta beraura lebih cemerlang. Percy berusaha menerka panji- panji dan simbol-simbol yang terpampang di depan bangunan.
Kalian dibagi-bagi ke dalam pondok-pondok yang berlainan"" seru Percy.
Kurang-lebih begitu." Hazel menunduk saat seorang anak mengendarai elang raksasa menukik di atas. "Di sini ada lima Lhort2 yang masing-masing beranggotakan sekitar empat puluh mak. Tiap Lhort dibagi menjadi barak-barak yang beranggotakan sepuluh orang anggap saja seperti teman sekamar."
Percy tidak jago matematika, tapi dia berusaha mengalikan angka-angka tersebut. "Maksudmu, di perkemahan ini ada dua ratus anak."
"Hitungan kasarnya sih sekitar dua ratus." "Dan semuanya anak Dewa" Para Dewa pasti benar-benar sibuk."
Hazel tertawa. "Tidak semuanya anak Dewa utama. Ada ratusan Dewa Romawi minor. Selain itu, banyak di antara pekemah yang m
erupakan peranakan generasi kedua atau ketiga. Mungkin orangtua merekalah yang demigod. Atau nenek-kakek mereka."
Percy berkedip. "Anak-turun demigod"" "Kenapa" Apakah itu mengejutkanmu"" Percy tidak tahu pasti. Beberapa minggu terakhir ini, dia sudah cemas sekali karena harus bertahan hidup dari hari ke hari. Membayangkan dirinya bakal hidup cukup lama sampai menjadi orang dewasa dan mempunyai anak sendiri rasanya seperti mimpi yang mustahil.
"Para anakan ini "
--------2 Sebutan bangsa Roma untuk sekelompok pasukan peny.
-------- "Peranakan." Hazel mengoreksi. "Mereka punya kekuatan seperti demigod""
"Kadang ya, kadang tidak. Tapi mereka bisa dilatih. Semi jenderal dan kaisar Romawi yang terbaik kau tabu, mereka semua mengaku dirinya adalah keturunan dewa-dewi. Biasanya mereka berkata jujur. Augur perkemahan ini, orang yang akan kita temui, Octavian, dia seorang peranakan, keturunan Apollo Konon, dia berbakat meramal."
"Konon"" Hazel memberengutkan wajah. "Lihat saja nanti."
Kalau benar nasib Percy ada di tangan si Octavian itu perasaannya menjadi tidak enak.
"Jadi, bagian-bagian tadi," tanya Percy, "kohort, atau apalah namanya dibagi berdasarkan orangtua-dewa kalian""
Hazel menatap Percy. "Ide yang sangat buruk! Bukan: perwiralah yang memutuskan di mana rekrut baru akan ditempatkan. Jika kita dibagi-bagi berdasarkan dewa, bisa-bisa jumlah anggota kohort tidak merata. Aku akan sendirian."
Percy merasakan secercah kesedihan, seakan-akan dia pernah berada dalam situasi seperti itu. "Kenapa" Siapa moyangmu"'
Sebelum Hazel sempat menjawab, seseorang di belakang mereka berteriak, "Tunggu!"
Seorang hantu lari ke arah mereka pria tua berperut buncit dan bertoga amat panjang sampai-sampai dia berulang kali tersandung. Dia menyusul mereka dan megap-megap kehabisan napas, aura ungu berkelap-kelip di sekeliling tubuh gaibnya.
"Inikah orangnya"" Si hantu tersengal-sengal. "Rekrut baru untuk Kohort V, barangkali""
"Vitellius," kata Hazel, "kami sedang terburu-buru."
Si hantu memberengut kepada Percy dan berjalan mengitarinya, menginspeksinya seperti mobil bekas. "Entahlah," gerutu Vitellius, kita hanya membutuhkan yang terbaik untuk kohort kita. Apa eginya masih utuh semua" Bisakah dia bertarung" Apa dia mau membersihkan istal""
"Ya, ya, dan tidak," kata Percy, "siapa kau"" "Percy, ini Vitellius." Ekspresi Hazel menyiratkan: Ladeni saja dia. "Dia salah satu Lar kami yang punya ketertarikan pada rekrut Baru.
Di beranda dekat sana, hantu-hantu lain meringis mengejek selagi Vitellius mondar-mandir, tersandung toga berkali-kali dan polak-balik menaikkan sabuk pedangnya.
"Ya," ujar Vitellius, "di zaman Caesar dulu Julius Caesar, va, jangan salah Kohort V sungguh hebat! Legio XII Fulminata, kebanggaan Roma! Tapi sekarang" Sampai terpuruk sejauh ini, memalukan sekali! Lihat saja si Hazel ini, menggunakan Spatha. senjata yang konyol bagi seorang legiunari Romawi itu senjata kavaleri! Dan kau, Bocah baumu seperti selokan Yunani. Apa kau belum mandi""
"Aku terlalu sibuk bertarung melawan Gorgon," ujar Percy. "Vitellius," potong Hazel, "kami harus melihat tengara Percy sebelum dia boleh bergabung. Bagaimana kalau kau cek Frank" Dia sedang memeriksa inventaris di gudang senjata. Kau tabu betapa dia menghargai pertolonganmu."
Alis ungu si hantu serta-merta terangkat. "Mars Mahaperkasa! Mereka mengizinkan siprobatio mengecek persenjataan" Celakalah kita!"
Dia buru-buru menyusuri jalan, berhenti tiap beberapa langkah untuk menaikkan pedang atau memperbaiki toganya.
"Baaiklaaah," kata Percy. "Maaf," kata Hazel, "Vitellius memang eksentrik, tapi dia salah satu Lar tertua. Sudah beredar sejak legiun didirikan."
"Dia tadi menyebut legiun dengan sebutan ... Fulminata"" kata Percy.
"`Bersenjatakan Petir."' Hazel menerjemahkan. "Itulah moto kami. Legiun XII sudah ada sepanjang berdirinya Kekaisaran Romawi. Ketika Roma runtuh, banyak legiun yang menghilang begitu saja. Kami melancarkan gerakan bawah tanah, bertindak atas perintah rahasia dari Jupiter sendiri: bertahan hidup, merekrut demigod dan anak-anak mer
eka, melestarikan Romawi. Kami sudah melakukannya sejak saat itu, berpindah-pindah ke tempat mana pun yang paling kuat dipengaruhi budaya Romawi. Beberapa abad terakhir ini, kami bertempat di Amerika."
Meskipun kedengarannya aneh, Percy tidak kesulitan memercayainya. Malahan, penjelasan Hazel kedengaran tidak asing seolah-olah Percy sudah mengetahuinya sedari awal.
"Dan kau anggota Kohort V," tebak Percy, "yang mungkin tidak terlalu populer""
Hazel cemberut. "Ya. Aku bergabung September lalu."
"Jadi cuma beberapa minggu sebelum si Jason itu menghilang."
Percy menyadari bahwa pernyataannya bagaikan pukulan telak bagi Hazel. Hazel menunduk. Dia terdiam lama sekali sampai-sampai waktunya cukup untuk menghitung jumlah semua ubin.
"Ayo!" Hazel akhirnya berkata. "Akan kutunjukkan pemandangan kesukaanku."
Mereka berhenti di luar gerbang utama. Benteng terleta pada posisi tertinggi di lembah. Jadi, mereka praktis bisa melihat segalanya.
Jalan menurun ke sungai, lalu terbelah. Satu jalur mengara ke selatan, menyeberangi jembatan, naik ke bukit yang berku Jalur satunya lagi mengarah ke utara, masuk ke kota yang merupakan versi miniatur Roma Kuno. Tak seperti perkemahan militer, kota itu tampak kacau-balau dan warna-warni. Gedung-gedungnya berkerumun dan membentuk sudut yang asal-asalan. dari jarak sejauh ini sekalipun, Percy bisa melihat orang-orang yang berkumpul di alun-alun, para pembeli yang menjelajahi pasar terbuka, orangtua beserta anak-anak yang sedang bermain di taman.
Keluarga kalian ada di sini"" tanya Percy.
"Betul, di kota," kata Hazel, "ketika kita diterima di legiun, iota harus menjalani masa pengabdian selama sepuluh tahun. Setelah itu, kita boleh keluar kapan pun kita mau. Kebanyakan demigod terjun ke dunia manusia biasa. Tapi sebagian ya, di bar sana lumayan berbahaya. Lembah ini merupakan suaka. Kita bisa kuliah di kota, menikah, punya anak, pensiun saat sudah tua. Inilah satu-satunya tempat aman di bumi ini untuk orang-orang eperti kita. Jadi, benar, banyak veteran yang bertempat tinggal di sini, di bawah perlindungan legiun."
Demigod dewasa. Demigod yang bisa hidup tanpa rasa zakut, menikah, membesarkan anak-anak. Percy merasa takjub membayangkannya. Hal tersebut rasanya terlalu bagus sehingga mustahil benar-benar nyata. "Tapi kalau lembah ini diserang""
Hazel memonyongkan bibir. "Di sini ada tembok pertahanan. Perbatasannya dilindungi kekuatan magis. Tapi kami tak lagi sekuat dulu. Akhir-akhir ini, monster makin sering menyerang. Yang kau katakan tentang para Gorgon yang tak mati-mati kami mafhum, sebab monster-monster lain juga begitu."
"Tahukah kalian apa yang menyebabkannya"" Hazel berpaling. Percy bisa tahu bahwa dia menyembunyikan sesuatu sesuatu yang tidak boleh dia katakan.
"Ceritanya ceritanya rumit," kata Hazel, "kata adikku, Maut tidak "
Perkataan Hazel dipotong oleh seekor gajah. Seseorang di belakang berseru, "Beri jalan!"
Hazel menarik Percy minggir dari jalan sementara seekor gajah dewasa berpakaian tempur dari bahan Kevlar hitam yang ditunggangi seorang demigod melenggang lewat. Kata GAJAH tercetak di samping baju tempurnya, yang menurut Percy sebenarnya tidak perlu.
Si gajah berderap menyusuri jalan dan berbelok ke utara, menuju lapangan terbuka berukuran besar tempat kubu pertahanan sedang dibangun.
Percy meludahkan debu dari mulutnya. "Apa-apaan itu ""
"Gajah." Hazel menjelaskan.
"Iya, aku bisa baca tulisannya. Kenapa di sini ada gajah yang memakai rompi anti-peluru""
"Ada simulasi perang malam ini," kata Hazel, "tadi itu Hannibal. Jika kami tidak menyertakannya, bisa-bisa ia menjadi kesal."
"Wah, jangan sampai."
Hazel tertawa. Sulit dipercaya bahwa sekejap lalu dia tampak murung. Percy bertanya-tanya apa kiranya yang hendak diucapkan Hazel. Dia punya adik. Namun, sebelumnya, Hazel bilang bakal sendirian kalau perkemahan menyortirnya berdasarkan orangtua Dewa.
Percy tidak bisa memahaminya. Hazel tampak ramah dan mudah bergaul, sikapnya dewasa sekali untuk ukuran orang yang tidak mungkin berusia lebih dari tiga belas tahun. Namun, tampaknya jug
a menyembunyikan kesedihan mendalam, seperti merasa bersalah gara-gara sesuatu.
Hazel menunjuk ke seberang sungai, ke selatan. Awan gelap tengah mengumpul di atas Bukit Kuil. Kilatan petir membanjiri monumen-monumen dengan cahaya sewarna darah.
"Octavian sedang sibuk," kata Hazel, "kita sebaiknya cepat-ke sana."
Dalam perjalanan, mereka melewati beberapa orang berkaki kambing yang sedang luntang-lantung di pinggir jalan.
"Hazel!" Salah satu dari mereka berseru. Si orang berkaki kambing berderap menghampiri mereka sambil nyengir lebar. Dia mengenakan kemeja Hawaii usang dan tidak bercelana sehingga tampaklah bulu cokelat lebat di kakinya. Rambut kribo besarnya bergoyang-goyang. Matanya tersembunyi di balik kacamata bulat kecil yang lensanya berwarna pelangi. Dia membawa papan kardus bertuliskan: BERSEDIA BEKERJA MENYANYI BICARA MENYINGKIR DEMI DENARIUS.
"Hai, Don," kata Hazel, "maaf, kami tak punya waktu " "Oh, tak apa-apa! Tak apa-apa!" Don ikut berjalan bersama mereka. "Hei, ini rekrut baru!" Dia menyeringai kepada Percy. "Apa kau punya tiga denarius untuk ongkos bus" Soalnya dompetku tingg al a n di rumah, dan aku harus pergi kerja, lalu " "Don," tegur Hazel, "Faun tidak punya dompet. Atau pekerjaan. Atau rumah. Dan di sini tidak ada bus."
"Benar," katanya riang, "tapi apa kau punya denarius"" "Namamu Don si Faun"" tanya Percy. "Iya. Ada apa"" "Bukan apa-apa kok." Percy berusaha mempertahankan ekspresi datar di wajahnya. "Kenapa Faun tidak punya pekerjaan" Bukankah mereka seharusnya bekerja untuk perkemahan""
Don mengembik. "Faun! Bekerja untuk perkemahan! Menggelikan!"
"Faun itu, mmm, berjiwa bebas." Hazel menjelaskan. "Mereka berkeliaran di luar sini karena, ya, karena ini tempat yang aman untuk berkeliaran dan mengemis. Kami menoleransi keberadaan mereka, tapi "
"Oh, Hazel benar-benar baik," kata Don, "dia ramah sekali!
Semua pekemah lain bilang, Tergi sana, Don.' tapi kalau Hazel,
'Tolong pergi, Don.' Aku suka dia.
Si Faun kelihatannya tidak berbahaya, tapi Percy tetap saja menganggapnya janggal. Percy tak bisa menyingkirkan perasaan bahwa Faun semestinya bukan sekadar gelandangan yang minta-minta denarius.
Don menatap tanah di depan mereka dan terkesiap. "Dapat!" Dia menggapai sesuatu, tapi Hazel berteriak, "Don, jangan!" Hazel mendorong Don ke samping dan menyambar sebuah benda kecil berkilauan. Percy melihat benda itu sekilas sebelum Hazel menjejalkannya ke dalam saku. Percy rela bersumpah benda tersebut adalah sebutir berlian.
"Jangan begitu dong, Hazel," keluh Don, "aku bisa beli persediaan donat untuk satu tahun dengan itu!"
"Don, kumohon," kata Hazel, "pergilah."
Hazel kedengarannya terguncang, seolah dia baru saja menyelamatkan Don dari terjangan gajah berbaju anti-peluru.
Si Faun mendesah. "Mau bagaimana lagi, aku tak bisa terus-terusan marah padamu. Tapi aku sumpah, sepertinya kau baruntung. Tiap kali kau melintas "
"Selamat tinggal, Don," kata Hazel cepat-cepat, "ayo, Percy.'
Hazel mulai berlari-lari kecil. Percy harus melesat untuk mengejarnya.
"Yang tadi itu apa"" tanya Percy. "Berlian di jalan tadi"Kumohon," kata Hazel, "jangan tanya. '
Mereka berjalan dalam keheningan canggung sepanjang perjalanan ke Bukit Kuil. Sebuah jalan setapak batu yang bengka melewati altar-altar mungil serta gedung-gedung besar berkubah. Patung dewa-dewi seakan membuntuti Percy dengan mata mereka.
Hazel menunjuk Kuil Bellona. "Dewi Perang," katanya, "dia ibu Reyna." Kemudian mereka melintasi mausoleum merah besar yang dihiasi tengkorak manusia di atas pasak-pasak besi.
"Tolong, jangan bilang kita mau masuk ke sana," kata Percy. Hazel menggelengkan kepala. "Itu Kuil Mars Ultor." "Mars ... Ares, Dewa Perang"" "Itu nama Yunaninya," kata Hazel, "tapi, iya, Dewa yang sama. Ultor artinya Tembalas'. Dia Dewa kedua terpenting di Romawi."
Percy tidak senang mendengarnya. Entah karena alasan apa, melihat bangunan merah butut itu saja membuatnya merasa gusar.
Percy menunjuk ke puncak bukit. Awan berputar-putar di atas kuil terbesar, sebuah paviliun bundar yang dikelilingi pilar-pilar putih pe
nopang atap kubah. "Menurut tebakanku, yang itu kuil Zeus anu, maksudku, Jupiter. Apa kita ke sana""
"Iya." Hazel kedengaran tegang. "Octavian membaca tengara di sana Kuil Jupiter Optimus Maximus."
Percy harus memutar otak, tapi dia pelan-pelan memahami kata-kata bahasa Latin itu. "Jupiter ... yang mahaagung dan mahatinggi""
"Benar." "Gelar Neptunus apa"" tanya Percy. "Mahakeren dan mahagaul""
"Bukan." Hazel memberi isyarat ke bangunan biru kecil seukuran gudang. Trisula berselimut sarang laba-laba dipaku ke atas pintu.
Percy mengintip ke dalam. Di atas altar kecil, terdapat sebuah mangkuk berisi tiga apel kering bulukan.
Hatinya mencelos. "Tempat orang yang populer, ya""
"Harap maklum, Percy," kata Hazel, "masalahnya bangsa Romawi sejak dulu takut pada laut. Mereka hanya menggunakan kapal kalau terpaksa. Pada zaman modern sekalipun, keberadaan anak Neptunus selalu dianggap sebagai pertanda buruk. Kali terakhir anak Neptunus bergabung ke dalam legiun ya, kejadiannya tahun 1906, ketika Perkemahan Jupiter terletak di seberang teluk di San Francisco. Terjadi sebuah gempa bumi dahsyat "
"Maksudmu anak Neptunus yang menyebabkan itu""
"Begitulah kata orang." Hazel menampakkan ekspresi minta maaf. "Pokoknya bangsa Romawi takut pada Neptunus, dan mereka tidak terlalu menyukainya." Percy menatap sarang labalaba di trisula. Hebat, pikirnya. Sekalipun dia masuk perkemahan, dia takkan pernah disukai. Paling-paling dia ditakuti oleh teman seperkemahannya yang baru. Kalau performanya benar-benar bagus, ya, siapa tahu mereka bakal memberinya apel bulukan.
Namun saat berdiri di depan altar Neptunus, Percy merasakan ada yang menggelegak dalam dirinya, seperti ombak yang berdebur dalam pembuluh darahnya.
Percy merogoh tas punggung dan mengeluarkan bekal terakhirnya yang masih tersisa sepotong wafel basi. Memang bukan apa-apa tapi Percy tetap saja meletakkan makanan itu di altar.
"Hai ... mmm, Ayah." Percy merasa tolol, bicara pada semangkuk buah. "Kalau Ayah bisa mendengarku, tolong bantu aku, ya" Kembalikanlah memoriku. Beri aku petunjuk beri petunjuk harus berbuat apa."
Suara Percy pecah. Dia tidak bermaksud bersikap emosional tapi dia kelelahan serta ketakutan, dan dia sudah tersesat sekali sehingga rela mengorbankan apa saja demi memperoleh petunjuk. Dia ingin tahu pasti tentang kehidupannya, supaya tidak perlu lagi meraba-raba memori yang hilang.
Hazel meletakkan tangannya di pundak Percy. "Tidak apa-apa. Lau sudah di sini sekarang. Kau salah satu dari kami."
Percy merasa kikuk karena dihibur anak kelas delapan yang baru dia kenal, tapi dia bersyukur Hazel ada di sana. Di atas mereka, guntur menggelegar. Petir merah menerangi
"Octavian hampir selesai," kata Hazel, "ayo, pergi."
Dibandingkan dengan gubuk Neptunus, kuil Jupiter memang ptimus dan maximus terbaik dan terbesar. Di lantai marmer terdapat mozaik indah dan tulisan Latin. Delapan belas meter di atas, kubah langit-langit berkilau keemasan. Kuil itu tidak berdinding sehingga angin bisa bertiup bebas.
Di tengah-tengah, ada sebuah altar marmer. Di sana, seorang anak bertoga sedang melakukan ritual di depan patung raksasa ;Leemasan si bos besar: Jupiter sang Dewa Langit, mengenakan toga ungu sutra ukuran XXXL, sambil memegangi sambaran petir.
"Bentuknya bukan seperti itu," gumam Percy. "Apa"" tanya Hazel. "Petir asali," ujar Percy. "Apa"" "Aku " Percy mengerutkan kening. Selama sedetik, Percy a dia ingat sesuatu. Kini ingatan itu telah lenyap. "Bukan apaSepertinya. Anak di altar marmer mengangkat tangan. Petir merah lagii berkilat di angkasa, mengguncangkan kuil. Kemudian dia menurunkan tangan, dan gemuruh pun berhenti. Awan-awan -ubah warna dari ungu menjadi putih dan terbuyarkan. Trik yang cukup mengesankan, apalagi karena penampilan anak itu kurang meyakinkan. Dia tinggi kurus, berambut pirang sewarna jerami, memakai jin longgar, kaus longgar, dan toga yang melorot. Dia kelihatan seperti orang-orangan sawah yang mengenakan seprai.
"Apa yang dia lakukan"" gumam Percy.
Anak lelaki bertoga menoleh. Dia tersenyum miring dan menampa
kkan ekspresi agak sinting di matanya, seperti baru saja main video game habis-habisan. Di satu tangan, dia memegang pisau. Di tangan satunya lagi, ada sesuatu yang menyerupai hewan mati. Alhasil, penampilannya semakin jauh dari waras.
"Percy," kata Hazel, "ini Octavian." "Si Graecus!" Octavian mengumumkan. "Menarik sekali." "Eh, hai," kata Percy, "apa kau membunuh hewan kecil""
Octavian memandang benda berbulu di tangannya dan tertawa.
"Tidak, tidak. Dahulu kala, ya. Kami dulu membaca kehendak dewa-dewi dengan cara memeriksa usus binatang ayam, kambing, dan sebangsanya. Dewasa ini, kami menggunakan ini."
Dilemparkannya benda berbulu itu kepada Percy. Benda itu ternyata boneka beruang yang isiannya sudah dikeluarkan. Baru saat itulah Percy menyadari ada gundukan boneka binatang korban mutilasi di kaki patung Jupiter.
"Serius"" tanya Percy.
Octavian turun dari podium. Umurnya barangkali sekitar delapan belas tahun, tapi saking kurus dan pucat pasinya, dia bisa saja dikira berusia lebih muda. Pada mulanya dia kelihatan tak berbahaya, tapi semakin dekat, Percy semakin ragu. Mata Octavian dikilatkan oleh rasa penasaran yang kejam, seakan dia sanggup menarik keluar isi perut Percy dengan mudahnya seperti boneka beruang tadi kalau menurutnya dia bisa mendapatkan pengetahuan baru berkat tindakan itu.
Octavian menyipitkan mata. "Kau sepertinya gugup."
"Kau mengingatkanku pada seseorang," ujar Percy, "aku tak ingat siapa."
"Mungkin orang yang namanya sama denganku, Octavian Augustus Caesar. Semua orang bilang aku mirip sekali dengannya."
Menurut Percy bukan itu, tapi dia tidak bisa mengidentifikasi siapa tepatnya. "Kenapa kau memanggilku `orang Yunani'""
"Aku melihat tengaranya." Octavian melambaikan pisau ke tumpukan kapuk di altar. "Pesannya berbunyi: OrangYunani telah datang. Atau mungkin: Itik telah mengerang. Kupikir interpretasi pertamalah yang benar. Kau ingin bergabung ke legiun""
Hazel bicara mewakili Percy. Dia bercerita kepada Octavian mengenai semua yang telah terjadi sejak mereka bertemu di terowongan Gorgon, pertarungan di sungai, munculnya Juno, percakapan mereka dengan Reyna.
Ketika Hazel menyebut-nyebut Juno, Octavian kelihatan kaget.
"Juno." Dia membatin. "Kami memanggilnya Juno Moneta. Juno sang Pemberi Peringatan. Dia muncul di saat krisis, untuk memperingatkan Romawi akan ancaman besar."
Octavian melirik Percy, seolah-olah hendak berkata: misalnya orang Yunani misterius.
"Kudengar Festival Fortuna jatuh minggu kata Percy, -Gorgon memperingatkanku bahwa bakal ada serangan pada hari ini. Apa kau melihatnya di antara kapuk-kapuk itu""
"Sayangnya tidak." Octavian mendesah. "Kehendak dewadewi sulit diterka. Apalagi akhir-akhir ini visiku semakin gelap saja.
"Tidakkah di sini ada apa ya," kata Percy, "peramal atau semacamnya""
"Peramal!" Octavian tersenyum. "Ide yang imut. Tidak, aku khawatir kami sudah lama kehabisan peramal. Nah , kalau saja kami memburu kitab-kitab Sybilline, sebagaimana yang kurekomendasikan "
"Siba-apa"" tanya Percy. "Kitab ramalan," kata Hazel, "Octavian terobsesi pada kitab-kitab itu. Bangsa Romawi dulu mengkaji kitab-kitab itu ketika terjadi bencana. Kebanyakan orang meyakini bahwa kitab-kitab tersebut terbakar ketika Roma runtuh."
"Sebagian orang meyakini itu." Octavian mengoreksi.
"Sayangnya pimpinan kita saat ini tidak bersedia mengesahkan misi pencarian kitab-kitab itu "
"Karena Reyna tidak bodoh," kata Hazel.
" sehingga yang kami punyai hanyalah segelintir tinggalan."
Lanjut Octavian. "Segelintir ramalah misterius, contohnya ini."
Dia mengangguk ke tulisan di lantai marmer. Percy menatap barisan kata-kata itu, menduga tidak bakal memahaminya. Namun, dia justru hampir tersedak.
"Yang itu." Percy menunjuk, membaca keras-keras sambil menerjemahkan: "Tujuh blasteran akan menjawab panggilan. Karena badai atau api, dunia akan terjungkal "
"Ya, ya." Octavian menyelesaikan ramalan tersebut tanpa melihat: "Sumpah yang ditepati hingga tarikan napas penghabisan, dan musuh panggul senjata menuju Pintu Ajal."
"Aku aku tahu yang itu." Percy
mengira guntur mengguncangkan kuil lagi. Kemudian dia menyadari bahwa sekujur tubuhnyalah yang gemetaran. "Ramalan itu penting."
Octavian mengangkat alis. "Tentu saja ramalan itu penting. Kami menyebutnya Ramalan Tujuh, tapi usianya sudah beberapa ribu tahun. Kami tidak tahu apa artinya. Tiap kali seseorang berusaha menginterpretasikannya Ya, Hazel bisa memberitahumu. Terjadi hal buruk."
Hazel memelototi Octavian. "Bacakan saja tengara untuk Percy. Apa dia boleh bergabung ke legiun atau tidak"''
Percy hampir bisa melihat pikiran Octavian bekerja, memperhitungkan apakah Percy bakal bermanfaat atau tidak. Dia mengulurkan tangan untuk minta tas punggung Percy. "Indah
Boleh kupinjam"" Percy tidak mengerti apa maksudnya, tapi Octavian menyambar bantal panda Supermarket Supermurah yang menyembul dari /Lis tasnya. Itu cuma mainan kapuk konyol, tapi Percy sudah membawanya lama sekali. Dia cukup menyukai bantal itu. Octavian berbalik ke altar dan mengangkat pisaunya.
"Heir protes Percy. Octavian menyabet perut panda hingga terbuka dan memburaikan isiannya ke altar. Dilemparkannya bangkai panda e samping, kemudian dia berkomat-kamit ke kapuk halus dan menoleh dengan senyum lebar di wajahnya.
"Kabar baik!" kata Octavian, "Percy boleh bergabung ke legiun. Akan kita tempatkan dia di salah satu kohort saat jamuan malam. Beri tahu Reyna bahwa aku setuju."
Bahu Hazel melemas. "Oh bagus. Ayo, Percy." "Oh iya, Hazel," ujar Octavian, "aku dengan senang hati menyambut Percy ke dalam legiun. Tapi ketika tiba waktunya pemilihan Praetor, kuharap kau ingat "
"Jason belum mati," bentak Hazel, "kau augur. Kau semestinya mencari Jason!"
"Aku memang mencarinya, kok!" Octavian menunjuk tumpukan boneka binatang yang jeroannya sudah dikeluarkan. "Aku minta petunjuk dewa-dewi tiap hari! Sayangnya, setelah delapan bulan, aku tidak menemukan apa-apa. Tentu saja, aku masih mencari. Tapi kalau Jason belum juga kembali saat Festival
Fortuna, kita harus bertindak. Kekosongan kekuasaan tidak boleh dibiarkan lebih lama lagi. Kuharap kau bersedia mendukungku sebagai Praetor. Dukunganmu sangatlah berarti bagiku."
Hazel mengepalkan tinjunya. "Aku. Mendukung. Kau""
Octavian melepas toganya, kemudian meletakkan kain itu dan pisaunya di altar. Percy melihat tujuh garis di lengan Octavian tujuh tahun di perkemahan, menurut tebakan Percy. Rajah I Octavian berbentuk harpa, simbol Apollo.
"Biar bagaimanapun juga," kata Octavian kepada Hazel, "aku mungkin bisa membantumu. Sayang sekali seandainya desasdesus seram tentangmu terus beredar atau, semoga para Dewa melindungi kami, seandainya desas-desus itu ternyata benar."
Percy menyelipkan tangan ke dalam saku dan mencengkeram pulpennya. Orang ini memeras Hazel. Itu sudah jelas. Andaikan
Hazel memberinya aba-aba, Percy siap menghurms Riptide dan melihat apakah Octavian suka diancam.
Hazel menarik napas dalam-dalam. Buku-buku jarinya memutih. "Akan kupikirkan."
"Bagus sekali," kata Octavian, "omong-omong, adikmu ada di sini."
Hazel jadi tegang. "Adikku" Kenapa"" Octavian mengangkat bahu. "Apa sebabnya adikmu berbuat apa pun" Dia sedang menunggumu di kuil ayah kalian. Tapi bagaimana, ya"! Jangan undang dia menginap lama-lama. Dia menimbulkan pengaruh yang tidak enak bagi orang lain. Nah, permisi dulu, aku harus melanjutkan mencari teman kita yang malang, Jason. Senang bertemu kau, Percy."
Hazel keluar dari paviliun sambil bersungut-sungut, dan Percy pun mengikuti. Percy yakin seumur hidup dia tak pernah merasa selega itu karena bisa meninggalkan sebuah kuil.
Sambil menuruni bukit, Hazel mengumpat dalam bahasa Latin. Percy tidak memahami keseluruhannya, tapi dia menangkap Gorgon budukan, ular kudisan, dan macam-macam penghuni kebun binatang.
"Aku benci orang itu," gumam Hazel dalam bahasa Inggris, -seandainya terserah aku "
"Dia takkan terpilih menjadi Praetor, kan"" tanya Percy. "Entahlah. Octavian punya banyak teman, sebagian besar dibeli. Pekemah yang lain takut padanya."
"Takut pada orang kecil ceking itu"" "Jangan remehkan dia, Percy. Reyna sendiri tidak terlalu jelek, tapi j
ika kekuasaannya dibagi dengan Octavian ...." Hazel bergidik. Ayo, kita temui adikku. Dia pasti ingin bertemu denganmu."
Percy tidak membantah. Dia ingin menemui sang adik misterius, mungkin mencari tahu tentang latar belakang Hazel siapa ayahnya, rahasia apa yang dia sembunyikan. Percy tidak percaya Hazel punya alasan untuk merasa bersalah. Dia sepertinya terlalu baik. Namun, Octavian bersikap seakan-akan dia mengetahui aib besar Hazel.
Hazel membimbing Percy ke sebuah Mausoleum hitam yang dibangun ke dalam bukit. Di depan Mausoleum tersebut, berdirilah seorang remaja laki-laki yang memakai jin hitam dan jaket penerbang.
"Hai!" panggil Hazel. "Aku bawa teman." Anak laki-laki itu menoleh. Percy lagi-lagi merasakan firasat janggal: anak itu adalah orang yang semestinya dia kenal. Si anak lelaki hampir sama pucatnya seperti Octavian, tapi matanya berwarna gelap dan rambutnya hitam berantakan. Dia sama sekali tidak mirip Hazel. Dia mengenakan cincin tengkorak perak, sabuk berupa rantai, dan kaus hitam bergambar tengkorak. Di pinggangnya tersandang pedang hitam pekat.
Selama sepersekian detik ketika dia melihat Percy, anak lakilaki itu tampak terguncang bahkan panik, seakan-akan baru kena bidikan lampu sorot.
"Ini Percy Jackson," kata Hazel, "dia orang baik. Percy, ini adikku, putra Pluto."
Kendali diri si anak laki-laki kembali pulih. Dia pun mengulurkan tangan. "Senang bertemu denganmu," katanya, "aku Nico di Angelo."[]
BAB LIMA HAZEL HAZEL MERASA SEPERTI BARU MEMPERKENALKAN dua bom nuklir. Kini dia menantikan manakah yang akan meledak lebih dulu.
Sampai pagi itu, adiknya Nico adalah demigod terkuat yang Hazel kenal. Yang lain di Perkemahan Jupiter menganggap Nico sebagai pengembara nyentrik, sama tak berbahayanya seperti Faun. Hazel lebih tahu. Dia tidak tumbuh besar bersama Nico, bahkan belum lama mengenal anak laki-laki itu. Namun, Hazel tahu bahwa Nico lebih berbahaya daripada Reyna, Octavian, atau bahkan Jason.
Kemudian dia berjumpa Percy. Awalnya, ketika melihat Percy tergopoh-gopoh menyeberangi jalan tol sambil menggendong sang wanita tua, Hazel mengira Percy adalah Dewa yang sedang menyamar. Sekalipun Percy babak belur dan terbungkuk-bungkuk kelelahan, dia memancarkan aura keperkasaan. Wajahnya setampan Dewa Romawi, lengkap dengan mata hijau pirus dan rambut yang tersibak ke belakang bagai ditiup angin.
Hazel memerintahkan Frank agar tidak menembak pemuda itu. Hazel berpikir dewa-dewi mungkin tengah menguji mereka.
Dia pernah mendengar mitos semacam itu: seorang anak beserta wanita tua minta tempat bernaung, dan ketika para manusia biasa yang kurang ajar menolak duar, mereka serta-merta diubah menjadi bubur pisang.
Kemudian Percy mengendalikan sungai dan menghancurkan kedua Gorgon. Dia mengubah pulpen menjadi pedang perunggu.
Dia menghebohkan seisi perkemahan gara-gara kasak-kusuk mengenai graecus.
Putra Dewa Laut Dulu sekali, Hazel pernah diberi tahu bahwa keturunan Neptunus akan menyelamatkannya. Namun, bisakah Percy memusnahkan kutukan Hazel" Sepertinya harapan itu terlalu berlebihan.
Percy dan Nico berjabat tangan. Mereka saling mengamati dengan waswas, dan Hazel sekuat tenaga melawan dorongan hati untuk kabur. Jika dua orang ini menghunus pedang ajaib, keadaan bisa menjadi gawat.
The Heroes Of Olympus 2 Son Of Neptune di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Penampilan Nico tidaklah menakutkan. Dia ceking dan kucel dalam balutan pakaian hitam kusutnya. Rambutnya, sebagaimana biasa, awut-awutan seperti orang baru bangun tidur.
Hazel teringat perjumpaannya dengan Nico. Kali pertama Hazel melihat Nico menghunus pedang hitamnya, dia hampir tertawa. Sikap Nico yang amat serius saat menyebut "besi Stygian" membuatnya tampak konyol. Bocah kulit putih ceking ini bukan petarung. Hazel sama sekali tidak percaya bahwa mereka bersaudara.
Dalam waktu singkat, Hazel sudah berubah pikiran. Percy mengerutkan dahi. "Aku aku mengenalmu."
Nico mengangkat alis. "Oh ya"" Dia memandang Hazel untuk minta penjelasan.
Hazel ragu-ragu. Reaksi adiknya tidak beres. Nico berusaha keras untuk bertingkah cuek, tapi ketika pertama kali melihat Percy, Hazel menyadari bahwa Nico seke
jap tampak panik. Nico sudah mengenal Percy. Hazel yakin sekali. Kenapa Nico justru pura-pura tidak kenal"
Hazel memaksa dirinya bicara. "Percy kehilangan ingatannya." Hazel menceritakan seluruh kejadian sejak Percy tiba di gerbang kepada adiknya.
"Jadi, Nico ...." Hazel melanjutkan dengan hati-hati. "Menurutku bagaimana ya, karena kau sudah bepergian ke mana-mana, mungkin kau pernah bertemu demigod seperti Percy sebelumnya, atau ...."
Ekspresi Nico berubah menjadi sekelam Tartarus. Hazel tidak tahu apa sebabnya, tapi dia memahami pesan Nico:Jangan dibahas.
"Cerita tentang pasukan Gaea itu," kata Nico, "kau sudah memperingatkan Reyna""
Percy mengangguk. "Gaea itu siapa"" Mulut Hazel menjadi kering. Hanya untuk mendengar nama itu saja, dia harus mengerahkan seluruh tenaga supaya lututnya tidak melemas. Dia teringat suara mengantuk seorang wanita, gua yang berpendar, dan sensasi saat paru-parunya terisi minyak hitam.
"Dia Dewi Bumi." Nico melirik ke tanah, seakan-akan takut ada yang menguping. "Dewi tertua di antara semuanya. Biasanya dia tertidur lelap, tapi dia membenci dewa-dewi dan anak-anak mereka."
"Ibu Pertiwi itu jahat"" tanya Percy. "Sangat," kata Nico muram, "Gaea meyakinkan putranya, Kronos sang Titan eh, maksudku Saturnus agar membunuh ayahnya, Uranus, dan mengambil alih dunia. Para Titan berkuasa lama sekali. Kemudian anak-anak Titan, yaitu dewa-dewi Olympus, menggulingkan mereka."
"Cerita itu sepertinya tidak asing." Percy kedengaran kaget, seakan-akan sebuah memori lama telah mengemuka sebagian. "Tapi rasanya aku belum pernah dengar bagian tentang Gaea tadi."
Nico mengangkat bahu. "Dia menjadi berang waktu dewadewi mengambil alih. Dia mengawini suami baru Tartarus, roh Jurang Neraka dan melahirkan ras Raksasa baru. Mereka berusaha menghancurkan Gunung Olympus, tapi dewa-dewi akhirnya mengalahkan mereka. Setidaknya waktu kali pertama."
"Kali pertama"" ulang Percy. Nico melirik Hazel. Nico barangkali tak bermaksud membuatnya merasa bersalah, tapi justru itu yang Hazel rasakan. Jika Percy sampai tahu yang sebenarnya tentang Hazel, dan tentang perbuatan buruk yang telah dia lakukan
"Musim panas lalu," lanjut Nico, "Saturnus berusaha bangkit kembali. Pecahlah perang Titan kedua. Bangsa Romawi di Perkemahan Jupiter menyerbu markas besarnya di Gunung Othrys, di seberang teluk, dan menghancurkan singgasananya. Saturnus lenyap " Dia ragu-ragu, memperhatikan wajah Percy. Hazel mendapat firasat bahwa adiknya cemas kalau-kalau semakin banyak memori Percy yang kembali.
"Mmm, pokoknya," lanjut Nico, "Saturnus mungkin menyingkir ke kedalaman Tartarus seperti sediakala. Kami semua mengira bahwa perang sudah usai. Kini tampaknya kekalahan bangsa Titan telah mengusik Gaea dari tidurnya. Dia mulai terbangun. Aku mendengar laporan tentang Raksasa yang dilahirkan kembali. Kalau mereka bermaksud menantang dewa-dewi lagi, mereka barangkali bakal mulai dengan cara membinasakan demigod ...."
"Kau sudah memberitahukan ini pada Reyna"" tanya Percy.
"Tentu saja." Rahang Nico menegang. "Bangsa Romawi tak memercayaiku. Itulah sebabnya aku berharap Reyna mau mendengarkanmu. Anak-anak Pluto ..., ya, jangan diambil hati. Tapi menurut mereka, kami ini lebih parah daripada anak-anak Neptunus. Kami membawa sial."
"Mereka memperbolehkan Hazel tinggal di sini," komentar Percy.
"Itu beda," ujar Nico. "Kenapa"" "Percy," sergah Hazel, "dengar, para Raksasa bukanlah persoalan terburuk. Bahkan bahkan Gaea bukanlah persoalan terburuk. Pengamatanmu akan para Gorgon, yaitu betapa mereka tidak mati-mati, itulah masalah terbesar kita." Hazel memandang Nico. Hazel sudah dekat sekali dengan rahasianya sendiri, tapi entah karena alasan apa, dia memercayai Percy. Mungkin karena Percy juga orang luar, mungkin karena dia telah menyelamatkan Frank di sungai. Percy layak mengetahui apa sebenarnya yang tengah mereka hadapi.
"Nico dan aku," kata Hazel hati-hati, "kami berpendapat, yang terjadi adalah Maut tidak "
Sebelum Hazel sempat menyelesaikan kalimat tersebut, sebuah teriakan terdengar dari bawah bukit.
Frank menghampiri me reka sambil berlari-lari kecil, mengenakan celana jin, kaus ungu perkemahan, dan jaket denim. Tangannya berlumur oli sehabis membersihkan senjata.
Menuntut Balas 2 Beauty Honey Karya Phoebe Si Bongkok Dari Notre 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama