Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung Bagian 2
?Benar, tidak salah !? Sin HoDg tidak menyangkal. ?Habis
siapakah sebenarnya, dan mengapa lopeh menderita seperti
ini??Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 56
Karena mendengar orang menyebut nama ayah, Lie Sin Hong
kembali menangis, kemudian berkata: ?Tetapi...lopeh...ayah,
ayahku telah.? pemuda itu terus menangis menggerung-gerung.
?Aku juga mengetahuinya ! Dan bukankah kau kemari hendak
menuntut balas??
Lie Sin Hong semakin keheranan. Kiranya lelaki setengah umur
itu telah begitu banyak mengetahui tentang dirinya.
?Lopeh, benar-benar aku tidak mengerti. Bukankah diantara
kita baru saja saling bertemu, bagaimana lopeh dapat mengetahui
semua itu?? Tanya Sin Hong mendesak.
?Anak. Aku sebenarnya adalah paman dari orang yang
telah membunuh ayahmu. Namaku An Hwie Cian..?
Sin Hong menjadi lebih-lebih terkejut. Ia memang pernah
mendengar nama itu dari penuturan ayahnya, ?Lopeh, jadi siapakah
yang telah membuatmu jadi begini rupa??
?Tunggu dulu, anak muda, jangan potong pembicaraan? kata
lelaki setengah umur itu yang benar adalah Kim Bin Ho Lie An
Hwie Cian.
?Pada delapan belas hari yang lalu, dia, musuhmu itu, telah
pulang. Dia memberitahukan kepadaku bagaimana ia dalam dua
gebrakan saja berhasil membinasakan musuh besarnya yang berarti
musuhku pula, memang perasaaaku waktu itu sangat bangga
sekali.?
Mendengar penuturan An Hwie Cian sampai disini, sebenarnya
Sin Hong bermaksud untuk membunuh lelaki setengah tua itu. Akan
tetapi melihat keadaan orang yang sudah tak berdaya itu, hatinya tak
tega. Bukankah tak usah disabet golok orang itupun sebentar lagi
akan mati!Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 57
Maka timbul niat sipemuda untuk meninggalkan saja orang tua
itu. Ketika mendadak terjadi sesuatu yang sangat tidak terduga.
Lelaki setengah tua yang hampir mati itu telah meronta dari
duduknya, kemudian menyambar tangan Sin Hong cepat-cepat,
kemudian mencekalnya keras-keras, sehingga sipemuda tak berhasil
melepaskan lengannya dari cekalan orang itu.
Sin Hong terkejut bercampur murka. Ia membentak : ?Apa
maksudmu??
?Jangan naik keatas !? Sahut An Hwie Cian dengan suara serak.
?Dengan kepandaianmu seperti ini, percuma saja kau menemui
musuh besarmu yang berarti hanya mengantarkan nyawa belaka !?.
Sebenarnya masih meluap kemarahan sipemuda ketika itu.
Akan tetapi melihat orang yang tidak bermaksud jahat terhadap
dirinya, maka walaupun dengan kasar, Sin Hong menyahut :
?Baik!?
?Bagus ! kau dengarkan dulu ceritaku sampai selesai..? kata
An Hwie Cian selanjutnya.
?Memang semula aku memuji akan kemajuan keponakanku
itu? begitulah An Hwie Cian memulai ceritanya. ?Diam-diam aku
mengucap syukur, akan ketinggian ilmu keturunan saudaraku itu
Akan tetapi beberapa orang sahabat yang mengatakan bahwa
katanya, keponakanku itu tidak saja membunuh ayahmu, akan tetapi
secara tidak langsung juga membunuh ibumu...?
Sampat di sini telinganya mendengar cerita orang, maka hati
Sin Hong bagaikan akan meledak akibat kemarahannya.
? dan juga salah seorang saudara seperguruannya.?
begitulah dengan bersikap seakan-akan tidak melihat perubahan
muka sipemuda, An Hwie Cian melanjutkan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 58
?Hari itu, kalau tak salah adalah hari kelima belas sejak
keponakanku itu pulang ke gunung. Aku maki dia habis-habisan,
kucaci dan kumarahi, akan tetapi dia diam saja. Dengan tidak
dijawabnya caci makiku itu, kukira dia telah insyaf, maka akupun
tidak memarahinya lagi? An Hwie Cian berhenti sebentar untuk
menghapus keringat hitam dimukanya, untuk kemudian
melanjutkannya lagi.
?Akan tetapi, keesokan harinya telah datang pula seorang
sahabatku yang mengatakan bagaimana kejinya keponakanku itu
mempermainkan kepala ayahmu?.
Tanpa terasa lagi Sin Hong telah meloncat sangat tinggi, sekira
tiga tombak, dengan isi dada seakan bergolak,
?Aku harap kau jangan berlaku demikian, tenanglah ..? kata
kata ini ditujukan kepada Sin Hong, hingga dilain saat pemuda
itupun sudah kembali berdiri terpaku.
?Mendengar cerita itu, akupun menjadi gusar sekali? An Hwie
Cian melanjutkan ?Aku katakan kepadanya, bahwa aku seorang
kesatria! Aku caci dia habis-habisan, hingga akhirnya kuusir dia!
Pada saat itulah karena kemarahan yang tak terkendali, aku telah
melayangkan tangan mengancam dadanya.?
Sampai disini, An Hwie Cian mengatur napasnya kembali yang
tampak memburu. Setelah itu barulah ia melanjutkan pula.
?Namun ternyata kepandaiannya benar-benar telah berubah
sama sekali! Ilmu kepandaiannya benar-benar membuat kagum.
Aku jadi benar-benar terperanjat ketika pukulanku hampir mengenai
dadanya, tahu-tahu dia telah menghilang entah kemana. Sedang aku
kebingungan hendak memukul kemana tiba-tiba aku merasa
tubuhku menjadi lemas.?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 59
Tanpa terasa mendengar kehebatan musuhnya itu Sin Hong
memperdengarkan suara pekikan.
?Untuk selanjutnya, dia menghadiahkan pada dua lenganku ini
dengan dua belas biji gin-lian-cu yang mengakibatkan muka dan
keringat itu menjadi hitam seperti ini.....? tampak wajah An Hwie
Cian menegang marah. ?Selanjutnya aku diusir dari tempatku,
sambil ditertawakan olehnya. Dikatakannya bahwa aku tidak
berguna sama sekali .?
Bercerita sampai disini, napas An Hwie Cian kembali
memburu. Sedangkan Lie Sin Hong bungkam seribu bahasa, bahkan
diam-diam ikut bertambah marah kepada murid yang berperangai
buruk itu. Namun dibalik itu, iapun mengagumi kepandaian bekas
murid ayahnya itu. Ia baru sadar sekarang, bahwa kekalahan
ayahnya bukanlah disebabkan ketuaan usianya semata-mata akan
tetapi juga karena kalah dalam hal ilmu kepandaian. Hingga karena
itu. Sin Hong merasa sangat bersedih dan putus asa, seakan-akan
sakit hati ayahnya tak mungkin ia dapat membalaskannya.
Ia ingat yang Keng Sie Heng Tee pernah menuturkan ilmu
kepandaian manusia bernama Ong Kauw Lian itu, yang hebat luar
biasa, seolah-olah memiliki ilmu siluman. Sedangkan sekarang,
paman guru simanusia murtad itu sendiri mengatakan hal-hal yang
sama. Hingga ia tak mungkin menyaksikan lagi, tentu kepandaian
lawannya sangat luar biasa.
?Kau tahu?? Lelaki setengah umur itu melanjutkan kata
katanya. ?Sebenarnya disaat itu juga aku bermaksud menghabisi
jiwaku sendiri karena malu. Akan tetapi aku teringat akan
dirimu....!?
?Mengapa lopeh mengingat diriku?? Sin Hong bertanya
bimbang.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 60
?Ya aku ingat akan dirimu yang kudengar kabar hendak
mendaki gunung ini!?
Terkejut Sin Hong mendengar keterangan bahwa mengenai
kepergiannya itu ternyata telah tersebar luas.
?Demikianlah, aku tak jadi membunuh diri. Dengan segera aku
mengerahkan lweekangku ke kepala, akupun menuruni puncak
gunung ini. Hingga disini aku hampir kehabisan tenaga, dan duduk
menantikan kedatanganmu?.
Semua penuturan lelaki setengah tua itu masuk dalam perhatian
Sin Hong. Tanpa sadar ia menghela napas, bersyukur kepada orang
setengah tua itu sebab andaikata tidak bertemu dengan dia, entah
bagaimana jadinya nasib dirinya.
?Jadi lopeh telah dua hari menantikan saya? tanyanya.
Orang setengah tua bekas ketua Ceng Hong San itu
menganggukkan kepala. Tampak ia tersenyum puas. ?Benar aku
telah menantikan kau disini dua hari lamanya, karena aku merasa
pasti bahwa kau tentu akan melewati tempat ini. Maksudku untuk
memberitahu kepadamu, bahwa untuk saat ini kau harus bersabar.?
?Janganlah kau mencari padanya, dulu..??
Berkata sampai disini An Hwie Cian tersenyum puas.
Kemudian tanpa ragu-ragu ia melanjutkan bicaranya: ?Disini aku
terangkan kepadamu bahwa secara tidak langsung aku telah
menyelamatkan jiwamu?
Lie Sin Hong mengangguk-anggukkan kepalanya untuk
kemudian menghaturkan terima kasih.
?Maka dari itu ...hmmm ehmmm...sekarang aku mengharapkan
bantuanmu?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 61
?Jangan kuatir lopeh, aku tentu akan menggendongmu
menuruni gunung ini? sahut Sin Hong cepat. Ia menduga bahwa
lelaki setengah tua itu membutuhkan tenaganya.
Tetapi mendadak siorang tua tertawa terbahak-bahak. Lama
tertawanya itu, hingga puas, barulah ia berkata:
?Anak muda, kau salah sangka. Aku bukan mengharapkan
bantuanmu menuruni gunung. Lagi pula, jikalau aku mau apakah
kau mampu melakukannya,??
Merah padam wajah Sin Hong mendengar ejekan itu. Akan
tetapi ia diam saja, sebab ia tahu bahwa orang tua itu berkata benar
belaka.
?Anak muda, jangan kau marah. Aku hanya main-main,? kata
Kim Bin Ho Lie lebih lanjut ?untuk kesedianmu itu aku mengucap
banyak-banyak terima kasih. Tetapi hendaklah kau ketahui bahwa
umurku hanyalah tinggal beberapa tarikan napas saja?
Kata-kata itu mengejutkan benar bagi Sin Hong. Tak disangka
bahwa si lelaki setengah tua yang umurnya tinggal beberapa kali
tarikan napas itu masih bisa tertawa-tawa.
Sesudah itu, maka An Hwie Cian melanjutkan kata-katanya,
kali ini ia berkata dengan sungguh suogguh.
?Dengarlah baik-baik. Aku harap, dari sini pergilah kau ke Soa
tang. Carilah seorang gadis yang kira-kira seusia denganmu
namanya An Siu Lian..? sambil mengulurkan tangan, maka iapun
memberikan sepucuk surat kepada Sin Hong lalu melanjutkan
bicara. ?Serahkanlah surat ini kepadanya. Nanti dengan dia, kalau
kau mengingini kau dapat bersama-sama? tiba-tiba An Hwie Cian si
rase muka emas itu berhenti berkata, Kedua tangannya ditekankan
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedada dan matanya dimeramkan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 62
Melihat ini cepat-cepat Sin Hong mengeluarkan tangannya
hendak membantu mengurut dada orang itu, akan tetapi tampak An
Hwie Cian mengebaskan tangannya sambil berkata terputus-putus
?.pu .. teri ... ku ...? kemudian terus diam. Sejenak itu
napasnyapun berhenti, sebelum ia menyelesaikan kata-katanya yang
tadinya hendak diuapkan ; ... d e ... ngan dia.pergi . . ke Thai ..
san?
Demikianlah An Hwie Cian tiba pada akhir hidupnya,
meninggalkan dunia yang kotor ini di bawah tangan orang yang
pernah dirawatnya sejak berusia 11 tahun. Malah kepada orang itu
ia telah menurunkan seluruh kepandaiannya.
Setelah mendapat kenyataan bahwa orang setengah tua itu
benar-benar telah menemui ajalnya, untuk beberapa saat Sin Hong
berdiri terpaku. Ia bingung tak lahu apa yang harus diperbuatnya.
Ditatapnya surat pemberian orang itu, untuk sejenak hatinya ragu
ragu. Bukankah ayahnya meninggal akibat perbuatan salah seorang
murid Ceng Hong Pai?
Akan tetapi, ketika ia bermaksud meninggalkan jenazah itu,
timbullah ingatannya akan pertolongan orang itu. Bukankah dia
telah menyelamatkan jiwanya, walaupun dengau cara tidak
langsung?
?Dialam baka, ayahpun tentu akan mentertawakan diriku jika
aku meninggalkan mayat An Hwie Cian begitu saja ?, katanya
dalam hati.
Lalu, diputuskannya untuk menguburkan jenazah An Hwie
Cian. Dengan mempergunakan golok, Sin Hong menggali tanah.
Dan dilain saat maka telah selesailah acara penguburan yang sangat
sederhana itu.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 63
Setelah itu, dengan mempergunakan segumpal hio Sin Hong
berlutut melakukan sambahyang didepan kuburan Si Rase Bermuka
Emas itu, seorang bekas ketua Ceng Hong Pai. Selesai itu barulah ia
menuruni gunung menuju suatu tempat yang dimaksudkan oleh An
Hwie Cian, yaitu Shoatang.
Beberapa hari berjalan, maka tibalah Sin Hong di wilayah
perbatasan Shoatang, yaitu sebelah barat propinsi Tit-lee.
Shoatang adalah kota hidup yang ramai untuk perhubungan
antara daerah-daerah sebelah barat dan timur. Penduduknya padat
perdaganganpun sangat ramai. Disitu terutama diperdagangkan
orang adalah rempah-rempah yang didatangkan dari daerah lain.
Disini Sin Hong berjalan seraya matanya mengawasi kekanan
dan kekiri. Siu-ciu kota kediamannya, boleh dikata tergolong kota
yang ramai akan tetapi bila dibandingkan dengan Shoatang ini,
keramaiannya terpaut sangat jauh.
Ketika melewati sebuah restoran, maka masuklah Sin Hong
kedalamnya untuk memilih tempat duduk. Ia memesan sepiring nasi
dan empat kati mie.
Tengah asyiknya ia makan, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut
diluar restoran.
Ternyata yang membuat keributan itu adalah dua orang jongos
dengan seorang pemuda yang tubuhnya kurus dan berpakaian
compang camping.
Pemuda itu berusia kira-kira sebaya dengan Sin Hong.
Kepalanya ditutupi dengan kopiah kain yang telah pecah-pecah
serta sudah kumal benar, mukanyapun hitam kotor, hingga tak dapat
dilihat tegas wajahnya.
Didaerah Shoatang ini, sekalipun di musim semi, hawa sangat
dingin dan pemuda itu tidak bersepatu, jadi jelaslah bahwa iaKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 64
seorang yang sangat melarat. Pada tangannya, ia menggenggam
sepotong ubi. Ia mengawasi kedua jongos ita sambil tertawa, hingga
giginya yang bagus tampak tidak sepadan dengaa keadaan yang
kotor dan compang-camping.
?Mau apa lagi?? bentak salah seorang jongos itu, ?Mengapa
tidak lekas-lekas pergi??
?Baiklah pergi? Tentu pergi . . .? kata pemuda itu seraya
membalikkan tubuhnya, bermaksud hendak berlalu.
?Hai lepas ubi itu!? teriak kedua jongos itu.
Pemuda berpakaian kumal itupun melepaskan ubi dari
tangannya. Akan tetapi karena tangannya kotor, maka tampaklah
bekas tiga jarinya pada ubi itu, hitam lagi kotor. Tentu saja kue itu
tak dapat dijual lagi.
Kedua jongos itu sangat marah. ?Seeerr !? kepalannya
melayang. Pemuda itu menghindar hingga kepalan jongos itu lewat
diatas kepalanya.
Sementara itu, Lie Sin Hong yang pikirannya sedang kacau,
sejak tadi ia menyaksikan kelakuan kedua jongos dan pemuda
kotor. Melihat keadaan si pemuda yang terancam bahaya, tak
sampai hati Sin Hong membiarkan saja, ia tahu bahwa pemuda yang
bagus barisan giginya itu tentu sudah lapar sekali.
?Jangan ! Jangan !? serunya, mencegah kegalakan kedua jongos
tersebut. ?Aku yang akan membayar, biarkan dia makan!? Lalu
dijemputnya ubi yang kotor ditanah itu, untuk kemudian
diberikannya kepada seekor anjing, tentu saja binatang itu cepat
cepat menubruknya, kemudian memakannya dengan lahap sambil
menginbas-ngibaskan ekornya.
?Sayang...sayang sekali...? seorang jongos tadi menggerutu.
?Ubi selezat itu, diumpankan kepada anjing...?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 65
Namun Sin Hong tidak memperdulikan jongos-jongos itu,
bahkan dengan sikap yang ramah, diberikannya dua potong ubi
yang masih hangat kepada pemuda kotor itu, barulah dia kembali
kemejanya untuk meneruskan makannya. Akan tetapi pemuda kotor
itu mengikutinya, hingga membuat Sin Hong jadi kikuk.
?Mari makan bersama? kata Sin Hong mengundang.
?Baik!? sahut sipemuda kotor itu sambil tertawa. ?Aku
sendirian tidak gembira. Justeru aku sedang mencari kawan?
pemuda yang berlidah pegunungan itu berkata menyerocos. ?Heh
sahabat, jongos itu menyebalkan sekali bukan??
Sin Hong diam saja, hanya
"Mari makan bersama" kata Sin Hong mengguman dari
bicaranya ia dapat mengenali dari mana asal pemuda kumal itu.
Pemuda berpakaian kotor itu tampaknya berasal dari Siu-ciu, yaitu
daerah Ceng Hong Koan.
Ketika pemuda kotor itu telah mengambil tempat duduk di
sampingnya maka Sin Hong meneriaki jongos untuk memesan
tambahan makanan.
Kedua jongos itu agaknya belum hilang dari kemendongkolan
nya tadi, dan ia melayani dengan sikap acuh. Mungkin karena
melihat kawan baru Sin Hong hanyalah seorang penjemis.
?Apakah mentang-mentang aku melarat lantas tidak patut untuk
makan masakanmu?? tegur si pemuda kolor tersinggung.
?Yah benar cepat! sediakan!? bentak Sin Hong pula. Ia muak
melihat kelakuan jonggos-jongos itu. Mereka itu mengawasi kearah
pakaian Sin Hong yang serba indah, kemudian memanggut
manggutkan kepalanya, untuk selanjutnya berkata berulang-ulang:
?Baik! Baik! Baik!?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 66
Sambil bersantap, maka pemuda kotor itu tak henti-hentinya
berbicara, tentang segala apa saja yang ada di Ceng Hong Koan. Hal
itu justeru menggembirakan Sin Hong, sebab ia teringat akan pesan
An Hwi Ciang dari Ceng Hong San untuk mencari seorang gadis
yang bernama An Siu Lian
Dan sekarang, duduk makan bersama-sama dengan pemuda itu,
yang ternyata mengaku berasal dari Ceng Hong Koan, bahkan dia
pandai sekali berbicara dengan kalimat yang rapih dan suara yang
enak didengar. Smpai-sampai hampir saja Sin Hong terlanjur
menerangkan maksud kedatangannya ke Shoatang ini.
?Kukira tadi ia hanya bodoh dan rudin saja, tidak tahunya
terpelajar juga? kata Sin Hong dalam hati.
Suatu kali, karena gembira mengobrol ia cekal tangan sipemuda
kurus itu dengan keras. Heran ia, ketika merasai tangan tersebut
terasa lembut dan hangat, sedangkan pemuda kurus itu sendiri
tersenyum lalu menundukkan kepalanya.
Selang beberapa saat, tiba-tiba pemuda kurus itu menarik
tangan Sin Hong sambil berkata :
?Sudah terlalu lama kita duduk-duduk disini. Makanan sudah
habis, mari kita pergi !?
?Tunggu dulu! Makanan belum dibayar !? kata Sin Hong.
?O, Iya aku lupa?, membenarkan pemuda melarat itu.
Dan apabila kuasa restoran itu menghitung, ternyata makanan
yang telah mereka habiskan tidak kurang dari seharga delapan puluh
tahil sembilan bun.
Untuk membayarnya Sin Hong mengeluarkan sepotong emas
yang kemudian ditukarnya dengan dua ratus lima puluh tahil uang
perak. Selesai membayar, Sin Hong memberikan persen sepuluhKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 67
tahil kepada jongos dan kuasa restoran itu, sehingga mereka
menjadi sangat kegirangan. Dengan amat hormatnya mereka
mengantar tamu itu keluar dari restoran. Tiba di luar, maka
tampaklah salju yang telah memenuhi jalan besar.
?Aku telah terlalu banyak merepotkanmu, barulah aku permisi
sekarang? kata sipemuda kurus seraya memberi hormat untuk minta
diri.
Sejak semula memang Sin Hong memang menaruh kasihan
pada pemuda yang berpakaian compang-camping itu. Sedang hawa
sangatlah dingin. Maka ia membuka baju luarnya kemudian
dipakaikan pada tubuh pemuda kurus itu. Lalu berkata :
?Saudara, walaupun kita baru berkenalan akan tetapi kita sudah
seperti sahabat lama. Maka kuharap sukalah kau memakai baju ini?.
Seraya berkata demikian, Sin Hong menyesapkan dua potong emas
kedalam saku baju luarnya itu. Sedang pemuda itu tanpa mengucap
suatu apa, lantas mengeloyor pergi.
Baru berjalan beberapa langkah, pemuda kurus itu menoleh
kebelakang. Demi dilihatnya Sin Hong yang masih berdiri bengong
memandangi, maka pemuda itu menggapaikan tangannya.
Sin Hong menghampiri, seraya katanya : ?Saudaraku, apakah
masih ada kekurangan sesuatu??
Pemuda itu tersenyum. ?Kita sudah ngobrol dan makan
bersama seperti sahabat lama. Tetapi kita belum berkenalan, itulah
aneh. Siapakah she dan nama kakak yang mulia??
?O, iya! Benar, benar! Kita belum berkenalan?, sahut Sin Hong.
?Ya aku lupa. Aku she Lie, namaku Sin Hong. Kau sendiri,
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hian-tee??Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 68
Tampaknya anak muda itu terkejut mendengar orang mengaku
she Lie. Akan tetapi hal itu hanya sesaat, selanjutnya anak muda itu
menjawab sambil tersenyum :
?Namaku Lian she Siu.?
?Sekarang Saudaraku hendak kemana?? tanya Sin Hong pula.
?Apakah An hian-tee hendak kembali ke Ceng hong??
Anak muda yang mengaku bernama Siu Lian An itu
menggelengkan kepala. ?Aku tidak niat untuk pulang ke Ceng Hong
dahulu,? sahutnya ?Eh, toako, aku merasa lapar lagi.? begitulah
anak muda itu sengaja memalingkan pembicaraan agaknya ia tidak
senang menyebut-nyebut nama Ceng hong koan.
?Baiklah. Mari aku temani kau...? kata Sin Hong, yang tidak
merasa aneh ataupun kesal. Entah mengapa, hatinya merasa sangat
lekat kepada pemuda yang rudin tetapi periang itu.
Kali ini arak muda itulah yang mengajak Sio Hong memasuki
sebuah restoran Tai-liong lauw. Hanya kali ini, tampaknya anak
muda itu makan lebih lahap pula.
Sambil bersantap, tak henti-hentinya mereka bercakap-cakap
kian kemari mengenai hal apa saja. Ketika mendengar penuturan
Sin Hong tentang kematian Lie Kie Pok, maka anak muda yang
bernama Lian An itu menundukan kepalanya, entah apa yang
dipikirkan akan tetapi tampaknya ia berubah cemas.
?Ehh, hiantee, rumahmu dimana?? tanya Sin Hong. Ia tidak
melihat perubahan muka orang yang diajaknya bicara itu ?Mengapa
kau tidak pulang saja? Disini hawanya sangat kurang sehat?
?Ah tidak. Aku tidak mau pulang. Disana ada bajingan yang
selalu menggoda aku!? sahut Lian An seraya wajahnya memerah
seperti orang kemalu-maluan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 69
?Bajingan apa?? Sin Hong keheranan. ?Apakah kau tidak
sanggup melawan dia? Jangan takut, mari kuantar kau biar kuajar
adat bajingan itu !?
Mendengar kata-kata Sin Hong anak muda itu tersenyum,
senyum yang mengandung ejekan. Hanya untung, Sin Hong tidak
memperhatikan hal itu.
?An hiantee. Apakah ibumu dirumah tidak mengharap
harapkan kau?? tanya Sin Hong pula.
?Aku tidak punya ibu. Beliau meninggal dunia sejak aku
berusia enam tahun....? jawab anak muda itu dengan kepala tunduk.
Ketika mendengar bahwa kawan bicaranya itupun sudah tidak
mempunyai ibu, maka Sin Hong jadi teringat kepada ibunya sendiri
yang mengalami kematian dengan cara yang sangat mengenaskan.
Tanpa sadar ia menghela napas berkali-kali, untuk kemudian
meminta maaf kepada anak muda itu.
?Ayahmu?? tanya Sin Hong pula, setelah beberapa lama
mereka terdiam.
?Yah justeru itu. Karena ayah pergi, maka aku jadi tak tahan
akan gangguan-gangguan bajingan itu. Seminggu setelah ayah
pergi, aku menyusul untuk mencarinya. Akan tetapi aku tersesat,
hingga berbulan-bulan aku tidak dapat mencarinya sampai akhirnya
aku tiba ditempat ini?.
Sedang kedua anak muda itu asyik tercakap-cakap di tangga
loteng terdengar suara dekat-dekat kaki lalu tampaklah seorang
lelaki tua.
Laki-laki tua itu berusia kurang lebih enam puluh tahun.
Pakaiannya sangat mentereng, indah sekali, sehingga tidak sesuai
dengan kerut-merut pada mukanya.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 70
Ia memakai topi yang bentuknya aneh seperti topi seorang
tukang tenung. Bajunya bersulam beruang benang emas yang indah.
Juga mengenakan kaca mata putih, yang justeru biji matanya yang
berkilat-kilat tajam tertampak dari luar, mengurut-urut jenggotnya
yang lemas terurai, laki-laki tua itu memandangi tajam kearah Sin
Hong dan Lian An yang sedang asyik bercakap-cakap.
Beberapa saat ia meneliti kedua pemuda itu, maka ia
menghampiri untuk kemudian mengambil tempat duduk diantara
kedua pemuda itu, sambil tersenyum-senyum ganjil.
?Lopeh, kalau hendak makan, makanlah sepuasnya. Mengapa
mengawasi orang saja?? tegur Sin Hong dengan sikap hormat,
?Akutidak? sahut orang tua itu. ?Aku hanya sedang
tertarik pada kalian, sebab kulihat pada air mukamu sebagai muka
orang yang dirundung malang. Anak muda, cobalah berterus terang
apakah agaknya yang membuatmu susah??
Sin Hong terkejut mendengar kata-kata itu. Ia jadi kagum.
Sedang ia bermaksud hendak berkata, orang tua itu telah
mendahului sambil bertepuk tangan.
?Tidak salah. Sinar matamu menunjukkan bahwa kau baru saja
ditinggal seseorang?.
Bertambah-tambah rasa kagum Sin Hong kepada orang tua itu,
hingga tak terkendalikan pula ia segera berkata : ?Lopeh ramalanmu
memang benar. Aku memang baru saja ditinggal oleh seseorang
..?
?Apa kataku, haaaa , ,? Tidak percuma aku dijuluki Koa , , Koa
., eh, anak muda, kalau tak salah yang kau tangisi bukanlah itu
orang tuamu . .?? Orag tua itu tampak girang benar mendapat pujian
tentang ramalannya yang tepat.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 71
Tentang ramalan bahwa Sin Hong menangisi orang tuanya itu
hanyalah ramalan hitung-hitungan belaka, sekedar untuk menghibur
anak muda itu. Akan tetapi orang tua itu menjadi kaget ketika
mendengar jawaban Sin Hong.
?Benar lopeh. Yang baru kutangisi bukanlah orang tuaku, tetapi
adalah orang itu yang kuanggap telah berjasa terhadap diriku..?
?Hah? Bukan orang tuamu? Habis apakah paman atau kakakmu??
Tanya orang tua itu pula.
?Paman bukan, kakakpun bukan. Juga bukan saudaraku Sedang
ayahku ayahku.? Sampai disini Sin Hong menghentikan kata
katanya. Ia tak berani menceritakan kematian ayahnya kepada orang
yang baru saja beberapa saat dikenalnya.
?Dan dalam beberapa jam saja, orang itu terus mati?, kata
orang tua itu.
?Siapakah dia itu??
?Dia hebat sekali bagiku Walaupun dia adalah paman dari
orang yang telah membunuh ayahku, akan tetapi budinya takkan
kulupakan sampai diakhir hidupku. Dan untuk dia itulah maka
untuk membalas budinya aku berjanji untuk menemukan puterinya.
Ai siocia.?
Baru Sin Hong berkata demikian, maka pemuda kurus yang
mengaku bernama Siu Lian An yang kebetulan sedang menyuap
nasi, seketika ia tersenggruk. Nasi berhamburan dari mulutnya ke
meja dan ke bajunya, bahkan sebagian ada yang muncrat kemuka
dan baju bersulam orang tua tukang koamia itu. Hingga kotorlah
baju yang indah itu oleh serpih-serpihan nasi.
Mula-mula orang tua itu agaknya akan marah. Akan tetapi
mendadak ia terkejut melihat sipemuda berpakaian compang
camping itu tampak gemetar dan wajahnya pucat bagai kertas.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 72
Sementara itu, Sin Hong melihat temannya itu terhuyung
ditempat duduknya akan pingsan, maka cepat-cepat ia mengulurkan
tangan hendak mengurut dada sipemuda kurus itu. Akan tetapi si
anak muda telah mengebaskan tangan mencegat. Sementara itu
siorang tua tukang koamia itu tertawa tergelak Sambil berkata
keras: ?Sudah kuduga.sudah kuduga.?
?Lopeh!? tanpa terasa Sin Hong telah membentak, mengira
bahwa orang tua itu tidak mengenal aturan sopan santun.
Orang tua itu tidak marah bahkan terus tertawa sambil berkata:
?Anak muda, kau telah dipermainkan, tapi kau tak tahu??
Berkata sampai disini, tukang koamia itu menunjuk kearah
sipemuda kurus sambil melanjutkan bicira. ?Dia bukan seorang
pemuda, melainkan seorang pemudi? Pada akhir kalimatnya situa
tertawa semakin keras, terkekeh-kekeh membuat Sin Hong untuk
beberapa saat terbungkam mengawasi temannya.
Sementara itu ?sipemuda kurus? yang merasa rahasianya telah
dibongkar orang, menjadi kemalu-maluan dan menundukkan
kepalanya- ?Benar toako. Tidak salah dugaan orang tua itu!?
katanya seraya membuka kopiah bututnya sehingga rambutnya yang
panjang hitam mengkilap tergerai sebawah, membuat Sin Hong
beberapa saat terpesona tak bisa berkata barang sepatah.
Sementara itu, orang tua tukang koamia itu masih juga tertawa
tak habis-habisnya. Barulah selang beberapa saat, setelah itu puas
tertawa, ia berkata sambil mencekal pundak Sin Hong.
?Anak muda, tadi kau belum menjawah pertanyaanku.
Siapakah sebenarnya orang yang telah kau tangisi itu??
Sin Hong terkejut. Dibawah cekalan orang itu ternyata ia tidak
dapat berbuat suatu apa. Orang tua yang mengaku sebagai tukang
koamia itu bertubuh kurus, akan tetapi cekalannya pada pundak SinKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 73
Hong terasa sangat kuat sebagai tang baja, makin lama Sin
Hong merasa makin nyeri kesakitan, Akhirnya ia menjawab juga :
?Dia yang sangat kuhormati, bernama Hwie Cian, penghuni
Ceng Hong?
Belum selesai Sin Hong berkata, mendadak ia telah dikejutkan
oleh suara ?bruuuk? dan berkesiurnya angin keras, Kiranya kawan
baru itu telah jatuh pingsan, sementara lelaki tua yang mengaku
sebagai tukang koamia itu telah berkelebat pergi entah kemana.
Menyadari kawan yang jatuh pingsan itu adalah seorang
pemudi, maka Sin Hong, jadi gugup. Tanpa pedulikan kemana
perginya si tukang tenung, maka Sin Hong cepat-cepat mengambil
topi kain yang menggeletak dilantai. Setelah itu dicelupkannya
kedalam tee- ow, untuk kemudian dipergunakan untuk mengusapi
dahi si?pemudi? yang berbedak arang.
Apabila telah beberapa kali mengusap maka Sin Hong
mendapat kenyataan bahwa wajah yang semula kotor kini telah
berubah menjadi sebentuk wajah yang putih mulus, dan sangat
cantik yang membuat pemuda ini terpesona, diam dengan mata tak
berkedip.
Teringatlah olehnya, betapa ketika tadi ia mencekal lengan
temannya, terasa lengan itu lembut dan hangat. Serta ini ia menjadi
malu dengan sendirinya ketika secara tak sengaja ia tadi meraba
dada temannya itu.
Tengah Sin Hong terhanyut oleh lamunannya terdengarlah
sipemudi berkata dengan suaranya yang halus, agaknya ia telah
tersadar :
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
?Toako, benarkah An Hwie Cian telah meninggal dunia??
?Hian..?? semula Sin Hong hendak memanggilnya denganKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 74
sebutan hiante, akan tetapi ia segera teringat bahwa temannya itu
adalah seorang wanita, maka ia segera merubah sebutann ya.
?A. adik, memang benar, beberapa hari yang lalu aku telah
menangisi An Hwie Cian yang telah terbinasa, dan aku pula yang
menguburnya?. Sin Hong menjelaskan, ?Ada hubungan apakah
denganmu?? Mengapa engkau lantas jatuh pingsan?? Rupanya Sin
Hong masih belum menyadari siapa adanya gadis yang berdandanan
sebagai pemuda itu.
?Toako, baru saja kau mengatakan bahwa kau hendak mencari
puteri An Hwie Cian untuk menyampaikan surat, benarkah?? tanya
gadis itu dengan suaranya yang tersedu-sedan.
?Benar !? Sin Hong keheranan melihat si pemudi menangis.
?Toako.. akulah puterinya..? karena tak dapat
mengendalikan perasaannya lagi, maka pemudi yang mengaku
sebagai puteri An Hwie Cian itu lantas menangis sejadi-jadinya,
membuat sekalian orang yang berada didalam rumah makan itu
mengawasi dengan heran.
Sedangkan Sin Hong, untuk sesaat tak dapat berkata suatu apa.
Hatinya ragu-ragu, antara percaya dan tidak. Barulah sesaat
kemudian pemuda itu bertanya : ?Benarkah kau puteri An Hwie
Cian??
?Toako untuk apakah aku membobongimu? Ada untung apakah
itu mengakui ayah seseorang yang telah meninggal dunia??
Pertanyaan yang merupakan jawaban ini membuat Sin Hong jadi
gugup.
?Bukan.. bukan begitu maksudku ... jangan kau salah
paham...? kata pemuda itu terputus-putus.
?Mari suratku! Mana surat itu, mari!? pemudi itu mendesak
sambil masih juga menangis.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 75
Sin Hong menyesal telah mengeluarkan pertanyaan yang
mengandung kesangsian itu. Lalu tanpa ragu-ragu lagi, ia lantas
memberikan surat pemberian An Hwie Cian kepada pemudi itu,
katanya : ?Maafkan aku. aku tidak bermaksud?
Namun si pemuda yang mengaku sebagai puteri An Hwie Cian
itu selelah menerima surat itu, tanpa mempedulikan lagi lantas
berlari keluar restoran. Sin Hong termangu memandangi punggung
si pemudi tak tahu apa yang harus diperbuatnya.
Beberapa saat kemudian barulah dia tersadar ketika seorang
jongos menegur untuk mengadakan perhitungan harga makanan,
cepat-cepat Sin Hong membayarnya. Disaat itu Sin Hong baru ingat
akan si tua tukang koamia yang tadi menghilang entah kemana ia
mencoba untuk mengenali kembali lelaki tua yang berkaca mata
putih itu, namun ia tidak mengenalinya dengan pasti.
Sementara itu, ketika ia hendak keluar restoran, dilihatnya
seseorang yang sedang menaiki tangga loteng. Melihat siapa yang
datang, hatinya menjadi girang, karena dia tidak lain adalah si
pemudi. Dengan tertawa, Sin Hong menghampiri, seraya bertanya :
?Ada sesuatu yang ketinggalan??
Tanpa menjawab, pemudi itu lantas mengangsurkan surat
ditangannya kepada Sin Hong. ?Bacalah !?
Sementara Sin Hong menerima surat itu kembali, maka si
pemudi berjalan menuju tempat duduknya. Sin Hong mengikuti dari
belakang.
?Apakah artinya ini, An-jie?? Tanya Sin Hong, sambil
membaca isi surat itu.
Isi surat itu membuat Sin Hong berpikir keras, tak dapat ia
segera memutuskan pendapatnya, karena dalam surat itu tertulis
agar Sin Hong bersama Siu Lian pergi menaiki gunung Thian-sanKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 76
bersama-sama untuk mencari guru An Hwie Cian yaitu Mie Ing
Tianglo. Dalam keterangan yang lain terdapat pula kata-kata yang
meyakinkan bahwa sipemudi ini adalah puteri Si Rase Bermuka
Emas, yang ternama An Siu Lian, sehingga diam-diam Sin Hong
merasa malu sendirinya, mengingat bahwa dirinya telah kena
diingusi oleh si pemudi sejak tadi-tadi, tanpa disadarinya sama
sekali.
?Baiklah !? kata Sin Hong pada akhirnya, ?Sebab yang
membunuh ayahku adalah Ong Kauw Lian, bukannya Ceng Hong
Pai!? Lagi pula hatinya berkata lain : ?Bukankah kesempatan ini
dapat pula berguna untuk memperdalam ilmuku??
?Lian-jie!Marilah kita pergi bersamal? ajak Sin Hong kemudian
sambil menjabat tangan gadis itu.
Akan tetapi, belum mereka melangkah setindak dari tempatnya,
tiba-tiba ditangga loteng terdengar derap kaki orang, kemudian
muncullah empat orang, tiga laki-laki dan seorang perempuan.
Dua diantara ketiga laki-laki itu berusia masih muda, mungkin
kira-kira delapan atau sembilan belas tahun. Keduanya berwajah
cakap sekali. Sedang satunya lagi, agaknya suami wanita itu,
berusia sekitar empat puluh tahun.
Lagak mereka ini, semuanya congkak sekali. Bergantian
dipandanginya Sin Hong dan Siu Lian dengan tatapan mata
memandang rendah. Melihat Siu Lian yang berwajah cantik akan
tetapi berpakaian penuh tambalan, maka seorang diantara lelaki itu
yang berhidung mancung mengerutkan kening sambil menunjuk
sesuatu tempat duduk yang berhadapan dengan meja Sin Hong dan
Siu Lian.
Oleh karena itu, maka dua orang jongos lantas bergegas
merapikan tempat duduk yang ditunjuk oleh mereka, sekaligus juga
menanyakan makanan apa yang mereka pesan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 77
Sin Hong mengawasi sejenak, akan tetapi sesudah itu ia tak
peduli lagi. Ketika ia memindahkan perhatiannya pada Siu Lan,
kebetulan sekali puteri An Hwie Cian itu sendiri memandang
kearahnya. Akhirnya kedua pandangan mata mereka bertemu, untuk
beberapa saat, untuk kemudian kedua muda mudi itu menandukkan
kepala masing-masing dengan jantung berdebar.
Untuk beberapa saat kedua muda mudi ini lupa akan tugas
mereka untuk bersama-sama mendaki gunung Thai-san. Ketika
seorang jongos datang untuk menanyakan makanan apa yang
dipesan, barulah kedua muda mudi itu bangkit dari duduknya untuk
berlalu.
Lekas-lekas keduanya meninggalkan tempat duduknya masing
masing. Sin Hong berjalan didepan Siu Lian dibelakang. Keduanya
ini harus melewati keempat tetamu yang baru datang itu, justeru
itulah Sin Hong sangat mendongkol sekali melihat sikap mereka
yang selalu mengawasi Siu Lian dengan penuh selidik seperti orang
bercuriga tetapi juga mencemooh.
Perasaan mendongkol itulah yang membuat Sin Hong ingin
buru-buru meninggalkan restoran itu secepatnya. Hingga ia tidak
menyadari bahwa ada orang yang melintangkan kakinya memotong
langkah.
Karena itu maka tak ampun lagi kakinya keserimpet, tubuhnya
terhuyung kedepan. Justeru keempat orang tamu baru itu duduk
pada mulut loteng, maka tubuh Sm Hong yang terjerunuk kedepan,
tak terkendalikan lagi lantas melayang jatuh kebawah, serta dapat
dipastikan kepalanya akan hancur berantakan apabila membentur
lantai restoran bagian bawah.
Namun Sin Hong adalah putera tunggal Song-to Lie Kie Pok.
Sejak usia delapan tahun, ia telah digembeleng dengan ilmu silatKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 78
tingkat tinggi, hingga dalam hal ginkangnyapun ia sudah tergolong
mencapai tingkat tinggi pula.
Demikianlah disaat tubuhnya hampir membentur tangga
pertengahan loteng, maka cepat bagaikan kilat ia mengulur
tangannya dan dengan mempergunakan jurus It Ho Ciang Thian
atau burung Ho menerjang langit, ia menjejak, tubuhnya lantas
mengapung tinggi beberapa tombak ke udara, untuk kemudian
menukik dengan kepala dibawah kaki diatas, hingga selanjutnya
mendarat dengan selamat dilantai dengan tidak kurang suatu apa.
Kejadian ini berlangsung dengan sangat cepatnya, hingga
hanya orang-orang yang berilmu tinggi saja yang dapat melihat
kemahiran si pemuda dalam hal ginkang. Sedangkan orang-orang
yang lain hanya kagum belaka, manggut-manggut ataupun memuji.
Begitu kakinya mendarat di lantai, seketika Sin Hong telah
berada dimulut loteng kembali. Justeru pada saat itulah Siu Lian
sedang dipermainkan oleh kedua anak muda sementara lelaki
perempuan setengah tua itu hanya memandangi sambil tertawa-tawa
belaka.
Cepat sekali Sin Hong bergerak. Tubuhnya melesat kearah
kedua anak muda yang sedang mempermainkan Siu Lian. Kedua
tangannya menyambar dengan cepat kearah kedua arak muda yang
kurang ajar itu.
Mereka terkejut melihat datangnya serangan kilat itu. Lebih
lebih setelah mereka melihat bahwa yang telah menyerang itu
adalah pemuda yang tadi kakinya diserempet oleh mereka.
Cepat-cepat kedua anak muda itu melepaskan Siu Lian, lalu
membungkukkan tubuh menghindari serangan. Setelah itu secara
serempak mereka menyerang kearah Sin Hong dengan pukulan
pukulannya.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 79
Namun diluar dugaan mereka, pemuda yang mereka pandang
ringan itu ternyata gerakannya sangat gesit sekali. Kedua anak
muda itu boleh gesit, akan tetapi Sin Hong sepuluh kali lebih gesit
dari mereka. Serangan mereka dapat diegosi oleh Sin Hong dengan
mudah sementara pemuda putera Song-to Lie Kie Pok ini telah
melontarkan dua buah pukulannya kearah dua dada lawannya.
Kedua anak muda itu terkejut, tak mungkin mereka dapat
menghindari ataupun menangkis serangan susulan Sin Hong, maka
dalam gugupnya mereka menjejakkan kakinya ke lantai dan
tubuhnya melayang mundur dengan cepat. Gerakan itu mengejutkan
Siu Lian. Untuk sejenak ia tercengang karena gerakan menghindar
semacam itu adalah gerak tipu Ceng Hong Pai.
Dilain pihak, Sin Hong agaknya tidak kehabisan akal.
Berbicara tentang giakang, agaknya kedua anak muda itu bukan
lawan pemuda Siu-ciu ini.
?Bagus !? Sin Hong berseru, sambil pada detik itu pula
tubuhnya telah melayang maju merangsek dengan tidak memberi
kesempatan kepada kedua lawannya untuk turun mendarat di lantai,
kedua kepalannya menghajar kearah muka kedua lawannya itu.
Sedang tubuh belum sempat menginjak lantai, maka tak
mungkin lagi kedua anak muda itu menghindari serangan. Tak
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ampun lagi, kedua muka mereka terhajar dengan jitu oleh kepalan
Sin Hong dengan keras, hingga keduanya lantas terbanting roboh
sambil menjerit kesakitan. Sin Hong belum sempat bergerak lebih
lanjut, ketika merasakan adanya kesiur angin tajam yang menyerang
punggungnya.
Putera Song-to Lie Kie Pok yang telah mewarisi lima belas
jurus Cap Peh Lo Hoan To yang mashur itu, tidak menjadi gugup.
Ia bukan hanya melompat keatas menghindari, akan tetapi dengan
menggunakan jurus keenam dalan Cap Peh Lo Hoan To, yaituKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 80
tonggeret menggelindingkan badan maka tubuhnya berjumpalitan
kedepan dengan gerakan yang indah sekali, dan serangan
membokong itu telah mengenai tempat kosong.
Terkejut bukan main sipenyerang gelap itu yang ternyata
adalah siwanita setengah umur, melihat Sin Hong melakukan
gerakan yang berasal dari gerak silat Siauw Lim itu. Tampak wajah
wanita itu tentu datang mengeroyok, dengan cepat telah
mendahuluinya, melontarkan tendangan kearah pundak lawan,
Untuk kegesitah Sin Hong kali ini, terpaksa si wanita melompat
gugup ke kanan, barulah ia dapat menyelamatkan diri dari serangan.
Hal ini membuat kedua anak muda bekas pecundang Sin Hong
menjadi kagum berbareng juga menyesal yang tadi mereka
memandang ringan pada pemuda lawan mereka itu.
Ternyata pertarungan antara perempuan setengah tua itu dengan
Sin Hong ternyata berjalan seimbang. Sin Hong lebih lincah dari
lawannya karena usianya yang masih muda. Melihat jejaknya gagal,
maka dengan garakan Im-yang-kun tangan kanannya bergerak
mengancam dada lawan.
Siwanita tak mau kalah cepat, segera mengegos sambil
melanjutkan gerakan tangannya menerjang. Pertempuran ini
berjalan semakin cepat dan seru. Hingga akhirnya terdengar suara
baju yang memberebet sobek diiringi pekikan terkejut siwanita.
Setelah mengalami kejadian ini, maka siwanita merubah
gerakannya. Kini ditangannya telah tergenggam sebatang pedang.
Lalu dengan wajah merah padam, wanita itu membabatkan
pedangnya dengan gencar.
****Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 81
JILID 3
TENTU saja Sin Hong tak berani berlaku khayal. Dengan
CEpat dilolosnya golok kecil di pinggangnya. Menyusul kemudian
terdengar suara nyaring, ?trang!? Golok dan pedang saling bentur
dengan keras, menimbulkan suara berisik.
Keduanya terhuyung mundur beberapa langkah, Sin Hong
cepat mempergunakan kesempatan itu, dengan mendahului
menyerang dengan mempergunakan kelima belas jurus Cap Peh Lo
Hoan To.
Dengan segera mulai tampak bahwa Sin Houg berada diatas
angia. Jurus-jurus dahsyat Cap Peh Lo Hoan To nya, walaupun baru
lima belas jurus yang dimilikinya akan tetapi sudah cukup baginya
membuat lawan terdesak dan kerepotan.
Segera Sin Hong melihat suatu lowongan pada diri lawan.
Goloknya yang bergerak dari kiri kekanan, mendadak dirubahnya,
membuat sebuah lingkaran yang mengurung siwanita. Sekali
diputar, maka golok itu telah digetarkan menyambar pundak kanan
musuh..Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 82
?Trang !? Namun dalam detik yang berbahaya bagi siwanita.
kiranya golok Sin Hong telah diputar oleh suatu sinar kilat yang
datang meluncur sangat cepat, Sin Hong merasakan tangannya agak
tergetar, kiranya si laki-laki setengah tua itupun telah turun
membantui isterinya
Senjata si lelaki tidak hanya berhenti sampai disitu, akan tetapi
terus meluncur mengancam dada Sin Hong. Cepat bagaikan kilat
Sin Hong mengangkat goloknya menangkis, lalu diteruskan
dengan bentakannya yang membarengi gerakan goloknya
mengirimkan tiga serangan ganda, bagian atas tengah dan bawah.
Kiranya sisuami itu dengan memutarkan pedangnya, telah
dapat memunahkan serangan Sin Hong.
Sin Hong penasaran, ia putar goloknya, menyabatdengan keras
ke arah tujuh bagian tubuh lawan, namun laki-laki setengah tua itu
sudah dapat mengelakannya dengan baik.
Disini ternyata bahwa kepandaian mereka boleh dibilang
seimbang akan tetapi cukup membuat laki-laki selengah tua itu
terkejut juga, dimana lawannya yang masih muda itu ternyata
sanggup memberikan perlawanan hingga puluhan jurus, tanpa dapat
didesak sama sekali.
Setelah selesai mengatur jalan napasnya kembali, si wanita
yang melihat suaminya belum berhasil merobohkan lawannya,
segera pula maju mengerubut. Tentu saja kali ini menbuat Sin Hong
jadi kuatir. Melawan si suami saja belum tentu dapat memenangkan
pertarungan, apalagi dengan suami isreri itu turun bersama-sama.
Tak lama antaranya, maka tampaklah Sin Hong mulai
kepayahan. Diam-diam pemuda ini menyadari bahwa pertarungan
itu harus segera diakhiri.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 83
Tiba-tiba satu diantara ketiga orang yang tengah bertempur itu
tampak mencelat tinggi sekali, dan dengan kecepatan luar biasa,
telah meluncur kearah Siu Lian yang saat itu sedang berdiri
bengong.
Sebelum Siu Lian menyadari apa yang akan terjadi maka
bayangan yang berkelebat kearahnya itu telah menotok jalan
darahnya, untuk kemudian dengan gerakan yang sangat cepat pula,
bayangan itu telah merangkul pinggang sigadis untuk digondolnya
pergi.
Dengan tanpa menuruni anak tangga, maka bayangan itu yang
ternyata adalah Sin Hong telah berada diluar restoran dan cepat luar
biasa telah melompat kepunggung kuda putih. Dan pada detik
selanjutnya kuda itu telah melancarkan lari dengan cepat.
Kedua orang laki-laki perempuan itu boleh gesit dan tangkas,
akan tetapi menghadapi ginkang putera Song-to Lie Kie Pok yang
sangat lihay itu, mereka tidak berdaya apa- apa. Demikianlah ketika
mereka sudah tidak dapat melihat bayangan lawannya lagi.
Untuk mengejar sudah tak mungkin lagi, dan melihat
dipihaknya tidak menderita cidera suatu apa, maka sambil menghela
napas mereka kembali memasuki restoran.
Lie Sin Hong membedal kudanya semakin cepat. Hingga
sebentar saja ia menoleh kebelakang, rumah makan itu tampak
tinggal bayangan samar-samar belaka, untuk kemudian lenyap dari
pandangan sama sekali.
Les kuda dipegang ditangan kanan, sedangkan tangan kiri
merangkul pinggang sinona yang kini telah dibebaskan dari
celakannya. Hati si pemuda berdebar keras, entah mengapa, sejak
perkenalannya yang beberapa saat itu, ia berat untuk berpisah
dengannya.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 84
Membalapkan kuda kira-kira dua jam, kuda putih yang entah
milik siapa itu telah terpisah lebih dua ratus lie dari Shoatang. Tiba
disini, setelah yakin bahwa tidak ada orang yang mengejarnya,
barulah Sin Hong menarik kendali kuda.
Sin Hong melompat turun dari kuda, diikuti oleh si gadis yang
juga merasa telah sama-sama lekat hatinya. Sambil berpegangan
tangan muda-mudi ini berdiri dihadapan, tanpa dapat mengucapkan
sepatah kata jua, walaupun sebenarnya apa yang ingin mereka
katakan sebenarnya terlampau banyak. Mereka tak tahu dengan cara
bagaimana hendak memulai pembicaraan. hanyalah hati mereka
belaka yang membisikkan isi kalbunya masing-masing.
Beberapa saat kemudian, ketika mereka telah tersadar, segera si
pemudi menarik tangannya dengan wajah yang memerah, hingga
pipinyapun tampak merah jambu, menunduk tersipu-sipu.
Sin Hong masih berdiri mematung, ketika Siu Lian mengambil
sapu tangan dari dalam pelana kuda, lalu pergi ke sebuah kali kecil
untuk mencelupkan sapu tangan itu. Setelah itu barulah ia kembali
sambil berkata:
?Kau pakailah sapu tangan ini.?
Sin Hong mengerti maksud gadis itu, dan menerima sapu
tangan itu, untuk selanjutnya si pemuda telah menyeka bersih wajah
Siu Lian. Sekonyong-konyong sedang Sin Hong dengan hati
gembira mengusapi wajah sigadis, maka sigadis telah bertanya:
?Tahukah Toako, siapa kedua orang yang tadi bertempur
denganmu??
Lie Sin Hong menggelengkan kepalanya.
?Mereka adalah saudara-saudara seperguruanku!? Siu Lan
menerangkan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 85
?Bagaimana kau mengetahui?? tanya Sin Hong.
?Kulihat dari gerakan ilmu silat mereka, sejalan benar dengan
ilmu silat ayahku..?
?Tapi mengapa perbuatan mereka begitu tak mengenal aturan??
pertanyaan Sin Hong ini tidak mendapat jawaban, bahkan Siu Lian
berkata lain: ?Toako! tidak dapat tidak, kita barus kembali ke
Shoatang.?
?Kembali?? Sin Hong terperanjat. ?Kita kembali kesana??
?Benar !? sahut sinona. ?Aku merasa pasti bahwa mereka adalah
suheng-suhengku !?
Sin Hong terdiam, ragu-ragu. Sebenarnya ia tidak suka untuk
menjumpai orang-orang yang baru saja berbentrok dengannya, atau
tetapi untuk berpisah dengan sinona, o. terlebih-lebih tidak suka ia.
?Bagaimana?? Siu Lian bertanya menegaskan.
?Tapi bagaimana kalau mereka mengeroyok aku lagi?? Sin
Hong masih sangsi.
?Apabila mereka melukai dirimu, akan kuterjang mereka,
biarlah kita mati bersama-sama !? Kata Siu Lian dengan nada yang
tegas meyakinkan sekali, sehingga membuat semangat Sin Hong
terlonjak, lalu dengan gembira ia menjawab : ?Lian jie, untuk
selama-lamanya aku akan mendengar kata-katamu. Sampai matipun
aku tak mau berpisah darimu lagi !?
An Siu Lian mengangguk puas. Sesaat kemudian mereka
berdua telah berada dipunggung kuda putih tegap itu. Binatang
itupun meluncur kembali berlari diatas jalan yang tadi ditempuh
mereka sewaktu meninggalkan restoran itu.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 86
Begitu turun dari punggung kuda. Siu Lian membimbing
tangan Sin Hong untuk memasuki restoran dan disambut oleh
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jongos rumah makan itu dengan gembira.
?Kau baik-baik saja tuan?? tegur seorang jongos.
?Keempat orang itu memang bukan orang baik-baik. Mereka
sudah pergi. Tuan hendak dahar apa?? kata jongos yang lain.
?Apa? Mereka sudah pergi?? tanya Siu Lian terkejut.
?Betul. Mereka pergi kearah yang bersamaan dengan tuan, akan
tetapi mereka mengambil jalan sebelah sana?, jongos itu
menjelaskan.
?Sudah berapa lama mereka pergi?? tanya Sin Hong.
?Kira-kira tiga jam yang lalu!?
?Mari kita susul mereka!? An Siu Lian mengajak Sin Hong
dengan menarik tangan pemuda itu, Lie Sin Hong menurut. Mereka
lantas membalapkan kudanya melalui jalan yang ditunjukkan oleh
jongos tadi. Tentu saja jongos-jongos itu menjadi keheranan melihat
muda mudi yang tadi melarikan diri dari kejaran empat orang itu,
kini malah justru hendak pergi menyusul dengan tergesa-gesa.
Sampai datang waktu magrib, Sin Hong membalapkan kudanya
sambil memasang mata dan telinga, akan tetapi orang-orang yang
disusulnya belum juga tampak.
Mereka menduga bahwa orang-orang yang dikejarnya itu tentu
telah meagambil jalan lain, oleh karena itu merekapun merubah
arah lari kudanya. Akan tetapi hingga hari menjadi gelap, tetap saja
belum dapat menemukan jejak mereka. Hingga terbitlah dugaan
pada hati Sin Hong. Ia berkata : ?Kita hendak pergi ke Thai-san, apa
tidak mungkin merekapun sedang pergi ke sana juga??Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 87
An Siu Lian sependapat juga. Dan segera merekapun mengarah
perjalanan mereka menuju kesana. Akan tetapi karena hari sudah
gelap, maka malam itu mereka memasuki sebuah dusun untuk
mencari tempat menginap.
Pagi berikutnya, mereka membeli seekor kuda pula, sehingga
dengan demikian mereka dapat leluasa melakukan pengejaran.
Walaupun cara itu sebenarnya kurang menyenangkan dibanding
dengan saling rangkul sepanjang jalan, akan tetapi adalah lebih
daripada terus-terusan memberati kuda putih itu dengan beban dua
orang di punggungnya. Dengan masing-masing menunggangi
seekor kuda, maka perjalanan mereka jadi lebih cepat.
Lie Sin Hong sebenarnya adalah seorang piauwsu, sebagaimana
dia sering mewakili pekerjaan ayahnya. Membuat perjalanan
perjalanan semacam itu memang menyenangkan baginya, apalagi
ditemani seorang gadis pujaan hatinya itu.
Seringkali, apalagi mereka telah lelah terlalu banyak
melakukan perjalanan, mereka lantas beristirahat, mengambil
tempat duduk yang teduh, untuk duduk-duduk pada tempat yang
sepi, selama itu, ikatan-ikatan hati mereka semakin erat, tali cinta
mulai samar- samar terasa mengikat dihati masing-masing?
Namun, sebagaimaaa mereka adalah muda-mudi turunan
pendekar yang tahu menjaga diri tentu saja tidak berbuat sesuatu
yang melanggar susila ataupun adat sopan santun. Apabila mereka
menginap di hotel, mereka menyewa dua kamar yang bersisian,
kecuali agar mereka dapat saling menjaga, juga sesungguhnya agar
selalu dapat bercakap, berbisik-bisik, melahirkan getaran hatinya
masing-masing.
Setelah melakukan perjalanan kira-kira enam minggu lamanya
tibalah mereka pada suatu tanah pegunungan. Dan alangkahKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 88
gembiranya mereka demi mendapatkan kenyataan bahwa
pegunungan itu justeru adalah pegunungan Tai-san.
Jalan-jalan disitu, amatlah berbahaya Puncak dan tinggi
menjulang, sedangkan lembahnya curam menyeramkan. Kecuali itu,
jalannya penuh dengan liku-liku yang terkadang memerlukan
mereka berjalan sangat hati-hati.
Kiranya sesuai dengan namanya, Thai-san sungguh sangat
luasnya. Beberapa puncaknya terselimuti ataupun salju, mirip
dengan raksasa berbulu putih yang menyeramkan akan tetapi juga
indah.
Setelah menempuh waktu kira-kira dua minggu tibalah kini
mereka pada jalan yang menuju jalan puncak. Disitu hanya terdapat
sebuan jalan saja, berkelak kelok seperti ular berenang. Dengan
diapit oleh sepasang puncak yang hampir berdampingan, jalan kecil
itu sempit sekali, lebarnya tidak lebih dari dua kaki, Kecuali itu juga
penuh dengan liku-liku yang licin dan berbatu-batu ataupun naik,
maka pada jalan ini mereka terpaksa turun dari kuda, dan
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Mereka terus melanjutkan perjalanan sesuat dengan petunjuk
dalam surat peninggalan mendiang An Hwie Cian.
Tak lama kemudian tibalah mereka itu di suata tempat yang
datar, jalanpun sudah tidak terlalu berbahaya lagi. Kiranya mereka
telab tiba dipuncaknya gunung Thai san. Maka selanjutnya mereka
lantas beristirahat.
Ternyata puncak gunung ini merupakan suatu tanah datar, tidak
turun naik ataupun bertanah batu-batu cadas. Hanya pada ketika ini
hati Sin Hong berdebaran keras.
Tepat saat magrib, mereka telah tiba pada suatu tanjakan, sesuai
dengan petunjuk dalam surat itu, maka mereka mendapatkan sebuahKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 89
gua pertapaan yang terbuat dari batu seluruhnya. Mereka menjadi
keheranan mendapat kenyataan babwa gua tersebut ternyata sunyi
sunyi belaka.
Keduanya tidak berani lancang memasuki gua. Mereka menjadi
sangat cemas, ketika hari semakin gelap, udarapun terasa sangat
dingin. Akan tetapi mereka telah sekian lamanya menempuh
perjalanan, sehingga karena letih, mereka tertidur dimulut gua.
Kira-kira tengah malam, Sin Hong tersentak dari tidurnya,
karena sebuah mimpi buruk. Ditengoknya gadis teman
seperjalanannya, Siu Lian yang saat itu tidur dengan kaki telanjang
tanpa sepatu. Dengan hati sedih dan susah Sin Hong cepat-cepat
membuka sepatu, dan mengenakannya pada kaki gadis pujaan
hatinya itu.
Untuk beberapa saat Sin Hong menatapi wajah sigadis, yang
saat itu dalam keadaan terpejam tidur. Alangkah lembut dan
cantiknya gadis ini. wajahnya yang gemilang bagai rembulan dan
bibirnya yang merah merekah tidak mustahil dia menjadi pujaan
hati setiap pemuda yang pernah mengenalnya.
Setelah puas memandangi wajah pujaan hatinya itu, maka Sin
Hong membaringkan tubuh untuk melanjutkan tidurnya. Namun,
karena terlalu banyak pikiran yang mengaduk-aduk dikepalanya,
maka baru beberapa larna kemudian ia dapat tertidur kembali.
Waktu fajar keesokan harinya. Sin Hong bangun lebih dulu dari
kawannya. Ia menanti dengan sabar sampai akhirnya sigadis terjaga
dengan sendirinya. Siu Lian menjadi terkejut juga girang, untuk
kemudian mengucapkan terima kasih untuk sepatu yang telah
dilekatkan dikakinya.
Diam-diam hati gadis ini merasa sangat bersyukur, ia yakin
benar bahwa pemuda itu seorang pemuda yang baik hati,Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 90
peribudinya tinggi, tidak juga kurang ajar. Maka tanpa disadari ia
telah benar-benar terpikat hatinya.
Hari itu mereka menanti hingga matahari sudah naik diatas
kepala belum juga tampak adanya tanda-tanda orang yang berada
didalam gua. Hingga mereka menjadi sangsi. Akhirnya, ketika hari
mulai hampir malam, habislah kesabaran mereka. Demikianlah,
selanjutnya mereka bermaksud untuk menerobos masuk kedalam
gua itu.
Dengan cara beriringan, Sin Hong berjalan didepan, mereka
memasuki gua dengan hati berdegup keras.
Berjalan kira-kira lima puluh langkah kedalam, tibalah mereka
pada suatu tanah datar yang luas. Didepan mulut gua itu hanya
cukup untuk satu badan manusia saja, akan tetapi ditempat ini,
ternyata keadaannya jauh berbeda, luas dan darar. Hanya anehnya,
gua yang tampaknya menandakan dihuni oleh manusia itu,
keadaannya sepi-sepi saja, lengang seakan-akan tidak berpenghuni
Sehingga keadaan ini, dengan suasana yang sudah mulai gelap,
menjadi terasa menyeramkan.
Akhirnya, karena bingungnya terpaksa An Siu Lian melanggar
pesan ayahnya dalam surat, berteriak-teriak memaaggil : ?Su .....
cooouaw ! Suuucoooouw!? Semula gadis ini memanggil perlahan
lahan, akan tetapi ketika tidak mendapat jawaban iapun lantas
berseru-seru sekuat-kuatnya. Namun tidak juga mendapatkan
jawaban, kecuali gema suaranya sendiri yang kembali terdengar
bergaung.
Mereka jadi penasaran. Dan merekapun melakukan
penyelidikan kedalam gua itu, menerobos masuk kebagian yang
lebih dalam lagi Setelah berjalan-jalan berliku-liku kira-kira sejam
lamanya, tibalah mereka pada sebuah jalan yang lebar, yang
merupakan sebuah lorong. Kiranya lorong itupun buntu. KetikaKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 91
mereka memeriksa dinding batu yang mengapit kanan kiri lorong
kiranya mereka mendapatkan sebuah lubang yang besar. Dan
apabila mereka melongok kedalam lubang itu, kiranya disitu
terdapat sebuah kamar. Merekapun memasuki kamar tersebut.
Ternyata kamar gua itu terang, tidak seperti jalan-jalan ataupun
lorong-lorongnya. Sinar bulan dapat menembusi beberapa lubang
yang terdapat pada langit-langit kamar, sehingga mereka dapat
melihat segala apa saja yang terdapat didalamnya.
Tiba-tiba Siu Lian menjerit kaget, sambil jarinya menunjuk
kearah sebuah sudut, begitupun Sin Hong tidak kurang terkejutnya.
Mereka melihat pada pojokan kamar itu, sebuah tengkorak manusia
yang masih duduk bersila, sedangkan pada selipan jari tangannya
yang tinggal tulang belulang itu terdapat sehelai kertas.
Mereka melihat pada pojokan kamar itu, sebuah tengkorak
manusia yang masih duduk bersila.....
Adapun kerangka manusia itu, karena lantai kamar yang
bergoyang-goyang karena terinjak oleh kedua muda-mudi itu,
seketika ambruk menjerunuk, sehingga kerangka manusia itu kini
lelah berubah menjadi tulang-tulang yang berserakan.
Kejadian ini hampir saja membuat Siu Lian berlari karena
ketakutan. Akan tetapi tiba-tiba ia merasa ada yang menarik
tangannya, disusul suara bisikan Sin Hong : ?Lian-jie jangan takut.
Tulang-tulang kerangka itu kemungkinan besar adalah salah
seorang paman gurumu. Mari kita baca surat itu !?
Dalam gugupnya itu, Siu Lian hendak mengambil surat itu,
mengoreknya dari tumpukan tulang, dengan tangannya. Akan tetapi
Sin Hong yang mempunyai banyak pengalaman sebagai piauwsu
segera memperingatkannya : ?Jangan sentuh !? teriaknya. ?Tidak
mustahil barang-barang itu beracun !?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 92
Seraya berkata demikian, Sin Hong mengambil sebatang kayu
lantas dipergunakannya untuk mengorek-orek tulang belulang itu.
Kiranya tepat sekali dugaan Sin Hong. Kayu yang
dipergunakan untuk mengorek-orek tulang itu menjadi hangus, dan
membuat mereka menjadi bergidik ngeri. Dapatlah dibayangkan
betapa andaikata tadi Siu Lan tidak dicegah menyentuh tulang
tulang tersebut.
Selanjutnya, surat itu dibiarkan tergeletak, dan berdua mereka
muda mudi itu membaca dari tempatnya berdiri, Isi surat itu kira
kira beginilah bunyinya :
Kepada yang mendapatkan surat ini, harap lekas-lekas
menyampaikan kepada Bin Ho Lie An Hwie Cian ketua Ceng
Hong Pai di Ceng Hong San, bahwa seorang muridnya yang be
nama Ong Kauw Lian, dengan membawa kawan telah berani
menghina dan bahkan membunuh kakek gurunya sendiri.
Pesan Warisan. Mie Ing Tiangloo.
Selesai membaca surat itu, tanpa terasa air mata Siu Lian
berderaian turun. Kemudian gadis itu menangis menggerung
gerung. Ia tahu bahwa kakek gurunya ini adalah satu-satunya orang
yang paling diandalkan, kiranya diapun telah tewas oleh perbuatan
Ong Kauw Lian pula. Lantas siapakah orangnya yang akan sanggup
menghadapi ?bajingan? itu?
Sementara itu, seperti orang yang kehabisan akal, Sin Hong
berdiri mematung, bungkam, dan tak tahu apa yang harus diperbuat.
Untuk sementara pikirannya menjadi buntu, akan tetapi dibalik itu,
ia mengagumi juga kelihaian Ong Kauw Lian dengan mencuri
delapan belas jurus ilmu golok Song-to Lie Kie Pok, kiranya
kepandaiannya telah menjadi demikian hebat. Cita-cita Sin Hong
untuk membalaskan sakit hati ayahnya bila menghadapi kenyataan,
tampaknya akan menjadi lebih sulit lagi.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 93
Tengah Sin Hong melamun demikian, terdengar Siu Lian
berkata nyaring : ?Toako. Tak mungkin kita akan diam bigini saja.
Marilah kita pergi ketanah barat, masakah di kolong langit ini tak
ada orang yang dapat menandingi ilmu kepandaiannya??
?Benar Lian-jie?, sebut Sin Hong yang telah tergugah
semangatnya. ?Marilah kita tinggalkan tempat ini !?
Beberapa saat kemudian, setelah mereka selesai mengubur
tulang-tulang kerangka manusia itu sebagaimana mestinya, maka
mereka segera meninggalkan tempat pusat Ceng Hong Pai itu.
Mereka berdua mengambil jalan dari mana tadi mereka datang,
untuk kemudian setelah sampai dikaki gunung, mereka memutar,
mengikuti aliran sebuah sungai. Dan malampun tiba.
Kebetulan mereka menemukan sebuah batu yang besar, maka
disitulah mereka beristirahat merebahkan diri. Karena letihnya,
maka dalam waktu singkat mereka lantas sudah tertidur pulas.
Pagi berikutnya, setelah mereka mendapa kan kuda masing
masing yang kemarin mereka tinggalkan, mereka melanjutkan
perjalanan.
Disepanjang jalan mereka tidak henti-hentinya bercakap-cakap,
bertukar pikiran, menceritakan pengalaman masing-masing selama
mereka belum berkenalan.
Mendengar cerita Sin Hong mengenai kematan ayahnya, maka
kebencian Siu Lian terhadap Ong Kauw Lian semakin membesar.
Tertusuk hati dara ini ketika ia mendengar kisah betapa kejinya
seorang murid murtad sebagai Ong Kauw Lian itu telah
membinasakan guru maupun suhengnya sendiri, bahkan dia pula
yang menjadi penyebab kematian Lie Sie ibu Sin Hong.
Ketika penuturan Sin Hong sampai pada diri Kim Bin Ho Lie
An Hwie Cian yang menemukan nasib malang terbinasa ditanganKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 94
keponakan murid sendiri, maka air mata Siu Lian mengucur deras
tak tertahan.
Mereka kedua muda mudi ini, semula adalah berdiri pada pihak
yang bermusuhan, yaitu antara Ceng Hong Pai dan Kie Pok Bu
koan. Akan tetapi dengan adanya kematian Song-to Lie Kie Pok
maupun An Hwie Cian yang terbinasa ditangan Ong Kauw Lian,
maka kedua muda mudi ini boleh dikata telah melupakan seluruh
pertentangan lama. Mereka begitu karib seakan-akan diantara
mereka tidak pernah terdapat benih permusuhan, bahkan kini secara
diam-diam diantara mereka telah terjalin suatu benih asmara.
Setelah menempuh perjalanan kira-kira lebih seminggu, mereka
mendapatkan jalan-jalan yang tidak berlika-liku lagi, datar, tidak
terdapat batu-batuan cadas yang mengganggu bahkan jalanpun tidak
sempit lagi.
Di kanan kiri jalan tumbuh pohon-pohon besar yang rindang
daunnya. Dan ketika mereka menyelidiki mereka menjadi
kegirangan ketika mendapatkan kenyataan bahwa mereka telah
sampai pada perbatasan daerah Tibet.
Pada suatu hari tibalah mereka di sebelah barat kota Ie Pien.
Saat itu sudah mendekati hari raya Toa yang udarapun mulai panas.
Sedang mereka mencari tempat meneduh, mendadak mereka
mendengar suara gemericiknya air. Ketika mereka menemukan
sebuah kali, hingga keduanyapun jadi kegirangan.
Kali itu berair bening, bagaikan kaca! dasar kali tampak jelas
terlihat oleh mata, bahkan ikan-ikan yang berenang-renang kian
kemari, tampak menyenangkan sekali. Sedang pada kedua tebing
kali itu, tumbuhlah tumbuh-timbuhan berakar, yang akarnya
berjuraian meroyok turun, mencegah air kali.
Karena girangnya, keduanyapun mandi, menceburkan diri
kekali tanpa ingat membuka pakaiannya terlebih dahulu. PuasKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 95
mandi- mandi merekapun berjemur ditepian, dibawah sinar
matahari yang hangat. Tanpa terasa, tiba-tiba cuaca menjadi gelap.
Sedang suasana gelap menuruni bumi, maka tiba-tiba terdengar
suara guntur sambung menyambung. Cuaca berubah menjadi gelap
pekat sementara kilat dan guntur semakin hebat sambar menyambar.
?Takutkah, Lian jie?? Tanya Sin Hong.
?Aku tokh ada bersamamu, apa yang dapat kutakutkan? sahut
dara itu yang membuat Sin Hotg merasa bangga hatinya.
Hujan turun dengan lebat. Kedua muda mudi itu mengambil
tempat mereka bernaung itu tidak terdapat orang lain, dengan
demikian mereka tidak menaruh perhatian kepada siapapun kecuali
pada diri mereka sendiri.
Demikianlah, setelah hujan yang turun bagaikan dicurahkan
dari langit itu mereda, cuaca menjadi terang kembali, kiranya hari
masih siang, maka merekapun melanjutkan perjalanan.
Sebulan mereka menempuh perjalanan, maka tibalah mereka
pada suatu pegunungan yang daerahnya diliputi salju. Dari rumah
seorang pend duk dusun maka ia menukar kuda-kuda mereka
dengan seperangkat pakaian tebal. Dan ketika mereka menanyakan
dimana meraka berada sekarang, kiranya mereka telah tiba didaerah
Tibet timur, dan kini mereka telah menginjakkan kakinya didaerah
pegunungan Thang-ala-san.
Pegunungan Thang-ala-san adalah suatu pegunungan yang
selain diliputi oleh salju abadi. Menurut cerita orang-orang dusun,
di tempat tersebut, di tempat-tempat yang tinggi ataupun yang sukar
dilalui manusia, banyak bersemayam orang-orang berilmu tinggi.
Penduduk menasehati muda-mudi itu untuk menggagalkan
maksudnya untuk mendaki puncak gunung yang berbahaya itu, atau
tetapi muda-mudi itu tetap berkeras untuk melanjutkan perjalanan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 96
Para penduduk menambahi cerita-ceritanya dengan adanya
penghuni-penghuni puncak gunuog maupun lereng-lereng yang
banyak terdapat gua-gua yang dalam, katanya disitu kecuali tinggal
banyak pertapa-pertapa sakti ataupun raksasa yang doyan makan
daging manusia. Akan tetapi bagaimana pemuda-pemudi itu dapat
menerima cerita lamunan seperti itu? Mereka bertekad untuk
menemukan seorang guru yang pandai, dan halangan apapun
mereka takkan hiraukan lagi.
Demikianlah, tidak menghiraukan pada nasehat para orang
dusun, kedua muda-mudi itu melanjutkan perjalanan menuju
puncak.
Disekitar gunung Thang-ala-san terdapat banyak puncak yang
menjulang tinggi. Selama mereka pada bagian yang tinggi-tinggi
ini, mereda merasa seakan-akan dunia menjadi sempit, dan berjalan
diantara pohon-pohon besar mereka mendapatkan bayangan
bayangan yang serba menyeramkan.
Sesudah melewati puncak tertinggi, barulah mereka tiba pada
sebidang tanah datar, dimana dari tempat itu bila mereka
memandang kebawah, tampaklah puncak pegunungan yang lain
bagaikan beruang putih yang indah dipandang mata.
?Untunglah kita tidak meladeni segala cerita-cerita kosong
penduduk-perduduk dusun itu?, kata Siu Lian ?Andaikata tidak,
agaknya kita takkan dapat melihat pemandangan yang seindah ini?.
?Tetapi Lian jie?, sahut Sin Hong. ?Daerah pegunungan ini
adalah daerah yang masih asing bagi kita. Tidak mustahil pula,
andaikata cerita para penduduk dusun itu ada juga benarnya. Oleh
karena itu kita tak boleh kurang hati-hati?. Siu Lian membenarkan.
Saat ini, mereka sedang menuruni sebuah lembah, dimana
disekeliling tempat itu terdapat tumbuh-tumbuhan liar yang tumbuh.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 97
Tiba-tiba dari balik sebuah pohon yang besar, tampak me lesat suatu
bayangan besar yang menyambar kearah mereka terdua.
Mereka terperanjat bukan buatan, ketika mendapat kenyataan
bahwa bayangan yang sedang menyambar itu adalah seekor
beruang.
Beruang itu besar sekali, bulu tubuhnya putih seluruhnya
bagaikan salju, hanya moncongnya belaka yang berwarna hitam.
Melihat bentuk dan buasnya binatang itu. kedua muda mudi itu
menjadi sangat cemas.
Akan tetapi Sin Hong, putera Song-to Lie Kie Pok ini, tidak
tinggal diam. Dengan mempergunakan tenaga lweekang yang telah
diperhitungkan, ia melontarkan tubuh Siu Lian kedalam sebuah gua
kecil yang terletak pada jarak beberapa tombak dari tempatnya
berdiri. Sedang ia sendiridengan mempergunakan gerak jurus It Hoo
Cong Thian, maka badannya melesat naik setinggi beberapa tombak
keatas. Ketika tubuhnya masih mengapung diudara, maka dia
menengok kebawah. Dan............ betapa terkejutnya ia demi
menyaksikan dengan nyata bahwa beruang itu tidak berjumlah
hanya seekor, akan tetapi tidak kurang dari tiga puluh ekor.
Kemudian, ketika ia menoleh kearah tempat Siu Lian,
kekagetannya makin menjadi-jadi demi melihat bahwa Siu Lian
tidak berada di tempat itu lagi.
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi ia tidak dapat terlama-lama berpikir. Tubuhnya kini
telah melayang turun. Maka secepatnya ia telah mencabut golok.
Beruang yang pertama tadi, karena tubrukannya luput, tampak
menjadi marah. Ia mengeluarkan suara gerengan yang gemuruh,
berbareng dengan tubuhnya yang menerkam pula dengan cepat.
Kuku-kuku kaki depannya yang berbonggol-bonggol dan runcing
itu mengancam dada sipemuda.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 98
Namun, Sin Hong bergerak lebih cepat. Dengan mudah ia
melompat kekanan menghindari serangan, selanjutnya ia telah
membalas menyerang dengan bacokan goloknya mengincar
punggung binatang itu. Nyata sekali bahwa dalam hal kegesitan dan
kecekatan binatang itu bukanlah lawan Sin Hong si Putera Song-to
Lie Kie Pok. Sebelum binatang itu dapat menghindar, punggungnya
telah putus terbabat golok, hingga binatang itu memperdengarkan
suara pekikan mengguntur, untuk selanjutnya roboh binasa.
Akan tetapi tidak begitu mudah Sin Hong dapat membebaskan
dirinya dari ancaman bahaya, baru saja beruang pertama dapat
roboh dibinasakan, maka berlompatanlah datang, kira-kira 9 ekor
beruang menerjang kearahnya.
Kesembilan beruang itu agaknya luar biasa, mereka seakan
akan mempunyai akal pikiran seperti manusia. Mereka tidak begitu
saja datang lantas menyerang, akan tetapi mereka mengepung Sin
Hong dari segala penjuru sehingga membuat pemuda itu mau tidak
mau jadi kerepotan juga.
Benar juga, dengan ilmu goloknya yang telah mencapai tingkat
tinggi, sekali putar dan tabas, Sin Hong dapat merobohkan beberapa
ekor binatang buas itu. Akan tetapi binatang itu jumlahnya terlalu
banyak. Satu roboh, yang datang menyerbu lebih dari tiga. Roboh
tiga, maka berlompatanlah mereka binatang-binatang itu tak
terbilang banyaknya.
Namun Lie Sin Hong tak mau putus asa. Tentu saja ia tidak
sudi menemui ajal dicabik-cabik oleh binatang buas itu. Ketika
enam ekor beruang menerkam dalam waktu serempak, maka Sin
Hong memutar tubuhnya, goloknya bekerja menuruti jurus pertama
Cap Peh Lo Hoan To. Hebat sekali akibat jurus itu. Mana saja
beruang yang datang terlebih dulu, pasti segera roboh binasa dengan
seketika. Dan dalam sekejap saja, keenam ekor beruang itu telah
tergeletak ditanah tak berkutik.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 99
Demikianlah selanjutnya dengan mempergunakan Cap Peh Lo
Han To jurus demi jurus Sin Hong telah berhasil membunuh setiap
beruang yang datang kepadanya. Hingga hampir seluruh binatang
pegunungan itu habis dibinasakan olehnya, kecuali beberapa ekor
yang kemudian karena takut telah melarikan diri kedalam hutan.
Sedang Sin Hong sendiri, segera teringat akan keselamatan Siu
Lian. Cepat ia berlari ke arah gua kecil dimana tadi ia melemparkan
dara itu. Dikiranya, gadis itu telah menyembunyikan diri kedalam
gua karena takut pada binatang-binatang itu. Maka ia
memanggilnya :
?Lian-jie! Dimanakah kau? Lian jie !?
Diluar dugaannya, begitu ia memasuki gua itu dibuat menjadi
tercekat hatinya cemas dan kuatir. Dirasakannya seluruh tubuhnya
menjadi dingin seperti menyentuh es !
Gua itu tidak kecil ! Sebaliknya bahkan sangat luas serta
berbatu- batu yang banyak berserakan. Sedangkan diri Siu Lian
tidak ditemukan disitu, walaupun bayangannya.
Tergoncang hati Sin Hong. Dalam kebingungannya itu, kaki
dan tangannya jadi gemetar, pandangan matapun berkunang-kunang
berputaran. Untuk beberapa saat pemuda ini tak dapat menguasai
dirinya.
?Lian-jiiiie! Lianjiiieee !? Teriaknya memanggil-manggil
dengan suara gemetar.
?Lian jiiieee !? Akan tetapi tidak terdengar jawaban. Hanya
gema suaranya sendiri saja yang kembali datang membuat suasana
jadi lebih menegangsan.
?Lian jiie !?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 100
Sampai serak Sin Hong memanggil-manggil hasilnya nihil
belaka. Hingga hampir-hampir pemuda itu berputus asa.
Mendadak dalam keputus-asannya itu ia melihat sesuatu yang
menarik perhatiannya. Diantara batu-batu yang berserakan didalam
gua itu, terdapat bekas kaki. Dan ketika Sin Hong meneliti, betapa
terkejutnya ia, ketika ternyata bahwa bekas tapak kaki itu ada dua
macam tapak kaki manusia dan bekas tapak kaki binatang.
Walau bagaimanapun, Sin Hong lantas menyusuri jejak-jejak
itu. Akan tetapi aneh bin ajaib, jejak itu lenyap kira-kira pada
pertengahan gua. Bahkan disitu menunjukkan tanda-tanda telah
terjadi pergumulan. Melihat ini, lemaslah tulang sendi sipemuda.
Bayangan-bayangan nasib yang mengerikan mengenai diri sidara,
terbayang dimatanya.
Kembali sipemuda memanggil-manggil, sambil berlarian kian
kemari memeriksa keadaan seluruh gua tersebut, akan tetapi
hasilnya nihil belaka, Siu Lian tetap lenyap tak ketahuan dimana
jejaknya.
Dalam bingung dan putus asanya ini, Sin Hong lantas
mendapatkan sebuah batu besar, Disitu ia duduk dengan lesu.
Ketika terasa perutnya jadi lapar, maka si pemuda mengisinya
dengan daging-daging kering bekal yang dibawanya dari penduduk
dusun. Lumayan daging kering yang dimakannya tanpa selera itu
dapat pula menghilangkan pengaruh perut yang keroncongan. Akan
tetapi sesudah itu ia berasa ngantuk lalu direbahkan badannya diatas
batu itu.
Namun, bayangan cantik dan sikap yang gagah dari Siu Lian
selalu bermain didepan matanya. Walaupun sipemuda berusaha
memejamkan matanya, akan tetapi sebaliknya dari bisa tidur bahkan
rasa mengantuk itu jadi hilang sama sekali.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 101
Makin berusaha untuk berdiam, hatinya semakin gelisah.
Dalam baringnya, sipemuda membalik kekiri kekanan. mengkurap
atau menelentang, dan kegelisahan itu kiranya semakin
mencengkam hatinya. Akhirnya ia tergolek saja, dengan mata
terpentang lebar, menelentang menatapi langit-langit gua.
Mendadak pada sebuah dinding terlihat olehnya sesuatu yang
menarik hatinya. Segera dihampirinya. benda itu. setelah
dibersihkannya dari debu yang melekat, ternyata benda itu adalah
sebuab lukisan yang indah, berbentuk seekor monyet yang sedang
duduk dengan kakinya yang dilonjorkan kedepan.
Aneh sekali, gerakan monyet dalam lukisan itu seakan-akan
dapat mempengaruhi Sin Hong, mengingatkannya pada sesuatu.
Tanpa disadarinya, Sin Hong telah menirukan gerak binatang dalam
gambar itu. Seketika sipemuda terperanjat. Kiranya gerakan monyet
itu mirip sekali dengan gerakan silat Siauw-lim.
Bahkan ketika ia mengulang-ulangi dan memperdalam gerakan
itu, hasilnya ternyata lebih hebat dari gerakan yang pernah diajarkan
oleh ayahnya sendiri !
Karena girangnya. Sin Hong lantas membuka baju luarnya,
dipergunakannya untuk membersihkan dan menggosok-gosok
lukisan itu yang kiranya ternyata adalah sebuah ukiran.
Lie Sin Hong mempunyai kecerdasan otak yang agak lumayan
juga. Karena ukiran itu didapatkannya hanya sebuah maka dalam
waktu yang tidak lama, segera ia dapat menghafalnya dengan baik,
Setelah puas mengulang-ulangi gerakan menurut petunjuk dalam
lukisan itu, akhirnya ia menjadi bosan. Dan oleh karena itu
timbullah keinginannya untuk mencari ukiran-ukiran yang lain.
Dengan mencoba-coba, ia membersihkan dan menggosok
gosok dinding disebelah ukiran yang pertama tadi. Kegembiraannya
Semakin bertambah-tambah ketika akhirnya ia menemukan ukiranKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 102
yang lain pula, yang berbentuk seekor monyet pula akan tetapi
dalam gerakan yang merupakan sambungan dari pada gerakan
dalam ukiran monyet yang pertama.
Karena penemuan yang kedua inilah maka Sin Hong menduga
pasti banyak ukiran-ukiran semacam itu terdapat disitu. Dengan
segera iapun lantas membersihkan bagian dinding yang lain, yang
ternyata dugaan itu benar belaka. Pada tempat yang lain terdapat
juga lukisan yang serupa akan tetapi yang gerakan monyet itu
merupakan saling hubungan dengan gerak-gerak ukiran satu dengan
yang lain.
Kiranya, memang kepergian Lie Sin Hong menuju tanah barat
ini adalah untuk mencari guru silat yarg pandai. Guru yang pandai
itu belum ditemukannya, akan tetapi ia mendapatkan kenyataan
bahwa ukiran-ukiran sekian banyak itupun merupakan pelajaran
ilmu silat yang aneh dan luar biasa. Demikianlah, maka tanpa pikir
lagi, iapun segera meniru dan melakukan setiap gerakan
menurutkan petunjuk dalam lukisan-lukisan monyet tersebut.
Tak dapat dilukiskan betapa girargnya Sin Hong, ketika
mendapat kenyataan bahwa ilmu pukulan yang diperoleh dari
lukisan-lukisan itu ternyata sangat luar biasa. Setiap gerakan yang
berubah-ubah menyesatkan ternyata banyak sekati cabang
cabangnya yang indah dan aneh, hingga setelah dia merasa yakin
dan menghafal benar setiap jurus itu, ia yakin bahwa gerakan
gerakan itu jauh lebih tinggi daripada Cap Peh Lo Hoan Kun.
Pertama-tama yang terasa olehnya setelah melatih gerakan
gerakan itu ialah tubuhnya terasa semakin enteng.
Begitulah Sin Hong melatih diri dengan tekun hingga tanpa
terasa hari telah berganti. Barulah setelah tubuhnya terasa sangat
letih, Sin Hong lantas istirahat.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 103
Akan tetapi justru saat itulah, ia teringat pada Siu Lian. Sin
Hong jadi terkejut, terus melompat keluar rumah. Matahari telah
naik tinggi, dan Sin Hong berterial-teriak memanggil: ?Siu Lian!
Siu Lian!?
Seperti juga kemarin, maka panggilan Sin Hong tidak mendapat
jawaban, tinggal suara sendiri yang melenyap ditelan oleh luasnya
alam pegunungan.
Akhirnya karena bosan dan hampir putus asa maka Sin Hong
kembali untuk memasuki gua. Hingga akhirnya ia tersadar akan
adanya bahaya mengancam. Dari arah semak-semak sebelah kiri,
tampak melesat sebentuk senjata, berwarna kuning berkilauan. Dan
pada saat yang bersamaan itu pula dari arah sebelah kanan terasa
kesiur angin tajam datang menyambar.
Benar-benar saat itu Sin Hong berada dalam bahaya yang
menjepit. Tak mungkin lagi ia berkelit, sebab sisi kanan kirinya
telah terkurung. Maka dalam gentingnya ancaman itu Sin Hong
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cepat-cepat menotolkan kakinya ketanah, selanjutnya tubuhnya
mengapung keudara. Goloknya telah terpegang ditangan, dan begitu
tubuhnya meluncur turun, diputarnya senjata itu untuk melindungi
diri.
Baru saja sipemuda meletakkan kakinya di tanah, mendadak
lima bayangan manusia telah menerjang tiba. Tiga orang dari
sebelah kiri, sedang dua orang lagi yang menyerang dari sebelah
kanan adalah suami isteri setengah tua yang pernah ditemui di
rumah makan di Shoatang.
Isteri setengah tua itu berkata menbentak : ?Penculik kecil!
Serahkan sumoaiku !?
Sin Hong menangkis serangan suami isteri itu, seraya berseru :Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 104
?Jie wie toako, aku belum pernah berkenalan dengan kalian,
mengapa tanpa sebab menuduhku menculik sumoi mu !?
?Bangsat! Tak ada penjahat mengakui dosa! Awas pedang!?
Dan membarengi bentakannya itu, si wanita telah meluncurkan
pedangnya ke dada Sin Hong.
?Uh, keji !? Sin Kong berteriak seraya memutar golok,
selanjutnya bagaikan berkelebatannya bayangan kilat, maka golok
itu telah bergerak menurut jurus-jurus yang baru dipelajarinya
kemarin.
Dengan seketika kedua suami isteri itu melompat mundur
kebelakang untuk melindungi diri sambil terkejut. Mereka sungguh
tak mengira bahwa pemuda yang baru sebulan yang lalu itu pernah
bergebrak dengan merela kini telah mendapat kemajuan begitu
pesat.
Dalam waktu beberapa gebrakan saja, Sin Hong dapat membuat
suami isteri itu terdesak hebat. Mereka ini memang murid-murid
Ceng Hong Pai, sebagai yang pernah dikatakan oleh Siu Lian. Si
suami bernama Tung han Taihiap Tan Cian Po, pertahanannya telah
kocar-kacir, jalan napasnyapun sudah tak teratur lagi. Begitu pula
dengan isterinya Hoo Siok Eng.
Keduanya telah bermandi keringat, sementara itu hanya dapat
main mundur atau berkelit belaka, sama sekali tidak mampu balas
menyerang.
?Celaka !? Tiba-tiba terdengar wanita itu berteriak kaget,
pedangnya telah terpental, melayang terbang ke udara beberapa
tombak. Pada detik yang bersamaan tampak sinar golok berkelebat,
tahu-tahu si wanita menjerit kesakitan, pergelangan tangannya telah
terluka berdarah.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 105
Untuk menghindarkanserangan susulan, maka si wanita hendak
menotolkan kakinya meloncat pergi, akan tetapi sebelum
maksudnya sampai, segulung sinar golok telah mendahului
mengancam tenggorokannya. Si wanita terkejut bukan buatan,
bahkan ia hampir putus asa. Mendadak sekali, pada saat siwanita
menghadapi mautnya itu terlihat sesosok bayangan tinggi besar
yang menggerakkan tongkatnya menahan gerakan golok.
Kiranya tongkat tersebut dapat bergerak lebih cepat, dan tahu
tahu telah mengancam jalan darah kie-bun-hiat dari Sin Hong.
Melihat serangan yang demikian hebatnya, maka Sin Hong cepat
cepat menarik kembali senjatanya, dipergunakan untuk menangkis
tongkat.
Terdengarlah bunyi beradunya senjata berkelontrangan nyaring
untuk selanjutkan tampak selembar cahaya putih berkilat melayang
keudara. Kiranya itulah golok Sin Hong terlepas dari cekalan.
Rupanya walaupun dalam hal ilmu silat Sin Hong mungkin
sepuluh kali lipat lebih tinggi dari lawannya, akan tetapi dalam hal
tenaga dalam ia masih harus mengakui keunggulan lawan.
Akan tetapi Sin Hong pantang meayerah. Pada saat itu, Tan
Cian Po sedang mengangkat pedangnya menyerang. Sin Hong
berlaku cepat. Dengan tidak menunggu datangnya serangan, Sio
Hong telah melayang cepat kearah sisi kanan Cian Po.
Dengan kelima jari tangan kiri memukul pergelangan tangan,
maka tangan kanannya mengancam muka Cian Po. Andaikata
pertempuran ini terjadi tiga hari yang lalu, agaknya siang-siang Sin
Hong tentu sudah dapat dikalahkan oleh suami isteri itu.
Maka dapatlah dibayangkan betapa hebatnya kemajuan yang
diperoleh itu dengan petunjuk-petunjuk ilmu silat melalui lukisan
lukisan dalam dinding gua itu.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 106
Begitu terkena pukulan, maka pedang Cia Po terlepas dari
cekalan, dan dilain saat senjata itu telah berada di tangan Sin Hong
yang kemudian dipergunakan untuk menyerang dada sipendekar
dari daerah Tungkiam dan Hankiang.
Pada saat yang sangat berbahaya bagi Cian Po ini, tiba-tiba
terdengar suara gerengan yang sangat keras dari orang yang
bersenjatakan tongkat itu. Dia ini adalah orang asing dimana di
kepalanya dia mengenakan ubel-ubel (udeng-udeng), mencelat
memberikan pertolongan kepada Cian Po.
Sementara itu bersamaan dengan tikaman pedangnya ke dada,
Sin Hong melancarkan pukulan tangan kirinya ke perut Cian Po.
Kedua tikaman dan pukulan yang dilancarkan sekaligus itu adalah
jurus kelima belas dan keenam belas pada lukisan gambar monyet
itu yang dipelajari kemarin.
Tetapi sayang sekali, sebelum kedua serangannya ini mengenai
sasaran, Sin Hong merasakan adanya sambaran angin keras yang
mengancam salah satu jalan darah yang dapat membinasakan
dirinya.
Untuk menolong dirinya, tanpa pikir panjang lagi Sin Hong
membatalkan serangan mautnya. Cepat bagaikan kilat ia melompat
kekanan seraya memutar pedang rampasannya, menikam kearah
tenggorokan orang asing yang berhidung bengkung seperti paruh
burung betet itu.
Bukan buatan terkejutnya orang asing itu, melihat kelihaian
sipemuda. Namun kiranya ia telah cukup banyak pengalaman.
Setelah serangannya tersebut gagal, maka disilangkannya
tongkatnya membalik guna menangkis serangan sipemuda yang
hampir mencelakakan jiwanya itu.
Sin Hong sudah dapat merasakan kemahiran tenaga dalam
orang asing itu, maka ia tidak mau membenturkan senjatanya.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 107
Sebaliknya, dengan kelincahannya ia merubah serangannya
mencuat keatas, mengancam kedua biji mata lawan.
Perubahan serangan sangat cepat dan dasyat itu membuat
keempat orang Ceng Hong Pai itu menjadi tak habis pikir. Sebulan
yang lalu Sin Hong belum berhitung lawan yang berbahaya, akan
tetapi sekarang hanya dalam jangka waktu yang tidak panjang,
ternyata pemuda ini telah begitu lihai.
Tidak mustahil apabila pemuda itu telah berjumpa dengan
seorang cianpwe yang sakti, begitulah pikir mereka. Tetapi,
walaupun bagaimana, orang asing itu memang dalam hal
pemgalaman yang diperolehnya dari pertarungan-pertarungan besar
maupun kecil yang pernah dilakukannya.
Demikianlah, dengan cepat sekali tongkatnya disabetkan dari
atas kebawah, sehingga dengan demikian ia dapat mengunci
gerakan pedang Sin Hong yang segan melakukan benturan tenaga.
Setiap serangan Sin Hong dapat dipunahkan bahkan tongkat
orang asing itu dapat bergerak demikian rupa, hingga apabila Sin
Hong hanya mengandalkan jurus-jurus yang baru diperolehnya
kemarin itu, punggungnya akan terancam bahaya.
Sedang orang asing itu bergembira melihat dirinya akan segera
memperoleh kemenangan, sekonyong-konyong sinar pedang Sin
Hong telah berubah menjadi segulung sinar yaag melindungi
tubuhnya dengan ketat.
Itulah ilmu golok Cap Peh Loh Hoan To yang saat itu telah
digabung dengan gerakan-gerakan ilmu silat yang diperolehnya dari
lukisan-lukisan itu. Sungguh hebat, dalam sekejap saja, tubuh
sipemuda seakan telah dipagari tembok sinar pedang yang sangat
rapat.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 108
Orang asing berhidung benikung itu tersentak mundur dengan
kaget. Sungguh tak menduga bahwa sipemuda dapat merubah
gerakannya demikian hebatnya. Dan menyerang hingga membela
diri! Demikianlah, serangan orang asing itu menjadi gagal, hingga
ia menjadi penasaran dan gusar.
Dalam gusarnya itu, orang asing ini menggerakan tongkatnya
dengan sekuat tenaga, menyapu kearah lawan. Sekali tongkatnya
menyapu maka dua belas jalan darah Sin Hong terancam bahaya.
Untuk serangannya yang terakhir ini, si orang asing telah
menggunakan pengerahan tenaga lwekangnya, sebab ia tahu bahwa
kelemahan adalah dalam hal tenaga dalam. Dengan sangat cepatnya
dan seakan tak dapat ditabas, serangan itu meluncur terus
menghantam dua belas jalan darah maut sipemuda.
Belum sempat Sin Hong mengeluarkan jurus-jurus
gabungannya yang lain, maka serangan orang asing itu telah datang
tak mungkin diegosi lagi. Sin Hong mengambil keputusan nekad.
Keadaan sudah tak mungkin dapat dihindari maka ia memutar
tubuhnya cepat-cepat dengan maksud menerima pukulan tongkat itu
dengan punggungnya !
Akan tetapi rupanya ajal belum waktunya menghinggapi tubuh
sipemuda. Pada detik keselamatan jiwa Sin Hong hanya tergantung
pada seutas rambut, mendadak terdengar suatu teriakan yang sangat
keras, yang menggetarkan semua benda yang kedapatan disitu.
Tidak terkecuali, orang yang berada disitu merasa badannya tergetar
hebat, termasuk Sin Hong maupun orang asing itu.
Hanya untung bagi Sin Hong, ia dapat bergerak sangat cepat, ia
menetapkan hati, meloncat kesamping sambil menyontekkan
pedangnya, hingga dapat merobek lengan baju orang asing itu.
?Bocah dari mana kau, ha?? Bentak orang asing itu dengan
kaget dan gusarnya. Apabila memperhatikan nada suara dan caraKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan
Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 109
berpakaiannya, agaknya dia ini orang Turki adanya, yaitu suatu
bangsa yang menghuni jazirah barat dari benua Asia ini,
Sin Hong belum sempat menyahut, tetapi telah terdengar suara
tawa yang aneh dari puncak pohon.
?Tua bangka Karra Gamalye, tak tahu malu mengerubuti
seorang bocah ingusan.? Demikianlah suara aneh itu menegur.
?Tiga tua bangka dan dua anjing kecil mengeroyok seorang bocah
hahaha.......?
Lie Sin Hong dan kelima orang lainnya, tidak terkecuali Karra
Gamalye orang Turki itu semuanya memandang keatas dengan
terkejut. Segeralah mereka melibat seseorang yang berjenggot
panjang sedang duduk bersila dipuncak yang sangat tinggi.
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Badan orang itu kate, sehingga jenggotnya yang panjang itu
melebihi panjang badannya. Tidak berapa jauh dari tempat kate
berjenggot ini, tampak pula duduk lima orang yang lain, yang
sikapnya juga tampak aneh-aneh.
Agaknya keenam orang aneh itu telah sejak tadi hadir ditempat
itu, hingga mereka dapat melihat pertarungan dibawah tadi.
Menggetarnya sekalian benda-benda, dan melesetnya serangan
Karra Gamalye si orang Turki itu, adalah akibat teriakan si orang
kate berjenggot. Mengingat gagalnya serangan tadi, maka si orang
Turki jadi sangat murka, dadanya seakan meledak saking marahnya.
Pendekar Naga Putih 70 Gendruwo Rimba Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Membuat Kapal Selam Klub Ilmuwan Edan
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama