Ceritasilat Novel Online

Legenda Golok Halilintar 3

Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li Bagian 3


sehingga terpaksa mundur sampai enam-tujuh langkah, ini
adalah hal yang tidak bisa dibayangkan oleh akal sehat.
Bu-ih Taysu yang mempunyai ilmu silat tinggi, setelah
mencoba ilmu silat A Bin yang umurnya masih kecil, tetapi
tingkatnya sudah demikian tinggi, dalam kegetaran hati dia
Dewi KZ 132 tahu diri, dia tahu tidak baik ber-musuhan dengan A Bin,
maka dengan terbahak bahak berkata:
"Aku hanya bergurau! Saudara jangan marah!"
Dan segera mengeluarkan botol kecil cat merah,
menyerahkan masing-masing satu butir obat kepada Coasim-cu-kat dan satu orang Tuli dari Bu-ie-san, dan
dimasukan kemulut dua orang Tuli dari Bu-ie-san dan Po
Kong-hoo masing-masing satu butir obat penawar racun.
Tidak berapa lama, orang yang terjatuh dan telah makan
obat itu, pada bangun berurutan membuka matanya,
melihat botol kecil cat merah yang dipegang Bu-ih Taysu,
mereka merasa aneh, tosu iblis punya hati baik menolong
orang" Po Kong-hoo tidak tahu kejadian A Bin menangkap
orang baju emas dan minta obat penawar racun dupa
tersebut, begitu buka mata melihat A Bin, teringat tadi
sewaktu pingsan dan mendatangkan malu, dengan marah
berteriak: "Bila bukan kau bajingan, aku juga tidak mungkin
dikuasai orang!" Habis bicara, dia langsung memukul A Bin getaran angin
dahsyat dari tinjunya menerjang, jurus tinju dari aliran
Heng-san telah kesohor di kalangan dunia persilatan,
tenaganya begitu menakjubkan.
Dalam pandangan A Bin terhadap jagoan-jagoan di
gedung itu, masih menaruh pandangan baik pada Po Konghoo, dan mengingat dia baru bangun dari pingsan, kejadian
sebenarnya tidak tahu, maka hanya mengguna-kan tangan
kirinya, untuk menghalau serangan itu.
Dewi KZ 133 Bu-ih Taysu dan Coa-sim-cu-kat sebagai orang licik,
mana mau menerangkan kejadian sebenarnya, mereka
hanya berpangku tangan di pinggir.
Dan Tiga Tuli dari Bu-ie-san sedang sibuk tukar syarat
tangan masing-masing, tidak sempat menerangkan apa yang
terjadi sebenarnya. Po Kong-hoo setelah memukul satu jurus, kakinya maju
dua langkah lagi, mengeluarkan satu jurus pukulan tinju,
karena pukulan berantai ini mengguna-kan tenaga maju
kedepan, tenaga pukulan makin dahsyat, angin pukulan
membuat suara menakutkan.
A Bin tetap tidak membalas, hanya mundur selangkah
dengan jurus tangannya menghindar dan menghilangkan
tenaga lawan. Bu-ih Taysu dan Coa-sim-cu-kat di dalam hati merasa iri,
mereka berpikir, bila diberi waktu lebih lama, A Bin tidak
akan ada lawannya, dan anak muda ini benci pada orang
yang jahat. Diumpan makan es dan.....arang buat mereka,
bila tidak menggunakan kesempatan ini, dengan gabungan
tenaga jago-jago di gedung ini untuk menghilangkan A Bin.
Kedua jagoan itu berpikiran sama, lalu bersama sama
bertindak, Coa-sim-cu-kat tertawa dingin dan berkata:
"Bocah, kau masih muda, tetapi ilmunya sangat tinggi,
biar aku mencoba ilmumu!"
Kata katanya sopan, tetapi pukulannya sadis, dia
mengeluarkan satu kipas lipat dari dadanya, menjulur-kan
tangan menyerang titik nadi Beng-bun dipunggung A Bin.
Bu-ih Taysu mengucapkan kata Budha satu kali berkata:
"Aku juga tidak mau kesepian, juga ingin mencoba ilmu
adik muda ini!" Dewi KZ 134 Tubuh Bu-ih Taysu bergerak sedikit, dia memusat kan
tenaga dalamnya, lengan bajunya sampai mengeluar kan
suara krak... krak... tulangnya tampak bergerak, kedua
lengannya mendadak tambah panjang, mencakar lengan
kanan dan bahu kiri A Bin.
Mendapat serangan dari kedua jagoan, A Bin tidak
berani gegabah, dia membalikkan telapak tangan
kebelakang menepak kipas Kongsun Pau, dan memiringkan badan sedikit menghindar cakaran Bu-ih Taysu,
berpura pura ingin meloncat keluar gedung.
Bu-ih Taysu tertawa sinis, dia maju selangkah lagi,
menghadang jalan A Bin berkata:
"Bila adik kecil tidak memberi pertunjukan satu atau dua
jurus, jangan harap keluar dari gedung ini!"
Mendadak A Bin mengeluarkan dua telapak tangannya,
tenaga telapak tangan begitu besarnya, membuat Bu-ih
Taysu kewalahan, Coa-sim-cu-kat Kongsun Pau terpaksa
melipat juga kipasnya, tidak berani melawan, tubuh A Bin
melesat dengan cepat, betul-betul meloncat keluar gedung.
Tindakan A Bin berdasarkan penilaian Bu-ih Taysu,
Coa-sim-cu-kat Kongsun Pau dan kakek putih Po Kong-hoo
bukan orang biasa, ilmunya biar pun adalah didikan dari
tiga guru Siau-yau-cu, hanya saja pengalaman hidup masih
kurang, satu lawan tiga musuh, dia takut tidak bisa bertahan
lama, dan dia tidak mau menyerang organ mematikan
pihak lawan, jadi dia serba terganggu, bila lama-lama
melayani mereka, takut Tiga Tuli dari Bu-ie-san juga ikut
membantu mereka menyerang, pada waktu itu dia akan
susah lari, dan kedua, A Bin dari semula sampai akhir
pertarungan masih tetap mengkuatirkan keselamatan In
Hong-tai, dia ingin menyelidiki, maka dia membiarkan soal
Dewi KZ 135 pem-bunuhan dan buku ilmu silat yang diributkan itu,
dengan cepat dia keluar dari bangunan kuil itu. v
Sewaktu ketiga jago itu mengejar keluar, A Bin telah
hilang ditelan kegelapan malam.
Begitu keluar dari kepungan musuh, A Bin meloncat ke
bagian kiri hutan bambu kuil, menunggu sejenak, melihat
dari gelap apakah jago-jago itu masih ingin mengejar atau
tidak, ternyata mereka kembali lagi ke dalam gedung
itu membereskan hal yang belum selesai.
Menunggu musuh tidak mengejar, dengan teliti kedua
matanya memantau sekeliling sudut-sudut kuil, tapi dia
tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan, timbul dari
pikiran, apakah In Hong-tai mengejar penjahat keluar lagi
dari kuil ini, bila begitu, bagaimana mencarinya.
Ketika sedang ragu-ragu memikirkan, mendadak melihat
ditembok bagian selatan meloncat turun satu sosok
bayangan hitam, dari potongan tubuhnya, seperti In Hongtai.
A Bin sangat gembira, dia meloncat meng-hampiri, dan
menghadang dijalan. Orang itu seperti terkejut melihat A Bin tiba-tiba ada di
depan matanya, mula mula dikira itu adalah musuh, belum
lagi menyerang segera mengetahui bahwa yang
menghalangi jalan adalah A Bin, dengan terkejut dan
gembira berkata: "Ternyata kau! Aku......"
Mendadak tenggorokannya seperti ada benda menghalangi, tidak bisa bicara lagi, Hong-tai seperti
bertemu familinya, ingin mengutarakan keluhan dan
menangis. Dewi KZ 136 A Bin baru melihat dengan jelas orang yang baru datang
adalah orang yang diperhatikan dengan sangat, In Hong-tai.
0-0dw0-0 BAB 3 Terperangkap dalam sarang iblis
A Bin dengan teliti melihat muka In Hong-tai, tampak
rambutnya berantakan, air mata menetes di kedua pipinya,
bajunya tidak rapih, tangan menjinjing senjata sepanjang
tiga kaki, seperti baru mengalami pertarungan yang sengit
dan beruntung bisa kembali.
Dari warna muka In Hong-tai, A Bin dapat menilai dia
telah mengalami kekalahan dalam pertarungan, selain
terkejut juga entah dia bertemu lawan tangguh mana, walau
pun menguasai ilmu tinggi, juga dikalahkan orang.
Melihat kesedihan In Hong-tai, A Bin merasa perlu turut
berbagi, tetapi tidak bisa dikatakan, terpaksa menghampiri
Hong-tai, mendekap tubuh Hong-tai ke pinggir tubuhnya,
turut mengatakan kekuatiran yang dalam.
In Hong-tai tidak tahu apa maksud A Bin, setelah
terkejut sejenak, dipandangnya mata A Bin, begitu mengerti
apa artinya pelukan itu, dengan perasaan berterima kasih
yang dipendam, dibiarkan A Bin memeluk tubuhnya dan
terlihat mukanya menjadi merah karena malu.
Perkenalan A Bin dengan In Hong-tai belum sampai
sehari penuh, belum pernah tubuhnya berdekatan seperti
sekarang, begitu hidung dia mencium wangi bunga anggrek
dari tubuh Hong-tai, A Bin berpikir dalam hati, In Hong-tai
sebagai anak orang bangsawan, sehari-hari terbiasa hidup
mewah, keluar rumah pun, masih berpakaian mewah, sekali
Dewi KZ 137 terpukul oleh kekalah-an, sedihnya tidak terkira! Merasa
perlu memberi lebih kasih sayang terhadap adik In nya,
maka A Bin lebih erat mendekap tubuh Hong-tai.
In Hong-tai tahu tindakan A Bin adalah perhatian A Bin
terhadap dirinya, dia merasa sangat terharu, dengan suara
lembut berkata: "Lui-ko, kau sangat baik terhadap aku......"
Punya mulut tapi tidak bisa bicara, A Bin hanya bisa
mendekap lebih erat lagi tubuh In Hong-tai, tanda
terharunya atas ucapan In Hong-tai.
Dekapan tersebut, membuat wangi anggrek tercium lebih
banyak oleh A Bin, dan tubuh In yang lembut
mengeluarkan rasa hangat, dan sedikit detak jantung yang
terasa oleh tangan A Bin.
A Bin merasa aneh, kenapa adik In begitu terharu,
sambil memegang tangan halus kiri In Hong-tai,
memandang muka In Hong-tai, yang tertawa matanya
bening bagaikan air, mukanya seperti bunga, melebihi
cantik seorang gadis, membuat A Bin tercengang.
Hong-tai melihat A Bin begitu terpesona, maka sekali
lagi tampak mukanya menjadi merah, sambil pura-pura
marah: "Toako dungu! Kenapa begitu melihat aku?"
Mendengar suara Hong-tai yang merdu, jiwa A Bin
tergoncang, makin tanpa hentinya memandang muka
Hong-tai. Hong-tai pura-pura marah, berkata sambil geleng
gelengkan kepala: "Aku tidak ijinkan kau memandangi aku!"
Dewi KZ 138 Ternyata gerakan geleng geleng kepala itu mem-buat
ikatan rambut yang sudah longgar terlepas, sehingga
untaian rambut bergoyang tertiup angin ringan.
A Bin sangat terkejut, ternyata Hong-tai adalah seorang
wanita. Hong-tai yang tahu rahasianya telah bocor, dia makin
bertambah malu, tetapi tetap tidak mau melepaskan kedua
tangan yang dipegang A Bin.
A Bin sejak mengenal Hong-tai, selalu merasa ada jodoh
berkenalan, asalkan bertatap muka saja sudah
mendatangkan kesenangan, sekarang mengetahui dia
adalah perempuan, tetap tidak rubah penilaian pada Hongtai.
Pada jaman itu, larangan laki perempuan sangat ketat,
bagi hubungan muda mudi berumur lima belas, enam belas
tahun, masih polos, bagi Hong-tai pun merasa cocok sekali
dengan A Bin, tidak ada pikiran lain.
Mereka berdua saling berpegangan tangan di pinggir
hutan kuil, melupakan bahaya yang mengintai di
sekelilingnya, saling pandang lupa suasana sekeliling, biar
pun tidak berkata, tetapi dua hati saling bersatu, masingmasing tahu isi hatinya.
Selang beberapa lama, Hong-tai pelan-pelan melepaskan
kedua tangan A Bin, dengan ringkas menceritakan kejadian
tadi waktu mengejar musuh.
Ternyata, waktu Hong-tai mengejar penjahat yang
menyebarkan dupa di kamar hotel hingga dalam hutan
bambu, karena batang bambu lebat, sehingga sulit
menggunakan ilmu ringan tubuh, dengan susah payah
menerobos hutan bambu terlihat bangunan kuil di depan
Dewi KZ 139 matanya, namun pengawasan. jejak penjahat sudah hilang dari Hong-tai merasa jengkel, pikirnya dalam hati, bila diri
sendiri tidak bisa menemukan bangsat kelas teri itu, jangan
bilang lagi cari pengalaman di dunia persilatan untuk
memulihkan nama besar keluarga!
Saat sedang menyesalkan dirinya, mendadak Hong-tai
melihat ada sedikit gerakan di seberang hutan bambu, maka
dia bersorak sejenak, dengan cepat menuju hutan bambu
itu. Betul juga, ada satu bayangan hitam keluar dari hutan
itu, dan meloncat tembok kuil bermaksud keluar, Hong-tai
tidak membiarkan orang itu pergi, maka dengan dua tangan
membelah ranting bambu, dengan gerakan kaki menginjak
tanah langsung mengangkat tubuhnya ke udara, berdiri di
atas pucuk pohon bambu, menggunakan ilmu ringan tubuh
warisan dari ayahnya, mengejar keluar kuil. Dari kejauhan


Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terlihat satu bayangan hitam sudah berlari sekitar sepuluh
tombak, sedang menuju daerah perkebunan di luar
kampung. Hong-tai melihat bayangan itu, mengetahui ilmu ringan
tubuhnya lebih tinggi dari penjahat yang pertama tadi
ternyata mereka bukan satu orang, dia jadi agak ragu-ragu,
sejenak bayangan hitam itu meloncat lebih jauh lagi.
Hong-tai melihat kesempatannya akan hilang dengan
segera, dia jadi berpikir, tidak peduli orangnya siapa"
Karena penjahat pertama tidak dapat ditemukan, lebih baik
kejar dan tangkap orang itu dulu, maka Hong-tai
menggerakan ilmu ringan tubuh melewati jalan di
persawahan, mengejar orang itu.
Hong-tai menguasai ilmu meringankan tubuh dari
ayahnya, ilmu meringankan tubuhnya tiada tanding di
Dewi KZ 140 dunia ini, di persawahan biar pun banyak pohon padi,
tetapi jalan setapaknya jelas, gampang dilewati oleh Hongtai, tidak berapa lama, sudah tampak jelas seorang
bayangan hitam itu, orang berjubah hitam, kepala pakai
kerudung warna perak, sedang berlari dengan kencang.
Hong-tai menilai berapa detik lagi dia bisa mengejar
orang itu, tetapi dia sangat teliti dalam segala hal, biarpun
baru pertama terjun didunia persilatan, tetapi mengetahui
banyak siasat licik dan berbahaya, maka sambil mengejar
sambil melihat situasi sekeliling-nya, dia tahu sebentar lagi
sampai di bukit gunung. Timbul dalam pikirannya, orang itu lari ke arah gunung
itu, pasti ada maksud tertentu, kelihatannya diatas gunung
adalah sarang mereka, disana pasti ada temannya yang
membantu, jadi lebih baik dia bertindak dulu, jangan
biarkan dia naik kegunung, hingga urusan akan lebih rumit.
Maka Hong-tai menarik nafas sejenak, lalu terbang
miring dalam ketinggian dua tombak, sambil menggerakan
dua tangannya, dia berlari semakin cepat maju ke depan
dan sudah melewati kepala orang itu, dengan membalikan
dua telapaknya, badan berbalik turun dengan kepala
dibawah, kaki keatas, langsung menyerang orang berbaju
perak itu, ini adalah jurus istimewa dari warisan keluarga
yang bernama In-liong-ngo-hiang (Lima naga terbang di
awan). Orang baju perak itu mendengar ada suara di atasnya,
kepalanya menengadah ke atas, bersamaan itu jurus Hongtai sudah mengurungnya, segera orang itu mundur
selangkah kebelakang, menghindar serangan dari depan,
lalu mengeluarkan golok melindungi kepala dan muka.
Jurus serangan Hong-tai ternyata mengandung
perubahan lain, tubuhnya membalik lagi di udara, kaki
Dewi KZ 141 kanannya berputar, dengan kecepatan tinggi menotok
belakang punggung di bagian ketiak bawah orang baju
perak itu, terdengar teriakan keras dari orang itu, terkulai
jatuh, goloknya pun terlepas dari tangannya.
Pada waktu bersamaan, terbang beberapa benda berupa
bintang diatas tanaman padi menuju tubuh Hong-tai,
keluarga Hong-tai tersohor di dunia persilatan dengan jurus
pedangnya, ilmu meringankan tubuh dan senjata rahasia,
maka dengan tertawa sinis, Hong-tai menggetarkan lengan
bajunya, segera menangkap senjata rahasia itu dan di buang
kesawah, sambil ber-teriak:
"Bangsat dari mana, berani menyerang di tempat
tersembunyi?". Belum habis Hong-tai bersuara, di sekeliling sawah
sudah berdiri banyak orang, Hong-tai terkejut dan
menyesal, karena kecerobohan sesaat, tidak menyangka
musuh bisa bersembunyi di pohon padi, dan diatas kepala
mereka terlilit batangan padi untuk penyamaran, mereka
berbaju perak, tetapi kerudung kepalanya berwarna gelap,
sehingga dalam waktu sempit susah melihat mereka yang
menyamar. Hong-tai segera meneliti lagi pada mereka, ternyata
musuh yang ada di sekelilingnya lebih dari dua puluh
orang, di tangannya masing-masing memegang alat panah
berantai, sedang mengarahkan dirinya, bila Hong-tai berniat
mengadakan perlawanan, ribuan panah akan segera
dimuntahkan oleh mereka, biarpun dirinya pintar
menghindar senjata rahasia, tetap tidak akan mampu
menghindar dari bidikan anak panah itu.
Tetapi bila menyerah, dia sendiri adalah seorang gadis,
mati adalah urusan kecil, tetapi bila ada tindakan amoral
dari mereka, matinya juga mencemarkan nama...
Dewi KZ 142 Pikirannya segera berputar sampai Hong-tai timbul satu
pikiran, dia sekarang sedang dalam kepungan dua puluh
orang pemanah, bila tidak bisa melawannya, apa tidak lebih
baik dia pura-pura menyerah saja, menunggu lawan
menugaskan orang untuk mengikat dirinya, baru bertindak
menangkap, pada waktu itu orang berbaju perak
disekelilingnya pasti tidak berani memanah kawan sendiri,
dan itu bisa dipakai sebagai sandera untuk meloloskan diri.
Sesudah bulat mengambil keputusan, maka Hong-tai
dengan tertawa sinis berkata:
"Bangsat bangsat hanya bisa menang dengan orang
banyak, dengan kepungan begini menghadapi aku seorang
diri, aku sebagai laki laki baik menyerah saja!"
Habis bicara, Hong-tai membalikan kedua tangannya
kebelakang, tanda tidak akan melawan.
Betul juga, dua orang baju perak masih memegang alat
panah, tidak bicara sedikit pun, sambil mengarahkan
panahnya perlahan mendekati Hong-tai.
Melihat musuh mendekati, Hong-tai tertawa dalam hati,
bagaimana pun hati-hatinya kalian bila kalian mendekati
aku dalam lima langkah, dua alat panah itu sudah tidak
akan berfungsi lagi, bila yang lain berani melepaskan panah,
kedua orang ini, akan jadi sasaran empuk, tetapi pikiran
tetap pikiran, Hong-tai masih tetap di dalam posisi semula.
Kedua orang baju perak pelan pelan melangkah, satu di
kiri satu di kanan, dengan empat mata yang bercahaya
melotot pada Hong-tai melalui lubang kerudung.
Hong-tai adalah ahli senjata rahasia, sambil
memperhatikan jarak langkah kedua orang baju perak,
sambil memperhatikan gerakan kedua tangan orang itu.
Dewi KZ 143 Menghitung jarak mereka masih ada tujuh atau delapan
langkah, hampir mendekat antara lima langkah, bila dia
menggunakan gerakan tangan dari ilmu keluarganya, dia
bisa menghindar serangan panah itu, dan menangkap orang
itu sebagai sandera, tetapi setelah dilihat lagi dia baru sadar
jempol mereka telah berada dikunci panah tersebut.
Hong-tai berkata didalam hati, 'Celaka!', dia tidak
menyangka mereka bertujuan membunuhnya, dalam jarak
tujuh langkah sudah siap menekan tombol panah! Menilai
dengan aman menangkap mereka sebagai sandera sudah
tidak mungkin, tetapi bila orang terdesak apa pun harus
berani mencoba, maka kedua tangan di belakang tubuhnya
digerakan ke depan, empat jarum sayap burung Hong sudah
melesat menuju ke empat tangan dua orang baju perak itu,
dan juga siap untuk menangkap orang.
Mana yang lambat mana yang cepat sudah tidak jadi
soal, suara tombol alat pemanah begitu bunyi, jarum empat
sayap burung Hong sudah duluan datang, terdengar dua
teriakan orang baju perak, lengan mereka terkena jarum
sayap burun Hong, tetapi Hong-tai juga terlambat menilai,
panah itu juga sudah datang
Dengan tatapan mata yang jeli, Hong-tai mengukur
kecepatan panah, dalam hitungan detik dia mencoba
menghindar dalam situasi yang serba sulit.
Siapa tahu, sesudah bunyi tombol panah itu, tidak ada
panah yang keluar dari alatnya, hanya dua arus asap kuning
seperti air terjun pecah tersebar di udara persawahan.
Hong-tai tidak menyangka, bahwa alat pemanah itu
hanya tameng belaka, di dalam alat itu ternyata adalah
dupa pelupa ingatan, belum juga terucap satu kata celaka,
Hong-tai sudah terkulai oleh asap kuning itu.
Dewi KZ 144 Begitu Hong-tai siuman, dia melihat dirinya sudah ada di
sebuah kamar yang serba mewah, tergeletak di sebuah
kasur, dia berusaha berontak ingin bangun, ternyata seluruh
tubuhnya lemas, hanya dapat berkata marah:
"Kalian mengurung aku dikamar ini, apa maksudnya?"
Datang seorang wanita berpenampilan seksi membuka
tirai pintu masuk ke kamar, dengan tertawa berkata:
"Jangan berpura-pura lagi, ketua ranting kita mengetahui
tamu agungnya menaksirmu, maka ketua berusaha
menangkapmu, dan akan diserahkan pada tamu agung itu,
biar tamu kita gembira!"
Hong-tai dengan terkejut, katanya:
"Tamu agung apa?"
Perempuan seksi itu dengan tertawa berkata: "Dia
dengan kau juga telah makan bersama, apa betul kau tidak
tahu siapa dia?" Mendengar kata-kata itu, Hong-tai menilai yang
dikatakan tamu agung, pasti anak raja Lok-houw-it-kun,
cucu raja Lok-houw Thio Kong-giok, maka dengan gemas
dia berkata marah: "Ternyata dia......"
Perempuan seksi itu tidak tahu apa yang ada di dalam
pikiran Hong-tai, dengan tertawa berkata:
"Bagaimna" Sekarang kau tidak takut lagi kan" Aku tahu
orang itu berwajah tampan, punya keluarga elite,
perempuan mana yang tidak suka pada dia. Menurut
pandanganku, ketua ranting kita terlalu berlebihan, tidak
perlu mengirim banyak orang untuk menangkapmu, asal
diutarakan terang-terangan, kau juga rela......"
Dewi KZ 145 Dengan kesal Hong-tai mendengarkan kata-kata itu,
sambil buang ludah dia berteriak:
"Berhenti bicara......"
Perempuan seksi itu berobah warna mukanya, ingin
berbicara lagi, tapi terdengar suara kaki mendekat masuk,
dia segera diam. Tidak lama, satu orang baju putih tergesa gesa masuk
kekamar memberi perintah kepadanya:
"Hoa Ji-nio, kau cepat periksa lagi kamar itu, ketua
ranting kita dan cucu raja Lok-houw segera tiba."
Dada Hong-tai penuh dengan amarah, dia menunggu
cucu raja Lok-houw Thio Kong-giok masuk, dia ingin
memarahinya. Betul juga, selang beberapa detik, gorden kamar dibuka,
ada dua orang masuk kekamar, cucu raja Lok-houw Thio
Kong-giok dan seorang bermuka segi empat warna gelap,
berjengot tiga bagian, penampilannya sangat gagah,
kelihatan Thio Kong-giok sedang marah.
Hong-tai sudah menaruh emosi dalam hati, begitu
melihat Thio Kong-giok, tanpa pikir panjang, langsung
dengan marah bicara: "Kau tidak tahu malu, bersekongkol dengan penjahat,
dengan cara tidak bermoral menangkap aku dan dibawa
kesini, betul-betul membuat malu nama istana Lok-houw!"
Thio Kong-giok yang dimarahi oleh In Hong-tai begitu
masuk kamar, tidak dapat membela diri, menunggu dia
habis bicara, baru berkata dengan berat:
"Nona In, jangan salahkan aku, Thio Kong-giok
sungguh-sungguh berniat berkenalan denganmu, tapi tidak
perlu menggunakan tangan orang bertindak demikian, ini
Dewi KZ 146 adalah ulah mereka, aku datang kesini justru untuk
melepaskanmu agar bisa pulang."
Sesudah berkata, dia membalikkan tubuhnya berkata
kepada orang yang mukanya gelap:
"Urusan aku bisa aku kerjakan, tidak perlu aliran anda
membantu, ketua ranting Kwang kau berbuat sesuatu yang
merugikan aku!" Ketua ranting Kwang yang diomeli Thio Kong-giok
muka gelapnya bertambah merah, tetapi karena ketua aliran
ingin merangkul Lok-houw-it-kun untuk mengembangkan
alirannya, telah memberi perintah ke anak buahnya untuk
menghormati Thio Kong-giok, kali ini maksudnya
menangkap In Hong-tai, dia ingin memberikan pada Thio
Kong-giok untuk melampiaskan nafsu birahinya agar
mendapatkan simpati, tetapi malah di marahi oleh Thio
Kong-giok, terpaksa dia menahan diri, pura-pura berkata:
"Ini adalah pekerjaan bodoh anak buahku, biar nanti aku
selidiki siapa saja yang bertanggung jawab, akan diberi
hukuman, harap cucu raja dan nona maafkan kejadian ini!"
Thio Kong-giok dengan kata kata keras berkata:
"Kalian cepat berikan obat penawarnya nona In."
Ketua ranting Kuang menahan emosi berkata:
"Ini tidak boleh sembarangan, kau adalah tamu agung
kita, segala hal tidak ada yang ditutup-tutupi, tetapi nona In
ini adalah orang luar, mana boleh mengetahui rahasia
aliran kita. Kami hanya dapat menggunakan cara seperti
dia waktu datang dan diantar pulang, harap cucu raja
mengerti!" Sifat Thio Kong-giok sangat sombong, tetapi kali ini
sebelum ke merantau kedataran tengah, ayahnya LokDewi KZ
147 houw-it-kun pernah berpesan, mesti bersahabat dengan
orang orang Jian-kin-kau-kau, tidak boleh menjadi musuh,
dan sekarang mengetahui kata-kata ketua ranting adalah
masuk akal, dia jadi tidak memaksakan diri, maka Thio
Kong-giok berkata dengan dingin:
"Kalau begitu, silahkan ketua ranting Kwang
menugaskan dua orang gadis mengantarkan nona In
pulang, aku mengawal dari belakang."


Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ketua ranting Kuang sudah sangat sabar, mengetahui
Thio Kong-giok tahu diri, dengan gembira memanggil
orang di luar kamar untuk mengantar pulang Hong-tai, dan
memcoba bertanya pada Thio Kong-giok:
"Ada seorang bisu yang menentangmu, kemungkinan
sekarang telah jatuh ke tangan murid murid kita, entah
keinginan cucu raja, bagaimana mengurus dia?"
Mendengar perkataan dua orang tersebut, Hong-tai
dengan terkejut berkata: "Ai!" Kata "Ai!" tersebut, Thio Kong-giok mengetahui bahwa
Hong-tai sangat perhatikan pada A Bin, hatinya merasa
tidak enak, dia menumpahkan kemarahannya pada ketua
ranting.... "Ketua ranting Kwang, kalian sungguh memperhatikan
aku luar biasa, aku hanya berkata, segala perbuatanku, aku
yang akan selesaikan, tidak berani minta bantuan aliranmu,
bila anak bisu itu sudah ditangkap oleh murid muridmu,
sekalian lepaskan saja, nanti aku bisa cari dia!"
Ketua ranting Kwang sudah beberapa kali diomeli Thio
Kong-giok, dia merasa kesal juga, dengan berkata dingin
menjawab: Dewi KZ 148 "Bila cucu raja punya ide begitu, aku perintah-kan anak
buah ku sekalian melepaskan si bisu itu juga!"
Habis bicara, dia beri isyarat mata pada perempuan seksi
yang berdiri di pinggir Hong-tai, Hoa Ji-nio, dan
perempuan itu dengan lengan baju menyapu muka Hong-tai
pelan-pelan, lalu Hong-tai langsung pingsan lagi.
Begitu siuman lagi, Hong-tai sudah berada di bawah
tumpukan batang padi di pesawahan, cucu raja Lok-houw
Thio Kong-giok sedang menunggu di pinggir-nya. Melihat
Hong-tai bangun, dengan gembira berkata:
"Nona In sudah bangun, aku Thio Kong-giok sudah
menunggu kau beberapa menit."
Setelah mengalami kejadian yang sebenarnya Hong-tai
sudah merubah pandangan terhadap Thio Kong-giok,
sebelumnya dia mengetahui orang ini sangat sombong,
tetapi tingkah lakunya bermaksud baik, boleh dibilang
orang punya martabat, memikirkan tadi dia memarahi Thio
Kong-giok bertubi-tubi, dia merasa menyesal juga, dia
berusaha menggerakan tangan dan kaki dengan bebas,
segera berdiri, tetapi tetap berkata pada Thio Kong-giok:
"Melihat kelakuanmu tadi, kau masih tidak kehilangan
jiwa kesatriamu, tetapi sayang kau mau berhubungan
dengan bangsat, hingga merendahkan dirimu. Kali ini aku
tidak mempersoalkan lagi, tetapi lain kali bila kau masih
berhubungan dengan bangsat-bangsat itu, jangan salahkan
aku menganggap kau sebagai musuh!"
Sudah habis bicara, tidak melihat lagi pada Thio Konggiok, segera berlari menuju Cu-sia-koan, ingin menyelidiki
apa betul A Bin sudah jatuh ke tangan murid-murid Jiankin-kau-kau.
Dewi KZ 149 Setelah mengetahui A Bin dalam keadaan selamat, dia
merasa gembira, dan memikirkan kejadian yang menimpa
dirinya, ternyata sekarang bertemu A Bin, seperti bertemu
orang yang paling dekat, sehingga dia terharu meneteskan
air mata, ingin menangis.
Setelah mendengarkan kejadian Hong-tai, A Bin merasa
tidak enak, dan menyesal tidak dapat membela Hong-tai
sepenuh tenaga, sehingga Hong-tai mengalami keadaan
yang berbahaya. ' Hong-tai pun dengan gembira dan menanyakan kejadian
yang menimpa A Bin, A Bin dengan isyarat tangan
menceritakan dengan ringkas tentang beberapa jago-jago
dan orang-orang baju emas dan perkelahian-nya tadi
dengan mereka. Hong-tai dengan bersemangat berkata:
"Lui Toako! Binatang-binatang tua itu, tidak tahu balas
budi, hanya mengejar keuntungan saja, mereka
meremehkanmu karena kau sendirian, tidak ada yang
membantu, sekarang dengan aku disini, mari kita berdua
masuk lagi ke biara itu, dan memberi pelajaran pada
mereka!" Sebelumnya A Bin juga tidak takut pada Bu-ih Taysu
dan jago-jago yang lain, tadi dia merasa khawatir dengan
keadaan Hong-tai dan ingin segera mengetahui jejaknya,
hingga tidak tenang, sekarang melihat Hong-tai berniat
menghadapi masuk lagi, dia jadi tidak enak menolak, maka
dia setuju dengan kehendaknya, mereka berdua lalu berlari
menuju ruang Sam-ceng-tian di biara itu.
Hong-tai menggunakan ilmu meringankan tubuh dari
keluarganya yang tergolong kelas satu di dunia persilatan,
sedang A Bin yang telah mendapat ilmu asli dari tiga guru
Dewi KZ 150 Siau-yau-cu, tidak mau ketinggalan, mereka berdua berlari
seperti asap, sejenak saja sudah masuk ke dalam ruangan.
Saat tubuh mereka turun ke lantai, mereka tidak
mendapatkan perlawanan di ruangan itu. Orang-orang yang
pernah bertemu A Bin tadi, ternyata semuanya telah pergi,
disana hanya tinggal sepuluh lebih pendeta tosu yang sudah
mati, dan tetap duduk ditempatnya.
Di tiang atas bangunan tergantung empat mayat yang
mulai kaku, mereka adalah kakek putih Po Kong-hoo dan
Tiga Tuli dari Bu-ie-san, mereka di buat seperti orang
bunuh diri, tetapi bagi orang yang ahli, sekali melihat
langsung tahu bahwa mereka di buat mati terlebih dulu baru
digantung di tiang atas, sedang Bu-ih Taysu dan Coa-simcu-kat Kongsun Pau tidak kelihatan.
Yang membuat terkejut dan marah A Bin dan Hong-tai
adalah gantungan satu potong kain putih yang ditulis
dengan darah orang, kata-katanya berbunyi 'empat orang
hebat hilang, Jian-kin jaya! Yang turut aku makmur, yang
lawan aku mati! Seluruh aliran di dunia persilatan, segera
menyerahkan diri!' A Bin dan Hong-tai terkejut dengan kata 'empat orang
hebat hilang', mereka tidak mengerti mengapa Jian-kin-kaukau berkata demikian, apa yang dimaksud dengan empat
orang hebat itu adalah Lui, Giok, In, Kau. Yang tiga
orangnya sudah menemui ajal. Yang membuat mereka
marah juga surat darah di kain putih yang merendahkan
empat orang hebat, berarti dia menantang seluruh dunia
persilatan, bagi A Bin dan Hong-tai yang masih muda dan
beradatnya panas, dirinya masih besar sifat mengagulkan
dirinya, mereka mana mau terima pada kata-kata yang
sangat sombong dan itu. Dengan suara kecil Hong-tai berkata:
Dewi KZ 151 "Lui Toako, kita periksa dengan teliti, mungkin didalam
ruangan atau disekelilingnya masih ada antek-antek Jiankin-kau-kau!"
Saat itu, waktu hampir jam lima pagi, langit mulai
menampakan cahaya fajar, sinar lilin di dalam ruangan
yang semakin pudar menerangi mayat-mayat dingin dilantai
dan yang digantung, di dampingi oleh kain putih yang
berhuruf darah, membuat suasana semakin seram. Walau
pun A Bin dan Hong-tai mempunyai ilmu tinggi dan
berjiwa tegar, tetapi masih belum lama terjun di
masyarakat, belum pernah melihat kejadian yang sadis
seperti ini, tidak urung semua ini membuat bulu kuduk
mereka berdiri juga. Hong-tai sebagai wanita, mengawasi mayat-mayat itu
dalam hati merasa takut, tanpa sadar tubuh-nya bergeser
menempel ke tubuh A Bin, mereka berdua bergandengan
tangan memeriksa seluruh ruangan.
Setelah meneliti seluruh ruangan, mereka tidak
menemukan jejak apa pun, tapi saat mereka berjalan di
depan patung Sam-ceng, terdengar suara helaan napas
dibelakang patung itu, Hong-tai terperanjat, roman muka
berobah warna, tangan lemburnya semakin erat memegang
pundak A Bin. Sebagai seorang laki-laki, keberanian A Bin lebih besar,
sambil mengusap punggung tangan Hong-tai agar dia
tenang, sambil dengan teliti melihat patung yang
mengeluarkan suara, setelah dilihat beberapa saat, dia tetap
tidak menemukan kelainan, Hong-tai yang lebih teliti lagi,
mendadak terpikir sesuatu, dia mendekati kuping A Bin
berkata pelan: "Kita lihat kebelakang patung itu apa ada kelainan
tidak?" Dewi KZ 152 Mereka berdua segera memeriksa lagi dengan teliti,
akhirnya menemukan tombol rahasia di belakang badan
patung yang bila tidak awas tidak akan terlihat, A Bin
segera menekan tombol itu, terdengar suara ssst... ssst...
ringan, terbukalah sebuah pintu rahasia yang hanya bisa
dilalui orang dengan membungkukan badan.
Mereka berdua saling tukar pandang, A Bin dengan
telunjuk tangan menujuk ke arah pintu rahasia,
menanyakan keinginan Hong-tai.
Hong-tai berpikir sejenak, walau pun menempuh bahaya,
dia tetap ingin tahu, dia berkata:
"Kita sama-sama masuk melihat, ada apa di dalamnya,
jangan takut?" Mereka berdua masuk melalui pintu rahasia itu, sekarang
baru tahu badan dalam patung itu ternyata kosong, ada
sebuah jalan melalui bantal batu bunga teratai menuju
ruangan bawah tanah, lantainya berselimut tebal, di tembok
tertanam lampu penerangan kecil yang dibuat dari kerang
dan penerangannya sangat lemah.
A Bin memegang tangan Hong-tai dengan hati hati
melangkah, setelah menuruni beberapa anak tangga,
mereka menemukan satu ruangan bertapa, disatu bangku
duduk teratai berwarna emas bersila seorang tosu, bermuka
aneh, kepalanya memakai topi dari besi, sama sekali tidak
bergerak, seperti patung kayu.
Melihat tosu itu, A Bin terkejut juga, apa betul tosu ini
yang dikatakan oleh jago-jago yang namanya Thi-koan
Tojin" Kenapa bisa duduk terpaku diruang rahasia" Apa
sudah mati" Maka dia segera menghampiri, meraba bagian
jantung, ternyata maih hangat, denyut nadinya tetap
normal. Dewi KZ 153 Hong-tai mendesak dipinggir berkata:
"Lui Toako, jangan berlama-lama di ruang rahasia, lebih
baik kita menggotong orang ini keluar dari ruang besar ini,
baru kita teliti lagi, apakah dia telah mati atau hanya
terluka?" A Bin menuruti kata-kata Hong-tai, dia segera
mengangkat kedua tangan tosu, mereka segera keluar
melalui jalan rahasia itu.
Baru sampai di pinggir pintu rahasia, terdengar suara
ribut di ruangan besar, A Bin terperanjat, mereka saling
pandang dengan Hong-tai, mereka sepakat berhenti
berjalan, menempelkan kuping di pintu rahasia
mendengarkan keadaan di ruangan besar.
Dari suara langkah yang terdengar, orang yang datang
banyak, ada juga yang memeriksa sekeliling ruangan.
Terdengar suara keras dari depan patung yang diucapkan
orang bertenaga besar: "Thi-koan To-tiang sudah bersemedi selama sepuluh
tahun, sekarang sudah waktunya keluar dari tempat semedi
dengan hasil sempurna, dia menjanjikan pada hari ini
bertemu teman-teman dan seluruh aliran partai untuk
mengikuti upacara, dan menurunkan wasiat yang akan
dibacakan di depan umum, ilmu dalam lembaran besi yang
ditinggalkan pendiri Thio Sam-hong Couw-su, tapi rupanya
semua telah di dahului oleh orang-orang yang menamakan
Jian-kin-kau-kau, membunuh semua tosu, dan menggantung mayat ketua Heng-san-pay Po Kong-hoo dan
Tiga Tuli dari Bu-ie-san yang mengincar ilmu dalam
lembaran besi itu, yang diam-diam datang kesini dan
dibunuh juga oleh Jian-kin-kau, tetapi dimana Thi-koan Totiang" apa bersemedi di tempat lain dan belum keluar, atau
Dewi KZ 154 sudah di bunuh juga oleh Jian-kin-kau, mengapa sama
sekali tidak ada jejaknya, membuat orang bingung saja!"
Terdengar satu suara nyaring berkata:
"Jie Ie Taysu, biarpun Thi-koan Totiang sudah di bunuh,
tindakan Jian-kin-kau-kau sudah berarti menantang semua
aliran persilatan, mohon ketua anda Kian Ih Taysu turun
tangan mengundang ketua semua partai dan sesepuh
persilatan yang ternama untuk merundingkan cara
menghadapi musuh!" Satu suara yang membuat telinga mendenging berkata:
"Kata-kata Ku-cu Tojin sangat betul, sejak Lui-to, Inkiam, Giok-kiong menghilang tanpa kabar enam tahun
yang lalu, tanda Su-ciat-leng (Empat perintah wahid) telah
berhasil diambil anak Lui Kie, tapi Kau-sat Kau bun-kek
berobah menjadi sangat sombong, banyak kalangan dunia
persilatan mengeluh. Partai Siauw-lim dan Bu-tong adalah
dua partai yang sudah berdiri ratusan tahun, seharusnya
tidak membiarkan mereka bertindak seenaknya. Waktu
membuat Su-ciat-leng beberapa tahun lalu, tujuannya untuk
membela kebenaran, membasmi kejahatan, seharusnya
jangan membiarkan mereka meraja lela tidak basmi, tetapi
sejak pimpinan dipegang oleh Kau Bun-kek, dia telah
merubah banyak aturan yang berlawanan dengan tujuan
semula, membuat Su-ciat-leng menyimpang dari tujuan
semula, berbuat banyak ketidak adilan. Sekarang muncul
lagi sebuah aliran yang dinamakan Jian-kin-kau, keutuhan
dunia persilatan harus segera dipertahankan, aku kira
pemimpin itu harus dari ketua Siauw-lim-pay dan Bu-tongpay!"
Terdengar dua suara nyaring dan membuat telinga
mendengung telinga yang bicara tadi bersamaan berkata:


Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dewi KZ 155 "Pujian Gan-tayhiap, kami merasa belum pantas
menerima, tetapi urusan dunia persilatan kami tidak dapat
lepas tangan, kita akan sampaikan maksud kalian pada
ketua partai, tetapi, surat undangan untuk seluruh partai
pantas mencantumkan nama pendekar Gan, yang
termashur di provinsi Kwie-ciu!"
Hong-tai mendengarkan kata-kata tiga orang yang saling
memuji, dengan suara kecil berkata pada A Bin:
"Tiga orang diluar adalah orang orang ternama, Jit Ie
Taysu dan Ku-cu Tojin adalah petinggi dari Siauw-lim dan
Bu-tong, ilmu silat mereka hanya dibawah ketua mereka,
yang dipanggil Gan-tayhiap pasti pendekar terkenal dari
provinsi jauh yang dijuluki Pelajar sombong dari Kwie-ciu,
Gan Cu-kan adalah orang ketiga yang keluar bicara,
kelihatan diruangan besar itu banyak jagoang jagoan
tangguh?" Terdengar lagi suara diluar, kata Ki-liu-kwie-seng:
"Aku tidak berani disejajarkan dengan Kian Ih Taysu
dan Soat-song Cinjin, tetapi kalau namaku di-cantumkan
pada deretan akhir, aku bisa terima!"
Sambil bicara, dia merendahkan nadanya, berkata lagi:
"Ketika aku datang kemari, diperjalanan aku mendapatkan
kabar, kalian berdua boleh sampaikan pada ketua kalian,
bahwa ada orang melihat di puncak bukit pegunungan besar
di provinsi Kui ditemukan golok putus dari Lui Kie, pedang
patah dari In Tiang-long dan busur dari Giok Kangtiong......"
A Bin dan Hong-tai yang mendengar berita itu, masingmasing merasa tergetar hatinya, saling pandang melihat
getaran tubuh masing-masing, mereka tertarik kembali oleh
kata-kata di luar, terdengar suara Gan Cu-kan melanjutkan
perkataannya: Dewi KZ 156 "Orang itu melihat barangnya sangat jauh di puncak
gunung itu, harus mempunyai ilmu meringan-kan tubuh
yang tinggi baru bisa naik ke puncak itu, jadi tidak melihat
dengan jelas, tetapi menurut perkiraanku, Lui-to, In-kiam
dan Giok-kiong yang telah menghilang selama enam tahun,
dan senjata ternama mereka sudah patah dan rusak di
puncak gunung itu, kelihatannya mereka telah meninggal
dunia, sebab mereka telah mati, kemungkinan mereka
bertiga saling bunuh. Hanya satu hal yang buat aku tidak
mengerti, mereka bersahabat baik, kenapa......"
Pembicaraan orang yang diluar belum habis, Tubuh In
Hong-tai bergetar hebat dan menangis. A Bin juga terkejut
mendengar ulasan Gan Cu-kan, lebih terkejut lagi melihat
kegoncangan Hong-tai, dan mendadak teringat dia she In,
dan memegang pedang, apa dia anak perempuan dari Inkiam In Tiang-long" Bersamaan waktu itu, In Hong-tai
sudah lepas kontol dari emosi, mendadak dia meloncat ke
depan, mendorong pintu rahasia, meloncat ke dalam
ruangan, A Bin terperanjat sejenak, segera mengapit tubuh
Thi-koan Tojin, menyusul keluar.
Dari belakang patung Sam-ceng mendadak terbuka pintu
rahasia dan keluar sepasang muda mudi, membuat
terperanjat sekitar tiga puluh orang di dalam ruangan,
mereka segera melihat Hong-tai dan A Bin.
Sekarang Hong-tai dan A Bin berhadapan dengan
seorang tosu, seorang hweesio dan seorang terpelajar yang
bersemangat tinggi. Baju yang dipakai orang biasa itu
sangat mewah, tetapi sengaja ditambah kain tambalan di
bagian dada, kain kotak penutup kepalanya sangat mahal,
sepatu mewah yang dipakai bertabur sepasang mutiara,
roman muka yang terpelajar tertutup oleh bulu jambang
yang penuh, sepasang matanya bersinar terang, penampilan
luar biasa dari seorang pelajar, dalam hati A Bin
Dewi KZ 157 mengetahui bahwa orang ini yang dikatakan oleh Hong-tai
bernama Ki-liu-kwie-seng Gan Cu-kan, tosu dan hweesio
itu adalah Jit Ie Taysu dari Siauw-lim dan Ku-cu Tojin dari
Bu-tong. Ketiga orang ini biar pun termasuk orang ter-kenal dari
dunia persilatan, begitu melihat A Bin dan Hong-tai
mendadak muncul sambil mengapit tubuh Thi-koan Tojin
yang kaku, mereka tercengang juga sejenak, namun segera
menenangkan pikiran, Ki-liu-kwie-seng terlebih duhulu
memancarkan sinar terang yang keluar dari matanya,
melihat dengan teliti A Bin, Hong-tai dan tosu yang kaku
itu, baru bicara: "Kalian dari mana" Bagaimana Thi-koan Tojin?"
A Bin tidak bisa bicara, Hong-tai yang baru mendengar
berita sedih tentang Lui-to, In-kiam, Giok-kiong berobah
lupa keadaan, dia tidak mendengarkan pertanyaan Gan Cukan, berdua jadi tidak menjawab.
Nama Gan Cu-kan sangat tersohor, dan punya
kedudukan tinggi di dunia persilatan, dia disanjung dan
ditakuti orang, melihat anak muda begitu acuh tidak
menjawab pertanyaannya, dia merasa sedikit marah,
dengan dingin berkata: "Kalian tidak menjawab pertanyaanku, mungkin murid
dari seorang jago silat, sehingga tidak mau menjawab" Aku
adalah Ki-liu-kwie-seng Gan Cu-kan!"
Dia mengenalkan namanya sendiri, takut kedua anak
muda yang baru keluar dari dunia persilatan, tidak tahu
nama besar dia, sekarang dia ingin mereka mengetahui dan
menghormati dia, agar tidak bentrok karena salah paham,
agar dikemudian hari mudah bertanggung jawab pada guru
atau orang tua mereka, Ternyata, kata-kata dia seperti batu
jatuh ke dalam lautan, tidak ada reaksi dan jawaban.
Dewi KZ 158 Sekarang Gan Cu-kan betul-betul marah, dalam hatinya
berpikir, 'aku telah mengatakan nama besarku, di dunia
persilatan semua orang tahu, aku sudah beberapa kali
bertanya tapi mereka tidak jawab, berarti mereka
merendahkan aku. Kalian dua anak kecil, bila bukan baru
terjun ke dunia persilatan, tidak tahu nama besar aku,
berarti ada sesuatu pegangan untuk mencari masalah."
Maka dengan muka berobah dia berteriak: "Bocah tidak
tahu aturan! Bila tidak menjawab lagi, orang she Gan akan
mewakili orang tua kalian memberi pelajaran."
Pesilat tinggi yang baru masuk ruangan sudah berkumpul
disekeliling, A Bin, Hong-tai dan tiga orang, tosu, hweesio
dan orang terpelajar. Kata-kata yang bernada bentakan dari Gan Cu-kan itu
baru membuat Hong-tai sadar, dia yang berpenampilan
angkuh mana bisa menerima perkataan itu, maka sambil
membelalakan mata, dia membentak:
"Kalau tidak menjawab, kau bisa apa" Kau punya
kepintaran apa, coba perlihatkan!"
Perkataan dengan bentakan itu, Hong-tai seperti sengaja
mencari gara-gara, bukan saja Gan Cu-kan marah, Jit Ie
Taysu dan Ku-cu Tojin dua orang yang berbudi luhur juga
terpaksa berkata: "Anak muda harap berbicara sopan, kau harus1tahu, Kiliu-kwie-seng Gan Cu-kan adalah orang yang tinggi
kedudukannya yang dihormati......"
Hong-tai menjawab dengan dingin:
"Aku tidak tahu, apa itu pendekar sombong, bila dia
berani turun tangan, aku akan memberi pelajaran!"
Dewi KZ 159 Biar pun kesabaran pendekar Gan Cu-kan sangat tinggi,
tidak tahan juga dengan ucapan itu, muka dia berobah
pucat, dengan marah membentak:
"Kalian berdua jangan ikut campur, biar aku yang
menghadapi anak muda ini, aku mengetahui lebih
banyak....!" Sambil bicara dia sudah melangkah kedepan melewati
kedua orang itu, mengetahui bentrokan tidak akan terelakan
lagi, tosu dan hweesio segera melangkah mundur kepinggir.
A Bin melihat di pinggir dengan pikiran bersih, dia
mengetahui Gan Cu-kan bukan seorang biasa, dia khawatir
Hong-tai yang angkuh akan kalah, segera dengan
memegang tubuh Thi-koan Tojin dia maju ke depan Hongtai, menghadap Gan Cu-kan.
Dalam keadaan marah, Gan Cu-kan mana bisa
membiarkan A Bin menghalangi jalannya, sambil ber-pikir
tidak melukai Thi-koan Tojin, dengan satu totokan kipas
lipat dia menyerang menuju bahu kiri A Bin berseru:
"Minggir! Jangan halangi aku!"
Dia mengharapkan A Bin terdesak kepinggir, agar dia
bisa bertarung dengan Hong-tai.
Ternyata A Bin tidak bermaksud menghindar, malahan
mengeluarkan tangan kiri dari kedua tangan yang
memegang badan Thi-koan Tojin, secepat kilat, memotong
tangan kanan Gan Cu-kan, jurus ini sangat cepat, tidak bisa
membedakan jurus Gan Cu-kan lebih cepat atau tidak, bila
kedua jurus ini bentrok, bahu kiri A Bin akan kena totokan
kipas lipat, tapi tangan kanannya juga akan kena sapuan
jurus tangan kiri A Bin. Orang-orang yang menyaksikan di sekeliing, tidak
menyangka bahwa anak remaja ini menguasai ilmu
Dewi KZ 160 demikian tinggi, banyak yang bersuara kagum "Iiii!", Jit Ie
Taysu dan Ku-cu Tojin juga terkesima.
Gan Cu-kan terkejut bukan main, dia telah
berkecimpung dalam ilmu kipas ini puluhan tahun, ternama
dengan kecepatan dan kecerdasannya, tidak disangka dalam
hitungan detik, anak remaja ini bisa membalas serangan
dia, waktu serangan baliknya juga sangat tepat, bila saja
tangannya terkena sapuan serangan tangan A Bin, atau
kena sedikit saja angin telapak tangan A Bin, nama
besarnya seumur hidup akan sirna.
Memang pantas dia seorang jago dalam dunia persilatan,
dalam segala kerepotan dia menarik kipas mundur setengah
langkah, dengan menunjuk dia berbicara dikejauhan:
"Kau lepaskan dulu Thi-koan Tojin! Jangan sampai dia
terluka, agar aku dapat leluasa bertarung denganmu, kalian
berdua sama-sama bertarung juga, aku tidak keberatan!"
Hong-tai keluar dari belakang A Bin, sambil meludah ke
lantai berkata: "Kau pelajar murahan, tidak pantas bertarung dengan
kita berdua." Sebenarnya Hong-tai mengetahui nama dia sangat
tersohor, karena dia marah di dalam hati, ingin mencoba
ilmu silatnya, dia sengaja membuat marah lawannya.
Saking marahnya Gan Cu-kan malah tertawa, dengan
sinis dia berkata: "Aku sudah menjelajah dunia persilatan selama empat
puluh tahun, baru kali ini bertemu anak muda yang
sombong begini, mari! Mari! Seperti kau bicarakan, siapa
yang duluan, kalian tentukan saja sendiri!"
Dewi KZ 161 Hong-tai mengetahui ilmu kipas orang ini sangat tinggi
dia tidak berani menganggap enteng lawannya, maka dia
menurunkan pedang awan ungu dari pundak dan bersiap
sambil membentak: "Pelajar murahan! orang takut lain mungkin takut pada
kipas kusammu, aku malah tidak takut!"
Mendengar kata-kata itu Gan Cu-kan berpikir dalam
hati, 'kalian sudah tahu malahan sengaja menantang aku',
maka dia menahan kemarahannya, sambil menggoyangkan
kipasnya, berkata dingin:
"Anak kecil, jangan bermulut besar, silahkan keluarkan
jurusmu!" Hong-tai tahu dengan kedudukan dan ilmu silat Gan Cukan, minta dia menyerang dulu, bukan berarti lawannya
sombong, maka Hong-tai memusatkan tenaga dalamnya,
lalu membentak menyerang, jurus pedang Awan Ungu
melesat bagaikan sinar pelangi menuju jalan darah Souwcin-hiat di dada lawan.
Gan Cu-kan mendehem sekali, tubuhnya melesat
melewati pinggir pedang, membuka kipas ssst.... suara
kipasnya mengibas Hong-tai.
Hong-tai menyangka, dengan nama besarnya, Gan Cukan tidak akan berani menggunakan siasat bangsat
menggunakan obat bius, tetapi pengalaman membuat dia
lebih pintar, khawatir dalam kipas lawan ada sesuatu,
begitu angin kipas hampir sampai, dia bergeser dengan jurus
bintang tujuh, menghindar beberapa kaki.
Gan Cu-kan pura-pura tidak melihat gerakan Hong-tai,
dengan tertawa sinis, dia meloncat beberapa tombak,
bagaikan setan mengejar, kipas di tangan sudah dilipat lagi,
menyerang Hong-tai. Dewi KZ 162 Mengetahui lawan mengejar dengan cepat, bayangan
kipas sudah menuju arah jalan darah Khi-hoan-hiat di
tenggorokan, dalam sisa serangan pedangnya Hong-tai
menggunakan kelincahan, mem-buat serangan dahsyat
kipas Gan Cu-kan melenceng ke pinggir, ternyata Hong-tai
menggunakan ilmu khas keluarganya, meminjam tenaga
lawan melencengkan arah kipas ke pinggir.
Jago-jago dari aliran perguruan, melihat A Bin dan
Hong-tai hanya dengan satu jurus sudah menunjukan ilmu
silat yang luar biasa, mereka bertanya-tanya tentang riwayat
anak muda itu, melihat jurus pedangnya tadi, ada orang
yang mengetahui berteriak terkejut:
"Jurus pedang In-kiam!"
Mendengar itu Gan Cu-kan segera menghenti-kan
gerakannya, lalu bertanya dengan sopan:
"Apakah kau murid aliran In-kiam?"
Pada detik itu dari luar gedung terdengar suara
menggema: "Semua berhenti, kalian adalah teman sendiri!"
Mata semua orang di dalam gedung melihat keluar,
mereka melihat seorang kakek berjenggot perak dan seorang
gadis muda dengan gerakan cepat mendarat di lantai
ruangan. Saat itu A Bin telah meletakan tubuh Thi-koan Tojin
dilantai, dia ingin menjaga dan menggantikan Hong-tai,
mengetahui ada orang dari luar gedung masuk, dia melihat


Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan jelas, ternyata mereka adalah kakek jenggot perak
Gin-hoat lojin dan cucu luar dia Siau-cian yang pernah
bertemu dikedai arak mulut pegunungan Pak-lun.
Dewi KZ 163 Jit Ie Taysu dari Siauw-lim dan Ku-cu Tojin dari Bu-tong
adalah kenalan lama dengan Gin-hoat lojin, malah jika di
lihat dari tingkatan mereka lebih rendah kedudukan atau
paling-paling sejajar, maka mereka berdua memberi hormat
sambil membungkukkan tubuh.
Orang orang dalam gedung biar pun tidak tahu siapa
kakek ini, tetapi dari sikap tosu dan hweesio yang menyebut
Cianpwee, mereka langsung tahu bahwa kakek ini bukan
orang biasa. Gin-hoat lojin dengan tenang melewati kerumun an
orang, menghadap Gan Cu-kan sambil tertawa berkata:
"Adik Gan, kenapa bisa berselisih dengan mereka?"
Disebut 'adik' oleh kakek Wie Tiong-hoo sudah
merupakan satu kehormatan bagi Gan Cu-kan, biar pun dia
mempunyai julukan Ki-liu-kwie-seng, juga tidak berani
sombong, maka menyembunyikan keangkuhan-nya dengan
hormat dia menjawab: "Wie Lo-cianpwee! Ini hanya salah paham, aku
mengaku salah!" Si cantik Siau-cian yang juga ikut dibelakang Kakek
luarnya, meski di dalam gedung begitu banyak orang
ternama, sedikit pun tidak dipandang oleh dia, sepasang
matanya seperti terbetot, dengan roman muka manis
senyum melirik muka A Bin.
A Bin juga senang pada Siau-cian, sejak pertemuan
mereka di kedai arak pegunungan Pak-lun, dalam hati
sering terbayang nona cantik ini, begitu bertemu lagi, A Bin
sangat bembira, dan menjawab dengan lirikan mata
tersenyum. Sejak kakek dan anak gadis masuk ruangan, Hong-tai
sudah memperhatikan, lebih-lebih terhadap nona cantik itu,
Dewi KZ 164 timbul perasaan iri dari sifat alamiah seorang gadis, biar
pun dia tahu kakek itu seorang terhormat dari dunia
persilatan, tetapi tidak ada hubungan keluarga dengan
dirinya, mungkin mereka ada hubungan apa-apa dengan A
Bin, Maka dalam hari Hong-tai timbul perasaan benci dan
waspada terhadap Siau-cian, dia mendekati A Bin, bertanya
di pinggir telinga A Bin:
"Siapa nona itu?" rasa iri dari Hong-tai mem-buat dia
lupa bahwa A Bin itu tidak bisa bicara.
Sambil tertawa terbahak-bahak, Wie Tiong-hoo berkata
pada A Bin: "Keponakan Lui, cukup lama kita berpisah, sekarang kita
bertemu lagi, betul-betul ada jodoh!" lalu berkata pada Gan
Cu-kan, "Keponakan Lui, karena terdorong arus dingin es,
sehingga mendapat gangguan di tenggorokan, tidak bisa
bicara sampai kini, mungkin salah paham adik Gan dari
soal ini." Gan Cu-kan merasa malu setelah mendengar keterangan
itu, dia segera berkata: "Aku tidak menyelidiki dulu, mohon maaf sebesarbesarnya!"
Wie Tiong-hoo berbicara pada Hong-tai:
"Kau mungkin turunan dari In Tiang-long -heng, jurus
tadi yang digunakan To-in-tan-jif selain dari jurus Tn-kaukiam-hoat', tidak ada orang yang bisa gunakan jurus itu."
Berhadapan dengan Lo-cianpwee dunia persilatan,
Hong-tai tidak berani bersikap angkuh dan tidak sopan,
maka dia menjawab dengan hormat:
"In-kiam adalah ayah ku!"
Dewi KZ 165 Terdengar suara terkejut di sekeliling ruangan, mereka
terkejut mengetahui bahwa ada turunan dari salah satu
Empat Jagoan Wahid. Mendengar perkataan Hong-tai itu, muka Siau-cian
berobah menjadi dingin, hal ini terlihat oleh A Bin yang ada
dipinggir, dia merasa terkejut dan aneh, entah apa
masalahnya" Hong-tai yang ingin segera mengetahui jejak ayahnya,
tidak hiraukan keramahan Wie Tiong-hoo, dia berbalik
tanya pada Gan Cu-kan: "Bolehkan anda ceritakah tentang ayahku!"
Kata-kata Hong-tai sekarang lebih sopan, meski-pun
nada bicaranya tetap dingin, bagi Gan Cu-kan sebagai
orang ternama, ilmu mengendalikan dirinya sudah tinggi,
apalagi dihadapan Wie Tiong-hoo, tidak pantas buat dia
meributkan soal kecil, maka dengan menahan kegusaran
pada Hong-tai, dia menceritakan kembali soal yang tadi
diceritakan pada tosu, hweesio dengan lebih jelas semua
orang baru tahu cerita ini, maka timbul suara bisik-bisik
diantara orang banyak. A Bin memperhatikan dengan seksama, melihat emosi
Hong-tai dan Siau-cian yang paling tinggi, timbul dugaan
apa hubungan dia dengan peristiwa itu.
Bersamaan waktu ada orang berteriak:
"Thi-koan Totiang, sudah bangun!"
Pandangan mata semua orang tertuju ke tempat tosu itu,
tampak kedua mata Thi-koan Totiang sudah terbuka lebar,
dia sedang menjulurkan kedua tangan dengan pelan-pelan
ingin berusaha duduk, Ku-cu Tojin dan Jie Ie Taysu
berebutan menghampiri, membantu Thi-koan Totiang
Dewi KZ 166 duduk di bangku, menghampiri mereka. orang-orang pun berkerumun Karena baru bangun dari pingsan, pandangan Thi-koan
Totiang masih buram, dia belum bisa mengenal siapa saja
yang ada di sekelilingnya, berdiam sejenak, dia
mengatakan1 kejadian yang menimpa diri dia.
Ternyata waktu dia bertapa selama sepuluh tahun, pada
saat berakhir pagi itu sekitar jam lima subuh, pada detikdetik terpenting dia tidak boleh mengalami gangguan dari
luar, semua usaha jerih payahnya selama sepuluh tahun
akan gagal dan akan mengalami kelumpuhan, maka muridmurid dia berkumpul di dalam gedung, menjaga jangan ada
musuh mengganggu. Tidak tahunya, ada tamu yang tidak
diundang masuk dan menggunakan jarum perak menyerang
mereka, sehingga tanpa mengeluarkan sedikit suara pun
mereka langsung mati, dan orang itu menyelinap masuk ke
pintu rahasia, masuk ke dalam kamar tersembunyi, buat
Thi-koan Tojin yang dalam detik-detik terakhir akan
mencapai kesempurnaan, berobah seperti orang cacad,
entah siapa orang yang datang, tahu-tahu dia sudah ditotok
jala darah kematian-nya, dan mengambil naskah besi berisi
ilmu Thio Sam-hong couwsu.
Beruntung Thi-koan Tojin saat sebelum bertapa dia
sudah menutup semua jalan darahnya, biarpun ditotok
orang jalan darah kematiannya, dia hanya pingsan sebentar,
lalu bangun lagi dengan sendirinya, hanya kaki bagian
bawah yang menjadi lumpuh.
Semua orang gusar, karena nyawa sepuluh orang murid
Thi-koan Tojin bukan urusan sepele, dan mereka
menempuh jarak ribuan li datang ke biara ini untuk
mendapatkan pepetah dari buku wasiat Thio Sam-hong,
ternyata buku itu sekarang telah dirampas orang, sehingga
mereka menjadi sia-sia datang.
Dewi KZ 167 Yang pertama marah adalah Gan Cu-kan, dia berkata:
"Ada tulisan dari Jian-kin-kau di ruangan ini, berarti
yang mencelakakan Thi-koan Tojin tentu per-buatan
mereka juga, kita harus bertindak cepat mencari alamat
dimana sarang Jian-kin-kau?"
Jit Ie Taysu adalah hweesio yang tinggi ilmunya dan
penampilannya tenang, dia berbicara dengan sabar:
"Di lihat dari kata-kata yang ditinggalkan Jian-kin-kau,
bernada menantang semua aliran dunia persilatan, berarti
mereka mempunyai organisasi sangat besar, aku kira lebih
baik kita pastikan harinya meng-undang semua ketua partai
dan ahli-ahli silat untuk merundingkan cara yang baik
menghadapi musuh bersama!"
Ku-cu Tojin berkata juga:
"Aku setuju saran Jit Ie Taysu dan mengusulkan bulan
depan tanggal satu siang tepat, semua berkumpul dibiara
Siauw-lim, selain kawan-kawan disini, dan mengundang
ketua partai lain dan orang-orang persilatan lainnya, dan
urusan surat undangan akan ditangani oleh Kian Ih Taysu
dari Siauw-lim, Wie Lo-cianpwee, Gan-tayhiap, Thi-koan
Totiang dan ketua partai kami!"
Semua orang dalam ruangan setuju usulan dari hweesio
Siauw-lim dan tosu Bu-tong.
Gan Cu-kan dengan tegas berkata:
"Saran Jit Ie Taysu dan Ku-cu Tojin adalah cara
mengambil sumber api di bawah teko, berarti saat rapat
diadakan, jika asal usul Jian-kin-kau sama sekali belum
jelas, rapat itu hanya omong kosong, aku bersedia
menampilkan diri, mengemban tugas, sebelum rapat
dimulai menyelidiki segala hal tentang aliran itu."
Dewi KZ 168 Setelah itu jago-jago persilatan pada bubar dan
meninggalkan tempat, Thi-koan Tojin juga dituntun oleh
teman dekatnya meninggalkan biara Cu-sia.
Wie Tiong-hoo bersamaan A Bin dan Hong-tai juga
meninggalkan biara itu, sambil jalan menanyakan
pengalaman Hong-tai selama diluar rumah.
Hong-tai sebetulnya tidak mau menerangkan urusan
sendiri, karena Wie Tiong-hoo yang bertanya, dia tidak
berani menolak, maka dia bercerita dengan asal saja, bahwa
karena jejak ayah menghilang selama enam tahun, dia
mendapat izin dari ibunya, keluar rumah mencari jejak
ayahnya. Sambil memegang janggotnya Wie Tiong-hoo berkata:
"Berita yang dikatakan Gan Cu-kan tadi, belum tentu
betul, kau jangan langsung percaya, hingga berselisih
dengan Lui-to dan Giok-kiong."
Hong-tai diam sejenak, pelan pelan menjawab:
"Terima kasih atas petunjuk kakek, aku mengerti dan aku
akan segera ke puncak gunung itu untuk melihat sendiri,
apa kata-kata Gan Cu-kan betul atau bohong."
Siau-cian seperti tidak senang pada percakapan kedua
orang itu, tetapi sepasang mata dia selalu melirik muka A
Bin, Hong-tai yang diam-diam melihat tingkah Siau-cian,
rasa irinya menjadi makin besar.
Sambil ngobrol, mereka telah sampai di pusat kota,
setelah menanyakan nama penginapan yang A Bin dan
Hong-tai gunakan, Wie Tiong-hoo bersama Siau-cian pamit
pergi. Ketika bersamaan berjalan pulang kepenginapan, di
dalam perjalanan Hong-tai sama sekali tidak menyapa A
Dewi KZ 169 Bin, seperti ada rasa jengkel menguasai dirinya, hal ini
membuat A Bin kelabakan tidak mengerti Hong-tai bisa
begitu. Sampai dipenginapan, dua pembantu Hong-tai yang
menyamar menjadi laki-laki, sudah lama menung-gu diluar,
melihat dia telah kembali dengan aman, dengan gembira
mendekati dan berteriak: "No......tuan muda, kau kemana saja, membuat kita
khawatir bukan main!" Hong-tai dengan muka dingin
langsung masuk kamar. A Bin tidak mengerti kenapa Hong-tai begitu marah pada
dia, dia tidak dapat langsung bertanya, dengan kesal dia
kembali ke dalam kamar, dia tidak melihat Cia Ma-lek ada
didalam kamar, kemungkinan Cia Ma-lek sedang mencari
dia juga, A Bin dengan banyak pikiran, setelah semalam
tidak tidur langsung berbaring di ranjang, tapi dia tidak bisa
tidur, entah berapa lama dia seperti tidak sadar.
Mendadak terdengar Cia Ma-lek berkata di pinggir
kupingnya: "Aiyah, adik Lui, aku cari kemana-mana tidak bertemu,
ternyata kau pulang duluan."
A Bin terperanjat bangun, dia melihat Cia Ma-lek
dengan Yo-po-lo-to sudah berdiri di dalam kamar, segera
dia bangun dan memberi hormat pada kakek Yo-po-lo-to.
Yo-po-lo-to tertawa terbahak-bahak berkata:
"Kelihatannya kau mendapat masalah!"
Muka A Bin menjadi merah menundukan kepala,
terdengar lagi gurauan dari Yo-po-lo-to:
"Aku menjadi setengah tosu, bukan untuk apa, justru
menghindarkan masalah, ketika masih muda karena
Dewi KZ 170 perempuan, sesudah tua karena anak cucu, semua sangat
membuatku pusing. Sekarang aku tidak punya murid, tidak
ada pikiran dalam diriku, hampir sama senangnya dengan
dewa" Bisa minum arak bagus, makan pun enak, aku juga
rakus, maka bicara soal ini, aku juga bukan tosu lagi......"
A Bin dan Cia Ma-lek masih punya sifat anak muda,
kata-kata Yo-po-lo-to hanya bisa diterima setengahnya,
antara mengerti atau tidak, Yo-po-lo-to dengan menghela
nafas sedikit berkata: "Aku bercerita ini, mungkin untuk hari ini kalian tidak
mengerti, mungkin sepuluh tahun kemudian kalian baru
tahu filsafat ini, sekarang berbicara soal masalah di depan
mata! Anak temanku Lok-houw-it-kun biar pun sombong,
tetapi masih mempunyai jiwa ksatria, tadi pagi kata-kata
Hong-tai di depanmu, aku ikut mendengarkan, tetapi teman
aku itu semakin tua semakin ceroboh, mau saja menjalin
hubungan dengan Jian-kin-kau-kau, aku tidak menaruh rasa
simpati kepada orang-orang yang menamakan aliran murni,


Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetapi tidak ingin aliran sesat itu meraja rela, dan Pelajar
sombong itu biar sombong dan urakan, tetapi masih
seorang baik, didepan umum menjagokan diri sendiri akan
menyelidiki aliran sesat itu, ada kemungkinan terjadi
perahu terguling di sungai deras, malah di-permainkan
orang, aku tidak ingin dia mati di tangan bangsat teri, aku
akan mengejar dia, melindungi di belakangnya, jika kalian
berdua punya rencana, silahkan kerjakan, bulan depan di
pertemuan Siauw-lim, meski tidak terang-terangan
menampakan diri, tetapi aku akan melihat diam-diam, aku
ingin tahu mereka yang menamakah dirinya aliran lurus,
punya rencana apa terhadap musuh" orang tua ini begitu
datang sebentar langsung pergi lagi, kata-katanya begitu
habis, dia keluar pintu kamar langsung menghilang bersama
bayangannya. Dewi KZ 171 Cia Ma-lek dengan muka lucu berkata:
"Orang tua ini sesudah berkata langsung meninggalkan
kita, entah kenapa, begitu lihat dia aku merasa tidak
tenang......" dan berkata lagi, "Oh, kau tahu tidak" Nona In
telah pergi?" A Bin sangat terkejut, dia berdiri dan keluar dari pintu
kamar, Cia Ma-lek ikut keluar, sambil berkata:
"Adik, orang sudah pergi, kau mau lihat apa?"
A Bin tidak menghiraukan kata-kata Cia Ma-lek, dia
menerobos masuk ke kamar Hong-tai, benar saja, kamarnya
sudah kosong, dia tercengang beberapa detik, mendadak dia
ingat pada satu tempat, dia langsung keluar kamar
meninggalkan hotel, berlari menuju ke arah Ban-li-san.
Cia Ma-lek jadi dibuat kalang kabut, segera
membereskan rekening hotel sambil berteriak-teriak, cepat
mengejar A Bin, A Bin sama sekali tidak men-jawab,
menggunakan ilmu meringankan tubuhnya dia berlari
kencang, meninggalkan Cia Ma-lek jauh-jauh.
Ternyata A Bin ingat kata-kata Gan Cu-kan, dia
menduga Hong-tai dan pembantunya pasti ke puncak tiang
langit, ingin menyelidiki sendiri apa betul cerita tentang
golok putus, pedang patah, busur panah cacad, maka A Bin
begitu terpikir langsung berjalan, berbalik lagi ke tempat
asal dia datang, menuju Ban-li-san.
Berita kematian ayahnya, kepergian tanpa pamit In
Hong-tai dan pekerjaan sadis dari Jian-kin-kau yang
berurutan datang, membuat A Bin seperti mimpi dan dalam
bayangan tidak menentu dia berlari kencang menuju
pegunungan itu, tanpa menghiraukan keadaan di
sekelilingnya. Dewi KZ 172 Ilmu meringankan tubuh yang digunakan A Bin seperti
terbang, tidak sampai tiga jam, dia sudah sampai di kedai
arak di Pak-lun, setelah semalaman kelelahan, perutnya
sudah merasa lapar, maka dia segera makan, dan membeli
makanan ringan, setelah itu dia menuju mulut gunung, dan
masuk ke daerah Ban-li-san.
Enam tahun yang lalu, sebelum masuk ke pegunungan
itu, A Bin telah mempelajari dengan jelas daerah-daerahnya
di peta, puncak tiang langit adalah puncak utama di Ban-lisan, mudah dicari, A Bin ingin mendahului Hong-tai tiba di
sana, menyelidiki dengan jelas, maka dia tidak banyak
istirahat. Ban-li-san sangat luas, jurangnya sangat dalam mungkin
ribuan li, dengan kemahiran ilmu meringankan tubuhnya,
A Bin juga harus menghabiskan waktu banyak, hingga sore
dia baru menempuh setengah perjalanan.
Hati A Bin sedang membara, di tambah berilmu tinggi,
nyalinya besar, tidak takut pada kegelapan, pegunungan
makin tinggi, sekeliling gelap dan embun makin tebal,
pohon dan tanaman, batu dan bunga seperti diciptakan oleh
iblis, berbentuk ingin memangsa manusia. A Bin tidak
gentar, dia masih dengan cepat melompat menuju puncak
tiang langit. Tengah malam di pegunungan, jarang ada jejak manusia,
perasaan A Bin seperti berada dalam neraka, otak terasa
bimbang, pemandangan ditambah embun semakin remang,
timbul bermacam-macam pertanyaan yang susah
dipecahkan. Dia ingat pada ayahnya, dia tidak percaya sebagai pesilat
tangguh ayahnya bisa terbunuh, apa telah terkena tipu
orang" Musuh yang mana" Apa betul kata-kata Gan Cukan, mereka bertiga Lui-to, In-kiam dan Giok-kiong saling
Dewi KZ 173 membunuh" Makin dipikir dia makin tidak mengerti,
persahabatan ayah dengan dua teman-nya itu biarpun
bukan teman sehidup semati, tidak mungkin terjadi saling
membunuh, bila itu terjadi, berarti ada sesuatu, apa ada
dendam yang sangat besar atau terjadi kesalah pahaman"
Memikirkan sampai disini, otaknya terbayang muka
sadis dan licik Kau Bun-kek, hati dia terasa menggigil,
'Celaka!' pikirnya dalam hati A Bin, apa betul jagoan licik
ini yang mengadu domba"
Bolak-balik berpikir, A Bin makin percaya ucapan Gan
Cu-kan yang memperolehkan desas-desus tentang ayahnya,
In-kiam dan Giok-kiong telah terbunuh, semangat A Bin
langsung ambruk. Sebuah berita kematian yang mendadak datang, susah
dipercaya oleh yang menerima, lebih-lebih bila sebagai
anak, tetap menaruh satu garis harapan, selalu tidak mau
percaya berita kematian orang yang terdekatnya. Tetapi A
Bin telah mengetahui kelicikan Kau Bun-kek, timbul dalam
pikirannya bila betul ayahnya, In-kiam dan Giok-kiong
terkena bujukan hingga di adu domba berduel sampai mati,
betul atau tidak tidak siasat ini adu domba Kau Bun-kek, Inkiam dan Giok-kiong boleh dikatakan musuh sendiri, dan
turunan mereka termasuk musuh sendiri juga.
Dan A Bin berpikir lagi, bila dia sendiri tidak
mempedulikan dendam ini, apakah Hong-tai juga tidak
akan menganggap dia sebagai musuh bila tahu diri A Bin
adalah turunan dari Lui Kie.
Lebih lanjut dipikirkan lagi, sifat Hong-tai susah
memaafkan, tidak memandang A Bin sebagai musuh sudah
susah, mana berani meneruskan persahabatan mereka,
seharian A Bin berkenalan, sudah menaruh rasa cinta di
dalam hati, dan kemudian bila bermusuhan, bagaimana
Dewi KZ 174 perasaan cintanya tersalurkan, ingat pada hal itu A Bin
menjadi sedih. Hati A Bin makin kacau, perasaan hatinya ingin melihat
muka Hong-tai, melihat tawa mendengar suara merdunya.
Sekarang mengetahui dia sebagai anak perempuan
musuhnya, dia jadi takut bertemu, maka dia memutuskan,
ingin lebih dulu dari Hong-tai tiba di puncak tiang langit,
mengetahui benar atau tidaknya kejadian itu tanpa
diketahui Hong-tai. Bila betul tahu kejadian itu sebuah fakta, bahwa ayah
dan In-kiam, Giok-kiong mati saling bunuh, diri sendiri
bagaimana terhadap Hong-tai, A Bin tidak berani berpikir
lagi. Hati A Bin kusut bagaikan karung, dan makin terasa
berat, langkah-langkahnya juga berat sekali, dia dengan
linglung lari ke depan, tidak tahu sudah sampai di daerah
mana. Saat dia sadar kembali dan ingin berhenti berlari, dia
mengawasi sekelilingnya, terdengar satu suara aneh
dikupingnya, suara itu sangat sedih dan memilukan, seperti
suara tangis monyet atau orang sedang nyanyi"
A Bin tertarik oleh suara aneh itu, sementara dia
menangguhkan rencana semula, mencari asal suara
bernyanyi itu, didengar dengan seksama, A Bin tidak
mengetahui isi lagunya, tetapi dari suara orang itu terdengar
bernada sedih, menyesal dan duka cita......
Mengikuti arah suara nyanyi, A Bin melewati satu jalan
kecil yang melingkar, disebuah tumpukan pohon, suaranya
makin terdengar nyaring, kesedihan yang amat dalam,
sungguh-sungguh menyayati hati orang yang mendengarnya. Dewi KZ 175 Suara lagu itu datang dari dalam hutan lebat, A Bin
dengan perasaa ingin tahu, tidak menghiraukan bahaya
menerobos ke tempat yang gelap itu.
Ketika makin dekat, lagu itu mendadak berhenti, A Bin
melihat dalam jarak beberapa tombak sepasang mata hijau
bercahaya sedang berkedip-kedip.
A Bin terkejut sejenak, dalam pikirannya entah binatang
apa itu, maka dia pun berhenti melangkah, memasang
kuda-kuda, menjaga benda aneh yang bersinar hijau itu
menerkam. Mendadak sepasang mata itu hilang, A Bin merasa aneh,
biarpun loncatan gesit macan tutul, juga tidak mungkin
hilang jejak dalam sekejap mata.
A Bin termenung, mendadak terdengar lagi lagu sedih
dari tempat yang bersinar hijau itu, A Bin baru mengerti,
sinar yang berkedap kedip itu adalah mata orang yang
sedang bernyanyi, mata dia ditutup sehingga tidak terlihat
oleh A Bin, bukan berpindah tempat itu, A Bin merasa
terkecoh juga. A Bin tidak tahu orang itu dari mana, maka dia tidak
berani berbuat sembrono, dia berdiam di tempat, menunggu
perkembangan, lagu itu makin sedih, seperti ingin
mengeluarkan seluruh isi hati si penyanyi, jadi yang
terdengar bukan lagu lagi, tetapi teriakan dalam hati,
mendengar suara itu, A Bin tahu kesedihan orang itu sangat
dalam. Sejenak kemudian, A Bin merasa aneh dan iba terhadap
orang itu, pelan-pelan dia mendekat, pohon-pohon berdaun
lebat, terang langit tidak bisa menembus daun yang lebat
itu, sampai jarak beberapa kaki, baru agak jelas roman
muka orang itu. Dewi KZ 176 Orang tersebut duduk di atas tumpukan tanah,
rambutnya panjang hingga ke lantai, alis dan kumis sama
panjangnya, sehingga hidung dan mulut tertutup, baju yang
dipakai compang-camping, terlihat bekas luka di seluruh
tubuhnya. Sambil menutup mata orang itu bernyanyi dengan tekun,
tidak menghiraukan segala sesuatu, sampai kedatangan A
Bin juga seperti tidak tahu.
A Bin berdiri didepan dia, memperhatikan orang itu
bernyanyi dengan penuh perasaan dalam lubuk hatinya, dia
tampak menggunakan tenaga besar, dada-nya turun naik
sangat kentara, suaranya keluar dari Tan-tiannya.
Melihat itu, A Bin sangat terkejut, dia sendiri pernah
belajar ilmu tenaga dalam yang tingkat tinggi, dia
mengetahui bernyanyi menggunakan cara begitu sangat
menguras tenaga, orang biasa yang bernyanyi beberapa kali
akan kecapaian dan tidak bisa meneruskan, tetapi orang itu
sudah bertahan sekitar satu jam, kelihatan bukan baru saja
bernyanyi, entah sudah sepanjang hari dan malam, tenaga
dalam orang itu betul-betul hebat.
Setelah bernyanyi sejenak lagi, lagunya berhenti, orang
tersebut membuka kedua matanya dan sinar hijau dari
matanya bercahaya lagi. A Bin telah tahu bahwa orang ini menutup mata saat
bernyanyi, membuka mata waktu berhenti, saat dia
membuka mata A Bin ingin memberi isyarat tangan
berkenalan, tapi orang tersebut telah menghela nafas
panjang! Suara tersebut panjang sekali, pertama-tama di dengar A
Bin seperti dekat kupingnya, selanjutnya seperti jauh
puluhan tombak, membuat A Bin lebih percaya bahwa
orang ini berilmu sangat tinggi.
Dewi KZ 177 Sesudah menghela nafas panjang, orang itu dengan suara
sangat sedih berkata: "Kau tahu tidak! Sekali salah akan menyesal seumur
hidup!" A Bin mengetahui dia berkata pada dirinya, biar pun
merasa mendadak, tidak tahu apa maksudnya, dia masih
menundukan kepala dengan hormat.
Orang itu memalingkan kepalanya kesamping, berkata
pada pohon besar di sebelah kiri:
"Kau tahu tidak" Musibah di puncak gunung tidak layak
diucapkan!" dan kepala dia berpaling ke belakang berkata
pada sebuah pohon besar, "Kau tahu tidak, penyesalan
tidak ada akhirnya!" dan kepala berpaling kearah kanan,
berkata pada pohon lainnya, "Kau tahu tidak, kesalah
pahaman tidak bisa di-katakan?"
Setelah itu dia duduk di tempat asalnya, meng-hadap
muka A Bin menghela panjang sekali, langsung
memejamkan kedua matanya, tidak bicara tidak bernyanyi,
suara sedih dari helaan panjang orang itu masih
berkumandang di seputar hutan itu.
Setelah mendengarkan empat baris kata yang berupa
lagu atau sajak dari orang itu, A Bin baru sadar bahwa
orang itu sudah dalam keadaan linglung, memandang
pohon di sekelilingnya sebagai manusia, melimpahkan isi
hati, dan memandang A Bin seorang yang hidup juga
seperti pohon itu. A Bin merasa turut simpati pada orang itu, sayang dia
tidak bisa bicara untuk membuat perhatian pada orang itu
dan untuk memberi dukungan moril. Bersamaan waktu itu
terdengar suara geresek di batang pohon, seperti ada
binatang mendekat, tetapi tidak berani mendekat turun, A
Dewi KZ

Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

178 Bin menduga ada binatang buas yang akan mencelakakan
orang linglung itu, segera siap menghadap serangan.
Orang tua itu membuka kedua mata, dengan nada
bertanya diarahkan keatas pohon berkata:
"Kau-ji, kau kenapa belum turun?"
Diatas pohon terdengar suara 'dca' dua kali, dan segera
meluncur satu monyet kecil turun ke tanah, tangan
kanannya memegang satu tangkai buah, tangan kiri
menunjuk ke A Bin, berteriak-teriak di depan orang linglung
itu. Orang tua linglung itu memandang A Bin sebentar, tapi
tidak peduli pada A Bin, dengan suara sayang berkata pada
monyet kecil itu: "Kau-ji, aku lapar, cepat cari makan!"
Monyet itu sambil memandang A Bin dengan curiga,
lalu memberikan satu ikat buah itu ke tangan orang tua itu
yang dilahapnya dengan cara sembarangan, buah itu
dimakan habis dengan sekejap waktu.
Monyet kecil itu menunggu orang itu habis makan, lalu
meloncat dengan gembira kepelukannya, dia terlihat intim
sekali, dan orang tua itu seperti memeluk bayi sambil
berkata: "Kau-ji! Gadis baik! Tunggu setelah kau dewasa kakek
akan mencarikan jodoh pilihan buatmu!" monyet kecil itu
seperti mengerti, melihat muka orang itu bersuara 'ci ca' 'd
ca'. Kata-kata lucu orang tua itu, bila A Bin tidak punya
perasaan sedih mungkin akan tertawa juga.
Orang tua itu tetap menyayangi monyet kecil, berkata
sendiri, bengong sebentar, A Bin terpikir juga bahwa orang
Dewi KZ 179 tua ini kemungkinan besar punya anak yang namanya Kauji, sekarang setelah menjadi di dalam hutan, salah
menganggap monyet sebagai anak gadisnya sendiri, hingga
berbicara demikian. Setelah berkata tidak karuan, orang tua itu bersuara lebih
jelas, katanya: "......sedihi Sedih! Mereka adalah petarung hebat di
dunia persilatan, semua tidak ada dendam mendalam,
ternyata saling bunuh dengan satu pedang, satu busur, satu
tombak......" A Bin seperti tersengat setrum mendengarkan kata-kata
itu, terpikir di dalam hatinya, apa kejadian itu betul seperti
ayahnya berduel dengan In-kiam dan Giok-kiong, apa
orang tua ini menyaksikan di tempat kejadian, sehingga
terkejut dan menjadi, tersesat dihutan ini, tiap hari
bernyanyi dan berkata. Dia ingin mengetahui lebih jelas, A
Bin menahan gejolak di dalam hati, terus mendengarkan di
pinggir. Orang tua itu terus bercerita:
"......semua orang mempunyai ilmu tinggi, pertama-tama
tidak ada yang terluka, tiga orang tidak bisa menentukan
siapa pemenangnya, akhirnya mereka bertiga saling serang
hingga menjadi pertarungan yang kacau-balau......"
A Bin mendengarkan dengan sangat sedih yang
mendalam sehingga bulu romanya berdiri, tetapi tetap
mendengarkan dengan teliti.
"Sepuluh jurus lewat... seratus jurus lewat... seribu jurus
lewat biarpun orang terbuat dari baja, dewa agung juga ada
saat tenaganya habis, pertarungan kacau itu entah telah
berjalan berapa ribu jurus, hingga akhirnya mereka semua
lemas kehabisan tenaga dan ingatannya jadi kacau, jurusjurus mereka tidak beraturan, malah seperti orang atau
binatang, sembarang pukul kiri pukul kanan, golok, pedang,
Dewi KZ 180 busur saling memukul memukul tubuh lawannya, terjadilah
cucuran darah seperti keringat, kulit dan daging terbelah,
tetapi tidak ada orang yang merintih kesakitan, tidak ada
orang yang mundur dari arena pertarungan, semua
bagaikan manusia besi! Orang kuat......"
A Bin yang mendengarkan kata-kata itu jadi sedih sekali,
jantungnya seperti dibelah, ingin membekam mulut orang
tua itu supaya jangan di teruskan lagi cerita sedihnya, tetapi
dia masih bertahan, dia terus mendengarkan.
Orang tua itu dengan mata memandang kosong ke depan
seperti mengingat kembali kejadian itu, kedua tangannya
diarahkan bergerak ke depan, sambil bercerita kembali,
monyet itu sudah terbiasa dengan gerakan tangan orang tua
itu sambil bermalas-malasan dipangkuan dia:
"......satu persatu pada roboh, lalu bangun lagi
berkelahi lagi, berteriak-teriak, bunuh, bunuh, akhirnya,
busur cacat, pedang patah, golok putus juga, masing masing
tinggal setengah busur, setengah gagang pedang, setengah
pegangan golok, tapi masih berteriak-teriak tidak hentihentinya."
A Bin tidak tahan mendengarkan lagi, menutup kedua
kupingnya, memejamkan kedua mata, tidak tahan
mendengarkan lagi cerita itu, sambil berteriak dalam hati:
"Tuhan! Kenapa bisa terjadi kekejaman ini, sehingga
ayah, In-kiam dan Giok-kiong tiga ksatria terlibat
pembunuhan sadis, apa pendorong tenaganya" Dimana
mereka" Apa sebabnya membuat pembantaian yang tidak
bermoral?" Pedih sekali A Bin mendengar cerita itu, tetapi dia ingin
mendengarkan kelanjutan cerita orang tua itu, tangannya
dilepaskan kembali, lubang kupingnya terus mendengarkan
cerita kembali. Dewi KZ 181 "......langit dan bumi gelap, matahari dan bulan tidak
bercahaya, angin kencang diatas puncak gunung juga
tertutup oleh teriakan amarah ketiga orang itu, dan akhir
cerita, pedang menusuk daging di bawah ketiak, busur
mengiris tenggorokan, golok memukul patah kedua kaki,
tiga orang itu semua roboh."
Mendengar cerita sampai disitu, A Bin sangat sedih,
keluar teriakan dari dalam hatinya, tetapi hanya berbunyi
dalam tenggorokan. Tanpa mempedulikan lingkungan,
termenung dalam ingatan, berkata lagi:
orang tua itu "......tiba tiba, berdiri satu orang di antara mereka,
membelalakan matanya yang merah meman-dang kedua
orang yang terlentang ditanah, berteriak, 'Bunuh! Bunuh!'
Dua tangan diangkat tinggi ingin merobek tenggorokan
kedua orang itu, mendadak satu suara geledek di siang hari
bolong membuat bertiga orang itu sadar kembali, seorang
yang berbaring berkata duluan, 'ini......kejadian apa"' yang
berdiri juga berkata, 'Apa yang terjadi"' Satu orang yang
berbaring berusaha duduk juga berkata, 'Ini......' baru
berkata sepatah, jatuh kembali, ternyata sudah
meninggal......" Karena sedih besar A Bin makin termenung di
tempatnya, terus mendengarkan cerita:
"Yang berdiri tertawa sedih, berkata sendiri, 'Tidak
disangka nasib tiga pendekar wahid bisa begini' lalu duduk
di samping orang yang berbaring, berkata lembut, 'Kita
berdua sudah terluka parah, tetapi bila berusaha saru orang
masih bisa hidup, dikemudian hari bisa mencari sebab
kenapa kejadian sadis ini bisa terjadi, aku sekarang akan
menyalurkan tenaga dalamku membantumu......', sampai
Dewi KZ 182 cerita disini, tenggorokan orang tua itu berbunyi, sambil
menangis, air matanya jatuh bercucuran ke bawah.
A Bin ingin mengetahui akhir cerita, dengan sabar
menunggu orang itu bercerita lagi, sambil terisak isak orang
tua itu berkata dengan suara merintih:
"......akhir kata, satu orang lagi meninggal, tiga orang
jagoan dari dunia persilatan sisa satu orang yang setengah
hidup......" Bercerita sampai disini, orang tua itu dengan nada putus
asa berdiam sebentar, dan melanjutkan bernyanyi lagi.
A Bin juga tersiksa oleh kesedihan, terjerumus dalam
keadaan bimbang dan bengong, entah berapa lama,
tubuhnya mulai terasa dingin, dia membuka matanya baru
tahu matahari sedang muncul di timur, embun dingin
menusuk tubuh, ternyata dalam keadaan setengah sadar dia
telah berdiri di lapangan terbuka sepanjang malam.
A Bin mendadak teringat orang tua itu, dia melihat orang
tua itu sudah tidak ada ditempatnya, A Bin terkejut bukan
main, diingatnya kembali kejadian tadi malam, apa
sungguh-sungguh bukan mimpi, lalu kemana orang tua itu"
A Bin segera menggunakan ilmunya, menerobos hutan,
dengan teliti mencari hingga diluar hutan, di depan
matanya terlihat satu gunung kecil di pinggir tebing, di kaki
gunung kecil itu ada satu goa.
Dalam hati A Bin berpikir, orang tua itu mungkin tinggal
di dalam goa itu, tanpa ragu ragu dia menerobos masuk
kedalam, baru melangkah tiga kali terdengar suara 'ci ca'
satu kali, ada satu benda hitam jatuh dari atas melesat
masuk ke dalam goa, mata A Bin dengan jelas melihat anak
monyet itu yang kemungkin-an tidur diatas goa, karena
Dewi KZ 183 terkejut kedatangan orang asing, segera berlari ke dalam
memberitahu orang tua itu.
A Bin tidak membenci monyet itu, malah menilai
binatang itu cerdik, loyal dan menarik, maka dia
memperlambat langkah kakinya, agar orang tua di dalam
mengetahui kedatangannya.
A Bin pelan-pelan masuk sekitar sepuluh tombak,
melewati satu tikungan batu gua, di depan mata terlihat
satu ruangan sebesar rumah biasa, orang tua itu sedang
bersila di dudukan batu dengan tenang, dan monyet kecil
itu sedang menarik-narik sudut baju dia sambil terteriak,
tetapi dia tetap diam saja.
Monyet kecil itu melihat A Bin makin mendekati,
dengan terkejut meloncat kepangkuan orang tua itu, dua
cakarnya menggesek gesek kedua lengan baju orang tua itu.
Orang tua itu pelan-pelan membuka kedua matanya,
dengan dingin memandang A Bin, tetapi seperti tidak
melihat diri A Bin, muka dia tidak tampak terkejut.
A Bin bimbang juga bagaimana menyampaikan niat
untuk menanyakan lebih jelas kejadian di atas puncak
gunung tiang langit itu. Orang tua itu memandang A Bin sejenak kemudian,
seperti melihat sesuatu di muka A Bin, dia berobah terkejut
dan gembira berteriak: "Kau...... kau belum mati" Apa...... bagus ssekali!......
bagus sekali!" A Bin mengetahui orang tua ini sudah lupa ingatan, pasti
tanpa aturan salah mengenal orang, entah melihat seperti
orangnya dimana, dia ingin lebih dekat dengan orang tua
itu, agar lebih banyak mengetahui semua hal, A Bin
menganggukan kepala agar orang tua itu senang padanya.
Dewi KZ 184 Tetapi orang tua itu segera menggeleng-gelengkan kepala
berkata: "Tidak......tidak......kau ini palsu! Aku dengan jelas
melihat dia mati dipinggir tubuhku, menghembus-kan nafas
terakhir, mana mungkin hidup kembali, datang kemari!"
Orang tua itu sudah lama, begitu marah segera
melayangkan tangan kirinya, satu tenaga sangat kuat keluar
dari pusat telapak tangannya menerjang A Bin, A Bin tidak
berjaga diri, segera memusatkan tenaga dalamnya melawan,
tetapi belum lagi tenaganya terkumpul, suara benturan
tenaga bentrok "Buum.....' A Bin terdorong mundur delapan
langkah, punggung-nya terbentur tembok gua, tangannya
terasa pegal sekali. A Bin merasa terkejut, dalam hatinya berpikir bila
dirinya bisa mengumpulkan seluruh tenaganya, juga belum
tentu dapat menerima pukulan orang tua itu, mungkin
orang ini adalah seorang jago yang hebat sebelum linglung,
terpikir dari ucapan sendiri orang tua tadi, timbul dugaan A
Bin, apakah orang ini adalah In-kiam atau Giok-kiong"
Serangan pertama tidak berhasil, orang tua itu makin
bertambah emosi, mendadak menggunakan sebelah
tangannya menekan ke tanah, seluruh tubuhnya terangkat
dan melayang, dengan sebelah tangan lainnya mencakar
kepala A Bin. A Bin telah mengetahui orang tua ini kepandaian nya
sangat tinggi dan dalam keadaannya linglung, dia tidak
berani ceroboh, segera menghindar kepinggir, lolos dari
cakaran orang tua linglung itu.
Terdengar suara batu gua pecah "Praak!", ternyata
cakaran orang tua itu membuat tembok gua itu berlubang
dalam beberapa inci. Dewi KZ 185 Ternyata orang tua ini lupa ingatan, hanya tenaga
dalamnya yang masih tersisa, tetapi kegesitannya sudah
hilang, sehingga serangan itu hanya bisa kearah depan,
tidak bisa ganti posisi dan menghentikan jurus serangan.
Loncatan orang tua itu membuat A Bin dengan jelas
melihat orang itu telah putus kedua kakinya dari tumit
kebawah, dia baru mengerti orang tua linglung ini adalah
orang terakhir yang hidup di puncak gunung tiang langit,
tetapi dia tidak bisa membedakan apa orang ini In-kiam
atau Giok-kiong. Setelah menghantam tembok gua membuat batu-batuan
berterbangan, orang tua itu tertawa dengan riang sambil
berkata: "Bagus! Bagus, aku telah membalas dendam, ini......"
Orang tua itu dengan tenaga penuh berusaha mundur
dari tembok dinding, tetapi sudah tidak dapat menguasai
aliran darah dalam tubuh, sehingga dari mulutnya keluar
muntahan darah, dan jatuh ke tanah, monyet kecil itu


Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berteriak dengan suara sedih mendekati orang tua dan
memperhatikannya dari pinggir.
Bersamaan waktu itu A Bin juga terbawa dalam keadaan
sedih, di dalam hati membara api dendam, menganggap
orang tua ini entah In-kiam atau Giok-kiong, sama-sama
adalah biang pembunuh ayahnya, dia ingin membunuh
orang ini untuk membalas dendam. Maka dia
menggemeratakan gigi dengan kencang, membelalakan
mata amarah, menghampiri orang tua linglung itu.
Dalam keadaan pikiran sedang penuh dengan dendam,
A Bin hanya melihat tubuh orang tua itu, yang lain tidak
dilihat dan tidak didengar, sepuluh jari tangan menekuk
bagaikan cakar, pelan-pelan diarahkan ke atas kepala orang
tua yang terbaring ditanah, tidak bisa menghindar.
Dewi KZ 186 Dalam waktu sekejap orang tua itu akan mati dibawah
sepuluh jari A Bin, mendadak terdengar satu suara sedih,
satu benda berbulu dan empuk jatuh ke dada A Bin,
ternyata monyet kecil itu melihat A Bin ingin mencelakakan
orang tua itu segera menerkam A Bin, sepasang cakarnya
yang tajam, sepasang gigi runcing, mencakar dan menggigit
tubuh A Bin, membuat A Bin pelan-pelan sadar kembali.
Dengan tingkat ilmu silat A Bin, hanya dengan satu
telunjuk saja dia sudah bisa buat monyet itu mati, tetapi
begitu sadar kembali, jiwa rasa sayang dia pulih kembali,
menghadapi monyet kecil yang setia dan berani, A Bin
merasa turut simpati, dan pelan-pelan menahan api dendam
dalam dadanya, sambil menahan cakaran dan gigitan
monyet kecil itu. Monyet kecil itu tidak bisa bergerak dalam pegangan A
Bin, hanya bisa memekik-mekik, orang tua itu seperti
terkena setrum, kedua tangan menepuk tanah, meloncat
lagi, menyerang A Bin sambil dengan marah berteriak:
"Siapa yang berani melukai anakku Kau-ji, siapa......."
Orang tua itu seperti harimau marah, biarpun kedua kaki
sudah buntung, gerakannya masih cepat menerkam A Bin,
A Bin tidak berani melawan ujung tenaga itu, dan punya
niat tidak akan mencelakakan lawan, terpaksa merubah
posisi menghindar kesamping.
Orang tua itu tidak dapat membedakan arah, terus
melesat menuju tembok di belakang badan A Bin, sepuluh
jari dia tertancap masuk ke tembok beberapa inci, hingga
tubuhnya menggantung sambil bergoyang goyang, mulut
terus menerus meratap tangis:
"Kau-ji! Kau-ji! Kau! Kau dimana?"
Dewi KZ 187 A Bin melihat kejadian itu, merasa sedih dan turut
meneteskan air mata, dia sudah menghilangkan rasa
dendam, berbalik menjadi kasihan pada orang tua itu,
timbul pikiran aneh di dalam kepalanya, dari tiga pendekar
wahid, kematian ayah dengan salah satu orang dari In-kiam
atau Giok-kiong lebih bagis, melihat orang tua linglung ini
tiap hari tersiksa oleh penyesalan, lebih tertekan dalam
batinnya, lebih pedih dari pada mati, berapa besar dosanya
pun sudah terlunasi. Dengan menggendong monyet kecil A Bin pelan pelan
menghampiri orang tua itu, dengan bantuan satu tangan dia
menurunkan orang tua yang sudah kelelah-an, di sandarkan
untuk duduk di pinggir tembok, dan pelan-pelan 'menaruh
monyet kecil itu ke dada orang tua itu.
Anak monyet itu seperti mengerti pikiran orang,
mengetahui A Bin tidak akan mencelakakan dia dan orang
tua, maka dalam pelukan orang tua itu, berbuat lucu seperti
bayi ingin disayang. Orang tua itu seperti memdapatkan kembali benda
pusaka, menggendong anak monyet itu dengan erat, sambil
berkata: "Kau telah kembali! Kau-ji! Kau tidak akan tinggalkan
kakek bukan" Kau mesti tahu, kakek adalah orang baik,
kejadian di puncak gunung entah kenapa bisa terjadi" Aku
sendiri tidak mengerti, Kau-ji, kau tidak akan menyalahkan
kakek kan! Kau tidak......"
Melihat kejadian yang memilukan itu, A Bin
membayangkan bila dia juga dalam pelukan ayahnya, akan
bagaimana rasanya" Emosi sedih membuat dia meneteskan
air mata...... Setelah berbicara sendiri beberapa saat, orang tua itu
menaruh monyet itu di pinggir, merangkak di tembok gua,
Dewi KZ 188 dan meraba raba di bawah bangku batu, mengeluarkan
sebuah benda, A Bin melihat dengan jelas benda itu adalah
busur putus yang tinggal separahnya, entah dari mana
benda itu datangnya, dan melihat kembali orang tua itu
mengeluarkan potongan ujung pedang, kedua mata orang
tua itu memperhatikan kedua senjata yang sudah cacad
sambil berkata sendiri: "Busur cacad, pedang patah milik orang mati jago tempo
hari, sekarang tinggal tulang putih, kalian berdua di liang
kubur tidak akan memejamkan mata, aku telah memilih
tempat mengubur tulang-tulang yang paling bagus......"
A Bin baru mengerti benda itu adalah benda wasiat dari
Giok-kiong dan In-kiam, tetapi tidak mengerti kata-kata
orang tua itu, bila dia mengatakan bahwa Giok-kiong dan
In-kiam sudah dikuburkan, lalu dia ini siapa"
Sejenak kemudian, orang tua itu mengeluarkan satu
benda lagi, A Bin begitu melihat langsung berteriak,
"Ayah!" tidak bisa menahan diri, langsung maju ke depan
dan menyerobot, diambilnya benda itu, adalah golok
ayahnya yang sisa sepotong dengan pegangan, A Bin kenal
betul benda itu. Gerakan mendadak itu membuat orang tua dan monyet
kecil itu bengong karena terkejut, mereka melotot tingkah A
Bin yang mengusap golok putus itu, yang sedang
merenungkan diri, "Ayah! Ayah! Apakah kau dengan nama
tenar, terkubur di puncak gunung tanpa mengetahui
sebabnya" Apakah ayah rela mem-biarkan anak tunggal
hidup sendiri?" Orang tua itu ikut terharu, berteriak juga:
"Kau-ji! Kau-ji! Dimana
menelantarkan ayah"......"
Dewi KZ kau" Apa kau sudi 189 Monyet kecil itu takut atas ulah kedua orang itu, dia
membungkukan tubuh melesat lari keluar gua. Orang tua
itu berteriak-teriak sejenak, seperti menemukan sesuatu,
memandang A Bin dengan potongan golok itu berkata:
"Kau! Kau penasaran ya! Aku tahu, kau tidak takut mati,
kau mati karena aku, bila kau tidak membantu aku dengan
tenaga dalammu, kau tidak akan mati, karena itu kau
mati......kau tidak takut mati, kau tidak rela meninggalkan
anak, maka mati penasaran, oh kau bilang......kau pernah
bilang......oh! Kau minta aku berikan potongan golok ini ke
anakmu, agar dia menyelidiki kejadiannya, agar dia
membalas dendam..." Mendengar kata kata itu, jelas-jelas kata-kata terakhir
ayah, A Bin berteriak, "Ayah!" langsung bersujut di depan
orang tua itu, dianggap ayah sendiri dan berdoa, "Ayah, A
Bin tahu kau sayang padaku, tetapi mati terpaksa, kau
sengaja memberi pesan pada seseorang agar aku bisa
membalas dendam, pasti! Pasti......"
Orang tua itu terus menggoyangkan kepala: berkata sendiri sambil "......aku berjanji, kau baru rela mati,
aku telah menguburkan kau dengan dia bersama di tempat itu, dan
aku juga telah menggali satu lubang, agar aku setelah dapat
membalas dendam, aku akan menemani kalian......" '
Mendengar kata itu, A Bin mula-mula ter-cengang,
akhirnya pikiran dia tenang juga, kata-kata orang ini
berbolak-balik, sebelumnya bilang telah mengubur In-kiam
dan Giok-kiong, sekarang malah telah mengubur ayah
dengan yang lain, kelihatannya orang tua ini sudah hilang
ingatan, sampai siapa diri sendiri juga tidak tahu, maka
ucapan dia berbelit-belit, tetapi bila ditelusuri, dia pasti
Dewi KZ 190 seorang diantara In-kiam atau Giok-kiong, apa dia ini Inkiam" Apa Giok-kiong"
A Bin ingin menebak dari muka orang tua itu, tetapi
terhalang oleh rambut dan bulu kumis, dan luka dimanamana, sungguh sulit melihat muka aslinya.
A Bin memandang beberapa lama, timbul niat lagi
dibenaknya, dan api dendam membara lagi, timbul niat
balas dendam untuk ayah, ingin membunuh orang tua ini,
dia segera berdiri lagi, memegang golok putus itu, pelan
pelan disodorkan ke arah dada orang tua itu.
Orang tua itu tidak tahu bahaya ada di depan mata, dia
masih berkata sendiri: "......bila aku tidak berjanji pada kau, agar golok putus ini
diberikan pada anakmu, bila bukan aku ingin melihat kau-ji
sejenak, aku......aku juga malu masih hidup sendirian......"
A Bin seperti terkena sengatan setrum, segera
menghentikan gerakannya, memarahi dirinya sendiri,
"Kenapa aku bodoh amat, ayah rela mati untuk menolong
nyawa orang ini, sudah pasti orang ini bukan pembunuh
ayah, dan ayah pesan agar aku menyelidiki kejadian
sebenarnya, mungkin bila aku salah membunuh orang ini,
orang yang benar-benar salah akan bebas."
A Bin sudah pulih dari rasa bimbang dan sudah tenang
kembali, dia jelas-jelas tahu bahwa orang tua ini bukan
pembunuh ayahnya, juga dia sudah tidak tega membunuh
dia...... Dan mendengar orang tua itu selalu ingat pada anaknya
dan memanggil Kau, mata A Bin terbayang anak gadis yang
menarik dan lincah, rambut terurai panjang, matanya
bersinar, berdiri dekat jendela menunggu ayah pulang,
muka yang cantik itu seperti Hong-tai, mirip juga Siau-cian.
Dewi KZ 191 Berpikir sampai disini A Bin terkejut, siapa yang tidak
punya orang tua, siapa yang tidak cinta orang tua,
bagaimana aku begitu sembrono membunuh orang, bila lain
tahun dia bertemu Kau-ji, dendam dia akan sedalam
bagaimana......" Berpikir sampai disitu, A Bin menjadi lemas, golok cacad
itu jatuh ke tanah berbunyi sekali 'traang!'
Bunyi tersebut membangunkan A Bin dan orang tua itu
dari mimpi mereka, orang tua itu tercengang melihat A Bin
dan bertanya: "Kau......kau siapa?"
A Bin tidak menjawab, berusaha menampilkan roman
tertawa, dia ingin memberi tahu pada orang tua itu bahwa
dia tidak bermaksud jahat, ternyata orang tua itu melangkah
mundur kebelakang, berkata sendiri:
"Tidak! Tidak! Aku tidak bisa meninggalkan tempat ini,
tidak bisa meninggalkan kau-ji, dia tiap hari mengantarkan
nasi padaku, aku tidak bisa membuang dia......"
A Bin dibuat serba salah, dia tahu orang tua itu sudah
menganggap monyet kecil itu sebagai anaknya sendiri, tidak
tega meninggalkan, dan A Bin juga tidak dapat membawa
orang tua itu keluar gunung, dan tidak tahu dia siapa, apa
lebih baik kalau dia sudah bertemu Kau-ji, memberi tahu
agar dia membawa ayahnya keluar gunung.
A Bin memungut kembali golok cacad itu pelan-pelan
keluar gua, masuk ke hutan rimba lagi, dan begitu di luar
dia mendengar kembali nyanyian orang tua yang sangat
sedih dan memilukan. A Bin menggemeretakan gigi, berhenti menangis, begitu
keluar hutan, dia berlari dengan cepat menuju arah puncak
langit. Dewi KZ 192 Dia, masih penasaran, ingin balik lagi kepuncak tiang
langit, ingin memeriksa tempat itu, apa ada jejak yang bisa
memberitahukan kebenarannya.
Dengan dada penuh kesedihan, dan api' dendam
membara dia berlari kencang! Terbang menuju puncak
gunung itu! Waktu tidak dihiraukan lagi, entah berapa lama, terlihat
puncak gunung itu di depan mata A Bin, saat ini, mata dia,
pikiran dan kaki dia hanya menuju puncak gunung, yang
lainnya tidak dipikirkan!
Puncak tiang langit berupa ribuan tembok bukit, sangat
curam, dipinggir-pinggir bukit tidak tumbuh sedikit pun
rumput atau bunga, juga tidak ada seongok tanah, semua
berupa bebatuan, dengan berdiri di pinggir bukit lain yang
agak tinggi baru bisa melihat puncak itu.
Dengan pikiran yang rumit, A Bin tidak memandang
bahaya bukit itu, dengan menggunakan kedua tangan yang
menempel ketembok, dia merangkak naik seperti cecak,
sesekali dengan ujung tangan memegang ujung batu bukit,
istirahat sejenak melepas rasa lelah, dia ingin dengan segera
naik kepuncak itu. Tidak terasa angin semakin kencang, kakinya seperti
menginjak awan, A Bin telah sampai di pinggir puncak itu.
Di bagian puncak disatu sudut terdapat batu duduk selebar
satu tombak, membuat A Bin sedih bukan main, hampir
saja pegangannya terlepas pada tembok bukit dan hampir
jatuh kebawah. A Bin terkejut, sejenak dia menenangkan pikiran segera
meloncat ke atas bukit itu.
Ternyata di puncak itu berserakan golok putus, pedang


Legenda Golok Halilintar Karya Lan Li di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

patah, busur cacat. Kepala goloknya sudah karatan warna
Dewi KZ 193 pita merahnya sudah pudar, sinar pedang sudah
menghilang, mutiara di gagang pedang masih berkilau,
warna punggung busur cacat masih bersinar, hanya karet
busur sudah jadi rumput layu.
A Bin bersujud di depan golok putus itu, berdoa di dalam
hati, "Ayah! Ayah! Semasa hidup kau gagah berani,
sekarang di mana......"
Angin dingin di atas puncak bertiup kencang, A Bin
seperti patung bersujud disana sambil berdoa sekitar
setengah jam dengan baju di tubuhnya melayang-layang.
Sampai air mata hampir habis, kedua lutut kald merasa
kram, A Bin baru pelan-pelan berusaha berdiri, ingin
mencabut golok putus yang tertanam, tetapi dia berobah
pikiran, melirik lagi busur cacat, pedang patah hampir
setengah hari. Mendadak A Bin menemukan satu benda aneh di tanah,
adalah kancing logam yang dibuat dari besi hitam. A Bin
berpikir benda siapa itu, karena ayah dan orang tua linglung
itu tidak memakai kancing itu, mungkin benda dari orang
lain, apa bisa berdasarkan benda itu menyelidiki dengan
mudah orang tua itu In-kiam atau Giok-kiong, berpikir
sampai begitu, A Bin memungut benda itu di masukan ke
dalam kantong. A Bin masih mencari barang yang lain, tetapi waktu
selama enam tahun dengan terpaan angin, jemuran
matahari, rendaman air hujan, sisa barang tahun yang silam
hanya ada golok putus, busur cacat, pedang patah dan
hanya satu buah kancing besi itu tidak ada benda lain lagi.
A Bin menahan emosi dan memastikan bahwa jenasah
ayahnya telah di kuburkan orang tua itu di salah satu
tempat, dan timbul di dalam pikirannya, pekerjaan yang
harus di kerjakan sekarang adalah mencari kembali orang
Dewi KZ 194 tua itu, berusaha agar orang tua itu pulih kembali
ingatannya dulu, agar dapat mencari tempat kuburan ayah
dan satu orang lagi, dan dari ingatan orang tua itu dia akan
mencari jejak, untuk mengetahui sebab musabab
pembantaian ketiga orang itu" Apa ada orang yang
mengadu domba" Mendadak di bawah tembok gunung terdengar suara
batu yang dipukul, A Bin mengetahui pukulan itu, apa ada
orang lain yang ingin naik kepuncak"
A Bin segera berlindung di belakang batu besar, dan
memasang telinga mendengarkan dengan seksama,
terdengar suara ketukan pada batu satu kali, dua
kali......tiga kali, suara makin jelas, makin dekat.
A Bin dapat kepastian bahwa ada orang menggunakan
senjata yang ditancapkan ke tembok, untuk membantu naik
ke puncak, jantung A Bin tambah berdebar-debar, urat
nadinya makin tegang. Pikiran A Bin jadi serba salah, dia berpikir pasti Hong-tai
yang datang, padahal dia mengharapkan bukan Hong-tai
yang datang, A Bin tidak ingin bertemu Hong-tai ditempat
ini, dan disaat ini. Kerukan tembok itu sudah dekat puncak tebing, A Bin
makin tegang. Dari jauh dia melihat satu bayangan hitam
timbul ke atas, pasti kepala seseorang, terdengar satu suara
"Iii!" terkejut, bayangan hitam itu lalu menghilang.
A Bin terkejut bukan main, terpikir kembali diri sendiri
juga mengalami kejadian itu, kerena begitu berada di lereng
bukit, melihat golok, busur, pedang, perasaan sedih
membuat pikirannya terganggu, sehingga terjatuh kembali,
A Bin ingin meloncat menolongnya.
Dewi KZ 195 Ternyata satu bayangan hitam sudah kembali meloncat
ke atas, ternyata orang itu menguasai ilmu tinggi, pada
detik yang sangat kritis, dia bisa meloncat kembali.
Orang itu dalam keadaan sedih, tidak merasakan ada
orang lain sedang mengintai, pelan-pelan meng-hampiri
golok putus, pedang patah, busur cacat.
A Bin dengan sabar menunggu muka orang itu berpaling
kearahnya, dan begitu melihat, dia terkejut dan aneh, dia
berteriak di dalam hati. 0-0dw0-0 BAB 4 Diantara pilihan cinta dan dendam
A Bin bersembunyi dibalik batu besar puncak gunung itu,
dengan sabar menunggu orang yang datang, begitu melihat
muka orang itu, A Bin terkejut bukan main.
Ternyata orang itu bukan Hong-tai, tetapi cucu Gin-hoatlo-jin Wie Tiong-hoo, Siau-cian.
Begitu Siau-cian sampai dipuncak gunung, dengan
gerakan cepat mengambil Giok-kiong Sambil menangis
berkata: "Ayah! Ayah! Kau dimana" Kemana kau pergi" Apa
betul jagoan seperti ayah bisa mati konyol diatas puncak ini,
kenapa tulang ayah tidak ada disini?"
Suara Siau-cian sangat sedih seperti burung To-koan
menangis sambil memuntahkan darahnya, suara itu bikin
orang turut sedih juga, dan A Bin teringat juga nasib ayah
sendiri, sehingga tidak kuasa menahan linangan air mata.
Dewi KZ 196 Sambil menangis Siau-cian memperhatikan di sekeliling
tubuhnya juga tergeletak golok putus, pedang patah,
melihat kedua barang itu, Siau-cian dengan gemas berkata:
"Betul, mereka mati karena saling bunuh! Aku akan cari
turunan mereka, hutang ayahnya dibayar oleh anak, aku
akan minta bayaran pada mereka dengan darah mereka!"
A Bin merasa merinding juga bulu kuduk sendiri,
mendengarkan kata kata sadis yang diucapkan seorang
gadis belia dan lemah lembut yang baru berusia lima belas
tahun. A Bin berkata dalam hati, 'Soal ini sangat ruwet,
salah paham tiga keluarga bisa menimbulkan bencana balas
dendam turun temurun, entah kapan bisa selesai, aku harus
Api Di Bukit Menoreh 16 Pendekar Guntur Lanjutan Seruling Naga Karya Sin Liong Tiga Maha Besar 7

Cari Blog Ini