Ceritasilat Novel Online

Fazahra Akmila 5

Fazahra Akmila Karya Naima Adida Bagian 5


**** Zaki sudah berada di kantor polisi saat ini, ia sudah melaporkan kejadian penculikan nisa.
Pria itu kini sudah membuat strategi untuk menyelamatkan mereka. Setelah menyusun strategi yang pas mereka segera menuju dermaga pattinson.
Sekitar 20 menit, mereka sudah sampai di tempat yang di maksud oleh faiz tadi.
Dengan hati-hati, zaki dan beberapa polisi lainnya menyelinap masuk ke dermaga ini.
Tak butuh waktu lama, semua penjaga di depan dermaga ini bisa dibekukan. Namun, mereka belum melihat tanda-tanda adanya faiz dan nisa disini.
Satu tempat yang belum mereka datangi adalah yatch yang ada diujung jembatan.
Perlahan, zaki dan beberapa polisi lain mengendap-ngendap masuk ke dalam yatch. Tak disangka, keamanan di kapal ini dijaga ketat. Mereka hampir kuwalahan
melumpuhkan mereka. Namun, akhirnya semua bisa di lumpuhkan.
"AKMALLL....." Doooorrr.... "MILAaaa... " Byuuurrr.... Suara teriakan, tembakan, dan suara orang tercebur terdengar jelas di telinga zaki.
Hatinya mulai resah dan gelisah. Apa yang terjadi disana" Kenapa nisa dan faiz berteriak" Siapa yang tertembak" Siapa yang tercebur ke laut".
Tanpa pikir panjang. Zaki segera mendobrak pintu yang tak jauh dari mereka. Ia yakin, suara itu berasal dari tempat itu.
Byuuuurr.... Faiz melompat tanpa ragu ke dalam laut itu. Zaki hanya biaa cengo melihatnya. Ia menyimpan beribu pertanyaan di otaknya.
"Jangan bergerak. Anda sudah kami kepung" teriak seorang polisi seraya menodongkan pistol ke arah arkan yang akan kabur dari sana.
Arkan diam ditempat. Anak buahnya pun melakukan hal yang sama. Segera, polisi meringkua mereka.
"Hahaha... Biarpun gue ditangkap polisi. Gue puas karena salah satu diantara mereka pasti mati" teriak arkan membuat zaki geram.
Ia berlari ketepian kapal. Samar-samar, ia melihat bayangan faiz dan nisa tenggelam disana.
"Mereka tenggelam... Cepat tolong mereka" teriak zaki dengan keras. Beberapa polisi langsung menceburkan diri kesana.
**** "AKMAL..." teriak nisa dengan keras. Namun, pria itu tetap diam ditempat. Sedangkan, pria berbaju hitam itu siap menekan peletuk pistolnya.
Dengan cepat nisa memberontak. Ia menyentak kasar tangan yang mencekalnya. Dengan sekuat tenaga ia melepaskan cekalan orang berbaju hitam itu. Lantas,
berlari ke arah suaminya.
Dooooorrrr.... Nisa mendorong tubuh faiz dengan kasar ke dalam kapal. Alhasil, lengan kanannya tertembak.
"MILAaaa..." Byuuur.... Nisa terpeleset, terguling-guling hingga akhirnya jatuh ke laut.
Tanpa pikir panjang, faiz langsung menceburkan diri ke laut ketika arkan dan anak buahnya lengah.
Faiz mencari-cari keberadaan istrinya. Samar-samar ia melihat istrinya semakin tenggelam.
Ia baru sadar, bahwa istrinya itu tidak bisa berenang dan punya trauma dengan laut.
Perasaan bersalah, khawatir dan gelisah mendominasi dirinya.
Dengan cepat, faiz meraih tubuh nisa. Menepuk pelan pipinya. Berharap, nisa membuka matanya.
Perlahan mata nisa terbuka. Darah segar yang keluar dari lengan kanannya bercampur dengan air laut.
"Kak akmal" ucap nisa dengan pelan. Menciptakan gelembung-gelembung di air laut.
"Iya sayang. Ini aku. Bertahanlah... Demi aku. Demi calon anak kita" ujar faiz dengan tidak jelas. Namun, nisa dapat mengerti maksud suaminya.
Nisa mencoba tersenyum. Walau, sakit menjalar keseluruh tubuhnya. Terutama, di bagian perutnya. Tangan kirinya yang bebas, memegang perutnya yang terasa
sakit luar biasa. "Aku mencintaimu, kak. Maafkan aku" ucap nisa tanpa suara. Namun, faiz bisa mengerti. Pria itu mengangguk dan tersenyum. Memperlihatkan senyuman paling
tulus untuk istrinya. "Aku juga mencintaimu. Ku mohon bertahanlah" balas faiz dengan cara yang sama.
Perlahan, runai hujan turun dari keduanya. Walau sama sekali tidak terlihat.
Perlahan, faiz memiringkan wajahnya. Memberikan ciuman tulus tanpa nafsu seperti biasa. Mereka dapat merasakan kegelisahan dalam hati masing-masing.
Cukup lama mereka dalam posisi seperti itu. Sampai nafas mereka tinggal diujung tenggorokan saja. Sampai semuanya terasa gelap bagi mereka.
'Ya Allah... Jika ini memang sudah takdirku, dan engkau mentakdirkanku mati hari ini aku rela bahwa sangat rela'
'Ya Allah... Ya rahman. Ya rohim. Hanya engkaulah yang dapat menolong kami hari ini. Maka, selamatkanlah istri dan calon anakku'
**** Sekitar 5 menit, polisi yang terjun ke laut itu belum muncul. Rasa kekhawatiran yang besar mendominasi perasaannya.
10 menit kemudian, 2 polisi itu muncul dengan dua orang yang sudah tak sadarkan diri bersamanya. Dengan bersusah payah serta dibantu anggota polisi lainnya,
mereka berhasil mengangkat tubuh nisa dan faiz ke atas kapal.
Zaki yang melihat keadaan nisa seperti mayat hidup, hanya bisa terduduk disamping tubuh nisa yang lemah. Ia dapat melihat jelas darah segar membuat baju
nisa bersimpah darah. Bukan hanya baju, namun rok panjangnya pun penuh dengan darah.
Tangannya perlahan menepuk pelan pipi nisa.
"Ya Allah... Apa yang terjadi sama loe, nis" Bangun... Ayo bangun nis" ucap zaki dengan frustasi. Ia terus menggoyangkan tubuh nisa. Namun, wanita itu
tidak bangun-bangun juga.
"Cepat... Telfon ambulans" teriak zaki dengan sangat keras. Lalu, kembali menggoyangkan tubuh nisa. Tanpa diminta, air matanya turun begitu saja.
Ia masih sangat dan sangat mencintai nisa. Dengan cepat ia menghapusnya.
'Ya Allah... Aku mohon padaMu. Selamatkanlah wanita yang aku cintai. Kalau bisa, tukar saja nyawaku untuk menyelamatkannya"1
**** Di rumah sakit, semua orang tengah menunggu dokter keluar dari rumah sakit.
Zaki menunggu dalam diam. Ia tadi, sudah mengabari keluarga nisa dan faiz tentang kejadian ini. Tak lupa dengan kedua sahabatnya. Ia sudah mengabari semuanya.
Semua orang kini menunggu di ruang tunggu sambil berdoa supaya mereka berdua baik-baik saja.
Ibu faiz, ibu nisa, rikha dan zizi tak hentinya menangis dari tadi. Sedang, para pria hanya diam menunggu.
Tuan besar zidan menepuk pelan bahu zaki.
"Terimakasih, zaki. Kamu sudah menyelamatkan faiz dan nisa" ujarnya dengan tulus.
Zaki berusaha tersenyum pada pria paruh baya itu.
"Sama-sama, om. Sudah kewajiban saya sebagai teman mereka untuk membantu" balas zaki dengan sesopan mungkin.
"Lebih baik, kita ke musholla rumah sakit sekarang. Daripada kalian hanya menangis. Lebih baik, kita berdoa disana" ujar ayah nisa pada para wanita itu.
Tuan zidan mengangguk lantas menatap zaki.
"Ayo, kita ikut ke musholla. Kita berdoa bersama disana" ujar tuan zidan kembali. Zaki hanya mengangguk lantas berdiri. Mengikuti mereka ke musholla.
Mereka semua pergi kemusholla untuk mendoakan keselamatan faiz dan nisa. Karena tidak ada kekuatan yang lebih besar, kecuali kekuatan doa
**** Setelah merasa lebih baik, mereka kembali duduk di depan kamar rawat nisa yang bersebalahan dengan kamar rawat faiz. Seorang dokter, keluar dari kamar
rawat faiz. "Dokter... Bagaimana keadaan anak saya?" tanya ibu faiz dengan cepat. Tersirat kekhawatiran mendalam disetiap perkataannya.
"Dia sudah siuman. Tidak perlu khawatir seperti itu. Tidak tidak papa. Hanya saja, banyak luka memar ditubuhnya" jawab dokter itu dengan tenang.
Terdengar helaan nafas legah meluncur dari nafas ibu faiz.
"Boleh saya menemuinya dokter?" tanya ibu faiz penuh harap.
"Silahkan saja, tapi jangan buat dia stres" jawab dokter itu kembali. Ibu faiz segera memasuki kamar rawat anaknya.
Perlahan ia melangkah pelan menghampiri anaknya.
"Mama... Dimana aku" Dimana nisa" Dimana istriku?" tanya faiz ketika melihat mamanya mendekatinya. Ia memegangi kepalanya yang berat dan pusing.
"Kamu di rumah sakit, sayang. Istri kamu sedang di operasi. Tenanglah, dia akan baik-baik saja" ujar mamanya dengan lembut.
Faiz mendudukan tubuhnya dengan susah payah. Tanpa ragu, ia mencabut infus yang menancap di tangan kanannya.
"Sayang, apa yang kamu lakuin" Kamu masih sakit. Tenang... Istirahat dulu" ujar mamanya. Namun, sama sekali tidak diindahkan oleh anaknya.
"Bagaimana aku bisa tenang, ma" Nisa jadi kayak gini karena faiz. Nisa meregang nyawanya karena faiz. Aku takut terjadi apa-apa dengannya dan calon anaku"
jawab faiz dengan kasar. Ia tidak peduli dengan siapa ia berbicara sekarang. Yang terpenting adalah istrinya. Ia ingin tau keadaan istrinya sekarang.
Mama faiz hanya bisa diam di tempat. Apa ia tidak salah dengar tadi" Faiz bilang calon anaknya" Apa nisa sedang hamil saat ini".
Berbagai pertanyaan muncul di benak mama faiz. Dengan cepat, ia menyusul faiz keluar kamar.
Terlihat dokter baru saja keluar dari ruang operasi. Faiz dengan susah payah menghampiri dokter itu.
"Siapa diantara kalian yang menjadi suaminya pasien?" tanya dokter itu dengan serius.
"Saya dokter. Bagaimana keadaan istri saya?" ucap faiz dengan pelan. Keadaannya masih lemah saat ini. Semua orang yang ada disitu menatap ke arahnya.
"Begini, tuan. Kami sudah mengeluarkan peluru yang ada di lengan kanan istri anda. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, maaf... Kami tidak bisa
menyelamatkan janin yang ada dikandungan istri anda. Benturan keras yang ia alami serta umur kandungan yang masih muda membuatnya rentan untuk keguguran.
Kami minta maaf sebesar-besarnya" ujar dokter itu dengan sangat jelas.
Perkataan dokter itu bagai sambaran petir yang membuat semua sendi dan tulang-tulang faiz seakan lepas dari tubuhnya.
Pria itu terduduk dilantai. Berlutut sambil menundukan kepalanya. Ia telah merasa gagal menjadi kepala keluarga. Ia tidak bisa menjaga istrinya. Ia tidak
bisa menjaga calon anaknya.
Semua orang yang ada disitu hanya bisa cengo melihat ini semua. Mereka seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Mereka baru tau fakta yang sangat
mengejutkan. Nisa telah hamil. Kabar baik yang bahkan belum sampai ke telinga mereka, kini sudah menjadi kabar buruk.
Mama faiz berjongkok. Memegang pundak anaknya yang sedang berlutut saat ini.
"Berdirilah, faiz" ujarnya dengan gemetar. Ia tak tega melihat keadaan anaknya seperti ini.
Perlahan, faiz mulai berdiri. Badanya gemetar. Yah, pria itu menangis. Mama faiz segera merengkuh tubuh anaknya itu. Ia dapat merasakan bajunya basah karena
air mata anaknya. Hati mama faiz terhenyak. Ia tidak pernah melihat anak laki-lakinya menangis sejak 15 tahun lalu. Sejak faiz tinggal di pondok pesantren bersama kakak
iparnya, pemilik pondok itu.
"Mama... Aku telah gagal. Aku tidak bisa menjadi suami yang baik. Aku tidak bisa menjaga istriku. Aku... Aku... Tidak..." racau faiz dengan frustasi.
"Ssssttt... Jangan bicara seperti itu" balas mama faiz berusaha menenangkan anaknya. Ia mengelus pelan punggung faiz.
Tuan zidan menghampiri istri dan anaknya. Ia menepuk-nepuk pelan pundak anaknya.
"Lebih baik, kamu wudlu dan sholat. Berdoalah semoga semuanya baik-baik saja" ucap tuan Zidan dengan lembut. Ia tak pernah melihat anaknya dalam keadaan
sehancur ini sebelumnya. Faiz melepas rengkuhan ibunya. Tanpa berkata, ia segara pergi ke musholla. Dibelakangnya, sang ibu mengikutinya. Takut bila anaknya itu hilang kendali.
Di musholla, faiz segera mengambil wudlu dan melakulan sholat. Setelah sholat, ia berdzikir sebisa mungkin. Namun, air matanya terus saja menetes.
Tangan kokonya ia tengadahkan dan memulai doanya.
"Ya Allah... Ya Rohman. Ya Rohim. Yang Maha Adil. Yang maha segalanya. Aku tidak tau apa yang engkau takdirkan untukku hari ini. Aku pul tidak tau apa
yang akan engkau takdirkan untukku besok.
Hari ini, aku ragu... Ragu pada diriku sendiri. Aku telah gagal. Gagal menjadi imam yang baik untuk keluargaku. Aku menikahi istriku untuk membahagiakannya.
Bukan untuk membuatnya menderita.
Berikanlah petunjukmu padaku, Ya Allah. Jangan biarkan aku melilih jalan yang salah. Tapi, apa bila dengan berpisah dengannya, itu akan membuatnya terhindar
dari bahaya dan penderitaan... Aku ikhlas melepasnya. Semoga ini jalan terbaik"
Begitulah sepenggal doa yang ia ucapkan. Ia menutupnya dengan mengusapkan kedua tangannya ke wajahnya.
Ia bangkit dengan sempoyongan. Ia berjalan kembali. Ia ingin menemui istrinya.
**** Faiz melangkah pelan memasuki kamar rawat istrinya yang sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa bukan lagi di ruang operasi.
Pria itu duduk dikursi yang ada diranjang dekat istrinya. Selang indus bergantung indah ditangannya. Begitupun dengan selang oksigen yang membantunya bernafas
saat ini. Pria itu membelai pelan pipi istrinya. Ia menatap instena wajah istrinya. Wanita itu terlihat sangat pucat. Matanya masih sempurna terpejam.
"Dear... Maafin aku. Harusnya, bukan kamu yang ada disini sekarang. Tapi, aku. Kenapa kamu bodoh. Menaruhkan nyawamu demi pria brengsek sepertiku" Kenapa"
Kenapa kamu selalu menderita karena aku" ujar faiz dengan bergetar.
Ia tak mampu menahan hujan di matanya. Ia menunduk. Beberapa kejadian kembali berputar diotaknya.
'Loe bodoh. Sambutan karyawan loe gue acungin jempol. Istri loe ditampar oleh karyawan loe di kantor loe sendiri, tapi loe gak tau"'
'Darimana aja loe" Istri loe disini kehujanan karena nungguin loe. Kalau loe gak bisa anter-jemput dia. Biar gue aja yang ngelakuin'
'Loe lihat faiz. Istri loe nangisin loe. Dia nangisin cowok brengsek kayak loe yang lebih milih perusahaannya daripada loe'
Faiz menutup matanya. Menarik tangan nisa dan menciumnya lama.
"Aku emang brengsek ya, nis. Kalau aja langsung tanda tanganin berkas itu. Kamu gak akan seperti ini. Yah, itu hanya seandainya... Tapi, waktu tidak akan
bisa diputar kembali. Maaf... Tidak bisa menjagamu.
Maaf ... Tidak bisa membuatmu bahagia.
Maaf... Selalu membuatmu celaka.
Maaf... Aku gak bisa jaga calon anak kita.
Maaf... Tidak bisa menjadi imam yang baik untukmu
Maaf... Aku mencintaimu, sayang"
Setelah mengatakan hal itu. Ia bangkit dan mencium kening nisa lama. Air matanya membahasi kening istrinya.
Nisa bisa merasakan keningnya basah. Ia juga bisa mendengar semua ucapan faiz. Namun, tubuhnya tidak bisa di ajak kompromi. Ia hanya bisa membalasnya dalam
hati. 'Aku juga mencintaimu, sayang'
**** Sudah 3 hari, nisa belum bangun dari tidurnya. Selama itu pula, faiz tidak menjenguk ataupun menengoknya. Ia sangat tidak sanggup melihat istrinya dalam
keadaan seperti itu. Hanya orang tua, mertua, kedua sahabatnya juga zaki yang setia menjaganya disini.
Waktu telah menunjukan pukul 4 sore. Biasanya, giliran sahabatnya yang menjaganya disini.
"Nis... Kapan loe bangun, sih" Gue kangen sama loe. Gue kangen sama sifat cuek loe. Gue kangen sama sikap bijak loe. Gue kangen sama kata-kata pedas loe
yang menusuk itu. Bangun yah" ucap rikha dengan pelan.
Zizi hanya mendecak sekali. Ia sudah enek dengan sahabatnya ini. Ia selalu mengatakan hal itu jika sedang menjaga nisa.
"Apa kosa kata loe hanya itu aja. Tiap kesini, loe ngomong gitu mulu. Bosen gue. Berdoa kek. Biar nisa cepet sadar" cerca zizi padanya.
"Apaan sih loe, zi. Ini juga gue lagi usaha. Biar nisa cepet sadar" balas rikha dengan sengit.
Mereka berdu berdebat. Tak sadar, seseorang yang mereka jaga telah siuman.
"Loe berdua kalau mau debat jangan disini" suara lirih namun dingin khas dari seseorang membuat mereka terdiam.
Refleks, rikha dan zizi menoleh ke arah nisa yang masih terbaring lemah. Mereka menghampiri nisa yang mencoba untuk duduk dengan susah payah.
Wanita itu melepas gas oksigen di hidungnya dengan tangan kiri. Ia merasakan tangan kanannya sangat sakit. Ia baru ingat, kalau dirinya sudah selamat dari
maut. Ia menatap kedua sahabatnya dengan wajah dan dingin. Rikha tiba-tiba memeluknya dengan erat.
"Aww... Lepasin. Loe mau bikin tangan gue patah?" pekik nisa dengan suaranya yang masih lemah.
Rikha segera melepas pelukannya. Ia nyengir tanpa dosa.
"Maaf, gue kan kangen sama loe. Gue pikir loe bakal tidur lama" balas rikha sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kak faiz mana?" tanya nisa to the point.
"Alhamdulillah, loe udah bangun. Gue panggilin doter dulu ya" sahut zizi mengalihkan pembicaraan. Ia takut, nisa akan sedih saat tau bahwa faiz sama selali
tidak mengunjunginya. "Gak perlu. Gue gak butuh dokter sekarang. Gue butuh faiz" balas nisa dengan dengan datar.
"Dia lagi sholat, nis. Sebentar lagi pasti balik kesini" sahut rikha menambahi.
Zizi merogoh sakunya. Mengambil ponsel dan mengirim pesan singkat pada seseorang.
'Kak, dateng kesini cepet. Nisa udah sadar. Dia nanyain loe!'
Begitulah isi pesan singkatnya. Tak butuh waktu lama. Balasan masuk ke ponselnya.
'Gue kesana sekarang' Zizi menghela nafas legah. Akhirnya, pria itu mau datang kesini juga.
"Tenang aja, nis. Kak faiz akan kesini kok. Lebih baik loe makan atau minum dulu" ujar zizi sambil berjalan ke arah nisa.
"Water. I just want to drink" jawab nisa pelan. Segera, zizi memberinya minum.
"Thanks" ujar nisa dengan datar. Pandangannya kosong. Ia memegang perutnya sendiri. Ia tau bahwa janin disana sudah tidak ada. Ia bisa merasakannya.
Ia memejamkan matanya, ia mengingat kembali kejadian waktu itu.
'Tangannya jangan nakal dong kak. Geli tau'
'Biarkan saja. Disini hangat'
'Kapan ya ... Disini ada bukti cinta kita"'
'Berdoa sajalah ... Semoga di percepat'
'Makasih... Dear. Ini adalah hadiah terbaik untukku'
Yah, ingatannya masih segar. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana wajah senang suaminya setelah mendengar kabar baik itu. Namun, harapan mereka telah
musnah hany dalam sekejap.
Rikha dan zizi hanya menatap nisa dengan sendu. Mereka mempunyai firasat akan terjadi hal yang lebih buruk dari ini.
Ceklek... Pintu tebuka. Terlihat seorang pria jangkung dengan kemeja digulung sesiku memasuki ruang ini. Pria itu terlihat sangat berantakan. Rambutnyapun juga acak-acakan.
"Bisa tinggalkan kami berdua?" ujar pria itu dengan dingin. Tak perlu menunggu lama, rikha dan zizi langsung keluar. Meninggalkan mereka berdua disini.
Pria itu berjalan mendekati nisa yang masih duduk di tepi ranjang. Pria itu duduk di kursi yang tersedia di samping ranjangnya.
Keadaan hening beberapa saat. Sampai pria itu membuka suara.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya faiz dengan basa-basi.
"Alhamdulillah, tidak baik juga tidk buruk" jawab nisa dengan tenang tanpa melihat ke arahnya.
Wanita itu kemudian menoleh ke arah suaminya. Ia tersenyum tipis. Akhirnya, setelah berhari-hari mereka bisa bertemu lagi.
"Boleh aku minta satu hal?" tanya nisa dengan pelan.
"Tentu saja" jawab faiz dengan tenang.
"Peluk aku. Aku merindukanmu" jawab nisa dengan pelan sambil menunduk.
Tanpa babibu, faiz segera merengkuhnya tubuh istrinya. Memeluknya dengan sangat lembut dalam cukup lama.
Sekitar 5 menit, mereka baru melepaskan pelukannya. Faiz meraih pipi mulus nisa. Dia terlihat sangat pucat. Tapi, sama sekali tidak mengurangi kecantikannya.
Mereka saling bertatapan. Menyalurkan rindu masing-masing.
"Aku mencintaimu" ujar faiz dengan lembut. Ia memiringkan wajahnya. Mencium bibie nisa dengan lembut dan sangat dalam.
Nisa hanya bisa membalasnya. Mereka tenggelam dalam ciumannya. Faiz menciumnya dengan lembut tanpa nafsu sedikitpun. Mereka melakukannya dengan sangat
lama. Seolah hari esok mereka akan berpisah.
15 menit berlalu. Mereka baru melepas ciumannya. Mereka mengatur nafasnya yang masih memburu.
"Aku ingin keluar dari rumah sakit hari ini" ucap nisa tiba-tiba.
Faiz hanya menyerngitkan dahinya.
"Nanti aku akan tanyakan pada dokter" jawab faiz dengan datar. Nisa hanya mengangguk.
**** Setelah hari itu, nisa diperbolehkan pulang. Sudah seminggu ini ia dirumah. Namun, sikap faiz padanya berubah total.
Pria itu sangat dingin dan cuek padanya. Bahkan, sama sekali tidak berbicara padanya.
Hari ini pun sama, pagi-pagi sekali ia susah rapi. Nisa telah menyiapkan sarapan pagi untuknya. Namun, pria itu sama sekali tidak melirik ke arah makananya.
Nisa geram sendiri. Ia mencegah tangan faiz saat melintas didepannya.
"Kak, kamu kenapa sih" Kamu marah sama aku" Bilang kak apa kesalahanku! Jangan diamkan aku seperti ini" ujar nisa dengan lembut.
Namun, faiz hanya menatapnya dingin.
"Pulanglah kerumah orang tuamu. Aku melepasmu saat ini" ucap faiz dengan sangat datar.
Bagai tersambar petir dipagi hari. Nisa hanya bisa mematung di tempat. Ada yang sesak di dalam dadanya.
"Kak, kamu sadarkan apa yang kamu katakan itu?"
"Iya" "Kamu tau apa arti ucapanmu itu?"
"Iya" "Kamu yakin, menceraikanku secara sirryiah (samar) seperti ini?"
"Iya" Nisa terkekeh pelan mendengar semua jawaban faiz. Ia tertawa, tawanya terdengar sangat mengerikan. Semua yang mendengarnya pasti sangat miris.
"Gue yang bodoh atau loe yang brengsek sih kah" Gue gak nyangka beginikah akhirnya setelah pengorbanan gue" Oke. Kalau itu mau loe. Gue akan pergi" ucap
nisa lalu berbalik. "Maaf... Loe akan selalu bahaya jika disisi gue. Semakin gue sayang sama loe. Semakin gue harus melepas loe dari kehidupan gue. Gue gak mau loe taruhin
nyawa loe lagi demi pria brengsek kayak gue. Gue mau loe bahagia lepas dari gue" ucap faiz dengan datar.
Membuat nisa berbalik, menatap kearahnya. Wanita itu, tersenyum miring.
"Apa loe pikir dengan cara gini gue bisa selamat" Gue bisa bahagia" Loe salah besar. Gue bahagia sama loe. Hari ini, loe buktiin lagi ke gue kak bahwa
loe ngecewain gue. Loe ngelanggar janji loe sendiri" ucap nisa dengan lebih datar.
Ia menarik sesuatu dari lehernya. Melepas cincin di jari manisnya. Lalu, melemparnya ke wajah faiz.
"Gue kecewa sama loe kak" ucap nisa dengan nada tinggi.
'Aku mencintaimu akmal' ucap nisa tanpa suara.
Faiz langsung terduduk dilantai. Ia berlutut dihadapan nisa.
"Maaf... Maaf... Maaf... Aku masih mencintaimu mila" ujar faiz setelah nisa benar-benar pergi dari hadapannya.
"Aaarrrrgghh... Loe emang brengsek akmal" teriak pria itu dengan frustasi.
**** 'Tidak ada hal yang lebih menakutkan dalam sebuah pernikahan selain kata cerai'
Nisa mengendarai mobil dengan gila-gilaan. Ia tak peduli. Pikirannya kacau. Air matanya terus keluar dari tadi.
Ia meraih ponselnya. Mengirim pesan ke sahabatnya dan pada papanya.
Tujuannya sekarang hanya satu, yaitu rumahnya.
Sesampainya didepan rumah. Ia mengusap air matanya dengan kasar. Ia berjalan masuk ke rumah dan langsung pergi ke kamarnya. Di kamar, sudah ada papanya
yang duduk di atas kasurnya.


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Papanya masih memakai baju formal. Ia pasti baru dari kantor, langsung pulang. Pasti saat nisa mengirim pesan singkat itu, papanya sedang ada dikantorm
Papanya selalu begitu, ia akan merelakan semuanya untuk dirinya. Bahkan, pekerjaannya sekalipun. Papanya itu sangat sayang padanya melebihi mamanya sendiri.
Nisa memeluk papanya dari belakang.
"Ada apa sayang" Sini cerita sama papa" ujar papanya sambil membalikan badannya. Ia menatap anaknya.
Putri kecil nya itu langsung memeluknya. Isakan kecil mulai keluar dari mulutnya. Badannya bergetar. Ia meluapkan semua emosinya.
Papanya sedikit khawatir dengan keadaan putrinya. Ia hanya bisa mengusap pelan punggung putrinya. Menunggu sampai putrinya tenang.
Setalah tenang. Nisa mengusap air matanya kasar.
"Ada apa sayang" Sini cerita sama papa"ujar papanya kembali.
Beberapa kenangan terlintas di otaknya.
Aku tidak meminta apapun Berjanjilah engkau tidak akan menceraikanku apapun yang terjadi. Meskipun aku yang memintanya sendiri
I promise Kak, kamu kenapa" Kamu marah sama aku" Bilang kak. Apa salahku sama kamu" Jangan diamkan aku seperti ini
Pulanglah, pulanglah kerumah orang tuamu. Hari ini aku melepasmu
"Faiz pa. Dia minta pisah dengan nisa. Aku gak tau apa salahku pa. Aku gak tau. Sakit pa. Hatiku sakit. Dia melepasku disaat aku butuh dukungan darinya.
Disaat aku butuh kehadirannya. Beginikah akhirnya" Kenapa rasanya sakit sekali?" ucap nisa dengan lirih.
Namun, papanya dapat dengan jelas mendengarnya. Pria paruh baya itu nenggertakan giginya. Nyala api langsung terlihat dimatanya.
"Berani-beraninya dia nyakitin kamu. Apa dia sedang menantang maut?" ujar papa nisa dengan amarah yang berkobar-kobar.
"Jangan sakitin dia, pa. Aku sangat mencintainya. Cukup. Cukup dia saja yang menyakitiku" ujar nisa dengan serak. Airmatanya kembali turun.
Papanya segera merengkuhnya dalam pelukannya.
"Pa, bolehkah aku minta satu hal?" tanya nisa saat melepas pelukan papanya.
"Apapun sayang" jawab papanya dengan lembut.
"Jangan pernah sakitin kak faiz. jangan ganggu dia. Izini aku pergi dari indonesia. Terlalu banyak kenangan pahit disini" jawab nisa dengan datar.
"Kamu mau kemana?" tanya papa nisa dengan khawatir.
"Aku mau melanjutkan study di madinah. Tolong, hubungi pihak universitas yang dulu tawarin beasiswa padaku didasana. Tolong, urus asministrasinya. Aku
sudah minta rikha membelikanku tiket kesana malam ini. Malam ini juga aku akan pergi" ucap nisa dengan datar.
Papa nisa bisa diam. Ia sedikit legah karena putrinya itu tidak bertindak diluar nalar.
"Baiklah, jika itu mau mu. Papa akan mengurusnya. Sekretaris papa akan ikut bersamamu. Dia yang akan mengurus tempat tinggalmu disana. Papa akan sering
mengunjungimu" ujar papa nisa dengan lembut.
Tepat setelah itu, rikha dan zizi masuk kedalam kamarnya yang memang tidak dikunci.
"Papa keluar dulu" ucap papa nisa ketika melihat mereka berdua masuk.
"Ada apa, nis" Kenapa loe minta dibeliin tiket ke madinah malam ini" Loe mau pergi?" tanya rikha secara beruntun padanya.
"Yah, gue akan pergi. Gue akan ngelanjutin study gue disana, seperti impian gue dulu" jawab nisa dengan datar.
"Apa kak faiz ngizinin loe buat pergi?" tanya zizi dengan penasaran.
"Ya... Dengan senang hati di mengizinkan" jawab nisa seadanya.
"Kenapa mendadak gini sih?" cerca rikha padanya. Namun, tidak diindahkan oleh nisa.
"Gue cuma mau pamit. Dan yah... Tolong kelola perrusahan gue disini. Gue serahin semuanya sama kalian" ucap nisa dengan datar.
Rikha dan zizi saling bertatapan. Ia tau sahabatnya ini sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Bicara lah! Loe lagi ada masalah sama kak faiz?" tanya rikha dengan hati-hati.
"Ada.. Tapi, belum saatnya gue cerita. Biar dia sendiri yang beritahu loe berdua" balas nisa dengan dingin dan datar.
"Apa yang bisa kita bantu?" ucap rikha dan zizi serentak.
"Masukin semua baju gue ke koper" jawab nisa dengan asal.
"Loe gak bercandakan" Loe beneran mau pergi" Loe mau ninggalin kita?" tanya dengan tidak percaya.
"Kalian boleh pergi jika tidak mau" balas nisa dengan sanhat datar.
Rikha dan zizi melakukan apa yang sahabatnya itu minta. Merekapun tidak bertanya lagi. Mereka yakin nisa akan cerita dengan sendirinya jika dia ingin.
Tak terasa, waktu cepat berlalu. Malampun telah datang. Rikha dan zizi mengantar nisa ke airport. Disana sudah ada seorang wanita yang taik sekretaris
papanya sendiri telah menunggunya.
"Berjanjilah, untuk segera pulang dengan gelar sarjana. Sering-sering kabari kami" ujar rikha sambil tersenyum saat nisa hampir masuk dalam pesawat.
"Insya Allah..."
"Bolehkah kami berkunjung?"
"Tentu saja" "Hati-hati... Wassalamualaikum. Sampai jumpa" teriak rikha dengan keras. Ia tak peduli pengunjung lain akan terganggu.
"Waailaikum salam"
Selamat tinggal indonesia. Selamat tinggal fazahra akmila. Nama itu akan selalu jadi sejarah tersendiri dalam hidupku.
**** Sisi lain, faiz sedang dihadapkan dengan 2 pria paruh baya yang sedang mengintrogasinya. Ia seperti seorang terdakwa pembunuhan berencana yang akan dijatuhi
hukuman mati. "Atas dasar apa kamu menceraikan nisa, faiz" Apa kalian sudah tidak saling mencintai lagi?" tanya papa faiz dengan dingin.
"Bukan begitu, pa. Aku hanya merasa dia lebih aman dan lebih bahagia jika tidak bersamaku. Selama kita menikah, dia selalu menderita. Aku merasa telah
gagal menjadi suaminya" ucap faiz membela diri.
"Tak kusangaka, pikiranmu sangat dangkal. Ini yng membuatku sedikit ragu saat kamu meminta izin secara resmi untuk menikahi nisa. Jika bukan karena foto
biadap itu, aku tidak akan membiarkanmu menikahi nisa dengan mudah.
Sejak awal, inilah yang aku khawatirkan. Meski kamu sudah mampu secara fisik membiyai kehidupan nisa. Namun, secara mental kalian belum siap untuk menghadapi
badai di bahtera kehidupan rumah tangga ini. Jujur saja, saya kecewa" ujar papa nisa dengan nada dingin kjas seperti wanita itu.
Faiz hanya menundukan kepalanya dalam.
"Dengarkan aku, nak. Ujian dan cobaan dalam setiap kehidupan rumah tangga pasti ada. Harusnya, kalian berdua menyelesaikannya bersama. Bukan gegabah dan
langsung memutuskan untuk berpisah. Padahal, dalam kenyataanya kalian masih saling mencintai. Ini akn menyiksa kalian sendiri. Perceraian itu pula hal
yang diperbolehkan. Namun, sangat dibenci oleh Allah" ucap papa faiz dengan bijak.
Faiz mendengarkan dengan seksama. Ia mencerna setiap perkataan mereka. Perkataan mereka seratus persen benar. Tak seharusnya, faiz mengucapkan kata-kata
sakral itu. Ia menyesal sekarang.
"Aku menyesal, pa" ujar faiz sambil menundukan kepalanya.
"Jika kamu menyesal, segera susul dia ke air port. Ia akan terbang ke madinah malam ini. Dia ingin melanjutkan study nya kesana setelah sudah tidak ada
lagi yang bisa ia hatapkan disini. Cegah dia dan rujuklah dia. Atau kau akan kehilangan dia untuk selamanya" ujar papa nisa membuat faiz mendongakan kepalanya.
Ia segara bangkit. Meraih kunci mobilnya dan menancap gas ke bandara. Namun, seakan takdir tidak memihaknya.
Jalan menuju bandara macet total. Jarak ia dan bandara masih 2 km lagi. Tanpa pikir panjang, faiz keluar mobil. Ia berlari menuju bandara.
Ia tak peduli banyak orang melihatnya. Yang terpenting baginya saat ini hanya bertemu dengan istrinya.
Dibandara, ia segera menuju tempat pesawat-pesawat yang akan lepas landas. Ia melihat dua gadis yang sudah sangat ia kenal disana. Ia segera menghampiri
mereka. "Dimana nisa?" tanya faiz dengan tersenggal-senggal.
"Pesawatnya baru aja lepas landas" jawan zizi dengan tenang.
Faiz mematung seketika. Seluruh sendi di tubuhnya seakan terlepas. Ia terduduk di tanah.
Dadanya sesak, rinai hujan langsung turun dari matanya.
Ia terlambat. Nisa sudah pergi. Yah, pergi meninggalkannya karena ulahnya sendiri.
"Argh... Kenapa penyasalan harus ada di akhir" Dan kenapa penyasalan itu rasanya sakit" teriak faiz dengan frustasi.2
'Maaf... Maafkan aku mila. Aku menyesal. Sangat, aku sangat menyesal.... Fazahra akmila, sebuah sejarah kecil dalam hidup kita. Aku tidak akan membiarkan
nam itu hanya sebagai kenangan. Tapi aku berjanji akan menjadikannya abadi dalam hidup kita. Maafkan aku mila'
part 40 Marriage again (end)
- indonesia -+ Semilir angin berhembus dengan kencangnya. Awan hitam merapatkan barisannya. Terlihat begitu pekat di langit. Padahal, ini masih pagi.
Buliran hujan perlahan turun disertai gemuruh. Seolah turut murka atas apa yang terjadi hari ini.
Dua orang pria ini beradu pukul tanpa peduli tubuh mereka basah karena hujan.
Bugh... "Loe emang brengsek. Otak loe dimana?"
Bugh.... " Apa belum cukup 2 tahun loe nyakitin dia. Sekarang, loe jatuhin thalaq ke dia"
Bugh.... "Kalau loe nikahin dia cuma buat bikin dia sakit hati, lebih baik dari dulu... Gue aja yang nikahin dia, brengsek"
Bugh.... "Gue emang brengsek. Loe gak pernah tau gimana rasanya ada diposisi gue"
Bugh.... Bugh.... "Kita impas... Sorry" ujar faiz mengakhiri pertikaian mereka. Ia mengulurkan tangannya pada zaki yang sudah jatuh tersungkur di tanah.
Dengan cepat zaki meraihnya dan segera bangkit. Mereka berdua menyeka darah segar yang keluar dari mulut masing-masing.
Kedua pria itu lantas duduk di kursi dekat taman kompleks. Mereka berdua terdiam cukup lama, merasakan hujan yang membuat tubuh mereka basah kuyub.
Mereka berusaha menetralisir amarah mereka yang masih di ubun-ubun.
Untung saja, akal sehat mereka masih bekerja. Hingga mereka tidak sampai saling membunuh.
Meskipun, perasaan mereka campur aduk. Mereka selalu bersaing sehat. Tak ada yang ditutupi karena mereka pernah menjadi teman.
Faiz mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Hujan masih mengguyur mereka berdua. Mungkin, inilah cara Yang Maha Kuasa meredam kemarahan mereka.
"Gue nyesel, gue bener-bener nyesel. Gue tau gue bodoh karena telah nyia-nyiain seorang wanita yang gue cintai. Gue sadar gue brengsek karena menjatuhkan
talaq pada istri gue sendiri yang udah pertaruhin nyawanya untuk gue" ujar faiz menggantung.
Pria itu mengusap wajahnya kembali. Helaan nafas penyesalan, keluar dari mulutnya.
Air hujan masih mengguyur mereka.
"Tapi gue bisa apa" Sejak kita nikah, ada aja orang yang menyakitinya. Gue ngerasa gagal. Gue pengen liat dia bahagia. Bukan selalu menderita. Semakin
gue sayang sama dia. Semakin dia menderita. Gue harus gimana" Pikiran gue kacau waktu itu. Gue ngelanggar janji gue sendiri. Gue ngelanggar prinsip dalam
hidup gue sendiri. Tapi, gue salah terlalu cepat ngucapin kata sakral itu. Gue pikir itu jalan paling baik. Gue gak bisa... Gue gak bisa lihat dia menderita
lagi karena gue" lanjut faiz dengan lesu. 3
Siapapun yang mendengarnya, pasti tau bahwa dia sangat menyesal.
Zaki hanya tersenyum miring, mendengar penuturan bodoh seorang pria yang paling pintar seantero kampusnya.
"Loe itu pinter. Tapi, kenapa pikiran loe dangkal. loe pikir nisa bakal bahagia" Loe salah besar. Nyatanya, loe justru nyakitin hati dia.
Loe itu kaya. Tapi, loe bodoh. Nisa gak bakal lecet secentipun, jika loe pinter. Gunain otak loe. Manfaatin harta loe. Sewa kek body guard buat jaga nisa
24 jam" ujar zaki dengan nada datar tanpa melihat faiz.
Faiz hanya diam. Semua yang dikatakan zaki itu benar. Tapi, apa yang harus ia lakukan sekarang" Nisa sudah pergi meninggalkannya.
"Sekarang, loe udah ceraiin dia. Jadi, jangan salahkan gue kalau nisa mau nerima lamaran gue" ucap zaki dengan tegas. Lalu, berlalu dari hadapannya.
Faiz menggertakkan giginya. Dadanya terasa sesak. Kepalanya seakan mau pecah. Ia menjambak rambutnya sendiri.
"AARGHhhh... " teriak faiz dengan kencangnya. Ia meluapkan semua emosi dalam dirinya.
"Ya Allah, berikan satu kesempatan untuk lagi, agar aku bisa membahagiakan istriku" ujarnya lagi dengan lirih.
"Kenapa" Kenapa penyesalan selalu datang di akhir?"
"Kalo di awal namanya pembukaan" sahut seorang pria paruh baya dengan membawa payung ke arahnya.
Pria itu menggunkan kaca mata hitam dan baju formal. Kentara sekali, ia baru pulang dari kantor.
"Papa?" ucap faiz dengan lirih. Ia tersenyum miris. Masih bisakah, ia memanggil pria paruh baya itu dengan sebutan 'papa'". Padahal, ia sudah menyakiti
hati putrinya. "Masuklah dalam mobil. Nanti kamu bisa sakit" ucapnya dengan datar dan dingin.
Faiz diam saja. Ia tak bergerak sama sekali. Nada bicara pria itu persis seperti nada bicara putrinya. Itu mengingatkan faiz pada istrinya.
"Masuklah, saya ingin membicarakan soal putri saya denganmu" ujar pria itu dengan tegas lalu berjalan kembali ke mobilnya.
Mendengar ucapan pria paruh baya itu, membuat faiz berdiri. Faiz mengikuti pria itu dari belakang. Mereka memasuki mobil BWM warna hitam. Mobil itu pun
segera melaju. **** - Bandara indonesia - Hujan mulai reda. Menyisakan buliran-buliran air di atas dedaunan.
Seorang pria dan 2 orang gadis telah naik ke pesawat siang ini. Mereka semua pergi, hendak menemui seseorang di tanah madinah.
Berjam-jam perjalanan mereka lalui dengan diam. Dan akhirnya, mereka telah sampai di kota Rasulullah.
Di bandara, sudah ada mobil yang menunggu mereka. Mereka bertiga masuk mobil dan segera pergi dari bandara.
Tak butuh waktu lama, mereka telah sampai di tempat tujuan. Wanita itu meminta bertemu di luar. Tepatnya di sebuah tempat lapang dimana banyak burung merpati
di beri makan. "Wah... Keren. Merpatinya banyak banget" teriak seorang gadis saat turun dari mobil. Ia lantas berjalan dengan hati-hati takut jika sekumpulan merpati
itu terbang. Seorang wanita dengan balutan gamis dan blazer biru yang duduk disebuah kursi, hanya mampu mendecak sekali melihat kelakuan sahabatnya itu.
Sebuah tepukan bahu, sedikit mengagetkannya.
"Assalamualaikum, nisa" ujar seorang wanita bermata sipit itu.
Nisa hanya tersenyum seraya berdiri.
"Waalaikum salam, zizi" jawab nisa singkat. Lantas, ia memeluk sahabatnya itu.
Cukup lama mereka dalam posisi tersebut, sampai suara deheman seseorang mengagetkan mereka.
"Ehem... Gue gak dapet pelukan juga nih" sindir pria itu. Refleks, nisa melepas pelukannya.
"Mau ngerasain pukulan gue, zak?" balas nisa dengan sarkatis.
Pria bernama zaki itu justru tertawa dan langsung duduk dikursi tanpa izin. Sedangkan, zizi perlahan mundur. Menjauhi sahabatnya dan zaki. Ia tak ingin
menyiksa dirinya dengan melihat kedekatan mereka.
"Gak nyangka ya. Gue kira loe bakal sedih, murung. Tapi, gue salah. Si kristal dingin mana bisa jadi leleh" ujar zaki dengan gaya di buat-buat.
"Buat apa gue sedih. Gak ada gunanya. Ini udah takdir bukan" Lantas, buat apa kita nyesel?" balas nisa dengan dingin. Wanita itu lantas duduk di samping
zaki.+ "Loe tau?" tanya zaki menggantung.
"Gak tau tuh" potong nisa dengan cepat.
Zaki hanya mendecak sekali.
"Heh... Gue belum selesai, nisa. Jangan dipotong dulu, gue mau ngomong serius nih" balaz zaki dengan gemas.
"Yah deh... Terserah" jawab nisa seadanya.
"Loe tau, gue udah suka sama lor dari SMA. Dan loe selalu nolak gue. Saat loe nikah, gue mau ikhlasin loe buat dia. Asal dia bisa bahagiain loe. Tapi,
nyatanya dia justru nyakitin loe. Loe udah sendiri sekarang. Gue pengen bisa bahagiain loe. Gue bisa jadi pendamping hidup loe. Apa loe mau?" tanya zaki
dengan serius. Pria itu menatap ke arah nisa. Namun, gadis itu sama sekali tak menatap ke arahnya.
Gadis itu terlihat menghela nafas panjang. Ia tidak tega untuk menyakiti hati pria itu. Seorang pria yang sangat baik padanya. Seorang pria yang rela melakukan
apapum untuknya. Seorang pria yang sangat tulus mencintainya. Tapi, ia tidak bisa membalasnya. Tidak! Ia tidak bisa. Ia tidak mungkin membohongi hatinya
bahwa ia masih sangat mencintai faiz.
Wanita itu menoleh ke arah zaki dan tersenyum tipis.
"Maaf... Gue enggak bisa. Gue tau, cinta loe itu tulus banget ke gue. Dan yah... Mungkin, perasaan loe lebih besar ke gue dari pada kak faiz. Tapi, gue
gak bisa. Gue gak pantes buat loe. Sekalipun, kita bersama... Perasaan gue akan tetep sama.
Disini, ada wanita yang tulus sama loe. Dia sangat mencintai loe. Dia seorang wanita yang baik. Seorang wanita yang perhatian sama loe sejak SMA. Dia adalah
orang gang selalu nyuruh gue buat negur loe kalau loe salah. Dia cinta sama loe. Tapi, dia gak pernah nunjukin itu" ujar nisa dengan pelan namun penuh
penekanan. Zaki hanya diam. Mencerna setiap perkataan nisa. Untuk sekian kalinya, dia ditolak oleh nisa lagi dan lagi.
"Siapa yang loe maksud?" tanya zaki dengan penasaran. Ia mencoba tidak memikirkan sesak didadanya karena penolakan nisa. Ia lebih penasaran dengan seseorang
yang di maksudkan oleh nisa.
"Loe liat dua cewek kurang kerjaan yang lagi main sama merpati itu" Salah satu diantara mereka" jawab nisa sambil menatap dua sahabatnya yang berada sedikit
jauh dari mereka. Zaki menatap ke dua wanita itu. Memikirkan siapakah diantara mereka yang diam-diam menyimpan rasa padanya.
Apakah rikha" Tidak mungkin. Dia sudah punya pacar. Dia pernah kencan di restoran miliknya bulan lalu. Pacarnya, adalah mahasiswa kedokteran semester 4.
Jika bukan rikha... Berarti zizi. Apakah zizi" Benarkah perempuan kalem itu menyimpan rasa padanya" Kenapa dia tidak menyadarinya"
Bukankah mereka juga dekat sejak SMA" Bahkan, dia sering menggoda zizi saat SMA. Namun, pria itu hanya menganggap zizi sebagai adiknya, tidak lebih.
"Kurang apanya dia" Sudah cantik, baik, pinter, ramah dan yang paling penting dia juga kalem dan agamanya kental. Tidak sepertiku yang cuek, kata-kata
pedes, agama juga kurang.
Berusahalah... Ngelupain gue. Buka mata dan hati loe buat dia. Gue yakin, dia bisa buat loe bahagia. Loe cari wanita kayak dia sekarang itu cuma ada 1
banding satu juta. Jadi, jangan sia-siain sahabat gue. Dia terlalu baik untuk disakiti.
Kadang, cinta gak harus memiliki karena cinta bukanlah ambisi. Tapi, tidak salahkan kalau kita bisa bahagiain orang yang mencintai kita.
Loe bisa bahagiain dia. Tapi, maaf... Gue gak bisa bahagiain loe" ujar nisa dengan melihat ke arah gadis bermata sipit itu.
Zaki hanya bisa diam. Ia membenarkan ucapan nisa. Memang, cinta bukanlah sebuah ambisi. Dan apa salahnya jika ia membuka hati untuk orang lain karena dengan
cara apapun ia menyakinkan nisa, wanita itu tidak bisa menerima dirinya.
**** - indonesia - Dimobil, keadaan hening selama beberapa menit. Sampai pria paruh baya itu membuka pembicaraan.
"Saya melihat kalian berdua tadi. Kesimpulannya, kamu begitu menyesal" ucap pria paruh baya itu.
Faiz hanya diam mendengarkan. Ia sama sekali tidak ingin memberi komentar.
"Saya dengar, kamu minta kesempatan kedua?" tanya pria paruh baya itu yang sukses membuat faiz menatap ke arahnya.
"Masih bisakah?" tanya faiz dengan hati-hati.
"Tentu saja, masih. Tapi... Ada syaratnya" balasnya.
"Syarat?" tanya faiz dengan ragu.
"Yah... Syarat pertama: tunggulah sampai 4 tahun lagi, sampai dia wisuda. Syarat kedua: wujudkanlah mimpinya untuk bisa menikah di masjid nabawi madinah.
Syarat ketiga: jangan pernah sakiti hatinya lagi. Atau nyawamu menjadi taruhannya" ujarnya dengan tegas dan penuh penekanan.
Faiz terdiam. Mencerna setiap perkataan pria paruh baya itu. Ia seperti tidak percaya dengan apa yang ia dengar tadi.
"Baiklah, pa. Terimakasih. Aku akan gunakan kesempatan kedua ini sebaik mungkin. Aku akan mwmenuhi semua syarat itu. Aku janji, tidak akan menyakitinya
lagi. Jika aku melakukannya, nyawaku taruhannya" ucap faiz dengan mantap. 1
'Ya Allah... Jika engkau mengizinkan mereka untuk bersatu kembali. Maka, takdirkanlah... Aku tidak ingin, putriku meneteskan air matanya hanya karena seorang
laki-laki. Aku tak segan untuk menghabisi laki-laki manapun jika ia berani menyakiti putriku. Semoga Engkau meridloi dan merahmati mereka berdua' bathin
pria paruh baya itu. Sedangkan, dalam hati, faiz berucap syukur. Masih ada harapan untuknya agar bisa bersatu dengan wanita itu.
Tapi, apakah wanita itu bisa memaafkan dirinya" Apakah dia masih mau menerimanya kembali setelah semua ini" Apakah masih bisa"
'Semoga... Kamu mau memaafkanku dan menerimaku kembali untuk kedua kalinya. Bahkan, aku berjanji pada diriku sendiri jika aku menyakiti dirimu... Nyawaku
lah tebusannya.' **** - 4 tahun kemudian di Madinah Seorang wanita berhidung mancung dengan tubuh proporsional sedang menatap dirinya di cermin. Ia terlihat sangat cantik dengan parasnya yang dewasa.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Beberapa pesan, masuk dari semua akun miliknya. Mulai dari sms, bbm, fb, wattsap dan line.
Ia tau, siapa yang mengirim pesan sepagi ini. Setiap hari, orang itu mengirim pesan padanya dan Isinya pun sama. Namun, sama sekali tak pernah ia balas.
Hatinya terlalu berat untuk sekedar membalas pesan singkat darinya.
Tetapi, orang itu tidak pernah bosan mengirim pesan. Sekarang, mungkin sudah ratusan bahkan ribuan pesan yang ia kirim dengan isi yang sama.
'Maaf... Maaf... Maafkan aku.
Jangan pernah tinggalin sholat. Jangan lupa makan dan jaga kesehatan.
Aku merindukanmu.' Setidaknya, itulah isi pesan singkat tersebut.
Ia menghela nafasnya. Tangannya menyentuh figura yang terpajang manis di meja riasnya.
"Sudah 4 tahun ya kak. Tapi, kenapa aku masih belum percaya kita pisah dengan cara kayak gini..... Hari ini aku akan wisuda. Study ku disini akan selesai.
Tapi, aku sama sekali tidak siap jika harus kembali ke indonesia. Apalagi, harus kembali bertatap muka denganmu. Aku tidak sanggup"
"Nona Zahra... Anda sudah siap belum" Acaranya akan dimulai 15 menit lagi. Jika anda tidak cepat. Anda pasti akan terlambat" teriak seorang wanita dari
luar kamarnya. Mendengar teriakan orang itu, zahra beranjak dari duduknya dan menyambar tas selempangnya. Gadis itu melirik jam tangannya sambil berjalan. Benar saja,
waktu telah menunjukan pukul 7.45 pagi. Dia bisa terlambat mengikuti acara wisuda.
**** Di aula utama universitas al-yatsrib (bukan nama asli instansi), para mahasiswa telah memakai jubah dan toga. Tak terkecuali, wanita berhidung mancung
yang tengah berdiri di atas panggung untuk mendapat penghargaan atas nilai cumlaude yang di raihnya.
Dia memakai gamis biru dengan pasmina biru yang di lapisi jubah khas wisuda dan toga. Dia terlihat sangat anggun, cantik dan juga sangat berkarakter. Siapapun
yang melihatnya pasti akan terpesona.
Perjuangannya selama 4 tahun disini tidak sia-sia. Impiannya bisa belajar di kota madinah telah tercapai. Keinginannya untuk tinggal di kota Rasulullah
pun sudah terpenuhi. Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan untuknya. Namun sayang, ada yang kurang. Sesuatu dalam dirinya tidak lengkap. Bahkan hilang, selama 4 tahun
terakhir ini. Yah, wanita itu.... zahra. Dulu, dia akrab disapa nisa. Namun, di kota ini... Ia sering dipanggil zahra. Entah kebetulan atau takdir" Ia pun tidak tau.
Zahra merupakam nama panggilan untuknya dari orang yang spesial. Orang itu sering memanggilnya zahra ketika SMA dengan alasan, namanya sana dengan nama
adiknya. Namun, itu dulu. Sekarang tidak lagi.
Wanita itu harus menahan nyeri hatinya ketika ia di panggil dengan sebutan zahra. Seolah, panggilan itu mengingatkannya dengan orang spesial itu.
Wanita itu mengakhiri pidatonya dengan salam dan mengangguk hormat. Sorak tepuk tangan menyambut dirinya yang turun dari panggung. Ia berjalan dengan anggun
menuju tempat duduknya kembali.
Terlihat 2 pasangan paruh baya sedang berdiri menunggu ke datangannya. Seorang wanita membawakan sebuket mawar putih di tangannya. Sedang, seorang pria
di sampingnya berdiri dengan tegap sambil melempar senyum kharismatik miliknya.
"Abiiii... Umiii... " ujar zahra dengan tak percaya. Ia kira, kedua orang tuanya tidak akn kesini. Tapi, kenyataannya... Mereka berdua telah berdiri tepat


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dihadapannya. "Wah... Biasanya aja pakai daddy-mommy. Kenapa sekarang jadi abi sama umi?" ujar papanya meledek.
Zahra hanya terkekeh pelan. Ayahnya ini memang ada-ada saja.
"Yaelah... Gaul dikit lah, pa. Ini kan di arab saudi. Masa' iya pakai daddy sama mommy" jawab zahra seadanya.
"Yah terserahlah, sayang. Ini bunga buat kamu. Selamat ya, mama bangga sama kamu" ujar sang mama sambil menyodorkan rangkaian bunga di tangannya.
Zahra mendecak sekali ia merasa heran dengan ibunya.
"Ma... Zahra gak makan bunga kali. Oleh-oleh dari indonesia bawa coklat kek, pizza kek atau pasta kek. Kan enak. Bunga mana bisa dimakan" ucap zahra sambil
menatap miris bunga itu. Mendengar jawaban zahra, papanya terkekeh pelan. Lalu, menyentil hidung mancung putrinya.
"Ya ampun... Kamu itu coklat mulu. Papa pikir, setelah lama disini selera makanmu akan berubah" ujar papanya dengan gemas melihat putrinya.
"Wah... Ya gak bisa dong pa. Itukan makanan favoritku" balas zahra dengan nyengir. Memamerkan deretan gigi putihnya.
"Makanya neng... Pulang ke indonesia. Disana, kamu bisa puas makan itu semua dengan mudah" celetuk seseorang dari arah belakangnya.
Zahra menolehkan pandangannya. Sepertinya, ia kenal dengan suara itu. Walau sekarang ia sudah lama tidak mendengarnya. Namun, suara itu masih sangat familiar
di telinganya. "Pa... Siapa sih dia?" tanya zahra dengan ragu pada papa yang ada di sampingnya.
"Wah... Sepertinya nisa amnesia nih, Om. Lupa ya sama sepupu sendiri" Mentang-mentang udah tinggal disini 4 tahun?" ujar seorang wanita yang kini berada
tepa di hadapan zahra. Zahra menatapnya dengan intens. Sepertinya, dia kenal. Tapi, siapa ya kok rada' lupa nih otak. Kok mukanya mirip sih sama zahra. Ah... Iya dia ingat sekarang.
"Kak lifa?" tebak zahra dengan nada tak percaya.
"Yups... Akhirnya, inget juga kamu sama aku" balas wanita itu dengan tersenyum manis.
Zahra langsung memeluknya. Ia tak percaya kakak sepupunya itu ada disini sekarang. Tapi, tunggu... Kenapa dia bisa ada disini" Mau apa dia kesini".
"Kok kak lifa bisa kesini sih" Apa sangking kangennya sama aku dibela-belain sampai kesini?" tanya zahra dengan penasaran.
Jtak... Satu jitakan mulus mendarat didahinya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan kholifa azizah/ lifa, kakak sepupunya.
Zahra hanya mengelus-elus dahinya yang malang.
"Yeee... PD. Aku kesini karena... Karena..." ujarnya menggantung.
"Karena calon suaminya disini. Dia mau nikah besok pagi di masjid nabawi" sahut mama zahra.
Lifa hanya nyengir tak jelas sambil mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedangkan zahra hanya melongo tak percaya. Kakak sepupunya akan menikah dan dia
tidak di beritahu sebelumnya" K-e-t-e-r-l-a-l-u-a-n.
"Yakin" Lifa mau nikah" Emang ada yang mau sama dia?" tanya zahra dengan asal.
JTAKkkk... Satu jitakan mulus kembali zahra terima. Lifa sudah menatapnya tajam.
"Heh... Ya ada lah. Dia itu cakep. Pinter. Seorang hafidz. Lulusan universitas al-azhar kairo" ucap lifa dengan penuh kebanggaan.
Zahra hanya mengangkat sebelah alisnya dengan tidak percaya. Dalam hati ia menebak siapa yang akan menjadi calon suami sepupunya itu.
"Siapa sih, pa" Pria beruntung itu" Kenapa aku jadi penasaran sih" ujar zahra dengan sangat penasaran.
Papanya hanya terdiam. Berfikir sejenak jawaban apa yang tepat ia berikan untuk putrinya.
"Dia itu seorang gus dari pondok pesantren yang kamu dan lifa nyantri dulu" jawab papanya dengan jujur.
Zahra membeku ditempat. Mendengar kata gus saja, membuat pikirannya melayang kemana-mana. Rasa penasarannya kian menjadi-jadi, seiring rasa sakit di hatinya
kembali muncul. "Besok adalah hari pernikahanku. Pokoknya kamu harus datang pagi ke masjid nabawai buat menghadiri akad nikahnya" ujar lifa dengan tersenyum.
"Kenapa harus di masjid nabawi?" tanya zahra dengan lirih. Namun, lifa masih bisa mendengarnya. Ia ingin menjawab. Tapi, ia harus menjawab apa" Ini semua
direncanakan untuk zahra. Yah, untuk wanita itu sendiri. Bukan untuknya.
"Karena calon suaminya ingin akad nikahnya disini, sayang. Calon suaminya hari ini juga baru wisuda. Seminggu lalu, lifa dilamar olehnya melalui perantara
abahnya. Dan besok adalah hari H-nya" sahut mama zahra menanggapi.
Wanita itu hanya diam dan berfikir. Entahlah, ada sesuatu di hatinya yang terasa berdenyut. Semuanya terasa aneh dan terbalik. Dulu, ia bermimpi bisa menikah
di kota ini. Namun kini sepupunya yang akan menikah disini.
"Heh... Kok ngelamun. Aku bawa coklat loh. Bawa banyak lagi. Aku juga bawa pizza sama pasta. Enak banget tuh kayaknya" ujar lifa mencoba menarik perhatian
zahra. Mendengar pakanan kesukaannya disebut, membuat zahra tersadar dari lamunannya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya seperti anak kecil.
"Mana ... Mana coklatnya" Mana pizzanya" Mana pastanya" Aku minta dong. Laper nih" ucap zahra dengan tersenyum lebar.
Lifa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sepupunya itu.
"Acaranya udah selesai belum" Kalau udah... Ayo ke apartemenku. Disana banyak coklat, pizza, pasta ... " ujar lifa sedikit menggoda sepupunya itu.
Zahra hanya bisa menyapu bibirnya bagian bawah.
"Duh... Ya ampun, kak. Ngiler nanti nih dedek" balas zahra dengan asal sambil mengelus perutnya sendiri.
Kedua orang tuanya hanya bisa tersenyum tipis. Andai, kejadian 4 tahun lalu tidak terjadi. Pasti dedek itu sudah lahir ke dunia ini. Tapi, inilah takdir.
Tidak ada seorangpun yang tau.
"Kamu liat orang yang ada dipintu sana" Dia bawa banyak coklat. Kamu bisa minta dia dulu. Nanti setelah itu, kita ke apartementku" ucap lifa sambil menunjuk
seorang wanita bercadar hitam didekat pintu.
Tanpa bertanya lagi, zahra segera menghampiri orang itu.
Lifa dan kedua orang tua zahra hanya bisa tersenyum miris melihat wanita itu.
"Om... Tante... Aku takut, besok nisa bakalan syok. Aku takut, dia justru akan semakin sakit hati" ucap lifa pelan dan penuh kekhawatiran.
Mama zahra menghampiri keponakannya itu. Ia mengelus pelan lengan lifa.
"Gak usah khawatir. Yang akan terjadi besok, itulah yang terbaik untuknya. Dan jika Allah menghendaki ini terjadi, inilah yang terbaik untuknya" balas
mama zahra. "Semoga Allah megizinkan apa yang akan terjadi besok. Semoga keputusanku tidak salah" timpal papa zahra menambahi.
Dalam hati mereka semua berdoa, semoga apa yang akan terjadi besok telah mendapat ridho dari Allah.
**** - indonesia - Terlihat seorang pria bertubuh jangkung sedang duduk di kursi kejayaannya. Kakinya ia silangkan diatas meja. Tangan kirinya memegang rokok yang setia menemani
paginya. Rambut dan kemejanya acak-acakan.
Kondisiny sangat kacau. Bukan hanya hari ini, tapi 4 tahun terakhir. Keadaannya sangat buruk. Sifat dinginnya menjadi kaku dan sangat otoriter.
Ini bukanlah dirinya. Namun, sisi buruknya yang tak pernah diketahui oleh orang lain. Ia selalu merokok ketika pikirannya penuh. Ia sama sekali tidak peduli
dengan penampilannya. Ia juga tidak peduli dengan kesehatannya. Namun, sekacau apapun dirinya... Persoalan ibadah tak pernah dilalaikan.
Tangan kanannya memegang sebuah figura. Figura dengan gambar 2 pasangan yang terlihat sangat bahagia. Bahkan, senyum yang terukir diwajah kedua orang yang
ada di foto itu sangat mirip.
Kata orang, jika senyumanya sama itulah jodoh. Tapi, benarkah itu" Jika benar. Kenapa ia dipisahkan dari jodohnya" Bahkan, 4 tahun telah ia lalui dengan
perpisahan.3 "Mila, gimana keadaanmu disana" Apa kamu baik-baik saja disana" Apa kamu bahagia" Apa kamu betah disana"
Empat tahun sudah. Apa kamu tidak merindukanku" Aku sangat merindukanmu. Setiap menit, setiap detik aku merindukanmu. Seolah setiap detik aku harus memaksa
diriku untuk selalu menyibukan diri agar tidak memikirkanmu.
Tapi, tetap saja. Aku tidak bisa menghilangkan bayang senyummu di hatiku. Maaf... Maafkan aku...
Hari ini aku akan menyusulmu. Aku akan mewujudkan impianmu setelah 4 tahun penyiksaan ini. Aku yakin, bukan hanya aku yang merasa tersiksa. Tapi, kamu
juga lebih merasakan sakit. Maaf... Maafkan aku, sayang" ujarnya dengan sangat pelan dan lirih.
Setiap kata yang keluar dari mulut pria ini terdengar sangat miris. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tau bagaimana kehancuran jiwanya.4
Ceklek.... Tiba-tiba, pintu terbuka. Seorang pria jangkung berkacamata memasuki ruang ini dengan tenang. Ia berjalan mendekati saudaranya itu.
Sekali hentakan, batang rokok yang ada di tangan saudarnya itu lepas.
"Mau sampai kapan loe kayak gini" Sampai kiamat gelombang kedua?" tanyanya dengan nada tinggi. Ia tidak suka, melihat saudaranya kembali ke sisi liarnya.
"Sampai mila balik lagi sama gue" jawab pria itu seadanya. Ia menurunkan kedua kakinya dan meletakkan figura di tangannya ketempatnya kembali.
"Sudahlah akmal. Bukan kayak gini cara loe ngilangin stress. Gue 100% yakin jika nisa masih sama loe. Dia bakal ngelarang loe buat ngerokok lagi" ujar
pria itu. "Dia gak pernah protes kalau gue ngerokok sejak SMA. Sekalipun gue ngerokok di deket dia" jawab akmal dengan nada datarnya.
Saudaranya itu justru tertawa sinis. Ia melempar kasar majalah bisnis ke wajahnya.
"Loe bodoh emang. Lebih baik loe siap-siap sekarang. 30 menit lagi kita ke airport. Sebelum semua rencana loe gagal lagi. Sebelum loe nyesel lagi kayak
4 tahun lalu" ujar pria itu dengan sinis.
Akmal membuang rokoknya kasar. Ia menggertakkan giginya. Mendengar perkataan saudarnya itu mengingatkannya pada kejadian 4 tahun lalu.
"Loe juga akan nikah besok rifat. Gue harap loe udah siap segalanya. Loe udah ngelursin niat. Jangan sampai apa yang terjadi sama gue, terjadi juga sama
loe" balas akmak dengan dingin seraya beranjak dari duduknya.
"10 menit lagi, kita ketemu di airport" ucap akmal kembali saat melintasi pria bernama rifat itu.
Rifat hanya bisa tersenyum tipis. Ia tau, saudaranya itu masih waras dan punya otak. Buktinya, dengan keadaan kacau perusahaanya justru semakin maju 4
tahun ini. 'Semoga... Allah selalu meridloi setiap langkahmu. Dan apa yang akan kamu lakukan besok akan berhasil. Jika kalian memang berjodoh, aku yakin... Allah
akan menyatukan kalian kembali bagaimanapun caranya'
**** - Di Madinah - Semilir angin berhembus dengan dinginnya. Bintang-bintang bertebaran dilangit. Sangat indah menghiasi benatang alam malam ini.
Terlihat seorang wanita sedang duduk dengan membaca kitab arbain di dekat masjid nabawi. Ia menunduk. Hidung mancung dan dagu tirusnya terlihat dari samping.
Gamis dan pasmina biru laut terlihat sangat manis ia kenakan.
Pukul 9 malam telah berlalu. Namun, ia sama seki tidak ada niat untuk beranjak dari duduknya.
Sesekali, dia terlihat seperti menghafal. Ia tenang dengan banyak orang yang berlalu lalang di sampingnya. Bahkan, terkesan sangat acuh dengan sekitarnya.
Ia masih wanita yang sama seperti empat tahun lalu. Hanya parasnya yang terlihat sedikit lebih dewasa.
Dari kejauhan, seorang pria sedang memperlihatkannya dari tadi tanpa ia sadari.1
'Alhamdulillah, ya Allah... Engkau mengizinkan aku kembali bertemu dengannya. Sungguh, dia lebih dan lebih menawan dari sebelumnya. Aku begitu merindukannya.
Semoga, Engkau pula mengizinkanku agar bisa mengikatnya lagi besok untuk yang kedua kalinya. Dan menyatukan kembali nama Fazahra Akmila dalam sejarah hidup
kami' Ucap pria itu dalan hati.
Pria itu memperhatikannya sangat lama. Tiba-tiba, seorang anak kecil berusia sekitar 10 tahun menepuk bahunya. Ia berbicara menggunakan bahasa arab.
Namun, pria itu sedikit tidak mengerti maksudnya karena memang pelajaran bahasa arab dengan logat bicara bahasa arab itu sangat berbeda.
"I'm sorry. Can you speak in english?"
"Oh yes... I'm sorry. I think you can speak arab language. Can i ask a something?"1
"Why you look at my teacher" Are you admire with Miss. Zahra?"
"She is your teacher?"
"Yes... She tache me to speak english fluently"1
"Oh yes... She is really like english. Can i ask your help" I am her friend"
"Sure. What i can do for you?"1
"Wait a minutes. I ask your paper and borrow your pen." 1
"Of course" Anak itu kemudian memberi pria itu bolpoin dan kertas. Lantas, pria itu menuliskan beberapa kalimat kedalamnya. Lalu, melipatnya menjadi bentuk origami
burung. Dan mengambil dua coklat dari sakunya.
"Please... Give this paper and this chovolate to her. Don't say who is sent this letter. And one cocholate for you" 1
"Okay. Thankyou, sir" jawab anak itu, lantas mengikuti apa perintah pria itu.
**** Disisi lain, ketika zahra sedang menghafal hadist dari kitab arbain ditangannya. Seorang anak kecil yang sudah sangat ia kenal menghampirinya.
"Assalamualaikum... Miss. Zahra. I'm sorry, i disturb you. But, i wanna to give you it from Mr.X" ujarnya dengan tersenyum.1
Zahra hanya menyerngitkan dahinya. Ia heran, siapa yang mengirimkannya origami ini" Siapa juga pria kurang kerjaan yang melakukan ini padanya.
"Oke thankyou. Are you receive a payment?" 1
"Yes. This chocolate"
"Oh, right. You can go home. This is so night, isn't it" Your parent must worry about you"2
"Yes. Miss... I will go. But, don't forget to read it"
"Sure" "Assalamualaikum"
"Waalaikum salam"
Anak itu segera berlaku dari harapn zahra. Wanita itu kemudian menutup kitabnya dan meraih origam serta coklat itu. Tanpa ragu, Ia langsung memakan coklat
itu. Kalau soal coklat. Apapun jenisnya akan ia lahap.
Lalu, pandangannya beralih ke origami itu. Perlahan tangannya membuka origami itu. Terlihat tulisan dibalik kertas itu.
Ia mematung, ketika membaca isinya. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat itu juga.
Siapa yang bermain-main dengannya dengan surat ini" Siapa" Apakah dia" Tapi, tidak mungkin.
Zahra berdiri dari duduknya. Menoleh kekanan-kekiri. Mencari siapa pengirim origami itu. Tapi, tak ditemukan orang yang ia cari.
Wanita itu kembali duduk. Ia menggigit pelan coklat batangan di tangannya. Ia menelannya pelan. Kemudian, ia membaca lagi kalimat yang ada di origami itu.
"Love is not false This is not love but dear
Nothing reason i dear you
It can happen because Allah wanna it happen
Never regret with what's been happen
We are not always together
Let me hug our memories Let me tell you our story
When we meet again Let your heart to guide you for go home...
" hay, dear... I'm back. I'm here. I promise that i can make the word 'Fazahra Akmila' can united again"
Begitulah isi surat itu. Perlahan, pandangan mata zahra buram. Kelopak matanya berair. Hanya dengan kata-kata ini mengingatkannya pada seseorang. Ia memejamkan
matanya. Air matanya perlahan turun mengenai pipinya.
"Kak akmal..." ujar zahra sangat lirih. Ia dengan cepat menghapus air matanya. Lantas, beranjak dari duduknya. Ia berjalan dengan tertatih seperti tak
punya daya. Hanya dengan mengucapkan nama orang itu mampu membuat tulangnya seakan lepas dari raganya. Pikirannya sangat kacau. Entahlah, sejak pagi... Ia merasa diingatkan
dengan semua kenangan yang ada di indonesia.
'Maafkan aku, zahra... Aku selalu membuat air matamu yang berharga itu menetes begitu saja. Maafkan aku... Aku masih mencintaimu sejak dulu sampai sekarang
hingga nanti' **** - madinah. Pukul 7 pagi Sang mentari telah memancar tinggi. Namun, wanita ini masih setia tidur diatas tempat tidurnya. Suara ponsel berdering sangat mengganggu indera pendengarannya.
Ia meraba, meja di samping tempat tidurnya. Menggeser layar dengan asal untuk menjawab telfonnya.
"Assalamualaikum, sayang... Kamu dimana" Cepet kesini" Akad nikah lifa dimulai sebentar lagi. Apa kami gak mau liat sepupumu itu menikah?"
Suara di sebrang pesawat telfon mampu membuat matanya membuka sempurna.
"Waalaikum salam, ma. Yah... Nanti aku kesana 15 menit lagi" jawab zahra dengan suara serak khas orang bangun tidur. Ia langsung menutup telfon secara
sepihak. Wanita itu lantas mengusap wajahnya kasar. Bisa-bisanya dia bangun kesiangan di hari sepenting ini. Kenapa tadi malam ia menolak menginap di apartemen
lifa" Kenapa nuga tadi malam ia tidak bisa tidurkarena memikirkan surat itu" Dan kenapa kebiasaanya tidur setelah sholat subuh harus kumat". Kenapa".
Jawabannya: karena takdir.
'Bagus zahra... Memang karena takdir. Lebih baik, kamu cepat mandi dan langsung ke tkp daripada harus orang bathin sendiru kayak otang gila' ujar wanita
itu pada dirinya sendiri.
Tanpa pikir panjang lagi, ia lantas masuk kamar mandi dan segera bersiap. Karena ia yakin, semua orang sudah ada disana sekarang. Termasuk, sekretaris
papanya yang selama 4 tahun terakhir ini selalu menemaninya.
**** Tak perlu waktu lama, zahra sudah siap dengan baju putih panjang, celana putih panjang juga hijab putih pasmina yang ia buat sekaligus sebagai cadar.
Wanita itu lantas segara pergi ke masjid nabawi yang memang dekat dengan apartemannya.
Awalnya, ia masih berjalan santai. Namun. Ketika sudah memasuki area masjid nabawi, wanita itu berlari ke dalam. Dari luar, terlihat sudah banyak orang
yang mengitari tempat akad-nikah.
Ia tersenyum melihat sekumpulan orang itu. Ia bahagia, akhirnya sepupunya itu nikah juga. Ia tak menyangka jika sepupunya akan menikah disini.Di Menikah,
di kota impiannya. Meskipun, bukan dia sendiri yang menikah. Tapi, tetap saja ia bahagia melihat lifa bahagia.
Zahra berhenti sekitar 1 meter dari gerombolan itu. Ia ingin melihat siapa calon suami sepupuny itu. Ia sangat penasaran. Namun, ia tak bisa melihat siapa
pria itu karena banyak orang yang mengelinginginya. Ia hanya bisa mendengar akad nikah yang akan dilaksanakan.
?"?"" ?"?"?" ?"?"?"" ?"?"" ?"?" ?"?"" ?"?" ?"?""1
Mendengar namanya disebut dalam akad nikah membuatnya membeku ditempat.
Ada apa ini" Apa ada kesalahan disini" Kenapa justru namanya yang disebut" Bukannya lifa" Yang akan menikah kan lifa. Bukan dirinya. Tapi tunggu.. Sepertinya,
aku kenal dengan suara ini.
"Bukankah ini... Suara kak faiz?" ucap zahra dengan bergetar. Perlahan ia mundur. Berjalan mundur sambil membuka cadarnya.
Mama zahra yang melihatnya segera menghampiri papanya dan membisikan sesuatu. Lalu, papa zahra membisikan sesuatu pada pria yang baru saja mengucapkan
akad nikah tadi. Pria itu lantas beranjak dari duduknya. Keluar dari tempat itu dan perlahan menghampiri zahra yang semakin berjalan mundur.
Acara selanjutnya alias acara sebenarnya dimulai yaitu akad nikah antara gus rifat dengan lifa.
Zahra hanya bisa berjalan mundur. Kini, dihadapanya tepatnya didepan matanya berdiri seserorang yang sama sekali tidak ingin ia temui.
Suara akad nikah yang kembali dilantunkan menyusup indera pendengaran zahra. Ia mengerti sekarang. Ia dibohongi. Ia ditipu. Tapi TIDAK!!. Ini semua telah
direncanakan dengan sempurna. Mereka tidak membohongi zahra Karena memang lifa benar-benar menikah dengan gus fatir hari ini.
Ia tidak dibohongi maupun dikerjai. Namun, ia sedang di kelabuhi oleh keluarga nya sendiri.
Ada sesuatu yang menyesak di rongga dadanya. Kemudian.... Tes. Air matanya menetes tanpa diminta. Wanita itu segera berlari dan kembali ke apartemennya.
Ia tidak percaya semua ini terjadi padanya. Seakan ini hanyalah mimpi. Mimpi yang sekejab akan hilang ketika ia bangun.
Ia terus berlari dengan air mata yang terus meneteas. Ia menutup kembali wajahnya dengan cadar. Ia tidak ingin orang-orang di sekitarnya melihatnya menagis.
Wanita itu masuk kedalam apartemennya dengan tergesa.
Ia lantas, masuk ke dalam kamarnya dan menguci pintu kamarnya. Ia bersender di balik pintu. Ia menangis sampai ia terduduk di bawah pintu.
Wanita itu mengusap wajahnya kasar lantas berdiri. Ia tidak boleh lemah seperti ini. Ia harus bangkit. Ia harus menghadapi semua ini karena inilah takdir.
Tidak ada yang perlu di sesali.
Tapi, menikah lagi untuk kedua kalinya dengan cara di kelabuhi oleh keluarganya sendiri membuat hatinya sakit. Apalagi, Ia harus menikah lagi dengan orang
yang sama dan ditanggal yang sama pula.
"Ya Allah... Kenapa ini terjadi padaku" Apakah ini memang takdir yang Engkau kehendaki" Tapi kenapa rasanya sangat sakit Tuhan?" ujarnya dengan frustasi.
Pandangan matanya beralih kedepan. Menatap dinding kamarnya.
Wanita itu membeku di tempat. Manik matanya menyapu semua sudut kamarnya. Kamar ini sudah dihias sedemikian rupa dengan banyak lilin dan tulisan MAAF didinding.
Ia perlahan berjalan mendekati dinding. Disana terpampang fotonya dengan suaminya ketika mereka masih bersama dulu. Mereka terlihat sangat bahagia.
Bahkan senyum yang terukir di foto itu adalah senyuman tulus tanpa rekayasa.
Perlahan semua ingatannya kembali pada masa 4 tahun silam.
"Afwan gus, ini makanannya. Diterima atau tidak" Kalau tidak. Aku bawa lagi"
"Tunggu" "Lepaskan gus. Kita bukan muhrim"
"Bukan tidak. Tapi, belum"
(aku tak pernah menyangka bisa kembali bertemu lagi denganmu waktu itu)
______ "Buat apa jaket ini, gus" Aku tidak butuh"
"Kamu emang gak butuh. Tapi anginnya butuh. Kasihan anginnya nanti dikira psycopat karena bikin kamu sakit"
_______ "Apa kamu tidak marah"
"Ngapain aku harus marah" Lagi pula kamu sudah tunangankan" Lebih baik kamu jangan disini, gus. Takut ada fitnah. Ini juga area santri putri"
"Aku masih mencintaimu, maaf"
(Ingatkah tentang jaket itu" Kau bilang kau masih mencintaiku setelah 2 tahun berlalu. Padahal, nyatanya kau sudah bertunangan)
______ "Apa hobimu sekarang berdiam diri dibawah hujan?"
"Tidak. Lebih baik kamu menjauhiku, gus. Tunanganmu tadi memohon padaku"
"Baiklah jika itu maumu. Tapi, katakanlah dulu jika kamu tidak mencintaiku"
"Aku tidak mencintaimu"
(Aku tidak berbohong waktu itu. Rasaku memang telah mati untukmu. Tapi, aku tidak bisa membohongi hati kecilku sendiri)
________ "Aku tau, kamu tidak lagi mencintaiku. Tapi, besok kita menikah mila. Maka, luruskanlah niat kita untuk menikah karena mengikuti sunnah rasulullah"
(Aku tak pernah sekalipun bermimpi bisa menikah denganmu. Tapi, entah kenapa takdir berkata sebaliknya)
______ "Berjanjilah, kamu tidak akan pernah menceraikanku apapun yang terjadi. Sekalipun aku yang meminta. Dan buatlah aku jatuh cinta lagi padamu"
"I promise" (Itulah janjimu padaku yang telah engkau ingkari dengan tanpa iba)
_______ "Tatap mataku selama 10 detik dan katakan bahwa kamu tidak mencintaiku"
"Mata elangmu selalu bisa membuatku jatuh cinta di 10 detik pertama"
(Tak bisa ku pungkiri. Mata elangmu adalah favoritku)
________ "Lagu ini, ku persembahkan untuk wanita paling berharga dalam hidupku setelah ibuku"


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Annisa zahra kamilah, maukah kamu menjadi kekasihku hari ini, esok dan selamanya?"
(Kau tau, hari itu aku merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia ini)
______ "Happy birthday, dear. Barakallahu fii umrik. Semoga Allah selalu meridloi dan merahmatimu"
(Doa itu doa yang selalu ku ingat darimu)
______ "HAHA... Ya ampun, kak... Aku kura ngerjain kamu susah. Tapi, Ternyata gampang banget ya"
"Happy birtday 19 th my husband. Barakallahu fii umrik"
(Hari itu.... Hari terakhir kita bisa bermanja)
_____ "Makasih, dear. Ini adalah hadiah terindah yang kamu berikan. Apa ada sesuatu yang kamu inginkan" Aku akan kabulkan apapun hari ini"
"Benarkah?" "Ya... Bagaimana kalau kita jalan-jalan hari ini" Siap-siap sana"
"Makasih sayang"
(Senyummu... Senyum paling manis dan paling tulus yang pernah aku lihat selama ini)
_______ "Sekarang, loe pilih tanda tangani berkas ini atau loe gak akan bisa liat istri loe yang cantik ini lagi"
"Gak. Gue gak akan tanda tangan"
_______ "Jangan sentuh dia. Mana berkasnya" Gue akan tanda tangan"
"Jangan! Jangan tanda tangani berkas apapun"
"Alah, Kelamaan. Lebih baik, gue bunuh loe faiz. Ini semua akan terasa impas"
(Hari terakhirku melihatmu)
______ "Maaf... Janin dalam kandungan istri anda tidak bisa kami selamatkan"
_______ "Maaf... Maafkan aku, dear. Aku tidak bisa menjadi imam yang baik untukmu"
"Gak perlu minta maaf kak. Gak ada yang perlu disesali. Semua ini bisa terjadi hanya karena Allah menghendakinya"
(Penyesalan yang menyakitkan dan sangat menyiksa untukmu juga untukku)
_______ "Kak... Kamu kenapa sih" Kamu marah sama aku" Bilang kak, apa salahku" Jangan diemin aku kayak gini"
"Pulanglah... Pulanglah kerumah orang tuamu. Aku melepasmu hari ini"
(Keputusan bodohmu membuat kita berpisah selama 4 tahun. Membuat kita berpisah lagi untuk kedua kalinya. Aku kecewa... Sangat kecewa karena kamu tidak
bisa menepati janjimu) _______ Tes. Tes. Tes. Buliran bening itu terus mengalir dari mata indahnya. Yah, wanita itu menangis dalam diam. Dihadapannya seolah berputar film tentang perjalanan
pernikahannya yang harus berakhir dengan kata perpisahan.
Perlahan ia merasakan sebuah tangan kokoh memeluknya dari belakang. Dengan kasar ia menyentak tangan itu dan lantas berbalik.
Kini tepat dihadapannya, terlihat seorang pria yang sama sekali tidak ingin ia temui. Namun, sangat ia rindukan. Ia ingin memeluknya. Tapi, ego sedang
menguasai dirinya saat ini.
Kedua orang itu saling memandang. Manik mata mereka bertemu. Menerobos masuk kedalam mata elang keduanya. Mencari-cari kebenaran perasaan mereka.
"Dear... Maaf.... Maaf... Maafkan aku" ujar pria itu dengan tulus dan sangat sunguh-sungguh.
Wanita itu segera menghapus air matanya dengan kasar. Ia mendecak sekali. Ingin sekali ia tertawa saat ini. Menertawakan dirinya sendiri yang seoalah sedang
dipermainkan oleh pria itu.
"Persetan dengan kata maaf mu. Kamu pikir pernikahan adalah mainan untukmu" Hingga dengan seenaknya kamu menikahiku, menceraikanku dan menikahiku lagi
untuk kedua kalinya" balas wanita itu dengan sinis dan datar.
"Apa perasaan ku tidak penting untukmu"
Cih... Perasaan" Haha... Tau apa kau tentang perasaan" Kau bahkan dengan mudah mengatakan kata cerai disaat aku sangat membutuhkan dukunganmu waktu itu.
Kau pria paling brengsek didunia. Dan aku wanita yang bodoh karena selalu menangisimu setiap malam" ucap wanita itu lagi. Bahkan, kali ini sangat dingin
seperti es di kutub selatan.
Pria itu menatap wanita didepannya ini dengan sendu.
Di matanya, terlihat jelas wanita itu merasa sangat tersakiti. Bahkan, kilatan wajahnya penuh dengan kekecewaan.
BRUKkkk,... Pria itu berlutut. Ia sudah tidak peduli dengan ego-nya. Ia menundukkan kepalanya sangat dalam.
Melihat wanita yang sangat ia cintai seperti ini, membuat hatinya tersayat-sayat.
Pria itu merasa sangat bersalah. Ini semua memang salahnya. Andai, ia bisa menjaga mulutnya. Andai, ia bisa mengendalikan dirinya. Ini semua pasti tidak
akan terjadi. Tapi, semuanya sudah terlanjur.
"Maaf... Maafkan aku, Annisa. Aku memang brengsek. Aku memang bodoh. Hukum aku sekatang jika kamu mau. Tapi, jangan pergi dariku lagi. Itu sangat menyiksa.
Maaf... Maaf... Aku melakukan semua ini untuk menebus kesalahanku. Untuk menepati janjiku padamu.
Maaf... Maaf... Maafkan aku, ssyang" ujar pria itu dengan sangat tulus. Tidak ada nada datar. Tidak ada nada dingin. Yang ada hanya nada penuh penyesalan
disetiap ucapannya. Wanita itu menggigit bibir bawahnya sendiri. Ia tidak boleh menangis lagi. Ia bukan wanita lemah.
"Berdiri kak" ucap nisa dengan datar dan dingin. Ia menahan sesak didadanya agar tidak menangis. Walau ia tidak tega melihat pria yang sangat ia cintai
berlutut dihadapannya dan membuang semua ego-nya.
Pria itu tidak bergeming. Ia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Ia justru menundukan kepalanya semakin dalam.
Empat tahun. Empat tahun lamanya ia menahan diri untuk tidak menemui nisa. Dan sekarang, ia akan mengungkapkan semua penyesalanny sampai wanita itu merasa
iba dan mau memaaafkannya.
"Berdiri kak. Aku bilang berdiri" bentak wanita itu dengan keras.
Pria itu hanya mampu memejamkan matanya. Ia tak tau jika reaksi wanita ini akan seperti ini.
"Berdirilah, kak. Jangan! Jangan berlutut dihadapannku. Aku ... Aku masih sangat menghormatimu" ujar nisa dengan suara seraknya. Suaranya terdengar sangat
berat. Seperti sedang menahan sesuatu dalam dadanya.
Pria itu mematung. Dalam keadaan seperti ini saja, nisa masih memimirkan kehormatan dirinya yang notabennya merupakan seseorang yang sudah sangat menyakiti
hatinya. Perlahan tapi pasti, pria itu berdiri. Ia mengangkat kepalanya. Menatap nisa dengan sangat lekat. Ia memandangnya dengan lama.
Wajah wanita itu tenang. Namun, rinai hujan terus mengalir dari kedua matanya.
Tangan kanan faiz mengangkat dagu nisa agar menatap kearahnya.
"Maafkan aku, sayang" ucap faiz dengan lembut dan tulus.
Sedetik kemudian, bibir mereka telah menyatu. Nisa brusaha melepaskan bibirnya. Namun, dagunya di tahan oleh faiz. Awalnya, nisa hanya diam saja. Tapi,
lama-kelamaan mereka hanyut dalam suasana.
Mereka berciuman dengan air mata yang mengalir dari kedua mata mereka.
Setelah 15 menit mereka baru melepaskan tautan bibirnya.
PLAKkkkk.... Satu tamparan keras mengenai pipi faiz. Yah, nisa menamparnya dan dia pantas untuk menerimanya.
"Loe brengsek kak. Loe bener-bener brengsek" teriak nisa dengan frustasi. Air mata mengalir deras dari matanya.
Isakan kecil mulai keluar dari mulutnya. Tubuhnyapun mulai bergetar.
"Kamu...jahat, kak. Kamu ... Gak... Per... Nah... Mi...kirin.. Perasaanku.... Aku... Aku... Sakit... Kak.... 4... 4.. Tahun.. Kamu... Nyiksa ... Aku....
Kamu ... Hukum aku" ujar nisa dengan terbata-bata ditengah isakannya.
Faiz segera menarik nisa dalam pelukannya. Ia memeluknya sangat erat. Tapi, tangisan nisa menjadi-jadi. Ia bahkan, memukul dada bidang faiz dengan keras
. Wanita itu meluapkan semua emosi dan rasa sakit dalam dirinya.
Faiz semakin memeluknya erat. Mengusap-usap punggung nisa pelan. Mencoba menenangkan wanita itu.
Cukup lama mereka dalam posisi tersebut sampai ia merasakan nisa sudah tenang. Tapi, tunggu... Kenapa tubuh nisa sangat lemas" Apa dia pingsan".
Faiz segera merenggangkan pelukannya. Dan benar saja, mata wanita itu tertutup rapat. Wajahnya pucat. Suhu badannya oun tinggi. Tanpa babibu lagi, faiz
segera membopong tubuh istrinya itu dan membawanya ke rumah sakit.
**** Di rumah sakit, faiz menghampiri seorang wanita yang sedang bersandar di palang ranjang. Yah, nisa sudah sadar.
Kata dokter, dia hanya kecapekan. Terlebih lagi, pola makannya yang tidak teratur membuat maag nya cepat kambuh. Itu membuatnya jatuh pingsan.
Faiz duduk di kursi disebelah ranjang yang ditempati nisa. Pria itu menghela nafasnya panjang. Ia merasa sangat bersalah. Pasti karena dirinyalah Nisa
tidak memperhatikan kesehatannya.
Ia menatap nisa dengan sendu. Wanita utu nenatap kosong kekuar jendela rumah sakit.
"Aku ambilin kamu makanan dulu" ucap faiz dengan lembut.
"Tidak perlu" balas nisa dengan pelan. Tenaga seperti terkuras habis. Perutnya juga terasa sangat perih. Tapi, Ia sama sekali tidak nafsu untuk makan.
Helaan nafas panjang kembali terdengar dari pria itu. Harusnya, ia sudah tau jika nisa akan menjawab seperti itu.
"Sekarang kamu mau apa?" tanya faiz dengan nada rendah. Nisa mengalihkan pandangannya. Ia menatap pria didepannya dengan seksama.
Kondisi faiz tak jauh berbeda dengan dirinya. Terisirat banyak keketihan dan kepenatan di wajahnya. Mukanya terlihat lebih dewasa sekarang. Bahkan, terlihat
sangat kharismatik. Pasti sudah ada banyak wanita yang terpesona dengan ketampanannya.
"Peluk aku, kak" ujar nisa dengan sangt lirih. Namun, faiz masih bisa mendengarnya dengan sangat jelas.
Segera faiz menarik nisa dalam pelukannya. Ia memeluknya dengan sangat erat. Mereka menyalurkan semua rasa rindu yang membelunggu hatinya.
"Jangan pernah ingkari janjimu lagi. Cukup 4 tahun kita merasa sakit. Tidak untuk kedua kalinya" ucap nisa dengan pelan dalam pelukan faiz.
Tangan kokoh pria itu mengelus pelan punggung nisa. Ia mencium lama pucuk kepala istrinya itu.
"Maaf... Maaf... Maafkan aku untuk 4 tahun terakhir ini" balas faiz dengan lembut. Mereka hanyut dalam perasaan masing-masing.
Mereka tidak sadar, bila anggota keluarganya tengah menatap kearah mereka.
"Alhamdulillah... " ujar kedua orang tua nida dan faiz dalam hati. Mereka berdua bersyukur. Akhirnya, anak dan menantu mereka bisa bersatu kembali.
"Eciee... Udah damai nih" Duh, romantisnya... Sampai ngalahin kita yang nganten baru" goda seseorang membuat nisa dan faiz melepas pelukannya.
Mereka berdua menatap tajam kearah pria yang sudah menganggu acara lepas kangennya.
"Sejak kapan kalian kesini" Tamu undangan kalian kemanain" Kalian tinggal gitu aja?" ujar nisa dengan tidak percaya.
Pasangan pengantin baru yaitu lifa-dan rifat, justru ada disini. Keempat orang tua mereka juga ada disini. Lalu, siapa yang akan menemui tamu undangan"
Mereka benar-benar ceroboh.
"Yaelah nis. Gimana kita gak ksibi" Ini nih, istriku tercinta ngeyel banget pengen liat kondisi sepupunya yang cuek bin dingin kayak kutub utara itu" ujar
gus rifat dengan nada dibuat-buat. Membuat lifa dengan keras mencubit pinggangnya.
"Emang sepupunya siapa sih"Aku gak kenal tuh kayaknya" jawab nisa dengan asal.
Semua orang yangada disana terkekeh pelan kecuali lifa. Ia sudah mengerucutkan bibirnya kesal. Dari tadi ia sudah khawatir setengah hidup dengan nisa.
Tapi, apakah ini balasnya" Benar-benar tidak seimbang.
"Aku juga gak kenal tuh sama yang namanya nisa" balas lifa dengan asal sambil meniru gaya nisa ketika berbicara.
Lagi-lagi semua orang tertawa. Kedua sepupu ini tak jauh beda dengan anak SD yang sering cekcok tak jelas ketika bertemu.
"Kalian berdua kalau gak ketemu bilangnya kangen. Tapi, kalau udah ketemu... Gak ada bedanya kayak anak kecil" ucap mama nisa seraya memeluk anaknya dari
samping. Lantas, wanita paruh baya itu mencium kening putrinya lama. Nisa hanya mampu memejamkan matanya, merasakan curah kasih sayang dari mamanya.
Sudah bertahun-tahun ia tidak bertemu dengan mamanya. Dan sekarang, ia bisa merasakan hangatnya kasih ibu kembali.
"Maafkan kami sayang. Kita tidak bermaksud menipumu. Apalagi mengelabuhi putri kami sendiri. Kami hanya ingin melihatmu bahagia. Kamu pantas bahagia sayang.
Jadi, kamu mau kan menerima pernikahan ini untuk kedua kalinya?" tanya mamanya dengan lembut sambil mengelus pelan lengan putrinya.
Nisa tersenyum. Ia baru sadar, 4 tahun ini ia tidak sendirian. Nyatanya, keluarganya masih memikirkannya selama ini. Hanya saja ia tidak tau.
"Ya pastinya maulah, ma. Siapa juga yang bakak nolak nikah sama pengusaha muda lagi tajir bin cerdas kayak dia" ucap nisa dengan nada dibuat-buat.
Semua orang yang ada disitu tertawa. Wanita itu masih sama. Masih nisa yang mereka kenal, yaitu sosok wanita bersifat dingin. Namun, dengan sifat dinginnya
ia selalu tampil apa adanya dan selalu bisa mencairkan suasana. Dia unik dengan sifat dan karakternya.
Faiz mendekati nisa dan mencium singkat keningnya.
"Thanks, dear. I love you" bisik faiz dengan sangat pelan hingga hanya nisa yang mampu mendengarnya.
Wanita itu terseyum simpul. Ia menjawabnya tanpa suara. Hanya bibirnya saja yang bergerak.
"Love you too" ***** Yah, begitulah cinta. Bukan hanya sebuah kesenangan semata. Namun, selalu membutuhkan pengorbanan dan diwarnai kesakitan. Bahkan, dalam setiap pertemuan...
Pasti ada perpisahan. Jika Allah telah menghendaki.... seberapa lama dan seberapa jauh sebuah perpisahan, akan ada waktunya untuk dipersatukan. Percayalah,
bahwa apapun uang terjadi inilah takdir dan Allah selalu men-takdirkan yang terbauk untuk semua hambaNya.
***** **** - 6 tahun kemudian - Tak terasa waktu cepat berlalu. Tahun berganti tahun. Bulan berganti bulan. Hari berganti hari. Jam berganti jam. Menit berganti menit. Detik berganti
detik. Kini, semuanya telah membaik. Bahkan, sangat baik. Setelah, pernikahan kedua mereka di madinah. Seminggu kemudian mereka kembali ke indonesia.
Faiz kembali memimpin perusahannya dengan baik hingga perusahan Zidan's corp berkembang pesat dan cabangnya ada di mana-mana. Ia tidak lagi memrintah dengan
dingin dan otoriter. Bahkan, terkesan sedikit ramah.
Istrinya, nisa juga telah kembali mengurus usahanya dibidang tekstil dan kembali menjadi seorang designer terkenal di negara ini.
Kedua pasangan ini banyak menjadi perbincangan publik karena dianggap sebagai pasangan yang sangat ideal. Keduanya sukses dan keduanya pun sama cantik
dan tampannya. Namun, keharmonisan keluarganya tak se indah bayangan publik. Selalu saja ada pertikaian kecil antara mereka. Akan tetapi, tak membuat keduanya menjauh.
Justru itu membuat mereka semakin dekat.
Serasa tak cukup sampai disitu kebahagian keduanya. Merekapun kini, telah dikaruniai 2 orang anak kembar yang sangat manis dan lucu. Sekarang, usia keduanya
berkisar 5 tahunan. Mereka adalah Faza Akmal Kenza dan Fazahra Akmila Kenzy. Kedua putra dan putri mereka sangat menuruni sifat keduanya. Mereka sama-sama cuek dan dingin.
Apalagi kenza, ia berkali-kali lebih dingin dari orang tuanya. Itu membuat kenzy sang adik merasa selalu diacuhkan oleh abangnya yang ganteng itu.
Dimanapun dan kapanpun merwka selalu cekcok. Dan yang paling heboh tentunya adalah kenzy. Seperti, yang terjadi pagi ini.
Sudah menjadi kebiasaan di keluaga zidan, setiap setelah sholat subuh mereka mengaji bersama. Awalnya memang tenang karena semuanya mengaji. Dan tibalah
akhirnya, giliran si kembar yang harus saling menyimak ketika mengaji dan orang tua mereka mendengarkan.
"......Minn juuin waamanahum ..."
Tuk... "Miin juuin waamanahum..."
Tuk "Miin juin waamanahum..."
Tuk "Ish... Yang salah mana sih, bang" Perasaan kenzy udah bener deh bacanya"
Tuk... Tuk... Tuk Kenza mengetuk meja kayu khusus untuk membaca al-Qur'an 3 kali dengan kayu kecil yang dibuat khusus unruk mengaji.
Kenzy hanya mengerucutkan bibirnya. Ia kesal dengan abangnya. Selalu saja begitu. Abangnya ini sangat ngirit ngomong.
"Bang... Jangan diem mulu dong. Kenzy kan gak tau yang salah mana"
"Adek abang harus mikir dong"
"Hiiiiihhh... Abang mah gitu. Ini juga adek udah mikir bang" balas kenzy dengan kesal. Ia membaca lagi ayat tersebut dengan pelan. Ia merasa sudah benar.
Tuk... Satu ketukan mendarat mulus di kening kenzy. Siapa lagi pelakunya kalau bukan abang tercinta, kenza.
"Mikir yang teliti"
Ini udah teliti, bang. Nih ya... Min ju - dibaca dengungkan" Ini kan nun sukun ketemu jim berarti ikhfa' khaqiqi. Juuin wa- dibaca jelaskan" Ini..."
Tuk "Siapa yang ngajarin kalau nun sukun ketemu wawu itu dibaca jelas?"
"Ustadz faris. Kemarin, pas ngaji ustadz faris bilang kalau nun sukun atau bertemu ya, nun, mim, wau itu harus di baca jelas"
Tuk "Ish... Abang kenza nakal, ayah. Dia mukul kenzy mulu. Dahi kenzy sakit" adu kenzy pada ayahnya. Ia berlari kepangkuan ayahnya.
Sang ayah yang dari tadi memperhatikan hanya tersenyum simpul melihat kedua buah hatinya saling bekerja sama dalam kebaikan.
"Abang gak bakal mukul kalau adek gak salah bacanya. Emang tadi adek baca surat apa?" tanya bundanya dengan lembut. Ia tersenyum kearah putrinya itu.
"Surat al quraisy, bunda. Yang ayatnya gini 'Miin juu in waamanahum...'" jawab kenzy sambil mempraktekan cara bacanya tadi.
Faiz tersenyum, ia mengelus puncak kepala putri mungilnya itu.
"Itu salah, sayang. Harusnya itu dibaca ... 'Minn juu iwwaamanahum. Itu bacaan idghom bi ghunnah. Harus dibaca dengung" jelas faiz pada putrinya.
"Tapi, ayah... Kemarin pas kenzy ngaji, kata ustadz itu bacaan idhar mutlaq" balas kenzy merasa tidak terima dirinya di salahkan.
"Itu memang benar. Kalau nun sukun/ tanwin bertemu dengan ya, nun, mim, wawu dalam satu kalimat. Contoh, shinwaanun. Itu harus dibaca jelas. Kenzy paham"
ucap nisa menjelaskan. Putri mungilnya itu hanya mengangguk mengerti.
"Makanya, kalau ngaji jangan main mulu" sahut kenza dengan dinginnya.
Nisa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakukan putra putrinya.
"Abang kenza juga gak boleh gitu sama adek. Kasian kan adek sendiri kok dipukul. Kenza sudah benar menegur tapi jangan dipukul pakai ini ya sayang. Adek
itu buat disayang bukan dipukul" ucap nisa dengan lembut.
Kenza hanya membalasnya dengan cengiran tak jelas. Membuat gigi gingsulnya terlihat. Ia semakin manis saja.
"Assalamualaikum... Kenza ... Kenzy... Cucu grand ma tersayang... Kalian dimana?" teriak seseorang yang sudah sangat mereka kenal.
Faiz melirik jm dinding yang ada diruang ini, ternyata sudah pukul 7 pagi. Pantas saja, orang tuanya sudah kesini. Kemarin, mereka berjanji akan mengajak
si kembar jalan-jalan hari ini.
"Grand ma... Grand pa" teriak kenzy dengan histerisnya. Ia langsung bangkit dari pangkuan ayahnya. Melepas mukena yang ia kenakan dan langsung menuju ruang
tengah. "Kenza... Ayo keluar. Temui grand ma sama grand pa dulu" ujar nisa yang diangguki oleh putranya. Segera, kenza menyusul adiknya.
Kemudian, faiz dan nisa menyusul mereka ke ruang tengah setelah membereskan peralatan sholat.
**** Di ruang tengah, kenza dan kenzy sudah duduk disamping kakek dan nenek mereka.
"Duh, cucu grand ma kok belum mandi" Katanya mau jalan-jalan hari ini" Ayo mandi dulu. Setelah itu, kita jalan-jalan" ujar neneknya dengan tersemyum.
"Siap... Kita mandi dulu. Ayo bang kenza. Kita mandi. Biar cepet jalan-jalannya" balas kenzy dengan semangat sambil menarik tangan abangnya itu.
"Iya... Kamu mandi di kamar sana. Aku mau mandi i ruang tamu aja. Biar cepet" balas kenza seraya melepas tarikan tangan adiknya.
"Iyah.. Bener tuh. Awas aja, abang jangan lama-lama mandinya" ucap kenzy dengan serius. Kenza hanya membalasnya dengan deheman.
"Nanti setelah mandi kekamar. Bunda akan siapin baju kalian" teriak nisa pada kedua anaknya yang sudah berjalan menjauh.
Tidak ada satupun yang menjawab ucapan nisa. Kedua anak itu benar-benar menuruni sifatnya yang cuek.
Tal butuh waktu lama, sikembar telah siap. Mereka sudah berada dalam mobil. Senyum merekah terukir di wajah keduanya. Mereka terlihat sangat senang karena
akan diajak jalan-jalan yang pastinya semua keinginan mereka akan dikabulkan hari ini.
"Hati-hati sayang. Selamat jalan-jalan sama grand pa and grand ma" ujar nisa sambil melambaikan tangannya ke arah si kembar.
Dan akhirnya, mobil itupun meninggalkan rumah mereka.
Kini, tinggal faiz dan nisa saja yang ada dirumah. Tiba-tiba, faiz merangkul pinggang nisa saat memasuki rumah.
"Liat mereka tadi, aku jadi ingat waktu kita awal nikah dulu. Reaksi kenzy persis kayak kamu waktu dulu aku tegur. Gak nyangka ya kita bisa sejauh ini.
Kita perlu ngadain syukuran kali ya" ujar faiz dengan lembut.
Tangan faiz masih setia di pinggang nisa. Gadis itu merasa sedikit geli. Walau sudah berkali-kali mendapat sentuhan dari suaminya, rasa geli di tubuhnya
tidak bisa hilang. Namun, sebisa mungkin ia tenang. Ia mengalihkan rasa gelinya untuk berfikir.
Benar juga apa yang dikatakan suaminya. Mereka perlu mengadakan syukuran atas nikmat yang tak terhingga ini.
Jika di pikirkan lagi, perjuangan mereka untuk sampai ketitik ini sangatlah panjang. Membutuhkan banyak pengorbanan. Dan mereka patut bersyukur, akhirnya
mereka bisa hidup tenang setelah sekian banyaknya ujian yang harus mereka lalui.
"Apa yang kamu dapat dari perjuangan kita selama ini, kak?" tanya nisa dengan datar. Ia bingung harus merespon bagaimana" Jadilah pertanyaan itu yang meluncur
dari mulutnya. "Apa ya" Banyak banget sih. Tapi, intinya... adalah kamu, istriku. Bagiku kamu adalah rumah. Rumah tempatku berpulang. Rumah tempatku berteduh. Rumah tempat
anak-anakku berlindung. Bagiku kamulah rumah milik Fazahra Akmila. Sebuah kalimat yang tak hanya sebagai nama. Namun, sebuah sejarah besar dalam hidup
kita" ucap faiz dengan lembut.
Nisa hanya terkekeh pelan. Ada desiran aneh di hatinya saat faiz mengucapkan hal itu.
"Kamu belajar kata-kata manis dari mana kak" Sok romantia banget" balas nisa sambil bergidik ngeri. Ia berjalan mendahului faiz.
Mereka berjalan ke ruang tengah.
"Sekali-kali boleh lah. Kamu sendiri" Apa yang kamu pelajari dari perjuangan kita?" tanya balik faiz seraya duduk di sofa yang ada disana.
"Apa ya?" ujar nisa sambil berfikir. Namun, tiba-tiba faiz menariknya. Pria itu membuatnya duduk diatas pangkuannya.
"Ish... kakak. Kalau aku sih ya, gak bakal ngizinin kenza-kenzy untuk nikah dini. Sekalipun, nantinya mereka sudah mapan dan mampu secara fisik. Aku gak
mau apa yang kita alami dialami oleh mereka" ujar nisa sambil mengingat perjlanan hidupnya. Ia tak sadar jika tangan faiz melepas jilbab yang dia pakai.
"Mapan tidak jaminan pernikahan langgeng. Kesiapan mental itu lebih diutamakan. Nikah muda boleh. Tapi, untuk nikah dini... Aku rasa tidak" lanjut nisa.
Ia mulai sadar bahwa faiz sedang menggerayai tubuhnya.
"Lalu, untuk buat baby lagi gimana" Udah lama kita gak romantis-romantisan kayak gini" sahut faiz dengan tidak ada nyambung-nyambungnya sama sekali.
"Kak.... geli... Emangnya kamu gak kerja hari ini?"
"Gak... Ngapain kerja" Enak juga 'main' dirumah sama kamu. Mumpung si kembar gak gangguin"
"Entar kalo ada rapat penting gimana?"
"Aku rela kok bangkrut asal hari ini bisa 'main' sama kamu. Aku kangen sama kamu".
"Ya Allah... Sejak kapan suamiku mesum kayak gini" Ini masih pagi juga kak"
"Ya udah... Kita lakuin nanti malam gimana" Sebagai sarapan kita hot kiss aja"
"Gak... Gak ada hot kiss"
"Ini aja bajuku udah kebuka setengah. Gak... Gak... Nanti kebablasan"
"Ya gak papa dong malah bagus. Emang kamu gak pingin nambah baby lagi gitu"
"Gak tuh... Tapi... Tapi... Tergantung authornya mau dibawa kemana cerita fazahra akmila"


Fazahra Akmila Karya Naima Adida di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

#end# Ekstra Part : Nostalgia Sang mentari telah menampakkan dirinya. Menebar semburat jingga di ufuk timur. Cahayanya masuk kedalam celah-celah jendela rumah ini.
Rumah bergaya minimalis nan elegan milik keluarga Zidan muda ini sungguh tenang. Kedamaian seakan menyelimuti setidap sudut rumah ini.
Yah, sudah 3 bulan ini mereka kembali ke indonesia. Kembali ke rumah mereka dulu yang menjadi saksi bisu perjalanan kehidupan mereka.
Setelah 4 tahun berpisah dan dipertemukan kembali di kota madinah, mereka memutuskan untuk kembali kesini. Karena disinilah rumah mereka. Kemanapun mereka
pergi, rumahlah tempat mereka pulang.
Disalah satu kamar dilantai 2. Terlihat seorang pria bertubuh jangkung mendekati istrinya yang masih terlelap.
Ia melirik jam dinding dikamar ini. Waktu telah menunjukan pukul 8 tepat. Tidak biasanya istrinya itu tidur lagi setelah sholat subuh. Mungkin dia kelelahan
karena seharian kemarin, dia membantu sahabatnya untuk menyiapkan semua persiapan pernikahannya.
Pria itu berdiri tepat di samping tempat tidur istrinya. Ia mengamati setiap senti wajahya. Dia tertidur sangat lelap. Wajahnya pun sangat tenang. Terlihat
begitu cantik dimatanya. Dalam hati, ia bersyukur telah dipersatukan kembali dengan wanita yang sangat ia cintai.
Perlahan, pria itu berjongkok. Menyamakan tingginya dengan wajah istrinya. Tangan kokok itu membelai pelan pipi istrinya.
Merasa ada tangan dingin yang menyentuhnya. Nisa mengerjapkan matanya pelan. Ia mau tidak mau mengangkat bibirnya, membuat sebuah lekungan manis di wajahnya
ketika melihat siapa yang menyentuhnya.
"Selamat pagi, dear" ujarnya dengan lembut sambil terus membelai pipinya.
Nisa kembali memejamkan matanya. Menikmati sentuhan lembut dipipinya. Dengan cepat, ia menarik tengkuk suaminya. Mendekatkan wajahnya pada pria itu.
Cuuuppp... Sentuhan lembut mengenai bibirnya dengan singkat. Wanita itu kembali memejamkan matanya dengan senyum yang masih setia diwajahnya.
Faiz terdiam. Ia membeku ditempat. Sedikit terkejut dengan apa yang baru saja ia dapatkan.
Sedetik kemudian, ia sadar. Bibirnya terangkat, membentuk senyuman di wajah dinginnya.
Ia menatap wajah nisa. Ingin sekali ia menarik hidung mancungnya karena gemas dengan prilaku istrinya itu. Sifat dan prilakunya susah ditebak.
Dengan cepat, faiz membopong tubuh istrinya. Mendudukkannya diatas pangkuannya. Wanita itu refleks mengalungkan tangannya di leher faiz.
"Dear... Bangun. Sudah jam 7. Nanti kita terlambat" ujar faiz seraya menepuk pelan pipi nisa.
Wanita itu, menghela nafas panjang dengan masih terpejam. Menghembuskannya tepat di depan leher faiz. Seketika, tubuh pria itu menegang. Hembusan nafas
kasar dari nisa saat bereaksi padanya. Entah istrinya sedang menggodanya atau bagaimana" Ia juga tidak tau.
"Kepalaku pusing. Perutku kayak diaduk-aduk rasanya" keluh nisa dengan serak. Suaranya terdengar sangat manja di telinga faiz.
Pria itu menyerngitkan dahinya. Tak seperti biasanya, nisa mengeluh dan bersikap manja seperti ini. Ada apa dengan istrinya"
an pria itu berpindah menyentuh kening nisa. Dan benar saja, suhu tubuhnya hangat.
"Kamu sakit, dear. Kita gak usah kesana aja. Kamu istirahat di rumah" balas faiz dengan lembut. Ia mengecup lama pucuk kepala nisa.
Wanita itu mendongak. Menatap pria itu sendu. Ia mengerjapkan matanya. Menunjukan puppy eyes-nya dihadapan suaminya.
"Aku gak sakit. Aku mau kesana" rajuknya dengan manja.
Faiz hanya menatapnya dingin lalu mendecak sekali. Istrinya ini semakin hari semakin pintar saja. Faiz selalu tidak bisa melihat puppy eyes-nya. Ia selalu
terhipnotis olehnya. Membuat pria itu akan menuruti keinginannya.
"Kau kelemahanku, dear. Kalau gitu... Cepat bangun dan mandi. Kita akan bersiap-siap kesana" balas faiz dengan datar.
Senyum langsung berkembang di wajah nisa. Triknya selalu berhasil. Ia selalu bisa membuat faiz menuruti keinginannya.
"Baiklah... Aku sayang kakak Faiz zidan" ucapnya dengan mendayu-dayu.
Pria itu terkekeh pelan melihat kelakuan istrinya yang manja. Ia tidak pernah melihat nisa semanja ini padanya. Jika sudah begini, apapun akan ia lakukan
untuk istrinya. Ia perlahan mendekatkan wajahnya pada nisa. Memejamkan matanya. Menggoyangkan hidungnya pada hidung mancung istrinya. Lalu, menarik hidung nisa pelan.
"Aku juga sayang adek zahra. Udah sana mandi" balas faiz dengan lembut.
Nisa segera beranjak dari pangkuan faiz. Lantas, melenggang masuk ke kamar mandi. Semenit kemudian terdengar gemericik air dari sana.
Faiz menghembuskan nafas lega. Ia bersyukur, istrinya itu tidak sakit parah. Ia pikir, istrinya itu hanya kelelahan dan masuk angin.
Pria itu berdiri. Ia juga ingin mandi dan bersiap-siap untuk menghadiri acara penting hari ini.
**** 15 menit, faiz sudah siap dengan kemeja birunya. Ia berdiri menghadap jendela kamarnya. Pandangannya tertuju pada anak-anak yang sedang bermain di halaman
rumah sebelahnya. Mereka terlihat lucu dan menggemaskan.
Tiba-tiba, sebuah tangan putih mulus memeluk lehernya dari belakang. Aroma wangi mint dan strowberry menyusup ke indra penciumannya.
Ia kenal aroma tubuh siapa ini. Siapa lagi kalau bukan istrinya, nisa. Sudah berhari-hari tinggal serumah bersamanya. Membuat faiz hafal akan kebiasaan
dan aroma tubuh istrinya itu.
Faiz merasakan dagu tirus wanita itu bertumpu pada bahunya. Pria itu diam saja. Menunggu nisa membuka suaranya. Ia tau pasti wanita itu menginginkan suatu
darinya. "Kakak... Sisirin rambutku ya. Aku lagi males" ujarnya dengan suara serak. Mungkin, efek dari bangun tidur.
Faiz menyerngitkan dahinya. Ia heran, ada apa dengan istrinya" Kenapa prilakunya aneh dan tidak biasa dari pagi.
Faiz tidak terlalu memikirkannya. Ia berbalik. Membuatnya berhadapan dengan nisa. Namun, tangan nisa masih setia di kalungkan pada lehernya.
Faiz meneguk ludahnya susah melihat pemandangan di depannya saat ini. Ia melihat nisa dari atas sampai bawah.
Wanita itu hanya memakai tanktop hitam dan hotpans hitam dengan rambut yang basah pertanda ia habis keramas. Sungguh pemandangan yang langka ia dapatkan.
Walaupun, ia sudah pernah menelusuri setiap centi tubuh nisa. Namun kali ini, Ia merasa mendapat suplemen vitamin di pagi hari.
"Apa kau sedang menggodaku, dear?" tanya faiz dengan datar. Wanita itu menggeleng keras.
"Ngapain" Kurang kerjaan banget. Aku mau pakai dress. Tapi, nanti.... Setelah rambutku kering. Makanya, sisirin" ucap nisa dengan kesal. Ia segera berbalik.
Lantas duduk dikursi meja riasnya. Ia langsung menyatukan tangannya diatas meja rias dan menelungkupkan kepalanya disana. Membuat rambut sepunggungnya
terurai begitu saja. Faiz mengangkat sebelah alisnya bingung.
'Moodnya cepat sekali berubah. Tadi manja, sekarang ngambek. Apa dia lagi PMS" Entahlah' ujar faiz dalam hati.
Ia segera mendekati istrinya. Tidak baik jika istrinya itu ngambek berkepanjangan. Bisa bahaya!.
Pria itu berdiri di belakang nisa. Menyingkirkan rambut nisa yang dari bahunya yang tidak tertutup apapun. Ia memegang kedua pundak nisa.
"Jangan ngambek, dear!. Aku mau kok sisirin rambut kamu" ujar faiz dengan datar.
Cuuuuppp... Satu kecupan singkat mendarat dibahu nisa. Tapi, wanita itu sama sekali tidak bergeming. Padahal biasanya, nisa akan mencak-mencak tak jelas ketika faiz
melakukan hal itu karena ia merasa kegelian. Namun, kali ini tidak. Dia terlihat biasa saja. Bahkan, tak bergerak dari posisinya sedikitpun.
Apa ini efek dari tidak enak badan" Atau nisa benar-benar marah padanya" Entahlah, faiz sama sekali tidak tau.
Pria itu memilih untuk mengeringkan rambut istrinya dengan hair drier pada memikirkan itu. Setelah dirasa cukup kering, faiz menyatukan rambut nisa. Mengikatnya
kebelakang dan menggulungnya. Faiz pikir, hasil karya tangannya ini cukup baik walau terkesan kurang rapi.
Posisi nisa masih sama seperti tadi. Kini, ia bahkan memegang perutnya dengan tangan kirinya. Wanita itu merasa pusing dan perutnya seperti diaduk-aduk.
Ada yang mendesak di perut dan dadanya. Ia ingin muntah. Namun, tidak bisa.
Faiz yang memperhatikannya dari tadi, merasa khawatir dengan keadaan istrinya.
"Kamu sakit, dear. Kita gak usah kesana. Aku akan menemanimu istirahat dirumah" ujar faiz penuh kekhawatiran.
Mendengar ucapan suaminya. Nisa mengangkat kepalanya. Ia menumpukan tangan kirinya diatas meja rias. Ia memijit pangkal hidungnya sendiri. Berharap sakit
yang menyerang kepalanya akan segera hilang.
"Aku gak papa, kak. Mungkin, aku masuk angin" balas nisa dengan lirih.
Faiz segera menarik laci meja rias dihadapannya. Ia mengambil sesuatu disana. Sebuah benda kecil berwarna hijau yang disebut minyak kayu putih.
Ia menungkan minyak itu ketangannya. Lantas, menelusupkan tangannya. Menyingkap sedikit tanktop nisa. Ia mengoleskan minyak itu keperut datar istrinya.
Lalu, ia menuangkan kembali minyak itu ke tangannya. Kali ini, leher dan tengkuk nisa yang menjadi sasarannya. Setelah mengoleskan minyak itu. Ia memijat
tengkuk nisa pelan. "Gimana" Udah mendingan" Sebaiknya kita gak usah kesana. Aku gak mau kamu tambah sakit" ujar faiz datar.
Nisa hanya diam saja. Ia sama sekali tak mengindahkan perkataan faiz. Ia menarik paksa tangan faiz di lehernya. Wanita itu lantas berdiri. Menatap faiz
dengan datar. "Aku mau ganti baju. Silahkan, kakak keluar dulu" balas nisa dengan dingin.
Faiz hanya menghela nafas berat. Istrinya ini memang keras kepala, dingin, dan cueknya tidak terkira. Percuma saja ia menasehatinya. Pasti wanita itu akan
mengabaikannya dengan senang hati.
"Kita akan kesana. Tapi, ingat! Kalau kamu ngerasa lemes atau gimana, cepet beritahu aku" balas faiz sebelum ia melangkah keluar dari kamarnya.
Nisa sama sekali tak membalasnya. Ia mendekati lemari pakaian. Mengambil salah satu dress berwarna biru. Ia juga mengambil blazer navi dan pasmina biru.
Wanita itu segera memakainya. Sebelum ia mengenakan hijabnya. Ia mengoleskan bedak tipis diwajahnya. Melengkapinya dengan sentuhan lip blame. Berharap
wajah pucatnya akn tertutupi.
"Ya Allah... Kenapa sih dihari sepenting ini aku harus sakit" gumam nisa pelan.
Lantas, ia menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh mengeluh. Sakit itu takdir dan bisa menggugurkan dosa. Ia harus ikhlas. Semoga saja, di acara pernikahan
sahabatnya nanti keadaanya menjadi lebih baik.
**** Tak butuh waktu lama, nisa telah siap. Ia terlihat serasi sekali dengan faiz. Nisa memakai dress berwarna biru dengan blazer navi. Sedangkan faiz mengenakan
kemeja biru dan jas hitam. Sungguh pasangan yang sangat ideal.
Nisa berjalan melewati faiz di ruang tengah begitu saja. Ia tidak mau berdebat lagi dengan pria itu. Atau kepalanya akan semakin pusing dan mereka akan
terlambat ke acara hari ini.
Faiz hanya mendecak sekali. Nisa sama sekali tidak meliriknya. Apalagi menatapnya. Sifat cuek istrinya kembali muncul. Jika sudah begini, es dikutub utara
akan kalah dengan karakter dinginnya.
Tak mau banyak berperang bathin. Faiz segera menyusul istrinya.
Ia langsung masuk kedalam mobil. Nisa sudah lebih dulu duduk disebelahnya dengan pandangan lurus ke dengan pandangan lurus kedepan.
Faiz menghela nafasnya berat. Sejak tadi, tingkah nisa begitu aneh. Moodnya berubah-ubah. Kadang manja, kadang cuek, kadang dingin. Ia sama sekali tidak
bisa menebak apa yang ada di kepala cantiknya itu.
Tanpa berkata, faiz menarik sabuk pengaman. Dan memakaikannya pada nisa. Lantas, menjalankan mobilnya dengan kecepatan stabil.
Keadaan di mobil sangat hening. Hanya ada suara musik dari lagu maher zain yang diputar secada acak.
Baik nisa maupun faiz hanya diam. Kedua seperti enggan berbicara. Walau kenyataannya banyak hal yang ingin faiz katakan pada nisa.
**** 15 menit berlalu. Akhirnya, mereka telah sampai ditempat yang dituju. Gedung ini terlihat ramai dan indah dengan dekorasi yang sederhana tapi elegan.
Nisa mengembangkan senyumnya. Ia puas dengan hasil karyanya. Ia sendiri yang menawarkan diri untuk menjadi Wedding organizer bagi pernikahan sahabatnya
ini. Walau, sahabatnya yang hari ini resmi menikah sangat mampu membayar WO profesional. Namun, nisa bersikeras ingin melakukannya. Ada alasan tersendiri ia
ingin melakukan hal ini. Salah satunya karena ia bahagia. Ia bersyukur, akhirnya ia bisa melihat sahabat baiknya menikah dengan orang yang baik dan sangat tepat.
Nisa dan faiz memasuki ruang ini secara iringan. Disini, sudah ramai. Banyak tamu undangan yang sudah hadir. Acaranyapun sudah dimulai dari tadi. Bahkan,
ini sudah beranjak diacara terakhir yaitu mauidhoh khasanah dari Ustadz Irsyad.
Pantas jika acara ini sudah dimulai dan hampir berakhir karena sekarang sudah jam 10.30 tepat.
"Sebagai penutup. Saya ingin berpesan. Sebagai suami, lidah jangan dikasih pelumas dan asal ucap thalaq. Karena ada 3 perkara didunia ini yang disengaja
ataupun tidak itu hukumnya jadi. Yang pertama kata 'nikah', kedua 'thalaq', dan ketiga adalah 'sumpah dengan menggunakan Asma Allah'.
Jangan sampai nyesel dihari kemudian. Kata yang sudah terucap tidak bisa ditarik kembali. Sesungguhnya, keselamatan manusia itu bergantung dari kepandaian
menjaga lisannya. Akhirul kalam.... Semoga nak zaki sama neng azizizah bisa menjadi keluarga sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Wallahul muwafiq. Ila aqwamitthoriq.
Wassalamualaikum" begitulah ujar Ustadz Irsyad dalam penutupan mauidhoh khasanahnya.
"Kepada ustadz irsyad. Saya ucapkan terimakasih. Baik, acara terakhir ialah penutup. Semoga ditutupnya acara resepsi pernikahan tuan zaki el rasyad dengan
nurul azizizah dapat membawa kebaikan bagi keduanya. Semoga pasangan zaki dan zizi bisa menjadi keluarga sakinah, mawada, warahmah. Aamiin...
Mencari Ayah Kandung 2 Sepasang Ular Naga Di Satu Sarang Karya S H Mintardja Ilmu Ulat Sutera 8

Cari Blog Ini