Durhaka Karya Boe Beng Tjoe Bagian 1
DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
1DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
2
DURHAKA
Jilid 01 ? 03 tamat
Penerbitan Marga Raya
Djakarta
Dituturkan oleh:
Boe Beng Tjoe
//facebook.com/groups/Kolektorebook/
Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya
Kontributor - Scanner : Awie Dermawan
OCR ? editing pdf Text : Andy MullDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
3
DISCLAIMER
Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para
pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi
pengetahuan dan pengalaman.
Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk
melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan
dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan
dalam bentuk digital.
Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media
diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan,
usia,maupun kondisi fisik.
Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari
kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek
buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan
kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital
sesua? kebutuhan.
Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari
buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.
Salam pustaka!
Team Kolektor EbookDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
4
DURHAKA
Jilid : 01
Dituturkan Oleh : Boe Beng Tjoe
//facebook.com/groups/Kolektorebook/
__________________________________
Tjeritera kita ini dimulai dengan peristiwa didalam
ketjamatan Hoa Im jang terletak dikaki gunung Hoa San
jang terkenal, berlakunja selang tiga puluh tahun setelah
Djenderal Nie Keng Giauw dihadlahkan hukuman mati oleh
Kaisar Yong Tjeng dari Ahala Tjeng. Nie Kang Giauw
berdjasa besar terutama dalam hal menindas huru hara di
Tjeng Hay (Koko Nor), hingga ia diberi gelar kehormatan
Thay Po. Oleh karena kedjumawaannja, ia diadukan para
menteri diluar dan didalam istana, sehingga kesudahannja
ia harus menerima kematian setjara ketjewa itu.
Ketika itu didalam wilajah Hoa Im itu hidup seorang jang
luar biasa ? luar biasa oleh karena tingkah lakunja sehari-DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
5
hari. Dia sudah berusia enampuluh tahun lebih seria buta
pula kedua matanja. Dia bukan kelahiran Hoa Im asli, hanja
seorang penduduk, jang pindah dari tempat lain. Hanja di
kota Hoa Im, jaitu di Lam-kwan, kota sebelah selatan, dia
membuka sebuah bengkel besi jang memakai merek
"Siang Hie Kie," artinja "Sepasang Ikan." Sedangkan rumah
tinggalnja ialah diluar kota.
Sebagai pandai besi, Bok Ya pandai luar biasa. Terutama
gunting bualannja sangat tadjam, hingga namanja djadi
terkenal sekali, hingga gunting buatannja itu sangat laku.
Sampai dia berhasil mengumpul uang, menikah dan
membeli sawah, supaja hidupnja tak usah terus-menerus
mengandali bengkelnja itu. Umumnja orang memanggil dia
Gouw Suhu, tetapi karena tjatjad matanja itu, di belakang
dia orang menjebutnia "Hay Loo-Su," atau "Suhu buta."
"Hay" ialah "buta," dan "suhu" berarti "guru," dan sebutan
itu didapat berkat kepandaiannja itu.
Sesudah perusahaannja madju, Gouw Suhu tidak lagi
membanting tulang atau tenaga sendiri. Dia memakai
beberapa pembantu, atau murid, diantaranja, murid
kepalanja bernama Oey Loo Sit, dan jang nomor dua jaitu
Lie Djie Kang.
Tentang halnja Gouw Suhu, orang tidak tahu djelas. Ada
jang kata matanja rusak disebabkan peletikan lelatu api.
Tapi jang hebat ialah jang mengatakan sebab dia terlalu
pandai, Thian sengadja membuatnja tak dapat melihat.
Akan tetapi menurut Lie Djie Kang ? katanja dia suka
melihat setjara diam-diam, diluar tahunja lain orang, guru
itu seringsering menangis sedih sekali. Rupanja guru itu
mempunjai lakon hidup iang mengetjewakan atau
menjedohkan dirinja. Menurut dia, gurunja berhati halusDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
6
dan baik. Hanja dalam hal berhati baik dan halus itu, lain
orang melihatnja beda sekali. Inilah sebab dalam musim
semi tahun jang baru lalu, ketika isterinja menutup mata,
tak pernah orang lihat Bok Ya mengutjurkan airmata,
walaupun benar, dari isteri itu dia tidak memperoleh
seorang anak djua. Kalau benar dia berperasaan baik dan
haltis, tak nanti dia tak menangis karena kematian isterinja
itu.
Djie Kang sudah berusia tigapuluh-lima tahun. Dia asal
Hoa Im dan sudah tidak berajah atau beribu. Dia telah
membantu sungguh-sungguh kepada gurunja, tetapi guru
itu kalau dia benar berhati baik tak pernah memperhatikan
hidupnja. Sudah selajaknja andaikata si guru mentjarikan
seorang nona untuk menikahkannja. Itu tidak.
Kerdjaan Djie Kang pun berat. Setiap hari dia mesti
membuat gunting dan lainnja serta mengurus keuangan
djuga, sedangkan seliap sore, dia mesti pulang kerumah
gurunja diluar kota, jang djauhnja tudjuh atau delapan lie,
untuk membawa pulang uang, guna membuat
perhitungan, untuk seterusnja merawat guru itu jang
hidupnja sebatang kara. Di rumahnja ia djuga bertugas
seperti tjenteng.
Gouw Bok Ya mempunjai semat jam almari besi dalam
mana ia menjimpan uangnja, maka almari itu haius didjaga
baikbaik supaja tidak sampai diganggu pentjuri. Akan
tetapi budjangnja jang merangkap sebagai tukang masak,
namanja Tjui Koay Tjwie, suka mentjuri sampaipun sapu
dia tjuri dan djual.
Begitu keras dan setia Djie Kang kerdja, tetapi ia tidak
mempunjai simpanan uang. Ia bekerdja sebagai magangDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
7
sadja, tjuma dapat makan dan pakaian. Toh ia bekerdja
djudjur dan setia tanpa mengeluh.
Ada lagi jang luar biasa dari Hay Loosu si guru buta. Dia
sudah tua,matanja buta, akan tetapi pendengarannja
sangat tadjam. Umpama kata ada sebutir widjen djatuh
ketanah, ia dapat dengar suara djatuhnja itu, sedang
kedua tangannja, jaitu semua djari djannja, tak kalah
tadjamnja. Asal tangan itu meraba, ia dapat membedakan
rambut dari bulu kuda. Kedua kaki dan tangannja pun gesit
dan lintjah dan kuat sekali. Dengan membawa sebatang
tongkat, ia dapat berdjalan tigapuluh lie djauhnja, untuk
mendjenguk sahabatnja jang tua, Kwee Hay Peng, jang
tinggal di Kwee Kee Tun, untuk bersama main tjatur atau
pasang omong. Kalau ia bepergian, selalu ia pulang hari.
Makin tua tabiat Gouw Loosu makin aneh makin tua
usianja, nampaknja makin sehat dan bersemangat.
Tubuhnja agak bungkuk tetapi tenaganja besar. Dan
kikirnja pun makin mendjadi! Wadjahnja mirip wadjah besi,
tak pernah nampak senjumnja, sedangkan kedua matanja
tjelong, dengan sepasang bidji matanja jang berwarna
putih seperti kurang sinar.
Pada suatu hari maka ramailah gunung Hoa San, Hari
itu Sie-gwee Tjee Pee, atai tanggal delapan bulan empat.
Itulah har ulang tahunnja Sang Budha jang malu sutji dan
mulia, karenarja setiap penganut nja pada memudja dan
memuliakannja.
Keramaian berpusat dl Lian Hoa Hong, puntjak Bunga
Serodja, didalam kuil See Gak Bio. Orang tua dan muda, p
ia dan wanita, berdujun-dujun, atau bergantian, pergi
untuk menghormatinja. Didalam kuil, ketjnali para bhiksu,DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
8
terdapat djuga para toosu atau imam penganut adjaran Lo
Tjee. Keramaian itu berdjalan selama beberapa hari.
Ketjamatan Hoa Im djuga turut mendjadi ramai, sebab
tempat inilah jang harus dilalui kalau orang hendak pergi
kepuntjak Lian Hoa Hong. Suasana ramai mulai dari dalam
sampai di luar kota jang disebut Kwan-sip. Terutama
banjak sekali orang orang jang mendjual lilin, hio dan
kertas, djuga tongkat kaju pohon toh, tudung bambu dan
naja atau kerandjang, begitupun kipas keluaran setempat
jang terbuat dari batang-batang gandum jang diberi warna
dan barang2 mainan lainnja.
Banjak sekali diantara njonja-njonja muda dan nona
nona, jang biasanja tak pernah keluar, sekarang dengan
mengenakan pakaian jang perlente turut serta keluar,
untuk menjaksikan keramaian tersebut, hawa udara makin
lama makin panas akautetapi orang nampak makin banjak.
Hari itu, Gouw Bok Ya jang buta djuga keluar dari
rumahnja dengan tak lupa membawa tongkat bambunja,
sehingga ia membangkitkan tawa orang. Barang siapa jang
mengenal dan mslihatnja, lantas tertawa atau sedikit
tersenjum. Bahkan ada jang kata: "Dia buta kedua
matanja, tapi dia djuga keluar untuk menjaksikan
keramaian! Apakah jang dia lihat?"
Dengan tongkatnja itu, walaupun djalanan ramai, tak
pernah Hay Loosu menotok orang. Inilah bukan
disebabkan dia bisa lihat orang, hanja orang lain jang
minggir sendirinja apabila mereka itu melihat padanja.
Maka ia djalan dengan tenang dan tidak berdesak-desak.
Ada lagi jang membuat orang bersenjum kalau orang
melihat lagaknja ditengah djalan itu. Dia menoleh danDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
9
mengawasi kalau didampingnja atau didekatnja lewat
njonja-njonja atau nona-nona jang berdandan perlente itu.
Dia seperti djuga dapat2 melihat si njonja atau nonaa
manis! Banjak orang merasa heran sehingga salah seorang
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diantaranja ada jang berkata: "Lihat! Lihat! Siapa jang
bilang Hay Loosu buta matanja!"
Kenjataannja tidaklah demikian. Dia menoleh atau
mengawasi karena hidungnja jang tadjam. Hidungnja itu
dapat menangkap bau jang harum dari pupur atau yantjie!
Sehingga mau tidak mau, dia djadi berpaling! Sebaliknja
lain lagi jaitu telinganja mendengar suara bitjara dan
tertawa njaring dan merdu! Meski matanja buta tetapi
hidung dan telinganja tadjam sekali! Bahkan diantata sinar
matahari, ia dapat membedakan samar-samar badju
merah daribadju hidjau .
Gouw loosu djalan terus, djalan terus, sampai dibengkel
atau warungnja. Disini selain dengar dengan telinganja,
matanja seperti djuga dapat melihat. Sebab dia
mengetahui, bahwa api dapurnja lagi menjala-njala. Ia pun
segera mendengar suara "ting tong ting tong" dari palu
jang dipakai menimpa besi panas. Dengan mendengari
suara martil, dari keras dan rirgannja pukulan, ia tahu
djuga muridnja jang mana jang lagi bekerdja.
"Djie Kang!" demikian terdengar panggilannja. "Ah,
kembali kau bekerdja sendiri! Apakah itu beberapa murid
muda tjuma tahu makan sadja tetapi tidak mau bekerdja?"
Mendengar suara gurunja, Djie Kang berhenti bekerdja.
Ia meletakkan martilnja. Ketika ia menoleh, nampak
mukanja mandi peluh, muka itu merah landa kesehatan.
Wadjahnja menundjukkan bahwa ialah seorang jang
djudjur.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
10
"Oh suhu datang!" kata murid ini. "Benar, suhu, aku
turun tangan sendiri!"
Guru itu tidak berkata apa-apa hanja ia memilih tempat
duduk jang terpisah djauh dapur hingga letikan api tak
sampai padanja. Dengan tongkatnja ia menarik kursi untuk
duduk. Ia duduk tepat menghadapi pintu. Kalau ia bisa
melihat, pasti ia dapat menjaksikan banjak orang mundar
mandir.
Disisi dapur, Oey Loo Sit tengah beristirahat sambil
dahar kuwe, akan tetapi melihat suhunja, meski ia terus
berdiam sadja, lekas-lekas ia menuang ten, untuk
menjuguhinja.
Bok Ya mendengar suara msngeritjiknja air teh, lantas
ia mengulur sebelah tangannja, untuk menjambut tjangkir
teh.
Samasekali ada tiga murid muda jang membantu Djie
Kang. Karena Djie Kang tidak menegur, mereka itu asjik
menonton orang berlalu-lintas. Tapi sekarang melibat guru
itu, segera mereka bekerdja dengan radjin. Maka ramailah
suara martil dipalu tak hentinja.
Habis menghirup teh, Bok Ya menanja pada Djie Kang :
"Hari ini kau melihat Kwee Su-ya atau tidak?"
"Tidak," sahut simurid. "Mungkin hari ini dia datang ke
kwan-siang tetapi ia tidak atau belum datang kemari.'"
Orang tua itu mengangguk, lantas ia menghela napas
perlahan. Dengan Kwee Su-ya, ia maksudkan Kwee Hay
Peng, sahabat karibnja jang tinggal di Kwee Kee Tun.
Agaknja dia taruh perhatian kepadanja setjara luar biasa.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
11
Kwee Hai Peng d juga sudah berusia enampuluh tahun
lebih. Dia bukan asal Hoa Im, hanja dia datang
keketjamatan ini dua tahun jang lalu, selama setengah
tahun dia menumpang di bengkel Bok Ya, jang
medampung segala ongkos hidupnja. Pernah dia pergi ke
kota radja, lalu sekembalinja, dia lantas mempanjai banjak
uang hingga dia bisa membeli sawah dan kebun serta
membangun kampungnja, jang dia beri nama Kwee Kee
Tun. Dia telah menikah dan memperoleh anak. Dia
berwadjah djelek, karena pernah sakit, tubuhnja kurus
akan tetapi dia sehat, nampaknja ia masih bertenaga,
sedangkan suaranja keras dan kaku. Dia pun tidak
mengerti surat. Bukan sadja ia bertabiat keras, t: pi dia
suka menentang perbuatan tak adil atau lalim.
Dilihat dari gerak-geriknja, Hay Peng tentunja bekas
seorang tentera. Dia sendiripun pernah mengatakan
bahwa dia pernah memimpin pasukan tentera dalam
medan perang, djuga pernah turut Nie Keng Giauw
berperang di Tjeng Hay.
Kalau dengan Gouw Bok Ya dia bersahabat bagaikan
saudara angkat jg. telah bersumpah sehidup semati, tapi
terhadap keluarga Tjong di D jalan Tjong Goan Kay, dia
bermusuhan, dia sangat membentjinja, tak peduli keluarga
itu seorang bekas Tay-haksu atau menteri didalam istana
radja.
Sambil duduk, dengan perlahan, Bok Ya kala pada Lie
Djie Kang: "Djikalau kau melihat Kwee Su-ya, kau mesti
ketemukan dia, biar bagaimana, kau mesti budjuk dia
pulang. Dia sudah berusia landjut, sedjak dahulu dalam
urusan apa sadja ia dapat bersabar, akan tetapi sekarang,DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
12
apa perlunja dia menuruti sadja adatnja untuk menentang
pihak jang kuat?"
Lie Djie Kang kurang mengerti akan katakata gurunja
itu, akan tetapi ia mengangguk dan menjahut: "Baik,
suhu. Asal aku ketemu Su-ya, akan aku budjuk dia pulang.
Tahun ini tak dapat disamakan dengan tahun dulu. Sam
Siauwya dari keluarga Tjong, setelah setahun jang lampau
mendapatkan isterinja Lauw Toa, si tukang sajur, dia tidak
lagi binal seperti biasanja suka menggoda wanita. Dulu dia
berani menguber orang sampai dirumahnja, dia
menggunakan uang dan pengaruhnja dan memaksa orang
mendjadi gundiknja."
"Apa Sam-siauwya ?" kata si guru sengit. "Segala anak
tjelaka duabelas! Dia busuk dan djahat seperti bapaknja!
Lihat, dia bakal menerima pembalasannja! Tjuma sajang,
aku mungkin tak keburu melihatnja " Mendadak lenjap
kemurkaannja orang tua ini. Agaknja dia menjesal sendiri
dengan kata-katanja itu. Dia mendjadi tenang, meski baru
sadja waktu mengeluarkan kata-kata "Sam Siauw-ya,"?
tuan muda jang ke-tiga, ? dia gusar sekali.
"Kau berdahaga, suhu, mari minum lagi" ,berkata Oey
Loo Sit, si murid kepala, jang kembali menjuguhkan teh.
Guru itu mengangguk.
"Loo Sit!" kata ia, "pergi kau bantui saudara-saudaramu
jang masih muda itu, djangan kau nganggur sadja! Kau
tahu sendiri, selama beberapa hari ini datang banjak orang
dari lain ketjamatan. Diantara mereka, jang habis
bersembahjang, siapakah jang tak mau membeli gunting
atau pisau? Aku sakit mata, tak dapat aku bekerdja, karena
itu, kamu kerdjalah dengan hati-hati, djangan membikinDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
13
barang buruk sampai barang kita turun merek. Berapa
lama lagi aku akan hidup? Pada waktunja, bengkel ini akan
mendjadi milik kamu ! Nah, tambahlah arang, bikin api
dapur mendjadi terlebih marong. Pakai sekop jang besar,
tambahkan dua setengah !"
Seperti reolah-olah matanja awas, pandai besi ini
ketahui besarnja api, jang dapat ia rasakan dari hawa
panasnja.
Menkengar kata-kata gurunja. Lie Djii Kang perhatikan
sungguh-sungguh. Memang rahasianja pembuatan barang
tadjam, per lama bergantung pada api dan ke-dua padi
saat besi marong ditjelup kedalam air, se dangkan suhu
airnja harus djangan melam
paui batas supaja panas dan hangatnja dapat ditentukan
dengan mudah. Sudah bertahuntahun ia mengikuti gurunja
tetapi guru itu belum pernah mendjelaskan perihal api,
marong dan airnja. Djadi ia perlu melihat dan
memperhatikan sendiri segala sesuatu. Maka ia perlu
menjaksikan Loo Sit menambah arang batu dan melihat api
berkobar naik berapa tingginja.
Tetapi ketika itu, gurunja sudah beikata pula padanja:
"Djie Kang, kau pergi kepintu, kau berdiri disana, untuk
memasang mata ! Asal kau melihat Kwee Su-ya, lantas kau
minta dia datang kemari, aku hendak memberi nasihat
padanja. Sekarang ini bukan waktunja main-main. Untuk
bergusar, berkelahi, atau menuntut balas, itulah perbuatan
orang muda. Kita sudah tua ? aku sendiri buta, dan dia
berpenjakilan napas pendek. Mana dapat ia berkelahi ?
Sedangkan pihak musuh mempunjai pahlawan-pahlawan
jang galak bagaikan harimau "."DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
14
Habis berkata begitu, ia menghela napas. Njata sekali ia
sangat memperhatikan sahabatnja itu, bahkan hari ini,
kekuatirannja nampaknja melebihi hari-hari jang telah lalu.
Djie Kang menjahut, ia menoleh keatah dapur, sesudah
itu baru ia bertindak keluar, la berdiri ditangga pintu, untuk
mengawasi orang2 jang banjaknja luar biasa. Ia tidak
melihat Kwee Suya. Matanja mengawasi, hatinja bekerdja.
Ia memikirkan kata-kata gurunja baharu sadja tentang
"bergurau, berkelahi dan menuntut balas."
Apakah artinja semua itu, apapula katakata "menuntut
balas" itu ? Heran ! Toh keluarga Tjong itu dengan Kwee
Hay Peng seperti "air sungai jang tidak menerdjang air kali"
? Djadi, ada sakit hati apakah diantara mereka itu? Toh
Kwee Suya sangat membentji, hingga ada saatnja dia
hendak menjateroni orang?.
Putera ke-tiga dari keluarga Tjong memang buruk akan
tetapi dia belum pernah mengganggu keluarga Kwee. Ada
orang lain jang kelakuannja lebih sewenang-wenang
daripada si Sam siauwya toh Hay Peng tidak membentji,
maka apakah jang mendjadikan ia sangat membentji?.
"Rupa-rupanja ada gandjelan lama diantara kedua belah
pihak," kemudian Djie Kang mengambil kesimpulan dari
rupa-rupa terkaannja. "Guruku tentu ketahui hal itu, hanja,
kenapa guruku tidak mau bitjara denganku ?"
Sambil berpikir itu, Djie Kang tidak berlengah, matanja
tetap diarahkan kepada orang banjak. Maka ia dapat
melihat ketika dua orang njonia muda jang tjantik lewat
jang dandanannja mentereng; kedua njonja itu diikuti
seorang wanita tua jang membawa tongkat serta dua
orang pria usia pertengahan jang membawa naja denganDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
15
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hio, lilin dan kertas diatasnja. Rupanja mereka itu dari
Keluarga berada jang mau pergi bersudjut kepada sang
Buddha.
Salah seorang njonja muda itu, jg umurnja belum
duapuluh tahun, jang berbadju merah, mungkin seorang
pengantin baru jang pulang sebulan, jang sekarang turut
ibu dan kakak iparnja pergi bersembahjang untuk sekalian
pesiar.
Biasanja Djia Kang tidak pernah memperhatikan wanita,
walaupan orang tjantik-manis, akan tetapi kali ini ia tertarik
hati. Sebabnja, dibelakang njonja-njonja muda uu,
mengikuti beberapa orang, jong djalannja mirip orang
orang jang lagi mabuk arak. Ia mendongkol menjaksikan
tingkah laku mereka itu. Pada saat kemudian ia lantas
mendjadi terperandjat. Ia mengenali dua diantaranja. Jang
pertama jaitu Tjui-Houw Tjie Tjit si Harimau Mabuk,
pahlawan atau tukang pukulnja keluarga Tjong, dan jang
lainnja jalah Touw Bun Keng, engku atau iparnja Sam
siauwya keluarga lay-haksoe itu. Bun Keng terkenal
sebagai hoa-hoa kongtju alias situkang mogor. Jang
lain2nja jalah gundal-gunda! keluar; a Tjong itu, jang
semua berpakaian perlente dan balnin pakaiannja djuga
terdiri dari kain mahal.
Tjie Tjit, sebagai pahlawan ahli silat dengan
dipinggangnja tersilipkan sebilah golok pendek.
Alangkah ramai nja rombongan ini. Mereka berdjalan
saling dorong, atau terhujung sana terhujung sini, mereka
tertawa arau bernjanji. Dengan tjara tjeriwis sekali, mereka
mengganggu setiap wanita jang dilalui atau didekati.
Semua orang tjuma bisa mendongkol, tidak ada jang
berani mengutarakan rasa tak senang hatinja.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
16
Tibu-tiba Tjie Tjit berdjalan tjepat, dia terhujung kearah
si njonja muda berbadju merah itu, jang nampaknja
hendak dia tubruk.
Si njonja kaget, dia mendjerit dan minggir. Si njonja tua
lantas menghadang dengan tongkatnja. Akan tetapi tubuh
si tjabang atas bergerak dengan sangat tjepat, dia
menubruk si njonja. Maka robohlah si njonja muda itu,
roboh terduduk ditengah djalan.
Si njonja tua, jang mentjatji, turut roboh djuga.
Bukan main mendongkolnja Djie Kang. Tapi Bun Keng
dan jang lain-lainnja djusteru tertawa terbahak-bahak dan
bertepuktepuk tangan. Rupanja dimata mereka
pemandangan itu djenaka sekali . . .
Njonja muda jang satunja, sambil mentjatji, menolong
si njonja tua.
"Aku bukan sengadja!" kata Tjie Tjit sambil tertawa,
lagaknja dibikin-bikin. Terang dia sangat puas dengan
godaannja itu. Diapun menghampiri si pengantin, sambil
mengulur tangahnja guna bantu membanguninja.
Kakaknja si nona mendjadi gusar, dia menghampiri dan
mendamprat.
Menghadapi kakak orang itu, Tjie Tjit djusteru
menundjuki kegusarannja. Dia merampas naja orang dan
melemparkannja tinggi2 keatas, sehingga isi naja itu djadi
terbang berhamburan! Habis itu, bersama kawan
kawannja, mereka tertawa bergelak-gelak.
Lie Djie Kang bertindak turun ditangga, hatinja panas
bukan main. Tapi tak dapat ia madju lebih djauh, sebab
mendadak ia ingat bahwa ia tidak mengerti ilmu silatDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
17
sedang untuk bitjara dari hal peri-keadilan, tidak nanti
orang menggubrisnja.
Djusteru itu dari sebuah warung arak didebat situ-dari
sebelah selatan djalan raja terlihat seorang tua berlari-lari
keluar. Ia bertubuh tinggi dan besar dan mukanja penuh
kumis dan berewok, ketika dia sudah datang dekat Tjie Tjit,
mendadak dia menindju dada orang.
Inilah tidak disangka si Harimau Mabuk, dia kena
terhadjar hingga terhujung mundur.
"Bagus!" berseru Djie Kang saking hatinja puas. Toh
didalam hatinja ia terkedjut.
Orang tua itu bukan lain daripada Kwee Suya Kwee Hay
Peng!
Lie Djie Kang hendak madju menghampiri untuk
memisahnja dan mengundang orang tua itu, tahu2 ia
melihat Tjie Tjit menghunus goloknja. Ia kaget sekali. Akan
tetapi, setelah dia mengenali si orang tua, si Harimau
Mabuk tidak madju menjerang, bahkan sebaliknja, dia
berdiri diam.
Kwee Hay Peng masih murka, dia menghampiri pula dan
menggaplok dua kali kemuka orang.
Luar biasa sabarnja Tjie Tjit terhadap si orang tua,
sambil mengusut-usut pipinja jang merah dan terasa njeri,
dia tertawa.
"Eh, Suya, apakah artinja ini?" tanjanja agak heran. "Aku
toh tidak mengganggu kau?"
"Tutup batjotmu!" Kwee Suya membentak. "Segala
gundalnja si pembesar kedji ! Bagus sekali perbuatanDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
18
kamu, ja? Kenapa dihari terang benderang seperti ini kamu
berani mengganggu anak-isteri orang?"
"Aku lagi sinting," kala Tjie Tjit, "Aku djalan tanpa
memperhatikan orang, aku keliru kena menubruk dia! Baru
sadja aku melemparkan najapun untuk bermain-main
sadja..." Ia lantas berdjongkok, untuk memungut lilin,
kertas dan hio.
Kwee Hay Peng tidak menggubris alasan itu, bahkan
selagi orang berdjongkok, ia mendupak paha si tjabang
atas, maka robohlah Tjie Tjit terkusruk kedepan sehingga
dia mesti memegang tanah! Baru sekarang dia gusar, dia
bangun sambil menghunus goloknja untuk menjerang.
Dengan sebat Kwee Suya menangkap tangan orang,
untuk merampas golok pendek itu, sambil berkata dengan
njaring : "Djikalau madjikanmu bukan pernah mendjadi
tay-haksoe, kamu tentu tidak berani berbuat begini kurang
adjar! Kamu tunggulah! Sekarang sudah tiba waktunja!
Kamu suruhlah dia menanti!"
Tjie Tjit berdiam, kepalanja tunduk.
Sedetik itu, Touw Bun Keng dan kawan-kawannja sudah
menghilang tanpa djedjak.
Si pengantin dan njonja tua sudah pada bangun, mereka
berdiri diam mengawasi Hay Peng dan Tjie Tjit. Ketika itu,
Hay Peng dengan golok ditangannja, mengawasi tadjam si
tjabang atas, wadjahnja gusar sekali, hanja sebentar,
lantas ia pergi menudju kearah utara.
Menampak demikian, Djie Kang lari memburu untuk
memapaki.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
19
"Suya!" panggilnja, "Suya, guruku ada dibengkel!
Guruku mengundang Suya, katanja ada urusan jg. hendak
dibitjarakan ! Mari, Suya!"
Akan tetapi Hay Peng tidak meladeni, ia bahkan berlari
lari, rupanja ia mau menudju kedalam kota. Karena Djie
Kang menghadang didepannja, ia menolak tubuh orang
dengan keras, guna menjingkirkanuja.
Ada banjak orang lain disitu. Lagaknja Tjie Tjiet dan
kawan-kawannja membuat orang berhenti berdjalan dan
menonton. Ketika orang melihat sikap Hay Peng, lantas ada
beberapa orang jang berkata-kata keras : "Oh, inilah
berbahaja! Mungkin akan terbit onar! Lihat, Kwee Suya
tentu mau pergi ke Djalan Tjonggoan Kay untuk menjerbu
keluarga Tjong!"
Djie Kang kaget, segera ia lari pulang, untuk
mengabarkan gurunja.
Bok Ya kaget sekali, dia berbangkit dan membanting
banting kaki.
"Tjelaka !" katanja, "Bagaimana sekarang? Tjie Tjiet
kenal dia, ia tidak berani melawan, akan tetapi dirumahnja
keluarga Tjong masih ada Ok-Bong Biauw Hiong Tjay! Dia
ini mana sudi memberi ampun? Disana ada banjak gundal
Iainnja, sedang si Sam-siauwya sendiri galak sekali,
mereka bagaimana mau diam sadja? Hay Peng lagi sakit,
dia bisa berbuat apa"
Dengan bantuan tongkatnja, si buta ini bertindak keluar.
Lekas tindakannja, hingga ia terhujung, sjukur Djie Kang
lekas memegangnja. Simpai diambang pintu, mendadak ia
berhenti.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
20
"Ah, tak dapat aku pergi . katanja seorang diri. "Kalau
aku pagi, orang pun akan lantas mendapat tahu siapakah
aku . . Maka ia menoleh kepada murid kepalanja dan
berkata : "Loo Sit! Pergi kau kekota! Kau adjak dua
saudaramu! Kamu susul Kwee Suya! Setelah ketemu, biar
bagaimana djuga, kamu adjak dia pulang! Tapi ingat, kamu
tjuma harus membawa sikap memisahkan, kamu djangan
banjak omong lainnja! Nah, pergi, lekas pergi! Kalau perlu,
tanpa mempedulikan dia lagi sakit, kamu paksa seret dia
pulang!"
Oey Loo Sit menurut, ia melepaskan martilnja, ia
mengenakan badjunja, lantas dengan mengadjak dua
kawan, ia lari keluar.
Bok Ya tidak masuk kedalam, ia hanja pergi untuk
menjusul.
"Mari!" ia mengadjak Djie Kang, hingga muridnja itu
perlu memegangi dia. Terus ia teriaki Loo Sit untuk disuruh
kembali dan ia memesan dengan perlahan kepadanja:
"Kalau kamu membawa pulang Suya, ingat, djangan kamu
adjak dia langsung kemari, hanja kamu bawa dia
kerumahnja! Bilang padanja, bahwa aku segera akan
menjusulnja! Nah, kau pergilah!"
Loo Sit tidak menjahut, bersama tiga kawannja ia pergi
dengan tjepat.
Sesudah memesan muridnja, Bok Ya mengadjak Djie
Kang pulang kebengkelnja, tindakannja tidak gesit dan
tetap lagi, tjoba tidak ada muridnja. mungkin ia roboh
tersandung besi. Ia menjuruh Djie Kang mengambil
kursinja untuk duduk. Ia tidak lagi duduk menghadap
pintu. Sekarang ia seperti tak ingin ada orang melihatnja.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
21
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tahukah kau kenapa aku bukan menjuruh kau hanja
Loo Sit?" katanja pada muridnja, matanja merah,
tangannja bergemetar. "Itulah sebab banjak orang kenal
kau. Loo Sit sebaliknja. Ah, harap sadja tidak terbit onar!
Kasihan Hay Peng, sudah banjak tahun dia dapat bersabar,
hari ini mendadak dia kumat amarahnja!"
Djie Kang berdiri di sisi gurunja. Ia bertambah heran.
Belum pernah ia mendapatkan gurunja bingung atau
gelisah seperti ini. Ia melainkan bisa menduga-duga bahwa
urusan bukan sembarang urusan, bahwa Kwee Hay Peng
bukan melulu mau membela keadilan. Lalu iapun mendjadi
kuatir, kuatir Loo Sit berempat nanti tak sanggup bekerdja.
Ia menjesal bahwa bukannja ia sendiri jang pergi menjusul.
Sekarang tidak dapat ia meninggalkan gurunja
bersendirian sadja,
"Mana teh, mari aku minta setjangkir !" kata Bok. Ya
selang lama djuga. Selama itu bengkel sepi, tidak ada
pembeli gunting atau golok.
Setelah minum, pandai besi ini mendiadi lebih tenang,
tjuma alisnja jang masih berkerut.
"Djie Kang, tjoba kau tengok!" kata si guru selang sesaat
lagi. "Tapi berdiri sadja diambang pintu! Djangan pergi
djauh djauh"
Djie Kang menjahut, ia melaksanakan perintah itu.
Selagi mau pergi, ia memesan: "Suhu duduk sadja,
djangan kemana-mana. . . ." Atas itu si guru kata keras:
"Memangnja aku bisa loboh dari kursiku? Aku tak dapat
mati! Seaudainja Hay Peng mati, biar bagaimanapun, tak
seharusnja aku menjusul dia "DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
22
Djie Kang bertambah heran. Didepan pintu ia berdiri. Ia
melihat djumlah orang sudah mulai berkutang. Sebaliknja,
sekarang ia mendeogar bebrapa orang bitjara, jang
menudju kedalam kota: "Hajo lekas! Kita pergi ke Djalan
Tjonggoan Kay! Kwee Hay Peng itu mau menjerbu! Disana
ada Ok-Bong Biauw Hiong Tjay, dia tak lemah seperti
TjuiHouw Tjie Tjit! Dia bagaimana mau mengalah! Sam
siauwya djuga tak nanti mau sudah sadja! Pasti ramai,
pasti ramai!"
Djie Kang berdiam hingga ia melengak. la heran, ia ingin
tahu apa jang bakal terdjadi, akan tetapi, tidak dapat ia
pergi melihat. Tak dapat ia menentang keinginan gurunja,
jang pun tidak dapat dibiarkan seorang diri. Maka ia terus
sadja mengawasi kearah utara, kearah pintu kota.
Lama djuga murid ini berdiri diam, sampai ia merasa
kakinja pegal. Ia terus mengawasi arah utara itu, sampai
mendadak ia melihat serombongan orang, jang djalannja
tjepat, makin lama, mereka uu datang makin dekat,
sehingga ia melihat dua orang jang memikul sebuah
golongan jang terdiri dari sehelai daun pintu. Hanja
sebentar, tertampak njata jang digotong itu sebuah tubuh
tinggi dan besar, kumisnja pandjang, jang pakaiannja
berlumuran darah. Ada seorang polisi jang mengiring
kedua tukang gotong itu.
Bukan main tegangnja hati Djie Kang. Ia sudah lantas
menduga. Di saat ia memikir buat masuk kedalam, guna
memberi kabar pada gutunja, atau tiba-tiba terlihat Oee
Loo Sit lari masuk tanpa dapat ditjegah pula. Ia baru
berpikir, atau kakak seperguruan itu sudah menerobos
masuk sambil berkata-kata keras: "Suhu! Suhu! Tjelaka!
Sesampainja kami di Tjonggoan Kay, Kwee Suya sudahDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
23
kena dirubuhkan! Dia roboh di tangannja Ok-Bong Biauw
Hiong Tjay jang bersendjatakan tombak! Dengan pisau
belati, dia tidak dapat berbuat banjak! Djuga Sam-siauwya
telah menitahkan belasan gundalnja mengerojok dengan
toja mereka! Kwee Suya petjah perutnja! Ketika polisi
datang, dia bukannja mengurus perkara, buat tanja siapa
jang salah dan siapa jang benar, tetapi dia paksa dua orang
pengemis menggotong Kwee Suya, untuk dibawa pulang
ke Kwee Kee Tun! Suhu, apakah suhu tidak mau melihat?
Ah, tentu habis sudah Kwee Suya. Dia terlalu menurut
halinja, dia tidak pikir, keluarga tay-haksu she Tjong itu
bagaimana dapat dibuat permainan?"
Itu waktu, Lie Djie Kang menjusul masuk bersama tiga
murid lainnja. Mereka lantas berdiri diam mengerumuni
guru mereka.
Diluar, orang banjak sebaliknja terus mengikuti Kwee
Suya jang digotong pergi itu, suara mereka berisik.
Sebaliknja, bengkel besi "Sepasang Ikan" mendjadi sepi
sunji, sebab para pengkuninja tetap berdiam sadja. Bok Ya
berdiam karena dia panik.
Baru kemudian waktu Oey Loo Sit pergi mengambil
martilnja, dia mengadjak tiga kawannja menunaikan
tugasnja, hingga terdengarlah lagi suara tingtong-tingtong
jang berisik. Sambil bekerdja, dia kata perlahan: "Semua
kedjadian ini dasar si njonja tjantik badju merah itu! Gara
gara dia, Tjie Tjit main gila, sampai datang Kwee Suya jang
mau mendjundjung keadilan, sampai dia menjerbu ke
Tjonggoan Kay, sampai habislah dia.. Habis si orang
gagah, perkaranja tentu bakal habis pula."DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
24
Ketiga murid lainnja itu turut bekerdja, akan tetapi hati
mereka tidak tenang, mereka lebih sering mengawasi guru
mereka.
Masih sadja guru itu berduduk diam, mata butanja
mendelong.
Matanja Gouw Bok Ya mengutjurkan air deras sekali,
akan tetapi ia menangis tanpa suara. Sebaliknja, ia lantas
menjuruh muridnja, jaitu Lie Djie Kang, lekas-lekas pergi
mendjenguk Kwee Hay Peng, sahabatnja itu, untuk
menjampaikan pesannja. Ia memesan berulang kali.
Djie Kang, si murid, mendjadi heran, walaupun
demikian, tidak berani ia menanja banjak, lekas-lekas ia
berangkat pergi, la hanja pergi dengan hati panas. Masih
ia belum djelas akan duduknja peristiwa, toh ia
mendongkol sekali terhadap keluarga Tjong itu. Mereka itu,
madjikan dan gundal-gundalnja sangat djahat. Dengan
matinja Kwee Hay Peng, selandjutnja mereka itu tak takut
siapa djuga.
Dengan napas terengah-engah, tibalah Djie Kang di
Kwee Kee Tun. Seluruh kampung penuh dengan bunga lila.
Kampung itu menghadapi gunung Hoa San jang hidjau
seluruhnja, jang puntjaknja seperti nempel dengan langit.
Tak sempat ia memandang gunung itu. Ia lantas mengetuk
pintu.
Hay Peng hartawan, rumahnja besar, pskarangannja
lebar. Seorang budjang tua membuka pintu. Budjang itu
berwadjah sangat berduka. Ketika Djie Kang diadjak masuk
kedalam, lantas ia mendengar tangisan riuh jang
menjedihkan. Itulah langisannja Njonja Kwee Hay Peng,
puteranja, menantunja, dan anak perempuannja.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
25
Melihat kedatangan murid Bok Ya, terhentilah suara
tangisan itu.
Djie Kang melihat Kwee Suya rebah diatas pembaringan,
tubuhnja ditutupi selimut, sehingga tak nampak luka atau
darahnja, tjuma mukanja putjat dan kedua matanja
dipedjamkan. Ia seperti sudah meninggal.
Njonja Kwee berumur hampir limapuluh tahun
mengetahui Djie Kang sebagai pegawai bengkel gunting
tjap sepasang ikan, ia lantas kata; "Gurumu selalu
menasihati dia, sampai puluhan tahun, ternjata tidak ada
hasilnja. Bagaimana sekarang? Kalau dia sampai menutup
mata, bagaimana aku sanggup mengurus rumah ini?"
Lantas ia menangis pula.
Puteranja Hay Peng baru berumur belasan tahun,
tubuhnja kurus dan tampaknja tua, sedang isterinja djauh
lebih tua. Baru setahun jang lalu mereka menikah.
Puterinja baru berumur dua belas tahun tetapi dia
nampaknja tjerdik, tubuhnja sudah djangkung, pantas dia
mendjadi anaknja Kwee Suya.
Djie Kang lantas membudjuk keluarga Kwee semua,
sehingga mereka suka berhenti menangis dan masuk
kedalam, tinggal Kwee Siauwya, si anak laki-laki dan
budjangnja jang tua. Hanja anak ini jang tidak dapat
bitjara, dia menangis terus, walaupun dengan perlahan.
"Mungkin madjikanku ketolongan" kata si budjang tua.
"Baru sadja ketika ia digotong pulang, ia bisa bitjara
dengan keras"
"Apa sadja katanja Suya?" tanja Djie Kang.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
26
"Begitu madjikan direbahkan, lantas ia menjuiuh aku
mengambil ebat luka jang telah disimpan buat banjak
tahun didalam almari untuk diborehkan," kata budjang tua
itu, "lalu ia menitahkan Kwee Toasiauwya, jaitu tuan muda
kami jang besar segera berangkat ke kota radja guna
memanggil Kie Hay Auw, budjang tukang djaga kuburan
Thay Po Bong di Sam-lietiam."
Djie Kang mendengar djawaban itu, tetapi ia kurang
mengerti.
"Siapa itu Kie Hay Auw?" ia tanja.
"Kami tak tahu. Njonja besar sendiri tidak tahu djuga.
Mungkin dia sahabatnja tuan kami. Hanjalah kota radja
terpisah d jauh ribuan lie, tuan muda masih ketjil
bagaimana dia sanggup pergi kesana?"
Selagi budjang itu berkata demikian, Hay Peng
membuka matanja. Lantas dia melihat Djie Kang. Ia inipun
lantas menghampiri untuk memberi hormat seraja berkata:
"Kwee Susiok, rebah sadja, baikbaiklah kau
merawat diri. Sesudah nanti susiok sembuh, baru susiok
pikir perlahan-lahan guna mentjari djalan melampiaskan
penasaran ini."
Bibir Hay Peng bergerak tetapi suaranja tidak terdengar.
Ia seperti mau bilang: "Apakah aku masih dapat sembuh?"
Ia djuga tidak dapat menggerakkan kepalanja.
Djie Kang tidak men-sia2kan tempo lagi akan
menjampaikan pesan gurunja, tak peduli disitu ada si tuan
muda dan budjangnja. Ia pula tidak menghiraukan orang
nanti mengerti atau tidak, sebab ia sendiri djuga belum
mengerti djelas.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
27
"Susiok, aku diperintah guruku datang kemari,"
demikian katanja. "Suhu sangat berduka mendengar susiok
terluka, karena mana, tak dapat suhu datang sendiri
kemari. Suhu memesan aku mmjampaikan kepada susiok
supaja susiok menenangkan hati sadja."
Berkata sampai disitu, karena kuatir orang tidak dengar
suaranja, Djie Kang melandjutkan dengan lebih keras.
Katanja: "Suhu bilang bahwa barang jang susiok
menjuruhnja membikin, suhu mau lantas kerdjakan, hanja
ia merasa sajang, sebab susiok harus berobat dan
beristirahat, taruh kata ia membuatnja rampung, susiok
tidak dapat segera gunakan. Karena itu suhu pikir mentjari
seorang jang nanti dapat mewakilkan susiok melampiaskan
hati serta membalaskan sakit hatinja tuan penolongnja "
Mendengar sampai disitu, tiba-tiba Kwee Hay Peng
mendjadi segar, sehingga ia kata keras : "Kalau itu sudah
rampung dibikin, tak dapatkah itu diserahkan kepada Kie
Hay Auw?" Akan tetapi dengan bitjara keras begitu, ia
seperti menjentuh lukanja, lantas ia berdjengit, menahan
njerinja, sampai mukanja mendjadi putjat-pias. Lantas ia
meram pula dan napasnja terus memburu.
Kwee Siauwya mendjadi kaget, dia lari kedalam, untuk
memberitahukan ibunja, maka itu Njonja Kwee lantas
muntjul bersama njonja mantu dan anak perempuannja.
Djie Kang mundur. Ia menjesal sudah menjampaikan
pesan gurunja. Mestinja pesan itu merupakan kata-kata
rahasia, jang melukai hati Hay Peng. Ia terus berdiam
diluar kamar, sehingga ia mendengar suara gagak
berbunji, sedangkan lembaran2 bunga lila bertebaran
dipekarangan dalam itu.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
28
Tidak lama, dari dalam kamar terdengar tangisan,
diantaranja suara siauwya dan nona rumah memanggil
manggil : "Ajah ! Ajah!" Ia merasa berduka sekali, ia
bersedih hingga air matanja turun menetes. Ia tahu itu
artinja Hay Peng telah menghembuskan napasnja jang
terachir. Karena tak tega hati menjaksikan wadjah si
susiok, jaitu paman ke-empat, diam-diam ia pergi keluar,
buat terus pulang ke Lam-kwan, kebengkelnja. Ketika ia
sampai, tjuatja sudah gelap dan gurunja sudah pulang,
maka itu, ia lantas menjiapkan lentera untuk terus
menudju ke Bong Lian Tjoen. Begitu sampai, ia memanggil
gurunja, ia mengetuk pintu, tetapi aneh, ia tidak
memperoleh djawaban. Ia tidak mendengar djawaban,
sehingga ia djadi heran. Pertjuma ia berteriak dan
mengetuk keras, rumah itu seperti kosong. Ia mendjadi
heran, dari heran mendjadi tjuriga. Achirnja ia meletakkan
lenteranja, ia pergi menggeser batu besar, untuk dipakai
sebagai tangga buat memandjat tembok pekarangan.
Untuk masuk kepekarangan dalam, ia mesti lompat
mendjatuhkan diri. Ia terkedjut ketika ia merasa djatuh
ditempat jang membuatnja terdjeblos. Ketika ia membuka
pintu, buat mengambil lenteranja, buat dipakai menerangi
sekitarnja, kiranja itulah sematjam kobakan jg, berlumpur
tanah lempung. Ia mendjadi heran.
"Suhu toh tidak mau membangun tembok, buat apa
tanah liat ini?" pikirnja. "Ah, ini tentu perbuatan Kay Tjwie
si malas! Dasar anak tjslaka!"
Ia lantas membersihkan kakinja dari tanah liat, setelah
itu ia menghampiri pintu, buat masuk kedalam, terus
kekamar guru n ja. Ketika ia mendekati kamar, kamar itu
terang dengan tjahaja api, bahkan ia melihat si Tjoei lagiDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
29
berdjalan keluar, tangannja membawa sekop, nampaknja
dia letih sekali.
"Tuan Lie, sekian lama kau mengetuk-ngetuk, telah aku
dengar," kata dia, "tetapi aku tidak dapat segera membukai
pintu, aku tidak serapat. Sepulangnja suhu, ia lantas
menitahkan aku terus-menerus mengerdjakan ini. Kau
tahu, masak nasip n aku belum..."
Habis berkala, ia lamas pergi dengan tjepat.
Djie Kang memadamkan lenteranja. Ia masuk kedalam
kamar, atau segera ia mendjadi meleagak. Tidak djauh dari
almari telah dibangun sebuah dapur besar, dan gurunja,
dengan tangan berlepotan tanah, lagi mengerdjakan mulut
dapur, jg. belum rampung seluruhnja.
"Suhu!" ia memanggil setelah sadar. Ia tidak berani
segera memberitahukan bahwa Kwee Hay Peng sudah
menutup mata akan tetapi suaranja parau, menandakan
kesedihanja.
Bok Ya sudah lantas menoleh, kedua tangannja jg.
kokoh dipentang.
"Suhu!" kata Djie Kang pula, "apakah suhu hendak
membuat sesuatu, mari kasi aku jang kerdjakan, tak usah
suhu jang turun tangan sendiri."
"Tak dapat, nak!" mendjawab guru itu. "Kerdjuan ini
mesti aku jang lakukan sendiri. Aku hanja m-mbuluhkan
seorang pembantu. Si Tjoei tidak dapat membantu aku, dia
ijuma bisa mengaduk tanah dan mengangkutinja atau
membawa arang, tak dapat dia bekerdja halus. Kalau dia
membantu terus, dia bahkan dapat menghalang-halangi
aku. Kau sudah turut aku banjak tahun, aku tahu kau radjinDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
30
dan baik, maka mulai besok, tak usah kau tjampur Lagi
pekerdjaan dibengkel, kau bekerdja disini membantu aku
merampungkan pembuatanku!"
"Baik, suhu," kata si murid. "Tinggal suhu menjuruh
sadja, nanti aku jang kerdjakan. Suhu sudah berusia
landjut, mata suhupun lak dapat melihat, djadi tak usah
suhu jang bekerdja sendiri. Tak dapatkah suhu duduk
sadja, lantas suhu memberi pelbagai petundjuk? Aku jang
akan kerdjakan semua."
Guru itu mengeleng kepala berulang-ulang.
"Tidak dapat, tidak dapat!" sahutnja "Kau berdiam sadja
disisiku, mendjaga kalau-kalau aku djatuh. Atau kau
biarkan sadja aku diserbu lelatu api hingga aku mati. Kali
ini tidak dapat kau membantu aku, walaupun bagaimana
sedikitpun. Ini bukannja sembarang pekerdjaan, aku . . .
Ah ! Sewaktu mataku masih baik, aku sudah bersumpah
untuk tidak membuat ini lagi ! Thian menjuruh maiaku
buta, itu pula sebab dikuatirkan aku nanti melakukan lagi
kerdjaan luar biasa ini, jang dapat merugikan umum dan
dapat mentjelakai diri sendiri, akan tetapi sekarang, aku
tidak berdaja, aku terpaksa, apa boleh buat, hendak aku
mengerdjakannja! Siapa suruh tadinja aku memberi
kata2ku kepada Kwee Hay Peng? Maka sekarang, aku
bekerdja untuknja!"
Djie Kang heran bukan main. Pikirnja: "Kenapa suhu
berkata begini? Apakah arti kata2nja ini?" Mau tak mau, ia
menanja : "Suhu, suhu hendak membuat apakah?"
Tiba2 guru itu mengulapkan tangan dan berkata dengan
keren: "Kau djangan banjak tanja-tanja! Tak usah kau
mentjari tahu! Kau pula djangan membotjorkan hal iniDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
31
kepada siapa djuga! Andaikata kemudian ada jang tanja
kau, kenapa sekian lama kau tidak pernah pergi kebengkel,
bilang sadja bahwa aku sakit dan kau perlu merawat aku.
Tentang si Tjoei..."
Mendadak guru ini menghentikan perkataannja, lantas
ia memasang telinganja. Selang sedetik, baru ia
melandjutkan perka* taannja : " Apabila si Tjoei
menanjakan kau, kau bilang sadja padanja bahwa dari luar
kota ada datang p sanan beberapa puluh buah gunting,
bahwa karena orang membajar tinggi, dia minta buatan
jang istimewa. Katakan bahwa gunting itu bakal dikirim
kekotaradja guna dihaturkan kepada seorang berpangkat
besar. Kau pesan dia agar diapun tidak bitjara apa2 pada
orang luar. Dia djuga kemudian mesti dilarang masuk
kemari."
Djie Kang mengiakan, akan tetapi herannja bertambah,
sehingga rasa herannja itu berpeta pada wadjahnja. Sjukur
gurunja tidak melihat wadjahnja itu, kalau tidak ia nitjaja
bakal tjuriga.
Tidak lama muntjul pula si Tjui dengan sebakul arang
batu pilihan, dengan menerbitkan suara bergeresel, ia
menuangnja dipodjok kamar. Sambil bangun dari
membungkuknja, iangotjeh seorang diri: "Kamar begini
sempit, disini dibangun dapur besar, lalu ditumpuk pula
atang batu ini, habis dimana orang mesti menaruh kaki
untuk berdiri ? ..."
Guru dengar otjehan itu sambil tertawa, ia kata pada
pegawainja itu: "Nah, kau pergilah ! Disini sudah tidak ada
lagi kerdjaan untukmu! Kau lekas menanak nasi. Orang
berani membajar mahal, dia memesan barang jang baik,
sampai beberapa puluh buah, djikalau aku tidak turunDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
32
tangan sendiri, mana dapat itu dikerdjakan ? Tak mudah
untuk membuka suatu perusahaan dengan merek
"Sepasang Ikan" jang dibangun tidak dalam satu atau dua
tahun ! Tak apa aku buta, tetapi aku mesti djaga supaja
aku tidak djatuh merek ! Pesanan telah datang, bagaimana
aku dapat tolak, sehingga pesanan itu nanti ditjaplok
bengkel lain?"
Kata si Tjui didalam hatinja: "Dasar si sekaker!" Ia
menoleh kepada Djie Kang, ia menundjukkan wadjah
bahwa ia tak memandang mata kepada madjikannja. Akan
tetapi orang she Lie itu tidak menggubrisnja, maka ia kata:
"Tuan Lie, mari bawa lampu, kita pergi kedapur ! Hendak
aku memberitahukan kau, hal Kwee Suya dari Kwee Kee
Tjung hari ini dia bertjelaka"
Tiba-tiba si madjikan berkata keras : "Djangan bawa
pergi lampu itu! Djie Kang harus berdiam disini membantu
aku ! Aku tidak membutuhkan lampu, karena mataku tidak
dapat melihat, tetapi tidak dengan Djie Kang! Kau lihat, dia
toh tidak buta Pergilah kau menanak nasi. Kalau sebentar
nasi sudah matang, bila kau tidak dipanggil, tidak boleh
kau masuk kemari !"
Koay Tjoei menjahut "Ja!" lalu sambil mendjibikan bibir
ia ngelojor pergi.
Djie Kang memikirkan peristiwa hebat dan jang
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjedihkan dari Kwee Hay Peng ia mengharap-harap
gurunja nanti menanjakan hal kematian sahabat karib itu.
Ia pertjaja, dengan memberi penuturan, hatinja nanti
mendjadi sedikit lega. Siapa tahu gurunja terus berdiam,
guru itu tidak menanja atau bitjara sesuatu, hanja dia
memasang telinga mendengar suara tindakan kakinja KoayDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
33
Tjui. Baru setelah itu, dia bergerak, hingga muridnja lekas
lekas memeganginja.
Bok Ya pergi kepembaringannja, tangannja merogo
kebawah kasurnja, untuk mengeluarkan sebuah anak
kuntji. Ia tidak menghiraukan bahwa tangannja itu masih
kotor dengan tanah liat. Sambil menjerahkan anak kuntji
itu pada muridnja, ia kata: "Kau pakai kuntji ini buat
membuka pintu kamar ketjil dipodjok timur-selatan itu kau
keluarkan segala isinja. Kau kerdja perlahan-lahan sadja,
tidak usah ter-buru2 supaja kau tidak mendjadi terlalu
letih."
Djie Kang menjahut, ia melakukan perintah itu. Kamar
ketjil itu, sedjak mata gurunja buta, belum pernah dibuka.
Apa isinja kamar itu, ia ketahui baik sekali. Semua jalah
alat pandai besi, begitupun beberapa potong besi. Dari
bengkel, semua itu dipindahkan, disimpan didalam kamar
tersebut. Selagi memindahkan itu, Bok Ya kata: "Semua
perabot ini pertanda keburukan djikalau orang lain
mempergunakannja, dia bakal turut mendjadi malang,
matanja akan mendjadi buta." Maka itu, bengkel memakai
alat-alat jang baru.
Berhubung kuntji dan anak kuntji sudah karatan, sampai
sekian lama, baru Djie Kang dapat membuka pintu. Ia
masuk kedalam kamar, mengeluarkan semua isinja, seperti
pelbagai matjam martil, djepitan, alat tiup angin, beberapa
potong besi dan Jainnja keperluan pandai besi, semuanja
lengkap. Semua itu diangkut kekamar si guru, untuk
dipernahkan rapi, setelah mana anak kuntjinja dibawa
pulang.
"Semua telah selesai dipindahkan, suhu," ia
beritahukan.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
34
"Taruh alat tiup angin disisi dapur," perintah guru itu.
Djusteru itu terdengar si Tjui berteriak dari dapur,
memberitahukan nasi dan barang makanan sudah sedia,
supaja madjikan itu berdua mulai dahar.
Mendengar itu, Bok Ya menjuruh muridnja membawa
barang makanan kekamarnja, untuk bersantap berdua. Ia
dapat dahar dengan bernapsu. Sebaliknja, napsu daharnja
Djie Kang berkurang banjak. Dia tetap diliputi perasaan
heran.
Tengah murid ini berpikir, tiba-tiba ia ditanja gurunja:
"Djam berapa Kwee Suya menutup mata ?"
"Ketika aku datang, ia masih dapat bitjara denganku,"
sahut Djie Kang. "Sekeluarnja aku dari kamar, ia lantas
melepaskan napasnja jang terachir. Ketika itu tjuatja masih
belum gelap." Ia lantas mendjelaskan apa jang ia lakukan
dan lihat dirumahnja Hay Peng. Kemudian ia tanja: "Siapa
Kie Hay Auw itu ? Adakah dia sahabat suhu dan Kwee Suya
?"
Bok Ya mengangguk dengan perlahan. Sinar lampu
memperlihatkan wadjahnja jg bersedih, sehingga tak
sedap dipandangnja. Wadjahnja itu lebih hebat daripada
wadjah Hay Peng pada saat Hay Peng mau menutup mata.
Toh matanja jang tjelong itu tidak mengalirkan airmata.
"Kie Hay Auw jalah seorang jang pandai," sahut si guru,
perlahan, sambil menghela napas, "hanja sekarang ini, dia
masih hidup atau sudah mati, aku tidak tahu. Ah, segalanja
terserah kepada Thian, aku hendak melakukan apa jg. aku
sanggup! Tjuma . . ." Ia hening sedjenak, terus ia
memerintah pula: "Djie Kang besok pagi kau pergiDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
35
pula kerumah Kwee Suya, disana kau harus
mendapatkan pakaiannja Suya jang ia pakai waktu ia mau
menutup mata. Aku memerlukan itu! Sekarang aku sudah
dahar tjukup, kau boleh bebenah, habis itu, kau tidurlah.
Ada urusan apa djuga, besok kita mengurusnja. Tjuma aku
pesan, terhadap si Tjui, djangan kau banjak omong. Djuga
kepada lain orang, jang besok akan kau ketemukan, kau
djangan omong apa-apa. Kau ingat baik-baik, ja !"
Djie Kang menurut, ia berbangkit, terus ia
rnembenahkan piring mangkuk. Ketika ia mau pergi, ia
membawa lampu. Kata ia: "Suhu, aku hendak pergi
kedapur, kalau ada perlu apa-apa, kau panggillah aku."
Bok Ya duduk diatas pembaringannja, dia tidak
menjahut.
Djie Kang keluar dengan tindakan perlahan. Diluar,
gelap disekitarnja, tjuma dilangit tampak banjak bintang.
Menoleh kebelakang, ia melihat kamar gurunja gelap
petang dan sunji. Ia merandak, atau segera ia mendengar
suara sesegukan dari gurunja itu. Pernah ia mendegar itu,
hanja ia tidak tahu apa sebabnja, baru sekarang ia
mengerti. Gurunja menangisi Kwee Suya.
Lantas murid ini berpikir keras. Ia tetap tidak mengerti.
Sebenarnja, ada hubungan apakah antara Kwee Hay Peng
dan Kie Hay Auw dengan gurunja itu ? Siapa itu jg.
dimaksudkan sebagai si "tuan penolong" ? indjin? Kenapa
mereka itu bermusuh dengan Keluarga Tjong dari
Tionggoan Kay? Barang apa jang si guru mau bikin? Ia
melainkan bisa menerka itulah mesti suatu alat sendjata
jang berbahaja . . .DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
36
"Kalau itulah benda untuk mentjelakai sesama manusia,
tak sudi aku membantu suhu," pikirnja kemudian.
Meski ia berpikir demikian, Dje Kang toh mempunjai lain
pikiran, jang bertentangan. Itulah rahasia kepandaian
gurunja membuat sendjata. Ingin sekali ia mengetahui
atau mendapatkan itu. Sebegitu lama, gurunja tetap tidak
mau mewariskan kepadanja, meski ia telah sanggup
membuat alat apa djuga. Keinginan ini membuatnja
mengambil keputusan untuk nanti mengintai gurunja ini.
Habis bebenah, Djie Kang masuk kekamarnja sendiri. Ia
merebahkan diri, ia melupakan segala apa, untuk dapat
tidur dengan njenjak. Beristirahat berarti kesegarannja
akan pulih kembali.
Besoknja pagi, Djie Kang melakukan perintah gurunja.
Ia berhasil mendapatkan pakaian bekas Kwee Hay Peng
waktu meninggal dunia. Habis bersantap, gurunja
memanggilnja kedalam kamar, katanja untuk membantu
dia bekerdja.
Rupanja tadi malam Bok Ya menangis terus-menerus,
maka kini kedua matanja merah dan benggul. Walaupun
demikian, dia bersemangat dan gesit seperti biasa, Dia
telah meloloskan badju badju dalamnjn, hingga nampak
daging dan tulang-tulangnja. Dasar sudah tua,
badannjapun kurus. Pada tubuhnja itu terlihat tegas, tanda
mata sebagai pandai besi, jaitu bekas-bekas terbakar
melepuh oleh pertjikan lelatu api.
Lie Djie Kang djuga membuka badjunja. Ia memegang
martil.
"Suhu mari aku jang memalu," katanja. "Akan aku bakar
besinja, setelah panas, nanti aku beritahukan pada suhu."DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
37
Guru itu menggeleng kepala.
"Tak usah!" katanja. "Kau baiknja njalakan api sadja."
Djie Kang nmarut. Ia menjalakan api, ia meniupnja
dengan hong-kiu, jaitu alat tiup, setelah arang menjala, ia
mulai menambahkan arang srdikit demi sedikit. Tidak lama
kemudian maronglah bara arang batu itu.
"Berikan pakaian itul" kata si guru, jang minta
pakaiannja Hay Peng.
Pakaian itu rubat-rabit dan hampir seluruhnja berdarah,
akibat tusukan tombaknja Ok-Bong Biauw Hiong Tjay si
Ular Naga djahat jang menikam lawannja sampai empat
atau lima kali, belum hadjarannja sekalian gundal. Tjong
Sam-Siauwya telah mengandjurkan semua pahlawan
menjerang musuhnja setjara ganas.
Sambil memegangi pakaian berlumuran darah itu, Gouw
Bok Ya menghadapi dapurnja, jang apinja menghembus
hembus saking panas baranja, lalu memperlihatkan
wadjahnja jang sedih dan suram-suram, ia berkata
sungguh-sungguh : "Malaikat Dapur jang mulia, inilah
teetju jang bernama Gouw Bok Ya! sekarang teetju lagi
berusaha untuk membalas budinja Ne Thay Po, guna
menghormati kebiejaksanaannja Kwee Hay Perg, untuk
dapat menjelesaikan permusuhan dua turunan dengan
keluarga Tjiong! Malaikat jang mulia, teetju mohon direstui
dan dilindungi!"
Habis berkata begitu maka orang tua jang buta ini
melemparkan pakaian berdarah kedalam dapur, hinga
apinja berkobar, sebab pakaian itu segera djuga menjala
dan habis ditelan api dalam sekedjab sadja. Asap membuat
Djie Kang batuk-batuk, hanja sedjenak, setelah meniusutiDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
38
air mata dan peluh didahinja, maka Gouw Bok Ya si pandai
besi mulailah dengan pekerdjaannja, jang ia sudah
menghentikannja puluhan tahun. Ia mengangkat besi
panas dan mulai memukulnja.
Djie Kang menaati perintah gurunja. Ia berdiam
dipinggiran, diam dengan mata dan hatinja bekerdja.
Matanja melihat dengan saksama, hatinja memikir dan
mengingat-ingat. Ia memperhatikan setiap gerak-gerik
gurunja, dari mengangkat besi, sampai memalunja, sampai
mentjelubnja besi di-air, sampai besi dipendam pula
didalam arang batu jang marong itu. Ia menghitung
pukulan, ia mentjatat baik-baik dalam hatinja berat dan
entengnja setiap pukulan itu. Satu hal jang njata, jaitu,
meski si guru pandai, lantaran rintangan matanja dia
kerdjanja sedikit lambat, semuanja serba perlahan. Ia
mendapat kenjataan, tjara kerdja si guru beda dari pada
waktu dahulu hari dia membuat gunting atau pisau. Kedua
mata guru itu buta tapi sekarang dia bekerdja dengan hati,
jang berperasaan sepenuhnja.
Malam pertama itu, Bok Ya bekerdja sampai tengah
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
malam. Pada hari ke-dua, pekerdjaan dimulai dari pagi
sampai sore. Besi dan badja dibakar dan diketuk, lalu
delebur mendjadi satu, untuk didjadikan pula sepotong
besi jang telah bertjampur badja. Dari menerka-nerka, Djie
Kang melihat gurunja membuat sepotong besi pilihan,
bahan untuk sebatang pedang, bahkan pedang jang
tadjam kedua belahnja.
Sampai disitu, paurid ini mendjadi heran dan girang.
Heran sebab pedang dapat dibeli sembarang waktu dan di
sembarang tempat, buat apa gurunje bersusah pajah
membuat sendiri? Sebabnja tak lain tak bukan, mestinjaDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
39
pedang ini bukan sembarang pedang. Mestinja inilah
pedang mustika, jang tadjam luar biasa. Hal itu
membuatnja girang. Ia bisa mendapat, kepandaian
membuat pedang mustika.
Sedang si murid memperhatikan segala2nja, si guru
mentjoba menjembunjikannja. Dia tidak mengatakan
sesuatu, dia bekerdja dengan tekun, tetapi diam. Si murid
tjuma diperinlah mendjaga api, untuk menarik hongkoei
sadja. Teranglah guru itu menjimpan rahasia,
kepandaiannja itu.
Pada hari ke-tiga dan hari ke empat, guru dan murid itu
bekerdja makin repot. Sekarang pedang sudah berbentuk,
berwudjud benar-benar. Si guru repot memalu, si murid
repot meniup api berbareng itu dia pasang mata benar2
pada gurunja.
Jang aneh guru itu beberapa kali menjiram air kedalam
dapur, guna membikin api membara jang marong
mendadak berkurang panasnja, untuk pada lain saat
membikin panas itu bertambah setjara mendadak, supaja
suhunja mendjadi tinggi sekali. Tiap kali pedang ditjelup
dalam air, lalu dipalu dan dibakar pula, demikian
seterusnja.
Semua itu tak lolos dari matanja Djie Kang, jang diam2
telah memasukkan tangannja kedalam air, guna mentjari
tahu berapa panasnja air rendaman itu. Itupun saat
mendekati rampungnja pembuatan, saat paling penting.
Saking hebat perhatiannja, sehingga ia seperti tak merasa
panasnja air, atau letikan api kepunggungnja . . .
Tiba2 parasnja Gouw Bok Ya menundjukkan
ketjurigaan. Ia seperti telah memergoki gerak-gerikDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
40
muridnja. Ia menerka, karena matanja buta, murid itu
mentjoba melakukan sesuatu diluar tahunja. Hanja, karena
ia lagi repot, tak sempat ia memperhatikan si murid. Si
murid sebaliknja, saking perhatiannja tertarik, iapun
seperti melupakan dirinja. Begitulah ia tidak tahu ketika
satu kali guru itu mengangkat tinggi martilnja, agaknja
untuk mengetuk pedang, tahu-tahu martil itu menimpa
lengannja jang kiri. Ia mendjadi kaget dan kesakitan sekali.
Sjukur tulangnja tidak patah meskipun lengannja itu tidak
bisa segera diangkat. Sambil memegangi lengannja itu, ia
bertindak mundur.
Bok Ya merasakan martilnja bukan mengenai besi atau
badja hanja kulit daging jang membungkus tulang.
Mendadak ia berhenti memalu. Ia bukan menanja, "Apakah
kau merasa njeri?" atau menjesalkan: "Kenapa kau tidak
berhati-hati?" ia djusteru tertawa terkekeh, suaranja tak
sedap diterima telinga.
"Suhu, kau kenapa?" tanja Djie Kang, heran.
Kulit mata guru itu bergerak.
"Tidak apa2!" sahutnja. "Oh, muridku jang baik! Marilah
kita mentjoba pula!"
Djie Kang berdiam, ia terus membantu, banja sekarang
ini, ia bekerdja dengan sebelah tangan. Ia bekerdja dengan
berhati-hati. Sekarang ia melihat, gurunya tidak lagi
waspada seperti tadi.
Hari itu Bok Ya bekerdja sampai tengah malam. Sesudah
itu terus sadja ia naik keatas pembaringan untuk tidur.
Djie Kang masih menantikan sampai dapur padam.
Sekarang ia memperhatikan dapur berapa tinggi danDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
41
lebarnja, berapa tebal nja teraboknja, berapa lebar
mulutnja. Ketika ia pergi kekamarnja dan merebahkan diri,
masih ia mengingat-ingai semua itu, untuk diukir dalam
hati-sanubarinja, diotaknja. Ia ke lelap dalam pemikiran
hingga ia melupakan rasa njeri ditangannja.
Besoknja, guru dan murid itu meiandjutkan pembuatan
pedang. Inilah hari teradu r. Pedang itu telah rampung
dibuat sampai pada gagangnja, sedangkan dari dalam
almarinja, Bok Ya mengeluarkan runtjen, untuk diikat pada
gagangnja. Pedang itu memberi sinar putih jang
berkeredepan.
Sambil memegang pedangnja, jg. ia usap-usap, Gouw
Bok Ya tertawa.
"Djie Kang, kau tjekal martilmu!" katanja tiba-tiba. "Kau
hadjar pedangku ini!"
Murid itu heran.
"Buat apakah, suhu?" tanjanja, "Itulah tak dapat!" la
kuatir pedang itu patah atau gompal, rusak bagian
tadjamnja.
Tapi guru itu berkata keras, nadanja gusar: "Tidak apa
!. Kau hadjarlah"
Djie Kang mendjadi ingin mengudji.
"Baik, suhu," katanja. "Suhu waspada !" Ia lantas
mengangkat martil dengan kedua belah tanganja, tak
peduli lengan kirinja masih sakit. Dengan tiba-tibu ia
mmghadjar pedang itu.
Satu suara keras terdengar, lantas simurid mendjadi
heran dan kagum. Pedang itu tidak kurang suatu apa-apa!DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
42
Adalah martilnja jang mendjadi rusak bekas terpapas
pedang.
Itulah pedang mustika.
"Mari tjoba lagi !" kata si guru, jang nampak puas.
Djie Kang menurut. Pedang diudji terhadap beberapa
potong besi, semua besi itu kena dibabat kutung.
Pada wadjah si guru tampak wadjah kepuasan, tanda
bahwa dia girang luar biasa, tetapi itu hanja sekedjap
sadja, sebab sekonjong-konjong mukanja mendjadi
merah-padam, tanda dia gusar.
"Djie Kang!" demikian terdengar suaranja, keras dan
bengis.
"Ja, suhu!" si murid mendjawab. "Suhu hendak
menjuruh apakah ?"
"Pergilah kau tidur!" kata guru itu. "Sekarang sudah
djauh malam, semua perabotan ini boleh dibenahkan
besok sadja. Apakah kau tetap tidur didalam kamar disisi
dapur "
"Ja, suhu," sahut si murid, beran. DidaJam hatinja, dia
benanja: "Apa perlunja suhu menanjakan kamar tidurku?"
Maka ia mengawasi muka gurunja. la mendapatkan vadjah
orang bengis lalu berubah sedih.
Gouw Bok Ya lalu berkata pula. Dia menanja: "Djie
Kang, bagaimana kau lihat anaknja Kwee Su-ya? Dapatkah
dia melandjutkan usaha ajahnja? Apakah dirumahnja ada
budjang jang setia jang dapat mengantarnja kekota radja?"
"Kwee Siauwya itu," sahut Djie Kang "meski ia masih
muda dan tubuhnja lemah kelihatannja dia djudjur, akuDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
43
rasa dapat dia melakukan usaha ajahnja. Aku kira dia dapat
mentjari seorang budjang jang dapat dipertjaja untuk
mengiringi dia pergi kekota radja."
Mendadak guru itu tertawa.
"Bagus ! Bagus !" serunja. "Nah, pergilah kau
beristirahat ! Apa pun disini, dapat kita kerdjakan atau
bitjarakan pula besok!"
"Ja, suhu," sahut si murid.
Tiba-tiba guru itu menarik napas pandjang, suaranja
beda hingga tanpa merasa, Djie Kang menoleh mengawasi
padanja. Maka ia melihat guru itu memegang pedangnja
jang tadjam, seperti djuga sendjata itu berat untuk
dilepaskan.
Waktu Djie Kang masuk kedalam kamarnja, tidak dapat
ia lantas tidur pulas. Hatinja bekerdja, memikirkan rahasia
pembuatan pedang mustika itu, memikirkan djuga gerak
gerik aneh dari gurunja baru sadja. Ia pula memikir, ia
akan membuat pedang sematjam itu, membuatnja setjara
diam-diam. Kalau ia berhasil, maka ia bakal mendjadi
seorang ahli pandai besi, jang sepandai gurunja itu. Untuk
membuat itu, ia hendak mentjari satu tempat jang tak akan
diketahui orang lain.
Lama Djie Kang berpikir, sampai waktu ia pada achirnja
tidur pulas, hari sudah mendekati fadjar. Ia tidur sampai
siang, baru lengah hari ia mendusin. Lantas ia mendengar
suara berisik didapur. Ketika ia pergi melihat, ia
mendapatkan tukang masak lagi mentjintjang daging. Si
Tjui kata, madjikannja sudah bangun sedjak pagi-pagi dan
telah menitahkannja membeli daging dan menjembelih
dua ekor ajam, untuk masakan jang istimewa, untukDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
44
mandjamu mereka. Madjikan itu djuga menjuruhnja
membeli arak.
Tjui girang sekali, ia bitjara dengan gembira, sampai air
liurnja keluar, sebab segera ia akan makan besar dan
menenggak arak ! Itulah tak biasanja.
Dari dapur, Djie Kang pergi kekamar gurunja untuk
bebenah. Dengan heran ia tidak melihat pedang mustika
jang baru dibikin itu, tak tahu ia di mana disimpannja.
Bok Ya berbitjara dengan muridnja, sikapnja manis
sekali, beda dari biananja.
"Sajang kau tidak berumah-tangga dan tidak
memnpunjai orang jang terdekat denganmu," kata si guru,
"kalau tidak, suka aku mengeluarkan uang, supaja dapat
kau mengantarkan mereka itu pergi kekota radja."
Djie Kang heran.
"Inilah maksud jang baik sekali," katanja didalam hati,
"hanja, kenapa ia berkata begini ? Suhu toh tahu aku hidup
sebatang kata, tanpa sanak atau kadang . . ."
"Hari sudah tak siang lagi," berkata pula guru itu, "kau
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baik bersedia untuk sebentar bersantap. Selama beberapa
hari ini kau letih sekali, aku hendak mengundang kau
minum arak."'
Berkata begitu, Bok Ya menjuruh si Tjui lekas-lekas
memalangi barang-barang makanannja serta menanak
nasi, habis mana koki itu disuruh dahar sendiri terlebih
dulu, sesudah dahar tjukup, dia diberi uang sambil
kepadanja dikatakan: "Sekarang pergilah kemana kau
suka, atau kau pergi main dadu. Malam ini boleh kau tak
usah pulang aku berikan kau tjuti satu hari satu malam!DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
45
Besok kau pulang, meskipun sampai tengah hari tidak
apa."
Bukan kepalang girangnja Koay Tjui. Inilah tidak biasa
dari gurunja. Ia dahar banjak dan minum arak, lantas ia
dandan, terus pergi. Ia membekal uang presenan
madjikannja itu. Ketika ia mau pergi, ia menjuruh Djie Kang
tolong menguntji pintu dari dalam. Ia sebenarnja merasa
heran tetapi ia tidak memikirkapnja terlebih d jauh.
Djie Kang berdiri didepart pintu, mengawasi koki itu
berlalu, la heran sekali, hingga ia berdiri terpaku. Ia melihat
sang magrib telah tiba, langit guram. Burung2 gagak sudah
lantas pulang kesarangnja, sambil ramai2 berbunji, lalu
tidur. Lekas sekali para tetangga sudah pada menguntji
pintu rumahnja dan beristirahat. Hingga diluar tidak
tampak barang seorangpun. Pula tidak ada sinar api, tidak
ada suara andjing menjalak.
Achir-achirnia murid ini menguntji pintu untuk masuk
kekamar gurunja. Maka tak lama, berdua mereka sudah
duduk bersantap.
Benar-benar tabiat si guru berubah. Ia suka bitjara dan
ramah, ia sangat baik terhadap muridnja ini. Tiap2 kali ia
mengandjurkan muridnja minum. Semula ia
mengandjurkan minum sambil tertawa manis, lalu
kemudian ia separuh memaksa. Kata ia: "Kau minum! Arak
ini aku sediakan untuk kau ! Kau telah membantu aku
banjak sekali ! Tak dapat kau tidak meminumnja"
Diie Kang tidak berani menolak atau membantah, ia
paksa minum terus, setjawan demi setjawan.
Mmdadak Bok Ya menghela napas dan berkata
perlahan: "Kalau seo-ang mempunjai sesuatu kepandaian.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
46
itulah untung sekali apalagi mempunjai kepandaian jang
istimewa, sampaipnn hantu afau malaikat takluk
karenanja. Kedua mataku mendiadi buta karena
disebabkan oleh itu. Bahkan ada orang jang mati ketjewa
karnanja. Kalau dipikir-pikir, orang tak usah mati
penasaran . . ."
Diie Kang mengangguk. Ia sudah mulai mabuk. Ia tidak
berkata apa-apa.
"Mari minum !" kata pula si guru jang menuang arak
dalam sebuah mangkuk. Dia jang menjuguhkan sendiri.
Djie Kang minum dari mangkuk itu. Tak berani ia
menampik.
Guru itu mengetahui dari bau mulut orang bahwa
muridnja sudah minum tjukup banjak
"Kau sudah dahar tjukup atau belum?" tanja ia. "Kalau
sudah, pergilah tidur! Si Tjui jang mendjemukan telah aku
suruh pelesir, malam ini kita dapat tidur dengan njenjak
tanpa gangguan."
Djie Kang berbangkit. Ia merasa kepalanja berat dan
pusing.
"Suhu-pun sebaiknja tidur," katama. Tiba-tiba ia ingin
muntah tetapi ia mentjoba menahannja. Lantas ia keluar
den kamar. Ia merasa tubuhnja melajang-lajang. Lewat
beberapa tirdak, ia muntah tanpa dapat mentjegahnja lagi.
Selagi muntah itu, ia merasa tidak enak, hanja sehabis itu,
dadanja sedikit lega, pusingnja berkurang, otaknja djadi
dapat berpikir.
Dari pekarangan didalam rumah, Djie Kang dongak
melihat langit. Malam sudah larut djauh, langit guram;DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
47
rtfpanja mau turun hudjan. Angin, jang mfeniup dari arah
gunung, membuat udara djadi dingin sekali. Daun atau
tjabang-tjabang pohon, terdengar berbunji. Malam itu
bukan seperti malam musim panas.
Tiba-tiba murid ini ingat si Tjui.
"Heran, kenapa suhu menjuruh dia pergi?" pikirnja.
"Pula, suhu tahu aku tidak suka minum arak, seperti ia
sendiri tak suka djuga, mengapa malam ini ia begitu
memerlukan menjuguhkan aku arak dan mendesak aku
minum banjak? Memang ia berhasil membuat pedangnja,
ia mendjadi sangat girang, toh tak seharusnja kegirangan
itu dirajakan begini rupa. Aku letih membantu ia, sudah
sepantasnja aku didjamu dan disuguhkan minuman, akan
tetapi, tak selajaknja aku diperlakukan begini hormat.
Laginja, pedang-pun dibuat berhubung dengan
kematiannja Kwee Hay Peng. Itulah bukannja hal jang
menggirangkan. Oh, sungguh tabiathja suhu berubah
banjak sekali!"
Sambil berpikir begitu, Djie Kang djalan mundar-mandir.
Setelah muntah dan tertiup angin, jang bersilir-silir,
mabuknja berkurang dengan lekas. Sebaliknja dari pada
letih dan kantuk, ia mendjadi segar. Maka itu, achirrja ia
masuk kedalara kamarnja dan merebahkan diri di atas
pembaringan, ia bulak-balik tak dapat tidur pulas.
"Besok tentulah aku akan pulang kebengkel," pikiroja
pula. "Disana, setjara diam-diam, akan aku tjoba membuat
pedang mustika setjara buatan suhu ini. Mustahil aku tidak
berhasil?"
Keras Djte Kang ingin membuat pedang itu, ia djadi
makin tak dapat tidur. Maka itu dalam keadaan sadar danDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
48
segar, ia dapat dengar drluar kamarnja tindakan kaki
perlahan. Mulanja ia bersangsi, ia menjangka suara angin
diantara pepohonan, lalu ia mendengarkannja lebih njata.
Didalam hati, ia tertawa dan kata: "Tentulah telah ludas
uangnja Koay Tjui jang dia dapat dari suhu, dia
menghamburkannja dirumah hina atau ditempat djudi!
Sekarang sesudah rudin dan perutnja kosong, dia pulang
setjara diam diam"
Baru sadja orang she Lie ini hendak menegur, "Oh, Koay
Tjui, kau sudah pulang?" atau ia membatalkannja. Diantara
tindakan kaki, ia mendengar suara barang keras
membentur tembok, suaranja njaring seperti suara besi
atau badja. Ia mendjadi kaget. Lekas ia berbangkit, untuk
memasang telinga, unttuk membentang matanja.
Kali ini terdengar suara tindakan kaki berat dua kali.
Itulah tanda bahwa orang sudah sampai dimuka pintu.
Oleh karena daun pintu tidak dikuntji atau dipulang,
dengan satu kali tolak sadja, daunnja dapat dibuka. Akan
tetapi orang diluar itu seperti tidak dapat lantas
mentjarinja. Dengan hati tegang, Djie Kang turun dari
pembaringan. Ia menutup mulut, tetapi tangannja sudah
memegang dan mengangkat bangku jang berada disisi
pembaringan.
"Dia tentunja pentjuri," terkanja. "Awas, asal kau masuk
dan mentjuri barangku, akan kuhadjar kau!" Maka ia
bersiaga terus.
Lewat beberapa saat, suasana tetap sunji. Orang di luar
itu tidak menolak pintu, untuk masuk kedalam, ia pun
berdiam sadja.DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
49
"Heran!" pikir pula Djie Kang. Ia djadi ingin mengintai
dari djendela. Atau mendadak terdengar suara pintu
mendjeblak, terus terpentang, sehingga orang di luar itu
menjelonong masuk kedalam. Dia bukannja berdjalan
masuk, hanja terhujung, terus sadja sebelah kakinja
tertekuk!
"Siapa kau?" tegur Djie Kang, kaget dan heran. Lantas
ia mengemplang. Hanja ia tidak djitu sasarannja tidak
kena.
Orang itu sudah lantas bangun berdiri, tangannja jang
memegang sendjata telah digerakkan, dipakai menjerang.
Dari mulutnja d juga lantas terdengar kata-kata ini:
"Djie Kang, tak dapat aku berkasihan pula atas dirimu! .
. . ."
Batjokan itu mengenakan bangku.
Kembali Djie Kang kaget dan heran. Ia mengenali Gouw
Bok Ya, gurunja. Ia lantas lompat madju, untuk menubruk,
buat mentjoba merampas pedang dari tangan guru itu.
Bok Ya melawan, buat mempertahankan pedangnja. Ia
sampai menggunakan giginja.
Tangan kiri Djie Kang masih sakit, tangan itu tidak dapat
berbuat banjak, tetapi dasar ia muda dan kuat, achirnja
dapat djuga ia merampas pedang itu, sesudah mana
gurunja menjeruduk dengan kepalanja. Baiknja ia dapat
berkelit.
Bok Ya tidak mengenakan sasarannja, tubuhnja
menubruk pembaringan, terus djatuh ketanah, sehingga
karena sakit, ia mendjerit: "Aduh!"DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
50
Djie Kang melemparkan pedang keluar djendela, terus
ia menubruk pula gurunja, untuk dipeluki.
"Suhu! Suhu!" katanja keras. "Suhu, kenapakah aku?
Apakah salahku? Kenapa suhu hendak membunuh aku?"
Napas guru itu memburu. Siasia belaka ia meronta
ronta.
"Sebab kau telah tjuri peladjaranku!" sahutnja keras.
"Benar, suhu," sahut si murid djudjur, "ketika suhu
membuat pedang, aku memperhatikannja, hanja aku
belum mentjobanja, tak tahu aku, aku dapat mewariskan
kepandaianmu atau tidak. Tapi akulah muridmu, aku djuga
mengurus pendjualan dan keuangan kalau aku pandai
membuat alat sendjata, bukankah itu bagus?"
Guru itu gusar, ia menjerang dengan kepalanja.
"Bagus apa?" serunja."Kau tahu sendiri, sampai
sebegitu djauh aku tjuma mendjual gunting, pisau dan
golok atau pedang, tetapi tidak pedang mustika! Kau tahu
apa sebabnja itu? Itulah karena aku kuatir, dengan pedang
mustikaku itu, orang nanti berbuat djahat dan kedji!
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekarang kau telah tjuri kepandaianku itu, dapatkah itu?
Baguskah itu?"
"Tetapi, suhu," kata Djie Kang pula "kalau bukan suhu
jang membuatnja dan suhu memakai bantuanku, tidak
nanti aku dapat peladjari itu! Suhu pula membuat pedang
untuk membunuh orang, baguskah itu?"
Tiba-tiba si buta berteriak keras.
"Aku membuat pedang mustika guna membunuh
musuhku!" teriaknja. "Aku membuat pedang mustika iniDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
51
jang bernama Pek Kong Kiam supaja didalam dunia ini
tidak ada lawannja! Dengan ini aku hendak membinasakan
keluarga Tjong, tua dan muda! Siapa tahu, kau mentjuri
kepandaianku membuat pedang ini! Bagaimana kalau nanti
kelak kau membuat pedang mustika, delapan atau sepuluh
buah? Bagaimana kalau kau djual itu pada keluarga Tjong?
Kalau itu sampai terdjadi, apa gunanja pedangku ini?
Dengan begitu, sampai kapankah sakit hati Nie Thay Po
dan Kwee Hay Peng dapat dibalasken?" Djie Kang heran.
Guru itu menjebut djuga Nie Thay-Po. Tapi, belum lagi ia
sempat menanja, tiba-tiba guru itu menangis seraja
membanting-banting kaki, lagaknja mirip botjah tjilik jang
di-mandja2kan. Teranglah bahwa dia sangat menjesal dan
penasaran, tetapi tidak berdaja.
Ketika si murid berdiam, Bok Ya berkata pula : "Djie
Kang, kau sebenarnja muridku jang baik, tidak selajaknja
aku membentji kau hingga hendak aku membunuhmu,
akan tetapi, buat urusan menuntut balas untuk Nie Thay
Po dan Hai Peng sahabatku itu, terpaksa aku mentjoba
membunuhmu! Kau mesti mati terlebih dulu !"
Murid itu menghela napas.
"Sabar, suhu", katanja kemudian. "Aku sebatang kara,
buatku mati ja mati, tidak ada jang diberati, akan tetapi
aku minta suhu memberi pendjelasan dahulu kepadaku.
Kapan Nie Thay-Po dan Kwee Hay Peng bermusuh dengan
keluarga Tjong itu? Ada sangkut paut apakah urusan itu
dengan suhu sendiri ? Kalau suhu sudah memberi
keterangan dan aku anggap suhu mempunjai alasan kuat,
rela aku mati, nanti aku serahkan pedang itu kepada suhu,
buat suhu membunuhku, tidak nanti aku melawan atau
berkelit "DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
52
Berkata begitu, murid ini memondong gurunja, buat
didudukkan di-atas pembaringan. Ia terus memasang lilin,
hingga, walaupun api berkelak-kelik, ia bisa melihat segala
apa sadja. Guru itu luka kepalanja, darah bertjutjuran
kemuka dan badjunja. Itulah akibat djatuhnja menubruk
pembaringan dan ketanah. Guru itu djuga bernapas
senggal-senggal, dan ketika tjapai luar biasa itu, air
matanja pun bertjutjuran. Rupanja dia bersedih sekali
karena tidak berdaja dan maksudnja membinasakan si
murid tidak kesampaian.
Ketika itu turun hudjan dan arigin meniup keras, maka
Djie Kang lekas-lekas menutup pintu. Tiba-tiba guntur
berbunji, lalu hudjan turun dengan deras.
Bok Ya menangis, air matanja turun bertjampuran
dengan darah. Di-antara suara guntur, terdengar
tangisannja sajup-sajup.
Mengawasi wadjah gurunja, hati Djie Kang berdebaran.
Ia mendekatinja.
"Bitjaralah, suhu," ia minta "Sukalah suhu memberi
pendjelasan padaku."
Bok Ya habis daja, ia tidak dapat menolak lagi. Maka
bertjeriteralah ia :
Pada tigapuluh tahnn jang lalu tahun keradjaan Kaisar
Yong Tjeng di Tjeng Hay telah terdjadi huru-hara jang
dikepalai oleh suku-bangsa jang bernama Lopok tsang
Tantsin. Dia menjerang kota Ninghsia. Untuk menindasnja,
Yong Tjeng mengirim Djendral Nie Keng Giauw. Panglima
perang ini dari suku Han jang termasuk dalam pasukan
Bendera Kuning, alias Siang Hong, dan asalnja lulusan
tjinsu djaman Kaisar Kong Hie. Dia pernah berperang diDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
53
Thibet hingga dia pernah diangkat ranndjadi gubernur
militer kedua propinsi Sutjoan dan Siamsay. Dia gagah,
pandai dan bidjaksana, luas pergaulannja diantara orang
orang gagah. Demikian menghamba atau bersahabat
dengannja ada tiga orang jang luar biasa. Jang pertama
jaitu Kie Hay Auw, lulusan siutjay jang pandai membuai
surat dan sjair dan menguasai ilmu pedang serta ilmu
perang. Jang ke-dua jaitu ahli pedang Kim Bun San, Kim
Tjie Tay-peng Sim Kiu, Garuda Emas, jang pun terkenal
sebagai tay-hiap, pendekar. Ia pandai silat, tjuma tabiatnja
keras, maka ia diberi djulukan Hay Peng, si Garuda Laut.
Jang ke-tiga jaitu orang asal Lim-tjoan, Kangsay, pandai
besi jang mendjadi ahli pembuat pedang, namanja Gouw
Hay Kauw.
Setelah berhasil mengamankan Tjeng Hay, Nie Keng
Giauw diangkat mendjadi hertog dan Thay-Po, hingga
kedudukannja mendjadi tinggi dan agung sekali. Tapi
djasanja itu didapatkan terutama karena ia mengandal
pada, tiga sahabat jang mendjadi pembantu atau
bawahannja itu. Hay Peng jang liehay mengepalai pasukan
perangnja. Sim Kiu jang setia melindunginja. Dan Gouw
Hay Kauw pernah membuatkan sebatang pedang mustika
jang dapat menabas putus besi atau kumala. Maka itu
meskipun ia memegang keras tata tertib tentaranja namun
terhadap tiga bawahan itu ia suka menjesuaikan hidupnja
seperti biasa, 3 orang itu bebas-merdeka, bahkan mereka
berempat mirip ajah dengan anak-anaknia. Maka dari itu
mereka berlaku setia untuk berkawan demi kepentingan
atasannja itu.
Sesudah ia menandjak tinggi dengan kedudukannja jang
maha agung itu, Nie Keng Giauw pun mendatangkan
kedjelusan dan sirik hatinja beberapa menteri lain, hinggaDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
54
ia dimusuhi oleh banjak orang. Diantaranja ialah menteri
atau tay-haksu she Tjong itu, jang asalnja kelahiran Hoa
Im. Dia beisekongkol dengan beberapa menteri lainnja
untuk mentjari kesalahan Keng Giauw, lantas dengan
memperbesar itu, mereka mengadjukan pengaduan
kepada Kaisar Yong T jeng jang menjebabkan sampai
djenderal itu ditangkap dan dimasukkan kedalam pendjara,
untuk achirnja dibuang kekota Hangtjiu dimana ia
didjadikan serdadu pendjaga pintu kota.
Tjortg Haksu masih belum puas. Ia mentjari lain alasan
lagi. Kembali Keng Giauw didakwa. Kali ini, dia dipaksa
bunuh diri, jang diterimanja di dalam pendjara dalam
bentuk seutas sutera, sedangkan rumah tangganja
digeledah dan disita.
Karena ini para bun-kek, tetamu2 jang tinggal
menumpang padanja, semuanja bujar untuk manjingkirkan
diri. Diantaranja mereka adalah tiga orang she Kie, Sim dan
Gouw itu jang bersakit hati, lalu mereka bersatu,
bersumpah untuk membalas sakit hatinja djenderal itu. Kie
Hay Auw masih mempunjai ajah jang sudah landjut
usianja, ia menunda dahulu sampai nanti ajahnja menutup
mata, maka selama menun gu sisa hidup usia ajahnja, ia
bekeidja sebagai pendjaga kuburannja Nie Tay Po. Dengan
begitu, ia djadi tinggal dikota radja, dekat tembok kota.
Gouw Hay Kauw telah pergi ke Hoa Im. Disini ia
menukar nama mendjadi Bok Ya. Ia mendjadi seorang
pandai besi, untuk menjembunjikan diri.
Kemudian Tjong Haksu meletakkan djabatan, dia pulang
kekampung halamannja dikota Hoa Im itu. Dia mempunjai
rumah besar jg terdjaga kuat!DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
55
Belakangan Sim Kiu menjusul ke Hoa Im. Ia memakai
she dan nama Kwee Hay Peng. Sekian lama, belum dapat
ia turun tangan, karena pendjagaan Tjong Haksu kuat
sekali. Ia pandai silat tetapi tak paham ilmu ringan tubuh,
hingga tak bisa ia lompat naik-turun diatas genting dan lari
keras seumpama terbang. Pada mulanja, ia hidup dari
bantuannja Hay Kauw, atau Gouw Bok Ya, baru
belakangan, ia ditundjang Kie Hay Auw.
Kie Hay Auw hidup senang. Selain ajahnja, ia mempunjai
isteri dan anak. Ia tinggal di Sam Lie Tiam, diluar kota
Pakkhia. Satu kali ia dikundjungi Sim Kiu. Ia kata pada
sahabatnja ini, bahwa ia masih belum bisa turun tangan.
Lalu Sim Kiu kata, bahwa dia memikirkan meminta bantuan
sahabatnja, akan tetapi dia tidak punja uang untuk beaja
perdjalanan. Atas pemberitahuan itu, Hay Auw
memberikan uang sedjumlah seratus tail. Begitulah dia
merantau. Dengan enampuluh tail perak dia membeli
seekor kuda, dan dengan sepuluh tail perak, dia membeli
sebatang golok. Tiba di Shoasay, uangnja habis, tapi
sementara itu, dia telah bersahabat dengan Giok-Tjie Han
Hui si Tikus Kumala, dan Hek-Him Yo Kie si Beruang Hitam,
dua orang Liok Lim atau Rimba Hidjau. Dia masih merantau
terus, hidupnja tidak ketentuan, tetapi sekarang dia dapat
merobah kelakuannja. Disamping dia bentji pembesar
lalim, dia menghormati orang-orang tua dan lemah kalau
dia memperoleh uang, dia tidak menghamburkannja, dia
simpan itu. Sambil merantau, dia mentjari sahabat jang
gagah, pandai lompat tinggi dan lari keras. Selang satu
tahun kemudian, dia berhasil dengan usahanja mentjari
sahabat sematjam itu.
Sahabat itu she Ong, namanja Kong Pek, tinggalnja
diketjamatan Hoo-tjin. Ia mendapat djulukan "In TiongDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
56
Hiap," jang berarti "Djago didalara awan." Hatinja tertarik
mendengar tjeritera Sim Kiu, mengenai soal Nie Keng
Giauw jang difitnah, dan usaha sahabat baru jang hendak
membalas sakit hatinja si djenderal. Ia menjatakan suka
membantu, hanja tidak dengan segera, karena isterinja
tengah hamil dan ia harus menanti dahulu sampai isteri itu
melahirkan untuk melihat anaknja laki2 atau perempuan.
Maka ia berdjandji, sesudah setengah tahun, ia akan
berkundjung ke Hoa Im tempat tinggal sahabat ini.
Setelah mendapat djandji Kong Hiap, Sim Kiu memetjah
perseroan dengan Han Hui dan Yo Kie dengan membawa
Durhaka Karya Boe Beng Tjoe di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
uang, ia pulang ke Hoa Im dimana ia membeli sawah dan
kebun dan membangun rumah, lalu menikah, sehingga ia
memperoleh anak. Karena tempat itu bernama Kwee Kee
Tun, maka ia merobah she dan namanja mendjadi Kwee
Hay Peng, Nama Hay Peng ini sebenarnja nama jang Nie
Keng Giauw berikan padanja. Karena ia mengaku mendjadi
anak jang nomor empat, iapun menjebut dirinja Su-ya.
Nomor empat itu ia ambil dari pokok-dasar, bahwa mereka,
jang berniat menuntut balas" berdjumlah empat orang,
jaitu Kie Hay Auw, Gouw Bok Ya, Ong Kong Pek dan ia
sendiri. Karena ia menjebut dirinja Su-ya, Djie Kang
memanggilnja su-siok, paman ke-empat. Ia bertindak
sebagai dermawan, sehingga ia djadi terkenal.
Keras niatnja Sim Kiu untuk menuntut balas apamau,
niat itu belum djuga dapat diwudjudkan. Ada sadja
halangannja. Kie Hay Auw berada djauh di Pakkhia. Lalu
matanja Bok Ya mendadak buta. Sahabat ini tiap2 kali
memberi nasehat kepadanja untuk bersabar dan ber-hati2.
Ong Kong Pek seperti djuga melupakan djandji, bukan
sadja setengah tahun, bahkan sampai satu, dua dan tigaDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
57
tahun, tak djuga dia muntjul, dan waktu ditjari keterangan,
tak diketahui dia berada dimana.
Djuga Tjong Haksu tahu diri. Dia tahu, dengan
membunuh Nie Keng Giauw, dia banjak musuhnja, maka
dia selalu mengeram diri didalam rumahnja. Untuk
kesenangannja, dia membuat kolam, memelihara ikan, dan
membangun taman, menanam bunga. Diapun melarang
budjang2 pria bertemu langsung dengannja. Dia
beruntung. Anak2nja, jang pertama dan kedua, telah
memangku pangkat; melainkan jang ke-tiga, si Sam
siauwya, jang berdiam dirumah. Anak bungsu itu tidak atau
belum memikir buat naik ditangga kepangkatan.
Sebaliknja, ia gemar beladjar silat, ia mengundang guru, ia
djuga menjiapkan tukang2 njanji dan memelihara banjak
gundal, sedangkan kegemarannja akan paras elok
membuatnja dojan pelesiran, sampai ia berani
mengganggu anak-isteri orang. Dengan mengandalkan
pada pengaruh ajahnja, ia berbuat sewenang-wenang, ia
berani main paksa. Dalam hal ini ia dibantu Tjie Tjit dan
Biauw Hiong Tjay. Sampai sebegitu djauh, tidak ada orang
jg. berani menentangnja.
Sang waktu lewat terus. Sudah Gouw Bok Ya buta, Hay
Pengpun berpenjakitan, hingga tenaganja habis, tinggal
njalinja sadja jang besar. Dan Kie Hay Auw dan Ong Kong
Pek, mereka seperti terlupakan.
Tjie Tjit menambah sewenang-wenangnja sam-siauwya,
akan tetapi, meski ia galak, ia djeri pada Kwee Hay Peng.
Sebabnja ia kenal siapa hartawan itu. Ia tahu itu, karena ia
asal orang bawahannja Han Hui dan Yo Kie, dua djago
Rimba Hidjau dari Shoasay itu. Ia meninggalkan kedua
djago itu karena mereka itu ditawan pembesar negeri danDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
58
telah didjatuhkan hukuman mati. Ia lolos, ia kabur ke Hoa
Im ini dimana ia menghamba pada samsiauwya, sambil
menjembunjikan diri. Ia tahu siapa Hay Peng, tetapi ia
tidak berani membuka rahasia terpaksa ia mengalah, tak
peduli ia diperhina djago tua itu. Ia bahkan memesan
orang2nja keluarga Tjong untuk djangan melajani Hay
Peng.
Latjur bagi Sim Kiu, hari itu dia tidak dapat bersabar lagi,
maka dia pergi menjerbu keluarga Tjong. Tjie Tjit malu hati
terhaaapnja, tidak demikian Biauw Hiong Tjay. maka dia
kena dibinasakan. Setelah berusia landjut dan
berpenjakitan, dia tak segagah dahulu lagi.
Kebinasaan sahabat itu membuat hatinja Bok Ya panas
sekali, tetapi karena ia buta, tua dan tidak bertenaga lagi,
ia tjuma bisa mengambil keputusan membuat pedang
mustikanja itu, jang ia beri nama Pek Kong Kiam, artinja
pedang "Tjahaja Putih." Tak dapat ia bekerdja sendiri,
perlu ia bantuan muridnja, maka mau tidak mau, dengan
sendirinja, rahasia kepandaiannja itu diketahui Djie Kang.
Inilah jang ia tidak inginkan. Sajang atau tidak, hendak ia
menjingkirkan si murid. Maka ia menjesal sekali, karena
matanja buta dan tenaganja habis, tidak dapat ia
membunuh muridnja itu. Demikian, dalam sedihnja, ja
menuturkan segala apa.
"Djie Kang, muridku jang baik" kata ia achirnja:
"Sekarang kau ketahui segala apa, bukan? Sebenarnja tak
tega aku membunuh kau, pertjobaanku tadi karena
terpaksa, karena pikiranku panas dan pepat. Sekarang,
kaupun tak usah memikirkan untuk membunuh diri. Aku
tahu kau djudjur dan dapat dipertjaja, maka sekarang aku
mau minta bantuanmu. Kau masjh muda, tidak buta sepertiDURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
59
aku, kau dapat berbuat banjak. Aku mau minta kau
mewakilkan aku melaksanakan tjita2ku"
Djie Kang mengurjurkan air mata. Ia terharu sekali. Tak
gusar ia pada gurunja. Ia mengerti guru itu bersimpati
terhadapnja. la lantas kata: "Suhu, meski aku ketahui
rahasia pembuatan pedang mustika ini, aku suka
berdjandji tidak akan membuatnja. Bersedia aku dikutuk,
kalau aku membuat sendjata jang bisa mentjelakai orang
banjak terutama orang baiki!"
"Sudah, djangan bersumpah!" guru itu mentjegah. Ia
menghela napas, lalu ia menambahkan: "Didalam almariku
itu, aku menjimpan uang tiga ribu lima ratus tudjuhpuluh
tahil. Dengan perantaraan Hay Peng, aku membuatnja
mendjadikan uang simpanan pada bank Eng Tay Hoat,
supaja mudah untuk dibawa-bawa. Di Pengyang, di
Thaygoan, dikotaradja, atau dimana bank itu berdiri, kau
dapat menguangkannja. Uang itu telah aku simpan di
dalam sebuah teromol ketjil. Aku sudah pikir, setelah
membinasakan kau, hendak aku berlalu dari sini dengan
membawa uang dan pedang mustika itu, guna pergi ke
Kwee Kee Tun, buat menemui anaknja Hay Peng, untuk
menjuruh dia atau lain orang, jang dapat dipertjaja, pergi
ke Sam Lie Tiam di Pakkhia, guna menjerahkan uang dan
pedang itu kepada Kie Hay Auw, supaja Hay Auw merantau
mentjari orang gagah jang dapat membunuh si haksoe
djahat bersama puteranja dan djahanam she Biauw itu,
guna membalaskan sakit hatinja Nie Thay-Po serta Hay
Peng. Maka sekarang, hajolah kau bersumpah, lalu kau
mewakili aku mewudjudkan niatku itu. Kau bersumpahlah!"
Lie Djie Kang menerima baik tugas itu, tanpa bersangsi,
ia bersumpah. Katanja: "Baik, suhu! Djikalau aku alpa,DURHAKA - KOLEKTOR E-BOOK
60
biarlah aku mati ditjintjang, atau dilain pendjelmaan, akan
aku menitis mendjadi kerbau atau kuda!"
"Bagus " berseru siguru. "Nah, kau simpanlah baik-baik
pedang Pek Kong Kiam itu. Sekarang tengah malam,
hudjan dan anginpun besar, tak usah kau pergi sekarang
ke Kwee Kee Tun, boleh kau tunda sampai besok. Ja,
setelah aku menjerahkan uangku padamu, tak usah kau
kesusu! Kau dapat menunda umpama kata sampai satu
atau dua tahun."
"Ja, suhu," kata Djie Kang, jang men^pas air matanja.
"Sekarang kau tidurlah," kata Bok Ya kemudian. "Urusan
telah aku serahkan padamu, mulai hari ini, urusan itu telah
mendjadi urusanmu, aku tidak tjampur lagi, hatiku lega"
Djie Kang pergi kedapur, buat mengambil pajung,
kemudian ia pimpin gurunia masuk kekamarnja sendiri.
Hudjan masih turun sangat derasnja dan halilintar
berkeredepan dan guntur menggelugur tak hentinja.
Benar2 hati Bok Ya lega. Ta naik keatas pembaringann
ja, setelah meloloskan sepatunja; ia merebahkan diri untuk
Si Tolol 2 Serigala Serigala Berbulu Trio Detektif 19 Misteri Danau Siluman Pendekar Riang Karya Khu Lung
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama