Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap Bagian 3
Solavina di tempat tidur. Sinar lampu pojok me?
nerangi tubuhnya. Ia masih tetap tampak gagah
dan perlente, meski tubuh itu tanpa...
Astaga. Bagaimana mungkin ia masuk dengan cara itu"
Tanpa sehelai pakaian pun melekat di tubuhnya"
Bagaimana ia tahu letak kamar tidur Solavina"
Dan yang terpenting, dia sepertinya yakin betul
bahwa Solavina tidak akan menolak kehadiran?
nya! Berbagai tanda tanya memenuhi kepala Sola?
vina, sehingga ia terlupa menyatakan protes. Pun
ia tidak teringat untuk menyuruh lelaki itu pergi.
Karena, ia hanya terpana menyaksikan bagaimana
pemuda itu setengah melayang naik ke tempat ti?
dur, menarik selimut, dan tahu-tahu sudah ada di
atas tubuhnya. Pandangan matanya yang meng?
hunjam itu membuat Solavina tidak berdaya. Be?
lum lagi sosoknya yang besar dan kekar!
isteri Kalung Setan.indd 175
175 2/2/11 2:25:47 PM Solavina sama sekali tidak bisa berpikir lagi.
Ia hanya melihat dan merasakan.
Melihat lelaki itu mundur setelah membuka
lebar gaun tidur Solavina sebelah bawah. Kemu?
dian laki-laki itu sudah di sana. Seperti pertemuan
mereka di lantai dansa, yang di mata Solvina sung?
guh luar biasa, pemuda itu juga bermain cinta
dengan cara yang bukan main luar biasa.
Solavina bahkan sampai terlonjak-lonjak dengan
hebat. Dan, dengan sekujur tubuh bagai disengat bara
api menyala. *** Di lantai bawah, bara api di tungku pemanas mu?
lai melemah. Tetapi penurunan suhu di ruangan itu tidak
tersadari oleh Ningsih yang sedang tenggelam da?
lam penyesalan. Menyesal karena sifat egoisnya
tadi terhadap sang putri. Menyesal karena per?
kenalan sekilas dengan anak muda itu, membuat
Ningsih mengabaikan kenyataan bahwa ia sudah
punya suami. Terlepas dari kenyataan apakah dulu?
nya mereka menikah didasari cinta atau tidak,
Anton Suhartono sudah jadi suami Ningsih, bah?
kan sudah memberinya dua anak.
Lebih menyesal lagi Ningsih, bahwa ia sebenar?
nya menyimpan sebuah dosa besar pada suaminya.
isteri Kalung Setan.indd 176
176 2/2/11 2:25:47 PM Dosa yang dulu pernah ingin ia akui, tetapi ka?
rena takut kehilangan, lantas didiamkan saja.
Sampai akhirnya, Ningsih sendiri lupa bahwa
Solavina bukan anak suaminya!
Andil suaminya dalam diri anak itu, hanya
memberi sebuah nama. Dengan mencampurkan
aneka kata dan bahasa yang tidak dipahami betul
oleh Ningsih, suaminya pernah mengeja nama
anak itu dengan terjemahan yang mau tidak mau
disukai Ningsih: Solavina, yang artinya, Cintailah
aku. "Nama itu," suaminya pernah menjelaskan,
"Aku tujukan padamu. Cintailah aku...!"
Padahal, betapa tidak mudahnya untuk jatuh
cinta. Apalagi sampai harus empat kali. Tiga yang
sebelumnya, sudah lebih dari cukup. Tiga macam
cinta, yang hanya hiasan mulut lelaki belaka. Tiga
kali sudah cinta itu datang. Tiga kali pula cinta
itu pergi. Dengan kadar yang semakin menurun.
Bahkan cinta ketiga, bukan saja menurun kadar?
nya. Malah meninggali Ningsih dengan beban
dosa. Beban dosa itu harus ia singkirkan, mumpung
usia kehamilannya masih muda.
Sayangnya Ningsih tidak berani melakukannya
sendiri. Selain karena tidak tahu caranya, Ningsih
juga takut mati. Konon pula, jika kematian itu
didahului siksaan penderitaan karena coba-coba
melakukan aborsi sendiri. Payahnya lagi, Ningsih
isteri Kalung Setan.indd 177
177 2/2/11 2:25:48 PM juga tidak punya uang. Ia harus mengumpulkannya
dulu, sambil diam-diam tanya sana tanya sini ke
mana nanti ia harus pergi.
Lalu, peristiwa itu pun terjadi.
Suatu malam Ningsih terjaga dari tidurnya,
dan menemukan majikannya yang lelaki sudah ada
di atas tubuhnya. Tidak ada tekanan. Tidak ada
ancaman, "Cobalah menjerit. Maka kau akan..."
Yang ada hanyalah desahan lembut, "Tenanglah.
Dan aku tidak akan pernah melupakanmu...!"
Ningsih berpikir cepat. Dan Ningsih, walau
cuma sekadar pelayan di rumah orang, tidaklah
terlalu bodoh. Sekurang-kurangnya ia pernah du?
duk di bangku kelas tiga SMA. Tidak sampai ta?
mat memang. Bukan rejekinya. Dan bukan pula
kehendaknya bila kemudian ia harus puas dengan
menerima pekerjaan apa saja yang dapat memberi
makan ibunya yang janda, dan adik-adiknya yang
lebih butuh masa depan. Malam itu, Ningsih pasang harga.
Bukan melalui ucapan. Tetapi, tindakan.
Malam itu, dia tidak membuat keributan. Ia
diam, pasrah. Ia juga tidak melakukan gerakan
melayani. Biarkan lelaki itu memuaskan hajatnya.
Biarkan lelaki itu kemudian berpikir, apa maksud
kepasrahannya. Pada kunjungan kedua, Ningsih menolak tidak
melayani pun bukan. Namun dengan sengaja ia
sedikit merintih. Itu saja. Baru pada kunjungan
isteri Kalung Setan.indd 178
178 2/2/11 2:25:48 PM ketiga, Ningsih mengerjai majikannya sehingga,
ketika Anton Suhartono turun dengan lunglai dari
tempat tidur, mau tidak mau lelaki itu harus
mengakuinya, "Luar biasa, Ningsih!"
Ningsih hanya tersenyum. Samar.
Lebih baik ia menunggu sampai lelaki itu sen?
diri yang mengutarakan. "Kau tahu, Ningsih" Begi?
tu kau datang pertama kali di rumah ini, aku su?
dah menaksir dirimu. Dan... barusan kau telah
membuatku jatuh cinta...!"
Ningsih diam saja, meski ia sempat terkejut.
Ia tidak berharap harga yang ia pasang akan
ditawar setinggi itu. Uang dan perhiasan yang di?
selundupkan lelaki itu ke lemari pakaian Ningsih
sudah lebih dari cukup. Tetapi, cinta"
Yang membuat Ningsih tak berdaya adalah ke?
sungguhan lelaki itu. Pernyataannya ia buktikan,
bukan sekadar pemanis mulut belaka. Begitu me?
reka ketahuan dan Ningsih terusir, lelaki itu ber?
usaha keras mencarinya, kemudian mencari tempat
yang layak untuk ia tempati.
"Akan kuberi jatah yang cukup untuk adikadikmu. Jadi mereka harus bersedia jika aku meng?
inginkanmu hanya seorang diri di rumah ini.
Tentu saja, hanya pada waktu aku ingin berduaan
denganmu!" Lelaki itu bahkan marah ketika Ningsih mem?
beritahu ia mengandung dan akan menggugur?
isteri Kalung Setan.indd 179
179 2/2/11 2:25:49 PM kannya, "Tolol. Tidakkah kau tahu aku mengingin?
kannya?" "Tetapi, Pak Anton..."
"Kaubilang kau ini janda. Dan seorang janda,
siapa pun dan di mana pun tetap punya hak un?
tuk menikah lagi. Bukankah begitu?"
Ketika yang lahir anak perempuan, Anton
Suhartono tampak sedikit kecewa. Katanya, "Tak
apa. Barangkali yang berikutnya..."
Dan bayi kedua, memang anak laki-laki.
Dengan gembira, Anton Suhartono mengajaknya
ke penghulu. Di tempat jauh, secara diam-diam
pula, dengan mengorbankan sejumlah besar uang.
Siapa nyana, mereka tidak perlu bergegas. Me?
reka hanya perlu menunggu tak lebih dari se?
tengah tahun, lalu mereka dapat menikah bebas
dan secara terbuka, dikarenakan setengah tahun
setelah pernikahan diam-diam itu, istri majikannya
meninggal. "Tersengat arus listrik!" Anton memberitahu
antara sedih dan gembira.
Tersengat arus listrik! Ningsih mendengar bunyi
bergemeretaknya kayu terbakar api di dalam tung?
ku pemanas. Dari tungku, pandangannya dialihkan
ke lantai atas. Baru sekarang Ningsih teringat mengenai apaapa yang belakangan ia dengar. Bahwa peristiwa
mengerikan itu terjadi di lantai atas sana. Di ka?
mar yang sekarang ditempati Amelia. Oh, oh,
isteri Kalung Setan.indd 180
180 2/2/11 2:25:49 PM beruntunglah Solavina, tidak bersitegang mengam?
bil kamar tersebut. Ningsih selalu percaya tentang adanya roh pe?
nasaran. Coba, andai kata Solavina jadi menempati ka?
mar tempat mantan nyonya majikannya tersengat
arus listrik lalu mati dengan sekujur tubuh hangus
mengeriput. Bisa saja rohnya suatu waktu bangkit,
lalu mendatangi bahkan bukan mustahil mencekik
Solavina...! *** Kenyataan sesungguhnya adalah tinggal di kamar
yang berbeda, pada akhirnya toh sama saja.
Karena di kamar lain, kamar yang ditempati
Solavina, roh jahat terkutuk dapat saja masuk jika
memang ingin masuk. Dan, roh jahat itu memang sudah ada di da?
lam. Menggeliat-geliat di antara batang-batang paha
Solavina. Begitu cepat terjadinya. Solavina bahkan belum
sempat menyentuh apalagi berangkulan dan ber?
ciuman dengan si pemuda. Nafsu sensual Solavina
pun bangkit, ketika sosok tubuh pemuda di antara
kaki-kaki Lavi yang mengangkang, tahu-tahu su?
dah berubah wujud hanya dalam beberapa helaan
napas saja. isteri Kalung Setan.indd 181
181 2/2/11 2:25:49 PM Mula-mula, sosok telanjang dan kokoh itu tam?
pak saling menyatu. Lengan serta kaki pemuda itu
merapat ke badan, kemudian lebur menjadi satu.
Disertai suara desis tajam, kulit tubuh yang tinggal
badan itu mengelam hitam, kemudian menciut
lebih pendek, lebih kecil dan semakin kecil.
Solavina membelalak ngeri.
Jerit seram yang ingin ia serukan dari mulut
hanya mengeluarkan suara terengah. Saking shock?
nya, makhluk kecil, hitam seperti tali yang terpo?
tong sama kedua ujungnya itu tampak bergerak
melingkar-lingkar di antara paha Solavina yang
masih terbuka. Solavina berjuang keras mengangkat dan men?
jauhkan dari pahanya. Gagal, lalu ia berusaha menutupkannya serapat
mungkin. Tampaknya, meski bersusah payah hing?
ga sekujur persendian tubuhnya mengejang kaku,
Solavina akan berhasil. Kedua paha Solavina bah?
kan sudah siap mengatup ketika salah satu ujung
benda hitam dan hidup itu terangkat cepat.
Mengawasi curiga ke wajah Lavi.
Cepat Solavina mengatupkan pahanya, dibantu
dorongan naluri. Makhluk itu lenyap. Tetapi kemudian Solavina tahu dan menyadari,
lenyapnya mahluk itu tidaklah ke mana-mana.
Solavina sempat merasakan rahimnya seakan di?
terobos sesuatu yang kesat dan liat, yang meliukisteri Kalung Setan.indd 182
182 2/2/11 2:25:50 PM liuk ganas, mendesak, dan terus mendesak, masuk
semakin jauh ke dalam tubuhnya.
Detik-detik berikutnya, tubuh Solavina yang
sempat terangkat dalam perjuangan kerasnya untuk
mempertahankan diri, seketika jatuh terempas di
kasur. Terkulai lemas, sangat lemas. Sedemikian
lemas sehingga ketika Solavina memutar leher un?
tuk melihat ke pintu"siapa tahu ada yang datang
menolongnya, batang leher Solavina pun memutar
dalam kelemasan yang aneh.
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seakan, tulang-tulang lehernya tak lebih dari
sepotong kayu tua yang sudah rapuh.
Tidak lama setelahnya, pintu memang dibuka
oleh seseorang. Dengan susah payah, Solavina membuka kelo?
pak matanya. Hanya berhasil sedikit. Samar-samar,
di antara celah kelopak mata itu, ia dapat menge?
nali bayangan ibunya. Solavina pun berupaya men?
jeritkan permintaan tolong. Tetapi yang mampu ia
ucapkan hanyalah desisan lemah, sayup, dan me?
nyedihkan, "Shisshhh...!"
Bayangan itu kemudian menjauh. Solavina men?
coba lagi. Tetapi pintu sudah tertutup. Ibunya pun
sudah menghilang entah ke mana.
Solavina meneteskan air mata.
Air mata sunyi. Sunyi sendiri. isteri Kalung Setan.indd 183
183 2/2/11 2:25:50 PM ENAM BELAS PENDERITAAN yang dirasakan Solavina sesung?
guhnya tidak seberapa dibandingkan apa yang ke?
mudian dialami Amelia. Setidaknya, sebelum penderitaan itu datang,
Solavina sempat mencicipi nikmat berahi. Serbuan
makhluk kecil itu di dalam tubuhnya pun hanya
berlangsung dua-tiga detik, lantas berakhir begitu
saja. Ada kehampaan, memang. Disusul ketidakberdayaan. Cuma itu.
Sedangkan Amelia bukan sekadar menderita.
Amelia benar-benar mengalami kesengsaraan yang
sangat menyiksa. Lebih dahsyat dibandingkan sik?
saan sebelumnya malam itu, dan sekian banyak
siksaan kecil selama belasan tahun terakhir dalam
hidupnya. Azab sengsara yang ini sungguh tidak tertang?
gungkan. isteri Kalung Setan.indd 184
184 2/2/11 2:25:51 PM Amelia terjaga untuk kedua kalinya setelah dini
hari itu. Tanpa pemberitahuan lebih dulu, begitu
terjaga Amelia langsung merasakan serangan di
lambung. Seolah usus-ususnya direngkuh, lantas
diremas oleh tangan-tangan gaib, usus-usus Amelia
seketika melilit dan meronta-ronta, lalu mengejang
kian-kemari, menghantam dari tulang yang satu ke
tulang lain di sekitar rusuk. Saking tidak tahan,
Amelia menggelepar kemudian mengempas-empas?
kan tubuhnya di tempat tidur.
Kemudian sesuatu menggelegak di perutnya
seakan ada logam yang terbakar, kemudian me?
leleh. Menimbulkan percikan-percikan api yang
semakin lama menyala berkobar-kobar. Mendidih?
lah darah dan semua cairan yang ada, membakar
daging-dagingnya, menghanguskan tulang di seku?
jur tubuh Amelia. Tubuh gadis itu menyentak da?
lam geliat sengsara, melengkung, menahan azab,
lalu dari mulutnya keluarlah semacam asap tebal
berwarna hitam kemerahan.
Amelia kemudian muntah. Memuntahkan cairan kuning yang mengepul,
jatuh ke permukaan kasur, seperti muntahan
Amelia sebelumnya, muntahan itu pun tidak me?
nyebar tetapi menggunduk. Amelia tidak lagi mem?
perhatikan apa yang kemudian terjadi karena tu?
buhnya sudah sedemikian luluh lantak. Ia langsung
terempas di kasur. Tengkurap, tak sadarkan diri.
isteri Kalung Setan.indd 185
185 2/2/11 2:25:51 PM Di sebelah tubuhnya, gundukan muntah itu
bergerak. Hidup. *** Pada saat makhluk kecil hitam menerobos masuk
ke rahim Solavina, dan Amelia mendadak terjaga
di kamar paling ujung; maka di lantai bawah,
Ningsih akhirnya mampu berpikir lebih jernih dan
leluasa. Semakin direnungkan semakin terbuka mata
hati Ningsih. Pesona sensual pemuda tak dikenal
telah membuat Ningsih berpikir dan berencana
yang bukan-bukan. Ia sampai tega bertengkar de?
ngan putrinya hingga tercipta permusuhan antara
ibu dan anak yang selama ini belum pernah ter?
jadi. Lebih menggelikan lagi, Ningsih mendadak se?
bal mendengar dengkuran suaminya tadi.
Ia tahu suaminya suka tidur mendengkur se?
menjak pertama mereka tidur bersama dan setiap
kali setelahnya, selama lebih dari 20 tahun. Ningsih
tidak pernah merasa terganggu. Buat Ningsih, deng?
kuran suaminya itu tak lebih dari setitik nila yang
jatuh ke belanga penuh susu. Pahitnya memang
mengganggu, namun rasa susunya tidaklah hilang.
Ningsih tetap dapat menikmati. Apalagi sebelum
isteri Kalung Setan.indd 186
186 2/2/11 2:25:52 PM mereka bertemu, belanga-belanga di sekitar Ningsih
melulu dipenuhi air comberan semata.
Ningsih sungguh-sungguh menyesali perilaku?
nya pada Solavina, serta kekesalannya terhadap
dengkuran sang suami hanya gara-gara pemuda tak
dikenal. Tak tahu siapa namanya, di mana tinggal?
nya, bagaimana status sosialnya. Mereka bertemu
pun sekilas saja. Di kelab malam pula!
Menggeleng-geleng, Ningsih tidak percaya akan
ketololannya yang memalukan itu. Lebih baik ia
tidur sekarang sambil merangkul suaminya sebagai
tanda penyesakan. Besok pagi, ia akan mencari ja?
lan mendekati Solavina, dan tidak ada salahnya
meminta maaf lebih dulu. Jika kemudian putrinya
masih menaruh minat pada anak muda misterius
itu, Ningsih akan berusaha membantu mencari
tahu apa dan siapa pemuda itu.
"Setelah itu, terserah Lavi mau bagaimana!"
Ningsih memutuskan dengan lega.
Ia baru saja membenahi berkas-berkas ke dalam
mapnya sewaktu terdengar suara berisik di lantai
atas. Ningsih berpikir sejenak. Apakah itu Solavina
yang masih memendam amarah dan benci pada
ibunya, lantas berbuat yang tidak-tidak di atas
sana" Bayangan buruk membuat Ningsih terperan?
jat. Ia buru-buru bangkit dari sofa, menuju lantai
atas, lantas dengan khawatir membuka pintu ka?
isteri Kalung Setan.indd 187
187 2/2/11 2:25:52 PM mar tidur putrinya. Hawa dingin menusuk seke?
tika menerpa Ningsih. Terheran-heran Ningsih
melihat jendela dalam keadaan terbuka, tetapi Sola?
vina tampaknya sudah tertidur. Tidak terganggu
oleh hawa sejuk yang membekukan tubuh.
Ningsih berjingkat ke jendela. Di luar, suasana
sekitar masih gelap gulita, tetapi dari balik dinding
gunung, bias-bias putih sudah mulai muncul sa?
mar-samar, pertanda pagi akan segera menyong?
song. Ningsih menutup jendela dengan hati-hati
agar suaranya tidak sampai mengusik sang putri
yang tampak pulas. Sebelum berlalu, ia berdiri di sisi tempat ti?
dur. Mengawasi wajah putrinya penuh kasih. Kelo?
pak mata Solavina sedikit terbuka. Namun terlin?
dung dari sinar lemah lampu di pojok ruangan.
Lagi pula, gadis itu selalu tidur dengan mata se?
dikit terbuka, turunan dari kakeknya yang sudah
lama meninggal. Ningsih membungkuk. Membetulkan letak se?
limut putrinya. Sesaat seperti terdengar desis lemah
dari mulut putrinya itu. Ningsih yang bermaksud
mengecup pipi sang putri, terpaksa membatalkan
niatnya karena ia keburu mendengar suara samarsamar tetapi tajam dari mulut Solavina yang juga
setengah terbuka, "Sshiisshh...!"
Seketika Ningsih pun menarik mundur bibir?
nya yang sudah siap mengecup pipi putri kesa?
isteri Kalung Setan.indd 188
188 2/2/11 2:25:52 PM yangannya itu seraya membatin, "Agaknya, dalam
tidur pun dia masih hendak mengusirku!"
Dengan sedih, Ningsih pergi ke pintu.
Di sana ia masih menatap sejenak, berharap Sola?
vina terjaga, kemudian memanggilnya, "Mama?"
Tetapi tidak ada reaksi apa-apa.
Ningsih lantas menutup pintu pelan-pelan. Se?
belum ke lantai bawah, terlintas dalam pikirannya
untuk menjenguk kamar anaknya yang satu lagi.
Oh, bukankah ia sudah membelikan jaket kulit
untuk Rudi" Sayangnya waktu naik tadi tidak di?
bawanya sekalian. Biarlah. Toh Ningsih hanya
bermaksud memastikan Rudi sudah tidur dengan
nyaman. Sekadar rasa penasaran yang timbul dari
kasih sayang seorang ibu.
Kamar itu kosong. Perlengkapan tidur di atas ranjang, masih ter?
susun rapi. Oh, oh. Itulah sebabnya tadi Rudi
cari-cari alasan untuk tidak menemani ibu dan
adiknya turun ke kota" Anak badung itu! Agaknya
ia ingin kelayapan sendiri, dan pasti bukan untuk
main bola sodok. Belakangan ini Rudi agak nakal.
Nakalnya seorang anak muda yang menganggap
dirinya sudah menjadi lelaki dewasa.
Ningsih pun cemas. Andai kata Rudi pergi ke luar rumah, mengapa
ia belum kembali" Sekarang sudah mendekati pu?
kul tiga pagi. Rudi memang suka keluyuran ma?
lam, tetapi selalu memberitahu jika ia bermaksud
isteri Kalung Setan.indd 189
189 2/2/11 2:25:53 PM menginap di rumah teman atau orang yang di?
sebutnya sebagai teman, tetapi di daerah yang
baru mereka datangi ini" Di tempat terpencil pula,
yang lingkungannya belum dikenal Rudi"
Ningsih menutup pintu kamar Rudi dengan
gelisah. Tiba-tiba jantung Ningsih berdebar. Entah
mengapa, pikiran Ningsih lantas tertuju ke kamar
satunya lagi yang terletak di paling ujung, ber?
hadapan dengan teras lantai atas itu. Dari kamar
itukah suara berisik tadi berasal" Kamar Amelia"
Jangan-jangan... Teringat Ningsih bagaimana Rudi dan Solavina
bertengkar hebat. Ningsih tidak ingat penyebabnya,
tetapi dari pertengkaran itulah Ningsih tahu bahwa
Rudi pernah menggerayangi Amelia di tempat tidur?
nya. Waktu itu Ningsih bagai disambar petir. Boleh
saja mereka menganggap Amelia itu sebagai duri
dalam daging keluarga mereka. Namun bagaimana?
pun, Rudi dan Amelia tetap saja saudara seayah.
Dalam tubuh mereka mengalir darah yang sama!
Belakangan memang terbukti Amelia masih te?
tap perawan. Tetapi semenjak itu Ningsih selalu
waswas, dan dengan ketat berupaya agar Rudi ti?
dak mengulangi perbuatan tidak senonoh itu. Na?
mun toh, Ningsih kecolongan juga. Walau, sekali
lagi, Rudi katanya cuma mencium bibir Amelia
sekilas. "Sebagai tanda kasih sayang!" kata Rudi waku
itu, bersiteguh membela diri.
isteri Kalung Setan.indd 190
190 2/2/11 2:25:53 PM Betapa inginnya Ningsih menyelamatkan Rudi
dari kebodohan yang sia-sia. Hanya satu cara,
yaitu dengan menyingkirkan Amelia dari rumah
mereka. Tetapi itu tak lebih dari harapan kosong
belaka karena kelanjutan hidup mereka sebagian
besar justru sangat tergantung pada Amelia!
Berdiri bingung mengawasi pintu kamar
Amelia, Ningsih teringat pada dokumen-dokumen
yang tadi dibacanya sebelum ke lantai atas. Nyaris
setiap lembar dokumen disebut-sebut nama
Amelia. Amelia, Amelia, dan tetap saja Amelia!
Hanya nama yang terdiri dari enam huruf.
Cuma enam huruf, namun betapa hidup mereka
sekeluarga sangat tergantung pada enam huruf itu.
Belasan tahun, dan entah sampai berapa banyak
tahun lagi mereka akan terikat padanya. Mereka
yang telah bekerja keras mengurus dan merawat
Amelia, namun tetap saja selalu kekurangan uang.
Sementara Amelia yang tidak tahu apa-apa, bahkan
tidak bisa apa-apa, justru bergelimang uang dan
akan tetap demikian, kecuali...
"Anak tiri Nyonya mati mendadak..." terngiang
ucapan si pengacara sebelum pergi dari rumah me?
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
reka. Sebuah sindiran tajam, memang. Namun,
mengapa tidak" Otak Ningsih bekerja lancar dan alangkah
mudahnya. Misalkan Rudi saat ini memang melayap ke
isteri Kalung Setan.indd 191
191 2/2/11 2:25:54 PM kamar Amelia. Misalkan Rudi akhirnya nekat juga
menggagahi kakak tirinya itu, lalu Ningsih me?
mergoki tanpa sengaja. Ningsih, sebagai seorang
ibu, akan menjerit-jerit, atau katakanlah shock.
Setelah shock, ia akan sangat malu dan marah se?
kaligus. Perasaan keibuannya akan sedemikian ter?
pukul hingga ia tidak menyadari apa yang kemu?
dian diperbuatnya. Ningsih akan menampar-nam?
par Rudi, kemudian Amelia, katakanlah Amelia
melawan. Terjadi dorong-mendorong. Amelia jatuh
atau tergelincir. Kepalanya membentur sesuatu de?
ngan keras sewaktu jatuh. Bisa pula, Amelia men?
coba lari, melompat lewat jendela dan...
Ningsih menyeringai. Jantungnya masih berdebar. Bahkan lebih keras.
Bedanya, tadi karena cemas, kini karena kegem?
biraan yang meluap. Ia bulatkan tekad dan pi?
kiran, berjalan tanpa suara menuju pintu kamar
tidur Amelia. Dengan otak terus bekerja untuk
memastikan hasil maksimal: bentur-benturkan
dulu kepalanya, baru lemparkan ke luar jendela!
Nafsunya pun bersorak-sorai memberi du?
kungan, "Timpa dia terus, Rudi. Ayo, Nak. Mama
tidak akan marah kali ini. Jangan dulu berhenti.
Genjot lagi, Nak. Genjot terus. Tetapi, bantu
Mama nanti di pengadilan..."
Paling satu-dua tahun, mungkin pula cuma be?
berapa bulan. Bahkan siapa tahu, cuma hukuman
percobaan! Rudi pasti membantu ibunya karena
isteri Kalung Setan.indd 192
192 2/2/11 2:25:54 PM kini ibunya pun memberi Rudi kesempatan me?
muaskan nafsu sensualnya. Kotor atau tidaknya
perbuatan mereka, itu urusan belakangan.
Dan, persetan jika mereka masih satu darah!
Semakin dekat ke pintu yang dituju, semakin
halus langkah Ningsih. Jangan sampai kedua anak
yang sedang bergumul di tempat tidur itu men?
dengar, pikirnya sambil berhenti sejenak di luar
pintu. Dengar dan pastikan, kemudian terjang!
Dan ia mendengarnya. Mendengar suara napas mendesis dan berdesahdesah, saling memburu.
isteri Kalung Setan.indd 193
193 2/2/11 2:25:55 PM TUJUH BELAS DI balik pintu, Amelia masih tengkurap, tak sa?
darkan diri. Andai kata ia bangun dan melihat apa yang
terjadi di dekatnya, pastilah seperti biasa Amelia
akan kesenangan melihat ada mainan baru yang
mengasyikkan. Mainan itu adalah gundukan muntahannya
yang semakin bergerak hidup. Selubung asap meng?
hilang cepat, menimbulkan suara berdesis tajam,
lalu gundukan kuning tua itu mulur dengan cepat.
Lantas meliuk-liuk naik ke bantal sambil, uniknya,
mengeluarkan desah-desah napas memburu, berat
dan lelah, seolah yang didakinya bukan bantal,
melainkan dinding bukit terjal.
Tiba di atas bantal, gundukan yang sudah me?
manjang itu, langsung melingkar. Bentuk lingkaran?
nya menyerupai lingkaran bujur sirih, dengan ba?
gian paling bawah sedikit terjuntai di sisi bantal.
isteri Kalung Setan.indd 194
194 2/2/11 2:25:55 PM Bobot yang terjuntai itu memang lebih besar dan
lebih berat dibandingkan bobot lingkaran di bantal
yang makin ke atas makin mengecil, kemudian
bertaut jadi satu. Benda itu menggeliat sesaat.
Lalu diam membeku manakala seseorang mem?
buka pintu dari luar. Perlahan.
Ningsih memang bernafsu besar untuk mener?
jang. Namun ketika ia siap membuka pintu, ta?
ngannya agak gemetar, begitu lemas untuk digerak?
kan. Untunglah pintu itu tidak terkunci dan
akhirnya terbuka juga. Lebar-lebar.
Kamar itu terang benderang.
Amelia tampak tengkurap di atas ranjang. Le?
tak pakaiannya tidak teratur. Hm, pikir Ningsih
muak, berlagak pulas, ya! Tetapi ke mana Rudi" Si
badung itu agaknya mendengar ada yang datang,
lantas ketakutan dan lari bersembunyi. Dungu!
Padahal semestinya kau tenang-tenang saja meng?
genjot selangkangan Amelia. Bukankah sudah
Mama bilang, Mama tidak akan marah"
Jendela tertutup. Mustahil bila Rudi melompat
ke luar, kemudian menutup jendela kembali se?
belum melayang jatuh. Ningsih melihat ke sebelah
kirinya. Pintu kamar mandi sedikit terbuka. Gelap
di dalam. Marah dan kecewa karena ia merasa ter?
lambat menerjang ke dalam, Ningsih melangkah
panjang ke pintu kamar mandi itu. Diempasnya
isteri Kalung Setan.indd 195
195 2/2/11 2:25:55 PM hingga terbuka. Lampu dinyalakan. Kosong. Tak
ada siapa-siapa. Cepat-cepat Ningsih membalik badan. Siapa
tahu Rudi meloloskan diri diam-diam. Tak ada
yang lari lewat pintu. Jadi Ningsih pun mem?
bungkuk, mencari-cari dengan matanya ke kolong
tempat tidur. Tak ubahnya seorang bocah mencari
mainan yang menggelinding ke sana, Ningsih ke?
mudian bangkit dengan wajah kecewa bercampur
bingung. Kolong itu juga kosong adanya.
Langit-langit tak ada lubangnya.
Kalaupun ada lubang masuk, bagaimana Rudi
bisa menyelinap ke atas"
Kesimpulannya cuma satu. Rudi tak ada di ka?
mar ini. Rudi tidak sedang mengangkangi kakak
tirinya. Amelia memang seorang diri, dan ia se?
dang tidur menengkurap, tak terganggu oleh keha?
diran Ningsih. Kekecewaan, kemarahan, dan harapan indah
yang buyar berantakan, seketika berkumpul men?
jadi satu. Ningsih akan menumpahkannya pada
sosok yang seenaknya itu. Jambak rambutnya, tam?
par pipinya keras-keras, baru setelah itu bertanya:
kau apakan dan ke manakan Rudi, heh"!
Ningsih memutari kaki tempat tidur, melang?
kah dengan galak di sepanjang sisi ranjang, kemu?
dian berhenti tiba-tiba. Mulutnya terbuka, seketika
membelalak. Satu-dua kejap berikutnya, matanya
diusap-usap untuk meyakinkan dirinya tidak ber?
isteri Kalung Setan.indd 196
196 2/2/11 2:25:56 PM mimpi, bahwa ia bukan membayangkan yang ti?
dak mungkin. Tetapi tetap saja benda itu ada di situ.
Tergeletak nyaman, setengah terjuntai di atas
bantal. Seuntai kalung emas. Hanya dengan sekilas
pandang, Ningsih yang sudah berpengalaman tahu
betul emas itu tulen setulen-tulennya, dibentuk
begitu indah, dan pastilah mahal harganya.
Tangan Ningsih semakin gemetar ketika kalung
itu dijumputnya hati-hati. Napas ditahan, khawatir
Amelia terbangun. Setelah berada di genggaman,
kalung itu ditimang-timang dan ditaksir beratnya.
Sekitar seratus gram, itu sudah pasti. Uang yang
tersisa dalam tas Ningsih di kamarnya paling ba?
nyak hanya sekitar tiga juta sekian, mungkin ku?
rang. Kalung di genggamannya kini, jika diuang?
kan paling tidak menghasilkan belasan juta rupiah,
atau malah bisa di atas dua puluhan juta.
Ningsih pun marah kembali.
Jadi untuk inilah suaminya tadi menyelinap
pamit ke luar rumah. Membeli atau mengambil
seuntai kalung, entah dari mana dengan cara bagai?
mana. Lantas diantarkan diam-diam ke kamar ti?
dur Amelia, dan begitu gadis itu bangun keesokan
paginya, surprise! Tanpa berpikir panjang, Ningsih keluar. Tidak
tanggung-tanggung, ia empaskan pintu hingga me?
nutup, membuat kamar itu seakan bergetar. Dan
isteri Kalung Setan.indd 197
197 2/2/11 2:25:56 PM kelopak mata Amelia terbuka, tetapi terpejam lagi,
sementara tubuhnya tetap dalam posisi semula.
Sungguh cara membuka mata yang aneh. Atau
barangkali, memang bantingan pintu itu kelewat
batas kerasnya. Ningsih bergegas turun dan mendelik pada
Hartadi yang berlari-lari menghampiri dengan kha?
watir. Hartadi membatalkan niatnya untuk me?
nanyakan suara apa yang tadi membuatnya ter?
lonjak dari tempat tidur. Delikan mata Ningsih
keburu menciutkan hati, dan mau tidak mau Har?
tadi menyelinap kembali ke kamar tidurnya. Bi?
ngung, tak habis pikir. Ningsih pun sudah masuk ke kamarnya sen?
diri. Dia sudah pula mendekati tempat tidur, siap
membangunkan sang suami dengan bentakan lan?
tang. Tunggu sebentar. Tahan dulu!
Ningsih tidak jadi naik untuk menggoncanggoncang lalu memaki-maki suaminya. Antara sadar
dan tidak, ia duduk di depan kaca rias. Wajahnya
tampak mengerikan. Ningsih sampai berpaling, tak
tahan melihat. Mengapa ia begitu bodoh"
Memang benar, perhiasan miliknya telah habis
terjual untuk mereka pakai keperluan sehari-hari,
termasuk sisanya untuk ongkos pindah dari Pan?
deglang ke rumah besar ini. Memang benar, suami?
isteri Kalung Setan.indd 198
198 2/2/11 2:25:57 PM nya menjanjikan akan mengganti sebagian yang
terjual itu, katanya paling lama satu-dua hari se?
telah mereka tiba di sini. Dan memang wajar pula
kiranya Ningsih marah besar karena Amelia men?
dadak dapat prioritas utama dari suaminya.
Tetapi, ingatlah hasil yang diperolehnya ketika
Ningsih tergesa-gesa menilai daya tarik pemuda
tak dikenal, yang bertemu pun cuma di lantai
dansa. Solavina menegurnya dengan keras dan ka?
sar. Dan terciptalah permusuhan diam-diam antara
ibu dan anak, yang tak pernah dibayangkan Ning?
sih akan terjadi. Ningsih melirik ke tempat tidur.
Biarlah suaminya mendengkur. Bukankah ma?
sih ada hari esok" Ningsih mengeluh. Dipandanginya kalung di
genggaman. Naluri iseng seorang wanita meng?
gerakkan hati Ningsih untuk mencoba-coba kalung
itu di lehernya. Ia sebenarnya lebih menyukai ka?
lung berlian atau kalung bermata mutiara. Sayang?
nya, setiap kali membeli kalung semacam itu,
akhirnya harus dijual lagi. Kalung emas bergaya
yang kini ia lingkarkan di lehernya, menurut
Ningsih hanya sesuai untuk dipakai oleh wanitawanita kaya tempo dulu.
Wajahnya kini tampak lebih tenang di cer?
min. Dan penampilan Ningsih, justru terlihat ang?
gun berkat kalung yang sudah ketinggalan zaman
isteri Kalung Setan.indd 199
199 2/2/11 2:25:57 PM itu. Ningsih sampai terpesona, takjub. Kalung itu
seakan punya daya tarik gaib, memperindah leher
Ningsih yang sudah tidak jenjang lagi itu.
Begitu saja, timbul hasrat untuk tidak melepas?
kannya! Tetapi, bukankah ini untuk Amelia"
Cuping telinga Ningsih merah padam saat
nama itu muncul dalam benaknya. Kemarahannya
bangkit lagi. Namun kali ini lebih terkendali.
Otaknya berdenyut, mencari jalan keluar.
Ningsih tidak akan mengembalikan kalung
yang hebat ini ke tempat ia menemukannya. Bah?
kan ia akan tetap memakainya, jika nanti suami?
nya terbangun. Suaminya mungkin akan terkejut,
lantas marah. Tetapi Ningsih tahu betul, cara me?
nundukkan amarah maupun kekerasan hati suami?
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nya. Dan ia telah melakukan itu selama dua puluh
tahun lebih, dan belum pernah gagal.
Tersenyum-senyum, Ningsih menanggalkan pa?
kaian, sekaligus lapisan dalam. Dari lemari ia pilih
sehelai gaun. Warnanya merah tua. Kontras de?
ngan kulitnya yang putih, "Seperti lilin!" Suaminya
sering kali memuji. Pernah suaminya nyeletuk:
bagaimana mungkin Ningsih sampai pernah be?
kerja sebagai pembantu rumah tangga. Ucapan
yang kemudian sangat disesalkan oleh suaminya,
dan tak pernah lagi diulangi.
Tanpa mengenakan lapisan dalam, Ningsih
puas dengan gaun tidur merah tua yang mem?
isteri Kalung Setan.indd 200
200 2/2/11 2:25:58 PM bungkus tubuhnya. Pinggang memang sudah tidak
ramping lagi. Tetapi Ningsih tahu kekuatan ping?
gangnya, dan tahu sebesar apa pengaruhnya ter?
hadap sang suami. Dandanan rambutnya diubah.
Tergerai lepas, dibuat sedikit acak-acakan, lalu de?
ngan bantuan kosmetik, berubahlah wajah Ningsih
sepuluh tahun lebih muda.
Dan kalung itu membantu penampilannya se?
demikian sempurna. Ningsih kemudian naik ke tempat tidur. Agak?
nya lupa telah melakukan sebelumnya, permukaan
bantal yang tersedia untuknya, dikibas-kibaskan
lagi. Kemudian ia rebah, menelentang. Salah satu
kaki sedikit diangkat, sehingga gaun bawahnya
agak terbuka. Leher gaun pun agak dilonggarkan.
Baru melakukan itu saja, payudara Ningsih sudah
mengencang sendiri. Sementara, biarlah suaminya nyenyak dulu.
Ningsih bersedia menunggu. Sebagai bekas pe?
layan, Ningsih sudah terbiasa terjaga, berusaha ti?
dak sampai terlelap. Sewaktu-waktu, majikan akan
memanggil. Sekarang, sewaktu-waktu suami yang
juga bekas majikannya akan terbangun. Ningsih
akan pura-pura terpejam. Jika perlu, buat sedikit
dengkur. Dengkuran halus dan memikat. Suami?
nya, dapat dipastikan akan menaiki tubuhnya.
Kalung terlihat, tetapi gairah sudah bangkit lebih
dulu. Ningsih pura-pura terjaga, lantas beraksi.
Begitu semuanya berakhir, kalung yang diambil?
isteri Kalung Setan.indd 201
201 2/2/11 2:25:58 PM nya dari kamar Amelia itu sudah menjadi milik
Ningsih! Ningsih tersenyum puas. Kelopak matanya
memberat. Lupa bahwa ia bukan lagi pelayan te?
tapi sudah lama menjadi istri seorang majikan,
cepat sekali Ningsih sudah tertidur pulas.
Sedemikian pulas, sehingga ia tidak merasakan
ada gerakan di celah payudaranya.
Kalung itu menggeliat. Hidup. isteri Kalung Setan.indd 202
202 2/2/11 2:25:59 PM DELAPAN BELAS SUARA orang sekarat menyentuh gendang
telinga Anton. Seketika Anton berpaling dan terperanjat se?
waktu melihat tempat di sisinya tampak sangat
hitam, kelam. Dari balik kehitaman yang kelam
itulah suara sekarat tadi bergaung, makin lama
makin lemah. Anton ketakutan. Namun naluri
untuk menolong seseorang yang mungkin tengah
menghadapi kematian mendorong Anton untuk
meraba-raba ke arah kegelapan di sebelahnya.
Kosong. Tak tersentuh apa-apa.
Suara itu terdengar lagi. Sayup-sayup.
Anton menjulurkan kepala, sementara tangan?
nya mencoba menggapai ke bawah. Lantas ia men?
jerit sewaktu ada yang menarik tangannya dan
berusaha menyeretnya jatuh ke dalam kegelapan.
Anton meronta-ronta mempertahankan diri, tetapi
tarikan dari bawah itu membetot semakin kuat.
isteri Kalung Setan.indd 203
203 2/2/11 2:25:59 PM Lalu dengan sentakan keras, tubuh Anton pun ter?
seret, dan melayang jatuh ke dalam kegelapan
yang seakan tidak bertepi.
Beruntung, ia terempas di tempat yang agak
lunak. Namun toh sekujur tubuhnya sakit, bahkan
kakinya seperti patah. Ia merayap duduk, tangan
menggapai-gapai, berusaha mencari pegangan, lalu
menyentuh semacam dinding lunak, namun sekali?
gus kasar dan lembap. Ternyata dinding tanah.
Terdengar suara-suara di sekitarnya. Suara mendesis
ribut, seakan berasal dari ratusan mulut.
Kemudian, sinar rembulan tiba-tiba muncul di
atas. Anton tidak berani menengadah. Dengan tu?
buh membeku, ia merapat sampai lekat ke dinding
tanah di belakang punggungnya, lalu mencari-cari
dengan matanya. Sinar rembulan sedikit menerangi
tempatnya berada. Lubang besar berbentuk persegi
panjang, sebuah lubang kubur. Dan di kakinya,
tampak tengkorak kepala manusia dengan po?
tongan tulang-tulang leher yang berserakan.
Dari keremangan di balik lubang mata serta
hidung tengkorak, keluarlah makhluk-makhluk hi?
tam panjang dengan bintik-bintik mata merah
seperti nyala api, dan lidahnya terjulur-julur ke
luar, menebarkan bau tengik dari liur. Dan liur itu
berasap. Asap yang mengepul ke atas, mengambang
sampai ke wajah Anton. isteri Kalung Setan.indd 204
204 2/2/11 2:25:59 PM Panas tiada terperi. Kulit muka Anton terbakar melepuh.
Tetapi rasa takut dan ngeri memaksanya untuk
tidak menutup muka dengan tangannya karena
semakin banyak makhluk sama keluar dari lubanglubang pada tengkorak itu. Makhluk-makhluk itu
merayap dan terus merayap, mendekati kakinya.
Anton merinding. Kakinya diangkat, tetapi selalu jatuh dan jatuh
lagi. Dalam panik, ia lihat rahang tengkorak itu
membuka. Dan terdengarlah suara bisikan tajam
dan dingin, "Sudah diperingatkan!"
Anton tidak mengerti apa maksudnya.
Ia hanya menduga yang diperingatkan itu ada?
lah dirinya sendiri. "Aku tak tahu apa-apa!" Anton ingin berteriak,
membela diri. Tetapi lidahnya malah bagai tersedot
ke lambungnya sendiri, dan ia tersengal kehabisan
napas. Tengkorak itu bergerak. Rahangnya mem?
buka-tutup, mendekati kaki Anton.
Anton meronta lalu menggapai ke atas.
Tetapi pinggir kuburan itu tampak jauh, sangat
jauh. Anton tidak putus asa. Ia coba merangkak,
merayap, mencakar-cakar tanah untuk dijadikan
pegangan dan injakan. Tetapi ia hanya mampu
naik sesenti demi sesenti, padahal tangannya begi?
tu panjang dan selalu mencakar lebih jauh.
Lantas, ia tidak bisa naik lagi.
Dan di bawahnya, makhluk-makhluk hitam
isteri Kalung Setan.indd 205
205 2/2/11 2:26:00 PM dan panjang itu mendongak. Menunggu ia jatuh.
Dan tengkorak itu tampak menyeringai.
Anton terpejam ngeri. Tubuhnya mulai lemah dan mulai meluncur
turun. Kemudian segalanya berhenti. Suara-suara
itu hilang. Namun masih terdengar suara men?
desis, begitu dekat dan terdengar tambah buas.
Desisan tak sabar. Anton menunggu. Ia tetap bertahan sekuatnya di tempatnya ber?
gantung. Dan terus menunggu dengan kengerian
yang sangat, dan wajah yang semakin terbakar, se?
makin melepuh. Belum juga ada yang meraihnya dari bawah.
Dan di bawah itu mendadak begitu sepi.
Pelan-pelan Anton membuka matanya dengan
ngeri dan takut, namun sedikit berharap, lantas ia
terjengah. Anton berbaring di tempat tidur yang tidak
asing baginya, dengan bantal dan guling di atas?
nya. Tangannya memegang dan mencengkeram
bantal itu dengan kuat. Tampak cahaya menyilau?
kan dari sebelah kiri, dan hawa hangat menyapu
wajahnya. Ternyata bias sinar matahari yang masuk
lewat ventilasi jendela. Ia melihat sekeliling, ber?
usaha mengenali lemari, meja rias, lampu pojok,
dan langit-langit artistik. Takut-takut ia melihat ke
sebelahnya. Dan ia mengenali Ningsih. Terbaring seperti
isteri Kalung Setan.indd 206
206 2/2/11 2:26:00 PM mati di sebelahnya. Dalam gaun tidur berwarna
merah tua, tanpa lapis apa-apa lagi di baliknya.
Dadanya naik-turun dengan teratur. Dan di celah
dada itu, terus ke atas, melingkari leher serta pun?
daknya, menggantung diam seuntai kalung emas
berwarna kuning tua. Bias matahari membuat ka?
lung itu bersinar redup. Anton menggeliat bangun. Menarik napas panjang berulang-ulang. Dengan
mempergunakan bantal, ia seka peluh dingin yang
membasahi wajah bahkan leher. Ketiaknya pun
terasa lembap. Ia telah bermimpi buruk, sangat
buruk, dan lega karena sudah kembali lagi ke alam
nyata, dengan Ningsih di sebelahnya.
Kamar itu pun lantas dikenalinya sebagai ka?
mar tidur utama di rumah besar bertingkat di ke?
diaman mereka yang baru. Pelan-pelan Anton beringsut turun dari ran?
jang. Ningsih menggeliat, tetapi kembali pulas. Po?
sisinya masih tetap menggiurkan. Namun mimpi
buruk masih menghantui Anton. Ia merasa letih
tiada terperi. Sekujur tubuhnya agak sakit-sakit.
Berdiri lunglai di dekat tempat tidur, Anton me?
mandangi sejenak celah dada lalu leher istrinya,
mengamati kalung yang melingkar di situ. Lantas
Anton pun teringat bahwa malam harinya ia telah
menggali kuburan istri pertamanya.
isteri Kalung Setan.indd 207
207 2/2/11 2:26:01 PM "Berhasil juga aku memperoleh kalung itu,"
Anton membatin, gembira. Ningsih telah memakainya pula. Dari gaun ti?
dur yang dipakai, jelas Ningsih bermaksud me?
nyatakan terima kasih sebagai surprise bagi sang
suami. Tetapi agaknya Ningsih keburu mengantuk.
Atau, sengaja menunggu Anton bangun dan meng?
gerayangi sendiri apa yang disediakan Ningsih un?
tuk digerayangi. Tetapi berahi Anton tak juga terbit.
Kegembiraannya pun sedikit terganggu oleh
suara mengerikan dalam mimpinya tadi, "Kau te?
lah kuperingatkan..."
Tak jelas suara siapa. Entah suara almarhum istrinya, entah dukun
tua renta di Pamanukan yang membantu meng?
habisi nyawa istri pertamanya. Peringatan dan ba?
yangan penyebab kematian istri pertamanya mem?
buat Anton gemetar sendiri. Apakah tidak sebaik?
nya ia ambil lagi kalung itu dan mengembalikan
ke tempat semula" "Jadah. Berpikir apa aku barusan" Hanya ka?
rena mimpi"!" desah Anton, lalu berjalan mening?
galkan kamarnya. Pintu ditutup hati-hati agar ti?
dur istrinya tidak terusik. Ruangan tengah yang ia
masuki tampak terang dan segar karena sinar mata?
hari serta hawa pegunungan saling berebut masuk
lewat jendela-jendela yang terbuka.
Seseorang tampak membungkuk, menyikat kar?
isteri Kalung Setan.indd 208
208 2/2/11 2:26:01 PM pet di depan tungku pemanas yang sudah padam.
Ia menoleh sewaktu mendengar langkah Anton,
lantas menyapa dengan hormat, "Selamat pagi,
Tuan." "Sudah agak siang, kan?" Anton tersenyum,
"Ke mana yang lain?"
Sambil terus menyikat karpet, pelayan perem?
puan itu menjawab, "Masih tidur, Tuan, kecuali
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tuan Muda..." "Oh, Rudi sudah bangun, ya" Pasti dia sudah
pergi melihat-lihat, dan barangkali juga..."
Odah sebenarnya bingung. Diam, takut disalah?
kan. Tetapi bila ia memberitahu yang sebenarnya
akan sama juga. Akhirnya Odah mengambil risiko,
"Tuan Muda Rudi pergi tadi malam, Tuan. Dan
belum kembali..." Anton terkejut, "Dia bilang akan pergi ke
mana?" "Ciater, Tuan."
"Oh!" Anton menarik napas lega. Sudah hafal
kelakuan anak laki-lakinya. Pasti ada yang dicari?
nya malam-malam ke Ciater. Anton tahu apa itu.
Rudi lantas kemalaman, dan tak ada jalan pulang
kecuali menunggu datangnya pagi. Sebentar lagi ia
pasti pulang. "Ada kopi, Odah?"
Odah terlonjak berdiri, "Ya ampun, Tuan.
Maafkan saya, Tuan. Akan segera saya ambilkan!"
Baru beberapa langkah Odah berlari ke dapur,
isteri Kalung Setan.indd 209
209 2/2/11 2:26:02 PM Anton sudah bertanya lagi, "Memangnya suamimu
ke mana?" Odah berhenti, membalikkan badan, lalu me?
nyahut, "Mencari beberapa pembantu untuk..."
"Apa?" "Nyonya yang suruh, Tuan..." Odah menciut.
"Oh," Anton menggeleng.
Ningsih sudah mulai dan Anton terpaksa harus
bekerja cepat. Pabrik dan perumahan pekerja itu
lebih dulu. Pengacara mereka bilang ada yang ber?
sedia membeli dan membongkar sendiri. Tak apa?
lah. Memang sudah sepantasnya keluarganya ber?
senang-senang sedikit. Tidak lagi harus mengerja?
kan segala sesuatu sendiri, seperti halnya tahun-ta?
hun belakangan ini. Anton berjalan ke pintu depan.
Membuka pintu dan berdiri di beranda. Betapa
bencinya ia pada bidang tanah bersemen itu, juga
tembok sekeliling, dan kawat-kawat berduri. Hi?
lang sudah pemandangan lembah di bawah, tanah
peternakan yang terhampar di sana-sini, dan kota
kecamatan nun di kejauhan sana.
Apakah anak sungai itu masih mengalir deras
dan airnya bening mengasyikkan"
Sayangnya terhalang oleh tembok. Begitu pula
jalanan berliku-liku seperti ular, lapangan rumput,
beberapa bidang kebun, sapi-sapi yang berkeliaran,
semuanya tidak terlihat lagi. Dan sapi, ah, tinggal
beberapa ekor katanya. Sudah mendekati ajal pula.
isteri Kalung Setan.indd 210
210 2/2/11 2:26:02 PM Masih adakah yang bersedia membeli, tetapi mau
menanggung risikonya sendiri"
Odah muncul mengantarkan kopi.
Kopi sudah akan dicicipi ketika Anton teringat
belum cuci muka, belum kumur-kumur. Ia sudah
akan masuk lagi ke dalam rumah, sewaktu mende?
ngar bunyi mesin mobil meraung-raung mendekat.
Jelas tengah menaiki tanjakan yang menuju ke ru?
mah besar, lalu sebuah mobil memasuki pintu
gerbang. Mobil patroli polisi. Itu saja sudah mengejutkan. Lalu, ketika mobil
itu berhenti sejajar dengan beranda, ia lihat sese?
orang duduk di jok belakang. Duduk diam dengan
kepala setengah menyandar.
Kejutan kedua, orang itu adalah Rudi.
Sewaktu menuruni beranda untuk menyongsong
tamu berseragam lengkap dengan senjata meng?
gantung pada sabuknya, Anton membatin khawa?
tir, "...apa kejutan berikutnya"!"
Beberapa menit kemudian, Anton diberitahu
bahwa putranya mengalami amnesia.
isteri Kalung Setan.indd 211
211 2/2/11 2:26:03 PM SEMBILAN BELAS KARENA mobil itu memasuki pintu gerbang
disertai bunyi klakson, mungkin sebagai pemberi?
tahuan kedatangan mereka, Ningsih pelan-pelan
terjaga. Jadi ia sudah ketiduran. Dan suaminya
sudah bangun lebih dulu. Ningsih memandangi
pakaiannya. Masih terkancing utuh. Ada satu-dua
kancing yang terbuka, tetapi Ningsih yang sengaja
membiarkannya terbuka sebelum naik ke tempat
tidur. Ningsih tak bergerak, tiba-tiba merasa kha?
watir. Suaminya telah melihat kalung itu ia pakai.
Dan karena suaminya tidak tergoda oleh penam?
pilannya, lebih celaka lagi Ningsih ketiduran
pula... yang ada dalam pikiran Ningsih adalah
suaminya marah. Bahkan mungkin kecewa. Karena
Ningsih telah mengambil dan memakai kalung
yang bukan haknya! isteri Kalung Setan.indd 212
212 2/2/11 2:26:03 PM Haruskah ia keluar untuk meminta maaf"
Ia mendengar samar-samar suara bercakap-ca?
kap. Tak begitu jelas apa yang mereka obrolkan.
Ningsih hanya bisa menduga suaminya sedang me?
nerima tamu. Entah siapa, jangan pusing-pusing
memikirkannya. Yang harus dipikirkan sekarang,
bagaimana membereskan apa yang telah rusak.
Ningsih bukanlah Ningsih, kalau otaknya
beku. Otak encernyalah yang mengangkatnya dari
pelayan menjadi majikan. Istri majikan, sebetulnya.
Namun tetap saja majikan. Otak encernya pula
yang telah mengatur cara supaya Amelia dirawat
di rumah saja. Panti-panti yang menampung anakanak dengan mental terbelakang hanya cocok un?
tuk orang lain. Sedangkan untuk Amelia, "Dengar apa kata
mereka kelak. Amelia suka merenung. Suka me?
nangis. Ia merasa dibuang. Kalau Bapak seorang
yang diomongkan orang, tak apalah. Tetapi bagai?
mana jika aku diikutsertakan. Bahkan dituduh se?
bagai sumber penyakit?"
Begitu pula dengan suster-suster yang rutin da?
tang tiap pagi dan pulang malam hari itu, "Amelia
memang mengalami kemajuan. Tetapi sedikit. Dan
dari waktu ke waktu, lebih sedikit lagi yang dia
peroleh. Daripada buang-buang uang membayar
gaji dan segala macam bonus untuk suster-suster
itu, mengapa tidak kita pakai untuk membeli le?
isteri Kalung Setan.indd 213
213 2/2/11 2:26:03 PM bih banyak mainan atau keperluan Amelia. Lagi
pula, aku diam-diam telah memperhatikan cara
dan sistem yang dipakai suster-suster itu. Aku
mampu melakukan sendiri. Lavi akan kuajari. Juga
Rudi..." Otak encer itu dibutuhkan Ningsih sekarang.
Dan harus segera, sebelum tamu-tamu itu pulang.
Jika nanti suaminya masuk ke kamar, Ningsih ha?
rus sudah punya pegangan.
Sibuk mencari akal dan gelisah tak menentu,
menyebabkan Ningsih bergerak tanpa sadar. Yang
pertama-tama terpikirkan, tentu saja senjata utama?
nya: seks. Untuk itu, tempat tidur harus dibenahi
dulu. Seprai, selimut, dan bantal harus disusun
rapi. Kemudian kamar disemprot penyegar. Ke?
mungkinan berhasil, 50:50. Ia tahu suaminya begi?
tu sayang pada Amelia. Sampai terkadang tampak
agak berlebihan, bahkan mencurigakan.
Ketika membenahi bantal yang bekas ditiduri?
nya sendiri, Ningsih terpana.
Lagi, seuntai kalung! Astaga, apa maksudnya semua ini" Apakah tadi
malam suaminya pulang membawa dua kalung,
bahkan mungkin tiga kalung: Amelia, Ningsih sen?
diri, dan tentu saja Solavina. Nanti akan ia selidiki
ke kamar putrinya itu. Atau, siapa tahu Solavina
justru tengah mematut-matut diri di depan kaca
dengan kalung emasnya yang...
Itulah dia! Kalung yang persis sama.
isteri Kalung Setan.indd 214
214 2/2/11 2:26:04 PM Aneh juga cara suaminya memberi kejutan.
Yang menjadi tanda tanya, bukankah suaminya
sudah tahu jenis kalung atau perhiasan yang di?
sukai Ningsih" Tetapi, sudahlah. Itu urusan belakangan. Sekarang, bagaimana
dengan kalung yang masih dipakainya. Ningsih
melepaskan, lalu membandingkannya dengan ka?
lung yang ia temukan di bawah bantal. Betul,
persis serupa dan sama. Baik bentuk, corak, mau?
pun bobotnya. Di luar sana, obrolan terus berlangsung.
Di kamarnya, Ningsih duduk diam lagi. Ia me?
renung, memaksa otaknya bekerja lebih giat. Jelas
suaminya tidak tahu bahwa yang dipakai Ningsih
adalah punya Amelia. Karena Ningsih sendiri tidak
bisa membedakan kalung-kalung itu.
Kesimpulannya: beres, Ningsih aman.
Lalu bagaimana dengan kalung Amelia. Kem?
balikan saja ke atas sana.
Ningsih sudah berjalan ke pintu ketika ber?
henti, lantas kembali lagi duduk di pinggir tempat
tidurnya. Berpikir-pikir, menganalisa. Siapa tahu
Amelia sudah bangun. Sudah tak ada di kamarnya.
Mungkin ia sudah ke bawah. Itu tidaklah penting.
Bertemu, serahkan. Kamarnya kosong, letakkan di
bantal. Tetapi, bukankah Amelia tidur nyenyak ketika
kalung miliknya diambil Ningsih" Amelia belum
isteri Kalung Setan.indd 215
215 2/2/11 2:26:04 PM tahu akan kejutan ayahnya. Tambahkan misalnya,
Amelia sudah bertemu ayahnya dan ayahnya ber?
tanya tentang kalung pemberiannya, yang ternyata
tidak dipakai bahkan dilihat Amelia.
Ningsih yang mengambil. Lalu, ganti posisi
Ningsih dengan seseorang yang wajar dan wajib
membersihkan setiap kamar di rumah ini. Odah!
Cemerlang! Ningsih nyaris bersorak gembira. Kalung dicuri
seseorang, dan siapa lagi pencurinya jika bukan
Odah. Solavina memang suka nakal dengan per?
hiasannya sendiri, tetapi tidak pernah sudi menyen?
tuh milik orang lain, kecuali diberi oleh orang lain
itu. Rudi memang panjang tangan kadang-kadang.
Tetapi sudah jarang. Dan ia tidak di rumah sepan?
jang malam, kan" Ningsih" Hartadi melihatnya turun dari lantai atas. Ha?
nya Hartadi seorang. Tetapi bukankah ia suami
Odah, tersangka utama" Dan jika Ningsih bersi?
teguh bahwa begitu pulang ia langsung ke kamar
dan tidur pulas seperti halnya Solavina, beranikah
Hartadi bersitegang dengan pendiriannya. Katakan
mungkin ia berani. Ningsih tinggal bertanya pada
suaminya, dingin, "Kau percaya dia, atau istrimu
sendiri"!" Puncaknya, Ningsih menghentikan ribut-ribut
yang tak bisa dihindari itu dengan sebuah usul,
isteri Kalung Setan.indd 216
216 2/2/11 2:26:05 PM "Sudahlah. Daripada pusing sendiri, biarlah ka?
lungku ini kuberikan Amelia saja!"
Jawabannya bukan 50:50 karena Ningsih sudah
kenal suaminya luar-dalam. Suaminya akan menen?
tang. Dan, Ningsih mengajukan usul kedua, "Te?
rima kasih, Bapak memberiku hadiah ini. Namun
Bapak agaknya lupa yang bagaimana kesukaanku.
Tak apa ini kujual dan kuganti dengan yang pakai
berlian, misalnya. Tentu saja sebagian dari uang
penjualan kalung ini, kubelikan perhiasan untuk
anak kita, Amelia!" Suaminya masih mungkin menentang.
Ningsih akan memaksa, "Demi Amelia. Dan
kapan Bapak punya uang lagi" Kalaupun ada, te?
tap uangnya uang Amelia juga!"
Menyedihkan memang karena itulah kenyataan?
nya. Tetapi gengsi dan harga diri Ningsih bertambah
naik. Ia kemudian menjual kedua kalung yang kini
ia pegang. Harga pasarannya sekarang ini, kalau
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pintar adu argumentasi dengan pemilik toko yang
membeli, apalagi Ningsih akan membeli perhiasan
lain dari milik toko yang sama dengan sedikit
rayuan, bukan mustahil Ningih akan mengantongi
sekitar 45 juta, paling tidak, 40. Setelah itu, jelas,
kalung bermata mutiara untuk Ningsih, satu atau
dua gelang emas untuk Solavina. Tentunya kalung
dan gelang murni. Tulen. Dan tambahkan sepasang
sepatu dan satu celana jeans untuk Rudi.
isteri Kalung Setan.indd 217
217 2/2/11 2:26:05 PM Atur harga semuanya agar ada sisa untuk mem?
belikan perhiasan Amelia.
Dan seperti biasa, tentu saja... imitasi.
Ningsih bangkit dengan wajah berseri-seri.
Dipakainya sembarang kalung, menambah
indah leher dan lekuk payudaranya. Kalung satu?
nya lagi, ia masukkan ke tas tangan. Disimpan di
lemari. Kunci. Suaminya tidak pernah menyentuh
atau membuka tas tangan Ningsih. Rudi mungkin,
jadi kunci tak boleh jauh dari tangan Ningsih.
Ningsih mematut-matut diri lagi di kaca rias.
Memandang kalungnya dengan takjub, ia sem?
pat bergumam, terbingung-bingung sendiri, "Ini
yang dari bawah bantalku, atau yang dari bantal
Amelia, ya?" Sulit menjawabnya. Terkecuali kalung itu bisa berbicara.
Maka kalung itu akan menjawab dengan pasti,
"Dari bantal Amelia!"
isteri Kalung Setan.indd 218
218 2/2/11 2:26:06 PM DUA PULUH MEMANG tidak dapat disalahkan.
Jumlah petugas di sektor kepolisian Ciater sa?
ngat terbatas. Sarana tidak memadai pula.
"Mobil di depan sana pun kebetulan saja ber?
patroli ke wilayah kami. Jadi dipinjam sekalian
untuk mengantarkan putra Anda ke sini..." kata
polisi yang ikut masuk ke dalam rumah, sementara
rekannya tetap menunggu di belakang kemudi mo?
bil mereka. Jelas tidak mungkin mengantarkan sendiri Rudi
Suhartono ke Pandeglang sesuai alamat yang ter?
tera di KTP maupun SIM yang ditemukan di
dompetnya, "Menahan, eh, maksud saya menjaga
putra Anda terus-menerus, sulit pula buat kami!"
Maka, mereka segera mengontak kantor pusat
mereka di Subang. Setelah itu terjadi beberapa kali
kontak-mengontak, baik melalui telepon maupun
radio yang menggunakan saluran khusus.
isteri Kalung Setan.indd 219
219 2/2/11 2:26:06 PM Subang menghubungi Pandeglang.
Alamat yang dicari segera ditemukan. Nama
Rudi Suhartono dikenali. Tetapi pemilik rumah
yang didatangi mengatakan bahwa Rudi beserta
keluarganya hanya penyewa, dan telah pula pindah
ke Bandung. Baik pemilik rumah maupun lurah
setempat tidak mengetahui alamat baru keluarga
Rudi. Mereka hanya tahu nama kotanya saja. Tan?
pa alamat, tak jelas pula apakah di kotamadya
ataukah di kabupaten. "Kami akan berusaha mencari tahu lebih rinci,"
Pandeglang melapor. "Tetapi mungkin akan makan
tempo..." Si pemilik rumah di Pandeglang muncul seba?
gai penyelamat. Ia teringat bahwa tiga hari sebe?
lum penyewa rumahnya pergi, truk pembawa
perabotan rumah tangga mereka sudah berangkat
lebih dulu. Sopir truk itu masih saudara si pemilik
rumah. Dia pula yang memperkenalkan sopir itu
pada Anton Suhartono, ayah Rudi. Ia segera me?
nelepon ke kantor polisi, memberitahu nama dan
alamat rumah sopir truk yang dimaksud.
"Alhamdulillah, sopir truk itu kebetulan ada di
rumahnya," polisi berpangkat Birgadir Dua itu
berkata lega. "Berkat dialah kami tahu ke mana
kami harus membawa anak muda malang ini..."
isteri Kalung Setan.indd 220
*** 220 2/2/11 2:26:06 PM Anton melirik putranya yang duduk diam sedari
tadi. Tetapi dengan mata liar, jelalatan kian ke?
mari. Dan pandang mata Rudi hanya sebatas pan?
dang kiri-kanan saja, karena kepalanya terus tidak
bergeming di atas leher. Demikian terus, semenjak
ia dibantu duduk oleh Anton di kursi, setelah se?
belumnya dibantu turun oleh si petugas, bahkan
dibimbing pula ke dalam rumah. Rudi tampak
pucat dan kuyu. Penampilan maupun sikapnya tak
ubah seorang anak yang terbiasa hidup di kolong
jembatan, tiba-tiba dibawa masuk ke istana. Serba
ingin, tetapi takut. Setelah sedikit berbasa-basi, polisi itu kemudian
pamit, "Rekan saya di depan sana harus segera
kembali ke Subang," katanya.
Anton mengantar ke depan. "Begitu ada kesem?
patan, saya akan berkunjung ke kantor Anda..." Ia
berjanji. Polisi itu tersenyum, "Silakan. Kami akan se?
nang. Terutama bila kunjungan itu dimaksudkan
untuk mengabarkan perkembangan kesehatan
Bung Rudi. Jika untuk maksud-maksud lain, maaf.
Lupakan saja. Ah, hampir saja lupa. Dokter yang
memeriksa kondisi anak Bapak adalah tamu yang
menginap di Ciater. Subuh tadi sudah pulang be?
serta keluarganya ke Jakarta. Tetapi dia meninggal?
kan pesan. Anak Bapak perlu perawatan serius dan
sesegera mungkin. Permisi!"
isteri Kalung Setan.indd 221
221 2/2/11 2:26:07 PM Anton menunggu sampai mobil itu berlalu.
Belum juga hilang di luar pintu gerbang, Anton
sudah melepaskan apa yang semenjak tadi ditahan?
nya. Erangan sakit, dan sekujur tubuh yang geme?
taran. Terengah-engah sebentar di beranda depan,
kemudian ia melangkah masuk ke rumah. Dengan
lutut gemetaran pula, ia duduk, terenyak di kursi
semula, dan sadar wajahnya sendiri dingin seperti
es! Amnesia! "Mereka tidak benar. Bukankah begitu, Rudi?"
Anton bertanya. Serak. Rudi tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Se?
nyuman aneh yang belum pernah dilihat Anton
muncul di bibir putranya. Barulah ia lihat, meski
mata itu tadi jelalatan, mata Rudi hampa, dan
tampak asing pula. Pelacur! Anton sudah menduga sejak semula. Namun,
begitu ia hadapi kenyataan, Anton merinding juga,
"Kau... memesan pelacur, kata mereka. Astaga!"
Rudi tetap bergeming di tempatnya.
Mulutnya saja yang masih tersenyum.
Melihat itu, perut Anton terasa mual. Semakin
mual lagi ketika ia teringat apa-apa yang telah di?
ceritakan oleh polisi tadi. Pelacur pesanan Rudi
datang ke pondok, diantar orang suruhan Rudi.
Mereka menemukan Rudi berbaring di tempat ti?
dur. Telanjang. Tidak mau menyambut, tidak mau
isteri Kalung Setan.indd 222
222 2/2/11 2:26:07 PM membuka mulut. Hanya matanya yang liar, meng?
awasi. Jangankan disentuh. Pelacur pesanannya,
dilirik pun tidak. Pelacur itu marah-marah. Lelaki pendamping?
nya kalang kabut. Terjadilah keributan. Dan dalam
tempo singkat, pondok yang ditempati Rudi sudah
dipenuhi kerumunan manusia. Salah seorang dari
mereka kemudian teringat untuk membantu me?
ngenakan pakaian Rudi. Namun Rudi sudah keburu jadi tontonan.
Rudi yang bertelanjang bulat. Rudi yang memesan
pelacur. Rudi yang memandang kerumunan ma?
nusia di depannya dengan bingung dan keta?
kutan. Dan di atas segala-galanya, Rudi adalah anak
laki-laki Anton Suhartono!
Anton bergidik. Seram. Kemudian gusar karena
anaknya tak juga menjawab walau sepatah kata.
Anton lupa bahwa polisi tadi sudah memberitahu.
Tidak seorang pun mampu mengajak atau mem?
bujuk Rudi berkata sesuatu. Tidak orang yang
mengerumuninya. Tidak dokter. Tidak juga po?
lisi. Bahkan kini juga tidak ayahnya sendiri!
Anton gemetar makin hebat. Kini dalam ama?
rah, "Ayo, Rudi! Jangan diam saja..."
Terdengar langkah mendekat.
Ningsih yang sudah mendengar bunyi mesin
mobil dihidupkan dan kemudian menjauh, tahu
isteri Kalung Setan.indd 223
223 2/2/11 2:26:08 PM bahwa tamu-tamu suaminya sudah pulang. Masih
larut oleh impiannya, tetapi yakin dan penuh per?
caya diri, Ningsih keluar dari kamar. Lupa bahwa
gaun tidurnya hanya pantas dipakai di dalam, bu?
kan di luar kamar tidur. Mana sebagian kancingkancingnya masih tetap terbuka.
Tiba di ruang depan, Ningsih terheran-heran
melihat Rudi, lalu tersentak sewaktu melihat suami?
nya berpaling. Dan Anton langsung menghardik
gusar, "Apa-apaan ini" Apa mau menari telanjang
di depan anak laki-lakimu sendiri, eh"!"
Ningsih terkejut melihat wajah suaminya yang
menakutkan, "Pak!".
"Enyah, perempuan tolol!"
Ketika Ningsih mundur ketakutan, di belakang?
nya terdengar bentakan yang sama mengerikan,
ditujukan pada putranya, "Ayo, Rudi! Jawab, ku?
bilang! Jangan cuma cengengesan, kau anak ja?
dah!". Ningsih terbirit-birit masuk ke kamarnya.
Di sana ia terengah-engah, pucat pasi, bingung,
dan takut. Teringat ucapan suaminya tadi, bergegas ia sa?
lin pakaian. Celana dalam dipasang, lalu kutang.
Menyusul rok sebatas betis, lalu blus. Sembari me?
ngancingkan blus, ia berlari keluar kamar, menuju
lantai atas, langsung ke kamar putrinya.
Semoga Solavina sudah bangun dan belum
pergi jalan-jalan ke luar rumah. Solavina harus ce?
isteri Kalung Setan.indd 224
224 2/2/11 2:26:08 PM pat turun, membantu mendinginkan kepala ayah?
nya yang sedang naik pitam. Terlambat sedikit
saja, Rudi bisa cidera! Sang putri masih ada di kamarnya.
Ia terjaga, tetapi masih di tempat tidurnya. Ke?
tika pintu terbuka, gadis itu menggerakkan leher?
nya. Matanya melebar, memandangi sosok yang
mendatangi tempat tidurnya.
"Bangun, Lavi. Cepatlah, bangun! Ayahmu
mau membunuh Rudi!" Ningsih berkata kalang
kabut. Solavina tak bergerak. Hanya memandang. To?
lol. Ningsih tak sabar. Tubuh anak gadisnya digun?
cang-guncang. Kemudian baju tidurnya direnggut,
supaya anak itu mau bangkit dari rebahnya. Sola?
vina terduduk, hampir jatuh lagi kalau tidak di?
tahan oleh Ningsih. "Ya ampun. Kau makan obat tidur, ya" Ayo,
Lavi! Ke bawah, cepat! Ayahmu..."
Lavi menyeringai. Cuma itu. Kini selain takut membayangkan apa yang akan
dilakukan suaminya di bawah sana, Ningsih ikutikutan gusar. Tanpa bisa ditahan lagi, pipi anak
gadisnya ditempeleng. Tidak terlalu keras. Tetapi
kepala anak gadisnya langsung jatuh ke satu sisi.
Masih tergantung di lehernya, memang. Tetapi
cara kepala itu menggantung, dan matanya yang
isteri Kalung Setan.indd 225
225 2/2/11 2:26:09 PM menatap tanpa seri, seketika mengingatkan Ningsih
pada seseorang. Amelia! Mula-mula, ia merasa dipermainkan. Solavina
ditempeleng lagi, kemudian dimaki-maki, "Anak
sialan! Kau mau meledek aku, ya" Kau kira aku
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bodoh, ya" Dengar, Lavi, jika kau masih marah
tentang anak jalanan di kelab malam itu, persetan!
Tetapi sekarang..." Mulut Solavina kemudian terbuka.
Ia pun mengatakan sesuatu. Yakni, "Uuuh...
shishhh... sshiiiisshh!"
Lalu air mata menetes di pipinya.
Menetes dan terus menetes.
Kepalanya terangkat, lalu menggeleng-geleng
dengan gerakan teleng, seperti tak mengerti apa
yang salah dengan suara maupun lehernya sendiri,
"Sshissshh, hik! Shisssh... hik, hik, hik..."
Satu-dua detik, Ningsih tertegun.
Detik berikutnya, ia menjerit.
Seraya menjerit-jerit ia menuju lantai bawah,
nyaris tergelincir di anak tangga terbawah, bangkit
sempoyongan dan menghambur ke ruang depan.
Tidak peduli lagi akan kemarahan suaminya, ia
langsung menjerit-jerit, panik, "Pak! Aduh, Bapak!
Tolong anak kita, Lavi... ya Tuhan... dia..."
Ningsih berhenti. Menegun.
Anton berpaling ke arahnya. Kemarahannya
yang menakutkan tidak tampak lagi. Ningsih se?
isteri Kalung Setan.indd 226
226 2/2/11 2:26:09 PM kali lagi melihat air mata menetes-netes. Kali ini
di pipi suaminya. Sewaktu Ningsih menoleh ke kursi satunya
lagi, Ningsih kemudian mengerti mengapa suami?
nya tiba-tiba menangis. Rudi duduk di kursinya. Dengan tersenyum.
Mulut itu tampak salah letak.
Oh, bukan. Bukan mulutnya yang salah letak.
Melainkan kepalanya. Kepala itu miring ke satu
sisi seakan berusaha lepas dari batang leher yang
menyangganya. Rudi menyapa ibunya, "Shishhhh..."
Seluruh bulu yang ada di kulit tubuh Ningsih
seketika menegak. Merinding.
isteri Kalung Setan.indd 227
227 2/2/11 2:26:10 PM DUA PULUH SATU MANUSIA sukar diduga. Termasuk Ningsih.
Bila dihadapkan pada situasi semacam itu, ke?
banyakan orang, termasuk Anton, akan langsung
shock. Terpukul. Tetapi di situlah letak keistime?
waan bekas pelayan yang mengorbit jadi nyonya
majikan ini. Di puncak keterkejutan, Ningsih jus?
tru menjadi tenang. Secara mengagumkan, Ningsih
mampu menguasai diri. Sehingga pukulan menge?
jutkan yang sempat menghantamnya tadi, dengan
cepat sudah menghilang. Dengan tenang, Ningsih mengumumkan, "Lavi
juga terkena, Pak." "...Lavi"!" Anton merintih.
"Bapak lihatlah ke atas sana," Ningsih mengan?
jurkan. Tanpa menunggu, ia kemudian membalik?
kan badan, lantas berjalan dengan tujuan pasti
serta langkah terkendali. Menuju tangga ke lantai
atas. isteri Kalung Setan.indd 228
228 2/2/11 2:26:10 PM Ia berpapasan dengan pelayan mereka yang ber?
maksud membenahi cangkir bekas minuman tamu
mereka yang sudah pergi. Perintah Ningsih tegas,
"Bantu aku mengganti pakaian Lavi, Odah!"
Odah mengikuti dengan heran. Tiba di kamar
putri majikannya, Odah melihat anak gadis itu
duduk mematung di tempat tidur dengan wajah
layu dan pandangan menerawang. Ningsih mem?
buka lemari. Mengeluarkan seperangkat pakaian
ganti yang disodorkan ke tangan Odah, "Ini. Dan
jangan lupa, semprotkan minyak wangi ke tubuh?
nya." Ningsih ke luar, pindah ke kamar sebelah. Dari
dalam kamar itu ia hanya mengambil sehelai kaus
yang langsung dibawa turun, dan langsung pula
dipakaikan ke tubuh Rudi setelah lebih dulu men?
copot baju yang dipakai Rudi malam itu. Rudi
menurut bagai kerbau dicucuk hidung, sementara
Anton masih terenyak di kursi, masih shock.
Ningsih kemudian masuk ke kamarnya sendiri.
Mengambil tas dari lemari. Seraya keluar ia sambar
kunci mobil juga kantong plastik berlabel nama
pasar swalayan. Kembali ke depan, isi kantong
plastik dikeluarkan. Dari dalam plastik itu ia ke?
luarkan sehelai jaket kulit tebal, masih berbau
toko. Jaket dikenakan pula ke tubuh anaknya yang
seketika berkomentar, "Ah, uh. Shissh, ah. Shisshh,
ah!" Ningsih memaksakan senyum. "Betul, Nak, sip.
isteri Kalung Setan.indd 229
229 2/2/11 2:26:10 PM Dan kita akan pergi berjalan-jalan sebentar. Setuju,
kan?" Setelah itu, Ningsih kembali sibuk. Bergerak
serbacepat namun tetap terkendali. Dalam tempo
singkat ia telah mengeluarkan mobil dari garasi.
Mobil ditinggalkan di halaman dengan mesin te?
tap hidup, lantas masuk lagi ke rumah, bergegas
naik ke lantai atas, dan di sana membentak de?
ngan suara kering, "Jangan hanya bengong saja,
Odah. Mana sepatu Lavi"!"
Sebelumnya, Odah yang ditinggal sendirian
bersama Solavina, membantu anak gadis majikan?
nya itu bersalin pakaian dengan tidak senang. Jika
untuk urusan remeh begini pun harus dibantu,
pikir Odah gusar, mereka bukan hanya butuh dua
pelayan tambahan tetapi selusin!
Mana gerak gerik Solavina menyulitkan Odah
pula saat memasangkan pakaiannya. Odah pun
mengomel panjang-pendek, tak peduli bila ia bakal
dipecat. Putri majikan membalas omelannya de?
ngan ah-uh-ah serta shissh, shissh. Sambil sesekali
kepala teleng, berpindah-pindah arah. Odah sema?
kin tak senang karena menyangka Solavina ber?
gurau. Dan yang dijadikan bahan gurauan adalah
Non Amel-nya Odah. Odah tersinggung, "Kau tak boleh..."
Lantas Odah membelalak. Wajah Solavina yang
tetap layu serta sinar matanya yang kosong tanpa
nyala kehidupan, menyadarkan Odah seketika.
isteri Kalung Setan.indd 230
230 2/2/11 2:26:11 PM Putri majikannya itu jelas tidak sedang bermainmain. Odah pun berhenti, terlonjak mundur, dan
menyandar di tembok. Gemetar.
Baru setelah Nyonya Majikannya masuk seraya
membentak-bentak, Odah sibuk mencari apa yang
diminta. Setelah menemukan, ia pasangkan sepatu
di kaki si anak gadis yang lunglai itu. Mulanya
sulit, karena tangan Odah gemetar. Tetapi akhirnya
ia berhasil juga. Setelah ibu dan anak itu me?
ninggalkan kamar, Odah duduk terenyak di
lantai. Pucat pasi sambil merintih tak percaya, "Mim?
pi. Pasti aku cuma bermimpi!"
Pahanya dicubit keras-keras. Akibatnya, Odah
meringis sendiri. Kesakitan.
Di lantai bawah, Ningsih menuntun Solavina,
kemudian membantu Rudi berdiri. Suaminya ha?
nya memandang tak bergerak. Ningsih mengerti.
Dulu Amelia-nya. Kini, Solavina dan Rudinya!
"Oh, semoga aku tabah. Semoga masih ada
harapan..." Ningsih membatin. Di mulut, ia ber?
kata yakin, "Kita telah membawa anak-anak kita
ke tempat yang salah, Pak. Ke tempat dulu istri
pertama Bapak mati. Dan rohnya..."
Rohnya! Anton terpejam. Telinganya menangkap suara tenang dan meng?
hibur dari mulut Ningsih. Bukan untuk dirinya,
isteri Kalung Setan.indd 231
231 2/2/11 2:26:11 PM melainkan untuk anak-anak mereka. "Nah, siap
untuk berjalan-jalan, anak-anakku tersayang?"
Anton membuka mata. Bergumam getir, "Mau kaubawa ke mana me?
reka, Ningsih?" Ningsih berhenti, "Ke rumah sakit. Ke dukun.
Aku tak pasti. Sebaiknya ke rumah sakit dulu.
Siapa tahu mereka masih dapat membantu. Ke?
jutan listrik, atau apa. Setelah itu..."
"Percuma, Ningsih!"
Saat itulah Ningsih jengkel, lantas amarahnya
meledak, "Hm. Begitu ya"! Sudah tidak mau mem?
bantu, ini malah mematahkan semangat! Baiklah.
Biar aku urus sendiri anak-anakku. Dan kau! Pergi?
lah ke atas sana! Peluk dan cumbu sekalian anak?
mu yang sudah sekian lama jadi kanker busuk
itu!" Anton terdiam oleh tamparan kata-kata istri?
nya, terutama oleh kesadaran bahwa sang istri
tampak mengenakan kalung. Itu kalung setan!
Ingin rasanya Anton menjeritkannya selengking
mungkin. Kalung setan itu harus dikembalikan ke
tempatnya! Benar. Itulah yang semestinya dilakukan Anton.
Mengembalikan kalung itu ke batang leher kerang?
ka istri pertamanya. Kuburan itu lalu ditimbun
kembali. Jika perlu kemudian disemen. Dilapis
dengan porselen atau keramik yang paling bagus,
isteri Kalung Setan.indd 232
232 2/2/11 2:26:12 PM dan diberi batu nisan berukir tulisan indah: Istriku
tercinta. Beristirahatlah dalam damai.
Akan tetapi, masih bergunakah"
Anton telah diperingatkan. Anton pun sadar
betul bahwa ia berjudi. Yakin dengan kartu As
yang ia pegang, Anton lantas nekat. Kini terbukti,
kartu As-nya ternyata membuat kartu-kartu lain
menjadi kartu mati. Dukun perempuan di Rangkasbitung itu hanya
berkata, "Aku belum pernah gagal!" Dan Anton
justru sempat berpikir, "Belum, bukan berarti ti?
dak." Anton memasang taruhan, dan ketika gagal,
sedikit pun tidak menyangka bahwa taruhannya
begitu tinggi. Solavina dan Rudi. Di halaman rumah, Ningsih membantu kedua
anaknya naik ke jok tengah mobil van mereka,
"Ayo, Rudi bergeserlah sedikit. Ah... kau ini, Lavi.
Duduk yang sopan, Nak. Tak baik mengangkang
seperti itu!" Ia kemudian mengambil tempat di belakang
kemudi. Rem tangan dilepas, kopling di tekan se?
dalam-dalamnya, masuk gigi satu, kopling lepas
sedikit demi sedikit. Mobil diputar Ningsih me?
nuju pintu gerbang, persneling dipindahkan ke
gigi dua. Mobil meluncur tenang ke luar pintu
gerbang. Melirik sekilas ke kaca spion tengah, Ningsih
isteri Kalung Setan.indd 233
233 2/2/11 2:26:12 PM melihat putrinya duduk membeku. Sedangkan
Rudi cengengesan, "Shisssh, ah... Shisshhh..."
Barulah saat itu, air mata Ningsih tersibak.
*** Di dalam rumah, Anton memutuskan untuk men?
coba sekali lagi peruntungannya. Kalung itu tetap
harus dikembalikan ke tempatnya. Kemudian,
tunggu, dan lihatlah. Anton terlonjak dari kursinya, menghambur ke
beranda depan. Anak dan istrinya sudah tidak tam?
pak lagi. Mobil van itu masih tampak. Tetapi
cuma bagian belakangnya saja, dengan lampu rem
menyala, rupanya sudah memasuki jalan menurun
curam di luar pintu gerbang. Dan bokong bela?
kang mobil itu seperti mengejek.
Anton melompati beranda. Berlari mengejar
seraya berteriak-teriak histeris, "Tunggu! Ningsih,
tunggu! Jangan pergi dengan benda itu! Kembali?
lah!" Deru mesin mobil semakin menjauh kemudian
sepi. Anton masih berlari sampai akhirnya jatuh ber?
lutut di rerumputan. Dengan wajah putus asa,
pandangan nanar, dan kepala dibiarkan terpang?
gang matahari. isteri Kalung Setan.indd 234
*** 234
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
2/2/11 2:26:13 PM Memasuki jalan raya, Ningsih menyeka air mata?
nya. Ia tidak bermaksud menghina Anton, suami?
nya. Terlepas ia cinta atau tidak pada Anton, sam?
pai kapan pun Ningsih ingin tetap mengabdikan
diri. Tanpa Anton, hidupnya bakal tidak punya
arti. Sungguh, ia sedikit pun tidak bermaksud
menghina. Yang tadi itu hanya luapan panik dan
kegemparan yang ditahan sekuat tenaga, namun
akhirnya meletus juga. Ia seka lagi air matanya.
"Maafkan aku, Anton. Aku akan selalu sayang
padamu..." Aneh juga. Meski berbicara untuk diri sendiri, Ningsih se?
nantiasa menyebut suaminya dengan panggilan
"Bapak", dan belum sekali pun ia berani menyebut
nama. Dan yang sekali itu, terasa begitu meng?
getarkan. Ada kehangatan misterius menyelimuti
Ningsih dan ia mampu menikmatinya.
Barangkali, setelah lebih dari dua puluh tahun
berlalu, pada saat kedua anak mereka justru mem?
butuhkan perhatian lebih, Ningsih malah me?
musatkan lamunan pada sang suami. Diam-diam
Ningsih pun memahami arti getaran hangat tadi.
Dan itu adalah getaran cinta.
Semangat hidup Ningsih mengobar lagi.
Ia ingin hidup lebih lama, kembali ke pelukan
suaminya tercinta. Memulai lembaran baru, lem?
isteri Kalung Setan.indd 235
235 2/2/11 2:26:13 PM baran yang nanti semata-mata hanya ditaburi
benih-benih kasih sayang. Bukan lagi sekadar
mengabdi dan memberi. Bukan lagi sekadar pasrah
dan menerima apa adanya. Ningsih mengemudi lebih hati-hati. Ia harus
pergi dan pulang dengan selamat. Anak-anaknya
di belakang tidak boleh terganggu. Menempuh
perjalanan di sekitar pegunungan memang nyaman
dan menyenangkan, tetapi lengah sedikit saja, tang?
gung sendiri risikonya. Ada lembah-lembah menga?
nga, belokan tajam yang tiba-tiba menurun, lalu
jalan yang tahu-tahu menyempit ketika memasuki
mulut jembatan. Seorang bocah perempuan men?
dadak muncul dari balik pagar pekarangan. Lantas
berlari menyeberang tanpa lirik kiri-kanan, lantas
angkutan pedesaan yang nyelonong sesuka hati,
dan bus yang berhenti di mana pun.
Ningsih berhasil lolos dengan mulus dari se?
mua ancaman bahaya itu. Kemudian jalan di de?
pannya tampak terbentang rata, lurus dan panjang.
Ningsih mengoper persneling ke gigi empat, gas
pun diinjak sedalam mungkin, tak satu pun ken?
daraan lain di jalur Ningsih.
Terkecuali di arah berlawanan. Mobil sedan
tampak mendekati. Begitu kecil kelihatannya ka?
rena jaraknya memang masih sangat jauh.
Ke rumah sakit mana Ningsih harus pergi"
Mengingat kondisi keuangan mereka saat ini,
tentu saja yang sesuai adalah rumah sakit pemerin?
isteri Kalung Setan.indd 236
236 2/2/11 2:26:13 PM tah. Tetapi dari pengalaman sendiri, juga cerita
sebagian teman, prosedur di rumah sakit pemerin?
tah mengerikan. Layanannya pun minta ampun.
Ke rumah sakit swasta" Hal itu perlu uang yang
tidak sedikit. Ningsih melirik ke kursi di sebelah kirinya.
Tas tangannya menggeletak diam di situ. Ada
sedikit uang di dalam. Tetapi, bukankah di dalam
tas tangan itu juga ia membawa kalung emas yang
bisa dijual" Kurang" Masih ada satu lagi. Ningsih
menarik tangan kirinya dari setir, lantas bergerak
meraba-raba kalung yang melingkari lehernya.
Jemari Ningsih menyentuh untaian kalung, di?
keluarkan dari celah dada di balik bajunya. Di?
usap-usap. Kalung itu terasa hangat. Bahkan sedi?
kit panas. Aneh juga. Ningsih baru saja melepaskan kalung itu dan
tangannya kembali ke setir, manakala ia rasakan
sesuatu menggeliat di lehernya. Jelas dan nyata.
Ningsih pun melakukan dua hal sekaligus; melirik
dengan ekor mata ke kaca spion tengah. Dan ta?
ngan kiri kembali menjauhi setir. Apa yang teraba,
tetap sebuah kalung adanya. Tetapi kalung itu jelas
bergerak, hidup, bahkan seperti berusaha mengge?
liat lepas dari sentuhan jemari Ningsih.
Ningsih heran bahkan takjub.
Dan sebelum keheranan serta ketakjubannya
reda, lingkaran kalung memanjang itu tahu-tahu
isteri Kalung Setan.indd 237
237 2/2/11 2:26:14 PM mundur sendiri, sekaligus menyempit dan semakin
menyempit. Tanpa sadar, Ningsih berseru tertahan, "Rudi.
Jangan!" Tetapi lewat pandangan sekilas ke kaca spion,
tampak olehnya Rudi justru tengah menyandar di
jok belakang dengan kedua lengan bersedekap di
dada. Sedangkan Solavina sedang membungkuk,
seperti mau muntah. Tidak ada tangan siapa pun
menyentuh apalagi merenggut kalung itu dari bela?
kang pundak Ningsih. Namun kalung itu masih juga menjepit. Bagian
belakangnya menggeliat-geliat liar jadi satu di kulit
pundak Ningsih. Disertai suara berdesis-desis ta?
jam. Entah siapa yang berdesis. Rudi, Solavina,
atau... Ujung kalung yang bertaut di belakang pundak
Ningsih tiba-tiba menyentak keras dengan cepat
dan kuat. Refleks, Ningsih melepas kedua tangan dari
batang setir. Dan, secara naluriah, rem diinjak keras. Kedua
tangan Ningsih berusaha meraih lehernya, men?
cengkeram kalung, berjuang menarik lepas, paling
tidak melonggarkan. Kalung itu sepertinya dengan senang hati ber?
sedia bekerja sama. Pada saat dua tangan Ningsih
menjauhi setir, lantas mulai menyentuh kalung,
sang kalung pun melonggar sendiri.
isteri Kalung Setan.indd 238
238 2/2/11 2:26:14 PM Sayangnya, setir yang tidak terkendali dan
injakan seketika pada rem justru memperlihatkan
akibat lain yang jauh lebih mengerikan. Mobil van
itu melesat ke kiri, lalu terbanting ke kanan, duatiga kali, melesat lagi dengan atap terseret di aspal
sementara keempat roda-rodanya berputar-putar
menggapai langit. Mobil sedan tadi, yang sudah berhadapan ke?
tika peristiwa itu terjadi, membanting setir ke kiri.
Bagian depan sedan seketika menghantam pohon
mahoni besar di tepi jalan. Pohon itu bergetar,
lalu mobil van terbalik untuk kedua kalinya. Bah?
kan seperti melompat, terbang melewati bagian
belakang mobil sedan, kemudian hinggap dengan
enyakan kuat pada pilar beton pintu gerbang se?
buah gedung mewah. Hanya Ningsih seorang yang tahu.
Bahwa sepersekian detik sebelum mobil yang
dikemudikannya melenceng untuk pertama kali,
kalung yang sempat ia raih dan genggam dengan
kedua telapak tangan, tahu-tahu lenyap begitu
saja. Hilang raib. Dan pada detik-detik terakhir hidupnya, bukan?
lah kematian yang dipikirkan Ningsih.
Melainkan, raibnya kalung itu dari genggaman
tangannya. isteri Kalung Setan.indd 239
*** 239 2/2/11 2:26:15 PM Pada detik kalung itu menghilang lenyap, terjadi
peristiwa lain. Yakni di salah satu kamar di lantai atas rumah
besar bertingkat yang terletak di kaki Tangkuban
Perahu. Tubuh Amelia yang tengkurap tak sadarkan
diri di tempat tidur, tampak menyentak sekilas.
Kelopak matanya yang tadi terpejam, kembali
membuka. Lebar juga, namun sekilas saja. Untuk
seterusnya terpejam rapat kembali.
Amelia kemudian menggeliat.
Posisinya berubah. Menelentang dan rileks. Ti?
dak kaku, membeku, seperti waktu tengkurap.
Kelopak matanya masih terpejam. Dadanya naikturun teratur. Begitu pula desah napasnya.
Jelas Amelia kini dalam keadaan tidur.
Tidur yang teramat pulas.
isteri Kalung Setan.indd 240
240 2/2/11 2:26:15 PM DUA PULUH DUA SEPEDA motor yang ditunggangi Hartadi sem?
pat berpapasan dengan mobil van itu sewaktu ke?
luar dari gerbang utama tanah peternakan. Karena
melamun, Hartadi tidak keburu mengangguk se?
bagaimana biasa ia lakukan jika berpapasan dengan
majikan atau keluarga majikannya. Tetapi ia sem?
pat mengenali tiga orang yang duduk di dalamnya.
Ningsih, nyonya majikannya, dan kedua putranya,
Solavina dan Rudi. Tampaknya mereka bergegas.
Entah mengejar apa. Hartadi akhirnya tiba di pintu gerbang rumah
besar. Sepeda motor ia hentikan setelah melihat
seseorang berlutut di halaman rumah. Orang itu
adalah majikannya yang laki-laki. Dan tak pantas
Hartadi lewat di depannya dengan masih tetap
duduk di sepeda motor. Hartadi lantas turun dan
isteri Kalung Setan.indd 241
241 2/2/11 2:26:16 PM meneruskan dengan berjalan kaki. Maksudnya
akan mengambil jalan setapak yang memutar.
Tetapi setelah melihat tubuh majikannya yang
terus saja berlutut diam, dengan wajah pucat dan
rambut kusut pula; mau tidak mau Hartadi me?
langkahi juga jalan aspal yang langsung menuju
beranda depan rumah. Beberapa meter menjelang
beranda, ia keluar dari aspal, mendekati majikan?
nya yang berkelakuan ganjil itu.
"Tuan?" Ia menyapa, lunak.
Sejenak tidak ada sahutan. Hartadi seketika
mencemaskan majikannya, "Tuan tidak apa-apa,
bukan?" Barulah Anton mengangkat muka, lalu menge?
luh getir, "Bantu aku ke dalam Hartadi..."
Hartadi membungkuk, lantas membantu ma?
jikannya berdiri. Kemudian dibimbing masuk ke
rumah. Satu hal yang mengherankan Hartadi ada?
lah majikannya tadi berjemur di bawah sinar mata?
hari. Tetapi lengan majikannya terasa begitu di?
ngin. Bahkan tubuh besar dan kokoh itu meng?
gigil. Tiba di dalam rumah, barulah gigilan tubuh
Anton agak berkurang. Hartadi dengan bijaksana
membawanya ke sofa. Dibaringkan. Tungku pe?
manas dinyalakan sambil membenahi dokumen ke
dalam map di atas meja, Hartadi berdesah sopan,
"Perlu saya panggilkan dokter, Tuan?"
Anton menggeleng. isteri Kalung Setan.indd 242
242 2/2/11 2:26:16 PM "Akan saya buatkan kopi panas, Tuan."
Baru beberapa langkah, telepon rumah ber?
dering. Deringan pertama semenjak majikannya
sekeluarga tiba di rumah itu. Karena majikannya
tidak beranjak dari sofa, Hartadi pergi menuju
meja telepon sembari mengingat-ingat. Belum 24
jam majikannya sekeluarga di rumah ini, namun
rasanya sudah banyak tahun berlalu karena begitu
banyak hal yang ia dan Odah terima atau rasakan
maupun yang terlihat di depan mata.
Setelah menjawab telepon, ia mendengarkan
sebentar. Telepon ditutup kembali, lantas Hartadi
mendekat ke sofa, "Dari kantor Pengacara, Tuan.
Memberitahukan, Tuan Anwar Sulaeman sedang
dalam perjalanan kemari. Diharapkan Tuan tidak
pergi ke mana-mana..."
Anton menyeringai, getir, "Bisa ke mana aku,
Hartadi?" Dengan kondisi tuannya seperti itu, memang
benar juga, pikir Hartadi.
Lantas ia pergi ke dapur dengan niat membuat?
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kan minuman untuk majikannya. Di sana ia temu?
kan istrinya tengah sibuk memasak. Tetapi tingkah
istrinya agak lain dari biasa. Odah tampak agak
gugup. Menyangka Odah masih dipengaruhi pe?
rasaannya malam tadi, Hartadi menggeleng pri?
hatin. Ia membatalkan niatnya untuk meminta Odah
membuatkan kopi yang akan segera ia antarkan ke
isteri Kalung Setan.indd 243
243 2/2/11 2:26:16 PM majikan mereka. Hartadi memutuskan untuk mem?
buat sendiri. Sementara itu, matanya melirik dan
terlihat istrinya mengisi air putih banyak-banyak
ke ketel yang terjerang di atas kompor gas. Melirik
pula ke potongan-potongan ayam yang sudah di?
lumuri tepung campuran bumbu, Hartadi men?
desah heran, "Apa mau disayur bening?"
Odah terkejut. Ketel diangkat cepat-cepat. Air ditumpahkan ke
saluran pembuangan, lalu ketel dilap kering, lalu
ditaruh lagi di atas kompor, dan diisi dengan mi?
nyak goreng secukupnya. Selagi menyeduh kopi, Hartadi berkata pada
istrinya, "Ada beberapa orang yang bersedia mem?
bantu. Tetapi dengan syarat tidak menginap. Sa?
yang, Nyonya sudah pergi, ya" Jadi kita tidak bisa
memutuskan..." Odah menjatuhkan sepotong besar daging
ayam yang siap digoreng ala Kentucky. Bukan ke
ketel, tetapi ke lantai di dekat kakinya. Odah me?
ngeluh. Tidak pula ia memungut apa yang jatuh
tadi. Melainkan terenyak di kursi.
Barulah Hartadi menyimak dengan benar, dan
mengetahui istrinya dilanda kejutan besar.
"Telah terjadi sesuatu, Odah?" Hartadi ber?
tanya, lembut. Odah mengangguk tanpa kata.
"Tuan dan Nyonya majikan bertengkar hebat?"
Hartadi bertanya sendiri, seraya mengingat bagai?
isteri Kalung Setan.indd 244
244 2/2/11 2:26:17 PM mana majikannya yang lelaki ia temui di depan
sana, dan sebelumnya ia berpapasan dengan mobil
yang dipacu cepat meninggalkan tanah peternakan.
Ibu dan anaknya pergi. Wajah si ibu, Nyonya ma?
jikannya, tampak tegang, "Bukan urusan kita,
Odah. Jadi tak perlulah kau..."
"Mengerikan, Kang!" Odah membuka mulut
juga akhirnya. "Mereka saling pukul-pukulan?"
"Ya ampun, Kang. Ini mengenai Tuan Muda
Rudi dan Non Lavi. Mereka..." lantas Odah pun
menceritakan dengan suara terputus-putus dan wa?
jah semakin pucat. Agak tidak jelas ceritanya. Tidak beraturan.
Namun Hartadi dapat menangkap sedikit-se?
dikit. Dan Hartadi membelalak, tidak percaya.
isteri Kalung Setan.indd 245
245 2/2/11 2:26:17 PM DUA PULUH TIGA ANWAR SULAIMAN terhalang lalu lintas yang
macet total. Terenyak di belakang kemudi mobil?
nya, pengacara itu menggeram kesal, "Di jalan
yang biasanya lowong dan sepi! Setan apa kiranya
yang berkeliaran tengah hari bolong begini"!"
Dari obrolan di sekitar, setelah Anwar meyakin?
kan dengan bertanya, tahulah dia bahwa setan itu
telah mengambil tiga nyawa manusia yang mati
seketika, dan dua lainnya luka berat. Korban-kor?
ban kecelakaan lalu lintas itu telah dibawa ke ru?
mah sakit. Dan beberapa petugas dibantu pen?
duduk setempat, tengah berupaya menyingkirkan
salah satu mobil yang terlibat dalam kecelakaan
dua jam sebelumnya itu. Orang yang ditanyai Anwar menambahkan de?
ngan tertawa, "Bayangkan, Pak. Mobil derek yang
datang dengan ngebut, eh, malah ikut terhalang.
isteri Kalung Setan.indd 246
246 2/2/11 2:26:18 PM Maju tak bisa, mundur pun salah. Semua orang
ingin cepat pergi. Bukankah itu lucu?"
Tidak, pikir Anwar Sulaeman.
Tiga orang mati dan dua luka berat, sepatutnya
prihatin. Apa pun kelucuan yang kemudian timbul
di sekitarnya, kurang pantas dijadikan bahan ter?
tawaan. Bahkan Anwar Sulaeman kemudian duduk
tenang dan sabar. Tidak lagi menggeram-geram.
Kesalnya sudah hilang. Memang demikianlah seharusnya. Hiruplah
hawa segar pegunungan yang berlarian di sekitar?
mu. Lantas karena polusi dari knalpot-knalpot
kendaraan yang menunggu antrean, tutuplah se?
mua kaca-kaca mobil. Pasang mesin pendingin,
dan duduklah dengan nyaman di kursi mobil me?
wahmu sambil mensyukuri, malaikat maut masih
tak senang padamu. Lantas tidak bersedia me?
masukkan namamu dalam daftar orang-orang yang
ia sukai untuk menemaninya berjalan-jalan ke
alam lain. Paling tidak, satu kesuksesan telah ia peroleh di
sidang pengadilan singkat pagi ini. Masih ada be?
berapa urusan lain sampai malam nanti. Dan dua
urusan yang tidak seberapa penting, tetapi harus
segera ia tuntaskan hari ini. Tepatnya di rumah
besar bertingkat di kaki gunung sana. Tetapi se?
belumnya, ia harus singgah dulu di kantor polisi
setempat. Yang terakhir ini sebenarnya sepele. Tetapi
isteri Kalung Setan.indd 247
247 2/2/11 2:26:18 PM diam-diam, Anwar menjadikannya sebagai prioritas
utama. Semata-mata karena ia kemarin sore telah
salah omong, "...anak tiri Nyonya mati menda?
dak!" Kematian itu memang datang.
Entah pada siapa, yang penting jangan pada
Amelia. Kematian itu ada di depan sana. Tiga nya?
wa pula, mati seketika. Dan dua yang luka berat,
mungkin sedang ditaksir-taksir oleh malaikat maut
yang untuk sementara masih menjauhi Anwar dan
mudah-mudahan juga Amelia itu.
Lalu lintas mulai bergerak. Lambat, kemudian
lebih lancar. Agaknya mobil derek yang disebutkan
tadi, entah dengan cara bagaimana berhasil lolos
dari antrean, dan tampak sedang menderek mobil
sedan yang rusak berat, agak jauh di depan mobil
Anwar, menuju arah yang sama. Berarti, perjalanan
akan bertambah lama sebelum ia sampai tujuan.
Apa boleh buat. Tetaplah sabar dan bersyukur.
Coba kau ada di dalam mobil satunya lagi itu!
Anwar menjalankan mobilnya perlahan sambil
menyimak sepintas pada mobil van yang nyaris
gepeng, menghantam pilar pagar sebuah rumah.
Mereka di sana tadi bilang, diperlukan satu jam
lebih untuk mengeluarkan tiga mayat yang terjepit
di dalamnya. Bahkan diperlukan linggis untuk
membongkar kap depan van itu agar mayat perem?
puan di belakang kemudi yang patah, dapat lolos.
Wajahnya konon tak bisa dikenali lagi.
isteri Kalung Setan.indd 248
248 2/2/11 2:26:19 PM Heran juga, pikir Anwar. Wajahnya tak bisa
dikenali kok orang tadi tahu bahwa si perempuan
berusia setengah baya. Tetapi, banyak cara untuk mengetahui jika
orang mau, kan" Anwar akhirnya memperoleh kesempatan me?
lewati mobil derek karena arus sebelah kanan sem?
pat lowong sejenak. Satu selipan dan berbahaya.
Namun dengan kehati-hatian plus keterampilan
mengemudi, Anwar lolos tanpa mengganggu siapasiapa.
Jalan di depannya mulai berkelok-kelok, tetapi
lalu lintasnya lebih lapang. Dan tidak berapa lama
kemudian Anwar Sulaeman memarkir mobilnya di
halaman parkir kantor polisi sektor Batujajar yang
ditujunya, lalu masuk ke kantor polsek, dan minta
bertemu dengan komandan. Komandan sedang si?
buk menelepon, dan Anwar disuruh menunggu.
Ya, tentu saja, pikir Anwar maklum. Bagaimana
mereka tidak sibuk dengan tiga nyawa terbang di
dekat mereka. Belum lagi urusan-urusan rutin.
Hm, apakah sebaiknya Anwar menunda saja mak?
sudnya semula" Apalagi, ia belum berkonsultasi
dengan Anton Suhartono. Lantas Anwar teringat
pada sejumlah hubungan telepon yang ia lakukan
sepanjang malam. Di Pandeglang, Anton Suhar?
tono meninggalkan beberapa rekan sejawat seraya
marah-marah karena piutang mereka tidak ter?
isteri Kalung Setan.indd 249
249 2/2/11 2:26:19 PM bayar. Tiga tahun sebelumnya, rumah mereka di
Surabaya telah disita oleh bank.
Itu memang urusan Anton sendiri.
Tetapi karena selama belasan tahun di dalam?
nya tersangkut uang Amelia, Anwar tentu saja ti?
dak boleh berpangku tangan. Memang benar, ka?
kek Amelia kemudian menyimpan sejumlah depo?
sito di bank, atas nama Amelia, di bawah penge?
lolaan ayahnya. Tetapi Anwar diam-diam terus
mengikuti perkembangan karena itu memang tugas?
nya. Menyangkut deposito itu, ia tidak bisa ber?
buat apa-apa kecuali hanya mengurut dada. Bagai?
manapun, Anton itu ayah kandung Amelia. Jadi ia
lebih berhak menentukan dari siapa pun, bagai?
mana, dan di mana Amelia harus dirawat.
Berbeda halnya dengan harta Amelia yang ter?
sisa di kaki gunung sana. Dokumen itu jelas me?
nyebutkan pengacara Amelia, dalam hal ini Anwar
Sulaeman, Sarjana Hukum, harus disertakan dalam
menentukan langkah yang akan diambil. Bahkan
jika dianggap perlu, Anwar dapat mengambil ke?
putusan sendiri. Sepanjang tindakan itu untuk ke?
pentingan Amelia, dan tidak merugikan kedudukan
Anton sebagai ayah Amelia.
Anwar menarik napas panjang.
Tidak perlulah ia bolak-balik ke atas menuju
rumah Anton, baru turun lagi ke kantor polsek.
Sekalian lewat dan, belum tentu pikiran Anton
sejalan dengan Anwar. Lagi pula, sekali lagi, ini
isteri Kalung Setan.indd 250
250 2/2/11 2:26:20 PM hanya soal sepele. Pengelola sebelumnya telah men?
jalin kerja sama dengan polisi di sektor ini untuk
ikut serta di bidang pengamanan. Tentu saja di?
sediakan sejumlah dana rutin setiap bulan. Selain
tip untuk petugas yang rutin berkeliling ke peter?
nakan maupun ke pabrik, jumlah terbesar adalah
dana yang disebut "sumbangan sukarela" untuk
yayasan yang dibentuk ibu-ibu Bhayangkari sektor
Batujajar. Kerja sama itu telah dihentikan begitu penge?
lola peternakan dan pabrik gulung tikar. Anton
memang sudah ambil ancang-ancang, tetapi waktu?
nya belum jelas kapan. Sementara itu, utang
Anton harus dibayar, dan keselamatan Amelia ha?
rus dijaga. Itu sebabnya setelah mendapat kesempatan ber?
temu komandan polisi setempat, Anwar langsung
mengutarakan maksudnya untuk membuka kerja
sama itu kembali. Khususnya petugas yang rutin
datang setiap hari, "Karena belum dipastikan usaha
apa yang akan dijalankan." Anwar menjelaskan
sebijaksana mungkin, "Maka petugas itu kami ha?
rap dapat membantu melindungi keluarga klien
saya yang tinggal di rumah besar itu..."
Kepala sektor berpangkat Inspektur Satu dan
konon sedang dipromosikan jadi Ajun Komisaris
itu meminta rincian. Anwar memberitahu, "Ah,
tak perlu sepanjang siang dan malam. Cukup kun?
jungan pagi dan sore. Satu-dua jam, begitu. Ya,
isteri Kalung Setan.indd 251
251 2/2/11 2:26:20 PM kadang-kadang malam pun boleh juga. Selama
tidak mengganggu privasi mereka..."
Kesepakatan dicapai. Dan Anwar Sulaeman merasa lega. Setidaktidaknya, jika seseorang bermaksud tidak baik
pada Amelia, maka orang itu harus ekstra hatihati. Dan nanti, Anwar Sulaeman akan mengatur
dengan si petugas, ia harapkan orangnya tetap,
agar memberi perhatian khusus pada keselamatan
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Amelia, "Dia pewaris. Jadi dia yang membayar
kita. Bukankah demikian?"
Alasan yang wajar dan masuk akal.
Yang tidak wajar adalah penyebabnya. Omongan
iseng yang disesali dan membuat Anwar tak bisa ti?
dur sepanjang malam. "Omong-omong..." Kepala polisi tersebut ber?
tanya, "Boleh saya tahu siapa-siapa yang tinggal di
rumah itu?" Anwar menyebut satu per satu, seraya menam?
bahkan, "Sebelumnya mereka menetap di Pande?
glang..." Kelopak mata sang Iptu mengerjap. Lantas
menggeleng-geleng seakan tidak mengerti. "Pande?
glang! Ah, ah. Warga Pandeglang agaknya sedang
membanjiri daerah ini..."
"Oh ya?" Anwar nyeletuk tanpa diminta.
"Begitulah. Mula-mula, dini hari tadi. Rekan
kami di Ciater, tertawa geli menceritakan apa yang
ia urus di sana. Seorang pemuda ber-KTP Pande?
isteri Kalung Setan.indd 252
252 2/2/11 2:26:20 PM glang coba-coba main perempuan. Eh, baru juga
bertemu muka, anak muda itu sudah panik sen?
diri. Saking panik, lantas lupa ingatan..." Petugas
itu tertawa, "Mereka hanya mengada-ada, memang.
Cuma sekadar lelucon. Tetapi memang kejadiannya
benar, hanya penyebabnya yang masih misterius.
Yang tidak bisa dianggap lelucon, ya, itu tadi. Di
tempat yang Anda lewati. Tiga orang yang mati
itu, juga orang-orang ber-KTP Pandeglang. Dua
perempuan, tampaknya ibu dan anak, satu lagi
anak muda..." Lalu mendadak polisi itu teringat sesuatu.
"Sebentar!" katanya, sangat terkejut. "Siapa tadi
nama kepala keluarga itu... eh, bukan... dua atau
tiga yang lain..." Anwar sempat heran. Tetapi polisi itu agaknya
tidak sudi menunggu. Ia langsung membuka buku
besar di dekatnya, menyimak lembaran terbaru,
dan catatan di atasnya. Lantas menyebut nama
pertama yang tertulis: Ningsih.
Secara tidak sopan, Anwar merebut buku besar
itu. Dan dia membaca dua nama lainnya.
Dengan bulu kuduk meremang.
isteri Kalung Setan.indd 253
253 2/2/11 2:26:21 PM DUA PULUH EMPAT BERJANJI memang mudah. Tinggal mengucap?
kan saja. Enak saja Anwar Sulaeman menyanggupi per?
mintaan Inspektur itu agar bersedia membantu
menyampaikan kabar dukacita pada Anton Suhar?
tono. "Anda seorang pengacara. Jadi tentunya
Anda tahu betul bagaimana menyusun kata-kata
biasa menjadi kalimat yang enak didengar..."
Setelah memarkir mobil di halaman rumah
yang dituju, barulah Anwar sadar dirinya telah
termakan pujian manis. Dan sang Kapolsek ter?
bebas dari beban yang sangat berat untuk dilak?
sanakan. Anwar sampai terenyak lama di mobil,
tidak berani segera turun. Begitu banyak kata ter?
pilih telah dirangkainya semenjak meninggalkan
kantor polisi tadi. Kalimat yang ia susun pun ba?
rangkali sudah lebih panjang daripada jalan raya
yang ditempuhnya untuk sampai ke tempat ini.
isteri Kalung Setan.indd 254
254 2/2/11 2:26:21 PM Anwar sadar dirinya telah bersusah payah me?
nyusun kalimat-kalimat pernyataan simpati, menya?
barkan, menghibur, dan mengabarkan satu hal
yang kedengarannya sederhana sebagai kalimat
pembuka. Misalkan, "Apa kabar..." Mungkin cocok. Se?
telah itu" Atau barangkali, "Senang melihat Anda sehatsehat saja!" Lantas"
"Ada kabar buruk..." Wah!
Anwar Sulaeman pun gelisah setengah mati ke?
tika sesosok tubuh muncul dari pintu depan ru?
mah besar bertingkat itu. Melihat ke arah mobil?
nya sebentar, lalu sosok tubuh tadi turun dari
beranda untuk menyongsong. Tidak pantas jika
Anwar menciut terus di tempat duduknya. Apa
boleh buat, ia harus turun dan berbicara. Tentang
bagaimana menyampaikannya, nanti saja, deh.
Dan ketika ia sudah berhadapan dengan Anton
Suhartono, Anwar terkejut sendiri. Ia memandangi
tuan rumah yang tampak layu dan tanpa gairah
hidup. Senyuman di bibir Anton jelas dipaksakan.
Namun jelas terlihat, jiwa yang ada di balik tubuh
besar dan kokoh itu sedang terpukul hancur.
Anwar, yang sebelumnya sudah bingung sen?
diri, dengan cepat menganalisis. Jelas menurut
Anwar, Anton Suhartono sudah tahu mengenai
musibah yang menimpa istri dan kedua anaknya,
tak peduli oleh siapa dan bagaimana.
isteri Kalung Setan.indd 255
255 2/2/11 2:26:22 PM Menyedihkan memang, namun Anwar diamdiam merasa lega. Ternyata sangat mudah menemu?
kan kata pembukaan, "Anda ditunggu di rumah
sakit, Pak Anton." Jawaban yang didengar Anwar, tenang pula,
"Kalau begitu, aku berganti pakaian dulu. Ayo,
masuklah ke dalam..."
Anwar Sulaeman mengikuti masuk ke dalam
rumah seraya membatin, "Dia ini tangguh juga
agaknya!" Pada saat bersamaan, Anton juga membatin,
"Jadi Ningsih memaksakan terapi kejut listrik, eh"
Lantas persetujuanku tentu mereka perlukan!"
Merasa beban berat itu lepas juga, Anwar lantas
ingin minum sepuasnya. Ia berjalan ke dapur untuk
meminta minuman pada pelayan, sementara Anton
masuk ke kamarnya untuk bersalin pakaian.
Anwar tidak melihat Odah, tetapi Hartadi ada
di dapur. Seperti majikannya, penampilan Hartadi
pun tampak kusut, murung, mata pun sedikit ke?
merahan. Jadi para pelayan pun sudah tahu, pikir
Anwar setelah meminta segelas air putih pada
Hartadi. "Sungguh pelayan yang penuh pengabdian. Tak
peduli bagaimana perilaku nyonya majikannya!"
Anwar berkata dalam hati.
Hartadi yang nyaris tak tidur sepanjang malam,
menyediakan minuman yang diminta sambil ber?
pikir, barangkali ia dapat meminta bantuan Tuan
isteri Kalung Setan.indd 256
256 2/2/11 2:26:22 PM Pengacara yang bijak itu membantu mengatasi ma?
salah yang tengah ia dan istrinya hadapi. Hartadi
pun sudah akan buka mulut ketika Anwar men?
dahului. "Bagaimana Amelia, Hartadi?"
Seketika wajah murung Hartadi lenyap.
Matanya bersinar cerah. Suaranya pun bersema?
ngat, "Oh. Sehat dan segar, Tuan. Sekitar pukul
sebelas tadi, Non Amel turun dan muncul di da?
pur ini. Ribut sekali. Saya dan Odah sempat ke?
bingungan. Eh, tak tahunya Non Amel lapar.
Minta makan..." Anwar tersenyum, "Lumrah, Hartadi. Kalian
belum terbiasa dengan tingkah laku dan cara
Amelia mengutarakan sesuatu yang dia kehendaki.
Seandainya aku berada di posisi kalian, aku pun
pasti kalang kabut!"
"Begitulah, Tuan. Lantas ganti saya dan Odah
yang ribut. Berebut melayani Non Amel," Hartadi
tertawa ceria. Lantas berubah serius ketika ia me?
lanjutkan, "Padahal, Tuan. Tadi malam saya cemas
bukan main. Non Amel... Yah, majikan saya bi?
lang, Non terserang ayan."
"Amelia yang malang!" Anwar menarik napas
panjang. "Sudah dihantam shock mental, terkena
ayan pula. Aku sudah lama mendengar tentang
penyakitnya itu, Hartadi. Dan sampai sekarang
pun, aku belum habis pikir. Itu tuh, obatnya, telur
ayam mentah..." isteri Kalung Setan.indd 257
257 2/2/11 2:26:23 PM "Tiga butir sekaligus, Tuan."
"Hm. Terakhir saya dengar cuma satu butir.
Tetapi ia tumbuh semakin besar, kan" Jadi nafsu
makannya pun semakin besar. Oh ya, apa dia ada
di kamarnya sekarang" Aku ingin mengobrol seben?
tar!" "Lagi keluar, Tuan. Jalan-jalan. Odah dengan
semangat mendampingi!"
Anwar menghabiskan minumannya, "Bagus.
Kalian berdua jagalah Amelia baik-baik. Biar nanti
saja aku mengobrol bersama dia. Aku dan majikan?
mu akan turun sebentar ke kota. Dan..."
"Tuan?" "Heh?" "Sebelum Tuan pergi, dapatkah Tuan mem?
bantu?" "Katakan sajalah."
"Saya dan Odah suka dan sayang pada Non
Amel, Tuan. Tetapi..."
Ucapannya terpotong oleh suara dari luar pintu
dapur. "Aku sudah siap, Pak Anwar!"
Hartadi lantas menyibukkan diri. Mau tidak
mau Anwar menahan maksudnya untuk bertanya,
lantas keluar dari dapur, mengikuti Anton yang
berjalan tidak sabar ke pintu depan. Tampak jelas
dia ingin segera tiba di rumah sakit.
Anwar sampai nyeletuk dalam hati, "Apa sih
yang diburu" Toh mereka sudah mati!"
Masuk ke dalam mobil, Anton membatin, "Ka?
isteri Kalung Setan.indd 258
258 2/2/11 2:26:23 PM lung itu. Pertama-tama ambil dan amankan dulu
kalung setan itu!" Di dapur, Hartadi mendengar suara mesin mo?
bil menjauhi rumah. Ia terduduk bingung dan re?
sah, "Harus bagaimana aku dan Odah" Kami su?
dah sepakat untuk minta berhenti. Tetapi setelah
melihat Non Amel... Mana tega kami meninggal?
kan dia" Kerinduan kami pun belum terpuas?
kan!" Dalam mobil, Anton yang duduk di sebelah
Anwar juga resah. Anton harus meminta kalung itu pada Ningsih,
dan mengembalikannya ke liang kubur yang digali
tadi malam. Yang meresahkan, bagaimana cara
Anton meminta dan menjelaskan pada Ningsih.
Pikiran Anton juga tak lepas dari Solavina dan
Rudi. Jalan terbaik menurut Anton, biarkan saja
Ningsih berbuat apa saja demi kesembuhan anakanak mereka itu.
Anton meragukan hasilnya karena ia sudah
tahu apa sebenarnya yang terjadi, dan telah me?
lihat akibatnya pada Amelia. Gejala dan prosesnya
sama. Yang membingungkan Anton, bagaimana
terjadinya. Apakah sama, dan mengapa"
Mungkin juga Solavina dan Rudi masih bisa
ditolong. Dengan mengembalikan kalung itu ke
liang kubur. Tetapi jika Ningsih berkeras dengan
cara pengobatan lain, biarkan saja. Setujui saja.
Mungkin cara Anton yang akan berhasil. Tetapi
isteri Kalung Setan.indd 259
259 2/2/11 2:26:24 PM siapa tahu Anton gagal, dan sebaliknya Ningsih
yang benar. Anwar Sulaeman mengemudi mobil dengan
tenang. Tak ada yang perlu diburu-buru. Ia juga
gembira Anton tampak diam, entah segan entah
tak bernafsu mengobrol. Jadi, rangkaian kalimat
panjang yang sudah disusun Anwar pun dibiarkan
berceceran di jalanan yang mereka tinggalkan.
Anwar menyukai kediaman Anton karena ia me?
rasa tidak perlu membuang energi untuk meng?
hibur lelaki yang duduk di sebelahnya.
Ada saat ketika kata-kata memang tidak perlu
bahkan sia-sia diucapkan.
Baru menjelang tiba di lokasi kecelakaan,
Anwar mulai gelisah karena Anwar mengira Anton
sudah mendengar tentang terjadinya musibah itu.
Anwar diam-diam khawatir. Mendengar tidak sama
dengan melihat. Pengaruhnya jauh berbeda. Anwar
sudah mengalami sendiri sewaktu terhalang lalu
lintas yang macet. Sewaktu mendengar tiga orang
Misteri Kalung Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tewas seketika, ia hanya merasa prihatin. Tak le?
Raja Pedang 1 Pendekar Naga Putih 76 Neraka Bumi Sepasang Ular Naga 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama