Ceritasilat Novel Online

Hesty 1

Hesty Karya Benny L Bagian 1



- 1
Re

Ejaan

Baru- 2
Kolektor E-Book

Aditya Indra Jaya

Foto Sumber oleh Awie Dermawan

Editing oleh D.A.S- 3
SEBUAH ROMAN ALIRAN BARU

THE NEW WAVE LOVE STORY

Digubah oleh : Benny L

Dihias oleh : Anda. S

Diterbitkan oleh

SASTRA KUMALA BANDUNG

1968- 4
H E S T Y

Pramugari memberitahukan bahwa seperempat jam

lagi pesawat akan landing dan meminta para penumpang

untuk mengenakan Save belt ( ban pengaman ).

Hatiku gembira benar, sebab tak lama lagi aku akan

berjumpa dengan keluargaku : ayah, ibu, bibi... Juga

Hartono

Sudah hampir dua tahun aku berpisah dengan Tono,

aku rasa dia pasti akan menyambut kedatanganku

dilapangan. Dalam suratnya yang terakhir dikatakannya, dia

akan membeli seikat bunga Mawar untuk dipersembahkan

padaku sebagai hadiah bagi pertemuan kami.

Kuarahkan pandanganku kebawah melalui kaca

jendela kecil bulat Kotak-kotak sawah yang sudah mulai

menguning, sungai yang berliku panjang.

Mendadak kudengar suara peringatan lembut dalam

bahasa jepang : "Anda lupa mengenakan tali pengamanmu

nona!"

Seorang laki-laki cakap berkulit sawo-matang namun

raut mukanya menyerupai orang jepang. Kala itu sedang

bersenyum kearahku.- 5
"Maaf," aku mengeleng sambil bersenyum, menyahut

dalam bahasa Inggeris, "aku tak begitu paham bahasa

jepang."

Dia bersenyum simpatik, segera berkata dalam bahasa

Inggeris yang lancar sekali : "Anda lupa mengikatkan ban

pengaman."

Aku menunduk memandang diriku, cepat-cepat

mengikatkan ban itu, kemudian bersenyum kearahnya :

"Thank?s."

Kembali aku menatap keluar jendela, kali ini pesawat

meluncur semakin rendah, sungai dan petak-petak sawah

makin jelas terlihat.

"Baru sekali inikah anda datang ke Jakarta?"

Suara tadi kembali bergema di kupingku.

Aku berpaling dan bersenyum kearahnya : "Tidak,

rumahku memang di Jakarta Di Tanah Abang."

"Oh."

Kulihat wajahnya begitu tenang, cakap lagi dapat

berbicara dalam bahasa Jepang dan Inggeris dengan lancar

sekali, aku mulai tertarik padanya.

"Rumah anda juga di Jakarta?" Tanyaku.

"Dari mana anda tahu?" Dia menatap heran.

"Aku hanya menduga-duga saja."- 6
"Benar Rumahku juga di Tanah Abang."

"Anda baru menyelesaikan study di Tokyo?"

"Nona cerdik sekali" Dia mengangguk sambil

bersenyum.

"Anda juga seorarg yang pandai Bahasa Inggeris

dan bahasa Jepangmu lancar sekali."

"Oh, tidak Biasa saja." Dia menggoyangkan tangan

sambil bersenyum.

Dari gerak-geriknya dan caranya berbicara lebih

menyerupai orang Jepang. Aku hendak menanyakan lebih

banyak tentang dirinya tapi kemudian aku balik berpikir

bahwa dia masih amat asing bagiku, tak baik terlampau

banyak bertanya. Mau kemudian aku jadi berdiam diri dan

mengarahkan pandang keluar jendela pesawat.

Namun suaranya kembali kudengar :

"Namaku Takashi."

Aku kembali berpaling, kulihat ia sedang menatapku

tajam. Dalam etiket pergaulan aku tak boleh tidak harus

mengenalkan namaku juga.

"?Namaku Hesty!"

Dia bersalaman denganku! Kurasakan telapak tangan
nya hangat benar!- 7
Lama dia menggenggam tanganku, sedang matanya

terus menatap tajam.

Aku agak malu diperlakukan begitu, segera menarik

pulang, lalu menunduk.

Tiba-tiba terasa pesawat agak bergetar, menukik.

Aku cepat memandang keluar diendela, kulihat makin

dekat dengan tanah, tak lama terdengar mesin dipadamkan.

Aku tahu bahwa pesawat telah mendarat.

Seorang pramugari mengumumkan bahwa pesawat

telah mendarat di Kemayoran Airport. Penumpang mulai

berdiri, bersiap turun.

"Telah sampai kita." kata Takashi sambil bersenyum.

Kubuka safe belt, mengambil buah-buahan dalam

kaleng yang kubeli di Tokyo, berdiri, baru kemudian

mengambil tasku.

"Perlu kubantu?" tanyanya.

"Tak usah Thank?s."

Kapal ini padat dengan penumpang, kebanyakan

terdiri dari anak-anak muda.

Dari pakaian serta potongan rambut mereka, ku tahu

bahwa mereka umumnya terdiri dari mahasiswa yang

belajar di Jepang.- 8 -- 9
Aku lihat Takashi asyik bercakap-cakap dengan

mereka, ber bicara dalam bahasa Jepang yang lancar sekali.

Aku rasa mereka mungkin teman sekelas atau kawan baik.

Setelah turun dari pesawat, aku masuk ke ruang

pemeriksaan. Dan kejauhan kuperhatikan "Pirus"

Restaurant, banyak orang berdiri ditepi ruang itu.

Aku tahu bahwa orang tuaku beserta Hartono pasti

terdapat diantara orang banyak, namun aku tak dapat

melihat mereka, membuatku jadi agak gugup.

Kakiku mulai memasuki ruang pemeriksaan.

Dikala barang-barangku sedang diperiksa, aku

menatap sekelilingku, berharap dapat melihat Takashi, tapi

aku jadi kecewa, sebab disitu tak terlihat bayangan pemuda

simpatik itu.

"Kemana dia?" Tanyaku didalam hati.

"Nona," kata seorang petugas padaku, "kau tak boleh

membawa rokok luar negeri sebanyak ini. Akan kutahan

sebagian."

"Ini adalah oleh-oleh untuk ayahku Kan Cuma dua

sloft." sahutku agak gugup.

"Maaf." Petugas itu hendak membuka bungkusan itu.

"Kau" Aku menatapnya mendongkol.

"Nona ini temanku." Sebuah suara dari belakangku.- 10
Kata-kata itu diucapkan dalam bahasa Indonesia, aku

segera berpaling Takashi.

Kala itu dia sedang mengangguk padaku serta

bersenyum.

"Petugas ini takkan menahan rokokmu!" katanya

padaku dalam bahasa Inggris.

Aku berpaling ke petugas itu. Sedang si petugas

tengah menatap Takashi penuh hormat lalu meletakkan

kembali sloft rokokku.

"Nona ini?" Kata petugas itu sambil bersenyum

luar biasa.

"Bukan Hanya kawan biasa." Wajah Takashi agak

merah.

Lalu mereka bercakap-cakap, tak tahu aku apa yang

mereka bicarakan.

"Kau boleh berlalu nona." kata petugas itu padaku

beberapa saat kemudian.

Kuangkat koperku, berpaling pada Takashi.

"Thank?s Takashi."

Takashi mengangguk perlahan sambil bersenyum.

Begitu keluar dari ruang pemeriksaan, telah ada yang

memanggilku dengan nada riang, "Hesty!"

Kuangkat kepalaku- 11
Hartono!

Dia berdiri dihadapanku sambil membawa seikat

besar bunga Mawar.

Dibelakangnya berdiri ayah, ibu, bibi dan kaum

kerabatku lainnya.

"Tono!" Panggilku gembira.

"Hesty!" Tono mengangsurkan bunga itu ke

tanganku, lalu menatapku tajam sekali.

"Tono!" Kupandang bunga Mawar, tak tahu apa yang

mesti kuucapkan.

Tono lebih tinggi dari waktu kami berpisah pada dua

tahun yang lalu, kulitnya lebih hitam, juga tampak lebih

dewasa dari sebelumnya. Namun wajahnya masih seperti

dulu, senyum polos seperti dulu juga, tatapan yang tajam,

bulu mata yang hitam lebat...

Tempo tak membuat sifatnya jadi berubah. Orang tua

serta kaum martabatku lainnya pada mendekat, untuk

beberapa saat aku berbasa basi dengan mereka.

"Kau lebih cantik dari dahulu, Hesty!" kata bibi.

"Kulitmu lebih putih, lebih halus Rupanya hawa di

Jepang dapat memperhalus kulit orang." kata bibiku lainnya.

"Itu sebabnya membuat Tono jadi tak enak makan

dan tak enak tidur selama ditinggal olehnya." Gurau ibu

sambil menatap Tono.- 12
Wajah Tono jadi bersemu merah, cepat-cepat

menunduk.

Seorang kakak sepupuku mengabadikan kami

bersama dilapangan untuk dijadikan kenang-kenangan.

Lampu kamera telah membuatku jadi agak silau.

Belakangan ibu mengusulkan supaya aku berfoto bersama

Tono.

Kami berfoto diluar Airport dengan Tono memeluk
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pinggangku mesra sekali.

Pada saat itu mendadak kulihat Takashi sedang keluar

bersama beberapa kawannya. Dia melihatku segera

melambaikan tangannya sambil bersenyum. Selesai difoto,

kubuka syalku, membetulkan rambutku.

"Siapa dia?" Tanya Tono perlahan.

"Siapa yang kau maksud?" Aku balik bertanya.

"Pemuda Jepang yang bersenyum kearahmu tadi!"

"Seorang kawan. Baru kukenal di pesawat tadi."

sahutku perlahan.

Namun kulihat Tono menatapku dengan penuh rasa

cemburu.- 13
Satu.

RUMAH akan selalu merupakan suatu tempat yang

paling nikmat. Paling menyenangkan.

Malam itu ibu membuatkanku masakan kedoyanku,

masakan Padang... Masakan yang umumnya pedas itu

membuatku mengeluarkan air mata.

Habis makan ibu menanyakan pengalamanku selama

dua tahun berada di Tokyo. Beliau menitikberatkan pada

persolan : Apakah aku sudah punya teman laki-laki belum?!

"Ibu kan tahu bahwa aku sudah ada Tono." kataku

sambil tersenyum.

"Aku tahu, tapi" Beliau tak meneruskan ucapannya

dan menatapku tajam sekali.

"Tapi apa bu?" tanyaku, ingin tahu.

"Jakarta sekarang lain dari beberapa tahun yang lalu,

semuanya serba maju, apalagi bagi orang kaya, sering

mengadakan pesta, terutama muda-mudinya Maka kau

mesti berhati-hati dalam bergaul."- 14
"Aku jarang menghadiri pesta, Bu." kataku dengan

roman sungguh-sungguh.

Beliau bersenyum mengelus-elus tanganku.

"Tono adalah seorang pemuda jujur, selama dua

tahun ini dia sering datang ke rumah kita dan membicarakan

dirimu Aku suka padanya."

"Bagaimana dengan ayah?" Aku ingin tahu.

"Dia lebih suka pada Tono." Kata ibu sambil

tersenyum, "Tono selalu menemani ayah berenang setiap

minggunya atau berpesiar keluar kota."

"Tono juga sering menyinggung persoalan itu di

dalam suratnya." Kataku.

Ayah masuk keruang tamu, membawa sebungkus

rokok yang tadi kuberikan padanya, membuka bungkusan

dan meugeluarkan sebatang, lalu menyalakannya,

"Rokok ini rasanya wangi sekali."

"Hampir saja ditahan sebagian di lapangan terbang

tadi oleh seorang petugas." Kataku, tapi aku tak memberi

tahukan tentang bantuan Takashi.

Ayah menatapku sambil menghisap rokoknya lagi :

"Apakah malam ini Tono datang kemari?"

"Katanya akan datang pada jam tujuh nanti."- 15
Kulihat jam dinding, telah menunjukkan jam tujuh

kurang seperempat.

"Kenapa kau belum tukar pakaian?... Nanti dia akan

menanti terlalu lama." Ibu memperingatiku.

Aku berdiri, masuk kekamarku. Setelah melakukan

perjalanan beberapa jam, kurasakan badan ku agak letih, aku

hendak mandi air dingin untuk menyegarkan badan.

Aku terbayang wajah Takashi lagi, membuatku agak

terkejut dan takut, kenapa aku jadi ingat pada diri pemuda

itu? Bukankah kami hanya bertemu di kapal saja? Pula

pemuda secakapnya tentu mempunyai banyak teman wanita,

mungkin juga banyak pacar.

Kusiram tubuhku berulang-ulang. Perlahan-lahan

otakku jadi dingin, tak mengingatnya lagi. Tapi ada

bayangan lain yang menggantikan kedudukannya...

Hartono.

Tono adalah seorang pemuda polos jujur, sudah

beberapa tahun aku berkenalan dan bergaul dengannya

Walaupun Tono berwajah cakap tapi sikapnya tak bisa

menarik wanita, tak dapat mengucapkan kata-kata semanis

madu, tak bisa melontarkan senyum yang disukai wanita,

nada suara yang agak kaku dalam berkata Singkatnya, dia

adalah seorang pemuda biasa.

Namun perlahan-lahan kutemui dari kebiasaannya itu

terselip sesuatu yang luar biasa. Dia memiliki hati yang baik,- 16
jujur. Jarang ada pemuda yang bersifat begitu, akhirnya

kesanku terhadapnya jadi berubah. Aku mulai tertarik

padanya!

Hubungan kami kian erat, sering pergi menonton atau

berpesiar keluar kota.

Sikapnya amat baik terhadapku, selalu mendengar

kataku, hingga selama beberapa tahun kami bergaul, belum

pernah terjadi pertengkaran diantara kami. Walaupun ada,

hanyalah perselisihan paham, yang akan berbaik kembali

beberapa saat kemudian.

Dari kawan, hubungan kami kemudian berubah jadi

kekasih. Tapi boleh dikata kami tak pernah berciuman,

umumnya hanya berpegangan tangan. Hanya sekali dia

menciumku, ialah pada saat aku hendak berangkat keluar

negeri. Hanya sekali itu saja, malah sehabis menciumku dia

meminta maaf atas kelakuannya tersebut.

Kini, bila kuingat hal itu lagi, terasa agak meng

gelikan, agak lucu memang!

Belakangan dia mencurahkan perasaannya, dikatakan

nya bahwa dia mencintaiku. Dia menghendaki setiap

minggunya aku menulis surat sedikitnya tiga pucuk

untuknya. Memintaku Supaya tak merubah sikap, jangan

bergaul dengan laki-laki lain. Dia akan setia menanti

kembali...- 17
Akhirnya kuterima usulnya itu! Sebab dia adalah

seorang pemuda jujur!

Sebentar saja dua tahun telah berlalu.

Kini kami telah bersama lagi...

"Hesty!"

"Hesty!"

Ibu memanggil dari luar kamar mandi.

"Ada apa bu?"

"Lekasan!... Tono sudah datang!"

"Baik bu Tolong, suruh dia menunggu sebentar."

oo0oo

AKU bersama Tono duduk di bangku panjang di

taman Surapati, yang sering kami kunjungi pada beberapa

saat yang lalu. Kusenderkan kepalaku dibahunya sambil

memandang mobil yang banyak berlalu lalang disitu...

"Hesty!" Kata Tono lembut, "masih ingatkah kau

pada kejadian semalam sebelum kau meninggalkan

Jakarta?"

"Ya," kupejamkan mata, teringat kembali akan,

ciumannya yang pertama itu.- 18
"Kini kita telah bersama pula." Begitu katanya.

"Gembirakah kau?" Kutatap dia.

"Oh tentu saja," dia bersenyum, sebelah tangannya

mempermainkan rambutku, "kau lebih cantik dari dua tahun

yang lalu."

Hatiku senang benar, untuk pertama kali dia memuji

kecantikanku, dia memang telah lebih dewasa kini.

"Sungguhkah dalam beberapa saat ini kau tak ada

teman wanita lagi, Ton?" tanyaku perlahan.

Aku sendiri merasa heran, kenapa bisa bertanya

begitu? Tak percayakah aku? Entahlah! Muda-mudi yang

sedang dialun gelombang asmara memang sering bercuriga!

"Masih ragukah kau akan cintaku?" katanya sambil

merenggangkan badan, "bukankah setiap minggunya tiga

kali aku menulis surat padamu?"

"Aku hanya bergurau tadi" kataku sambil

bersenyum.

"Nakal kau." Dia memijit hidungku perlahan.

Sepasang muda-mudi lewat didepan kami sambil

bergandengan dengan mesranya.

"Mari kita pergi ke Roda Baru Bukankah kau suka

sekali memakan masakan Padang?"- 19
"Perutku sudah tak muat lagi!" Kuusap perutku, "tadi

aku telah makan terlampau banyak."

"Kalau begitu kita ke Tjan Njan saja!" Tono

mengusulkan.

"O.K Mari!"

Kami menuju ke mobil Tono yang diparkir tak jauh

dari situ

Sebentar saja mobil Tono telah sampai ditempat yang

dimaksud.

Tono memimpinku turun, kemudian menggandengku

masuk.

Kami memesan dua gelas Ice Cream.

"Hesty!" kata Tono sambil menatap ke depan,

"kulihat kawan yang kau kenal dikapal terbang tadi."

Hatiku bergetar hebat, segera memandang kedepan

Disudut ruang Takashi sedang berkumpul dengan

kawan-kawannya yang kulihat dikapal terbang juga.

Tempat duduk kami tak jauh diri meja yang ditempati

mereka.

Muka Kashi menghadap ke arah kami, namun dia

seakan tak melihatku. Dia sedan asyik bercakap-cakap

dengan kawan-kawannya, sebsntar-bentar terdengar tawa

mereka.- 20
Aku sendiri heran kenapa hatiku jadi tak tenang?!

Jantungku berdetak keras! Aku berusaha memenangkan diri.

Kutundukan kepala, menyendok ice creamku.

"Dia tinggal di Jakarta?" tanya Tono.

"Ya." sahutku agak parau.

"Dia Cakap sekali, terutama pada sepasang mata
nya..."

"Tono!" selaku agak keras.

Tono agak tertegun melihat sikapku. Kemudian

menundukkan kepala : "Maaf."

"Mari kita pergi dari sini!" kataku perlahan.

"Mari!"

Tono memanggil pelayan untuk membayar harga

minuman.

Bersamaan dengan itu Takashi telah melihat kami.
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mulanya dia agak tertegun, tapi kemudian, segera melambai

kan tangannya sambil bersenyum. Lalu kulihat dia berdiri,

berkata sebentar pada teman-temannya, kemudian

menghampiriku.

Hatiku bertambah gundah. Aku takut Tono jadi salah

mengerti, sebab cemburu sudah menjadi sifat manusia.- 21
Namun keadaan tak memberiku kesempatan untuk

mempertimbangkan sesuatu dalam menghadapi persoalan

itu.

Kashi telah berada dihadapan kami dan menyapa

dalam bahasa Inggris : "Miss Hesty!"

"Oh, Mr. Takashi!" Kubuat senyumku sewajar

mungkin.

"Bolehkah aku duduk bersama kalian?"

"Silahkan!" aku mengangguk.

Kuperkenalkan Tono padanya.

Kashi menggenggam tangan Tono hangat sekali.

"Anda baru kembali dari Tokyo?" tanya Tono dalam

bahasa Inggris.

"Yeah."

Lalu keduanya bercakap-cakap dalam bahasa Inggris.

Aku memperhatikan wajah Tono dalam pembicaraan

itu, kulihat ia senang bercakap-cakap dengan Kashi. Maka

legalah hatiku.

Belakangan aku menyela : "Aku rasa sebaiknya kita

bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia, sebab kita kini

berada di Indonesia Aku rasa saudara Kashi tak

berkeberatan bukan, sebab aku tahu andapun pandai

berbicara Indonesia!"- 22
"Tentu, tentu, aku paling menghargai usul orang,

terutama yang datangnya dari gadis cantik Bukan begitu

saudara Tono?" Kata Kashi dalam bahasa Indonesia yang

lancar sekali seraya bersenyum.

Tono ikut bersenyum.

Akupun begitu juga.

Percakapan diantara kami berjalan lancar benar, serta

sering diselingi oleh kelakar, membuat kami sering harus

tertawa.

Lewat sesaat Kashi pamitan dan kembali ke meja

kawan-kawannya.

Sebelum berlalu dia bersalaman dengan kami dengan

sikap yang hangat benar serta bersenyum penuh

persahabatan.

Tono menatap punggung Takashi yang sedang

berlalu, dan memujinya : "Dia seorang yang ramah dan

pandai bergaul."

Pelayan menyodorkan bon, Tono membayarnya.

Kami meninggalkan tempat itu, kulihat Kashi

mengawasi kepergian kami.- 23
Dua.

SELAGI aku tidur nyenyak, tiba-tiba dikejutkan oleh

ketukkan yang agak keras-gencar.

"Hesty! Hesty! Ada telepon dari Tono!" Teriak ibu

dari luar pintu.

Walau agak malas, aku melompat turun juga dan

pergi keruang tamu untuk menyambut telepon itu.

"Hallo!..."

"Tono disini!... Maaf aku mengganggu pada sepagi

ini."

"Ada urusan apa Ton?"

"Pagi dan siang ini aku tak dapat menemanimu Ty,

sebab ada urusan yang harus kuselesaikan sekarang juga.

Bagaimana kalau malam nanti kau kuundang makan

masakan padang?" tanya Tono.

Aku agak kecewa! Kemana aku harus pergi bila dia

tak dapat menemaniku pada siang hari ini? Hari ini adalah

hari kedua sekembaliku ke Jakarta! Tapi kemudian aku balik- 24
berpikir, keadaan Tono berlainan denganku, dia mesti

berusaha mencari untung!

Aku bersenyum tawar dan sengaja berkata dengan

nada tak mengerti :

"Untuk apa kau mengundangku makan?"

"Hesty!" Suara Tono agak gugup, "kenapa kau jadi

bertanya begitu? Bukankah kita"

"Kenapa kita?" Kukeraskan suaraku.

"Aku akan menebus kesalahanku malam iniMaaf

ya Ty, aku benar-benar terpaksa tak dapat menemanimu

siang ini."

"Baiklah Akan kutunggu dirumah."

"Sampai jumpa nanti malam Bye!"

"Bye!" Kuletakkan mig, lalu masuk kembali ke

kamarku dan membaringkan diri pula.

Kupandang jam dinding, telah jam sepuluh. Ini adalah

hari kedua bagiku berada di Jakarta, aku hendak

menyambangi kawan-kawan lama, sudah dua tahun aku tak

berjumpa dengan teman-teman akrab, seperti Ria, Tini dan

lainnya lagi.

Aku segera turun dari pembaringan dan pergi ke

kamar mandi. Kutukar pakaian, mengambil tas dan hendak

berlalu.- 25
"Hendak pergi dengan Tono?" tanya ibu sambil

menatap heran.

"Tidak bu, dia berjanji akan mengajakku makan nanti

malam-- Sekarang aku hendak menyambangi kawan-kawan

lama... Aku pergi dulu ya, Bu!"

"Hati-hati dijalan!"

"Baik, Bu."

Aku naik beca ke rumah Ria, tapi kawanku sedang tak

dirumah.

Ketika kudatangi rumah Tini, Tini ternyata telah

bckerja di Bank. Hingga akhirnja aku jadi tak tahu harus

kemana lagi. Aku tak naik beca pula. Kususuri jalan

Thamrim, memandang gedung-gedung yang pada men

julang tinggi. Tak lama aku sampai di depan toko serba ada

SARINAH. Kupandang jembatan untuk menyeberang bagi

orang-orang yang berjalan kaki. Diam-diam hatiku jadi

kagum atas prestasi bapak Gubernur yang sekarang, tanpa

gembar-gembor telah berhasil membangun dan mem
perindah wilayahnja.

Selagi aku bengong memandang jembatan untuk

menyeberang itu, tiba-tiba di sisiku berhenti sebuah mobil

Fiat 1300 model terakhir, membuatku jadi kaget dan agak

menyingkir.

"Hesty!" Terdengar orang memanggilku.

Kupandang asal suara itu Takashi!- 26
Dia mengenakan kaca mata bergagang emas, model

Prancis, mengenakan T-shirt warna kelabu, rambutnya

disisir rapi mengkilap terkena cahaya matahari. Kala itu dia

bersenyum kearahku.

"Hendak kemana kau?"

"Aku" Tak tahu apa yang mesti kukatakan,

sesungguhnyalah aku tak ada tujuan.

"Lekas naik Disini tak boleh berhenti."

Dia membukakanku pintu.

Aku segera masuk.

Mobilnya meluncur lagi di jalan yang licin itu, dia

mahir dalam mengendalikan stir.

"Hendak kemana kau?" Dia menatapku.

"Tak ada tujuan." Sahutku sejujurnya.

"Bagaimana kalau kita minum kopi?" Dia menatapku

sambil bersenyum, menanti jawabanku.

Aku diam saja memandang kedepan.

"Tak sukakah kau padaku?"

"Jangan kau menduga yang bukan-bukan, Kashi!"

"Bila kau suka, kenapa kau tak mau minum kopi

bersamaku?" Kata Kashi sambil mengerutkan kening,

namun wajahnja masih terlihat begitu cakap simpatik.- 27
?"Baiklah Mari kita minum kopi!" Aku bersenyum

sambil mengangkat bahu.

Dia bersenyum! Senyumnya lebih menarik dari

sebelumnya! Mobilnya dilarikan lebih cepat lagi. Mobil

berhenti di depan Hotel Indonesia! Aku jadi terperanjat!

Mau apa dia mengajakku ke hotel? Bukankah tadi ia

mengatakan akan mengajakku minum kopi? Baru aku

hendak bertanya, tapi dia seakan telah tahu apa yang hendak

kutanyakan. Dia mengangkat bahu, bersenyum simpatik,

kemudian menunjuk ke dalam hotel :

"Di dalam ada kolam renang, kita boleh minum kopi

di tepi kolam Cukup romantis bukan?"

Aku bersenyum, dugaanku tadi amat berlebihan, tak

seharusnya aku menduga yang bukan-bukan. Dia

membukakanku pintu, kami sama-sama menaiki undakan.

Setelah melewati Lobby, sampailah kami di tepi kolam

renang. Ada beberapa orang asing sedang berenang di situ.

Kami duduk di sudut, memesan dua gelas kopi. Tak

lama kopi yang kami pesan diantarkan. Kashi membuka

kotak kecil dari kaca, mengambil beberapa butir gula batu

kecil.

"Berapa butir?" tanyanya.

"Tiga."

"Susu?"

"Sedikit saja!"- 28
Kuaduk kopi dengan sendok kecil dengan perasaan

tak menentu. Bagaimana bila Tono tahu aku bersama

pemuda turunan Jepang ini? Tak seharusnya aku

bersamanya! Sebab aku sudah ada Tono! Aku tak berani

memandang Kashi, terus menundukkan kepala.

"Apa yang kau pikirkan Hesty?" tanyanya.

Aku terpaksa mengangkat kepala sambil menggigit

bibirku Berusaha menenangkan diri dan bersenyum tawar.

"Tak ada apa-apa!"

Dia tak bertanya lagi! Menunduk diam memandang

gelas kopinya.

Aku kah yang menyebabkannya begitu?

Kenapa mendadak dia jadi pendiam?

Bukankah tadi dia begitu gembira?

"Kashi!..." kataku, "kau suka Black Cofee?"

"Ya!" Dia memandangku, "waktu di Jepang aku

selalu minum kopi macam ini."

"Tak berasa pahitkah kau?"

"Bila telah biasa, kau akan lebih menyukai kopi
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

macam ini!" Dia mengangkat gelas kopinja, diangsurkan ke

hadapanku, "coba kau cicipi sedikit!"

Kuterima gelas itu, meminumnya seteguk! Pahit

sekali! Membuatku jadi mengerutkan alis.- 29
"Pahit sekali!" Cepat kuseka bibirku dengan sapu

tangan.

Dia tertawa melihat keadaanku itu. Begitu cerah

bebas tawanya, memperlihatkan baris giginya yang rapi

bagus.

Hatiku bergetar, kutatap dia dalam-dalam Belum

pernah aku melihat pemuda yang begini cakap simpatik!

Dipandang dari segi manapun terlihat menawan, juga bulu

matanya, matanya, bibirnya dan sampai ke baris giginya

indah juga, penuh daya tarik!

"Aku bermaksud mengundangmu makan pada malam

ini!" katanya perlahan.

"Aku" Aku menunduk, tak tahu apa yang mesti

kukatakan, sebab malam ini aku sudah ada janji dengan

Tono.

"Sedang repotkah kau?" tanyanya.

"Ya!" suaraku perlahan benar.

"Bagaimana kalau besok malam?"

"Baiklah..."

"Besok aku akan menjemput kerumahmu."

"Jangan! Jangan!" Aku cepat mengoyangkan tangan,

"?jangan kau datang kerumahku!"

"Oh?" Dia agak tertegun.- 30
"Adat ayahku masih sangat kolot."

Aku mendustainya.

"Lalu dimana kita akan jampa?"

"Bagaimana kalau di Tjan Njan saja?"

"O.K Aku akan menunggumu disana!"

Kami bercakap-cakap sesaat, kemudian sama-sama

meninggalkan Hotel International itu. Dia mengantarkan

pulang, tapi aku takut dilihat ibu, maka kusuruh dia

menghentikan mobil di tempat yang agak jauh dari

rumahku.

Sebelum berlalu dia berkata dengan wajah cerah :

"Jangan lupa pada janji kita besok."

oooo O oooo

SETELAH selesai memake up diri, kuperhatikan

diriku sekali lagi dikaca hias. Sesudah merasa cukup berias,

kuambil tasku dan menuju ke ruang tamu.

Ayah sedang membaca surat kabar, sedang ibu

menyulam. Begitu melihatku, ibu segera meletakan sulaman

nya dan menghampiriku : "Kalian hendak pergi kemana?"

"Tono hendak mengajakku ke Roda Baru!"- 31
Kulihat jam tangan, telah jam setengah delapan,

namun Tono belum juga datang.

Kulempar tas kesofa.

"Sudah setengah delapan masih juga belum datang!"

Gumamku.

"Sabarlah sebentar lagi Tono takkan salah janji, dia

pasti akan datang!" kata ayah.

Aku diam. mengambil koran lainnya untuk BkOi

lewati saat-saat yang menjeraukan ini... ,

Lonceng berdentang, aku berpaling ke dinding.

Telah jam delapan, Hartono masih belum datang

juga! Kenapa dia terlambat? Terlambat sampai satu jam!

Bila ada hal-hal yang diluar dugaan, biasanya dia

menilponku.

Perlahan-lahan aku berdiri, melemparkan surat kabar!

Tiba-tiba telepon mendering.

Kuangkat mig : "Hallo!"

"Hesty, suara Tono, "aku"

"Kau sebetulnya mau datang tidak? Aku masih ada

janji dengan orang lain!" Selaku agak keras tanpa memberi

kesempatan baginya untuk meneruskan ucapannya.- 32
"Maaf, Hesty" nada suaranya begitu perlahan,

"hari ini aku harus menemani relasi yang baru datang dari

Pangkal Pinang, maka aku tak bisa datang ke rumahmu"

"Kenapa tadi tak kau beritahukan padaku Hingga

aku harus menanti percuma selama satu jam!" Kataku amat

mendongkol.

"Jangan marah Ty! Bagaimana kalau besok malam

saja aku datang kerumahmu?" Katanya dengan nada

memohon.

"Lihat keadaan besok saja." Kataku dingin.

"Kau marah Ty?" Suaranya agak gugup.

"Tidak!" Sahutku dingin.

"Atau begini saja Ty," katanya kemudian, "tolong kau

tunggu sebentar lagi, begitu selesai menemani relasi, aku

akan segera datang ke rumahmu."

Huh! Masih menyuruhku menunggu di rumah lagi!

Sedang dia bersenang-senang diluar! Enak benar! Hatiku

tambah panas.

"Malam ini aku sedang repot! Bye!"

Kuletakkan mig agak keras.

"Kenapa Ty!" Ibu menatapku agak kaget, "janganlah

kau bawa adat jelekmu!"- 33
"Huh! Tentu saja aku marah, sebab dia tak menepati

janji!" Kataku kukuh.

"Bukankah dia telah menerangkan alasannya! Dan

segera akan kemari begitu selesai menemani relasinya?"

"Aku mau pergi! Tak mau menjumpainya lagi!"

Kuhampiri sofa mengambil tasku dan ke luar.

"Ty! Hesty!" Panggil ibu dari belakang, Aku tak

menghiraukannya, terus keluar.

Kupanggil beca yang kebetulan lewat dan langsung

naik.

Tukang beca menanjakan tujuanku, tapi telah ku
jawab : "Keliling kota!"

Aku duduk dibeca dengan perasaan tak menentu,

pikiranku amat kacau...

Kenapa aku jadi begini? Kenapa adatku jadi begini

kasar, cepat marah. Belum kenal betulkah aku akan sifat

Hartono selama beberapa tahun ini?... Tidak! Dulu juga

pernah terjadi semacam tadi, tapi aku tidak ngambek seperti

sekarang! Tidak marah! Malah ini adalah untuk pertama kali

nya!

Lalu kenapa aku jadi seperti begini? Kenapa? Apa

sebabnya?- 34
Tiba-tiba saja di pelupuk mataku tersembul sebuah

wajah cakap simpatik dengan pancaran mata yang berkilat
kilat jernih.

Kututup mukaku dengan tangan. Keadaan di

sekelilingku sunyi benar, hanya suara binatang malam dan

gesekan ranting yang tertiup-tiup angin yang terdengar.

Kulepaskan tangan dan mukaku, menatap ke muka...

Sebuah tempat sepi.

"Lekas balik, jangan diteruskan Aku hendak

berputar-putar ditempat ramai!" kataku agak takut.

Beca terus dikayuh, bukan mengambil arah semula,

tapi menuju ketengah-tengah sebuah lapangan.

Sunyi benar keadaan di situ, lagi gelap sekali. Tak ada

manusia selain diriku dengan si tukang beca!

Tak tahu aku tempat apa ini! Namun aku tahu disini

terpisah jauh dari keramaian! Aku jadi amat takut, segera

berkata pada si tukang beca itu.

"Aku tak mau kemari!... Ayo lekas kembali!"

Abang beca seakan tak mendengar ucapanku, malah

telah bersenyum memuakkan!

Aku tambah takut! Ngeri! Aku tahu diriku telah

masuk perangkap orang jahat! Aku hendak melompat turun,

tapi beca itu dikayuh cepat sekali.

Aku berseru, marah bercampur takut :- 35
"Hei, tulikah kau!... Lekas antarkan aku kembali

ketempat tadi!"

Tukang beca itu terus tertawa, amat memuakkan,

memperlihatkan giginya yang kuning bersemu hitam,

matanya berapi api. Lalu menghentikan becanya, melompat

turun dan menghampiriku...

"Mari kita main-main di sini!"

Dia menerkamku dan mencium pipiku. Kagetku

bukan kepalang! Hampir saja aku jadi mengucurkan air mata

karenanja. Aku mendorong tubuhnya dengan kekuatan yang

ada padaku!

Tapi badannya berat lagi bau apek!

Tangannya yang kasar telah menempel di dadaku,

mulutnya yang tebal beroperasi dimukaku. Aku tak mau

manda begitu saja, segera berteriak keras-keras :

"Tolong! Tolong!"

Didalam keadaan kritik ini, tiba-tiba kudengar suara

mobil mendatangi dan berhenti tak jauh dari tempatku

berada. Sebuah bayangan hitam melompat turun, bergegas

ke arahku, lalu menarik tubuh si tukang beca dan terjadilah

pergumulan di antara mereka.

Malam ini tiada bulan, tiada penerangan lampu jalan,

keadaan gelap benar.- 36
Aku mundur, bersembunyi di balik batang pohon

memandang orang yang sedang bergumul seru di tanah.

Lewat sesaat aku dapat mengenali orang yang menolong itu.

Takashi!

"Kashi?" panggilku seraya menghampirinya.

Entahlah dia terluka tidak?

"Mundur Hesty!" teriaknya sambil terus bergumul.

Aku hendak membantu, tapi tak tahu dengan cara apa

aku harus membantunya?

Selagi aku gugup, tiba-tiba terdengar orang menjerit

kesakitan. Tukang beca itu sudah berhasil dibanting oleh

Kashi, lalu lari lintang pukang menbawa becanya.

"Lukakah kau Kashi!" Aku menghampirinya gugup

sekali.

"Tidak!" Kashi membersihkan pakaiannya dari debu,

"untung aku keburu datang."

Dia mengusap wajahku seraya bertanya : "Kau luka

tidak?"

"Tidak!" Kataku bersjukur, "bagaimana kau bisa

datang kemari?"

"Mari kita tinggalkan tempat ini... Sebentar akan

kuceritakan duduk soalnya."- 37 Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mobil Kashi diparkir tak jauh dari air mancur di jalan

Thamrim. Kami duduk ditepi kolam air mancur itu.

Kashi menceritakan duduk soalnya sampai dia bisa

datang ketempat itu : " Ketika aku sedang bercakap-cakap

dengan seorang kawan di depan rumah temanku itu,

mendadak kulihat kau lewat dengan naik beca sendirian

dengan roman risau sekali. Aku memanggilmu sambil

melambaikan tangan, tapi tak kau dengar. Belakangan

kulihat beca itu meluncur ketempat sepi, segera timbul

curigaku, maka diam-diam kuikuti kau dengan mobilku.

Dan akhirnya terbukti apa yang kucurigakan!"

"Terima kasih Kashi!" Aku menatapnya dengan rasa

syukur.

Dia bersenyum : "Rukankah kau tadi mengatatakan

bahwa malam ini kau sedang repot?"

Hatiku bergetar, benciku terhadap Tono jadi semakin

menjadi. Kalau saja Tono tak salahi janji, mungkin kini aku

sedang asyik menikmati masakan Padang dan tak sampai

terjadi hal semacam itu...

Untuk beberapa saat aku tak menjawab, kemudian

balik bertanya : "Kau ada janji dengan pacar tidak?"

"Tidak." Dia menggeleng, menatapku agak lama.

"Aku tak ada teman wanita, apalagi pacar."

Tatapan yang begitu lembut tapi dapat menggetarkan

hati itu, telah membuat perasaanku jadi tak menemu.- 38
Aku khawatir dia menanyakan hubunganku dengan

Tono. Menurut aturan, aku harus memberitahukannya. Tapi

aku tidak, tak mau aku berbuat begitu!

Maka kualihkan pokok pembicaraan.

"Kau orang Jepang?"

"Separo Jepang, separo Indonesia!" Dia menjelaskan,

"ayahku Jepang, sedang ibuku Indonesia Tiga tahun yang

lalu aku meneruskan study di Jepang."

"Bahasa Inggrismu lancar sekali." kataku.

Dia membetulkan rambutnya yang tertiup angin.

"Aku memang senang pada bahasa... Bahasa Inggris

mu pun baik sekali."

"Aku juga seorang yang suka pada bahasa."

"Oh, kalau beritu kegemaran kita sama."

Aku mengangguk sambil bersenyum, kemudian

bertanya : "Kulihat orang Jepang sekarang terlampau bebas

dalam banyak hal, malah kadang melebihi orang barat?"

"Hal itu hanya terbatas di kota-kota besar, tapi juga

tidak berarti bahwa semua penduduk kota besar yang

bersifat begitu, seperti aku misalnya, sampai sekarang tak

ada teman wanita."

"Mau kuperkenalkan seseorang padamu?" Olokku.

"Tak usah " Wajahnya jadi bersemu merah.- 39
Kami saling berpandangan tanpa bersuara.

Jantungku berdetak keras, kulihat wajahnya yang

terkena sinar lampu kolam, ia begitu simpatik.

Aku harus memberitahukan Kashi bahwa aku sudah

ada Tono! Telah beberapa tahun kami saling mencintai!

Namun aku tak bisa mengucapkan itu. Perasaanku jadi

makin tak menentu.

Lewat sesaat baru kudengar suaranya :

"Mari kuantar pulang, malam telah agak larut!"- 40
Tiga.

SEJAK malam itu perasaanku terhadap Tono menjadi

berobah!

Aku insyaf bahwa cintaku terhadap Tono bukanlah

keluar dan lubuk hatiku! Sebab Tono tak dapat memberiku

kegembiraan dalam bercinta.

Dulu cintaku terhadap Tono hanyalah berdasarkan

kejujurannya, kebaikan hatinya, semua itu hanyalah pasif,

bukan keluar dari hati kecilku. Sedang kalau bersama Kashi,

aku merasakan suatu kelainan, dikala pandangan kami

beradu, hatiku bergetar bercampur senang

Itulah sebuah rasa yang dapat diberi Kashi padaku

Kegembiraan bercinta!

Besok sorenya, Tono menilponku dan memberi
tahukanku bahwa kemarin malam begitu selesai menemani

relasinya, dia segera datang kerumahku, tapi aku sedang

pergi. Dia tak menanyakan aku pergi kemana, hanya

berulang-ulang meminta maaf atas kejadian kemarin malam,

sebab hal itu berada diluar dugaannya.- 41
Aku memaafkannya, sebab tak ada alasan bagiku

untuk marah, yang penting ialah : Dihatiku kini telah

melekat bayangan Takashi! Kini dia lebih penting dari

Tono!

Belakangan Tono mengatakan bahwa hendak

menemuiku, akan mengajakku pergi ke rumah makan

Padang.

Namun segera kutolak, sebab sebelumnya aku telah

berjanji dengan Kashi. Kugunakan alasan bahwa aku sedang

kurang enak badan.

"Aku akan segera datang kerumahmu," Begitu

katanya, agak gugup dan penuh prihatin.

"Tak usah! Aku ingin tidur, agak siang, supaya

Sakitku bisa lekas sembuh."

"Oh..." Dia agak kecewa dan segera meletakan mig.

Hatiku jadi tak tenang, sedikitnya masih teringat pada

hubungan kami selama beberapa tahun. Namun ketidak

senangan hatiku telah ditutup oleh wajah cakap simpatik!

Kuletakan telepon, lalu masuk kekamar dengan

langkah gembira. Kubuka lemari, memilih pakaianku yang

paling indah, mengenakannya dan memake-up diri di muka

kaca hias.

Lebih kurang satu jam lamanya baru selesai aku

memake-up diri. Kupandang kaca sisi, aku hendak mencari- 42
posisi mana yang paling menarik bagiku, sebentar aku

hendak menonjolkan posisi itu dihadapan Kashi!

Setelah puas, kuhampiri pembaringan, duduk ditepi

ranjang, mengenakan sepatu ber-haak tinggi, bersiap

memenuhi janjiku.

Dikala aku melewati ruang tamu, ibu menatapku

heran:

"Hendak kemana kau? Bukankah tadi kau katakan

kurang enak badan?"

"Ada janji dengan seorang kawan lama, Bu" kataku

sambil melambaikan tangan dan berlalu.

Kashi menanti di mobil balap di tempat yang tak

begitu jauh dari rumahku. Wajahnya tampak begitu gembira

ketika melihat kedatanganku:

"Kau jadi semakin cantik Hesty!"

"Sukakah kau pada gaun yang kukenakan ini?"

Tanyaku sambil berdiri dengan gaya yang kuanggap paling

menarik.

"Gaun dari Amerika?" Dia bersenyum.

"Tidak, dari Jepang!" Kataku.

Mobil telah meluncur.

Kukeluarkan selendang dari tasku dan mengikat

rambutku.- 43
"Akan kemana kita?" Tanyaku.

"Kerumahku." Dia bersenyum tipis.

"Bukankah Tadi kau katakan hendak mengundang

ku makan?" Aku membelalakkan mata.

"Ya, aku mengundangmu makan di rumahku. Kau

kan belum tahu rumahku?!"

Aku diam, menatap bagian samping wajahnya.

Mobil membelok dan berhenti disebuah rumah yang

banyak sekali pohon dibagian depannya.

Kuangkat kepalaku. Sebuah gedung bergaya Jepang.

"Ini rumahku." Kashi mematikan mesin, melompat

turun dan membukakan pintu.

Seorang pelayan tua membukakan pintu besi,

menyilahkanku masuk.

Kakiku mulai melangkah di taman kecil yang ada di

muka rumah itu. kemudian sampai di Terrace.

Kashi mengajakku ke ruang tamu. Kuperhatikan

keadaan ruang itu Dekorasi di situ amat indah

mengesankan, sofa model baru, lantai dilapisi oleh

permadani tebal halus yang warna merah muda. Di dinding

tergantung sebuah lukisan penari Bali dengan cat minyak.

Aku duduk di sofa.- 44
"Kamarku di Paviliun sebelah kiri. Mau kesana?"

kata Kashi sambil duduk di sisiku.

"Baik, kita beristirahat sebentar disini."

Kubuka selendangku.

"Mau minum apa kau?" tanya Kashi sambil meng
hampiri lemari es.

"Kalau ada Coca cola saja."

Kashi membuka lemari itu, didalamnya banyak sekali

minuman, dari Coca cola sampai ke bir kalengan, Dia

mengambil dua botol Coca cola, memasukan sedotan dan

menyerahkan sebotol padaku.

"Mana orang tuamu?"

"Sedang menghadiri resepsi di Bali Room!"

Kami mulai mempercakapkan soal lainnya.

Pelayan tadi masuk memberitahukan bahwa makanan

telah disiapkan.

"Mari kita ke ruang makan!" Kashi mengajakku ke

ruang lain.

Di tengah-tengah ruang terdapat sebuah meja makan

yang panjang, ditengah-tengahnya terdapat pot dengan diisi

penuh bunga mawar. Ruang itu hanya diterangi oleh lampu

sudut yang lembut serta tiga batang lilin, keadaan jadi begitu

syahdu romantis.- 45
Kami makan tanpa banyak bicara, namun Kashi terus

saja menatapku, membuat jantungku berdetak keras dan

tanganku agak bergetar.

"Dinginkah kau?" Kashi meletakkan sendok garpu

nya, lalu menggenggam tanganku hangat sekali

Jantungku jadi tambah keras memukul, semacam ada

aliran listrik yang merasuk ke hatiku.

"Tidak!" Aku berusaha membuat diriku setenang

mungkin sambil bersenyum.

Kashi menarik pulang tangannya sambil bersenyum

juga, seakan telah tahu apa yang sedang kurasakan.

Kami meneruskan makan dengan masing-masing

berdiam diri, hanya pandangan kami yang sedang beradu...
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Habis makan kami kembali ke ruang tamu. Kashi

menghampiri radio pick up. Kemudian berpaling padaku :

"Kau suka lagu apa Hesty?"

"Terserahmulah!... Apapun kusuka."

Kashi meletakkan sebuah piringan hitam, benda bulat

hitam itu mulai berputar. Kashi kembali, duduk disisiku.

Bergemalah lagu To Love Somebody.

"Sukakah kau pada lagu ini?" tanya Kashi.

"Sebuah lagu yang cukup mengesankan." sahutku

perlahan.- 46
Kashi berdiri, mematikan lampu besar ditengah

ruang, tinggal kini sinar lembut yang dipancarkan dari

lampu sudut.

Hatiku bergetar, aku takut dia mempunyai maksud

yang bukan-bukan terhadapku. Sebab di rumah ini selain

aku, Kashi dan pelayannya, tak ada orang lainnya lagi.

Kini di ruang yang syahdu samar itu hanya tinggal

kami berdua, mungkinkah dia

"Mari kita berdansa Hesty!" ajaknya lembut sambil

bersenyum. Aku berdiri.

Dia mulai memelukku. Dia sama sekali tak memper
lihatkan tingkah laku yang kurang wajar, hal ini telah

membikin hatiku jadi agak tenang.

Kami mulai berdansa mengikuti irama lagu.

Kuangkat kepala, pandanganku beradu dengan

pancaran mata yang begitu jernih bersinar, membuatku jadi

berasa hangat dengan hati berd

Perasaan apa ini? Cinta? Kami baru berapa hari ber
kenalan! Benarkah cinta membuat orang berasa begitu?

Maka kupejamkan mataku...

Sebuah suara halus menggetarkan telah kudengar,

"Aku cinta padamu, Hesty!"- 47
Jantungku makin berdebar! Kubuka mataku, menatap

wajah orang yang mengucapkan kata-kata itu, lama aku tak

dapat bersuara.

Suara lembut menggetarkan itu kembali terdengar :

"Sungguh Ty, aku cinta padamu! Begitu aku bertemu

denganmu hatiku, lantas tertarik padamu."

"Aku bukannya tak menerima perasaanmu itu, tapi

ada sesuatu yang menghalangiku berbuat begitu!" Begitu

jerit batinku, namun tak bisa kuucap kau melalui mulutku.

"Hesty!..." Dia tak meneruskan ucapannya,

mengangsurkan mulutnya ke bibirku, kemudian beralih ke

daguku, leher dan terus turun...

Perasaanku makin tak menentu, namun rasa gembira

telah begitu merangsang hatiku.

Semua itu terasa begitu lembut tapi dapat menggelora

kan hati, tak tahu apa namanya ciuman semacam ini. Tono

belum pernah memberiku rasa seperti sekarang. Kashi

adalah laki-laki yang telah memberiku kegembiraan dalam

bercinta!

Jantungku tak berdebar lagi. Diriku benar-benar

tenang kini! Sebab aku telah dapat menemukan apa yang

disebut cinta!

Diriku terlena didalam pelukannya, membiarkan dia

menciumku! Aku tak mendengar lagu yang cukup mengesan

kan.- 48
"Jangan Kashi, geli!" Begitu aku sering berdesis

parau.

"Tidak manis Aku hendak memberimu sesuatu

yang akan sukar kau lupakan!"

"Ah nakal kau... geli Kashi..."

Aku tak bisa meneruskan ucapanku, sebab mulutku

telah ditutup lagi oleh bibirnya. Seluruh tubuhku seperti

digerayangi oleh beribu semut! Di dalam ruang yang samar

hanya terdengar dengus kami yang makin memburu...

Bayangan Tono kuhentakkan jauh-jauh, jauh sekali,

akhirnja lenyap dari benakku.

AKU dan Tono duduk dikursi panjang taman yang

sering kami kunjungi. Masing-masing pada berdiam diri

sambil menundukkan kepala.

Angin malam masih begitu lembut terasa, lalu lintas

di jalan Diponegoro masih ramai dilalui oleh mobil... Hanya

perasaanku terhadap Tono telah jauh berlainan dari

sebelumnya.

Memang kadang-kadang perasaan manusia amat aneh

dan sukar diduga. Sebelum jiwaku diisi oleh Kashi, aku

selalu berasa gembira berkumpul dengan Tono! Tapi kini,

Tono tak dapat menarik hatiku dengan segala kejujuran dan

kesopanannya lagi! Aku baru akan berasa gembira bila

bersama Kashi sebab hanya dialah yang dapat membuatku

gembira!- 49
Hubunganku dengan Tono seperti telah dipisahkan

sesuatu! Semacam ada jurang pemisah diantara kami, yang

kian lama kian melebar!

Dalam seminggu belakangan ini, baru sekali ini aku

tersamanja. Sebenarnya aku hendak berterus terang

memberitahukan hubunganku dengan Kashi padanya,

namun amat sulit keluar dari kerongkonganku, yang penting

aku tak mau melihatnya jadi kecewa!

Aku terus menunduk sambil berdiam diri...

"Apa sebenarnya yang telah terjadi diantara kita Ty?"

Kudengar suara Tono berselang beberapa saat kemudian.

Aku mengangkat kepala, menatap wajahnja yang lesu

itu. Mestikah aku berterus terang? Tidak! Aku tak mau

melihatnya lebih murung! Dia adalah seorang pemuda yang

baik!... Maka untuk beberapa saat aku tak bisa berkata.

Beberapa daun kuning jatuh berlebaran tertiup angin,

kudengar gumam Tono dengan nada sedih.

"Ya, memang sesuatu mesti ada akhirnya, seperti

daun-daun yang rontok dari dahannya itu...!"

"Tono!" Selaku, mencegah dia meneruskan

ucapannya. Suatu rasa pedih yang amat mendalam telah

merangsang hatiku.

Belum pernah kulihat wajah Tono begitu lesu seperti

sekarang ini serta ucapan yang bernada putus asa.- 50
Kuulurkan tanganku, menggenggam telapak tangannya,

terasa dingin benar.

"Kenapa kau jadi mengucapkan kata-kata semacam

itu Ton?" kataku lagi dengan suara yang kubuat selembut

mungkin.

Tono menarik tangannya, wajahnya makin pedih dan

berkata dengan suara agak gemetar : "Tak usah kau

mengasihaniku Ty! Juga tak usah kau mendustaiku lagi,

sebab aku tahu bahwa orang yang kau cintai adalah dia,

bukannya aku."

Dari mana Tono bisa tahu segila itu? Sedih hatinja

rupanya gara-gara persoalan itu.

"Tono..." Panggilku perlahan.

"Katakanlah terus terang," selanya, "kau telah tak

mencintaiku lagi bukan?"

"Tak bisa kukatakan."

"Kini cintamu hanya untuk Kashi bukan?" Dia

mengangkat kepala, menatapku sedih.

Aku cepat memalingkan muka kelain arah, kemudian

berkata perlahan : "Sudilah kau memaafkan daku Tono?"

"Beginikah akhir dari cinta kita?"

"Maafkan daku Tono..." Aku tak dapat meneruskan

ucapanku.- 51
"Kau memang tak pernah mencintaiku!" Dia

menengadahkan kepala memandang kelangit yang penah

diulasi bintang-bintang, "cintaku selama ini sia-sia belaka."

"Sudikah kau memaafkan daku Ton?"

"Maaf?" Dia mengalihkan pandangannya kewajahku

dengan sikap agak sinis, "Aku memang seorang yang amat

dungu. Kenapa wajahku tak cakap? Hingga tak banyak gadis

yang suka padaku."

"Tono!" Selaku agak mendongkol. Tak seharusnya

dia mengucapkan kata-kata yang dapat menyinggung

perasaanku, namun mata yang berkaca-kaca itu telah

melemahkan hatiku.

Dia memang patut dikasihani. Begitu kata hatiku.

"Dengar dulu penjelasanku Ton." Aku berusaha

mengambil jalan memutar untuk menjelaskan persoalan,

"kuakui bahwa aku telah bersalah terhadapmu, maka

sukalah kau memaafkan kesalahanku itu. Sebaiknya kita

tidak usah mempersalahkan hal-hal yang telah lalu Cinta

hanyalah sebagian dari kehidupan, buat apa kau mesti

mengucapkan kata-kata yang begitu memedihkan hati. Pula

diatas bumi ini masih banyak gadis lain yang lebih baik

dariku..."

"Tapi hanya kaulah yang kucintai, Ty."

Dia memandangku dengan tatapan muram.- 52
Aku diam dan balas menatapnya. Dia memang tak

mendustaiku! Dalam beberapa tahun ini cintanya hanya

dicurahkan kediriku. Sampai sekarang pun masih tetap

begitu.

Aku jadi berasa malu, lak tahu apa yang mesti

kukatakan,

"Ty!" Katanya sambil memegang tanganku,

"kumaafkan dikau, sebab aku tahu cinta memang tak dapat

dipaksa!"

Aku jadi lebih malu lagi. Aku tak bisa bersenyum,

juga tak boleh menangis! Walau di mulut Tono berkata

begitu, tapi aku tahu betul hatinya,... Kalbunya tentu amat

menderita! Dia telah sudi memaafkanku, namun aku tak

tahu bagaimana harus berterima kasih padanya?

Aku tak boleh menangis, sebab hatiku telah benar
benar tertaut di diri Kashi.

Aku tak berani menatapnya, maka segera kutundukan

muka.

" Walaupun kau tak mencintaiku, tetap seperti

sedia kala," dia menggenggam tanganku lebih erat lagi, "aku

mendoakan semoga engkau bisa bahagia selalu disisi

Kashi."

Kuangkat kepalaku dengan mata berlinang,

memandang wajahnya yang begitu jujur, masih seperti

beberapa tahun yang lalu! Namun kini perasaankulah yang- 53
telah berobah! Aku tak mencintainya lagi, hanya

menghormatinya! Dia bukan saja tak berdendam, malah

telah mendoakanku bahagia!
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tono menarik pulang tangannya, berdiri dan

bersenyum pahit : "Mari kuantar kau pulang, Ty!"

Aku menatapnya haru.

"Tak usah kau mengasihaniku, kau mempunyai

kebebasan untuk memilih! Mari kuantar kau pulang!"

Aku mengikutinya sambil menunduk.

ooOoo

CUACA gelap benar, diluar turun hujan besar sekali.

Aku turun dari pembaringan, mengenakan pakaian,

menghampiri jendela.

Di kaca jendela menempel butir-butir air. Ini adalah

rumah Kashi dan aku telah menyaksikan segala yang ada

disini. Dibibirku tersungging senyuman.

"Kenapa kau berdiri disitu Ty? Diluar hujan besar

sekali!" Panggil Kashi dari pembaringan.

"Aku sedang menikmati keadaan diluar dikala

hujan!" sahutku tanpa berpaling.- 54
"Tak berasa dinginkah kau?"

Entah sejak kapan Kashi telah berada dibelakangku,

memeluk pingangku dengan tangannya yang kuat kokoh,

aku dapat mengendus bau badannya.

Dia mencium belakang kupingku lembut sekali.

"Tak berasa dinginkah kau?" tanyaku sambil

berpaling kearahnya yang masih dalam keadaan polos.

Dia bersenyum penuh arti.

"Tak berasa dinginkah kau?" tanyaku lagi sambil

mengusap dadanya yang bidang.

"Tidak Sebab kau ada di sisiku!"

Dia menggeleng perlahan.

"Kashi," kusenderkan kepalaku ke dadanya, kurasa

kan suatu kehangatan luar biasa.

Dia mengelus rambutku seraja berkata lembut

menggairahkan : "I love you, Ty."

Kupejamkan mata, membiarkan diriku terlena di

dalam pelukannya. Aku benar-benar dapat mencicipi apa itu

cinta bila bersamanya.

Kudengar jantungnya berdetak keras. Aku terus

mendengarkannya... Diriku seperti burung yang ada di
Taman Firdaus, mendengarkan irama indah menawan hati...- 55
Kurasa diriku diangkat, lalu diletakkan ke tempat

yang empuk. Kupingku dikecup lembut serta mendengar

ucapan : "Bahagiakah kau?"

"He-eh..." Sahutku sambil terus memejamkan mata.

"Aku takkan dapat melupakan saat seperti ini."

Aku mengangguk lemah.

Diriku terus berada didalam pelukannya. Rambut
rambutku telah dibuai lembut oleh tangan yang kuat,

kemudian beralih ke punggung... Mulutku telah dilumat

oleh bibir yang begitu hangat bergelora, terasa ada lidah

yang menjelajahi rongga mulutku.

Kupeluk lehernya erat-erat, diriku terasa begitu

bergelora. Kudengar napasnya yang memburu. Ada

semacam aliran listrik yang menempel di dadaku, membuat

hatiku makin bergelora, bergetar terus makin lama jadi

semakin hebat.

"Ty! Hesty!" Kudengar suaranya perlahan.

Diluar hujan tambah besar- 56
Empat

SUDAH lama aku tak bertemu dengan Tono.

Orang tuaku sering menanyakannya padaku, sedang

aku tak berani menceritakan hal yang sebenarnya. Aku

selalu menyahut tawar :

"Dia sedang repot dengan usahanya."

Ibu selalu menatapku tajam, seakan beliau telah tahu

akan dustaku.

Aku tak perduli sikap ibu, aku tetap merahasiakan

hubunganku dengan Kashi.

Malam ini hujan turun rintik-rintik Kashi karena

badanku tak mau basah, jadi mengantarku sampai ke depan

rumahku. Dia menghentikan mobil sambil menundukkan

kepala.

Entah mengapa aku selalu melarangnya menemui

orang-tuaku.

"Kashi." Kubelai rambutnya, "tahanlah sesaat lagi,

berilah kesempatan bagiku untuk menjelaskan hubungan

kita pada orang-tuaku guna melihat reaksi mereka, aku tak

mau melihatmu dikecewakan oleh mereka."- 57
Perlahan-lahan Kashi mengangangkat kepalanya dan

bersenyum pahit ke arahku : "Kalau begitu boleh kau

jelaskan nanti. Besok tolong kau sampaikan hasilnya

padaku."

"Baiklah Akan kucoba..." Kataku setelah berpikir

sesuar.

Dia memegang tanganku lembut, kemudian mem
bukakan pintu mobil, aku melompat turun dan cepat-cepat

lari masuk.

Sesampainja di Terrace kubalikkan badan dan me
lambaikan tangan ke arahnya.

Dia balas melambaikan tangan, kemudian berlalu.

Hatiku gembira benar, Kashi memintaku mem
beritahukan orang tuaku tentang percintaan kami dan dia

bermaksud mengawiniku segera.

Kubuka pintu, tapi aku segera jadi tertegun kulihat

orang tuaku bersama Tono duduk di sofa. Begitu aku masuk,

mereka segera mengangkat kepala.

Tatapan orang-tuaku terasa begitu dingin menakut
kan! Mereka memandangku dengan roman penuh

kebencian. Sedang Tono terlihat begitu tak tenang. Segala

kegembiraanku jadi lenyap seketika! Malah timbul rasa

takut yang amat sangat! Rupanya Tono telah mem
beritahukan segalanya pada orang tuaku! Tiba-tiba saja

timbul benciku padanya.- 58
Aku menghampiri mereka dengan langkah berat

"Dari mana kau. Ty!" tanya ayah.

"Aku..."

Saking gugup, tak tahu apa yang mesti kukatakan.

"Kami telah tahu seluruh persoalanmu!" Ibu berdiri,

menatapku dengan pandangan yang jauh lebih lembut dari

sebelumnya, "kau tak boleh memperlakukan Tono begitu,

Ty!"

Tono! Dia pasti telah mengadukanku ke orang tuaku!

Aku berpaling kearahnya, menatapnya dengan penuh

kebencian, kemudian berkata dengan hati panas.

"Kau tak usah mencampuri urusanku lagi, Ton!"

"Hesty!" Ayah berdiri dengan penuh kemarahan

seraya menudingku : "Jangan kau berkata yang bukan!"

Lindungan ayah tehadap Tono telah menambah

kemarahanku, aku segera menghampiri Tono dan me
nudingnya sambil membentak.

"Kau tak berhak mencampuri urusanku! Aku tak suka

melihat tampangmu lagi! lekas enyah dari sini!"

"Ty Kau..." Tono menatapku dengan wajah penuh

kepedihan, "kau telah berobah kini!"- 59
"Aku berobah? Huh!" Kataku sinis, "yang berobah

adalah kau! Berobah jadi begitu rendah! Kotor! Sampai

hendak memecah belah hubunganku dengan Kashi!"

"Aku... Tidak Ty! Sungguh tidak." Dia menunduk

sedih, suaranya kaku sekali.

Ibu datang menghampiri dan menarik tanganku lalu

menjelaskan dengan suara yang lembut.

"Kau telah salah menduga Ty! Tono tak pernah

datang mengadukan perihalmu pada kami, tapi kamilah

yang memintanya datang, sebab sudah lama dia tak pernah

datang kemari! Memang sebelumnya telah kami duga

bahwa hubungan kalian telah retak, waktu kami tanyakan

padamu, kau tak mau menjelaskan duduk persoalannya yang

sebenarnya, maka terpaksa kami memanggil Tono untuk

minta penjelasan bagi persoalan kalian"

Mendadak saja aku jadi berasa malu benar!

Aku telah merduga yang bukan-bukan terhadap

Tono! Dalam pada itu ibu telah meneruskan ucapannya

dengan nada penuh kepedihan :

"Tono juga tak mau mengatakan sebabnya pada kami

... Tapi kini kami telah tahu! Sekarang kau mencintai laki
laki yang tadi mengantarmu bukan? Sebab kulihat kalian

tampak begitu akrab... Tapi tahukah kau bahwa sikapmu itu

amat menyakiti hati Tono?!"- 60
Kata-kata ibu amat mengena di hatiku. Ya, aku

memang telah melukai perasaan Tono! Dia begitu baik,

namun aku telah menduganya yang bukan-bukan.

"Tapi Kashi-lah yang kucintai bu." Kataku kemudian

sambil menunduk.

"Tak cintakah kau pada Tono, Ty?" Kata ibu penuh

haru, "tak ingat lagikah pada hubungan kalian di masa yang

telah lampau?... Nak Tono adalah pemuda jujur lagi

mencintaimu dengan sepenuh hatinya"

"Sudahlah bu! Sudah, jangan ibu teruskan lagi!"

Kujatuhkan diri di sofa sambil menutupi mukaku, hatiku

amat gundah.

"Siapa Kashi?" Kudengar suara ayah agak keras,

"benar-benar cintakah dia padamu?"

"Sudahlah paman..."

Kudengar suara Tono penuh derita.

"Selama kau berada di Tokyo, Tono lah" kudengar

suara ibu dihadapanku.

"Tak usah kita menyinggung soal itu lagi, Bi!" cegah

Tono.

Kuangkat kepalaku perlahan-lahan, menatap wajah

ibu yang amat suram pada saat itu.

"Apa sebenarnya yang telah terjadi ketika aku berada

di Tokyo, Bu?" tanyaku.- 61
Ibu menatap Tono.

Tono menghampiriku dan duduk di sisiku seraya

berkata ramah : "Jangan kau salah menyangka bahwa

kedatanganku kemari untuk mengadukan dirimu, sebab aku

tahu bahwa cinta tak dapat dipaksa, malah aku mendoakan

kalian bisa hidup bahagia!"

Aku menatapnya tertegun, tak tahu apa yang mesti

kukatakan. Aku tahu bahwa Tono mencintaiku, tapi dihatiku

kini hanya ada Kashi seorang.

"Siapa Kashi?" Ayah mengulangi pertanyaan yang
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum kujawab tadi, nadanya tak sekeras sebelumnya.

Maka kuceritakan perihal Kashi pada orang tuaku.

"Apa? Dia keturunan Jepang??"

Tiba-tiba ayah jadi sangat marah, "tidak aku tak

setuju kau menikah dengan orang yang masih berdarah

Jepang. Aku akkan bisa melupakan masa lampau dimana

ayahku, kakekmu, karena tak mau menurut perintah Jepang,

segera disiksa sampai membawa keajalnya. Tidak! Aku tak

sudi punya menantu keturunan Jepang! Tidak!"

Saking marah wajah ayah jadi merah padam, sedang

bibirnya bergetar hebat.

Aku diam, tak berani mendebatnya. sebab apa yang

dikatakannya benar adanya. Selain kakekku, juga banyak

sanak keluargaku yang dibunuh oleh Jepang hanya karena

menentang permintaan mereka. Pada mulanya ayah juga- 62
amat menentang keinginanku untuk pergi ke Tokyo, namun

karena kekukuhan hatiku serta di Asia tak ada negara lain

yang dapat menandingi negeri Sakura dalam soal Make-up

serta mode dengan komplitnya peralatan yang ada disana,

sedang untuk ke Paris terlalu jauh dan harus memakan biaya

terlampau banyak maka akhirnya aku diijinkan pergi juga.

"Selama beberapa saat ini usahaku agak macet,

hingga segala biayamu disana..."

"Aku permisi dulu paman, sebab besok pagi-pagi ada

yang harus kuselesaikan." Sela Tono sambil berdiri,

kemudian menepuk bahuku perlahan, "aku pulang dulu ya,

Ty!"

Aku berdiri dan mengantarnya sampai keluar pintu.

Diluar hujan turun semakin deras. Tono menatapku

dengan wajah lesu, pandangannya begitu suram mengharu
kan. Aku menatapnya haru, bermaksud menghiburnya, tak

tahu apa yang mesti kukatakan!

"Harap kau lupakan kejadian yang tak meng
gembirakan ini Ty, aku tak menyalahkanmu." Tiba-tiba

Tono berkata begitu, "cintailah Kashi dengan sepenuh

hatimu, tak usah bimbang atau ragu!"

Sehabis berkata dia berlalu dengan langkah lesu. Aku

menatap belakang badannya yang sedang menyebrangi

jalan.- 63
Mendadak ada sebuah truck yang dilarikan cepat

sekali, membuatku jadi berteriak kaget :

"Awas Ton! Ada truck dibelakangmu!..."

Tapi telah terlambat!

Kudengar jeritan yang amat menyayatkan hati serta

mobil yang direm secara mendadak.

"Tono! Oh Tono!" teriakku sambil berlari ke jalan

raya.

Kulihat sebelah kaki Tono telah tergiling ban, darah

bercampur air hujan menggenangi jalan. Tono berusaha

menarik kakinya dengan wajah penuh derita.

"Oh Tono! Ton!" teriakku bagaikan orang gila. Aku

berusaha membantunya menarik sebelah kakinya dari

tindihan ban.

Tono merintih kesakitan : "Kakiku! Kakiku"

Orang makin banyak berkerumun.

Aku tak tahan melihat keadaan mengerikan itu lebih

lama, akhirnya jatuh pingsan disisi Tono.- 64
SEJAK malam yang na?as itu Tono jadi seorang

cacad! Dia telah kehilangan sebuah kakinya, kaki kiri!

Aku jadi amat sedih, sebab akulah yang telah

mencelakainya! Kalau saja dia tak datang ke rumahku pada

malam itu, atau datang bersama mobilnya, tak jalan kaki

seperti malam itu, mungkin anggota badannya masih utuh!

Kupandang gumpalan awan dari jendela dengan mata

berlinang. Kenapa orang sebaik dan sejujur Tono bernasib

seburuk itu?

Ibu menghampiriku dan memberitahukan rahasia

yang tak kuketahui selama ini :

"... Setahun terakhir ini usaha ayahmu mengalami

kemunduran; ditambah harus membiayaimu, hal itu amat

memberatkan kami. Maka setelah kurundingkan dengan

ayahmu, kami bermaksud memanggilmu pulang. Untung

kemudian Tono secara suka-rela bersedia menanggung

segala biayamu disana ..."

"Apa!?"

Aku benar-benar tertegun sambil membelalakan

mata, "jadi selama setahun belakangan ini Tono yang

menanggung biaya hidupku? Kenapa sebelumnya ibu tidak

memberitahukanku?"

"Tono meminta supaya kami merahasiakannya." Kata

ibu dengan wajah sedih, "katanya dia tak mau menyinggung- 65
harga dirimu! Juga tak menghendaki cintamu hanya sekedar

untuk membalas budinya!"

"Tapi dia sekarang... " Saking sedih aku tak bisa

meneruskan ucapanku, aku menjatuhkan diri di sofa sambil

menangis.

Rahasia ini amat memilukanku, aku benar-benar telah

bersikap buruk sekali terhadap Tono Tono, begitu baik

hati, begitu bersungguh-sungguh, jujur, namun kini telah

kehilanganku, juga kaki kirinya. Aku tak bisa berdiam diri

lebih lama lagi, tak boleh! Aku harus menemuinja! Meminta

maaf padanya, sebab selama ini aku tak tahu rahasia itu!

Aku berdiri dan lari keluar.

"Mau kemana Ty?" tanya ibu agak terperanjat.

"Aku hendak menemui Tono!"

oooOooo

Aku berdiri dimuka pintu rumah Tono! Kuangkat

kepala, memandang kamar Tono yang ada ditingkat atas.

Jendela kamarnya ditutup rapat, dilapis gordyn di sebelah

dalam.

Hatiku berasa malu, pilu, sebab inilah untuk pertama

kali aku datang kemari sejak kembaliku dari Tokyo.- 66
Kubuka pintu dan memasuki ruang tamu, kulihat ibu

Tono yang baik hati itu sedang duduk di sofa.

Beliau agak tertegun melihat kedatanganku.

"Kau hendak menjenguk Tono?" Tanyanya perlahan.

"Benar bi."

Kutundukkan kepala dengan penuh kepedihan.

"Dia... Dia... ada diloteng!"

Tiba-tiba suaranya jadi amat parau, air mata mulai

membasahi pelupuk matanya.

"Bi!" Panggilku haru.

Aku dapat menyelami perasaannya pada saat ini,

sebab Tono adalah anak tunggal yang amat dicintainya.

Kini, anaknya telah cacad! Punahlah segala harapannya!

Anaknya lebih berharga dari kekayaan yang dimilikinya

sekarang!

Kuhampiri ibu yang malang ini dengan langkah yang

agak berat, kemudian berkata perlahan, "Bisakah aku

menjenguknya Bi?"

Beliau mengangguk lemah.

Dikala kakiku mulai menaiki tangga, tiba-tiba beliau

bertanya dengan suara agak gemetar :

"Mau apa kau menjenguknya?... Belum cukupkah kau

membuatnja menderita?"- 67
"Aku..."

Aku tak menyalahkannya, sebab semua ini memang

salahku, harus kupikul sendiri, "Tolong bibi maafkan daku!

Aku memang telah mencelakai kalian!"

Habis berkata, aku berlari ke atas loteng dengan mata

berlinang, tak lama sampailah aku didepan kamar Tono.

Kuketuk pintu, tak ada jawaban, kuketuk tetapi tetap sunyi!

Aku tak dapat menahan perasaanku, kubuka pintu

ternjata tak dikunci, kudorong perlahan-lahan

Kamar itu agak gelap! Aku segera memanggil:

"Tono! Tono!"

Tak ada jawaban, hatiku tambah gundah. Apakah

Tono?

Aku menerobos masuk, dalam kamar kulihat Tono

duduk dikursi, pandangannya diarahkan keluar melalui

jendela yang ditutup oleh gordyn itu. Kubuka gordyn, sinar

matahari yang terang cemerlang menerobos masuk melalui

kaca jendela, lalu berpaling, Tono menundukkan kepala,

rupanja untuk menghindari sinar yang baru masuk itu,

wajahnja begitu pucat lesu.

"Mau apa kau datang kemari?" tanyanya perlahan.

Aku menghampirinja, berjongkok di hadapannya,

memeluk pahanya :

"Kau membenciku Ton?"- 68
Dia memalingkan muka, menghindar dari tatapanku.

"Tono!" Kugunakan tanganku untuk memalingkan

mukanya kearahku.

Dia kurus jauh, matanya tak bersinar lagi.

"Kau agak kurus sekarang Ton!" kataku haru.

"Mau apa kau datang ke mari?"

Dia menyingkirkan tanganku dari pahanya, "semua
nya telah habis kini! Punah seluruhnya! Apapun tiada

kumiliki lagi"

"Tidak Ton!" Kupegang tangannya sambil menahan

sedih hati. "janganlah kau menyiksa dirimu sendiri! Kau

masih memiliki sepasang tangan ini. Masih banyak hal yang

dapat kau lakukan!"

"Tak usah kau menghiburku! Kini apapun tiada lagi!

Sudah punah seluruhnya!" katanya sedih sekali.

Air mataku tak dapat dibendung lagi.

Dulu dia adalah seorang pemuda yang penuh akan

kepercayaan diri, penuh akan cita-cita, namun kini telah

berada dalam keadaan putus asa, semua ini gara-garaku! Ya,

gara-garaku Aku harus menghiburnya, memberinya

dorongan untuk memulihkan kepercayaan terhadap dirinya.

"Janganlah kau berputus asa hanja karena kehilangan

kakimu! Bukankah banyak orang ternama yang bertubuh

cacad?!... Mereka tak berputus asa karena cacad, malah- 69
lebih tekun berusaha dan achirnya membawa hasil yang

amat gemilang!"

Aku meneruskan ucapanku : "Bukankah semasa di

sekolah dulu kau amat pandai melukis? Para guru dan

teman-teman sekelas pada kagum akan bakatmu itu

Besok akan kubawa kertas-kertas gambar, konte serta buku
buku yang memuat pelajaran menggambar, kembangkah

bakatmu dan aku pencaya kau akan berhasil!"
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perlahan-lahan Tono mengangkat kepalanya,

menatapku sesaat, matanya tak sesuram sebelumnya.

"Kenapa kau begitu prihatin terhadapku?"

Aku jadi tertegun, aku tak boleh memberitahukan

bahwa aku telah tahu rahasia kebaikannya. Sebab aku takut

dia akan salah tafsir bahwa kehadiranku hanyalah sekedar

untuk membalas budinya.

Kupaksakan diri bersenyum, memegang tangannya

lembut : "Sebaiknya untuk sementara kita melupakan soal

perasaan, kita masih tetap sebagai kawan bukan?"

Dia mengangguk.

Kugenggam tangannya lebih erat!

"Aku tak menghendaki kau terus menyiksa dirimu

dengan cara begini, mengunci diri di kamar yang gelap, kau

harus berani menghadapi kenyataan yang ada, apapun

rintangannya serta bagaimana buruknya dan pahitnya- 70
kenyataan itu, mesti kau terobos!... Itulah harapanku juga

ibumu yang telah tua itu!"

Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca, meng
angkat tanganku, meletakkan dibibirnya dan mcngecup

lembut. Menyusul diwajahnja terlihat sebuah senyuman.

Hatiku senang benar! Akhirnya dapat juga aku

mengembalikan kepercayaannya! Aku bertekad untuk terus

membantunya supaya berani menghadapi kenyataan yang

ada!

Aku berdiri, mengambil tongkat, meletakkan diketiak

nya: "Mari kita menikmati sinar matahari, Ton!"

Habis berkata, aku membantunya berdiri, lalu

memimpinnya ke depan jendela, menikmati udara cerah

diluar.- 71
Lima.

AKU menjenguk Tono setiap paginya.

Mukanya yang tadinya begitu pucat, berangsur

bersemu merah kembali serta sering bersenyum pula.

Aku jadi amat gembira, sebab aku telah berhasil

memulihkan kepercayaan akan dirinya.

Kubawakan kertas gambar banyak-banyak, potlot,

konte serta buku-buku pelajaran melukis untuk pegangan
nya. Dia amat senang melukis, ada kalanya melukis keadaan

di luar jendela, ada kalanya benda-benda yang ada di dalam

kamarnya. Kemajuannya cepat benar.

Di samping kegembiraanku, jauh di dalam lubuk

hatiku terselip suatu kepedihan serta keruwetan, yaitu di

dalam bidang cinta!

Tak dapat kusangka bahwa orang yang kucintai

adalah Kashi. Namun aku telah merasa berhutang budi

terhadap Tono, sebab dia telah membiayai sebagian dari

ongkos study-ku di Jepang! Terutama sekarang ini, dia telah- 72
cacad gara-garaku, dia lebih membutuhkanku. Dapatkah

aku melepaskannya untuk menerima cinta Kashi?

Walau cinta tak dapat dipaksa, namun aku telah

banyak berhutang budi padanya! Telah banyak yang di

korbankannya untukku!

Maka pikiranku jadi amat kusut, tapi aku tak mau

memperlihatkan kerisauan hatiku didepan Tono!

Kulihat Tono amat gembira bila bersamaku, kadang

kala sampai dia lupa pada cacadnya. Ada kalanya dia

mengajakku bermain ?petak umpet?, setindak demi setindak

mencariku dengan mata tertutup serta memanggilku dengan

nada gembira : "Di mana kau Ty?"

Sikap yang begitu polos telah membuatku jadi terharu

dibuatnya. Dia memang patut dikasihani! Dia terlampau

jujur! Pada suatu kali dia mengangsurkan sebuah lukisannya

padaku seraya berkata : "Coba kau lihat!"

Lukisan diriku, mirip sekali.

"Kapan kau melukis gambar ini Ton?"

"Aku tak merasa pernah menjadi model dari

lukisanmu!"

"Kemarin, setelah kau berlalu! Kulukis tanpa model,

hanya berdasarkan daya ingatku!"

"Untukku ya?!"- 73
"Masih kurang bagus, aku bermaksud membuat

sebuah lagi dengan kau sebagai modelnya, bukan berdasar

kan daya ingatku!"

Dia mengeluarkan konte, kertas, kemudian menunjuk

ke jendela.

"Aku harap kau berdiri di dekat jendela itu!"

Aku berdiri di tempat yang ditunjuk.

Dia duduk di kursi dihadapanku, mulai menggerak

kan tangannya...

Hari ini aku berdiam sehari penuh dirumah Tono,

baru pulang setelah senja hari.

oooOooo

SEJAK Tono mulai mau mengembangkan bakatnya

dalam lukisan, setiap hari aku mengunjunginya. Kadang
kadang dari pagi hingga petang aku berdiam disitu. Hal ini

telah mengakibatkan jarangnya aku pergi bersama Kashi.

Aku telah menceritakan seluruh hubunganku dulu

dengan Tono pada Kashi, juga tentang bagaimana Tono

menjadi cacad gara-garaku.- 74
Pada mulanja Kashi tak berkeberatan aku menemani

Tono, tapi karena belakangan aku jarang menemuinya,

dihati Kashi timbul rasa curiga dan cemburu.

Untuk mencegah aku berbuat begitu lebih lama, dia

segera mencurahkan hasratnya untuk menikah denganku.

Aku tak dapat memberikan keputusan.

"Kalau begitu kutunggu keputusanmu besok malam!

Jaugan kau mengecewakan harapanku!" Begitu katanya

sebelum berlalu.

Kutundukkan kepala! Takut pada kehadiran besok

malam!

Didalam diriku terdapat bermacam-macam persoalan

yang tidak bisa segera kupecahkan. Tak tahu apa yang mesti

kulakukan!... Aku tak bisa tidur pada malam harinya.

Hingga besok paginya keadaanku lesu benar, mataku

agak merah sepat. Namun aku tak mau membuat Tono tahu

akan keadaan itu. Kutukar pakaian dan pergi menemuinya.

Tono amat gembira melihat kedatanganku, malah hari

ini keadaannya lebih gembira dari biasanya. Begitu aku

masuk dia segera menggenggam tanganku :

"Hari amat cerah pada minggu pagi ini, bagaimana

kalau kita ke Bina Ria, Ty? Sudah lama aku tak berpesiar ke

pantai."

"O.K." Sahutku segera.- 75
Kupajang Tono menuruni anak tangga, lalu keluar

dari rumahnya.

Kami pergi ke Bina Ria dengan mencharter Taxi.

Taxi dijalankan perlahan-lahan mengitari tempat

itu Kami melihat lapangan Go Kart, danau, dimana

terlihat sedang diadakan lomba mendayung Kano dan

beristirahat di Bina Ria Beach Restaurant, kebetulan disitu

sedang diselenggarakan lomba nyanyi bagi kanak-kanak.

Keadaan ramai dan lucu sekali.

Kemudian kami berjalan-jalan di pantai, duduk di

tempat yang agak rindang, kala itu banyak muda-mudi yang

saling berkejaran dan bergembira di pantai, mereka pada

memandang kasihan pada kami.

Aku menyesal mengajak Tono ke tempat semacam

ini, disini, dipantai Bina Ria kudapati dua dunia yang amat

berlainan : yang satu lincah gembira, lainnya diam penuh

kepedihan...

Kulirik Tono, dia sedang tertegun menatap muda

mudi yang sedang berkejaran sambil sebentar-sebentar

diselingi oleh tawa gembira. Wajah Tono agak muram.

"Ton, kau tunggu sebentar disini! Aku akan membeli

kelapa muda!" Kataku sambil berdiri.

Aku menuju kepasar buah yang ada tak jauh dari situ,

tapi baru melangkah beberapa saat, di depanku berdiri- 76
seseorang. Waktu kutegaskan, segera aku jadi tertegun

Takashi.

"Hesty, kau"

"Aku datang bersama Tono!"

Kutunjuk diri Tono yang ada tak jauh dari situ.

Ditempat ini aku tak mau terlihat terlampau intim

terhadap Kashi, supaya tak menimbulkan pedih batin bagi

Tono.

Kashi berpaling kearah yang kutunjuk, lalu

menghampiri Tono dan kulihat kemudian mereka saling

berjabatan tangan.

Aku cepat-cepat menuju ke pasar buah Tak lama

aku kembali dengan membawa tiga buah kelapa muda

Satu untuk Tono, satu untuk Kashi, dan satunya lagi

untukku.

Tapi ketika aku sampai ditempat semula, disitu hanya

ada Tono seorang, menatap kedepan dengan sikap tertegun.

Aku cepat-cepat menghampirinya dan memanggil,

Tono tak mendengarnya! Aku cepat berdiri di depannya,

namun dia terus duduk tertegun, seakan-akan tak tahu pada

kehadiranku kembali!

Aku jadi amat terperanjat, kelapa muda lepas dari

peganganku. Kulihat matanya berkaca-kaca.- 77
"Kenapa kau, Ton?" Tanyaku sambil menggoyang
kan badannya.

Dia terus bengong tanpa menjawab.

"Ton! Tono!" Seruku makin gugup.

Panggilanku kali ini mendapat reaksi darinja, dia

menatapku dengan wajah penuh kepedihan, penuh derita...

Namun tetap tak bersuara.

"Kenapa kau diam Ton?" tanyaku bingung sedih.

"Tono! Kau"

"Kashi telah... pergi."

Lama baru dia berkata begitu, perlahan sekali.

"Dia?"

Aku masih amat heran melihat kelakuan nya.

"Mari kita pulang Ty!"

Dia berusaha terdiri sambil memegang batu karang.

"Tak sukakah kau pada tempat ini?"

Kubantu dia bangun.

"Aku mau pulang! Mau pulang!" Suaranya tiba-tiba

menjadi sedih benar.

"Apa sebenarnya yang telati terjadi, Ton?" tanyaku
Hesty Karya Benny L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

haru.- 78
"Sebaiknya kuberitahukan besok saja... Sekarang

tolong kau antar aku pulang!" katanya perlahan sekali.

Aku tak memaksanya, kubungkukan badan

mengambil tongkat dan menyusupkan diketiaknya, lalu

memajangnya berlalu dari situ. Dari sebelah belakang

kudengar suara orang menghela napas :

"...Sayang sekali! Gadis secantiknya menemani laki
laki cacad."

"... Ya, dengan menikah pada laki-laki cacad itu,

dirinya seperti sekuntum bunga diatas kotoran Kerbau!"

Hatiku pedih! Hancur luluh! Namun kukuatkan diri

untuk tidak mengucurkan air mata.

KETIKA aku sampai ditempat yang telah ditentukan,

yaitu di jalan yang tak jauh dari rumahku, kulihat Kashi

sudah menunggu disitu. Dia segera bersenyum dan

menatapku tajam, aku tahu apa yang dikehendakinya, yaitu

mengingini jawaban yang positif dariku. Dan aku telah

menyediakannya Walau aku mencintainya, namun akan

kutolak ajakannya itu! Walau ucapan itu bukan keluar dari

hatiku, tapi aku harus berkata begitu, semua ini untuk Tono.

Telah kupertimbangkan masak-masak, walau

sebenarnya aku tak mencintai Tono, tapi untuk kebahagian

serta untuk membalas kebaikkannya selama ini, aku tak- 79
dapat meninggalkannya, aku harus selalu memberinya

dorongan, membantunya, mengasihaninya!

Aku masuk ke mobil Kashi.

Dia mengajakku ke sebuah Restaurant.

"Kau mau makan apa Ty?" tanyanya lembut.

"Aku sudah makan"

"Kalau pegitu kita minum saja... Kau mau minum

apa?"

"Coci cola saja."

Dia memesan dua botol Coca cola.

"Pakai es tidak, Tuan?" tanya pelayan.

"Boleh" sahutku mendahuluinya. Tak lama pelayan

mengantarkan minuman yang kami minta.

Kashi menuang minuman ke gelas.

Kuangkat gelas, bermaksud meminum seteguk

supaya hatiku lebih tenang, tapi tiba-tiba kudengar suara

Kashi : "Mari kita merayakan hari"

Sebelum dia selesai berkata, kulepas gelas dari

peganganku, hancur berantakan dilantai.

Kashi menatap kaget.- 80
Seorang pelayan datang membersihkan pecahan

beling, kemudian membawakan gelas yang baru, tapi telah

kutolak : "Tak usah."

Pelayan itu berlalu dengan sikap heran.

"Apa maksudmu berbuat begitu Ty?" tanya Kashi

heran sekali.

"Pecahan gelas itu melambangkan akhir dari cinta

kita!" Kataku deagan nada yang kubuat seterang mungkin.

"Hesty!... Sungguhkah..."

"Benar!" Selaku tanpa menanti dia selesai berkata,

"Aku kasihan terhadap Tono..."

"Kenapa kau tak kasihani dirimu?" Kata Kashi agak

keras, "kau takkan bisa bahagia bila hidup bersamanya! Dia

adalah pemuda yang tak sempurna anggaota tubuhnya!

Pemuda cacad! Kau akan menderita bila bersamanya!

Percayalah padaku Ty!"

Kukuatkan diri, supaya tekadku tak goyah oleh kata
kata Kashi.

"... Keadaan dipantai Bina Ria adalah sebuah contoh

yang paling nyata. Dapatkah dia menemani berenang?

Bermain Kano di danau? Bisakah? Dapatkah dia terbuat

begitu?"- 81
"Jangan kau teruskan ucapanmu Kashi!... Jangan kau

berkata begitu!" Aku menggeleng sedih sambil menutupi

kuping.

"Tidak! Aku takkan membiarkan kau menikah

dengannya." Kashi berdiri dan menarik tangan yang

kugunakan menutupi kuping.

"Ketika dipantai tadi pagi, aku telah menyelesaikan

persoalan ini dengannya! Aku telah memberitahukannya

bahwa bila dia hidup bersamamu, berarti dia sengaja hendak

menyiksa dirimu, sebab dia tak dapat membuatmu gembira

bahagia"

"Apa? Kiranya kau..."

Tiba-tiba segalanya jelas bagiku! Kiranya keadaan

Tono tadi disebabkan oleh ucapan Kashi yang telah begitu

melukai perasaannya.

"Kenapa kau begitu sampai hati melukai perasaan

nya?!"

"Sebab aku cinta padamu!" Kata Kashi sambil

menundukkan kepala, "aku tak bisa kehilanganmu, maka

aku"

Aku tidak dapat mengendalikan diri, kutampar

pipinya, kemudian lari keluar dan memanggil beca,

menyuruh tukang beca cepat-cepat membawaku ke rumah

Tono!- 82
"Maafkan daku Hesty! Aku amat mencintaimu, tak

rela kehilanganmu, itulah yang telah mendorongku berbuat

begitu!" Kashi berusaha mengejarku.

"Aku tak mau mendengar ucapanmu, muak akan

caramu yang licik itu!" kataku, kemudian berpaling ke

Beauty Honey Karya Phoebe Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Kembaran Ketiga Third Twin Karya Ken

Cari Blog Ini