Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat Bagian 12
ternyata di atas tembok pekarangan itu telah berdiri dua orang laki-laki. Yang sesaat
kemudian, dua orang itu sudah mendekam di atas tembok, agaknya berusaha supaya
orang tidak tahu. Namun tidak lama dua orang laki-laki itu mendekam dan kemudian
dengan gerakan ringan telah melompat turun dari atas tembok, dan langsung menuju ke
kamar gadis baju merah.
Diam-diam jantung Irma Sulastri tegang. Selama ini ia belum pernah sekali saja
menghadapi musuh benar benar. Oleh sebab itu walaupun sekarang ini ia telah
menyiapkan beberapa butir kerikil untuk menyambit orang, ia merasa ragu juga.
Mungkinkah sambitannya akan berhasil dan bisa merobohkan dua orang penjahat itu?
Maka setelah merasa pasti bahwa sasarannya takkan luput lagi, tangannya segera
bergerak dan menyambit. Sambitannya cepat sekali tanpa suara. Dan biasanya apabila ia
sedang berlatih menyambit burung atau binatang buruan, sambitannya tidak pernah luput.
Hanya saja Menak Singgih melarang dirinya menggunakan senjata rahasia, baik pisau
belati maupun senjata yang lain. Kalau perlu memang boleh menggunakan senjatahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
rahasia, akan tetapi kerikil atau batu-batu kecil.
Akan tetapi tiba-tiba saja Irma Sulastri kaget bukan main karena yang terjadi
kemudian diluar semau dugaannya. Ketika kerikil itu sudah menyambar ke arah dua
orang laki-laki itu ternyata mereka telah memutarkan tubuh dan kerikil yang tadi
menyambar telah ditangkap.
Namun justeru mereka berhasil menangkap dua butir kerikil yang disambitkan
Irma Sulastri, mereka menjadi kaget dan agaknya khawatir. Ternyata mereka segera lari
kembali melompat ke atas tembok pekarangan, dan dari tempat itu mereka menyelidik
penuh perhatian. Agaknya mereka menjadi curiga dan menduga bahwa gerakan mereka
telah diketakui orang lebih dahulu.
Kenyataan di luar dugaan ini, menyebabkan Irma Sulastri gelisah bukan main
disamping berusaha menahan pernapasannya, agar tidak sampai didengar orang. Sambil
menahan napas gadis ini memperhatikan mereka, dan mencoba menduga-duga, apakah
yang akan dilakukan oleh dua orang itu. Mendadak gadis ini terkesiap. Dua orang
penjahat itu telah menggerakkan tangan menyambit. Dan sungguh celaka sekali bahwa
sambitan tersebut diarahkan ke pohon jambu, dimana dirinya sedang bersembunyi. Dari
sambaran angin dan kilatan benda yang lepas dari tangan dua orang itu jelas sekali, bahwa
yang mereka sambitkan itu pisau belati.
"Celaka!" keluhnya dalam hati. Sambaran angin sambitan itu cukup dahsyat,
sehingga ia merasa ragu-ragu untuk menggerakkan tangan menyambut, khawatir kalau
tidak mampu. Dan sebagai akibat keraguannya ini, sungguh celaka. Dua batang pisau
belati itu menyambar seperti kilat cepatnya dan sudah hampir tiba dan menyentuh
tubuhnya.
Irma Sulastri justeru belum mempunyai pengalaman sama sekali berhadapan
dengan musuh sesungguhnya. Walaupun ia seorang yang pandai sekali dalam ilmu tata
kelahi tingkat tinggi dan ilmu kesaktian. Akan tetapi biasanya yang ia hadapi gurunya
sendiri. Dalam menghadapi gurunya sendiri, sekalipun latihan berkelahi itu berlangsung
hebat sekali, akan tetapi ia tidak pernah merasa ragu dan takut. Sebab tidaklah mungkin
gurunya akan mencelakai dirinya.
Sebaliknya sekarang ini ia berhadapan dengan lawan yang sesungguhnya. Orang
lain akan sampai hati melukai dan kalau perlu membunuhnya. Dan sebagai akibatnya ia
menjadi khawatir dan ragu. Padahal rasa khawatir dan ragu dalam menghadapi lawan
merupakan musuh utama yang dapat mencelakakan dirinya sendiri, dan itu merupakan
pantangan bagi seseorang yang sedang berhadapan dengan musuh.
Begitulah, sebagai akibat keraguannya ini, ia menjadi hilang akal. Ia tidak berusaha
menangkis, dan malah bergerak menghindarkan diripun tidak dilakukan. Sungguh
sayang!https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Namun apa yang terjadi kemudian, membuat gadis yang sedang menyamar
sebagai laki-laki ini sepasang matanya terbelalak seperti tidak percaya apa yang terjadi.
Dua batang pisau belati yang menyambar itu, tiba-tiba menyeleweng seperti terbentur oleh
benda. Dan kemudian, crat crat sudah menancap pada dahan pohoa di samping tubuhnya.
Hampir berbareng dengan menancapnya dua batang pisau belati ke dahan pohon itu, tiba
tiba terdengarlah suara mengaduh dari dua orang laki-laki itu. Yang kemudian diikuti oleh
suara berdebuknya tubuh mereka ke luar pagar.
Untuk beberapa saat lamanya Irma Sulastri tak dapat bergerak, dan sekujur
tubuhnya sudah mandi peluh dingin. Ia tidak tahu apa yang terjadi, namun peristiwa ini
benar-benar membuat dirinya heran disamping bingung. Yang terjadi tadi merupakan
peristiwa kebetulan, ataukah ada orang yang menolong diam-diam? Tetapi dengan
melihat robohnya dua orang laki-laki dari atas tembok, jelas ada seseorang yang telah
menolong dirinya tidak terang-terangan. Akan tetapi siapakah orang yang telah
menolong dirinya itu? Munkinkah diam-diam gurunya telah membayangi dan malam
ini dapat menolong dan melindungi dirinya dari bahaya?
Dengan tubuh yang masih mandi peluh dingin kemudian gadis ini turun dari
pohon jambu, yang kemudian langsung masuk ke dalam kamar. Sambil merebahkan
tubuhnya di pembaringan, peristiwa yang baru terjadi memenuhi benaknya. Baru saja
dirinya muncul sudah hampir celaka di tangan orang. Maka sekarang ia menjadi sadar
dan ingat kepada petunjuk dan nasihat Menak Singgih. Bahwa manusia ini tidak boleh
menyombongkan diri dan menganggap lawan ringan.Tidak seorangpun manusia di dunia
ini menganggap dirinya paling pandai dan sakti. Sebab orang yang begitu runya akan
berdekatan dengan bahaya, akibat lengah dan sembrono.
Gadis ini menghela napas sambil menelentang. Ia berjanji tidak akan mengulang
lagi pengalaman buruk seperti yang baru terjadi, ia segera memejamkan mata, tetapi tak
juga mau tidur. Dan ketika ia mencoba mendengarkan suara di sebelah, ternyata gadis
baju merah itu sudah tidur pulas dengan suara pernapasannya yang halus.
Masih pagi sekali Irma Sulastri telah bangun. Dan sesudah ia selesai mandi dan
berdandan menyamar sebagai laki-laki lagi, Irma Sulastri segera minta kepada seorang
pelayan agar menyiapkan kudanya. Ia akan segera melanjutkan perjalanan, justeru
menurut keterangan pelayan, gadis baju merah yang menginap di sebelah sudah lebih
dahulu berangkat ketika pagi masih buta.
Bagi dirinya dalam perjalanan ini, tujuan terutama untuk menyelidik penjahat
manakah yang sudah nembuat dirinya menderita dan keluarganya tumpas. Apapun yang
terjadi ia harus dapat membalas dendam kesumat itu. Sedang yang lain, iapun harus
dapatmencari dan menemukan saudara tuanya. Dari Fajaria mengharapkan Akan
memperoleh keterangan lebih jelas teatang perihal keluarga. Tetapi ke manakah dirinyahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
harus mencarinya? Tiada petunjuk sedikitpun untuk dapat mencari dan menemukan
kakaknya itu. Sebab gurunya, sendiri. Menak Singgih tidak dapat menerangkan pula di
manakah kakaknya itu sekarang berada?
Akan tetapi walaupun begitu ia tahu ke mana harus menuju. Ia harus pergi ke
barat, ia harus menuju ke Mataram. Sebab ia menduga tentu kakak laki-lakinya itu berada
tidak jauh dan ibukota kerajaan itu. Dirinya seorang gadis. Tentu saja tidak bebas
berkeliaran apabila tidak ingin dituduh sebagai perempuan gelandangan. Namun memang
sayang sekali, dirinya sekarang ini merasa bagai burung tanpa sarang. Ia sudah tidak
berayah bunda, tidak mempunyai tempat tinggal pula. Satu-satunya yang dimiliki tinggal
saudara tuanya, Fajar Legawa.
Begitulah, gadis yang menyamar sebagai laki-laki ini melarikan kudanya tidak
begitu cepat menuju ke barat. Ia terpaksa membungkam selalu, karena si kuda tidak dapat
diajak bicara. Ia merasa sayang juga bahwa gadis baju merah kemarin sudah pergi
meninggalkan dirinya. Kalau saja ia sempat memberitahukan bahwa dirinya juga seorang
perempuan, kiranya hari ini takkan terjadi dirinya pergi seorang diri. Teringat kepada
gadis baju merah itu, tiba-tiba saja dalam hatinya memuji. Ternyata kalau dibandingkan
dengan gadis itu, dirinya masih kalah jauh. Semalam kalau tidak mendapat pertologan
dia, bukankah dirinya sudah terluka di tangan orang?
"Sayang," desisnya. "Dengan kepandaiannya yang tinggi itu, kalau saja aku dapat
bersahabat, tentu akan menyenangkan sekali. Hingga apabila ada laki-laki berani kurang
ajar, aku dan dia akan dapat menghajarnya babak belur."
Makin dipikir ia menjadi semakin masygul. Tetapi apa harus dikata justeru gadis
itu telah pergi, dan agaknya memang tidak mau pergi bersama dengan dirinya?
Pagi ini udara cerah dan burung riuh sekali berkicau di atas dahan, sebelum mereka
pergi lagi untuk mencari makan. Ia tersenyum. Burung-burung itu walaupun hanya
binatang, tetapi masih mempunyai rumah berwujud sarang. Sedang dirinya selama masih
mempunyai persediaan uang akan dapat menyewa kamar penginapan. Tetapi kalau bekal
uang pemberian gurunya itu habis, tentu dirinya akan beratap langit dan berselimut angin.
Ia takkan dapat menikmati hangatnya masakan di warung dan hangatnya kamar
penginapan. Ia harus makan apa yang bisa ditemukan dan tidur di sembarang tempat.
Kalau sampai terjadi begitu, bukankah dirinya sama dengan seorang gelandangan?
"Hai, di manakah matamu?"
Irma Sulastri kaget sekali mendengar bentakan yang kasar itu. Ia tersadar dari
lamunannya dan barulah menyadari bahwa kudanya itu melangkah terlalu ke pinggir.
Hingga ia bersama kudanya lewat begitu dekat dengan seorang pemuda yang sedang
duduk mengaso di pinggir jalan. Pemuda itu sekarang telah berdiri, bertolak pingganghttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dan mengamati Irma Sulastri dengan mata yang mendelik.
Sebagai seorang yang tidak ?ngin berselisih dan mencari permusuhan dengan
siapapun, maka Irma Sulastri telah membungkukkan tubuh memberi hormat tetapi tidak
turun dari kudanya. Katanya kemudian. "Maafkan aku saudara, tidak sengaja."
Dan sehabis mengucapkan kata-katanya itu, maksudnya ingin segera
meninggalkan orang ini meneruskan perjalanan. Akan tetapi sungguh celaka. Agaknya
pemuda itu masih penasaran. Pemuda itu segera meloncat dan menghadang di depan
kuda sambil menghardik. "Huh, tidak boleh engkau segera pergi!"
Irma Sulastri merasa heran tetapi juga amat mendongkol. Hanya saja ia masih
berusaha menyabarkan diri dan bertanya. "Mengapa? Saudara mempunyai urusan dan
ingin menanyakan apa kepada diriku ini?"
Pemuda itu mengamati Irma Sulastri dengan tajam, dari kaki sampai kepala dan
dari kepala sampai kaki. Seakan pemuda ini sedang menaksir. Dipandang seorang
pemuda seperti itu, sebagai seorang gadis tentu saja menjadi malu dan wajahnya agak
berubah merah. Namun diam-diam gadis inipun tambah mendongkol.
"Tidak gampang aku memberi maaf kepada orang!" hardik pemuda itu lantang,
"Engkau telah menganggu diriku yang sedang mengaso. Untuk itu engkau harus
menebus."
"Menebus?" Irma Sulastri heran."Dengan apa?"
"Tinggalkan kudamu untukaku. Dan barulah aku mengijinkan engkau pergi tanpa
gangguan lagi!"
Irma Sulastri mengerutkan kening. Peraturan apakah ini? Mengapa dirinya harus
menyerahkan kudanya? Kuda tunggangannya tidak menyentuh tubuh pemuda ini
walaupun berjalan terlalu menepi. Apakah rugi yang diderita oleh pemuda itu? Kalau
begitu jelas bahwa pemuda ini memang sengaja mencari perkara dengan dirinya.
Walaupun ia tidak ingin bermusuhan dengan orang, namun takkan mau mengalah begitu
saja. Kuda tunggangannya ini amat berharga bagi dirinya yang sedang melakukan
perjalanan sekarang ini. Maka apapun jadinya ia harus mempertahankan. Dan kalau perlu
tentu saja menggunakan kekerasan.
"Hemm, penjahat kecil! Engkau berani mencoba merampas kudaku!"sahut Irma
Sulastri dingin.
"Kurangajar! Engkau berani menuduh aku sebagai penjahat kecil?" pemuda itu
mendelik.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Kalau bukan penjahat kecil, apakah engkau lebih suka disebut maling
kesiangan" ejek Irma Sulastri.
Merah padam wajah pemuda itu saking marahnya. Ia merasa bahwa dirinya
bukanlah pemuda sembarangan. Mengapa diejek sedemikian rupa oleh seorang pemuda
yang tampaknya lemah seperti ini? Ingin sekali ia segera menghajar pemuda penunggang
kuda ini. Namun masih juga ditahan dalam hati, dan inginlah ia menundukkan
penunggang kuda ini dengan memperkenalkan namanya saja. Kalau penunggang kuda ini
menjadi ketakutan setelah mendengar namanya, apakah tidak lebih menguntungkan
tanpa kekerasan sudah berhasil merampas kuda orang.
"Huh, agaknya engkau belum tahu siapakah aku ini?" katanya geram, "Pantas
engkau berani nembuka mulut sembarangan di depanku!"
"Ya, siapakah namamu?" kata Irma Sulastri dingin. "Agaknya engkau memang
penjahat kecil yang namanya sudah amat terkenal?"
Mendelik mata pemuda ini mendengar kata-kata gadis yang menyamar sebagai
laki-laki itu. Bentaknya, "Kurang ajar kau! Apakah engkauu belum pernah mendengar
nama tokoh sakti mandraguna dari Gresik, bernama Wukirsari? Huh, dia guruku. Dan
aku? Namaku Handana Warih,nama yang sudah terkenal sekali dan orang tidak berani
sembarangan berhadapan dengan aku."
"Sayang." Sahut Irma Sulastri. "Sayang sekali aku tak pernah mendengar namamu
yang engkau katakan sendiri amat terkenal itu. Tetapi umpama saja, sekalipun aku sudah
mendengar namamu, akupun tidak takut. Engkau penjahat kecil yang ingin merampas
kudaku, silahkan! Engkau bisa berbuat apakah di depanku?"
"Apa? Engkau berani menantang Handana Warih? Huh, sebelum engkau mampus
perkenalkanlah dahulu namamu!" bentak Handana Warih.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hemm, engkau ingin tahu namaku? Aku Buntaran. Apakah engkau belum pernah
mendengar bahwa pemuda yang bernama Buntaran ini, dengan mudah mengalahkan
belasan penjahat yang berani menganggu aku? Apabila hanya menghadapi engkau
seorang diri saja, apakah sulitnya?"
Ternyata walaupun belum berpengalaman, Irma Sulastri cukup cerdik. Dengan
jawabannya ini sekaligus ia sudah mengejek orang dan tidak mau kalah gertak. Dan dalam
membualpun ia tidak mau kalah dengan Handana Warih.
Tetapi betapa marah Handana Warih mendengar ucapan pemuda yang mengaku
bernama Buntaran ini. Bentaknya. "Engkau terlalu sombong. Ingin aku lihat, apakahhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
engkau benar-benar berisi?"
Sesudah berkata Handana Wrih telah melompat dan menyerang dengan
pukulannya. Tetapi ia memang seorang congkak, angkuh disamping cukup licik.
Serangannya tidak kearah lawan, melainkan mengincar kaki kuda. Maksudnya, apabila
kuda ini dapat dilukai, kalau toh sampai gagal merebutnya akan berarti Buntaran
menderita rugi.
"Kurang ajar!" bentak Irma Sulastri yang mengaku bernama Buntaran, sambil
menyabetkan cambuknya ke tangan si penyerang. Sambaran cambuk itu cepat sekali,
membuat Handana Warih tidak berani melanjutkan serangannya dan menarik kembali
tangannya.
Setelah Handana Warih mundur, Buntaran secepatnya meioacat turun dari
kudanya. Kemudian ia menambatkan kuda itu ke batang pohon yang tidak jauh dari
tempat itu. Lalu tiengkau gerakannya yang lincah ia sudah kembali ke tempat Handana
Warih yang menunggu dengan sinar mata merah. Ternyata Buntaran cukup cerdik.
Setelah ia dapat menduga maksud licik Handana Warih, maka Buntaran memilih
melayani pemuda yang dianggap sebagai "penjahat kecil" ini dengan kekuatan kakinya
sendiri.
Dan Handana Warih tidak sabar lagi. Ia sekarang tidak hanya bertangan kosong,
tetapi sudah mencabut pedangnya dan menyerang dengan ganas. Melihat sinar pedang
dari lawan itu, Buntaran juga tidak berani sembrana. Ia belum banyak pengalaman, maka
ia tidak berani berlaku mengalah. Iapun sudah mencabut pedangnya. Pedang biasa yang
tergantung pada pinggangnya. Sambil memegang pedang yang baru tercabut dari sarung
itu, ia telah memutarkan tubuhnya, dan pedangnya berkelebat untuk menangkis. Ternyata
Handana Warih tidak meneruskan gebrakan pedangnya, entah mengapa sebabnya tidak
menghendaki benturan senjata. Akibatnya, dari diserang, sekarang Buntaran sudah
menyambarkan pedangnya untuk ganti menyerang.
"Bagus!" sambut Handana Warih yang sombong. Secepat kilat ia sudah berkelit
dan berbareng memutarkan tubuhnya dalam gerak ketongeng sembunyikan kacip. Belum
lagi tubuhnya tiga putaran, pedangnya sudah berkelebat untuk membalas menikam.
Melihat gaya serangan ini Buntaran alias Irma Sulastri tersenyum. Ia dapat melihat
lowongan dari lawan, maka gadis ini sudah membalas dengan jurus "Mengangkat suluh
membakar langit".
Dalam waktu singkat dua orang muda ini sudah berkelahi sengit. Namun jelas
bahwa gerak-gerik Irma Sulastri alias Buntaran ini lebih gesit dan ringan. Pedang gadis
yang menyamar sebagai laki-laki ini berkelebat seperti kilat, dan tak lama kemudian
lingkaran sambaran pedang Buntaran sudah mengurung lingkaran pedang lawan.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dari kenyataan ini, nampak bahwa dalam hal kecepatan gerak maupun ilmu
pedang, Buntaran menang. Namun ia kalah pengalaman dan tenaga, naka walaupun
tampaknya Handana Warih terkurung, namun pemuda ini masih belum dalam bahaya.
"Trang!" tiba-tiba terdengar suara benturan amat nyaring, akibat perubahan cara
berkelahi dari Handana Warih. Dasar Handana Warih menang tenaga, maka sebagai
akibat benturan pedang yang keras itu membuat pedang Buntaran terpental. Untung juga
gadis ini selalu waspada. Hingga walaupun lengannya tergetar, ia masih dapat
mempertahankan pedangnya.
Handana Warih segera merangsak hebat dengan maksud untuk segera dapat
mengalahkan lawan. Akan tetapi dengan gesit dan cekatan, Buntaran yang kalah
pengalaman ini masih dapat mengimbangi dengan kecepatan gerakannya. Akibatnya
perkelahian mereka tambah sengit.
Kalau dinilai dari hal ilmu pedangnya, sesungguhnya ilmu pedang Irma Sulastri
jauh lebih unggul. Sayang Irma Sulastri belum pernah berkelahi, sehingga sekalipun ilmu
pedangnya hebat dan dididik langsung oleh seorang tokoh sakti-mandraguna bernama
Menak Singgih, gerakannya masih agak kaku dan sering pula kurang tepat. Kalau saja
gadis yang menyamar sebagai laki-laki ini sudah mempunyai pengalaman tentu tidak sulit
bagi Irma Sulastri menundukkan Handana Warih.
Diam-diam timbul rasa penasaran dalam hati Irma Sulastri, justeru berkelahi
cukup lama belum juga dapat mengalahkan penjahat kecil ini. Hampir ia menghunus
pedang Sokayana yang berhulu emas dan melingkar pada pinggangnya. Tetapi karena
ingat bahwa dirinya tidak boleh sembarangan menggunakan pedang itu, maka maksudnya
ini diurungkan. Dan kemudian Irma Sulastri meneruskan perlawanannya dengan pedang
biasa ini.
Disaat dua orang ini sedang terlibat dalam perkelahian yang sengit, tiba-tiba dari
tempat agak jauh terdengarlah suara derap kuda yang dilarikan kencang sekali. Menyusul
tampak seorang gadis berbaju merah muncul dari tikungan. Dan ketika gadis ini melihat
kepada mereka yang sedang berkelahi, untuk sejenak kaget, tetapi kemudian sudah
meloncat dari kuda dan berteriak sambil berlompatan.
"Hai, tahan!"
Akan tetapi dua orang yang sedang berkelahi dengan pedang dan dilanda
penasaran mi, seperti tidak mendengar teriakan gadis baju merah itu. Mereka terus
berkelahi sengit dan pedang masing-masing menyambar dahsyat mencari sasaran.
Mendadak berkelebatlah sinar merah yang panjang dari tangan gadis baju merah ini.
Kemudian apa yang terjadi menyusul sungguh mengherankan.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Ternyata, sinar merah yang panjang itu sehelai selendang merah. Dan entah
bagaimanakah cara gadis itu menggerakkan. Tahu-tahu selendang merah itu telah berhasil
melibat dua pedang mereka yang sedang berkelahi, sehingga pedang itu tertahan. Disaat
dua orang itu masih kaget, gadis baju merah ini sudah membentak.
"Lepas!"
Benar juga, pedang Handana Warih maupun Irma Sulastri telah lepas dari tangan.
Dua batang pedang mental kearah gadis ini, kemudian dengan tangan kirinya berhasil
menangkap dua-duanya.
Handana Warih menjadi amat penasaran dan memalingkan muka kearah orang
yang mengganggu itu. Tetapi mendadak sepasang mata pemuda ini terbelalak, lalu
berkedip-kedip beberapa saat tampak memperhatikan gadis itu.
"Hai!" teriakanya tiba-tiba. "Bukankah engkau ini Pertiwi Dewi?"
Dan gadis berbaju merah yang memang bernama Pertiwi Dewi itu tersenyum.
Jawabnya kemudian, "Ya, engkau benar."
"Aihh, ke mana sajakah engkau selama ini? Aku mencari engkau setengah mati."
Sambil berkata ini, Handana Warih telah melompat dan lari kearah Pertiwi Dewi.
"Terimalah pedangmu!" sambil berkata gadis ini telah melemparkan dua batang
pedang itu berbareng ke arah yang berlainan. Pedang Handana Warih kearah pemuda itu
sendiri, sedang pedang Irma Sulastri jugadilemparkanfce-aato pemiliknya,
Irma Sulastri menyambar pedang yang meluncur kearah dirinya dengan kagum. Ia
tahu, bahwa tidak gampang orang melemparkan pedang seperti ini. Maka diam-diam ia
menjadi kagum. Terang telah bahwa gadis berbaju merah yang bernama Pertiwi Dewi ini,
seorang gadis sakti mandraguna.
Diam-diam Irma Sulastri berdebar hatinya. Kalau gadis itu sudah kenal baik
dengan penjahat kecil, tentu gadis baju merah ini akan membela lawannya. Sungguh
celaka! Seorang lawan seorang saja dirinya tak mampu menandingi manakah mungkin
dirinya dapat melawan kalau si baju merah membela Handana Warih?
Wajah Handana Warih nampak berseri-seri dapat bertemu dengan Pertiwi Dewi
yang sudah lama ia cari. Maka sambil tersenyum dan melangkah menghampiri, ia telah
menyarungkan pedangnya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Pertiwi, kemanakah saja engkau selama ini?" tanyanya.
"Panjang untuk diceritakan." Pertiwi Dewi menyahut. "Sekarang terangkan
dahulu, mengapa sebabnya engkau berkelahi dengan dia?"
Sambil mengucapkan "dia" itu, tangan Pertiwi Dewi menunjuk kearah Irma
Sulastri.
"Hemm, dia sungguh kurang ajar!" geram Handana Warih, karena hanya
melawan seorang pemuda yang tampaknya lemah saja, tidak mampu mengalahkan.
Sebaliknya diam-diam ia merasa kagum terhadap Pertiwi Dewi, yang hanya sekali
menggerakkan selendang merahnya, telah berhasil merenggut pedang lawan maupun
pedangnya sendiri, padahal tadi sedang berkelahi sengit sekali.
"Kurang ajar? Apa yang sudah dilakukan?" desak Pertiwi Dewi.
"Dia mau menubrukkan kudanya di saat aku sedang mengaso."
"Dan engkau menjadi marah?"
"Tentu saja! Dengan begitu jelas, dia sengaja mau menghina aku."
Irma Sulastri yang mendengar hanya berdiam diri. Ia akan membiarkan orang
membicarakan dirinya dan ia takkan membuka mulut sebelum ditanya. Ia masih merasa
mendongkol juga akan sikap gadis baju merah ini yang tidak mau menjawab ketika
ditanya.
"Lalu bagaimanakah selanjutnya?" desak Pertiwi Dewi.
"Aku menuntut agar dia minta maaf. Tetapi dengan sombongnya dia malah
menantang aku."
"Hemm, benarkah itu?"
"Mengapa tidak?"
Pertiwi Dewi mengamati Irma Sulastri, kemudian gadis baru merah ini bertanya.
"Benarkah keterangan kakang Handana Warih ini?"
Irma Sulastri menggeleng. "Dia bohong!"
"Bohong?" Pertiwi Dewi tampak heran. "Bagaimanakah yang terjadi
sebenarnya?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Yang benar apa yang terjadi di luar kesengajaanku," Irma Sulastri menerangkan.
"Untuk itu akupun sudah minta maaf. Tetapi, patutkah apabila dia akan merampas
kudaku ini? Dia....."
"Tidak!" potong Handana Warih. "Aku tidak merampas kudanya. Dia yang
terlalu sombong tidak mau minta maaf atas kesalahannya."
Pertiwi Dewi mengerutkan alisnya mendengar keterangan yang saling
bertentangan ini. Bagaimanapun, bagi Pertiwi Drwi tidak ingin memihak salah satu.
Terhadap Handana Warih, karena gadis ini merasa masih mempunyai hubungan
perguruan. Dirinya pernah berguru kepada Gadung Melati, sedang Handana Warih
murid Wukirsari. Sebaliknya terhadap pemuda ini, yang mempunyai kemiripan wajah
dengan pemuda yang selalu menjadi bunga mimpi, dirinya ingin mengikat persahabatan.
Siapa tahu kalau pemuda yang tampaknya lemah ini, mempunyai hubungan dengan
pemula yang dicintai dan bernama Fajar Legawa itu?
"Hemm, yang disebut orang dengan istilah benar itu hanya satu saja. Kalau
diperebutkan oleh dua orang, manakah mungkin?" Kata Pertiwi Dewi kemudian.
"Karena itu, apabila dua belah pihak merasa semuanya benar, ini berarti salah satu pihak
sudah membohong. Tetapi aku tidak tahu siapakah di antara kalian yang membohong?"
"Tentu saja keteranganku yang beiar!" kata Handana Warih cepat-cepat.
"Hemm, orang yang ingin membohong memang tidak sulit untuk
mengucapkmnya J" ejek Irma Sul-sfri. "Ayu bukan macam orang yang suka mencari
perselisihan dan permusuhan. Kalau saja dia tidak memaksa agar aku menyerahkan kuda
tungganganku, tentu saja aku tidak memaksa diri untuk berkelahi."
Untuk sejenak Pertiwi Dewi berdiam diri, dan membiarkan Handana Warih
marah-marah dengan bentakannya yang lantang. "Kurang ajar kau! Orang yang sudah
bersalah, tidak mau minta maaf, sebaliknya engkau malah menuduh aku mau merampas
kuda. Huh, orang macam engkau ini pantasnya memang harus dihajar babak belur."
Kemudian Handana Warih mengamati kearah Pertiwi Dewi dengan pandang
mata setengah meminta. Kedudukannya memang lebih tua dibanding dengan Pertiwi
Dewi dalam urutan saudara seperguruan. Akan tetapi ia merasa bahwa dalam hal
kesaktian, dirinya jauh di bawah tingkat Pertiwi Dewi. Ia memang merasa heran juga,
nengapa pamannya Gadung Melati dapat mendidik dan menggembleng gadis ini
sedemikian rupa, sehingga sebagai seorang yang angkuh, mementingkan diri sendiri,
menjadi merasa iri melihat kemajuan gadis ini.
Tetapi bagi dirinya sekarang ini yang lebih penting untuk minta bantuan Pertiwihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dewi. Soal yang lain ia nanti dapat bertanya mengapa sebabnya gadis ini cukup lama
tidak ketemu, dan tahu-tahu begitu bebat. Maka katanya kemudian. "Adi Pertiwi Dewi.
Yang penting bagi kita sekarang usir dahulu pemuda kurang ajar ini, dan baru kemudian
kita dapat bicara panjang lebar. Aihh, aku rindu sekali kepadamu. Dan sudah lama sekali
aku mencarimu, tetapi tidak berhasil."
"Hemm," dengus Pertiwi Dewi yang diam-diam menjadi malu dan mendongkol
mendengar ucapan pemuda ini. Lebih-lebih jiwa gadis berbaju merah ini disaat sekarang
sedang tergoda oleh perasaannya yang rindu kepada Fajar Legawa. Maka jawabnya
kemudian. "Jika engkau memang ingin mengusir, usirlah sendiri. Bukankah engkau
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sendiri yang mempunyai kepentingan? Engkau jangan berusaha menyeret diriku kepada
persoalan yang bagi aku sendiri belum jelas mana yang salah. Oleh sebab itu lebih baik
aku menonton saja dan tidak ikut campur."
Jawaban Pertiwi Dewi yang tidak terduga-duga ini membuat Handana Warih
terbelalak kaget. Akan tetapi dasar Handana Warih seorang pemuda yang wataknya
angkuh, tinggi hati dan selalu ingin menang sendiri. Ia menjadi amat mendongkol,
penasaran dan kemudian menduga buruk kepada Pertiwi Dewi. Ia menduga buruk kepada
Pertiwi Dewi telah jatuh cinta dan tertarik kepada pemuda kurus yang lemah itu. Dan
justeru menduga seperti ini, mendadak saja ia meledak. "Bagus, heh-heh-heh! Engkau
sekarang melupakan saudara seperguruan sendiri, dan membela orang lain. Huh, aku
tahu. Aku tahu sebabnya!"
"Apakah maksudmu tahu sebab?" hardik Pertiwi Dewi yang tersinggung. "Apakah
engkau akan membawa kemauanmu sendiri dan berusaha menekan orang lain? Jika
engkau mempunyai kebebasan bicara dan berpendapat, apakah sangkamu akupun tidak
mempunyai kebebsas bicara dan berpendapat?"
"Bagus, heh-heh-heh!" sahut Handana Warih yang tambah marah. "Begitu engkau
melihat pemuda tampan dan lemah itu, sekarang engkau telah berubah pandanganmu
terhadap diriku. Heh-heh-heh, bagus! Akan aku laporkan sikapmu yang bagus ini kepada
paman Gadung, Melati!"
Sepasang mata Pertiwi Dewi mendelik. Ia membantingkan kakinya ke tanah, dan
kemudian membentak nyaring, "Jangan membuka mulut sembarangan!"
Tentu saja gadis ini menjadi amat tersinggung dan marah sekali mendengar ucapan
Handana Warih ini. Sebab dengan begitu, orang akan segera gampang menduga bahwa
antara dirinya dengan Handana Warih pernah terselenggara hubungan batin yang
menjurus kepada cinta kasih, dan orang kemudian dapat menduga bahwa dirinya seorang
gadis yang mudah lupa dan ingkar akan janji. Tentu saja Pertiwi Dewi menolak anggapan
ini. Selama ini hubungannya dengan Handana Warih tidak lebih sebagai saudara
seperguruan sepupu. Sehubungan dengan kedudukan Gadung Melati sebagai adikhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
seperguruan Wukirsari. Ya, lain tidak! Dan sehubungan dengan kedudukannya itu,
selama ini hubungannya begitu baik. Akan tetapi kalau kemudian dianggap oleh Handana
Warih menjurus kearah cinta kasih seorang pemuda dengan seorang gadis, manakah
mungkin Pertiwi Dewi sedia menerimanya?
"Kakang Handana Warih!" teriak gadis baju merah ini sesudah berusaha menekan
ledakan kemarahannya. "Hati-hatilah engkau membuka mulutmu sendiri. Hubunganku
dengan engkau tidak lebih mengingat, bahwa guruku adalah adik seperguruan gurumu.
Mengapa engkau ingin membatasi hak dan kebebasanku? Guruku sendiripun tidak berhak
untuk membatasi hak dan kebebasanku. Mengapa engkau ingin memaksakan
kehendakmu? Huh! Tidak tahu malu!"
Mendengar bentakan Pertiwi Dewi ini, Irma Sulastri senang. Dirinya sendiri juga
seorang gadis, tentu saja sependapat dengan apa yang sudah diucapkan oleh Pertiwi Dewi.
Ia sendiripun akan tersinggung dan marah kalau ada seseorang yang begitu gampang
membuka mulut. Akan tetapi walaupun begitu, ia masih berusaha menahan mulut, ia
khawatir kalau ikut campur, gadis itu malah marah kepada dirinya dan berselisih pula.
Walau ia belum berpengalaman, tetapi ia bukan begitu bodoh. Ia hanya berharap agar
antara gadis baju merah itu dengan pemuda kurang ajar ini berkelahi sendiri dan, dirinya
akan menjadi penonton.
Tetapi sebaliknya Handana Warih yang wataknya tinggi hati dan selalu
mementingkan kebutuhan sendiri itu tambah marah, ia ketawa terkekeh, kemudian
katanya makin kasar. "Heh-heh-heh gadis yang terpuji! Gadis yang cantik wajahnya,
tetapi hatinya berbulu dan tidak mengingat lagi akan hubungan saudara seperguruan.
Heh-heh-heh, tidak heran apabila pandanganmu kepada diriku berubah, setelah engkau
melihat pemuda yang lemah itu. Huh, di dunia ini memang tidak sedikit gadis yang mata
keranjang, dan gampang melupakan hubungan lama, karena melihat pemuda lain. Baik.
Sekarang aku mengalah, akan tetapi kemudian hari engkau akan tahu akibatnya."
Handana Warih sudah melompat dan akan pergi. Sebab ia merasa, kalau terjadi
perkelahian dengan Pertiwi Dewi, dirinya takkan mampu mengatasi. Dari pada dirinya
harus menderita malu menghadapi murid pamannya ini, maka baik ia pergi saja sambil
membawa hatinya yang mendongkol, marah dan penasaran. Kemudian menurut
rencananya, ia akan bicara dan melaporkan sikap Pertiwi Dewi ini kepada Gadung
Melati. Dan iapun merasa percaya, bahwa pamannya itu takkan seperti gurunya, yang
malah membela Fajar Legawa dari pada dirinya, seperti yang terjadi beberapa tahun yan
lalu, ketika dirinya berkelahi dengan Fajar Legawa.
Akan tetapi tentu saja Pertiwi Dewi tidak dapat membiarkan Handana Warih pergi
begitu saja. Bagaimanapun Pertiwi Dewi juga seorang muda. Seorang yang masih
gampang tersinggung dan marah oleh ucapan orang yan menusuk perasaan. Lebih lagi,
apa yang diucapkan oleh Handana Warih tadi merupakan fitnah. Tuduhan yang tidakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
berdasar dan merupakan tuduhan yang dicari-cari pula. Maka dengan gesit Pertiwi Dewi
telah melompat ke samping. Dan seperti sebuah bayangan, tubuh gadis ini gerakannya
jauh lebih cepat dibanding dengan Handana Warih. Ia sudah menghadang di depan
Handana Warih sambil mendelik dan menuding.
"Apa katamu tadi?" bentak Pertiwi Dewi lantang dan nyaring, "Engkau
mengatakan aku melupakan hubungan lama? Hubungan lama manakah yang engkau
maksud itu? Yang mana? Jika engkau tidak dapat menerangkan, huh, jangan menyesal
apabila tanganku menampar mulutmu yang lancang. Tahu? Engkau ingin agar aku
membela engkau. Huh, siapa yang sudi campur tangan urusanmu kalau persoalannya
tidak jelas? Kalau engkau pada pihak benar, memang tidak mengapa. Tetapi kalau engkau
sendiri yang bersalah, bukankah engkau sengaja menyeret diriku untuk ikut bersalah?"
"Hai Pertiwi!" balas Handana Warih lantang, karena dada pemuda ini penuh rasa
penasaran lan mendongkol. "Lupakah engkau akan pesan gurumu dan guruku sendiri,
bahwa antara kita harus selalu rukun dan bersatu? Huh, tetapi ternyata engkau sekarang
malah membela orang lain. Apakah ini tidak berarti engkau sudah merusakkan hubungan
lama yang selalu baik?"
"Mulutmu terlalu lancang!" teriak Pertiwi Dewi yang tambah marah atas sikap
Handana Warih yang memutar balikkan kenyataan ini. "Baik guruku maupun gurumu
adalah orang orang tua yang terhormat dan mulia. Mengapa engkau sekarang berusaha
menyalah gunakan nasihat orang-orang tua yang aku hormati? Huh, dari sikapmu yang
ingin benar sendiri ini, makin memberi gambaran padaku lebih jelas. Bahwa dalam urusan
ini engkaulah pada pihak yang salah. Makin jelaslah bahwa engkau memang telah
menodai nama baik paman Wukirsari, dan engkau sudah berusaha memampas kudanya
dia. Hayo lekas katakan terus terang sebelum aku menampar mulutmu. Bukankah engkau
tadi sudah berusaha merampas kudanya dia dengan kekerasa. Dan karena engkau tidak
mampu mengatasi maka engkau berusaha melibatkan diriku kepada pihakmu yang
salah?"
Handana Warihpun tidak mau mengalah begitu saja. Walaupun ia bisa menduga
bahwa sekarang ini tingkat kesaktian Pertiwi Dewi sudah jauh melampaui dirinya, tetapi
sesuai dengan wataknya yang tinggi hati, ia tambah penasaran dan marah saking
merasa malu. Bentaknya kemudian sambil menuding. "Bagus, heh-heh-heh. Engkau
mengatakan ingin menampar mulutku? Kurang ajar! Sebelum engkau berhasil menyentuh
tubuhku, aku akan dapat membuat engkau jungkir balik dan babak belur!"
Tentu saja Handana Warih tidak mau mengaku kesalahannya sendiri. Malah
sebaliknya ia marah bukan main atas sikap Pertiwi Dewi yang jelas membela orang lain
itu. Maka tanpa memberi peringatan lebih dahulu, Handana Warih sudah menerjang
dengan serangan tangan kosong. Dan maksudnya jelas ia ingin dapat mendahului
menghajar Pertiwi Dewi sebelum orang sempat menyerang dirinya.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Dan diam-diam ia merasa pasti, bahwa serangannya ini akan berhasil Sebab sekali
serang, ia sudah menggunakan pukulan rahasia ciptaan Wukirsari dan yang tentu saja
Pertiwi Dewi tidak mengenalnya. Maksudnya jelas, dengan . sekali pukul akan
merobohkan Pertiwi Dewi, agar dirinya segera dapat pergi tanpa gangguan lagi.
Akan tetapi tiba-tiba pemuda ini terbelalak kaget dan kecelik sendiri. Tahu-tahu
tubuh Pertiwi Dewi lenyap, dan serangannya hanya mengenai tempat kosong. Ke
manakah Pertiwi Dewi? Mungkinkah gadis ini sekarang mempunyai ilmu ajaib yang
dapat membuat dirinya bisa menghilang? Justeru di saat Handana Warih kaget dan
kebingungan ini, tiba-tiba terdengarlah suara orang ketawa cekikikan dari arah
belakangnya. Ia terkejut dan cepat memutar tubuhnya untuk mengulang serangannya
Tetapi ketika ia sudah memutar tubuh, tahu-tahu...
"Plak!" tubuh Handana Warih agak terhuyung dan merasakan pipinya panas. Ternyata
sebelum ia sempat berbuat apapun, secara tidak terduga pipinya sudah kena tamparan
Pertiwi Dewi.
Irma Sulastri yang berdiri dan menonton, menjadi kagum sekali melihat kecepatan
gerak gadis baju merah itu. Ternyata Pertiwi Dewi dapat bergerak cepat sekali seperti
bayangan setan, sehingga walaupun Handana Warih berhadapan, pemuda itu tidak dapat
mengikuti gerakan Pertiwi Dewi yang memang cepat sekali. Walaupun dirinya sendiri
termasuk seorang yang ringan dan gesit gerakannya namun Irma Sulastri lebih hebat lagi
sehingga ia merasa bahwa dirinya takkan mampu menandingi gerak dan kegesitan gadis
baju merah ini.
Tahu-tahu terdengar lagi suara. "Plak!"
Dan menyusul terdengar suara teriakan Handana Warih yang tertahan,
"Augh...........!"
Ternyata tamparan Pertiwi Dewi yang sekarang lebih keras dibanding yang
pertama, dan tamparan itu tepat mengenai sasaran, mulut Handana Warih.
Bagaimanapun bagian tubuh manusia yang disebut mulut itu, merupakan bagian tubuh
yang lemah. Maka tak mengherankan, Handana Warih sudah berteriak tertahan, agaknya
memang merasakan kesakitan. Bibir pemuda itu pecah, dan menyembur pula darah dari
mulut. Untung juga bahwa pukulan Pertiwi Dewi tidak menyebabkan giginya tanggal.
Maka walaupun bibir pecah dan mulut itu berdarah, luka itu hanyalah merupakan luka
luar saja.
"Hi-hi-hik, karena mulutmu yang bersalah, maka tepat kiranya apabila aku
menghajar mulutmu!" ejek Pertiwi Dewi sambil melompat mundur. Maksudnya jelas, ia
sudah puas dengan berhasil menghajar Handana Warri ini. Ia tidak ingin membuat
Handana Warih lebih menderita lagi, dan kalau Handana Warih akan melarikan diri, iahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
beri kesempatan.
Ia tidak perduli kalau kemudian Handana Warih melapor kepada garunya
maupun kepada Gadung Melati, sambil melancarkan fitnah. Sebab ia sudah mengenal
watak Wukirsari, bahwa orang tua itu tidak gampang percaya kepada laporan orang yang
tidak jelas. Maka apabila kemudian hari dirinya bertemu dengan Wukirsari maupun
gurunya sendiri, ia akan dapat memberi penjelasan. Ia percaya, apabila tahu akan
sebabnya, dua orang tua itu tentu malah marah kepada Handana Warih. Pendeknya ia
berani mempertanggungjawabkan segala akibatnya.
Tetapi sebaliknya, tentu saja tindakan Pertiwi Dewi ini membuat Handana
Warih tambah marah dan penasaran. Bagi Handana Warih takkan mau mengalah begitu
saja atas perlakuan Pertiwi Dewi terhadap dirinya. Timbullah maksudnya untuk
membalas hinaan ini.
"Sring!" Tiba-tiba pedang Handana Warih sudah tercabut dari sarung. Kemudian
sinar pedang yang panjang itu sudah menyambar kearah Pertiwi Dewi, sekaligus pada tiga
bagian tubuh yang berbahaya.
"Bagus!" seru Pertiwi Dewi dengan hati yang mendongkol. "Begitukah sikapmu
terhadap aku?"
"Engkau manusia busuk yang tak perlu diberi hidup lagi!" bentak Handana Warih
sambil meneruskan serangannya. "Maka pedang ini harus menyelesaikan urusanmu dan
urusanku. Engkau sudah membela orang lain, berarti engkau berkhianat baik kepada
gurumu sendiri maupun guruku!"
Dengan gerakannya yang lincah semua serangan Handana Warih itu dapat
dihindari tanpa kesulitan. Namun sepasang mata gadis ini merah pertanda marah,
dituduh berkhianat kepada gurunya itu. Maka setelah berhasil menghindari serangan
Hanana Warih yang bertubi-tubi tanpa membalas, ia menghardik. "Hai Handana Warih.
Nyata engkau seorang sesat yang gampang main fitnah. Tadi mengingat engkau murid
paman Wukirsari, aku sudah memberi ampun. Tetapi dengan kelancangan mulutmu
sekarang ini, hemn. Engkau harus menebus kelancangan mulutmu!"
Selesai berkata, gerakan Pertiwi Dewi tambah cepat sehingga lenyap dari pandang
mata Handana Warih. Dalam usahanya untuk menjaga serangan balasan dari Pertiwi
Dewi ia memutar pedangnya bagai baling-baling.
"Tring........plak buk......aduhhh....!"
Apa yang terjadi kemudian membuat Irma Sulastri kagum bukan main dan
sepasang matanya terbeliak. Ia tadi ketika berkelahi dengan Handana Warih sudahhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
menggunakan pedang namun tidak juga berhasil membuat lawan tunduk. Akan tetapi
sekarang hanya dengan tangan kosong, Pertiwi Dewi sudah dapat menundukkan
Handana Warih sampai pula pemuda itu mengaduh kesakitan dan roboh terduduk di atas
tanah.
Apa yang baru saja terjadi memang di luar dugaan Handana Warih sendiri, ia tadi
dengan mengerahkan seluruh kepandaiannya sudah menutup diri dengan pedang. Namun
tidak terduga sama sekali tangan Pertiwi Dewi lebih cepat lagi. Sentilan jari tangan gadis
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu yang kecil, berhasil membuat pedang Handana Warih terpental. Disusul oleh pukulan
yang mengenai lengan, dan membuat pedang Handana Warih lepas dari tangan dan
terbang. Sebelum pemuda itu sempat terbuat sesuatu, tahu-tahu lutut dan perutnya
tertendang secara telak. Dan sebagai akibatnya tubuh Handana Warih terlempar hampir
dua tombak jauhnya, lalu jatuh terduduk tanpa dapat bangkit lagi. Sebab tentunya yang
tertendang membuat kakinya lumpuh dan tidak dapat dipergunakan berdiri lagi.
"Handana Warih!" hardik Pertiwi Dewi. "Jika engkau tahu diri, lekaslah engkau
enyah dari sini, sebelum aku turun tangan lebih lanjut. Dan agar engkau tahu duduk
persoalannya, sekarang baiklah aku memberi keterangan padamu. Apa yang engkau
lakukan di sini, semuanya sudah aku ketahui. Aku menyaksikan sendiri bahwa engkaulah
yang memulai perselisihan ini, dan engkau sengaja memaksa kepada dia supaya
menyerahkan kudanya."
"Ahhh......." Irma Sulastri cepat-cepat menutup mulutnya sendiri setelah berseru
tertahan. Sekarang gadis yang menyamar sebagai laki-laki ini baru mengerti, mengapa
sebabnya gadis baju merah itu sudah berpihak kepada dirinya. Ternyata dia sudah tahu
apa yang terjadi, pantas dia tidak menggubris keterangan Handana Warih.
Sebaliknya Handana Warih menjadi kaget dan pucat. "Kau.........kau tahu.........?"
Saking kaget pemuda ini sudah mengucapkan kata-katanya dengan gugup dan
tidak lancar. Sebab ia tidak menduga sama sekali bahwa usahanya merampas kuda
pemuda itu diketahui sendiri oleh Pertiwi Dewi. Pantas walaupun ia tadi sudah
mengancam untuk melaporkan kepada Gadung Melati, tidak juga dapat mempengaruhi
hati gadis ini.
Dan sekarang karena merasa bahwa rahasia perbuatannya sudah terbuka, maka
tiada keuntungan lagi bagi dirinya terlalu lama di tempat ini. Kalau Pertiwi Dewi makin
marah, dirinya malah bisa menjadi bulan-bulanan, justeru ternyata kepandaian Pertiwi
Dewi sudah agak jauh di atas tingkatnya sendiri. Memperoleh pikiran begitu, walaupun
lututnya belum pulih, Handana Warih segera bangkit. Ia segera memungut pedangnya
yang tadi terlempar oleh sentilan Pertiwi Dewi. Kemudian sambil masih memegang
pedang itu dengan tangan kanan, ia melangkah terpincang-pincang.
Tetapi selaras dengan wataknya yang tinggi hati dan angkuh, ia masih jugahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
membuka mulut sebelum pergi. Katanya mengancam. "Huh, engkau seorang perempuan
busuk. Tunggulah pembalasanku kemudian hari."
Pertiwi Dewi menyambut ancaman Handana Warih itu dengan ketawa nyaring.
Lalu jawabnya tanpa gentar sedikitpun. "Engkau mengancam mau membalas dendam
ini? Bagus! Namun sebaliknya engkaupun harus tahu, bahwa akupun dapat
memberitahukan kepada paman Wukirsari atas perbuatanmu yang jahat hari ini."
Handana Warih hanya mendelik marah. Tetapi pemuda ini kemudian hanya
memutar tubuhnya, melangkah terpincang-pincang dan selekasnya pergi. Pertiwi Dewi
mengamati kepergian pemuda itu dengan tersenyum. Akan tetapi diam-diam iapun
masygul, mengapa Handana Warih sekarang berubah seperti itu, sejak beberapa tahun ini
tak lagi sempat bertemu. Mungkinkah pemuda itu lepas dari pengawasan Wukirsari?
Baru sesudah Handana Warih hilang dari pandang matanya karena tertutup oleh
rumpun pohon bambu berduri, maka kemudian Pertiwi Dewi membalikkan tubuh dan
mengamati kearah pemuda kurus dan lemah itu. Akan tetapi mendadak Pertiwi Dewi
menahan pekik tertahan dari mulutnya dengan menutup menggunakan telapak
tangannya. Sebab pemuda itu sekarang sudah tidak tampak lagi, dan yang ada sekarang
seorang gadis cantik bertubuh ramping. Dan walaupun Irma Sulastri masih tetap
mengenakan pakaian laki-laki, namun setelah Irma Sulastri melepaskan ikat kepalanya,
Pertiwi Dewi menjadi tahu bahwa pemuda ceriwis yang dikenalnya baru kemarin itu,
seorang gadis yang menyamar sebagai laki-laki.
"Kau ......... kau ternyata perempuan ........." ujar Pertiwi Dewi.
"Hi-hi-hik Irma Sulastri menyambut dengan ketawanya yang cekikikan. "Aku
memang sengaja menyamar sebagai laki-laki. Akan tetapi aku tahu bahwa kemarin
engkau tentu menuduh aku sebagai seorang laki-laki yang ceriwis dan tidak tahu malu."
"Hi-hi-hik," Pertiwi Dewipun ketawa cekikikan saking geli dan merasa malu
sendiri, karena memang begitulah tanggapannya kemarin. Dan ia tidak menduga sama
sekali bahwa sesungguhnya perempuan pula seperti dirinya.
"Kenalkan, aku Pertiwi Dewi," kata gadis baju merah ini sambil menghampiri
maju, lalu menjabat tangan Irma Sulastri erat-erat dengan wajah berseri dan bibir
tersenyum
"Aku Irma Sulastri," sahut Irma Sulastri sambil tersenyum dan wajahnya berseri
pula.
Pertiwi Dewi mengamati Irma Sulastri penuh perhatian, seakan sedang menaksir.
Dan diperhatikan seperti sedang menaksir ini, walaupun oleh perempuan pula, membuathttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Irma Sulastri merasa tidak enak. Tanyanya kemudian, "Apakah sebabnya engkau
menaksir aku begitu rupa?"
"Aku seperti pernah mendengar namamu disebut-sebut."
"Ahhh.........." Irma Sulastri tampak kaget. "Siapakah yang menyebut-nyebut
namaku?"
Pertiwi Dewi tidak segera menjawab, dan tampak sedang berusaha mengumpulkan
ingatanny. Irma Sulastri pun berdiam diri dan menunggu. Dan gadis ini tertarik tetapi juga
berdebar, mengapa sebabnya disebut-sebut dan pernah didengar Pertiwi Dewi.
"Ohh, aku ingat sekarang," kata Pertiwi Dewi, "Yang menyebut-nyebut namamu
itu seorang pemuda bernama Fajar Legawa."
"Aih............" Irma Sulastri seperti orang kaget. Ia memegang lengan Pertiwi Dewi
dan kemudian diguncang-guncangkan sambil bertanya. "Engkau sudah kenal dengan dia.
Katakan lekas, dimanakah engkau berjumpa dengan kakakku itu? Aku ingin sekali segera
dapat bertemu dengan dia."
"Jadi............jadi engkau adik Fajar Legawa?" kata Pertiwi Dewi seperti tidak
percaya. Namun kemudian gadis baju merah berkata, "Pantas sejak aku bertemu dengan
engkau serasa aku pernah bertemu dan berkenalan dengan engkau. Semula aku menduga
bahwa engkau Fajar Legawa. Akan tetapi karena bentuk tubuhmu kalah gagah dengan
Fajar Legawa maka aku sendiri menduga keliru."
Tetapi Irma Sulastri seperti tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Pertiwi
Dewi. Gadis ini sekarang jantungnya berdegup cepat mendengar nama kakaknya disebut
sebut dan malah gadis ini sudah mengenal. Irma Sulastri seperti tidak sabar. Ia mendesak
dan tangannya tetap mengguncang-guncangkan lengan gadis itu. "Katakanlah. Kapan
engkau bertemu dengan dia, dan dimana pula engkau bertemu dia?"
Tiba-tiba saja Pertiwi Dewi menghela napas. Sesudah itu barulah ia berkata.
"Marilah kita duduk di bawah pohon itu agar kita lebih enak."
Irma Sulastri tidak membantah ketika dibimbing Pertiwi Dewi menuju ke bawah
batang pohon rindang. Dan karena rumput di bawah pohon ini bersih dan menghijau,
maka kemudian mereka duduk dengan bebas. Mereka duduk berdampingan, dan karena
Irma Sulastri telah mengenakan ikat kepalanya lagi, bagi orang yang tidak tahu tentu
menduga bahwa mereka ini merupakan sepasang kekasih yang sedang berbulan madu
sambil bercengkerama.
"Berapakah umurmu sekarang ini " tanya Pertiwi Dewi sambil memalingkan
muka mengamati Irma Sulastri.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Aku? Sekarang baru sembilan belas tahun," sahutnya.
"Ternyata aku lebih tua dua tahun dibanding engkau," Pertiwi Dewi berkata.
"Sukakah engkau mengikat persahabatan dengan aku?"
"Mengapa tidak!" sahut Irma Sulastri. "Dan karena aku lebih muda dibanding
engkau, kiranya lebih tepat apabila aku memanggil mbakyu kepada engkau."
"Tepat sekai! Dan apabila aku memanggil engkau adik, berarti akan lebih akrab.
Bukankah engkau setuju?"
Akan tetapi tiba-tiba saja wajah gadis ini berubah agak memerah. Sebab ia segera
teringat kepada pemuda yang menjadi bunga mimpi dikala tidur, Fajar Legawa. Memang
sesungguhnya ia merasa heran sendiri. Mengapa ia tidak dapat melupakan pemuda itu,
dan kemudian bertanya apakah dirinya sudah terlanjur jatuh cnta kepada Fajar Legawa?
Kalau dirinya memanggil Irma Sulastri ini dengan sebutan adik, apakah ini karena
sehubungan dengan kedudukan gadis ini sebagai adik Fajar Legawa.
Untung juga Irma Sulastri tidak dapat menduga perasaan Pertiwi Dewi. Ia
menjawab dengan wajah riang dan ucapan yang mencerminkan kegembiraan. "Tentu saja
aku setuju. Aku memanggil engkau mbakyu Pertiwi."
"Ya, dan kita akan bersahabat selamanya."
"Benar! Tetapi eh..........sekarang terangkanlah kapan engkau bertemu dengan
kakang Fajar Legawa?"
"Hemm, peristiwa itu sudah berlalu lama sekali, kira-kira empat tahun." sahut
Pertiwi Dewi sambil menghela napas. Dan tiba-tiba saja teringat pulalah ia akan
terjadinya perpisahan dengan pemuda itu.
"Kira-kira empat tahun? Aihh............ mengapa sebabnya antara engkau dengan
kakang Fajar Legawa berpisah? Dan apakah selama itu mbakyu Pertiwi tidak lagi
berjumpa dengan kakakku?"
Pertiwi Dewi menggeleng. Dan Irma Sulastri mengeluh dan kecewa. "Sayang,
sudah terlalu lama engkau berpisah dengan kakang Fajar."
"Ya, memang sayang sekali............" gumam Pertiwi Dewi dengan nada yang agak
sedih sebab ia segera teringat akan sebabnya berpisah dengan Fajar Legawa. Tetapi
mendadak ia segera ingat akan cerita Fajar Legawa ketika itu, bahwa adiknya yang
bernama Irma Sulastri ini diculik oleh penjahat. Dan waktu itu dia berusaha mencarihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kemanakah dibawa pergi.Teringat akan cerita pemuda itu, ia kemudian bertanya.
"Adikku, bolehkah aku bertanya tentang engkau lebih dahulu?"
Irma Sulastri tampak heran. Namun kemudian ia menjawab. "Mengapa tidak
boleh? Apa sajakah yang ingin engkau tanyakan itu?"
"Begini." Pertiwi Dewi berusaha menerangkan. "Waktu itu sebelum aku dengan
dia berpisah, ia menerangkan sedang berusaha mencari engkau yang diculik penjahat.
Tetapi karena tidak tahu penjahat manakah yang telah membunuh keluargamu dan
menculik pula, ia menjadi bingung ke manakah harus mencari? Di samping dalam
usahanya mencari engkau itu, iapun khawatir apabila engkau celaka di tangan para
penjahat."
Irma Sulstri menghela napas dan terharu. Kemudian. "Ya, akupun memang dapat
menduga betapa bingung kakang Fajar mencari aku, dan betapa sedihnya menemukan
ayah bundaku telah dibunuh orang. Akupun pernah minta kepada guru, agar guruku
bersedia mencari kakang Fajar, dan kalau bisa pula malah supaya kakang Fajar dapat
dibawa pulang. Akan tetapi guruku tidak dapat menyetujui permintaanku, dan kemudian
hanya mengatakan bahwa semua itu lebih baik diserahkan saja kepada Tuhan. Kemudiah
hari apabila sudah sampai kepada saatnya, tentu aku dapat bertemu juga dengan dia.
Begitulah guru memberi alasan."
"Apakah gurumu itu, yang sudah menolong, dan menyelamatkan engkau dari
tangan penjhat yang menculikmu?"
"Benar," sahut Irma Sulastri sambil mengangguk.
"Siapakah gurumu itu?"
"Guruku, kakek Menak Singgih."
"Ihh, jadi engkau murid beliau? Pantas saja ilmu pedangmu tadi begitu hebat."
"Ahh, mbakyu membuat aku malu saja," kata Irma Sulastri yang merasa malu.
"Buktinya dengan pedang aku tak berhasil menundukkan dia, tetapi hanya bertangan
kosong engkau berhasil merobohkan dia."
"Adikku, engkau jangan salah paham," Pertiwi Dewi segera memberikan
alasannya mengapa ia memuji ilmu pedangnya yang bagus. "Adikku, engkau jangan salah
tafsir. Sebabnya engkau tidak segera dapat menundukkan Handana Warih tadi, bukan
disebabkan ilmu pedang dan ilmu tata kelahimu yang buruk. Akan tetapi karena engkau
belum berpengalaman. Dan agaknya, selama ini engkau memang belum pernah
mengalami perkelahian yang sungguh-sunguh."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Ya, engkau benar mbakyu," Irma Sulastri berterus-terang. Kemudian tanpa
diminta, ia segera menerangkan peristiwa yang telah menimpa dirinya. Sejak dirinya
diculik dan dilarikan oleh gerombolan penjahat bersama dengan beberapa orang gadis
desa yang lain, sampai kemudian berdiam di pesisir Kidul dan menjadi murid Menak
Singgih. Selama berguru itu, dirinya memang tidak diijinkan pergi oleh gurunya.
"Itulah sebabnya. Karena engkau belum berpengalaman, maka gerak-gerikmu
masih agak kaku dan selalu ragu-ragu dalam menyerang. Tetapi percayalah bahwa tak
lama lagi engkau akan menjelma sebagai gadis perkasa jarang tandingan."
"Ah, engkau membuat aku makin malu saja mbakyu. Tetapi ........ bolehkah aku
bertanya, benarkah Handana Warih tadi memang mempunyai hubungan perguruan
dengan engkau?"
"Ya, begitulah kenyataannya. Akan tetapi adikku, bagiku walaupun mempunyai
hubungan saudara seperguruan, kalau memang bersalah manakah sudi aku membela?
Masih untung kesalahannya tidak berat hingga aku tidak menghajar babak- belur."
Irma Sulastri mengangguk-angguk dan dalam hati memuji akan sikap Pertiwi
Dewi yang tegas ini. Kemudian ia bertanya. "Tetapi, apakah sebabnya selama empat
tahun ini, engkau tidak lagi pernah bertemu dengan kakang Fajar?"
"Hemmm, ya, agak panjang untuk diceritakan," sahut Pertiwi Dewi sambil
menghela napas.
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sejenak kemudian setelah mengumpulkan ingatannya, ia bercerita. Ia memulai
ceritanya sejak pertemuan dan perkenalannya yang pertama kali, yang didahului oleh
perkelahian akibat kenakalannya. Di mana waktu itu Fajar Legawa sedang makan dan ia
mengganggu. Cara menceritakannya begitu menarik dan hidup sehingga Irma Sulastri
ketawa cekikikan.
"Hi-hi-hik, mengapa engkau nakal dan mengganggu kakang Fajar makan?"
"Entahlah, aku juga heran sendiri apabila ingat peristiwa itu," sahut Pertiwi Dewi.
Kemudian diceritakan oleh Pertiwi Dewi tentang kepergiannya bersama Fajar Legawa ke
gunung Ungaran. Kepergiannya bermaksud untuk menolong orang dan memberantas
penjahat perempuan yang bernama Dyah Raseksi. Namun ternyata kemudian bahwa
penjahat perempuan itu malah kakak perempuannya yang sudah lama diculik penjahat.
"Ahhh..........." Irma Sulastri terkejut. "Jadi, keluargamupun seperti keluargaku,
hancur oleh kejahatan orang?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Begitulah kira-kira. Aku tidak pernah menduga sama sekali bahwa kakak
perempuanku sudah berubah begitu rupa, menjadi seorang penjahat perempuan yang
cabul."
"Ahhh apa yang dia lakukan?"
"Kakakku suka menculik laki-laki muda dan tampan untuk memenuhi nafsu
birahinya." Pertiwi Dewi menghela napas dan kemudian tampak agak sedih teringat
kepada kakak perempuannya itu."Dan ketika aku sempat bertemu dengan dia itu, aku
berusaha menasihati agar dia mau merubah cara hidupnya kembali ke jalan benar. Sebab
dengan perbuatannya yang terkutuk itu tentu akan mencemarkan nama baik ayah bunda
yang sudah tiada."
"Benar, engkau benar. Dan tentunya dia mau sadar, bukan?"
"Kalau dia mau sadar kiranya takkan sampai terjadi aku berpisah dengan kakakmu
Fajar Legawa," sahut Pertiwi Dewi dengan nada yang penuh sesal. "Dia tidak mau
mendengar nasihatku itu, malah kemudian berhasil menawan aku maupun kakakmu
Fajar Legawa. Hemm.........apa yang terjadi kemudian dengan diriku? Saudara tuaku yang
sudah lama aku cari itu, ternyata seorang kejam luar biasa. Dia sampai hati menggunakan
racun untuk merusak wajahku."
"Apa? Wajahmu dirusak? Tetapi masih cantik seperti ini, wajahmu sudah dirusak
oleh Dyah Raseksi?"
"Hemm, keadaanku sekarang ini sudah pulih kembali oleh pertolongan guruku.".
"Gurumu yang bersama Gadung Melati itukah?"
Pertiwi Dewi menggeleng, Kemudian ia menerangkan. "Begini adikku, ketika aku
tahu bahwa wajahku sudah menjadi rusak dan hitam legam tidak keruan, aku menjadi
sedih dan menangis. Ketika itu kakakmu Fajar, di mana aku menyebut dia kakang Fajar,
berusaha menghibur aku. Pendeknya......"
Dan tiba-tiba saja Pertiwi Dewi menghentikan kata-katanya. Sebab ia menjadi
malu sendiri untuk meneruskan. Sebab ketika itu Fajar Legawa menjanjikan akan
mencintai walaupun wajahnya menjadi buruk.
Dan walaupun Irma Sulastri merupakan seorang gadis yang masih hijau, namun
melihat perubahan wajah Pertiwi Dewi yang tampak malu-malu itu, kemudian dapat
menduganya. Tanya kemudian. "Mbakyu, katakan terus terang. Apakah engkau
mencintai kakang Fajar?"
Kaget Pertiwi Dewi mendengar pertanyaan ini. Ia tidak membantah kenyataan itu,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
tetapi untuk mengatakan juga merasa malu. Akibatnya gadis ini tidak segera menjawab
dan hanya menundukkan kepalanya. Tiba-tiba saja Irma Sulastri sudah memeluk. Ia
mencium pipi Pertiwi Dewi, kemudian berbisik. "Aku gembira mbakyu. Dan aku senang
mempunyai mbakyu ipar seperti engkau. Mbakyu percayalah bahwa aku yang akan
membela engkau, apabila kakang Fajar sampai ingkar janji."
Besar hati Pertiwi Dewi, akan tetapi merasa malu juga. Tetapi ketika melihat Irma
Sulastri yang mengenakan pakaian sebagai laki-laki ia segera mendorong pundak sambil
berkata "Adikku,, engkau berpakaian laki-laki. Apabila ada orang yang melihatnya, orang
bisa mengira dan menduga yang tidak-tidak."
"HI-HI-HIK, biarkan saja orang mau menduga apapun. Tetapi bukankah aku
perempuan dan engkau juga perempuan?" sahut Irma Sulastri sambil cekikikan, dan
mengulang ciumannya lagi ke pipi Pertiwi Dewi. Untuk sejenak Pertiwi Dewi berusaha
mendorong tetapi sebaliknya Irma Sulastri berusaha bertahan sambil memeluk. Akibat
saling tidak mau mengalah, kemudian mereka roboh tumpang tindih. Barulah kemudian
mereka saling melepaskan tangannya, lalu masing-masing duduk kembali masih dengan
ketawa cekikikan.
"Engkau nakal!" cela Pertiwi Dewi sambil tersenyum.
Dan Irma Sulastri hanya ketawa cekikikan saja, kemudian bertanya. "Mbakyu,
bagaimanakah kemudian lanjutan dari ceritamu?"
"Ya, kakang Fajar menghibur tetapi aku sudah putus asa. Ketika kakang Fajar
lengah, kemudian aku lari dan membuang diri ke jurang........."
"Aihhh.......!" Irma Sulastri berseru tertahan saking kaget. "Akan tetapi apakah
jurang itu berair, sehingga engkau tidak menderita apa-apa?"
"Hemm, apa yang terjadi memang hanya berkat kekuasaan Tuhan sajalah."
Pertiwi Dewi menghela napas dalam. "Begitu aku melempar diri ke dalam jurang, saking
ngeri aku menjadi pingsan. Aku tidak tahu apa yang terjadi kemudian dengan diriku.
Dan tahu-tahu, aku sudah dalam pondongan seorang kakek tua-renta, tetapi gerakannya
cepat sekali, seperti aku dibawa terbang."
"Siapakah dia itu?" potong Irma Sulastri yang tertarik dan ingin tahu. Dahulu
ketika dirinya ditolong oleh Menak Singgih juga dipondong dan dibawa berlarian seperti
terbang.Ternyata Pertiwi Dewi sekarang mengalami hal yang bersamaan dengan dirinya,
walaupun orangnya berlainan.
"Sebaiknya aku teruskan saja ceritaku," kata Pertiwi Dewi, dan tidak menjawab
pertanyaan Irma Sulastri. Dan ketika melihat bahwa aku sudah siuman dari pingsanku,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kemudaan ia berhenti dan menurunkan aku ke atas sebuah batu di dalam hutan yang tidak
aku kenal."
Pertiwi Dewi berhenti dan menghela napas. "Tetapi setelah aku duduk di atas batu
itu. Si kakek berdiri di depanku sambil mengurut-urut jenggotnya yang putih panjang, aku
segera teringat apa yang terjadi atas diriku. Kemudian aku menangis sambil menyesali
pertolongan kakek itu. Kataku ketika itu. "Mengapa aku kakek tolong? Huh, aku ingin
mati. Biarkan aku mati!"
"Dan kakek itu menjawab dengan halus. Mengapa engkau berkata begitu, denok?
Engkau masih amat muda, mengapa memilih mati dan berusaha membunuh diri pula?
Tahukah engkau bahwa mati dan mati itu ada dua macam? Mati atas kehendak Tuhan
merupakan mati yang wajar dan tidak seorangpun manusia di dunia ini dapat
membantah. Akan tetapi mati dengan membunuh diri? Dengan macam alasan apapun
tidak benar dan tidak baik. Mau membunuh diri bisa berakibat rohmu kesasar tidak dapat
kembali kepada Tuhan. Denok, roh yang tersesat akibatnya bisa menjadi roh yang jahat
dan kemudian hanya selalu mengganggu manusia lain yang masih hidup."
"Aku memang ingin menjadi setan!" jawabku penasaran. "Aku memang ingin
menjadi roh penasaran. Kemudian aku akan mencekik leher kakak perempuanku sendiri
yang kejam dan jahat itu."
"Heh-heh-heh, kakek itu tertawa terkekeh, dan aku menjadi makin mendongkol.Ia
kemudian memberi nasihat padaku antara lain begini. Engkau masih muda denok, dengan
alasan apapun engkau tidak boleh mati dengan membunuh diri. Itulah sebabnya aku tadi
menerima tubuhmu yang terlempar dari atas jurang.Aku tidak menghendaki engkau mati
penasaran dan menjelma menjadi roh jahat pengganggu manusia.Tidak! Tidak boleh
terjadi, dan engkau harus hidup terus."
"Engkau tidak berhak apapun atas diriku." teriakku marah sambil meloncat
berdiri. "Apakah gunanya aku terus hidup apabila menderita seperti ini? Wajahku
sekarang sudah berubah menjadi amat buruk seperti ini. Aku menjadi malu untuk hidup
terus, karenaaku hanya akan menjadi bahan tertawaan dan hinaan orang saja." Dan atas
pendapatku ini, kemudian kakek itu berkata. "Denok, mengapa engkau menjadi begitu
khawatir dan merasa menderita? Mengapa sebabnya karena perubahan wajahmu, engkau
segera putus asa dan khawatir ditertawakan dan dihina orang? Tiada alasan sedikitpun
engkau berkecil hati dengan perubahan yang terjadi dengan dirimu. Tahukah engkau
bahwa harga diri seseorang itu yang sesungguhnya, bukan atas kekuasaan, kejayaan,
pangkat yang tinggi, wajah tampan dan ayu, tetapi sesungguhnya oleh perbuatan manusia
itu sendiri?"
"Aku tidak percaya keteranganmu!" teriakku yang tambah mendongkol dan
penasaran. "Bukti di dunia ini cukup menyakinkan. Dasar penilaian atas diri seseorang,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
bukan oleh perbuatan."
"Engkau bisa memberi bukti?" tanya kakek itu. Dan aku menjawab. "Bisa!
Buktinya laki-laki lebih menghargai kepada seorang perempuan cantik dan sebaliknya
perempuan lebih menghargai kepada seorang laki-laki ganteng." Mendengar ini kakek itu
terkekeh, kemudian berkata."Cantik dan tampan hanyalah sebatas kulit. Apabila kulit itu
mcnjadi rusak seperti kulit wajahmusekarang ini, akan menjadi jelek. Mengapa harus
dijadikan sebagai ukuran? Lihatlah, tidak sedikit jumlahnya perempuan yang terkenal
cantik jelita, tetapi dengan gampang dapat diajak tidur sembarang laki-laki dengan alat
uang. Apakah perbuatannya itu terpuji? Hanya seorang tolol saja yang sanggup memuji
sanjung kecantikan seorang pelacur. Seorang perempuan jalang. Dan apabila itu laki-laki,
maka laki-laki itu sudah kiblatnya. Bukankah laki-laki itu sudah tahu dan menyadari
bahwa wanita jalang itu sumber penyakit berbahaya? Denok, pandangan yang salah
semacam itu harus dikikis habis. Dan kebudayaan pelacur harus dirubah. Dan selama
manusia laki-laki di dunia ini masih menganggap pelacur bagai Dewi, selama itu pula
dunia ini akan tetap dikuasai oleh raja singa. Yang akibatnya anak keturunannya banyak
yang lahir buta, lahir cacat dan lain sebagainya."
"Dan aku berteriak lagi karena tak puas dengan ucapan kakek itu. Tetapi huh,
kalau harga diri itu tergantung dari perbuatan, mengapa pembesar-pembesar kerajaan
Mataram yang mendekatkan diri dengan perbuatan curang, memeras, mumpung kuasa,
main sulap, dan perbuatan curang lainnya itu, oleh orang dihargai karena bukan lain oleh
pengaruh kekayaannya itu? Walaupun toh sesungguhnya kekayaan yang berhasil
dikumpulkan itu akibat perbuatannya yang curang dan tidak baik."
Mendengar ini kakek itu ketawa lirih. Kemudian. "Aku tahu maksud denok,
karena manusia-manusia yang menggunakan kesempatan dengan berbuat curang itu
dapat aman dan hidup mulia, kemudian mereka merasa mempunyai kesempatan ikut
ikutan melakukan perbuatan tak baik itu. Bukankah begitu maksudmu? Tetapi menurut
pendapatku, engkau keliru. Ada dua alasan menurut pikiranku. Yang pertama, walaupun
mereka dalam keadaan yang kasat mata (dapat dipandang dengan mata) tampaknya hidup
mulia, tetapi aku yakin bahwa jiwa atau batinnya tidak begitu. Orang yang merasa
bersalah, akan selalu hidup tidak tenang dan gelisah karena khawatir perbuatannya
diketahui orang dan dihukum. Dan kalau toh mereka bisa terluput dari hukum di dunia
ini, aku percaya takkan lepas dan terluput dari hukum Tuhan kelak kemudian hari, di saat
manusia sudah mati. Yang kedua, apa yang terjadi dan menyebabkan banyak orang tidak
takut melakukan kecurangan-kecurangan itu, bukan lain akibat kelemahan pemerintah
sendiri. Walaupun tampaknya Sinuhun Sultan Agung keras dalam memimpin negara,
akan tetapi Raja Mataram itu keliru menempatkan orang-orang sebagai pembantunya.
Pembantu-pembantu itu tidak melaksanakan tugas dengan baik, tetapi lebih
mementingkan kebutuhan pribadi menumpuk kekayaan. Mereka tidak menindak kepada
orang-orang yang menyalah gunakan kekuasaan, sebaliknya malah pura-pura tidak tahu
karena sudah menerima uang suap dan hadiah. Nah akibatnya, perbuatan curang,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
korupsi, memeras, main kuasa, dan sebagainya menjadi terlalu biasa dan seakan menjadi
kebudayaan masa sekarang ini."
Pertiwi Dewi berhenti dan menghela napas pendek. Dan Irma Sulastri yang merasa
tertarik berdiam diri dan memperhatikan. Apa yang diucapkan Pertiwi Dewi dalam
menirukan kata-kata kakek itu begitu menarik. Dan bagi dirinyayang selama ini tidak
pernah pergi, keterangan ini merupakan bahan pengetahuan yang penting sekali
sehingga ia dapat mengetahui keadaan negara Mataram saat sekarang ini.
Sejenak kemudian, sesudah Pertiwi Dewi membasahi bibirnya dengan lidah, gadis
ini meneruskan ceritanya. "Denok, hendaknya engkau tidak terpengaruh oleh pendapat
umum yang keliru itu, dan hanya mendekat diri dengan urusan lahiriah. Semuanya perlu
diendapkan dalam batin.Dan hanya dengan jalan itu sajalah engkau akan dapat hidup
tenteram, terhindar dari badai kehidupan manusia yang dapat merugikan engkau sendiri.
Dengan begitu engkau akan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dan kemudun engkaupun akan tahu dan yakin bahwa harga diri manusia ini bukan oleh
kekuasaan, kekayaan, pangkat yang tinggi dan seterusnya tetapi oleh perbuatan manusia
itu sendiri. Denok, walaupun toh wajahmu buruk tidak keruan. Tetapi kalau perbuatanmu
terpuji, tidak seorangpun yang akan menghina dan menertawakan engkau, sebaliknya
orang akan memuji sanjung. Betapa bahagia hatimu kalau namamu amat terkenal, dan
setiap orang menghargai?"
"Adikku, terus terang saja akumenjadi tertarik dan sadar mendengar nasihat kakek
itu. Kemudian aku menangis, lalu aku bertanya siapakah dia yang sudah sudi menolong
aku."
"Siapa dia, mbakyu?" tanya Irma Sulastri yang ingin segera tahu.
"Dia yang kemudian menjadi guruku, bernama Purwo Waseso."
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ahhh ......... kakek Purwo Waseso yang berdiam di pulau Sempu?" Irma
Sulastri terbelalak.
Pertiwi Dewi mengangguk. "Benar. Memang beliaulah yang menolong aku."
"Pantas sekali engkau hebat keliwat-liwat mbakyu," puji Irma Sulastri yangmerasa
kagum,"hanya bertangan kosong engkau dapat menundukkan Handana Warih. Tetapi
ehh mbakyu, engkau tadi menceritakan banwa engkau membuang diri ke dalam jarang
dan kemudian bermaksud membunuh diri, akibat wajahmu berubah buruk. Siapakah
yang sudah mengobati engkau sehingga dapat pulih kembali?"
"Guruku pula yang mengobatinya," sahut Pertiwi Dewi dengan tersenyum.
"Tetapi guru baru mau mengobati aku, sesudah aku menangis dan merengek seperti anakhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
kecil."
"Hebat!" puji Irma Sulastri. "Ternyata kakek Purwo Waseso bukan hanya seorang
sakti mandraguna, tetapi juga seorang tabib jempolan."
Pertiwi Dewi tersenyum. "Adikku, sejak ditolong itu akupun kemudian berdiam
di pulau Sempu bersama dia. Berkali-kali aku minta ijin agar aku diperbolehkan mencari
balas kepada kakak perempuanku yang sudah pernah mencelakai aku. Akan tetapi guruku
selalu menahan dan tidak memberi ijin.Baru sesudah lebih kurang empat tahun lamanya
aku mendapat gemblengannya, aku sekarang boleh pergi."
"Dan kemudianengkau akan pergi ke gunung Ungaran dan menuntut balas?"
pancing Irma Sulastri. "Aku membantumu jika engkau ingin pergi ke sana."
Tetapi Pertiwi Diwi menggelengkan kepalanya. "Tidak!"
"Ihh," Irma Sulastri kaget. "Mengapa tidak?"
"Keinginanku sekarang telah padam."
"Mengapa padam? Kalau begitu apakah perbuatan kakak perempuanmu yang
kejam seperti itu, tidak ingin engkau balas yang setimpal?" tanya Irma Sulastri dengan
heran.
"Ya, begitulah," sahut Pertiwi Dewi sambil menggelengkan kepalanya. "Aku tidak
ingin lagi membalas apa yang telah dilakukan oleh mbakyu Dyah Raseksi."
"Kalau begitu, dia akan engkau biarkan merajalela melakukan kejahatan?"
"Juga tidak."
"Ihh, aku jadi bingung mendengar keteranganmu ini mbakyu," kata Irma Sulastri
sambil mengerutkan alis. "Lalu apakah maksudmu sesungguhnya?"
"Hemm" Pertiwi Dewi menghela napas pendek. "Membalas dendam memang
tidak. Akan tetapi membiarkan dia merajalela melakukan kejahatan juga tidak. Adikku,
sesuai dengan pesan guruku, aku harus berusaha menyadarkan dia dengan jalan halus.
Agar dia tidak terlanjur sesat."
"Tetapi kalau dia menolak, apa yangakan engkau lakukan?"
"Ya, sampai sekarang belum terpikir apa yang harus aku lakukan jika dia tidak
mau mendengar nasihatku. Selama ini aku hanya berpikir agar mbakyu Dyah Raseksi
kembali ke jalan benar."https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Hemmm, ya," Irma Sulastri menghela napas pendek. "Ternyata pendiriannmu
ini sama benar dengan pendirian guruku."
"Sama yang manakah maksudmu?"
"Mbakyu, kepada engkau memang tiada sesuatu yang perlu aku sembunyikan.
Terus terang saja, bahwa sesungguhnya baik aku maupun kakang Fajar Legawa itu
bermusuhan dengan Sultan Agung."
"Ahhh!" Pertiwi Dewi berseru tertahan.. "Engkau dan kakakmu bermusuhan
dengan Raja Mataram? Apakah sebabnya?"
"Karena ayahku telah dibunuh mati oleh dia."
"Ayahmu? Bukankah ayahmu tewas oleh penjahat yang kemudian menculik
engkau?" Pertiwi Dewi memang pernah mendengar cerita Fajar Legawa. Dan menurut
pengertiannya, ayah bunda Fajar Legawa dan gadis ini bukan lain Kyai Abdul Fatah.
."Tidak!" Irma Sulastri menghela napas pendek karena mendadak saja dia sedih
dan penasaran. "Mbakyu, sesungguhnya Kyai Abdul Fatah itu bukan orang tua
kandungku, tetapi orang tua pungut. Yang benar, baik aku maupun kakang Fajar itu
adalah anak-anak Adipati Ukur."
"Ahh!" Pertiwi Dewi terbelalak hampir tidak percaya, "Jadi, ayahmu adalah
Adipati Ukur yang dihukum mati oleh Sultan Agung itu?"
"Ya, ayahku mati penasaran. Karena dihukum mati oleh Sultan Agung tanpa
kesalahan yang jelas. Waktu terjadi peristiwaitu baik aku maupun kakang Fajar masih
amat kecil. Hingga semula baik aku mau kakang Fajar menganggap bahwa Kyai Abdul
Fatah itu memang orang tua kandungku. Keterangan jelas tentang diriku ini baru aku
ketahui setelah guruku memberi keterangan. Dan dahulu, di waktu ayah ditangkap oleh
orang suruhan Sultan Agung, aku bersama kakang Fajar dan ibuku, lalu diselamatkan
oleh Kyai Abdul Fatah. Akan tetapi karena menderita sedih, akibatnya ibuku meninggal
dunia dalam usia muda, sehingga kemudian aku dan kakang Fajar dipungut dan dirawat
dengan penuh kasih seperti kepada anak sendiri. Begitulah yang terjadi atas diriku ini."
"Ahh............" Pertiwi Dewi berseru tertahan lagi saking kaget. "Kalau begitu, jika
adik ingin ke pergi ke Mataram dan membalas dendam kepada Sultan Agung, aku dengan
senang hati akan membantu."
"Tidak!" sahut Irma Sulastrimenggelengkan kepalanya. "Aku takkan datang
kesana membalas dendam. Sebab, guruku pun melarang seperti gurumu, Alasan guru,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
balas membalas, itu takkan ada habisnyadan hanya akan memancing permusuhan.
Sedang setiap permusuhan hanyalah akan menimbulkan kerugian saja."
Mendadak Pertiwi Dewi menyambar lengan Irma Sulastri, kemudian berkata
halus, "Kalau begitu, engkau dan aku mempunyai banyak persamaan.Aiiih, sejak
sekarang sebaiknya antara aku dan engkau tidak berpisah lagi. Dan.........dan aku ingin
mencari........"
Pertiwi Dewi tak jadi mengucapkan maksudnya, mencari Fajar Legawa karena
malu. Akan tetapi sebaliknya Irma Sulastri bisa menduga maksud hati Pertiwi Dewi.
Maka katanya, "Benar.Kita bersama-sama mencari kakang Fajar."
"Ahhh ........"dan saking merasa lega, kemudian Pertiwi Dewi memeluk Irma
Sulastri yang mengenakan pakaian laki-laki itu erat. Hingga bagi orang yang tidak tahu
akan segera menduga, bahwa mereka itu dua orang muda yang sedang dimabuk oleh
asmara.
Akan tetapi mereka mendadak kaget, ketika mendengar suara orang yang
mengejek. "Aha, tidak tahu malu! Ada orang lewat, mengapa berpelukan?"
Walaupun mereka sama-sama perempuan, tetapi mendengar ucapan orang itu
tanpa terasa, wajah mereka menjadi merah. Mereka melepaskan tangan, dan hampir
berbareng sudah melompat berdiri. Kemudian tampak oleh mereka, seorang laki-laki
muda bertubuh kurus, wajahnya cukup tampan tetapi pucat. Laki-laki itu melangkah
cepat menuju ke tempat dua orang gadis ini. Dan setelah jaraknya menjadi dekat, mulut
laki-laki ini menyeringai.
Pertiwi Dewi yang sudah lebih berpengalaman dapat menguasai diri, walaupun
tahu bahwa laki-laki itu bermaksud kurang baik. Sebab dari pandang mata danmulutnya
yang menyeringai itu jelas, bahwa mempunyai maksud kurang baik. Tetapi sebaliknya
walaupun saat sekarang ini Irma Sulastri menyamar sebagai laki-laki, naluri kewanitaanya
tidak bisa sabar melihat laki-laki itu, ia sudah mendelik, kemudian bentaknya., "Siapakah
yang tidak tahu malu? Dan siapa pula yang melarang kami berpelukan?"
"Aku!" sahut laki-laki itu cepat. "Berikan perempuan itu untuk aku, untuk Bagus
Lantung. Heh-heh-heh! Di tengah hutan, bersama gadis secantik itu dan berbaju merah
pula, sungguh menimbulkan selera yang hangat. Jika engkau mau memberikan gadis itu
padaku tanpa rewel, engkau dapat pergi tanpa aku ganggus selembar rambutmu. Tetapi
sebaliknya apabila engkau bandel, hemm jangan salahkan aku terpaksa menghajar engkau
babak belur."
Pertiwi Dewi tahu, bahwa menghadapi laki-laki seperti itu tidak bisa tidak harus
mengusir dengan kekerasan. Akan tetapi pada saat sekarang ini ia memang tidak bernafsuhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
untuk berkelahi. Sebab tiada keuntungan melayani laki-laki ini dan mencari permusuhan.
Oleh sebabitu ia segera menyambar lengan Irma Sulastri dan mengajak pergi. "Marilah
kita pergi, dan jangan engkau layani orang liar itu."
Irma Sulastri ingin membantah, akan tetapi tidak jadi ketika melihat isyarat mata
Pertiwi Dewi. Maka pemuda palsu ini segera saja melangkahkan kaki, menurut saja
diseret oleh Pertiwi Dewi.
"Hai, mau kemana engkau?" teriak Bagus Lantung sambil kemudian melompat
dan menghadang. Hingga mereka tidak sempat menghampiri kuda mereka yang
ditambatkan pada pohon.
Bagus Lantung berdiri menghadang dengan mulut menyeringai dan sepasang mata
tidak berkedip mengamati Pertiwi Dewi penuh perhatian. Agaknya pemuda ini menjadi
berselera melihat gadis yang cantik ini. Katanya kemudian. "Katakanlah, siapakah
perempuan ini?"
"Aku isterinya!" sahut Pertiwi Dewi cepat-cepat, dalam usahanya merahasiakan
Irma Sulastri yang menyamar sebagai laki-laki. Dan engkau, apakah maksudmu
mengganggu kami yang sedang berbulan madu?"
"Aihh, galaknya." ejek Bagus Lantung. "Jadi dengan kata lain, kamu masih
merupakan pengantin baru? Bagus! Aku laki-laki yang masih perjaka, dan tidak kalah
tampan dibanding dengan suamimu. Maka lebih baik sekarang juga engkau bercerai dari
suamimu, kemudian engkau menjadi isteriku dan heh-heh-heh, marilah engkau berbulan
madu dengan aku. Aku jamin, bahwa engkau akan lebih puas berbulan madu dengan aku,
dibanding dengan suamimu yang kurus itu."
"Tutup mulutmu" bentak Irma Sulastri sambil mendelik. "Jika engkau tidak cepat
enyah dari tempat ini dan mencoba mengganggu isteriku yang cantik ini, huh, aku pukul
pecah kepalamu. Tahu?"
Irma Sulastri seorang dara yang cukup cerdik pula. Mendengar pengakuan Pertiwi
Dewi ini, ia segera dapat menempatkan diri sebagai "suami". Dan sebagai seorang
"suami" tentu saja cepat tersinggung kalau isterinya diganggu orang.
Bagus Lantung mendelik marah mengamati dan menaksir kepada Irma Sulastri.
Sejenak kemudian ia ketawa terkekeh. Lau ejeknya. "Heh-heh-heh, agaknya engkau
belum kenal Bagus Lantung, berani melawan kehendakku? Tetapi eh, dengar kataku.
Isterimu ini cantik dan menarik, sehingga begitu aku melihat aku sudah jatuh cinta.
Karena itu dengar kataku, lebih baik kita berdamai. Kita berbaik, dan serahkan isterimu
untuk aku. Sebagai pernyataan terima kasihku, aku tidak akan menganggu kau. Dan
kemudian engkau bisa mencari ganti, kawin dengan perempuan lain. Setujukah engkau?"https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Tentu saja Irma Sulastri menjadi muak sekali mendengar ucapan laki-laki yang
kurang ajar seperti ini. Bentaknya lantang. "Jangan membuka mulut sembarangan di
depanku. Jika engkau tidak lekas enyah dari tempat ini, aku akan mengusir engkau dengan
kekerasan. Tahu? Laki-laki busuk yang tidak tahu malu kau!"
"Heh-heh-heh, engkau terlalu sombong." ejek Bagus Lantung. "Katakan lebih
dahulu namamu sebelum engkau mampus di tanganku, dan isterimu akan jatuh ke
tanganku."
"Aku Umbaran!" sahut Irma Sulastri sambil memegang hulu pedangnya.
Melihat "laki-laki" itu sudah meraba pedang, Bagus Lantung ketawa mengejek.
Katanya. "Heh-heh-heh, engkau meraba hulu pedang. Bagus! Aku ingin melihat, apakah
engkau memang seorang ahli pedang?"
"Mampuslah!" teriak Irma Sulastri sambil menerjang ke depan, dibarengi
sambaran pedang yan amat cepat.
"Aihh........" Bagus Lantung kaget dan melompat jauh dalam usahanya
menghindarkan diri dari sambaran pedang lawan. Ia tadi tidak memandang sebelah mata
kepada "Umbaran". Akan tetapi ia menjadi kaget sekali ketika sambaran pedang lawan
begitu dahsyat. Namun rasa kagetnya itu hanya sebentar saja, berganti dengan ledakan
kemarahan yang tidak dapat dikuasai lagi.
"Bagus!" teriakanya. "Ingin aku lihat, engkau mampu melayani aku berapa jurus?"
Sekarang Bagus Lantung sudah memegang pedang juga, dan siap untuk
membunuh lawannya, kemudian merebut gadis baju merah itu dari tangannya. Bagi laki
laki sesat seperti Bagus Lantung, memang tiada halangan di setiap tempat mengganggu
orang. Dan tidak akan merasa malu pula, untuk merebut isteri orang kalau toh ia
memang tertarik dan berselera.
Dan memang, murid-murid Klenting Mungil merupakan manusia laki-laki yang
sesat. Bagus Lantung tidak berbeda dengan kakak seperguruannya yang bernama Putut
Jantoko, yang selalu mengumbar nafsu birahi daa mengandalkan kesaktian. Seperti
diketahui, kakak Pertiwi Dewi menjadi rusak jiwa dan tabiatnya, akibat perbuatan Putut
Jantoko.
Begitulah kebiasaan manusia di dunia ini. Apabila mempunya kepandaian atau
ilmu, jika tidak dilambari oleh kesadaran hati, bisa menjadi lupa daratan. Sebab merasa
bahwa dirinya di atas manusia yang lain. Dan kemudian mendorong kepada manusia itu
sendiri untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Sewenang-wenang, menindas dan
main hakim sendiri untuk menurutkan kehendak hatinya. Maka bahagialah manusia dihttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dunia ini yang pandai menempatkan diri. Yang pandai melawan nafsu. Dan bagi manusia
yang menggunakan ilmu kepandaiannya untuk kepentingan umat manusia.
Akan tetapi Bagus Lantung tidak pernah ingat akan mana yang disebut baik dan
manakah yang disebut buruk. Bagi laki-laki ini, yang penting asal kebutuhan sendiri
tercukupi. Maka sesudah menghindar dari serangan Irma Sulastri, dan ketika ujung
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pedang gadis itu menyelonong akan menusuk dada, ia segera memalangkan pedangnya
untuk melindungi dari bahaya.
Irma Sulastri segera menarik pedangnya. Pedang itu diputar sebentar sampai
menimbulkan suara mengaung. Tiga kali gadis ini mengelebatkan pedangya saling susul
di depan muka Bagus Lantung. Disaat lawan belum sadar, gadis ini telah menggerakkan
pedangnya untuk menusuk pundak kanan. Bagus Lantung tak mau dirinya menderita. Ia
segera berusaha menangkis dengan pedangnya. Tetapi cepat luar biasa, Irma Sulastri
sudah merubah arah pedangya, dan sekarang arah sasarannya pada tenggorokan lawan.
Agaknya gadis ini bermaksud untuk dapat mengalahkan lawan dalam waktu singkat.
Namun Bagus Lantung juga bukan pemuda sembarangan.Pemuda ini secepatnya
membuang diri kearah kiri. Tetapi sungguh celaka! Walaupun gerakan Bagus Lantung
cukup cepat, tetapi gerakan Irma Sulastri lebih cepat lagi. Pedang yang menyelonong
seperti kilat cepatnya itu masih berhasil menikam pundak.
"Aduh!" Bagus Lantung memekik tertahan saking kaget dan tidak menduga,
bahwa gerakan lawan secepat itu. Untuk menghindarkan diri dari serangan lawan lebih
lanjut, maka pemuda ini melambung agak tinggi. Hampir berbareng dengan tubuhnya
yang melenting itu, tangan kiri Bagus Lantung bergerak. Seleret sinar yang mengkilap
lepas dari tangan dan menyambar kearah Irma Sulastri.
"Awas!" teriak Pertiwi Dewi yang menonton di pinggir, akan tetapi perhatian gadis
ini tidak pernah lengah. Maka ketika menyaksikan Bagus Lantung melepaskah pisau kecil
dengan tangan kiri, gadis ini sempat memperingatkan kepada Irma Sulastri.
Tetapi sesungguhnya peringatan itu tidak perlu. Irma Sulastripun sudah tahu pisau
yang menyambar itu. Dan menggunakan pedangnya, ia dapat menangkis pisau itu
sehingga terpental jauh. Hanya saja dengan peristiwa ini memberi kesempatan kepada
bagus Lantung turun ke bumi dengan selamat.
Pemuda ini sekarang tambah beringas, sepasang matanya seperti menyalakan api
saking penasaran dan marah. Ia tadi memang agak sembrono, memandang rendah kepada
lawan. Maka untuk menebus kesembronoannya ini, ia sekarang menolong diri dengan
pisau belatinya yang beracun. Jangan lagi sampai terluka, baru tergores saja racun itu akan
bekerja dan nyawa manusia sulit ditolong lagi.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Untung sekali bahwa Irma Sulastri telah menguasai ilmu pedang tingkat tinggi.
Maka walaupun gadis ini belum berpengalaman, ia dapat melayani serangan pedang yang
dicampur dengan sambitan pisau itu cukup baik. Bagaimanapun memang menjadi repot
sekarang, setelah harus menghadapi serangan dua macam senjata itu. Sebab sambitan dari
jarak dekat itu, memang amat berbahaya.
Dalam pada itu Pertiwi Dewi yang menontonpun, menjadi agak khawatir juga
setelah Bagus Lantung mencampur serangan pedang dengan pisau belati itu, yang jelas
memang dikuasai oleh nafsu membunuh. Ia mengerti bahwa Irma Sulastri yang belum
berpengalaman itu, tak gampang mengaadapi orang seperti Bagus Lantung yang jahat,
licik di samping kaya akan tipu muslihat ini. Akan tetapi untuk begitu saja menganjurkan
Irma Sulastri menjadi tersinggung. Maka yang dapat dilakukan ia hanya memperingatkan
kepada Irma Sulastri supaya lebih hati-hati. Teriaknya. "Hati-hatilah! Pisau belati itu
mengandung racun!"
Mendengar peringatan Pertiwi Dewi itu, Irma Sulastri agak kaget juga. Tetapi
tidak menjadi gentar, hanya kemudian lebih berhati-hati.
Mengapa sebabnya Pertiwi Dewi bisa menduga secara tepat bahwa pisau belati
Bagus Lantung mengandung racun? Hal itu bukan lain karena Pertiwi Dewi melihat
akibat dari pisau belati yang tadi dapat dipentalkan oleh tangkisan pedang Irma Sulastri
yang pertama kali. Pisau belati itu menancap ke batang pohon. Sekarang pohon tersebut
mendadak mati dan daun-daunnya layu. Jelas bahwa sebabnya pohon itu mati, tentu
akibat pisau itu mengandung racun yang hebat.
"Heh-heh-heh!" Bagus Lantung ketawa terkekeh. "Memang pisauku mengandung
racun, dan kamu bisa mampus oleh racun itu. Sekarang sebelum aku marah, buang
pedangmu danmengaku kalah. Kemudian enyahlah engkau. dan tinggalkan gadis itu
untuk aku. Bagaimana?"
Irma Sulasri tidak menjawab tetapi ia menyambarkan pedangnya lebih cepat lagi
di samping dahsyat. Kalau saja ia tidak menghadapi serangan pisau belati yang beracun
itu, tentu Irma Sulastri akan dapat mengalahkan Bagus Lantung tidak terlalu lama. Tetapi
justeru Bagus Lantung mencampur serangan pedang dengan pisau belati, dan disamping
itu memang kaya akan tipu muslihat, maka keadaannya masih tetap berimbang.
Bagaimanapun Pertiwi Dewi menjadi tidak telaten lagi. Ia segera mempersiapkan
selendang merahnya sambil berteriak. "Mundurlah! Biar aku yang mengusir laki-laki
busuk itu!"
IrmaSulastrisegera melompat mundur tanpa membuka mulut. Ia mengerti bahwa
tingkat Pertiwi Dewi masih berada di atasnya, dan disamping itu ia sendiripun diam-diam
mengeluh, sesudah menghadapi serangan Bagus Lantung. Maka timbul kepercayaan Irmahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sulastri, laki-laki ini akan segera dapat diusir apbila Pertiwi Dewi yang menghadapi.
"Heh-heh-heh!!" Bagus Lantung terkekeh, sepasang matanya berkelip-kelip dan
mulutnya menyeringai, setelah Pertiwi Dewi melompat ke dalam gelanggang. "Aku tidak
ingin berkelahi dengan engkau. Adikku yang cantik. Tetapi aku malah ingin sekali
menjalin cinta kasih dan berbulan madu. Pandang dan perhatikan aku baik-baik.
Bukankah aku jauh lebih gagah jika dibanding dengan dia?"
"Hemmm," Pertiwi Dewi mendengus dingin. "Hati-hatilah membuka mulut. Mari
sekarang kita tentukan dengan janji. Jika aku dapat mengalahkan engkau, maka engkau
harus lekas enyah dari tempat ini dan tidak boleh mengganggu kami lagi. Tetapi
sebaliknya apabila engkau mampu mengalahkan aku, kamipun akan tunduk kepada
kehendak dan keputusanmu."
"Mbakyu? Mengapa engkau berkata begitu?" teriak Irma Sulastri, karena kaget dan
khawatir.
"Jangan khawatir!" sahut Pertiwi Dewi sambil tersenyum dan mengamati Irma
Sulastri. "Untuk mengusir laki-laki jahat ini, takkan membuat aku berkeringat."
"Apa?" teriak Bagus Lantung. "Engkau benar-benar ingin melawan aku? Jangan,
adikku yang manis jangan! Bagaimanakah mungkin aku tega melukai engkau? Tidak! Aku
dan engkau tidak boleh berkelahi. Mundurlah, dan biarkan dia melawan aku. Huh-huh,
dengan dia, walaupun dia mati aku takkan merasa kehilangan. Tetapi melawan engkau,
jika engkau menderita luka sedikit saja, aku akan menjadi kecewa dan amat menyesal."
"Jangan banyak mulut!" bentak Pertiwi Dewi yang hilang sabar. "Pendeknya
engkau berani melawan aku ataukah tidak? Jika tidak berani segeralah engkau enyah dari
sini dan jangan mengganggu kami!"
Untuk sejenak Bagus Lantung membelalakkan matanya. Tetapi kemudian Bagus
Lantung menyeringai, lalu ketawa bekakakan. "Ha-ha-ha, engkau ingin memaksa diri
melawan aku? Adikku yang manis, ah engkau jangan sembrono. Senjata tidak bermata,
dan apabila sampai terjadi kecelakaan, bukankah aku yang akan menderita rugi?
Pertiwi Dewi menjadi tidak sabar laii. Ia mendelik dan kemudian membentak
lantang. "Jangan banyak tingkah. Jaga seranganku!"
Pertiwi Dewi yang sudah tidak dapat menahan sabarnya lagi itu sudah
menggerakkan selendang merahnya. Selendang merah itu menyambar seperti kilat
cepatnya ke arah muka Bagus Lantung.
Mau tak mau pemuda ini harus melompat menghindar, ketika matanya silau oleh
sambaran selendang, di samping sambaran angin yang cukup dahsyat.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Hemm," Pertiwi Dewi mendengus, "Salahmu sendiri apabila engkau tidak mau
melawan aku sungguh-sungguh. Selendangku iui akan kuasa membuat babak belur."
Sambil berkata, selendang merah itu terus bergerak cepat sekali. Walaupun hanya
sehelai selendang, tetapi di tangan gadis ini akan menjadi hebat dan berbahaya. Lecutan
selendang itu akan kuasa membuat orang terluka, dan apabila bagian tubuh yang lemah
terhajar, malah bisa menyebabkan orang celaka.
Sambaran selendang merah bagai seekor ular sedang marah. Ujung selendang
mematuk-matuk, dan mau tak mau membuat Bagus Lantung harus berusaha
menghindarkan diri dari sabetan ujung selendang. Disamping itu iapun tidak berani
sembrono menangkis senjata lawan yang lemas itu. Sebab sedikit saja salah perhitungan,
senjatanya sendiri dapat dibelit dan mungkin malah dapat direbut oleh lawan.
"Engkau melawan aku sungguh-sungguh?" teriak Bagus Lantung sambil
melompat ke samping, ketika ujung selendang itu hampir menyambar lehernya.
"Tentu! Aku dan engkau adalah musuh dan saling mencari kemenangan!" sahut
Pertiwi Dewi dingin.
Makin lama sambaran senjata selendang Pertiwi Dewi itu menjadi semakin cepat
dan tidak dapat diikuti pandangan mata. Yang tampak kemudian hanyalah seleret sinar
merah yang panjang, berpindah-pindah dan sekali-kali terdengar pula suara lecutannya
yang nyaring bagai cambuk.
Melihat gerakan selendang Pertiwi Dewi yang berubah seperti ular hidup itu, diam
diam Irma Sulastri kagum disamping agak iri juga. Nyatalah bahwa Pertiwi Dewi jauh
lebih tangguh dibanding dirinya. Dan ia menjadi berbesar hati dan percaya, tentu Pertiwi
Dewi akan segera dapat mengusir pemuda jahat itu.
Memang sesungguhnya Bagus Lantung kagum pula dibuatnya, melihat sambaran
selendang gadis itu yang cepat dan berbahaya. Untuk mengatasi keadaan Bagus Lantung
sudah mengerahkan kepandaiannya, menggunakan siasat untuk dapat membuat putus
selendang itu tanpa dirinya sendiri menderita rugi. Untuk itu kemudian dia menggunakan
siasat seperti tadi. Mencampur gerakan ilmu pedang dengan sambitan pisau belati.
"Bagus!" sambut Pertiwi Dewi, ketika melihat Bagus Lantung sudah mulai
menggunakan pisau belatinya yang beracun itu untuk menyerang.
"Wut wut wut.......!" pisau belati yang menyambar berturut-turut itu dengan
mudah dihindari oleh Pertiwi Dewi. Dan disaat pemuda itu belum melepaskan senjatanya
lagi, ujung cambuk gadis ini kembali menyambar ke arah kepala.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
"Bagus! Terimalah senjataku!" teriak Bagus Lantung sambil melompat ke
samping, kemudian tangan kanan menggerakkan pedang dengan maksud untuk melibat
selendang merah itu, sedang tangan kirinya menyambitkan pisau belati yang beracun.
Bagus Lantung memang tidak khawatir kalau gadis itu sampai keracunan. Sebab dirinya
selalu sedia obat pemunahnya, hingga dengan begitu ia masih dapat menolong dan
menyelamatkan Pertiwi Dewi.
Memang, oleh Bagus Lantung terpikir bahwa dirinya sekarang ini harus melawan
sungguh-sungguh. Ia tidak boleh sungkan dan merasa sayang kepada gadis cantik itu.
Sebab perasaan sayang itu akan merugikan diri sendiri. Maka sekarang ini harus melawan
sungguh-sungguh.
Akan tetapi kemudian Bagus Lantung terbelalak. Ia heran berbareng kagum, sebab
semua senjata yang dilempar itu, dapat disambar oleh selendang merah Pertiwi Dewi.
Bagus Lantung menjadi amat penasaran. Ia membentak nyaring, menerjang ke depan
dengan pedang dan tangan kiri kembali menyambitkan pisaunya yang beracun
"Terimalah senjatamu!" bentak Pertiwi D?wi sambil menggentakkan selendang
merahnya. Menyusul kemudian suara berdencing nyaring, oleh selendang Pertiwi Dewi.
Diantara pisau belati yang berbenturan itu ada pula yang mental membalik ke arah Bagus
Lantung. Dan membuat laki-laki ini harus menangkis dengan pedangnya. Justeru Bagus
Lantung sedang berusaha menangkis sambaran pisau belati itu, ujung selendang Pertiwi
Dewi menyambar seperti kilat ke arah tengkuk.
Bagus Lantung menyeringai dan membabatkan pedangnya untuk memutuskan
selendang merah itu. Tetapi sungguh celaka, usahanya gagal dan malah pedangnya
berhasil dilibat oleh selendang gadis itu. Ia berusaha menarik dan melepaskan pedangnya
dari libatan selendang lawan. Namun libatan selendang itu kuat sekali, seakan berakar
dan masuk ke dalam batang pedang.
Mengalami keadaan tidak terduga ini, Bagus Lantung kaget berbareng penasaran.
Tangan kirinya mengambil beberapa batang pisau belati lagi, kemudian disambitkan. Wut
wut wut ......... tetapi Bagus Lantung menjadi kaget berbareng penasaran. Sambitan tanpa
memberi hasil, sebaliknya hampir saja pedangnya lepas tertarik oleh kekuatas dahsyat
tidak terkira. Ternyata menggunakan kelincahannya bergerak, Pertiwi Dewi sudah
bergerak seperti tatit. Tahu-tahu tubuh gadis itu sudah berada di belakang Bagus Lantung
dan pedangnya hampir lepas.
Baru saja ia berhasil mempertahankan pedangnya, mendadak ia meringis dan
hampir saja memekik. Tahu-tahu ujung selendang merah itu sudah menghajar dekat
telinganya. Rasanya pedas disamping sakit, dan seceptnya ia membalikkan diri untuk
membalas. Tetapi ......... celaka lagi! Hampir saja dirinya roboh terguling akibat kakinyahttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
dilihat oleh selendang lawan. Dan celakanya lagi, belum juga ia berhasil berdiri tegak,
pukulan ujung selendang yang keras sekali mengenai tengkuknya.
"Aduh.........!" tubuh Bagus Lantung terhuyung dan menyusul kemudian roboh
tidak berkutik di atas tanah, karena ia pingsan.
Walaupun hanya selendang, tetapi di tangan seorang ahli, akan menjadi senjata
yang ampuh. Sebab benda yang lemas itu malah bisa mempunyai banyak kegunaan yang
menguntungkan. karena itu, begitu tengkuk Bagus Lantung terhajar, laki-laki ini segera
roboh dan tidak ingat diri lagi.
Namun sesungguhnya masih untung juga laki-laki ini. Tengkuk adalah bagian
tubuh yang cukup lemah. Maka kalau saja pukulan itu lebih keras lagi, bisa jadi Bagus
Lanting roboh untuk selama-lamanya. Memang perlu diakui oleh Pertiwi Dewi sendiri,
bahwa walaupun ia sudah mahir dalam menggunakan senjata selendang ini, tetapi
Iblis Dari Gunung Wilis Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemahirannya itu baru terbatas pada kulit. Gerakannya belum cukup berisi, hingga
pukuluan-pukulannya belum cukup mantap karena tenaganya masih kurang.
Tetapi dengan berhasilnya merobohkan lawan ini membuat Pertiwi Dewi amat
gembra. Ia sudah melompat maju, lalu menggerakkan selendangnya lagi untuk menghajar
dada Bagus Lantung. Dada merupakan bagian tubuh yang berbahaya. Setiap pukulan
dapat menyebabkan luka yang cukup parah dan guncangan isi dada pula. Maka walaupun
pukulan ini belum cukup bertenaga, Pertiwi Dewi percaya bahwa sedikitnya akan
membuat Bagus Lantung menderita luka parah, yang bisa berakibat cacat sekalipun masih
bisa hidup.
Mengapa kepada orang yang sudah pingsan dan tidak berdaya, Pertiwi Dewi
masih bermaksud melancarkan pukulannya? Sekejam itukah watak gadis itu? Tentu saja
tidak! Sebabnya Pertiwi Dewi sampai berbuat begitu, bukan lain karena gadis ini
terangsang kemarahan akibat perbuatan Bagus Lantung yang tak patut. Kepada pemuda
yang tidak menghargai wanita seperti ini, Pertiwi Dewi ingin memberi hajaran yang
setimpal.
Akan tetapi disaat selendang Pertiwi Dewi itu sudah menyambar dahsyat dan pasti
akan membuat Bagus Lantung terluka parah, maka terdengarlah suara seruan yang tajam
dan nyaring.
"Hai tahan!"
Pertiwi Dewi terpaksa menarik kembali serangannya sambil melompat ke samping
menghindarkan diri. Sebuah benda menyambar dahsyat sekali dan kemudian cap! Benda
itu menancap ke batang pohon. Melihat akibat dari sambitan itu diam-diam Pertiwi Dewi
kaget. Sebab sambitan itu tentu dari seorang yang sudah cukup tinggi tenaga dalamnya,https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
hingga walaupun yang disambitkn hanya sebutir batu, kuasa pula menancap pada batang
pohon yang cukup keras.
Pertiwi Dewi segera mengamati kearah datangnya batu. Tampak oleh gadis ini
kemudian dua orang laki-laki yang gerakannya amat gesit. Yang seorang, adalah laki-laki
berusia kira-kira tiga puluh lima tahun, tubuhnya gagah dan gerakannya gesit. Yang
seorang lagi adalah kakek yang sudah cukup tua. Tetapi keadaan kakek itu sendiri
membuat orang yang melihat takut dan bergidik. Sebab baik kaki maupun lengan kakek
itu kurus, jari-jari tangannya panjang berkuku tajam, perutnya buncit dan kepalanya gede
sekali. Antara kepala dengan tubuh tidak seimbang sehingga keadaan kakek itu
menakutkan.
Untung saja baik Pertiwi Dewi maupun Irma Sulastri belum mengenal dua orang
laki-laki ini. Kalau sudah mengenal, kemungkinan besar dua orang gadis ini akan menjadi
gemetar ketakutan. Betapa tidak? Kakek yang kepalanya gede dan perutnya buncit itu,
bukan lain guru Bagus Lantung yang bernama Klenting Mungil. Sedang laki-laki yang
masih agak muda itu, kakak seperguruan Bagus Lantung yang bernama Putut Jantoko.
Kalau Bagus Lantung seorang laki-laki yang ganas kepada perempuan, maka Putut
Jantoko lebih lagi. Laki-laki ini tidak pernah sedia melepaskan lagi, apabila berhadapan
dengan perempuan cantik.
Dan begitu melihat wajah Pertiwi Dewi yang cantik, bertubuh ramping dan
kecil mungil itu, Putut Jantoko sudah menyeringai dan sepasang matanya berkedip-kedip.
Seleranya segera saja terangsang. Ingin dapat menangkap perempuan ini selekasnya.
"Guru," katanya sambil memalingkan mukanya ke arah Klenting Mungil.
"Sudilah guru menolong Jantoko, dan berilah kesempatan kepada murid untuk
menangkap perempuan kecil mungil ini. Aihh, ha-ha-ha, tentu dia akan membuat murid
puas sekali."
Tetapi pandangan mata Klenting Mungil tampak tidak senang. Ia mengamati
muridnya ini, dan kemudian berkata. "Jantoko!! Perempuan itu menarik selera adikmu
Lantung. Engkau tidak boleh mengganggu dia, dan apabila nanti sudah aku sadarkan
biarlah adikmu menangkap sendiri perempuan itu."
" Guru, apakah guru akan pilih kasih?" protes Putut Jantoko.
"Apa katamu? Pilih kasih? Tolol kau? Aku tidak pernah pilih kasih kepada murid,
tetapi selalu berusaha membuat kamu rukun dan tidak bertengkar hanya karena urusan
perempuan. Tahu!" sahut Klenting Mungil sambil mendelik kemudian kakek ini
menuding kepada Irma Sulastri yang mengenakan pakaian laki-laki, katanya lagi. "Lihat
dia! Bukankah diapun cantik dan menarik?"
Putut Jantoko mengedip-ngedipkan matanya. Akan tetapi orang yang ditunjukhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
oleh gurunya itu tetap saja laki-laki, dan bukan perempuan. Tetapi mengapa sebabnya
gurunya mengatakann cantik dan menarik? Apakah gurunya sekarang ini berkelakar atau
berubah menjadi sinting. Tetapi sebelum Putut Jantoko membuka mulut, Klenting Mungil
sudah bergerak seperti bayangan setan, tangannya bergerak, dan serangkum angin yang
dahsyat sekali menyambar ke arah Irma Sulastri. Sambaran angin yang kuat ini tentu
saja mengagetkan Irma Sulastri, dan secepatnya berusaha menghindarkan diri.
"Aihh............" Irma Sulastri memekik kaget. Gerakannya menghindar tadi cukup
cepat. Akan tetapi sambaran pukulan Klenting Mungil yang dahsyat tadi, masih dapat
mengenai sasarannya secara tepat. Dan sebagai akibatnya ikat kepala Irma Sulastri lepas
dan jatuh ke tanah. Lepasnya ikat kepala ini, segera membuka kedok penyamaran Irma
Sulastri dan walaupun masih tetap mengenakan pakaian laki-laki tetapi tidak dapat
menyembunyikan keadaannya sebagai perempuan.
Sulit dibayangkan betapa kaget Irma Sulastri akibat kepalanya lepas. Tetapi apa
harus dikata, semuanya sudah terjadi. Maka gadis ini hanya menjadi kaget berbareng
malu dan penasaran. Mengapa begitu melihat, kakek kepala gede itu segera tahu bahwa
dirinya seorang gadis yang sedang menyamar sebagai laki-laki?
"Hehheh-hehPKlenting Mungil ketawa terkekeh. "Bagaimana sekarang? Betul
tidak ucapanku? Gadis itu tidak kalah cantiknya dengan perempuan yang diingini oleh
Lantung."
Putut Jantoko menyeringai. Sepasang matanya bersinar-sinar aneh, mengamati
Irma Sulastri dari ujung jari kaki sampai ke ujung rambut. Kemudian. "Guru benar!
Biarlah murid sekarang memilih gadis itu saja. Dan bolehkah sekarang juga murid
menangkap dia?"
"Kalau tidak sekarang kapan akan engkau lakukan? Heh-heh-heh," sahut Klenting
Mungii yang tampak amat gembira, bahwa dua orang muridnya bakal memperoleh dua
orang gadis cantik. "Adikmu Lantung akan segera aku sadarkan. Dan begitu sadar,
adikmu juga harus segera menangkap gadis liar ini."
"Ha-ha-ha," Putut Jantoko ketawa bekakakan saking gembira. Ia melangkah ke
arah Irma Sulastri yang masih berdiri dengan wajah pucat, kemudian berkata, "Hai
perempuan cantik, engkau jangan berusaha melawan dan menolak kehendakku. Jika
engkau berani menolak aku, akibatnya engkau sendirilah yang akan menderita.
Sebaliknya apabila engkau sedia menyerah baik-baik, engkau akan mulia sebagai isteriku
sayang. Isteri seorang sakti mandraguna jarang tandingan."
Untung bahwa rasa kaget itu, tidak terlalu lama menguasai perasaan Irma Sulastri.
Sadar bahwa dirinya sekarang sudah terbuka penyamarannya, dan sadar bahwa dirinya
terancam oleh bahaya, maka naluri kewanitaannya timbul. Ia mendelik marah. Kemudianhttps://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
jawabnya lantang, "Huh, siapakah yang sudi mau melayani orang macam engkau? Pergi!
Dan jangan mengganggu aku!"
"Ha-ha-ha-ha, enak saja engkau bicara manis," ejek Putut Jantoko sambil
bekakakan. "Tahukah engkau bahwa aku seorang yang amat terkenal dan sakti
mandraguna? Engkau tidak dapat menolak dan mengusir aku. Dan sebaliknya engkau
harus mau menyerah dengan baik."
"Siut wut plak............aduhhh ..............." tiba-tiba Putut Jantoko berteriak
mengaduh sambil berjingkrakan, karena lututnya terasa seperti lumpuh mendadak. Di
saat Putut Jantoko mencurahkan perhatiannya kepada Irma Sulastri itu, tiba-tiba Pertiwi
Dewi telah meloncat dan menggerakkan selendangnya menyerang lutut Putut Jantoko.
Peristiwa yang terjadi begitu singkat itu tidak diketahui oleh Klenting Mungil dan
tidak disadari oleh Putut Jantoko sendiri. Sebab waktu itu si kakek kepala gede dan perut
buncit, sedang sibuk berusaha menolong dan menyadarkan Bagus Lantung yang pingsan.
Dan sebaliknya Putut Jantoko memang tidak menduga sama sekali, bahwa Pertiwi Dewi
akan menyerang dirinya.
Memang apa yang terjadi diluar dugaan semua orang. Tadi begitu Klenting Mungil
muncul. Pertiwi Dewi menjadi amat khawatir sekali. Kakek yang keadaannya aneh itu
tentu seorang sakti mandraguna, dan dirinya sulit dapat menandingi. Baru gadis ini
sedang pikir-pikir bagaimanakah caranya menanggulangi, mendadak menjadi kaget
setengah mati ketika tiba tiba Irma Sulastri diketahui penyamarannya. Hingga akibatnya
ikat kepala Irma Sulastri lepas.
Tetapi Pertiwi Dewi memang seorang gadis gemblengan. Ia murid Purwowaseso,
tokoh tua sakti mandraguna yang bermukim di pulau Sempu. Walaupun pendidikan yang
ia terima dalam waktu empat tahun itu tidak dapat menguras seluruh kepandaian
Purwowaseso, namun Pertiwi Dewi sekarang ini, bukanlah Pertiwi Dewi ketika masih
sebagai murid Gadung Melati. Kepandaian dan ketangguhannya sudah berlipat ganda. Ia
menjadi marah sekali atas perbuatan Klenting Mungil yang membuat ikat kepala Irma
Sulastri lepas itu.
Namun untuk menyerang Klenting Mungil secara gegabah, iapun tidak berani. Ia
harus memperhitungkan dulu untung dan ruginya. Akan tetapi Klenting Mungil sekarang
sedang mencurahkan perhatian untuk menyadarkan Bagus Lantung. Maka pematian
Pertiwi Dewi tercurah kepada Irma Sulastri yang terancam oleh bahaya. Di saat ia sudah
bersiap diri untuk melindungi keselamatan Irma Sulastri itu, kemudian teringatlah ia akan
peristiwa yang sudah lama berlalu, akan sebabnya keluarganya hancur dan kakak
perempuannya hilang diculik penjahat. Dari penuturan kakak perempuannya, ternyata
penjahat yang menghancurkan keluarganya maupun menculik kakak perempuannya itu
bernama Putut Jantoko, dan bersenjata tongkat.https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Klenting Mungil tadi menyebut laki-laki itu Jantoko. Mungkinkah laki-laki ini,
Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Wiro Sableng 016 Hancurnya Istana Darah Ilmu Golok Keramat Bu Tek Sin To Karya
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama