Ceritasilat Novel Online

Pendekar Darah Pajajaran 2

Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo Bagian 2



dimiliki oleh Rakyat biasa ataupun seorang anak pendeta (Brahmana), sedangkan tulang2 dan darahmu

menurut pengetahuanku setelah aku raba kemaren, kau adalah keturunan orang bangsawan ataupun

orang kaya. Dan mungkin orang tuamu memberikan nama Sujud kepadamu. Nah, coba sekarang kau

bantah keteranganku ini dengan kejujuranmu ? Berkata demikian Dadung Ngawuk sambil memandang

kearah muka Sujud dengan amat tajamnya.

? Ach .. tetapi itu semua bukan alasan untuk menuduhku sebagai anak gila. Aku tak mau

membantah keteranganmu bukan karena membenarkan, tetapi aku sendiri tidak tahu siapa aku ini

sesungguhnya ? Sujud berkata dengan sega!a kejujurannya.

Mendengar jawaban Sujud, kakek Dadung Ngawuk mengerutkan keningnya dengan wajah yang

bersungut-sungut, seakan-akan ada persoalan sulit yang sedang di pikirkan.

? Aneh,aneh .. Benar2 anak gila... ? gumamnya.

Karena kakek Dadung Ngawuk Sujud terpaksa menceritakan riwayatnya seadiri menurut apa

yang diketahui dan dialaminya.

Ia menceritakan sejak mengikuti orang tua angkatnya dan kemudian menjadi adik angkat dari

Senapati Muda Indra Sambada dikota Raja. Tak pula lupa ia ceritakan pengalaman yang baru saja

dialami, sewaktu mendapat siksaan dari Durga Saputra.

Setelah mendengar cerita riwayat Sujud dengan singkat tanpa diketahui sebabnya, kakek

Dadung Ngawuk menangis tersedu-sedu seperti anak kecil, sambil mengayun2kan kakinya

? Kakek Dadung Ngawuk! Mengapa kau menangis?.?

Apakah kau sudah menjadi gila? ? Sujud bertanya sambil bersenda gurau untuk menghibur. Sambil

mengusap air mata yang mengalir dipipinya kakek Dadung Ngawuk tiba tiba tertawa terkekeh-kekeh,

sehingga batang dahan dimana mereka duduk, tergetar keras.-

? Kau tidak gila, anak baik ! ? Mungkin . . aku yang gila .

--- Sudahlah, kakek ! Kita tak perlu lagi mempersoalkan tentang kata gila. Coba kau ceritakan

tentang khasiat buah kemboja merah yang kemarin kau paksakan padaku !?

- Haa .... haahaaa .... haaaaa, haaaaa ... ! . Anak cerdik ! Kau ternyata lebih pandai dari pada

Bapakmu angkat si Tunggul dukun bayi, yang hanya tahu rempah2.?? Apa ? Bapak Tunggul pernah menjadi tabib yang termasyur di Kota Raja. Jangan kau

menghinanya! (Baca "Indra Sambada Pendekar Majapahit")

? Haa . ... haaaa . ... haaaaaa . .. ! Kau marah, bapakmu kunamakan dukun bayi ! Bagus . .. .

haaaa . . .. bagus .. benar2 kau ini anak gila yang baik. ?

Kini kakek Dadung Ngawuk mulai bercerita dengan penuh semangat.

- Dengarkan baik2 !! Buah kemboja merah itu dinamakan buah, - Daru Seketi - artinya dalam

jumlah seketi pohon kemboja merah belum tentu ada satu yang dapat berbuah. Dan apabila pohon itu

berbuah sebanyak2 nya hanya tiga untai, serta musimnya sewindu sekali. Jika buah itu dipergunakan

untuk pengobatan dinamakan dalam kitab usadha buah "tulak tujuh", artinya pemunah daya guna2. Aku

sendiri yang telah tua dan hampir masuk kubur, baru kali ini dapat menemukan. Khasiatnya ialah, jika

orang itu kuat menahan suhu panasnya badan akibat dari makan buah itu, maka akan menjadi kebal

untuk menerima serangan guna2, ataupun serangan daya kesaktian lainnya. Dan juga kebal akan segala

macam racun yang merangsang melalui pencernakan. Akan tetapi jika tidak kuat akan panas badan

sewatu memakannya akan mati seperti orang hangus terbakar. Dan orang harus memakannya buah

tulak tuju itu habis seuntai semua.

Ternyata setelah aku buka jalinan syaraf2mu dan pembuluh darahmu semua, serta kukosongkan

isi perutmu, kau telah berhasil melampaui saat yang berbahaya itu. Maka dengan demikian berarti

memang cocok untukmu. ?

Demi mendengar tutur kata kakek Dadung Ngawuk itu Sujud merasakan tenggorokannya seperti

terkunci. Tak mampu ia mengucapkan terima kasih, akan pemberian yang tak ternilai itu. Ia menyesal,

karena semula ia mengira bahwa kakek Dadung Ngawuk bermaksud jahat padanya, padahal ..

kenyataannya kini ia malah berhutang budi yang tak mungkin dapat membalasnya.

Waktu itu siang tengah hari. Matahari telah berada diatas kepala, dengan menyinarkan panas

yang membara, memandangi seluruh alam terbuka.

Namun dipohon yang rindang itu, mereka tidak merasakan teriknya sinar matahari. Angin yang

selalu meniup disiang hari itu membuatnya mereka tetap segar tak berkeringat.

Tiba2 pohon2 disekitarnya bergoyang gemuruh. Suara cecowetan terdengar semakin mendekat.

Pasukan kera Dadung Ngawuk datang berkumpul dengan membawa bermacam2 buah-buahan,

sebagaimana biasa pada tiap2 siang tengah hari, untuk makan bersama-sama.

Dadung Ngawukpun segera turun, dengan diikuti oleh Jamang dan Sujud. Dengan rapinya kera2

itu duduk berjongkok mengelilingi mereka, setelah meletakkan buah-buahan yang dibawanya masing2

tadi dihadapan kakek Dadung Ngawuk. Setelah Dadung Ngawuk mengambil yang dipilihnya secukup

untuk keperluan mereka bertiga, maka sisanya segera dibagikan kepada semua kera2 anak buahnya oleh

si Jamang.

Dan apabila ada salah satu diantaranya yang merampas karena tak sabar menunggu, oleh si

Jamang diberi tamparan dan gigitan. Kiranya satupun dtantara mereka tidak ada yang berani melawan si

Jamang. Kera2 itu semuanya adalah jenis beruk, memang kera jenis beruk itu rata2 memiliki daya

pengertian yang hampir menyerupai manusia. Mereka dapat dengan mudah menghafal gerakan yang

dipelajari dengan isyarat isyarat tertentu. Hasil ketekunannya kakek Dadung Ngawuk dalam mengasuh

mereka yang telah bertahun-tahun lamanya menunjukkan hasil yang memuaskan dimana kera2 itu selalu

menunjukkan ketaatannya dan kesetiaan mereka padanya.

? Anak gila! Nasibku serupa dengan nasibmu! ? Dadung Ngawuk mulai lagi dengan bicaranya

untuk memecah kesunyian, setelah mereka selesai makan. Dan matanya nampak basah karena

mengembeng air mata.? Hanya .aku telah menemukan tempat batu nisan dimana orang tuaku dikuburnya,

sedangkan kau sama sekali belum menemukan jejaknya.

? Yaaah kunasehatkan agar kau jangan putus asa untuk mencari orang tuamu, dan aku akan

memberikan bantuan sesuai dengan kemampuanku yang ada. ? Kakek Dadung Ngawuk menghela nalas

panjang, dan berhenti sejenak untuk mengusap air matanya yang kini mulai meleleh dipipinya yang

keriput itu. ? Tetapi .. kau harus masih menambah kepandaianmu untuk bekal dalam perjalanan guna

tercapainya tujuanmu. Ketahuilah, bahwa orang2 terkutuk seperti Durga Saputra dan lain2nya yang

masih banyak lagi untuk disebutkan satu persatu itu, kini berkeliaran dimana-mana. Kekebalan

menanggulangi daya guna2 ataupun daya shakti, yang kini telah kau miliki tidak ada artinya jika tidak

dilengkapi dengan ketangkasan serta kesaktian lain sebagai pukulan balasan terhadap lawan. Untuk itu,

dalam waktu yang singkat ini aku akan mengajarmu, sekedar penambah bekal dalam

pengembaraanmu.?

Dengan penuh perhatian Sujud mendengarkan nasehat serta petunjuk2 dari kakek Dadung

Ngawuk. Ia sangat kagum akan ketinggian budi yang dimilikinya. Tidak mengira bahwa kakek yang dalam

penglihatannya sebagai orang gila itu, tiba2 dapat berobah menjadi seorang penasehat dengan penuh

perasa sebagaimana lajaknya seorang guru. Suara tawa yang biasanya selalu mengiringi dengan nada

yang terkekeh - kekeh seperti orang sinting, kini lenyap dan menunjukkan wajah yang bersungut-sungut

dengan keningnya berkerut.

Sejak saat itu Sujud tiap pagi hari, sebelum fajar menyingsing mendapat latihan ilmu kanuragan,

ialah ilmu ketangkasan serta pukulan shakti dari kakek Dadung Ngawuk.

Waktu berjalan, dengan tidak terasa. Tahu tahu Sujud telah menjadi murid kakek gila. Dengan

bekal kecerdikannya dan ketekunan yang dimiliki maka dengan mudah Sujud dapat menguasai gerakan

langkah "wuru shakti" dengan sempurna. Wuru shakti ialah gerakan mengelak dari serangan lawan

dengan langkah2 seperti gerakan orang yang sedang mabok. Gerakan mana dapat juga digunakan

sebagai langkah2 menyerang musuh.

Jari2 tangannya dapat ditegangkan menjadi sekeras baja. Dengan jari2 itu ia dapat menusuk

tembus benda2 yang keras seperti kayu dan sebagainya.

Kepadanya juga diberikan pelajaran2 mengenai sendi2 kelemahan tubuh manusia mengikuti

dasar jalinan saraf2 pokok, serta nadi2 pembuluh darah, atau disebutnya juga "ilmu pengapesan".

Namun semua rangkaian jurus2nya adalah merupakan gerak "wuru shakti", ialah ciri asli dari pada ilmu

tata bela diri ciptaan kakek Dadung Ngawuk, dimana gerakannya adalah menyerupai seorang gila.

Dan si Jamang adalah kawan setianya dalam berlatih tiap harinya.

Kini Sujud dapat dengan mudah menerobos kepungan kera2 yang ampat puluh jumlahnya.

Dengan serangan tendangan serta totokan jari2nya yang tepat mengenai jalinan syaraf yang

dikehendaki, kera2 teman berlatihnya jatuh bergelimpangan tak berdaya, tanpa mendapat luka yang

membahayakan. Gerakan wuru shakti dengan langkah2nya yang ajaib dapat menghindari serangan2

dahsyat yang bertubi-tubi dan sukar untuk diduga sebelumnya.

Setelah dianggap cukup memiliki kepandaian sebagai bekal dalam perjalanan mencari orang

tuanya, oleh kakek Dadung Ngawuk, Sujud diperkenankan meninggalkan hutan Blora.

? Dengan bekal kepandaianmu itu, yang sangat sederhana serta kekebalan yang kau miliki,

tidak perlu lagi kau kuatir akan berjumpa dengan Durga Saputra atau sebangsanya. Hanya pesanku,

setelah kau berhasil menemui orang tuamu, aku sangat mengharapkan kehadiranmu kembali untuk

menjengukku sebentar. Sebelum aku meninggalkan dunia yang amat kotor ini, aku masih ingin bertemu

dengan kau sekali lagi.? Mendengar kata2 pesan kakek Dadung Ngawuk sewaktu ia diantar sampai ditepi hutan

dirasakan berat untuk berlalu dari tempat itu.

Tenggorokannya terasa sangat sukar untuk mengeluarkan kata2 seperti tersumbat tak kuasa

untuk melahirkan isi hatinya. Hanya air matanyalah yang meleleh perlahan-lahan dikedua belah pipinya.

Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya sambil berlutut dengan takzimnya. Dalam hati Sujud

bersumpah, bahwa ia tentu akan memenuhi pesan kakek Dadung Ngawuk. Akan tetapi sebelum ia

bangkit dari berlutut, kakek Dadung Ngawuk telah lenyap dari depan hidungnya. Sujud memandang

dengan heran akan kesaktian kakek Dadung Ngawuk. Kemana perginya sampai ia tak mengetahui,

bayangannyapun tak nampak. Dengan langkah yang bimbang serta dipaksakan Sujud berjalan memasuki

kota Wirosari yang tak demikian jauh letaknya dari tepi hutan sebelah barat.

Kesibukan dalam kota pada sore itu, ternyata masih nampak ramai. Namun tidak seorangpun

kini memperhatikannya sewaktu mereka berpapasan.

Mereka diliputi oleh kesibukannya masing2. Dengan pakaiannya yang telah compang-camping

serta kuMal. Sujud berjalan mengikuti orang2 yang sedang berbelanja disepanjang jalan tengah kata. Ia

membeli pakaian sederhana warna kelabu untuk dikenakan sebagai ganti dari pada baju dan celananya

yang telah compang-camping itu Setelah berganti pakaian ditempat yang sepi, ia kembali lagi memasuki

kota untuk mencari warung makan serta tempat untuk bermalam.

Esok paginya sewaktu Sujud meninggalkan rumah penginapan, tiba2 terdengar jeritan anak kecil

dari seberang jalan dimana ia sedang berdiri. Seekor kuda yang tak dapat dikendalikan oleh

penunggangnya menerjang dua anak kecil yang sedang enak berjalan bergandengan, hingga satu

diantaranya terpental dan jatuh bergulingan ditanah.

Yang menjerit itu adalah anak perempuan yang umurnya kira2 enam tahun sedangkan yang

jatuh bergulingan itu adalah anak lelaki yang usianya sekitar delapan tahunan. Mudah diterka, bahwa

mereka adalah kakak beradik dari keluarga miskin. Dengan cepat Sujud lari dan menyambar anak kecil

yang menjerit serta dipondongnya mendekati anak laki2 yang masih terlentang ditanah ditepi jalan.

Akan tetapi sewaktu ia berjongkok sambil memondong anak perempuan kecil itu, kuda yang

binal itu telah menerjang kembali kearahnya.

Sungguhpun dia dapat mengeIak, tetapi anak yang terlentang itu tentu tak mungkin dapat

terhindar dari injakan kaki kuda. Orang2 perempuan yang sedang berlalu serentak menjerit demi melihat

kejadian yang mendebarkan jantung itu. Akan tetapi, dengan tanpa diketahui oleh orang-orang yang

sedang melihatnya dengan penuh kecetuasan, kuda dan penunggangnya jatuh terguling kesamping.

Kedua kaki kuda tegang berkelejotan, sedangkan penunggarunya terpental jatuh bergulingan ditengah

jalan. Tanpa menghiraukan kejadian atas penunggang dan kudanya, Sujud membangkitkan anak lelaki

yang masih terlentang ditanah itu, segera diseretnya lebih menepi lagi. Kiranya anak lelaki itu hanya

terluka ringan karena kebentur batu2 dijalan, hanya ia tak sadarkan diri karena kagetnya.

Penunggang kuda yang jatuh bergulingan segera bangkit berdiri dan melangkah mendekati

kudanya yang masih menggelimpang ditanah dengan kakinya berkelejotan.

Penunggang kuda yang jatuh itu adalah seorang pemuda yang usianya tak lebih dari duapuluh

tahun, dengan pakaiannya yang serba indah.


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Wajahnya tampan, namun tingkah lakunya kelihatan kasar dan sombong Dengan muka merah

padam karena malu dilihat orang banyak, sambil mengibaskan tangannya untuk menghilangkan debu

yang melekat dipakaiannya, ia memeriksa kudanya yang masih terlentang

? Hai jembel kecil!.!, Kau apakan kudaku tadi? bentaknya tertuju pada Sujud.

Tak tahu!!. Mungkin terpelanting karena tarikan lis yang kau lakukan sendiri!! ? Jawab Sujuddengan tanpa menoleh.

Sambil berjalan dengan memondong anak perempuan kecil serta menggandeng anak lelaki yang

telah siuman kembali.

? Hai ! ! !. Berhenti dulu ! ! ! Berkata demikian pemuda itu mengulang kembali memeriksa

kudanya.

Mendengar pemuda itu membentak bentak, orang2 yang mengerumuni segera berlalu untuk

menjauhi.

Sujud segera berhenti sejenak dan mengawasi kearah pemuda yang masih menggumam tak

menentu. Pengalamannya yang penuh kepahitan pada tahun yang lalu dapat untuk peringatan. Kini ia

tak mau melayani marahnya si pemuda. Ia tetap berlagak tolol, seakan akan tak tahu sama sekali akan

sebab musababnya terpelantingnya kuda dengan penunggangnya. Sedangkan sebenarnya, sewaktu

kuda menerjang kearahnya dengan cepat ia menotok nadi pembuluh darah serta urat2 penggerak kaki

depan kuda, dengan kedua jari tangan kirinya. Akan tetapi karena hal itu dilakukan dengan kecepatan

yang luar biasa, maka sukarlah diikuti oleh orang orang yang tidak mempunyai pengertian. Kiranya

totokan jarinya itu ter-Akan tetapi, dengan tanpa diketahui oleh orang-orang yang sedang melihatnya

dengan penuh kecemasan, kuda dan penunggangnya jatuh terguling

kesamping.

lampau keras, hingga nadi pembuluh darah sebelah kanan pecah karenanya. Dengan demikian maka tak

mungkin dapat dipulihkan kembali.

Mendengar jawaban Sujud serta melihat gerak geriknya yang tolol itu si pemuda menjadi

percaya.? Sudahlah ! ! Lekas pergi ! ! Kusuruh mengganti kerugianku, juga kau tak akan mampu! ! ! Ia

membentak dan menggumam : ? Masih untung kepalamu tak pecah terinjak oleh kudaku.

Cepat Sujud meninggalkan pemuda itu, dengan lagak ketakutan. Pergi menuju kepasar kota dan

segera memasuki sebuah warung makan. Kedua anak tadi disuruhnya makan sepuas puasnya. Alangkah

girangnya, setelah Sujud mengetahui bahwa kedua anak itu adalah Martiman dan Martinem.

Mereka saling berpelukan penuh rasa haru ..

Tidak menduga bahwa akan berjumpa dikota Wirosari Dengan tangis terisak-isak Martiman

menceritakan, bahwa ibunya telah meninggal setengah tahun yang lalu. Dan kini mereka berdua kakak

beradik terlunta lunta sebagai anak yatim piatu dan menjadi pengemis. Tidak terasa pula pipi Sujud

basah pula oleh air mata yang meleleh karena penuh rasa haru demi mendengar cerita yang dialami

oleh Martiman dan Martinem berdua.

? Sudahlah, Man!! Tak usah kau selalu bersedih hati. Ikut saja kau berdua dengan aku. Akupun

hidup sebatang kara didunia ini . Kita senasib dan sependeritaan Nem, kau jangan rewel

diperjalanan nanti ya Jika nanti kau lelah akulah yang akan memondongmufl? Sujud berkata lemah

lembut untuk menghibur Martinem.

Kiranya tawaran itu sangat menggirangkan hati kedua anak tadi. Oleh Sujud mereka berdua

segera diberikan pakaian untuk ganti, karena pakaian yang mereka kenakan telah kumal cumal.

Setelah cukup kebutuhan yang diperlukan, mereka bertiga segera meningalkan pasar kota untuk

melanjutkan perjalanannya menuju kearah barat. Akan tetapi setelah mereka diperbatasan luar kota,

tiba-tiba Sujud mendengar derap langkah kaki kuda dari arah kejauhan.

Setelah makan buah daru seketi, Sujud memiliki perasaan yang sangat tajam. Denyut jantungnya

dirasakan sangat berdebar debar dan rasa cemas akan datangnya bahaya cepat meliputi dirinya.

--- Cepatlah, kau jalan lebih dahulu berdua Martinem. Man! Dan tunggulah didesa depan itu

sampai aku datang menyusulmu. Biarlah aku menghadang mereka yang tengah mendatang berkuda itu -

--

--- Tapi untuk apa, kau menghadang mereka, kang Sujud ?

Sudahlah!! Jangan menabuang buang waktu!! Aku kuatir mereka akan datang mengganggu

kita!!?

Dengan tak mengulangi pertanyaannya. Martiman segera mentaati perintah Sujud. Ia

memondong Martinem sambil berlari lari kecil dengan rasa ketakutan. Sementara itu Sujud berjalan

biasa, akan tetapi dengan penuh kewaspadaan. Dan memang benar dugaan Sujud.

Tiga orang berkuda memacu kudanya masing masing. seakan akan berebut mendahului sampai

ditempat tujuan. Ternyata seorang diantaranya adalah pemuda yang tadi jatuh bergulingan dijalan.

? Hai, anak jembel! Berhenti zebentar! ? serunya, setelah mereka dekat berada

.dibelakangnya Suljud segera berhenti ditepi jalan, sambil menengok kearah datangnya suara. Tiga

orang serentak turun dari kudanya dan mendekati Sujud yang berdiri dengan berlagak tolol.

? Inikah Den Mas Daksa, anaknya? ? tanya satu diantaranya kepada si pemuda tadi.

? Ya, betul jawabnya singkat.

--- Tetapi cobalah akan kutanya ----kata seorang yang lain.

Sujud masih saja berdiri dengan lagak yang tolol mengawasi ketiga orang pendatang dengan

ternganga. Den Mas Daksa, demikian nama pemuda itu, adalah putra Panewu Wirosari yang sangat

terpandang dan disegani oleh para penduduk kota itu. Setelah tadi a tak dapat memotong kudanya

bangkitt, ia pulang ke Banjar Kapanewon dan bersama-sama dengan pengawal praja serta juru penegar

(perawat kuda) ia kembali ketempat dimana kudanya menggelimpang ditepi jalan. Setelah juru penegarmemeriksanya dengan teliti, kaki kuda sebelah depan ternyata lumpuh, karena terluka didalam.

Dengan susah payah juru penegar mengurut2 tulang kakinya, akan tetapi sia-sia belaka, karena

ternyata tulang2nya tak menderita apa2. Hanya pahanya sebeiah dalam semakin membengkak. Dengan

demikian teranglah, bahwa lukanya kuda itu bukan karena jatuh terpelanting, ataupun akibat jatuh

terkilir. Akan tetapi akibat serangan pukulan yang tak diketahui, bagaimana caranya. Namun jelas,

bahwa penyerang tadi tentu memiliki kepandaian. Timbullah kini kecurigaan akan kemungkinan adanya

serangan gelap.

Den Mas Daksa menduga, bahwa tentu ada orang lain yang menyerang, sewaktu Sujud

menyelamatkan anak kecil itu. Dan orang lain itu tentu kawan atau orang tuanya Sujud yang menyaru

sebagai penonton yang tadi banyak mengerumuninya. Maka dengan dikawal oleh dua orang

punggawanya Den Mas Daksa mencari Sujud untuk mendapatkan keterangan tentang orang yang berani

menyerang kudanya secara gelap.

? Anak jembel!. Siapa namamu? ? tanya seorang dengan kasar. Orang itu tinggi besar dan

hitam warna kulitnya mukanya nampak bengis.

? Saya Sujud !? jawabnya singkat sambil masih melongo, memperlihatkan ketololannya.

Sementara itu Den Mas Daksa mengawasi Sujud dengan penuh selidik dan sebentar-bentar saling

pandang dengan seorang punggawa disebelahnya yang tubuhnya pendek kokoh!!

? Sujud! ? Dimana rumahmu ??

Menghadapi pertanyaan ini, Sujud agak sukar juga untuk memberikan jawabannya. la terdiam

untuk memikir jawaban apa yang harus diberikan, agar mereka segera puas. Akan tetapi belum juga ia

sempat menjawab, orang yang bertanya telah membentaknya dengan kasar karena tak sabar: ? Jawab

ccpat dimana rumahmu !?

? Dari Jepan ? Nama desa itulah yang masih ia ingat, sebelum ia memasuki hutan Blora, maka

disebutnyalah sebagai jawaban, agar memuaskan mereka. Akan tetapi dengan jawaban itu malah

semakin menyulitkan baginya. Bertiga mereka saling berpandangan dengan sikap yang mencurigakan.

--- Apa ? .. Dari Jepan, katamu tadi? Mana mungkin! Jepan itu sangat jauh dari sini, dan untuk

jalan memotong harus melalui hutan belukar yang sangat berbahaya. Ayo! Jangan bohong, jawab

dengan sebenarnyal. Kurangket jika kau membohong!----

Benar ! Memang saya dari desa Jepan!

--- Dengan siapa kau datang ke Wirosari??

Kini kecurigaan ketiga orang itu terhadap Sujud semakin bertambah. Jika ia betul2 dari Jepan,

tentu tidak akan berjalan sendirian pikir mereka.

? Bohong bentaknya: ? Ayo Iekas, tunjukkan siapa namamu?! Ataupun orang tuamu yang

datang bersamamu ke Wirosari. !?

? Aku tidak dusta ! Datangku kemari seorang diri !?

? Jika tidak mau mengaku, akan kuseret kembali kekota. Berkata demikian orang tinggi besar

itu sambil melangkah maju setindak dan mengulurkan tangannya untuk menangkap pergelangan tangan

Sujud yang sedang berdiri ter-longong2. Akan tetapi Sujud sekarang bukan Sujud pada setahun yang lalu.

Dengan pengalamannya yang penuh kepahitan, ia tak mau lagi dipermainkan orang. Ia ter-huyung2

kesamping kiri dengan membungkukkan badannya, sambil jari2nya memegang dan menotok kearah

ketiak kanan lawan yang terbuka.

Gerakan itu amat cepat dilakukannya, dan orang hanya melihat ia terhuyung-huyung seperti langkah

orang mabok yang tidak menentu. Dan akibatnya hebat sekali. Orang tinggi besar itu dengan tiba-tiba

ber-jingkrak2 sambil mengaduh kesakitan, karena tangannya kanan dirasakan lumpuh tak dapatdigerakkan lagi. Melihat kejadian yang aneh ini, Den Mas Daksa dan seorang pcngawal lainnya ternganga

heran dan saling pandang. Mereka belum percaya, bahwa temannya mendapat serangan dari seorang

anak tanggung yang kini berada dihadapannya.

Dilihatnya kanan kiri dan sekitarnya, barangkali ada orang lain yang turut campur tangan,

membantu Sujud dengan serangan rahasia secara sambitan ataupun cara Iainnya. Setelah nyata, bahwa

tidak ada orang lain yang bersembunyi, maka teranglah bahwa anak tanggung ini yang sedang

dihadapinya bukan merupakan anak biasa.

Mereka berdua segera serentak bersama-sama menyerang Sujud dengan pukulan dan

tendangan silih berganti. Namun kembali Sujud dengan gerakan langkahnya wuru shakti dapat dengan

mudah menghindari serangan, sehingga mereka selalu memukul tempat kosong. Seperti layaknya

seorang sedang mabok minuman, Sujud melangkah maju ter-huyung2 untuk kemudian meloncat

kesamping ataupun jatuh berjongkok seperti kera dengan kedua tangannya mengibas menangkis

serangan susulan yang mendatang.

Sifat keberanian yang dimiliki membuat ia ingin menguji dan membuktikan sendiri akan

kehebatan gerakan jurus2 wurusakti yang baru saja dipelajari dari kakek Dadung Ngawuk. Ia sengaja tak

mau menyerang lawan terlebih dahulu, sebelum mempermainkan lawan2nya yang ternyata hanya

mengandalkan ketangkasannya dan kekuatan tenaga yang wajar saja.

Sebagai seorang yang usianya masih muda, Den Mas Daksa mudah naik darah. Dengan penuh

nafsu ingin cepat meringkus lawannya, ia mambabi buta menyerang dengan pukulan2 dan tendangan-

tendangan kilat yang ber-tubi2, akan tetapi tidak pernah menyentuh sasarannya.

Semula mengira bahwa serangan2 yang selalu jatuh di-tempat kosong itu hanya suatu kebetulan

saja. Akan tetapi setelah mereka berdua berulang kali menyerang serentak dengan jurus2nya yang

mereka anggap sebagai jurus simpanan juga tak mampu merobohkan. Segeralah ia sadar, bahwa

lawannya anak tanggung ini memang memiliki kepandaian yang tidak dapat dipandang ringan. Hanya

saja karena mereka belum pernah mendapat balasan serangan, maka masih tetap mengira, bahwa

lawannya hanya pandai mengelak.

? Jika tak mau menyerah kubelenggu, akan kurobek perutmu nanti dengan golok ini ! ? seru

Den Mas Daksa sambil menghunus goloknya dan Iangsung menyerang. Gerakannya cepat laksana kilat

menyambar. la meloncat kedepan satu langkah dengan membungkukkan badannya, sedang tangan

kanannya yang memegang golok menyerang kearah perut bujud dengan gerakan tusukan melintang dari

kiri kekanan.

Menghadapi serangan yang sangat ganas dan cepat itu, Sujud masih juga sempat ketawa seperti

orang setengah gila. Kiranya sifat2 kakek Dadung Ngawuk yang sinting itu kini dimiliki pula olehnya.

Sewaktu goloknya menyambar kurang setengah jengkal dari perutnya, ia menjatuhkan diri

kebelakang dengan ujung kakinya menendang siku lengan kanan Den Mas Daksa, dan dirangkaikan

dengan gerak berjumpalitan surut kebelakang. Itulah gerak langkah wuru shakti dengan jurusnya

?mabok berguling merampas senjata" yang sukar diduga sebelumnya.

Den Mas Daksa berseru terkejut dan dirasakan tulang tangannya seperti patah dan lumpuh

seketika. Goloknya terlepas dari genggaman dan terpental melambung tinggi, untuk kemudian jatuh

ditanah dalam jarak kurang dari sepuluh langkah. Sebenarnya siku-siku lengannya tadi bukan patah

tulang, akan tetapi hanya terkena syaraf penggeraknya saja, sehingga dirasakan amat sakit, tak ubahnya


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


seperti patah tulang.

Sebagai seorang yang cepat naik darah, Den Mas Daksa tak mau menyerah demikian saja.

Serangan yang gagal ditengah tengah masih juga dilanjutkan dengan rangkaian tendangan kaki silihberganti, dan bersamaan dengan itu, seorang punggawa pembantunya telah pula menghunus

klewangnya serta membantu menerjang Sujud dengan serangan bacokan yang dahsyat. Namun kembali

lagi Sujud menghindari serangan dengan gerakan bergulingan kesamping kanan dengan cepat bangun

berjongkok serta meloncat seperti kera meloncati kepala dua orang lawannya untuk kemudian jatuh

berdiri dibelakang para penyerangnya didepan kuda yang sedang berdiri dengan meringkik-ringkik.

Sungguh suatu gerakan yang mentakjubkan bagi para penyerangnya. Mereka tak menduga, bahwa

lawannya seorang anak tanggung memiliki kesaktian yang demiksan tinggi.

? Anak siluman jahanam! ? bentak punggawa yang bertubuh pendek dengan klewangnya

ditangan. ? Rasakan babatan klewangku! Kepalamu akan menggelinding terpisah dari gembungmu!?

? Ha ha . . ha . haaaa! Menyembelih ayampun kau tak becus, apalagi akan memenggal leherku.

Ini . . . kalau mau memenggal? ? Sujud ketawa terkekeh-kekeh mengejek lawannya sambil mengulurkan

lehernya yang pendek itu.

Dihina demikian, punggawa yang bersenjatakan klewang itu kelihatan lebih marah lagi. Mukanya

menjadi merah padam sampai diujung telinganya, dan matanya membelalak liar menahan rasa

dendamnya yang tak terhingga. Ia meloncat selangkah, sambil mengayunkan klewangnya dalam gerakan

bacokan yang disertai pengerahan tenaga penuh, karena kemarahan yang telah mencapai pada

puncaknya. Namun Sujud masih saja berdiri dengan ketawa terkekeh-kekeh dan kepalanya

mengangguk-angguk mengejek lawannya. Klewang berkelebat diatas kepalanya, seakan-akan tak ada

kemungkinan lagi untuk menghindari serangan yang kejam dan dahsyat itu. Tetapi dengan tidak

diketahui bagaimana caranya, Sujud telah berada dibalik kuda yang berdiri tadi. Bacokan klewang

mengenai tempat kosong, cepat dirobahnya mendiadi gerakan tebangan yang ternyata tepat mengenai

kedua kaki kuda belakang yang berdiri dihadapannya.

Tak ayal lagi kuda meringkik keras dan jatuh terkapar ditanah dengan kedua kaki belakangnya

buntung terkena sabetan klewang. Sedangkan kuda lainnya berjingkrakan lari meninggalkan tempat itu.

Punggawa itu segera meloncat surut kebelakang sambil berseru terkejut.

Ternyata pada waktu klewang tadi hampir jatuh tepat diatas kepala, Sujud menyelinap dan

menerobos dibawah perut kuda yang berdiri dibelakangnya, dengan demikian susulan rangkaian

serangan punggawa yang tak dapat ditarik kembali, tepat mengenai kuda yang menjadi penghalang

antara dia dan Sujud.

? Haaaa . ha . haaaa . ha .. ha! Apa kataku? Kalian hanya bisa memotong kaki kudamu

sendiri yang tak berdosa! ? Sujud berseru mengejek sambil ketawa nyaring.

Dipermainkan demikian punggawa itu menjadi lebih beringas dan kini ia menerjang dengan

klewangnya secara membabi buta. Sementara itu Den Mas Daksa telah lari mengejar kudanya yang

meninggalkan tuannya. Akhirnya dapat juga kuda itu dipegang, dan segera meloncat diatas pelana,

untuk kemudian meninggalkan teman2nya dengan tidak menghiraukan lagi. Tangannya masih juga

dirasakan sakit dan kaku tak dapat digerakkan.

? Sebentar aku akan kembali ! ! !. Teriaknya, sambil memacu kudanya. Dengan kecerdasan

otaknya Sujud segera dapat menangkap makudnya, bahwa Den Mas Daksa tentu kembali dengan

membawa bala bantuan. Dengan langkah2 ajaibnya seperti orang yang mabok, Sujud menyelinap kian

kemari diantara sinar klewang yang berkelebatan ber-gulung2 mengurung tubuhnya, Karena

menganggap telah cukup mempermainkan lawannya, serta yakin akan kehebatan gerakan ilmu wuru

sakti yang dipelajarinya kini Sujud bermaksud segera ingin mengakhiri pertarungan dengan cepat.

Sambil menyelinap dan menerobos dibawah ketiak lawan, jari jari Sujud yang telah ditegangkan

bergerak cepat menotok lambung lawan tepat bawah tulang rusuk. Tak ayal lagi punggawa itu robohterguling ditanah dengan jeritan tertahan. Nafasnya terasa sesak dan kemudian tak sadarkan diri.

Melihat temannya jatuh pingsan terguling ditanah, sipunggawa yang tinggi besar segera lari sambil

memegang lengan kanannya sendiri yang dirasakan masih sakit dan lumpuh.

Demikian pula Sujud, dengan tak menyia nyiakan waktu lagi segera melesat pergi, meninggalkan

tempat itu menuju kedesa dimana Martinem dan Martiman telah menunggu lama dengan penuh rasa

cemas.

Karena kuatir akan tersusul oleh datangnya Den Mas Daksa berserta kawan kawannya yang

belum diketahui jumlahnya, Sujud mempercepat jalannya dengan memondong Martinem dan diikuti

oleh Martiman menusupi jalan jalan desa dan sawah sawah menuju kearah barat.

Dugaan Sujud memang benar adanya. Tak lama kemudian Den Mas Daksa telah datang kembali

dengan membawa duabelas orang punggawa berkuda.

Mereka memasuki desa desa disekitarnya dimana pertempuran tadi terjadi untuk menangkap

Sujud. Ternyata Sujud tak dapat diketemukan. Untuk melampiaskan kemarahannya orang2 desa yang tak

mau membantu mencarinya dipukuli dengan cambuk dan ditendangi beramai ramai.

Setelah berjalan jauh dan merasa yakin sudah terhindar dari para pengejar. Sujud menurunkan

Martinem dari pondongannya, kemudian diajaknya berjalan sendiri sambil digandeng tangannya.

? Kang Sujud ! ! ! Mengapa tadi kakang lama sekali Dan bajumu kumal penuh debu ? ? Apakah

kakang tadi disiksa oleh mereka ? ? Martinem bertanya memecah kesunyian.

? Och, . mana mungkin mereka berani menyiksaku ? Jawab Sujud sambil membusungkan

dadanya. ? Aku sampai lama menyusulmu sebab tadi aku harus menyaksikan mereka memotong kaki

kudanya sendiri ! !

? Dipotong sendiri, bagaimana kang ? Dan lagi mengapa bajumu sampai kotor sekali ?

? Dipotong sendiri .. yah . dipotong sendiri dengan klewangnya. Mungkin mereka butuh

daging kuda. Tadi saya mencoba minta dagingnya sedikit saja, ternyata mereka sangat pelit.

? Lalu kakang diapakan oleh mereka ?

? Yaah, . mereka mau memukulku, tapi aku dengan cepat lari sambil memungut batu dan

segera kulempar kearahnya yang kebetulan tepat mengenai kepalanya seorang diantara mereka hingga

benyol. Lalu mereka lari semua, takut kalau akan kulempar batu lagi ! !

? Kau pandai membual kang ! !. Aku agak tak percaya dengan ceritamu itu ! !

? Tak percaya ya sudah ! ! Habis aku harus menjawab bagaimana ?

? Betul kok, kang Martiman ! ! Kang Sujud memang pandai sekali melempar. ? Martinem

memotong bicara dengan logat kekanak kanakan yang sangat lucu. Kini mereka bertiga berjalan sambil

bersenda gurau dengan riangnya. Sebentar sebentar mereka tertawa terpingkal-pingkal karena masing2

senang bergurau dan melucu dengan sifat ke-kanak2annya.

Martinem dan Martiman merasakan betapa senangnya mereka ini mengikuti Sujud yang

membekal uang banyak. Mereka tak perlu lagi kuatir kelaparan dalam pengembaraannya, sebagaimana

telah dialaminya sewaktu mereka belum berjumpa dengan Sujud. Makanan apapun yang diinginkan

pasti akan dibelikan oleh Sujud, untuk dinikmati bersama-sama. Hanya permimaan untuk memakai

pakaian yang indah oleh Sujud selalu ditolak dengan kata-kata lemah lembut serta janji2, bahwa kelak

kalau telah sampai di Indramayu akan dibelikannya. Hal ini memang disengaja, karena mengingat

pengalamannya sendiri, sewaktu ia minggat dari Senapaten dulu. Bukankah dengan pakaian yang bagus

itu hanya akan menarik perhatian orang banyak? Serta akibatnya akan menimbulkan banyak kesulitan.

Lagi pula masih berapa lama untuk menempuh perjalanan sampai di Indramayu, ia sendiri juga tidak

dapat mengetahuinya.Dengan mengaku, bahwa mereka bertiga adalah saudara sekandung yang hendak mengunjungi

pamannya yang kini tinggal jauh dari desa yang dilaluinya, banyak orang2 pedesan yang menaruh rasa

belas kasihan. Dan dengan demikian mereka tak sukar untuk mencari tempat menginap diwaktu malam

harinya. Disamping mendapat tempat untuk mengaso dan menginap, tidak jarang pula mereka

mendapatkan pemberian sajian berupa makanan dari para orang2 yang memberikan tempat bermalam.

Tiap kali ada kesempatan yang baik, ialah pada waktu sepi tak ter-lihat orang, Sujud selalu mengulang

melatih diri semua pelajaran2 yang pernah diterima dari kakek Dadung Ngawuk. la melakukan latihan2

itu biasanya pada waktu fajar atau senja ditengah2 tegalan ataupun dataran kosong yang dilalui dalam

perjalanannya. Karena geraknya selalu aneh dan sukar diikuti maka Martiman dan Martinem hanya

duduk menunggu didekatnya dengan mulut ternganga saja.

Mereka berdua tidak mengerti gerakan apa yang sedang dilakukan oleh Sujud. Seringkali

Martiman mengajukan pertanyaan mengenai perhuatan yang dilakukan oleh Sujud, akan tetapi selalu

dijawab oleh Sujud dengan bergurau saja. Dan akhirnya Martiman menjadi bosan sendirinya untuk

mengajukan pertanyaan2 yang sering kali ditanyakan, yang jawabannya tidak memuaskan hatinya

Martiman. yang diketahui oleh kedua arak itu hanya gerakan2 jari2nya yang mampu memecahkan batu

dengan totokannya. Hal ini sungguh membuat mereka berdua heran dan bangga. Sewaktu tengah

berjalanpun, Sujud seringkali dengan tiba2 meloncat tinggi meraih dahan pohon yang dijumpai dalam

perjalanan, dan kemudian bergantungan seperti kera didahan pohon itu. Sedangkan Martiman dan

adiknya hanya dapat ikut bergembira sambil bertepuk-tepuk tangan memuji akan ketangkasannya yang

mengagumkan itu.

*

**

B A G I A N: IV,

SETELAH mereka berjalan selama empat bulan, sambil menikmati keindahan alam yang

dijumpainya, kini mereka bertiga berjalan mengitari Gunung Slamet melalui selatan, dan tibalah didesa2

Kranggan, Bumiayu, dan Prupuk untuk kemudian menyeberangi kali Pemali menuju kekota Banjararja.

Sungguhpun waktu telah lewat senja, mereka tiba dikota Banjararja akan tetapi sinar lampu2

minyak penerang kota ternyata cukup terang menerangi hingga menambah semaraknya keindahan kuta

yang ramai itu.

Pada waktu itu memang baru ada keramaian dikota. Dialun-alun kebanjaran nampak jelas

adanya bangunan sebuah panggung yang luas yang biasa dipergunakan untuk pameran suatu

pertunjukan keramaian.

Panggung yang luasnya dalam bentuk segi panjang selebar sepuluh langkah dan panjangnya tak

kurang dari dua-puluh langkah itu, dibuat dengan papan kayu jati yang tebalnya kira-kira setengah

jengkal dengan tiang- tiangnya yang rapat serta kokoh kuat setinggi manusia berdiri.

Panggung itu merupakan panggung terbuka tak beratap, dan disekelilingnya dihias dengan janur

kuning serta diselang seling dengan pita2 sutra beraneka warna.

Serakit gamelan dengan para pemukulnya nampak pula berada diatas panggung, disudut

samping sebelah belakang.Bangku-bangku panjang dengan meja-mejanya berderet-deret teratur rapih didepan panggung,

dan telah penuh pula dengan para tamu undangan.

Hanya dua baris bangku terdepanlah yang kelihatan masih kosong dan tak ada yang berani

menempatinya.

Jauh dibelakang para tamu undangan dengan batasnya kawat yang terpancang, dimana rakyat

yang menonton telah berjejal-jejal berdiri, dengan saling berebut untuk dapat berada didepan. Demikian

pula keadaan disekitarnya, samping kanan dan kiri panggung itu.

Didalam alun-alun yang luas itu, banyak pula warung-warung darurat yang berjualan makanan

serta ada pula yang menyediakan tempat-tempat untuk bermalam bagi para pengunjung dari jauh,

dengan penarikan biaya yang sangat rendah. Disamping warung-warung makan itu, masih banyak lagi

para pedagang kecil yang berjualan ditempat terbuka, seperti pakaian beraneka warna macam, mainan

kanak-kanak, buah-buahan dan lain-lainnya.Dan mereka menawarkan dagangannya dengan caranya

masing-masing, berebut untuk menarik perhatian para pengunyung yang berjejal-jejal itu, hingga

menambah riuhnya suasana.

Sambil menggandeng tangan Martinem yang tak henti-hentinya menanyakan semua yang

dilihatnya, dengan diikuti oleh Martiman disampingnya, Sujud berjalan ditengah-tengah orang yang

berjejal-jejal itu, untuk mencari sebuah warung dan tempat bermalam. Mengingat bekalnya yang kian

menipis, maka Sujud menuju kewarung yang sederhana disudut alun-alun yang tempatnya agak sepi.

Kebetulan warung itu menyediakan banyak tikar pula, untuk disewakan pada para pengunjung

yang ingin bermalam diwarungnya, dengan harga yang sangat rendah.

Pun pemilik warung itu ternyata seorang perempuan yang telah lanjut usianya dan sangat

peramah. Atas pesan Sujud, pemilik warung itu setelah menghidangkan makan bagi mereka bertiga,

segera menggelar tiga tikar di suatu ruangan yang bersih, serta mempersilahkan dengan ramahnya

untuk berkemas dan mengaso, sementara ia masih sibuk melayani tamu-tamtt yang lain.

Dari bibi pemilik warung yang ramah itu, Sujud mendapat keterangan bahwa keramaian yang


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


tengan berlangsung adalah perayaan pesta pernikahan dari anak putrinya Panewu Arjasuralaga yang

bernama Rara Tanjungsari. Adapun mempelai lelakinya berasal dari Kuningan, seorang pemuda

terpandang putra sulung dari Kyai Singa Yudha, guru shakti dalam ilmu kanuragan yang telah terkenal

Perguruannya dinamakan "BASKARA MIJIL" (Matahari terbit) dengan lambang kebesarannya

berlukiskan gambar matahari terbit dengan garis-garis sinarnya memenuhi separo lingkaran.

Sungguhpun perguruan Baskara Mijil itu belum lama didirikan, namun murid-muridnya telah cukup

banyak, dan pengaruh-nya telah tersebar luas.

Kiranya Panewu Arjasuralaga girang sekali mempunyai menantu yang tanpa dan memiliki ilmu

krida yudha yang dianggapnya cukup mengagumkan itu, sehingga untuk merayakan hari perkawinannya

diadakan keramaian lima hari lima malam, juga akan diadakan lomba olah kanuragan untuk

memperebutkan gelar kejuaraan daerah Banjararja dengan hadiah-hadiahnya yang berharga, berupa

sejumlah uang emas dan pakaian, serta pemenangnya akan diangkat menjadi lurah narapraja, pengawal

pribadi Penewu Arjasuralaga.

Hal ini tidak mengherankan, karena sebelum ia menjabat sebagai Penewu Narapraja di

Banjararja, ia sendiri adalah seorang tamtama di kota Raja. Dan kiranya oleh kanuragan masih selalu

merupakan kegemarannya. Semenjak Penewu Arjasuralaga menjabat sebagai kepala narapraja di

Kebanjaran Banyararja, baru kali inilah diadakan keramaian yang semeriah itu.

Keramaian itu telah berlangsung satu hari semalam, dengan mendapat perhatian yang sangat

besar dari para tamu undangan maupun rakyat biasa yang menyaksikannya.Dan keramaian pada malam ini adalah malam yang kedua dengan acara pertunjukkan senitari

dari daerah Kuningan berupa tari kelana topeng, dan dilanjutkau dengan wayang golek siang harinya.

Kita mengaso dulu sebentar, Nem!. Besok pagi saja, kalau sudah hilang lelah kita, kau tentu akan

kuantar melihatnya! -- Sujud menjawab dengan suara lemah untuk menghibur.

? Sekarang saja, kang Sujud. Besok tentu sudah bubar Martinem mendesak dengan merengek-

rengek.

? Nem, kau jangan rewel saja! Keramaian itu masih akan berlangsung sampai ampat hari Iagi,

jadi tak usah kuatir untuk tidak kebagian melihat! .. Sudahlah. lebih baik sekarang mengaso dulu! ?

Dengan tak sabar Martiman memotong pembicaraan, demi menegur adiknya.

Jilid 2

B A G I A N I

DITEGUR KAKAKNYA secara demikian, Martinem malah semakin menangis terisak-isak, sambil bicara

dengan kata-katanya yang terputus-putus.

? Aku . . . tak mau tidur .. Aku pergi .. sendirian . . . Biar tak diantar . . . . aku ... berani ..

? Jangan menangis, Nem!. Turutilah nasehat kakakmu. Besok kita bersama-sama pergi nonton

wayang golek, dan untukmu akan kubelikan mainan katak-katakan yang bisa berbunyi nyaring itu ..

atau payung kecil biar kalau kau berjalan tidak kepanasan. ? Sujud menghiburnya serta bangkit

berjongkok sambil membelai rambut Martinem.

Akan tetapi semua kata-katanya itu seakan-akan tak didengarnya sama sekali, dan Martinem

masih saja terus menangis ter-isak isak, sambil bicara ?Tidak aku mau pergi .. sekarang ..

sendirian ..---

Martiman telah tak sabar lagi mendengar rengekan adiknya itu. Sambil bangkit berdiri, ia

membentak2 kasar. ? Memang dasar anak bandel! Sekali tidak, tetap tidak! Tahu! Jika kau tetap bandel

akan kujewer telingamu. ?

Isak tangisnya Martinem bukannya mereda, akan tetapi bahkan bertambah keras, hingga bibi

pemilik warung itu menjenguknya sebentar sambil menghibur dengan lemah lembut. Namun Martinem

tetap menangis juga.

? Sudahlah. Nem! Jangan menangis! Asalkan kau berjanji akan melihat sebentar, akan

kuantarkan sekarang. ? Tiba.-tiba Sujud berkata menyanggupi. Kiranya ia sangat kasihan demi melihat

Martinem menangis tersedu sedan itu Seketika itu juga setelah mendengar kesanggupan Sujud

tangisnya berhenti. Sambil mengusapi air mata yang membasahi muka dengan lengannya, Martinem

bangkit untuk membetulkan pakaiannya, sementara Sujud mengikat kantong kulitnya dengan ikat

pinggangnya erat-erat dipinggangnya.

? Man, kau mau ikut atau tidak?. Jika sekiranya lelah, tinggal saja disini. Aku akan mengantar

adikmu sebentar, biar tak rewel lagi! ------ Ach .. aku ikut pergi kang Sujud. Tak enak untuk tinggal sendirian. ?

Dan sebentar kemudian mereka bertiga telah berada ditengah tengah orang yang berjejal jejal

mendekati panggung, dimana akan diadakan pertunjukkan keramaian.

Dengan Martinem dipundaknya serta Martiman disisinya sambil memegang erat2 pada ikat

pinggangnya, Sujud mendesak orang2 yang sedang berjejal jejal itu, untuk lebih mendekat didepan

panggung. Bentakan dan makian orang2 yang terinjak oleh kakinya, tidak dihiraukan sama sekali.

Ia merasa lega dan bersenyum puas setelah berhasil berdiri didepan sendiri, hingga menempel

pada kawat yang terpentang sebagai batas antara tamu2 undangan yang duduk berderet2 didepannya.

Suara gamelan bertalu-talu memekakkan telinga, namun pertunjukkan tari2an memang belum dimulai.

Sedangkan orang ber-jejal2 padat berdesak, suaranya gemerunggung seperti lebah disarangnya.

Martiman dan Martinem tak henti2nya bersenyum kagum melihat keindahan pakaian para tamu

undangan yang ber-aneka warna dan serba mewah itu, seakan2 para tamu undangan itu saling berebut

perhatian akan pakaian yang dikenakan. Ada yang berbaju sutra warna merah dengan kancing2nya

mutiara, dan ada yang berbaju sutra biru dengan kelat bahu bertatahkan ular naga terbuat dari emas

murni, dan ada pula yang memakai sisir mas clengan bermata batu berlian diatas kepalanya seperti

mahkota.

Sedangkan para tamu undangan wanita kesemuanya memakai perhiasan yang serba

bermatakan berlian. Hidangan makanan untuk para tamu2 undangan mengalir terus tak ada putusnya,

membuat kepinginnya rakyat yang berjejal2 berdiri melihatnya. Melihat pesta semacam itu, Sujud

teringat kembali akan masa kehidupannya sendiri, sewaktu mengikuti Senapati Indra Sambada. Tiap2

ada perayaan, ia tentu diperkenankan ikut serta, dan selalu mendapat penghormatan yang istimewa

pula. Betapa tidak! Indra Sambada yang mengaku sebagai kakak angkatnya adalah seorang Senapati

Manggala Pengawal Raja, yang disegani dan disanjung2 oleh segenap priyagung di Kota Raja. ( baca Seri

Pendekar Majapahit )

Tetapi kini Sujud dianggapnya sebagai anak jelata, yang tak dikenal oleh orang2 yang berpesta

pora itu. Seorangpun tak ada yang menegur ataupun memperhatikannya. Dan ini semua adalah

kesalahannya sendiri yang telah disengaja. Ia memperhatikan wajah2 para tamu undangan satu demi

satu yang dapat dilihatnya, barangkali saja ada yang pernah dikenalnya. Akan tetapi kiranya sia2 belaka.

Para tamu2 yang berada jauh dari padanya sukar untuk diteliti satu persatu.

Tiba2 suara gamelan bertalu lebih keras dan nyaring. Dan para penyambut tamu undangan

berdiri tegak berjajar didepan panggung dengan pakaian seragam sebagai punggawa narapraja. Seorang

tinggi besar dengan jenggotnya yang lebat, berjubah merah dengan gambar sulaman matahari terbit

didadanya berwarna kuning keemasan dan diiringkan oleh empat puluh pemuda berbaju sutra hijau

dengan tanda gambar yang sama didadanya masing2, telah datang dari arah gedung Kebanjaran menuju

kederetan bangku2 terdepan yang masih kosong itu, yang memang di sediakan untuknya.

Itulah orang gagah yang terkenal shakti, Kyai Singayudha, pemimpin dan pendiri perguruan ilmu

kanuragan "BASKARA MIJIL", diiringkan oleh para murid2nya yang masing2 bersenjatakan klewang,

tergantung dipinggangnya. Ia berjalan melangkahkan kakinya dengan tenang seakan-akan mengikuti

irama suara gamelan sambil mengangguk - anggukkan kepalanya dengan diiringi senyuman kearah para

tamu yang serentak berdiri menyambut kedatangannya.

Panewu Arjasuralaga dalam pakaian kebesarannya sebagai Narapraja beserta isterinya berkenan

menyambutnya sendiri atas kedatangannya tamu ayah menantunya yang ia banggakan itu. Dengan serta

merta Panewu Arjaswalaga suami isteri mempersilahkan Kyai Singayudha duduk ditempat terdepan

yang telah disediakan, dekat berjajar dengannya.Sementara para tamu telah duduk kembali ditempat masing2. Para murid Baskara Mijil masing2

mengambil tempat duduk dibaris kedua, berjajar dibelakang Kyai Singayudha. Suara tepukan tangan tiga

kali terdengar nyaring, dan kini gamelan berhenti seketika.

Seorang pengacara dengan memamerkan ketangkasannya melayang dengan satu loncatan naik

dipanggung. Orangnya masih muda dan tegap perkasa. Ia mengenakan pakaian kebesaran lengkap

sebagai Lurah Tamtama Kerajaan. Ia adalah adik kandung dari Panewu Arjasuralaga, yang menjabat

lurah tamtama di Kerajaan di Kota Raja. Ialah yang dibanggakan selalu oleh kakaknya dengan

pengharapan agar kelak dapat menggantikan kedudukannya sebagai Panewu Kepala Daerah Kebanjaran

Banjararja. Kini ia diserahi tugas sebagai pengacara untuk mewakilinya menyambut para tamu2 yang di

undang. Perhatian para tamu dan orang2 yang menyaksikan keramaian itu kini tertuju kepada Lurah

Tamtama Arjarempaka si pengacara.

Dengan senyuman yang dibuat - buatnya sambil mengangguk2kan kepalanya kepada para tamu,

ia berbicara lantang dalam kata bahasanya yang lancar.

Dengan singkat dan jelas ia sebagai wakil tuan rumah, menyampaikan terima kasihnya akan

kehadiran para tamu yang akan menyaksikan pertunjukan kesenian pada malam ini. Dan berulang kali ia

mengucapkan kata2 sanjungannya, penuh rasa kebanggaan demi mengangkat nama kebesaran Kyai

Singayudha, sebagai tamu kehormatannya.

Ia tak lupa pula mengutarakan, bahwa pertunjukan yang diselenggarakan pada malam ini adalah

sumbangan dari perguruan Baskara Mijil.

Tepuk tangan para hadirin segera terdengar gegap gempita, setelah pengacara selesai berbicara

dan melayang turun dari panggung. Suara gamelanpun segera terdengar ber-talu2 kembali.

Martinem yang duduk dipundak kiri Sujud turut pula bertepuk tangan sambil berseru

kegirangan, tanpa menghiraukan teguran Martiman yang selalu melarangnya, karena takut mengganggu

orang2 sekitarnya. Tak lama kemudian, muncul seorang gadis remaja yang cantik jelita dalam pakaian

wayang yang indah, duduk bersila diatas panggung, dan menyembah, setelah mana mengenakan topeng

yang berwajah priya yang telah berada dipangkuannya. Dengan diiringi suara gamelan, ia menari-nari

dengan gerak geriknya tarian seorang priya. Gerakannya tangkas dan gagah. Tarian yang

menggambarkan kegagahan seorang perwira yang sedang mengenakan pakaian tamtamanya untuk siap

maju kemedan laga

Suara gamelan seirama dengan lantangnya kendang, namun tepat mengikuti gerakan tariannya

yang gagah dan mempersonakan. Tangan kirinya bertolak pinggang sambil menggerak2kan sampur

dengan jari2nya yang halus dan runcing, sedangkan tangan kanannya mengepal dengan ibu jari

menunjuk kearah mulutnya sambil melagak lagak, mengikuti suara tawa bergelak-gelak dari ki Dalang,

yang diiringi dengan suara gamelan serta kendang, seirama dengan gayanya penari.

Sambil memukul gamelan, para penabuh bersorak sorak mengikuti irama gending, menambah

meriahnya suasana. Dengan langkahnya yang bergaya, kini penari kelana topeng berjalan berputaran

diatas panggung. Para tamu asyik terpaku melihat gerakannya. Sungguh merupakan tarian yang indah

dan mengesankan. Suatu seni tari daerah yang bernilai tinggi.

Sebentar - bentar para tamu bertepuk tangan, memuji akan keindahan tariannya. Dan tak henti-

hentinya para tamu dan pengunjung lainnya menyatakan kekagumannya akan kelincahan dan

kegagahannya si penari, yang bukan lain adalah seorang gadis remaja yang cantik jelita tadi.

Dengan gayanya yang lemah gemulai, kini si penari duduk bersila kembali dan membuka

topengnya, untuk kemudian menyembah kepada para tamu sambil menundukkan kepalanya suatu

tanda bahwa tarian topeng yang dipentaskan telah berakhir, dan gamelanpun mengikuti berhentibertalu.

Kembali suara tepuk tangan tendengar gegap gempita, memekakkan telinga susul menyusul tak

henti-hentinya. Martinem tak ketinggalan turut pula bersorak. Ternyata tarian daerah yang

disumbangkan oleh perguruan Baskara Mijil dapat memikat hati para tamu2 pengunjung, dan

menambah keharuman nama perguruan yang telah terkenal itu.

Menyusul kini ?tari topeng perang" ciptaan Kyai Singayudha sendiri. Suara gamelan dengan

gending2nya, yang berirama pelan, dengan diiringi tiupan suling yang bernada tinggi mengalun

melengking, menyayat nyayat hati pendengarnya. Seorang dara lain, berpakaian wayang seperti seorang

ksatria dengan mengenakan keris dipinggangnya, berjalan dengan penuh gaya lemah gemulai mengikuti

irama gamelan. Selang lima langkah, dengan gaya tariannya yang indah, ia mulai mengenakan

topengnya yang melukiskan wajah seorang ksatria yang memiliki budi pekerti yang halus serta luhur.

Tarian itu menggambarkan sewaktu Sang Arjuna sedang berduka dan berkelana ditengah hutan. Tak

lama kemudian, irama gamelan berobah menjadi lebih cepat bertalu, dan suara kendang terdengar


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


lantang kembali. Disusul munculnya seekor harimau gembong dengan loacatan yang tangkas, dan jatuh

berdiri diatas empat kakinya didepan Sang Arjuna. Gerakan loncatannya sangat indah dengan tak

meninggalkan irama gamelan dan kendang yang berbunyi mengumandang.

Kiranya kulit harimau itu hanya terbuat dari bahan kain yang tebal dan dilukis dengan cat, tak

ubahnya seperti harimau sungguh-sungguh. Kepalanya terbuat dari bahan kardus dengan kumis-

kumisnya dari ijuk yang dicat putih, mengkilat, seakan-akan merupakan harimau yang ganas siap untuk

menerkam mangsanya. la diperankan oleh seorang priya yang berada didalamnya. Kepalanya

menggeleng2 mengikuti suara auma dalang dan diiringi oleh suara tepukan kendang dan gamelan.

Para penonton diam tak berkedip, sambil membuka telinganya lebar-lebar mendengarkan ki

dalang yang sedang bercerita dengan masih diiringi oleh suara gamelan yang mengalun pelan .

Tiba-tiba gamelan bertalu2 dengan irama yang ramai, dan suara tepukan kending terdengar

Iantang serta cepat. Harimau meloncat kedepan dengan gaya terkaman, melintasi diatas kepala Sang

Arjuna, yang dengan tangkasnya mengelak, menundukkan badannya dalam gerak tarian yang sangat

indah mengikuti suara irama gamelan. Harimau jatuh bergulingan dibelakang Sang Arjuna, dan suara

kendang pun mengikuti laksana genderang bertalu. Semua berseru kagum akan ketangkasan dan

indahnya tarian perang ini. Jelas bahwa orang yang memegang peranan sebagai harimau, memiliki ilmu

kanuragan yang cukup mentakjubkan.

Sang Arjuna kini menghunus kerisnya dan menari-nari dengan gajanya yang indah sambil

menggenggam keris terhunus ditangan kanannya. Sementara itu harimau menggerak2kan kakinya

sambil menggeliat, mengikuti suara gamelan. Kini pertarungan menjadi lebih seru lagi, namun tetap

dalam gaya tarian yang diiringi suara gamelan dengan irama2 yang sesuai dengan selera gaya tariannya.

Tari pertarungan itu berachir dengan kemenangan dipihak Sang Arjuna, sedangkan harimau yang

tertusuk oleh keris pusaka Sang Arjuna, mati seketika dan menjelma menjadi Batara Kamajaya.

Tepuk tangan dan sorak sorai para penonton, terdengar lebih riuh lagi, setelah tari topeng itu

berachir. Kiranya tarian yang demikian indah, tak pernah disaksikan sebelumnya oleh para penonton.

Dan memang baru kali inilah tari perang topeng ciptaan Kyai ingayuha dipentaskan.

Tari topeng telah berakhir, dan acara dilanjutkan dengan pertunjukan wayang golek yang akan

berlangsung hingga esok siang hari. Wayang golek adalah pertunjukan yang digemari oleh segenap

lapisan rakyat didaerah ilu. Sementara wayang2nya diatur dan alat-alatnya dipersiapkan, gamelan masih

tetap terus mengumandang bertalu talu.

Diantara para tamu banyak pula yang mengundurkan diri untuk beristirahat karena masih inginmenyaksikan kerarnaian2 pada malam2 berikutnya.

? Nem, ayo kita pulang kepenginapan!! Aku telah lelah dan mengantuk. ? Sujud berkata, pada

Martinem.

? Sebentar lagi, kang Sujud ! ! Aku belum ngantuk. Jawab Martinem dengan masih duduk

dipundak Sujud.

? Ayo, .. kita tinggalkan Martinem disini sendiri, kang Sujud ! ! Biar ia puas melihat wayang

golek sendirian sampai, esok siang !!! Martiman memotong bicara dengan nada marah.

-- Man, kau jangan selalu memarahi adikmu. Ajo, Nem kita pulang dulu, besok pagi kita nonton

lagi. Sambil membeli mainan yang kujanjikan tadi, Sujud berkata lembut.

? Tapi, besok pagi kita pergi lagi melihat lho, kang ! Jangan bohong ! ! !. Martinem menjawab,

manja.

? Yaaa . . . Besok pagi kita pasti nonton lagi ! !. Ayo . . .kita pulang sekarang dan jangan rewel

lagi ?

Mereka bertiga berjalan bergandengan menuju kewarung tempat mereka bermalam. Waktu itu

belum lewat tengah malam, namun mereka bertiga telah merasa lelah dan mengantuk, karena siang tadi

habis menempuh perjalanan jauh baginya.

*

* *

? Man, kau serta adikmu tentunya capai sekali malam ini, Sujud berjongkok diatas tikar sambil

bicara dengan Martiman yang sedang rebah berbaring. Sedangkan Martinem sudah tidur pulas

disebelahnya. ? Maka kau tinggal saja disini mengaso, sambil menunggu adikmu ---

Apakah kang Sujud mau nonton lagi sekarang ? Tanya Martiman demi mendengar perkataan

Sujud.

? Yah, betul!! Aku akan pergi nonton sebentar. Aku kira pertunjukan malam ini kurang menarik

untuk dilihat oleh anak2 kecil. Maka sebaiknya kau tinggal disini sambil mengaso saja. Tak lama lagi

akupun tentu sudah kembali. Hati2lah jaga adikmu. Jika nanti ia terbangun jangan hendaknya kau

bentak2. Dan ini kantongku supaya kau rawat baik2 jangan sampai hilang. Atau sebaiknya kuikatkan

dipinggangmu. Kau tahu sendiri, bahwa dalam kantong ini berisi barang2 berharga dan uang untuk bekal

kita dalam perjalanan. ? Berkata demikian Sujud melepaskan tali ikat pinggangnya dimana kantong kulit

itu tergantung, yang segera disambut oleh Martiman setelah ia bangkit berjongkok didepannya.

? Akupun dapat mengikatkan sendiri, kang Sujud! ? Dan dengan rapihnya Martiman mengikat

kantong kulit itu dipinggangnya sendiri dengan tali ikat pinggang Sujud.

? Tapi, betul ya kang, jangan lama2 pergimu .?

? Tak usah kau kuatir. ? Jawabnya. ? Dan nanti kalau adikmu terbangun dan minta makanan,

belikan saja diwarung, apa yang dikehendakinya dengan uang yang ada dikantong itu.

Tanpa menunggu jawaban. Sujud bangkit berdiri serta meninggalkan Martiman dan Martinem,

untuk menuju ke panggung pertunjukan yang dekat letaknya dengan tempat mereka bermalam.

Namun masih juga terdengar suara Martiman lapat2, Kang Sujud, jangan lama2 pergi.

Sebagai anak pemuda tanggung, pertunjukan malam ini memang sangat menarik bagi Sujud.

Sejak hari kemarin ia sebenarnya telah menanti2 saat dimulainya pertunjukan olah kanuragan, walaupun

semasa ia tinggal di Senapaten Kota Raja sering melihatnya. Kiranya bukan ia saja yang gemar akan

pertunjukan semacam itu. Ternyata orang2 telah berjejal berdesakan untuk dapat melihat dengan jelas.? Wah terlambat datangku ? pikir Sujud. Setapak demi setapak ia mendesak maju, hingga

achirnya ia dapat berdiri didepan seperti waktu kemarin. Kini ia tidak lagi memperhatikan tamu2

undangan yang duduk berderet2 didepannya. Pandangan dan perhatiannya langsung ditujukan

kepanggung, dimana empat orang pemuda dengan pakaiannya serba hijau terbuat dari sutra, dengan

masing2 memakai tanda lambang kebesaran perguruan "Baskara Mijil" didada kirinya, sedang bertarung

memamerkan ketangkasannya dengan diiringi oleh suara gamelan. Gerakan jurus2 pukulan, tendangan

dan tangkisannya sedemikian indah, hingga lebih banyak menyerupai tarian daripada olah krida yudha.

Ya, memang ini adalah gerakan jurus kembang2 ciptaan perguruan Baskara Mijil yang dititik beratkan

pada keindahan gerakan yang disesuaikan dengan irama gamelan.

Keempat pemuda murid Kyai Singayudha yang sedang berada diatas panggung itu, silih berganti

menyerang dan mengelak dengan gaya gerakannya yang ,kadang2 sangat lambat, dan tiba2 berobah

menjadi lebih cepat, namun semua gerakannya tak meninggalkan irama suara gamelan. Tendangan kaki

dan gerakan sampokannya selalu diiringi dengan tepukan kendang dan bunyinya gong. Bila dua orang

melontarkan serangan, maka dua orang lainnya menghadapi dengan tangkisan ataupun mengelak

dengan gerakan yang penuh bergaya. Tiba2 suara tepukan kendang terdengar lantang dan cepat.

Dan bersamaan dengan irama gamelan yang lebih cepat itu, dua bilah klewang meluncur kearah

mereka yang sedang bersilat. Dengan tangkas dan penuh gaya, meluncurnya klewang disambut dengan

tangkapan tangan kanan masing2 dari dua pemuda yang sedang bersilat itu, dan tepat tertangkap pada

gagangnya. Tepuk tangan dan sorak sorai pujian dari para penonton terdengar riuh ramai. Dan dua

pemuda itupun segera bersenyum menyambut pujian yang tertuju padanya, Ternyata dua bilah klewang

itu dilemparkan oleh dua orang temannya yang duduk dideretan terdepan, atas perintah gurunya. Kini

pertunjukan pertarungan dengan jurus kembang2 masih terus berlangsung, dengan dua orang

bersenjatakan klewang menghadapi dua orang bertangan kosong. Tak lama kemudian dua klewang

serentak dapat terampas oleh yang bertangan kosong dan kini bergantian yang bersenjatakan klewang.

Suara gamelan bertalu talu dan tepukan kendangpun terdengar cepat dan nyaring, mengiringi gerakan2

jurus2 serangan klewang yang bertubi-tubi dengan cepatnya. Serangan klewang yang berobah-robah

gerakannya, merupakan sinar putih yang bergulung-gulung menyelubungi tubuh lawan yang

dihadapinya. Tusukan, sabetan dan babatan klewang yang cepat itu, diikuti oleh lawannya dengan

gerakan yang indah dan tangkas untuk menghindari serangan. Dan kembali lagi kedua belah klewang

dengan cepatnya berpindah ditangan lawan yang tadinya bertangan kosong. Dan orang2 yang

menyaksikan bersorak sorai memuji ketangkasannya.

Tetapi, tiba2 terdengar suara nyaring dengan nada ejekan: ? Permainan anak kecil.?

Semua orang berpaling kearalt datangnya suara, dan suasana seketika menjadi, sepi dan tegang.

Sementara itu terdengar tepukan tangan tiga kali dan suara gamelanpun segera berhenti. Seorang

pemuda lalu yang memakai pakaian seragam sebagai murid Kyai Singayudha meloncat naik keatas

panggung. Sedangkan empat orang pemuda yang sedang bersilat tadi segera menghentikan gerakannya

dan berdiri berjajar dibelakangnya Dengan senyum yang dibuat-buat pemuda tadi menganggukan

kepalanya kepada para penonton setelah mana ia bicara dengan nada yang tajam sekali ? Tuan2 yang

terhormat. Sekiranya ada yang kurang puas akan hidangan pertunjukan kami ini, sudilah naik ke atas

panggung untuk memberikan petunjuk2 yang sangat bagi perguruan Basskara Mijil. Dengan senang hati,

kami bersedia menerima petunjuk2 Tian yang akan menambah pengalaman kami untuk mana kami

ucapkan banyak terima kasih. ?

Ucapan seorang pemuda, murid Baskara Mijil yang sangat sopan itu, jelas merupakan tantangan

bagi orang yang baru saja berseru menghina pertunjukan tadi. Dan semua penonton menunggu denganhati yang berdebar - debar akan munculnya seorang yang dimaksud.

Tiba2 sebatang golok panjang meluncur laksana sambaran kilat, dan tertancap hampir

seluruhnya diatas panggung, tepat didepannya seorang pemuda yang berbicara tadi.

Hanya gagang dan sebagian dari mata golok itu yang kelihatan masih bergetar. Dan sesaat

kemudian disusul berkelebatnya bayangan yang melayang naik keatas panggung dengan satu loncatan

yang cukup mengagumkan.

Orang itu masih muda dan berusia 25 tahun, sebaya dengan pemuda pamong murid perguruan

Baskara Mijil yang kini berada dihadapannya.

Ia mengenakan pakaian serba hitam dari bahan tenunan rakyat biasa, dengan kain sarung warna

merah yang dilipatkan dan dipinggangnya sebelah kiri tergantung sarung tempat golok panjang yang

ternyata telah kosong. Sepasang alisnya tebal dan bertemu pangkai. Sinar pandangan matanya tajam

berkilat. Rambutnya gondrong tanpa ikat kepala dan raut mukanya persegi dengan warna kulitnya yang

kehitam-hitaman. Urat urat dilehernya yang pendek itu kelihatan menonjol. Bentuk tubuhnya kokoh

kekar dengan tingginya yang sedang. la berdiri dengan tangan kiri bertolak pinggang sambil menunjuk

kearah pemuda yang dihadapannya dengan jari telunjuk tangan kanan.

Lain halnya dengan seorang pemucla yang berada dihadapannya. la bertubuh langsing tetapi

padat berisi. urat-uratnya kelihatan melingkar2 dikedua lengannya. Wajahnya memancarkan sinar

ketenangan dengan warna kulitnya yang kekuning2an serta bersih. Rambutnya hitam terurai sampai

dipundaknya dan tersisir rapih. Ikat kepalanya seutas sutra warna merah selebar dua jari, diikat erat2

diatas tengkuknya.

Sedang para penonton masih berdebar-debar rnenyaksikan adegan yang tegang itu, sipemuda

muridnya Kyai Singayudha cepat membungkukkan badannya serta mencabut golok panjang yang

tertancap dihadapannya hanya dengan menggunakan japitan ibu jari dengan telunjuknya tangan

kanannya, untuk kemudian diangsurkan kepada pemuda yang sedang berdiri dihadapannya dengan

bertolak pinggang, yang ternyata adalah pemilik dari golok panjang itu.

Melihat cara mencabut golok yang tertancap hampir seluruhnya dipapan kaju jati yang sekeras

itu, hanya dengan mengunakan jepitan ibu jari dengan telunjuknya saja sudah dapat diterka bahwa

pemuda pamong murid Kyai Singayudha terang memiliki tenaga dalam yang tidak dapat dipandang

ringan.

Dan para penonton kembali dibuat ternganga lebar olehnya. Lebih-lebih bagi mereka yang tidak

mengerti mengenai ilmu kanuragan. Tanpa berkedip Sujud mencurahkan perhatiannya kearah adegan

yang tegang itu. Rasanya ingin ia melihat lebih dekat lagi, agar dapat mengikuti dengan jelas.

? Tuankah, yang mewakili suara gelap tadi?. Ingin kami mengetahui lebih dahulu nama dan

gelar Tuan, sebelum memberikan petunjuk2 yang berharga bagi kami. Murid Kyai Singayudha berkata

memecah kesunyian dengan suara lantang yang diiringi dengan senyuman mengejek.

? Apa ?! Aku tidak mewakili siapapun!? Hadirku dipanggung ini tidak ada sangkut pautnya

dengan suara gelap tadi. Aku hanya semata-mata melayani tantanganmu yang sombong itu, yang baru


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


saja kau ucapkan.

Dan aku adalah seorang rakyat biasa yang tak mempunyai gelar? Namaku Talang Pati. - Jawab

pemuda lawannya dengan tak kalah lantangnya.

Mendengar kata jawaban yang tegas dari Talang Pati itu, Braja Semanclang tersentak heran,

hingga ia melangkah surut kebelakang satu tindak. Dugaan bahwa Talang Pati adalah orang yang

mengeluarkan suara gelap yang berisi kata2 hinaan ataupun mewakili orang yang menghinanya ternyata

tidak benar.Kini Braja Semandang, demikianlah nama pemuda pamong murid dari Baskara Mijil itu, dan

memang semua dari perguruan Baskara Mijil memakai nama awalan Braja, tindakannya penuh

keraguan.

Ia memalingkan kepalanya sesaat kepada Singayudha gurunya yang duduk dideretan terdepan,

untuk minta pertimbangan. Singayudha menyibakkan lengan jubahnya, sebagai isyarat jawaban, dan

tahulah bahwa maksud gurunya terserah akan kebijaksanaan Braja Semandang sendiri.

? Saudara Talang Pati! Jangan hendaknya salah terka!? Tantanganku hanya aku tujukan kepada

orang yang menghina perguruan kami dimuka umum. Kami tidak bermaksud untuk bermusuhan dengan

siapapun juga tanpa alasan.

? Tetapi, bukankah ucapanmu yang penuh kesombongan tadi, sengaja untuk menghina semua.

penonton? Apakah kau kira, bahwa semua orang jeri mendengar nama Baskara Mijil?! Ketahuilah,

bahwa sekalipun gurumu yang naik dipanggung, aku tidak akan gentar menghadapinya. ?

Kata2 ini tajam bukan kepalang. Mukanya yang kekuning kuningan mendadak sontak berobah

menjadi merah padam, hingga ujung daun telinga Braja Semnandang serta matanya kelihatan merah

menyala tak mampu menerima penghinaan yang menyinggung nama kebesaran gurunya. Badannya

terasa menggigil bergetar menahan kemarahan yang meluap-luap. Jari-jari kedua belah tangannya

meremas remas.

Dengan suara parau dan gopoh ia bicara dengan nada bentakan. ? Keparat Talang Pati! Tak

usah kau menyinggung nama guruku! Aku Braja Semandang sanggup untuk menghajar mulutmu yang

lancang! ? Kata-kata itu diiringi dengan gerakan secepat kilat menghunus klewang dipinggangnya, dan

langsung menyerang lawan dengan suatu loacatan kedepan dalam jurus tusukan maut. Tangan kirinya

dengan jari-jarinya terbuka dengan diangkat keatas agak kebelakang mengikuti gerakan sebagai

imbangan badan, dengan kakinya terbentang lebar. Para penonton banyak menjerit ngeri demi melihat

serangan yang ganas serta tiba-tiba itu. Dan diantaranya banyak pula yang cepat-cepat berlalu

meninggalkan alun-alun, karena takut akan meluaskan keributan.

Sujud semakin tertarik akan pertarungan yang sungguh2, yang kini tengah berlangsung. Tanpa

disadarinya ia telah menerobos, batas tali kawat yang terpentang, dan berdiri lebih dekat. Sementara itu

orang-orang tak berjejal jejal seperti semula.

Sewaktu orang-orang menjerit, hampir saja Sujud turut pula berteriak, karena melihat Talang

Pati yang diserang dengan tiba-tiba itu masih saja bertolak pinggang dengan tangan kirinya, dan belum

siap siaga untuk bertempur. ? Bukankah ini serangan yang curang? ? pikirnya. Akan tetapi

kecemasannya segera lenyap, setelah melihat Talang Pati terhindar dari serangan maut dengan

gerakannya yang sangat mengagumkan.

Uklewang yang hampir mengenai dadanya, disambut dengan bacokan golok, sambil melangkah

surut serong kesamping kiri dan muncratlah percikan api karena dua senjata beradu keras. Kedua

duanya, masing- masing terkejut dan meloncat surut kebelakang satu langkah. Masing masing saling

kagum akan ketangkasan dan kekuatan tenaga lawannya. Kembali kini rnereka saling serang menyerang

dengan gerakan yang cepat dan sukar untuk diduga arah tujuannya. Tebangan, tusukan, bacokkan silih

berganti dengan perubahan-perubahan yang amat cepat. Kedua - duanya menunjukkan ketangkasan

yang seimbang.

Gerakan klewang dan golok panjang demikian cepatnya, hingga sepintas lalu merupakan sinar

putih yang ber gulung2 dan sambar menyambar menyelubungi kedua tubuh mereka yang sedang

bertempur.

Sedang mereka berternpur dengan serunya. tiba tiba terdengar suara orang berseru sambildiiringi dengan tawa yang bergelak gelak. ? Haa. haa .. haa ..! Bagus, bagus! Permainan anak kecil

meningkat menjadi permainan bocah! Ha... haa hahaa ?

Semua yang hadlir terkecuali yang sedang bertempur, memalingkan kepala kearah suara.

Mereka ingin mengetahui gerangan siapakah yang berani berbuat demikian tak senonoh, dengan

mengeluarkan kata-kata hinaan tanpa menghiraukan kemungkinan adanya orang-orang sakti lainnya

yang hadir ditempat pertunjukkan itu.

Bersamaan waktunya, dikala orang-orang sedang mencari dengan pandangan matanya masing2

kearah orang yang bersuara tadi

Singayudha telah melesat laksana bayangan keatas panggung, dan langsung jatuh berdiri di-

tengah2 dua orang pemuda yang sedang bertempur dengan serunya.

Singayudha dapat memisah mereka yang sedang bertempur hanya dengan angin sambaran

loncatannya saja, hingga kedua-duanya yang sedang bertempur masing-masing hampir jatuh terlentang,

jelas menunjukkan bahwa Kyai Singayudha memiliki ilmu kanuragan yang sangat sakti. Dan demikian,

dua orang pemuda seketika terpaksa berhenti bertempur.

? Hai, Tua bangka Tadah Waja! Silahkan naik kepanggung, jika maksudmu hendak membalas

dendam karena tidak puas dengan kejadian satu tahun yang lalu.

? Singayudha berdiri tegak diatas panggung dengan berseru nyaring, sambil jari telunjuknya

menunjuk kearah orang yang sedang berdiri bersandar pada tiang dimana tali kawat terikat, tepat

dibelakang Sujud. Suaranya bergema berwibawa.

Seorang yang telah lanjut usianya berkerudung kain panjang berkembang sebagai baju atasnya,

sambil masih bersandar pada tiang climana tali kawat terpancang, ketawa terbahak-bahak seraya

berkata. ? Haa. haaa ..haaa .! Kau kira aku wayang orang yang sedang ditanggap, hingga mau naik

kepanggung, menemanimu?! Tak sudi aku menjadi singa tontonan! ?

Kata-kata yang sederhana ini, merupakan sindiran penuh penghinaan yang amat tajam bagi

Singayudha.

Lebih tajam dari pada mata tajamnya klewang sendiri yang tergantung dibalik jubahnya.

Tadah Waja bertubuh kurus. Rambutnya panjang terurai dan telah memutih. Matanya cekung

dan hidungnya bengkok menyerupai patuk burung hantu.

Mulutnya lebar dengan bibirnya yang tebal. Mukanya kasar penuh dengan jerawat, serta

memancarkan sifat kebengisan. Kuku jari2 tangannya hitam dan panjang meruncing, mengandung racun

yang sangat berbahaya. Ia berdiri bersandar sambil memegang tongkat besi sepanjang sedepa dan

sebesar ibu jari kaki.

Ia dulu adalah seperguruan dengan Tambakraga sewaktu menuntut ilmu hiam. Ialah suatu ilmu

kesaktian kanuragan yang khusus untuk tujuan kejahatan.

Pada satu tahun yang laln, sewaktu Tadah Waja sedang merampok didaerah Tegal dekat pantai

utara beserta lima orang anak buahnya. Kebetulan Singayudha berada pula didaerah itu dengan

diiringkan oleh empat puluh muridnya. Akhirnya pertempuran sengit terjadi. Lima orang murid

Singayudha roboh terluka. Akan tetapi karena jumlah murid Singayudha jauh lebih besar dari pada

rampok, maka akhirnya Tadah Waja terpaksa lari meninggalkan gelanggang dengan menderita luka

dipundaknya, terkena sebatang anak panah yang dilepaskan oleh para murid per-guruan Baskara Mijil.

Disamping itu, seorang anak buah Tadah Waja terpaksa ditinggalkan karena mati tertusuk klewang

didadanya.

Dengan demikian perbuatan kejahatan dapat digagalkan sama sekali oleh Singayudha berserta

murid-muridnya. Dan semenjak itu nama Singayudha dengan perguruannya Baskara Mijil bertambahluas pengaruhnya.

Dengan diliputi rasa dendam kesumat, semula Tadah Waja pergi kehutan Wonogiri, dengan

maksud akan minta bantuan pada saudara seperguruannya Tambakraga yang sakti itu. Akan tetapi

kenyataannya Tambakraga telah membubarkan sarang rampoknya dan kini telah pula menjadi seorang

petapa di Gunung Lawu, karena menginsyafi akan kesesatannya dalam jalan hidupnya yang telah

ditempuknya. (Baca Seri Pendekar Majapahit).

Setelah mengetahui,bahwa Singayudha akan mengantar anaknya yang menjadi mempelai lelaki

ke Banjararja dengan hanya diiringkan oleh empat puluh orang muridnya, Tadah Waja sengaja

bermaksud hendak membalas dendam ditempat keramaian itu. Ia datang di Banjararja dengan

membawa anak buahnya yang dua kali lipat jumlahnya. Anak buahnya adalah terdiri dari pada para

penjahat yang telah tunduk dibawah perintahnya. Dan diantaranya terdapat pula Durga Saputra sebagai

anggauta baru, akan tetapi karena kesaktiannya ia menjadi salah satu anak buah yang terpercaja.

Demi mencapai tujuannya, Tadah Waja tak segan2 menggunakan siasat yang licik dan ganas.

Sebagian anak buahnya tersebar diantara para perion-ton jan; berjejal-jejai dialun abin itu.

Sedangkan sebagian lagi berada disekitar gedung Kebanjaran Kapanewon, dengan tujuan merampok

habis seluruh isi Kapanewon, serta membakar gedungnya. Dan ini semua tinggal menunggu isyarat aba2

dari Tadah Waja yang kini sedang sengaja memancing keributan. Ia yakin, bahwa siasatnya yang telah

diperhitungkan dengan masak2 tentu akan berhasil. Disamping tercapainya tujuan yang utama yaitu

menghancurkan nama perguruan Baskara Mijil serta membunun Sgayudha, juga para anak buahnya

akan gembira karena mendapat hasil harta rampokan.

`Sebagai seorang sakti, Singayudha cepat dapat menekan perasaannya yang meluap-luap karena hinaan

yang langsung menyinggung namanya.

Tanpa menghiraukan kata2 Tadah Waja, ia berseru dengan suara yang mengandung daya

kesaktiannya: ? Tadah Waja.! Dahulu aku masih berlaku lapang, dan memberikan kesempatan untuk

hidup paciamu, seharusnya kau ber-terima kasih padaku dan menginsyafi akan kesesatanmu dalam

menempuh jalan hidupmu. Tak kuduga, bahwa hari ini kau sengaja datang mengantarkan jiwamu! ?

Suaranya rnenggetar memekakkan telinga dengan penuh wibawa membuat para muridnya sendiri

menggigil ketakutan. Demikian pula para penonton yang tak memiliki kepandaian.

Ha haaaa haaaa ! Singa barangan yang pandai membual! Bukan aku, tetapi kaulah hari ini

yang akan kehilangan kepalamu! Terimalah ini.. sebagai ganti jiwaku!?

Menjawab demikian Tadah Waja tiba2 melemparkan Sujud yang sedang berdiri ternganga

didepannya, kearah Singayudha.

Sujud yang tak mengira, bahwa dirinya yang akan di jadikan bulan- bulanan tak sempat

mengelak sama sekali. Sewaktu baju dipunggungnia dicengkeram oleh Tadah Waja dan kemudian

dilemparkan. Kini ia tinggal menerima nasib kelanjutannya, namun sebagai murid Dadung Ngawuk masih

juga ia dapat berjungkir balik diudara, untuk ber-jaga-jaga menghadapi serangan dari penerima

tubuhnya.

Demi melihat berjungkir baliknya tubuh seorang anak tanggung kearahnya, Singayudha berseru

terkejut sambil mengelak satu tindak kesamping. Sebagai seorang guru kanuragan yang telah memiliki

nama yang harum, ia tak mau menyerang orang yang ia sendiri belum tahu siapa adanya. Tangan

kanannya diangsurkan kedepan untuk menangkap tubuh Sujud yang meluncur bagaikan bola kearahnya.

Akan tetapi belum juga tangannya menyentuh tubuh Sujud, tiba2 salah seorang tamu undangan

yang rnengenakan pakaian kebesaran sebagai Bupati Narapraja, melesat bagaikan berkelebatnya

bayangan dan menyambar tubuh Sujud serta menghilang dibalik orang2 penonton yang sedang riuhberebut diujung untuk meninggalkan tempat yang mulai gaduh itu.

? Hai.... berhenti! ? Durga Saputra berseru sambil lari mengejar- ? Bapak Tadah Waja! Yang

lari itu adalah Wirahadinata Indramayu. ?

Bersamaan waktunya Singayudha telah meloncat turun dan langsung menyerang Tadah Waja

dengan sambaran angin pukulannya.

Mendapat serangan yang tiba2 itu, Tadah Waja mendadak mengeluarkan suara seruannya yang

tinggi melengking, untuk kemudian meloncat surut kebelakang dua langkah, dan lari melesat

meninggalkan gelanggang dengan berseru: ? Kejarlah aku, jika kau ingin kehilangan kepalamu. ?

Ia sengaja meninggalkan gelanggang untuk memancing agar Singayudha lari mengejarnya.

Tanpa berfikir panjang Singayudha melesat lari mengejar dengan diikuti oleh sebagian anak buahnya.

Dan bersamaan waktunya dengan melesatnya Singayudha, nyala api telah menjilat2 gedung Kebanjaran

Kepanewon dari segenap penjuru.

*

**

B A G I A N II

SUARA JERITAN tangis orang2 perempuan dan anak anak bercampur dengan suara para rampok yang


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


sedang merampok serta menjarah rayah harta yang ada di Kabanjaran. Para Punggawa Narapraja

dengan dibantu oleh sebagian para murid perguruan Baskara Mijil yang masih tinggaI di Kabanjaran

Kapanewon segera menerjang para rampok. Suasana menjadi semakin gaduh. Panewu Arjasuralaga dan

adiknya Lurah Tamtama Arjarempakapun turut pula mengamuk dengan klewangnya. Pertempuran seru

berkobar dalam beberapa kalangan.

Disusul kini awan hitam yang tebal bergulung - gulung naik diketinggian, dan nyala api yang

makin besar menjilat jilat membumbung tinggi diangkasa, hingga langit diatasnya menjadi merah

membara.

Tempat pesta keramaian, kini menjadi medan pertempuran Para tamu undangan yang memiliki

keberanian dan erat hubungannya dengan Panewu Arjasuralaga segera turut membantu membasmi

para rampok, sedangkan mereka yang merasa takut akan terlibat cialam pertempuran yang dahsyat

segera lari berlalu meninggalkan Banjararja.

Dikegelapan malam yang samar-samar, ditebing kali Cilosari, seorang bertubuh kurus dan telah

lanjut usianya dalam pakaian kebesaran sebagai Bupati Narapraja menghentikan langkah larinya sambil

menurunkan seorang anak tanggung yang mendekati dewasa dari pundaknya. Dengan serta merta

diliputi oleh rasa haru yang tak terhingga, ia merangkul dengan kedua tangannya erat2 keleher Sujud,

serta menciumi keningnya sambil bicara: -Anakku! Telah lama aku mencarimu ...juga Gusti Indra

kakakmu . . . berduka hati, mencari kau sampai dimana mana ?

? Bapak !? Hanya kata2 itulah yang dapat keluar dari mulutnya Sujud, dan air matanya

meleleh, membasahi kedua pipinya. Dengan kata2 yang terputus-putus ia melanjutkan bicaranya : ?Ibu

.. bagaimana dan kangmas Indra .. apakah tidak marah? Aku menyesal ..! ?

Ternyata tamu yang berpakaian kebesaran sebagai Narapraja yang menyambar tubuh Sujud

sewaktu dilemparkan oleh Tadah Waja tadi, memang Bupati Wirahadinata adanya. Ia adalah orang tua

angkat dari Sujud yang mengasuhnya sejak Sujud berusia dua setengah tahun. Pun nama Sujud adalah

pemberiannya, dengan harapan agar anak itu kelak memiliki budi luhur yang selalu bersujud kepadaDewata Yang Maha Agung.

Ia menemukan anak itu, sewaktu ia lolos dari Kebanjaran Agung Indramayu karena seluruh

bekas daerah Kerajaan Pajajaran terdesak oleh Majapahit, ditengah tengalt hutan dekat Sumedang

dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Anak yang baru berumur dua setengalt tahun itu telanjang

bulat dan merangkak - rangkak sendirian dengan tubuhnya yang kurus kering. Kemudian oleh Bupati

Wirahadinata beserta istrinya anak itu diasuhnya, tak ubahnya seperti anak kandung sendiri dengan

cinta kasih yang ikhlas.

Dan oleh Bupati Wirahadinata anak itu diberi nama SUJUD.

Dalam pengembaraan, hingga Bupati Wirahadinata dengan istrinya menetap di Ngawi ditepi kali

Bengawan dengan menyamar sebagai dukun dan mengganti namanya dengan Kyai Tunggul, Sujud selalu

ada disampingnya.

Kemudian atas jasa Kyai Tunggul atau Bupati Wirahadinata dalam turut serta membantu

Senapati Indra Sambada menenteramkan suasana dibelakang Kerajaan Pajajaran, ia diangkat kembali

sebagai Bupati Narapraja majapahit dan memerintah kembali daerahnya Kebanjaran Agung Indramayu

(Baca SERI PLNDEKAR ?MAJAPAHIT").

Dan mulai sejak itu atas permintaan Senapati Indra Sambada yang telah menganggap Sujud

sebagai adik angkatnya Sujud diserahkan kepada Senopati Indra Sambada dan tinggal menetap di.

Senapaten di Kota Raja.

Telah tiga kali Senapati Indra Sambada pada waktu akhir2 ini mengunjungi Kebanjaran Agung

Indramayu, dan menceriterakan hal ikhwal yang menyangkut diri Sujud.

Untuk mencari jejak Sujud, para tamtama nara sandi Kerajaanpun dikerahkan pula.

Bupati Wirahadinata dalam usaha turut mencarinya, merasa hampir putus asa. Tidak diduga

sama sekali, bahwa sewaktu ia datang memenuhi undangan perayaan perkawinan di Banjararja, dapat

bertemu dengan anak angkatnya yang selalu dirindukan.

Belum juga mereka berdua puas akan masing2 menuangkan rasa dendam rindunya, tiba2 Durga

Saputra berkelebat mengejar sambil berseru.

? Wirahadinata ! ! !. Pengemis gadungan ! ! ! Menyerahlah untuk kutebas lehermu, sebagai

ganti lenganku sebelah ini ! ! ! Dengan golok panjang yang kedua belah sisinya bermata tajam, Durga

Saputra langsung dengan gerakan jurus tusukan berangkai, ialah meloncat sambil menusuk kearah dada

Wirahadinata dengan kedua kakinya terpentang lebar, merupakan kuda2 yang kokoh dan dilanjutkan

dengan perobahan gerak tebangan dari kanan ke-kiri dan sebaliknya kearah lambung lawan, dengan

menggeser kaki kebelakang kedepan hingga menjadi rapat, serta tumit kaki depannya diangkat sedikit.

Menghadapi serangan yang demikian dahsyat dan secara tiba2 ini. Wirahadnata terkesiap sesaat

sambil meloncat surut kebelakang satu langkah dan jatuh berjumpalitan kesamping kiri unruk

menghindar dari serangan rangkaiannya. Secepat kilat ia bangkit kembali dengan pedang terhunus

ditangan kanannya, sed, nzkan tatigan kirinya min-dorong Sujud kesamping belakang.

? Bangsat bedebah ! !. Kaulah Durga Saputra perampok di indramayu dulu ? ! ! ! Dengan

tanganmu yang hanya tinggal sebelah itu kau juga belum insyaf akan kesesatanmu ! ! !. Sebaiknya

kutebas sekalian, tanganmu yang tinggal sebelah itu !!!. Berkata demikian, Wirahadinata maju

menyerang dengan pedangnya dalam gerakan jurusnya tebangan dari balik perisai.

Pedangnya berputaran cepat, hingga sinar putih yang bergulung - gulung merupakan lingkaran

bentuk payung, laksana perisai baja, dan disusul dengan satu loncatan sambil merobah gerakan putaran

pedang menjadi serangan bacokan dari atas kebawah serta dilanjutkan dalam gaya tebangan dari kiri

kekanan menyapu paha lawan. Benar2 merupakan serangan pedang yang sukar untuk di-Wirahadinata terkesiap sesaat sambil meloncat surut kebelakang

satu langkah dan jatuh berjumpalitan kesamping kiri untuk

menghindar dari serangan rangkaian.

duga arah sasarannya. Dan ini adalah suatu jurus dari gerakan pedang tamtama asli. Akan tetapi Durga

Saputra bukan anak kecil yang baru saja belajar ilmu kanura-gan. Ia meloncat kesamping kiri dua tindak

sambil mengangsurkan tangan kirinya yang memegang golok panjang guna menangkis datangnya

susulan tebangan yang mendatang.

Dengan badannya merendah mengikuti gerakan kakinya yang telah ditekukkan. Dengan

demikian ia menjadi setengah berjongkok, dan terhindarlah dari serangan2 yang dahsyat itu.

Kiranya Durga Saputra memang masih setingkat berada dibawah Wirahadinata dalam ilmu tatabela diri, hingga sebentar kemudian ia menjadi sibuk berloncatan menghindari serangan yang bertubi

tubi dari Wirahadinata. Sebenarnya ia sendiri sebelumnya telah merasa jeri untuk menghadapi

Wirahadinata yang terkenal sakti itu, akan tetapi karena dibelakangnya diikuti oleh Tadah Waja, ia

memaksakan dirinya untuk mengejar lawan. Dengan mengandalkan Tadah Waja yang sakti serta

kawan2nya yang banyak jumlahnya, maksud untuk membalas dendam tentu akan berhasil - pikirnya,

Sewaktu Durga Saputra dalam keadaan sangat terdesak serta terancam jiwanya, tiba2 bayangan

berkelebat menghadang didepan Wirahadinata.

Tadah Waja dengan tongkat besinya telah melintang memapaki tebangan klewang. Dua senjata

beradu, hingga mengeluarkan percikan api. Kedua-duanya masing-masing meloncat surut kebelakang

hingga tiga langkah sambil berseru terkejut : ..Heehhh .?

Ternyata telapak tangan masing2 dirasakan pedih, hingga hampir2 mereka saling melepaskan

senjatanya. Belum juga mereka sempat saling menyerang Singayudha telah meloncat menerjang Tadah

Waja dengan serangan tendangan berangkai. Angin sambaran tendangan yang berdesingan membuat

terkesiapnya lawan.

Dengan tangkas Tadah waja berpusingan surut ke-samping sambil mengayunkan tongkat

besinya dengan tangan kanan, sedangkan jari-jari tangan kirinya mengembang tegang dalam gerak

cengkeram pergelangan, siap untuk mencengkeram kaki lawan dengan kaki2nya yang beracun.

Sementara itu Wirahadinata yang telah siap akan menyerang Tadah Waja terpaksa

menggagalkan gerakannya, karena melihat Sujud berjumpalitan menghindari serangan Durga Saputra

yang nampaknya kelihatan telah mulai kalap. Namun belum juga ia dapat melangkah untuk membantu

anaknya, empat orang anak buah Tadah Waja telah mengurung dan menyerangnya dengan senjatanya

masing2. Kini pertempuran menjadi tiga, empat kalangan dan berlangsung dengan sengitnya.

Sujud bertangan kosong melawan Durga Saputra yang bersenjatakan golok panjang. Sedangkan

Wirahadinata dengan pedangnya menghadapi empat orang anak buahnya Tadah Waja yang

bersenjatakan dua klewang, satu golok dan satu kampak.

Sedangkan Tadah Waja sendiri dengan tongkat besinya melawan Singayudha dan Braja

Semandang bersenjatakan klewang keluanya.

Masih ada juga satu kalangan lagi yang sedang bertempur dengan sengitnya, antara lima orang

murid Baskara Mijil melawan delapan orang anak buah Tadah Waja dengan bersenjatakan klewang dan

ber-macam2 senjata tajam lainnya.

Sedangkan Talang Pati hanya menonton, berdiri dibalik pohon dekat tempat pertempuran

dimana Sujud sedang sibuk menghindari serangan golok panjangnya Durga Saputra yang bertubi-tubi

tanpa mengenal belas kasihan dengan langkah gerakanuja "WURU SAKTI"

Dengan langkah2nya yang aneh dan kelihatan sangat lambat, Sujut terhuyung-huyung kedepan

seakan-akan jatuh terjengkang, untuk kemudian melompat kesamping sambil menjulurkan tangan

kanannya yang jari nya telah ditegangkan kearah tubuh lawan yang sedang gencar melancarkan

serangan dengan golok panjangnya. Dengan demikian, disamping ia terhindar dari bacokan dan sabetan

golok panjang, Durga Saputrapun terpaksa membatalkan serangan rangkaiannya untuk melindungi

tubuhnya dari totokan jari-jari Sujud yang sukar diduga arah datangnya.

Kadang2 Sujud mengelak babatan golok panjang lawan yang semakin buas itu hanya dengan

menjatuhkan diri bergulingan ditanah untuk kemudian duduk berjongkok menunggu datangnya

serangan susulan. Akan tetapi semua serangan Durga Saputra yang ganas dan bertubi-tubi itu ternyata

selalu jatuh ditempat yang kosong belaka.

Berulang kali Wirahadinata sambil masih bertempur, berseru cemas demi melihat gerakan Sujudyang dalam penglihatannya hampir2 menjadi korban keganasan itu. Setiap gerakan untuk berusaha

mendekati anaknya selalu di rintangi oleh para pengeroyoknya dengan serangan2 serentak yang bertubi-

tubi. Akan tetapi Wirahadinata adalah Kyai Tunggul yang memiliki kesaktian serta pengalaman yang luas.

Dengan mudahnya ia dapat menghindari semua serangan dari para pengeroyoknya. Medan

pertempurannya dikuasai kembali.

Sekali pedang tamtamanya berkelebat, para pengeroyok segera sibuk menghindar sambil

berlompatan menjauhkan diri dari serangan2 susulan yang tak dapat diduga sebelumnya. Semula

Wirahadinata sama sekali tidak bermaksud kejam kepada para pengeroyoknya, dan setiap kesempatan

yang terluang hanya dipergunakan untuk memperhatikan anaknya Sujud yang sedang menghadapi

serangan2 maut dari Durga Saputra. Akan tetapi rasa cemasnya kini semakin bertambah, setelah melihat

cara Sujud menghindari serangan tusukan maut hanya dengan berjongkok serta ketawa terkekeh2. Ia

mengira bahwa anaknya karena rasa takutnya menghadapi lawan yang tangguh, hingga tergoncang

syarafnya dan menjadi gila.

Tanpa mengenal belas kasihan lagi, Wirahadinata tiba2 melancarkan serangan dengan jurus

shakti simpanannya yang olehnya sendiri dinamakan "sabetan pelebur baja". Ditengah2 para

pengeroyoknya, Wirahadinata berdiri tegak dengan sepasang matanya terbuka lebar dengan pandangan

liar. Wajahnya berubah merah, tubuhnya gemetar. Mulutnya berkali-kali terbuka dan terkatub kembali

tanpa mengeluarkan suara. Hembusan nafasnya mengandung daya sakti yang telah ter-pusat.

Tangan kanannya yang menggenggam pedang tamtamanya diangkat setinggi pundaknya, dan

tangan kirinya bergerak perlahan dengan jari2nya terbuka seperti cakar harimau yang siap menerkam

mangsanya

Seruan tinggi melengking terdengar .. dan tiba2 .. ia meloncat menerjang dua orang

pengeroyoknya yang berada didepannya dengan kedua tangannya bergerak semua, dalam bentuk

gerakan yang bertentangan.

Tangan kirinya menyengkeram kedepan dari atas kebawah serong kanan, sedangkan tangan

kanannya yang menggenggam pedang membuat gerakan sabetan dari kanan ke-kiri serong kebawah ...

Suatu jurus dalam satu gerakan yang berlawanan dengan disertai daya kesaktiannya ..

Tak ajal lagi jeritan ngeri dua kali susul-menyusul segera terdengar, dengan diiringi

robohnya dua tubuh manusia yang bermandikan darah. Seorang telah putus lehernya. dengan kepala

terpisah dari gembungnya. sedang seorang lagi lambungnya terbabat sampai dipusat perutnya .. Dan

dengan pedang yang masih berlepotan darah, Wirahadinata berpusingan menyambut datangnya

serangan dari dua orang pengeroyoknya yang berada dibebelakangnya. Demi melihat dua orang


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


temannya roboh tak bernyawa lagi, dua orang pengerojok yang sedang menyerang segera menarik

kembali gerakannya, serta serentak meloncat surut kebelakang dua langkah, dan kemudian lari

dikegelapan, tunggang langgang.

Cepat seperti kilat Wirahadinata melompat kesamping untuk membantu anaknya, akan tetapi ia

segera berdiri terpaku penuh rasa heran sesaat, sewaktu melihat Durga Saputra jatuh roboh tak berdaya

tanpa terluka dengan golok panjangnya terlempar jauh, Namun rasa cemas bercampur dendam masih

juga meliputi dirinya .. Kuatir akan bangkitnya kembali Durga Saputra yang mengganggu anaknya.

Pedang tamtamanya berkelebat lagi .. dan ,,,,, crattt . .

Kepala Durga Saputra terbelah kena bacokan pedang tamtama Wirahadinata, tanpa

mengeluarkan suara sedikitpun. Darah segar bercampur otaknya muncrat, hingga membuat bajunya

sendiri berlepotan darah. Sujud meloncat merangkul leher Wirahadinata sambil berseru. ? Bapak. ?

Ia ingin mencegah kekejaman ayah angkatnya, akan tetapi . gerakannya telah terlambat ..Bersamaan dengan robohnya Durga Saputra, Singayudha yang dibantu Braja Semandang yang

sedang bertempur meIawan Tadah Waja, tiba-tiba meloncat dua langkah sambil berseru ? Semandang!

Biarkan aku sendiri yang melayani kepala rampok ini! Lekas lari ke Kebanjaran, untuk membantu

adi2mu!?

Sadarlah ia kini, bahwa larinya mengejar Tadah Waja berarti terkail oleh tipu muslihatnya. Ia

melihat adanya awan hitam yang tebal bergulung-gulung membumbung tinggi yang disusul dengan

nyala api besar menjilat jilat naik diangkasa diarah atas Kebanjaran Kapanewon.

Untuk lari menolong orang tua menantunya, baginya tak mungkin, karena ia sedang

menghadapi musuh yang sakti dan ganas. Satu-satunya jalan baginya ialah memerintahkan pamong

muridnya kembali ke Kebanjaran Kapanewon agar dapat membantu Panewu Arjasuralaga.

? Keparat Tadah Waja! Sambutlah klewangku! ? Bentak Smgayudha samhil menerjang maju

dengan klewang ditangan kanan. Gerakannya tangkas dan cepat, seperti kilat. Klewang ditangannya

berkelebatan laksana gulungan sinar putih yang menyambar - nyambar, dalam gerakan tusukan,

babatan, dan tangkisan susul-menyusul dengan perobahan - perobahan yang sukar dilihat dengan mata.

Angin sambaran, sabetan klewangnya mengeluarkan suara berdesingan, hingga membuat daun-

daun pepohonan yang berada didekatnya jatuh beterbaran. Namun lawannya adalah Tadah Waja,

kepala rampok sakti yang berpengalaman luas. Tongkat besi ditangannya berputaran menyerupai

lingkaran baja, dengan mengeluarkan angin sambaran laksana badai yang tak kalah hebatnya.

Tangan kirinya dengan jari-jarinya terbuka dan ditegangkan bergerak - gerak menyambar kearah

lawan seperti cakar garuda.

Kedua-duanya, masing-masing saling mengerahkan tenaga saktinya. Dua senjata yang dahsjat

beradu .. dan percikan api nampak berpijar Kedua-duanya berseru terkejut sambil terhuyung-

huyung kebelakang dua langkah dengan masing-masing hampir jatuh terlentang.

Wirahadinata melompat hendak membantu Singayudha yang sedang terhuyung - huyung dan

hampir jatuh itu, tetapi .. tiba-ttba lebih dari sepuluh orang anak buah Tadah Waja muncul

berloncatan dari segenap penjuru disekitarnya dan langsung menyerangnya.

Sementara itu pertempuran-pertempuran dilain kalangan masih berlangsung dengan serunya.

Suara beradunya senjata terdengar gemerincing dengan diiringi jeritan - jeritan ngeri susul menyusul,

dari orang-orang yang terkena senjata roboh bergelimpangan. Darahpun berceceran dimana mana.

Demi melihat ayah angkamja dikurung oleh sepuluh orang lebih yang bersenjatakan klewang,

tombak, kampak, golok dan sebagainya, Sujud melompat memasuki kalangan dengan gerakan

?Wurushaktinya yang ajaib. Jari-jari tangannya tegang terbuka dan menyambar - nyambar dengan

langkah2nya yang aneh serta membingungkan lawannya. Dalam waktu yang singkat tiga empat orang

lawannya telah roboh terguling ditanah tanpa berdaya, terkena serangan totokan jari-jarinya. Senjata

senjata mereka terpental berterbangan lepas dari genggaman, untuk kemudian jatuh ditanah.

Wirahadinatapun tak mau memberikan ketika pada lawannya. Tiap kali pedang tamtamanya

berkelebat tentu ada seorang lawan yang roboh mandi darah. Sambil bertempur gerakan anak

angkatnya tak lepas pula dari perhatiannya. Tahulah kini ia, bahwa anak angkatnya telah memiliki pula

ilmu kanuragan yang tak dapat dikatakan rendah, sebagaimana ia semula menduga sebelumnya. Akan

tetapi, dari manakah ia mendapatkan kepandaian yang aneh itu? Tak mungkin kakak angkatnya Gusti

Senapati Indra Sambada mengajarnya demikian .. Gerakannya menyerupai seorang yang sedang

mabok minuman keras, dan masih pula diiringi dengan suara tawa yang terkekeh seperti orang setengah

gila. Akan tetapi suasana waktu itu tidak memungkinkan ia bertanya pada anaknya.

Sedang ia mengagumi anaknya, dengan masih sibuk bertempur, tiba-tiba mendengar suaraseruan lantang dari Tadah Waja yang ditujukan padanya.

? Hai .. dukun palsu! Jangan kau berlaku sebagai pengecut, merobohkan anak buahku

dengan semena - mena! Tunggulah pembalasan serangan tongkat bajaku! ?

Berseru demikian Tadah Waja sambil melancarkan serangan dahsyat dengan tongkat besinya

kearah tubuh Singayudha. Pukulan dau sabetan tongkat besi menyambar kearah kepala dan pinggang

Singayudha dengan perobahan gerakan yang amat cepat, hingga mengeluarkan angin samberan yang

berdesing desing. Serangan yang dahsyat itu masih pula disusul dengan cengkeraman kuku jari2nya,

hingga Singayudha menjadi sibuk karenanya. Klewangnya menari nari ditangan kanannya mengikuti

gerakan tongkat besi lawan dengan tak kalah cepatnya.

Sewaktu Tadah Waja berteriak, pemusatan perhatiannya menjadi berkurang, dan inilah

merupakan kesempatan bagus yang tepat bagi lawannya. Tanpa membaang kesempatan yang demikian

baiknya Singayudha dengan klewang ditangan kanan meloncat kedepan selangkah dalam gerakan gaya

tusukan, yang disusul dengan serangan tendangan berangkai kearah larnbung lawan. Seruan tertahan

terdengar nyaring, disusul loncatan kesamping sambil berjumpalitan menghindari serangan balasan.

Akan tetapi bukannya Tadah Waja yang jatuh berjumpalitan melainkan Singayudha sendiri. Ternyata

nama Tadah Waja bukan kosong belaka. Ia sengaja menipu lawan, dengan seakan2 tak memperhatikan

serangan lawan.

Akan tetapi justru sepenuh perhatiannya tepusat pada gerakan lawan yang sedang dihadap .

Tusukan klewang Singayudha yang hampir menembus dadanya dihindari dengan menggeser kaki

depannya selangkah serong kebelakang sambil memiringkan tubuhnya mengikuti gerakan kaki. Tongkat

besi ditangan kanan memapaki datangnya serangan dengan gerakan sodokan, sedang tangan kirinya

memukul dengan telapak tangannya kearah kaki lawan yang sedang melontarkan tendangan berangkai.

Inilah jurus tipuan mematahkan langkah. Kecepatan Singayudha membuang dirinya kesamping dan

berjumpalitan, ternyata dapat menggagalkan rangkaian serangan balasan dari Tadah Waja. Dengan

menahan rasa sakit ditulang kakinya, Singayudha cepat berdiri lagi menyambut serangan susulan lawan

yang bertubi-tubi dan berbahaja. Perobahan gerakan tongkat besi Tadah Waja cepat laksana kilat yang

menyambar-nyambar tubuhnya, namun ketangkasan Singayudha masih juga dapat mengimbangi

gerakan lawan. la berloncatan menyelinap dibalik sinar tongkat besi yang bergulung-gulung

menyelubungi tubuhnya, klewang ditangan kanannya masih perlu mengikuti menari-nari dengan

tusukan dan sabetan yang cukup membuat bulu tengkuk lawan berdiri. Akan tetapi semakin lama,

gerakan Singayudha semakin lambat. Rasa sakit ditulang kakinya mengganggu ketangkasan gerakannya.

Perobahan gerakan lawan ini tak lepas dari perhatian Tadah Waja.

? Haa hahaaaaaaa ...... !!!! Kiranya Singa barangan masih juga dapat menari diatas tiga kakinya

!!!. Tadah Waja berseru mengejek sambil menyerang mendesak Singayudha. Sebagai guru ilmu

kanuragan dan pendiri perguruan Baskara Mijil yang luas pengaruhnya, tak mungkin Singayudha mau

menyerah secara demikian. Apalagi lawannya adalah seorang perampok .

Dalam keadaan terdesak, Singayudha mengerahkan seluruh tenaganya, untuk melesat tinggi

kesamping sejauh empat langkah dan cepat memperbaiki kedudukannya. Ia berdiri tegak diatas

kuda2nya yang ringan. Kaki kanan berdiri sedikit roboh kedepan dengan tumit terangkat, sedangkan kaki

kirinya berada setengah langkah didepan kaki kanan dengan lututnya ditekuk sedikit, membentuk kuda2

ringan. Tangan kirinya terbuka, dengan lengan terangkat keatas sejajar pundaknya, Siku2nya ditekukkan

hingga ibu jari tangannya berada disamping telinga kirinya.

Tubuhnya dimiringkan sedikit dengan dada membusung mengikuti gerakan kakinya. Ujung mataklewang ditangan kanan, lurus menunjuk kearah dada lawan yang berada dihadapannya, dengan

pergelangan telapak tangan berada diatas. Suatu gerakan bersenjatakan klewang yang gagah dan indah

dalam pandangan.

Sewaktu Tadah Waja menerjang kuda kudanya dengan sabetan tongkat besinya, kaki

Singayudha digeser dan merobah menjadi sebuah tendangan, yang disusul dengan tusukan klewangnya

untuk kemudian dirobah menjadi bacokan kilat dari atas kebawah.

Perobahan itu merupakan satu rangkaian gerakan yang amat cepat dalam bentuk jurus

sambutan serangan berangkai. Sambil berseru nyaring Tadah Nkaja terkesiap, melompat tinggi

berpusingan, dan membuang diri kearah samping kanan.

Namun masih juga tangan dan kaki kirinya tergores oleh ujung klewang Singayudha, sejengkal

panjangnya. Darah merah segar mengucur dari luka dipahanya.

Sambutan serangan Singayudha ternyata memerlukan pengerahan tenaga keseluruhannya,

hingga kaki kirinya yang terluka kini dirasakan bertambah sakit, dan ia tak dapat lagi menggerakkan

kakinya dengan leluasa. Akan tetapi, melihat hasil serangannya dapat melukai lengan serta pahanya

Tadah Waja, semangat tempurnya bangkit kembali. Dengan sebelah kakinya yang pincang ia

melanjutkan serangannya kearah lawan dengan klewangnya bertubi-tubi. Cepat Tadah Waja

membalikkan badannya, menyambut datangnya serangan, dengan tanpa menghiraukan, luka

dilengannya.

Tongkat besinya berputaran, membentuk perisai baja, sedangkan kakinya bergerak silih berganti

melancarkan tendangan-tendangan yang dahsyat.

Kembali kini Singayudha dalam keadaan yang terdesak. Hampir hampir pinggangnya patah

terkena sabetan tongkat besi yang menyambar-nyambar dengan ganasnya, sewaktu ia terhujung2

kebelakang menghindari tendangan lawan. Untung, bahwa ia masih sempat menjatuhkan diri untuk

berjumpalitan ditanah menghindari serangan lawan yang semakin ganas.

Tetapi serangan Tadah Waja bukan hanya berhenti sampai sekian saja. Sewaktu Singayudha

berjumpalitan menghindari serangannya, ia melompat mendahului gerakan Singayudha yang sedang

akan bangkit untuk duduk berjongkok. Kaki kirinya berdiri lurus, sedangkan kaki kanannya dengan lutut

ditekukkan terangkat keatas setinggi pangkal pahanya. Tongkat besi ditangan kanan diangkat tinggi2,

siap untuk mengemplang kepala Singayudha. Dan tangan kirinya dengan jari2nya yang tegang

mengembang siap untuk menerkam leher lawan. Tangan kanannya diayun . tangan kirinya bergerak

menuju sasaran dan Singayudha memejamkan matanya menyamhut datangnya maut .

ddaaaarrrr !!!!

? Suara beradunya dua benda keras terdengar . dan Tadah Waja terpelanting kebelakang,

untuk kemudian berjumpalitpn menjauhkan diri. Tongkat besi yang diayunkan oleh Tadah Waja sewaktu

hampir jatuh di batok kepala Singayudha, tiba2 beradu dengan sebuah lengan berperisai besi baja.

Perisai baja itu besarnya hanya setapak tangan dan panjangnya dari siku2 hingga pergelangan tangan.

Dengan perisainya itu mendapat gelar "Sitangan besi". Namun orang itu turut pula terhuyung huyung

hingga tiga langkah kebelakang. Dapat dibayangkan bagaimana hebatnya pengerahan tenaga masing2

yang dilontarkan.

? Haa .. haaaaaa .. Ternyata banyak kemajuanmu selama tujuh tahun ! !. Orang bertangan

besi berseru nyaring.

Ia memiliki tubuh tinggi besar dengan urat2nya melingkar lingkar dikedua belah tangannya.

Dadanya yang telanjang tanpa baju nampak bidang dan berbulu lebat. Masih pula dihias dengan

gambaran seekor ular sanca yang sedang membelit badannya. Gambar itu dilukisnya dengan tusukan2ujung golok yang runcing dan tajam dan kemudian diberi warna, sehingga tak mungkin dapat dihapus. Ia

hanya mengenakan celana hitam berseret merah sampai dibawah lututnya.

Dipinggang kirinya tergantung sebilah golok panjang. Rambutnya sudah dua warna, akan tetapi

tebal dan panjang diikat diatas kepala menyerupai gelung dengan pita hitarn. Mukanya bercambang

bauk dan terdapat banyak goresan bekas luka2 terkena senjata tajam. Dialah yang terkenal dengan nama

mBah Duwung "sitangan besi" dari Rongkop, gurunya Talang Pati.

? Duwung bangkotan ! ! ! Apa maksudmu kau turut campur urusankn ? ! Bukankah janji kita

masih tiga tahun lagi ? ? ! ! ! Tadah Waja menyahut dengan suara bentakan dan dengan sinar

pandangan liar sambil berjongkok dengan tongkat besinya yang disilangkan didepan dada.

? Maaffkan aku, jika tindakanku mengganggu urusanmu ! ! ! Akan tetapi justru mengingat janji

kita tinggal tiga tahun lagi itu, maka sengaja aku memperingatkan dirimu !!!. Jika kau terlalu banyak

mempunyai musuh, tentu tak akan mungkin kau dapat memenuhi janjimu lagi. Dan janganlah


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


hendaknya, pertemuan kita tertunda lagi dengan alasan2mu yang kau buat2 !!! Nah selamat tinggal,

sampar ketemu lagi tiga tahun yang akan datang. Dadung Ngawuk pun telah menantimu pula dengan

jemu !!!!.

Talang Pati! Mari kita pergi! Tak perlu kita campur tangan urusan orang lain! Belum juga


Pendekar Kelana Sakti 9 Dendam Jago Pendekar Yang Berbudi Karya Okt Pendekar Rajawali Sakti 173 Teror

Cari Blog Ini