3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 Bagian 2
"Kalo aku Celso. Panggil aja Celso.
"Ya masa saya panggil Kang Cecep"", kataku cengengesan. "Eh, waktu aku ospek jaman kuliah di Bandung Cecep jadi panggilanku lho!" "Ah, yang bener"!"
"Bener atuh! Teu ngawaduk lah aing mah!", jawabnya dalam bahasa sunda dengan logat yang sedikit maksa.
Kemudian kami duduk di meja yang letaknya agak di pojok. Di meja itu ada 7 orang yang duduk. Aku, Celso, Senior dari Mongolia yang tadi menegur Khali, Farid, seorang senior perempuan dari Kyrgiztan, seorang Korea yang berusia 40an yang sepertinya adalah Profesor di Anam University, dan tentu saja yang duduk di sebelahku, Khali.
Ketika awal kami duduk, Profesor itu belum duduk di situ dan hasilnya di meja itu hanya ada 2 bahasa: Indonesia dan Rusia. Bahasa Indonesia digunakan oleh Aku dan Celso sementara empat orang sisanya berbahasa Rusia. Termasuk Farid. Dan Khali. Dan aku melihat kecantikan Khali naik 40% melihatnya berbahasa Rusia. Duh! Jadi ingin belajar Bahasa Rusia juga jadinya!
Kemudian si Profesor bergabung bersama kami dan akhirnya kami mengubah bahasa yang kami gunakan menjadi Bahasa Inggris agar bisa mengikutkan Profesor ke dalam pembicaraan kami. Acara kemudian dimulai dan suasana di meja semakin hangat. Beberapa rangkaian acara terlewati dan makanan pun tiba. Dan juga wine.
Aku tanpa berpikir lagi, ambil segelas wine yang ditawarkan dan mulai menyesapinya sambil beramah tamah dengan teman-teman di meja. Farid terlihat agak ragu mengambil gelas wine, namun akhirnya diambilnya juga setelah melihatku menyesapi wine dengan santai dan tenang. Dan kami pun terus mengobrol sambil menikmati wine yang mengalir secara bebas.
Begitu acara selesai sekitar 2 jam kemudian, kami mulai melangkah ke luar ruangan. Melangkah dengan sempoyongan. Hanya Farid saja yang masih bisa berjalan lurus karena memang hanya meminum segelas saja. Tapi terlihat wajahnya yang agak memerah karena pengaruh alkohol. Khali yang minum paling banyak berjalan sambil menggelendot di tangan kiriku sambil berjalan ke arah bus. Agak aneh mungkin jika ada orang Indonesia di sana melihat ada seorang berpeci hitam dan batik lengan panjang berjalan agak sempoyongan dan menggandeng wanita muda cantik.
"Jo, enak bener kamu digelendotin doi", kata Celso dengan nada bicara agak meliuk-liuk akibat mabuk. "Rejeki budak nu soleh atuh Kang Cecep."
"Soleh soleh setun kitu. Yang jelas kalo mau main asik-asikan sama doi jangan di dorm Jo. Bisa diusir kamu nanti."
"Udah keseringan sayah mah sama doi." "Heh"!"
Setengah jam kemudian kami akhirnya tiba di Dorm dan sebagian dari kami berjalan masuk dorm dengan agak sempoyongan. Khali juga masih sempoyongan dan pada saat itu aku tidak beruntung karena memang tidak bisa masuk ke lantai tempatnya tinggal. Jadi Khali saat itu dipapah oleh Arantxa ke kamarnya. Aku sendiri yang sebenarnya sudah mulai segar dirangkul oleh Saddam sampai ke depan kamarku. Ia tidak berkomentar apa-apa melihat aku yang tadi shalat berjamaah dengannya kali ini pulang dengan sempoyongan. Hanya saja ia sedikit menggeleng-gelengkan kepala sembari mendecak-decakkan lidahnya beigtu aku mulai masuk ke kamar. Dan aku pun tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur. Malam itu aku bermimpi menyaksikan secara langsung Moammar Qaddafi berpidato dalam bahasa Arab dengan penuh semangat. Suaranya cukup keras dan agak menggetarkan jiwaku. Namun tidak seberapa lama kemudian aku mulai tersadar. Tapi anehnya suara Qaddafi masih belum hilang dari telingaku. Masih dalam volume yang sama. Dan aku yakin saat itu aku sudah benar-benar terbangun dari tidurku. Akhirnya aku coba bergerak keluar dari kamarku mendekati sumber dari suara Qaddafi itu. Kudekati lagi arah sumber suara itu yang ternyata berasal dari kamar di sebelah. Dan kulihat di kamar sebelah yang pintunya terbuka lebar itu Saddam sedang menghubungi seseorang via Skype. Dalam bahasa
Arab. Dengan suara sekencang suara Qaddafi.
Annyong Haseyo! Jeo neun...
Kegiatan kami pada pekan itu sebagian besar berupa pelajaran bahasa Korea. Dan untuk sebagian besar dari kami pelajaran Bahasa Korea yang kami terima pada saat itu merupakan kontak pertama kali dengan Bahasa Korea. Terus terang kami juga merasa benar-benar asing dengan huruf Korea yang bentuknya unik karena kotak-kotak ataupun bulat-bulat lucu dan cenderung berbeda dengan huruf Jepang yang bentuknya lebih cute ataupun huruf china yang bentuknya... mungkin aku tidak bisa memberi komentar apa-apa.
Terus terang sampai dengan aku tiba di Korea, minatku sebenarnya justru bukan pada budaya Korea. Aku lebih menyukai budaya dan gaya Jepang ketimbang budaya Korea yang pada saat itu mulai merajalela di Indonesia melalui instrumen K-pop dan drama Korea atau yang lebih dikenal dengan nama Korean Wave/Halyu. Kenapa aku lebih suka budaya Jepang" Jelas karena sebagai bagian dari generasi Indonesia yang lahir pada dekade 1980an dan menikmati masa kecil di era 1990an budaya Jepang jelas memilki start yang lebih bagus daripada Korea. Dari kecil tontonanku khususnya di akhir minggu sudah menunjukkan dominasi budaya Jepang seperti doraemon, detective conan, kamen rider, crayon shinchan sampai dengan dragon ball. Selain itu hobi yang lebih dekat budaya Jepang juga berlanjut sampai aku dewasa melalui instrumen hentai dan JAV. Mungkin jika Korea bisa membuat KAV, aku bisa sedikit lebih tertarik dengan
budaya Korea sebelum keberangkatanku ke sana.
Jika aku sedemikian dekatnya dengan budaya Jepang, lantas kenapa aku malah memilih melanjutkan pendidikanku di Korea" Well, sabar ya... mungkin beberapa chapter lagi akan diceritakan karena hal ini akan lebih menarik jika dihubungkan dengan seorang rekan kerja yang menghubungiku kemudian.
Kembali ke bahasa Korea, jadi pada dasarnya Bahasa Korea masih satu rumpun dengan bahasa-bahasa Asia Timur, sama seperti Bahasa Jepang dan Mandarin, sehingga tidaklah mengherankan jika susunan grammar di antara ketiga bahasa tersebut cenderung sama. Bahkan jika diurut sejarahnya, ketiga bahasa tersebut pernah menggunakan aksara yang sama. Ya, huruf China klasik (huruf China yang saat ini masih digunakan di Taiwan dan Hong Kong, bukan di Tiongkok Daratan), huruf kanji, dan huruf klasik Korea yang disebut Hanja pada dasarnya merupakan huruf yang sama. Huruf-huruf tersebut memiliki arti yang sama di ketiga bahasa tersebut namun memiliki bunyi yang berbeda.
Lantas kenapa huruf yang digunakan di Korea sekarang ini berbeda dengan huruf hanja" Rupanya sejarahnya berasal dari seorang Raja yang cukup bijaksana yang pernah berkuasa di Korea. Sekarang jika boleh aku meminta pendapat pembaca, bagaimana pendapat pembaca terhadap huruf China klasik" Mungkin sebagian besar akan berpendapat huruf tersebut rumit dan sulit dihafalkan. Begitu pun pendapat Raja Sejong yang bijaksana tersebut. Ia merasa jika huruf yang rumit tersebut terus diterapkan kepada rakyatnya, tentu tingkat melek huruf akan menjadi hal yang sangat mewah. Jika rakyat buta huruf, tentunya rakyat akan sulit menjadi cerdas. Dan jika rakyat sulit mencapai kecerdasan, tentunya kemajuan bangsa akan tetap menjadi impian. Dari pemikiran demikianlah Raja Sejong berpikir keras menciptakan sistem huruf yang mudah dihafalkan rakyatnya agar tingkat melek huruf mereka meningkat. Dan tidaklah mengherankan jika kemudian PBB menggunakan nama King Sejong sebagai award untuk orang yang berjuang melawan iliterasi.
Filosofi penyusunan huruf hangeul sendiri sebenarnya memiliki filosofi hubungan antara manusia, langit dan surga pada huruf vokalnya dan bentuk dari lidah dan bibir untuk melambangkan bunyi-bunyi konsonan. Dengan sedikit menghapalkan filosofi huruf tersebut, sebenarnya huruf hangeul dapat dihafalkan hanya dalam waktu beberapa jam saja. Namun tentunya perlu banyak latihan agar bisa lancar membacanya. Dan satu lagi, setelah aku belajar membaca huruf hangeul, aku jadi berfikir sebenarnya orang Korea tidak terlalu jauh berbeda dengan orang Sunda setelah tidak kutemukan huruf untuk bunyi konsonan 'F' dan 'Z'. Well... Sigana mah teu hese belajar bahasa Korea.
Jadi apakah belajar bahasa Korea mudah" Bagi sebagian besar dari kami: Tidak.
Terus terang selama empat hari kami belajar Bahasa Korea, yang kami pelajari dan aku ingat hanya hal-hal yang berperan sangat vital seperti memperkenalkan diri, angka, nama-nama makanan, bertanya ke mana arah
toilet, dan tentunya cara meminta diskon ketika berbelanja.
Jadi bagaimana kami akan bertahan hidup di Korea selama setahun ke depan jika bahasanya saja sulit dipelajari" Well, mungkin ini gunanya memilki wajah melayu di negeri ginseng itu. Orang tidak akan heran jika aku bertanya lebih banyak menggunakan Bahasa Inggris. Dan aku jadi cukup berduka terhadap Khali yang wajahnya terlalu mirip Orang Korea sampai-sampai dalam sehari ia bisa dikira sebagai orang Korea setidaknya lima kali. Tapi beruntunglah kami punya Dao sebagai rekan kami.
Dao mungkin memiliki antusiasme terhadap budaya Korea paling tinggi di antara kami. Di kelas Ia paling cepat menyerap pelajaran Bahasa Korea, mengerti gesture-gesture lokal, bahkan tidak ragu untuk sedikit berdebat dengan pengajar kami. Ia memang pernah bercerita semasa ia kuliah di Vietnam, ia pernah mengambil kursus Bahasa Korea karena kesukaannya menonton Drama Korea. Tolong jangan dibandingkan denganku yang belajar Bahasa Jepang secara otodidak melalui media film bajakan dengan tutor utama Maria Ozawa, Hitomi
Tanaka dan Sora Aoi. Akhirnya selama seminggu itu, kami yang selalu menyempatkan diri berbelanja kebutuhan untuk tinggal di dorm setelah kelas Bahasa Korea selesai selalu memaksa Dao untuk memimpin rombongan kami. Tentu saja Dao tidak terlalu bermasalah mengingat kami selalu menyogoknya dengan sebotol makgeolli kesukaannya setiap kali menemani kami berbelanja.
Skip sampai pada akhir minggu tersebut, tepatnya hari minggu siang aku yang sedang bermalas-malasan dikejutkan oleh bunyi interphone kamarku.
"Yes, Jojo here."
"Jo, can we meet at the basement like 10 minutes from now"", terdengar suara perempuan yang khas. Aku tahu suara itu adalah suara Khali. Dan terdengar suaranya agak lemas dan cenderung sendu. "OK. No problem. I can do my laundry while waiting for you. What's wrong actually"" "I'll tell you later. See ya!"
Segera kubawa baju-baju kotorku ke basement dan kumasukkan pada salah satu mesin cuci yang sedang kosong. Tidak lama mesin menyala dan aku duduk di ruangan tersebut, terlihatlah Khali datang juga membawa bak cucian kotornya. Aku coba menyapanya namun ia tidak menggubrisku dan langsung memasukkan baju kotor ke mesin cuci yang tersedia dan memutar mesinnya. Terus terang aku agak tersinggung dicueki seperti itu.
Spoiler for doi minta jatah:
Aku coba dekati dia dan ketika sudah dekat wajahnya menoleh ke arahku. Dan terlihat senyum anehnya. Kemudian Ia menggenggam tanganku. Dan menyeretku ke toilet wanita yang ada di lantai basement. Dan saat itu di basement ternyata hanya ada kami berdua. Dan aku ditariknya ke bilik kloset paling ujung di toilet tersebut. Kemudian aku dipaksanya duduk di kloset. Dan Khali menyerbuku dengan agresif. Dan terjadilah.
Setelah kami selesai, kami pelan-pelan keluar dari toilet secara bersamaan dari toilet. Kami mencoba cukup tenang sampai tidak lama ada suara dari belakang kami tepatnya dari arah lift.
"Jojo... Khali... What are you guys just doing""
Kampret. Dao melihat kami keluar dari toilet wanita bersamaan.
Different Faces of Women Aku sebenarnya tidak terlalu suka memulai cerita dengan awkward moment. Tapi mungkin karena kesalahanku memotong cerita di chapter sebelumnya jadilah aku terpaksa memulai bagian ini dengan awkward moment. Momen ketika Dao mendapati kami keluar dari toilet wanita di basement dorm. "Jojo... Khali... What are you just doing""
"We... we just... errrr...", jawabku dengan tergagap
"He just helped me after I got slipped inside", sambar Khali secara lugas secara tiba-tiba, lebih cepat dari otakku yang baru mulai memikirkan alasan apa yang perlu kusampaikan kepada Dao.
"You got slipped inside"", tanya Dao dengan wajahnya yang memang terlihat polos. Sepertinya dia cukup percaya alasan yang disampaikan Khali.
"Yeah, the lamp inside was dead for a while therefore I was a bit slipped on my way out of there.", kali ini wajah Khali terlihat sangat percaya diri. Jauh berbeda dengan ekspresi wajahnya beberapa menit lalu saat... ah, sudahlah...
"And she was screaming out for awhile when she was slipped. Her scream forced me to came inside there to find out what's wrong. Well, and here we are.", tambahku yang sudah mengerti permainan Khali. Khali sedikit menolehkan wajahnya padaku dan mengerlingkan sebelah matanya.
Dao kemudian berjalan ke arah kami karena ia memang menuju ke vending machine di dekat laundry room yang menjual minuman. Tanpa kami duga, Dao menepuk bokong Khali yang saat itu terlapis hot pants hitam.
"Your pants got a bit wet, Khali."
"Yeah, it looks like they just swabbed the toilet floor recently", jawab Khali, kali ini dengan intonasi yang menunjukkan dirinya agak panik.
"Looks like you're right. The smell is kinda funny but a bit familiar. I believe they use a bad floor cleaning fluid.", kata Dao dengan ekspresi wajah masih sepolos wajahnya ketika menegur kami tadi.
Sebentar. Fluid with funny smell. Di celana Khali. Jangan-jangan....
"Yeah. I should tell the dorm manager to change the floor cleaning fluid.", jawabku mencoba menghilangkan kekhawatiranku.
Damn! Ini pertama kalinya aku terpergok setelah have fun dengan perempuan dalam perjalananku selama beberapa tahun ini! Aku biasanya memang bermain aman untuk menghindari hal seperti ini terjadi. Tapi kali ini mungkin nasibku memang kurang baik. Sejenak aku menyalahkan Khali yang tidak bisa menahan diri. Dan diriku sendiri juga yang terlalu mudah terbawa permainan Khali! Terasa butir-butir keringat sebesar jagung mulai mengaliri punggungku.
Segera setelah Dao kembali ke lantai atas, kami kembali ke ruangan laundry dan membereskan cucian kami.
Setelah selesai, kami saling memandang dan mulai tersenyum. Dan kami mulai cekikikan. Dan tidak seberapa lama kami tertawa lepas bersama-sama.
Skip ke malam masih di hari minggu itu. Aku baru saja menyelesaikan makan malamku bersama dengan Riani. Iya. Kamu tidak salah. Aku makan nasi kotak yang kubeli di mini market di bawah bukit dormku sambil menatap laptopku yang sudah terkoneksi skype dengan Riani di ujung sana. Dia juga makan. Nasi padang dengan lauk rendang dan juga sambal hijau dan sayur daun singkong.
Ibu! Kenapa berat sekali hidup di tanah yang tidak ada nasi padang ini"!
Sambil makan aku dan Riani membicarakan hal-hal yang terjadi selama seminggu ini. Tentu saja apa yang terjadi antara aku dengan Khali tidak kuceritakan. Aku tidak mau hubunganku dengan Riani yang sudah berjalan hampir 6 tahun ini hancur begitu saja. Lagi pula aku tidak terlalu menaruh hati terhadap Khali. Yang kami lakukan selama ini murni fisik saja. Dan itu pun lebih banyak dia yang meminta. Tidak. Kecuali yang pertama yang memang karena alkohol, semua hubungan yang aku dan Khali lakukan merupakan inisiatifnya. Inisiatif juga sepertinya bukan kata yang tepat. Kebutuhan. Ya! Kata kebutuhan lebih tepat untuk konteks ini! Dan secara sadar aku merasa lebih sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya. Dan lebih gilanya lagi aku tak pernah keberatan dijadikan alat. Tidak keberatan. Sedikitpun.
Tidak seberapa lama setelah koneksi skype antara aku dan Riani selesai dan aku juga selesai merapikan alat makanku, Interphone di kamarku berbunyi.
"Hello..." Terdengan suara perempuan di ujung sana. Berbeda dengan suara yang siang tadi kudengar di interphone ini. Kali ini agak lebih khas logatnya.
"Yeah, Jojo's speaking"
"Jo... I know what really happened this afternoon" "This afternoon" What do you mean with that, Dao""
Ya, logat itu adalah logat Vietnam yang khas dari Dao. Hanya saja intonasinya jauh berbeda dengan siang tadi. Intonasinya jauh lebih gelap dan berat. Terkesan sangat misterius. Jadi terbayang di pikiranku Dao yang biasanya hadir dengan wajah yang polos dan ceria kali ini hadir dalam seringai yang mencerminkan adanya misteri di balik seringai itu. Dan ada kesan licik di balik seringainya yang juga dihiasi tatapan matanya yang menusuk.
"The fluid on her pants. Come on, no floor cleaning fluid smells that funny." "..."
"And her screaming. I actually heard her screaming. And I know it was not a scream from a slipped woman. It was more like a scream of..."
"Scream of what"!"
"Orgasm"" Damn! Gadis keturunan Jengis Khan itu terlalu berisik waktu main tadi siang! Aku hanya bisa membisu ditodong seperti itu.
"I'll keep my mouth shut. As long as you can take my offer." "Offer""
"Yup. An offer that you can't refuse. I'll tell you later about the offer. See me tomorrow on the research method class and sit next to me. We'll be on the same class right""
"Yeah. I don't think you can take a no as my answer. I've got no choice" "See you tomorrow"
Damn! Ari Hari itu hari senin. Ya... Hari di mana aku pertama kalinya masuk kelas di negeri ginseng ini. Juga hari di mana aku harus bertemu dengan Dao dan menyelesaikan masalah, atau mungkin tepatnya membungkam Dao, akibat kebodohan yang aku dan Khali lakukan sehari sebelumnya. Hari itu perasaanku cukup campur aduk antara senang, tertarik dan penasaran dengan suasana kelas yang menurutku akan cukup berbeda dengan kelas di kampusku dulu. Seperti ada tantangan baru untuk jiwaku yang pada saat itu berusia 24 tahun. Namun di sisi lain perlu diakui ada perasaan cemas, takut dan khawatir jika ternyata aku tidak sanggup mengatasi tantangan tersebut. Tapi jika boleh jujur, perasaan yang terakhir kusebutkan pada saat itu lebih karena misteri yang tadi malam ditinggalkan oleh Dao. Apa sebenarnya yang diinginkan oleh gadis cucu keponakan tiri tetangga sekampungnya Ho Chi Minh itu"
Pagi itu aku keluar dorm dan berjalan menuju kampus bersama Khali. Berdua. Bukan, bukan karena janjian. Kebetulan saja kami berangkat pada waktu bersamaan. Sumpah! Lagipula kami mengambil kelas yang berbeda pagi ini. Dan seperti biasa kami harus menuruni Bukit Anam menuju kampus dan seperti biasa pula kami seperti tidak ada beban menuruni bukit bergradien tinggi tersebut. Dan juga seperti biasanya Khali dengan penampilannya yang sangat menarik itu gelagapan menjelaskan bahwa dirinya bukan orang Korea dan sama sekali tidak mengerti Bahasa Korea ketika di tengah perjalanan kami seorang Ibu-ibu Korea menanyakan alamat padanya dalam Bahasa Korea.
Kami kemudian berpisah di lobby gedung kampus GSIS karena kelas yang Khali ambil berada di lantai 3 gedung ini sementara kelasku berada di lantai 1. Kelas yang kuambil pagi ini bertitel Economic Growth and Development yang pada silabusnya mengklaim bahwa kelas ini akan mencoba menganalisis fenomenafenomena ekonomi serta dimensi sosial dari proses pembangunan khususnya di negara-negara berkembang. Bingung" Tidak masalah, toh aku pun tidak terlalu paham maksudnya. Oke. Aku sepertinya tidak akan terlalu banyak membahas substansi pada kelas ini. Mudah-mudahan.
Kelas pagi ini merupakan kelas yang cukup kecil dan hanya diikuti oleh 30an mahasiswa. Susunan meja di kelas ini berbentuk huruf U di mana profesor yang mengajar menjelaskan materinya tepat di tengah-tengah huruf U tersebut. Kelas itu masih belum terlalu ramai, atau tepatnya baru ada 5 orang yang hadir di kelas itu. Kondisi demikian membuatku leluasa untuk memilih tempat paling strategis di kelas. Bukan, bukan bangku di pojok ruangan sebagaimana masa-masa kuliahku dulu. Godaan bangku pojok ruangan di kelas ini kalah jauh dengan bangku yang paling dekat dengan colokan listrik! Ya, colokan listrik menjadi kebutuhan vital bagi sebagian besar dari kami yang membawa laptop ke ruang kelas. Dan pagi itu aku cukup beruntung karena bangku paling strategis tersebut masih bisa kutempati.
Ketika aku duduk di sebelahku sudah duduk seorang mahasiswa. Orangnya lebih tinggi dariku, mungkin sekitar 180an cm, fisik dan wajahnya berciri oriental yang berbeda dengan wajah oriental Korea atau Jepang. Aku menduga dirinya orang Tiongkok daratan jika melihat penampilannya. Aku pun menyapanya dan berbasabasi sedikit dengan orang itu sebelum akhirnya tenggelam dalam laptop yang sudah selesai proses bootingnya.
Sambil menunggu mahasiswa lain dan Professor tiba, aku pun menikmati nikmatnya internetan di kampus ini. Dan begitu kulihat salah satu tab di peramban digital yang semalam belum kututup ternyata masih ada salah satu situs cerita panas. Ya, cerita panas dewasa yang itu. Jujur saja salah satu godaan terbesar jika koneksi internet kencang adalah mudahnya mengakses konten pornografi termasuk di antaranya cerita panas itu. Dan mengingat cerita panas itu ditulis dalam Bahasa Indonesia serta aku yang saat itu merasa yakin jika di kelas itu tidak ada orang Indonesia ataupun orang yang mengerti Bahasa Indonesia, aku tetap percaya diri untuk melanjutkan membaca cerita panas di website itu. Lumayan lah. Obat ngantuk gara-gara tadi malam tidak terlalu enak tidur setelah menerima teror dari Dao. Sambil membaca, sesekali terlihat mahasiswa di sebelahku itu senyum-senyum saja sembari sesekali menggelengkan kepala melihatku yang membuka website itu.
Setelah sekitar 15 menit menunggu sembari menikmati website cerita panas itu, kelas makin penuh oleh mahasiswa dan Professor pun datang yang menandakan bahwa kelas sudah harus dimulai. Professor memulai kelas ini dengan perkenalan dirinya beserta sedikit latar belakangnya. Kemudian Ia meminta kami, para mahasiswa, untuk memperkenalkan diri kami masing-masing beserta negara asal kami. Ya, negara asal kami mengingat lebih dari 50% mahasiswa di kelas ini merupakan mahasiswa asing. Ketika tiba giliranku, sebagaimana biasa aku memperkenalkan nama lengkap dan nama panggilanku serta negara asalku. Yang sangat sangat mengejutkan adalah ketika mahasiswa di sebelahku memperkenalkan dirinya kepada kelas.
"Good morning everyone! My name is Tan Liong Chen..." Nah, benar dugaanku! Dia pasti orang Tiongkok daratan! "...but please call me Ari. That's my nickname..." Ari" sebentar... Kenapa jadi mulai mencurigakan begini"
"And if you think I'm a Chinese, ethnically yes. That's my ethnicity. But I'm Indonesian just like the fellow next to me, Jojo."
Holy Sh*t! Pantas saja tadi dia sampai senyum-senyum dan geleng-geleng kepala! Dan Ari pun cengar-cengir iblis ke arahku.
Different Faces of Women Part Deux
Pada pukul 1030, kelas pagi pada hari itu akhirnya selesai. Dan berakhir pula perasaan terintimidasiku dari seringai iblis Mas Ari.
"Jo... Jo... Gile juga lu buka bokep di kelas...", goda Mas Ari kepadaku sembari berjalan keluar kelas. "Lu juga geblek! Bukannya ngomong kalo lu orang Indo juga! Gua kira lu orang Cina Daratan!", balasku sengit. "Lha emang Chinese gua! Daratan pula! Daratan Semarang!"
"Wua*u tenan!" Dari kelanjutan obrolan kami yang disambi dengan makan siang, aku jadi mengetahui bahwa Mas Ari merupakan mahasiswa semester 3 di GSIS ini. Ia meneruskan sekolahnya di sini setelah mendapatkan beasiswa dari sebuah perusahaan rokok terkenal di Korea. Yang membuatku salut kepadanya adalah Bahasa Koreanya yang sudah sangat sangat lancar untuk ukuran orang yang baru setahun tinggal di Korea. "Lancar bener Bahasa Kroyamu, Mas"
"Ya gitulah Jo kalo udah keseringan bobo bareng sama cewek Kroya"
"Wuih! Hoki bener lu bisa sering bobo bareng cewek sini! Pacar lu apa ONS ONS doang nih"" "Geblek lu!", jawabnya sambil tertawa dan menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya. "Eh, bini rupanya. Sori sori... kirain..."
"Gak papa Jo. Tampang gua berarti irit kan" Jadi pada ga nyangka kalo gua udah kimpoi." "Berarti lu tinggal di..."
"Iya... Pondok Mertua Indah. Makanya gua gak terlalu betah di rumah dan lu bakal sering liat gua keliaran di kampus."
"Emang mertua lu galak""
"Nggak. Baik kok. Baik banget malah. Cuma ya gua jadi ga enak aja tinggal di rumah mertua tapi status gua gak kerja dan cuma ngandelin duit beasiswa doang. Mau ngajak bini tinggal di tempat lain, tapi bini gua anak bungsu. gak enak ninggalin orang tuanya yang udah sepuh. Lagian bini gua udah pernah tinggal di Semarang dari waktu kita kimpoi 3 tahun lalu sampe akhirnya gua cabut ke sini. Tambah gak mau pisah sama orang tuanya lah dia."
"Yo wis Mas. Lulus sik trus cari gawean sing gajine akeh biar ga terlalu malu sama mertua" "Yah, doain aja Jo"
Setelah seesai makan, aku langsung menuju kelas berikutnya: Research Method. Ya kelas di mana aku harus bertemu Dao dan menyelesaikan masalahku. Di kelas kulihat Dao sudah duduk di sebuah bangku yang ada di sisi kiri urutan ketiga dari depan. Jadi model pengaturan meja di kelas itu kira-kira sebgai berikut: Model ruang kelas pada umumnya dengan tiga baris meja di mana masing-masing meja terdiri atas tiga kursi. Aku hampiri Dao dan duduk di sebelahnya. Ia hanya tersenyum manis padaku. "Jojo... you know, actually you have a good look"
"so...", jawabku sambil menebak-nebak maunya.
"But I need you to look better. Please go with me after the colloquium class" "Are you asking for a date""
"Sort of. Don't worry. Khali already knows about this and she even lent you to me." "Lent" That bloody Mongolian bi*ch!"
PLAK! Tiba-tiba bagian belakang kepalaku terasa seperti dipukul oleh benda yang tidak terlalu keras. Rupanya Khali sudah duduk di bangku tepat di belakangku dan baru saja memukul kepalaku dengan kertas silabus kelas ini yang sudah digulung.
"Jo, just follow what she wants and no more questions, okay"" "Okay... okay..."
Terus terang aku agak sedikit heran kenapa Khali tidak duduk di bangku yang masih tersisa di meja kami. Apa mungkin Ia sudah terlanjur bete denganku ataukah ada hal lain" Begitu kulihat bangku di sebelah kananku ternyata bangku itu sudah terisi oleh orang lain. Atau mungkin bukan orang. Kadar orangnya mungkin hanya 25%. Sisanya bidadari. Paras manis dengan perpaduan dengan komposisi pas antara ciri melayu dengan oriental plus sepasang lesung pipi, kulit putih mulus, rambut lurus sepundak dan postur tubuh yang seolah menengahi ciri tubuh Khali yang sintal dengan Dao yang mungil. Dan paras ayu itu menoleh ke arahku dan memberikan senyum manisnya.
"Sawadee...", sahutnya membuka pembicaraan.
"Heh"" Mukanya jadi ikut bingung setelah aku tidak menemukan cara yang pas membalas sapaannya. Dao dan Khali yang ada di dekatku tentunya tidak kalah bingung.
"Sawadee... blablalbablabla.... (bahasa planet)"
Mendengar itu aku jadi tambah bingung. Orang itu kemudian mulai menyadari sesuatu. "Are you a Thai"", tanyanya.
"Me" Of course not. I'm Indonesian"
"Oh, sorry, you really look like my old friend in Chiang Rai."
Dao dan Khali mulai cekikikan. Mungkin ini karma karena aku cukup sering meledek Khali karena fisiknya yang sangat mirip Orang Korea. Tapi terus terang ini bukan pertama kalinya aku dikira sebagai orang selain Indonesia. Beberapa hari lalu di subway, aku berpapasan dengan dengan beberapa ABG Korea dan mereka menyapaku dengan "Namasteeee!". Kemudian terakhir kali ke Jenewa beberapa kasir toko di sana selalu mengucapkan "Xie xie" setelah menerima pembayaran dariku. Jadi sebenarnya aku ini lebih mirip orang mana" Sebagai gambaran, mungkin jika ingin dibandingkan dengan artis, wajahku paling mendekati Donny Alamsyah yang bermain menjadi Kakak dari Iko Uwais di film The Raid yang pertama. Hanya saja mataku lebih lebar. Dan juga lebih berbulu.
"Sawadee Jojooo...", kata Khali dan Dao bersamaan untuk meledekku. Brengsek betul. "It's Suni."
"Heh"" "Yeah. My name is Suni. What's yours""
"Oh, my name is Jonathan. But please call me Jojo." "Hi Suni! I'm Khali and this is Dao."
Kami berempat kemudian mengobrol sembari menunggu kelas dimulai. Farid dan Amina kemudian bergabung dengan kami setelah mengisi kursi kosong di sebelah Khali.
Skip ke sore hari pukul 1800.
Aku berjalan mengikuti Dao yang lincah meliuk-liuk dari satu toko ke toko lain di wilayah Myeongdong. Daerah ini memang surga bagi para penggila belanja khususnya yang terkait dengan Fashion. Mungkin tanpa adanya wilayah ini Seoul tidak akan menjadi salah satu ibu kota fashion Asia. Dao yang memang dasarnya penggila belanja terlihat sangat senang berada di sini. Hal itu bisa terlihat dari matanya yang bersinar itu. Tapi agak terlihat aneh juga karena ia berkali-kali melihat arlojinya seolah-olah akan ada janji pertemuan yang harus ditepati.
Sekitar pukul 1900, kami sudah dalam perjalanan kembali ke arah dorm kami. Tentu saja sebagai lelaki yang setengah baik aku membantu membawakan tas belanja yang surprisingly tidak banyak. Mungkin karena ia tadi agak terburu-buru belanjanya. Sesampainya di dorm...
"OK Jo, now you go to your room and take the stuffs with you. Change your clothes with these stuffs that I have pruchased for you and be here again within 15 minutes"
"Aye aye ma'am!"
Segera kubawa barang-barang itu ke kamar dan begitu kulihat... astaga naga bonar beranak dua! Di lobby dorm kemudian aku bertemu Faisal yang baru pulang makan malam.
"Where are you heading for Jo" You look so... flashy! I can't believe you can suit up like this. It's kinda surprising to see the different side of you like this"
Flashy. Mungkin cocok untuk menggambarkan penampilanku saat itu. Mantel bulu yang tidak terlalu tebal namun panjang berwarna ungu tua dipadukan dengan celana hitam ketat yang berbahan mengkilat serta sepatu kulit bersol tebal yang masih mengkilat. Ditambah lagi dengan rambut yang sudah dilapisi hair jelly dan kuatur agar memiliki bentuk British style. Aku merasa diriku seperti seorang calon artis yang sudah pasti akan gagal audisi.
"Hahahaha... you can thank Dao for this. She drove me like this." "Dao" How it could be""
Kemudian aku menceritakan bagaimana aku bisa mengikuti keinginan Dao siang tadi. Tentu saja kejadian Aku dan Khali tidak kuceritakan. Faisal hanya ketawa-ketawa saja mendengarnya. Sampai kemudian Dao turun dari lantai tempatnya tinggal dan juga berpenampilan tidak kalah flashy. Dress hitam ketat selutut warna ungu tua dipadu mantel bulu putih sepaha, high heels hitam dan stocking warna kulit.
"Let's go Jo! See you later Faisal."
"Have a nice date, comrades!"
Dao kemudian berjalan sambil memeluk lengan kiriku ketika kami sudah keluar dari lobby dorm. Aku merasa agak risi tapi tidak terlalu berani juga meminta Dao melepas pelukannya.
"Where are we heading for actually, Dao""
"Not so far from here, to that direction.", jawab Dao menunjuk ke arah Gedung konser Anam University yang memang tidak terlalu jauh dari dorm kami. Terlihat dari Dorm kami gedung itu suasananya sudah sangat ramai dengan hiruk pikuk ratusan atau mungin ribuan orang yang terlihat mengantri panjang. "So what's your plan, actually""
"Watching Super Junior Secret Concert. I got the VIP access for that!", katanya dengan sumringah. Super Junior"! SUJU"! This is gonna be a Torture!
Prelude to Interrogation Malam itu pukul 0030. Temperatur menurut taksiranku saat itu menunjukkan angka 15 derajat celcius. Dan aku bersusah payah berjalan kembali ke dormku dengan beban tambahan di punggungku. Bukan, aku tidak sedang membawa beban biasa seperti karung beras ataupun sak semen. Di atas punggungku sedang menggelayut seorang gadis manis berwajah oriental yang memiliki bobot sekitar 45 50 kg. Sesekali dari mulutnya keluar beberapa rintihan yang tidak jarang juga diselingi tawa kecil dan juga suara renyah berbahasa Inggris dengan aksen Vietnam yang khas. Ya, gadis di atas punggungku adalah Dao.
Sekitar 20 menit yang lalu Dao terjatuh saat berjingkrak-jingkrak sembari bernyanyi mengikuti irama lagu penutup konser Super Junior. Jangan tanya padaku apa judul lagunya karena aku sama sekali tidak mengetahuinya dan tidak tertarik untuk mengetahuinya. Ya, aku memang tidak menikmati konser tadi. Label konser rahasia dan akses VIP sama sekali tidak membuatku menjadi antusias terhadap konser ini. Bahkan kehadiran gadis semanis Dao juga tidak dapat meningkatkan antusiasmeku. Kehadiranku di konser tadi semata-mata karena todongan dari Dao. Kehadiranku di sana mungkin lebih berfungsi seperti bodyguard yang menjaga agar tidak terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap Dao. Dan sesekali mungkin aksesoris terhadap keberadaan Dao yang malam itu terlihat sangat cantik.
Ya, aksesoris. Anda tidak salah baca. Beberapa kali kami bertemu dengan mahasiswa Vietnam kenalan Dao dan aku diperkenalkan kepada teman-temannya. Aku tidak tahu sebagai siapanya Dao aku diperkenalkan mengingat ia memperkenalkanku dalam Bahasa Vietnam. Memang beberapa kali mereka agak senyumsenyum sampai tertawa cekikikan sambil melihatku. Well, masa bodohlah sebagai apa aku diperkenalkan. Aku hanya berharap agar konser malam itu cepat selesai dan aku bisa segera kembali pulang dan tidur.
Spoiler for Mohon maaf sebesar-besarnya buat penggemar suju dan boiben lainnya... ini sensitif banget...: Konser yang menurutku lebih seperti penyiksaan audio visual itu berjalan cukup lancar, sayangnya. Ya, aku merasa konser itu adalah siksaan. Aku merasa tidak nyaman melihat pria-pria umur dua puluhan berdandan dan berpakaian sangat mencolok mata dan kondisi fisik yang terlalu sempurna. Belum lagi mereka menari secara lincah mengikuti alunan irama musik bervolume keras. Ditambah lagi suara mereka yang sangat-sangat lembut malah membuatku jadi mempertanyakan kejantanan mereka.
Musiknya" Sama saja! Terlalu aneh untuk telingaku. Padahal musik yang biasa masuk telingaku cukup bervariasi mulai dari hip-hop, metal, punk, dangdut, balada, sampai keroncong. Sebentar. Mungkin telingaku memang tidak cocok dengan lagu-lagu dari semua jenis boyband. Aku baru sadar saat itu bahwa satu-satunya boyband yang aku sukai lagu-lagunya adalah Trio Libels!
Penontonnya" Mungkin ini yang positif dari konser ini. Gadis-gadis negeri ginseng di usia belasan sampai dua puluhan dengan pakaian yang mencolok dan memamerkan bentuk tubuh sexy mereka dan juga kaki jenjang mereka. Belum lagi banyak di antara mereka yang sangat pandai berdandan untuk mengeluarkan lebih banyak lagi aura kecantikan mereka. Hanya saja teriakan mereka yang lebih banyak didominasi oleh pekikan "Oppa!" sepanjang konser membuatku tidak terlalu bernafsu. Jika saja terdapat fitur 'mute the audience' pada konser itu, mungkin aku bisa sedikit menikmati konser itu.
Dao termasuk di antara penonton yang ikut berjingkrak-jingkrak dan menari mengikuti lagu-lagu dalam konser tersebut. Iya. Berjingkrak-jingkrak dengan sepatu high heels. Jangan tanya padaku bagaimana caranya namun
kenyataannya demikian. Dan lebih gila lagi, hal yang demikian sangat jamak terjadi malam itu.
Sampai kemudian pada lagu terakhir Dao terjatuh setelah salah mendarat saat berjingkrak-jingkrak. Ia mencoba berdiri namun mengeluh tidak seberapa lama ia berhasil berdiri tegak. Terlihat anklenya agak kebirubiruan. Sepertinya ia terkilir. Aku tidak terlalu ambil pusing dan segera saja kupasang posisi tubuhku membelakanginya sambil merunduk sedikit. Dao mengerti apa maksudku dan ia tanpa banyak kata segera naik ke gendonganku. Segera setelah Dao dapat kugendong dengan sempurna, aku langsung mengarah pintu keluar. Kesempatan yang cukup baik mengingat lagu terakhir baru saja selesai dan masih banyak penonton yang belum meninggalkan arena konser. Sebagian besar mereka masih menunggu di dekat panggung dan mengharapkan ada encore performance. Aku yang tidak peduli dengan hal itu segera saja membawa Dao keluar dan langsung mengarah ke dorm.
Perjalanan ke Dorm saat itu memang cukup berat. Jalan bergradien sedang, beban 45 50 kg di punggung, plus pakaianku yang sangat-sangat-fashionable-sehingga-cukup-menyulitkanku-untuk-bergerak. Dan kemudian bertambah berat lagi ketika sampai di pertigaan antara jalan menuju dorm dengan jalan menuju jalan raya.
"Jooooo....", sahut seorang perempuan. Aku menolehkan wajahku ke kiri. Achi.
"Ngapain lu ke sini Chi"! Ini kan jauh dari tempat lu"!" "Suju, Jo! Suju! Secret Concert pula!"
"Masih otaku juga lu rupanya. Beda negara aja"
"Kampret lu! Eh, bawa siapa lu" Trus baju lu juga kok kayak gini" Abis ikutan nonton konser juga ya" Soksokan ngeledek gua otaku, ternyata lu gak kalah otaku sama gua juga!", berondong Achi padaku. "Doi nih yang maksa gua nonton ni konser! Gua mah sekali J-Rock tetep J-Rock!"
"Tapi ya tumben aja lu bisa dipaksa-paksa. Dulu pas kuliah pernah gua paksa-paksa nemenin gua nonton ga mau. I smell something fishy here."
Fu*k! "Eh iya, kenalin dulu dong gua sama doi."
"Dao, this is my junior in my college time, Achi. Achi, this is my programme-mate here, Dao."
Kemudian mereka bersalaman dan sedikit berbasa-basi kecil. Tidak lama kemudian kami berpisah dan aku bersama Dao kembali ke berjalan ke arah dorm. Maaf, maksudku aku kembali berjalan sembari menggendong Dao di punggung ke arah dorm. Namun sebelum kami berpisah...
"Jo, lu kudu cerita sama gua nanti. Semuanya!"
Jika aku harus bercerita kepada Achi, ini artinya tidak akan ada lagi yang bisa kusembunyikan. Tidak ada. Termasuk hubunganku dengan Khali. Andaipun ada yang kucoba sembunyikan, pasti akan bisa dibongkar juga oleh Achi. Memang kemampuan interogasi Achi semenjak dulu sudah sangat terasah. Salah satunya ketika Ia berhasil membongkar rahasiaku yang sering menggunakan ruangan perpustakaan jurusan di kampus untuk ber-lovey-dovey dengan Riani.
Untungnya Achi terkenal juga dengan reputasiny sebagai penyimpan rahasia yang baik. Sangat baik. Lagipula aku juga memegang beberapa kartu milik Achi... huehehehehehe!
Sesampainya di dorm, aku langsung membawanya ke depan lift menuju lantai di mana kamarnya berada. "Can you walk from here""
"I think it would be alright, Jo. You can leave me." "Are you sure""
"Very sure.", jawabnya kali ini dengan senyum yang sangat manis sambil mulai masuk ke lift. "By the way, Jo..."
"Yeah"" "What's your girlfriend's name"" "Riani. What's wrong with that""
"Riani must be the luckiest girl alive.", pungkasnya sembari diikuti pintu lift yang mulai menutup. "What did you mean with that""
Belum sempat terjawab, pintu lift sudah menutup dan membawa Dao kembali ke lantai tempat kamarnya berada.
MT! Hari itu hari Jumat di minggu pertama masa kuliahku. Dan waktu menunjukkan pukul 1700. Atau 30 menit menuju akhir dari kelas Research Design yang sedang kuikuti ini. Di tengah kelas, Prof. Jeong yang mengampu mata kuliah ini masih terlihat bertenaga menjelaskan poin-poin utama mengenai materi di kuliah pertama ini dengan suaranya yang cenderung melengking. Di sebelah kiriku, Khali terlihat mengantuk dan berusaha bertahan sekuat tenaga agar tidak tertidur. Sementara itu di sebelah kananku Mas Ari yang ternyata juga mengikuti mata kuliah ini terlihat terfokus pada monitor laptopnya. Ternyata ia membuka situs cerita panas yang kubuka tempo hari.
"Waktu itu aja nyela-nyela gua ngebuka bokep di kelas. Eh sekarang malah ente sendiri yang ngebokep!", bisikku.
"Buat bahan tempur entar malem sama bini lah Jo! Kalo lu kan bakal susah pelampiasannya.", balasnya dengan lirih.
"Yeeee... kan abis ini ada MT. Cari pelampiasan ga bakal susah lah asal alkohol udah mengalir mah."
"Yakin lu" Gua semester pertama kagak dapet apa-apa kecuali hangover pas MT, Jo. Semester lalu malah kagak dibolehin bini gara-gara doi terlanjur cemburu ane bakal ngapa-ngapain."
"Itu mah niat lu yang udah ga bener Mas"
"kayak niat lu bener aja Jo"
"Gak bener juga sih. At least status gua saat ini kan masih sedikit lebih bener daripada ente Mas" "A*u! Nggatheli sampeyan!"
Aku hanya cekikikan saja mendengar Mas Ari misuh-misuh seperti itu.
"Yowis... nikmati MTnya nanti. Kalo akhirnya sampeyan bisa hoki, sing eling yo. Play safe! Play safe!" "Inggih Mas. Aku wis biasa play safe kok nang kene."
"Play safe karo sopo" Karo asu""
"Biasane yo karo wedhok sebelahku iki, Mas." "A*u! Sing bener sampeyan" Ojo ngapusi, kowe!"
"Mosok aku ngapusi sampeyan Mas" Yowis, sing ndak percaya yo rapopo."
Mas Ari cuma menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar pengakuanku. Tidak lama setelah itu, Prof. Jeong membubarkan kelas dan mengucapkan selamat berakhir pekan. Sebagian dari kami keluar kelas langsung menghambur ke arah lobby gedung belakang GSIS di mana sudah cukup banyak mahasiswa baru GSIS yang berkumpul di sana untuk menuju ke tempat MT akan dilaksanakan.
Membership Training atau biasa disingkat MT merupakan kebiasaan orang Korea untuk menyambut orangorang baru. Mungkin jika di Indonesia kegiatan ini paralel dengan kegiatan ospek minus unsur bully dan kekerasan. Biasanya di Korea kegiatan ini dilakukan di luar kota dengan menyewa villa atau penginapan. Dan juga kegiatan ini menjadi sangat khas di mana konsumsi alkohol dalam kegiatan ini sangat tinggi mengingat alkohol seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari MT. Uniknya lagi, setiap institusi seolah memiliki minuman alkohol yang diidentikkan dengan institusinya. Anam University misalnya, mengidentifikasi institusinya dengan makgeolli; sementara Shinchon University lebih nyaman dengan bir.
Dengan reputasi konsumsi alkohol yang tinggi ini lah banyak rekan-rekanku yang merupakan mahasiswa dari program beasiswa BKIK memilih untuk tidak mengikuti kegiatan ini, terutama yang muslim. Tercatat hanya aku, Khali, Farid, Arantxa, Dao dan Omar, mahasiswa Honduras keturunan Palestina, yang mengikuti kegiatan MT kali ini. Peserta lain yang mengikuti kegiatan ini merupakan mahasiswa GSIS program reguler, alias mahasiswa non-program BKIK, termasuk di antaranya Suni.
Setibanya aku di lobby, aku dan Mas Ari menghampiri Carl yang terlihat sibuk mendata peserta. Kami bertiga basa-basi sejenak sampai kemudian Mas Ari memohon diri untuk pulang dan tidak mengikuti acara MT kali ini. Adapun aku yang diberi tahu Carl bahwa rombongan akan berangkat dalam 20 menit segera berlari mencari ruangan kosong untuk beribadah sejenak. Yah, sebelum berdosa bolehlah beramal ibadah sejenak.
Pada pukul 2100, rombongan kami tiba di sebuah villa yang sangat besar di sebelah Timur Laut Seoul. Langsung kami turun sembari membawa barang-barang bawaan kami ke sebuah ruangan besar di lantai dasar villa tersebut. Tidak seberapa lama, kami sudah menikmati makan malam nasi kotak yang sudah disiapkan panitia. Sembari makan, aku mencoba berkenalan dan mengobrol dengan beberapa mahasiswa baru di antaranya Matthew dari Amerika, Murod dari Uzbekistan serta Jen yang merupakan Korean-Canadian.
Sekitar pukul 2230, acara puncak dimulai. Carl dengan Bahasa Ingggris aksen Selatannya membuka acara dengan sangat menarik. Selain itu juga ia memimpin pembukaan botol makgeolli pertama yang menandakan acara resmi dibuka. Sesi berikutnya adalah satu demi satu mahasiswa baru dipanggil ke tengah ruangan untuk memperkenalkan dirinya. Hanya saja sebelum memperkenalkan dirinya, si mahasiswa baru ini wajib menghabiskan satu baskom kecil makgeolli yang mungkin ekuivalen dengan 750 mililiter. Setelah menghabiskan isi baskom itu, barulah si mahasiswa boleh memperkenalkan dirinya dan juga harus siap ditanya-tanya oleh mahasiswa-mahasiswa senior. Yang menarik adalah pada saat si mahasiswa itu menghabiskan baskom makgeollinya, mahasiswa lain wajib menyemangati atau setidaknya bernyanyi lagu berbahasa Korea tentang makgeolli.
Satu demi satu dari kami maju. Dan tanggapan dari senior terhadap masing-masing dari kami tentunya berbeda. Misalnya saja ketika aku maju tanggapan senior biasa saja dan tidak terlalu lama ditahan-tahan di tengah sana. Aku hanya ingat saat itu seorang senior bertubuh tambun bernama Calvin menyebutku sebagai "the third Indonesian in GSIS". Aku jadi sedikit penasaran juga dengan maksudnya. Apakah berarti ada orang Indonesia lain selain aku dan Mas Ari di GSIS ini"
Kepalaku yang pusing setelah dihajar 750ml makgeolli tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Aku kemudian hanya memperhatikan sesi perkenalan dari Khali dengan kausnya yang basah s
Ya, kausnya basah setelah sebagian dari makgeolli yang seharusnya diminumnya tumpah dan membuat sebagian dari tubuh indahnya jadi terbayang di balik kausnya itu. Tentu saja para senior jadi memiliki banyak modus untuk mempertahankan bagaimana agar sesi perkenalan Khali bisa agak lebih lama seperti misalnya bertanya-tanya banyak hal termasuk hal yang agak saru sampai meminta Khali meminum baskom makgeolli kedua. Hal yang sama terjadi juga pada sesi berikutnya yaitu sesi perkenalan terhadap Jen, si Korean- Canadian. Ya, Jen yang posturnya 11-12 dengan Khali tentunya dengan mudah menjadi korban keisengan senior-senior cabul.
Menjelang tengah malam, sesi perkenalan selesai. Beberapa dari kami melanjutkannya dengan beberapa permainan terkait alkohol seperti beerpong ataupun lomba meminum makgeolli dalam botol besar. Ada juga di antara kami yang cukup mengobrol-ngobrol saja dan menikmati beberapa makanan dan minuman yang tersedia. Ada pula di antara kami yang sudah terbakar nafsunya karena alkohol berpadu birahi sehingga mulai make out di pojokan ruangan itu. Untuk kelompok yang terakhir ini aku bersama Carl yang memang dasarnya iseng sepakat untuk mengerjai mereka.
"Get a room will ya! There are plenty of rooms in this building for ya, scu*bag!", teriak aku dan Carl secara bergantian di dekat telinga mereka yang make out dengan menggunakan ToA.
Tentu saja banyak dari mereka yang ngedumel dan segera berpindah dari ruangan tengah. Aku dan Carl hanya tertawa-tawa saja melihat reaksi mereka.
Di pojok ruangan terlihat beberapa mahasiswa baik senior maupun junior berusaha mendekati Khali dengan mengobrol dengannya. Yah, ada sedikit rasa terbakar di hatiku melihatnya. Tapi apa mau dikata" Dia bukan pacarku. Lagipula pengalaman selama ini menunjukkan bahwa jika dia memang membutuhkanku toh dia akan mencariku. Tidak jauh dari situ terlihat juga Dao yang didekati beberapa mahasiswa. Yah, agak panas juga melihatnya. Mungkin aku perlu pindah tempat dari sini.
Aku kemudian pergi ke lantai atas dan melewati sebuah lorong. Terdengar sayup-sayup suara teriakan dan desahan dari beberapa kamar di lorong tersebut. Aku tidak ambil pusing dengan suara-suara tersebut. Tujuanku adalah balkon yang ada di penghujung lorong ini. Di balkon yang cukup luas itu terdapat sebuah sofa panjang di mana sudah tergeletak Farid yang tidak sadar di atasnya. Tidak jauh dari situ terdapat juga sebuah sofa berbentuk bundar. Kutarik saja sofa bundar itu mendekat ke pagar balkon. Kemudian kududuki sofa itu sambil kakiku kuangkat ke atas pagar. Kupandangi langit malam yang saat itu cukup cerah dan berbintang sembari menikmati botol Absolut Vodka Vanilla yang masih tersisa sepertiganya. Ya, botol vodka itu memang sengaja kubawa dari lantai bawah untuk menemaniku menikmati langit malam di balkon ini. Dan dimulai lagi sesi kontemplasiku sembari minum vodka. Dan satu persatu hal bersirkulasi keluar masuk pikiranku dengan bebas.
Kuliah. Kehidupan di Dorm. Alkohol.
Khali. Dao. Mas Ari. Saddam. BKIK. Kantor. Achi. Dosa. Super Junior. Teman-teman di tanah air. Ian.
Riani. Ah! Pengaruh alkohol dalam darahku yang semakin mengental seolah membuat mereka yang memasuki pikiranku dapat lebih bebas lagi keluar masuk pikiranku. Bintang-bintang di atas sana berkelap-kelip seolah mengejekku yang sedang berpikir ini. Aku hanya menyeringai saja diejek bintang-bintang di atas sana. Sampai akhirnya kesadaranku hilang.
Tidak seberapa lama kesadaranku hilang, tubuhku seolah terpaksa bangun oleh alarm alami di tubuhku. Ya, aku merasa perlu membuang cairan sisa residu metabolisme yang jadi perlu segera dikeluarkan karena pengaruh alkohol. Aku segera berlari menyusuri lorong lantai atas villa tersebut menyasar peturasan di pojok lantai ini. Segera setelah beban di kandung kemih ini hilang, aku kembali ke arah balkon di pojok lorong lantai atas ini. Sebelum memasuki area lorong, terlihat dari atas sini baik Khali maupun Dao tertidur dengan pulas di tengah lantai dasar dengan wajah bersemu. Aku hanya tersenyum melihat mereka tertidur. Ketika aku melewati lorong, terasa bahwa lorong ini sudah tidak seberisik ketika aku pertama kali melewatinya tadi. Yah, mungkin mereka lelah.
Tetapi pintu ruangan yang berada paling dekat dengan balkon terlihat terbuka setengah. Terlihat cahaya temaram menembus celah pintu yang setengah terbuka tersebut. Aku berjalan pelan-pelan mendekati pintu yang setengah terbuka tersebut. Dan semakin dekat dengan ruangan tersebut semakin terdengar suara desahan dan suara dua bibir yang saling bersentuhan. Kuintip sedikit dan ternyata...
Spoiler for bebe: Dua orang, lebih tepatnya dua gadis molek sedang berciuman ganas. Kedua gadis yang biasanya rambutnya terikat rapi kini terlihat tergerai. Pakaian mereka pun sudah banyak yang terlepas dan tersebar secara brutal di berbagai penjuru ruangan. Aku cukup kaget melihat hal tersebut. Aku memutuskan untuk segera menutup pintu ruangan tersebut dan kabur kembali ke arah balkon.
Tapi terlambat! Jen menyadari kehadiranku di tengah ciuman dahsyatnya dengan Suni. Segera Jen melepas dekapan Suni dan meluncur ke posisiku yang saat itu berada di balik pintu. Dengan cekatan Jen menarik tanganku serta memaksaku masuk ke kamar itu, dan sejurus kemudian dihempaskannya tubuhku ke ranjang di kamar itu.
Tidak begitu lama kemudian kulihat raut wajah Suni bertransformasi dari raut kaget ke raut tersenyum aneh. Begitu juga senyum aneh yang ikut muncul di wajah Jen. Sebentar. Senyum itu. Senyum yang bukan pertama kali kulihat. Senyum di sering kulihat di wajah Khali ketika Ia...
Ah! Kedua gadis itu menyerbuku di ranjang... dan... dan.... Threesome pertamaku! Tidak buruk sama sekali!
The Other Compatriot Pagi itu aku terbangun dengan tubuh hanya tertutupi selimut. Pakaianku entah ada di mana. Di sebelah kiriku ada Suni yang kepalanya menempel dengan bahuku. Sementara di kananku ada Jen yang sebagian tubuhnya menindih tubuhku sebelah kanan. Bahkan kepalanya menjadikan dadaku sebagai bantalnya. Dan sebagaimana biasanya setelah mendapatkan orgasme dahsyat yang dilanjutkan dengan tidur, kepalaku terasa sedikit berputar dan tubuhku terasa sangat lemas. Kedua wanita itu" Terlihat ada rona kepuasan dari wajah mereka. Sepertinya ketika mereka bangun nanti, mereka akan sangat segar bertenaga.
Di luar sana, tepatnya di lorong depan kamar terdengar suara pekikan. Logat Bahasa Inggris itu membuatku yakin yang berteriak adalah Carl dan juga logat lain yang menandakan keberadaan Calvin di luar sana. Mereka berteriak untuk membangunkan kami yang masih tertidur untuk segera sarapan dan membereskan villa ini sebelum kemudian pulang.
Segera kubangunkan kedua gadis ini dengan suaraku yang mulai parau. Kedua gadis itu terbangun pada saat hampir bersamaan, tersenyum padaku dan masing-masing dari mereka mencium kedua pipiku. Kami bertiga lalu hanya tertawa kecil dan mulai bangkit dari ranjang dan memunguti pakaian kami masing-masing. Aku yang selesai berpakaian lebih dulu daripada Suni dan Jen keluar kamar dan melintasi lorong untuk menuju lantai dasar. Di ujung lorong dekat tangga, aku bertemu dengan Calvin.
"Morning Jo! So how was last night" Scored any luck"" "I scored bloody huge luck, mate!"
"Bloody huge""
Kemudian matanya menyasar arah pintu kamar tempatku keluar tadi. Dan matanya semakin mendelik ketika Jen dan Suni keluar dari kamar itu sembari merapikan rambut dan pakaiannya.
"F*ck you Jo! It was a f*cking huge profit! Unbelievable"
Aku hanya cengar-cengir kuda saja mendengarnya dan segera melanjutkan langkahku ke lantai bawah. Di bawah sana terlihat para mahasiswa sedang menikmati berbagai jenis sarapan yang sudah tersedia. Aku memutuskan untuk mengambil sereal Koko Krunch dengan susu untuk sarapanku dan mengambil tempat di sebuah meja di teras belakang sebagai tempatku menikmati sarapanku ini.
"Where have you been last night, Jo" Me and Dao were desperately looking for you.", tanya Khali sembari mendudukkan pantatnya di kursi di seberangku.
"Well, contemplating at the balcony upstair and enjoy some vodka" "I believe you have done more than just contemplating and drinking. Possibly..."
Belum selesai Khali berkata-kata, tiba-tiba Jen dan Suni datang dari arah belakangku dan keduanya mencium pipiku secara bersamaan. Terlihat air muka Khali langsung berubah menjadi kelabu.
"Morning Jo! Morning Khali!"
"You're the worst, Jo!", "Wait! Wait, Khali!" Dan kali ini kembali reaksi cepat Jen kembali membuahkan hasil. Tangannya berhasil menahan Khali yang sudah mencoba pergi dari meja ini.
"Khali, please sit down and let us clarify this", bujuk Jen. Khali hanya bisa diam dan terduduk.
"We admit that we just had a very wild night together. We do feel bad about this and we know we should have asked for your permission to spend the night with him", ujar Jen dengan perasaan bersalah. "Ask my permission" Hold a second! So you guys think he's my boy"", tanggap Khali.
"Yeah, she's never been my girl, FYI", lanjutku terhadap keterangan Khali. Dan aku yang merasa suasana sudah sedikit tenang kembali melanjutkan makan Koko Krunch.
"So why did you get pissed off then"", tanya Suni agak bingung.
"Actually I have planned to have some fun with Jojo last night but I couldn't find him. I got very pissed off when I know Jojo had some fun through Calvin's scream earlier on this morning. How dare him scoring some fun without asked me to join"!"
"So that means...", cetus Suni dan Jen yang masih kaget dengan pengakuan Khali.
"Yeah, you should have told me if you guys want to have some fun with him. I wouldn't mind sharing him with you guys."
Well, saat itu aku tidak terlalu kaget. Hal ini sudah bisa kuduga mengingat aku sudah merasakan jika diriku bagi Khali hanyalah alat untuk memenuhi kebutuhan birahinya. Asal kebutuhannya terpenuhi, aku cukup yakin
dirinya tidak keberatan meminjamkanku kepada orang lain.
Hari senin pekan kedua kuliah
Seperti biasa, hari itu aku datang pagi hari ke kelas development and growth. Aku masih teringat kata-kata Calvin ketika MT. Bukan. Bukan mengenai Huge Profit. Tetapi lebih pada sebutannya kepadaku sebagai the third Indonesian. Apa iya masih ada satu orang Indonesia lagi di GSIS ini selain aku dan Mas Ari" Siapa"
Pertanyaanku sepertinya akan menemui jawaban ketika di kelas pagi itu aku melihat seorang mahasiswa berwajah Melayu yang duduk di dekat kursi strategis. Aku coba dekati saja dia dan kuajak berkenalan. "Morning, mate"
"Morning. How is it going"", jawab mahasiswa itu dengan cool. "Quite good. Didn't attend last week meeting" I didn't see you here last week" "Yeah, I had fever last week."
"Oh yeah. My name is Jojo" "I'm Ardi"
Wah... Namanya Ardi. Pasti dia satu orang Indonesia lagi di GSIS! "Ardi" Pasti orang..."
"No, Jo... He's not Indonesian. He's a Pinoy.", potong sebuah suara perempuan dari arah belakangku.
Ardi hanya tersenyum kepadaku. Aku dengan refleks menoleh ke belakang. Ada penampakan perempuan seumuranku dengan penampilan agak tomboy dan rambut sebahu. Dan tampangnya itu yang sangat Melayu. "Hi Ra! How was your holiday"", tanya Ardi pada perempuan di belakangku.
"Very nice. So nice therefore I sacrificed the first week of this semester." Mereka berdua kemudian tertawa bersamaan.
"Oh iya, Jo. Gua udah denger tentang lu dari Mas Ari. Kenalin, nama gua Rara. Gua orang Indonesia yang pasti sedang lu cari-cari."
"Ternyata lu toh orangnya! Gua kira si Ardi ini orangnya!"
"Well, tahun lalu pas gua baru masuk sini juga gua kira si Ardi orang kita. Udah bener kan tadi lu gua potong"" Dan kali ini giliran Aku dan Rara yang tertawa.
Rara dan Riani Rara. Seorang perempuan seusiaku yang sudah lebih dulu melanjutkan kuliahnya di negeri ginseng ini. Posturnya standar untuk perempuan seusianya. Mungkin mirip dengan Suni lah. Wajah dan penampakan fisiknya juga cukup standar khas melayu dengan bentuk mata yang cenderung mendelik tajam serta gigi yang berkawat. Kesan pertama melihatnya pasti akan melihatnya sebagai perempuan yang tomboi karena kesukaannya memakai jaket kulit dan boots. Selain itu gaya bicaranya yang cenderung lugas dan tidak tanggung-tanggung juga seakan memperkuat kesan tomboinya itu.
Secara fisik dan visual, terus terang Rara sama sekali bukan tipeku. Meskipun demikian, perlu diakui Rara sangat berperan penting dalam hidupku selama di sana. Bukan, bukan sebagai perempuan yang hatinya menjadi targetku selama di sana. Ia lebih berperan sebagai seseorang yang dengan senang hati memenuhi nafsu biologisku. Jika anda berpikir dia adalah seorang gadis yang berlibido tinggi dan dengan senang hati menjadi obyek pemenuhan nafsu birahiku, berarti anda salah mengartikan maksud nafsu biologis dalam kalimat sebelumnya.
Yup! Nafsu biologis yang kumaksud di sini bukan sinonim dari nafsu birahi. Untuk konteks ini nafsu biologis lebih dekat artinya dengan nafsu makan. Rara di balik penampilannya yang tomboi memiliki hobi memasak. Tidak berlebihan jika hobinya itu akhirnya berpengaruh positif terhadap pemenuhan nafsu makanku selama di sana. Jadi mohon rekan pembaca yang sudah terlalu terpengaruh beberapa adegan ikeh-ikeh di cerita ini sudi untuk sedikit membersihkan pikirannya. Terima kasih.
Rara tinggal di sebuah kontrakan yang terdiri atas satu kamar di dekat kampus Anam University. Di Korea kontrakan tersebut lazim disebut one room. Ia tinggal bersama seorang roommate orang Indonesia juga bernama April. April sendiri statusnya adalah calon mahasiswa S2 di sebuah kampus yang tidak terlalu jauh dari Anam University. Mengingat Program S2 yang akan diambil April lebih banyak diberikan dalam Bahasa Korea, maka April diwajibkan untuk mengambil program kursus intensif Bahasa Korea selama setahun. Program intensif tersebut jadwalnya juga cukup gila. Dalam seminggu empat hari dan setiap hari dimulai dari pukul 8 pagi sampai pukul 6 sore. Dari jadwal tersebut akhirnya bisa ditebak bahwa walaupun Rara memiliki roommate, ia pada kenyataannya lebih sering sendirian di kontrakannya.
Untungnya Rara tahu betul cara mengundang teman-temannya untuk menemaninya di kontrakan. Ya, dengan memasak. Aku dan Mas Ari cukup sering diajaknya mampir ke kontrakannya. Sebagai laki-laki sejati yang doyan makan gratis, tentu saja kami sangat merasa sayang jika tawaran ini dilewatkan begitu saja. "Jo, ada sms dari Rara nih"
Setiap kali Mas Ari berucap demikian kepadaku, itu artinya kami harus sudah sampai kontrakan Rara dalam beberapa menit untuk membantu Rara menghabiskan masakannya yang memang terlalu banyak untuk dua orang. Memang jika memasak sendiri, akan sangat susah membuat porsinya pas untuk satu orang saja. Dan untungnya, masakan Rara termasuk lezat! Sangat Lezat! Terkadang aku yang sudah mulai kurang ajar, jika sedang lapar dan terlalu malas untuk beli makanan atau memasak, aku cukup menanyakan 'abis masak apa nih"' kepada Rara melalui sms. Dan Rara selalu mengerti maksudku. Ia hanya membalasnya dengan menyebut nama makanan dan menyuruhku segera menyatroni kontrakannya. Nikmatnya hidup yang demikian! Hasilnya" Pada bulan pertamaku di Korea, beratku dengan sukses bertambah sampai 7 kg! Daebaaaaakkkkk!
3200 Miles Away From Home Karya Valerossi86 di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja pertambahan bobot tubuhku dengan mudah bisa terlihat dari bertambah chubby-nya pipiku. Riani yang melihat pipiku yang bertambah imut itu pun langsung bertanya padaku mengenai penyebabnya. Langsung saja kuceritakan tentang Rara dengan segala kebaikan hatinya. Reaksi pertama" Jelas Riani cemburu. Ia pun membombardirku dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Rara. Kujawab saja rentetan pertanyaan itu sepengetahuanku. Namun Riani lupa menanyakan mengenai nama lengkap Rara. Begitu akhirnya Riani menanyakan hal tersebut, kujawab saja nama lengkap Rara dan Riani terlihat agak terkejut. Ternyata Rara temanku ini merupakan teman sekelasnya semasa SMP. Oh Dewa, betapa sempitnya dunia ciptaanmu ini!
"Jo! Lu ternyata pacarnya Riani temen gua ya"" "Iya. Gua juga ga nyangka kalo lu sama Riani satu SMP, Ra" "Trus kalo lu udah punya Riani, kenapa lu suka banget ganjen sama Khali & Dao" Trus juga kadang gua suka liat deket banget sama itu cewek Kanada yang bohai dan si cewek Thailand itu..."
"Yeee... yang itu mah karena mereka aja yang ngedeketin gua. Lagian kita juga satu kelompok di kelas research method"
Spoiler for aib: Well, Ra... sebenarnya kedekatanku dengan mereka sudah lebih dari itu sih... Tapi apa iya perlu aku kasih tahu" Cukup Mas Ari aja lah yang tahu... Dia kan sudah paga level 'Bro' denganku... "Okelah. Gua ga bakal kasih tahu Riani soal cewek-cewek yang deket sama lu ini asal..."Cr*p! Another
blackmail! "... asal tiap kali gua butuh tambahan modal buat masak, lu bersedia kontribusi!" "Setuju! Lagian tu makanan bakal gua juga yang makan!", jawabku tanpa berpikir panjang! "Yeeeee dasarrrrr!"
Dan demikianlah pola hubunganku dengan Rara. Bukan pola hubungan patron-klien. Lebih pada pola hubungan koki dan konsumen. Dan dengan permintaan Rara untuk berkontribusi modal untuk memasak, aku mulai bisa request kepada Rara untuk jenis makanan yang akan dia masak. Life's good! Spoiler for 8 Aug 2015 1135hrs:
Aku datang bersama pasanganku ke gedung pertemuan di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Di dalam gedung itu sudah terpasang pelaminan dan di tengah-tengah pelaminan sudah berdiri Rara ditemani pasangannya. Mereka terlihat gagah dan cantik dengan balutan pakaian kehijauan itu. Aku lalu mulai mengantri dan akhirnya bersalaman dengan mereka.
"Congrats Bro! Hope you guys live happily ever after!", bisikku kepada pasangan Rara yang ditemuinya semasa kuliah di Negeri Ginseng.
"Thank you very much, ma broooo!", balasnya ramah dan antusias.
"Jojoooo! Makasih banyak udah dateng!", kata Rara dengan tak kalah antusias ketika melihatku. "Selamat ya Ra! Hoki bener nih laki lu bisa ngerasain masakan lu tiap hari!" "Yeeee... ingetnya itu doang! Eh, ntar jangan lupa foto ya sama anak-anak!" "Iya Ra. Pasti itu mah."
Aku lalu turun dari panggung pelaminan dan berkeliling menikmati makanan yang disediakan catering. Well, jujur saja... Masakan Rara jauh lebih enak daripada makanan yang disediakan catering ini. Tapi ya tidak mungkin juga kan jika mempelai perempuan harus memasak sendiri hidangan untuk tamu-tamunya" Well, Ra! Semoga berbahagia selalu bersama pasanganmu ya! God Speed!
Dealing with the English Di chapter-chapter awal cerita ini aku pernah menuliskan kekhawatiranku mengenai penggunaan bahasa Inggris untuk tujuan akademik, khususnya untuk menulis essay ataupun paper akademik. Mungkin pembaca juga sedikit heran kenapa orang sepertiku yang masih terkendala dengan penggunaan bahasa Inggris akhirnya bisa lolos mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Terus terang untuk mendapatkan sertifikat kemampuan berbahasa Inggris yang dibutuhkan untuk program ini aku mengambil TOEFL ketimbang IELTS. Kenapa" Tentu saja karena TOEFL poin writingnya jauh lebih sedikit daripada IELTS. Dan memang poin writing ini kemudian selalu menjadi yang terendah dalam setiap tes yang kuambil. Untungnya poinku untuk reading, listening dan structure cukup tinggi sehingga dapat membantu nilaiku. Adapun untuk essay singkat yang diperlukan untuk aplikasi program ini aku lebih banyak mengutip beberapa jurnal dan buku berbahasa Inggris yang pernah kubaca beberapa waktu sebelumnya. Kutipan-kutipan itu kemudian dengan susah payah kupertemukan dengan pikiranku sehingga dapat menghasilkan sebuah essay yang pada akhirnya dapat membawaku ke Negeri Ginseng ini. Namun tetap saja menulis essay dalam Bahasa Inggris masih cukup menjadi momok pribadi untukku. Terus terang sampai hari-hari awal perkuliahan perasaan itu masih sedikit menghantui.
Di semester pertama ini ada dua kelas yang memaksaku untuk membuat essay singkat dalam setiap minggunya. Horor" Pasti! Tetapi sekali lagi perlu kutegaskan: Aku sudah pada point of no return. Aku harus bertahan dalam kondisi ini. Mau dibawa ke mana mukaku jika akhirnya ku gagal pada program yang per semesternya hanya terdiri maksimal 17 credit ini" Belum lagi jika aku terpaksa harus pulang, pasti akan malu kepada teman, keluarga, dan juga Riani. Aku butuh strategi untuk bertahan dan menyelesaikan permasalahan mental ini.
Strategi pertamaku adalah jangan memikirkan bahwa aku akan mengerjakan tulisan-tulisan itu dalam Bahasa Inggris. Cukup kerjakan saja, dan sekali lagi jangan dipikirkan karena seidikit banyak memikirkan hal tersebut cukup menguras tenaga dan emosi. Strategi ini seringkali berhasil untukku khususnya semasa kuliah S1 dulu di mana pada saat itu aku pernah dapat menyelesaikan paper 30 halaman hanya dalam waktu semalam.
Strategi kedua adalah menganggap bahwa menulis itu hanyalah bentuk lain dari berbicara. Memang perlu diakui bahwa kemampuanku berbicara dalam Bahasa Inggris saat itu jauh di atas kemampuanku menulis. Memang aku dari kecil sering dipaksa ayahku untuk berbicara dalam Bahasa Inggris kepadanya. Ayahku sendiri bukan orang bule. Ia orang Indonesia juga sepertiku namun Ia sangat menyadari pentingnya Bahasa Inggris untuk masa depanku sehingga demikianlah perlakuannya kepadaku. Selain faktor Ayah, faktor pekerjaanku sebelum aku berangkat juga memang memaksaku untuk sering berkomunikasi dengan orangorang asing dengan Bahasa Inggris. Well, sampai pada poin tersebut aku menyugesti diriku sendiri bahwa menulis hanyalah bentuk artikulasi pikiran selain dari berbicara. Jadi aku memulainya dengan berpikir dalam Bahasa Inggris dan tinggal masalah bagaimana mengartikulasikannya saja.
Hasilnya" Essay pertama untuk kelas colloquium sepanjang tiga halaman A4 dapat kuselesaikan dalam tempo sekitar satu jam saja! Dan keberhasilanku ini seolah menjadi pembuka pintu bendungan bagi essay-essayku yang lain. Semuanya seolah menjadi mudah! Belum lagi kecepatan internet di sini yang luar biasa. Tidak terhitung berapa essay yang dapat kuselesaikan dalam tempo sangat singkat sudah termasuk dengan proses pencarian bahan. Belum lagi pencapaianku seperti misalnya menyelesaikan essay 5000 kata hanya dalam tempo 6 jam; atau pada suatu kelas di mana essay yang kubuat yang sebenarnya tidak mengenai topik yang serius dengan ajaibnya mendapat predikat essay terbaik di kelas itu.
Dampaknya tentu saja pada nilai. Semasa kuliah S1 dulu, aku sangat ingat bahwa IPK-ku saat lulus hanyalah 3,14 dari skala 0-4,0. Bagaimana nilaiku semasa kuliah di situ" GPA 4,15 di semester pertama dari skala 0-4,5.
F*ck yeah! Cheats Aku memiliki hobi bermain video games. Masih teringat jelas dalam ingatanku ketika pada waktu kelas 3 SD pamanku menghadiahiku nintendo dan dengan singkat keseharianku di masa itu sulit terlepas dari konsol tersebut. Terus terang, sampai saat ini, atau lebih tepatnya sampai saat cerita ini ditulis, kesenanganku bermain video games masih belum pudar walaupun intensitasnya tidak sedahsyat ketika aku masih muda dulu.
Boleh diakui kegilaanku dalam bermain games masih belum pada tahap maniak atau level-level yang mendekati tahap tersebut. Intensitas bermainku masih pada tahap wajar, tingkat keimpulsivanku dalam berbelanja juga masih sangat wajar, dan yang menjadi fokus dalam chapter ini adalah: tingkat kejujuran dalam bermain games. Rendah. Sangat rendah.
Ya, boleh diakui aku cukup menggandrungi bermain games dengan menggunakan cheats, atau ketika zamannya PSX masih berjaya dengan menggunakan gameshark. Jujur saja, pada masa-masa awal remaja,atau masa yang sama ketika PSX di era keemasannya, mencari cheats dan kode gameshark sebuah games memiliki tingkat keasyikan yang tidak kalah dengan bermain games itu sendiri. Apalagi saat itu google masih belum canggih dan juga akses internet belum semasif sekarang. Mungkin pada saat itu juga admin Andrew Darwis masih bekerja part time di lyrics.com sembari mengembangkan kaskus.
Nah... Kesenanganku bermain games dengan cheats tersebut sedikit banyak berpengaruh dalam kehidupan sehari-hariku. Aku jadi terlalu mengandalkan shortcut atau mungkin cheats dalam mengerjakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Hanya saja aku masih punya etika dalam menggunakan cheats atau shortcut tersebut. Misalnya saja sewaktu kuliah S1. Saat itu aku mendapatkan tugas 3 makalah berbeda untuk tiga mata kuliah dengan deadline di minggu yang sama, Orang normal mungkin akan melempar handuk jika mendapatkan tugas tersebut. Tapi tidak denganku. Yang aku lakukan mudah saja: membuat tiga makalah tersebut dengan data yang sama namun dengan analisis dan redaksional yang berbeda. Hasilnya" Hanya butuh satu malam
untuk menyelesaikan 3 makalah tersebut!
Kesenanganku ber-cheats ria khususnya dalam kehidupan akademik masih belanjut ketika aku berada di Negeri Ginseng ini. Saat itu aku mengambil kelas dengan titel Special Topics on ASEAN. Aku mengambil kelas ini dengan harapan akan dengan mudah mendapatkan nilai A+ mengingat kelas ini membahas tentang regionalku sendiri. Masa iya orang Indonesia tidak tahu apapun tentang ASEAN" Format kelas ini adalah sekitar 60% dari presentasi peserta untuk kemudian didiskusikan di sisa kelasnya. Bisa dibilang memang kelas ini nilainya jadi sangat tergantung dari nilai presentasai kita tersebut. Dan aku masih ingat bahwa hari pertama kelas itu yang dibahas mengenai konten materi kelas tersebut juga pembagian topik presentasi.
Dan dengan sukses aku mendapatkan materi presentasi tentang ASEAN Community Blueprint. Terus terang materi ini bukan sesuatu yang asing bagiku karena sedikit banyak pekerjaanku memang bersentuhan dengan hal ini. Tapi tetap saja, berhubung fokus chapter ini adalah cheats, yang aku lakukan berikutnya adalah membuka yahoo messenger. Dan luar biasanya, temanku yang aku cari, sebut saja Bowo, sedang online. Quote:J: Wo, lagi di kantor lu"
B: Eh elo Jo... iya nih lagi di kantor... Apa kabar lu"
J: Sehat alhamdulillah... ane lagi perlu bantuan nih Wo... bisa bantuin gak"
B: Kalo duit jelas gak bisa... Gua tau uang saku lu di sana jauh di atas gaji gua di sini...
J: Ya jelas bukan duit lah.... gini... lu punya presentasi Kepala Divisi lu tentang ASEAN Community Blueprint gak"
B: Ada... knapa emang"
J: Bagi filenya dong... Gua disuruh presentasi nih di kelas gua tentang itu... B: Dih! curang... ntar ketauan lho...
J: Kagak lah... pasti ane modif ntar... lagian ane juga ada list pertanyaan yang kudu dijawab lewat presentasi itu...
B: O yaudah... jangan lupa persenan buat gua! *transferring ASEAN Community BP.pptx* J: Tengkyuu Bowooooooo... B: Jijaaaaaaayyyy!
Tiga minggu kemudian, kelasku cukup terkesima dengan presentasiku mengenai ASEAN Community. Setiap pertanyaan yang masuk dapat kujawab dengan meyakinkan. Bahkan beberapa pertanyaan kritis yang diajukan baik oleh Professor dan teman sekelas bisa kujawab dengan lancar. I feel so much win!
Dan cerita ini masih berlanjut dua minggu kemudian ketika pada kelas Growth and Development aku bersama kelompokku mendapat tugas presentasi mengenai pembangunan ekonomi di Asia Tenggara. Aku meyakinkan kelompokku yang terdiri atas Rara dan Anu* agar aku saja yang mengerjakan presentasinya. Dan apa yang kulakukan" Betul! Modifikasi lagi slide presentasi yang pernah kupresentasikan di kelas ASEAN!
Spoiler for *: beneran namanya Anu... bukan Danu kayak TS di thread sebelah... Doi cewek dari Mongolia kayak Khali... tapi sayangnya tampangnya jauh banget dari Khali...
Lagi-lagi presentasiku sukses besar! Pertanyaan dan tanggapan dari Professor dan teman sekelas dengan mudah kami atasi. Sampai kemudian...
"Keren nih presentasi lu...", puji Mas Ari setelah kami menyelesaikan presentasi kami dan kembali ke tempat duduk kami. Yup, tiga orang Indonesia di GSIS memang mengambil kelas ini. Hanya saja Mas Ari tidak dalam kelompok presentasi kami.
"Makasih Mas. Sing sukses yo presentasimu minggu depan!", balasku. "Amin. Tapi kalo boleh aku kasih masukan nih Jo...", timpal Mas Ari dengan nada melirih. "Iya Mas...", jawabku dengan perasaan mulai curiga.
"Lu kalo mau modifikasi slide yang pernah dipake kantor lu dulu, mbok ya modif juga slide yang jadi backgroundnya, jangan cuma kontennya doang..."
"Hah"!" Dengan segera aku cek hand out presentasi yang kupegang. Dan dengan tololnya aku baru sadar jika di slide presentasiku ada logo kantor lamaku dengan ukuran cukup besar. Untungnya nama kantor tersebut tidak
terlihat sama sekali di slide tersebut.
"Untung cuma logo doang Jo. Ga ada namanya. Dan untung cuma gua doang yang sadar sama yang gituan.", ledek Mas Ari dengan seringai iblisnya.
Wanderlust Pernah mendengar kata yang digunakan sebagai judul dari chapter ini" Jika kamu baru mengerti Bahasa Inggris mungkin akan berpikir bahwa chapter ini akan banyak bercerita tentang birahi. Apalagi cukup banyak adegan birahi yang implisit di dalam cerita ini. Sampai pada poin ini, mungkin kamu agak salah tetapi tidak benar juga. Wanderlust merupakan sebuah kata yang aslinya berasal dari perbendaharaan Bahasa Jerman dan kemudian dipinjam oleh Bahasa Inggris untuk menggambarkan adanya suatu hasrat untuk berkeliling dunia. Well, jadi cukup benar kan jika chapter kali ini bercerita tentang birahi, khususnya birahi untuk menjelajahi dunia ini.
Namun cakupan dunia mungkin agak terlalu luas untuk konteks chapter ini khususnya jika dunia yang ada di pikiran kamu adalah dunia sebagaimana persepsi orang-orang kebanyakan. Pada saat itu dunia dalam persepsiku lebih merujuk kepada Seoul dan kota-kota di sekitarnya. Yak! Jika kamu menebak cerita pada chapter ini adalah mengenai bagaimana diriku memenuhi hasrat untuk mengelilingi kota ini dan juga daerahdaerah sekitarnya, mungkin kamu memang dapat berpikir dengan baik. Dan mungkin kamu memiliki kemampuan nalar di atas rata-rata kemampuan nalar orang Indonesia pada umumnya.
Seoul. Sebuah kota metropolitan modern di Asia Timur yang mulai benar-benar mendapatkan nama di kancah global sejak tahun 1988 ketika kota ini dengan sukses menyelenggarakan olimpiade sekaligus mengukuhkan diri sebagai kota kedua di Asia yang dapat menyelenggarakan event olah raga akbar tersebut. Selain itu juga kota ini kemudian berkembang dengan pesatnya menjadi pusat bisnis dan pemerintahan serta fashion terbesar di Semenanjung Korea. Tidak lupa juga peranan historis dari kota ini dalam konstelasi politik Bangsa Pemakan Kimchi ini semenjak zaman tiga kerajaan klasik sampai dengan zaman ketika diriku menuntut ilmu di sana. Konon saking pentingnya kota ini di Semenanjung Korea, siapapun yang berhasil menguasai kota ini pasti dengan sendirinya akan menjadi penguasa Semenanjung Korea. Well benar juga mungkin mitos itu walaupun tidak 100%% benar mengingat Semenanjung Korea sampai saat cerita ini ditulis masih dibagi atas dua negara yang tidak akur.
Seoul dengan statusnya sebagai sebuah kota metropolitan modern dan memiliki banyak peranan sekaligus daya tarik tentunya membuatku, tidak, lebih tepatnya hasrat wanderlust-ku, bergejolak dan dalam hitungan menit sepasang kakiku sudah memaksa bagian tubuhku yang lain untuk mengikuti dorongan dari hasrat wanderlust tersebut. Kontur kota Seoul yang berbukit seolah sudah dinegasikan oleh hasrat wanderlust tersebut sehingga tubuhku yang sudah beradaptasi selama sebulan jadi tidak mempermasalahkan lagi hal tersebut. Mungkin ini alasannya Jong-min bisa dengan mudah menaklukkan Bukit Anam sebbagaimana kuceritakan di beberapa chapter di belakang.
Sistem transportasi umum di kota ini juga seolah memudahkan diriku untuk mengejar orgasme wanderlustku dengan segala kemudahan akses serta ketersediaannya yang membuat Jakarta terlihat seperti kota yang baru berdiri kemarin sore. Terus terang, aku sangat terkagum dengan sistem transportasi umum di kota ini khususnya pada sistem subway atau kereta bawah tanah. Aku sangat kagum dengan ide di mana aku tinggal tunjuk daerah tujuanku, kemudian menaiki subway dan voila! Tempat tujuanku dapat kucapai dalam beberapa saat. Hal ini jadi mengingatkanku dengan game super mario di nintendo yang dulu sering kumainkan di mana Mario dapat masuk saja ke pipa yang mengarah ke bawah tanah dan dalam hitungan menit ia bisa berpindah ke tempat tujuannya.
Dengan sistem subway ini aku bisa dengan mudah mencapai tempat-tempat eksotis di Seoul tergantung tujuanku. Hendak ibadah" Naik subway turun di Itaewon. Dugem alias bersenang-senang" Di Gangnam, Hongdae atau di Itaewon pun bisa. Wisata kuliner" Naiklah subway sampai Dongmyo. Belajar mengenai sejarah Seoul dan Korea pada umumnya" Museum banyak tersebar di kota ini di berbagai penjuru. Menaklukkan alam liar" Well, kota ini dikelilingi banyak macam gunung. Belanja elektronik" Yongsan jawabannya. Sampai kangen dengan Indonesia khususnya makanan Indonesia" Naik subway sampai kota Ansan sejauh satu jam perjalanan ke arah Barat Daya.
Membicarakan soal berkelana, tentunya akan sangat menarik jika membicarakan juga masalah pendamping saat berkelana. Terus terang posisiku di sini sangatlah fleksibel soal berkelana ini. Aku seperti tidak punya partner, atau mungkin partners, tetap pada setiap pengelanaanku. Untunglah penyakit seperti AIDS, Sipilis dan GO tidak menular melalui proses berjalan-jalan bareng. Seringkali aku berjalan bersama teman-teman satu programku khususnya Khali dan Dao; dan jika berjalan dengan mereka tujuannya bisa dengan cukup mudah ditebak: hotel, bar, night club, atau toko buku. Terkadang formasi tersebut bisa juga bertambah dengan kehadiran Suni dan/atau Jen. Dan jika formasi sudah lengkap dalam artian mereka semua hadir dalam satu waktu, sepertinya ke manapun tujuan awalnya tujuan akhirnya bisa ditebak dan tidak akan aku bahas pada chapter ini. Aku janji chapter setelah ini akan membahas kehidupanku dengan keempat betina tersebut.
Jika tetangga sebelah kamarku yang mengajakku jalan, tentunya Saddam dan geng Timur Tengah*-nya akan mengajakku beribadah di Itaewon sekaligus berbelanja makanan-makanan halal di toko di dekat masjid di sana. Uniknya, aku bersama 4 betina tadi juga sering ke Itaewon, namun untuk tujuan berbeda. Mungkin kamu bisa membaca beberapa chapter di belakang untuk mendapat sedikit penjelasan mengenai perbedaan tujuanku ke Itaewon jika aku berjalan dengan 4 betina dan dengan yang lainnya.
Spoiler for Geng Timur Tengah:
* Anggotanya: Saddam, Hasyim, Ahmad dan Faisal. Terkadang mahasiswa muslim di programku seperti Farid, Mwanaisha dan Amina juga ikut bersama mereka, namun tidak secara regular.
Lain lagi jika aku menjelajah dengan rekan-rekan mahasiswa Indonesia. Kami lebih suka piknik. Aku masih teringat ketika aku baru tiga minggu berada di asrama dan Rara mengajakku untuk ikut piknik sekaligus menikmati terbitnya Cherry Blossom a.k.a. Bunga Sakura yang sedang bermekaran di tepi sungai Han. Dan di sana kami bertemu dengan teman-teman mahasiswa yang pernah kutemui pada saat aku mengunjungi KBRI untuk pertama kalinya. Tentu saja sembari piknik kami juga menikmati hasil konkrit dari kegemaran Rara: masakan Indonesia.
Apa yang kamu bayangkan jika di awal bulan Maret di mana bunga sakura bermekaran di sebuah tepian sungai besar dan kamu sedang menikmati keindahan tersebut semari ditemani bakwan, tahu dan tempe goreng dan juga diakhiri dengan menu makanan utama berupa lontong isi daging ayam dan bumbu pecel" Aku menemukan surga di pinggir Sungai Han!
Ketika kami sedang asyik mengobrol dan menikmati masakan Rara, aku merasa ada kehadiran seseorang yang cukup besar dari belakangku. Benar saja, ketika aku menoleh ke belakang aku melihat sesosok pria bertubuh atletis dan bertinggi 190cm dengan wajah tampan khas Asia Selatan. Tidak, itu bukan hanya sekedar tampan. Aku sangat yakin jika orang ini ke Indonesia dia pasti akan dikira sebagai aktor Bollywood. "Assalamualaikum all!", sahut pria itu ramah.
"Wa alaikum salam", jawab kami berbarengan.
"Muneef, I didn't really expect that you'll be here!", seru Rara melihat kedatangan pria itu. "Yeah, I finally make it here. I had to make some deal with my Professor to attend your invitation here"
Aku masih terheran-heran melihat pria itu dan bagaimana Rara sepertinya bisa mengenal pria itu dengan akrab. Pria itu kemudian menyalami kami satu persatu sembari memperkenalkan dirinya.
"Doi namanya Muneef, orang Pakistan. Sekampus sama gua cuma dia anak engineering. Doi emang lagi pedekate sama Rara beberapa bulan ini.", bisik Mei yang berusaha menjawab keherananku. "Penghuni Gwanak rupanya... kenal dari mana doi sama Rara"", balasku kepada Mei.
"Ya dari gua lah... waktu itu itu emang Rara gua ajak main ke dorm gua dan akhirnya mereka ketemu dan kenalan."
"Kayak aktor Bollywood yah" Gak nyangka yang tipe begini bisa naksir Rara..."
"Nah... itu dia Jo! Dulunya gua juga naksir doi! Tapi begitu tau doi tertariknya sama sahabat gua dari SMA itu, ya gua mundur pelan-pelan. Dan doi emang keliatannya naksir abis sama Rara. Buktinya nih, setau gua harusnya doi sekarang ini jadwalnya ngelab. Tapi coba liat deh..."
"Pantes tadi ngomong doi mesti deal sama Professor... Tapi hoki juga Muneef kalo akhirnya jadi sama Rara... Rara kan jago banget masaknya..."
"Jo... plis deeeehhhh!"
Kembali lagi ke teman untuk berkelana, dari semua teman-temanku di sana perlu diakui Rara merupakan teman terbaik untuk diajak berjalan-jalan. Diajak belanja, hayuk! Ibadah, mari! Bermain-main, ayo! Belajar, oke! Bahkan ke luar kota pun tidak menolak. Hanya yang sifatnya agak maksiat seperti dugem saja yang dia tolak. Untung saja untuk yang seperti itu masih ada si empat betina itu.
Saking seringnya aku dan Rara keluar bareng, aku jadi sering merasa tidak enak sendiri dengan Rara apalagi dengan Muneef. Dengan Riani" Tentu tidak sama sekali. Justru Riani senang karena Rara bisa bertindak sebagai pengawasku agar tidak macam-macam walaupun akhirnya aku sempat berbuat macam-macam juga. Tanpa sepengetahuan Rara tentunya.
Pernah suatu saat kami berbelanja berdua saja di sebuah supermarket dan sambil berbelanja kami mengobrol dan bercanda. Ternyata di belakang kami ada orang Korea yang pernah tinggal di Jakarta selama 5 tahun dan cukup lancar berbahasa Indonesia. Tanpa tedeng aling-aling ia mengira kami berpacaran dan sudah tinggal bersama. Jelas saja kami mati-matian menolak tudingannya. Dan setelah itu pun hubungan kami jadi sedikit canggung.
Suatu hari Rara memperkenalkanku dengan seorang mahasiswa Indonesia di Business School Anam University. Sebut saja namanya Huda. Dan yang cukup mengejutkan adalah ternyata ia tinggal di dorm tempatku tinggal juga. Huda berusia 7 tahun lebih tua dariku, namun Ia menolak jika kupanggil Mas Huda. Ia sudah menikah, namun tidak membawa istrinya ke negeri ginseng karena kesibukan karir istrinya. Tubuhnya agak gempal dengan tinggi sedikit di bawahku dengan wajah yang sangat menarik untuk ukuran orang Indonesia. Tak heran jika Ia mengaku pernah beberapa kali menjadi model iklan beberapa produk di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Huda jika boleh jujur merupakan salah satu orang yang paling easy going yang pernah kukenal. Dengan pembawaannya yang demikian itulah akhirnya Huda juga mulai menjadi temanku yang paling asyik untuk diajak bertualang seperti halnya Rara.
Selain berjalan dengan teman-teman, aku juga tidak jarang memenuhi hasrat wanderlust-ku secara swalayan. Mungkin dalam istilah modernnya dalam Bahasa Inggris lazim disebut masturdating. Biasanya aku melakukan hal ini jika tujuanku agak-agak ekstrim dan sedikit nyeleneh seperti misalnya mendaki gunung-gunung yang ada di sekitar Seoul atau bertualang tak tentu arah di luar kota Seoul seperti ke Busan.
Harem Life Statistik. Mungkin bagi beberapa orang kata tersebut merupakan sesuatu yang biasa saja dan sebatas angka, grafik, tabel dan penjelasan atas hal-hal tersebut. Beberapa orang melihat hal tersebut sebagai sumber rezeki. Tidak percaya" Tanya orang-orang yang bekerja di BPS atau lembaga-lembaga survey yang sering melakukan polling calon presiden atau kepala daerah menjelang pemilu atau pilkada. Yang jelas, bagi aku dan sebagian besar peserta kelas research method di GSIS Anam University ini statistik adalah mimpi buruk. Terus terang, membaca, menyajikan dan menganalisis data kualitatif maupun kuantitatif dalam kerangka statistik itu seperti mengukur panjang Tembok China dengan menggunakan spaghetti. Bisa, tapi sulit dan cenderung kurang kerjaan. Ngapain juga mengukur panjang Tembok China dengan menggunakan spaghetti jika hal tersebut bisa kita tanyakan pada google. Baiklah, abaikan yang terakhir itu. Intinya sih: this bloody statistic really turns me into sadistic.
Makanya tidaklah mengherankan jika sebagian besar sarjana ilmu statistik yang kukenal memiliki kecenderungan untuk... untuk.... nyentrik mungkin kata terhalus untuk menggambarkan betapa tidak mainstream-nya gaya berpikir dan tingkah laku mereka*. Hal tersebut sangatlah logis mengingat aku yang pernah menghabiskan satu semester semasa kuliah S1 untuk mempelajari statistik dan diakhiri dengan markah C selalu merasa depresi dan cenderung tertekan setiap kali akan masuk kelas tersebut. Bagaimana mereka yang menghabiskan setidaknya 3,5 tahun untuk mempelajari hal tersebut"
Spoiler for apology: * Sarjana Statistik sedunia... Maafkan Akuuuuu!
Lantas apa kaitannya statistik dengan judul chapter ini" Jadi perlu aku akui secara fair bahwa justru di kelas research method inilah aku bisa terbawa pada satu titik terendah sekaligus ternikmat dalam hidupku di negeri ginseng ini. Semua berawal dari tugas kelompok yang diberikan oleh professor pengampu kelas ini kepada kami di minggu kedua dari kelas ini. Pada saat itu aku duduk di tempat duduk biasa dan sebangku dengan Khali dan Suni serta tidak jauh dari Jen dan Dao. Perlu diakui apa yang terjadi pada saat MT mungkin sedikit banyak berpengaruh pada hal ini. Saat itu Professor Yoon memberikan tugas kelompok untuk menganalisis dataset yang sudah disediakan di website pribadinya. Ketika Prof. selesai menjelaskan perintahnya tersebut, segera saja Khali mengambil secarik kertas dan menuliskan nama-nama kelompok kami. Dan Khali dengan sewenang-wenang menuliskan namaku dan 4 betina itu pada kertas tersebut. Tanpa meminta
persetujuanku. "Okay lads, when should we start discussing this group assignment"", sahutku membuka pembicaraan di antara kami.
"Why don't we start it by today right after the Colloquium"", jawab Dao. "Second to that! Not forget to mention that today's monday", sambung Jen.
"Rite! Today's monday. Okay, deal then. See you at the lobby at 1830hrs.", kata Khali seolah mengerti apa maksud mereka.
"Hey, what's wrong with monday" Ladies"", tanyaku kepada mereka sambil kebingungan. Terlambat, mereka semua sudah menyebar ke berbagai penjuru.
GSIS Lobby, 1830hrs. "So, what we've gotta do now, Lads"", tanyaku kepada empat betina itu.
"I'm quite starving now, Jo. Shall we have dinner first" I think it's quite legitimate to have dinner at this hour", jawab Khali.
"Okay, Khali. Let's move to the Korean Restaurant near the Anam Junction. The Samgyeopsal in there is magnificent.", jawab Jen.
Dan tanpa menunggu lama, sepuluh pasang kaki kami sudah bergerak menuju Restoran Korea yang dimaksud Jen. Segera sesampainya di sana kami langsung duduk di sebuah bangku panjang yang terletak di pojok dalam restoran dan melihat menu yang tersedia. Empat betina tersebut memesan samgyeopsal ukuran besar untuk dimakan mereka berempat. Aku sendiri sedang dalam mood untuk memakan ikan sehingga memesan menu ikan panggang. Berbeda dengan mereka berempat. Kemudian sambil menunggu makanan disajikan, kami memulai diskusi mengenai tugas kelompok kami. Terus terang aku merasa cukup jelas mengenai pembagian tugas di kelompok kami melalui diskusi singkat tersebut sehingga aku pun berpikir untuk segera pulang ke dorm setelah acara makan selesai.
Diskusi kami selesai tepat saat samgyeopsal pesanan empat betina ini datang.Tentu saja mereka menawarkan makanan tersebut kepadaku. Aku yang mulai lapar tentu saja tidak melewatkan tawaran tersebut. Kusambar saja potongan daging kecil yang disiapkan Khali untukku. Sepertinya lumayan sembari menunggu pesanan ikan panggangku datang.
"This is bloody good! How do you call it" Samgyeopsal"", tanyaku sembari memuji makanan tersebut.
"Yup! Samgyeopsal. One of the finest Korean dishes. And this restaurant is well known for this food since they use only imported pork from Belgium to create this samgyeopsal.", jawab Jen.
"Hold a second, hold a second! Did you mention something about pork"" "Yes... Actually samgyeopsal is all about pork especially the belly part."
"God damned it, mate! I cannot eat pork.", cetusku masih tak percaya dengan fakta baru saja ada sepotong kecil daging babi meluncur mulus dari mulut menuju lambungku.
"F*ck! Sorry... I forgot that you're a muslim, Jo...", sambung Khali dengan penuh penyesalan. "It's alright... But please don't ever let me eat this kind of samgyeopsal thing again." "Okay Jo... we understand..."
Langsung saja setelah selesai makan, aku memohon diri untuk kembali ke dorm. Namun 4 betina itu tidak membiarkanku pergi dengan alasan masih ada lagi yang perlu dibahas mengenai tugas kelompok, kemudian perlunya aku untuk menemani Khali dan Dao pulang selesainya diskusi, sampai juga dengan argumen mengenai hari senin. Dan aku saat itu masih bingung dengan apa yang mereka maksud dengan hari senin.
Dalam waktu setengah jam, kami berlima sampai di sebuah apartemen seluas 50m2 di daerah Hwoarangdae atau sekitar 3,5 km dari Anam University ke arah Timur. Apartemen ini memiliki dua kamar tidur dan satu ruang tengah dan terletak di lantai 13. Apartemen ini merupakan unit yang disewa berdua oleh Suni dan Jen semenjak sebulan yang lalu. Setibanya kami di sana, Jen dan Suni masuk ke kamarnya masing-masing, Khali
berjalan ke arah dapur sementara Dao masuk ke kamar mandi. Aku" Bengong di ruang tengah.
Tidak terlalu lama, Khali membawakanku segelas air dari dapur. Well, terus terang aku senang juga diladeni seperti itu. Rasanya seperti seorang suami yang dilayani istrinya gitu.
"Actually what we're going to discuss right now" I think what we have discused at the restaurant was more than enough."
"Well, Jo... actually we took you here simply to ask you to celebrate monday together with us" "Again... what the hell is this monday thing is all about""
"We Koreans love to blow off the steam by drinking on monday night, Jo. Do you know about that custom"", sambar Jen yang keluar dari kamarnya membawa sebotol grey goose dan sebotol finlandia. Dan pakaian yang dikenakan Jen sungguh membuat....aaaarrrgggghhh! Santai sekali outfitnya! Saking santainya sampai terlalu berbaik hati memberikan pemandangan yang begitu indah.
Aku pun baru teringat jika orang-orang Korea memang memiliki tradisi untuk minum-minum pada senin malam setelah makan malam. Setahuku memang mereka percaya bahwa dengan minum-minum di senin malam akan membantu mereka lebih rileks menghadapi tekanan pekerjaan selama seminggu ke depan. Jadi ini maksud mereka.
"All of us will have no class tomorrow right" why don't we enjoy this night together"", sahut Dao yang baru saja kembali dari kamar mandi. Dan dia benar. Entah kebetulan atau tidak, kami semua memang tidak ada kelas di hari selasa.
Tidak lama, Suni keluar dari kamarnya dengan outfit yang tidak kalah menggoda daripada Jen. Ia juga membawa sebotol besar makgeolli dan kemudian mengambil berjalan ke dapur untuk mengambil gelas untuk kami semua.
Spoiler for orgy: Well, the rest is history. Botol-botol dibuka. Gelas terisi. Isi gelas berpindah ke perut. Otak santai. Darah mengental. Mata meredup. Mulut dan tubuh meliar. Gelas terisi kembali dan isinya berpindah kembali ke perut. Otak semakin santai. Hati nurani berlibur. Mulut dan tubuh semakin liar. Dan liar. Dan liar. Dan semakin lama kain-kain penutup tubuh kami tersebar ke berbagai penjuru. Dan keempat betina itu bergiliran mencari kehangatan dan kenikmatan dari tubuhku ditengah malam di bulan Maret yang masih cukup dingin tersebut.
Dan pagi itu aku bangun dengan kepala pusing dan badan tidak bertenaga. What have I done" Pork, booze, and orgy within a night" Bloody Hell!
Ketika Teman Lama Menghubungi (1)
Hari itu hari selasa malam tanggal 22 Maret 2011. Tepatnya pukul 1835. Aku terbangun setelah berhibernasi selama 5 jam atau tepatnya setelah makan siang. Tubuhku yang terasa remuk setelah digilir empat betina sejak semalam tadi sepertinya memang harus diistirahatkan setelah diisi tenaga. Sudah tiga pekan terakhir ini tubuhku dihajar empat betina itu setiap senin malam. Dan semuanya selalu dimulai dari diskusi tugas kelompok dan dilanjutkan dengan sesi alkohol secara ekstensif dan diakhiri sesi penghangatan raga kolektif. Tidak adakah upaya dari diriku untuk menolaknya" Cukup sulit juga menjawabnya. Dibilang ada tetapi terus terang aku cukup menikmati hal tersebut. Dibilang tidak ada juga terus terang aku tidak merasakan hal tersebut adalah sesuatu yang benar dan bisa kunikmati begitu saja. Agak dilematis memang. Well... C`est la vie... I'll just suck it up.
Segera aku bangun dan menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhku serta mempersiapkan diri untuk ibadah. Tidak terlalu lama, aku keluar dari situ dan kembali ke kamarku dan melaksanakan ibadah yang sudah agak terlambat. Kurasakan perutku lapar kembali sebagai pengaruh hibernasi dan juga udara 15 derajat celcius di luar sana. Kondisi ini memaksaku untuk melangkahkan kakiku ke dapur untuk membuat suatu campuran bahan-bahan yang dapat mengganjal perutku ini.
Di dapur aku melihat Saddam dan Geng Timur Tengahnya sedang makan bersama. Entah apa makanannya saat itu karena aku sama sekali tidak tertarik.
"Come here Jo. Let's have meal together with us.", ajak Hasyim dengan sangat senyumnya yang sangat bersahabat.
"Nah... Not this time ya Akhi... It's quite cold now for a tropical guy like me. I think it would be good to have a spicy food for this time.", tampikku dengan halus sembari menyiapkan bahan makanan yang sudah aku siapkan dalam kulkas.
"Spicy food" What kind of spicy food" And how spicy is it"", tanya Ahmad agak penasaran. "Not really spicy actually... Just standard Chinese-Indonesian spicy seafood noodle."
Lalu aku berkonsentrasi mencuci dan memotong-motong kerang, cumi dan udang untuk dimasak bersama mie kuah. Tidak lupa juga tujuh buah cabe rawit agar cita rasa yang kuinginkan muncul. Sekitar 15 menit kemudian, mie kuah seafood pedas selesai dan siap disantap. Tentu saja aku menawarkan mie kuah tersebut kepada Geng Timur Tengah tersebut.
Begitu melihat penampakan mie kuah hasil masakanku, Saddam dan Hasyim mengurungkan niatnya untuk mencoba karena terintimidasi warna merah pada kuah mie serta potongan-potongan kecil cabe rawit yang menyebar secara merata. Ahmad terlihat agak ragu untuk menyendok sedikit kuah mie tersebut. Faisal yang terlihat agak tidak sabar langsung merebut sendok dari tangan Ahmad dan menyesap kuah mie buatanku. Dan dalam hitungan detik...
"MASYA ALLAAAAAAAAAAAHHHHHHHH! WATER! WATER! GIMME WATER NOW!", teriak Faisal membahana di dapur tersebut.
Dan akhirnya aku menikmati mie kuah tersebut sendirian.
Tidak tahan dengan kesendirian itu, aku membawa mie kuah tersebut ke kamar dan menyalakan laptop.
Segera setelah koneksi internet tersambung, aku membuka peramban digital dan me-login ke situs facebook. Aku pun menikmati makan malamku sembari membaca update foto dan status terbaru dari teman-temanku.
Tidak seberapa lama muncul notifikasi chat facebook masuk. Rupanya dari Lila, si gadis Jowo dari Solo itu. Sebagai informasi, Lila ini adalah teman kantorku yang masuk bersamaan denganku. Orangnya mungil dan berhijab namun bisa dibilang masih satu spesies dengan kelinci energizer yang akan terus bergerak dengan aktif selama baterai terisi penuh. Boleh dibilang Lila ini teman seperjuanganku semenjak awal bekerja dan juga teman seperjuangan pada saat mencari beasiswa dahulu.
Quote:L: Jojooooooo.... Piye kabarmu Ndul"
J: Apik Lil... Lha kabarmu piye"
L: Alhamdulillah... Eh Korea gimana" Dingin ndak" wis ketemu Seo Ji Sub" J: Seo Ji Sub Seo Ji Sub! Aku ndak ngerti raine koyok opo Seo Ji Sub-mu iku nduuukkk! L: Payah! Mosok ke Korea ndak ngerti K-Pop"! Mending aku aja yang berangkat ke sana Ndul!
J: Yeeee... emang aku dulu ndak terlalu niat ngejar beasiswa ini kaliiiii... Aku cuma menang hoki aja! Kalo ada yang ke Jepun juga mending aku pilih ke Jepun lah...
L: Nah! Itu dia Jo! Aku baru aja dapet beasiswa double degree Universitas Paling Bergengsi di Yogya dengan Universitas Ritsu di Jepun! Alhamdulillah banget... Bulan depan aku ikut kelas persiapan dan semester depan udah mulai programnya.
J: Heh"! Jepun"! Apa-apaan nih" Kok malah jadi lu yang dapet ke Jepun"! Gak fair ini mah! Tuker! Gua minta tuker!
L: Enak men! Kuwi wis ning Kroya Ndul! Ora iso!
Oke! Aku perlu membuat pengakuan! Sebenarnya ketika aku tidak terlalu niat ketika dahulu mendaftar untuk program beasiswa ke Korea ini. Prioritasku saat itu adalah bagaimana caranya keluar dari kesibukan kantorku yang sudah kualami secara rutin selama dua tahun terakhir. Pada awalnya aku cukup idealis dalam mengejar beasiswa di mana hanya negara-negara dengan kualitas pendidikan tinggi seperti Amerika Serikat, Jerman dan Australia saja yang menjadi tujuanku. Namun demikian, semakin lama diriku merasa semakin jenuh hingga suatu saat aku menemukan pengumuman beasiswa BKIK ini. Atas nama kabur dari kejenuhan, aku akhirnya mendaftar program tersebut. Lila yang mencium gelagatku akhirnya ikut juga mendaftar program tersebut. Hanya saja aku tahu bahwa Lila memiliki motivasi berlebih untuk program ini mengingat dirinya adalah penggila K-pop dan K-drama. Negeri Ginseng pasti sebuah promised land baginya.
Aku sendiri cenderung nothing to lose dengan program ini karena aku mengetahui bahwa dalam hitungan bulan akan ada dua program beasiswa lagi yang akan dibuka yaitu ke Belanda dan Jepang. Jujur saja, aku lebih mempersiapkan diriku untuk mendaftar dua program beasiswa tersebut ketimbang beasiswa BKIK ini. Ndilalah, aku dan Lila malah melangkah dengan mulus melewati beberapa tahap seleksi beasiswa sampai kemudian tes akhir yaitu wawancara dengan seorang Professor dari Anam University via telepon. Terus terang pada tahap akhir aku cenderung santai dan kadang menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Professor tersebut dengan agak nyeleneh. Berbeda dengan Lila yang cenderung serius dalam wawancara. Tapi ya beginilah akhirnya. Aku saat ini berada di Seoul sedangkan Lila malah lolos untuk program beasiswa ke tanah yang merupakan promised land bagiku.
Tuhan mungkin senang sekali bermain-main dengan mimpi dan takdir manusia. Paradoks yang terjadi antara aku dan Lila mungkin satu dari sekian banyak contoh permainan Tuhan tersebut. Aku yang menggemari budaya Jepang malah melanjutkan studi ke Korea sedangkan Lila si Korean freaker malah lanjut ke Jepang. Terus terang aku dan Lila terkadang masih tidak bisa menerima lelucon Tuhan tersebut. Jadi jangan heran jika reaksiku pada chat tersebut agak sedikit emosional. Mungkin jika menggunakan pola D.A.B.D.A, kami berdua saat itu ada pada tahap Anger.
Quote:L: Oh iya Jo J: yes" L: Akhirnya aku jadian sama Mas Ghe.
J: Seriusaaaaan"! Wah! Selamaaaattt! Ga sia-sia usaha lu cari perhatian doi selama ini
Mas Ghe ini sebenarnya teman seperjuangan kami juga kantor yang berasal dari Surabaya. Hanya saja dia beda divisi. Orangnya memilki postur yang mirip denganku hanya saja iya berkulit gelap dan berwajah sangat ramah khas etnis Jawa. Menurutku dia merupakan anomali dari orang Surabaya pada umumnya yang cenderung meledak-ledak. Mas Ghe orangnya sangat halus. Bahkan lebih halus dari Lila yang orang Solo. Agaknya Lila jatuh hati, jika tidak mau disebut terobsesi, pada tampang manis dan tingkah lembut dari Mas Ghe ini.
Quote:L: That's not the best part Jo. Kami berdua sama-sama lolos program beasiswa ini. J: Omaygat omaygat omaygaaaaaattttt!*
Spoiler for please read: *tolong jangan dibayangkan ekspresi mukaku apalagi gesture-ku ketika sedang mengatakan ini. Kecuali kamu sedang bermasalah dengan pencernaan.
J: Pesenku satu kalo gitu Lil... L: iya... apa"
J: Play safe... trus kalo pertama kali emang rada sakit gitu buat cewe... L: JOJOOOOOOOOO! WAGU TENAN KOWEEEEEEEE!
Side Story: Lila dan Mas Ghe Selasa, 10 Desember 2013. Jakarta
"Ciiiiieeeeeeeee.... yang baru balik dari bulan maduuuu... mukanya antara seger dan lemes nih", ledekku pada pasangan di hadapanku ini.
"Kayak ga ngerti aja kamu, Jo", jawab Mas Ghe atas ledekanku.
"Iya tuh... Padahal kamu kan udah jauh lebih berpengalaman, Jo. Mungkin udah bosen kali ya"", sambung Lila.
"Weits! Kalo yang itu sih ga mungkin bosen laaaaa... Wong enak!" "Hish! Saru tauk! Wis, pesen wae makananmu sik yo!", usik Mas Ghe.
Kami kemudian memesan makanan dan melanjutkan obrolan sembari menunggu pesanan. Dan ketika makanan sudah tersaji dan kami akan mulai makan.
"Lil, aku masih ngerasa kita dulu harusnya tukeran deh. Aku yang ke Jepang trus kamu yang ke Korea." "Ndak! Aku ndak mau!", tolaknya dengan keras.
"Kok sekarang nolak keras gitu Lil""
"Ya kalo kamu yang ke Jepun, nanti kamu yang jadi deket sama Masku. Trus masak kamu yang jadi kimpoi sama Mas Ghe-ku ini"!"
Yuk... Ketika Teman Lama Menghubungi (2)
Setelah aku menyelesaikan chat-ku dengan Lila, aku segera membereskan peralatan makan dan peralatan masakku. Setelah itu kembali aku menuju laptopku dan aku melihat sesuatu yang cukup menarik. Wulan.
Ya. Profile Facebook Wulan. Di profile tersebut terlihat beberapa baris ucapan selamat atas pernikahan Wulan dengan Tora. Selain itu banyak juga foto-foto pernikahan mereka berdua mulai dari prosesi akad nikah sampai dengan resepsi. Selain itu terlihat juga beberapa foto terbaru yang menunjukkan kemesraan mereka yang menghabiskan masa bulan madu di daerah yang kuduga itu adalah Lombok.
Foto profile tersebut juga menunjukkan kebahagiaan mereka. Memang foto profilenya tidak menunjukkan wajah mereka. Namun foto yang menunjukkan penampakan pasangan tersebut dari belakang ketika proses akad nikah terlihat tidak mampu menyembunyikan aura kebahagiaan mereka. Selain aura kebahagiaan, foto profile yang menunjukkan Wulan yang dibalut kebaya putih dan Tora yang berpakaian jas hitam dan peci hitam seolah ingin memamerkan adanya kesan sakral dari pernikahan mereka berdua.
Bahagia" Pasti mereka bahagia. Aku bisa merasakan itu. Aku sendiri" Jujur saja aku ikut bahagia melihat orang yang pernah sangat dekat denganku berbahagia. Well, tidak terlalu jujur juga karena terus terang ada sedikit rasa kehilangan karena memang kami pernah sangat dekat dan perubahan status Wulan jadi tidak memungkinkanku untuk bisa dekat dengannya sebagaimana dahulu. Tapi apa lagi yang bisa aku lakukan. Dan tiba-tiba aku teringat satu hal. Hal yang cukup penting.
Pengelana Rimba Persilatan 5 Goosebumps - Topeng Hantu Kekasih Sang Pendekar 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama