Ceritasilat Novel Online

Kabut Di Telaga See Ouw 4

Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara Bagian 4

dan muridmu sengaja mengintai rumah

0rang!"

Sibuta mengelak dan lolos dengan

mudah.dan sudah mendorong Siauw Lam dan

anak itu bersorak, tiga kali gurunya berkelit

dan tiga kali itu pula pedang Menyambar luput

Namun ketika gurunya memerintahkan masuk

ke dalam, Siauw-Lam diperintahkan untuk:

mengambil Boen Siong maka anak itu

melompat dan ha-ha-hi-hi.

"Kau tak usah menonton di sini,cukup.

Ambil anak itu dan bawa keluar,siauw Lam.

Aku akan merobohkan lawanku ini."

"Baik," anak itu gembira. "dan kubawa

ia ke mari, suhu. Kita hajar penghuni rumah

ini!"

Li Ceng melengking. la pucat melihat

sibuta mengelak dan demikian mudahnya

menghindari semua serangannya itu. Dan

ketika ia melihat betapa Siauw Lam ti-ba-tiba

melompat masuk, mau membawa Boen Siong

mendadak ia membalik dan meninggalkan341

lawannya itu. Pedang ganti menyambar dan

ganas menusuk punggung.

"Anak iblis, mati kau!"

Namun Chi Koan tak membiarkan

nyonya ini mencelakai muridnya. Begitu Li

Ceng membalik maka iapun mengibaskan

lengan, pukulan Hok-te Sin-kun menyambar.

Dan ketika nyonya itu menjerit dan terlempar

ke samping, Siauw Lam terkejut tapi tertawa

lagi maka anak itu melanjutkan larinya

memasuki rumah. Tangis Boer Siong

mendadak tak terdengar lagi.

"Suhu, jaga wanita itu baik-baik. Jangan

biarkan ia menyerang aku!"

Namun Li Ceng bergulingan meloncat

bangun. Ia tentu saja tak membiarkan anak itu

memasuki rumah, apalagi hendak merampas

puteranya. Maka ketika ia melengking dan

melempar jarum-jarum hitam, cepat

menyambar Siauw Lam mendadak lagi-lagi si

buta itu mengebutkan lengan bajunya,

tertawa.

"Li Ceng, kau tak dapat mengganggu

muridku!"342

Runtuhlah Semua jarum-jarum itu.

Siauw Lam meleletkan lidah namun ia sudah

meloncat ke dalam. kagum dan bangga bahwa

untuk kedua kalinya lagi-lagi ia lolos dari

serangan nyonya itu. Tapi ketika nyonya itu

bertempur dengan gurunya lagi, Chi Koan

berkelebat dan menghadang nyonya itu maka

Li Ceng tak dapat mengejar si bocah sementara

Siauw Lam celingukan di dalam rumah. Boen

Siong tak ada di situ!

"Ke mana kau," anak ini bergerak

memasuki kamar demni kamar, tak melihat

anak itu di situ. "Hm, tentu ?ilarikan si cacing

cilik Po Kwan. Baik, ke mana kau dapat

bersembunyi, Po Kwan. Sekarang aku

membalasmu dan lihat kuhajar kau nanti!"

Siauw Lam meloncat keluar dan kini

berlari ke belakang. la telah menyelidiki semua

ruangan namun Boen Siong tak ada di situ. Li

Cengpun tak menduga bahwa uwak Kin,

pembantunya telah membawa puteranya lari

begitu musuh datang. Uwak ini terkejut ketika

si nyonya ribut-ribut di luar, mengintai dan

melihat Siauw Lam bebas bersama seorang343

buta yang amat lihai. la telah melihat si buta

mengelak serangan-serangan majikannya dan

pucatiah pembantu ini melihat bayangan

malapetaka. Boen Siong yang waktu itu dibawa

Po Kwan segera disambar, nenek ini tak mau

lagi di situ sebelum apa-apa terjadi. Maka

ketika Po Kwan di seret dan anak itu terkejut,

Siao Yen juga terbelalak namun diajak lari

lewat belakang maka wanita tua yang

mencium gelagat bahaya ini tak menunggu

waktu lagi.

"Celaka, hujin bertemu seorang lihai.

Bocah siluman itu ternyata muridnya. Cepat. .

cepat kita lari, Po Kwan. Selamatkan dulu anak

ini dan nanti kembali lagi!

"Apa yang terjadi..."

"Bocah itu lolos, gurunya datang. Aku

sempat mendengar percakapan mereka dan

ini bahaya. Ayo... ayo cepat, Po Kwan. Lari dan

sembunyi ?i dusun!"

Po Kwan terbelalak tapi nenek itu

segera menyambar momongannya. Boen

Siong siap menangis lagi ketika dengan sigap

telapak nenek ini menutup mulutnya, lari dan344

terbirit-birit serta tangan yang lain menarik

tangan Po Kwan. Tapi ketika mereka tiba di

kebun dan di sini Po Kwan melepaskan dirinya,

sang nenek terkejut maka Po Kwan membalik

dan berkata gagah.

"Uwak Kin, aku bukan pengecut. Kau

larilah bersama adikku. Aku laki-laki dan akan

kembali ke sana!"

"Apa, kau.. . kau ke sana? Gila! Tidak,

Po Kwan. Bocah iblis itu bahaya untukmu.

Selamatkan diri dulu dan nanti kembali

bersamaku!"

"Aku laki-laki, tugasku menjaga hujin

pula. Apa kata majikanku apabila aku ikut lar?,

uwak Kin. Kau memang benar karena kau

wanita, nenek pula. Tapl aku akan kembali dan

biar kau bersama Siao Yen ke dusun!"

Berkata begini Po Kwan mendorong

uwak Kin dan melompat menuju pulang.

Nenek itu tertegun tapi Siao Yen tiba-tiba

berteriak, melepaskan diri dan mengejar

kakaknya pula. Dan ketika nenek itu berubah

tapi Po Kwan terkejut, berhenti dan345

membalikkan badannya maka adiknya

menubruk dan menangis ?i pundaknya.

"Kwan-koko, aku tak mau kau tinggal.

Kalau kau kembali biar aku kembali ju-ga.

Marilah, kita sama-sama pulang."

"Tidak!" sang kakak marah dan

mendorong adiknya. Kau perempuan, Siao

Yen, bukan kewajibanmu. Aku laki-laki dan

harus menjaga Peng-hujin. Kembali dan ikut

bersama uwak Kin atau aku menamparmu!"

"Aku tak mau, kau tak pernah

menamparku".

"plak" anak itu terbanting dan menjerit

kaget. Kata-katanya berhenti ditengah jalan

dan Po Kwan berapi-api memandang adiknya

itu. Baru kali itu ia menampar adiknya dan ada

perasaan haru tapi juga sesal. Namun karena

bahaya sedang mengancam mereka dan

keselamatan Boen Siong di atas segala
galanya, anak ini marah dan menindas

kasihnya maka ia membentak berdiri tegak,

mengingatkan nasihat ayah mereka di waktu

masih hidup.346

"Siao Yen, ingat apa kata ayah sebelum

meninggal. Kau harus tunduk dan menurut

padaku. Tapi apa yang kau lakukan sekarang,

kau membantah. Pergi atau aku menamparmu

lagi. Ini demi keselamatan Boen-kongcu!"

Gadis cilik itu mengguguk. Ia berdiri

dan pucat memandang kakaknya dan

kemarahan kakaknya ini membuatnya takut.

kata-kata itu mengingatkannya akan

almarhum ayah mereka. Dan ketika uwak Kin

tiba-tiba menyambar lengannya dan berseru

memanggil, sang kakak meloncat pergi maka

gadis ini terpaksa mengikuti nenek itu dan

tersaruk jatuh bangun, mulutnya berteriak.

"Kwan Ko, kau harus cepat mengambil

aku. Atau aku tak mau perduli dan

menyusulmu di rumah majikan!"

Po Kwan tak mau mendengar kata-kata

adiknya karena saat itu juga iapun bercucuran

air mata. Telapaknya terasa pedih karena baru

kali itu ia menampar adiknya tersayang. Tak

pernah selama ini ia menyakiti Siao Yen, ah,

mau rasanya ia menangis. Tapi ketika ia

menahan-nahannya itu dan membiarkan air347

mata mengalir, tinju terkepal membayangkan

Siauw Lam maka anak ini lari dan tak perduli

menerjang semak-semak belukar. Beajunya

sampai robek-robek ketika ia tergetar oleh

lengking dan bentakan-bentakan hujinnya.

Pasti di sana majikannya itu bertempur hebat.

Dan ketika ia menerabas halaman belakang

dan tepat saat itu Siauw Lam melihatnya maka

anak itu dipanggil dan dengan beberapa kali

lompatan saja murid Chi Koan ini sudah

berhadapan dengan bocah lelaki

itu,menyeringai.

"He, mana putera majikanmu. Kau

bawa lari, ya, kau sembunyikan. Hayo berikan

padaku atau aku menghajarmu lagi!"

Po Kwan berdiri tegak dengan sebatang

tongkat di tangan. la telah memperoleh itu di

jalan ketika berlari tadi, dengan gagah
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memandang anak ini dan sikapnya yang tidak

kenal takut membuat Siauw Lam menjadi

kagum. Bocah ini telah pecundang, namun

masih berani juga! Maka ketika ia tertawa dan

bergerak maju, merammpas atau merebut348

tongkat itu segera Siauw Lam mengejek agar

anak itu jangan macam-mnacam.

"Berani kau melotot seperti itu, bagus.

Kulipat lehermu nanti dan lihat berapa lama

kau minta ampun!"

Po Kwan mengelak dan membabatkan

tongkatnya. Ia membentak dan ganti

menyerang ketika lawan membalik. Lalu ketika

ia menerjang dan Siauw Lam menjadi sibuk,

mengelak atau menangkis maka tongkat kayu

itu empat kali bertemu lengan lawan, tak apa
apa dan Po Kwan terkejut karena telapaknya

sendiri merasa pedas! Jelek-jelek lawannya ini

memang mengerahkan sinkang, tak aneh

karena bocah itu adalah murid si buta yang

lihai. Maka ketika Po Kwan terpental

sementara Siauw Lam terus merangsek,

tongkat akhirnya ditangkap maka terjadi saling

betot di antara dua anak laki-laki itu.

"Lepaskan!"

"Tidak..."

Akan tetapi Po Kwan hanya memiliki

tenaga biasa saja sementara lawannya adalah

gemblengan seorang ahli silat maka ketika349

Siauw Lam membentak dan menambah

sinkangnya akhirnya tongkat tertarik ke depan

tapi hebatnya Po Kwan tak mau melepaskan.

Siauw Lam menggerakkan kaki kanan dan

terlemparlah anak itu berdebuk, Po Kwan

mengeluh. Dan ketika anak itu menggeliat tak

mampu bangun, sekali lagi tendangan itu

membuat napasnya sesak maka Siauw Lam

berkelebat di dekatnya dan tertawa

mengancam, kaki kiri menginjak dada lawan.

"Nah, apa kataku. Mana anak itu atau

kau mampus!"

"Bunuhlah, siapa takut! Po Kwan

memekik dan melotot. Mati membela

kebenaran justeru masuk sorga, Siauw Lam.

Bunuhlah aku dan jangan kira aku takut!"

"He, kau sudah berani menyebut

namaku? Bagus, kita sudah sama-sama tahu.

Bangunlah dan lihat seberapa kau tak takut

mati!" anak ini melepaskan injakan

menggantinya dengan cengkeraman. Po Kwan

disambar bangun dan anak itu mengaduh,

tangannya ditelikung. Lalu ketika ia menahan

sakit sementara Siauw Lam tertawa-tawa, Po350

Kwan mengeluarkan keringat sebesar jagung

maka anak itu dibentak agar memberitahukan

di mana Boen Siong.

"Ayo, mana kongcumu, atau tanganmu

kupatahkan!"

Po Kwan mendesis pucat. Ia tak dapat

melawan setelah dibanting roboh, lawan

memang kuat. Tapi karena bukan wataknya

untuk bersikap pengecut, apalagi melindungi

majikannya maka ia bungkam dan malah

mendelik memandang lawan, Hal yang

membuat Siauw Lam gemas.

"Kau boleh menyiksa atau

membunuhku, tapi aku tak tahu di mana anak

itu!"

"Kau benar-benar berani?"

"Aku tidak takut.. augh! Po Kwan yang

berteriak menghentikan kata-katanya sudah

dibuat kesakitan ketika lawan menyentak ke

atas. Siku sebatas pangkal lengan ?idorong,

tulang rasanya hendak patah-patah. Dan

ketika Siauw Lam tertawa-tawa melihat lawan

terbungkuk, Po Kwan menderita hebat maka351

anak itu kembali berseru dengan mengangkat

sedikit lebih naik lagi.

"Ayo, katakan, atau aku benar-benar

mematahkan tanganmu!"

Po Kwan memaki-maki. la bukannya

menyerah malah membentak dan meludahi

Siauw Lam. Anak itu terkejut ketika wajahnya

kotor. Dan ketika ia marah dan menaikkan lagi

sentakannya, tak dapat ditahan lagi Po Kwan

menjerit maka anak itu roboh pingsan dengan

tulang patah.

"Keparat, benar-benar tak tahu diri.

Huh, mampuslah di situ, Po Kwan. Siapa tak

dapat mencari anak majikanmu itu!" lalu

meninggalkan Po Kwan dengan perasaan

gemas, anak ini dapat bersikap kejam maka

Siauw Lam tak menghiraukan lagi anak laki-laki

itu mencari dan mengejar Boen Siong. Ia tak

tahu bahwa anak itu telah dibawa uwak Kin,

tergopoh dan berlari-lari ke dusun, tempat di

mana nenek itu mempunyai rumah. Maka

ketika ia berputar-putar saja di hutan, tentu

saja tak menemukan maka tiba-tiba terdengar352

bentakan dan suara gurunya yang dahsyat,

memanggil namanya.

"Siauw Lam, cepat kau datang!"

Anak ini meloncat. Ia tersentak oleh

panggilan gurunya dan Suara gurunya yang

marah jelas menunjukkan sesuatu. la tak tahu

telah terjadi perobahan di sana, di tempat

Peng-hujin melawan gurunya itu. Maka ketika

ia datang dan gurunya berkelebatan bagai

rajawali menyambar-nyambar, tongkat di

tangan bergerak naik turun menghadapi

serangan ternyata ada orang lain di situ

membantu Peng hujin.

"Ah!" anak ini tertegun. "Siapa kakek

itu?"

Siauw Lam berhenti dan ternganga. Di

tempat itu ternyata gurunya mengha-dapi dua

lawan tangguh. Seorang kakek gagah perkasa,

bertongkat ular ternyata meliak-liuk di antara

bayangan gurunya dan Peng-hujin. Kakek itu

cepat sekali bergerak ke sana-sini hingga

gurunya kewalahan, ujung tongkatnya selalu

menyambar kelopak gurunya yang kosong,

atau lubang telinga dan hidung yang tentu353

akan membuat gurunya roboh karena

serangan itu berbahaya. Sekali masuk bakal

mengenai otak atau bagian lain kepala yang

lunak, Maka ketika anak ini tertegun karena

akhirnya tiga orang itu lenyap berkelebatan,

Peng-hujin melengking-lengking maka anak ini

bengong sementara Chi Koan dibuat sibuk oleh

desing atau sambaran ujung tongkat yang

tidak berbunyi dan acap kali lenyap terlindung

oleh bunyi pedang!

Siapakah kakek ini? Siauw Lam tak akan

mengenalnya. Tadi ketika ia mencari dan

bertemu Po Kwan maka kakek itu muncul. Li

Ceng sendiri terkejut ketika di sebelahnya tiba
tiba terdengar desir angin dan menyambarlah

bayangan kakek itu. Sang nyonya menyangka

musuh dan tentu saja pucat. Menghadapi Chi

Koan seorang sesungguhnya ia menjadi bahan

permainan, berapa kali tusukannya meleset

atau tiba-tiba dipukul tangan kiri lawan yang

kosong. Chi Koan tak mempergunakan tongkat

di tangan kanannya untuk menghalau

serangan-serangan pedang itu. Maka ketika ia

melengking-lengking sementara pikirannya354

penuh was-was oleh gerakan Siauw Lam, anak

itu sudah menghilang di dalam rumahnya

maka nyonya ini panik dan dua kali ia

terpelanting oleh tangkisan Chi Koan yang

kuat. Si, buta tertawa mengejek.

"Kau tak dapat melawanku,

menyerahlah baik-baik. Hm, dari gerak

pedangmu kau masih gesit dan lincah, Li Ceng,

dan tentu kau juga masih cantik, menggiurkan.

Buang pedangmu dan ikut aku tanpa melawan,

anakmu selamat. Atau muridku kusuruh

mencekik dan anakmu binasa!

Nyonya ini memaki-maki. Justeru tak

melihat Siauw Lam keluar lagi membuat ia

gelisah dan tak karuan. Ia tak dapat tahu apa

yang terjadi, juga tak menyangka bahwa

puteranya dibawa lari uwak Kin. Dan ketika

semakin lama anak.itu tak juga keluar, ia

bertanya-tanya dan mulai heran maka

akhirnya Chi Koan membentak menampar

pedangnya. Ia terbanting dan bergulingan.

"Li Ceng, cukup semua ini.

Menyerahlah dan aku masih sayang padamu,355

atau aku mempergunakan kekerasan dan kau

terhina!"

"Bunuhlah, seranglah! Aku tak takut

dan tak akan menyerah padamu, Chi Koan. Kau

manusia licik yang beraninya menyerang di

kala suamiku tak ada. Hayo bunuh dan

robohkan aku!" sang nyonya bergulingan

meloncat bangun dan melepas tujuh senjata

rahasia yang cepat di pukul runtuh. Chi Koan

tak dapat melihat lawan kecuali dengan

mengerahkan pendengaran, kepalanya sering
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergerak ke kiri kanan. Dan ketika ia merasa

cukup dan juga gemas, terbayanglah olehnya

wanita yang cantik ini maka si buta tersenyum
senyum dan nafsunya mulai bangkit.

Lima tahun di guha tawanan cukup

menyiksa, gejolak berahinya tak pernah

terlampiaskan. Maka ketika tiba-tiba ia

tersenyum dan harum tubuh wanita membuat

gairahnya bangkit, ia masih teringat

kecantikan lawannya ini maka si buta mulai

menggerakkan tongkat dan ketika pedang

menusuk mendadak ia membiarkan saja dan356

secepat itu ujung tongkatnya menotol buah

dada.

"Aiihhhhh..!" Li Ceng kaget dan

berseru. keras. Dua hal yang membuatnya

terkejut, pertama adalah pedangnya yang

mental bertemu leher Chi Koan sedangkan

yang kedua adalah sentuhan ujung tongkat itu.

Buah dadanya ditotol! Dan ketika ia pucat

melempar tubuh ke kanan, memaki-maki

maka selanjutnya Chi Koan melakukan hal-hal

kurang ajar yang membuat si nyonya berteriak

merah padam. Si buta menggerakkan

tongkatnya dan membiarkan pedang menusuk

atau menikam, mengerahkan sinkang dan

semua serangan itu sia-Sia . Chi Koan

mendemonstrasikan kekebalannya. Dan ketika

dengan enak ia menyontek sana-sini, ujung

tongkatnya menyentuh dan mengganggu

bagian-bagian tubuh si nyonya, kontan saja Li

Ceng merah padam dan terhina hebat. Dua kali

baju pundaknya robek dan wanita ini menjerit

keras, kulit pudaknya yang putihnampak. Dan

ketika ia bergulingan melempar tubuh dikejar357

dan kembali disentuh tongkat maka ikat

pinggangnya putus dan celananya melorot!

"Chi Koan, kau jahanam kurang ajar.

Tak tahu malu, bedebah!"

"Ha-ha, sudah kubilang. Buang pedang

itu dan menyerah baik-baik, Li Ceng, aku masih

sayang padamu. Atau aku mempergunakan

kepandaianku dan kau telanjang di sini!"

Wanita ini memaki-maki. sibuk

membetulkan pakaiannya sementara pedang

menangkis dan menghalau tongkat, si buta

mendesaknya dan kini dirinya sebagai pihak

bertahan. Tapi ketika Chi Koan tertawa-tawa

dan mulai merah, ia membayangkan betapa

nikmat mempermainkan lawannya nanti maka

saat itulah berkelebat si kakek gagah

membantu si nyonya.

"Chi Koan, kiranya kau anak durhaka

itu. Pinto menyesal melihatmu tak berubah

dan sudah mendengar sepak terjangmu di Go
bi!"

Si buta ini terkejut. Tongkat

menyambarnya dari samping dan dari angin

sambaran itu ia tahu betapa seorang358

bertenaga iweekeh menghantamnya tak main
main . Kepala kerbaupun bisa pecah dihantam

tongkat ini. Maka ketika ia mengelak dan

tongkat menyambar lewat, menghantam

tanah hingga menggelegar maka si buta

membentak bertanya, kaget,

"Siapa kau. Suaramu seperti tua bangka

seorang suci!"

"Pinto Giok Yang Cinjin, suheng dari

Giok Kee Cinjin. Barangkali cukup

pemberitahuan ini dan sekarang lepaskan

Peng-hujin.. . dess!" tongkat menyambar lagi

dan tanah di belakang Si buta berhamburan.

Chi Koan lagi-lagi mengelak dan ia tertegun,

kiranya suheng dari mendiang Giok Kee Cinjin,

tosu yang dulu Pernah menjadi guru bagi Peng

Houw dan membawa Peng Houw keluar dari

Go-bi, ketika pemuda itu diusir oleh pimpinan

Go-bi. Tapi ketika ia tertawa dan suaranya

dingin menjawab, tentu saja ia tak takut maka

si buta ini menangkis dan membuat benturan

keras, si tosu terpental.

"Giok Yang Cinjin, dulu sutemu

mampus karena ulahnya yang sombong.359

Apakah kau hendak mengikuti jejaknya dan

minta mati pula? Majulah dan sambut

pukulanku kalau kau berani!"

Chi Koan menggerakkan lengan kiri dan

Hok-te Sin-kang menyambar. Ia tak takut

setelah tahu siapa lawannya, biarpun dari

angin pukulan itu ia tahu balhwa lawanpun

lihai. Dan ketika si tosu menangkis namun

terpental, Hok-te Sin-kang memang hebat

maka kakek ini terbelalak dan berubah

mukanya.

"Siancai..memang hebat tapi jangan

Kau kira pinto takut!" tosu itu menerjang

lagi,dan ternyata ia lihai mainkan tongkat. Li

Ceng tentu saja girang dan menyatakan terima

kasih, kagum karena meskipun terhuyung ak?n

tetapi kakek itu dapat menahan pukulan Chi

Koan.

Dan ketika ia menyerang pula dan

dapat membalas, Chi Koan sibuk kembali maka

nyonya itu bangkit semangatnya dan untuk

sejenak si buta didesak. Tapi Chi Koan bukan

sembarang pemuda. Sebelum memiliki

warisen Bu-tek-cin-keng dulunya dia adalah360

murid Tujuh Siluman Langit, ilmunya beragam

dan sesungguhnya ia belum mengeluarkan

semua ilmunya, apalagi menghadapi Li Ceng.

Maka ketika Giok Yang Cinjin muncul

dan tosu itu ternyata suheng dari mendiang

Giok Kee Cinjin, tongkatnya lihai sementara

geraknya juga cepat dan tangkas tiba-tiba Si

buta ini merobah gerakan dan berkelebatlah

dia mempergunakan Lui-thian-to-jitnya yang

hebat. Sekali membentak tubuhpun lenyap di

balik bayang-bayang tongkat, Di buta itu juga

mempergunakan tongkatnya yang panjang

untuk menghadapi lawan. Dan ketika ia

mengibaskan tangan kiri untuk melepas

pukulan-pukulan Hok-te Sin-kun, angin

menderu dan menyambar dua orang itu

ternyata dengan empat bagian tenaganya saja

Giok Yang Cinjin dan Li Ceng tak mampu

menandingi, terhuyung dan Li Ceng dua kali

roboh.

"Ha-ha, bagaimana sekarang.

Mampukah kau membela nyonya ini!"

Sang kakek kagum. Dari putaran

tongkat si buta keluar angin dorongan yang361

amat kuat, tongkatnya sendiri terpental dan

sering harus dicekal kuat-kuat kalau tak ingin

lepas. Tapi ketika ia membentak dan merobah

cara bertempurnya, angin tongkatnya tak

terdengar lagi maka Chi Koan tertegun karena

tahu-tahu bagai ular memagut, tongkat lawan

sudah di depan hidung atau kelopaknya,

bercuit setelah d?kat!

"kau mempergunakan kelemahanku,

licik. Jangan kira mataku buta lalu dapat

seenaknya kau merobohkan aku, tosu bau.

Meskipun tak bermata namun aku bertelinga.

Keluarkan semua kepandaianmu dan lihat

seberapa jauh kau dapat berbuat licik!"

Giok Yang Cinjin merah. Memang ia

mengeluarkan silat tongkat yang bernama

Hong-hui-tung-kun (Udara Tenang Tongkatpun

Datang), sebuah ilmu silat yang sepenuhnya

mengandalkan tenaga lweekeh (dalam) dan

dengan demikian ia dapat mengatur deru

serangannya. Kalau si buta demikian lihai

mempergunakan telinganya maka satu
satunya jalan harus melenyapkan suara dari

sambaran tongkat, baru setelah dekat angin362

itupun terdengar lagi. Namun karena Chi Koan

memiliki Lui-thian-to-jit (Kilat Menyambar

Matahari) dan ilmu meringankan tubuh ini

membuat si buta melesat sana-sini dengan

amat cepatnya, bagai kilat saja maka setiap

ujung tongkat hampir mengenai sasaran

pemuda itupun dapat mengelak. Dan ini

membuat Giok Yang terkejut, kagum bukan

main.

"Bagus itu kiranya Lui-thian-to-jit yang

pinto dengar. Hebat, tapi sayang jatuh ke

tanganmu, Chi Koan. Kau tak pantas mewarisi

kepandaian Go-bi dan lebih-lebih sebagai

bekas muridnya!"

"Tak usah banyak cakap. Pergi atau

mampus di sini Giok Yang Cinjin, biarkan aku

menangkap wanita ini atau kau menyusul

arwah sutemu!"

Kakek itu membentak. Setelah ia

kagum dan memuji Lui-thian-to-jit tentu saja ia

tak mau mundur. Bukan maksudnya menjadi

gentar, ia tak takut. Maka ketika kakek itu

menerjang lagi dan di sana Li Ceng memekik

penasaran, mereka mengelilingi Chi Koan363

mendadak terdengar kekeh dan tawa merdu

seorang wanita.
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heh-heh, muridku semakin hebat saja.

Ih, kau semakin matang dan lihai saja, Chi

Koan, juga semakin tampan. Aih, kalau ada

tosu bau ini biar aku membantumu!"

Giok Yang Cinjin terkejut. Dari balik

hutan muncul seorang wanita genit rambutnya

terurai, jalannya agak terpincang namun tiba
tiba sudah di situ. Dan ketika ia dekat dan

langsung menyambarkan rambutnya, bagai

ular mematuk tiba-tiba si buta maupun Li Ceng

berseru tertahan.

"Kwi-Bo!"

Kakek itu mengelak. Giok Yang Cin-jin

sendiri tak mengenal wanita ini kecuali

mengelak dan cepat menyelamatkan diri.

Seruan Li Ceng dan si buta membuat ia

mengerutkan alis. Namun ketika wanita itu

terkekeh dan menyerangnya lagi, meledak dan

menjeletarkan rambutnya maka si cantik itu

menjawab si buta,

"Benar, aku. Kau rupanya tak

melupakan gurumu, Chi Koan. Jahat benar364

orang-orang Go-bi itu membutaimu. Biar kita

labrak nanti dan tosu bau ini kita robohkan

dulu!"

Chi Koan tertegun mendengar isak

tangis. Itu adalah Kwi-bo bekas gurunya, orang

yang disangkanya tewas karena Tujuh Siluman

Langit akhirnya celaka digigit ular Tiga Warna,

ular paling berbisa yang dulu dipunyai gurunya

Beng Kong Hwesio (Baca Prahara Di Gurun

Gobi).

Maka ketika ia tercengang tapi tentu

saja gembira, Chi Koan tiba-tiba tertawa

bergelak mendadak ia menerkam dan

menyambar Li Ceng, tak perduli lagi kepada

kakek itu karena Kwi-bo menyerangnya.

"Bagus, terima kasih, Kwi-bo. Meskipun

sebenarnya aku dapat merobohkan dua orang

ini namun tak ada jeleknya kau membantu.

Aku yang ini dan kau tua bangka itu!"

Li Ceng kaget sekali. Setelah Giok Yang

diserang Kwi-bo dan datangnya iblis wanita ?tu

benar-benar membuatnya kaget, tak

menyangka bahwa si iblis masih hidup maka

terkaman dan lompatan kilat Chi Koan365

membuatnya bagai memijak ranjau saja.

Begitu cepatnya Chi Koan menyambar dan dua

tangan si buta mengepung dari kanan kiri, ia

dicegat. Dan ketika ia membabatkan pedang

sambil membanting tubuh, pedangnya patah

maka jari si buta mengenai punggungnya dan

tak ayal lagi pakaian di bagian ini robek

memanjang.

"Breeetttt..!"

Si nyonya memekik dan bergulingan

merah padam. la mendengar tawa lawannya

dan Chi Koan mengejar, suara si nyonya

menjadi patokannya. Dan ketika kembali Chi

Koan menerkam dan Li Ceng menjerit,

pahanya tersentuh maka nyonya itu pucat

karena secepat itu Chi Koan menerkam tak

mau melepasnya.

"Hi-hik, putih dan mulus, bersih. Aih,

totok dan robohkan ?ia, Chi Koan. Raba

sekujur tubuhnya dan nikmati

kesenanganmu!"

Si buta tertawa bergelak. Saat itu ia

tersengat oleh birahi yang membakar, paha

nyonya ini memang mulus, ia366

mencengkeramnya kuat-kuat. Tapi ketika ia

menyeringai sementara Li Ceng berteriak

mengaduh, malu dan marah tiba-tiba saja

sebatang tongkat menghantam tengkuk si

buta ini.

"Lepaskan wanita itu.... dess!"

Chi Koan terpelanting dan kaget serta

sadar. Giok Yang Cinjin, kakek yang marah itu

melesat di bawah ketiak kiri, lolos dari

serangan lawannya ini dan seketika

menghantam si buta.. Chi Koan tergetar oleh

nafsunya dan lengah.

Tapi ketika si buta itu terpelanting dan

mendesis, tak apa-apa maka kakek itu berseru

agar Peng-hujin berganti lawan, atau

melarikan diri.

"Pinto menghadapi pemuda ini, kau

wanita itu. Atau hujin silakan selamatkan diri

nanti pinto menyusul!"

Li Ceng bergulingan meloncat bangun.

Ia terlepas dari cengkeraman Chi Koan. namun

jatuh ketika meloncat, pahanya sakit, nyeri dan

merah padam karena sebagian besar kakinya

telanjang. Giok Yang Cinjin sendiri harus367

melengos melihat keadaan wanita itu, betapa

malunya Peng-hujin. Namun ketika kakek itu

sudah menyerang Chi Koan dan si buta

menggeram penuh gusar, ia terpaksa melayani

kakek ini maka Kwi-bo terkekeh membokong

kakek itu namun Li Ceng tentu saja tak

mungkin membiarkan.

"Locianpwe, aku tak mungkin

melarikan diri. Kalau jahanam Chi Koan ini tak

mampus biarlah aku yang roboh, atau wanita

ini lebih dulu kubunuh!" Li Ceng membentak

dan karena Kwi-bo lebih dekat otomatis ia

menyerang wanita itu, Kwi-bo meledakkan

rambutnya namun L? Ceng menangkis. Dan

ketika keduanya sama terpental dan wanita itu

terkekeh, Peng-hujin menyerangnya gusar

akhirnya pertandingan berganti lawan.

"Plak-dess!" dua wanita itu bertanding

dan Kwi-bopun tak berani main-main.

Tangkisan Peng-hujin mengandung

tenaga Lui-kang dan itu adalah warisan Lui-cu

(Mutiara Geledek) Lo Sam. Jelek-jelek wanita

ini adalah murid sekaligus cucu pendekar tua

itu, jago Kun-lun yang te-was oleh pukulan Chi368

Koan. Maka ketika mereka bertanding

sementara Chi Koan menghadapi kakek itu,

tongkat panjang ditangannya bergerak

mengelak dan menangkis maka Giok Yang

Cinjin sendiri harus berjuang keras

mengalahkan lawannya yang amat tangguh ini,

hal yang tampaknya sia-sia.

Chi Koan tertawa mengejek dan mulai

mengerahkan sinkangnya. Senjata di tangan

lawan sering menggebuk dan mengenai

tubuhnya, mental karena ia melindungi diri

dengan baik. Dan ketika si kakek berloncatan

menghindari tongkatnya, Giok Yang tampak

berhati-hati dan kagum namun juga gelisah

maka dua orang itu bertanding dengan kakek

ini sering menghindari lawan dengan cara

melompat tinggi atau membuang tubuh jauh
jauh kalau tongkat di tangan Chi Koan

menderu bagai air bah.

Betapapun kakek ini mengakui lawan

dan Hok-te Sin-kang yang bergetar di badan

tongkat membuat senjata di tangan si buta itu

amat hebat. Kesiur sambarannya saja sering

membuat tubuhnya terhuyung. Dan ketika369

kakek ini mengelak dan berlompatan

membalas tiba-tiba Chi Koan membentak dan

dengan tubuh merendah di tanah mendadak

tongkatnya menghantam lambung kakek itu.

"Desss!" si kakek meloncat dan terbang

ke atas. Hampir saja Giok Yang Cinjin terkena

karena begitu cepatnya si buta bergerak.Tapi

ketika ia melayang ke atas dan turun ke tanah

tiba-tiba Chi Koan melepaskan satu tangannya

dan tangan kiri itu menghantam melepas Hok
te Sin-kun..

"Ha-ha, sekarang selesai . Kau tangkis

atau mampus!"

Sang kakek terkejut. Dia baru saja

melayang tinggi ketika menghirdari tongkat,

kini di saat turun tiba-tiba menghadapi Hok-te

Sin-kang yang dahsyat. kakek ini pucat. Dan

karena tak ada wakt untuk berpikir panjang,

membiarkan pukulan menghantam atau

menangkis akhirnya kakek ini menggerakkan

tangan kiri menyambut sementara tongkat di

tangan-kanan balas hantam ubun-ubun Chi

Koan.370

"Dess!" Kakek ini mengeluh dan terbanting.

Ternyata ia tak dapat menerima Hok-te-sin
kang itu sebagaimana diduga, sebelumnya

sudah berkali-kali ia terpental dan terdorong

oleh pukulan ini. Maka ketika ia terlempar

sementara tongkatnya pecah mengenai kepala

Chi Koan, si buta itu memang hebat maka

kakek ini melontakkan darah dan roboh. Saat

itu justeru Li Ceng mengamuk dan mendesak

Kwi-bo,Lui-kangnya (Pukulan Geledek)

mengenai dada wanita ini hingga Kwi-bo

menjerit.

"Aduh, tolong, Chi Koan....!"

Si buta terkejut. Ia telah menambah

tenaganya untuk cepat merobohkan kakek itu,

maksudnya segera membunuh kakek ini dan
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merobohkan Li Ceng. Tapi ketika bekas

gurunya menjerit dan telinganya menangkap

suara berdebuk, Kwi-bo bergulingan terpukul

maka si buta ini meloncat dan menyambar Li

Ceng dengan lima jari mencengkeram.

"Hujin, awas. Lempar tubuhmu!"371372

Li Ceng beringas. Saat itu ia di atas

angin, pukulannya membuat Kwi-bo

terjengkang dan lawannya itu bergulingan.

Tapi ketika tiba-tiba terdengar teriakan

dan jari-jari Chi Koan di depan hidungnya, ia

kaget sekali maka ia berteriak melempar tubuh

namun sempat juga kuku si buta menggurat

punggung.

"Aiihhhh!"

Li Ceng pucat dan ngeri melihat ini. Ia

hampir roboh dan meloncat bangun di sana,

menggigil, kebetulan dilihatnya kakek itu

muntah darah. Dan ketika wanita, ini tertegun

sementara Giok Yang Cinjin bangkit gemetar,

tertawa memandang sisa tongkat maka kakek

itu berseru gagah agar ia mundur dan

menyelamatkan diri, padahal si kakek tak

mungkin kuat bertempur karena luka dalam.

"Ha-ha, jangan takut. Pinto,

ugh...mundur dan selamatkan dirimu,

hujin.Pinto akan menghadapi mereka

ini..ugh... pergi dan cari anakmu...!"

Wanita ini pucat. Tiba-tiba ia melihat

kegagahan luar biasa yang membuatnya373

terharu. Belum saling kenal tahu-tahu kakek ini

menolongnya, siapa tak ingin menangis. Dan

ketika kakek itu terhuyung namun

melontakkan darah segar lagi, jelas semakin

payah tiba-tiba Li Ceng menjerit dan

menyambar kakek ini. Tak mungkin

membiarkan kakek itu tewas sementara dia

harus mencari anaknya.

"Locianpwe, kau luka dalam. Tak

mungkin aku membiarkanmu dan mari

selamatkan dirimu dulu!"

"Tidak, ugh.... pinto, eh.... pinto masih

kuat, hujin. Kalau mereka itu ingin

membunuhku tak apa-apa. Pinto sudah tua.

Biarkan pinto menghadapi mereka dan kaucari

anakmu...!"

Li Ceng tersedu-sedu. Ia tak

menghiraukan kata-kata ini apalagi ketika si

kakek tiba-tiba jatuh, untung ia mencekal dan

memegang tangannya erat-erat. Maka ketika

ia berkelebat dan lari lewat belakang, di sana

menunggu Siauw Lam maka anak yang

bengong dan terkejut itu tiba-tiba

ditendangnya. Siauw Lam berkelit tapi kalah374

cepat, terlempar dan berteriak dan terbanglah

nyonya itu melompati pagar. la tak mendengar

uwak Kin lagi atau Po Kwan, juga Siao Yen.

Dan ketika tubuhnya melayang ke atas

dan lenyap di luar tembok belakang Kwi-bo

berteriak maka Chi Koan tertegun tapi bingung

tak mampu mengejar, matanya buta dan tak

mungkin melompati tembok tanpa ada yang

membimbing.

"Di mana kau!" tiba-tiba ia membentak

memanggil muridnya. "Ke sini kau, Siauw Lam,

pegang tanganku dan cari wanita itu!"

Siauw Lam jatuh bangun menghampiri

gurunya. Kwi-bo sendiri sudah meloncat dan

terbang mengejar dan tinggallah Chi Koan

berdua, muridnya itu tergopoh-gopoh. Dan

ketika anak ini disambar lalu berada di pundak

gurunya, memberi petunjuk-petunjuk maka si

buta sudah melesat dan terbang ke atas.

Namun Siauw Lam tak tahu keadaan di

situ. Li Ceng atau Peng-hujin melarikan diri

lewat jalanan memutar dan anak itu maupun

Kwi-bo tak tahu. Maka ketika Siauw Lam

bingung tak melihat Peng-hujin, Kwi-bo juga375

berkelebat muncul memaki-maki maka di luar

hutan mereka ini berhenti. Chi Koan

mengerutk alisnya.

"Coba kaubawa aku ke pohon paling

tinggi. Pegang erat-erat dan sebutkan ranting

yang harus kuinjak, Siauw Lam. Lihat dari atas

dan jangan sampai lawan kita lolos!"

"Aku sudah mencarinya, tak ada!" Kwi
bo berseru dan mengerti maksud Chi Koan. "Di

sekeliling ini tak ada bayangan wanita itu, Chi

Koan. Percuma kau menyuruh muridmu.

Hanya ada dusun di luar sana!"

"Hm, begitukah?" si buta kecewa.

"Kalau begitu sia-sia perjalananku, Kwi-bo.

Sialan benar keledai buruk itu, keparat!"

Kwi-bo menarik napas dan

memandang bekas muridnya ini. Ia tiba-tiba

mendekat dan memegang lengan Chi Koan,

perasaan kagum dan rindunya bangkit. Lalu

ketika ia berbisik dan merangkul pemuda itu,

terisak tiba-tiba ia sudah menjatuhkan tubuh

dan mencium pemuda ini, tak perduli Siauw

Lam.376

"Chi Koan, sungguh tak kira kita

bertemu lagi. Kudengar kau ditangkap Go bi,

bertahun-tahun ditawan di sana. Aku tak

berani menengokmu kerena takut kepada

Peng Houw!"

"Hm, kau". Chi Koan mendorong dan

menjauhkan diri dari wanita ini, kelopaknya

berkejap-kejap. "Bagaimana masih hidup, Kwi
Bo ,Bukankah dulu ular berbisa itu

menggigitmu!"

"Benar, bolehkah kita berdua? Aku

akan menceritakannya, Chi Koan, tapi anak ini

kurasa mengganggu."

Chi Koan tersenyum. Ciuman di pipinya

tadi membuatnya tergetar, Kwi-bo memeluk

dan merapatkan pula dadanya yang

membusung, darah mudanya bangkit. Dan

karena ia dan wanita ini bukan orang-orang

asing lagi, iapun heran bagaimana bekas

gurunya ini dapat hidup akhirnya ia menyuruh

muridnya mencari makanan.

"Aku ingin berdua dengan temanku ini,

kau pergilah dan tinggalkan kami sebentar.377

Cari makanan atau apa saja untuk kita, Siauw

Lam. Jangan datang kalau belum kupanggil."

Anak itu mengangguk. Sejak tadi

sesungguhnya Siauw Lam memperhatikan

sahabat gurunya ini, seorang wanita cantik

yang rambutnya riap-riapan dan pakaiannya

berkesan seenaknya. Baju di dada itu sedikit

terbuka, perutnyapun kelihatan sedikit dan

Siauw Lam meleletkan lidah. Ia kagum oleh

keindahan tubuh wanita ini, namun karena

masih anak-anak dan belum cukup dewasa,

iapun belum banyak mengerti liku-liku pria

wanita maka iapun tak membantah dan

melompat pergi.

Dan begitu ia pergi segera Kwi-bo

tersenyum aneh, mengangguk dan gembira

lalu berbaringlah wanita ini tak malu-malu di

pangkuan Chi Koan. mereka memang duduk di

bawah pohon. Dan ketika anak itu lenyap

mencari makanan, Chi Koan diusap dan dibelai

gurunya ini maka sambil bercerita wanita

inipun mulai m?mbuka kancing baju Chi Koan.

"Ceritaku sederhana saja, aku selamat

karena kebetulan. Maksudku bahwa bisa atau378

racun Ular Tiga Warna itu habis dayanya

karena aku orang terakhir yang digigit. Nah, itu

saja ceritaku, Chi Koan, tapi meskipun begitu

kakiku pincang. Ada semacam rasa kaku di

betis".

"Hm, begitu sederhana? Dan ke mana

kau selama ini? Apakah ?i Hek-see-hwa (Bunga

Pasir Hitam) itu kau tak dibunuh musuh
musuhmu?"

"Tak ada yang mengh?raukan aku

maupun lainnya, Chi Koan. Mereka

menganggap aku dan bekas guru-gurumu

tewas. Aku juga berpikir begitu, waktu itu

seketika pingsan. Tapi ketika aku sadar dan

melihat diriku hidup maka kutinggalkan

tempat itu dengan beringsut-ingsut, tubuhku

sakit semua!"

" Hm..dan kau rupanya ketakutan. Kau

tak pernah muncul selama ini."

"Benar, aku tak berani. Juga biarlah

semua orang menganggap Tujuh Siluman

Langit binasa semua. Aku mendengar nasibmu

yang ditawan itu, Chi Koan, siapa melindungiku379

kalau aku bertemu musuh-musuh lihai. Aku

memang bersembunyi."

"Tapi kau sekarang muncul!"

"Karena aku mendengar perbuatanmu

di Go-bi, kau lolos!"

"Lalu bagaimana sampai di sini?"

"Hi-hik, aku tahu kecerdikanmu,

Chi/Koan, tahu semua sepak terjangmu. Kalau

kau berbuat seperti itu siapa lagi tujuanmu

kalau bukan keluarga Peng Houw!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, maksudmu...?"

"Hi-hik, tak usah berpura-pura. aku

mengenalmu sejak kecil, Chi Koan, mengenal

semua isi perutmu. Kalau kau lolos dan

membuat gempar Go-bi tentu kau sengaja

memancing Peng Houw agar ke sana, dan kau.

dengan mudah lalu keluar mengganggu anak

isterinya!"

"Kau tahu?" Chi Koan tertegun.

"Kenapa tidak?" Kwi-bo menjawab geli.

"Kau bukan orang yang dapat

menyembunyikan segalanya dari aku, Chi

Koan. Kita sudah kenal sejak lama. Aku dapat

membaca pikiranmu itu!"380

"Hm," Chi Koan mengangguk-angguk,

tertawa. "Kau benar, Kwi-bo, selalu benar.

Sekarang apa jalan pikiranku kalau kau dapat

membacanya."

"Hm,, apalagi!" Kwi-bo mencengkeram

paha si buta, kancing itu telah lepas. "Kau perlu

penyegaran, Chi Koan, di Go-bi tentu kau

tersiksa. Hayo, benar atau tidak!" lalu ketika

wanita itu terkekeh dan melepas pakaian

sendiri akhirnya Chi Koan terguling ditindih

tubuhnya.

Kwi-bo bernafsu menciumi si buta ini,

tangannya bergerak bagai ular merayap saja,

cepat. Lalu ketika pemuda itu tertawa dan

balas mencengkeram. Chi Koanpun

membiarkan dirinya diciumi akhirnya satu

pagutan membuat keduanya melekat dan

mengeluh. Kwi-bo bergulingan mengajak

pemuda ini melepaskan hasratnya, Chi

Koanpun sudah bertahun-tahun ini

mengekang dirinya. Maka ketika wanita itu

mulai dan menyerbu secara ganas tak ayal

pemuda ini menyambut dan terlepaslah381

semua pakaian di tubuh terbakar oleh nafsu

yang mendidih.

Chi Koan melupakan urusannya dengan

Li Ceng dan mendapat pengganti gurunya ini,

bekas guru yang genit dan selalu menyala
nyala oleh api berahi. Kwi-bo memang wanita

cabul yang tak kenal puas. Dan ketika mereka

tenggelam oleh cinta yang kotor, cinta rendah

maka di sana Li Ceng membawa Giok Yang

Cinjin menuju dusun.

Ia. menduga bahwa uwak Kin tentu

pulang. Tapi ketika ia tiba di sana dan

berkelebat memasuki rumah pembantunya ini,

sebuah gubuk sederhana berpelataran sempit

tiba-tiba ia berdetak mendengar jerit tangis

Siao Yen.

"Uwak Kin, bangunlah.... bangunlah!"

***

Koleksi Kolektor Ebook382

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid VII

*

* *

LI CENG menendang pintu menyambar

anak perempuan itu, membentak, "Apa yang

terjadi. Mana Boen Siong!"

Siao Yen terkejut tapi girang bertemu

majikannya ini. "Boen Siong, ah..aku tak tahu,

hujin. Tadi dibawa uwak Kin. Tapi ia tak mau

bangun, aku. aku takut!"

"Lepaskan aku," Giok Yang Cinjin

berseru lirih melihat keadaan itu, batuk-batuk,

cepat sekali duduk bersila setelah si nyonya

melepaskan dirinya. "Urus dan cari dulu

anakmu, hujin. Tenangkan hatimu dan jangar

marah-marah agar anak itu tak takut."383

Li Ceng sadar. Memang ia datang

dengan wajah merah membara, pakaiannya

robek-robek namun saat itu tak dihiraukan,

lupa. Segala pikirannya tertuju kepada

anaknya Boen Siong. Maka ketika ia

membungkuk dan melihat keadaan

pembantunya, wanita tua itu pingsan cepat ia

menotok dan menyadarkan uwak Kin ini, yang

mengeluh dan membuka mata.

"Mana Boen Siong, mana puteraku!"

"Aduh. wanita itu bangkit, kaget

melihat majikannya. "Boen Siong.. anak itu,

kongcu.. . ah, aku tak tahu, hujin. Kongcu

disambar seekor mahluk dan aku tahu-tahu

roboh. Aku...."

"Apa?" Li Ceng terbelalak, membentak.

"Disambar seseorang? Maksudmu ada orang

menculiknya?"

"Bukan .. bukan..." nenek itu

ketakutan. "Kongcu disambar kera, hujin,

seekor kera besar. Ya, mahluk itu. Kera! Aku

dicakarnya dan lihat pundakku masih

tergores!"384

Uwak Kin menangis dan sesenggukan

menceritakan. la memperlihatkan pundaknya

dan benar saja terdapat goresan panjang di

situ, seperti goresan kuku tajam seekor kera.

Lalu ketika Peng-hujin terbeliak dan mundur

dengan muka pucat, kesedihan dan

kemarahan tiba-tiba menjadi satu mendadak

nyonya ini melengking dan mencelat

menendang pembantunya itu.

"Kau wanita bodoh tak pandai menjaga

majikan. Kau nenek sialan tak bertanggung

jawab. Keparat, percuma aku memeliharamu,

nenek lemah. Enak saja kau bilang Boen Siong

dibawa lari..des-dess!" si nenek terlempar dan

menjerit, kaget oleh kemarahan majikannya

dan Li Cengpun maju lagi, menghajar dan

memaki-maki nenek ini. Tapi ketika sesosok

bayangan menangkap lengannya, Siao Yen

menjerit dan berteri?k-teriak maka Giok Yang

Cinjin, tosu ini sudah menahan wanita itu.

Uwak Kin akhirnya roboh dan pingsan,

kepalanya membentur dinding.

"Hujin, tak layak kau memperlakukan

pembantumu seperti itu. Dia wanita lemah, tak385

bisa apa-apa. Ingat bahwa dia telah berusaha

menyelamatkan anakmu tetapi gagal!"

Li Ceng bergemuruh oleh marah. la

mengipatkan lengannya ketika dipegang si

tosu, api itu masih mendidih. Tapi ketika ia

bertemu pandang dengan sorot penyesalan

dan penuh teguran, di bawahnya Siao Yen

mengguguk berlutut menangis maka iapun

sadar dan kemarahannya kepada uwak Kin

lenyap.

"Kau tak dapat memperlakukan nenek

itu seperti caramu. Dia tak tahu apa-apa. Chi

Koan Si buta itulah biang keladinya. Kenapa

melampiaskan marah dan dendam di sini?

Siancai, kemarahan hanya menggelapkan

pikiran jernih, hujin, sudah kubilang tenang

dan tahan kemarahanmu itu. Kau harus

bersyukur bahwa sejauh ini puteramu tak

sampai ditangkap Chi Koan!"'

Li Ceng mengguguk. Tiba-tiba ia

menyesal dan menangisi nenek yang

terbanting di situ itu, membealik dan meloncat

pergi. Dan ketika Giok Yang Cinjin terbelalak

memandangnya, berseru namun tak386

dihiraukan adalah Siao Yen menjerit dan

mengejar, keluar.

"Hujin, mau ke mana kau. Mana

kakakku!"

Li Ceng tak menghiraukan jerit dan

tangis semua in?. Ia sendiri tersedu-sedu dan

lenyap di luar, lari dan mencari anaknya

sebagaimana cerita pembantunya. Boen Siong

dibawa seekor kera, mungkin masih di dalam

hutan. Maka ketika ia mencari puteranya itu

sementara Giok Yang Cinjin gemetar menahan

langkah, ia belum sembuh dari luka dalamnya

itu maka tosu ini tiba-tiba memanggil Siao Yen

tapi celakanya, anak itu malah mengejar dan

memanggil-manggil majikannya. Tinggallah di

situ uwak Kin dan dirinya sendiri. Dan ketika

tosu ini menarik napas berulang-ulang untuk

menentukan sikap, ia masih khawatir oleh

datangnya Chi Koan akhirnya apa boleh buat

tosu ini meninggalkan tempat itu setelah

melihat bahwa wanita tua itu hanya pingsan

saja. Tendangan atau hajaran Peng-hujin tadi

tak sampai mengganggu jiwanya.387

"Siancai, semoga Thian Yang Agung

memberkahi kita semua. Biarlah pinto pergi

pula dan maaf tak dapat merawatmu."

Tosu ini melangkah pergi dan batuk
batuk meninggalkan wanita malang itu. Uwak

Kin sendirian di situ dan untung Kwi-bo

maupun Chi Koan tak mendatangi dusun. ini,

mereka sedang melepas cinta kotor, Dan

karena tempat itu kembali sunyi dan inilah

yang mengurungkan Chi Koan memasuki

dusun, di sana wa?ita ini masih sendirian.

menggeletak maka Giok Yang Cinjin tak
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tampak bayangannya pula dan nenek ini

akhirnya mengguguk setelah sadar dan

membuka matanya, tiga hari menangis dan

termangu-mangu dan tentu saja ia tak perlu

kembali ke tempat majikannya. Ia telah

mendapat perlakuan kasar dari Li Ceng, betapa

sakit teringat itu. Tapi ketika Siao Yen datang

dan menyeret kakaknya dari dalam kebun,

tersedu-sedu maka nenek ini bangkit dan

melihat betapa anak lelaki itu patah

lengannya. Uwak ini terkejut dan melupakan

kesedihan sendiri. Cepat ia menolong dan388

membebat. Po Kwan akhirnya sadar dan

mengeluh. Lalu ketika mereka bertiga tinggal

di gubuk kecil itu, bertangisan akhirnya

datanglah Peng Houw menemui mereka,

hampir tiga hari kemudian.

***

"Begitulah," uwak ini mengguguk dan

terbata-bata. "Aku tak tahu siapa musuhmu

itu, taihiap, tapi jelas ia seorang buta dan

muridnya yang amat jahat. Hujin entah ke

mana setelah marah-marah di sini!. Ampunkan

kami yang tak dapat melindungi puteramu!"

Peng Houw berkerut-kerut dengan

wajah gelap. Ia telah kembali dari Go-bi dan

mendengar lolosnya Chi Koan, lengkap dengan

pengkhianatan seorang murid bernama Hui
bin. Lalu ketika ia kembali dan cepat-cepat

pulang, si buta tak ada di sana maka

berdetaklah hatinya melihat rumahnya yang

kosong, apalagi ada bekas-bekas pertempuran

dan kamar yang berantakan.389

"Hm, begitu? Jadi si buta itu telah

datang ke sini? Dan kalian tak tahu kemana

hujin?"

"Ampunkan kami" nenek itu berlutut,

air mata beircucuran, "kami betul-betul tak

tahu ke mana hujin, taihiap, tak tahu lagi ke

mana ia pergi. Kami ditinggalkanuya begitu

saja."

"Uwak Kin pingsan!" Siao Yen tiba-tiba

berseru, melengking tinggi. "Hujin

menendangnya hingga mencelat, taihiap,

menabrak dinding. Kalau tak ada tosu itu

barangkali hujin membunuhnya!"

"Tosu siapa," Peng Houw terkejut,

memandang anak ini. Tapi uwak Kin yang

melotot tiba-tiba mengulapkan lengannya.

"Siao Yen, tak usah bicara yang tidak
tidak. Jangan menjelek-jelekkan hujin,

keadaan membuat emosinya meledak!"

"Hm-hm. siapa tosu itu. Isteriku

memang salah dan Siao Yen benar. Maafkan,

biar anak itu bercerita, uwak Kin. Siapa tosu

yang dimaksudkan itu dan kemana ia

sekarang."390

"Kami tak tahu, Siao Yen takut-takut,

teguran si nenek membuatnya sadar. "Hanya..

hanya ia orang baik, taihiap. Dialah yang

melindungi dan menyelamatkan huj?n. Kami

tak tahu siapa dia karena uwak Kin menarikku

pergi ketika orang-orang itu datang!"

"Dan kau, ," Peng Houw memandang

Po Kwan, anak ini berlutut dan tampak diam.

"Kau tampaknya terluka, Po Kwan. Apakah

anak itu yang mematahkan tanganmu. Hm,

kesinilah dan aku harus berterima kasih

kepada kalian."

Po Kwan menggigit bibir ketika

disentuh dan dipegang majikannya. Ia

menahan runtuhnya air mata ketika tiba-tiba

mendapat giliran. Suara dan perhatian Peng

Houw membuatnya terharu. Dan ketika ia

dipeluk dan air mata tak dapat ditahan lagi,

anak ini tersedak akhirnya Po Kwan berlutut

dan berseru, luka yang masih dibebat diterik

sedikit merapat perut.

"Taihiap, maafkan aku yang bodoh dan

lemah ini. Aku tak dapat melindungi adik Boen

Siong. Aku terima salah dan jatuhkan hukuman391

kepadaku sesuai dosa. tapi bebaskan uwak Kin

dan adikku yang tak tahu apa-apa!"

"Hm-hm, bicara apa itu," Peng Houw

mencengkeram dan meremas pundak anak ini

sebelah kiri, terharu. "Kau dan semuanya

sudah cukup berjasa, Po Kwan, tak mungkin

aku menyalahkan. Musuh yang datang bukan

tandingan kalian, tak perlu merasa salah.

Justeru aku ingin memberikan sesuatu sebagai

ucapann terima kasihku".

"Kami telah cukup mendapat makan

minum dari taihiap....".

"Bukan, bukan itu. Aku ingin

memberikan yang lain, Po Kwan, mengangkat

kalian sebagai muridku. Nah, maukah kalian

dan mari kusembuhkan patah tulang itu!" Peng

Houw tak menghiraukan mata anak ini yang

terbelalak dan Siao Yen tiba-tiba menjerit lirih.

Anak itu terkejut oleh kata-kata majikannya

namun Peng Houw telah menangkap dan

memeriksa tangan itu. Lalu ketika ia menekan

dan meraba bahwa kedudukan tulang sudah

betul mengangguk pada uwak Kin maka ia

meng?luarkan sebungkus obat pemulih tulang.392

"Anak ini sudah benar mendapat

bebat, tapi kurang mendapat obat. Minumlah,

dua minggu tanganmu sembuh, Po Kwan, dan

setelah itu kau ikut aku mencari hujin!"'

Bukan main girangnya anak ini. Sebagai

pembantu cilik yang ikut majikan tentu saja ia

tahu siapa majikannya ini, Naga dari Gurun

Gobi. Maka ketika ia berseru dan menjatuhkan

diri berlutut, mengucap terima kasih segera

perbuatannya diikuti sang adik.

"Taihiap, tak ada perasaan girang

melebihi ini. Kau mengangkat derajatku.

Terima kasih kalau taihiap sudi mengangkat

murid!"

"Dan aku akan mencari jahanam itu,

kubekuk dan kutangkap dia. Aih, setan cilik itu

melukai kakakku, taihiap, Kalau kepandaianku

tinggi akan kuhajar dia!"

"Hm, kalian harus rajin-rajin belajar.

Mulai hari ini sebutlah suhu (guru) kepadaku,

Po Kwan, terima kasih kalian tak keberatan.

Sekarang beristirahatlah dan biar aku

bercakap-cakap dengan uwak Kin."393

Peng Houw melepaskan tangannya dari

pundak anak itu dan menyuruh mere ka

berdua mundur. Ia telah memberi obat

pemulih tulang dan lega melihat anak itu tak

apa-apa. Tadinya ia khawatir kalau-kalau

tangan Po Kwan cacad, bengkok umpamanya.

Tapi ketika itu tak terjadi dan dari situ ia dapat

menduga bahwa kepandaian Siauw Lam masih

belum begitu tinggi maka ia menghadapi uwak

Kin bicara berdua. la minta nenek itu

mengulangi yang penting-penting dan

mengingat itu semua. Di bagian si tosu ini ia

agak bingung, tak ada yang mengenal. Tapi

ketika Ia mengingat bahwa tosu itu berusia

lebih kurang lima puluh lima tahun, jenggotnya

panjang dan bermata ramah maka ia menarik

napas dalam-dalam mengingat ini.

"Baiklah, aku tak lupa. Dua minggu ini

aku akan pergi berputar-putar lalu kembali

lagi. Harap uwak Kin jaga dua anak itu dan

selanjutnya mereka kubawa pergi. Aku harus

mencari isteriku dan anakku Boen Siong."

"Aku menyesal sekali, aku amat bodoh.

Maafkan aku yang tak dapat melindungi394

kongcu, taihiap. Maafkan pula bahwa aku tak

tahu siapa dan di mana kera besar itu. Semua

berjalan cepat dan tahu-tahu aku sudah roboh

di sini!"

"Kau tak bersalah, sebaliknya isteriku

yang keterlaluan. Maafkan kelakuannya

kepadamu, uwak Kin. Aku menyesal bahwa

harus terjadi semuanya ini. Kau benar,

keadaan membuatnya meledak."

"Aku memaafkannya, sudah

memaafkannya," nenek ini terisak. "Hanya aku

tak tahu ke mana ia pergi, taihiap, sama tak

tahunya tentang tosu itu dan kera besar yang

menarik anakmu!"

Akan kucari, akan kuselidiki itu.

Sekarang tidur dan beristirahatlah, uwak Kin.

Malam nanti aku pergi sebentar melihat-lihat

keluar."

Nenek ini mengangguk-angguk. la

sedih dan muram namun sikap tuannya

membuatnya lega. Peng Houw tidak seperti Li

Ceng yang pemarah dan galak. Tapi sadar

bahwa semua itu membuat emosi sang nyonya

mendidih, berita hilangnya Boen Siong395

merupakan pukulan batin akhirnya nenek ini

menarik napas dalam-dalam ia memaafkan

nyonyw Peng Houw. Peng Houw berkelebat

keluar. Dua tempat didatangi pemuda ini.

Pertama adalah rumahnya sendiri yang sudah
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kosong dan kedua adalah hutan di mana

terdapat sesuatu yang membuat Peng Houw

berdesir, penemuannya akan sebuah tusuk

konde! Benda ini mengherankan benar namun

diam-diam membuatnya berdebar.

mengamat-amati benda itu dan yakin bahwa

itu bukanlah milik isterinya. Li Ceng tidak

memiliki perhiasan rambut seperti ini. Dan

ketika ia juga menemukan bau harum di

sekitar itu, tak tahu bahwa itulah milik Kwi-bo

yang bercinta dengan Chi koan maka Peng

Houw menyimpan benda ini dan menduga

bahwa ada orang lain di situ, selain Chi Koan

dan Giok Yang Cinjin.

Siapakah mereka? Peng Houw masih

meraba-raba. Ia menemukan pula robekan

kain dan ini membuat mukanya berubah. Jelas

itu pakaian isterinya! !Namun karena ia tak

tahu apa yang terjadi dan lagi-lagi menyimpan396

itu maka ia kembali dan keesokannya sampai

sepuluh hari berturut-turut ia mengulangi dan

memeriksa tempat-tempat yang dicurigai. Po

Kwan sudah mulai sembuh dan tulang yang

patah merapat kembali. Akan tetapi pada hari

kesebelas seseorang ditemui Peng Houw. Kwi
bo !.

"Hi-hik ini kiranya. Bagus, Naga Gurun

Gobi dapat kujumpai di sini. Eh, berhenti, Peng

Houw. Lihat siapa aku dan masih kenalkah kau

kepadaku.. tar-tar!"

Peng Houw menoleh dan melihat

seorang wanita cantik berdiri dengan tubuh

bergoyang-goyang, mengibaskan rambut dan

suara nyaring meledak di situ. Peng Hou tentu

saja tersentak dan mundur, ia terbelalak dan

hampir tak percaya kepada mata sendiri.

Wanita itu tentu saja dikenalnya, tubuh dan

sikap genit itu bukan asing lagi. Namun karena

tokoh dari Tujuh Siluman Langit ini jelas tewas

di Hek-see-hwa, Peng Houw tak tahu bahwa

inilah satu-satunya wanita yang selamat dari

gigitan Ular Tiga Warna maka Peng Houw397

menyangka bertemu dengan rohnya, jasad

halus Kwi-bo yang mungkin gentayangan!.

"Hi-hik, melotot! Semua lelaki begitu.

Eh, kau rupanya masih mengagumi

kecantikanku, Peng Houw. Bagus, kau pemuda

normal dan gagah sekali. Ehem, kaupun

semakin tampan dan menggairahkan hatiku.

Bahu dan dadamu semakin bidang saja, hi
hik.... tak rugi aku menemukanmu di sini!" dan

Kwi-bo yang melangkah laluu dengan lenggang

memikat tiba-tiba telah meraba dan memeluk

pinggang Peng Houw. Pemuda ini masih

mengira bahwa yang dililhat adalah j?sad halus

wanita itu, masih terbelalak. Maka ketika tiba
tiba ia dibelit dan lengan yang lembut itu

melingkar manja, wajah cantik itu mendekat

dan tahu-tahu mencium bibirnya mendadak

pada saat itu juga Kwi- bo mengangkat

lututnya menghantam kemaluan pemuda ini.

"Dukk!" Secepat kilat Peng Houw

menggerakkan telapaknya ke bawah.

Hantaman itu diterima dan tentu saja ia

mengerahkan sinkang, Kwi-bo menjerit dan

wanita itu terbanting bergulingan. Lututnya398

seakan ditumbuk besi. Dan ketika wanita itu

meloncat bangun sementara Peng Houw

sendiri sadar dan berseru tertahan, mundur

dan percaya bahwa yang dihadapi adalah

musuh yang masih hidup maka wanita itu,

melengking tinggi memaki-maki.

"Peng Houw, kau laki-laki keparat,

jahanam kau. Aihh, sakit hatiku tak akan sudah

sebelum membunuhmu!"

Peng Houw bergerak dan mundur lagi.

Lawan berkelebat dan menamparnya dan

rambut itupun menyerang lagi dengan hebat.

Pertemuan mereka di hutan ini membuat Peng

Houw benar-benar tercengang. Ia kaget dan

heran bagaimana wanita ini masih hidup!

Maka ketika ia mengelak dan menangkis lagi,

lawan melengking dan berkelebatan cepat

akhirnya ia berseru menanyakan bagaimana

lawannya itu ada di situ, sebuah pertanyaan

yang lebih bernada h?ran daripada marah

"Kau. kau Kwi-bo. Bagaimana ada di sini

dan masih hidup. Eh, bagaimana kau tak tewas

di Hek-see-hwa, Kwi-bo dengan siapa pula kau

datang!"399

"Tak usah banyak cakap. Kau yang

membuatku seperti ini, Peng Houw, kau anak

sialan itu. Mampuslah atau Chi Koan

membalasmu!"

Peng Houw berdesir. Nama Chi Koan

membuatnya berubah dan wajah yang tadi

heran berubah merah, ada kemarahan di situ.

Maka ketika Peng Houw menangkis dan wanita

itu terbanting, bergulingan . memaki-maki

akhirnya Peng Houw menggeram dan

melompat mengejar,

" Kwi-bo, kau bicara tentang Chi Koan,

mana anak itu. Apakah kau bersamanya dan

apa yang kau ketahui tentang ini!"

"Keparat, tak tahu malu!" wanita itu

mengelak dan melempar tubuh lagi. "Cari

sendiri anak itu, Peng Houw, tak perlu tanya

dan menyuruh aku. Chi Koan akan

membalasmu dan sekarang ia lolos dari Go-bi,

hi-hik!"

Kwi-bo melompat bangun dan mata

Peng Houw berputar, membentak dan

menyerang wanita itu lagi namun Kwi-bo

mengelak, bajunya robek dan menjeritlah400

wanita itu memaki-maki. Dan ketika robekan

ini mengingatkan Peng Houw akan baju

isterinya, Kwi-bo meledakkan rambutnya

maka wanita itu bicara tentang isterinya,

terkekeh.

"Tak tahu malu, seperti Chi Koan.cih,..

seperti itulah ia merobek baju isterimu, Peng

Houw, kalian laki-laki di mana-mana sama

saja!"

"Apa yang ia lakukan kepada isteriku,di

mana isteriku!" Peng Houw membentak dan

mulai terbakar. "Kau dan Chi Koan sama-sama

jahat, Kwi-bo. Jadi kau kiranya pemilik hiasan

rambut ini..wut!" Peng Houw mengeluarkan

hiasan rambut itu dan menyambarlah harum

tubuh Kwi-bo. Sekarang ia ingat harum siapa

ini, juga tusuk konde itu. Dan ketika Kwi-bo

terkejut mendengar itu mengelak dan

menangkis lagi namun jatuh terpelanting

akhirnya marahlah ia didesak Peng Houw. Api

cemburu mulai dilihat pada mata pemuda itu.

. Si Naga Gurun Gobi mulai panas!

"Hi-hik, apalagi yang dilakukan Chi

Koan kepada isterimu. Li Ceng dirobek-robek401

bajunya, Peng Houw, dibuatnya telanjang

bulat. Aku melihat sendiri betapa isterimu

menjerit dan melengking-lengking. Chi Koan

terkekeh-kekeh dan tertawa menikmati tubuh

isterimu. Li Ceng masih.hebat, punya anak satu

namun masih montok dan menggairahkan.

Lelaki Mana tak bangkit birahinya... dess!"

Kwi-bo terjengkang dan terpekik ngeri,

la melihat Peng Houw semakin marah dan

kata-katanya yang kian menusuk-nusuk itu

membuat api kemarahan. Peng Houw

mendidih. Suami mana tak gusar. Maka ketika

Peng Houw berkelebat dan tiga kali melakukan

tamparan, dua luput namun yang ketiga

berhasil maka terlemparlah wanita itu oleh

pukulannya. Peng Houw terbawa oleh cerita

dan kata-kata lawannya itu. Namun Kwi-bo

bergulingan meloncat bangun. la ngeri dan

gentar namun juga gembira melihat

kemarahan Peng Houw. Naga Gurun Gobi itu

lelaki biasa juga, marah dan cemburu

mendengar isteri dipermainkan orang. Dan

karena wanita ini pada dasarnya memang

sesat, melihat itu ia semakin senang maka Kwi-402

bo tiba-tiba terkekeh dan mengibas rambut ke

kiri kanan dua kali, tubuh dihentakkan pula dan

siaplah ia dengan ilmunya yang amat

berbahaya, Thian-mo-bu (Tarian Hantu Langit),

sebuah tarian yang akan melepaskan semua

pakaiannya satu per satu!

"Hi-hik, cemburu, tak perlu itu!

Isterimu atau aku sama saja, Peng Houw, kami

wanita yang sama-sama haus pujian, haus

belaian dan kasih sayang pria. Lihatlah

keindahan tubuhku seperti Chi Koan

menyaksikan keindahan tubuh isterimu..bret
bret!"

Baju dan anak kancing berlepasan, Kwi
bo bergerak dan menubruk Peng Houw namun

dari sepasang tangannya mencuat kuku-kuku

runcing penuh bisa . Ia terkekeh dan tertawa

namnun serangannya penuh maut. Peng How

terkejut oleh gerak wanita ini di mana tiba-tiba
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita itu sudah tak berpakaian. Gerak tubuh

itu sudah membuat semuanya berlepasan,

Kwi-bo sudah tanpa secuil benangpun! Namun

karena Peng Houw bukan laki-laki

sembarangan dan ia adalah didikan tokoh Go-403

bi yang sakti, mendiang gurunya Leng Kong

Hwesio juga selalu menanamkan moral dan

pribudi tinggi maka sekejap saja ia berdesir

oleh tingkah Wanita itu. Sejenak birahinya

bangkit, namun sudah ditindasnya lagi. Maka

ketika wanita itu menubruk dan gerakan

tangan itu seolah hendak memeluk dan

mencium padahal sepuluh kuku maut itu siap

mencengkeram jiwanya maka Peng Houw tiba
tiba mengerahkan sinkang dan ia membentak

membuyarkan pengaruh lawan. Berahi lenyap

terkubur oleh jijik dan muak.

"Kwi-bo, kau benar-benar wanita tak

tahu malu. Enyahlah!"

Terdengar jerit dan bantingan tubuh

keras. Kuku wanita itu mengenai tubuh Peng

Houw namun semua patah-patah. Sinkang di

tubuh pemuda itu membuat kulitnya atos. Dan

karena Peng Houw menangkap dan melempar

wanita ini, tak mungkin Kwi-bo mengelak maka

wanita itu menjerit dan tubuhnya menimpa

semak-semak berduri.

"Aduh...!" Kwi-bo bergulingan dan

berteriak kesakitan. Tubuhnya yang lembut404

ditusuk duri-duri itu dan tentu saja ia menjerit.

Tak disangkanya demikian mudah pemuda itu

mematahkan ilmunya. Peng Houw tak

bergeming oleh keindahan dan kecantikan

tubuhnya. Naga Gurun Gobi itu bagai patung

batu saja, padahal lelaki lain pasti melotot dan

ngilar. Maka ketika ia meloncat bangun

sementara mulut menyumpah-serapah, Peng

Houw melengos melihat tubuh polos itu Kwi
bopun mempergunakan kesempatan untuk

menyerang dan membokong lawan. Akan

tetapi Naga Gurun Gobi ini mengibas. Dua kali

Kwi-bo menyerang dua kali itu pula ia

terbanting. Peng Houw tak berani mengejar

karena tubuh itu membuatnya jijik, ia muak

dan malu memandangnya. Dan ketika untuk

ketiga kalinya Kwi-bo gagal akhirnya wanita itu

terlempar bergulingan melarikan diri,

menyambar pakaiannya.

"Keparat, kau laki-laki tak tahu nikmat.

Baiklah lain kali kita bertemu lagi, Peng Houw,

dan sakit hatiku akan terbalas oleh Chi Koan.

Isterimu tak mungkin muncul setelah Chi Koan

menodainya, hi-hik!"405

Peng Houw terbelalak. Tadinya ia

merasa kasihan setelah berkali-kali wanita ini

jatuh bangun, betapapun Kwi-bo bukanlah

lawannya. Tapi ketika tiba-tiba wanita itu

bicara seperti itu dan darahnya berdesir,

kemarahanpun naik ke kepala tk ayal lagi ia

membentak dan melemparkan tusuk konde

yang masih di tangannya itu menyambar dan

cepat sekali mengejar Kwi-bo yang hampir

lenyap di dalam hutan.

"Crep!" Wanita itu menjerit dan

terjungkal. Peng Houw lagi-lagi harus menutup

mata melihat betapa lawan kesakitan dengan

tubuh telanjang, memaki dan meloncat

bangun lalu lari lagi dengan punggung terluka.

Kwi-bo memaki-maki. Dan karena ia tak mau

mengejar lawan yang telanjang bulat, Peng

Houw malu sendiri akhirnya pemuda ini

mengepal tinju dan menarik napas dalam

untuk kemudian meninggalkan tempat itu.

Kwi-bo tak muncul lagi sejak saat itu.

Peng Houw juga pulang dan kembali ke rumah

dengan pikiran kusut. Tapi karena pertemuan

itu mengganggu dirinya, berkali-kali terngiang406

kata-kata wanita iblis itu akhirnya Peng Houw

menarik kesimpulan bahwa isterinya tak akan

ditemukan.

"Li Ceng telah ternoda! Peng Houw

panas dan mulai bergemuruh. la percaya

bahwa kepergian isterinya tentu karena itu, di

samping mencari anak mereka yang hilang.

Dan karena isterinya tentu malu kepadanya,

tak mau kembali maka Peng Houw tiba-tiba

menjadi dingin dan wajahpun gelap. Hal ini

membuat perasaan uwak Kin tak enak.

Pemuda itu masih di rumahnya karena

menunggu sembuhnya Po Kwan. Sudah

diambil keputusan bahwa pemuda itu akan

pergi bersama dua muridnya ini. Dan karena

Po Kwan juga melihat perobahan itu, tak tahu

apa yang terjadi maka anak ini berbisik-bisik

pada uwak Kin jangan-jangan ia menjadi

sumber ketidak senangan suhunya itu.

"Aneh, suhu mulai dingin kepadaku,

aneh. la sering melamun dan satu dua jam saja

di sini, selebihnya keluar. Apa sebaiknya yang

harus kulakukan, uwak Kin. Jangan-jangan ia407

terganggu olehku gara-gara sakitku ini. la tak

dapat mencari puteranya dengan bebas!"

"Kupikir betul. lapun dingin dan acuh

kepadaku, Po Kwan. Jangan-jangan ia mulai tak

senang kepada kita semua. Sebaiknya biarkan

ia pergi, kau jaga saja rumahnya di sana itu,

kita bertiga!"

"Jadi aku tak usah ikut?"

"Sebaiknya begitu. Gurumu tak dapat

bepergian gara-gara kau. Kalau kau tak sakit

dan sehat seperti biasa tentu tak soal, tapi ini

lain. Gurumu murung dan tak enak aku!"

"Hm, biar kupanggil adikku Siao Yen!"

anak itu mengangguk-angguk dan dipanggillah

adiknya itu. Siao Yen datang dan duduk

bertiga, meninggalkan cucian di belakang. Dan

ketika ia mengangguk-angguk mendengar

kakaknya, usul uwakpun diterimanya akhirnya

ia berseru bahwa sebaiknya guru mereka itu

tak usah diikat dengan keberadaan mereka.

"Akupun juga merasa begitu, suhu

dingin dan acuh. Baiklah kita katakan padanya

tak usah turut, Kwan-ko. Kita jaga saja408

rumahnya seperti dulu. Suhu biar mencari

puteranya!"

Po Kwan dan uwak Kin mengangguk.

Diambillah keputusan bahwa mereka tak ikut.

Dan ketika malam itu suhu sekaligus majikan

mereka muncul, selama ini Peng Houw

memang selalu keluar akhirnya dengan takut
takut namun memantapkan hati Po Kwan

berlutut di depan gurunya, sang adik dan uwak

Kin di sampingnya.

"Maafkan teecu yang mungkin lancang.

Ada sesuatu yang ingin teecu bicarakan, suhu.

Bolehkah teecu bicara mengeluarkan

pendapat."

Peng Houw mengerutkan kening. " Kau

mau bicara apa."

Sang murid berdebar. Suara gurunya

singkat dan jelas tidak senang, kata-kata itu

datar dan tidak mengandung perasaan

apapun. Tapi ketika anak ini membangkitkan

keberanian dan adik serta uwaknya menunggu

di situ, mereka tak mau berlama-lama akhirnya

ia berkata dengan sedikit gemetar, hati-hati.409

"Teecu ingin menjaga rumah suhu saja

daripada diemajak ikut bepergian. Teecu

belum sembuh betul. Apakah teecu dan uwak

Kin boleh ke sana dan suhu sendirian saja

mencari subo dan adik Boen Siong? Teecu tak

ingin mengganggu kebebasanmu, suhu.

Silakan sendirian dan kami menunggu di sana!"

Berkejap kelopak Peng Houw.

Sesungguhnya ia juga bingung memikir ini,

sudah terlanjur dikatakannya kepada mereka

bahwa ia akan membawa Po Kwan dan Siao

Yen. Tapi ketika tiba-tiba anak itu bicara

seperti itu dan memberi kebebasan

kepadanya, sungguh ia girang maka iapun

mengangguk dan berseru.

"Baik, begitu juga boleh, Po Kwan. Aku

juga ragu kalau harus membawa anak-anak

mencari puteraku!"

Po Kwan melengak girang. "Suhu

setuju?"

"Ya, aku tak keberatan, dan justeru

berterima kasih. Kalau uwak Kin mau juga

menemanimu tentu aku lebih senang!"410

"Hamba tentu saja siap menemani.

Pergilah dan jangan memikirkan anak-anak ini,

taihiap, jelek-jelek mereka kuanggap seperti

cucuku sendiri."

"Terima kasih, aku juga bingung oleh

janjiku dulu, uwak Kin, tapi sekarang lega. Aku

akan mencari puteraku dan kalian jagalah

rumahku baik-baik. Barangkali besok bisa

dimulai!"

"Dan taihiap harap sabar kepada hujin

nyonya), tak perlu menegurnya atas

perbuatannya kepadaku."
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm dia? Tidak, aku tak akan perduli

kepadanya, uwak Kin. Dia tak mungkin datang

lagi. Persetan dengan dia!"

Uwak Kin berseru tertahan. Sikap dan

wajah tuannya yang beku tiba-tiba membuat

dia tersentak. Po Kwan dan adiknya juga kaget

mendengar ini. Tapi ketika Peng Houw bangkit

dan meninggalkan mereka akhirnya tiga orang

itu tak berani bertanya-tanya.

"Aku ingin istirahat, kalian juga, Be-sok

aku pergi dan kalian kembali ke rumahku. Jaga411

baik-baik dan tunggu sampai aku membawa

Boen Siong!"

Tak ada yang membantah setelah ini.

Po Kwan dan nenek itu saling pandang

sementara uwak Kin berdesir. Sebagai orang

tua ia menangkap sesuatu yang gawat dalam

kata-kata majikannya tadi, Sesuatu yang

serius. Tapi karena majikan tak mau diganggu

dan mereka harus tahu diri maka nenek ini

menarik napas dalam dan dengan isyarat ia

mengajak dua anak itu memasuki kamar tidur.

"Tak usah bertanya-tanya, gurumu

mendapat sesuatu yang berat. Tidur dan besok

kita bersiap, Po Kwan kita kernbali ke rumah

sana dan menunggu."

Anak itu mengangguk. Ia juga tak

berani bertanya namun dapat merasakan

perubahan gurunya. Suhunya begitu dingin

tentang subonya, ada apa itu! Dan ketika

malam itu ia tidur bersama uwuk Kin, juga

adiknya di satu bale-bale bambu yang besar

maka keesokannya gurunya itu sudah tak ada

di situ.412

"Suhu telah pergi, pintunya terbuka.

Mari kita ke rurnah sana memenuhi

perintahnya!"

"Baik, mari, Po Kwan. Untung bahwa

tanganamu telah pulih!"

"Belum sembuh betul, tapi sudah dapat

kugerak-gerakkan. Mari, kita bawa buntalan

kita, uwak Kin. Kita kembali ke rumah suhu!"

Pagi itu mereka berangkat. Sedikit

tergesa dan harap-harap cemas uwak Kin

menyeret dua anak ini ke sana, tepian hutan

kembali ditelusuri. Tapi ketika mereka

melewati kebun dan Po Kwan teringat

kekejaman Siauw Lam, ia berhenti sejenak

tiba-tiba mereka bertiga dikejutkan oleh

lengking dan pekik menyayat.

"Suara hujin! Benar, itu suara hujin!"

Uwak Kin berlari dan melepas anak-anak ini. Po

Kwan masih tertegun di tempat ketika adiknya

tiba-tiba menyambar lengannya, berlari dan

mengajak kakaknya dengan girang. Dan ketika

Po Kwan juga bergerak dan mengenal suara

itu, lengking atau pekik subonya tak ampun413

lagi mereka bertiga berlomba menuju rumah

itu.

"Subo datang. Benar, itu suara subo...!"

Narnun alangkah kagetnya tiga orang ini

setelah tiba di tempat. Li Ceng, majikan

mereka itu menyambar-nyambar mengelilingi

Peng Houw, menampar dan memukul serta

memaki-maki suaminya itu. Peng Houw

mengelak datn menangkis serta dingin-dingin

saja. Suami isteri itu kiranya bertempur! Tapi

ketika anak-anak ini datang dan jeritan uwak

Kin mengejutkan mereka, suami isteri ini

menengok tiba-tiba Li Ceng berhenti

menyerang dan gemetar menuding suarninya

itu, pakaian robek-robek dan masih seperti

dulu.

"Kau kau menghinaku. Baik, kuterima

hinaanmu ini, Houw-ko, dan sebelum jahanam

Chi Koan mampus aku tak sudi bertemu

denganmu. Camkan baik-baik bahwa segala

tuduhanmu tidak benar, bahwa kau dibakar

cemburu dan pikiran gelap. Kau kemasukan

iblis. Kau tega menyakiti hati isterimu sendiri.

Biarlah Bumi dan Langit saksinya dan siapa414

yang mendapatkan Boen Siong itulah yang

benar!"

Lalu membalik dan meninggalkan

tangis menyayat Peng-hujin itu berkelebat

meninggalkan semuanya. Sang suami masih

tertegun dan berdiri di situ dengan muka

merah dan tampak betapa Naga Gurun Gobi ini

terpukul. Ia memandang kepergian isterinya

sampai lenyap, tangis atau sedu-sedan itu

agaknya menggerakkan hatinya juga, terbukti

pemuda ini memanggil namun suaranya

tersekat di tenggorokan, menggapai namun Li

Ceng tak melihat itu. Dan karena Peng Houw

juga tak bergerak atau mengejar, rupanya

pemuda ini juga ragu akhirnya jerit atau

panggilan uwak Kin menyadarkan pemuda itu.

Po Kwan dan adiknya juga terbata mengejar

maju.

"Hujin !"

"Subo!"

Akan tetapi Li Ceng telah pergi. Wanita

itu tak menoleh dan lenyap meninggalkan

sedu-sedan, tangisnya menyayat hati hingga

nenek tua itupun tak tahan lagi, menangis dan415

ikut mengguguk namun tiba-tiba Peng Houw

bergerak, lenyap meninggalkan pembantu dan

murid-muridnya ini. Dan ketika nenek itu

mengangkat muka dan menjerit memanggil,

Po Kwan juga namun Peng Houw tak

menghiraukan akhirnya tiga orang ini

bertangis-tangisan di pagi itu. Apa yang

terjadi? Pertemuan yang menyedihkan. Pagi

itu, bermaksud meninggalkan semuanya tiba
tiba Peng Houw tergerak untuk menengok

rumahnya dulu. Dia tak tahu kapan akan

kembali lagi dan melihat rumahnya ini. Dia tak

akan kembali sebelum puteranya Boen Siong

ketemu. Maka ketika dia berkelebat

meninggalkan rumah pembantunya itu,

menuju hutan dan langsung ke rumahnya yang

kosong maka tiba-tiba pemuda ini tertegun

mendengar suara tangis. Suara itu terdengar

perlahan dan hanya isak-isak kecil saja,

terkejut karena suara itu berasal dari

kamarnya. Dan ketika ia berkelebat dan hati
hati mengintai mendadak jantungnya berdesir

karena isterinya di situ. Li Ceng! Hampir saja

Peng Houw memanggil akan tetapi416

ditahannya. Matanya yang semula haru

mendadak berobah. Pakaian isterinya yang

robek-robek membuat dia mengerutkan

kening. Pakaian itu masih sama seperti dulu,

pakaian merah kesukaan isterinya namun yang

membuat hatinya sakit adalah bagian yang

robek di punggung dan dada. Bagian itu robek

lebar, memperlihatkan punggung dan dada

isterinya yang mulus. Bagian itu paling

dikagumi. Tapi ketika tiba-tiba ia menjadi jijik

teringat Kwi-bo, pandang matanya kepada

isteri tiada ubahnya pandang mata kepada

Kwi-bo tiba-tiba Peng Houw mendengus dan

dengus itulah yang didengar Li Ceng.

"Houw-ko!" wanita itu seketika

melompat dan berseru girang. Li Ceng sedang

berlutut di pembaringan membenamkan diri di

kasur, menangis dan berguncang-guncang

perlahan oleh semua kepedihan hatinya.

Beberapa minggu ini ia sudah mencari

puteranya namun tak juga berhasil, kembali

dan mengharap suaminya sudah ada di rumah.

Tapi ketika rumah itu kosong dan jelas tak

ditinggali, uwak Kin dan Po Kwan serta Siao Yen417

masih di dusun sana maka menangislah

nyonya ini di tempat tidurnya itu. Di sinilah

Boen Siong lahir. Di sinilah ia menikmati madu

cinta bersama suami-nya. Maka ketika ia

menumpahkan sedih dan kesal di situ, akan

menunggu sampai suaminya pulang tiba-tiba

saja orang yang diharapkan itu sudah ada di

situ. Siapa tidak girang. Nyonya ini langsung

menubruk dan memeluk akan tetapi Peng

Houw tertawa dingin, pemuda itu bahkan

mendorong isterinya. Dan ketika Li Ceng

tertegun. melihat sikap suaminya ini, mata

suaminya dingin menusuk jantung maka

pertanyaan pertama adalah kalimat yang

membuat wanita itu seakan ditikam pedang

berkarat.

"Mana Chi Koan kekasihmu yang baru

itu. Sudah cukupkah kau bersenang-senang

dan menikmati masa indah bersamanya."

"Houw-ko!" Li Ceng menjerit. "Kau....

kau bilang apa? Kau mengatakan aku

bersenang-senang dengan jahanam keparat

itu? Kau menuduhku menyeleweng?"418

"Hm, aku teringat ibumu," Peng Houw

tiba-tiba semakin tajam, rasa panas dan marah

melihat pakaian isterinya yang robek-robek

membuat ia tak dapat menahan emosi, lidah

kehilangan kontrol diri-nya. "Ibu menyeleweng
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anakpun pasti me nyeleweng, Ceng-moi, tak

usah berpura-pura dan menyesal di sini. Aku

sudah tahu, mendengar tentang kalian berdua.

Katakan siapa tosu yang menolongmu itu.

Untuk apa kau kembali dan hanya

meninggalkan noda di rumah ini."

Bukan main hebatnya kata-kata itu. Li

Ceng seperti mendengar petir dan tentu saja ia

kaget bukan main. Peng Houw, suaminya ini

tiba-tiba begitu keji menuduhnya

sembarangan, bahkan menyebut-nyebut pula

ibunya yang sudah tiada. Dan ketika ia menjerit

dan mundur melangkah, menuding dan

gemetar namun tak dapat bicara maka wanita

ini seperti orang gila yang tak dimengerti

maksudnya. Akan tetapi suara itupun akhirnya

keluar. Tangis dan jerit menjadi satu. Dan

ketika Li Ceng berkelebat dan menampar

suaminya, Peng Houw menerima tenang maka419

wanita itu menuding, "Houw-ko, kau berani

menghinaku seperti itu? Kau berani

menyamakan aku seperti mendiang ibuku?

Ooh, terkutuk laknat. Kau keji menyamakan

aku seperti itu, Houw-ko. Kau tak berperasaan

menyakiti isterimu sendiri dengan kata-kata

kejam. Kau menuduhku yang tidak-tidak, kau

sedang kemasukan setan. Biarlah Bumi Langit

menjadi saksinya dan kupotong rambutku

sebagai sumpah...bret!"

Li Ceng mencabut pedang dan secepat

kilat memotong rambutnya sendiri. Rambut

hitam tebal yang panjang itu tiba-tiba lenyap.

Wajah wanita ini menjadi lucu seperti lelaki.

Dan ketika Peng Houw tertegun melihat itu,

terkejut betapa isteri-nya begitu sungguh
sungguh dan sejenak merasakan penyesalan

tiba-tiba ia tertawa dingin melihat pakaian

robek-robek isterinya itu, mencabut kain

robekan yang selama ini disimpannya.

"Baik, katakan apakah Chi Koan tak

menyentuh tubuhmu. Katakan bahwa

tubuhmu tak bernoda oleh jarinya!"420

Li Ceng terbelalak. la melihat Peng

Houw menyodorkan kain robekan itu dan jelas

itu miliknya. Dan ketika ia tertegun tak dapat

menjawab, Peng Houw maju dan

membentaknya maka pemuda itu menghardik,

suaranya kasar.

"Li Ceng, katakan bahwa jahanam itu

tak menyentuh tubuhmu. Katakan bahwa

jarinya tak rnengotori tubuhmu. Ayo, jawab!"

Wanita ini tersedu. Tiba-tiba ia merasa

sakit oleh sikap suaminya ini, betapa Peng

Houw mampu menodongnya begitu keji dan

tajam. Dan karena jari-jari Chi Koan memang

berkali-kali menyentuhnya, meskipun bukan

atas kehendaknya sendiri mendadak ia

memekik dan melompat keluar.

"Houw-ko, kau kejam!"

Peng Houw tertawa mengejek.

Yakinlah dia bahwa isterinya memang telah

ternoda, kemarahan tiba-tiba timbul. Maka

ketika ia berkelebat dan mengejar juga tiba
tiba ia berjungkir balik dan turun di depan

isterinya itu. "Katakan kepadaku siapa tosu

malang itu. Siapa dia dan kemana sekarang!"421

"Kau..untuk apa kau tahu? Buat apa?"

"Hm, hendak kukatakan kepadanya

bahwa usahanya sia-sia belaka, Li Ceng, bahwa

tak perlu ia menolong dirimu. Percuma

tenaganya dibuang."

"Houw-ko !"

"Katakan atau mungkin kau malu pula

memberi tahu. Mungkin tosu itu telah

melihatmu diraba-raba!"

Li Ceng menjerit. Ia membentak dan

memukul suaminya ini tapi Peng Houw

menangkis, suami inipun juga marah. Dan

ketika Li Ceng membentak dan menyerang lagi,

melengking-lengking maka lengkingan itulah

yang didengar Po Kwan hingga tiga orang itu

buru-buru berlari, melihat nyonya mereka

bertempur tapi. yang diserang adalah majikan

sendiri. Peng Houw mengelak dan

berlompatan namun akhirnya Li Ceng

memutar tubuh. Anak-anak itu melihat

pertengkarannya. Dan ketika ia lari

membiarkan Peng Hou tertegun, nama Giok

Yang Cinjin masih belum disebut maka Peng

Houw teringat itu namun sang isteri telah422

lenyap dan meninggalkan tempat itu. Rasa

sakit menusuk-nusuk Naga Gurun Gobi ini.

Jawaban Li Ceng yang tak menyangkal

tuduhannya membuat Peng How seperti

diremas-remas. Ia tak tahu bahwa jari Chi Koan

sebatas menyentuh, kehormatan isterinya

sesungguhnya masih terjaga. Namun karena Li

Ceng juga terlampau sakit hati karena Peng

Houw membawa-bawa ibunya, tak dapat

disangkal bahwa ibu Li Ceng dulunya memang

menyeleweng dengan lelaki lain maka tusukan

ini terasa lebih tajam daripada pedang

berkarat. Li Ceng tak menjawab semua

pertanyaan itu dengan hati yang terlampau

sakit. Ia tiba-tiba benci dan marah kepada

suaminya itu. Betapa kejinya Peng Houw!

Maka ketika ia meninggalkan rumah dan Po

Kwan serta uwak Kin menjerit, memanggil

namun tak dihiraukan akhirnya Peng Houw

sendiri berkelebat meninggalkan rumah itu.

Pagi itu kejadian di rumah ini sungguh

menyedihkan. Cinta kasih telah berobah

menjadi kebencian. Dan ketika majikan

maupun nyonya rumah tiada di situ, nenek ini423

merangkul dua anak itu sambil sesenggukan

maka Peng Houw melaksanakan keinginannya

mencari puteranya yang hilang, di samping

tentu saja Chi Koan yang jahat! Peng Houw

mengepal tinju teringat si buta ini. Tak akan

diampuninya lagi lawannya itu. Akan

dilenyapkannya Chi Koan sampai tuntas, akan

dibunuhnya si buta itu. Dan ketika Peng Houw

juga bergerak dan tak perduli kepada isterinya

lagi, rasa jijik menyentuh di situ maka pemuda

yang kusut ini melakukan perjalanan dengan

wajah murung, gelap!

***

Sebulan setelah kejadian di atas Peng

Houw berada di propinsi Kwang-tung. Ia

bingung tak menemukan Boen Siong,

bertanya-tanya tapi tak ada yang tahu. Jejak

Chi Koan juga lenyap. Tapi ketika ia hendak

memasuki kota Kwang-sin tiba-tiba telinganya

yang tajam mendengar dentang suara senjata

beradu.424

"Hm, gerombolan rampok bertemu

rombongan piauw-kiok (pengantar barang),"

Peng Houw sebal. "Di mana-mana .Drang jahat

selalu muncul. Kapan kalian jera?"

Peng Houw tak ada niat mendatangi

keributan ini kalau saja tiba-tiba telinganya tak

mendengar maki-makian terhadap seorang

tosu. Sebutan paling umum adalah "keledai

tua", yakni makian untuk tosu atau orang
orang pengikut agama To ini. Maka ketika ia

juga mendengar bentakan itu dan berhenti di

jalan, di balik tebing karang mengepul asap

pertempuran akhirnya Peng Houw

membelokkan langkahnya dan menuju tempat

ini. Tujuh orang bertempur hebat. Ternyata

mereka mengeroyok seorang tosu lihai

bersenjatakan tongkat ular, berkelebatan dan

menyambar-nyambar dan tampak dua orang

di sana merintih roboh. Peng Houw tertegun

oleh gerakan tosu ini, juga gaya serangannya

yang menimbulkan angin dahsyat. Dan ketika

ia terkejut karena itulah Soan-hoan-ciang

(Kibasan Angin Puyuh) yang dulu dipunyai

gurunya Giok Keng Cinjin akhirnya pemuda ini425

berdiri di sebelah batu karang dan menonton

dengan alis terangkat. Pukulan tangan kiri tosu

itu mulai menimbulkan angin berpusing.

"Hm, kalian orang-orang Hek-i-Kai
pang memang selamanya mengganggu orang
orang seperti pinto. Baik, katakan kepada

ketua kalian bahwa pinto tak mau menerima

undangan, tikus-tikus busuk, dan enyahlah

atau pinto menghajar kalian plak-plak-bukk!"

tongkat menghajar telak dan tiga orang

terbanting bergulingan. Mereka adalah orang
orang berpakalan hitam dengan mangkok dan

tempat minum di pinggang, semua berpakaian

tambalan dan mudah diduga bahwa mereka

rombongan pengemis. Tapi karena masing
masing bersenjata dan ada yang membawa

trisula atau pedang, juga golok tipis dan

sebuah clurit (sabit) maka mudah diduga

bahwa rombongan pengemis ini tentu bukan

orang baik-baik. Mereka ternyata dari

kelompok Hek-i Kai-pang (Perkumpulan

Pengemis Baju Hitam).
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Keparat!" satu di antara yang empat

membentak, tiga temannya terguling-guling.426

"Kalau kau tak mau datang memnuhi

undangan maka selayaknya kau memberikan

upeti, Giok Yang Cinjin. Kwang-tung adalah

wilayah kami dan siapapun yang masuk harus

membayar pajak!"

"Kalian bukan orang pemerintahan,

cara kalianpun tidak patut. Menarik pajak

bukan seperti cara perampok begini, tikus
tikus busuk. Siapa mau, kalau kalian memaksa.

Pergilah dan katakan kepada ketua kalian

bahwa pinto tak mau datang. Silakan

menikmati ulang tahun sendiri dan jangan

menyuruh orang lain mengeluarkan koceknya

bluk-plak!" tangan kiri si tosu bergerak dan

terpentalah orang yang membentak itu. Ia

murid Hek-i Kai-pang yang paling tangguh,

sejak tadipun serangannya paling berbahaya.

Sabit di tangan menyambar-nyambar bagai

halilintar. Tapi karena tosu itu cukup lihai dan

angin kibasannya membuat semua terdorong,

Peng Houw melihat betapa sesungguhnya tosu

ini bersikap lunak maka adalah orang-orang itu

yang tak tahu diri dan menerjang lagi, mereka

membentak dan memaki-maki tosu ini.427

"Keledai bangkotan, keledai mau mampus.

Kalau kau tak mau memberikan sedekahmu

maka lihat kami memanggil bala bantuan, Giok

Yang Cinjin. Lihat kalau ketua kami sendiri

datang!"

"Pinto tak takut kepada Hek-sai Lo-kai,

justeru kalian yang tak tahu diri. Hm, pinto tak

mau berlama lagi dan lihat pukulan, anak
anak. Pergilah dan katakan bahwa pinto tak

ada waktu untuk menghadiri ulang tahun

partai kalian...des-plak!" si tosu memutar

tongkatnya dan tangan kiri terayun pula.

Empat orang yang masih bertahan berteriak

keras, mereka terangkat dan terbanting

terguling-guling. Namun ketika mereka bersuit

dan dari delapan penjuru melompat bayangan
bayangan hitam, tempat itu tiba-tiba sudah

dipenuhi tigapuluhan orang maka Peng Houw

ikut terkepung dan mereka inipun langsung

memukul!

"Siapa pemuda ini, tangkap dan

robohkan dia!"

Peng Houw mengerutkan kening. Sekali

lihat ia tahu bahwa Hek-i Kai-pang memang428

bukan perkumpulan orang baik-baik. Para

pengemis berbaju hitam ini rupanya perlu

mendapat pelajaran. Maka ketika ia mengelak

dan menggerakkan tangan kiri, ujung bajunya

mengibas maka semua terlempar dan tentu

saja berteriak kaget.

"Heiii bres-bress!" Peng Houw

tersenyum dingin. Kalau saja ia tak tertarik

dengan tosu yang menguasai Soan-boan-ciang

Itu tentu ia sudah pergi. Pukulan tosu ini

mengingatkannya akan mendiang gurunya

yang lain, Giok Kee Cinjin. Maka ketika ia

diserang lagi namun dengan mudah

menghalau pengemis-pengemis Hek-i Kai
pang itu, tosu itu melihatnya dan akhirnya

semua orang tahu kehadirannya maka tosu itu

terbelalak kepadanya berseru nyaring,

tertawa.

"Heii, anak muda. Siapa kau dan

kenapa di situ. Orang-orang ini dapat

kuselesaikan dan jangan bantu, pinto akan

pergi!"

"Hm, akupun akan pergi. Kalau tak

melihatmu di sini tentu aku sudah pergi,429

totiang. Pukulanmu menarikku karena itu

Soan-hoan-ciang. Dari mana kau mendapatkan

dan apa hubunganmu dengan mendiang Giok

Kee Cinjin!"

"Pinto Giok Yang, suheng Giok Kee.

Siapa kau dan bagaimana mengenall pukulan

pinto!"

"Kau suheng mendiang guruku?"

"Eh, kau si Naga Gurun Gobi itu?"

"Hm, mari kita pergi. Kita bicara

ditempat lain, totiang, agaknya kau suheng

dari mendiang guruku!"

Peng Houw mengibaskan kedua lengan

bajunya dan tiba-tiba semua orang terangkat

naik. Baik mereka yang ada di depannya

maupun di depan Giok Yang Cinjin tiba-tiba

berteriak, tosu itu sendiripun juga berseru

keras, terangkat dan terlempar. Namun ketika

semua bagai ditiup angin puyuh, Peng Houw

mengeluarkan ilmu saktinya Hok-te Sin-kang

maka ibarat rumput kering orang-orang Hek-i

Kai-pang itu terlempar dan menabrak dinding

karang. Peng Houw sendiri berkelebat dan

tahu-tahu menyambar lengan tosu itu. Giok430

Yang Cinjin kaget dan meronta namun pemuda

itu menekan pergelangannya. Tenaganya

lumpuh! Dan ketika Peng Houw membawa

tosu ini terbang melewati semua murid-murid

Hek-i Kai-pang maka pemuda dan tosu itu

tahu-tahu lenyap bagai iblis.

"Siluman! Sihir, pemuda itu

mengeluarkan sihir!"

Semua berdebuk dan jatuh terguling
guling. Kalau Peng Houw tak mengendalikan

tenaganya tentu orang-orang Hek-i Kai-pang

itu hancur luluh. Siapa kuat menghadapl Hok
te Sin-kang yang amat hebat itu. Tapi ketika

mereka meloncat bangun dan lecet-lecet,

gentar dan ngeri dilempar begitu mudah maka

yang teringat seruan Giok Yang Cinjin

berteriak,

"Bukan, bukan siluman. Dia Si Naga

Gurun Gobi!"

Gemparlah pengemis-pengemis ini.

Mereka segera teringat dan sadar akan itu,

mengangguk dan tak ampun lagi semuanya

berlarian. Dan ketika tempat itu sepi dari

murid-murid Hek-i Kai-pang ini maka Peng431

Houw sendiri sudah turun dan berada di atas

bukit di mana kota Kwang-sin berada di bawah.

Gerakannya tadi seperti burung menyambar

dan mentakjubkan kakek tua ini.

"Luar biasa, hampir tak dapat pinto

percaya. Aih, kau benar Naga Gurun Go-bi itu,

anak muda. Kau Peng Houw yang dulu menjadi

murid sute pinto Giok Kee Ha..ha, bagaimana

anak isterimu dan sudahkah mereka kau

temukan!"

Peng Houw terkejut. "Totiang

mengetahui itu?"

"Pinto yang ada di sana, pinto yang

membantu isterimu namun gagal itu. Ah,

bagaimana mereka dan sudahkah putera-mu

kau temukan!"

Peng Houw tertegun pucat. Tiba-tiba ia

menjura di depan tosu ini dan menggeleng

lemah, berkata bahwa Boen Siong belum

ditemukan. Dan karena ia bertemu dengan

orang yang dicari-cari, inilah kiranya tosu yang

dikatakan muridnya itu maka Peng Houw

gemetar menahan perasaan.432

"Teecu menghaturkan terima kasih

bahwa supek yang kiranya datang menolong.

Tapi sayang, Boen Siong belum kutemukan dan

ceritakanlah bagaimana asal semuanya itu

terjadi. Teecu mohon keterangan."

Tosu ini terbelalak. "Kau tak bertemu

isterimu? Kau tak mendengar cerita darinya?"

"Teecu ingin mengetahui selengkapnya

darimu, supek (uwa guru). Teecu telah

bertemu dengan dia tapi dia telah pergi lagi.

Teecu..teecu tak ingin mendengar dan melihat

mukanya."

"Astaga, apa pula ini. Kau rupanya

bertengkar dengan isterimu, Peng Houw. Apa

yang terjadi di antara kalian!"

"Teecu ingin mendengar cerita

supek,tolong ceritakan dan nanti teecu ganti

bercerita."

Tosu itu tertegun. Giok Yang Cinjin baru

kali ini bertemu Peng Houw namun nama

besar pemuda itu tentu saja sudah

didengarnya. Mendengar pemuda ini mau

menyebutnya supek sudah membuat dia

girang. Naga Gurun Gobi ini ternyata bukan433

pemuda sombong, benarlah cerita di luar. Tapi

melihat betapa wajah pemuda itu muram dan

kulit itupun gelap, ada kemarahan di mata

yang berkilat tajam itu akhirnya tosu ini

mengetukkan tongkat membersihkan tanah,

duduk di situ.

"Marilah duduk, dan terima kasih

bahwa kau masih menganggapku sebagai

paman guru, meskipun sebenarnya

kepandaianmu jauh di atas pinto. Hm,

dengarlah, anak muda. Kejadian itu bermula

dari datangnya Chi Koan...!"
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Teecu tahu ini."

"Baik, dan apalagi kalau begitu?

Tahukah kau bahwa Kwi-bo iblis betina itu

muncul dan masih hidup?"

"Ya, teecu tahu, tapi baru sekarang

teecu tahu bahwa selain mereka adalah supek

yang membantu di sana. Teecu ingin

mendengar perbuatan Chi Koan, maksud teecu

hm,..perbuatannya terhadap isteri teecu!"

Wajah itu berkerut. Giok Yang Cinjin tiba-tiba

menangkap sesuatu yang ganjil dan tiba-tiba

maklumlah tosu ini akan apa yang terjadi.434

Pemuda ini kiranya dibakar cemburu, marah.

Namun karena tak ada yang istimewa dan

Peng-hujin itupun lari bersamanya, tak ada

apa-apa maka kakek ini menggeleng.

"Pinto tak melihat sesuatu yang luar

biasa dari isterimu maupun Chi Koan. Kami lari

meninggalkan pertempuran, pinto terluka "

"Supek tak melihat perbuatan kurang ajar si

buta itu kepada isteri teecu?"

"Kalau kurang ajar memang kurang

ajar, Peng Houw, akan tetapi isterimu lari

menyelamatkan pinto. Dia meninggalkan

pertandingan karena pinto terluka oleh Hok-te

Sin-kang!"

"Hanya itu?"

"Maksudmu?"

"Teecu melihat robekan pakaian Li

Ceng"

"Benar, jahanam itu merobek pakaian

isterimu dengan tongkat!"

"Lalu dia menangkap dan sempat

mengganggu isteri teecu?"

"Ah, tidak! Isterimu lari dan

menyelamatkan pinto, Peng Houw. Memang435

benar Chi Koan merobek pakaiannya tapi tak

lebih dari itu. Ia selalu melempar tubuh dan

bergulingan menyelamatkan diri!"

Peng Houw berdetak. "Susiok tak

melihat ia ia diganggu luar dalam?"

"Maksudmu diperkosa? Hm, tidak,

Peng Houw. Mengerti pinto sekarang ke mana

arah pertanyaanmu ini. Kau mengira Chi Koan

telah menodai isterimu. Kau curiga bahwa

isterimu sudah tidak suci lagi. Ah, pinto berani

sumpah bahwa hal itu tak sampai terjadi. Chi

Koan memang merobek-robek pakaiannya

namun isterimu selalu berhasil

menyelamatkan diri. Ia dipermainkan namun si

buta itu tak dapat menikmatinya!"

"Maksud supek?"

"Chi Koan buta, Peng Houw, meskipun

isterimu telanjang akan tetapi matanya tak

bisa melihat. Namun isterimu tak sejauh itu,

seingat pinto pakaian yang robek di bagian

punggung dan dada!"

"Jadi ia ia tak sampai diganggu Chi

Koan?"

"Tidak!"436

"Ah!" tarikan napas lega itu bercampur

dengan keluhan panjang. Peng Houw tiba-tiba

bersyukur namun menutupi muka, dua titik air

mata tiba-tiba menetes! Dan ketika tosu itu

tertegun melihat ini maka Peng Houw tersedak

dan Naga Gurun Gobi itu menangis, sekejap

saja.

"Ceng-moi, maafkan aku. Kiranya aku

terlampau berlebihan menuduhmu!"

Penyesalanlah yang datang. Peng Hou

tak dapat mengatasi hatinya lagi dan

menunduklah dia dengan pundak berguncang
guncang. Ia terlampau tajam menyengat

isterinya. Kata-kata beracun Kwi-bo ternyata

begitu hebat mempengaruhinya. Ia terhasut!

Tapi ketika ia menarik napas dalam-dalam dan

semua itupun lenyap, Giok Yang Cinjin batuk
batuk maka Peng Hou hanya kemerah
merahan saja mukanya akan tetapi air mata itu

sudah menyusut.

"Agaknya kau menuduh isterimu, ini

kiranya pertengkaran itu. Siancai, dalam hal

yang satu ini memang orang-orang muda sulit

mengontrol diri, Peng Houw. Sekarang katakan437

di mana isterimu dan apa saja yang

kaukatakan. Juga anak perempuan kecil itu,

yang pinto lihat di dalam dusun."

"Ia murid teecu, Siao Yen namanya.

Sedangkan isteri teecu, ah teecu menyesal

supek. Terlampau tajam kata-kata teecu,

terlampau jahat. Teecu dibakar ketidak

percayaan gara-gara Kwi-bo!"

"Bagus, ceritakan itu. Di mana pula kau

bertemu wanita jahat itu!"

Peng Houw mendinginkan hatinya yang

panas. Teringat wanita iblis ini ia menjadi

marah juga, namun setelah pandang matanya

bertemu Giok Yang Cinjin dan tosu itu

mengangguk sabar iapun lalu bercerita dan

berterus teranglah dia akan semua yang

dialami, betapa mula-mula ia pulang namun

melihat rumahnya berantakan lalu menuju

tempat tinggal uwak Kin dan ternyata ada di

sana. Siao Yen dan Po Kwan juga di situ. Namun

ketika pembicaraan menginjak pada Li Ceng

tak tahan lagi pemuda ini menjadi serak,

matanya basah.438

"Sebelumnya teecu sudah bertemu

dengan Kwi-bo, dan ia menceritakan

perbuatan Chi Koan kepada isteri teecu. Dan

karena isteri teecu juga tak menyangkal jari
jari Chi Koan menyentuh tubuhnya maka teecu

berpikir bahwa isteri teecu telah ternoda! Ah,

jahat sekali kesimpulan itu, supek, teecu

terlalu gegabah. Teecu dibakar marah dan

cemburu kelewat sangat!"

"Hm-hm, benar-benar berbisa, racun

yang amat jahat. Tak pinto sangkal bahwa

tubuh isterimu disentuh jari-jari si buta itu,

Peng Houw, akan tetapi semuanya itu

bukanlah kehendaknya. Isterimu bukan

tandingannya, dan pinto sendiri sampai terluka

dalam. Ah, kau harus mencari dan meminta

maaf pada isterimu, tak sejauh itu

kenyataannya!"

"Ya, tapi isteri teecu telah pergi. Dia

bersumpah tak mau melihat teecu kalau Chi

Koan belum terbunuh. Dan...dan teecu

membawa-bawa pula nama orang tuanya".

"Apa yang kaukatakan, Peng Houw?"

"Mengungkit masa silam ibunya. Bahwa439

bahwa mendiang ibunya dulu seorang wanita

serong. Teecu menyamakan dia dengan

ibunya!"

"Astaga, iblis benar-benar telah

merasuki hatimu. Ah, kau kejam membawa
bawa orang tua, Peng Houw, apalagi yang

sudah meninggal. Siancai, pinto tak dapat

menerima ini!"

"Dan teecu siap menerima hukuman.

Tolong carikan isteri teecu itu, supek, juga

puteraku Boen Siong. Teecu akan membalas

Chi Koan dan tak akan kuampuni dia!"

Giok Yang Cinjin menahan napas. Batu

di genggaman pemuda ini berkeratak, hancur

namun utuh. Narnun ketika dia mengambil

batu itu dan melemparnya ke atas maka pyur,

batu itu menjadi bubuk, debu!

"Siancai, pinto prihatin akan kejadian

yang menimpamu ini. Pinto tak akan

berpangku tangan dan percayalah akan

membantumu, Peng Houw, tapi di mana kita

mulai. Pinto tak mungkin menemukan mereka

tanpa adanya petunjuk-petunjuk!"440

"Itu betul, dan teecu juga bingung. Tapi

bagaimana kalau kita mulai di Hek-i Kal-pang,

supek, bukankah di tempat mereka akan ada

keramaian. Tadi kudengar akan adanya ulang

tahun partai."

Giok Yang Cinjin mengangguk. "Tidak

salah, tapi mereka menyebalkan!"

"Hm, Hek-sai Lo-kai memang bukan

seorang besar untuk ukuran dunia kang-ouw,

tapi pengaruhnya di propinsi ini ku-dengar

cukup besar, supek. Bagaimana kalau kita

coba-coba atau mungkin kau dapat

menolongku yang lain."

"Apa itu."

"Dua orang muridku Po Kwan dan Siao

Yen."

"Ada apa dengan mereka."

Peng Houw diam, tiba-tiba tak

menjawab. Tapi ketika ia didesak dan sedikit

merah akhirnya pemuda ini berkata,

"Aku mengangkat murid kepada kakak

beradik itu, mereka anak-anak yang baik. Tapi

kesibukanku mencari Chi Koan dan anak

isteriku membuat mereka tak terurus, supek,441

bagaimana kalau kau menolongku dulu.

Maksudku kau mengawasi mereka dan berilah

dasar-dasar Soan-hoan-ciang."
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Giok Yang Cinjin tertegun. Teringatlah

ia akan anak perempuan di rumah uwak Kin

itu, seorang bocah belia namun berjiwa mulia.

Ia masih teringat ketika anak itu merangkul

Peng-hujin ketika menendang si nenek, marah
marah dan menangis di situ namun memiliki

keberanian. Anak itu berani melindungi

seorang wanita tua. Dan karena ia juga pernah

menyesal meninggalkan nenek itu ketika

pingsan, ia takut oleh datangnya si buta

akhirnya kakek ini mengangguk dan berkata,

"Baiklah, pinto tak keberatan, Peng

Houw. Betapapun kau mewarisi pula Soan
hoan-ciang, meskipun tentunya bukan

tandingan Hok-te Sin-kang yang hebat itu.

Pinto setuju tapi bagaimana kalau pinto

menyertaimu dulu ke Hek-i Kai-pang. Siapa

tahu ada tokoh yang belum kaukenal dan

menjadi bahan kita, mungkin pinto

mengenalnya."442

"Baiklah, Peng Houw tak keberatan.

kalau itu keinginanmu tentu saja aku tak akan

menghalangi, supek, tapi sebaiknya kita

menyamar saja, jangan terang-terangan. Dan

kapan pula keramaian itu diadakan?"

"Kudengar minggu depan. Dan

sebaiknya kita melihat-lihat dulu suasana."

Peng Houw mengangguk. Akhirnya

diambil kesepakatan bahwa mereka berdua

bersama dulu. Ulang tahun perkumpulan

pengemis itu akan dihadiri. Dan ketika semua

dirasa cukup dan tosu itu bangkit berdiri maka

perjalanan ke Kwang-sin dilanjutkan lagi

namun Peng Houw dan tosu itu sudah beralih

rupa sebagai pengemis-pengemis , turun dan

memasuki kota untuk akhirnya berbaur

menjadi satu!

***

Untuk ukuran dunia perkumpulan

pengemis baju hitam ini memang belum

termasuk besar, namun untuk ukuran propinsi

Kwang-tung nama Hek-i Kai-pang ditakuti.443

Bukan karena jumlah anggaunya yang banyak

melainkan semata orang yang berdiri di

belakang nama perkumpulan ini begitu

berpengaruh.

Aneh barangkali kalau mendengar Gak
taijin (Menteri Gak) menjadi "back-ing" para

pengemis ini. Menteri yang berkedudukan di

kota raja itu memang melindungi Hek-i Kai
pang, bahkan menjadi Ketua Kehormatan di

mana Hek-sai Lo-kai (Pengemis Singa Hitam)

masih berada di bawahnya. Tapi kalau orang

tahu lika-liku yang ada di antara menteri ini

dengan Hek-i Kai-pang tentu orang akan

menarik napas panjang dan terheran-heran,

ngeri dan muak, tapi juga takut!

Hek-i Kai-pang melalui ketuanya yang

saat itu dipegang Hek-sai Lo-kai memang

bukan perkumpulan biasa. Gak-taijin sendiri

terang-terangan melindungi perkumpulan

pengemis ini dengan dalih kemanusiaan.

Menteri yang kebetulan menduduki jabatan

sebagai menteri pajak itu memang tampak

menonjol akhir-akhir ini. Ia mengusulkan

kepada kaisar pengurangan pajak kepada444

rakyat, menghilangkan ini-itu yang tidak perlu

dan hal-hal yang dirasakan membebani rakyat

ditiadakan. Maka ketika kaisar menyetujui

usulnya dan khusus bahan pangan rakyat tak

lagi dibebani pajak maka nama menteri ini

mencuat dan ia banyak dipuji sebagai menteri

bijak yang bes?r perhatiannya kepada rakyat,

terutama golongan miskin.

***

Koleksi Kolektor Ebook445

"KABUT DI TELAGA SEE - OUW"

( Lanjutan Kisah Prahara Di Gurun Gobi )

Karya Batara

Jilid VIII

*

* *

TAPI di balik itu menteri ini melakukan

sesuatu yang culas, licik. Hek-i Kai-pang

disuruhnya mencari dana, mendatangi orang
orang kaya dan rakyat untuk berderma.

Dengan dalih kemanusiaan dan keamanan

anggauta-anggauta Hek-i Kai pang ini memeras

siapa saja. Mereka tak segan mendatangi

restoran atau losmen-losmen penginapan,

meminta sedekah dan dengan itu katanya

menjaga keamanan.

Dan karena selama ini Hek-i Kai-pang

juga menjaga langganan-langganannya,

rumah-rumah makan dan penginapan

memang bebas dari kejahatan maka pemilik446

atau penyandang dananya tak keberatan.

Namun akhir-akhir ini Hek-i Kai-pang mulai

kelewatan. Mereka sudah berani menetapkan

berapa iuran yang harus dibayarkan orang
orang kaya atau pemilik restoran itu. Mereka

tak segan-segan memaksa dan mengambil

sikap. Seorang hartawan pernah dihajar

sampai sebulan tak mampu bangun. Dan

karena tindakan itu mulai bengis dan tidak

manusiawi maka diam-diam Hek-i Kai-pang

dimusuhi dan tak disukai orang, apalagi oleh

penduduk Kwang-sin sendiri.

"Kami menjaga keamanan dan

ketertiban di sini, siapa banyak bacot. Kalau

kami tak melindungi dan menjaga kalian

apakah usaha kalian bisa maju. Heh, lihat

ketertiban dan keamanan kota ini, tuan-tuan.

Kalau Hek-i Kai-pang tak menjaga ini apakah

rumah makan dan penginapan kalian maju.

Lihat pula perdagangan kaum nelayan, siapa

menjaga mereka. Itu adalah hasil kerja keras

kami. Dan ingat, kami dilindungi Gak-taijin!"

Para penyumbang dana berkerut surut.

Kalau Hek-i Kai-pang sudah membawa-bawa447

nama Menteri Gak memang tak akan ada yang

berani melawan. Jangankan mereka, pemilik

rumah makan atau pedagang. Walikota

setempat juga takut dan jerih berhadapan

dengan pengemis baju hitam ini. Lo-ciangkun

(perwira Lo) yang membawahi keamanan

dengan tiga ratus pasukannya juga tak berani

banyak berkutik, semua bukan lain karena

bayang-bayang Gak-taijin di punggung orang
orang Hek- -i Kai-pang itu. Tapi ketika suatu

hari perkumpulan pengemis ini menaikkan

dana lima kali lipat kepada para

penyumbangnya maka terjadilah ribut dan

geger. Rumah makan "Le-h hi-pa" menjadi

korban pertama.

"Kami menetapkan seribu tail untuk

bulan ini, tak boleh kurang. Pangcu (ketua

perkumpulan) telah membagi-bagi tugas agar

kalian berpartisipasi memeriahkan ulang

tahun kami. Gak-taijin akan datang!"

"Ah, mana kami dapat menyediakan

itu. Seribu tail terlalu banyak, ,siauw-kai, kami

tak sanggup. Pagi ini saja belum terkumpul

seratus tail, kami baru Buka!" pemiliknya,448

seorang taoke gendut menolak dengan marah.

Pagi itu dua pengemis muda mendatanginya

dan menyodorkan surat sumbangan suka rela ,

ditandatangani oleh Hek-sai Lo-kai namun

tentu saja pemilik rumah makan ini terkejut.

Sumbangan itu bukan suka rela lagi, melainkan

paksaan, apalagi sejumlah seribu tail! Maka

ketika ia menolak tapi pengemis itu tertawa

dingin, sekali lagi memintanya tapi taoke ini

menggeleng kepala maka pemilik rumah

makan itu buru-buru membuka lacinya

memperlihatkan isinya.

"Lihat, baru ada delapan puluh lima

tail, belum seratus. Ini saja yang kuberikan

kalian dan sampaikan maaf pada pangcu".

"Kau tak menghargai kami yang

setahun sekali merayakan ulang tahun? Kau

tak menghargai Gak-taijin yang akan datang

dan menghormati kota ini? Baik, sekali lagi

seribu tail atau tidak sama sekali, babi gendut.

Kau bayar atau kami pulang melapor!"

"Aku belum punya sebanyak itu...."

"Kemarin Rumah makanmu laris, kau

baru diborong pesta!"449

"Ah, tidak banyak keuntungannya, siau

kai, hanya pesta pertunangan!"

"Cukup, kalau begitu kami kembali"

dan dua pengemis yang menggebrak meja dan

melempar uang itu akhirnya dipandang

dengan geram tapi juga takut oleh pemilik

rumah makan ini. Dia melihat ancaman di situ,

buru-buru menghubungi Lo ciangkun agar

mengerahkan pasukannya menjaga rumah

makannya. Tapi ketika Lo-ciangkun hanya

angkat bahu dan pergi meninggalkan kursinya

maka perwira itu berkata bahwa pasukan di

kota itu hanya sekedar formalitas belaka. Yang
Kabut Di Telaga See Ouw Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar-benar menjaga dan melindungi

keamanan adalah orang-orang Hek-i Kai-pang

itu.

"Bodoh, kau masih mending. Aku

sendiri dimintai sumbangan sebanyak tiga ribu

tail, taoke, apa artinya dibanding seribu tail.

Kau cepat saja ke markas Hek-i Kai-pang atau

rumah makanmu nanti celaka!"

Benar saja, belum habis kata-kata ini

datanglah berlari-lari seorang pelayannya.

Taoke itu terkejut mendengar betapa450

restorannya dihancurkan pengemis-pengemis

Hek-i Kai-pang. Tak kurang dari lima puluh

orang datang ke tempatnya, mengobrak-abrik

dan menghancurkan meja kursi. Lalu ketika

taoke ini berlari dan menangis sepanjang jalan

benar saja dilihatnya rumah makannya itu

sudah hancur, bahkan dibakar!

Berteriak-teriaklah taoke gendut ini.

Semua orang tak ada yang berani

menolongnya sampai restorannya benar
benar ludes terbakar. Orang di sekeliling hanya

menonton dari kejauhan. Dan ketika taoke itu

pingsan sementara anak isterinya juga

menangis bergulingan, tak dihiraukan

siapapun akhirnya datanglah pasukan Lo
ciangkun memadamkan api.

Ternyata di sini pemilik rumah makan

itu mendengar gerundelan. Seorang di antara

pasukan bercerita bahwa gajinya dipotong

sepuluh tail per bulan, tiga ratus pasukan

berarti tiga ribu tail. Lalu ketika dia tertegun

teringat omongan ciangkun maka berdirilah

dia mengepal tinju.451

"Keparat, orang seperti Lo-ciangkun

begitu enak mencari duit. Diperas Hek-i-Kai
pang. ganti memeras anak buahnya, Apakah

aku harus memeras para pelayanku untuk

dana Hek-i Kai-pang? Tak adil, biar kulapor

kepada walikota!"

Namun Sok-taijin, sang walikota

menghindar dari kedatangan warganya ini. la

pura-pura disibukkan urusan pekerjaan dan

tak ada waktu menemui, pemilik restoran

terbelalak. Lalu ketika dia ditemui bawahan

Sok-taijin dan ditanya mau apa maka bawahan

itu tertawa padanya dengan sikap dingin.

"Mencari keadilan? Mengadu

perbuatan Hek-i Kai-pang? Ah, sia-sia, tak akan

berhasil. Ketahuilah bahwa taijinpun dikenai

sumbangan suka rela, Wangwe, lebih besar

daripada kau. Dan kamilah yang dikenai

potongan pengumpul dan?. Pulang dan jangan

pikirkan lagi itu atau malah nyawamu

terancam!"

Lelaki gendut ini tertegun. Kiranya

walikotapun tak berkutik, Hek-i Kai-pang

benar-benar hebat. Lalu ketika ia kembali452

dengen lesu tahulah dia bahwa perkumpulan

pengemis itu tak boleh dibuat main-main.

Pejabat pemerintahpun tak berkutik di bawah

bayang-bayang Hek-i Kai-pang, atau lebih

tepat, bayang-bayang Gak-taijin itu!

Memang ada cerita panjang di sini,

cerite yang tak diketahui orang luar. Yakni

bahwa dengan meminjam namanya tentu saja

menteri itu minta imbalan. Upeti, begitulah.


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman Pembunuhan Di Orient Ekspress Murder On Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono

Cari Blog Ini