Ceritasilat Novel Online

Kabut Di Telaga See Ouw 15

Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara Bagian 15

malah pemuda itu yang menyambar-nyambar!1554

Terjadilah pertandingan menarik yang

membuat anak murid bertepuk tangan.

Mereka riuh dan gaduh akan tetapi kemudian

hening. Pemuda yang s?mula didesak dan

mundur-mundur itu sekarang berobah,

pimpinan mereka yang terdesak dan mundur
mundur. Dan ketika mereka tak dapat lagi

mengikuti bayangan pemuda itu yang

demikian cepatnya, Sin Tong Tojin juga pening

dan kaget di luar pertandingan maka sutenya

apalagi dan mengeluh untuk kemudian roboh.

Satu tamparan ringan mengenai pundaknya

dan tosu pendek gemuk itu terjengkang!

"Plak!" Keadaan benar-benar

mengejutkan dan tersiraplah darah semua

orang. Mereka tertegun melihat tosu itu roboh

akan tetapi Goat Gin Tojin tiba-tiba berkelebat.

Dia inilah yang menolong Cam Bong Cin jin dan

sang suheng mengeluh kesakitan. Pundaknya

seakan retak-retak! Akan tetapi ketika semua

lega dan tosu itu tertatih-tatih, membungkuk

dan menghormat ketuanya maka gemparlah

murid-murid Heng-san karena begitu cepatnya

wakil pimpinan mereka roboh!1555

Yang pucat bukan hanya Heng-san
paicu. Gu Lai Hwesio dan See Cong Cin-jin dan

Ko Pek Tojin juga berubah. Mereka tahu betul

kelihaian tokoh kedua partai persilatan ini ,

bahwa kepandaian tosu itu hampir berimbang

dengan mereka. Maka ketika tiba-tiba semua

tak bergerak dan saling pandang, cepatnya

pertandingan itu membuat mereka tertegun

maka Li Ceng tertawa menyambar puteranya.

Wanita ini girang bukan main dan amat

senang.

"Lihat, tidak pantaskah puteraku

menjadi bengcu. Berani bertaruh bahwa

siapapun tak ada yang mengalahkannya, Sin
lo-enghiong, keroyok dan maju berbareng saja

buktikan kata-kataku. Ketahuilah bahwa

suhunya sendiri tak mampu mengalahkannya

lagi!"

Sin Tong Tojin terkejut sementara Boen

Siong membentak ibunya jangan bersombong.

Dalam kegembiraan dan kegirangannya ibu ini

lupa diri, sikap dan kata-katanya memang

berkesan sombong. Akan tetapi karena semua.

itu didorong rasa kegembiraannya, juga1556

pelampias ketidakpercayaan orang-orang tadi

maka seruan atau kata-kata wanita ini

membuat Ko Pek Tojin dan lain-lainnya merah.

Untunglah Boen Siong tak sombong diri dan

pemuda itu tetap merendah, ia menjura dan

meminta maaf pada lawannya tadi

Lalu ketika Heng-san-paicu terhenyak

dan membelalakkan matanya, berubah maka

pemuda itu berjalan dan sudah membungkuk

di depannya.

"Maafkan aku, juga ibuku. Tak ada

maksudku untuk menjadi bengcu atau

segalanya itu, paicu. Tanpa inipun tetap saja

aku ingin menghadapi musuh-musuh besarku,

terutama Chi Koan. Kalau semua ini tak

menyenangkan hatimu biarlah kami pergi. ibu

semakin lupa diri nanti."

"Hm, tetap sajalah di sini!" Kakek itu

bergerak dan mengulapkan lengannya.

"Kau dan ibumu adalah tamu-tamu

undangan kami, Siong-kongcu. Kalau ibumu

begitu lantang suaranya tidaklah salah, kau

menang hebat. Orang tua mana tak kagum

anaknya begini lihai!" lalu memandang Ko Pek1557

Tojin dan lain-lain kakek ini mempersilakan.

"Kami dari Heng-san telah mendapat

pelajaran, kalau jiwi-totiang ingin bertanding

dengan anak muda ini silakan. Nanti giliran

kami lagi."

Gu wi Hwesio dan See Cong Cinjin

tampak kebingungan. Mereka saling pandang

dan tiba-tiba seakan menyuruh yang lain maju

dulu, hal ini menggelikan dan membuat para

tosu tertawa. Akan tetapi ketika Li Ceng

melompat dan menjura berseri-seri ternyata

nyonya ini menantangkan puteranya. Boen

Siong lagi-lagi terkejut, juga tak senang.

"Jiwi tak usah takut-takut, aku tahu

betul kelihaian puteraku ini. Kalau jiwi tidak

keberatan silakan maju berbareng saja. Tidak

merendahkan, akan tetapi aku ingin

membuktikan bahwa puteraku pantas menjadi

bengcu!"

Boen Siong membentak ibunya dan

sekali lagi waj?h pemuda ini merah. Ia seakan

ditawar-tawarkan dan sengaja diadu. Ia seperti

jengkerik jagoan! Akan tetapi ketika ibunyat

tertawa den mundur tak menghiraukan, kata-1558

katanya telah membakar dua ketua itu maka

Gu Lai maupun See Cong Cinjin bergerak ke

depan. Hwesio ini mengetrukkan tongkat dan

merah padam.

"Omitohud, pinceng benar-benar

menerima getah. Gara-gara tak mempercayai

puteramu sekarang kau menantang kami, Li
hujin, baiklah akan tetapi terserah See Cong

Cinjin. Kupikir ia tak takut dan tak perlu takut,

ha-ha!"

Ketua See-tong-pai itu berkelebat dan

mencabut tongkat pendek. Ia digelitik

rekannya ini dan mau tak mau harus maju

Juga. Tidak maju dianggap takut! Maka ketika

apa boleh buat ia tertawa masam dan

menghadapi ketua Heng-san-pai, tuan rumah

adalah saksinya maka ia berkata melindungi

diri.

"Dua ketua diminta mengeroyok

pemuda ini.. Kalau tak melihat sutemu roboh

demikian cepat rasanya tak sanggup pinto

maju, Heng-san-paicu, akan tetapi anak muda

ini hebat dan ibunya menantang kami. Siancai,1559

semoga tak dipersalahkan dan kalau ada apa
apa harap kami jangan diolok-olok!"

"Kami tahu, semua ini kehendak pihak

Li hujin. Karena Siong-sicu benar-benar lihai

dan suteku roboh dalam beberapa

gebrakan saja rasanya pantas ia menerima

kalian berdua, See Cong Cinjin. Kalau kalian

masih tak sanggup barangkali dapat ditambah

Ko Pek Totiang dan pinto sendiri. Ha-ha, dan

kita empat tua bangka diberi pelajaran seorang

pemuda. Aih, kalau ia benar-benar dapat

merobohkan kami Sungguh Pek-gan Hui-to

Jiong Bing Lip gagah perkasa. Omitohud,

pinceng tak perlu malu lagi!"

Sin Tong Tojin mengangguk-angguk

dan ketua ini memberi tanda. la melirik Ko Pek

Tojin dan rekannya dari Hoa-san itu menghela

napas. Kalau benar dua orang itu kalah

agaknya tak perlu lagi merasa sungkan, mereka

berempat akan mengukur habis-habisan. Dan

karena ini berkaitan dengan bengcu dan

timbullah ketegangan di hati kakek ini maka Ko

Pek Tojin mengangguk dan membalas isyarat

tuan rumah tadi.1560

"Pinto tak perlu malu lagi kalau Bu
tong-paicu dan See-tong-paicu roboh. Tapi

kalau bertigapun masih kalah kuat agaknya

kaupun perlu maju, Totiang, lalu kita adu anak

ini dengan Naga Gurun Gobi Peng Houw!"

"Ya, pinto juga berpikir begitu. Akan

tetapi marilah kita lihat pertandingan ini

apakah dua rekan kita masih juga tak mampu!"

Dua orang ini memandang ke tengah

arena karena saat itu See Cong Cinjin dan

ketua Bu-tong sudah berhadap-hadapan Gu Lai

Hwesio mengeluarkan toyanya dan toya inilah

yang dimain-mainkan, menderu dan

menunjukkan tenaganya yang hebat, akan

tetapi Boen Siong tenang-tenang saja. Diam
diam pemuda ini melirik dan menegur ibunya

akan tetapi Sang ibu tertawa-tawa. Memang

wanita itu gembira sekali puteranya diuji.

Sekaranglah semua orang akan terbuka. Dia

tak akin memicingkan matanya lagi dan inilah

jagonya. Ia tak sabar menunggu gebrakan itu.

Maka ketika puteranya melirik dan kelihatan

canggung, baru kali ini Boen Siong menghadapi

ketua partai maka ibu itu berseru, nyaring,1561

"Tak usah sungkan lagi. Kau turun

gunung memang untuk ini, anakku. Ingatlah

pesan gurumu sebelum meninggal. Hadapi dan

jangan lihat ibumu karena lawanmu adalah

mereka!"

See Cong Cinjin tertawa dan tosu ini

mengetuk-ngetukkan tongkat pendeknya. la

seorang ahli tung-hoat (silat tongkat) dan

inilah andalannya, bersama Gu Lai Hwesio

yang bersenjatakan toya tentu ramai . Mereka

dapat berpasangan serasi.

Maka ketika ia berseru agar anak muda

itu siap, sang ibu benar maka tongkat tiba-tiba

menyambar diiring loncatan kaki menendang
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda itu.

"Benar, tak perlu ragu lagi. Cabut

senjatamu dan hadapi kami, anak muda. Awas

tongkat dan hati-hati!"

Boen Siong mengelak dan bergerak

kekiri ketika serangan itu berlangsung cepat. la

menghindar dan menunggu karena saat itu Gu

Lai Hwesio tertawa, kakek ini berkelebat dan

toyapun tiba-tiba menderu mencegat di

belakang. Nyata dua orang itu sudah bekerja1562

sama baik. Dan ketika ia menangkis dan

menghalau toya itu, terdengar suara nyaring

seakan lengan pemuda ini sebatang logam

maka Gu Lai Hwesio terpental dan hwesio itu

kaget karena toyanya mengeluarkan bunga

api.

"Tranggg!" Bukan hanya hwesio ini

yang kaget melainkan Heng-san-paicu dan Ko

Pek Tojin ikut terkejut. Boen Siong

mengerahkan sinkangnya dan lengannya tiba
tiba sekeras baja. Lengan itu mampu

menangkis toya dan berpijar. Lalu ketika See

Tong Cinjin mengejar dan menyerang lagi,

berkelebatlah dua oreng itu mengadu cepat

maka Bu-tong-paicu maupun See-tong-paicu

seakan berlomba. Boen Siong masih

mempergunakan kedua kaki tangannya.

"Plak-desss!" See Cong Cinjin kali ini

tergetar dan kakek itu terhuyung. tongkat

diterima telapak pemuda itu dan bukan main

kuatnya, ia hampir terpelanting! Dan ketika

kakek ini berhati-hati dan berseru keras,

terbang dan memutari pemuda itu maka Gu Lai

Hwesio beradu cepat dan tak mau kalah.1563

Akan tetapi Boen Siong

mempergunakan Bong-eng-sutnya yang luar

biasa itu. Sekali pemuda ini berkelebat

lenyaplah dia. Dua lawannya terkejut memekik

keras karena bayangan pemuda itu

menyambar-nyambar. Lalu ketika tongkat dan

toya dihalau sepasang tangan yang kuat,

ditangkis atau ditampar bila menyerang maka

dua ketua ini tak mampu mengikuti bayangan

Boen Siong saking cepatnya pemuda itu

bergerak.

"Plak-plak!" Boen Siong menepuk atau

memukul perlahan toya di tangan Gu Lai

Hwesio. Kakek itu terdorong dan terhuyung

akan tetapi sudah maju lagi. Hwe-sio ini

penasaran. Dan ketika ia membentak dan

menyerang marah, rekannya juga penasaran

dan kaget sekali maka Boen Siong tersenyum

berkelebatean dan tiba-tiba tak ingin

merobohkan lawan cepat-cepat. Tiba-tiba ia

sadar bahwa dua kakek ini adalah ketua-ketua

partai terhormat. Sesungguhnya dengan Bong
eng-sutnya itu ia melihat betapa lambannya

dua kakek-kakek ini. Memang Boen Siong1564

sudah menyamai tingkat gurunya, bahkan

sudah lebih tinggi lagi sejak sinkang gurunya

dimasukkan. Maka ketika ia menyambar
nyambar dan begitu mudahnya mengelak atau

menangkis, tenagapun diatur agar tak terlalu

keras maka pertandingan tampaknya berjalan

ramai akan tetapi bagi yang berkepandaian

tinggi tidaklah dapat dibohongi. Heng-san
paicu dapat melihat itu!

Kakek ini terkejut dan diam-diam

berdebar. Sekarang ia yakin betapa pemuda

itu benar-benar hebat sekali. Kalau Ia mau

dapat dirobohkannya See Cong Cin-jin dan Gu

Lai Hwesio. Akan tetapi ketika ia mengangguk
angguk dan merasa kagum, delapan kali ia

melihat Bu-tong-Paicu Maupun See-tong
paicu terhuyung dan meringis maka

maklumlah tosu ini bahwa pemuda itu

bersikap ringan hati. Dan ia mulai simpatik!

Memang Boen Siong tak ingin

menjatuhkan lawan terlalu cepat. Di hadapan

demikian banyak orang dan ditonton terlalu

banyak mata ia harus menjaga perasaan1565

kakek-kakek itu. Betapapun mereka adalah

tokoh-tokoh persilatan terkenal.

Maka ketika ia hanya berputaran dan

terbang mengelilingi saja, membuat pening

dan sekali dua menampar maka Gu Lai Hwesio

maupun See Cong Cinjin akhirnya merasa

bahwa pemuda itu tidak bersungguh-sungguh.

Dua orang ini maklum bahwa kalau mau sudah

sejak tadi pemuda itu merobohlan mereks.

Wajah yang merah karena penasaran mulai

berubah, mereka kagum dan menaruh hormat.

Lalu ketika tiba-tiba tongkat dan toya bertemu

berbenturan, Boen Siong sengaja membuat itu

maka dua orang ini tiba-tiba melompat

mundur dan berseru kalah.

"Omitohud, cukup. Pinceng harus tahu

diri dan mengaku kalah. Kau hebat, anak

muda. Pinceng tak mampu menandingimu!"

"Benar pintopun harus tahu diri.

Berkali-kali kau mengampuni kami, anak

muda. Pinto tak mau mengangkat senjata lagi

dan mengaku kalah!"

Ributlah anak-anak murid melihat dua

ketua itu berlompatan dan mengusap keringat.1566

Mereka masih melihat pertandingan yang seru

dan menarik, kini tiba-tiba dua orang itu

mengangkat tangan dan menyerah. Maka

ketika Semua penasaran dan meras? sayang,

hanya Heng-san-paicu dan beberapa saja yang

tahu betul maka Boen Siong berhenti bergerak

dan menjura di depan dua kakek-kakek ini.

Wajahnya sama sekali tak berkeringat dan

masih segar.

"Maaf, jiwi bermurah hati kepadaku.

Betapapun kalian hebat, lo-enghiong, aku

dibuat sibuk. Terima kasih atas kehormatan ini

dan ilmu kepandaian kalian tak boleh dibuat

main-main!"

"Siancai, ini baru menarik. Kau

berkepandaian tinggi akan tetapi begini

rendah hati, Siong-kongcu. Pinto benar-benar

kagum dan menghargai sikapmu. Bagaimana

kalau sekarang pinto berdua Ko Pek To-jin!.

Tong Tojin tak ragu-ragu lagi dan berkelebatlah

kakek ini di depan pemuda itu. Boen Siong

telah mengalahkan lawan-lawannya dan tentu

saja ia kagum sekali. Jarang didapat pemuda

yang begini rendah hati sementara ilmunya1567

demikian tinggi. Maka ketika ia bergerak dan

sudah memberi tanda Ko Pek Tojin, ketua Ho
san ini melompat dan mencabut pedangnya

maka kakek itupun mengangguk-angguk dan

berseru.

"Pinto juga merasa kerdil dan tak

berarti. Akan tetapi kalau Heng-san-paicu

mengajakku rasanya berani juga hati ini, anak

muda, entahlalh kalau kau takut!"

"Semua maju berbareng saja!" Li Ceng

tiba-tiba berkelebat dan memegang lengan

puteranya. "Empat orangpun tak perlu ditakuti

puteraku, Heng-san-paicu, bukan sombong

akan tetapi aku tahu benar kepandaian

puteraku. la hanya tandingan Naga Gurun Gobi

Peng Houw!"

Heng-san-paicu dan Ko Pek T?jin

terkejut mengerutkan keningnya. Sesabar
sabar mereka akan tetapi mendidih juga

perasaan hati mendengarnya. Boen Siong

membentak dan bahkan mendorong ibunya,

terpelanting dan tertegun serta menyesal. Lalu

ketika pemuda ini menolong dan minta ibunya

tak bicara begitu besar, sungguh sombong1568

sekali maka Li Ceng berapi memandang marah

puteranya ini. Sang ibu benar-benar ingin

menunjukkan seluruh kemampuan puteranya.

"Aku tidak sombong, justeru sebal dan

tak suka kepura-puraan ini. Kalau kau mau

sesungguhnya sejak tadi kau dapat

merobohkan Bu-tong-paicu dan See-tong
paicu, Boen Siong, akan tetapi kau

bersandiwara dan mengulur-ulur waktu. Aku

tak senang. Aku ingin kau bersungguh-sungguh

dan satu-satunya jalan dikeroyok. Semua, biar

tahu!"

See Cong Cinjin dan Gu Lai Hwesio

kemerah-merahan. Memang harus diakui

bahwa pemuda itu menyelamatkan muka

mereka. Dengan pertandingan yang lama dan

berkesan seru merekapun tak jatuh muka di

depan para murid. Dan ketika semua baru tahu

dan murid-murid Heng-san terkejut, Gu Lai

Hwesio menjura dan merangkapkan tangan

maka berkatalah ketua ini terus terang.

"Omitohud, pinceng tak perlu

diselamatkan lagi. Memang puteramu hebat

dan luar biasa, hujin, kalau ia mau agaknya1569

duapuluh jurus saja pinceng berdua roboh.

Omitohud, pinceng mengaku!"

Geger dan ributlah murid-murid Heng
San mendengar ini. Baru mereka tahu bahwa
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertandingan tadi kiranya pura-pura seru,

sebenarnya kosong dan pemuda itu sengaja

menyelamatkan muka kakek-kakek itu. Maka

ketika semua kagum akan tetapi Heng-san
paicu membentak dan menyuruh muridnya

diam, Semua sirap dan menundukkan kepala

maka kakek ini menghadapi Boen Siong

menahan marah

"ibumu terlampau bersemangat

mengajukan dirimu. Kalau kami semua

mengeroyokmu beranikah kau

menghadapinya, anak muda. Kami sebagai

orang-orang gagah rasanya tersinggung dan

terhina sekali. Kalau pinto tak melihatmu

benar-benar lihai barangkali tak perlu

mengeroyok dan satu lawan satu!"

Boen Siong serba salah, menyesalkan

ibunya. Akan tetapi karena ia harus

menunjukkan kesungguhannya, betapapun

ibunya sudah bicara besar maka hati-hati1570

menjawab, kerendahan hati dan sopan santun

tetap dijaga.

"Maafkan ibu, juga diriku yang bodoh

ini,. Kalau kau menyatakan takut tentu saja tak

perlu takut, Sin-lo-enghiong, akan tetapi

jangan dianggap sebuah kesombongan bila

aku menerima tantangan ini. lbu mendesakku,

dan kaupun menantangku. Kalau aku roboh

dan celaka dalam pertandingan ini anggap saja

hukumanku yang kelewat percaya diri. Aku

hanya menjalankan tugas dan sekali lagi

maaf!"

Ko Pek Tojin menghela napas dan

memuji pemuda ini. Dalam keadaan seperti itu

masih juga pemuda ini menjaga perasaan

orang, benar-benar mengagumkan.

Akan tetapi karena iapun gemas dan

penasaran akan sikap Li-hujin, begitu sombong

menjagokan puteranya maka iapun batuk
batuk dan berbisik pada ketua Heng-san-pai

itu, dan rekannya inipun tiba-tiba berseri,

memandang dua sutenya di samping, bertepuk

tangan.1571

"Kalian ke sinilah bagaimana kalau

menggantikan Bu-tong-paicu dan See-tong

paicu yang baru bertempur. Jumlah kita tetap

empat orang, sute. Yang terhormat Hoa-san
paicu mengajukan usul!"

Goat Gin Tojin dan Cam Bong Cinjin

melompat. Tosu pendek gemuk ini telah pulih

dan ia bersinar-sinar. Ternyata mereka diminta

mewakili Gu Lai Hwesio dan See Cong Cinjin.

Akan tetapi sebelum menjawab tiba-tiba Li
hujin melengking kembali, Boen Siong benar
benar kaget.

"Tak usah berempat, berenampun

boleh Heng-san-paicu. Silakan semua maju dan

tak usah tukar-menukar!"

"lbu!"

"Diam, kau harus bersungguh-sungguh.

Ibu tak senang kau main-main, Boen Siong, tak

pernah kau seperti ini kalau Suhumu menguji.

Bersungguh-sungguhlah dan keluarkan semua

kepandaiannu!"

Heng-san-paicu merah padam. la

hampir marah akan tetapi Ko Pek Tojin tiba
tiba tertawa. Ketua Hoa-san ini melihat betapa1572

mendongkolnya sang ibu, kata-kata itu

mengejutkannya tetapi juga sekaligus

menggirangkan. Pemuda ini ternyata belum

mengeluarkan semua kepandaiannya, biarlah

diuji habis-habisan dan akan dilihatnya itu.

Maka ketika ia tertawa dan mengherankan

tuan rumah, maju dan melangkah maka kakek

ini menggapai ketua Bu-tong dan See-tong.

"Tunggu apalagi. Kali ini mati hidup

kepercayaan kita kepada anak muda ini Gu Lai

lo-suhu, marilah dan jangan ragu-ragu.

Berenampun rasanya masih kurang. Ayo, tak

mungkin anak muda itu takut dan ibunya

sudah begitu percaya!"

Sekagum-kagumnya Gu Lai Hwesio

tetap juga ia tertegun. Pemudai ini masih

ditambah mereka lagi? Enam mengeroyok

satu? Tapi ketika See Cong Cinjin meloncat dan

tidak ragu-ragu iapun berkelebat dan

membawa toyanya lagi. Rekannya itu sudah

menyambut.

"Bagus, kita ditantang dan diminta

maju semua. Hanya Chi Koan atau Naga Gurun1573

Gobi berani seperti ini. Pinto tak perlu malu

dan jangan disalahkan!"

Hwesio ini melompat dan apa boleh

buat terpaksa mengikuti rekannya. Iapun

merasa penasaran dan marah kepada wanita

itu. Begitu sombongnya menjagokan putera.

Maka ketika ia menderu-derukan toya dan

minta maaf jangan disalahkan nanti, inilah

pertandingan mendebarkan yang amat

menentukan maka Boen Siong terbelalak dan

mengeluh. Ia dipojokkan dan harus menerima.

"Omitohud, ini benar-benar luar biasa .

Kalau pemuda ini dapat mengalahkan kita

pantas juga pilihanku berubah, Sin Tong Tojin.

Ada dua calon bengcu yang masuk

perhitungan!"

"Benar, dan pinto akan

mempertimbangkannya pula. Li-hujin

demikian bersemangat menjagokan

puteranya!"

"Dan pinto langsung mendukung.kalau

ia dapat menghadapi' Thi-khi-hiat atau Tit-ci
thian-tungku biarlah Heng-san mengaku

kalah!" Sin Tong Tojin menjawab belakangan1574

dan ketua Heng-san ini terbakar darahnya. Ia

marah kepada Li hujin itu dan bersiap-siap

merobohkan puteranya. Biarlah dia memberi

pelajaran.

Dan karena hanya kakek ini yang belum

maju, dialah yang paling tinggi dan belum

menjajal maka Boen Siong berdebar tegang

namun tetap bersikap tenang. Enam orang itu

telah mengepung dan iapun mengencangkan

otot-ototnya.

"Cabutlah senjatamu, kami tak akan

main-main. Sekali ini kau dipaksa bersungguh
sungguh, anak muda, di samping

menyenangkan ibumu juga membuka lebar
lebar mata kami. Cabutlah!" Ko Pek Tojin

berseru dan kakek ini merasa kasihan juga. Ia

melihat keraguan di mata pemuda itu, bukan

takut akan tetapi ragu. Namun ketika Boen

Siong menarik napas dan berkata bahwa

senjata dicabut belakangan, kalau sudah

diperlukan maka kakek ini tak membujuk lagi

dan berkata.

"Baiklah, pinto sudah memberi

nasehat. Kali ini Heng-san-paicu marah, anak1575

muda, berhati-hatilah. Pinto mendahului!" lalu

ketika kakek ini menusuk dan menggerakkan

pedangnya, ditarik dan menyerang lagi maka

Gu Lai Hwesio dan See Cong Cinjin mengikuti,

mengayun atau menggerakkan toyanya itu dan

menderulah senjata di tangan ketua partai ini.

Heng-san-paicu masih menunggu dan Goat Gin

Tojin maju menyusul. Lalu ketika Lam Bong

Cinjin membentak dan mengejar pemuda itu

barulah ketua ini bergerak dan lengannya

bergetar mendengung bagai tongkat.

"Wutt!" Boen Siong mengelak dan

menangkis serta berlompatan. Dari enam

orang itu hanyalah Ko Pek Tojin dan Heng-san
paicu yang belum berkenalan, juga Goat Gin

Tojin. Akan tetapi karena dua yang pertama

adalah ketua-ketua partai dan jelas tak boleh

dibuat main-main, terkejut oleh pukulan di

belakangnya maka Boen Siong membalik dan

menangkis lengan ampuh ketua Heng-san
paicu ini

"Dukk!" Boen Siong tergetar akan

tetapi lawanpun terhuyung. Dikeroyok dan

harus membagi tenaga membuat pemuda ini1576

kewalahan. Untunglah ia cepat menangkis

lengan kakek itu dan terkejut, lengan itu kuat

dan alot, tulangnya seperti besi! Akan tetapi

karena Boen Siong tak mungkin berpikir

panjang lagi, lawan sudah berkelebat dan

menyerangnye dari muka dan belakang maka

iapun mengeluarkan Bong-eng-sutnya itu alias

Elang Cahaya.

"Slap-slap!" pemuda ini lenyap dan

sebagai gantinya tubuhnya menjadi bayangan

yang menyambar-nyambar. Para murid

bersorak dan tepuk riuhpun muncul. Heng San
Paicu membentak dan mengeluarkan Sin-sian
hoan-engnya. Lalu ketika berturut-turut Goat

Gin Tojin dan Cam Bong Cinjin mengikuti

ketuanya, juga Ko Pek dan See Cong Cinjin tak

mau kalah maka Gu Lai Hwesio memekik dan

mengayun toyanya menderu-deru.

"Plak-plak-dess!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Toya bertemu lengan dan bunga api

berpijar. Tidak seperti tadi yang banyak

mengalah maka Boen Siong sudah dipaksa

bersungguh-sungguh. Ia tak boleh main-main

menghadapi lawan-lawan tangguh ini, apalagi1577

ketua Heng-san yang marah. Dan ketika kakek

itu melengking dan mendorongkan lengannya

berulang-ulang, uap atau hawa panas meledak

dan menyambar maka Lui-yang Sin-kang atau

Pukulan Petir menggelegar.

"Blar-blarr

(Bersambung jilid XXVI.)

Credit:

Sumber Buku Awie Dermawan

Edit OCR Yons

First in share Kolektor Ebook

Kabut Di Telaga See Ouw - Jilid 251578

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid XXVI

*

* *

BOEN SIONG dibuat sibuk. Ia

berkelebatan dan lenyap mengelak sana-sini.

Pukulan atau hajaran Heng-san-paicu amatlah

hebat. Dan karena hanya kakek inilah yang

paling berbahaya, kedua lengannya

mengeluarkan hawa panas yang membuat

muka cepat merah maka pemuda ini tak mau

melayani sang ketua Heng-san, Sengaja

melingkar dan mencari lainnya dan pertama
tama adalah See Cong Cinjin.Ketua See-tong
pai ini paling lemah baru Gu Lai Hwesio,

kemudian berturut-turut Ko Pek Tojin dan

Goat Gin Tojin. Maka ketika terhadap empat

orang inilah dia membalas pukulan, Lui-cu-sin
hwe-kang dikerahkan hingga membuat kedua1579

lengan berpijar bagai bara maka Ko Pek Tojin

dan lain-lain terkejut karena pedang atau

tongkat mereka terbakar setiap bersentuhan

dengan lengan pemuda itu, panas dan cepat

ditiup lalu menerjang lagi akan tetapi Boan
eng-sut amatlah hebat. Ginkang Elang Cahaya

ini benar-benar luar biasa tak mampu dikejar.

Jangankan mereka, Heng-san-paicu sendiri

dengan Sin-sian-hoan-engnya tak mampu

menyusul pemuda itu, gerakannya selalu kalah

cepat.

Maka ketika perlahan tetapi pasti Boen

Siong mendesak See Cong Cinjin dan kawan
kawan, pukulan atau hajaran Cam Bong Cinjin

dan suhengnya dikelit dulu maka duapuluh

lima jurus kemudian tongkat dan pedang di

tangan Ko Pek To jin benar-benar terbakar,

begitu pula toya di tangan ketua Bu-tong, Gu

Lai Hwesio.

"Ah, siluman, hebat sekali. Pedang

pinto leleh, See Cong Cinjin, bagaimana

senjatamu!"1580

"Tongkat pinto sama juga. Tongkat ini

terbakar, Ko Pek Totiang, entah tenaga apa

yang digunakan pemuda itu hingga begini!"

"Dan toya pinceng, astaga! Bengkok

dan panas. Augh, pinceng tak dapat

mempergunakan senjata lagi karena toya

pinceng menjadi bara!"

Gu Lai Hwesio mengejutkan teman
temannya dan tiba-tiba ia membuang toyanya

yang marong itu. Toya itu bengkok dan

panasnya bukan main, kalau terus dipegang

rusaklah telapak tangan. Maka ketika hwesio

itu berseru keras dan toyanya dibuang

menancap, amblas di dinding maka tongkat di

tangan ketua see-tong-pai juga dilepaskan dan

hanya pedang di tungan Ko Pek Tojin yang

cepat dilontarkan ke langit-langit ruangan,

menancap dan mengeluarkan suara dan

belandar seketika menjadi hangus. Dapat

dibayangkan betapa hebatnya Lui-cu-sin-hwe
kang dikerahkan Boen Siong. Dan ketika tiga

ketua sudah melepaskan senjata masing
masing dan terhuyung pucat, Saat itulah Boen

Siong menghadapi ketua Heng san-pai1581

bersama kedua sutenya maka Goat Gin Tojin

adalah korban berikut yang menjadi sasaran

pemuda ini, yakni ketika tosu itu menusuk dan

menggetarkan dua jarinya melancarkan Thi
khi-hiat, ilmu sedot.

"Plak!"

Lui-cu-sin-hwe-kang adalah ilmu panas

Sejenis Lui-yang Sin-kang. Tenaga yang dipakai

adalah Yang-kang (Panas) dan tepat sekali

menghadapi Thi-khi-hiat. Dengan Yang-kang

ilmu sedot itu buyar. maka ketika sang tosu

terkejut dan berbalik kehilangan tenaga, saat

itulah Boen Siong menggerakkan kakinya maka

tanpa ampun lagi lutut tosu ini menerima

ujung kaki.

"Dess-augh!"

Goat Gin Tojin terbanting dan

bergulingan mengaduh-aduh. Ia meloncat

bangun akan tetapi roboh lagi, tempurungnya

terkilir. Baru setelah ia menepuk dan

mengembalikan posisi dapatlah ia berdiri

tegak lagi. Lalu ketika ia pucat dan terbelalak

memandang pemuda itu, ngeri dan gentar

maka Boen Siong bebas berhadapan dengan1582

Cam Bong Cin-jin, juga ketua Heng-san. Ko Pek

Tojin dan lain-lain masih bengong di tempat.

"Kini kita berdua. Mari kuterima lui
yang Sin-kangmu, lo-enghiong, maaf kalau tadi

aku selalu menghindar... plak-dess! " Boen

Siong membungkuk dan menerima pukulan

dua orang itu dan Heng- san-paicu maupun

sutenya tersentak. Mereka mengerahkan Lui
yang Sin-kang yang menjadi andalan, bertemu

,Lui-cu-sin-hwe-kang dan panas bertemu

panas.

Akan tetapi ketika mereka terdorong

dan lengan yang membara dari pemuda itu tak

sanggup mereka tahan, terhuyung dan

terpaksa melempar tubuh bergulingan maka

Sin Tong Tojin maupun Cam Bong Cin jin sama
sama mengeluh.

"Desss!"

Mereka kalah kuat dan harus mengakui

kehebatan pemuda itu. Dari lengan Boen Siong

keluar tenaga amat kuatnya dan mereka tak

tahan, dari sini dapat diukur bahwa sinkang

(tenaga sakti) mereka kalah kuat. Maka ketika

mereka bergulingan meloncat bangun namun1583

gebrak itu tentu saja masih belum

memuaskan, mereka membentak dan berseru

kembali maka dua tokoh Heng-san ini maju lagi

dan Ko Pek Tojin serta lain-lainnya sadar. Tak

boleh secepat itu mereka mengaku kalah.

"Keluarkan senjatamu, tunjukkan

kepandaian khas gurumu Pek-gan Hui-to Jiong

Bing Lip. Kami akan mengeroyok dan

menyerangmu mati-matian, anak muda,

Perlihatkan Golok Terbang (Hui-to) yang

menjadi kehebatan gurumu!"

"Hm siauw-te (aku yang muda) tak

merasa perlu. Pertandingan ini bukan

pertandingan mati hidup, Sin Tong lo-eng
hiong. Kalau tidak terpaksa untuk apa

mengeluarkan senjata. Siauw-te.. wher

siuuttttt!" pisau-pisau kecil mendadak

meluncur dari tangan ketua Heng-san disusul

benda-benda berkeredep lainnya dari Goat Gin

Tojin dan Cam Bong Cinjin. Itulah senjata

rahasia yang tiba-tiba dilepas tanpa banyak

bicara lagi. Boen Siong terkejut dan

menghentikan kata-katanya sementara ketua

Heng-san sudah berseru pada ketiga rekannya1584

untuk mengeluarkan pula senjata-senjata

gelap. Dan ketika tanpa banyak cakap Ko Pek

Tojin maupun See Cong Cinjin mengeluarkan

senjata rahasia mereka, yang terakhir ini

mengeluarkan pasir-pasir panas maka Gu Lai

Hwesio mengeluarkan biji-biji tasbehnya yang

berketrik.

"Singg-wirrr-trik-trikkk!"

Boen Siong terkejut dan berseru keras.

la tak menyangka tokoh-tokoh persilatan itu

sudah mulai mengeluarkan amgi (senjata

rahasia). Hanya dalam keadaan terdesak atau

sungguh-sungguh ingin mengujinya mereka itu

melakukan itu. Maka ketika ia melengking dan

mengeluarkan Boan-eng-sutnya, berkelebat

dan mengelak itu maka semua senjata rahasia

itu menancap di dinding dan rata-rata amblas

melesak!

Akan tetapi Heng-san-paicu kembali

berseru nyaring. la membentak agar pemuda

itu mengeluarkan kepandaian khas gurunya,

hui-to atau golok terbang yang menjadi

kebanggaan kakek itu. Dan ketika ia kembali

menerjang dan mengeluarkan pisau-pisau1585

kecilnya, disusul Cam Bong Cinjin dan Goat Gin
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tojin maka Ko Pek Tojin dan See Cong Cinjin

serta Gu Lai Hwesio melepas lagi senjata
senjata gelap mereka. Semua benar-benar

mendesak dan memaksa pemuda ini agar

mengeluarkan ciri khas gurunya itu.

"Tunjukkan kepandaian yang membuat

nama besar gurumu. Kami akan terus

mendesak dan menyerangmu tanpa ampun,

anak muda, atau kau benar-benar roboh dan

jangan salahkan kami!"

Boen Siong mengeluh. la maklum

bahwa orang-orang ini ingin ia mengeluarkan

Semua kepandaiannya. Lui-cu-sin-hwe-kang

telah membuat mereka gentar akan tetapi

dengan serangan senjata-senjata rahasia

begini ia dipaksa mundur. Lawan menyerang

dari jarak jauh. Dan karena percuma

mempergunakan Boan-eng-sut tanpa

membalas, ia bakal dikejar dan terus didesak

apa boleh buat Boen Siong membentak dan

memperingatkan orang-orang itu bahwa iapun

akan melepas hui-to nya.1586

"Cuwi-lo-enghiong terlalu memaksa,

akan tetapi siauw-te tak dapat menolak.

Maafkan kalau balasan ini membuat cuwi

terkejut dan hati-hatilah!" belum habis kata
kata itu Boen Siongpun merogoh saku bajunya.

Cepat dan luar biasa ia melempar golok-golok

kecil, berkeredep dan menyambar atau

menangkis semua tasbeh dan pisau kecil, juga

pedang dan pasir panas yang seketika

terpental oleh tenaga kebut yang besar. Lalu

ketika semua berteriak dan kaget mengelak

gugup, hui-to melejit dan menyambar mereka

maka enam kancing baju terbabat putus dan

tampaklah pakaian dalam enam tokoh

persilatan ini. Bahkan khusus Heng San-paicu

perutnya tergores dan hui-to menancap di

samping tubuhnya, di pilar besar di mana

kakek ini terhuyung pucat dan nyaris seputih

kertas.

"Bret-bret-brett!"

Semua terbelalak dan jerih serta

gentar. Memotong kancing baju tanpa melukai

pemiliknya adalah kepandaian yang sukar

diukur tingginya kalau bukan dilakukan1587

seorang yang benar-benar matang. Putus

berurutan bukanlah hal kebetulan, semua

sama-sama di depan perut. Maka ketika semua

terbelalak dan Heng-san-paicu sampai tak

dapat berkata-kata, ia pucat dan masih berdiri

terhenyak maka Boen Siong sudah mengusap

keringatnya dan menjura . di depan lawan
lawannya ini, terutama ketua Heng-san yang

tergores dan mendapat "pelajaran" paling

pahit.

"Maafkan siauw-te, sudah siauw-te

katakan tadi bahwa cuwi-lo-enghiong terlalu

mendesakku, Kalau ada yang terluka siauw-te

membawa obat dan biarkan kuboreh

sebentar."

"Siancai, tidak perlu, kau benar-benar

hebat sekali. Ah, sekarang pinto tak perlu ragu,

anak muda. Kau benar-benar telah mewarisi

kepandaian gurumu dan kalau kau mau golok

terbangmu tadi dapat kau hunjamkan ke perut

pinto!" Heng-san-paicu akhirnya sadar dan

dialah yang bergerak lebih dulu menahan anak

muda ini.1588

Boen Siong telah mengeluarkan

obatnya akan tetapi ia menolak, tangan kiri

mendekap perut yang tersayat sementara

tangan kanan lalu memanggil seorang murid

membawa obat sendiri. la menepuk-nepuk

penuh kagum dan kaget akan kepandaian

pemuda ini. Dan ketika seorang murid

berkelebat cepat membawa obat luka, semula

khawatir akan tetapi lega hanya berupa

goresan kecil maka Cam Bong Cinjin dan lain
lain kagum bukan main.

"Omitohud, pemuda ini benar-benar

andalan. Kau telah mengalahkan kami

berenam, Siong-kongcu, sungguh hebat

kepandaianmu. Pinceng percaya!"

"Dan pinto tak ragu lagi. Ah, kau calon

bengcu yang tepat anak muda, kau tentu

mampu menghadapi Chi Koan!"

"Akan tetapi ada Naga Gurun Gobi di

sana. Karenu dua calon terdapat tentunya

masing-masing harus diuji, siapa lebih unggul!"

Semua saling sahut akan tetapi yang

belakangan ini bernada memperingatkan.

Itulah suara Goat Gin Tojin yang membuat1589

semua orang sadar. Memang masih ada Naga

Gurun Gobi di sana ! Akan tetapi ketika Li Ceng

meloncat dan berdiri tegak, matanya bersinar

dan berapi-api maka wanita ini berseru bahwa

hal itu boleh dibuktikan. Puteranya memang

akan diadu dengan Naga Gurun Gobi itu.

"Aku telah bertekad bahwa bengcu

hanya seorang saja. Sehabis di sini kami akan

ke sana, Cuwi-enghiong. Kalian boleh ikut dan

s?ksikan betapa puteraku akan mengalahkan

pendekar itu. Naga Gurun Gobi tak perlu

kutakuti!"

"Ibu.!"

"Diam! Tugusmu belum selesai semua.

Karena masih ada pengganjal di sana maka

itupun harus kau singkirkan... Cuwi-enghiong!"

wanita ini menghadapi kembali orang-orang

itu. "Karena puteraku telah mengalahkan

kalian maka kuundang kalian untuk

menyaksikan betapa puteraku akan

mengalahkan pula pendekar itu. Tiga hari

setelah ini harap kalian datang ke Gobi dan

saksikan Naga Gurun Gobi akan dirobohkan

puteraku!" dan menyambar serta berkelebut1590

keluar akhirnya wanita ini membawa

puteranya meninggalkan Heng-san, langsung

malam itu juga dan Heng-san-paicu serta lain
lain tertegun. Sebelum membalik dan

menyambur puteranya tadi tampak wanita ini

menangis, kata-katanyapun mengandung isak

dan duka ditahan. Lalu ketika semua sadar dan

melompat keluar, di bawal gunung tampak dua

bayangan meluncur maka Ko Pek Tojin

merangkapkan tangan berseru perlahan,

"Siancai, aneh Li-hujin ini. Bukankah

pendekar itu adalah suaminya sendiri, kenapa

dimusuhi demikian hebat."

"Dan pinceng juga tak habis pikir. Kalau

itu puteranya bukankah berarti mengadu

antara bapak dan anak, Ko Pek To-tiang, ada

urusan apa sehingga Li-hujin demikian sakit

hati!"

"Maaf, pinto tiba-tiba teringat sesuatu.

Dulu wanita itu kehilangan anaknya, Lo-Suhu,

dan konon bertengkar dengan suaminya

sendiri. Tentu sebab ini ia marah-marah!"

"Ah, benar, dan ia tadi memberi isyarat

pinto untuk tidak bicara tentang suaminya. Li-1591

hujin tampaknya menyembunyikan sesuatu

terhadap puteranya!"

"Apapun yang terjadi adalah urusan

rumah tangga mereka. Pinto jadi ingin melihat

pertandingan itu, Ko Pek Totiang, apakah kau

tak ingin ke Gobi?"

"Wah siapa bilang. Pertemuan itu pasti

mendebarkan, Heng-san-paicu, pinto juga ke

sana. Bagaimana dengan See Cong Cinjin dan

rekan Gu Lai lo-suhu!"

"Omitohud, ini peristiwa besar. Karena

pinceng diundang tentu ke sana. Masa

kejadian menarik harus dilewatkan!"

"Benar, dan pinto tak mau ketinggalan.

Kita semua diundang bersama, Ko Pek

Totiang,mari berbareng dan kita siap-siap!"

"Ya, kita siap-siap. Pemuda itu hebat

sekali dan entah mana lebih hebat dengan

bapaknya. Mari atur anak-anak murid dan

besok pagi-pagi berangkat!"

Heng-san menjadi sibuk tapi kali ini

berbeda. Undangan Li-hujin membuat semua

gatal mata untuk menonton. Siapa tak ingin

melihat pertandingan besar itu. Maka setelah1592

meja kursi dikembalikan lagi dan masing
masing memulihkan tenaga maka

keesokannya enam orang ini berangkat dan

tentu saja langsung ke Gobi!

***

Boen Siong melepaskan dirinya dari

cekalan ibunya. Semalam ia diajak berlari

cepat akan tetapi ibunya menangis tersedu
sedu. Setiap ditanya tak mau menjawab. Akan

tetapi setelah pagi itu mereka jauh

meninggalkan Heng-san, tangis ibunya juga

mereda maka Boen Siong menghela napas

menanya sekali lagi, suaranya lembut dan

penuh kasih.

"Apakah ibu marah-marah kepadaku.

Di sana aku melemparmu, akan tetapi Semata
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tak tahan omonganmu. Ibu terlalu berbangga

dan berkesan sombong,ah,. Kalau ini yang

membuatmu marah biarlah aku minta maaf."

Boen Siong memeluk ibunya dan tiba-tiba sang

ibu meledak kembali. Bukan itu yang membuat

wanita ini menangis melainkan ingatannya1593

akan suami. Peng Houw telah menyakiti

hatinya begitu dalam dan sebentar lagi akan

diadunya antara anak dan bapaknya ini. la

membayangkan itu dan kemenangan

puteranya. Akan tetapi ketika tiba-tiba rasa tak

rela mendadak datang, .ia tak mau Boen Siong

mengalahkan ayahnya maka iapun bingung

dan menangis. Maklum bahwa di sudut

hatinya yang paling dalam ia masih mencintai

suaminya itu, betapapun ia telah disakiti dan

dibuat benci!

"Aku. aku teringat musuhku. Aku

teringat semua kebencian dan sakit hati ini,

Boen Siong, ibu tak marah

kepadamu.Membayangkan kita sebentar lagi

di gobi dan bertemu langsung yang membuat

ibu merana. tiba-tiba ibu tak kuat. Aku..ingin

segera bertemu dia!"

"Jadi ibu tak marah kepadaku?"

"Tidak..!"

"Kalau begitu harap ibu berhenti

menangis. Aku akan bingung kalau ibu seperti

ini . Sekarang biar kucari makanan dan ibu

tunggu sebentar" Boen Siong melepaskan1594

ibunya dan sekali berkelebat lenyap memasuki

hutan. la mendengar kokok ayan hutan dan

itulah sasarannya.

Dan ketika tak lama kemudian ia telah

muncul da datang kembali, sang ibu duduk di

bawah pohon maka pemuda itu berseri

memberikan hasil tangkapannya ini, dua ayam

jantan cukup untuk sarapan.

"Ibu yang masak, aku yang membuat

api. Lihat, cukup gemuk akan tetapi kecil-kecil!'

Li Ceng tersenyum, bangkit menerima.

Tiba-tibu ia melihat betapa gagah dan tampan

puteranya. Gerak-gerik Boen Siong juga halus

seperti ayahnya. Dan ketika hampir saja ia

nenitikkan air mata begitu terharu, untunglah

puteranya membalik dan sudah mencari kayu

bakar maka ia membersihkan dua ekor ayam

itu untuk kemudian sudah memanggangnya di

atas api kecil. Bau sedappun tercium.

"Kau lapar?" sang ibu menbuka

percakapan. "Tak ada nasi di sini hanya ayam

panggang ini saja".

"Ah, cukup. Ini Saja sudah nikmat, ibu,

asal kau yang mengolahnya semua terasa1595

sedap. Aduh, perutku berkeruyuk!" Boen Siong

tertawa dan menyambur sepotong paha yang

masih panas. Akan tetapi ketika ia hendak

menggigit dan membatalkan mendadak ia

menyodorkan itu kepada ibunya. "Orang tua

dulu, baru anak!"

Li Ceng terharu. Memang Boen Siong

selalu memperhatikan dirinya lebih dari yang

lain. Kali itupun sikapnya menunjukkan itu.

Maka ketika ia menerima dan tersenyum

mengambil yang lain, ganti memberikan

puteranya ia berkata bahwa seorang ibu selalu

menomorsatukan anak.

"Ibu belum lapar benar , sementara

perutmu sudah berbunyi. Makanlah, anakku,

ibu nomor dua. Ayo gigit dan jangun ragu!"

"Tapi ibu lebih dulu, anak belakangan".

"Baiklah, mari sama-sama makan".

Kalau kau sudah ngotot begini percuma ia

membujuk. "Ayo!" lalu""ketika sang ibu

menggigit dan barulah Boen Siong mengikuti

maka keduanya tertawa dan Boen Siong girang

betapa ibunya sudah tidak berduka lagi. la tak

sungkan menyambar yang lain dan tentu saja1596

memuji masakan ibunya ini. Dengan bumbu

sederhana ternyata begitu lezat. Dan ketika

sejenak semua kedukaan lewat maka selesai

makan dengan hati-hati Boen. Siong mulai

bertanya kenapa ibunya begitu membenci

Naga Gurun Gobi, di samping Chi Koan, karena

selama ini ia sedikit sekali mendapat jawaban

kecuali bahwa pendekar itu menyakiti hati

ibunya.

"Sebentar lagi kita bertemu musuh

besar. Sebelum bertemu dan berhadapan

dengan Naga Gurun Gobi bisakah ibu memberi

tahu kepadaku sebab-sebab ibu

membencinya. Selama ini sedikit sekali ibu

menerangkan perihal musuh yang satu ini,

sementara aku mulai heran dan ragu bukankah

ia seorang pendekar, tidak seperti Chi Koan

yang jahat itu misalnya."

Li Ceng tertegun, tak menyangka. Akan

tetapi ketika tiba-tiba ia mulai terisak dan Boen

Siong terkejut maka buru-buru pemuda ini

memegang lengan ibunya berkata halus,

"Ah, kutarik kembali. Kalau

pertanyaanku hanya membuatmu berduka1597

lebih baik tak usah kau jawab, ibu, maafkan

aku."

"Tidak, dia. dia, kau akan

mengetahuinya nanti kalau sudah di Gobi,

puteraku.Di sanalah semua jawaban kau

dapatkan. Ibu, ah... . terlalu sakit mengenang

itu!" lalu ketika wanita ini benar-benar

menangis dan Boen Siong menyesal maka

pemuda ini memeluk dan membujuk ibunya

itu.

"Sudahlah, aku tak bertanya lagi. Kalau

ia membuatmu sakit hati berarti ia pun jahat,

ibu, akan kuhajar dan kubalaskan sakit hatimu

nanti. Kalau perlu kubunuh!"

"Jangan. " sang ibu tiba-tiba menjerit,

meloncat mengejutkan puteranya ini. "Kau. .

kau tak boleh membunuhnya, Boen Siong, kuu

hanya menghajar dan mengalahkannya. lbu

melarangmu membunuhnya!"

"Tapi ia jahat...!"

"Tidak, ia.. . ia sebenarnya baik. Akan

tetapi, hu-hu-hu..." lalu ketika wanita ini

tersedu dan melempar tubuhnya lagi maka

Boen Siong tertegun melihat betapa ibunya1598

menutupi muka demikian sedih. Kalau sudah

begini ia dibuat terheran-heran. Sikap dan

tingkah ibunya terasa aneh. Dan ketika ia

membiarkan ibunya menangis sampai reda

sendiri, Ia menjaga dan hanya menunggui

ibunya akhirnya sang ibu mengusap air mata

meloncat bangun. Wajah dan sepasang

matanya lebam.

"Kita berangkat" sang ibu menyambar

lengan puteranya. "Lebih cepat bertemu lebih

baik, puteraku. Jangan tanya ibu lagi sebab di

sana kau akan tahu semuanya!"

Pemuda ini berdebar,Ia mengikuti saja

ibunya pergi. Dan ketika pada hari kedua

mereka makin dekat ke Gobi, sang ibu tampak

menggigil maka jauh di tepi gurun yang luas

wanita ini kembali berhenti, terengah, mukaya

tampak kemerahan dan anehnya sepasang

mata itupun banjir!

Boen Siong mengerutkan alis. Semakin

dekat ke Gobi ia semakin heran akan tingkah

laku ibunya itu. Kadang-kadang ibunya seperti

orang yang ingin cepat-cepat sampai, akan

tetapi tak jarang pula merandek dan berhenti1599

memperlama perjalanan, seperti Saat itu

misalnya. Akan tetapi karena selama ini ia tak

berani banyak tanya dan tak ingin ibunya

berduka maka iapun diam saja dan seperti

kebiasannya yang sudah-sudah iapun tak

menganggu ibunya itu, membiarkan ibunya

merenung dan berkedip-kedip memandang

gurun.

"Kita beristirahat disini, aku tiba-tiba

merasa lelah".

Boen Siongpun mengangguk, tak

banyak rewel. la berdebar memandang tepi

gurun yang masih jauh di depan sana. Pagi itu

matahari sudah naik cukup tinggi dan

tampaklah uap panas di atas gurun,

bergelombang. Getaran uapnya membuat

berdebar sementara perguruan terkenal Go
bi-pai belum tampak gedung bangunannya.

Tentu masih di tengah dan jauh ke sana. Dan

ketika ibunya duduk dan iapun duduk, sang ibu

terisak-isak maka Boen Siongpun diam saja

percuma menghibur ibunya. Ia sendiri merasa

tak sabar dan ingin tahu bagaimana dan siapa

pendekar Gurun Gobi itu, kenapa ibunya1600

dibuat sakit hati. Akan tetapi ketika sang ibu

menangis sementara Boen Siong merenung ke

depan, menatap kosong mendadak terlihat

bayangan hijau meluncur di tengah gurun,

datang ke hutan itu!

"Ada orang!" pemuda ini

berbisik."Hentikan tangismu dan lihat siapa
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang datang, ibu. la muncul dari tengah gurun"

Li Ceng terkejut, menghentikan

tangisnya. Cepat mengusap air mata ager jelas

memandang. Namun sementara wanita ini

belum tahu benar siapa bayangan itu,

Boen Siong telah tahu maka pemuda ini

bergumam behwa yang datang adalah seorang

gadis.

"Yang datang adalah wanita muda

delapan atau sembilan belas tahun. Apakah

Gobi memiliki murid wanita, ibu, gerakannya

cepat sekali dan kepandaiannya cukup tinggi!"

"Tak mungkin Gobi memiliki murid

perempuan. Partai itu terdiri para hwesio tua

muda, Boen Siong, kalau dia seorang Wanita

tentu orang lain. Ibu belum jelas!"1601

"Kalau begitu melompatlah ke atas

pohon, ia ke sini."

Li Ceng bergerak dan melayang naik ke

atas pohon. Dari sini barulah ia melihat jelas

dan ternyata yang datang adalah seorang gadis

cantik jelita. Pakaiannya serba hijau sementara

rambutnya yang hitam gemuk dikepang di kiri

kanan, diikat atau dihias pita merah dan

pipinya yang kemerah-merahan ketika berlari

cepat membuat ia berdebar. Gadis itu

memang berkepandaian tinggi! Dan ketika

sekejap kemudian gadis itu sudah berada di

mulut hutan, terkejut melihat Boen Siong

mak? Li Ceng berjungkir balik melayang turun.

Gadis itu semakin terkejut melihat ada orang

lain lagi di situ, langsung berhenti.

"Eh..!" seruan merdu ini langsung

membuat jantung Boen Siong bergetar. "Siapa

kau dan ada apa di sini, sobat. Ini wilayah Gobi

dan harap jangan dekat-dekat sini!"

"Kau!" Li Ceng membentak dan

langsung meloncat di depan gadis ini galak.

"Kau sendiri siapa dan dari mana. Hendak ke

mana dan bagaimana muncul dari arah Go-bi-1602

pai. Bukankah Gobi tak mempunyai murid

wanita dan kau seperti maling kesiangan!"

Gadis ini terkejut, membelalakkan

mata. Pertanyaannya tak dijawab malah ia

ditanya dan dibentak. Kasar benar wanita ini!

Akan tetapi ketika ia menahan kemarahannya

dan menjura, sikapnya halus namun sopan

maka iapun menjawab bahwa ia murid Gobi

secara tak langsung.

Boen Siong memandang kagum

Sementara khawatir terhadap sikap ibunya.

Sang ibu tampak tidak bersahabat.

"Bibi agaknya orang asing di sini, akan

tetapi aku murid Gobi biarpun tak langsung.

Namaku, hmm. .. seharusnya tamu

memberitahukan namanya dulu dan ada

keperluan apa bibi berdua di sini. Seingatku

tanpa undangan khusus siapapun tak boleh

menginjak wilayah ini, atau Gobi akan

menganggapnya sebagai pelanggaran dan bibi

berdua bisa celaka."

"Bah..anak ingusan bicara seperti itu.

Aku datang memang ada urusan dengan Gobi

bocah, pelanggaran atau tidak tak perduli. Kau1603

tak perlu mengancamku dan justeru kebetulan

datang di sini. Aku hendak menangkapmu!"

lalu tanpa banyak bicara dan menyambar ke

depan tiba-tiba Li-hujin menotok dan hendak

merobohkan gadis itu, tentu saja dikelit dan

sang gadispun marah. Akan tetapi ketika Li

Ceng mengejar dan gadis ini membentak maka

ia menangkis dan... terpentalah nyonya itu.

"Aduh!"

Boen Siong terkejut menyambar

ibunya. Untung sang ibu berjungkir balik dan

dicekal puteranya. Dan ketika Li-hujin terkejut

akan tetapi tentu saja marah bukan main, gadis

itu berdiri dengan mata bersinar-sinar maka

wanita ini membentak menerjang lagi. la

melepaskan diri dari tangan Boen Siong

merasa penasaran

"Kau bocah ingusan berani melawan

aku. Bugus, mari main-main dan lihat berapa

jurus kau roboh!"

Akan tetapi betapa kaget dan herannya

Wanita ini melihat lawan berkelit dan

menghalau dengan mudah. Totokan-totokan

atau tamparan tangannya dikebut dari1604

samping, angin kuat menyambar dan iapun

terhuyung! Dan ketika wanita ini melengking

sementara gadis itu tersenyum mengejek

maka Li-hujin tak satupun mendaratkan

pukulannya di tubuh gadis baju hijau itu.

"Boen Siong, bantu aku. Robohkan

dia!" Gadis itu terkejut memandang Boen

Siong. Saat itu Boen Siong melihat ibunya

terdesak dan tentu saja ia merasa kasihan. Tak

boleh ibunya dipermalukan orang. Maka ketika

berkelebat dan mendorong perlahan, pukulan

sinkangnya membuat gadis itu terhuyung

maka gadis itu pucat mukanya memandang ibu

dan anak, tiba-tiba berseru.

"Subo, kau.. . kau kiranya!" lalu ketika

gadis ini menghambur dan menjatuhkan diri

berlutut, Li Ceng terkesiap maka nyonya ini

terpaku dan tertegun pula. Gadis itu tiba-tiba

menangis den sudah memeluk kedua kakiya

kencang-kencang.

"Benar, ini subo. Ah, kau mengejutkan

dan mengagetkan aku, subo, kenapa baru hari

ini datang dan ini kiranya sute Boen Siong.

Siauw-te.. . siauw-te Siao Yen!"1605

Sang nyonya bagai disambar geledek

mendengar itu. Tak disangkanya bahwa gadis

cantik jelita ini adalah Siao Yen. Dan ketika

sejenak ia tergetar dan berkejap-kejap,

sungguh ia pangling maka Siao Yen tersedu
sedu bicara.

"Suhu. . suhu menanti-nantikan

kedatanganmu. la menderita dan tampak tua,

subo. Suhu akhir-akhir ini sering sakit-sakitan.

Kemarin ia jatuh dari tangga, demam dan

menggigil. Sudah bertahun-tahun ini ia

menyebut-nyebut namamu dan Boen Siong.

Dan kalian, ah... tiba-tiba datang. Mari, subo,

mari temui suhu dan kasihanilah semua dosa
dosanya!"

Meledaklah tangis dan sedu-sedan Li
hujin. Begitu Siao Yen membawa berita

menyayat iapun segera tak tahan. Boen Siong

terpaku bingung. Dan ketika gadis itu memeluk

ibunya erat-erat sementara sang ibu roboh

dan mengguguk tiada hentinya maka

terdengurlah keluhan pendek-pendek dari

mulut ibunya itu.1606

"Houw-ko , ooh, Houw-ko!" akan tetapi

ketika tiba-tiba wanita ini teringat semua

penderitaannya, betapa Peng Houw

menyamaratakan dirinya dengan mendiang

ibunya mendadak wanita ini melengking dan

kalap. Siao Yen ditendang dan mencelat

terlempar.

"Jahanam, pergi kau. Aku tak

mengenalmu, bocah busuk. Siapa itu suhumu

dan apa perduliku terhadap suhumu. Pergi,

laporkan bahwa besok kami datang..dess! !"

dan gadis baju hijau yang mencelat dan

terbanting roboh segera menjerit dan tak

menyangka. la terguling-guling meloncat

bangun dan wajahnya tampak begitu pucat.

Boen Siong juga terkejut oleh perbuatan

ibunya. Dan ketika ia berkelebat namun sang

ibu menuding,wajah memerah padan maka

wanita itu membentak agar gadis itu pergi.

"Enyah, jangan perlihatkan batang

hidungmu kepadaku. Enyah, bocah cilik, atau

kubunuh kau!"

Yang peling kaget tentu saja gadis ini. la

memang Siao Yen dan seperti biasa setiap1607

bulan ia hendak berbelanja rempah-rempah.

Bumbu dapur habis dan dialah yang

bertanggung jawab tentang itu.

Mula-mula ia tak mengenal subonya

karena sudah belasan tahun mereka berpisah.

Li Ceng juga tak mengenal karena gadis ini

telah tumbuh dewasa. Akan tetapi ketika nama

Boen Siong disebut-sebut dan gadis ini

terbelalak memandang Li-hujin teringatlah

wanita itu maka segera ia menjerit dan girang

bahwa subonya tahu-tahu ada di situ.

Akan tetapi kini tiba-tiba ia diusir! sang

subo seolah bersikap tak kenul-mengenal dan

tentu suja ia kaget bukan main. Gudis ini

tersedu. Dan ketika ia coba berlutut dan

memanggil subonya, alangkah marah wanita

itu tiba-tiba Li-hujin berkelebat dan... . sebuah

tamparanpun mengenai kepala gadis itu.

"Kusuruh enyah tak mau enyah,

baiklah, kubunuh kau " lalu ketika tendangan

dan pukulan bertubi menghajar gadis ini Siao

Yen jatuh bangun maka Boen Siong tak kuat
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan membentak. ibunya1608

"Cukup, ibu tak boleh bersikap kejam.

Jangan siksa dan sakiti gadis ini dan biarkan ia

pergi!"

Pertolongan Boen Siong

menyelamatkan Siao Yen. Gadis itu tersedu
sedu dan mengguguk dan iapun terhuyung
huyung memandang subonya. Wanita itu

tampak terbakar. Akan tetapi ketika ia

membalik dan Memutar tubuhnya maka gadis

ini pergi, air matanya masih membanjir.

"Teecu akan memberi tahu suhu.

Baiklah teecu pergi, subo, snmpai jumpa

kembali!"

Li-hujin menggigil dan gemetar di

tempat. la masih terguncang oleh pertemuan

itu dan tak disangkanya gadis itu adalah Siao

Yen. Alangkah cantik dan halusnya.

Akan tetapi karena ia harus menekan

semua perasaan itu mengobarkan

kemarahannya, tak boleh ia luluh maka Boen

Siong bingung melihat sikap ibunya ini.

"Siapa dia, kenapa ibu marah-marah.

Dia menyebutmu subo berarti bukan orang1609

lain, ibu, akan tetapi kau tak menyambutnya

secara bersahabat."

"Persetan dengan dia, persetan dengan

suhunya itu. Aku benci dan tak suka

kepadanya, Boen Siong, iapun musuh!"

"Akan tetapi ia bersikap baik, dan kalau

ia mau kau tak dapat mengalahkannya".

"Ada kau di sini, masa mendiamkan

ibumu dihina orang. Sudah, aku tak mau bicara

dan kita menyembunyikan diri dulu. Belum

waktunya kita bertemu musuh-musuh kita!"

lalu ketika nyonya ini berkelebat meninggalkan

mulut hutan, kembali dan menjauhi tempat itu

maka Boen Siong mengikuti ibunya dan tak

lama kemudian bergeraklah tiga bayangan dari

tengah gurun. Mereka sudah berada di

belakang hutan dan kebetulan ibunya

menemukan sebuah guha, masuk dan

menangis akan tetapi Boen Siong melayang

naik ke puncak sebuah pohon. Pemuda ini

berkata ia hendak menjaga tenmpat itu kalau

ada musuh datang, padahal sebenarnya

dengan berdebar ia mengawasi tiga bayangan

dari tengah gurun itu. Satu dari bayangan itu1610

adalah Siao Yen, pakaian serba hijaunya

kentara. Dan ketika dengan matanya yang

tajam pemuda ini melihat bahwa dua

bayangan di kiri kanan gadis itu adalah seorang

pria empatpuluhan sementara yang berbaju

kuning adalah seorang pemuda duapuluh

tujuh tahunan, gagah dan cakap maka Boen

Siong tergetar melihat wajah pria

empatpuluhan itu yang kuyu namun dagunya

yang kuat menunjukkan wajah seorang gagah

dan penuh wibawa. Sedikit jenggot pendek

menghias wajahnya membuat lebih gagah lagi.

Sayang Boen Siong tak dapat melihat

lebih lama. Tiga orang ini telah memasuki

hutan dan kalau saja ia tak menjaga ibunya

mau rasanya menyongsong orang-orang itu,

terutama Siao Yen! Terhadap gadis yang satu

ini ia merasa berdebar dan ada yang istimewa.

Wajahnya tiba-tiba semburat dan selanjutnya

ia melayang turun lagi kebawah. la harus

berjaga-jaga. Akan tetapi ketika tak ada apa
apa dan ia melayang naik lagi, tampaklah tiga

bayangan bergerak kembali ke gurun maka

Boen Siong lega bahwa ia dan ibunya tak1611

terganggu. Siao Yen tampak diantara tiga

bayangan itu dan tentu mereka kembali

setelah tak berhasil menemui ibunya.

Boen Siong menghela napas. Setelah

dekat dengan Gurun Gobi iapun berdebar
debar tak enak. Wajah pria gagah itu

terbayang-bayang di depan matanya lagi.

Siapakah dia? Pasti suhu gadis itu. Pendekar

Gurun Gobi sendiri? la tak tahu. Maka ketika

malam itu dilewatkan sunyi sementara sang

ibu masih terisak-isak akhirnya pagi-pagi benar

di kala burung baru berkicau ibunya sudah

mengajak ke gurun. Matahari menyorotkan

Slnarnya yang lembut kuning keemasan,

kabutpun masih melayang-layang di

permukaan gurun.

"Kita pergi. Kita datangi musuh kita,

Boen Siong, siapkan tenagamu atau ibu akan

terhina seumur hidup!"

Pemuda ini mengangguk, diam.

Semalam ia bersila dan mengumpulkan

tenaga. Telah didengarnya bahwa Gobi

bukanlah tempat yang boleh dibuat main
main, dan di sana ada Sang Naga! Namun1612

karena ia harus menuruti perintah ibunya dan

lebih dari itu mengemban tugas mendiang

suhunya maka iapun mengikuti ibunya

melangkah lebar menembus kabut di

permukaan gurun. Hawa terasa dingin

mengiris wajah.

"Bawa aku dengan Boan-eng-sutmu.

Jerihkan musuh dengan kepandaianmu, Boen

Siong. Bawa cepat agar lekas sampai!"

Pemuda ini lagi-lagi mengangguk.

Memang ibunya berlari cepat dengan gin-kang

biasa sementara iapun mengikuti dengan

sabar. Sekali-sekali ia tak mengganggu ibunya

yang tampak kacau ini Maka ketika tiba-tiba ia

balik menyambar ibunya meloncat terbang,

Boan-eng-sut adalah Elang Cahaya maka bak

petir menyambar mendadak tubuh pemuda ini

melesat tak dapat diikuti mata lagi. Kabut

diterjang terpental dan Li-Hujin berseri-seri.

Sebentar saja puteranya berada di tengah

gurun. Dan ketika tak lama kemudian

tampaklah bangunan yang amat besar, putih

dan berdiri kokoh di depan sana maka tembok

yang luas memagari bangunan ini bagai sebuah1613

benteng melindungi kerajaannya. Inilah

markas atau pusat Go-bi-pai!

"Masuk dari gerbang depan, kalau

ditutup melayang saja ke atas!"

Boen Siong lagi-lagi mengangguk. La

berdebar membawa ibunya karena matanya

yang tajanm telah melihat bahwa pintu

gerbang dibuka lebar-lebar. Gobi agaknya siap

menyambut mereka. Dan ketika ibunya tahu

dan mereka sudah berada disini, Boen Siong

tertegun maka di,atas gerbang yang tinggi

terpancanglah kain lebar bertuliskan:

"SELAMAT DATANG PENG-HUJIN!"

Li Ceng menjerit lirih. la melepaskan

dirinya dari puteranya dan tiba-tiba dari balik

pintu gerbang muncullah sebarisan hwesio

muda. Mereka langsung membungkuk dan

memberi hormat di depan wanita ini. Lalu

ketika Li Ceng mendekap mulutnya merasa

kaget, sama sekali tak menyangka sambutan

itu maka berkelebatlah bayangan hijau dan... ..

Siao Yen berlutut di depan wanita ini.1614

"Selamat datang, suhu telah menanti

subo di ruang dalam. Teecu diminta

mengantar dan mari subo masuk ke dalam."

Tak terasa wanita itu mundur dan

mengeluarkan isak tertahan. Boen Siong cepat

mencekal ibunya berdebar tak karuan. Tak ada

musuh yang menyambut demikian

bersahabat. Akan tetapi ketika ibunya

melengking dan melepaskan diri, menerjang

dan menendang gadis itu maka sang ibu

melesat masuk dengan maki-makian.

"Naga Gurun Gobi, keluarlah tak perlu

meluluhkan aku. Sakit hati harus dibalas dan ini

puteraku yang akan menghajarmu!" lalu

berteriak-teriak dan mendorong atau

menendang para hwesio di tangga pendapa,

anehnya tak ada yang melawan maka Li-hujin

menerobos ke dalam sementara Boen Siong

berkelebat di belakang ibunya menjaga segala

kemungkinan . Siao Yen gadis baju hijau pucat

mengikuti dengan isak kecil.

Dan akhirnya berhentilah wanita itu di

ruang dalam. Di tempat yang luas dimana kiri

kanannya terdapat taman bunga berdirilah1615

empat orang nenunggu mereka. Dua yang

bersebelahan adelah dua orang hwesio tua

berjenggot putih, menjura dan membungkuk

dalam-dalam di depan Wanita ini. Sedangkan

dua lagi yang terakhir adalah pria gagahi itu

dan pemuda baju kuning. Dan begitu melihat

ibunya segera pemuda itu berlutut dan

berseru nyaring, suaranya serak dan air

matapun tiba-tiba membanjir.

"Subo...!"

Boen Siong benar-benar tertegun di

sini. la melihat ibunya menggigil hebat

sementara pria itu juga gemetar dan

menggigil. Dua pasang mata bertaut dan

terdengar keluhan ibunya. Pria itu tampak tua
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan kurus, meskipun berwajah gagah akan

tetapi saat itu tampak kuyu dan lemah.

Dan ketika tak ada kata-kata di antara

mereka namun bibir pria gagah itu berkemak
kemik, engeluh dan akhirnya mengembangkan

lengan mendadak pria ini terhuyung dan

menubruk ibunya. Wajah gagah itupun tiba
tiba basah air mata.

"Ceng-moi..!"1616

Entah bagaimana jadinya mendadak

ibunya mengguguk. Inilah Naga Gurun Gobi

Peng Houw yang menderita itu. Sekian belas

tahun mencari isterinya dan baru hari itu

muncul. Maka ketika Peng Houw tak dapat

menahan keharuannya dan segala rindu serta

sesal menjadi satu, sang isteri berapi-api

namun ia pasrah dan mengalah maka pria

itupun maju dan memeluk isterinya ini. Li

Cengpun tak kuat dan perasaannya yang

dikeras-keraskan mendadak menjadi lumer

dan luluh. Sang su?mi tampak begitu kusut dan

kuyu!

"Ceng-moi, maafkan aku.... ah, belasan

tahun aku mencarimu namun gagal.

Sekarang... sekarang tiba-tiba kau datang. Duh,

maafkan semua dosa-dosaku, isteriku, demi

Tuhan akupun menderita!"

Wanita itu tersedu dan memukul
mukul suaminya. Kemarahan dan keharuan

menjadi satu. Kebencian dan kasih sayang

bercampur-aduk pula. Dan ketika Li Ceng

benar-benar hancur dan porak-poranda, ia tak

dapat melampiaskan segala angan-angannya1617

maka Peng Houw mengecup dan mencium

kening isterinya itu memandang Boen Siong.

"Itu. . itu anak kita.....? Duh, Thian Yang

Agung. Kau pertemukan aku dengan anak

isteriku. Boen Siong, aku ayahmu, kemarilah,

nak.. !" lalu ketika dengan terhuyung dan

menggandeng isterinya pendekar ini

menghampiri Boen Siong maka pemuda itu

menjadi pucat di samping bingung sekali.

"Ibu,ini ayah?"

"Benar, ia ayahmu. Aku... aku..!"

"Akan tetapi ibu mengatakan ayah

dibunuh! Ah, bagaimana ini? Siapa yang

benar?"

"Tidak Ia .. ia ayahmu, Boen Siong. Akan

tetapi dia pulalah yang merobek-robek hati

ibumu. Dia .. dia laki-laki keparat! " Li Ceng

menjerit dan tiba-tiba melepaskan diri. Semua

orang terkejut keti-lka tanpa ba-bi-bu lagi

menampar Naga Gurun Gobi. Tamparannyak

keras hingga Peng Houw terpelanting! Dan

ketika Boen siong membentak dan

menyambar ibunya, sementara pemuda baju

kuning dan Siao Yen terpekik menolong suhu1618

mereka maka dua hwesio tua yang sejak tadi

berdiri tak jauh sekonyong-konyong

berkelebat dan melindungi pendekar ini. Peng

How pucat dan tibe-tiba batuk darah!

"Omitohud, hujin tak boleh bersikap

kejam terhadap suami. Ketahuilah bahwa

Peng-taihiap sedang sakit. la tak boleh

dimusuhi!"

"Biar. biarlah. " Peng Houw terhuyung

batuk-batuk. "Segala sakit hatinya masih

kurang dengan tamparan itu, Ji-ssiok. Aku

dapat memaklumi perasaannya dan dosaku

memang besar. Biarlah... biar ia memukulku

lagi!" lalu melepaskan diri dari kedua muridnya

Peng Houw melangkah gemetar menghadapi

isterinya ini , mengusap darah dengan ujung

bajunya

"Ceng-moi, aku memang suami

keparat. Pukul dan hukumlah sepuas hatimu.

Aku memang suami keparat....!"

Li-hujin terhenyak dan berubah-ubah.

la tak meny?ngka tamparannya membuat

suaminya batuk darah. Suaminya terluka

dalam! Maka ketika tiba-tiba ia mengguguk1619

dan melompat, memeluk dan Menciumi

suaminya itu segera ia minta maaf dan tak tahu

bahwa suami sakit.

"Ah..aku, . tidak! Ah, tak akan kupukul

atau kusakiti kau, Houw-ko, tak akan kuhukum

biarpun sakit hatiku bertumpuk-tumpuk. Kau

luka? Kau celaka oleh tamparanku tadi? Oohh,

maafkan aku, Houw-ko, aku isteri tak tahu diri.

Biar kuobati dan kurawat kau!" lalu ketika

dengan penuh kasih sayang dan amat terharu

serta mengguguk wanita ini mengusap sisa

darah di bibir, membersihkan dan menuntun

pendekar itu maka Boen Siong benar-benar

terkesima dn terpukul hebat. Akan tetapi tiba
tiba ia teringat akan Naga Gurun Gobi itu,

musuhnya!

"Ibu, mana Naga Gurun Gobi yang kita

cari-cari itu. Bukankah aku harus

mengalahkannya!"

Sang ibu menjerit dan tertusuk-tusuk,

TentU saja kata-kata ini membuat luka lebar

sementara Peng Houw tertegun, tak tahu apa

yang terjadi. Akan tetapi ketika Boen Siong

diberi tahu bahwa Naga Gurun Gobi ada di1620

depannya, itulah ayahnya sendiri maka

pemuda ini terbelalak dan berubah, bagai

disambar petir.

"Naga Gurun Gobi adalah ayahmu ini

juga. aku sengaja menyembunyikannya karena

dendam dan sakit hatiku itu, Boen Siong. Akan

tetapi Ia.... ah, ayahmupun menderita

bertahun-tahun!"

"Omitohud.. !" Ji-hwesio pimpinan

Gobi merangkapkan tangan. "Sungguh

berbahaya maksud hatimu, hujin. Kau hendak

mengadu antara ayah dan anak. Padahal.

padahal suamimu sudah tak sekuat dulu!"

"Apa maksudmu."

"Ia...!"

"Cukup!" Peng Houw tiba-tiba berseru

"Urusan itu tak perlu diberitahukan, Ji-susiok.

ltu adalah kehendakku pribadi dan jangan

ganggu kebahagiaan ini dengan hel-hal yang

kurang mengenakkan!" lalu menghampiri

puteranya dituntun sang isteri Peng Houw

memegang pundak pemuda ini, gemetar.

"Kau.. benar-benar mirip aku waktu muda. Di

mana kalian bersembunyi dan bagaimana1621

setega itu membiarkan aku merana, Boen

Siong. Sungguh tanpa ibumu tak kusangka

inilah anakku!"

Boen Siong menahan sedu-sedan balas

memeluk ayahnya itu. Bertiga dengan sang ibu

merekapun berangkul-rangkulan.

Akan tetapi ketika semuanya reda dan

Sam-hwesio batuk-batuk, mundur dan berkata

biarlah keluarga itu bicara di kamar belakang

maka Peng Houw mengangguk dan teringat.

Ruang itu adalah ruang terbuka di mana

banyak pasang mata bisa melihat mereka.

"Pinceng gembira dan turut

menyatakan kebahagiaan atas pertemuan

kalian. Akan tetapi masuk dan ajaklah anak

isterimu di kamarmu belakang, Peng Houw

pinceng akan menyuruh anak murid

menyiapkan sekedar pesta!"

"Terima kasih. Kau benar, Sam-susiok,

terima kasih!" lalu ketika dua hwesio itu

berkelebat sementara Siao Yen dan kakaknya

penuh haru maka Boen Siong teringat pemuda

baju kuning itu, bertanya pada ibunya.1622

"Oh, dia? Dia suhengmu Po Kwan,

kakak Siao Yen!"

Po Kwan buru-buru maju dan menjura

di depan sutenya ini. Meskipun mereka bukan

kakak beradik satu perguruan akan tetapi

karena putera suhunya maka Po Kwan

menganggap Boen Siong sute. Boen Siongpun

tak keberatan. Dan ketika Boen Siong balas

menjura dan suhengnya berseri-Seri maka Po

Kwan menyatakan kebahagiaannya atas

pertemuan itu.

"Silakan sute bercakap-cakap di

belakang. Kami akan membantu para siauw
hwesio mengadakan pesta kecil."

Jadilah pemuda itu mengikuti ayah

ibunya. Di sini para hwesio membungkuk

hormat dan Boen Siong terharu. Baru sekarang

ia tahu ayahnya masih hidup. Diam-diam ingin

juga ia tahu kepandaian ayahnya, meskipun

tentu saja bukan dalam pertandingan kalah

menang. Dan ketika mereka memasuki kamar

dan betapa sederhana kamar itu, hanya

terdapat sebuah pembaringan dan dua kursi1623

bangku maka Li Ceng terisak melihat isi kamar

ini. Tak ada meja makan di situ.

"Kau, kamarmu begini sederbana. Di

mana kau makan, Houw-ko, apakah Siao Yen

tak menyiapkan mejanya!"

"Hm, jangan nenyalahkan anak itu.
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mejaku adalah lantai ini Ceng-moi, kadang
kadang bangku yang satu itu. Aku tawar

menghadapi kehidupan, semuanya tak begitu

menyenangkan lagi. Tapi setelah kalian datang

dan aku merase bergairah tentunya kau

mengatur lagi makan minumku. Atau, hmm...,

hukumanku belum cukup."

"Houw-ko, jangan seperti itu. Aku akan

merawat dan menjagamu seperti dulu-dulu

lagi. Dan.... dan aku puas sumpahku terkabul!"

"Sumpah apa."

"Bahwa kalau aku tidak bersalah akulah

yang akan menemukan Boen Siong lebih dulu!"

Peng Houw menarik napas dalam,

tersenyum pahit. Lalu mengangguk dan

mempersilakan anak isterinya duduk iapun

sudah bersila di tepi pembaringan. Boen Siong1624

terharu betapa eyahnya batuk-batuk namun

cepat menelan sebutir obat.

"Akhir-akhir ini tubuhku ringkih. Aku

tak memiliki gairah hidup dan semangat lagi,

Ceng-moi, kalau tak ingat akan Siao Yen dan Po

Kwan rasanya ingin mati saja".

Sang isteri terisak, meremas atau

mencengkeram lengan suaminya ini.

"Sekarang ceritakan kepadaku di mana

saja kalian selama ini. Belasan tahun aku

mecari namun selalu gagal. Aku putus ada!".

"Kami sembunyi di Kun-lun...!"

"Kun-lun?"

"Ya, kami di sana, Houw-ko,

bersembunyi".

"Akan tetapi aku sudah ke sana, kalian

tak ada!"

"Kami di perut gunung."

"Perut gunung?"

"Ya, perut gunung. Putera kita ini

ternyata diambil Pek-gan Hui-to Jiong Bing Lip

yang akhirnya menjadi gurunya. Kakek itu

bersembunyi di terowongan bawah tanah."1625

"Astaga, ceritakan itu. Dan, eh.. Siapa

kakek yang kau sebut tadi? Pek-gan Hui-to

Jiong Bing Lip? Maksudmu tokoh angkatan tua

seangkatan Ji Leng Hwesio suhu?"

"Benar, Houw-ko, ia juga seangkatan

dengan Siang Kek dan ?iang Lam Cinjin itu.

Boen Siong ternyata dibawa kakek itu.".

"Ceritakan, ceritakan kepadaku. Aku

tak sabar mendengar!" lalu ketika Li Ceng

menarik napas menceritakan itu, betapa

kemudian lari ke Kun-lun dikejar Chi Koan dan

Kwi-bo, hampir tertangkap dan terjeblos ke

ruangan bawah tanah maka di sini Peng Houw

mengepal tinju menahan marah.

"Jahanam Chi Koan itu, ia benar-benar

hendak mengganggumu!"

"Ya, akan tetapi justeru di situlah aku

menemukan putera kita Boen Siong.

Locianpwe Jiong Bing Lip menolongku,Houw
ko , menggembleng putera kita ini dan telah

mewarisi seluruh kepandaiannya. Dia baru saja

mengalahkan tokoh-tokoh Heng-san dan See
tong serta Bu-tong juga Hoa-san-paicu!"1626

"Apa?" Peng Houw kaget. " mendidik

anak kita untuk membuat malu para ketua
ketua persilatan?"

"Tidak, ia hanya melaksanakan tugas

gurunya. Sebelum tewas Jiong Bing Lip

locianpwe meninggalkan pesan agar

menyatukan dunia kang-ouw. Dan kebetulan

di sana ada rencana pemilihan bengcu. Chi

Koan, jahanam itu telah menjadi bengcu di

utara. Boen Siong akan menandinginya!"

Peng Houw terkejut dan kelihatan

kurang senang dan tiba-tiba ia memandang

puteranya ini. Dua pasang mata beradu dan

kewibawaan seorang ayah membuat Boen

Siong tunduk. Dari pancaran ayahnya itu ia

tahu sang ayah tak senang.

Maka ketika ia berkata bahwa sang ibu

mendesak, ia dipaksa bertanding maka Li Ceng

mengangguk tak tedeng aling-aling lagi

"Benar, aku mendukungnya. Untuk

menguji kepandaiannya siapa lagi yang harus

menjadi lawan, Houw-ko. Kalau tidak tokoh
tokoh seperti mereka itu ya kau sendiri!"1627

"Hm, aku sudah seperti singa ompong"

Peng Houw tertawa pahit. " kalaupun Boen

Siong menyerangku pasti aku kalah, Ceng-moi.

Aku. . aku telah kehilangan Hok-te Sin-kang

yang kumiliki itu".

"Apa, kau kehilangan Hok-te Sin-kang?

Maksudmu kau tak sehebat dulu lagi?" sang

isteri terkejut, meloncat dari bangkunya.

"Benar, akan tetapi dengarlah

penjelasanku. Bukankah sudah kubilang

bahwa sejak aku tak dapat menemukan kalian

berdua aku menjadi putus harapan dan tak

bergairah hidup lagi. Aku... aku menyerahkan

Hok-te Sin-kang itu kepada Po Kwan dan Siao

Yen.

"Houw-ko!" Li Ceng tiba-tiba menjerit

dan menubruk suaminya ini. Dari sini dapat

diketahui betapa terpukul suaminya itu.

Karena tak bergairah dan tak bersemangat

hidup lagi lalu mengoperkan Hok te sin-kang

kepada orang lain, padahal ilmu itu amatlah

hebatnya. Maka ketika ia tersedu-sedu dan

menyayangkan serta menyesal bukan main

segera wanita ini berkata kenapa suaminya1628

bersikap seperti. Menyerahkan Hok-te Sin
kang sama halnya menyerahkan nyawa

sendiri!

"Aku sudah tak memikirkan mati

hidupku. Kepergian kalian membuat semangat

dan jiwaku melayang-layang, Ceng-moi. Aku

tahu dosa dan kesalahanku yang besar. Aku tak

menyangka bahwa Tuhan masih memberiku

kebahagiaan dengan munculnya dirimu di sini.

Sedang ilmu itu, hmm... aku percaya kakak

beradik itu. Po Kwan dan Siao Yen tidak seperti

Beng San."

"Beng San? Siapa lagi dia?"

"Hm, ceritanyapun panjang. Kalau

ceritamu sudah habis maka aku akan

menceritakan ceritaku."

Li Ceng terisak-isak. la memeluk dan tak

malu-malu mencium pipi suaminya ini.

Keharuannya begitu besar. Rasa cintanya

mengalahkan segala-galanya lagi. Lalu ketika ia

melanjutkan sampai akhirnya datang ke Gobi,

hari itu akan datang enam orang dari Heng-san

dan lain-lain maka ia semburat meminta maaf.1629

"Aku mendongkol oleh suara Goat Gin

Tojin bahwa calon bengcu ada dua, yakni

dirimu dan Boen Siong. Dan karena aku

bertekad Boen Sionglah yang memimpin

orang-orang selatan, dia tak kalah olehmu

maka ingin kutunjukkan bahwa jagoku tidak

salah. Dengan begitu sekaligus aku dapat

membalas sakit hati!"

"Tapi kau akhirnya mengampuni aku.

Hm, dalam keadaan seperti ini diriku tiada

ubahnya orang biasa, Ceng-moi. Dengan

hilangnya Hok-te Sin-kang aku tak memiliki

taring lagi. Aku hanya memilik Thai-san-ap-ting

dan Cui-pek-po-kian serta Soan-hoan-ciang.

Berhadapan dengan Chi Koan pasti aku roboh."

"Jadi karena itu Ji-hwesio tadi hendak

melaporku?" sang nyonya teringat.

"Benar, akan tetapi hanya beberapa

saja yang tahu keadaan ini. Orang luar, orang

lain masih menganggapku sebagai Naga Gurun

Gobi, padahal aku sudah tak bertaring."

"Kalau begitu tak tahu diri benar Po

Kwan dan Siao Ye ini. Mau saja mereka

menerima ilmumu terdahsyat!"1630

"Hush, jangan salahkan mereka.

Mereka tahu setelah terlambat, Ceng-moi. Aku

memberikannya secara diam-diam. Pikirku

sebelum aku mati biarlah Hok-te sin-kang

diwarisi muridku yang tepat. Kalau saja kutahu

Boen Siong ada bersamamu..!"

Sang nyonya tersedu akan tetapi Peng

Houw merangkul dan menghibur isterinya la

berkata bahwa karena bosan hidup ia tak ingin

apa-apa lagi. Sebelum ajal datang biarlah ilmu

itu diwarisi dua muridnya. Dan ketika Li Ceng

teringat betapa ia terpelanting oleh tangkisan

Siao Yen, pantas gadis itu begitu hebat maka ia

memeluk suaminya ini berbisik sendu,

"Houw-ko, kalau saja kutahu

penderitaanmu tak mungkin berlama-lama

aku meningalkanmu. Akan tetapi semuanya

sudah menjadi bubur, mudah-mudahan saja

kakak beradik itu baik-baik atau kelak Boen

Siong membunuhnya!"

"Hm, mereka bukan Beng San. Justeru

setelah tahu mereka tak pernah meninggalkan

aku, Ceng-moi, merekapun takut kalau-kalau1631

Chi Koan datang. Kakak beradik ini benarKabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar baik, aku tak kecewa.

"Beng San, Beng San lagi. Siapa bocah

ini dan di mana dia sekarang!"

Dia sekarang menjadi murid Chi Koan,

dulu muridku."

"Apa?"

"Dengarlah ceritaku." lalu ketika ganti

sang suami bercerita maka diceritakanlah oleh

Peng Houw mula-mula kedatangan anak itu,

dibawa oleh Giok Yang Cin-jin lalu menjadi

muridnya akan tetapi membelot. Waktu ia

keluar mencari anak isteri terjadilah

pertemuan Beng San dengan si buta, anak itu

akhirnya diambil murid. Dan karena Beng San

menginginkan Hok-te Sin-kang dan selama ini

tak pernah mendapatkannya maka anak itu

coba berguru pada Chi Koan agar

mendapatkan Hok-te Sin-kang.

"Begitulah, ia licik dan jahat. Akan

tetapi sejak aku kembali dan menjaga di sini

maka aku tak tahu dunia luar lagi. Aku acuh."

Sang nyonya terisak. Suaminya

berkerut-kerut ketika menceritakan itu dan1632

garis-garis ketuaan tampak membayang jelas.

Betapa sengsara dan tertekan batin suaminya

ini, Li Ceng terharu. Dan ketika semuanya

selesai bercerita maka munculah seorang

hwesio memberitahukan bahwa pimpinan

mengundang ke ruang tengah. Ada tamu-tamu

dari Hoa-san dan Heng-san serta Bu-tong dan

See-tong.

"Nah, itu!" Li Ceng tiba-tiba

kebingungan. "Celaka sekali mereka datang,

Houw-ko, bagaimana kini!"

"Tenanglah, ini semua karena aku.

Marilah kita temui mereka dan bicara baik
baik, untuk apa takut."

"Aku tidak takut, akan tetapi bingung!"

"Apa bedanya? Akhirnya khawatir juga,

Ceng-moi, akan tetapi harus dihadapi juga.

Marilah kita sambut tamu-tamu itu dan aku

percaya kepada pilihanmu."

"Maksudmu?

"Biarlah putera kita menjadi bengcu,

kalau mereka kehendaki. Sedang aku sendiri,

hmm..... Cukup penasihat saja." lalu ketika

dengan tersenyum Peng Houw bangkit dan1633

menggandeng anak isterinya maka benar saja

enam orang itu di situ, Heng-san-paicu dan dua

sutenya serta Ko Pek Tojin dan See Cong Cinjin,

juga Gu Lai Hwesio. Dan anehnya mereka itu

berseri-seri dan serentak berseru,

"Kionghi (selamat), kami semua turut

bahagia atas kebahagiaanmu ini, Peng hujin.

Lenyaplah sudah kekhawatiran kami bahwa

kau mengadu anakmu dengan bapaknya!"

"Dan pinceng juga turut nmenyatakan

Suka cita. Aduh, rukun benar kalian kini, hujin.

Selamat dan sekali lagi selamat!"

Li Ceng tersipu-sipu karena enam orang

itu dipimpin Heng-san-paicu menjura dan

membungkuk dalam-dalam. Ia benar-benar

likat dan malu bukan main akan tetapi Naga

Gurun Gobi tertawa. Sambil membalas dan

mengucap terima kasih ia menyatakan selamat

datang kepada tamu-tamunya ini Lalu ketika Ji
hwesio dan Sam-hwesio mempersilakan

duduk, Semua berseri maka pimpinan Gobi

berkata bahwa ia telah menceritakan itu.

"Pinceng telah melancangi, akan tetapi

kebahagiaan ini tak perlu disembunyikan lagi.1634

Bila pinceng salah maafkan pinceng Peng How,

orang tua acap kali pikun dan melangkah

keliru."

"Ah, susiok tak salah, isteriku baru saja

juga bercerita. Dan ia, he-he,,ketakutan

menghadapi Heng-san-paicu dan lain-lain ini."

"Padahal di Heng-san ia demikian galak

dan berani. Ha-ha, pinto tak menyalahkannya,

Peng-taihiap. Wanita memang selalu lebih

dulu emosinya. Eh, harap Peng-hujin (nyonya

Peng) tak pernah bertengkar lagi!"

Para tamu tertawa dan Li Cengpun

merah tersipu. Dialah yang mengundang

tokoh-tokoh itu hingga sekarang datang. Kalau

datang ya harus disambut. Maka ketika dengan

lirih dan malu-malu ia meminta maaf, semua

terkekeh maka Heng-san-paicu berseru,

"Sudahlah, kami justeru bergirang hati.

Justeru kalau puteramu benar-benar

berhadapan dengan ayahnya tak tahulah

bagaimana perasaan kami. Kami datang untuk

melanjutkan pembicaraan bengcu itu!"

"Mari duduk!" Ji-hwesio

mempersilakan tamu-tamunya. "Pembicaraan1635

dapat kita lanjutkan di Sini cuwi-enghiong

(tuan-tuan yang gagah). Pinceng juga bahagia

bahwa Peng Houw rukun kembali bersama

keluarganya."

Semua orang duduk dan hanya Li Ceng

yang masih tersipu. Likat benar berada di

tengah orang-orang ini . Akan tetapi ketika

pembicaraan beralih pada masalah bengcu

dan Gobi menjadi kaget akan sepak terjang di

utara, harap diketahui Saja bahwa selama ini

Gobi tak pernah beranjak keluar maka Ji
hwesio maupun Sam hwesio berubah

mendengar Chi Koan telah mengumpulkan

kekuatan di utara. Apa yang didengar di See
ouw-pang diceritakan dengan lugas. Peng

Houw juga terkejut.

"Kami tak tahu siapa yang harus

memimpin ini membendung serangan. Kami

hanya melihatmu seorang, Peng-taihiap, akan

tetapi setelah puteramu datang dan

mengalahkan kami maka terus terang kami

mengakui kepandaiannya pula."

"Benar, dan suheng tergores perutnya.

Kalau puteramu mau bisa dibunuhnya1636

suhengku ini, taihiap, puteramu benar-benar

gagah dan berkepandaian tinggi"

"Dan rendah hati," Ko Pek Tojin

mengangguk-angguk. Kami benar-benar takluk

luar dalam tapi sekarang terserah kalian,

apakah Peng-hujin tetap mengajukan Siong
kongcu memimpin kami."

"Hmm! " Peng Houw telah mendengar

itu di kamar, " untuk masalah ini terserah

kalian, cuwi-enghiong, akan tetapi aku pribadi

tak tertarik menjadi bengcu. Bahkan

seandainya anak isterikupun belum ketemu

tak ingin aku menjadi apa-apa. Paling-paling

aku hanya membantu kalian di belakang."

Heng-san-paicu tercengang lalu saling

pandang dengan rekan-rekannya. Hanya Ji
hwesio dan Sam-hwesio serta Li Ceng dan

Boen Siong yang tahu apa sebabnya, yakni

karena tiadanya Hok-te Sin-kang itu. Maka

ketika tamu tampak tercengang tapi semua

tersenyum maka Heng-san-paicu dan lain-lain

menganggap Naga Gurun Gobi ini sengaja

memberi kesempatan puteranya.1637

"Taihiap orang tua yang bijak, kalau

begitu kami tak keberatan dipimpin

puteramu."

"Nanti dulu!" Boen Siong berseru. "Aku

masih muda dan tak berpengalaman, lo
enghiong, mana berani memimpin orang
orang macam kalian. Sebaiknya yang lain saja!"

"Hm, usia muda bukanlah soal. Kalau

ayahmu menjadi penasihat bukankah

semuanya sama, Siong-kongcu? Usiamu boleh

muda tapi kepandaianmu amat tinggi. Kalau

kau dapat mengalahkan Chi Koan berarti

dirimu setingkat ayahmu. Kau di atas kami!"

Akan tetapi... Li Ceng tiba-tiba

menginjak kaki puteranya ini. Dengan isyarat

mata ibu itu menegur Boen Siong agar tak

menolak. Dan ketika pemuda itu bingung dan

merasa likat, Ji-hwesio tiba-tiba tertawa

mendadak hwesio ini berseru,

"Begini saja, pinceng masih netral.

Karena enam rekan ini sudah memuji-mujimu

cobalah kau main-main dengan kami. Pinceng

tuan rumahny? berhak bicara juga, Boen Siong.

Hadapilah suteku nanti pinceng berdua!"1638

"Wah, cocok. Kamipun sudah

mengeroyoknya akan tetapi roboh, ji-losuhu,

buktikanlah dan beri penilaianmu nanti!"

"Kalau begitu mari maju! Sam-hwesio

meninggalkan kursinya dan tiba-tiba bergerak

ke tengah ruangan, Ji-hwesio telah

memberinya tanda. "Cobalah pinceng jajal Cui
pek-po-kian dan Thai-san-ap-ting ini, Boen

Siong. Pinceng gatal tangan mendengar

kehebatanmu!"

Boen Siong serba salah, tiba-tiba

memandang ibunya. Kebiasaan ini membuat

orang lain geli dan Li Cengpun tersenyum.

Akan tetapi ketika Peng Houw tiba-tiba

mengangkat tangan dan berseru perlahan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka ia bertepuk tangan memanggil

muridnya. Beyangan kuning dan hijau

berkelebat.

"Sam-susiok rasanya tak usah capek
capek. Mundur dan biarkanlah muridku

menjajal dan ingin kulihat pula sampai dimana

kepandaian puteraku ini!"

Boen Siong salah tingkah. Siao Yen

menjura di depan gurunya dan bertanya apa1639

yang hendak diperintahkan, begitu pula Po

Kwan. Akan tetapi mendengar betapa mereka

disuruh bertanding melawan Boen Siong maka

gadis ini tampak terkejut.

"Kami ada pembicaraan penting

mengenai bengcu. Daripada Sam-susiok atau

Ji-susiok mengeluarkan keringat baiklah kalian

berdua mewakilinya. Kau maju dulu , Siao Yen,

nanti kakakmu. Kalau masih kalah baru kalian

berdua maju bersama!" lalu berbisik pada

puteranya bahwa menghadapi kakak beradik

itu tiada ubahnya menghadapi dirinya sendiri,

masing-masing memperoleh setengah Hok-te

Sin-kang maka Boen Siong meresa likat dan

gugup. Terhadap gadis baju hijau ini ia begitu

jengah.

Akan tetapi sang ibu sudah mendorong

dan menyuruhnya maju. Terpaksa Boen Siong

bangkit berdiri sementara semua mata

memandangnya. Boen Siong adalah pemuda

lembut yang halus gerak-geriknya, ia tak suka

menjadi pusat perhatian. Maka ketika ia

tampak begitu gugup sementara Siao Yen juga

malu dan jengah maka dua muda-mudi ini1640

hanya saling pandang ditertawakan yang tua
tua.

"Hayo, kalian bergebrak, bukan

berpandang-pandangan. Ayahmu menyuruh

bertanding bukannya main mata!"

(Bersambung jilid XXVII.)

Credit

Sumber Buku Awie Dermawan

Editor Yons

First in share Kolektor Ebook1641

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid XXVII

*

* *

GU LAI HWESIO adalah tokoh yang

suka bergurau dan meledaklah tawa yang lain.

Mendengar godaan ini, Memang dua anak

muda itu hanya berpandangean saja dan

masing-masing tampak ragu. Wajah keduanya

juga memerah sementara Boen Siong

berdebaran tak keruan. Alangkah cantiknya

gadis ini pada saat itu. Pipi itu kemerah
merahan bak tomat masak.

Akan tetapi ketika semua orang

tertawa dan Boen Siong merah padam, lebih
lebih Siao Yen maka gadis. itu menunduk dan

menjura, kata-katanya gemetar ketika

diserukan.1642

"Harap sute mulai dan biarlah aku

bertahan!"

Namun Boen Siong menggeleng. Ia

berkata bahwa gadis itulah yang harus

menyerang lebih dulu, ia laki-laki. Dan ketika

orang-orang tua riuh bertepuk tangan, masing
masing masih juga mengalah akhirnya gadis ini

membentak dan apa boleh buat menyerang

lebih dulu.

"Baiklah, jaga, Sute. Awas serangan!"

Siao Yen tak ingin digoda lagi dan iapun

berkelebat mendorongkan tangan kiri ke

depan. Soan-hoan-ciang atau Pukulan Angin

Topan dilancarkan, tentu saja tak sekuat

tenaga namun Boen Siong mengelak. Pukulan

luput dan mengenai tempat kosong. Dan

ketika gadis itu terbelalak dan membalik ke

kanan, Boen Siong melangkah ke tempat itu

maka iapun mengejar dan Boen Siong

mengelak lagi.

"Dess!" lantai menerima hajaran dan

tempat itu tergetar. Boen Siong memuji kagum

akan tetapi gadis ini penasaran. la gagal. Maka

berkelebat dan mengerahkan ginkangnya tiba-1643

tiba gadis inipun lenyap dan kini tangan

kanannya menyambar dengan Thai-san-ap
ting (Menindih Gunung Thai san), cepat dan

disusul tangan kiri dan Boen Siong tak mungkin

mengelak saja, iapun menangkis. Dan ketika

gadis itu terpental dan Siao Yen merasa kaget,

ia terhuyung ke belakang maka gadis ini

melengking dan berkelebetanlah tubuhnya

menyambar-nyambar, cepat dan ringan

sampai akhirnya hilang tak mampu dikuti mata

biasa lagi. Heng-san-paicu dan lain-lain

menjadi kagum dan beberapa di antaranva

mengakui bahwa gadis ini benar-benar lihai.

Mungkin Ko Pek To jin dan See Cong Cinjin

bukan tandingan.

Dan ketika dua ketua itu tak tertawa
tawa lagi menyaksikan pertandingan, masing
masing harus mengerahkan tenaga untuk

dapat menonton dengan baik maka Boen Siong

berkelebaten pula dan lawan melengking

lengking tak mampu mengejar. Bahkan dua kali

terpental oleh tangkisan pemuda itu.

"Duk-plak!" Gadis ini penasaran.

Akhirnya ia mengganti Soan-hoan-ciang1644

dengan Thai-san-ap ting sepenuhnya,

berkelebatan dan mendorong serta memukul

akan tetapi lawan gesit mengelak cepat. Hanya

untuk pukulan berbahaya Boen Siong

menangkis. Dan karena setiap tangkisan

membuat gadis itu terpental, Naga Gurun Gobi

terkejut dan kagum sekali maka pendekar itu

berseru agar gadis itu merobah tenaga.

"Keluarkan inti sinkangmu, mainkan

Cui-pek-po-kian!"

Siao Yen ragu-ragu. Seruan gurunya

berarti pengerahan Hok-te Sin-kang, padahal

ia tak ingin bersikap keras dan hanya

perkenalan saja. Akan tetapi ketika ia

terpelanting dan kaget serta penasaran

gurunya kembali berseru maka Peng Houw

berkata agar gadis itu tak usah ragu-ragu.

"Cepat dan gabung dengan Cui-pek-po

kian, atau kau terjungkal!"

Gadis ini menggigit bibir. Sebagai

penonton yang tentu Saja awas dan tahu

keadaan maka seruan atau kata-kata gurunya

beralasan. Ia tak boleh menunda lagi atau kata
kata gurunya menjadi kenyataan. Dan karena1645

ia tak ingin roboh begitu cepat, kini ia mulai

marah dan jengkel akhirnya gadis ini merobah

gerakan dan tangan kirinya kini melancarkan

Cui-po-kian, satu pukulan yang dulu membuat

mendiang Ji Beng Hwesio dedengkot nomor

dua ditakuti orang.

"Des-dess!" Boen Siong terkejut ketika

hawa panas menyambar dari tangan gadis itu.

la mengelak dan berkelebat lenyap dan

akhirnya pukulan menghantam pilar besi. Pilar

bergoyang-goyang dan semua orang

meleletkan lidah. Akan tetapi karena pemuda

itu menghilang dan gadis ini gagal, Siao Yen

kagum maka ia membalik dan melihat pemuda

itu berjungkir balik melayang turun, baru saja

menghindar dari serangannya yang dahsyat

itu.

"Awas susulan!"

Boen Siong dipapak. Ia belum

menginjak lantai ketika tahu-tahu gadis itu

menyambar datang. Dua tangan mendorong

ke atas dan Cui-pek-po-kian serta Thai-an-ap
ting menderu, bukan main dahsyatnya. Dan

ketika pemuda itu rasanya tak mungkin1646

menghindar dan mau tak mau harus

menyambut pukulan, memang inilah yang

terjadi maka Boen Siong menggerakkan

tangannyak bawah dan... plak" empat telapak

tangan bertemu dan melekat di udara, sejenak

menahan pemuda itu dan telapak yang halus

membuat darah Boen Siong berdesir. la

menungging dengan kaki tertekuk ke belakang

sementara wajah mereka begitu dekat. Mata

yang indah lebar itu terbelalak. Dan ketika

Boen Siong memejamkan mata tak kuat

menahan, hatinya berdebar-debar maka Siao

Yen membentak dan terlemparlah pemuda itu

ke atas lagi, tinggi sekali.

"Bresss! " Boen Siong baru terkejut

ketika bentakan dan dorongan gadis itu

melemparnya ke atas. la merasa tenaga yang

kuat namun lembut menolaknya tinggi, begitu

tinggi hingga kepalanya membentur belandar

tak ayal lagi benjut dan iapun berteriak

tertahan. Dan ketika ia berjungkir balik dan

melayang turun, ibunya berkelebat maju maka
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siao Yen mundur menjauh sementara Peng
hujin mencengkeram puteranya.1647

"Kau tak sungguh-sungguh, goblok dan

tolol. Jangan membuat malu ibumu!"

Pemuda ini tersentak, la melayang

turun dan hinggap di lantai ketika ibunya

mencengkeram dan membentak, bukan main

malunya. Dan ketika ia merah padam

sementara yang lain bengong sejenak,

meledak dan tertawa melihat benjut di kepala

pemuda itu maka Li Ceng membentak

puteranya lagi untuk bersungguh-sungguh.

"Bertanding bukan meramkan mata,

itu akibatnya kalau setengah-setengah. Hayo

sungguh-sungguh atau aku menghajarmu!"

Peng Houw mengerutkan kening.

Tampak tetapa isterinya bersikap keras

sementara puteranya mengangguk diam. Jelas

sekali pemuda itu mandah dimarahi. Maka

ketika ia menghela napas merasa terharu,

betapa keras isterinya mendidik maka ia

menegur ketika isterinya duduk kembali. Boen

Siong sudah berhadapan lagi dengan Siao Yen.

"Kau jangan menghardiknya seperti

anak kecil begitu. la telah dewasa, Ceng-moi,1648

bukan anak-anak lagi. Hargailah dia di depan

orang banyak."

"Huh, aku tak suka ia setengah
setengah. Masa menerima pukulan sambil

meramkan mata, pertandingan macam apa itu.

Aku tak senang ia kalah hanya membuat aku

malu. Dan Boen Siong tak mungkin kalah!"

Peng Houw kembali menghela napas.

Ia melihat betapa isterinya sekarang keras

sekali. Penderitaan dan kesengsaraan

membuat isterinya lain. Maka ketika ia diam

sementara Boen Siong mendengarkan

percakapan itu, melirik dan mengangguk

kepada ayahnya maka pendekar itu terharu

mendengar bisikan puteranya, dilakukan

dengan pengerahan Coan-im-jip-bit.

"Ayah tak usah bertengkar dengan ibu,

biarkanlah saja. Aku yang salah dan terima

kasih atas pembelaan ayah."

Naga Gurun Gobi semakin terharu.

Puteranya tak melihat lagi kepadanya karena

lawan bersiap lagi. Siao Yen tak enak juga

melihat benjut itu, kepala pemuda ini tampak

lucu. Maka ketika ia berkata pemuda itu ganti1649

menyerangnya, Boen Siong menggeleng

ternyata dengan tersenyum pemuda ini

menolak.

"Tidak, aku laki-laki, lagi pula aku belum

kalah, Silakan maju lagi nanti aku membalas

" Hmm, kau yang minta. Kali ini harus

hati-hati, sute. Aku akan semakin menyesal

kalau kau celaka lagi!" Siao yen tak mau

berdebat lagi dan iapun menyambung cepat.

Godaan atau tawa Gu Lai hwesio tak mau

didengar. Maka berkelebat dan membentak

lagi, pukulan dilepas dan menyambar ke depan

maka Boen Siong mengelak dan ketika dikejar

iapun menangkis

"Plak..!" Gadis itu terhuyung. Untuk

kesekian kalinya ia kalah tenaga, akan tetapi

ketika ia melelengking dan mengerahkan

ginkang, lenyap menyambar-nyambar segera

pemuda itu dihujani serangan hingga tak

mungkin Boen Siong bersikap lamban,

bergerak dan mengikuti pula dan pemuda

inipun mengerahkan ginkangnya. Akan tetapi

ketika gadis itu lenyap dan gerakannya

semakin ce?pat, begitu cepatnya hingga Kopek1650

Tojin dan lain-lain tak mampu mengikuti

dengan pandang matanya, maka Li Ceng

berseru agar puteranya mengeluarkan Boan
eng-sut, ingin pamer di depan suami bahwa

puteranya jauh lebih cepat lagi.

"Jangan dengan ginkang biasa.

Keluarkan Boan-eng-sutmu, Boen Siong,

tunjukkan kepada ayahmu bahwa kecepatan

Siao Yen dapat kau atasi. Atau aku

mencurigaimu ada apa-apa yang membuatmu

mengalah kepada gadis itu!"

Boen Siong merah padam dan tawa

penontonpun tak dapat dicegah lagi. Memang

kata-kata atau seruan nyonya itu memecah

ketegangan. Bagi Heng-san-pai-cu dan lain-lain

yang telah mengenal betul kehebatan pemuda

ini maka sikap yang ditunjukkan Boen Siong

memang belum sepenuhnya. Mereka tahu

betul kelihaian pemuda ini, apalagi Boan-eng
sut (Elang Cahaya) yang mengagumkan itu.

Maka ketika See Cong Cinjin bertepuk

tangan sementara Gu Lai Hwesio tergelak
gelak, semua ini buat Boen Siong semakin

merah maka pemuda itupun membentak dan1651

begitu ia berseru keras mendadak tubuhnya

lenyap dua kali lebih cepat daripada lawan.

"Slap-slap!"

Siao Yen kaget sekali. Tahu-tahu ia

kebingungan ketika dalam gerakannya yang

cepat iapun kehilangan sasaran. Pemuda itu

tak dilihatnya lagi. Dan ketika ia terkejut dan

celingukan bingung di mana lawan mendadak

terdengar Seruan Boen Siong di samping

kirinya.

"Awas, suci, waspada sedikit!"

pundaknya tahu-tahu ditempar dan ia

terpekik. Gadis ini memutar tubuh ke belakang

akan tetapi Boen Siongpun menghilang lagi,

begitu cepatnya gerakan pemuda itu hingga

pangkal lengannya kali ini ditepuk. Dan ketika

ia menjerit serta kaget dan penasaran, lawan

bagai siluman maka Ji-hwesio bangkit berdiri

tak mampu menahan kekagumannya lagi.

"Omitohud, luar biasa. Ini benar-benar

mengagumkan dan belum pernah pinceng

lihat di dunia ini ilmu meringankan tubuh yang

begitu mentakjubkan. Kau kalah, Siao Yen,

lawanmu menyerangmu berkakali-kali!"1652

"Akan tetapi Siao Yen belum roboh. la

masih dapat mempertahankan diri!" suara

Sam-hwesio membuat orang mengangguk
angguk dan itupun memang benar. Lalu ketika

terdengar seruan bahwa Siao Yenpun belum

mengeluarkan inti kepandaiannya, gadis itu

masih belum mengeluarkan Hok-te Sin-kang

maka Peng-hujin maklum dan berseru pada

gadis itu, bangga dan gembira bahwa di depan

suaminya dapat memperlihatkan kehebatan

puteranya itu.

"Boleh, keluarkan inti kepandaianmu.

Boen Siong tak hanya pandai bergerak cepat,

Houw-ko , iapun memiliki Lui-cu-sin-hwe-kang

(Tenaga Api Sakti Mutiara Geledek) warisan

suhunya!"

Maka pertandingan menjadi ramai

ketika gadis itu tiba-tiba membentak dan

mengeluarkan Hok-te Sin-kangnya. Tenaga

sakti ini Warsan Peng Houw sendiri dan

hebatnya bukan main-main. Meskipun

setengah bagian akan tetapi Sin Tong Tojin

ketua Heng-san-pai belum tentu kuat

bertahan. Maka ketika gadis itu melengking1653

den kedua tangan mendorong bagai orang

merobohkan gunung, berkesiurlah angin

dahsyat menyambar Boen Siong maka pemuda

itu terkejut ketika tertiup dan hampir

terjengkang.

"Hyaahhhh!" Boen Siong tak

membuang waktu lagi den iapun tiba-tiba

mendorongkan kedua tangannya ke depan.

Hawa panas menyambar ketika Lui-cu-sin
hwe-kang menyambut, bahkan kilatan api

tampak di lengan pemuda ini. Berpijar!

Dan ketika ledakan keras terdengar di

antara dua orang itu, Siao Yen terpekik maka

gadis itu teruyung namun maju lagi, kaget dan

memukul secara memutar sambil meliukkan

pinggang. Hok-te Sin kang benar-benar hebat

ketika dengan penasaran gadis ini menambah

tenaganya lagi. Baju para penonton di ujung

sana sampai berkibar! Akan tetapi ketika Boen

Siong mengelak dan mendorong dari samping,

gadis itu berseru tertahan maka ia terhuyung

dan sempoyongan mundur, marah dan

membalik lagi menyerang hebat. la berseru

agar dihadapi secara berdepan. Gadis itu1654

benar-benar penasaran. Dan ketika Boen Siong

melayani dan mendorongkan kedua

tangannya, berdepan maka bresss... ..!" gadis

itu terbanting dan bergulingan dengan wajah

pucat. Mengeluh!

Cukuplah pertandingan ini bagi Peng

Houw. Terkejut dan kagum bahwa puteranya

mampu menghadapi Hok-te Sin-kang

membuat pendekar itu maklum bahwa

puteranya benar-benar hebat bukan main. Ia

teringat keterangan isterinya betapa

mendiang kakek sakti Pek-gan Hui-to Jiong
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bing Lip memberikan sinkangnya kepada

pemuda itu. Maka ketika ia berseru agar

pertandingan dihentikan, sinkang dan ginkang

pemuda itu tak kalah memukau maka Peng

Houw berseri-seri mengulapkan lengannya,

bangkit dan berdiri.

"Cukup, muridku kalah. Kau memang

hebat, Boen Siong, akan tetapi Siao Yen

seorang wanita. Sekarang hadapilah

suhengmu dan kalau kau menang maka

ujianmu adalah dikeroyok!"1655

Siao Yen mengusap keringat dengan

wajah kemerah-merahan. Pipinya bersemu

dadu mengerling pemuda itu. Antara kaget

dan kagum menjadi satu. Maka ketika menjura

dan mundur teratur, Gu Lai Hwesio tergelak
gelak maka tokoh Bu-tong yang amat percaya

jagonya ini berseru,

"Tak usah menunggu, sekarangpun

diadu saja, Peng-taihiap. Atau kau sendiri maju

ke depan karena murid-muridmu bakal kalah!"

"Benar, ini pibu. Taihiap maju sendiri

dan pertandingan tentu seru!"

Akan tetapi Peng Houw menggeleng

dan tersenyum menolak ketua Bu-tong dan

See-tong itu. la tetap memanggil muridnya Po

Kwan dan berkelebatlah pemuda itu ke depan.

Lalu ketika pemuda ini menjura dan

membungkuk di depan yang tua-tua, diam
diam pemuda ini Kagum akan kehebatan

sutenya maka pemuda itu menghadap

gurunya berkata merendah,

"Teecu sudah siap, akan tetapi mohon

maaf bila kepandaian teecu begitu rendah dan

memalukan suhu."1656

"Tidak, Kau mengerti. Kepandaianmu

seusap di atas adikmu, Po Kwan. Kalau kau

maju mungkin Boen Siong harus bersikap lebih

hati-hati. Serang dan nertandinglah kalian dan

jangan ragu. Kalau kalah berarti harus maju

berdua!"

Pemuda mengangguk, sebenarnya

segan. Mengeroyok adalah hal yang lebih tak

enak lagi akan tetapi berhadapan satu lawan

satupun agaknya berat. Ia kagum dan tergetar

oleh Boan-eng-sut yang ditunjukkan sutenya

tadi, dalam hal gin-kang harus mengaku kalah

biarpun belum bertanding. Akan tetapi kerena

dalam ilmu silat ia belum beradu tenaga, dan

inilah yang akan dicobanya sesuai perintah

gurunya maka iapun menghadapi sutenya dan

memberi hormat di depan sutenya itu. Biarpun

lebih muda akan tetapi sutenya ini putera

suhunya.

"Sute telah menunjukkan kepandaian

yang mengagumkan di depan semua orang,

dan akupun mengakui kehebatanmu yang luar

biasa itu. Akan tetapi karena suhu

memerintahku dan tak mungkin aku menolak1657

harap sute bermurah hati dan mohon maaf

bila pukulanku terlalu keras".

Boen Siong tersenyum,Ia memberi

hormat pula di depan suhengnya itu. Dari kata
kata dan sikap ini saja ia sudah merasa senang

kepada murid ayahnya ini. Suhengnya ini tak

berkesan sombong, bahkan rendah hati. Maka

berkata dialah yang minta maaf kalau terlalu

lancang, Po Kwan tersenyum maka Boen Siong

menyuruh suhengnya maju. Akan tetapi

pemuda itu menggeleng.

"Tidak, aku lebih tua, sute, kaulah yang

maju dan silakan mulai. Jangan sungkan
sungkan."

Boen Siong mengangguk puas. Dari sini

kembali ia melihat watak baik suhengnya ini,

sebagai yang tua mengalah kepada yang muda.

Dan karena mereka Sama-Sama lelaki dan

iapun tak perlu sungkan seperti ketika

menghadapi sucinya tadi maka Boen Siongpun

berseru sambil berkelebat ke depan, tangan

kirinya miring membacok bagai sikap sebatang

golok.1658

"Baiklah, aku mulai, suheng. Hati-hati!"

Po Kwan tak mengelak ketika serangan tiba.

Justeru ia menggerakkan tangannya

menyambut, menangkis dan menjajal tenaga

sutenya seperti yang ia inginkan. Dan ketika

dua lengan beradu dan ia terhuyung dengan

kulit panas, terkejutlah dia maka Boen Siong

telah menyusuli dengan serangan-serangan

cepat dan terhadap suhengnya ini tampak

betapa pemuda itu tak bersikap sungkan.

Beradu lengan atau pukulan tidak membuat

perasaan Boen Siong tergetar seperti ketika

tadi beradu dengan kulit lengan Siao Yen yang

halus.

"Duk-dukk!" Po Kwan semakin terkejut

ketika dari tangkisan-tangkisan berikut ia

tergetar dan terdorong. la belum

mengeluarkan Hok-te Sin-kangnya itu seperti

halnya sang sute yang belum mengeluarkan

Lui-cu-sin-hwe-kang. Hal itu tampak dari

lengan Boen Siong yang masih biasa, tidak

berkilat atau berpijar seperti kalau ia

mengeluarkan Tenaga Api Sakti itu. Maka

ketika ia terpental sementara serangan-1659

serangan sutenya semakin cepat, berserulah

pemuda itu mengibas dengan Soan-hoan-ciang

atau Thai-san-ap ting maka pemuda ini

berkelebatan pula mengerahkan ginkang,

diam-diam kagum dan kaget karena meskipun

ia telah menambah tenaganya namun tetap

juga ia terhuyung dan terdorong!

"Bagus, sute, akan tetapi sekarang aku

membalasmu!"

Seperti tadi adiknya mengeluarkan dua

ilmu pukulan itu maka Thai-san-ap ting

maupun Kibasan Angin Puyuh (Soan-hoan
ciang) menderu dan menyambar Boen Siong.

Akan tetapi Boen Siong berkelit dan mengelak

lincah, ?ikejar dan akhirnya mengeluarkan

ginkangnya pula mengimbangi suhengnya itu.

Dan ketika dua pemuda ini berkelebatan dan

mengelilingi dengan cepat, bayangan putih

dan kuning saling belit bagai sepasang naga

bertarung maka tampak bahwa masing-masing

beradu cepat dan dak-duk-dak-duk pukulan

menggetarkan ruangan hingga jantung

penonton berguncang-guncang oleh

pertandingan menegangkan ini. Masing-1660

masing belum ada yang terdesak dan sama

kuat!

Semua menjadi kagum. Dari sini

tampaklah bahwa Po Kwan memang seusap

lebih tinggi dibanding adiknya, terutama dalam

hal sinkang. Meskipun tergetar dan terdorong

akan tetapi belum satu kalipun pemuda itu

terpelanting. Hal ini membuat Boen Siong

kagum pula dan mau tak mau pemuda ini

mengakui kelihaian suhengnya. Akan tetapi

ketika Boen Siong membentak dan

mengeluarkan Boan-eng-sutnya, inilah yang

dicemaskan Po Kwan maka pemuda itu

terkejut melihat lawan tiba-tiba menghilang.

"Awas, aku menambah kecepatan!" Po

Kwan mengeluh. Kalau Boen Siong

mengeluarkan itu maka yang terjadi ialah

bergeraknya bayangan putih yang

menyilaukan pandangan. Begitu membentak

dan menjejakkan kakinya maka pemuda ini

lenyap tak mampu diikuti mata lagi. Akibatnya

sang suheng kebingungan, dua kali menerima

tamparan. Dan ketika begitu cepatnya pemuda1661

itu berkelebatan mengelilingi suhengnya maka

Peng Houw tak sabar lagi berseru.

"Keluarkan inti kepandaianmu. Jaga

dan lindungi tubuhmu baik-baik, Po Kwan,

dorong kedua lenganmu ke depan!"

Pemuda ini tak dapat berbuat lain.

Seruan suhunya memerintahkan dia

mengeluarkan Hok-te Sin-kang, itulah inti

kepandaian Maka ketika ia membentak dan

berseru keras, mendorongkan kedua

lengannya ke depan maka berkesiurlah angin

dahsyat pukulan Hok-te Sin-kang.

"Des-Des..!" Boen Siong terpental dan

berseru tertahan berjungkir balik ke atas.

Setelah Hok-te in-kang menyambar sementara

ia hanya mengandalkan Boan-eng-sut maka

tubuh suhengnya mengeluarkan semacam

tenaga mujijat yang membuat pukulan atau

tamparannya tertolak. la begitu kagum dan

terkejut karena tubuh suhengnya seperti

karet. Dan ketika sang suheng membalas dan

dari kedua lengan menyambar tenaga yang

amat hebat, Hok-te Sin-kang yang luar biasa itu1662

maka ia tertiup dan kalau tidak berhati-hati

bakal terjengkang atau benjut seperti tadi!

Akan tetapi Boen Siong telah

merasakan kehebatan tenaga ini lewat Siao

Yen tadi. Diam-diam ia mengakui bahwa sang
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suheng lebih kuat. Dorongan dan sambaran itu

membuat mukanya pedas, kalau tidak berhati
hati bisa tersayat dan alangkah berbahayanya!

Maka berseru dan merobah pola serangannya,

melayang dan berjungkir balik turun tiba-tiba

pemuda ini mengerahkan Lui-cu-sin-hwe
kangnya dan mendadak kedua lengannya

berkilat dan berpijar-pijar bagai api.

"Awas, suheng, akupun membalasmu!"

Semua penonton terbelalak. Boen Siong

meluncur turun sementara sang suheng

menyambut dengan dorongan ke atas, Adu

pukulan dahsyat tak mungkin dihindarkan lagi.

Dan ketika benar saja empat lengan beradu

dan terdengar ledakan keras , pilar sampai

tergetar maka sejenak tubuh Boen Siong

tertahan di udara akan tetapi akhirnya

mendesak dan sang suheng terdorong1663

mundur. Wajah Po Kwan menjadi pucat karena

kedua lengannya panas bagai disentuh bara.

"Dess!" Siapapun melihat betapa wajah

pemuda ini berubah. Boen Siong telah turun

kembali sementara suhengnya masih

terhuyung-huyung, baru setelah beberapa

langkah berhenti. Dan ketika pujian meluncur

dari mulut Peng Houw, pendekar ini kagum

sekali maka muridnya menjadi merah dan

perasaan tak ingin kalahpun timbul. Penasaran

"Sute, kau benar-benar tak

memalukan. Akan tetapi sambutlah pukulanku

dan kita bertanding lagi!" Po Kwan melompat

dan kini pemuda itu menambah tenaganya. Ia

betul-betul penasaran akan benturan tadi dan

kiut-miut menahan sakit. Maka menbentuk

dan melepas pukulan lagi, Hok-te Sin-kang

menyambar lebih dahsyat maka Boen Siong

maklum bahwa suhengnya ini penasaran.

"Baik, hati-hati, suheng, akupun akan

membalasmu."

Tidak seperti suhengnya yang panas

dan merah mukanya adalah pemuda ini sabar

dan tenang. Sikap ini membuat sang ayah1664

mengangguk-angguk dan merasa tepat.

Justeru dengan sikap sepert? ini puteranya

dapat menguasa keadaan. Dan ketika benar

saja benturan untuk kedua kali terdengar lebih

keras dan muridnya terpekik tertahan,

terdorong dan hampir terpelanting maka Po

Kwanpun semakin penasaran dan pemuda

yang mulai kehilangan kontrol diri ini menjadi

gemas, berkelebat dan menyerang lebih kuat

akan tetapi Boen Siong melayani. Pemuda ini

maju mundur dan menangkis dan setiap

tangkisan membuat suhengnya terhuyung,

apalagi ketika kedua lengannya semakin

berkilat dan mencorong bagai bara api , Dan


Joko Sableng 13 Titah Dari Liang Lahat Masalah Di Teluk Pollensa Problem At Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini