"Kamu tidak perlu meninggalkanku supaya tidak meninggalkan mereka."
"Kalau setiap malam aku pergi bersamamu, bagaimana aku dapat berada di dekat mereka" Setiap kali aku pulang, mereka telah tidur. Kalaupun masih bangun, aku sudah terlalu letih untuk melayani mereka. Dengan anak perempuanku sendiri, hubungan kami sudah seperti dua orang asing."
"Aku menyukai anak-anakmu, Ran."
'Tapi mereka tidak menyukaimu."
"Itu hanya soal waktu."
'Tidak semudah itu. Anak-anak adalah makhluk yang sangat peka. Mereka menganggapmu sebagai ancaman terhadap kehadiran ayahnya."
"Kata Dora, kalian ingin bercerai."
"Sampai saat ini, Yanuar masih tetap suamiku."
"Dia hendak mengawini perempuan lain, bukan" Dan kamu tidak mau dimadu. Aku tidak melihat pilihan lain bagimu kecuali berce-rai."
"Mungkin benar kami hendak bercerai. Tetapi sampai saat ini, aku masih tetap istrinya. Aku tidak ingin berhubungan dengan lelaki lain sebelum bercerai."
"Aku hargai prinsipmu. Ran. Aku tahu kamu perempuan baik-baik. Tapi aku juga bukan lelaki iseng. Aku serius. Aku akan menunggumu sampai bebas. Sampai aku boleh melamarmu."
"Terima kasih atas pengertianmu, Hans." Rani menghela napas lega. Alangkah mudahnya berbicara dengan pria sebaik dia!
Saat itu mobil berhenti di depan rumah Rani. Dan dia telah bersiap-siap untuk turun.
"Maaf tak dapat mengundangmu masuk."
"Rani." Hans meraih tangannya sesaat sebelum tumn. "Berjanjilah padaku. kamu tidak akan me-nyia-nyiakan penantianku."
"Aku tidak berani, Hans. Takut tidak dapat me-nepati janji."
"Kamu akan kembali kepadaku sesudah bercerai""
"Percayalah, Hans, jika ada seorang laki-lakiyang kubutuhkan sesudah aku kehiJangan suamiku lelaki itu adalah kamu."
"Dan aku harus menunggu sampai kamu membutuhkan lagi seorang laki-laki""
"Untuk itulah Tuhan menciptakan laki-laki dan wanita, Hans. Karena mereka saiing membutuhkan.'' 'Tahu mengapa aku mengagumimu, Ran"" bisik Hans lembut.
"Jangan katakan sekarang, Hans. Simpanlah sampai aku cukup pantas untuk mendengarnya."
"Sampai sekarang aku tidak mengerti mengapa suamimu begitu bodoh. Tidak menyadari berapa beruntungnya dia mempunyai istri seperti kamu."
"Sesuatu yang baru selalu mengundang minat untuk dicicipi, Hans. Yang lama, pasti lama-Jama akan membosankan juga." "Tapi aku tidak seperti itu, Ran. Pecayalah." "Aku percaya, Hans. Kamu laki-laki yang baik. I Suami yang sena." I
"Berikan aku kesempatan untuk membuktikannya, J Ran."
"Saatnya akan tiba, Hans. Bukan sekarang. Nab, I pulanglah. Selamat malam." [
Tidak ada ciuman perpisahan"" "Sampai sekarang aku masib istri orang, Kalau j kubiarkan kamu menciumku, bagaimana dapat ku- I harapkan lagi respekmu"" j
"Kalau begitu biarkan aku merangkuJmu." Hans j merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya. "Supaya j kamu tahu aku selalu merindukanmu."
Dengan halus supaya tidak menyinggung perasaan
Hans, Rani melepaskan dirinya.
"Selamat malam, Hans," katanya sekali lagi sambil turun dari mobil itu. "Sampai jumpa."
Hans menunggu sampai seseorang di dalam rumah membukakan pintu untuk Rani dan perempuan itu melangkah masuk. Baru dia menstarter mobilnya dan meninggalkan tempat itu.
Rani hampir tidak mempercayai matanya ketika melihat siapa yang membukakan pintu baginya. Bukan Bi Umi. Bukan. Yanuar. Yanuar-lah yang menunggunya di balik pintu itu. Dia sudah membuka pintu sebelum Rani sempat menge
tuk. Dia pasti mendengar suara mobil Hans. Dan mengintai dari balik jendela.
Yanuar pasti melihat siapa yang mengantarkan istrinya pulang. Tetapi peduli apa" Dia tidak berhak untuk marah!
Tetapi Yanuar memang tidak marah. Wajahnya memang kusut masai. Suram. Murung. Tetapi dia tidak marah. Sama sekali tidak.
Dia malah tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia langsung duduk di ruang tengah. Menunggu Rani selesai berganti pakaian.
Ketika Rani hendak masuk ke kamar anak-anak, dia baru menegur. Dengan suara yang aduhai pahit-nya.
"Malam ini aku tidak ingin kamu tidur di kamar anak-anak," katanya tanpa menoleh. Sesaat Rani tertegun. Timbul sepercik harapandi hatinya. Apakah ini tawaran Yanuar untuk ber. damai" Sudah selesaikah semuanya"
Rani sudah letih berperang. Dia merindukan rumah tangganya yang tenteram. Yang aman. Yang bahagia. Seperti dulu.
Tetapi keangkuhan masih menguasai dirinya. Sakit hatinya belum sembuh. Tidak semudah itu mengajukan permintaan gencatan senjata. Rani menginginkan lebih. Yanuar harus minta maaf dulu. * Dia harus menyadari, betapa dalam sembilu yang ditorehkannya ke hati istrinya. Karena itu Rani hanya menyahut dengan dingin. "Aku belum ingin kembali ke kamarmu." "Kita hams bicara, Ran. Bicara baik-baik. Secara dewasa." "Masih perlukah kita bicara"" "Kamn tidak menginginkan kita seperti ini terns, bukan" Serumah tapi tidak saling menegur seperti dua orang asing""
"Jangan salahkan aku. Bukan aku yang memulai-nya!"
"Oke! Oke! Semua salahku. Dari dulu pun sudah kuakui. aku yang salah!"
"Dan kamu tidak mau memperbaiki kesalahan-muf"
"Bagaimana aku hams memperbaikinya" Kamu tidak memberi aku kesempatan!" "Jadi aku yang salah""
"Tidak salahkah pergi berdua dengan laki-laki yang bukan suamimu sampai iarut malam begini""
" "Apa bedanya denganmu" Kamu juga pergi dengan perempuan yang bukan istrimu!" "Tapi aku tidak mempermainkan Patricia! Aku
tidak rela istriku dipermainkan lelaki lain!" "Hans lelaki yang baik. Kamu tidak usah kuatir!" "Lelaki baik-baikkah yang mau membawa istri orang malam-malam begini""
"Mengapa tidak bertanya kepada dirimu sendiri" Kamu juga membawa istri orang!" "Patricia bukan istri siapa-siapa!" "Tapi dia peliharaan seorang laki-laki! Milik orang lain!"
"Mereka akan berpisah sekalipun Patricia tidak jadi menikah denganku. Lelaki itu tidak mau me-ngawininya."
"Kasihan. Cuma kamu yang sudi menikahi wanita. seperti itu!"
"Jangan menghina!" geram Yanuar gemas. "Kamu tidak lebih baik daripada dia!"
"Tentu saja tidak! Tapi paling tidak, sudah ada seorang laki-laki yang bersedia mengawiniku jika aku bercerai!"
"Lelaki yang mengantarmu itu"" Yanuar bangkit dengan marah sambil mengentakkan kakinya. Matanya menyala menatap istrinya. "Jadi percuma selama ini aku diombang-ambingkan dua pilihan! Kamu tidak memberiku kesempatan lagi untuk memilih!"
"Masih pantaskah kamu memilih" Siapa pikirmu dirimu ini"" Yanuar menatap istrinya dengan garang. Ranimembalas tatapannya dengan sama sengitnya. Tetapi dia tidak dapat menyembunyikan air mata yang menyembu] keluar dari baiik bulu matanya. Dan melihat air mata Rani, kemarahan Yanuar langsung memudar.
Itulah perempuan yang dicintainya. Cintanya yang pertama. Istrinya. Ibu anak-anaknya. Perempuan yang selama dua belas tahun lebih tidur di sisinya setiap malam. Perempuan yang telah ratusan kali menyatukan tubuhnya dengan tubuhnya sendiri. Perempuan itu yang kini disakitinya....
"Maaflcan aku, Ran." Yanuar menundukkan kepalanya dengan sedih. "Aku sungguh-sungguh tidak tahu harus berbuat apa. Aku masih mencintaimu. Men cintai anak-anak kita. Aku tidak ingin bercerai...'1
"Henu'kan nyanyianmu," potong Rani sambil me-nahan tangisnya "Sejak berniat menikahi perempuan itu, entah sudah berapa puluh kali kamu nya-nyikan lagu cengeng itu.'"
Bergegas Rani membalikkan mbuhnya. Mencegah Yanuar melihat air matanya. Tetapi Yanuar lebih cepat lagi menangkap tangannya. Memaksanya ber-putar. Dan menghadap ke arahnya.
Rani membuang wajahnya ke samping. Sia-sia. Yanuar telah melihatnya menangis.
"Ran..." Yanuar merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya Meraih kepalanya bersandar ke
dada-nya. "Menangislah jika kamu ingin menangis. Tapi biarkan dadaku yang menjadi tempatmu menumpah-kan air mata! Biar kurasakan juga kesedihanmu... j Biar kamu bagi kesedihanmu bersamakui"
Kali ini Rani tidak menjawab. Dia tidak melawan. Tidak menolak ketika Yanuar mendekapkan kepalanya erat-erat ke dada. Dia malah membiarkan tangisnya pecah di dada suaminya.
"Bam kini kusadari betapa jahatnya aku padamu. Ran," desah Yanuar sambil meletakkan dagunya di atas rambut istrinya. Rambut itu memancarkan campuran bau sampo yang dikenalnya dengan bau tembakau yang asing bagi hidungnya. "Aku telah menyakitimu demikian rupa sampai kamu terpaksa mencari lelaki lain."
Yanuar merenggangkan pelukannya. Dan mengangkat dagu Rani dengan ujung jarinya Ditatapnya mata istrinya dengan sungguh-sungguh.
"Kalau kamu benar-benar mencintainya, Ran aku rela melepaskanmu. Marilah kita bicarakan perceraian kita secara baik-baik."
Tetapi Rani malah melepaskan dirinya dan ber-lari ke kamar anak-anak sambil menangis.
Yanuar hanya terpukau menatap pintu yang telah tertutup kembali. Seperti itulah keadaannya seka- . rang. Pintu untuk kembali rupanya telah benar-benar tertutup.
"Rani telah menemukan seorang laki-laki Mri," kata Yanuar sambil menunduk. Mukanya sama mendungnya dengan langit di luar. "Kami akan1
segera bercerai. Buat apa meianjutkan perkawinai ini jika hanya untuk menyiksa dia""
"Mas Darso tidak mau melepaskanku." Wajah Patricia tidak kaJah muramnya. "Dan aku kenal sekali sifatnya. Jika aku pergi juga, dia bukan hanya menyusahkanku. Dia akan membuatmu ikut susah."
"Persetan dengan dia! Jika kamu cukup berani melangkah keluar dari rumahnya dengan membawa apa yang kamu miliki ketika masuk ke sana, peduli apa lagi dengan dia" Dia cuma laki-laki tua bangka yang pintar menggerrak wanita!"
"Dia punya kekuasaan, Yan. Dan dia punya uang."
"Aku tidak percaya dia mau membuat keributan. Dia punya kedudukan. Dan dia punya keluarga Dia ton tidak mau mereka mengetahui tentang dirimu. Itu sebabnya dia tidak mau mengawini-nmr
"Dia bisa menyusahkan kita tanpa perlu membuat keributan!"
"Jika kamu takut, bersembunyilah saja di dalam rumahnya! Jangan keluar-keluar lagi dari sana untuk mencariku atau lelaki lain!"
Sesudah mengucapkan kata-kata itu, Yanuar baru menyadari betapa kasarnya dia.
"Maafkan aku, Pat," desahnya sambil meng-genggam tangan wanita itu. "Akhir-akhir ini aku seperti tidak mengenali diriku sendiri. Kadang-kadang aku mengucapkan sesuatu yang tidak ingifl kuucapkan."
Patricia mengangguk penuh pengertian. "Kamu sendiri sedang stres. Pasti karena istrimu juga. Kamu tidak rela dia jatuh ke tangan laki-laki lain. Lelaki selalu ingin memiliki lebih, tetapi tidak ingin miliknya sendiri diambil orang."
"Aku masih mencintainya," sahut Yanuar terus terang.
"Aku tahu. Kamu mau aku bicara dengannya""
"Untuk apa""
"Menjelaskan semuanya."
"Bagi Rani, semuanya telah cukup jelas."
"Aku ingin mengembalikanmu ke tempat dari
mana kamu datang." "Sudah teriambat."
"Aku yakin masih dapat mengembalikanmu ke tengah-tengah keluargamu."
"Dan kamu juga kembali kepada pemilikmu""
"Aku tetap. akan keluar dari sana."
"Kalau begitu, aku juga tetap akan mengawini-mu."
'Terns terang, aku takut, Yan."
"Kepada laki-laki itu""
"Aku takut dia akan mencelakakanmu."
"Bagaimana" Membakar tempat praktekku" Menyuruh anak buahnya memukuliku""
"Tidak sekasar itu. Dia punya seribu saru cara yang lebih cerdik di kepalanya. Dia seorang tokoh . masyarakat. Pasti dia tidak mau mengotori nama-nya. Tapi dia bisa menyusahkan kita." - >
harus hari-hafi." "Jangan kuatir. Kemasi saja barang-barangmu. Besok pagi kujempufc."
"Ke mana kamu hendak membawaku" Istrimu masih tinggaJ di rumahmu, kan""
"Dia akan tetap tinggal di sana bersama anak-anak. Aku teJah menyewa sebuah kamar untukmu."
"Yan." Patricia menyentuh tangan Yanuar dengan lembut. Matanya menatap Yanuar dengan tatapan yang belum pernah dilihat Yanuar bersorot di mata yang i'ndah itu. Paduan antara cinta kasih, terima kasih. dan ketakutan. "Aku bersyukur karena
Tuhan telah mempertemukan aku dengan laki-laki sebaifckamu. Tapi jika pertemuan kita justru men-cetekakan dirimu, aku ingin agar pertemuan ini tidak ada...."
Yanuar menggenggam tangan Patricia dan me- j remasnya dengan mesra.
"Jangan kuatirkan apa-apa lagi, Pat. Begitu ke- j luar dari sangkar emasmu, kamu akan menjadi I merpatiku yang bebas kembali. Tak akan kamu rasakan lagi kebengisan serigala tua itu/"
Patricia memejamkan matanya. Dan air mata I merembes dari sela-seJa buiu matanya yang panjang I dan lentik. Tak tahan lagi - Yanuar mengekang I dorongan mahakuat yang menggerakkan tangannya. I Direngkuhnya Patricia ke dalam pelukannya.
Seperti air sungai menemukan Jaut, Patricia ba/as I merangkuJnya dengan mesra. Yanuar mendekap tu- j buh wanita itu erat-erat ke dadanya, sampai Patricia* l
terengah bukan karena sakit tetapi karena menahan
gejolak perasan yang mengguncang setiap pem-buluh darah di tubuhnya.
Tak ada lagi yang dapat menahan mereka. Tak ada lagi dinding pemisah yang harus dilompati. Binding itu telah runtuh malam ini. Malam terakhir Patricia berada di rumah ini. Esok dia telah bebas. Bukan lagi perempuan simpanan Mas Darso.
Di sisi lain, Yanuar pun telah kehiiangan semuanya. Rani akan segera menikah. Ada seorang laki-laki yang mengantarnya pulang. Laki-laki yang segera akan menggantikan Yanuar sebagai suaminya!
Sambil mengatupkan rahangnya kuat-kuat, Yanuar mengusir Rani dari benaknya. Tak ada lagi Rani. Tak ada! Di hadapannya kini cuma ada Patricia. Kekasihnya. Miliknya. Direnggutnya kenikmatan yang disodorkan Patricia dengan tulus ikhlas. Dihirupnya seluruh isi cawan kenikmatan im sampai kering!
* * * Yanuar bersyukur perempuan genit itu telah berlalu dari kamar prakteknya. Hhh, sampai-habis napas Yanuar menjelaskan penyakitnya. Tetapi perempuan itu belum mau pergi juga. Padahal penyakitnya tidak terlalu gawat. Cuma keputihan. Tetapi dia bersikeras minta diperiksa. Dan mengaju-kan pertanyaan yang membuat pertemuan mereka mirip sebuah presentasi kasus.Celaka dua belas. Pasien seperti ini memang langka. Tetapi ada. Dan kalau yang begini yang datang ke tempat prakteknya, lima ribu rasanya terlalu murah. Dia sudah menghabiskan waktu konsultasi selama tiga puluh menit lebih. Membuat seorang pasien yang sudah tiga belas kali mem-banting-banting kakinya dengan kesal di ruang tunggu meninggalkan tempat dan tidak jadi ber-obat.
Yanuar melemparkan kartu status pasien itu dengan jengkel. Untung dia tidak jadi merobeknya. Amit-amit. Mudah-mudahan dia tidak datang lagi. Datang saja ke puskesmas. Atau ke rumah sakit. Atau persetan ke mana pun. Biar diusir. Asal jangan ke tempat prakteknya.
Hhh, cantik sih cantik. Tapi menyebalkan! Ce-rewetnya minta ampun. Entah seperti apa suaminya. Barangkali pendiam seperti tunggul. Tidak kebagian kesempatan bicara. Atau tuli barangkali"
Dan Yanuar belum sempat menarik napas lega. Pintu telah terbuka kembali. Yanuar memejamkan matanya sambil berdoa semoga bukan petasan injak itu yang muncul lagi di kamar prakteknya. Bisa gila I dia! Jangan-jangan bukannya mengobati orang, malah I dia sendiri yang mesti berobat! Dan suara Suster Hayati memaksa Yanuar membuka matanya dan I menoleh.
"Pasien gawat, Dok!" I
"Lia"!" cetus Yanuar antara terkejut dan heran. I Lia melangkah masuk dengan tertatih-tatih, di- I papah oleh Suster Hayati. Mukanya pucat pasi. Bi- I
bimya putih kebiru-biruan. Matanya sayu, memen-dam kesakitan yang bercampur ketakutan.
Refleks Yanuar bangkit dan membantu Suster Hayati memapah Lia ke atas tempat tidur. Dan tanpa disuruh lagi. seperti biasa, Suster Hayati langsung keluar ketika mengenali pasien itu.
"Ada apa. Lia"" tanya Yanuar, cemas melihat keadaan Lia yang demikian buruk. "Apa yang ter-jadi" Mengapa kamu jadi begini""
Lia tidak menjawab. Bukan karena tidak mau. Tetapi karena tidak mampu. Mulutnya separo terbuka." Bibimya bergerak-gerak. Tetapi tidak ada suara yang keluar. Matanya yang merah berair menatap Yanuar dengan tatapan hampa..
"Kamu gugurkan kandunganmu"" desak Yanuar gugup. "Di mana" Pada siapa""
Ketika tidak diperolehnya juga jawaban yang diharapkannya, di
putuskannya untuk segera melakukan pemeriksaan. Karena terburu-buru, Yanuar tidak menyadari, Suster Hayati sudah tidak berada di sisinya lagi. Padahal perawat itu merupakan saksi yang penting.
Ketika membutuhkan simtikan penghenti per-darahan selesai memeriksa, bam Yanuar sadar, dia seorang diri. Suster Hayati tidak berada di sana.
Saat itu Lia telah tidak sadarkan diri. Darah masih mengalir dari sela-sela pahanya. Membasahi seprei tempat tidur yang putih bersih.
Sekarang Yanuar benar-benar panik. Tekanan darah Lia sudah demikian rendahnya. Nadinyapun sudah hampir tak teraba. Kaki-tangannya ter^ dingin seperti es. Lia sudah shock.
Bergegas Yanuar menyuntikkan tiga macam obaf untuk mengatasi shock pasiennya. Tetapi tampaJt. nya, keadaan Lia tidak bertambah baik.
"Ya Tuhan, tolonglah dia!" keluh Yanuar putus asa.
Dia berteriak memanggil Suster Hayati. Ketika perawat itu terburu-buru memasuki kamar praktek, Yanuar memarahinya habis-habisan. Sekadar untuk mengendurkan sarafnya yang tegang.
Suster Hayati tidak sempat membeia diri. Melihat keadaan gadis itu, dia tahu, mereka sudah teriambat.
"Cepat, bantu saya membawanya ke mobil," desah Yanuar panik. "Kita harus ke rumah sakit!"
Tetapi memang tak ada lagi yang dapat mereka lakukan untuk Lia. Dia telah meninggal sebelum tubuhnya sempat dibaringkan dalam mobil.
* * * Yanuar merasa amat terpukul. Dia merasa ikut bersalah. Mengapa dia tidak menolong Lia" Mengapa dia membiarkan gadis itu memilih oat) mengambiJ keputusan sendiri" Lia belum dewasa. Pikirannya belum cukup matang. Seandainya dulu Yanuar mengabulkan permintaan Lia untuk menggugurkan kandungannya... barangkali sekarang masih hidup!
Tetapi apa haknya menghilangkan nyawa bayi dalam kandungan gadis itu" Mengapa dia harus ikut menanggung dosa yang diperbuat oleh orang lain"
Lama Yanuar menatap blanko surat kematian di atas meja tulisnya. Apa yang harus ditulisnya sebagai penyebab kematian Lia" Pengguguran kandungan"
"Saya tidak mau ada yang tahu saya hamiir terngiang kembali kata-kata gadis itu di telinganya.
Apa bedanya sekarang" Tidak ada gunanya lagi memberitahu orangtuanya Lia hamil. Hanya mem-burukkan nama Lia saja.
Mengapa tidak mengabulkan satu-satunya ke-inginan Lia yang telah menyeremya ke bang kubur" Dia tidak mau ada yang tahu dia hamil! Dan dia telah menebus keinginannya itu dengan nyawanya sendiri!
Jika Yanuar tak dapat menolongnya ketika dia masih hidup, mengapa tidak mencoba membersihkan
namanya setelah dia meninggal"
* * * Patricia belum pemah melihat Yanuar sesedih itu.
"Pasienmu meninggal"" tanyanya begitu Yanuar menjatuhkan diri di kursi satu-satunya di kamar sewaannya yang sempit itu. Diletakkannya tangannya di bahu laki-laki itu. Diremasnya dengan lembut.I"Aku merasa bersalah," keluh Yanuar sambil menunduk dan meremas-remas rambutnya dengan sedih.
"Dia tidak meninggal karena kesalahanmu, bukan"" desak Patricia cemas. "Kau tidak salah mem-B| berikan obat""
"Dia meninggal karena aku tidak berani menolong-l| nya!"
"Mengapa kamu tidak menolongnya"" "Karena aku tidak bisa!" Yanuar hampir meme-kik. "Aku tidak sanggup!"
Patricia tidak bertanya lagi. Dia memahami perasaan Yanuar. Betapa tertekannya dia. Betapa ter-siksanya jiwanya.
Tanpa berkata apa-apa, Patricia meraih kepala Yanuar. Dibenamkannya erat-erat ke dadanya. Dengan lembut, penuh kasih sayang, dibelai-belainya kepala kekasihnya
Sesaat Yanuar merasa tenang. Dia seperti menemukan kembali dekapan ibunya yang hangat dan aman. Tidak ada kata-kata dalam saat yang teduh itu. Tetapi belaian Patricia jauh lebih berarti daripada sejuta kata-kata. Melalui sentuhan lembut jari jemarinya, dia seolah-olah ingin mengambil sebagian beban berat yang menindih hati Yanuar.
Tidak sadar lengan Yanuar terulur naik merengkuh tubuh Patricia ke atas pangkuannya.
"Merasa lebih baik"" bisik Patricia sambil me-rangkul leher laki-laki itu, Yanuar hanya mengangguk. "Pulanglah. Tidu&'V
'Tidak semudah itu. Pikiranku kalttf^<| "Minumlah pil penenang. Kamu hams beristirahat. Akan kuantarkan kamu pulang." "Kamu"" Yanuar mengangkat mukanya dengan
terkejut. "Mengantarkan aku pulang""
"A ku tidak yakin kamu bisa pulang sendiri. Aku kuatir."
"Dan kamu pikir aku tidak kuatir membiarkan kamu pulang sendiri""
"Kalau begitu, tinggallah di sini."
Yanuar menggelengkan kepalanya.
"Rani mungkin kuatir kalau aku tidak pulang."
"Kamu masih memikirkan istrimu"" Patricia me-ngemtkan keningnya dengan heran. "Karnu yakin dia ada di rumah""
"Dia sudah tidak pernah keluar malam lagi."
"Seharusnya aku gembira mendengamya." Patricia menghela napas berat. Dilepaskannya pelukan Yanuar. Dia bangkit. Melangkah gontai ke sudut kamar. Dan duduk di tepi pembaringannya. 'Tapi aku sedih."
"Sudahlah." Yanuar menepiskan tangannya ke udara. "Aku sedang tidak ingin membicarakan masa-lah itu. Sampai besok."
Yanuar bangkit dari kursinya., Menghampiri Patricia. Dan mengecup dahi perempuan itu dengan ciuman paling hambar yang pemah dirasakan Patricia
"Kamu yakin bisa pulang sendiri""
"Jangan kuatir." sahut Yanuar tanpa menolah. Dia sudah sampai di ambang pintu. "Aku masih ingin bertemu kamu besok pagi."
tricia masih menatap ke pintu walaupun daun pintu itu telah lama tertutup. Begitulah laki-laki Kadang-kadang mereka mengecewakan justru padj saat mereka sedang diharapkan.
Tadinya Patricia mengharapkan kehangatan Yanuar dapat mengusir kebosanan berada dalam sangkar sempit berukuran tiga kali empat meter ini. Empat tahun dia tinggal di is tana. Tidak mudah menyesuaikan diri dengan kamar yang sempit ini meskipun cinta sedang bergelora di dada. Dan di mana partisipasi pria yang telah menyebabkan dia rela meninggalkan istananya menyingkir ke penjara mi"
Tentu saja Patricia mengerti sekali perasaan Yanuar. Dia sedang gundah. Pikirannya kacau. Tetapi mengapa pada saat dia memerlukan ketenangan dia malah pulang ke rumah" Masih lebih tenteramkah dia berada di sisi istri dan anak-anaknya"
Yanuar menebus rasa bersaJahnya dengan memberikan sumbangan uang yang cukup besar kepada keluarga Lia. Dia juga yang membantu mengurus jenazah Lia sejak masih di kamar mayat sampai ke pemakaman.
Orangtua Lia menolak otopsi. Surat kematian yang ditandatangani Yanuar pun tidak mencerminkan kematian yang patut dicurigai. Berkat bantuan Yanuar
pulalah semuanya berlangsung cepat, sehingga jena-Ja), ya dapat dimakamkan keesokan hariny& ".
Selesai pemakaman, walaupun masih dalam keadaan berduka, ibu Lia memerlukan menghampiri Yanuar untuk mengucapkan terima kasih.
"Hanya Tuhan yang dapat membalasnya, Dokter," desahnya di sela-sela tangisnya.
Suaminya tidak berkata apa-apa. Dia hanya men-jabat tangan Yanuar, menyambut ucapan ikut ber-dukacita yang disampaikannya. Tetapi di parasnya yang kasar dan keras itu, Yanuar membaca segurat penyesalan.
Rupanya bukan hanya aku yang menyesali kepergi-anmu, Lia, pikir Yanuar ketika dia sedang melangkah perlahan-Iahan meninggalkan tanah pemakaman itu. Orangtuamu pun menyesal. Mereka mencintamu. Mereka kehilangan kamu. Mengapa haras memilih jalan ini, Lia" Mengapa tidak meminta pertolongan mereka" Mereka pasti mau membantumu!
Sesaat sebelum Yanuar membuka pintu mobilnya, seorang gadis menghampirinya. "Dokter Yanuar"" tanyanya ragu-ragu. Yanuar menoleh. Sesaat, dia mengira hantu Lia-lah yang menghampirinya. Gadis itu begitu mirip dengan Lia. Membuat Yanuar tertegun sejenak.
"Mbak Lia titip ini buat Dokter." Gadis itu me-nyodorkan sebuah bungkusan. "Katanya saya harus menyerahkannya sendiri kepada Dokter." Yanuar memandang bungkusan itu dengan raguragu
Kamu adiknya"" tanya Yanuar setelah bimbangsesaat Haruskah diterimanya bungkusan j(u, Bungkusan apa" Mengapa diserahkan kepadanya"' "Saya Dina, saudara sepupu Lia." "Bagaimana bungkusan ini dapat berada di & nganmu""
"Lia sendiri yang menyerahkannya pada saya." "Kapan""
"Dua hari yang iaJu." "Di mana kamu bertemu Lia"" "Mbak Lia ke rumah saya." "Apa lagi yang dikatakannya"" "Tidak ada. Dia hanya minta agar saya menyerah-kan sendiri bungkusan mi ke tangan Dokter. Saya haras bersumpah tidak akan membukanya." j "Bagaimana keadaannya waktu itu"" "Baik. Dia tidak keiihatan sakit. Hanya tampak agak bingung. Tetapi Mbak Lia tidak mau mengata-kan apa sebabnya." "Kamu tidak bertanya apa-apa Jagi padan
ya"" "Saya bertanya mengapa bukan dia sendiri yang menyerahkan bungkusan ini pada Dokter." "Lalu. apa jawab Lia""
Sekarang Dina menatap Yanuar dengan tatapan yang membuat Yanuar merasa tidak enak. Ada sesuatu di dalam mata itu. Apa"
"Apa katanya"' desak Yanuar tidak sabar.
^Mbak Lia melarang saya menceritakan pertemuan itu kepada siapa pun."
"Jika kamu tidak mau mengatakannya saya juga tidak mau menerima bungkusan ini."
1QS "Tapi ini amanat terakhir Mbak Lia!" protes Dina terkejut. "Dokter harus menerimanya!" "Kalau begitu kamu juga harus mengatakannya."
"Apa yang harus saya katakan"" "Apa kata Lia padamu"" " "Dia tidak mau menemui Dokter lagi." "Mengapa"" "Malu."
"Malu" Mengapa""
"Katanya dia sudah berkali-kali mendesak Dokter, tapi Dokter tetap menolak."
Tiba-tiba saja Yanuar merasa tengkuknya dingin. Seperti ada angin yang mengembusnya. "Mendesak untuk apa"" tanya Yanuar hati-hati : "Mbak Lia tidak mau mengatakannya. Tapi saya rasa, Dokter pasti lebih tahu."
Yanuar menatap benda di tangan Dina itu sekali lagi. Dia benar-benar bingung. Haruskah diterimanya bungkusan itu"
Sekilas terpikir olehnya untuk menyerahkan saja bungkusan itu pada orangtuanya. Bukankah ini pe-ninggalan Lia yang terakhir" Nah, mereka pasti lebih berhak memilikinya.
Tetapi Lia menghendaki dia yang menerima dan menyimpan benda ini. Mungkinkah Lia tidak ingin orangtuanya mengetahuinya" Kalau tidak, untuk apa susah-suah dia membawa bungkusan ini pada Dina"
Nurani Yanuar terusik. Dia jadi ingin mengetahui apa isi bungkusan itu. Jika cukup berharga, dan tidak akan membongkar rahasia Lia, belum ter-kenmbali untuk menyerahkanya nanti pada ibu gadisitu.
Terima kasih," kata Yanuar akhirnya. Dianji. nya bungkusan itu dari tangan Dina,
Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis itu berlai Beberapa saat Yanuar hanya tegak di sisi mobilnya menatap benda di tangannya. Apa isinya" Mengapa demikian penting bagi Lia" Mengapa dia tidak ingin orang lain mengetahuinya"
Yanuar tidak sanggup menunggu lagi. Dia masuk ke dalam mobilnya. Dan membuka bungkusan itu.
BAB XI Dengan sabar Novianti menunggu buruannya. Berkali-kali dia datang ke rumah Dokter Y.P., tetapi tidak seorang pun dapat ditemuinya di sana kecuali pembantu gemuk yang tidak suka bicara itu..
"Bapak tidak ada, Ibu juga tidak ada," sahutnya singkat, kepada semua orang yang mengetuk pintu rumahnya.
Sia-sia Novi menunggu di sana. Jangankan istri Dokter Y.P., anak-anaknya saja tidak muncul. Mungkin disembunyikan di rumah kakeknya Meng-hindari serbuan wartawan serta orang-orang yang berminat jadi wartawan walaupun tidak bekerja di media massa.
Memang kasihan kedua anak itu. Inilah masa yang paling sulit dalam hidup mereka. Semua orang membicarakan ayah mereka. Untuk kesalahan yang tidak mereka pahami.
Novi tidak ingin mengganggu mereka dan meng-ajukan pertanyaan yang membuat mereka bertarnbah tertekan. Karena itu dia hanya memburu rstri
DJter YR .... m nHanat info, wanita itu T)an bam pagi ini dia mendapat uu ,sedang menunggu suaminya menghadiri sidang ttT. tutup MKEK. MKEK adalah majelis yang ditugas. kan menangani kasus-kasus malapraktek. Bila di. temukan aspek pidana dalam sidang mereka dokter yang bersangkutan akan diajukan ke pengadiJan.
"Ibu Rani"" tegur Novi tanpa ragu sedikit pun.
Rani menoleh terkejut. "Ya"" sahumya separo terpaksa. Wajahnya yang ayu mendung diselimuti a wan tebai. Tetapi matanya yang tajam menatap Novi dengan curiga. "Boleh saya bicara sebentar"" "Maaf, jika Anda dari pers..." "Saya memang wartawan," sahut Novi sabar. Tetapi bukan dari koran gosip semacam ini. Saya justru ingin memulihkan citra Dokter Yanuar yang sudah hancur sebelum perkaranya sendiri sempat dimejahijaukan. Saya kenal Dokter Yanuar. Saya pernah menjadi pasiennya. Karena itu saya tahu, berita ini tidak benar.'"
Novi menunjukkan halaman depan sebuah surat kabar. Di sana terpampang jelas dengan huruf-huruf yang cukup besar: Benarkah Y.P. dokter cabul" Seorang wanita yang tidak mau disebutkan iden-titasnya menceriiakan pengalamannya ketika menjadi pasien Dokter Y.P. I
"Saya harap Anda dan rekan-rekan Anda dari pers tidak meaambah
keruh suasana dengan me- I nulls berita-berita semacam itu.'" Ardi yang semen- I jak tadi duduk menemani Rani, bangkit dan bet- I gerak ke arah Novi seolah-olah hendak mengusir- j nya pergi. "Berita-berita negatif seperti ini hanya j
membentuk opini umum yang buruk terhadap I Dokter Yanuar, padahal dia belum tentu bersalah!" I "Untuk itulah saya kemari!" sela Novi tegas.
"Karena saya wartawan dan kebetulan pasien j Dokter Yanuar!"
I "Saya tidak ingin berdebat dengan Anda, tapi I jika Anda tidak menghargai hak Ibu Rani untuk
menolak berbicara dengan Anda..." I "Saya ingin berbicara dengan dia," cetus Rani I tiba-tiba. Suaranya begitu mantap. Semantap tatap-I annya. Terus terang, yang terkejut bukan hanya Ardi. Novi juga. "Jika mereka punya hak untuk mendiskreditkan suami saya dengan cerita-cerita bo-hong begitu, saya juga berhak untuk menyangkal-nya!"
"Jangan terburu nafsu, Ran," cegah Ardi sabar. 'Tolong kendalikan hatimu yang panas. Aku tahu kamu ingin menolong Yanuar. Tapi jangan terjebak dalam polemik picisan begini. Tahukah kamu memang berita ramai seperti ini yang diincar wartawan" Supaya koran mereka tambah laku!"
Tetapi Rani seperti tidak mendengar ucapan Ardi. Matanya menatap Novi dengan sorot penuh semangat.
"Tolong tubs dengan huruf-huruf besar di harian Anda, Mbak, suami saya adalah laki-laki yang paling baik dan setia. Dia tidak pemah menyeleweng, dan kami belum ingin bercerai!"
"Tapi majalah kami bukan surat kabar semacam itu. Bu Rani." sahut Novi semanis mungkin. "Kami tidak menyajikan penggalan berita. Yang kami talisadalah cerita manusia-manusia yang teriibat dafe
kasus ini. Dengan seobjektif dan semanusiaT mungkin. Agar pembaca mendapat informasi Ieng. kap yang sebenarnya dan tidak memihak."
* * * Novi membiarkan Ram membaca berita di surat kabar yang ditunjukkannya itu sampai puas. Dia hanya menunggu sambil menghirup es cendolnya, Benarkah Y.P. dokter cabul" Judul berita yang sangat bombastis. Rani sampai mengatupkan ra-hangnya kuat-kuat menahan perasaannya. Rasanya bukan Yanuar yang dicerca. Bukan suaminya yang dihina. Tapi dia sendiri. Dia merasa marah. Geram. Terhina.
Seorang wanita yang tidak mau disebutkan iden- j titasnya menceritakan pengalamannya ketika men- j jadi pasien Dokter Y.P. Dia disuruh menanggalkan pakaiannya padahal keluhannya cuma keputihan. Dari pasien lain yang juga tidak mau diungkapkan jati dirinya, diperoleh keterangan bahwa walaupun mempunyai perawat, Dokter Y.P. Bering menyuruh perawatnya menunggu di luar bila dia sedang memeriksa pasien-pasien tertentu. Dokter Y.P. me-tnang terkenal mempunyai reputasi yang kurang baik. Karena itu prakteknya kurang laku Dia sering ke kelab malam. Mempunyai perempuan simpanan yang disewakan kamar di tempat pe4
mondokan. Menurut sumber yang dapat dipercaya, perempuan ini juga bekas salah seorang pasiennya. Wanita Indo yang sangat cantik. Kalangan yang dekat dengan Dokter Y.P. menyiratkan akibat hubungannya dengan perempuan inilah istri Dokter Y.P. telah sebulan minggat ke rumah orangtuanya" dan mengajukan gugatan cerai.... "Saya ingin menemui perempuan itu," cetus I Rani tiba-tiba, membuat Novi yang sedang asyik menikmati es cendolnya tersentak. "Perempuan mana""
"Perempuan Indo yang katanya simpanan suami saya ini." "Untuk apa"" "Saya harus bicara."
"Untuk apa" Hanya mengeruhkan suasana. Me-nambah buruk reputasi...."
'Tolong carikan alamatnya untuk saya. Saya harus menemuinya. Jika Anda tidak mau meng-antarkan, saya akan ke sana sendiri. Dia harus memulihkan nama suami saya!"
Tentu saja aku mau, pandir, keluh Novianti dalam hati. Aku wartawan. Pekerjaanku adalah mengejar berita. Menurunkan cerita. Ada ikan lewat di depan mata pancinganku, masa tidak kuturunkan kailku"
* * * Yanuar pulang dengan wajah lusuh dan pikirankalut. Kata-kata mereka masih terngiang jelas di teiiaganya.
"Kami sungguh-sungguh ingin menolong Anda, Dokter Yanuar. Kasus Anda cukup serius. Jika Anda tidak mau berterus terang, kasus ini bisa masuk pengadiian. Anda bukan hanya dituduh melakukan malpraktek. Anda dituduh melakukan pembunufian!"
"Saya tidak melakukan apa-apa," Yan
uar berkeras dengan penuturannya yang pertama. "Pasien itu datang sudah dalam keadaan shock] Saya tidak berhasil roenolongnya, meskipun sudah melakukan prosedur yang benar. terapi yang legeartis. Salahkah saya""
"Tentu saja tidak.' Tapi mengapa Anda merahaxia-kan kehamilan pasien itu" Mengapa Anda tidak menulis sebab kematian yang sebenarnya""
"Karena saya tidak dapat menentukan penyebab kematian yang tepat sebelum dilakukan otopsi."
"Dokter Yanuar. pasien itu datang dengan per-darahan per vaginam. Anda tahu dia hamil sekitar enam belas minggu. Dan dia bermaksud meng gugurkaimya. Dari hasil pemeriksaan fisik. tidakkah Anda dapat menduga apa yang telah terjadi"" "Dia telah menggugurkan kandungannya." "Kalau begitu mengapa Anda mencantumkan nomor 120. bukan 38A dalam kolom penyebab kematiannya"" "
"Apa bedanya" Gadis itu telah meninggal. Dan dia tidak ingin seorang pun mengetahui kehamilan-. nya. Dan saya harus memenuhi kode etik kedokteran, merahasiakan setiap penyakit pasien saya, bahkan sesudah dia meninggal sekalipun!"
"Dokter Yanuar, tahukah Anda apa yang ditutMh kan orangtua gadis itu terhadap Anda" Anda dituduh menghamili dan menggugurkan kandungan pasien itu!" "Semua itu tidak benar!" "Desas-desus di luar tentang hubungan Anda berdua bukan main santernya! Itu yang membangkit-kan kecurigaan terhadap Anda!"
"Saya tidak peduli! Saya tidak melakukan per-buatan sekotor itu!"
Yanuar memang tidak melakukan perbuatan sekotor itu. Tetapi dia tidak dapat menyepelekan begitu saja tuduhan atas dirinya.
Banyak saksi yang bersedia diambil sumpahnya. Lia bukan pasien biasa. Ada hubungan yang lebih erat daripada sekadar hubungan pasien dengan dokter. Bahkan Suster Hayati pun tidak dapat meng-elak ketika didesak, benarkah dia selalu disuruh keluar jika Lia datang.
Perawat-perawat di rumah sakit tidak diragukan lagi, pasti berpihak pada Yanuar. Tetapi mereka tak dapat menyangkal hubungan istimewa Yanuar dengan pasien yang satu itu.
Lia selalu menolak diperiksa oleh dokter lain. Dan Lia selalu mengejar-ngejar Dokter Yanuar.
Desas-desus hubungan mereka sudah lama ber-edar di rumah sakit. Dan celakanya, Yanuar tidak pernah menyangkal desas-desus itu.'
Sementara itu di luar, reputasi Yanuar sudah telanjur diburuk-burukkan oleh surat kabar. Citranya sebagai dokter telah hancur. Dan dalam keadaan
207yang serba tidak menguntungkan itu Majeiis Ke-hormatan Etik Kedokteran yang teidiri atas dokter-dokter senior yang memeriksanya, masih dihadap. kan pada kesulitan untuk membuktikan ketidalc-saJaiiannya.
Perempuan Kedua Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masyarakat, bahkan ahli-ahli hukum, cenderung meniiai kami selalu membela sejawat yang kami adih karena solidaritas profesi," tutur dokter yang memeriksa Yanuar. "Padahal kami hanya berusaha memandang setiap kasus yang kami hadapi dengan kacamata etik kedokteran, yang kadang-kadang tidak dunengerti orang awam. Kasus Anda sudah telanjur dipubJikasikan oleh pers. Karena itu, kami hams bekerja lebih cermat kalau tidak mau mendapat sorotan tajam atau malah kritikan pedas!"
"Aku sudah telah," keluh Yanuar malam itu di rumahnya Dia duduk di tepi tempat tidurnya. Me-nutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya. "Sudah kuceritakan semuanya dengan terus terang. Jika mereka masih menganggapku bersalah, su-dahlah. Aku sudah pasrah. Biarlah perkara ini di- " limpahkan ke pengadilan."
"Mereka justru tidak menemukan kesalahanmu." Untuk pertama kalinya setelah bulan-bulan per-tikaian ini, mereka dapat berdamai di dalam kamar tidur mereka. Rani duduk di samping suaminya.
one r.dak rapat. Tapi cukup dekat. "Kata Ardi, mereka tidak dapat membuktikan kamu yang melakukan abortus kriminalis itu."
"Mereka justru dapat membuktikan dokterlah, atau setidak-tidaknya orang yang pernah me-ngenyam pendidikan kedokteranlah yang melakukannya. Dalam jaringan lemak di tubuh Lia, masih dapat dideteksi sisa-sisa pentotal, sejenis barbiturat yang biasa digunakan untuk anestesi. Dukun atau sejenisnya tidak menyuntik pasiennya dengan anestesi sebelum melakukan pengguguran kandungan!"
'Tapi kamu bukan sam-samnya dokter di Jakarta!"
"Aku yang dianggap paling punya motivasi." "Karena
kamu yang dituduh menghamilinya"" "Kata orangtuanya, Lia tidak punya teman pria." "Tentu saja! Mereka melarangnya, karena itu Lia menyembunyikannya!"
"Salah seorang teman sekelasnya," desah Yanuar gemas. "Lia pemah mengatakannya padaku. Sayang tidak kutanyakan siapa namanya. Sekarang aku tidak dapat membuktikan bukan aku yang melakukannya. Tidak ada saksi. Suster Hayati selalu ku-minta meninggalkan kami supaya Lia bebas me-numpahkan isi hatinya. Seandainya aku punya saksi yang membuktikan aku tidak bersalah...."
"Mereka pun tidak dapat membuktikan kamu yang melakukannya!"
"Jika aku mengakui abortus buatan itu hasil perbuatanku, paling-paling aku dituduh melakukan malpraktek. Hukumannya lebih ringan daripada jikakasus itu dianggap kesengajaan. Aku bisa dituntut melakukan pembunuhan!" "Lalu siapa yang dapat menjamin kamu hanya -dituntut melakukan malpraktek, bukan kesengajaan mencelakakan pasienmu jika kamu mengakui melakukan abortus itu""
"Sutit membuktikan ada unsur kesengajaan atau tidak dalam abortus buatan semacam itu. Kandungan Lia memang terlalu kecil untuk ukuran uterus gravid enam belas minggu. Pada usia kehamilan enam belas minggu, biasanya besar rahim sudah sebesar tinju orang dewasa. Saat itu, fundus uteri biasanya sudah mencapai pertengahan jarak pusat ke simfisis pubis. Karena ceroboh, mungkin terburu-buru, mungkin saja orang yang melakukan pengguguran kandungan Lia itu salah menilai besar rahim Lia dari luar. Jika dia tidak hati-hati, apalagi bila sebelum melakukan , pengerokan dia tidak mengukur letak dan panjang j raWm dengan sonde uterus, bisa saja terjadi kecelaka-an. Sendok kuret masuk terlalu dalam dan melukai I dinding rahim. Terjadiperforasi. Karena lubang yang I timbul tembus ke arah rongga peritoneum, darah I terkumpul dalam pemt, sehingga darah yang mengalir | keluar tidak banyak, tapi pasien cepat jatuh dalam keadaan shock. Sederhana, bukan" Mudah sekali mencelakakan pasien dalam keadaan seperti ini."
"Aku tidak percaya ada dokter yang sanggup melakukannya dengan sengaja.'"
"Mengapa tidak.kalau dia sanggup membunuh bayinya sendiri" Jangan lupa, Rati, aku yang dituduh menghamili Lia!"
I "Kupikir dokter itu tidak sengaja mencelakakan
pasiennya." J "Pendapatku juga begitu. Ini hanya kecelakaan. I Malpraktek. Mungkin dia tidak sempat menganam-I nesis Lia. Banyak dokter yang begitu sekarang, kan"
Ngomong dengan pasien saja tidak sempat. Atau dia j lebih percaya pada apa yang dilihatnya. Sehingga dia I memutuskan untuk melakukan pengerokan rahim. I Padahal pada kehamilan dua belas sampai enam belas I minggu, biasanya kerokan tidak dilakukan lagi. Sebagai gantinya dipilihamniocentesis, mengeluarkan cairan amnion melalui dinding pemt. Atau bila di-perlukan tindakan cepat, dilakukan histerotomi. Dinding pemt dibuka untuk mengeluarkan janin."
"Benarkah hasil otopsi Lia menunjukkan luka perforasi di rahimnya"" Yanuar mengangguk letih. "Sebelum otopsi pun aku sudah menduga dia meninggal karena perforasi uterus dan perdarahan. Aku hanya tidak sampai hati menuliskannya! Lia tidak mau seorang pun mengetahui dia hamil...." Yanuar meremas-remas rambutnya dengan jengkel. "Akibamya aku sendiri yang terjebak dalam kesulitan!"
"Jangan menyerah begitu saja," hibur Rani, tidak sampai hati melihat kemurungan suaminya. "Anggap-lah sebagai pelajaran untukmu."
"Karena telah mengkhianatimu"" Yanuar me- -nurunkan tangannya. Dan berpaling pada istrinya. Untuk pertama kalinya pula, mata mereka saling beradu tanpa kemarahan di baliknya."Aku tidak ingin membicarakan soal itu sekarang," sahut Rani datar.
"Aku juga tidak." Yanuar meraih tangan istrinya. Dan menggenggamnya- dengan lembut ketika dirasa-nya Rani tidak menolak. "Maafkan aku, Ran. Aku tahu aku telah menyalriti hatimu."
Yanuar bukan hanya menggenggam tangan istrinya Tatkala dilihatnya Rani hanya tertunduk pasrah, direngkuhnya wanita itu ke dalam pelukannya.
Seketika hatinya terasa sejuk. Kedamaian yang telah lama mengungsi kini telah kembali.
Didekapnya Ram erat-erat ke dadanya. Ditumpah-kannya kerinduan yang telah lama terpendam. Tidak terasa air mata meleleh ke pipin
ya. Dan melihat air mata suaminya pertahanan Rani yang terakhir pun " runtuhlah sudah.
Dibalasnya rangkulan suaminya. Sama hangatnya. Sama dahaganya. I
Riak-riak kerinduan bergulung menjadi gelombang I mahadahsyat yang memorak-porandakan tanggul keangkuhan. Sesaat, semua terlupakan. Lia, Patricia, I Hans, dan persetan apa pun namanya, tenggelam I dalam samudra tak bernama. Yang ada hanya mereka berdua. Hanya berdua. I
* * * Patricia membolak-balik surat kabar sore itu de- " ngan resah. Tidak ada berita tentang kasus Yanuar.
I niambilnya koran Iain. Ditelusurinya berita demi J berita dengan cermat. Tidak ada juga. Sndah se-J tumpuk koran dibelinya. Ditelitinya satu per satu. I Cuma surat kabar itu yang masih menulis tentang I Yanuar. Nadanya masih tetap negatif.
Gemas sekali Patricia. Ingin rasanya dia men-datangi kantor redaksi surat kabar itu. Mengapa I mereka begitu benci pada Yanuar"
Dan... Yanuar. Ke mana dia" Seharian ini dia tidak muncul. Katanya hari ini ada sidang lagi. Patricia sudah gelisah ingin mengetahui hasilnya Mengapa dia tidak datang"
Begitu mendengar ketukan di pintu kamarnya Patricia langsung melompat membuka pintu. Tetapi yang tegak di muka pintu bukan Yanuar.
"Anda ditangkap sebagai imigran gelap, Nyonya Patricia Mills," kata salah seorang dari dua laki-. laki berseragam yang melingkarkan borgol ke per-gelangan tangan Patricia. "Anda terpaksa kami bawa malam ini juga ke karantina imigrasi. Se-cepataya Anda akan dideportasikan kembali ke negeri Anda."
"Tapi saya tidak mau diborgol seperti ini!" protes Patricia geram. "Saya bukan penjahat!"
"Bagi Direktorat Jenderal Imigrasi kami, Anda adalah penjahat. Karena masuk dan menetap secara ilegal di negara kamil"
Dengan paksa kedua laki-laki' itu membawa Patricia malam itu juga keluar dari kamar sewa-annya Meskipun Patricia terus-menerus membe-rontak dan memprotes.
213"Saya ingin.Anda menghubungi suami saya lebih dulu!" sergah Patricia sambil menyebut lengkap nama yang dikiranya akan membuat mereka takut dan berpikir dua kali sebelum membawanya pergi dengan cara seperti ini. Tetapi kedua laki-laki itu malah tertawa sambil bertukar pandang.
"Beliau sudah tahu, Nyonya Mills. Justm dari behaulah kami mendapat informasi tentang Anda."
Tubuh Patricia tiba-tiba terkulai lemas seperti mengisap gas CO. Dan kedua pria berseragam itu dengan mudah melemparkan tubuhnya ke dalam mobil. Sedan pribadi. Bukan mobil dinas.
"Saya warga negara Inggris," geram Patricia dengan sisa-sisa tenaganya yang terakhir. Dan dengan kartu As-nya yang terakhir pula. "Saya minta kedubes saya dmubungi sebelum saya dideportasi. Saya minta izin bicara dengan pejabat yang ber-wenang di Kedubes Inggris malam ini juga!" Lagi-lagi kedua pria itu tertawa sumbang. "Anda bukan lagi warga negara Inggris, Nyonya Mills. Paspor Anda sudah hilang. Anda juga tidak punya bukti-bukti. Tapi Anda juga bukan orang Indonesia. Surat Kenal Lahir, Kartu Keluarga, dan KTP Anda palsu semua! Jadi siapakah Anda" Tidak ada yang kenal."
"Rusakkan saja mukanya," itu perintah yang mereka dengar. "Dan dia akan menjadi manusia kosmopolitan. Tidak ada yang mengenal siapa dia! Sekalipun neneknya yang sudah di dalam kuburl" Dan Patricia teriambat menyadari ke mana dia
penahanan yang resmi. Karena mereka juga bukan petugas resmi.
* * * "Petugas Imigrasi"" Novianti mengerutkan dahinya. "Datang malam-malam menangkapnya""
'Tangannya diborgol, Bu!" lapor pemilik pondok-an itu ketakutan. "Katanya mau ditahan! Aduh,4
mana saya tahu dia orang gelap""
"Siapa namanya, Bu"" potong Rani tak sabar.
"Mana saya tahu" Petugas-petugas itu mengena-kan seragam...."
"Maksud saya perempuan itu!"
"Saya memanggilnya Bu Prasetyo. Tapi petugas-petugas itu menyebutnya Nyonya Ngemil... begitu.... Saya tidak begitu jelas mendengarnya... habis takut sih!"
"Bu Rani bilang, namanya Patricia, kan"" tanya Novi sambil menoleh ke arah Rani. "Mungkinkah bukan dia""
"Mungkin nama marganya," sahut Rani murung.
"Dan Prasetyo""
"Itu nama suami saya."
Novi menjentikkan jarinya dengan bersemangat
"Kalau begitu pasti dia! Sayang kita teriambat!"
"Kita harus ke Imigrasi,
Mbak! Saya hams bicara dengan dia sebelum dia kembali ke negeri-nya!""Tapi tidak seorang pun bernama Patricia di sini." Sekarang giliran petugas Imigrasi itu yang mengerutkan dahi. "Dan tidak ada imigran gelap yang diciduk dari kamar sewaannya dua malam yang lalu. Apa Anda tidak keliru""
Novianti dan Rani saling bertukar pandang de ngan tatapan tak mengerti. Novi-lah yang lebih 'dulu mencium gelagat buruk itu dengan penciuman-nya yang tajam sebagai wartawati.
"Dua malam yang lalu seorang wanita Indo diciduk dari kamar sewaannya oleh dua laki-laki berseragam, Pak.' Ibu pemilik pondokan itu pasti bersedia diambil sumpabnya jika perlu. Apakah Bapak tidak curiga" Perempuan itu tidak berada dr sini. Dan kedua laki-laki berseragam itu bukan petugas Imigrasi. Jiwa wanita itu mungkin dalam bahaya, Pak... dia telah diculik!"
* * * "Pasti perbuatan monster keparat itu!"jerit Yanuar yang merasa terpukul sekali mendengar hilangnya Patricia. "Dia sengaja ingin membalas dendam.'" "
"Monster siapa"" sela petugas yang menerima pengaduan Novianti. "Anda kenal dia""
Yanuar menyemburkan nama yang membuat
(petugas itu mengerutkan dahi. Tatapannya sama tidak percayanya dengan nada suaranya ketika dia mengeluarkan komentar pendek. 'Tidak mungkin!" "Mengapa tidak"" potong Novianti cepat. Petugas itu kini menoleh kepadanya. Dan me-lemparkan tatapan yang melecehkan.
"Memang berita bagus untuk majalahmu, Mbak. Dia orang terkenal. Tetapi jangan buru-buru me-nuduh kalau tidak mau mendapat susah!"
."Mengapa dia tidak mungkin dicurigai"" desak Novi gigih.
"Karena tidak mungkin!" Petugas itu menufup buku catatannya dengan mantap. "Orang seperti dia tidak mau mengotori namanya cumauntuk menculik seorang wanita! Sekarang pun dia sedang sibuk menyelenggarakan pekan amal terbesar untuk me-nolong anak-anak cacat! Baca koran, tidak" Hampir semua koran memberitakan kedermawanannya!"
"Munafik!" Yanuar mengatupkan rahangnya sambil mengepal tinjunya erat-erat.
"Ceritakanlah semuanya, Dok," bujuk Novianti profesionai sekali meskipun si petugas memelototi-nya. "Jangan ada yang disembunyikan. Cerita Dokter penting sekali untuk menyelamatkan jiwa wanita itu!"
Yanuar menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis.Primodarso yang dihubungi sore itu juga ketika sedang melakukan upacara pengguntingan pita, hanya mengangkat bahu ketika petugas mengajukan beberapa pertanyaan dengan cara yang sangat sopan.
"Saya tidak tahu apa-apa," katanya santai. "Dokter itu pasti keh'ru. Atau ada pihak-pihak yang sengaja ingin mendiskreditkan nama saya"' Sikapnya beruban garang. "Akan saya tuntut di muka pengadilan kalau berani menjelek-jelekkan reputasi saya! Saya'tidak kenal dengan segala macam perempuan yang Anda sebutkan namanya itui Bisa saja mereka menyebut-nyebut nama saya.' Saya kan orang terkenal!"
Ketika Novianti memboru ke rumah yang disebut-kan Yanuar itu, rumah itu telah kosong melompong. Penghuni-penghuninya telah raib entah ke mana.
Tetapi naJuri Novi mengatakan Dokter Yanuar tidak berdusta Kalau tidak, bagaimana dia bisa mengarang-ngarang tentang rumah ini" Semua yang diceritakannya tepat. Tak mungkin dia mengarang dusta dalam keadaan shock seperti itu. Lagi pula Suster Diah yang dihubunginya bersama Ram mem-benarkan, nama Patricia Mills Primodarso-lah yang tertulis di dalam kartu status. Dan dia pemah diajak Dokter Yanuar ke rumah itu pada malam Patricia jatuh pingsan.
"Suster Diah adalah saksi penting yang tidak diketahui Primodarso," cents Novi gembira. "Kesaksi-annya penting sekali di depan pengadilan nanti.'" " : Tetapi tidak ada pengadilan. Karena Primodarso memang tidak pemah ditahan. Dia tidak punya
Yang berwajib memang masih meneruskan pe-lacakan mencari jejak Patricia yang seperti meng-hilang begitu saja ke planet lain. Kedutaaan Besar Inggris pun ikut sibuk ketika mendengar ada wanita yang diduga warga negara mereka raib begitu saja. Mereka mulai mencari informasi di negaranya tentang Patricia Mills.
Sementara itu Novianti juga tidak tinggal diam. Dia bekerja siang-malam menyusun cerita itu dan langsung menurunkannya sebagai cerita eksklusif di majalahn
ya. Tetapi meskipun hanya memakai singkatan-singkatan. nama untuk menyembunyikan identitas para pelakunya, tak urung sehari setelah majalahnya terbit, Novi dipanggil menghadap pe-mimpin redaksinya.
"Pak Primodarso menelepon saya," katanya sambil menatap bolak-balik
kesalahan apa-apa. pada majalah yang terbuka lebar di atas meja tuiisnya itu dan pada Novi yang tegak di hadapannya "Dia mengancam akan menuntut majalah kita di depan pengadilan karena merugikan nama baiknya bila kita meneruskan cerita itu. Dia minta agar cerita itu dihentikan. Lebih jauh lagi dia minta agar majalah kita ditarik dari peredaran. Dan kita memasang ikian per-mintaan maaf karena pemuatan cerita itu di dua koran pagi dan sore.'-'
"Bagaimana reaksi Bapak"" tanya Novianti tenang, menyadari risikonya sebagai wartawan. "Bu-kankah Bapak sendiri yang menyuruh saya me-ngejar berita itu dan menimmkannya sebagai cerita eksklusif di majalah kita"""Ancamannya malah menambah keyakinan saya
bahwa dia bersalah" sahut pemimpin redaksinya dengan tegas. "Silakan menuntut jika memang dia merasa yakin dapat mengalahkan kebenaran. Kita tidak akan mundur, Novi!"
"Selamat, Pak." Spontan Novi mengulurkan tangannya
"Untuk apa""
"Untuk keberanian Bapak." "Beri selamat pada dirimu sendiri juga Novi. Atas keberanian dan kejelianmu. Ceritamu sangat menarik. Bukan cuma aku yang mengaguminya. Tawaran pasti banyak berdatangan dari media massa lain ke alamatmu." Novi cuma tersenyum letih, "Saya masih penasaran karena belum menemukan perempuan itu. Tidak ada tanda-tanda dia masih hidup."
"Itu bukan tugasmu lagi. Aku memanggilmu ke sini bukan cuma untuk memberimu selamat. Tetapi jaga sekaligus untuk memperingatkanmu."
"Bahwa nasib Patricia Mills mungkin pula me-nimpa saya"" "Kamu hams hati-hati, Novi." "Saya tahu risiko profesi saya, Pak. Terima kasih atas peringatan Bapak."
"Dokter Yanuar." Primodarso tidak bangkit dari
torsinya ketika Yanuar melangkah memasuki kamar
Icerjanya setelah melewati pemeriksaan sekuriti yang cukup ketat. "Apa yang dapat saya bantu""
"Patricia," geram Yanuar tanpa berputar-putai lagi. Langsung ke sasaran. "Di mana dia""
Dengan gaya penguasa, Primodarso mengisyarat-kan karyawannya yang mengawal Yanuar masuk tadi untuk keluar. Meninggalkan mereka berdua saja di dalam ruang kerjanya yang hening dan sejuk.
Begitu pintu tertutup di balik tubuh Yanuar, Primodarso menyandarkan punggungnya ke kursi putamya. Menaikkan kakinya ke atas meja tulisnya Dan menatap Yanuar dengan santai.
"Seharusnya Anda menanyakannya kepada yang berwaub."
"Jangan pura-pura!" Yanuar menggebrak rnaja talis di hadapannya dengan berang. "Anda pasti tahu di mana dia!"
"Setelah keluar dari rumah saya, dia bukan urus-an saya lagi. Di antara "Tcami sudah tidak ada hubungan apa-apa."
"Bohongl" Yanuar mengatupkan rahangnya menahan marah.
"Dokter Yanuar," suara Primodarso yang tenang berubah tajam. Tatapannya mulai memancarkan sorot berbahaya. "Anda berada di kantor saya, bukan di kamar praktek Anda Saya dapat melempar-kan Anda ke luar jika Anda bersikap kurang ajar."
"Jika terjadi sesuatu atas diri Patricia saya ber-sumpah akan membunuh Anda!"
"Seperti yang Anda lakukan pada pasien yangAnda bunuh itu"" Primodarso menyeringai men ejek. "Anda benar-benar dokter yang haus daxah!"
Yanuar tak dapat mengekang emosinya iafii Amarahnya meluap. Meledak.
Dia melompat menerjang Primodarso. Meraih ke-mejanya. Dan mengirimkan tinjunya ke rahang lakj. laid itu.
Tidak menduga seorang dokter dapat bertindak segesit itu, Primodarso tidak sempat mengelak. Dia terlalu memandang enteng Yanuar. Akibatnya rahangnya terhajar teiak. Kursinya terbalik. Dan tubuhnya terjengkang.
Yanuar membumnya. Mencengkeram lehernya. Dan mengguncang-guncangnya dengan sengit.
"Di mana Patricia"" geramnya kalap. "Katakan, di mana dia"!"
Sebagai jawaban, Primodarso meraih sesuam dari sakunya Dan menghantamkan benda itu sekuat-kuatoya ke kepala Yanuar.
BAB XII Yanuar ditahan atas tuduhan melakukan pengani-ayaan terhadap Primodarso. Bukan itu saja. Dalam laporannya kepada yang berwajib, Primodarso juga menuduh Yanuar mengancam hendak membun
uh-nya. "Benar-benar dokter kriminal yang mengerikan," kata Primodarso dalam laporannya. "Begitu mudah-nya menyingkirkan semua orang yang dianggap menyusahkannya dengan pembunuhan!"
Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Yanuar mencicipi suasana di dalam penjara. Terkurung dalam ruangan sempit di belakang terali. Menikmati sepiring hidangan yang hampir tidak dapat ditelan-nya. Dan bercampur baur dengan para penjahat dari berbagai kalangan. Beberapa di antaranya bersikap tidak terlalu ramah. Membuat Yanuar merasa sangat tertekan. v
"Mengapa aku yang ditahan"!" geram Yanuar separo histeris: Hampir tidak dapat menahan emosinya lagi ketika Rani dan Ardi mengunjunginya. "Mengapa bukan dia""."Sabariah, Yan," hibur Ardi, ikut terenyuh me-, iihat keadaan temannya Mengapa nasib seburuk itu menimpa sahabatnya"
Barangkaii benar Yanuar menyeleweng. Meng-khianati Rani. Bersalah terhadap keluarganya. Tetapi berapa banyak pria yang mempunyai kesalahan yang sama"
Ardi percaya hanya itu kesalahan Yanuar. Menyeleweng. Tidak mungkin dia membunuh. Melakukan abortus kriminalis. Apaiagi sampai sengaja membunuh pasiennya.' Tidak mungkin.'
Tetapi situasinya sekarang benar-benar buruk. Majelis Kode Etik Kedokteran memang telah mem-\om tindakan abortus provokatus itu sebagai tindakan malpraktek, berdasarkan tiga hal. Adanya kelalaian berat Ditemukannya penyimpangan dari I standar profesi. Dan akibat yang fatal bagi pasien.
Tetapi mereka tidak dapat membuktikan Yanuar-lah yang melakukan tindakan im. Karena Yanuar terus menyangkal, diperlukan bantuan pihak ke-polisian unmk melakukan penyidikan.
Sementara itu orangtua Lia yang tidak puas dengan keputusan MKEK tersebut, minta bantuan hukum untuk menggugat Yanuar ke pengadilan.
"Pasti ada apa-apa antara dokter itu dan anak saya" kata ayah Lia dalam wawancara dengan harian gosip itu, yang masih dengan gencarnya menyiarkan isu-isu buruk tentang Yanuar. "Kalau tidak, mengapa Lia mengejar-ngejarnya terus" Me-mang di Jakarta tidak ada dokter yang lebib pandai daripada dia" Mengapa hampir tiap hari Lia datang
ke tempat prakteknya" Dan mengapa dokter itu / selalu menyuruh perawatnya meninggalkan mereka 1 di dalam setiap kali Lia datang" Lia selalu menunggu sampai pasien terakhir meninggalkan kamar praktek dokter tersebut. Lalu mereka akan meng-I obrol lama sekali di dalam. Berdua saja. Lia bahkan tidak mau diperiksa oleh dokter lain kecuali oleh dokter itu!"
"Maksud Bapak, Dokter Y.P. yang menodai putri Bapak""
"Itu tugas yang berwajib untuk menyelidikinya. Tapi saya tidak akan berhenti menuntut keadilan bagi anak saya. Dia telah dinodai, hamil, dan dibunuh!"
"Bapak menduga ini pembunuhan"" "Apa bedanya kecelakaan yang disengaja dari pembunuhan terselubung" Putri saya telah meninggal. Orang yang bersalah haras dihukum!"
"Di pemakaman pun ibu Lia masih datang mengucapkan terima kasih padaku," kata Yanuar p"ahit, ketika Rani menyampaikan berita wawancara ayah Lia tersebut. "Mengapa mereka sekarang malah berbalik menuntutku""
"Ada orang di belakang semua ini," tukas Ardi tegas. "Orang yang menggerakkan orangtua Lia untuk menggugat kematian putrinya. Yang mem-bakar kecurigaan orangtua Lia sampai orang-orang yang sederhana itu berani minta otopsi padahal putri mereka telah dimakamkan. Yang melontarkan fitnah keji ke alamat Yanuar. Orang yang sama pula mungkin yang berdiri di belakang surat kabar yang
225selalu irjenjelek-jelekkan citra Yanuar itu. Orang yang telah menyogok beberapa saksi. Orang ini
pasti sangat berpenganih. Yang jelas, dia punya uang. Dia pulalah yang mungkin berdiri di belakang penculikan Patricia...."
"Kupikir sudah waktunya kita minta bantuan pengacara," usul Rani murung. "Pihak lawan telah melibatkan hukum. Kita membutuhkan bantuan ahli untuk menghadapi serangan mereka. Dan untuk mengeluarkan kamu secepatnya dari tahanan, Yanuar."
Tetapi ahli hukum yang diminta bantuannya untuk menjadi pembela Yanuar, malah mendesak khennya untuk mengakui saja abortus provokatus itu sebagai hasil perbuatan tangannya.
"MKEK telah memutuskan tindakan tersebut sebagai malpraktek. Bukan kesengajaan. Jika penye-li
dikan dilanjutkan, bukan tidak mungkin akan dapat ditemukan aspek-aspek pidana di dalam kasus ini. 3elas hal im akan merugikan Anda, Dokter Yanuar."
"Tapi saya tidak dapat mengakui perbuatan yang tidak pernah saya lakukan!" protes Yanuar putus j asa.
"Kalau begitu tak ada yang dapat saya lakukan." Don Sembogo, S.H. mengangkat bahu sambil menghela napas panjang. "Saya tidak dapat membantu Anda. Dari mana saya hams mulai" Tidak ada satu J bukti pun yang dapat dipakai untuk membebaskan I Anda dari tuduhan. Perawat Anda sendiri, sudah I memberikan kesaksian yang memberatkan Anda. ^
Dia membenarkan korban masih dapat datang sendiri
ke tempat praktek. Masih dapat berjalan. Masih dapat bicara. Meskipun dia tidak ingat lagi apa yang
dikatakan gadis itu...."
"Dia tidak mengatakan apa-apa!" sergah Yanuar kesal. "Dia sudah tidak dapat bicara!"
"Ada seorang saksi yang berada di ruang tunggu ketika Lia datang. Calon pasien Anda ini bersedia diambil sumpahnya...."
Mengapa tiba-tiba demikian banyak saksi palsu yang memusuhiku" pikir Yanuar putus asa. Apa sebenarnya kesalahanku"
"Banyak pula saksi yang menyatakan korban hanya bersedia diperiksa oleh Anda. Di antara saksi-saksi ini, terdapat perawat-perawat dan teman sejawat Anda. Rasanya Anda tak dapat me-nyangkalnya, Dokter Yanuar."
"Apakah kalau dia hanya mau diperiksa oleh saya, itu pasti berarti saya yang menggugurkan kandungannya""
"Tentu saja tidak. Tetapi kalau seorang gadis remaja diperiksa oleh dokter lain saja tidak mau, mungkinkah dia mau digugurkan kandungannya oleh dokter lain""
"Mungkin saja! Kalau dia telah putus asa mendesak saya karena saya selalu menolak, tidak mungkinkah dia mencari pertolongan di tempat lain""
"Tentu saja mungkin. Tetapi kemungkinan mana yang lebih besar, hakimiah nanti yang akan me-mutuskannya."
"Dan Andalah sebagai pembela saya yang hams
227mengusahakan agar kemungkinan yang kedua lebih besar!"
"Sudah saya katakan sejak semula, saya tidak sanggup! Belum pemah saya menemukan kasus yang begini gamblang. Tidak ada harapan sama
sekali. Nah, coba Anda bayangkan sendiri. Seorang gadis remaja yang begitu tergantung pada dokter-nya. sehingga tidak mau diperiksa oleh dokter lain, hamil, menggugurkan kandungannya, dan meninggal. Desas-desus tentang hubungan mereka sudah demikian santemya. sampai istri dokter itu meninggalkan rumah bersama anak-anaknya. Rumah tangga mereka terancam perceraian. Dokter tersebut tidak pemah mem ban tab desas-desus itu, malah tidak menuliskan sebab kematian yang sebenarnya dalam surat kematian pasien itu!"
"Jika pasien saya tidak ingin kehamilannya di-ketahui oleh siapa pun juga, saya wajib merahasia-kannya. Kalau tidak, saya akan dituduh melanggar kode etik!"
"Bukan cuma Anda para dokter yang tahu tentang kode etik kedokteran. Dokter Yanuar. Kami para ahli hukum menguasainya juga. Anda tidak akan dituntut kalau hanya menuliskan nomor sesuai I kode penggolongan ICD 1965 di kolom sebab ke- I matian. Kalau tidak, semua sejawat Anda yang j menulis surat kematian akan dituntut karena me- I langgar kode etik! Sudahlah, Dokter Yanuar. Te-rimalah pendapat orang yang lebih ahli dan ber-pengalaman dalam bidang hukum. Anda pasti ka-Iah."
"Berarti keadilan juga kalah!" geram Yanuar
I gemas. "Saya sama sekali tidak bersalah!" j , "Lebih baik mundur selangkah daripada hancur." "Apa maksud Anda""
"Akui saja Anda yang melakukan abortus pro-vokatus itu. Karena korban 'selalu mendesak Anda. Dan Anda kasihan padanya. Bukankah dia sudah beberapa kali mencoba membunuh diri" Nah. jika korban berhasil membunuh diri, bukankah itu berarti dua nyawa yang hilang""
"Kenyataannya, berapa nyawa yang hilang akibat abortus kriminalis itu"" desah Yanuar pahit.
"Itu karena ketidaksengajaan! Kasus malpraktek Hukumannya jauh lebih ringan daripada pembunuhan yang direncanakan!"
Ya Tuhan!" Yanuar menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya. "Haruskah aku mengakui pembunuhan yang tidak pemah kulakukan"!"
"Bukan pembunuhan, Dok." Pengacara itu me-nepuk bahu Yanuar dengan lembut. "Anda tidak Sengaja melakukannya...."
"Saya tidak pemah melakukannya!" hardik Yanuar se
ngit. Sekali lagi Don Sembogo, S.H. mengangkat bahu.
"Saya hanya penasihat hukum," katanya sabar. "Anda yang berhak memutuskan."
Dengan tenang pengacara itu membenahi kertas* kertas yang berserakan di atas meja Menyimpannya dengan rapi di dalam map. Dan memasukkannya ke tas. Tetapi sesaat sebelum dia meninggalkan ruangan, Yanuar memanggilnya."Berapa lama"" "Apanya""
"Hukuman untuk malpraktek semacam itu." 1 Wajah Sembogo langsung bersinar cerah. "Paling tinggi beberapa bulan hukuman per-cobaan," katanya lega. "Dan izin praktek Anda di-cabut. Saya akan berusaha keras meyakinkan mereka Anda terpaksa melakukan abortus provokatus itu untuk menolong jiwa korban. Karena korban nekat membunuh diri bila permintaannya ditolak. Dia telah dua kali mencoba membunuh diri, bukan" Nah, siapa dapat menjamin dia akan gagal pula untuk ketiga kalinya"" Yanuar memejamkan matanya dengan sedih. "Hancuriah karierku," desisnya getir. "Untuk kesalahan yang tidak pemah kulakukan!"
"Kesalahan Anda yang terbesar adalah melakukan hubungan gelap dengan pasien Anda, Dokter Yanuar," tukas Sembogo lunak, penuh pengertian.
"Tapi bukan dengan pasien itu!" bantah Yanuar separo membentak. "Antara saya dan Lia tidak ada hubungan apa-apa!"
"Sulit sekali meyakinkan pihak yang berwenang, Dokter Yanuar. Apalagi kalau wanita dengan siapa. Anda mengaku menyeleweng itu tidak pemah dapat dihadirkan sebagai saksi."
"Kalau saya dapat menemukan Patricia..." Mata j Yanuar menerawang jauh. Seakan-akan dia sedang j membayangkan seorang wanita, seseorang yang I sangat dikasihinya, di kejauhan sana. "Semua pen- j deritaan ini tak ada artinya lagi,",M
230 "Sungguh bodoh mengakui sesuatu yang tidak pemah dilakukan," cetus Novianti kecewa.
Dihamparkannya surat kabar yang memuat berita dengan huruf-huruf besar di halaman pertama itu. "Dokter Y.P. telah mengaku.r Di bawahnya, dengan humf-humf yang lebih ke-cil tapi tak kalah mencoloknya, tertulis tiga baris kalimat yang mengundang sensasi.
"Akhimya tertuduh mengaku melakukan abortus provokatus yang membawa maut terhadap gadis N.S. Benarkah cuma malpraktek, bukan kesengajaan" Yang berwajib terus melakukan penyelidikan!"
"Yanuar sudah pemah merasakan bagaimana seng-saranya hidup dalam tahanan." Rani menghela napas getir. "Dia tidak mau kembali ke penjara lagi."
Terns terang, Rani sendiri tidak setuju. Mengapa Yanuar harus mengakui sesuatu yang tidak dilaku-kannya" Tetapi dia dapat mengerti mengapa Yanuar mengambil keputusan yang kontroversial itu.
Yanuar takut. Dia takut kasusnya akan menjadi perkara pidana. Kalau dia kalah, entah berapa belas tahun dia hams mendekam dalam penjara! "Saya dengar Dokter Yanuar sudah bebas." "Sementara. Sampai gugatan Primodarso dimeja-hijaukan. Sesudah itu, entah bencana apa lagi yang menunggunya. Tergantung vonis pengadilan."
"Primodarso pasti berusaha keras untuk men-jebloskan lagi Dokter Yanuar ke dalam penjara." .
231Novi tidak usah menunggu terlalu lama untuk melihat kebenaran dugaaannya. Yanuar ditangkap kembali. Kali ini dengan tuduhan yang lebih berat. Mencelakakan pasiennya dengan sengaja. Pembunuhan.'
"Kami mencium adanya aspek pidana dalam kasus ini." sanggah penuntut umum yang menyalur-kan gugatan orangtua Lia, sebagai jawaban atas protes MKEK yang tetap menganggap kasus tersebut sebagai malpraktek." Antara tertuduh dan korban, ada ikatan yang lebih erat daripada hubungan dokter dengan pasien. Karena itu menurut pendapat kami, kasus ini tidak dapat digolongkan dalam malpraktek."
Mereka mengajukan bukti-bukti baru, antara lain kesaksian Dina yang mengaku disuruh Lia menyerahkan bungkusan yang tak boleh dibuka kepada Yanuar. Diajukan pula sehelai rtota Yanuar kepada perawat kepala ruangan, agar terhadap pasien Lia Sanjaya, tidak dilakukan pemeriksaan apa-apa.
jSaya hanya ingin merahasiakan kehamilan Lia," kilah Yanuar lirih. "Karena dia tidak ingin ke-hamilannya diketahui oleh siapa pun. Saya hanya menjalankan kewajiban saya sebagai dokter. Sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 11, j seorang dokter wajib merahasiakan segaia sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, kar
ena I kepercayaan yang telah diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia."
Tetapi semua pembelaannya sia-sia belaka. Pada suatu hari yang suram, tatkala mendung menye-lubungi langit. dua orang petugas datang menyodor-kan surat perintah penahanan. Dan diiringi lelehan air mata Rani, Yanuar kembali digiring ke penjara.
"Bagaimana ini, Pak"" sergah Yanuar panik, begitu melihat pengacaranya muncul.
"Situasi berkembang ke arah yang tidak terduga, Dok," sahut Sembogo dengan tenang. "Akan saya lihat apa yang dapat saya bantu untuk meringankan hukuman Anda di pengadilan nanti."
Tidak menduga mendapat jawaban yang demikian santai dari orang terakhir yang diharapkan dapat menolongnya, membuat Yanuar kehilangan kontrol dirinya.
"Saya mempercayaimu," geram Yanuar sengit. Direnggutnya leher kemeja pengacaranya dengan berang. "Katamu kalau saya mengakui abortus provokatus itu hasil perbuatan saya, maksimal saya I hanya dituntut melakukan malpraktek! Tidak ditahan!" "Itu yang kita harapkan! Tetapi kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan!" Sembogo menepis-kan tangan Yanuar yang mencengkeram kemejanya. "Tolong kuasai emosi Anda, Dokter. Supaya tidak memberi kesan Anda manusia impulsif yang irasio-nal!" Sambil merapikan kemejanya, sambungnya angkuh, "Dan supaya saya masih tetap bersedia menjadi penasihat hukum Anda."
"Saya tidak ingin mendengarkan nasihatmu lagi!" tukas Yanuar sengit. "Kau telah menjerumuskan saya!"
233"Silakan mencari pembela lain jika Anda sudah tidak memerlukan bantuan saya lagi," sahut Sembogo dingin.
"Dan silakan kembali pada orang yang dapat membayarmu lebih tinggi!" geram Yanuar gemas. "Saya akan mencari pembela yang lebih bersih. Yang punya dedikasi dan tanggung jawab!"
* * * Tidak sengaja Rani menemukan buku hari an itu di antara tumpukan buku Yanuar. Dia memang sudah beberapa hari mengaduk-aduk barang-barang milik Yanuar. Sesuatu yang selama pernikahannya tidak pemah dilakukannya. Dia merasa hams menemukan sesuatu. Entah apa. Pokoknya sesuatu. Sesuatu yang dapat menolong suaminya.
Rani sudah hampir putus asa ketika menemukan buku harian itu. Berhari-hari dia membongkar buku-buku Yanuar. Bahkan kartu-kartu status di tempat prakteknya pun sudah ditelitinya.
Mula-mula Rani tidak menyangka akan menemukan buku harian. Seingatnya, Yanuar tidak pemah memiliki buku semacam itu. Dia bam sadar itu buku harian Lia ketika menemukan nama dan tanda, tangan gadis itu di halaman pertama. Mengapa buku harian Lia ada pada Yanuar" Pasien biasa tidak mungkin menyerahkan buku hariannya kepada dokternya!
Apakah Yanuar berdusta" Benarkah ada hubungan yang lebih intim di antara mereka" Apakah karena buku ini Yanuar terpaksa menggugurkan
kandungan Lia" Tidak disangkanya, semua jawaban itu ditemu-kannya dalam buku harian Lia. Gadis itu men-catatnya dengan lengkap dan rapi.
Siapa yang menghamilinya. Bagaimana itu te*-jadi. Di mana. Kapan.
Bagaimana dia beberapa kali mencoba membunuh diri. Kapan dia pertama kali bertemu dengan Yanuar. Dokter yang paling simpatik yang pemah ditemuinya. Yang beberapa kali menolongnya. Tapi juga yang selalu menolak permintaannya untuk menggugurkan kandungannya.
Lia juga mencatat dengan jujur perasaannya terhadap Yanuar.
Jika dia bersedia menampungku, aku bersedia menjadi budaknya sekalipun," tulis Lia. "Aku pernah minta agar dia membawaku pergi. Ke mana saja aku tak peduli. Tapi dia tidak mau... katanya dia sudah punya istri... padahal aku tidak peduli dia sudah menikah atau belum! Dia sangat baik. Simpatik. Sungguh beruntung perempuan yang menjadi istrinya..."
Rani terpaksa berhenti membaca. Tidak pemah disangkanya suaminya yang dulu tak pemah di-curigainya itu ternyata laku keras. Lia... Patricia... entah siapa lagi....
Patricia. Seperti apa perempuan yang berhasil menggoyahkan kesetiaan Yanuar itu" Apa kelebih-annya sampai dia berhasil memiJcat Yanuar" Dia pasti Jebih cantik daripada Lia. Lebih dewasa Lebih... ah/
Bergegas Rani membaca lagi. Kali ini dia mencari kaiau-kalau Lia tahu tentang Patricia. Remaja biasanya sangat pencemburu. Lia pasti tahu segala sesuatu tentang saing
annya. Tetapi nama itu tidak pemah dismggung-singgung dalam buku hariannya. Jadi Lia tidak tahu tentang Patricia.
Rani malah menemukan tempat Lia menggugurkan kandungannya setelah putus asa minta tolong pada Yanuar....
"Paras laki-laki itu sangat dingin," tulis Lia dalam halaman terakhir bukunya. "Mukanya seperti mayat hidup. Kalau tidak terpaksa, aku tidak mau lagi datang ke tempatnya. Dia sangat pelit dengan kata-kata. Atur saja tanggalnya dengan perawat saya, katanya selesai memeriksa. Untuk apa, Dok" tanyaku bingung. Mau dibuang, kan" katanya se-dingin es. Mukanya asam seperti cuka. Seolah-olah aku ini pasien tidak bayar yang datang mengemis pertolongan. Padahal ongkos periksa saja 20.000. Ongkos kuret 200.000. Bayar di muka. Terpaksa kuambU Tabanas-ku. Dan berjanji akan menemui mayat hidup itu lagi esok sore.... Oh, aku sangat takut! Sakitkah dikuret itu" Untukku dan untuk... ah, yang di dalam perutku ini""
Sesudah kalimat itu, tidak ada tulisan lagi. Buku harian Lia telah berakhir. Masih banyak halaman kosong yang belum ditulisi. Tetapi Rani sudah memperoleh apa yang dicarinya.
"Dapatkah buku ini dijadikan barang bukti ke" tidaksalahan suami saya"" tanya Rarii bernafsu begitu dapat menemui Novianti.
"Jika dapat dibuktikan keasliannya, mungkin dapat dijadikan barang bukti yang otentik." "Bagaimana membuktikannya"" "Itu tugas Labkrim Mabes Polri. Yang penting, mari kita tanyakan pada Dokter Yanuar, dari mana dia memperoleh buku ini!"
"Lia memang menyebutkan nama dokter yang menggugurkan kandungannya itu. Tetapi dia tidak menyebutkan alamatnya dengan jelas. Dapatkah dia ditemukan""
"Mungkin sulit bagi kita. Apalagi kalau itu dokter yang tidak mempunyai Surat Izin Praktek. Atau dokter yang tidak mendaftarkan diri di Dep-kes. Atau malah yang belum lulus. Bisa saja dokter gadungan. Tetapi aparat kepolisian pasti dapat melacaknya."
"Dan pemuda yang menghamilinya itu" Lia menyebutkan namanya, tetapi tidak lengkap. Dapatkah kita mencarinya" Lia pemah mengatakan pada Yanuar, pemuda itu teman sekolahnya."
"Besok saya akan mencoba menemui gum Lia. Mudah-mudahan mereka tidak ikut lenyap seperti Patricia!"
"Mereka belum menemukan Patricia"" "Kalau saja dia dapat ditemukan, habislah Primodarso!"
BAB XIII Tetapi Primodarso tidak ditangkap sekalipun Patricia telah ditemukan dalam keadaan hampir mati di Whir jurang Cadas Pangeran. Dalam peng-akuannya kemudian, dia menceritakan bagaimana dia dilemparkan ke jurang dari mobil yang sedang meluncur cepat, setelah kepalanya dipukuli dengan
benda keras dan muka serta dadanya dicabik-cabik
oleh benda tajam. Tetapi bajunya tersangkut pada semak. Dan itu
yang menghalanginya meluncur hancur ke dasar
jurang. Walaupun dalam keadaan setengah mati, Patricia . masih mampu merayap ke atas dan mencapai bibir jurang. Dia dilarikan ke rumah sakit oleh orang yang meneroukannya. Dan dokter-dokter yang me-nolongnya terheran-heran bagaimana dia masih dapat tetap hidup dalam keadaan seperti itu.
"Daya tahannya benar-benar luar biasa," ko-mentar dokter yang menolongnya. "Semangatnya untuk bertahan hidup sungguh mengagumkan. Pada- J hal dia telah mengalami penganiayaan yang luar I biasa selama berhari-hari."
"Saya hams dapat survive," cerita Patricia pada Novi yang menjenguknya di rumah sakit. "Sajf* hams membalas apa yang telah dilakukan lelaki I itu pada saya! Masyarakat hams tahu siapa dia sebenarnya! Iblis yang berkedok malaikat!"
Tapi usahanya sia-sia belaka. Tidak satu lengan hukum pun dapat menjerat Primodarso. Dia terlalu I licin. Lebih-lebih ketika kedua orang yang menculik I Patricia telah berhasil dibekuk. Dan mereka mengaku, merekalah yang melakukan itu semua. Atas kemauan sendiri. Bukan suruhan Primodarso.
"Patricia tidak kenal pada kedua orang itu," bantah Yanuar, geram mendengar nasib yang me-mmpa kekasihnya. "Mustahil orang yang tidak dikenalnya sampai hati menyiksanya sekejam itu! Mereka pasti dibayar oleh Primodarso!"
Tetapi memang tidak ada bukti. Primodarso ha* nya tertawa santai ketika diperiksa.
"Dia sakit hati pada saya karena saya selalu me-nolak menikahinya. Karena itu dia memfitnah s
aya." "Tapi dulu Bapak menyatakan. tidak kenal dengan Patricia Mills. Sekarang Bapak bukan hanya mengenalnya, Bapak malah pemah menolak per-mintaannya untuk menikahinya. Bagaimana ini, Pak"" desak petugas yang memeriksa Primodarso. "Dalam penyelidikan kami, Bapak malah pernah membelikan rumah dan mobil untuk Patricia Mills."
"Rumah dan mobil itu semua atas nama saya. Saya hanya meminjamkannya. Bagaimana mungkin dia bisa punya rumah dan mobil" Dia imigran gelap yang tinggal secara .legal di negeri ini!""Menurut Patricia Mills, Bapak yang membuat-kan Surat Kenal Lahir, kartu keluarga, dan KTP paJsu untuknya. Waktu ftu Bapak yang memintanya tinggal di Indonesia karena hendak menikahinya."
"Mana buktinya"" bantah Primodarso berang. "Jangan main tuduh saya.' Hams ada bukti" Saudara lebih percaya omongan pelacur ini daripada kata-kata saya""
"Kami mencoba untuk mengungkapkan kebenar-an, Pak. Untuk menegakkan keadilan, kami sedang terns melacak bukti-bukti yang ada. Maaf, jika hal itu menyinggung nama baik Bapak. Tapi kami hanya menjalankan tugas."
"Nah, carilah bukti.' Saya juga punya banyak saksi yang bersedia disumpah untuk membuktikan ketidakbersaiahan saya. Sayalah yang akan menggugat pelacur itu.' Dia telah merusak nama baik saya.'"
"Bukan cuma di Indonesia saja," keluh Patricia getir, setelah mendengar dari Novi bahwa Primodarso telah dibebaskan dari semua tuduhan karena tak ada bukti yang cukup kuat bahwa dia terlibat dalam penculikan itu. "Di negara saya pun tidak ada bedanya. Tertuduh tak dapat ditahan terus tanpa bukti yang kuat. Memang bukan salah hukum. Bukan pula salah petugas. Bukan salah siapa-siapa, Dia yang terlalu cerdik. Dan bagi tikus selicin dia, selalu ada celah-celah untuk meloloskan diri."
"Dan Anda sudah puas"" desak Novi penasaran. "Tidak menuntut lagi"" 'Tanpa bukti" Percuma.'"
"Bukti itu pasti ada! Kita yang hams mencarinya. Anda tidak penasaran"
"Anda tidak penasaran jika menjadi saya" Saya telah kehilangan kecantikan saya. Kehilangan ke-hormatan saya. Kehilangan segalanya. Binatang-binatang itu telah memperlakukan saya dengan sangat keji! Bahkan mereJLa hampir membunuh saya! Tetapi apa lagi yang dapat saya lakukan" Bukan dia yang dihukum, malah saya yang ditahan setelah keluar dari rumah sakit nanti karena memiliki KTP palsu!"
"Primodarso berniat mengajukan mntutan balik terhadap Anda dan majalah, kami dengan tuduhan merusak nama baiknya. Anda sudah mendengarnya""
"Dia belum puas sebelum saya hancur luluh jadi debu."
"Anda tidak punya bukti apa pun untuk menjeratnya""
"Tidak sulit memperoleh bukti dia pemah hidup bersama saya selama empat tahun. Tapi orang tidak bisa dihukum karena punya simpanan!"
"Tentu saja tidak. Maksud saya, bukti bahwa dialah yang menyuruh kedua orang itu menculik Anda."
"Tidak ada bukti apa-apa. Mobil yang dipakai mereka untuk menculik saya bukan mobil Primodarso. Rumah tempat menyekap saya juga bukan rumahnya. Kedua orang itu bukan pegawainya. Dan selama saya diculik, dia tak pemah mengunjungi saya."
1"Apa yang ingin Anda lakukan sekeluarnya dari
sini "Menemui Dokter Yanuar." "Untuk apa""
"Menabahkan dan menghibur dia. Saya tahu dia tidak bersalah. Dia dokter yang baik. Kadang-kadang malah terlalu baik. sehingga menyusahkan dirinya sendiri."
"Anda yakin dia tidak bersalah" Mengapa Anda dapat begitu yakin""
Perempuan Kedua Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saya belum begitu lama mengenalnya. Tapi kami sudah begitu dekat. Saya kenal sifatnya. Membunuh serangga pun dia tidak sampai hati. Apalagi membunuh bayi.* "Mungkinkah sebuah ketidaksengajaan" Malprak. ifekr
"Sesaat setelah pasiennya meninggal, dia datang ke tempat saya. Katanya, dia sangat menyesal karena tidak berani raenolong gadis itu."
^enolong menggugurkan kandungannya""
"Dia tidak mengatakannya."
"Mengapa Dokter Yanuar merahasiakan kehamilan pasiennya kalau dia tidak bersalah""
"Lia ingin tidak seorang pun mengetahui ke-hamilannya Salahkah Yanuar" Sebagai dokter, dia memang harus merahasiakan status medis pasiennya! Apalagi kalau pasien itu menginginkan demikian."
"Tapi dia hams mengisi surat kematian pasiennya dengan benar!" "Itu mungkin kesalahannya. Tapi dia t
idak membunuh gadis itu. Tidak menggugurkan kandungannya. Tidak menghamili siapa pun. Primodarso merftperalat orangtua Lia untuk membalaskan sakit hatinya pada Yanuar. Karena itu mereka menggugat! Saya hams mencari jalan untuk membebaskannyar
Mungkin tidak ada bukti Primodarso menculik saya. Tapi pasti ada bukti yang menyatakan Yanuar
tidak bersalah.!" "Anda seorang wanita yang hebat. Saya sangat mengagumi Anda. Dalam keadaan begini menderita, Anda masih memikirkan nasib Dokter Yanuar. Mau-kah Anda berjumpa dengan seseorang yang sangat ingin menemui Anda""
Novianti berpaling ke pintu. Patricia mengangkat kepalanya. Dan mengikuti pandangan Novi.
Dia tidak kenal pada wanita anggun yang tegak di ambang pintu kamarnya itu. Tetapi Patricia tahu siapa dia.
"Silakan masuk," katanya dengan sikap yang membuat Rani tiba-tiba mengerti mengapa suaminya melanggar kesetiaannya. "Yanuar sering ber-cerita tentang Anda. Saya bersyukur masih sempat melihat Anda sebelum mati. Dia sangat mencintai dan mengagumi Anda."
"Dan dia pun sangat mengagumi Anda," sahut Rani tanpa dapat memahami mengapa tak ada lagi rasa benci di hatinya.. Perempuan ini yang me-rampas kebahagiaannya, bukan" Dia yang me-rampas Yanuar! "Sayang saya tidak dapat melihat kecantikan Anda yang demikian dipuja oleh Yanuar."Patricia, meraba bagian wajahnya yang masih dibalut sambil tersenyum. Senyum yang membuat dia tampak anggun meskipun sudah tidak cantik lagi. "Cacat ini tidak akan pernah mengalahkan saya. Takkan pernah mengubah saya."
Dan Ram* percaya, Patricia benar. Kecantikannya mungkin telah Ienyap. Tetapi tidak daya tariknya. Dia masih tetap perempuan yang berbahaya bagi setiap istri. Perempuan yang mampu menggoyahkan iman pria yang paling setia sekalipun.
Dan Rani yakin, Yanuar tidak akan mem'nggal-kannya hanya karena dia telah kehilangan kecantikannya Rani kenaJ sekali suaminya, Yanuar malah merasa dia hams bertanggung jawab. Dan niatoya untuk menikahi Patricia kian menggebu.
"Saya tahu Anda masih mencintai suami Anda dan tidak mengharapkan perceraian, meskipun me-numt Yanuar, Anda telah menemukan seorang laki-laki lain."
Itika Yanuar lebih berbahagia bersama Anda, Saya rela bercerai."
"Pengorbanan yang patut dikagumi," desah Patricia tanpa nada mengejek. "Tapi jangan men-dustai diri jika tak ingin menyesal. Jika Anda masih mencintainya, jangan lepaskan dia""
"Yanuar pemah bilang, dia sungguh-sungguh ingin menikahi Anda. Dia tidak mau mempermainkan Anda"
"Dan Anda menolak dimadu"" "Karena itu kami akan bercerai." "Dalam keadaan seperti sekarang""
'Tentu saja tidak. Saya malah ingin Anda mem-bantu memulihkan nama baik Yanuar. Karena itu saya datang pada Anda." "Apa yang hams saya lakukan"" "Memberi kesan pada publik, Anda bukan wanita simpanannya. Bagaimanapun, masyarakat akan lebih bersimpati pada seorang pria yang hanya memiliki seorang istri. Berikan kesempatan pada saya untuk mendampinginya dalam masa yang paling sulit dalam hidupnya ini." "Sesudah itu""
"Biarlah dia memilih sekali lagi." Patricia tersenyum pahit. 'Sekarang saya mengerti mengapa Yanuar demikian mengagumi Anda," katanya tulus.
'Sebelum Anda muncul, dia malah memuja saya!"
'Yang tidak pemah saya mengerti sampai sekarang, mengapa Anda meninggalkan Yanuar justru pada saat dia sangat membutuhkan kehadiran Anda" Jika saat itu Anda tidak meninggalkannya, Yanuar tidak akan berani melanjutkan hubungannya dengan saya. Tahukah Anda bagaimana dia telah berusaha menghindari saya""
"Itu kesalahan saya yang kedua."
"Yang pertama""
"Sebelum ini, saya tak pemah mencemburuinya. Bam beberapa hari yang lalu saya berpikir, mungkin kadang-kadang seorang istri perlu juga men-cemburui suaminya. Supaya dia tahu bagaimana rasanya dicemburui."
i"Kalau begitu jangan buat kesalahan ketiga!" "Masih sempatkah saya membuat kesalahan yang ketiga" Begitu dibebaskan, dia pasti akan menikah dengan Anda."
"Saya akan dideportasikan secepamya. Dikawal oleh pemgas sampai masuk ke dalam pesawat." Patricia tersenyum pahtt. "Tidak mungkin lagi me-larikan diri. Itu pun kalau saya tidak ditahan atas tuduhan memiliki KTP palsu!" "Dan Anda t
idak mau kembali kern an"* "Sudah teriambat untuk melupakan negeri ini," senyum Patricia berubah getir. "Tapi Imigrasi Indonesia tidak mengizinkan saya masuk lagi kemari. Saya telah di-blacklist karena pernah menjadi imigran gelap."
Rani termenung. Tidak tahu bagaimana hams menyatakan perasaannya. Gembirakah dia"
Ya sehamsnya dia gembira Satu penyakit telah berhasil disingkirkan. Patricia harus pergi. Dan tidak boleh kembali! Tetapi... dapatkah cinta di-halangi oleh izin" Yanuar dapat saja menyusul ke London setelah dia bebas nanti. Mareka dapat menikah. Tidak mungkinkah melalui pernikahan itu Patricia malah memperoleh kewarganegaraan yang diidam-idamkannya foB"
Rani tahu, Yanuar pasti tidak tinggal diam. Dia tidak mau mengalah. Sudah kepalang basah. Dia J tetap ingin menikahi perempuan ini... dan men-ceraikan Rant!
Bukankah Rani sendiri yang tidak mau dimadu7 Dia sendiri yang minta cerai! Padahal selama I
musibah itu menimpa Yanuar. cinta Rani kepadanya
mendadak menggelora lagi.
Dia berjuang ke sana kemari mencari pembela. Mencari dukungan untuk merehabilitasi nama Yanuar yang telah telanjur rusak. Dia yang bekerja keras mencari bukti-bukti yang dapat meringankan hukuman Yanuar.
Selama Yanuar dalam tab an an, dia bolak-balik mengunjunginya. Dan dalam keadaan yang paling sulit dalam hidup mereka, Yanuar dan Rani seperti menemukan kembali ujung benang perkawinan mereka yang telah kusut masai itu.
Beberapa kali Yanuar memeluknya sambil me-ngeluh.
"Maafkan aku, Ran. Aku menyesal telah me-nyusahkanmu. Tak kusangka akan begini akibatnya!"
Rani mengira Yanuar telah menyesali penyeJe-wengannya. Dan mereka akan kembali berdamai setelah Yanuar bebas nanti. Mereka akan mem-bangun kembali rumah tangga mereka dari puing-puing kehancuran yang telah berserakan diterjang badai.
Saat itu, Rani mengira Patricia telah tewas. Bukankah dia telah lenyap tanpa bekas" Perempuan seperti dia pasti banyak musuhnya. Pengacau rumah tangga orang.
Setelah Patricia muncul kembali, harapan Rani yang mulai cerah memudar kembali. Dan punah sama sekali ketika dia bertemu sendiri dengan perempuan itu.
Dengan penuh penyesalan Rani hams mengakui.tidak mudah memutuskan hubungan batin suaminya dengan perempuan ini. Walaupun dia telah kehilangan kecantikannya. Patricia adalah tipe perempuan yang memiliki daya tank lain selain kecantikannya.
Dan egoisme Rani berontak. Apa yang diperolehnya kalau Yanuar bebas" Perceraian!
Jadi... untuk apa perjuangannya selama ini" Jika Yanuar bebas, dia akan segera mengejar Patricia ke London.... Rani malah melicinkan jalan mereka ke mahligai perkawinan!
"Bolehkah saya memohon sesuatu dari Anda"" cetus Patricia membuyarkan lamunan Rani.
"Masih pantaskah Anda memohon sesuatu dari saya setelah Anda merampas milik saya yang paling berharga""
"Saya hanya mohon diizinkan menemui suami Anda sekali lagi."
"Mengapa tidak"" sahut Rani dingin. "Anda telah menjadi sebagian dari bidupnyar, walaupun saya tidak menyukainya!"
* * * "Pat!" sera Yanuar testatum.
Dia memburu wanita yang sedang menunggu di raang pertemuan penjara itu. Diraihnya tangannya. Diremasnya dengan penuh kerinduan.
Kemudian ditatapnya wajah yang sebagian masih
dibalut plester itu. Meskipun Yanuar belum melihat seluruhnya, dia sudah dapat membayangkan seperti apa wajah dengan dua puluh satu ja itan itu!
"Kalau saja aku dapat membalaskan apa yang telah dilakukannya padamu!" geram Yanuar sambil melepaskan tangan Patricia. Dikepalnya tinjunya erat-erat. Dikatupkannya rahangnya menahan emosi. Dadanya serasa hampir meledak diguncang ke-marahan.
"Kita harus bersyukur masih dapat bertemu lagi,
Yan," bisik Patricia lembut.
"Kamu menjadi begini karena aku!"
"Apa bedanya denganmu" Kamu juga menjadi begini karena aku!"
"Seharusnya dulu aku lebih memperhatikan ke-kuatiranmu," keluh Yanuar pahit. "Aku menyesal telah meremehkan kekejaman bajingan itu. Padahal *amu telah memperingatkanku."
"Adakah kata semacam itu dalam kamus cinta, Yan" Bukankah dalam cinta tak ada sesal" Kamu menyesali apa yang telah kita perbuat""
'Tentu saja tidak!" "Aku juga tidak," sahut Patricia hangat. "Kalau hidu
p ini punya cetakan kedua, aku akan meng-ulangi pertemuan kita."
Tak kuasa lagi Rani membendung tangisnya. Dari ambang pintu dia dapat mendengar percakapan mereka dengan jelas. Dan dia membatalkan niatnya untuk menjumpai Yanuar. Bergegas dia memutar tubuhnya meninggalkan ruangan itu."Bu Rani!" panggil Novi sambil bura-buru me-ngejar dari belakang. "Mau ke mana""
Ketika Rani masuk ke dalam untuk menemui Yanuar, Novi duduk menunggu di luar. Dia hampir tidak mempercayai matanya tatkala Rani lewat begitu saja di depannya. Tidak menoleh sama sekali. Benarkah Rani yang lewat di hadapannya itu"
Begitu Novi yakin perempuan yang sedang melangkah tergesa-gesa itu Rani, buru-buru dia me-ngejarnya Tetapi Rani tidak menoleh. Tidak menjawab sapaannya. Bahkan tidak berhenti melangkah.
Mengapa harus menjawab, pikir Rani gemas. Aku tidak harus memberi jawaban atas semua pertanyaan wartawafi itu, bukan" Tidak seorang pun mengerti perasaanku. Tidak seorang pun!
"Bu Ram." Novianti berhasil menghampiri Rani ketika wanita itu sedang membuka pintu mobilnya. "Mau ke mana" Bukankah Ibu berjanji akan rneng-ajak saya menyerahkan buku harian Lia""
"Akan saya serahkan sendiri," sahut Rani tanpa memandang wajah Novi. "Buku ini sangat penting. Saya akan menghubungi pengacara kami."
"Tentu." Novi mengerutkan dahinya dengan he-ran. "Buku itu memang sangat penting. Saya telah berhasil memperoleh contoh tulisan tangan Lia
dari gurunya. Dan kedua tulisan itu mirip sekali. Saya juga telah menanyakan dari mana Dokter Yanuar memperoleh buku itu. Dia sendiri belum sempat membacanya, sebab dilihatnya itu cuma buku harian biasa. Katanya adik sepupu Lia sendiri yang menyerahkan buku itu di pemakaman. Buku itu terbungkus rapi. Dan Lia melarang adiknya membukanya. Kata Lia, bungkusan itu haras di-serahkan langsung pada Dokter Yanuar bila ada sesuatu yang menimpanya. Barangkali Lia sudah punya firasat." "Saya akan menyerahkannya sendiri." "Saya takut! Buku itu sangat penting. Hams ada saksi yang menyaksikan penyerahan buku itu nanti. Saya malah ingin memfotokopi buku itu dulu."
"Saya keberatan jika isi buku ini dipublikasikan di dalam majalah Anda!"
"Tentu saja tidak tanpa izin Dokter Yanuar. Tapi fotokopi itu penting walaupun nanti isi buku itu tidak akan dimuat dalam majalah. Sebagai bukti bila buku itu hilang. Ya, siapa tahu ada yang mau memanipulasi barang bukti. Kita tidak tahu bagaimana kuatnya musuh-musuh kita!"
"Biar saya fotokopi sendiri," berkeras Rani. "Kali ini Anda tidak perlu ikut. Kami sudah terlalu banyak menyusahkan Anda."
Sesaat Novi tertegun bingung. Ditatapnya Rani dengan tercengang.
"Bu Rani." Novi memegang lengan Rani dengan heran. "Ada apa" Selama ini kita selalu bersama-sama. Mengapa sekarang tiba-tiba Anda ingin me-ninggalkan saya" Anda tidak mendadak mencurigai saya, bukan""
'Tentu saja tidak," sahut Rani dingin. "Saya hanya sedang ingin sendiri." Ditinggalkannya Novianti yang masih melongo keheranan.
Rani tegak mematung di atas jembatan di tepi jalan. Di bawah sana, timbunan sampah meng-gunung menyengat hidung.
Sejenak Rani mengawasi buku harian di tangannya itu dengan bimbang.
Haruskah diserahkannya kepada yang berwajib" Atau disembunyikannya saja" Dihilangkan" Di-buang ke tumpukan sampah itu"
Apa bedanya baginya jika Yanuar dibebaskan" Dia toh tetap akan kehilangan suaminya! Kalau Yanuar dihukum penjara, Patricia mungkin sudah keburu kembali ke London. Siapa tahu di sana dia akan bertemu seorang laki-laki lain dan... melupakan Yanuar! Tetapi jika dia menyerahkan buku ini kepada yang berwajib, itu berarti dia memper-cepat pembebasan Yanuar... memperlicin jalan mereka. ke mahligai perkawinan!
Rani menggeram dengan sengit. Diangkatnya buku itu. Sudah siap hendak melemparkannya ke bawah jembatan ketika tiba-tiba dibatalkannya kembali.
Tak sampai hati dia berbuat begitu! Terhadap Yanuar, lelaki yang dikasihinya, suaminya, ayah anak-anaknya! Oh, sungguh perbuatan gila! Perbuatan yang tidak bertanggung jawab! Dan sese-orang memanggilnya.
Rani mengangkat wajahnya. Dia menoleh. Dan dia sempat melihat dua hal. Novianti yang sedang berlari-lari men
gejarnya. Dan sebuah mobil di be-lakanghya....
"Ibu Rani! Jangan!" sera Novi panik. "Jangan dibuang buku itu!"
Sesaat tadi Rani mengira Novi sedang meng-hindari mobil yang sedang mengejarnya itu. Sekarang dia bam sadar. Novi tidak tahu! Perhatiannya sedang tertumpah pada buku di tangannya. Dia sudah menduga Rani akan melenyapkan barang bukti itu. Dan dia mengejar Rani untuk menghala-nginya! Tanpa memperhatikan maut yang sedang mengejar di belakangnya!
"Mbak Novi!" jerit Rani ngeri melihat mobil yang meluncur cepat itu semakin dekat... dan semakin jelas hendak menubruk Novianti! "Awas!"
Bersamaan dengan teriakan itu, Rani melompat ke depan. Dan mendorong tubuh wartawati itu ke samping. Terdengar suara benturan yang cukup keras. Bersamaan dengan terlempamya tubuh Novi ke samping, tubuh Rani terlempar beberapa meter ke belakang....
253Lama Patricia dan Yanuar masih saling ber-genggaman tangan sebelum petugas datang memi-sahkan mereka karena waktu kunjungan telah berakhir.
"Jika sidang pengadilanmu dimulai nanti, aku mungkin tak dapat berada di sisimu lagi," bisik Patricia terharu. "Di dalam tahanan. Atau mungkin sudah di London. Tetapi di mana pun aku berada, jiwaku akan selalu bersamamu. Kamu akan bebas, Sayang. Aku yakin. Kamu tidak bersalah. Tidak satu kekuatan pun yang dapat menutupi kebenaran untuk selamanya."
"Dan aku akan mencarimu setelah bebas nanti," janji Yanuar mantap. "Di mana pun kau berada. Aku akan menemuimu. Dan kita akan bersama-sama lagi!"
Pintu yang berat itu terbuka dengan tiba-tiba ketika seorang petugas bergegas masuk.
"Dokter Yanuar"" tegurnya dengan tegang. "Kami diminta mengantarkan Anda ke ramah sakit. Istri Anda mendapat kecelakaan."
* * * "Biarkan Dokter Yanuar masuk," pinta Dokter Ardi kepada petugas yang mengawal Yanuar. "Lebih baik Bapak tunggu di luar saja. Istrinya dalam keadaan gawat."
Ketika dilihatnya petugas itu ragu-ragu sejenak,
disentuhnya bahunya dengan lunak.
"Mungkin merupakan saat-saat terakhir bagi mereka," katanya sepelan mungkin. "Saya harap Bapak mengerti."
Yanuar menerobos masuk tanpa dapat dihalangi lagi. Patricia menguntit lemas di belakangnya. Mereka sama-sama tertegun di ambang pintu melihat keadaan Rani.
Tubuhnya terbujur kaku. Perban penuh darah membebat kepalanya. Matanya terpejam rapat. Selang infus, pipa oksigen, dan kabel-kabel monitoring lain memberikan pemandangan yang mengerikan di ruang ICU itu.
"Rani!" jerit Yanuar sambil memburu ke samping pembaringan istrinya. "Apa yang terjadi"!"
Tetapi Rani tidak menjawab. Tidak membuka matanya. Tidak bergerak-gerak. Novianti-lah yang bersuara. Dan ketika mendengar suaranya, Patricia* bam melihat wartawati itu. Duduk dengan wajah pucat di kaki pembaringan.
"Sayalah sasaran yang sebenarnya," desis Novianti dengan suara yang tidak jelas, sarat dibebani emosi. "Ibu Rani mengorbankan jiwanya untuk menyelamat-kan saya!"
"Rani!" ratap Yanuar pilu. Dia sudah jatuh ber-lutut sambil menggenggam tangan istrinya. "Maaf-kan aku, Ran! Karena kesalahanku kamu menjadi korban! Aku menyesal, Ran! Aku menyesal!"
Patricia memalingkan wajahnya. Tidak sampai hati melihat keadaan Yanuar. Tidak sampai hati
255mendengar ratap tangisnya. Saat itu pintu terbuka.
Yanti tertegun sejenak di am bang pintu. Masih memegangi tangan adiknya.
"Mama!" Begitu melihat ibunya, Yanto langsung melepaskan diri dan lari menubruk tubuh Rani. "Mama! Mama kenapa. Ma""
Ketika dilihatnya Mama diam saja, Yanto menoleh pada ayahnya. Ingin bertanya. Tetapi Papa seperti tidak tahu dia ada di sana. Papa sedang menangis sambil merangkul tubuh Mama.
"Bangun. Ma!" Yanto mengguncang-guncang tubuh ibunya sambil menahan tangis. "Pulang yuk!"
Baik Patricia maupun Novianti sama-sama meng-gigit bibir menahan tangis. Lebih-lebih melihat gadis kecil yang masih tegak termangu di ambang pinto. Dia masih mengenakan seragam sekolahnya. Masih menyandang tas sekolahnya.
Ketika Novianti menghampiri, dia mengangkat Vajahnya Matanya menatap Novi dengan tatapan yang tidak mungkin dapat dilupakannya lagi. Tatapan yang berbaur antara kecemasan dan harapan.
"Mama cuma pingsan, kan, Tante"" desaknya
harap-harap cemas. Ah* mata mengalir perlahan-lahan membasahi wajahnya yang polos. "Nanti Mama sadar lagi"'
Novianti tidak mampu menjawab. Dia hanya meraih gadis itu ke dalam pelukannya. Dan dia mendengar suara Patricia, yang tahu-tahu telah tegak di sampingnya.
"Mbak Novi," suara wanita itu terdengar ganjil. s Amat ganjil. "Maukah Mbak menolong saya""
BAB XIV Pembukaan Pekan Amal untuk anak-anak cacat seluruh Indonesia itu dirayakan secara besar-besaran di Balai Sidang. Tidak kurang dari lima puluh wartawan dalam dan luar negeri, termasuk TVRl, meliput upacara pembukaan yang dihadiri juga oleh beberapa orang pejabat penting itu.
Primodarso yang menjadi bintang panggung sore itu mengenakan kemeja batik lengan panjang dari bahan sutera berwama cokelat tua yang membuat penampilannya tampak lebih prima lagi. Dengan gagah, tanpa melupakan senyum patennya, dia me-layani semua tamu kehormatan yang mulai ber-datangan.
Inilah hari yang telah lama ditunggu-tunggunya. Puncak prestasinya selama ini, Esok, semua koran, majalah, dan televisi akan menyiarkannya! Bukan
main. Sebagaimana telah diuraikannya secara panjang-lebar dalam konferensi pers- yang sengaja.diadakan sebelum upacara dimulai, Pekan Amal ini bertujuan untuk mencari dana untuk membangun kampusmodem bagi anak-anak cacat dari seluruh Indonesia.
"lde besar ini lahir dari otak saya setelah me-nyaksikan seorang anak asuh saya yang cacat fisik tetapi mempunyai kemampuan mental yang luar biasa IQ-nya seratus lima puluh! Rajinnya bukan alang kepalang. Sayang, dia cacat. Miskin pula. Nah untuk anak-anak seperti inilah saya per-sembahkan kampus ini! Usaha besar saya selama dua tahun terayata tidak sia-sia. Bukan hanya bantuan dan simpati dari dalam negeri yang saya peroleh. luar negeri pun ikut berpartisipasi. Berkali-kah saya telah berkeliling ke negara-negara Eropa Barat dan Amerika untuk minta bantuan mereka merealisasi gagasan besar ini. Ratusan juta uang pribadi telah - saya tanamkan dalam proyek ke-manusiaan ini. Temyata semua jerih payah saya tidaklah sia-sia! Sebentar lagi, usaha besar pem-bangunan kampus ini akan segera dimulai!"
Seperti belum cukup tempik sorak untuk keder-mawanannya ketua panitia masih menyampaikan ucapan terima kasih bagi Primodarso.
"...Khususnya untuk Bapak Primodarso yang telah mengorbankan tenaga, pikiran, dan harta bagi calon-calon sarjana penyandang cacat ini, per-kenankanlah kami atas nama mereka mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya!"
Tepuk tangan riuh rendah dari segenap pelosok Balai Sidang menyambuti pidato Ketua Panitia Pekan Amal yang bam beberapa minggu yang lalu diangkat oleh Primodarso int.
Di barisan depan, orang-orang masih berpura-pura asyik mendengarkan berbagai kata sambutan yang memang biasa silih berganti muncul dalam acara-acara semacam itu. Tetapi di deretan" belakang, hadirin mulai tak sabar lagi mendiamkan saja kotak kue dan minuman kotak yang dibagi-bagikan panitia tadi. Daun dan kertas-kertas pem-bungkus kue mulai beterbangan ke lantai. Tak ada lagi yang memperhatikan sambutan-sambutan bersemangat yang silih berganti dikumandangkan di bawah sana.
Puncak acara tiba ketika empat orang gadis penyandang cacat terpincang-pincang mengarak sebuah nampan berhias yang berisi alat penabuh gong. Alat pemukul gong itu akan diserahkan oleh salah seorang dari gadis-gadis itu langsung ke tangan Primodarso, yang akan memukul gong sebagai tanda peresmian pembukaan Pekan Amal itu.
Primodarso tahu, upacara inilah yang paling penting untuk popularitasnya. Karena itu takkan diserahkannya kepada orang Iain. Pada saat dia memukul gong, puluhan kamera wartawan dari dalam dan luar negeri, termasuk kamera TVRI, akan me-rekamnya.
Dia harus tampak sejelas-jelasnya dalam Iiputan mereka. Karena itu, dia memerlukan memalingkan wajahnya dan tersenyum lebar ke arah ratusan kamera yang menjepretnya. Dia tidak memandang sekilas pun kepada gadis yang menyerahkan alat penabuh gong itu. Seolah-olah ingin ikut diliput, gadis itu berdirt sedekat-dekatnya di depanPrimodarso, sambil menyorongkan nampannya ke depan.
Baru setelah merasakan sakit yang tiba
-tiba me-nusuk, Primodarso menebah perutnya. Kemeja batik-nya hanya terlihat basah sedikit. Tetapi ketika dia mengangkat tangannya. dia melihat cairan merah melumurinya.
Sekejap Primodarso seperti terperanjat. Seolah-olah ada peluru yang sekonyong-konyong meng-hantam dadanya. Dia menatap gadis cacat yang masih berdiri di dekatnya itu. Dan mulutnya yang separo terbuka belum sempat meneriakkan jeritan kekagetan ketika gadis itu mengayunkan sebuah benda di tangannya.
Kilatan blitz membiaskan seleret cahaya yang berkilauan. Lalu Primodarso seperti membungkuk ke depan. Siap untuk memukul gong.
Tetapi gong tak pernah berbunyi. Karena pe-mukul itu tak pernah menyentuhnya. Gong itu ma-lab terbalik ketika tubiih Primodarso yang berat ambruk menimpanya.
Hadirin yang berada di baris terdepan memekik kaget sambil berdiri. Juru kamera dan wartawan yang berdesak-desakan terlongong sejenak. Menatap tubuh Primodarso yang tertelungkup tidak bergerak-gerak lagi.
Sesaat mereka semua seperti tidak percaya me-nyaksikan apa yang terjadi. Lalu beberapa orang maju ke depan. Memburu tubuh Primodarso. Mem-balikkannya. Dan melihat hulu sebuah pisau men-cuat dari balik kemejanya.
PENUTUP Primodarso meninggal dalam ambulans yang mem-bawanya ke rumah sakit. Tikaman yang pertama di perutnya memang tidak terlalu fatal. Tetapi tikaman kedua persis menembus jantungnya.
Patricia ditahan dengan tuduhan melakukan pem-bunuhan berencana terhadap Primodarso. Dan dia tidak pernah menyangkal tuduhan itu atau berusaha membela dirinya.
Sementara Novianti dituduh ikut membantu Patricia melaksanakan rencananya. Novi menye-lundupkan Patricia masuk dengan kartu persnya. Dan membantu penyamaran Patricia sebagai salah seorang gadis penyandang cacat.
"Saya mengerti mengapa Patricia melakukan eksekusi itu," tukas Novianti mantap. "Saya tidak menyesal membantunya. Saya hanya ingin minta maaf kepada panitia Pekan Amal yang telah banyak membantu kami, karena saya telah mengelabui dan merusak acara mereka. Jika diberi kesempatan, majalah kami akan berusaha mengumpulkan dana untuk mereka. Insya Allah, dalam jumlah yang lebih besar daripada yang pernah diberikan oleh
261Primodarso. Dan dengan jalan yang lurus dan bersih."
Yanuar akhirnya dibebaskan dari tuntutannya karena tidak cukup bukti untuk menyatakan ke-salahannya. Hanya izin prakteknya yang dicabut sementara, karena dia dianggap lalai ketika mengisi surat kematian pasiennya. Tetapi... apa bedanya lagi baginya"
Sekeluarnya dari penjara, hanya kepedihan yang menantinya. Patricia masih ditahan, menunggu per-karanya disidangkan oleh pengadilan. Dan melihat wanita yang mengenakan pakaian penjara dengan wajah penuh jahitan itu, Yanuar merasa sangat terpukul. Jika dia tidak merebut Patricia dari tangan Primodarso, barangkali dia masih tetap seorang wanita cantik dan anggun yang tinggal dalam sebuah istana.
"Seharusnya kamu biarkan aku yang melakukan eksekusi ini," desah Yanuar lirih. "Untuk apa yang dilakukannya terhadap orang-orang yang kucintai.' Dan untukku sendiri. Ayah Lia telah datang me-minta maaf padaku. Dia mengaku, seseorang telah memberinya sejumlah uang untuk menuntutku. Orang itu pula yang telah berhasil membangkitkan kecurigaannya terhadapku. Dan aku tahu sekali siapa yang menyuruhnya."
"Aku melakukannya bukan untuk membalaskan sakit hatiku," sahut Patricia tenang. "Aku melakukannya untukmu. Dan untuk istrimu. Aku tidak menyesal melakukannya. Dia pantas menerima hukuman itu,"
Memang masih banyak yang dapat dilakukan Yanuar untuk Patricia. Dia dapat mencari seorang pembela untuk meringankan hukuman wanita itu. Dia dapat mengajukan saksi-saksi yang mampu menelanjangi kebejatan moral Primodarso. Tetapi untuk Rani, tak ada lagi yang dapat dilakukannya.
Rani masih terbujur kaku di rumah sakit dalam keadaan koma. Seluruh organ vital di tubuhnya sudah tidak berfungsi lagi. Hanya mesin respirator yang masih membuat dia bernapas.
"Cuma keajaiban yang dapat membangunkannya kembali," gumam Ardi putus asa. "Kalaupun dia sadar kembali, mungkin Rani cuma akan menjadi sesosok mayat hidup."
Setiap kali termenung di depan pembarin
gan istrinya, menunggu dengan sia-sia kalau-kalau mata Rani terbuka kembali, setiap kali itu pula batin Yanuar berperang.
Akan dibiarkannyakah Rani menderita seperti ini terns'" Hidup tidak, mati pun belum" Masih ber-fungsikah otaknya setelah dia berada dalam keadaan koma selama ini" Atau... akan dimintanya untuk menghentikan saja semua pertolongan darurat itu dan membiarkan Rani berlalu dengan damai"
"Itu berarti melakukan euthanasia, Yan," protes Ardi. "Aku mengerti perasaanmu. Tapi aku tak dapat melakukannya terhadap Rani."
Dengan penuh simpati, Ardi menepuk bahu sa-habatnya dan meninggalkan kamar itu. Meninggalkan Yanuar kembali berdua saja dengan istrinya. Dalam ruangan yang hening mencekam. Hanyasuara dengung AC dan desah napas yang be rat mengisi kesunyian ruangan itu.
Lama Yanuar termenung menatap istrinya. Dan untuk pertama kalinya setelah tahun-tahun terakhir
ini, dia menyadari betapa cantiknya Rani sebenar-nya. Mengapa dia sampai hati mengkhianati istrinya yang secantik ini untuk terpikat pada wanita lain"
Dalam tidumya yang lelap, wajah Rani tampak demikian bersih. Demikian tenang. Demikian da-mai. Seakan-akan dia tidak pernah merasakan bagaimana sakitnya dikhianati suami. Jika dia ba-ngun nanti. masihkah kedamaian itu menjadi milik-hya"
"Maafkan aku. Ran." Yanuar mengecup bibir istrinya dengan penuh kasih sayang. Bibir itu terasa dingin. Terasa asing menyentuh bibirnya. 'Takkan kubiarkan kamu menderita lagi. Jika mereka meng-anggapku bersaiah, aku bersedia dihukum. Aku memang patut dihukum untuk semua kesalahan yang telah kuperbuat terhadapmu. Jangan menangis lagi, Ran. Had ini sudah tidak ada air mata."
Lalu Yanuar mengulurkan tangannya. Dia me-matikan mesin itu. Bibirnya masih melekat di atas bibir Ran ketika desah napas terakhir meninggal-kan jasad istrinya.
Ya, catat nama saya sebagai anggota GRAMEDIA
BOOK CLUB dan kirimi saya informasi setiap kali ada buku baru karya pengarang favorit saya yang terbit. Terlampir prangko balasan Rp 2500Nama
No. Anggota Usia Jabatan Alamat ...........................(Isikan jika Anda pernah terdaftar)
...........................tahun Pria/wanita*
Pelajar/mahasiswa/karyawan/wiraswastawan/
ibu rumah tangga* Kode pos:..............v.... Telp.:
* Coret yang tidak perlu (Peremption Kedua) randai pengarang yang Anda pilih
) Maria A. Sardjono ) Marga T. ) MiraW. ) V. Lestari ) S. Mara Gd. ) Anni Iwasaki ) NH. Dini ) Sunarsasi ) Pratanti
( ) Ahmad Tobari ( ) Car! Chairul ( ) Y. B. Mangunwtjaya ( ) Sunaryono Basuki Ks. ( ) Sindhunata ( ) Yudhistira ANM Mass ( ) Arswendo Atmowiloto ( ) Hilman PT Oramedia Pustaka Utama
Bugian Promosi Jl. Palmerah Barat 33-: