Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar Bagian 10
akan telah berubah menjadi bianglala yang mengejar dengan cepat.
Bukan main terkejutnya Dewi Yoni dan kawan-kawannya. Mereka bertiga seketika memburu
maju untuk menolong pemimpin mereka.
Ketiganya melakukan serangan membokong, akan tetapi hasilnya Toh Kecubung terkena
tendangan dan terlempar sejauh tiga tombak, sedangkan Tambakeso terpapas senjatanya, benang-Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
270
Kolektor E-Book
benang kebutannya jadi buntung. Sedangkan Dewi Yoni harus berlompatan mundur, akibat jojohan
golok lawan yang bertubi-tubi mencecarnya.
Namun, masih untung Gede Ayom dapat bebas dari ancaman maut.
Tiba-tiba sekali, terdengar suara Tambakeso tertawa berkakakan sambil berseru :
"Cucut Kawung! Lempar golokmu, atau pemuda jembel ini akan putus!"
Cucut Kawung terperanjat. Ia memalingkan muka dan melihat betapa Pepriman dengan sikap
yang tetap gagah, ditempeli dadanya dengan gagang kebutan yang runcing dan tajam.
Kakek itu menghela napas. Dipandanginya wajah Pepriman yang kukuh dan mengagumkan
itu.
Dan diperhatikannya pula tali kawat yang mengikat pemuda itu erat-erat.
Lalu dengan sikap tak acuh, Cucut Kawung melepaskan goloknya hingga terdengar suara
berkelontrangan nyaring.
"Tak perlu maha guru. Begundal-begundal berjiwa rendah itu mana dapat membunuhku.
Jangan hiraukan aku!" Teriak Pepriman dengan hati mendongkol akan kelicikan sikap lawan-
lawannya.
"Mengapa begitu?" Ki Cucut Kawung tertawa. "Aku sendiri telah jemu main-main dengan
golokku!"
"Kuharap Ki Cucur Kawung cepat berlalu. Dan harus berjanji tidak akan mencampuri urusan
kami!" Kata Tambakeso pula.
"Hanya begitu? Baiklah!" Dan guru Loning itu benar-benar berlalu meninggalkan tempat itu,
seakan-akan tidak tahu urusan lagi. Tetapi benarkah demikian halnya?
Dalam hal pengalaman dan kecerdikan, agaknya Ki Cucut Kawung bukanlah tandingan
Tambakeso. Pada waktu menjatuhkan goloknya, Ki Cucut Kawung telah mengenai sebuah batu
kecil, yang lantas batu itu terlempar mengenai atas pinggang Sogapati.
Dengan timpukan batu yang lemah itu, maka Sogapati tersadar dari pingsannya, dan dengan
segera ia melihat bahwa Kiai Kendit Brayung berada disebelah tangannya.
Ketika Ki Cucut Kawung berlalu maka pada saat itulah terdengar suara teriakan nyaring,
dibarengi melompatnya tubuh Sogapati. menubruk kearah Tambakeso dengan sabetan golok.
Walaupun Tambakeso berlengan empat sekalipun misalnya, maka tak mungkin baginya
menyelamatkan diri dari sabetan Kendit Brayung yang dilakukan secara demikian tiba-tiba.
Nelayan tua itu hanya sempat menggerakkan sedikit tubuhnya kesamping, selanjutnya
terdengar jeritannya..... lolong panjang, dan sebelah lengan tampak terbang diudara mencecerkan
darah.
Tambakeso masih sempat menyabetkan kebutannya kearah dada Sogapati, sehingga baju di
dada pemuda itu hancur berkeping-keping, sebaliknya nelayan tua itu sendiri roboh menggelepar-
gelepar dengan pundaknya yang kutung menyemprot-nyemprotkan darah.
Kejadian itu begitu mendadak, sehingga Dawi Yoni maupun ayahnya tertegun beberapa saat.
Kesempatan yang sangat kecil ini telah dimanfaatkan oleh Sogapati untuk memutuskan
kawat-kawat yang mengikat Alap-alap Gunung Gajah.
Tetapi Sogapati menjadi kurang waspada. Hanya beberapa tarikan napas itu saja, senjata-
senjata Dewi Yoni dan Toh Kecubung datang meluruk, disusul terjangan Gede Ayom.
Sogapati memutar senjatanya kebelakang menangkis serangan seraya melompat kedepan.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
271
Kolektor E-Book
Walaupun begitu sabetan Kiai Pancaloka masih menyerempet kakinya, akibatnya pemuda itu
jatuh terguling dengan kaki tulang hancur.
Dewi Yoni hendak menyusuli serangannya. Tetapi mendadak terdengar suara lengkingan
yang sangat nyaring, menggelik seperti suara burung Alap-alap (sebangsa elang) menyayat ke
langit.
Dewi Yoni terhenti melangkah. Isi perutnya terasa seakan diaduk, dan ia terguling roboh.
Kiranya Alap-alap Gunung Gajah kini telah melompat kedepan, menyambut Gede Ayom dan
Toh Kecubung dengan terjangan yang seperti singa.
Sambil menggereng, pemuda itu menggerak-gerakkan kepalanya sehingga rambutnya yang
riap-riapan menjadi tegak, persis seakan singa yang sedang murka.
"Manusia-manusia licik. Bebaskan Cunduk Puteri!"
Gede Ayom dan Toh Kecubung memberi aba-aba agar para bawahannya bergerak maju
mengerubut. Tetapi sekalian murid-murid itu hanya tertegun ditempatnya, seakan-akan ingin kabur.
Melihat Toh Kecubung ditempat itu, Pepriman terbayang akan peristiwa pembasmian
perguruan Blimbingwuluh.
Terbayang olehnya, betapa saudara-saudara seperguruannya lelaki dan perempuan
mendapatkan perlakuan yang sangat keji dan biadap. Pembantaian yang kejam! Dan terbayang akan
semuanya itu, seketika kedua tinjunya mengepal gemetaran.
Mukanya merah membara, matanya berapi-api, lalu dengan sebuah lengkingan yang
memekakan telinga, pemuda itu menerjang maju.
Sekali terjang, delapan orang murid Gunung Kelir terlempar kekanan kiri berpelantingan,
berbareng dengan teriakan-teriakan maut yang menyayat.
Bukan main kejutnya lawan-lawan. Para murid Gunung Kelir yang masih menyisa, serabutan
mundur mencari hidup, sedangkan pemuda-pemuda Moga maupun para nelayan anak buah
Tambakeso, berlarian menyembunyikan diri dibelakang Gede Ayom.
Tak terkatakan, betapa murkanya Toh Kecubung melihat kenyataan yang mengerikan itu.
"Bocah hina! Kau mencari mati!" Toh Kecubung memutar bandringannya, mengaung
diudara. Dan bertubi-tubi dihantamkan kearah Pepriman.
Tetapi dalam keadaannya yang demikian, Pepriman telah menterapkan aji nusa reca sakti,
ajaran Turonggo Benawi. Dengan delapan langkah dewa, maka setiap hajaran bandringan lawan
dapat dihindari, bahkan selangkah demi selangkah pemuda itu dapat mendekati lawannya.
"Heeiiikkk!" Sekali lagi terdengar suara lengkingan mengelik ke langit.
Ketika Pepriman menggerakkan tangan kedepan maka rantai bandringan terhajar membalik,
dan bandulan bandring yang sebesar kelapa gading itu menyambar cepat kearah tuannya. Toh
Kecubung memekik kaget dan panik.
Ia melemparkan senjatanya itu, akan tetapi Pepriman tidak memberi ketika lagi, dengan
serentak ia mendorongkan kedua tangannya, sehingga bandul bandringan yang semula hampir
melayang jatuh, seketika menyambar sangat pesat, tanpa dapat dihindarkan lagi menghajar dada
Toh Kecubung.
Hanya terdengar pekikan yang tertahan, selanjutnya raja begal dari Gunung Kelir itu telah
putus nyawanya.
Dewi Yoni telah siuman dari pingsannya. Pengaruh suara melengking dari Pepriman yang
menggoncangkan bagian dalam tubuhnya telah lenyap, akan tetapi gadis itu belum sembuh benar.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
272
Kolektor E-Book
Dengan loyo ia merayah bangkit, lalu dengan sikap putus harapan ia menghampiri ayahnya. Maka
ayah dan anak itu berpelukan. dibarengi dengan suara tangis dara itu yang sangat memilukan.
"Ayah... Kemana kita sekarang?" Kata Dewi Yoni diantara sedu sedannya.
Dan Gede Ayom mengangkat mukanya, memandang kearah Pepriman. Terlukis suatu
perasaan yang putus asa, harapan kosong. Sebutir air mata terbutir, meluncur turun. Dan lelaki baya
itu kini telah menangis.
Pepriman adalah seorang pemuda yang dibesarkan oleh penderitaan dan kesengsaraan. Dasar
hari yang sebenarnya adalah seorang pemuda berwatak lembut, penuh cinta kasih.
Dan ketika terlihat olehnya pemandangan ayah dan anak yang memilukan itu, seketika api
dendam yang berkobar diwajahnya, padam dengan seketika.
Dan roman muka yang semula beringas seperti singa murka itu, menjadi tenang kembali.
"Pepriman silahkan turun tangan......" kata Gede Ayom.
Pepriman menggelengkan kepala.
"Atau kau akan membantu kami....." kata Gede Ayom pula, ragu-ragu.
Pepriman melangkah pergi seraya berkata :
"Ketika orang-orang sedang bersatu padu melawan kezaliman, maka paman demang dan nona
Dewi membuat keonaran tersendiri. Mungkin paman demang adalah seorang yang bercita-cita, akan
tetapi cita-cita yang manakah yang harus dibantu? Dan saat manakah cita-cita itu dapat diujudkan?
Kaum rimba persilatan sedang menghadapi ancaman bencana.
Apakah kalian akan pura-pura tidak mau tahu, itulah urusan kalian. Harap dimaafkan, bahwa
untuk kali ini aku berkeberatan untuk sependirian....."
"Joko Bledug... Oh, Bledug..." Dewi Yoni memburu maju. Dengan tergopoh dirangkulnya
sepasang kaki pemuda itu. Dan merataplah dara itu.
"Bledug, ketahuilah olehmu Bledug, bahwa ayahku tak mungkin kembali menjadi demang
pula..."
"Tak ada yang langgeng didunia, Yoni!"
"Ya, tapi ayahku, kami menjadi buron kadipaten."
Pepriman diam. Menjadi buron pihak yang berkuasa, adalah hidup yang paling celaka diatas
dunia ini. Dan itu menyedihkan, akan tetapi hal itu terjadi atas diri Gede Ayom dan putrinya
merupakan risiko.
Risiko untuk perbuatannya, merupakan akibat dari pada memanjakan nafsu serakah. Barang
siapa menanam, maka dialah yang akan memetik buahnya.
"Kau takkan membela kami. Pepriman?" Desak Dewi Yoni.
Pepriman diam. Digerakkannya kakinya perlahan-lahan, hingga gadis itu melepaskan
rangkulannya.
"Kita berada dipihak yang berlainan, Yoni. Maafkan".
"Tidak. Kau tak berhati. Kau kejam. Kau tahu bahwa dengan kemampuanmu, kau dapat
menyelamatkan kami dari kekejaman hidup ini, tetapi kau tak mau melakukannya. Aku tahu, karena
kau telah memiliki gadis Pucung itu!" Dan Dewi semakin keras tersengguk-sengguk.
Pepriman diam. Memang Pepriman berharap akan dapat memperisterikan dara pahlawan itu.
Akan tetapi siapakah dapat menentukan jodoh manusia, kecuali suratan takdir?".Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
273
Kolektor E-Book
Dewi Yoni seorang dara jelita, pandai ilmu silat dan berdarah pengagung. Sebaliknya Cunduk
Puteri adalah seorang perawan dusun yang telah ternoda.
Berbicara tentang kecantikan, kedua dara itu memiliki kekhususan yang berbeda. Dewi Yoni
adalah seorang dara cantik jelita berkulit kuning mulus yang lembut, sedangkan Cunduk Puteri
adalah seorang dara hitam manis dengan sifatnya yang lincah dan ceriah.
Pepriman tak dapat memutuskan dengan pasti, kepada siapa sebenarnya ia jatuh cinta.
Namun, sebagai seorang pendekar, ia telah dapat membedakan baik dan buruk yang bermakna
dalam batas-batas nilai kebenaran.
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ya, Dewi Yoni meniliki kelebihan, selalu dapat membangkitkan gairah hidup pada si pemuda,
tetapi hati pemuda ini justeru telah dingin. Pengalaman hidup telah mengajarnya menjadi seorang
dewasa gemblengan yang mampu mengendalikan hawa nafsu.
"Bledug. Tetap kau takkan merubah pendirianmu." Seru Dewi Yoni.
Pepriman terhenti melangkah sejenak . Untuk sesaat ia termangu, tetapi selanjutnya pemuda
itu melangkah cepat meninggalkannya.
"Joko Bledug! Kau dengar! Seumur hidupku, musuhku adalah kau! Aku harus membunuhmu!
Membunuhmu!"
Dan sehabis menjerit demikian, puteri demang itu berlari pergi diikuti oleh ayahnya yang
melangkah limbung dengan wajah putus asa.
Malampun bersama angin, bergerak terbawa irama waktu. Bintang-bintang dilangit
bertaburan tak terbilang. Dan bulan berlayar, diarak oleh awan mengarungi lengkung langit.
X
X X
WAKTU fajar menyingsing, Pepriman telah menyandak Sogapati yang tertimpang-timpang
didepan .Terpaksa sekali, Sogapati harus mempergunakan tongkat selama berjalan.
Akibat pukulan pusaka merupakan cacat seumur hidupnya.
Siang harinya, mereka telah bertemu dengan Ki Cucut Kawung yang saat itu sedang mengail
disebuah kali.
Selanjutnya atau anjuran dari pada guru Loning itu, maka Pepriman menyamar sebagai
seorang pencari ikan yang menyusur kali menuju kebarat dengan sebuah jala ditangan.
Sedangkan Sogapati bersama Ki Cucut Kawung hari itu menghabiskan waktunya mengail
dipinggir kali.
Dengan begitu, maka Pepriman bermaksud juga pergi mencari Cunduk Puteri. Dari
keterangan yang diperoleh dari Sogapati, Cunduk Puteri selamat telah lolos terlebih dahulu dari tipu
muslihat Ki Gede Ayom.
Tetapi yang mengherankan, andaikata dara itu tidak mendapat bahaya, mengapa ia tidak turun
tangan membantu Pepriman yang saat itu masih tertawan?
Sogapati tidak dapat menjelaskan.
Namun Pepriman samar-samar telah dapat menduganya bahwa kemungkinan sekali dara itu
telah cemburu. Tidak mustahil Cunduk Puteri dapat melihat keadaan Pepriman waktu Dewi Yoni
merangkul dan merayunya. Semuanya itu terjadi diluar kesadaran Pepriman.
Pada saat Pepriman berlari memburu, mendengar jeritan seorang gadis yang diculik orang,
akhirnya ia terjebak dalam barak yang berada dekat dengan tanah lapang.
Ketika Pepriman memasuki barak, keadaan sangat gelap gulita.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
274
Kolektor E-Book
Pepriman telah curiga, dan sebelumnya tadi ia melihat bahwa orang yang dikejarnya baru saja
memasuki barak.
Tanpa diketahui dari mana asalnya. Tiba-tiba terlihat asap mengepul memenuhi ruangan. Dan
bau harum yang menusuk seperti menyan dupa, teruar hebat.
Pepriman terperanjat, ia berusaha untuk berlari kearah pintu keluar. Ia telah berusaha untuk
menutup pernapasannya, mengusir pengaruh bau harum yang memabukan itu. Tetapi terlambat.
Segera pemuda itu terhuyung dan roboh kelantai barak, dalam keadaan pingsan!
Dalam keadaan pingsan itulah si pemuda dibawa ke tanah lapang, diikatkan pada tonggak
yang memang telah disiapkan didekat sebuah perapian.
Tak lama antaranya, Gede Ayom membawa Cunduk Puteri dalam keadaan tertotok.
Dan sengaja gadis ini diikatkan pada tempat yang berjauhan dari tempat Pepriman, agar tidak
terlihat bahwa sebenarnya Pepriman masih dalam keadaan tidak sadar oleh pengaruh dupa pemabuk
itu, lagi pula kawat yang mengikat pemuda itu terlalu kecil untuk dapat dilihat dari tempat
kejauhan, sehingga tidak tampak oleh mata Cunduk Puteri.
Sehingga waktu Dewi Yoni merayu pemuda itu terlihat oleh Cunduk Puteri seakan kejadian
itu adalah kejadian yang sesungguhnya.
Semuanya itu telah diperhitungkan dan dipersiapkan oleh Gede Ayom bersama puterinya.
Mereka berharap akan dapat membuat pihak Alap-alap Gunung Gajah terpecah belah akibat
pertentangan Cunduk Puteri dengan pemuda itu.
Dan hasilnya, walaupun gerakan Gunung Gajah itu tidak terpecah belah akan tetapi jelas
bahwa Cunduk Puteri telah menghilang, meninggalkan Pepriman karena marah dan cemburu.
Minggu berikutnya, rombongan Kenistan bersama Mbah Pucung dan Ki Ageng Tampar
Angin telah tiba. Juga laskar Gunung Gajah yang dipimpin oleh Walikukun ikut dibawa serta.
Ki Ageng Tampar Angin, atau Kiai Teger yang terpaksa berjalan dengan kaki satu itu,
menghampiri Pepriman seraya kemudian memeluk kepala pemuda itu dengan hangat.
"Anakku....." suara Kiai Teger serak, "Ternyata ayahmu telah berbuat sembrono, tak dapat
membedakan mana batu dan mana permata!
Selama ini, mata ayahmu tertutup oleh kepalsuan, dan kebenaran justeru menjauhi!
Itulah suatu bukti anakku, bahwa bukan pasti kaum tua lebih bijak dari kaum muda.
"Bahkan tidak mustahil terjadi pula sebaliknya....."
Mendengar ucapan yang mengandung penyesalan dan cinta kasih itu, tak terbendung lagi air
mata Pepriman membanjir turun.
Pemuda itu lantas memeluk kaki ayah angkatnya yang tinggal sebuah itu seraya berkata
tersedu sedan.
"Ayah begini menderita..."
"Siapa bilang ayahmu menderita? Tidak! Kakiku tinggal sebelah, tetapi hatiku bangga. Aku
mempunyai seorang putera seperti kau, Bledug. Eh, mana dia Cunduk Puteri?"
Ketika rasa kasihnya semakin besar, maka Kiai Teger teringat akan puteri Pucung. Ia
mencari-cari dengan matanya, akan tetapi gadis yang dimaksud tidak tampak.
"Karena anak yang tidak becus, ayah..." Sahut Pepriman. Selanjutnya pemuda itu lantas
menceritakan jalannya peristiwa hingga kepergian gadis Pucung itu, menghilang tak ketahuan
rimbanya.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
275
Kolektor E-Book
Rupanya Mbah Pucung sendiri dapat mendengar penuturan Pepriman. Tidak sepatahpun apa
yang dikatakan oleh pemuda itu luput dari pendengaran si kakek yang kempot itu.
Demikian pula Kiai Kenistan dan Nyai Kenistan. Dan wanita tua yang masih cantik itu
berkata perlahan :
"Ingat Bledug. Kami para pinisepuh telah mengikatkan jodobmu dengan Cunduk Puteri.
Aku dan kakang Kiai menjadi saksinya. Awas, kau harus dapat menemukan gadis itu, dan
membawanya kemari. Biar kumarahi nanti dia.
Kalau demen, bilang saja demen, tak perlu pakai minggat-minggatan, itu sudah kuno.
Tetapi Mbah Pucung telah menyambungi, sebelum Pepriman sempat menjawab :
"Tak perlu saudara-saudaraku kuatir. Cunduk takkan jauh dari sini. Dia masih terikat dengan
urusannya membuat pacak barisan pencegatan".
"Sejauh-jauhnya dia ngambek pergi, paling sampai perbatasan hehee...."
Kakek kempot itu tampaknya seakan-akan sedang geguyon. Tetapi benar saja, Mbah Pucung
mengenal benar akan watak puterinya yang manja, keras hati, tetapi penuh rasa tanggung jawab.
Berdasarkan penuturan Pepriman, tidak aneh apabila Cunduk Puteri ngambek. Akan retapt
gadis itu takkan melupakan kewajibannya untuk melakukan pencegatan terhadap barisan musuh
yang akan lewat, walaupun dilakukannya tempat yang berjauhan dari tempat mereka ini semua.
Sekalian yang mendengar sependapat juga. Mereka menyadari betapa dalamnya jiwa
kependekaran gadis Pucung itu. Kalau cuma urusan cemburu masakah gadis itu akan melupakan
kewajiban.
Segala persiapan telah dilakukan oleh mereka ini. Semuanya memasuki sebuah hutan, dimana
terdapat jalan besar yang menghubungkan antara kadipaten Tegal dengan Pemalang.
Walikukun telah diberi tugas untuk melakukan telip sandhi, mencari berita pada saat kapan
iring-iringan serdadu kompeni akan melintasi hutan.
Segala persenjataan telah dilengkapi pula dengan panah, bambu runcing dan tombak, serta
senjata-senjata lain yang mereka buat dihutan itu seperti sumpitan, bandringan dan bandeman.
Tidak lupa pula, mereka membuat jalan untuk mengundurkan diri apabila gerakan mereka
terpukul mundur.
Mereka menginsyafi bahwa lawan bukanlah orang rimba persilatan, akan tetapi adalah
pembunuh-pembunuh yang memiliki senjata aneh, yaitu semacam panah yang mempunyai mata,
yang disebut orang sebagai bedil.
Hampir sepekan lamanya mereka bertahan, ketika mereka hampir jemu menunggu, maka pada
suatu malam mereka merdengar derap kaki kuda yang berlari sangat cepat, mendatangi kearah
mereka.
Secepat itu, penunggang kuda datang, ia telah melompat turun, dan bergegas mendapatkan
rombongan mencegat, yang saat itu telah menyambutnya.
Yang baru datang ini adalah Walikukun, yang melihat sikapnya yang sangat tergesa-gesa,
agaknya ada sesuatu yang luar biasa yang hendak ia sampaikan.
Setelah menghormat kearah para pinisepuh, maka Walikukun mendapatkan Alap-alap
kemudian berkata gugup :
"Celaka. Mereka telah merubah perjalanan mereka, dengan perjalanan melalui laut."
"Apa katamu, kakang?" Pepriman bertanya agak kurang percaya, tetapi juga bingung.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
276
Kolektor E-Book
"Adi Cunduk telah mengacau disana." sahut Walikukun dengan napas masih megap-megap.
Mendengar disebutkannya nama Cunduk, maka sekalian pendengar jadi terkejut. Sekalian
wajah melukiskan kecemasan.
"Anakku..." terdengar Mbah Pucung mengeluh perlahan. Walaupun mulutnya membayangkan
senyum, akan tetapi nyata bahwa orang tua itu sangat cemas memikirkan nasib puterinya.
"Cobalah kau ceritakan, Walikukun!" Nyai Kenistan menyela bicara. "Jangan berkata
sepatah-patah tak keruan".
Tidak bisa disangkal, berita itu memang menimbulkan pengaruh besar pada mereka.
Pertama rencana mereka berarti gagal total, kedua adalah mereka memikirkan nasib Cunduk
Puteri.
Setelah menghela napas dan menyusun jalan pikirannya, maka Walikukun mulai dengan
penuturannya.
Ketika Walikukun memasuki perbatasan kota Tegal, maka ia melihat adanya beberapa puluh
ekor kuda yang terlepas dari kandangnya, dan berlarian memasuki kampung, seperti binatang
kesetanan.
Hal itu menimbulkan pertanyaan pada benak pemuda Gunung Gajah ini. Dan ia dengan lebih
berhati-hati, menyelundup masuk kedalam kota untuk mencari berita.
Akhirnya, dari seorang penduduk desa yang sedang pulang dari pasar, didapat berita bahwa
dua hari yang lalu telah terjadi kerusuhan dalam markas serdadu kompeni. Seorang gadis, telah
membunuh beberapa orang serdadu, dan melepaskan kuda-kuda dari kandangnya.
Walikukun telah menduga bahwa dara itu pastilah Cunduk Puteri. Dau menanyakan,
bagaimana nasib gadis perusuh itu. Tetapi penduduk dusun tidak dapat memberikan keterangan.
Hanya menurut dugaan, tidak mustahil gadis itu telah tertangkap, dan mungkin telah
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjalani hukuman mati.
Telah bertahun-tahun lamanya, Walikukun jatuh hati dan mencintai gadis Pucung itu.
Ia sangat kagum akan keberanian gadis itu, akan tetapi sebaliknya diapun hampir menangis
putus asa bila memikir bahwa gadis itu mungkin telah tewas.
Akhirnya dengan keputusan nekad, Walikukun berusaha mendekati markas serdadu. Pada
malam hari ia menyelundup masuk dengan cara melompati pagar tembok.
Pagar ternbok itu setinggi tidak kurang dari dua meter, akan tetapi Walikukun adalah bekas
murid kepala perguruan Kenistan.
Dengan sekali lompat, akhirnya ia dapat memasuki pekarangan markas.
Dengan mudah Walikukun dapat membekuk seorang penjaga, yang kemudian dibawanya
kesebuah sudut untuk dikorek keterangannya. Dari mulut penjaga itu didapat keterangan bahwa
gadis perusuh itu telah menghilang entah kemana.
"Pengacau itu bukan gadis, tetapi adalah sejenis Dewi, mana bisa ditangkap?" Begitulah
keterangan penjaga, yang agak membuat hati Walikukun menjadi lega.
Setelah mendapat kabar yang demikian, maka timbul pula hasrat Walikukun untuk main-
main, atau sedikit membikin keonaran. Dipikirnya, siapa tahu cara itu akan memancing Cunduk
Puteri dari tempat sembunyinya.
Dan apabila gadis itu dapat melihat sepak terjang Walikukun, bukankah pemuda itu akan
berbesar hati, walaupun ibarat melintasi lautan api sekalipun.
Walikukun lebih nekad lagi. Ia dapar memasuki markas melalui genteng.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
277
Kolektor E-Book
Ketika itulah secara tak sengaja ia mendapat keterangan dari beberapa orang opsir yang
sedang berunding, bahwa perjalanan darat mereka akan mereka gagalkan, dan pekan yang akan
datang mereka akan berangkat ke Semarang dengan armada laut yang akan singgah di pelabuhan.
Walikukun pikir bahwa ia harus segera melaporkan kejadian semua itu kepada Alap-alap
Gunung Gajah. Segera ia keluar markas dan menyelinap diantara kebun-kebun bunga untuk
mendekati pagar tembok.
Akan tetapi, kiranya dua orang patroli yang sedang berkeliling, melihat Walikukun. Mereka
segera membentak, dan mengejar.
Walikukun gugup. Jarak untuk mencapai pagar tembok, masih ada kurang lebih tiga puluhan
langkah.
Kedua petugas patroli itu telah berteriak-teriak sambil mengerahkan senjatanya, mengejar.
Dan berdesinglah bunyi-bunyi mendenging, didahului oleh suara meledak, meletup yang
memekakkan telinga.
Walikukun bersembunyi dibalik sebuah rumpun bunga-bungaan. Dan dari tempatnya dapat
dilihat beberapa orang serdadu bersenjata kelewang ataupun bedil memburu kearahnya.
Dalam hati pemuda ini mengeluh, "Kalau tak salah mungkin Cunduk Puteri pun mengalami
nasib seperti aku ini. Mengapa takut mati? Hiduppun sudah tidak ada gunanya, apabila dara itu
telah tak ada!"
Demikianlah, karena ingatan yang demikian maka dengan nekad sekali Walikukun merayap
maju menghampiri pengejarnya, dengan tongkat hitam tergenggam ditangan.
Pada kesempatan ini. Walikukun insyaf bahwa dengan ilmu silat saja sulit menghadapi lawan
yang memiliki senjata ajaib itu. Maka juga harus mempergunakan kecerdikan.
Ketika secara perlahan-lahan ia dapat menghampiri seorang serdadu Walikukun terperanjat. Ia
melihat serdadu itu berdiri kaku seperti patung belaka.
Dan apabila Walikukun menghantamkan tongkat hitamnya kekepala serdadu itu, maka tanpa
bersuara si serdadu telah roboh dengan kepala remuk.
Demikianlah, beberapa orang serdadu telah dapat dibinasakan oleh Walikukun dengan cara
sangat mudah.
Akan tetapi bekas murid kepala perguruan Kenistan ini jadi penasaran. Siapakah orangnya
yang telah menjual lagak didepan matanya, tanpa ia mengetahui sama sekali.
Akhirnya keinginan membunuh bagi Walikukun makin membesar. Ketika pemuda ini hendak
menyerang serdadu-serdadu yang berjalan mondar-mandir ditepian kebun bunga sedang mencari-
cari dengan lampu, maka terdengar oleh Walikukun suara mendesis yang memperingatkan.
Walikukun tidak tahu siapa yang memperingatkan dirinya untuk tidak bergerak maju.
Dan ia hampir saja tidak menggubris, ketika tiba-tiba didengarnya sebuah letupan di jendela
markas, dan terasa oleh Walikukun ada sesuatu yang menusuk pundaknya.
Walaupun Walikukun telah berusaha keras untuk tetap teriak, akan tetapi entah mengapa,
tubuhnya terhuyung roboh dan rasa sakit dipundaknya semakin menjadi-jadi.
Pemuda itu lantas teringat bahwa mungkin itulah panah ajaib yang disebut bedil.
Pada saat itu pula, terdengar letupan berulang-ulang dari arah jendela tadi. Walikukun jadi
jeri, dan ia berusaha merayap menjauhi tempat untuk mendekati tembok pagar.
Ketika akhirnya ia dapat melompati pagar tembok itu, maka Walikukun melihat sesosok
bayangan langsing yang melemparkan sesuatu kearah jendela markas, dimana seorang serdadu
sedang membidikkan bedilnya kebawah.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
278
Kolektor E-Book
Terdengar jeritan melolong serdadu dijendela itu dan tubuhnya yang tinggi besar terlontar,
meluncur keluar.
Walikukung tak sempat memikir sesuatu apa. Di rasakannya purdak yang tadi terkena panah
ajaib serdadu itu, sangat perih, panas seakan terbakar.
Dan ketika ia melihatnya, kiranya darah telah membanjir membasahi bajunya.
Walikukun terhuyung-huyung, jatuh bangun ditepi jalan. Agaknya ia akan menggeletak
ditempat itu, andaikata terlihat suatu bayangan orang berkelebat yang lantas membawanya pergi
berlari.
Dan Walikukun sadarkan diri ketika ia mendapatkan dirinya berada didalam sebuah rumah
penduduk, terbaring diatas sebuah balai-balai bambu, dimana disisinya tampak duduk seorang gadis
yang tersenyum manis memandang kearahnya.
"Yayi Cunduk....."
Hanya itu yang dapat diucapkan oleh Walikukun. Banyak sekali kegembiraan, keheranan dan
pertanyaan yang akan diucapkannya, akan tetapi gadis yang memang Cunduk Puteri itu memberi
isyarat agar dia tetap tenang saja berbaring.
Cunduk Puteri memegang sebelah belati panjang di tangannya. Dan ditangan yang lain,
terpegang sebuah jepitan. Lalu dengan suara pasti ia berkata :
"Tahan sakit. Mata panah yang mengeram dipundakmu ini harus dikeluarkan. Kalau tidak,
kau bakalan mati".
Tujuh kali mati, bagi Walikukun saat itu tidak menjadi pikiran. Mengharapkan gadis yang
dikagumi seumur hidup itu sudi menolong jiwanya ini, mimpipun tidak.
Sekarang dara itu malah dengan sangat telitinya berperihatin menolong dia, bagaimana hati
pemuda itu tidak mekar dan bahagia?
Yang mestinya sakit menjadi tidak sakit. Dan yang mestinya berteriak mengaduh, Walikukun
mengancing mulutnya kuat-kuat.
Hingga akhirnya Cunduk Puteri selesai membalut lukanya, pemuda itu masih diam
memejamkan mata dengan mulut merapat.
Selesai melakukan perawatan itu, maka Cunduk Puteri berkata dengan nada suara dingin dan
hambar. Katanya :
"Cepat kau kembali menjumpai para sesepuh dan pemuda sombong yang bernama Alap-alap
Gunung Gajah itu. Katakan bahwa serdadu kompeni tidak jadi jalan darat, akan tetapi pekan deran
mereka akan berangkat dengan perahu ke Semarang.
Nah, kalau manusia yang mengaku bernama Alap-alap itu mempunyai keberanian, dia boleh
berlomba mencari korban dipelabuhan!"
Dalam hati Walikukun jadi dingin kembali. Kiranya gadis Pucung itu walaupun dimulut
tampaknya sangat membenci Alap-alap, akan tetapi pada kata-kata itu justeru terkandung simpul-
simpul kasih dan cinta.
Daripada mencintai orang yang tidak mau membalas cinta, lebih baik buru-buru pergi,
begitulah Walikukun berkata dalam hatinya.
Selanjutnya, maka pemuda itu lantas berpamitan untuk kembali menjumpai teman-temannya.
Cunduk Puteri menghadiahinya seekor kuda, yang kemudian dipergunakan oleh Walikukun untuk
kembali pulang dengan cepat.
Begitulah, Walikukun mengakhiri ceritanya seraya membuka baju dipundaknya, sehingga
tampaklah kain pembalut yang telah kotor dan berdarah.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
279
Kolektor E-Book
Dan setelah selesai Walikukun bercerita, segera terlihatlah kesibukan diantara mereka. Malam
itu juga, mereka bergerak cepat menyusuri jalanan hutan.
Mereka kuatir takkan dapat mengejar atau tertinggal oleh serdadu-serdadu kompeni yang
berarti usahanya untuk memperkecil bahaya terhadap Bangil akaa sia-sia.
Agar tidak menimbulkan kecurigaan, maka mereka membagi diri dalam beberapa kelompok
kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sesepuh atau seseorang yang dapat dipandang
mampu dan berani.
Pada hari ketiga mereka telah tiba pada tepi laut Tegal. Dan sedikit demi sedikit Alap-alap
Gunung Gajah membawa kelompok-kelompok itu mendekati pelabuhan.
Sebagian besar dari mereka menyamar sebagai kuli-kuli pelabuhan ataupun saudagar.
Demikianlah akhirnya mereka tiba pada hari yang mereka nanti-nantikan.
Pagi hari ketika matahari setinggi penggalah, maka dilaut tampak dua buah perahu besar
memasuki pelabuhan.
Tak lama kemudian tampak beberapa orang utusan kadipaten Tegal menurunkan perahu
dayung mendekati perahu besar itu yang kemudian kembali dengan penumpang telah bertambah
dua orang serdadu.
Mereka itu naik kedarat, untuk kemudian dengan sebuah kereta yang telah tersedia mereka
pergi menuju ke Pendopo kadipaten dengan dikawal oleh beberapa perajurit berkuda.
Pasukan Gunung Gajah segera mengadakan hubungan satu sama lain dan mereka bersiap
siaga. Pasti tak lama lagi serdadu yang ada dikadipaten akan pergi mendatangi pelabuhan.
Dan dugaan itu benar saja. Lewat tengah hari dari arah kota tampak debu mengepul tinggi
dibarengi derap kaki kuda dan gerit roda.
Dan tak lama antaranya, sebarisan pasukan berkuda dan dua buah kereta tampak memasuki
pelabuhan.
Walikukun yang menjaga pada pintu masuk pelabuhan telah menggereng-gereng marah,
dendam teringat akan pundaknya yang terpaksa masih dibalut. Tetapi ia tak berani bertindak selama
belum terdengar suara lengkingan burung elang.
Tepat sampai penunggang kuda yang terakhir memasuki pintu gerbang pelabuhan, suara
lengkingan burung Alap-alap belum juga kedengaran.
Akan tetapi mendadak sekali, tampak dari atas bangunan sebuah gudang tampak tiga buah
sinar Kuning yang meluncur cepat seperti panah menyambar kearah iring-iringan itu.
Menyusul kemudian terdengar suara jeritan susul menyusul, tiga orang serdadu berkuda roboh
terjatuh dari kuda.
Seketika gaduhlah iring-iringan itu. Suata perintah dan aba-aba yang diucapkan keras-keras
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
oleh seorang opsir. Suara tambur dan ringkik kuda gegap dan riuh. Disambut kemudian suara
letusan laras bedil.
Suara lengkingan burung Alap-alap belum juga terdengar, akan tetapi beberapa murid
Kenistan serta pemuda-pemuda yang lain telah terjun kedalam peperangan.
Pekik dan sorak, suara beradunya senjata, dan letusan-letusan bedil semakin riuh terdengar.
Korban mulai berjatuhan dari kedua belah pihak.
Terutama sekali dipihak serdadu yang memang tidak menduga perbuatan itu sebelumnya,
dalam kepanikannya banyak sekali yang menjadi korban anak panah, tombak ataupun sabetan golok
laskar Gunung Gajah.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
280
Kolektor E-Book
Akan tetapi tidak sedikit pula korban jatuh dipihak Gunung Gajah. Bedil-bedil yang meletus
selalu diikuti oleh robohnya seorang pemuda, yang kemudian terbanting roboh untuk kemudian tak
berkutik lagi.
Tiba-tiba sekali diantara riuh rendahnya peperangan terdengar suara lengkingan burung Alap-
alap, menggelik kelangit.
Begitu lantang suaranya dapat menindih suara letupan bedil tiga kali berturut-turut, yang
menandakan bahwa perajurit-perajurit Gunung Gajah harus mundurkan diri.
Bersamaan dengan padamnya suara lengkingan itu, maka dari beberapa jurusan, tampak
berkelebatan sangat cepat beberapa bayangan yang menyerbu kearah barisan serdadu yang kalut itu.
Kekalutan serdadu itu semakin menghebat. Begitu bayangan-bayangan tadi menyerbu maka
puluhan serdadu roboh terjungkal dari atas kuda dengan keadaan tubuh yang tidak utuh lagi.
Lolongan nyawa yang direnggut maut membahana, darah membanjir menganak sungai.
Dan serdadu-serdadu yang kalang kabut berlarian mencari hidup, tampaklah seorang kakek
kempot yang berlompatan kekiri dan kekanan menimbulkan korban-korban.
Dialah Mbah Pucung yang dengan gerakan tinju kilat dan tendangan-tendangan mautnya telah
menahan gerakan serdadu-serdadu itu mencapai dermaga.
Sedangkan pada buah kereta yang agaknya berisi opsir-opsir, disitu tampak sepasang Kiai dan
Nyai Kenistan mengamuk dengan sepasang golok pendek dan selendang layung.
Jerit-jerit kematian terdengar dari dalam kereta dan selanjutnya tubuh-tubuh bule seragam
tampak terlempar keluar menjadi mayat.
Di lain pihak, seorang pemuda berambut riap-riapan bergerak seperti burung Alap-alap sambil
memekik-mekik nyaring, setiap serdadu berada didekatnya lantas jadi korban.
Dan agak disampingnya, seorang lelaki tua berkaki satu, berloncatan seperti orang menari
membabati serdadu dengan sabetan-sabetan golok panjangnya.
Jumlah serdadu yang kurang dari tiga ratus orang itu, dalam waktu sekejap saja, tidak lebih
dari seratus orang yang masih hidup, yang semuanya itu berlarian pontang-panting mencari hidup
kearah dermaga, yang lantas disambut oleh amukan Mbah Pucung.
Rupanya kegaduhan itu disadari pula oleh armada yang berada didalam perahu yang segera
menurunkan perahu gabus yang berisi puluhan serdadu, untuk memberi bantuan.
Akan tetapi sungguh malang nasib serdadu dalam perahu-perahu karet itu. Begitu mereka
turun kelaut, maka perahu-perahu itu mendadak sobek pecah, dan sekalian isinya tenggelam
kedalam gelombang laut.
Menyeramkan sekali, pekikan menyayat maut itu bercampur dengan berdeburnya suara
ombak seperti tangkapan sang maut mencari korbannya.
Dan selenyapnya perahu-perahu karet itu, muncullah dari bawah permukaan air sebuah
sampan berwarna hitam yang ditumpangi oleh dua orang wanita.
Seorang berkulit putih berambut keemasan yang pada kedua tangannya memegang sepasang
senjata berwarna emas, Kiai Tanjung dan Nyai Tanjung.
Dan yang seorang lagi adalah seorang dara hamil muda yang tersenyum-senyum sambil
mempermainkan sebuah bedil yang masih berdarah.
Perahu besar yang berada ditengah laut, rupanya ketakutan dan segera bertolak.
Tidak seorangpun serdadu yang masih tinggal hidup didaratan, ketika para patriot Gunung
Gajah berlarian memburu kearah laut.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
281
Kolektor E-Book
Mereka ini hanya dapat melambaikan tangan kearah sampan dengan dua orang wanita
didalamnya itu.
"Nona Cunduk..."Alap-alap Gunung Gajah hanya dapat membisikkan nama itu, dengan mata
merabak.
Terbayang perpisahan yang menyedihkan baginya, karena tampaknya sampan itu akan
bergerak membayangi armada kompeni.
Sampan itu terus meluncur secepat angin laut mendorongnya kearah timur.
"Anakku..." dan Mbah Pucung yang kempot itu, mengeluh perlahan dengan bibirnya setengah
tersenyum bangga, akan tetapi juga setengah menangis.
Terbayang di kepala mereka ini, bahwa pertempuran di Bangil akan terjadi lebih hebat lagi.
Dan... bahwa kedua pahlawan wanita itu sulit untuk dapat diharapkan pulang kembali...
T A M A T
Rajawali Emas 06 Kitab Pemanggil Mayat Pendekar Gila 17 Penghianatan Joko Dewa Arak 55 Perintah Maut
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama