Ceritasilat Novel Online

Jangan Ucapkan Cinta 3

Jangan Ucapkan Cinta Karya Mira W Bagian 3



gelap. Sebuah jaket hitam menyelubungi kemejan
ya. "Sudah malam. Mau hujan pula."

Niken tampak gelisah. Dia seperti merahasiakan

sesuatu. Eko menjadi bertambah curiga.

"Ada apa? Ceritakan padaku. Barangkali aku

dapat membantu."

"Saya cuma pergi sebentar, Mas. Tidak lama

kembali."

"Ke mana? Aku antarkan."

"Tidak usah."

"Mau menemui Mas Al di rumah tahanan?"

"Oh, tidak! Tadi siang Mas Al sudah minta

tolong pengacaranya menyelundupkan surat untuk

saya. Katanya lebih baik kalau kami tidak bertemu

dulu."

"Kalau begitu lebih baik juga kalau malam ini

kamu tidak pergi," kata Eko tegas. "Apalagi seorang

diri."

"Tapi, Mas..."

"Aku larang kamu pergi sendirian! Kalau kamu

memaksa pergi juga, aku ikut!"198

Terpaksa Niken membatalkan niatnya. Belum

pernah dilihatnya suaminya bersikap setegas itu.

Dan tampaknya, dia sungguh-sungguh dengan kata
katanya. Dia berkeras ikut jika Niken pergi juga.

* * *

Jam antik di ruang tengah berdentang dua belas kali.

Seluruh ruangan sudah gelap. Hanya lampu dinding

menyala redup di sudut ruangan.

Eko menuruni tangga dengan mengendap
endap. Sebuah lampu senter tergenggam di tangan
nya. Dia menghampiri meja di ruang baca.

Mengaduk-aduk kertas yang berserakan di sana.

Menyoroti beberapa lembar kertas. Membacanya.

Lalu meninggalkannya.

Dia kembali ke atas. Masuk ke kamar kerja

Niken. Mengambil tas kerjanya. Mengaduk-aduk

isinya. Lalu menutupnya kembali.

Sekarang dia mulai mencari di laci meja tulis.

Di tumpukan file. Tapi surat itu tidak ditemukan

juga. Di mana Niken menyimpan surat dari Aldi?

Eko diam sejenak. Berpikir. Di mana biasanya

Niken menyimpan surat penting yang dia tidak mau

orang lain mengetahuinya?

Tiba-tiba Eko tersentak. Barangkali Niken tidak

menyimpannya! Kalau benar dia tidak ingin orang

lain mengetahui surat itu, pasti sudah dibuangnya!

Bergegas Eko mencari tempat sampah. Banyak

gumpalan kertas di sana. Tapi hanya ada selembar199

kertas yang lain bahan maupun besarnya. Buru-buru

Eko membawa kertas itu ke meja. Mencoba

meratakannya kembali. Dan mengenali tulisan

kakaknya....

"Ada sesuatu yang lupa kukatakan, Nik," tulis

Aldi di akhir surat itu. "Pada malam aku menemu
kan mayat Indah, aku melihat sebuah jarum suntik

di atas permadani kecil di dekat tempat tidur. Spuit

jarum itu masih berisi cairan obat, Nik. Karena

gugup, kuambil jarum itu dan kulemparkan begitu

saja ke dalam tangki air kloset di kamar mandi yang

di dalam kamar. Tolong ambil jarum itu, Nik. Aku

yakin benda itu masih di sana. Serahkan pada peng
acaraku. Siapa tahu benda itu dapat menuntun kita

pada pembunuh Indah yang sebenarnya...."

Serentak tubuh Eko mengejang. Diremasnya

kertas itu dengan rahang terkatup kaku.

Lama dia terenyak bengong sebelum bergegas

keluar sambil memasukkan gumpalan kertas itu ke

sakunya. Dia menerobos ke kamar kerjanya sendiri.

Dan menyambar tas dokternya.

Dengan tidak sabar dibukanya tas itu. Di
tumpahkannya isinya ke atas meja. Tangannya

dengan gugup memilah-milah barang-barangnya.

Dan jarinya menyentuh sebuah jarum suntik....

Dengan resah dia mengaduk-aduk isi tas itu.

Mencari sebuah jarum lagi.... Dan tubuhnya terkulai

lemas ke kursi.

* * *200

Salak anjing terdengar di kejauhan ketika

sebuah mobil perlahan-lahan berhenti di depan

rumah Aldi. Lampunya sejak di mulut jalan telah

dipadamkan.

Begitu mesin dimatikan, pintu depan terbuka.

Sesosok bayangan hitam menyelinap keluar.

Dengan gesit menerobos masuk ke halaman setelah

menoleh ke sana kemari.

Suasana gelap dan lengang. Jalan yang basah

setelah hujan sunyi senyap. Tak ada makhluk yang

lewat.

Bayangan itu menghambur ke pintu depan. Ber
lindung di tempat gelap. Menunggu sebentar sambil

memastikan keadaan benar-benar aman.

Lalu tangannya mengeluarkan seutas kawat

bengkok untuk mencongkel kunci. Begitu pintu

terbuka, bayangan itu menyelinap ke dalam dengan

gesit. Menutup pintu dengan hati-hati. Dan

menyalakan lampu senter.

Bulu romanya meremang ketika melintasi ruang

tengah. Seperti ada suara-suara aneh di belakang

sana. Entah di kamar makan atau di dapur.

Dengan gugup dia menoleh ke arah sana. Dia

tak dapat mengusir perasaan seperti ada sesuatu

yang sedang mengawasinya....

Tapi tak ada waktu lagi. Dia harus bertindak

cepat. Atau semuanya akan terlambat!

Bergegas dia menghambur ke kamar tidur

utama. Begitu pintu terbuka, bau amis menyergap

hidungnya.201

Bayangan itu mundur dengan kaget. Membeku

sesaat di ambang pintu. Keringat dingin langsung

mcmbanjiri sekujur tubuhnya.

Tapi akhirnya sambil menarik napas panjang,

dia menerobos ke dalam. Langsung ke kamar mandi

tanpa berani menoleh ke tempat tidur.

Tangannya sudah meraba tutup kloset. Siap

untuk membukanya, ketika tiba-tiba lampu menyala

terang.

Sesosok tubuh itu tersentak kaget. Parasnya

langsung memucat. Dua orang polisi berjaket warna

gelap tegak di hadapannya.

"Selamat malam, Dokter Eko," sapa salah

seorang dari mereka dengan tenang tapi dingin.

Ketika Eko berpaling dengan gugup ke pintu,

seorang polisi lain telah siaga dengan senjata di

tangan.202

BAB XIX

"MENGAPA harus Indah, Eko?" tanya Aldi sedih

ketika dia diperkenankan menjenguk adiknya dalam

tahanan. "Dia sakit. Dan dia pasienmu sendiri! Dia

mempercayaimu!"

"Dia hanya berada di tempat yang salah pada

waktu yang salah," sahut Eko tanpa emosi.

Aldi melongo bingung. Dari psikiater yang di
datangkan untuk memeriksa kesehatan mental Eko
lah Aldi mendapat penjelasan.

"Obyek kebencian Dokter Eko bukan Indah,

tapi Niken Ardini. Eko menganggap Niken telah

mengkhianatinya, karena itu dia harus dihukum."

"Karena itu dia membunuh Indah untuk mem
fitnah Niken?"

"Sebcnarnya Dokter Eko tidak bermaksud mem
bunuh Indah," sambung perwira polisi yang

menyidik kasus kematian Indah. "Dia sendiri tidak

tahu Indah-lah yang berada di kamar itu. Dikiranya

Indah masih di klinik."

"Jadi...?" Paras Aldi memucat. "Niken...?"203

"Dia sudah menduga pada jam sembilan malam

itu, Pak Aldi dan Bu Niken akan berada di rumah

itu. Karena itu dia meninggalkan klinik sebentar

untuk menyelesaikan rencananya. Dia akan cepat
cepat kembali ke klinik, supaya dia punya alibi.

Lalu dia akan membawa Indah, yang sudah di
suntiknya dengan obat halusinogen, yang biasa di
berikan kepada pasien yang akan dipsikoterapi,

pulang ke rumah. Harapannya Indah akan me
nemukan mayat mereka. Dalam keadaan di mana

kesadarannya berkabut akibat pengaruh obat, Indah

tidak akan tahu dia atau orang lain yang melakukan

pembunuhan itu. Karena itu Dokter Eko sengaja

meletakkan alat pembunuhnya di dekat tempat

tidur."

Aldi tertegun beku. Semuanya bagai mimpi.

Semuanya benar-benar di luar jangkauan pikirann
ya. Adik yang disayanginya... yang selalu

dibelanya.... "Ketika melihat Indah di tempat tidur,

Dokter Eko mengira Niken-lah yang sedang tidur di

sana setelah bermesraan dengan kakaknya.

Kebetulan lampu kamar mandi menyala, sehingga

Eko mengira Aldi sedang mandi.

"Dalam cahaya remang-remang, memang sulit

membedakan Indah dengan Niken. Warna dan

potongan rambut mereka persis sama. Wajah Indah

menghadap ke tembok. Dan Eko sedang buru-buru.

Dia menghantam kepala Indah dengan besi yang

sudah disiapkannya di dalam tasnya. Menaruh204

potongan besi itu di sisi tempat tidur. Dan bergegas

balik ke klinik...."

"Sebenarnya kecurigaan kami sudah timbul

ketika Suster Ika bersaksi, Dokter Eko sempat

meninggalkan klinik sebentar, sekitar jam

sembilan," sambung polisi yang kedua. "Kecurigaan
Jangan Ucapkan Cinta Karya Mira W di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami tambah kuat, karena malam itu dia menyuruh

perawatnya membawa Indah ke ruang konsultasi

untuk terapi. Lalu menyiapkannya untuk pulang.

Indah memang terus meminta pulang. Tapi seharus
nya malam itu dia tidak boleh dipulangkan, karena

baru saja diberi major tranquilliser dosis tinggi yang

dicampur dengan obat antidepresan yang hanya

diberikan pada pasien yang dirawat."

"Tetapi sumbangan paling besar berasal dari Ibu

Niken sendiri. Dia yang punya ide bagus menjebak

harimau kembali ke tempat dia menerkam

mangsanya. Ide itu diperolehnya setelah Suster Ika

menceritakan soal tas dokter yang jatuh itu. Yang

isinya berhamburan...."

"Satu hal, Kapten," sela psikiater itu penasaran.

"Benarkah ada jarum suntik di dalam tangki air

kloset itu?"

"Tentu saja tidak. Jarum yang hilang itu, yang

masih berisi obat halusinogen yang belum sempat

disuntikkan, berada di tangan Suster Ika. Dia

memungutnya dari tas yang tumpah itu. Tapi lupa

mengembalikannya kepada Dokter Eko. Karena

malam itu, Eko sendiri yang melarang Ika205

menemuinya kalau dia tidak dapat menemukan

Indah!"

"Dan Dokter Eko yang kehilangan jarum

suntiknya tidak tahu di mana jarum itu berada.

Karena takut jarum itu dapat membuktikan dia

pernah berada di kamar Indah, dia terpaksa kembali

ke sana!"

* * *

"Mengapa Eko melakukannya?" gumam Aldi lirih.

Untuk pertama kalinya, Niken melihat air mata

menggenangi mata laki-laki itu. Dan runtuhlah

benteng pertahanan Niken yang terakhir. Dia begitu

trenyuh melihat Aldi. Tidak sadar, dipeluknya laki
laki itu. Aldi mendekap kepala Niken ke dadanya.

"Dia anak baik. Sejak kecil tidak pernah berkelahi.

Tidak pernah menuntut apa-apa...."

"Sejak kecil dia iri padamu," sahut Niken per
lahan sambil melepaskan pelukannya. "Kamu bisa

memperoleh semua yang tidak dapat direngkuhnya.

Ketika kamu mengambil juga satu-satunya

miliknya, dendam terpendamnya meledak. Dia ingin

menghukummu. Tapi terutama menghukumku,

karena dia menganggapku mutlak miliknya. Orang

lain tidak boleh menyentuhku."

"Mengapa tidak pernah kamu katakan kamu

sudah jadi istrinya, Nik? Jika aku tahu kamu milik

adikku, aku tidak akan mengganggumu lagi. Dan

semua peristiwa tragis ini tidak akan terjadi!"206

"Aku juga menyesal," Niken menunduk sedih.

"Demi membalaskan dendamku, aku telah meng
halalkan segala cara. Seharusnya, aku yang mati.

Bukan Indah."

Aldi meraih Niken ke dalam pelukannya. Dan

untuk sesaat mereka hanya saling rangkul sambil

mclelehkan air mata.

"Kalau boleh tukar, aku rela menggantikan Eko

di penjara," desah Aldi getir. "Aku lebih kuat. Dan

aku yang punya dosa. Eko lemah dan rapuh. Dia

akan hancur di penjara."

"Kalau dapat dibuktikan jiwanya sakit, mungkin

Eko hanya akan dirawat di rumah sakit jiwa."

"Apa pun hukumannya, dia akan kehilangan

kebebasannya. Dan kita akan dihantui seumur hidup

oleh akibat perbuatan kita sendiri."

"Apa yang harus kulakukan untuk menebus do
saku?" gumam Niken lirih. "Tiga belas tahun aku

membekukan hatiku. Menganyam pembalasan

dendam kepadamu dan Indah. Bahkan setelah dia

sakit, aku masih berupaya memisahkan kalian.

Menyingkirkannya ke rumah sakit jiwa...."

"Aku juga tidak tahu, Nik." Aldi melepaskan

pelukannya ketika mendengar ketukan lembut di

pintu rumahnya. Dia melangkah ke pintu dan mem
bukanya. Bram tegak di ambang pintu bersama

seorang perawat. "Barangkali mengasuh anak ini,

satu-satunya peninggalan Indah."207

Niken terenyak di tempatnya. Matanya

mengawasi Bram dengan nyalang. Dan melihat anak

itu, dia seperti melihat Dimasnya hidup kembali.

* * *

Eko harus menghadapi pemeriksaan yang panjang

dari tim dokter yang menilai kondisi kejiwaannya,

sebelum mereka memutuskan, apakah dia dapat di
tuntut untuk mempertanggungjawabkan perbua
tannya.

Sementara Aldi dan Niken yang telah ber
kumpul kembali berusaha membantu Eko sekuat

tenaga. Menghibumya. Menabahkan hatinya.

Walaupun Eko selalu menolak kehadiran mereka.

Dia belum dapat memaafkan kesalahan mereka.

Lebih-lebih kesalahan Niken. Bagi seorang seperti

Eko, pengkhianatan Niken hanya satu hukumannya.

Mati.

"Kalau aku punya kesempatan, aku akan

melakukannya lagi," katanya mantap. Datar. Tanpa

emosi.

"Perempuan itu kotor. Keji. Munafik. Busuk!

Dia tidak pantas hidup! Hanya mengotori dunia

saja! Aku wajib membersihkan dunia ini dari

pelacur kotor seperti dia!"

"Semakin lama, dia kelihatan semakin tidak

realises," keluh Aldi bingung. "Bukannya semakin

sembuh, Eko malah sudah mirip orang sakit jiwa."208

"Belum tentu," Niken menggeleng murung.

"Dia dokter jiwa yang tahu sekali bagaimana harus

bersikap supaya dianggap sakit. Harap saja tim

medis yang menilainya tidak terkecoh."

"Rasanya kesulitan kita tidak ada habis

habisnya, Nik."

"Kita harus mengambil hikmah dari cobaan

yang menimpa kita. Anggaplah saja semua ini

sebagai hukuman dari kesalahan yang telah kita

lakukan di masa lalu."

"Yang kukhawatirkan cuma kamu dan Bram.

Aku takut Eko masih berniat membalas dendam."

"Tuhan sudah mengirimkan Bram untuk meng

gantikan Dimas-ku. Aku akan menjaganya dengan

segenapjiwaku."

Aldi meraih Niken dan memeluknya dengan

hangat.

"Ada sesuatu yang sudah lama ingin kukatakan

padamu, Nik."

"Apa?"

"Pernahkah aku menyatakan cinta padamu?

Niken mengangkat wajahnya. Dan menatap mata

lelaki itu dengan sungguh-sungguh. Aldi membalas

tatapannya dengan lembut.

"Jangan," pinta Niken halus tapi mantap.

"Jangan ucapkan cinta. Buktikan saja."



"

209




Mahesa Kelud Pulau Mayat Si Pemanah Gadis Karya Gilang Pedang Pusaka Buntung Karya T Nilkas

Cari Blog Ini