Ceritasilat Novel Online

Pendekar Darah Pajajaran 5

Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo Bagian 5



Setelah diberikan penjelasan seperlunya dan disertai pesan agar Yoga Kumala dapat

merahasiakan hal ini, mereka berlima diperkenankan kembali ke Senapaten Maja Agung.

? Berusahalah agar besok pagi kau dapat memenangkan pertandingan penyisihan terakhir itu!

? Pesan Indra Sambada sewaktu ia mengantar sampai diambang pintu gerbang.

? Doa restu Kangmas Indra semoga selalu menyertaiku.- jawab Yoga Kumala. Keretapun

berjalan dengan lajunya menuju ke Senapaten Maja Agung menyelinap dikegelapan malam yang pekat.*

* *

Para Senapati dan segenap priyagung serta orang2 shakti sebagai tamu undangan yang duduk

ber-deret2 dikursi itu diam terpekur ditempat masing2 dengan hati berdebar debar penuh kecemasan

mengikuti jalannya pertandingan babak penyisihan yang tengah berlangsung. Demikian pula para

iamtama yang mengitari gelanggang pertandingan bagaikan pagar tembok ktiat yang tak akan

terobohkan oleh amukan banteng.

Semuanya diam. Tidak ada yang berani mengganggu mereka, yang kini sedang bertanding

dengan sengitnya. Hanya kadang kadang saja terdengar satu pujian pendek yang tertahan berulang kali

dari para priyagung, ? Bagus! Bagus! ? sambil menggeleng gelengkan kepala, ataupun suara kata

seruan dari pada tamtama yang menyaksikan pertandingan itu.

? kenak! ?

Namun sesaat kemudian suasana sunyi hening kembali, dengan pusat perhatian tertuju kearah

yang sedang bertanding dengan sengit.

Pertandingan tata kelahi bertangan kosong antara Yoga Kumala dan Kobar untuk

memperebutkan pemenang pertama itu diselenggarakan dihalaman Senapaten Alap2 Ing Ayudha

dengan disaksikan oleh para orang2 shakti dan segenap priyagung Kerajaan. agar dapat memberikan

nilai yang sewajarnya. Ternyata kedua calon perwira tamtama yang sedang bertanding itu memiliki

kesaktian dan ketangkasan yang seimbang.

Haaaiiittt! Kena! ? Seru Kobar sambil melancarkan tendangan yang dahsyat kearah lambung

Yoga Kumala. Dan bersamaan dengan meluncurnya tumit kaki kanan Kobar yang hampir mengenai

lambung kiri Yoga Kumala, tiba2 ia sendiri menjatuhkan diri sambil bergulingan ditanah, untuk

menghindarkan diri dari serangan balasan pukulan telapak tangan Yoga Kumala yang tidak kalah

berbahayanya.

Kiranya sewaktu tendangan yang menggeledek dari Kobar hampir menyentuh tubuhnya, Yoga

Kumala terhulung-hujung kesamping kiri untuk kemudian jatuh berjongkok sambil menyerang Kobar

dengan pukulan telapak tangan kiri mengarah puggung lawan, sedangkan tangan kanannya

menghadang sebagai perisai untuk menghadapi kemungkinan serangan rangkaian dari Kobar.

Semua yang menyaksikan adegan yang mendebarkan jantung itu, sesaat menghela nafas lega,

setelah nyata kedua2nya bebas dari serangan masing2 yang berbahaya.

Akan tetapi belum juga tenang sejenak, kini para penonton kembali menahan nafas lagi, demi

melihat Yoga Kumala melompat tinggi dengan jatuh menukik kebawah sambil mementang tegang

jari2nya tangan kiri, sedangkan tangan kanannya mengepal sebagai tinju mengarah pelipis kiri Kobar

yang baru saja bangkit berdiri. Cepat dan tangkas, Kobar merendahkan dirinya dan kembali jatuh

bergulingan kesamping kiri, sambil memapaki tinju lawan dengan kaki kirinya.

Akan tetapi masih juga bahu kanannya tersentuh sedikit oleh jari2 tangan kirinya Yoga Kumala.

Cepat ia bangkit dan melompat surut kebelakang dua langkah sambil mendekap bahu kanannya.

Sesaat ia menyeringai menahan rasa nyeri kesemutan seluruh tangan kanannya, namun secepat itu pula

ia mengerahkan pemusatan tenaga dalamnya untuk membebaskan rasa nyeri yang merangsang di-

tangan kanannya.

Semeatara Yoga Kumala telah berdiri diatas kedua kakinya yang terpentang lebar dengan kedua

lututnya ditekuk hingga setengah jongkok sambil ketawa terkekeh kekeh menyeramkan.

Tangan kirinya diangkat tinggi, setinggi pundaknia dengan telapak tangannya kedepan denganjari2nya terbuka lebar dan menegang, sedangkan tangan kanannya menjangkau lurus setinggi jajar

dengan dadanya, dengan jari2nya yang mengembang tegang pula.

Matanya memandang tajam2 kedepan. Inilah gerak langkah Wurushakti yang telah dikenal oleh

Senapati Muda Indra Sambada, dalam bentuk jurus ? menyambut serangan maut dari empat penjuru ".

Memang setiap gerakan Yoga Kumala yang memerlukan pengerahan pemusatan tenaga dalam

selalu diiringi dengan tawanya yang terkekeh kekeh menyeramkan.

Inilah ciri2 asli dari gerak Wurushakti. Akan tetapi lawan yang dihadapi adalah Kobar yang

terkenal tangguh dan shakti. Dengan penuh kewaspadaan dan setapak demi setapak ia maju kedepan

mendekati Yoga Kumala sambil siap siaga untuk memulai dengan serangannya ..

Tiba2 ia membuka serangannya dengan sebuah pukulan telapak tangan dalam gerak tebangan

mengarah leher sambil berseru nyaring hingga memekakkan telinga. Dan sewaktu Yoga Kumala

terhuyung-huyung kedepan sambil memberikan serangan balasan. Kobar telah melesat tinggi diatas

kepala Yoga Kumala sambil berpusingan untuk kemudian jatuh dibelakang, Yoga Kumala dengan

melancarkan serangan pukulan yang dirangkaikan dengan tendangan beruntun silih berganti. la mengira

bahwa serangan bukaannya sebagai gerak tipuan akan berhasil memuaskan, namun Yoga Kumala

kiranya telah menduga dan tak kalah tangkasnya dalam gerakan mendahului menyerang lawan.

Walaupun gerakannya sepintas lalu kelihatan lambat, akan tetapi kehebatan gerakannya selalu

mengandung unsur2 serangan balasan yang amat berbahaya. Dengan menundukkan kepala dan

merendahkan badannya sambil menggeser kaki kirinya surut kesamping, ia terhindar dari serangan

pukulan Kobar yang amat dahsyat . Sambil terhuyung - huyung kedepan ia memapaki rangkaian

serangan lawan dengan pukulan telapak tangan kanannya, hingga Kobar terkesiap sesaat dan segera

menggagalkan rangkaian serangannya sambil meloncat kesamping dua langkah.

Pertarungan berlangsung makin seru, dan selalu masing2 melancarkan serangan2 yang

berbahaya.

Semua penonton berdebar-debar, menahan nafas. Sukar kiranya untuk menebak siapa yang akan

memenangkan pertandingan yang tengah berlangsung dengan tegang dan sengit itu. Masing2

memperlihatkan ketangkasannya dan kesaktiannya dalam bentuk gerakan yang berlainan.

Tiba2 dalam saat yang bersamaan terdengar suara tinggi melengking dan tawa terkekeh-kekeh

menyeramkan. Tanpa diketahui dengan jelas, kedua-duanya jatuh bergulingan ditanah dalam arah yang

berlawanan dengan masing2 menjauhkan diri. Kiranya Kobar memang sengaja memapaki pukulan Yoga

Kumala dengan lengannya untuk mengukur kekuatan lawan. Namun kedua2nya saling mengerahkan

pemusatan tenaga hingga benturan kedua tangan tadi mengakibatkan masing2 merasa pedih yang tidak

terhingga. Secepat kilat kedua2nya bangkit berdiri kembali dan langsung saling menerjang dengan

serangan2 kilat yang berbahaya. Kiranya masing2 ingin cepat2 menyelesaikan pertandingan ini dengan

kemenangan difihaknya. Demikian hebatnya kesaktian masing2, hingga angin sambaran pukulan

menggetarkan laju para tamtama yang menonton, dan debupun mengepul tebal bagaikan kabut.

Sewaktu semua penonton sedang terpaku menahan nafas dengan jantung masing2 berdebar-

clebar, tiba2 Sang Senapati Indra Sambada melompat ketengah2 gelanggang dan langsung berdiri

ditengah2 antara Yoga Kumala dan Kobar, sambil berseru: ? Berhenti! ?

Bersamaan dengan terdengarnya suara seruan yang menggema penuh wibawa itu, Kobar dan

Yoga Kumala telah berdiri tegak membatalkan gerakan masing2. Kedua2nya kemudian diperintahkan

untuk saling berjabatan tangan, dan oleh Sang Senapati Muda diberitahukan bahwa pertandingan

bertangan Kosong yang telah berlangsung itu dinyatakan seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.

Penghentian yang tiba2 itu adalah atas perintah Gusti Adityawardhana, karena apabilapertandingan itu diteruskan, beliau mengkhawatirkan adanya korban dari salah seorang diantaranya.

Dan jika terjadi demikian halnya, tentulah amat disesalkan, mengingat dua orang muda shakti itu kelak

dapat diharapkan menggantikan para Manggala Tamtama yang tentunya akan surut karena usia.

Namun bagi kedua pemuda yang sedang bertanding, keputusan itu dirasakan sangat

mengecewakan. Mereka saling merasa dapat menyelesaikan dan memenangkaan pertandingan, apabila

dibiarkan berlangsung terus.

Lebih-lebih bagi Kobar. Ia menganggap keputusan itu tidak adil, dan berat sabelah. Mungkin

karena Gusti Senapati Indra Sambada kuatir kalau adiknya kalah pikirnya.

Akan tetapi karena takut, kedua duanya diam tertunduk dan mentaati perintah sang Senapati.

Lain halnya dengan para priyagung dan segenap orang2 shakti tamu undangan. mereka memuji akan

keluhuran budi Sang Senapati Manggala Yudha, dalam mengambil langkah kebijaksanaannya.

Untuk menentukan siapa pemenangnya, maka pertandingan dilanjutkan dengan

mernpertunjukkan katangkasan ilmu pedang. Semula pertandingan itu akan dilanjutkan dengan masing2

bersenjatakan pedang, akan tetapi oleh Gusti Senapati Manggaia Yudha Adityawardhana dicegah dan

dirobah dengan masing memamerkan ketangkasannya dalam memainkan ilmu pedang, dan bukan

pertandingan tata kelahi bersenjatakan pedang. Keputusan inipun mendapat dukungan penuh dari

segenap para priyagung dan para orang2 shakti undangan. Pertandingan dimulai, dan menurut hasil

undian ternyata Kobar harus tampil di-tengah2 gelanggang terlebih dahulu.

Setelah menyembah pada para Manggala dan segenap priyagung Kwrajaan, dengan tangkasnya

ia melompat ketengah-tengah gelanggang sambil menghunus pedang pusakanya. Gerakannya tangkas

dengan gaya yang sangat indah pula. Semua yang menyaksikan bertepuk tangan mengagumi gerakan

lom-patan pembukaan ilmu pedang dari Kobar itu.

Pedang pusakanya amat tajam dan mengandung daya perbawa. Dengan gerakannya yang

tangkas dan kuat, serta penuh gaya2 indah ia mulai memainkan pedangnya dengan menari-nari bagaikan

kupu2 hingga sesaat kemudian hanya nampak sinar hitam berkilauan yang ber-gulung2 menyelubungi

seluruh tubuhnya.

Para Manggala dan segenap priyagung serta orang2 shakti yang menyaksikan berseru kagum dan

sambil menggeleng2kan kepalanya. Benar2 Kobar memiliki ilmu permainan pedang yang cukup tinggi dan

kiranya sukar untuk mencari imbanganya. Demikian pula para tamtama teman2nya yang menyaksikan di

lingkaran sekelilingnya.

Sedang ia tengah memamerkan ilmu permainan pedangnya yang indah dan perkasa dengan jurus2

simpanannya, tiba2 terdengar seruan berasal dari samping kiri ? Awas, serangan!?

Dan bersamaan dengan seruan tadi, dua benda putih bulat sebesar ibu jari kaki meluncur

beruntun bagaikan kilat kearah kepala dan dada Kobar. Cepat pedang pusakanya berkelebat dan dua

buah benda putih yang meluncur secara beruntun, semuanya masing2 terbelah menjadi dua potong dan

jatuh bertebar kesamping kanan dan kirinya. Ternyata dua buah benda putih itu adalah dua jeruk nipis

yang disaput tebal dengan kapur.

Akan tetapi belum juga potongan2 jeruk nipis itu jatuh ditanah seruan serupa telah menggema

lagi dari arah dihadapannya. ? Awas! ? Serangan! ? Dan dua buah benda putih secara beruntun

menyambar kearah kepala dan kakinya. Gerakan sabetan pedang yang baru saja membelah dua benda-

benda yang menyerangnya, kini dirangkaikan menjadi gerakan bacokan dan tebangan mengarah dua

benda putih yang meluncur menyerang dirinya.

Sambil meloncat tinggi ia berseru nyaring ? Haaaiitt! ? Dan sebuah jeruk nipis yang disaput

tebal dengan kapur yang mengarah pada kakinya terbelah menjadi dua. serta jatuh sejauh lima langkahkesamping kanan dan kirinya,

Akan tetapi .. ia menjadi terperanjat setelah melihat sendiri adanya noda putih sebesar ibu

jari yang melekat pada celana dipahanya.

Keringat dingin mengunjur dari dahinya hingga membasahi kedua pelipis dan sepasang pipinya.

Namun ia tetap masih memainkan ilmu pedang pusakanya dengan penuh semangat serta lebih

waspada, Kembali seruan nyaring terdengar

? Awas, serangan! ?

Sebuah benda serupa meluncur dengan pesatnya dan disusul kemudian dengan benda yang

serupa lagi masing2 mengarah pada dirinya dari arah muka dan belakang dalam saat yang hampir

bersamaan, dimana kaki Kobar baru saja berpijak ditanah.

Akan tetapi Kobar adalah seorang tamtama yang mendapatkan julukan pendekar pedang dari

teman2nya.

Dengan tangkasnya ia kembali menggenjotkan kaki kanannya melenting tinggi keudara sambil

berpusingan. Pedang pusakanya berkelebat menyapu dengan gaya sabetan serangan kebawah

mengikuti berputarnya badan, bagaikan baling2.

Sebuah jeruk nipis tak ayal lagi terbelah menjadi dua potong dan terpental jauh. Akan tetapi ......

ternyata yang sebuah tepat mengenai lambungnya sebelah kanan dibawah ketiaknya.

Dengan menggerutu sambil membanting kakinya ia menyesali akan perbuatannya yang kurang


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


tangkas gerakkannya.

Tepuk tangan dan sorak sorai dari orang2 yang menyaksikan terdengar gemuruh, setelah

pameran permainan pedang Kobar selesai. Semuanya kagum akan ketangkasannya dan kesaktian yang

dimiliki oleh Kobar, walaupun dua diantara enam buah jeruk nipis yang dilempar itu ternyata tidak dapat

dihindari lagi dan mengenai tubuhnya dengan meninggalkan dua noda putih masing2 sebesar ibu jari

dicelana dan bajunya yang serba hitam pekat itu.

Kini Yoga Kumala tampil kedepan. Gilirannya untuk menunjukkan ketangkasan pedang yang

dimilikinya. la berjongkok dihadapan para Manggala dan segenap priyagung untuk memberikan sembah.

Dan sesaat kemudian .. tanpa membalikkan lagi badannya, ia telah melesat tinggi surut kebelakang

sambil menghunus pedang pusakanya, untuk kemudian jatuh berdiri ditengah2 gelanggang dengan

kakinya yang terpentang lebar setengah jongkok. Semua menjadi kagum terpaku, demi melihat cara

Yoga Kumala meloncat membalik kebelakang sejauh itu, walaupun tidak nampak keindahan gaya

gerakannya.

Pedang pusaka warisan dari Eyangnya Cahayabuana yang bersinar putih kebiru2an, menyilang

didepan dadanya, sedangkan tangan kirinya mengembang dengan jari2nya yang di tegangkan diangkat

setinggi pundaknya.

Jilid 4B A G I A N I

ITULAH JURUS pembukaan "Cahaya Tangkuban perahu" ciptaan dari Eyangnya yang dipadukan

dengan langkah-langkah "Wuru Shakti".

Kini tumit kaki kanan ditegakkan kembali dengan kaki kiri sedikit terangkat. Pedang pusakanya

ditangan kanannya, bergelak cepat dalam gaya tusukkan dan dirangkaikan dengan sabetan dan

tebangan sambil berlompatan bagaikan burung rajawali yang mengejar mangsanya.

Sesaat kemudian pedang pusaka ditangannya berputaran semakin cepat hingga cahaya sinarnya

yang putih berkilauan semu biru menjadi lingkaran2 bagaikan payung baja, menutup seluruh tubuhnya.

Itu adalah jurus ilmu pedang Cahaya Tangkubanperahu yang dijuluki dengan "perisai baja menutup

serangan lawan". Angin sambaran dari pedang pusakanya ber-desing2 hingga menggetarkan pakaian

para tamtama dan penonton lain disekelilingnya.

Sungguh2 suatu pameran ilmu pedang yang mengagumkan. Kagum karena setiap gerakannya

mengandung unsur2 serangan balasan yang sangat berbahaya. Lagi pula gayanya walaupun tidak sedap

dipandang akan tetapi nampak jelas kokoh kuat dan perkasa.

Sedang ia merobah jurus perisai bajanya menjadi gerakan jurus tusukan maut, ialah meloncat

tinggi dan jatuh menukik kebawah sambil menjerang dengan pedangnya dalam gaya tusukan tiba2. ?

Awas serangan! ? Dan bersamaan dengan suara seruan itu, dua buah benda putih secara beruntun

meluncur kearahnya bagaikan lepasnya anak panah dari samping kanan.

Sesaat para hadlirin seakan-akan berhenti detak jantungnya, demi melihat meluncurnya dua

buah benda putih yang mengarah pada Yoga Kumala dimana Yoga Kumala tengah terapung diudara

dengan kepala dibawah.

Akan tetapi .. tiba2 ujung pedang pusakanya ditotolkan ketanah, dengan ayunan

tubuhnya melambung keatas kembali, sambil menyabetkan pedang pusakanya kearah dua jeruk nipis

yang secara beruntun meluncur di-bawahnya. Tak ayal lagi dua jeruk nipis berwarna putih itu masing2

menjadi dua potong dan jatuh bertebar disamping kanan dan kirinya, sementara ia telah kembali berdiri

ditanah dengan pedang pusakanya menjilang didadanya.

Dan berturut2 empat buah jeruk nipis yang disaput dengpn kapur tebal lainnya, dapat

ditebasnya menjadi potongan-potongan belahan, tanpa ada yang menyentuh bajunya.

Semua yang menyaksikan bertepuk tangan sambil berseru riuh, mengagumi permainan pedang

Yoga Kumala. Akan tetapi belum juga tepuk sorak sorai itu berhenti, tiba2 dua bilah pisau kecil yang

lazim disebut taji, berkelebat pesat bagaikan kilat menyambar kearah dada dan kepalanya. Dari

luncurnya dua buah taji yang berkilauan kearahnya, dapat diduga bahwa selain pisau2 itu amat tajam

juga pelemparnya., tentu orang shakti pula.

Namun Yoga Kumala adalah cucu petapa shakti Ajengan Cahayabuana dari lereng Gunung

Tangkubanperahu yang namanya telah berkumandang harum disegenap penjuru.

Dengan tangkasnya ia menggeser kaki kirinya kesamping dan meloncat surut kebelakang

selangkah. Pedang pusakanya ditangan kanannya berkelebat, memapaki da-tangaya dua buah pisau

kecil dengan punggung pedang pusakannya . dan sesaat kemudian, sedang semua penonton diam

terpaku penuh rasa kecemasan, dua buah taji yang amat tajam itu ternyata telah tertancap menjadi satu

disebuah batang pohon sawo setinggi kira2 dua orang berdiri, yang berada dibelakang para tamtama

yang sedang menonton, dalam jarak kira2 50 langkah.

Kini tepuk tangan dan sorak sorai makin bergemuruh memekakkan telinga para penonton yang

sudah tidak menghiraukan lagi akan suasana, hanya untuk melampiaskan rasa kagum dan girangnyamaka mereka bersorak sorai yang tak terkendalikan. Semua kagum setelah menyaksikan pameran ilmu

pedang yang sangat mentakjubkan. Ternyata pelempar tadi adalah Gusti Senopati Muda Manggala

Pengawal Raja Indra Sambada yang berkenan sendiri untuk menguji kesaktian adik angkatnya Yoga

Kumala.

Pertandingan penyisihan segera ditutup oleh Gusti Senopati Muda Indra Sambada. Dan atas

keputusan Gusti Senopati Manggala Yudha Adityawardhana, Yoga Kumala dinyatakan sebagai pemenang

pertama sedangkan Kobar menduduki tempat kedua, dan Sontani dianggap orang shakti yang ketiga.

Malam harinya Sang Senopati Manggala Yudha berkenan mengadakan pesta sederhana guna

menjamu para perwira2 tamtama baru, yang juga dihadliri oleh segenap para priyagung Kerajaan serta

para undangan orang2 shakti lainnya, dengan dimeriahkan juga oleh pertunjukan tari2an.

Pada malam itu Yoga Kumala telah mengenakan pakaian tamtama kebesarannya sebagai Bupati

Tamtama. Pakaian seragam kain sutra dengan dasar warna hijau berseretkan kuning. Seutas tali pita

kuning keemasan melingkar dikepalanya, dengan ramhutnya yang hitam pekat berombak terurai lepas

diatas pundaknya.

Pada masing-masing kedua ujung leher bajunya yang berdiri tegak berseretkan kuning emas itu,

nampak jelas sulaman gambar sepasang kembang tanjung dari benang emas pula sebagai tanda pangkat

kebesarannya, seorang Bupati Tamtama Kerajaan.

Disebelahnya, duduk seorang perwira tamtama yang berusia kira-kira 25 tahun dengan

mengenakan pakaian seragam kebesarannya yang serupa pula dengan Yoga Kumala. Hanya tanda

gambar sulaman kembang unjungnya sedikit berbeda. Jika dikedua leher baju Yoga Kumala nampak jelas

adanya sepasang kembang tanjung yang kuning keemasan, maka pada leher baju perwira tamtama yang

duduk disebelahnya hanya terdapat sekuntum bunga tanjung saja.

Ia adalah Bupati Anom tamtama Kerajaan yang bernama Kobar. Dibelakang kedua perwira

tamtama baru yang gagah-gagah dan tampan itu duduk berderet-deret para perwira-perwira taMtama

bawahan yang baru dalam pakaian kebesarannya yang berseretkan putih perak, dengan tanda pangkat

berbentuk kembang tanjung pula tersulam dari benang perak dari yang gemerlapan menurut pangkat

mereka masing-masing.

Disebelah ujang kiri Mantri Panewu tamtama Sontani, kemudian Mantri Panewu Anom

ntamtama Braja Sumedang. Dan berturut-turut duduk disisinya Lurah penatus tamtama Nyoman Ragil,

Lurah penatus tamtama Berhala, Lurah penatus tamtama Jaka Gumarang dan terachir adalah Lurah

penatus tamtama Jala Mantra.

Wajah mereka kelihatan berseri - seri penuh rasa bangga, akan anugerah pangkat mereka

masing masing, yang kini telah disandangnya. Hanya Kobar yang cahaya wajahnya nampak muram,

mencerminkan perasaan tidak puas akan anugerah pangkat yang diterimanya.

Ya.. tidak puas karena ia tidak dapat berhasil menduduki tempat pertama, dan tidak puas akan

keputusan perubahan pada acara babak penyisihan yang tiba-tiba itu hingga ia harus mengalami

kegagalan. Menurut perkiraannya sendiri, ia tentu akan dapat berhasil menyisihkan Yoga Kumala

asalkan saja, acara babak penyisihan terakhir dilangsungkan secara pertandingan tata kelahi bersenjata.

? Bukankah ia memiliki tubuh yang lebih kuat dan tinggi besar apa bila dibandng Yoga Kumala?

Dan bukankah ia sebagai tamtama telah memiliki pengalaman yang lebih luas lagi? Suatu waktu tentu

akan kubuktikan, bahwa Yoga Kumala berada dibawah tingkatanku ? pikirnya.

Suasana meriah pada pesta matam itu tidak membuat ia gembira. Senyum dan tawanya yang

dibuat - buatnya dan dipaksakan serasa hampa. Ingin ia cepat-cepat mendapat kesempatan untuk

menguji sendiri akan kesaktian Yoga Kumala yang kini berpangkat setingkat lebih tinggi dari padanya.Duduk berderet2 dikursi2 terdepan adalah para Manggala dan segenap priyagung Kerajaan dan

para undangan kehormatan orang2 sakti yang kenamaan. Sedangkan dibelakang kanan kirinya duduk

para perwira tamtama lainnya. Diseberang tempat pertunjukkan, dengan menghadapkan pada para

priyagung, duduk penuh sesak berderet2 para putri2, isteri para Manggala dan segenap priyagung

Kerajaan, serta isteri2 para perwira tamtama dalam dan tamu2 putri undangan lainnya- Tertimpa oleh

pancaran cahaya lampu yang terang benderang, hiasan para putri yang bertakhtakan mata berlian serta

batu2 kumala lainnya, menjadi gemerlapan, laksana kilaunya bintang2 yang bertaburan diangkasa.

Sambil menikmati jamuan makanan yang dihidangkan bagaikan mengalir tak ada putusnya, kini

mereka semua tengah menyaksikan pula pertunjukan tari serimpi yang diiringi dengan suara bertalunya

gamelan.

Para perwira tamtama yang masih bujangan tidak berkedip melihat parasnya para penari

serimpi itu. Mereka tersenyum-senyum sendiri sambil sebentar bentar membuang pandang penuh

birahi kearah para penari srimpi yang cantik2 itu, dengan harapan sekali kali dapat berpadu pandang.

Dan kiranya bukan hanya yang masih bujangan saja, bahkan yang telah beikeluargapun tak mau kalah

lagaknya. Masing2 berebut dengan tingkah Iakunya sendiri2 ingin menjadi sasaran pandangan dari para

penari. Sedangkan diantara para priyagungpun ada pula yang menelan bulat2 dengan tatapan

pandangannya pada salah seorang putri penari yang cantik jelita tanpa menghiraukan lirikan istrinya

yang agak jauh ber-hadap2an.

Ternyata satu diantara para penari srimpi itu adalah Gusti Ayu Sampur Sekar sendiri, putra putri

dari Senopati Muda Manggala Narapraja Gusti Pangeran Pekik, masih gadis remaja. Maka tidak heranlah

apabila banyak yang mengagumi keelokan parasnya.

Dan Penewu Anom tamtama Braja Semandang termasuk pula sehagai satu diantara para pemujanya..?

Cara bagaimana aku dapat mempersuntingnya? ? katanya dalam hati.

Diatas lantai beralaskan permadani, lima srimpi ayu mempersembahkan tariannya yang lemah

gemulai mempersonakan seiring dengan irama suara gamelan.

Tari serimpi berakhir, dan disusul kemudian dengan pertunjukan tari topeng yang tidak kalah

bagusnya. Penari topeng itu tidak lain adalah Indah Kumala Wardhani adanya.

Semua kagum akan keindahan wajahnya dan kelincahan gerakannya.

Jika tadi Kobar hanya muram dengan penuh rasa kecewa, tiba2 kini hatinya menjadi tergerak

pula demi melihat keindahan tari topeng yang mengesankan itu. Hatinya berdebar dan nafsu birahinya

melonjak setelah melihat keayuan wajah Indah Kumala Wardhani, sewaktu topeng dibukanya. Matanya

memandang liar tak berkedip.

? SIAPAKAH GERANGAN GADIS AYU YANG MEMIKAT HATIKU ITU? ? tanyanya dalam hati. - ----

- Ach besok pagi tentu kucari dan akan aku pinang sebagai istriku. Tak mungkin ia akan menolak seorang

perwira tamtama segagah aku ini ? pikirnya menghibur diri sendiri.

Dan kiranya Sontanipun diam2 menjadi terpikat pula oleh penari topeng yang cantik itu. Betapa

bahagianya, apabila kelak ia dapat memperistrikannya -- pikirnya.

Sedikitpun ia tidak mengira bahwa penari topeng itu sebenarnya adalah adik kandung dari Yoga

Kumala.

Pesta keramaian di Istana Senopaten itu beriangsung hingga larut malam dengan pertunjukan

tari2an yang amat mempersonakan para hadlirin semua.

Pesta ditutup, dan masing2 pulang dengan membawa kesan serta khayalan sendiri-sendiri.-

** *

B A G I A N II

DITEMPAT KEDIAMAN yang baru dan serba lengkap dengan perabotan yang mewah2 itu, Yoga

Kumala sedang duduk termenung seorang diri sambil bertopang dagu, menghadapi hidangan makan

pagi yang masih mengepul hangat. Memang gedung kesatrian yang serba lengkap itu dibangun khusus

untuk para perwira tamtama yang masih bujangan.

Angan-angannya jauh merana ., dan hidangan makan yang baru saja disajikan oleh para

inang itu belum juga disentuhnya!


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Wajah putri remaja dari pulau Dewata selalu membayang kembali dalam angan angannya.

Gedung ksatrian dimana ia kini tinggal itu, merupakan bangunan gedung besar yang panjang membujur

serta berpetak petak dalam corak dan bentuk yang sama. Tiap tiap petak memiliki ruangan-ruangan

tamu, kamar tidur, dapur, kamar mandi, taman dan ruang, berlatih tersendiri.

Pagi itu, udara cerah, dan langit biru nampak membentang bersih memantulkan cahaya

matahari yang terang benderang. Burung-burung piaraan berkicau disangkar masing-masing dengan

riangnya. Namun riangnya pagi yang cemerlang itu, serasa hampa belaka bagi Yoga Kumala. Entah

karena semalam matanya tak terpincingkan, ataupun karena terbangun oleh suatu impian yang

mengecewakan mska kini ia melamun sambil selalu menguap, hingga suara ketukan pintu yang berulang

kali tidak didengarnya.

Tiba-tiba suara ketukan pintu depan, terdengar lebih keras lagi, dan pelan-pelan daun pintupun

bergerit terbuka. tersentak dan sadar dari lamunannya, setelah adiknya Indah Kumala Wardhani

nampak berdiri ditengah-tengah pintu depan yang terbuka sambil berteriak. ? Akang Yoga. Aku yang

datang!

? Ach aku kira siapa! ? jawabnya lemah.

Akan tetapi tanpa menghiraukan sekitarnya Indah Kuma-la Wardhani langsung mendekati dan

duduk disamping Yoga Kumala, sambil berkata ? Habis, kau kira siapa?, bukankah aku ini adikmu Indah?

? tanyanya menggoda sambil bersenyum girang.

? Sudahlah!. Mari kita makan saja bersama! ? Yoga Kumala memotong. Ia tahu, bahwa

kedatangannya Indah Ku mala Wardhani tak lain hanya alasan menggodanya dan mengacaukan suasana

ketenangannya.

? Apakah akang mengira. bahwa kedatanganku kemari ini hanya Intuk mencari makanan saja?

? sahutnya cepat dengan wajah yang berobah asam.

? Aku tidak beranggapan demikian, adikku Indah yang maniiiis .. Temanilah aku makan,

supaya akangmu ini dapat makan lebih banyak, dan menjadi sehat, Neng ! ?

Jawaban Yoga Kumala yang lemah lembut meraju itu. kiranya bukan karena perasaan kasih

sayang, akan tetapi lebih dekat demi melampiaskan kedongkolan hatinya.

Mendengar Rajuan Kakaknya yang menjemukan itu, Indah Kumala Wardhani semakin cemberut

dan menyahut sambil membuang muka serta mencebirkan bibirnya. ? Kau kira, aku ini siapa? Pakai

manis . manis . segala! Aku bukan Yayuk Ratnasari! ?

? Indah! Jangan lancang, kau! ? Dengan wajah yang memerah Yoga Kumala menyahut tak

sabar. Ia tahu, bahwa Ratnasari adalah adik kandung Panewu Tamtama Sontani, yang kebetulan kini

Panewu tamtama Sontani tinggal dalam gedung petak yang berada disebelahnya. Betapa malunya,

apabila hal ini terdengar oleh Sontani, sedangkan ia sendiri sebenarnya memang tak menaruh hati pada

Ratnasari. Akan tetapi baru saja ia menutup mulutnya, tiba2 suara ketukan pintu terdengar nyaring danbersamaan dengan ketukan pintu itu, Ratnasari bersama Sontani telah berdiri diambang sambil

membungkukan badannya, seraya berkata. ? Maafkan, Gusti Yoga! Kami berdua mengganggu

percakapan Gustiku!?

Dengan perasaan malu tersipu-sipu, Yoga Kumala dan Indah Kumala Wardhani tersentak

bangkit, menyambut kedatangan kedua tamunya.

? Ach, . . . . Sontani dan adi Ratnasari! Silahkan, silahkan masuk saja . . . . Kamipun sedang

kesepian, tanpa ada, sesuatu yang menentu! ? Yoga Kumala berkata sambil tersenyum

menyembunjyikan perasaan malunya. Namun wajahnya masih nampak jelas memerah. Kini mereka

berempat telah duduk sambil asjik ber-cakap2 dengan diselingi gelak tawa riang diruang tamu yang luas

dan mewah itu.

Ternyata Sontani memiliki pula sifat2 keramahan dan pandai bergaul seperti Ratnasari adiknya.

Dengan demikian maka percakapan menjadi lancar dan sebentar saja hubungan masing2. menjadi saling

lebih akrab. Penghormatan dalam percakapan yang ber-lebih2an dari Sontani, sebagaimana layaknya

seorang bawahan yang menghadap pada atasannya, selalu dielakkan oleh Yoga Kumala dan

kecanggunganpun menjadi lenyap dalam percakapan bebas itu.

Dari pertemuan yang pertama antara Indah Kumala Wardhani dan Sontani, telah dapat

diketahui oleh Yoga Kumala, bahwa cinta kasih diantara kedua remaja itu mulai terjalin.

Dalam hati iapun turut gembira, dan semoga saja kelak menjadi pasangan yang bahagia.

Demikian pikir Yoga Kumala. Namun dibalik kegembiraannya itu, kadang2 angan-angannya merana jauh

kembali pada bayang2 putri Pulau Dewata Ktut Chandra yang selalu melintas dalam kalbunya. Cubitan

Indah Kumala Wardhani pada pahanya membuat ia tersentak sadar lagi, dan percakapan berlangsung

dalam suasana riang kembali.

?Sontani! Jika kau tidak berkeberatan, kuharap kau dapat menemani aku dalam perjalanan

kehutan Blora pada esok lusa. Tentu saja aku akan berpamitan dahulu pada Gusti Senopati. Tentunya

kau bersedia bukan? ? Tanya Yoga Kumula sewaktu Sontani dan Ramasari berpamit hendak pulang.

? Dengan senang hati, Gusti!. Akan tetapi sudilah Gustiku Yoga Kumala memberitahukan hal ini

pada Gusti Kobar, demi untuk mencegah salah faham!!

? Ach, . . . tak usah kuatir!!. Itu adalah tanggurganku!!?

? Jika aku dan Yayuk Ratnasari diperkenankan ikut serta perjalanan jauh tentu akan

menyenangkan, akang Yoga!!?

lndah Kumala Wardhani memotong pembicaraan mereka.

? Yaa . . . tapi . . . apakah akan diijinkan oleh Kangmas Indra? ?

? Itu urusanku! Aku sendiri nanti yang akan menghadap padanya. Tentu kangmas Indra akan

mengijinkan! Pokoknya, asalkan akang Yoga memperbolehkan kami berdua ikut serta...Bagaimana? ?

? Sabarlah dulu! Akan kupikir sejenak bagaimana sebaiknya, manis! ? jawab Yoga Kumala

lemah lembut.

? Apalagi yang harus dipikirkan akang? Kan tinggal jawab pendek saja...boleh atau tidak!

Bukankah demikian Yayuk Ratnasari?! ?

? Ach, ..aku terserah saja. Turut pergi ..ya senang. Tidakpun...tidak mengapa! ? Ratnasari turut

menyahut lemah sambil bersenyum.

? Baik? . baik. Tetapi nanti malam, aku sendiri yang akan menghadap pada Kangmas Indra,

untuk memintakan ijin kalian! ?

Dengan diantarkan oleh Yoga Kumala dan Sontani, Indah Kumala Wardhani dan Ratnasari siang

itu kembali kegedung Senopaten kediaman Gusti Adityawardhana, dimana mereka tinggal bersama-sama teman sebajanya yang menjadi tamtama narasandi Kerajaan.

Sayang bahwa siang itu Ktut Chandra tidak nampak keluar dari kamar. Harapan Yoga Kumala

untuk dapat melihat wajahnya pada hari itu terpaksa tertunda, dan hatinyapun penuh rasa kecewa.

Akan tetapi perasaan demikian, disembunyikannya rapat2.

Tentu akan lebih kacau dan heboh, apabila adikku mengetahui rahasia ini ? pikir Yoga Kumala.

Dua pasang remaja berkuda, masing - masing saling memacu kudanya melalui jalan jalan

pedesan pedesan yang berliku liku dengan pesatnya. Seakan akan mereka saling berebut untuk berada

didepan sendiri. Dan suatu gelak tawa yang nyaring menyertai derap langkah kuda mereka yang tengah

berlari dengan kencangnya. Tak lama kemudian larinya kuda diperlambat, dan kini kuda mereka berjalan

berendeng, dua-dua.

Sepasang didepan dan tak jauh antaranya sepasang lagi mengikuti dibelakangnya.

? Lihatlah akang Yoga! Betapa indahnya pemandangan alam didepan kita itu. Sawah-sawah

membentang luas dengan tanaman padinya yang menguning . . . . dan aneh benar . . . . . semuanya kini

menjadi semu merah lembayung, bagaikan disepuh emas!

? Yah . . memang demikian pemandangan alam diwaktu menjelang senja ? jawab Yoga

Kumala singkat, sambil memandang tajam kedepan tanpa berpaling pada Indah Kumala Wardhani yang

tengah berkuda disampingnya.

Sepasang alisnya dikerinyitkan hingga dua deretan kerut dikeningnya nampak jelas. Mulutnya

kembali terkatub, dan rambutnya yang kusut terkena hembusan angin dibiarkan terurai.

Seakan-akan ada sesuatu yang sedang menjadi perhatiannya. Dikala itu, hari telah menjelang

senja. MIatahari telah berada dibarat, pada garis cakrawala, dengan bentuknya yang bulat ke-merah2-

an. Sinar cahayanya yang merah lembajung memancar menyelimuti angkasa dan memantul kembali

kebumi, hingga pemandangan alam diseluruh menjadi semu merah keemasan.

Atas saran Senopati Muda Indra Sambada, mereka berempat hanya mengenakan pakaian

ringkas sederhana, tanpa sesuatu tanda kebesaran pangkat masing2. ? Biarlah mendapat tambahan

pengalaman ? pesan Indra Sambada, sewaktu mereka meninggalkan Istana Senopaten. ? Dan cepatlah

kembali, setelah urusanmu selesai ? demikian kata2 pesannya.

Akan tetapi walaupun mereka hanya berpakaian sederhana, dari pedang pusaka yang

tersandang dipinggang Yoga Kumala dan pedang tamtama yang tergantung di pinggang Sontani, mudah

dapat diterka bahwa dua pasang remaja yang sedang menempuh perjalanan dengan berkuda itu, tentu

bukan rakyat biasa. Demikian pula kuda ke-empat2-nya dengan pelananya, jelas menunjukkan bahwa

bukanlah kuda piaraan rakyat jelata . Sontani dan Ratnasari adiknya, yang sejak tadi selalu bergurau

sambil brrkuda, kini kedua2nya tanpa disadari menjadi terdiam dengan sendirinya. Mereka berkuda

berjajar mengikuti dibelakang Yoga Kumala dan Indah Kumala Wardhani.

? Sontanil. Sebeclum gelap malam kita harus sudah sampai didesa Kasiman!, ? teriak Yoga

Kumala tiba2, sambil memalingkan kepalanya kebelakang.

Dan derap langkah kuda2 itupun terdengar lebih cepat lagi.

Mereka serentak memacu kudanya masing2.

Sawah sawah dan tegalan telah dilaluinya, dan kini mereka hampir memasuki desa Kasiman.

Akan tetapi sebelum mereka tiba dipersimpangan jalan desa yang berada ditengah lapang dan tandus

itu, tiba2 Yoga Kumala mengekang tali lis kudanya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya di-

angkat tinggi2, sebagai isyarat pada Sontani dan Ratnasari agar merekapun memberhentikan langkah

kudanya masing2.

? Sontani! Empat orang yang berdiri ditengah jalan dekat ujung desa didepan kita itu, kirakusengaja menghadang kita.

Maka kuharap kalian waspada! ? Kata Yoga Kumala, setelah kuda Soniani mengejar mendekat

? Tetapi apa kehendak mereka Gusti??! ?

? Aku sendiripun kurang mengerti. Sebaiknya nanti setelah dekat ditempat mereka, kita semua

turun dan kau berjalan mendahului, untuk bertanya pada mereka. Dan jangan memanggil dengan

sebutan Gusti lagi dalam perjalanan. Biarpun, mungkin aku lebih muda, akan tetapi sebaiknya kau

memanggilku dengan sebutan kamas saja ?

? Baik, kangmas !! Jawab Sontani singkat.

? Dan kau Indah!! Lindungi yayukmu Ratnasari jika aku nanti terpaksa turut turun tangan ! ?

? Selama angkin merah dan keris pusakaku berada ditanganku, akang Yoga tak usah kuatir.

Sebaiknya akang Yoga saja yang melindungi yayuk Ratnasari sambil menonton cara bagaimana aku akan

menghajar mereka! ? Sambut Indah Kumala Wardhani dengan ketusnya.

Sementara Ratnasari merapatkan kudanya dengan Indah Kumala Wardhani, sambil memandang

kedepan.

la masih saja tak turut bicara.

? Sudahlah disini bukan lagi tempatnya untuk berkelakar. Turutlah apa kataku! ? Jawab Yiga

Kumala singkat dengan wajah yang bersungut sungut.

Makin dekat makin nampak jelas, bahwa keempat orang yang sengaja di tengah2 jalan itu, dua

diantaranya bersenjatakan pedang dan yang dua lainnya bersenjatakan tombak pendek. Keempat orang

itu kesemuanya mengenakan pakaian serba hitam dengan ikat kepala warna hitam pula menutupi

rambutnya.

Seorang diantaranya memakai topeng yang nampak mengerikan, sedangkan seorang lagi dari

batas bawah matanya, mukanya tertutup kain hitam pula. Pedang terhunus telah berada ditangan kanan

masing2, dari kedua orang yang menyembunyikan wajahnya itu.

Selang kira2 lima puluh langkah dengan keempat orang yang menghadang itu, Yoga Kumala,

Sontani, Indah Kumala Wardhani dan Ratnasari serentak turun dari kudanya masing2 dan

menambatkannya disebuah pohon dipinggir jabn, sementara Sontani jalan mendahului untuk

menghampiri keempat orang itu dengan penuh kewaspadaan yang tinggi.

? Hai saudara !!. Apa kehendak kalian, berdiri menutup jalan? Tegur Sontani dengan

lantangnya dari jarak kira2 sepuluh langkah. Haaaa . . . haahaaaa . . . . haaaa !! Melintasi dimana kami

berdiri ini, harus meninggalkan kuda dan bebannya ! !. Sahut seorang yang bertopeng dengan diiringi


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


ketawa yang ber gelak2.

Apa ??? !!. Siapakah kalian . . . . perampok pengecut yang tak mau memperlihatkan mukamu

itu ?? !'

Berkata demikian Sontani berjalan mendekat, sambil memegang tangkai pedangnya, siap

menghadapi segala ke mungkinan.

? Rampok atau bukan, terserah kepadamu. Tetapi perintah saya haruslah ditaati oleh siapapun

yang melalui jalan ini !! ? Bangsat, lihat pedang !!. Bentak Sontani sambil langsung menerjang maju

dengan pedang tamtamanya

Kiranya ia tak dapat menahan lagi akan kemarahannya yang meluap2 itu. Akan tetapi orang yang

bertopeng tinggi besar itu dengan tangkasnya melompat surut kebelakang satu langkah menghindari

serangan bacokan Sontani sambil mengeluarkan dan memperdengarkan tawanya. Tiga orang temannya

serentak maju dan dengan senjata mereka masing2 memapaki berkelebatnya pedang Sontani, serta

melancarkan serangan balasan yang ber-tubi2. Dengan tangkas Sontani berlompatan kesamping sertamenggerakkan pedang tamtamanya, memapaki tiga orang lawannya. Melihat Sontani sibuk menghadapi

serangan2 yang ber-tubi2 itu, Yoga Kumala dengan pedang pusaka ditangan kanan, melesat memasuki

kancah pertempuran dengan jurus2-nya Cahaya Tangkubanperahu yang cepat dapat mendesak tiga

orang lawan Sontani.

Sementara orang tinggi besar bertopeng telah menyambut pula serangan2 yang dilancarkan oleh

Yoga Kumala. Sesungguhnya Yoga Kumala tidak usah kuatir akan dirinya Sontani yang bertempur

melawan tiga orang itu, akan tetapi demi melihat gerakan lompatan dan suara tawanya orang yang

bertopeng yang tinggi besar itu, iapun agak cemas juga. Ia tahu, bahwa orang bertopeng itu tentu

memiliki kesaktian yang tak dapat dipandang ringan. Maka sengaja ia melibatkan diri dalam

pertempuran agar cepat dapat mengakhiri.

Segala dugaannya itu ternyata memang benar adanya. Kini pertempuran berlangsung seru

dalam dua kalangan, Yoga Kumala melawan orang yang tinggi besar bertopeng dan bersenjatakan

pedang, sedangkan Sontani melawan seorang bersenjatakan pedang dan dua orang Iainnya masing2

bersenjatakan tombak pendek.

Ternyata orang tinggi besar itu memiliki ilmu pedang yang mentakjubkan serta sangat

berbahaya. Pedang pusakanya yang bersinar semburat biru hitam berkelebatan mengarah pada bagian

tubuh Yoga Kumala yang berbahaya serta amat tangkas dan lincah gerakkannya. Dengan langkah

wurushaktinya Yoga Kumala menghindari serangan lawan yang bertubi2 dengan ter-huyung2 kebelakang

ataupun kedepan untuk kemudian melompat tinggi kesamping kanan dan kiri sambil melancarkan

serangan balasan dengan totokan jari2 tangannya yang telah mengembang tegang, sedangkan pedang

pusakanya ditangan kanannya bergerak cepat menangkis senjata lawan ataupun mengikuti gerakan

berkelebatnya pedang lawannya itu. Sepintas lalu pertempuran dua orang shakti itu kelihatan seimbang.

karena masing2 memiliki kepandaian yang mentakjubkan.

Sontani yang menghadapi tiga orang lawannyapun ternyata tidak terdesak. Pedang tamtamanya

ditangan bergerak cepat bagaikan kupu2 yang tengah menari2, hingga menyilaukan pandangan

lawannya.

Ketiga orang pengeroyoknya tak mampu mencrobos ciptaan perisai pedang tamtamanya.

Namun belum juga Sontani dapat merobohkan salah seorang lawannya.

Sedangkan Sontani meloncat kesamping kanan menghindari serangan serentak dari tiga orang

lawan pengeroyoknya, tiba2 sinar merah berkelebat bagaikan kilat. Dan salah seorang pengeroyoknya

terpelanting ditanah, sambil berseru mengaduh dengan tombak terlepas dari genggamannya dan

kemudian bergulingan menjauhi tempat pertempuran.

Tanpa menghiraukan pesan kakaknya, Indah Kumala Wardhani telah melompat maju menerjang

seorang lawan yang telah mengeroyok Sontani, dengan sabetan kain angkinnya. Ia tak sampai hati

melihat Sontani seorang diri dikeroyok oleh tiga orang - lawannya.

Rasa kasih sayang kepada Sontani, memaksa ia mengabaikan pesan kakaknya. Hanya

Ratnasarilah yang masih taat mematuhi pesan Yoga Kumala, karena takut akan kemarahan kakaknya. Ia

hanya berdiri terpaku sambil mengikuti pertempuran yang tengah berlangsung sengit dengan pandang

matanya. Sesungguhnya walaupun tak setingkat dengan Indah Kumala Wardhani, ia sebagai tamtama

merasakan pula sedikit kepandaian berkat ajaran d Gusti Cakrawirja. Akan tetapi perasaan tak ingin

mengecewakan Yoga Kumala dapat mengendalikan dirinya. Sesaat Sontani terperanjat melihat

terpelantingnya salah seorang lawannya itu, akan tetapi setelah mengetahui bahwa kini Indah Kumala

Wardhani yang membantunya, ia tersenyum sambil mengutarakan terima kasihnya. Sedikitpun tak

menduga, bahwa Indah Kumala Wardhani yang selalu menjadi, idaman hatinya itu ternyata memilikikepandaian bertempur yang demikian hebat dan aneh. Ia kini lebih bersemangat lagi dan bertempur

secara berdampingan melawan dua orang yang makin lama makin nampak berada diatas angin. Kedua

orang lawannya kian sibuk mengelakkan serangan dan terdesak mundur.

Pedang Sontani berkelebatan dalam gerak sabetan dan tebangan serta bacokan mengarah

lawan. Sedang angkin menyambar2 dengan dahsatnya mendampingi berkelebatnya pedang, bagaikan

sepasang naga yang berebut mengejar mangsanya, seorang bersenjatakan tombak pendek yang tak

dapat sempat menghindar dari rangkaian serangan, terlibat samberan kain merah dan jatuh terjungkal,

serta terbebas lehernya, hingga berlumuran darah dan mati seketika. Sedangkan seorang lagi yang

berkedok kain dan bersenjatakan pedang meloncat surut kebelakang tiga langkah untuk kemudian lari

meninggalkan gelanggang disusul oleh seorang lagi yang tadi bergulingan ditanah.

Bersamaan dengan kaburnya dua orang lawan, suara terkekeh-kekeh menyeramkan dari Yoga

Kumala terdengar nyaring, dan orang tinggi besar yang bertopeng Jawannya, melompat tinggi serta

melesat jauh melarikan diri dengan terluka dibahu kirinya.

Sontani dan Indah Kumala Wardhani yang hendak serentak mengejar lawan, segera dicegahnya

oleh Yoga KumaIa.

? Tak guna kita mengejarnya. Lebih baik kita melanjutkan perjalanan! ? Serunya. Sebenarnya

apabila dikehendaki, Yogapun dapat mengejar lawannya akan tetapi karena pertimbangan lain ia segera

membatalkan niatnya.

Waktu itu hati telah mulai gelap remang2 dan mereka berempat kini berkuda berdampingan

menuju desa Kasiman yang tak berapa jauh lagi letaknya. Esok harinya setelah semalam istirahat

dikediaman Lurah desa Kasiman, mereka melanjutkan perjalanannya menuju ke hutan Blora.

Dalam perjalanannya berknda itu, mereka tidak lagi banyak bercakap2. Yoga Kumala tampaknya

tak demikian gembira seperti biasanya.

Perasaannya selalu diliputi ketegangan. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam hatinya.

Siapakah orang shakti yang

21Bersamaan dengan kaburnya dua orang lawan, suara ter- kekeh2 menyeramkan

dari Yoga Kumala terdengar nyaring, dan orang tinggi besar yang bertopeng

lawannya, melompat tinggi serta melesat jauh melarikan diri dengan terluka

dibahu kirinya.

bertopeng dan menghadangnya kemarin sore ?. Dan apakah kehendaknya mereka sebenarnya?

Menurut perhitungannya, lawannya kemarin hanya terluka ringan saja, akan tetapi mengapa ialalu cepat2 meninggalkan gelanggang?

Sedangkan jika pertempuran dilanjutkan terus, belum tenlu ia dapat merobohkan orang tinggi

besar itu.

Pun terlukanya orang yang bertopeng itu bukan semata mata karena kalah tangkas. Hal itu

menurut dugaannya, karena lawannya terpaksa mengarahkan perhatiannya pada temannya yang

terdesak dan pada salah seorang temannya yang roboh.. Jadi jelas bukan dikarenakan kedangkalan

ilmunya sendiri. Demikianlah pertanyaan2 yang selalu menyelimuti dirinya Yoga Kumala. Namun

pertanyaan2 itu, tak dapat ia menjawabnya. Dan kiranya Sontanipun sedang berfi-kir demikian.

? Kakek guruuuu! ? Seru Yoga Kumala memanggil, setelah mereka memasuki hutan dan

menambatkan kuda2 mereka dipepohonan dipinggir hutan itu. Namun...tetap saja sunyi...tak ada

jawaban.

Waktu itu hari masih siang dan belum lewat tengah hari Karena dalam hutan itu pohon2 liar

bertumbuh lebat dan rindang, maka merekapun tak merasakan panas teriknya matahari. Ratnasari dan

Indah Kumala Wardhani berlari2 kecil, menikmati sejuknya udara sambil sibuk mencari bunga2 liar yang

banyak menarik perhatiannya, hingga berulang kali Yoga Kumala dan Sontani harus memanggil2nya

kembali.

Mereka kuatir, jika kedua adiknya kehilangan jejak dalam hutan belantara Blora itu.

? Kakek Guruuuuu! ? Kembali suara Yoga Kumala menggema ditengah hutan...akan tetapi .

masih saja sunyi seperti tadi, tanpa ada jawaban. Hanya suara burung2 berterbangan meninggalkan

pepohonan dimana mereka sedang hinggap dengan riangnya itulah yang terdengar. Mungkin burung2

itu terperanjat oleh suara teriakan Yoga Kumala yang amat nyaring. Berulang kali pula Yoga Kumala

memanggil-manggil kakek Dadung Ngawuk gurunya, akan tetap saja tak ada jawaban. ? Aneh ?

pikirnya. Kemana kakek guruku pergi?

Bukankah nanti malam itu adalah bulan purnama yang pertama kali.

Sebagaimana pesannya waktu satu setengah tahun berselang ?. Sambil mengingat2 pesan

gurunya sewaktu ia masih dengan Eyangnya Cahayabuana dipertapaan Tangkubanperahu pada waktu

satu setengah yang lalu, ia berjalan pelan2 kearah gubug kakek Dadung Ngawuk yang berada ditepi

sendang, dengan diikuti oleh Sontani, Indah Kumala Wardhani dan R,Itnasari. Tiba2 saja Yoga Kumala

terhenti sejenak sambil mengamat2-i sebyah batang pohon yang telah tumbang dan lapuk. Tangannya

bergerak dan meraba2 dengan kedua belah tangannya pada batang pohon yang lapuk dan melintang itu,

sambil berjongkok. Mukanya menunduk . . . . . dan per-lahan2 air matanya meleleh membasahi kedua

pipinya. Ia jatuh berlutut sambil merangkul batang pohon itu, dengan menangis terisak2. Sontani, Indah

Kumala Wardhani dan Ratnasari berdiri terpaku dibelakang Yoga Kumala dengan diam membisu dan

saling berpandangan. Sedikitpun mereka tak mengerti, mengapa tiba2 Yoga Kumala menangis ter-isak2

dengan tingkah laku yang aneh ? Mungkinkah, gurunya telah mati dan terkubur dibawah batang pohon

yang lapuk itu ? Tetapi mengapa tak ada gundukkan tanah ataupun tanda lain sebagaimana lazimnya

sebuah kuburan ? Dan bilamana benar gurunya terkubur disitu, cara bagaimana Yoga Kumala dapat

mengetahui? Atau Yoga Kumala kini dengan tiba2 mendapat serangan sakit jiwa ? Untuk mendekat atau

menghibur dan menanyakan langsung pada Yoga Kumala, mereka tidak berani. Jangankan Sontani

ataupun Ratnasari sedangkan Indah Kumala Wardhani adik kandungnya sendiri kini diam membisu tak

bergerak.

Tiba2 sebuah pohon jambu hutan yang berada dibelakang mereka bergetaran, hingga semuanya

terperanjat sesaat dan serentak berpaling kearah dahan pohon jambu yang bergetar iru. Cepat Indah

Kumala Wardhani melolos kain angkin meralinya, akan tetapi . . . . Yoga Kumala telah mendahuluinya,melompat didepan mereka dan langsung memanjat dengan tangkas kedahan pohon jambu itu bagaikan

kera. Ia berlompatan dari dahan kedahan yang lair, mendekati seekor kera besar yang sedang duduk

diatas sebatang dahan yang agak tinggi, sambil berseru girang : ? Jamang !! Jamang !!. Aku yang datang

! ? Dan seperti mengerti akan kata2 bahasanya, kera besar itu, kini melonjak2 girang, hingga dahan

dimana ia berpijak bergetar lebih keras lagi.

Setelah dekat, kera itu dirangkulnya dan dibelainya serta kemudian dipondong turun, Sontani,

Ratnasari dan Indah Kumala Wardhani, kini menjadi semakin heran melihat tingkah laku Yoga Kumala.

Semula mereka bertiga ragu2 diliputi rasa cemas, akan tetapi setelah menyaksikan sendiri

betapa jinaknya kera besar itu dalam pondongannya, rasa cemasnya segera lenyap.

? Jamang !!. Mari kukenalkan dengan adik2-ku semua!! - Seru Yoga Kumala sambil memondong

kera itu dan menghampiri Sontani, Ratnasari dan Indah Kumala Wardhani.

? Indah!!. Sontani ?! Ratnasari !!. Serunya kemudian sambil mengangsurkan si Jamang yang

berada dipondongannya.

? Ini Jamang temanku berlatih dahulu!!.

Dengan serentak mereka bertiga mendekat dan membelai punggung si Jamang yang diam jinak

itu, akan tetapi masih juga mereka bertiga tak mengerti maksud pembicaraan Yoga Kumala. Dan kera,

itupun hanya diam memandang dengan matanya yang kecil cekung pada tiga orang yang belum

dikenalnya.

? Teman berlatihmu !?. Tanya Indah Kumala Wardhani tak sabar.

? Ya, memang ia adalah teman berlatihku, sewaktu aku tinggal di hutan ini.? Jawab Yoga

Kumala.

? Aiiiii !!. Aneh benar !!, potong Indah Kumala sambil ketawa geli.

? Kangmas Yoga, apakah kera itu piaraan mendiang gurumu ?. Sontani mulai turut bicara.


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


? Benar dugaanmu, Sontani !!. Tetapi guruku belum wafat. Hanya saja sedang pergi keluar

hutan!!. Jawab Yoga menjelaskan.

? Maafkan kangmas, akan kekeliruanku. Tetapi mengapa tadi kangmas berlutut dipohon yang

lapuk itu dan menangis terisak2 ? Apakah kangmas tak berkeberatan memberikan penjelasan pada kami

??

? Och, itukah yang kalian maksudkan. Baiklah akan aku jelaskan tetapi jangan bertanya lagi

lebih jauh. Yoga. Kumala berkata sambil menghela nafas paujang. la diam sesaat dan melanjutkan

bicaranya. ? Pohon yang telah tumbang dan kini lapuk itu, adalah pohon kemboja merah yang dahulu

telah berjasa besar padaku . . . . Yaaaahhh bahkan lebih dari itu. Dapat dikatakan . . . . pohon itulah . .

. . . guruku yang per-tama2 disamping kakek guru Dadung Ngawuk yang kini tengah kita cari . . . . . . ?

Sampai Yoga Kumala berhenti bicara. Seakan-akan ada yang sedang dikenangnya kembali, Dan

kemudian ia menjingkat bicaranya sendiri sambil menggersah : ? Ach, . . . . sudahlah . . . . tak ada lagi

yang harus kuceritakan mengenai pohon itu.

Dan semua yang mendengarnya, walaupun merasa tak puas, akan tetapi membungkam tak

bertanya lebih lanjut.

Si Jamang yang tadi hanya diam ber-kedip2 turut mendengarkan, tiba2 ia meronta dan turun dari

pundak Yoga Kumala serta mendahului berjalan sambil sebentar2 berpaling kearah Yoga, Kumala dan

menyeringai memperlihatkan deretan gigi2nya yang serempak putih keciI2 itu. Kiranya Yoga Kumala

telah mengerti akan maksud ajakannya. Ia mengikuti si Jamang berserta Sontani, Indah Kumala

Wardhani dan Ratnasari. Selang kira2 lima belas langkah si Jamang berhenti dan diam berjongkok sambil

menggaruk2 ketanah ditepi sendang dengan mengeluarkan suara cecowetan. Ce-pat Yoga Kumalamenghampirinya, dan tahulah ia sekarang, bahwa ditempat itu kitab usadha sastra yang dahulu pernah

dipesan oleh Dadung Ngawuk agar ia mengambilnya, disimpannya. Dengan pedang pusakanya tanah itu

digali dan apa yang dikatakan gurunya pada satu setengah tahun berselang, ternyata benar adanya.

Dengan hati2 ia mengeluarkan sebuah peti kayu jati sebesar dua jengkal pesegi dari lobang yang

digalinya itu. Peti yang masih terkunci rapat itu setelah di bersihkan, segefa diberikan pada Sontani agar

dibawanya baik2.

? Peti itu, apa isinya, Akang Yoga? Dan mengapa tak dibuka saja dahulu? Apakah saya tak boleh

melihatnya? ? lndah Kumala Wardhani mendesak.

? Ach . . . . isinya hanya kitab. Nanti saja setelah kita bertemu dengan kakek guruku, kitab itu

kita lihat bersama nanti. ?

Jawabnya singkat sambil bersenyum.

? Tetapi kitab apakah itu?, ? desak Indah Ku-mala lagi.

? Sabarlah dulu, manis Aku sendiripun belum tahu isinya. Bagaimana aku harus menjelaskan!

? la menjawab dengan kata2 lemah lembut, agar adiknya menjadi lega hatinya. Dan kiranya rayuannya

kali ini berhasil menyabarkan adiknya.

Kini si Jamang berjalan mendahului lagi dengan tingkah laku seperti tadi, dan Yoga Kumala,

Sontani, Indah Kumala Wardhani dan Ratnasari mengikuti dibelakangnya. Namun berbeda dengan tadi,

si Jamang kali ini berjalan lebih cepat sambil berlompatan menuju kearah utara menuju gunung Butak

yang kian lama makin menanjak terjal lewat lereng2nya.

Dan jalan yang ditempuhnya itu masih saja merupakan hutan pegunungan yang tak nampak

adanya perdesan.

? Jamang. Kemana kita akan pergi ? ? Seru Yoga Kumala sambil berjalan mengikuti kera itu. Si

Jamang berhenti sejenak dan berpaling serta memandang Yoga sebentar, kemudian berlari2 lagi.

Seakan-akan ia bilang ? Ikutilah aku! ?

Dan mereka semua berjalan terus, tanpa berhenti. Hutan itu kian lama makin menipis, karena

tanah pegunungan yang semakin meninggi itu ternyata makin tandus. Hanya ilalang dan lantara saja

yang menggerombol lebat berserakkan, dengan beberapa pepohonan besar dan rindang yang tumbuh

liar dan jarang2 antaranya, seperti pohon munggur, asam ataupun jati. Batu2 besarpun berserakan

dimana-mana. Gunung Butak itu sebenarnya tak seberapa tingginya, dan hanya merupakan gundukkan

yang besar belaka, tak berkawah. Bagian atasnya amat tandus dan gundul tak ada pepohonan. Hanya

dilereng bawah saja, terutama dilembah sekitar tebing2 kali Kening itu tanahnya subur. Kali Kening itu

memang bersumber dari gunung Butak dan mengalir keselatan untuk kemudian bertemu dan menjadi

satu dengan kali Bengawan.

Akan tetapi karena tak ada manusia yang menghuni di gunung Butak itu, maka tanah2 yang

subur itu hanya merupakan hutan dengan pepohonan dan tanam2an liar. Setelah mereka berjalan

mengitari lereng lereng pegunungan itu, kini mereka tiba disuatu dataran terbuka yang hanya ditumbuhi

oleh rumput dan ilalang saja. Sedang mercka berjaIan menyusupi ilalang yang lebat itu, tiba2 terdengar

suara parau yang menggema ? Anak gilaaaa! Suara itu demikian jelas dan kerasnya sehingga seakan2

diucapkan oleh orang yang berada didekat mereka. Akan tetapi setelah mereka mengawasi kesekeliling

dataran itu, ternyata tak nampak adanya seorang manusia lainnya.

Dengan mengerahkan tenaga dalamnya, Yoga Kumala menjawab seruan kakek gurunya Dadung

Ngawuk ? Saya datang.. kakek guruuuuuu! ? Suara itupun kemudian memantul kembali dan

menggema bagaikan gelombang. Dan sesaat kemudian terdengarlah suara tawa yang terkekeh2

mengumandang jauh Si Jamang berlari berlompatan semakin cepat tanpa berpaling lagi, diikuti YogaKumala, Sontani Indah Kumala Wardharti dan Ratnasari. Demikianlah cepatnya si Jamang berlari2,

hingga Ratnasari dan Indah Kumala Wardhani terpaksa pontang panting dan terengah2.

Tanah datar yang merunakan lapangan itu telah dilaluinya dan kini mereka memasuki hutan

dipinggir kali Kening yang tak demikian lebatnya. Tiba2... tanpa menghiraukan Sontani, Indah Kumala

dan Ratnasari yang berlari2 di belakangnya,... Yoga Kumala melompat dan menjatuhkan diri berlutut

didepan kakek gurunya Dadung Ngawuk yang sedang duduk diatas tanah bersandar pada batang pohon

dengan berlumuran darah. Ternyata sebuah kaki kiri dari kakek Dadung Ngawuk telah buntung sampai

batas pahanya. Namun ia masih juga dapat duduk dengan tenangnya.

? Kenapa, kakimu itu kakek guru ? Dan siapa orangnya yang berani berbuat demikian kejam

terhadapmu . . . . . Maafkan terlambatkah kedatanganku . . . . . ini ? ? Kata Yoga Kumala terputus2

sambil menangis terisak2

Anak gila !!!. Haaaa .. . . . haaa . . . .. haaaa !. Tak usah bersedih dan jangan menangis seperti

anak perempuan !! Datangmu terlalu pagi dan bukan terlambat . . . . anakgila !!

Jawabnya sambil masih ketawa terkekeh2 serta menepuk2 bahu Yoga Kumala. Sedikitpun, seakan2

Dadung Ngawuk tidak merasakan sakit, pada hal melihat darah yang berhamburan di tanah serta

dibadannya itu jelas bahwa ia belum lama kehilangan kaki sebelah kirinya. Bahkan paha kirinya itu masih

mengeluarkan darah segar walaupun tak deras. Sementara itu Sontani, Ratnasari dan Indah Kumala

Wardhani bersujud pada kakek Dadung Ngawuk dengan perasaan terharu dan kemudian duduk bersila

dibelakang Yoga Kumala. Sedangkan si Jamang, kera yang setia itu duduk menempel pada punggungnya

Dadung Ngawuk. Mereka tak sampai hati melihat luka yang diderita oleh gurunya Yoga Ku-mala.

? Tenangkan dulu, anak gila !!!. Dan katakan dulu, siapa kedua anak yang belum aku kenal itu !!

Kini Yoga Kumala telah tenang kembali. Ia duduk bersila dekat didepan kakek Gurunya sambil

menempelkan telapak tangannya yang kanan pada paha gurunya yang buntung dan berlumuran darah

itu.

Dengan jari2nya ia menotok berulang2 pada pembuluh2 darah dipaha yang buntung itu, agar

darah tak mengalir keluar.

? Kedua orang yang kakek guru maksudkan itu adalah sahabatku Panewu tamtama Sontani dan

adiknya Ratnasari, sedangkan yang satunya itu adalah adikku Indah. Jawab Yoga Kumala dengan

tertunduk, dan kemudian mengulang pertanyaannya lagi.

? Tetapi . . . . . tetapi . . . . . kakimu sebelah ini . . . . . kenapa .. . . . . kakek guru ? ?.

Seperti tak mendengar pertanyaan Yoga Kumala, Kakek Dadung Ngawuk ketawa terkekeh2 lagi

hingga badannya bergoyang2, sambil bicara : . . . . . Anak gila yang baik !! Adikmu yang nakal itu, aku

kenal. Heeehh . . . . Sama2 gila, seperti kau, tapi lebih pintar !! . . . . Sayang . . . . ia perempuan !!

Katanya sambil memandang pada Indah Kumala Wardhani dengan matanya yang sayu dan cekung itu.

? Kakek aneh !!. Aku tidak gila dan Akang Yogapun tidak gila!! Sahut Indah Kumala dengan

bersenyum geli. Namun jelas bahwa dalam hatinya ia menaruh kasihan pada kakek Dadung Ngawuk

yang kini terluka parah itu.

? Haaaa . . . . haaaaa . . . . haaaaaal. Pintar! Pintar! Tetapi benar2 gila . . . . . yaaa . . . . semua

gila . . " Sahabat2mu itu juga gila!! . . . . sayapun gila!!?

Suaranya terdengar semakin lemah dan sesaat kemudian ia memejamkan matanya dengan

kepalanya yang gundul bersandar pada pohon dibaelakangnya. Yoga Kumala yang sudah tahu akan

tabiat kakek gurunya yang sinting itu, segera mengetahui, bahwa Dadung Ngawuk sedang bersamadhi

untuk memulihkan kembali tenaganya.

Sontani dan Ratnasari yang sedari tadi diam tak berkata sepatah katapun, dalam hati sangatkagum akan kesaktian dan ketabahan Kakek Dadung Ngawuk. - Terluka demikian hebatnya, masih juga

ia dapat ketawa dan bersendau-gurau pikirannya. Seorang biasa tentunya akan jatuh pingsan atau mati

kehabisan darah. Suasana kini menjadi sunyi. Semua terdiam dengan lamunannya masing2. Si

Jamangpun seakan2 turut bersedih.

Sebentar kemudian Dadung Ngawuk telah duduk tegak kembali, sambil batuk2 kecil serta

membuka matanya, dengan diiringi suara tawanya yang terkekeh2 lembut.

? Nah, . . . . adikmu dan sahabat2-mu yang gila dan baik hati itu supaya menggeser maju

sedikit, agar aku dapat melihat mukanya yang bagus dan ayu itu lebih jelas. Tetapi hendaknya jangan

sampai kena bekas darahku yang berceceran itu ...... Mari, mari !!, Dekat disampingku dan coba berikan

peti kitab itu !!?. Katanya kemudian dengan nada yang lemah lembut.

? Apakah tidak sebaiknya aku mencari air untuk mencuci darah yang berlumuran ditangan dan

badanmu itu, kakek? ? Indah Kumala memotong bicara.

? Biarlah aku yang mengambil air dikali seberang itu!!. Sahut Sontani sambil bangkit berdiri,

setelah ia menyerahkan peti kitab yang tadi dibawanya.

Akan tetapi cepat kakek Dadung Ngawuk menggeleng2- kan kepalanya sambil berkata: ? Jangan

!!. Jangan !! Tak usah sekarang!!. Itu gampang dikerjakan nanti. Sebelum hari gelap malam isi kitab ini

akan aku jelaskan tentang bagian2 yang penting !!.

Dengan mudahnya peti itu dibuka oleh kakek Dadung Ngawuk, sedang Sontani duduk bersila

kembali. Peti itu berisikan kitab yang terdiri dari lembaran kulit domba kuno. Lembaran2 yang telah

lepas dari jilidnya itu ternyata masih tersusun menurut urutannya halamannya dan masih pula lengkap,

merupakan sebuah kital, yang tebal. Seperti telah lupa pada luka yang sedang dideritanya, kakek

Dadung Ngawuk mulai membalik2kan lembaran2 kitab kuno itu, dan kemudian mengambil tiga lembar

yang berada di-tengah2.

Kini Dadung Ngawuk tak lagi seperti orang sinting. Wajah dan tingkah lakunya menjadi wajar

dan bersungguh2. Sinar matanya berkilat bening dan berpengaruh. Suaranya tenang mengandung

wibawa.

? Yoga muridku! Cepatlah pelajari cara usadha yang termuat dalam tiga lembar ini. Aku percaya

dengan bekal yang ada padamu serta kecerdasan otakmu, pasti kau dapat memahami dan menghafal

dalam waktu yang singkat. Ini penting sekali, karena ada hubungannya dengan kakiku yang buntung ini!!

Berkata demikian Dadung Ngawuk sambil memberikan tiga lembar bagian kitab kuno, kitab Usadha

Sastra yang dipegangnya, yang mana segera disambutnya oleh Yoga Kumala.

Dari lembar pertama hingga lembar ketiga dibacanya oleh Yoga Kumala dengan saksama.

Ternyata lembaran kulit domba kuno itu memuat pelajaran2 cara mengobati seorang yang terluka berat

didalam rongga dadanya serta patah tulang iganya dan pecah pembuluh darahnya yang mengalir

kebagian tangannya. Juga dalam lembaran2 itu termuatpula ramuan2 obat yang harus diminumkan pada

sipenderita, setelah mendapat pertolongan dengan menggunakan pengerahan tenaga dalam dan pijatan

ataupun totokan dengan jari2. Setelah dipahami benar2 hingga ia sendiri percaya dapat melakukan

dengan sempurna, maka ia lalu menghafal nama2 rempah2 yang perlu digunakan untuk membuat

ramuan obat itu, hingga dapat menghafal diluar kepala.

Sedang Sontani, Ratnasari dan Indah Kumala Wardhani hanya turut membaca sepintas lalu,

tetapi tak mengerti isi maksud keseluruhannya.

? Tetapi . . . . kakek guru!!, Untuk apakah sesungguhnya, hingga aku diharuskan mempelajari

sekarang ? Apakah kakek guru juga terluka berat dalam rongga dadamu?. Tanya Yoga Kumala setelah

selesai membaca dan memahaminya.? Bukan. bukan aku yang sakit dada . . . . tetapi musuhku dan juga sahabatku. Nah . . . .

bukankah itu ada hubungannya dengan kakiku yang kini telah buntung ? Jawab Dadung Ngawuk sambil


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


memandang tajam pada muridnya. Yoga Kumala semakin heran mendengar jawaban kakek gurunya itu.

Ia belum mengerti apa yang dikehendaki gurunya yang aneh itu.

Demi melihat muridnya hanya ter-longong2 tak berkata sepatah katapun, Dadung Ngawuk lalu

menceritakan riwayat buntungnya kakinya yang sebelah. Ia menceritakan bahwa semalam ia habis

bertempur dengan Mbah Duwung dan berakhir dengan masing2 menderita luka berat. Ia sendiri

tertebas kakinya sebelah kiri hingga buntung, sedangkan Mbah Duwung terluka berat dalam rongga

dadanya, terkena totokkan maut jari2 tangan kiri. Dadung Ngawuk. Menurut katanya Mbah Duwung tak

mungkin dapat hidup lebih dari tiga hari, jika tak cepat mendapat pertolongan dengan pengobatan

secara yang termuat dalam kitab itu. Akan tetapi walaupun dapat tertolong jiwanya, sipenderita itu akan

mengalami cacad seumur hidupnya, karena tangan kirinya menjadi lumpuh dan punggungnya bongkok

tak bertenaga lagi.

Ia mengakui pula akan kehebatan ilmu golok panjang dari Mbah Duwung yang mendapat

julukan bertangan besi itu akan tetapi ia masih bangga, bahwa ilmu wurushaktinya tidak kalah

dengannya.

Walaupun ia kini kehilangan sebelah kakinya, akan tetapi sedikitpun ia tak menyesal, karena

telah dapat membuktikan bahwa ilmunya wurushakti dapat mengalahkan Mbah Duwung yang terkenal

dengan julukkan sitangan besi yang shakti itu.

Oleh Dadung Ngawuk juga diceritakan, bahwa semula pertempuran itu adalah segitiga dan

menurut undian ia terlebih dahulu bertempur melawan Tadah Waja. Akan tetapi karena Tadah Waja

berlaku curang, ialah membawa anak buahnya ikut serta bartempur, maka Mbah Duwung lalu

membantunya, hingga akhirnya Tadah Waja menemui ajalnya. Mayatnya Tadah Waja diangkut oleh

anak buahnya pergi turun gunung, sedangkan Mbah Duwung dipondong oleh muridnya yang bernama

Talang Pati, pergi kearah barat. Dan katanya kemudian: ? Tentang luka dipahaku ini, aku sendiri dapat

mengobatinya, setelah aku tiba kembali dipondokku. Maka dukunglah aku sekarang, untuk berjalan

sampai dipondokku, Yogal.

? Walaupun Yoga Kumala belum demikian jelas tentang maksud dan tujuan dari keharusan

mempelajari pengobatan yang serba kilat tadi, akan tetapi tanpa menunggu di ulang lagi perintah kakek

gurunya, ia segera bangkit dan momondongnya kakek gurunya, sambil berkata pelan: - Kakek tak usah

susah2 jalan dengan didukung, lebih baik jika kupondong saja! ? Berkata demikian, ia sambil berjalan

menuju kehutan Blora kembali, yang tak berapa jauh letaknya. Sontani dengan membawa peti kitab

yang dimasukkan lagi dalam peti, mengikuti dibelakangnya berserta Indah Kumala Wardhani dan

Ratnasari. Sedangkan si Jamang telah mendahului, seakan-akan sebagai petunjuk jalan.

? Turunkanlah aku diluar gubug sini saja! ? Kata kakek Dadung Ngawuk setelah sampai

didepan pondoknya ditengah hutan Blora dekat sendang.

? Nach, disini aku tak usah kuatir akan terlantar, karena pasukankupun masih lengkap! ?

Katanya kemudian setelah turun dari pondongan Yoga Kumala.

? Pasukan yang mana yang dimaksudkan kakek gundul itu? ? pikir Sontani, Indah Kumala

Wardhani dan Ratnasari. Mereka tak melihat adanya seorang manusia dihutan ini.

? Tetapi sewaktu aku tadi siang dihutan ini selain si Jamang, aku tak melihat mereka, kakek

guru!. Dimanakah kiranya mereka bersembunyi?. ? Tanya Indah Kumala Wardhani.

? Haaaa...haaaa...haaaa...!. Tentu saja kau tak bertemu dengan mereka. Tanpa kupanggil, tak

mungkin mereka berani keluar dari persembunyiannya. Haaaaa... haaaa... haaaaa!.Sontani, Indah Kumala Wardlraai dan Ratnasari kini menjadi lebih heran lagi. Mengapa tadi Yoga

Kumala tak mengatakan bahwa kakek gundul itu mempunyai laskar yang tersebar dihutan itu? Jika tadi

dikatakan demikian, tentunya mereka akan berusaha mencarinya untuk mudah mendapatkan

keterangan kemana kakek gundul itu pergi. Dan tentulah akan lebih jelas, dari pada bertanya pada si

Jamang. Sedang mereka duduk diam sambil bertanya2 dalam angan2, tiba2 kakek gundul itu bertepuk2

dengan tangannya lima kali berturut2, sambil ketawa terkekeh nyaring, dan sesaat kemudian,

bermunculanlah dari segenap penjuru kera2 piaraan Dadung Ngawuk sejenis si Jamang dengan masing2

membawa ranting2 kering dan buah2an. Melihat banyaknya kera yang berlompatan datang dari arah

sekitarnya sambil cecowetan itu, Ratnasari dan Indah Kumala Wardhani menggigil ngeri juga. Dan

Sontani hanya terlongong2 penuh rasa heran. la tahu kini, bahwa yang dimaksudkan dengan pasukan

adalah kera2 yang kini datang bermunculan itu. Tapi bagaimana mereka dapat setaat itu, tak ubahnya

seperti manusia saja ? pikir Sontani. Rasa takut kedua gadis itu hilang, setelah menyaksikan sendiri,

bahwa satupun tak ada yang berani mengganggunya. Dengan rapihnya mereka menumpuk ranting2

kering itu untuk kemudian dibuatnya perapian oleh Yoga Kumala, sedang buah2an yang mereka bawa

dinikmatilah semua bersama.

Atas petunjuk kakek Dadung Ngawuk, Yoga Kumala mengambil rempah2 ramuan obat yang tersimpan

dipondok, untuk kemudian dibobokkan pada luka dipaha Dadung Ngawuk. Setelah mana luka dan

seluruh badan Dadung Ngawuk dibasuh dengan air sendang oleh Yoga Kumala.

? Berangkatlah nialam ini juga dengan kudamu itu, menyusul Mbah Duwung, dan kerjakan

baik2 semua petunjuk2ku itu. Adi2mu biarlah menunggu disini, sampai kau kembali. ? Katanya Badung

Ngawuk kemudian: ? Dan ramuan obat2an yang telah kupisahkan itu, hendaknya di masukkan dalam

kantong kulitmu. Katakan padanya bahwa aku masih sehat segar, tak kurang sesuatu, serta aku tetap

menganggapnya sebagai sahabat karibku!. ?

Sebenarnya Yoga Kumala tak sampai hati meninggalkan kakek gurunya walaupun hanya

sebentar, akan tetapi karena patuh dan percaya pada Sontani serta pada kedua gadis itu, bahwa mereka

tentu akan merawatnya dengan baik. maka malam itu juga Yoga Kumala dengan berkuda mencari

perginya Mbah Duwung dengan muridnya Talang Pati.

Hati2 diperjalanan! Kakek gurunya berpesan, sewaktu Yoga Kunuila meninggalkan hutan Blora.

Ratnasarilah yang sedih diantara mereka, setelah Yoga Kumala tak nampak lagi. Ingin ia ikut serta selalu

disisinya Yoga Kumala, namun sebagai wanita ia malu untuk mengutarakan isi hatinya Garis baru orang

seperti Mbah Duwung tak mungkin mau mengganggu rakyat padesan.

Jika ia menghendaki istirahat, tentunya akan merasa lebih aman di tengah2 hutan - pikir Yoga

Kumal, Memang pendapatnya ini sangat beralasan. Setelah pada fajar pagi ia sampai dihutan dekat

dukuh Wirosari sebelah barat hutan Blora, ternyata ia dapat menemukannya. Waktu itu, Mbah Duwung

sedang rebah dengan beralaskan daun2 kering sambil batuk2 kecil dengan memuntahkan gumpalan

darah segar dan mengigau tak menentu, sedangkan Talang Pati muridnya yang setia menunggunya

deagan mengurut-urut dadanya.

Sebentar2 Talang Pati memberikan minum pada gurunya dengan mangkok yang ia dapat minta

tadi siang pada orang2 desa didekat hutan itu.

Perapian di sebelahnyapun masih menyala. Setelah turun dari kudanya, dengan amat perlahan2

Yoga Kumala mendekati mereka. Ia tak ingin mengejutkan mbah Duwung yang luka parah serta

muridnya yang kelihatan sangat letih. Sebagai seorang shakti yang terlatih, walaupun Mbah Duwung

dalam keadaan yang setengah sadar setengah tidak, dapat cepat mengetahui adanya langkah orangyang kian mendekat.

? Talang Pati!. Ada . . . orang !.? bisiknya lemah.

Dan kiranya Talang Pati telah mengetahui pula kedatangan Yoga Kumala.

? Siapa kau?. Desisnya Talang Pati dengan menghunus golok panjangnya sambil berdiri.

? Aku Yoga Kumala hendak menolong gurumu!, ? jawab Yoga Kumala tenang sambil

memperlihatkan dirinya dari balik pohon, serta mendekatinya.

? Yoga Kumala!. ? Talang Pati mengulang pelan, mengawasi dari kepala hingga telapak

kakinya. Jika tak salah, ia pernah melihat orang yang kini mengaku Yoga Kumala itu. Tetapi dimana...ia

tak ingat lagi. Ach, . . . . mungkin berkehendak jahat - pikirnya. Talang Pati menjadi penuh ragu. Suara

dalam hatinya bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Melihat ketenangan dan kejernihan wayah

anak muda ini, tak muugkin ia berniat jahat. Seandainya berniat jahat, tentunya telah sejak tadi ia

menghunus pedangnya yang tersandang. Akan tetapi mengapa ia malahan kian mendekat sambil

tersenyum bersahabat. Jika bermaksud menolong, mustahil orang semuda ini mengerti tentang

pengobatan luka dalam. Atau mungkin . . . . guruku telah mengenalnya. Sedang Talang Pati mengawasi

sambil mempertimbangkan pendapatnya, tiba2 terdengar suara keluhan lemah namun jelas: --

Yoga...Yoga aku tahu...murid petapa Cahayabuana...apa perlumu? -

Bukan, bukan, Mbah guru!. Aku ingat sekarang! Kaulah Sujud murid Dadung gawuk musuhku! ?

Desisnya Talang Pati sambil langsung menyerang dengan sabetan golok panjangnya.

Menghadapi serangan dahsyat yang tiba2 itu, Yoga Kumala terperanjat sesaat. Ia tak menduga

sama sekali, bahwa Talang Pati akan menyerangnya. Cepat Yoga Kumala melompat surut kebelakang

selangkah menghindari serangan golok panjang, dibalik pohon yang ada

dibelakangnya...krrraaaakkkkk!!.

Dan pohon yang menghadang sabetan golok Talang Pati terbabat tumbang.

? Benar apa katamu, Kakang Talang Pati! Tetapi sabarlah dulu . . . . akan ku jelaskan . . . .

? Tak ada tetapi! ? potong Talang Pati sambil menerjang lagi dengan bacokan mengarah

kepala Yoga Kumala.

Dengan tangkasnya Yoga Kumala barlompatan kesamping kanan dan kiri menghindari serangan

Iawan yang bertubi-tubi dan amat bahaya itu.

Sedikitpun tak ada dalam benak hatinya Yoga Kumala untuk menanggapi kekalapan Talang Pati.

Ia hanya berlompatan menghindar, tanpa memberi serangan balasan. Akan tetapi Talang Pati telah

sampai pada puncak kemarahan. Ia tak mau dihina secara demikian.

? Cabut pedangmu! ? serunya sambil terus menyerang, dengan jurus-jurusnya yang dahsyat.

Kiranya banyaknya pepohonan dalam hutan itu menolong pula pada Yoga Kumala. Ia

berlompatan menghindari serangan dengan cara menyelinap di balik pepohonan yang berada di

sekitarnya. Dan lebih dari empat pohon telah terbabat tumbang oleh amukan golok panjang Talang Pati,

Namun Yoga Kumala tetap tenang tak bermaksud membalas serangan.

? Kakang Talang Pati! Kedatanganku untuk menolong gurumu! Dan ketahuilah . . . . apabila

terlambat. gurumu tak mungkin dapat tertolong lagi, ? Sahutnya sambil melompat surut kesamping

kanan.

Akan tetapi kata-kata itu seakan-akan tak didengarnya, dan Talang Pati masih saja terus

mendesaknya dengan serangan-serangan yang bertubi tubi.

Semakin lama serangan itu tak semakin mereda, bahkan sebaliknya. Ia menyerang dengan golok

panjangnya sambil melontarkan tendangan-tendangan kilat yang dahsyat.

Dalam hati, Yoga Kumala kagum pula akan kehebatan ilmu golok panjangnya Talang Pati. Dandibalik rasa kagum itu, iapun heran bahwa dasar-dasar gerakan jurusnya hampir menyamai ilmu

pedangnya sendiri. Hanya saja terdapat perbedaan perbedaan dalam rangkaiannya, serta pada gerakan

tangan kirinya.

Jika ia sendiri selalu menggunakan tangan kirinya sebagai serangan totokan dengan jari-jarinya

yang telah dikembangkan, maka Talang Pati menggunakan telapak tangan kirinya sebagai pukulan,

apabila serangan golok panjangnya tak mengenai sasaran.

Dan menurut pendapat Yoga Kumala golok panjang ditangan Talang Pati itu agaknya terlalu

berat, hingga pada perobahan perobahan gerakan nampak agak lambat pula. Selain itu, pun ternyata

golok panjang itu kurang panjang beberapa jari.

Seandainya saja golok panjang itu sedikit ringan dan panjang ukurannya pun cukup, mungkin

serangan-seranganya sukar untuk dielakkan dengan hanya mengandalkan pada kelincahan saja.

Namun ia sendiri memuji akan kehebatan gerakan-gerakan serangannya. Jelas, bahwa Talang

Pati memiliki ilmu golok panjang yang mendekati sempurna. Dengan demikian dapat pula diperkirakan

akan kehebatan ilmu yang dimiliki gurunya mBah Duwung. Dan suatu kenyataan, Dadung Ngawuk yang

demikian shaktinya dapat tertebas sebelah kakinya.

? Sujud! Apakah pedang yang kau sandang itu hanya hiasan belaka?! Jangan salahkan aku,

apabila lehermu tertebas oleh golok panjang ini, ? serunya sambil melompat mengejar dan langsung

menyerangnya.

? Hentikan dulu. apabila Kakang Talang Pati sungguh mencintai gurumu! ? Seru Yoga yang

makin lama makin berkurang pula kesabarannya.

? Bohong, . . . . pengecut! Kau Jika kau bermaksud baik, buat apa memakai nama palsu dengan

Yoga Kumala. Sedangkan aku tak lupa, . . . . namamu adalah Sujud ! Dan Kaulah pewaris tunggal ilmu

wurushakti Dadung Ngawuk yang melukai guruku! ? Sahut Talang Pati sambil masih menyerang dengan

golok panjangnya.

Setelah tak ada jalan lain lagi untuk secara damai menginsyafkanuja, dan setelah pula


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


memperhatikan segi - segi kelemahan ilmu golok panjangnya Talang Pati. Yoga Kumala merobah

pendiriannya.

Ia akan membuktikan lebih dulu, bahwa jika dikehendaki dapat pula ia mengimbangi kesaktian Talang

Pati yang tangguh itu.

Akan tetapi masih juga ia tak bermaksud untuk melukainya. Bagaikan kilat ia mencabut pedang

pusakanya, melompat mengelakkan serangan tebasan kearah kakinya.

? Bagus! Jika kau menghendaki perlawanan dengan pedangku! ? Seru Yoga Kumala, sambil

memapaki serangan lawan dengan pedang pusakanya.

Dua senjata beradu keras dan Talang Pati melompat surut kebelakang selangkah. Sesaat ia

terperanjat, demi dirasakan tlapak tangannya menjadi pedih, dan hampir saja golok panjangnya

terpental lepas. Demikian pula Yoga Kumala. la terkesiap. setelah tahu ketangguhan lawan. Dengan

tangkas dan cepat, Yoga Kumala merangkaikan serangannya. Pertempuran menjadi seru, dan masing-

masing memperlihatkan keshaktiannya yang amat tangguh.

Desiran angin dari sabetan, babatan dan bacokan kedua senjata menggetarkan ranting-ranting

pepohonan disekitarnya hingga daun-daun jatuh berterbangan. Dua sinar putih ber-gulung gulung

menyelubungi tubuh kedua orang shakti yang sedang bertempur itu.

Jika semula Yoga Kumala hanya mengelak sambil ber-lompatan menghindar, kini tiba-tiba

berobah menjadi sebaliknya. Dengan memeras segenap tenaga dan ketangkasannya Talang Pati

terpaksa harus menghadapi ketangguhan lawan, dan dirasakan semakin lama kian terdesakkedudukannya.

Setapak demi setapak dan selangkah demi selangkah, Talang Pati terpaksa harus bergerak surut

kebelakang, menghindari serangan lawan yang berbahaya dan bertubi-tubi bagaikan gelombang yang

bergulung gulung menggempur karang tak ada hentinya.

Belum pernah Talang Pati menghadapi lawan yang demikian tangguhnya. Dalam hati ia kagum

dengan penuh rasa heran. Mengapa tiba2 gerakan golok panjangnya yang biasanya ganas kini se-akan2

menjadi lumpuh. Kemanapun golok panjangnya berkelebat, pedang lawan selalu dapat mendahuluinya

dan kemudian menutup jalan rangkaian serangannya. Melihat tingkah laku dan gerakan serangan

totokkan jari2 tangan kiri lawan, jelas bahwa lawannya adalah murid Dadung Ngawuk musuh gurunya.

Akan tetapi belum pernah ia mendengar bahwa Dadung Ngawuk memiliki ilmu pedang yang demikian

shaktinya. Sepanjang pengetahuan yang didapat dari cerita gurunya, orang yang memiliki ilmu pedang

shaku hanya ada dua orang. Seorang bernama Kyai Sidik Pamungkas yang kini telah bergelar Wiku Sepuh

di Gunung Sumbing dan yang tak mau lagi menggunakan senjata pedangnya, sedang seorang lainnya lagi

ialah perampok shakti yang bergelar si Ular Merah. Akan tetapi si Ular Merah ini pada kira kira lima belas

tahun yang telah lampau, telah lumpuh terkena pukulan aji shakti dari petapa tua Pajajaran yang

bersemajam di Gunung Tangkubanperahu. Dan selanjutnya cerita tentang si Ular Merah yang memiliki

ilmu pedang shakti itu tak terdengar lagi. Pun siapa adanya petapa tua yang amat shakti itu, ia sendiri

tak pernah mendapatkan keterangan lebih jauh dari gurunya.

Akan tetapi, mengapa ia kini menghadapi kenyataan yang menyimpang dari petunjuk2 gurunya?

Dan yang lebih mengherankan lagi, seakan-akan lawannya yang kini sedang dihadapi itu telah mahir pula

akan ilmu golok panjangnya sendiri. Tiap2 perubahan gerakan serangannya selalu dapat didahuluinya

dengan serangan pedang lawan yang amat mentakjubkan.

Haruskah ia menyerah pada lawannya, sebelum ia terluka?

? Tidak!! Tidak mungkin!! ? seru hatinya.

Baginya lebih baik mati tertebas pedang lawan, daripada hidup sebagai pengecut dan

pengkhianat. Demi melindungi gurunya ia harus melawan terus hingga hembusan nafas yang terakhir.

Tekadnya telah bulat.

Pandang matanya berkilat tajam. Mulutnya terkatub rapat, dan giginya bergeretak. Tubuhnya

serasa gemetar, sedangkan telapak tangan larinya mengepal meremas2. Golok panjang ditangan

kanannya tiba2 berputaran cepat, hingga perisai baja putih yang bersinar berkemilauan. la telah

bertekad hendak mengadu jiwa dengan lawannya yang amat tangguh itu. Seruan tinggi melengking

terdengar, dan . Brrreeettt!!!!

Ternyata sewaktu ia hendak meloncat tinggi dengan maksud malancarkan serangan dengan

jurusnya yang terampuh, ialah "elang menyambar mangsa" digabung dengan ?menerjang baja

membara", ? suatu perubahan gerakan yang tiba tiba didahului dengan loncatan tinggi serta

menyerang lanasung dari atas, dalam bentuk gerakan tusukan dan sabetan golok panjang yang berantai.

tanpa menghiraukan kemungkinan serangan balasan dari lawan, ? celana dari paha sampai dilututnya

terobak oleh ujung pedang pusaka Yoga Kumala hingga gerakan loncatannya menjadi gagal.

Kedua jurus berangkai itu adalah jurus simpanan, yang banya dilakukan sewaktu terdesak dan

menghadapi jalan buntu. Apa daya!! Agaknya lawannya pun telah mengetahui terlebih dahulu akan

maksud gerakannya. Jurus simpanannya terachir telah gagal sama sekali, karena didahului oleh Iawan

dengan cara menyerang sambil menutup langkahnya.

Bulu kuduknya berdiri dan peluh dingin mengucur dari keningnya. Ia melompat surut

kebelakang lima langkah, hingga hampir saja menginjak Mbah Duwung gurunya sendiri yang masihberbaring ditanah.

? Hentikan .... pertempuran!! Walaupun suara itu diucapkan amat lemah oleh Mbah Duwung,

akan tetapi oleh Talang Pati dan Yoga Kumala dapat didengar jelas, serta dirasakan pula betapa

besarnya perbawa yang disalurkan lewat suara yang lemah itu. Kiranya Mbah Duwung yang telah terluka

berat didalam dadanya, masih juga dapat mengerahkan tenaga dalamnya untuk mengiringi suara

seruannya pada kedua orang yang sedang bertempur.

Cepat Yoga Kumala menghentikan gerakannya sambil menyarungkan kembali pedang

pusakanya, yang kemudian diikuti oleh Talang Pati. Tanpa rasa curiga ke-dua2nya segera berjongkok

mendekati Mbah Duwung yang tengah berbaring lemah itu.

? Talang Pati! Kau tak perlu malu . . . . kalah . . . . dengan cucunya . . . Petapa shakti

Cahayabuana itu! ? Kata Mbah Duwung lemah dan terputus putus. Ia diam sejenak sambil menelan

ludah, dan menekan pada dadanya sendiri dengan telapak tangannya, serta kemudian melanjutkan lagi

kata2nya dengan nada iang semakin lemah.

? Memang . . . . ia . . . . . sebelum menemukan asal usulnya, . . . . . namanya Sujud . . . . dan

murid dari . . . . Dadung Ngawuk . . . . Tetapi . . . . kini nama aslinya . . . ialah Yoga Kumala. Ia . . . . . baik .

. . . dan pantas kau contoh . . . . pun . . . . Dadung Ngawuk juga orang . . . baik . . . . ?

? Tetapi . . . . hendaknya Mbah Duwung jangan banyak bergerak. Luka didalam dadamu amat

parah. ? Potong Yoga Kumala, sambil meraba dada Mbah Duwung dengan telapak tangannya.

Sementara itu Talang Pati hanya tertunduk dengan hati yang sedih demi melihat gurunya

berbaring sambil merintih2.

? Kedatanganku kemari, memang sengaya menyusulmu memenuhi perintah guruku Dadung

Ngawuk, untuk mengobati lukamu sedapat2nya, ? kata Yoga Kumala kemudian, sambil mengeluarkan

ramuan obat2an dari dalam kantong kulitnya.

? Ach . sayang . . . . kau . . . . terlambat . . . . Rasanya . . . . tak per . . . . lu . . . . lagi . . . . ? Suara

Mbah Duwung amat lemah, dan berkata demikian itu ia sambil memegang tangan Yoga Kumala dan

menyisihkannya, sebagai isyarat menolak untuk diberi pengobatan.

Sejenak kemudian ia melanjutkan bicaranya dengan nada yang terputus2 serta gerak nafas yang

tak teratur.

? Ta . . . lang . . . Pati. Kau . . harus . . . mem . . . balas . . . budi . . . pada Dadung Ngawuk . .

untukku . . . ! Rawat . . . lah . . . dia sepanjang . . . masa . . . Kasihan . . . ia . . kehilangan . . . sebelah

kakinya . . Ketahui . . . lah Talang . . Pati!! Antara aku . . . dan . . . Dadung Ngawuk . . tak ada . . .

permusuhan . . . Semula . . . karena salah . . . paham . . . dan . . . kemudian . . . . karena ingin . . . menguji .

. . ilmu masing2 . . . Ter . . nya . . . ta . . . aku . . . yang . . . ka . . . lah. Maka . . belajar . . . lah . . . dari . . . dia

. . . agar . . . tak . . . mengece . . . wakanmu sen. . . diri!

Yoga . . . tentu . . . . mau menolong . . . . mu agar kau . . . . diterima . men . . . jadi . . . . muridnya . . .

.Dadung Ngawuk . . dan . . . kelak apabila ada . . kesempatan . baik bergurulah . . pada . Yoga . . . ini.

Nach . . pesanku bersa . . . . habatlah . . . kalian . . berdua ?.

Ia berhenti sesaat dengan nafas yang terengah2, dan melanjutkan bicara dengan mengerahkan

sisa tenaganya: -Yoga!!, . . . . Terima . . . .lah . . muridku . . . Talang . . . Pati . . dan bimbing . . . . lah ia. Isi .

. . . .sabukku . . . ini . . untuk . . . . mu . . . sebagai . . . tanda . . . terima . . . kasih . . , ku . . ? Sampai disini

suara Mbah Duwung berhenti lagi .. Ia memejamkan maranya sambil berusaha menarik nafas dalam2.

Kedua tangannya disilangkan diatas dadanya, dan sesaat kemudian . . . ia telah tak bernafas lagi.

? Mbah . . . guruuuuuuu!!!? Jerit Talang Pati sambil menelungkup diatas tubuh Mbah Duwung

yang telah mulai dingin dan makin membeku itu. la menangis tersedu sedan dengan air mata yang derasbercucuran. Namun jerit dan tangisnya telah tak terdengar lagi oleh Gurunya. Tak mengira . . . . bahwa

riwayat gurunya yang ia sangat cintai hanya berhenti sampai disini . . . . Gurunya yang ia cintai dengan

sepenuh hatinya, yang ia bangga2-kan dan yang ia selalu hidup bersandarkan padanya . . . . kini telah

meninggalkan untuk selama2 nya.

? Sudahlah, Kakang Talang Pati!!. Hendaknya kita mulai merawat se-baik2nya jenazah gurumu

itu. Akupun turut berduka, tetapi ingatlah bahwa semua kejadian adalah atas kehendak Dewata Hyang

maha Agung. Lahir dan matinya semua ummat adalah dalam kekuasaanNya.

Sesungguhnya akupun sangat menyesal karena tak dapat menolong gurumu, akan tetapi . . . apa

daya. Dewata Hyang Maha Agung menghendaki demikian. Maka, kakang Talang Pati hendaknya jangan

terlalu menyesali pulangnya Mbah Duwung kealam abadi. ?? Yoga Kumala berusaha menghibur Talang

Pati.

Dalam hati ia memuji akan keluhuran budi Talang Pati yang sangat setia pada gurunya itu.

Dengan per-lahan2 Talang Pati bangkit berdiri, mengikuti petunjuk Yoga Kumala.

Setelah jenazah mBah Duwung di kubur sebagaimana layaknya dihutan dekat Wirosari itu, dan

ikat pinggang dari kulit yang tebal serta lebarnya lebih setebah itu diserahkan pada Yoga Kumala oleh

Talang Pati sesuai pesan gurunya, mereka berdua segera kembali ke hutan Blora untuk menghadap

Kakek Dadung Ngamuk.

Sejak saat itulah, Talang Pati tinggal di hutan Blora, menjadi murid Dadung Ngawuk. Sedangkan

Yoga Kumala, Sontani, Indah Kumala Wardhani dan Ratnasari kembali menuju ke Kota Raja untuk

menjalankan tugasnya sebagai tamtama Kerajaan Agung Majapahit.

? Semoga Dewata Yang Maha Agung, kelak mempertemukan kita kembali, - seru Talang Pati

pada Yoga Kumala, sewaktu mereka berpisah.

*

* *

B A G I A N III.

? Aku tak sudi melihatmu lagi !!! Pergi !!! ...... Pergi!!! atau terpaksa ku lempar kau keluar di

jalan !?.

? Kobar !!! Sejak kecil kau kutimang - timang . . . . . kubesarkan dan kuasuh hingga memiliki

kepandaian. Tetapi . . . . setelah kini menjadi orang berpangkat, kau tak mau lagi mengakui orang tuamu

sendiri yang cacad ini . . . . Sungguh anak terkutuk . . . kau . . . Kobar!!?

? Tutup mulutmu, jika tak ingin ku tampar! Tahu! Aku tak sudi lagi mendengarkan ocehanmu!

Lekas! Pergi !?

Suara bentakan Kobar yang amat keras itu memecah kesunyian tengab malam, hingga

membangunkan mereka yang sedang tidur njenyak di rumah masing-masing yang terletak di sebelah

kanan kirinya. Akan tetapi mereka segera membatalkan maksud untuk ingin menyaksikan dari dekat,

setelah mengetahui bahwa suara keributan itu datangnya dari tempat kediaman Bupati Anom Tamtama

Kobar.

Mereka tak mau menjadi sasaran kemarahan Kobar yang sedang meluap-luap, dan terkenal

sebagi seorang yang selalu bertindak kejam terhadap bawahannya.

Waktu itu Yoga Kumala sedang asyik berlatih mempelajari jurus-jurus gerakan dasar dari ilmu

pedang, menurut petunjuk dari kitab kuno peninggalan Mbah Duwung yang hanya terdiri dari sembilan

lembar itu. Dan ternyata dengan bekal kecerdasannya, ia segera dapat mengetahui segi-segi kehebatan

ilmu pedang yang kini tengah dipelajari, setelah mana digabungkan dengan ilmu pedangnya sendiri,ciptaan Eyangnya Cahaya Buana. Dengan demikian iapun dapat cepat menarik kesimpulan, bahwa kitab

peninggalan Nlbah Duwung itu, sebenarnya adalah sisa bahagian yang pertama dari kitab kuno yang

berisikan ilmu pedang wurushakti, peninggalan seorang priyagung tamtama shakti yang bernama Sakya

Abindra.

Sebagaimana dahulu telah diceritakan oleh Eyangnya, kitab kuno itu menjadi rebutan orang

Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


orang shakti dan akhirnya berantakan terlepas dari penjilidan dan menjadi terpisah-pisah. Dan dari

Eyangnya ia sendiripun kini telah memiliki lembaran-lembaran sisa bagian yang akhir dari kitab kuno itu.

Sabuk kulit peninggalan mendiang mBah Duwung, ternyata bukan hanya berisikan lembaran

lembaran sisa kitab kuno saja. tetapi terdapat pula sebuah benda berupa cincin bermata batu yang

besarnya seibu jari kaki. Batu itu berwarna merah dan memancarkan sinar berkilauan yang warna-warni.

Dalam gelap malam, pancaran sinar batu itu seakan-akan menyerupai nyala api. Dan oleh orang yang

ahli, dinamakannya batu "merah sapta warna".

Oleh karena Yoga Kumala tak mengetahui kegunaan tatu itu, serta dirasanya terlalu besar untuk

dipakainya, maka olehnya disimpan kembali, ? Biarlah kelak benda peninggalan mBah Duwung ini

kuserahkan kembali pada Kakang Talang Pati saja. Mungkin baginya lebih berguna, ? pikirnya.

Suara bentakan Kobar yang nyaring membuat ia terperanjat sesaat, hingga ia terpaksa

menghentikan latihannya, sambil mendengarkan suara percakapan dua orang yang sedang bertengkar

dengan pendengarannya yang tajam dan terlatih.

? Kau kejam anakku! Kau anak terkutuk !!! ?

? Cukup! Aku bukan anakmu lagi ? Dan enyahlah segera dari sini! ? Bentak Kobar dengan

wayah yang semakin memerah dan pandang mata yang berkilat tajam.

Namun orang tua yang duduk dilantai depan pintu rumah kobar itu, masih juga membandel tak

bergeser dari tempatnya. Ia menggumam mengumpat-umpat sambil me-nuding2 dengan jari

telunjuknya. ?

Melihat mukanya yang telah berkeriput dengan rambutnya yang kusut dan telah memutih,

orang itu usianya telah mendekati tujuhpuluhan. Dan derita yang selalu ditanggungnya, membuat ia

menjadi lebih tua. Ia duduk bukan karena takut berdiri, melainkan memang tak mampu untuk berdiri.

Kedua kakinya lumpuh sejak kira2 pada 15 tahun yang lampau. Ia tak dapat berjalan sebagaimana

layaknya, melainkan mengesot yang mendekati merangkak.

Pakaiannya telah kumal dan compang-camping.

Ia adalah ayahnya Kobar yang sejati, terkenal dengan gelarnya si Ular Merah. Ia dahuiu adalah

kepala rampok yang amat shakti di daerah Pejajaran. Tindakannya kejam tak mengenal

perikemanusiaan.

Tak sedikit rakyat yang tak berdosa menjadi korban kebuasannya.

Dan hingga pada suatu ketika, sewaktu si Ular Merah sedang mengganas dengan anak buahnya,

Petapa Shakti Ajengan Cahaya Buana yang selalu diikuti oleh harimau kumbang piaraannya itu dapat

menggagalkan tindak kejahatannya. Dalam pertempuran dengan Cabaya Buana itu, si Ular Merah roboh

menderita kelumpuhan pada kedua kakinya terkena pukulan aji shakti petapa Gunung Tangkuban

Perahu.

Dan semenjak itu, namanya yang amat ditakuti oleh rakyat tak terdengar lagi.

Dengan harapan untuk kelak dapat membalas dendam pada keturunan si Petapa Shakti, ia

melatih anaknya lelaki tunggal yang pada waktu itu baru berusia kira-kira sepuluh tahun dengan

segenap kemampuannya.

Disamping dapat membalas dendam, iapun berharap agar anaknya yang mewarisikeshaktiannya itu kelak dapat menjadi seorang tamtama yang berpangkat. Dengan demikian ia berharap

dapat menyandarkan hidupnya dihari tua pada anaknya yang tunggal itu. Dan ternyata anaknya lelaki

yang tunggal dapat pula mewarisi ilmu pedang serta keshaktiannya dengan tak mengecewakan. Dan

anaknya yang tunggal itu adalah Kobar yang kini telah menjabat sebagai priyagung tamtama berpangkat

Bupati Anom. ?

Berbulan-bulan lamanya si Ular Merah merangkak-rangkak dari kota ke kota lain untuk mencari

anaknya si Kobar, yang akhirnya dapat juga ditemukan di kota Senopaten Mojoagung.

la tak menduga sama sekali, bahwa Kobar akan mengingkari sebagai anaknya dan mengusirnya

seperti seekor anjing kudisan. ?

?Kobar! Kobar! Jika kau tak sudi lagi mengakui aku sebagai ayahmu, baiklah . . . . aku akan

pergi. Tetapi ingat!

Kutukanku akan menyertaimu selalu!

? Bedebah tua tak tahu adat!...Pergi! ?

Membentak demikian Kobar sambil melangkah maju dan menendang ayahnya sendiri, hingga

orang tua lumpuh itu terpental keluar dan jatuh terpelanting di halaman.

Dengan merangkak - rangkak dan merintih - rintih, Ular Merah meninggalkan rumah Kobar di

kegelapan malam.

Mendengar rintihan orang tua, Sontani yang sejak tadi mengikuti keributan dari kejauhan segera

keluar untuk memberikan pertolongan pada Ular Merah.

Akan tetapi tiba-tiba Kobar telah menghadang didapannya sambil berseru lantang.

? Sontani! Jangan kau turut campur tangan urusanku. Pergi! Dan biarkan orang lumpuh gila itu

berlalu! Atau . . . kau juga ingin merasakan tendanganku?! ?

? Maafkan, Gusti! Saya sama sekali tak bermaksud campur tangan dengan urusan Gusti Kobar.

Akan tetapi karena tak sampai hati melihat orang yang telah lanjut usianya itu merangkak-rangkak di

gelap malam. Maksud saya hanya ingin menolong memapahnya sampai di jalan besar ! ? Jawab Sontani

tenang.

? Itupun tak perlu! Aku sengaja menendangnya karena orang tua gila itu mengacau dirumahku.

Dan siapapun yang hendak membela orang gila semacam dia, harus berani pula berurusan denganku! . .

. .Tahu! ? Bentak Kobar dengan lantang.

Belum juga Sontani dapat menjawab kembali, tiba-tiba Ular Merah berseru memotong: ?

Bohong! Bukan aku yang gila! Dialah yang gila! Dialah anakku Kobar yang terkutuk! ?

Demi mendengar seruan orang tuanya itu, Kobar bagai-an dikupas kulit mukanya.

Kemarahannya meluap-luap tak terkendalikan lagi.

Ia melompat hendak menerjang ayahnya dengan pukulan maut, tetapi . . . . tiba-tiba Yoga

Kumala telah berdiri menghadang dihadapannya.

? Kakang Kobar! Apa maksudmu memukul orang tuamu sendiri yang tak berdaya itu! ?

Serunya tajam dan berwibawa.Ia melompat hendak menerjang ayahnya dengan pukulan maut, tetapi . tiba2 Yoga

Kumala telah berdiri menghadang dihadapannya. --- Kakang Kobar!! Apa maksudmu

memukul orang tuamu sendiri yang tak berdaya itu!!

? Adi Tumenggung jangan campur tangan dalam urusanku! Ia bukan orang tuaku dan

omongannya adalah ocehan orang gila! Sahutnya.

? Jika ia bukan orang tuamu, apakah salahnya campur tangan dalam urusan ini?! ?

Mendapat tegoran dari Yoga Kumala yang tepat dan beralasan itu, sesaat Kobar kehilangan akal

untuk menjawabnya. Dengan suara yang agak lunak, ia berusaha untuk menutupi kebohongannya.

? Bukan demikian maksudku, Adi Tumenggung Yoga! Karena orang gila yang lumpuh itu tadidatang-datang mengacau dirumahku, dan mengaku sebagai ayahku, maka kuusirnya ia keluar rumah.

Bukankah ini semata-mata menjadi urusanku sendiri? Dan karena aku dapat pula menyelesaikan sendiri,

kiranya tak perlu lain orang turut campur dalam urusan kecil yang tengah kuhadapi ini. ?

? Baiklah, apabila anggapan Kakang Kobar demikian! sahut Yoga Kumala sambil membalikkan

badannya dengan maksud hendak berlalu dari tempat itu.

Tiba-tiba dari balik rumah yang terujung dalam kegelapan, terdengar suara si Ular Merah berseru pada

mereka.

? Sudahlah, jangan kalian bertengkar tentang diriku! Aku telah dapat menolong diriku sendiri.

Dan biarlah anakku Kobar yang terkutuk itu, kelak mati tersambar petir. ? umpatnya sambil merangkak

semakin jauh.

Tanpa menghiraukan lagi akan suara ayahnya, Kobar cepat masuk kembali kedalam rumahnya,

dan Yoga Kumala serta Sontani masing - masing melangkah kembali pula ke tempat kediamannya sendiri

dengan angan-angan diliputi teka-teki.

Benarkah orang lumpuh tadi ayahnya Kobar? pikir mereka berdua. Jika seandainya benar,

mengapa demikian kejamnya ia berlaku terhadap ayahnya sendiri? Dan andaikan bukan, mengapa orang

tua yang lumpuh itu berani mengatakan bahwa ia adalah anaknya.

Dan mengapa orang tua itu berani pula mengumpat-umpatnya sedemikian keji. Dan siapakah

orang tua lumpuh itu? Ah, . . . . kelak tentu terjawab sendiri pertanyaan ini. pikir mereka berdua.

*

* *

Tiga bulan telah lewat sejak peristiwa Kobar dan ayahnya itu terjadi. Dan kini sebagian besar

para tamtama sedang sibuk mengadakan persiapan untuk berlayar menuju ?Pulau Kedukan Bukit"

mengemban titah Manggala Yudha Gusti Senopati Adityawardhana. Yoga Kumala, Kobar, Sontani, Braja

Semandang, Nyoman Ragil, Berhala, Jala Mantra dan Jaka Gumarang nampak pula dalam kesibukan

untuk menyiapkan sesuatu yang dianggap perlu dalam mengemban tugas yang dipandangnya sangat

mulia itu.

Menurut ketentuan Gusti Senopati Manggala Yudha, dua ribu tamtama terpilih dibawah

pimpinan Bupati Tamtama Yoga Kumala dan Kobar akan segera diperintahkan untuk berangkat melalui

darat sampai di bandar Pantai Selatan (Pelabuhan Ratu) daerah Pajajaran.

Disana mereka diharuskan menunggu kembalinya rombongan tamtama Narasandi yang

dipimpin oleh Gusti Tumenggung Cakrawirya, dari kerajaan Sriwijaya.

Pada dua bulan sebelumnya, Gusti Tumenggung Cakrawirya telah pergi berlajar pula menuju ke

Bandar Muara Musi, sebagai utusan Sri Baginda Maharaja Rajasanegara untuk mengantar sumbangan

barang barang berharga serta rombongan para penari dan para pemukul gamelan guna memeriahkan

perayaan bertepatan dengan hari ulang tahun Sri Baginda Raja Kerajaan Sriwijaya.

Dipilihnya Tumenggung Cakrawirya sebagai utusan Kerajaan bukan hanya semata2 untuk

mengantar barang barang sumbangan saja, akan tetapi ia sebagai Manggala Tamtama Narasandi,

bertujuan pula untuk menyelidiki tentang kekuatan pasukan kerajaan Sriwijaya, serta mencari tahu segi-

segi kelemahannya. Pun para penari-penarinya yang bukan lain ialah Indah Kumala Wardhani, Ratnasari,

Sampursekar dan Ktut Chandra, adalah anggauta tamtama Narasandi Kerajaan yang terpilih, dan

terlatih.

Demikian pula para pemukul gamelan, mereka semuanya terdiri dari para tamtama Narasandi

Kerajaan yang terpilih. Disamping mencari tahu tentang kekuatan pasukan Kerajaan Sriwiyaja, pun

ketangguhan dan kesaktian para Manggala tamtamanya menjadi titik perhatian pula. Dan demikian pulatentang letak tempat serta banyaknya persediaan perbekalan tamtama dan persenjataannya, tak lepas

dari pengintaian para telik sandi Majapahit.

Berkat pengalaman dan keshaktian Tumenggung Cakrawirya, semua tugas dapat diselesaikan

dalam waktu yang singkat serta berhasil memuaskan, tanpa mendapat kecurigaan dari para Priyagung

Kerajaan Sriwijaya.

Pada waktu itu antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sriwijaya dari Pulau Kedukan Bukit itu

memang tak bermusuhan.

Hubungan antara kedua Kerajaan masih berlangsung baik dengan saling menganggap sebagai

Negara mitreka Satata atau disebutnya Negara Sahabat.

Adapun Kerajaan Negeri Tanah Melayulah yang bermaksud untuk mengendihkan Kerajaan

Sriwijaya, dengan maksud mempersatukan kembali rumpun suku Melayu, serta membebaskan

rakyatnya dari penderitaan, akibat tindak sewenang-wenang para Priyagung Kerajaan Sriwijaya.

Untuk mencapai tujuan itu, Sri Baginda Maharaja Adityawarman berkenan minta bantuan

pasukan pada Kerajaan Agung Majapahit.

Berulangkali utusan Kerajaan Negeri Tanah Melayu menghadap pada Sri Baginda Maharaja

Hayam Wuruk Rajasanegara, untuk menyampaikan permohonan bantuan pasukan, demi terwujudnya

keutuhan rumpun suku Melayu.

Hingga pada achirnya, ialah kira-kira tiga tahun yang sewaktu diadakan pasewakan paripurna, Sri

Baginda Maharaja Majapahit berkenan memutuskau untuk menyanggupi mengirimkan bantuan pasukan

ke Negeri Tanah Melayu dengan syarat, Ialah, kelak apabila dua negara kerajaan di Pulau Kedukan Bukit

(Sumatra) itu dapat disatukan dan menjadi satu Negara Kerajaan Besar Negeri Tanah Melayu, maka

hendaknya tetap berada dibawah naungan bendera agung ?Gula Kelapa?

Dengan demikian, maka diharapkan terwujudnya Negara Kesatuan se Nuswantara dibawah satu

lambang kebesaran Sang Dwi Warna, sesuai isi Sumpah Shakti "Tan Amukti Palapa" dari mendiang Maha

Patih Mangkubumi Gajah Mada yang telah mangkat sebagai Pahlawan Nuswantara.

Menurut catatan sejarah, konon Kerajaan Sriwijaya pada masa-masa yang lampau pernah pula


Pendekar Darah Pajajaran Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


mengalami jaman keemasan dan menjadi kebesaran serta kebanggaan bagi bangsa se Nuswantara.

Kota Rajanya berada di tepi muara Sungai Musi dekat Palembang kini. la berdiri sejak abad ke 7.

Kerajaan Sriwijaya ini dikenal oleh para pedagang-pedagang bangsa Arab dengan nama "Sri Busa,

sedangkan para musafir Cina menyebutnya "Chele Poche"

Kekuasaannya meluas kearah barat laut sampai Selat Malaka, dan kearah tenggara sampai di

Selat Sunda. Guru guru yang termasyhur dari India seperti Dharmapala, Sikyakirti dan Iain-lain

didatangkan untuk mengajar di Sriwijaya. Dan seribu pendeta Budha menjadikannya pusat yang penting

bagi Budha aliran Hinayana. Kemudian mulai abad ke 8 Budha aliran Mahayana dari Sriwijaya lebih

berpengaruh dari pada aliran Hinayana dan meluas ke Asia Tenggara.

Pada tahun 775 Sriwijaya pernah pula berkuasa di Ligor, dan pada abad ke 9 dikuasainya Selat

Malaka. Lalu-lintas di lautan, antara lain pelaYaran ke India dikuasainya, pun beberapa bandar di Malaka

didudukinya.

Bhikshu bikshu Cina yang kenamaan seperti I Tsing dan Wu Ling pernah, pula berkunjung di

Sriwijaya untuk belajar tata bahasa Sansekerta dan naskah-naskah suci, selama kira-kira ampat tahun,

sebelum mereka berangkat melawat ke lndia.

Faktor-faktor yang menjebabkan pesatnya berkEmbang Kerajaan Sriwijaya diantaranya ialah:

? Raja dan segenap Priyagung mentaati ajaran-ajaran Agama yang dipeluknya. dengan

demikian merEka memiliki budi luhur serta selalu menjadi tauladan bagi rakYatnya, hingga KerajaanSriwijaya menjadi pusat Agama Buddha aliran Mahayana.

? Para Priyagung Kerajaan gemar mempertinggi ilmunya dalam segala bidang. lni dibuktikan

dengan didirikannya`tempat-tempat perguruan tinggi dan mendatangkan mahaguru-mahaguru dari

Negeri lain.

? Letaknya amat strategis, ialah diantara dua Negara yang telah maju, yaitu India dan Tiongkok.

? Mempunyai bandar yang langsung menuju ke Kota Raja yang disebutnya Bandar Muara Musi.

? Pertahanan dengan pasukan tamtamanya yang amat kuat, terutama tamtama angkatan

samodranya. Dan terciptanya pertahanan yang kuat ini, berkat dukungan dan bantuan segenap lapisan

rakyat.

? Perdagangan dengan Negara-Negara lain mendapat perhatian penuh dari Kerajaan, dan

keamanan di lautan terjamin.

Tamtama dan Narapraja Kerajaan Negeri Tanah Me-layu benar- benar merupakan pelindung rakyat.

Para penyeleweng dan pemeras rakyat, dibrantasnya secara tegas dengan hukuman siksaan-

siksaan badan yang amat berat, tanpa pilih bulu. Kesejahteraan rakyatnya mendapat perhatian penuh

dalam tempat yang utama, hingga mereka pada umumnya dapat hidup tenteram serta dapat menikmati

penghidupan layak, dengan terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Demikianlah uraian dan catatan sejarah dari kedua Kerajaan dari Pulau Kedukan Bukit itu.

Tiga bulan lamanya pasukan Tamtama kerajaan Agung Majapahit dibawah pimpinan Yoga

Kumala dan Kobar berkemah di pantai Selatan Pajajaran, setelah mana Tumenggung Cakrawirya datang


Istana Hantu Seri 2 Pendekar Lengan Wiro Sableng 020 Hidung Belang Berkipas Pendekar Gila 33 Keris Naga Sakti

Cari Blog Ini