Jiwa Remaja Karya Yos Guwano Bagian 2
kurus. Bukan seperti kebanyakan detektif yang bertubuh
kekar tegap.
"Tidak boleh sembarargan menuduh orang mencuri"
kata Joe sambil menoleh dengan dingin kearah tuan rumah
yang tengah merangkak bangun.
Ketegangan Mitoya mulai mereda, ia sudah kenal
dengan Joe Tanako yang dulu pernah jadi polisi pelabuhan.- 75
"Kau selidikilah perkara ini, Joe." kata Mitoya. "Aku
tidak mengambil kalung itu."
"Bagus! Aku minta kau tenang-tenang, Mitoya."
Joe berpaling ke arah seorang anak muda yang
mengikutinya masuk. "Mori," katanya, "tolong bangunkan
tuan Imoto dan berikan ia minum. Nyonya, silakan nyonya
duduk." Suaranya mengandung nada perintah.
Nyonya Karito merasa mendongkol terhadap sikap
Joe Tanaka. "Jangan lupa bahwa kau bekerja kami,"
tukasnya dingin.
"Aku tidak bekerja dibawah perintah suamimu. Aku
bekerja untuk perusahaan asuransi." Kemudian tanpa
menunggu jawaban, Joe berpaling kearah
"Apa yang telah terjadi, Mitoya?"
Dengan singkat Mitoya menceritakan.
"Jika aku mengambil, tentu kalung itu masih ada
padaku," akhirnya dengan marah.
"Kau tidak keberatan jika aku memeriksa badanmu?"
"Tidak"
"Periksa badannya, Mori!" Joe mengangguk ke arah
pembantunya.
"Tidak ada " kata Mori beberapa saat kemudian.- 76
"Bisa saja disembunyikan," celetuk Fuchi, "Ia
mempunyai banyak waktu untuk itu..."
"Lebih baik nyonya ceritakan apa yang terjadi ketika
nyonya masuk ke kamar ini" sela Joe Tanaka dengan geram.
Nyonya Karito ceritakan apa yang dilihatnya.
"Mengapa nyonya pergi ke kamar baca ini? Apakah
nyonya tidak harus berada diruang tengah?"
"Aku... aku cari Sheiko, anak perempuanku. Dan kau
berada dimana, tuan Tanaka? seharusnya kau menjagai
kalung itu."
"Di dalam rumah ini sekarang penuh dengan tamu
yang memakai perhiasan mahal-mahal. Bahkan para
peragawati memakai perhiasan dari perusahaan suamimu."
Lalu Joe berpaling kearah Mori. "Aku rasa lebih baik
kita panggil polisi. Daripado kita nanti menyinggung
perasaan orang ..."
"Jangan! Jangan panggil polisi!" teriak Imoto. "Aku
tak mau soal ini tersiar. Kau toh bisa menyelesaikannya
sendiri. Joe? Tak baik untuk perusahan jika soal ini sampai
tersiar."
"Tapi tuan hendak dapat kembali kalung itu dan aku
harus melindungi kepentingan asuransi maatcheppij"
"Soal itu serahkan kepadaku. Hanya jangan panggil
polisi."- 77
Joe berpikir sejenak. "Baiklah," jawabnya kemudian.
"Tetapi aku ingin pertanyaanku dijawab sejujurnya."
"Ada apa, Pappie?" Sheiko tampak masuk kedalam.
"Temanmu itu telah marncuri kalung jamrud" jawab
Fuchi.
"Oh... tidak..." seru Sheiko dengan wajah pucat.
"Sudah cukup, nyonya," bentak Joe Tanaka. "Jika
nyonya tidak melihat dengan mata kepala sendiri, janganlah
sembarang menuduh. Kau akan menyesal!"
"Mitoya... kau... kau toh tidak ambil kalung itu?"
"Tidak!" jawab Mitoya tegas. "Namun entah
mengapa ibumu sejak tadi terus menuduh aku."
"Karena hanya engkau seorang yang berada di kamar
ini," seru Fuchi penasaran.
Sejenak Mitoya teringat kepada rok yang dilihat tadi
menghilang di tikungan gang. Siapa yang memakai Rok itu?
Ia berpikir keras, la ingat benar bahwa sebelumnya ia juga
sudah pernah melihat, tapi tak ingat lagi siapa orangnya,
Mitoya melihat kearah Fuchi yang balas memandang
dengan benci.
Walaupun Fuchi berpakaian sebuah gaun yang indah,
meskipun wajahnya masih cantik. namun kini tampaknya
tak menarik lagi.- 78
Joe Tanaka segera hendak mulai mengajukkan
pertanyaan-pertanyaan. Ia mulai dengan nyonya Karito.
Semua orang harus meninggalkan kamar itu, juga Mitoya
dan Sheiko.- 79
SEPULUH
"Mitoya." Sheiko meletakkan tangannya dipundak si
pemuda. "Bagaimana terjadinya?"
"Aku sedang mencari kau. Sehabis berdansa dengan
Tone, aku pergi ke ruang tengah. Oku mengatakan kau tidak
ada di situ. Aku lalu mencari dimana-mano sampai akhirnya
di kamar kaca. Aku lihat lemarinya sudah terbuka. Tak tahu
aku berapa lama aku berdiri kesima saking kaget. Tahu-tahu
ibumu masuk ke dalam dan terus menuduh aku yang
mencurinya," tampak matanya berapi saking marahnya.
"Apa kau tidak melihat sesuatu yang mencurigakan?"
tanya si gadis.
"Ketika masuk ke gang, kulihat ujung sebuah Rok
berkibar menghilang di tikungan,"
"Bagaimana rupanya rok itu?"
"Dasarnya putih dangan motif kembang. Warnanya
aku tidak bisa melihat tegas karena agak gelap di situ."
Sheiko bepikir dengan keras. Malam itu ia melihat
tiga orang yang memakai rok seperti yang diuraikan Mitoya,- 80
tetapi ... Tiba-tiba pintu kamar terdorong terbuka dengan
keras. Tampak Fuchi dengan wajah geram bertindak keluar.
"Aku benci kamu!" sentaknya dangan kedua mata
melotot. "Sheiko, tinggalkan dia!" Lalu dengan cepat ia
berjalan ke gang.
"Maafkan dia, Mitoya" minta Sheiko. "Jangan
perdulikan omongannya. Semuanya sudah terlalu tegang."
"Aku perdulikan padanya." sentak Mitoya "Lebih
baik aku tidak melihat wajahnya lagi!"
Mendengar sentakan si pemuda, Sheiko merasa
tersinggung perasaannya. Sejelek-jeleknya itu kan ibunya!
Tanpa berkata sesuatu apa, ia membalikkan tubuhnya dan
tinggalkan Mitoya. Baru ia hendak memanggil balik si
gadis, atau tiba-tiba Joe datang menghampiri.
Joe hendak memanggil Oku, si pelayan tadi.
Oku ceritakan apa yang ia melihat tentang Mitoya.
"Semua cocok apa yang telah dikatakan Mitoya.
Ketika si pelayan hendak pergi, tiba-tiba Joe memanggilnya
kembali.
"Ah, Oku ada suatu pertanyaan lagi. Apakah
nyonya terus menerus ada diruang tengah?"
"Tidak terus menerus, tuan. Bahkan aku ingat dia
keluar dari situ beberapa menit sebelum tuan Mitoya
datang."- 81
"Ya sudah, Oku! Banyak terima kasih!"
Joe Tanaka masuk kembali kedalam kamar baca
merenungkan segala keterangan yang didapatinya. Ia baru
dapat gambaran agak samar belum ada yang meyakinkan.
Mitoya tak mungkin telah mencurinya. Benar wataknya
kasar, tetapi sangat jujur. Walaupun nyonya rumah jatuhkan
tuduhan kepadanya.
"Tidak mungkin. Bahkan nyonya Karito sendiri"
Ia sedang berpikir keras keras mengenai Fuchi ketika
tiba-tiba Sheiko masuk ke dalam.
"Tuan hendak bicara dengan saya?"
"Silakan dudu, nona Sheiko. Aku hanya ingin
mengajukan sedikit pertanyaan. Pertama : Mengapa kau
tidak melihat mode show?"
Tampak si gadis ragu? Tak dapat ia menceritakan
sebabnya. Ia toh tidak bisa katakan bahwa ia telah menangis
karena cemburu?
"Aku meresa kurang enak badan, tuan Tanaka.
Kepalaku sangat pening."
Dengan tajam Joe melihat kepadanya. "Jangan kau
salah mengerti, nona. Aku tidak menuduh engkau, tetapi
untuk melakukan itu nona banyak ketikanya."- 82
"Ya, memang harus kuakui," membenarkan Sheiko.
"Tetapi aku tidak mengambilnya, walaupun si pencuri
adalah seorang wanita."
"Seorang wanita?"
"Ya, Mitoya ceritakan telah melihat berkibarnya
ujung sebuah rok di tikungan gang. Beberapa saat sebelum
ia masuk ke dalam kamar baca," jetaskan Sheiko.
"Itu ia tidak ceritakan kepadaku," Joe Tanaka
ngerutkan dahinya,
"Rupanya ia tidak ingat. Mitoya baru cerita tadi ketika
kita berdiri menanti diluar. Walaupun nadanya tidak enak
didengar." Suara si gadis agak gemetar karena masih marah.
"Mitoya tak dapat disalahkan, ia tahu dituduh
mencuri. Lagipula latihan yang terus menerus juga mem
bikin pikirannya agak tegang." Dengan penuh simpati Joe
melihat kepada si gadis.
"Apa kau kenal baik-baik padanya?" tanya Sheiko.
"Sejak ia masih kanak-kanak. Kelihatannya ia keras,
namun hatinya sangat welas asih. Banyak teman-teman telah
ditolonginya, namun tak pernah ia menceritakan sendiri.
Maka jika aku memberi nasehat : berlakulah tenang
terhadapnya."
"Apa tuan menyangka dia yang mencurinya?" Sheiko
tak dapat menahan air matanya.- 83
Di dalam ruangan sunyi senyap. Joe memandarg ke
luar melalui jendela. Sheiko ikuti pandangannya dan melihat
Mitoya tengah bermain-main dengan anjingnya.
"Menurut kau sendiri bagaimana?"
Sheiko tak lantas menjawab. Ia menyadari bahwa ia
telah jatuh cinta kepada si petinju ini.
"Aku tahu dia tidak mengambilnya," jawabnya
kemudian,
"Mengapa ibumu begitu keras menuduhnya?"
"Tak tahu aku..."
"Nah, cukuplah sekian. Tolong kau suruh Mitoya
kemari."
Jiwa Remaja Karya Yos Guwano di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mitoya segera berdiri ketika melihat Sheiko datang
menghampiri.
"Joe hendak bicara kepadamu, Mitoya."
Dengan menghela napas Sheiko mengawasi pujaan
hatinya. Bagaimana akan kesudahannya nanti? Dengan
bingung ia berjalan hilir mudik.
"Kau telah panggil aku, Joe?" tanya Mitoya ketika
masuk.
"Ya, mengapa kau tidak ceritakan kau lihat seorang
lain?"- 84
"Ah, hanya berkibarnya sebuah rok yang menghilang
di tikungan gang. Seperti orang itu berlari ..."
"Kearah mana larinya?"
"Aku rasa ke arah trap, jika ia menuju ke ruang
tengah, aku harus berjumpa dengannya."
"Benar..."
Untuk beberepa saat Joe tak berkata ap-apa. Tampak
ia berpikir.
Di luar Sheikko duduk di teras. Tiba-tiba ia
mendengar suara Mitoya dan Joe. Karena mendengar ibunya
disebut-sebut, maka ia memasang kupingnya.
"Coba kupikir, Joe." terdengar Mitoya berkata, "aku
masuk kekemar baca dan pada waktu itu lemarinnya sudah
terbuka. Memang aku banyak ketika untuk mengambilnya,
tetapi aku kemanakan kalung itu? Dan berdasarkan apa
nyonya Karito menuduh aku? Begitu masuk ke dalam
kamar, ia begitu pasti menuduh aku yang mencurinya."
"Aku pun tidak mengerti. Yang penting sekarang
siapa yang memakai rok yang kaulihat itu? Jika kita tahu...
O ya, apakah kau tahu Sheiko tidak ada sewaktu diadakan
mode show? Ia juga mengakui dia mempunyai ketika untuk
mengambilnya."
"Jangan kau sembarang menyangka!" sentak Mitoya
marah. "Tak mungkin dia mengambilnya. Gunakanlah
pikiranmu yang sehat!"- 85
Joe Tanaka tetap tenang. "Dalan soal ini setiap orang
bisa menjadi tersangka, kecuali dibuktikan sebaliknya. Kau
melihat Sheiko melalui kaca mata warna "rose". Aku tidak
menyangka dia, bukan typenya. Walaupun dia terlalu
dimanjakan oleh ayahnya diirihkan oleh ibunya, namun ia
pun cacadnya. Misalnya ia sengat cemburu."
"Lebih baik kau tak sebut-sebut Sheiko. Tak senang
aku." Suara Mitoya terdengar mengancam.
"Tenang... tenang! Jika kau meninju, bisa mati aku,"
tertawa Joe namun terdengar tak wajar.
"Jangan sebut-sebut Sheiko," geram si juara.
"Baiklah, tinggal ibunya"
"Sesukamu. Tampaknya ia sangan membenci aku."
Sheiko yang tengah menguping menjadi bertambah
mendongkol.
"Aku duga dia jarang berada bersama-sama dengan
suaminya. Soal kebenciannya kepadamu, mungkin dia
menganggap kau tidak termasuk kalangannya."
"Tetapi Imoto Karito tadinya pun hanya seorang
pekerja biasa pada toko mas intan dan menanjak hingga
menjadi seorang pedagang besar."
"Karena didorong dengan keras oleh isterinya!
kelihatannya orang-orang yang tadinya di tingkat bawah dan- 86
biasa bisa menanjak sampai keatas, menjadi banyak
tingkahnya," kata Joe.
"Kurang ajar!" Sheiko berkobar-kobar amarahnya.
"Berani benar mereka bicara demikian terhadap orang
tuaku!"
"Nyonya Karito dapat kita bebaskan dari sangkaan
karena ia memakai sebuah gaun hijau polos."
"Tidak, tidak benar!" sela Mitoya. Tiba-tiba suaranya
menjadi keras. "Ketika aku pertama bertemu dengannya ia
memakai rok en blouse..."
"Dengan motif kembang?"
Mitoya mengangguk.
"Ha ha ha..." terdengar tertawa Joe Tanaka dengan
dingin mengejek.
"Tidak benar ... tidak mungkin ..." bisik Sheiko dalam
hatinya.- 87
SEBELAS
Sheiko sekarang pun ingat bahwa memang ibunya
telah memakai "rok en blouse", Tetapi Karito memang
sering menukar baju jika ada pesta ... kan belum merupakan
bukti bahwa ia menjadi pencuri ...
Dengan sangat murka Sheiko berlari-lari hendak ke
kamar dimana Mitoya dan Joe tengah berbicara. Butir-butir
air mata berjatuhan dari matanya.
"Aku telah mendengar apa yang kamu katakan. Kamu
telah menuduh ibuku ..."
"Itu kesimpulan yang kautarik sendiri, nona. Kita
sama sekali tidak mengatakan demikian. Tapi aku tidak
menduga kau sampai mendengarkan percakapan| orang."
"Memang bukan maksudku untuk mendengarkah
Tetapi," katanya sambil berpaling ke arah Mitoya "aku telah
mendengar ceritanya mengenai rok ibuku."
"Memang ibumu memakai rok seperti itu," Mitoya
tenang. "Aku tidak segera mengingatnya."- 88
Ketenangan Mitoya bahkan membikin bertambah
berkobar amarahnya. Tiba-tiba tangannya melayang ki
wajah Mitoya. Batu cincin yang agak lancip membeset kulit
didekat mulut si pemuda sehingga berdarah.
"Jangan kau lakukan lagi!" ancam Mitoya geram.
"Aku benci kau!" tangis Sheiko. "Kamu begitu iri hati
terhadap ayahku! Aku harap kalung itu ditemukan di
badanmu sehingga kau masuk ke penjara!"
Di ruang itu menjadi sunyi. Dengan dingin Mitoya
memandang ke arah Sheiko. Lalu ia membalikkan tubuhnya
sambil berkata: "Aku hendak pulang saja, Joe. Kalau kau
perlu aku, cari saja dirumah." Sesudah berkata demikan ia
lalu pulang.
Joe mengawasi Sheiko yang tengah menangis terisak
isak.
"Memang kebenaran itu kadang-kadang pahit
rasanya, bukanlah maksud kita untuk menyinggung
perasaanmu. Tetapi kita tadi sedang menganalisa peristiwa
ini secara zakelijk1. Bahkan Mitoya telah membelamu..."
Si gadis dongakkan kepalanya untuk melihat kepada
Joe Tanaka. Kedua matanya tampak berlinang.
"Kau tahu mengapa ia membelamu? Karena dia
sangat mencintai engkau! Selama hidupnya baru pertama
1 Pragmatis, Sesuai proporsinya- 89
kali ini ia membutuhkan seorang lain. Hanya sayang
orangnya ternyata masih belum dewasa pikirannya." Kata
kata Joe terdengar dingin, Sheiko seakan-akan diguyur
dengan air.
Tanaka membuka pintunya. "Tolong kau panggilkan
ayah dan ibumu," akhirnya kepada Sheiko.
Cepat-cepat si gadis keluar dari kamar itu. Belum
pernah ia diperlakukan demikian. Memang obat yang tulen
itu rasanya pahit.
"Silahkan duduk!" kata Joe ketika Sheiko kembali
dengan kedua orang-tuanya. "Jumlah orang yang termasuk
sangkaan sudah makin sedikit. Dan mengenai nyonya..."
"Isteriku ...?" sela Imoto heran.
"Ya, seorang yang memakai rok putih dengan motif
bunga lebih dahulu masuk kedalam kamar baca sebelum
Mitoya. Mula-mulanya nyonya telah memakai rok
demikian. Kemudian baru ganti dengan gaun polos ini.
Maka sangkaan juga jatuh kepadanya.
"Tetapi kan ada wanita-wanita lain yang memakai rok
demikian?"
"Coba nyonya berikan namanya!" Nadanya terdangar
sarkastis dan Sheiko melihat kedua matanya bersinar
menuduh. Kemudian Joe bangkit berdiri.
Sunyi mencengkam.- 90
"Aku rasa juga tak mungkin Mitoya yang mencuri
kalung itu," Imoto memecah kesunyian.
"Tak ada lain orang lagi kecuali dia yang ada ketika,"
jawab isterinya tajam.
"Joe berpendapat lain. Bagaimana pendapatmu,
Sheiko?"
"Aku rasa Joe benar. Aku merasa menyesal sekali
sampai terjadi demikian."
"Jangan kau banyak pikir, Sheiko dear. Kau pun, tak
tahu dia seorang pencuri," kata Fuchi.
"Kau salah, Mom! Mitoya tak mungkin mencuri
kalung itu. Tetapi kau segera menyangka dia. Sehingga kau
tak melihat fakta-faktanya."
"Sheko, berani benar kau kepadaku! Imoto ..."
"Sorry, Mammie," sela Imoto dengan tenang "Tetapi
rupanya Sheiko benar. Aku hendak meminta maaf kepada
nya karena telah menuduh dia sebagai pencuri ..."
"Tak sudi aku! Aku tetap menuduh dia sebagai
pencuri!" menantang Fuchi.
Tanpa berkata apa-apa lagi Imoto meninggalkan
ruangan itu.
"Pap, aku telah berpikir lebih lanjut," kata Sheiko
kemudian. "Aku disini hidup senang dan cukup. Apa yang- 91
aku mau, semua bisa dapat. Tetapi ingin aku bisa mencari
uang sendiri. Aku ingin bekerja ..."
Dengan tajam Imoto melihat ke arah Sheiko. Ia
merasa bangga terhadapnya. Sekilas ia melirik kearah
isterinya. Fuchi masih tampak cantik. Bukan saja cantik,
tetapi dulu pun ia sangat baik terhadapnya. Bukankah
isterinya yang membantu dan menganjurkan sehingga bisa
mencapai sukses yang gilang gemilang? Kenapa sejak
dahulu Imoto tak pernah memikir sampai esitu?
"Ya." pikir Imoto. "Fuchi mempunyai personaliti dan
chram. Tetapi didalam mengejar cita-cita aku seperti hilang
kontak dengannya ..."
Kini ia merasa bersalah. "Bagaimana sepi hidupnya
dahulu"
Kemudian Imoto berpaling lagi kearah Sheiko.
"Lakukanlah apa yang kau rasa baik, Baby" Tampak
ayahnya mengangkat nyawanya seperti hendak meminum
untuk keselamatan anaknya. Naman tiba-tiba dengan cepat
Jiwa Remaja Karya Yos Guwano di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diletakkannya lagi.
"Fuchi...! Mengapa engkau?" serunya.
Cepat Sheiko melompat untuk menghampiri ibunya
yang dengan pucat tengah menyender di kursi
"Ah, tidak apa-apa. Mungkin karena terlaku letih.
Aku hendak tidur saja, Imoto."- 92
Sheiko mengantarkan ibunya masuk ke dalam kamar
tidur. Tak lama lagi datang Imoto dan mencium istrinya
dengan penuh kasih sayang. Fuchi sudah lama tidak
merasakan kemesraan dari suaminya. Maka dengan mata
terbuka lebar ia mengawasi ke arah Imoto.
"Tidurlah biar nyenyak daar," bisik Imoto di kuping
istrinya.
Sesudah Sheiko dan Imoto pergi, Fuchi masih
memikir sekian lama, kedua matanya penuh air mata. Tiba
tiba wajahnya Mitoya berbayang di bulu matanya.
Kemudian Sheiko, lalu mereka berdua bersama-sama.
"Oh Tuhan, apa yang telah kulakukan?" serunya tiba
tiba, "Mengapa aku menjatahkan Mitoya?"
Obat tidur yang diberikan Imoto mulai bekerja.
Namun sebelum tidur ia merasa bahwa mulai esok akan ada
perubahan di dalam hidupnya. Ia telah bertindak salah.
Dengan senyum terlukis di wajahnya, Fuchi jatuh tidur.- 93
DUABELAS
Di ranjang Sheiko gulak gulik tidak bisa pulas.
Badannya terasa sangat lelah, namun matanya tak mau
merem.
Si gadis tahu bahwa ia telah jatuh cinta kepada
Mitoya. Namun pemuda itu telah dilukai hatinya. Bahkan
telah diusirnya. Kemudian dibela. Akhirnya sudah beberapa
jarn barulah ia bisa tidur. Tetapi sang pikiran terus
mengudaknya.
Didalam tidur ia melihat Mitoya digelanggang tinju.
lawannya sudah dijatuhkan, tetapi akhirnya ia sendiri pun
dengan berlumuran darah tersungkur jatuh. Banyak Juga
tampak ayahnya dan ibunya didalamnya.
Tiba-tiba dengan kaget ia terjaga, Kamarnya penuh
dengan asap. Napasnya seakan tercekik dan karena kagetnya
Sheiko tidak bisa bergerak. Ia menjerit sekuatnya. Tiba-tiba
tampak pintu menjeblak terbuka.
"Sheiko ...! Baby...!" teriak ayahnya.- 94
Imoto segera memondong anaknya melalui tirai asap
tebal menuju kearah trap. Cepat-cepat ia turun ke bawah.
Sementara itu lidah api men-jilat2 menjulang tinggi..
Para pelayan sudah keluar semua- wajah mereka
tampak pucat. Tiba-tiba Sheiko kagafc bukan main ketika Ia
tidak melihat ibunya.
"Mammie ... !" teriaknya.
"Fuchi!" jerit Imoto.
Sementara itu Mitoya pun tidak bisa tidur. Betapa
tidak! Hari yang penuh harapan berbalik menjadi ke
kecewaan yang pahit. Di dalam hati ia pun agak menyesal.
Tak boleh ia menyinggung perasaan Sheiko. Sudah
sewajarnya dia menbela orang tuanya.
Mitoya lalu melempar selimutnya ke samping dan
duduk di sisi ranjang. Tiba-tiba ia ingat lukanya dipinggir
mulut yang kemudian diusap-usapnya. la menjadi tertawa
sendiri. Sheiko ternyata tidak takut untuk berkelahi.
Untuk sejenak ia melihat keluar melalui jendela,
tampak sinar merah dilangit yang makin lama makin besar.
Diperhatikannya dengan saksama. Tentu ada rumah yang
terbakar dan bukan kebakaran kecil. Haa!? Itu kan dekat
rumahnya Sheiko! Laksana kilat ia melompat turun menuju
ke arah kamar pelatihnya. Ia lalu menggedor pintunya.
"Ada apa?" tanya Tokajo kaget.- 95
"Cepat bangun! Ada kebakaran! Lekas kau keluarkan
mobil!" teriak Mitoya.
Mobilnya menderu-deru ketika Tokajo menancap gas
sampai habis. Dalam beberapa menit saja mereka sudah tiba
di muka rumah Sheiko, yang kini penuh orang di luar.
"Sheiko ...! Sheiko ... !" teriaknya gemetar.
Si gadis segera berlari-lari menghampiri untuk
kemudian jatuh dipelukan Mitoya.
"Mitoya!" menangis Sheiko tersedu-sedu. "Mammie
masih ada di dalam, ia akan terbakar hidup-hidup. Pappie
sedang mengambil tangga, tetapi sampai sekarang belum
kelihatan, Pasti akan terlambat. Dan Mammie tadi minum
obat tidur ..."
Mitoya tak membuang-buang waktu lagi. Tanpa
bicara lagi ia berlari menuju ke rumah sambil melemparkan
jaketnya.
"Mitoya! Jangan ...! Anak gendeng!" teriak Tokajo
ketika ia mengetahui maksudnya Mitoya.
Asap tebal dan api yang menjilat-jilat menutupi jalan
masuk. Dengan membungkuk dalem-dalam, ia berlari dan
sampai di gang. Untung trapnya masih belum rubuh, Mitoya
merasakan sambaran sangat panas ketika ia tiba di atas.
Kemana ia harus menuju?- 96
Ia memasang telinganya. Tiba-tiba didengarnya orang
ketakutan. Suara itu dari kamar yang paling ujung. Laksana
anak panah ia melesat kearah kamar itu.
Samar Fuchi melihat sebuah potongan badan di muka
pintu. Dikiranya Imoto suaminya. Di dalam hati sangat
girang karena suaminya begitu gagah melintasi api untuk
menolongnya.
"Imoto, oh, Imoto!" tangis Fuchi sambil menghampiri
ke depan. Mitoya tidak mau membikin ia kecewa, maka ia
diam saja. Ia pun harus bertindak cepat. Segera ia pondong
badannya Fuchi yang sudah jatuh pingsan. Dengan cepat ia
turun dari trap dan melalui gang sambil malompati balok
balok yang tengah menyala.
Tiba-tiba pundak kirinya terasa sakit ketika sebuah
balok menyerempet jatuh ke bawah. Syukur tidak telak.
Separuh berlari dengan beberapa kali jatuh akhirnya ia tiba
juga di luar.
Beberapa orang segera mengambil oper tubuhnya
Fuchi yang masih pingsan.
"Apa kau tidak apa-apa, Mitoya?" tanya Tokajo.
"Hayo, sekarang kita pulang sudah." ia lalu memegang
lengan si pemuda dan mengajoknya kembali kemobil.
Sesudah mobilnya di jalan, Mitoya menoleh lagi ke
belakang. Api makin besar dan menjulang sangat tinggi.- 97
Tampak Imoto Karito dan Sheiko tengah berlutut di samping
tubuhnya Fuchi.
Mitoya rasakan badannya sangat letih. Di mobilpun ia
sudah separoh tidur.
Susah benar untuk membangunkannya esok paginya.
Ibunya dengan penuh kasih melihat ke arah Mitoya. Ia
merasa bangga mempunyai anak yang gagah berani.
Hari ini Mitoya akan berangkat ke Tokyo untuk
mempertahankan kejuaraannya. Ibunya mengantarkan ia
sampai ke mobil.
"Mitoya..." katanya perlahan. "Aku tak pernah
meminta, tetapi jadikanlah pertandingan ini yang terahhir ...
dan selesaikanlah dengan cepat. Maukah kau, Mitoya?"
tampak kedua matanya berlinang.
"Baik. Mamie." jawab Mitoya. "Aku berjanji"
Dua hari berturut-turut hujan turun dengan derasnya.
Sheiko tengah mengawasi turunnya air melalui jendela dari
rumah sakit.
"Mengapa kita sampai bisa lupa mengucapkan terima
kasih kepada Mitoya, Pappie?"
"Aku pun tidak tahu, Baby. Kita sedang bingung,
melihat ibumu pingsan sehingga tidak tahu ketika ia pulang.
Mitoya sungguh gagah berani. Aku merasa sangat kecil.
Sebenarnya aku lantas harus menolong ibumu dan tidak
mencari-cari tangga dulu. Bagusnya ada dia!" kata Imoto.- 98
"Sudah begitu, Mammie sangat benci lagi kepada
nya," mengeluh Sheiko sedih.
"Ini salahku juga. Aku rasa ibumu merasa mengiri
kepadamu. Terdengarnya memang aneh. Pada tahun-tahun
belakangan hubungan kita agak jauh. Memang kita masih
saling mencintai, namun aku kurang memperhatikan
Mammie. Perhatianku lebih banyak ditujukan kepadamu.
Tetapi akan kubetulkan kesalahanku ini. Harap saja masih
belum terlambat ...."
Pada saat itu tampak dokternya keluar.
"Istrimu sudah banyak baikan, tuan Karito. Luka-luka
terbakar tidak dalam. Syoknya pun sudah dapat diatasi.
Namun rupanya ada sesuatu yang hendak diceritakan
kepadamu. Juga ia menyebut nama Joe Tanaka."
"Joe Tanaka? Baby, tolong kau telponkan dia. Aku
hendak melihat ibumu."
Sesudah menelpon, Sheiko menyusul ke kamar
ibunya. Nampak ayahnya sedang duduk di sebelah ranjang.
Untuk sejenak ia mengawasi ibunya, kemudian dengan
penuh kasih ia merangkulnya.
Pada saat itu Imoto melihat sebuah koran yang ter
letak di meja.
"Malam ini Mitoya akan mempertahankan kejuaraan
nya," bacanya Imoto terkesiap. Apakah anak muda itu tidak- 99
apa-apa ketika menolong Fuchi? Ingin ia segera terbang ke
Tokyo untuk mengucapkan terima kasih.
Imoto melihat ke arah anaknya lagi. Jelas bahwa
Sheiko sudah jatuh cinta kepada petinju ini.
"Kau dengan gagah berani menolong aku dari bahaya
api, Imoto." kata Fuchi.
Namun Imoto menggelengkan kepalanya. "Bukannya
ku..." jawabnya malu.
"Bukannya kau? Habis siapa?"
"Mitoya!"
"Mitoya?!?" seru Fuchi kaget. Tiba-tiba ia mulai
menangis. Ia masih menangis ketika Joe masuk.
"Nyonya hendak bicara dengan aku?" tanya Joe datar.
"Ya," jawab Fwchi. "Ada sesuatu yang kau harus
tahu. Akulah yang telah mengambil kalung itu."
"Apa ...!?" seru Imoto sangat kaget.
"Aku sangat girang nyonya ceritakan sendiri." Kata
Joe, "Aku sebenarnya sudah tahu."
"Bagaimana... bagaimana kau tahu?"
"Wanita yang lain yang memakai rok semuanya
Jiwa Remaja Karya Yos Guwano di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempunyai alibi. Mitoya sedang mencari Sheiko ketika ia
melihat berkibarnya sebuah rok. Mudah saja untuk nyonya
menganti baju. Kemudian kau menuduhnya ketika ia sedang- 100
melihat lemari yang sudah terbuka itu. Memang kebetulan
benar..."
"Mengapa kau curi kalung itu Fuchi? Kan kau bisa
meminta saja," kata Imoto perlahan.
"Tak tahu aku Imoto. Aku merasa kesepian seperti tak
diperlukan lagi. Kau selalu repot dengan pekerjaanmu. Aku
ingin diperhatikan. Bukan aku inginkan kalung itu.
Kemudian baru aku menyesal, Mula-mula aku mau
ceritakan, tetapi..." Gemetar Fuchi melihat kearah suami
nya.
"Tetapi mengapa kau salahkan Mitoya yang
mengambil?"
"Karena aku benci kepadanya. Ia tidak termasuk
kalangan kita, Aku anggap dia sebagai orang luar dan aku
tahu bahwa Sheiko sudah jatuh cinta kepadanya. Aku
berpendapat bahwa Mitoya tidak pantas untuk jadi
pasanganmu. Baby. Keadaannya tak cukup seperti ayahmu
dulu..."
Tiba-tiba wajahnya menjadi pucat. "Kalung itu...
kemana kalung itu sekarang? Aku bawa kedalam kamar"
"Mungkin teruruk oleh puing-puing reruntuhan"
jawab Imoto. "Nanti akan kucari. Kalau sudah dapat
kembali urusannya kau sudah beres, bukan begitu, Joe?"
Si detektif mengangguk.- 101
"Ya, untukku persoalan sudah beres. Namun aku rasa
bukan kesalahanmu semuanya, nyonya."
Joe lalu bangkit hendak pergi. Sesampai di pintu ia
menoleh lagi dan berkata : "Kau berhutang budi kepada
Mitoya. Sebaliknya kau membalasnya."
"Cara bagaimana harus kubalas?" tanya nyonya
Karito.
"Berdoalah untuknya agar dia diberi kekuatan" kata
Joe tenang.
"Apa maksudmu?" tanya Sheiko heran.
"Dalam beberapa jam lagi ia akan mempertahankan
kejuaraannya. Lawannya, Hayakawa adalah tandingan yang
berat, apa lagi dengan pundaknya yang luka. Ketika
menolong ibumu, Mitoya keserampet balok dari atas.
Tangan kirinya menjadi agak kaku. Kalah, ia menjadi
seorang bekas juara."
Joe lalu meninggalkan mereka sambil menutup pintu
kamar.- 102
TIGABELAS
"Oh" nangis Sheiko terisak-isak.
"Agak keterlaluan bicaranya... menyalahkan kau jika
Mitoya sampai kalah!" protes Imoto.
"Tidak, Imoto! Joe benar," sela Fuchi. "Jika kita
berdua lebih berterus terang satu sama lain peristiwa ini tak
sampai terjadi,"
Sesudahnya nyonya Karito berpaling kepada
anaknya.
"Ada suatu hal lain maka tadinya aku tidak menyukai
Mitoya. Typenya persis ayahmu dulu. Ia pun gemar tinju
dan aku telah menghalanginya. Hanya aku tidak bisa
memberikan apa yang sangat diingininya, yaitu soerang
anak lelaki."
"Ah Fuchi, jangan kau menyalahkan dirimu," seru
Imoto cepat-cepat. "Belum tentu aku bisa berhasil di
gelanggang tinju."
Sambil bersenyum ia lalu memegang lengan baju
isterinya.- 103
"Sudah sekarang kau harus istirahat. Besok kita
datang lagi. O ya, hampir aku lupa. Aku telah membeli
sebuah rumah baru komplit dengan perabotan. Tinggal
masuk saja." Imoto membungkuk untuk mencium isterinya.
"Imoto ... aku ingin berdoa untuk Mitoya" kata Fuchi
perlahan.
"Lakukanlah, dear. Ini akan menambah kekuatan
nya." jawab suaminya.
Hujan masih turun deras ketika Imoto dan Sheiko
keluar dari rumah sakit.
"Kunci rumah yang baru aku bawa." kata Imoto "Apa
kau mau melihat sebentar?"
Sheiko tidak segera menjawab.
"Pappie, apakah tidak berkeberatan jika kita pergi ke
hotel Kanaka? Aku ingin bicara dengan ibunya."
"Hayo, boleh saja. Belum lama akupun telah mampir
disitu sebentar."
Mereka lalu naik kedalam mobil.
"Cari apa Pappie disana?" tanya anaknya heran.
"Baby... setiap orang memerlukan suatu tempat untuk
beristirahat, untuk menenangkan pikiran. Tempat itu
mengenangkan aku waktu dulu, ketika kita belum ada. Aku
tidak punya uang, namun toh kita merasa bahagia. Memang
uang itu sangat berkuasa, namun tidak semua bisa dibeli- 104
dengan uang. Seperti mergobrol dengan gembira di rumah
sambil tertawa. Berada di halaman rumah dengan anak
isteri. Yah, nanti kau pun akan merasakannya ..."
Sheiko melihat arlojinya. "Jam berapa pertandingan
dimulai?" tanyanya.
"Jam 8.30. Kita bisa mengikuti di TV. Sebentar saja
kita lihat di hotel Kanaka."
"Aku... tak mau lihat. Aku..." kata Sheiko
"Tak perlu kau takut, Baby. Rasa takut harus kau
lawan dengan menghadepinya sendiri." menasehati ayah
nya. Lalu ia menyetel radio di mobil.
"Di sini radio Tokyo," terdengar suara penyiar.
"Kami akan memberikan pandangan mata dari pertandingan
tinju antara Mitoya Kanaka dan Mayakawa, keadaan luar
biasa ramainya. Semua karcis sudah terjual habis. Tampak
nya juara Mitoya seperti terluka dan tidak seperti biasa"
Sheiko mengangkat kedua tangannya seperti hendak
menutupi telinganya. Tak ingin ia mendengar lebih lanjut.
"Nah, kita sudah sampai." kata Imoto dan memarkir
mobilnya di dekat rumah tinggal.
Di dalam sangat sunyi, semua hadirin seperti
menahan napas melihat kearah layar TV. Sheiko melihat dua
orang di dalam gelanggang. Nyonya Kanaka keluar
menyambut mereka.- 105
"Duduklah, Nak." kata ibunya Mitoya. "Tuan Imoto,
silahkan duduk."
"Nyonya Kanaka," kata Sheiko perlahan. "Aku
hendak menceritakan soal kemarin malam. Jika Mitoya
sampai kalah, maka ini karena salahku..." Tak dapat ia
teruskan, karena tiba-tiba ia menangis terisak-isak.
Dengan penuh pengertian nyonya Kanaka memeluk
pundak Sheiko. "Aku harap saja Mitoya ada harganya untuk
dikeluarkan airmatamu, Nak. Aku pun merasa bangga jika
ia menolong jiwa orang. Ayahnya pun akan bertindak
demikian." jawabnya dengan bangga.
"Mitoya harus bisa mengurus dirinya sendiri. Dan
jika ia sampai kalah, maka itu karena salahnya sendiri."
akhirnya nyonya Kanaka.
Ronde pertama dan kedua merupakan suatu siksaan
bagi Sheiko. Suara penyiar terdengar jauh sekali. Setiap kali
Mitoya kena pukulan, Sheiko mengkeret badannya. Seperti
merasakan sendiri. Dan jeda ronda ketiga terjadilah sesuatu
yang mengejutkan.
Mitoya kelihatan terhuyung seperti hilang keseim
bangannya, Hayakawa segera mengunakan ketika baik ini.
Laksana kilat ia meninju geraham lawannya dengan sebuah
pukulan kiri. Tanpa ampun lagi Mitoya terlempar
menggelantung pada tambang di gelanggang.- 106
"O...oh" suara Sheiko terdengar seperti tercekik
sambil menutup wajahnya dengan tangan. Namun tiba-tiba
timbul ketetapan hatinya. Mitoya tengah berusaha untuk
berdiri lagi.
"Mitoya. kau masih belum kalah! Jangan menyerah
mentah-mentah! Berdirilah!" Sheiko seperti memberikan
semangat baru kepada kekasihnya.
Nyonya Kanaka pun tengah mengawasi dengan
penuh perhatian, ia seperti hendak menghipnotisir anaknya.
"Peganglah janjimu, Mitoya." bisiknya. "Kau berjanji
untuk membereskan dalam empat ronde, cepat kau
laksanakan. Nak."
"Ho... ho... jangan terburu napsu! Tunggu sampai
hitungan kedelapan." seru Imoto.
"Lima... enam... tujuh..." itulah gong berbunyi.
Pertandingan luar biasa! Hayakawa tampak tegang...
Imoto sampai berdiri saking tegangnya.
"Perhatikanlah para pendengar. Mitoya sekarang
sudah berdiri lagi ditempatnya. Penuh keyakinan ia
mengambil sikap..." terdengar suara penyiar makin lama
makin tegang. Suara bel hampir tak terdengar arena teriakan
publik.
Tampak otot-otot Mitoya yang besar ketika ia ke
depan. Gerakannya lemas tapi cepat seperti seekor harimau.- 107
Kedua matanya bersinar dingin, suatu sorotan yang paling
ditakuti oleh semua lawannya.
Hayakawe juga tampak terpengaruh. Kelihatan ia
agak ragu-ragu. Dengan tegang Sheiko memperhatikan
segala gerakan kekasihnya. Tinjunya Mitoya tampak
laksana kilat datang dari segala arah. Seperti hendak lekas
lekas menyelesaikon. Akhirnya dengan tangan kanannya ia
menghantam geraham Hayakawa. Suatu pukulan geledek
gedebuk!" dan lawannya tanpa ampun lagi melesak ke
sudut gelanggang. Sebuah knock-out yang luar biasa dari
Mitoya!
Seperti di dalam mimpi dilihatnya wasit naik ke
gelanggang. Memegang lengannya Mitoya dan di acungkan
ke atas. Sorakan gegap gempita terdengar dari publik
Sheiko sampai mengeluarkan air mata kegirangan.- 108
EMPATBELAS
"Nyonya. sungguh bangga kau mempunyai anak
lelaki seperti Mitoya." kata Imoto.
"Memang, aku pun merasa bangga." jawabnya sambil
menyiapkan meja makan. "Tetapi aku lebih bangga jika ia
meninggalkan gelanggang tinju."
Jiwa Remaja Karya Yos Guwano di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu berpaling kearah Sheiko. "Aku harap saja
saatnya lekas akan tiba."
Sesudah makan mereka lalu mengobrol dengan
"Sudah laat, Baby. Nyonya Kanaka menyuruh kita
menginap saja disini. Kau tidur dikamar tamu, aku di
ranjangnya Tokajo," kata Imoto kepada anaknya.
"Kau sangat baik, nyonya," kata Sheiko dengan
berlinang.
"Oh, tidak apa-apa. Kau urus tempat tidurmu, nanti
aku bereskan kamar untuk ayahmu."
Hari-hari kemudian menjadi hari bahagia bagi
Sheiko. Siangnya ia bantu memasak dan malamnya
menemani mengobrol.- 109
Dangan tak sabar Sheiko nantikan kabar dari Mitoya
yang tak kunjung tiba. Tak dapat disalahkan jika pemuda ini
sampai marah.
Tiba-tiba terdengar suara gembira dari nyonya
Kanaka. Di tangannya memegang sebuah telegram.
"Mitoya besok pulang!" serunya.
Sheiko kaget mendengar berita tiba-tiba ini.
"Besok ayah dan aku hendak masuk ke rumah yang
baru," katanya. Keputusan ini datang secara mendadak.
Nyonya Kanaka sama sekali tak menduganya, namun ia
tetap tenang.
"Aku mengerti tindakanmu, Nak. Kau benar. Seorang
lelaki yang mencintai seorang wanita, harus mencarinya.
Kelak ia akan merasa bangga kepada isterinya. Biarlah
Mitoya yang mencari engkau"
Rumah baru itu tak jauh letaknya dari hotel Kanaka.
Dari atas teras mereka bisa melihat ke hotel itu.
Di dalam kapal terbang tampak Mitoya tidak tenang.
Berulang-ulang dibacanya surat dari nyonya Karito. Nyonya
ini telah ceritakan semuanya. Mitoya merasa kasihan namun
juga mengagumi keberanian dalam mengakui kesalahannya.
"Nah, kita sampai lagi di rumah Tokajo!" katanya
gembira ketika kapal terbangnya mulai mendarat.- 110
Seturunnya dari kapal terbang, mereka dikerumuni
oleh wartawan-wartawan. Dengan susah payah mereka naik
ke mobil.
"Berhenti di muka rumah sakit, Tokajo. Aku hendak
menyambangi seseorang."
Tokajo mengangguk, ia mengerti.
Mitoya langsung masuk ke kamarnya Fuchi. Tampak
wajahnya berubah pucat sedikit ketika dilihat tamunya.
"Suratmu telah kuterima Nyonya. Aku harap kau
sudah banyak baikan. Dan banyak terima kasih atas
semangat yang diberikan kepadaku."
"Tak tahu aku harus bilang apa, Mitoya. Bagaimana
aku bisa membalas budimu... Bagaimana kau bisa memaaf
kan segala tuduhan..." tak dapat ia teruskan kata-katanya.
Fuchi lalu menangis sangat menyesal.
"Sudahlah, Nyonya. Yang sudah biarlah berlalu. Mari
kita mulai dengan halaman baru..."
"Terima kasih, Mitoya dan sampaikan salamku untuk
Sheiko ..." kata Fichi terharu.
o O o- 111
"Kau tengoki isteriku?" tanya Imoto heran ketika
Mitoya menceritakannya. Mitoya mengangguk.
"Terima kasih, Mitoya. Banyak terima kasih atas
segala kebaikanmu. Kau telah menolong jiwa isteriku."
Nyonya Kanaka bersenyum ketika melihat anaknya
menengok disekitarnya. Seperti mencari seseorang? Sebagai
ibunya pasti ia mengerti.
"Sheiko ada di rumah baru itu, diatas bukit."
terangnya dengan tertawa.
"Akan aku ke sana sekarang." kata Mitoya.
Dengan perlahan ia menaiki bukitnya yang agak
terjal. Pundaknya terasa sakit. Apa yang harus dikatakan
kepada Sheiko? Susah benar untuk mencari kata-kata. Tak
heran, karena Mitoya belum pernah jatuh cinta. Ini adalah
pengelaman yang pertama dan... yang terakhir. Cocok apa
yang dikatakan ibunya.
Setibanya di muka pintu ia mengetuk. Namun tak ada
yang membukainya. Lama ia menanti dan mengetuk lagi,
tetapi tetap tidak ada jawaban.
Baru ia hendak pergi lagi, ketika tiba-tiba ia melihat
Sheiko yang rupanya tertidur di bawah sebuah pohon
rindang. Dengan berindap-indap ia menghampirinya.
Dengan kagum ia melihat wajah kekasihnya nan
cantik jelita. Persis seperti bidadari yang turun dari
kayangan. Mengasoh dan tertidur di bawah pohon.- 112
"Sungguh bengga aku mempunyai isteri seperti dia
pikirnya di dalam hati.
Mitoya lalu berlutut disampingnya. Tak bosan-bosan
rasanya untuk melihat. Dangan perlahan-lahan ia mencium
bibir si gadis yang merah seperti delima melotak. Rasanya
manis melebihi madu. Mitoya menekan lagi dan si gadis
membalasnya, namun di dalam impiannya karena ia masih
tidur.
Beberapa saat kemudian barulah ia terjaga. Kedua
matanya terbelalak lebar ketika ia melihat wajah kekasihnya
yang dinanti-nantikan itu,
"Apa aku masih bermimpi?" tanyanya.
"... Tidak, Sheiko dear, kau tidak bermimpi ..."
Mitoya dengan sayang memeluk gadis pujaannya dan
menciuminya. Sheiko pun membalas dengan hangatnya.
"Sheiko dear, I love you with all my heart..." bisik
Mitoya.
"Oh... Mitoya..."
Kata-kata tak perlu lagi diucapkan
SELESAI- 113
PERNYATAAN
File ini adalah sebuah hasil dari usaha untuk
melestarikan buku novel Indonesia yang sudah sulit
didapatkan di pasaran, dari kemusnahan. Karya tersebut di
scan untuk di-alih-media-kan menjadi file digital. Ada
proses editing dan layout ulang yang membuat ejaan versi
digital ini berbeda dengan aslinya, hal ini dikarenakan untuk
menyelaraskan output suara untuk software pembaca teks.
Teks asli dapat dilihat pada file dalam format djvu.
Tidak ada usaha untuk meraih keuntungan finansial dari
karya yang dilestarikan ini.
Saya tidak bertanggung jawab atas tindakan pihak
lain yang menyalahgunakan file ini diluar dari apa yang
kami nyatakan pada paragraf diatas.
CREDIT
? Awie Dermawan
? Ozan
D.A.S
Kolektor E-Books- 114
Dewi Ular 32 Hantu Kesepian Nona Berbunga Hijau Kun Lun Hiap Kek 01 Api Di Bukit Menoreh Karya S H
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama