Accidentally Love Karya Boni Bagian 2
Ngomong aja kalo laper.... Hehehe...
--- #11-B: The Swiss Army Setelah makan, kami berjalan menuju ke vending machine yang menjual tiket untuk naik trem. Gua membeli dua tiket yang masing-masing harganya "3.
Lima menit berikutnya gua dan Ines sudah duduk manis diatas trem yang melintasi pusat kota Manchester. Dibanding London, Manchester memang relatif lebih sepi dan tatanan kota-nya lebih rapi. Tapi, kalau dibandingkan dengan Leeds, jelas Leeds lebih sepi lagi walaupun tatanan kotanya nggak bisa dibilang lebih rapi.
Sekarang lo udah mo ngasih tau, kita mau kemana" Belum.. belum saatnya...
Yaaah... Turun dari trem, kami meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki, melalui trotoar di tepi jalan yang dipenuhi toko-toko di tiap sisinya. Hampir sama seperti di statsiun, disini juga ada beberapa fans Liverpool yang berjalan bergerombol, membentuk kelompok-kelompok kecil menuju ke Old Trafford.
Kok dari tadi kayaknya banyak orang pada pake baju bola sih"
Lagi musimnya kali Oh ... Jalannya masih jauh nggak" Nggak.. sebentar lagi Istirahat dulu boleh" Boleh..
Kemudian gua menunjuk ke salah satu sudut jalan yang merupakan pertemuan dari jalan-jalan utama, dimana ada taman dengan air mancur kecil-nya dan beberapa bangku. Di jalan-jalan ini, yang menuju ke Old Trafford juga sudah dipenuhi para pendukung Liverpool yang juga beriringan bergerak menuju ke stadion.
Gua nggak melihat satu pun bangku yang kosong, akhirnya gua menuju ke bibir kolam air mancur dan duduk disana, Ines duduk disebelah gua. Gua mengeluarkan ponsel dan mencoba menelpon Heru, beberapa kali gua coba, nggak ada jawaban. Sedangkan Ines sedang menikmati burger yang tadi dia beli di restaurant cepat saji di stasiun, gila nih cewek, udah makan ayam dua potong, kentang goreng seporsi masih nyangu burger.
Eh bon, gue kesana sebentar ya..
Ines menunjuk ke salah satu sudut jalan sambil menyeka mayones di sudut bibirnya.
Hah kemana" Nggak.. nggak!! Ntar ilang lagi.. mo ngapain si"
Nggak kok ga bakal ilang, suer... asal lo nya jangan kemana-mana tunggu disini aja...
Gua menggeleng, masih ragu, ntar kalo kenapakenapa bisa repot urusannya mana lagi rame banget.
Ya.. ya.. ya.. sebentar doang, please.. Ines memohon dan seperti biasa, gua nggak kuasa menolaknya.
Yauda, jangan lama-lama, ato gua temenin aja deh... Nggak-nggak jangan, gue sendiri aja bisa kok, hehehe..
Kemudian Ines ngeloyor pergi, gua mengikuti gerakannya dengan ujung mata gue, sampai di hilang di tengah kerumunan.
Sepuluh menit berlalu, Ines belum kembali juga. Leher gua udah mulai panjang celingukan. Gua berniat mencarinya tapi nanti kalo dia balik kesini gua-nya nggak ada, malah saling cari-carian. Hampir aja, rasa panik menjalari gua, sampai akhirnya Ines datang sambil berlari-lari kecil dan ketawa-ketiwi.
Lama banget sih lo... Khawatir ya.. cie..cie Beli apaan lu"
Gua bertanya ke Ines sambil menunjuk kantong jaketnya yang sedikit menyembul dengan ujung dagu gua.
Nggak beli apa-apa" Trus itu apaan dikantong jaket.. Oh.. ini... selampe..
Buset selampe apa karung tebel banget... masih mau istirahat apa jalan lagi"
Jalan, Yuk.. Gua berdiri dan mulai berjalan, beberapa langkah kemudian gua menengok kebelakang, Ines masih berdiam diri di tempatnya, menatap gua tajam, cemberut.
Ninggalin.... Buruaann... Jangan ditinggalin....
Ines mengangkat dan menyodorkan tangan kanannya.
Gua berbalik, meraih tangannya dan
menggenggamnya. Kemudian kami berjalan di tengah kerumunan pendukung The Reds, menuju ke Theatre Of Dreams.
Saat kami hampir dekat ke stadion Old Trafford, gua menghentikan langkah. Ines terlihat bingung,
Kenapa berenti" Nes, lo liat bangunan disana"
Gua menunjuk Old Trafford sambil bertanya ke Ines.
Iya, tau.. stadion kan"
Iya, namanya Old Trafford, stadionnya Manchester United dan gua bakal ngajak lo kesana" Asiiik.. nonton konser ya"
Gua nepok jidat. Nonton bola Ines... Ish... cowok kok ngajak kencan cewe, nonton bola, nggak romantis..
Lho kita emang kencan" Lah, terus kalo cowok ngajak cewek jalan, namanya apa"
Yah, whatever you put label on it, lah nes... Namanya apa"""
Ines melepaskan genggaman tangannya dan berdiri mematung.
... Yaudah iya, kita kencan! Nggak lama, ponsel gua berbunyi, notifikasi pesan masuk, gua membuka dan membacanya, dari heru. Gw d dpn ptng best.
Kemudian gua memasukkan ponsel ke kantong jaket dan bergegas menuju ke tempat dimana Heru berada. Gua meraih tangan Ines lagi dan menggenggamnya. Kali ini sudah tanpa perasaan takut dan canggung lagi. --United Trinity , adalah sebuah statue/patung tiga orang eks pilar pemain United; George Best, Denis Law dan Bobby Charlton. Patung ini terletak persis di depan stadion. Kami bergegas menuju kesana, suasana di sekitar stadion sudah sangat ramai, agak kesulitan juga buat gua menemukan sosok Heru ditengah kerumunan orang begini. Gua berniat mengambil ponsel dan mengubunginya sampai saat sosok kurus dan hitam melambai-lambai memanggil gua, persis seperti sosok Beruk .
Woi.. apa kabar broo.... Heru memberi salam sambil menjulurkan tangannya, dia menggunakan Jersey Manchester United edisi mungkin tahun 90-an dengan nomor punggung tujuh dan nama Cantona di belakangnya.
Baik Bro....elo gimana" Baik..
Heru menjawab, sambil melirik perempuan yang gua gandeng disamping gua.
Eh kenalin nih, Ines"
Gua mengenalkan Ines ke Heru.
What, Incest... Inessss, budek!
Kemudian Heru dan Ines bersalaman.
Kapan merit" Kok nggak ngundang gua" Belon, ntar kalo gue merit lu pasti gua undang, kalo lo masih idup.
Gua ngomong sambil melirik ke Ines. Ines hanya tersenyum. Jantung gua berdebar-debar, dengkul gua mulai lemes lagi. Kemudian Heru menyerahkan dua lembar tiket ke gua, tertera disitu tulisan Stretford End dan nomor kursinya.
Elo masuk duluan aja, mumpung belom begitu rame, kasian ntar cewe lo..
Lah lo nggak bareng"
Nggak, gua bareng sama bocah-bocah kampus noh.. Yauda gua duluan ya..
Oke.. eh duitnya... Hahahaha.. inget aja lo, ntar gua transfer aja.. Iya dah.. lebihin yak..
Gua mengacungkan jari tengah ke Heru sambil menggandeng Ines masuk ke dalam stadion. --Sebelum masuk gua sempatkan untuk membeli air mineral dan kupluk untuk Ines, takutnya dia kedinginan.
Kami kemudian masuk kedalam stadion, menuju ke salah satu tribun paling fenomenal di stadion ini; Stretford End. Setelah mengikuti petunjuk di loronglorong belakang tribun, kami pun naik dan akhirnya menemukan kursi dengan nomor yang sesuai dengan di tiket. Suasana di dalam sini sudah riuh, hampir sekitar 70% kapasitasnya sudah terisi. Gua menyerahkan kupluk ke Ines, gerimis sepertinya mulai turun dan suhu semakin dingin.
Nih pake.. Gua menyodorkan kupluk berwarna merah dengan logo Manchester United ke Ines. Ines menerima dan memakainya.
Make nya tuh gini, turunin sampe nutupin kuping, biar nggak bindeng dan masuk angin.. Gua membetulkan kupluk yang dipake asal-asalan sama Ines.
Eh, bon.. kok disini stadionnya nggak dipager ya, apa penontonnya nggak pada rusuh nanti.."
Nggak kok, coba lu liat deh tuh sebelah sana.. Gua menunjuk ke salah satu tempat duduk paling dekat dengan sisi lapangan dimana banyak yang menonton terdiri dari wanita, ibu-ibu, anak-anak bahkan nenek-nenek dan kakek-kakek. Dan kemudian bilang kalo penonton-penonton disini tuh tertib-tertib, ya paling terjadi saling ejek antar pendukung di dalam stadion dan itupun nggak sampai berantem. Ya mungkin pernah terjadi juga sesekali bentrok antar fans tapi pasti terjadi di luar stadion, misalnya di barbar sekitar stadion atau di stasiun kereta. Mereka nggak mau merugikan tim yang disayanginya dapat hukuman dari FA (PSSI-nya Inggris) kalau sampai bikin rusuh di stadion.
Oh.. gitu, soalnya kan kalo di Jakarta misalnya lagi ada bola suka berantem gitu suporternya...makanya gua sempet kaget waktu tau mau diajak nonton bola Hahaha.. nggak usah kaget, nes..., coba tuh.. tuh lu liat deh
Gua menunjuk seorang yang menggunakan kursi roda yang sedang dituntun oleh stewart untuk dapat duduk dan menonton di dalam stadion.
Ih keren ya, bon. Sampe ada tempat khusus buat yang cacat..
Tempat duduknya juga beda kan" Iya enak..nyaman...
Kemudian stadion terasa bergetar, hampir setengah dari isi stadion berdiri dan mengumandangkan lagu glory-glory nya Manchester United. Setengah jam kemudian terdengar suara pengumuman dari pengeras suara bahwa pertandingan akan segera dilangsungkan, dan satu persatu pemain keluar dari sudut lapangan, kemudian suara di pengeras suara memberikan instruksi agar seluruh penonton berdiri karena akan dikumandangkan lagu kebangsaan.
Kemudian pertandingan pun dimulai.
Bon, gua harus dukung yang mana" Lah ya terserah elu..
Kalo elo dukung yang mana..."
Sebenernya dua-duanya bukan jagoan gua, tapi gua dukung yang merah, Manchester United. Oh, yaudah gue sama deh kalo gitu
Sepanjang pertandingan Ines nggak henti-hentinya bersorak ketika bola nyaris masuk, atau sekedar ber Oooohhh ria ketika terjadi pelanggaran, bahkan gua sempat sesekali memergoki dia sedang mengutuki wasit yang dianggap berat sebelah. Ines pun akhirnya larut dalam euforia menonton pertandingan sepak bola secara langsung. Dia ikut berjingkat saat terjadi gol dan ikut terbengong-bengong saat tim yang didukungnya kebobolan.
Ish.. kok gitu sih.. kenapa" Itu namanya offside, nes Offside apa tuh..
Apa ya, susah juga njelasinnya... oh gini nih, gua umpamakan pemain bertahan lawan adalah sebuah Soal ulangan, pemain depan adalah kunci jawaban dan bola adalah siswa-nya. Jadi si kunci jawaban nggak boleh datang lebih dulu daripada jawaban si siswa, siswa bersama jawabannya harus melewati hadangan soal dulu sebelum dapet kunci jawaban. Ngerti.." Nggak
Gua nepok jidat. Eh.. itu yang no punggung 8 dari tim musuh siapa, bon!
Oh, Steven Gerrard. Kaptennya Liverpool tuh.. Ganteng yak...
Haha.. Tapi masih gantengan elo kok, tenang aja.. Haha.., ya jauh kemana-mana lah.. Eh, bon..
Kenapa" Kalo dua tim ini bukan jagoan lo, trus jagoan lu apa" West Ham United dong..
Lebih keren dari dua tim ini..."
Hahaha... nggak, nes.. lebih culun, kalo raihan piala dari dua tim ini digabungin, nggak bakalan ada tim lain yang bisa nyamain prestasinya..
Lah terus kenapa lo dukung tim yang culun " Klo kata gua mah, football is more like life itself, you can freely choose who you want to support without any reason and when you d choosed one, their rivals will after you..
... Jadi kita bebas milih tim favorit kita, even nggak ada alasannya kenapa. Dan saat lu udah memilihnya maka, lu adalah bagian dari tim itu, rival-rivalnya adalah rival lu juga... misalnya gua memutuskan buat nikahin lo karena gua cinta sama elo, dan gua nggak punya alasan kenapa gua cinta sama elo,, karena kalo ada alasan gua cinta sama elo, mungkin nantinya bakal ada alasan gua berhenti mencintai elo,...
Owh...berarti sekarang elo cinta sama gue" ...
... ... Bon..." Apaan"
Berarti sekarang elo cinta sama gue Itu Cuma perumpamaan Ines... Owh.. kirain......
Kemudian suara Ines tertimpa suara gemuruh didalam stadion, pemain bernomor punggung 16, Michael Carrick menambah keunggulan gol untuk tuan rumah. Dan 10 menit kemudian pertandingan pun berakhir. Ines bersiap-siap untuk keluar, gua menahannya.
Ntar dulu, masih crowded diluar... duduk aja dulu nyantai...
Oh, oke bos.. Kemudian kami pun duduk kembali di bangku stadion. Mendengarkan senandung glory-glory-man unitedglory yang berkumandang di seisi stadion. Ines merebahkan kepalanya dibahu gua, saat ini gua sudah mulai terbiasa dengan perlakuannya yang seperti itu.
Bon... gue kok nggak percaya ya kalo elo nggak pernah punya pacar..
Ya terserah juga sih, kan gua juga nggak maksa lu percaya..
Ish, yakinkan gue dong.. Ogah..
Abisnya lo baik, nggak jelek juga, mapan dan.... dan apa.."
Perhatian.. Kemudian Ines menegakkan kepalanya dan menatap gua, gua nggak berani membalas tatapannya, Cuma memandang kosong ke sudut tribun yang sudah mulai ditinggalkan penghuninya.
Apa jangan-jangan lo Cuma baik dan perhatian sama gue doang"
Gua tersenyum. Kenapa lu menyimpulkan seperti itu" Lu kan baru kenal gua seminggu.."
Trus kenapa lo baik banget sama gua, kan kita baru kenal seminggu"
Ines balik nanya. Skak mat! Kami saling diam, lama.
Kalo dipikir-pikir sih lucu juga ya, kita ketemu kebetulan, Accidental banget..
Mengalihkan pembicaraan.. dasar laki-laki Ines ngedumel.
Bon, gua nggak tau gimana harus berterima kasih ke elo..
Kemudian Ines mengeluarkan sebuah kotak berukuran kira-kira sebesar kotak perhiasan. Dan
menyerahkannya ke gua, sebuah kotak berwarna abuabu dengan logo mirip bendera swiss di atasnya.
Nih buat lo... Apaan nih" A gift..
Kok nggak dipitain" Hahahahaha.. kena deh gue.., dibuka dong Gua membuka kotaknya, didalamnya terdapat sebuah jam tangan analog merek swiss army, berbahan titanium berwarna hitam dengan list silver.
What!!, ini kan lumayan harganya, kapan lo beli" Pake duit siapa" Nggak nyolong kan lu"
Enak aja! Belinya tadi pas elo nunggu di air mancur.., tadinya gua mao nyari yang mirip kayak punya lo yang rusak, tapi nggak ada..
Duit darimana" Hhehe.. rahasia.. Serius nih gua..
Lo inget nggak pas ngasih gua uang "300 buat belanja waktu itu" Nah duitnya kan nggak gua belanjain semua, terus tiap hari kan elo ninggalin duit "20 diatas kulkas, semua gua kumpulin, trus gue beliin itu.. malah masih sisa nih.. sebenernya duit lo juga sih..
Hahahaha.... Gua tertawa, nggak berasa menggenang airmata dikedua sudut mata gua. Gua menyeka-nya.
Seumur-umur gua belon pernah dikasih kado sama cewek.. ee jauh-jauh ngerantau ke negri orang dapet kado-nya dari cewek indo juga..
Suka nggak sama jam-nya Suka,.. suka.. Pake coba..
Gua mengeluarkan jam dari kotaknya, melepas plastik yang membungkus permukaannya dan memakainya. Ines tersenyum, mengangkat kedua tangannya dan mengacungkan ibu jarinya.
Kemudian kami pun larut dalam cerita, tanpa sadar petugas-petugas kebersihan stadion sudah mulai hilir mudik, membersihkan sampah-sampah yang berserakan di tribun. Gua mengajak Ines untuk keluar dan pulang.
--- #12: Here s and Back Again
Hari berganti hari, tidak terasa sudah hari ke sepuluh Ines tinggal bersama gua, dan hari ini jadwalnya Ines buat balik lagi ke KBRI, buat menentukan hasil apakah si Ines bisa pulang apa nggak.
Jam di meja kantor menunjukkan angka dua siang saat Ponsel gua berbunyi, melantunkan lagu Time like this -nya Foo Fighter. Gua mengangkatnya, terdengar suara adik gua di ujung telepon, sebuah kabar yang bikin lutut gua langsung lemes. Bokap gua masuk rumah sakit, dirawat dan bersiap untuk dioperasi. Beliau didiagnosa menderita Usus Buntu Adik gua menanyakan kemungkinan gua untuk balik ke Indo, tanpa pikir panjang gua langsung meng-iya-kannya.
Setelah berbincang dengan atasan gua mengenai kondisi bokap di Indo. Gua memesan tiket secara online, bergegas keluar dari kantor dan menuju ke stasiun kereta, menjemput Ines di London. --Ines sudah sejak tadi pagi berangkat ke KBRI di London, dia berangkat bareng Intan (Temen-nya Arya) yang juga ada keperluan ke KBRI. Sesampainya disana gua melihat Intan dan Ines sedang berbincang di ruang tunggu.
Udah kelar", gimana, bisa"
Gua menggelontorkan pertanyaan ke Ines.
Bisa, tapi harus ngelampirin pasfoto terbaru, fotocopi KTP ato paspor ato akte
Lah kalo nggak ada gimana" Ya nggak bisa...
Yauda ntar dipikirin lagi deh, yuk pulang.. Kenapa sih kok kayaknya buru-buru banget" Bokap masuk rumah sakit..
Ya ampun.. sakit apa" Usus buntu...
Kok bisa" Nggak tau, nelen biji kecapi kali..
Gua berusaha mencairkan suasana. Kemudian kami bertiga; gua, Ines dan Intan bergegas pulang.
Dirumah Ines membantu gua packing, gua bilang ke dia kalau nggak usah bawa baju, di Indo baju gua banyak. Akhirnya gua hanya membawa tas ransel yang biasa gua pake.
Gua menangkap raut kesedihan di wajahnya, gua yakin dia sedih bukan karena bakal gua tinggal, melainkan karena proses pengurusan paspor dan visa-nya yang nggak ujung ketemu titik terangnya. Gua kemudian duduk di sofa disamping Ines yang sedang menonton tivi.
Gue sendirian dong" Gua Cuma sebentar, paling lama seminggu... Seminggu lama kali, bon..
Ntar sekalian gua coba ngurus paspor lu dari sana.. Yah, nggak usah deh, ngerepotin elo, ntar elo malah lama baliknya...
Gapapa.. Kemudian kami saling terdiam.
Gua bangkit, berdiri dan mengeluarkan dua lembar ratusan pounds dan debit card dari dompet, meletakkannya di atas meja makan.
Nih kalo ada apa-apa, pake aja.. Pin nya 5 tiga kali 6 tiga kali, nih handphone gua, lu pegang.. Lo nggak bawa hp"
Gausah, ntar disono gua telepon pake hp adek gua aja..
Gua ikut nganter ke airport ya... Nggak usah lah, ntar baliknya repot.. Gapapa, gua berani sendiri kok.. Dibilang gausah, udah dirumah aja.. Yaah..
Kemudian gua mengambil jaket dan memakai ransel, Ines berdiri mematung di hadapan gua. Tadinya gua berniat mencium keningnya sebelum berangkat, biar kayak di film-film holywood gitu, tapi apa daya, gua nggak berani.
Ati ati ya bon.. Iya.. elo yang ati-ati dirumah, pintu-nya jangan lupa dikunci, nggak usah kemana-mana kalo nggak perluperlu banget, kalo malem pemanasnya nyalain, trus kaos kakinya dipake
Ines berbisik Bawel.. --- Gua tiba di bandara Heathrow saat waktu menunjukkan pukul 5 sore, setelah menukarkan tiket online, gua pun menunggu boarding sambil duduk di bangku-bangku berderet yang terletak mengitari ruang informasi yang dibangun mirip seperti meja resepsionis, di lantai atas terdapat gerai-gerai yang menjual makanan, baju, majalah bahkan ponsel prabayar. Untuk penumpang VIP malah disediakan ruang tunggu semacam Lounge yang tempat duduknya aja dari sofa dan pasti dengan pelayanan yang ekstra. Pun begitu, disini, ditempat gua duduk menunggu juga udah cukup bersih dan nyaman. Bandara Heathrow ini termasuk bandara paling ruame yang pernah gua datangi dalam hidup gua. Orang dari berbagai negara ada disini dari wanita yang menggunakan sari khas India, pria ber turban khas Pakistan, dan nggak ketinggalan orang-orang yang berpakaian formil seperti kemeja dan jas lengkap dengan dasi-nya.
--- Gua melihat jam swiss army baru gua, jam sembilan malam. Gua sudah berada di kabin pesawat Qatar Airways. Perjalanan dari London ke Jakarta biasanya memakan waktu sekitar 18 sampai 19 jam, gua sengaja memilih maskapai-maskapai timur tengah karena maskapai-maskapai ini rata-rata transit di tengahtengah rute perjalanan sehingga gua nggak capek di pesawat, ya walaupun di dalam pesawat juga banyak fasilitas yang nggak bikin bosen tapi tetep aja namanya didalem pesawat, elo nggak bisa koprol sambil ngopi diatas sini. Beda dengan pesawat dari maskapai kayak Singapore atau Malaysian Airlines yang transitnya di Changi ato KL, 15 jam setelah terbang baru kemudian lanjut ke Jakarta dengan sisa tempuh 2 jam. Bayangin 15 jam didalam pesawat.
Langit hitam diluar sana, terlihat cahaya kota London berbinar-binar dari atas sini, pesawat sudah lepas landas. Belum berapa lama dan nggak seberapa jauh, gua sudah kangen sama Ines, lagi apa ya dia sekarang. Gua memandang Jam swiss army pemberian Ines, tersenyum sendiri dan mengangkat selimut menutup tubuh, mencoba untuk tidur.
--- Jam 5 sore keesokan harinya, gua tiba di Soekarno Hatta. Penerbangan dari Doha, Qatar sempet delay 2 jam-an, seharusnya menurut jadwal jam 3-an gua sudah sampe disini.
Gua sedikit menyesuaikan suhu dan cuaca disini, melepas Jaket sambil berjalan keluar dengan langkah cepat. Gua memilih taksi berwarna biru muda yang kemudian bergerak menyusuri area bandara dan meluncur melintasi tol Dr Sedyatmo menuju ke rumah.
Sampai dirumah sekitar jam 9 malem gua disambut pelukan manja adik gua satu-satunya, Ika. Nyokap gua ada dirumah sakit, nemenin bokap. Menurut cerita si Ika, bokap udah selesai di operasi dan kondisinya sekarang membaik.
Oh, jadi pas kemaren lu nelpon gua, udah mau dioperasi"
Iya itu, baba udah masuk ruang operasi, bang.
Gua mengucap syukur dalam hati, mudah-mudahan bokap dan nyokap diberi kesehatan selalu. Kemudian gua meluncur ke rumah sakit dengan dibonceng sama Ika menggunakan motor matik-nya. Sampai dirumah sakit suasana berubah menjadi seperti lebaran, nyokap, ncang, ncing, dan saudara lainnya berkumpul menyambut gua, gua menghampiri nyokap, memeluknya dan melepaskan rindu. Sudah hampir dua tahun gua nggak ngeliat nyokap, disusul menghampiri bokap yang baru aja bangun dan memeluknya di tempat tidur, sambil berbisik:
Makanya, baba kalo makan kecapi bijinye jangan ditelen..
Malam itu gua menghabiskan waktu bercengkrama dengan nyokap dan adek gua didalam kamar rumah sakit. Melepas rindu yang sudah sekian lama terpendam.
--- Besok pagi-nya, dengan meminjam ponsel Ika, gua menelpon Ines. Beberapa kali gua mencoba tapi nggak kunjung diangkat, sampai akhirnya suara lemah Ines bergaung di ujung telepon.
Hallo..hallo, elu sakit nes" Suara lu lemes banget.. Halo, nggak kok, gue kebangun, sekarang tengah malem bon disini..
Gua menepok jidat, lupa. Yauda deh, tidur lagi, gua Cuma ngabarin kalo uda sampe semalem..
Ish.. nggak langsung ngabarin... gimana bokap" Iya capek semalem, bokap uda abis dioperasi paling lusa udah boleh pulang..
Oh syukurlah, salam ya buat keluarga disana.. Oke.. yauda tidur lagi sana, pemanasnya dinyalain, kaos kaki-nya dipake..
Iya, kamu take care ya... Tut tut tut tut
Gua menutup telepon, gua masih terdiam mendengar kata terakhir dari Ines tadi, bukan kalimatnya yang bilang agar gua menjaga diri yang bikin gua terperanjat. Tapi, biasanya dia menggunakan kata Elo buka Kamu dalam kalimatnya.
Kemudian gua menelpon komeng, meminta dijemput di rumah sakit. Komeng yang kayaknya baru bangun tidur terdengar kaget karena baru tau gua lagi di Jakarta. Sejam kemudian komeng sudah berdiri dihadapan gua, komeng yang gua lihat sekarang bener-bener berbeda dengan komeng empat tahun yang lalu, sekarang wajahnya terlihat lebih tangguh dan ditumbuhi brewok yang menghiasi dagu-nya. Gua dan komeng kemudian ngobrol ngalor-ngidul, saling bercerita tentang hidup masing-masing, dan gua pun bercerita tentang Ines.
Wah, gokil.. udah berani nyimpen cewek sekarang lu..
Anjriit, nggak gitu kali, meng.. eh besok lu cuti kerja aja nemenin gua..
Ngapain" Ada dah, mau ya" Ah gila lo, gua udah ijin kerja mulu dari kemarenkemaren..
Gua mao ke bekas tempat kerjanya Ines ato ke kampusnya dia..
Sendiri emang ga berani"
Et, gua udah lama nggak naek motor, kagok.. Sial, gua disuru ngojekin doang..
Mau kagak" Yaudah iya Besoknya setelah mengantar Bokap dari rumah sakit ke rumah, gua meluncur sama komeng ke daerah Sudirman. Bermodal cerita Ines tentang tempat dia kerja dan kuliah waktu di Jakarta, gua menyusuri jalan sudirman, Jalan di disini bener-bener pas banget buat ngelatih kesabaran, macetnya tiada tara. Kemudian kami tiba di sebuah gedung tinggi, sekitar 40-an lantai, menuju ke resepsionis dan mengatakan kalo gua mau ke sebuah perusahanan advertising yang ada di gedung ini, si resepsionis menyebut lantai 8 sambil menunjukkan elevator untuk bisa sampai kesana.
Nggak lama gua sudah berhadapan dengan pria necis dengan rambut kelimis, yang akhirnya gua tau bernama pak Bowo, HRD disini. Dia menanyakan ada keperluan apa dan gua menanyakan apakah disini dulu pernah ada karyawan bernama Ines. Dia berfikir sejenak dan kemudian bertanya ada perlu apa dengan Ines, gua mengaku sebagai temannya dan menjelaskan sedikit kronologinya ke Pak Bowo, dia kemudian berdiri mengambil odner besar dari dalam laci dan membolak-balik kertas di dalamnya.
Setelah selesai, Pak Bowo duduk kembali dan berkata kalau dia punya data-data Ines, tapi tidak punya dokumen seperti fotokopi KTP atau yang lainnya. Pihak perusahaan memiliki data-data pribadi Ines, tapi menurut kebijakan kantor, data tersebut tidak bisa diserahkan ke orang luar. Gua berusaha membujuk tapi dia tetap bergeming, akhirnya gua menyerah dan langsung menuju ke Lokasi berikutnya; Kampus.
Berdasar cerita Ines ke gua, dia pernah kuliah di salah satu kampus di daerah Panglima Polim, jurusan Desain Komunikasi Visual. Gua dan Komeng pun meluncur kesana.
Sesampainya disana gua bertemu dengan bagian administrasi, berlagak sebagai wali mahasiswa yang ingin menyelesaikan urusan administrasi.
Siang mas, silahkan duduk.. ada yang bisa dibantu" Begini pak, sebenernya saya bukannya mau ngurus pembayaran mahasiswa..
Lho terus ada perlu apa"
Si petugas administrasi bertanya sambil mengernyitkan dahi.
Temen saya di Inggris, katanya dulu mahasiswi sini, saya disuru minta data-data diri nya dia kalo masih ada gitu, ..
Lho emang dia nggak punya" Wah ceritanya panjang pak..
Ya susah kalo gitu mas, saya nggak bisa bantu... Gua kemudian mendesah sambil berdiri. Yaudah deh pak, permisi..
Sampai diluar ruang administrasi, komeng bertanya ke gua;
Gimana, bisa" Gua Cuma menggeleng lesu.
Ah payah lu, .. mana sini duit, duit, cepe Bakal apaan"
Udah mana sini Gua mengeluarkan uang 100 ribu dari dalam dompet dan menyerahkannya ke Komeng, penasaran apa yang bakal diperbuat Komeng dengan uang itu.
Yang mana orangnya" komeng bertanya ke gua Tuh yang kumisan..
Yaudah ayo.. Gua mengikuti komeng masuk kedalam, lagi.
Kemudian Komeng ngobrol-ngobrol sebentar dengan petugas administrasi yang tadi dan menyalami nya sambil menyerahkan uang 100 ribu yang tadi. Sejurus kemudian petugas tersebut berubah jadi ramah, mempersilahkan kami duduk dan menawarkan minuman. Dalam hati gua memuji kemampuan komeng dalam bernegosiasi.
Jadi, siapa nama mahasiswanya" Ines, pak
Ines ya.. kemudian si petugas mengetik sesuatu di komputer
Nama lengkapnya siapa" Jurusan apa" Angkatan taun berapa"
Waduh... saya taunya Cuma Ines aja pak.. DKV Wah susah itu mah..
Kemudian datang petugas satu lagi, yang bertanya ada keperluan apa, petugas yang pertama menjelaskan keperluan gua dan komeng.
Ines.. ines, yang rambutnya pendek ya" Tanya petugas yang baru datang. Gua mengangguk.
Anak DKV kan" Disusul pertanyaan berikutnya, gua mengangguk lagi sambil bilang Iya pak bener..
Oh itu loh, gus.. Anak yang pernah mau ngebakar perpus.. siapa ya nama lengkapnya... Imanes.. coba di cari...
Petugas yang baru datang menjelaskan ke petugas di depan komputer yang kemudian melakukan pencarian.
Ada nih datanya, tapi kita nggak bisa ngasih, kalo mau mas-nya nyatet aja..
Wah saya justru butuh dokumennya pak, fotocopian gapapa
Kita dari pihak kampus nggak mengijinkan mas, kalo ketahuan rektorat saya bisa kena omel..
Kemudian komeng mengeluarkan uang 50 ribu, melipatnya jadi keciiil sekali dan meletakkannya di bawah gelas, sambil berkata, Tolong deh pak..
Si petugas kemudian beranjak, membuka lemari arsip, melakukan pencarian dan kembali dengan sebuah Map berwarna hijau yang berisi Dokumen-dokumen Ines.
Oke ini saya Fotokopiin dulu, butuhnya apa aja" Kalo ada KTP sama Akte pak, tapi kalo ada ijasah juga boleh
Setengah jam kemudian gua berjalan ke arah parkiran motor dengan membawa fotokopi KTP, akte lahir dan Ijasah SMA Ines. Nggak ada habisnya gua memuji kemampuan negosiasi si Komeng tadi. Dia Cuma menjawab dengan senyuman dan tepukan di dada yang artinya kurang lebih Siapa dulu . Eh.. ganti tuh duit gua tadi gocap...
Gua mengeluarkan dompet, mengeluarkan uang 100rb dan menyerahkannya kepada Komeng.
Nih, cepe.. sama ongkos ojek Kalo sama ongkos ojek kurang,bon.. Disusul suara tawa kami berdua. --Malam harinya, gua duduk di bale diteras rumah, ditemani secangkir kopi hitam dan sebatang marlboro light. Gua memegang fotokopi KTP Ines dan memandanginya.
IMANES HARTONO Nama yang tertera disana. Gua tersenyum, owh, namanya Imanes Hartono, disitu tertera tanggal lahir Ines; 8 Agustus 19xx dan juga alamat rumahnya. Gua melihat tanggal expired KTP tersebut dan ternyata sudah kadaluarsa.
Gua meminjam ponsel Ika dan menghubungi Ines, nada sambung berbunyi beberapa kali sampai terdengar suara Ines di ujung sana. Gua sengaja nggak mau ngasih tau dulu tentang KTP, Akte dan Ijasahnya ke Ines.
Halo..Nes.. Iya..Lagi apa"
Lagi mikirin elu nih.. lu lagi ngapain" Hehehe kangen ya.. lagi nelpon.. Serius. ah..
Baru selesai makan, lagi ntn tivi.. Owh..
Elo kapan balik.." Gua terdiam sesaat, ternyata dia balik lagi menggunakan bahasa Elo , mungkin kemaren gua salah denger ato dia yang salah ucap.
Belom tau nih, bokap sih udah sehat.. Buruan balik doong..
Kenapa" Kangen ya"
Accidentally Love Karya Boni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Iya.. eh.. nggak juga sih, udah pokoknya elo cepetan balik
Hahaha... iya deh, yauda gua tutup ya, pulsanya boros nih soalnya
Iya deh, jaga diri ya.. Iya..
Tut tut tut tut tut. Gua menyerahkan ponsel ke Ika sambil bilang kalo besok gua mau minjem motornya. Gua mau mencari alamat rumah Ines yang tertera di KTP, Napak Tilas.
Besok harinya, jam 10 pagi gua sudah berada di daerah Beji, Depok. Setelah bertanya beberapa kali, akhirnya gua sampe juga ke subuah komplek perumahan yang nggak begitu jauh dari jembatan serong, Depok. Gua masuk kedalam komplek perumahan tersebut dan akhirnya tiba didepan sebuah rumah yang sesuai dengan alamat di KTP Ines. Sebuah bangunan mungil dengan tembok berwarna putih dan pagar besi berwarna hitam. Lampu di teras rumahnya menyala, halamannya yang nggak sebegitu luas juga terlihat terlantar dengan daun-daun mangga kering yang berjatuhan disana. Gua kemudian mengetuk-ngetuk pagar beberapa kali dan nggak ada jawaban.
Sesaat kemudian keluar dari rumah yang persis disebelahnya seorang ibu yang sedang menggendong anak kecil menghampiri gua.
Cari siapa mas" Cari Ines bu.. Oh.. kayaknya udah lama mbak Inesnya nggak pulang kesini deh, mungkin ikut kakaknya ke ostrali, mas ini siapa"
Anu bu, saya temennya Ines, dia tinggal sendiri disini bu"
Iya tinggal sendiri.. Yauda terima kasih ya bu, maap ngerepotin Sama-sama
Kemudian gua naik ke motor, bergegas pulang kerumah. Sebelum sampai dirumah gua mampir ke salah satu Mall di daerah Blok-M untuk memesan tiket di agen travel disana. Sekalian beliin Pizza buat Ika sebagai ganti biaya sewa motor.
--- #13: I Miss You So Bad Kamis malam, nyokap mengadakan pengajian dirumah. Katanya sih Selametan karena bokap udah sembuh sehabis di operasi dan katanya sekalian; Selametan karena gua pulang ke Jakarta. Gua sudah bersikeras agar kepulangan gua ini nggak usah pake diselametin segala, karena besoknya juga gua udah mau balik lagi ke rantau. Tapi, apa daya... Perlu diketahui, nyokap gua adalah salah satu sosok paling OldSchool dikampung sini.
Mak, lagian ngapain oni pake diselametin segala... Emang ngapa sih, ni.. kan sekalian nyelametin baba luh..
Yah.. mak.., lagian ngapa sih emak doyan banget selametan" Oni sama Ika naek kelas-selametan, lulus sekolah-selametan, rapot kagak ada merahnyeselametan, Ika potong rambut-selametan, oni ulang taon-selametan...
EH, ni.. asal lu tau, ye.. selama itu mendatangkan berkah dan ngasih rejeki ke orang laen ya kagak ngape-ngape..
Kemudian Ika, adik gua datang dan langsung ikut ke dalam pembicaraan.
Ish.. abang nggak tau sih, waktu itu malah emak mau selametan karena selametan yang pertama sukses.. Eh buset.. selametan di atas selametan dong" Iya, nyelametin selametan...
Gua nepok jidat, kemudian gua mengambil telapak tangan Ika, dan memperhatikannya, persis seperti tukang ramal tangan yang ada di Kota Tua.
Ngapain bang" Ngeramal"
Nggak, nih telapak tangan apa kaki sih".. Songong....
Tangan lu alus banget dek.. Iya dong, ..
Biasanya tangan model begitu kalo nyeduh kopi enak tuh...
Yee, bilang aja minta bikinin kopi.. Yaudah gidah, ntar gua upahin... Kemudian Ika beranjak ke dapur.
Gua merhatiin Nyokap yang dari tadi masih sibuk mengelap gelas dan memasukkannya kedalam lemari, sedangkan gua masih berbaring diruang tamu depan tivi sambil menikmati kue pisang bikinan nyokap. Selama ini nyokap emang jagonya bikin kue, apalagi kalo bikin combro sama misro, rasanya nggak ada yang ngalahin.
Gua melihat kerutan-kerutan di sudut mata dan keningnya, nyokap sudah mulai termakan usia, sedangkan cita-citanya naik haji belum terwujud, setelah kebon punya bokap dijual buat bayar kuliah gua dulu.
Sebenernya gua udah bikin Tabungan Haji buat bokap sama nyokap, duitnya dari hasil patungan gua sama Ika. Dan sampai saat ini mereka belom tahu kalo udah didaftarin naik haji untuk keberangkatan dua tahun lagi. Gua melarang Ika buat ngasih tau ke mereka sampai tinggal setahun dari tanggal keberangkatan, biar surprise gitu. Tiba-tiba nyokap membuka suara, mengeluarkan pertanyaan sakti yang bikin gua pengen berlari masuk kekamar, mengunci pintu dan merebahkan diri dikasur seperti adeganadegan yang ada di sinetron khas Indonesia.
Ni.. Hmm.. Ni.. Iye mak.. Elu kapan mau kaw-in" ...
... ... Yah mak, gak ada pertanyaan laen apa" Ni, emak Cuma mau ngeliat lu seneng, kayak anak orang-orang laen noh, udah pada mbawain duit* orang
*mbawain duit itu dalam istilah betawi artinya ngelamar Ya oni juga maunya begitu mak.. tapi yang mau dibawain duitnya engka (Langka, nggak ada).. Ya lu cari dong, masa bertaon-taon diluar negri kagak kecantol bule barang atu..
Emang emak mau punya mantu bule" Ya mau.. asal seiman mah...
Ika datang membawa segelas kopi hitam, kemudian duduk disebelah gua yang masih rebahan didepan tivi ruang tamu.
Yah mak, abang kan nggak pernah pacaran.. boroboro bule, yang lokal juga nggak dapet-dapet.. Reseh lu, beli rokok gih.. nih..
Gua menoyor kepala ika, kemudian mengambil selembar 20 ribuan dari kantong dan menyerahkannya ke Ika.
Ingin rasanya gua bercerita tentang Ines ke nyokap gua. Tapi setelah menimbang-nimbang gua urungkan niat tersebut. Apa kata nyokap gua nanti, gua ngerantau di negri orang, jauh dari orang tua, eh kumpul kebo sama cewek, brrrr... gua bisa di masukin lagi keperut sama nyokap.
Ni.. adek lu aja udah punya demenan Ah yang bener mak, siapa, anak mana" Ardi, tau bocah kemayoran ape kebayoran yak, temen kerjanya adek lu..
Ohh... Kan jadi ora resep diliatnya, adeknya udah punya demenan abangnya belon..
Ya mo gimana lagi... Malah kata si Ika, mereka udah nabung tuh berdua buat biaya nikah..
Buset, disalip dong gua mak"
Lha iya, emang ngapa, elu-nya jogrok bae, orang mah gasik nyari bini..
Kemudian Ika datang sambil menenteng kantong plastik yang isinya ChikiBalls dan Taro ; Bang kembaliannya beli ginian...
Ika menyerahkan rokok sambil mengangkat plastik yang berisi jajanan tadi.
Lah kok marlboro merah sih dek"
Emang marlboro apaan" Putih ya" Udah nggak papa beda warna doang, isep yang merah sekali-kali biar nasionalis; merah-putih
Ett, kardus... Dek, katanya lu pacaran udah mau kawin emang" Ya belon bang, gua kan nungguin lo dulu, sekalian ngumpulin duit..
Ya kalo lu udah siap, duluan juga ga papa.. Bener... nggak nyesel..., mak dengerin tuh, abang udah ngasih ijin..
Kemudian Ika mengusel manja ke nyokap, kayak anak anjing abis dikasih makan. Gua tersenyum melihat tingkahnya, kemudian gua mengambil kopi dan bergegas ke teras. Jam menunjukkan pukul sepuluh, sekarang udah masuk bulan November berarti selisih waktu Jakarta-Inggris nyusut sejam, jadi selisihnya sekitar 6 jam. Gua meminjam ponsel Ika, Ika menyerahkannya sambil menggerutu, gua sih dengernya Pokoknya beliin pulsa , kemudian menekan angka nomor ponsel gua.
Setelah beberapa nada sambung.
Hallo, good day.. Ines speaking, may i help you... Ett.. lagunya.... lagi ngapain"
Bon, baliknya kapaaaan" Minggu depan paling dari sini...
Ish.. kok" Nggak.. nggak... nggak boleh... ish..kan.. .... .... bohong
Iya, nggak kok, besok sore berangkat dari sini.. Gue takut tau...
Takut apaan" Semalem nonton supernatural , serem... Ya lagi ngapain nonton pelem begituan.. Kan ada Jensen Ackles-nya, ganteng banget doi...tapi sereemmm..
Yauda jangan nonton lagi... Iya.. eh lagi ngapain"
Kan gua yang nanya duluan tadi, elo lagi ngapain... Lagi motongoin kuku sambil nonton tivi.. elo" Lagi ngopi di teras..
Ngerokok ya" Iya,.. Ish... Eh Nes, gua nitip salam tuh sama bintang di langit... Salam buat siapa"
Buat elu..., ntar kalo udah gelap dan keliatan bintangnya elu ambil ya salam dari gua.. Hhehe.. iya, mungkin nggak sih bon, elo disana, gue disini dan kita memandang bintang yang sama" Mungkin aja, tapi kan ada banyak, gimana kalo bulan aja..
Iya deh, gampangan bulan soalnya... Eh isi salamnya apa"
Lah kalo gua ngomong sekarang ngapain gua titipin sama bulan ntar"
Oh iya.,ya.. Kemudian kami berdua diam, lama.
Door, kok diem aja Ines memecah kesunyian.
Gpp, lagi bengong aja nih.. Sayang tau pulsanya...
Iya ya.. gua tutup aja ya, sampai ketemu secepatnya deh...
Iya, bubye... nanti ati-ati dijalan ya.. Bye..
Gua menutup telepon, entah apa yang terjadi. Giliran nggak lagi nelpon berasa kangen sama dia, giliran pas nelpon bingung mau ngomongin apa. Aneh, sungguh aneh sekali. Saat-saat kayak gini ingin rasanya gua bertemu dengan komeng, kemudia bertanya: ada apa dengan gua meng" Belom selesai gua bergumam, komeng muncul dari muka garasi.
Assalumaikum.. Waalaikumsalam..
Lah, katanya pengajian kok sepi-sepi aja" Pengajiannya tadi meng abis maghrib.. Lah telat berarti gua.."
Komeng berhenti, mematung, dia dateng dengan menggunakan peci, sarung ditambah nentengnenteng yasiin sama plastik yang isinya rambutan.
Ya telat, banget.., lagian kalo nggak telat juga lo ga bisa ngikut..
Mangapa" kan pengajian Ibu-ibu Ya salam..
Komeng mengelus wajahnya. Kemudian di ngeloyor masuk kedalam, menyerahkan seplastik rambutan ke nyokap gua, dari luar sini terdengar suara tawa membahana, pasti komeng lagi diketawain sama nyokap sama adik gua. Selang beberapa lama dia keluar, sambil menenteng secangkir teh.
Jadi lo besok balik" Jadi..
Gimana si Ines" Udah nelpon" Udah, barusan..
Cie..cie.. Sejurus kemudian gua dan komeng larut dalam obrolan. Tentang Ines.
--- Jam menunjukkan pukul tujuh malam, gua sudah berada dalam pesawat yang menuju ke Doha, Qatar. Bersiap menempuh perjalanan panjang yang melelahkan, gua bersandar ke kursi pesawat, kemudian tersenyum sambil bergumam: Tunggu abang ya neng .
Tepat tengah malam lebih sedikit gua sudah berada di Doha, transit. Menurut jadwalnya sih gua masih harus nunggu sekitar 2-3 jam-an sebelum ganti pesawat dan terbang ke Heathrow. Gua kemudian memesan kopi dan mencari smoking room. Nggak terasa, hampir dua jam gua duduk di smoking room sambil membaca komik yang tadi gua beli di Soekarno hatta, komik shinchan. Bwahaha,, komik dewasa ini kalo di Jakarta, jadi konsumsi bocah. Kemudian suara panggilan untuk pesawat ke London pun menggema, gua bergegas.
Jam 8 pagi gua sudah tiba, di Heathrow. Dan sepertinya gua mabok udara, bahasa kerennya sih Jetlag, tapi serius nggak ada yang keren dalam kondisi seperti ini. Kepala pusing, perut mual, tenggorokan kering ditambah cuaca London yang sedang hujan. Sepertinya secangkir kopi hitam bisa bikin kondisi normal lagi. Tapi entah kenapa pikiran ini terus melayang ke rumah, pikiran yang sejak kemarin, kemarinnya lagi, kemarinnya lagi dan hari-hari sebelumnya terus memaksa untuk ketemu sama Ines. Kata orang sih ini namanya kangen. Kangen inilah yang bikin gua mengabaikan kedai-kedai dengan aroma kopi yang menggiurkan disepanjang jalan keluar bandara.
Gua hampir aja terbujuk cuaca disini untuk masuk kedalam BlackCab, tapi karena gua ogah nangis lagi karena bayar ongkos yang kurang masuk akal akhirnya gua putuskan buat naik bis aja ke stasiun. Biarin rontok-rontok dah ni badan.
Jam dua belas lebih sedikit gua udah sampai dirumah, gua membuka pintu dan naik ke atas, kemudian mengetuk pintu yang terkunci.
Nes.. nes.. Cklekcklek Suara anak kunci diputar, pintu terbuka. Kemudian Ines menerjang gua, gua sedikit kewalahan.
Akhirnya pulang juga... eh kenapa kok diem aja" Nggak kangen emang"
Nes.. gua sakit nih kayaknya... Hah.. kenapa, pusing"
Gua mengangguk kemudian masuk kedalam, merebahkan diri diatas sofa. Sekilas gua memandang, nggak ada yang berubah dari tempat ini, Cuma jauh, jauh lebih bersih dari sebelumnya.
Dikamar aja deh, istirahatnya..
Ines kemudian menarik tangan gua, sempoyongan gua masuk kedalam kamar dan menjatuhkan diri diatas kasur. Masih memakai sepatu dan belum melepas jaket. Kemudian yang gua ingat hanya suara Ines; Yaah.. jangan sakit dong, please..
Gua pun tertidur. --- Gua terbangun saat petir menyambar-nyambar, diluar sepertinya sedang hujan. Gua melihat jam, waktu menunjukkan pukul 11 lebih 20 malam, hampir setengah hari gua tertidur. Rasa pusing dan mual sudah hilang, kayaknya memang Jet-lag , kemudian muncul masalah baru; Lapar. Kelaparan menghinggapi gua tengah malam begini, saat hendak menurunkan kaki dari kasur, Kaki gua menyentuh sesuatu, Kepalanya Ines. Gua duduk dan memandangi Ines, tertidur dengan kepala diatas kasur dan tubuhnya di lantai masih menggenggam lap basah, gua menyentuh kening. Dia habis mengompres gua.
Kemudian gua mengangkatnya ke atas kasur dan menyelimutinya, terdengar samar dia menggumam; Jangan sakit dong.. .
Gua mendekatkan bibir ke telinganya, kemudian berbisik. Iya, gua nggak sakit.. , kemudian gua mengusap rambut dan memberanikan diri mengecup keningnya. Gua meninggalkan Ines dan kemudian menikmati dua cup mie instan di depan tivi. Astaga! Gua abis nyium cewek, dosa nggak ya gua.. --#14: Going Sad Gua menggenggam cangkir kopi ditangan kanan dan sebatang rokok dengan tangan kiri, layar tivi yang menyiarkan siaran ulang pertandingan tenis menyinari seisi ruang tamu yang sejak tadi lampunya gua matikan. Mungkin gara-gara tidur seharian, tengah malem begini mata gua jadi seger banget, nggak ada ngantuk-ngantuknya sama sekali, ditambah kepikiran masalah Ines.
Masih terngiang omongan Komeng, kemaren malam saat kami ngobrol diteras rumah gua.
Buruan nyatakan, ntar kalo udah mabur aja, mewek dah..
Gua masih bingung dengan apa yang gua rasakan saat ini. Apakah ini Cuma sebuah rasa iba dan kasihan dengan keadaannya, atau .. kayak gini namanya jatuh cinta. Kalau memang bener gua jatuh cinta, apa iya si Ines juga merasakan hal yang sama ke gua" Atau dia Cuma merasa nggak enak karena gua udah menolong dia dan begini cara dia membalas kebaikan gua, dengan sebuah perhatian yang lebih. Dan apakah gua harus nyatakan" Tapi nanti kalau ternyata ditolak"
Gua kemudian melepas jam tangan pemberian dari Ines, meletakkannya di meja dan kemudian memandanginya. Kemudian gua menyentuh-nyentuh jam tersebut, layaknya seseorang yang baru menemukan benda hidup yang sudah lama tak bergerak.
Heh.. elu tulus nggak"
Woi.. jam! Elu dibeli dengan cinta nggak"
Kemudian gua menggeleng, Anjrit. Gua gila beneran nih kayaknya, masa ngajak ngomong jam tangan.
Gua merebahkan diri di sofa, mencoba memejamkan mata. Tapi pikiran ini tetap melayang, memikirkan Ines. Sepintas benak gua membayangkan; apa semua cowok yang jatuh cinta itu gelisah sampai susah tidur seperti gua sekarang ini" Ah, gua Cuma tidur siang kelamaan aja. Kemudian gua mencoba memejamkan mata lagi, kali ini dengan usaha dua kali lebih keras. Tapi, yang muncul malah pikiran; Ines tau nggak ya kalau tadi gua cium keningnya" Argghhh.. God damn it. Gua kembali duduk, menyulut sebatang rokok dan mematikan tivi.
Tik tok tik tok tik tok, suara detik jam terdengar saru mengiringi gerimis diluar sana. Gua mematikan rokok, menuju ke kamar mandi, mengambil wudhu dan kemudian menunaikan solat Isya, sedari tadi siang gua nggak solat. Astagfirullah!
--- Tangan dingin menyentuh pipi gua. Kaget, sontak gua terbangun. Ines duduk disebelah gua. Gua mengucek mata dan memandang Ines, sosoknya kali ini sedikit berbeda, ada sentuhan sedikit make-up di wajahnya pun dengan bibirnya yang dipoles dengan perona bibir.
Jam berapa" Jam 6, bangun gih solat subuh.. Wah, kesiangan nih..
Gua kemudian beranjak dari sofa hendak ke kamar mandi.
Eh.. elu menor banget mau kemana" Masa sih" Ketebelan ya"
Ines bangkit, masuk ke kamar dan memandang ke arah cermin.
Nggak sih, Cuma beda aja, biasanya kan nggak pake gitu-gituan... dapet darimana tuh make-up" Hehehe, tempo hari gue belanja sama Darcy sama Sharon"
Ah, lu kenal sama Sharon" Dikenalin sama Darcy..
Sharon adalah seorang gadis, keponakan Darcy, usianya baru 16 tahun. Dulu sebelum pindah ke London, Sharon sering bermain dirumah Darcy.
Terus lu mo kemana, make-up gitu" Hahaha,.. Cuma ngetes doang, lo kerja nggak"
Kerja... Gua berteriak dari dalam kamar mandi. Terdengar suara Yaaah dari luar.
Selesai mandi gua bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerja.
Emang ga cuti dulu sehari.. Nggak, udah ada schedule..
Gua memandang sekilas ke Ines, dia sedang duduk di meja makan, menatap kosong dua mangkuk oatmeal dihadapannya.
Lah, kok diapus make-upnya" Kirain elo mau ngelibur sehari lagi.. Emang kalo gua libur, lu mau ngajak gua kemana ampe dandan segala"
Gua menarik kursi dan duduk dihadapan Ines, kemudian mengambil semangkuk oatmeal dengan porsi yang lebih banyak.
Ini buat gua kan" Iya
Kok diem aja ditanyain.. Kemana kek gitu, nggak perlu yang jauh-jauh dan mahal-mahal.. tapi yaudahlah, elo-nya kan juga harus kerja
Gua menghabiskan sarapan gua, Ines berdiri dan menuju ke sofa, duduk kemudian menyetel tivi.
Lah ini nggak dimakan sarapannya" Nanti aja, belom laper..
Yaudah.. gua makan boleh" Makan aja..
Gua kemudian menyambar mangkuk yang masih penuh terisi oatmeal, porsinya sih lebih sedikit dari yang baru gua abisin. Tapi, gak apa-apa lah buat tambahan energi.
Elo mau ngikut gua kerja" Gua bertanya ke Ines dengan mulut masih dipenuhi Oatmeal.
Ines diam saja, kemudian berbaring di sofa. Gua berdiri, menuju ke tempat cucian piring dan mulai mencuci piring.
Mau nggak"" Mau..
Yaudah sono dandan lagi... Asyiik...
Ines kemudian ngeloyor menuju ke kamar.
Lima belas menit kemudian Ines sudah berdiri didepan kamar dengan menggunakan jaket kulit warna hitam, jeans biru tua, syal dan kupluk United warna merah dan boot selutut berwarna cokelat.
Begini aja nggak apa-apa"
Iya nggak apa-apa, jangan terlalu cantik dandan-nya ntar orang pada naksir..
Bagus dong... Iye.. elu seneng,.. gua apa kabar"
Ya elo harus seneng juga dong.. kan lo bawa cewek cantik..
Nggak lama, kami berdua sudah berada di Moorland rd menuju ke tempat kerja gua di Aire St, West Yorkshire. Kalau naik sepeda biasanya gua Cuma menghabiskan waktu sekitar 10-15 menit, kali ini dengan berjalan kaki, kira-kira bisa 25-30 menitan. Sisasisa hujan semalam masih meninggalkan beberapa genangan air di jalanan, gua menarik Ines ke sisi sebelah dalam trotoar agar terhindar dari cipratan air yang ditimbulkan kendaraan yang lewat.
Gua memilih untuk lewat di depan Leeds University, disini banyak mahasiswa yang lalu lalang untuk menuju ke kampus, gua sedikit familiar dengan beberapa diantara mereka, sebagian yang gua kenal adalah mahasiswa Indonesia yang kuliah disini.
Kami melintasi sebuah pertigaan jalan yang ramai saat titik-titik putih turun dari langit, Salju.
Bon.. Ini apaan ya.."
Salju.. Hah salju", salju" Salju beneran, bon" Bukan!.. imitasi..
Ish, serius..." Coba aja jilat..
Nggak disangka Ines bener-bener menjilat salju yang menempel disarung tangannya.
Apa rasanya" Nggak ada..
Berarti salju beneran... Ish....emang kalo ada rasanya, imitasi" Bukan, kalo asin berarti upil
Jorok... Ines membentangkan tangannya tinggi-tinggi ke udara berharap bisa menangkap salju sebanyakbanyaknya. Gua kemudian mencoba menurunkan tangannya.
Norak ah.. Biarin, gua kan jarang-jarang bisa megang salju
Gua melepas sarung tangan kulit gua. Lepas tuh sarung tangan lu" Kenapa"
Nih pake yang ini, kulit, lebih anget..
Gua menyodorkan sarung tangan gua ke Ines, sambil membantu melepas sarung tangan miliknya.
Kegedean... Ines mengangkat kelima jarinya yang tersembunyi dibalik sarung tangan kulit milik gua didepan wajahnya sambil nyengir kuda.
Gapapa, kegedean dikit yang penting anget.. tuh kuping tutupin
Trus lo pake apa" Punya gua pasti nggak muat di tangan lo"
Ines menurunkan kupluk hingga menutupi telinga-nya.
Gua nggak usah.. Gua mengantongi sarung tangan wol milik Ines.
Yaah ntar lo masuk angin..
Nggak, angin mah nggak masuk dari tangan,, lagian juga make gituan bikin susah ngupil
Ish.. Gua baru inget kalo sekarang bulan November. Nggak biasa-biasanya salju turun di bulan-bulan begini. Disini, di Leeds, salju jarang banget turun. Kalaupun turun paling intensitasnya sedikit, paling lama Cuma sekitar dua mingguan. Itu pun biasanya terjadi di pertengahan bulan November sampai awal desember. Jadi, jangan harap bisa merasakan White Christmas di Leeds. Mungkin bakal beda cerita kalo di daerah Inggris utara, disana Intensitas salju boleh dibilang tinggi, walaupun gua juga belum pernah kesana.
Ines mengusap-usapkan kedua tangannya, sambil sesekali menghembuskan nafas dari mulutnya. Kedinginan.
Lu pake daleman berapa" Satu..
Kaos doang" Iya...
Yah, harusnya dobel nes, pake sweater dulu baru jaket..
Kemudian gua melepas jaket dan sweater gua dan menyerahkannya ke Ines, sebenernya nggak bisa dibilang Sweater juga sih, Cuma semacam kaos berbahan katun berlengan panjang, biasanya di cuaca macem sekarang, gua memakai pakaian rangkap tiga, rangkap empat kalau kaos singlet merk swan gua ikut dihitung.
Nggak..nggak, nggak usah.. ntar malah elo yang dingin..
Ga papa, gua kan udah biasa.. Yaaah.. ogah ah..
Yauda, gua buang nih baju.. Sini.. sini..
Ines membuka jaket, memakai baju panjang gua dan kembali memakai jaketnya.
Kemudian kami meneruskan berjalan di sepanjang trotoar di Willow Terace Rd, kemudian menyebrang, melewati jembatan dimana jalan tol tepat dibawahnya, mobil-mobil berseliweran menerjang salju. Salju turun semakin lebat saat kami baru tiba di Calverley St.
Bon,.. Kenapa" Ines memegang hidungnya, terlihat darah segar keluar dari kedua lubang hidungnya. Ines mencoba menahannya dengan mendongak ke atas.
Yaah... Gua mengambil syal-nya dan menyumbat kedua lubang hidungnya dengan ujung syal.
Balik aja ya... Ines menggeleng.
Gak kok, kue ka papa..nyuma mimisan hoang Ines menjawab masih, sambil mendongak ke atas dengan hidung tersumpal ujung syal.
Gapapa gimana" Gua kemudian mengajaknya duduk disebuah kursi dibawah sebuah pohon di dekat Millenium Square, di tempat ini kalo lagi nggak musim dingin begini, banyak muda-mudi yang nongkrong menghabiskan waktu, ada yang main skate, ada yang break-dance atau ada yang hanya sekedar duduk-duduk.
Gua membuka kupluk dan sarung tangannya, melihat sekilas ke telinganya, apakah mengeluarkan darah juga dan kemudian melihat kuku-kuku tangannya yang sudah memerah.
Balik aja deh ya... Gua kembali menyarankan agar kita pulang aja.
Soalnya elu kedinginan ini, bentar lagi bisa-bisa kuping lu keluar darah juga
Ines melotot ke gua, masih setengah mendongak dan dengan hidung tersumpal syal.
Serius,, gua dulu waktu pertama kali disini, pas musim dingin juga begitu...balik ya"
Gua mencoba meyakinkan Ines sekali lagi. Dia menggeleng. Batu amat nih anak. Kemudian gua celingukan mencari taksi. Tiga menit kemudian kami sudah berada di dalam taksi, melintasi jalan licin yang basah di Kings St kemudian berbelok kiri ke Wllington St. Gua melihat ke luar jendela, banyak orang yang berjalan cepat untuk sampai ke tujuan menghindari salju, disaat kayak gini supir taksi bisa jadi panen keuntungan karena emang orang-orang Leeds, most of people here, hate snow. Tapi, orang-orang disini sangat mencintai hujan.
Taksi kemudian berhenti di depan sebuah klinik, masih di Wellington St. Letak jalan ini Cuma bersebrangan dengan Aire St, tempat kerja gua. Gua membayar taksi dan masuk ke dalam klinik. Didalam sudah ada dua orang dalam antrian, gua mengambil nomor dan mengisi data. Sedikit berbeda dengan rumah sakit, kalau di klinik, siapa pun kita, punya kartu sosial atau tidak, tetap harus bayar, kecuali si empunya klinik-nya Om atau Tante elu.
Kemudian gua membiarkan Ines duduk, masih tetap mendongak-kan kepalanya ke atas dan hidung tersumpal syal, gua tersenyum melihat dia bernafas melalui hidung. Kemudian Ines melepaskan sarung tangan dan mencubit tangan gua.
Owang hakit, mawah kewawa..
Gua tersenyum semakin lebar, sambil mengusap-usap bekas cubitan-nya.
Nosebleeding, huh" Tanya seorang ibu disebelah gua, yang sedang duduk bersama (mungkin) anaknya yang sedang di kompres dahi-nya.
Oh.. yes ma am You should reduce your heater temperature at home, young man
I don t get it, ma am Your wife isnt fully comfortable with this current weather, isn t" So try to make your home temperature, little bit icy, transition theory..
Si wanita itu berkomentar
Oh.. yeah i think you re lil bit right, cause I don t wants she s got icy when inside and more icy outside, so i keep the heater on and on, with high temperature,, yeah.. my bad..
Kemudian wanita itu menepuk bahu gua sambil berdiri menuntun anaknya, namanya sudah dipanggil.
Ohh.. my turn.., c mon son, get-up.. Dia berdiri dan menggandeng anaknya.
Thanks for your suggestion, ma am
Gua mengucapkan terima kasih atas sarannya. Dia menengok dan tersenyum.
Kemudian memandang ke Ines. Dia masih mendongak dan tetap dengan syal menutup hidungnya. Dia melirik dengan sudut matanya. Kemudian tangannya meraih tangan gua.
Bon, ni nuntik nga" Iye,, disuntik, pake jarum.. nih yang segede gini.. Gua melebarkan jari telunjuk dan jempol. Membentuk ukuran kira-kira sejengkal.
Nyaaah.. Nggak seberapa lama, seorang petugas memanggil Ines.
Ms. Imanes.. Ines terbengong-bengong, kemudian memandang curiga ke gua. Gua membantunya berdiri dan menuju ke ruang dokter yang ditunjukkan oleh si petugas, melewati lorong dengan banyak sertifikat sertifikat yang dibingkai emas pada dindingnya. Kemudian Ines berbisik.
ngok ia nau nyama manjang hue yaah" Gua mengankat bahu sambil tersenyum. Ines mencubit lengan gua lagi.
Kemudian kami sudah berada didalam ruang dokter, ruang berukuran 3 x 3 bernuansa cokelat muda dan berbau alkohol (Bukan alkohol minuman ya). Si dokter yang masih agak muda, wanita berusia kira-kira 40 tahun-an, memeriksa hidung Ines. Kemudian dia ngomel-ngomel sebentar, tentang kenapa hidung pasien harus disumpal dengan syal" Apakah gua bisa menjamin kalo syal tersebut steril" Gua Cuma diam melongo aja.
Setelah melakukan pemeriksaan, ngomel dan sedikit konsultasi, si bu dokter menyarankan agar Ines, setelah dari sini istirahat di ruangan yang suhu-nya tidak terlalu dingin dan jangan pula terlalu hangat. Jangan melakukan pekerjaan berat diluar ruang tanpa penutup telinga dan sarung tangan dan jangan dulu berhubungan intim.
What"",, mmm doc.. i think we got some missunderstanding here...
Gua memotong omongan si dokter. Si dokter kemudian melotot, mengabaikan gua sambil menulis resep di secarik kertas dan memberikannya ke gua. Sebaris tulisan mirip aksara jawa.
Kemudian kami keluar dari riang dokter, melewati lorong dengan sertifikat-sertifikat lagi dan gua menyuruh Ines duduk untuk menunggu, sementara gua menyelesaikan urusan administrasi dan menebus resep obat.
Biaya dokter umum disini bisa terbilang murah. Kalau menggunakan perbandingan berobat vs nonton bola di stadion bisa jadi 10 kali berobat sama dengan satu kali nonton bola di stadion. Obat-obatannya pun juga termasuk murah, apalagi dokter-dokter disini bisa dibilang sangat pelit resep, misalnya; sekali berobat dengan keluhan Flu atau Nosebleeding seperti kasusnya Ines ini, disini gua Cuma dikasih resep satu jenis obat. Total biaya dokter dengan obat nggak sampai "10. Coba bandingkan dengan dokter-dokter di Indonesia, bokap gua korengan aja suruh nebus obatnya bisa 10 macem, totalnya bisa 250rb.
Setelah selesai, gua menghampiri Ines yang sedang senyam-senyum. Sekarang pendarahannya sudah berhenti, ngomongnya juga sudah kembali normal.
Hehehehe... jangan berhubungan dulu ya.. Ines meledek.
Gua nggak bisa menahan tawa kalo inget omongan dokter tadi. What! Having sex" Kemudian gua menyerahkan obat yang baru gua tebus ke Ines.
Nih, minumnya sehari tiga kali, abis makan.. Minum sekarang boleh"
Emang lu udah makan" Belum
Kenapa" Kan tadi jatah gue, elo yang makan.. Oiya.. yaudah nanti beli roti di jalan.. Asik.. hotdog ya..
Nggak ada tukang hotdog disini... Masa".. adanya apa"
Bajigur sama kue putu... Kemudian gua membuka pintu geser kelinik dan bergegas keluar. Diluar salju semakin parah, gua menutup pintu dan kembali masuk kedalam. Terdengar suara petugas dari balik meja counter; Getting worst outside, huh" , gua mengangguk kemudian memandang ke Ines.
Lu pake jaket gua deh...
Accidentally Love Karya Boni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gua melepas jaket gua, menyisakan kemeja hitam bergaris putih.
Nah elo pake apa" Gua kan udah pake jaket... Gua pake sweater gua yang tadi aja, mana lepas... Ines membuka jaketnya dan melepas sweater gua yang tadi dijalan baru dipakainya. Kemudian gua menyerahkan jaket gua ke Ines.
Masa gua dobel dua gini jaketnya... Udah diem, nggak usah bawel..
Gua membantu Ines mengenakan jaket. Kemudian gua memakai sweater, melapisi kemeja hitam bergaris putih.
Kami berdua berjalan menembus salju, menyeberang Wellington St, memotong di Princes Squaredi. Ines mencoba mengimbangi langkah gua yang berjalan lebih cepat karena kedinginan, dia menyusul disamping dan menggenggam tangan gua.
Dingin ya, bon.. Haha.. begini mah cemen..., gua pernah sampe ingus gua beku..
Sebenernya itu Cuma penghiburan aja, ingus gua nggak pernah beku, dan selama gua disini, gua nggak pernah merasa sedingin ini.
--- Sesampainya di kantor, hangat langsung menjalari seluruh tubuh gua. Fyuh! Gua langsung menuju ke toilet dan meletakkan tangan dibawah mesin pengering. Mambolak-balik tangan yang hampir kisut. Setelah itu gua keluar, gua melihat Ines sedang mengobrol dengan Diane, si resepsionis. Gua menghampirinya;
Ayo, mo ngikut ke atas nggak" Hah, boleh ya"
Gua mengangguk, kemudian Ines melambai ke Diane mengikuti gua menaiki tangga menuju ke lantai dua.
Gua masuk ke sebuah ruangan, ruangan berukuran 4m persegi, dengan dua meja kerja yang saling berhadapan, disana sedang duduk rekan kerja gua; Glenn, Glenn Whelan
Ines masih berdiri di depan pintu. Glen berdiri, melirik ke Ines sambil berbisik.
And....she is....your... Masuk sini nes, kenalin nih temen gua, orang yang katro dan culun .. Glenn
Ines masuk ragu-ragu, kemudian disambut dengan uluran tangan Glenn.
Hi, Glenn.. My name is Ines..
Oh nice to meet you..Ines, from Indonesia huh" Glenn bertanya, sambil cengar cengir.
Oh yeah... Apha Khabar".. Saya Glenn, saya katro dan chulun.. Glenn, melakukan greeting yang selama ini gua ajarin ke dia, dia bermimpi ingin ke Bali dan Raja Ampat suatu hari nanti dan dia minta diajarkan beberapa kata greeting dengan bahasa Indonesia, dan itulah hasilnya.
Baik.. hehehe Ines tertawa
Glenn berbalik ke gua, kemudian duduk memegang kepala.
I don t know, but something goes wrong here, Everytime i say that fuckin word, people goes mad and.. and laughin at me.. something goes wrong here...
Gua Cuma tertawa kecil, kemudian memberikan instruksi agar Ines melepas jaketnya dan menggantungnya disudut ruangan. Gua mengambil salah satu kursi dan meletakkannya di sebelah gua.
Sini duduk ... Ines kemudian duduk disebelah gua. Dia masih tersenyum memandangi Glenn yang nggak berhentihentinya mengutuki dirinya sendiri.
Mau kopi apa teh" Apa aja..
Yauda diem-diem disini.. jangan nakal..
Gua keluar menuju ke pantri membuat secangkir kopi dan secangkir teh. Saat gua membuka pintu ruangan terlihat Ines dan Glenn sedang asik ngobrol, gua menyerahkan cangkir berisi teh kepada Ines.
You.. you.. bloody indonesian idiot.... Glenn uring-uringan sambil nunjuk-nunjuk gua. Kayaknya Ines udah ngasih tau apa arti Katro dan Culun kepada Glenn. Gua Cuma tertawa dan menyeruput kopi panas sambil mencoba meyakinkan ke Glenn kalo penduduk di Bali dan Raja Ampat selalu menggunakan istilah secara terbalik, Keren artinya culun, pintar artinya bodoh. Glenn terdiam kemudian, kemudian berbicara; I m watching you, mate... watching you.. sambil mengarahkan dua jarinya ke arah matanya sendiri.
--- Gua tenggelam dalam pekerjaan gua, sedangkan Ines asik dengan games Billiard di PC yang sedang nggak gua gunakan.
Bon.. ... Bon... Apa" Kok perawat yang tadi di klinik tau nama panjang gue dah..
Ah masa sih" Kok gua nggak denger.. Ines mencubit lengan gua.
Aw.. sakit nes.. ... Iya.. iya.. nama lo Imanes Hartono kan" Ines melepaskan cubitannya dan ternganga. Gua kemudian mengeluarkan dompet dan menarik secarik kertas, fotokopi KTP Ines yang sudah kadaluarsa.
Nih.. Laaaah.. kok elo bisa dapet ini sih"
Bisa, gua ke kantor lama lu, tapi HRD-nya nggak mau ngasih, terus gua ke Kampus lu.. dan itu hasilnya ..plus Fotokopi akte lahir sama ijasah SMA lu..
What... kok bisa.. Bisa lah, gua gitu lho.. Kemudian pembicaraan kami terinterupsi oleh Glenn; Excuse me, are you both talking about me" You re in here, use English please Kemudian gua mengacungkan jari tengah kepada Glenn.
Berarti bisa pulang dong gue, bon Terlihat senyum sumringah di wajah Ines
Gua menundukkan kepala, menatap layar monitor dan meletakkan tangan di bawah dagu.
Bisa --- #15: Promise Sore hari itu, kami berdua berjalan disepanjang Bellevue Rd. Saat itu salju sudah tidak lagi turun, hanya menyisakan butiran-butiran putih yang mengonggok di jalan, menjadi cokelat bercampur dengan tanah dan lumpur yang terbawa oleh ban ban mobil. Sudah sejak dari kantor tadi gua nggak berbicara sepatah katapun, begitu pun Ines, yang berjalan dibelakang gua sambil mendengarkan Mp3 player.
Bon.. woi, bon...kok diem aja sih daritadi... kenapa" Gapapa..
Bohong... marah ya" Marah kenapa"
Ines melepas Headsetnya dan berlari menyusul gua, kini dia ada tepat disebelah gua.
Bon... Hmmm... Laper.. Lah bukannya lu baru aja abis makan tadi sebelum pulang
Iyah,, tapi udah laper lagi, katanya mau beliin roti.." Yaudah nanti sekalian lewat..
Nggak berapa lama, kami lewat di sebuah grocery, gua berbelok dan masuk kedalam, Ines mengikuti di belakang.
Mau roti apa" Keju..
Udah" Trus apalagi" Milih sendiri boleh"
Ines tersenyum manja kemudian mengerlingkan mata. Oh God, please... Gua udah nggak tahan lagi, ingin rasanya gua peluk dia sekarang terus bilang Jangan Pulang nes , apa daya bibir gua berasa kelu, nggak bisa bergerak, gua Cuma bisa memandang dia, melihat matanya, mencium wangi rambutnya.
Boleh yaa..." Iya boleh, gua tunggu di pintu luar ya, kalo udah selesai kasih tau..
Gua menyalakan rokok, menunggu Ines selesai di depan pintu toko.
Nggak seberapa lama Ines keluar dengan tangan kiri membawa plastik dan tangan kanannya
menggenggam sepotong roti.
Lho.. udah dibayar" Udah..
Pake apa" Pake cintaaaa... Serius...
Pake duit, yang waktu itu lo kasih..., mau nggak" Ines menawarkan roti-nya.
Nggak ah.. Elo kenapa sih, sariawan ya.." Iya...
Hadeuh.. nes, nes andai elu tau, andai gua berani bilang, andai elu bisa baca pikiran gua.
Bon, elo pernah nembak cewe nggak"
Tiba tiba Ines bertanya, tampangnya berubah menjadi serius, walaupun mulutnya masih menggembung, mengunyah roti.
Belom.. Ohh.. pantesan.. Pantesan kenapa" Gua balik bertanya
Gapapa, Cuma nanya aja.. Ines kemudian ngeloyor pergi.
Nes... Ines berbalik, menatap gua sambil tersenyum Kenapa"
Ga jadi deh... --- Besoknya pagi pagi sekali kami sudah berada didepan meja kantor konsultasi, berhadapan dengan seorang petugas yang bernama Bapak Imam. Ines sudah melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan untuk mengurus paspor dan visa-nya yang hilang, Lost Report dari kepolisian setempat, Fotokopi bukti diri (KTP, Akte dan Ijasah), Pasfoto dan Surat
Rekomendasi dari pihak Imigrasi Indonesia. Kemudian setelah mengisi formulir dan menunggu beberapa lama, akhirnya keluar juga Paspor pengganti-nya, bentuknya nggak seperti paspor, hanya berupa kertas serupa sertifikat, tercantum disana tulisan Surat Perjalanan Laksana Paspor .
Ini coba mbaknya dan masnya periksa dulu nama dan detailnya, kalo kalo ada salah
Pak Imam menyerahkan surat tersebut, Ines menerima dan mulai menelitinya.
Udah pak, udah bener.. udah bisa dibawa" Ohh belum.. harus di stampel dan di tanda tangani kepala bagian Imigrasinya dulu..
Kira-kira berapa lama pak" Ya masnya dan mbaknya silahkan tunggu saja di ruang tunggu, nanti kalau sudah selesai saya panggil
Kami pun menunggu, sambil duduk menunggu Ines berdiri dan menghadap ke gua.
Bon!.. ... Bonii..!! Kenapa sih, udah duduk sini, nggak usah teriak-teriak kenapa"
Gue mau sebelum gue balik ke Jakarta, elo ngajak gua jalan.., kali ini kencan beneran, dinner. Titik.. Laah.. kok kencan maksa gitu..
Ya abisnya elo kalo nggak digituin, nggak bergerak" Nggak inisiatif..
Lah kemaren kan gua ngajak jalan elu, apa itu kurang inisiatif"
IYA.. Tapi kali ini gue maunya BEDA.. Be e be de ada.. Beda!
Yeah.. whatever... Ish...
Sekian banyak orang didalam ruang tunggu melongo, menyaksikan perdebatan kecil dua orang anak manusia.
Ines kemudian duduk lagi disebelah gua, bukannya berhenti, dia malah mulai ngomong lagi, volume suaranya juga sama sekali nggak diturunkan.
POKOKNYA... Sssttt... Gua meletakkan telunjuk di mulut.
Iya iya... Besok kita kencan, dinner, udah sekarang duduk.
Tapi jangan kepaksa ya.. Kali ini Ines ngomong sambil berbisik.
Iya.. tapi hari Sabtu ya.. Gua memberikan syarat.
Iya.. tapi dinner di restaurant ya..
Ines menyebut syarat berikutnya masih sambil berbisik
Nes.. kalo makan di restaurant kan mahal.. yang laen aja deh, mau nggak"
Nggak bisa! Kemaren kan udah dating with your way, now, this time.. with my way...
Kali ini volume suaranya sedikit lebih keras. Oke.. oke Noted, ma am!
Kemudian pak Imam masuk kedalam memanggil kami berdua, tepatnya sih memanggil Ines tapi gua ikutan. Di dalam Pak Imam menyerahkan Surat pengganti paspor dan visa beserta cara penggunaannya, surat tersebut berlaku 30 hari sejak tanggal
penandatanganan dan bisa diperpanjang setelahnya, sesudah sesampainya disana surat ini juga bisa menjadi surat rekomendasi untuk mengurus paspor pengganti. Kemudian Pak Imam memasang tampang serius.
Mbak imanes... Ya pak..
Mbak ini kan hilangnya dokumen-dokumen ini, akibat abuse ya, tindak kekerasan.., mbaknya mau melaporkan hal ini atau tidak"
Ines kemudian menunduk, diam.
Kemudian Pak Imam mengulangi pertanyaannya dan Ines tetap terdiam. Gua memandanginya, matanya mulai berlinang. Kemudian gua berkata ke Pak Imam; Nggak pak, nggak perlu..
Bener nih, nggak perlu" Iya pak, nggak perlu...
Gua kemudian berdiri dan mengajak Ines. Kalo sudah selesai kita pamit dulu ya pak imam, terima kasih banyak
Ines langsung ngeloyor ke luar ruangan. Gua menyalami pak Imam, dan kemudian menyusulnya. Di luar ruangan, di lorong menuju ke pintu keluar. Ines berjalan, masih memegang kertas pengganti paspor dan mengucek mata, gua tau dia menangis, gua Cuma berjalan pelang mengikuti di belakangnya. Biarlah dia menangis, menumpahkan kesedihannya.
Sampai diluar matanya masih berlinang, gua memakaikan kupluk ke kepalanya.
Mana sini suratnya, gua taro di tas.. ntar basah.. Ines kemudian menyerahkannya ke gua, dan gua memasukkannya kedalam tas. Sesaat kemudian dia memeluk gua, sambil menangis sesenggukan dia bilang: Makasih ya bon...
Gua memegang pundaknya dan menatap nya dan mengusap airmata di kedua pipinya.
Cup-cup-cup... udah jangan nagis lagi.. Besok jalan-jalan ya..
Iya sabtu... Janji..." Iya, Janji.. ... Bon.., elo mau nggak janji satu hal lagi sama gue" Apa"
Kalo nanti gue balik ke Jakarta.. elo bakal nyusul gue dan jemput buat balik lagi kesini...
Insya Allah... Kemudian kami berjalan sambil tertawa berdua. --#16: You ll be the Only Light I See
Kami tiba di rumah saat jam menunjukkan pukul 4 sore, langit sudah mulai gelap. Hujan turun lagi, kali ini lebih deras disertai petir dan angin. Gua memanggil Ines yang masih ngobrol dengan Darcy.
Nes.... ujaan.. Iyaaaa...
Ines kemudian berlari kecil melewati gua yang masih berdiri menggenggam gagang pintu kemudian berlalu masuk.
Gua menuju ke dapur, menyalakan sebatang rokok dan memandang keluar jendela. Suhu terasa dingin walaupun didalam rumah, gua bangun dan menyalakan pemanas, menyetelnya dengan temperatur paling rendah, mengikuti saran si bu dokter.
Gua membuka kulkas, mengeluarkan nachos dan memasukkannya kedalam microwave dan menyetelnya ke angka lima.
Ines keluar dari kamar berbarengan dengan suara ting dari microwave. Ines mengenakan kaos Guns N Roses putih seperti yang pertama kali dia pakai waktu kesini. Masih berkalung handuk, dia menarik kursi dan duduk disebelah gua, sambil menutup hidung dengan handuk dia mematikan rokok gua yang masih menyala.
Gua menikmati nachos sambil mengangkat sebelah kaki ke kursi.
Bagi dong..." Gua menatapnya, kemudian menyerahkan nachos yang baru gua makan sesuap. Kemudian gua ke lemari dapur, mengambil mie instan dan menyeduhnya dengan air panas.
Mau mie" Gua bertanya ke Ines. Dia kemudian mengangguk pelan.
Trus itu nachos-nya" Buat elo aja nih..
Yee emang punya gua.. Gua menyeduh mie instan cup, dan meletakkannya ke hadapan Ines.
Bon.. Iya.. Nanti gua boleh pinjem duit lo lagi ya buat beli tiket, nanti dari Indo gua transfer..
Boleh.., nggak usah pake pinjem itu mah.. Ih,, nggak mau kalo gitu mah..
Yaudah, bagus malah nggak usah balik.. Ish...
Kemudian gua bangkit, menuju ke kamar mandi.
Nes.. Ya.. Nanti hari sabtu, harus ke restaurant ya.." Iya, harus!
Nggak harus pake jas segala kan"
Oh tenang aja, nggak! Kan soalnya gua juga nggak punya gaun..
Ooooh.. thanks God.. Emang kenapa sih, kayaknya alergi banget sama restaurant"
Gua menarik kursi, membaliknya dan kemudian duduk menghadap ke Ines. Nggak jadi mandi.
Gini lho Nes, gua tuh suka agak risih kalo ke tempattempat formil gitu, nggak nyaman..
Trus lo maunya kemana"
Kalo kafe atau pub atau semacam bar gitu mau nggak"
Kafe.. OK, Pub... mmm..No, bar .. absolutely no way! Oke kafe aja ya, deal"
Gua mengacungkan jari kelingking. Ines masih bergeming, tak bergerak kemudian melirik ke gua. Dia memajukan kursinya, wajahnya sekarang semakin dekat ke gua.
Oke, deal. Nggak usah pake begini-beginian.. Ines berbisik sambil menyingkirkan jari kelingking gua yang masih mengatung.
Kafenya asik nggak" Asik deh pokoknya... Romantis"
Ya tergantung definisi romantis menurut elu Tempat orang menyatakan cinta atau melamar kekasih"
Mungkin.... Gua mengangkat bahu. Elu udah pernah ngeliat langsung pangeran Charles" Belom
Kalo Oprah" Belom Juga..kenapa" Sama gua juga belom.. nanti sabtu kita sama-sama liat..
Yee... Ines melotot kemudian menghabiskan sisa mie instan dari dalam cup-nya.
Gua memandang Ines, dihadapan gua saat ini, seorang perempuan 23 tahun, hitam manis, rambut nya sekarang sedikit panjang, tingginya sebahu gua, cantik, banget, cuek tapi perhatian, manja dan bisa masak. Kategori terakhir nyokap gua pasti seneng banget. Sosok yang begitu tegar menghadapi hidupnya yang keras. Sosok yang begitu merasuki hati gua tiga minggu belakangan ini.
Sebelum-sebelumnya bisa dibilang hari-hari gua berjalan biasa-biasa aja, nggak begitu menyenangkan tapi nggak juga begitu menyedihkan. Satu-satunya hal menyedihkan yang pernah gua alamin semasa hidup adalah kehilangan si belang, kucing gua yang mati di tabrak mobil dan salah satu diantara sedikit masa paling menyenangkan semasa hidup gua yaitu saat gua masih SD, kala itu gua sedang bergelantungan di pohon jambu di depan gang rumah, kemudian gua melihat bokap pulang menggunakan vespa kesayangannya dengan kardus bertuliskan Nintendo di jok belakangnya.
Tiga minggu sebelumnya hidup gua datar-datar aja, nggak min, nggak pula plus, nggak terlalu kekiri, nggak juga terlalu ke kanan, nggak hijau dan nggak merah, gelap! Terlalu gelap sampai sampai gua nggak bisa merasakan kehadiran orang lain buat mengisi hati gua. Too dark.. sampai kemudian Perempuan sialan ini masuk kedalam kehidupan gua, menerangi kegelapan ini. .. with the every dark of me, you ll be the only light i see...
Nes.. If could only live my life, you could see the difference you make to me..
If i see the stars alright..
I wanna reach right up and grab one for you..
Woii.. bengong aja.. ...
Kenapa" Kok bengong" Nes..
Ya.. You ll be the only light i see...
Apaan sih.. nggak jelas deh.. hahaha.. emang gua lampu..
Hahahahaha....gua mandi dulu deh Kemudian gua beranjak menuju kamar mandi.
--- Sabtu pagi di pertengahan November. Gua mengetuk pintu kamar.
Nes..nes.. udah bangun belom"
Udah.. Jangan masuk dulu, gua lagi ganti baju Suara Ines terdengar dari dalam kamar.
Buruan.. ntar kesiangan..
Gua merebahkan diri di sofa, mengeluarkan amplop cokelat dari dalam tas. Gua membuka seal-nya dan menarik keluar selembar kertas berlogo sebuah maskapai penerbangan asal dubai. Tertera nama Ines disana lengkap dengan nomor pesawat, jam dan tanggal keberangkatan disana, besok. Gua memasukkan kembali tiket hasil print-out yang gua pesen secara online tempo hari di kantor kedalam amplop cokelat dan memasukkannya ke dalam tas.
Taraaa... Ines keluar dari kamar, menggunakan kaos berlengan panjang dengan motif garis-garis celana jeans biru belel , lengkap dengan syal dan sarung tangan. Gua terpana sesaat.
Jaketnya mana" Nih..
Ines mengangkat jaket kulit warna hitam.
Yuk.. Kita kemana dulu, bon" Ke kafe-nya malem kan" Ke London...
--- #17: The Winter Tears Kami berdua masuk ke dalam kereta Virgin Train jurusan London, Gua sengaja nyari tiket yang sekali jalan. Males gonta-ganti kereta, sedikit mahal nggak apa-apalah.
Bon.. gue pojok.. gue di pojok...
Ines merangsek ke depan setelah gua menemukan kursi tempat kita duduk. Kemudian langsung menjatuhkan diri di kursi sebelah kiri dari lorong, disudut jendela. Dia mengelus-elus sandara kepala kursi disebelahnya.
Sini.. elo disini.. Ya iyalah gua udah pasti duduk disini, masak gua di sono...
Lima menit berikutnya kereta mulai bergerak. Jam 7.05 pas, sesuai jadwal yang tertera di tiket, cuma agak kecepetan sepersekian detik aja. Gua meletakkan ransel di bawah kaki dan menyenderkan kepala ke kursi beludru berwarna merah.
Bon.. Kita turunnya dimana" King Cross...
Owh.. Tau.." Tau.. yang di film harpot kan.. eh emang beneran ada platform 9 " disono"
9 ".. Gua mengoreksi.. Iya maksudnya itu.. Ada..
Beneran.." Maksud gua platform itu ada, emang dibikin buat para fans Harpot aja, nggak bener-bener berfungsi sebagai platform..
Terus beneran ada di antara Platform 9 sama 10, bon"
Hahaha.. boro-boro.. platform 9 sama 10 bentuknya aja beda banget sama yang di film..
Wah ketipu dong gue.. Haha iya... Ntar foto ya disitu... Iya..
Jam 9.45 kereta berhenti. Kami sudah tiba di King Cross Station. Ines langsung ngeloyor keluar kemudian celingak-celinguk mencari platform 9 ". Dimana, bon..
Gua hanya tersenyum sambil menghampirinya. Kemudian berjalan ke arah berlawanan dengan Ines, dia berlari kecil menyusul gua
Ish.. ninggalin... kebiasaaan
Gua tersenyum kemudian berhenti dan menunjukkan sebuah arah ke Ines
Nih, lu liat nggak ada toko buku disitu" He eh..
Dibawah jembatan penyebrangan.. Iya.. iya..
Yaitu tempatnya.. Ines kemudian berlari kecil, cepat seperti anak kelinci, melewati kerumunan orang, sampai kemudian dia tiba di tempat yang gua tunjukkan tadi, dia melambailambai sambil memanggil.
Bon.. bon.. iya ada.. beneran.. sini.. cepet.. Gua menepok jidat. Malu-maluin aja nih orang. Akhirnya kami menghabiskan 15 menit untuk sekedar berfoto, Ines berpose dengan trolli yang setengahnya tertanam ke dalam tembok bata berwarna merah. --Kami berdua keluar dari stasiun, disambut cuaca yang dingin menusuk tulang gua bergegas menarik Ines menyebrang jalan menuju ke pemberhentian bus, melewati perempatan menyilang yang asimetris di depan King Cross St. Kemudian Ines berhenti sesaat dan menarik bagian bawah jaket gua, kemudian menunjuk sebuah rumah makan cepat saji berlogo M . Laper.."
Iya.. Emang nggak bosen makan gituan mulu.. Emang ada yang lain...
Yang lebih mahal banyak...
Yee.. emang gua mo beli obat nyamuk semprot... Yang lain aja, nanti.. tahan dulu..
Iya deh... Kemudian kami sudah berada di bus bernomor 30 yang menuju ke Marble Arch.
Kok tumben kali ini nggak nanya nes mau naik apa bis atau trem "
Kali ini kan BEDA, be e be de a da, Beda! Setelah kurang lebih 10 menit kami turun di pemberhentian di Pertigaan Marylebone Rd. Disambut dengan cuaca dingin (lagi) dan kerumunan orang yang juga ikut turun di pemberhentian yang sama.
Ines memandang ke seberang jalan, memicingkan mata dan menunjuk sebuah bangunan dengan kubah besar berwarna hijau muda yang terletak persis di muka pertigaan Marylebone sedangkan disebelah bangunan tersebut terdapat sebuah cafe Pizza dan Spaghetti, Allsop St berada ditengahnya membelah dua bangunan tersebut menjadi dua.
Itu tempat apaan bon, kok rame banget orang pada ngantri...
Itu tempat yang bakal kita tuju.. Tempat apaan"
Gua nggak menjawab kemudian mulai menggandeng tangannya dan menyebrang jalan menuju ke bangunan dengan kubah besar berwarna hijau muda, Madame Tussauds London.
Sampai didepan tempat mengantri tiket Ines menariknarik bagian lengan jaket gua.
Ini tempat apaan" Ines berbisik. Lah itu baca tulisannya kan ada tuh... Madame Tussauds
Tempat patung-patung yang mirip orang beneran itu ya..
Iya...
Accidentally Love Karya Boni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Asiiikk.. Gua kemudian mengantri, tempatnya emang belum buka tapi yang antri sudah banyak, mungkin sekitar 20-30 orang. Dan hampir rata-rata wisatawan asing, terdengar dari dialeg dan gaya bahasanya, di depan gua persis sepertinya orang India, terlihat dari gaya ngomongnya yang sambil goyang-goyang leher dan baunya itu lho, prengus.
Ines menarik-narik lengan jaket gua lagi. Apaan sih nes, narik-narik mulu... Mau itu..
Dia berkata sambil menunjuk ke kios Es-krim merah muda disudut pertigaan didepan Madame Tussauds yang juga nggak kalah antriannya dari tempat ini. Gua merogoh kantong jaket, mengeluarkan selembar pounds lecek dan memberikannya ke Ines sambil berkata Dingin-dingin makan es . Dia Cuma tersenyum dan ngeloyor pergi.
Nggak lama dia balik lagi kemudian berjingkat, mendekatkan bibirnya ke arah telinga gua. Bon, kalo a quid tuh berapa"
Satu Pound.. Gua menjawab sambil mengangkat telunjuk, menirukan angka satu. Ines mengangguk sambil bibirnya membentuk huruf O kemudian berbalik.
Gua menatap kembali ke antrian, sudah agak maju sedikit demi sedikit tapi suhu dingin ini bener-bener bikin kaki nggak bisa diem. Gua menengok ke arah Ines, dia sedang berdiri sambil mengantri dan melambaikan tangan.
Bon.. mau nggak" Ines datang sambil menjilat-jilat es krim. Gua mengeleng kemudian bergidik. Brrr kuat juga nih anak, dingin dingin makan es.
Ini bukan es krim, cokelat... Lah, kok kiosnya gambar es" Nggak tau..
Setengah jam kemudian gua sudah berada di dalam Museum Madame Tussauds, jadi tukang fotonya Ines, yang sibuk kesana kemari, bergerak dari satu patung ke patung yang lain, sambil setengah berteriak; Bon.. foto dong , Lagi bon..lagi , Sekali lagi bon, tadi jelek posenya , Bon.. bon.. yang ini..
Hampir dua jam gua berada di dalam museum ini, betis udah mulai panas, tapi anehnya, ni perempuan masih kuat aja jalan mondar mandir kesana kemari. Bon, yang sama Sharuk Khan udah belom sih" Udah tadi..
Coba mana liat" Dia menghampiri gua dan mengambil kamera poket digital dari tangan gua.
Yah, jelek... ulang deh.. Mau sampe berapa kali"
Ya tadi kan jelek, ada bayangan orang lewat.. Yaudah..
Gua melihat jam saat berjalan keluar dari museum, nggak terasa udah dua setengah jam kita di dalam. Waktu kesini pertama kali, sendirian, gua Cuma di dalem nggak sampe lima belas menit. Gua kemudian menggandeng tangan Ines.
Mau pizza" Mau mau mau... Kemudian kami menyebrangi jalan Allsop St menuju ke restaurant pizza yang letaknya bersebrangan dengan Madame Tussauds, sebuah bangunan tujuh lantai, dimana bagian bawahnya dibuat menjadi Restaurant Pizza dan kopi. Disebelahnya, di jalan Marylebone Rd, masih terletak di samping Restaurant Pizza terdapat banyak toko-toko souvenir, retaurant, kafe, pub dan toko-toko pakaian.
Kami duduk di dalam. Ines memesan seloyang pizza ukuran medium, gua memesan secangkir kopi. Kok nggak makan...
Nggak ah, minta elo aja ntar... Ish.. ogah.. Dikiiitt.. aja..
Pesen sendiri dong... Nggak ah, mau gangguin elu aja.. Diiih..
Gua tersenyum sambil menatap matanya, Ines melepas kupluknya, tercium wangi rambut yang bikin lutut gua lemes.
Abis ini kita kemana" Someplace...
Ke... Lu suka Sherlock Holmes nggak" Tau siih, tapi nggak banyak...detektif kan" Iya betul...
Elu tau nggak nes, kalo konon katanya Si Sherlock ini bisa memilih hal yang mau diingatnya atau nggak, jadi dia bisa milih hal-hal penting untuk diingat sedangkan hal yang nggak penting ya dilupakan
Lah, bukannya mekanisme ingatan manusia emang begitu ya bon"
Nggak juga, sekarang gua tanya ke elo deh.. berapa jumlah planet di tata surya kita
Sembilan.. kan" Apa aja" Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto.. eh pluto masih masuk nggak ya..
Kok elu hapal" Yeee.. kan itu mah diajarin kali di SD.. Tapi masih inget sampe sekarang" Masih...
Guna-nya buat apa, dalam kehidupan lu" Buat apa ya...bentar.. bentar..
Gua menyeruput kopi sambil menunggu jawaban dari Ines.
Nggak ada sih... Menurut Sherlock, yang nggak perlu inget ya nggak usah diinget...
Hahahaha.. kalo gue, perlu di inget nggak sama lo" Perlu,................ banget
Serius..." Iya.. Terus hubungannya pertanyaan gua tentang kita mau kemana abis ini, dengan sherlock apa" Abis ini kita ke Baker Street, nggak jauh dari sini, tempat dimana ada museum Sherlock Holmes.. Oke deh, trus dinnernya dimana"
Ya disitu juga Ines melongo, masih sambil mengunyah Pizza pesanannya yang baru saja datang.
--- Gua menggandeng tangan Ines melewati trotoar dengan toko-toko souvenir di sebelah kanan-nya, dia berjalan sambil menyumbat telinganya dengan headset dan mendendangkan sebuah lagu. Gua mencabut haedset sebelah kiri dan mendengarkannya, kami berjalan bergandengan tangan menuju ke 221B, Baker St sambil mendendangkan sebuah lagu; Accidentally in Love.
So she said what's the problem baby What's the problem I don't know Well maybe I'm in love (love) Think about it every time
I think about it Can't stop thinking 'bout it
How much longer will it take to cure this Just to cure it cause I can't ignore it if it's love (love) Makes me wanna turn around and face me but I don't know nothing 'bout love
Come on, come on Turn a little faster Come on, come on The world will follow after Come on, come on Cause everybody's after love
So I said I'm a snowball running
Running down into the spring that's coming all this love Melting under blue skies
Belting out sunlight Shimmering love
Well baby I surrender To the strawberry ice cream Never ever end of all this love
Well I didn't mean to do it But there's no escaping your love
These lines of lightning Mean we're never alone, Never alone, no, no
Gua menatap Ines yang tersenyum lebar, hampir seperti menyeringai, gua menarik kepalanya dengan lengan kedalam pelukan gua. Kemudian gua membisikan sesuatu ke telinga-nya. Seneng nggak"
Seneng... banget.. makasih ya..bon
Nes... elo tau nggak sebelumnya gua ketemu elu, hidup gua biasa-biasa aja..
Oya...terus setelah ketemu gue" Tambah biasa-biasa aja.. Hahahaha.... gak ngaruh dong
Nggak kok yang tadi becanda... serius, pas abis ketemu elu, hidup gua kayak lebih cerah, kan udah pernah gua bilang; You ll be the only light i see... Ines tersenyum dan memandang gua.
Kenapa ya, ada orang kayak elo bon" Maksudnya" Ganteng kayak gua" Whattt""
Terus kayak apa" Ya orang yang mau ngorbanin segalanya buat orang yang bahkan belom ada sebulan lu kenal.. Nes, kadang kan emang orang bisa melakukan sesuatu hal tanpa ada alasan yang jelas, tanpa harus ada A sebelum B, dan itu yang gua lakukan ke elu.. ...
Nggak terasa kami sudah berada di depan Sherlock Holmes museum, sebuah rumah mungil yang sekarang di cat dengan nuansa hijau tua. Setelah membeli tiket seharga "5 per orang, gua dan Ines segera masuk ke dalam. Rumah mungil ini terdiri dari 4 lantai, dilantai pertama kita udah disambut sama pemandu wisata, yang memperkenalkan diri sebagai Mrs.Hudson. Ines yang terlihat percaya diri membalas perkenalan diri Mrs.Hudson.
Hii.. mrs.hudson, my name is Ines.. Alright Ines, here we go...
Gua mengikuti Ines dan si pemandu dari belakang, kemudian membisiki Ines.
Nes, elu tau siapa Mrs.Hudson itu" Nggak, kenapa"
Di dalam cerita, dia itu Landlord-nya si Sherlock... Ah elo jangan nakut-nakutin deh..
Yee gua bukan nakut-nakutin.. gua Cuma mau ngasih tau kalo yang didepan lu itu Mrs.Hudson palsu, ngapain elu pake kenalan segala...
Hahahahahahahaha.. nggak tau gue...sial ditipu dong kita"
Hah, elu doang si yang ketipu..
Ines mencubit lengan gua sambil menjulurkan lidah.
Setelah lelah hilir mudik di Museum Sherlock, gua mengajak Ines turun dari lantai tiga dimana banyak patung lilin dari tokoh tokoh fiksi yang ada di Novel dan Film-film Sherlock Holmes, dia masih (tetep) berfoto ria dengan patung-patung tersebut. Sampaisampai gua harus menakut-nakuti dia dengan bilang kalau malem patung-patung ini pada bergerak, sekonyong-konyong Ines langsung berlari turun dan keluar, gua yang turun belakangan dapat teguran dari penjaga museum, yang kurang lebih inti-nya : Jangan membuat gaduh , gua tersenyum sambil mengangguk kepada si petugas dan keluar, Ines berdiri di tepi trotoar sambil berkata Kasian deh diomelin...
Gua mengapit tangannya dan kemudian berjalan ke arah kiri dari muka museum Sherlok Holmes, kurang lebih tiga bangunan dari situ terdapat sebuah Kafe dengan nuansa Hijau yang bernama; The Volunteer. Dikala musim panas kafe ini biasanya menggelar kursi dan meja tambahan seperti yang ada di seberang Museum Madame Tussauds tadi. Gua melangkahkan kaki kesana, dan masuk kedalam.
Seorang pelayan mengarahkan gua ke sebuah meja dengan sepasang kursi yang dekat dengan jendela samping, kemudian dia bertanya.
This is a look comfort for you" This is great..
Kemudian dia menyerahkan sebuah menu, menunjukkan menu andalan disini dan meninggalkan kami untuk memilih menu-nya
Ines memilih Tenderloin steak sebagai menu utamanya dan Cokelat Jahe sebagai menu penutupnya, gua Cuma mengamini doang, idem. Lima belas menit kemudian manu utama sudah terhidang, si pelayan menawarkan apakah gua mau anggur, kemudian gua menatap Ines, kami saling menatap sampai akhirnya gua menggeleng dan berkata tidak.
Nes... sorry ya gua nggak bisa ngajak lu makan di tempat yang lebih keren, nggak bisa ngajak lu candle light dinner..
Bon.. elu tau nggak, selama ini, cowok ngajak gua jalan, kencan, ngedate apapun sebutannya, palingpaling nonton, gitu-gitu aja... belom pernah gua seumur umur diajak dating nonton bola di stadion dan menurut gua ini adalah dating gua yang paling perfect...
Gua kemudian mengeluarkan amplop cokelat dari dalam ransel dan memberikannya ke Ines.
Apaan nih" Buka aja"
Ines membuka amplop dan mengeluarkan isinya. Sesaat dia diam, kemudian menutup mulutnya, air mata keluar dari kedua sudut matanya. Dia meletakkan amplop tersebut dimeja dan melanjutkan makan, diam dan terisak, makin lama makin keras. Gua Cuma bisa diam, menyandarkan kepala ke kursi dan menyimpukan tangan di dagu, memandang Ines yang saat ini mengunyah makanan sambil berlinang air mata. Dia tetap diam, tidak berkata apa-apa.
Dia menyelesaikan makannya, membalik pisau dan garpu, meletakkannya di sebelah piring. Dia menyeka air mata yang tak henti-hentinya mengalir, membasahi kedua pipinya.
Gue tau kok, kalo saat ini bakalan datang.. gue tau.. Tapi, gue nggak nyangka aja kalo.. bakal secepat ini.
#18: She s Gone Gue tau kok, kalo saat ini bakalan datang.. gue tau.. Tapi, gue nggak nyangka aja kalo.. kalo bakal secepat ini.
Lu tau kan gimana perasaan gua" Gua yakin elu tau.. Tapi,...
Tapi apa" Ini terlalu cepat buat gua...kayak orang yang baru bisa naik sepeda tapi udah harus naik mobil.., gua belom yakin, gua ragu,... gua nggak mau nantinya elu malah terluka lagi gara-gara gua
... Emang nes, gua nggak pandai berkata-kata, nggak peka, nggak sensitif, nggak bisa mengambil hati perempuan, jangankan pacaran, deket sama perempuan aja gua nggak pernah, satu-satu perempuan yang pernah sedekat ini sama gua, ya Cuma elu..
Iya gue ngerti kok.. Gua yakin kalo elu juga punya kehidupan lain yang harus dijalanin...dan ini nggak gampang buat gua, berat, beraaaat banget..
Apa elo nggak tau gimana rasanya buat gue" Ines sedikit berteriak, kali ini airmatanya sudah nggak tertahan lagi, mengalir deras melewati pipi dan membasahi syal-nya.
Gua Cuma terdiam, Ines kembali duduk, gua menatap wajahnya, mengusap air mata di pipinya. Sorry nes. --Gua duduk di sofa saat tengah malam, masih teringat kejadian di Kafe barusan. Sepulangnya dari London, Ines langsung masuk ke kamar. Gua menyalakan sebatang rokok, menghisapnya dalam-dalam dan menghembuskannya ke atas.
Hati kecil gua meronta-ronta, sekuat tenaga mencoba mengatakan kalo rasa ini adalah cinta sedangkan nalar dan logika gua berkata lain. Abu-abu. Gua tau kalo ini yang namanya cinta tapi gua ragu kalo cinta ini tulus buat Ines. Gua takut ini Cuma perasaan sesaat, gua takut nantinya malah bikin Ines kecewa lagi.
Gua bertanya-tanya apakah waktu tiga minggu itu waktu yang cukup buat cinta untuk tumbuh" --Minggu pagi, gua terbangun sebelum jam weker berbunyi. Setelah solat subuh gua mengetuk pintu kamar.
Nes..nes.. udah bangun"
Nggak ada jawaban, Cuma terdengar langkah kaki mendekati pintu, dan membukanya dari dalam, masih diam, dia hanya membuka pintu dan kembali mengepak.
Baju-baju yang elo kasih boleh gua bawa kan" Iya boleh..
Nes.. Gua memanggilnya seraya memberikan kode agar dia duduk disebelah gua. Ines berhenti mengepak, kemudian duduk di sebelah gua. Gua mengambil amplop putih dari kantong celana.
Nih, nggak banyak... tapi mudah-mudahan cukup buat biaya sementara nanti pas elu sampe di Indo... Gua menyerahkan amplop berisi uang kepada Ines.
Disitu juga udah gua tulis nomor hp dan alamat gua disini.. nanti kalo udah sampe lu telepon atau sms gua ya..
Ines kemudian memeluk gua, sambil terisak dia berkata;
Makasih ya bon, makasih atas semua yang udah elo kasih ke gua, makasih atas waktu dan tenaga lo yang terbuang buat gue, makasih atas perhatian lo dan makasih atas cinta yang udah lo kasih ke gue... gue nggak tau harus gimana ngebalesnya..
Gua Cuma tersenyum sambil membelai rambutnya. Jangan cengeng ah...
Elo nggak usah nganter gue ke airport ya.. Kenapa"
Gue nggak mau nangis lagi didepan lo --Jam sebelas lewat lima menit, gua duduk dibangku berderet di ruang tunggu bandara Heathrow, London. Ines duduk disamping, menggenggam tangan gua, erat, kepalanya disandarkan dibahu gua, sambil memainkan tali pengencang hood jaket gua.
Bon, nanti kalo gua nggak ada, jangan ngerokok terus ya..
Iya.. Jangan kebanyakan makan mie.. Iya..
Kalo abis mandi, anduknya di jemur biar nggak bau.. Iya..
Kemudian panggilan di pengeras suara bandara berbunyi. Pesawat nya Ines. Ines berdiri, memakai ransel consina lama milik gua. Gua menggenggam tanganya, dia menangis, sambil mengusap pipinya yang basah dia meletakkan telapak tangannya di dada gua dan berkata.
Gue tau elo ragu sama perasaan elo ke gue, dan yang perlu elo tau perasaan gue ke elo lebih dari yang biasa orang sebut cinta , lebiiih dari itu... dan mudahmudahan perasaan itu nggak berubah dimakan waktu
Gua tersenyum dan mengecup keningnya.
Ines melepas tangannya dari dada gua, berbalik dan pergi melangkah meninggalkan gua. Gua memandang punggungnya, yang semakin lama semakin menjauh dan akhirnya menghilang dari pandangan gua.
You ll be the only light i see... -#19: That Memories Gua duduk di bangku berderet di ruang tunggu bandara Heathrow, masih memandang kosong ke ruang check-in jauh di depan gua, tempat terakhir gua melihat sosok Ines yang perlahan menghilang.
Dua jam gua menghabiskan waktu memandang ke tempat yang sama, sampai pada akhirnya gua sadar kalo gua harus balik lagi ke kenyataan, kenyataan kalo emang gua orang yang pengecut, nggak berani mengambil resiko dan akhirnya kembali ke kesendirian yang gelap.
--- Gua berjalan gontai menuju ke rumah, membuka pintu dan berdiri mematung di depan tivi. Suara Ines masih menggema diseisi ruangan. Gua masuk ke kamar dan merebahkan diri di kasur memandang kaus John Lennon yang masih menggantung di kursi meja kerja gua. Gua menarik selimut dan menghirup semua aroma Ines yang masih tersisa. Gua pun tertidur --Jam weker berbunyi, gua terbangun dan terduduk dilantai di pinggir kasur, dengan ujung kaki gua memainkan pintu lemari. Hal biasa gua lakukan dulu kalo nggak bisa tidur waktu pertama kali pindah kesini. Samar gua mendengar suara Ines di dapur yang sedang menyiapkan sarapan, gua buru-buru beranjak ke dapur dan yang gua dapati Cuma ruangan gelap yang kosong.
Gua mencoba melawan perasaan ini dan mencoba (lagi) kembali ke kehidupan nyata.
Jam sembilan, senin pagi di minggu terakhir bulan November. Gua mengayuh sepeda hendak berangkat kerja. Gua bersepeda menyusuri jalan depan kampus, kemudian berbelok ke Calverley st, sampai di Millenium square gua menghentikan sepeda dan duduk disalah satu sudut taman. Tempat gua dan Ines duduk waktu dia mimisan karena kedinginan. Gerimis mulai turun, sebagian orang yang lalu lalang berlari-lari kecil mencoba menembus hujan. Gua menaiki sepeda dan berbalik ke arah kampus, gua terus mengayuh melewati Moorland rd dan terus ke arah Kirkhill St kemudian gua berbelok ke Burley rd dan terus mengayuh sampai ke LeGrocery.
Gua memarkirkan sepeda dengan menyandarkannya ke reiling toko tersebut, kemudian masuk kedalam toko. Terdengar bunyi bel yang menggantung di atas saat gua membuka pintunya. Pak tua pemilik toko tersenyum melihat gua.
Hi there, bad day for fishing huh"
Gua Cuma tersenyum dan segera menuju ke rak berpendingin dan mengambil dua kaleng Diet Coke , menuju ke meja kasir dan membayarnya.
Gua mengambil sepeda dan mulai mengayuh, keluar dari Le Grocery gua berbelok ke kanan dua kali. Terus mengayuh sampai ke jalanan berpasir yang dipenuhi pohon maple di kedua sisinya. Gua berhenti di tempat dimana gua pertama kali bertemu dengan Ines, kemudian menyandarkan sepeda ke salah satu sisi pohon dan duduk diatas batu yang cukup besar. Gua membuka satu kaleng Diet Coke dan menyalakan sebatang rokok, memandang jalan berpasir yang kini berlumpur, bercampur dengan air hujan.
Cukup lama gua terduduk disini, memandang kosong jalan berlumpur yang sepi. Sampai ponsel gua berdering mengumandangkan lantunan Time like these-nya Foo Fighter. Gua mengangkatnya, terdengar suara Glenn di ujung sana,
Where are you, mate" Im on my way..
You better getting here right now.. Um.. Glenn.. Yea..
Can you give me a favour.. Anything, mate..
Book an online flight for me.. A flight"
Where" When" Jakarta.. today..
Gua mengayuh sepeda kembali kerumah. Ah persetan dengan keraguan hati gua.
Jam tiga sore gua sudah berada di Heathrow, setelah mengkonfirmasi tiket online yang dipesan Glenn dari kantor ke bagian tiket gua duduk di bangku berderet di ruang tunggu.
Jam menunjukkan angka 5, saat gua memandang kebawah kota London yang mulai gelap dari atas pesawat Qatar Airways yang menuju ke Jakarta. Gua memasang headset ke telinga dan memutar Thousand Miles -nya Vanessa Carlton. --Jam delapan pagi keesokan harinya, gua tiba di Soekarno Hatta Jakarta. Setelah menukarkan uang di Money Changer yang ada di bandara gua langsung keluar. Gua berjalan cepat menuju taksi berwarna biru yang berjajar antri menunggu pelanggan. Biasanya saat berada di dalam taksi gua langsung mengatakan tujuan gua; Petukangan, Jakarta Selatan. Tapi, kali ini berbeda;
Kemana mas" Depok pak..
Depoknya mana pak" Beji,..
Kemudian gua sudah berada di padatnya lalulintas pagi di Jakarta.
--- Taksi yang gua naiki mulai memasuki komplek perumahan yang waktu itu pernah gua datangin dengan sepeda motor. Saat mendekati rumah mungil yang waktu itu tampak nggak kerawat gua menepuk pundak si supir, memberikan kode untuk berhenti, gua membayar sejumlah argo dan melebihkan 50 ribu untuk si supir.
Pak, ini saya lebihin ongkosnya.. tapi tunggu ya.. kalo 15 menit saya nggak balik, yauda bapak tinggal aja.. Oh.. iya siap pak..
Gua kemudian keluar dari taksi. Dari luar tampak rumah mungil tersebut, masih kotor di beberapa bagian, tapi lampu di terasnya terlihat mati dan pintunya terlihat terbuka sedikit. Gua membuka pagar yang nggak terkunci dan masuk ke dalam kemudian melongok ke dalam lewat celah pintu yang dibiarkan terbuka. Terdengar suara seperti orang sedang memasak di dalam. Gua memutuskan untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Kalau emang yang didalam bukan Ines, ntar gua ngaku aja kalo gua sales panci terus buru-buru kabur.
Gua duduk di salah satu sofa diruang tamu dengan meja yang sedikit berdebu. Gua meletakkan ransel dibawah dan menyalakan sebatang rokok. Gua memandang sekeliling ruangan, ada beberapa foto yang dibingkai digantung di tembok, sebagian ada yang diletakkan di meja di sudut ruangan, beberapa diantaranya foto Ines dengan pakaian wisuda bersama wanita tua berkerudung. Mungkin Alm. Nyokapnya.
Kemudian muncul sosok Ines dari ruang dapur, dia menggunakan kaos putih Jim Morrison punya gua yang sempet dia pake waktu di Leeds dengan balutan celana jeans pendek selutut. Gua memandangnya sambil tersenyum, cengengesan.
Ines masih berdiri mematung, kemudian terisak dan mulai menangis.
Ya ampun, cengeng banget ya ni anak.
Masih terisak-isak dia berjalan cepat ke arah gua, kemudian menerjang dan duduk dipangkuan gua. Dia menangis sejadi-jadinya, sambil memukul-mukul gua, pukulannya cukup keras buat orang dengan ukuran Ines.
Elo.. jahat.. jahat.. elo jahaat boonn...
Ines mulai berhenti memukul dan memeluk gua erat. Gua mencoba melepaskan pelukannya yang semakin lama semakin kencang, bikin susah nafas.
Gadis Cilik Di Jendela 3 Siluman Ular Putih 23 Warisan Agung Lencana Pembunuh Naga 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama