Ceritasilat Novel Online

Ilmu Angin Sakti 5

Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung Bagian 5

Saat nanti toako tak perlul menaruh kasihan pada mereka, segeralah

turun tangan. Giam Lo Ong akan memberikan pahala besar jika

dapat membunuh kedua iblis itu !

Dalam bicara itu, Hwat Kong masih dapat berkelakar,

sedangkan keadaan begitu berbahaya, sehingga setidaknya

menimbulkan kekaguman Sin Hong makin membesar tapi juga

khawatir.

?Musuh itu demikian lihainya, apakah tidak lebih baik jika kita

menghajar mereka secara langsung?? kata Sin Hong yang masih

merasa sangsi akan keselamatan temannya.

?Aku akan membokong mereka. Kukira tidak ada cara yang

lebih baik dari ini!? sahut Hwat Kong dengan suara mantap, sambil

mengangkat tutup peti. ?Tutuplah lembaran batu ini seperti semula,

hanya berikan sedikit lubang untuk bernafas!?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 218

Sin Hong segera melakukan permintaan temannya itu,

walaupun dalam hatinya ia merasa amat sangsi akan keselamatan

temannya yang terlalu nekat itu.

Perlahan-lahan dan dengan hati tergoncang, Sin Hong menutup

peti mati itu dan menimbunnya sedikit dengan tanah berumput.

Dalam menyaksikan kerelaan sang kawan yang demikian bencinya

memusuhi kejahatan, sesuai dengan perasaan sendiri, maka

timbullah tekad dalam hatinya untuk dengan jalan bagaimanapun

harus dapat menyelamatkan dia dari bahaya.

Tiba-tiba terdengar suara pasir dan injakan kaki yang sangat

samar, Siin Hong semakin tegang. Suara langkab kaki yang

demikian, menandakah babwa orang memiliki tenaga dalam yang

telah tinggi. Diam-diam ia merasa sayang bahwa orang yang

demikian ternyata tetah menyala-gunakan ilmunya.

Sebentar saja suara itu terdengar semakin jelas. Dan benar saja

tidak jauh dari tempatnya bersembunyi di bawah sinarnya rembulan

yang gemilang tampak sesosok bayangan hitam yang bergerak

dengan pesat diatas tanah pasir.

Sesaat kemulian bend: bi:am itu telah datang mendekat. Maka

nyatalah babwa mereka adalah dua orang yang berjalan dengan

saling merapatkan badan satu sama lain, bergerak-gerak sangat

cepat seakan terbaag belaka.

Apabila sebentar kemudian tindakan kaki mereka tidak

menerbitkan pula, disalah satu bukit tempat berdiri dua buah

bayangan, berdiri diarn. Dilihat dari kepalanya, yang seorang

mengenakan topi kulit adalah seorang pria yang agakaya berasal

dari Tibet, hingga Sin Hong jadi heran karena bukankah katannya

kedua iblis itu adalah orang-orang India? Apikah mungtin salah satuKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 219

dari mereka itu memang orang Tibet yang kemudian mengambil

kebangsaan india?.

Yang kedua tidak mengenakan penutup kepala, sehingga

kelihatan rambutnya awut-awutan yang sebagian diatas dahinya

dikonde. Diapun lelaki juga berdiri membelakangi Sin Hong.

?Pastilah mereka itu Ang Oei Mokko? pikir Sin Hong.

?Sekarang ingin aku menyaksikan bagaimana mereka melatih diri

dan apakah yang dilakukan Hwat Kong.?

Salah seorang dari bayangan itu segera berjalan mengitari yang

seorang lainnya. Terdengar jelas tulang-tulang berkelebatan dan

semakin cepat ia berputaran maka suara itu makin jelas terdengar.

Lie Sian Hong yang telah mempelajari ilmu Iwekang tingkat

tinggi, masih heran juga melihat cara orang berlatih yang demikian.

?Tidak salah, memang tenaga mereka begitu hebat. Pantaslah

Hwat Kong mengujiku dengan cara yang keterlaluan tadi? pikir Sin

Hong. Dan rasa kagumnya terhadap temannya yang berpandangan

luas itu makin terasa.

Orang itu menggerak-gerakkan tangannya, dipanjang
pendekkan dan memperdengarkan suara berkeretekan sekali-sekali.

Rambutnya berkibar-kibar sangat menyeramkan. Hingga tiba-tiba

orang itu mengangkat tangannya tinggi-tinggi, menyusul kemudian

sebelah tangannya yang lain menyerang dada temannya. Bukan

main, Sin Hong keheranan melihat kelakuan orang itu.

Dapatkah orang yang menjadi saudaranya itu bertahan dari

serangan? Tanya Sin Hong dalam hatinya.

Selagi demikian orang tersebut kembali sudah menyerang pula.

Kali ini ia menyerang ke seluruh bagian kepala, setiap serangannya

bertambah cepat dan hebat. Akhirnya orang yang menjadi

saudaranya itu mirip orang yang telah mati. Tubuhnya tidakKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 220

bergerak, bergeming ataupun bersuara. Tepat pukulan yang ke lima,

iblis itu melompat mencelat, berjumpalitan. Dengan kaki diatas dan

kepala dibawah, menyambar muka saudaranya yang bagai orang

mati itu dengan kelima jarinya mencengkram, hingga dilain saat

muka itu telah copot, tepat seperti apa yang pernah didengar oleh

Sin Hong dari penuturan pembantu rumah keluarga Oei.

Hampir-hampir Sin Hong menjerit karena bergidik dan ngeri.

Walaupun ia sudah terhitung pemuda gemblengan, akan tetapi

kejadian mengerikan itu baru pertama kalinya ia menyaksikan

dengan mata dan kepalanya sendiri, betapa seorang manusia

bertindak begitu keji terhadap sesamanya.

Sebaliknya si iblis tertawa panjang, suaranya berkumandang.

Lalu kelima jarinya ditarik keluar, berlumuran darah dan otak

manusia. Sambil mengawasi tangannya yang demikian itu ia

tertawa-tawa. Tiba-tiba saja ia menoleh ke arah Sin Hong

bersembunyi, hingga pemuda ini dapat melihat muka iblis itu.

Sebuah wajah yang tidak mirip muka manusia, tetapi setengah

hantu, merah menyala seperti bara. Melihat wajah itu, maka Sin

Hong tahu kalau iblis itu seorang kakek berusia sekitar enam puluh

tahun yang bernama Ang Mokko atau si hantu merah.

Yang lebih mengerikan yaitu iblis itu memperdengarkan suara

mengakak, akan tetapi mukanya tidak melukiskan kalau ia sedang

tertawa, malah cemberut mengerikan.

Sekarang Sin Hong baru sadar bahwa orang yang telah menjadi

ikorban iblis itu tentu bukanlah

Ang Mokko, akan tetapi adalah orang lain yang sengaja hendak

dijadikan korban latihan belaka.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 221

Sehabis tertawa Ang Mokko membuka seluruh pakaian

korbannya. Selanjutnya tubuh si korban yang telanjang itu

digolekkan diatas tanah. Sedangkan si iblis sambil merangkapkan

kedua tangannya berjingkrak-jingkrak memutari.

Dikala berlompatan itu, dengkulnya tampak tidak menekuk,

juga badannya tidak dibungkukkan. Ia melompat tinggi-tinggi

dengan tubuh lurus dan kaku.

Mendadak sambil berlompatan dan memekik-mekik si iblis

telah menukik dan melayang ke arah peti mati dimana didalamnya

Hwat Kong terbaring.

Menyaksikan hal ini, walaupun Sin Hong sudah menduga hal

itu bakal terjadi. Akan tetapi hati si pemuda bukan main terkejut

dan cemasnya. Segera ia mencabut pedangnya. Begitu Hong

Pokiam terhunus maka sinarnya yang kemilau berkilat diudara. Dan

pantulan cahaya terang itu telah terlihat olehAng Mokko,

menyadarkan iblis itu bahwa ada orang lain yang telah menyaksikan

dia berlatih diri. Iapun berpaling cepat ke arah asal timbulnya

cahaya berkilat itu.

?Sia,? baru sampai disitu si iblis membentak, mendadak

terdengar suara tutup peti mati menjeblak, disusul munculnya

bayangan yang berkelebat meluncur ke arah kedua matanya.

Itulah pedang Hwat Kong yang sejak tadi mengintai melalui

lubang kecil, mengamat-amati perbuatan si iblis. Dan begitu melihat

sasarannya tiba untuk bertindak, dengan menggunakan kedua

kakinya menendang tutup peti, ia meloncat keluar seraya dengan

pedangnya langsung diluncurkan ke arah bagian yang lemah tubuh

si iblis yaitu sepasang matanya.

Sebenarnya jika bukan karena tidak sengaja Sin Hong

menghunus Hong Pokiam belum tentu Hwat Kong sempat

melancarkan pembokongan yang diduga akan membawa hasil.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 222

Dalam seketika itu, hati pemuda tampan itu telah bersorak

kegirangan.

Namun yang kini hendak dijadikan pembokongan itu adalah

Ang Mokko, seorang jago nomoor satu, yang tiga puluh tahun lalu

disaat kedua pemuda itu dilahirkan telah malang melintang

dikalangan kangouw dan mengalami tidak sedikit pertempuran

besar maupun kecil.

Demikianlah, walaupun terkejut bukan main, akan tetapi iblis

itu masih sempat menguasai diri. Dengan mengelakkan muka

sedikit, maka ia telah menggerakkan tangan kanannya dengan

kelima jarinya terkembang seperti kipas menyambut datangnya

serangan.

Hebat sekall akibat bentrokan senjata tajam dan jari tangan si

iblis itu. Pletak... ! terdengar suara benda patah. Kiranya pedang

Hwat Kong telah patah tiga dengan pemegangnya sendiri jatuh

terbanting keras sekali.

Benar-benar diluar dugaan bahwa iblis itu masih mampu

mematahkan serangan bahkan sekaligus iapun melancarkan

serangan balasan yang sangat berbahaya. Dalam gusarnya karena

dibokong, maka cepat luar biasa sebelum Hwat Kong sempat

bangkit berdiri ia telah membuat lingkaran dengan tangannya dan

tubuhnya memutar maju, selanjutnya batok kepala Hwat Kong

hendak dicengktramnya. Ilmu cabut nyawa dengan kelima jari iblis

itu dilancarkan dan sesaat saja terlambat, nyawa pemuda itu akan

melayang.

Tetapi rupanya belum saatnya Hwat Kong menemui ajalnya.

Sebelum tangan iblis itu mengenai sasarannya, telah meluncur

angin dingin menyambar ke arah punggung si iblis.

Si iblis insyaf bahwa angin tajam itu adalah angin serangan

bukan dari senjata sembarangan, maka ia tak berani menerimaKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 223

dengan telapak tangannya. Tetapi dengan tangan, akan tetapi cepat

sekali tangannya yang telah diulurkan kedepan ditarik kembali dan

secepat kilat ia berjungkir balik sambil menarik senjatanya yang

berwujud sepasang tongkat batu kumala hitam yang disebut Hek

Giok Thung. Dengan mengangkat tongkatnya itu, maka si iblis telah

menangkis serangan pedang yang sedang meluncur datang.

Benterokan senjatapun terjadi menimbulkan suara yang nyaring.

Kiranya tongkat kumala itupun senjata mustika pula. Sama

sekali terhajar oleh Hong Pokiam tidak sedikitpun mendapat

kerusakan. Bahkan kini kedua senjata itu saling menempel karena

masing-masing tidak menarik kembali serangannya, melainkan

mereka saling menekan dengan mengerahkan tenaga dalamnya.
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kedua belah pihak berdiri tegak dengan kuda-kuda mereka.

Keduanya mengempos segenap tenaga untuk mengerahkan tenaga

masing-masing. Dan dalam hal ini tampak nyata perlahan-lahan

tetapi pasti Sin Hong berhasil menggempur pertahanan kuda-kuda

lawannya sampai-sampai iblis itu jidatnya berkeringat berbutir
butir.

Sementara itu Hwat Kong yang saat itu telah menyingkir,

menjadi tegang dengan sendirinya ketika menyaksikan adu tenaga

dan kekuatan itu. walaupun ia melihat Sin Hong berada diatas

angin, akan tetapi khawatir juga, mengingat lawannya adalah Ang

Mokko raja iblis yang terkenal sangat keji dan banyak akal liciknya.

Tak lama kemudian terdengar seruan Ang Mokko, tubuhnya

tampak meloncat mundur karena terkejut. Bukan alang kepalang

rasa terkejutnya ketika ia merasakan betapa lihainya si pemuda yang

semula dia pandang rendah.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 224

Dipihak lain, Lie Sin Hongtetap berdiri di tempatnya semula,

sama sekali tidak berkisar sedikitpun. Ketika ia hendak merangsek

maju, maka Hwat Kong memperdengarkan suara mengejek.

?Ang Mokko! Kiranya kau hanya seekor keledai jompo

Hahahaha! namun kosong belaka. Sekali bergebrak sudah

roboh ditangan seorang pemuda! Hahahaha!.

Kata-kata ejekan itu belum juga habis, maka Ang Mokko

dengan gusarnya membentak nyaring.

?Bocah cilik mau mampus! Siapa bilang aku kalah? Tunggu

kubereskan temanmu, baru tiba giliranmu merasakan kelihaian

tanganku!?

Habis berkata iblis itupun menyerang maju, tongkat kumalanya

menyambar ke arah kepalanya Sin Hong.

Menghadapi serangan lawan, Sin Hong menggeserkan kakinya

kesamping setindak. Sambil mundur, diangkatnya pedang ditangan.

Dengan demikian maka ia telah balas menebas lengan lawan.

Ang Mokko sangat gesit, buru-buru ditariknya kembali

tangannya. Dan pada gebrakan pendahuluan, mereka sama-sama

lihai.

Sin Hong mengetahui bahwa lawan sangat lihai. Maka ia tak

mau membuang-buang waktu. Segera dimainkannya ilmu

pedangnya dari ilmu pedang Sin Hong Kiam Hoat. Satu jurus,

?Daun bambu dipermainkan angin? adalah salah satu cabang dari

Sin Hong Kiam Hoat yang hebat dan lihai. Seperti daun-daun yang

lemas dan tipis pedang Sin Hong bergetar menari kian kemari dan

nyata sekali berhasil mendesak si iblis.

Ang Mokko lebih-lebih terkejut. Kemana saja tongkat

kumalanya hendak digerakkan, seakan-akan membentur kepungan

sinar pedang yang sangat rapat dan tak mungkin ditembusnya.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 225

Tidak pernah disangkanya bahwa di daerah barat ini terdapat

seorang jago muda yang memiliki keahlian ilmu pedang yang dapat

mengungguli dia. Menurut pantasnya, Sin Hong adalah seorang

pemuda yang baru turun gunung dan berhadapan dengan pentolan

seperti Ang Mokko, jangankan mendesak, bertahanpun hanya

paling lama satu sampai dua jurus. Tetapi ini sungguh luar biasa dan

Ang Mokko berubah jadi makin penasaran.

Satu kali ketika tongkat Ang Mokko hampir saja berhasil

mengemplang pundak Sin Hong, tahu-tahu pemuda itu telah

mengelak kesamping dan pedangnya membabat lengan orang yang

tentu membuat lawannya kalang kabut menghindari. Lekas-lekas

Ang Mokko menarik kembali serangannya hingga karena itu

tenaganya banyak berkurang. Dan apabila tongkatnya kena terhajar

pedang sipemuda, senjata itu terpental dan somplak sedikit. Tongkat

kumala jatuh berkerontangan. Si iblis semakin kalap.

Ang Mokko menggerung keras, mengitari tubuh Sin Hong

dengan mata berkilat-kilat menyala. Tangan kanannya membuat

sebuah lingkaran, sedangkan tangan kiri dihadapkan kemuka siap

untuk bekerja. Itulah jurus lima jari pencabut nyawa. Melihat hal

demikian, maka Hwat Kong berseru memperingatkan Sin Hong.

Baru saja Hwat Kong berteriak, sekonyong-konyong Ang

Mokko mengeluarkan teriakan pula, tangan kirinya terjulur ke muka

cepat sekali. Dengan kuku-kukunya yang tajam muncul keluar

mengerikan sekali.

Hwat Kong menduga bahwa Sin Hong akan menghadapi

bahaya besar. Akan tetapi kiranya tidaklah demikian yang

sebenarnya terjadi. Ang Mokko menjerit bukannya mengancam

jiwa lawannya, akan tetapi sebaiknya saat itu justeru ujung pedang

sinhong sedang mengancam tenggorokan si iblis. Ang Mokko

kehabisan akal untuk menghindarinya, maka ia hanya memeramkan

matanya sambil membuka mulutnya lebar-lebar, sementara dariKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 226

mulut itu terdengar suara melengking yang menggelegar hebat

berkumandang sangat jauh.

?Celaka, dia memanggil kawannya? teriak Hwat Kong

memperingatkan kawannya, ?Cepat bereskan dia!?

Dan pada detik itu pula, ujung pedang Sin Hong telah

membeset kedua mata si iblis hingga darah membanjir keluar

bersamaan dengan suara melolong kesakitan. Melihat si iblis telah

terluka, segera Hwat Kong bertindak cepat. Ia melompat ke depan

menubruk dengan papan batu penutup peti ditangannya

dihantamkan ke batok kepala si iblis.

Ang Mokko telah buta sekarang, iapun tidak pernah

meyakinkan ilmu membedakan suara, akan tetapi pendengarannya

sangat tajam. Sambaran angin papan batu dan tusukan pedang yang

meluncur ke arahnya menerbitkan angin dan terasa olehnya. Maka

itu ia segera berkelit dengan cepat. Ia dapat mengeos serangan

pedang, akan tetapi tidak dapat lolos dari hantaman paan batu yang

menyerang dari arah belakang. Maka tak ampun lagi punggungnya

kena digempur papan batu. Iblis itu berguling-guling kesakitan.

Walaupun dia adalah seorang yang mahir tenaga iweekang dari

India, akan tetapi karena matanya telah rusak, maka pukulan yang

mengenai punggung itu terasa seakan-akan hampir mencopot

nyawanya.

Setelah berhasil pada serangan itu, Hwat Kong agaknya tidak

puas sampai disitu saja. Begitu dalam dendamnya terhadap Ang

Mokko, iblis yang telah membunuh guru-gurunya. Dan hari ini

agaknya ia hendak membalaskan sakit hati gurunya langsung

melancarkan serangan yang kedua.

Tetapi Ang Mokko belum mati. Dan ketangguhannya memang

luar biasa. Serangan yang kedua itu telah diduganya dan ia telah

mendahului dengan tangannya mencengkram.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 227

?Pengecut, siapa ini!? teriak iblis itu penasaran sekali. Terlihat

diwajahnya bahwa ia lebih suka mati di tangan Sin Hong daripada

binasa oleh orang yang menyerang secara menggelap yang ia tahu

memiliki kepandaian jauh lebih rendah daripadanya. ?Cepat katakan

supaya kalau tuan besarmu mati, dapat mati meram!?

Hwat Kong tertawa dingin,

?Masik kenalkah kau pada Pek Sin Coa Lie Cu Cong??

sahutnya.

Ang Mokko terkejut sejenak, setelah itu ia tertawa panjang.

?Hai bocah ingusan! Kiranya kau murid-murid orang tak

berguna itu!? kata Ang Mokko memandang rendah. ?Kau hendak

menuntut balas untuk kekalahan manusia-manusia tak becus itu? ha

ha ha ha.?

?Tidak salah. Kau harus mampus malam ini juga!? Kwat Kong

mencaci maki karena gurunya dihina.

Namun pada saat itu juga, hampir bersamaan dengan habisnya

kata-kata Hwat Kong, dari kejauhan terdengar suara pekikan yang

melengking-lengking. Pekikan itu membuat Hwat Kong gugup dan

terkejut. Ia tahu bahwa seorang saudara Ang Mokko telah datang.

Oei Mokko atau si iblis muka kuning memiliki kepandaian yang

jauh lebih tinggi daripada Ang Mokko. Dan menyusuk lemudian

terdengar pula lengkingan yang makin keras, berarti iblis muka

kuning itu telah semakin mendekat.

Bertambah-tambah terkejutnya Hwat Kong. ?Ah, bukan main

cepatnya larinya iblis itu!? katanya mengeluh seranya berpaling ke

arah Sin Hong, seakan hendak memperingatkan kepada kawannya

bahwa bahaya lebih besar sedang mendatangi.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 228

Tetapi Sin Hong hanya berdiri diam. Pemuda ini berjiwa

pendekar, walaupun lawannya adalah seorang iblis, akan tetapi ia

tak suka membunuh orang yang sudah tak berdaya.

Ang Mokko sendiri juga sudah tidak mau melakukan serangan.

Ia berdiri diam kaku sambil menanti bantuan saudaranya yang akan

membunuh kedua musuhnya ini. waktu yang tidak seberapa itu

dipergunakan untuk mengatur pernafasan, mengatur tenaga

dalamnya yang buyar sejak matanya terluka hebat.

Oei Mokko telah berkelebat tampak di kaki bukit. Dan suasana

pertarungan yang tadi gaduh, kini menjadi sunyi. Hwat Kong pun

tampak terpengaruh oleh suara pekikan si iblis muka kuning yang

berlari pesat sambil terus memekik.

****

Untuk sementara waktu pertempuran antara Sin Hong melawan

si iblis Oei Mokko kita tunda dahulu. Marilah kita sekarang

menengok Ang Siu Lian yang selama ini kita tinggalkan dan diduga

telah menemui ajalnya menjadi santapan beruang.

Ketika itu, seperti kita mengetahui, demi keselamatan Siu Lian,

Sin Hong telah melemparkannya ke sebuah mulut guha.

Nanaun kerika terjatuh ia merasa seperti ada yang

menyarnbutnya, Ia merasakan tangan yang memeluk tubuhnya

berbulu kasar, dan dari mulutnya tak henti-hentinya mendengus

suara yang berbau busuk. Dan betapa terkejutnya Siu Lian ketika ia

menengok ternyarta yang memeluk di rinya adalah seekor beruang.

Hampir saja gadis itu pingsan seketika. Ia meronta sekuatnya sambil

menjerit-jerit. tetapi apa dayanya, dia hanyalah seorang gadis dalamKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 229

pelukan seekor biruang yang memiliki tenaga sepuluh kali tipat dari

tenaga laki-laki. Akhirrya kehabisan tenaga dan jatuh pingsan.

Tidak tahu ia berapa lama tak sadarkan diri. Ketika terjaga

dilihatnya hari telah malam disekelilingnya terdapat banyak sekali

pepobonan dan batu-batu kecil yang berserakan tidak teratur

letakanya. Dengan pertolongan sinar rembulan Siu Lian melihat

bahwa bajunya penub bernoda-noda darah. Dan melihat itu, maka

terasa tubuhnya sakit-sakit. Ruparya karena gadis itu meronta-ronta

tadi maka beruang memangnya binatang hutan mempererat

pelukannya dengan cakar, sehingga menimbulkan banyak luka-luka

sigadis.
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siu Lian mencoba untuk bangun berdiri.

Tetapi ia menjadi sangat terkejut ketika dirasakan seluruh

tubuhnya menjadi lemas tak bertenaga. Keterkejutannya makin

menghebat, demi ketika ia memandang ke muka, dan terlihat

olehnya sesuatu yang membuatnya hampir pingsan kembali.

Pada jarak dua puluh tindak didepannya terlihat oehnya dua

ekor beruang lain warna, seekor berwarna hitam dan yang seekor

putih sedang bergumul bertarung dengan hebat.

Ketika tadi beruang hitam sedang melarikan si gadis dan

melintas tempat ini, maka tiba-tiba didepannya menghadang

beruang lain yang seluruh tubuhnya berwarna putih seperti kapas.

Beruang ini hendak merampas Siu Lian dari pelukan si beruang

hitam sehingga akhirnya terjadilah pertarungan seru diantara

mereka.

Mereka hampir sama kuatnya. Bergantian saling banting,

terkam dan dorong. Suatu saat ketika si hitam lengah maka si putih

langsung menangkap dan membantingnya dengan keras ke atas

tanah. Beruang hitam memekik kesakitan. Sambil meraung murka,

beruang itu melompat berdiri untuk siap siaga. Akan tetapi sayang,Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 230

lawannya sama sekalii tidak memberi kesempatan kepadanya. Ia

telah menubruk maju sambil mementang mulutnya yang lebar.

Beruang itu menjadi nekat, dan dilain saat telah mengigit

pundak lawannya. Keras sekali kedua binatang itu saling menggigit

tidak mau melepaskannya. Sampai hari telah menjadi malam

mereka masih juga gantian gigit menggigit, saling cakar dan saling

tindih, hingga akhirnya karena kehabisan tenaga dan darahnya,

maka keduanya berkelonjoton beberapa saat kemudian selanjutnya

diam tidak berkutik sama sekali. Mereka telah binasa.

Setelah mengetahui kedua beruang itu telah mati, maka dengan

menguatkan hati dan tenaganya, Siau Lian berusaha untuk cepat
cepat melarikan diri mencari selamat. Ia sangat khawatir kalau
kalau didaerah gunung Thiansan ini banyak berusang yang lainnya.

Selangkah demi selangkah Siu Lian menjauhi tempat kejadian

tadi. Hatinya sedih memikirkan nasibnya, juga ngeri

membayangkan bahaya yang mungkin bisa menimpa dirinya.

Mengapa dirinya selalu terlibat dalam kedukaan-kedukaan dan

mengapa nasib harus demikian terjadi atas dirinya. Demikian ia

bertanya pada diri sendiri.

Sejak ia baru bisa bercakap-cakap, ibunya telah

meninggalkannya. Dan ketika ia sedang menginjak remaja, ayahnya

terbunuh olehnya sendiri. Akhirnya kini ia harus terpisah dari

pemuda yang benar-benar telah membuatnya jatuh cinta, Lie Sin

Hong.

Dengan seluruh tubuh cerasa sakit, lapar dan dahaga, Siu Lian

melanjutkan perjalanan tanpa tujuan tertentu. Paginya tibalah ia

pada suatu tempat dimana dihadapannya melintang sebuah sungai.

Dengan hati gembira si gadis lantas melepaskan dahaga, meneguk

air kali sepuas-puasnya. Kenyang nainum, maka tubuhnya terasa

agak segar, dan tanpa disadari akhirnya ia tertidur.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 231

Tidak lama ia tertidur, ketika matahari naik, ia telah terjaga.

karena perutnya yang minta diisi, Sin Lian merjadi bingung, ketika

disadarinya bahwa ia telah membekal senjata lagi, sedangkan

perutnya semakin didiamkan semakin perih.

Mendadak ia teringat sesuatu segera ia menceburkan diri

kedalam sungai, dan beberapa saat kemudian ia telah berhasil

menangkap dua, ekor ikan.

Samba memanggang ikan menunggu masak. pikiran sigadis

terbayang selalu pada Sin Hong, Teringat pengalarnannya mandi

disungai bersarna pemuda itu di Le pien.

Mengingat ini. maka ia bertekad setelah mengisi perutnya ia

akan menjelajahi seluruh lereng gunung Thiansan untuk mencari

Sin Hong.

Ikan panggang telah matang, kulit sisiknya mengelupas, bau

gurih menebar membuat perut si gadis semakin keruyukan.

Menghadapi daging ikan yang berminyak dan wangi itu, Siu Lian

lalu mengambilnya untuk dimakan.

?Gurih. Untukku seekor!?

Tiba-tiba batu saja Siu Lian hendak melahap ikan matang itu,

terdengar suara menegur. Ia terkejut. Tadi sebelum ia memanggang

ikan, tidak seorangpun berada di tempat itu. tapi kini ada orang

muncul begini mendadak tanpa kedengaran suaranya mendekati,

pertanda bukanlah orang sembarangan.

Siu Lian belum sempat menoleh, orang menegur minta ikan itu

telah muncul di hadapan si gadis, bahkan kini telah mengambil

tempat duduk dengan sikap yang tenang.

Orang yang baru datang ini adalah seorang lelaki berusia

pertengahan. Pakaiannya sebagaimana orang-orang yang biasa

tinggal disebuah pulau. Pada beberapa bagian terdapat tambalanKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 232

yang nampaknya sengaja dijahit kecil-kecil. Tangannya memegang

sebatang tongkat yang bentuknya seperti rotan, akan tetapi agak

sedikit lebih besar dari rotan biasa. Dipunggungnya menggembong

sebatang pedang. Sedangkan wajahnya wajar saja, sejak muncul

hingga sekarang duduk, matanya tak pernah lepas dari ikan-ikan

yang mengepulkan asap gurih.

Belum juga Siu Lian memberikan jawaban, apakah ia suka

memberikan seekor ikannya atau tidak, orang pulau itu telah

mengeluarkan sebuah hiolo. Begitu tutupnya dibuka maka menebar

bau arak yang harum. Dia minum dari hiolo itu beberapa teguk, lalu

diangsurkannya ke arah si gadis.

?Biasa minum arak?? tanyanya.

Sebenarnya sikap orang itu tidak menyenangkan dihati Siu

Lian. Tetapi ia cukup waspada dan cerdik. Melihat orang yang kasar

tapi aneh itu, si gadis tak mau sembarangan bertindak. Maka ia

hanya menilak tawaran itu, dengan cara yang halus.

Dan pada saat itu matanya yang awas, dapat melihat kedua

telapak tangan orang pulau itu yang sedang memegangi hiolo.

Telapak tangan itu hingga sebatas pergelangan berwarna kuning!

Siu Lian teringat akan kata-kata mendiang ayahnya prihal seorang

pendekar dari golongan hitam yang akhli dalam hal Iwekang

penghuni pulau Tho Liuto.

Siu Lian tertawa dalam hatinya, ketika melihat tingkah orang

pulau itu yang tampaknya sangat mengiler melihat pada ikan

panggang itu. hidung laki-laki itu kembang kempis, dan mulutnya

komat-kamit menelan-nelan. Tetapi si gadis takk ada maksudnya

mempermainkan orang yang baru muncul itu, maka ia segera

memberikan seekor ikan kepadanya.

Begitu diulurkan, begitu lantas disambar dan dimakan dengan

lahap. Sambil mengunyah tak henti-hentinya mulutnya mengoceh.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 233

?Lezat lezat sekali! Enak! Gurih! Hmmm! Dan tak lama

antaranya, mulutnya menyemburkan tulang-tulang ikan, pertanda

bagiannya telah habis.

?Aku adalah seorang penghuni sebuah pulau. Makan ikan

bagiku merupakan hal yang terlalu biasa. Tetapi ikan ini gurih

sekali, hmmm.? katanya pula.

Siu Lian tertawa. Tak tega melihat orang yang demikian

nafsunya makan ikan. Maka si gadis lantas memberikan bagian ekor

ikan bagiannya.

Buntut bertulang itupun tidak ditolak, langsung disambar dan

dikunyah, bersemangat seperti orang makan dada ayam. Setelah

habis semuanya barulah orang itu menepuk-nepuk perutnya seperti

orang kekenyangan. Melihat itu, tak tahan Siu Lian pun tertawa.

Orang pulau itu merogoh kantongnya, lalu dari dalamnya

dikeluarkan sepotong perak besar, lalu disodorkan ke arah Siu Lian

sambil berkata,

?Anak yang manis, ambillah ini!?

Siu Lian menampik. ?Aku menganggap pemberian itu adalah

pemberian persahabatan, aku tidak memerlukan uang.? sahutnya.

Orang itu menyeringai, agaknya malu. ?Tisak boleh tidak.?

katanya. ?Aku adalah seorang perantau, seorang pelancongan.

Tidak mungkin untukku makan milik orang lain tanpa membayar

sepeserpun!?

?Apa artinya seekor ikan?? si gadis tetap menolak pemberian

uang itu. ?Lagipula ikan itu bukan milikku. Aku memperoleh

dimana setiap orang boleh mendapatkannya seberapa dia mau

kalau, eh, kau mau lagi, biarlah aku yang menangkapkannya

beberapa ekor lagi !?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 234

Orang pulau itu tertawa terkekeh-kekeh.

?Anak manis, Ah, anak manis!? biji matanya tampak bersinar
sinar bening, gembira dan terharu. ?Polos benar kata-katamu.

Kukira kau dalam kesulitan anak manis. Mari coba kau terangkan

padaku, mengapa kau sampai seorang diri berada di tempat ini?

katakanlah, tentu aku akan menolongmu!?

Siu Lian cerdik, ia tahu orang yang memiliki watak-watak aneh

sebagaimana orang pulau itu tentulah bukan orang sembarangan.

Maka setelah berpikir sebentar barulah ia berkata,

?Untuk menjelaskan kesulitanku itu mudah sekali, tinggal

mengucapkan saja. akan tetapi aku belum mengetahui lo-jinke siapa

sebenarnya??

?Hahaha!? kau memang anak manis, polos dan cerdik pula!

Baiklah, baiklah. terhadap kau aku tidak perlu sungkan-sungkan

lagi. Aku adalah seorang she Gouw. Pemilik pulau Tho liu-to. Dan

oleh karena tindakaknu yang sering kulakukan tanpa banyak pikir,

maka orang-orang memanggilku si Sesat,? kata orang itu yang tidak

lain adalah Shia hiap Gouw Hian Lie pendekar sesat dari pulau Tho

Liu-to.

Siu Lian telah mengetahui dari ayahnya, bahwa pendekar ini

memiliki kepandaian yang tinggi sekali. Walaupun sikapnya angin
anginan, tetapi sebenarnya dia bukanlah orang jahat. Maka segera

saja sebelum Gouw Bian Lie sempat melakukan suatu apa, Siu Lian

telah menjatuhkan diri sambil berkata,

?Suhu, walaupun kau tak sudi menerimaku menjadi murid,

tetapi terimalah hormatku ini!?

?Cerdik, pintar. Cerdik kau anak manis! Hanya darimana kau

mengetahui aku sedikit mempunyai kepandaian silat?? kata Bian

Lie yang memang telah merasa suka sekali kepada gadis itu.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 235

?Dari ayah? sahut Siu Lian seraya menekan bibirnya, sebab

saat ia mengucapkan kata-kata ituteringat ia akan nasib ayahnya

yang binasa dengan cara yang mengenaskan sekali.

?Ah, kau masih mempunyai ayah. Apakah ayahmu tidak
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencarimu sampai kau sendirian di sini? Eh siapa ayahmu, ha?

Sampai aku lupa, dasar sudah tua, pelupa! Siapakah ayahmu dan

kau namamu siapa??

?Ayahku An Hwe Cian dari Cheng-hong.? Berkata sampai

disini tak lagi dapat ditahankan air mata si gadis mengucur dan ia

menangis.

Sedangkan Gouw Bian Lie demi mendengar keterangan Siu

Lian menjadi kegirangan, berlompatan seperti anak kecil sambil

berseru-seru. ?Dasr jodoh! Dasar jodoh! Hingga Siu Lian yang

sedang bersedih jadi keheranan.

?Suhu kenapa?? tanya gadis itu.

?O, bagus sekali, kau ingat tentang tukang koamia di Shoatang?

Jawab Gouw Bian Lie seraya kemudian menceritakan mengapa

sampai terjadi demikian. Kiranya Gouw Bian Lie adalah suheng

dari orang tua aneh yang pernah mengaku sebagai tukang koamia

(nujum) yang pernah menggoda Siu Lian bersama Sin Hong di

Shoatang. Sudah menghilangnya tukang tenung itu, esok harinya ia

telah datang kembali untuk mencari Siu Lian, akan tetapi gadis itu

telah pergi entah kemana. Dan selanjutnya tukang tenung itu

berusaha untuk menemukan si gadis sampai-sampai ia menjumpai

suhengnya dan diminta bantuan untuk mencari gadis itu.

Segera sesudah Siu Lian disuruh berganti pakaian, karena

pakaian di tubuhnya tercabik-cabik dan penuh noda darah, maka

keduanya lantas meninggalkan tempat itu sebagai seorang guru dan

murid, sedangkan mengenai pakaian itu akhirnya ditemukan olehKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 236

Sin Hong sehingga pemuda ini menduga bahwa Siu Lian telah

binasa menjadi korban beruang.

Sebenarnya bukanlah hal yang dibuat-buat apabila Gouw Bian

Lie bergembira sekali mendengar bahwa ayah Siu Lian adalah An

Cian Hian adanya. Beginilah kisahnya :

Si pendekar sesat dari Tho lio-to ini adalah merupakan murid

turunan kesatu dari partai Liong san pay. Dia masih mempunyai

seorang saudara seperguruan yang bernama Tie Koan Cai dan

karena adik seperguruannya inipun wataknya angin-anginan seperti

Shi hiap, maka dia dianggap orang sebagai seorang sesat ula. Hanya

adik seperguruannya itu lebih memperhatikan soal melihat nasib

atau peruntungan orang, hingga dia mendapatkan julukan Koa mia
shia atau Si Tukang Tenung Uring-uringan. Dia ditunjuk oleh

mendiang guru dan suhengnya untuk tetap tinggal di Liongsan

menjaga dan merawat semua peninggalan yang diwariskan Sucouw

mereka.

Pada suatu hati Tie Koan Cie telah menyelesaikan dan

meyakinkan teori-teori pengetahuan mengetahui ilmu melihat wajah

orang, maka ia termenung untuk membuktikan kebenaran

penemuan-penemuannya. Ditengah perjalanan, ketika tiba di daerah

Shoatang, tiba-tiba ia teringat akan seseorang yang pernah

menyelamatkan jiwanya, menolong dan mengobati dirinya, yaitu

An Hwie Cian anak murid Ceng Hong Pai turunan kelima, tetapi

sebagaimana juga dirinya lebih banyak memperhatikan hal-hal yang

lain diluar ilmu silat. Hanya bedanya Tie Koan Cai memperdalam

ilmu tenung, sedangkan An Hwie Cian mengenai ilmu ketabiban.

Kepada An Hwie Cian, Tie Koan Cai menceritakan bahwa,

sampai ia kercunan begitu hebat, adalah akibat luka dalam

pertarungan melawan seorang akhli dari India. Sebenarnya Tie

Koan Cai, tidak seharusnya kalah dalam pertarungan itu, sebabKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 237

dengan bertangan kosong dan bertempur setengah hati saja ia telah

dapat membuat lawannya Hek Mahie kalang kabut.

Akan tetapi, karena memang kebiasaannya angin-anginan dan

tertawa hahahihi, maka ia tidak menyadari bahwa tiga ekor ular

besar piaraan orang india itu menghampiri dirinya atas perintah

majikannya. Tie Koan Cai baru sadar akan bahaya ketika seekor

diantaranya berhasil melibat dan memagut pahanya.

****

JILID 7

GUSAR bukan buatan tukang tenung itu. Dengan pengerahan

tenaga Iweekangnya yang dalam, kepala ular sinduk itu dihancur
leburkannya, Dan ular yang dua ekor lagi, disabetnya dengan

pedang menjadi potongan-potongan delapan.

Melihat kehebatan lawannya, terutama kehebatan permainan

pedangnya, plata Hek Ma Hie ambil langkah seribu, alias kabur.

Semula Tie Koan Cat bermaksud mengejarnya. Akan tetapi bisa

sacun ular yang menjalar di tububnya telah menghebat hingga keKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 238

pinggang. Demikianlah selanjutaya, Tukang tenung itu membiarkan

lawannya melarikan diri, sedang ia sendiri dalam keadaan setengah

sadar setengah pingsan. Ia pergi mencari sebuah dusun, untuk

mencari pertolongan. Ketika tiba disebuah pondok, maka ia

merebahkan diri, tanpa mengingat lagi siapa pemilik pondok itu.

Kiaranya pada saat itulah tukang tenung yang wataknya angin
anginan itu mendapat pertolongan pengobatan dari An Hwie Cian.

Seorang tabib yang sedang memperdalam ilmu ketabibannya.

Berkat kecermatan dan kepintarannya maka akhirnya, Tie Coan Cai

dapat diselamatkan ajalnya.

Karena ingatan inilah maka ketika Tie Koan Cai berada di

Shoatang bermaksud hendak menyambangi Ceng-bong-pay, Akan

tempi secara tak diduga disebuah rurnah makan ia telah berternu

dan duduk menghadapi satu meja dengan puteri penolongnya.

Ketika mendengar keterangan dari si putri bahwa sang perolong

telah terbunuh maka Tie Koan Cai telah melompat dan menghilang.

Hari itu juga, dengan menggunakan seluruh ilmu

kepandaiannya, tukang tenung itu berlari meninggalkan Shoatang

untuk buru-buru sampai di Ceng hong san. Hatinya cemas,

bimbang, sedih tak terkirakan. Esok malamnya iapun sampai di

tempat yang dituju. Tetapi begitu tiba disana, benar-benar ia hanya

menemukan kuburan belaka. Karena menyesal dan sedihnya, maka

tukang tenung itu menangis sepanjang hari disamping kuburan itu.

Setelah itu barulah ia terkejut sendirinya menyesal, karena baru

sekarang ia teringat bukankah gadis yang menyamar sebagai

pemuda di rumah makan Shostang itu puteri An Hwie Cian?

Meogapa ia tertindak begitu ceroboh dan kurang pikir

meninggalkan puteri penolongnya itu begitu saja. Ingatan ini

membuat penyesalan dan kesedihannya makin menjadi-jadi.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 239

Tetapi tak adalah manfaatnya menangis dan bersedih belaka.

Iapun memutuskaa tekadnya untuk kembali ke Shoatang, mencari

dan menemukan puteri sababat peuolong jiwanya itu.

Akan tetapi keesokan harinya ketika ia tiba di Shoatang, ia

tidak menemukan gadis itu lagi. Tie Koan Cai mencarinya

keseluruh kota Shoatang, akan tetapi juga sia-sia belaka usahanya

itu. Hingga ketika beberapa hari kemudian ia kembali kerumah

makan itu pula, ia menemukan dua orang pemuda yang hampir

serupa yang berdandan sebagai anak pertapaan. Mereka ini adalah

Than Cian Po bersama anak-anak dan isterinya. Disinilah karena

kecongkakan keluarga Than Cian Po itu, mereka lantas terlibat

pertengkaran dengan tukang tenung ini. akan tetapi para murid aku
akuan Mie Ing Tianglo mana boleh melawan Tie Koan Cai?

Memangnya Tie Koan Cai sendiri tidak bermaksud

menyusahkan orang, maka iapun tidak menarik panjang persoalan

itu dan ia pergi meninggalkan mereka untuk melanjutkan usahanya

mencari Siu Lian.

Sedangkan Tan Cian Poo bersama isteri dan anaknya lantas

pergi ke Thai san untuk menjumpai gurunya. Mie Ing Tianglo,

untuk melapor bahwa paman guru mereka An Hwie Cian telah

terbunuh, akan tetapi mereka inipun hanya tinggal terkejut belaka,

sebab Mie Ing Tianglo menemui nasib yang serupa, mereka hanya

menemui kuburan gurunya belaka.

Tan Cian Po, walaupun orang tinggi hati akan tetapi terhadap

guru akuannya itu sangat bakti sekali. Dalam kesedihan yang tak

terkatakan itu ia pergi ke tanah Turki, untuk mencari bantuan guna

mencari pembunuh gurunya. Orang Turki itu adalah sahabat kental

Mie Ing Tianglo, sehingga kedatangan Tan Cian Po disambut

dengan baik disana.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 240

Mendengar bahwa An Hwei Cian dan sahabatnya Mie Ing

Tianglo terbinasa begitu rupa, maka bukan main sedih dan gusarnya

sang sahabat ini. namun karena ia merasa sudah terlalu tua, maka ia

mengutus seorang muridnya yang bernama Karra Gamalge, untuk

menuntut balas kematian Mie Ing Tianglo tersebut. Akan tetapi

jangankan sempat bergebrak dengan Ong Kauw Lian yang saat itu

kepandaiannya sudah susah dicari tandingannya itu, murid dari turki

itu tidak dapat berbuat banyak. Bahkan akhirnya ia ambil langkah

seribu ketika Balganadar dengan Auwyang Siang Yong.

Tentang Tie Koan Cai yang sedang mencari puteri An Hwie

Cian, hingga beberapa bulan kemudian ia tiba di pulau Tho Liu-to,

diaman suhengnya Gouw Bian Lie bertempat tinggal. Kepada

suhengnya itu, karena dia sudah merasa berputus asa, minta

bantuannya untuk mencari Siu Lian. Demikianlah kiranya, Tie

Koan Cai yang telah menjelajahi puluhan kota dan naik gunung

mencari Siu Lian tidak herhasil, kiranya Gouw Bian Lie lah yang

secara kebetulan telah menemukan gadis itu.

Gouw Bian Lie melihat kata-kata baik pada diri Siu Lian,

lagipula ia mengingat akan budi An Hwei Cian yang telah

menyelamatkan sutenya, maka ketika Siau Lian memohon ingin

menjadi muridnya, dengan segala senang hati Gouw Bian Lie lantas

menerimanya.

Bersama-sama merekapun meninggalkan gunung Thian san

karena beberapa hari menjelajahi seluruh pelosok gunung itu, tidak

juga menemukan Sin Hong. Beberapa hari kemudian, merekapun

telah berada di pulau Tho liu-to kembali.

Pulau Tho liu to adalah sebuah pulau agak besar juga.

Disekelling pulau tumbuh pohon-pohonan tinggi yang seakan-akan

membentengi pulau itu. ditengah-tengah pulau terdapat sebuah

tanah menggunduk yang berbentuk seperti gunung. DisebutKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 241

semikian, karena kecuali letaknya meninggi juga luas dan

ditumbuhi hutan-hutan liar.

Pada suatu fajar menyingsing, pemandangan di sekitar pulau

itutampak sangat indah. Lebih-lebih pada tempat-tempat dimana

tumbuh pohon-pohonan yang berbaris sama tingginya, puncaknya

yang melambai-lambai seakan-akan sekumpulan prajurit yang

berbaris rapi. Tumbuhan bunga-bunga hutan yang beraneka warna

bergoyang-goyang bagaikan lambaian tangan jutaan rakyat yang

sedang mengelu-elukn pemimpin mereka.
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Matahari menyumburatkan sinarnya yang kemerahan di ufuk

timur, menguak halimun pagi, membangkitkan cahaya pelangi

indah berwarna tujuh rupa. Keindahan alam ini kemudian ditambah

kian semarak oleh lagu-lagu pujian yang didendangkan oleh kicau

burung-burung yang menyambut datangnya pagi, serta gemerciknya

air kali yang mengalir.

Antara tampak dengan tiada, pagi hari itu dikala hawa sangat

sejuk mendesir dan halimun tersingkap oleh sinar matahari yang

lembut dari sebuah gunung kecil yang berada ditengah-tengah

pulau, tampak sesosok bayangan tubuh yang melayang-layang di

atas pohon bunga. Bayangan itu tampak samar-samar, tetapi

bergerak sangat cepar sekali, sehingga orang apabila melihatnya

akan mengira bahwa itu adalah seorang peri penjaga gunung.

Tetapi ketika bayangan hitam itu melintasi tempat yang terang

maka terlihatlah dengan jelas bahwa bayangan itu seorang setengah

tua yang sedang berlari dengan sangat cepatnya melayang-layang.

Mengherankan sekali bahwa orang tua itu dapat berlari diatas pohon

bunga dengan gerakan yang sangat ringan dan lincah seperti seekor

kupu-kupu. Pohon-pohon bunga yang terinjak kedua kakinya tidak

bergerak sedikitpun, rebah apalagi patah. Hingga dapatlah

dibayangkan betapa tinnginya ilmu meringankan tubuh orang tua

ini, sudah mencapai puncak kesempurnaannya.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 242

Wajah orang tua ini menunjukkan seperti orang yang tidak

beres akalnya. Mukanya kelimis, tidak berjanggut ataupun

berkumis, hanya rambut kepalanya yang keluar dari ikatan tampak

berjuntaian, kotor dan sudah putih menguban.

Pakaiannya pada beberapa bagian tampak tambalan yang

seperti disengaja. Leher dan lengan bajunya melambai-lambai

dikibarkan angin ketika berlari. Sepasang kakinya terbungkus

sepatu kulit jerami, sedang pada punggungnya menggepok seorang

gadis cantik yang berusia sekitar lima belasan tahun.

Karena kecepatan larinya, maka sebentar saja sudah sampai

didekat puncak tanah tumbuh dan memasuki hutan yang cukup

lebat. Ketika mereka telah memasuki pertengahan hutan maka

mereka tida pada sebuah pondok bambu. Dan ketika mereka

memasuki pondok itu, maka mereka telah disambut oleh seorang

laki-laki tua pula, kira-kira dua tahun lebih muda dari kakek yang

menggendong gadis itu. siapakah ketiga orang ini?.

?Suheng! Bagus sekali!" Seru orang yang menyambut itu

dengan hati gembira. Dan orang ini meinperhatikan gadis yang

berada digendongan itu dengan tajam, sehingga gadis itu merasa

malu. Gadis ini tentulah Siu Lian adanya, dan laki-laki tua yang

mengendongnya adalah Gouw Bian Lie. Dan seorang lagi. tidak

lain adalah dia situkang tenung uring-uringan atau Tie Koan Cai.

Dihadapan suteenya, Gouw Than Lie menjelaskan bahwa ia

berhasrat sekali untuk manerima Siu Lian sebagai murid, hal ini

tidaklah memberatkan bagi Tie Koan Cai, sebab ia tahu bahwa

dalam hal kepandaian ilmu silat, suhengnya jauh lebih tinggi. Lagi

pula, apabila mereka berdua mau bekerja sama, tentu akan membuat

Siu Lian menjadi seorang murid yang pandai dan hebat dikemudian

hari.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 243

Merekapun lantas melakukan upacara pengangkatan guru dan

murid dan Siu Lian melakukan sembahyang pengangkatan tersebut.

Tanpa diperintahkan lagi Siu Lian telah menjatuhkan diri berlutut

dihadapan kedua guru itu, sehingga suheng dan sute itupun menjadi

kegirangan sekall.

?Anak baik, Anak bilk! Sungguh tidak memalukan kau menjadi

puteri An Hwie Cian sahabatku yang berbudi luhur itu!? kata Tie

Koan Cai menyatakan kegembiraannya.

Dan sejak hari itu, kedua saudara seperguruan itupun lantas

mulai dengan memberikan dasar-dasar ilmu silat Liong San Pai

pada murid tunggalnya itu.

Pendiri Liong san pai adalah Yao Leng Sian Su, guru Gouw

Bian Lie dan Tie Koan Cai. Semasa mudanya Yao Leng Siansu

bersama Thio Hin Bin seseorang yang bercita-cita sangat tinggi dan

dimasa usia empat puluhan tahun telah berhasil menggabungkan

beberapa cabang ilmu silat tinggi-tinggi sehingga menjadi cabang

ilmu silat tersendiri yang sangat lihai.

Selanjutnya untuk menyambung hidup dan memperdalam hasil

ciptaannya Thio Hin Bin mengambil gunung Liong-san sebagai

tempat berlatih juga sebagai tempat tingal. Untuk menyambung

ilmu silat yang dengan susah payah telah diciptakannya itu, Yao

Leng Siansu telah mengambil tiga orang murid, yaitu Gouw Bian

Lie, murid pertama yang telah memperoleh tujuh bagian dari ilmu

kepandaian gurunya. Murid kedua Tie Koan Cie hanya berhasil

menyelami beberapa bagian saja dari kepandaian gurunya, sebab

diluar tahu gurunya, murid yang dasarnya ugal-ugalan ini menuntut

ilmu lain, diluar ilmu silat dari gurunya. Itulah dia Ilmu Tenung.

Sedangkan muridnya yang ketiga adalah seorang yang berbakat

besar dan cerdas. Kecerdasan otaknya berlipat kali dari kecerdasan

yang dimiliki kedua suhengnya. Dia bernama Jing Tang Toh.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 244

Jing Tang Toh diterima murid oleh Yao Leng Siansu ketika

guru itu telah menginjak usia delapan puluh tahun, dua puluh tahun

lamanya murid yang bermakat itu digembleng yang kadang-kadang

juga oleh kedua suhengnya bila guru mereka sedang pergi.

Ia berhasil mewarisi seluruh kepandaian gurunya. Bahkan

dengan kecerdasannya yang luar biasa, lima tahun sebelum ia turun

gunung, ia telah berhasil menciptakan beberapa gerakan sendiri

diluar tahu kedua suhengnya. Beberapa gerakan itu lihai bukan

main, dan mungkin sekali beberapa tingkat lebih tinggi dari ilmu

ciptaan gurunya, hingga dapat dibayangkan betapa lihainya murid

penutup ini.

Akan tetapi, sungguh sangat disayangkan manusia yang

dilahirkan diatas dunia dengan berbekal kecerdasan yang luar biasa

itu, oleh Tuhan diturunkan pula sifat-sifat yang tidak seharusnya

dimiliki oleh orang-orang yang berbudi luhur dan jujur. Jing Tang

Toh memiliki sifat-sifat batin yang rendah sekali, hingga dua tahun

kemudian sejak ia turun gunung. Ia telah melakukan perbuatan
perbuatah tak senonoh seperti merampok, membunuh dan

memerkosa wanita dengan mengandalkan kepandaian yang

dimilikinya. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan Yao Leng

Siansu mati mereras, meninggal dalam kedukaan dan malu.

Sebelum sampai ajalnya, pendiri Liang san pai itu, berpesan

kepada kedua uridnya yang terdahulu, agar segera mencari dan

membunuh sute mereka Jing Tang Toh. Dan kedua murid itupun

telah turun gunung, mencari berminggu-minggu, berbulan-bulan

sampai bertahun-tahun ke seluruh pelosok negeri, namun orang

yang dicarinya tidak pernah dapat ditemukan. Jing Tang Toh

terkenal sebagai bandit ulung, akan tetapi aneh, tidak seorangpun

dapat mengetahui tempat tinggalnya.

Barulah beberapa tahun kemudian, tersiar kabar bahwa Jing

Tang Toh yang mereka cari-cari itu telah binasa dalam suatuKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 245

pertempuran yang dilakukan di daerah Turki, melawan tidak kurang

dari empat puluh jago-jago negeri itu. Jing Tang Toh terbinasa

setelah menewaskan separo lebih jago-jago itu, sehingga bagi kedua

suhengnya, kabar itu merupakan kabar yang menggembirakan akan

tetapi juga patut disesalkan.

Walaupun sang sute itu seorang yang memiliki jiwa yang

rendah, akan tetapi bagi mereka toh merupakan saudara seperguruan

yang pernah tinggal bersama di puncak gunung Liong san selama

dua puluh tahun. Betapapun mereka pernah sekian lama segalang

segulung dalam usahanya menuntut ilmu, maka rasa

persaudaraannya itupun tidak mudah lenyap begitu saja. Lagipula

kematian Jing Tang Toh, kecuali berakhirnya petualangannya

sebagai seorang bandit ulung, juga sesungguhnya ia telah

mengangkat tinggi nama Liong san pai. Merobohkan lebih dari dua

puluh jago Turki seorang diri di negeri asing, bukanlah perbuatan

yang tidak berarti.

Itulah sebabnya ketika mendengar berita itu, kedua murid

Liong san pai itu mengadukan halnya kepada makam suhunya. Pada

saat itu, ketika Bian Lie menuturkan hal kematian sutenya itu, di

langit terdengar gledek dan guntur sambung menyambung, kilat

menyambar-nyambar dan hari menjadi gelap. Setelah itu hujanpun

turun sepeerti dicurahkan dari langit. Mungkin hal itu merupakan

tangis dan kaget alam yang ditinggalkan oleh seorang berbakat

besar yang telah menemui kebinasaan sebagai penjahat yang gagah.

Dan kini dua puluh dua tahun semenjak kedua suheng dan sute

itu ditinggal mati gurunya di tengah-tengah tanah lapang yang luas,

tampak seorang dara cantik jelita sedang menggerak-gerakkan

tubuhnya belajar silat.

Dialah An Siu Lian. Gadis ini telah setahun tinggal di pulau

Tho-liu-to. Dalam tahun pertama ini, Siau Lian mendapatkan

pelajaran ilmu dasar silat Liong san pai dari Koa mia shia Tie KangKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 246

Cai yang mengajarnya dengan wajar dan sederhana. Tukang tenung

uring-uringan ini merasa sangat gembira melihat bakat besar pada

muridnya, cerdas dan cepat mengerti, juga sangat lincah, juga

sifatnya periang menggembirakan.

Beberapa bulan saja belajar, Siu Lian telah dapat bersilat

tingkat pertama dari Liong san pai dengan baik dan sempurna.

Ketika setahun genap, Siu Lian mengikuti pelajaran dari kedua

gurunya itu. gerakan tubuhnya semakin lincah saja. Seluruh

gerakannya halus dan wajar, dan sudah mahir menggunakan tinju

dengan ilmu pukulan seperti houw-tiam-ciu (totokan jeriji macan),

im-ciu dan lain-lain.

Dua tahun kemudian, Tie Koan Cai merasa bahwa tugasnya

membimbing Siu Lian telah selesai dalam mengajarkan pokok dasar

ilmu silat Liong-san dan untuk selanjutnya ia serahkan tugas itu

kepada suhengnya yang jauh lebih lihai dari dirinya. Sedangkan ia

sendiri selanjutnya mengajar ilmu surat, karena ilmu pengetahuan

inipun sangat penting terutama bagi seorang gadis seperti Siu Lian

itu. dan ternyata dalam hal ini, kecerdasan Siu Lian tidaklah

mengecewakan gurunya. Ingatannya sangat kuat, sekali menghafal

maka surat-surat itu seakan melekat di kepalanya, tak mungkin

dilupakan lagi.

Pada tahun kelima setelah merasa pasti benar bahwa dasar
dasar ilmu silat Liong san yang dipelajari Siu Lian telah matang

benar, maka Bian Lie melanjutkan pekerjaan Tie Koan Cai untuk

mendidik Siu Lian, memberikan pelajaran silat yang lebih tinggi.

Si pendekar sesat dari Tho-liu-to Gouw Bian Lie, pada taraf

pertamanya memberikan pelajaran khikang (mengatur nafas)

sampai kemudian pada ilmu meringankan tubuh (ginkang) yang
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih sempurna dan berlari lebih cepat dan lebih tinggi. Dasar Siu

Lian memang dilahirkan memiliki bakat sempurna. Dalam setahun

saja berlatih siang malam, ia telah mewarisi dasar-dasar seluruhKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 247

ilmu pelajaran tersebut. Setahun pula selanjutnya kepandaian dalam

hal menyambit mempergunakan senjata rahasia telah ia pahami

pula, tinggal memperaktekkan dan melatihnya.

Kemudian dua tahun lagi, Bian Lie memberikan pelajaran ilmu

silat tangan kosong yang sangat cekatan yang bernama Soat Wan

Kun Hoat (ilmu silat tangan lutung salju) yang berjumlah sembilan

puluh enam jurus, seratus delapan jurus Lo-han-kun yang tergabung

dengan Kin-na-hoat dari Siauw Lim dan Thai-tek-kun. Setelah itu

setelah meningkat dalam tahun-tahun terakhir, Gouw Bian Lie

menggembleng murid tunggalnya ini dengan ilmu golok Kun Lun

Pai yang tiada taranya dan dua tahun terakhir sebelum turun gunung

kepada An Su Lian diturunkan ilmu mempergunakan golok dan

pedang yang gerakan-gerakannya lebih sulit.

Demikianlah latihan gemblengan yang diturunkan dari kedua

guru ini, hingga kepada mereka itu, ia merasa sangat berterima

kasih dan ketika telah mencapai usia dua puluh lima tahun ia telah

memiliki kepandaian yang sangat hebat dan luar biasa sekali.

?Siu Lian,? berkata Tie Koan Cai pada suatu hari ketika merasa

kalau kepandaiannya seluruhnya telah diturunkan kepada muridnya

itu. ?Kini kukira tiba saatnya untuk kau mewujudkan cita-citamu.

Membalaskan sakit hati ayah ibumu. Kukira dengan kepandaianmu

sekarang ini, dapatlah kau mengalahkan musuh-musuhmu.

Jangankan hanya seorang Ong Kauw lian, dua kali dia kau masih

mampu. Hanya pesanku, walaupun kini telah memiliki kepandaian

yang cukup lumayan, jangan sekali-kali engkau takabur dan

menganggap dirimu orang terpandai di dunia ini.

Janganlah engkau menyombongkan diri, karena nanti bisa

terjerumus. Serta jangalah pula terlalu mudah membunuh orang atau

menindas yang lemah. Berbuatlah sebagai seorang pendekar yang

berbudi luhur. Pergunakanlah kepandaianmu untuk menindas segala

orang-orang yang bermartabat rendah dan berwatak kejam!?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 248

?Juga agar siingat-ingat olehmu, usahakanlah agar nanti setelah

kau berhasil membunuh musuh besarmu itu atau belum, sedapat
dapatnya kaucepat-cepat pulang dahulu, selambat-lambatnya

tanggal lima belas bulan delapan ..? berkata Bian Lie.

?Ada apakah suhu?? tanya Siu Lian yang tidak mengerti akan

maksud suhunya.

?Pada hari itu nanti, kita bertiga akan pergi ke utara,

menyeberangi sungai besar ke daerah Tiongkok Utara, untuk

memenuhi undangan Auwyang Keng Kiak yang hendak

mengadakan pertandingan silat untuk memperebutkan gelar ahli

silat nomor satu di kolong langit ini.?

?Dan kau harus ingat akan pesan-pesanku tadi!?

memperingatkan pula Tie Koan Cai. ?Yaitu janganlah engkau

mengambil jalan salah, karena kalau kelak engkau berubah menjadi

anak durhaka dan menjadi murid yang mencemarkan nama

partaimu ini seperti sam susiokmu itu, maka kami berdua akan

mencarimu!?

Pada hari itu, tanpa diketahui oleh Siu Lian, Koan Cai telah

mencabut sebatang pedang yang selama ini menggembok di

punggungnya. Pedang itu berwarna putih dan berkilat-kilat ketika

kena sinar pelita. Pedang itu diserahkan kepada Siu Lian seraya

berkata,

?Muridku, kau berjodoh untuk memiliki pedang ini, karena

walaupun benar senjata ini bukanlah senjata mustika, tapi ini adalah

warisan lurus dari Sucouw mu yang dipergunakan beliau ketika

masih muda. Maka untuk memiliki ini yang diberi harus bersumpah

terlebih dahulu.

Dengan khidmat diterimanya pedang itu seraya mengucapkan

sumpah.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 249

?Teecu akan memanggul segala kebenaran diatas pundak dan

kepala, dan menghukum yang jahat. Apabila kelak ternyata teecu

mempergunakan pedang ini untuk maksud-maksud yang tidak baik

atau hanya untuk kepentingan diri pribadi, biarlah teecu mati

tertembus oleh pedang ini sendiri!?

Mendengar sumpah murid perempuan ini, tampak Tie Koan Cai

suhengnya tersenyum pusa. Tiba-tiba terdengar Siu Lian berkata

pula, ?Atas didikan dan nasehat yang suhu limpahkan kepada teecu,

entah bagaimana teecu harus membalasnya!?

?Anak baik,? kata Bian Lie, ?Pabila saja kau menjadi anak

yang berbudi baik dan membela kebenaran, maka itu sudahlah

cukup sebagai pembalasan budi yang sangat besar bagi kami!?

Kemudian setelah menerima beberapa nasehat penting, Siu

Lian berangkat merantau mencari musuh besarnya serta sekalian

mencari Sin Hong yang saat ini entah berada dimana.

Oleh kedua orang gurunya, ia dibekali bungkusan berisi

pakaian tiga potong dan beberapa potong perak dan emas. Dengan

hati terharu Gouw Bian Lie dan sutenya mengantarkan dengan

pandangan matanya, hingga murid itu lenyap diseberang lautan

luas.

Langsung dari pulau Tho-liu-to, Siu Lian menuju ke Cieng

Hong dengan harapan akan bertemu musuh besarnya yang juga

menjadi suhengnya itu berada di pegunungan itu dan bertempat

tinggal.

Tetapi alangkah kecewanya, ketika tiba ia mendapatkan puncak

Ceng-hong-san dimana dahulu ia pernah tinggal sunyi saja tak

berpenghuni.

Hanya dari beberapa penduduk yang tinggal di lereeng gunung

itu, mendapat keterangan bahwa katanyapada kira-kira lima-enamKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 250

bulan yang lalu, ke atas puncak Ceng hong-san itu pernah

berkunjung seorang pemuda berpakaian pengemis yang kemudian

pergi pula setelah berdiam beberapa minggu.

Ketika ditanyakan oleh Siu Lian, apakah yang diperbuat oleh

pemuda pengemis itu, beberapa penduduk di lereng pegunungan

tersebut hanya menggelengkan kepala. Hanya dengan gerakan
gerakan tangannya para penduduk itu menggambarkan bahwa

pemuda pengemis itu mempunyai ilmu silat yang sangat tinggi.

Salah seorang penduduk menerangkan bahwa, katanya pemuda

pengemis yang datang di Ceng-hong-san itu, adalah untuk

mengambil sebuah barang warisan dan ketika pulangnya dia menuju

ke jalan yang menuju ke kota Giok-kang-ci-an. Letak kota ini

jaraknya ratusan lie dari Ceng-hong-san dan jika ditempuh dengan

jalan darat kira-kira memakan waktu sebulan, begitu keterangan

penduduk itu. ada jalan yang lebih singkat yaitu melalui jalan air

mengikuti arus sungai Giok-to dengan perahu.

Karena memang maksudnya meninggalkan Tho-lio-to adalah

untuk mencari Kauw Lian dan sekalian pergi merantau meluaskan

pengalaman, maka setelah mendengar adanya seseorang menyatroni

Ceng-hong-san serta membawa pergi suatu benda warisan, Siu Lian

menjadi curiga dan kemudian berangkat ke kota yang disebutkan

oleh penduduk lereng gunung tadi. Ia pergi ke perkampungan

nelayan yang tinggal didekat sungai Giok-ho untuk menyewa

perahu.

Namun di kota ini bukan saja ia tidak gampang lantas dapat

menyewa perahu, bahkan ia menjadi bahan perhatian orang banyak,

hingga ia menjadi heran. akhirnya ia insyaf setelah memperhatikan

disekelilingnya, kecuali dia tak ada seorang perempuan lainpun

yang berkeliaran di tempat seperti itu.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 251

Cepat-cepat karena kuatir akan terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan, iapun pergi mendapatkan seorang nelayan tua yang

menyewakan perahu besar untuk menyebrangi sungai.

?Pada masa ini adalah masa terbaik untuk berpesiar, air sungai

tenang dan jernih.? kata nelayan tua yang dihampiri Siu Lian itu,

yang seperti juga penduduk yang lain, mengawasi si nona dengan

pandangan keheranan. ?Nona hendak plesir kemana? Mengapa

hanya seorang diri saja??

?Ya, memang aku hanya seorang diri saja lopeh, mengapa??

Siu Lian tersenyum seraya mempergunakan tangannya untuk

menepuk badan perahu, sehingga perahu itu bergeser dua gentakan.

Sengaja Siu Lian memamerkan kepandaiannya dengan harapan agar

selanjutnya nelayan tua itu tidak menganggapnya sebagai

perempuan lainnya yang umumnya lemah.

?Hah? Tidak, tidak apa-apa.? seru nelayan itu yang menjadi

sangat terkejut menyaksikan tenaga si nona yang besar itu.

?Aku bukan pelancongan, tetapi hendak menyewa perahumu

untuk pergi ke Giok-kang-cian, berapa harganya??

?Ke Giok-cang-cian?? kembali nelayan itu berseru kaget.

?Ya, Giok-cang-cian, apakah lopeh tidak tahu dimana letak

tempat itu?? Siau Lian mengulangi dengan hati agak mendongkol.

?Nona, aku adalah penduduk tertua untuk daerah ini, hingga

buat daerah-daerah sekitar. Walaupun sampai yang sekecil-kecilnya

bagiku untuk mencarinya sama juga dengan membalikkan telapak

tangan saja. Apalagi untuk mengantarkan nona ke Giok-cang-cian

yang terkenal sebagai pusat besar, bagaimana aku bisa tidak

mengetahuinya??

?Nah, kalau tahu, buat apa banyak bicara? Apakah kau takut

aku membayar murah??Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 252

?Bukan, bukan nona,? kata nelayan tua itu gugup. ?Aku bukan

manusia yang kau duga itu. lebih-lebih dengan kepandaian yang kau

perlihatkan tadi. Aku tahu nona bukanlah perempuan sembarangan.

Tidak dibayarpun tidak menjadi apa, hanya . hanya .?

?Hanya apa??

?Hanya perjalanan yang kira-kira dua puluh lie jaraknya dari

tempat ini, di suatu tanah yang terletak di tengah-tengah sungai

pada kira-kira lima bulan yang lalu, ada didatangi sebangsa siluman

yang ?

?Siluma apakah itu?? tanya Siu Lian memptpng pembicaraan si

nelayan tua.

Nelayan tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil

berkata ?tidak tahu?.

?Hanya menurut kata orang, beberapa penduduk yang pernah

menyaksikan, datang dan perginya siluman itu sangat cepat sekali

seperti angin serta suka sekali mengganggu orang-orang yang

kebetulan melintas di tempat itu, terutama sekali terhadap orang
orang kaummu. Maka bukan aku menakut-nakuti, lebih baik

urungkan saja niatmu itu!?
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meudengar keterangan demikian bukannya Siu Lian takut,

bahkan jadi gembira. Bukaukah tugasnya yang kedua disamping

mencari musuh besarnya juga menghalau bahaya pengacau

ketenteraman rakyat, adalah juga termasuk kewajinan nya.

?Lopek yang baik" kata Siu Lian tertawa. ?Maafkan kalau tadi

aku telah menuduhtnu yang bukan-bukan. Sedang sebenarnya

bukankah Giok kang-cian itu sendiri aman?"

Nelayan tua itu mengangguk membenarkan. ?Ya, yang

kurnaksudkan tidak aman itu adalah perjalanan yang barus melalui

sungai itu."Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 253

?Jadi pada biasanya dapatkah kau mengantarkan oran yang

pelesir ke Giok-kang-cian?!"

?Tentu saja. Kalau hal itu terjadi pada tahun yang lalu.?

?Berapa upah sewanya?"

?Hem, semuanya sebelas tahil."

Siu Lian memasukan tangannya tedalam buntalan dan ia

keluarkan perak kecil seharga lima belas tahil.

?Nah, ambillah ini kalau sekarang kau mau antarkan

akukesana. Dan nanti kalau sudah sampai di sana, akan

kutambahkan pula lima tahil, bagaimana?? kata Siu Lian.

?Eh, eh, lupa kah kau nona muda! Tadi bukankah telah

kuceritakan bahwa di suatu tanah lebih ada silumannya?? jawab si

nelayan tua. ?Dan lagipula pernah pada kira-kira sebulan yang lalu,

dua puluh satu orang gagah mencoba memasuki daerah itu untuk

mengusir siluman itu. kau tahu hasilnya nona? Kedua puluh satu

orang itu masuk, tak seorangpun yang dapat pulang kembali!? kata

nelayan tua itu menjelaskan, agaknya ia masih tetap ragu-ragu

kepada si nona yang hanya seorang diri itu.

?Aku tahu lopek. Dan biarlah kalau sampai aku mendapat

celaka, aku tidak takut!?

Nelayan tua itu memandanginya dengan pandangan mata penuh

tanya, hingga membuat Siu Lian habis kesabaran. Lalu dihadapan

kakek itu ia melompat keatas dan menghilang yang membuat

nelayan itu berteriak-teriak gila mengira bahwa Siu Lian juga

sebangsa siluman pula.

?Tolong! Siluman, siluman!? teriaknya. Bukankah baru saja

si nona itu berada di depannnya! Kakek nelayan itu menjadi lebihKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 254

ketakutan ketika teringat bahwa siluman memang serig kali

menyamar sebagai perempuan cantik atau sejenis dewi.

Tetapi, tiba-tiba, ?Lopeh . Jangan takut! Aku bukan

siluman!? terdengar suara yang halus dan merdu dan dihadapannya

kini telah muncul Siu Lian yang sedang tersenyum manis.

Terpaksa gadis ini berbuat demikian untuk memberikan

keyakinan pada si kakek agar ia mau mengantarkannya.

Kakek nelayan itu mengangguk-anggukkan kepalanya antara

sangsi dan kagum. Tetapi akhirnya ia berkata pula.

?Kau bukan siluman, kalau begitu kau tentu seorang pendekar

wanita. Akan tetapi jangan lupa. Kecepatan bergerakmu tadi kukira

tidak berada dibawah kepandaian para siluman-siluman itu. aku

Lauw Toa tidak pernah berdusta, tetapi dalam hal ini agaknya

akupun masih ragu-ragu.?

?Jangan khawatir kakek yang baik,? sahut Siu Lian sambil

tertawa.

Akhirnya Lauw Toa menerima juga tawaran Siu Lian.

Beberapa saat kemudian mereka berangkat.

Tampaknya perahu yang ditumpangi Siu Lian ini sudah tua.

Terlihat dari bahan-bahan kayunya yang sudah mengering keras

sekali. Tetapi walaupun demikian masih cukup kuat dan lebih-lebih

atapnya baru dua hari yang lalu diganti si pemilik, sehingga jika

hujan besar turunpun tidak nanti akan kebocoran. Sedangkan si

kakek nelayan itu sendiri tidak putus-putusnya memuji-muji

perahunya yang sudah tua itu.

Saat itu hati Siu Lian sedang lapang dan bergembira.

Pemandangan disepanjang jalan tepat seperti dikatakan orang,

sangat indah sekali. Apa lagi Lauw Toa ternyata orang tua yang

pandai bercerita, membumbui segala keindahan emandangan ituKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 255

dengan dongengnya yang menarik. Ia juga mendongeng tentang

riwayat terjadinya sungai besar itu.

Pada malam harinya, kakek itu mendongeng pula untuk

melewatkan waktu yang gelap dan menyeramkan.

?Dahulu kala,? demikian kakek nelayan tua ini mulai cerita

dongengnya, ?Di dasar sungai ini hidup dua orang. Seorang pemuda

dan seorang gadis. Kedua mahluk itu walaupun belum kawin, akan

tetapi dalam hidupnya selalu saling kasih mengasihi seperti

hidupnya dua orang yang berumah tangga bahagia.

Mereka sangat bahagia tampaknya, sehingga membuat iri pada

orang yang melihatnya. Hingga akhirnya ketika sang Raja Ombak

mengetahui akan kerukunan kedua makhluk itu, segera

mendatangkan bala tentaranya untuk menggulung rumah istana

tempat kedua makhluk itu bersemayam dan menghancurkannya.

Dalam kemarahannya yang meluap-luap, yang laki-laki mencabut

senjatanya dan mematahkan serangan itu dan berhasil membunuh

sang Raja Ombak itu. akan tetapi, ketika perkelahian itu berakhir,

ternyata si gadis holang entah kemana.?

?Hai nona, naona, kau menangis?!? tiba-tiba kakek itu

menghentikan ceritanya, ketika diliihatnya dari mata nona

penumpangnya, tampak mengalir air mata. Lauw Hoa jadi

kebingungan.

?Akh tidak tidak!? sahut Siu Lian gugup. Terkejut dan malu

ketika disadarinya bahwa baru saja ia menangis. ?Berceritalah terus

lopek, berceritalah!?

Sebenarnya pikiran Siu Lian sedang melayang kepada pemuda

pujaannya, Sin Hong yang hilang ketika ia bersama pemuda itu

sama-sama mendaki gunung Thang-sia-san. Tadi tanpa terasa ia

menangis, karena ternyata kisah itu ada persamaannya dengan si

gadis ini sendiri.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 256

Namun karena kejadian itu Laow Toa jadi tak suka

mendongeng lagi. Ia khawatir ceritanya akan membuat si nona

menangis lagi.

Pada keesokan harinya, pagi-oagi mereka telah tiba ditengah
tengah sungai yang membelok memasuki hutan. Dihadapannya

tampak muncul segunduk tanah diatas air yang berbentuk piring dan

cukup luas. Ditengah-tengahnya terlihat seperti tampak menjulang

sebentuk gunung kecil, agak tinggi dan seperti belukar.

?Hati-hati nona, itulah tanah muncul yang kumaksudkan!?

Belum habis Lauw Toa berkata, tiba-tiba dari sisi kanan perahu

tampak melesat sesosok bayangan merah yang bergerak cepat

sekali. Dalam sekejap saja bayangan itu telah menghilang ke dalam

hutan.

?Celaka nona, siluman itu datang? Lauw Toa mengeluh dan

tubuhnya kontan menggigil ketakutan. Namun Siu Lian yang

waspada dan berpenglihatan aws, tenang-tenang saja. Ia tahu kalau

bayangan yang berkelebat tadi adalah bayangan manusia biasa yang

menggunakan ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi. Hanya

yang membuat ia keheranan ialah, bentuk bayangan itu merupakan

bentuk seorang perempuan. Apakah mungkin yang dimaksud

siluman itu adalah perempuan jahat yang berpakaian baju merah.

Ataukah mungkin yang dimaksudkan mereka adalah seorang

perempuan jahat berkepandaian tinggi.

Segera Siu Lian menggerakkan tenaga iwekangnya pada kedua

kakinya, sehingga perahu itu dapat bergerak lebih cepat. Ketika

kemudian si kakek nelayan karena takutnya tidak dapat

menggunakan pengayuhnya lagi.

?Bagiamana baiknya nona?? suara Laow Toa masih gemetar

ketakutan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 257

?Kayuh terus! Jangan takut!? perintah Siu Lian dengan suara

tenang. ?Apakah kakek tidak malu dengan diriku seorang

perempuan?? Siu Lian mengejek, sehingga membuat muka kakek

itu menjadi merah karena malu. Perahu didayung terus, bahkan

karena ejekan tadi, sikakek mendayung dengan lebih kuat. Akan

tetapi karena ia bekerja dengan perasaan terpaksa, lagipula

bercampur takut, maka sebentar saja keringat kakek ini membutir
butir sebesar biji kacang kedelai membasahi dahi dan keningnya.

?Lopeh boleh beristirahat, biarlah aku menggantikannya.? Kata

Siu Lian.

?Tidak mungkin nona!? kakek itu menolak dengan keras.

?Apakah kau kira aku orang yang demikian rendahnya? Walaupun

batang usiaku telah renta, walau keringat sudah membasahi dahiku

dan juga aku mengaku takut, tapi tak mungkin aku meninggalkan

kewajibanku!? dan kakek itu terus mendayung dengan kerasnya.

Rupanya sikap Siu Lian yang terakhir ini cukup menggugah

keberanian kakek itu hingga sekarang ia tidak tampak gemetaran

lagi.

Perahu melaju semakin cepat. Memecah air yang dilaluinya

sudah menjadi satu pula pada bagian belakang perahu. Tiba-tiba

kira-kira tiga puluh kaki dari tempat kedudukan perahu itu, terlihat

melesat sesosok bayangan hitam. Cepat sekali. Sekejap saja telah

berada di atas perahu. Dan ternyata, bayangan itu adalah sebatang

pohon hutan yang mungkin akan dapat menenggelamkan mereka

apabila batang pohon itu dapat menumbuk perahu.

?Siluman ampun.. siluman ampun ..? si kakek meratap
ratap gemetaran. Ia memeramkan matanya, dalam hati ia pasrah

akan nasib.

?Piiiiiiaaaaarrrr ..!? tiba-tiba ia mendengar suara bingar yang

terjatuh ke dalam air. Cipratan air yang bermuncratan membasahiKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 258

perahu dan si kakek itu sendiri, sehingga ia tersadar dan membuka

matanya kembali.

Ia mendapatkan kenyataan bahwa perabunya tidak kurang suatu

apa. Dan tidak jauh dari situ dilihatnya sebatang pohon tadi

terhanyut perlahan teraung di atas air. Ia menjadi sangat heran. tadi

terang bahwa pohon itu hendak menimpa persis diatas kepalanya.

Cepat-cepat matanya mencari Siu Lian. Dan herannya menjadi

bertambah-tambah ketika kadis itu ternyata masih juga berada di

tempat semula, duduk dengan tenang-tenang belaka di ujung perahu

seakan-akan tidak pernah terjadi sesuatu apapun. Mungkinkah gadis

ini yang telah menyingkirkan balok kayu tadi? Demikianlah kakek

itu bertanya-tanya dalam hati. sementara batang kayu itu telah kira
kira sepuluh tombak menjauhi perahu.

?Nona, tidakkah kau kurang suatu apa??
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?Tidak!? dan agaknya yang ditanya ini menggeleng-gelengkan

kepalanya acuh tak acuh. Saat ini perahu sudah berada di pinggir

tanah muncul.

?Kek, siluman itu rupanya takut kepadaku!? Siu Lian berolok
olok sehingga si kakek tunduk kemalu-maluan. ?Labuhkan perahu!

Perintah si nona kemudian.

?Haaa?? si kakek berseru kaget. Melabuhkan perahu ditempat

ini? sama sekali si kakek tidak pernah menduga sebelumnya.

?Melabuhkan perahu di sini?? si kakek mengulangi pertanyaan.

?Ya, labuhkan perahu, kataku! Apakah kurang jelas kek?? Siu

Lian mengulangi perintahnya dengan mendongkol. Seraya demikian

si nona mengerahkan iwekang pada kedua kakinya membuat perahu

itu bergerak menepi dengan cepat tidak dapat ditahankan oleh si

kakek. Dia jadi kalang kabut kebingungan dan lantas mengira yang

bukan-bukan.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 259

?Nona, nona .., siluman datang lagi.!? Lauw Toa berteriak
teriak menggila hingga mau tak mau Siu Lian tertawa geli.

?Sebagaimana telah kujanjikan tadi, terimalah ini kek, lima

tahil lagi dan kau pulanglah!? kata Siu Lian kemudian setengah

menyuruh.

Setelah menerima pembayaran itu, maka Lauw Toa memutar

perahunya cepat-cepat meninggalkan tempat tanpa mempedulikan

Siu Lian lagi. Dalam hati ia masih kuatir, apakah si nona tadi benar
benar manusia atau sebangsa siluman juga. Maka sebentar-sebentar

ia tengok hadiah pemberian itu, khawatir tahu-tahu jika kemudian

menjadi batu.

Sebentar kemudian, perahu itu telah jauh meninggalkan tempat

tanah yang muncul tadi. Bila kemudian ia dapat selamat dan

bertemu dengan kawan-kawannya maka ia akan segera

menceritakan seluruh pengalamannya ini, membuat kawan
kawannya menjadi gempar.

Memperhatikan akan keadaan di situ Siau Lian teringat akan

Tho-liu-to. Hanya bedanya tanah lebih ini ditumbuhi oleh tubhuhan

liar yang tak berketantuan, mirip sebuah semak belukar, atau hutan

kecil. Cocok sekali untuk perampok yang mengasingkan diri,

suasananya angker dan menyeramkan. Dari dalam hutan kadang
kadang terdengar bunyi-bunyian yang aneh-aneh, yang untuk orang

yang bernyali kecil, mungkin bisa membuat orang mati berdiri

dikarenakan takut.

Setelah berjalan kira-kira seratus langkah, Siu Lian tiba disuatu

tempat yang di kanan-kirinya penuh dengan tumbuh-tumbuhan

lebat dan berduri-duri.

Sebenarnya tidak ada niat Siu Lian untuk memasuki hutan itu.

akan tetapi karena tertarik akan penglihatan bayangan merah tadi,

maka ia berniat untuk menyelidiki. Besar dugaannya bayanganKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 260

merah itu adalah seorang perempuan yang memiliki ilmu tinggi.

Apabila ternyata dia seorang penjahat. Siu Lian akan

menghancurkan untuk menghilangkan kegelisahan masyarakat

banyak disekitar tempat itu.

Siu Lian kagum akan tenaga orang yang menyambitkan batang

pohon ke arahnya, pasti dia memiliki iwekang yang cukup tinggi

dan tentunya sebat pula.

Tiba-tiba, tengah ia berjalan dengan berbagai macam pikiran

yang mengganggu kepala, dari arah sebelah kanan depan, dari

antara tumbuh-tumbuhan yang lebat, tampak melesat tiga batang

sinar merah yang mengarah tiga bagian anggota tubuhnya. Serta

matanya yang jeli masih dapat melihat adanya sekelebat bayangan

yang menyelusup cepat di sisi kirinya, kemudian menghilang ke

dalam hutan.

Siu Lian tidak menjadi gugup akan datangnya tiga serangan

gelap itu. dengan memutar pedang keras-keras sehingga

menimbulkan angin keras, maka ia telah membuat ketiga sinar

merah itu terpukul balik setindak sebelum senjata-senjata tersebut

mengenai tubuhnya. Hanya yang menjadikan ia merasa heran ialah

adanya orang lain itu yang pendek sekali, kira-kira setinggi empat

kaki dan tadi menyusup menghilang. Nyata-nyata bahwa

kepandaiannya tidak dibawah kepandaian si penyerang gelap. Yang

tahu adalah orang yang tadi membuat Lauw Toa kaget ketakutan.

Bersama itu pula, sebelum ia sempat berbuat suatu apa

mendadak terdengar mendesis-desisnya beberapa ekor ular. Tak

lama kemudian terlihat pada jarak kira-kira dua tombak dari tempat

Siu Lian berdiri, sepasukan ular yang berjumlah ratusan ekor,

menggeleser cepat bergerak maju menuju ke arahnya. Menyaksikan

ini Siu Lian terkejut bukan alang kepalang.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 261

Dalam sedetik ini, ia teringat akan cerita gurunya yang kedua,

yang pernah mengatakan bahwa kira-kira seabad yang lalu, daerah

Tionggoan pernah kedatangan seorang pendeta dari India yang

sangat pandai dan mempunyai kegemaran memelihara sebangsa

ular-ular kecil putih yang berbisa. Dan kini pada tempat yang

seasing ini, dikata pulau juga bukan, sementara belum dapat

mengetahui adanya si kate yang mengherankan itu, ia telah

disambut oleh sepasukan ular putih yang tampaknya juga berbisa.

Apakah mungkin pendeta India itu masih hidup? Kalau demikian,

mungkin dia yang usianya tentu tidak kurang dari satu seperempat

abad, itulah yang dikira orang sebagai siluman.

Dengan cepat dan waspada, sebalum ular-ular itu datang

melibat, Siu Lian menjejakkan kakinya ke tanah. Lalu dengan tubuh

didoyongkan ke kanan, maka ketika tubuhnya turun kembali, ia

telah berada dalam semak-semak untuk menyembunyikan diri. Ia

ingin melihat apakah benar-benar pemelihara ular ini adalah orang

India yang dimaksud. Melihat binatang-binatang piaraan itu berada

di sini, maka tentulah majikannya tidak jauh berada disekitar tempat

ini pula.

Tidak lama kemudian dari balik semak-semak sebelah kiri,

tampak kelyar sesosok tubuh pendek, kepalanya besar, tidak

berambut kepala akan tetapi janggutya panjang hingga menyapu
nyapu ke tanah. Aneh sekali tingkah laku orang kate ini. begitu

muncul lantas berlari-lari mengitari kelompok ular-ular terebut

sambil tiada henti-hentinya meniup seruling pada mulutnya.

Dan hebat, ular-ular yang semula beringas hendak menggigit

manusia pendek itu, demi mendengar suara seruling, mereka jadi

mengangkat-angkat kepalanya tinggi-tinggi seakan menari-nari.

Ular-ular itu melenggak-lenggokkan kepalanya mengikuti irama

tiupan seruling. Selain itu mereka juga mengumpul di tengah-Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 262

tengah pusat lingkaran, berkumpul bertumpuk-tumpuk menjadi satu

dengan sebentar-sebentar si peniup mendekatkan mulut seruling.

Tiba-tiba Siu Lian teringat sesuatu. Ia ingat akan cerita gurunya

yang menceritakan kepadanya bahwa di dunia kangouw pada

beberapa puluh tahun terakhir ini pernah muncul seorang pendekar

bertubuh pendek bernama Ban Lie Thong, si pendekar lucu dari

Liang San, mungkinkah dia Si Pendekar ini.

Pada tangan kanannya tampak ia mengepal bungkusan peti

putih. Dilain saat, sambil mengeluarkan bentakan keras, di tengah
tengah udara seperti mengandung bahan peledak, maka air liur yang

menggumpal itu pecah berhamburan, jatuh menjadi titik-titik seperti

hujan sekeliling ratusan ular-ular itu yang seketika menjadi panik.

Hebat luar biasa, bahkan tidak masuk diakal, bahwa tiap titik

air liur itu telah menghajar tiap ular-ular itu pada bagian-bagian

yang sama yaitu pada kedua biji matanya. Hingga ular-ular itu

seketika menjadi buta dan mati tak berkutik lagi.

Tak terkira terkejutnya Siu Lian menyaksikan kehebatan

Iwekang orang yng luar biasa. Bila ia menilik pada tingkah laku

orang pendek itu, maka semakin yakinlah bahwa si manusia kate itu

tentulah Ban Lie Thong tentunya. Sesaat kemudian, maka tiupan

seruling itu brhenti. Ketika Siu Lian menengok ke arah ular-ular itu

ternyata binatang-binatang bertubuh panjang itu sudah tidak

bernyawa lagi. Dan dilain saat, si manusia kate itu

memperdengarkan suara tawanya yang melengking panjang.

Suaranya keras dan berkumandang jauh, benar-benar memekakkan

telinga manusia biasa.

Namun saat itu pula, dari arah semak di depan sana, tampak

melesat lima batang sinar merah yang mengarah pada lima jalan

darah si manusia pendek yang saat itu sedang pentang mulut

cekekekan, namun sungguh lihai, walaupun pada saat tertawa ituKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 263

matanya merapat seperti terpejam, akan teapi ia seakan mengeahui

datangnya serangan gelap yang sangat tiba-tiba itu. demikanlah

seperti tadi ia semburkan air liur yang seperti juga tadi dilakukan

terhadap kawanan ular itu, gumpalan air liur itu memecah

brhamburan menjadi titik-titik di tengah udara. Lima diantara titik
titik itu menghajar jatuk ke arah lima buah senjata gelap yang

sedang menyerang dirinya, sedangkan yang lain terus langsung

meluncur kedepan ke arah tempat asal datangnya kelima sinar

merah itu.

Selanjutnya dari dalam semak itu tampak muncul sebuah

bayangan merah dan melesat memburu ke arah si manusia pendek.

Bayangan merah itu kiranya tidak lain adalah bayangan orang yang

semalam telah membayangi perahu Siu Lian. Benar juga kiranya

bayangan yang berwarna merah itu adalah seorang wanita yang

berpakaian merah yang kini muncul dengan sebatang pedang

ditangan.

Dengan gerakan yang sangat cepat perempuan berjubah merah

itu meluncur mendekati si manusia kate yang saat itu telah

menyemburkan air liurnya pula. Dengan memutar pedangnya

wanita berjubah merah itu menggangalkan jurus ?Hujan Liur? si

manusia pendek serta kemudian dengan gerakan yang lincah, ujung

pedang tahu-tahu telah digerakkan mengancam tenggorokan lawan.

Sambil tidak menghentikan tawanya yang berkakakan, si

manusia kate membuka mulutnya dengan maksud menyambut

serangan pedang dengan gigi-giginya. Agaknya dia memandang

rendah terhadap wanita berjubah merah ini. akan tetapi kemudian

dia sangat terkejut, ketika ternyata serangan pedang wanita itu

kiranya bertenaga sangat besar. Cepat-cepat si manusia kate

memutar tubuhnya sambil egoskan kepalanya dan selanjutnya

ditangannya telah menggenggam sebatang senjata yang berbentuk

seperti pecut.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 264

Pecut itu brgagang pendek, tidak sampai satu jengkal. Sedang

tali yang terbuat dari bahan logam panjangnya kira-kira enam kaki

lebih. Lemas tampaknya tali pecut itu, tetapi ketika digerakkan ke

depan, tali pecut itu berubah menjadi lempang dan kaku. Suara
Ilmu Angin Sakti Sin Hong Hoat Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sabetannya bersiutan nyaring dan menimbulkan angin sambaran

yang dapat membuat rontok daun-daun disekitarnya. Akan tetapi

lawan yang lemah, si wanita berjubah merah segera menggerakkan

pedangnya dengan lebih bencar. Diapun kiranya memiliki Iwekang

yang cukup tinggi, hingga ketika pedangnya digerakkan

menimbulkan angin yang menyambar-nyambar dingin dan

menimbulkan rasa nyeri.

Tidak memalukan orang pendek kate itu bergelar Ban Lie

Thong dari Liang San. diserang selagi baru saja ia menyerang,

cepat-cepat ia meletakkan petinya di atas tanah, kemudian tubuhnya

mendadak lurus dan melesat ke atas, sedangkan perutnya dengan

mengerahkan tenaga Iwekang yang sebesar-besarnya telah

disampokkan ke arah pedang wanita itu.

Sebelum hinggap di atas tanah, tubuhnya diputar kaki

kaanannya menendang lebih dahulu kemudian disusul dengan

tendangan kaki kirinya. Itulah gerak tipu pecut kosong memburu

bayangan hantu dan sapuan berantai pembetot nyawa dari Liang

san-pai yang digunakan secara saling susul. Dihantam secara

demikian, si nona yang ternyata berkepandaian setingkat lebih

rendah dari Lie Thong lantas terdesak mundur setindak ke arah

semak-semak. Melihat kesempatan ini, buru-buru Lie Thong

memutar tubuhnya untuk mengambil peti putihnya itu.

?Siuman murid murtad!? bentak nona berjubah merah itu,

?Malam ini akan kuhabisi dulu riwayatmu, Baru nani sesudah kau,

gurumu mendapatkan giliran kuhabisi pula.?Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 265

?Akh, dia salah duga.? Pikir Siu Lian, yang saat itu juga dapat

menduga bahwa perempuan berjubah merah itu tentulah seorang

pendekar yang sebagaimana juga Siu Lian saat ini, hendak

menyatroni sarang siluman.

Hanya saja, apakah isi peti putih itu?

Sedang Siu Lian bermaksud hendak turun tangan meleraikan

perkelahian itu, tiba-tiba ia melihat Lie Thong mengulurkan tangan

hendak mengambil peti tersebut. Dan tepat pada saat itu, di

punggungnya menyambar pedang si nona baju merah.

Lie Thong menendang peti itu hingga sejauh tiga tombak,

sedangkan pecutnya digunakan untuk menangkis senjata lawan

sekaligus langsung mengirimkan tekanan senjatanya dengan

serangan yang bertubi-tubi. Tetapi si nona baju merahpun cukup

tangguh. Ia memutar pedangnya dengan rapat sekali, bersama itu

pula melancarkan kadang-kadang tusukan dan babatan senjata

dengan sangat gencar.

?Barang apakah yang diperebutkan mereka itu?? Siu Lian

menduga-duga dalam hati. timbul keinginannya untuk mengambil

dan meneliti isi peti itu.

Akan tetapi, selagi ia baru hendak melompat keluar, mendadak

terdengar suara menggeram sangat nyaring. Suara itu melengking

menyeramkan dan menandakan bahwa orang itu sedang marah.

Hampir bersamaan dengan itu, dua orang pengemis yang mukanya

menyeramkan menerobos keluar dari dalam sebuah semak dengan

garang sekali.

Melihat air mukanya, tampaknya pengemis yang berada di

depan, usianya masih muda sekali. Mungkin jauh lebih muda dari

Siu Lian. Tetapi oleh karena rambutnya yang riap-riapan tak terurus

dan roman mukanya yang bengis kotor dan menjijikkan maka

pengemis itu tampak tua sekali.Kolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 266

Pada tangannya menyelip sebatang tongkat dari batang pohon.

Seram sekali bentuk tongkat itu, karena selain mata-mata kayunya

yang banyak memenuhi tongkat itu, pada ujungnya terdapat sebuah

pentol yang diukir mirip dengan tengkorak kepala manusia.

Langsung, begitu muncul ia melompati atas kepala dua orang

yang sedang bertatung.

?Ha, inilah tentu siluman aslinya? seru Siu Lian dalam

hatinya. Ia kagum akan kegesitan pengemis muda menakutkan itu,

namun dia juga diam-diam merasa heran mengapa orang yang

masih semuda itu mau berpakaian demikian macamnya.

Dalam sekejap mata saja, pengemis yang seorang lagi yang

usianya lebih tua telah mendarat turun ke tanah, persis dekat dengan

peti putih yang menggeletak. Segera hendak mengambilnya.

Namun sebuah bayangan tiba-tiba melesat sambil mengulur

kedua tangannya. Itulah dia Siu Lian yang telah turun tangan setelah

menyadari bahwa ia tak mungkin menunda-nunda lagi. Ditangannya

tercekal sebatang ranting. Pengemis itu terkejut. Cepat-cepat ia

menggerakkan tongkatnya untuk memapak Tongkat itu. keduali

dapat dipergunakan sebagai senjata rahasia. Tetapi kini ia

behadapan dengan Siu Lian, seorang dara gemblengan dua orang

guru pulau Tho-lio-to yang sakti itu. sepuluh tahun lamanya ia

belajar, telah cukup membuat dara remaja itu menjadi seorang

pendekar remaja yang perkasa. Segera ditangkisnya senjata lawan

dengan ranting itu. berada ditangan Siu Lian, dari ujungnya yang

lunak itu dapat digunakan sebagai senjata yang keras melawan

keras.

Demikianlah, begitu si pengemis mambabatkan tongkatnya

menghantam ranting dengan tenaga penuh, kiranya tenaga serangan

itu seakan membacok kapas, sama sekali tidak ada tenaga yang

melawan. Pengemis itu terperanjat, gugup. Buru-buru ditariknyaKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 267

tongkatnya itu. namun tongkat itu seolah-olah telah menjadi satu

dengan senjata lawan, melekat dengan keras.

Pengemis itu mengerahkan seluruh tenaganya menekan dengan

maksud memutuskan senjata lawan. Tetapi rupanya Siu Lian tidak

mau membiarkan lawannya banyak tingkah. Dengan mengerahkan

tenaganya Siu Lian membentak.

?Lepas!?

Rupanya pengemis tua itu sangat sayang pada senjata

tongkatnya. Iapun mengerahkan tenaga sepenuhnya melawan tenaga

musuh. namun diluar tahunya, Siu Lian telah mempergunakan

waktu lowong seperti itu untuk bersiasat. Secepat kilat ia

mengulurkan tangannya merebut peti putih yang berada di ketiak si

pengemis. Walaupun si pengemis itu seandainya seorang Dewa

sekalipun, tak mungkin ia dapat menggagalkan tindakan Siu Lian.

Pada saat ia mengerahkan seluruh perhatiannya pada tongkatnya,

maka kepitan pada ketiaknya mengendor, dan saat itulah kiranya

menyebabkan peri putih itu segera berpindah tangan ke tangan Siu

Lian.

Pucat sekali wajah pengemis itu karena kaget. Ia baru sadar

bahwa isi peti itu semahal jiwanya sendiri. Justeru itu, sedang

pikiran si pengemis gugup dan bingung. Siu Lian telah

mencongkelkan senjatanya ke arah tngkat lawan. Tak ampun lagi,

tongkat si pengemis terlepas dari cekalan.

Sementara itu, keadaan pertempuran yang dilakukan oleh si

nona baju dan merah Ban Lie Thong lantas berubah. Mereka

serentak berhenti bertempur, tercengang melihat munculnya kedua

pengemis itu maupun Siu Lian yang sama sekali tak pernah diduga.

Selanjutnya seakan mereka telah berunding terlebih dahulu,

keduanya seperti tersadar, dan masing-masing menggunakan senjata

untuk menyerang kedua pengemis yang berbentuk sangatKolektor E-book https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/

Sumber Pustaka & foto image : Awie Dermawan

Distribusi & pengarsipan : Yon Setiyono 268

menyeramkan itu. akan tetapi pengemis itu melihat bahwa peeti

putih berada di tangan Siu Lian, mereka tak mau meladeni Ban Lie

Thong maupun si nona baju merah, sebaliknya malah

meninggalkannya untuk menyerang Siu Lian.

Dengan senjata yang telah berhasil dijumput kembali, pengemis

tua itu menyerbu maju dan kaki kirinyapun dipergunakan menyapu

kaki lawan. Bersama dengan itu, si pengemis muda yang ternyata

lebih lihai daripadanya menubruk maju seraya mengirimkan empat

bacokan berantai ke arah Siu Lian.

Terkejut Siu Lian menyaksikan serangan pengemis muda ini.

karena walaupun samar-samar, cara bersilat pengemis muda ini ada

persamaannya dengan gerakan silat pada Ceng-hong-pai. Dengan

sebelah tangan memasuki peti putih yang isinya masih

mencurigakan baginya, Siu Lian menangkis serangan pengemis

pertama dengan rantingnya. Terhadap serangan tongkat satunya lagi

yang diketahui olehnya ini lebih lihai, Siu Lian tidak berani

bertindak sembarangan mempergunakan senjata rantingnya.

Demikianlah terhadap serangan ini, Siu Lian bertindak hati-hati. ia

menggeser tubuhnya ke kanan lalu mengiringi gerakan itu. ia

menggunakan tipu serangan Dewa untuk menghajar pergelangan

tangan lawan. Hingga hasilnya, pengemis itu terkejut lalu buru-buru

menarik kembali serangan tongkatnya.

Tepat pada saat itu, ia merasakan kesiur angin serangan

dibelakang punggungnya. Senjata pecut telah datang mengancam

dirinya. Cepat-cepat ia memutar tubuhnya serta menangkis serangan

itu. selagi ia sibuk mencurahkan perhatiannya pada lawannya si

pendek kate ini, maka kawannya sedang dirintangi oleh si nona baju

merah yang agaknya juga cukup tangguh.


Trio Detektif 06 Misteri Pulau Tengkorak A Walk To Remember Karya Nicholas Sparks Candika Dewi Penyebar Maut X

Cari Blog Ini