Accidentally Love Karya Boni Bagian 1
?"CHAPTER I #1: The Beginning Gila lu Bon, roti segitu banyak sayang-sayang bakal empan ikan semua!
Emang ngapa" Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu Time Like This - nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan Rumah dilayarnya.
Kenapa mak" Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
Assalamualaikum, Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu
Dari siapa" Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum
Waalaikumsalam Gua kantongin lagi ponsel ke kantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
Meng, ayo balik.. udah sore
Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje Yauda elu terusin dah, gua balik duluan
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti Yaelah.. sambil berjalan gontai menyusul gua.
------ Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng Diet Coke akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang rumah , gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingakcelinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang deket , kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapusapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu Yaelah .
Sambil mendengarkan Heaven nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buruburu sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
Orang Gila!! gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu Heaven nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti bitch atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; untung bukan gua , gua meneruskan mengayuh sepeda.
Get up Bro, life is brutal
Gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
Woii.. Help me!, you re Indonesian, right" Tolongin gue dong&
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
Woii.. Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
Elu nggak apa-apa" Menurut Lo" Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu, mbak!
Kemudian gua kasih satu-satunya Diet Coke sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih Diet Coke daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya. Jauh nggak"
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaan-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
--- #2: Truly Gentlemen Di suatu sore musim gugur, di pinggiran kota Leeds. Gua berjalan memapah seorang gadis Indonesia yang kira-kira berumur 23-27an tahun, berkulit hitam manis, dengan rambut pendek, yang sepengetahuan gua baru saja menerima abuse dari seorang pria ber-mobil BMW yang mungkin pacarnya, kakaknya, adiknya, ayahnya, omnya atau entahlah siapanya.
Sepanjang perjalanan dari tempat si gadis di lempar keluar dari mobil tadi, dia nggak berbicara sepatah katapun, dia hanya merintih menahan perih luka yang dideritanya. Walaupun seperti ada rintihan kepedihan yang sangat didalam rintihannya yang ringan. Kemudian kami pun sampai di sebuah toko kelontong yang kalo di Indonesia mirip seperti indomart atau Alfamart, bedanya kalau disini toko seperti ini nggak di franchise-kan, melainkan milik perorangan/pribadi. Toko kelontong/grocery yang gua datangi ini milik seorang imigran asal belanda yang udah hampir 20 tahun tinggal di Inggris. Nama tokonya LeGrocery, sebuah toko/ grocery kecil dengan bentuk seperti rumah panggung, terletak di persimpangan jalan Burley Rd dan memilik beranda di depannya dan halaman yang luas, bahkan cukup luas untuk parkir dua truk kontainer sekaligus.
Gua kemudian menyenderkan sepeda di reiling pembatas antara beranda dengan halaman dan membantu perempuan ini duduk di tangga beranda dekat pintu masuk toko LeGrocery dan kemudian masuk ke dalam untuk membeli air mineral, plester atau obat untuk luka si cewek itu.
Ting-ting , suara bunyi bel yang dipasang di atas pintu toko. Kemudian berdiri seorang tua yang hanya menggunakan kaos dalam yang sepertinya sedang menata susunan rokok dari belakang meja kasir. Oh, hi there.. Kamu lagi, bagaimana hari ini" Si penjaga toko menyapa gua dengan aksen belanda inggrisnya dan bertanya hasil memancing hari ini, gua baru tadi siang membeli beberapa kaleng Diet Coke dan umpan ikan untuk memancing disini.
Oh hi, hanya beberapa ekor, lumayan
Gua menjawab sambil tetap jelalatan mencari plester atau semacamnya dan akhirnya bertanya;
Apakah kau punya plester atau semacam& Sambil meragakan gerakan orang menutup luka di tangan.
Owh,, tepat di rak belakangmu
Gua bergegas mengambil beberapa plester, beberapa perban dan kemudian mengambil 3 botol air mineral dan langsung membawanya ke meja kasir. Si pak tua kemudian menghitungnya sambil melongok ke luar. Hari yang berat, huh"
Gua Cuma nyengir kuda aja, mungkin pertanyaannya merujuk ke perempuan yang sedang duduk diluar, dengan pakaian berantakan dan awut-awutan. Orang orang pasti berfikir seperti pak tua pemilik toko, Cowok dan pacarnya habis bertengkar gara-gara si cowok keasikan mancing seharian dan Cuma dapet 6 ekor ikan.
Ada lagi" Yeah, mungkin Marlboro light di hari yang berat ini
Kali ini gua yang senyum sambil mengeluarkan pounds lecek dari dalam kantong jaket dan kemudian bergegas keluar, takut-takut perempuan itu keburu pingsan.
Gua duduk disebelahnya sambil membuka satu botol air mineral untuk membasuh luka di telapak tangan dan siku-nya dan mempersiapkan beberapa plester dan perban.
Mana sini tangan lu.. Dia nggak menjawab, hanya diam, duduk, menunduk dan memeluk lututya, menyembunyikan wajahnya kedalam sela-sela kakinya. Kemudian gua goyangkan pundaknya, terdengar suara isak tangis yang semakin lama malah semakin menjadi. Gua malah jadi panik takut orang-orang beneran mengira gua habis bertengkar gara-gara keasikan mancing seharian dan Cuma dapet 6 ekor ikan.
Udah jangan nangis, luka gitu doang aja nangis
Padahal gua yakin, dia nangis bukan karena luka-luka nya.
------ Eh udah dong jangan nangis.. malu tau diliatin orang
Padahal gua yakin orang orang disini nggak se-kepo orang Indonesia, mereka nggak bakal peduli dengan urusan orang lain yang nggak ada sangkut pautnya dengan urusan pribadi mereka.
Udah dong jangan nangis.. ntar gua jajanin kit-kat
Abis denger omongan gua, dia langsung menoleh, mencak-mencak dan bilang kalo dia bukan anak kecil yang bisa dirayu dengan jajanan.
Buset, galak juga nih perempuan
Yaudah makannya sini tangan lu, mau diobatin nggak"
Gua nyolot sambil narik telapak tangannya dan langsung meyiramnya dengan air mineral. Dia meringis, kemudian gua bersihkan lukanya dengan menggunakan perban dan membalutnya dengan plester.
Sakit nggak" Menurut loo..
Lima belas menit kemudian hampir semua luka lecetnya selesai gua kasih plester, kecuali luka lebam di wajahnya, gua nggak tau harus diapakan. Saking penasarannya gua beranikan untuk nanya juga sambil memilih kira-kira pertanyaan apa yang tepat biar nggak terdengar kepo dan pengen tau banget.
Emang tadi pas jatoh, elu kejedot batu" Kok ampe biru-biru gitu muka lu"
Bukan urusan lu Oke Lah kalau begitu
Kemudian gua berdiri, mengusap celana gua yang sedikit kotor dan bergegas buat ngambil sepeda. Gua pengen pulang.
Eh woi, mau kemana lu"
Mau pulang!!, ngapain juga disini, kan bukan urusan gua
Gua naik ke sepeda kemudian mulai mengayuh, dalam hati gua pikir bodo amat lah, udah dibantuin kok malah ngomongnya nggak enak. Sambil tetap mengayuh, hati kecil gua bilang kalo kasihan juga tuh perempuan kalau gua tinggalin gitu aja, ntar kalau dia diculik sama alien gimana.
Mungkin jika di ilustrasikan ada dua sosok malaikat yang sedang adu argumentasi di atas kepala gua, sosok mungil berwarna putih yang sedari tadi bilang kalau gua harus kembali dan nolong perempuan itu, sedangkan sosok satunya lagi, sosok berwarna merah dengan tanduk dan membawa tombak bermata tiga, kekeuh bertahan agar gua cepet-cepet pulang dan meninggalkan perempuan itu.
God Damn it .. Gua memutar sepeda dan kembali ke LeGrocery, si sosok putih yang menang.
Saat gua balik lagi ke LeGrocery, perempuan itu udah nggak ada disitu. Gua mencoba mencari sebentar disekitar toko, kemudian masuk kedalam dan bertanya ke Pak tua pemilik toko. Dia Cuma menggeleng dan mengangkat bahu. Akhirnya gua memutuskan untuk kembali kerumah, berarti keputusan si sosok putih dikepala gua, salah.
Sepuluh meter dari LeGrecory, diatas trotoar, di pinggir jalan Burley Rd yang mengarah Kirkstall Hill, gua melihat perempuan itu sedang bersandar di kotak pos dengan posisi yang nyaris sama saat duduk di beranda di depan toko. Gua menghampirnya, turun dari sepeda dan berjongkok di sampingnya. Dia menoleh.
Ngapain lu balik lagi Elu ngapain disini Bukan urusan lu Lagi lagi jawaban bukan urusan lu , pengen gua tempeleng aja rasanya nih perempuan.
Waktu di jam tangan gua udah menunjukan pukul 6 sore, langit udah gelap sejak jam 5 tadi, cuaca juga sepertinya udah mulai nggak bersahabat, perut gua tambah keroncongan. Akhirnya gua tarik tangan perempuan tersebut untuk berdiri dan mulai memapahnya lagi, dia marah dan bilang kalo dia bisa jalan sendiri.
Entah apa yang ada dibenak gua saat itu, gua berniat untuk mengajak perempuan ini pulang, biar dia bisa beristirahat sejenak, kemudian besok pagi pagi sekali gua antar ke Stasiun. Feeling gua sih kayaknya perempuan ini sedang liburan disini mengunjungi pacarnya atau temannya atao kakaknya atau omnya atau ayahnya atau entahlah, dan kemudian berujung pada tragedi mobil BMW tadi.
Setelah menyebrangi Burley park , kami berbelok ke kanan menuju Royal Pak rd, kami gua berjalan pelan sambil menuntun sepeda, mengikuti langkah perempuan itu yang sepertinya menahan sakit di lututnya sambil beberapa kali meringis. Lima belas menit kemudian kami pun sudah berbelok ke Moorland Road dan masuk ke Moorland Ave. Gua mampir sebentar ke tetangga yang juga sebagai pemilik tempat yang gua sewa, kalo disini biasanya disebut Landlord.
Tunggu disini Gua memerintahkan perempuan itu untuk menunggu di halaman depan sambil memegang sepeda. Kemudian gua berjalan melintasi salah satu halaman rumah yang berjajar sepanjang jalan Moorland Ave. Sebuah rumah mungil, dua lantai dengan tembok dari bata merah dan pintu tua berwarna biru.
Gua mulai mulai mengetuk. Sesaat kemudian pintu terbuka, sesosok perempuan berusia lebih dari setengah baya muncul dari balik pintu, masih menggunakan celemek dan rambut yang di roll, sedang menyiapkan makan malam sepertinya. Namanya Darcy, seorang janda veteran perang yang bertampang menyeramkan namun sesungguhnya baik hatinya. Dan dialah Landlord gua.
Pemanasnya rusak lagi"
Gua menggeleng sambil mengangkat ikan hasil tangkapan memancing tadi dan memberikannya ke Darcy. Gua emang nggak pernah makan ikan tangkapan gua sendiri begitu pun saat masih di Jakarta, saat masih sering memancing bareng si komeng di sungai Pesanggrahan. Gua selalu memberikan ikan hasil tangakapan gua ke tetangga atau saudara dekat rumah.
Owh.. my lovely.. masuklah, mau minum teh" Hmm.. sebenarnya saya ada sedikit masalah
Kemudian dia melongok keluar dan melihat sosok perempuan sedang terisak didepan halaman rumahnya dan mulai menggeleng sambil berkacak pinggang.
Apakah orang tua mu sudah tau" Tau apa"
Sudah berapa bulan" What"
Aku bertanya kepadamu, dia sudah hamil berapa bulan"
Darcy mengernyitkan alisnya sambil melotot kearah gua. Dia berfikir gua telah menghamili perempuan itu yang sekarang malah tambah terisak di depan halaman rumahnya.
Gua menggelengkan kepala, kemudian mencoba menjelaskan duduk perkaranya. Belum sempat keluar sepatah kata dari bibir gua, Darcy menutup pintu dengan keras. Sesaat kemudian pintu terbuka lagi, masih melotot dia mengambil ikan yang tadi tertinggal di depan pintu, dan kali ini pintu ditutup lebih keras, terdengar teriakan dari dalam Be a gentleman
Kemudian gua beranjak, melompati pagar tembok setinggi pinggang dan memanggil perempuan itu untuk masuk.
#3: Place Called Home Tempat yang gua sebut rumah ini hampir mirip bentuk dan ukurannya dari rumah si Landlord: Darcy. Rumah mungil dengan tembok bata dicat warna putih. Terdiri dari dua lantai, lantai pertama digunakan Darcy untuk gudang penyimpanan miliknya yang memiliki akses menuju rumahnya. Sedangkan pintu dari luar langsung berupa anak tangga yang menuju ke lantai atas, tempat dimana gua tinggal.
Setelah menenteng naik sepeda dan meletakkannya di sudut lorong, gua membuka pintu, menyalakan lampu dan pemanas. Leeds saat akhir musim gugur seperti ini cuacanya boleh dibilang sedikit dingin dan berangin, walau dinginnya boleh dibilang beda dengan di Alaska.
Perempuan itu pun masuk sambil celingak-celinguk, entah takjub dengan betapa berantakan dan kotornya ruangan ini atau takjub dengan kegantengan gua yang baru dia sadari.
Gua menawarkan dia untuk mandi dan membersihkan diri, dia cuma menggeleng. Mungkin dia takut, berada di tempat asing, bersama orang asing, terus nawarin mandi. Gimana nggak takut coba.
Gua ambilkan susu dari dalam kulkas, mondar-mandir mencari gelas bersih dan nggak ketemu.
Nih minum Nggak apa-apa langsung dari botolnya aja Gua berkata sesaat melihat dia kebingungan karena disodorkan botol susu tanpa gelas.
Harap maklum, ya beginilah kalo hidup sendirian Gua mau mandi dulu, elu nikmatin aja dulu susu nya. Besok pagi gua anter ke Stasiun
--- Jam 11 malam. Susu dalam botol yang gua suguhkan tadi sama sekali nggak disentuh, gua baru aja selesai menyeduh mie instan. Tiga mie instan, satu buat dia dan dua buat gua, sekedar info aja, ukuran mie instan disini lebih kecil daripada mie instan yang di Indonesia pada umumnya. Tapi kalo elu tinggal disini dan kangen sama mie instant asal Indonesia, banyak juga kok supermarket yang jual.
Gua sodorkan Cup mie instan yang masih mengepulngepul uapnya ke dia, dia tetap bergeming, diam kayak patung, wajahnya menunduk. Gua putuskan untuk ngabisin jatah mie gua dulu sebelum merayu dia buat makan. Baru sekitar enam suapan masuk ke mulut, perempuan itu mulai roboh, jatuh kelantai, gedebug! Gua berhenti makan, nepok jidat. Apes.. banget gua
Gua beranjak dan mencoba membangunkan dia, bibirnya biru, badanya panas. Otak gua mulai bekerja, mikir nggak ya, mikir nggak ya, mikir nggak ya. Dan akhirnya gua putuskan buat mikir, sesaat kemudian munculah pikiran; Kalau sampai nih perempuan mati di tempat gua, terus di otopsi banyak luka lecet dan lebam, mampus dah gua di penjara di negara orang. Gua angkat, bawa ke kamar dan gua baringkan di kasur, kemudian gua langsung lari ke rumah Darcy. Darcy& . Darcy.. Tolong..
Darcy membuka pintu dan gua mulai menceritakan kronologinya. Akhirnya Darcy bersedia membantu dengan membawa perempuan tersebut ke Dokter Kandungan, gua pikir; bodo amatlah, ke dokter kandungan kek, dokter kelamin kek, dokter gigi kek yang penting dokter. Darcy masih berfikir kalau perempuan itu pacar gua dan sekarang lagi hamil. Damn!
Darcy yang ikutan panik, kelimpungan mencari kunci mobil fiat merahnya, gua yang paniknya udah duluan nggak sabaran dan kemudian bilang ke Darcy, apakah dokternya bisa di telepon aja untuk datang kesini, Darcy kemudian diam sejenak, mematung dan berkata Good Idea from a stupid person kemudian mengangkat telepon dan mencoba menghubungi si dokter kandungan.
Gua menunggu dikamar, sambil mengompres dahinya dengan lap basah. Jam sudah menunjukkan angka 12 malam. Sesekali gua letakkan ujung telunjuk gua di depan hidungnya, dan lega rasanya mengetahui kalo dia masih hidup. Nggak lama berselang terdengar suara langkah gaduh dari arah tangga, Alhamdulillah dokternya dateng juga, kemudian muncul si dokter wanita yang usianya kira-kira hampir sama dengan Darcy, berseragam putih-putih dengan steteskop terkalung di lehernya, Darcy mengikuti dibelakangnya dan menjelaskan kronologi-nya kepada si dokter, tentu saja dengan versinya dia, Si perempuan ini sedang hamil.
Gua yang udah panik luar dalem, nggak mikirin lagi dah, terserah Darcy mau ngomong apa, yang penting nih perempuan bisa sadar aja dulu.
Nggak sampe 10 menit si dokter keluar dari kamar, kemudian menghampiri gua dan berkata; Apa kalian menikah"
Gua menjawab nggak dan kemudian menjelaskan kronologi versi aslinya ke si dokter. Si dokter kemudian mengernyit, menatap Darcy lewat atas kacamatanya yang turun, seolah berkata Pembual . Kemudian berpaling ke gua lagi dan mulai berkata kalau nggak perlu panik dan menyarankan gua untuk menjaganya malam ini, karena kemungkinan suhu tubuhnya akan naik malam ini karena demam dan shock. Beliau menganjurkan untuk segera dirawat jika suhu tubuhnya tidak turun besok pagi.
Si dokter kemudian pamit, gua memaksa untuk dibuatkan tagihan-nya tapi beliau menolak, setelah mengantarkan si Dokter sampai ke mobilnya, gua kembali masuk. Darcy pun pamit, sambil bilang You should be a gentleman young man . Asli nih neneknenek kekeuh banget dengan opininya.
Gua melongok ke kamar sebentar, membetulkan selimutnya dan kembali ke ruang depan. Menatap kosong cup mie instan gua yang udah dingin. Sial!, gua kehilangan selera makan.
---- Jam 02.00 Dini hari. Gua duduk menatap layar laptop sambil menghisap Marlboro light di ruang depan yang sekaligus jadi ruang tamu, ruang santai dan ruang untuk menonton televisi, berharap bisa mencicil project jingle untuk sebuah iklan yang sudah seminggu belum kelar, alih alih mencicil project ini gua malah kepikiran perempuan itu yang sekarang malah meracau nggak jelas didalam kamar, yang bersebelahan dengan ruang depan. Gua bergegas kedalam kamar, kembali membetulkan selimutnya yang berantakan, gua sentuh dahi-nya dengan punggung tangan. God! Panasnya tinggi banget, keringat bermunculan dari sela sela rambut di atas dahinya, kepalanya menggeleng-geleng nggak beraturan, mulutnya meracau nggak karuan, menggumamkan suara yang bunyinya seperti suara lebah.
Gua teringat pesan dokter tadi, yang bilang kalau suhu tubuhnya bakal naik. Tapi, gua nggak nyangka kalo bisa se-panas ini. Gua mencoba mematikan pemanas ruangan dan mengganti lap untuk mengompres dahinya dengan air es.
Gua menggenggam tangannya, pangkal telapak tangannya yang masih tertutup perban, ujung jarinya terasa dingin. Kemudian gua mengambil alkohol, alkohol sisa bekas membersihkan catridge printer gua yang udah mulai usang. FYI, kalo disini nggak seperti di Indonesia yang dimana-mana tersedia tempat untuk refill tinta printer, disini kalau tinta printer lu habis, ya dibuang terus beli lagi yang baru. Gua buka pelanpelan perban dan plester yang mulai basah terkena keringat di pangkal telapak tangannya, kemudian gua besihkan lukanya dan gua tutup lagi dengan perban. Satu persatu luka di lutut, siku dan dahinya gua bersihkan dan ganti perbannya. Setelah selesai, perempuan ini behenti meracau, gua sentuh lagi dahinya dengan punggung tangan, sepertinya panasnya sudah mulai turun. Gua menyandarkan diri di pinggir kasur, duduk di lantai menghadap ke arah jendela kamar, meluruskan kaki sampai ujungnya menyentuh pintu lemari kecil tempat pakaian yang bentuknya mengikuti bentuk tangga yang menuju ke loteng, dan gua mulai memainkan pintu lemari itu dengan jempol kaki, sesuatu yang dulu sering gua lakukan tengah malam, saat nggak bisa tidur waktu baru pertama kali pindah kesini.
--- #4: The Morning Fever Alarm di jam weker gua berdering, waktu menunjukan pukul 05.00, gua ketiduran di lantai, gua bangun dan memandang keluar lewat jendela, diluar masih sangat gelap. Sepertinya musim dingin kali ini datang lebih cepat, padahal masih pertengahan bulan Oktober. Dan biasanya kalau sudah mau musim dingin (apalagi kalau sudah musim dingin) begini, siang hari terasa sebentar sekali dan malam harinya terasa lama, kayak hari ini, mungkin jam 9 nanti matahari baru terbit dan jam 5 sore nanti doi udah tenggelam.
Setelah solat subuh, gua keluar. Cuaca diluar benerbener dingin dan berangin, biasanya kalau nggak dingin, hari Minggu begini gua sempetkan buat lari pagi. Tapi, hari ini kayaknya nggak mood buat lari setelah mengalami kejadian-kejadian kemarin. Gua masuk lagi kedalam, mengambil jaket dan sepeda kemudian mulai mengayuh ke arah Leeds University, menuju ke Grocery langganan gua yang letaknya nggak begitu jauh dari Universitas, kayaknya gua perlu membeli sesuatu buat ngisi perut yang kemarin cuma ke-isi mie instan.
--- Cuaca sepertinya semakin nggak bersahabat, sekembalinya gua dari berbelanja, angin berhembus semakin kencang, kali ini dapet bonus hujan juga, walaupun nggak begitu deras tapi cukup bikin badan jadi gemreges . Gua menyandarkan sepeda di sisi tembok yang dekat dengan rumah Darcy, kemudian bergegas masuk kedalam, hujan semakin lebat.
Sambil mengeluarkan barang-barang dari kantung berbahan puring, memasukkan sebagian kedalam kulkas dan membiarkan sisanya tergeletak di atas meja. Gua mengambil beras, menuangnya kedalam wadah tahan panas, menambahkan air dan memasukkannya kedalam microwave, menyetel waktunya ke angka 120 menit, kayaknya begitu cara membuat bubur dan gua harap benar.
Gua membuka laptop lagi, mengecek e-mail sebentar dan kembali meneruskan pekerjaan yang semalam sempat tertunda.
Beberapa saat gua tenggelam didepan laptop, memadu-madankan nada demi nada menyatukannya hingga membetuk irama yang pas untuk iklan komersial produk makanan anjing. Gua mengintip jam disudut kanan atas layar, jam menunjukkan pukul delapan pagi, sejenak gua teringat kalau ada seorang perempuan yang sedang sakit terbaring di kamar. Gua bangkit, berdiri dan menuju ke kamar.
Gua membuka pintu pelan-pelan agar nggak membangunkannya dan mengintip kedalam, tempat tidur kosong. Gua buka pintu lebar-lebar, perempuan itu sedang berdiri menatap kosong ke jendela, memandang hujan yang sepertinya semakin lebat.
Padahal masih Oktober, kayaknya musim dinginnya kecepetan gua mencoba membuka obrolan. Dia diam saja nggak menjawab. Kemudian gua duduk di kursi putar didepan meja kerja gua yang letaknya bersebrangan dengan tempat tidur, tempat gua biasa bekerja kalau dirumah.
Oiya, kita kan belom kenalan.. Nama gua Boni Dia masih mematung, gua kemudian bangkit dan bergegas keluar kamar.
Elu pasti laper kan" Semalem kan lu nggak sempet makan apa-apa sebelum pingsan
Gua sih lagi bikin bubur, tapi belom mateng. Kalo lu udah laper, tuh di ada Oatmeal
Gua kemudian meneruskan pekerjaan gua. Ting!! Alarm peringatan di microwave berbunyi.
Gua buru-buru berdiri dan membuka microwave, antara excited, penasaran dan takut. Jadi apa enggak nih bubur bikinan gua. Setelah gua keluarkan ternyata bubur bikinan gua terlihat sempurna. Hahahaha mampus luh Oliver (Chef artis populer di Inggris) emang elu doang yang jago masak. Kemudian gua mengeluarkan dua butir telur dari dalam kulkas dan mulai memasak; Telur orak-arik. Tiga menit kemudian, sudah terhidang Bubur ditambah telur orak-arik kecap a-la chef Boni. Gua yakin kalo si Oliver ngeliat hasil masakan gua pasti doi malu banget dan buru-buru pensiun terus jadi supir taksi. Hahahaha..
Gua kekamar, perempuan itu sedang duduk disudut kasur, meringkuk sambil memandang ke luar jendela. Woi.. jangan bengong aja.. mau makan nggak" Buburnya udah jadi tuh
Dia berpaling menatap gua kemudian menggeleng. Gua sih bukannya sok peduli sama elu atau ikut campur urusan lu ya.. tapi, sekarang ini elu lagi demam, lecet-lecet, lebam-lebam dan duduk diatas kasur gua. Kalo elu mati, gua yang dipenjara Kemudian gua melengos dan kembali kedepan laptop, nggak mood mau meneruskan pekerjaan lagi. Gua melempar diri ke sofa, mengambil remote dan menyalakan televisi. Sesaat kemudian perempuan itu keluar dari kamar dan berdiri didepan televisi.
Nama gua Ines Gua diem aja, sambil tetap menatap ke arah televisi walaupun terhalang oleh tubuh perempuan itu. Sorry gua udah nyusahin lu
Kemudian dia beranjak menuju ke pintu, membuka pintu dan turun kebawah.
Eh.. woi.. se-enggaknya makan dulu kek kalo elu mau pergi!!, gua udah masakin elu tuh! gua berteriak sambil berlari menyusulnya.
Dia kemudian berpaling, dan kembali masuk kedalam, melewati gua begitu aja dan kemudian duduk di kursi dapur, tepat di tempat dia duduk semalam.
Sorry gua udah bikin lu repot
Udah makan dulu nih, gua bikinin bubur Gua ngomong sambil mencomot telur orak-arik kecap dan meletakkan didepan nya.
Dia mulai memakan buburnya, suap demi suap. Gua menarik kursi, membaliknya dan duduk disebelahnya. Enak nggak" gua nanya, penasaran. Dan dia Cuma mengangguk.
Hahaha mampus luh Oliver Kemudian gua menunggu dia menghabiskan buburnya.
Lho kok telornya nggak diabisin" , Dia Cuma menggeleng.
Nes, eh namalu ines kan tadi" , Dia mengangguk pelan.
Elu disini lagi liburan apa gimana" Lu tinggal dimana" Lu dari Jakarta kan"
Gua akhirnya mengeluarkan pertanyaan pertanyaan yang seharusnya gua sudah tanyakan dari kemarin. Tapi, dia Cuma diam saja, dan sekarang malah mulai bengong lagi.
Gua nggak bisa pulang ke Jakarta, mas Buset,, panggil aja Bony, kan tadi gua udah bilang nama gua Bony. Emang kenapa lu nggak bisa pulang" Nggak punya ongkos"
Dia menggeleng kemudian mulai bercerita.... ---#5: A Miserable Story Waktu menunjukkan pukul 12 siang, hujan sudah mulai reda menyisakan gemericik air yang jatuh dari atap.
Nggak terasa tiga jam sudah gua mendengarkan cerita si Ines yang ternyata dia ke London buat menyusul tunangannya yang udah duluan pergi kesini buat kerja. Ines dijanjiin bakal dinikahin disini karena di Indonesia nggak mendukung pernikahan beda agama. Sampai di London dia malah mendapati tunangannya selingkuh dengan gadis bule teman kerja-nya, parahnya (masih ada yang lebih parah) bukannya merasa bersalah, si tunangannya itu malah memukuli si Ines dan membuangnya di tempat yang jauh dari London, ke pinggir kota Leeds tempat gua ketemu pertama kali sama Ines. Dan bagian paling parahnya; semua tas yang berisi barang-barang Ines di buang sewaktu mereka menuju ke Leeds, termasuk paspor, visa dan uangnya.
Wah kalo begitu mah, beneran elu nggak bisa balik ke Jakarta
Gua ngomong begitu niatnya becanda, nggak disangka si Ines malah mulai terisak. Eh bukan begitu, nes
Elu masih tetep bisa balik kok, waktu pertama kali kesini lu lapor ke KBRI kan"
Ines menggeleng. Waduh gua menepuk jidat. Harusnya elu lapor
Ya gua kan nggak tau kalo bakal begini jadinya!! Kemudian gua berdiri, masuk ke kamar dan kembali dengan membawa ponsel gua.
Yaudah jangan nangis, nih telepon aja nyokap ato bokap lu. Jelasin semua
Ines menggeleng. Gua udah nggak punya siapa-sapai lagi, bon Bokap nyokap gua udah nggak ada Gua tertegun, bengong dan mematung, masih menyodorkan ponsel kehadapan Ines. Dalam hati gua berkata; kasian banget hidupnya nih anak.
Kakak ato ade lu, ato mungkin temen-temen lu Gua masih menyodorkan ponsel.
Gua udah lama nggak kontak sama kakak gue, dia sekarang tinggal di Ausie dan kayaknya gue nggak punya temen yang bisa diandalkan buat nolong gue sekarang
Gua kemudian meletakkan ponsel dihadapan Ines, duduk dan mulai garuk-garuk rambut.
Tapi seenggaknya kan elu bisa nyoba dulu Telepon temen lu, minta dia ngirim kesini Kartu Keluarga, Fotokopi KTP ato akte lahir lu
Ines menggelengkan kepala dan mulai bercerita sambil terisak. Semua dokumen-dokumen pribadinya ada di tas yang dibuang sama tunangannya, eh bekas tunangannya (ines meralatnya). Dia emang berniat pindah kesini, resign dari pekerjaannya, meninggalkan teman-temannya dan kehidupannya di Jakarta untuk tinggal dan hidup disini setelah dijanjikan bakal dikimpoi sama tunangannya yang gebleg itu. Tapi, apa daya takdir berkata lain, bukannya mendapatkan apa yang diinginkan, Ines malah dicampakkan dan ditelantarkan di negeri orang.
Yaudah gini aja. Nanti kita ke KBRI, kita konsultasi dulu gimana baiknya sama orang KBRI, siapa tau mereka punya solusi gua mencoba menghibur, walaupun sepengetahuan gua, bakal susah banget mengurus dokumen-dokumen dengan kasus seperti Ines ini.
Udah, nggak usah nangis lagi, nanti gua coba tanya juga deh sama temen-temen mahasiswa Indo disini, siapa tau ada kasus yang mirip
Mendengar omongan gua, tangis Ines mulai mereda. Matanya mulai berbinar, walau masih tetap cemberut.
Setidaknya ada sebuah harapan tersirat dimatanya sekarang.
Sementara lu tinggal disini aja dulu, dan mungkin baru bisa nganter lu ke KBRI hari rabu ato kamis, soalnya besok gua masih ada kerjaan Sekarang mandi aja dulu gih
Gua kemudian menuju ke kamar, mengambilkan handuk dan memberikannya ke Ines. Ines menerima handuk tersebut, terdiam sebentar.
Udah mandi sono, nggak usah takut gua apa-apain.. kalo gua brengsek mah, udah dari semalem lu gua apaapain
Ines pun beranjak. Kemudian gua kembali membuka lemari, mencoba mencari baju yang cocok buat dia. Sesaat pikiran gua nggak menentu, campur aduk antara cemas, grogi dan canggung, kok bisa-bisanya gua menawarkan perempuan asing tinggal disini, satu atap, laki-laki dan perempuan, berdua. Ya memang disini, di Inggris, lakilaki dan perempuan tinggal bersama dalam satu atap tanpa pernikahan sudah menjadi hal yang lumrah. Tapi, buat gua dan mungkin Ines yang notabene orang timur hal-hal semacam ini masih dianggap tabu. Belom lagi berkecamuk dipikiran gua, gimana kalo ternyata si Ines ini adalah salah satu anggota sindikat penipuan, yang berusaha mengelabui calon korban-nya dengan metode seperti ini, nanti disaat gua lengah dia menikam gua dengan pisau dapur, badan gua di potong-potong jadi empat bagian dan semua harta benda gua di bawa lari, ish.. serem uey.
Buru-buru gua singkirkan pikiran tersebut, nggak terasa tangan gua sudah menggenggam sebuah kaos putih berbahan katun kombat bergambar Axl Rose di bagian belakangnya dan tulisan yang berbunyi Here to stay or gone to hell guns n roses di bagian depannya, kaos yang udah nggak pernah gua pake karena kekecilan, dulunya adalah salah satu kaos favorit gua. Sepertinya masih layak pakai walaupun bagian lehernya sudah sedikit melar.
Gua menarik salah satu celana training underarmour yang juga udah kekecilan bagian pinggangnya, dan meletakkanya di atas kasur. Kemudian gua bergegas keluar kamar menuju ke dapur, mengambil nachos dari dalam kulkas, memasukkannya kedalam microwave dan menyetel waktunya ke angka lima. Kalau seandainya si Ines emang penjahat dan mau membunuh gua setidaknya gua nanti mati dengan menggenggam nachos. Buat ukuran orang Indonesia bisa jadi terdengar keren.
--- Sambil menikmati nachos, gua kemudian kembali membuka layar laptop berniat meneruskan pekerjaan gua yang entah sudah beberapa kali tertunda. Bukannya meneruskan pekerjaan, gua membuka email mengarahkan kursornya ke tab contact dan mulai mencari nama Irfan .
Irfan adalah seorang kenalan asal Indonesia yang juga tinggal Inggris. Dulunya dia mahasiswa di salah satu universitas terkenal di London, sekarang dia bekerja menjadi agen real estate di Leeds. Irfan sudah hampir 10 tahun tinggal di Inggris, kenalannya bejibun dari mulai sesama orang Indonesia sampai orang-orang inggris bahkan imigran-imigran dari pakistan atau china, makanya dia selalu jadi salah satu target paling dicari orang orang Indonesia yang butuh informasi mengenai hal apapun tentang Negara ini. Gua kemudian mengetik diemail, menanyakan apakah ada kasus yang pernah terjadi yang mungkin mirip-mirip dengan kasus yang dialami oleh Ines.
Setelah lebih dari 3 paragraf, gua meng-klik tombol send . Cling.. terdengar suara notifikasi dari laptop bahwa email sudah terkirim, gua menutup tab email di laptop, membuka folder musik dan mulai memutar lagu love and affection -nya Nelson, merebahkan diri di pangkal sofa dan menghisap dalam-dalam rokok marlboro putih sambil mengetukkan jari di dasar meja, mengikuti irama lagu karangan si kembar Nelson ini.
Belum habis love and affection -nya Nelson di putar, muncul jendela pop-up dari pojok kanan bawah layer laptop gua, sebuah pesan melalui skype dengan nama Irf4nTheJellyBean .
Hi mate... emang siapa yang paspor dan visa-nya ilang, kok bisa dua-duanya gitu"
Tulis Irfan di dalam jendela chat. Gua membalasnya menjelaskan lagi kronologinya, detail per detail. Sambil balas membalas pesan dengan Irfan gua melirik dari atas layar laptop, Ines baru keluar dari kamar dengan menggunakan kaos dan celana yang sudah gua siapkan tadi sambil mengeringkan rambut bondolnya dengan handuk.
Baju kotornya taro di keranjang depan kamar mandi aja, nes
Oh itu bon, bajunya gue udah taro diplastik, mau gue buang aja.. buangnya dimana ya"
Dibuang" Kenapa" Udah taro situ aja ntar gua buang di luar
Gua ngomong sambil menunjuk ke tempat sampah kecil disebelah pintu keluar.
Gua barusan nanya sama temen gua yang tinggal disini juga, katanya kalo paspor dan visa ilang, bisa kok diurus
Beneran" Gimana"
Kata dia sih kita suru nyoba ke KBRI dulu, tapi ke bagian Visa and Conselornya di London Oh terus dokumen pendukungnya gimana" Besok, rabu, elu gua anter ke kantor polisi di Yorkshire buat bikin Loss Report, abis itu baru kita ke London
Ines Cuma mengangguk sambil menggelung rambutnya dengan handuk.
--- Jam menunjukkan pukul 19.00, gua masih berkutat di depan laptop, Jingle buat iklan makanan anjing udah hampir kelar, gua menutup layar laptop dan bersiap buat menyeduh mie instan, lagi. Ines sedang menonton tivi saat gua sodorkan cup mie instan ke padanya.
Nih, abis makan terus tidur. Elu tidur aja di kamar, biar gua tidur disini
Ines meraih cup mie instan dari tangan gua.
Nggak papa gua tidur di dalem"
Gua Cuma mengangguk sambil meniup-niup mie instan yang masih mengepul panas.
--- #6: Night Rain Samar-samar terdenger alarm weker gua dikamar, gua buru-buru bangun dan masuk kekamar buat matiin weker. Takut bikin bangun si Ines. Jam di weker menunjukkan pukul 05.00 pagi. Gua buru-buru mandi, solat. Sebelum berangkat gua menyempatkan diri bikin bubur lagi kali ini gua bikin dua, takutnya si Ines nanti laper siangnya.
Gone for work, Breakfast in the micro. When shit happen, there s money upon the refri. Don t make a mesh!!
Gua menuilskan pesan di post-it dan menempelnya di pintu kulkas kemudian berangkat kerja.
--- Gua sampai di rumah tepat pukul tujuh malam, diluar hujan deras, gua buru-buru masuk sambil menenteng sepeda menaiki anak tangga menuju keatas, setelah membersihkan sisa-sisa air yang masih ada di jaket, gua masuk.
Sesaat kemudian pas gua membuka pintu, gua merasa seperti ada yang lain di tempat ini, seperti bukan rumah yang selama 4 tahun ini gua tinggalin, nggak ada lagi plastik sisa-sisa tutup cup mie instan berserakan, nggak ada lagi bekas bekas abu rokok yang biasanya tersebar secara terorganisir di antara meja dan sofa tamu. Semua terlihat bersih, kemudian Ines muncul dari dalam kamar, kali ini dia sudah berganti pakaian dengan kaos Bob marley hitam dengan tone warna khas Jamaica.
Gua pake baju lu yang ini, ga papa kan" Gua Cuma mengangguk sambil membuka kulkas dan menenggak susu langsung dari botolnya berlagak santai. Padahal aslinya, dada gua lagi bergetar-getar ini karena tau-tau dalam hidup gua ada seorang wanita yang menyambut gua dirumah, bukan emak gua dan bukan adek gua.
Elu abis bersih-bersih"
Iya, ga papa kan" Abisnya bosen gua nggak ngapangapain seharian
Harusnya lu nggak perlu bersih-bersih segala, nes. Kayak pembantu aja
Emang yang boleh bersih-bersih Cuma pembantu doang.. Lagian juga ni tempat emang udah parah banget kotornya, kok bisa-bisa nya ya lu tingal di tempat jorok begini
Ya mo gimana lagi Dibersihin.. jawab Ines sambil bersungut-sungut.
Gua memandang dia, sebenernya ni kalo diliat liat sih cantik juga.
Kenapa lu ngeliatin gua" Ines membuyarkan lamunan gua. Ah ga papa, buburnya udah lu makan" Udah, eh tadinya gua mau masak, tapi nggak ada bahan-bahannya, pengen keluar tapi ujan terus Nggak usah masak, repot
Gua menjawab sambil berjalan ke kamar mandi, hari ini gua udah niat nggak pake mandi, dingin.
Gua keluar dari kamar mandi dan langsung disambut sama Ines.
Bon,... ....... APA!! Galak banget! Iya.. ada apa" gue menghaluskan nada suara gua. Gue boleh pinjem duit lo nggak"
Duit" Bakal apaan"
...... ...... Hening. Gua merebahkan diri di sofa, menggonti-ganti channel.
Duit bakal apaan, Ines" gua nanya lagi, penasaran.
Buat beli... ..... Hening. Beli apa" Sayur.., emang lu beneran mau masak", yauda besok bangun pagi-pagi ntar gua anterin beli bahan, kalo mau masak. Nggak usah minjem itu mah
Bukan, Boni.....Ish...,, buat beli bra.... Deg, gua langsung duduk, terdiam membeku. Gua emang nggak mikirin hal kayak gini dari kemaren.
Kalo nggak, elu beliin aja deh.. gue kan nggak tau tempatnya
Gua kemudian melirik ke arah jam, waktu menunjukkan pukul delapan lebih lima menit, kemudian gua masuk kekamar mengambil dompet dan mengeluarkan dua lembar pecahan 100 pounds. Nih, beli sendiri bisa kan" Masak gua beli bra Dimana, gue kan nggak tau, anterin kek" Buset. Seumur umur gua belom pernah nganter perempuan apalagi beli barang gituan, masak tau-tau nganterin perempuan yang baru ketemu kemaren. Gua bersikeras menolak.
Di deket sini ada semacem butik khusus pakaian cewek deh kayaknya
Accidentally Love Karya Boni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian gua menjelaskan petunjuk arah ke ujung jalan moorland Rd, persimpangan menuju ke Clarendon Rd.
Kalo mau yang lebih murah beli di Primark aja, Cuma agak jauh.. dari butik yang tadi gua bilang elu lurus aja sampe ketemu persimpangan Woodhouse Square yang ada patung orang warna ijo terus lu belok kiri, nanti tokonya ada di sebelah kiri
Ines Cuma diri mematung, bengong sambil mendengarkan omongan gua. Dan kemudian bergegas menuju ke pintu keluar.
Nes.. pake jaket nih Ines menolak, kemudian keluar dan menutup pintu. Gua merebahkan tubuh lagi ke sofa. Dan gua ketiduran.
--- Gua terbangun pas jam menunjukkan pukul 9 lebih 30 menit. Udah lebih dari sejam si Ines belum balik juga. Gua mengambil susu dari kulkas dan menyalakan sebatang rokok sambil duduk dan nonton tivi. Bolak balik gua memandang jam, kok belom pulang juga nih bocah, jangan-jangan nyasar lagi atau kenapa kenapa. Aneh kenapa jadi gua yang khawatir begini padahal baru juga kenal sama dia. Sepuluh menit kemudian gua memutuskan mencari Ines setelah mengambil dua jaket, satu gua pake dan satunya lagi buat Ines, gua berjalan keluar, diluar gerimis dan anginnya kenceng banget. Gua berjalan ke arah Moorland rd menuju ke butik yang tadi gua kasih petunjuknya ke Ines, sesampainya disana ternyata Butik tersebut sudah tutup atau jangan-jangan memang tutup dari pagi, gua berfikir jangan-jangan si Ines beneran ke Primark.
Akhirnya gua memutuskan buat menyusul ke Primark, jaraknya kalo dari sini kurang lebih sekitar 3 kilo-an, lumayan, banget. Sambil tengok kanan-tengok kiri gua berjalan menyusuri trotoar hingga ke Woodhouse Square, hujan semakin lama semakin deras, gua ngerasa bersalah banget sama tuh perempuan. Kalo tuh perempuan sampe mati kedinginan bisa-bisa di kremasi tuh mayatnya, nggak ada identitas sama sekali.
Gua berjalan semakin cepat, sambil menunduk menghindari air hujan yang menerjang wajah. Sayupsayup gua denger dari kejauhan suara orang berkerumun, ribut-ribut, gua respon berlari menghampiri kerumunan itu. Ada seorang tergeletak di pinggir jalan, deg kaki gua langsung lemes, kemudian gua merangsek maju kedalam kerumunan.
Ah ternyata bukan Ines, Cuma seorang laki-laki mabuk yang mungkin habis berkelahi.
Gua mencoba keluar dari kerumunan saat gua melihat Ines di sebrang jalan sedang menyilangkan tangannya di atas perut, memandang sekeliling dan gua lihat dia menggigil. Gua berlari menghampirinya, Ines hampir saja jatuh karena terkejut saat gua memakaikannya jaket dan menutup kepalanya dengan hood.
Kemana aja sih lo!! gua menghardik Ines dengan sedikit berteriak sambil ngedumel nggak jelas. Ines menoleh sambil terisak.
Lu tau nggak sih, gue tuh dari tadi mau balik, tapi gue nggak tau kemana.., lu ngerti kek, bon. Tangisnya pun meledak.
Tadi gua minta anterin sama elo, elonya nggak mau, trus gue jalan sendiri, nyasar dan sekarang elo ngomelngomel ke gue
Gua terdiam, kalo gua jadi orang lain mungkin gua bakal setuju banget sama omongan si Ines barusan. Gua kehabisan kata-kata dan kami pun berjalan dalam diam ditengah hujan.
--- Sampai di persimpangan Woodhouse, tiba-tiba Ines sempoyongan dan hampir terjatuh, gua mencoba menangkapnya, walaupun sedikit terlambat paling nggak dia nggak jatuh ke trotoar. Gua menampar pelan pipinya.
Nes, nes.. bangun.. kenapa lagi sih lo"
Gua kemudian menyandarkan tubuhnya di badan gua, sambil melihat sekeliling mungkin ada taksi yang lewat masih sambil mengguncang-guncang tubuhnya. Nes, bangun..
Semenit, tiga menit, lima menit, nggak ada satupun taksi atau kendaraan yang lewat. Gua meletakan ujung telunjuk ke ujung hidungnya, ah masih ada nafasnya. Gua masih tetap mengguncang tubuhnya sampai saat sinar menyilaukan menerpa wajah, sambil
memicingkan mata karena silau gua melihat apakah itu taksi atau bukan, ternyata bukan. Buru-buru gua membaringkan Ines di jalan dan mencoba menghentikan mobil tersebut. Mobil tersebut melambat dan menghentikan laju-nya, kaca penumpang kemudian terbuka, dibangku penumpang duduk seorang wanita berusia sekitar 30-40an bersama mungkin suaminya di bangku kemudi. Wanita tersebut menanyakan apa yang terjadi kemudian gua menjelaskan, wanita itu mengangguk dan membuka pintu belakang, gua kemudian mengangkat Ines masuk kedalam mobil. Pasangan itu kemudian mengantarkan kami ke rumah sakit.
Nggak banyak percakapan yang terjadi didalam mobil, sayup terdengar dari tape dalam mobil suara Dolores O riordan melantunkan Linger , Damn! Perfect song in the wrong situation, wanita tersebut mengenalkan diri, namanya Beatrice dan sang supir yang juga suaminya bernama Erick.
Sampai dirumah sakit Ines langsung mendapat perawatan dan masuk ruang UGD, gua menyampaikan rasa terima kasih kepada Beatrice dan Erick yang dibalas dengan senyuman keduanya sambil berkata Most Welcome , kemudian gua menyusul Ines ke Ruang UGD.
Hujan masih belum reda, didalam sini, sedikit hangat. Gua menunggu di depan ruang UGD sambil menggosok-gosokan telapak tangan biar tetap hangat. Kalau dibandingkan dengan di Indonesia, pelayanan kesehatan disini benar-benar bikin Indonesia jauh ketinggalan. Saat ada pasien darurat yang masuk, pihak rumah sakit nggak pake embelembel urusan birokrasi yang rumit, nggak ngurusngurus administrasi dulu, yang penting si pasien bisa ditangani dan setelah keadaan membaik, barulah pihak pasien mengurus administrasi. Untuk warga yang punya kartu jaminan sosial nggak perlu pusingpusing mikirin biayanya, tinggal ngasih unjuk atau menyebutkan nomor kartu jaminan sosial-nya maka nggak ada biaya yang ditagih ke pasien, semua gratis. Tapi, untuk warga asing kayak gua yang nggak punya kartu tersebut tetep bakal kena tagihan, apalagi si Ines boro-boro KTP, paspor sama visa-nya aja nggak ada.
Sepuluh menit kemudian, seorang perawat keluar dari ruang UGD dan menyerahkan sebuah formulir biodata si pasien untuk diisi, sambil tersenyum dia menunjukkan sebuah podium diseberang koridor dimana disana tersedia alat tulis-nya.
Hampir lima menit gua terbengong-bengong ria, ada dua lembar form didepan gua terdiri dari kurang lebih 20 kolom per lembar yang harus diisi, dan gua baru mengisi tiga kolom; Kolom first name yang gua isi dengan tulisan INES , kolom last name yang juga gua isi INES dan sebuah thickbox yang gua centang bagian Female . Akhirnya gua putuskan untuk mengisi data-data yang dibutuhkan dengan biodata gua dicampur dengan sedikit mengarang indah, sampai di kolom bertuliskan Blood Type : ....... gua kembali terdiam.
Si perawat menghampiri gua, memberitahukan bahwa dokter ingin bertemu sambil menagih form isian gua.
Sebelum menyerahkannya gua tuliskan O pada kolom Blood Type , mudah-mudahan bener.
Dokter mengatakan kalau Ines mengalami gejala hypotermia ringan, tekanan darahnya juga rendah dan si dokter juga menanyakan apakah gua suaminya, karena ada tanda-tanda kekerasan di beberapa bagian tubuhnya. Gua menjelaskan kalau dia adalah pacar gua dan baru saja datang dari Indonesia setelah mengalami kekerasan disana. Dokter mengangguk dan mengatakan kalau Ines akan dipindahkan ke ruang perawatan, dia menambahkan kalau ines baru bisa pulang setelah 1 atau 2 hari. Gua mengucapkan terima kasih dan kembali duduk di ruang tunggu. What a though day!
--- Hari kedua Ines dirumah sakit dan dia sudah diperbolehkan untuk pulang. Setelah mengurus administrasi dan membayar tagihan gua ke ruang perawatan untuk menjemput Ines. Didalam, ines sudah bersiap untuk pulang, dia mengenakan kaos oblong putih, sweater champion krem dan celana traning adidas hitam, wajahnya tampak sedikit cerah hari ini dan entah kenapa sangat sulit buat gua mengakui kalo Ines memang beneran cantik.
Kami kemudian pulang dengan taksi, di sepanjang jalan Ines terlihat sumringah.
Kenapa lu dari tadi cengengesan sendiri" Ga papa, gua seneng aja
Seneng" elu seneng... gua apa kabar" Yaah.. bukan gitu bon..
Gua diem membuka ponsel, membaca beberapa pesan yang masuk. Salah satunya pesan dari rekan kerja gua, yang bilang kalau gua harus ke kantor hari ini, setelah menjawab Okey gua menutup ponsel dan menoleh ke Ines yang sekarang air mukanya sedikit cemberut.
Emang apa alesan lu seneng"
Ya seneng aja, dari dulu nggak pernah ada orang yang begitu merhatiin gua, bahkan kakak atau tementemen terdekat gua. Tapi, elo.. elo beda
Kan gua udah bilang, kalo sampe elu mati disini, gua yang dipenjara, makanya gua nolong lu
Nggak papa, apapun alesan elo nolong gua, gua tetep seneng Ines menjawab manja sambil menatap ke jendela.
Eh, sekarang lu mau kan nganter gua ke prima-x" Primark gua mengoreksi.
Mau beli apa" Beli Bra! Ines menjawab sambil menjulurkan lidahnya ke gua.
Anjrit, perlakuannya yang kayak gitu malah bikin jantung gua nyess . Selama ini sepanjang hidup gua, nggak pernah ada perempuan yang sedekat ini, gua nggak kenal yang namanya pacaran, gua Cuma tau indahnya cinta dari curhatan si komeng tentang pacarnya dan lagu-lagu romansanya meat loaf .
Mau nggak" Kalo nggak mau, biar gua jalan sendiri aja.. biarin ilang-ilang deh sekalian.. Ines melipat kedua tangannya sambil berlagak marah dan membuang muka.
Kemudian gua memberi isyarat ke supir taksi untuk merubah tujuan, ke primark.
Ines mengepalkan telapak tangannya dan berteriak Yes!
Eh, berarti uda berapa hari tuh elu nggak ganti daleman"
Cuma dua hari, sekarang gua nggak pake bra..hehehe
Pantesan elu keukeuh banget minta bawain sweater
#7: Inside My Head Setelah membeli Bra buat si Ines (Oiya perlu dicatat ya kalo gua nggak ikut milih Bra-nya, gua Cuma nunggu di depan counter-nya) kemudian kami langsung menuju ke kantor polisi buat bikin loss report, jaraknya nggak begitu jauh jadi gua putuskan buat jalan kaki. Di kantor polisi, gua bertanya ke bagian Customer Service-nya untuk bikin Loss Report dan seorang officer menunjukkan arah ke sebuah ruangan di sudut kantor.
Jam menunjukkan pukul sepuluh, setelah gua dan Ines selesai bikin Loss Report. Dan lagi lagi kalo mau dibandingkan birokrasi di Kantor polisi antara Indonesia dengan disini, jelas Indonesia tertinggal jauh. Disini bikin Loss Report (Surat Kehilangan) nggak nyampe hitungan menit (Diluar waktu antrian lho) dan nggak ada istilah 15 rebu atau 20 rebu. Waktu gua ngurus SIM juga nggak kayak waktu di Jakarta. Dulu di Jakarta gua ngurus SIM tinggal foto, tunggu sebentar langsung jadi tuh SIM, bayar 350 rebu. Disini, di Inggris bikin SIM cuma modal IDCard (KTP), kalo WNA tinggal ngelampirin SIM Negara Asal, trus ikut tes yang terdiri dari tes teori, tes simulasi dan tes praktek, semuanya kelar dalam satu hari dan FREE!
Gua mau langsung ke kerjaan, elu pulang sendiri berani"
Ines menggeleng, kemudian gua terpaksa mengajak Ines ke tempat kerja.
Elu mau nunggu disini apa ngikut masuk gua" Gua nanya ke Ines waktu kami baru sampai di Lobi kantor dimana gua kerja, Ines langsung merebahkan diri di sofa dan mengelus-elus tangan sofa yang terbuat dari beludru warna merah hati. Nunggu disini aja deh
Bener" Ines mengangguk. Di lantai atas gua mulai mempersentasikan project jingle iklan yang sudah di compile oleh pihak grafis ke atasan gua. Setelah sedikit diskusi akhirnya jingle gua di Acc. dan lusa gua harus mempersentasikan jingle ini ke kantor pusat di London sebelum di produce dan di publish ke pasar. Gua udah bersiap mau turun saat atasan gua memanggil gua dan mulai memberikan brief untuk project selanjutnya, kali ini gua harus menggarap sound untuk sebuah drama mini seri. Dan beliau mengharapkan gua untuk bikin konsep untuk trailernya sekarang.
Gua mulai membuka laptop dan mentransfer workprint episode pertama, membaca teaser skenario-nya untuk mendapatkan benang merah musik dan suara yang diinginkan, entah kenapa pikiran gua ujung-ujungnya selalu mentok ke perempuan hitam manis dengan rambut pendek yang sedang menunggu dibawah. Gua kemudian memutuskan untuk turun sebentar dan menemui Ines.
Saat menuruni tangga melingkar menuju ke lobi, dari sini terlihat ruang lobi, gua melihat Ines sedang berdiri memandang lukisan-lukisan yang terpajang di lobi dan sesekali terlihat dia berbincang dengan Diane si Customer Service. Gua mematung sesaat memandangi perempuan hitam manis itu, jantung gua berdebar, bingung, ada apa dengan gua.
Nes! Eh.. uda selesai" Belom, justru masih lama.. makanya gua nemuin lu dulu.. lu bosen nggak kalo kelamaan"
Ya bosen laah.. ... ... Kemudian gua memandang keluar dan baru nyadar kalo ada supermarket di seberang kantor.
Nes... Gua memanggil Ines sambil tetep memandang keluar lewat jendela, mengeluarkan dua lembar ratusan pounds dan menyerahkannya ke Ines. Hah, gua disuruh balik sendiri nih
Nggak, elu katanya mau masak kan" Nih belanja bahan-nya tuh di supermarket seberang" Oke bos jawab Ines sambil menyamber uang dari tangan gua, baru berjalan dua langkah dia kemudian balik lagi.
Kalo duitnya kurang gimana, Bon"
Buseng deh, you can get thousand bunch of spinach with a ton*
*a ton: Bahasa gaulnya untuk 100 poundsterling, misalnya di Indonesia 10.000 itu ceban
Gua ngedumel, walaupun tetep ngeluarin selembar ratusan pounds lagi dari dalam dompet yang langsung disamber lagi sama Ines sambil bilang Thank You dan berlari kecil keluar kantor dan menyebrang jalan, memasuki supermarket.
Gua masih memandangi perempuan itu, berfikir, seandainya gua yang ada di posisinya saat ini, nggak punya orang tua, percintaan yang kandas, terdampar di negeri orang dengan kemungkinan nggak bisa pulang ke tanah air, entah apa gua masih memutuskan untuk tetap hidup.
Jam menunjukan pukul tiga sore, konsep untuk project baru udah gua serahin ke atasan, persiapan persentasi buat lusa untuk ke kantor yang di London juga udah kelar, gua meregangkan tangan keatas, meluruskan pundak dan menguap. Gimana kabarnya tuh perempuan ya, jangan-jangan dia udah selesai belanja dan nungguin gua di lobi bawah. Gua buruburu membereskan peralatan, pamit ke atasan dan turun kebawah, sampai dibawah ternyata si Ines belom ada, gua sempatkan bertanya ke Diane si Customer Service doi Cuma mengangkat bahu, nggak tau. Akhirnya gua putuskan buat nyusul Ines ke Supermarket di seberang jalan.
Emang perempuan kalo udah kenal yang namanya belanja mungkin hilang semua persoalan dalam hidup mereka, mereka mahluk yang kuat berjam-jam berbelanja tanpa beristirahat. Dan daripada gua harus ikut tersiksa dalam jerat lingkaran keletihan tanpa henti, akhirnya gua urungkan niat nyusul Ines, gua berhenti tepat di pintu masuk Tesco Metro (nama supermarket kecil itu) menyalakan sebatang rokok dan menunggu diluar. Dan gua baru sadar kalo gua bener-bener terjebak dalam pilihan yang berbahaya; berbelanja atau menunggu. Keduanya kayaknya bukan hal yang ramah buat para cowok atau para suami.
Tik tok tik tok .... Jam menunjukkan pukul empat lebih lima belas menit, entah langit sudah mulai gelap atau awan memang sedang mendung, tepat sesaat kemudian Ines muncul dari dalam Tesco sambil menenteng tiga, eh empat kantong plastik besar dan satu kantong kecil berlogo nama supermarket tersebut.
Tadaaaaa...... kok udah keluar kantor aja" Gua nggak menjawab, diem, kesel. Sambil memijit leher yang pegel gua mulai berjalan.
Bon.. kenapa lu, kok diem aja" Bon...
Ines berlari-lari kecil mencoba menyusul gua. ish.. bantuin bawa kek...
Gua berhenti, masih tanpa kata-kata, mengambil tiga kantong belanjaan dan mulai berjalan lagi. Dih.. Kenapa sih, Bon" Marah" Marah kenapa" Elu belanjanya kelamaan!!
Owh... itu, ya kan gue harus milih sayuran ama buah yang bagus-bagus, terus liat tanggal-tanggal expirednya juga, terus kalo disini kan gua harus merhatiin kandungannya juga, ada babi-nya apa nggak
Ya nggak bakal ada babinya lah Emang iya" Halal semua gitu"
Kalo ada babi-nya ya loncat-loncat tuh dagangan... Nggak lucu Gantian si Ines yang merajuk. --Malamnya Ines memasak, dia membeli hampir semua kebutuhan dapur yang diperlukan seorang Ibu rumah tangga beneran . Dari mulai telur, pasta, daging ayam, daging sapi sampai buah dan sayur-sayur, 300 pounds sirna. Gua duduk di meja makan, dengan memegang dahi, berfikir, berfikir keras, berfikir sangat keras; apa yang akan gua lakukan dengan semua bahan-bahan masakan tersebut kalo tiba-tiba Ines pulang ke Indonesia. Gua menyalakan sebatang rokok.
Masak apaan sih lu, nes" Ines kemudian berlagak batuk. Bisa nggak rokoknya di matiin dulu
Gua kemudian mematikan rokok yang baru aja nyala ujungnya.
Masak apaan" Spaghetti
Yaelah... Kenapa" Nggak suka ya"
Gua pikir mah elu bakal masak sayur asem, sayur lodeh, tempe bacem kali
Elu pasti kangen banget sama masakan indo ya, Bon"
Gua diem aja, garuk-garuk kepala baru kemudian mengangguk sambil bilang Ho-oh
Ines, menyajikan spaghetti di hadapan gua lengkap dengan saus buatannya sendiri ditambah taburan keju di atasnya.
Ntar kapan-kapan gua bikinin masakan Indo deh buat lo, janji
Awas lu bo ong ... Malam itu gua menghabiskan dua piring spaghetti kemudian kita nonton Tivi.
Gua mau bikin kopi, elu mau nggak" Gua bertanya ke Ines yang lagi duduk serius melototin tv sambil memeluk bantal.
Oi.. Gua mau ngopi, elu mau apa nggak" Ines cuma menggumam mmm.. matanya masih menatap layar tivi.
Akhirnya gua bikin kopi satu, buat gua sendiri, sambil mengaduk kopi gua berjalan keluar.
Eh.. apaan tuh" Kopi ya" Mau dong IYE.. tadi ditanyain njogrok aje... Ines memasang wajah memelas campur ngeselin. Deg, jantung ini berhenti sebentar kemudian berdetak lagi, tapi lebih cepat.
Yauda nih.. Gua menyodorkan cangkir berisi kopi yang baru aja gua bikin.
Awas panas.. Kemudian gua mengambil jaket dan beranjak keluar, dari dalam terdengar teriakan Ines;
Mau kemanaaa!!... Ngeroko... Ikuuuttt... Jangaaaaann... Gua duduk di tembok pembatas antara rumah gua dengan Darcy, menyalakan rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Seminggu yang lalu gua juga duduk di tempat yang sama, waktu yang sama dan menikmati rokok yang sama, menggenggam gitar dan memainkan Home -nya Michael Buble. Lagu yang selalu gua mainkan kalo gua mulai melupakkan Jakarta, melupakan Nyokap-Bokap. Saat ini gua kangen, kangen sama nyokap, bokap, adek gua, komeng, pokoknya kangen semua tentang Jakarta. Gua mencoba kembali membangkitkan memori tentang mereka, tapi... yang muncul di benak gua Cuma Ines, gua memejamkan mata lebih lama, lebih konsentrasi dan yang muncul tetep si Ines.
Kemudian muncul suara langkah kaki turun dari tangga dalam, disusul suara decit pintu. Ines mendorong pintu menggunakan punggungnya, kedua tangannya menggenggam cangkir.
Ish.. ninggalin aja.. ...
Ines menyodorkan cangkir berwarna merah. Nih, gua bikinin buat lo..
Kopi" Bukan!!.. Racun.. Gua menerima cangkir kopi dari Ines, dan mencium aromanya sebenter kemudian meminumnya. Ines berdehem kemudian berkata: Makasih Ines . Gua tersenyum dan kemudian melanjutkan meminum kopi.
Ish, bilang makasih kek...
Gua menghisap rokok dalam-dalam, mengeluarkan asapnya membentuk lingkaran.
Iya, makasih ya Ines atas Kopi buatannya.. Bisa nggak rokoknya dimatiin dulu.. Ines ngomong sambil menutup hidung dan mulutnya.
Gua ngeroko di dalem suru matiin, sekarang gua ngeroko di luar elu nyamperin
Gua ngedumel sambil menjatuhkan rokok. Ya nggak usah ngerokok juga kali..lagian..kan...
Belum selesai Ines menghabiskan kalimatnya ponsel gua berdering, deretan angka-angka tertera di layarnya, ah telepon dari Jakarta nih kayaknya. Gua sedikit menjauh dari Ines dan mengangkat telpon. Hallo..
Assalamulaikum... Suara nyokap gua terdengar mendengung dari seberang sana.
Waalaikumsalam.., mak..emak sehat, ada apa, kok tumben nelpon.." emak sehat kan"
Iye sehat, kagak ngapa-ngapa Cuma kangen aja sama elu. Lagian udah lama nggak nelpon-nelpon kemarih..Gimane, elu disono sehat kan"
Alhamdulillah mak sehat.., bapak lagi ngapain mak" Baba lu lagi disumur.. dari kemaren mencretmencret, abis begadang di tempatnya Haji Matalih.. Udah minum obat belum" Suru minum obat. Jaga kesehatan mak..
Iye.. oiya bon, solat yang lima waktu jangan ditinggal, jangan lupa nderes, jage pergaulan...bla bla.bla... Sekitar menit nyokap ngomong ngasih wejangan ke gua sampai kemudian bunyi nuuuutttt... panjang menggema dari ujung telepon. Pulsa nyokap abis. Siapa" Pacar lo ya.. cie...
Bukan. Nyokap.. gua nggak punya pacar Ah masa sih cowok kayak lu nggak punya pacar ...
Boong... Gua mengangguk. Anggukan lo itu untuk yang mana sih" Untuk yang gak punya pacar atau untuk yang bohong" Gua nggak punya pacar dan emang belom pernah punya pacar
Serius" Kok bisa.."
Apanya yang kok bisa" Kok kayaknya kaget denger orang belom pernah pacaran"
Nggak juga sih, tapi jaman sekarang kan biasanya........
Sebenernya sih banyak, nes.. Pacar lu".. tuh kan..
Bukan!, banyak cewek yang gua demen. Tapi, mereka-nya nggak demen sama gua... Hahahaha.. ngenes..
Sial luh Tapi, kalo mereka tau sekarang elo kayak gimana, pasti pada kesemsem tuh..
Bah.. guanya ogah, selera gua sekarang udah beda.. Selera lu sekarang bule ya" Salah...
Pasti yang putih.." Tet tot.. another wrong answer..
Hmm..... mmm... Yang bohay...! Ines ngomong sambil sedikit berteriak.
Tet tot.. salah, udah ah, gua mo masuk.. duingin... Yaahhh...eh.. bon, tunggu...., Kalo gua masuk ke selera lo nggak"
Ines bertanya sambil cengengesan, berlari kecil menyusul gua. Gua berhenti, menghabiskan tetes kopi terakhir di cangkir, menggenggamnya sambil memandang Ines, perempuan ini jelas beda, entah beda dari apanya atau dari siapa. Saat melihat Ines tertawa dada ini seperti terasa berhenti sejenak kemudian berdetak lagi dengan irama yang lebih cepat.
Ya emang elu selera gua Gua menjawab dalam hati. --#8: That Day Hari Kamis dibulan Oktober, sore itu sekitar jam 2 siang. Gua berjalan cepat menyusuri ramainya jalan John Prince s street menuju ke perhentian bus, hari ini cuaca cukup bersahabat walaupun tadi pagi sedikit gerimis tapi sekarang sepertinya matahari cukup percaya diri mengawal hari.
Gua tiba di perhentian bus, ada dua sampai tiga orang berdiri disana. Gua kembali melihat ke arah jam tangan, jarum jam menunjukkan pukul 2 lebih 5 menit, akhirnya gua memutuskan untuk naik taksi. Nggak berapa lama gua pun sudah berada didalam taksi lucu berwarna hitam yang meluncur cepat melewati padatnya lalu lintas sepanjang Oxford Street.
Taksi di London memang beda dengan kebanyakan taksi di kota-kota besar di negara lain, disini taksi nya berwarna hitam dengan bangku penumpang yang saling berhadap-hadapan, dua tempat duduk di belakang supir akan terlipat otomatis jika nggak ada yang mendudukinya, jadi kalo kita naiknya Cuma sendiri atau berdua maka terasa sekali lega-nya dan sangat, sangat nyaman. Dari sistem pembayarannya pun BlackCab (sebutan untuk taksi ini) sudah bisa melayani kartu kredit, canggih nggak tuh" Ya walaupun boleh dibilang ongkosnya bener-bener muahal. Waktu pertama kali kesini, gua naik taksi ini dari kantor di London menuju ke Bandara Heathrow mungkin jaraknya sekitar 30 mil atau 45 Km dan gua harus merogoh 70 Pounds buat bayar tuh taksi, silahkan dikurs sendiri deh, soalnya kalo keinget lagi suka bikin gua nangis.
Akhirnya gua sampai di depan sebuah toko peralatan olah raga, gua turun dan membayar ongkosnya, kali ini nggak pake nangis. Gua kemudian masuk dan melihatlihat, berniat membelikan Ines sarung tangan dan syal, karena musim dingin sepertinya datang lebih cepat. Setelah menjatuhkan pilihan ke sepasang sarung tangan berwarna hitam, dengan motif garis tiga khas merek tersebut dan dua buah syal berwarna abu-abu yang juga tetap dengan motif yang sama, gua membayar dan keluar dari toko tersebut, berjalan menyusuri trotoar kemudian berbelok kekiri melintasi Audley St yang rimbun dengan banyak pohon oak di tiap sisi jalannya, kemudian gua menyebrang Grosvenor Square Garden, dari sini terlihat bangunan bertembok putih dimana terdapat bendera merah putih melambai, Indonesian Embassy. Ines sudah berada disana sedari pagi tadi.
Ines sedang berdiri di depan KBRI saat gua tiba disana, dia memasukkan kedua tangan-nya kekantong jaket sambil menggembungkan pipi-nya.
Dingin, mbak" Menurut anda""" Nih..
Gua menyerahkan kantong berisi sarung tangan dan syal ke Ines.
Apaan nih" A gift Kok nggak ada pita-nya" Bawel..
Gua mulai berjalan, disusul Ines yang masih sibuk membuka kantong-nya.
Ihh.. sarung tangan ya... ada syal nya juga.. Bon.. tungguin kek....ish...
Makasih ya.... Ines menucapkan terima kasih sambil membuka hangtag dari sarung tangan dan langsung memakainya syal-nya.
Eh, Bon.. Emang nggak ada yang warna kuning ya syal-nya"
Nggak ada, emang warna itu ngapa" Ga suka" Suka kok, hehe..
Gimana tadi, bisa nggak diurus paspor sama visa lu" Kata nya sih bisa, tapi mereka mau kroscek dulu ke imigrasi di Indo, ya sekitar 2 mingguan lah gua disuru balik lagi
Gua menyalakan rokok sambil ber-oh ria. Berarti gua masih boleh numpang ditempat lu kan bon sampe paspor gua jadi"
Iya.. Trus kalo gua mau ngurus kartu kredit sama atm gua dimana, bon"
Nggak taau..apa gua terlihat seperti pegawai bank" Enggak, elu lebih mirip tukang ketoprak!.. hahaha.. becanda.. becanda..
Kartu kredit lu udah diblokir kan" Ines mengangguk dan terlihat mulai kesulitan menyeimbangi langkah gua.
Pelan-pelan kenapa sih jalannya.. Bawel...
Ada sesuatu yang bergejolak didalam hati, senang karena Ines bakal bisa pulang lagi ke Indo disisi lain gua merasa bakal kehilangan dia.
--- Hari hampir gelap saat kami tiba dirumah, Darcy sedang membuang sampah di depan. Gua melambai, melayangkan senyuman, Darcy membalasnya dengan senyuman kecut ke gua kemudian berpaling ke Ines dan menyeringai lebar. Darcy menghampiri Ines sementara gua membuka kunci pintu, terdengar samar Darcy menyapa Ines dengan manis dan menanyakan kabarnya, sekarang dia sudah nggak keukeuh pada opininya kalo Ines hamil.
Gua masuk dan merebahkan diri di sofa, menyalakan sebatang rokok dan menyetel tivi. Gua setengah tertidur waktu tiba-tiba Ines masuk.
Bon.. bon.. Besok sabtu elo libur kan" Mang ngapa"
Jalan-jalan yuk, mau nggak" Kemana"
Kemana kek, pantai ato kemana..
Gila.. cuacanya aja lagi begini mau ke pantai...ogah ingus gua beku ntar..
Yauda kemana kek, gausah ke pantai... tadi Darcy mau minjemin mobil..
Gua terperanjat, kaget! Gila, bisa-bisanya tuh neneknenek mau minjemin mobil ke Ines. Giliran gua mau minjem, susahnya bukan main. Bukannya nggak pernah minjemin sih, gua emang sempet beberapa kali minjem mobilnya Darcy, tapi proses minjemnya itu yang bikin gua sekarang jadi mikir dua kali kalo mau minjem mobilnya dia.
Hah, elo minjem mobilnya Darcy" Enggak kok, dia yang nawarin..
Gua semakin shock. Abis kesambet apaan tuh neneknenek, seumur-umur gua tinggal disini belom pernah ditawarin untuk menggunakan mobilnya. Ah males gua, mau istirahat aja.. Yaah.. nggak asik ah
Ines merajuk, masuk kekamar dan menutup pintunya. Gila nih anak, udah gampang pingsan, gampang ngambek pula.
--- #9: Be Tough Kamis malam, gua baru aja selesai baca surat yasin. Padahal udah hampir empat kali Jumat nggak pernah tersentuh, sejak nyokap menelfon tempo hari, gua jadi keinget lagi sama nih Al-Quran [Astagfurullah]. Malam itu hujan deras ditambah petir, kalau kata orang betawi mah Geledek dan mungkin hujan paling deras yang pernah gua alami selama tinggal di sini. Gua masuk kekamar, meletakkan Al-Quran di dalam lemari, diatas tumpukan baju.
Sejak ngambek tadi sore Ines nggak sekalipun keluar dari kamar, sekarang dia tidur dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, gua mengecek pemanas dan menaikkan suhunya kemudian bergegas keluar.
KLETAARR!! Suara geledek diluar, saking keras suaranya jendela kamar pun ikut bergetar. Gua mencoba menutup pintu tanpa suara takut membangunkan Ines tapi setelah gua pikir, apa pengaruhnya" geledek sekenceng itu aja dia kagak bangun. Sampai seketika gua mendengar suara isak tangis dari bawah selimut, gua masuk dan mendekatkan telinga, mencoba mendengarkan dengan seksama dan terdengar lagi suara isak tangis yang memang sedikit tersamar dengan suara hujan diluar. Gua menggoyang-goyangkan tubuh Ines.
Nes.. Lu nangis" Kenapa"
Ines menyibak selimut yang menutupi kepalanya, terlihat genangan air mata disudut-sudut matanya, wajahnya terlihat memelas. Ah siapapun pria yang melihat wanita dengan ekspresi seperti itu pasti bakal ingin memeluknya dan memberikan belaian perlindungan. Tapi, sayang. Gua masih terlalu kaku dan takut untuk melakukan hal itu, gua Cuma duduk disebelahnya sambil membenahi letak selimutnya.
Kenapa" ... Elo disini aja, gue takut...
Ines menggenggam lengan gua, Deg! Darah gua serasa melambat, jantung gua seperti berhenti sebentar kemudian berdetak lagi, lebih cepat. Gua memejamkan mata sambil mendengus, mencoba menghadang pikiran terliar gua yang sudah memaksa untuk ikut berbaur dengan nafsu. Nes.. Nes.. seandainya elu tau kalau nggak semua cowok bisa tahan diperlakukan kayak begini, gua membatin. Ah.. gua diluar aja...
Gue takuuuttt... genggaman Ines semakin kuat. Cemen lu, sama gluduk aja takut..
KLETAAAARRRR.... Gua terperanjat, kaget. Nggak terasa gua membalas genggaman Ines.
Elo juga takut kan..."
Gua melepaskan genggaman tangan Ines dan berdiri, bergegas keluar dari kamar.
Nggak, Cuma kaget doang.. Ish.. disini aja kek...
Gua menutup pintu kamar, merebahkan diri lagi di sofa sambil menutup wajah dengan tangan dan gua beristigfar. Astagfirullah...
Nggak berapa lama, Ines keluar dari kamar, masih berselimut dan membawa bantal kemudian menjatuhkan diri di sofa, menindih kaki gua. Geser...geser..
Gua kemudian turun dan duduk dilantai sambil memijit-mijit kaki gua yang tertimpa tubuh Ines. Ngapain malah keluar"
Ya elo suru didalem aja nggak mau..
Kalo lu tidur disini ntar gua dimana" Gua ke kamar ya.."
Ish.. jangan!! Ines melotot.
Pokoknya elo disini aja sampe gua tidur, ntar kalo gua udah tidur baru elo boleh tidur juga kekamar .....
Lima belas menit berlalu, gua Cuma bengong membelakangi Ines menghadap tivi yang nggak nyala. Gua mengambil rokok dan menyalakannya. Belum sempat disulut tiba-tiba sebuah tangan mengambil rokok tersebut.
Jangan ngerokok dulu Bon... Buset.. belon tidur juga lu dari tadi" Bon...
Apa" Gua cerita ya" Elo mau dengerin nggak".. Gua mengangguk pelan.
Gua bikin kopi dulu boleh" Ish.. gausa.. duduk disini aja..
Gua masih duduk di lantai bersandar ke sofa dimana Ines berbaring sambil bercerita, saat dia bicara nafasnya menghembus tengkuk dan rambut belakang gua. Mungkin kalau gua berbalik posisi kita bakal berhadapan nggak sampe lima centimeter. Mantan tunangan gue namanya, Johan.. Gue udah pacaran sama dia uda 5 tahun, kenalnya waktu gua magang dikantor tempat dia kerja
Tadinya nyokap gua nggak setuju kalo gue pacaran sama dia, karena Almarhum bokap pernah pesen; kalo nyari jodoh yang seiman . Sedangkan gue muslim dan dia nasrani. Tapi, gua nggak menggubris larangan nyokap..
Oh elu muslim.. kok nggak solat" gua memotong.
Tadi gue bilang apa" Gue mao cerita kan.. jadi, gue cerita dan elo dengerin.. nanti kalo gue udah selesai cerita, bakal ada sesi tanya-jawabnya..
Ines ngomong sambil melotot, gua Cuma meng-ohkan saja dan kembali memasang gestur
mendengarkan. ... dan bukan Cuma nyokap gue aja yang menentang hubungan gue sama Johan. Sahabat-sahabat gue dan kakak gue juga...
... saat itu gue nggak peduli kata mereka, gue tetep dengan pendirian gue; kalo cinta itu gue yang jalanin, bukan mereka, dan ini hidup gue, mereka nggak berhak ngatur-ngatur hidup gue...
... sampe akhirnya nyokap sakit gara-gara kepikiran hubungan gue dan akhirnya dia meninggal. Kakak gue begitu shock dan menuding kalo gue yang bikin nyokap meninggal...
... semua ninggalin gue, nyokap, kakak gue dan sahabat-sahabat gue, beruntung waktu itu masih ada Johan yang selalu support gue, sampe akhirnya dia dipindahin kerja ke London..
.. bulan-bulan pertama sejak kepindahan Johan, dia masih sering telefon dan sms, paling nggak selalu ngasih kabar, tapi nggak berapa lama intensitasnya semakin berkurang dan makin jarang...
... saat itu gue udah nggak punya siapa-siapa lagi buat sharing, sahabat-sahabat gue yang selama ini deket sama gua, menjauh. Mereka kayaknya ogah bergaul sama anak durhaka seperti gue...
... sampe akhirnya beberapa bulan yang lalu, Johan menelpon dan memberi kabar kalo dia ngajak gue ke London untuk menikah dan tinggal disini, gue seneng banget, gue kasih kabar ke kakak dan sahabat gue, walaupun jawaban mereka rata-rata sama; elo nyari penyakit sendiri kalo ada apa-apa lo tanggung sendiri , gue menyepelekan omongan-omongan itu, gue pikir gue bakal hidup Happily ever after...
... dan... elo dah tau lanjutannya..
... dan sekarang gua terbaring disofa hangat sama cowok yang udah nolong gue...
Gua terdiam, terhenyak dan larut dalam cerita si Ines. Disatu sisi gua mengutuki kebodohan si Ines yang seperti menyia-nyiakan keluarga dan sahabatnya demi seorang cowok yang akhirnya malah membuang nya ke jalanan. Disisi lain, gua akhirnya sadar, betapa berat dan sulitnya Ines untuk minta bantuan ke sahabat atau kakaknya, apalagi kalau mereka tau apa yang sudah Johan perbuat terhadap Ines.
Dan sekarang cowok itu mau bikin kopi dulu ya ...
Gua beranjak untuk bikin kopi, saat gua kembali si Ines sudah tertidur lelap, kayaknya lebih lelap dari sebelumnya. Mungkin lega setelah menceritakan semua masalahnya. Sekarang gantian gua yang jadi nggak bisa tidur, gua duduk di meja makan, menggenggam cangkir kopi menatap ke luar lewat jendela dapur yang basah dan dialiri air hujan. Tik tok tik tok
Jam menunjukkan pukul dua dini hari, sudah satu jam lebih gua terbengong-bengong memandang jendela.
Gua memindahkan dengan menggendong Ines ke kamar dan membenahi selimutnya, gua menatap wajahnya, ingin sekali mengecup keningnya tapi lagilagi gua ragu, hah pengecut! Gua berkata dalam hati, gua Cuma membelai rambutnya dan membisikan: Be Tough....
#10: Mukena Hari jumat siang, gua duduk di pelataran Makkah Masjid. Habis dari kantor gua tadi langsung mampir buat jumatan sebelum pulang ke rumah, Ines gua tinggal sendirian, kayaknya dia udah mulai terbiasa dengan suhu dan cuaca disini, hari ini dia mau masak katanya. Makkah masjid terletak di daerah West Yorkshire, kalau dari kantor gua jaraknya sekitar 15 menit bersepeda.
Tadi sehabis jumatan gua ketemu sama Arya, adiknya temen kuliah gua dulu waktu di Jakarta. Gua sempet ngobrol-ngobrol sebentar dengan Arya sebelum pulang.
Hai, bang.. apa kabar"
Wuihh.. arya.. baik, elu gimana" Udah kelar kuliah" InsyaAllah sebentar lagi, bang. Do ain ya.. Nggak ah.. gua doain diri gua aja males, masa doain orang.. hahahaha
Bisa aja... Yaudah bang, saya pamit ya.. Mau kemana buru-buru ya"
Ini temen kampus minta anter nyari kerudung.. jilbab..
Ohh.. yaudah deh, salam buat abang lu ya kalo nelpon..
Siip.. Arya ngeloyor pergi.
Gua masih duduk mengikat tali sepatu Reebok cokelat kesayangan gua, kemudian berdiri dan bergegas mengejar Arya.
Ya... Arya, tunggu... Si Arya yang dipanggil menengok dan berhenti berjalan. Gua berlari sambil menuntun sepeda setelah berhasil menyusul Arya gua berjalan disampingnya.
Ada apaan bang" Elu mau beli jilbab"
Eh bukan saya bang, temen kampus, orang Indo juga, Cewek, cakep, mau saya kenalin..."
Arya menjelaskan sambil menggebu-gebu, di kata cakep ditekankan sambil mengacungkan dua ibu jarinya.
Accidentally Love Karya Boni di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Gua menggeleng. Belinya dimana" Paling yang di deket stadion bang.. Elland Rd.."
Iya.. Ada yang jual mukena juga"
Banyak bang.., emang mukena bakal siapa bang" Melihat nada pertanyaan yang seakan-akan menyudutkan gua. Gua langsung buru-buru menjawab.
Bukan-bukan buat gua, buat hadiah.., gua nitip yak" Lah, ngikut aja bang.. ntar model sama ukuran kan saya nggak tau..
Elu sama pacar lu kan" Yauda dia aja yang suru milihin..ukurannya samain aja sama ukuran pacar lu Bukan pacar bang, temen... lagian emang abang pernah liat temen saya"
Gua mengeluarkan empat lembar puluhan pounds dari dompet dan memberikannya ke Arya.
Bang.. emang abang tau harganya"
Nggak.. ya ntar kalo kurang lu tombokin dulu, trus kalo udah lu anterin ke rumah gua.. masih inget kan" Iya dah..
Ntar gua upahin.. Nggak usah bang, emang saya bocah pake diupahin...
Setelah itu Arya pun pamit, gua melambai sambil berteriak Yang cakep yak . Kemudian berbalik arah dan mengayuh sepeda niatnya sih menuju ke rumah. Tapi saat melihat Jam, baru jam dua siang akhirnya gua putuskan untuk berbalik memutar arah, ke Primark.
--- Di Primark gua memilih model-model baju yang ada di manekin, niatnya gua mau beliin baju buat Ines, karena selama ini tu anak makein kaos sama celana training gua melulu. Gua sedikit kebingungan dalam memilih model yang di manekin, kok model gaun semua. Akhirnya gua memalingkan diri dari display manekin dan menuju ke lorong paling dalam, disana berjajar kaos-kaos dengan shape dan size wanita.
Mata gua tertuju pada kaos berwarna cokelat tua bergambar John Lennon, gua mengambilnya dan memilih secara acak dua kaos panjang bergaris-garis horisontal dan satu kaos panjang selutut dengan motif vektor bunga-bunga. Gua kemudian duduk sambil membentangkan baju-baju tersebut, mencoba membayangkan Ines dengan memakai pakaianpakaian ini.
Agak lama gua memandangi dan membentangkan baju-baju tersebut, sampai seorang SPG menghampiri gua. Seorang wanita mungkin berusia sekitar 35an, dengan rambut pirang tergerai, Nametag-nya tertera nama Catherine Miller .
Hi.. nice choice..., for your girlfriend or err.. wife.." Oh hii there... actually, i m lil bit confuse here bout the size..
How tall is she" Gua berdiri dan mengangkat telapak tangan di bahu gua.
Hmm... this one isnt fit at all..
Dia mengangkat kaos cokelat bergambar John Lennon.
And three other" it s will fit enough
Do you have any size larger or something like yellow or brighter..
Oh.. of course, but for the brighter colour i think we d out of stock here..mm no no we have magenta and white for this
Well, magenta sounds good I ll be back with your magenta..
Catherine berlalu sambil membawa kaos John Lennon cokelat yang menurut dia kekecilan itu. Tidak sampai dua menit, dia pun kembali dengan membawa Kaos dengan gambar yang sama namun dengan warna yang berbeda; magenta. Dan kemudian membuka bungkus plastik dan hanger nya dan menyerahkannya ke gua.
Can we proceed your one, two,..four item here for you"
Well, actually im also looking for denim pants, if you dont mind..
Oh thats really, really okey , this way mister.. Catherine menunjukkan jalan menunjukan jalan melewati lorong-lorong rak pakaian dan kami berhenti di sebuah ujung lorong yang di penuhi celana jeans berbahan denim.
How bout this" Dia mengambil salah satu celana jeans berwarna biru muda dengan model belel . Gua mengambilnya, membentangkan celana tersebut.
If you know the size number, that will be much easier..
Gua mengangkat bahu. Not for sure, but probably something like... Gua membentangkan tangan, membentuk ukuran pinggul Ines, sebatas mengira-ngira.
The hips" Yeah.. Catherine memilihkan satu, jeans berwarna sama dengan yang masih gua pegang, tapi kali ini modelnya nggak belel .
Hmmm.. .... Dia mengambilkan satu lagi, ukurannya sedikit lebih besar dan dengan warna lebih gelap. Gua kebingungan dan akhirnya gua putuskan buat mengambil keduanya. Kemudian Catherine mengantarkan gua ke kasir untuk melakukan pembayaran, dan menawarkan apakah ingin dibungkus dengan kertas atau kotak kado dan kartu ucapan, gua menggeleng sambil tersenyum. Kemudian Catherine mengantarkan sampai ke pintu counter, melambaikan tangan dan mengucapkan terima kasih.
Ini salah satu yang gua suka dari Inggris. Disini, elu nggak perlu terlihat kaya dan necis untuk mendapatkan pelayanan kelas raja untuk berbelanja barang yang total harganya nggak sampai 50 pounds. --Hujan mulai turun saat gua baru setengah jalan menuju ke rumah. Gua memutuskan untuk berteduh sebentar, memasukkan belanjaan tadi kedalam tas dan bersiap menerobos hujan. Sebelum jalan sekilas gua melihat papan iklan elektronik di sebuah gedung yang menampilkan iklan pertandingan sepakbola, sabtu besok pertandingan antara United versus Liverpool, gua memandangnya sekilas kemudian berlalu.
Hujan sedikit mereda, menyisakan gerimis yang bercampur dengan angin saat gua sampai di rumah. Gua membuka pintu dan menenteng masuk sepeda.
Ines sedang memasak saat gua masuk ke dalam, gua menggantung jaket dan duduk di meja makan.
Masak apa mbak" Cap cay.. doyan nggak" Wuihh, emang bisa"
Ntar lo coba aja deh..pasti ketagihan...kok tumben udah pulang" Kangen sama gue ya...
Wow, percaya diri sekali anda ini...
Gua kemudian mengambil susu di kulkas dan merebahkan diri ke sofa, tivi dalam keadaan menyala. Mungkin Ines memasak sambil nonton tivi. Layar di tivi menayangkan lagi iklan pertandingan United versus Liverpool dengan tagline besar bertuliskan Big Match .
Gua mengambil ponsel, mencari kontak bernama Heru dan menekan tombol panggil , terdengar nada sambung beberapa kali disusul suara berat diujung telepon.
Hallo... Ruk,....ini gua Boni Iya gua tau, handphone gua juga ada fitur contact listnya kali..
Heru (gua biasa manggil dia Beruk karena badanya yang hitam dan kerempeng) adalah temen gua yang sama-sama satu agensi dan satu angkatan waktu datang ke Inggris. Beda-nya dia kerja dan tinggal di Manchester dan gua di Leeds, dia adalah fans United sejati walaupun dia sering protes kalau disebut Manchunian karena menurut pahamnya; manchunian itu sebutan yang lebih cocok untuk seluruh warga Manchester (yang artinya fans united dan city), bukan Cuma untuk fans United aja. Dulu waktu pertama kali dateng kesini gua sering banget nonton United bareng dia di Old Trafford, sampai akhirnya gua menyadari kalo nonton bola secara langsung di stadion, dengan tim sekelas United, selalu sukses bikin kantong gua bocor, cor, cor, cor. Senengnya 90 menit, nangisnya berjam-jam, kemudian makan mie instan (masih tetep) sambil nangis selama lima hari.
Masih tetap menelpon gua kemudian masuk ke kamar dan menutup pintunya.
Cariin gua tiket dong.. Tiket apaan"
Kalo gua nelpon lu, trus nanya tiket, kira-kira tiket apaan"
Ya kali aja tiket konser Eet beruk, Serius nih gua...
Iye.. lu mo nonton apaan, buat kapan"
Kalo gua nelpon lu, trus minta tiket nonton, kira-kira nonton apaan"
Nonton Portsmouth, bwahahahahaha.... Serius, ruk ah elah.. ada nggak" Bakal besok" Dua! Ah gila lu mepet banget nelponnya, susah bro... Yaelah.. katanya lu kenal semua calo di sono... Ya kalo dari calo mah bisa, tapi kan lu tau ndiri harganya...
Kalo bisa jangan dari calo, tapi kalo terpaksa gpp dah..
Yaudah gua tanya-tanya dulu, ntar kalo ada gua sms aja..
Telpon aja ngapa" Mahal broooo.... lagi mo ngeramik rumah di Jakarta nih gua hehehe..
Yauda kabarin secepatnya.. dua yak Tut tut tut tut tut nada telepon berbunyi, diputus sama Heru dari ujung sana, emang ngeselin banget temen gua yang satu itu. Gua kemudian keluar dari kamar dan disambut Ines yang bawa-bawa sendok dan disodorkan ke gua.
Cobain deh... Gua mangap dan Ines menjejalkan kuah panas ke mulut gua..
Whanjrhitt.. whanas..maenh.. jejein aya lwuh.. Gua megapa-megap sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan mulut.
Hehehe maap-maap.. enak nggak"
Gua masih megap-megap sambil mengacungkan ibu jari ke Ines.
Kemudian ponsel gua berdering lagi, gua pikir si Heru yang telepon, ternyata nama Arya yang muncul dilayar.
Hallo, Assalamualaikum Bang... Walaikumsalam,, kenapa, ya"
Ini bang, saya ada di depan rumah, tapi rumah abang yang nomer berapa yak"
Oh.. nomer 31, ya... yang cat putih, tunggu deh, gua keluar..
Gua menutup telepon dan bergegas keluar. Diluar Arya sedang berdiri ditemani dengan seorang wanita berkerudung.
Udah lama, ya" Nggak, baru aja, nih titipannya bang, kembaliannya di kantong ya..
Lah, emang masih kembali"
Masih bang, oiya ini kenalin temen saya, Intan.. Intan ini kenalin temennya kak Andry
Halo, Boni... Halo kak, intan.. Cakep kan bang"
Hehe. Iya, bisa aja lu nyari cewek.. Mereka terlihat salah tingkah, kemudian gua menawarkan mereka untuk masuk. Sesampainya di dalam, Arya terlihat kaget melihat Ines.
Eh bang, udah merit ya, kok nggak bilang-bilang, kapan"
Gua disodorin pertanyaan begitu jadi gelapan, ya memang sebelum-sebelumnya belum pernah ada tamu orang Indo juga yang datang selama Ines disini.
Belum sempet gua menjawab, Ines sudah menyodorkan tangannya ke Arya dan Intan.
Bukan kok,.. aku Ines.. Ines menjabat tangan Arya dan Intan, terlihat Arya masih kebingungan. Kemudian Ines berbisik ke Arya; Baru tunangan.. sambil mengedipkan mata dan tersenyum. Bibir Arya sontak membentuk huruf O disusul senyuman dan pandangan aneh ke gua. Gua nepok jidat dan mempersilahkan mereka duduk.
Nggak terasa setengah jam kami berempat ngobrol ngalor-ngidul, nggak karuan. Kemudian Arya dan Intan berdiri untuk pamit.
Buru-buru banget ya.. Iya bang, besok si Intan minta ante jalan-jalan ke Greenwich..
Disusul suara dehem aneh dari Ines. Wah asik banget ya,, bisa jalan-jalan...
Iya mbak, soalnya intan kan baru disini sebulan jadi pengen muter-muter katanya..
Ines mendengus kemudian berkata : Owh gitu, aku juga baru seminggu disini, tapi belom diajak jalanjalan..
Hehe.. Yaudah kita pamit dulu ya bang, mbak..Assalamualaikum..
Arya dan Intan pulang. --- Beberapa saat suasana hening, Ines Cuma duduk diam di sofa sambil menggonta-ganti channel. Ada sedikit kekecewaan di wajahnya yang sesekali melirik gua yang sedang duduk di kursi meja makan.
Eh.. makan yuk, penasaran gua mau nyobain masakan lo
Gua mencoba mencairkan suasana. Ines kemudian berdiri, menuju ke meja makan.
Akhirnya kami makan dalam diam, hening. Yang terdengar Cuma suara sendok yang beradu dengan piring dan suara pembawa berita cuaca di tivi. Kemudian ponsel gua berbunyi, notifikasi pesan masuk. Gua mengambil ponsel dan membaca pesan masuk dari Heru.
Ad nih, tpi dr calo. Klo mau @ "70
Gua kemudian masuk kekamar dan menelpon Heru.
Gile.. mahal aja ruk"
Ya mao kagak, namanya juga dari calo.. lagian di Stretford End ituh..
..... Mao nggak" Yauda dah mao, pake duit lo dulu Tut tut tut tut
Kebiasaan nih kunyuk... Gua kembali ke meja makan, Ines sudah selesai makan dan sedang mencuci piring kemudian masuk kekamar dan menutup pintu. Gua teringat mukena yang tadi dianterin si Arya, kemudian gua buru-buru menghabiskan makan, mengambilnya mukena yang masih dibungkus plastik dari toko, tergeketak di sofa. Gua ke kamar. Cklek. Terkunci. Ah mungkin lagi ganti baju, gua kemudian mengetuk pelan sambil memanggil namanya.
Nes.., Nes.. Nggak ada jawaban. Nes,... tidur lu" Nggak seberapa lama terdengar langkah dan suara anak kunci diputar. Cklek!
Apa".. gue ngantuk mau tidur... Kok pake dikunci"
Gue takut diapa-apain sama elo.. Yeee... gua menoyor kepalanya. Ish.. apaan sih.. Ines menepis tangan gua. Nih buat lo, sekarang lu nggak ada alesan buat nggak solat..
Gua menyodorkan mukena baru ke Ines. Apaan nih"
Mukena.. Owh.. yauda makasi.. Jutek amat..
Bodo! Disusul dengan pintu kamar yang ditutup. Kemudian terbuka lagi sedikit dan Ines menjulurkan kepalanya.
Gue mao tidur, jangan dibangunin sampe besok, mao ngilangin bosen!!
Pintu ditutup lagi kali ini ditambah suara Cklek lagi.
Gua Cuma menghela nafas kemudian berbaring lagi di sofa sambil menonton tivi. Tadinya kepikiran buat ngerjain project drama seri yang baru di brief tadi, tapi baru inget kalo laptop gua didalem tas dikamar, begitu juga baju baru buat Ines.
Gua kemudian tertidur.. CHAPTER II #11-A: Trip to Manchester
Jam weker dikamar gua berbunyi samar, gua terbangun. Leher dan punggung gua berasa sakit gara-gara salah posisi tidur. Gua mencari-cari ponsel dan memastikan kalo sekarang jam 5 pagi. Kemudian gua mengetik sms untuk Heru, mengkonfirmasi tiket pesenan gua, nggak sampe 2 menit, heru membalas sms gua, isinya singkat, Cuma tiga huruf; OK!.
Gua beranjak ke kamar mandi, ambil wudhu dan solat subuh di depan tivi. Kemudian gua mengetuk pintu kamar, mencoba membangunkan Ines.
Nes.. nes, bangun.. nes..
Gua mencoba membuka pintu, ternyata nggak dikunci, gua masuk dan kemudian sebuah pemandangan yang menakjubkan bikin lutut gua lemes.
Gua memandang sosok perempuan berbalut mukena berwarna biru muda yang ukurannya sedikit kebesaran, wajah mungilnya yang tersembunyi dibalik mukena tersebut sukses bikin jantung gua berhenti. Ines sedang duduk tahiyat akhir, dia sedang solat.
Gua duduk di tepi kasur menunggu Ines selesai, kemudian mengambil tas dan mengeluarkan bungkusan plastik dari dalamnya. Sesaat kemudian Ines selesai, dia melipat mukena dan sajadahnya.
Awas gue mau tidur lagi... Ines merebahkan diri diatas kasur.
Nes... mandi gih sono.. Ogah.. dingin!
Nih mandi terus ganti pake ini, katanya mau jalanjalan..
Ines bangun, memandang gua sebentar kemudian berpaling ke bungkusan yang gua letakkan di dekat kakinya.
Apaan nih" Baju buat lu, udah sono mandi, ganti baju, katanya mau jalan-jalan"
Ines memandang gua, matanya berbinar kemudian tangisnya pecah. Dia menerjang dan memeluk gua. Gua terdiam, shock baru kali ini, iya baru satu kali ini ada perempuan yang bukan nyokap atau adek gua yang memeluk gua dengan sukarela. Kaki gua langsung berasa lemes, keringet dingin muncul di dahi dan telapak tangan gua. Ines masih memeluk gua, erat dan menangis sesenggukan.
Kok malah nangis" Gue nggak tau.. gue nggak tau kenapa gue nangis, bon..
Yauda siap-siap sana.. Ines melepaskan pelukannya, satu tangannya menggenggam tangan gua dan satu tangannya lagi mengusap air mata yang menggenangi pipinya, kemudian berujar:
Kita ke Greenwich ya.. ya.. ya... ya.. What".. Greenwich is fairly fun but, i ll give an experience that you ll never forget.. now get-up and take a bath...
Gendooong.. Ogah... Setengah jam kemudian Ines sudah siap, gua terpana melihat dia menggunakan kaos John Lennon warna magenta dan celana denim biru muda dengan model belel , dibalut dengan jaket consina gua dan syal yang baru gua beliin kemarin.
Tuh kan.. gue udah siap, elonya belon ngapaingapain...
Gua bangkit, berdiri dan menuju kamar mandi sambil mendendangkan sebuah lagu, entah lagu siapa, gua lupa;
Kau cantik hari ini, Dan aku suka... Kau lain sekali, Dan aku suka ... --Jam menunjukkan pukul sembilan saat kereta mulai berangkat, kami berangkat dari London naik Virgin train , untuk bisa naik kereta cepat ini menuju Manchester, gua harus rela merogoh kocek "30 untuk sekali jalan. Dan sampai kita duduk di kereta, si Ines belum tau kemana gua akan mengajak dia pergi.
Eh kita mau kemana sih, Bon"
Udah gausah nanya-nanya.. duduk manis aja.. Yaaahh.. perjalanannya lama nggak" Nggak, paling sejam setengah sampe 2 jam-an Yauda gue pinjem mp3 player lu dong, bete kalo lama..
Gua mengeluarkan Mp3 player dari kantong jaket dan memberikannya ke Ines.
Jadi cewek kok bete mulu.. Bodo wleee...
Gua menikmati pemandangan luar dari kereta sambil bertopang dagu pada jendela. Si Ines masih asik mendengarkan lagu dari Mp3 player sesekali dia ikutan bernyanyi juga dan menghasilkan suara ssssttt dari kursi belakang dan samping gua. Gua Cuma tersenyum, kadang gua mencuri pandang dan menatapnya lama. Perempuan ini bener-bener bikin gua kalut, bikin perasaan nggak menentu, bikin jantung gua pengen copot.
Ines melepas headset, menggulungnya dan menyimpannya di kantong.
Gue yang simpen ya" Gua mengangguk, masih memandang keluar jendela. Gua melirik Ines, dia sedang menatap kosong ke atas jendela kereta, dimana tertera iklan-iklan baris elektronik yang berjalan.
Eh, bon.. kok nama keretanya Virgin train ya..ada hubungannya sama keperawanan ya..
Hah, koplak! Ini kereta swasta, yang punya nama perusahaannya virgin
Owh... Eh, bon.. kira-kira sekarang lu uda mao ngasih tau, kita mo kemana"
Untuk saat ini belom.. Trus, berapa lama lagi kita sampe nya" Ish.. bawel amat sih ni cewek..
Gua ngedumel sambil melihat jam tangan gua, dan ternyata jam gua mati. Gua mencoba melepas dan mengocok-ngocoknya, gua lihat lagi dan.. tetep mati. Gua mengambil ponsel, melihat jamnya dan mengatakan ke Ines kalau paling telat satu jam lagi kita sampai.
Kenapa jam lo" Mati ya.. Iya nih, jam tua soalnya... Dari orang yang spesial ya..
Iya dari nyokap, dikasih pas gua lulus SMA.. Owh..pantesan udah buluk gitu.. Biar buluk juga, awet banget nih jam.. Awet darimana" Tuh buktinya mati.. Iya ya.. ah bodo dah..
Gua mengantongi jam Swiss Army lawas bertipe analog dengan tali kulit berwarna cokelat yang udah pada mengelupas.
Merk-nya apa sih, coba liat"
Gua mengeluarkan jam tersebut dan menyerahkannya pada Ines.
Paling batre-nya abis.. Elo suka merk ini" Nggak juga, kan itu dikasih...
Kemudian Ines menyerahkan jam itu lagi ke gua dan mengantonginya, lagi. Ines menyandarkan kepalanya di bahu gua. Astaga.. dengkul gua lemes lagi.
Empat puluh menit berlalu, terdengar suara perempuan yang nadanya datar dari pengeras suara di dalam kereta, yang isinya memberitahukan bahwa sebentar lagi kereta akan tiba di Stasiun Piccadilly, Manchester. Penumpang yang akan turun distasiun ini harap bersiap-siap, tidak meninggalkan barang bawaannya dan berhati-hati saat melangkah keluar peron. Gua membangunkan Ines yang tertidur, ni anak, gampang pingsan, gampang nangis, sekarang tambah satu; gampang molor.
Nes.. bangung, udah sampe.. Hoaammm,, finally...dimana nih"
Ines bertanya sambil celingukan. Gua memakai tas dan memberikan isyarat ke Ines supaya berdiri. --Jam 11 kurang lima menit. Kami tiba di stasiun Piccadilly, Manchester. Terpajang tulisan billboard besar dengan tulisan Welcome to Manchester , di jam-jam sekarang ini stasiun Piccadilly ini menjamur orang-orang yang keluar dari kereta-kereta dengan menggunakan baju merah-merah dan atribut Liverpool lengkap. Mungkin sekitar 1 atau 2 jam lagi bisa tambah crowded.
Waaahhh.. Manchester.. asyiikk... Eh..bon.. emang ada apaan aja sih di sini" Gua tersenyum melihat seringai lebar tersungging dibibir Ines.
Kemudian kami berjalan menuju keluar stasiun, suasana disini mirip-mirip dengan suasana di stasiun senen menjelang lebaran, memang begini kalau United lagi menggelar pertandingan melawan tim kayak Liverpool, Arsenal atau Chelsea yang beda Cuma di tone warna atribut yang dipake kerumunan ini, saat ini warna merah hati dan syal berlambang angsa dengan slogan You ll never walk alone yang mendominasi.
Ines menggenggam tangan gua, gua meraihnya, kemudian kami meliak-liuk menerobos kerumunan untuk keluar dari sini.
Elu lebih suka mana" Trem atau bis"
Hmmm... gue lebih milih, hmm apa ya" .. trem deh, bis mah udah sering di Jakarta
Oke..tapi kalo naek trem ntar jalannya agak jauh, gpp"
Gendooong.. Ngesot aja...
Eh , bon... Apalagi"
Kayaknya ada suara yang mangil-manggil gue deh... Ines ngomong sambil memasang tampang bingung dan celingak-celinguk.
Hah siapa" Mantan lo kali"
Gua juga jadi penasaran dan celingak-celinguk juga sambil pasang telinga.
Enak aja! Bukan... Ines meletakkan tangan kirinya di belakang telinganya membentuk posisi kuping gajah.
Oh.. kayaknya dari arah sana deh suaranya, bon...hehehe..
Ines kemudian menunjuk salah satu restaurant cepat saji dengan dominasi warna merah-kuning dan logo huruf M besar di salah satu sudut pintu keluar stasiun.
Mockingjay 4 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Api Di Bukit Menoreh 31
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama