Ceritasilat Novel Online

Pisau Terbang Bunga Emas 1

Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo Bagian 1



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ

1

2

3



"KIM HOA PIAUW"

(Pisau Terbang Bunga Emas)

oleh:

Kho Kiong An

Kho Ping Hoo

Hari itu kota Liu-leng kelihatan ramai sekali. Kedai2

arak kelihatan penuh dikunjungi para pedagang yang

melepaskan lelah setelah berjuang seharian mencari nafkah

bagi anak-isterinya. Memang, kota Liu-leng di propinsi

Hopak ini adalah sebuah kota yang cukup ramai.

Penduduknya terkenal ramah dan baik-hati, tidak segan2

menolong sesamanya yang kekurangan.

Di antara kedai2 arak dikota Liu-leng itu, kedai yg

didepannya digantungi papan-nama atau merk "A-SAM"

adalah yang paling banyak dikunjungi orang. Nama kedai itu

diambil dari nama pemiliknya yang dikenal orang dengan

nama A Sam. A Sam adalah seorang tua yang suka sekali

mengobrol dan juga ramah. Justru karena kesukaannya

mengobrol itulah maka banyak saudagar yang mampir di

warungnya, sekadar minum beberapa cawan arak sambil

mendengarkan obrolan A Sam.

Pada siang hari itu A Sam sedang melayani para

pembelinya. 4



"Sungguh mengherankan," kata seorang saudagar

sambil menghirup araknya, "kota Liu-leng hari ini amat

ramai, ada apakah gerangan?"

"Ya, tadi kulihat juga waktu lewat di depan kantor

tikoan, seluruh tempat itu dihias amat bagus se-akan2 hendak

diadakan keramaian besar." kata pedagang kedua.

"Ada keramaian apakah?" tanyak pedagang ketiga.

"Rupa-rupanya saudara bertiga ini adalah tamu2 dari

luar kota," A Sam memberi keterangan, "Hari ini akan

diadakan keramaian untuk meresmikan pengangkatan tikoan

baru. Kabarnya tikoan baru ini she Lie, tadinya memegang

jabatan di kotaraja dan sekarang dipindah ke sini."

"Eh, mengapa tikoan yang lama diganti?" tanya

saudagar pertama. "Bukankah Song-tikoan itu orangnya adil

dan baik menurut berita yang kudengar?"

A Sam meng-angguk2, kemudian berkata, "Memang

tak dapat disangkal bahwa Song-taijin sebenarnya adalah

seorang tikoan yang bijak. Beliau banyak memberi hadiah

kepada para pendeta di kelenteng, memberi sedekah kepada

fakir-miskin. Akan tetapi akhir-akhir ini terjadi peristiwa2

aneh yang mengerikan dan kiranya inilah yang menyebabkan

Song-tikoan diganti oleh tikoan baru dari kotaraja,"

"Peristiwa2 mengerikan apakah?"

"Apa cuwi hiante belum mendengar?" tanya A Sam

agak terheran mengapa ada orang yang belum mendengar

tentang hal itu.

"Kami datang dari luar kota, dan sudah tiga bulan

kami tak pernah lewat di sini. Harap kau ceritakan apakah 5



adanya peristiwa2 itu." kata saudagar ketiga dengan wajah

tertarik sekali.

Sebelum menjawab, A Sam mengerling ke kanan-kiri

seperti orang yang ketakutan dan agaknya ia ragu2 untuk

menceritakan sungguhpun mulut dan matanya yg tua itu

membayangkan hasrat besar untuk menyampaikan berita

yang menggemparkan itu. Tidak ada kesenangan yang lebih

besar baginya daripada menyampaikan berita yang hebat2

kepada orang lain, terutama kepada para langganannya.

"Peristiwa2 aneh dan hebat tentang mengganasnya

iblis di Liu-leng ini." akhirnya ia berkata, menahan napas,

tegang penuh perhatian ingin menyaksikan betapa reaksi

daripada para pendengarnya mendengar judul ceritanya yang

cukup menarik ini.

"Apa..........?"

"Iblis katamu .........?"

A Sam girang melihat wajah orang-orang yang

mendengarkannya itu berubah dan mereka kelihatan tertarik

sekali sehingga ada yang menunda cawan araknya di depan

bibir tanpa meminumnya. Kembali A Sam mengangguk
angguk dan memandang ke kanan-kiri serta memperlihatkan

rupa seperti orang yang merasa serem dan ketakutan.

"Aaiih, bulu tengkukku meremang semua kalau aku

memikirkan hal itu. Iblis itu telah merampok dan membunuh

manusia tanpa ada yang dapat menghalanginya. Bahkan

belum lama ini anak gadis tetanggaku juga terbunuh secara

mengerikan sekali. Lehernya hampir putus ..... iiihhh

dan kepalanya .. kepalanya bolong-bolong se-akan2 semua 6



isi kepalanya telah dihisap habis oleh iblis itu ...... hiiii

......!"

A Sam menutup kedua matanya dengan tangan

sedangkan tiga orang saudagar itu saling pandang, kemudian

otomatis juga mereka memandang ke kanan-kiri seakan2

takut kalau2 iblis yang mengerikan itu tiba2 saja muncul di

dekat mereka.

"Habis bagaimana selanjutnya........?" Seorang di

antara mereka akhirnya berani membuka mulut bertanya

dengan suara perlahan sekali.

"Song-taijin telah berusaha sekuat tenaga untuk

menangkap iblis itu, bahkan sudah dikerahkan semua

penjaga kota. Bukan itu saja, Song-tiyjin malahan

menjanjikan hadiah seribu tail perak bagi siapa saja yang

dapat menangkap iblis itu hidup-hidup atau mati. Akan

tetapi, manusia manakah di muka bumi ini yang dapat

menangkap... iblis?"

"Eh, Sam-lopek, betul2kah ceritamu itu? Apakah kau

sendiri sudah pernah melihat iblis itu?" tanya seorang

saudagar muda dengan nada suara tidak percaya. Saudagar

muda ini, seperti juga tamu-tamu lain yang berada di situ,

tertarik oleh cerita A Sam sehingga sebentar saja A Sam

sudah dikelilingi oleh belasan orang tamu yang kesemuanya

ingin sekali mendengar cerita serem ini.

A Sam menyedot huncwenya yang ternyata telah mati

apinya, me-ngetuk2kan huncwe untuk membuang abu

tembakaunya, lalu menyulutnya lebih dahulu sebelum

melanjutkau ceritanya. Belasan orang pendengarnya yg tidak 7



sabar lagi menanti, melihat semua gerakan A Sam dengan

penuh perhatian, seakan-akan setiap gerakan pemilik kedai

arak ini ikut bercerita tentang iblis yang mengerikan.

Kemudian A Sam mengepulkan asap huncwenya, lalu

menjawab:

"Mana aku berani melihatnya? Aku hanya pernah

melihat yang menjadi korbannya saja. Selain gadis

tetanggaku, juga lima orang penjaga malam yg mati

diterkam iblis dan mayat mereka menggeletak dalam

keadaan amat mengerikan di pinggir tembok kota. Hiii....

sungguh baru pertama kali itulah selama hidupku aku

melihat orang2 mati semacam mereka itu. Kepalanya

berlubang-lubang dan mukanya........ayaaaa...... sungguh

menyeramkan sekali. Rupa-rupanya iblis itu suka makan

orang, suka makan muka orang".

Keadaan menjadi sunyi, semua orang tak berani

mengeluarkan suara berisik, hati mereka diliputi rasa takut.

Memang pada masa itu, tahyul merupakan penyakit umum

yang percaya akan adanya iblis-iblis dan siluman jahat

seperti mereka percaya akan adanya bayangan mereka

sendiri.

"Apakah ada orang yang pernah melihat iblis itu, Sam
lopek?" tanya saudagar muda tadi.

A Sam makin bangga dan girang melihat semua orang

begitu tertarik kepada ceritanya. Setelah betul2 beberapa

kali, ia menjawab:

"Tentu saja, banyak yang pernah melihatnya

sungguhpun aku sendiri tidak berani melihatnya. Menurut 8



mereka yang pernah melihatnya, iblis itu rupanya hitam dan

matanya sebesar kepalan tangan, merah me-nya1a2.

Taringnya kelihatan, panjang dan putih. Iblis ini sedang

menggerogoti tangan manusia yang masih berlumuran darah.

Orang-orang yang melihatnya terus roboh pingsan karena

ketakutan. Untung mereka tidak diterkamnya sekali."

Sudah barang tentu cerita ini membuat para

pendengarnya menjadi makin serem. Tak seorangpun

meragukan cerita A Sam yang memang pandai bcrcerita itu

sehinngga tidak nampak sedikitpun pada mukanya, bahwa ia

telah membohong. Memang dasar daripada cerita itu tidak

bohong karena memang ada orang2 yg melihat "iblis" itu,

akan tetapi bukan seperti yang diceritakan olek A Sam.

Orang2 yang melihat iblis itu hanya melihat

berkelebatnya bayangan hitam saja, sama sekali tidak

melihat iblis bertaring dan bermata api yang makan tangan

manusia. Hal ini tidak terlalu mengherankan karena sudah

menjadi sifat manusia suka menambah-nambah berita

dengan khayal mereka sendiri.

Sementara itu, di rumah gedung yang oleh pemerintah

disediakan untuk pembesar yang berpangkat tikoan, terjadi

pula hal yang penting. Dengan disaksikan oleh semua

petugas di kota Liu-leng dan para hartawan serta orang2

terkemuka, dilakukan upacara timbang-terima kedudukan

tikoan lama Song Tek kepada tikoan baru Lie Kim Hong.

Di dalam ruangan tengah yang luas dari gedung itu,

nampak duduk seorang pembesar bertubuh gemuk dan

tinggi, pakaiannya indah, wajahnya yg selalu tersenyum 9



nampak agung, sikapnya seperti seorang bangsawan tinggi.

Memang, pembesar ini adalah Lu Siang Tek, seorang

pangeran dari keluarga kaisar yg biarpun telah

mengundurkan diri dari pemerintahan, tetap saja saja masih
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merupakan orang penting di kota Liu-leng karena kadang2 ia

masih melakukan tugas dari kaisar. Kali ini Lu Siang Tek

atau biasa disebut Lu-ongya menerima tugas kaisar untuk

melakukan upacara timbang-terima pangkat tikoan.

Di sebelah kiri Lu-ongya ini duduk Song-tikoan, yakni

tikoan lama yang bernama Song Tek, yang pada saat itu

harus menyerahkan kedudukannya kepada tikoan yang baru.

Song Tek ini orangnya sudah setengah tua, kurang lebih

empatpuluh tahun namun nampak masih gagah dengan

kumisnya yang tipis dan jenggotnya yang teratur rapi.

Wajahnya kelihatan terang dan mulutnya tersenyum ramah

selalu, pakaiannya rapi dan kuku2 tangannya terpelihara

baik2 dan bersih, tanda bahwa ia seorang ahli menulis yang

pandai.

Sudah bertahun-tahun ia memegang jabatan tikoan di

kota Liu-leng dan sekarang terpaksa ia harus melepaskan

kedudukannya itu karena ia dianggap kurang cakap dan

tidak mampu membersihkan kota Liu-leng dari gangguan

penjahat yang oleh penduduk dianggap iblis. Sebetulnya,

bukan karena Song Tek tidak cakap, melainkan karena

penjahat itu benar2 lihay sekali. Berkali-kali tikoan ini

mengerahkan orang-orangnya untuk melakukan

penyelidikan, pengejaran dan pengepungan, namun sukar

sekali orang dapat melihat penjahat itu. Beberapa kali para 10



penjaga berhasil melihatnya, namun ini hanya

mengakibatkan matinya para penjaga yang bertemu dengan

penjahat itu. Oleh karena inilah maka sampai sekian

lamanya tak seorangpun di kota Liu-leng dapat mengetahui

siapa sebetulnya penjahat itu dan bagaimana macamnya.

Adapun orang yang duduk di sebelah kanan Lu-ongya

adalah Lie tikoan, yakni tikoan baru untuk kota Liu-leng

yang datang dari kotaraja. Ia sengaja diutus memegang

kedudukan ini di Liu-leng karena para pembesar sudah

percaya akan kepandaian dan kecerdasan Lie Kim Hong.

Tikoan baru ini usianya sudah limapuluh tahun,

perawakannya jangkung kurus, mukanya agak muram

karena bersungguh-sungguh, sepasang matanya tajam

menembus pandang mata orang dan senyumnya jarang

kelihatan. Mukanya seperti kedok saja dan sukarlah bagi

orang lain untuk membaca isi hatinya. Sebetulnya nama Lie

Kim Hong terkenal di kotaraja baru2 ini setelah dua kali ia

membongkar peristiwa kejahatan yg terjadi di kotaraja.

Selain pangeran Lu dan dua orang tikoan lama dan

baru itu, di situ hadir pula para undangan dan orang2 penting

di kota Liu-leng dan sekitarnya. Yang terpenting di

antaranya adalah Cung Hok Bi, seorang pemuda berusia

duapuluh lima tahun yang bertubuh tegap berwajah tampan

dengan sepasang mata yang kocak. Dia ini adalah keponakan

dari Song Tek tikoan lama yg tinggalnya juga di rumah

gedung Song-tikoan, akan tetapi di bangunan sebelah

belakang. Cung Hok Bi ini bukan orang sembarangan, karena

dia adalah murid dari partai persilatan Butongpay. 11



Semenjak kecil ia menjadi murid di puncak Butongsan

dan terkenal sebagai seorang ahli bermain pedang dan ahli

pula dalam penggunaan senjata2 rahasia seperti jarum, paku,

dan piauw. Kalau dahulunya Song Tek amat membanggakan

keponakannya ini, adalah akhir2 ini ia sering marah2 dan

memaki keponakannya itu tidak becus dan tiada guna, tidak

mampu menangkap penjahat yang mengganggu Liu-leng

sehingga ia kehilangan kedudukannya.

Orang kedua adalah Sinchio Tan Hay, kepala penjaga

kota Liu-leng yang berusia tigapuluh tahun lebih dan

bertubuh tinggi besar dan berwajah gagah. Dari julukannya

saja, yakni Sinchio yang berarti Tombak sakti, mudah diduga

bahwa ia adalah seorang ahli silat yang pandai bermain

tombak. Dialah yang paling diandalkan oleh para pembesar

di kota Liu-leng untuk menjaga keamanan, akan tetapi

setelah penjahat itu muncul, nampaklah bahwa Sinchio Tan

Hay ternyata tidak begitu hebat kepandaiannya seperti

namanya. Kalau dulu ketika mula2 penjahat itu muncul,

Sinchio Tan Hay menyombongkan kepandaiannya dan

memastikan bahwa ia tentu akan dapat menangkap penjahat

itu, sekarang ia mulai jadi pendiam dan tak berani banyak

bicara apabila orang bercakap-cakap tentang penjahat itu di

depannya.

Orang ketiga yang penting disebut adalah Kwan Ciu

Leng. berusia tigapuluhan, pakaiannya sudah menunjukkan

bahwa dia adalah seorang kauwsu atau guru silat yang

terkenal di Lui-leng. Ia adalah anak murid Siauwlimpay dan

banyak orang muda di kota itu berguru kepadanya, karena 12



memang ilmu silatnya lihay. Pernah ia mendemonstrasikan

tenaga lweekangnya.

Setumpuk bata terdiri dari limabelas buah ditumpuk di

tanah dan dengan tangan miring guru silat Kwan ini dapat

memukul remuk bata yang mana saja di antara yang

limabelas itu. Umpamanya seorang menghendaki agar bata

ke delapan dari atas yang remuk, ia lalu memukul tumpukan

itu dari atas dan benar saja, bata ke delapan remuk oleh

pukulannya sedangkan bata yang lainnya tinggal utuh.

Akan tetapi, seperti juga Sinchio Tan Hay, ia tidak

berdaya menghadapi penjahat yang makin lama makin

berani dan kurang ajar mengacau kota Liu-leng itu. Tentu

saja iapun sudah berusaha untuk membersihkan kotanya dari

penjahat ini dan sekalian mengangkat namanya, akan tetapi

usahanya tak berhasil bahkan ia mendapat malu.

Setelah semua undangan berkumpul, Lu-ongya lalu

berpidato, menyampaikan perintah kaisar yang

memerintahkan agar supaya Lie Kim Hong memegang

pangkat di kota Liu-leng itu, menggantikan kedudukan Song

Tek yang dianggap kurang cakap dan tidak mampu

membersihkan kota Liu-leng dari gangguan penjahat.

Sebagai penutup pidatonya, pangeran yg juga mengenal baik

tikoan lama itu, menambahkan dengan kata-katanya sendiri:

"Kami ikut menyesal karena kejadian ini dan sekali
kali kami tidak menyalahkan Song-tikoan yang kita sekalian

cukup tahu akan kepandaiannya. Akan tetapi, tak dapat

disangkal pula bahwa memang Song-tikoan dengan bantuan

kita semua penduduk Liu-leng tidak berhasil membekuk 13



batang leher penjahat itu, maka keputusan dan perintah

Kaisar ini tentu saja kita terima dengan senang hati dan

dengan pengharapan mudah2an saja Lie-tikoan yang baru

akan dapat berhasil membekuk penjahat yang sudah lama

mengganas di kota kita ini." Setelah berkata demikian, Lu
ongya mengangkat cawan arak memberi selamat kepada Lie

Kim Hong. Semua tamu juga ikut2 memberi selamat dengan

mengangkat cawan arak.

Lie Kim Hong tersiap-siap menerima penghormatan

dan ucapan selamat ini, lalu dengan hormat ia menerima cap

kebesaran dan segala berhubungan dengan pekerjaan tikoan

dari tikoan lama, yakni Song Tek. Timbang-terima ini

disaksikan oleh Pangeran Lu Siang Tek dan oleh semua orang

yg hadir di situ. Kemudian para tamu bubaran, juga

Pangeran Lu Siang Tek pulang ke gedungnya.

Lie-tikoan sengaja menahan Song Tek dan minta

kepada bekas tikoan lama ini supaya menahan pula orang2

yang mengerti tentang sepak terjang penjahat itu, terutama

sekali mereka yang memiliki kepandaian silat tinggi. Tak

lama setelah bubaran, Lie Kim Hong berhadapan di depan

meja perundingan dengan Song Tek, Cung Hok Bi, Sinchio

Tan Hay, Kwan Ciu Leng, dan beberapa orang komandan

jaga yang pernah mengejar-ngejar penjahat itu.

"Cuwi sekalian tentu sudah mendengar perintah

Hongsiang yang disampaikan oleh Lu-ongya tadi bahwa

tugasku yang terutama adalah menangkap penjahat yg

merajalela di kota ini," kata Lie tikoan, "aku sebagai orang

baru, sama sekali tidak tahu bagaimana sifat penjahat itu 14



dan sampai betapa jauhnya ia mengganggu kota Liu-leng.

Oleh karena itu, aku amat mengharapkan bantuan cuwi

sekalian untuk memberi keterangan tentang penjahat itu."

Song Tek bekas tikoan Liu-leng menarik napas panjang

dan berkata:

"Sebetulnya dia itu tidak patut disebut penjahat, lebih

tepat kalau dinamakan iblis. Sepak terjangnya tidak

diketahui orang dan sukar sekali mengikuti jejaknya. Aku

sendiri tidak malu mengaku bahwa aku sudah tidak sanggup

menghadapinya, maka kedatangan Lie loheng di sini

menggantikan kedudukanku, benar2 merupakan hiburan

yang melegakan hatiku."

"Apakah di antara cuwi ada yang pernah melihatnya?"

tanya Lie tikoan.

Siauwte pernah mengejarnya malam gelap, namun ia

terlampau gesit dan cepat. Ketika siauwte menggunakan

piauw menyerangnya, iapun menangkis serangan siauwte itu

dengan piauw pula. Ternyata ia seorang penjahat yang tinggi

kepandaiannya." kata Cung Hok Bi keponakan Song Tek.

Lie tikoan memandang wajah pemuda tampan ini

dengan tajam.

"Apakah kau tidak melihat muka penjahat itu?"

tanyanya.

Cung Hok Bi menggelengkan kepala. "Karena siauwte

mcngejar di dalam malam gelap, maka sukar melihat muka

penjahat itu, taijin."

"Ketika kau mengejarnya, adakah orang lain ikut

mengejar ?" tanya pula Lie Kim Hong penuh perhatian. 15



"Tidak ada orang lain, taijin. Ketika itu siauwte baru

saja keluar dari rumah dengan jalan di atas genteng, karena

memang siauwte pada malam hari itu ingin melakukan

penyelidikan. Kiranya di atas genteng berkelebat bayangan

hitam. Tentu penjahat itu bermaksud menyerbu atau

mengganggu rumah pamanku. Siauwte terus mengejar dan

menyerangnya, akan tetapi ia terlalu cepat dan siauwte tidak

sempat melihat wajahnya."

"Memang berbahaya sekali," Song Tek menyambung

cerita keponakannya. "Agaknya karena aku selalu berusaha

mengerahkan tenaga menangkapnya, penjahat itu hendak
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membalas dendam dan hendak menyerang rumah kami.

Benar-benar berbahaya sekali!" Kemudian sambil menarik

napas panjang ia berkata: "Sudah banyak penjaga yang mati

olehnya, ah, benar2 ngeri aku memikirkan dan terima kasih

kepada Hongsiang yg sudah membebaskan aku dari tugas

berat ini."

Lie-tikoan mengerutkan keningnya. Agaknya berat

sekali tugas yang ia pikul. Akan tetapi ia tidak

memperlihatkan kegelisahannya.

"Apakah para enghiong yang lain pernah bertemu

dengan penjahat itu? Harap suka memberi keterangan

kepadaku agar mudah aku mulai dengan penyelidikan."

katanya.

Sinchio Tan Hay berkata dengan muka merah.

"Hamba sebagai kepala jaga kota Liu-leng, terpaksa

mengakui kebodohan hamba. Biasanya, kalau kota ini

terganggu penjahat, hamba dan kawan2 hamba pasti akan 16



dapat membasminya. Akan tetapi penjahat iniaah,

benar2 dia orang luar biasa. Mungkin ia pandai menghilang

karena siang-malam hamba dan kawan2 mcnyelidik, tak juga

dapat menemukan tempat persembunyiannya.

"Pernah hamba menyergapnya ketika ia sedang

melakukan perampokan di rumah Teng-wangwe, akan tetapi

hasil sergapan itu hanya kerugian belaka bagi kami. Hamba

terluka di pundak dan tiga orang anak buah hamba tewas.

Penjahat itu bergerak dengan luar biasa cepatnya dan

mukanya memakai kedok sehingga hamba sekalian tidak

dapat mengenal mukanya."

Lie Kim Hong mengelus-elus jenggomya dan

mengangguk-angguk. "Hmmm, jadi ia berkedok?" katanya

perlahan mengulang cerita Sinchio Tan Hay.

"Benar, taijin. Penjahat itu memakai kedok yang sama

sekali menyembunyikan mukanya, hanya sepasang mata

yang tajam dan liar saja kelihatan dari lubang kedok itu.

Tubuhnya sedang dan tegap, akan tetapi banyak sekali orang

yang bertubuh seperti dia itu bentuknya."

Kemudian Kwau-kauwsu juga bercerita betapa ia

pernah bertemu dengan penjahat itu di malam hari. Penjahat

itu sedang mengganggu gadis tetangganya yg menjerit minta

tolong. Kwan Ciu Leng membawa pedangnya dan melompat

ke atas genteng dan di atas rumah gadis itu ia bertemu

dengan seorang 1aki2 yang gesit gcrakannya sedang

melarikan diri. Kwan Ciu Leng menyerang dengan

pedangnya, akan tetapi hanya dengan ujung lengan baju, 17



orang itu menangkis dan membikin pedang Kwan-kauwsu

terpental, hampir terlepas dari pegangan.

Kemudian Kwan-kauwsu menyerang terus sampai

beberapa jurus, namun penjahat itu lihay sekali sehingga

guru silat ini yang akhirnya terkena tendangan pada

lututnya sehingga hampir terguling dari atas genteng.

Penjahat itu sambil tertawa mengejek lalu melarikan diri.

"Dia benar2 lihay, taijin. Terus-terang saja hamba

belum pernah bertemu dengan lawan sepandai dia itu."

Kwan Ciu Leng menutup kata-katannya.

"Apakah kau juga tidak mengenal mukanya?" tanya

Lie-tikoan.

Guru silat itu menggeleng kepala. "Malam itu gelap

sekali dan di atas genteng tidak ada penerangan, yang

nampak hanya sosok bayangan saja. Kiranya ini pula yang

menyebabkan hamba tidak mampu melawannya, karena

penglihatan hamba kurang awas di dalam gelap. Agaknya

penjahat itu awas sekali di dalam gelap."

Setelah mengumpulkan keterangan2 ini, Lie Kim Hong

membubarkan pertemuan dan ia kembali ke dalam

gedungnya yang baru dengan pikiran kusut dan pusing. Ia

menghadapi penjahat yang lihay ilmu silatnya, dan agaknya

para penjaga dan orang2 ahli silat yang tinggal di kota Liu
leng sudah tidak sanggup lagi menghadapi penjahat itu.

Bagaimana ia dapat menangkapnya? Dari para penjaga itu

terang tak dapat ia mengharapkan banyak2.

Isterinya dan puteranya menyambut kedatangan Lie

tikoan. Mereka ini merasa heran sekali melihat wajah Lie 18



Kim Hong yang muram. Tadinya mereka mengharapkan

akan menyambut suami dan ayah yang gembira dan bangga

karena kedudukan barunya ini, tidak tahunya yang disambut

bermuram dan keningnya berkerut. Apalagi ketika Lie Kim

Hong melihat ke arah puteranya, kerut di keningnya makin

mendalam. Puteranya itu tidak punya guna, pikirnya. Dan

isterinya itu terlalu memanjakannya, membuat anak yang

satu2nya itu menjadi bodoh dan dungu. Dalam keadaan

sedang kesal hati, munculnya anak itu menambah

kemuraman wajahnya.

Makin terasa oleh pembesar she Lie ini betapa buruk

nasibnya. Isterinya adalah puteri seorang bangsawan dan

dahulu terkenal sebagai bunga kota Sui-cu. Ia hidup rukun

penuh kasih sayang dengan isterinya itu, apalagi setelah

dikaruniai seorang putera yang tampan wajahnya.

Akan tetapi, nasib sial menimpa dirinya, puteranya

ternyata menjadi seorang dungu. Tidak saja bodoh, akan

tetapi bahkan kakinya pincang sebelah! Kaki itu cacad

karena ketika masih kecil dan ber-main2 di taman bunga,

kaki anaknya itu digigit ular berbisa dan biarpun nyawa

anak itu tertolong, namun kakinya yang kiri menjadi

pincang.

"Ayah, mengapa ayah cemberut saja seperti orang

marah?" tanya Lie Kian Liong, putera itu sambil terpincang
pincang menghampiri ayahnya. Anak ini tubuhnya tegap,

kulitnya putih dan wajahnya tampan. Sayang sekali pada

wajah yang tampan itu terbayang kebodohan, dan lebih

sayang lagi jalannya terpincang-pincang sehingga biarpun 19



wajahnya tampan dan pakaiannya indah, tetap saja ia

merupakan seorang pemuda yang kurang menarik.

Lie-hujin juga menyambut suaminya dan bertanya

mengapa suaminya nampak kesal hati. Dengan suara

membayangkan kemasygulan, Lie-tikoan menceritakan

tentang keadaan kota Liu-leng yang sedang diganggu oleh

penjahat dan betapa semua tokoh di kota itu agaknya sudah

tidak berdaya menghadapi penjahat ini.

"Aku harus mendatangkan bantuan orang2 pandai dari

kotaraja, kalau tidak, bagaimana aku dapat

menangkapnya?" akhirnya tikoan ini berkata.

"Ayah, mengapa ayah tidak mengajak aku

mengunjungi istana Pangeran Lu? Mari kita melihat-lihat ke

sana, ayah!" kata Kian Liong tiba2, dengan suara manja.

Ayahnya yang sedang mencurahkan pikiran untuk

urusan gangguan kota Liu-leng, mendengar ajakan puteranya

ini, menoleh dan memandang heran.

"Apa kau bilang? Mengunjungi Lu-ongya? Bagaimana

kau tiba2 saja mendapat pikiran ini?" tanyanya penuh

selidik. Kian Liong menjadi merah mukanya. dan tak dapat

menjawab. Ibunya yang mewakilinya mcnjawab:

"Tadi Kian Liong keluar dan sekembalinya ia bercerita

bahwa Lu-ongya mempunyai seorang puteri yang terkenal

cantik jelita dan menjadi kembang kota. Liu-leng. Inilah

agaknya yang mendorongnya untuk mengajak pergi ke

rumah pangeran Lu".

Lie-tikoan makin cemberut. "Dasar bocah tidak punya

otak! Orang lain sedang pusing memikirkan penjahat, dia 20



memikirkan gadis cantik! Gadis puteri pangeran pula yang

dipikirkan, benar menyebalkan."

"Ayah siapa mau memikirkan penjahat? Aku tidak

mau. Tentang memikirkan gadis cantik, apa salahnya?



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ



Bukankah ketika kita belum pindah ke sini ayah sudah

pernah menyatakan bahwa aku sudah cukup dewasa dan

ayah membolehkan aku melakukan pemilihan terhadap calon

isteri? Ayah bilang kalau aku sudah mendapat pilihan, ayah

akan melamarkan untukku. Sekarang, memikirkan gadis saja

tidak boleh, bagaimana aku bisa melakukan pemilihan?"

"Tutup mulutmu! Siapa melarang kau memikirkan

gadis maupun janda yang manapun juga? Aku hanya minta

kau pergunakan otakmu! Ayahmu sedang sibuk menghadapi

tugas berat, biarpun kau tidak becus membantu, sedikitnya

kau ikut prihatin. Orang tua sedang bicara tentang cara

menangkap penjahat, kau nimbrung2 dan bicara tentang

gadis cantik. Ke mana otakmu?!"

Dimaki oleh ayahnya sudah menjadi hal lumrah bagi

Kian Liong, maka iapun tidak menjadi gugup atau takut,

bahkan tersenyum menyeringai, lalu menggaruk-garuk

kepalanya.

"Biasanya otak berada di kepala, ayah. Aku pernah

makan kepala ayam, enak sekali otaknya. Sayang cuma

sedikit di dalam ke .........."

"Setan, kau makin lama makin gila!" Ayah yang

mengkal hatinya itu mengangkat tangan hendak memukul

puteranya. 21



"Sudahlah, Liong-ji sudah dewasa, tak patut dipukul."

Nyonya Lie mencegah suaminya.

"Kau inilah yang membikin dia besar kepala, manja

dan goblok!" Kemarahan Lie-tikoan beralih kepada isterinya.

"Ayaa....., aku pula yang kau salahkan? Suamiku,

tidak kasihankah kau kepada Liong-ji? Dia telah menjadi

cacad kakinya dan kalau aku ingat dahulu sehabis ia digigit

ular itu.......... ah, masih untung sekarang dia masih hidup.

Tidak kasihankah kau kepadanya?"

Lie-tikoan menarik napas panjang dan menjatuhkan

diri di atas kursi. Kalau isterinya mengingatkan ia akan

keadaan puteranya itu, lemaslah ia. Memang Kian Liong

patut dikasihani. Hampir saja tewas oleh bisa ular itu.

Baiknya ada orang pandai menolong. Akan tetapi semenjak
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

digigit ular, anak itu nampak bodoh dan tolol sekali. Sudah

tak kurang2 ia mencari obat, bahkan sudah dipanggilnya

semua guru2 pandai di kotaraja untuk mendidik puteranya,

namun sia2 belaka, makin besar Kian Liong kelihatan makin

goblok dan pincang di kakinya makin hebat. Anak itu

sekarang sudah berusia duapuluh tahun, namun lagaknya

seperti anak kecil saja. Ketika Lie-tikoan mengerling kearah

Kian Liong, pemuda ini sedang memandang ibunya dan

sepasang mata pemuda itu basah dengan airmata!

Terharu juga hati Lie-tikoan melihat keadaan

puteranya itu, dan berkali-kali ia menarik napas panjang.

Memang nasibnya yang buruk, mempunyai seorang putera

seperti Kian Liong. 22



Tiba-tiba terdengar suara bersiut dari atas, sebuah

sinar keemasan menyambar ke atas meja dan di lain saat di

atas meja di dekat tempat duduk Lie-tikoan kelihatan

Sebatang piauw (senjata rahasia semacam pisau disambitkan)

menancap dan gagangnya yang berupa bunga emas

bergoyang-goyang.

"Ayaaa......! Celaka.....!" teriak Kian Liong yang

menjadi pucat mukanya, tubuhnya menggigil dan pemuda

penakut ini lalu terpincang-pincang melarikan diri ke sebelah

dalam untuk bersembunyi.

Lie-tikoan adalah seorang pembesar yg sudah

berpengalaman dan sudah seringkali ia menghadapi bahaya,

maka biarpun ia merasa terkejut sekali, ia tetap bersikap

tenang sekali. Ditariknya tangan isterinya dan ia cepat

menghadang di depan isterinya itu untuk melindunginya dari

bahaya yang mungkin datang, sambil tidak lupa ia berseru

memanggil para penjaga di depan. Suaranya lantang dan

sedikitpun tidak terdengar tikoan ini ketakutan atau gugup.

Akan tetapi untungnya penjahat yg melemparkan

pisau itu agaknya tidak berniat melakukan penyerangan

gelap, karena tidak muncul lagi. Sampai para penjaga datang

menyerbu ke dalam dengan senjata di tangan, tidak terjadi

sesuatu.

"Ada apakah, taijin?" tanya kepala penjaga, seorang

she Tan yang sudah setengah tua sambil menggerak
gerakkan goloknya. 23



Lie-tikoan menarik napas sambil menuding ke arah

meja di mana pisau tadi menancap dan gagangnya masih

bergoyang-goyang.

"Ada orang melemparkan pisau itu! Datangnya dari

atas!"

Mendengar ini, wajah Tan-kauwsu berubah. Ia dapat

menduga bahwa tentu "iblis" itu telah datang mengganggu,

akan tetapi karena mengingat akan tugasnya, biarpun

dengan takut2 ia lalu berlari keluar dan melompat ke atas

genteng untuk mengejar. Tak lama kemudian ia kembali ke

tempat itu dan melaporkan bahwa ia tidak melihat bayangan

manusia di atas genteng.

Sementara itu, Lie-tikoan sudah tenang kembali dan

sudah mencabut pisau tadi. Ternyata di bawah pisau itu

terdapat sehelai kertas putih yang ditulisi dengan huruf
huruf besar:

LIE-TIKOAN, LEBIH BAIK KAU SEANAK-ISTERIMU

PULANG KE KOTARAJA DARIPADA KEHILANGAN

NYAWA DI LIU-LENG.

Surat itu tidak ditanda-tangani. Membaca tulisan ini,

Lie-hujin makin ketakutan, mukanya pucat, tubuhnya

gemetaran.

"Jaga gedung ini baik2, jaga siang-malam dengan kuat

secara bergantian. Juga lakukan penjagaan di atas genteng.

Kalau dia berani datang lagi, serang dengan anak panah.

Kita tak usah takut menghadapi ancaman dan gertakan 24



penjahat itu!" kata Lie-tikoan kepada para penjaga.

Membaca surat ancaman itu Lie-tikoan bukannya menjadi

takut, bahkan menjadi marah sekali. Keberanian dan

ketabahan hatinya ini mengagumkan hati para penjaga.

Dengan suara lantang dan bersemangat mereka menyanggupi

dan mengundurkan diri.

"Tak usah takut2. Anjing yang menggonggong jarang

menggigit. Surat itu hanya membuktikan bahwa penjahat

tadi ternyata merasa takut kepadaku dan ia merasa gentar

kalau aku terus menjabat pangkat tikoan di kota ini."

"Dia takut padamu? Bagaimana sih maksudmu? Dia

datang mengancam, kau malah bilang dia takut. Kalau dia

tadi menurunkan tangan jahat, bukankah berbahaya sekali?"

kata Lie-hujin penasaran. "Lebih baik kau mengajukan surat

permohonan untuk meletakkan jabatan dan pulang ke

kampung. Puluhan tahun mengabdi negara dan sekarang tua

disuruh menghadapi ancaman maut!"

"Stt, jangan kau bilang begitu, isteriku. Setiap tugas

yg diserahkan kepadaku berarti sebuah penghargaan dan

kemuliaan, karena makin berbahaya tugas itu, makin

membuktikan bahwa negara menaruh kepercayaan

kepadaku. Oleh karena itu harus kulaksanakan baik2.

Memang penjahat itu takut kepadaku, kalau tidak demikian

mengapa ia harus menggunakan surat ancaman segala? Ia

agaknya merasa jerih dan mendesak supaya aku pergi saja

agar ia lebih leluasa dan enak melakukan kejahatannya.

Tidak! Bagaimanapun juga, aku harus melawannya dan

membersihkan kota ini dari gangguannya!" 25



"Tapi kau harus mendatangkan bala bantuan dari

kotaraja, suamiku. Aku takut sekali ......... aku aku

mendapat perasaan tidak enak.........."

"Tentu, dan cukup dengan semua obrolan tentang

takut itu. Kau sama saja dengan Kian Liong. Eh, mana dia

anak tiada gua itu?"

Biarpun kata-katanya merupakan celaan dan tidak

puas terhadap puteranya, namun rasa sayang membuat

tikoan ini berjalan masuk untuk mencari puteranya, diikuti

oleh isterinya. Semua pelayan yang tadinya ikut

bersembunyi mendengar adanya penjahat, sudah muncul

dengan muka pucat, akan tetapi di antara mereka tidak

kelihatan Kian Liong. Juga tidak seorangpun di antara

mereka melihat pemuda itu. Lie-tikoan dan isterinya menjadi

gelisah dan mencari pemuda itu sambil memanggil-manggil

namanya. Gedung itu amat besar dan mempunyai banyak

kamar, akan tetapi pemuda itu tidak ada di dalam kamar
kamar ini.

Akhirnya ia ditemukan oleh seorang pelayan yang

bantu mencari, yakni sedang meringkuk dengan tubuh

menggigil di dalam dapur! Karena ia amat ketakutan dan

gugup, ia bersembunyi di dapur, menyelinap di antara

perabot2 dapur yang penuh hangus sehingga tangan, muka,

dan pakaiannya penuh dengan hangus hitam! Ketika ia

muncul seperti itu, para pelayan menahan ketawa mereka.

Bahkan Lie-tikoan dan isterinya yang merasa mendongkol,

hampir tak dapat menahan ketawanya melihat Kian Liong

muncul seperti badut. 26



"Ayah, sudah........ sudah tertangkapkah......dia?"

Saking mendongkolnya, Lie-tikoan hanya dapat

membanting kaki, lalu mendamprat:

Bocah goblok dan penakut, lekas kau mencuci muka,

berganti pakaian dan mari ikut aku pergi ke gedung Lu
ongya!"

Muka yang penuh hangus itu seketika menjadi berseri
seri mendengar ini dan sambil berloncat-loncatan ia pergi ke

kamarnya untuk berganti pakaian dan mencuci muka.

*

* *

"Aduh, bagus benar gedung ong-ya, besar dan mewah

sekali!" demikian teriakan kagum dari Kian Liong ketika ia

dan ayahnya tiba di depan gedung pangeran Lu Siang Tek.

"Hush, jangan bersikap seperti orang dusun, Liongji.

Apakah kau tak pernah melihat gedung bagus? Di kotaraja

banyak!" ayahnya menegurnya.

Memang tadinya Lie-tikoan tidak mempunyai pikiran

untuk mengajak puteranya, akan tetapi karena ia hendak

mengajar kepada anak muda ini agar dapat bersopan-santun

dan tidak canggung, maka ia pikir sudah tiba saatnya bagi

Kian Liong untuk bertemu dengan orang2 besar dan ikut

memikirkan urusan penting.

Lie-tikoan dan Kian Liong disambut oleh seorang

pelayan, kemudian diantar masuk ke dalam ruang tamu.

Gedung Lu-ongya memang besar dan bagus. Ruangan tamu 27



itu luas dan penuh dengan hiasan dinding berupa lukisan2

dan tulisan2 bersajak yang amat indah. Tak lama kemudian

setelah pelayan itu meninggalkan mereka di ruang tamu,

masuklah Lu-ongya yang gemuk tinggi sambil tersenyum

ramah.

"Liong ji, sini!" bentak Lie-tikoan ketika melihat

puteranya tengah melihat-lihat gambar dan membaca syair2

yang tergantung di dinding ruangan itu. Kian Liong kaget

dan cepat2 ia menghampiri ayahnya dan melihat Pangeran

Lu, ia cepat menjura dan memberi hormat seperti yang

dilakukan ayahnya.

"Lie-tikoan, bagus sekali kau datang. Memang aku

bermaksud menyuruh orang mengundangmu. Siapa orang

muda ini?"

"Dia adalah anak saya yang bodoh, harap Ong-ya

maafkan apabila sikapnya kurang sopan."

Pangeran itu tersenyum. "Ah, sungguh kau beruntung

sekali mempunyai seorang putera yg begini tampan dan

agaknya mengerti tentang seni dan sastera."

"Ongya terlalu memuji. Anak saya Kian Liong ini

bodoh sekali dan tidak mengerti apa2 biarpun pernah

bersekolah sampai lama di kotaraja."

"Ha-ha-ha, kau sungguh sungkan dan terlalu

merendahkan diri. Siapa tidak tahu akan nama tikoan Lie

Kim Hong yang bijaksana dan pandai? Silahkan duduk,

silahkan duduk." 28



Lie Kim Hong dan puteranya lalu berjalan
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghampiri kursi yang sudah tersedia di tengah ruangan

itu.

"Eh, Lie-tikoan, mengapa puteramu ini jalannya

pincang? Sakitkah kakinya?" Sebagai seorang yang

kedudukannya lebih tinggi Lu Siang Tek tidak sungkan2

untuk menanyakan hal ini secara langsung.

"Ong-ya, dahulu ketika masih kecil, hamba pernah

diserang dan digigit oleh seekor ular pada kaki hamba. Ular

itu berbisa dan biarpun hamba dapat sembuh, kaki hamba

tetap menjadi pincang." jawab Kian Liong yg menyenangkan

hati ayahnya karena kali ini puteranya bicara dan bersikap

cukup memuaskan.

"Betul demikian, Ong-ya. Dahulu saya dan ibu anak

ini sudah putus asa melihat dia menggeletak dengan seluruh

tubuh menjadi hitam akibat gigitan ular berbisa itu. Semua

tabib di kotaraja yang saya panggil tidak sanggup lagi

mengobatinya. Baiknya Thian menolong kami. Entah dari

mana datangnya, seorang kakek yang berpakaian seperti

pengemis dan yang kebetulan minta sedekah di rumah kami,

mendengar tentang keadan Liong-ji dan tanpa diminta

pengemis tua itu masuk dan mengobati Liong ji. Anehnya,

sekali saja merawat dan memberi obat, Liong-ji sembuh dan

kakek itu terus saja pergi tanpa pamit lagi."

Lu-ongya meng-angguk2, tertarik sekali oleh cerita ini.

"Hm, dia tentu seorang kangouw yang pandai. Mengapa

tidak kau cari dia itu?" tanyanya. 29



"Sudah saya suruh banyak orang mencarinya, namun

sia-sia. Dia telah pergi dari kotaraja. Liong-ji dapat sembuh,

akan tetapi kakinya menjadi pincang."

Kembali pangeran itu meng-angguk2 dan memandang

kepada Kian Liong dengan rasa iba.

"Anak muda, kalau kau suka membaca sajak2 dan

melihat lukisan2 itu, kau pergi dan lihatlah sepuasmu. Di

ruangan tengah dan belakang juga masih banyak lukisan

yang baik2, kau boleh lihat2. Ayahmu dan aku hendak

merundingkan sesuatu yang penting." kata pangeran Lu

Siang Tek.

Girang sekali nampaknya pemuda ini. Ia cepat berdiri

dan menjura kepada pangeran itu sambil mengucapkan

terima kasihnya, kemudian ia meninggalkan dua orang tua

itu, pergi melanjutkan pekerjaannya yang tadi, yakni

meneliti, membaca dan menikmati lukisan2 dan sajak2 itu.

Sebuah lukisan keindahan alam yang diwakili oleh burung,

awan, pohon, daun dan bunga amat menarik perhatiannya.

Apalagi bunyi sajak yang tertulis di atas lukisan itu. Saking

tertariknya, tak terasa pula Kian Liong membacanya keras2:

Burung kuning terbang bebas di udara,

Awan putih berarak riang di angkasa,

Di bawah langit biru angin bersuka ria,

Bermain dengan daun hijau dan bunga merah.

Sayang! Aku hanya dapat melukis mereka,

Alangkah akan bahagianya

Kalau dapat menjadi satu dengan mereka! 30



"Kian Liong! Jangan keras2 kau baca sajak itu!"

ayahnya menegurnya sambil memutar tubuh di atas

kursinya. Terdengar Lu-ongya tertawa kecil. Baru Kian

Liong sadar bahwa tadi ia telah mcmbaca sajak itu terlalu

keras. Dengan ter-sipu2 pemuda ini lalu berjalan menjauhi

tempat itu untuk me-lihat2 lukisan dan tulisan di ruangan

dalam.

Sementara itu, Lie-tikoan lalu menceritakan peristiwa

yang baru saja terjadi di rumahnya, yakni pengiriman surat

ancaman dari penjahat dan memperlihatkan surat itu kepada

Pangeran Lu Siang Tek.

"Ong-ya, sudah jelas bahwa penjahat itu amat lihay

ilmu silatnya sehingga ia berhasil menyerbu dan mengirim

surat ini biarpun di rumah saya terdapat banyak penjaga.

Oleh karena itu, saya harap pertolongan Ong-ya agar supaya

diberi perkenan mendatangkan pembantu-pembantu yang

berkepandaian tinggi dari kotaraja, hanya dengan pcmbantu
pembantu yang tinggi ilmunya saja kiranya kita akan dapat

membekuk batang leher penjahat yg lihay itu."

Lu Siang Tek meng-angguk2. "Memang dia lihay sekali.

Entah dari mana munculnya penjahat itu, tahu2 ia

menggemparkan kota ini dengan perbuatan2nya yang amat

jahat. Semua penduduk merasa gelisah oleh gangguannya,

dan menurut perkiraanku, penjahat itu tentu mempunyai

banyak kaki tangan. Anehnya, penjahat itu selalu bekerja

dengan cara bersembunyi sehingga jarang sekali orang dapat

melihat mukanya. Dan pernah terjadi beberapa kali ia 31



dikeroyok dan terlihat orang, ia selalu menyembunyikan

mukanya di belakang kedok. Kota Liu-leng sudah digeledah

sampai di pojok2 untuk mencari sarang penjahat itu, namun

sia2. Setiap kali penjahat itu diintai dan dikeroyok, ia selalu

dapat membebaskan diri, bahkan seringkali merobohkan dan

menewaskan beberapa orang pengeroyoknya."

"Apakah sampai sekarang belum ada yang dapat

melihat wajahnya, atau setidaknya menaksir berapa usianya

dan apakah dia mempunyai tanda2 atau cacad2 yang kiranya

mudah diingat?" tanya Lie-tikoan.

Pangeran Lu Siang Tek menggeleng kepalanya. "Sukar

sekali. Menurut keterangan bekas tikoan Song Tek, penjahat

itu sukar dikenal dengan kedoknya yang menyeramkan itu,

sukar pula ditaksir usianya. Juga perawakannya biasa saja,

tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Pendeknya, untuk

menangkapnya, harus dilakukan secara serentak pada waktu

ia melakukan kejahatannya atau pendeknya harus dapat

menangkap basah. Bekas Song-tikoan tidak punya guna,

menangkap seorang penjahat saja tidak becus! Oleh karena

itu, aku mengatur penggantian tikoan di kota ini dan aku

percaya dengan penuh keyakinan bahwa Lie-tikoan tentu

akan dapat membekuk batang leher penjahat itu!"

Lie-tikoan menarik napas panjang dan ia tahu bahwa

di balik kata2 yang manis dan memujinya ini terdapat

ancaman bahwa kalau ia tidak dapat menangkap penjahat

itu, tentu iapun akan mengalami nasib seperti Song Tek,

dipecat dan mendapat nama busuk. 32



"Saya akan berusaha sekuat tenaga, Ongya. Tentu saja

dalam hal ini mengharapkan bantuan semua penduduk, dan

terutama sekali mohon bantuan dari Ongya sendiri."

"Tentu saja. Siapa orangnya yang tidak ingin melihat

penjahat itu mampus? Kami sendiri pernah diganggu oleh

penjahat kurang ajar itu. Benar-benar tak takut mampus!

Rumahku terjaga kuat sekali, bahkan pengawal pribadiku

Hek-liong-pian Thio Cin Gan tak pernah meninggalkan

rumah ini dan tinggal di rumah samping. Namun penjahat

itu berani menyerbu ke sini. Ia dikepung oleh Thio kauwsu

dan tujuh orang penjaga yang pandai ilmu silat.

Pertempuran hebat terjadi di atas genteng rumah ini pada

tengah malam itu. Namun, ternyata Thio-kauwsu sendiripun

tidak sanggup mengalahkan dan menangkapnya sehingga

penjahat itu dapat kabur, meninggalkan dua orang penjaga

yang ia robohkan dengan piauw." Pangeran itu menghela

napas dan wajahnya muram, agaknya ia masih gelisah kalau

mengingat akan serbuan itu.

Lie-tikoan diam2 maklum bahwa penjahat itu

menyerbu tentu hendak mengganggu puteri pangeran ini,

karena ia sudah mendengar bahwa penjahat itu mempunyai

sifat2 cabul dan bahwa puteri pangeran ini amat cantiknya.

Akan tetapi tentu saja Lie-tikoan tidak berani menyatakan

soal ini. Juga Lie-tikoan maklum bahwa sekarang rumah

pangeran ini tentu dijaga makin kuat karena tadi ketika

masuk, iapun dapat menduga bahwa pelayan yang

menyambutuya, dan pelayan2 lain yg berada di depan

rumah, nampak mempunyai tubuh yang kokoh kuat, tidak 33



patut menjadi pelayan, patutnya menjadi penjaga2 yang

kuat.

Sementara itu, selagi dua orang itu sedang bercakap
cakap dengan serius tentang penjahat lihay yang mereka

hadapi, Lie Kian Liong ternyata sudah ngeluyur pergi sejak

tadi! Rupa2nya pemuda yang di depan Lu-ongya nampak

tertarik akan seni dan sastera itu, kini telah bosan

memandangi gambar dan membaca sajak2 yang sebagian

besar tak dimengertinya, dan diam2 ia ngeluyur ke belakang,

berjalan-jalan di taman bunga Lu-ongya yang amat luas dan

indah penuh dengan bunga2 beraneka macam dan warna.

Kebetulan sekali dari ruangan tengah itu terdapat sebuah

pintu kecil yang ternyata menuju ke taman bunga.

Taman bunga itu sungguh indah dan amat luasnya.

Apalagi waktu itu musim bunga telah tiba sehingga hampir

semua tanaman di taman itu berbunga. Di sana-sini bunga

beraneka warna berseri merupakan pemandangan yang indah

menawan hati, ditambah pula keharuman bunga semerbak

menyedapkan. Sambil tersenyum-senyum senang Kian Liong

melanjutkan tindakan kakinya, berjalan-jalan di taman

bunga, menengok ke kanan-kiri menikmati pemandangan

indah itu, hidungnya kembang-kempis tiada bosannya

menyedot bau-bauan yang amat harum dan sedap. Ia merasa

begitu bebas dan gembira se-akan2 ia sedang ber-jalan2 di

taman bunganya sendiri!

Ketika pemuda ini ter-pincang2 menikmati taman

bunga orang dengan hati gembira sekali, tiba-tiba ia

mendengar suara orang ber-cakap2. Suara merdu yang 34



diiringi ketawa lirih namun cukup mendebarkan hatinya

karena hanya bangsa bidadari saja yang memiliki suara dan

ketawa semerdu itu, demikian pikir Kian Liong yg cepat

mengarahkan tindakan kakinya ke suara itu.

Ia tiba di tengah taman bunga di mana tumbuh

bebeberapa batang pohon yang melindungi sebuah kolam

ikan yang cukup besar. Di bawah batang2 pohon itu tumbuh

pula bunga2 yang daunnya lebar2 menghijau, menghalangi

pemandangan mata orang di luar tempat itu. Setelah tiba

dekat barulah Kian Liong dapat melihat dua orang wanita

yang duduk dan mengobrol di dekat kolam sambil

memandangi ikan2 yang sedang berenang ke sana-kemari
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan gerakan tubuh seperti penari2 yang pandai.

"Aduh, nona. Syairmu bukan main bagusnya dan kau

mengucapkannya seperti seorang bidadari bersajak, bukan

main!" terdengar suara seorang wanita sambil bertepuk

tangan.

"Siauw Hong, bagaimana kau tahu kalau syairku

bagus? Engkau kan tidak mengerti tentang syair?" terdengar

jawaban suara wanita yang suara dan ketawanya seperti

suara bidadari menurut pendengaran Kian Liong tadi.

"Memang siocia benar, orang macam saya ini mana

mengerti tentang syair? Akan tetapi, saya yang bodoh ini

hanya mengandalkan mata, telinga, hidung dan mulut untuk

menyatakan apakah sesuatu itu baik ataukah jelek, siocia."

"Bagaimana maksudmu?" terdengar pertanyaan

mengandung kegelian hati. 35



"Kalau saya menghadapi sesuatu untuk menetapkan

apakah sesuatu itu enak ataukah tidak enak, saya

mengandalkan kepada mulut. Kalau mulut doyan, berarti

enak, kalau tidak, ya tidak enak. Untuk menetapkan harum

atau berbau busuk, saya mengandalkan hidung, dan untuk

menetapkan mana yang bagus dan mana buruk, saya

mengandalkan mata. Akan tetapi syair yang siocia baca tadi

harus didengar, maka saya mengandalkan penilaiannya

kepada telinga. Bunyinya begitu merdu, kata2nya begitu

indah, pengucapannya begitu merdu, didengarnya sedap

pada telinga, tentu saja syair itu bagus!"

Terdengar suara ketawa dan kembali Kian Liong

berbisik di dalam hatinya: "Hanya bidadari yg tertawa

seperti itu merdunya!"

"Siauw Hong, kalau begitu kau menilai sesuatu dari

kulitnya saja! Tahukah kau bahwa belum tentu sesuatu yang

indah dilihat itu baik, sesuatu yang harum baunya itu baik,

dan sesuatu yang sedap didengar itu baik pula. Ada yang

kelihatan tidak baik akan tetapi sebetulnya isinya jauh lebih

baik daripada yg kelihatan indah."

"Ah, saya tidak mengerti, siocia. Tentu segala apa yang

siocia katakan itu benar belaka, karena siocia adalah seorang

terpelajar dan pintar. Akan tetapi, kalau hamba sudah

memilih yang baik menurut pendengaran, penglihatan,

penciuman dan perasaaan namun tetap saja salah pilih, ya

sudahlah. Itu nasib sial namanya!"

Kembali dua orang gadis itu tertawa dan menurut

pendengaran Kian Liong, suara ketawa gadis pelayan yg 36



bernama Siauw Hong itu amat tidak enak didengar, seperti

burung hantu menggoak! Tentu saja tidak demikian

pendapatnya kalau saja Siauw Hong tidak tertawa pada saat

yang sama dengan nonanya yang memiliki suara ketawa

semerdu ketawa bidadari menurut telinga Kian Liong!

SATU HALAMAN (hal. 32 dalam buku) HILANG

ceritakan." Siauw Hong menjawab lincah dan cerdik. "Cuma

sayangnya, saya mendengar dari Thio-kauwsu bahwa putera

tikoan yang baru ini, biarpun tampan sekali namun bodoh

seperti kerbau dan kakinya pincang!"

Setelah berkata demikian, Siauw Hong tertawa

cekikikan, tidak tahu sama sekali bahwa kata2nya ini

membuat Kian Liong yang bersembunyi menjadi merah

mukanya dan matanya melotot marah! Adapun Bwe Hoa

yang berhati lembut segera menegur pelayannya. "Siauw

Hong, tak baik mentertawakan orang lain karena

keburukannya. Setiap manusia tentu memiliki cacad masing2.

Eh, kau agaknya mendengar tentang segala macam hal dari

Thio-kauwsu!" Setelah berkata demikian, Bwe Hoa

memandang kejam (tajam?) dan Siauw Hong mcnjadi merah

mukanya.

"Ah, siocia menggoda. Siapa sih yang main2 dengan

Thio-kauwsu?"

"Eh, eh, Siauw Hong, Siapa pernah bilang kau main2

dengan Thio-kauwsu? Tanpa dituduh kau menyangkal.

Sangkalan macam itu berarti pengakuan!" 37



"Ah, siocia............... !"

Demikianlah, dua orang gadis itu ber-cakap2 sambil

berkelakar. Kemudian mereka mengeluarkan makanan ikan

dan Bwe Hoa melempar-lemparkan makanan itu ke dalam

kolam. Puluhan ekor ikan yang indah2 warnanya datang

menyerbu makanan itu.

"Siauw Hong lihatlah, si merah itu gembul dan lahap

benar, bukan main cepatnya ia makan!" teriak Bwe Hoa

gembira sambil menudingkan telunjuknya yg runcing ke air.

"Tapi dia tidak jahat, siocia. Tidak seperti yang belang

itu, lihat siocia, biarpun kecil dia galak dan gesit, berani

menyerang dan merampas makanan dari depan mulut ikan

besar!"

Memang amat menyenangkan memandang ikan2 yang

berebut makanan itu. Ikan2 itu jinak dan kini setelah

berkumpul nampaklah warna sisik mereka yang beraneka

warna. Air berombak kecil dan kadang2 nampak sekilat

warna merah atau biru atau kuning dari sisik ikan yang

menerjang naik ke permukaan air.

Lu-siocia dan Siauw Hong duduk di pinggir kolam itu.

Karena mereka menjenguk ke dalam air maka rambut dari

Lu-siocia terurai ke depan. Gadis ini lalu membetulkan letak

rambutnya yang panjang dan hitam halus itu sambil

bercermin ke dalam air.



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ



Tiba2 ia nampak terkejut sekali.

"Hai, Siauw Hong! Ikan apa itu yang besar dan bulat?

Tuh, di situ. Ikan apa itu begitu aneh? Aku baru kali ini

melihatnya!" Bwe Hoa menuding ke air diikuti oleh pandang

mata Siauw Hong. Pelayan ini memandang penuh perhatian 38



dan iapun terkejut dan heran. Karena air bergerak oleh ikan2

yang berebut makanan, maka penglihatan menjadi kurang

jelas. Bcnar2 ikan aneh sekali yang ditunjuk oleh nonanya

itu. Ikan yang bentuknya, bulat seperti seekor katak yang

besar sekali.

"Ikan ajaib ....... i ...... ikan ..... si ...... siluman .....!"

Siauw Hong berbisik dan tubuhnya mulai menggigil.

Dua orang gadis itu sama sekali tidak mengira bahwa

yang mereka sangka ikan itu sebetulnya adalah bayang2

kepala Kian Liong yang kini sudah berlutut di belakang Bwe

Hoa! Hampir meledak perut pemuda itu menahan tertawa

karena bayang2 kepalanya disangka ikan ajaib atau ikan

siluman. Dia sengaja lalu meleletkan lidahnya, pelotot
pelototkan matanya dan perat-perotkan mulutnya, lalu

kepalanya itu di-geleng2 ke kanan-kiri!

Dua orang gadis itu makin terkejut dan agak takut,

cepat2 menjauhkan diri dari kolam.

"Panggil penjaga ...... !" kata Bwe Hoa. Akan tetapi

Siauw Hong yang memandang ke dalam air dengan mata

dipelototkan untuk dapat melihat lebih jelas, mulai curiga

dan cepat menengok ke belakang dan ................

"Astaganaga.........! A........ ada orang, siocia!"

teriaknya kaget setengah mati sehingga ia perlu menekankan

tangan kanannya pada dada kiri untuk menjaga jantungnya

copot.

Bwe Hoa cepat berdiri dan memutar tubuh. Ternyata

di depannya berdiri seorang pemuda tampan yang 39



tersenyum-senyum, pemuda yang berpakaian seperti seorang

sasterawan.

"Ah, tidak tahunya ikan darat berkaki dua. Hati2,

siocia, ikan macam ini jauh lebih berbahaya daripada ikan di

air!" kata Siauw Hong yang timbul sifat genitnya melihat

seorang pemuda tampan.

"Jangan percaya, siocia. Siauw Hong tukang bohong.

Aku sama sekali tidak berbahaya." kata Kian Liong sambil

tersenyum dan menjura dengan hormatnya.

".......... siapakah kau ini yg begini kurang ajar?

Bagaimana kau berani mati memasuki taman bungaku?!"

akhirnya Bwe Hoa dapat juga menegur dengan sepasang alis

bersambung.

"Harap siocia maafkan aku yang karena tertarik oleh

segala keindahan di taman ini telah tersasar masuk ke dalam

tempat tinggal bidadari ............."

"Ngaco! Kau menyebut nonaku siocia akan tetapi

bilang di sini tempat tinggal bidadari. Omonganmu tak

karuan. Nonaku adalah puteri Lu-ongya, bukan bidadari,

dan kau jangan main2 kalau kau masih sayang nyawamu!"

Siauw Hong membentak.

"Tentu, tentu ....... aku masih sayang nyawaku...... Ah,

kiranya Lu-siocia. Pantas........ pantas, mana ada bidadari

secantik ini?"

"Kurang ajar kau!" Bwe Hoa membentak, akan tetapi

mukanya menjadi merah dan diam2 hatinya girang, karena

siapakah orangnya tidak senang mendengar bahwa dia lebih

cantik daripada bidadari? "Siauw Hong, kau tanyai dia, 40



kalau kurang ajar, usir dia pergi atau panggil penjaga supaya

dia diseret pergi dan diberi hajaran!"

Siauw Hong melangkah maju, menatap wajah yg

tampan itu, kepalanya agak dimiringkan ke kiri dengan lagak

genit.

"Kau ini ikan kaki dua hayo mengaku siapa namamu

dan apa maksudmu masuk ke taman bunga ini? Mengaku

yang betul dan jangan kurang ajar terhadap siocia!"

Baru sekarang Kian Liong menatap wajah pelayan ini

dan mendapat kenyataan bahwa Siauw Hong adalah seorang

gadis yang cantik juga.

Aku Lie Kian Liong, masih perjaka, putera dari Lie
tikoan yang pada saat ini tengah ber-cakap2 dengan Lu
ongya. Karena tidak tahan dan bosan mendengarkan

percakapan orang tua2 itu, aku berjalan-jalan ke sini dan tak

sengaja berjumpa dengan Lu-siocia."
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar nama ini, Bwe Hoa melirik dan Siauw

Hong lalu tertawa cekikikan sambil menutup mulutnya.

"Ah, jadi kaukah putera tikoan yg baru?" Siauw Hong

mengerutkan kening dan pandangannya melayang ke arah

kaki pemuda itu, kemudian dengan pandangan cerdik ia

berkata: "Lie-kongcu, tolong kau......... petikkan kembang

putih itu, terlalu tinggi untuk aku atau untuk siocia ...!"

Bwe Hoa mengerutkan alisnya tak senang, Kian Liong

mengerutkan kening terheran. Akan tetapi pemuda ini lalu

tersenyum dan lenyaplah kerut pada keningnya, lalu ia

berjalan ter-pincang2 ke arah pohon kembang itu. Sebelum 41



tangannya yang terulur memetik kembang yang diminta oleh

Siauw Hong itu, tiba2 Siauw Hong berkata lagi:

"Sudahlah, Lie-kongcu, Tidak jadi saja!"

Mendengar betapa ucapan Siauw Hong ini disusul

suara ketawa geli, Kian Liong cepat memutar tubuhnya. Ia

melihat Siauw Hong tertawa menutupi mulut dengan ujung

lengan baju, bahkan Bwe Hoa juga mencoba untuk

menyembunyikan senyumnya.

Siocia, tidak betulkah kata Thio-kauwsu?" kata Siauw

Hong kepada Bwe Hoa.

Kian Liong ter-pincang2 menghampiri Siauw Hong.

"Mengapa kau mempermainkan aku? Kau menyuruh

ambil kembang lalu membatalkannya, apa sih maksudmu?"

Sambil menahan ketawa, Siauw Hong berkata: "Aku

hanya ingin melihat bagaimana cara kau berjalan."

Kian Liong menggigit bibir dengan gemas. "Kau tidak

patut bernama Siauw Hong, lebih baik diganti saja dengan

Siauw Mo-li (Iblis wanita kecil)! Aku tidak mau bicara lagi

dengan kau!" Lalu pemuda ini menghadapi Bwe Hoa dan

berkata: "Lu-siocia, maafkan aku, Lie Kian Liong, kalau aku

mengganggu siocia. Setelah aku masuk ke sini dan berjumpa

dengan siocia, baik kita sekalian berkenalan. Aku berusia

duapuluh tahun, belum menikah dan ..............."

"Cukup! Siapa perduli akan semua itu? Lekas kau pergi

dari sini!" Bwe Hoa membentak dengan muka merah. Akan

tetapi dalam pandangan Kian Liong, gadis yang marah itu

menjadi makin cantik menarik, maka ia memandang

bengong. 42



"Nona, karena kau puteri Lu-ongya, tentu saja aku

tahu nama keturunanmu. Kau she Lu, bukan? Akan tetapi

siapa namamu?"

"Eh, eh, kau benar2 kurang ajar. Lie-kongcu, harap

kau suka keluar dari sini. Kalau Lu-ongya tahu akan

kekurang-ajaranmu, kau tentu akan dipukul!"

"Kau ikut2an lagi! Aku dan nonamu sudah menjadi

kenalan. Sudah selayaknya kenalan mengetahui nama

masing2. Aku sudah memberitahu namaku, akan tetapi Lu
siocia belum memberitahukan namanya .........."

Siauw Hong hendak marah, akan tetapi Bwe Hoa yang

mengerti bahwa pemuda itu bodoh dan tolol, mencegah

pelayannya dan berkata:

"Namaku Bwe Hoa. Nah, kau pergilah."

"Bwe Hoa......? Lu Bwe Hoa......, alangkah sedap

didengarnya! Nona, tadi sudah kuberitahu bahwa aku

berusia duapuluh tahun dan belum menikah. Berapakah

usiamu? Dan aku sudah tahu bahwa nona belum menikah,

akan tetapi, tidak tahu apakah sudah ada tunangan?"

Ini sudah melampaui batas namanya! Wajah Bwe Hoa

menjadi merah sekali dan Siauw Hong mencak2 marah.

"Orang she Lie, kau benar2 tidak tahu aturan dan

kurang ajar sekali!" Siauw Hong menuding-nudingkan

telunjuknya di depan hidung Kian Liong. Tentu akan terjadi

hal yang lebih hebat kalau saja Bwe Hoa tidak cepat2

memegang tangan Siauw Hong dan menyeret pelayan itu

pergi meninggalkan taman bunga di mana Kian Liong masih

berdiri sambil ter-senyum2 menyeringai. Kemudian, setelah 43



Bwe Hoa dan pelayannya masuk ke dalam gedung, Kian

Liong berjalan dengan wajah gembira, mulutnya kemak
kemik dan kadang2 tersenyum lebar.

Ketika ia tiba di ruangan tamu, tcrnyata ayahnya dan

Lu-ongya telah selesai berunding dan atas persetujuan Lu
ongya, Lie-tikoan akan mendatangkan seorang hwesio pandai

dari kotaraja untuk membantunya menangkap penjahat

yang mengacau Liu-leng. Hwesio ini adalah Hok Ti Hwesio,

pengurus kelenteng Thian-beng-tong di kotaraja. Hwesio ini

adalah seorang ahli silat Hwasanpay yang berilmu tinggi dan

dahulu ketika Lie-tikoan menjalankan tugasnya di kotaraja,

Hok Ti Hwesio juga banyak membantunya. Di lain fihak,

Lie-tikoan merupakan penyumbang utama untuk kelenteng

Thian-beng-tong itu. Lu-ongya mcnyetujuinya karena

pangeran inipun kenal siapa adanya Hok Ti Hwesio yang

sebenarnya masih susiok (paman guru) dari Hek-liong-pian

Thio Cin Gan, pengawal pribadi pangeran Lu.

Melihat munculnya Kian Liong, Lie-tikoan lalu

bermohon diri sambil mengucapkan terima kasih. Kian Liong

juga ikut2an ayahnya, berpamit sambil menghaturkan terima

kasih. Pangeran Lu mengantar mereka sampai di pintu depan

dengan sikap yang ramah-tamah. Oleh karena kebetulan

sekali Kian Liong dapat membawa diri di depan pangeran ini,

maka ia mendatangkan kesan baik dalam hati pangeran Lu.

Dengan gembira Lie-tikoan lalu bercerita kepada

puteranya dalam perjalanan pulang tentang hasil

perundingan tadi. Ceritanya dilanjutkan setelah mereka tiba 44



di rumah dan Lie-hujin ikut mendengarkan. Sebagai

penutup, Lie tikoan berkata:

"Lu-ongya agaknya suka kepada kita. Biar kita tunggu

saat baik untuk mempererat tali persahabatan menjadi tali

kekeluargaan."

*

* *

Di rumah gedung cat hijau yang berada di sebelah

barat dari kota Lio-leng, Song Tek bekas tikoan yang dipecat,

duduk di dalam ruang dalam dengan wajah muram. Ia duduk

menghadapi meja di mana terdapat cawan araknya dan

seguci besar arak wangi. Ternyata bekas pembesar yang

sedang berduka ini menghibur diri dengan minum arak, dan

dia kuat sekali minum. Buktinya, seguci arak penuh tinggal

setengahnya, namun ia tidak mabok. Ber-kali2 ia menarik

napas panjang. Song Tek adalah seorang duda. Semenjak

isterinya meninggal dunia limabelas tahun yang lalu, ia tak

pernah mau menikah lagi dan tinggal membujang, kemudian

melanjutkan pelajarannya dalam ilmu surat sampai ia lulus

dalam ujian kotaraja dan menerima pangkat sebagai tikoan

di Liu-leng itu. Dapat dibayangkan betapa kecewa, malu,

dan dukanya karena baru saja setahun lebih menjadi

pembesar sekarang sudah dihentikan.

Orang kedua yang duduk di sudut meja itu adalah

seorang pemuda tampan yang wajahnya ber-sungguh2 dan

muram. Pemuda ini benar2 tampan dengan kulit mukanya 45



yang putih, sepasang matanya yang ber-sinar2, alis mata

yang hitam tebal berbentuk golok, hidung mancung dan

mulut yang membayangkan kekerasan hati. Inilah Cung Hok

Bi, pendekar muda anak murid Butongpay.

Dia adalah keponakan dari Song Tek, yakni putera

tunggal dari adik perempuan bekas tikoan itu. Nasib pemuda

ini gelap maka semenjak masih kecil telah ditinggal mati

ayah-bundanya sehingga menjadi yatim piatu. Sampai

dewasa ia berada di puncak Butongsan mempelajari ilmu

silat, kemudian setelah turun gunung, ia menumpang pada

pamannya yang menjadi tikoan di Liu-leng. Akan tetapi

kembali nasibnya buruk karena pamannya ternyata tidak

lama menjadi tikoan dan telah dipecat.

"Kau tidak punya guna, Hok Bi. Pcrcuma saja kau

belajar silat sampai belasan tahun di Butongsan kalau kau

tidak mampu menangkap penjahat itu sehingga aku

dipecat." Sudah ber-kali2 paman yang berduka ini

mengeluarkan ucapan penyesalan seperti ini dan akhirnya

Hok Bi menjawab, suaranya ber-sungguh2:

"Siokhu (paman), aku hanya baru satu kali saja

berkesempatan bertanding dengan penjahat itu dan setiap

kali aku ikut menggerebek, ia selalu dapat melarikan diri.

Sungguhpun harus aku akui bahwa penjahat itu ilmu

silatnya tinggi sekali dan dalam kesempatan pertama itu aku

tak dapat mengalahkannya, akan tetapi penyayalah, apabila

aku mendapat kesempatan kedua, pasti akan kukerahkan

seluruh kepandaian dan kalau perlu aku akan mengadu

nyawa dengan dia!" 46



Song Tek menarik napas panjang, lalu menenggak

cawan araknya dengan suara menggelogok. Ia menarik napas

lagi sambil mengeluarkan suara: "Hehhh......!"

Dipandangnya wajah keponakannya yang tampan.

"Hok Bi, kau tahu bahwa aku percaya kepadamu. Aku

justru menyesalkan kesempatan yang satu kali itu. Kalau

saja dahulu ketika kau bertanding dengan dia, kau dapat

merobohkan dia, bukankah tidak akan muncul peristiwa

yang menjengkelkan ini? Hok Bi, soal kehilangan kedudukan

bukan yang paling penting, akan tetapi yang lebih penting

lagi adalah soal nama. Kau harus bantu membersihkan

namaku atau mengembalikan mukaku. Kita tidak boleh

tinggal diam dan kita harus berusaha mendahului Lie-tikoan

untuk menangkap penjahat itu! Kalau sampai Lie-tikoan

berhasil menangkap penjahatnya mendahului kita, bukankah

aku akan mendapat malu besar dan dianggap tidak becus?

Lie-tikoan telah mendatangkan Hok Ti Hwesio yg kudengar

amat lihay ilmu silatnya."

"Aku juga mendengar tentang itu, siokhu. Memang

betul, Hok Ti Hwesio adalah seorang tokoh Hoasanpay yang

tinggi ilmu silatnya. Kalau tidak salah, ia seorang ahli

lweekeh dan senjata tongkatnya amat kuat. Akan tetapi,

tetap saja aku sangsi apakah dia akan sanggup menangkap

penjahat itu."

"Mudah2an saja jangan sampai ia menangkapnya dan

mendahului kita. Hok Bi, aku sedang berusaha dan hendak

menyuruh Sinchio Tan Hay menghubungi Kwan Ciu Leng
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kauwsu dan mencari orang2 gagah lain untuk menangkap 47



penjahat itu, mendahului usaha Lie-tikoan. Kalau usahaku

ini berhasil, selain mukaku akan menjadi terang kembali,

juga merupakan tamparan bagi Lie-tikoan yang

menggantikan kedudukanku. Oleh karena itu, harap kau

membantuku. Tak usah kau membantuku menangkap

penjahat, cukup kalau kau berusaha menggagalkan atau

menghambat usaha Lie-tikoan untuk mendahului kita. Awasi

gerak-gerik Hok Ti Hwesio itu dan kalau perlu selewengkan

perhatiannya agar ia tidak mudah menangkap penjahat."

Mula2 Hok Bi terkejut mendengar ini, akan tetapi

akhirnya ia dapat menangkap maksud pamannya. Memang,

ia dapat mengerti betapa malu hati pamannya dan betapa

besar hasrat hati pamannya untuk menerangi kembali

mukanya dan mendahului Lie-tikoan dalam perlumbaan

menangkap penjahat itu. Maka ia lalu menyanggupi.

Pada saat itu, pelayan mengantar masuk seorang laki2

yang bertubuh tegap dan bersikap gagah, berpakaian seperti

seorang jago silat. Dia ini bukan lain adalah Sinchio Tan

Hay, kepala penjaga kota Liu-leng yang dahulunya

membantu Song Tek dan sekarang masih dihubungi oleh

bekas tikoan itu. Biarpun Tan Hay masih menjadi kepala

penjaga, namun karena Song Tek royal dalam memberi

hadiah, kepala penjaga ini masih setia kepadanya dan ia

menyanggupi permintaan Song Tek untuk memberitahukan

segala gerak-gerik Lie-tikoan dalam usahanya menangkap

pejahat agar Song Tek dapat mendahului menangkap

penjahat yang di-kejar2 itu. 48



Melihat kedatangan Tan Hay, Song Tek lalu memberi

isyarat kepada keponakannya untuk meninggalkan ruangan

itu. Cung Hok Bi memberi hormat kepada Sinchio Tan Hay,

lalu pergi ke belakang dan bekas tikoan she Song itu segera

mengadakan perundingan berdua dengan Tan Hay. Agaknya

amat penting yang mereka rundingkan itu, karena mereka

bicara perlahan dan dengan sungguh2.

Tiba2 pintu ruangan itu terketuk dan seorang pelayan

masuk, memberitahukan bahwa Hek-liong-pian Thio Cin Gan

datang berkunjung. Baru saja pelayan itu memberi laporan,

orangnya sudah muncul di ambang pintu. Song Tek

memandang dengan muka terheran dan mata mengandung

pertanyaan.

"Thio-ciangkun, ada keperluan apakah?" tanyanya

dengan suara hormat.

Melihat Sinchio Tan Hay di situ, Hek-Iiong-pian Thio

Cin Gan tersenyum, lalu menjura kepada dua orang itu.

"Siauwte diutus oleh Lu-ongya untuk mcncari

keterangan tentang usaha Lie-tikoan. Untuk itu, siauwte

hendak bertanya kepada Tan-loheng. Akan tetapi, di sana

siauwte mendengar bahwa Tan-loheng berada di sini maka

sengaja siauwte menyusul untuk bertemu dengan Tan
loheng. Kalau kedatangan siauwte ini mengganggu Song
taijin, harap banyak maaf."

Ah, tidak apa, Thio-ciangkun. Silahkan duduk," jawab

Song Tek dengan ramah-tamah.

Sementara itu, Tan Hay sudah menyambut

kedatangan pengawal pribadi Pangeran Lu Siang Tek itu 49



dengan tertawa. "Thio-enghiong, apakah aku harus

menghadap Ong-ya sendiri, ataukah cukup bicara denganmu

saja?"

"Cukup dengan aku saja, Tan-loheng. Akan tetapi agar

jangan mengganggu tuan rumah, marilah kita keluar dan

kita pergi ke kedai arak A Sam."

Song Tek mencoba untuk mencegah dan menahan

mereka, akan tetapi dua orang gagah ini menghaturkan

terima kasih lalu keluar dari gedung bekas tikoan she Song

itu.

Di warung arak A Sam kebetulan sedang sunyi tidak

ada tamu. Melihat datangnya dua orang itu, A Sam tersipu
sipu menyambut dan memberi hormat dengan membungkuk
bungkuk sehingga kepalanya lebih rendah daripada

pantatnya. Dua orang itu memilih tempat yang enak di mana

mereka ber-cakap2 sambil minum arak.

Sinchio Tan Hay lalu menceritakan semua persiapan2

yang dilakukan oleh Hok Ti Hwesio dalam usahanya mencari

dan menangkap penjahat, di bawah pimpinan Lie-tikoan.

Dan Thio Cin Gan meng-angguk2 memuji cara Lie-tikoan

mengatur penjagaan sehingga boleh dibilang seluruh kota

Liu-leng telah dipasangi jerat untuk menjebak penjahat yg

berani memasuki kota.

"Lie-tikoan berpendapat bahwa penjahat itu pasti

tinggal di luar kota, maka dengan bantuan Hok Ti Hwesio,

apabila penjahat itu berani memasuki kota, supaya

didiamkan saja dan setelah berada di dalam kota baru

dikeroyok dan dicegah agar jangan sampai dapat lari keluar 50



kota lagi," demikian Tan Hay memberi keterangan. "Akan

tetapi, bukankah Hok Ti Hwesio itu susiokmu, Thio
enghiong? Kiranya dari orangtua itu kau akan bisa

mendapatkan penjelasan yg lebih baik, bukan?"

"Justru karena dia itu susiok-ku, maka kurang enaklah

kalau aku terlalu mendesak dan minta keterangan

kepadanya. Pula, dia hanya membantu dan yang mengatur

semua ini tentu Lie-tikoan, bukan? Nah, Tan-loheng, untuk

menyatakan terima kasihku, baik kuceritakan padamu

tentang pengalamanku malam tadi. Kiranya ini penting

bagimu yang bertugas menyelidiki dan menangkap penjahat.

Ketahuilah, dan ini rahasia karena tidak kuceritakan kepada

siapapun juga kecuali kepada Lu-ongya, bahwa malam tadi

ketika aku secara iseng2 keluar malam, aku melihat sesuatu

yang aneh. Ketika itu kurang lebih lewat tengah malam dan

aku melihat bayangan hitam berkelebat di atas genteng

rumah2 besar di sebelah utara kota. Aku cepat melompat ke

atas genteng dan hendak menyapa akan tetapi tiba2

bayangan itu melesat cepat dan melarikan diri. Tentu saja

aku mengejar, namun ternyata. Ilmu lari cepatnya hebat

sekali dan sebentar saja ia lenyap. Kau tahu ke mana

lenyapnya? Ke jurusan rumah gedung Lie-tikoan!"

"Apa........??" Mata Tan Hay melotot dan mulutnya

celangap. "Tahu betulkah kau apa yang kau katakan ini?

Ataukah kau sudah terlalu banyak minum arak?"

"Tidak, loheng, aku tidak mabok. Yang kuceritakan ini

bukan isapan jempol belaka, akan tetapi kenyataan yang

kulihat sendiri dengan sepasang mata. Bayangan itu 51



menghilang dekat rumah gedung Lie-tikoan dan kau tentu

tahu bahwa aku tidak mencurigai siapa2 hanya kau sebagai

kepala penjaga kola Liu-leng, waspadalah jangan sampai Lie
tikoan menjadi korban penjahat. Siapa tahu kalau2 penjahat

itu bersembunyi di dekat atau bahkan di dalam rumah Lie
tikoan!"

Setelah pertemuannya dengan Hek-liong-pian Thio Cin

Gan ini, kepala penjaga kota Liu-leng ini menjadi makin

gelisah dan tidak enak hatinya. Sudah lama ia mendapat

dugaan bahwa di dalam peristiwa kejahatan di kota Liu-leng

ini terdapat rahasia yang sukar sekali dipecahkan. Apakah

tikoan yang baru ini mempunyai hubungan dengan penjahat

itu? Apakah sengaja mengacau kota Liu-leng agar ia

mendapat kesempatan merampas kedudukan tikoan dari

tangan Song-tikoan? Ah, ini tak mungkin. Lie-tikoan sudah

terkenal di kotaraja, pula, bukankah Lie-tikoan sudah ber
sungguh2 mendatangkan Hok Ti Hwesio dalam usahanya

menangkap penjahat?

Sinchio Tan Hay merasa bingung betul dan baru kali

ini selama ia menjadi kepala penjaga keamanan Liu-leng, ia

merasa tak berdaya menghadapi penjahat yang lihay itu.

"Kalau aku bertemu lagi dengan dia, aku akan mengadu

nyawa!" gerutunya dan semenjak hari itu, tiap malam ia ikut

keluar sambil mem-bawa2 tombaknya yang merupakan

senjatanya yang paling ia andalkan.

*

* * 52



"Toloonggg............., tolooonggg............. !"

Jeritan ini memecah kesunyian tengah malam, akan

tetapi seperti juga timbulnya yg amat tiba2, demikian pula

jeritan itu lenyap dengan tiba2, se-akan2 leher orang yang

menjerit itu dicekik. Kemudian ternyata, bahwa gadis yang

tadi menjerit itu bukan dicekik lehernya, melainkan dibacok

dengan senjata tajam sehingga putus, terpisah dari

tubuhnya! Dan selain pembunuhan keji ini, sejumlah uang

emas dan perak di dalam kamar Gan-wangwe telah lenyap

dicuri penjahat. Jerit dan tangis memehuhi rumah Gan
wangwe yang sekaligus kehilangan puterinya dan hartanya

itu.

Bukan ini saja, pada saat yang hampir bersamaan, lima

orang penjaga pintu gerbang di sebelah selatan kota, diserbu

oleh tiga orang berkedok dan dalam beberapa gebrakan saja

tiga orang yang kepandaiannya tinggi itu berhasil

menewaskan lima orang penjaga tadi!

Kota Liu-leng menjadi gempar. Peristiwa itu adalah

kejahatan yang ketiga kalinya semenjak Lie-tikoan

menduduki pangkatnya, dan tiga kali terjadi ber-turut2, se
akan2 para penjahat itu berpesta pora dan sama sekali tidak

perdulikan atau tidak memandang mata kepada tikoan baru

dengan sekalian penjaga dan pembantunya.

Hal ini sama sekali tak dapat dianggap sebagai akibat

daripada kelalian penjagaan, karena setiap kali terjadi

kejahatan itu, selalu Hok Ti Hwesio, dibantu oleh lain2

penjaga, menghadapi serbuan seorang atau dua orang 53



penjahat berkedok yang amat tinggi kepandaiannya.

Kemudian ternyata bahwa dua orang atau seorang penjahat

ini hanya bertugas untuk mengikat perhatian Hok Ti Hwesio

sehingga penjahat2 yang lain mendapat waktu dan

kesempatan banyak untuk melakukan pekerjaan mereka

yang keji tanpa mendapat rintangan yang berarti karena

orang2 gagah seperti Hok Ti Hwesio dan yang 1ain2 sudah

sibuk mengurung penjahat yang sengaja menyerbu mereka
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini.

Dan seperti yang sudah2, setelah pekerjaan terkutuk

itu selesai dilakukan, terdengar bunyi suitan seperti suara

burung malam. Kiranya ini sebagai tanda karena dengan

kecepatan luar biasa, para penjahat itu lalu menghilang di

dalam gelap malam dan tidak kelihatan lagi bekas2nya!

Dengan wajah lesu dan muram Lie-tikoan mengadakan

perundingan dengan Hok Ti Hwesio pada keesokan harinya.

Hadir pula karena memang diundang oleh Lie-tikoan, Sin
chio Tan Hay yang nampak marah2 karena lima orang anak

buahnya yang menjaga pintu gerbang selatan telah tewas

oleh penjahat, Kwan Ciu Leng guru silat Siauwlimpay di Liu
leng yang diundang pula.

Guru silat ini tentu saja tidak terikat oleh kewajiban,

akan tetapi sebagai seorang ahli silat iapun memperhatikan

persoalan ini dan sejak munculnya penjahat itu, ia selalu

dimintai bantuan oleh fihak yang berwajib. Juga Hek-liong
pian Thio Cin Gan hadir, bukan diundang melainkan kerena

ia disuruh oleh Lu-ongya untuk menyelidiki sampai di mana

kehebatan sepak terjang para penjahat itu. 54



"Tidak kusangka sama sekali bahwa penjahat itu

demikian banyak kaki tangannya," Lie-tikoan mulai bicara,

"dan sekarang jelaslah bahwa penjahat2 itu datang dari luar

kota, karena buktinya mereka telah membunuh para

penjaga. Kuharap saja Hok Ti Suhu dan semua orang gagah

sudi mengerahkan tenaga dan melakukan penyelidikan. Pula,

mulai hari ini, harus dilakukan penjagaan yang lebih kuat

lagi."

Tengah orang2 ini berunding bagaimana caranya

melakukan pengejaran terhadap para penjahat itu, datanglah

Song Tek bekas tikoan di Liu-leng. Ia datang bersama Cung

Hok Bi keponakannya. Wajah Song Tek pucat dan pandang

matanya muram. Begitu datang ia lalu berkata dengan suara

penuh teguran:

Celaka sekali, penjahat2 itu makin berani saja, se-akan2

tidak ambil perduli dan tidak memandang mata kepada

semua orang gagah yang berada di sini. Celakanya, mereka

itu mengganggu aku yang tidak berdosa!"

Dengan tenang Lie-tikoan mempersilahkan bekas

tikoan itu duduk, kemudian tanyanya:

"Song-hiante, apakah yang terjadi maka kau datang2

mengeluarkan pernyataan seperti itu?"

"Maaf, Lie-taijin, sesungguhnya karena aku takut dan

bingung maka aku bicara tidak karuan. Masih untung pagi

hari ini aku dapat datang menghadap dan tidak hilang

nyawaku. Malam tadi, selagi kota ribut2 karena serbuan

penjahat2 itu, rumahku tidak dilewati dan lihatlah apa yang

menancap di atas meja dalam kamarku. Lie-taijin, harap 55



suka menolong dan melindungi aku yang lemah ini!" Song

Tek mengeluarkan sebatang piauw berikut sehelai kertas yg

ada tulisannya.



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ



Menerima dua macam benda ini, Lie Kim Hong tidak

segera membaca suratnya melainkan memperhatikan dengan

teliti. Ia mendapat kenyataan bahwa baik piauw (pisau)

maupun surat itu serupa benar dengan yg dahulu

disambitkan di atas mejanya, tanda bahwa pengirimnya dari

orang yang sama. Baru ia membaca tulisan pada surat itu.

SONG-TIKOAN, KATAKAN KEPADA TIKOAN

BARU JANGAN DIA MENANTANG KAMI.

KALAU DIA DAN JAGOAN-JAGOANNYA

KEMBALI KE KOTARAJA, KAMI AKAN

MENGHENTIKAN AKSI KAMI DI LIU-LENG.

KALAU DIA MEMBANGKANG, KAMI AKAN

MENYEBAR MAUT DI LIU-LENG!

Seperti juga dulu, surat ini tidak ditandatangani.

Tanpa bicara apa2, Lie-tikoan menyerahkan surat itu kepada

Hok Ti Hwesio untuk dibaca. Hwesio itu membacanya dan

mengerutkan keningnya.

"Habis, bagaimana putusan taijin?" tanyanya.

Lie-tikoan mengertak gigi, mengepal tinju. "Kita harus

dapat menangkap keparat itu, biar untuk tugas ini aku

berkorban nyawa! Belum pernah ada pejabat pemerintah

bertekuk lutut terhadap seorang jahanam!" 56



"Keputusan Lie-taijin itu baik sekali," Kata Song Tek

akan tetapi mukanya nampak gelisah, "hanya kuminta

dengan sangat agar supaya aku tidak ter-bawa2 dalam

peperangan ini. Kuharap saja Lie-taijin akan berhasil dalam

usahanya, aku........ aku sudah terlalu banyak mendapat

kaget, aku khawatir jantungku yg lemah takkan kuat

menghadapi ketegangan2 ini...". Setelah berkata

demikian, dengan muka pucat dan tubuh lemas Song Tek

bermohon diri, keluar dari situ diiringkan oleh keponakannya

yang berjalan dengan langkah gagah.

"Pengecut itu mencurigakan juga .........." kata Hok

Ti Hwesio sambil memandang ke arah bayangan Song Tek

yang sudah pergi jauh.

"Losuhu tak perlu bercuriga terhadap dia," kata Hek
liong-pian Thio Cin Gan, "kami semua mengenal betul bekas

tikoan itu. Dia seorang yang lemah, mana bisa ada

hubungannya dengan penjahat? Untuk aku, keponakannya

itulah yang patut diperhatikan, karena pemuda itu adalah

anak murid Butongpay yang amat lihay bermain pedang dan

juga ahli dalam penggunaan amgi (senjata rahasia)."

Kata2 pengawal pribadi Pangeran Lu Siang Tek ini

dibetulkan oleh orang yang berada di situ, karena selama

Song Tek menjadi tikoan memang semua mengenalnya

sebagai orang yang lemah. Karena kelemahannya itulah

agaknya maka kota Liu-leng sampai didatangi dan diganggu

penjahat.

"Pendapat Thio sicu beralasan juga," kata Kwan Ciu

Leng sambil mcng-angguk2. "Siauwte sendiri sudah mencoba 57



kepandaian Cung Hok Bi itu dan ternyata pemuda itu cukup

lihay. Hanya amat disangsikan, masa pemuda itu menjadi

anggauta penjahat dan mengganggu kota di mana pamannya

dahulu menjadi tikoan? Rasanya tak masuk di akal."

Kembali kata2 guru silat ini mendapat perhatian dan semua

orang menganggapnya tepat juga.

"Memang, dalam keadaan seperti ini, timbul

kecurigaan di dalam hati dan timbul sangkaan yang bukan2.

Akan tetapi sebaliknya, kita pun tidak boleh percaya kepada

setiap orang. Paling perlu, kita bersiaga dan marilah kita

berusaha untuk melenyapkan gangguan kota kita ini." kata

Lie-tikoan. Perundingan itu dilanjutkan sampai jauh siang,

baru semua orang bubaran dengan hati tegang. Lie-tikoan

sudah menyambut tantangan penjahat, perang sudah

diumumkan dan semua orang menanti datangnya malam

dengan hati ber-debar2.

*

* *

Malam gelap. Hitam pekat. Ditambah kesunyian

mencekik karena para penghuni kota Liu-leng sore2 sudah

menutup jendela dan pintu dan tidak mau keluar lagi,

membuat suasana malam itu di kota Liu-leng menjadi serem

menakutkan.

Bahkan para penjaga kota yang meronda, tidak berani

berpencar dan tidak berani menyendiri, selalu bergerombol

sedikitnya sepuluh orang, melakukan ronda malam dengan 58



dua macam rasa takut. Takut kepada penjahat yang lihay

seperti iblis itu dan takut kalau2 mereka akan mendapat

teguran dari atasan apabila tidak melakukan ronda

sebaiknya.

Udara hitam tertutup mendung, tidak kelihatan

bintang, apalagi bulan. Awan menyelimuti langit membuat

keadaan yang gelap sekali. Para penjaga tentu takkan dapat

melihat tangan sendiri kalau saja tidak ada sinar lampu yang

menyorot keluar dari rumah2 penduduk.

Tiba2, di antara sinar lampu yang suram, muncul

bayangan2 hitam dari tempat gelap. Jumlah mereka ada

enam orang dan kesemuanya memiliki gerakan yg amat gesit

dan ringan. Akan tetapi, di antara mereka adalah orang yang

pada punggungnya terselip pedang dan tangannya

memegang toya yang paling gesit. Mereka ini kesemuanya

memakai kedok yang hitam menutupi seluruh muka, hanya

mata mereka saja yang nampak dari balik kedok. Orang yang

bertoya itu agaknya menjadi pemimpin karena ia meng
gerak2kan tangan, kemudian mereka berpencar. Lima orang

itu me-lompat2 di atas genteng menuju ke rumah Lie-tikoan

sedangkan yang memegang toya tadi membalikkan tubuh

dan lari dengan cepatnya menuju ke rumah Pangeran Lu!

Para penjahat itu sama sekali tak pernah menduga

bahwa gerak-gerik mereka semenjak tadi di intai oleh

sepasang mata yang tajam dari seorang yang bersembunyi di

tempat gelap. Orang ini juga memakai kedok, akan tetapi

kedoknya hanya menutupi kedua matanya. Sungguhpun

demikian, sukarlah mengenal orang ini siapa sebenarnya. 59



Ketika orang berkedok ini yang sejak tadi sudah

meraba pedang di punggungnya, melihat betapa enam orang

itu terpencar, ia nampak bingung. Akan tetapi ia segera

mengambil keputusan dan lincah seperti seekor burung walet,

tubuhnya melayang dan mengejar penjahat yang memegang

toya tadi yang menuju ke rumah gedung Pangeran Lu.

Setiap malam gedung Pangeran Lu terjaga kuat, dan

boleh dibilang rumah gedung itu dikurung rapat oleh para

penjaga yang merupakan barisan pengawal penjaga

keselamatan pangeran itu sekeluarga. Akan tetapi,

menghadapi penjahat berkedok yang memegang toya itu,

para penjaga ini tidak ada artinya.

Dengan gerakannya yg amat ringan dan gesit sekali

penjahat itu dapat melompat ke atas genteng melalui pohon
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

besar di sebelah kiri rumah tanpa diketahui oleh seorangpun

penjaga. Hal ini bukan se-kali2 karena para penjaga kurang

teliti atau lalai, melainkan karena orang itu memang tinggi

sekali kepandaiannya sehingga ketika ia melompat ke atas

cabang pohon kemudian melanjutkan lompatannya itu ke

atas genteng, tidak sehelai daun pun bergoyang!

Juga para penjaga tidak melihat betapa bayangan

kedua melayang dan hinggap di cabang pohon yg sama

setelah penjahat itu berada di atas genteng. Bayangan kedua

ini adalah orang berkedok yang membawa pedang di

punggungnya dan agaknya orang ini sengaja mengintai,

hendak melihat apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh

penjahat bertoya itu. 60



Dengan lincah dan cekatan, bayangan pertama itu

berloncatan di atas genteng, men-cari2. Akhirnya ia

melompat turun dan di lain saat ia telah mengintai ke dalam

sebuah kamar dari jendela kamar yang berada di sebelah

kanan ruangan belakang. Di bawah sinar lampu, sepasang

mata yang bersembunyi di balik kedok itu berseri, dapat

dibayangkan bahwa mulutnya tentu tersenyum iblis.

Dikeluarkannya dua batang hio (dupa) dan dibakarnya, lalu

dengan sekali tusuk menggunakan dua jari tangan, jendela

itu menjadi bolong2! Dari lubang inilah ia masukkan hio yang

sudah terbakar sehingga asap dupa itu memasuki kamar.

Inilah dupa yang amat berbahaya dan yang biasa

dipergunakan oleh sebangsa jay-hwa-cat (penjahat pemetik

bunga) atau para maling yang sudah kawakan. Asap hio ini

khasiatnya hebat. Orang yang sudah tidur kalau mencium

asap ini akan menjadi pulas tidurnya seperti sudah mati!

Sebaliknya orang yang masih belum tidur, mencium bau hio

yang harum melemahkan semangat ini tentu akan

mengantuk seketika dan takkan dapat tahan membuka mata

lagi.

Tiba2 penjahat itu mengeluarkan suara makian dan

menarik kembali tangannya sehingga dua batang hio itu

terjatuh ke dalam kamar itu. Ia telah melihat berkelebatnya

bayangan di atas genteng dan sekali ia membalikkan tubuh,

tangan kirinya telah mengayun tiga batang piauw (senjata

rahasia) yang menyambar ke arah tiga bagian tubuh yang

bcrbahaya dari seorang yang sedang mengintainya dengan

tubuh menggantung di tihang genteng. Dia itu bukan lain 61



adalah orang kedua yang tadi mengikuti bayangan pertama

dan dengan kedua kaki dikaitkan pada tihang genteng, ia

tengah mengintai dan tak terduga sama sekali penjahat itu

telah melihatnya dan menyerangnya dengan tiga batang

piauw!

Bukan main kagetnya orang yang diserang ini. Ia

dalam keadaan menggantung, kepala di bawah kaki di atas

dan serangan piauw itu menyambar cepat sekali ke arah

tenggorokan, ulu hati, dan pusar! Untuk mengelak tak

sempat lagi. Akan tetapi ternyata bahwa orang ini pun bukan

orang sembarangan. Dengan gerakan cepat sekali, kedua

tangannya bergerak-gerak menyampok tiga batang piauw

itu, dibarengi dengan enjotan tubuhnya yang melepaskannya

dari tihang genteng.

"Plak-plak-plak!" tiga batang piauw itu kena ia

sampok sehingga menyeleweng ke kanan-kiri dan mengenai

tihang terus amblas ke dalam tihang kayu itu, tidak

kelihatan lagi. Dengan cekatan orang itu melompat ke atas

genteng dan keringat dingin membasahi jidatnya kalau ia

teringat betapa hebatnya serangan tadi dan betapa

nyawanya berada dalam bahaya. Ia. merasa kedua

tangannya sakit2 ketika menyampok piauw, bahkan telapak

tangan kirinya sampai lecet. tanda bahwa tenaga sambitan

dari penjahat cabul itu benar2 mengandung tenaga lweekang

yang tinggi.

Adapun penjahat yang memegang toya menjadi

penasaran sekali melihat betapa serangan tiga batang

piauwnya tidak berhasil. Ia sekali lagi mengayun tangan 62



kirinya dan kembali tiga batang piauw menyambar ke arah

tubuh orang yang kini melompat ke atas genteng itu.

"Penjahat keji, jangan menjual lagak!" Orang yang

diserang itu berkata mengejek dan tangannya terayun ke

depan. Dari kedua tangannya itu menyambar tiga batang

piauw yang serupa, maka bertemulah enam batang piauw

itu, mengeluarkan suara nyaring dan bunga api berpijar

sebelum keenam batang piauw itu runtuh ke atas genteng.

Penjahat itu terkejut sekali dan cepat ia mengayun

tubuhnya melompat naik ke atas genteng pula. Kini mereka

berhadapan. Penjahat itu sukar dikenal mukanya karena

muka itu sama sekali tertutup oleh kedok hitam. Akan tetapi

ia dapat melihat bahwa orang yang mengganggu

,,pekerjaannya" itu adalah seorang pemuda berperawakan

tegap dan mukanya tampan, sungguhpun tak mungkin

mengenal muka itu karena mata dan sebagian hidung

tertutup oleh kedok hitam. Hanya sepasang matanya

mengeluarkan sinar aneh dan tajam sekali.

"Penjahat keji, sekarang kau hendak lari ke mana?

Terbukalah kedokmu!" Sambil berkata demikian, pemuda

bertopeng itu cepat mengeluarkan pedangnya, menanti

sebentar untuk mendengar jawaban penjahat itu. Akan

tetapi penjahat berkedok hitam itu sama sekali tidak

mengeluarkan suara, sebaliknya menggerakkan toyanya

melakukan serangan hebat. Pemuda itu menangkis dengan

pedangnya dan kembali ia terkejut karena telapak tangannya

sakit sekali, tanda bahwa pemegang toya itu benar2 memiliki

tenaga yang lebih besar daripadanya. 63



Namun ia tidak menjadi gentar dan cepat mainkan

ilmu pedangnya yang me-nyambar2 bagaikan angin menderu.

Sebuah pertandingan seru segera terjadi dan keduanya

ternyata adalah ahli silat-ahli silat yang pandai. Hal ini

agaknya membuat keduanya terkejut dan berhati-hati.

Dengan penuh perhatian mereka bertempur dan yang

terdengar hiruk-pikuk hanya suara senjata mereka yang

sering bertemu.

Akan tetapi suara ribut2 ini menarik perhatian para

penjaga istana pangeran Lu dan sebentar saja di bawah

terdengar suara orang-orang dan kelihatan obor menyala.

"Ada penjahat di atas genteng.........!!" terdengar suara

keras.

"Ada pertempuran di atas!"

Kemudian berisik suara kaki menginjak genteng ketika

para penjaga yang memiliki kepandaian melompat ke atas.

"Dua orang memakai kedok bertempur!"

"Yang mana penjahatnya?"

Ramai suara mereka itu, akan tetapi melihat hebatnya

pertempuran dan betapa cepatnya gerakan pedang dan toya,

tak seorangpun di antara para penjaga berani turun-tangan,

apalagi mereka bingung dan tidak tahu harus menyerang

yang mana dan membantu siapa.

Sementara itu, ketika penjahat itu melihat datangnya

para penjaga, ia cepat memutar toyanya menyerang

lawannya. Pemutaran toya ini hebat dan berbahaya sekali,

membuat pemuda bertopeng itu terpaksa melompat mundur. 64



Kesempatan ini dipergunakan oleh si penjahat untuk

melarikan diri dengan lompatan2 jauh!

"Kau hendak lari ke mana?" Pemuda itu membentak

sambil mengejar. Akan tetapi pada saat itu terdengar pekik

wanita dari bawah. Pemuda itu nampak terkejut, seperti juga

para penjaga dan terdengar seruan dari bawah, yaitu para

penjaga yang tidak ikut naik karena kepandaiannya kurang

tinggi.

"Tangkap penjahat!"

Bagaikan seekor burung walet, pemuda bertopeng itu

mendahului para penjaga yang masih tercengang di atas

genteng, tubuhnya melayang turun ke bawah. Di lain saat ia

telah berada di dalam taman bunga dan melihat seorang

gadis jelita tengah di-seret2 oleh seorang penjahat yang

berkedok pula. Bukan main kagetnya ketika ia melihat

bahwa penjahat ini serupa benar bentuk tubuhnya dengan

penjahat yang bertempur dengan dia di atas genteng tadi.

Karena penjahat inipun memakai kedok hitam yang

menutupi seluruh mukanya dan kedok itu bahkan memakai

sutera hitam yang menutupi leher sampai ke dada, maka

sukarlah untuk menentukan apakah penjahat ini yg tadi

ataukah bukan. Akan tetapi tidak mungkin kalau yang tadi,

pikir pemuda itu sambil menubruk maju.

"Jahanam busuk, lepaskan nona itu!" bentaknya dan

pedangnya meluncur bagaikan kilat membabat tangan

penjahat yang mem-betot2 tangan gadis itu. Gadis itu

kelihatannya lemah, akan tetapi ia tidak mau diculik begitu

saja dan me-ronta2 sambil men-jerit2. 65



Menghadapi serangan pedang ini, penjahat itu kaget

sekali dan terpaksa ia melepaskan cekalannya pada

pergelangan tangan nona tadi. Dengan gemas penjahat itu

lalu menggerakkan toyanya dan menyerang hebat sekali

pada pemuda bertopeng yang menghalangi usahanya

menculik gadis itu. Serangan ini hebat dan si penjahat sudah

memperhitungkan bahwa serangannya ini pasti akan

merobohkan pemuda itu. Namun alangkah kagetnya ketika

ternyata betapa dengan lincahnya pemuda ini mengelak dari

serangannya. Hal ini membuatnya penasaran dan marah dan

di lain saat, toya itu sudah bekerja bagaikan angin taufan

mengamuk!

"Hebat..........!" Pemuda bertopeng itu berseru dan

cepat ia menggerakkan pedang melindungi tubuhnya.

Memang ilmu toya yang dimainkan oleh penjahat berkedok

ini hebat sekali, malahan jauh lebih hebat daripada

permainan toya penjahat yang ditempurnya di atas genteng

tadi! Gerakan toyanya lebih cepat, lebih mantep dan

tenaganya lebih besar.

Kalau pertempuran dilanjutkan, kiranya akan

memakan waktu lama sebelum dapat ditentukan siapa yang

lebih unggul, karena diam2 penjahat itupun mengaku bahwa

lawannya pun memiliki kepandaian yang tinggi. Akan tetapi
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat betapa keadaan sudah ramai dan agaknya usahanya

menemui kegagalan, penjahat itu lalu berseru keras dan

tubuhnya melayang naik ke atas genteng, lalu melarikan diri,

lenyap ditelan gelap malam. 66



Pemuda itu hendak mengejar, akan tetapi tiba2 tangan

yang halus memegang lengannya dan di lain saat kepala yang

berambut harum disandarkan ke bahunya, diiringi suara isak

tangis. Kiranya gadis cantik tadi saking bersyukur dan

berterima kasih atas pertolongannya, juga saking tegangnya

menghadapi pengalaman yang hebat dan berbahaya tadi,

tanpa terasa telah memegang lengannya dan menangis untuk

melepaskan ketegangan hatinya.

Sepasang mata yang tajam sinarnya di balik topeng itu

tiba2 melembut, bibir itu tersenyum dan tangan kirinya

meng-elus2 kepala dengan rambut halus dan harum itu.

"Nona, bahaya sudah lewat, kau aman sudah......."

terdengar pemuda bertopeng itu berkata lirih, akan tetapi

lengan kanannya yang dilingkarkan pada pundak gadis itu

makin mendekap agaknya sayang untuk melepaskannya.

"In-kong (tuan penolong), terima kasih atas

pertolonganmu............... tidak tahu aku bagaimana harus

membalas budimu yang besar..........." gadis itu berkata.

"Tak usah dibalas kalau begitu," jawab pemuda

bertopeng itu tersenyum, "cukup kalau nona

memberitahukan siapa nama nona ......."

"Aku Lu Bwe Hwa .."

"Puteri pangeran Lu?" Pemuda bertopeng itu lalu

melepaskan lingkaran lengan kanannya yang memegang

pedang, melangkah mundur lalu berkata: "Aku girang sekali

telah dapat menolong seorang gadis jelita seperti kau, nona.

Nah, selamat tinggal .,.......!" 67



"In-kong, beritahukan dulu namamu, kau

siapakah..........?"

Pemuda itu tersenyum, tanpa menjawab lalu

melemparkan sesuatu ke arah kaki Bwe Hwa. Gadis itu

melihat sebatang piauw bunga emas di dekat kakinya dan

segera memungutnya.

"Tangkap penjahat!" terdengar seruan keras dan

muncullah Hek-liong-pian Thio Cin Gan, pengawal pribadi

Lu-ongya yang segera menyerbu dengan ruyung hitam di

tangannya. Di belakangnya ikut pula menyerbu lima orang

penjaga istana itu.

Pemuda bertopeng itu mengeluarkan suara ketawa

aneh lalu melompat pergi, keluar dari taman itu dan

melompat ke atas genteng dengan gerakan cepat sekali.

"Bangsat rendah jangan lari!" Hek-liong-pian Thio Cin

Gan membentak sambil mengejar dengan kecepatan yang

sama sehingga di atas genteng terpaksa pemuda bertopeng

itu membalikkan tubuh dan menghadapi serangan Thio Cin

Gan yg telah memutar ruyung hitamnya. Pedang bertemu

dengan ruyung hitam dan bunga api berpijar menyilaukan

mata.

"Kau keliru, sahabat. Aku bukan penjahat.

Penjahatnya sudah lari!" kata pemuda itu sambil menahan

serangan Thio Cin Gan dengan pedangnya.

"Kalau kau bukan penjahat, siapakah? Buka

topengmu dan buktikan bahwa kau orang baik2!" bentak

Hek-liong-pian Thio Cin Gan. 68



"Aku siapa bukan urusanmu dan kau tak perlu tahu!"

Jawaban ini membikin marah pengawal pangeran Lu yang

segera menubruk maju sambil menghantamkan ruyungnya

ke arah kepala lawan sedangkan tangan kirinya dengan

gerakan kuku harimau, menyambar ke arah muka untuk

merenggut topeng.

Akan tetapi yang diserangnya tidak melawan, hanya

mengelak cepat dan di lain saat, setelah mengenjotkan kedua

kakinya, orang aneh itu telah melesat pergi dari situ. Hek
liong-pian Thio Cin Gan marah sekali. Cepat ia mengejar

sambil berseru: "Penjahat palsu, jangan lari!"

Akan tetapi, ternyata gerakan orang bertopeng itu

cepat bukan main sehingga Cin Gan tertinggal. Pengawal

pangeran ini mengeluarkan sesuatu dan menyambit. Dua

sinar hitam meluncur ke arah punggung orang bertopeng itu

yang menengok sebentar dan mengelak sambil mengejek:

"Ha-ha-ha, ternyata banyak orang pandai

mempergunakan piauw di kota ini!" Di lain saat si kedok

hitam itu lenyap ditelan malam gelap.

Sementara itu, di lain bagian dari kota Liu-leng juga

terjadi hal yang amat rame, yaitu di rumah tikoan yang baru.

Seperti telah dituturkan di bagian depan, lima orang

penjahat berkedok hitam berlompatan di atas genteng

menuju ke rumah Lie-tikoan. Mereka inilah pengganggu2

kota Liu-leng yang agaknya malam hari itu hendak turun

tangan jahat kepada tikoan baru yang tidak memperdulikan

ancaman2 mereka. Dari gerakan2 mereka yang amat gesit itu

dapat diketahui bahwa mereka rata2 memiliki ilmu silat yang 69



tinggi. Karena pakaian mereka hitam dan kedok mereka

menyembunyikan seluruh muka, sukar sekali untuk

mengenal siapa mereka ini dan mereka hanya dapat

dibedakan satu dengan yang lain karena senjata mereka yang

bcr-beda2.

Akan tetapi kedatangan mereka ini mendapat

sambutan hangat. Rumah Lie-tikoan memang terjaga siang
malam dan selain para pengawal yg memiliki kepandaian

tinggi, di situ juga kalau malam Sin-chio Tan Hay dan Hok

Ti Hwesio melakukan penjagaan, bahkan bermalam di situ.

Betapapun lihay lima orang penjahat itu, karena

rumah gedung Lie-tikoan terjaga rapat, kedatangan mereka

dapat diketahui dan sebentar saja lima orang penjahat itu

disambut oleh senjata para penjaga. Hok Ti Hwesio memutar

tongkatnya dan memaki:

"Penjahat2 nekad, kalian datang menyerahkan nyawa!

Bagus, kepung jangan sampai mereka lolos!"

Sin-chio Tan Hay menggerakkan tombaknya dan

menyambut dengan serangan hebat pula, dan selain dua

orang gagah ini, masih ada belasan orang kawan Tan Hay

yang bantu mengeroyok. Sebentar saja ramailah di atas

genteng rumah Lie-tikoan. Pertempuran sengit terjadi di

mana lima orang penjahat itu dikepung dan setiap orang

penjahat menghadapi dua atau tiga orang lawan. Namun

harus diakui bahwa kepandaian mereka tinggi dan lihay.

Yang seimbang dalam pertempuran itu hanya Hok Ti Hwesio

dan Sinchio Tan Hay dibantu oleh dua orang penjaga. Tiga

rombongan yang lain merupakan pertempuran berat sebelah 70



di mana para penjahat itu biarpun dikeroyok, dapat

mendesak para pcngeroyoknya.

Agaknya para penjahat itu sudah mengatur siasat

sebelumnya. Dua orang penjahat yang menghadapi Hok Ti

Hwesio dan Tan Hay, terutama yang menghadapi hwesio itu,

adalah penjahat2 yang kepandaiannya paling tinggi di antara

lima orang itu. Namun menghadapi Hok Ti Hwesio, penjahat

itu masih kurang lihay dan makin lama tongkat hwesio itu

makin mendesaknya.

"Menyerah atau terima binasa!" berkali-kali Hok Ti

Hwesio membentak dan dijawab dcngan makian dan ketawa

ejekan oleh lawannya yang membela diri mati2an dengan

sepasang pedang.

Adapun penjahat yang melawan Tan Hay mainkan

ruyung dengan cara yang amat ganas dan kuat sehingga dia

ini merupakan tandingan setimpal dari Tan Hay Si tombak

sakti. Ber-kali2 ruyung dan tombak bertemu mengeluarkan

suara nyaring dan menerbitkan bunga api berpijar dan

keduanya merasa telapak tangan mereka panas. Baik

pembantu Hok Ti Hwesio maupun pembantu Tan Hay, tidak

berdaya banyak hanya membantu dengan ancaman senjata

atau kadang2 serangan tak berarti saja. Tempo pertempuran

amat cepatnya, bagaimana penjaga-penjaga itu dapat

mengikuti dan menyesuaikan diri?

Yang celaka adalah para penjaga yang mengeroyok di

tiga rombongan yang lain. Mereka ini terdesak hebat dan

sudah ada lima orang penjaga roboh terluka oleh senjata para

penjahat itu. Biarpun yang roboh segera diganti oleh penjaga 71



lain, namun tetap saja keadaan para penjaga terdesak dan

terancam.

Di dalam gedung juga menjadi ribut. Lie-tikoan telah

diberitahu dan pembesar ini segera memerintahkan semua

penjaga untuk mengeroyok.

"Lawan terus, jangan sampai mereka melarikan diri!"

bentak pembesar ini. "Sayang sekali aku sendiri tidak bisa

ilmu silat," katanya gemas. "Penjaga, lekas kau panggil

Kwan-kauwsu supaya ia membantu kita!"

Adapun nyonya Lie yang juga terbangun dan menjadi

ketakutan, mengejar suaminya di luar kamar, dengan tubuh

menggigil memegangi lengan suaminya dan berkata:

"Mana Liong-ji......? Ah..... suruh dia ke sini...

berkumpul di sini ..." Memang dalam setiap bahaya,

seorang ibu per-tama2 teringat kepada anaknya.

Sikap panik dari isterinya menambah kejengkelan Lie
tikoan.

"Kau ini ribut2 saja! Kian Liong sudah besar, bukan

bayi!"

Isterinya lalu pergi berkumpul dengan para pelayan

wanita yang berkelompok dan menggigil ketakutan,

mendengarkan suara pertempuran yang hiruk-pikuk di atas

genteng.

Pertempuran di atas genteng makin ramai dan kini

terjadi perubahan hebat sekali. Dua orang penjahat yang

menghadapi Hok Ti Hwesio dan Sin-chio Tan Hay telah

terluka, biarpun hanya luka ringan namun cukup membuat

mereka tidak berbahaya lagi. Keadaan yang amat buruk bagi 72



para penjahat ini menambah semangat para penjaga dan

mereka mendesak makin hebat. Akan tetapi tiba2 berkelebat

bayangan yang cepat bukan main dan begitu tangan dari

bayangan ini bergerak, beberapa batang piauw menyambar
Pisau Terbang Bunga Emas Karya Kho Kiong An Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan robohlah empat orang penjaga! Kemudian bayangan

yang baru datang ini, yang ternyata adalah seorang penjahat

berkedok pula, menerjang dengan toyanya, mengamuk

bagaikan seekor naga siluman. Beberapa orang penjaga roboh

pula karena kemplangan toyanya yang benar2 luar biasa

lihaynya.

Melihat ini, Hok Ti Hwesio dan Sinchio Tan Hay

terkejut sekali. Bukan main lihaynya penjahat yang baru

tiba ini. Serentak Hok Ti Hwesio dan Sinchio Tan Hay

menerjang maju menghadang penjahat lihay ini.



KIM HOA PIAUW ? KHO PING HOO

PUSTAKA: AWIE DERMAWAN

CerSil KhoPingHoo Group

TXT&PDF MAKER : OZ





Pertempuran hebat terjadi. Biarpun dikeroyok dua, tetap

saja penjahat ini masih dapat melayani dengan baik serta

kadang2 tangannya meluncurkan piauw2 yg selalu

merobohkan seorang dua orang korban.

Keadaan berubah. Para penjahat timbul kembali

semangatnya melihat datangnya pemimpin mereka yang

lihay itu dan mereka mengamuk lagi.

"Terobos kepungan, cari dan bunuh tikoan keparat!"

bentak pemimpin penjahat yang baru tiba itu sambil

memutar toyanya sedemikian cepatnya sehingga Hok Ti

Hwesio dan Tan Hay terpaksa melompat mundur. Namun

ketika penjahat ini melompat turun untuk mencari dan

menyerang Lie-tikoan, Hok Ti Hwesio dan Tan Hay juga

lompat mengejar dan menyerangnya sehingga kembali terjadi 73



pertempuran hebat sekali. Setelah berada di atas tanah,

barulah tiga orang ini dapat mengeluarkan kepandaian

sepenuhnya dan pertempuran terjadi amat sengitnya.

Diam2 Hok Ti Hwesio terkejut dan heran sekali. Ia

terkenal sebagai seorang tokoh Hoasanpay yang tidak saja

memiliki ilmu tongkat lihay, bahkan terkenal sebagai seorang

ahli lweekeh yang memiliki tenaga dalam amat kuatnya.

Akan tetapi sekarang menghadapi penjahat ini, ia mendapat

tandingan yang setimpal. Penjahat itu berani menahan

tongkatnya dengan toya dan dalam hal tenaga, penjahat itu

tidak kalah olehnya. Lebih hebat lagi, ilmu toya dari

penjahat itu ternyata amat hebat dan aneh.

"Tahan dulu!" seru Hok Ti Hwesio setelah

memperhatikan permainan toya lawannya. "Bukan kah kau

dari partai Thian-tung-kaypang (Perkumpulan pengemis

tongkat langit)?" Hok Ti Hwesio telah mengenal

perkumpulan ini yang memiliki ilmu tongkat yang luar biasa

sekali, dan permainan tongkat penjahat ini mirip betul

dengan ilmu tongkat Thian-tung-kaypang, sungguhpun

dalam gerakan2nya terdapat beberapa jurus2 yang aneh dan

sukar sekali diduga perubahannya. Sebagai seorang kangouw

yang sudah ulung dan berpengalaman, Hok Ti Hwesio dapat

menduga bahwa penjahat ini tentulah seorang tokoh Thian
tung kaypang yg menyeleweng dan memiliki ilmu

kepandaian dari cabang lain yg dicampur-adukkan.

Akan tetapi penjahat itu tidak memperdulikan

permintaan Hok Ti Hwesio, sebaliknya bahkan menyerang

dengan hebatnya, melakukan hantaman dari atas 74



dilanjutkan sodokan ke ulu hati sambil membentak: "Hwesio

gundul, jangan banyak mulut! Mampuslah!"

Hok Ti Hwesio kaget setengah mati. Menurut

peraturan di dunia kangouw, pertempuran dapat ditunda

sebentar atas permintaan. Akan tetapi ternyata penjahat ini

tidak mengindahkan sopan-santun dalam dunia persilatan,

bahkan menyerang selagi ia tidak bersedia dengan serangan

bertubi yang amat berbahaya! Juga Tan Hay terkejut. Cepat

Si tombak sakti ini menggerakkan tombak untuk menolong

Hok Ti Hwesio, akan tetapi begitu ujung tombaknya beradu

dengan toya penjahat itu, toya itu terpental kembali dan

hampir terlepas dari pegangannya! Ternyata bahwa penjahat

itu mengerahkan seluruh tenaganya dalam penyerangan ini.

Hok Ti Hwesio cepat memutar tongkat menangkis,

akan tetapi karena tangkisannya ini terlambat, tetap saja

toya telah menghantam pinggangnya dari sebelah kanan.

Bukk...........!! Toya terpental saking kerasnya

menghantam tubuh yang sudah mengerahkan lweekang

sepenuhnya. Si penjahat kaget dan melompat mundur, akan

tetapi Hok Ti Hwesio mukanya menjadi pucat dan ia

muntahkan darah segar!

"Ha-ha-ha, hwesio busuk, mampuslah!" teriak

penjahat itu yang kini memutar toya hendak mengirim

serangan terakhir.

Tiba2 dari atas genteng melayang bayangan hitam

didahului oleh sinar pedang berkilauan menyambar leher

penjahat itu. 75



"Bangsat terkutuk, kau sudah berada di sini?!" teriak

bayangan itu yang bukan lain adalah pemuda bertopeng

hitam. Dari atas genteng ia mengenal penjahat bertoya ini

yang pernah dihadapinya di dalam rumah gedung pangeran

Lu.

Si penjahat menangkis pedang yang mengancamnya.

Bunga api berpijar dan penjahat itu mengeluh di dalam

hatinya. Siapakah pemuda yang selalu menghalanginya ini?

"Angin kencang!" teriaknya. Inilah bahasa rahasia

yang menjadi aba2 agar supaya kawan2nya melarikan diri

karena keadaan lawan terlampau tangguh. Sambil berkata

demikian ia melompat ke atas genteng dan melarikan diri

sambil menyebar piauw ke belakang untuk mencegah para

penjaga mengejar.

Para penjaga kewalahan dan gentar menghadapi

penjahat2 yang tangguh itu sehingga tidak ada yang berani

mengejar. Akan tetapi si topeng hitam tetap mengejar

dengan pedang di tangannya. Sebentar saja bayangan enam

orang penjahat dan penolong aneh itu lenyap di dalam gelap

dan keadaan di atas rumah Lie-tikoan menjadi sunyi

kembali.

Akan tetapi, tak lama kemudian, selagi orang2

menolong mereka yang terluka, terdengar suara keras dan

sesosok tubuh dilemparkan dari atas genteng, jatuh berdebuk

di atas tanah. Pelemparnya tentu seorang yg tinggi ilmunya

sehingga tubuh yang dilemparkan ini tidak mengalami pecah

kepala, melainkan luka2 kecil pada tubuh yang tidak begitu

berbahaya. Ketika semua orang mengejar dan melihat, 76



ternyata bahwa yang dilempar ke bawah itu adalah seorang

laki2 muda yg berpakaian penjahat dan masih memakai

kedok di mukanya, akan tetapi kedua kaki-tangannya terikat

dan pundaknya terluka oleh pedang!

Segera penjahat ini digusur dan ditahan di dalam

tempat tahanan, dijaga keras, untuk menanti pemeriksaan

pada keesokan harinya.

"Mana Liong-ji...............?" terdengar suara ribut di

dalam rumah Lie-tikoan karena ketika nyonya Lie mencari

anaknya, ternyata pemuda itu tidak kelihatan mata

hidungnya. Akhirnya, seorang pelayan mendapatkan pemuda

itu yang ternyata bersembunyi di dalam kakus, mendekam

dgn muka pucat dan tubuh bergemetar ketakutan! Semua

orang menjadi geli dan ada pula yg diam2 memandang

rendah. Yang paling marah dan malu adalah Lie-tikoan,

akan tetapi ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

(Bersambung jilid ke 2).

Pojokdukuh, 24 Maret 2019, 22.35 WIB 77

78

79



"KIM HOA PIAUW"

(Pisau Terbang Bunga Emas)

oleh:

Kho Kiong An

Kho Ping Hoo

Penjahat yg tertangkap dan ditawan berada dalam

kamar tahanan, dijaga keras sekali oleh para penjaga yang

dikepalai oleh Hok Ti Hwesio sendiri. Hwesio ini yang tidak

sabar2 lagi, menjelang pagi sudah memeriksa dan menanyai

penjahat itu untuk mengetahui keadaan perkumpulan

penjahat dan siapa kepalanya. Namun usahanya sia-sia

belaka karena penjahat itu sama sekali tidak mau menjawab

pertanyaan2nya. Biarpun ia ditampar dan dipukul, tetap

penjahat itu membungkam. Hok Ti Hwesio tidak berani

menyiksa lebih banyak karena takut kalau penjahat itu akan

mati sebelum diperiksa oleh Lie-tikoan sendiri.

Berita tentang ditangkapnya seorang anggauta

penjahat menggemparkan kota Liu-leng, akan tetapi juga

menggirangkan hati penduduk. Mereka berharap bahwa

dengan ditangkapnya seorang penjahat maka kumpulan

pengganggu keamanan itu akan dapat digulung. Berbondong


Hardy Boys Misteri Selat Penyelundup Merivale Mall 01 Sang Idola Suro Bodong 07 Rahasia Tombak Dewa

Cari Blog Ini