Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar Bagian 3
masih menghargai adanya perserikatan dan paguyuban. Nah saudara-saudara sekalian, tentang
masuknya rekan kita yang baru tak perlu disangsikan. Dalam kesempatan beberapa jenak nanti,
saudara-saudara dapat minta lihat beberapa jurus ilmu golok Loning yang termashur itu...".
JILID : 4
PEMUDA yang disebut sebagai Sogapati itu bangkit dan menghormat kearah Dewi Cundrik
dan Ki Genikantar, kemudian kearah sekalian hadirin, setelah itu menjawab : "Sesungguhnya Dewi
terlalu memuji..." barulah kemudian ia duduk kembali dengan dada terangkat tinggi.
Sekalian para hadirin untuk beberapa saat menengok kearah anggota baru itu. Beberapa
macam pikiran terlukis diwajah masing-masing, sebagian memandang remeh, sebagian iri hati dan
sebagian lagi masa bodoh.
"Masih seorang lagi, saudara-saudara sekalian, tokoh muda yang hendak kami perkenalkan
kepada saudara-saudara sekalian. Seorang tokoh muda yang namanya sudah tidak asing lagi, akan
tetapi yang baru sekali ini menghadiri pertemuan paguyuban kita, ialah Kebo Sulung seorang
penggawa kadipaten bahkan merupakan orang kesayangan adipati sendiri. Nah, dialah orangnya..."
Sekali lagi Dewi Cundrik mengembangkan telapak tangannya kearah seorang pemuda
bertubuh kekar yang duduk dibatu kedua, yaitu orang yang sudah tak asing Kebo Sulung putera
Jagabaya Karangsari.
"Tidak sedikit pahala yang telah dilakukan untuk kami" begitulah Dewi Cundrik melanjutkan
bicaranya. "Tertangkapnya Ki Ageng Tampar Angin, terbasminya perguruan paling sombong yaitu
Blimbingwuluh, semuanya itu adalah berkat kerja keras pemuda itu. Sebagai juga sahabat kita
Sogapati, juga telah membuat kebajikan untuk paguyuban kita seperti halnya pengacauan
dikademangan Petanjungan. Membuat pahala adalah syarat pasti untuk memasuki paguyuban kita,
dan kedua anggota baru kita ini telah melakukannya. tak usah cemas..." Dan bicaranya ini diakhiri
oleh Dewi Cundrik dengan senyumnya yang bangga.
Untuk sejenak, sekalian hadirin itu tidak membuka suara. Akan tetapi ketika mereka
mendengar berita tentang ditangkapnya Ki Ageng Tampar Angin, dan terbasminya perguruan
Blimbingwuluh, beberapa orang tampak berbisik-bisik.
"Walaupun nama Kebo Sulang akhir-akhir ini termashur sebagai pembunuh Kaki Gagak
Rawe, akan tetapi kalau dikatakan ia dapat menangkap Ki Ageng Tampar Angin, rasa-rasa banyak
membualnya daripada sungguh-sungguh".
"Siapa yang tidak tahu dia murid Dewi Cundrik? Gurunya sendiri belum tentu mampu
menandingi ilmu silat Suci Hati dan pusaka tongkat Pancaloka. Apa lagi muridnya!"
"Ada akal busuk apakah bocah gede kemarin diketengahkan diantara kita!"
Demikianlah bisik-bisik hati para hadirin sebenarnya. Mereka mendengar nama Kebo Sulung.
Akan tetapi apabila nama baru itu dideretkan dengan sebutan orang yang dapat menangkap Ki
Ageng Tampar Angin, sulit orang untuk mempercayainya.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
63
Kolektor E-Book
Agaknya pertanyaan itu menjalar juga dihati Ki Genikantar. Kakek sakti menyeramkan itu
mendehem.
Rupanya, Dewi Cundrik dapat juga menduga isi hati orang-orang yang hadir itu. Sebab ia
selanjutnya berkata :
"Memang tidak mudah untuk mempercayai kabar dahsyat itu. Akan tetapi muridku Kebo
Sulung akan dapat membuktikannya kepada kalian, dan akan mempertunjukkan beberapa jurus
maut pukulan tongkat pancaloka." Dan Dewi Cundrik tersenyum lagi penuh keangkuhan.
Apabila tadi berita tentang tertangkapnya Kiai Teger merupakan berita yang mengejutkan
maka tidak kalah mengejutkan lagi adalah tentang adanya pusaka Blimbingwuluh ditangan Kebo
Sulung. Bukan hanya berarti bahwa Kebo Sulung telah benar-benar menangkap Ki Ageng Tampar
Angin tetapi ada suatu masalah yang lebih penting, yaitu perguruan Telagasona atau perguruan
Guha Gempol akan merupakan perguruan yang merajai setiap kalangan rimba persilatan?
Pusaka tongkat Pancaloka, telah sejak sekian lamanya menjadi incaran para tokoh persilatan,
baik dari kalangan kaum lurus ataupun kaum sesat. Dengan adanya pusaka itu perguruan Guha
Gempol membuka kemungkinan perguruan itu akan merasa tinggi diri atau terutama. Dan apabila
satu paguyuban terdapat golongan yang menganggap dirinya berada pada tempat diatas orang lain,
maka keseimbangan dan kerukunan akan terancam bahaya.
Pikiran demikian juga terjadi pada diri Ki Genikantar. Selama ini Ki Genikantar ataupun
perguruan Batarkawung selalu menghindari perselisihan dengan Blimbingwuluh, adalah kecuali
segan terhadap ketinggian ilmu Ki Ageng Tampar Angin juga jeri menghadapi tongkat pancaloka,
siapa sangka sekarang bahkan pusaka itu jatuh ditangan murid Dewi Cundrik.
Ada suatu ketegangan lain yang mempengaruhi pikiran Genikantar, yang ia tidak berani
mengutarakannya. Hanya tampak pada perubahan wajah kakek itu yang kini melukiskan sikap iri
hati dan cemas.
Sedang dalam ketegangan itu, tiba-tiba laki-laki tinggi besar berewokan yang berada pada
tempat duduk paling kanan tampak berdiri.
"Aku Toh Kecubung bergembira sekali dapat melahirkan isi hatiku dalam pertemuan
paguyuban ini. Pertama sekali bertambahnya kekuatan kita, berartti jalan menuju kemenangan
semakin datar. Kedua dengan masuknya Kebo Sulung dalam serikat kita, berarti kita mempunyai
tangan yang kuat dikalangan kadipaten. Akan tetapi ada sedikit ganjelan pertanyaan pada hatiku,
kalau tidak kulahirkan berarti aku tidak berani jujur..."
"Katakanlah sahabat Kecubung," sahut Genikantar dengan kening berkerut ditegangkan oleh
harapan.
Setelah menelan ludah laki-laki yang memperkenalkan diri bernama Toh Kecubung atau yang
sebenarnya telah di kenal adalah ketua perguruan Gunung Kelir mulai bicara.
"Lima belas orang muridku, termasuk murid kepala Toh Badar telah pergi memenuhi
undangan sahabat Kebo Sulung untuk melakukan pahala, menghancurkan Blimbingwuluh. Ki
Ageng Tampar Angin telah dibekuk, dan perguruan Blimbingwuluh telah rata dengan tanah. Jumlah
muridku yang dapat kembali ke perguruan tidak Iebih dari empat orang, itupun tidak satupun yang
sehat dan waras. Namun, iket gluduk pitu itu tidak kami peroleh, bahkan pusaka pancaloka yang
kabarnya sangat dahsyat, kiranya telah dapat dimiliki sahabat Kebo Sulung dengan begitu ayem-
ayem tampaknya. Itu menandakan bahwa murid-murid kami tidak becus, dan sudah seyogyanya
sahabat Kebo Sulung memberikan beberapa petunjuk kepada kami untuk dijadikan pelajaran pada
hari-hari yang akan datang!".
Kata-kata Toh Kecubung yang tampaknya begitu blak-blakan dan merendah itu dapat juga
dirasakan mengandung suatu perasaan protes, menuduh dan mencurigai bahkan juga menantang.
Dewi Cundrik tersenyum kecil.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
64
Kolektor E-Book
"Kita adalah sesama saudara, secita-cita dan setujuan. Apabila sahabat Toh Kecubung
menghendaki, biarlah nanti muridku mempertunjukkan ketidakmampuan dirinya!".
"Memang boleh jadi demikian" tiba-tiba seorang kakek yang duduk di tengah deretan para
hadirin itu menyeletuk.
"Demikian bagaimana, Ki Tambarekso! Harap suka berkata jelas" kata Genikantar dengan
wajah yang kian menegang.
Ki Tambarekso adalah seorang ketua sintern atau kumpulan kesenian sejenis ledek atau
degung ditanah Sunda. Sintern dari Limbangan yang dipimpin oleh Ki Tambarekso ini bukan hanya
sekedar mencari sumbangan uang, menyanyi dan menari akan tetapi didalam rombongannya
terdapat juga beberapa orang berkepandaian tinggi yang biasanya mencari tambahan penghasilan
dengan cara mencopet atau mengeret.
Di tegur oleh Ki Genikantar demikian, Ki Tambarekso seakan-akan melihat orang yang
menyuruhnya berkata terus terang. Atau dengan kata lain, Ki Tambarekso dapat merasakan nada
ucapan Ki Genikantar yang seakan-akan memberikan dukungan.
"Pendapatku orang tua, hanya sekedar kelahiran rasa cinta dan bersaudara antara kita sesama
anggota paguyuban, tadi aku dengar bawa sahabat Toh Kecubung telah kehilangan lebih dari
sepuluh orang dengan mengharap akan diperolehnya iket kepala geluduk pitu. Tapi harapannya
kosong. Sebaliknya sahabat Kebo Sulung mendapatkan tongkat pancaloka tanpa pengorbanan. ltu
boleh jadi memang Kebo Sulung jauh lebih unggul dari pada Toh Badur ataupun seluruh murid
Gunung Kelir.
"Bicara mutar-mutar toh maksudnya tidak suka muridku mendapatkan pusaka Blimbingwuluh
bukan?" Dewi Cundrik berkata mengejek. "Saat itu Kebo Sulung belum menjadi anggota
paguyuban, berarti tata cara bagi rata diantara kita belum berlaku atas dirinya. Lagi pula..." Dewi
Cundrik semakin bersemangat. "Siapa dapat merawat keselamatan orang? Dalam pertarungan,
nyawa orang berada pada jasad masing-masing dan tiap masing-masing itulah yang bertanggung
jawab atas keselamatan dirinya sendiri!"
"Tentu saja Kebo Sulung belum menjadi anggota kami, memang." kata Toh Kecubung mulai
penasaran. "Akan tetapi andaikata ia tidak datang bersama pesanmu Dewi, apakah manusia seperti
aku Toh Kecubung patut mendengarkan permintaannyar?"
"Jadi maksudmu?" ketegangan bertambah memanas, ketika kini Dewi Cundrik mulai bangkit
dari tempat duduknya.
"Sebagai juru penengah, aku mempunyai pendapat" seotang laki-laki setengah mengantuk
disamping Ki Tambarekso menyelak bicara, "apabila para hadirin sudi mendengarnya. Aku lurah
loho (ketua kumpulan penangkap ikan yang mempergunakan alat menangkap ikan seperti kerai) Ki
Tambakeso mengusulkan agar pusaka tongkat pancaloka disayembarakan diantara kami... heheh".
Toh Kecubung manggut-manggut. Ki Tambarekso mengangguk-anggukkan kepalanya.
Sedangkan Ki Genikantar walaupun tidak melahirkan perasaannya dalam perbuatan, namun dapat
diduga ia pasti menyetujuinya. Sayembara macam apapun yang akan diselenggarakan dalam
paguyuban mereka ini, ketua perguruan Bantarkawung ini boleh berharap akan beroleh
kemenangan. Tetapi tokoh tua ini cukup berhati-hati, dan ia tak mau jalan pikirannya diketahui oleh
Dewi Cundrik.
"Itu cukup adil. Tetapi ada suatu cara yang lebih baik", demikianlah Sogapati yang agaknya
mulai tertarik dengan sengketa benda pusaka itu mulai menimbrung bicara. "Kalau tidak salah
pendengaranku, tongkat pancaloka itu merupakan jimat yang sakti apabila berada ditangan Kiai
Teger. Berarti pusaka itu baru sesuai apabila dipergunakan oleh orang yang mampu
mempergunakannya. Dengan kesimpulan ini, maka bagaimana para hadirin, apabila aku
mengusulkan agar sahabat Kebo Sulung mempermainkan tongkat pusaka itu, dan kita sekalian
menjajagi keampuhannya."Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
65
Kolektor E-Book
"Licik!" Dewi Cundrik memotong sambil memperdengarkan suara dengusan dari hidung.
"Anak murid. Guha Gempol tak pernah takut menghadapi lawan akan tetapi sejak kapan paguyuban
kita menganjurkan pengeroyokan atas diri seorang anggotanya?"
Dewi Cundrik cukup cerdik. la yakin boleh jadi muridnya akan menjadi berlipat ganda ilmu
kepandaiannya dengan adanya pusaka Blimbingwuluh ditangannya. Akan tetapi untuk menghadapi
sekalian hadirin itu secara keroyokan itu tidak mungkin, Dewi Cundrik melihat Toh Kecubung.
Manusia bekas benggolan penyamun itu tidak rendah ilmu tombaknya. Ki Tambarekso ketua
kumpulan sintern itu, terkenal Iihay dengan ilmu cambuknya. Dan Tambakeso dikenal pandai
memainkan sepasang trisula. Belum terhitung beberapa hadirin yang lain dan yang terutama
dikuatirkan adalah Ki Genikantar. Secara keroyokan andaikata Kebo Sulung dibantu oleh Dewi
Cundrik sendiripun belum tentu memenangkan pertarungan.
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau begitu paling tepat adalah disayembarakan Ki Tambakeso mengulangi usulnya.
"Tidak mungkin! Apabila paguyuban ini hanya berisi orang-orang yang hanya bisa iri hati,
dergki dan serakah terhadap rejeki orang lain, biarlah muridku tak usah masuk sebagai anggota...!"
"Tunggu! Sabar!" Ki Genikantar memberi isyarat agar suasana yang mulai panas itu dapat
dikendalikan. "Mengapa pembicaraan kita menyimpang dari pokok pembicaraan yang sebenarnya
kami maksudkan? Saudara-saudaraku marilah kita kembali ketujuan semula! Kita masih
mempunyai kewajiban-kewajiban utama yang belum kita selesaikan! Perguruan Pucung masih ada.
Sepasang suami isteri Kenistan itu masih hidup. Walaupun kita mempersoalkan perihal tongkat
pusaka itu sampai lusa, kukira takkan ada artinya apa-apa. Berarti tujuan kemenangan yang kita
kejar masih mendapatkan banyak hambatan dan halangan. Apalah artinya sepuluh tongkat
pancaloka, apabila benda pusaka itu bahkan menjangkitkan perselisihan diantara kita?".
Ki Genikantar memag cerdik. Dalam hati bukan main hasratnya untuk memiliki pusaka yang
sangat mashur itu.
Akan tetapi untuk melahirkannya ia kuatir akan bentrok dengan Dewi Cundrik dan muridnya.
Berarti ia akat kehilangan bantuan tenaga yang sangat bermanfaat. Dengan cara menunggang angin
seperti itu sesungguhnya Ki Genikantar memperoleh banyak keuntungan. Pertama ia dapat
menguasai situasi kembali. Kedua dapat tetap mempertahankan Dewi Cundrik dan muridnya tetap
sebagai saudara secita-cita. Ketiga, pada detik-detik tertentu ia boleh berharap akan dapat merampas
pusaka itu dari tangan Kebo Sulung. Dengan cara diam-diam tanpa sepengetahuan anggota
paguyuban berarti itu jauh lebih aman. Itulah yang disebut orang dengan pepatah menangguk di air
keruh.
Ketua perguruan Bantarkawung melanjutkan bicaranya :
"Kita menghendaki perubahan seluruh Mataram, setidak-tidaknya seluruh kadipaten
Pemalang ini. Harap saudara-saudaraku tidak menyimpang dari tujuan. Cita-cita yang besar,
janganlah dibiarkan kabur oleh hal-hal kecil."
Yang lainnya semua diam.
Dewi Cundrik diam merenggut. Terutama Kebo Sulung yang bolak balik pandangannya
menatap gurunya dan menengok dirinya sendiri.
"Itulah baru bijaksana, namanya!" Tambarekso yang memang tidak menghendaki adanya
perpecahan cepat-cepat menyambungi pembicaraan Ki Genikantar. "Aku ingin sintrenku
diperkenankan main dialun-alun kadipaten, dan pertunjukan jaran-ilir (di Jakarta Kuda Lumping)
tidak lagi dikekang dengan banyak aturan-aturan yang menjemukan.
"Dewi!" Genikantar berusaha menimbulkan perhatian pada hati wanita itu, dan mencairkan
kemarahannya. "Kabar terakhir yang sampai pada kami ialah utusan Betawie akan segera singgah
dikadipaten kita. Bukankah kesempatan itu lebih baik tidak kita lewatkan?".
Dewi Cundrik mendehem, menghilangkan lendir dilehernya. Sedangkan Ki Genikantar juga
mendehem, akan tetapi tentu didalamnya terkandung beberapa macam jenis maksud yang
tersembunyi.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
66
Kolektor E-Book
"Menurut hematku, adalah lebih baik mimpi tidak terlalu besar dan keliwat mengawang.
Mungkin karena hematnya aku ini hanyalah seorang tukang loho", demikian Tambakeso yang
selalu mengantuk bicara dengan mata setengah terpejam pula. "maka aku lebih condong pada hal-
hal yang seukuran dengan kita. Loho kami biasanya hanya dapat menangkap ikan lele, udang dan
ketam kadang-kadang. Tapi kami tak pernah berharap akan memperoleh bandeng, apalagi cucut.
Demikianlah pepatahku. Garapan mengenai Mataram tak usah kita pikirkan sekarang, akan tetapi
cukup Pemalang saja. Apakah sahabat-sahabatku dapat memahami maksud pembicaraanku!"
"Menilai pendapatmu, agaknya untuk cita-cita memenangkan Pemalang itu saja kita belum
cukup mampu Tambakeso?" Tanya Genikantar.
"Tentunya tidak salah. Kita belun memperhitungkan anak murid perguruan Pucung termasuk
didalamnya puteri Mbah Pucung sendiri Cunduk Putri mempunyai nama yang boleh disejajarkan
dengan sahabat Kebo Sulung sebelum memperoleh tongkat pancaloka. Perguruan Kenistan tidak
boleh dilupakan juga. Dan kademangan Ampelgading serta kademangan-kademangan yang lain?
Apakah kita telah memikirkan siapa yang akan sanggup menghadapi Gusti Kanjeng Adipati
sendiri? Betapa banyak batu karang yang tertegak menghalangi cita-cita2 sebenarnya"
Suasana semakin sunyi saja. Satu-satu kata yang meluncur dari mulut tukang tangkap ikan
kali itu seakan bagai tetesan embun yang menitik diatas pinggan menggenang tak kunjung lenyap.
Sekalian hadirin seakan-akan sedang dihadapkan pada suatu kenyataan pahit yang akan
memuntahkan seluruh cita-cita dan impian. Mereka dapat menghitung mengira-ngirakan, berapa
ribu tokoh pengawal dan tentara kadipaten, dan berapa ratus orang-orang dari golongan persilatan
yang berkepandaian. Kiai Kenistan dan Nyai Kenistan harus masuk bilangan. Juga Mbah Pucung
dan puterinya. Dan kenyataan-kenyataan seperti ini tak mungkin diperhitungkan dengan sebatang
pusaka tongkat pancaloka belaka.
Tetapi Ki Genikantar masih dapat tertawa bekakakan. Dan diantara suara tawanya yang
mengguntur, ia memberikan pertimbangan "
"Kita hanya memerlukan satu tambahan kekuatan, yaitu Ki Cucut Kawung. Dengan terikatnya
tokoh tua itu dengan kita, kita yakin perhitungan kita takkan luput. Sahabat Tambakeso tak perlu
cemas. Susunan kita telah rapi dan teratur. Dan kekuatan kita sudah ibarat tinggal meniup terompet
saja. Hanya...".
"Itu bagianku!" Sogapati memotong dengan kata-kata yang tegas.
"Bagus!" Dewi Cundrik tampak gembira. "Apabila adi Sogapati sanggup melakukan pahala
lagi, kukira muridku takkan segan-segan untuk menghancurkan perguruan gurem yang bernama
kosong seperti Pucung dan Kenistan! Setelah perguruan besar seperti Blimbingwuluh dapat
dihancur-leburkan, apakah saudara-saudara ragu-ragu untuk melepas muridku melakukan pahala
yang serupa?"
Ki Genikantar tertawa gembira. Sepasang matanya berkilat-kilat, mengerling kearah Kebo
Sulung.
"Semua rencana kecil harus berhasil untuk kemenangan rencana besar!" Toh Kecubung yang
belum hilang penasarannya terhadap Kebo Sulung menyeletuk. "Tugas adi Sogapati adalah
mengusulkan setitik akal kedalam kepala gurunya, kalau tidak boleh dibilang mudah, katakanlah itu
tidak terlalu sukar. Akan tetapi menghancurkan Pucung dan Kenistan, agaknya masih banyak
berbentuk angan-angan daripada mewujudkan jadi kenyataan. Setelah penghancur-leburkan
Blimbingwuluh terjadi dengan begitu mudah, tentulah baik Pucung dan Kenistan akan berada dalam
suasana siaga!" Toh Kecubung memandang secara berkeliling, setiap wajah hadirin dipandanginya,
seakan-akan minta persetujuan. Maka, satu dua, dan beberapa orang tampak menganggukkan
kepalanya.
"Kebo Sulung!" Dewi Cundrik melirik tajam kearah Toh Kecubung. Perguruan Guha Gempol
tak mengenal pelit. Ada orang menghendaki sedikit jurusmu, apakah dirimu tidak keberatan?".Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
67
Kolektor E-Book
Kebo Sulung yang sejak tadi mendengarkan sikap Toh Kecubung memang sudah tersinggung
dan marah. Sekarang gurunya memberi perintah untuk memberi ajaran adat kepada bekas
benggolan penyamun itu tentu saja hal itu sangat kebetulan.
"Guru!" Kebo Sulung mengangkat dada, kemudian membungkuk hormat hanya kepada
gurunya. "Untuk nama baik Guha Gempol, apa saja murid sanggup melakukannya.
Toh Kecubung tertawa besar. Tambakeso dan Tambarekso setengah tertawa setengah tak
acuh. Sedangkan Sogapati yang ingin sekali melihat pusaka tongkat pancaloka, tampak wajahnya
bersinar-sinar gembira.
"Tak usah mempergunakan pancaloka Sulung!" kata Dewi Cundrik selanjutnya. "Kalah
menang toh tidak menjadi soal dan itu harus menjadi pegangan bahwa kekalahan dan kemenangan
adalah lahir dari keberanian dan kemampuan...!".
Pesan wanita itu tentu saja berarti memandang rendah kepada Toh Kecubung, seolah-olah
Dewi Cundrik hendak berkata bahwa menghadapi Toh Kecubung apalah perlunya mempergunakan
tongkat pancaloka?
Toh Kecubung melompat dari tempat duduknya siap dengan senjata tombak pendek ditangan
kanan dan perisai ditangan kiri. Sedangkan Kebo Sulung mengikuti dengan dada terangkat dan bibir
mengulum senyum penuh ejekan.
"Saudara-saudaraku?" Ki Genikantar beseru lantang, suaranya jelas terdengar oleh sekalian
yang hadir. "Lakukanlah sekedar menguji Toh Kecubung bukannya perlombaan ataupun
melampiaskan ganjalan hati. Hendaklah selalu diingat, bahwa cita-cita paguyuban adalah cita-cita
bersama, bukan cita-citaku ataupun cita-cita para anggota."
Perkataan "menguji" yang diucapkan oleh Ki Genikantar dengan nada penuh tekanan itu
mendapatkan banyak penafsiran pada kepala para anggota, anggota paguyuban Banjardawa.
Mungkin menguji sekedar kemampuan Kebo Sulung yang akan menghancurkan perguruan Pucung
dan Kenistan. Boleh juga ditafsirkan menguji kemampuan Kebo Sulung mempermainkan senjata
pusaka tongkat pancaloka.
Tetapi mungkin juga dimaksudkan menguji kebenaran kata-kata Dewi Cundrik, bahwa Kebo
Sulung adalah orang yang benar-benar telah mampu mengalahkan Kiai Teger.
"Kau orang muda dan anggota baru. Maka tidak perlu segan-segan untuk memberikan
pelajaran, hahahah..." Toh Kecubung tertawa bengis. "Telah sejak lama aku mendengar nama
besarmu. Tentunya akan menjadi dahsyat sekali namamu apabila kau suka mempergunakan senjata
pusaka yang baru kau dapat itu Kebo Sulung!"
"Tak perlu mengusir ayam dengan cemeti, cukup dengan lidi." Jawab Kebo Sulung penuh
ejekan.
"Itu kesombonganmu. Terserahlah. Tapi jangan katakan tombakku Kiai Galis terlalu ganas!".
"Banyak mulut!! Kakau aku mampu melakukan pencurian, masakah aku jadi seorang
kesayangan kadipaten!".
"Bocah sombong!"
Bersamaan dengan suara bentakannya yang terakhir ini, Toh Kecubung telah menggerakkan
tombak pendeknya perlahan-lahan menusuk pundak si penggawa kadipaten ini.
Wuutt! Plak... Kebo Sulung telah sejak semula bernafsu sekali ingin memberikan hajaran
terhadap guru Gunung Kelir itu. Maka begitu serangan pertama Toh Kecubung telah membuka
lowongan kelemahan pada diri sendiri. Kebo Sulung telah mempergunakan kesempatan itu sebaik-
baiknya. Dengan cepat tangannya digerakkan dibawah sinar tombak, mendahului serangan lawan.
Dengan mudah iga sebelah kanan Toh Kecubung akan dapat dihajar remuk, andaikata Toh
Kecubung tidak segera menekuk lengannya.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
68
Kolektor E-Book
Toh Kecubung selamat dari serangan balasan yang berbahaya itu, akan tetapi tak urungan
lengan kanannya terkena tamparan, tombaknya hampir terlepas dari cekalannya.
Gebrakan pertama ini sama sekali tidak menarik sebab mirip seperti permainan orang-orang
yang tidak mengerti silat sama sekali. Hal ini terjadi karena baik Toh Kecubung maupun Kebo
Sulung terlalu menganggap enteng pada lawan. Sebenarnya Toh Kecubung dapat saja merubah
letak ujung tombaknya dan melukai lengan Kebo Sulung. Begitu pula Kebo Sulung dapat merubah
serangan balasannya dengan mencengkeram kearah perut lawan.
Semua itu dilakukan oleh mereka sehingga permulaan itu sama sekali tidak menarik perhatian
sekalian yang melihat.
Untuk selanjutnya, Toh Kecubung tidak main-main lagi gebrakan pertama yang hampir
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
merusakan nama perguruan Gunung Kelir itu segera disusulnya dengan serangan cepat dan ganas.
Perisai ditangan kiri menyabet dan tombaknya mambarengi pada lowongan yang terbuka oleh
karena serangan perisai tersebut.
Tentang perisai Toh Kecubung, lawan tak boleh memandang ringan. Sebab benda itu tidak
berbentuk biasa sebagaimana perisai seorang perajurit. Akan tetapi dibentuk sedemikian rupa oleh
Toh Kecubung dalam bentuk setengah lingkaran yang sangat tajam pada pinggirnya, sehingga
benda itu dapat memutar bolak balik, melakukan tangkisan atau melancarkan sekaligus.
Tajamnya mata perisai agaknya akan dapat memotong sebatang besi, nyata dari sinar kilat
kebiru-biruan yang terpancar dari tempat itu.
Kebo Sulung tidak lalai. Perisai lawan berdesing, seketika penggawa muda itu menggeser
sebelah kaki, dan tangannya menyambut jojohan tombak dengan sebuah gerakan mencengkeram
kearah pergelangan tangan lawan, untuk merampas senjata.
Andaikata dalam dua gebrakar itu saja Kebo Sulung dapat merampas senjata lawan, tentulah
bukan Toh Kecubung orang yang mampu membuat hutan Unggaran sangat angker dan ditakuti
orang.
Dalam waktu yang singkat, keduanya telah melewati puluhan jurus, Toh Kecubung sangat
dahsyat dalam permainan tombak dan perisainya, begitupun Kebo Sulung ternyata cukup syarat
untuk diakui sebagai seorang jago muda yang dapat kepercayaan dari adipati Pemalang.
Pertarungan meningkat semakin seru. Suara tombak dan perisai berdesing-desing tajam,
menimbulkan angin serangan yang mengerikan. Namun permainan tangan kosong murid Guha
Gempol itu masih dapat mengimbangi dengan baik.
Tiba-tiba Toh Kecubung merubah gerakannya. Sambil membentak-bentak sangat nyaring,
tombaknya digerakkan semakin cepat dan tak terduga. Di dalam ilmu bertarung, biasanya orang
mempergunakan tombak untuk melakukan serangan, sedangkan perisai berguna untuk melindungi
diri dari serangan balasan lawan, tetapi Toh Kecubung itu dengan amat sangat anehnya telah
merubah serangan, perisainya menyerang sebaliknya tombaknya melindungi badan.
Gerakan kedua tangannya sangat lincah dan mantap, dapat saling mengisi sesamanya,
sehingga tidak tertampak ada kelemahan padanya.
Kebo Sulung terkejut. Baru saja Toh Kecubung melancarkan serangan-serangan aneh itu,
beberapa kali murid Guha Gempol ini hampir kena dilukai lawan.
Sedikit demi sedikit Kebo Sulung mulai terdesak, berada dalam tekanan bayangan tombak
dan perisai lawan.
"Hahaha... walaupun sepuluh tahun lagi aku berguru tak mungkin aku dapat mengalahkan
Kiai Teger dalam pertarungan yang adil!" Terdengar Toh Kecubung tertawa penun ejekan, sambil
terus memberikan tekanan hebat terhadap lawan.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
69
Kolektor E-Book
Dari nada kata-katanya itu saja cukuplah diketahui bahwa Toh Kecubung ingin berkata bahwa
apabila Kebo Sulung dikatakan telah dapat menangkap Kiai Teger, itu hanyalah omong besar saja!
Harus berapa kali sepuluh tahun murid Guha Gempol itu belajar untuk dapat membekuk Kiai Teger.
Kebo Sulung bertambah marah. Setidak-tidaknya ia telah dicurigai melakukan pertarungan
yang tidak adil waktu menangkap Kiai Teger. Memangnya bukan tidak adil lagi, bahkan berisi tipu
muslihat keji belaka. Akan tetapi siapakah diantara anggota paguyuban Banjardawa yang pernah
melihat bagaimana Dewi Cundrik dan Jagabaya Karangsari memperdaya Kiai Teger?.
Nama yang kian menanjak dengan berhasilnya menangkap Kiai Teger harus dapat
dipertahankan, setidak-tidaknya harus dapat menimbulkan kepercayaan pada kepala masing-masing
para hadirin. Tetapi siapa kira, permainan tombak dan perisai Toh Kecubung begini dahsyat?
Ketika tiba-tiba tombak Toh Kecubung menyelusup ke bawah, menusuk kearah lambung
kanan dan perisai dengan gerakan sangat cepat menyabet leher Kebo Sulung, maka setiap haditin
menahan napas. Apabila dalam detik itu Kebo Sulung tidak terbinasa, setidak-tidaknya akan
menderita luka berat. Memangnya sebagian besar para hadirin mengharapkan hal itu terjadi,
sekaligus untuk mengajar adat guru dan murid Guha Gempol yang sombong itu, juga agar
kemungkinan memperebutkan pusaka pancaloka makin terbuka lebar.
Akan tetapi, sedang senua orang berharap Kebo Sulung akan dapat dilukai mendadak mereka
mendengar suara genta yang sangat nyaring bersamaan dengan tampaknya sinar putih kecil
berkelebatan. Dan pada detik yang bersamaan pula terdengar gaduh berkelentrangan, perisai
terlempar dari tangan Toh Kecubung sedangkan kakek itu melompat mundur dengan muka
mengucurkan keringat dingin dan tangan kiri lumpuh kesemutan.
Kiranya Kebo Sulung tampak tersenyum-senyum penuh ejekan sambil mempermainkan
senjata yang berujud sebatang tongkat pendek sepanjang dua jengkal berwarna coklat kehitaman,
dimana pada sebelah ujungnya tampak dibanduli lima buah keliningan kecil dari baju putih yang
berkilauan.
"O... Kiai Pancaloka?" Seseorang berseru kaget.
"Kiai Pancaloka!" Yang lain terbelalak kagum memandangi senjata ditangan Kebo Sulung.
"Apabila Kiai Teger berada bersama pusakanya itu dapat orang meramalkan berapa orang
sakti mengeroyok untuk mengalahkannya?" Ki Tambakeso menyeletuk.
Dewi Cundrik tahu-tahu telah melayangkan tubuhnya, maju menerjang kearah kakek lurah
loho yang baru bicara itu." Heh tua bangka penyakitan! Mulutmu tajam seperti sembilu."
"Lho Dewi kok jadi marah-marah begitu?" Ki Tambakeso dan pucat wajahnya. Dalam ucapan
tadi maksud sebenarnya dari kakek ini hanyalah untuk melahirkan rasa kagumnya belaka. Namun
kiranya wanita sakti guru Guha Gempol itu talah demikian gusar menahan sindiran sejak tadi. Maka
begiru tiba pada saat yang naas, Ki Tambakeso kiranya yang akan mendapatkan hajaran dari Dewi
Cundrik.
"Semua orang telah melihat pusaka itu ada ditangan muridku. Sekali gerak Toh Kecubung
sendiri boleh pulang berguru sepuluh tahun lagi. Tetapi kau orang tua sudah terlalu biasa
menghadapi ikan lele dan ketam. Berhadapan dengan ratu paguyuban Banjardawa masih berani
kojah dan ngaco apa lagi?" Dewi Cundrik benar-benar gusar. Wajahnya yang tembem buruk itu
bergerak menyeramkan. Dan telapak tangan kanannya mulai dijalari warna kemarahan.
Ki Tambakeso semakin pucat wajahnya. la menyadari bahwa ilmu pukulan Dewi Cundrik
bukanlan barang main-main apalagi bila tangan wanita itu sudah mulai kemerah-merahan. Siapa
tidak mengenal racun pacet-wulung dan pacet-brorno?
Racun pacet-wulung atau lintah hitam kekuatannya lebih jahat dari pada racun pacet-merah.
Pukulan yang dilancarkan dengan tenaga beracun hitam biasanya membuat lawan mati ditempat,
membusuk sedikit demi sedikit, kecuali bagi orang-orang yang mempunyai kekuatan batiniah yang
telah sempurna.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
70
Kolektor E-Book
Racun pacet-bromo yang berwarna merah, biasanya membuat lawan dijangkiti oleh suatu
perasaan yang aneh-aneh, atau hasrat birahi yang terkobar-kobar yang bisa membuat perderita jadi
gila!
Teringat sampai pada hal itu, maka Ki Tambakeso dengan sikap rendah hati dan takut-takut
berkata penuh hormat :
"Harap Dewi suka maafkan aku si tua bangka. Memang mulutku seperti loho banyak omong
sekali...".
Kalimat Ki Tambakeso hampir menimbulkan ledakan suara tawa, andaikata suasananya tidak
sedang demikian tegangnya.
Ki Genikantar yang melihat suasana bisa bertambah kacau, cepat-cepat mengangkat tangan
sambil berkata lantang :
"Beruntung sekali, kini dipihak kita telah memiliki sebuah pusaka sakti yang tiada tandingan.
Sungguh merupakan bantuan kekuatan yang sangatlah besarnya. Adi Kebo Sulung dan sahabat Toh
Kecubung. Kukira cukup sekian saja kalian main-main!".
Dewi Cundrik mendengus. Kebo Sulung yang sadar akan keunggulan dirinya ikut pula
mendengus sambil memandang kearah lain. Sedangkan para hadirin sudah mulai bersiap-siap untuk
meninggalkan tempat pertemuan.
Akan tetapi mereka melihat bahwa langit diufuk timur mulai kemerahan, pertanda fajar akan
segera terserak. Angin kecil semilir melintasi padang menggoyangkan daun-daun ilalang hingga
bergoyang-goyang dengan lemah. Bergoyang-goyang pulalah setiap bayangan orang yang berada
dalam padang datar dan gundul di tengah hutan itu, karena mereka mulai meninggalkan pertemuan.
Pertemuan dan perpisahan adalah dua pengertian yang saling tolak belakang sesamanya,
tetapi juga memiliki hakekat yang sejajar saling mengisi sesamanya. Tak ada perpisahan bila tak
ada pertemuan, dan de mikian pula sebaliknya.
Kiranya hal itu merupakan kenyataan hakiki yang langsung hidup diseluruh alam semesta
dengan segala gerak-geriknya. Ada pertemuan ada perpisahan. Ada malam ada siang, panas dingin,
susah senang, hidup dan mati, hal itu merupakan kenyataan alamiah yang berkisar dan saling
mengisi dengan sendirinya, tak ada tangan yang menggerakkannya, kecuali Yang Maha Kuasa jua
yang mampu mengatur segalanya.
Semua mobah mosik saisining jagat raya, kiranya bukanlah sesuatu yang tanpa awal dan
akhir, akan tetapi ada Tangan Yang Menggerakkan, ada kekuatan yang telah mengaturnya sesuai
dengan Kehendak Agung Sang Maha pencipta alam raya ini.
Begitupun dengan nasib yang dialami oleh Joko Bledug, dibawah lantai istana Telagasona itu.
Demi tubuhnya meluncur kebawah dengan kecepatan angin, pemuda cilik ini insyaf bahwa maut
akan segera menyambutnya, dalam bentuk tubuh hancur gepeng membentur batu besar atau hancur
berkeping-keping tersate oleh pucuk-pucuk karang.
Tetapi tidak demikian kehendak Sang Pencipta Kehidupan. Joko Bledug dapat mati, tetapi
juga dapat hidup. Pada saat-saat yang demikian, walaupun Joko Bledug memiliki ilmu kepandaian
sepuluh kali lipat yang dimilikinya sekarang, ia hanya akan memiliki satu-satunya kawan hidup,
ialah harapan. Walaupun harapan itu sesungguhnya sangat tipis dan sekedar pengisi waktu sebelum
tiba pada benturan maut.
Gedubyaaarrr! Tubuh kecil Joko Bledug terjatuh keras, terbanting diatas air. Sebentar tubuh
itu tenggelam bagai dihempas kedasar air, selanjutnya terayun keatas permukaan sebagai yang
diam, muncul di antara air yang berpusar-pusar, untuk selanjutnya sebagai hempasan gelombang
laut, tubuh kecil itu terlempar hanyut.
Dalam pengertian susunan lapisan bumi, terdapat suatu lapisan yang disebut sebagai sungai
dalam tanah atau lapisan mengandung air. Kiranya dibawah istana Telagasona ini terdapat sebuah
kali dalam tanah yang mengalir sangat deras, menggelegak-gelegak.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
71
Kolektor E-Book
Dan begitu tubuhnya terhempas, dalam keadaan pingsan Joko Bledug terbawa arus. Entah
berapa lama tubuh bocah itu terbanting-banting antara batu-batu dan tebing kali, akhirnya tibalah
pada sebuah belokan yang sangat tajam, dimana ditepinya terdapat sebuah batu yang menjorok
kedalam air kali.
Joko Bledug sadarkan diri. Pabila ia membuka matanya, maka terlihat olehnya bahwa dirinya
tergeletak ditepi sebuah sungai yang dangkal berbatu-batu. Disebelah balakang tubuhnya, tertegak
sebuah tebing kali yang merupakan bukit berbatu, sangat tinggi, tegak menjulang entah berapa
tingginya untuk mencapai permukaan atas bumi. Yang tampak olehnya diatas adalah bayangan
langit samar-samar yang merupakan garis memanjang sepanjang sungai itu.
Di seberang kali berbatu, tampaklah sebuah dataran batu karang yang tidak terlampau luas,
kering dan gundul. Pada batas dataran itupun didinding oleh sebuah tebing yang tinggi menjulang
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seakan mencakar langit hampir sama dengan tebing yang ada dibelakang si bocah.
Apabila si bocah mengamati keatas, maka terlihat adanya beberapa tumbuhan merambat yang
rimbun dan rungkut yang tumbuh kira-kira pada pertengahan tebing sampai keatas.
Sunyi dan hening tiada terdengar suara, kecuali irama gemerciknya air kali, Joko Bledug
berusaha untuk bangkit, akan tetapi terasa seluruh tubuhnya nyeri-nyeri bukan kepalang, dadapun
kurang lega untuk berna pas.
Dengan susah payah, akhirnya si bocah dapat juga menggeser sebagian tubuhnya keluar dari
air. Tetapi, segera terasa olehnya pada bagian tubuh yang berada diluar air itu, bahwa hawa
sangatlah dinginnya. Maka si bocah sadar, bahwa tentu air kali itulah yang hangat sehingga nyaman
rasanya merendamkan badan.
Jika Joko Bledug mengingat-ingat setiap kejadian hingga tibanya pada keadaan yang
demikian, maka ia heran bercampur sedih. Timbullah pertanyaan dihatinya :
"Mengapa aku tidak mati? Bukankah mati lebih baik daripada hidup dalam keadaan serba
terasing seperti ini?".
Hiduppun sebenarnya sudah tidak diinginkan oleh Joko Bledug. Sebab apalah artinya hidup
lebih lama beberapa saat, setelah itu mati dalam keadaan yang menderita yang sedikit demi sedikit
terasakan nyeri dan sakitnya? Atau barangkali inilah siksa dan azab yang harus diterimanya, akibat
semua perbuatan hina rendah, memalukan yang telah dilakukan?
Terpikir yang demikian, Joko Bledug merasa tenteram juga. Biarlah kematian datang secara
perlahan-lahan, biar terasa olehku manusia tak tahu membalas budi ini, betapa sakitnya siksa dan
azab sengsara.
Sedikit demi sedikit Joko Bledug teringat pada seluruh peristiwa yang terjadi pada hari-hari
terakhir ini. dan seketika tubuhnya gemetaran, napasnya terhenti dicekik oleh tikaman rasa malu,
duka dan kecewa!. Ah, semuanya terjadi hanya untuk menjatuhkan diriku pada kehinaan yang
makin dalam. Mungkin aku masih dapat dimaafkan oleh karena keterlambatan dan keteledoranku
tidak sempat memberikan bantuan. Akan tetapi kedosaan yang lain, main asmara birahi dengan
Dewi Cundrik, dan membunuh Sawung dan Galing dapatkah itu orang memaafkan? Apa pula
artinya maaf, jika sebenarnya aku memang harus tidak bisa dimaafkan?.
Joko Bledug terbatuk dan pingsan kembali. Begitu tak lama antaranya dia siuman, terasa
olehnya bahwa hidup ini terlalu menyiksa dan bertele-tele. Joko Bledug memukuli dadanya,
mencakar-cakar mukanya kemudian merenggut rambutnya. Seluruh tubuhnya terasa sakit, akan
tetapi ia belum mati. Ia ingin mati? Mati! Agar semua kedosaan yang mengotori seluruh hidupnya
dapat segera dipertanggungjawabkan dihadapan pengadilan Yang Maha Kuasa.
Agaknya bocah itu takkan tertolong lagi, ketika secara serentak ia merentakkan tubuhnya, dan
menghujamkan batok kepalanya kearah ujung karang.
Wuuuut! Joko Bledug merasa ada kesiur angin dingin yang menyambar diatas tubuhnya. la
telah memejamkan mata, mematikan rasa untuk menerima kematian dengan kepala terpantek kearah
ujung karang. Namun sekian detik ia menunggu renggutan tangan maut itu, belum juga datang.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
72
Kolektor E-Book
Kepalanya belum menubruk ujung batu karang, belum pecah dan nyawanya belum terbang. Tetapi
anehnya ia tahu, tubuhnya dalam keadaan melayang diudara seperti barung terbang.
Sasaat selanjutnya adalah tubuh Joko Bledug tertarik mundur, kemudian keciprak jatuh
kembali keatas air. Si bocah belum mangangkat mukanya akan tetapi dari balik bulu mata ia dapat
melihat bahwa disebelahnya terdapat sepasang kaki manusia sangat besar hitam dan berbulu-bulu.
Dengan terkejut, Joko Bledug menyusurkan pandangannya pada kaki orang itu, naik keatas
perlahan dengan penuh debaran jantung yang bergoncang sangat keras.
Akhirnya penuhlah terlihat olehnya sesosok tubuh laki-laki tinggi besar yang hampir lipat dua
ukuran manusia biasa, yang warna kulitnya hitarn legam bersemu biru seperti sayap kumbang.
Sulit untuk menyebutkan berapa usia mahluk tinggi besar ini, karena semua ukuran anggota
tubuhnya serba besar dan panjang. Rambutnya panjang dan kotor, bergumpal-gumpal, gimbal
berjuraian lepas hingga ke bawah pinggul. Ukuran mukanya, mungkin lebih dari dua jengkal,
dengan dahi, mata, hidung, mulut dan telinga serba berukuran besar. Alis matanya seperti pilinan
tambang ijuk. Kumis dan jenggotnya terpilin pula, dan agaknya Joko Bledug tidak membual apabila
ia katakan kumis dan jenggot mahluk laki-laki itu sebesar lengannya.
Dadanya yang terbuka tidak berbaju juga ditumbuhi rambut yang lebat, hingga kepusarnya.
Melihat keseluruhan bentuk yang demikian maka Joko Bledug teringat akan juranggrawah atau
Padasgempal dalam tokoh cerita pewayangan, yaitu seorang raja raksasa.
Mengkirik rasanya, bergidik ngeri Joko Bledug menyaksikannya. Dan diam-diam hatinya
mengeluh :
"Mau mati susah cari jalannya, kiranya harus mati dimakan raksasa..." Walaupun si bocah
bukan seorang penakut, akan tetapi mengingat cara mati yang begitu mengerikan seketika tubuhnya
jadi lemas dan mendeprok ditanah, tulang-tulang sendinya bagai dilolosi. Dan dengan nada putus
asa, si bocah merintih.
"Mau bunuh, bunuhlah cepat. Aku... Joko Bledug tidak takut...".
Ketika mendengar kalimat Joko Bledug yang sok berani tetapi merintih itu, seketika mahluk
tinggi besar itu membuka mulutnya. Terdengarlah suara tawa yang mengakak berkumandang
seolah-olah hendak meruntuhkan tebing-tebing batu.
Setelah sepasang matanya bergerak-gerak, maka mahluk itu berkata :
"Mengapa kau hendak membunuh diri, bocah?".
Mendengar nada ucapan yang bernada tidak mengandung ancaman itu, timbul keinginan Joko
Bledug untuk berbicara.
"Hiduppun takkan ada gunanya. Aku seorang anak durhaka, seorang murid murtad, dan
seorang manusia kejam yang tak mengenal budi. Andaikata dihukum mati sekalipun belum tentu
lunas hutang-hutangku!".
Mahluk tinggi besar itu memperdengarkan tawanya yang mengakak pula. Kepalanya
menggeleng-geleng, hingga rambutnya yang gimbal berombak-ombak menggeliat seperti tubuh
ular.
"Kau bocah tahu apa tentang hukuman mati apa segala? Di dunia ini apabila ada hukuman
mati, maka itu sudah bukan berarti hukuman lagi. Kalau kau melakukan kejahatan sebagai yang kau
sebutkan tadi masih belum waktunya untuk dihukum mati! Kecuali hukuman mati yang dilakukan
oleh manusia, yang hakekatnya bukan diputuskan oleh keadilan dan pertimbangan akal sehat, akan
tetapi adalah oleh pertimbangan dendam dan kepentingan pribadi manusia. Kau tahu, betapa cinta
kasihnya Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan dirimu, dan menciptakan umat manusia dan alam
semesta beserta isinya.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
73
Kolektor E-Book
Dia itulah Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Pengadilan! Pemegang Neraca Agung ada
ditangannya, bukan ditangan manusia, apa lagi ditangan bocah cengeng sepertimu!"
Si bocah terdiam. Dia teringat pada pelajaran dan nasehat yang selalu dianjurkan oleh
ayahnya, yaitu tentang cinta kasih sesamanya, tentang keadilan dan kewajiban.
Apabila diresapi ucapan mahluk tinggi besar itu, tampaknya tidak jauh berbeda dengan ayah
angkatnya dalam hal ini menganjurkan cinta kasih sesama umat manusia. Tetapi tentang keadilan?
Murid murtad, anak durhaka harus dihukum berat! Dan tentang membunuh sesama saudara
seperguruan tentu tak ada hukuman lain yang akan dijatuhkan oleh gurunya, kecuali hukuman mati!
Apalagi membunuh saudara seperguruan yang sama sekali tidak bersalah sebagai terhadap Sawung
dan Galing.
Tetapi mahluk besar ini tampaknya sebagai penganjur keadilan yang tidak berpegangan sifat
adil sama sekali. Mana bisa hukuman mati tak boleh di sebut sebagai hukuman?
"Tidak mudah memang, dijajagi oleh akal pikiranmu yang masih hijau dan cetek. Hai bocah...
Tuhan menciptakan isi dunia ini dengan curahan cinta kasih bukan dendam kesumat atau
pertimbangan kepentingan pribadi."
"Tuhan yang menciptakan kau, menciptakan kita, mengapa kau dan kita yang melakukan
hukuman atas diri umat ciptaan Tuhan! Apakah kau kira Tuhan tidak memegang Neraca Agung,
tidak mempunyai pertimbangan keadilan yang maha adil diatas segala-galanya yang adil?"
"Harap maafkan aku lancang bicara" kata si bocah. "Kalau menurutkan hakekat pertimbangan
kakek ini agaknya orang jahat tak perlu dihukum. Apakah itu tidak menyalahi kodrat hidup?".
"Kodrat hidup adalah berbenih, besar dan tumbuh berbuah untuk menghasilkan bibit dan
benih. Bertunas, berkembang, mekar layu dan membangkitkan tunas kembali. Orang yang jahat
adalah orang yang merintangi putaran kodrat hidup, tentu harus dihukum! Siapa bilang tidak perlu
dihukum? Tetapi tentang hukuman pernahkah umat manusia dapat menyelami hukuman yang telah
dituliskan untuk diazabkan kepada umatnya yang berdosa?".
Mahluk tinggi besar itu tiba-tiba tertawa.
"Sudahlah sudah, bocah. Kalau kecekokkan juga anjuran ini kedalam kepalamu agaknya
takkan termakan oleh otakmu yang terlalu penuh dengan perasaan bukan pikiran! Hanya kujelaskan
bocah, berputus asa, menjatuhkan hukuman terhadap dirinya sendiri itupun termasuk sebuah dosa
besar!".
Apa? Membunuh diri termasuk sebuah dosa besar? Seketika tambah bingunglah Joko Bledug.
Ia merasa dirinya sendiri telah melakukan kedosaan dan kehinaan, habis dengan cara apa kejahatan-
kejahatan itu harus dihukum? Jadi siapakah yang berhak menjatuhkan hukuman?
"Kakek yang baik..." runtutlah kebimbangan dan keraguan didalam hati Joko Bledug.
"Kuharap kau sudi menghukum diriku yang penuh dengan dosa ini..."
Dengan tidak memberi kesempatan kepada mahluk tinggi besar itu untuk memberikan
jawaban, maka si bocah telah mulai menceritakan seluruh kejadian demi kejadian yang membawa
dirinya pada rasa berdosa yang begitu besar.
Mahluk tinggi besar itu mendengarkan dengan penuh perhatian. Tubuhnya tidak bergerak,
hanya biji matanya saja yang bergerak-gerak tak ada henti-hentinya.
Tak ada satu halpun yang dilewatkan dari awal ia menggembala domba hingga akhirnya
dibawa oleh Dewi Cundrik dan sebagai terjadinya sekarang ini.
"Walau alasan apapun". demikian Joko Bledug mengakhiri ceritanya. "yang dapat aku
kemukakan terhadap dunia luar, tetapi dua orang murid perguruan Blimbingwuluh oleh serangan
?garuda anggunting layung? hanya dapat dilakukan oleh seorang murid Blimbingwuluh pula yaituYusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
74
Kolektor E-Book
aku yang berada dalam keadaan sadar. Sebab adalah mustahil orang berada dalam keadaan tidak
sadar dapat melancarkan jurus sakti tersebut".
Hingga Joko Bledug mengakhiri ceritanya, mahluk tinggi besar itu masih termangu-mangu
seakan-akan sedang terlibat dalam suatu pergulatan batin. Barulah selang beberapa saat ia tampak
menghela napas dan berkata :
"Tanda umat manusia yang disayang oleh Penciptanya adalah manusia yang sering
menghadapi cobaan hidup. Bocah, tentu kau ingin mengetahui siapa aku dan mengapa aku berada
pada tempat demikian bukankah, dengarkanlah, dan supaya dapat kau ambil pertimbangan
daripadanya?"
Keduanya diam sejenak.
"Tentang siapa aku agaknya tidak penting, sebab aku tidak bedanya dengan kau, juga dengan
manusia yang lain. Tetapi Tuhan sangat mengasihi diriku, dan itu kuserahkan dengan hati tulus.
Cobalah kau perhatikan kedua mataku. Aku memiliki mata yang sama denganmu, tetapi aku tidak
dapat membedakan terang dan gelap, tidak dapat memandang mana cantik dan mana buruk dan
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak dapat menikmati mana hijau segar dan yang merah membakar. Semuanya adalah kegelapan
bagi mataku?"
Joko Bledug baru tahu bahwa mahluk tinggi besar itu kiranya adalah seorang buta melek. Biji
mata dan kelopaknya utuh dan segar tampaknya tetapi justeru tak dapat melihat.
"Karena kebiasaanku semula selalu menurutkan hawa dan hasrat yang dibangkitkan oleh
mata, sehingga tidak sedikit korban wanita baik perawan dan isteri orang yang ternoda oleh
perbuatanku, maka Tuhan dengan penuh kasih-Nya telah merobah semua yang bercahaya dan
berwarna menjadi kegelapan bagiku. Kusebut itu adalah cinta kasih karena Tuhan kiranya telah
menyelamatkan aku dari kesesatan yang lebih jauh, dan memberikan waktu bagiku untuk
memperbaiki diri. ltulah hukuman bocah, hukuman yang sebenarnya, yang tentu saja kuterima
dengan lapang dada dan hati tulus!"
"Maksud kakek, Tuhan memberimu kesempatan untuk bertobat?"
"Tidak salah?" Mahluk tinggi besar itu meneruskan bicaranya. "Kebiasaan burukku yang lain,
yaitu memasuki rumah orang ditengah malam atau siang melalui jendela pintu atau menerobos
galur, untuk mengambil milik orang, memiliki harta orang, bahkan terkadang meniduri juga isteri
orang... hal ini adalah kemarahanku nomor satu waktu itu...... bahkan terakhir aku melakukan
kekerasan mencabut nyawa orang, merusak jasad orang lain hingga orang jadi mati. Lalu Tuhan
dengan cinta kasihnya merubah tubuhku menjadi demikian besar, melebihi ukuran dua orang
dijadikn satu, sehingga aku malu muncul dimata orang. Tak ada pintu ataupun jendela rumah
manusia yang muat dilewati tubuhku! Cukuplah ini semua merupakan dorongan tangan Tuhan pada
diriku menuju jalan selamat. Dan selamatlah aku tinggal ditempat ini, tempat yang tidak
membenturkan cabang-cabang pohon ataupun atap-atap rumah dijidatku!"
Sehabis bicara demikian, mahluk tinggi besar itu tertawa lepas, suara tawa yang mengandung
ketulusan hati yang penuh penerima.
"Aku mengerti kakek." sahut si bocah.
"Dan kau takkan mencoba bunuh diri lagi bukan?" Mahluk itu tertawa lagi. "Tuhan
membutakan mataku tetapi tidak membutakan mata hatiku. Tuhan membesarkan jasadku tetapi
tidak membesarkan kepala (kesombongan) ku!".
Setelah itu, mahluk itu mengajak si bocah meninggalkan tempat itu. Keduanya berjalan
menuju kearah sebuah guha yang luas, dan Iangit-langitnya sangat tinggi rupanya benar-benar
disediakan buat mahluk raksasa itu, agaknya.
Guha itu seluruhnya terdiri dari batu karang yang mengelilingi. Di dalam suasana sangat
gelap, ada sedikit cahaya yang menerobos masuk merupakan cercah-cercah kecil yang membias
lewat rengat-rengat pada langit-langit guha, dan itu tidak berarti sama sekali.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
75
Kolektor E-Book
Memasuki guha itu makin kedalam, maka guha itu semakin sempit, seolah-olah akan bertemu
pada suatu sudut yang runcing. Tetapi sebelum tiba pada ujung guha, mereka telah melintasi sebuah
pintu. Dan ketika si bocah melangkah masuk maka mahluk tinggi besar itu berkata :
"Tinggallah kau disini, diruangan ini bocah, untuk menyucikan diri. Bukan menyucikan jasad
belaka, akan tetapi juga batin. Segala dasar kesucian batin dapat diperoleh dengan latihan tawakal,
tulus ikhlas, dan narima ing pandum. Baru setelah itulah manusia dapat membedakan mana cita-cita
dan mana cinta, mana cinta dan mana nafsu hasrat dan keinginan".
Sehabis berkata, maka sebuah batu besar, sebesar pondok jimat diperguruan Blinbingwuluh,
didorong oleh tangan mahluk itu, menutup pintu rapat-rapat. Dan Joko Bledug sepenuhnya terpisah
dari ruangan luar, ruangan yang berada didepan yang menghubungkan antara guha itu dengan alam
luar.
Tak ada yang bisa dikerjakan oleh si bocah selanjutnya kecuali memeriksa ruangan itu,
seakan-akan memperkenalkan diri pada suatu tempat yang baru dan yang masih asing baginya,
ruangan yang hanya berujud batu karang belaka.
Tidak putus-putusnya Joko Bledug melakukan semadhi, memusatkan perhatian, memeras
indera dalam suatu titik hening yang paling bening yang bisa tumbuh dihati manusia.
Terasa lapar, maka Joko Bledug akan memakan segala lumut-lumutan yang melekat pada
dinding karang. Bila haus, maka ia akan membuka mulutnya, dan meneguk tetesan-tetesan air yang
terkadang menitik-nitik perlahan dari langit-langit guha.
Ketika suatu malam si bocah sedang duduk bersila mulai dalam semadhinya, tiba-tiba
telinganya menangkap suara orang menyanyikan sebuah lelagon. Tergerak hati Joko Bledug, sebab
ia mengenal suara itu adalah suara mahluk yang tinggi besar itu.
Demikianlah kira-kira bila diterjemahkan bebas :
jiwa dan raga adalah dua yang esa
dua berarti satu yang satu berarti dua
tak ada satu berdiri sendiri
keduanya harus dirawat
baru terdapat pribadi yang kuat
kebesaran jiwa kerdil raga-itulah gila
kebesaran raga kerdil jiwa-itulah singa!
Si bocah tersenyum mendengarkan. Setisp patah kalimat dalam lelagon itu sepenuhnya berisi
pelajaran tingkat tinggi yang hanya dengan mempergunakan alam cipta yang hening saja dapat
meresapi maknanya. Dalam dan dalam sekali, dan sayup-sayup si bocah seakan-akan dapat
menikmati hakekat dan kebenaran dari kata-kata dalam lelagon tersebut.
Kian hari kian akrab pergaulan antara Joko Bledug dengan mahluk tinggi besar itu. Hingga
akhitnya si bocah tahu bahwa mahluk itu bernama Turonggo Benawi seorang murid dari perguruan
Pulau Maceti yaitu sebuah pulau kecil disebelah tenggara Nusakambangan.
Tidak sedikit ilmu pelajaran yang telah diberikan oleh kakek Turonggo Benawi kepada Joko
Bledug baik berujud ilmu-ilmu Wadag (ilmu-ilmu mengenai jasmaniah, silat dlsb.) maupun ilmu-
ilmu yang bersifat batiniah.
"Murid!" Demikian suatu ketika Turonggo Benawi menasehati Joko Bledug yang telah
menjadi muridnya.
"Pedang bisa tumpul karena kokohnya batiniah yang dibentengi oleh keyakinan. Dan
sebaliknya jari tangan dapat berubah setajam tombak yang bisa menembus tembok baja karena
kekuatan keyakinan pula. Keadaan lahir mempengaruhi gerak batin, begitupun gerak bathin
mempengaruhi keadaan lahir. Keduanya saling mempengaruhi. Maka haruslah seimbang antara satu
dengan lainnya. Sebab kepincangan salah satu diantaranya, akan menimbulkan bencana, ya bencana
yang dibangkitkan oleh perbuatan kita sendiri. Tapi tak ada manusia yang sempurna, muridku,Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
76
Kolektor E-Book
maka tak usah engkau dibayangi oleh rasa waswas dan ragu, sebab rasa bimbang semacam itu
hanya akan memperbesar kepincangan antara gerak batin dan lahir, yang tentu akibatnya hanya
menyulitkan hidupmu belaka.
Lima tahun kemudian. Lima tahun adalah sekian jangka waktu yang bisa disebut panjang
tetapi juga pendek. Musim sudah sekian kali berganti. Bunga telah membuah dan buah telah entah
berapa kali membangkitkan benih dan bunga. Bocah bertambah gede, para remaja meningkat
dewasa. Dan Joko Bledug sudah tak dapat disebut sebagai bocah lagi, sebab usianya telah mencapai
duapuluh tahun.
Joko Bledug telah berkembang menjadi seorang pemuda yang berperawakan kukuh, berwajah
tampan dan gagah. Ketampanan yang telah terlukis diwajahnya sejak kecil, kini tampak menjadi
matang dan jantan. Matang oleh gemblengan jasmaniah dan rokhaniah yang diperoleh dari
Turonggo Benawi.
Sesaat sebelum meninggalkan tempat perguruannya Joko Bledug masih sempat menanyakan
tentang keadaan dunia luar.
Yang seluruhnya secara gamblang telah dijelaskan oleh gurunya.
"Peperangan berkobar dimana-mana. Perang kecil dan perang besar, muridku?" kata
Turonggo Benawi saat itu. "Sepanjang pantai Utara pulau ini, sedang dilanda oleh iklim perang
yang dibangkitkan oleh adanya orang-orang jahat dan bodoh yang berkuasa. Kebenaran disana
hanya diartikan sebagai kekuasaan dan keadilan tinggal menjadi impian para rakyat jelata. Apabila
kau hendak memberikan dharma bhaktimu sebagai manusia, maka berdirilah kau pada pihak yang
benar, pada pihak si lemah, dan pada pihak orang yang digantung oleh harapan belaka. Tetapi itu
tidak mudah muridku, sebab didalam perang sendiri, pada tiap pribadi manusianya, sesungguhnya
juga sedang diamuk oleh perang besar, yaitu perang dengan hawa nafsu.
Selama engkau berpegarg pada hak dan kebenaran yang sejati muridku, maka biarlah banjir
bandang menutup sebuah kota, Tuhan akan menyelamatkan dirimu..."
Dengan dibekali oleh tekad yang membulat dan keyakinan yang membaja, Joko Bledug
meninggalkan pintu pergaruan.
Ia menyusuri kali yang mengalir dalam jurang raksasa itu, menghanyut terkadang juga
merayap. Tetapi ia terus mengikuti arah air yang menuju keutara dimana nanti sebagai pernah
dijelaskan oleh gurunya tentu akan tiba pada muara. Tak ada hulu yang tiada bermuara.
Beberapa kali pemuda itu harus melewati terowongan kali dibawah tanah. Dan tidak terbilang
berapakali ia melintasi pusaran-pusaran maut yang sering terdapat pada kali itu. Tetapi pada
kesemuanya itu hanya menambah kekuatan batinnya belaka.
Sebulan kemudian, pada suatu senja berkabut, Joko Bledug baru saja terlempar dari
trowongan dibawah tanah, tahu-tahu ia merasa bahwa kini ia telah tiba pada muara kali bawah tanah
itu, yang berujud sebuah telaga.
Joko Bledug tidak tahu dimana dia berada sekarang. Setelah ia memandang keliling, maka
dihadapan telaga tersebut segera terlihatlah olehnya batu yang sangat besar, besar sekali juga bararti
sebuah gunung yang sangat kecil, yang dilihat dari jauh berbentuk sebagai seekor gajah.
Joko Bledug melompat naik dari telaga, Gunung Gajah, Gunung Gajah tentu saja tidak akan
dilupakannya, sebab tempat itu tidaklah jauh tempatnya dari asal Joko Bledug yaitu
Blimbingwuluh.
Dengan ilmu ringankan tubuhnya yang tinggi, Joko Bledug berlompatan mendaki keatas
puncak gunung itu yang berupa sebuah dataran, ya seperti punggung gajah.
Perasaan si pemuda jadi sangat gembira. Setelah sekian lama terasing dalam kehidupan
dibawah jurang bersama seorang "raksasa" akhirnya ia kembali ketempat asal ia dibesarkan.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
77
Kolektor E-Book
Keinginannya untuk cepat-cepat menjenguk perguruan Blimbingwuluh seakan tak dapat
ditahan lagi. Akan tetapi ia segera teringat, bahwa perguruan itu tentu sudah musnah, dan ia sendiri
sebenarnya apakah masih patut mengaku sebagai murid Blimbingwuluh setelah membunuh Sawung
Galing?
Keinginannya ini segera ditahannya. Dan si pemuda untuk sementara akan tinggal ditempat
itu, untuk melihat-lihat keadaan dunia luar juga melakukan penyelidikan.
Mendadak telinganya yang sangat peka itu mendengar sesuatu. Si pemuda cepat-cepat
menyelinap bersembunyi diantara batu-batu karang.
Tak lama antaranya, maka suara itu makin nyata mendatangi. Suara seseorang yang berkuda,
dengan derap kaki yang tak teratur.
Akhirnya tampaklah jelas orang berkuda itu, yang kiranya adalah seorang wanita bertubuh
tinggi langsing dengan kepala ditutupi oleh kerudung hitam.
Wanita itu tampaknya sangat letih, begitu juga dengan kudanya yang sebentar terhuyung-
huyung, dan seluruh tubuhnya bermandi keringat dan busa.
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah turun dari kudanya, maka wanita itu bersama kudanya mengokop minum air telaga
dengan sangat rakusnya, rupanya mereka sangat kehausan.
Sehabis puas minum barulah wanita itu tampak bersemangat kembali. Ia tampak berjalan
cepat menuju sekelompok batu yang bertonjolan tinggi. Setelah memandang sekelilingnya, maka
perlahan-lahan wanita itu melepaskan pakaiannya satu persatu, hingga akhirnya tinggallah pakaian
dalam tipis yang melekat ditubuhnya, sehingga melukiskan bayangan tubuhnya yang padat dan
segar. Selang beberapa saat, maka wanita itu telah merendam diri kedalam air telaga.
Sejak semula munculnya wanita itu, telah timbul keraguan dan keheranan Joko Bledug yang
sempat melihat seluruh gerak geriknya. Pemuda ini seakan-akan telah mengenal siapa adanya
wanita itu yang pada atas ubun-ubunnya mengenakan perhiasan berbentuk sebagai cunduk. Usianya
sekitar hampir sama dengan si pemuda sendiri yaitu duapuluh tahun. Wajahnya yang sebenarnya
kuning lembut itu, agak kehitaman terbakar oleh sinar matahari, tetapi justeru menambah
kemanisannya belaka.
Joko Bledug sendiri suatu saat terpaksa harus memejamkan matanya ketika terlihat olehnya
wanita atau gadis itu mengganti pakaian dengan pakaian kering yang diambil dari kudanya.
Akhirnya, si gadis membawa kudanya ketempat yang teduh dan agak tersembunyi, barulah
kemudian ia tampak membaringkan diri disamping binatang itu.
Terlintas dalam pikiran Joko Bledug untuk munculkan diri dan menjumpai gadis itu, sebab
gadis itulah orang pertama kali dilihatnya sejak ia meninggalkan perguruan jurang raksasa itu.
Keinginannya untuk bertemu kembali dan bergaul dengan manusia secara wajar tumbuh
mekar, akan tetapi Joko Bledug cepat-cepat mengurungkan maksudnya.
Keberaniannya untuk berjumpa dengan penduduk pantai utara ini jadi mengecil, sebab ia
teringat kembali pada dirinya bahwa ia adalah anak angkat Kiai Teger, bocah yang tak tahu
membalas budi, bodoh durhaka. murid murtad yang membunuh saudara seperguruannya?
Joko Bledug masih tetap berada dalam persembunyiannya. Dan agaknya ia akan tetap berada
ditempat itu, andaikata tidak terjadi sesuatu yang mengejutkan pula.
Mendadak sekali terdengar derap kaki kuda yang sangat riuh, dan sangat cepat mendatangi
dan tidak lama antaranya, telah muncul tiba beberapa orarg laki-laki yang sikapnya sangat garang,
begitu tiba didekat telaga mereka lantas berlompatan turun dari kudanya.
Sambil memperdengarkan suara mengancam, maka mereka telah mengurung gadis yang
sedang mengantuk disamping kudanya.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
78
Kolektor E-Book
Melihat munculnya laki-laki yang sikapnya penuh ancaman itu, kuda si gadis membeker-
beker sambil menggaruk-garukkan kakinya ketanah.
Tetapi gadis yang mengantuk itu agaknya terlalu pulas tertidur, sehingga tidak dapat
mendengar isyarat bahaya yang dilakukan oleh kudanya.
Ketika mendapatkan si gadis yang masih terpulas di samping kuda maka para lelaki yang baru
datang itu saling berpandangan, lalu salah seorang diantara mereka yang agaknya adalah kepala
rombongan telah melangkah maju.
Lalu setelah mengeraskan tali pinggang dan merapihkan pakaian, kepala rombongan itu
nyengir sejenak kearah teman-temannya barulah kemudian ia menubruk kedepan dengan kedua
lengan terpentang lebar.
Apa yang terjadi? Kepala rombongan itu memekik kesakitan ketika kuda yang berada
disamping si gadis telah mementilkan kakinya dan kepala rombongan itu terlempar jatuh
mengaduh-aduh. Sedangkan si gadis yang tertidur, masih juga terpulas seoleh-olah ia begitu tuli
tidak dapat mendengar kegaduhan itu.
Kepala rombongan itu bangkit berdiri dengan mata beringas, kini ia bukannya bernafsu untuk
menubruk kearah si gadis akan tetapi segera mencabut pedangnya dan mengayunkan kuat-kuat
kearah kuda si gadis.
Trang! Pedang ditangan kepala rombongan itu terbang ke udara sedangkan orangnya tertegun
berdiri dengan mata terbelalak. Ia tidak tahu apa yang terjadi kecuali baru saja dia melihat antara
jelas dan tidak ada sebutir benda kecil meletik dari tubuh si gadis dan menyambar kearah pedang.
Entah mengapa kepala rombongan itu merasa lengannya kaku dan pedangnya terpental jauh.
Akhirnya kepala rombongan yang baru datang ini memberi isyarat kepada teman-temannya
untuk berbareng maju, mengerubut kearah kuda dan si gadis yang masih tertidur.
Akan tetapi mereka jadi lebih terkejut, ketika tanpa diketahui darimana asalnya, tahu-tahu
didepan mereka tampak berdiri seorang pemuda berpakaian compang-camping dan kotor dengan
rambutnya yang riap-riapan menghadang mereka.
Untuk sejenak mereka tertegun kaget dan bingung akan tetapi selanjutnya kepala rombongan
yang telah dua kali mendapat malu, mengira bahwa pemuda jembel inilah yang melakukannya
semuanya tadi. Segera kepala rombongan itu membentak dengan suara seram.
"Bedebah! Jembel busuk, pengemis kotot! Aku tidak biasa memberi derma kepada tampang
malas sepertimu! Ayo pergi atau tunggu kugebah dengan sepakan kaki?".
Pemuda jembel itu hanya cengar cengir belaka tampaknya seakan ketakutan melihat
rombongan itu, akan tetapi sikap berdiri tetap menghadang, melindungi si gadis yang sedang
tertidur.
"Ho, jembel tak tahu dikasihani! Minggir!" Berkata begitu, kepala rombongan itu menjambret
lengan pemuda berpakaian compang-camping itu untuk melemparkan kesamping. Akan tetapi
sungguh tak terduga bahwa pemuda jembel yang peringas peringis itu begitu kokoh berdiri.
Jangankan terlempar bergemingpun tidak.
Kepala rombongan itu menarik-narik terus, mengerahkan seluruh tenaganya untuk
melemparkan pemuda jembel itu. Keringatnya sampai berbiji-biji diseluruh mukanya, akan tetapi
pemuda jembel itu masih juga cengar cengir peringas peringis, seakan-akan kakinya berakar
kedalam tanah.
Akhirnya dengan marah kepala rombongan itu meluncurkan beberapa kali pukulan. Kepalan
tangannya yang besar sebesar kelapa gading dan berotot-otot menyambar, membawa suara angin
menderu, menghantam bertubi-tubi kearah muka si pemuda jembel.
Entah dengan cara bagaimana pemuda jembel itu tampaknya hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya akan tetapi kepala rombongan itu merasa tinjunya hanya mengenai angin belaka.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
79
Kolektor E-Book
"Bangsat busuk! Siapa kau ha? Ada hubungan apakah dengan nona Cunduk hei" Bentak si
kepala rombongan bertambah gusar dan penasaran.
Pemuda jembel berpakaian compang-camping dan serta rambut riap-riapan itu adalah Joko
Bledug.
Selama lima tahun tinggal menghuni jurang raksasa pemuda ini tak pernah sempat mengganti
pakaiannya hingga pakaian yang cuma selembar-lembarnya itu sudah tak keruan bentuknya.
Rambutnya panjang riap-riapan sampai kepunggung, bahkan sebagian menutupi mukanya, sehingga
membuat ia seakan-akan sebagai seorang jembel yang sebenarnya.
Begitu ditanya namanya, Joko Bledug jadi gelagapan. Ia ingat namanya sendiri, sudah barang
tentu akan tetapi untuk menyebutkannya didepan orang merasa berat. Ia memandang perlu untuk
berahasia maka setelah memikir sejenak barulah ia menjawab :
"Namaku si Pepriman (pengemis). Dan nona itu adalah majikanku, maka kalian jangan
mengganggu."
"Ngaco!" Si kepala rombongan itu membentak marah. "Cunduk puteri tidak punya jongos
sepertimu! Awas! Tak mau berterus terarg kukeset mulutmu."
"Lho kok cari enaknya sendiri! Kau ini siapa aku belum tahu, datang-datang main bacok main
hantam terhadap orang?"
Si kepala rombongan tertawa sombong. Sambil menunjuk kedada sendiri ia menjawab :
"Aku Dadamanuk! Dan itu aank buahku adalah murid-murid perguruan Bantarkawung, murid
Ki Genikantar, jembel hina berani menjual lagak di depan kami?"
"O, kiranya rombongan munyuk dari Bantarkawung! Sekarang baiknya kalian pergi sebab
nona besarku sedang istirahat, nanti kalau dia kaget kalian semua akan dipelintir lehernya, sampai
murid-murid Bantarkawung habis ludes semuanya!"
Tentang nama perguruan Bantarkawung dan Ki Genikantar memang Joko Bledug sudah
pernah mendengarnya. Yaitu sebuah perguruan yang menghasilkan murid-murid bajingan dan
orang-orang berkepandaian yang biasa mengandalkan kepandaian untuk mengejar kesenangan
pribadi. Walaupun antara Joko Bledug atau Blimbingwuluh belum pernah bentrok dengan
Bantarkawung, akan tetapi dalam tubuh hati si pemuda telah tertanam benih tidak suka terhadap
mereka. Apalagi demi melihat bahwa perbuatan mereka memang benar-benar kotor dan kasar, rasa
tidak suka itu berkembang jadi benci.
Dadamanuk dan sekalian murid Bantarkawung mendengar ejekan Joko Bledug yang
demikian, seketika melonjak kaget saking gusarnya. Seumur-umur belum pernah ada orang berani
menghina perguruan Bantarkawung masakah ini hari seorang jembel berani memandang rendah?
"Begundal busuk disambar geledek! Tidak perduli namamu Pepriman atau pengemis kotor,
ini hari kau harus dihukum mati! Orang yang berani menghina perguruan Bantarkawung harus
mati!" Dadamanuk dibarengi anak buahnya menerjang maju, menyerang dengan garang.
JILID : 5
TADI Dadamanuk telah merasakan kelihayan pemuda jembel itu, maka kali ini menyerang
lebih berhati-hati. Lain halnya dengan teman-temannya yang bertindak seenaknya karena terhadap
seorang jembel sinting seperti itu, apa yang harus dijadikan pikiran.
Akibatnya sungguh hebat. Satu demi satu murid-murid Bantarkawung itu berpentalan
kebelakang sambil dari mulutnya memperdengarkan teriak kesakitan.
Dadamanuk yang berlaku lebih hati-hati hampir dapat mengenai lawan. Ketika kakinya
menyerampang, maka kedua tangannya meluruskan dua jarinya keatas untuk mencongkel mataYusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
80
Kolektor E-Book
orang. Menurut perhitungan, bila diserampang kakinya tentu si jembel akan melompat keatas yang
berarti akan disambut oleh dua pasang jari Dadamanuk yang akan mencongkel mata.
Kiranya Joko Bledug tidak demikian mudah dapat diakali. Dengan menggeser kaki
kebelakang, maka serampangan orang lewat didepannya. Dan bersamaan dengan itu, Joko Bledug
menggerakan tangannya sangat cepat kedepan. Tepat pada saat itu Dadamanuk sedang menaikan
tangannya. Maka tak ampun lagi kedua tangan murid Bantarkawung itu terhantam kebelakang.
Terdengar bunyi tulang yang patah dan Dadamanuk menjerit kesakitan tubuhnya terjengkang
kebelakang dengan lengan terkulai.
"Lariii!" Dadamanuk berseru parau.
Sudah sejak tadi para anak buah Dadamanuk menunggu perintah yang demikian, memangnya
mereka sadar bahwa mereka masih tinggal hidup adalah karena lawan tidak mau turun tangan
kejam. Andaikata tidak demikian apalah susahnya bagi jembel sakti itu membunuh mereka??
Tidak usah menunggu perintah yang kedua kalinya seketika serabutanlah anak buah
Dadamanuk para murid Bantarkawung itu melarikan diri. Terakhir Dadamanukpun berrnaksud
ambil langkah seribu. Akan tetapi mendadak ia tampak terlonjak matanya mendelik dan seluruh
mukanya melukiskan rasa nyeri yang amat sangat.
Kemudian laki-laki tinggi besar itu tersungkur jatuh, dengan wajah tetap melukiskan rasa
nyeri dan dendam penasaran, napasnya telah putus!
Joko Bledug terperanjat. Dilihatnya dipunggungnya Dadamanuk tampak menyembul gagang
sebuah pisau terbang yang hampir seluruhnya amblas kedalam punggung tepat menikam kejantung.
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekilas pandang mata pemuda jembel ini terarah kepada si dara, Cunduk Puteri yang masih
terpulas tidur. Di tempat itu tidak ada orang lain kecuali Joko Bledug dan Cunduk Puteri, kalau
Joko Bledug tidak membunuh Dadamanuk, habis siapakah yang turun tangan?
Nyata-nyata bahwa Cunduk Puteri sedang tidur berarti pasti ada orang lain yang telah turut
campur.
Segera Joko Bledug berlompatan mencari dan memeriksa tempat sekitarnya barangkali ada
orang yang bersembunyi. Tidak ditemukan olehnya walaupun ia telah memeriksa sekeliling tempat
itu jadi jelas tentu si dara itulah yang telah melakukan pembunuhan itu!
"Nona yang dipanggil Cunduk Puteri untuk apakah membunuh orang tiada guna itu?" tanya
Joko Bledug mengandung teguran. Menurut hemat pemuda itu walaupun Dadamanuk hakekatnya
adalah seorang yang berwatak kasar dan kotor, akan tetapi belum sepatutnya untuk dihukum mati.
Baru saja Joko Bledug hendak mengulangi tegurannya kiranya Canduk Puteri telah meloncat
bangun dari tidurnya, langsung menggerakkan tangannya menyambit.
Serrrr! Serrr! Serr! Tiga buah pisau terbang menyambar cepat kearah Joko Bledug mengarah
pada jalan darah yang mematikan.
Joko Bledug terkejut. Serangan yang dilakukan oleh si dara secara sangat mendadak itu, tidak
memberi kesempatan untuk berpikir lagi. Seketika sebelah kakinya tampak berjingkai, sedangkan
kaki yang lain ditarik digerakkan kebeberapa arah yang berlainan secara aneh, sehingga tubuh
pemuda ini tampak bergoyang dan terhuyung seperti orang mabuk. Akan tetapi ia tidak berpindah
dari tempatnya, walaupun demikian ketiga pisau terbang yang dilontarkan oleh si dara, satupun
tidak ada yang mengenai tubuhnya.
Seerrr! Seeerrr! Seeeerrrrr! Sekali lagi Cunduk Puteri menggerakkan tangannya dengan
telapak tangan terbuka rnenyambarlah tujuh batang pisau terbang yang mengarah pada tujuh bagian
mematikan ditubuh Joko Bledug.
"Hai nona, apa-apaan ini?" Seru Joko Bledug dengan terkejut. Akan tetapi tak lupa ia
melakukan lagi gerakan-gerakan aneh seperti yang baru saja dilakukan itu. Sebelah kaki berjingkai,
sedangkan kaki yang lain terayun, terlempar atau terangkat, sementara tubuhnya bergerak-gerakYusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
81
Kolektor E-Book
aneh, terkadang memutar atau menggeliat dan menggegol seperti doger menari, tahu-tahu semua
senjata si dara lewat disisi tubuhnya belaka, sama sekali tidak melukai, walaupun jarak antara kulit
dan senjata tajam itu tidak akan lebih dari setebal kulit bawang.
Melihat pemuda jembel itu dapat menyelamatkan diri dengan baik dan aneh itu, Cunduk
Puteri sejenak termangu-mangu. Selang sesaat ia tersenyum lalu berkata :
"Eh, pemuda kotor, sebenarnya kau ini siapakah? Ada hubungan apakah dengan perguruan
Blimbingwuluh?".
Mendengar nama Blimbingwuluh disebut oleh si dara, sejenak Joko Bledug terkejut. Akan
tetapi ia dapat melihat bahwa dara itu tidak yakin dengan pertanyaannya, hanya sekedar menduga-
duga belaka.
Sejak meninggalkan perguruan jurang raksasa, memang Joko Bledug bermaksud untuk
merahasiakan dirinya. Ia malu untuk dikenal sebagai Joko Bledug ataupun anak murid perguruan
Blimbingwuluh. Bagaimanapun juga ia akan tetap berahasia!
"Aku tahu kau mengujiku dengan serangan pisau-pisau terbangmu itu, nona! Dan ternyata aku
bukan siapa-siapa bukan? Aku tidak mengenal apa itu perguruan Blimbingwuluh! Sebaliknya aku
hendak bertanya, tadi Dadamanuk menyebutmu sebagai Cunduk Puteri, tentu kau seorang dara
pendekar yang termashur bukan? Habis darimana dan perguruan mana asalmu? Kalau aku boleh
mengetahui pula, mengapa mereka mengejar-ngejar dirimu?".
Cunduk Puteri menyadari bahwa pemuda jembel yang ternyata berkepandaian tinggi itu
sengaja berahasia! Semula, waktu pemuda itu bertarung dengan Dadamanuk anak buahnya,
menunjukkan bahwa ia telah melakukan gerakan-gerakan yang mirip dengan ilmu silat Suci Hati
dari Blimbingwuluh. Si dara telah mengujinya dengan sambitan-sambitan pisau terbangnya,
ternyata pemuda jembel itu dapat melakukan gerakan yang sangat aneh, yang sekalipun masih ada
mirip-miripnya dengan jurus ilmu "delapan penjuru dewa" dari perguruan Blimbingwuluh, tetapi
bila diperhatikan sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pemuda jembel tadi.
Dalam jurus "delapan penjuru dewa" pada dasarnya hanyalah mangutamakan kecepatan gerak
dan ketajaman indera. Sedang gerakan si pemuda tadi jelas tidak berpindah tempat akan tetapi
hanya menggerakkan bagian tubuh yang diincar serangan secara aneh doyong miring terhuyung
atau mengegol secara tak teratur. Nyata disitu bahwa bukan hanya mengandalkan pada kecepatan
gerak dan ketajaman indera belaka, akan tetapi benar-benar seakan memegang kunci dari pada inti
setiap gerakan sakti yang tidak mengetahuinya.
Cunduk Puteri adalah seorang dara jelita sakti yang memiliki ilmu kepandaian tidak dibawah
Kebo Sulung. Sebagai diketahui bahwa dia adalah puteri tunggal Mbah Pucung seorang guru sakti
dari Dukuh Pucung. Kecuali namanya yang telah termashur sebagai seorang dara Pendekar yang
perkasa sesungguhnya dia memiliki kekerasan hati yang patut dikagumi. Selama ini ia mengembara
sejak dibawah usia lima belas tahun untuk melakukan segala perbuatan bajik yang terpuji membela
si lemah menolong si miskin dan menentang semua bentuk kedzaliman. Rasa tanggung jawab
berbakti pada hatinya telah benar-benar tertanam berkat gemblengan dan didikan dari ayahnya.
Akan tetapi, dibalik itu Cunduk Puteri adalah seorang manusia biasa, seorang dara berusia
muda yang tentu saja memiliki sifat-sifat sebagai manusia biasa. Melihat pemuda jembel yarg
berahasia itu yang walaupun tidak ternama ternyata memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi,
maka si dara jadi penasaran dan ia bermaksud untuk mengorek keterangan, siapa sebenarnya lawan
bicaranya itu! Terutama sekali dalam musim pergolakan yang sedang melanda seluruh pantai utara
pulau Jawa ini, orang harus diketahui kepada pihak mana ia berada.
"Namamu Pepriman?" tanya si dara.
Sejenak Joko Bledug termangu. "O, iya!" sahutnya kemudian ia teringat bahwa ia pernah
mengatakan hal itu kepada Dadamanuk.
"Aku telah membunuh Dadamanuk. tanpaknya kau penasaran?"Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
82
Kolektor E-Book
"O, bukan begitu. Maksudku, untuk apakah kita mengotori tangan dengan darah manusia tak
berguna itu".
"Tampaknya kau bukan penduduk pantai utara pulau Jawa ini, kalau tidak, tentu kau telah
mengenal siapa itu Dadamanuk dan siapa itu murid perguruan Bantarkawung! Atau barangkali
karena kau sepihak dengan orang-orang itu!"
"Tidak, tentu saja tidak?" Joko Bledug menyanggah cepat-cepat. "Aku tidak mengenal siapa
mereka, bagaimana aku bisa berpihak kepadanya? Yang terang, mereka telah bermaksud jahat
terhadapmu, itulah sebabnya aku tak dapat membiarkan?"
"Kau toh belum mengenal diriku, tiada sangkut paut apapun antara aku dengan dirimu
mengapa kau menolongku?" Tanya Cunduk Puteri dengan nada suara yang renyah.
Keseluruhan jagad yang ada pada diri Cunduk Puteri adalah merupakan suatu daya tarik yang
sangat kuat, terutama terhadap hati pemuda sebagai Joko Bledug walaupun pemuda itu berada
dalam keadaan yang mirip seorang jembel.
Raut tubuh si dara yang langsing tetapi padat segar yang menyembunyikan segala lekuk-liku
tubuhnya yang sedang beranjak menuju kematangan, merupakan daya tarik yang sangat kuat bagi
laki-laki.
Kulit tubuhnya coklat kekuningan, dengan pakaian kehitaman yang berkembang-kembang
putih sangat serasi. Wajahnya lonjong telur dengan sepasang mata bundar yang bersinar-sinar,
menggambarkan sifat yang penuh keberanian menghadapi segala rintangan hidup. Bulu-bulu
matanya lentik menarik, hidungnya mancung, letaknya diatas sepasang bibirnya yang merekah
mungil itu, sungguh sangat menawan hati. Andaikata keseluruhan bagian tubuh dara ini hendak
dicandra, agaknya Joko Bledug akan kehabisan bahasa untuk melukiskan kecantikan dara ini.
Belum kita ungkapkan mengenai buah dadanya yang mungal padat dibalik bajunya, maka
keremajaan dara Pucung ini, tidak mengherankan apabila ternyata membuat namanya dikagumi
setiap orang.
Sejak pertama kali melihat munculnya dara ini tiba-tiba telah tergerak sesuatu dalam hati Joko
Bledug. Entah mengapa dara itu mendadak telah membangkitkan suatu perasaan aneh yang berdesir
dalam pembuluh darah, setiap ia memandang. Dan Joko Bledug lupa, bahwa dirinya hanyalah
seorang pemuda kotor yang berpakaian compang-camping. Rasa sir dalam hati bukan hanya milik
orang-orang berada saja, termasuk Joko Bledug yang mengaku bernama si Pepriman (pengemis)
juga memiliki rasa sir itu.
Akhirnya, Joko Bledug dapat melihat bahwa kedatangan Dadamanuk maupun para murid
Bantarkawung ternyata mengandung maksud jahat. Walaupun andaikata si dara tidak cantik atau
jelek sekalipun, Joko Bledug takkan tinggal diam.
Sekarang ditanya secara blak-blakan oleh Cunduk Puteri, sejenak Joko Bledug jadi gugup.
Segera teringat olehnya betapa keadaan dirinya saat ini, maka kemudian sahutnya :
"Bagaimana aku dapat tinggal diam, melihat orang-orang kasar dan buas itu hendak
mencelakai dirimu yang sedang tidur pulas?" Tapi akhirnya si pemuda sadar, bahwa apa yang
dikatakannya inipun tidak seluruhnya oleh dianggap benar.
Sebab sebelum ia memberikan pertolongan, bukankah si dara tampaknya tertidur akan tetapi
dapat melindungi diri sendiri? Terbukti waktu Dadamanuk bermaksud membacok kuda si dara,
ternyata si dara dalam keadaan masih seperti orang yang tertidur pulas dapat menggagalkan maksud
jahat orang itu. Ini sudah menggambarkan bahwa kepandaian ilmu si dara sangat tinggi untuk
menghadapi Dadamanuk dan para anak buahnya tak nantinya memerlukan bantuan orang.
Kalau begitu terima kasih atas budi pertolonganmu kata Cunduk Puteri selanjutnya. "Eh,
Pepriman dengan kepandaianmu semacam itu mengapa kau tidak pergi menjumpai paguyuban
Banjardawa disana kau akan memperoleh kedudukan tinggi dan kehidupanmu tentu lebih baik dari
sekarang".Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
83
Kolektor E-Book
Joko Bledug mengerutkan kening. Ia baru mendengar nama paguyaban Banjardawa maka ia
tidak tahu paguyaban macam apa yang dimaksudkan. Akan tetapi menilik dari pembicaraan si dara
tampaknya paguyuban itu cukup besar sebab dapat menjamin kehidupan orang.
"Paguyuban Banjardawa? Dimana letaknya? Siapa pemimpin mereka? Dan kedadukan yang
bagaimanakah yang dapat diperoleh harap nona jelaskan kepadaku". Tanyanya.
Letak paguyuban Banjardawa ya ada dipakuwon Banjardawa pemimpin mereka adalah dua
orang sakti Ki Genikantar dari Bantarkawung dan Dewi Cundrik dari perguruan Guha Gempol atau
istana Telagasona. Saat sekarang ini mereka sedang mengumpulkan banyak orang-orang berilmu
untuk memperkuat perkumpulan mereka.
Mereka punya wilayah yang luas, termasuk hutan Banjardawa. Wah, pokoknya, orang
berilmu setinggi engkau ini, pasti akan mendapat kedudukan yang enak disana, setidak-tidaknya
bisa jadi lurah!"
"Tunggu. Aku belum mengerti!" Tukas Joko Bledug cepat-cepat. "Apakah mereka ini
tergolong penggawa praja, ataukah seorang adipati yang dapat mengangkat jadi lurah apa segala?
Tadi kau bilang memperkuat perkumpulan, apakah mereka mempunyai barisan prajurit? Jadi... jadi
tergolong apakah paguyuban itu sebenarnya?"
Cunduk Puteri tersenyum.
"Justeru mereka mengangkat dirinya lebih tinggi dari adipati. Bahkan mungkin mereka lebih
kaya, karena mereka mendapat bantuan dari kompeni!"
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seketika pucatlah wajah Joko Bledug. Permusuhan terhadap Dewi Cundrik, kini diperbesar
dengan adanya wanita sakti itu telah bekerja dipihak penjajah. Walaupun Joko Bledug belum
pernah berbentrok dengan para kompeni itu, akan tetapi ia cukup mengenal siapa mereka orang
kulit putih itu. Ki Ageng Tampar Angin, ayah angkat pemuda ini telah cukup mengajarnya tentang
rasa cinta pada tanah air dan bangsanya dan permusuhannya terhadap orang asing telah tertanam
sangat mendalam dihatinya. Apabila paguyuban itu ternyata hanyalah sekelompok manusia penjilat
penjajah, bagaimana Joko Bledug akan berpihak kepadanya?
"Mengapa nona sendiri tidak masuk paguyuban itu, sedangkan kulihat kepandaianmu sangat
tinggi?" Tanya Joko Bledug menyelidik.
"Aku tidak tergolong pada mereka. Jangankan masuk menjadi anggota paguyuban sedangkan
bertemu dengan mereka saja agaknya mereka takkan membiarkan aku berkeluyuran lebih lama!".
"O, jadi maksud nona tadi menganjurkan aku untuk berpihak pada orang-orang menjilat
bangsa asing? Aku lebih suka hidup sebagai jembel begini! Makan tak makan, hidup tenang
ditempat ini jauh lebih baik dari pada perbuatan membunuhi bangsa sendiri untuk kepentingan
penjajah asing!".
Mendengar ucapan Joko Bledug yang bersemangat itu, Cunduk Puteri hanya tersenyum
simpul belaka. Setelah itu ia menuntun kudanya beberapa langkah, kemudian melompat
kepunggung kuda sambil berkata :
"Kata-katamu sangat enak didengar. Pepriman! Tapi ingat, bahwa manusia dihargai bukan
karena mulutnya akan tetapi perbuatannya!".
Joko Bledug diam termangu, ketika dara itu membalapkan kudanya meninggalkan telaga.
Sejenak kelihatan bayangan tubuh dara itu tertutup oleh debu yang mengepul dari atas jalanan,
hingga selanjutnya lenyap sama sekali menghilang dibalik hutan belukar.
Ketika malam mulai menurunkan kabut hitam, maka seluruh padang berbatu sekeliling
Gunung Gajah tampak sebagai bentuk-bentuk serba suram, dan batu-batu geranit yang bermandi
cahaya bulan berpantulan, berpencaran mencoba menembusi gelapnya sang malam dengan sinarnya
yang terlalu lembut.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
84
Kolektor E-Book
Dari puncak datar gunung kecil itu, tampak melayang-layang turun sesosok bayangan gagah
yang berlompatan diantara batu-batu, seakan gerakan burung alap-alap yang tangkas dan gesit.
Bayangan itu terus meluncur kearah timur, memasuki hutan belukar dan menghilang diantara
dedaunan yang menghitam. Kemudian muncul kembali beberapa saat kemudian, bila ia telah keluar
dari belukar itu yang berarti telah memasuki wilayah perbatasan antara kademangan Moga Slawi.
Beberapa saat bayangan itu berdiri termangu akhirnya bergerak kembali berkelebat kearah
timur.
Tengah malam tibalah ia ditengah kademangan Moga dimana saat itu kesunyian kota seakan
menghantui seluruh pemandangan. Dan kini sosok bayangan itu telah memasuki pekarangan
kademangan. Akhirnya ia berhenti dibalik sebuah batuan bunga mawar yang saat itu sedang
menghamburkan wanginya kesegala penjuru.
Taman bunga di kademangan Moga ini merupakan satu-satunya taman bunga yang terindah
diseluruh wilayah kadipaten Pemalang karena kecuali luas dan subur ternyata disitu telah tumbuh
berbagai jenis bunga yang beraneka ragam bentuknya indah dan berbagai semerbak wanginya.
Orang menjuluki taman itu sebagai "taman biduri" atau taman bidadari bukan karena indah dan
harumnya taman itu akan tetapi karena taman itu seluruhnya dirawat dan dipelihara oleh puteri
demang Moga sendiri yaitu Dewi Yoni.
Dewi Yoni saat ini telah berusia sekitar sembilan belas tahun. Dasarnya memang seorang dara
yang dianugerahi Tuhan dengan wajah dan tubuh yang molek dan jelita ditambah ia adalah puteri
tunggal demang Moga yang namanya termasyur sebagai seorang demang terkaya diseluruh
kadipaten Pemalang. Sehingga "bunga kademangan" yang sedang menanjak dewasa ini, agaknya
mampu menggoncangkan segenap pelosok kadipaten dengan kecantikannya, dan tidak sedikit
berdatangan para pelamar, pemuda-pemuda maupun para penggede praja yang mengimpikan dapat
mempersuntingnya.
Ki Gede Ayom, demang Moga yang menyadari hal ini, kian hari bertambah gelisah apabila
mendapatkan kenyataan bahwa Dewi Yoni tampaknya tidak tertarik pada soal berumah tangga,
akan tetapi sehari-harian kerjanya tak ada lain kecuali merawat kembang, memetiki daun-daun yang
kering atau menyirami kuntum yang sedang kuncup.
Akan tetapi benarkah puteri Demang itu tidak pernah tertarik pada soal kehidupan berumah
tangga?
Rembulan sedang tersenyum simpul dipusat langit. Tersenyum dan beranjak dengan lamban
akan tetapi pasti, sedang menuju kearah ufuk Barat.
Sinarnya yang ceria dan gemilang itu memandikan permukaan bumi dengan warna serba
keemasan yang lembut dan ramah. Hutan gunung lautan sawah maupun kota semuanya dibagi
dengan sinarnya sama rata tidak terkecuali terhadap taman bidadari dikademangan Moga.
Di tengah taman pada bibir sebuah kolam yang berair jernih tampak duduk seorang dara ayu
sedang termangu sambil tangannya tergenggam sebuah kuntum melati yang sedang kuncup ya
inilah ujudnya bunga kademangan yang mampu mengguncangkan kadipaten.
Dara ayu ini tampak sedang berduka hati. Wajahnya yang putih gemilang itu tampak pucat
sedangkan sinar matanya redup seakan-akan seluruh inderanya sedang tercurah pada lamunan.
Diseberang kolam itu diatas sebuah batu hitam tampak duduk seorang pemuda gagah yang
berwajah tampan. Juga termangu melamun seakan-akan ada suatu hal yang lebih indah untuk
dilamunkan kecuali tubuh dara ayu yang berada dihadapannya itu.
Malam hening, sehening suasana dalam taman dan kolam itu. Kecuali suara semilirnya angin
yang menggamati dedaunan bunga, atau desir jengkerik di bawah pokok-pokok bunga, tidak
terdengar suara apapun.
Hingga beberapa saat kemudian, barulah terdengar pemuda gagah itu mendehem setelah
berkali-kali menghela napas.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
85
Kolektor E-Book
"Dewi. Apakah kau..." beberapa saat pemuda itu tidak melanjutkan kalimatnya seakan ragu-
ragu. "Apakah kau tak dapat melupakan dia? Dia sudah mati! Dia telah mendurhakai orang tuanya,
mendurhakai perguruan, dan menghianati kecintaan orang tua terhadap dirinya. Sudah sepatutnya
apabila dia menerima kematian itu."
Dewi Yoni menundukkan wajahnya, dan wajahnya yang kepucatan itu bertambah pucat.
"Semua orang berkata demikian. Kukira telah lebih dari duapuluh satu kali kau mengutarakan hal
itu, kakang Sogapati. Akan tetapi hatiku... Ah hati seorang wanita, tak mau rasanya aku menerima
kenyataan itu."
"Jadi menurut anggapanmu Joko Bledug belum mati!" Pemuda itu mendesak.
"Mungkin dia bisa mati, tidak untukku! Apabila kakang Sogapati telah mendengar
pengakuanku ini, harap tidak mengatakannya kepada orang lain. Aku mengenal Joko Bledug sejak
orang tua kita masih suka saling kunjung mengunjungi. Dan aku tahu pasti, bagaimana watak anak
paman Kiai Teger. Kakang Sogapati, kuharap kau dapat memahani kata-kataku."
Pemuda yang dipanggil sebagai Sogapati itu, tampak menghela napas. Dan kemuraman yang
sejak tadi membayang dimukanya, kian menebal sebagai mendung.
"Aku tahu, sama sekali tak ada tempatku dihatimu, adi Yoni. Tetapi kuharapkan
pengertianmu. Mungkinkah kau mencintai orang yang telah mati, orang yang durhaka terhadap
ayahnya, murid murtad ataupun....."
"Cukup, kakang Sogapati?"
"Aku mengetahui dari keterangan Dewi Cundrik sendiri selaku tetunggul paguyuban
Banjardawa, Joko Bledug telah membunuh dau saudara seperguruannya, Sawung dan Galing,
bahkan telah secara tidak patut mengadakan hubungan dengan Dew....."
"Cukup! Cukupl Cukup!" Dewi Yoni berkata setengah menjerit sambil menutupi mukanya.
"Kalau kakang Sogapati masih suka kulayani mengobrol janganlah membangkit-bangkit hal itu
lagi." Dan dara ayu itu kini mulai terisak-isak.
"Adi Yoni!"
"Cukup kakang Sogapati!"
"Ya aku mengerti adi!" Kata pemuda Sogapati itu sambil mengeluh. "Aku tahu bahwa antara
kalian telah terjalin hubungan saling mencinta sejak kalian masih kanak-kanak. Apakah itu suatu
hubungan cinta yang sehat adi? Aku adalah kakak seperguruanmu, dan dalam hal ini tentu saja aku
ikut bertanggung jawab untuk menyelamatkan jiwamu dari kesesatan, walaupun soal cinta
sekalipun!".
"Betulkah semuanya itu karena rasa tanggung jawabmu terhadap aku, adik seperguruanmu,
kakang Sogapati?".
"Tentu adi. Tentu! Guru sangat mencintaimu! Seluruh saudara seperguruan juga
mencintaimu! Semuanya menghendaki kebahagiaan untukmu Yoni. Tidak terkecuali aku. Aku, aku,
mencintaimu... pula!" Dalam waktu mengucapkan kalimatnya yang terakhir itu, Sogapati tampak
gugup.
Dewi Yoni mengangkat muka, menatap Sogapati dengan wajah antara senyum dan
mencemooh.
"Apakah adi Yoni tidak percaya?".
"Bukan aku tak percaya kakang. Kecintaan seluruh perguruan Loning terhadap diriku telah
kurasakan sejak sekian lamanya. Akan tetapi cinta dan tanggung jawab yang kakang Sogapati
katakan itu menimbulkan pemikiran lain dalam hati".
"Mengapa begitu?".Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
86
Kolektor E-Book
"Kakang Sogapati adalah anggota Paguyuban Banjardawa bukan?".
"Betul!".
"Kakang Sogapati tentu merindukan kedudukan yang diiming-imingkan oleh ketuamu
bukan?".
Sejenak Sogapati diam, akan tetapi akhirnya mengangguk. "Tapi semua itu untukmu adi,
demi kebahagiaan hidup kita diakhir tua!".
"Tentang hal itu aku tidak memikirkannya. Akan tetapi jelas bahwa kecintaanmu kepadaku
sebagai yang kakang sebutkan tadi memiliki banyak arah".
"Maksudmu?".
"Mudah saja! Aku berani bersumpah, tentu paguyuban Banjardawa menghendaki guru Ki
Cucut Kawung ikut berdiri dipihaknya. Satu-satunya rnurid yang paling disayang oleh guru adalah
aku. Tidakkah ini ada hubungannya antara kepentingan itu, dengan kecintaan kakang kepadaku?".
Merah Sogapati. Pemuda itu tampak gugup dan gelisah, akan dapatlah ia segera menguasai
diri berkat cahaya malam yang samar-samar yang dapat melindungi perubahan sikapnya itu dari
pandangan Dewi Yoni.
"Tidak adi. Tidak sama sekali. Aku mencintaimu! Aku mencintaimu setulus hati lebih tulus
dari pada cinta Kebo Sulung terhadapmu!"
"Mengapa kakang menyebut-nyebut nama Kebo Sulung?" Sinar mata Dewi Yoni mendadak
berubah bersinar-sinar.
"O, iya maaf aku ketelanjuran. Tapi... apakah adi Yoni tidak dapat membenarkan tindakan
dan cita-citaku?"
Dewi Yoni diam.
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Adi Yoni. Perguruan Blimbingwuluh serta seluruh orang-orangnya perguruan Pucung dan
Kenistan semua itu adalah musuh-musuh kita, musuhku, musuhmu juga musuh ayahmu! Sekali ini
apabila kata hatimu itu sampai terdengar orang luar berarti kau telah melihatkan diri pada pihak
musuh. Bukan hanya aku dan paguyuban Banjardawa akan memusuhimu akan tetapi ayahmu dan
kompeni tentu akan menganggap kau berbahaya! Hal itu harus kau ingat, adi".
"Ya telah kuminta kakang menutupi hal itu!".
"Aku dapat menutupinya dari seluruh telinga manusia akan tetapi aku tak dapat menutup
telingaku sendiri".
"Jadi?" Dewi Yoni terkejut.
"Aku dapat membantumu, akan tetapi kaupun harus membantuku!".
"Membujuk guru?"
Sogapati mengangguk.
Dewi Yoni beberapa saat terdiam. Wajahnya yang pucat itu sebentar berubah-ubah, kadang-
kadang kemerahan, kadang-kadang suram atau pucat sekali.
"Aku akan mernikirkannya kakang" kata Dewi Yoni kemudian.
"Betulkah adi? Adi Yoni? Oh!" Sogapati melonjak gembira, kemudian serentak bangkit dari
duduknya, menubruk kearah Dewi Yoni dengan mengembungkan kedua tangannya hendak
memeluk.
Akan tetapi Dewi Yoni menggeser duduknya sehingga Sogapati hanya memeluk angin.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
87
Kolektor E-Book
Rupanya Sogapati penasaran. Dengan cepat ia telah memutar tumit kakinya, dan tubuhnya
tahu-tahu telah membungkuk untuk memondong dara itu.
Dewi Yoni mendorongkan tangannya bermaksud mencegah perbuatan kakak seperguruannya
itu akan tetapi karena gerakannya yang terlalu gugup dan keras, sedangkan Sogapati sendiri tidak
menduga hal itu akibatnya pemuda itu terjengkang roboh.
Trang! Tepat pada saat Sogapati roboh terjengkang dari balik rumpun-rumpun bunga tampak
sebuah benda hitam kecil menyambar. Untungnya Dewi Yoni cepat menggerakkan tangannya
gelang dilengannya membentur benda itu, sehingga terdengar bunyi nyaring. Kiranya benda yang
menyambar itu adalah sebutir paku terbang yang kepalanya berbentuk kepala anjing atau sona.
"Kebo Sulung!" Sogapati tersentak kaget. Kekagetan itu tampak nyata sekali pada diri Dewi
Yoni yang berdiri tertegak seakan terpaku.
Dan disaat itu pula telah muncul seorang pemuda berdandan sebagai seorang penggawa praja
yang tidak lain adalah Kebo Sulung adanya.
"Tidak melakukan menjadi murid perguruan Loning masih sempat juga memperhatikan
keadaan keliling" Kebo Sulung dengan senyum mengejek.
"Bukankah kau Kebo Sulung, penggawa kadipaten?" Dewi Yoni menyahut dengan hati
kurang senang. "Kedatanganmu ini mengemban berita kadipaten ataukah membawa kepentingan
pribadi!"
"Kedua-keduanya bukan! Yayi Dewi, kalau aku mengemban tugas kadipaten, tentu aku akan
mengetuk pintu pendopo. Begitupun kalau aku membawa kepentingan pribadi, masakah aku datang
dalam keadaan demikian. Sesungguhnya telah sejak sore tadi aku bermaksud menjumpai adi
Sogapati. Kiranya aku mendapatkan keterangan kalau dia ada disini, maka aku kemari."
"Tentu urusan paguyuban Banjardawa bukan?" Sogapati menyela bicara.
"Tidak salah!" Sahut Kebo Sulung cepat-cepat. "Ketua mengharapkan adi Sogapati
menghadap malam ini juga!"
"Mengapa malam ini?" Sogapati tampak kurang senang.
"Ada kabar baru tentang puteri Pucung yang bernama Cunduk Puteri itu. Ia telah membunuh
Dadamanuk, seorang murid Bantarkawung. Kabarnya dara itu dibantu oleh seorang pemuda yang
menyamar."
Pada saat menyebut kata "menyamar" ini Kebo Sulung melirik tajam dan penuh kebencian
kearah Sogapati.
Merah seketika wajah Sogapati. Ia sadar bahwa ia dicurigai oleh Kebo Sulung, maka katanya
:
"Tidak usah dibantu orang, kalau Cunduk Puteri bermaksud membunuh orang tak becus itu
apa susahnya? Mengapa kakang Kebo Sulung mencari diriku, inilah aku tak mengerti".
"Mudah saja. Diceritakan oleh para murid Bantarkawung yang tak becus itu bahwa pemuda
yang membantu Cunduk Puteri menyamar sebagai seorang jembel, tetapi ia lihay memainkan jurus
"delapan langkah menbunuh naga".
Ilmu langkah ajaib yang disebut sebagai "delapan langkah membunuh naga", adalah salah
satu ilmu sakti dari perguruan Loning, yang tentu saja Sogapati sangat memahaminya. Namun,
dibalik itu, ia telah dapat menduga dengan pasti bahwa Kebo Sulung benar-benar telah mencurigai.
"Kakang Kebo Sulung. Delapan langkah membunuh naga adalah ilmu langkah ajaib dari
perguruan kami Loning !" Kata Sogapati dengan napas terengah.
"O, iya jelas. Dan aku mengerti mengapa ketua perkumpulan menyuruh aku memanggil
dirimu!".Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
88
Kolektor E-Book
"Kakang Kebo Sulung mencurigai diriku."
Kebo Sulung tertawa sambil mengangkat pundak.
"Kebenaran itu akan terbukti nanti dihadapan para murid Bantarkawung yang tadi siang
menjadi saksi, mereka yang mengalami pertempuran itu?" Kebo Sulung berkata dengan suara
ditekan. "Sebab hal ini menyangkut nama baik perguruan Loning, mana berani aku sembarangan
berkata. Baiknya adi Sogapati menghadap ketua sekarang. bersamaku!"
Kecurigaan semacam ini, bukanlah soal main-main. Cunduk Puteri dikenal rakyat sebagai
seorang pendekar wanita budiman yang mencintai bangsanya, cinta keadilan dan benci pada
kedzaliman.
Akan tetapi sebaliknya oleh paguyuban Banjardawa yang pro kompeni, dianggap sebagai
seorang pemberontak? Membantu seorang pemberontak, pada masa kini, bukanlah masalah kecil
lagi.
"Aku tidak tahu menahu, tentang kematian Dadamanuk!" Seru Sogapati dengan penuh
penasaran.
"Tak perlu dikatakan kepadaku. Aku saja mempercayai perkataanmu, akan tetapi bagaimana
pendapat para ketua, aku tak tahu. Tetapi kita juga ingat, bagaimana hubunganmu dengan gadis
pemberontak itu pada waktu dulu-dulu!"
"Kakang Kebo Sulung!" Sogapati mulai naik darah.
"Tak perlu mengelak adi. Aku diberi purbawasesa (kekuasaan) penuh oleh ketua paguyuban!
Dan kau mengerti bagaimana sumpah seorang utusan!".
"Kalau begitu, katakan kepada ketua, bahwa besok aku pergi menghadap!" Kata Sogapati
dengan suara tergetar.
"Ketua menghendaki sekarang juga!".
"Tidak! Masih ada waktu! Besok!".
"Mengapa besok?" Kebo Sulung tertawa mengejek.
"Akh...", Sogapati mengeluh pendek. Ia tahu bahwa melawan Kebo Sulung berarti melawan
paguyuban Banjardawa. Ia tidak takut akan menderita kekalahan melawan penggawa muda itu,
akan tetapi resiko yang ditimbulkan oleh paguyuban terlampau berat. Paguyuban itu tidak segan-
segan menjatuhkan hukuman mati untuk anggotanya yang membangkang, apalagi membantu
pemberontak.
Namun jelas bahwa Sogapati merasa dirinya tak bersalah. Mengapa harus takut menghadapi
ketua? Bukankah saksi hidup yang sekarang ada disana akan dapat membuktikan bahwa ia tak
bersalah?
Terpikir hal yang demikian, maka Sogapati akhirnya mau juga untuk dibawa menghadap
ketua paguyuban. Akan tetapi sebelum ia berangkat, ia berkata kepada Dewi Yoni :
"Adi Yoni, kuharap kau tetap memikirkan usulku."
Demikianlah maka Sogapati berlalu keluar taman, diiringi Kebo Sulung yang sebelumnya
mengerling dulu kearah Dewi Yoni sambil tersenyum penuh ejekan.
Begitu kedua pemuda itu telah meninggalkan pekarangan taman, maka pada jarak beberapa
saat kemudian tampak sesosok bayangan pemuda pula yang membuntuti dengan gerakan sangat
gesit.
Kalau Sogapati dan Kebo Sulung menunggang kuda, maka bayangan pemuda yang terakhir
itu cukup hanya mempergunakan ilmu lari cepatnya, namun demikian ia dapat mengikuti dengan
jarak yang tetap.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
89
Kolektor E-Book
Menjelang pagi, mereka hanpir tiba didaerah Banjardawa, dan hutan yang merupakan markas
pertemuan paguyuban sudah mulai tampak, menghitam sebagai barisan raksasa yang menyeramkan.
Suasana bertambah hening dengan adanya suara keteprak kaki kuda yang berirama letih, yang
terkadang diselang-seling lengkingan burung hantu dari tengah hutan sayup-sayup akan tetapi
menambah suasana menjadi lebih menyeramkan.
Begitu tiba pada batas hutan, maka Kebo Sulung melambatkan lari kudanya yang diikuti pula
oleh Sogapati. Dan begitu mereka turun melompat dari kuda mereka telah disambut oleh munculnya
beberapa orang laki-laki dari balik pepohonan. Dan ketika kedua pemuda itu berjalan memasuki
hutan, maka para penyambut telah berbaris dibelakang mareka seakan-akan mereka sedang
mengurung jalan lari buat kedua pemuda itu.
Di tanah lapang Banjardawa, tampak duduk Ki Genikantar dan Dewi Cundrik pada tempatnya
yang biasa dipakai olehnya, yaitu sapasang batu bulat besar. Tapi kali ini tampak seorang lagi disisi
mereka yang duduk pada sebuah batu pula. Orang, ini adalah seorang laki-laki berusia enam
puluhan tahun, raut tubuhnya gagah, wajahnya berpengaruh, terutama sepasang matanya yang
memancar sangat tajam seperti mata burung hantu. Dia inilah, demang Moga Ki Gede Ayom
adanya.
Dihadapan ketiga orang ini, lengkap hadir seperti biasa, duduk diatas batu yang telah tersedia
membentuk setengah lingkaran, yaitu Ki Tambakeso dari kumpulan para nelayan kecil, Ki
Tambarekso ketua perkumpulan sintren dari Limbangan.
Juga tidak ketinggalan Toh Kecubung dari Gunung Kelir, dan beberapa tokoh persilatan yarg
lain, termasuk para murid mereka.
Melihat munculnya Kebo Sulung dan Sogapati, maka para hadirin tampak berubah tambah
tegang, seakan-akan mereka benar-benar sedang menghadapi persoalan yang cukup menelan
scluruh perhatian mereka.
Kebo Sulung telah melaporkan hasil perjalanannya dan Sogapati telah mengambil tempat
duduk pada sebuah batu yang agaknya telah dipersiapkan lebih dahulu, terpencil dari kelompok
yang lain.
"Sogapati!" Ki Genikantar selaku tetungguling paguyuban membuka pembicaraan. "Tentu
kau telah tahu mengapa kau dipanggil kemari, bukan? Malam ini, bukanlah malam pertemuan, akan
tetapi kita adakan juga permusyawaratan ini. Mengertikah?
"Aku mohon petunjuk sahut Sogapati dengan wajah pucat dan jantung berdebar. "Kakang
Kebo Sulung telah menceritakan kepadaku semuanya".
"Bagus!" Kata Genikantar pula. "Laki-laki sejati harus berani berkata jujur. Perguruan Loning
telah banyak menghasilkan tidak terbilang banyaknya lelaki-lelaki tulen, sebagaimana juga engkau.
Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekarang ini, paguyuban hendak bertanya kepadamu, terutama aku selaku ketua perguruan
Bantarkawung, dengan cara bagaimana muridku Dadamanuk menemui ajalnya?".
"Aku tidak mengetahui!" Jawab Sogapati tegas, tetapi suaranya bergetar.
"Tetapi kau telah mendengar bahwa Dadamanuk terbinasa oleh Cunduk Puteri bukan?".
"Sudah diceritakan oleh Kakang Kebo Sulung!".
"Benar. Jadi siapakah yang menyamar sebagai pemuda jembel sombong yang mahir
menggunakan ilmu delapan langkah membunuh naga?" Ki Genikantar sudah mulai dipengaruhi
oleh kemarahan. Pertanyaannya sudah berubah mengarah pada tuduhan.
"Aku tidak mengetahui. Kukira adalah lebih baik ditanyakan kepada para saksi murid-murid
Bantarkawung yang kebetulan sekarang masih hidup dan hadir disini?"
"Hai, kemari kalian!" Seru Ki Genikantar kearah para muridnya yang berada menggerombol
disudut pertemuan itu, Dan mereka bergerak maju mendekat dengan perlahan-lahan.Yusi Syamsidar
ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH
90
Kolektor E-Book
"Siapakah jembel itu?" Seru Ki Genikantar dengam pertanyaan yang sangat lantang bersuara,
sehingga tidak saja sekalian hadirin mendengarnya, akan tetapi hutan dan tebing gunung seakan ikut
terkejut oleh terjangan suara orang sakti itu.
"Diaaa?" Hampir serempak, para murid Bantarkawung itu menjawab sambil menunjuk kearah
Sogapati dan tergetarlah tubuh murid Loning itu, terkejut, marah dan penasaran.
"Bohong besar!" Serunya sambil melonjak marah.
Sogapati ingin menampar sekalian mulut para murid Bantarkawung itu, akan tetapi ia tak
mungkin dapat melakukannya. Di situ hadir Ki Genikantar, Dewi Cundrik, Kebo Sulung dan tokoh-
tokoh sakti yang lain. Belum terhitung Ki Gede Ayom ayah Dewi Yoni. Maka kemarahannya
ditahannya walaupun dada rasa hampir meledak.
Untuk sejenak, suasana jadi sunyi, akan tetapi penuh ketegangan.
"Perguruan Bantarkawung bukanlah perguruan cecoro!" Kata Ki Genikantar dengan pandang
mata berkilat. "Dadamanuk mudah saja dibunuh oleh siapa saja yang mau, asal memiliki sedikit
ilmu membela diri, maka murid tak becus itu takkan berdaya. Tetapi Dadamanuk bukanlah murid
kesatu, kedua, ataupun ketujuh dari perguruanku! Dan pemuda jembel yang sombong itu dapat saja
menjual lagak didepannya. Akan tetapi aku ingin melihat dan membuktikan apakah benar murid
Loning dapat menghina murid Bantarkawung semaunya? Atau aku ingin melihat bagaimana
paguyuban ini akan menjatuhkan hukuman atas diri anggotanya yang berkhianat!".
"Tidak! Bohong besar. Aku tidak bersalah! Aku tak tahu!" Sogapati membela dirinya dengan
keras, ia melompat berdiri dengan sepasang tangan mengepal. Tatapan matanya yang berapi,
menyapu kearah sekalian yang hadir. Akan tetapi begitu ketemu pandang dengan Ki Gede Ayom, ia
melihat seakan-akan ada suatu perintah yang tak dapat disangkal untuk menundukkan muka. Dan
pemuda itu menunduk muka.
"Kesalahan tak dapat disangkal lagi!" Ki Genikantar memandang kearah sekalian hadirin
seakan memberikan keputusan yang harus diterima. "Pertama menghina, Bantarkawung kami,
kedua menghianati paguyuban. Akan tetapi aku mempunyai kebijaksanaan. Apabila disetujui oleh
paguyuban, biarlah penghinaan terhadap Bantarkawung kau bayar lunas, setelah itu kau bebas dari
tuntutan lebih lanjut!"
Sogapati gentir, bukan takut, akan tetapi marah dan penasaran.
"Cukup kau buktikan bahwa kau berhak menghina murid Bantarkawung tingkat kedua!
Berani?" Kata Ki Genikantar pula.
Urusan sudah terlanjur demikian sulit, Sogapati tak perlu banyak mengelak. Untuk murid
perguruan Loning, tak ada kamus "takut" walaupun menghadapi kematian sekalipun. Maka katanya
:
"Musuh jangan dicari! Tapi bertemu jangan dielakkan!"
"Bagus Jalaputro!" Ki Genikantar berseru dan ia memanggil. Maka muncullah dua orang laki-
Dewi Ular Misteri Gadis Tengah Malam Kembang Jelita Peruntuh Tahta 2 Karya Pendekar Gila 23 Kemelut Di Karang Galuh
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama