Ceritasilat Novel Online

Pisau Terbang Bunga Emas 2

Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo Bagian 2



orang datang untuk melihat macamnya penjahat yang

tertangkap dan yang selama ini merupakan iblis yang

membuat semua penduduk tak dapat tidur nyenyak. Akan 80



tetapi Hok Ti Hwesio melarang keras, dan tak seorangpun

diperbolehkan masuk kecuali mereka yang ia percaya betul.

Oleh karena itu, pagi2 sekali sebelum penjahat itu

diperiksa, yang dapat memasuki kamar tahanan dan melihat

penjahat yang sudah dibelenggu itu hanya mereka yang

pernah membantu untuk menangkap para penjahat. Ber
turut2 datang guru silat Kwan Ciu Leng, Sinchio Tan Hay,

dan beberapa orang pemimpin penjaga dan pengawal. Mereka

yang bertugas menjaga di empat penjuru pintu gerbang kota,

pada datang melihat.

Sinchio Tan Hay yang berjasa juga dalam menghadapi

serbuan para penjahat, beberapa kali masuk ke dalam kamar

dan di depan para pendatang, ia menceritakan tentang

pertempuran semalam dengan lagak seakan-akan ialah yang

paling berjasa mengembalikan serangan para penjahat. Tentu

saja ia tidak dapat menyangkal bahwa yg menangkap

penjahat itu adalah seorang aneh yg memakai topeng hitam.

Semua orang menjadi kagum dan juga ter-heran2. Siapakah si

topeng hitam itu?

Tak lama kemudian datanglah tamu yg mendapat

penghormatan besar karena tamu ini bukan lain adalah

Pangeran Lu Siang Tek. Pangeran ini datang bersama Hek
liong-pian Thio Cin Gan. Dengan tcrjadinya peristiwa

penyerbuan penjahat di gedungnya, pangeran ini tak dapat

tidur dan begitu mendengar bahwa rumah Lie-tikoan juga

diserbu bahkan lebih hebat dan bahwa ada seorang anggauta

penjahat tertawan, pangeran ini cepat2 mengajak Hek-liong
pian Thio Cin Gan untuk datang melihat. Lu Siang Tek 81



segera memasuki kamar tahanan untuk melihat sendiri

macamnya penjahat itu.

Ia melihat seorang laki2 yang berusia tigapuluh lima

tahun, bermuka kuning dan bermata liar, akan tetapi ia tidak

mengenalnya. Setelah ia keluar, Thio Cin Gan juga menengok

penjahat itu sebentar, kemudian mengikuti majikannya yang

langsung menuju ke rumah Lie-tikoan untuk menghadiri

pemeriksaan atas diri penjahat itu. Dua orang pembesar ini

lalu bercakap-cakap, saling menceritakan peristiwa yg

mereka alami semalam.

Ketika Cung Hok Bi mengantar pamannya, Song Tek

atau tikoan lama, datang pula melihat, Hok Ti Hwesio

memandang ke arah Cung Hok Bi dengan mata tajam

menyelidik. Diam2 Hok Ti Hwesio mempunyai sangkaan

bahwa mungkin sekali pemuda bertopeng yang semalam

membantunya adalah keponakan dari tikoan lama ini.

Bentuk tubuhnya serupa benar dan iapun sudah mendengar

bahwa Cung Hok Bi adalah murid Butongpay yang amat

pandai, seorang ahli pedang dan pandai pula melepas piauw.

Akan tetapi tentu saja hwesio ini tidak dapat menyatakan

sesuatu karena penolong aneh yang telah menangkap

penjahat itu tidak mau memperkenalkan dirinya.

Dengan sikapnya yang ramah-tamah seperti biasa,

datang2 Song Tek memberi selamat kepada Hok Ti Hwesio

dan Sinchio Tan Hay.

"Kionghi........ kionghi........." katanya gembira. "Hok

Ti Losuhu benar-benar lihay sekali. Akhirnya iblis

pengganggu kota kita tertangkap juga." 82



Mendengar kata2 ini, Hok Ti Hwesio menjadi merah

mukanya, merasa mendapat sindiran.

"Ah, mana pinceng patut dipuji? Kalau tidak ada

seorang penolong rahasia, kiranya pinceng sudah binasa dan

pula tidak ada penjahat yang akan dapat ditangkap. Semua

ini adalah jasa penolong budiman itu, juga karena bintang

dari Lie-tikoan terang dan baik."

Sementara itu, Cung Hok Bi memasuki kamar tahanan

untuk melihat penjahat yang tertawan. Song Tek

mendengarkan cerita Hok Ti Hwesio dan Sinchio Tan Hay

tentang peristiwa semalam. Kemudian iapun masuk ke dalam

kamar tahanan diantar oleh Hok Ti Hesio dan Tan Hay.

Betapapun juga, Song Tek adalah seorang bekas pembesar,

maka perlu dijaga keselamatannya. Melihat dua orang itu

sudah mengantar pamannya, Cung Hok Bi tidak ikut

mengantar karena sekarang ia mendapat giliran

mendengarkan cerita dari seorang pengawal yang menjaga di

situ.

"Inilah, Song-loya, penjahat yg selama ini mengganggu

kita," kata Tan Hay kepada Song Tek setelah mereka

berhadapan dengan penjahat yg duduk menyandar di sudut

kamar itu, kepalanya tunduk, matanya meram, kaki
tangannya terbelenggu. "Dla amat ganas dan lihay, akan

tetapi sekarang tinggal menanti keputusan untuk dipenggal

batang lehernya. Ha-ha-ha...!"

Song Tek menghampiri tawanan itu, berkata keras:

"Hendak kulihat bagaimana macamnya iblis yg selama ini

telah membikin pusing kepalaku!" Dengan gemas ia lalu 83



menjambak rambut kepala penjahat itu dan mengangkat

mukanya. Penjahat itu membuka matanya, memandang

dengan mata terbelalak dan muka pucat seperti mayat.

Song Tek melepaskan rambut yang dijambaknya

dengan kasar sehingga muka itu tertunduk kembali.

"Jahanam busuk! Pengecut hina-dina! Kalau boleh,

aku akan menyayat-nyayat tubuhnya, mencokel keluar

matanya, membuntungi semua jari kaki-tangannya!

Setidaknya aku akan membenturkan kepalanya pada dinding

sampai hancur lebur! Baru puas hatiku!"

Hok Ti Hwesio dan Tan Hay dapat memaklumi

kemarahan Song Tek kepada penjahat itu, karena

sesungguhnya para penjahat yang mengganggu kota Liu-leng

itulah yang membuat dia kehilangan jabatannya.

Mereka lalu keluar dari kamar tahanan setelah Song

Tek me-maki2 dan me-nyumpah2. Akan tetapi baru saja

mereka melangkah keluar, terdengar suara keras di dalam

kamar tahanan itu. Hok Ti Hwesio melompat masuk lagi dan

apa yang dilihatnya? Tubuh penjahat itu telah menggeletak

dan kepalanya berlumur darah. Ternyata bahwa penjahat itu

telah membenturkan kepalanya sendiri pada dinding di

belakangnya! Agaknya penjahat itu gentar memikirkan

hukuman yang akan ia hadapi maka ia menghabiskan

nyawanya sebelum diperiksa oleh Lie-tikoan.

*

* * 84



"Sayang sekali......." Lie-tikoan ber-kali2 berkata

sambil menarik napas. "Penjahat itu seharusnya dapat

memberi keterangan siapa gerangan pemimpin penjahat.

Sayang ia mendapat kesempatan membunuh diri."

"Memang amat disayangkan hal ini terjadi," kata Song

Tek yang juga hadir di situ, "aku akan merasa gembira sekali

kalau melihat dia terhukum se-berat2nya."

Orang yg paling marah karena kejadian itu adalah

Pangeran Lu Siang Tek. Ia mcmandang kepada Hok Ti

Hwesio dan menegur:

"Hok Ti Losuhu, bagaimana hal ini bisa terjadi?

Mengapa losuhu tidak melakukan penjagaan sekerasnya

sehingga dapat mencegah ia melakukan pembunuhan diri?"

Merah muka dan kepala Hok Ti Hwesio. "Pinceng

sama sekali tidak mengira bahwa jahanam itu akan demikian

nekad. Tadinya ia tenang2 saja, bahkan tidak menjawab

semua pertanyaan2 pinceng. Tidak tahunya ia begitu nekad

untuk membunuh diri. Hmm, ini menandakan bahwa

gerombolan penjahat itu berbahaya dan setia kepada

pcmimpinnya, Ong-ya. Pinceng akan menghabiskan segala

tenaga dan pikiran untuk menangkap kepalanya!"

"Sayang sekali, orang bertopeng hitam yang telah

membubarkan penjahat dan menangkap seorang di

antaranya, tidak mau memperkenalkan diri. Kalau dia dapat

membatu kita secara terang2an, alangkah baiknya......" kata

pula Lie-tikoan dan kata2 ini langsung menikam hati Hok Ti

Hwesio. Akan tetapi, kata2 ini memang ada benarnya, karena

sudah jelas bahwa si topeng hitam itu lihay dan dapat 85



mengatasi sepak terjang para penjahat, sebaliknya Hok Ti

Hwesio dan kawan2nya tidak berdaya.

"Taijin, memang si kedok hitam itu telah membantu

kita, akan tetapi karena dia tidak mau muncul secara

terang2an, kitapun tidak bisa mendesaknya. Adapun kepala

penjahat itu dan kawan2nya memang amat lihay, maka

pinceng telah menyuruh seorang murid untuk mengundang

dua orang sute dari kota Leng-ti-kwan. Dengan bantuan dua

orang suteku itu, kiranya pinceng akan dapat menghadapi

para penjahat itu."

Lie-tikoan girang mendengar ini. "Siapakah dua orang

sutemu itu, losuhu?"

Dengan suara bangga Hok Ti Hwesio berkata: "Ji-sute

adalah Kim-coa-pian Bu Kiat dan sam-sute adalah Sin
siangto Kwee Sin Bun. Dua orang suteku ini adalah piauwsu2

(pengawal barang kiriman) yang mendirikan perusahaan

ekspedisi Ang liong-piauwkiok (perusahaan ekspedisi Naga

Merah) yang amat terkenal di kota Leng-ti-kwan. Nama

mereka sebagai piauwsu sudah amat terkenal dan tidak ada

penjahat yang tidak takut kepada mereka."

Tentu saja semua orang menjadi girang mendengar ini.

apalagi ketika Cung Hok Bi, keponakan dari Song Tek, yang

tampan dan gagah serta pendiam, tiba2 berkata:

"Ang-liong-piauwkiok? Ah, akupun sudah mendengar

nama besar dari jiwi piauwsu yg gagah perkasa itu!"

"Bagus!" kata Song Tek sambil bertepuk tangan.

"Mampuslah sekarang penjahat2 musuh kita! Hok Ti Losuhu, 86



kapankah dua orang gagah itu akan tiba? Aku ingin sekali

melihat penjahat2 itu secepat mungkin tertangkap."

"Menurut perhitungan pinceng, lima hari lagi mereka

pasti datang." jawab hwesio itu.

Lie-tikoan mengerutkan keningnya.

"Losuhu, memang baik sekali dengan adanya bantuan
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang akan datang itu. Akan tetapi, sebelum kedua orang

sutemu itu tiba, harap jangan lengah, perkuat pcnjagaan,

karena siapa tahu kalau2 para penjahat itu akan menyerbu

sebelum bala bantuan datang."

Betul sekali kata2 Lie tikoan ini!" kata Song Tek.

2Memang Lie-taijin memiliki pemandangan yang luas.

Dengan pimpinan Lie-taijin, dibantu pula oleh dua orang

piauwsu itu, kali ini pasti para penjahat akan mati kutunya.

Selamat, selamat!"

Muka Lie-tikoan menjadi merah dan Pangeran Lu

yang merasai pula sindiran ini, berkata:

"Untuk menghadapi para penjahat ini, tidak bisa

ditimpakan ke atas pundak Lie-tikoan seorang saja. Sudah

menjadi kewajiban kita bersama, ya..... kewajiban seluruh

penduduk Liu-leng untuk ikut pula mengamat2i, ikut pula

bergerak membantu agar penjahat2 itu lekas tertangkap."

Song Tek tentu saja dapat menangkap teguran yg

terkandung dalam kata2 ini, teguran yang ditujukan

kepadanya untuk membalas sindirannya tadi. Akan tetapi

dengan wajah tanpa berubah, dan senyum lebar dan ramah,

ia berkata cepat: 87



"Tepat sekali! Memang kata2 Lu-ongya ini cocok betul

dengan isi hatiku. Kita sekalian harus ikut membantu

menjaga kota kita sendiri. Biarpun siauwte bodoh dan lemah,

baiknya siauwte mempunyai pembantu, yakni keponakanku

sendiri. Hok Bi, kau dengar kata2 Lu-ongya tadi? Sebagai

anak murid Butongpay, kau jangan kalah dan jangan

membikin malu nama partaimu. Hayo kau kerahkan tenaga

supaya kita dapat menangkap penjahat2 itu!" Dengan kata2

ini, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain untuk

menyambut kata2nya, bekas tikoan ini lalu berpamit dan

mengajak keponakannya yang tampan dan gagah itu

mengundurkan diri.

Memang tepat apa yang dikhawatirkan oleh Lie
tikoan. Pada malam hari berikutnya, para penjahat sudah

mulai beraksi lagi. Tiga orang hartawan menjadi korban dan

seperti biasa, para penjahat ini hanya mengutamakan emas

dan permata, atau barang2 ringkas yang berharga. Kali ini

tidak jatuh korban, namun tetap saja memusingkan kepala

Lie-tikoan karena semua perbuatan penjahat2 itu sama sekali

tidak ketahuan oleh para penjaga. Penjagaan dikerahkan di

rumah Lie-tikoan, sebagian pula di sekitar gedung Pangeran

Lu Siang Tek dan banyak pula di-pencar2 di sekitar kota,

terutama di empat pintu gerbang kota. Siapa sangka bahwa

tanpa melalui pintu2 gerbang, para penjahat tahu2 sudah

berada di dalam kota dan dengan seenaknya bekerja!

Lie-tikoan makin bingung. Dengan tewasnya beberapa

orang penjaga pintu gerbang pada hari kemarinnya,

menandakan bahwa para penjahat itu bersarang di luar kota. 88



Akan tetapi malam ini membuktikan bahwa para penjahat

itu tahu2 sudah berada di dalam kota, seakan-akan para

penjahat itu memang mempunyai sarang di dalam kota!

Malam kedua terjadi hal yang lebih hebat lagi.

Sekarang rumah pangeran Lu yang diserbu! Malam itu bulan

sudah mulai muncul, biarpun baru seperlima bagian, namun

sudah mendatangkan cahaya remang2, Lie-tikoan sudah

merobah siasat dan sekarang diadakan ronda secara

bergiliran akan tetapi sambung-menyambung sehingga

seluruh kota berada dalam pengawasan. Tentu saja jalan

raya di depan gedung Pangeran Lu tidak begitu diperhatikan

oleh para peronda, oleh karena gedung itu sudah terjaga kuat

oleh Hek-liong-pian Thio Cin Gan dan anak buahnya, bahkan

dibantu oleh beberapa orang penjaga yang dikirim oleh Lie
tikoan.

Hek-liong pian Thio Cin Gan sore2 telah melakukan

penjagaan dan mengatur anak buahnya dengan tertib sekali.

Ia membagi penjagaan menjadi tiga lapisan. Barisan pertama

menjaga dan meronda di luar pagar tembok pekarangan.

Barisan kedua di sebelah dalam tembok, yakni di pekarangan

di luar rumah, sedangkan barisan ketiga di luar rumah dekat

tembok bangunan gedung. Jangankan manusia biasa,

biarpun burung takkan dapat melalui atap rumah tanpa

terlihat oleh tiga lapisan penjaga2 ini. Adapun Cin Gan

sendiri meronda di sebelah dalam dan kadang2 melompat ke

atas genteng!

Akan tetapi, benar2 luar biasa anehnya ketika

menjelang tengah malam, di atas genteng berkelebat dua 89



bayangan orang berkedok dan berpakaian hitam,

bersembunyi di wuwungan rumah, agaknya mengatur siasat.

Lebih aneh lagi, di sebelah dalam gedung, Pangeran Lu Siang

Tek sedang duduk menghadapi seorang bertopeng hitam

yang temyata bukan lain adalah si topeng hitam yg pernah

mengusir penjahat, yakni penolong rahasia yang perkasa itu!

Tadinya pangeran Lu yang belum tidur dan masih membaca

buku, kaget melihat berkelebatnya bayangan hitam dan

tahu-tahu ia melihat si topeng hitam itu berdiri di tengah

kamar!

"Kim-hoa-piauw.......!" kata Pangeran Lu perlahan.

Ia menyebut ini karena teringat akan cerita puterinya bahwa

si topeng hitam yg tidak mau menyebutkan namanya ini

telah meninggalkan sebatang piauw dengan kepala bunga

emas.

Sitopeng-hitam itu tersenyum ketika mendengar

sebutan ini.

"Ong-ya jangan kaget," katanya berbisik perlahan

sehingga nyonya Lu yang sudah pulas di sebelah suaminya

tidak terganggu, "aku datang hendak menolongmu. Di atas

genteng ada dua orang penjahat, Suruh Lu-siocia ke sini dan

berkumpul di kamar ini agar tidak payah aku melakukan

penjagaan dan perlindungan."

Bukan main kaget dan herannya hati Pangeran Lu

mendengar ini.

"Akan tetapi bukankah Thio Cin Gan dan anak

buahnya sudah menjaga kuat2 rumah ini?" 90



Si topcng hitam tersenyum. "Masih kurang kuat,

ongya. Buktinya aku dapat masuk tanpa mereka lihat. Pula,

penjahat2 itu lihay sekali. Lekaslah, jangan terlambat.

Panggil Lu-siocia ke sini........." Setelah berkata demikian,

sekali berkelebat si topeng hitam itu melayang keluar dari

jendela kamar dan lenyap.

Lu Siang Tek segera berlari memasuki kamar

puterinya. Lu Bwe Hwa terkejut sekali ketika dibangunkan

oleh pelayannya dan lebih kaget melihat ayahnya sudah

berada di dalam kamarnya.

"Ada apakah, ayah..,,...?" tanyanya sambil

menggosok-gosok matanya.

"Sstt, jangan berisik. Ikut saja ke kamarku......" kata

Pangeran Lu sambil menarik tangan anaknya. Pelayan Bwe

Hwa, yaitu Siauw Hong, ikut pula dengan muka pucat

ketakutan.

Setelah berada dalam pelukan ibunya, Bwe Hwa

mendengar tentang kedatangan dan peringatan si topeng

hitam. Ibunya juga baru bangun dan tahu akan hal itu

setelah si topeng hitam pergi dan dibangunkan oleh

suaminya. Mereka berempat, Lu Siang Tek, isterinya, Bwe

Hwa, dan Siauw Hong, berkumpul di kamar itu,

mendengarkan dengan menahan napas.

Tak lama kemudian mereka kaget setengah mati

melihat berkelebatnya bayangan hitam yang melompat

masuk melalui jendela. Akan tetapi mereka menjadi lega hati

lagi ketika melihat bahwa bayangan ini adalah si topeng 91



hitam yang cepat menghampiri meja dan meniup padam

lampu lilin.

"Jangan bergerak, berkumpul di sudut kamar. Mereka

sedang menuju ke sini.." bisiknya. Kemudian sambil

mendekati pangeran Lu yang hanya kelihatan bayangannya

saja dalam kamar yang telah menjadi gelap itu, si topeng

hitam berkata:

"Lu-ongya, aku hendak mencoba menangkap

kepalanya!" Pangeran Lu membuat gerakan hendak

bertanya dan mengenal siapa adanya orang aneh ini, akan

tetapi orang itu berbisik:

"Stt, mereka datang.........."

Benar saja, di luar jendela terdengar suara perlahan

disusul bisikan: "Agaknya dia berada di kamar orang tuanya.

Bereskan saja semua!"

Berbareng dengan itu, daun jendela kamar terbuka dan

dua sosok bayangan hitam melompat dengan gerakan lincah

laksana kucing. Si topeng hitam atau kita sebut saja Kim
hoa-piauw seperti sebutan yang dikeluarkan oleh Pangeran

Lu tadi, cepat menggerakkan tangan dan dua sinar hitam

menyambar ke arah bayangan itu.

"Celaka, kita tcrjebak!" seru bayangan pertama yang

memegang toya sambil menyampok piauw itu dengan tangan

kirinya. Cara ia menyampok piauw ini saja sudah cukup

membuktikan kelihayannya. Bayangan kedua kurang lihay,

karena ia cepat-cepat mengelak dari sambaran piauw

kemudian melompat keluar dari kamar. Penjahat bertoya

juga melompat keluar, akan tetapi sambil melompat ia 92



mengayun tangannya ke belakang dan tiga batang piauw

menyambar ke dalam kamar secara membabi-buta.

Si topeng hitam memutar pedangnya ,,Traang......!"



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ



Senjata2 rahasia itu sekaligus kena ditangkis dan terpental ke

lantai. Kemudian si topeng hitam berseru keras: "Jahanam

keji jangan lari!"

Tubuhnya menyambar keluar, namun gerakan dua

orang penjahat itu cepat bukan main dan ternyata mereka

telah melompat ke atas genteng. Bagaikan burung walet,

Kim-hoa-piauw terus mengejar dan begitu ia melesat ke atas,
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia berseru kaget dan terpaksa ia berjungkir balik dalam

lompatannya untuk menghindarkan diri dari serangan toya

yang luar biasa hebatnya, yang menyambut kedatangannya

di atas genteng itu. Inilah serangan dari penjahat bertoya.

"Setan, kau lagi2 menghadapi kami!" penjahat bertoya

itu memaki gemas melihat seranganuya tidak berhasil. Bcr
kali2 tangannya diayun dan berhamburanlah senjata piauw

hitam menyambar lawannya. Karena baru saja terlepas dari

bahaya maut, si topeng hitam atau Kim-hoa-piauw sibuk

juga menghadapi serangan yang ber-tubi2 datangnya ini.

Terpaksa ia memutar pedang melindungi tubuhnya.

Kesempatan ini dipergunakan oleh penjahat bertoya untuk

melarikan diri menyusul kawannya yang sudah lari terlebih

dulu.

Sementara itu, Pangeran Lu dari bawah berteriak
teriak: "Tangkap penjahat.........! Thio Cin Gan, kau di

mana?!" 93



Seruan ini keras dan menarik perhatian para penjaga

yang segera memburu ke pintu depan gedung itu. Karena

pintu itu masih ditutup dari dalam, mereka lalu mendobrak

pintu dan menyerbu masuk. Namun para penjaga ini tidak

mendapatkan sesuatu. Bahkan Hek-Iiong-pian sendiri yang

tiba2 melayang turun dari genteng sebelah belakang, tidak

mendapatkan sesuatu kecuali keluarga Pangeran Lu yang

masih menggigil ketakutan.

"Kau dari mana saja?" bentak pangeran Lu marah

setelah pengawal ini menyalakan lampu.

"Hamba sedang meronda di sebelah belakang gedung.

Tadi hamba melihat berkelebatnya bayangan orang2 di atas

genteng, maka hamba lalu mengejar dan bayangan2 itu

menghilang di dalam gelap. Sama sekali hamba tidak

mengira bahwa mereka telah dapat masuk ke dalam. Benar2

aneh sekali, penjagaan sudah hamba adakan dengan amat

keras. Bagaimana mereka dapat masuk?2 jawab pengawal itu

dengan muka merah karena ia benar2 merasa terkejut sekali.

Baiknya tidak terjadi sesuatu dengan majikannya, kalau

terjadi malapetaka, tidak urung dia yang celaka, karena

dialah yang bertanggung jawab.

Di luar terdengar ribut2 dan tak lama kemudian

muncul guru silat Kwan Ciu Leng yg berpakaian ringkas dan

sepasang senjatanya yang lihay, yakni poan-hoan pit atau

scmacam alat tulis yang dapat dipakai sebagai senjata

penotok, berada di kedua tangannya. Wajah guru silat ini

nampak tegang sekali. 94



"Selamat semuakah, Lu-ongya?" tanyanya dengan

nada suara gelisah.

"Hampir saja kami celaka," jawab pangeran itu,

kemudian dengan cepat dan penuh curiga ia bertanya:

"Kwan-kauwsu tengah malam buta dari manakah?"

"Hamba ikut meronda dan kebetulan lewat di tempat

ini mendengar suara ribut2, maka hamba lalu mengajak

kawan2 peronda yang lain untuk menyelidiki. Sukurlah kalau

ong-ya dan keluarga selamat semua".

Peristiwa ini kembali menimbulkan kegemparan dan

nama Kim-hoa-piauw di-sebut2 orang dengan heran dan

kagum. Semua orang membicarakan serbuan yang berkali
kali di rumah pangeran Lu dan karena selalu para penjahat

tidak mengganggu harta pangeran itu melainkan mencoba

menculik Lu Bwe Hwa, maka para penduduk mengabarkan

bahwa kepala penjahat telah "jatuh hati" kepada Lu Bwe

Hwa, bunga kota Liu-leng itu. Berita ini sampai di telinga

Pangeran Lu Siang Tek dan membuat pangeran itu

mengerutkan kening dengan hati mengkal.

Empat hari kemudian, di luar kota Liu-leng, di sebelah

utara di mana terdapat pegunungan dan hutan pohon

yangliu, pada siang hari terjadi pertempuran hebat.

Menjelang tengah hari, serombongan orang berkuda terdiri

dari lima orang datang dari utara dan menuju ke Liu-leng.

Mereka ini bukan lain adalah rombongan yang dinanti-nanti

di Liu-leng oleh Hok Ti Hwesio.

Orang pertama adalah seorang laki-laki tampan berusia

tigapuluh lebih dan di punggungnya tergantung sebuah 95



senjata pian yang bentuknya seperti ular dan warna kuning.

Inilah Kim-coa-pian Bu Kiat Si ruyung ular emas.

Orang kedua adalah seorang laki2 berusia empatpuluh

tahun bermuka brewok dan bertubuh tinggi besar seperti

pahlawan Thio Hwi di jaman dahulu, di pinggangnya

tergantung sepasang golok besar. Dia inilah Sin-siang-to

Kwee Sin Bun, dari julukannya, sepasang golok sakti, saja

dapat diduga bahwa ia adalah seorang ahli ilmu silat golok.

Tiga orang yang lain adalah anak buah mereka atau

anggauta2 perusahaan piauwkiok. Seorang di antaranya

memegang sebuah bendera yang tertancap di tempat

duduknya. Bendera kuning yg bergambar Naga merah.

Inilah lambang dari Ang-liong-piauwkiok, perusahaan

ekspedisi yang amat terkenal di daerah utara.

Kim-coa-pian Bu Kiat dan Sin-siang-to Kwee Sin Bun

menjalankan kuda mereka berdampingan dan mereka

bercakap-cakap di sepanjang jalan.

"Aku heran sekali mengapa suheng memanggil kita

hanya untuk mengurus maling2 kecil yang mengganggu Liu
leng. Sungguh mati, kalau bukan suheng yang memanggil,

aku tidak sudi membuang waktu hanya untuk menghadapi

segala macam penjahat tukang colong ayam." kata Kim-coa
pian Bu Kiat.

"Jangan bilang begitu, sute. Belum tentu kita hanya

akan dihadapkan dengan tukang colong biasa saja. Kiranya

twa suheng tidak akan minta bantuan kita kalau memang dia

tidak menghadapi seorang penjahat yang lihay. Apalagi aku

dengar bahwa kini twa suheng bekerja di bawah perintah Lie- 96



taijin yg sudah terkenal kecerdikannya di kotaraja." kata

Sin-siang-to Kwee Sin Bun mencela adik seperguruannya.

"Bagaimanapun juga, kalau twa suheng sudah minta

bantuan kita, tentu penjahat2 yang mengganggu kota Liu
leng itu bukan penjahat2 biasa saja. Kalau benar kita akan

berhadapan dengan mereka, mudah2an saja mereka suka

memandang Ang-liong-piauwkiok untuk mengakhiri

gangguan mereka secara baik2. Aku takkan sayang

menyumbang seratus tael kepada mereka."

"Memang benar, suheng. Pekerjaan kita memaksa kita

untuk berbaik dengan penjahat2 besar. Akan tetapi kalau

ternyata yang membikin pusing kepala twa suheng itu hanya

maling2 kecil belaka, ruyungku tentu takkan mau sudah

begitu saja sebelum memecahkan kepala beberapa orang

maling kecil."

Percakapan mereka tertunda ketika dari depan

terdengar derap kaki kuda dan tak lama kemudian seorang

penunggang kuda yang membalapkan kudanya lewat di jalan

itu meninggalkan debu mengepul. Orang itu masih muda,

tidak akan lebih dari tiga puluh tahun, wajahnya tampan

dan kulitnya putih. Ketika lewat, matanya memandang ke

arah bendera kecil dari Ang-liong piauwkiok dan terdengar

dia mengeluarkan suara ketawa mengejek.

"Hmm, sikapnya mencurigakan!" kata Bu Kiat dengan

hati panas melihat benderanya tidak ditakuti orang.

"Turunkan bendera itu dan ganti dengan yg besar. Dia

pasti kembali membawa kawan2nya." kata Kwee Sin Bun

yang sebagai seorang piauwsu kawakan tentu saja sudah 97



banyak pengalaman dan tahu akan gerak-gerik golongan

rimba hijau (perampok).

Anak buahnya yang memegangi bendera lalu

mengerjakan perintah ini. Berkibarlah bendera Ang-liong
piauwkiok yang besar dan megah. Karena bendera ini

dipasang di atas kuda dan kudanya dilarikan, maka bendera

itu berkibar-kibar dan lukisan naga merah itu se-akan2

terbang, amat indah dan gagahnya.

Dugaan dua orang piauwsu ini memang tepat. Hal ini

dibuktikan dengan suara derap kuda yang terdengar tak lama

kemudian, datang dari arah belakang dan tidak lama pula

muncullah tiga orang penunggang kuda dari arah belakang.

Hampir dalam saat yang bersamaan, tiga orang penunggang

kuda lain datang pula dari arah depan!

Karena Kwee Sin Bun tidak menyuruh kawan2nya

berhenti, maka tiga orang berkuda dari depan bertemu lebih

dulu dengan mereka. Ternyata bahwa tiga orang ini semua

memakai kedok hitam dan berpakaian hitam pula! Kwee Sin

Bun segera menyuruh kawan2nya berhenti dan bcr-siap2. Dia

sendiri lalu melompat turun dari kudanya, berdiri tegak di

depan rombongannya menanti datangnya tiga orang berkuda

yang memakai kedok itu. Adapun Bu Kiat juga melompat

turun dari kudanya, akan tetapi ia berdiri di belakang

rombongannya menghadap ke belakang pula untuk menanti

datangnya tiga orang penunggang kuda lain yang datang dari

belakang dan masih agak jauh itu.

Tiga orang berkedok yang menunggang kuda, melihat

Kwee Sin Bun berdiri tegak menghadang di tengah jalan, 98



nampaknya kagum dan ragu2. Memang Kwee Sin Bun

nampak angker sekali ketika itu. Mukanya yg brewok dan

gagah itu sedikitpun tidak kelihatan takut, bahkan piauwsu

ini marah sekali. Nama Ang-liong-piauwkiok sudah amat

terkenal di kalangan kangouw dan lioklim, bagaimana

penjahat-penjahat ini demikian kurang ajar? Tentu golongan

hekto (jalan hitam, penjahat) baru yang belum mengenalnya,

pikir Sin-siang-to Kwee Sin Bun sambil me-raba2 gagang dua

batang goloknya yang tergantung di pinggang.

Dua orang bertopeng menahan kudanya yang berlari

cepat sehingga kuda mereka meringkik dan berdiri di kedua

kaki belakang dengan kaki depan terangkat tinggi2. Akan

tetapi orang ketiga bahkan menggebrak kudanya menubruk

Kwee Sin Bun. Dua kaki kuda yang berlapis besi dengan

kekuatan yang dahsyat menyerang ke arah muka Sin-siang
to Kwee Sin Bun.

Namun Sin Bun adalah murid Hoasanpay yang

berilmu tinggi, pula ia telah kenyang pengalaman

pertempuran, maka serangan hebat dan keji ini ia hadapi
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan tenang, karena iapun sudah ber-siap2 untuk

menghadapi serangan2 curang dari para penjahat itu. Ia

cepat melangkahkan kaki kiri ke belakang, memasang kuda2

teguh dengan muka merendah sehingga tubrukan kaki kuda

itu tidak mengenai mukanya, akan tetapi masih mengancam

paha kakinya. Ia miringkan tubuh dan kedua tangannya

yang dimiringkan menyampok dengan putaran kuat ke

kanan, menangkis dua kaki depan kuda itu, sebenarnya

bukan menangkis, melainkan dari samping dua telapak 99



tangannya "menerima" pergelangan kaki kuda dan

meminjam tenaga tubrukan itu ia mendorong ke kanan.

Gerakan Sin Bun kuat dan cepat. Kuda hanya seekor

binatang bodoh, tentu saja sekali gebrak ia telah tertipu dan

kedua kaki depan kuda itu tertolak ke samping sehingga

tubuhnya menjadi terputar. Akan tetapi. penunggang kuda

yang berkedok itu juga bukan orang sembarangan. Dengan

menepuk tubuh belakang kuda, tiba2 kuda itu mengangkat

dua kaki belakangnya, menyepak ke arah dada Sin Bun

dengan kekuatan sedikitnya tigaratus kati!

"Ayaaa....!" Sin Bun kaget dan cepat melompat ke

samping menghindarkan diri dari sepakan kuda, kemudian

saking marahnya ia menggerakkan kedua tangan, selagi dua

kaki belakang kuda itu menyepak, sebelum dua kaki itu

turun kembali, Sin Bun menyambarnya dan terus mendorong

ke atas meminjam tenaga sepakan. Tiada ampun lagi tubuh

kuda itu melayang ke atas berjungkir balik membawa serta

penunggangnya!

Penunggang kuda berkedok itu berseru keras:

"Sungguh lihay!" dan cepat menekankan kedua tangan pada

punggung kuda, kemudian dengan cepat sekali ia

berjumpalitan ke belakang dan turun ke atas tanah dengan

amat ringannya, kemudian dengan kedua tangan ia

mendorong perut kudanya sehingga binatang itu tidak

terbanting terlalu hebat. Melihat ini, diam2 Kwee Sin Bun

terkejut dan maklum bahwa ia berhadapan dengan lawan

yang tinggi kepandaiannya. 100



Sementara itu, tiga orang penunggang kuda yang

datang dari belakang, juga sudah tiba. Seorang di antara

mereka melihat perbuatan Sin Bun tadi, setelah tiba dekat

mengeluarkan pekik nyaring dan tahu2 tubuhnya melesat

dari atas kuda, melayang cepat sekali ke arah rombongan Sin

Bun. Bu Kiat yang menjaga di sebelah belakang tidak tahu

apa yang hendak dilakukan oleh penjahat itu, maka ia tidak

berani berlaku sembrono, hanya mencabut ruyungnya untuk

ber-jaga2. Ternyata penjahat itu melayang ke arah orang

yang memegang bendera Ang liong-piawkiok dan di lain saat,

bendera itu telah dirampasnya! Kejadian ini amat cepatnya

sehingga Bu Kiat dan Kwee Sin Bun tidak sempat

mencegahnya. Sambil ter-tawa2 penjahat itu menggerakkan

kedua tangannya dan "brett......... brettt......!" bendera Ang
liong-piauwkiok itu telah di-robek2nya!

"Bangsat hina dina, kau minta mampus!" Bu Kiat

membentak marah dan menggerakkan ruyungnya. Akan

tetapi Kwee Sin Bun yang mengerti bahwa enam orang

penjahat itu bukan orang2 sembarangan, mendahului

sutenya, memegang lengan Bu Kiat minta sute ini bersabar,

kemudian ia menghadapi enam orang yang semua telah turun

dari kuda.

"Enam orang sahabat mengapa main2 dengan kami?

Sudah ber-tahun2 bendera kami dari Ang-liong-piauwkiok itu

menjadi tanda persahabatan dan dihormati oleh semua

saudara di golongan liok-lim, mengapa hari ini liok-wi

(saudara berenam) me-robek2nya? Mungkinkah salah lihat?

Kami berdua adalah pendiri dari Ang-liong-piauwkiok, 101



siauwte adalah Sin-siang-to Kwee Sin Bun dan ini adalah

adikku Kim-coa-pian Bu Kiat. Liok-wi kalau ada perkara

boleh bicara, mengapa datang2 merobek bendera kami?"

Seorang di antara para penjahat berkedok itu tertawa

bergelak, suara ketawanya nyaring dan menyeramkan. "Ha
ha-ha, siapa mengenal segala Ang-liong-piauwkiok?

Jangankan Piauwkiok Si Naga-merah, biarpun Cacing-merah

atau Tikus-merah, kami takut apa sih?"

Merah muka Kwee Sin Bun. Ia maklum bahwa kata2

ini sengaja dikeluarkan untuk menghina dan mencari

perkara, maka diam2 ia berpikir. Belum pernah ada penjahat2

mengganggunya secara demikian berterang tanpa urusan,

pula penjahat2 ini berkedok. Apakah ini tidak ada

hubungannya dengan para penjahat yang mengganggu Liu
leng? Dia dan sutenya dipanggil oleh suheng mereka datang

ke Liu-leng membantu menghadapi penjahat2 yang

mengganggu kota itu, sekarang di tengah jalan ia dihadang

oleh penjahat2 yang berkedok pula! Tak salah lagi, mereka ini

tentulah konco2 penjahat yang dilawan oleh Hok Ti Hwesio,

suheng mereka. Dengan cepat Sin Bun mencabut goloknya

dan berkata.

"Kalau kalian tidak mengenal Ang-liong-piauwkiok,

ketahuilah bahwa kami adalah anak murid Hoasanpay dan

orang2 gagah dari Hoasanpay tidak akan mundur setapakpun

menghadapi segala macam penjahat hina, biar penjahat2 itu

pengecut dan bersembunyi di balik kedok sekalipun!"

Melihat sikap Sin Bun ini, Bu Kiat sudah

mempersiapkan ruyungnya dan tiga orang anak buah Ang- 102



liong-piauwkiok sudah mencabut golok dan toya mereka, siap

menghadapi pertempuran.

Para pcnjahat berkedok menjadi marah sekali. "Maju,

bunuh dua tikus busuk yg hendak mengeruhkan suasana ini!"

teriak penjahat yang tadi bicara. Serentak mereka

mengeluarkan senjata toya dan menyerbu dengan gerakan

cepat dan kuat. Sin Bun dan kawan-kawannya menyambut.

Pertempuran hebat terjadi di tempat sunyi itu. Suara senjata

tajam beradu mengerikan dan membikin takut sebelas ekor

kuda yang berada di situ. Binatang2 itu lari cerai-berai

menjauhkan diri.

Pertemuan lima lawan enam terjadi amat sengit dan

hebatnya. Benar dugaan Cin Bun tadi, enam orang penjahat

itu memiliki kepandaian tinggi dan rata2 memiliki ilmu

tongkat atau ilmu toya yang lihay. Sin Bun dengan sepasang

goloknya yang lihay masih dapat menahan desakan dua

orang pengeroyoknya, sedangkan Bu Kiat dengan ruyungnya

juga mempertahankan nama besarnya Sebagai Kim-coa-pian

yang sudah terkenal. Biarpun toya penjahat yang

melawannya amat lihay dan tenaga penjahat itupun besar

sekali, namun Bu Kiat dapat mengimbanginya dan belum

sampai terdesak.

Jang payah adalah tiga orang anak buah Ang-liong
piauwkiok itu. Mereka ini sebetulnya adalah orang2 pilihan

dari Ang-liong-piauwkiok dan mereka sudah kerap kali

diserahi tugas mengawal barang antaran kalau Bu Kiat atau

Sin Bun tidak sempat mengawal sendiri. 103



Ilmu silat mereka sudah lumayan dan boleh dibilang

paling lihay di antara kawan2nya di Ang-liong-piauwkiok,

bahkan sudah mendapat banyak petunjuk dari Bu Kiat atau

Sin Bun sendiri. Akan tetapi kali ini mereka menemui

batunya. Tiga orang penjahat berkedok yang menghadapi

mereka terlampau kuat sehingga tiga orang ini sebentar saja

terdesak hebat dan hanya dapat main mundur dan tangkis

saja.

Pada saat Sin Bun dan kawan2nya berada dalam

keadaan amat berbahaya itu, tiba2 terdengar derap kaki kuda

dan muncullah seorang penunggang kuda yang mukanya

berkedok pula, akan tetapi kedoknya berbeda dengan yang

dipakai oleh para penjahat itu. Kedok orang ini hanya

menutupi kedua matanya saja.

"Penjahat2 rendah yang pengecut!" Orang itu menegur

setelah kudanya bagaikan terbang cepatnya tiba di tempat

pertempuran. "Jangan menjual lagak di sini!" Tubuh yang

tegap itu dengan ringan bagaikan burung walet dan cepat

bagaikan kilat menyambar, telah melayang dari atas kuda

dengan pedang di tangan, kemudian begitu pedang

digerakkan, terdengar suara nyaring dan sebatang golok di

tangan seorang penjahat terlempar dan tangan yg memegang

golok tadi terluka parah.

Kemudian orang yang bukan lain adalah Kim-hoa
piauw ini, mengamuk dan menerjang ke kanan-kiri untuk

membubarkan penjahat2 yang tadinya mengepung dan

menindih Sin Bun dan kawan2nya. Sepak terjangnya

bagaikan naga mengamuk, pedangnya lihay dan cepat sekali 104



membuat para penjahat itu gentar menghadapinya. Adapun

Sin Bun dan Bu Kiat yang melihat datangnya bantuan lihay

ini terbangun semangatnya, demikianpun tiga orang anak

buahnya. Mereka bersilat lebih bersemangat dan

mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaga.

"Gelombang besar! Pasang layar!" demikian seru

seorang di antara enam orang penjahat itu. Inilah isyarat

bagi kawan2nya untuk melarikan diri. Bagaikan teratur,

mereka memutar senjata mencari kesempatan, kemudian lari

dan di tengah jalan melompat ke atas kuda masing2, lalu

kabur bagaikan dikejar setan.

Kim-hoa-piauw juga melompat ke atas kudanya dan

hendak pergi, akan tetapi Kwee Sin Bun melompat cepat di

depan kuda orang berkedok ini.

"Nanti dulu, taihiap! Kau yang telah datang menolong

kami, harap sudi memperkenalkan diri. Kami adalah orang2

Ang-liong-piauwkiok yang hendak pergi ke Liu-leng. Namaku

Kwee Sin Bun dan dia itu adalah suteku Bu Kiat. Kami

hendak membantu suheng Hok Ti Hwesio yang sudah

bertugas di Liu-leng."

Si kedok hitam itu hanya tertawa lebar, kemudian

berkata: "Selamat bekerja di Liu-leng!". Setelah berkata

demikian, ia menggebrak kudanya yang segera lari cepat

meninggalkan Sin Bun dan kawan2nya yang memandang

kagum.

"Siapakah dia yang gagah perkasa itu?" tanya Bu Kiat

yang masih terheran-heran. 105


Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Entahlah, dia memakai kedok dan tidak mau

memperkenalkan namanya. Melihat orangnya, ia masih

muda dan wajahnya tampan. Hanya amat sukar mengenal

wajah itu karena tertutup kedok. Melihat gelagatnya,

penjahat2 itu tentulah mereka yang mengganggu Liu-leng,

dan penolong kita tadi agaknya tahu akan keadaan di Liu
leng pula, maka benar-benar amat mengherankan mengapa

dengan adanya seorang gagah seperti dia, penjahat2 masih

dapat berlagak di kota itu."

"Belum juga masuk Liu-leng, kita sudah diserang dan

hampir saja celaka di tangan penjahat, benar2 hal ini amat

tidak menyenangkan kalau diketahui orang lain." kata Bu

Kiat.

"Memang amat tidak baik dan memalukan. Oleh

karena itu, peristiwa ini tidak perlu kita ceritakan di kota

Liu-leng." kata Sin Bun yang memesan kepada kawan2nya

untuk menutup mulut dan jangan membocorkan peristiwa

yang memalukan itu. Maka berangkatlah lima orang ini

menuju ke kota Liu-leng yang tidak jauh lagi, dengan

semangat menurun banyak dan sekarang bendera Ang-liong
piauwkiok tidak diperlihatkan lagi.

*

* *

Bekas tikoan Song Tek nampak ber-lari2 di pagi hari,

diikuti oleh tiga orang pelayannya. Bekas pembesar ini

nampak girang sekali dan setiap orang penduduk yg 106



dijumpainya di tengah jalan mendapat keterangan singkat

dari Song Tek:

"Lekas lihat, kepala penjahat telah binasa, mati di

tangan keponakanku malam tadi! Ha-ha, lihatlah bahwa

akhirnya aku yg berhasil menangkap penjahat!"

Mendengar berita ini, orang2 menjadi gempar.

Pangeran Lu sendiri setelah mendengar berita ini, cepat

keluar dari istananya, diikuti oleh pengawalnya, Hek-liong
pian Thio Cin Gan. Cepat mereka ini menyusul Song Tek

yang pergi ke gedung tikoan. Di sana mereka mendapatkan

Song Tek tengah dikerumuni banyak orang, di mana bekas

tikoan itu bercerita dengan lagak bangga.

"Malam tadi kepala penjahat itu berani mati

mengganggu rumahku yang sudah kujaga kuat2. Tidak saja

keponakanku Cung Hok Bi, juga banyak penjaga sengaja

kuatur untuk menjebak penjahat apabila berani datang.

Akhirnya penjahat datang, kami mengepungnya sampai

penjahat itu melarikan diri. Akan tetapi, sudah lama aku

mempunyai dugaan siapa adanya kepala penjahat iblis itu

dan malam tadi dugaanku itu terbukti tepat sekali! Aku

mengajak keponakanku dan para penjaga menuju ke rumah

penjahat besar itu, mengepung rumahnya dan akhirnya kami

berhasil membunuh penjahat itu di rumahnya sendiri."

Dengan wajah agak pucat Lie-tikoan bertanya:

"Song-hiante, siapakah kepala penjahat itu dan

sekarang di mana dia?"

Sebelum menjawab, Song Tek tertawa bergelak. 107



"Ha-ha-ha, Lie-taijin. Sayang sekali para enghiong

yang sudah kau datangkan tidak akan ada artinya lagi.

Kepala penjahat itu memang sudah sejak dahulu kucurigai,

hanya sayang karena belum ada bukti2nya maka aku belum

berani mengeluarkan perintah untuk menangkapnya. Dia itu

bukan lain adalah guru silat Kwan Ciu Leng dan sekarang

telah menjadi mayat di rumahnya sendiri!"

Bukan main kaget dan herannya Lie-tikoan, juga

Pangeran Lu terkejut sekali mendengar ini.

"Apa buktinya bahwa dia yang menjadi kepala

penjahat?" bentak Pangeran Lu sambil memandang tajam

kepada Song Tek.

"Memang hal ini mengejutkan sekali, Lu-ongya. Akan

tetapi kenyataannya memang begitu. Pantas saja penjahat2

itu sukar diberantas, tidak tahunya yg menjadi kepala adalah

orang yang selama ini kita percaya, bahkan membantu dalam

penjagaan kota. Ong-ya dapat melihat buktinya kalau

melihat dia sekarang. Marilah, di sana keponakanku masih

menjaga."

Ber-bondong2 mereka pergi ke rumah guru silat Kwan

Ciu Leng yang tinggal seorang diri dalam sebuah rumah yang

lebar pekarangannya, karena pekarangan ini dipergunakan

untuk melatih orang2 yang belajar silat. Ternyata di situ

sudah berkumpul banyak orang, akan tetapi mereka ini tidak

diperbolehkan masuk oleh Cung Hok Bi yg dengan pedang di

tangan menjaga di depan pintu. Pemuda ini nampak gagah

sekali, dan semua orang setelah mendengar bahwa Cung Hok

Bi berhasil menewaskan kepala penjahat, memandang 108



kepadanya dengan perhatian baru dan kekaguman. Hanya

banyak di antara mereka yang merasa penasaran, terutama

sekali mereka yang belajar ilmu silat kepada Kwan Ciu Leng,

atau yang menyuruh anak2 mereka belajar di situ, karena

apakah buktinya bahwa guru silat itu menjadi kepala

penjahat?

"Betulkah kau berhasil menewaskan kepala penjahat?"

tanya Pangeran Lu Siang Tek kepada Cung Hok Bi. Pemuda

ini menjura dgn hormat, lalu menjawab:

"Berkat kecerdikan paman Song, berkat nasib baik

penduduk Liu-leng, akhirnya hamba dapat membunuhnya

malam tadi, Ong-ya."

Dengan tak sabar, Lie-tikoan dan Pangeran Lu

diiringkan oleh semua orang yang ingin tahu memasuki

rumah itu, didahului oleh Cung Hok Bi dan Song Tek yg

wajahnya berseri gembira dan bangga. Benar saja, di ruang

tengah, di mana meja kursi berantakan dan terdapat tanda2

bekas pertempuran hebat, menggeletak tubuh Kwan Ciu

Leng yang berpakaian serba hitam dan di atas meja terdapat

sehelai kedok hitam seperti yang biasa dipakai oleh para

penjahat selama ini.

"Inilah kedoknya, hamba sendiri yang merenggut lepas

dari mukanya setelah ia mati." kata Song Tek membawa

kedok itu dan memberikannya kepada Lie-tikoan.

"Betulkah dia kepala penjahatnya............?" terdengar

Lie-tikoan bertanya ragu, "sayang sekali dia sudah tewas,

kalau tidak tentu dia dapat bercerita banyak tentang

peristiwa semalam......." 109



Kata2 ini membuat Song Tek menjadi marah. "Lie
tikoan! Apa kau masih tidak percaya? Aku pastikan bahwa

dia inilah penjahat yang selama ini mengganggu Liu-leng.

Sebelum kau menjadi tikoan menggantikan aku, hal ini sudah

kucurigakan, hanya baru sekarang terdapat buktinya, yakni

selain pakaian dan kedok, juga di kamarnya kudapati peti

terisi banyak barang-barang curian selama ini. Mari kau lihat

sendiri buktinya!"

Song Tek mengantar mereka memasuki kamar tidur

Kwan Ciu Leng dan memang di situ terdapat sebuah peti

yang isinya penuh dengan barang2 emas permata, barang2 yg

dikenal sebagai sebagian kecil dari barang2 berharga yang

selama ini dicuri oleh para penjahat.

"Memang semua ini membuktikan bahwa dia menjadi

penjahat, namun belum meyakinkan bahwa dia kepalanya."

kata pula Lie-tikoan.

Tiba2 Song Tek tertawa bergelak dan berkata dgn suara

keras sehingga suaranya sampai terdengar dari luar rumah:

"Lie-tikoan, semenjak kau menjadi tikoan di sini,

kapankah kau pernah menangkap penjahat? Satu2nya

penjahat yang tertawan pun dilakukan oleh seorang penjahat

lain yang berkedok! Hmm, sekarang kau agaknya

meremehkan jasa kami, yaitu keponakanku dan aku. Aku

tidak mengharapkan terima kasih, akan tetapi sedikitnya kau

harus tahu bahwa jasa ini lebih besar daripada jasamu

sebagai tikoan!" Setelah berkata demikian, dengan sikap

marah Song Tek meninggalkan tempat itu, mengajak

keponakan dan pelayan2nya, pulang ke rumahnya. 110



Lie-tikoan menjadi merah mukanya, apalagi ketika ia

melihat Pangeran Lu memandangnya dengan kening

dikerutkan, tanda tidak senang hatinya.

"Hok Ti Losuhu dan semua enghiong yang

membantuku harap tidak kecil hati dan jangan mengurangi

kewaspadaan. Baik guru silat Kwan ini ternyata kepala

penjahat atau hanya anak buahnya, namun kurasa para

penjahat tidak akan tinggal diam dan akan membuat

pembalasan. Harap penjagaan diperkuat. Baik sekali jiwi
enghiong (dua saudara gagah) Kwee Sin Bun dan Bu Kiat

sudah tiba pula sehingga dapat memperkuat penjagaan.

Kurasa penjahat2 itu akan melakukan serbuan besar-besaran

untuk membalas dendam."

Hok Ti Hwesio dan sute2nya menyatakan kesanggupan

mereka. Pangeran Lu Siang Tek tidak berkata apa2, hanya

segera meninggalkan tempat itu, diiringkan oleh

pengawalnya yang setia, Hek-liong-pian Thio Cin Gan setelah

pengawal ini memberi hormat kepada Lie-tikoan, juga

kepada Hok Ti Hwesio, Kwee Sin Bun, dan Bu Kiat yang

masih terhitung paman2 gurunya sendiri dari Hoasanpay.

Malam hari itu tidak terjadi serbuan penjahat, akan

tetapi di rumah gedung Pangeran Lu Siang Tek terjadi hal

yang amat penting. Ketika pangeran itu sedang duduk

seorang diri di dalam kamar buku, mengenangkan peristiwa

penjahat di Liu-leng dengan kening dikerutkan karena timbul

hal2 yang tidak diduganya, tiba2 terdengar suara perlahan

dan tahu2 seorang pemuda melayang turun dari atas dengan

ringan Sekali. Pemuda itu hanya mengeluarkan suara 111



"sssttt........." menyuruh pangeran itu jangan berbisik.

Sedangkan Pangeran Lu sendiri setelah melihat bahwa

pemuda itu adalah "Kim-Hoa-Piauw", tentu saja tidak

menjadi takut, hanya berdiri dengan sinar mata mengandung

penuh pertanyaan. Ia memandang tajam seakan-akan

hendak mengenali muka itu, hendak menembusi topeng

hitam, dan ia rasa2nya kenal pemuda ini, hanya ia tidak

yakin dan merasa bimbang.

"Kau......... Kim-hoa-piauw yang penuh rahasia,

apakah maksud kunjunganmu kali ini?" tanya Pangeran Lu
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan hati berdebar karena ia mengira bahwa kunjungan

penolong aneh ini pasti ada hubungannya dengan serbuan

penjahat2.

"Aku hanya hendak memberitahu kepadamu, Lu
ongya, akan sebuah rahasia yang akan mengejutkan hatimu.

Ketahuilah bahwa Hek-liong-pian Thio Cin Gan,

pengawalmu itu, sebetulnya adalah seorang anggauta

gerombolan........."

"Tak mungkin!" seru pangeran itu dengan muka pucat.

"Masihkah ongya bersangsi kepadaku yang sudah

mencoba untuk menghancurkan gerombolan penjahat ini?

Percayalah, ongya, bahwa ongya sekeluarga berada dalam

bahaya besar sekali dengan adanya Hek-liong-pian di sini

sebagai pengawalmu."

"Kalau begitu....... apakah yang harus kulakukan?

Besok akan kutangkap dan kupaksa dia mengaku!"

"Jangan, ongya. Akan lebih baik kalau kita pura2 tidak

tahu akan rahasianya. Akan tetapi untuk menjauhkan 112



bahaya, lebih baik mulai besok, kau suruh Hek-liong-pian

membantu penjagaan di rumah tikoan. Dengan alasan

memperkuat barisan untuk melawan penjahat, dia tidak

akan bercuriga."

Tiba2 Kim-hoa-piauw menghentikan kata2nya dan

sekali melesat ia telah keluar dari kamar itu. Pangeran Lu

mendengar suara tindakan kaki di luar pintu. Cepat ia

membuka daun pintunya dan melihat Siauw Hong lewat di

ruangan menuju ke kamar Bwe Hoa.

"Siauw Hong, apa yang kaulakukan malam2 di sini?"

tegurnya marah.

"Ohh" gadis pelayan itu menengok kaget dan

cepat2 memberi hormat, "mohon maaf, ongya. Hamba tidak

menyangka bahwa ongya masih belum tidur dan karenanya

mengganggu ongya. Hamba mencari tusuk konde hamba

yang siang tadi jatuh."

"Hmmm, dan kau sudah dapatkan atau belum?"

"Sudah, ongya, ini dia!" Gadis pelayan itu

memperlihatkan sebuah tusuk konde yang dipegangnya.

"Pergilah, dan lain kali jangan berkeliaran di waktu

malam, bikin kaget orang saja!" Gadis itu lalu mengundurkan

diri dan berjalan menuju ke belakang, ke kamarnya yang

berada di dekat kamar nonanya.

Baru saja Lu Siang Tek menutup jendela kamarnya,

dari jendela Kim-hoa-piauw melompat masuk lagi.

"Ongya, siapakah orang tadi?"

"Ah, dia hanya pelayan puteriku, Siauw Hong yang

mencari tusuk kondenya." 113



Terdengar si topeng hitam itu tertawa geli karena tadi

ia benar-benar kaget sekali mengira bahwa ada orang yang

mengintai.

"Nah, harap ongya sudi memperhatikan nasihatku

tadi. Hal ini bukan hanya untuk keselamatan ongya

sekeluarga, juga untuk memudahkan kita melakukan

penyelidikan. Terima kasih dan selamat malam, ongya."

"Nanti dulu, Kim-hoa-piauw. Mcngapa kau yang

menolong kami ini merahasiakan diri? Siapakah kau?"

Akan tetapi Kim-hoa-piauw hanya tersenyum dan

sekali ia berkelebat, tubuhnya melayang melalui jendela dan

sebuah benda meluncur daripadanya, tertancap di atas meja.

Ketika Pangeran Lu memandang, benda itu bukan lain

adalah sebuah piauw-bunga-emas (kim-hoa-piauw). Ia

menjemputnya dan meng-geleng2kan kepalanya sambil

menarik napas panjang.

"Heran, siapakah dia?"

Pertanyaan ini masih saja membingungkan pikiran

Pangeran Lu Siang Tek ketika pada keesokan harinya setelah

ia menyerahkan Hek-liong-pian Thio Cin Gan untuk

membantu dan memperkuat penjagaan di rumah tikoan

membantu Hok Ti Hwesio dan sute2nya dan pangeran ini

tengah duduk seorang diri, datang menghadap padanya

bekas tikoan, Song Tek! Bekas tikoan ini membawa berita

penting yang amat mengejutkan hati pangeran Lu.

"Lu-ongya, sungguh aneh sekali, mengapa ongya

menyuruh Hek-liong-pian menjaga di rumah Lie-tikoan?

Apakah maksud ongya dengan ini ?" tanyanya. 114



"Saudara Song, ada hubungan apakah antara kau

dengan urusanku ini?" Pangeran Lu balas bertanya dengan

hati tak senang.

"Lu-ongya, harap jangan salah mengerti. Sudah sejak

dulu sebelum siauwte dihentikan dari jabatan tikoan, siauwte

selidiki keadaan Hek-liong-pian Thio Cin Gan dan siauwte

mengetahui sebuah rahasia yang mengejutkan hati."

Berubah wajah pangeran Lu mendengar ini. "Rahasia

apakah? Harap jangan bicara seperti orang berteka-teki!"

Dengan suara perlahan Song Tek berkata: "Ongya,

ketahuilah bahwa menurut sangkaan siauwte, Hck-liong-pian

itu adalah kaki tangan penjahat! Dengan menyuruh dia

menjaga di rumah Lie-tikoan, bukankah itu berarti

memasukan mata2 penjahat ke dalam barisan penjagaan?

Pula, tindakan ongya ini dapat menimbulkan kecurigaannya

dan siapa tahu malam nanti ia dan kawan2nya akan turun

tangan. Oleh karena itu, menurut pendapat hamba yang

bodoh, hendaknya ongya diam2 menyuruh orang2 gagah

secara sembunyi melihat gerak-geriknya malam nanti untuk

menjaga segala kemungkinan."

Kata2 ini benar2 amat mengejutkan hati Lu Siang Tek.

Malam tadi Kim-hoa-piauw si topeng hitam juga

menyatakan bahwa Thio Cin Gan adalah seorang anak buah

gerombolan penjahat. Sekarang Song Tek berkata demikian

pula. Ia mulai sangsi dan menyesal. Kalau benar bekas tikoan

ini demikian pandai dan betul2 memperhatikan peristiwa

gangguan di kota, ia menyesal mengapa mengganti tikoan

dengan Lie-tikoan yang ternyata tidak berjasa apa2. Akan 115



tetapi bagaimana pendapat Kim-hoa-piauw dan Song Tek ini

demikian sama? Apakah ada hubungan antara Song Tek dan

si topeng hitam? Tiba2 Pangeran Lu teringat akan Cung Hok

Bi, pemuda keponakan Song Tek yang telah berhasil

membunuh Kwan-kauwsu yang dituduh sebagai kepala

penjahat. Mungkin sekali! Mungkin sekali Cung Hok Bi

itulah yang menjadi Kim-hoa-piauw, karena perawakannya

pun sama, juga pemuda itu tampan dan gagah. Pantas saja

aku merasa kenal kepada Kim-hoa-piauw, pikir pangeran Lu.

"Keteranganmu ini penting sekali, harap kau lekas

panggil Lie-tikoan ke sini." kata Pangeran Lu kepada Song

Tek yang menjadi girang sekali karena omongannya

dipercaya.

Setelah Lie-tikoan datang, maka mereka bertiga lalu

membicarakan urusan itu. Lie-tikoan mengerutkan

keningnya.

"Benar2 urusan ini ber-belit2 dan aneh sekali," katanya.

"Siapa sangka bahwa pengawal pribadi ongya sendiri

menjadi penjahat. Menurut keterangan Hok Ti Hwesio dan

dua orang sutenya, para penjahat adalah bekas orang2 Thian
tung-kaypang (perkumpulan pengemis tongkat langit) di

kotaraja. Perkumpulan ini dahulunya dipimpin oleh seorang

kakek aneh yang sakti dan bernama Bu Beng Sin-kay

(pengemis sakti tanpa nama). Akan tetapi semenjak kakek ini

meninggal dunia, perkumpulan ini bubar. Menurut Hok Ti

Hwesio dan sute2nya, ilmu silat dari para penjahat itu

sebagian besar mirip dengan ilmu silat dari bekas

perkumpulan pengemis itu. Adapun Hek-liong-pian Thio Cin 116



Gan menurut keterangan Hok Ti Hwesio adalah anak murid

Hoasanpay, bahkan murid keponakan dari Hok Ti Hwesio

sendiri. Bagaimana ia bisa menjadi penjahat?"

"Siauwte harap dalam hal ini kau tak usah terlalu

bingung dan pusing, Lie-tikoan." kata Song Tek. "Bukankah

tugas kita membasmi penjahat2 itu? Lebih baik kau memberi

pcrintah kepada Hok Ti Hwesio untuk mengikuti sepak

terjang Hck-liong-pian malam ini, siapa tahu kalau akan

terbuka rahasianya."

"Kata2 saudara Song Tek ini tepat sekali, harap kau

suka lakukan usul ini sebaiknya. Lebih cepat gerombolan

penjahat ini tertangkap, lebih baik lagi."

Lie-tikoan tak berani membantah lalu pulang untuk

berunding dengan Hok Ti Hwesio.

Setelah tikoan itu pergi, Pangeran Lu berkata kepada

Song Tek:

"Keponakanmu yang gagah itu, dia itu murid partai

manakah?"

"Lu ongya maksudkan Cung Hok Bi? Ah, dia hanya

anak murid Butongpay, memiliki sedikit kepandaian bermain

pedang dan piauw."

"Hmm...." Pengeran Lu meng-angguk2. "Saudara

Song, karena sekarang pengawalku tidak ada, kuharap kau

suka tolong padaku, mengijinkan keponakanmu itu untuk

sementara ini menjadi pengganti Hek-liong-pian Thio Cin

Gan. Biar dia mengawaniku di sini dan menjadi pengawalku.

Kelak kalau gerombolan penjahat sudah lenyap, dia boleh 117



pulang dan akan menerima banyak hadiah untuk

perlindungannya terhadap keluarga kami."

Song Tek tersenyum dan cepat memberi hormat.

"Terima kasih banyak atas kepercayaan ongya yang besar

itu. Sudah menjadi kewajiban keponakanku itu untuk

menjaga ketenteraman kota, apalagi menjaga keselamatan

ongya sekeluarga. Baiklah, ongya, hamba akan segera

memberi perintah kepada Hok Bi agar sore hari ini juga

pindah ke gedung ini melakukan penjagaan. Dengan adanya

Hok Bi di sini, ongya sekeluarga boleh mengaso dengan aman

dan tenteram. Mana ada penjahat berani mengganggu?

Kepala penjahatnya saja sudah tewas di tangan Hok Bi!"

Pangeran Lu girang mendengar ini dan menyatakan

tcrima kasihnya sambil memberi hadiah kepada Song Tek.

*

* *

"Ibu, kalau aku tidak dilamarkan Lu-siocia, aku mau

bunuh diri saja. Apa artinya hidup di dunia ini kalau
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keinginanku yang satu ini tidak dipenuhi?" kata2 yang

diucapkan dengan suara me-rengek2 ini adalah ucapan Lie

Kian Liong putera tikoan Lie, pemuda yg tolol itu. Ber-kali2

ia minta dilamarkan Lu-siocia dan menyatakan bahwa ia ter
gila2. Sudah lama ia rewel dengan permintaannya ini, namun

ayah-bundanya tidak mau menuruti permintaannya.

"Liong-ji, apakah otakmu sudah miring?" ayahnya

membentak marah sekali sambil menggebrak meja. "Orang 118



macam kau, hanya anak seorang tikoan seperti aku, mau

meminang puteri Pangeran Lu Siang Tek? Kau bilang kalau

tidak dilamarkan akan membunuh diri? Habis kalau nanti

dilamar lalu ditolak, kau mau apa?"

"Ditolak? Tidak mungkin ditolak. Lu-siocia seorang

yang berbudi mulia, tidak nanti mau menyakiti hatiku."

"Kau mau menang sendiri. Jawab, bagaimana kalau

nanti pinanganku ditolak? Apakah kau juga mau membunuh

diri ?" tanya Lie Kim Hong marah.

"Mengapa? Kalau ditolak ya sudah! Bukan dia saja

wanita di dunia ini." jawab Lie Kian Liong. Memang pemuda

ini aneh sekali wataknya, keras hati dan tidak mau sudah

sebelum kehendaknya dituruti, kadang2 tolol akan tetapi

kadang2 jawabannya bersifat gagah seperti yg baru saja ia

ucapkan. Ayah-bundanya telah mengenal sifatnya, dan tahu

betul bahwa biarpun Kian Liong itu tolol, namun anak ini

semenjak kecil memegang teguh kata2nya. Sekali bilang

hitam tentu hitam pula dilakukannya, sekali putih tetap

putih. Maka dapat dibayangkan betapa susah hati mereka

ketika mendengar bahwa Kian Liong akan membunuh diri

kalau tidak dilamarkan Lu-siocia. Akan tetapi, mendengar

kata2 terakhir dari anak tunggal itu bahwa dia tidak akan

membunuh diri dan akan menerima kalau sampai pinangan

ditolak, hati ayah dan ibu ini agak terhibur.

"Tidak ada jalan lain, biarlah kita tebalkan muka dan

mencoba untuk meminang." kata Lie-tikoan, dan Lie-hujin

diam2 merasa bersedih sekali mengapa mempunyai putera

seorang saja demikian bodoh dan manja. 119



Dengan hati berdebar dan muka merah, Lie-tikoan dan

isterinya dikawani oleh seorang perantara menghadap

Pangeran Lu untuk mengajukan pinangan. Lie-tikoan tidak

berani menyerahkan tugas ini kepada seorang perantara

seperti biasanya, karena ia menjaga hubungan baik antara

dia dan Pangeran Lu.

Biarlah dia menghadap sendiri dan biar dia dan

isterinya yang menerima kemarahan maupun penghinaan

asalkan ia jangan menyinggung hati pangeran itu dan

menimbulkan permusuhan secara diam2 seperti kalau ia

menyerahkan hal ini kepada seorang perantara dan tidak

secara terang-terangan menghadap sendiri. Dengan suara yg

perlahan dan sukar sekali keluarnya, Lie-tikoan

menyampaikan maksud kunjungannya, yaitu mengajukan

pinangan atas diri Lu-siocia untuk puteranya.

Mendengar pinangan ini, muka pangeran Lu menjadi

merah sekali. Tepat dugaan Lie-tikoan bahwa andaikata

yang mengajukan pinangan itu seorang perantara, tentu

pangeran Lu akan marah sekali dan memaki-maki. Akan

tetapi karena yang menghadap adalah Lie-tikoan suami

isteri, maka sebagai tuan rumah, pangeran Lu tidak mau

bersikap kasar. Dengan senyum paksa ia menjawab setelah

berpikir lama sekali sambil meng-elus2 jenggotnya.

"Lie-tikoan, sudah sewajarnya seorang pria meminang

seorang wanita, dan karenanya pinanganmu ini kuanggap

sewajarnya. Akan tetapi, mengingat bahwa kita ini berada di

kota Liu-leng yang sedang menghadapi rongrongan penjahat,

kiranya belum tepat kalau bicara tentang pcrjodohan. 120



Apalagi mengingat bahwa kaulah yang menjadi tikoan di

kota ini dan yang bertanggung jawab terhadap masalah

gangguan gerombolan penjahat ini."

"Mohon beribu ampun, ongya. Sesungguhnya biar

sampai mati sekalipun siauwte mana berani mengganggu

ongya dengan urusan perjodohan ini dalam waktu seperti

sekarang. Siauwte pun mengetahui bahwa tidak selayaknya

bicara tentang urusan ini dalam waktu kita menghadapi

ancaman bahaya para penjahat. Akan tetapi apa hendak

dikata, putera kami yang bodoh dan manja itu mendesak

supaya siauwte berdua mengajukan pinangan dengan

memberanikan hati menghadapi kegagalan. Kalau tidak

siauwte turuti permintaannya, dia hendak membunuh diri.

Demikian besar cintanya terhadap puteri ongya yang baru

satu kali dilihatnya."

Diam2 pangeran Lu merasa geli dan juga bangga

bahwa puterinya sampai dapat mendatangkan pikiran gila2

pada pemuda putera Lie-tikoan yang tampan itu. Akan

tetapi ia agak kecewa kalau teringat betapa putera tikoan

yang "terpelajar" dan tampan itu, mempunyai sifat2 yang

agak aneh.

"Hmm, anak muda sekarang memang berdarah panas

dan nekad," katanya sebagai komentar, "sekarang begini

saja, Lie-tikoan. Kau kerahkan seluruh kebisaanmu untuk

membasmi para penjahat dan mengamankan kota Liu-leng.

Kalau memang benar bahwa pembasmian penjahat nanti

oleh karena jasa2mu, soal pinangan ini akan kami

pertimbangkan masak2. Pendeknya, kami pada saat ini 121



belum menolak, juga belum menerima, tergantung atas

keadaan di kota ini kelak dan tergantung pula terutama

sekali atas jasamu mengamankan kota Liu-leng."

Dengan jawaban ini, Lie-tikoan dan isterinya pulang.

Kian Liong sudah menunggu di depan pekarangan dan

menyambut mereka dengan pertanyaan: "Bagaimana, ibu?

Diterimakah? Apa kata nona Bwe Hwa yang cantik?"

"Hushh... mari masuk dan bicara di dalam!" bentak

ibunya marah. "Masa urusan itu dibicarakan di luar

pekarangan, di tempat umum!"

Setelah mereka masuk, dengan sabar Lie-tikoan

berkata:

"Kami telah memenuhi permintaanmu dan meminang

Lu-siocia, akan tetapi........"

"Ditolak, ayah?" tanya Kian Liong dengan suara

lemas.

"Ditolak sih belum........."

"Kalau begitu diterima?" suara Kian Liong seperti

bersorak.

"Diterima juga belum."

"Habis, bagaimana?"

"Keputusannya menanti sampai para penjahat

terbasmi habis dari kota Liu-leng, agaknya diterima atau

tidaknya juga tergantung dari hasil atau tidaknya aku

membasmi para gerombolan penjahat itu."

Kian Liong bersorak girang. "Kalau begitu pasti di

terima! Ha-ha, pasti diterima! Lu Bwe Hwa akan menjadi

isteriku, Ayah. Mana ada penjahat yang bisa lolos dari 122



kejaranmu?" Dengan girang sekali Kian Liong ber-jingkrak2

dan me-nyanyi2.

Sementara itu, Hok Ti Hwesio, Kim-coa-pian Bu Kiat,

dan Sin-siang-to Kwee Sin Bun sudah ber-siap2. Mereka

bertiga ini kaget seperti disambar petir ketika mendengar

dari Lie-tikoan bahwa mereka malam nanti harus

menyelidiki dan mengikuti murid keponakan mereka sendiri,

Hek-liang-pian Thio Cin Gan yang dituduh anak buah

penjahat oleh Lie-tikoan. Tentu saja mereka tidak percaya

dan menjadi penasaran.

"Kalau memang ternyata betul bahwa dia itu anggauta

gerombolan penjahat, aku akan menghancurkan kepalanya!"

kata Kim-coa-pian Bu Kiat.

"Aku akan membelah dadanya, dia membikin malu

Hoasanpay!" kata Kwee Sin Bun.

Malam itu diam2 mereka meng-amat2i Thio Cin Gan,

akan tetapi agar jangan sampai kentara, Hok Ti Hwesio

membagi-bagi tugas penjagaan seperti biasa.

"Kau harus menjaga di pintu gerbang sebelah selatan

dan meronda sampai ke pintu barat." kata Hok Ti Hwesio

kepada Cin Gan.

"Susiok, maafkan teecu karena malam hari ini teecu

tidak enak badan. Kalau teecu memaksa diri melakukan jaga

malam dan terkena angin, tentu besok akan jatuh sakit."

jawab Thio Cin Gan.

Di dalam hatinya, Hok Ti Hwesio menaruh hati curiga,

akan tetapi pada wajahnya tidak terbayang sesuatu, bahkan

dgn sungguh2 dan ramah ia berkata: 123



"Memang berjaga setiap malam amat melelahkan dan

orang dapat jatuh sakit terkena angin malam. Kau

mengasolah, kurasa malam ini penjahat2 takkan berani

keluar karena penjagaan kita amat kuat."

Menjelang tengah malam, bayangan hitam yang

berkedok nampak berkelebat bagaikan iblis, berlompatan di

atas genteng2 rumah orang di kota Liu-leng. Bayangan ini

ternyata tahu di mana terdapat penjaga2 yang menjaga kota

dengan amat kuatnya, buktinya ia selalu memilih jalan yang

justru tidak terjaga! Ia tidak tahu bahwa semenjak tadi, tiga

bayangan orang mengikutinya dan tiga orang ini bukan lain

adalah Hok Ti Hwesio, Kwee Sin Bun, dan Bu Kiat. Tiga

orang jago Hwasanpay ini marah bukan main karena mereka

tadi melihat sendiri betapa Thio Cin Gan murid-keponakan

mereka, telah keluar dari rumah dengan pakaian dan kedok

penjahat! Kwee Sin Bun dan Bu Kiat sudah gatal2 tangan

hendak memberi hajaran kepada anak murid yang murtad

ini, akan tetapi Hok Ti Hwesio mencegah mereka dan

mengajak mereka mengikuti ke mana perginya Hek-liong
pian Thio Cin Gan yang kini tidak memegang pian,

melainkan membawa sebuah toya.

Ternyata kemudian bahwa Thio Cin Gan menuju ke

rumah gedung Pangeran Lu, cocok seperti dikhawatirkan

oleh bekas tikoan Song Tek! Akan tetapi, baru saja kaki Thio

Cin Gan menginjak genteng, dari belakang terdengar suara

bentakan:

"Bangsat rendah, murid murtad. Binatang macam
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkau harus binasa!" Inilah suara Bu Kiat yang sudah tidak 124



dapat menahan sabar lagi dan ia menyerang dgn ruyungnya

yang menyambar kepala penjahat berkedok itu.

Penjahat berkedok itu yang bukan lain orang adalah

benar Hek-liong-pian Thio Cin Gan kaget bukan main karena

tidak menyangka bahwa ia selama itu diikuti orang. Apalagi

ketika ia mengelak dan melompat ke samping, dilihatnya tiga

orang susioknya yang mengejar dan mcnyerangnya, ia

menjadi gentar. Ilmu silat dari Cin Gan memang tidak kalah

banyak kalau dibandingkan dengan para susioknya ini

karena selain mendapat latihan dari Hoasanpay, diapun telah

mempelajari banyak macam ilmu silat tinggi. Akan tetapi

menghadapi tiga orang tokoh Hoasanpay ini sekaligus, ia

merasa tidak sanggup.

Maka tanpa mengeluarkan sepatahpun kata, ia

melompat ke atas genteng depan dan hendak melarikan diri.

Celaka baginya, dari depannya berkelebat bayangan yang

gesit dan tahu2 di depannya telah berdiri seorang pemuda

yang memakai topeng hitam.

"Kim-hoa-piauw..." keluh Cin Gan dengan hati

seperti berhenti detiknya.

Pemuda bertopeng hitam itu tertawa dan pedangnya

menyambar bagaikan kilat cepatnya. Cin Gan menangkis

dengan toyanya dan sebentar saja mereka telah bertarung

sengit. Namun hanya beberapa gebrakan saja karena keburu

datang Hok Ti Hwesio, Kwee Sin Bun dan Bu Kiat.

"Taihiap, biarkan kami menghukum murid keparat

ini!" seru Hok Ti Hwesio yang mengenal pemuda itu sebagai

orang yang pernah berkali-kali membantunya melawan para 125



penjahat. Juga Bu Kiat dan Kwee Sin Bun mengenal pemuda

itu sebagai orang yang telah menolong mereka dari kepungan

penjahat di luar kota Liu-leng.

Pemuda bertopeng atau Kim-hoa-piauw itu tersenyum

lalu melompat ke pinggir. Adapun tiga orang jago Hoasanpay

itu segera maju menerjang Cin Gan dengan sengit.

Melihat ini, diam2 Cin Gan terkejut dan maklum bahwa

ia takkan mendapat ampun lagi. Maka ia menjadi nekad dan

toyanya bergerak melindungi tubuhnya. Biarpun ia juga

anak murid Hoasanpay, namun ia telah banyak mempelajari

ilmu silat lain dan begitu ia menahan tiga orang susioknya

yang kini menjadi lawan, tiga orang jago Hoasanpay ini

maklum bahwa bekas anak murid itu mainkan ilmu tongkat

dari Thian-tung-kaypang yang lihay.

"Keparat, buka kedokmu!" bentak Hok Ti Hwesio.

Akan tetapi Cin Gan tidak mau memperdulikannya

karena maklum bahwa andaikata ia berlutut minta ampun,

tetap saja ia tidak akan bebas daripada hukuman mati, maka

daripada mati mendapat malu lebih baik mati di balik kedok.

Ia menyerang makin hebat. Bu Kiat dan Kwee Sin Bun

marah bukan main.

Berbeda dgn Hok Ti Hwesio yang ingin menawan

hidup2 penjahat itu, dua orang jago Hoasanpay ini bernafsu

untuk membunuh bekas anak murid yang mencemarkan

nama baik partai mereka. Menghadapi kurungan senjata tiga

orang jago ini, Cin Gan tidak dapat bertahan lebih lama lagi.

Berturut-turut ruyung di tangan Bu Kiat dan golok di

tangan Kwee Sin Bun menghantam tubuhnya dan di lain 126



saat ia terjungkal mandi darah, berkelojotan dan ter-guling2

dari atas genteng, jatuh ke bawah dan putus napasnya!

Hok Ti Hwesio melompat turun dan membuka kedok

penjahat itu. Tak salah lagi. Dia adalah Hek-liong-pian Thio

Cin Gan yang kini telah tewas.

Sementara itu, ribut2 ini telah menarik perhatian para

penjaga dan Pangeran Lu Siang Tek sendiri sampai keluar

dan sempat melihat penjahat itu roboh. Girang hati pangeran

ini melihat Kim-hoa-piauw berada di situ dan lebih girang

lagi ketika mendapat kenyataan bahwa penjahat itu telah

terbunuh. Akan tetapi, kembali ia tertegun dan terheran
heran ketika mendapat kenyataan bahwa benar2 penjahat itu

adalah Hek-liong-pian Thio Cin Gan!

Tepat sekali dugaan bekas tikoan Song Tek!" kata

pangeran itu. Ia tiba-tiba teringat kepada Cung Hok Bi

keponakan Song Tek itu yang telah tinggal di gedungnya

untuk sementara menjadi pengawal atau penjaganya

menggantikan kedudukan Thio Cin Gan. "Eh, di mana Cung

Hok Bi? Mengapa dia tidak keluar ada ribut2 ini?" tanyanya

kepada para penjaga. Tak seorangpun penjaga melihat

pengawal baru ini.



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ





"Hamba sekalian tidak melihat dia, ongya" jawab

seorang penjaga.

"Hmm, pengawal macam apa itu? Masa ada ribut2 dia

masih tidur saja?" pangeran Lu mengomel.

Tiba-tiba Kim-hoa-piauw berkata kepada Hok Ti

Hwesio: "Sam-wi enghiong, harap segera bawa pergi jenazah 127



penjahat ini. Dia masih banyak kawannya dan siapa tahu

kalau mereka itu menyerbu tempat kediaman Lie-tikoan."

Kata2 ini mengingatkan kepada Hok Ti Hwesio bahwa

memang di tempat Lie tikoan hanya dijaga oleh anak

buahnya saja dan apabila terjadi serbuan akan berbahaya

sekali. Maka cepat2 ia berpamit kepada Pangeran Lu dan

mengajak dua orang sutenya pergi membawa jenazah bekas

murid keponakan itu untuk bukti.

Setelah mereka pergi, Kim-hoa-piauw berkata kepada

Pangeran Lu: "Ong ya, hamba ingin bicara penting dengan

ongya."

"Mari kita masuk ke dalam." ajak pangeran itu yg

segera menyuruh para penjaga untuk melakukan penjagaan

lagi dengan tertib dan mencari Cung Hok Bi, minta kepada

pemuda itu supaya berlaku waspada dan jangan tidur saja.

Kemudian bersama Kim-hoa-pianw ia masuk ke ruangan

dalam.

"Ongya, sesungguhnya Cung Hok Bi tidak malas atau

lalai. Semenjak tadi ia menjaga, bahkan dia yang lebih dulu

menghadapi penjahat." kata pemuda bertopeng itu setelah

mereka berada di ruang dalam.

"Apa maksudmu?" tanya Lu Siang Tek, tidak

mengerti. Si topeng hitam itu lalu membuka topengnya

sambil tersenyum.

"Kau........?" Pangeran itu berseru kaget. "Jadi kaukah

Kim-hoa-piau............?"

Pemuda itu memasang lagi topengnya. "Harap ongya

sudi merahasiakan hal ini sampai kumpulan penjahat ini 128



terbongkar habis. Hanya kepada ongya hamba membuka

rahasia ini. Sengaja hamba menyembunyikan diri di balik

topeng ini agar lebih mudah bagi hamba melakukan

penyelidikan."

Pangeran Lu meng-angguk2, nampaknya girang dan

kagum sekali. "Bagus sekali, kau memang amat

mengagumkan dan kami berterima kasih sekali atas segala

pertolonganmu. Dan selanjutnya, selain membuka rahasiamu

kepadaku, hal penting apalagi yang hendak kau

rundingkan?"

"Begini, ongya. Hamba sudah tahu akan rencana dan

maksud para penjahat yang hendak dilakukan terhadap

keluarga ongya. Oleh karena itu, hamba harap ongya akan

menuruti nasihat hamba demi keselamatan keluarga ongya

sendiri."

Pangeran itu menjadi pucat dan dadanya berdebar.

"Rencana apakah yang mereka hendak lakukan? Harap lekas

memberitahu. Tentu saja kami akan menurut nasihat2mu."

"Pertama, seperti yang sudah mereka buktikan dgn

percobaan2 untuk menculik siocia, kepala pcnjahat itu

agaknya ter-gila2 kepada Lu-siocia dan hendak menculiknya.

Kedua, mereka itu mencari sesuatu di dalam gedung ongya

dan menurut pendengaran hamba ketika hamba selidiki,

mereka itu ingin mencuri harta pusaka dari keluarga Lu yang

terdiri dari mahkota dan perhiasan2 dari nenek moyang

keluarga ongya."

Pangeran Lu menjadi pucat. Soal pertama, tentang

maksud menculik puterinya, ia tidak menjadi kaget 129



mendengar ini karena memang sudah diduganya. Akan tetapi

soal kedua ini, benar2 membikin ia kaget dan heran.

"Bagaimana mereka bisa tahu tentang harta pusaka

itu ...?" tanyanya.

Cung Hok Bi tersenyum dan sepasang matanya berseri

di balik topeng hitamnya. "Mereka itu terdiri dari orang2

pandai, ongya."

"Kalau begitu... bagaimana baiknya menurut

nasihatmu?"

"Melakukan penjagaan di kota ini menghadapi

kawanan penjahat itu bukanlah hal yang mudah, ongya, oleh

karena sasaran para penjahat itu bukan terhadap keluarga

ongya sendiri. Maka menurut pendapat hamba yang bodoh,

adalah lebih baik apabila ongya sekeluarga membawa harta

pusaka itu mengungsi untuk sementara waktu ke kotaraja.

Setelah di sini aman, barulah ongya kembali. Biar hamba

yang akan mengawal, dan kebetulan sekali paman hamba

juga hendak pindah ke kotaraja."

Pangeran Lu Siang Tek meng-angguk2. Memang

nasihat ini baik sekali dan kiranya yang paling selamat pada

waktu itu hanya mengungsi ke kotaraja.

"Biarlah tikoan bodoh itu melanjutkan usahanya

menghadapi para penjahat. Hamba akan mengantar ongya

sampai ke kotaraja, setelah selamat tiba di sana, baru hamba

akan kembali ke sini dan hamba akan membersihkan para

penjahat. Sementara hamba pergi, biarlah Lie-tikoan

mencoba kebodohannya bersama orang2nya yang tolol

semua." 130
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo



"Apakah tidak perlu minta bantuan Hok Ti Hwesio

untuk mengawal?" tanya pangeran itu.

Cung Hok Bi tersenyum menyindir. "Hwesio itu? Ah,

ongya. Mana ada yang boleh dipercaya segala orang

pengawal itu? Buktinya, Hek-liong-pian Thio Cin Gan yang

tadinya menjadi pengawal pribadi ongya, bagaimana

kesudahannya? Ongya, hamba yang akan mengantar dan

hamba yang menanggung bahwa segala anjing busuk tidak

akan ada yang berani mengganggu ongya. Kalau selembar

rambut ongya saja terganggu, hamba mengganti dengan

nyawa hamba. Kalau ongya membawa pengawal lain, hamba

takkan ikut mengantar, karena pertanggungan jawab hamba

lebih berat lagi. Apapula sekarang ini kita melakukan

perjalanan bersama dengan rombongan paman Song Tek

yang sudah membawa beberapa orang pengawal yang tinggi

kepandaiannya. Harap ongya tidak khawatirkan apa2."

"Baiklah. Bila kita berangkat?"

"Selekasnya lebih baik."

"Kurasa tiga hari lagi baru kami dapat ber-siap2."

"Baik, ongya. Sementara itu, dalam tiga hari ini akan

hamba coba membubarkan semua penjahat." Setelah herkata

demikian, pemuda ini memberi hormat dan sekali berkelebat

bayangannya lenyap ditelan malam gelap.

*

* * 131



Dua hari kemudian keluarga Lu sudah ber-siap2. Sudah

ditetapkan bahwa besok pagi2 keluarga pangeran ini akan

berangkat ke kotaraja. Pagi hari kedua itu selagi pangeran

Lu memberi perintah kepada para pelayannya untuk

membereskan barang2 dan memeriksa kendaraan serta kuda

yang hendak dipergunakan esok hari, muncul Lie Kian

Liong, pemuda tolol putera Lie-tikoan. Biarpun di rumah ia

terkenal tolol, namun bagi pangeran Lu dia tidak tolol karena

pangeran ini belum pernah melihat sikapnya yang tolol itu,

sebaliknya di depan pangeran ini, Kian Liong selalu bisa

bersikap hormat dan berlagak se-akan2 seorang terpelajar

tulen!

"Selamat pagi, Lu-ongya......." salamnya sambil

memberi hormat.

"Eh, kau Kian Liong? Ada keperluan apakah kau pagi2

datang ke sini? Apakah disuruh oleh ayahmu?"

"Tidak disuruh apa-apa oleh ayah, ongya. Hanya

sudah lama aku tidak bertemu dengan ongya dan

dengan........ siocia. Aku ingin bertemu dengan ongya

sekeluarga dan melihat keluarga ongya selamat dan sehat

saja."

"Hmmm..........." Pangeran Lu tidak bisa berkata apa2

karena biarpun kata2 yang diucapkan oleh orang muda itu

luar biasa, namun sifatnya ramah dan baik.

"Kau pulanglah, kami sedang sibuk ber-siap2 untuk

keberangkatan kami." 132



"Saya mendengar ongya sekeluarga hendak pesiar ke

kotaraja, betulkah?" tanya pula Kian Liong, se-akan2 tidak

mendengar pangeran itu mengusirnya secara halus.

"Betul, kami semua hendak pergi ke kotaraja.

Sekarang kami sedang sibuk, kau pulanglah, aku tidak dapat

melayanimu lebih lama lagi, perlu memeriksa sendiri

kendaraan yang hendak dipakai besok." Setelah berkata

demikian, pangeran itu meninggalkan Kian Liong bengong di

situ.

Setelah pangeran itu pergi, Kian Liong celingukan dan

kembali seperti dulu ia me-lihat2 gambar di ruangan depan.

Para pelayan yg mengenal pemuda ini sebagai putera tikoan,

tidak ada yang berani menegur, hanya diam2 merasa geli

menyaksikan tingkah laku yang aneh dan lucu itu.

Seperti dulu pula, Kian Liong tahu-tahu telah

"nyelonong" masuk ke dalam taman. Memang ia bernasib

baik dalam asmara, karena kebetulan sekali Lu Bwe Hwa

berada di taman pula seorang diri, menghadapi meja taman

dan duduk melamun.

"Lu-siocia, sedang melamun memikirkan siapakah

gerangan?"

Tentu saja Bwe Hwa kaget setengah mati dan

melompat dari tempat duduknya. Otomatis tangannya

menyambar benda yang berada di atas meja dan mendekap

benda itu pada dadanya.

"Kau....... mengapa kau datang kesini?! Pergi kau

orang kurang ajar. Ayah akan marah kalau melihat kau

disini!" 133



"Aku sudah berjumpa dengan ayahmu, nona. Dia

sedang sibuk sekali menguruskan persiapan untuk pergi

besok. Nona, kau hendak pergi ke kotaraja, untuk berapa

lamakah? Jangan terlalu lama, nona, aku tidak kuat

menahan rindu.............."

"Mulut jahat! Kau jangan bicara sembarangan!"

"Eh-eh, adikku yang baik, mengapa marah2?

Bukankah ayahku sudah meminangmu kepada ayahmu?"

"Akupun tahu, dan ayahku tidak menerima

pinanganmu!"

"He-he, bukan tidak menerima, melainkan belum

menerima. Belum bukan berarti tidak, dan belum bukan

berarti menolak. Karena belum diterima, berarti kita baru

setengah bertunangan, bukan?"

"Cukup! Aku.......... aku benci padamu!" teriak Bwe

Hwa sambil menaruh benda yang dipegangnya tadi keras2 di

atas meja. Saking marahnya ia sampai lupa akan benda yang

dipegangnya itu. Sikap pemuda tolol ini benar2 memuakkan

hatinya.

Melihat benda itu, Kian Liong melangkah maju dan

mengambil benda itu yang ternyata adalah sebuah piauw
kembang-emas.

"Eh, apa ini? Seperti pisau........" katanya perlahan.

Serentak Bwe Hwa memutar tubuhnya dan mukanya

menjadi merah melihat piauw itu telah dipegang oleh Kian

Liong.

"Berikan padaku piauw itu!" bentaknya. 134



Akan tetapi Kian Liong tidak mau memberikannya.

"Apakah ini punyamu, nona? Kau main2 dengan pisau?"

"Tentu saja itu punyaku, pemberian seorang yang

gagah, tidak seperti engkau. Mana kau becus

mempergunakan benda itu!" kata gadis ini menghina.

"Eh-eh, kau memandang rendah? Apa sih sukarnya

mempergunakan pisau ini? Asal saja kau beritahu bagaimana

cara mempergunakannya, tentu akupun bisa!" Pernyataan

ini sungguh tolol dan menggemaskan hati, Bwe Hwa terpaksa

tersenyum, senyum mengejek dan geli.

"Tahu cara memakainya saja tidak, masih hendak

menyombong! Dasar manusia tolol. Tak salah kata orang

bahwa kau memang seorang pemuda tolol dan setengah gila.

Tentu saja penggunaan piauw itu disambitkan seperti

pemiliknya yang pandai sekali mempergunakan benda ini

untuk mengusir penjahat!"

"Disambitkan? Pisau disambitkan? Ah...... tapi

akupun bisa! Lihat, batang pohon itu kuanggap penjahat dan

kusambit dgn pisau ini!" Ia mengayun tangannya. Piauw itu

meluncur, bergetaran dan menumbuk batang pohon,

terpental kembali dan jatuh di dekat kaki Bwe Ha.

Melihat ini, saking geli hatinya Bwe Hwa tertawa

cekikikan sambil menutupi mulutnya, kemudian mengambil

piauw itu dan mendekapnya pada dadanya.

"Orang macam kau mana becus?" katanya, "Pergilah!"

"Kalau pemiliknya bisakah?" tanya Kian Liong.

"Tentu saja pandai, tidak seperti kau yang bodoh!" 135



"Jadi kau suka kepadanya?" tanya Kian Liong

mengerutkan kening.

Merah muka Bwe Hwa. Ia melirik ke kanan-kiri dan

melihat di situ tidak ada orang lain, juga tidak kelihatan ada

Siauw Hong, untuk mengusir orang yang dibencinya ini ia

lalu berkata tegas:

"Betul, aku suka kepadanya, suka kepada orang gagah

yang memiliki piauw ini. Lekas kau pergi, kalau ia datang

melihatmu, kepalamu bisa ditembusi oleh piauw!"

Muka Kian Liong yang tampan ditarik seperti orang

mau mewek, nampaknya kecewa dan berduka sekali. "Dasar

aku yang sial." katanya sambil menjambak-jambak

rambut dan keluar dari taman itu, diikuti pandang mata Bwe

Hwa yang merasa geli akan tetapi juga kasihan melihat sikap

pemuda tolol itu.

"Dia lucu dan tampan, sayang otaknya tidak

beres........." kata gadis ini dalam hatinya, kemudian teringat

akan Kim-hoa-piauw, pendekar aneh yang telah

meninggalkan piauw itu kepadanya, ia tersenyum dan

mendekap piauw itu ke dadanya.

Siauw Hong masuk ber-lari2 ke dalam taman itu.

Tangannya memegang seikat kembang bwe yg berwarna

indah sekali.

"Siauw Hong, kau dari mana, dan kembang2 itu.....

aduh indahnya, dari mana kau dapat?" tegur Bwe Hwa yg

sudah menyelipkan piauw itu ke dalam ikat pinggangnya.

Siauw Hong yang ter-tawa2 tidak melihat piauw itu. 136



"Nona, indah sekali bunga2 ini, bukan? Tadi ketika

hamba lewat di depan, hamba bertemu dgn pengawal yang

baru, Cung Hok Bi yang gagah perkasa dan tampan

keponakan dari tikoan lama Song Tek. Dan dia yang

memberi kembang2 ini, siocia."

Bwe Hwa tersenyum. "Bagus sekali kembang2 itu,

Siauw Hong. Beri aku setangkai, bolehkah?"

"Eh, nona, mengapa setangkai? Memang bunga2 ini ia

berikan untuk siocia. Entah bagaimana dia tahu bahwa siocia

suka akan kembang bwe, agaknya karena nama siocia itulah.

Terimalah semua, siocia dan hamba lah yang hendak minta

setangkai saja."

Jari tangan kecil yang tadi sudah menyentuh kembang

dan hendak mengambil setangkai, ditarik kembali se-akan2
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disengat kumbang. Sepasang alis yang kecil hitam itu

berkerut.

"Apa kaubilang? Diberikan kepadaku? Siauw Hong,

kau lancang sekali. Kembalikan, aku tidak sudi menerima!

Bagaimana pengawal itu berani begitu kurangajar?" Ia

membentak.

Siauw Hong menundukkan mukanya, takut2, akan

tetapi sepasang mata yang bening itu nampak berseri, "Tadi

hamba sudah berkata bahwa siocia tak mungkin mau

mcnerimanya, akan tetapi dia memaksa hamba dan berkata

bahwa apabila siocia tidak mau menerima, biarlah bunga
bunga ini untuk hamba saja." 137



"Siauw Hong kau lancang sekali. Lain kali kalau kau

mau menerima pemberian orang yang ditujukan kepadaku,

terpaksa akan kulaporkan kepada ayah."

"Ampunkah hamba, siocia."

Bwe Hwa tidak berkata apa2 lagi, bahkan

meninggalkan pelayannya itu untuk berkemas karena besok

pagi2 mereka akan berangkat.

*

* *

"Lie-tikoan, ingatlah bahwa langsung atau tidaknya

kedudukanmu tergantung dari hasil atau tidaknya kau

menyelamatkan Liu-leng dari gangguan para penjahat.

Biarpun aku dan keluarga berada di kotaraja, akan tetapi

aku akan selalu membuka mata membuka telinga, siapa yang

akan dapat menumpas para penjahat itu."

Lie tikoan menundukkan mukanya. "Baiklah, ongya,

hendak saya coba sedapat mungkin. Akan tetapi, benar2kah

ongya tidak membutuhkan pengawal yg lebih banyak?"

"Tak usah, ada Song-tikoan dan pengantar2nya, ada

pula Cung Hok Bi yang gagah perkasa, ditambah pula

perlindungan dari Kim-hoa-piauw, penjahat mana berani

main gila? Lebih baik semua tenaga kau kerahkan di sini

untuk menghadapi para penjahat!"

"Baiklah, saya mentaati perintah ongya," kata Lie
tikoan merendah. 138



"Hanya satu hal penting kau harus tahu, Lie-tikoan.

Yaitu bahwa sesungguhnya dahulu aku terlalu ter-gesa2

mengenai diri Song-tikoan. Baru sekarang aku tahu bahwa

dia sesungguhnya tidak tinggal diam dan ternyata telah maju

dalam menyelidiki para penjahat itu."

Kata2 ini merupakan cambuk bagi Lie-tikoan, akan

tetapi pembesar ini hanya diam saja dan bersikap tenang.

Dia bukan orang bodoh dan selama inipun Lie-tikoan tidak

diam saja, melainkan telah mengumpulkan keterangan2 yang

amat penting dalam penyelidikannya.

Biarpun pangeran itu menolak untuk dikawal, diam2

Lie tikoan memberi perintah kepada Kim-coa-pian Bu Kiat

dan Sin-siang-to Kwee Sin Bun untuk membawa sepuluh

orang anak buah agar supaya mengikuti perjalanan

rombongan pangeran Lu sekeluarga dan siap memberi

bantuan apabila terjadi sesuatu di tengah perjalanan.

Adapun penjagaan di kota Liu-leng, cukup diatur oleh Hok

Ti Hwesio dan anak buahnya.

Akan tetapi, belum lama setelah rombongan ini

berangkat, muncul seorang bertopeng di kamar kerja Lie
tikoan yang sedang berunding dengan Hok Ti Hwesio. Dua

orang ini terkejut ketika melihat bahwa yang datang ini

adalah Kim-hoa-piauw, pendekar rahasia itu.

"Kenapa kau berada di sini? Bukankah kau bertugas

mengawal rombongan keluarga Lu seperti dikatakan oleh Lu
ongya tadi?" tanya Lie-tikoan.

"Yang mengawal rombongan adalah Kim-hoa-piauw

palsu atau Cung Hok Bi yang bukan lain adalah kepala 139



penjahat! Dan para pengawal Song Tek semua adalah

penjahat. Harap lekas taijin siapkan barisan untuk mengejar

dan menangkap mereka!"

Sudah lama Lie-tikoan dihubungi oleh Kim-hoa-piauw,

maka ia percaya penuh.

"Sudah kuduga Cung Hok Bi bukan manusia baik2!"

katanya.

"Heran, tadinya kukira dialah Kim-hoa-piauw tulen!

Siapa kira ada dua orang Kim-hoa-piauw!" kata Hok Ti

Hwesio.

Segera semua tenaga dikumpulkan dan tak lama

kemudian debu mengebul tinggi ketika barisan berkuda ini

menyusul rombongan yang kira2 sudah belasan li jauhnya. Di

dalam barisan ini terdapat Hok Ti Hwesio dan Kim-hoa
piauw. Bahkan Lie-tikoan sendiri ikut naik kuda di samping

Hok Ti Hwesio dan Kim-hoa-piauw.

Rombongan Pangeran Lu selain dikawal oleh belasan

orang pengawal yang dibawa oleh Song Tek, juga dikawal

oleh Kim-hoa-piauw, yang telah menanti di luar pintu

gerbang dan menunggang seekor kuda bulu hitam. Pemuda

bertopeng ini nampak gagah dengan pedangnya tergantung

di pinggang, wajahnya berseri di balik topeng dan mulutnya

tersenyum. Pandang matanya seringkali melayang ke arah

kendaraan berkuda di mana duduk Pangeran Lu, isterinya,

dan Lu Bwe Hwa. Juga peti besar terisi harta pusaka itu

berada di dalam kendaraan yang ditarik oleh empat ekor

kuda. 140



Dari celah2 tirai sutera yang menutupi kendaraan, Bwe

Hwa kadang-kadang melihat berkelebatnya Kim-hoa-piauw

di atas kuda. Hati gadis ini berdebar aneh melihat pemuda

gagah yang selalu dikenangnya itu demikian dekat dengan

kendaraan. Ia. merasa aman sekali melakukan perjalanan

dikawal oleh pemuda ini.

Siauw Hong yang duduk di dekat kaki nonanya, juga

kadang2 mengintai dari celah2 tirai. Jalanan mulai tidak rata,

kereta terguncang ke kanan-kiri, yang duduk di dalam ber
goyang2.

Setelah mereka memasuki hutan yang terpisah kurang

lebih duapuluh li dari kota Liu-leng, tiba2 terdengar derap

kaki kuda dan tak lama kemudian terdengar Song Tek dan

yang lain2 mengeluarkan seruan kaget.

Pangeran Lu membuka tirai untuk melihat siapa yg

datang. Setelah ia memandang keluar, iapun kaget setengah

mati sampai2 hampir terjengkang. Ia melihat seorang

pemuda menunggang kuda putih, mukanya tertutup topeng

yang serupa benar dengan topeng yang dipakai oleh Cung

Hok Bi. Pakaian merekapun serupa bentuk dan

potongannya. Karena tubuh mereka hampir sama besarnya,

sama tegap dan sama kuat, kedua orang bertopeng ini mirip

satu dengan yang lain. Mukapun sama tampan.

"Penjahat2 terkutuk!" Kim-hoa-piauw yang baru tiba

itu membentak sambil mencabut pedangnya. "Setelah aku

datang, jangan harap akan dapat melanjutkan niat kalian

yang buruk!". Kemudian ia menoleh ke arah kereta,

memandang kepada Pangeran Lu sambil berteriak: 141



"Lu-ongya, Cung Hok Bi bukan saja Kim-hoa-piauw

palsu, akan tetapi dia juga kepala penjahat. Semua pengawal

yang mengantar rombongan ini adalah kaki-tangan penjahat.

Mereka hendak kabur keluar kota dan menggunakan ongya

sebagai tameng!"

Bukan main kagetnya Pangeran Lu mendengar ini,

kaget dan bingung sekali. Sementara itu, Cung Hok Bi sudah

melepas topengnya, mencabut pedang dan menyerang Kim
hoa-piauw. Pemuda bertopeng ini mengeluarkan suara

ketawa nyaring, tubuhnya mencelat turun dari kuda dan

sebentar saja ia dikeroyok oleh belasan orang penjahat yg

menyamar sebagai pcngawal2 Song Tek. Repot juga Kim
hoa-piauw melayani sekian banyaknya orang2 yang

berkepandaian tinggi. Akan tetapi gerak pedangnya luar

biasa sekali sehingga dalam sekejap mata, dua orang

penjahat roboh tersambar pedang.

Pertempuran berjalan seru sekali. Cung Hok Bi juga

bukan orang sembarangan. Ilmu pedang Butongpay sudah

terkenal kelihayannya, maka sekarang dengan nekad ia

mainkan pedang yang berubah menjadi segulung sinar putih.

Dibantu lagi oleh belasan orang kawannya yang rata2

memiliki ilmu tongkat atau ilmu toya dari perkumpulan

Thian-tung-kaypang, ia dapat mendesak Kim-hoa-piauw.

Tiba-tiba Kim-hoa-piauw mengeluarkan bentakan

keras, tubuhnya mencelat ke atas, kemudian menukik ke

bawah dengan pedang ditusukkan. Inilah gerak-tipu Hui-in
ci-tian (awan mengeluarkan kilat) yang luar biasa hebatnya.

Dengan cara melompat ke atas, ia terlepas dari kepungan 142



senjata yang demikian banyak dan dapat menujukan

serangannya kepada Cung Hok Bi seorang.

Biarpun pemuda Butongpay ini lihay, namun

menghadapi Hui-in-ci-tian ia terkejut dan tak berdaya.

Dicobanya menangkis, namun hanya dua kali ia sanggup

menangkis. Tusukan pedang ketiga kalinya mengenai leher,

menembus dan mengantar nyawa pemuda yg tersesat ini ke

alam baka!

Kawanan penjahat terkejut sekali, akan tetapi

kematian Cung Hok Bi menimbulkan kemarahan mereka.

Dengan semangat meluap dan nekad mereka mendesak terus,

membuat Kim-hoa-piauw terpaksa memutar pedang

melindungi diri.

"Penjahat2 buta, aku mewakili Suhu Bu-beng Sinkay

menghukum kalian manusia2 murtad!" kata Kim-hoa-piauw

dengan keras. Kata-kata ini benar saja mendatangkan

pengaruh hebat. Para penjahat itu sebetulnya adalah bekas

anggauta Thian-tung-kaypang. Setelah Bu-beng Sin-kay

meninggalkan kotaraja dan meninggal di luar daerah,

perkumpulan ini menjadi tersesat dan akhirnya mendapat

pimpinan yang keliru dari penjahat.

Dua orang penjahat roboh lagi mandi darah oleh

pedang Kim-hoa-piauw, pada saat itu, rombongan Lie-tikoan

dan Hok Ti Hwesio tiba. Tentu saja mereka segera menyerbu

dan para penjahat mendapat tandingan bukan lagi

mengeroyok bahkan kini para pcnjahat itu yang dikeroyok

hebat. 143
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo



Kim-hoa-piauw melompat mendekati kereta.

Dilihatnya Pangeran Lu Siang Tek sambil merangkul

isterinya, bersembunyi di dalam kereta.

"Mana Lu-siocia?" kata Kim-hoa-piauw, kaget sekali

karena tidak melihat adanya Bwe Hwa.

"Dia diajak melarikan diri ke tempat yang aman oleh

Song-tikoan dan Siauw Hong." kata pangeran Lu dengan

gagap, masih bingung karena benar-benar peristiwa dua

Kim-hoa-piauw ini membikin dia linglung.

Terbelalak mata dibalik topeng itu.

"Celaka! Aku salah duga! Ke arah mana larinya?"

tanyanya dengan suara membentak sehingga Pangeran Lu

terperanjat.

"Ke sana .... !" Jarinya menuding ke timur.

Tanpa banyak cakap lagi Kim-hoa-piauw melompat ke

atas kuda putihnya dan membalapkan kuda itu ke jurusan

timur. Di sepanjang jalan ia mengomel:

"Celaka betul, aku tertipu! Dia malah biang keladinya!

Awas kau, setan, kuhancurkan kepalamu!" Kudanya makin

membalap melakukan pengejaran. "Kalau sampai Bwe Hwa

terganggu sehelai saja rambutnya, kau akan kucincang!"

Tak lama kemudian ia mengeluarkan seruan girang

ketika melihat dua orang ber-lari2. Yang seorang adalah

Siauw Hong dan orang kedua adalah Song Tek yang

memondong tubuh Bwe Hwa dengan tangan kanan,

sedangkan tangan kirinya membawa sebuah toya.

"Benar saja, dia malah si laknat itu! Bedebah, kau

tunggu saja!" Kim-hoa-piauw menggerutu. 144



Orang2 yang di depan agaknya sudah melihatnya. Song

Tek berlari terus, bahkan makin cepat sedangkan Siauw

Hong menanti di tengah jalan. Ketika kuda yg ditunggangi

Kim-hoa-piauw sudah dekat, tiba2 Siauw Hong

menggerakkan kedua tangannya dan jarum2 halus

menyambar ke arah tubuh pemuda ini.

"Ayaaaa........ kau juga kaki-tangannya? Pantas segala

rahasia bocor......!" seru Kim-hoa-piauw sambil melompat

turun dari kuda dengan cara berjungkir-balik.



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ



"Mampuslah!" seru Siauw Hong nyaring sambil

menyerang dengan sebuah pedang tipis yang selama ini ia

sembunyikan di balik bajunya.

Kim-hoa-piauw menangkis dan segera mereka

bertempur. Ilmu pedang yang dimainkan oleh Siauw Hong

lihay juga, akan tetapi ia bukan lawan tangguh dari Kim
hoa-piauw. Dalam sepuluh jurus saja, ujung pedang Kim
hoa-piauw berhasil melukai pergelangan tangan kanan,

membuat pedang tipis itu terlepas. Kim-hoa-piauw

mengayun kakinya dan robohlah tubuh gadis pelayan yang

cantik itu. Ia tidak dapat melarikan diri lagi karena

sambungan lutut kirinya terlepas. Ia hanya meringis

kesakitan sambil me-maki2.

Kim-hoa-piauw tersenyum mengejek, lalu melompat

cepat mengejar Song Tek. Karena jalanan mulai sukar, ia

tidak menunggang kuda, melainkan mempergunakan ilmu

lari cepat Liok-te-hui-teng. Tak disangkanya bahwa Song

Tek ternyata juga pandai sekali berlari cepat, bahkan tidak 145



kalah pandai olehnya sehingga sampai lama tetap saja ia

tidak mampu menyusul Song Tek!

Akhirnya Kim hoa-piauw mengeluarkan seruan girang

karena melihat bekas tikoan itu berhenti dan tak dapat maju

lagi. Di depannya terbentang jurang yang curam dan luas,

sama sekali tidak ada jalan maju lagi.

Terpaksa Song Tek melepaskan Bwe Hwa dari

pondongannya dan bersiap menghadapi lawannya. Toyanya

dipegang erat2 dan ia memasang kuda2 yang kuat sekali!

Pangeran Lu kalau melihat hal ini mungkin akan lupa untuk

bernapas! Memang benar2 hal ini amat tak ter-sangka2,

bahkan Kim-hoa-piauw sendiri yang semenjak lama

menyelidiki keadaan para penjahat, sama sekali tak pernah

mimpi bahwa kepala penjahat2 itu adalah Song Tek, bekas

tikoan yang kelihatan lemah-lembut, ramah-tamah, dan baik

hati itu!

"Iblis rendah, jadi kau yang telah merusak Thian-tung
kaypang? Jadi kaukah Kwa Ceng murid durhaka dari

mendiang suhu Bu-beng Sin-kay? Ketahuilah, aku mewakili

suhu untuk menghukummu!" bentak Kim-hoa-piauw sambil

melompat maju dan menusuk dada lawannya.

Dengan tenang Song Tek miringkan tubuh sambil

menangkis tusukan itu, kemudian berkata:

"Bangsat pengecut yang bersembunyi di balik topeng.

Kau siapakah?!"

"Tak perlu kau tahu. Sampai mati kau akan tetap me
nyangka2. Cukup kalau kau ketahui bahwa aku mewakili

suhu Bu-beng Sin-kay mencabut nyawamu!" 146



Pertempuran berjalan sengit. Bwe Hwa berdiri dengan

kaki gemetar dan muka pucat. Gadis ini tadinya tidak tahu

dan suka saja diajak melarikan diri ke tempat aman. Akan

tetapi setelah tiba di tengah jalan dan Song Tek dengan kasar

memeluk dan memondongnya, setelah ia mendengar

percakapan antara Song Tek dan Siauw Hong, baru terbuka

matanya bahwa bekas tikoan ini adalah seorang penjahat

dan bahwa bekas pelayannya adalah seorang kaki
tangannya! Akan tetapi ia tidak berdaya!

Ilmu toya yang dimainkan oleh Song Tek adalah ilmu

toya warisan dari Bu-beng Sin-kay, maka hebatnya bukan

main. Tidak mengherankan apabila sukar sekali penjahat ini

ditangkap atau dikalahkan.

"Hebat ilmu toyamu!" seru Kim-hoa-piauw. "Pantas

suhu bilang bahwa kalau aku menerima ilmu tongkat, aku

takkan menang melawanmu. Akan tetapi dengan ilmu

pedang pemberian suhu, aku pasti menang."

Benar saja, Kim-hoa-piauw berhasil mendesak terus

sampai Song Tek yang main mundur tak dapat mundur lagi.

Di belakangnya terletak jurang, di depannya pedang di

tangan Kim-hoa-piauw berkelebatan seperti naga

mengamuk. Ia menggigit bibir dan melakukan perlawanan

terakhir, akan tetapi sebuah tendangan dari Kim-hoa-piauw

mengenai pahanya. Song Tek menggeser kaki menahan sakit,

kakinya menginjak pinggir jurang, terpeleset dan........

"Aaaahhhh........!" Hanya pekik mengerikan ini saja

yang mengantar kematian Song Tek sebelum tubuhnya 147



hancur lebur terbanting di dasar jurang yang dalam dan

penuh batu2 karang.

Kim-hoa-piauw menyimpan pedang dan berlari

menghampiri Bwe Hwa. Gadis ini merasa ngeri sekali dan

hampir terguling pingsan kalau Kim-hoa-piauw tidak lekas2

memeluknya.

"Selamat, nona. Bahaya telah lewat!" Tanpa memberi

kesempatan kepada gadis itu untuk membantah, ia

memondongnya di depan dada dan tiada hentinya menatap

wajah yang cantik manis itu. Lambat laun lenyaplah rasa

takut, bahkan Bwe Hwa merasa aman sekali berada di

pondongan laki2 yang selama ini menjadi buah mimpinya.

"Sebetulnya siapakah kau, in-kong (tuan penolong)?"

Kim-hoa-piauw tersenyum. "Kau tak dapat mengira

aku siapa? Aku tunanganmu, calon suamimu."

Bwe Hwa cemberut. "Jangan menggoda!" Akan tetapi

cepat tangannya merenggut topeng, didiamkan saja oleh

Kim-hoa-piauw yang senyumnya melebar.

"Kau...............??!"

Ternyata pemuda itu bukan lain adalah Lie Kian

Liong, kini ketampanan dan kegagahannya tidak lagi

tertutup awan ketololan, lenyap sudah sifat2 bodoh dan tolol

dari mukanya yang tampan.

"Tidak ada rahasia lagi sekarang, tidak perlu topeng

itu......." kata Kian Liong.

"Kau..........??! kembali Bwe Hwa yg terbelalak dan

melongo mengeluarkan kata2, kemudian ia meronta minta 148



turun. Kian Liong menurunkan gadis itu dari pondongannya

dan wajahnya yang tampan menjadi muram.

"Kau tidak senang melihat bahwa Kim-hoa-piauw

yang kaucinta adalah Lie Kian Liong yang tolol?" tanyanya.

Sebagai jawaban, Bwe Hwa menangis dan ketika Kian

Liong memegang pundaknya, Bwe Hwa menyandarkan

kepalanya di dada yang bidang itu.

"Kau tidak tahu betapa girang hatiku.....,..." bisiknya,

"seringkali aku menangis kalau teringat mengapa orang yang

melamar diriku itu demikian tolol ........ dan biarpun tolol

tapi......... tapi......... ah, sukar untuk menceritakan.

Kalau sekiranya Kim-hoa-piauw bukan engkau, hatiku selalu

akan bimbang dan hidupku akan sengsara karena aku......

aku suka kepada dua orang yang amat berlainan, yaitu

engkau dan Kim-hoa-piauw!"

Lie Kian Liong mendekap kepala itu dan bertunduk

sehingga mukanya terbenam ke dalam gelombang rambut

yang halus dan harum.

*

* *

"Jadi kaupun baru saja tahu bahwa Kim-hoa-piauw

adalah puteramu sendiri?" tanya Pangeran Lu kepada Lie
tikoan ketika dua orang tua ini ber-cakap2 setelah

meresmikan perjodohan antara dua anak mereka.

"Benar, kami baru mengetahui setelah kami

mendapatkan topeng dan pedang di kamarnya, akan tetapi 149



kami diam2 saja. Liong-ji ternyata dahulu setelah ditolong

jiwanya oleh seorang kakek sakti, secara diam2 telah diambil

murid. Kakek itu adalah Bu-beng Sin-kay ketua dari Thian
tung Kay-pang."

"Dan siapakah Song Tek?"
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dia adalah murid Bu-beng Sin-kay juga yang

kemudian murtad dan menyelewengkan perkumpulan itu.

Dengan cara menyogok dan menyuap pembesar2 atasan, ia

berhasil menjadi tikoan di Liu-leng. Cung Hok Bi adalah

keponakannya yang tadinya seorang pemuda baik-baik, akan

tetapi karena ancaman dan kalah oleh pamannya, akhirnya

iapun terjerumus dan terseret."

"Apakah guru silat Kwan Ciu Leng juga anak

buahnya?"

"Bukan. Kwan kauwsu dibunuh karena guru silat ini

telah mengetahui rahasia Song Tek. Ia dibunuh dan

mayatnya diberi pakaian dan kedok penjahat untuk

mengalihkan perhatian dan mengacaukan penyelidikan. Thio

Cin Gan memang benar menjadi anak-buahnya yang bersama

Siauw Hong sengaja dimasukkan ke sini menjadi pegawai

ongya. Maksud terutama dari Song Tek di Liu-leng ialah

untuk mencuri harta pusaka ongya."

"Memang bagus sekali siasat mereka itu. Mereka

memancingku untuk keluar ke kotaraja, membawa harta

pusaka. Selain mereka mendapat kesempatan untuk

merampok harta dan menculik Bwe Hwa, juga mereka

menggunakan aku sebagai tameng sehingga mereka itu

semua bisa keluar dari kota tanpa dicurigai, dan sekalian 150



dapat membawa keluar hasil2 curian sampai dua peti

banyaknya. Benar2 berbahaya sekali. Siapa kira bahwa kami

melakukan perjalanan di tengah2 penjahat2 besar?"

"Semua rahasia telah dapat diduga dan diketahui oleh

Kian Liong yang sengaja melakukan penyelidikan dengan

menyamar agar kedudukanku tidak terancam. Hanya dua

hal yang tidak diduga oleh Kian Liong, yakni bahwa kepala

penjahat adalah Song Tek dan bahwa nona Siauw Hong juga

menjadi kaki tangan. Ini karena pandainya Song Tek

menimpakan semua kepada pundak keponakannya. Kalau

Liong-ji (anak Liong) tahu bahwa Song Tek kepalanya, tentu

nona Bwe Hwa tidak sampai dilarikan yang mendatangkan

banyak kaget kepada anak itu."

"Akan tetapi semua telah berakhir dengan baik dan

aku girang sekali dahulu aku tidak pernah menolak

pinanganmu!" Dua orangtua itu tertawa bergelak sambil

minum arak dan makan hidangan yang disediakan.

Adapun di belakang, di taman bunga, terdengar suara

gelak ketawa yang amat menggembirakan, diiringi oleh suara

ketawa kecil dari Bwe Hwa, yang terdengar amat manis.

Gadis ini tengah belajar mempergunakan piauw! Seperti

dahulu ketika ia digoda oleh Kian Liong yang ber-pura2 tolol,

gadis ini menyambitkan piauw ke arah batang pohon

kembang. Kalau dulu Kian Liong berlaku tolol sehingga

piauw tidak menancap melainkan mental kembali, sekarang

gadis itu lebih tolol lagi. Jangankan mental, kenapun tidak

pada batang pohon itu! 151



"Ha-ha-ha, ternyata kau lebih bodoh daripada aku!

Ha-ha-ha!"

"Iiihh, mengejek saja kau! Beginikah caranya

mengajar? Hayo beritahu bagaimana caranya supaya aku

dapat menyambit!" kata Bwe Hwa sambil mencubit lengan

Kian Liong.

"Aduh, aduh ...... ya, aku akan mengajarmu. Nah, kau

lihat baik2. Begini memegangnya, cara mengayunnya dan

membidiknya. Nah, lihatlah!" Tangannya bergerak, piauw

meluncur dan tepat sekali menancap pada sasarannya, yakni

lukisan sebuah hati pada batang pohon yang sengaja dibuat

oleh Kian Liong.

"Tepat di-tengah2, bukan seperti tepatnya kim-hoa
piauw yang dulu kutinggalkan di sini, tepat mengenai

hatimu....."

"Hushh, kita belajar main piauw, bukan

bercanda.......!" Bwe Hwa merengut akan tetapi bahkan

menyandarkan kepalanya di dada kekasih dan tunangannya.

"Kan tak perlu belajar, moy-moy. Tanpa piauw

kaupun sudah merobohkan aku, sudah merampas hatiku.

Senyum bibirmu lebih indah daripada gerakan kim-hoa
piauw, kerling matamu lebih tajam daripada ujung pedang.

Aku taluk padamu tanpa syarat, manisku........."

Sepasang burung berkicau saling sahut se-akan2

bernyanyi indah menyatakan ikut gembira dengan

kebahagiaan dua orang muda di bawah pohon itu, sedangkan

sepasang kupu2 beterbangan di sekeliling taman, menari 152



gembira merayakan peristiwa bahagia di tengah taman

bunga!

-TAMAT
Pojokdukuh, 26 Maret 2019, 07:48 WIB




Goosebumps Boneka Hidup Beraksi 3 Rahasia Kitab Tujuh Tujuh Manusia Pendekar Banci Karya Sd Liong

Cari Blog Ini