Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara Bagian 14
bahwa ia murid bengcu.
Gegerlah orang-orang selatan. Tiga
bulan kemudien nama pemuda ini sudah
seperti jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga).
Sepak terjangnya membuat tertegun dan
teringatlah tokoh-tokoh utama siapa pemuda
itu. Dan ketika suatu hari Siauw Lam1445
menyambar Lan Hoa, gadis berpedang murid
Sepasang Naga menara maka Chi Koan dibuat
pucat oleh perbuatan muridnya itu, terpaksa
memberikan pengumuman.
"Murid murtad itu sudah bukan
muridku. Silakan cuwi-enghiong bunuh dan
jangan memandang aku. Kalau Cuwi ada yang
melihatnya harap beri tahu aku dan muridku
Beng San yang akan membekuknya!"
Gemparlah orang-orang selatan.
Hampir saja nama baik Chi Koan ternoda. Dan
ketika Chi Koan menjadi marah dan naik pitam,
hampir setiap hari mendengar laporan
akhirnya ia mengutus Beng San dengan
tongkat menggigil. Tigaperempat Hok-te Sin
kang telah diberikannya kepada muridnya itu.
"Cari dan bunuhlah suhengmu. Bulan
depan ini aku merencanakan serbuan keutara,
Beng San, tak mungkin mencari dan
menghukum bocah terkutuk itu. Tokoh-tokoh
kang-ouw telah setuju, mereka akan
membantuku. Wakililah aku dan robohkan
suhengmu itu!"1446
"Akan tetapi apakah teecu mampu?
Dulu teecu dikalahkannya, suhu, sekarangpun
teeeu ragu. Jangan-jangan suheng masih lebih
tinggi!" Beng San ragu, menyatakan
pendapatnya. , Akan tetapi ketika sang guru
menyambar dan melempar sebuah batu besar
, Beng San menangkis otomatis maka batu itu
hancur sebelum mengenai telapaknya, tak
kuat oleh desing Hok-te Sin-kang yang ternyata
dahsyat!
"Nah, mau apalagi," sang guru
membentak. "Hok-te Sin-kang telah kau warisi,
Beng San, Suhengmu bukan apa-apa lagi. Cari
dan bunuh dia dan pergilah bersihkan namaku.
Terkutuk bocah itu!"
Beng San tertegun akan tetapi berseri
seri. Ia berlutut menyatakan terima kasih dan
sang guru dingin, kemarahan berkurang. Dan
karena selama ini murid itu memang baik,
dapat menjaga diri dan mengambil hati maka
Chi Koan berkata agar secepatnya muridnya itu
berangkat.
"Kau tak usah menunggu waktu lagi.
Kalau selesai dan tak menemui aku di sini1447
harap susul ke utara. Aku ingin
menghancurkan Naga Gurun Gobi!"
"Baik, teecu melaksanakan tugas.
Terima kasih, suhu, dan mohon doa restumu!"
Chi Koan mengangguk dan Beng
Sanpun berkelebat. Siapapun akan melihat
betapa pemuda ini memiliki sepasang mata
yang bertambah mencorong. Dengan kejadian
itu pemuda ini malah beruntung. Hok-te Sin
kang, yang seharusnya menjadi ilmu tunggal
diwariskan kepadanya. Siapa tidak senang.
Maka ketika hari itu juga Beng San berangkat
dan gurunya meremas tongkat maka di
utarapun bukannya tidak terjadi keributan.
Marilah kita berpindah tempat!
***
Sudah lama kita meninggalkan Pek-gan
Hui-to Jiong Bing Lip, kakek sakti bermata buta
itu. Karene kakek ini telah mempunyai murid
Boen Siong, putera si Naga Gurun Gobi yang
kini telah berangkat dewasa itu maka suatu
malam disaat kakek itu berbincang-bincang1448
maka Li Ceng, ibu pemuda ini mengutarakan
sesuatu. Boen Siong telah menjadi pemuda
gagah sekitar delapanbelas tahun, tegap dan
berambut hitam dengan sepasang alis tebal
bagai golok.
"Agaknya locianpwe tak perlu
mengeramnya lagi di Sini. Muridmu perli tahu
dunia . Bagaimana kalau ia kuajak jalan-jalan
dan mencari musuh besarnya? Boen Siong
telah dewasa, locianpwe, dan ia pantas
menguji semua kepandaian yang kau wariskan.
Naga Gurun Gobi Peng Houw dan Chi Koan
menjadi tujuan utama. Aku mohon locianpwe
mengijinkannya keluar dan mencari musuh
musuh itu. Betapapun sudah waktunya
mencari dan membalas sakit hati!"
"Hm, heh-heh, kau benar. Aku sendiri
sudah memikirkannya ke sini, hujin, sekarang
tiba-tiba kau mendahului. Akan tetapi jangan
itu saja, ada sebuah tugas yang tak kalah
penting. Muridku harus mengalahkan jago
jago terkenal dan memimpin dunia kang-ouw.
Dulu aku bercita-cita begitu akan tetapi kandas
oleh saingan-saingan beratku, Ji Leng Hwesio1449
dan Siang Kek serta Siang Lam, juga Kun-lun
Lojin. Sekarang mereka tiada, akan tetapi
pewarisnya masih hidup. Heh, maukah kau
melaksanakan tugas berat ini, Boen Siong.
Beranikah kau menundukkan semua orang
orang kang-ouw dan memimpin mereka itu!"
"Teecu sanggup, kenapa tidak. Akan
tetapi perlukah itu, suhu, kenapa harus
menundukkan semua orang-orang kang-ouw
dan memimpinnya. Bukankah berkesan
sombong."
"Heh, kau tahu apa. Menundukkan
dunia kang-ouw berarti menjaga
ketenteraman orang banyak, Boen Siong. Di
bawah satu pimpinan yang baik penjahat tak
akan berkutik!"
"Kalau begitu apakah mendiang Ji Leng
Hwesio dan lain-lainnya itu orang jahat?.
"Apa?"
"Maaf," pemuda ini merendahkan
kepala "Kau sendiri bilang bahwa sejak dulu
memiliki cita-cita itu, suhu, dan waktu itu
hidup Ji Leng Hwesio dan lain-lainnya. Apakah1450
waktu itu mereka itu jahat hingga kau merasa
perlu memimpin dunia persilatan."
"Ha-ha, heh-heh... . ha-ha-ha! Wah, ini
lain dari yang lain, hujin, puteramu luar biasa
dan berotak encer. la membuat aku tersudut
dengan pertanyaannya itu. Wah ha-ha-hal"
kakek ini tertawa tergelak-gelak namun diam
diam ia kaget dan bingung menjawab,
Bagaimana ia mengatakan bahwa dedengkot
Go-bi dan Heng-san itu jahat, juga Kun-lun
Lojin yang sareh itu. Maka ketika ia membuang
kagetnya dengan tawa terkekeh-kekeh,
berhenti dan akhirnya mengurut jenggot maka
terus terang ia berkata bahwa Ji Leng dan lain
lainnya itu tidak jahat.
"Akan tetapi nanti dulu, mereka
sombong dan mengagulkan diri sendiri. Sejak
dulu mereka ini tak mau kalah, muridku, siapa
tidak panas dan geregetan Dan karena terakhir
kali aku telah menghajar si Chi Koan itu,
pewaris Ji Leng maka aku' sedikit puas namun
kurang puas juga. Naga Gurun Gobi Peng Houw
belum pernah bertemu muka, dan kabarnya
ialah pewaris tunggal hawa sakti dedengkot1451
Gobi itu. Nah, cari dia dan kalahkan dan kalau
banyak orang jahat di dunia kang-ouw kau
gempurlah mereka. Pimpin dan angkat dirimu
sebagai tokoh utama dan tenteramkan orang
banyak dengan kepandaianmu Kau murid Pek
gan Hui-to Jiong Bing Lip yang tak boleh
mengecewakan!"
Pemuda ini mengangguk-angguk akan
tetapi tak menelan begitu saja., Hal ini terlihat
dari sorot matanya yang masih ragu. Dia, yang
belum pernah turun gunung tiba-tiba saja
disuruh menundukkan tokoh-tokoh kang-ouw.
Sebenarnya cukup baginya kalau mencari dan
berhadapan dengan dua musuh utamanya itu,
Naga Gurun Gobi Peng Houw dan Chi Koan.
akan tetapi karena ia tak ingin mengecewakan
gurunya dan bersikap menurut maka ia
mengangguk-angguk namun mata tajam sang
ibu melihatnya lain.
(Bersambung jilid XXIV.)
Koleksi Kolektor Ebook1452
"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"
( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )
Karya Batara
Jilid XXIV
*
* *
"KAU harus bersungguh-sungguh,"
sang ibu melirik, "Pesan dan kata- gurumu
bukan tidak beralasan, Boen Siong. Apa yang
dikatakan kulihat benar pula, jangan ragu".
"Aku akan melaksanakannya sesuai
perintah. Akan tetapi mampukah aku
mengerjakan semua itu, ibu, berhasilkah
kiranya mencapai cita-cita suhu. Aku belum
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu keadaannya nanti".
"Kau pasti berhasil!" sang suhu
terkekeh. "Aku hendak memberikan sinkangku
kepadamu, Boen Siong, tiada gunanya lagi tua
bangka macam aku menyimpan tenaga sakti.
Kau akan menjadi aku sewaktu muda!"1453
"Apa, suhu hendak memberikan
sinkang kepadaku?"
"Ya, heh-heh, tak usah terkejut. Usiaku
sudah delapan puluh tahun dan tua bangka
macam aku tak mungkin berkiprah di dunia
kang-ouw. Kaulah gantinya, kau yang akan
mengangkat nama besarku dan kalahkan
murid-murid Gobi dan lain-lainnya itu. Ha-ha,
puas arwahku nanti kalau kau dapat
mengalahkan musuh-musuhmu, Boen Siong.
Itu tiada ubahnya mengalahkan Ji Leng dan
lain-lainnya bagiku. Aku hendak memberikan
sinkangku kepadamu!"
Boen Siong terkejut dan mengerutkan
kening akan tetapi sang ibu justeru gembira
dan girang bukan main. Nyonya ini berseri dan
begitu gembira hingge tertawa kecil, sang anak
dilihatnya bingung.
Dan ketika nyonya itu berseru agar
pemuda itu mengucap terima kasih justeru
Boen Siong menggeleng.
"Nanti dulu, harap ibu jangan buru
buru. Kita sama tahu bahwa perbuatan itu
membahayakan suhu, mana mungkin aku1454
terima. Sebaiknya kita berpikir sehat dan tidak
menerimanya!"
"Heh-heh, bodoh,goblok dan tolol. Aku
tidak memberikan semuanya, Boen siong, aku
menyisakannya sedikit untukku, kenapa
ditolak. Kau harus menerimanya atau
kuanggap membangkang terhadap guru!"
"Nah, bagaimana itu," sang ibu tertawa
dan berseri-seri, menang lagi. " Suhumu sudah
memperhitungkannya, Boen Siong, tugasmu
memang berat. Kalau kau berhadapan dengan
orang biasa saja agaknya tak perlu suhumu
memberikan sinkang. Akan tetapi Naga Gurun
Gobi itu, musuh besarmu itu, wah ia pewaris Ji
Leng Hwesio dan mendapatkan langsung
sinkangnya. Suhumu tidak salah!"
"Ha-ha, benar, ibumu lebih cerdas.
Betapapun lihainya ilmu silatmu namun
berhadapan dengan musuhmu itu aku
khawatir juga, Boen Siong. Satu-satunya jalan
ialah menandinginya dan memberimu sin-kang
pula. Mendiang Ji Leng tidak merasa sayang,
kenapa aku tidak. Kalau ia memberikan
sinkangnya maka akupun akan melakukannya1455
demikian. Naga Gurun Gobi adalah titisan Ji
Leng sementara kau harus menjadi titisan Pek
gan Hui-to Jiong Bing Lip yang tak kalah
pamor,ha-ha!"
"Ayo Boen Siong cepat haturkan terima
kasih," sang ibu begitu gembira. "Suhumu tak
tanggung-tanggung mencetak dirimu, Boen
Siong. Cepat berlutut dan ucapkan terima
kasih!"
Namun pemudai ini menggeleng dan
menolak. Boen Siong tetap berkata bahwa
pemberian itu adalah berbahaya, tak mau
mencelakai gurunya. Dan ketika sang suhu
maupun ibunya tertegun maka pemuda itu
menarik napas dalam berkata dengan suara
berat hal yang mengherankan namun sekaligus
membuat kakek ini haru dan girang. Muridnya
seorang berbudi tinggi.
"Aku terpaksa menolak dan boleh
dianggap membangkang, Untuk yang satu ini
terpaksa tak dapat kuterima, suhu,Aku tak
mau membahayakan dirimu dan merusak
kesehatanmu. Itu terlalu berbahaya dan1456
beresiko tinggi. Aku tak mau mendapat operan
sinkangmu."
"Akan tetapi suhumu tidak
memberikannya semua!"
"Benar, akan tetapi maaf ibu, kaupun
tahu bahwa usia suhu terlalu berbahaya untuk
mengoperkan ini. Kalau ia masih cukup muda
dan kuat tentu aku tak akan menolak. Tapi
dalam usia delapanpuluhan ini? Ah, pulihnya
lambat, ibu, kesehatannya bakal menurun, dan
aku tak mau ini!"
"Ha-ha, heh-heh-heh!" sang kakek
terkekeh dan tertawa-tawa dan memang
harus diakui kata-kata muridnya benar, kagum
dan haru. "Kau tidak salah, Boen Siong, akan
tetapi apa gunanya tua bangka macam aku
hidup berpanjang-panjang lagi. Tanpa itupun
kematian akan datang, kesehatan pasti
menurun. Daripada sia-sia terbuang percuma
bukankah lebih baik diwariskan kepadamu!"
"Tidak, dalam hal ini aku t?k dapat
menerimanya. Kematian dan kesehatan boleh
mengancammu, suhu, tapi jangan karena aku.1457
Kalau untuk ini aku menjadi gara-gara lebih
baik kutolak dan tidak kuterima!"
"Ha-ha-ha. kakek itu tergelak
menggetarkan guha. "Ini bukan kemauanmu,
Boen Siong, melainkan kemauanku. Tak ada
yang salah jika kau menerimanya!"
"Akan tetapi aku tak mau menjadi
sumber sebab, tak mau menjadi gara-gara!"
"Eh, sumber sebab adalah aku!"
"Tidak, suhu salah. Kalau aku tak
mengetahui resikonya boleh jadi kau benar,
suhu, akan tetapi dengan mengetahui ini maka
aku bertanggung jawab. Betapapun aku tak
dapat menerimanya dan suhu boleh
menganggap aku membangkang!"
Percakapan menjadi putus dan
terbelalaklah kakek itu dengan wajah merah. Li
Ceng sendiri terkejut mendengar kata-kata
puteranya itu dan tiba-tiba nyonya ini terisak.
Ada kagum dan haru tapi juga kecewa. Dalam
sikap dan kata-kata itu t?ba-tiba terlihatlah
oleh nyonya ini betapa puteranya sama benar
dengan bapaknya. Seperti itulah Naga Gurun
Gobi! Maka ketika ia terharu dan memeluk1458
puteranya ini, menangis maka kakek itu
mengepal tinju dan merasa bingung, juga
marah dan merasa tertantang!
Akan tetapi Boen Siong adalah pemuda
keras hati dan keras pendirian. Sekali
menyatakan pendapat pasti dipegangnya
teguh. Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip harus
berhati-hati kalau sudah begini. Memaksakan
kehendak hanyalah menimbulkan keributan
saja. Maka ketika kakek itu menarik napas
dalam-dalam menahan marahnya,
mengendalikan diri mendinginkan otak dan
perasaannya maka kakek itu mengangguk
angguk dan akhirnya tersenyum. Betapapun ia
harus bersikap cerdik!
"Baiklah," katanya, "kali ini kau menang
akan tetapi perintah dan cita-citaku pertama
harus kau turut. Kau harus menaklukkan dunia
kang-ouw dan mengangkat nama besar
gurumu. Kau harus memimpin mereka
mencegah timbulnya kejahatan!
"Untuk ini aku sanggup. Maaf kalau
keinginanmu tadi kutolak, suhu, betapapun
aku tak mau mencelakai orang yang kucinta!"1459
"Ya-ya, aku tahu. Sekarang pergilah dan
biarkan aku dengan ibumu dan mulai besok
kau harus melatih ilmu-ilmu terakhir dariku.
Besok akan kuuji Siok-kut kang dan lain-lainnya
yang kau dapat dari aku."
Boen Siong mengangguk dan lega. Dia
mundur dan malam itu Pek-gan Hui-to Jiong
Bing Lip bercakap-cakap dengan Li hujin. Li
Ceng kecewa juga puteranya menolak itu.
Akan tetapi karena ia dapat melihat pula
benarnya kata-kata puteranya, memang
terlalu berbahaya bagi kakek ini memberikan
sinkangnya maka malam itu si nyonya
menemani kakek ini sampai larut malam.
Boen Siong tak curiga mengira guru dan
ibunya itu bercakap tentang persiapan turun
gunung. Ibunya memang akan ikut. Maka
ketika keesokannya ia bersila dan duduk lagi
berhadapan dengan suhunya itu, sang ibu di
belakang maka kakek ini berseri-seri
memandang muridnya. Meskipun buta akan
tetapi kakek ini seperti orang melek saja,
pendengarannya telah begitu tajam hingga
tahu persis di mana lawan berada.1460
"Hari ini terakhir kalinya ingin kuuji
ilmu-ilmumu. Coba kau perlihatkan Siok-kut
kang yang kau miliki, Boen Siong, juga Nui-kang
dan Thian-te-bu-pian-to-hoat yang kau pelajari
dari aku. Kalau belum sempurna ingin
kusempurnakan dan jangan mengecewakan
gurumu kalau sudah turun gunung."
Pemuda itu mengangguk, lengan dan
tubuhnya tiba-tiba bergetar. Tidak seperti
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
biasa di mana ia akan bergembira kalau
disuruh gurunya maka hari ini agak lain. Wajah
pemuda itu muram, bayang kesedihan tak
dapat disembunyikan: Akan tetapi ketika
gurunya menunggu dan ia harus melaksanakan
itu, Siok-kut-kang (Ilmu Pengerut Tulang)
adalah ilmu yang harus dikerjakan dengan
penuh konsentrasi maka iapun menarik napas
dalam-dalam dan sekali ia membentak
mendadak pemuda itu membuang kedua
lengannya ke samping dan berbareng dengan
bunyi-bunyi berkerotok tiba-tiba tubuhnya
mengkerut dan kecil seperti bayi!
"Krekk!"1461
Orang akan takjub melihat ini. Boen
Siong, yang semula berbentuk pemuda dewasa
dan tegap serta gagah mendadak hilang
menjadi seorang kerdil aneh yang tingginya tak
lebih dari sembilan puluh senti. Pemuda itu
tiba-tiba menjadi separoh tingginya semula
dan kecil serta aneh. Akan tetapi ketika kakek
itu tertawa bergelak dan memuji girang, Boen
Siong membentak mengembalikan tubuhnya
semula maka kakek itu terbahak-babak
bertepuk tangan.
"Ha-ha Bagus, sempurna sekali, cocok
dan sudah tepat. Akan tetapi tunjukkan Nui
kang kepadaku, Boen Siong, apakah selihai
Siok-kut-kng yang kau miliki!"
Pemuda ini mengangguk, menggosok
gosok seluruh tubuhnya. Nui-kang (ilmu
Lemaskan Tulang) pada hakekatnya adalah
ilmu karet. Tubuh tidak akan mengecil seperti
Siok-kut-kang akan tetapi dapat dilentur
lenturkan ke segala penjuru.
ilmu ini tak kalah aneh dibanding Siok
kut-kang. Maka ketika ia berseru keras
menepuk paha mendadak pemuda ini sudah1462
berbalik dan melempar punggung ke atas,
tengkurap....Wut! " selanjutnya Boen Siong
melipatkan tangan ke belakang, menekuk kaki
seperti kepiting dan tiba-tiba pemuda ini
sudah berputar dan berjalan miring-miring.
Geraknya lucu dan aneh hingga sang suhu
tergelak-gelak. Lalu ketika pemuda itu meliuk
dan melompat-lompat,berganti posisi seperti
ular menggeliat atau bangau memelintir leher
maka pemuda ini sudah menjadi manusia karet
yang demikian elastisnya. Ditekuk atau dilipat
tetap sama dan pantat serta kepalanya tak
dapat dibedakan lagi. Sama besar!
"Ha-ha-heh-heh, kau melebihi aku.
Nui-kangmu lebih hebat dari aku. Ha-ha,
sempurna sekali gerak tubuhmu itu, Boen
Siong. Kau seperti karet yang dapat dilentur
lenturkan. Bagus, penguasaanmu sudah
matang. Heh-heh, cukup dan sekarang
mainkan Thian-te-bu-pian-to-hoat untuk
kulihat!"
Boen Siong melepaskan kaki tangannya
dan lenyaplah sudah gerakan seperti gurita ini.
la mulai tersenyum melihat kegembiraan1463
gurunya dan tiba-tiba gurunya membentak.
Sepasang golok terbang menyambar
berkeredep dan orang akan terkejut melihat
serangan itu. Jarak demikian dekat dan
berbahaya sekali. Akan tetapi ketika Boen
Siong mengelak dan menyambut dengan
jentikan kuku-kuku jari, golok berdenting dan
terpental ke atas maka pemuda itu sudah
menyambar dan menangkap golok ini sebagai
isyarat bahwa ia cukup tangkas dan siap
mainkan Thian-te-bu-pian-to-hoat (Silat Golok
Langit Bumi Tak Bertepi).
"Trik-trangg!"
Golok disambar kedua tangan dan tiba
tiba pemuda itu telah bersilat. Dengan seruan
pendek-pendek namun langkah kaki panjang
panjang Boen Siong telah mainkan Thian-te
bu-pian-to-hoat dengan gerakan mantap dan
penuh konsentrasi. Mula-mula golok di kedua
tangannya berdengung lalu mendesing, Cepat
menyilang naik turun lalu berobah seperti
ombak bergemuruh, menggetarkan dinding
guha dan tampaklah betapa siang to (sepasang
golok) di tangannya itu berubah menjadi1464
sepasang cahaya yang bergerak amat
cepatnya, begitu cepatnya hingga tak dapat
diikuti pandang mata lagi.
Lalu ketika sang guru membentak agar
mainkan Bong-eng-sut (Bayangan Elang
Cahaya) maka lenyaplah pemuda itu berputar
dengan kedua goloknya yang kini tidak
mengeluarkan suara lagi, tanda bahwa
permainan puncak telah dilaksanakan pemuda
ini dan tampak betapa dinding guha tergores
gores.
"Ha-ha-ha, kau sudah menyamai
gurumu, hebat. Akan tetapi jangan sombong
dan ihat ini... . wut-wut-wut!" belasan golok
kecil tiba-tiba menyambar ke delapan penjuru
guha dan tiba-tiba terpental menyambar Boen
Siong. Sama seperti datangnya tadi golok
golok kecil ini berkeredepan menyilaukan
mata, ujungnya telah patah mengenai dinding
guha akan tetapi justeru inilah yang paling
berbahaya. Benda-benda kecil ini menyambar
menyusul induknya, siapapun tak bakal
menduga diserang seperti itu. Inilah
keistimewaan Jiong Bing Lip si Golok Terbang1465
Akan tetapi ketika Boen Siong
menangkis begitu cepatnya dan setiap
tangkisan membuat golok terpotong,
potongan inilah yang menghantam benda
benda kecil itu maka duapuluh empat
serangan maut digagalkan begitu mudah,
runtuh dan sebagian menancap dinding guha.
"Ha-ha-ha!" sang kakek tergelak-gelak
"Kau memuaskan hatiku, Boen Siong, akan
tetapi belum cukup. Awas aku maju dan jaga
serangan!" si kakek mencelat dan tiba-tiba
menyambar dengan sepasang golok panjang di
tangan. Golok ini berkeredep menyilaukan
mata dan Boen Siong terkejut. Tubuh gurunya
menyambar bak elang melesat. Itulah Bong
eng-sut yang dilakukan pula. Namun ketika ia
mengelak dan menangkis, bunga api berpijar di
udara maka Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip
sudah menyerang muridnya ini lebih gencar,
lebih buas!
"Ha-ha-ha, ini ujian terakhir. Hadapi
aku seperti menghadapi musuh besarmu,
Boen Siong, atau kau mampus dan tak jadi
turun gunung. Awas.... cring-crangg" bunga api1466
berhamburan memuncrat dan Boen Siong
agak tersentak melihat serangan gurunya.
Golok terpental dan masing-masing sama
terhuyung akan tetapi gurunya sudah maju agi.
Bong-eng-sut membuat kakek itu melesat
berkelebat ke depan, benar-benar bagai elang
cahaya yang begitu cepatnya. Akan tetapl
ketika sang murid menangkis dan
mementalkan lagi, kakek itu terbahak maka
Pek gan Hui-to. Jiong Bing Lip ini sudah
menerjang muridnya lebih dahsyat, tangan kiri
mulai bergerak dan tampaklah pukulan panas
menyambar dan lengan kakek itu berpijar
bagai bara api.
"Suhu!" Boen Siong terkejut. "Ada apa
kau mengeluarkan Lui-cu-sin-hwe-kang seolah
bertanding mati hidup Aku bukan musuh
besarmu!"
"Ha-ha, sudah kubilang bahwa ini
pertandingan akhir, ujian paling bontot. Aku
ingin kau bersungguh-sungguh menghadapiku,
Boen Siong, anggap seperti musuh besar.
Keluarkan Lui-cu-sin-hwe-kang (Tenaga Api
Sakti Mutiara Geledek) pula dan ingin kulihat1467
seberapa hebat kau memiliki sinkang itu. Ayo,
atau kau mampus....blarr!" bola api pecah
berantakan menghantam dinding guha dan
Boen Siong berjungkir balik menyelamatkan
diri ke belakang. Suhunya demikian
bersungguh-sungguh hingga pemuda ini kaget
bukan main. Wajahnya berobah, pucat. Akan
tetapi ketika ia melayang turun dan sang suhu
menyambarnya lagi, golok diseling pukulan
Lui-cu-sin-hwe-kang maka iapun
mengertakkan gigi dan apa boleh buat harus
mengimbangi suhunya itu mati-matian. Boen
Siong menganggap bahwa gurunya benar
benar hendak menguji terakhir kalinya.
"Baiklah ," katanya. "Kau aneh seperti
orang tidak waras saja, suhu. Kalau kau ingin
aku mengeluarkan semua ilmu kepandaianku
baiklah kukeluarkan di sini. Akan tetapi ingat,
betapapun kita guru dan murid!"
"Jangan Banyak cakap, ha-ha! Sambut
dan terimalah pukulanku, bocah. Chi Koan
maupun Peng Houw tak akan bersikap lunak
kepadamu. Haiitttt.. .. wut-blarr!" golok
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpental bertemu golok akan tetapi Lui- cu-1468
sin-hwe-kang yang dikerahkan Boen Siong
membuat suhunya bergoyang-goyang Aneh,
kakek ini tertawa bergelak, boen Siong
terhuyung mundur. Dan ketika pemuda itu
menahan napas betapa suhunya bersungguh
sungguh, ia benar-benar didesak dan harus
membela diri maka pemuda inipun
membentak dan Bong-eng-sut membuat
tubuhnya lenyap berkelebat ketika Lui-cu-sin
hwe-kang menyambar kembali.
"Desss!"
Lantai guha berlubang. Kali ini ledakan
begitu kuat hingga sebagian atap rontok. Boen
Siong melengking menyambar gurunya itu.
Lalu ketika pemuda ini membalas dan
menambah kecepatannya maka si kakek
tergelak mengelak sana-sini, juga menangkis.
"Bagus, ini yang kumau. Kau harus
bertempur seperti menghadapi musuh
besarmu, Boen Siong. Dua orang itu tak
mungkin mengalah kepadamu kalau kau
berhadapan. Ayo, mainkan segenap ilmu
silatmu aku akan menambah Lui-cu-sin-hwe
kangku!"1469
Darah muda membuat Boen Siong
terbakar. Betapapun akhirnya ia gemas,
Suhunya menyerang begitu sungguh-sungguh
dan iapun. mengelak serta membalas tak kalah
garang. Kini iapun menambah Lui-cu-sin-hwe
kangnya hingga bola-bola api berpijar. Lengan
kirinyapun berkeredep bagai bara panas,
menyambar dan bersiutan membentur Lui-su
cin-hwe-kang yang dilancarkan gurunya. Dan
ketika sebentar kemudian guha menjadi
terang-benderang oleh bunga api guru dan
murid, golok masih berseliweran dan
mendesing tak kalah bahaya maka Pek-gan
Hui-to Jiong Bing Lip diam-diam kagum akan
kepandaian muridnya ini, benar-benar hampir
setingkat!
Akan tetapi kakek ini pena?aran. Dalam
benturan atau tangkisan muridnya terasalah
betapa dalam beberapa kali pertemuan
muridnya itu mengurangi tenaganya. Hal ini
membuat pemuda itu terhuyung dan bahkan
terpental sementara ia hanya bergoyang
goyang atau tergetar sedikit. Kakek ini maklum
bahwa muridnya tak mau mencelakainya, lebih1470
baik diri sendiri celaka dan orang lain selamat.
Maka ketika ia menjadi gemas namun juga
marah, dibentaknya pemuda itu agar tidak
setengah-setengah maka tiba-tiba ia
menimpukkan golok di tangan kanannya dan
menyambar dengen kedua 1engan
berkerotok. Kedua telapak kakek ini
menghantam dengan pukulan Lui-cu-sin-hwe
kang.
"Aku tak mau kau setengah-setengah.
Mampus atau selamatkan dirimu, Boen Siong,
jangan si tua bangka ini kau kecewakan!"
Pemuda itu terkejut. Golok
menyambar mendahului pukulan gurunya dan
cepat ia menangkis. Tubuh direndahkan dan
lutut setengah ditekuk. Akan tetapi ketika
goloknya mencelat bertemu golok gurunya,
tanda betapa, kuat lontaran gurunya maka
saat itulah tubuh gurunya menyambar dan
menghantam dengan kedua telapak tangan
terbuka.
"Suhu!" tak ada waktu bagi pemuda ini
berpikir panjang. la masih kaget oleh benturan
golok yang amat kuat itu, kini semakin kaget1471
oleh serangan gurunya yang begitu dahsyat.
Maka ketika ia terpekik dan menyambut cepat,
untunglah ia sudah merendahkan tubuh maka
dengan kuda-kuda setengah berjongkok iapun
mengerahkan Lui-cu-sin-hwe-kang
menyambut gurunya itu, kedua tangan dibuka
dan betapa lengan pemuda ini berpijar.
"Desss!"
Guha serasa ambruk. Seluruh dinding
bergetar hebat dan dua pasang lengan guru
dan murid menyatu, saling cengkeram dan
dorong sementara uap panas membumbung
naik. Kedua lengan mereka sama-sama
berpijar dan orang akan takjub melihat ini
betapa masing-masing mengerahkan tenaga
dan empat lengan itu bagaikan api, hidup dan
menyala namun kemudian surut. Boen Siong
mengurangi tenaganya hingga gurunya
terkejut, mengurangi pula tekanan dan kakek
itu melotot. Ia sudah mengambil ancang
ancang untuk menerobos pertahanan pemuda
itu, masuk dan menyelinap lalu menyalurkan
sinkangnya ke tubuh sang murid. Akan tetapi
karena Boen Siong mengurangi tenaganya dan1472
inilah berbahaya, bukan itu maksudnya maka
ia membentak agar pemuda itu adu kuat,
bukan melemahkan pertahanan.
"Bodoh, jangan kurangi tenagamu.
Kerahkan dan dorong semua kekuatanmu,
Boen Siong, ingin kulihat seberapa jauh tingkat
sinkangmu!"
"Akan tetapi itu berbahaya, salah satu
bisa roboh. Kalau kau tak kuat maka Kau
roboh, suhu, lebih baik aku saja atau tarik
semua tenagamu!"
"Keparat, kau merendahkan aku.
Sangkamu kau bisa mengalahkan gurumu?
Heh lihat ini, Boen Siong, kau mampus kalau
tak cepat menambah tenagamu!"
Tenaga amat dahsyat tiba-tiba
mendorong pemuda ini dan Boen Siong
terkejut betapa gurunya bersungguh-sungguh.
Sadarlah dia bahwa gurunya ini memang
hebat. ketika ia membentak dan menambah
tenaganya lagi, bertahan dan mendorong
maka kakek itu bergoyang-goyang dan
wajahpun tiba-tiba berseri. Boer Siong
mengimbangi tenaganya dan sejauh itu ia1473
puas,muridnya benar-benar tak di bawah
tingkatnya. Akan tetapi kakek ini membentak,
menambah tenaganya dan Lui-cu-sin hwe
kang kembali menyambar. Boen Siong kembali
harus mengimbangi gurunya kalau tak ingin
celaka. Akan tetapi ketika suhunya menambah
dan menyerang lagi, pemuda ini berubah maka
ia berseru bahwa perbuatan itu berbahaya.
Adu sinkang itu seolah adu jiwa saja.
"Tidak, jangan! Ah, kurangi tenagamu
dan jangan mendesak, suhu, salah satu di
antara kita bisa celaka!"
"Aku memang ingin menguji semua
kepandaianmu. Jangan cerewet dan
menggurui aku, Boen Siong, tambah tenagamu
pula dan nanti kita tarik bersama-sama kalau
kurasa cukup!"
Pemuda ini terbelalak, merah pucat. la
menjadi ragu akan tetapi sekali lagi gurunya
membentak. Masing-masing sudah delapan
bagian mengerahkan tenaga dan sama-sama
bergoyang-goyang. Dan ketika ia menjadi
kecut serta ngeri, tinggal dua bagian lagi sisa
tenaga di tubuh maka gurunya berseru bahwa1474
ada ilmu baru yang hendak diberikan, kata
kata yang membuat pemuda ini tertegun.
"Kau tak usah ragu atau melemahkan
pertahanan. Tambah sampai sembilan bagian
tenagamu, Boen Siong, di situ kita sama-sama
berhenti. Ada ilmu baru yang hendak
kuberikan dan syaratnya, adalah mengerahkan
tenaga sembilan bagian!"
Boen Siong terkejut, berseri. Kalau
begini tentu lain, ia tak perlu ragu lagi Maka
ketika ia membentak dan sang suhu tergelak,
itulah saatnya masing-masing menambah
tenaga maka tepat sembilan bagian mendadak
jari gurunya memencet pergelangan kirinya
menutup nadi Lek-bu-hiat.
"Suhu!"
Terlambat. Boen Siong tertotok dan
ngerilah dia memandang wajah gurunya itu.
Nadi ini merupakan aliran masuknya sinkang,
kalau ditutup berarti ia tak dapat menarik
tenaganya lagi. Yang terjadi adalah
pengerahan tenaga bukannya penghentian
tenaga, ibarat saluran maka semuanya bakal
tumpah keluar, tentu saja berbahaya,1475
terutama bagi gurunya! Dan ketika benar saja
kakek itu tersuruk dan terdorong, Boen Siong
tak dapat mengendalikan tenaganya lagi maka
kakek ini terbatuk akan tetapi secepat itu 1a
memegang nadi yang lain dan... tiba-tiba
menerima lalu mengalirkan masuk sinkangnya
ke tubuh pemuda itu. Nadi Ui-beng-hiat
dibuka,
"Suhu!
Boen Siong benar-benar ngeri. la panik
dan berteriak akan tetapi suhunya terkekeh.
Tubuh kakek ini menggelembung lalu
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengempis lagi,Ia menggelembung dan
mengempis karena ganti-berganti ia menerima
lalu mengeluarkan lagi dorongan sinkang
muridnya. Dan karena setiap dorongan
ditambah tenaganya sendiri, itulah yang
membuat Boen Siong ngeri maka bagai air bah
membanjir pemuda inipun tak mampu
menolak tenaga suhunya lewat nadi Ui-beng
hiat itu. Sinkang Si kakek mengalir deras dan
Boen Siong ganti menggelembung, wajah dan
tubuh pemuda ini merah kehitaman. Lalu
ketika, Boen Siong seakan meledak, tangan1476
gurunya masih memencet nadi Lek-bu-hiat
maka tepat sembilan bagian tenaga memasuki
tubuhnya kakek itupun roboh dan lepaslah
pencetan di pergelangan nadi kiri.
"Bress!"
Boen Siong mencelat dan terlempar
menabrak dinding. Bagai balon yang ditiup
kemudian pecah tiba-tiba maka pemuda ini
terhempas begitu hebatnya. Dua nadi penting,
Lek-bu-hiat dan Ui-beng-hiat dikuasai gurunya.
la bagai boneka yang harus menurut saja apa
yang dikehendaki tuannya. Maka ketika Ui
beng-hiat dibanjiri sinkang sementara Lek-bu
hiat ditutup, terjadilah arus deras besar
besaran memasuki pemuda itu maka Boen
Siong tak dapat menguasai dirinya ketika Lek
bu-hiat dilepas akan tetapi Ui-beng-hiat sudah
penuh tenaga sakti. Pemuda ini mencelat dan
terhempas ke dalam dinding, melesak. Hal ini
karena gurunya mendorong dan
mengembalikan semua tenaga. Kalau Lek-bu
hiat tidak dibuka tentu Boen Siong akan pecah
berantakan. Tenaga sakti yang memenuhi
tubuhnya itu ibarat balon yang sudah1477
mencapai titik tertinggi, bakal meledakkan
tubuhnya kalau tidak cepat mengempis atau
terbukanya sebuah lubang. Dan karena saat itu
Lek-bu-hiat dibuka namun Boen Siong
didorong, pemuda ini mampu menguasai
dirinya maka ia terlempar dan mencelat
menabrak dinding, melesak sedalam
tubuhnya. Akan tetapi karena saat itu sang
kakek sudah menguras tenaganya,
keadaannya berkebalikan dengan Boen Siong
maka kakek ini bagai lampu teplok kehabisan
minyak, roboh dan terduduk namun celakanya
guhapun runtuh. Hal ini karena hantaman
tubuh Boen Siong, yang amblas dan melesak di
dinding itu. Maka ketika pemuda itu mengeluh
sementara gurunya menyeringai kehabisan
tenaga, dengan akal cerdiknya kakek ini telah
mengoper sinkangnya ke tubuh sang murid
maka runtuhnya guha itu amat tak diduga dan
terkuburlah kakek ini hidup-hidup
"Locianpwe!"
Bayangan merah melesat dan itulah Li
Ceng atau Li-hujin. Nyonya ini berada di
belakang ketika semua keributan terjadi. la1478
baru terkejut ketika mendengar suara
gemuruh itu. Maka ketika ia berteriak namun
si kakek telah terbenam, guha runtuh begitu
dahsyat maka nyonya ini terbelalak dan
tertegun di tempat, mundur dan menjauh.
"Boen Siong!"
Tak ada jawaban. Wanita ini bahkan
harus menyingkir lagi ketika batu terakhir
berdebum. la ngeri dan pucat lalu tersedu
sedu. Kakek itu dan puteranya agaknya
tertimpa reruntuhan guha. Akan tetapi ketika
wanita ini memekik dan siap menerjang ,
membongkar atau membuang reruntuk guha
mendadak di sebelah kanannya terdengar
suara berkeresek dan. Boen Siong muncul
dengan debu sekujur tubuh, bagai mayat
hidup.
"Puteraku!"
Tak ayal lagi wanita ini menubruk dan
girang bukan main. Tangisnya kian mengguguk
akan tetapi beda, bukan duka melainkan suka.
Dan ketika Boen Siong mengebut-ngebutkan
seluruh tubuhnya dari debu dan kotoran guha,
iapun teruruk namun dapat keluar maka1479
ibunya menunjuk dan menuding, teringat lagi
kakek itu. . ah, ia di situ, Boen Siong,guru
terkubur hidup-hidup. Tolong dan keluarkan
dia!"
Boen Siong menggigil dan merah
kehitaman. la belum kehilangan semua
kekagetan itu, tenaga sakti itu masih bergolak
dan berputar-putar. Untunglah, berkat
kepandaiannya dan terbukanya lagi nadi Lek
bu-hiat iapun dapat menguasai diri.
Kelebihan sinkang diputar dan
bergerak naik turun, masih limbung akan
tetapi cukup tegak. Maka ketika ia bergerak
dan meraup batu-batu reruntuk, angin
pukulannya sudah membuat batu-batu
beterbangan maka tampaklah kakek itu
terbenam dan pucat pasi.
"Suhu!"
Boen Siong menyambar dan gemetar
mengangkat gurunya ini. Kakek itu membuka
mata dan menyeringai, bola putihnya berputar
naik turun. Lalu ketika ia terkekeh namun
terbatuk, melontakkan darah segar maka Boen
Siong menggigil mencengkeram gemas.1480
"Kau menipuku!" pemuda itu
membentak. "Kau mengelabuhi dan menipu
aku suhu. Kau mengoperkan sinkangmu
kepadaku!"
"Heh-heh, aku lebih keras darimu. Aku
menang. Kau tak manpu lagi mencegahku,
Boen Siong. Sinkangku, ha-ha...telah masuk ke
tubuhmu. Aku, ugh!" kakek itu terbatuk lagi,
melontakkan darah dan Boen Siongpun
menotok dan menangis. Pemuda ini gemetar
mencengkeram suhunya akan tetapi segera
meletakkan dan menolong gurunya itu. Kalau
saja guha tak runtuh dan membenamkan
kakek ini barangkali kakek itu selamat.
Kalaupun luka tak seberapa, biarpun tetap
berbahaya karena tenaganya tinggal satu
bagian saja. Maka begitu guha menguburnya
hidup-hidup dan batu serta benda keras
menghantamnya, inilah yang tak dapat
diterima tubuhnya yang tua maka kakek itu
luka-luka dan dua iganya patah, ditambah lagi
dengan tulang bahu dan kaki
"Kau.hu-hu-hu!" Boen Siong tak dapat
menahan sedu-sedannya lagi. "Kau gila, suhu,1481
kau mencelakai dirimu sendiri. Lihat apa yang
terjadii ini dan kenapa kau menipuku!"
"Sudahlah, tolong dan cepat sadarkan
dia, ," sang ibu berseru dan khawatir juga,
kakek itu pingsan. "Betapapun maksud baiknya
diperuntukkan dirinu, Boen Siong, kau tak
dapat lagi menolaknya. Tolong dan sadarkan
gurumu dan jangan memaki-makinya."
"Aku akan mengembalikan sinkangnya
ini. Siapa bilang tak dapat kutolak dan lihat apa
yang kulakukan!"
"Boen Siong!"
Akan tetapi pemuda itu sudah duduk
bersila menempelkan tangannya pada pundak
gurunya. . Dengan air mata bercucuran dan
marah namun haru pemuda ini tak mau
mendengar seruan itu. Ia hendak
mengembalikan sinkang gurunya.
Akan tetapi ketika tiba-tiba gurunya
bergerak dan mengeluh, menepis itu maka
kakek ini membentak, tersendat-sendat.
"Kau jangan membuatku tak mati
meram Kau. hentikan itu! Kalau ingin
mengembalikan kebaikanku jangan tanggung-1482
tanggung, Boen Siong. Kembalikan pula semua
makan minum yang telah membuatmu besar
begini. Kembalikan pula budi baikku kepada
ibumu. Aku mau mati dan jangan macam
macam. Berhenti atau kugigit putus lidahku!"
Pemuda ini tertegun, pucat. Ia gemetar
memandang gurunya itu akan tetapi gurunya
menggapai ibunya. Dipanggilnya Li-hujin
berulang-ulang. Lalu ketika wanita itu
mendekat tersedu-sedu, kakek ini tersenyum
maka Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip berkata,
terengah diseling batuk dan muntah darah.
"Uh-uh, Anakmu, si konyol itu..benar
benar keras kepala, hujin, tak kalah dengan
aku sewaktu muda. Namun aku menang, heh
heh... . ia tak dapat mengembalikan apa yang
sudah kuberikan. Kalian, uh... boleh turun
gunung. Kalahkan Naga Gurun Gobi Peng
Houw dan taklukkan dunia. Aku. aku akan
melihatnya dari alam baka. Heh-heh...akan
kutemui Ji Leng Hwesio yang bakal melotot
melihat muridnya dikalahkan muridku. Uh,
dampingi puteramu laksanakan perintahku,1483
hujin... hati-hati terhadap musuh yang curang.
Aku..... aku rasanya tak dapat bertahan lagi..!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Locianpwe!"
Diam, tunggu. Jangan antar
kematianku dengan tangis, wanita bodoh. Aku
ingin mati meram dan melihat Boen Siong
mengalahkan musuh-musuhnya. Aku, heh
heh. .. aku akan menghajar kalian di akherat
kalau pesan dan perintahku sampai gagal. Aku,
uhh. .. selamat ting....gal!"
kakek itu terguling dan Li-hujin
menjerit. Boen Siong mengeluh menyambar
gurunya namun kakek ini telah tewas. Ia
menyeringai dan seakan ketawa dan hancurlah
perasaan Boen Siong melihat kematian
gurunya itu. Gurunya tewas untuk mengoper
sinkang kepadanya. Maka ketika sang ibu
tersedu-sedu sementara iapun tersedak dan
mengguguk, hanya sekejap saja maka Boen
Siong seakan mendengar kata-kata gurunya
yang selalu mengiang.
"Orang hidup pasti mati, dan kematian
adalah sesuatu yang wajar. Menangisi
kematian dan meratapi kedukaan adalah1484
perbuatan cengeng, muridku, jangan terlarut
dan hanyut berlebihan. Kau murid Jiong Bing
Lip yang gagah perkasa dan tunjukkan itu!"
Boer Siong menggigit bibir dan
akhirnya menghentikan sedu-sedannya. Tidak
seperti sang ibu yang mengguguk dan
meraung-raung adalah dia yang lalu bersila.
memangku jenasah gurunya ini. Semua telah
terjadi, semua itu dikehendaki gurunya pula.
Maka ketika ia menggigit bibir menahan segala
perihnya hati, kedukaan itu menusuk tajam
maka ia menenangkan diri dengan bersamadhi
dan menguatkan batin. Pemuda ini akhirnya
berhasil dan dibukanya kembali kedua
matanya, melihat sang ibu tersedu-sedu
namun akhirnya ditepuknya perlahan,
disadarkan bahwa yang lewat tak mungkin
kembali. Boen Siong mendadak begitu dewasa
di saat itu, pandang mata dan sikap serta tutur
katanya tiada ubahnya gurunya sendiri.
Dan ketika sang ibu terisak
berguncang- guncang belum dapat
menghentikan tangisnya, pemuda ini bangkit
berdiri maka ia berkata bahwa kematian1485
adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Kata
kata gurunya meluncur lagi seakan Jiong Bing
Lip sendiri.
"Semua sudah terjadi, dan suhupun
menghendakinya. Tak perlu menangis atau
meratap berlebihan, ibu, air mata darahpun
tak dapat menghidupkan lagi mendiang suhu.
Mari kita bereskan jenasahnya dan keluar dari
sini."
"Tapi. ... tapi ia penghutang budi besar.
Tanpa dia tak mungkin ibumu hidup, puteraku.
Aku merasa sedih dan betul-betul kehilangan.
Kakek ini pelita hidupku!"
"Tapi sekarang semuanya sudah lewat,
ia telah meninggalkanmu. Meratap dan
mengiba hanya menunjukkan kekerdilan diri
sendiri, ibu. Bangkit dan tengoklah bahwa di
depan masih banyak yang menanti. Kita
menghadapi tugas dan pesan-pesan suhu"..
Li-hujin tertegun dan menghapus air
matanya. Entah kenapa sorot dan kata-kata
puteranya itu, menggetarkan kalbunya. Sikap
dan kata-kata puteranya ini begitu tenang
seakan semuanya memang begitu wajar.1486
Kematian bukan hal yang aneh! Dan ketika ia
terpukul bahwa meratap dan mengiba hanya
menunjukkan kekerdilan jiwa, mukanya
memerah segera wanita ini bangun dan
mengertakkan gigi. la tak boleh lemah di
hadapan puteranya ini!
"Baiklah," katanya. "Kau tidak salah,
puteraku, akan tetapi aku tak ingin
meninggalkan tempat ini hari ini juga. Aku
ingin menyatakan balas budiku tiga hari
menjaga makamnya, setelah itu baru keluar!"
"Terserah ibu," pemuda itu menjawab.
Aku juga tidak mengatakan bahwa hari ini kita
pergi."
Wanita itu mengangguk dan melompat
menyambar golok. la mencongkel dan
membuat lubang akan tetapi Boen Siong
bergerak. Sekali kibas tiba-tiba tanah
berhamburan. Dan ketika pemuda itu
menusuk dan mencongkel mempergunakan
dua telunjuknya, cepat dan seakan pisau belati
maka lubang telah dibuat dan tanpa banyak
bicara pemuda mengangkat dan meletakkan
jenasah gurunya disitu.1487
Li.Ceng tertegun. la menahan isak
duduk di sebelah puteranya yang telah bersila.
Tanpa banyak cakap pula Boen Siong
bersamadhi ?i makam gurunya ini. Dan ketika
tiga hari lewat tanpa terasa maka pemuda itu
membuka mata dan sang ibupun bangkit
berdiri. Air mata membekas di pipi yang masih
sembab.
"Kita telah menepati janji, waktunya
untuk keluar. Bagaimana keadaanmu ibu,
cukup sehatkah untuk turun gunung-"
"Aku sehat, hanya rasanya tak sanggup
meninggalkan kakek ini sendirian disini. Kalau
tak ingat pesan dan kata-katanya barangkali
lebih baik aku menemani disini, Boen Siong,
betapapun tak dapat kulupakan segala budi
baiknya!"
Ibu harus berpikir jernih, semua ada
masa-masanya sendiri. Yang ada di sini
hanyalah jasad suhu, ibu, bukan dirinya secara
utuh. Tak guna terikat berlebihan oleh masa
lalu yang telah lewat. Marilah keluar kalau ibu
siap."1488
Li Ceng menahan isaknya lagi yang
hampir meledak. Betapapun wanita tidaklah
seperti laki-laki. Akan tetapi karena iapun
wanita gagah dan percuma mengiba di situ,
kata-kata puteranya benar maka wanita inipun
menabur bunga sebelum pergi
"Baiklah, selamat tinggal. Semoga
pesan dan kata-katamu dapat kami
laksanakan, locianpwe. Doa restumu dari sana
tetap kami harapkan. Lain kali kami akan
datang dan tenangkan arwahmu!"
Boen Siong mengikuti ibunya yang
sudah berkelebat keluar. lapun memberi
hormat terakhir kalinya dan berkemak-kemik
mengucap selamat tinggal. Dengan menindas
segala keharuannya iapun menahan panasnya
air mata. Lalu ketika ia berkelebat mengikuti
ibunya maka merekapun telah keluar di mulut
sebuah terowongan bawah tanah. Mulut guha
ini tertutup alang-alang dan semak belukar,
ibunya berhenti di sini, sekali lagi menoleh ke
belakang.1489
"Locianpwe, doamu harap menyertai
kami. Semoga musuh-musuh kami dapat kami
bunuh, terutama jahanam Chi Koan!"
Boen Siong tak terbawa oleh sikap dan
kata-kata ibunya ini. Setelah ia dewasa dan
merenung jauh maka tampaklah bahwa bakat
sang ayah melekat kuat. Seperti Naga Gurun
Gobi Peng Houw iapun berpembawaan kalem
dan tenang. Maka ketika ia diam saja
mendengar kata-kata ibunya, baginya tugas
menghadapi musuh-musuhnya nanti lebih
karena kewajiban maka iapun menarik lengan
ibunya berkelebat menguak semak-semak. Tak
ingin ibunya berlarut-larut.
"Mari, kita turun gunung. Cukup
semuanya itu, ibu. Perhatikan pandangan ke
depan dan jangan lihat masa silam!"
Li Ceng melayang dibawa puteranya ini.
la terkejut ketika tiba-tiba tersentak terbang,
Boen Siong mempergunakan Bong eng-sutnya
itu. Akan tetapi ketika mereka turun gunung
dan meluncur bagai elang cahaya mendadak
wanita ini menahan diri menghentak lengan
puteranya itu.1490
"Tunggu, kita ke puncak. Sebelum
turun dan mencari musuh-musuh kita maka
naik dulu ke atas, Boen Siong. Temui pimpinan
Kun-lun dan cari berita di sana!"
"Ibu hendak ke atas?"
"Ya, sebentar saja."
"Baik!" belum habis ucapan ini tiba-tiba
sang nyonya mencelat dan terpekik. Boen
Siong menyendal lengannya dan terbang ke
atas. Dan ketika mereka melewati jurang dan
tempat-tempat lebar, begitu cepatnya maka
Li-hujin nyaris tak percaya ketika sebentar
kemudian sudah di puncak. Boen Siong juga
terkejut bahwa gerakan tubuhnya begitu
cepatnya. Bagai cahaya menyambar"
Akan tetapi yang lebih kaget adalah
penghuni Kun-lun. Sebagaimana diketahui ibu
dan anak ini berada di wilayah Kun-lun. Karena
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendiang Jiong Bing Lip bersembunyi di perut
gunung maka ibu dan anak itu di situ pula. Para
murid, yakni tosu-tosu muda yang berjaga di
tempat-tempat tertentu tersentak ketika
melihat bayangan Boen Siong tadi. Mereka
terkejut karena di pinggang gunung tiba-tiba1491
menyambar cahaya yang amat cepatnya, turun
lalu berhenti dan ternyata seorang pemuda
dan wanita cantik. Lalu ketika pemuda ini
menyambar dan berkelebat keatas, berbalik
menuju puncak maka para murid itu berubah
dan dengan siulan bagai burung malam
mereka secara estafet memberi tahu suheng
dan pimpinan di atas.
Boen Siong tertegun ketika tahu-tahu
dirinya dikepung. Selama ini ia tak pernah
keluar dan sekali keluar langsung berhadapan
dengan tosu-tosu Kun-lun. Heran dan kagum
juga dia bsgaimana kedatangannya diketahui.
Akan tetapi ketika sang ibu melepaskan diri
dan m?lompat ke seorang kakek, tosu berusia
limapuluhan tahun berwajah bundar maka
murid-murid tertegun mendengar wanita itu
berseru,
"Suheng, ini aku Li Ceng!"
Tosu itu, Bi Wi Cinjin adanya terkejut.
Tak dapat disembunyikan betapa tosu ini tiba
tiba mundur berubah, kaget dan tercengang.
Akan tetapi ketika Li Ceng berlutut dan
tersedu-sedu di depan suhengnya itu, inilah1492
ketua Kun-lun yang menggantikan Kim Cu
Cinjin maka kakek itu berseru mengangkat
tongkat, girang tapi juga heran.
"Hei, Li Ceng-sumoi kiranya. Bagaimana
kau masih hidup dan muncul tiba-tiba di sini.
Ah, siapa pemuda itu dan kenapa membuat
kami terkejut, sumoi. Bukankah dulu kau
terlempar dan mati di dalam jurang!"
"Aku masih hidup, seseorang
menolongku. Dia puteraku, suheng, Boen
Siong. Kami datang memang ingin
menemuimu dan maaf kalau membuat
kejutan!" Li Ceng diangkat bangun dan wanita
ini cepat memanggil puteranya itu. Boen Siong
maju memberi hormat, mengherankan
sekaligus membuat tercengang para murid
karena setelah melihat dekat maka tampaklah
bahwa pemuda ini mirip benar dengan Naga
Gurun Gobi Peng Houw. Dan ketika bisikan
serta seruan heran terdengar disana sini, Bi Wi
Cinjin juga tercengang maka ketua Kun-lun itu
kagum memandang Boen Siong. Pemuda inilah
yang disebut sebagai cahaya melesat oleh para
murid di kaki gunung.1493
"Siancai, ini kiranya puteramu Boen
Siong. Ah, ia mirip sekali dengan ayahnya,
Sumoi. Mirip benar dengan...".
"Suheng tak usah mengingat-ingatkan
musuh besar kami. Kami datang untuk mencari
berita, suheng, bolehkah kami masuk dan
bicara di dalam saja!" Li Ceng memotong dan
mengerdip cepat, tak mau ketua Kun-lun
menyebut ayah Boen Siong karena selama ini
ia menekankan bahwa Naga Gurun Gobi
adalah musuh. Boen Siong masih tak tahu
siapa ayahnya itu.
Dan ketika Bi Wi terkejut dan sadar
mengangguk-angguk, Iapun maklum akan sakit
hati wanita ini maka tosu itu bergumam
menahan kata-katanya, membalik.
"Baiklah, mari ke dalam. Sejak kau
lenyap memang benyak berita untukmu.. Mari,
mari masuk, sumoi. Dan kalian... kakek itu
memandang murid-muridnya- "Bubar saja!"
Para murid membalik dan masuklah Bi
Wi Cinjin diikuti sutenya, Heng Bi, tosu lain
yang sejak tadi begitu lekat memandang Boen
Siong akan tetapi tak mengeluarkan suara. Lalu1494
ketika mereka didalam dan Li Ceng masih
terisak diperdilahkan duduk, Bi Wi menutup
pintu saling berisyarat dengan sutenya maka
dua pimpinan Kun-lun itu bersila. Kini Heng Bi
tak dapat menyembunyikan kagum terhadap
Boen Siong.
"Puteramu telah begini besar, dan
dewasa pula. Bagaimana kau menemukan
puteramu ini, sumoi, dan bagaimana pula ia
menjadi orang yang begini hebat. Aku melihat
gerakannya tadi ketika naik ke puncak!"
"Aku menemukannya secara
kebetulan, justeru di Kun-lun ini pula.
Kedatangan Chi Koan dulu membuat
pertemuan kami ibu dan anak, suheng,
panjang ceritanya akan tetapi dapat
kuterangkan secara singkat. Kami bertahun
tahun ini justeru hidup di Kun-Lun!"
"Eh!?"
"Benar, suheng, maksudku di perut
gunung. Tentu suheng masih ingat ketika dulu
aku disembunyikan di guha bawah tanah".
"Tapi kau terjeblos ke jurang!"1495
"Justeru itulah. Di bawah sana ada
seseorang menolongku dan dia adalah Pek-gan
Hui-to Jiong Bing Lip, guru puteraku ini!"
"Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip?
Maksudmu bahwa tokoh sakti setingkat Ji Leng
Hwesio dan sesepuh kami mendiang Kun Lun
supek?"
"Benar, suheng, di tangan dia itulah
ternyata anakku dibawa. Dia, kekek itu baru
saja meninggal dunia. Kami... kami baru saja
berkabung!" nyonya ini tak dapat menahan
kesedihannya lagi dan menangislah dia
teringat kakek itu. Boen Siong duduk tenang di
belakang ibunya sementara dua pimpinan Kun
lun terkejut. Baru mendengar tentang kakek ini
saja mereka berubah. Akan tetapi ketika kakek
itu meninggal maka merekapun
merangkapkan tangan mengucapkan bela
sungkawa.
"Siancai, tidak kami sangka. Betul-betul
di luar dugaan bahwa seorang tokoh sakti
bersembunyi di Kun-lun. Ah, kau beruntung,
sumoi, betapapun nasibmu baik. Selamat1496
untuk puteramu dan kami turut berduka cita
atas wafatnya. Tentu beliau ini sudah uzur!"
Benar, dan.... dan maaf selama ini tak
pernah kami memberitahumu. Kami tak
diperbolehkan keluar, suheng, kau tentu tahu
watak seperti kakek sakti ini. Kami baru keluar
setelah ia wafat."
"Siancai, tak apa. Cobalah kau ceritakan
serba singkat pertemuanmu dengan kakek itu,
juga puteramu yang gagah perkasa ini".
Li Ceng mengangguk, mengusap air
matanya. Setelah ia berhasil menenangkan
dirinya lagi maka ia segera menceritakan
pertemuannya dengan kakek itu.
Betapa Jiong Bing Lip membawa
puteranya dan justeru jatuhnya di jurang
membuat pertemuannya dengan anaknya
yang satu-satunya ini. Lalu ketika dengan
bangga ia menceritakan betapa Boen Siong
telah memperoleh semua warisan gurunya,
bahkan sinkang gurunya hingga
mengakibatkan kakek itu tewas maka dua
pimpinan Kun-lun ini terbelalak dan takjub,
memuji bertepuk tangan.1497
"Pantas, luar biasa sekali. Kami berdua
hampir tak percaya bahwa cahaya itu adalah
puteramu, sumoi. Gerakannya benar-benar
mentakjubkan dan pinto yakin ia mampu
menandingi Lui-thian-to-jit yang dimiliki Chi
Koan itu. Ah, beruntung dan selamat untuk
kedua kalinya untuk puteramu ini!"
Boen Siong tersipu-sipu. Sang ibu
dengan bangga memuji-muji dirinya dan cepat
ia menyenggol tak kentara. Betapapun ia tak
senang, di samping tak suka menonjolkan diri
juga karena ia belum percaya penuh. Bukankah
di dunia ini ada orang seperti Chi Koan dan
Naga Gurun Gobi Peng Houw. Bagaimana
kalau ia kalah. Maka ketika ia berdehem dan
menghentikan pujian ibunya segera ia
membungkuk berkata perlahan,
"Jiwi-locianpwe tak usah
mendengarkan kata-kata ibuku ini. Di atas
gunung masih ada gunung, di atas langit masih
ada langit. Sebaiknya kita cerita tentang yang
lain saja sebagai berita. Bukankah kedatangan
ibu juga untuk maksud ini."1498
Dua pimpinan Kun-lun kagum. Mereka
mengangguk-angguk dan seketika merasa suka
kepada anak muda ini. Boen Siong tampak
sederhana dan rendah hati, persis seperti
ayahnya itu. Dan ketika mereka maklum
bahwa membicarakan pemuda ini hanya
membuat Boen Siong tak suka maka Heng Bi
Cinjin balik menceritakan kisah Kun-lun, yakni
sejak didatangi Chi Koan dan diobrak-abrik.
"Kami berdua hampir tewas. Delapan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bulan kami menyembuhkan luka, sumoi,
jahanam Chi Koan itu benar-benar keparat. Ia
membuat tanganku patah dan nyaris remuk!"
"Dan muridku Ceng Tek juga nyaris
binasa. Kwi-bo menyerang dengan jarum
jarum beracunnya, Sumoi tapi untunglah kami
semua selamat. Sekarang apa yang kau
kehendaki dan apa yang bisa kami lakukan?"
"Mana dan bagaimana dengan Kim Cu
suheng. Bukankah sejak itu ia turun gunung
mencari puteraku Boen Siong."
"Siancai, ia meninggalkan lagi tempat
ini. Setahun setelah kau lenyap ia datang
dengan muka sedih, Sumoi, , suheng tak1499
berhasil menemukan puteramu. Ia menolong
dan mengobati aku lalu pergi."
"Ke mana?"
"Aku tak tahu, yang jelas merantau dan
mengobati hatinya yang pedih."
Li Ceng tertegun. la teringat suhengnya
tertua dan tiba-tiba iba. Suhengnya itupun
bukannya tanpa masalah. Peristiwa buruk di
masa lampau membuat ia kehilangan
kedudukan, diganti Bi Wi Cinjin ini dan iapun
terharu. Dan ketika ia terisak menanyakan
perihal dunia kang-ouw maka Bi Wi Cinjin
menarik napas dalam.
"Semuanya masih buruk, tidak terlalu
jauh dengan dulu., Selama Chi Koan masih
hidup maka tak ada ketenangan di dunia ini,
Sumol. Pinto mendengar bahwa di selatan
terdapat gerakan.".
"Gerakan apa."
"Sepertinya persiapan perang besar
besaran. Pinto tidak begitu jelas hanya
selentingan menunjukkan bahwa See-ouw
pang berdiri di balik semuanya ini. Kami terlalu
jauh dengan pusat keramaian itu Sumoi, kalau1500
ingin jelas tentunya harus turun gunung. Akan
tetapi kami enggan,sudah terlalu banyak
penderitaan yang kami alami. Asal tidak
mengganggu langsung tentu tak kami
hiraukan".
"Hm, dan.. .. Naga Gurun Gobi Peng
Houw?"
"Ia berada di Gobi, kabarnya tak pernah
keluar lagi sejak kau lenyap." Bi Wi Cinjin
tersenyum pahit, mengerling dan mendapat
anggukan sutenya dan Li Ceng menahan
tangis. Hampir saja ia terisak namun dapat
dicegahnya itu. Dan ketika pembicaraan
berkisar pada Naga Gurun Gobi ini, juga tentu
saja Chi Koan maka wanita itu mendapat
keterangan bahwa Chi Koan tak diketahui di
mana rimbanya.
"Yang hanya pinto ketahui adalah Naga
Gurun Gobi itu, Chi Koan entah ke mana. Kalau
kau ingin menemuinya pergilah kesana!"
"Baik, aku ke sana. Kukira cukup,
suheng, terima kasih untuk semua
keteranganmu ini. Aku dan Boen Siong akan
mencarinya termasuk jalhanam Chi Koan itu!"1501
Bi Wi Cinjin mengangguk-angguk dan
iapun bangkit melihat wanita ini menyambar
Boen Siong. Pemuda itupun mengikuti ibunya
akan tetapi sebelum benar-benar pergi
mendadak ketua dan wakil ketua ini
menghadang. Pintu dipalang dan Heng Bi
Cinjinpun melompat mencegah dua orang itu,
Lalu ketika Li Ceng terkejut kenapa ditutup dari
muka belakang maka Bi Wi Cinjin
mengebutkan. lengan baju, tertawa sareh.
"Sumoi, mundur dan berilah kami
kesempatan untuk menguji puteramu ini.
Kalau ia benar-benar tangguh tenanglah hati
kami melepas kalian berdua. Maaf suteku
Heng Bi ingin main-main sebentar!".
Li Ceng tertegun, namun tiba-tiba
berseri. Tentu saja sebagai tokoh persilatan
suhengnya ini "gatal" tangan mendengar
puteranya menjadi murid Pek-gan Hui-to Jiong
Bing Lip. Hanya kalangan tua saja yang masih
ingat kakek itu, yang muda-muda tak mungkin
lagi. Maka melepaskan puteranya melompat
mundur iapun tak ragu membiarkan puteranya
dijajal. Boen Siong sendiri terkejut.1502
"Bagus, suheng boleh saksikan
kepandaiannya. Kalau ia kalah biarlah
kubatalkan maksudku turun gunung. Tapi
kalau ia menang harap suheng memberi
dukungan!"
"Heh-heh, tentu saja. Orang seperti Chi
Koan atau Naga Gurun Gobi itu bukan orang
orang sembarangan, sumoi. Setelah melihat
kalian masih hidup dan kini hendak turun
gunung siapa sampai hati. Biarlah sute main
main sebentar dan kalau meyakinkan tentu
kami tak ragu melepas kalian."
Yang bingung namun canggung tentu
saja Boen Siong Sang ibu melepasnya dan
terang-terangan membiarkan dia sendiri. Akan
tetapi karena yang dihadapi adalah tokoh
tokoh Kun-lun juga selama ini lawan
tandingnya hanya guru sendiri maka Boen
Siong membungkuk dan cepat tanggap, girang
namun berdebar juga.
"Locianpwe terpengaruh oleh sikap
dan kata-kata ibu. Sebenarnya ibu berlebihan
adanya. Kalau kini jiwi hendak menguji diriku
tentu saja aku berterima kasih sekali, hanya1503
locianpwe harap maafkan kalau kiranya
kepandaianku masih buruk".
" Heh-heh, tak perlu merendah. Kalau
suhumu yang terhormat Pek-gan Hui-to Jiong
Bing Lip telah mewariskan semua
kepandaiannya tentu tak perlu lagi kami
mengujimu, Boen Siong, hanya karena belum
merasakan maka sangsi juga hati ini. Pinto
telah mendapat perkenan ciangbunin (ketua),
cabut senjatamu dan mari main-main
sebentar!" Heng Bi Cinjin, yang sejak tadi
kagum dan memandang pemuda ini memang
gatal tangan dan sudah ingin mencoba. Saling
tukar isyarat dengan suhengnya menghasilkan
semua itu. la akan menghadapi pemuda ini
sepenuh tenaga. Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip
bukan sembarang nama. Namun ketika
pemuda itu tersenyum melipat tangan ke
belakang, memasang kuda-kuda dengan tumit
terangkat iapun tertegun dan merasa tak puas.
Itu adalah bhesi atau pasangan kuda-kuda
biasa!
"Pinto bersungguh-sungguh, cabut
senjatamu dan jangan main-main. Sekali pinto1504
bergerak pinto tak akan segan-segan
merobohkanmu, anak muda. Keluarkan
senjatamu dan pasanglah kuda-kuda yang
baik!"
"Ini adalah pembukaan dasar Bong
eng-sut. Kalau kau menyerang dan dapat
menyentuh bajuku biarlah kuanggap menang,
locianpwe, aku mundur dan akan mencabut
senjata."
"Bong-eng-sut (Elang Cahaya)?"
"Ya, aku tentu saja tak
merendahkanmu, Ibu sudah memberi tahu
kelihaian orang-orang Kun-lun dan silakan
locianpwe mulai. Aku akan mempergunakan
Bong-eng-sutku terlebih dahulu."
"Dan ilmumu terbang itu adalah Bong
eng-sut?
"Benar, locianpwe, silakan mulai.."
belum habis kata-kata ini mendadak Heng Bi
Cinjin tergelak, maju dan membentak dan tiba
tiba ia telah menyerang Boen Siong dengan
pukulan tangan kirinya. Sepuluh jari
mencengkeram akan tetapi tangan yang lain
siap menampar, jari-jari tosu itu berkerotok.1505
Dan ketika Boen Siong mengelak hingga lawan
menyambar angin, waspada akan tangan yang
lain maka benar saja kelima jari tosu itu
menampar dan melesat dari samping.
"Wut!"
Boen Siong lenyap. Seperti namanya
pemuda inipun menyambar bak elang cahaya.
la tahu-tahu sudah di belakang Heng Bi Cinjin.
Dan ketika tosu itu terkejut membalikkan
tubuh, kesiur angin di belakangnya membuat
ia terperanjat maka Boen Siong yang disangka
menyerang ternyata menunggu saja, tak
bergerak.
"Wut!"
Dua kali tosu Ini gagal lagi. Boen Siong
lenyap dengan amat cepatnya ketika
berkelebat dan menghilang. Heng Bi berteriak
dan menjadi kaget. Dan ketika enam kali ia
kecele Boen Siong berpindah cepat maka
suhengnya berseru agar mencabut pedang
mainkan Kun-lun Kiam-Sut. Sebagai penonton
ia dapat membaca keadaan.
"Cabut pedangmu, mainkan Kun-lun
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiam-sut. Tanpa senjata tak mungkin1506
menjangkau lawanmu, sute. Anak muda ini
ternyata benar-benar lihai dan awas di
belakang!" Heng Bi terkejut ketika sang suheng
berseru dan memberi peringatan. Ia membalik
dan mencabut pedang ketika Boen Siong
membalas, jari pemuda itu menjentik. Dan
ketika pedang terpental berdenting nyaring,
bunga api berpijar maka wakil ketua ini
terkejut karena telapaknya pedas dan iapun
terhuyung. Bukan main kuatnya jentikan
pemuda itu!
"Bagus, pinto jadi penasaran. Kalau
begitu maafkan pinto yang mencabut pedang,
anak muda, kalau kau terdesak cabut pula
senjatamu!"
Boen Siong mengangguk, tersenyum
menghindar. la sudah diserang dan ditusuk
serta ditikam ketika bert?rut-turut dan amat
cepatnya ketika wakil Kun-lun ini menyerang.
Heng Bi Cinjin sendiri berkelebatan
mengeluarkan ginkang akan tetapi Boen Siong
lebih hebat lagi. Mudah dan tenang akan tetapi
cekatan ia selalu menghalau pedang. Dan
ketika pedang terpental dipukul pemuda itu,1507
tak satupun mengenai sasaran maka tosu ini
semakin terkejut saja karena tubuh pemuda
itupun tak dapat disentuh, lenyap beterbangan
mendahului dirinya.
"Bagus, pinto akan mengeluarkan
pukulan-pukulan sinkang. Jaga serangan pinto,
anak muda, pinto akan menggabung
kepandaian pinto!"
Boen Siong mengangguk dan
berkelebatan lenyap. Bagaimana tosu itu akan
menyerangnya kalau ia menghilang lebih dulu.
Dengan Bong-eng-sut atau Elang Cahaya ia
selalu mendahului. Dan ketika belasan jurus
kemudian Heng Bi Cinjin tak dapat memukul, i?
selalu kehilangan sasaran maka Bi Wi
terbelalak dan sadar bahwa sutenya bukan
tandingan.
"Pinto ikut menimbrung!" ketua ini
membentak dan maju berkelebat. "Awas dan
jaga pukulan, anak muda. Gunakan sinkangmu
dan jangan mengelak!" lalu ketika Boen Siong
dipaksa beradu pukulan, ketua dan wakilnya
mengeluarkan Khong-san-jeng-kin (Gunung
Kosong Berkekuatan Seribu Kati) maka Boen1508
Siong mengeluarkan Lui-cusin-hwe-kangnya
akan tetapi karena belum pandai mengukur ia
membuat dua orang itu terjengkang.
"Bresss!"
Boen Siong dan dua ketua itu sama
sama terkejut. Ibunya, yang terpekik dan ikut
terkejut meneriaki puteranya agar tidak keras
keras. Boen Siong hanya mengerahkan
seperlima tenaganya tadi. Dan ketika pemuda
itu terkejut sementara Bi Wi dan sutenya
berubah, hanya sedikit saja namun mereka
terbanting maka dua kakek bergulingan
meloncat bangun dan kagum akan tetapi juga
mulai percaya. Dua tokoh Kun-lun ini
mengeluarkan keringat dingin.
"Bagus, pinto tak sia-sia. Kami berdua
belum puas, anak muda. Mari main-main lagi
dan tunjukkan kehebatanmu!"
Boen Siong berhati-hati. Setelah
dengan dua bagian saja ia mampu membuat
lawannya bergulingan maka maklumlah dia
bahwa pukulannya terlalu keras. Iapun
mengurangi tenaganya dan bertandinglah
mereka dengan cepat. Namun ketika tampak1509
bahwa pemuda ini lebih kuat, juga lebih cepat
maka dua pimpinan Kun-lun mengakui bahwa
mereka benar-benar bukan tandingan pemuda
ini. Pedang di tangan selalu terpental bertemu
kuku jari pemuda itu, tubuhpun selalu
terhuyung setiap pemuda itu mengibas. Dan
ketika perlahan tetapi pasti mereka terus
terdesak, bayangan pemuda itu jauh lebih
cepat dibanding mereka maka dua pimpinan
ini segera ngos-ngosan sementara Boen Siong
masih segar dan belum berkeringat!
"Cukup!" Bi Wi Cinjin mundur
melompat ke belakang. "Uji coba telah cukup,
anak muda. Kau benar-benar hebat dan tidak
meragukan kami. Akan tetapi sebelum
menemui musuh-musuhmu cobalah
berhadapan dulu dengan rekan-rekan kami
dari Heng-san!"
"Benar, Heng-san memiliki tokoh lebih
tangguh dari kami berdua. Di sana
pimpinannya emiliki Lui-yang-sin-kang dan
ilmu-ilmu lain, Boen Siong. Coba kau ujilah
dirimu biar semakin mantap lagi!"1510
Li Ceng melompat dan girang bukan
main. Ia berseri-seri betapa dua suhengnya
dikalahkan dengan mudah. Puteranya
memang hebat. Dan mengangguk bahwa saran
itu benar, di Heng-san ada tokoh yang lebih
tinggi iapun menyambar puteranya melompat
keluar, berkelebat tertawa.
"Kalian tidak salah, ini bagus untuk
Boen Siong. Baiklah lain kali kami datang lagi,
jiwi-suheng (kakak berdua), selamat tinggal
dan kami turun gunung!"
Bi Wi dan Heng Bi Cinjin mengusap
keringat. Tak perlu berlama-lama tahulah
mereka bahwa Boen Siong memang hebat.
Getaran pukulan pemuda itu membuat
kemeng (ngilu), telapak yang memegang
pedangpun rasanya pedas dan masih sakit.
Maka ketika menarik napas dalam mendelong
keluar, ibu dan anak melompat menghilang
maka Bi Wi berseru menaruh harapan.
"Siancai, semoga anak itu betul-betul
tandingan Chi Koan. Suruh anak murid
memberi jalan, sute. Biarkan mereka turun
gunung!"1511
Heng Bi berkelebat dan bersuit
panjang. ini pertanda bagi anak-anak
murid/agar tidak mengganggu Boen Siong dan
ibunya. Mencegahpun rasanya tidak mungkin.
Boen Siong melesat bagai cahaya di kaki
gunung. Dan ketika murid-murid tertegun dan
kagum bukan main, timbulah harapan di hati
masing-masing maka kehadiran dan
kehebatan Boen Siong menjadi buah bibir.
Ketua dan wakil ketua telah menceritakan
kekalahannya kepada mereka.
Akan tetapi Boen Siong adalah pemuda
rendah hati. Watak sang ayah menurun kuat
dan iapun tak suka dipamer-pamerkan. Ia
bahkan menegur ibunya kenapa membiarkan
ia diuji. Akan tetapi ketika sang ibu balik
memperingatkan bahwa Semua itu atas pesan
gurunya, Boen Siong mengerutkan kening
maka ia tak bisa apa-apa ketika ibunya
mengajak ke Heng-san.
"Aku bukan mau pamer nak, melainkan
melaksanakan perintah gurumu. Bi Wi dan
Heng Bi suheng tidak salah, Boen Siong. Di
dunia ini persilatan paling tangguh memang1512
Heng-san. Mereka pewaris Siang Kek dan Siang
Lam Cinjin. Mari ke sana dan berkenalan
dengan murid-muridnya!"
"Tidak mencari Chi Koan dan Naga
Gurun Gobi Peng Houw?"
"Dicari sambil berjalan. Gobi masih di
utara dan kita akan melewati pula Heng-San
Mari kita temui pimpinannya dan laksanakan
perintah gurumu!"
Boen Siong tak dapat berbuat apa-apa.
lapun tak enak mengganggu kegembiraan
ibunya ini sebagai tanda suka-cita. Ibu mana
tak senang melihat anaknya jadi orang. Maka
ketika ia bergerak dan menuju Heng-san, inilah
yang membuat mereka terlambat menerima
berita See-ouw-pang maka dua hari kemudian
Boen Siong sudah tiba di sini. Heng-san lebih
angker daripada Kun-lun!
Waktu itu yang memimpin Heng-san
adalah Sin Tong Tojin, murid perantauan Heng
san yang kini kembali dan memimpin partai.
Karena ia adalah murid tertua mendiang Siang
Kek dan Siang Lam yang gagah perkasa, juga1513
suheng dari Hoo Cinjin maupun Sin Gwan Tojin
maka kehadiran laki-laki ini disambut gembira.
Sejak Heng-san diobrak-abrik Chi Koan
dan si buta itu malang-melintang maka seperti
partai-partai lain keadaan di Heng-san inipun
menyedihkan. Banyak tokoh-tokoh mereka
tewas. Dan karena Gobi hanya mengandalkan
Peng Houw si pewaris mendiang Ji Leng maka
secara kelompok partai ini paling kuat
dibanding partai-partai lain. Kepandaian tokoh
dan pimpinannya hampir merata, tidak seperti
Go-bi yang hanya menonjol seorang dua saja.
Waktu itu Sin Tong Tojin pulang
kandang. Ia telah mendengar kematian
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepasang gurunya, juga saudara atau murid
murid lain. Dan karena ia murid tertua setelah
Sin Gwan dan Tan Hoo Cinjin maka lelaki ini
diangkat dan langsung menjadi ketua.
Heng-san memiliki tiga ilmu andalan
yang dahsyat. Pertama adalah Lui-yang-sin
kang, pukulan Petir. Lalu kedua dan ketiga
adalah Tit-ci-thian-tung dan Thi-hi-hiat. Nama
yang terakhir ini adalah ilmu sedot dan amat
berbahaya sekali.1514
Dulu semasa pimpinannya hanya
mampu diatasi Hok-te Sin-kang, ilmu dari kitab
dahsyat Bu-tek-cin-keng itu. Akan tetapi
karena Hok-te Sin-kang bukan untuk umum,
hanya Ji Leng dan Naga Gurun Gobi Peng Houw
yang memiliki maka secara perorangan Go-bi
di atas semua partai namun secara kelompok
maka Heng-san inilah yang terkuat.
(Bersambung jilid XXV.)
Credit:
Sumber Buku Awie Dermawan
Edit OCR Yons
First in share Kolektor Ebook
Kabut Di Telaga See Ouw - Jilid 241515
"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"
( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )
Karya Batara
Jilid XXV
*
* *
AKAN tetapi hari itu tidak seperti
biasanya Heng-san kelihatan ramai. Ada
kunjungan tamu-tamu penting di partai
persilatan ini. Ko Pek Tojin ketua Hoa- san
bertandang bersama dua ketua partai, lain dari
Bu-tong dan See-tong. Mereka datang
bersama wakil dan beberapa murid terpandai,
seakan kunjungan biasa akan tetapi
sebenarnya membahas gerakan di utara. Apa
yang terjadi dan didengar di See-ouw-pang
memasuki telinga ketua partai-partai
persilatan terkenal ini. Maka ketika Ko Pek
berkunjung diiring Gu Lai Hwesio dan See Cong
Cinjin, masing-masing dari Bu-tong dan See-1516
tong-pai maka kedatangan Boen Siong tentu
saja menyebar cepat dan menggegerkan.
Namun waktu itu pemuda ini tak tahu
bahwa di Heng-san sedang terjadi
penyambutan tamu-temu agung.
Kedatangannya ke Heng-sanpun sebenarnya
atas dorongan sang ibu, bukan keinginan diri
sendiri. Maka ketika ia terkejut berhenti di kaki
gunung, banyak murid berjaga dan mengawasi
penuh curiga iapun cepat menyembunyikan
diri bersama ibunya. Li Cengpun terkejut dan
heran melihat perobahan ini
"Heng San, seperti ada keramaian.
Apakah Heng-san berulang tahun, puteraku,
rasanya tidak. Akan tetapi seluruh gunung
dijaga ketat!"
"Benar, dan lima tosu tadi memandang
kita penuh curiga. Kalau begini sulit tidak
ketahuan, ibu, aku tak tahu betul jalan-jalan di
sini."
"Gampang, malam nanti saja. Kita
masuk setelah gelap dan naik saja di pohon
yang tinggi itu. Mari!" sang ibu mengejak dan
nyonya inipun sudah berjungkir balik ke atas,1517
Boen Siong mengikuti dan amanlah mereka di
sini. Lalu ketika pemuda itu memuji ibunya
yang cerdik dan pintar, inilah cara tak diketahui
orang maka sang ibu tertawa dan menuding.
"Ibumu sudah sering merantau, turun
gunung bukan baru pertama kali ini. Lihat,
jalanan berkelok itu bagus untukmu, Boen
Siong, akan tetapi di atas sana kian banyak
penjaganya. Nah, bagaimana siasatmu nanti
ataukah kita masuk terang-terangan saja!"
"Jangan, aku tak suka. Karena maksud
kita hanya sekedar maln-main tak perlu
diketahui banyak orang, ibu. Kalau saja aku
sendiri tak sukar ke sana, akan tetapi kau ikut!"
"Tentu saja, jelek-jelek mereka
mengenal ibu, masa harus sendiri Boen Siong,
kalau ada apa-apa denganmu dapat kujelaskan
duduk persoalannya. Kau masih hijau, belum
boleh sendirian!"
"Hm, kalau begitu bagaimana menurut
ibu, apakah ibu pernah ke sini."
"Aku sudah lupa jalannya, akan tetapi
setelah gelap kau dapat membawaku ke atas.
Jelek-jelek pasti kuingat juga. Nah, mampukah1518
melewati penjagaan itu yang kian banyak ke
atas!"
"Aku sendiri mampu, akan tetapi..!"
"He, mau menyesali ibumu lagi? Kau
tak senang berdua?"
"Tidak, bukan begitu. Akan tetapi aku
curiga keramaian ini, ibu, apakah tidak
sebaiknya kuselidiki dulu. Jangan-jangan
waktu kita tidak tepat. Maksudku siapa tahu
adanya suatu perkabungan."
"Tak mungkin, tosu-tosu itu tak
menunjukkan wajah sedih. Mereka biasa-biasa
saja akan tetapi harus diakui mereka
melakukan penjagaan ketat, puteraku. Aku
menduga adanya tamu penting"
"Tamu?"
"Ya, begitu kira-kira. Atau,
hmmm....kau tunggu di Sini! " lalu ketika Li
hujin meloncat dan berjungkir balik turun, di
bawah tiba-tiba berjalan seorang tosu muda
maka nyonya ini menotok dan langsung
menyeretnya ke semak-semak belukar. Hanya
terdengar suara perlahan ketika tosu muda itu
roboh dan tertotok, selanjutnya diam dan1519
terbelalak ketika seorang wanita
menawannya. Tapi ketika ia ditanya keramaian
apakah yang ada di situ. menjawab dan
menggigil maka Li-hujin memukulnya pingsan
dan selanjutnya melempar tosu muda ini ke
tempat lain, naik dan berjungkir balik lagi ke
atas.
"Benar, ada tamu. Dugaanku cocok,
Boen Siong, tiga ketua partai bertandang di
puncak. Kebetulan dan malah
menyenangkan!" sang nyonya tertawa dan
pemuda itupun mengerutkan alisnya.
"Kebetulan? Menyenangkan?"
"Ya, sekali kerja empat lima pekerjaan
selesai. Kita tak perlu jauh-jauh dan dapat
menguji ilmumu kepada mereka. Ko Pe Tojin
dan Gu Lai Hwesio ada di sana, juga See Tong
Cinjin ketua See-tong-pai!"
"Ah, ibu suka mengadu aku.
Sebenarnya aku pribadi tak suka, kenapa
malah gembira!"
"Eh, bodoh! Yang menghendaki begini
adalah suhumu, Boen Siong, kau hanya
melaksanakan tugas. Ibu kebetulan senang1520
karena siapa tak bangga puteranya menjadi
orang terkenal!"
"Tapi malah banyak orang....!"
"Kebetulan, sekali tepuk dua lalat
tertangkup Ayo jangan mengomel dan
persiapkan dirimu. Aku telah mengenal ketua
Hoa san itu! lalu ketika Boen Siong tak dapat
berbuat apa-apa sementara ibunya keliatan
genbira maka hari itu mereka menunggu gelap
dan jalanan serta tanda-tanda lain dikenali.
Pemuda ini akhirnya meloncat turun
setelah keadaan dirasa memungkinkan.
Ibunyu tampak tak sabar sementara pemuda
ini berkerut kening. Akan tetapi ketika obor
dipasang di sepanjang jalan naik, bagaikan ular
benda-benda ini berkelok sampai ke atas maka
Li-hujin tertegun dun gemas juga. Boen Siong
hampir tertawa.
"Sebaiknya ibu tunggu saja di sini, aku
sendirian. Kalau ada apa-apa aku dapat
memanggil dan memberitahumu."
"tidak, aku ingin melihat kau
mengalahkan tokoh-tokoh di atas itu. Tanpa
mata kepalaku sendiri tak puas rasanya hati ini,1521
puteraku. Ayo naik dan berhati-hati saja. Kita
menyelinap di samping obor-obor itu!"
"Baiklah, kalau begitu ibu pegang
tanganku dan awas!" Li-hujin hampir menjerit
ketika tiba-tiba puteranya menyendal dan
mengangkatnya naik. Bong-eng-sut atau Elang
Cahaya benar-benar serasa kilat menyambar
dan tahu-tahu mereka tiba di leher gunung.
Begitu cepat puteranya melesat ini. Dan ketika
selanjutnya bayangan mereka menyambar dan
lenyap di samping obor, tak ada anak murid
yang tahu maka di puncak barulah pemuda ini
melepaskan ibunya karena di pusat keramaian
ini tempatnya terang-benderang!
"Celaka , tak ada persembunyian lagi.
Rasanya harus terang-terangan, Boen Siong.
Tempat ini tiada ubahnya siang hari".
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ibu di sini saja, aku akan menuju ke
gedung itu. Asal kita hati-hati dan tidak
gegabah tentu tak akan ketahuan."
"Tidak, bawa aku ke tengah itu. Dari sini
masih jauh, puteraku. Sanggupkah
membawaku dan aku di genteng sana saja! "
Boen Siong tertegun, melihat ibunya1522
menunjuk gedung paling besar dan memang
itulah penerimaan tamu-tamu agung. Di sana
duduk empat kakek-kakek gagah dan pemuda
inipun ragu. Akan tetapi ketika ibunya
mendesak dan apa boleh buat herus dituruti
akhirnya ia mengangguk dan berkata,
"Lewat bawah jelas ketahuan. Satu
satunya jalan hanya melemparmu, ibu. Asal
kau menjaga keseimbangan ginkangmu dan
jangan berisik aku sunggup melontarmu dari
sini!"
"Akan tetapi amatlah jauh."
"Tak apa, lontarkan dan kau menyusul.
Aku tak sabar dan rasanya tegang sekali!"
Boen Siong memegang ibunya dan tiba
tiba melontar. Hebat tenaga pemuda ini
karena seperti melempar kayu kering saja ia
membuat ibunya terbang jauh. Mereka berada
di atas pohon dan jarak kegedung itu tak
kurang dari lima puluh meter. Akan tetapi
ketika sang hujin berjungkir balik melayang
turun, kagum dan ngeri oleh lontaran
puteranya tadi ternyata kakek tinggi kurus di
bawah ruangan tiba-tiba berseru keras dan1523
melayang ke atas. Inilah yang membuat Boen
Siong terkejut.
"Siapa kurang ajar di atas gedung.
Turun!" bersamaan itu tiga kakek yang lain
berkelebat dan menyusul pula. Empat
bayangan berkelebatan cepat dan Li-hujin
tentu saja terkejut. la baru menaruh kakinya
ketika serangkum angin menyambar, dahsyat
dan membuat ia terpekik dan otomatis
menangkis. Namun ketika ia terbanting dan
terguling-guling ke bawah, gegerlah tempat itu
maka Boen Siong menyambar ibunya dan..
wut, lenyap dari empat kakek yang bukan lain
ketua-ketua partai itu. Yang pertama adalah
Sin Tong Tojin ketua Heng-san!
Semua terkejut dan berseru tertahan.
Sin Tong Tojin, kakek berwajah merah dengan
alis putihnya tampak berobah. Kakek ini
terkejut bukan main ketika seseorang
berkelebat dan lenyap, hanya sekilas ia melihat
bayangan seorang pemuda.
Namun ketika lawan tak kelihatan lagi
sementara yang lain berlompatan naik, tempat
itu menjadi gaduh maka Gu Lui Hwesio ketua1524
Bu-tong mendentangkan toyanya. Kakek ini
juga melihat namun tak begitu jelas.
"Omitohud, masa hantu mengganggu.
Siapa yang datang dan bagaimana
penglihatanmu, Heng-san-paicu, pinceng (aku)
seperti melihat iblis dan tahu-tahu lenyap!"
"Benar, pinto juga begitu. . Akan tetapi
jerit tadi jelas perempuan, Gu Lai lo-hu, pinto
tak mungkin salah!"
"Dan pinto seakan melihat siluman
menyambar kemudian hilang. Siancai, ia pasti
orang pandai dan bukan iblis!" Ko Pek Tojin
ketua Hoa-san terkejut dan meraba pedang.
lapun melihat bayangan itu akan tetapi tak
tahu siapa. Yang melihat jelas hanyalah tuan
rumah. Sin Tong To-jin memang paling tinggi
kepandaiannya.
Maka ketika dengan muka merah kakek
ini membentak menyuruh murid-muridnya
menyebar, terkejut dan mengepalkan tinju
maka kakek inilah yang berkata bahwa
bayangan itu seorang pemuda.
"Dia pemuda tak lebih dari sembilan
belas tahun, wajahnya cakap dan gagah. Akan1525
tetapi pinto tak mengenal dan gerakannya
benar-benar luar biasa sekali. Iblis, siapa
pemuda ini dan wanita itu!"
Heng-san menjadi ribut dan puncak
itupun ramai. Mereka tak tahu bahwa Boen
siong sudah, di atas pohon bersama ibunya
dan diam-diam kagum memuji kakek pertama
itu. Tentu saja ia belum mengenal dan ibunya
juga baru kali itu melihat Sin Tong Tojin. Ketua
Heng-san yang baru ini memang dulunya
perantau dan kini baru muncul memimpin
partai. Maka ketika Boen Siong menyesali
ibunya kenapa tak mau mendengar kata
katanya, sang ibu terkejut namun Sudah
menenangkan diri mendadak wanita ini
melayang turun dan berseru, Boen Siong kaget
sekali.
"Maaf, kami disini. Aku dan puteraku
tak berniat mengacau, cuwi-enghiong.
Kenekatankulah yang membuat kalian jadi tak
nyaman. Boen Siong, turunlah!"
lalu ketika pemuda ini melayang dan
berkelebat di samping ibunya, tentu saja yang
lain terkejut dan berkelebatan maka ibu dan1526
anak sudah dikepung. Ko Pek Tojin berseru dan
tiba-tiba mengenal wanita itu, menuding.
"He, ini Peng-hujin (nyonya Peng)!"
Akan tetapi Li Ceng cepat menjura dan
mengedipkan mata.
"Aku sekarang Li hujin dan
sebatangkara hanya sekarang berdua dengan
puteraku ini. Sekali lagi maafkan kedatangan
kami akan tetapi lihai benar lo-enghiong ini
Siapakah dia." Li Ceng memberi hormat puda
kakek bermuka merah itu dan Ko Pe Tojin yang
mengenal baik tokoh-tokoh Kun-lun cepat
menjelaskan, lega dan tertawa.
"Dia adalah cucu sekaligus murid
mendiang Lui-cu Si Mutiara Geledek, dari Kun
un. Tentu rekan-rekan tahu dan inilah yang
terhormat ketua Heng-san-pangcu,
Kedatanganmu benar-benar mengejutkan,
hujin, akan tetapi puteramu yang luar biasa ini
.. ah, kiranya dia yang menyambrmu tadi!"
"Benar, maafkan kami," Li Ceng
tersenyum lagi, ia tak disebut-sebut sebagai
Peng-hujin. "Kami tak tahu adanya keramaian
di sini, totiang, mendapat perintah dari suheng1527
kami Bi Wi Cinjin untuk berkunjung; di sini.
Karena tak tahu dan tak ingin mengganggu
kalian maka terpaksa diam-diam kami
mengintai, tak tahunya Heng-san-paicu (ketua
Heng-san) benar-benar lihai dan hampir saja
aku celaka!"
Ketua Heng-san tersenyum dan
mengangguk-angguk akan tetapi pandan
matanya lekat mengawasi Boen Siong.
Pemuda inilah yang dilihatnya tadi dan tentu
saja diam-diam ia kagum, juga penasaran.
Gerakan pemuda ini seperti cahaya cepatnya
dan nyaris tak dapat diikuti matanya. Belum
pernah ia menjumpai pemuda seperti ini!
Maka ketika ia tertawa dan merangkapkan
tangan, kiranya mereka ini orang-orang Kun
lun maka ia memaafkan nyonya itu sekaligus
mengundang masuk, pandang matanya masih
lekat kepada Boen Siong.
"Hujin sudah di Sini , dan putermupun
begitu hebatnya. Kalau tidak menghaturkan
undangan lalu apalagi yang dapat kami
lakukan? Mari-mari masuk, hujin, terima kasih
untuk perhatian Bi Wi Cinjin dan kebetulan1528
semua sahabat datang berkumpul. Marilah,
masih ada kursi dan silakan pemuda ini
menemani kami".
Boen Siong serba salah. la kaget dan
menggerutu ketika ibunya tiba-tiba malah
melompat turun dan menampakkan diri.
Wajahnya memerah dipandang ketua Heng
san yang tajam bersinar-sinar itu, merasa
bersalah dan cepat membungkuk. Dan ketika
kakek itu tertawa dan merangkapkan tangan,
mendorong dan berkata ramah maka diam
diam ketua Heng-san ini menguji dengan
pukulan jarak jauhnya menyerang Boen Siong.
"Tak apa, semua sudah lewat. Pinto
sendiri baru kali ini mengenal ibumu, anak
muda. Kalau tak ada Ko Pek totiang disini
barangkali semua bisa salah paham. Masuklah,
pinto terkejut tapi bangga menemui anak
muda sepertimu!"
Tadinya Boen Siong tak tahu kalau diuji.
la membungkuk di depan ketua Heng san ini
namun tiba-tiba dari kepalan ketua itu
menyambar angin pukulan dahsyat. Bajunya
sampai berkibar dan hampir ia terjengkang.1529
Maka ketika ia kaget dan mengerahkan
sinkangnya, bertahan dan menolak maka Sin
Tong Tojin terkejut betapa dari tubuh pemuda
itu keluar hawa yang amat kuat bagai tembok!
"Dess!" pukulan kakek ini mental dan
Heng-san-paicu berseru tertahan. Ia terdorong
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan terhuyung mundur, kalau meneruskan
tentu terjengkang! Maka ketika kakek ini kaget
bukan main dan membelalakkan matanya,
kagum akan tetapi juga penasaran maka Li
Ceng berseru sambil tertawa.
"Heng-san-paicu jangan menyerang
puteraku dulu, kalau ingin main-main
sebaiknya di dalam. Maaf, bolehkah kami
masuk atau tetap di sini saja!"
"Siancai, sungguh hebat!" kakek ini
mengebutkan lengan bajunya. "Anak muda ini
sungguh mengejutkan, hujin, akan tetapi
marilah masuk. Pinto mengundang kalian dan
biar di dalam main-main saja!" lalu tertawa
dan berbisik kepada seorang wakilnya,
bergeraklah tuan rumah mengundang ibu dan
anak maka Li Ceng berseri-seri sementara1530
Boen Siong mengerutkan kening. la baru tahu
bahwa diuji dan diserang.
"Ibu jangan terlampau gembira,:
sungkan rasanya berada di antara orang-orang
ini!"
"Bodoh, justeru inilah kesempatanmu.
Kita telah baik-baik bertemu tuan rumah
anakku, mereka tokoh-tokoh terkenal dan di
sinilalh kau akan belajar banyak. Diamlah dan
jangan mengomeli ibu!"
Boen Siong tak berkata apa-apa lagi
dan merekapun telah duduk berhadapan
dengan tuan rumah. Sebuah meja panjang
diletakkan di tengah ruangan dan Heng-San
paicu segera didampingi dua sutenya yang
berwajah angker. Sebelah kiri adalah Goat Gin
Tojin sedang yang kanan Cam Bong Cinjin. Yang
terakhir ini sute pertama gemuk pendek, sorot
matanya tajam dan sejak tadi bisik-bisik
dengan ketuanya. Li Ceng sendiri
berdampingan dengan Ko Pek Tojin dan
puteranya di sebelah, ibu dan anak
berhadapan dengan tuan rumah. Lalu ketika
Gu Lai Hwesio dan See Cong Cinjin berada di1531
kiri kanan , empat sisi meja penuh orang maka
Sin Tong Tojin mengucapkan selamat datang
atas kehadiran ibu dan anak ini. Mereka
dianggap wakil Kun-lun karena Li-hujin
menyebut-nyebut Bi Wi Cinjin ketua Kun-lun.
"Maaf kalau penyambutan kami ada
yang kurang. Bahagia hati pinto melihat kalian
dari Kun-lun datang berkunjung, hujin, dan
karena kebetulan sahabat kami dari Hoa-san
dan Bu-tong serta See-tong bertamu pula
maka agaknya tak ada jeleknya untuk
melanjutkan pembicaraan tadi agar jiwi (kalian
berdua) dengar. Di utara konon sedang terjadi
pergerakan, naga-naganya hendak menyerang
selatan. Tapi karena saudara kami deri Hoa-san
yang lebih tahu silakan totiang bicara dan
terangkan lagi.
"Siancai, untung anak muda ini bukan
musuh," Ko Pek Tojin tertawa dan
mengangguk-angguk. "Memang benar bahwa
kedatangan kami berkaitan dengan berita itu
hujin, dan ditunjang oleh laporan rekan-rekan
kami dari Bu-tong dan See-tong maka agaknya
kami orang-orang selatan harus waspada.1532
Sudahkah jiwi dengar adanya pertemuan di
See-ouw-pang!"
"Tidak. ada apa dengan itu. Kami
sendiri baru turun gunung, totiang, tak tahu
apa-apa. Ada apa dengan See-ouw-pang," sang
hujin menggeleng.
"Hm, sesuatu yang menggetarkan
membuat hati kami was-was. Kabarnya si buta
Chi Koan telah diangkat bengcu (pemimpin)
oleh orang-orang utara..
"Chi Koan, jahanam itu? Bagus sekali,
aku dan puteraku memang mencari-carinya!"
Li-hujin tiba-tiba bangkit dan
memotong dan sepasang matanya berapi-api.
Boen Siong berkerut melihat ibunya ini dan
cepat menginjak kaki. Ia mengingatkan ibunya
agar duduk kembali, Ko Pek Tojin belum selesai
bercerita. Maka ketika wenita ini sadar dan
tersipu-sipu duduk dan cepat minta maaf maka
Heng-dan-paicu melihat ketenangan Boen
Siong. Pemuda ini begitu kalem namun sorot
matanya bersinar-sinar.,Nama Chi Koan
membuat mata pemuda itu begitu
mencorong!1533
"Maaf, pinto akan melanjutkan," tosu
itu mengangguk-angguk, maklum akan
kemarahan nyonya itu . "Memang bukan
hanya kau yang terkejut melainkan semua di
antara kami juga kaget, hujin. Kalau ia tiba-tiba
di sana dan menjadi bengcu maka celakalah
kedudukan kita. Orang utara bisa dihasut dan
memusuhi selatan!"
"Benar, dan ini bisa perang saudara,"
Gu Lai Hwesio mengangguk dan menyambung.
"Si buta itu amat licik dan lihai, hujin, dan kami
terus terang khawatir sekali. Itulah sebabnya
kami ke sini untuk berbincang dan membuat
keseimbangan."
"Apa maksud lo-suhu."
"Artinya kami hendak mencari Seorang
bengcu pula dan mengimbangi si buta itu. Tapi
sebelum kami selesai maka kaupun datang!"
"Maaf, aku tak bermaksud
mengganggu kalian. Kalau di sini sedang
mengadakan pembicaraan begitu serius maka
akupun gembira, lo-suhu, dan tentang bengcu.
aku mengajukan puteraku untuk mewakili
selatan!"1534
"Ibu!" bukan hanya Boen Siong yang
terkejut melainkan semua yang hadir juga
membelalakkan matanya. Mereka kaget dan
heran akan tetapi juga geli. Siapa pemuda ini!
Biarpun telah menunjukkan ilmu meringankan
tubuhnya yang hebat akan tetapi belum
diketahui kepandaiannya yang lain.
Sesungguhnya mereka hendak ke Gobi dan
menunjuk pewaris Bu tek-cin-keng itu. Hanya
Naga Gurun Gobi itulah yang tepat menjadi
bengcu! Maka ketika Heng-san-paicu tiba-tiba
t?rtawa dan See Cong Cinjin juga tak dapat
menahan geli hatinya, wanita itu begitu
bersemangat dan tampak berlebihan maka See
Cong Cinjin bangkit berdiri berkata nyaring.
"Hujin terlampau bersemangat, akan
tetapi tak berani kami merendahkan. Untuk
menjadi bengcu seseorang harus
berkepandaian amat tinggi, jauh di atas kami
ketua-ketua partai persilatan. Kalau hujin
mengajukan putera hujin apakah tidak kasihan
kepadanya? Dia masih muda dan belum
berpengalaman, lagi pula pilihan kami jatuh
kepada Naga Gurun Gobi Peng Houw. Kalau1535
puteramu dapat mengalahkan pendekar itu
dan berarti mampu menandingi Chi Koan tentu
kami tak keberatan, hanya mungkinkah itu!"
Li Ceng bangkit, berapi-api. Akan tetapi
sebelum dia bicara maka Ko Pek To jin
mengebutkan lengan bajunya, tertawa sereh
"Harap tenang, tenang dulu. Rekan
kami dari See-tong rupanya tak salah akan
tetapi Li-hujin juga tidak keliru. Ia membela
kita, dan kita harus berterima kasih telah
mengajukan puteranya. Namun karena kita
belum ade kesepakatan memilih bengcu lebih
baik diteruskan dulu pembicaraan ini sampai
terdapat kesepakatan bulat!
"Pinto setuju Naga Gurun Gobi itu. Dia
sudah jelas mampu mengatasi Chi Koan, Ko
Pek Totiang, tinggal yang bersangkutan
dihubungi dan diminta kesediaannya!"
"Omitohud, pinceng juga. Pinceng rasa
hanya pemuda itulah yang tepat menjadi
bengcu, Ko. Pek Tojin. Tanpa meremehkan
yang lain pinceng mendukung suara See Cong
Cinjin!"1536
Li Ceng bersinar dan marah sekali
mendengar seruan-seruan ini. Ketua Bu-tong
dan See-tong telah menyuarakan pendapat
mereka dan anehnya Boen Siong mengangguk
angguk. Penmuda itu tak kelihatan marah atau
tersinggung. Dan ketika sang ibu melotot dan
mendesis marah maka wanita ini bangkit lagi
berkata suaranya melengking tajam,
"Gu Lai lo-suhu, dan totiang See Cong
Cinjin. Bukan aku tak tahu diri dan hendak
memaksakan kehendak akan tetapi apa yang
kuajukan tadi semata berdasar pengamatan
dan keyakinanku belaka. Boleh saja kalian
memilih jago akan tetapi akupun punya jago.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya puteraku ini
akan mengalahkan Naga Gurun Gobi, juga Chi
Koan, karena suhunya Pek-gan Hui-to Jiong
Bing Lip barangkali telah kalian dengar Nah,
aku tetap mengajukan puteraku dan siapa
yang ingin mencoba kepandaiannya boleh
maju. Sesungguhnya kami melaksanakan tugas
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyatukan dunia kang-ouw dan kebetulan
kalau ada peristiwa ini. Aku sudah bicara dan
kalian boleh membuktikan!"1537
Terkejutlah semua orang mendengar
dan melihat sikap nyonya itu. Wajah yang
kemerah-merahan dan pandang mata berapi
membuat semua kaget, apalagi dengan
disebutnya nama Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip
itu, tokoh yang setingkat Ji Leng dan bahkan
dedengkot mereka Siang Lam Cinjin dan Siang
Kek Cinjin.
Maka ketika sejenak semua berubah
dan memandang Boen Siong, tak dinyana
bahwa pemuda itu murid kakek sakti itu maka
Boen Siong sendiri buru-buru bangkit dan
menjura. Sikapnya lembut dan sederhana,
rendah hati.
"Maaf kalau ibu sampai menyebut
nyebut mendiang suhu dan bersikap keras.
Aku pribadi setuju pilihan bengcu jatuh ke
orang yang betul-betul,tepat, cuwi-locianpwe,
jangan terlampau mendengarkan kata-kata ibu
karena akupun ragu menerima kedudukan
bengcu. Aku masih muda, belum pengalaman.
Harap cuwi-locianpwe tak usah mendengarkan
ibu dan teruskanlah bicara".1538
"Boen Siong!" sang ibu membentak.
"Bukankah suhumu menugaskan kau
memimpin dunia kang-ouw? Kenapa kau
bicara dan bersikap seperti ini? Kesempatan ini
terbuka untukmu, tak perlu tedeng aling-aling
lagi dan menyembunyikan diri!"
"Siancai!" Heng-san-paicu kini bangkit
berdiri. "Ibumu tampak bersemangat dan
menaruh kepercayaan besar sekali kepadamu.
Kalau benar kau murid Pek-gan Hui-to Jiong
Bing Lip berarti kedudukanmu diatas kami,
anak muda. Sudah lama tak ada berita gurumu
itu dan tahu-tahu munculah kau sebagai
muridnya. Begini saja pinto ada usul, kita
mengadakan pertandingan persahabatan dan
melihat dulu kepandaianmu. Ibumu
tampaknya ingin sekali menunjukkan anaknya
dan pinto siap menyuruh sute, kalian berdua
main-main sebentar dan ruangan tengah ini
rasanya cukup untuk dijadikan arena!"
"Omitohud, pinceng juga begitu. Kalau
sang ibu begitu semangat dan menonjolkan
puteranya tentu anak muda ini tidak main
main, Heng-san-paicu, dan kita telah melihat1539
ilmu meringankan tubuhnya tadi. Aha,
pineeng.juga tertarik!" Gu Lai Hwesio ketua
Bu-tong juga menimpali.
"Dan pinto penasaran akan gerakan
anak muda ini tadi. Kalau Li-hujin sudah
menyodorkan anaknya biarlah kita coba.
Sebagai murid Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip
tentu tidak memalukan!"
Lengkaplah kakek-kakek itu bicara
sementara Ko Pek Tojin mengangguk-angguk.
Ketua Hoa-san ini juga penasaran dan ingin
sekali melihat kelihaian anak muda ini, Li-hujin
begitu percaya besar!
Maka ketika ia tertawa dan mengambil
minuman mendadak kakek itu berseru bahwa
sebaiknya di meja itu dulu pertandingan
dimulai.
"Rasanya tak perlu terlalu keras.
Barangkali di sini saja kita dapat mengukur
kepandaian, See Cong Totiang. Bagaimana
kalau masing-masing memenuhi arak tapi tak
boleh tumpah. Siapa paling tinggi dialah
pemenangnya, baru setelah itu bertanding
ilmu silat!"1540
"Ha-ha, cocok. Kita memang belum
tahu sampai di mana tenaga anak muda ini .
Kalau celaka dan ada apa-apa tentu tak enak
terhadap Li-hujin. Eh, permainan arak
selamanya menyenangkan, Heng-san-paicu,
barangkali bisa suruh muridmu mengambil
lagi!" Gu Lai Hwesio berseri-seri dan iapun
memandang ketua Heng-san meminta
tambah. Saat itu di meja ada delapan cawan di
mana masing-masing tinggal separoh.
Memenuhi cawan berarti harus menambah
minun Maka ketika tuan rumah mengangguk
dan bertepuk tangan, menyuruh murid
membawa seguci raksasa minuman ini maka
dua murid menggotong arak baru setinggi
sekitar satu meter. Benar-benar guci raksasa!
"Ha-ha siapa bisa menghabiskan ini.
Kalau aku tukang minum tentu perutku
pecah!" Ko Pek Tojin terkekeh.
"Akan tetapi seperempat dapat
kuminum habis," Heng-san-paicu tiba-tiba
berkata. "Kalau anak muda inipun mampu
mengimbangi aku maka iapun hebat, Ko Pek
Totiang, tanpa bertempurpun rasanya kalah!"1541
"Wah , seperempat guci raksasa ini
Pinceng tak sanggup, isinya bisa seratus gelas!"
"Dan pinto juga berat, akan tetapi kalau
Heng-san-paicu dapat melakukannya berarti
anak muda ini harus lebih lagi".
"Wah, ini permainan mengasyikkan!"
See Cong Cinjin tertawa-tawa dan suasanapun
tiba-tiba gembira. Semua mengangguk-angguk
dan menantang Boen Siong, sementara
pemuda itu mengerutkan kening. Ia bukan
peminum, apalagi ahlinya! Akan tetapi ketika
ibunya berbisik bahwa ia tak boleh membuat
malu, sang ibu terlanjur mengangkat dirinya
maka pemuda ini menggerutu kenapa ibunya
terlalu berani.
"Kau memang kelewatan, dan aku
menjadi korban. Masa setengah guci harus
kuhabiskan, ibu. Seorang raksasapun bisa
pecah!"
"Tak usah berpura-pura, ibumu lebih
tahu. Kalau tak ingin ibumu malu terima dan
majulah, anakku, jangan membuatku gemas.
Kau bahkan dapat menghabiskan semuanya!"1542
Bisik dan kata-kata ini didengar ketua
Heng-san dan diam-diam kakek itu terkejut.
Pemuda ini dapat menghabiskan seluruh guci?
Gila, luar biasa kalau begitu! Akan tetapi
karena belum dibuktikan dan dua murid itu
diminta memenuhi cawan,
Cam Bong Cinjin tiba-tiba bergerak dan
menuangkannya dengan sebelah tangan maka
semua meleletkan lidah betapa dengan
mudahnya tosu gemuk pendek ini bekerja dan
memenuhi cawan.
"Silakan!" katanya. "Mungkin pinto
memelopori dan jangan ditertawakan kalau
tumpah" berkata begini tosu itu menambah
dan menambah cawannya dengan sebelah
yang lain memegang dan menahan. Arak terus
dituangkan sampai akhirnya berhenti, anehnya
tak ada yang tumpah dan tangan kiri tosu ini
mengigil hebat. la membuat arak dua senti di
atas bibir cawan , tentu saja mengerahkan
lweekang (tenaga dalam) dan tangan kiri itulah
yang bekerja. Dan ketika arak terus bergerak
gerak tanpa tak ada yang tumpah, inilah
demonstrasi tenaga dalam maka Ko Pek Tojin1543
dan Gu Lai Hwesio tertawa bergelak, juga See
Cong Cinjin ketua See-tong-pai.
"Hm..Cam Bong Totiang sudah mulai
unjuk gigi, biarlah pinto ikut-ikutan dan dua
senti rasanya sanggup!"
"Dan pinceng menambahnya sedikit.
Ha-ha, asal tidak tumpah dan mengotori baju
biarlah pinceng menandingimu, totiang, tapi
maaf kalau muncrat dan jatuh! " hwesio itu
sudah menggetarkan tangannya dan dengan
cawan di telapak kiri ia menuang arak dengan
tangan kansn. Ketua Bu-tong ini melakukan hal
yang sama dengan Cam Bong Cinjin dan terus
mengisi sampai hampir tiga senti. Lalu ketika di
sini ia berhenti dan terkekeh-kekeh, See Cong
juga menyambar dan mengisi cawannya
melebihi bibir atas maka empat orang itu
sudah susul-menyusul dan akhirnya Cam Bong
berseru keras dan menambah tenaganya
hingga arak lebih tiga senti di bibir cawan, lebih
tinggi dari Gu Lai Hwe?io dan lain-lain!
"Ha-ha , ayo anak muda itu, juga Heng
san-paicu. Mari siapa lebih tinggi tapi pinceng
rasanya mentok di Sini!" Gu Lai Hwesio1544
terbahak-bahak dan memang telah puncak. la
menandingi Cam Bong Cinjin akan tetapi tosu
itu menambah lagi, akhirnya berada lima senti
di atas cawan dan arakpun mendidih. Empat
orang ini telah mengerahkan lweekang mereka
dan masing-masing mulai merah. Pengerahan
tenaga membuat muka mereka tegang.
Lalu ketika Heng-san-paicu tersenyum
dan menepuk permukaan meja, cawannya
mencelat dan diterima telapak tangan maka
kakek itu menuangkan arak dan sebentar
kemudian sudah sepuluh senti. Cawan yang
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ditepukpun tak tumpah apalagi pecah!
"Pinto mengikuti main-main ini. Biarlah
ikut meramaikan suasana dan maaf kalau
dianggap seperti anak kecil!"
Semua terbelalak dan kagum dan Gu
Lai Hwesio maupun Ko Pek Tojin memuji. Kalau
mereka menyambar dan mengangkat baik
baik cawan di atas meja adalah ketua Heng-san
ini menepuk dan menangkapnya di udara.
Tepukan itu saja sudapat dapat memuncratkan
arak akan tetapi buktinya tak ada yang
tumpah. Dari sihi saja dapat diukur bahwa1545
kepandaian kakek ini memang hebat, dan ia
memang paling hebat di antara semua yang
hadir.
Dan ketika kakek itu tersenyum
senyum memandang Boen Siong, satu persatu
telah menunjukkan kepandaian maka pemuda
ini ragu-ragu dan tampaknya enggan.
"Ayo, maju dan lakukan seperti
mereka.. Jangan membuat ibumu malu, Boen
Siong, tunjukkan bahwa kau murid suhumu
yang lihai!"
Pemuda ini menarik napas, sedikit
memerah. Kalau saja keadaan tak
mendesaknya dan tuan rumah serta yang lain
seakan mengejeknya barangkali iapun tertawa
masam dan tak meladeni. Akan tetapi
tantangan itu dan pandang mata ketua Heng
San membuatnya panas. Kakek ini tiba-tiba
melontarkan cawannya dan arakpun tak
tumpah, dua tiga kali dan terkekeh-kekeh. Dan
ketika semua kagum dan memuji kakek itu,
memang kakek ini hebat sekali akhirnya Boen
Siong menepuknya dan. . cawan itupun
mencelat ke atas, jatuh dan melayang dengan1546
tengkurap! Akan tetapi hebatnya arak di dalam
cawan itu tak tumpah. Boen Siong telah
mengerahkan sinkangnya (tenaga sakti) hingga
arak tahu-tahu membeku. Arak ini telah
menjadi es dan karena itu menempel atau
melekat di tempatnya. Maka ketika ia jatuh
dan meluncur ke bawah. semua terkejut dan
berseru keras maka pemuda ini menerima
tenang lalu memegang guci dan
menuangkannya secara terbalik pula.
Akan tetapi arak di dalam guci
membeku! Boen Siong pura-pura
mengguncang-guncangnya dan mengeluh.
Diketuk-ketuknya guci itu tapi tak juga keluar
isinya.
Arak benar-benar telah membatu!
Akan tetapi ketika pemuda ini meniup dan
menghentakkannya ke atas meja mendadak
arakpun muncrat dan pemuda ini cepat
menerimanya dengan cawan di tangan,
mengisi sampai penuh!
"Maaf, arakmu terlalu lama. Berat juga
menuangkannya, Heng-san-paicu, akan tetapi1547
syukur sudah keluar. Ah, maaf kalau
ketinggian!"
Li Ceng terkekeh-kekeh sementara
semua ketua persilatan berubah dan pucat
mukanya. Mereka melihat betapa pemuda itu
mengisi cawannya dengan cara yang aneh,
memuncratkan dulu arak di guci lalu
menangkap dan menerimanya di cawan. Dan
ketika semua tersedot masuk ke cawan dan
guci diletakkan dan akhirnya arak limabelas
senti di bibir cawan maka kehebatan ketua
Heng-san tertandingi dan kalah lihai!
Heng-san-paicu tertegun dan putih
mukanya. Wajahnya yang merah menjadi
pucat karena pemuda itu melampauinya. la
jelas kalah. Akan tetapi penasaran dan
meletakkan cawan di meja tiba-tiba ia berseru
siapakah yang dapat mengangkat cawannya.
"Pinto telah melihat kehebatan
pemuda ini, akan tetapi siapakah yang mampu
menggeser atau mengangkat cawan pinto!"
Gu Lai Hwesio terbelelak. Jelas kakek
ini menantang Boen Siong akan tetapi karena
ia yang paling dekat maka iapun tertantang1548
dan membentak. Sekali mengulurkan tangan
yang lain iapun mengangkat dan menggeser
cawan itu. Akan tetapi ketika tak mau dipindah
dan seakan terpantek, telapak kakek itu di
bawah meja maka dari sinilah Heng-san paicu
menahan dan 'memaku' cawannya. Ketua Bu
tong gagal!
"Omitohud, pinceng menyerah. Heng
san-paicu benar-benar hebat dan pinceng tak
mampu!"
"Coba pinto!" See Cong berseru dan
hampir berbareng dengan Ko Pek Tojin.
"Kalau pinto juga tak kuat berarti
tenagaku lemah, Heng-san-paicu. Biar kucoba
dan berhati-heatilah!"
Akan tetapi ketua ini berbisik agar
lawan mundur, dua orang itu siap
mengerahkan tenaga dan kakek ini bakal
repot. Paling tidak ia nanti lelah. Maka ketika
Ko Pek maupun See Cong pura-pura kalah,
mundur dan mengusap keringat maka pemuda
inilah yang dipaksa maju. Dan begitu Boen
Siong tersenyum seraya mengetuk permukaan1549
meja tiba-tiba sinkang yang dikerahkan Heng
san-paicu terpukul berantakan.
"Maafkan aku yang muda. Main-main
ini kian menarik, Sin-lo lo-enghiong, biarlah
kuangkat dan kupindahkan ke sudut..tak!!"
kakek itu merasa kaget bukan main ketika
cengkeramannya di bawah terlepes dan panas.
Ketukan jari pemuda itu membuatnya
berjengit dan otomatis cawanpun lolos,
dengan mudah Boen Siong mengangkat dan
memindahkannya ke sudut, ke tempat ibunya.
Lalu ketika kakek itu benar-benar pucat dan
terhenyak, terpaku dan sejenak tak mampu
bicara maka Li Ceng terkekeh-kekeh anaknya
mampu bekerja begitu mudah.
"Hi-hik, Sin-lo-enghiong rupanya tak
bersungguh-sungguh. Kau mengalah dan
memberi muka kepada puteraku, lo-eng-hiong
(orang tua gagah), terima kasih!"
Wajah kakek ini merah padam setelah
sadar dan hilang kagetnya. Kini ia tak ragu-ragu
menganggap pemuda itu lawan berat akan
tetapi tentu saja masih penasaran. Ginkang
dan sinkang pemuda itu telah dilihatnya, akan1550
tetapi kependaian silatnya belum! Maka ketika
ia bertepuk dan memandang sutenya, Cam
Bong cepat tanggap maka tosu pendek gemuk
inilah yang bangkit berdiri. Pandang
mataketuanya cukup membuat ia maklum apa
yang telah terjadi, dan apa pula yang harus
dikerjakan.
"Suheng minta aku main-main
denganmu !. Mari dan ke sinilah, anak muda.
Biar kulapangkan tempat ini agar lega!" meja
kursi ditendang dan tak lama kemudian
terdapatlah ruangan luas untuk bertanding.
Anak murid riuh dan kagum akan tetapi yang
paling girang tentu saja Li Ceng, wanita ini
begitu gembira puteranya menunjukkan
kelihaian. Memang itulah yang dicari. Maka
ketika ia tertawa dan mendorong puteranya
menuju arena, tuan rumah telah menantang
maka Heng-ssn-paicu diam-diam tergetar dan
mulai ngeri imenghadapi anak muda ini. La
kalah kuat!
Akan tetapi kakek ini tak mau begitu
saja. la ingin menyaksikan kepandaian pemuda
ini dan biarlah sutenya mencoba. Sekarang1551
sutenya sudah menunggu. Dan ketika Ko Pek
Tojin dan lain-lain bertepuk tangan, menjadi
gembira maka kakek itu berseru agar Boen
Siong tak usah sungkan-sungkan.
"Kita adalah orang-orang sendiri,
Semua teman. Maju dan hadapilah lawanmu
anak muda, nanti pinto menjajal dan ingin
berkenalan pula!"
"Benar pinceng juga gatal tangan. Kalau
kau menang pinceng juga ingin main-main,
anak muda. Biar kulihat kepandaian pewaris
Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip".
Boen Siong tak mungkin mundur. Ia
menghela napas dan agak malu-malu
meninggalkan kursinya. la telah menaruh pula
cawan araknya. Dan ketika ia melangkah dan
menghadapi tosu gemuk pendek itu, menjura
dan bersikap hormat maka tak terlihat
kesombongan atau kejumawaan sedikitpun,
hal yang membuat Ko Pek Tojin dan lain-lain
kagum.
"Aku terpaksa karena dorongan ibuku.
Aku juga serba salah kalau sudah begini Cam
lo-enghiong, maju kena mundur kena . Maaf1552
harap kau tidak terlalu keras dan bersikaplah
lunak sedikit."
"Kau rendah hati, akan tetapi
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepandaianmu tinggi. Karena kita sudah
berhadapan dan kabarnya gurumu seorang
ahli gdlok keluarkanlah senjatamu, anak muda.
Aku juga akan bermain pedang dan jangan
sungkan-sungkan!"
"Maaf, sebaiknya bertangan kosong
saja. Aku tak berani mengeluarkan senjata,
Cam-lo-enghiong. Sebaiknya kita saling serang
dan merobek baju lawan. Siapa terenggut
dialah kalah, setuju?"
"Baik, tosu ini berseru. "Akan tetapi
senjata boleh sewaktu-waktu dikeluarkan,
anak muda. Kalau terdesak cabutlah itu,
Awas!" lalu tidak menunggu tanya jawab lagi
segera tosu ini menyerang dan mencengkeram
Boen Siong. la menyambar leher pemuda itu
akan tetapi tangan yang lain siap bergerak,
kalau ditangkis atau terpental maka. inilah
utamanya, jari- jari itu sudah menegang dan
berkerotok, kaku bagai baja! Akan tetapi ketika
Boen Siong berkelit dan mundur ke samping,1553
dikejar dan diserang lagi maka tujuh kali
pemuda ini mengelak dan semua serangan
luput.
"Awas!" Cam Bong menjadi gemas dan
marah, tiba-tiba berkelebat. "Jangan mengelak
saja, anak muda, hati-hati!" lalu ketika ia
beterbangan dan mengerahkan Sin-sian-hoan
eng (Dewa Menukar Bayangan) maka tubuh
gemuk pendek itu mendadak sudah
berputaran dan kedua tangannya bergerak
amat cepat melepas pukulan-pukulan panas.
Lui-yang Sin-kang!
Li Ceng terkejut dan berseru pada
puteranya untuk menangkis. Boen Siong
memang tak mungkin mengelak saja dan
mulailah pemuda ini menangkis. Ia
mengerahkan sinkang di kedua tangannya,
menampar atau menghalau dan terkejutlah
tosu itu betapa tulang jari-jarinya seakan
pecah. Dan ketika pemuda itu berkelebatan
pula dan munculah Bong-eng-sut ini, Elang
Cahaya maka Cam Bong Cinjin menjadi kaget
karena pening. Gerakannya kalah cepat dan
Wiro Sableng 116 Hantu Selaksa Angin Gento Guyon 24 Perisai Maut Pendekar Kembar 14 Rahasia Dedengkot
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama