Dunia Yang Sempurna Karya Carienne Bagian 1
By :carienne PROLOG : Gue selalu percaya, apapun yang kita alami di dunia ini selalu memiliki alasan tersendiri. Ga terkecuali dengan kehadiran orang-orang di kehidupan kita. Setiap orang, setiap hal, memiliki perannya masing-masing di kehidupan kita ini. Ada yang datang untuk sekedar menguji kesabaran kita, ada yang datang untuk menyadarkan kita akan mimpi dan harapan yang selalu mengiringi kita.
Gue menulis cerita ini, sebagai wujud rasa cinta gue terhadap segala yang pernah terjadi kepada gue. Ada yang ingin gue lupakan, dan ada yang ingin gue kenang selamanya. Tapi pada satu titik gue menyadari, bahwa ga ada yang harus gue lupakan, melainkan gue ambil pelajarannya. Dan untuk segala yang pernah hadir di hidup gue, ataupun yang akan hadir, gue mengucapkan terima kasih dari hati gue yang terdalam.
Cerita ini berawal pada tahun 2006, pada saat gue masih culun-culunnya menjalani kehidupan. Gue baru saja lulus SMA, dan memutuskan untuk merantau, meskipun ga jauh-jauh amat, ke ibukota untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Gue masih mengingat dengan jelas momen ketika gue mencium tangan ibu, dan elusan kepala dari bapak, yang mengantarkan gue ke gerbang rumah, sebelum gue menaiki angkutan umum yang akan membawa gue ke ibukota.
Ketika angkutan umum yang membawa gue ke ibukota itu mulai berjalan, gue sama sekali ga bisa membayangkan apa yang akan terjadi di hidup gue selanjutnya. Tentu saja gue ga bisa membayangkan kehadiran seseorang, yang dengan segala keunikan dan keistimewaannya, memberikan warna tersendiri di hati gue.
Nama gue Gilang, dan semoga sekelumit cerita gue ini bisa berkenan bagi kalian semua.
PART 1 Gue duduk sendirian di sebuah bangku kayu panjang di selasar kampus baru gue ini. Dengan memakai seragam ala ospek kampus dan segala tetek bengeknya, gue memandangi sekeliling. Hari udah sore, dan ospek hari itu udah berakhir dengan seabrek tugas dari senior untuk dikumpulkan keesokan harinya. Badan gue udah lusuh, dan gue menduga bau badan gue pun udah ga sedap, mengingat seharian ini kami upacara di lapangan dan kegiatan luar kelas lainnya.
Hari itu gue dimasukkan dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 15 mahasiswa baru lainnya, dan diperintahkan untuk membuat yel-yel beserta pernak-pernik tugas ospek yang menurut gue aneh bin ajaib. Gue menghela napas panjang, dan mengurut-urut bagian belakang gue karena lelah. Gue mau pulang ke kos, tapi pikiran gue terganjal oleh tugas kelompok yang menumpuk. Seberat apapun tugas itu, harus udah jadi keesokan harinya.
kok bengong disitu, Gil" sapa seorang cewek.
Gue menoleh ke samping. Agak jauh disamping gue tampak sesosok cewek dengan dandanan ala ospek sama seperti gue. Si cewek ini satu kelompok dengan gue. Tadi pagi dia memperkenalkan diri sebagai Soraya.
eh, Aya. Ga kok gapapa. Lagi capek aja, pengen duduk& jawab gue sambil cengengesan.
Soraya berjalan ke arah gue sambil menggendong tas ransel besar yang berisi entah apa, kemudian dia duduk disamping gue. Ada rasa malu dan ga percaya diri ketika Soraya duduk disamping gue. Bukan apa-apa, tapi gue sadar kalo keadaan gue lagi lusuh dan lengket gini setelah seharian dihajar ospek.
panggil gue Ara aja. celetuknya tiba-tiba.
Ara" gue mengulangi.
Soraya mengangguk. Iya, Ara.
Gue tersenyum dan ga mendebat dia lebih jauh. gak pulang, Ra" tanya gue.
pengen balik ke kos sih, cuma nanti kan masih kumpul-kumpul lagi. Ara menoleh ke gue, lo sendiri, gak balik"
alasan gue sama kayak lo, Ra. Nanggung soalnya& gue terkekeh.
lo dari mana, Ra" sambung gue.
dari toilet tadi& bukan, maksud gue lo dulu tinggalnya dimana& gumam gue sedikit kesel.
Ara tertawa pelan, asli sini sih, tapi gue SMA di Surabaya.
disini ngekos ya, Ra"
Ara mengangguk, iya gue ngekos disini, orang tua gue dinasnya pindahpindah, jadi ya gak ada domisili tetap deh& sahutnya.
kalo lo, darimana, Gil" tanyanya lagi.
gue dari sebuah kota kecil di Jawa Barat& gue tertawa, jangan tanya dimana, soalnya gue takut kota gue itu ga masuk di peta&
Ara tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia kemudian asik merapikan rambutnya yang didandani cukup aneh. Gue diam-diam memperhatikan sosok Soraya alias Ara ini. Sialnya, Ara mendadak menyadari dan langsung menoleh ke gue.
apa" tanyanya. Gue kikuk dan membuang pandangan gue ke arah lain. enggak, ga papa kok&
Ara meniup wajah gue, dan itu membuat gue kaget. Sementara Ara cuma tertawa-tawa ga jelas. Dari kejauhan tampak langit semakin temaram, tanda malam sebentar lagi datang. Gue menoleh ke Ara, persis ketika Ara juga menoleh ke gue. Kami terdiam sejenak.
lo gak pulang ke kos" Bentar lagi malem loh& kata gue.
Ara tertawa, gue juga baru mau ngomong hal yang sama& . dan kemudian kami tertawa terkikih berdua.
Gak berapa lama kemudian kami beranjak berdiri, dan berjalan cukup jauh menuju jalan raya diluar kampus kami, mencari angkutan umum yang masih ada. Kami menunggu beberapa lama, hingga akhirnya ada angkutan umum yang berhenti di depan kami. Ara kemudian menyebut nama daerah kosnya dia, dan kebetulan itu daerah yang sama dengan kos gue. Ah, pasti disitu banyak kosan juga, kan masih wilayah kampus, batin gue. Angkutan umum itupun berjalan pelan-pelan menuju ke daerah tersebut.
Beberapa waktu kemudian akhirnya sang angkutan umum sampai di tempat yang dituju oleh Ara, karena dia meminta supir untuk berhenti. Ketika gue memandangi tempat yang dimaksud, gue terkejut, ternyata kosan yang dimaksud Ara adalah kosan gue juga, yang baru gue masuki kemarin sore.
Setelah kami berdua turun dari angkutan umum, dan mobil tersebut telah meninggalkan kami, gue bertanya ke Ara.
loh, Ra, lo ngekos disini juga" gue menunjuk sedikit ke gerbang kosan berwarna coklat itu.
lo ngekos disini juga, Gil" tanyanya ga kalah kaget.
iya, baru kemaren juga gue masuk. Sumpah gue ga sadar kalo ini kosan campur. Kirain cowok doang&
Ara mengangguk sambil tertawa, iya, awalnya sih gue ga mau kosan campur, tapi gara-gara gue cari kosannya mepet dan yang lain udah pada penuh, yaudah deh mau ga mau di kosan campur kayak gini.
gue malah ga tau, Ra& . sahut gue pelan.
Kami berdua melangkah masuk ke gerbang kos-kosan besar itu, dan melihat areal parkir didalamnya yang dikelilingi dengan kamar-kamar penghuni kos.
lo disebelah mana, Ra"
itutuh di lantai dua yang pojok, dapetnya tinggal disitu doang ih. Kan ngeselin. Ara menunjuk ke salah satu kamar tertutup di sudut lantai dua.
bentar-bentar, Ra, lo masuk kesini kapan emang" gue menyelidiki.
kemaren sore-malem gitu lah. Lo kapan emang"
Gue tertawa heran, dan itu juga membuat Ara heran dengan gue. Tawa gue begitu absurd, karena menertawakan kejadian absurd.
gue masuk sini kemaren siang agak sorean.
kamar lo yang disebelah mana emang, Gil"
di sebelah kamar lo& jawab gue.
PART 2 di sebelah kamar gue" Hahaha. Kok bisa sih" Ara tertawa terheranheran, gue yakin dia juga sama herannya seperti gue.
waktu gue dateng kemaren siang, kosan ini masih sisa dua kamar, ya kamar gue sama kamar lo itu. Berhubung gue ogah di pojokan, makanya gue milih yang satunya. jawab gue sambil menaiki tangga.
berarti gue dapet di pojokan gara-gara lo dong ish! sahutnya kesel sambil menonjok bahu gue pelan.
ya kayanya sih gitu, Ra. Untung gue dateng sedikit lebih cepet dari lo& gue meringis sambil mengelus-elus bahu yang ditonjok Ara barusan.
Kami berdua sampai di depan kamar masing-masing, dan gue masuk ke kamar, begitu juga dengan Ara. Setelah melepas kemeja putih buluk yang sepertinya harus gue pake lagi keesokan hari, gue keluar dari kamar dan bersandar di balkon depan kamar sambil mengenakan kaos dalam dan celana panjang yang gue kenakan seharian ini. Gue menyalakan sebatang rokok, dan menghisapnya dengan santai sambil menikmati udara malam. Baru sebentar gue merokok, terdengar suara Ara dari kamarnya. Eh, Gil, gue kok ga liat lo ya kemaren"
Gue tertawa, iya lah lo ga liat gue, orang gue tidur ini. Tuh tas-tas gue aja belom gue bongkar. Gue menunjuk ke dua tas besar yang masih teronggok di sudut kamar.
kemaren gue sampe sini, bersih-bersih kamar bentar, langsung tidur. sambung gue lagi.
pantesan aja sih& Ara tertawa.
Ga berapa lama kemudian Ara keluar dari kamarnya sambil membawa setumpuk baju.
mau kemana lo" tanya gue bloon. mandi lah, lo pikir mau kemana" balas Ara.
Gue tertawa dan melambaikan tangan gue, dengan gesture mengusir seperti seseorang mengenyahkan lalat. Ara mencibir dan mendengus, kemudian dia berlalu ke kamar mandi di bagian tengah selasar. Ra& panggil gue.
Ara yang udah didepan kamar mandi menoleh ke gue. Apa" jangan lama-lama, gue juga mau mandi. Hehehe&
gue lama-lamain aah& sahutnya sambil mengunci pintu kamar mandi.
Gue memutarkan bola mata, dan menggelengkan kepala melihat kelakuan cewek satu ini. Kenal juga baru sehari, ternyata kamar kita tetanggaan. Waktu itu sama sekali ga terlintas di pikiran gue untuk berbuat yang anehaneh, barangkali karena gue waktu itu sedang lelah. Lagian gue disini buat kuliah, bukan untuk berbuat maksiat. Gue masih mengingat dengan jelas segala wejangan ibu dan bapak di kampung, dan gue masih belum cukup gila untuk jadi anak durhaka.
Agak lama kemudian, Ara keluar dari kamar mandi, dengan mengenakan kaos berbahan agak tipis dan celana jeans. Sambil berjalan ke kamarnya, Ara cengengesan ke gue.
gue pikir lo ketiduran di kamar mandi& . kata gue pelan.
Mendadak Ara meletakkan handuknya yang masih basah ke kepala gue, sehingga gue ga bisa melihat. Langsung gue singkirkan tuh handuk dan mendapati Ara cengengesan di samping gue, bersandar di balkon. bawel amat si lo kaya cewe& tukasnya sewot.
yee biarin, udah gue bilang juga mandinya jangan lama-lama. Gue kan juga mau mandi, lengket nih badan gue& jawab gue ga kalah sewot. ya udah makanya sono mandi gih, daripada ngedumel& sebatang dulu& gue mengacungkan rokok di jari sambil nyengir.
Ara mencibir, kemudian berlalu masuk ke kamarnya. Dia menutup pintu kamarnya, sementara gue masih merokok di balkon. Ga berapa lama kemudian, gue memutuskan untuk mandi, karena gue udah kegerahan dan rokok gue juga udah abis. Ditambah lagi malam ini anak-anak sekelompok udah janjian ketemu di kampus lagi untuk mengerjakan tugas.
Setelah mandi, gue berdiri di balkon depan kamar Ara lagi, dan melihat pintu kamarnya masih tertutup. Gue masuk ke kamar, dan bersiap-siap. Ketika jam menunjukkan pukul 19.30, gue mengetuk pintu kamar Ara. Jangan-jangan molor nih cewe, batin gue.
Gue mengetuk pintu beberapa kali, dan ga ada jawaban. Gue tunggu sejenak, kemudian gue ketuk lagi, kali ini gue berniat agak keras. Barangkali bener dia ketiduran, biar dia kebangun, gitu pikir gue.
Ketika gue mengetuk pintu dengan agak keras, mendadak pintu kamar Ara terbuka, dan alhasil ketukan dengan jari tengah gue itu mendarat di bagian atas bibirnya.
aduh! Ara terkena ketukan jari gue di bibir, dan seketika itu juga menutupi bibirnya.
Gue terkejut, dan langsung meminta maaf ke Ara.
eh sorry sorry Ra, ga sengaja. Sorry& lo gapapa kan" tanya gue khawatir.
Ara ga menjawab dan masih mengusap-usap bibirnya yang ga sengaja kena jari gue. Kemudian dia menonjok lengan gue dengan jengkelnya. Gue sih ga melawan apa-apa karena emang gue yang salah.
sakit tau bego& . sungutnya.
iyaa sorry, Ra. Gue kira lo ketiduran& sabar napa sih, gue lagi dandan! dia masih sewot.
iya maafin gue ya Araaa. Dah yuk ke kampus lagi. ajak gue sambil mengajaknya keluar kamar.
ogah, males gue. lah" Kok males" Ntar kalo ga kelar tugasnya kita semua bisa kena semprot&
biarin, sebodo amat. Ogah gue& dia merajuk. Raa, jangan gitu dong ah& yuk keburu malem nih ntar& tau ah, ogah. Ini udah malem&
ya makanya itu yok ke kampus yok& . & & & .
Raaa& . & & &
Ara& . & & & ..
nanti pulangnya dari kampus gue traktir nasi goreng deh& . bener" Janji lo ya" Awas lo kalo boong gue lempar dari balkon& Gue cuma bisa geleng-geleng kepala memandangi cewek bernama Soraya
ini. Cewek yang baru gue kenal sehari tapi udah memaksa gue untuk memohon-mohon kepadanya. Entah masih ada berapa hari lagi seperti ini, pikir gue lemas.
PART 3 Seminggu setelah ospek selesai, gue dan Ara udah mulai terbiasa oleh rutinitas kuliah. Karena masih semester-semester awal, jadilah gue dan Ara sering, bahkan selalu sekelas. Pelan-pelan gue mencoba mengenal cewek yang hidup disamping gue ini. Malam itu gue dan Ara duduk bersila di lantai, di depan kamar Ara. Gue bersandar di balkon, sementara Ara duduk bersandar di kusen pintu kamarnya.
ra& panggil gue. hmm" ara tampak sibuk memainkan handphonenya. lo punya pacar, Ra"
Ara mengalihkan pandangan dari handphone yang dari tadi dia pegang, dan beralih ke gue. Dia terdiam sebentar, kemudian tertawa kecil. iya, punya. Kenapa emang"
Gue menggeleng, gapapa, nanya aja gue. Abisnya lo kayak asik gitu SMSan daritadi&
bilang aja lo ga betah gue cuekin sih& sahutnya gemas sambil menyenggol kaki gue dengan kakinya.
ya engga juga sih& boong banget& Ara menjulurkan lidah. betah-betah aja gue sih& gue kekeuh.
ya udah kalo gitu gue SMSan dikamar aja ya. Byeee& sahutnya sambil beranjak berdiri dan mencoba menutup pintu.
eh tega lo ninggalin gue diluar gini... jawab gue sewot.
ya tega aja, lagian gue juga capek, lo juga tidur sono gih! perintahnya.
Ara nyengir kemudian menutup pintunya, meninggalkan gue yang masih duduk bersandar pada balkon sendirian. Kampret, pikir gue. Akhirnya dengan malas-malasan gue merangkak masuk ke kamar gue, mendorong sedikit pintu dengan kaki, sehingga masih ada celah sedikit untuk ventilasi udara. Gue kemudian berbaring di kasur, dan mata gue menerawang ke langit-langit, berharap mata gue mulai sedikit mengantuk karena hawa malam.
Gue terbangun karena ada suara seorang cewek yang memanggil nama gue. Entah berapa lama gue tertidur. Gue melihat Ara sedang berdiri di celah pintu yang tadi sengaja gue biarkan terbuka. Mungkin lebih tepatnya Ara lagi ngintipin gue.
Gilaaang& panggilnya lirih.
Gue bergidik. Itu beneran Ara apa jadi-jadian yang nyamar jadi Ara" Kok manggilnya lirih-lirih sedap gitu.
Ara" Kenapa" Perlahan Ara membuka pintu kamar, dan memandangi gue dengan tatapan polos.
Lo tidur" tanyanya.
enggak, gue lagi bikin bebegig sawah& jawab gue sekenanya. Ya abisnya dia pasti lihat dong gue udah tidur tadi, masih nanya juga. lo belom tidur, Ra" tanya gue dari balik bantal.
belom, ga bisa tidur gue, Gil& jawab Ara, gue boleh masuk"
Gue menyingkirkan bantal yang menutupi muka gue, dan duduk sambil menggaruk-garuk rambut. Boleh, masuk aja, Ra& jawab gue sambil menguap.
Ara kemudian masuk ke kamar gue, dan gitu aja duduk di kasur, bersandar ke tembok di sebelah gue. Kepala gue rasanya pening, gara-gara baru tidur sebentar dan dipaksa bangun.
temenin gue ngobrol dong& pintanya.
Gue mengambil bantal dan memeluknya. ya udah ngomong aja, gue dengerin& . jawab gue sambil memejamkan mata.
gue lagi ada masalah sama cowok gue& .. dia mulai bercerita. uh huh&
dia mulai posesif gitu sama gue. Waktu gue bilang ya gini ini konsekuensinya LDR, eh dianya marah-marah& . uh huh& .
Ara mulai bercerita panjang lebar tentang masalahnya dengan cowoknya, dan gue cuma menjawab seadanya gara-gara ngantuk. Mendadak hidung gue dipencet dengan keras oleh Ara.
aduhduhduh& gue mengaduh mendadak, dan mata gue terbuka sepenuhnya. Gue lihat Ara ekspresinya kesel.
napa sih Ra, sakit tau! sahut gue keki.
lah elo diajak curhat malah molor. Kan kesel gue! balas Ara ga kalah keki. salah siapa lo curhat sama orang ngantuk& .
lo kan tadi udah bilang iya, dengerin gue kek& dia mulai merajuk.
Gue mengusap-usap muka gue, mencoba menghilangkan rasa kantuk gue ini demi seorang cewek rewel disamping gue. Gue menoleh ke Ara. iyaa udah ini gue dengerin. Gih cepet cerita, cepet bobo balik lagi ke
kamar lo& kata gue sambil tertawa. lo ngusir gue nih"
lah iyak masa lo mau tidur sini yang bener aja& . gue mulai lemes. ya udah gue balik ke kamar deh& . Ara merajuknya makin menjadi-jadi.
lo mau cerita apa mau nguji kesabaran gue siiih& . gue mengerang sambil memeluk bantal erat. Rasanya kesel pengen cabik-cabik tuh bantal. ya makanya dengerin gue& ..
IYA INI DARITADI GUE DENGER, SORAYAAAA& . gue merasa darah gue agak menggelegak seperti magma gunung berapi.
Akhirnya Ara pun mulai bercerita lagi panjang lebar, kali ini tanpa rewel karena gue udah sepenuhnya terbangun. Gue juga semampunya memberikan saran, dengan batasan-batasan yang ada, tentu saja, karena gue sama sekali ga tahu menahu dan ga kenal sama cowoknya Ara. Gue melihat jam di handphone gue udah menunjukkan pukul 2 pagi, sementara Ara semakin sedikit bercerita. Lama kelamaan suaranya semakin lirih dan akhirnya menghilang, dan dia tertidur di kasur gue.
Wah ini cewek bener-bener deh, pikir gue. Ngebangunin gue malem-malem buat ngegusur gue dari kasur. Akhirnya malam itu gue habiskan dengan tidur di tikar alas kasur gue, sementara Ara tidur di samping gue, dan diatas kasur gue.
PART 4 Semalaman gue tidur beralaskan tikar, dan itu membuat punggung gue terasa pegal. Sekali-kali gue berusaha mengambil bantal milik gue yang dikuasai Ara, tapi selalu gagal. Gue mencoba tidur berbantalkan tangan gue, tapi semakin lama tangan gue terasa kebas. Menjelang subuh, gue yang ga bisa tidur dengan nyenyak, memutuskan untuk keluar ke balkon, dan memandangi langit fajar. Angin berhembus cukup kencang dan dingin. Gue membalikkan badan, dan melirik Ara yang masih tertidur dengan nyenyak di kamar gue. Barangkali ini lah yang bisa gue lakukan untuk sedikit meringankan beban di hatinya.
Gue terbangun ketika ada sebuah tepukan lembut mendarat di pipi gue. Karena gue masih ngantuk, gue cuekin itu. Semakin lama tepukannya berubah jadi tamparan. Gue membuka mata.
sakit, Ara! gue mengusap-usap pipi gue.
Ara duduk berlutut disamping gue, dan tertawa-tawa ga jelas. Gue membuka mata lebih lebar, dan mencoba untuk duduk. Gue ingat, tadi pagi gue bangun sebentar dan berdiri di balkon, sampai gue merasa ngantuk berat. Gue memutuskan mau ga mau gue tidur di tikar, karena ga mungkin gue tidur di kamar Ara.
bangun lah, udah siang ini. Bentar lagi kuliah. sahut Ara sambil beranjak berdiri dan keluar kamar.
sekarang jam berapa" setengah sembilan. kuliah jam berapa" Sembilan.
Mendengar itu buru-buru gue bangkit dari duduk, menyambar handuk dan pakaian gue, kemudian langsung menuju kamar mandi. Sialnya, kamar mandi
2 biji itu lagi dipakai dua-duanya. Gue mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi, dan dibalas dengan ketukan dari dalam. Gue menghela napas berat. Dari kejauhan gue melihat Ara berdiri di depan kamarnya sambil tertawa-tawa.
Gue berjalan kembali ke arah kamar, sementara Ara sedang merapikan rambutnya.
yang di dalem kamar mandi siapa si" tanya gue. itu mba-mba dari kamar delapan.
oh mba-mba yang mukanya serem itu" gue bilangin lo ntar& ancamnya dengan tengil. tukang ngadu lo kayak anak TK
Ara mencibir, dah gih cepetan mandi sono! Ntar telat lagi kita! perintahnya.
iya iya ini gue udah bawa handuk, bawel amat si. Lagi gue mau mandi dimana, tuh kamar mandi kepake semua elak gue.
pake dibawah, dibawah Ara menunjuk ke lantai bawah dengan sisirnya. males turunnya
mau gue lempar dari sini"
lo mau bunuh gue" tanya gue sewot.
lah tadi lo bilang males turunnya, yaudah biar lo ga usah jalan ya gue lempar dari sini aja kan, beres& Ara tertawa-tawa tanpa dosa. udah gila lo ya sahut gue sambil beranjak masuk ke kamar. Gue duduk di kasur bersandarkan dinding, sambil menenggak air mineral
kemasan botol dari meja. Gue kemudian menyalakan sebatang rokok, dan menikmatinya sambil memejamkan mata. Maklum masih ngantuk gue.
Gue melihat Ara mondar-mandir dari kamar ke balkon, entah apa urusannya. Di dalam mondar-mandirnya yang kesekian kali itu Ara menengok ke gue yang masih duduk bersandar di kamar. cepetan mandi lah, laper ini gue rengeknya. hubungannya gue mandi sama lo laper apa"
ya cepetan mandi trus kita sarapan trus ke kampus begooo& Ara masuk ke kamar gue dan menarik gue untuk berdiri. Dengan malas-malasan gue menuruti perintahnya itu.
liatin gih kamar mandinya masih dipake apa engga& gue mengajukan syarat.
lo mau mandi aja ribetnya ngelebihin cewe gue masih ngantuk tau
kebo deh lo dia berkacak pinggang.
eh yang tadi malem rewel ngajak curhat trus akhirnya ngejajah kasur gue sapa yak" balas gue.
jadi lo ga ikhlas gue curhatin" tanya Ara ga kalah galak. ya ga gitu sih& mendadak nyali gue menciut. ya udah ga usah ngeluh. Mandi gih sono&
bentar, nunggu rokok gue abis nih, sayang tau& gue mengacungkan rokok di jari.
M-A-N-D-I! Ara mengultimatum.
iya iya& Gue mandi dengan perasaan kesel. Kalo gue ingat-ingat lagi, tadi malam dia deh yang ngotot minta ditemenin curhat sampe merajuk-rajuk gitu, trus ketiduran di kasur gue, dan sekarang dia juga main perintah gue buat mandi. Gue sengaja mandi agak lama, biarin aja Ara laper, emang gue ga laper apa.
Gue keluar kamar mandi dengan langkah santai, sengaja memancing emosi Ara. Gue mau lihat dia ngomel-ngomel kaya gimana lagi. Tanpa gue duga, ternyata dia udah ada di kamar gue. Mukanya kesel, seperti yang gue perkirakan.
lama amat si lo gerutunya. panggilan alam, Ra... jorok ih
Gue tertawa, jadi makan ga lo" Yuk makan.
tuh udah gue beliin nasi bungkus Ara menunjuk ke 2 bungkusan cokelat yang tergeletak diatas meja.
lah lo beli nasi" iya kelamaan si lo mandinya, laper kan. Gue beli aja nasi di seberang.
Gue tertegun sesaat, kemudian tertawa. lo ga makan duluan aja" sahut gue sambil merapikan rambut yang masih agak basah.
engga lah nungguin gue ya" gue nyengir lebar. & & & ..
yuk makan gue duduk bersila di depan meja, dan membuka bungkusan tadi.
Gue melihat Ara ga langsung makan, tapi cuma mengaduk-aduk nasinya. Semakin lama gue makin heran dengan tingkahnya.
kenapa lo" Ga dimakan malah diaduk-aduk doang tanya gue heran. gapapa
Ucapan gapapa dari seorang cewek pasti berarti ada apa-apa. Sambil mengunyah gue bertanya lagi. Wajahnya murung.
kenapa" Cowo lo"
iya marah lagi" marahnya belom ilang kali jawabnya. Ara masih belum memakan nasinya.
udah makan dulu aja lo, udah jam segini juga. Mau berangkat jam berapa kita" gue mengingatkan.
iyaa gue makan nih iyaaa& . sahutnya merajuk.
Gue menggelengkan kepala. Antara gedeg dan kasihan sama cewek satu ini. Akhirnya kami berdua berangkat ke kampus naik angkutan umum, dan bisa dipastikan kami berdua terlambat masuk kelas.
PART 5 Sepulang dari kampus, gue dan Ara ga langsung balik ke kos. Kami berniat mampir ke toko buku, sekedar refreshing. Menurut Ara ini lebih baik daripada ngemall, karena baru gue sadari kalo Ara adalah seorang kutu buku. Dia menyukai buku apa aja, terutama novel-novel fiksi. Gue kebetulan juga menyukai buku, meskipun ga sebesar Ara. Gue mengikutinya selama di toko buku itu.
lo suka buku ya" tanya gue.
Ara menoleh ke gue, tersenyum dan mengangguk. iya, boleh dibilang gue dibesarkan diantara buku-buku. Bokap nyokap juga suka buku. jawabnya. buku kaya apa yang lo suka"
apa aja kok. Kecuali buku-buku pelajaran mungkin. Ara terkikih. kalo buku pelajaran mah gue juga ga suka kali, Ra. gue juga tertawa. gue jarang ke toko buku& sambung gue.
asik tau di toko buku. Gue ngerasa kaya ada di dunia yang lain gitu& ujar Ara sambil mendongak, mengamati deretan buku yang terpajang di rak. serem dong"
bukan serem yang gue maksud Ara menonjok lengan gue pelan, tapi gue ngerasa kaya masuk ke dunia-dunia pemikiran orang gitu deh. Apalagi bacabaca buku tentang sejarah gitu, kaya kita dibawa ke zaman yang sama. jelasnya dengan semangat.
Gue mengangguk-angguk mendengarkan penjelasannya sambil memandangi deretan buku novel fiksi di hadapan kami. Gue mengambil sebuah buku dengan sampul yang menarik perhatian gue. Sebuah novel berjudul Norwegian Wood, karya Haruki Murakami. Gue membolak-balik halamanhalaman pertama dari novel itu, dan Ara memandangi gue sambil
tersenyum. bagus tuh celetuknya. lo udah pernah baca" gue memandangi sampul novel itu. belom Ara menggeleng sambil menjulurkan lidah. kok lo tau kalo ini bagus"
itu lumayan terkenal kok, gue pernah baca reviewnya Gue mengangguk-angguk. lo suka Harry Potter" tanya gue.
suka sih, cuma gue belum selesai bacanya. Order of The Phoenix aja gue belom kelar sahutnya sambil tertawa.
itu yang mana ya" gue cengengesan.
yang itu tuh Ara menunjuk ke salah satu buku Harry Potter yang tebal di bagian bawah rak. Gue mengambil buku itu, dan merasakan beratnya. buset berat bener, Ra gue mengamati sampul depan-belakangnya.
Ara tertawa. iya emang. Kadang-kadang kalo udah baca buku, gue bisa lupa sama dunia sekitar. Ga keluar kamar, ga makan gitu lah. Rasa penasaran gue terlalu besar buat dibunuh.
gue malah ga betah baca buku lama-lama sahut gue. hobi lo apa emang"
apa ya" Rasanya gue ga punya hobi. orang kok ga punya hobi cibirnya.
merokok mungkin sahut gue sambil tertawa.
merokok mah kebiasaan jelek, bukan hobi sungutnya sambil menjitak kepala gue pelan. Gue cuma tersenyum kecut, sedikit meratapi diri gue sendiri yang ga berhobi.
kenapa lo ga coba baca buku aja" sambungnya.
Gue berpikir sejenak. Benar juga saran Ara ini, ga ada salahnya mencoba satu kegiatan baru. Selama ini gue membaca buku hanya untuk selingan aja, bukan karena gue menyukai buku. Kali ini gue akan mencoba menyukainya.
PART 6 Gue terbangun di pagi hari, dan duduk di tepi kasur. Gue menggaruk-garuk rambut. Hari ini hari sabtu, dan kuliah lagi libur. Tumben pagi-pagi begini ga ada suara cerewet dari kamar sebelah, batin gue. Dengan ngantuk gue mengambil botol air mineral dari meja, dan menenggaknya sekaligus. Gue berjalan keluar kamar, dan bersandar di balkon, melirik kamar sebelah. Masih tertutup ternyata. Mungkin dia masih tidur. Gue memutuskan untuk cuci muka dan ke toilet.
Sekembalinya dari toilet, gue mendapati penghuni kamar-kamar di bawah seperti sedang melakukan ritual hari liburnya. Ada yang mencuci motor, ada yang jemur kasur, ada yang bermain gitar di depan kamarnya. Gue tersenyum memandangi kegiatan itu.
halo terdengar suara seorang laki-laki bersuara serak. Gue menoleh ke arah sumber suara.
Gue melihat bang Ginanjar, tetangga kos gue. Bang Ginanjar atau biasa disapa Bang Bolot ini berwajah sangar, brewokan, tapi penakut. Umurnya kira-kira lima atau enam tahun lebih tua daripada gue. Bang Bolot kayanya baru bangun, dan rambutnya masih acak-acakan. Dia berdiri di depan pintu kamarnya.
eh baru bangun, Bang" sapa gue. iya nih tadi malem lembur gue
lembur kerjaan apa lembur yang lain" gue terkekeh.
lembur yang lain apaan gue jomblo gini. Pagi-pagi ngajak ribut lo ya! cerocos bang Bolot sambil menjewer kuping gue. Sementara gue tertawa ga selesai-selesai.
hihihi sorry sorry, Bang. Banyak kerjaan emangnya ya" iya dapet proyek bikin denah kantor gitu, pegel mata gue liat komputer
terus. Bang Bolot memijat-mijat sudut matanya, tampaknya dia beneran capek. Cewek lo belum bangun" tanyanya.
Cewek gue" Siapa" Ara" tanya gue.
Bang Bolot menunjuk pintu kamar Ara yang tertutup dengan bibirnya. iya noh kamarnya masih ketutup. Tadi malem brapa ronde lo" cecarnya dilanjut dengan tawa yang menggelegar.
asal aja lo kalo ngomong, Bang. Gue sama Ara ga pernah ngapa-ngapain, lagian dia bukan cewek gue, Bang. elak gue.
ngapa-ngapain juga gapapa, Lang. Asal jangan sampe bocor aja. Safety can be fun. Bang Bolot tertawa menggelegar lagi. gue lihat lo deket banget sama Ara. Kemana mana nempel kaya ganggang.
Kali ini gue yang tertawa. iya abisnya mau gimana lagi, Bang. Sekampus, sekelas, eh apesnya gue tetanggaan di kos.
jangan lo sia-siain tuh. sia-siain apaan Bang" tanya gue heran.
ya Ara. Kalo menurut penerawangan gue nih, dia tuh cewek langka. sahutnya sambil meringis.
lo sekarang ganti profesi jadi paranormal Bang" gue memandangi bang Bolot sambil tersenyum menahan tawa yang mau meledak.
gue serius ini, dibilangin orang tua malah ngeledek, gue tabok juga lo pake sendal semburnya keki.
Gue tertawa terkekeh melihat Bang Bolot sewot. Bang Bolot ini udah gue anggap seperti abang sendiri. Dia lah penghuni kos asli sini yang pertama kali gue kenal, karena gue dan Ara sama-sama anak baru. Orangnya somplak, tapi dewasa, sesuai deh sama umurnya yang udah menginjak kepala tiga. Herannya dia masih aja jomblo. Kalo gue ingat statusnya ini,
membuat gue meragukan setiap wejangannya.
langka kaya gimana emang, Bang" gue menyandarkan punggung di balkon dan menoleh ke bang Bolot.
ya langka, kalo gue liat sih dia punya banyak rahasia yang disimpen rapatrapat.
bukannya cewek selalu punya rahasia ya Bang" kayanya yang satu ini beda
bedanya gimana ya nanti lo cari tau sendiri aja deh ucapnya sambil tertawa.
ah lo ngasih informasinya dipirit-pirit macem iklan aja, Bang. sahut gue keki. Gue kemudian berdiri membelakangi balkon, bersandar pada dinding balkon.
tuh, gue bilang juga apa Bang Bolot menunjuk ke halaman bawah dengan dagunya. Gue melongokkan kepala ke bawah, dan melihat Ara baru saja masuk ke halaman kos dengan membawa sebuah bungkusan.
Ketika Ara sampai di lantai dua, dia kaget melihat Bang Bolot disamping gue, sama-sama bersandar pada balkon. Sementara kami berdua senyumsenyum melihat Ara. Pagi itu gue amati dia mengenakan celana training, dan baju kaos, serta membawa bungkusan plastik berwarna hitam.
pagi, Cantik, darimana nih" sapa Bang Bolot sok playboy. Buru-buru gue sikut perutnya pelan. Sementara Bang Bolot terkekeh-kekeh.
eh, Abang. Dari lari pagi, Bang. jawab Ara agak kikuk, karena dia mungkin ga menyangka Bang Bolot bakal menyapanya seperti itu.
tumben lari pagi lo, Ra" sambar gue.
gue rutin olah raga kali, lo aja tuh yang kebo balasnya sambil mencibir. ya bangunin gue bisa kali
ogah ngajak lo, ntar yang ada pasaran gue jadi turun tega lo, Ra sahut gue memelas.
Ara mengulurkan bungkusan plastik tadi ke gue. Nih, sarapan buat lo, tadi gue beliin nasi bungkus. Ara kemudian menoleh ke Bang Bolot, sorry ya Abang, nasinya cuma satu, kalo gue tau lo udah bangun juga gue beliin, Bang. kata Ara dengan nada semanis mungkin.
patah hatiku, Dik Ara& . jawab bang Bolot dengan wajah sok tersakiti. Ara tertawa-tawa.
Gue tersenyum dan menggeleng-geleng melihat tingkah mereka berdua, kemudian gue beranjak masuk ke kamar dan diikuti oleh Ara. Sambil membuka nasi bungkusnya, gue bertanya ke Ara.
tadi lari pagi dimana lo"
cuma di taman deket situ, sekalian cari sarapan
thanks ya nasinya. Lo udah makan emang" gue mulai menyendok nasi bungkus dan memakannya.
udah tadi tumben biasanya lo nungguin sarapan bareng gue
laper om, nungguin lo bangun udah pingsan gue kelaparan jawabnya sambil tertawa. Ara memandang berkeliling. lo ada acara gak ntar, Gil" Gue menggeleng sambil mengunyah makanan. ga ada, kenapa emang" temenin gue yuk. mata Ara berbinar-binar.
kemana" cari TV hehehe ucapnya sambil berlalu pergi keluar kamar gue. Gue cuma bisa menggelengkan kepala dan melanjutkan makan nasi. Ternyata ungkapan lama itu bener, ga ada makan siang yang gratis. Sekarang ga ada sarapan yang gratis.
PART 7 Sesuai permintaannya pagi tadi, hari ini gue menemani dia cari TV untuk di kamar kosnya. Gue ikut seneng sih dia beli TV, karena dengan gitu kan gue juga bisa numpang nonton di kamarnya, hehehe. Gue sebenarnya juga punya keinginan untuk beli TV, tapi kondisi keuangan sepertinya memaksa gue untuk berhitung sekali lagi.Buat gue, bisa kuliah dan ga ada hambatan itu udah merupakan satu anugerah besar.
Siang itu gue dan Ara naik angkutan umum ke daerah Glodok, yang udah terkenal di seluruh negeri sebagai salah satu pusatnya barang elektronik di ibukota.Di Glodok itu gue dan Ara berjalan-jalan cukup jauh sampe nyaris kesasar, karena keasyikan memilih-milih toko elektronik dan harga TV yang menurut Ara cocok di kantongnya.
Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hari udah siang, dan kami berdua merasa capek karena dari tadi berkeliling cari TV yang sesuai dengan keinginannya Ara. Ketika udah menemukan satu varian TV, Ara menjadi ragu lagi karena dia berpikir ada kemungkinan di toko lain lebih murah. Dan itu terjadi berulang-ulang, sampe gue kesel.
ra, istirahat dulu yuk pinta gue karena mulai lelah. Ara menoleh dan memandangi gue.
lo mau istirahat dimana" tanyanya.
Gue memandang berkeliling, tuh kayanya disana ga begitu rame gue menunjuk sebuah kedai es dan makanan ringan lainnya. boleh deh, gue juga aus sahut Ara sambil meringis. lo mah dasarnya segala mau
Kembali Ara cuma meringis dan menarik tangan gue, yuk ah, jadi kesana apa enggak" bawel amat lo kayak beo
Gue mau ga mau nurut-nurut aja ditarik Ara kesana, meskipun itu membuat gue menembus kerumunan orang-orang. Ara mah enak, badannya kecil, bisa menyelinap diantara orang-orang. Kalo gue dengan badan normal layaknya cowok, agak susah buat selincah Ara.
pelan-pelan, Ra kata gue dengan napas agak tersengal. biar cepet sampe, sesek juga gue disini sahutnya.
Akhirnya gue dan Ara duduk di sebuah kedai es, yang hari itu juga rame banget. Gue memesan es teler, sementara gue lupa Ara memesan apa. Setelah memesan makanan, Ara memandangi atrium di hadapan kami beserta orang-orang yang lalu lalang di dalamnya.
rame banget ya celetuknya.
namanya juga hari Sabtu, Ra. Waktunya orang-orang pada jalan kaya kita ini
iya sih sempetnya Sabtu doang ya
kalo hari biasa kaya apa ya suasananya gue penasaran.
ya masih ada yang beli sih, tapi pasti ga serame sekarang sahut Ara sambil meminum pesanannya. coba liat tuh Ara menunjuk salah satu arah dengan dagunya. Gue menoleh ke arah yang ditunjuk Ara.
Gue melihat sepasang suami istri dan anak-anaknya sedang berbelanja barang elektronik, dan bukan cuma satu, melainkan beberapa jenis barang elektronik. Dan kesemuanya itu dibawa oleh sang suami, sampe-sampe sang suami itu kerepotan untuk jalan. Gue tertawa pelan dan menggeleng. kok ga ada yang bantuin ya celetuk gue sambil mengaduk-aduk es teler. iya tuh istrinya ga bantuin sama sekali. Kasian tau
yaudah lo bantuin sana gih gue meringis.
ogah ntar gue disangka istrinya muka lo tua dong
Ara melotot sambil mencubit tangan gue. Gue mengaduh dan mengelus-elus kulit tangan yang memerah gara-gara cubitan Ara.
sakit tau gerutu gue. salah siapa ngeledek gue lah kan yang bilang disangka istrinya itu lo tapi kan gue ga bilang muka gue tua" iya iya deeeh& .
Ara mengaduk-aduk minumannya sambil cemberut. Gue tertawa kecil, menertawakan reaksi Ara barusan. Ini cewek, suka nyiksa orang kalo lagi bete. Gue memperhatikan Ara. Dia berbadan kecil, berambut ikal sebahu, dengan poni yang menurut Bang Bolot manis banget . Berkulit putih bersih, dengan raut wajah tajam. Gue rasa nama Soraya yang disandangnya bukan tanpa alasan.
Menurut beberapa teman kampus gue yang baru, Ara termasuk yang paling cantik diantara anak-anak baru. Gue mencoba mengerti kenapa mereka bilang begitu, meskipun sampe sekarang gue belum bisa menemukan alasannya.
Mendadak Ara menepuk telapak tangan gue. woi, bengong aja
eh& gue mendadak tersadar. hayooo mikir apa lo"
enggak, gapapa kok jawab gue sambil mengaduk-aduk es. mikir jorok ya" Hahaha timpalnya dengan muka ngeselin. Gue baru berniat protes, dia langsung membungkam gue.
ssstt, udah cepetan diabisin itu es lo, jalan lagi kita. Keburu sore nih perintahnya.
bzzztt, iyaa iyaa, galak amat si lo
Kemudian kami berdua melanjutkan pencarian TV yang sesuai keinginan Ara, selama beberapa jam kedepan. Seandainya kaki gue bisa menjerit, barangkali dia udah protes dari tadi. Disitu gue baru tahu kalo Ara adalah tipikal cewek yang detail banget kalo belanja. Apapun dicek, dan diperhitungkan lagi. Cewek banget, batin gue.
Akhirnya menjelang sore, penderitaan gue berakhir. Ara akhirnya memutuskan membeli TV jenis LCD berukuran 21 . Setelah dicoba dan dites berkali-kali, Ara pun membayar TV barunya itu, dan penjual membungkusnya dengan kardus bawaan TV itu. Ketika penjual menyerahkan kardus berbentuk koper dengan pegangan diatasnya ke Ara, dia justru menoleh ke gue sambil meringis.
Gil, bawain Gue cuma bisa melotot. lah kok gue" protes gue.
iya dong, gue kan ngajak lo buat ngebawain ucapnya santai. udah gih cepetan ambil, kasian itu omnya megangin daritadi!
Sambil menggerutu sekaligus ga enak sama om penjualnya, gue mengambil kardus TV itu dan menentengnya keluar toko. Ara didepan gue dan memerintahkan gue untuk jalan, seakan dia majikan gue, sementara gue adalah budaknya. Sabar sabar, batin gue, demi kesempatan nebeng nonton TV.
Di atas angkutan umum, gue dan Ara duduk bersebelahan. Ara tampak lelah, dan dia tertidur bersandarkan bahu gue, sementara gue memeluk kardus TV itu, yang membuat gue ga bisa melihat lurus ke depan. Gue menghela napas panjang. Antara lelah dan kesel. Sesekali gue mengintip di balik kardus, sekedar memastikan lagi bahwa angkutan umum ini berjalan di jurusan yang sama dengan kami.
Gue melirik ke samping, dan melihat Ara tertidur di bahu gue. Ketika gue melihat wajahnya yang tenang itu, entah kenapa segala kekesalan gue hari itu menguap, dan gue merasa segala yang gue lakukan hari ini masuk akal.
PART 8 Suatu pagi di hari biasa. Gue terbangun dengan tergagap, gue kira kesiangan. Setelah melirik jam dinding di kamar, gue merasa sedikit lega. Baru jam 8 pagi, sementara jadwal kuliah gue jam 11 siang. Gue meneruskan berbaring sebentar, dengan pintu kamar masih tetap tertutup. Gue terpikir Ara, kok tumben dia ga bangunin gue seperti biasanya. Barangkali dia lagi di kamar mandi, pikir gue santai. Sambil meregangkan tubuh, gue duduk di tepi kasur, mengumpulkan nyawa yang masih beterbangan.
Gue bangkit, dan membuka pintu kamar. Gue tengok kamar Ara, masih tertutup juga. Oh mungkin dia masih tidur, batin gue. Sambil meminum sebotol air mineral, gue merasa perut gue berkontraksi. Segera gue sambar rokok yang tergeletak di meja, dan ngeloyor ke toilet. Panggilan alam pagi itu terlalu penting buat diabaikan.
Sekembalinya dari toilet, gue berdiri bersandar di balkon, diantara kamar gue dan kamar Ara. Kembali gue melirik ke pintu kamar Ara yang masih tertutup, dan merasakan panasnya matahari pagi. Aneh, udah jam segini kok tumben Ara belum bangun. Seingat gue semalam juga ga ada kegiatan yang melelahkan. Hal itu yang mendorong gue untuk mengetuk pintu kamar Ara.
Sekali, dua kali, gue ketuk pintu kamar Ara. Ga ada jawaban. Gue ketuk lagi untuk ketiga dan keempat kali, masih ga ada jawaban. Gue memutuskan mengetuk sekali lagi, dan menunggu. Ternyata masih ga ada jawaban. Gue merasa aneh dan penasaran. Kemudian gue tempelkan telinga ke daun pintu, barangkali gue bisa mengetahui sesuatu dari dalam. Benar saja, ada suara lirih cewek yang sedang menangis. Wah, ini pasti ada apa-apa sama Ara, pikir gue khawatir.
Ara, lo kenapa" panggil gue dari balik pintu. Sunyi, ga ada jawaban.
Raaa" Araaa" panggil gue lagi.
Lagi-lagi masih sunyi ga ada jawaban. Gue mengetuk-ngetuk pintunya sekali lagi sambil memanggil namanya. Dan hasilnya tetap nihil.
Raaa" Lo gapapa kan, Ra" tanya gue mulai panik.
Akhirnya gue memutuskan untuk mencoba membuka pintunya, tanpa seijin Ara. Bodo amat.
Pintu kamar Ara ternyata ga terkunci, dan gue dengan mudah bisa membukanya. Di dalam kamar gue dapati Ara sedang mendekap kedua lututnya, sementara wajahnya menunduk, menempel ke lututnya. Siapapun bisa menebak kalo Ara sekarang sedang menangis.
Ra" Lo kenapa" pertanyaan bodoh itu meluncur dari mulut gue. Ya, ga perlu gue tanya lagi seharusnya gue tahu kalo Ara sedang menangis.
Ara ga menjawab, dan dia masih menunduk, mendekap kedua lututnya eraterat. Seakan gue ga pernah ada di kamar itu.
Gue mendekati Ara, dan mengguncangkan bahunya pelan. Ara, lo nangis" lagi-lagi pertanyaan bodoh semacam itu keluar dari mulut gue. ada apa, Ra"
& & . Ra" Lo kenapa" & & .
Lo gapapa" Cerita ke gue sini, lo ada masalah apa" & & ..
Gue mulai merasa percuma ngomong ke Ara dalam kondisi seperti ini. Dia ga menjawab pertanyaan gue, dan masih terus menangis. Cuma sesekali dia mengusap air matanya, kemudian menunduk lagi mendekap kedua lututnya.
Raaa, ada apa si, Raaa" gue mulai bosan bertanya. & & &
Masih ga ada jawaban juga dari Ara. Gue menunggu beberapa saat, kemudian gue berdiri, dan berjalan meninggalkan dia. Percuma gue ajak ngomong sekarang, dia juga masih menangis terus. Lebih baik kalo gue biarkan dia memuaskan tangisnya dulu baru gue bertanya apa yang terjadi kepadanya, pikir gue waktu itu.
Baru beberapa langkah gue berjalan, dari belakang punggung gue mendengar suara tangisan Ara semakin keras. Gue menoleh.
lo ngapain si masuk sini kalo cuma ninggalin gue doang kata Ara di selasela tangisnya.
ya abisnya lo gue tanyain ga jawab, Ra& jawab gue bingung. ya kan gue lagi nangis& . dan Ara pun menangis lagi dengan keras. ya terus gue harus ngapain deh& .
ya tanyain gue kek ada apa, tenangin gue kek, atau apa kek& . lagi-lagi Ara menangis keras. Gue menggaruk-garuk kepala yang ga gatal. bukannya dari tadi gue tanyain lo ada apa ya jawab gue lemas.
ya nunggu kek sampe gue selesai nangis, lo mah ga ada peka-pekanya jadi cowok tangisnya semakin menjadi-jadi.
Rasanya gue pingin pukulin bantal Ara yang tergeletak diatas kasur. Dari tadi bibir gue sampe bengkak nanyain Ara, masih aja dibilang ga ada pekapekanya. Sabar Gilang, sabar, pikir gue waktu itu.
Gue kemudian duduk bersila di samping Ara, dan memandanginya.
lo kenapa" & & .
udah bisa cerita belom" & & .
gue upilin nih Seketika itu juga Ara mengangkat kepala, dan menabok lengan gue dengan gemas. Gue meringis menahan sakit.
ya abisnya lo diajakin ngomong malah nangis mulu
Ara memandangi gue dengan mata bengkak, dan rambut acak-acakan sehabis menangis. Wajahnya cemberut. Ambilin gue minum gih perintahnya.
Gue mengambilkan gelas dan mengisinya dengan air dari dispenser, kemudian menyerahkan ke Ara. Gue memandangi Ara minum, dan dia menghapus air mata dari pipinya. Gue melihat sekeliling, dan menemukan tissue yang gue cari. Gue ambil beberapa lembar, dan gue berikan ke Ara. lo kenapa, Ra" tanya gue untuk yang entah keberapa kalinya pagi itu. gue putus, Gil. Jawabnya singkat.
kapan" penting ga buat gue jawab" & & ..
iya iya ga penting sambung gue pasrah. ya makanya nanyanya yang lain kek
kenapa putus" Ara meminum sisa air putih yang tadi gue berikan. panjang ceritanya. Ntar aja gimana" sahutnya pelan.
Gue berkedip-kedip beberapa saat, kemudian gue beranjak keluar dari kamarnya dan kembali ke kamar gue, menjatuhkan diri di kasur. Dengan gemas gue menggigiti bantal, meskipun rasanya ga enak. Sumpah ya ini cewek paling bisa bikin gue kesel.
Ga berapa lama kemudian, gue mendengar suara cewek dari pintu kamar. Gue membuang bantal, dan melihat Ara berdiri bersandar memegangi kusen pintu gue.
lo kenapa kok tau-tau keluar" tanyanya polos. Gue bengong. gapapa, daripada gue jadi gila di sebelah jawab gue akhirnya.
cari sarapan yuk" Gue laper& Ara melangkah masuk ke kamar gue dengan wajah memelas.
Gue memandangi wajahnya yang masih merah dan sedikit membengkak karena menangis. Memang sih, ini cewek ngeselin abis, tapi gue ga pernah tega terhadapnya.
ya udah yuk sarapan yuk. Tapi lo nanti harus cerita semuanya. Jangan nangis ya" kata gue mengacungkan telunjuk di hadapan mukanya, memberi syarat.
iya janji, Boss ucapnya sambil menjulurkan lidah dan mengulurkan kelingking tanda perjanjian.
Gue tertawa perlahan, diikuti oleh Ara, dan menjalinkan kelingking gue dengan kelingkingnya. Setidaknya pagi ini gue udah mencoba membahagiakannya.
PART 9 Gue dan Ara kemudian menuju warung makan ga jauh dari kos-kosan kami. Cuma berjarak beberapa rumah dari bangunan kos kami, jadi ga perlu waktu lama untuk mencapainya. Sewaktu sarapan gue bertanya lagi ke Ara tentang apa yang membuatnya menangis tadi pagi.
lo putus kenapa, Ra" tanya gue sambil mengaduk-aduk es teh.
biasa lah, posesif jawabnya sambil memilih-milih gorengan di atas baki di hadapan kami.
oh, masalah klasik ya" Hahaha
iya, kan lo tau sendiri tuh dari awal gue disini udah diribetin sama dia. Lama-lama jadi males gue dicurigain terus sahutnya sambil menggigit gorengan.
enak ya masih ada yang curigain, gue mah ga ada yang mikirin
salah siapa jomblo Ara terkikih, tapi menurut gue lebih enak jomblo daripada punya pacar tapi kesiksa dia menepuk-nepuk tangan gue, menenangkan kegalauan gue.
berarti kita sekarang sama-sama jomblo dong" sahut gue sambil nyengir. gue mah jomblo berkualitas balasnya.
kalo gue" lo jomblo karatan tawanya meledak, menyemburkan sisa-sisa gorengan dari mulutnya dan menempel di tangan gue.
ih jorok jorok ih, kalo ketawa ditutupin napa" gue sewot sambil membersihkan tangan gue dari sisa-sisa gorengan. eh sorry ga sengaja. Hahaha
cantik-cantik kok jorok sungut gue.
yang penting gue cantik Ara menoleh ke gue, menempelkan jari telunjuknya ke mulut gue, dan lo ga usah berisik! dia kemudian tertawatawa ga jelas.
Agak sakit nih anak, batin gue miris. lo udah berapa lama pacarannya" tanya gue. setahun lebih dikit.
dari SMA dong" Ara mengangguk, iya dari SMA, dia temen SMA gue kok. dia meminum teh botolnya, bahkan dia lebih muda daripada gue katanya terkikih. serius"
iya lebih tua gue beberapa bulan doang sih tapi lo ulang tahun kapan sih emangnya, Ra" gue penasaran. 4 Maret dia meringis, kalo lo"
Gue tertawa. masih tuaan lo juga kok lo kapan emang"
18 September Ara tertawa lirih, kemudian memasang tampang genit ke gue. Dia bertopang dagu dan mengerdipkan sebelah matanya. hai dik Gilang.... godanya.
Gue merinding. ga usah panggil dik-dik, gue cuma beberapa bulan lebih
muda daripada lo kali& . protes gue.
abisnya gue geli aja cowok-cowok disekitar gue selalu lebih muda ya tapi ga usah panggil dik-dik gitu, geli tau ga sih& . gerutu gue pelan.
Ara tertawa gemas, dan mencubit pipi gue pelan. Agaknya gue berhasil mengalihkan kesedihannya kali ini. Gue sengaja ga membalas, karena gue ikhlas dijadikan pelampiasan Ara. Entah apa yang mendorong gue berpikir demikian.
lo kapan terakhir punya pacar, Gil" tanyanya. Gue berpikir sejenak.
kelamaan lo pake mikir segala& sambungnya ga sabaran. ketauan nih udah lama ga punya pacar& Ara tertawa puas.
Gue agak kikuk menjawabnya.
sebenernya gue belom pernah punya pacar, Ra& jawab gue malu-malu.
Ara tampak ga mempercayai apa yang barusan didengarnya. Mendadak dia berkonsentrasi lagi ke sarapannya, seakan gue ga pernah ngomong apa-apa. Mungkin dia butuh waktu untuk mencerna omongan gue barusan. Ada kesunyian yang cukup panjang diantara gue dan Ara.
Ara menoleh ke gue. lo serius belom pernah punya pacar"
Tuh kan dugaan gue juga apa. Ara dari tadi masih berusaha mencerna omongan gue. Dan ketika dia udah benar-benar memahami apa yang gue bicarakan, barulah dia menanggapi.
belom, Ra gue menggeleng, emang gimana sih rasanya pacaran" tanya gue tanpa dosa.
Ara menarik napas panjang, kemudian membalikkan badan ke gue
sepenuhnya. Dia tersenyum manis dan matanya berbinar-binar. dik Gilang mau tau rasanya pacaran" tanyanya penuh arti. emang kenapa gitu"
sini kakak ajarin jawabnya dengan tawa puas. maksud lo"
Gue benar-benar ga paham apa maksudnya. Melihat gue memandangi dia dengan bingung, Ara semakin puas tertawa. Dengan gemas dia mencubit pipi gue sekali lagi.
Ah, pagi ini cukup aneh buat gue.
PART 10 Suara dosen di kelas yang monoton itu membuat gue mengantuk, dan untuk mengatasi ngantuk itu gue mencoret-coret buku catatan gue. Entah apa hasilnya. Gue melirik sebentar ke samping, dimana Soraya duduk. Dia juga sedang tenggelam dalam dunianya sendiri, membaca-baca majalah khusus wanita. Sempet-sempetnya, batin gue.
lo baca apaan si, Ra" gue melirik. zodiak
Gue mendengus pelan. bukannya kuliah malah baca majalah lo omel gue.
Ara mengalihkan matanya dari majalah, dan memandangi gue. kaya lo betah tersiksa aja. Lo mau ikutan baca" sahutnya.
emang zodiak lo apaan si"
Pisces, kalo lo" Gue mengangkat bahu, ga tau, kalo ga salah si Virgo. kok bisa ga tau zodiaknya sendiri gerutunya pelan.
gue bukan tipe orang yang percaya zodiak, Ra. Jadi ya ga ada kepentingannya buat gue ingat-ingat jenis zodiak gue. , gue melipat tangan diatas meja, lo percaya zodiak, Ra"
kadang-kadang percaya, kadang enggak juga. sahutnya sambil membalik halaman majalah. kalo ramalannya bagus ya gue percaya, kalo jelek gue enggak percaya.
enak bener lo ya& . gue mencibir.
Ara terkikih pelan. abisnya ngapain percaya sama omongan jelek, yang penting optimis gue mah
gue malah ga suka baca ramalan
kenapa gitu" tanyanya sambil menopang dagu.
Gue mengangkat bahu, buat gue, aneh aja hidup bisa diatur lewat ramalan. Kalo semua orang percaya ramalan, yang ada malah pada ga berusaha semaksimal mungkin tuh. Toh mereka sudah tahu jalan cerita mereka sendiri. gue tertawa, gue lebih suka berusaha dalam ketidakpastian. Cieeh bahasa gue berat amat yak" gue nyengir bego.
Ara tertawa, dan memandangi gue dengan penuh minat. kenapa" gue merasa risih dengan tatapannya itu. TUA LO semburnya dan dilanjut dengan tawa berderai.
Kampret, gerutu gue dalam hati. Susah-susah mikirin kata yang keren buat diucapkan, eh cuma ditanggapin tua doang. Dengan dongkol gue cuekin Ara, sementara dia kembali membaca-baca majalahnya. eh lo berapa bersaudara si" tanyanya tiba-tiba. Gue menoleh, kenapa emang"
gapapa, dari dulu gue belom tahu latar belakang keluarga lo. Boleh gue nanya" Ara tersenyum lembut.
Gue terdiam sejenak. Mungkin gue bukan orang ekstrovert, jadi agak susah buat gue untuk menceritakan segala sesuatu tentang kehidupan pribadi gue.
kalo ga boleh gapapa si sambungnya sambil merapikan rambut. gue anak pertama, Ra gue tersenyum.
Kembali Ara memandangi gue dengan penuh minat. oya" Anak pertama" Adik lo ada berapa"
dua seberapa umurnya" yang satu masih SMP, yang satu lagi baru masuk SD sahut gue sambil tertawa. Mendadak gue merindukan adik-adik gue di kampung. Apa kabarnya ya mereka, pikir gue.
kelas 2 SMP, tepatnya gue meralat, kalo lo" gue anak tunggal Ara terkikih pelan. enak dong, apa-apa diturutin
dari luar sih kelihatannya enak, tapi aslinya gue kesepian Ara mengangguk-angguk sendiri, seakan berusaha menenangkan hatinya atas kenyataan itu. kadang-kadang gue kepingin tahu rasanya jadi adik atau jadi kakak& .
jadi kakak ga enak, kalo adik lo nangis, pasti lo yang disalahin gue cemberut.
lo kaya gitu emangnya"
Gue mengangguk sambil tertawa, dulu sih iya&
itu mah kakaknya aja yang bego ga bisa cari alibi hahaha ejeknya sambil menoyor kepala gue.
Iya juga sih, gue bisa dibilang lemah kalo urusan cari alasan. Ga kaya adik gue yang pertama, dia jago banget urusan ngeles. Apapun yang buruk yang terjadi di adik-adik gue, pasti gue yang disalahin. Ya udahlah, mau gimana lagi&
lo ga balik Surabaya, Ra" gue mengalihkan topik. kapan" Sekarang" Mana bisa gue bolos kuliah, gimana si ah ya maksud gue ga sekarang juga& . gue menahan niat untuk mengutuk. iya nanti nunggu liburan, lagi gue agak males balik Surabaya kenapa"
ogah ketemu mantan, enakan liburan kemana gitu hehe jawabnya asal.
oh iya ada mantan lo ya, gimana, masih sering kontakan ga" tanya gue penasaran. Kali-kali aja sekarang hubungannya udah mulai membaik.
Ara menggeleng. boro-boro kontakan, yang ada gue block semua tuh nomor dia sahutnya santai.
Gue tertawa mendengarnya. Kemudian kami berdua kembali berkonsentrasi kuliah, karena sepertinya dosen didepan sana mulai terganggu dengan obrolan kami. Ara menutup majalahnya, dan pura-pura mencatat, meskipun gue tahu dia ga paham materi hari itu.
liburan yuk celetuknya tiba-tiba. Gue menoleh setelah beberapa saat. lo ngomong sama gue" tanya gue memastikan.
enggak, gue ngomong sama bolpen nih Ara mengacungkan bolpen tepat di hidung gue. iyalah gue ngomong sama lo sungutnya.
Gue tertawa. mau liburan kemana lo"
ke pantai hahaha isinya emang cuma gunung sama pantai doang, Ra, disini ga ada padang pasir balas gue.
ya udah ke pantai aja kalo gitu ucapnya sambil mengangguk mantap. kapan"
weekend depan" tawar Ara.
Gue berpikir sejenak, boleh deh gue mengangguk setuju.
oke jadi ya" Deal! Ara dan gue bersalaman, dan diikuti dengan tawa pelan kami berdua.
lo bisa berenang, Gil" tanyanya. Gue mengangguk mantap, bisa, gaya sapu.
Ara memandangi gue dengan heran. gaya sapu" Apaan tuh" Gue baru denger&
gaya ikan sapu-sapu.... balas gue asal.
Ara kemudian dengan gemas menggigit lengan gue, dan itu membuat gue mengaduh agak keras. Alhasil siang hari itu gue ditegur dosen dengan kata-kata pedas. Malu banget gue& .
PART 11 Semenjak gue dan Ara berencana liburan dadakan itu, kami jadi lebih sibuk mempersiapkan pernak-perniknya. Kalo gue berorientasi ke budget dan teknisnya, sementara Ara berorientasi ke barang-barang apa aja yang dibawa. Untuk yang satu ini gue mulai memahami Ara sebagai salah satu tipe cewek yang super bawel ketika antusias akan sesuatu.
Di suatu malam yang tenang, gue merokok di kamar dan membaca-baca koran yang gue beli siang harinya. Mendadak Ara masuk ke kamar gue dengan tergopoh-gopoh.
kenapa lo" gue mengernyitkan dahi. Ara terdiam.
aah gue lupa kan tadi mau ngomong apa, makanya lo diem dulu! Gue bengong, ga tahu harus bereaksi macam apa.
ah beneran lupa kan gue, bentar-bentar& Ara berlari kembali ke kamarnya, dan sesaat kemudian dia kembali lagi ke kamar gue dengan tergopoh-gopoh lagi, nah gue inget sekarang, gue besok bawa apa yak" lo udah packing belom" cecarnya.
lo mau packing sekarang" gue duduk bersila menghadapnya.
iya lah, emang kapan lagi Ara melangkah masuk ke kamar gue dan bersila di tikar.
lah kita kan perginya masih lusa, Ra
dicicil, dicicil, dicicil mulai sekarang. tiba-tiba Ara mengambil tumpukan baju gue di keranjang, dan menumpuknya di tikar, kalo ga dicicil dari sekarang entar ga sempet
Gue kaget dia mendadak membongkar tumpukan baju gue. Secara refleks
gue menghalanginya berbuat lebih jauh.
eh eh eh enak aja lo ngabsenin satu-satu baju gue gue mengambil sebuah baju dari tangannya. lo kenapa si, Ra" tanya gue sewot.
packing dari sekarang kek, lo tenang-tenang aja si ah, ga sabaran gue liatnya
lah kan masih besok sabtu perginya, Mba Sorayaaaaa.... gue udah mulai packing noh dia menunjuk dinding kamarnya. ya kalo lo mau packing sekarang mah serah, tapi kalo gue ntaran aja nanti kalo ada yang ketinggalan baru rasa lo omelnya.
ya yang ngrasain kan emang gue. Emangnya lo mau pake kancut gue" timpal gue gedeg. lo napa sih bawel banget, Ra. Perasaan emak gue aja ga sebegininya& .
masalahnya gue mau nitip barang ke elo sahutnya sambil tergelak karena modusnya terbongkar.
bener kan pasti ada apa-apanya. Kecium mah gue memicingkan mata. gue udah mandi kok sahutnya sambil mencium tangannya sendiri. Gue meringis.
mana coba sini gue cium kata gue sambil mencondongkan badan ke Ara. Ga perlu waktu lama, sebuah baju gue langsung mendarat di muka gue. Sementara itu gue lihat Ara mukanya jutek.
maju seinci lagi, yang nempel di muka lo itu tempat sampah ultimatum Ara.
tempat sampah gue kosong sahut gue kalem.
tempat sampah Bang Bolot kalo gitu niat lo
Ara tergelak. lo bawa ransel segede apa" tanyanya.
Gue berpikir sejenak, kemudian memandangi tumpukan tas-tas dan beberapa barang lain di sudut kamar gue.
gue baru ingat, Ra, tas ransel gue ya cuma satu doang yang biasa gue pake kuliah sahut gue lemas.
ransel buluk lo itu" Ara menunjuk ransel tua berwarna biru kusam di dekat meja kecil gue.
iya gue cuma punya ransel itu gue mengangguk, masa ke pantai sehari doang pake tas segede gitu gue menunjuk ke tas hitam di sudut kamar yang gue bawa sewaktu gue datang kemari.
Ara menjewer gue. nah kan gue bilang juga apa, packing dari sekarang! Kalo ga gue suruh packing sekarang, lo juga ga nyadar ransel lo cuma satu cerocosnya. iya iya&
Ara kemudian berpikir sejenak, sambil mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk.
pake tas gue aja, barengan. simpulnya.
pake tas lo" gue menelan ludah, berarti bareng sama barang-barang lo dong"
Ara tertawa pelan. iya, kenapa" gapapa tuh"
Alah gapapa, paling juga cuma bareng beha sama kancut gue. Lo ga mungkin salah pake beha gue kan" sahutnya dengan tawa berderai. udah gila lo ya gerutu gue.
Sambil tetap tertawa Ara kembali ke kamarnya. Gue geleng-geleng kepala merasakan kelakuan cewek satu ini. Cantik sih, cuma kelakuannya bikin bantal abis gara-gara gue gigitin. Aneh memang, tapi mungkin itu caranya menunjukkan perhatiannya ke gue.
Mendadak ada sebuah tas ransel berwarna merah menyala mendarat di kaki gue. Gue menengok ke arah pintu.
tuh, pake ransel gue. lo masukin barang-barang lo dulu, kalo udah balikin lagi ke gue biar gue masukin barang-barang gue perintahnya dengan kepala menyembul dari samping, ga pake lama ya!
iya iya Tuan Putri& . sahut gue malas sambil meraih tas ransel tadi.
lo udah makan belom" tanyanya tetap dengan kepala menyembul dari samping.
gue menggeleng. gue beliin makan ya" lo mau makan apa"
gue berpikir sejenak, kemudian gue bangkit dari duduk.
ga usah, lo mau makan juga" makan bareng yuk ajak gue sambil mengambil dompet.
gitu kek dari tadi& . sahutnya sambil tersenyum.
Selama kami berdua makan malam itu, Ara ga henti-hentinya mengoceh. Gue hanya jadi pendengar yang baik. Tapi dibalik itu semua, gue merasakan ada getaran yang lain di hati gue. Sepertinya gue mulai memahami kenapa teman-teman kampus menjuluki Ara sebagai salah satu primadona di kampus. Ara cantik, itu semua orang sepakat, dan gue termasuk orangorang terakhir yang sepakat.
Tapi gue merasakan sisi yang lain dari Ara, dibalik sikapnya yang bawel dan seenaknya sendiri, dia adalah seorang yang penyayang dan perhatian. Sepertinya mulai malam ini dan seterusnya, kehidupan gue di kos akan menjadi lebih menyenangkan.
Gue tersenyum setiap kali melihat Ara tersenyum dan tertawa. Gue antusias setiap kali dia menceritakan lelucon-leluconnya, ataupun komentarnya. Gue ikut merasa memiliki ketika dia menceritakan kesedihannya. Dan gue merasa bahagia setiap kali dia berada di sekitar gue.
Mungkin gue mulai jatuh cinta.
PART 12 Hari belum terang tanah ketika Ara menggedor pintu kamar gue, dan tanpa menunggu jawaban sang empunya kamar, dia langsung masuk dan menjatuhkan diri di kasur gue. Seakan gue ga ada disitu. Gue yang tidur meringkuk menghadap ke tembok, merasakan ada seseorang yang berbaring dan bertingkah di balik punggung. Kemudian sebuah tepukan keras mendarat di bagian samping pinggul gue.
bangun! Gue menggeliat malas, dan melanjutkan tidur.
eh ini anak malah molor lagi, bangun! Ara menepuk pinggul gue lagi. mmm& .
bangun ga" bentar sahut gue dengan mata terpejam. bangun ga" perintahnya untuk kedua kalinya. Gue cuekin itu, dan sepertinya gue mulai tertidur lagi. satu&
dua& tiiiii& ga& . Mendadak wajah gue disiram oleh sesuatu yang dingin. Gue gelagapan, karena ada air yang masuk ke dalam hidung gue. Bisa dibayangin kan rasanya hidung kemasukan air" Nah itu yang gue rasakan. Sambil terbatukbatuk dan menahan rasa sakit di bagian dalam hidung, gue terbangun dan duduk di kasur dengan wajah cemberut.
bangunin orang ga bisa biasa aja ya" tanya gue sewot sambil berusaha mengeluarkan sisa-sisa air dari hidung gue.
Dengan tanpa dosa Ara ketawa cekikikan, sementara tangannya yang satu masih memegang botol air mineral.
makanya bangun, untung ga gue siram celana lo
sabar kek, gue masih ngantuk gue memeluk bantal dalam posisi terduduk dan mata terpejam.
bangun lah, siap-siap, katanya mau liburan bujuknya lembut. jam berapa sekarang"
lima lima sore" lima pagi! Errr& masih jam lima juga gerutu gue kesal.
ya kan lo belom mandi, belom sarapan, belom ngapa-ngapain. Paling cepet kita berangkat jam enam kalo gini ceritanya mah.
emang lo udah mandi"
udah lah! sahutnya sengit. makanya lo cepet mandi gih sekarang, gue udah cantik gini lo nya masih ileran
Gue membuka mata lebih lebar, dan baru gue sadari kalo Ara benar-benar udah siap. Dia memakai kaos, dan bercelana jeans, sementara rambutnya telah tertata rapi.
lo cantik banget& ucap gue tanpa sadar.
gue cantik yah" tukasnya cepat.
Gue cepat-cepat meralat, iya cantik, mungkin gara-gara gue masih ngantuk&
Ara merebut bantal dari pelukan gue, dan melemparkannya tepat ke wajah gue. Gue cuma bisa nyengir bego, dengan wajah yang masih ileran. lo jelek amat si semburnya setelah melihat wajah gue. Gue tertawa pelan.
udah gih mandi sono aaah, kelamaan lo keburu siang
iya iya gue mandi& ucap gue sambil berdiri dan menggaruk-garuk rambut.
Setelah mandi, gue bersiap-siap lagi di kamar. Sambil merapikan rambut dan sedikit merapikan kamar, gue melihat Ara bolak-balik keluar masuk kamar gue. Lama kelamaan gue merasa risih.
Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lo ngapain si Ra, mondar mandir mulu kaya bajaj nungguin lo tau ga si mukanya kesel.
iya sabar napa, lo ga liat gue lagi siap-siap
5 menit perintahnya, kemudian dia kembali ke kamarnya.
Ga sampe lima menit, gue selesai siap-siap. Kemudian gue mendatangi Ara di kamarnya. Gue lihat dia lagi merapikan kasurnya.
udah nih, sarapan yuk Ara melihat jam tangannya.
ntar aja beli roti, kita berangkat sekarang
lah" Gue kan laper salah siapa lo bangunnya kesiangan
yaelah jam enam aja belom, Raaa& tawar gue memelas.
Ara melotot, dan berkacak pinggang tanpa mengatakan apa-apa. Wajahnya cemberut. Dulu gue merasa sebel kalo lihat Ara pasang tampang seperti ini, tapi entah kenapa sekarang justru gue merasa geli. Gue tertawa pelan, ini cewek kalo ada maunya ya gini ini nih, batin gue.
iya iya Araaa, yuk berangkat sekarang yuk ucap gue sambil mengulurkan tangan, dengan gesture menggandeng tangannya.
Diluar dugaan gue, Ara justru menyangkutkan ranselnya semalam, di tangan gue yang masih terulur.
nih bawain Ara tersenyum jahil dan alisnya naik-turun.
Gue mendengus pelan, dan mau ga mau gue membawakan ransel itu. Di tengah udara dingin pagi itu kami berdua menuruni tangga kos, dan keluar gerbang. Memandang berkeliling sebentar, dan akhirnya menemukan angkutan umum yang akan membawa kami ke terminal bus.
Sesampai di terminal bus, Ara menepati janjinya. Dia langsung mengajak gue ke sebuah minimarket ga jauh dari situ, dan membeli roti beserta minuman untuk sarapan kami. Awalnya gue berniat membayar semuanya, tapi Ara menolaknya, disertai dengan pelototannya.
lo bayarin yang lain aja sahutnya sambil membayar di kasir, yang lebih mahal ehehehehe& . dia menoleh ke gue dengan tengil.
Setelah itu kami langsung menuju ke agen penjualan tiket bus di terminal tersebut, dan untungnya ga perlu menunggu terlalu lama sebelum bus yang akan kami tumpangi datang. Diatas bus, Ara memilih tempat duduk agak didepan, meskipun ga paling depan.
gue deket jendela yaaah" pintanya.
iya iya lo yang di deket jendela gue tersenyum melihat tingkahnya yang mendadak manja.
Gue duduk di kursi dekat gang, sementara tas ransel Ara gue taruh di atas kepala, di tempat barang-barang. Gue lihat Ara mulai membuka kantong plastik berisi belanjaan dari minimarket tadi. Ara mengambil satu roti, dan kemudian membuka plastik pembungkusnya.
nih& ucapnya sambil tersenyum dan menyerahkan roti yang telah terbuka sedikit buat gue.
makasi, Ra& gue tersenyum menerima roti dari Ara itu. Ga lama kemudian kami berdua telah asyik mengunyah roti-roti tadi.
Beberapa waktu kemudian, bus yang kami tumpangi mulai berjalan. Di sepanjang perjalanan, Ara ga henti-hentinya mengagumi hamparan sawah dan alam yang tersaji di samping kiri kanan bus. Gue juga menikmati keindahan alam itu, ditambah lagi dengan sinar matahari pagi yang cerah ikut memperindah segalanya. Gue mengamati wajah Ara yang berseri-seri. Gue harap senyum lo itu ga pernah hilang, Ra, batin gue.
lo sering liburan, Gil" Ara menoleh ke gue sambil tersenyum. Gue menggeleng.
jarang, Ra. Gue bahkan ga pernah pergi berdua sama cewek kaya sekarang ini. Kalo gue liburan biasanya kalo ga sama teman-teman SMA, ya sama keluarga. jawab gue.
berarti gue jadi yang pertama buat lo dong" dia memandangi gue penuh minat.
Gue tertawa pelan. iya, lo cewek pertama yang pergi liburan berdua bareng gue
Ara memandangi gue sambil menggosok-gosok dagunya. Dia tersenyum, dan pandangannya membuat gue bertanya-tanya.
napa lo, Ra" gue salah tingkah.
Ara terkikih. gapapa, gue jadi tahu sesuatu tentang lo& apaan" gue penasaran.
ada deeeh& . sahutnya sambil tertawa dan membuang pandangannya ke luar. Yah ini cewek, ditanyain malah sok-sok misterius, sungut gue dalam hati. Gue mendengus pelan, dan melihat ke arah depan.
eh eh liat deh, bagus ya Ara menepuk-nepuk lengan gue, sementara dia menunjuk ke arah luar.
Ara menunjuk ke pemandangan perbukitan hijau, dan dikelilingi dengan hamparan sawah yang berwarna emas. Langit juga berwarna biru cerah dihiasi dengan semburat-semburat kekuningan. Ara tersenyum bahagia, wajahnya berseri-seri. Gue tersenyum menatap pemandangan itu, dan wajah cewek disamping gue ini. Gue rasa gue rela melakukan apa saja untuk melihatnya bahagia seperti ini lagi.
PART 12 Hari belum terang tanah ketika Ara menggedor pintu kamar gue, dan tanpa menunggu jawaban sang empunya kamar, dia langsung masuk dan menjatuhkan diri di kasur gue. Seakan gue ga ada disitu. Gue yang tidur meringkuk menghadap ke tembok, merasakan ada seseorang yang berbaring dan bertingkah di balik punggung. Kemudian sebuah tepukan keras mendarat di bagian samping pinggul gue.
bangun! Gue menggeliat malas, dan melanjutkan tidur.
eh ini anak malah molor lagi, bangun! Ara menepuk pinggul gue lagi. mmm& .
bangun ga" bentar sahut gue dengan mata terpejam. bangun ga" perintahnya untuk kedua kalinya. Gue cuekin itu, dan sepertinya gue mulai tertidur lagi. satu&
dua& tiiiii& ga& . Mendadak wajah gue disiram oleh sesuatu yang dingin. Gue gelagapan, karena ada air yang masuk ke dalam hidung gue. Bisa dibayangin kan rasanya hidung kemasukan air" Nah itu yang gue rasakan. Sambil terbatukbatuk dan menahan rasa sakit di bagian dalam hidung, gue terbangun dan duduk di kasur dengan wajah cemberut.
bangunin orang ga bisa biasa aja ya" tanya gue sewot sambil berusaha mengeluarkan sisa-sisa air dari hidung gue.
Dengan tanpa dosa Ara ketawa cekikikan, sementara tangannya yang satu masih memegang botol air mineral.
makanya bangun, untung ga gue siram celana lo
sabar kek, gue masih ngantuk gue memeluk bantal dalam posisi terduduk dan mata terpejam.
bangun lah, siap-siap, katanya mau liburan bujuknya lembut. jam berapa sekarang"
lima lima sore" lima pagi! Errr& masih jam lima juga gerutu gue kesal.
ya kan lo belom mandi, belom sarapan, belom ngapa-ngapain. Paling cepet kita berangkat jam enam kalo gini ceritanya mah.
emang lo udah mandi"
udah lah! sahutnya sengit. makanya lo cepet mandi gih sekarang, gue udah cantik gini lo nya masih ileran
Gue membuka mata lebih lebar, dan baru gue sadari kalo Ara benar-benar udah siap. Dia memakai kaos, dan bercelana jeans, sementara rambutnya telah tertata rapi.
lo cantik banget& ucap gue tanpa sadar.
gue cantik yah" tukasnya cepat.
Gue cepat-cepat meralat, iya cantik, mungkin gara-gara gue masih ngantuk&
Ara merebut bantal dari pelukan gue, dan melemparkannya tepat ke wajah gue. Gue cuma bisa nyengir bego, dengan wajah yang masih ileran. lo jelek amat si semburnya setelah melihat wajah gue. Gue tertawa pelan.
udah gih mandi sono aaah, kelamaan lo keburu siang
iya iya gue mandi& ucap gue sambil berdiri dan menggaruk-garuk rambut.
Setelah mandi, gue bersiap-siap lagi di kamar. Sambil merapikan rambut dan sedikit merapikan kamar, gue melihat Ara bolak-balik keluar masuk kamar gue. Lama kelamaan gue merasa risih.
lo ngapain si Ra, mondar mandir mulu kaya bajaj nungguin lo tau ga si mukanya kesel.
iya sabar napa, lo ga liat gue lagi siap-siap
5 menit perintahnya, kemudian dia kembali ke kamarnya.
Ga sampe lima menit, gue selesai siap-siap. Kemudian gue mendatangi Ara di kamarnya. Gue lihat dia lagi merapikan kasurnya.
udah nih, sarapan yuk Ara melihat jam tangannya.
ntar aja beli roti, kita berangkat sekarang
lah" Gue kan laper salah siapa lo bangunnya kesiangan
yaelah jam enam aja belom, Raaa& tawar gue memelas.
Ara melotot, dan berkacak pinggang tanpa mengatakan apa-apa. Wajahnya cemberut. Dulu gue merasa sebel kalo lihat Ara pasang tampang seperti ini, tapi entah kenapa sekarang justru gue merasa geli. Gue tertawa pelan, ini cewek kalo ada maunya ya gini ini nih, batin gue.
iya iya Araaa, yuk berangkat sekarang yuk ucap gue sambil mengulurkan tangan, dengan gesture menggandeng tangannya.
Diluar dugaan gue, Ara justru menyangkutkan ranselnya semalam, di tangan gue yang masih terulur.
nih bawain Ara tersenyum jahil dan alisnya naik-turun.
Gue mendengus pelan, dan mau ga mau gue membawakan ransel itu. Di tengah udara dingin pagi itu kami berdua menuruni tangga kos, dan keluar gerbang. Memandang berkeliling sebentar, dan akhirnya menemukan angkutan umum yang akan membawa kami ke terminal bus.
Sesampai di terminal bus, Ara menepati janjinya. Dia langsung mengajak gue ke sebuah minimarket ga jauh dari situ, dan membeli roti beserta minuman untuk sarapan kami. Awalnya gue berniat membayar semuanya, tapi Ara menolaknya, disertai dengan pelototannya.
lo bayarin yang lain aja sahutnya sambil membayar di kasir, yang lebih mahal ehehehehe& . dia menoleh ke gue dengan tengil.
Setelah itu kami langsung menuju ke agen penjualan tiket bus di terminal tersebut, dan untungnya ga perlu menunggu terlalu lama sebelum bus yang akan kami tumpangi datang. Diatas bus, Ara memilih tempat duduk agak didepan, meskipun ga paling depan.
gue deket jendela yaaah" pintanya.
iya iya lo yang di deket jendela gue tersenyum melihat tingkahnya yang mendadak manja.
Gue duduk di kursi dekat gang, sementara tas ransel Ara gue taruh di atas kepala, di tempat barang-barang. Gue lihat Ara mulai membuka kantong plastik berisi belanjaan dari minimarket tadi. Ara mengambil satu roti, dan kemudian membuka plastik pembungkusnya.
nih& ucapnya sambil tersenyum dan menyerahkan roti yang telah terbuka sedikit buat gue.
makasi, Ra& gue tersenyum menerima roti dari Ara itu. Ga lama kemudian kami berdua telah asyik mengunyah roti-roti tadi.
Beberapa waktu kemudian, bus yang kami tumpangi mulai berjalan. Di sepanjang perjalanan, Ara ga henti-hentinya mengagumi hamparan sawah dan alam yang tersaji di samping kiri kanan bus. Gue juga menikmati keindahan alam itu, ditambah lagi dengan sinar matahari pagi yang cerah ikut memperindah segalanya. Gue mengamati wajah Ara yang berseri-seri. Gue harap senyum lo itu ga pernah hilang, Ra, batin gue.
lo sering liburan, Gil" Ara menoleh ke gue sambil tersenyum. Gue menggeleng.
jarang, Ra. Gue bahkan ga pernah pergi berdua sama cewek kaya sekarang ini. Kalo gue liburan biasanya kalo ga sama teman-teman SMA, ya sama keluarga. jawab gue.
berarti gue jadi yang pertama buat lo dong" dia memandangi gue penuh minat.
Gue tertawa pelan. iya, lo cewek pertama yang pergi liburan berdua bareng gue
Ara memandangi gue sambil menggosok-gosok dagunya. Dia tersenyum, dan pandangannya membuat gue bertanya-tanya.
napa lo, Ra" gue salah tingkah.
Ara terkikih. gapapa, gue jadi tahu sesuatu tentang lo& apaan" gue penasaran.
ada deeeh& . sahutnya sambil tertawa dan membuang pandangannya ke luar. Yah ini cewek, ditanyain malah sok-sok misterius, sungut gue dalam hati. Gue mendengus pelan, dan melihat ke arah depan.
eh eh liat deh, bagus ya Ara menepuk-nepuk lengan gue, sementara dia menunjuk ke arah luar.
Ara menunjuk ke pemandangan perbukitan hijau, dan dikelilingi dengan hamparan sawah yang berwarna emas. Langit juga berwarna biru cerah dihiasi dengan semburat-semburat kekuningan. Ara tersenyum bahagia, wajahnya berseri-seri. Gue tersenyum menatap pemandangan itu, dan wajah cewek disamping gue ini. Gue rasa gue rela melakukan apa saja untuk melihatnya bahagia seperti ini lagi.
PART 14 Gue berbaring di tempat tidur berukuran sedang itu, sementara Ara berbaring meringkuk di samping gue, membelakangi gue. Sepertinya dia kelelahan, dan tertidur. Tinggallah gue sendirian, memandangi langit-langit kamar yang terlihat kusam. Besok kami berencana pagi-pagi sekali ke terminal, dan menaiki bus pertama yang membawa kami pulang.
Dengan gelisah gue merubah-rubah posisi tidur gue, sementara Ara telah tertidur, dan dia berbalik menghadap ke arah gue. Waduh. Gue kembali menghadap langit-langit, sesekali melirik Ara yang tertidur dengan wajah polosnya disamping gue, dan gue berusaha untuk memejamkan mata sekali lagi. Entah kenapa malam itu gue sama sekali ga merasa ngantuk. lo ga tidur" cewek disamping gue ini tiba-tiba bersuara. Gue menoleh ke samping.
loh, kok bangun, Ra" gue terkejut, iya ga bisa tidur gue& sama, gue juga ga bisa tidur& sahutnya pelan. terima kasih ya ucapnya sambil tersenyum. buat apa, Ra"
buat hari ini Gue tersenyum memandanginya, dan mengangguk pelan. sori ya kita jadi ketinggalan bus
bukan salah lo kok. Emang kitanya lagi apes aja& Ara menenangkan gue. gue juga sama salahnya kaya lo kalo gitu& sambungnya sambil tertawa lirih.
kenapa lo ngebolehin gue tidur diatas bareng lo" tanya gue.
Ara merubah posisi tidurnya, dan menyelipkan sebelah tangannya ke bawah bantal. Dia menghadap gue dengan tersenyum.
mana gue tega sih ngebiarin lo tidur di lantai sahutnya kalem. tapi kan& .
gue percaya sama lo kok, lo orang baik. potongnya.
Giliran gue yang tertawa lirih sambil memandangi langit-langit. Entah kenapa gue ga memiliki keberanian bertatap muka langsung dengannya dalam posisi sedekat ini.
thanks, Ra& ujar gue.
lo tidur gih, besok bangun pagi sahutnya sambil tersenyum menepuk dada gue, dan berbalik membelakangi gue.
Hari masih gelap, namun pagi itu kami telah duduk di agen bus yang bahkan baru akan buka. Dinginnya cukup menusuk karena pagi itu berangin. Gue melirik Ara yang duduk disamping gue dengan wajah yang masih ngantuk sambil meminum sekotak susu kemasan. Rambutnya yang cukup pendek itu dijepit diatas dengan jepit rambut berwarna pink, dengan menyisakan beberapa helai rambut yang menjuntai di kanan kirinya.
Akhirnya bus yang kami nanti-nantikan sejak semalam tiba juga, dan kami bergegas menaiki bus tersebut, meskipun kamilah penumpang pertama diatas. Ara kali ini memilih kursi yang terdepan, dan di dekat jendela, tentu saja. Sepanjang perjalanan Ara ga henti-hentinya mengomentari pemandangan indah yang kembali kami lihat di samping kanan-kiri bus. Gue baru sepenuhnya menyadari kalau Ara adalah seseorang yang sangat mengagumi alam. Dia lebih senang berjalan-jalan di alam bebas daripada di mall. Dan menurut gue, hal itulah yang membuat kepedulian dan kepekaannya terhadap lingkungan tumbuh melebihi orang-orang lain disekitarnya.
besok-besok kita liburan lagi ya kata gue sambil menatap ke luar jendela bus.
Ara menoleh ke gue. boleh, lo asik juga diajak liburan si sahutnya sambil tertawa. maksud lo asik"
ga ribet Gue tertawa kecil, dan menghela napas panjang.
liburan yang penting itu dinikmatin, bukan diribetin ujar gue.
eh, Gilang, Ara mendadak berbalik menghadap gue, badannya dicondongkan ke depan ke arah gue dan tersenyum penuh arti, gue cantik ga" tanyanya.
Gue terdiam sejenak. Gue ga menyangka dia akan mendadak bertanya hal itu.
banget& . jawab gue akhirnya.
Ara tersenyum senang, dan kembali menikmati pemandangan di sampingnya.
--------:::-------- Beberapa hari kemudian, gue balik ke kos sendirian. Hari itu Ara ga berangkat kuliah karena sakit flu di malam sebelumnya. Gue menaiki tangga, dan menaruh tas di kamar gue terlebih dahulu, baru mengetuk pintu kamarnya pelan.
Raaa& . panggil gue.
masuk aja, Gil& terdengar suara Ara dari dalam kamar.
Gue masuk ke kamarnya, dan melihat Ara sedang tiduran di kasurnya, dengan selimut menutupi setengah badannya. Rambutnya acak-acakan, dan tampak sekali dia sedang sakit.
gue bawain makan nih, Ra ujar gue sambil menaruh bungkusan di meja. lo udah minum obat" tanya gue.
Ara menggeleng. kok belom minum obat si, makan dulu gih, abis itu minum obat
Ara kemudian berusaha duduk, dan bersila di kasurnya, dengan rambut yang acak-acakan menutupi wajahnya. Gue ingin tertawa melihat raut wajahnya itu.
makan dulu, Ra bujuk gue.
Ara terdiam, dan raut wajahnya berubah jadi cemberut. kenapa, Ra"
suapin kek& . Gue tertawa pelan, dan membuka bungkusan yang tadi gue bawa beserta sendok.
iya iya& . PART 15 Ara duduk di tepi kasurnya, dengan kaki diluruskan ke depan dan ditutupi oleh selimut. Wajahnya kusut, dan rambutnya acak-acakan. Gue tersenyum geli melihatnya. Gara-gara gue senyum sendiri melihat Ara, dia cepatcepat merapikan rambutnya lagi.
apa lo tawa-tawa& . Ara cemberut manja. Gue semakin lebar menyeringai dan menggeleng-gelengkan kepala, kemudian melanjutkan membuka bungkusan yang gue bawa.
Kemudian gue duduk disampingnya di kasur, bersiap untuk menyuapinya. Ara memandangi bungkusan di tangan gue masih dengan ekspresi cemberut manja.
itu apa Ara menunjuk ke salah satu lauk.
ayam itu" tunjuknya ke lauk yang lain.
telor dadar itu" sambel& gue mulai kesel.
itu" lo mau gue suapin apa mau ngabsenin lauknya satu-satu sih, Raaa& sahut gue gemas.
Ara mengangguk-angguk. apa" tanya gue. jadi nyuapin engga" oh iya jadi jadi sahut gue bodoh.
Gue pun menyuapi Ara dengan lembut. Jujur gue ga pernah melakukan ini sebelumnya, tapi gue berusaha lakukan dengan sebaik mungkin. Tampaknya Ara juga oke-oke aja dengan suapan gue itu.
minum" gue menatap Ara yang sibuk mengunyah agak banyak.
Ara menggeleng. lo udah makan" tanyanya ketika selesai mengunyah.
belom kok belom juga" Bandel amat si lo hiiih Ara menjewer gue pelan.
makan siang yang belom, kalo sarapan si udah tadi di kampus& .
Ara mengangguk-angguk dengan bibir membentuk kata ooh tanpa suara.
ada yang nyariin gue ga di kampus"
banyak& gue menyendokkan makanan lagi, nih, aaaa&
siapa aja" sahutnya sambil mengunyah makanan yang barusan gue suapkan.
Rima tadi nanyain lo tuh, sama anak-anak cowo pada nanya juga
trus lo bilang apa" matanya berbinar-binar ingin tahu.
ya gue bilang lo sakit lah! Masa gue bilang lo cuti hamil& . jawab gue kesel.
ih amit-amit lah kalo sekarang! Ara menonjok lengan gue.
Gue tertawa pelan. dah ah makan lagi yuk, aaa& . gue menyuapkan sesendok lagi.
Ketika akhirnya gue selesai menyuapi Ara dan memaksa dia untuk minum obat, gue beranjak kembali ke kamar gue yang sejak gue pulang kuliah tadi belum gue buka sama sekali. Hari itu cukup panas, dan gue berniat menjemur bantal dan handuk gue. Satu per satu barang yang mau dijemur itu gue bawa ke atas atap dak di samping lantai dua, dan disangga oleh kursi. Lumayan kena panas jadi kuman-kumannya mati semua, pikir gue.
Gue kembali ke kamar, dan tiduran di kasur walaupun tanpa bantal. Buat gue sih gapapa. Ketika mata gue mulai terasa berat, gue melihat sekilas ada seseorang yang memasuki kamar. Gue pun membuka mata.
ngapain, Ra" Ara meringis sambil menggigit bibir bawahnya, barangkali karena kepergok masuk kamar gue.
lo tidur" hampir& sahut gue sambil memejamkan mata.
temenin gue nonton yuk& .
ha" Nonton" Ara mengangguk-angguk sambil tersenyum jahil.
bukannya lo lagi sakit ya" Engga engga ah! Ga boleh jalan-jalan dulu larang gue.
yaaah& .ayolah, Gilaaaang& .
enggak. yaaah" Temenin yaaa"
enggak, lo kan masih sakit.
tapi gue bosen di kos mulu& dia merajuk sambil duduk di kasur gue dan mencubiti seprei gue.
lo kan harus istirahat, Araaa& . Gue bangkit dari tidur dan duduk disampingnya.
tapi bosen& yaah nonton yaah" pintanya.
engga, Araaa, lo harus istirahat& .
yaudah kalo gitu gue nonton sendiri! ancamnya sambil melipat tangan di dada.
Gue mendesah panjang. Ini cewek kalau udah ada maunya, badai pun ga bisa
mengurungkan niatnya. Gue memandanginya, sementara dia masih cemberut.
lo harus istirahat, Raa, biar besok sehat, bisa kuliah lagiii& bujuk gue.
kan cuma nonton ya tapi kan capek harus ke bioskop dulu
ya udah gue nonton sendiri aja Ara kemudian ngeloyor pergi, kembali ke kamarnya.
Sejam kemudian gue udah berdiri mengantri beli tiket nonton di bioskop yang ada di mall ga jauh dari kampus. Di depan gue tampak sepasang kekasih yang berdebat mau nonton apa, dan sepertinya si cewek yang menang, tentu saja. Antrian masih cukup panjang sebelum gue mencapai giliran, dan gue menoleh ke belakang. Di kejauhan gue melihat Ara duduk di bangku yang tersedia, sambil menunggu gue beli tiket. Ara tersenyum melihat gue, dan ketika pandangan kami bertemu, gue menggelenggelengkan kepala.
Ara menanggapi gue dengan menjulurkan lidahnya sedikit, dan tersenyum manis. Melihat itu, gue tertawa kecil, bersyukur karena hari ini gue bisa mengukir senyuman di wajahnya. Semoga masih ada kesempatan lain lagi untuk gue membahagiakannya, dengan cara gue sendiri.
PART 16 Sebuah lagu yang populer pernah mengatakan, cinta datang karena terbiasa. Bagi gue, cinta adalah satu bagian yang tak terpisahkan dari hidup. Gue, dan kalian semua, ada karena cinta. Hidup gue di ibukota ini, hampir 24 jam sehari, dan 7 hari seminggu, selalu didampingi oleh seorang cewek bernama Ara. Di waktu-waktu sekarang, dialah orang terdekat gue. Setiap kali gue mencarinya, dia hanya sejangkauan tangan dari gue. Sebaliknya, gue pun berharap Ara menganggap gue orang terdekatnya, karena gue berusaha selalu ada di setiap sudut matanya ketika dia mencari gue.
Setiap pagi, gue terbiasa dengan tepukannya di pipi untuk membangunkan gue. Ketika gue teledor akan tugas kuliah, dia bakal dengan galaknya duduk di belakang punggung gue yang berkonsentrasi, menunggui gue menyelesaikan tugas. Ketika gue kehilangan semangat belajar dan memutuskan untuk berbuat curang, dia akan menasihati gue, mengingatkan gue tentang bapak ibu di kampung, walaupun setelah itu dia juga ikutikutan membuat contekan ujian. Ketika gue menurutnya terlalu banyak merokok, dia akan menyodorkan gue sebatang cokelat sebagai pengganti rokok, dan membuang rokok gue, berapapun banyaknya sisa rokok yang ada.
Gue menerima semua sifat-sifatnya yang mungkin menurut beberapa orang di sekitar kami terlalu egois . Gue menikmati kegalakannya, dan tersenyum geli ketika memandangi wajahnya yang cemberut karena gue berlaku ga sesuai harapannya. Di satu saat, gue merindukan perhatiannya ketika dia sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Ya, gue tahu gue sedang jatuh cinta kepadanya.
Malam itu gue dan Ara menonton TV berdua, di kamar Ara. Dengan pintu yang terbuka dan angin malam yang sejuk menembus memasuki kamar, kami mengomentari acara satu dengan yang lainnya. Di tangan gue ada sebungkus keripik, dimana tangan Ara mendominasi keluar masuknya keripik dari dalam.
lo ga kangen rumah, Gil" tiba-tiba dia bertanya sambil tetap memandangi TV. Gue menoleh sesaat ke Ara, kemudian tertawa.
kangen sih, tapi ya ditahan&
kenapa" tanyanya sambil menggigit jempolnya sedikit. pulangnya besok aja kalo pas liburan
biasanya lo ngapain aja di rumah"
macem-macem sih, bantuin bapak-ibu ngurusin dagangannya, ngasuh adikadik gue, sama kadang-kadang juga gue main sama temen-temen yang masih ada di kampung gue menjelaskan.
emangnya , Ara mendekap kedua lututnya, suasana di kampung lo kaya gimana si" tanyanya penasaran.
Gue tertawa kecil, mendadak terbayang di pikiran gue suasana di sekitar rumah yang asri dan selalu gue rindukan.
enak, adem, sepi ga ada macet kaya disini. Kalo malem biasanya bapakbapak di kampung gue pada ngumpul di pos dekat rumah, trus gue biasanya nimbrung sambil nyemilin gorengan, mumpung ada kopi gratis. sahut gue sambil meringis geli mengenang kelakuan gue.
bapak ibu dagang apa, kalo gue boleh tahu"
kebutuhan rumah tangga gitu, ibu punya toko kelontong di depan rumah. Ga besar si, tapi cukup untuk menyekolahkan gue sampe sini gue menerawang sambil tersenyum, kalo bapak ngurus sawahnya& bapak petani"
gue mengangguk-angguk. iya, tapi punya beberapa pekerja yang ngebantuin di sawah oh kirain sendirian sahutnya sambil tertawa.
engga lah, kalo sendirian mana kuat bapak. Harus ada yang ngebantubantu. Untungnya meskipun bapak petani kecil yang harga beras sama gabahnya tergantung tengkulak, teman-teman bapak masih semangat ngerjain sawahnya&
Ara mengambil sebuah keripik, dan memakannya, sambil menerawang ke arah TV yang sekarang cuma dijadikan penghias.
enak ya kayanya hidup di kampung& kata Ara. lo pernah main ke daerah pedesaan, Ra" Ara menggeleng.
jauh ga sih dari sini" tanyanya sambil meletakkan kepalanya diatas lutut, memandangi gue.
engga kok, kalo lancar cuma tujuh-delapan jam lah& jauh itu mah&
gue cuma tertawa mendengarnya.
Kami berdua kemudian tenggelam lagi dalam kesunyian, dan kembali suara TV mendominasi kamar. Gara-gara gue menceritakan tentang kampung, gue jadi kangen banget sama keluarga disana. Sudah lima bulan gue ga bertemu bapak ibu, beserta adik-adik gue. Ah, apa kabarnya ya mereka, pasti semakin besar, pikir gue sambil tersenyum.
kalo nanti lulus kuliah, lo mau jadi apa, Gil" mendadak Ara bertanya ke gue, membuyarkan lamunan.
Butuh beberapa waktu buat gue untuk menjawabnya. apa ya& gue mau jadi orang sukses& gue tertawa.
yang lebih spesifik dong jelasinnya, kan lo udah mahasiswa, bukan anak SD&
gue bahkan belum tahu mau jadi apa, Ra& gue menghela napas, yang penting gue pingin ngebahagiain keluarga gue dulu&
berarti lo calon tulang punggung keluarga dong kalo udah lulus kuliah katanya seraya merapikan rambut dengan sebelah tangan. iya, begitulah, Ra.
lo yang semangat yah kuliahnya. Ga usah macem-macem, fokus aja sama kuliah lo. Gue berdoa supaya lo bisa meraih semua cita-cita lo itu Ara menggenggam sebelah tangan gue, jempolnya mengelus-elus punggung tangan gue, dan itu membuat gue salah tingkah. Namun gue merasakan kehangatan sentuhannya, dan entah bagaimana itu membuat gue tenang. kalo lo, punya cita-cita apa, Ra" gue balik bertanya.
sama seperti lo mungkin& .
maksudnya" yaa, gue mau membahagiakan orang tua gue. Karena gue juga sadar kalo gue ini satu-satunya harapan orang tua gue. Kalo gue menyia-nyiakan hidup, sama aja gue menyia-nyiakan hidup orang tua gue juga. Dosanya berlipatlipat. Semoga apapun yang gue lakukan nantinya, bisa membuat orang tua gue bahagia. ucapnya lembut.
aamiin& gue mengamini dengan lirih.
karena itu, gue bersyukur ada lo di dekat gue sekarang& maksud lo"
gue percaya lo orang baik, Gil. Dan gue berharap lo bisa ikut menjaga gue disini, menjaga harapan orang tua gue di dalam diri gue. Gitupun
sebaliknya, gue juga bakal berusaha menjaga lo. Intinya kita saling menjaga. Karena disini, di Jakarta ini, yang jauh dari rumah kita masingmasing, kita cuma punya satu sama lain. jelasnya sambil tersenyum.
Gue merasakan kehangatan dari tatapan matanya, yang selama ini selalu gue kagumi. Perlahan tapi pasti, perasaan gue ke Ara mulai tumbuh, ke arah yang ga bisa gue perkirakan. Gue mengagumi setiap sisi kehidupannya, meskipun sebagai manusia biasa dia juga ga luput dari kekurangan. Gue menyukai segala apa yang dia sukai, dan apa yang dia pilihkan untuk gue. Di titik ini, gue tahu gue mulai mencintainya, tulus dan apa adanya. Semoga perasaan gue ini ga menjadi batu sandungan, entah itu untuk masa depan kami masing-masing, atau untuk kelanjutan kisah kami berdua nantinya.
PART 17 Suatu sore yang mendung di awal tahun 2007.
Gue sedang duduk di kursi plastik kecil di depan kamar gue, sambil bersandar pada tembok, dan dengan segelas kopi panas yang baru saja gue seduh di tangan. Angin berhembus cukup kencang, gue rasa sebentar lagi akan turun hujan. Awan kelabu perlahan-lahan mulai bergulung datang, dan memaksa gue untuk menyalakan lampu kamar karena suasana semakin gelap. Lampu selasar lantai dua itupun juga mulai dinyalakan.
Secara ga sadar, gue menoleh ke kamar Ara, yang tertutup rapat. Sore itu katanya Ara pergi jalan-jalan dengan temannya, dan Ara siang tadi berpamitan dengan gue, maksudnya biar gue ga nyariin dia. Gue mengiyakan, namun di dalam hati gue bertanya-tanya, Ara pergi sama siapa. Karena satu hal yang baru Ara pergi sendiri tanpa mengajak gue. Selama setengah tahun belakangan ini kalau Ara pergi jalan-jalan, pasti selalu mengajak gue.
Hujan pun mulai turun dengan cukup deras, dan gue membawa gelas kopi tadi masuk ke kamar, karena balkon mulai sedikit basah terkena hujan. Gue merebahkan diri di kamar, dengan membuka sedikit pintu, agar sirkulasi udara tetap lancar. Perlahan-lahan mata gue mulai terasa berat, dan gue akhirnya tertidur.
Beberapa waktu kemudian, gue terbangun, karena ada suara penghuni kos di samping gue yang tertawa dengan keras. Dengan malas gue melihat jam di handphone, dan waktu menunjukkan pukul delapan malam. Gue bergegas bangun, keluar kamar dan menggosok-gosok mata di balkon, berusaha mengumpulkan nyawa gue yang masih beterbangan entah dimana. Hal pertama yang terlintas di pikiran gue adalah melihat kamar Ara. Gue menoleh ke kamarnya, namun kamar itu masih gelap dan tertutup rapat seperti sore tadi. Gue mendesah perlahan, dan mulai berpikir yang enggakenggak tentang Ara. Gimana kalau dia kecelakaan" Gimana kalau dia diculik" atau, gimana kalau dia ternyata sekarang pergi sama cowok", pikir gue cemas.
Gue kembali ke kamar, mengambil handphone dan duduk di kursi plastik seperti tadi sore. Pikiran gue bermain-main, bimbang antara keputusan SMS Ara atau enggak. Gue ga mau dianggap posesif, karena gue juga bukan siapa-siapanya Ara. Tapi di sisi lain gue juga khawatir, dan takut kehilangannya.
-lo dimana"- Akhirnya gue memutuskan untuk mengetik SMS ke Ara. Singkat, tapi gue rasa itu cukup untuk menggambarkan perasaan gue waktu itu.
Lama gue menunggu, tapi SMS balasan dari Ara ga kunjung datang. Gue memutuskan untuk turun ke bawah, dan mencari makan malam sendiri. Karena gue malas makan di warungnya langsung, gue meminta dibungkus. Entah ada perasaan apa yang mendorong gue, di warung itu gue meminta dibungkus dua porsi. Satu untuk gue, dan satu untuk Ara.
Dunia Yang Sempurna Karya Carienne di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah gue kembali ke kos pun Ara masih belum tampak. Gue sengaja belum memakan nasi yang gue beli tadi, karena gue berpikiran mungkin Ara juga belum makan, dan gue ingin menemaninya makan malam. Waktu itu jujur gue sama sekali ga tahu apa yang mendorong gue berinisiatif seperti itu.
Gue menunggu cukup lama di kamar, dengan bolak-balik berdiri bersandar di balkon sambil menyalakan rokok dan memandangi pintu gerbang di bawah. Entah berapa batang rokok yang sudah gue habiskan untuk itu. Gue memang waktu itu ga begitu perduli dengan kesehatan gue. Barangkali itu memang salah satu sifat buruk gue.
Setelah beberapa lama, gue menoleh ke bawah, sewaktu mendengar suara pintu gerbang berderit, dan terbuka. Dari atas gue melihat sosok Ara masuk ke halaman kos, dan kemudian melambaikan tangan ke seseorang yang ga bisa gue lihat di balik gerbang. Wajahnya terlihat bahagia. Ara kemudian menunggu beberapa saat, hingga motor yang membawanya pulang itu pergi dan menjauh, dan kemudian dia berjalan melintasi halaman, naik ke lantai dua.
Ara melihat gue yang bersandar di balkon, dan memandangi tangga, seperti menantinya pulang.
lo belum tidur" tanyanya sambil membawa tas dan kantong belanjaan di tangan. Dia kemudian berjalan ke kamarnya, dan membuka pintu. Gue menggeleng.
lo dari mana aja" gue berusaha sebiasa mungkin menanyakan hal itu, meskipun di dalam hati gue ada gelombang kelegaan, sekaligus mencelos.
dari nonton sama belanja dikit, sabun gue abis soalnya sahutnya dari dalam kamar yang masih terbuka. Nonton", pikir gue. Tumben dia nonton ga ngajak-ngajak. Gue kemudian bergeser, berdiri di balkon tepat di depan kamarnya.
Di dalam kamar gue melihat Ara sedang membongkar-bongkar belanjaannya, dan menaruh tasnya di atas meja. Setelah selesai membongkar belanjaannya, Ara kemudian berdiri dan berjalan ke luar, ke arah gue sambil merapikan rambutnya.
sama siapa lo" tanya gue pelan ketika Ara telah berdiri di samping gue.
mau tau aja siii& . Ara menjawab sambil mencubit lengan gue pelan. Jawaban Ara itu semakin membuat gue berpikir.
hayo sama siapa lo" sama cowok yaaa" gue sengaja memancing-mancing, dengan maksud mencairkan suasana, dan Ara mau memberitahukan. Ara tertawa. Entah kenapa tawanya itu semakin membuat gue khawatir. harus banget gue jawab" sahutnya sambil mencibir.
yaa, terserah lo sih&
kalo gitu ga perlu gue jawab ya"
gue sih berharap lo jawab& kalo gue ga mau"
ya harus mau Ara tertawa, dan menonjok lengan gue pelan. itu mah maksa namanya& .
ya kan gue pingin tau sahut gue pelan. kalo gue ga mau ngasi tau"
au ah Ara kemudian membalikkan badan, bersandar pada balkon, dan mengambil ikat rambutnya dari pergelangan tangan, kemudian menguncir rambutnya sedikit. Sangat manis, menurut gue.
tadi gue pergi sama Rino& . ujarnya pelan. Rino temen sekelas kita itu"
Ara mengangguk. Iya, dia udah berkali-kali ngajak gue jalan, tapi dulu selalu gue tolak. Males si. Tapi kemaren dia ngajak sekali lagi, dan gue pikir why not" , trus gue jalan deh hahaha
kemana aja tadi" cuma nonton kok, sama makan. Trus tadi gue juga sempet mampir minimarket beli sabun noh, sabun gue abis. Ara menunjuk kantong belanjaan di kamar dengan dagunya.
ooh& . gue mengangguk acuh. Padahal di dalam hati gue rasanya ga karuan.
lo lagi dideketin Rino nih berarti" Ara mengangkat bahu.
sepertinya sih gitu, tapi ga tau juga sih& katanya. maksudnya"
gue sih ga ada feel apa-apa. Setidaknya, belum.
berarti ada kemungkinan lo suka sama dia dong& . celetuk gue keceplosan. Sesaat setelah gue menyadari arti kalimat yang gue ucapkan itu, gue langsung panik. Dan sepertinya Ara menangkap kepanikan yang ada di raut wajah gue itu.
kenapa" lo cemburu yaaa& .. godanya sambil menusuk-nusuk perut gue dengan jarinya. Wajahnya ngeselin, tapi sekaligus menyenangkan. apaan" enggak! elak gue.
boong banget, tuh muka lo sedih gitu, ciyeeee& . enggak dodol& .
Ara mencubit perut gue. nama gue bukan dodol! ujarnya kesal dan memutarkan cubitannya di perut gue, yang membuat gue semakin mengaduh keras.
Hijaunya Lembah Hijaunya 33 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Eldest 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama