Ceritasilat Novel Online

Ghost Campus 4

Ghost Campus Karya Crimson Azzalea Bagian 4


Hantu Tristan melihat ke arah Tristan dan Chacha. Sedih karena tidak bisa membantu. Kemudian melihat Edel dan Irina yang menoleh kepadanya, dan menghilang.
"Hantunya kabur lagi. Nyebelin banget!" keluh Edel.
"Kita panggil paksa lagi aja, yuk" ajak Irina.
Keduanya pergi meninggalkan aula setelah melihat Chacha tidak mengalami luka yang serius.
Setelah Chacha tenang, Tristan menelpon Bastian dan Bara untuk menemani Chacha bersama Nico dan Angel. Dia pamit menuju kantor sang ayah untuk menceritakan
kecurigaannya tentang Dastan dan meminta ijin untuk melakukan tes DNA pada sang kakak. Sekaligus memastikan apakah Dastan ada disana bersama sang ayah
atau tidak. Chacha bersikeras tidak mau Tristan pergi sendirian. Karena biar bagaimanapun juga sasaran utama orang itu kemungkinan Tristan. Akhirnya Nico
menemani Tristan menuju kantor sang ayah.
Di belakang gedung fakultas sastra.
Edel dan Irina mengulang ritual pemanggilan paksa hantu Tristan. Hantu berwajah tampan itu menatap keduanya dengan sendu. Seakan sudah tahu dirinya akan
ditarik paksa lagi. "Kamu pasti udah tahu apa yang mau kita tanyain. Kamu juga liat kejadian tadi. Perempuan tadi yang namanya Gendhis, kan" Siapa dia" Kenapa dia mau melukai
kak Chacha" Kamu juga siapa sampai bisa tahu semua ini?" tanya Edel.
"Benar dia Gendhis. Dia punya dendam pada Tristan dan keluarga Becker" jawab si hantu.
"Kamu belum jawab semua pertanyaan kita. Kamu itu siapa sih?"" tanya Irina mulai tidak sabar.
Si hantu hanya diam menatap keduannya. Melihat hantunya bungkam, Edel jadi kesal.
"Kamu mau ngelindungin kak Chacha tapi kamu nggak mau bilang apa-apa. Masalahnya nggak akan selesai. Kita butuh bantuan kamu buat nolong kak Chacha dan
yang lain. Kita mohon banget kasih tahu kita dengan jelas apa yang lagi terjadi sekarang! Tolong kasih tahu juga kak Tristan yang asli yang mana" Kenapa
kamu pake nama kak Tristan" Apa hubungannya Dastan sama masalah ini?"" tanya Edel.
Hantu Tristan akhirnya menyerah. Dia tidak tahan dengan situasi yang semakin meruncing. Keduanya benar, dialah kunci jawaban dari semua pertanyaan yang
muncul dipermukaan saat ini.
"Tristan yang kalian kenal adalah Tristan yang sebenarnya. Jangan bingung. Jangan permasalahkan nametagku. Dastan yang sekarang bukan Dastan yang asli.
Akulah Dastan yang sebenarnya" jawab si hantu dengan tatapan sedih.
"AAAPPAAA?"?" seru Edel dan Irina terkejut bersamaan.
Setelah berganti pakaian Angel berjalan bersama Chacha. Dikawal oleh Bastian dan Bara. Saat melewati lorong menuju parkiran, mereka melihat Gendhis melewati
parkiran dengan wajah setengah ditutup. Bastian dan Bara langsung siaga dan bertukar pandang. Dengan kode via mata, Bastian berlari mengejar Gendhis. Bara
tetap tinggal menemani Angel dan Chacha. Ketiganya jadi sedikit tegang karena merasa bahaya semakin mengintai.
Terdengar suara tembakan dari arah Bastian mengejar Gendhis tadi. Ketiganya panik. Takut sesuatu terjadi pada Bastian. Bara mencoba menghubungi via telepon
tapi handphone Bastian tidak aktif hanya menambah kecemasan mereka.
"Lo susul Bastian gih, Bar. Gue sama Angel nggak apa-apa. Kita tunggu di mobil lo deh. Gue takut Bastian dalam bahaya" ujar Chacha ngeri membayangkan apa
yang terjadi pada Bastian.
"Oke. Nih kuncinya. Lo berdua masuk mobil gue terus kunci dari dalem. Nyalain mesinnya. Kalo ada orang aneh, lo pergi aja menuju rumah gue. Telpon Nico
sama Tristan. Oke" Kata Bara memberikan kunci mobilnya lalu memberikan instruksi keamanan untuk keduanya sebelum melesat pergi menyusul Bastian.
Chacha dan Angel bergegas menuju mobil Bara. Angel yang memegang kuncinya membuka pintu kemudi. Keduanya masuk dan menyalakan mesin mobil lalu menguncinya
dari dalam. Mereka waspada melihat sekitarnya. Saking tegangnya tidak ada satu pun yang sanggup bersuara.
Sekitar 2 menit tidak terjadi apa-apa. Namun samar-samar terdengar suara sepeda motor.
"Suara apa tuh Ngel?" tanya Chacha makin panik.
"Kayak suara motor" ujar Angel sama paniknya.
Sekonyong-konyongnya sebuah sepeda motor sport warna hitam muncul dari arah depan. Pengendaranya menggunakan pakaian serba hitam, jaket kulit hitam, dan
helm fullface hitam. Memacu gas motornya dengan garang. Memasang ancang-ancang untuk maju dengan kecepatan tinggi.
Angel dan Chacha terkejut bukan main. Melihat ada orang yang mencurigakan, Angel langsung memacu mobilnya untuk belok ke arah kanan dan pergi. Si pengendara
motor misterius mengejar mobil hitam milik Bara yang dikemudikan Angel. Kejar-kejaran pun terjadi cukup intens beradu dengan gaung suara motor si pengejar.
Mobil Bara bukan mobil sembarangan. Mobil sport kualitas tinggi bukan saingan mudah dalam hal balapan. Dari arah depan mobil Jeep melaju dengan kecepatan
tinggi menuju mobil yang dikendarai Angel dan Chacha.
Keduanya terkejut mereka terkepung. Angel panik melihat sekitarnya tidak ada pilihan selain menerobos trotoar dan menerjang ke arah taman. Dia pun membanting
setir ke arah kanan untuk menghindari Jeep yang dikendarai Gendhis.
"Ckiiitttttt!!!Ssrrreekk!!" suara ban mobil yang terseret ke arah kanan.
Gendhis menginjak gas mobil Jeepnya hingga menabrak bagian kiri mobil Angel dan Chacha.
"Waaaaaa!!!" jerit keduanya terhempas hingga beberapa meter ke arah pohon besar di jantung taman.
"GUBRAAKKK!!!"suara mobil milik Bara menghantam pohon besar itu. Sensor keamanan mobil bermerk Jaguar itu bekerja sesaat sebelum menabrak pohon. Safety
airbag aktif melindungi Angel dan Chacha agar tidak terhempas keluar dan membentur kaca.
Si pengendara motor mendekati mobil Angel dan Chacha. Turun dan membuka pintu penumpang tempat Chacha terbaring lemah. Meski diselamatkan safety airbag,
impact kecelakaan sekeras itu tetap berefek parah pada kesadaran keduanya. Kepala Chacha dan Angel terbentur hingga terluka. Luka-luka lainnya pun tidak
bisa dihindari. Si pengendara motor menarik Chacha dan menggendongnya ke arah Jeep Gendhis. Angel masih setengah sadar. Saat menarik Chacha, Angel melihat dari dekat sekilas,
wajah si pengendara motor.
"Dastan..jangan..bawa Chacha..tolong..jangan bawa Chacha" ujar Angel tidak berdaya berusaha menggerakkan badannya yang terasa sakit semua.
Dastan memasukkan Chacha yang pingsan ke dalam mobil Gendhis. Lalu menaiki kembali motornya. Kedua kendaraan itu melesat meninggalkan Angel yang hanya
bisa menangis tidak berdaya di dalam mobil Bara yang hancur sambil menahan sakit.
Gendhis mengendarai Jeepnya dengan wajah penuh kemenangan.
"Kamu akan kubuat membayar atas kematian anakku. Kamu akan tahu bagaimana rasanya, Tristan" ujar Gendhis dengan senyum licik penuh dendam mengelus kepala
Chacha yang berdarah. Becker Corporation. Tristan dan Nico yang tidak tahu menahu pada apa yang dialami kedua tunangan mereka berjalan memasuki gedung perusahaan milik keluarga Becker. Menaiki
lift menuju lantai 21 tempat CEO yang merangkap sebagai pemilik saham perusahaan.
"Eh, Co. Gue kok tiba-tiba berdebar-debar gini ya" Nggak enak nih feeling gue" ujar Tristan gelisah.
"Sama gue juga. Mungkin efek kita ninggalin Chacha sama Angel disaat krusial gini kali" jawab Nico.
"Bisa jadi" jawab Tristan tidak yakin.
Mereka sampai dilantai 21. Tristan dan Nico berjalan menuju ruangan Hildergard.
Pada ruangan luas yang rapi dan bersih, Hildergard duduk penuh konsentrasi di depan laptopnya. Jas hitam legam dengan kemeja putih dan dasi bergaris marun
mengesankan aura resmi dari sang CEO. Jam tangan mewah di lengan kanannya menambah kesan aristokrat pada penampilan outstanding kepala keluarga Becker.
"Tok..Tok.." suara ketukan pada pintu.
"Masuk" jawab Hildergard.
Seorang pria berpakaian resmi serba abu-abu memasuki ruangan. Dia adalah sekretaris pribadi Hildergard yang bernama Tom.
"Permisi, pak. Ada anak anda, Tristan bersama anak pak Arthur, Nico. Ingin menemui anda" ujar Tom.
Hildergard berhenti. Terkejut mendengar nama sang anak dan anak sahabatnya datang ke kantor untuk menemuinya. Ini pasti penting.
"Suruh mereka masuk" komandonya.
"Baik, pak" ujar si sekretaris menyanggupi.
Tristan dan Nico masuk. "Ada apa kamu datang kesini Tristan, Nico" Ini masih jam kuliah. Kalian tidak sedang membolos, kan?" tanya Hildergard.
"Iya kami mungkin bolos pa. Tapi ada hal lain yang lebih penting dari pada kuliah" jawab Tristan.
"Baiklah. Coba ceritakan apa yang lebih penting dari kuliah, Tristan. Kita duduk disana saja. Tom tolong bawakan teh untuk mereka berdua" ujar Hildergard
cukup terkesima melihat keseriusan pada suara dan mata sang anak. Mempersilahkan keduanya untuk duduk di sofa.
Tristan menceritakan semua kejadian yang menimpa Chacha dan kecurigaannya pada Dastan termasuk wanita yang dia lihat di cctv merusak meja dan loker Chacha.
Mata Hildergard memicing dan dahinya berkerut. Dia bahkan meminta Tristan untuk menyebutkan ulang ciri-ciri wanita di cctv. Dia punya dugaan siapa wanita
itu. "Jadi begitu pa ceritanya" ujar Tristan menyudahi ceritanya.
"Hmm..Chacha yang kena teror sedangkan kamu targetnya. Elang berdarah itu sudah pasti tertuju ke kamu. Terlalu kebetulan memang dengan kepulangan Dastan"
ujar Hildergard berpikir keras. Kecurigaannya semakin menjadi.
"Nah karena itu pa. Kita mau coba lakuin tes DNA ke kakak buat mastiin identitasnya asli atau palsu. Papa bisa bantu, kan?" tanya Tristan.
Hildergard cemas dengan permintaan sang anak. Tes DNA bisa saja dilakukan namun tidak akan menghasilkan apa-apa, pikirnya. Sudah saatnya Tristan tahu.
"Tes DNA bukan masalah. Tapi itu tidak akan membuktikan identitas Dastan" ujar Hildergard.
"Kenapa pa?" tanya Tristan bingung. Nico ikut bingung apa maksud omnya ini.
"Karena Dastan itu memang bukan kakak kandung kamu" jawab sang ayah.
"AAAPPAAA?"?"seru kekagetan Tristan dan Nico secara bersamaan menggema seantero ruangan berinterior serba mewah itu.
10. Death Eagle And Broken Eagle
Tristan dan Nico sangat shock mendengar kebenaran bahwa Dastan bukanlah kakak kandung Tristan. Hildergard menceritakan asal usul Dastan yang sebenarnya.
Dastan adalah anak dari kakak kandung Seruni, yang bernama Gendhis. Sewaktu Dastan berumur 3 tahun, ibunya meninggal karena sakit jantung stadium akhir.
Sebelum meninggal, Gendhis menitipkan Dastan pada Seruni. Dengan tujuan menjaga dan melindungi Dastan, Hildergard dan Seruni mengangkatnya sebagai anak
dan kakak Tristan yang saat itu masih berumur 1 tahun. Untuk anak seumuran Tristan sudah tentu dia senang mendapatkan seorang kakak yang bisa diajaknya
bermain. Di usianya yang masih balita, Tristan tidak ingat bahwa Dastan bukanlah kakak kandungnya yang asli. Yang dia ingat Dastan adalah pelindungnya
sejak kecil. Setelah cerita tentang asal usul Dastan usai, Tristan dan Nico terdiam. Mereka tidak menyangka ada rahasia besar yang tersembunyi dibelakang mereka. Yang
paling kaget adalah Tristan. Kakak yang selama ini dia banggakan. Yang melindunginya saat kecil. Yang menghilang dan dia cari sebenarnya bukan kakak kandungnya
melainkan kakak sepupunya. Masih ada hubungan darah memang tapi tetap saja kenyataannya tidak sama.
"Maaf papa dan mama menutupinya dari kamu, Tristan. Menurut kami tidak ada salahnya kamu terus menganggap Dastan adalah kakak kandungmu. Dia sebenarnya
kakak sepupumu jadi masih sama seperti kakakmu juga. Sekali lagi papa minta maaf. Tidak ada maksud sama sekali untuk merahasiakannya" ujar Hildergard meminta
maaf pada sang anak. "Aku ngerti pa. Aku sedikit kecewa ternyata papa dan mama nggak cukup percaya sama aku untuk bisa secara terus terang cerita masalah ini. Aku bukan orang
picik yang setelah tahu kenyataan lalu memandang Dastan dengan cara yang lain. Apapun kondisinya, buat aku Dastan itu tetap kakakku. Dari kecil sampai
dia menghilang, kita selalu saling jaga. Dia itu hero buat aku, Pa. Nggak mungkin perasaan dan ikatan persaudaraan bisa dengan gampangnya hilang cuma karena
status yang berubah sedikit. Ikatan sayang nggak cuma terbentuk karena hubungan darah, ikatan sayang bisa muncul dari kenangan dan pengalaman, Pa. I'm
adult enought to understand it" tutur Tristan mengutarakan dengan jujur kekecewaannya.
Mendengar isi hati sang anak yang sangat jujur dan tulus, membuat Hildergard bangga. Tristan kecilnya sudah tumbuh jadi pria bijak yang bisa dipercaya.
Selama ini dia mungkin sedikit salah berpikir, Tristan ternyata lebih dewasa dari yang dia kira. Responnya juga tidak terduga. Dia tidak marah. Tidak menyalahkan.
Tidak merasa dibohongi. Dia hanya kecewa dan ingin dipercaya lebih.
"Sekali lagi papa minta maaf atas nama mamamu juga. Keburukan orang tua yang selalu menganggap anaknya adalah anak-anak. Kami sering lupa bahwa anak kami
sudah dewasa dan punya pemikiran sendiri. Kamu sudah jadi laki-laki yang bisa melihat semua situasi dari sudut pandang orang lain. I'm so proud of you,
my son. Maaf kami seperti bermain rahasia dibelakangmu"jawab Hildergard.
"Apa Dastan tahu kalau dia bukan anak kandung papa dan mama?" tanya Tristan.
"Seharusnya tidak. Tapi ada kemungkinan dia tahu. Saat penculikan kalian yang terakhir, entah kenapa si penculik lebih mengincarmu dibanding Dastan. Secara
logika, harusnya justru Dastan yang menjadi sasaran utama karena dia adalah anak sulung. Papa rasa ada yang tahu soal asal usul Dastan yang sebenarnya
dan merubah sasaran jadi ke kamu" ujar Hildergard.
Tristan dan Nico saling bertukar pandang. Pikiran mereka sama. Mungkin saja memang ada oknum yang tahu soal asal usul Dastan. Dan oknum itu yang saat ini
memanfaatkan situasi untuk menyusup menggunakan nama Dastan setelah tahu bahwa Dastan menghilang cukup lama. Tes DNA tidak bisa membuktikan kebohongan
mereka. Benar-benar gawat.
"Maaf papa Gard, kalau seperti itu kenyataannya. Orang yang tahu itu atau si penculik Tristan dulu berkomplot untuk nipu pake cara pura-pura jadi Dastan,
bisa aja gitu kan?" ujar Nico menjabarkan dugaannya.
"Hal itulah menjadi pertimbangan papa sekarang, Nico. Itulah kenapa tadi pagi dia aku ajak kesini" jawab Hildergard mengganti posisi duduknya menjadi lebih
santai dengan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan kedua tangan terlipat di depan dada. Mata elang yang diwariskannya pada sang putera berkilat
tajam. "Maksud papa?" tanya Tristan.
"Dulu papa pernah membawa Dastan saat masih berumur 13 tahun ke kantor ini. Disini papa hanya mau memperkenalkannya pada para karyawan dan membuatnya lebih
akrab dengan suasana perusahaan. Awalnya dia sedikit canggung. Namun saat memasuki divisi development yang berisi para IT kelas tinggi perusahaan, dia
tampaknya tertarik. Melihat ketertarikan Dastan, papa berinisiatif untuk berhenti lebih lama di bagian itu. Dastan dengan asiknya membeberkan tentang game
rancangannya pada salah satu manager IT development disini, namanya Robert. Robert beranggapan Dastan punya potensi dalam bidang development game karena
idenya mengenai game itu sangat menarik dan fresh. Robert memberikan saran dan mengajari Dastan bagaimana cara membuat game yang sesuai dengan minatnya.
Dastan sangat gembira dan berjanji akan menunjukkan game buatannya setelah game itu selesai. Selama setahun game itu akhirnya selesai. Tepat sebelum terjadinya
penculikan kalian yang terakhir itu. Dastan menamai game buatannya dengan namamu, Tristan" tutur Hildergard menceritakan karya terakhir yang dibuat Dastan
sebelum menghilang. Tristan dan Nico menyimak dengan hikmat dan paham kemana arah pembicaraan ini menuju.
"Jadi papa mengajak dia ke kantor tadi pagi untuk menunjukkan game itu?" tanya Tristan menebak-nebak.
"Kurang lebihnya begitu. Papa sudah menyuruh Robert untuk tutup mulut. Pura-pura tidak mengenal Dastan. Begitu pun pada semua karyawan divisi IT Development.
Papa juga menunjukkan game buatan Dastan padanya. Dan kamu tahu apa resultnya?" ujar Hildergard menggunakan pertanyaan retorika.
Keduanya hanya terdiam menunggu kelanjutan cerita Hildegard.
"Dia mengatakan game itu sangat menarik seakan bukan pembuatnya. Bahkan dia menganggap game itu adalah buatanmu karena namanya Tristan. Dia juga tidak
mengingat Robert. Saat papa pancing menanyakan kenapa nama gamenya dibuat dengan namamu, dia menjawab 'karena itu game buatanmu jadi dinamai Tristan'.
Padahal alasan Dastan dulu menamai game ini dengan namamu karena dia ingin menghadiahkannya dihari ulang tahunmu yang ke 13 nanti. Dastan meminta Robert
untuk melakukan tes uji coba pada game buatannya sebelum dia berikan padamu" ujar Hildergard.
Tristan dan Nico terkesiap. Kecurigaan mereka ternyata benar. Sudah terbukti bahwa Dastan yang muncul ini memang bukan Dastan yang asli.
"Lalu kenapa tidak papa langsung ringkus dia?" tanya Tristan mulai naik emosinya mengetahui ada yang memanfaatkan nama Dastan.
"Papa sudah menyuruh orang untuk mencaritahu siapa sebenarnya Dastan palsu ini. Kalau kita langsung ringkus nanti dia justru meningkatkan kewaspadaan dan
menghilangkan semua bukti yang bisa kita dapatkan untuk menjeratnya kejalur hukum, Tristan" jawab Hildergard menenangkan sang putera.
"Papa Gard benar juga, Tan. Kita selidiki diam-diam. Supaya dia lengah dan beranggapan kita masih kena tipu dia" timpal Nico ikut menenangkan Tristan.
"Oke, Fine. Jadi kemana perginya si pembohong itu?" tanya Tristan menahan emosinya.
"Sekitar 3 jam lalu dia sudah pergi dari sini. Katanya mau kembali ke rumah untuk menemani mamamu. Dia membawa mobil Jeepmu saat menuju ke sini tadi karena
ingin segera pulang setelah papa perkenalkan pada karyawan disini" jawab Hildergard.
Mendengar jawaban Hildergard entah mengapa bulu kuduk Tristan dan Nico langsung meremang. Terbersit kengerian yang tidak jelas datangnya dari mana.
"Co, coba lo telpon Angel atau Bara atau Bastian. Gue telpon Chacha. Perasaan gue kok jadi nggak enak ya" ujar Tristan.
"Sama gue juga. Oke gue telpon Angel" jawab Nico.
Keduanya menghubungi Chacha dan Angel namun tidak diangkat. Berkali-kali mereka mencoba hasilnya sama. Mulai diserang perasaan panik, mereka mencoba menghubungi
Bara dan Bastian. "Ada apa Tristan, Nico?" tanya Hildergard ikut tegang melihat kepanikan dua pemuda dihadapannya.
"Chacha sama Angel nggak angkat telpon aku sama Nico. Kita takut Dastan gadungan itu ngelakuin sesuatu. Terakhir sebelum kesini Chacha hampir kena celaka.
Yang tadi Tristan cerita ke papa. Ada yang berusaha nyelakain Chacha. Si Bastian kenapa nggak angkat telpon sih! Bara ngangkat nggak, Co?" jawab Tristan
sambil terus berusaha menghubungi Bastian.
"Bara juga nggak nih" jawab Nico sama frustasinya.
Pucuk dicinta ulam tiba. Selang beberapa detik ada panggilan masuk dari Bastian ke handphone Tristan. Tanpa pikir dua kali, Tristan mengangkat.
"Halo, Bas. Kenapa?"?"sahut Tristan mengangkat telpon Bastian.
"Tan. Buruan sama Nico ke rumah sakit Boulevard! Gue sama Bara bawa Angel ke rumah sakit. Chacha diculik Dastan imitasi!" seru Bastian sangat to the point.
"HAAHHH?" Oke gue sama Nico kesana" ujar Tristan langsung menutup telponnya.
"Kenapa Tan?"?" Nico jadi tidak sabar melihat kekagetan Tristan.
"Angel dirumah sakit. Chacha diculik Dastan palsu" jawab Tristan singkat lalu berdiri dengan wajah yang memucat saking kagetnya.
Nico dan Hildergard yang ikut berdiri, terperanjat. Ketiganya melesat menuju rumah sakit Boulevard tempat Angel dirawat saat insiden kecelakaan penculikan
Chacha. Taman fakultas sastra universitas Acropolis.
Edel dan Irina terperangah mendengar pengakuan hantu bernametag Tristan bahwa dia adalah Dastan yang asli. Lantas buat apa dia mengenakan nama Tristan"
Pikir mereka. "Kamu Dastan" Lalu siapa Dastan yang ketemu kak Tristan" Kenapa juga kamu pake nametag nama kak Tristan?" Edel memberondong sang hantu dengan pertanyaan
yang meletup-letup dalam kepalanya.
"Tolong kasih tahu kita. Ini penting. Kak Chacha sama kak Tristan dalam bahaya, kan?" timpal Irina.
"Akan aku ceritakan bagaimana kejadian yang sebenarnya. Namaku Dastan Karl Becker. Kalian pasti sudah tahu aku adalah kakak Tristan. Hidupku bisa dikatakan
hampir mendekati sempurna. Keluarga bahagia, orang tua yang meski sibuk tapi masih berusaha menyempatkan diri memperhatikan atau sekedar menghubungi via
telp untuk menanyakan kabarku saat berada diluar negeri, harta berlimpah, teman-teman yang baik dan prestasi gemilang. Semuanya seperti tidak bercacat.
Tristan dan aku sangat dekat. Perbedaan umur kami yang hanya 2 tahun membuat kami banyak menghabiskan waktu bersama. Geng halfblood juga dekat denganku.
Aku selalu menjaga Tristan. Sebagai kakaknya aku sangat menyayangi dia. Aku merasa punya kewajiban menuntun dan mengajarinya banyak hal. Meski sebenarnya
Tristan bukan anak yang lemah atau cengeng. Kebahagiaan itu mulai mengalami gangguan saat umurku 14 tahun dan Tristan 12 tahun..." hantu Dastan menceritakan
kilas balik masa lalunya sebelum meninggal.
Flashback 1 Acropolis International Junior High School. Kelas 9A.
Ting tong ting tong ting tong
Suara bel berbunyi tiga kali interval tanda pulang sekolah tiba. Dastan segera merapikan peralatan belajarnya ke dalam tas ransel berwarna cokelat gelap
miliknya. Rekan-rekan sekelasnya silih berganti berpamitan pulang duluan padanya. Ia pun selesai membereskan semua peralatannya dan bergegas keluar kelas.
Di depan kelas Tristan sudah duduk dibangku sambil meminum sekaleng minuman dingin. Melihat kepolosan wajah sang adik yang baru saja menginjakkan kaki
dibangku sekolah menengah pertama, membuat Dastan tersenyum bahagia. Meski umurnya berbeda 2 tahun tapi postur tubuh mereka terlihat sama. Banyak yang
bilang wajah pun mereka serupa. Tidak mengherankan toh mereka memang saudara kandung, pikir Dastan berjalan mendekati sang adik yang asik memainkan handphonenya.
"Jangan terlalu asik dengan handphone. Nanti kamu tidak fokus pada sekelilingmu. Bahaya, Tristan" ujar Dastan menarik handphone di tangan Tristan.
"Yahh..ini Chacha yang lagi aku chat lebih bahaya lagi kalau nggak dibales. Balikin kak" ujar Tristan merebut lagi handphonenya dari sang kakak.
"Hehehe..kamu lebih ngeri kena semprot Chacha. Lucu ya kalian. Kakak jadi penasaran kalo kalian udah nikah gimana" ujar Dastan tertawa geli.
Mendengar kata-kata Dastan, wajah Tristan langsung memerah.
"Kak Dastan apaan sih?" Kok jadi ngebahas nikah segala?" Masih lama. Nggak usah dibayangin deh" ujar Tristan. Dastan justru semakin tertawa melihat wajah
merah Tristan yang malu-malu.
Keduanya berjalan menuju pintu depan untuk pulang. Seperti biasa supir keluarga mereka sudah menunggu di depan untuk menjemput mereka. Tanpa kecurigaan
sedikit pun kedua pewaris keluarga Becker menaiki mobil jemputan mereka yang berwarna hitam di bangku yang paling tengah.
Tristan asik bermain handphone. Dastan tiba-tiba curiga karena cara membawa mobil supir pribadi yang biasanya mengantar jemput sedikit berbeda. Dia pun
mencoba melihat si supir. Dastan terkejut, meski perawakan dan memakai seragam yang sama, dia bukan supir keluarga mereka. Keluarga Becker memang memiliki
banyak supir pribadi namun yang satu ini Dastan yakin seribu persen bukan supir keluarganya.
Dastan mencari cara untuk keluar dari mobil. Memperhatikan sekeliling, dia melihat ada mini market dipinggir jalan. Dia mendapat ide.
"Pak, kita ke mini market itu dulu ya. Saya mau ada yang dibeli" pinta Dastan menunjuk ke mini market dipinggir jalan.
Tristan menoleh saat mendengar permintaan sang kakak.
"Mau beli apa kak?" tanya Tristan penasaran. Dastan memberikan kode pada sang adik. Awalnya Tristan tidak mengerti namun saat melirik ke pengemudi, dia
pun paham. "Kakak haus. Beli minum dulu" jawab Dastan meneruskan sandiwaranya.
Sang supir tersenyum licik. Dia rupanya tahu bahwa kedua anak dibelakang menyadari kebohongannya. Dia pacu mobil sedan bermerk Mercedez Benz itu dengan
kecepatan tinggi. Dastan dan Tristan terhenyak ke belakang karena hempasan kecepatan mobil yang dinaikkan secara tiba-tiba.
"Waaaaa!!" jerit kedua 'pangeran' kecil bermarga Becker.
"Kamu siapa?"" seru Dastan sambil berpegangan dengan Tristan.
Si pengemudi menoleh sedikit. Dari samping bisa terlihat bahwa laki-laki itu sepertinya berdarah blasteran. Umurnya sekitar tiga puluh lima sampai tiga
puluh tujuh. Kulitnya kasar dan kecokelatan. Hidungnya mancung dan ada bekas luka di dahi memanjang hingga rahang kanannya.
"Kalian tidak mengenalku. Jangan banyak tingkah jika kalian tidak mau aku sakiti. Tenang saja, kalian tidak akan aku apa-apa kan. Jadi duduk manis disitu"
ujar laki-laki bercodet di dahi itu. Suaranya dalam dan tegas.
Tristan dan Dastan semakin waspada. Orang ini lebih berbahaya dari yang mereka duga. Saling bertukar pandang mereka sepakat untuk nekat agar bisa lari
dari cengkraman si supir gadungan.
Dastan melempar botol minum stenlis dari dalam tasnya ke kepala si penculik. Tristan menjambak rambut pria itu agar Dastan bisa memencet tombol kunci central
yang ada di dekat kemudi lalu menarik rem tangan agar mobil berhenti.
Kendaraan roda empat itu berhenti tiba-tiba dan sempat berputar sebanyak dua kali sampai akhirnya berenti. Tristan masih sempat menutup kepala si penculik
dengan tas ranselnya. Dastan membuka pintu dan menarik Tristan keluar.
Setelah melepaskan tas ransel Tristan yang menutupi kepalanya, sang penculik pun bergegas mengejar keduanya. Meski masih anak-anak, Tristan dan Dastan
adalah anak yang jago olahraga. Stamina dan kecepatan lari mereka tidak bisa diremehkan.
Laki-laki bercodet itu kesal, ia mengeluarkan pistol dan membidik kaki Tristan.
"Dor!" tembakan dilepas tepat mengebai betis kiri Tristan.
"Aaarrgghhh!!" jerit Tristan terjatuh dengan kaki berlumuran darah. Dastan terkejut dan berbalik menghampiri sang adik yang berguling-guling kesakitan
memegangi betisnya. "Tristann!!" Dastan berseru.
Dari arah belakang muncul seorang wanita yang berjalan diam-diam lalu membekap mulut Dastan dengan saputangan yang sudah diberi obat penidur. Setelah sekitar
dua menit perlawanan, Dastan pun kehilangan kesadaran. Tristan yang terkena tembak, tidak berdaya melawan lagi. Dia terus dipegangi oleh laki-laki yang
menembaknya. Rasa sakit dari luka tembak mulai menggerogoti kesadarannya juga secara perlahan-lahan hingga habis.
Ketika sadar, Dastan berada disebuah kamar tidur yang bersih. Ukurannya cukup luas bernuansa biru dengan tema salah satu klub sepakbola luar. Dia menatap
sekelilingnya. Seperti kamar seorang anak laki-laki, pikir Dastan.
"Kenapa aku tidak diikat" Dimana ini" Ah, Tristan dimana?" Aku harus mencari Tristan. Dia terluka. Keadaannya gawat. Dia perlu segera mendapat pertolongan"
gumam Dastan dalam hati. Dia bergegas menuju pintu kamar untuk lekas mencari sang adik.
Belum sempat meraih knop pintu, seseorang membuka pintu mengejutkan Dastan. Wanita dihadapannya adalah wanita yang tadi membekapnya. Dastan mundur beberapa
langkah. Si wanita berambut panjang bergelombang itu tersenyum lalu masuk dan mengunci pintunya. Dia berjalan ke arah kursi di samping tempat tidur kemudian
duduk menghadap ke arah Dastan yang memasang ancang-ancang tanda waspada. Mau apa wanita ini" Pikir Dastan. Diamatinya tindak tanduk si wanita.
Wanita misterius itu berpenampilan anggun. Dia mengenakan rok sepan warna pastel hingga menutupi lutut. Dipadu kemeja yang dimasukkan berwarna putih tulang.
Umurnya sekitar tiga puluhan akhir. Posturnya ramping dan wajahnya masih cantik dengan kulit mulus berwarna kuning langsat. Khas wanita jawa ningrat. Kesan
cerdas namun licik terpancar diparas ayunya. Ular berbisa adalah julukam yang mungkin sesuai untuk wanita cantik ini.
"Kamu siapa?" Kenapa kamu menculikku dan adikku?" Dimana dia?"" seru Dastan mengumpulkan keberaniannya.
"Tenang sayang. Tidak usah terburu-buru begitu. Duduklah. Akan aku ceritakan semuanya padamu" jawab si wanita.


Ghost Campus Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dastan terpana mendengar jawaban wanita bermata besar itu. Sayang" Sejak kapan seorang penculik memanggail tawanannya sayang" Dia sudah gila apa" Pikir
Dastan menuruti apa maunya si penculik agar dia diberitahu lokasi Tristan.
"Bagus sekali. Kamu memang anak yang penurut" puji si wanita.
Nah, sekarang dia memuji. Wanita ini memang sudah tidak waras, gumam Dastan dalam hati.
"Dimana Tristan?"" tanya Dastan kembali. Tidak sabar. Wanita ini terus membuang-buang waktunya.
"Hoo..kamu anak yang tidak sabaran. Baiklah. Pertama perkenalkan namaku adalah Gendhis. Ibu kandungmu" ujar wanita yang mengaku bernama Gendhis.
Dastan tercengang. Ibu kandungnya" Bagaimana bisa" Ibu kandungnya adalah Seruni. Bagaimana mungkin wanita ini mengaku ibu kandungnya. Apa maksudnya?" Pikir
Dastan. "Ibuku?" Jangan bohong!! Apa maksudnya?"?" seru Dastan.
Gendhis tertawa. Sudah ia duga Dastan akan bereaksi seperti itu.
"Apa yang kukatakan adalah kenyataan, Dastan. Seruni dan Hildergard bukan orang tua kandungmu. Aku adalah ibu yang melahirkanmu. Ayahmu bernama Karl. Sesuai
nama tengahmu. Marga aslimu bukan Becker tapi Rotger adalah marga kelahiranmu. Nama ayah kandungmu.."
"Karl Lutz Rotger bukan Hildergard Ludwig Becker" jawab penculik satunya dari ambang pintu. Pria bercodet bernama Karl itu masuk dan menguncinya dengan
kunci cadangan miliknya. Karl berjalan mendekati keduanya.
"Kamu mungkin terkejut, Dastan. Wajar kami memang sengaja merencanakan ini. Kamu adalah anak kandung kami. Orang tuamu sekarang bukan orang tua kandungmu.
Mereka sebenarnya adalah paman dan bibimu. Seruni itu adik ibumu" ujar Karl.
Gendhis dan Karl meneruskan ceritanya. Mereka sengaja merencanakan semuanya. Dari awal mereka berbohong bahwa Karl meninggal karena kecelakaan mobil. Gendhis
yang menderita kanker stadium akhir dan hidupnya tinggal beberapa bulan lagi. Kemudian mereka menitipkan Dastan pada Seruni dan Hildergard dengan maksud
agar anak mereka bisa menjadi pewaris kekayaan keluarga Becker.
Setelah kematian pura-pura Gendhis yang direncanakan sematang mungkun, keinginan keduanya terkabul. Dastan diumumkan sebagai anak sulung keluarga Becker.
Namanya diganti dari Dastan Karl Rotger menjadi Dastan Karl Becker.
Demi memperlancar rencana busuk keduanya, Karl bahkan rela merubah wajahnya agar tidak dikenali lagi. Merubah identitas menjadi Lutther Parzifal. Begitu
pun Gendhis. Merubah identitasnya dari Gendhis Rotger menjadi Bulan Parzifal.
Mereka hidup menjadi bayang-bayang Dastan. Mengawasi bagaimana operasi mengeruk harta keluarga Becker berjalan. Dastan hanya bisa terdiam saking terguncangnya.
Kenyataan yang sedang ia hadapi memukul keras akal sehatnya.
Karl menceritakan juga bagaimana dia sangat membenci Hildergard dan keluarga Becker. Sewaktu di Jerman, keluarga Becker dan Rotger adalah rekan bisnis.
Dia, Hildergard dan Seruni merupakan teman sejak masih kuliah di Jerman. Hildergard adalah anak yang pendiam. Dia selalu dibela oleh Karl karena sering
diganggu oleh anak lainnya.
Dari motivasi yang selalu diberikan oleh Karl, Hildergard mulai terbuka. Dia berubah menjadi anak yang berani dan percaya diri. Keduanya menjadi jawara
kampus. Mereka sangat populer sebagai mahasiswa berprestasi. Persahabatan itu berlanjut hingga menjadi rekan bisnis begitu keduanya mewarisi tahta bisnis
keluarga masing-masing. Lambat laun bisnis keluarga Rotger mengalami kegagalan. Perusahaan miliknya kena tipu ratusan juta Euro hingga akhirnya bangkrut. Dari kebangkrutan itu
perusahaan keluarga Becker semakin menanjak. Hal ini memicu rasa cemburu Karl. Hildergard bukan hanya menang dari segi bisnis. Dia juga berhasil mendapatkan
Seruni, wanita yang dicintai Karl sejak duduk dibangku kuliah. Merasa kalah pada teman yang dulu selalu dia lindungi.
Tenggelam pada perasaan kalah dan patah hati, Karl bergelut dalam bisnis hitam. Disanalah ia mendapat informasi bahwa keluarga Becker bekerjasama dengan
perusahaan yang menipunya untuk menjatuhkan perusahaan keluarga Rotger.
Karl marah dan sakit hati. Dia merencanakan balas dendam pada Hildergard. Mengumpulkan semua informasi mengenai keluarga Becker. Dia mendengar kabar Hildergard
akan sudah bertunangan dengan Seruni. Dia mendekati kakak Seruni yang tinggal di Indonesia, yaitu Gendhis. Rupanya tangannya disambut penuh sukacita oleh
Gendhis. Gendhis juga menyimpan sakit hati pada Seruni. Dia cemburu karena Hildergard lebih memilih sang adik ketimbang dirinya. Cemburu adiknya mendapatkan
pria sempurna sebagai pendamping sedangkan dia tidak. Seruni selalu mendapatkan apa yang diidam-idamkan oleh sang kakak. Perhatian orang tua, prestasi,
popularitas, berbagai bakat yang diturunkan oleh keluarga bahkan dimiliki olehnya. Gendhis sangat membenci Seruni.
Berakar dari sakit hati berkembanglah menjadi dendam hingga muncul rencana cerdik menggunakan anak mereka, Dastan sebagai umpan panas ke dalam keluarga
Becker. Rencananya setelah Dastan mewarisi separuh kekayaan keluarga Becker mereka akan muncul dan membunuh Tristan. Dengan begitu kekayaan atas nama Tristan
akan jatuh pada Dastan. Saat itulah mereka melancarkan aksi balas dendam mereka yang sebenarnya pada Hildergard dan Seruni.
Otak Dastan seakan lumpuh selama beberapa detik. Selama hampir empat belas tahun hidup sebagai Dastan Karl Becker tiba-tiba ada yang mengatakan bahwa itu
bukan namamu yang asli. Dia diperlakukan seperti bidak catur yang di taruh sebagai unpan raja. Saat waktunya tepat dia akan digunakan sebagai senjata penghancur
kerajaan lawan. Perannya sebagai destroyer. Jika memang benar demikian, dia akan benci pada dirinya sendiri. Benci pada asal usulnya yang asli. Benci pada
kelahirannya jika hanya untuk digunakan sebagai alat balas dendam.
Dastan terguncang luar biasa. Ibarat kata kena sambar petir di siang bolong. Kenyataan yang baru diterimanya seperti dongeng. Seperti drama penuh konflik.
Seperti karangan sinopsis sebuah film. Dia harus memastikan kebenarannya. Setidaknya itulah yang bisa dipikirkan Dastan dalam kondisi shock berat.
Dia tercenung sambil menatap kedua orang tua aslinya. Turbin super cepat dikepalanya berputar kembali. Memacu akalnya untuk memikirkan rencana.
"Begitukah" Apa buktinya kalau kalian adalah orang tua kandungku?" tantang Dastan.
"Kamu tidak pernah tahu golongan darahmu apa" Coba kamu cek dan bandingkan dengan Seruni dan Hildergard. Golongan darahmu AB karena aku bergolongan darah
A dan Karl bergolongan darah B" tutur Gendhis.
End Flashback 1 Edel dan Irina menatap ngeri hantu Dastan. Mereka tidak menyangka dibalik masalah yang terjadi masih ada misteri permasalahan hubungan darah keluarga Becker.
"Lalu setelah itu bagaimana" Kalian lolos dari penculikan itu?" tanya Irina penasaran.
"Mereka melepaskan kami. Memang dari awal tujuan mereka hanya untuk memberitahuku tentang identitasku yg asli. Aku membawa Tristan yang terluka keluar
dari rumah itu. Tidak jauh dari rumah itu, kami bertemu dengan polisi dan ayahku Hildergard. Kami membawa Tristan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.
Aku juga tidak memberitahukan masalah ibu dan ayah kandungku" ujar sang hantu.
Hantu Dastan menjelaskan kejadian setelahnya.
Flashback 2 Dastan menyimpan rahasia tentang orang tua aslinya. Dia sudah memeriksa catatan medis dirinya, Seruni, Hildergard bahkan Tristan. Dia diam-diam membaca
copian catatan medis yang disimpan di ruang kerja Hildergard. Ternyata benar. Golongan darah dirinya AB sedangkan Tristan O. Seruni dan Hildergard bergolongan
darah A dan O. Sudah dapat dipastikan bahwa dirinya memang bukan anak kandung mereka.
Selama hampir satu bulan dia tersiksa pada kenyataan yang baru diterimanya. Sampai tiba hari ulang tahunnya yang ke empat belas. Di pesta ulang tahunnya
yang dirayakan besar-besaran itu Hildergard tiba-tiba mengumumkan separuh asset keluarga akan dia daftarkan atas nama puteranya. Dia akan segera melatih
puteranya untuk mengurus beberapa bisnis perusahaan sedikit demi sedikit.
Dastan terperanjat. Dia ingat pada rencana kotor kedua orang tuanya. Rencana yang memanfaatkan dirinya sebagai umpan hidup ke tengah keluarga Becker. Oh,
tidak. Dia tidak mau jadi pengkhianat. Terutama pada keluarga yang dengan tulus menampungnya sejak kecil meski tahu dia bukan anak kandung mereka.
Selang satu hari dari acara itu, terjadi penculikan kedua. Si penculik membawa Tristan tepat saat jam istirahat. Dastan mendapat info dari Nico, Bastian,
Bara, Angel dan Chacha bahwa Tristan diculik. Dastan mengira ini pasti ulah kedua orang tuanya. Dia melarang geng halfblood lainnya untuk ikut. Dia tidak
mau anak lainnya ikut celaka.
Dastan pergi menyelamatkan Tristan. Dia menghubungi Hildergard untuk membantu mencaritahu lokasi Tristan. Karena penculikan sebelumnya sampai mengancam
nyawa, Hildergard memesan alat khusus untuk mendeteksi lokasi Tristan seperti chip kecil yang sudah ditempeli pada jam tangannya.
Hildergard kala itu sedang berada di luar negeri. Dia mengutus asistennya untuk mengecek lokasi Tristan. Dastan mengintip saat sang asisten mentracking
dengan alat khusus itu. Setelah tahu lokasi sang adik, dia bergegas menuju kesana.
Dastan sampai disebuah rumah kecil tempat Tristan diculik. Yang melakukan penculikan bukan kedua orang tuanya. Namun Gendhis dan Karl memberitahukan bahwa
Tristan adalah anak kandung keluarga Becker sedangkan dirinya bukan anak kandung. Hal itu memancing si penculik untuk lebih tertarik pada Tristan karena
beranggapan seluruh warisan pasti jatuh ke tangan Tristan.
Dastan murka. Kedua orang tuanya sudah keterlaluan. Dengan gas penidur, Dastan berhasil menidurkan semua penjahat yang ada dirumah itu. Secepatnya dia
bergegas membawa Tristan keluar. Sekuat tenaga dia berlari sambil menggendong sang adik dipunggungnya.
Gas tidurnya hanya bertahan 10 menit. Kawanan penjahat segera sadar dan mengetahui bahwa Tristan lolos. Mereka menyebar untuk mencarinya. Ditengah jalan
mereka berhasil mengejar Dastan dan Tristan.
Kejar-kejaran terjadi. Hingga keduanya terpojok dijembatan tidak jauh dari mobil milik Dastan terparkir. Tristan sudah sadar saat mereka sudah terkepung
oleh para penjahat yang berjumlah hampir 10 orang. Dastan memandang kedua orang tuanya penuh kebencian. Dia tidak sudi kalah oleh mereka. Tidak sudi rencana
mereka sukses. Dia membisikkan ide gilanya pada sang adik. Meski takut, Tristan percaya pada sang kakak dan menyanggupinya. Dalam hitungan ketiga keduanya
melompat ke sungai dibawah jembatan.
Dengan bantuan chip pada jam tangan keduanya, asisten keamanan keluarga Becker beserta para polisi berhasil menemukan mereka di sisi lain sungai yang berjarak
beberapa meter dari jembatan tempat mereka melompat. Dastan yang terluka parah dibagian punggung segera dilarikan ke rumah sakit Boulevard.
End Flashback 2 "Lalu kenapa kamu bisa meninggal dengan mengenakan nama kak Tristan?" tanya Edel.
"Kedua orang tua kandungku menghubungiku setelah penculikan kedua itu. Mereka memperingatiku untuk tidak mengganggu rencana mereka membunuh Tristan. Mengatakan
bahwa itu semua demi kebaikanku juga. Menurut mereka jika Tristan masih hidup maka ayahku Hildergard hanya akan mewariskan sedikit hartanya padaku. Jadi
mereka berinisatif untuk menghabisi Tristan sehingga ayahku Hildergard akan merasa hanya memiliki satu anak yaitu aku" tutut hantu Dastan
Edel dan Irina mendengarkan penuh konsentrasi. Firasat mereka mengatakan setelah ini akan ada peristiwa tragis dibalik kematian Dastan.
"Aku berpura-pura menurut dan ingin ikut serta dalam rencana mereka. Tidak kusangka begitu mudahnya mereka percaya. Mereka membeberkan rencana penculikan
dan pembunuhan Tristan padaku. Setelah tahu, aku mengatur rencanaku sendiri. Tekadku sudah bulat, meski harus melawan kedua orang tua kandungku sendiri,
aku tidak perduli. Flashback 3 Di hari rencana penculikan Tristan, Dastan ijin dari sekolah untuk pulang lebih awal. Dia sempat mengintip kawanan penculik suruhan Gendhis dan Karl saat
menculik paksa Tristan. Mereka menabrak mobil jemputan Tristan tidak jauh dari kawasan sekolah dan membunuh supir Tristan. Untuk aksi penculikan ketiga
ini, Karl sampai menyewa sniper untuk melumpuhkan bodyguard yang menjaga Tristan. Dastan memungut jam tangan Tristan yang dilepaskan oleh Karl setelah
dia tahu bahwa jam itu dilengkapi chip yamg digunakan untuk mendeteksi lokasi kemudian bergegas kembali ke rumah.
Dastan mengambil salah satu seragam sekolah Tristan dan mengenakannya lengkap tanpa nametag. Diubahnya model rambut yang memang sudah serupa dengan rambut
Tristan agar sama persis.
Dia menulis surat yang mengatakan dia akan pergi untuk sementara waktu. Meminta tidak ada yang mencari keberadaannya. Dia akan pulang kalau waktunya sudah
tepat. Kemudian meninggalkannya di meja kerja Hildergard. Sebelum pergi dia memandang foto yang terpajang di dinding ruangan. Foto keluarganya bersama
Hildergard, Seruni dan Tristan. Perannya sebagai Dastan Karl Becker mungkin harus berakhir saat kakinya melangkah pergi dari rumah. Dua harus kembali menjadi
Dastan Karl Rotger. Dia lebih memilih sengsara dibanding menjadi pengkhianat dan menyakiti keluarganya. Apapun yang terjadi dulu antara ayahnya Hildergard
dan ibunya Seruni dengan kedua orang tua kandungnya, dia yakin ada salah paham besar. Dia kenal betul Hildergard dan Seruni bukan orang macam itu.
"Terima kasih papa, mama karena sudah mau merawat dan menganggapku sebagai anak kalian. Terima kasihku tidak bisa kuungkapkan secara langsung. Maaf aku
pergi tanpa bisa membalas kebaikan kalian. Akan aku kembalikan anak kalian. Aku menjaminnya dengan nyawaku. Selamanya kalian adalah orang tuaku yang sejati.
Selamat tinggal" ujar Dastan menahan air matanya. Dia lepaskan jam tangan miliknya dan meletakkannya diatas surat perpisahan pada meja kerja Hildergard.
Kemudian dia pakai jam tangan milik Tristan. Dastan pergi meninggalkan rumah menuju tempat Tristan akan dibunuh.
Tristan disekap disebuah gudang tua dipinggir kota. Tempat yang dikelilingi oleh padang ilalang itu memang jauh dari keramaian. Dengan kepala berlumuran
darah karena benturan kecelakan saat penculikan berlangsung, Tristan disekap dengan kedua tangan diikat pada tali yang menggantung di langit-langit gudang.
Benturan cukup keras pada kepalanya membuat Tristan tidak sadarkan diri selama proses penculikan.
Gendhis dan Karl sedang memberikan komando pada anak buahnya untuk langsung menjalankan rencana terakhirnya. Anak buahnya memasang peledak di keempat sisi
gudang dan menghidupkan timernya. Waktu pada peledak itu berjalan mundur dari angka 03:00.
Semua yang ada disana segera mengevakuasikan diri sejauh mungkin. Gendhis dan Karl tersenyum senang karena anak mereka tidak akan punya penghalang lagi.
Keduanya pergi dengan hati gembira. Mereka tidak sadar bahwa hari itu adalah hari dimana rencana yang disusunnya selama bertahun-tahun akan digagalkan
oleh anak mereka sendiri.
Dastan tiba di lokasi. Dia sedikit terlambat karena menggunakan transportasi umum agar tidak meninggalkan jejak bahwa dia menuju ke sana. Tanpa pikir panjang
berlari memasuki gudang yang telah dipasangi peledak.
Dastan terkejut melihat waktu hanya tersisa 1 menit lebih 35 detik. Dia berlari menghampiri Tristan dan memotong kedua tali yang mengikat kedua tangan
Tristan lalu menggendongnya keluar gudang. Besar tubuh mereka hampir sama. Cukup sulit membawa tubuh Tristan yang tidak sadarkan diri keluar dari gudang.
Begitu sampai diluar, Dastan meletakkan tubuh Trisan disemak-semak. Dastan melepaskan jam tangan yang dikenakannya lalu memakaikannya ke pergelangan tangan
Tristan. Dilepaskannya nametag nama pada seragam sekolah Tristan dan dia kenakan sendiri. Di tutupnya tubuh Tristan dengan papan kayu tipis untuk melindunginya
dan disembunyikannya ditempat seaman mungkin agar tidak ditemukan oleh para penjahat.
Dastan berdiri dan memandang sejenak posisi dia menyembunyikan sang adik. Kedua matanya memancarkan kesedihan yang dalam. Air mata berjatuhan di wajah
tampannya. Dia berbalik dan berlari menuju gudang.
Dia berjalan perlahan memasuki gudang dan berdiri di tempat Tristan tadi diikat. Waktu pada peledak hanya tersisa 10 detik.
"Hidupku akan berakhir disini. Dengan begini rencana ayah dan ibu tidak akan pernah berhasil. Aku akan menebus kesalahan kalian pada keluarga Becker. Urusan
dendam ini akan kuakhiri disini. Papa, mama dan Tristan semoga hidup kalian bahagia. Semoga kalian sehat selalu. Maafkan Dastan. Maafkan kehadiranku ditengah
keluarga kalian yang ternyata hanya dirancang sebagai alat balas dendam. Maaf pergi dengan salam yang tidak pasti. Dastan sayang pada kalian bertiga. Selamat
tinggal papa, mama dan adikku Tristan" salam perpisahan Dastan yang terakhir.
"DDDUUUUAARRRRR!!!!"
Suara ledakan yang berasal dari keempat peledak menggelegar hingga radius beberapa kilo. Seketika runtuh semua isi gudang dan menimpa sisa jasad Dastan
yang hancur terkena ledakan. Runtuhan gudang terbakar kobaran api akibat ledakan itu. Rupanya salah satu tong besar yang ada di dalam gudang berisi bensin.
Nametag bernama Tristan terkubur bersama sisa jasad sang elang yang hangus terbakar.
End Flashback 3 Wajah Edel dan Irina penuh kengerian. Kematian Dastan lebih tragis dari yang mereka duga.
"Untuk apa kamu mati disana atas nama kak Tristan" Kalian bisa aja selamat berdua, kan?" tanya Edel.
"Kedua orang tua kandungku pasti kembali untuk mengecek hasil kerja mereka. Jika mereka mengetahui tidak ada sisa jasad Tristan, mereka akan mencari disekeliling
gudang dan menemukan Tristan yang asli. Aku tidak mau itu. Lagipula selama aku masih hidup, mereka tidak akan berhenti melakukan rencana jahat mereka.
Seorang anak remaja sepertiku tidak akan sanggup menghentikan mereka" tutur hantu Dastan.
"Kenapa kamu nggak bilang terus terang pada papa mamamu tentang rencana jahat orang tua kandungmu?" tanya Irina.
"Aku diancam oleh kedua orang tua kandungku. Jika aku membocorkannya, maka mereka akan membunuh mama Seruni. Mereka mengatakan bahwa di dalam rumah keluarga
Becker ada mata-mata yang mereka selundupkan untuk mengawasi tindak tandukku" jawab hantu Dastan.
Edel dan Irina speechless mendengar peliknya permasalahan Dastan dan keluarga Becker. Keadaan seakan memaksa Dastan untuk mengambil jalan kematian sebagai
solusi terbaik. Untuk anak remaja seumuranya saat itu, keputusan yang diambilnya bis dikatakan sangat berani dan heroik.
Tidak ada kata yang bisa menggambarkan pengorbanan yang telah dilakukan Dastan. Kalau Tristan mengetahui kejadian yang sebenatnya, dia bisa merasa sangat
bersalah. Bersalah karena Dastan menukar hidupnya agar dia bisa tetap hidup.
"Jadi itu alasanmu tidak mau menceritakan kejadian yang sebenarnya pada kak Tristan?" tanya Edel memandang iba sang hantu.
"Benar. Aku tidak mau Tristan merasa bersalah seumur hidupnya. Aku mau dia tetap hidup normal dan mencintai hidupnya" kata hantu Dastan.
"Dan satu lagi. Yang mencelakai Chacha adalah ibuku Gendhis. Sedangkan yang menyamar sebagai Dastan palsu adalah adik kembarku yang bernama Volker. Setelah
mengarang kematian mereka, kedua orang tuaku meneruskan hidup mereka dengan identitas palsunya bersama Volker. Alasan mereka memilihku untuk menjalani
peran sebagai anak keluarga Becker karena Volker mengidap kelainan jantung. Dia bergantung dengan obat-obatan seumur hidupnya. Wajahku juga lebih mirip
dengan Tristan dibanding Volker. Meski kami kembar tapi wajah kami tidak mirip. Ayah kandungku meninggal satu tahun setelah rencana mereka gagal. Sepertinya
kegagalan itu cukup membuatnya terpukul hingga jatuh sakit. Ibuku Gendhis sangat sakit hati dan bersumpah akan membalas kematianku dan ayahku, Karl pada
keluarga Becker" tutur hantu Dastan.
"Kenapa mereka beranggapan sekarang adalah saat yang tepat?" tanya Irina.
"Mungkin kalian tidak tahu. Beberapa hari yang lalu papaku Hildergard mengumumkan pada media bahwa Tristan akan mulai membantu mengurusi bisnis keluarga
yang berada di wilayah Jakarta sebagai pembelajaran awalnya. Aku rasa hal ini yang memicu pergerakan mereka. Ibuku pasti berasumsi sekarang saat paling
tepat untuk membunuh Tristan. Dia tahu namaku belum dicoret dari daftar ahli waris keluarga Becker. Karena itulah dia menyembunyikan sisa jasadku dan menguburkannya
di bawah gudang tempat aku mati. Supaya kematianku tidak diketahui dan dia bisa menyusupkan Volker sebagai penggantiku. Dia bahkan berani merubah wajah
Volker menjadi menyerupai aku setelah sukses menjalani transplantasi jantungnya"
"Ibumu menggunakan kak Chacha untuk mengancam kak Tristan?" tanya Edel.
"Ya. Kelemahan Tristan adalah Chacha
Sejak dulu begitu. Saat ini Tristan bukan anak kecil yang bisa mereka permainkan seenaknya. Tristan sudah dewasa dan memiliki powernya sendiri. Mereka
mencari kelemahan Tristan untuk menjatuhkannya. Aku tahu itu. Oleh karenanya, aku meninggalkan pesan untuk memancing kewaspadaan Chacha dan Tristan melalui
nama Phantom of the Opera. Alamat email yang kugunakan ke Chacha adalah tanggal ulang tahunku dan Tristan. Sayangnya Chacha ternyata memilih menyembunyikan
masalah pesan itu dari Tristan" ujar si hantu.
"Jadi Phantom opera itu kamu?" sahut Edel dan Irina berbarengan.
"Iya. Awalnya aku takut untuk menghubungi Tristan langsung. Aku takut dia bisa menebak siapa aku. Makanya aku memilih menghubungi Chacha karena aku tahu
dialah yang akan jadi sasaran empuk ibuku. Aku terlalu sibuk mengawasi ibuku yang mengancam keselamatan Chacha" ujar hantu Dastan.
"Kamu harus cerita ini semua pada kak Tristan" ujar Edel.
"Kalau Tristan tahu, dia akan merasa sangat bersalah padaku. Aku mohon simpan rahasia kematianku dari Tristan" pinta si hantu.
"Sepahit apapun kebenarannya. Kak Tristan berhak tahu. Disembunyikan juga nggak akan merubah apapun, Dastan" ujar Edel.
"Kak Tristan nggak bisa hidup dalam kebohongan terus. Termasuk papa dan mama kamu. Kamu nggak bisa ngebuat mereka menunggu kepulanganmu yang sebenarnya
nggak akan pernah terjadi. Lihat aja kejadian sekarang. Karena nggak tahu makanya keadaannya jadi dimanfaatin oleh orang jahat. Kamu harus bilang" timpal
Irina. Saat sang hantu mengalami pergulatan batin, handphone Edel berdering. Bastian menghubunginya.
"Halo" jawab Edel.
"Edel kamu dimana?"" sahut Bastian dari seberang telepon.
"Aku lagi sama Irina di kampus. Kenapa kak?" tanya Edel.
"Cepet ke rumah sakit Boulevard. Angel kecelakan. Chacha diculik Dastan palsu!" seru Bastian via telpon.
"Apaaaa?"" Oke kak aku sama Irina kesana. Bye" sahut Edel menutup telponnya.
"Kenapa, Del?"" tanya Irina jadi panik mendengar kekagetan Edel.
"Kak Angel kecelakaan. Kak Chacha diculik Dastan palsu. Kita harus ke rumah sakit Boulevard sekarang" ujar Edel. Tubuhnya langsung dingin seketika mendengar
kabar menggemparkan itu. "Hahhhh?" Yuk!" ujar Irina.
"Tunggu!" sahut si hantu menghentikan keduanya. Edel dan Irina menoleh.
"Panggil aku dengan cara seperti kalian memanggilku tadi satu jam lagi. Aku akan cari tahu lokasi Chacha. Tapi tolong jangan beritahukan identitasku pada
Tristan. Aku akan memberitahunya setelah Chacha kita selamatkan. Kalian benar. Semua berhak tahu kejadian yang sebenarnya" ujar hantu Dastan lalu menghilang.
Edel dan Irina beradu pandang. Mereka berlari menuju rumah sakit.
Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Boulevard Internasional.
Tristan, Nico dan Hildergard tiba di rumah sakit. Kedua orang tua Chacha sedang berada di Jepang. Hildergard jadi penanggung jawab sementara untuk Chacha.
Di depan ruang gawat darurat Bastian dan Bara terlihat menunggu dengan cemas.
Bastian dan Bara juga terluka. Ketiganya bergegas menghampiri.
"Bas, Bar!" seru Tristan.
"Lo berdua nggak apa-apa?" tanya Tristan melihat kedua sahabatnya diperban. Bastian diperban di bagian kepala. Bara terluka di pergelangan tangan kiri.
"Angel gimana?" tanya Nico.
"Apa yang terjadi, Bastian, Bara?" tanya Hildergard mengamati kedua anak sahabatnya itu.
"Angel masih dirawat dan menjalani beberapa tes. Tapi kondisinya udah stabil, Co" jawab Bastian.
Bastian dan Bara menceritakan kejadian yang mereka alami. Saat mengejar Gendhis, Bastian dijebak. Begitu berada tidak jauh dari area parkiran, motor si
Dastan palsu melaju dengan kecepatan tinggi dan hendak menabrak Bastian. Dengan reflek yang cukup baik, Bastian berhasil menghindar disaat terakhir tapi
sayangnya disambut oleh mobil Jeep Gendhis hingga terserempet dan jatuh terhempas beberapa meter. Untungnya tidak ada tulang yang patah atau luka fatal
lainnya. Bara yang menyusul karena mendengar suara tembakan juga sama sialnya. Begitu melihat Bastian yang tidak sadarkan diri, dia menghampiri. Dari belakang
Dastan palsu memukul kepala Bara dengan pemukul baseball. Bara berhasil menangkis dengan kedua tangannya. Saat lengah Gendhis memacu motor milik Dastan
dan menabrak telak Bara. Masih sempat mempertahankan diri, Bara menahan tubuhnya dengan tangan kiri. Diantara kesadaran yang samar-samar dia melihat Dastan
palsu pergi bersama Gendhis.
Selang beberapa menit, Bastian akhirnya sadar. Dibantu Bara, Bastian kembali ke parkiran untuk mencari Chacha dan Angel dengan langkah terseok-seok. Saat
mereka sampai disana, mobil Bara sudah tidak ada. Keduanya mencari disekitar wilayah terdekat. Mereka menemukan mobil Bara sudah hancur menabrak pohon
dan Angel dalam keadaan penuh luka sedang berusaha keluar dari mobil. Mereka bergegas membantu Angel keluar. Sebelum pingsan Angel sempat memberitahukan
bahwa Chacha diculik oleh Dastan palsu dan seorang wanita.
Emosi Tristan naik ke ubun-ubun. Hildergard memasang wajah curiga.
"Seperti apa wanita itu" Tadi kalian bilang dia berumur sekitar empat puluhan?" tanyanya.
"Iya. Kayak ibu-ibu tapi badannya langsing. Ini rekaman pas dia ngerusak loker Chacha, Pa" Bara menunjukkan rekaman cctv yang sengaja dia copy ke dalam
handphonenya untuk jaga-jaga kalau bukti kejahatan dirusak oleh si pelaku.
Hildergard memicingkan matanya. Meski rekamannya sedikit dan kurang jelas, dia memiliki dugaan siapa wanita itu.
"Ini mirip dengan Gendhis. Tapi bagaimana mungkin dia Gendhis?" gumam Hildergard terbelalak menatap video yang dia zoom untuk mempertegas tampilan wajah
si wanita. "Gendhis" Papa Gard kenal?" tanya Bastian terkejut.
"Gendhis mama kandungnya Dastan?"" tanya Tristan kaget.
"Mama kandungnya Dastan?" Maksudnya gimana sih?"" tanya Bara lebih terkejut lagi pada pernyataan Tristan.
Tristan menceritakan secara singkat asal usul asli Dastan pada Bastian dan Bara. Mereka sudah pasti terkejut. Masalah bukannya berkurang tapi malah bertambah.
Bukan jalan keluar yang datang tapi masalah terus yang terus datang menghampiri.
"Kalau benar wanita ini yang bernama Gendhis, berarti dia masih hidup dan berbohong pada papa mama" ujar Tristan.
"Sepertinya begitu..." gumam Hildergard dengan suara sedikit pelan. Dia merasa ada kejanggalan aneh kenapa sosok Gendhis bisa muncul ditengah-tengah permasalahan
yang sedang terjadi sekarang.
Edel dan Irina tiba. Mereka berlari menghampiri kelima pria yang sedang berdiri di depan ruang UGD dengan wajah suram.
"Kak Angel gimana kak?"" tanya Edel tersengal-sengal. Kehabisan napas sehabis berlari sepanjang memasuki rumah sakit saking paniknya mendengar keadaan
sang kakak sepupu. "Angel lagi ditangani dokter di dalam. Kondisinya sudah stabil. Tapi masih menjalani beberapa tes buat mastiin nggak ada efek serius aja" jawab Bastian.
Edel dan Irina langsung menghela napas lega. Saat keduanya melihat Bastian dan Bara diperban di kepala dan tangannya, mereka terkejut.
"Loh. Kak Bastian sama kak Bara kenapa?" sahut Edel menghampiri Bastian.
"Kakak berdua kok luka-luka gitu?" tanya Irina sama kagetnya dengan Edel. Dia langsung menghampiri Bara.
"Panjang ceritanya, Del. Intinya kita abis ngelawan si Dastan palsu sama cewe aneh yang naik Jeep" ujar Bastian.
"Bener tuh. Tapi kita nggak apa-apa. Kalian tenang aja" timpal Bara tidak tega melihat wajah khawatir keduanya.
"Pa, kenalin ini Edel adik sepupu Angel. Yang ini Irina teman dekatnya Edel. Del, Rin, kenalin ini papaku" Tristan memperkenalkan keduanya pada sang ayah
begitu pun sebaliknya. "Salam kenal om. Saya Edelwiss. Adik sepupu kak Angel" sapa Edel memperkenalkan diri sambil berjabat tangan dengan Hildergard.
"Salam kenal juga Edel. Saya Hildergard. Papanya Tristan" jawab Hildergard menjabat tangan Edel.
"Salam kenal juga om. Saya Irina. Temannya Edel" sapa Irina berjabat tangan dengan Hildergard setelah Edel.
"Salam kenal juga Irina. Saya Hildergard. Papanya Tristan. Tristan sudah banyak cerita tentang kalian berdua. Kalian pacarnya Bastian dan Bara, ya?" ujar
Hildergard menjabat tangan Irina.
Mendengar pertanyaan terakhir Hildergard, Edel, Irina, Bastian dan Bara terkejut.
"Eh, b-bukan om. Kita temennya"jawab Edel sedikit terbata karena malu sambil melirik Bastian. Irina tercengang dengan wajah merah.


Ghost Campus Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bastian dan Bara sedikit salah tingkah. Kenapa bisa kabar seperti itu sampai ke telinga Hildergard, pikir mereka.
"Tan, lo cerita apaan sama bokap lo?"" seru Bara.
"Gue cerita semua yang realistis kok" ujar Tristan membela diri.
"Realistis jidat lo! Yang terakhir itu mah namanya lo nyebar gosip ke bokap lo" ujar Bastian.
"Tapi bakal kejadian, kan" Emang gue nggak tahu isi otak lo berdua?"" ujar Tristan lagi sambil meneringai jail.
Bastian dan Bara makin salah tingkah. Nico tertawa melihat reaksi dua sahabatnya yang menahan malu. Hildergard tersenyum, bisa membaca situasi yang sedang
terjadi. Selang waktu sekitar 30 menit, dokter keluar dan mengabari bahwa tidak luka dalam yang serius pada Angel. Angel dipindahkan ke ruang rawat. Dokter menyarankan
agar Angel dirawat selama beberapa hari di rumah sakit sampai kondisinya membaik. Hildergard pergi mengurus administrasi perawatan Angel. Geng halfblood
bersama Edel dan Irina menunggu di ruang rawat Angel.
Nico duduk di sebelah Angel yang sedang tertidur. Bastian dan Bara menceritakan kejadian yang terjadi pada Edel dan Irina. Tristan duduk terdiam sambil
memutar otaknya. Mencari cara menyelamatkan Chacha. Rasa frustasi terpancar di mata tajamnya.
Edel dan Irina saling bertukar pandang. Mereka semakin was-was. Edel melihat jam tangannya. Sudah satu jam semenjak kepergian hantu Dastan. Sesuai apa
yang dikatakan si hantu, mereka sudah bisa memanggilnya kembali.
"Kak, aku sama Irina ke toilet dulu ya. Yuk, Rin" Edel ijin ke toilet dan menarik Irina.
Mencari tempat yang cukup aman untuk bicara.
"Rin, kita panggil lagi hantu Dastan. Nggak ada cara lain selain minta bantuannya buat nemuin kak Chacha" ujar Edel.
"Oke. Ini juga udah satu jam lebih. Kita cari tempat yang sepi. Yuk" ajak Irina.
Mereka memutuskan akan melakukannya di taman belakang rumah sakit. Setelah mengulangi ritual pemanggilannya, si hantu muncul dengan ekspresi panik.
"Kamu udah tahu dimana kak Chacha?"tanya Edel.
"Tahu. Situasinya lebih gawat dari dugaanku. Mereka juga berencana membunuh Chacha agar Tristan hancur" kata si hantu.
"Haaahhhh!!" seru Edel dan Irina serta merta.
"Terus gimana dong?" Kita harus secepatnya nyelametin kak Chacha!" ujar Irina panik.
"Aku punya permintaan" sahut hantu Dastan.
"Apa?" tanya Edel.
"Tolong pinjami aku tubuh yang bisa berbicara langsung pada ibu dan adikku. Aku juga perlu bicara pada Tristan dan papaku" pinta si hantu.
"Apaa?"" seru Irina terkejut untuk kedua kalinya dalam lima menit terakhir.
"Kumohon. Akulah yang menjadi inti permasalahan ini. Kita tidak bisa membiarkan semuanya berakhir tidak pasti. Setelah selesai semuanya, aku akan keluar.
Aku janji" ratap sang hantu.
Edel menatap dalam hantu Dastan. Dia iba padanya. Rasanya permintaan si hantu cukup beralasan juga, pikir Edel.
"Aku setuju. Akan aku pinjamkan badanku" sahut Edel penuh keyakinan.
"Del! Lo gila apa?" Lo tahu kan resikonya?" seru Irina terkejut mendengar keputusan Edel.
"Nggak ada jalan lain, Rin. Lagian dia bener. Cuma dia yang bisa nyelesain situasi sekarang ini. Kita lakuin aja. Demi bantu kak Tristan dan yang lain.
Demi nyelametin kak Chacha. Kita udah banyak dibantu mereka. Sekarang waktunya kita yang bantu mereka" tutur Edel.
Irina tidak bisa berkata apa-apa lagi. Alasan Edel benar. Meski dia juga ngeri pada resikonya.
"Iya deh. Tapi saat kak Chacha udah selamat, kamu harus cepet jelasin ke kak Tristan sama papa mamamu. Jangan ngabisin waktu lama-lama di tubuh Edel. Nanti
energinya makin melemah" sahut Irina mengajukan syarat.
"Aku mengerti. Aku tidak ada keinginan untuk mencelakai kalian juga. Tenang saja. Terima kasih banyak" ujar hantu Dastan.
Hildegard sudah kembali ke kamar rawat Angel usai mengurus semua prosedur administrasi rumah sakit. Angel juga sudah sadarkan diri. Nico sedang menyuapinya
makan. "Gimana caranya kita nemuin lokasi Chacha?"" seru Tristan yang kesal.
"Orang suruhan papa juga masih belum menemukan jejak Chacha. Bastian, Bara. Saat kalian di lokasi terakhir Chacha dan Angel. Apa ada sesuatu yang bisa
dijadikan petunjuk selain plat nomor" Jeep dan motor yang digunakan Dastan palsu dan wanita itu ditemukan di pinggir jalan tidak jauh dari kampus kalian.
Mereka sengaja menggantinya agar tidak bisa di tracking" tanya Hildergard.
Bastian dan Bara berusaha mengingat-ingat. Bersamaan dengan roda di kepala mereka bekerja, Irina masuk diikuti Edel yang sudah dirasuki oleh hantu Dastan.
Ekspresinya dingin. "Maaf lama. Aku sama Edel udah punya solusi buat nemuin kak Chacha" Tanpa basa basi Irina langsung mengutarakan jalan keluarnya.
Seisi ruangan terkesiap dan menatap pada kedua gadis yang baru tiba itu.
"Maksud kamu apa, Rin?" tanya Bara.
Edel maju ke tengah ruangan. Semua mata tertuju padanya. Edel memandangi satu persatu wajah diruangan. Kemudian berhenti beberapa detik saat menatap wajah
Tristan dan Hildergard. "Chacha disekap di gudang pinggir kota tempat dulu Tristan terakhir diculik, 9 tahun lalu" ujar Edel dengan mata kosong.
Geng halfblood dan Hildergard terperanjat mendengar penuturan Edel.
"Dari mana kamu tahu, Del?" tanya Tristan.
"Dia bukan Edel, kak. Ada hantu yang ngerasukin Edel. Dia tahu dimana lokasi kak Chacha. Kita bisa minta tolong hantu ini buat nemuin kak Chacha" tutur
Irina sedikit membelokkan fakta aslinya untuk menjaga identitas asli hantunya.
"Hahhh!! Hantu?""seru geng halfblood.
"Hantu siapa?" tanya Nico.
"Hantu anak laki-laki yang jadi saksi penculikan kak Chacha sama kejahatan dua orang itu. Dia datengin Edel terus ngasih tahu. Makanya kita minta bantuannya
aja sekalian" sahut Irina mengarang sedikit cerita.
"Tapi Rin, kata kamu dulu kalau Edel dirasukin hantu energinya bisa melemah dan dia bisa meninggal" ujar Angel khawatir.
"Iya kak. Tapi nggak ada jalan lain. Aku udah bikin perjanjian sama hantunya untuk nggak lama-lama ditubuh Edel. Edel juga yang setuju kok. Hantunya nggak
jahat. Dia pasti bantu kita dan nepatin janjinya" timpal Irina.
"Yakin nggak tuh?" Dia nggak ada maksud lainnya, kan" Kalau bahaya ya jangan dong harusnya" seru Bastian curiga.
"Kamu nggak terlalu percaya sama hantunya, Rin?" tanya Bara sama curiganya.
"Kalau ada resiko mencelakakan yang lain sebaiknya jangan dipaksakan, Irina" sahut Hildergard.
"Kakak juga nggak setuju kalau nyawa Edel jadi taruhan juga" tambah Tristan.
"Kamu kenal hantunya, Rin" Keliatannya kamu sangat percaya sama dia" tanya Nico.
Irina sedikit kewalahan harus berbohong bagaimana lagi. Berbohong itu sulit, pikir Irina.
"Aku kenal dengan Irina dan Edel. Jangam khawatir. Aku tidak ada niat jahat. Aku hanya ingin membantu. Lagi pula aku juga punya sedikit urusan pribadi
dengan kedua penjahat yang menculik Chacha. Anggap saja kita punya masalah dengan orang yang sama" ujar hantu Dastan melalui tubuh Edel.
"Kamu kenal dengan dua penculiknya?" tanya Tristan.
"Cukup kenal. Nama kedua penculiknya adalah Gendhis dan Volker" jawabnya.
"Gendhis?" Jadi benar itu dia" Gendhis masih hidup?" tanya Hildergard penuh pertanyaan.
"Benar dia masih hidup. Bisa dikatakan sebenarnya dia memang tidak pernah mati ataupun sakit" ujar Edel.
Hildergard terperanjat. Geng halfblood yang sudah mengetahui cerita identitas Dastan juga ikut terkejut. Masalah apa lagi ini" Keluh mereka.
"Kita tidak punya waktu banyak untuk menyelamatkan Chacha. Mereka tidak hanya menculik Chacha untuk memancingmu Tristan. Mereka berniat membunuh Chacha
untuk menghancurkanmu" ujar Edel.
Tristan membelalak."Ayo kita berangkat kesana!"
"Sebentar. Kita atur rencana" sahut Hildergard menahan anaknya agar tidak panik.
Hildergard dan Tristan mengatur siasat untuk menjebak si penjahat. Dengan panduan si hantu di tubuh Edel, mereka bisa membaca situasi disana. Geng halfblood
ikut mendengarkan dan menambahkan ide dalam siasat yang sudah diatur Hildergard dan Tristan.
Angel terpaksa tinggal dirumah sakit. Ditemani Seruni dan kedua orang tuanya yaitu Lily dan Jasper. Geng halfblood bersama Hildergard, Edel dan Irina bergegas
menuju lokasi penyekapan Chacha.
Sesampainya disana mereka memarkir mobil ditempat yang tidak terlihat dari gudang. Dua batalion polisi menyebar disekitar gudang. Sebagai jenderal strategi,
Hildergard mengamati situasi dari jarak yang bisa melihat kesemua arah. Didampingi oleh dua orang komandan kepolisian dikedua sisinya.
Awalnya Hildergard sempat tidak setuju geng halfblood untuk turun ke lapangan untuk berhadapab dengan di penjahat, tapi Tristan berargumen dengan sang
ayah untuk masuk dan menjadi umpannya. Dia menganggap dialah yang diinginkan si penculik. Dia yang harus bisa melakukan negosiasi agar Chacha bisa diselamatkan
terlebih dahulu. Setelah debat panjang selama kurang lebih 15 menit, akhirnya Hildergard setuju dengan syarat, Tristan dan kawan-kawan dilengkapi anti
peluru. Para polisi mengendap - endap mengepung gudang dan menyelinap masuk tanpa suara. Tristan dan yang lainnya masuk dan mengendap - endap mendekati gudang
setelah para polisi bersiaga diposisi masing-masing.
"Gue akan masuk duluan buat bicara sama dua tukang tipu itu. Kalian nanti siap-siap disekitarnya. Co, jangan lupa nyalain rekamannya" ujar Tristan.
"Hati-hati, Tan. Jangan gegabah. Itu dua penjahat gokil banget. Berani nabrak orang nggak pakai mikir. Dia nggak akan peduli buat langsung ngeledakin kepala
lo sama Chacha dengan sekali tembak" ujar Bastian memperingati Tristan dengan nasehat magicnya.
"Si Dastan palsu yang namanya Volker itu lumayan kuat. Hati-hati kalau dia nyerang pakai cara hand and hand combat. Dia bisa karate kayak Nico" timpal
Bara. "Yang namanya Gendhis itu juga nekat. Hati-hati sama dia, jangan kejebak sama permainannya, Tan. Kalau kita liat situasi udah bahaya, kita ikut maju" ujar
Nico. "Oke. Thanks guys. Gue masuk dulu" Tristan masuk dengan penuh keyakinan.
"Aku ikut kalian menyusup ke sekitar Tristan" ujar Edel.
"Eh, tunggu dulu! Kamu harus pikirin keselamatan Edel juga. Jangan lupa ya tuan hantu, sekarang kamu itu pakai badan Edel" kata Bastian dengan nada tidak
terima. "Kalau Edel masuk. Aku juga ikut" sahut Irina.
"Kamu sama Edel tunggu diluar aja, Rin. Ini bahaya. Anak buahnya banyak" jawab Bara sama tidak setujunya dengan Bastian.
"Maaf aku tahu kamu sayang pada Edel tapi aku janji akan menjaga keselamatannya"kata Edel.
"Aku harus pastiin kondisi Edel. Aku nggak bakal ngeganggu kok kak. Aku tugasnya ngawasin Edel aja deh" sahut Irina.
"Gini aja deh. Kalian berdua ikut tapi jangan ikut munculin diri. Pas terjadi situasi genting misalnya sampai ada perkelahian langsung, langsung lari keluar.
Oke?" usul Nico. "Iya kak" jawab Irina. Namun Edel hanya mengangguk pelan. Hantu Dastan punya rencananya sendiri.
Bastian dan Bara mau tidak mau menerima usulan Nico dengan penuh kekhawatiran.
"Rin, nggak masalah nih Edel dirasukin sama hantu begini" Efek sampingnya gimana?" tanya Bastian khawatir melirik ke arah Edel.
"Kalau boleh jujur, aku juga nggak setuju awalnya tapi Edel keras kepala dan keukeuh mau juga demi nolong kak Chacha" kata Irina gelisah.
"Bisa jelasin secara rinci gimana teorinya, Rin?"tanya Bara penasaran.
"Edel itu gampang dirasukin makhluk halus kak. Makhluk halus itu energi dan dunianya udah lain sebenarnya. Nggak boleh bersinggungan sama kita yang masih
hidup. Kalau Edel dirasukin makhluk halus, itu akan menurunkan kondisi fisiknya dalam arti dia bakal kehabisan energi. Bisa bahaya buat dia kalau kelamaan
dirasukin gini. Taruhannya nyawa. Akibat terburuknya Edel bisa meninggal" tutur Irina.
"Kenapa sebelumnya dia nggak pernah dirasukin tapi yang sekarang bisa?" tanya Bastian muda panik mode on.
"Karena sering jadi sasaran hantu, aku pakein dia gelang buat proteksi dari hantu yang mau masuk ke badannya. Tapi karena dia setuju buat minjemin badannya,
tadi dia lepas gelangnya supaya hantu ini bisa masuk ke badannya" kata Irina nunjukkin gelang merah bermotif tulisan china berwarna emas.
"Kita harus selesain ini secepatnya supaya Edel nggak terlalu lama dirasukin. Resikonya nyawa. Meninggal sama sekali bukan opsi terbaik buat nyelesain
masalah" gumam Bastian menatap Edel dengan cemas.
Di dalam gudang Chacha disekap di bagian jantung gudang. Gudang yang sempat runtuh kemudian dibangun kembali sekitar 2 tahun lalu itu dikelilingi tong
berisi bensin yang baunya menyengat. Chacha diikat pada sebuah kursi kayu berukuran besar yang sedikit reyot. Tangannya diikat kebelakang. Kedua kakinya
diikat bersamaan. Mulutnya dibekap oleh selotip hitam.
Setelah pingsan selama 1 jam, Chacha mendapatkan kesadarannya kembali. Menahan sakit dikepalanya yang cukup hebat akibat benturan keras saat kecelakaan
sebelumnya, dia berusaha mempertegas penglihatan dan fokus pikirannya lagi.
Sedikit demi sedikit sosok Gendhis dan Volker mulai jelas terlihat. Mata Chacha membelalak menatap keduanya. Kengerian terlihat jelas diwajah cantik indo
jepangnya. Volker maju dan membuka penutup mulut Chacha.
"Kalian siapa?" Kak Dastan?" Kenapa?" seru Chacha kebingungan menyadari salah satunya ternyata adalah Dastan yang dia kenal.
"Halo Chacha. Maaf membuatmu kecewa. Perkenalkan namaku Volker Heinz Rotger. Adik kandung Dastan" sapa Volker tersenyum jahat.
"Volker" Adik kandung kak Dastan" Apa maksudnya?" tanya Chacha tidak paham.
"Tentu saja kamu tidak tahu menahu. Tristan saja belum tentu tahu kalau Dastan itu bukan saudara kandungnya. Perkenalkan, namaku Gendhis. Ibu kandung Dastan"
sahut Gendhis menatap tajam Chacha.
"...?"?" Chacha terpana.
"Baiklah. Kita masih punya waktu untuk sedikit berdongeng padamu. Aku akan berbaik hati menceritakan semuanya padamu. Tentang asal usul Dastan yang sebenarnya.
Sebelum kamu mati dan bertemu langsung dengan anakku Dastan di alam sana" ujar Gendhis tertawa mengejek.
"Sebelum anda menjabarkan narasi dongeng anda. Sebaiknya periksa dulu penjaga pintu anda. Nyonya Gendhis" Tristan muncul menyeret salah satu anak buah
Gendhis yang tidak sadarkan diri karena terkena pukulan telak yang dilayangkan oleh Tristan. Dihempaskannya si penjaga berbadan cukup besar itu ke hadapan
Gendhis dan Volker. Volker menyeringai dan menatap Tristan dengan tatapan tertarik. Dia merasa Tristan adalah lawan yang bernilai untuk ditakhlukkan.
Tristan menatap Chacha. Dipandanginya sang tunangan dari ujung kaki sampai ujung rambut. Melihat kondisinya mengenaskan, darah dikepala Tristan mendidih.
Ditahannya luapan emosi sampai rahangnya mengeras dan dahinya berkedut. Chacha membalas tatapan Tristan. Seakan bisa saling berkomunikasi tanpa mengatakan
sepatah kata pun. Jangan, bisik Chacha dalam hati.
Gendhis maju menghampiri Tristan. Ditepuknya bahu bidang sang keponakan yang tingginya jauh melebihi dirinya.
"Tristan Maximillian Becker. Pewaris tunggal keluarga Becker yang terhormat. Bergelimang harta. Penuh adidaya. Perfect. Bagaimana rasanya jadi calon tuan
besar seperti ayahmu yang hebat itu" Hildergard Ludwig Becker, pria hebat berdarah bangsawan. Darah biru tapi melakukan perbuatan memalukan. Licik! Membalas
kebaikan suamiku dengan cara yang sangat hina!" seru Gendhis menatap bengis Tristan.
Tristan tidak gentar sama sekali. Dia membalas tatapan Gendhis dengan sama tajamnya.
"Kalau ayahku sangat memalukan dimata anda. Perbuatan anda sama menjijikkannya, bukan" Sasaran anda aku dan ayah, buat apa menyakiti orang-orang terdekatku?"
Lawan saja kami secara langsung! Jadi siapa yang pecundang disini?"" seru Tristan memprovokasi Gendhis dan Volker.
Geng halfblood sudah berhasil menyusup ke sekitar tempat Tristan dan Gendhis sedang bersilat lidah. Edel dan Irina berada di dekat Bastian dan Bara. Sedangkan
Nico terus mendekat agar dapat merekam percakapan mereka lebih jelas. Nico memberi kode pada Bastian dan Bara untuk mendekat ke dekat Chacha.
"Sangat sesumbar dan sombong sekali. Tidak hanya wajahmu yang mirip dengan Hildergard. Rupanya tabiatmu sama buruknya dengan dia. Baiklah. Akan kuceritakan
semua kebusukan ayahmu pada suamiku. Kamu juga perlu tahu peran apa yang dilakoni Dastan dan apa yang kamu akibatkan terjadi pada anakku Dastan!" seru
Gendhis dengan sangat bencinya.
Gendhis menceritakan penyebab sakit hati suaminya pada ayah Tristan. Termasuk rencana mereka menyusupkan Dastan ke tengah keluarga Becker. Geng halfblood
mencuridengar pembicaran itu pun tercengang. Tristan dan Chacha terbelalak. Sedangkan Irina yang sudah tahu lebih dulu hanya menggigit bibirnya dengan
cemas sambil melirik Edel yang memperhatikan dalam diam.
"Dastan dengan bodohnya justru berkali-kali menolongmu dan menentang kami. Dia tidak mau diajak bekerjasama. Padahal ini demi kebaikannya. Dia bisa jadi
pewaris tunggal setelah kami menghabisimu!"seru Gendhis kesal.
"Kak Dastan tidak sama sepertimu! Dia tidak mungkin sudi jadi pengkhianat busuk seperti kalian!" umpat Tristan.
"Kamu masih bisa berkata seperti itu tentang Dastan" Kamu tidak pantas berkata seperti itu tentang dia. Kamu lupa siapa yang paling bersalah pada Dastan?""
seru Gendhis tersenyum mengejek.
"..?"" Tristan tidak paham maksud Gendhis.
"Dia tidak tahu ibu. Dia terlalu bodoh dan naif untuk bisa menyadari situasi yang sebenarnya" ejek Volker menatap wajah bingung Tristan.
"Karena kamu Dastanku mati! Untuk menyelamatkanmu saat penculikan terakhir dia bertukar peran denganmu dan mati saat gudang ini meledak! Dia mati untuk
menggantikanmu! Demi menyelamatkan hidupmu!!Harusnya kamu yang mati!! Bukan anakku Dastan!" teriak Gendhis penuh emosi sambil menunjuk ke arah Tristan.
Bagai kena sambar halilintar dan kena sapu badai. Waktu seakan berhenti. Otaknya macet. Napasnya tercekat. Dadanya seperti terhimpit. Suara Gendhis menggaung
ditelinga Tristan. Menusuk langsung ke hatinya. Merajam dalam satu tikaman. Rasanya putaran bumi berubah arah dalam satu poros yang sama.
Mata Tristan membelalak lebar. Lututnya hampir bergetar. Sekujur tubuhnya dingin. Ini pasti mimpi, pikirnya. Dastan sudah mati. Mati untuk menggantikannya.
Karena dia Dastan mati. Harusnya dia yang mati. Empat kalimat itu berputar ulang dikepalanya seakan di set berulang-ulang.
"Kak Dastan..mati" Gantiin aku?"gumam Tristan pelan.
"Benar! Dia mati karena kamu! Tepat digudang ini! Kamu yang sudah membunuhnya!!" seru Gendhis.
Pernyataan terakhir memukul habis pertahanan diri Tristan. Dia mundur beberapa langkah dan jatuh berlutut menatap lantai dengan tatapan terguncang.
Geng halfblood ikut membeku ditempat mendengar kabar terburuk itu. Entah bagaimana bisa tahu, Bastian, Bara dan Nico langsung menoleh tajam ke arah Edel.
lalu ketiganya menoleh ke arah Irina seakan minta penjelasan. Irina hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan dugaan mereka. Mereka sampai menelan
ludah seperti berusaha menelan kesedihan juga.
Hildergard mendengarkan dari alat penyadap yang dipasangi pada baju Tristan. Matanya membelalak. Tidak menyangka kejadiannya jadi seperti itu. Tangan kanannya
mengepal saking menahan rasa sakit yang dirasakannya. Dilepaskannya headset yang terpasang ditelinga kirinya lalu diberikannya pada komandan polisi disebalah
kirinya. "Maaf pak. Saya perlu ikut masuk dan membereskan persoalan keluarga ini. Mohon agar rencananya diteruskan seperti yang sudah kita sepakati" ujar Hildergard.
"Akan sangat berbahaya jika anda ikut masuk, pak. Dilihat dari percakapan tadi, andalah yang paling membuatnya sakit hati" sahut komandan polisi satu.
"Justru karena itu saya tidak bisa tinggal diam dan membiarkan putera saya yang menanggungnya. Saya tidak mau kehilangan satu putera lagi. Tidak seharusnya
anak yang menanggung kesalahan orang tuanya" ujar Hildergard memasang penyadap suara pada saku jas hitamnya dan berjalan memasuki gudang.
Chacha menangis pelan sambil menatap wajah pucat tunangannya. Dia tahu Tristan terguncang hebat. Semangat dan kekuatan yang biasanya terpancar dari mata
dan aura Tristan seakan hilang tak berbekas. Chacha dan geng halfblood seumur hidup baru pernah melihat Tristan sehancur itu. Dia persis boneka tali yang
rusak. Volker tertawa mengejek melihat lawannya itu jatuh berlutut di depan mereka. Segitu saja kekuatannya ternyata" Tidak seru, pikir Volker.
"Tan! Tristan! Dastan mati demi kamu karena dia sayang sama kamu. Jangan sia-siain pengorbanannya! Bangun, Tan! Jangan jadi orang lemah gitu!" jerit Chacha
berusaha menyadarkan Tristan dari kekagetannya.
"Chacha..?" gumam Tristan menoleh ke arah Chacha. Sedikit linglung.
"Tristan berdiri! Jangan malu-maluin Dastan. Dia nggak mati buat nyelametin orang selemah ini! Emangnya kenapa kalau bukan kakak kandung. Biarpun nggak
ada hubungan darah dia rela mati demi adiknya. Hubungan darah itu nggak penting! Yang penting dia tulus. Yang penting dia sayang. Kalian punya hubungan
darah sama Dastan tapi tega jadiin dia alat buat bales dendam! Yang ngebunuh Dastan itu bukan Tristan tapi kalian!!" umpat Chacha.
Suara teriakan Chacha barusan berhasil menyadarkan akal sehat Tristan dan membakar kembali semangat geng halfblood.
Kedua tangan Tristan mengepal. Sinar matanya kembali setajam elang. Bahkan lebih tajam dari sebelumnya. Kali ini dia menjelma jadi elang yang terluka.
Dia berdiri kembali. Ditatapnya Gendhis dan Volker tanpa rasa takut. Ekspresi Tristan mengisyaratkan bahwa dia tidak akan gentar pada apapun yang menghalangi
langkahnya. Chacha benar, dia harus membalaskan kematian Dastan dengan cara meringkus kedua orang dihadapannya untuk diadili. Yang terpenting lagi, dia harus menyelamatkan
Chacha. Sudah cukup dia kehilangan Dastan. Dia tidak mau kehilangan Chacha juga cuma karena urusan harta dan dendam ini. Dia muak. Selalu masalah itu yang
mengitari hidupnya. "Chacha benar. Kalianlah yang sudah membunuh kak Dastan. Kalau urusan kalian denganku. Lepasin Chacha. Ayo kita urus urusan kita. Disini. Ditempat kak
Dastan mati. Ditempat hidupnya ditukar dengan hidupku. Jangan jadi pengecut!" umpat Tristan terbakar emosi.
"Puteraku benar, Gendhis. Urusanmu denganku. Aku yang membuatmu dan Karl sakit hati. Jangan libatkan orang lain diluar permasalahan kita" sahut Hildergard
berjalan mendekati ketiganya dan berdiri si sebelah putera sematawayangnya.
"Papa?" gumam Tristan.
"Hildergard. Berani juga kamu menampakkan wajahmu dihadapanku dan anakku!" umpat Gendhis penuh kebencian begiru melihat wajah tampan maskulin Hildergard.
Volker menatap Hildergard dengan pandangan menilai. Inikah pria yang dikatakan menjadi biang penderitaan keluarganya"
"Hah?" Papa Gard ngapain ikut masuk?" bisik Bastian mengintip dari tempat persembunyiannya bersama Bara, Edel dan Irina.
"Nggak tahu. Papa Gard kan emang sama nekatnya sama Tristan. Tristan itu Copy carbonnya papa Gard. Lo tahu sendiri" bisik Bara ikut mengamati.
Irina cemas setengah mati melihatnya. Saat menoleh Edel sudah tidak disebelahnya.
"Hah?"Edel kemana?" ujar pelan Irina mencari- cari sosok Edel yang masih dalam kendali hantu Dastan.
Bastian dan Bara ikut terperanjat. Ikut menoleh kesana kemari mencari sosok Edel.
"Ini hantunya kak Dastan kenapa jadi ikut bereaksi sih?" Mereka bertiga punya link emosi kali ya?"" keluh Bastian.
"Nah itu dia ngapain disitu?"" bisik Bara menunjuk ke dekat Chacha.
"Hahh?" Gila banget nih hantu! Setan keluarga Becker emang lain dari setan yang lain. Setan sarap. Samperin yuk" keluh Bastian kaget setengah mati mengajak
keduanya mengikuti Edel. Nico yang melihat rekannya yang lain hendak menghampiri Edel. Mengatur rencana darurat. Dia menghubungi Bara dengan alat komunikasi ditelinganya.
"Bara! Jangan ikutin Bastian. Lo jaga-jaga deket gue. Kalau-kalau si Volker nyadar dan nyerang ke arah Edel sama Bastian. Irina tahan di deket lo" bisik
Nico. "Call " jawab keduanya via alat komunikasi.
Bara mengedap-endap bergerak ke dekat Nico diikuti Irina. Para polisi sudah bersiaga. Menyebar ke sekitar anak buah Gendhis jika keberadaan mereka disadari,
mereka sudah siap meloncat untuk menyerang.
Edel mengeluarkan pisau lipat dari sakunya dan mendekati Chacha diam-diam.
Tristan dan Hildergard melihatnya dari kejauhan. Mereka cemas setengah mati. Sialnya belum sampai ke dekat Chacha, salah satu anak buah Gendhis sadar.
"Ada penyusup!!"teriak sang penjaga.
Situasi langsung berubah drastis. Gendhis dan Volker menoleh. Edel terkejut tapu tetap berlari ke arah Chacha untuk memotong ikatan tali ditangannya. Bastian
muncul dan membackupnya. Para anak buah Gendhia menyerang Edel tapi langsung dihadapkan dengan Bastian yang menguasai Aikido.
Nico dan Bara hendak menyerang Volker tapi kalah cepat dengan Tristan yang sudah menerjangnya duluan. Nico dan Bara beralih membantu Bastian menangani
nak buah Gendhis lainnya. Irina berlari membantu Edel membebaskan Chacha. Hildergard menghadang Gendhis yang sudah mengeluarkan pistol. Para polisi secara
bersamaan menyerang sisa anak buah Gendhis lainnya hingga lumpuh seluruhnya.
Edel dan Irina berhasil membebaskan Chacha.
"Makasih ya Del, Rin. Tapi kalian nekat banget. Harusnya biarin aja anak-nak cowo yang ngelakuin" ujar Chacha.
"Aku yang harusnya bilang terima kasih, Chacha. Terima kasih kata-katamu sudah bisa membangkitkan kembali jiwa Tristan. Kata-katamu sangat bagus. Terima
kasih sudah mewakiliku mengatakannya" ujar Edel tersenyum menatap Chacha.
"Hah" Kamu..siapa?" tanya Chacha tercengang mendengar ucapan Edel.
"Ini hantu Dastan yang minjem badan Edel, kak" Irina menjelaskan.
"Hantu kak Dastan?"" seru Chacha terpana menatap Edel.
"Udah acara kaget-kagetannya ditunda entar aja. Kita keluar dulu ke tempat yang aman sama polisi, yuk!" ajak Bastian menggeret Chacha, Edel dan Irina.
Edel bertahan disitu. Hantu Dastan merasa urusannya belum selesai.
"Maaf. Aku tidak bisa meninggalkan Tristan dan ayahku bersama ibuku dan Gendhis. Kalian keluar saja duluan" ujar Edel berlari menghampiri Tristan.
"Eh, tunggu!! Dia lupa apa itu badannya Edel?" Rese' banget sih!Co! Bawa Irina sama Chacha keluar dong. Gue mau ngikutin Edel" keluh Bastian kemudian memanggil
Nico untuk menggantikannya.
"Gue juga nggak mau ninggalin Tristan!" ujar Chacha ngotot.
"Cha, Lo liat deh keadaan lo. Tristan itu kesini buat nyelametin lo. Kalau lo ketangkep lagi jadi sia-sia dong. Tristan sama polisi dan ada Bastian sama
Bara juga. Papa Gard juga ada. Kita tunggu diluar aja. Tuh liat kita udah menang kali. Yuk" ajak Nico menarik paksa Chacha keluar gudang.
"Kak Nico bener, kak. Kita yang ada nyusahin kalau di dalem. Mending kita keluar dulu nanti kalau ada apa-apa pak polisi pasti bertindak lebih leluasa
karena nggak ada sandera lagi, yuk" timpal Irina ikut membantu Nico membujuk Chacha.
Tristan sempat melirik Nico yang berhasil membawa Chacha keluar gudang bersama Irina. Dia pun bisa bernapas lega. Tinggal menyelesaikan urusannya dengan


Ghost Campus Karya Crimson Azzalea di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Volker. Baku hantam antara Tristan dan Volker terjadi cukup sengit. Volker rupanya cukup ahli dalam bidang karate. Namun kemampuan judo Tristan tidak bisa dianggap
remeh. Edel maju membantu dengan mengeluarkan standgun. Diaktifkannya lalu dia tempelkan pada Volker hingga pingsan.
Tristan tercengang melihat siapa yang membantunya.
"Edel" Kamu ngapain masih disini?" tanya Tristan.
"Aku harus pastikan adik yang kuselamatkan tetap selamat" sahut Edel tersenyum pada Tristan.
Tristan terpana. Dia segera paham siapa hantu yang berada di tubuh Edel.
"Kak Dastan" Kamu bener kak Dastan?" ujar Tristan.
"Iya. Ini aku Dastan. Kamu sangat membanggakanku, Tristan" ujar Edel.
"Maaf kak. Kamu jadi mati karena nyelametin aku. Harusnya kakak nggak usah sampai ngegantiin aku mati. Maafin aku, kak" ujar Tristan bersimpuh agar bisa
mengimbangi tubuh kecil Edel.
"Tugas kakak itu ngelindungin adiknya. Aku juga harus bertanggung jawab dengan perbuatan orang tua kandungku, Tristan. Aku yakin papa bukan orang seperi
itu. Dia pasti punya alasan. Kamu harus selalu percaya orang yang kamu sayangi, Tristan" ujar Edel mengusap kepala Tristan.
Bastian diam menatap reuni kakak dan adik itu. Begitu pun Bara yang berdiri disampingnya. Mereka ikut sedih pada apa yang terjadi pada sahabat mereka.
Melihat sekelilingnya sudah kalah,Gendhis panik dan mengarahkan moncong pistolnya pada Hildergard.
"Kamu sudah kalah. Menyerahlah, Gendhis. Ayo kita bicarakan baik-baik" ujar Hildergard.
"Enak saja! Kamu pikir aku sudi menyerah padamu! Tidak akan! Aku sangat membenci Seruni dan kamu! Kalian berdua adalah duri dalam hidupku! Seharusnya kalian
enyah dari hadapanku! Enyah dari dunia!" umpat Gendhis mengarahkan pistolnya ke kepala Hildergard.
"Baiklah. Aku minta maaf jika aku membuatmu dan Karl menderita. Kamu dan Karl salah paham. Informasi yang diterima Karl bahwa akulah yang menipu bisnisnya
itu bohong. Aku tidak melakukannya dan tidak akan pernah melakukannya. Bagiku Karl sama seperti saudara sendiri. Saat itu aku berusaha menolongnya tapi
terlambat. Aku juga tertipu oleh orang yang sama. Namun Karl tertipu paling banyak sampai bangkrut. Karl dibohongi oleh orang itu sehingga tidak mau menerima
bantuanku. Dia terlanjur benci denganku. Masalah Seruni, sebelum kami kuliah di Jerman, aku dan Seruni sudah bertunangan tapi kami merahasiakannya karena
tahu Karl menaruh hati pada Seruni. Aku tidak tega menyakiti perasaannya" tutur Hildergard.
"Bohong! Kalau begitu kenapa kamu tidak memberitahukannya dari dulu?"" ujar Gendhis.
"Aku sudah menjelaskannya. Karl terlalu tuli oleh dendamnya padaku. Sampai akhirnya kalian menikah dan berita kematian Karl juga kamu. Saat Dastan dititipkan
pada kami, aku sangat merasa bersalah. Oleh karena itu Dastan kuangkat menjadi anakku. Sebagai balasan hutangku pada Karl. Aku sangat menyayangi Dastan
seperti aku sayang pada sahabatku Karl. Perbuatan kalian yang memanfaatkan Dastan sebagai alat balas dendam kalian benar-benar kelewatan. Dastan itu manusia.
Anak tidak bersalah. Dia punya nyawa. Punya hati. Untuk masalah kematian Dastan aku tidak bisa memaafkanmu dan Karl. Kalian juga mencoba membunuh anakku,
Tristan" ujar Hildergard.
"Hahahahha..jadi apa yang mau kamu lakukan Hildergard" Membunuhku?" tantang Gendhis.
"Aku bukan kamu yang menyelesaikan masalah dengan pembunuhan. Nyawa bukan mainan, Gendhis. Kamu harusnya sadar setelah kematian anak kandungmu, Dastan.
Setelah Dastan mati karena obsesi dendam kalian lalu kamu mau melibatkan anakmu yang lain, Volker dalam misi balas dendammu lagi" Apa kamu tidak jera?"
ujar Hildergard tidak percaya.
"Tugas anak itu berbakti pada orang tuanya! Jangan ikut campur pada urusanku dan anakku! Karena kalian Dastanku mati!" umpat Gendhis.
"Tugas orang tua juga melindungi anaknya! Sebagai orang tua tidak seharusnya kita mewariskan masalah pada anak-anak! Mereka itu tidak lahir untuk jadi
penampung masalah orang tuanya! Dastan adalah korban dendammu dan Karl. Dia sangat berani menanggung kesalahanmu dengan nyawanya sendiri. Apa kamu belum
sadar juga dimana letak salahnya?"" seru Hildergard menggaung seantero gudang.
Tristan, Bastian, Bara dan Edel menyaksikan pecakapan dua orang tua yang bergulat menyelesaikan masalah lamanya dengan diam. Hantu Dastan menitikkan air
mata mendengar pembelaan Hildergard untuknya. Meski tidak ada hubungan darah, Hildergard bisa lebih memahaminya dibanding kedua orang tuanya sendiri. Dastan
sangat bersyukur pria seperti Hildergard yang menjadi papanya. Dibalik nasibnya yang hanya dijadikan alat balas dendam rupanya tersembunyi takdir lain
yang sudah dirancang Tuhan untuknya, yaitu menjadi anak keluarga Becker.
"Jangan bicara apapun lagi tentang Dastan dan suamiku Karl!! Aku benci kamu! Aku benci Seruni! Aku benci kalian! Aku benci semuanya!!" raung Gendhis seperti
orang kesetanan. "Doorr!!" pistol ditangan Gendhis menyalak. Peluru bersarang ke bahu kanan Hildergard. Tubuh sang 'jenderal perang' bermarga Becker limbung ke belakang
dan ambruk dengan posisi telentang.
"Papa!!" teriak Tristan dan Edel berlari ke arah tubuh sang ayah.
"Papa Gard!!" jerit Bastian dan Bara menyusul Tristan dan Edel.
Polisi bergerak dan mengepung Gendhis. Pistol para polisi mengarah padanya. Pasukan sniper juga mengarahkan senapan jarak jauh mereka.
Gendhis tertawa melihat dirinya terkepung. Dia puas sudah berhasil menembak Hildergard. Tawa nyaringnya menggema.
"Pa, papa nggak apa-apa, kan?" ujar Tristan menahan pendarahan pada bahu kanan sang ayah dengan kedua tangannya.
Bastian dan Bara mengangkat sedikit kepala dan bahu Hildergard untuk menahan pendarahannya. Edel bersimpuh di hadapan Hildergard yang sedang menahan sakit.
"Maafkan Dastan, pa. Maafkan Dastan" ujar Edel berlinangan air mata.
Hildegard menatap Edel sejenak lalu paham bahwa hantu yang dikatakan sebelumnya itu adalah hantu anaknya Dastan. Dia tersenyum hangat.
"Papa yang harusnya minta maaf, Dastan. Maafkan papa tidak bisa melindungi kamu" ujar Hildergard.
Edel tersenyum lalu berdiri menghapus airmatanya. Dia berbalik menghadap ke arah Gendhis.
"Aku Dastan. Anak yang ibu tidak sengaja bunuh di tempat ini sembilan tahun yang lalu" ujar Edel.
Gendhis terperanjat menatap Edel.
"Dastan" Dia sudah mati. Jangan membual kamu!" umpatnya.
"Aku tidak membual. Aku berwujud hantu dan meminjam tubuh gadis ini agar bisa membongkar semua kejahatan ibu dan ayah. Sudahi saja sakit hatimu, ibu. Sudah
terlalu banyak orang yang menderita karena dendammu dan ayah. Kamu juga tidak bahagia dengan semua ini. Jangan libatkan Volker dengam semua ini. Dia masih
bisa punya masa depan yang baik. Menyerahlah, ibu" pinta Edel.
"Kamu Dastan?"Kamu Dastan?"Kamu pulang ya, nak" Sudah ibu duga kamu itu tidak mati. Kamu masih hidup. Kamu akan pulang" ujar Gendhis seperti orang gila
membelai wajah Edel. Volker yang sudah sadar sejak tadi menyaksikan peristiwa miris itu dalam cengkraman para polisi. Dia sangat sedih melihat ibunya mulai kehilangan kewarasannya.
"Volker, kakakmu sudah pulang. Lihat, ibu sudah bilang,kan. Kakakmu tidak mati" ujar Gendhis semakin parah kegilaannya.
Hantu Dastan menatap pedih sang ibu. Dia memberikan kode pada polisi untuk meringkus Gendhis. Dua orang polisi segera menangkap Gendhis dan membawanya
keluar. Volker juga diboyong keluar. Saat berpapasan dengan hantu Dastan, keduanya bertemu pandang.
"Jaga ibu baik-baik. Hidup lebih baik dan jadilah orang baik, Volker" ujar hantu Dastan menatap sedih sang adik.
"Terima kasih. Selamat tinggal, kak Dastan" ujar Volker lalu diboyong polisi keluar bersama san ibu untuk diadili sesuai hukum yang berlaku.
Ambulans tiba dan Hildergard dibawa dengan ambulans menuju rumah sakit Boulevard. Chacha ikut mobil Tristan atas permintaannya sendiri setelah berdebat
beberapa sesi dulu. Chacha mendapat perawatan untuk luka-lukanya. Setelah dinyatakan tidak ada luka yamg serius, doa dipindahkan sekamar rawat dengan Angel.
Hildergard menjalani operasi pengeluaran peluru dibahunya. Kondisi fisik Hildergard yang fit sangat berperan setelah operasi selesai. Dia juga sudah dipindahkan
ke kamar rawat inap. Chacha dan Angel yang mengenakan seragam pasien rumah sakit ikut berkumpul di kamar rawat Hildergard. Geng halfblood beserta Seruni ada disana. Termasuk
Irina dan Edel. "Kak Dastan masih belum mau keluar juga dari badan Edel?" tanya Bastian mulai risih.
"Maaf. Aku mau mengucapkan perpisahan dulu dengan papa dan mama" ujar Dastan.
"Dastan. Kamu istirahat yang tenang ya, nak. Semua urusan kamu akan kami bereskan. Besok kami suruh orang untuk menggali sisa tulang kamu di bawah gudang
itu dan akan kami kuburkan dengan layak" ujar Seruni mengusap kepala Edel. Air matanya berlinang di pipinya.
"Makasih, ma. Dastan sudah lega. Semua sudah terungkap. Ibu dan Volker sudah aman dan bisa menebus kesalahannya. Papa, mama, Tristan dan semuanya bisa
aman" ujar hantu Dastan.
"Jangan khawatirkan kami lagi. Pergilah nak. Jangan tersiksa lagi.
Maafkan kami. Kami juga sudah memaafkan apapun kesalahanmu" ujar Hildergard merelakan kepergian anaknya.
"Kak Dastan. Maafin aku. Gara-gara aku kakak mati. Maafin aku. Kakak udah berkorban banyak buat aku. Aku nggak bisa ngelakuin apa pun buat kakak" ujar
Tristan bersimpuh di hadapan Edel. Matanya merah menahan tangis.
"Ini semua juga salahku, Tristan. Kamu terancam karena keluargaku. Aku juga kakakmu. Sudah pasti aku melindungi kamu. Aku sudah menggantikanmu untuk mati
jadi sekarang gantikan aku untuk hidup. Hidup yang baik, sehat, berguna dan sukses, Tristan. Doakan aku terus ya, adikku" ujar sang hantu mengusap kepala
Tristan. "Aku janji akan jadi orang hebat dan bijak. Buat kakak. Terima kasih kak Dastan. Selamat tinggal, aku pasti selalu mendoakanmu" ujar Tristan mengusap airmata
yang jatuh di pipinya. "Chacha titip Tristan ya. Bastian, Nico, Bara, Angel, Irina. jadilah orang sukses yang baik dan bijaksana. Titip salam untuk Edelwiss. Maaf aku menguras
energinya. Terima kasih sudah berbaik meminjamkam tubuhnya. Aku beritahu satu rahasia. Kelebihan Edel dan Irina bisa jadi kekurangan. Kekurangan energi
kalian bisa ditutupi oleh energi kuat Bastian, Bara, Nico dan Tristan. Selama kalian berdua bersama keempat orang seperti mereka, kekurangan itu bisa diatasi"
ujar hantu Dastan. "Jadi itu sebabnya.." gumam Irina terpana.
"Begitu solusinya?" Bagus deh kalau ada solusi segampang itu" ujar Nico melirik dua sahabatnya yang sedikit salting dengan semua mata yang memandang ke
arah mereka. Angel dan Chacha menyeringai jail menatap Bastian dan Bara.
"Aku punya permintaan terakhir" ujar hantu Dastan menatap kesua orang tuanya.
"Katakanlah nak" jawab Hildergard.
"Aku mau nama yang tertulis pada papan nisanku adalah Dastan Karl Becker. Buatku itulah namaku yang sejati" pintanya.
Mendengar permintaan sedih itu, semua pasang mata yang ada diruangan menatap pedih sang hantu.
"Baiklah kalau itu keinginanmu. Kami pasti mengabulkannya. Selamanya kamu adalah puteraku, Dastan Karl Becker. Anak sulung keluarga Becker" ujar Hildergard.
"Selamanya kamu adalah kakakku, Dastan" sahut Tristan.
"Selamanya kamu anak sulungku yang tersayang, Dastan" sambung Seruni menyela air matanya.
"Selamanya kalian adalah keluarga dan sahabat tersayangku. Semoga hidup kalian semua baik dan sehat. Good luck. Aku harap kalian bahagia. Good bye" kata-kata
terakhir anak laki-laki malang bernama Dastan Karl Becker.
Hantu Dastan berjalan mendekati Bastian dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Bastian. Lalu tubuh Edel ambruk dalam pelukan Bastian yang langsung menangkapnya.
"Del, Tuhan bener-bener udah kasih kita penyelamat atas kekurangan kita ini. Penyelamatnya kak Bara, Bastian, Tristan dan Nico. Berita buruknya, gue terlanjur
jatuh cinta sama kak Bara. Gue juga tahu lo udah jatuh cinta sama kak Bastian, kan" Apa masalah perlindungan ini bakal jadi bumerang buat cinta gue dan
lo ke kak Bara dan kak Bastian" Gue takut,Del. Kita nggak bisa bedain mana kebaikan kak Bara dan kak Bastian yang bermaksud nolongin kita sama perhatian
mereka karena emang karena cinta. Semoga solusi ini nggak malah jadi masalah baru buat lo dan gue" dalam hati Irina cemas menatap Edel yang tertidur ditempat
tidur rumah sakit. Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 5 tahun untuk Volker. Sedangkan Gendhis divonis mengidap gangguan kejiwaan sehingga tidak bisa dikenakan pasal hukuman
pidana. Dia dimasukkan ke instansi kejiwaan di rumah sakit Boulevard untuk perawatan intensif jangka panjang.
Keesokan harinya dilakukan penggalian untuk mencari sisa tulang belulang Dastan di dasar gudang yang menjadi saksi bisu kematian tragis sang anak sulung.
Tristan meminta dirinyalah yang akan menggali dan membawa tulang belulang itu dengan kedua tangannya sendiri. Hildergard dan Seruni ikut menyaksikannya
bersama geng halfblood, Edel dan Irina. Edel diberitahu dimana letak kerangka itu oleh hantu Dastan sebelum sang hantu lenyap.
Saat tulang belulang Dastan berhasil diangkat, kontrol diri Tristan lenyap. Dia menangis sambil memeluk sisa kerangka sang kakak. Suara tangisannya menggema
bersamaan dengan permintaan maaf yang terucap berulang-ulang dari bibirnya. Kemudian tulang belulang sang pahlawan bermarga Becker dikebumikan hari itu
juga. Sesuai permintaan terakhirnya, papan nisan yang terpatri pada makam bertuliskan nama Dastan Karl Becker.
"Setiap manusia memiliki takdir dan nasibnya masing - masing. Tidak perlu iri dengan takdir dan nasib baik orang lain.
Jangan pernah menyalahkan Tuhan atas nasib buruk yang menimpa kita apalagi menyalahkan orang lain. Syukuri apa yang ada dalam hidup.
Seorang anak lahir tanpa dosa. Seorang anak bukan dilahirkan untuk menanggung dosa orang tuanya. Seorang anak bukan alat yang digunakan sesuka hati orang
tuanya. Mereka punya hak hidup. Punya hak memilih. Punya hak perlindungan. Punya hak bahagia. Punya perasaan. Mereka tidak memilih siapa orang tuanya.
Tugas orang tua adalah memberikan perlindungan. Memberikan pengajaran. Memberikan pengertian. Memberikan kasih sayang. Memberikan rasa aman.
Dendam ibarat api yang kau pelihara dalam hatimu. Semakin kau pertahankan dan kobarkan suatu saat akan membakarmu dan orang - orang disekitarmu. Bisa melukai
orang terpentingmu. Membunuh kebahagiaanmu.
Hidup penuh keikhlasan adalah pilihan terbaik. Berbuat baiklah pada semua orang termasuk orang yang menjahatimu.
Balas dendam yang paling mujarab untuk orang yang jahat padamu adalah dengan berbuat baik pada mereka."
Sincerely, Edelwiss 11. The Lost Soul Pagi yang cerah di rumah Angel dan Edel.
"Tin..Tin. .!"bunyi klakson mobil sport.
Ferrari merah memasuki gerbang rumah Angel dan Edel yang megah disusul Jaguar merah dibelakangnya
Nico dan Bastian keluar dari mobil sport merah mereka dan masuk ke rumah Angel dan Edel.
Mereka langsung disambut oleh ibu Angel yaitu tante Lily yang sudah akrab dengan mereka.
"hai sayang kalian berdua tambah ganteng - ganteng aja, kalian makin jangkung ya. .mama jadi minder nih" kata tante Lily
"ah mama kayak baru liat deh,Edelnya udah siap ma?"kata Bastian sambil nyomot makanan di meja makan
"Edel tadi mama liat udah sih tapi mama belum liat Angel, Co tolong diliatin ya"kata tante Lily mengelus pipi calon mantunya
"oke Nico liat ke kamar Angel ya ma" kata Nico sambil nyomot roti
"ngomong - ngomong kamu sekarang jemput Edel terus ya Bas, kamu ada apa sama Edel?" tanya tante Lily pada Bastian dengan senyum jahil
Bastian tersedak nasi goreng mendengar pertanyaan tante lily.
Tante Lily langsung menyodorkan minum pada Bastian yang tersedak.
"uhuk. .uhuk. .hah maksud mama apa?" tanya Bastian pura - pura bingung
"ya penasaran aja kamu gak biasanya suka jemput - jemput sama nganterin perempuan lho, tiba - tiba rajin banget jemput dan nganter Edel"kata tante Lily
kepo "ya kan Edel sepupu Angel ma. .ya suka aja sih ngejemput sama nganternya. ."kata Bastian salting
"masa sih karena Edel sepupu Angel"dulu ada sepupu Chacha si Kaori kamu cuek - cuek aja tuh. .suka nganter jemputnya atau suka Edel nya?" tanya tante Lily
sambil cengar cengir melihat Bastian yang biasanya cuek jadi salting
"yaa. .gmana ya ma. .iya sih suka Edelnya. .hehehe"kata Bastian akhirnya ngaku juga
"nah kan kalian tuh gak bisa deh rahasia - rahasiaan dari mama, mama udah kenal kalian dari sebelum lahir malah, ya kalo Edel sama kamu, mama tenang deh
gak khawatir lagi kan kamu tau Edel itu polos,mama takut dia dikerjain sama laki - laki, ngebayanginnya aja udah serem. .aduh stress ne mama"kata tante
Lily sambil memijat dahinya
"tenang aja ma. .Bastian pasti jagain Edel. .Bastian juga gak bakal nyakitin Edel. ."kata Bastian menenangkan tante Lily
"syukur deh gak nyangka kamu malah luluhnya sama Edel. .mamamu udah tau?"tanya tante Lily
Rahasia Logam Ajaib 1 Dewi Ular 76 Tamu Dari Alam Gaib Heng Thian Siau To 2

Cari Blog Ini